🌸Purimate

“Hey lou! Ap.... Heh louis?? Louis??? Lo kenapa???” Tanya Dunk diambang pintu mobil setelah melihat Louis menangis sesenggukan di dalam mobil.

“Chen!!! Archen!!! Neo!!!! Louiss... Louiss” teriak Dunk memanggil si kembar.

Archen dan Neo pun berlari ke arah mobil Louis. Dengan sigap Archen memeluk badan kecil Louis hingga hilang di balik badannya.

“Hey Louis.. louis kamu kenapa?” Tanya Archen hati hati

“Maaf.. maafin aku...” Jawab Louis terbata.

“Book?” Ucap Neo tiba tiba membuat Archen dan Dunk mengalihkan perhatian ke Neo.

Dunk dan Archen bingung karena nama itu mereka dengar lagi setelah beberapa hari ini mereka dibuat bingung oleh nama itu.

Dengan tiba tiba Neo memisahkan Archen yang sedang memeluk Louis.

“Aku gak pernah mau lihat kamu nangis. Tolong jangan nangis. Air mata mu saat berharga” Ucap Neo sambil mengusap air mata Louis dan menciumi kedua matanya.

Archen dan Dunk kaget bukan main melihat kelakuan Neo yang menurut mereka sangat berani

“Force ih!! Dari tadi dijelasin juga gak ngerti ngerti!! Ini lama lama aku bisa cepat tua kalau ngajarin kamu begini!!” Omel si pipi gembul setelah stress mengajari lawan bicaranya.

Yang diomeli hanya tertawa terbahak menampilkan taring kecilnya, hampir mirip dengan rubah.

Jengah, akhirnya sisi pipi gembul bangkit dari duduknya dan hendak berjalan meninggalkan rubahnya tapi dengan secepat kilat tangannya ditarik hingga ia terjatuh di dada lawan bicaranya itu.

“Aku gak pernah masalah dengerin omelan kamu. Malah aku suka banget denger kamu ngomel. Yang penting kamu jangan pernah nangis ya. Aku gak mau setitik pun air mata mu jatuh” Katanya sambil menciumi kedua mata si pipi gembul.

“Force.... Force.... Tolong bertahan force... Tolong bertahan demi aku force....”

Dengan langkah goyah dan bergetar Lingga berjalan terseok di koridor rumah sakit. Semua mata tertuju padanya. Dengan tangan yang penuh darah akibat ia mencabut paksa selang infus dan baju rumah sakit dari rumah sakit lainnya yang menempel di tubuhnya.

“Nehan... Nehan gimana?” Tanyanya setelah sampai di ruangan bertuliskan UGD

Dua orang yang sedari tadi menangis sambil berpelukan mengangkat wajahnya memperhatikan setiap detail seseorang yang ada di hadapannya.

“Mau apa kakak kesini? Mau apa hah? Udah puas kakak ngehancuri hidup kak Nehan?? Udah puas kak?” Bentak Natta tak terduga.

Lingga dan Genta kaget mendengar bentakan yang dilontarkan Natta, karena tak pernah sekalipun Natta membentak siapapun itu.

Genta memperhatikan tangan Lingga yang bercucuran darah lantas memanggil perawat untuk membersihkan lukanya.

“Gen... Kenapa dia datang gen... Kenapa dia datang?? Dia udah ngehancuri hidup Kak Nehan Gen... Kenapa dia datang...” Isak Natta di pelukan Genta.

Genta hanya bisa memeluk sambil mengusap lembut kepala pria kecilnya.


“Kalau kamu bisa baca surat ini. Berarti kamu udah sembuh dan hati ku udah ada di kamu. Terimakasih udah datang di hidup aku ya. Terimakasih udah mau mencintai aku walau aku sendiri tak tau itu. Makasih udah mau mewarnai hidup aku. Sekarang tugas mu adalah menjaga hati itu ya. Hatiku sekarang milik kamu dan selamanya akan milik kamu. Aku sayang kamu sekarang dan selamanya. Sampai jumpa di kehidupan nanti ya. Janji untuk temui aku di kehidupan nanti. Dan janji kita akan bersama san memperbaiki semua kesalah pahaman kita sekarang. Aku sayang kamu”

“Kapan dia nulis ini?” Tanya seseorang yang baru saja selesai membaca sepucuk surat di tangannya.

“Beberapa menit sebelum jantungnya melemah. Selama 4 tahun belakangan ini ia mengidap penyakit jantung dan saya ditugaskan untuk merawatnya. Dia bilang untuk memberikan hatinya padamu sebagai ganti karena telah membuatmu seperti saat itu” jawab seseorang yang terlihat umurnya jauh lebih tua dari mereka. “Kami tidak lamaran, apalagi menikah. Itu semua adalah idenya agar kamu bisa mencari bahagia mu. Dia anak yang keras kepala. Saya sudah mengingatkan berkali kali untuk bertanya kepadamu siapa yang kamu cintai. Tapi dia tetap tidak mau dengar” lanjutnya setengah tertawa namun air mata mengalir dari kedua matanya.

“Sekarang ikuti apa kata dia ya. Jaga hatinya dan cari kebahagiaan mu. Tolong jangan sakiti hatinya” Timpal wanita yang saat ini sudah dianggap kakak oleh semua orang disitu.


“Aku janji akan jaga hati ini. Sampai ketemu di kehidupan selanjutnya ya” Ucapnya sambil mengelus nisan bertuliskan “Lingga Tadwin”

Dengan bingung Natta terus melangkah ke kamar kakaknya yang tak jauh dari kamarnya. Berkali kali ia mengetuk tak ada jawabnya. Ia paksakan juga untuk membuka pintu nya.

“Dikunci lagi. Emang ada apaan sih?” Monolognya

Dengan susah payah ia mendobrak dobrak pintu kamar kakaknya. Tak mau ia bangunkan kekasihnya karena kasihan semalaman tidurnya tak tenang.

“Kak? Kak Nehan?” Panggil nya sambil dihidupkan lampu kamar agar lebih jelas terlihat.

“KAKK!!! KAK NEHANN!!!” Teriaknya hingga membangun kan kekasihnya yang tadi terlelap

“STOP!! TUNGGU DISITU DULU!!!” Ucap seorang pria yang perawakan tubuhnya sebenarnya besar namun menjadi kecil bila bersama kesayangan nya.

Yang disutuh berhenti juga akhirnya berhenti di depan pintu seakan tau apa yang akan dilakukan pria kecilnya.

Si pria kecil membaui seluruh tubuh lelaki yang sekarang berdiri diambang pintu. Mulai dari rambut hingga seluruh tubuhnya memastikan tidak ada bau asap rokok yang tadi dihisapnya.

“Buka mulut!” Titahnya galak. Yang diberi titah hanya bisa mengikuti kemauan nya karena memang ia bersalah dalam hal ini.

“Oke aman. Silahkan masuk” Ucapnya setelah memastikan tak ada bau asap rokok ditubuh pria besarnya.

Bukannya masuk ke dalam kamar, pria yang tubuhnya lebih besar langsung memeluk pria kecilnya dan menangis di ceruk lehernya.

Natta sebenarnya tau dari awal, kalau Genta sudah bersikap seperti ini pasti ada masalah besar yang menghadang. Dan Natta juga tau kalau Genta tak akan pernah sudi membagi masalahnya kepada Natta.

“Kalau mau nangis ya nangis aja genta, gak usah pakai diendus endus ini leher aku” ucap Natta geli akibat aksi yang dilakukan Genta.

“Nat? Boleh cium?” Izin Genta hati hati. Yang ditanya hanya diam mematung mendengar permintaan Genta. Biasanya Genta selalu mencium pipi Natta tanpa izin tapi sekarang pakai izin?

“Biasanya juga gak izin kan?” Tanya Natta santai namun masih bingung.

“Bukan yang ini” ucap Genta sambil menepuk pelan pipi gembul Natta dengan telunjuknya. “Tapi yang ini” Lanjut Genta sambil mengusap lembut bibir Natta.

Natta mundur beberapa langkah dari Genta. Tak biasanya Genta seperti ini fikirnya. Pasti masalah kali ini sangat berat.

Natta mengangguk pelan sebagai tanda persetujuan. Genta langsung melumat habis bibir Natta tanpa aba aba sambil mengeluarkan tangisan. Natta hanya biasa diam dan kebingungan dengan sikap Natta hari ini.

Genta semakin tak beraturan. Bahkan sampai menggigit bibir Natta hingga berdarah menyalurkan semua rasa sakit dan sesak di dadanya.

“Maaf” Hanya kata itu yang sanggup keluar dari bibir Genta sambil mengusap darah yang terus mengalir dari bibir Natta.

Natta yang sedari tadi kebingungan akhirnya hanya mampu menggenggam erat tangan Genta yang sedari tadi berada di bibir Natta.

“Kita tidur ya?” Ajak Natta sambil membawa tubuh besar Genta ke tempat tidur.

“Jangan pernah tinggalin aku. Aku gak tau gimana bisa hidup kalau gak ada kamu” ucapnya sambil memeluk erat tubuh Natta tak membiarkan nya pergi.

“Tidak akan. Tidak akan pernah aku pergi” Jawab Natta yakin sambil menyibak poni dan mencium kening Genta agar ia tenang.

Genta tertidur. Tertidur dalam ketakutannya. Tertidur dengan masalah yang memggunung. Tertidur dengan semua beban yang ada difikirannya.

“STOP!! TUNGGU DISITU DULU!!!”

Boom Tarani, siapa sih yang tidak kenal dengan dia?? Seorang ketua club futsal sekolah, koor divisi seni dan olahraga OSIS, kapten timnas U-16 kota dan termasuk jajaran kakel hits di sekolah SMA Dirgantara. Semua orang mengangumi Boom, banyak cewek maupun cowok yang mengejar cintanya namun mereka harus menelan kekecewaan karena kakel yang terkenal cuek dan galak itu telah memiliki kekasih bahkan mereka telah berpacaran hampir 4 tahun.

Kisah mereka dimulai saat dimasa SMP, dimana orang bilang cinta monyet. Boom dengan tidak sengaja menendang bola kencang dan mengenai kepala Louis kecil yang saat itu lewat dengan teman temannya.

Boom yang tubuhnya lebih tinggi hampir 10cm atau bahkan lebih panik karena bola yang ditendang nya menyebabkan bocah cilik bermata bulat tersungkur jatuh.

“Maaf maaf, kamu gak apa apa?” Tanya Boom panik. Bocah cilik itu mendongak dan ternyata keluar darah segar dari kedua hidungnya. Boom yang memang sudah panik dan ternyata takut darah malah pingsan di tempat yang menyebabkan 4 orang tersebut panik bukan main.

“Kak?? Kak boom??” Tanya bocah cilik itu sesaat setelah Boom sadar.

“Maaf, kamu gak apa apa? Kepala kamu sakit? Hidung kamu...” Tanya Boom tak kalah paniknya sambil memeriksa seluruh kepala bocah cilik itu.

“Enggak kak, tadi udah dibersihkan sama bu ploy kok” jawabnya sambil memberikan senyum terbaiknya.

Boom mengecek nametag dan juga classtag yang ada di baju bocah kecil itu.

“Louis Thristas, kelas 7?” Tanya Boom mengeja nametag Louis. Yang ditanya hanya mengangguk hingga bergerak rambutnya.


“Kenapa kita kalau ketemu selalu setahun aja kak?” Tanya si kecil di sela sela memakan es krim nya.

“Kita kan bedanya 2 tahun sih sayang jadi ya wajar aja kalau kita ketemunya cuma setahun” jawab yang lebih tua.

“Terus nanti kakak jadi kuliah di luar kota?” Tanya Louis sedih. Yang ditanya hanya tersenyum manis dan mengecup bibir si kecil singkat.


Akhir tahun pembelajaran sudah hampir dekat. Para siswa kelas 10 dan 11 sudah libur sedangkan kelas 12 memasuki masa masa ujian.

Sudah seperti kewajiban atau peraturan tidak tertulis, setiap ujian Boom dan juga Louis tidak akan memegang hp atau alat komunikasi lainnya. Namun, ada yang aneh dengan kali ini. Boom menghilang, benar benar menghilang. Bahkan dicari disekolah pun fisiknya tidak ada.

Tak ada yang tau dimana ia berada, teman teman terdekatnya juga tidak ada yang tau dia dimana. Mereka seakan diam bungkam dengan keberadaan Boom.

“Hari ujian terakhir gue emang liat Boom, dia kayak buru buru pergi tapi setelah itu kita semua bener bener kehilangan Boom” jawab gawin teman dekat Boom saat ditanya kemana keberadaan Boom.

Louis yang panik selalu bertanya kepada seluruh temannya, spam semua akun sosmednya tapi nihil, tak ada jawaban apa apa dari Boom. Boom bener bener hilang, seperti hilang dari muka bumi.


Setahun berselang setelah Louis kehilangan Boom, Louis mencoba membuka lembaram baru dan juga hati. Seorang siswa dari SMA Pelita Bangsa berhasil menyembuhkan luka Louis sedikit demi sedikit.

Louis yang masih trauma bahkan belum berani untuk menjawab pertanyaan Neo tentang kesediaan menjadi pacarnya. Namun diakuinya kalau luka dihatinya sudah hampir sembuh sempurna.


“Permisi Pak Tawan, saya mau izin atas nama Louis Thristan” Seorang laki laki dengan perawakan tinggi besar masuk ke kelas 11 IPA 1 dan membuat geger kelas.

Ya, itu Boom, Boom Tarani, lelaki yg tiba tiba menghilang dari hidup Louis. Ia kembali, ia kembali setelah menghancurkan hati dan hidup Louis.

Louis bahkan ketakutan saat melihat Boom lagi. Seperti melihat sesuatu yang menakutkan. Badan Louis bergetar hebat bahkan memangis di pelukan Book.

“Kakak kenapa datang lagi? Kakak gak tau apa yang udah terjadi sama Louis setahun ini?? Kakak gak kasian sama dia?? Kakak kemana?? Kakak menghilang kemana??” Hardik Phuwin

“Louis hampir gila karena nyari kakak, Louis dulu yang kami tau ceria setahun ini jadi manusia paling pendiam yang kami kenal. Louis depresi kak!! Tiap malamnya Louis nangis, teriak teriak ketakutan, teriak teriak panik. Difikiran Louis kakak benar benar udah pergi. Kakak bahkan gak ngucapi sekata pun saat pergi! Kakak sengaja?? Kakak sengaja pergi dari Louis??? Iyaa??? Sekarang kakak senang kan? Kakak senang udah buat sahabat kami kayak gitu kak?? Kakak senang kan?” Phuwin tersulut emosi hingga hampir memukul Boom yang tingginya hampir sama dengannya.

“Phu, dengerin kakak dulu. Kakak punya alasan kenapa pergi phu. Kakak gak bermaksud ninggali Louis Phu” jawab Boom menahan tangisnya setelah melihat Louis yang ketakutan di pelukan Book.

“Bullshit!!! Alasan!!! Kakak cuma cari cari alasan aja kan?” Emosi phuwin tak lagi terkendali.

“Oke, kakak minta maaf, kakak minta maaf karena pergi tiba tiba dan tanpa kabar apapun. Tapi kakak punya alasan. Klub bola timnas kakak mengadakan pelatihan, kami gak diperbolehkan memegang alat komunikasi apapun sampai selesai pelatihan” jelas Boom.

“Setahun?? Setahun pelatihan gak boleh komunikasi?? Gak mungkin kak!! Gak mungkin!!! Sekarang kakak pergi dan tinggali Louis! Tolong tinggalkan dia, karena bukan kakak lagi orang yang dicintai dia! Kakak udah menghancurkan hatinya” Phuwin sedikit mereda.

“Tolong sudahi ini semua, sudahi kisah ini supaya Louis bisa tenang dan bahagia dengan hidup barunya. Aku mohon kak” Phuwin memohon

Boom melihat Louis yang masih menangis dalam pelukan Book mencoba meraih kepalanya namun dengan cepat Louis menghindar.

“Kak... Aku mohon.. tinggali aku.. aku mohon...” Louis memohon seperti merintih kesakitan.

“Aku minta maaf ya, kalau kamu mau nya gitu, aku bakal pergi, bahagia yaa, karena bahagia kamu juga bahagianya aku” Boom tersenyum dengan air mata yang jatuh.

“Aku pergi ya, sehat selalu dan sampaikan salam ku kepada dia yang berhasil nyembuhkan hati kamu. Sampaikan makasih ya sama dia. Ingat selalu, aku masih tetap sayang kamu” Boom pergi dengan tangis yang tak lagi bisa ia tahan.

Louis bisa bernafas lega dan melihat seseorang yang dulu sangat ia cintai sudah benar pergi, benar benar pergi dari hidupnya.

Lingga POV

Aku berlari dengan kencangnya menelusuri jalanan menuju rumah sakit. Persetan dengan sepatu ku yang rusak karena ku bawa berlari kencang, aku hanya ingin bertemu dengan Panji.

Panji bagiku bukan hanya seorang sahabat. Panji bagiku juga segalanya. Sepanjang jalan aku hanya menangis mengingat bagaimana dulu Panji sangat sering menyelamatkan ku, menjaga ku. Panji bahkan lebih telaten merawat dan menjaga ku dibandingkan Nehan.

Sampailah aku di depan kamar IGD setelah berlari untuk menerobos kemacetan kota. Ku lihat ada Genta, Nathan dan juga Nehan sedang duduk menunggu dengan tubuh besar Genta berada di dalam pelukan Nathan.

“Mereka gimana?” Tanya ku sambil memegang tangan Nehan menandakan aku sudah datang.

Semuanya mengadah menatap ku termasuk Nehan yang tak bisa melihat sekalipun.

Tubuh besar Genta yang tadinya ada di pelukan Nathan tiba tiba berpindah memeluk ku.

“Kak Petra kak. Kak Petra” ucap Genta terisak. Aku pun dengan sayang mengelus rambut Genta.


Ku lihat sebuah tubuh yang sudah banyak terlilit selang dan kabel menandakan seseorang tersebut telah memasuki fase hidup atau mati.

Ku raih tangan kanan nya yang terlilit selang infus. Matanya terbuka lemah dan menatap ku. Dokter bilang ia memang sudah sadar beberapa jam yang lalu, mungkin saat ku sedang di perjalanan.

Ku sibakkan gorden di sebelah kanan ku dan ku lihat seseorang yang tengah terbaring namun tidak terlalu banyak selang menempel di tubuhnya.

“Hay jagoan. Apa yang sakit?” Tanya ku menahan tangis melihat kondisinya

“Ayo sembuh, nanti kita main mandi bola lagi terus kita dimarahin sama petugasnya karena lo buat anak rang nangis karena dikira lo nyulik tuh bocah padahal itu adik lo yang paling kecil” lanjutku berusaha tetap tertawa.

Tangan nya menggenggam kuat tangan ku seperti hendak mengatakan sesuatu tapi ntah apa itu.

“Ngga.. maaf...” Satu kata berhasil lolos dari bibirnya.

“Gue.. jahat.. gue.. jahat..” lanjutnya kesusahan.

Aku menggeleng dan lantas memeluk erat Panji. Air mata akhirnya lolos dari ku. Kami berpeluk tangis di dalam ruangan bercat putih itu.

Lingga POV

Aku berlari dengan kencangnya menelusuri jalanan menuju rumah sakit. Persetan dengan sepatu ku yang rusak karena ku bawa berlari kencang, aku hanya ingin bertemu dengan Panji.

Panji bagiku bukan hanya seorang sahabat. Panji bagiku juga segalanya. Sepanjang jalan aku hanya menangis mengingat bagaimana dulu Panji sangat sering menyelamatkan ku, menjaga ku. Panji bahkan lebih telaten merawat dan menjaga ku dibandingkan Nehan.

Sampailah aku di depan kamar IGD setelah berlari untuk menerobos kemacetan kota. Ku lihat ada Genta, Nathan dan juga Nehan sedang duduk menunggu dengan tubuh besar Genta berada di dalam pelukan Nathan.

“Mereka gimana?” Tanya ku sambil memegang tangan Nehan menandakan aku sudah datang.

Semuanya mengadah menatap ku termasuk Nehan yang tak bisa melihat sekalipun.

Tubuh besar Genta yang tadinya ada di pelukan Nathan tiba tiba berpindah memeluk ku.

“Kak Petra kak. Kak Petra” ucap Genta terisak. Aku pun dengan sayang mengelus rambut Genta.