🌸Purimate

“Untung aja rumah kakak di dekat bandara jadi aku gak perlu capek capek nyari kosan dekat bandara” Kata Lingga setelah sampai di rumah kakak asuhnya, ciza.

Ciza adalah kakak asuh Lingga di sekolah SMP dan bertemu lagi saat SMA lalu takdir menemukan mereka lagi di bangku perkuliahan. Ciza sudah dianggap kakak sendiri oleh Lingga karena apapun perasaan Lingga ia tuangkan pada Ciza.

Ciza sudah pernah menikah namun harus berpisah setelah 3 tahun lebih pernikahan nya. Ntah apa sebab mereka berpisah tidak ada yang tau bahkan Lingga sekalipun tak diberitau nya. Ciza belum memiliki anak. Sekarang ia hidup sendiri tanpa ingin menikah lagi.

“Kamar lo dibawah dan jangan pernah coba coba keatas” ancam Ciza sambil menunjuk tepat di depan wajah Lingga. Lingga tertawa terbahak melihat ekspresi lucu kakak kecilnya. Iya, tubuh Ciza memang sangat kecil bahkan dibanding Lingga yang sudah kecil sekalipun perbandingan tinggi badan mereka lumayan terpaut jauh.

“Aku gak selera sama kakak” Katanya masih sambil tertawa terbahak.

“Lo mah emang cuma selera sama Nehan doang” Jawab Ciza tak kalah cerewetnya.

Lingga terdiam teringat akan sahabatnya yang sekarang tidak bisa melihat. Ia tiba tiba rindu sosok cerianya. Bagaimana jadinya hidupnya beberapa bulan ini jika tidak melihat Nehan. Tapi memang itulah niat Lingga pergi jauh dari Nehan agar rasanya tak semakin dalam walau memang sudah terlampau dalam.

Tanpa ba-bi-bu lagi ia lantas menelvon Natta, adik Nehan.

“halo Natta” sapanya riang. Natta yang mendapat telvon dari sang kakak angkat langsung terdengar berlari menuju kamar sebelah nya dan menghidupkan pengeras suaranya agar kakaknya mendengar.

“kapan pulang?” tanya seseorang diujung telvon dengan manjanya.

“hahaha gue baru juga sampai dan lo udah nanyain kapan gue pulang. Kagak bisa apa lo jauh jauh dari gue?” Tanya Lingga tertawa

Yang diujung telvon hanya cemberut memajukan bibirnya walau Lingga tidak akan pernah melihatnya.

Semua berkumpul di kamar Lingga-Nehan untuk sekedar melakukan panggilan video kepada Lingga yang saat ini berjauhan dengan mereka. Memang baru kali ini mereka harus terpisah dalam waktu yang lumayan lama. Rasanya aneh bagi mereka untuk tidak bersama seperti biasanya.

Malam ditutup dengan mereka yang masih bercengkrama lewat sambungan telvon. Ciza yang penasaran juga ikut bersama Lingga dan mengobrol bersama semuanya.

Malam ini tidak ada berbeda dari malam malam sebelumnya, hanya saja Lingga yang gusar untuk menceritakan yang terjadi hari ini.

Hari ini ia datang untuk menemui dosen pembimbing akademik nya, Pak Mewandra. Pak Mewandra mengusulkan Lingga untuk magang di kota lain karena bandara di kota nya masih kecil dan belum berstandar Internasional.

“Ne?” Panggil Lingga yang saat ini tiduran di samping Nehan.

Nehan hanya berdehem sambil meraba raba tubuh teman bicaranya dan langsung menghadap ke lawan bicaranya walau ia tidak melihat nya.

“Aku... Disuruh pak mewandra magang di luar kota” Kata Lingga ragu ragu

“Bagus dong. Kan kamu bisa nambah pengalaman” Jawaban Nehan yang di luar dugaan Lingga.

“Kamu gimana?” Tanya Lingga takut

“Kan ada Petra sama Natta. Tapi kamu jangan lama lama pulang ntar aku kangen unyel unyel pipi kamu” Jawabnya sambil tertawa terbahak.

Lingga ikut tertawa tapi dengan perasaan yang campur aduk. Senang, sedih, sakit, lega semua jadi satu di benak Lingga.

“Ehh kenapa ini?” Tanya Natta panik saat masuk kamar san mendapati Genta memeluk Lingga

Dengan cekatan Genta memberi isyarat agar Natta diam supaya Nehan tidak curiga.

“Kenapa?” Tanya Nehan masih dalam titahan nya Natta setelah mereka dari kamar mandi

“Eh gak ada kak” jawab Natta sambil mendudukan Nehan

Nehan meraba raba mencari sesuatu. Natta dengan sabar memberikan barang barang yang sekiranya dibutuhkan oleh Nehan saat itu juga.

“Lingga mana? Pergi ya? Harusnya sih pergi, kan ini malam minggu. Pergi sama pacarnya kali ya dia?” Tutur Nehan tanpa jeda yang malah makin membuat Lingga semakin membenamkan dirinya dalam pelukan Genta.

“Oh ya, Petra mana ya? Kan ini malam minggu. Harusnya ngapelin gue dong hahaha” lanjut nya lagi seakan akan hanya berbicara dengan adiknya

Natta hanya memberikan gerakan bibir kepada Genta, 'Kak Petra mana?' tanpa mengeluarkan suara supaya tidak terdengar oleh Nehan. Dan dibalas dengan gerakan bibir Genta 'pergi sama kak panji' masih tanpa suara juga agar tidak terdengar.

“Kak petra lagi keluar sebentar kak. Bentar lagi pulang kok. Mungkin lagi cari makan” jawab Natta sekenanya

Nehan hanya ber-oh ria mendengar jawaban adiknya. Tanpa sadar setelah lelah menangis Lingga tertidur di pelukannya Genta dan dengan hati hati Genta meletakkan kakak nya di tempat tidur karena pada saat itu mereka ber4 ada di kamar Nehan-Lingga.

“Kak Lingga gak pergi kok kak. Dia tidur tuh” jawab Genta setelah berhasil meletakkan tubuh Lingga di tempat tidur.

“Cepat banget?” Tanya nya sambil meraba tubuh Lingga. “Kenapa badannya panas? Lingga badannya panas” lanjutnya panik setelah menyentuh badan Lingga.

Natta dan Genta yang saat itu berada disitu juga langsung mengecek kondisi Lingga. Dengan cekatan Genta mengambil termometer yang ada di kamarnya.

“38.7” Ucap Genta. “Tadi gak sepanas ini” lanjutnya setelah mendapat delikan dari pacarnya, Natta.

Akhirnya Genta membawa Lingga untuk berobat ke klinik terdekat setelah berkali kali mendapatkan delikan dari Natta

“Mama dan Papa baru mau berangkat” Kata lelaki beekulit putih sambil menyisiri rambut teman sekamar nya.

Yang diajak bicara hanya mengangguk saja menikmati halusnya sisiran kepala dari sahabatnya.

Nehan memang tidak mau diajak pulang oleh kedua orang tua nya. Dia takut kalau di rumah malah tidak ada yang menjaga karena kedua orang tua nya cukup sibuk. Nehan memilih untuk tinggal di kos kosan dengan resiko akan sangat menyulitkan sahabat dan juga adiknya.

“Besok lo dijagain Natta ya di rumah, gue mau beli tongkat sama Genta” lanjutnya lagi setelah selesai menyisiri rambut Nehan.

“Maaf gue ngerepoti lo lagi” ucap penyesalan dari Nehan

“Yang terpenting sekarang lo harus bisa ingat apapun itu. Tapi kalau bisa kejadian buruk gak usah deh ya. Pokoknya yang indah indah aja deh” Kata Lingga memberi semangat.

Nehan hanya bisa tersenyum mendengar semangat sahabatnya yang bahkan lebih semangay untuk kesembuhan nya daripada dirinya sendiri.

“Ini Lingga? Adek Lingganya gue?” Tanya Nehan sambil meraba raba wajah Lingga.

“Hey jangan nangis. Maafin aku yang gak bisa jagain kamu ya” Nehan merubah gaya berbicara nya dari “gue – lo” ke “aku – kamu” yang berarti pembicaraan sudah serius.

Lingga mengusap air mata yang sudah mengalur sejak tadi. Diusapnya punggung tangan Nehan yang masih setia meraba raba wajahnya.

“Aku gagal. Aku gak bisa nepati janji ku pada ayah Arman. Aku udah buta, gimana aku bisa jagain kamu” racau nya lagi

“Sekarang waktunya aku yang jagain kamu ya. Aku bakal terus jagain kamu” Jawab Lingga meyakinkan.

Lingga dan Nehan berbicara tanpa henti. Canda dan tawa terus menghiasi ruangan itu. Hanya mereka berdua, bersenda gurau, tertawa bersama walau ada beberapa ingatan yang hilang dari Nehan namun tak mengapa setidaknya banyak kenangan mereka berdua yang masih diingat Nehan.

“Ngga, kalau seandainya gue pacaran sama Petra gimana ya?” Tanya Nehan tiba tiba

“Gue kira amnesia lo gak sampai yang ini. Lo udah pacaran sama Petra bego. Udah setahun juga.” Kata Lingga sambil sedikit menoyor kepala Nehan yang terbalut perban

Nehan meringis sambil memegangi kepalanya yang tak sengaja di toyor Lingga. Lingga yang tersadar pun segera memeluk Nehan dan mengelus elus kepalanya.

“Kenapa gue jatuh cintanya sama Petra ya bukan sama lo? Padahal lo yang lebih care sama gue” ucap Nehan ditengah tengah pelukan Lingga.

“Yang namanya perasaan gak bisa dipaksa. Mau secare apapun gue, mau sesayang apapun gue sama lo kalau lo nya emang jatuh hatinya sama Petra gue bisa apa?” Jawab Lingga

Malam itu mereka habiskan untuk bercerita satu sama lain ditemani beberapa pasang mata yang menatap mereka dari balik pintu penasaran dengan apa cerita mereka.

Pihak rumah sakit sudah memindahkan Nehan yang belum tersadar dari IGD menuju ruang rawat biasa. Sembil menunggu orang tua Nehan, Lingga lah yang menjaga Nehan di dalam ruangan. Mengapa bukan Petra? Natta melarang keras Petra untuk mendekati kakaknya yang saat ini belum juga sadar.

“Ne, ayo bangun Ne. Ini gue Lingga. Ayo dong bangun Ne. Gue mau dengar suara lo lagi Ne” Lingga memberi afeksi kepada Nehan berupa kata kata sambil memegangi lembut tangan nya.

Pintu terbuka menandakan ada yang masuk. Dua orang yang terpenting untuk hidup Nehan melangkah masuk. Lingga tidak menyadari bahwa ada yang masuk dan dengan lembut perempuan yang biasa dipanggil “Mama Ayla” mengelus lembut rambut Lingga yang sedang terduduk.

“Mama Ayla?” Ucap Lingga saat tersadar kepalanya dielus. Lingga lantas bangun dan memeluk Mama Ayla sambil menangis dalam pelukannya.

“Gak apa apa Dek. Nehan gak apa apa. Kamu jangan nangis ya” Kuat Mama Ayla padahal ia juga menangis sambil menciumi pucuk kepala Lingga.

Keluarga Nehan dan Keluarga Lingga memang sangat lah dekat. Ayah Nehan merupakan sahabat dekat Ayah Lingga semenjak sekolah SMP hingga akhir hayatnya sehingga sewaktu ayahnya Lingga meninggal, keluarga Nehan lah yang menjaga Nehan dan juga ibunya. Lingga bahkan sudah dianggap anak mereka dan biasa mereka memanggil Lingga “Adek Lingga”.

Lingga pun menceritakan detail kejadian kepada Mama Ayla, walau ada kejadian penting penyebab kecelakaan Nehan yang terlewatkan karena Lingga tidak tau apa yang sebenarnya terjadi hingga Nehan bisa mengalami kejadian buruk itu.

“Yang terjadi biarkan terjadi ya dek. Mungkin saat itu ada kesalahpahaman antara Petra dan Nehan. Kamu tau sendiri kan Nehan orang nya gimana. Kamu jangan marah sama Petra ya. Mama yakin pasti mereka bisa nyelesaikan masalahnya” ucap Mama Ayla lembut sambil sesekali mengusak rambut Lingga.

Malam itu Papa dan Mama Nehan bermalam di hotel dekat rumah sakit sedangkan yang menunggu di rumah sakit Lingga dan Natta.

“Kakak pulang aja ya dulu diantar Genta, biar aku aja yang jaga dulu disini” Kata Natta meyakinkan Lingga yang sedari tadi tidak mau pulang ke kosan.

Natta memberi kode pada Genta untuk membawa pulang seseorang yang sudah dianggapnya kakak tersebut.

Suara derap langkah kaki bersahutan dari dua pria memenuhi sekitaran ruang IGD.

Terdapat 3 pemuda yang duduk dengan harap cemas menunggu seseorang yang tengah terbaring di dalam sana.

“Ngga, Nehan gimana?” Tanya seorang pemuda jangkung setelah langkahnya terhenti di depan Lingga.

Tidak ada yang menyangka si kecil yang biasanya ceria kini tiba tiba mencengkram kuat kerah baju si jangkung yang tingginya berbeda hampir 7cm dengan nya.

“LO APAIN NEHAN?? LO APAIN DIA SAMPAI DIA BEGITU??? LO APAIN DIA???” Tanya nya menggelegar seakan lupa kalau ini adalah rumah sakit.

Dengan panik Genta dan Panji yang saat itu berada di dekat mereka mencoba memisahkan mereka. Genta dengan sekuat tenaga melepaskan tangan Lingga dari kerah baju kakak nya dan sedetik kemudian tubuh kecil Lingga tenggelam di balik pelukan Genta. Begitu pula dengan Petra yang ketakutan sekarang di tenangkan oleh Panji.

“Keluarga pasien atas nama Nehan?” Tanya seorang perawat yang keluar dari dalam ruangan.

Semua nya berdiri tanpa terkecuali. Namun akhirnya Natta dan Lingga yang masuk dan berbicara dengan pihak rumah sakit.

“Saudara Nehan mengalami benturan yang sangat keras pada kepalanya karena pada saat kejadian ia tidak menggunakan helm. Dengan menyesal kami harus memberitahukan kalau dia mengalami kebutaan dan juga amnesia lakunar” Jelas dokter panjang lebar

Kedua orang disitu merasakan tubuhnya bagai tersambar petir dan seketika melemas. Tak percaya dengan apa yang barusan mereka dengar.

“Amnesia lakunar tidak separah amnesia lainnya karena dia masih bisa mengingat informasi dan hanya informasi acak aja yang dia lupakan. Jadi kita tidak tau kejadian apa yang dia ingat atau yang tidak dia ingat tapi kalau untuk informasi pribadi atau tentang teman temannya kemungkinan dia akan tetap mengingat nya” lanjut dokter menjelaskan semua nya.

Lingga dan Natta keluar dengan perasaan yang kacau karena mendengar kabar yang sangat menghancurkan hati mereka. Bagaimana tidak, Nehan merupakan kakak laki laki satu satunya yang Nehan miliki. Sedangkan bagi Lingga? Bagi Lingga Nehan adalah segalanya saat ini. Nehan bagai pelindung dia dan ibunya semenjak kepergian ayahnya dan selama itu juga Lingga jatuh hati kepada sosok Nehan.

“Nehan buta dan amnesia” hanya itu yang dapat keluar dari mulut Lingga

Melemaslah tubuh Petra yang sedari tadi ada di pelukan Panji. Panji juga tak kalah kagetnya saat mengetahui keadaan sahabatnya karena ulahnya.

Nehan POV

Dengan bahagia ku langkahkan kaki ku menuju kosan di samping kosan ku. Ku lihat lagi sahabat kecilku yang duduk menunggu di teras depan kosan kami. Ia memberikan semangat lewat senyum indahnya. Dia sangat manis tapi ntah kenapa hingga detik ini ia belum memiliki seorang kekasih.

Kosan bercat kuning gading ini tampak sepi, mungkin karena ini malam minggu hingga semua penghuni nya keluar dan hanya menyisakan satu sepeda motor di depan kosan yaitu milik panji.

Dengan langkah pelan aku menuju kamar no 3 yang letaknya di ujung. Aku berhenti di depan pintu, merapikan baju ku yang sedikit bergeser karena aku terlalu semangat untuk merayakan hari ini.

Ku pegang kenop pintu, namun sayup sayup suara ku dengar. Suara yang tidak asing. Seperti suara pacarku tapi juga ada suara orang lain. Suaranya juga tidak biasa. Bukan seperti suara orang sedang mengobrol.

Dengan berani ku tempelkan telinga ku di pintunya. Suara desahan bersahutan yang ku dengar dari dalam sana. Suara desahan 2 orang yang sangat aku kenal. Tak mau fikir panjang ku buka pintu dengan sekali hentakan dan ku dapati dua orang yang sangat aku kenal sedang memadu kasih dengan pakaian yang sudah terlempar dimana mana sedangkan mereka? Tak berbenang sehelai pun.

Tangan ku bergetar hebat. Kaki ku lemas. Tanpa sadar ku jatuhkan hadiah dan juga kue dengan lilin satu diatasnya. Niatku memberi kejutan tapi aku yang dikejutkan.

Aku berjalan cepat keluar kosan meninggalkan dua orang yang kaget setelah aku membuka pintu. Tak ku gubris mereka meneriakkan namaku. Dengan langkah cepat ku ambil motor yang berada di halaman kos ku dan melajukannya dengan kencang.

Lingga POV

Hari ini ternyata hari bahagia untuk Nehan dan Petra. Ya, hari ini tepat satu tahun mereka bersama. Tak terasa memang bagi mereka tapi sangat terasa bagiku, dimana satu tahun ini harus menahan segalanya. Menahan rasa cemburu, rasa iri, rasa sesak di dada karena kebersamaan mereka.

Hari ini Nehan mengajakku untuk membeli hadiah anniversary mereka. Ntah apa yang ingin dibeli dia, aku hanya mengikutinya saja.

“Ngga bagus gak?” Tanya nya menunjukkan sebuah dompet berwarna hitam

Aku hanya mampu mengangguk dengan senyum yang ku paksa terukir di wajahku. Ia tampak senang lalu membayar hadiahnya dan tak lupa untuk membungkus nya.

Perjalanan pulang kami habiskan seperti biasa. Naik motor berdua membelah jalan ibukota yang sedang ramai ramainya. Terkadang aku rindu suasana seperti ini, berkendara bersama sambil bercerita tak henti. Sejujurnya, aku juga rindu panji dan petra, 2 sahabatku yang salah satunya tengah menjalin kasih dengan Nehan. Aku rindu kami ber4 yang bercanda riang tanpa adanya kecanggungan seperti sekarang ini.

“Ganteng gak gue begini?” Tanyanya sambil memperlihatkan penampilan nya. Kemeja biru dongker yang dipadukan dengan jeans berwarna hitam dan wangi parfum yang menjadi canduku selama ini.

“Kayak jamet lo” canda ku tertawa dengan terpaksa. Dia hanya menoyor pelan kepala ku.

“Gue pergi ya, doain gue” katanya mengusak rambutku. Aku hanya mampu mengacungkan kedua jempol ku tanda memberi semangat.

Ia pergi ke kosan sebelah tempat dimana pacarnya tinggal. Aku sengaja duduk di teras depan kosan, ingin memantau segala situasi walau itu akan menyakiti hati ku.

Belum ada 10 menit Nehan masuk ke kosan sebelah, kulihat ia keluar dengan langkah kasar sambil menahan amarah. Aku tidak tau apa yang terjadi tapi yang jelas ia langsung mengambil sepeda motornya dan keluar halaman kosan dengan kencang nya.

Aku berlari masuk untuk memanggil Genta, berusaha untuk mengikutinya dengan bantuan Genta.

Lingga POV

Hari ini ternyata hari bahagia untuk Nehan dan Petra. Ya, hari ini tepat satu tahun mereka bersama. Tak terasa memang bagi mereka tapi sangat terasa bagiku, dimana satu tahun ini harus menahan segalanya. Menahan rasa cemburu, rasa iri, rasa sesak di dada karena kebersamaan mereka.

Hari ini Nehan mengajakku untuk membeli hadiah anniversary mereka. Ntah apa yang ingin dibeli dia, aku hanya mengikutinya saja.

“Ngga bagus gak?” Tanya nya menunjukkan sebuah dompet berwarna hitam

Aku hanya mampu mengangguk dengan senyum yang ku paksa terukir di wajahku. Ia tampak senang lalu membayar hadiahnya dan tak lupa untuk membungkus nya.

Perjalanan pulang kami habiskan seperti biasa. Naik motor berdua membelah jalan ibukota yang sedang ramai ramainya. Terkadang aku rindu suasana seperti ini, berkendara bersama sambil bercerita tak henti. Sejujurnya, aku juga rindu panji dan petra, 2 sahabatku yang salah satunya tengah menjalin kasih dengan Nehan. Aku rindu kami ber4 yang bercanda riang tanpa adanya kecanggungan seperti sekarang ini.

“Ganteng gak gue begini?” Tanyanya sambil memperlihatkan penampilan nya. Kemeja biru dongker yang dipadukan dengan jeans berwarna hitam dan wangi parfum yang menjadi canduku selama ini.

“Kayak jamet lo” canda ku tertawa dengan terpaksa. Dia hanya menoyor pelan kepala ku.

“Gue pergi ya, doain gue” katanya mengusak rambutku. Aku hanya mampu mengacungkan kedua jempol ku tanda memberi semangat.

Ia pergi ke kosan sebelah tempat dimana pacarnya tinggal. Aku sengaja duduk di teras depan kosan, ingin memantau segala situasi walau itu akan menyakiti hati ku.

Belum ada 10 menit Nehan masuk ke kosan sebelah, kulihat ia keluar dengan langkah kasar sambil menahan amarah. Aku tidak tau apa yang terjadi tapi yang jelas ia langsung mengambil sepeda motornya dan keluar halaman kosan dengan kencang nya.

Aku berlari masuk untuk memanggil Genta, berusaha untuk mengikutinya dengan bantuan Genta.