🌸Purimate

APAKAH ITU DIA?

Kao's POV

Ku langkahkan kaki ku ke cafe bernuansa kuning dengan sedikit corak hitam. Aroma manis menyeruak memasuki indera penciuman ku. Aku ingat saat pertama kali mengunjungi cafe ini. Saat itu aku baru saja sembuh dari kecelakaan yang merenggut nyawa anak dan suamiku, serta hampir juga merenggut nyawaku.

“Selamat sore pak bos” sapa seseorang di depan mesin kasir dengan pipi gembul dan kemerahan nya. “Sore juga prem, semangat banget padahal udah sore. Mau di jemput boun ya?” Tanyaku bercanda. Dia hanya tersenyum malu. “Earth ada di dalam bang” aku mengangguk dan masuk ke dalam ruangan nya earth.

Ku lihat lelaki kecil ku sedang sibuk memainkan hp ditangannya. Tak lama ia mendongak setelah mendengar pintu tertutup. “Tumben kesini? Sore lagi? Ada rapat sama yang lain sayang?” Tanyanya sambil meletakkan hp nya. Aku menggeleng dan duduk di depan nya. “Mau kue red velvet nya? Biar aku ambilkan ya” katanya sambil berdiri dan melangkah keluar. Aku memijat pelipis ku. Mungkin bang Mew benar, aku hanya rindu pada putra ku saja sampai mengira kalau anak baru itu adalah putra ku.

Ku dengar derap langkah masuk ke ruangan. “Ini kue sama kopi nya” katanya sambil meletakkan sepotong kue red velvet dan kopi susu di hadapan ku. Aku langsung memakannya dan kembali teringat kue red velvet yang pernah New buat untuk ku. Tak sadar aku menangi saat memakan kue itu. “Gak apa apa sayang, nangis aja ya” seseorang dengan badan kecilnya menyandarkan kepalaku di dadanya. Akhirnya aku menangis tersedu di dadanya.


New's POV

Aku melongok ke arah kasir saat mendengar seseorang yang suaranya sangat aku kenali. “Siapa prem?” Tanyaku kepada lelaki chubby yang tengah sibuk menghitung uang di kasir. “Oh itu suami nya earth”, aku mengangguk dan masuk kembali ke dapur.

“Kenapa bang?” Tanya Fluke saat aku masuk lagi ke dapur. “Enggak, tadi kayak aku dengar suara seseorang tapi kayaknya aku halu deh” jawab ku. “Maaf bang, suara suami abang yg udah gak ada?” Terka nya. Aku mengangguk. “Abang pulang duluan aja ya. Kasian abang kecapekan pasti” suruh Fluke. Aku menggeleng menolak tawarannya.

Tak lama earth masuk ke dalam dapur dan meminta ku membuatkan kue red velvet dan secangkir kopi susu. Pesanan suaminya katanya. Ku potongkan kue red velvet yang baru saja ku buat tadi, dan ku buatkan satu cangkir kopi susu.

“Suaminya earth emang sering kemari?” Tanyaku kepada fluke. “Enggak bang, jarang jarang sih. Kadang sama temen temen gurunya” jelas fluke. Guru? Suami earth guru? Dulu suami ku juga seorang guru. Aku rindu padanya, sangat rindu.

SEPERTI DIA

Kao's POV

Setelah mendapat pesan dari suamiku, aku sejenak teringat oleh New, suamiku yang dulu meninggal karena kecelakaan. Kami sekeluarga kecelakaan saat ingin mengantarkan anak semata wayang kami ke sekolah. Setelah kejadian kecelakaan itu aku dibawa untuk berobat ke ibukota tapi suami dan anak ku dinyatakan meninggal dunia.

Earth bercerita kalau ia punya pastry baru di cafe dessert miliknya. Pastry itu dapat membuat kue red velvet enak. Lagi lagi aku mengingat New. Ia juga seorang pastry. Kue red velvet nya juga sangat enak. Ia juga bekerja di cafe dessert di kota kami dahulu.

Berbicara soal anak ku yang sudah meninggal. Mungkin anak ku akan berumur sama seperti anak baru yang ada di sekolah ku. Aku pernah melihat anak itu sekali. Ku lihat wajahnya seperti New. Kulitnya putih seputih susu, pipinya chubby, senyumnya sangat manis mengembang. Benar benar mengingatkan ku kepada New. Atau mungkin hanya mirip saja ya?

KEHIDUPAN BARU

New's POV

Setelah melalui perjalan sekitar hampir 12 jam, akhirnya aku sampai di ibukota. Rasanya badan ini remuk redam. Ku lihat putra ku yang sekarang duduk di samping ku tertidur lelap, mungkin karena tadi malam ia harus begadang mengendarai mobil. “Abang, abang bangun ayo. Udah sampai rumah ini” kata ku sambil menggoyang goyangkan tubuhnya. Dia menggeliat dan terbangun. Putra ku tak susah untuk di banguni, berbeda jauh dengan suamiku Kao.

“Eh udah sampai ya pa?” Tanya nya dengan suara serak khas bangun tidurnya. Aku mengangguk dan turun dari mobil. “Turunin dulu bang baru dimasukkan, papa buka pintu rumah dulu” titahku pada putraku.

Aku dan putraku bahu membahu memasukkan barang yang sengaja kami sisakan untuk dibawa ke rumah baru ini termasuk foto keluarga kami sebelum Kao meninggalkan kami untuk selamanya.


“Belajar yang rajin ya bang, jangan nakal nakal pokok nya” kataku pada putraku setelah kami sampai di sekolah barunya. Dia hanya tersenyum menampakkan giginya. Ahh anak ini semakin hari semakin mirip saja dengan kao. Setelah ku lihat ia masuk, ku injak pedal mobil ku untuk pergi ke cafe dessert.

Aku berniat untuk melamar pekerjaan di sebuah cafe dessert yang ada di kota ini. Sampailah aku di cafe “Sweet kiss”.

“Selamat pagi, mau pesan apa?” Tanya seorang lelaki dengan pipi chubbynya yang ku ketahui bernama prem dari nametag nya. “Saya mau bertemu yang punya cafe. Saya mau jadi pastry disini, apa ada lowongan?” Tanyaku kepada lelaki itu. Lalu aku diarahkan ke sebuah ruangan kecil setelah prem keluar dari ruangan tersebut. Ku lihat seorang lelaki dengan tubuh mungil sedang duduk sambil sesekali mengotak atik ponsel nya. “Selamat pagi pak” sapaku. Dia mendongak dan tersenyum sangat manis sambil mempersilahkan ku duduk. “Jangan panggil pak, aku nih masih muda. Mungkin lebih muda daripada anda. Panggil saja saya Earth” aku mengagguk mengerti. Earth bertanya tanya tentang kemampuanku membuat dessert sambil sesekali bercanda, tidak ada ketegangan sama sekali diantara kami. “Oke bang New, kalau gitu abang besok udh bisa mulai kerja. Nah di dapur itu ada pastry lain namanya Fluke. Abang bisa kenalan nanti sama dia” katanya sambil menjabat tanganku. Aku pun mengangguk dan berpanitan pulang.

1000 BINTANG

Ahap's Story

“Mari kita lanjutkan memghitungnya” katanya bersemangat. Aku mengangguk bersemangat. Kami pun lantas menghitung ribuan bintang di langit tersebut. “999, 1000” kataku berteriak. Akhirnya kami selesai menghitung 1000 bintang dilangit. Dia tiba tiba menghadapku. “Kau tau kan itu hanya sebuah dongeng?” Dia bertanya sambil menggenggam kedua tanganku. Aku menangguk. “Sebuah dongeng walau diceritakan sebanyak apapun dan selama apapun pasti tidak akan berubah, sama seperti cintaku seberapa lamapun kita gak akan mengubah cinta ku ini” Dia berkata dengan penuh keyakinan. “Ahap, bolehkah aku menjadi seseorang yang melindungimu? Seseorang yang menemanimu bermain dengan anak anak? Seseorang yang memelukmu saat kau merasa dingin, dan seseorang yang menghitung 1000 bintang bersamamu?” Dia bertanya sambil menatapku dalam. Aku mengangguk dan langsung memeluknya. “Mari kita ucapkan doa, agar kita berdua tetap bahagia” katanya ditengah pelukan kami.


Denganmu aku selalu bahagia. Denganmu aku akan menjadi seseorang yang merasa aman dan denganmu aku akan menjadi seseorang yang selalu merasa hangat. Aku mencintaimu Pirapat Watthanasetsiri. -Sahaphap Wongratch

SEGERALAH MEMBAIK

Ahap's Story

Setelah kejadian tertembaknya apat, kami semua dipulangkan ke kota. Aku tak lamgsung pulang tapi ke rumah sakit tempat apat di rawat. Ku lihat ada beberapa orang termasuk anak kos setia. “Ahap, lu gak apa apa?” Tanya Noppa. Aku menggeleng. Secara fisik aku memang cukup mengenaskan, dengan mata bengkak dan acak acakan. Tapi batinku lebih acak acakan. Dokter keluar dari ruangan dan mengatakan kalau apat sudah melewati masa kritisnya. Peluru yang bersarang di dada nya juga sudah dikeluarkan, beruntung pelurunya tidak langsung mengenai jantungnya. Saat sudah boleh menerima besukan, aku masuk ke kamar nya. Ku lihat selang infus dan oksigen di tubuhnya. “Bangun” kataku lirih. Ku pegangi tangan nya. “Ayo bangun, temani aku ke bukit lagi. Kita hitung seribu bintang lalu kita minta agar kita bahagia” kataku lagi dengan air mata yang tak henti keluar.

“Ahap, ayo makan dulu” kata seseorang yang tiba tiba masuk. Dia adalah Chana, seseorang yang ku anggap pacar apat ternyata adalah adik tiri apat.

“kamu pasti salah sangka sama kami kan?” Tanya chana. Aku hanya mengangguk. “Aku adik nya apat. Ya adik tiri sih lebih tepatnya. Ayahku menikah dengan ibunya apat jadi aku dan apat adalah abang adik” jelasnya sambil tersenyum

Aku menggeleng tak mau pergi. Chana mengelus punggungku “abang baik baik saja, kamu jangan khawatir” aku kembali menangis memdengar perkataan chana.

Ku rasakan tangan yang ku pegang bergerak. Aku kaget dan langsung melihat ke wajahnya. Matanya bergerak hampir terbuka, aku pun berlari keluar. “Bang Nai! Bang apat bangun!” Kataku setengah berteriak. Nai pun masuk bersamaku sedangkan chana berlari memanggil dokter. Dokter pun datang dan memeriksa keadaan apat. Setengah jam berlalu dan kami sudah bisa menjenguk nya kembali.

Saat aku masuk dia tersenyum. Oksigen yang tadi berada di hidungnya sudah terlepas menandakan dirinya sudah semakin membaik. Tangannya kembali bergerak dan aku memegangnya dan menempelkan dia pipiku “cepat sembuh ya, nanti kita hitung bintang bersama. Hitunganku sudah sampai 87 nanti kita lanjutkan bersama ya dan kita minta kebahagiaan untuk kita berdua” ku lihat dia mengangguk dan mengelus pipiku lembut.

YANG KU TAKUTKAN TERJADI

Ahap's Story

Ku rasakan dalam beberapa hari ini apat sangat perhatian padaku. Aku tak tau mengapa ia bersikap seperti itu. Tapi itu membuatku sedikit baper mungkin? atau aku mulai suka dia? Ah, itu mungkin karena apat tidak ingin anggotanya merasa susah selama ada disini. Aku dan dia menjadi sangat akrab dan dekat, mungkin melebihi dekatnya apat dan chana. Mungkin bagi orang yang tau kami bermusuhan sejak pertama bertemu akan aneh melihat kedekatan kami.

Malam ini aneh ku rasakan. Malam ini tampat tak secerah malam lainnya. Bukan, bukan karena cuacanya tapi karena suasananya. Entahlah aku merasa sedikit aneh. “Aku malam ini patroli ya” katanya sambil mengusak rambutku. Aku mengangguk tapi masih tetap ku rasakan keanehan di dalam hatiku. “Bisa diganti gak yang patroli?” tanyaku takut, dia menoleh kearahku dan memiringkan kepalanya tanda bertanya “kenapa?”. “Aku mau menunjukkan hasil karyaku hehehe” jawabku asal. Aku pun mengmbil kantung teh yang kami buat bersama anak anak. Kuarahkan kantung teh itu ke hidungnya. Dia menciumnya, lalu dengan sengaja ia menarik tanganku sedikit sehingga yang diciumnya adalah tanganku. Aku tersenyum dan mengambil tanganku. “Nah udahkan? Yaudah aku pergi dulu ya. Kamu tidur” katanya sambil menepuk nepuk tempat tidurku. Aku menidurkan diriku dan ia memasang selimut hingga ke leherku. Diusaknya sebentar rambutku lalu dia pergi.

Seperti yang lalu, aku tak juga bisa tidur saat ia pergi patroli. Fikiran fikiran buruk bersarang di otakku. Aku tidak bisa tidur dan kembali duduk di bangku depan rumah. Tepat jam 12 malam, ku dengar ada orang berlari dari arah hutan. “Bang apat tertembak” katanya saat melihatku yang duduk di depan rumah. Aku terdiam, badanku seketika kaku, lidahku kelu, aku hampir tidak kuat menopang kaki ku sendiri. Sku kembali terduduk di bangku. Tak lama ku lihat segerombolan orang mengangkat tubuh sesorang, mereka berlalu di depan ku. Aku hanya mampu menatap tubuh yang berlumur darah di sekitaran dada itu. Air mata akhirnya lolos satu persatu dari mataku. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. -

Mobil desa melaju dengan cepat membawa Apat. Nai dan chana menemani di dalam mobil. Mereka menuju rumah sakit yang ada di kecamatan. Aku hanya sanggup menangis untuk saat ini. Ku lihat langit, malam ini adaah bulan purnama. Aku berlari ke arah bukit yang dijadikan cerita mitos daerah stempat. Ku dengar ada yang mengikuti ku tapi aku tak peduli. Aku terus berlari menuju bukit tersebut. Aku tau letaknya karena beberapa hari sebelumnya Apat mengajak ku untuk ke bukit tersebut.

Sampai lah aku diatas bukit. Ku tadahkan kepala ku ke langit dan mulai menghitung bintang bintang disana. Air mataku tak henti keluar. Aku menghitung sampai pada hitungan ke 87 aku sudah tak sanggup, aku langsung ambruk dan berdoa agar Apat baik baik saja dan tidak terjadi apa apa. Seseorang memelukku dari belakang dan meredakan tangisku. “Bang apat baik baik aja hap, pasti dia baik baik aja” kata seseorang yang ku kenal suaranya, Thana.

SECUIL RASA

Apat's Story

“Untuk yang anak pendidikan sudah bisa mulai besok mengajar. Kalian lah yang mengatur bagaimana pembelajarannya” Kata Nai memberikan sedikit arahan kepada para anggota UKM. Untuk ditahun ini terdapat 2 orang mahasiswa pendidikan yang bergabung di UKM ini, ditambah dengan 2 anggota lama, jadi total ada 4 mahasiswa pendidikan yang siap membantu untuk mengajar anak anak di desa ini.

Ku lihat dua orang yang saat ini mengisi hidupku duduk bersebelahan. Kalau kalian bisa menebak dengan benar, ya mereka adalah chana dan ahap. Chana, si gadis manis dengan talenta mengajar kesabaran luar biasa dan kesabaran yang hampir sama dengan para nabi -menurut pendapatku sekarang sedang mengarahkan anggotanya dari seksi kependidikan, dia merupakan senior pendidikan tertua yang ada di UKM ini. Ahap, seorang maba laki laki berkulit putih dan halus, berwajah polos dan manis sekarang ini sedang fokus mendengar penjelasan chana yang diberikan kepadanya. Entah mengapa, ahap mampu mengacaukan isi kepala ku yang semula hanya dipenuhi oleh tugas dan kegiatan kegiatan sosial lainnya saja. -

Tugas telah diberikan sesuai dengan jurusan masing masing. Bagi jurusan yang tidak terlalu ada tugas nya di kegiatan kali ini diarahkan menjadi penjaga hutan bagi yang laki laki dan manajemen pemasaran teh bagi yang wanita. Kemungkinan kami di desa ini sekitar 1 bulan lebih sampai seminggu sebelum masuk perkuliahan. -

Hari ini adalah hai pertama kami bertugas sesuai tugas masing masing. Ku lihat chana dan ahap hari ini mengajar dengan penuh semangat. Mereka sangat pandai mengambil hati anak anak. Chana dengan cerewetnya terkadang memberikan nasihat singkat untuk anak anak sedangkan ahap dengan lincahnya mengajak anak anak bermain mengeksplor alam.

Ku lihat mereka berdua membawa anak anak pergi ke arah air terjun. Aku dan beberapa teman seksi keamanan hutan mengikuti mereka dari belakang. Ku lihat mereka berhenti sejenak dan Ahap menunjuk sepasang burung parkit yang duduk bermesraan diatas dahan pohon. Aku tidak terlalu mendengar apa yang dijelaskannya karena suara air terjun yang kencang dan jarak kami yang cukup jauh. Setelah selesai menjelaskan mereka kembali melanjutkan perjalanan ke air terjun.

Ku lihat dua orang itu sedang mengobrol sambil sesekali memperhatikan muridnya yang sedang mandi di air terjun. “Boleh aku bergabung?” tanyaku mengganggu obrolan hangat mereka berdua. Ku lihat tatapan berbinar chana dan tatapan malas dari Ahap. “Kalian lanjut aja ngobrolnya, gue mau main air sama anak anak” pamitnya saat aku sudah duduk disamping chana. Aku menahannya dengan memegang pergelangan lengannya. Sesuai perkiraanku, kulitnya memang sangat halus tak kalah dengan kulit halusnya chana. “Gue mau mengobrol sama kalian berdua, bukan dengan chana saja” akhirnya dia menyerah dan duduk disamping kami. Kami mengobrol santai, dan langit sudah terik menandakan hari sudah siang dan kami harus kembali ke desa. -

Malam hari tiba. Malam ini adalah jadwal ku pergi ke hutan dan melakukan patroli disana. Waktu sudah menunjukkan jam 10 malam, ku lihat Ahap sudah tidur dengan nyenyaknya, lelah fikirku. Ku naikkan selimut hingga lehernya. Saat aku bersiap berdiri tanggan ku di tahan erat. Ku lihat Ahap melingkarkan tangannya ke tangan kiri ku. Aku tersenyum dan melepaskan pelan dari tangannya dan kembali membenarkan selimut yang sudah turun sampai dadanya.

Aku melakukan patroli di hutan bersama 5 temanku. Kami membawa senjata api yang dimiliki desa, untuk berjaga jaga semisal ada pembalang liar yang melawan saat kami tangkap atau ada sesuatu hal yang diluar kemampuan kami. Patroli kami lakukan sampai matahari terbit sekitar pukul 6 pagi. Kami akhirnya kembali ke kantor desa dan mengembalikan senjata api yang kami gunakan tadi malam.

“Udah bangun?” tanyaku saat melihat ahap yang tengah duduk di kursi depan rumah. Dia mengangguk dengan wajah bantalnya. Aku mendekat dan ku cubit hidungnya. Jujur aku tak tahan melihat kegemasan wajahnya. Aku pun tertawa saat dia teriak kesakitan. “Mandi sana, sebentar lagi ngajar” kataku kepadanya. “Aku gak ngajar hari ini” jawabnya. Sebentar? Sejak kapan dia memakai kata “aku”?. Aku pun hanya mengangguk dan menemaninya duduk disebelahnya. “Abang yang harusnya mandi, satu malaman di dalam hutan. Bau nya udah sama kayak monyet hahaha” katanya sambil duduk sedikit menjauh dariku. Ku lihat dia yang berbeda. Dia sangat berbeda hari ini, kata kata ya sopan, halus dengan wajah yang ceria. “Makanan udah siap!!” kami menoleh ke sumber suara, Chana berteriak memanggil kami dengan wajah ceria nya. Kami pun masuk dan makan bersama.


Ahap's Story

Hari ini adalah hari pertamaku mengajar. Tugas hari ini aku dipasangkan oleh chana, senior UKM dari jurusan PGSD dan juga pacar apat. Dia merupakan wanita yang sangat baik, berbudi baik, bertutur kata lembut dan juga guru yang kreatif. Hari ini dia membebaskan ku untuk membawakan materi. Aku pun punya ide untuk mengajak anak anak menyusuri hutan dan berakhir di air terjun.

kami berjalan melawati tepian hutan. Ku lihat apat bersama beberapa temannya berjalan mengikuti kami. Aku melihat sekeliling, ku lihat ada burung parkit di sebuah dahan. “lihat sini! itu burung parkit. Kalian tau, itu adalah burung yang setia. Jadi mereka hanya akan menikah sekali seumur hidup” jelasku kepada semua muridku. “jadi kalau salah satu nya mati bagaimana?” tanya salah satu murid ku. Aku mengelus kepalanya “kalau salah satu ada yang mati, mereka sedih dan kemungkinan akan mati karena sangking sedihnya” jawabku. Ku lihat mereka menganggung angguk tanda mengerti.

Setelah sampai di air terjun aku membiarkan anak anak untuk mandi di air terjun sedangkan aku bersama chana duduk dan mengobrol. Tak lama ku lihat apat datang dan duduk di samping chana. Aku pamit untuk pergi tidak mau mengganggu kedua orang itu. Saat aku akan pergi ku rasaka tanganku digenggam, aku menoleh dan ku dapati apat menggenggam tanganku dan melarang ku pergi. Aku mengalah dan akhirnya duduk kembali dan mengobrol bersama mereka.

Malam pun tiba, aku sudah sangat mengantuk karena aku lelah setelah seharian berjalan di tengah hutan. Ku rasakan sebuah tangan mengelus rambutku disaat aku hendak tertidur. Aku pun membuka mata sedikit dan aku sedikit terkejut karena apat yang melakukan itu. Apat pun membenarkan posisi selimut yang sudah jatuh hingga ke dadaku. Lalu ku lihat dia hendak pergi, setengah sadar ku lingkarkan tanganku di lengannya. Ku lihat samar dia tersenyum dan dengan hati hati melepaskan tanganku. Entah mengapa, hatiku diliputi rasa takut saat ia akan pergi ke hutan. Ia lalu pergi dengan membenarkan posisi selimutku sebelumnya.

Malam ini aku tak dapat tidur dengan nyenyak. Fikiranku tertuju ke apat yang malam ini berpatroli di hutan. Sekitar jam 3 pagi aku bangun dan keluar. Aku duduk di kursi depan rumah sendirian bertemankan cahaya bulan dan bintang. Bulan sudah hampir purnama, mungkin sekitar 4-5 hari lagi maka bulan akan purnama. Saat jam menunjukkan sekitar pukul 6 ku lihat dia datang bersama teman teman lainnya. Aku pun senang saat mengetahui ia tidak apa apa. Dia tiba tiba mencubit hidungku, aku berteriak dan dia tertawa terbahak lalu duduk disampingku. Kami mengobrol sebentar dan tak lama chana memanggil kami untuk sarapan pagi.

SEBUAH PERJALANAN

Ahap's Story

Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu. Bagaimana tidak? Hari ini kami akan pergi pengabdian ke sebuah desa. Desa yang kami kunjungi hari ini terletak di kaki gunung. Cuacanya pasti dingin dan kakak tingkat bilang desa ini sudah pernah mereka datangi sebelumnya sehingga banyak warga desa yang sudah akrab dengan mereka. Dan yang membuat aku semakin tidak sabar ke desa tersebut adalah adanya sebuah mitos. Bukan mitos mitos horor seperti pada umumnya tapi ini merupakan mitos kepercayaan, katanya siapapun yang bisa menghitung bintang diatas bukit yang ada di desa itu tepat dibulan purnama maka segala keinginannya akan dikabulkan. Aku sungguh tidak sabar ke desa tersebut.

Perjalanan kami memakan waktu sekitar 18 jam. Kami memakai bus yang kecil, hanya muat untuk 21 orang saja. Aku duduk di kursi dekat jendela. Entah mengapa bagiku sungguh nyaman untuk duduk di dekat jendela. Sebelum aku duduk, aku melihat apat sedang duduk bersama chana. Mereka tampak akrab. Pacaran fikirku. Aku pun tak ambil pusinh dan segera duduk di kursi yang kosong. Selama perjalanan kursi sebelahku diisi oleh Thana. Seorang senior sekaligus bendahara UKM. Dia seorang yang sangat ramah, gampang tertawa dan juga bertutur kata halus, sangat berbeda dengan si buto ijo yang besar dan menyeramkan itu. -

“Nyenyak tidurnya?” Kata seseorang setelah ku terbangun. Aku memastikan indera pendengaran ku. “Bukan suara bang thana” batinku. Aku menoleh ke sebelah ku dan benar saja bukan thana yang ada di sampingku melainkan si buto ijo. Aku hanya diam, sangat malas berdebat dengannya disaat seperti ini. “Kasihan ya pacarnya ditinggal” aku menoleh mendengar pernyataan nya. Ku tautkan alisku tanda bingung. Dia pun menoleh ke arahku “pacar lu, awar. Dia pacar lu kan? Yang tiap hari jemput antar? Udah kayak ojek aja” katanya lagi. Aku semakin bingung dengan kata katanya. Pacar? Sedangkan orang yang aku suka aja tidak ada, konon lagi pacar. Aku melirik kearah chana yang sedang tidur. “Pergi lu sana. Pacar lagi tidur tuh dijagain bukan malahan ditinggal” kataku mengusirnya. Ku lihat dia menolehkan kepala kearah chana dan tertawa. “Tau apa lu tentang gue” katanya lagi sambil pergi kembali ke kursinya. Dalam hati ingin sekali aku bergelut dengannya tapi tidak mungkin karena kami masih di dalam bus.

Perjalanan telah selesai. Kami di turunkan di pinggir jalan yang terdapat jalan setapak masuk ke dalam hutan. Aku menyernyitkan alis. “Lebih baik kalau takut atau gak sanggup pulang aja. Mumpung bus nya belum pergi” kata sebuah suara yang mendengarnya saja sudah ingin ku potong potong lidahnya. Aku menarik nafas dalam dan menghadap ke arahnya “gue bisa! Lu jangan pernah ngeremehin gue!” Kataku setengah berteriak sampai semua orang menatap kami berdua. Dia akhirnya mengalah dan pergi berjalan lebih dulu sambil memberikan kami aba aba.

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan sampai lah kami di depan sebuah rumah dari kayu yang tidak terlalu besar. “Pak? Pak kades? Permisi” panggil apat di depan rumah tersebut. Seorang lelaki yang belum terlalu tua -mungkin sekitar 50an keluar dari rumah. “Eh nak apat? Akhirnya kalian datang lagi mengunjungi kami. Kau tau, semua warga desa menanyakan kau dan chana kapan kemari lagi” kata lelaki itu membara. Dugaanku benar, apat dan chana memang memiliki hubungan.

Kami ditempatkan disebuah rumah kayu. Rumah kayu tersebut ada dua tingkat. Untuk tingkat atas menjadi tempat tinggal wanita dan yang di bawah untuk pria. Rumah itu tidak memiliki kamar hanya ruangan kosong pada masing masing tingkatnya. Kami pun bergegas ke arah air terjun setelah salah satu senior memberi tahu kalau di desa ini terdapat air terjun yang bisa digunakan mandi bersama.

Ku lihat semua orang senang bermain di air, kecuali chana. Ia hanya duduk diatas batu sendirian. Aku berniat menghampirinya namun terlambat karena apat terlebih dahulu datang dan membawakan handuk serta peralatan mandi. Setelah itu ku lihat wajah chana cerah dan segera pergi berlalu dari tempat itu. Perhatian sekali apat dengan nya.

Akhirnya acara membersihkan diri selesai. Kami semua kembali ke rumah yang sudah dipersiapkan warga untuk kami. “Nanti sekitar jam 8, kita kumpul di tempat pertemuan” kata Nai saat masuk ke dalam rumah. Kami istirahat sejenak di dalam rumah sedangkan para wanita ku lihat sedang memasak di dapur belakang rumah. Makanan telah selesai aku dan teman teman makan dengan nikmat. “Pasti sayur ini chana yang masak” kata nai sambil mengambil sayur sawi, yang dituduh memasak pun hanya tertawa saja. “Ini kesukaan nya apat nih” katanya lagi sambil menyenggol lengan apat. Ku lihat apat hanya tersenyum ke arah chana. -

Waktu berlalu dengan cepat. Kami semua datang ke tempat pertemuan. Ternyata disana sudah ada bapak kades dan beberapa warga. Acara pun berlangsung singkat, hanya perkenalan dari kami maba yang belum menginjakkan kaki di desa tersebut. Akhirnya kami pulang ke rumah setelah acara selesai

25 yang Tak Sampai

Chimon's POV

Benar, kamu benar. Angka 25 itu tak akan pernah ada. Rencana yang sudah aku susun untuk perayaan 2 tahun lagi pun hancur sudah. Hancur dalam hitungan detik. Hancur tak tersisa, bahkan puingnya saja sudah tak lagi terlihat.

Kamu yang sudah menemaniku selama puluhan tahun. Kamu yang menjagaku selama 23 tahun ini. Kamu yang membantuku untuk membesarkan kedua putri cantik kita. Dan kamu yang setia bersamaku hingga akhir nafas hidupmu.

Kamu adalah cintaku. Hidup dan matiku. Setengah jiwaku. Separuh nafasku. Kalau bisa aku memilih, aku akan ikut bersama mu. Jika aku bisa meminta, aku akan memaksa Tuhan untuk mencabut nyawaku sekarang ini.

Kamu yang bahkan tak pernah sedikitpun mengeluh sakit. Tak pernah sekalipun merengek manja karena kesakitan. Harus lebih dulu pergi meninggalkan ku yang pesakitan ini. Mengapa bukan aku yang menghadap sang Ilahi lebih dulu? Mengapa harus kamu? Orang yang bahkan senyumnya tak pernah memudar dari wajah dan keramahannya terkenal seantero kota.

Kamu pergi bahkan tak meninggalkan pesan dan tak mengukirkan tanda. Satu satu nya tanda yang kamu tunjukkan adalah disaat badanmu panas tinggi, kamu mengigau ingin foto wisuda katanya. Kamu ingin membuat foto keluarga disaat anak sulung kita wisuda nanti. Tapi apa? Bahkan kau pergi sebelum sempat melihat putri sulung mu memakai jubah toga.

Kami hanya sakit dalam beberapa hari saja. 3 hari bila dihitung. Hanya 3 hari. Bakteri Salmonella typhi yang menyerang tubuhmu menang. Ia menang dan menumbangkan tubuhmu. Mengantarkan mu kepada sang pencipta. Hanya dalam waktu 3 hari aku bisa merawatmu, memandikanmu, menyuapimu karena diseumur hidupmu kau bahkan tak pernah mengatakan bahwa kau sedang sakit. Aku belum sempat merawatmu seperti kau merawatku saat aku sakit dulu. Ku kira, aku yang akan pergi duluan. Ternyata dugaan ku selama ini salah. Kamu yang bahkan tak pernah punya kartu tanda berobat yang akhirnya pergi meninggalkan ku dan kedua putrimu yang beranjak dewasa ini.

Kepergianmu hanya berselang seminggu setelah putri sulungmu sidang kelulusan. Putri sulungmu sangat bahagia saat ia tau bahwa masa membebankanmu telah selesai. Putri sulung mu senang karena kamu yang sebentar lagi mendampingi dirinya diprosesi wisuda, dan putri sulungmu bahagia karena sebentar lagi dirimu yang akan melepaskan dirinya untuk orang yang dia cintai. Tapi, semua sirna. Kebahagiaan putrimu hancur. Putrimu yang dulu sama sepertimu, tak pernah hilang senyum diwajahnya sekarang hanya bisa diam. Dia selalu mencoba menutupi kesedihannya demi membahagiakan ku padahal ku tau, di setiap malam dia harus menangis sendiri dibalik pintu kamarnya yang tertutup rapat.

Mungkin 25 itu tak akan pernah ada. Tapi untuk ku, kamu adalah 25, 50, 100 bahkan 1000 untuk ku.


Mencintaimu adalah keindahan untukku. Membesarkan putri kita adalah kebahagiaan abadi untuk ku. Untuk kamu, Tenanglah kamu. Tenanglah kamu disisi Tuhanmu

BERTEMU SETAN ITU (LAGI)

Apat's Story

Seperti biasa, setelah ospek berlangsung aku dan teman teman dari UKM akan langsung mengadakan pertemuan untuk menyambut calon anggota baru. Kegiatan hari ini tidaklah banyak, hanya perkenalan perangkat dan juga perkenalan anggota baru. Ku lihat tidak terlalu banyak anggota yang ikut tahun ini, memang UKM ini merupakan UKM dengan anggota yang paling sedikit diantara UKM di universitas, paling banyak hanya sekitar 15 orang pertahun. Dan di tahun ini sepertinya hanya ada 7 orang saja yang mendaftar.

Waktu menunjukkan pukul 2 siang. Sudah waktunya yang ditetapkan untuk berkumpul. Temanku, Nai atau Krittanai membawa acara diskusi untuk hari ini. Dia adalah mahasiswa fakultas kedokteran, suka pergi ke desa untuk mengobati orang orang yang sakit di desa katanya.

“Selamat siang. Selamat datang di UKM Mandiri. Saya Krittanai, mahasiswa kedokteran semester 5. Jabatan saya disini adalah wakil ketua UKM. Saya akan memandu diskusi singkat kita hari ini” Ujar Nai dengan gagahnya. “Hari ini adalah perkenalan anggota UKM Mandiri. Dimulai dari ketua. Silahkan bapak ketua” katanya mempersilakan ku sambil sedikit tertawa. “Selamat sore semuanya. Perkenalkan nama saya Pirapat Watthanasetsiri, kalian bisa panggil saya Apat. Saya mahasiswa kehutanan semester 5. Saya adalah ketua UKM Mandiri. Itu saja saya ucapkan terimakasih” semua oramg bertepuk tangan dan aku duduk di tempat semula. “Selamat sore semua nya, perkenalkan nama saya Sarunchana Apisamaimongkol, kalian bisa panggil saya chana. Saya mahasiswa PGSD semester 5. Saya adalah sekretaris di UKM ini. Terimakasih” Salah satu wanita cantik di UKM berbicara setelah aku. “Mungkin untuk kepengurusan inti saya yang paling terakhir ya? Hahaha. Perkenalkan nama saya Thanawat Ratanakitpaisan, biasa dipanggil thana. Saya mahasiswa Akuntansi sem 3. Saya adalah bendahara di UKM ini. Mungkin itu saja. Terimakasih” Ucap seorang laki laki yang imut dan berkulit putih. Akhirnya semua senior mengenalkan dirinya. Sekarang sang calon anggota yang mengenalkan diri.

Sebentar, aku seperti mengenal wajah itu. Bukan kah itu setan kecil yang kemarin hampir membuat ku celaka? Dia memandangiku dengan tatapan mengancam seakan aku ingin dibunuhnya.

“Perkenalkan nama saya Sahaphap Wongritch, saya biasa dipanggil Ahap. Jurusan Pendidikan Ipa. Terimakasih” katanya sambil tersenyum sangat manis, sangat jauh berbeda dengan saat dia menatapku tadi.

Akhirnya acara perkenalan telah selesai. Ku lihat setan kecil itu ingin keluar dari ruangan. “Anak manja seperti mu gak akan sanggup ada di UKM ini” kataku sambil menghambat langkahnya. “Darimana kau tau kalau aku anak manja?” Tanyanya sedikit menyentak. “Lihat saja kulitmu itu, sangat putih dan halus, seperti tak pernah keluar rumah” sindir ku. Ku lihat dia memperhatikan kulit mulusnya. Akhirnya ia pergi setelah ku berikan kelonggaran ia untuk pergi.


Ahap's Story

Demi apa aku harus berjumpanya lagi? Dan di tempat yang sama? Jadi si buto ijo ini merupakan ketua UKM ini? Sial nya aku Tuhan. Dosa apa yang ku lakukan di kehidupan sebelumnya? Ku pandangi dia yang maju saat mengenalkan diri. Ku lihat dia juga mengarahkan pandangan kepadaku. Tatapan nya mengerikan seperti ingin menelan ku hidup hidup. Aku bergedik ngeri melihat wajah nya yang sangar, benar benar seperti buto ijo.

Aku melewatinya dan berusaha memasang tampang menyeramkan juga walau ku tau kalau wajahku tak akan bisa menjadi menyeramkan. “Perkenalkan nama saya Sahaphap Wongritch, saya biasa dipanggil Ahap. Jurusan Pendidikan Ipa. Terimakasih” kataku memperkenalkan diri. Ku lirik dirinya, dia masih menatapku tajam.

Pertemuan berakhir dan aku bergegas pulang karena awar sudah menjemput di depan gedung UKM. Saat ingin keluar aku dijegat oleh si buto ijo itu. Dia bilang kalau anak manja gak mungkin bertahan di UKM ini. Aku heran mengapa dia menyebut ku anak manja hanya karena aku memiliki kulit putih dan halus. Aku sejenak memperhatikan kulitku dan langsung pergi setelah melihat dia sedikit bergeser dari pintu dan pulang bersawa awar.