Sweet Betrayal

Part 19 : Opening Sequence


Mungkin kalian sempat bertanya-tanya kemana perginya Anna setelah pesta Reyhan berakhir?

Hmm... Gadis itu baru saja melakukan kesalahan yang sangat fatal.

Bagaimana tidak? Ponsel Dinda yang semula ada di sakunya tiba-tiba menghilang.

Sepertinya benda itu terjatuh di suatu tempat, tetapi ia belum bisa menemukannya dan itu membuatnya panik.

Memang awalnya Anna berniat jahat untuk menyebarkan semua foto Raina dan teman-temannya bersama kekasih mereka di majalah dinding sekolah agar Raina menyesal telah mengkhianatinya.

Untungnya semua niat jahat Anna tidak di restui oleh takdir, kini ia lah yang merasa bersalah karena sudah menghilangkan barang bukti penting tersebut, ia takut jika nantinya ponsel Dinda akan jatuh ke tangan orang yang salah.

“Mampus gue, dimana sih itu hp!? Nyusahin aja anjir.” Anna mulai frustasi.

TING!

Anna terkejut mendengar suara notifikasi dari ponselnya, ia pun memeriksa siapa nama pengirim pesan ditengah kepanikannya ini.

Sangat tidak terduga kalau ternyata orang itu adalah Raina yang membuat Anna memutar kedua matanya dan dengan terpaksa membuka isi pesan tersebut.

Jujur, Anna sedikit mengharapkan bahwa Raina akan menjelaskan bahwa hubungannya bersama Mahesa hanyalah sebuah setingan belaka atau apalah itu, yang jelas ia tidak suka jika mereka memiliki hubungan spesial.

Seketika air mata Anna menetes setelah membacanya, ia tidak menyangka temannya akan melakukan hal diluar nalar seperti itu, ia merasa malu sudah berperasangka buruk pada Raina yang sebenarnya sangat tulus dan rela mengalah demi dirinya.

Pantas saja Mahesa lebih memilih Raina dibandingkan dirinya, saat kejadian di lift saja Anna bisa melihat betapa sayangnya Mahesa pada gadis itu.

Benar, bukankah seharusnya ia turut senang kalau temannya sudah mendapat kebahagiannya sendiri, kenapa pula ia harus menghalangi hubungan mereka hanya karena dirinya yang lebih dulu menyukai Mahesa daripada Raina.

Anna tidak sanggup membalas pesan Raina, ia melempar ponsel miliknya dan menyesali perbuatannya, bagaimana bisa ia dengan cerobohnya menghilangkan barang penting yang bisa merusak kebahagian banyak orang itu.

Hanya tangisan sendu Anna yang menggema di sepanjang koridor hotel.

Tanpa Anna sadari, ada seseorang dari balik tembok yang sedang menertawakan kesedihannya, orang itu memegang barang yang dicari-cari Anna sejak tadi…

Ya, ponsel Dinda.


Akibat kerusuhan yang terjadi di pesta Reyhan semalam, kini membuat kediaman para pemuda tampan itu cukup berbeda dari biasanya.

Mereka jadi lebih banyak diam dan tidak berkomunikasi satu sama lain, siapa lagi kalau bukan oknum bernama Reyhan, Satya, Juan dan Ricky. Rupanya mereka masih menyimpan dendam pribadi.

Suasana hening yang tercipta di meja makan sekarang sangat membuat Sean gemas. Kenapa mereka jadi secanggung ini? Sebenarnya apa yang terjadi?

Azka juga heran, ia melirik kesebelah kanan dan dan kiri, sebagian temannya justru sibuk dengan pikiran mereka sendiri sampai mendiamkan makanannya. Apa yang mengganggu mereka?

BRAK!

Sean memukul meja makan hingga membuat mereka semua terkejut dan reflek menoleh kearahnya.

“Sean kenapa sih? Di meja makan tuh gak boleh berisik!” Tegur Juan sambil memberikan tatapan tajam.

“Lu semua tuh pada kenapa sih? Kesurupan ya diem doang dari tadi?” Tanya Sean.

“Kita gak apa-apa, bener kata Juan kalo di meja makan itu gak boleh berisik Sean.” Sahut Mahesa, ia mengisyaratkan Sean agar duduk kembali di tempatnya.

Sean mendengus kesal, ia yakin mereka semua pasti menyembunyikan sesuatu darinya.

“Tau nih, lu ngapain sih gebuk-gebuk meja!? Ganggu aja!” Satya ikut memarahi Sean.

“Apaan sih lu bang? Ribut sini!” Tantang Sean, ia memang tidak ada takutnya melawan Satya.

SRET!

Reyhan berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan menuju dapur, ia baru saja menyelesaikan acara makannya lalu bersiap untuk memakai seragam sekolah.

“Eh bang Reyhan ngapa juga tuh? Bangkrut ya dia gegara semalem?” Tanya Sean sedikit berbisik.

Satya jelas tahu sumber perubahan sikap Reyhan, semua karena ulah kekasihnya—Shucy.

Meskipun Satya tidak sepenuhnya ingat kejadian semalam tapi ia yakin telah terjadi sesuatu antara Reyhan dan Shucy tanpa sepengetahuannya.

Untungnya tadi malam Shucy hanya mabuk dan melupakan semua hal buruk yang terjadi di antara mereka berdua, terutama putusnya hubungan mereka.

Senyuman iblis terukir di wajah tampannya, Satya senang karena pada akhirnya ia tetap menang dari Reyhan, mungkin mulai sekarang pemuda itu akan menjadi rivalnya.

Satya juga harus berhati-hati dengan Reyhan, bisa saja kan dia membongkar semua kejadian tadi malam pada Shucy. Oh, itu tidak boleh terjadi.

Satya segera meninggalkan meja makan, entah kenapa ia punya firasat bahwa Reyhan akan melakukan sebuah tindakan konyol seperti merebut Shucy contohnya.

Suasana meja makan kembali hening, Sean sudah muak dengan mereka semua, ia akhirnya memilih pergi dari sana.

Juan yang melihat kepergian Sean jadi merasa bersalah. Juan yang pada dasarnya tidak bisa jauh dari Sean pun langsung menyusul temannya itu dan mencoba menjelaskan semua permasalahannya dengan Ricky semalam.

Tersisa Mahesa, Azka dan Ricky di meja makan.

Ricky meremas sendok di tangannya, ia tidak bisa melupakan kejadian semalam, dimana Bella menaruh harapan lebih padanya.

Memikirkannya saja membuat kepala Ricky pusing, terlebih lagi perubahan sikap Juan yang menjadi dingin saat berbicara dengannya.

Ia takut merusak hubungan Juan dan Bella, walau Ricky tahu Bella dalam keadaan mabuk semalam tapi tetap saja ia merasa sudah menyelingkuhi kekasih temannya itu secara tidak langsung.

Bagaimana menjelaskan semua hal itu pada Juan? Apakah Juan akan menghajarnya sampai masuk rumah sakit? Atau mungkin sampai dirinya koma? Ricky seketika merinding membayangkannya.

“Ngapa lu Ky?” Tanya Azka khawatir.

Ricky menggeleng sebagai jawaban, ia menghela nafas lalu pergi ke arah dapur.

Azka tidak mengerti dengan tingkah aneh teman-temannya, apa mereka semua benar-benar kerasukan seperti yang Sean katakan tadi?

Karena tersisa dirinya bersama kakak tertua, mau tidak mau Azka harus menginterogasinya agar tahu permasalahan apa yang sedang mereka semua alami.

Azka melipat kedua tangannya sembari menatap tajam Mahesa.

Mahesa yang menyadari hal itu hanya melirik Azka sekilas dan melanjutkan acara makannya dengan tenang.

“Lu tau sesuatu kan bang, ayo ceritain ke gua sebenernya ada apa?” Tuntut Azka.

“Jangan tanya gua, gua juga bingung kenapa mereka jadi begitu. Ya paling masalahnya gak jauh-jauh dari hubungan mereka sama pacarnya.” Balas Mahesa, karena sebenarnya ia juga tengah memikirkan hubungannya dengan Raina.

Semalam Raina mengirimkannya sebuah pesan yang berisi permintaan untuk mengakhiri kesepakatan mereka, Mahesa memang menyetujuinya dan berpikir mungkin saja hubungan mereka akan berganti ke tahap yang lebih serius.

Namun nyatanya Raina justru memblokir kontak Mahesa, seolah-olah dia tidak ingin berurusan lagi dengannya.

Mahesa sempat berpikir, apa ia baru saja melakukan kesalahan besar sampai Raina ingin menjahuinya?

Padahal semalam hubungan mereka baik-baik saja, bahkan mantan kekasihnya itu tidak mau lepas darinya, sangat aneh bukan?

“Masalah sama pacar? Wah iya bang, semalem gua sama Sean juga hampir putus, untung aja ada Reyhan yang bantuin kita bujuk Aletta sama Adya.” Jelas Azka.

Menurut Azka kejadian semalam itu sungguh menegangkan, jika ia salah bicara sedikit bisa tamat riwayatnya, ia juga sangat berterima kasih pada Reyhan kalau saja tidak ada temannya itu disana mungkin saja sekarang ia sudah menjadi lelaki jomblo yang galau.

“Terus kalian masih pacaran?” Tanya Mahesa memastikan.

“Masih dong, tapi Ale minta gua jadi guru lesnya.” Azka agak meragukan kalimat terakhirnya itu, sepertinya menjadi guru les Aletta sama dengan bencana, jangan lupakan ucapan gadis itu yang selalu kasar padanya.

Mahesa tersenyum tipis, ia sedikit iri dengan hubungan adiknya.

“Bagus deh kalo masih pacaran, pertahanin tuh pacar lu, jangan sekali-kali lu berani nyakitin dia kaya yang dilakuin Satya ke Shucy.” Mahesa menepuk bahu Azka.

“Ya jelas gak mungkin lah, gua bukan cowok bajingan kek Satya.” Sindir Azka.

“Iya, gua percaya sama lu.” Mahesa pun beranjak dari tempat duduknya untuk mencuci piring.

“Kalo hubungan lo sama Raina gimana bang? Masih lanjut juga kan?” Tanya Azka penasaran.

Mahesa menghentikan langkahnya, ia menoleh ke arah Azka yang masih setia menunggu jawabannya. Apa ia harus memberitahu masalahnya dengan Raina?

“Woi sekolah! Masih aja makan lu pada.” Tegur Satya saat melewati ruang makan, ia sudah memakai seragam dan bersiap berangkat ke sekolah.

“Iya ini mau ganti seragam.” Sahut Azka lalu berdiri dari tempat duduknya.

“Lu juga bang, lu kan ketos harusnya berangkat lebih pagi.” Satya sok-sokan memperingati sang kakak.

“Iya ini gua mau cuci piring dulu, udah sana lu berangkat.” Mahesa sebenarnya agak curiga dengan Sunghoon, tumben sekali bocah itu berangkat pagi buta begini.

Ah, mungkin dia akan menjemput kekasihnya terlebih dahulu.

“Oke, doain gua selamat sampai tujuan ya, bye!” Pamit Sunghoon kemudian pergi mengendarai mobil Reyhan.

Mobil Reyhan? Ya, tanpa meminta izin sang pemilik mobil, Satya mengambil kunci mobil Reyhan secara diam-diam untuk menjemput kekasih manisnya.

Agar terkesan mewah saja sih, walau nyatanya memang tidak modal.

“Kasih gua aja piringnya biar gua yang cuciin.” Suruh Mahesa pada Azka, membiarkan adiknya itu lebih dulu berkesiap.

“Wah, makasih ya bang.” Azka pun langsung berlari menuju kamarnya.

Mahesa akhirnya berjalan menuju dapur untuk mencuci piringnya dan Azka.

Betapa syoknya ia ketika mengetahui banyak piring menumpuk di dalam wastafel, ternyata semua adiknya hanya menaruh piring mereka begitu saja tanpa mau membersihkannya.

Dasar, menambah pekerjaan saja.

Karena Mahesa anak yang penyabar, ia pun dengan terpaksa mencuci semua piring disana hingga bersih dan mengkilat.

Jujur saja, ia merasa kurang bersemangat hari ini, bahkan ia ingin membolos sekolah daripada nantinya ia tidak fokus selama pembelajaran berlangsung.

“Bang, lu liat mobil gua gak?” Reyhan panik karena mobil kesayangannya tidak ada di garasi.

“Di pake Satya tadi, emang dia g—“

“Wah emang bangsat tuh orang, gua pake dah motor lu.” Reyhan berlari ke kamar Satya untuk mencari kunci motor temannya itu.

Reyhan yakin Satya sengaja memakai mobilnya sebagai bentuk balas dendam dan ia tahu kemana tujuan pemuda itu sekarang.

Mahesa hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku kedua adiknya barusan. Biarlah mereka menangani urusannya sendiri, lagipula mereka sudah dewasa walau tingkah mereka masih kekanak-kanakan.

Setelah acara cuci piringnya selesai, Mahesa pun mulai merasa haus.

Mahesa membuka lemari pendingin, ia baru menyadari tidak ada satupun air mineral disana, hanya terdapat beberapa minuman kaleng seperti cola bahkan bir.

Bir? Siapa yang membeli bir sebanyak ini? Mencurigakan. Tapi Mahesa cukup tahu siapa pelaku utamanya.

“Bang, udah selesai cuci piring?” Tanya Azka yang sudah rapi.

Setiap hari Azka selalu berpenampilan menarik, lihat saja dari bentuk kaca matanya yang bulat serta papan skateboard di tangannya.

Entah pemuda itu akan melakukan pertunjukan apa nanti.

“Hm.. udah.” Mahesa sedikit terkejut dengan kehadiran Azka, takut adiknya itu akan salah paham. “Lu mau berangkat?”

“Iya, mau bareng gak? Gua tungguin nih.” Tawar Azka.

Biasanya Azka selalu pergi ke sekolah bersama Satya, namun pagi ini pemuda tersebut malah meninggalkannya begitu saja, sangat menyebalkan.

“Lu duluan aja deh, gua masih ada urusan.” Tolak Mahesa secara halus, lebih mengarah ke alasan sih.

“Dih boong banget, gua tau lu pasti mau ngapel dulu kan ke rumah Raina.” Tuduh Azka dengan seringainya.

Mahesa tanpa sadar menatap tajam ke arah Azka, mendengar nama gadis itu membuat pikirannya kembali terusik.

“Gak usah sok tau.” Mahesa mengambil sekaleng bir dari dalam kulkas dan meminumnya dalam sekali teguk.

Azka yang melihat aksi nekat Mahesa tersebut hanya bisa menelan ludahnya kasar, tadinya ia berniat untuk menghentikannya namun akibat tatapan tajam yang diberikan sang kakak padanya, nyali Azka seketika menciut.

“Bang, lu serius minum bir?” Azka bertanya dengan hati-hati, ia yakin Mahesa juga menyembunyikan sesuatu, terpampang jelas dari raut wajahnya yang nampak frustasi.

“Cuma satu kaleng mah santai.” Mahesa membuang kaleng kosong itu ke tempat sampah.

“Ya udah deh, gua duluan ye bang, jangan minum lagi.” Pamit Azka sedikit khawatir.

Mahesa mengangguk tanpa menoleh ke arah Azka, setelah merasa aman ia kembali membuka kulkas.

Ternyata satu kaleng belum cukup untuk melepas dahaganya, mungkin satu kaleng lagi.

Ah tidak, dua kaleng lagi.

Baiklah ini yang terakhir, lima kaleng saja lalu pergi ke sekolah.


Satya mengendarai mobil Maserati GranCabrio dengan kecepatan maksimal, ia bahkan tak segan-segan menerobos lampu merah dan hampir menabrak kendaraan lain.

Persetan jika dirinya akan terkena tilang nanti, selagi ini bukan kendaraannya maka semuanya aman terkendali, lagipula mobil Reyhan adalah jaminan besar untuk saat ini.

Jiwa pembalap mulai mengusai diri Satya, ia sengaja melakukan hal gila tersebut demi membuat Reyhan kesal.

Tanpa Satya sadari, Reyhan justru tengah mengejarnya dari belakang menggunakan motor yang biasa Satya pakai di arena balap.

Reyhan cukup takjub dengan kecepatan motor Satya yang mungkin bisa mengalahkan hewan cheetah sekalipun, meski Reyhan belum pernah mengendarai kendaraan secepat ini tapi ia mampu menandingi Satya.

“WOY SATYA! TURUN LU DARI MOBIL GUA, ANJING!” Teriak Reyhan saat berada di samping kendaraan Satya.

Satya jelas terkejut bukan main, bagaimana Reyhan bisa menemukannya? Dan yang lebih anehnya lagi, kenapa Reyhan bisa memakai motor kesayangannya? Ia kira temannya itu hanya bisa memakai mobil saja.

Melihat kegigihan Reyhan, ia jadi merasa tertantang.

Satya tertawa sinis kemudian melajukan mobilnya meninggalkan Reyhan jauh di belakang.

Reyhan mendecih melihat kelakuan Satya yang sudah kelewat menyebalkan itu, ia pun mencari cara agar lelaki tersebut kapok.

“Awas aja lu Sat…” Gumam Reyhan.

Akhirnya Reyhan pergi menuju pos polisi terdekat untuk melaporkan tindakan kriminal Satya.

Untung Reyhan pintar mengarang serta memainkan ekspresi sehingga para polisi langsung percaya tanpa ragu.

Ya, cukup dengan mengatakan bahwa dirinya habis di begal oleh seorang remaja SMA yang gila akan balapan sampai berani melanggar rambu lalu lintas.

Secara tidak langsung Reyhan telah membuat Satya menjadi buronan karena sekarang para polisi mulai memburu temannya itu.

Benar saja, firasat Satya makin tidak enak kala mendengar suara sirine polisi dari arah belakangnya.

Dan lagi, Satya mendengar suara teriakan menyebalkan Reyhan.

“SATYA! GUA GAK MAIN-MAIN, BERHENTI GAK LU SEKARANG! MOBIL GUA BUKAN BUAT KEBUT-KEBUTAN, BRENGSEK!”

Satya memutar kedua matanya, masih berusaha menghiraukan Reyhan.

“SAT! GAK USAH PURA-PURA BUDEG DEH! ASAL LU TAU AJA SEMALEM SHUCY NYIUM GUA! DAN LU PIKIR HUBUNGAN KALIAN MASIH LANJUT? LU BERDUA UDAH PUTUS!” Reyhan sengaja memancing emosi Satya.

Sesuai dugaannya, memang telah terjadi sesuatu antara Reyhan dengan kekasihnya, tapi berhubung Satya termasuk orang yang keras kepala maka ia tetap lanjut melajukan mobilnya.

Jujur, Satya kecewa mengetahui kenyataan pedih tersebut, ingin rasanya ia menabrak Reyhan agar lelaki itu sekalian menghilang dari dunia ini dan tidak mengganggu kebahagiannya lagi.

Satya melihat kaca spion, ternyata banyak juga yang mengejarnya, ia jadi penasaran apa yang Reyhan katakan kepada para polisi hingga membuatnya seolah-olah menjadi buronan kelas atas.

Seketika berbagai ide gila muncul dibenaknya, Satya meneliti setiap inci interior mobil Reyhan.

“Maserati GranCabrio huh?” Ia baru menyadari bahwa mobil Reyhan adalah sebuah mobil konvertibel, dimana mobil ini dapat dikendarai dengan atau tanpa atap pada tempatnya.

Satya pun segera mencari tombol untuk membuka atap mobil tersebut.

Tak lupa ia juga memutar sebuah lagu sebagai penyemangat hidupnya.

“WOYY REYHAN GUA GAK TAKUT SAMA LU! AYO KEJAR GUA KALO BISA!” Tantang Satya tidak tahu diri.

Emosi Reyhan memuncak, apalagi ketika mobil kesayangannya itu telah diutak atik oleh Satya, tidak bisa dibiarkan.

Dan terjadilah adegan balap-membalap bersama polisi di pagi hari yang cerah ini.

Karena pada dasarnya Satya merupakan seorang pembalap handal, ia pun mampu mengelabuhi para polisi.

Satya melewati banyak jalan pintas andalannya, terkadang ia juga menabrak samacam objek untuk menghambat perjalanan mereka.

Jangan khawatir objek yang dimak bukanlah manusia atau hewan melainkan benda-benda yang menghalangi di tengah jalan, seperti tempat sampah, kerucut lalu lintas dan lain sebagainya.

Reyhan sudah angkat tangan dengan aksi nekat Satya yang benar-benar menggambarkan seorang kriminalitas.

Tanpa sepengetahuan Satya, lelaki itu mengubah rutenya menuju ke rumah Shucy untuk memberitahunya suatu hal.


[DRUNK-CAT]
MOTTO : JANJI GA YUMYUM LAGI 😔☝️
Raina : WOYYY BANGUN LO SEMUAAA!!! KITA TRENDING DI BASE ANJ! SEKALI LAGI GUA PERJELAS... K-I-T-A T-R-E-N-D-I-N-G KITA TRENDING! MAMPUS GAK TUH! 😭

Adya : Apaan sih lu berisik pagi-pagi, ganggu orang tidur aje.

Raina : LU HARUS LIAT BASE SEKOLAH NJENG!

Adya : Alay lo ah pake capslock segala, mata gua sakit bego.

Raina : Eh seriusssss guaaa...

Shucy : Ada apa ini?? Shucy baru bangun tidur huhu..

Raina : Shucy, lo kemaren kobam yaa?? Plis lo sampe jambak rambut Satya begitu.

Shucy : Shucy jambak rambut kak Satya? Emang iya??? Shucy gak inget sama sekali😭😭😭 Tolong siapapun kasih tau Shucy semalem kenapa?😭

Raina : Yang gua tau semalem lu kobam bareng Bella. Itu juga si Bella ngapain ngereog di atas meja anj, bikin malu aja dah ah.

Adya : @Shucy bagus lu jambak rambut tuh buaya busuk, kenapa gak diputusin sekalian aja sih biar kapok?

Raina : Dari komennya sih banyak yang bilang Shucy udah mutusin Satya, tapi karna Shucy lagi kobam jadi banyak yang bantah. Katanya Shusat COTY.

Adya : Sesat kali nama kapalnya, siapa yang namain tuh?

Raina : Gua 😃🙏🏻

Adya : Gua maunya Shusat karam 🙏🏻

Shucy : Lohh kok gituuu? Perasaan kak Satya gak cerita apa-apa deh semalem. Kenapa Shucy bisa mutusin kak Satya?

Adya : Emang udah gua kata, itu anak setan gak bener, lu aja diboongin terus.

Raina : Dari komennya lagi, katanya sih Satya abis ciuman ama Shella, parahh bangettt anjirr.

Shucy : Emang iya? Raina gak bohong kan?

Raina : Ngapain gua bohong, semalem nyawa gua udah diambang maut.

Adya : Poor temen gua, tapi gua salut sama lu Ra, lu keren banget bisa ngelawan Dinda sampe titik darah penghabisan 👏

Raina : Sialan emang si Dinda, mana dia masih ada utang ama kita.

Shucy : Udah deh lupain dulu masalah Shucy sama kak Satya. Shucy mau tau gimana keadaan Raina sekarang? Raina gak apa-apa kan? Shucy takut banget Raina kenapa-napa 🥺 Coba ceritain Raina semalem diapain Dinda?

Adya : Kaki dia ditusuk Dinda pake piso, untung aja dia ngelawan coba kalo gak? Bisa wasalam kali.

Raina : Sans, ku anak SGM jadi kuat.

Adya : Sok kuat tai, dahal dia nangis-nangis dipelukan ketos.

Raina : Eh jangan buka kartu dong 😭

Shucy : Raina serius, kalo sampe Raina kenapa-napa nanti Shucy nangis nih 🥺

Raina : Gemes banget sih lo, mending pacaran sama gua aja daripada sama Satya brengsek 🙏🏻

Adya : Najis.

Raina : Iri bilang bos 😗

Shucy : Ihh Raina...

Raina : Iya gak apa-apa sayang, aku baik-baik saja, selagi ada kamu.

Shucy : Raina pasti ketularan kak Hesa.

Raina : KAGA WOY!

Aletta : Oyy, gua abis buka base barusan. Sumpah gua malu banget ngeliat Bella nungging-nungging di atas meja resto. Dia yang bertingkah, gua yang malu bgsd.

Raina : Yakan... Gua aja kaget anjirr, bener-bener lo Bellabol.

Bella : Loh kok nama grupnya ganti jadi begitu? Eh ada apa sih sebenarnya? Aku baru bangun, tolong jelaskan apa yang terjadi kepadaku semalam?😭

Adya : Alay banget typing lu. Asal lu tau aja Bel, semalem lu ngereog.

Bella : APA!? TIDAK MUNGKIN! 😭

Raina : Buka base sekolah Bel, kau akan tau apa yang terjadi semalam. Bentar, kok ada video...

Bella : Raina gua minta maaf semalem gua sama kak Hesa itu... 😭

Raina : Lah anjir, Bella lo ngapain cium mantan gua!? Mana di leher lagi, pea banget.

Shucy : Mantan? Raina putus sama kak Hesa?

Adya : Mantan? Ngibul banget lu.

Aletta : Lu putus Ra? Yah kapal gua kok karam sih? Fix gegara Bella pasti, tanggung jawab lu Bel.

Bella : Apa anjir? Gua aja gak inget apa-apa ini, mohon maaf ya semuanya 😭

Raina : Gak, bukan gegara Bella, gua sendiri yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan gua sama Mahesa.

Adya : Bahasa lu alay bet sih. Kok lu putus Ra? Gua aja semalem gak jadi putus sama Sean.

Aletta : Au lu, gak seru banget udah putus, dahal kan gua pengen punya ponakan.

Raina : Apa ponakan anj!?

Bella : Aduhh jangan sampe Juan tau, bisa berabe ini 😭

Aletta : Udah tau pasti dia, secara lu semalem di kerubutin cogan.

Bella : DEMI APA SIH!? 😭

Adya : Raina, bukannya semalem lu sama ketos bae-bae aja ya? Ngapa malah putus? Gak jelas!

Shucy : Ihh Shucy kesel deh ketinggalan banyak berita gegara kobam semalem. Semua karna Bella ngajakin minum nihh huwaaa... 😭

Bella : Ya maaf Shucy, gua juga gak nyangka akhirnya bakal kek gini 😭

Raina : Eh dengerin gua dulu... Ini tuh demi kebaikan kita semuaaa!

Adya : Maksud lo?

Raina : Nih semalem Dinda sempet ngasih hpnya ke Anna, dan lu tau apa isi gelerinya?

Aletta : Video bokep lu sama ketos?

Raina : ANJING BUKAN WOYYY 😭

Adya : AHAHAHAHA GOBLOK.

Shucy : Aletta mah, orang lagi serius juga.

Bella : Anjir gua hampir percaya kata-kata Aletta.

Aletta : Canda elah, tegang amat sih lu pada.

Raina : Pokoknya disitu ada foto gua sama Mahesa terus ada foto kalian sama pacar kalian juga.

Adya : Kok anjing!? Siapa yang berani foto-foto gua sama Sean? Dasar mesum!

Aletta : Fotonya lagi ngapain? Lagi berbuat zinah kah? Eh gua sih gak pernah berbuat zinah sama Azka.

Bella : Foto gua juga ada? Kok bisa sih? Ini Dinda mata-mata apa gimana? 😭

Shucy : Jadi selama ini Dinda ngejebak kita juga dong? Dia sengaja jadiin kita umpan buat bikin reputasi gengnya kak Reyhan hancur, iya gak sih?

Raina : Kok lu pinter sih Cay!? Gua baru kepikiran loh pas baca ketikan lu.

Adya : Anak gua emang pinter, gak kaya lo semua.

Aletta : Berarti lu juga bego dong?

Adya : Ya iya lah, kapan gua bilang gua pinter?😭

Bella : Jadi gegara itu lu mutusin kak Hesa, kasian banget ketos kita.

Aletta : Au lu bikin ketos patah hati, nanti kalo dia ngasih hukuman makin berat gimana? Lu kan sering telat Ra, mampus aja.

Raina : Kok lu gitu sih? Ye mon maap aje, gua hari ini gak masuk secara gua gak bisa jalan 😃

Bella : Ihh jadi takut masuk sekolah, gua kan abis ngelakuin kesalahan fatal 😭

Adya : Lebay lo ah, tenang aja ada gua, nanti gua ikut ngetawain paling 🙏🏻

Bella : Anjirrr 😭 Btw lu kenapa gak bisa jalan, Ra? Mencurigakan 🌚

Aletta : Tolol, temen lu kan abis baku hantam ama Dinda, gak tau kan lu? Teler sih.

Bella : DEMI APA ADA DINDA SEMALEM? 😱 RAINA, LU DIAPAIN SAMA DINDA? LU GAK APA-APA KAN?

Aletta : Najis drama banget.

Raina : I'm fine thank you 😊

Bella : You're welcome 😊

Adya : Sinting bocah berdua.

Shucy : Tapi kenapa Raina harus sampe mutusin kak Hesa? Emang gak ada cara lain?

Adya : Tau lu Ra, gaya banget, dahal bucin mampus kan lu sama dia.

Raina : Jadi gini gesss... Hpnya Dinda ada di tangan Anna, sedangkan Anna itu demen ama Mahesa. Nah satu-satunya cara biar dia gak nyebar foto kita ya gua mau gak mau harus mutusin Mahesa.

Aletta : Gak lah, gua kalo jadi lu mending langsung ngelabrak aja si Anna biar kicep.

Raina : Ngelabrak mulu idup lu. Gua gak bisa ngelabrak, gua kan lagi kena azab.

Adya : Makanya jan nonton bokep mulu.

Raina : Musibah gak ada yang tau ye 🙏🏻

Shucy : Ya udah kalo itu keputusan Raina, makasih udah mau ngorbanin hubungan kamu buat kita semua.

Bella : Iya Raina, makasih banyak ya, maaf juga gua gak bisa bantu dan maaf banget gua malah memperburuk keadaan semalem.

Raina : Chill, lu berdua kan kobam semalem jadi gak perlu merasa bersalah. Janji gak yumyum lagi? 😃

Bella : Janji 😭

Shucy : Salahin Bella.

Bella : 😭

Aletta : Yumyum apaan sih?

Raina : Alkohol berkedok teh.

Aletta : Jadi penasaran.

Bella : Heh jangan ngadi-ngadi lu 😭

Adya : Bel, jemput gua dong! Motor gua mogok anjir, males naik ojol kedeketan, sayang duit gua.

Bella : Kenapa gak jalan kaki kalo deket?

Adya : You know I'm mager people. Lagian enak kan kalo lu bareng gua jadi gak malu-malu amat di sekolah.

Bella : Hmm iya sih... Ya udah gua siap-siap dulu.

Aletta : Dah dah sekolah lu pada, gua mau otw.

Adya : Kok udah otw aja anjing!? Gua aja masih rebahan.

Aletta : I'm ambis people.

Adya : 🙂

Raina : Semangat sekolahnya teman-teman, aku mendukung kalian 😘 Semoga Bella dan Shucy tidak digibahin ya. Semoga juga gak ada yang nyariin gua 😎

Aletta : Eh Ra, ntar kan ada ulangan mtk, mampus lu minggu depan ulangan sendiri haha...

Raina : Bgsd gua baru inget 😭 Semoga ulangannya batal aamiin...

Adya : Iya kek batal aja, gua pusing anjir gak sempet belajar semalem.

Aletta : Apa itu belajar?

Shucy : Gaya banget Aletta.

Aletta : Iya lah.

Bella : Doain gua juga dong, semoga Juan gak marah terus gak ada yang inget muka gua, malu banget anying 😭

Raina : Bella kalo panik langsung berucap kasar ya wkwk...

Bella : Iya lah panik nih gua takut masuk BK gegara ketauan kobam, mana ngedance Black Mamba diatas meja. Gak lagi-lagi deh gua minum di tempat umum 😭

Aletta : Semangat Bella!

Shucy : Aamiin Bella... Semoga hubungan Bella sama Juan baik-baik aja, gak kandas...

Bella : Aamiin.. makasih Shucy, semoga hubungan Shucy juga.

Shucy : Oh iya abis ini harus interogasi kak Satya tentang kejadian semalem 😡

Aletta : Putusin aje sih kelar masalah.

Shucy : Tapi Shucy butuh penjelasan dulu dari sumbernya 🥺

Aletta : Hmm...

Adya : Gua ngikutin takdir aje, selagi hubungan gua sama Sean aman, gua sih chill.

Raina : Tuh kan liat siapa yang bucin.

Adya : Iri aja jomblo.

Raina : Myt.

Aletta : Ssttt... udah berangkat sekolah lu pada, gua aja udah sampe.

Adya : Anjir bocah teleport ya? Cepet banget bangke😭

Aletta : Bukan sulap bukan sihir.

Adya : Bel, gece lu dimana?

Bella : Ini mau otw, sabar...


Shucy sendiri masih menikmati sarapannya dengan tenang dan damai, menunggu sang kakak yang sedang berkesiap di kamarnya.

“Kak Yovan kok lama banget sih? Panggilan alam apa?” Shucy cemberut, hampir setengah jam ia menunggu.

Soal kejadian semalam, ia tidak mengingat apapun.

Sebenarnya Shucy sangat penasaran dengan apa yang terjadi padanya tadi malam, ia mendengar cerita Yovan bahwa dirinya sempat mabuk berat.

Apakah ia melakukan suatu hal memalukan? Atau mungkin bertingkah konyol?

Apa jangan-jangan ia memperagakan adegan tidak senonoh dihadapan semua orang? Tidak mungkin kan?

Pikirannya mulai dipenuh bayangan negatif.

TOK! TOK!

Mendengar suara ketukan dari arah pintu depan pun membuatnya tersentak kaget.

Shucy akhirnya berjalan menuju pintu untuk membukanya, siapa pula tamu yang datang di pagi hari?

“Kak Reyhan?” Shucy tidak bisa menyembunyikan senyumnya kala melihat sosok lelaki tampan itu.

Salahkan jantungnya yang justru berdegup kencang saat berada di dekat Reyhan.

Rasanya aneh saja, padahal Reyhan sama sekali bukan kekasihnya tapi kenapa dirinya jadi salah tingkah begini.

“Sssttt...” Reyhan menyuruhnya diam dan menutup pintu secara perlahan.

“Kenapa emangnya kak?” Tanya Shucy, ia bingung dengan tingkah Reyhan.

“Satya belum kesini kan?” Reyhan tanpa sadar menangkup kedua pipi Shucy.

Shucy sedikit terkejut dengan tindakan Reyhan yang terlalu di luar nalar ini.

“Iya belum kak, kenapa nanyain kak Satya?” Shucy makin tidak mengerti.

Kenapa memangnya dengan Satya? Apa kekasihnya itu baru saja melakukan tindakan kriminal? Ia jadi sedikit khawatir.

“Bagus deh, kamu berangkat ke sekolah bareng kakak aja ya.” Pinta Reyhan, ia takut jika Satya akan pergi kesini membawa para polisi.

Biar bagaimanapun Satya sekarang adalah buronan dan Shucy tidak boleh tahu tentang itu.

“Boleh aja sih kak, tapi aku harus bilang kak Yovan dulu.” Ujar Shucy, setidaknya ia pamit dulu pada sang kakak.

“Iya silahkan.” Reyhan mengangguk.

Shucy pun berlari ke lantai atas tempat kamar kakaknya berada.

Sembari menunggu, Reyhan mengintip dari balik jendela menunggu kedatangan Satya, benarkah teman yang kini menjadi rivalnya itu akan menuju kesini?

Hanya beberapa detik saja, sebuah mobil yang sangat Reyhan kenal terparkir rapi di depan rumah Shucy.

“Satya sialan.” Gumam Reyhan.

“Shucy udah bilang kak Yovan, ayo berangkat!” Seru Shucy, entahlah ia bersemangat sekali lagi ini.

Berbeda dengan Reyhan yang justru panik, bagaimana cara menghindari Satya?

Sehebat apa diri Satya sampai bisa mengalahkan banyak polisi yang mengejarnya? Sangat tidak masuk akal.

“Kak Reyhan?” Shucy menyentuh pelan bahu Reyhan.

“Ya?” Reyhan mencoba mencari alasan untuk menetap sejenak. “Hm... Kakak haus, boleh minta minum?”

“Ya ampun, boleh kok, duduk dulu kak.” Shucy mengisyaratkan Reyhan agar duduk di sofa.

Reyhan mengangguk, ia masih setia berdiri memperhatikan gerak-gerik Satya dari jendela.

Sepertinya ada yang aneh, cara berjalan Satya sedikit lebih lamban, dia juga memegangi lengannya yang berdarah?

Tunggu, Satya kenapa!?

Karena rasa khawatir Reyhan lebih besar dibandingkan rasa bencinya, alhasil ia pun membuka pintu dan berlari menghampiri Satya.

“Reyhan...” Lirih Satya tak berdaya.

“SATYA LU KENAPA ANJING!?” Meski kalimat Reyhan terdengar kasar bukan berarti ia marah, ia hanya panik melihat kondisi Satya yang cukup mengenaskan.

Lihat saja lengannya yang terus mengeluarkan darah segar itu, sebenarnya Reyhan ingin menertawakan nasib Satya, mungkin saja semua ini karma.

“Reyhan, kalau gua banyak salah sama lu, gua minta maaf ya, gua udah gak kuat lagi...” Ucap Satya dramatis.

“Apa sih lebay banget bocah.” Reyhan menggeleng, temannya yang satu ini memang banyak aksi, tadi sok-sokan menantangnya giliran sudah mendapat ganjarannya dia baru menyesal.

“KAK SATYA!? KAK SATYA KENAPA KOK GINI!?”

Reyhan dan Satya sontak menoleh ke arah sumber suara, dimana Shucy syok akan kehadiran Satya dengan kondisi kritis.

Shucy berlari dan memeluk Satya saat itu juga, ia tidak tahu apa yang telah terjadi pada kekasihnya tersebut, namun melihatnya seperti ini jelas membuatnya tak tega hingga menangis.

“Kakak kenapa? Abis tawuran ya?” Tanya Shucy sambil sesenggukan.

“Mana ada, gabut banget kakak tawuran pagi-pagi gini.” Satya meringis menahan sakit di lengannya.

Reyhan memutar bola matanya, ia tidak habis pikir kenapa Satya masih bisa berakting seolah-olah hubungan mereka baik-baik saja.

Cemburu? Ya, entah kenapa Reyhan sedikit cemburu melihat kemesraan mereka.

“Ya terus kakak kenapa? Ayo aku obatin luka kakak...” Shucy menarik pelan lengan sang kekasih.

Shucy kesal, kemarin Raina yang terluka parah sekarang malah kekasihnya, kenapa sih semua orang suka sekali mencelakai diri sendiri?

Satya dan Reyhan duduk di sofa ruang tamu sembari menunggu Shucy yang mengambil kotak P3k.

“Jangan bilang lu abis di tembak sama polisi?” Reyhan menatap tajam Satya.

“Gua tolak, gua masih straight.”

“Goblok, gua serius bego.”

Reyhan tak habis pikir dengan Satya, disaat-saat sekarat begini dirinya masih saja bisa bercanda, dasar bodoh.

“Iya elah lu bener, keknya gua kena karma deh.” Satya akhirnya memilih pasrah.

“Mampus! Siapa suruh lu mainin hati cewek? Untung aja lu gak sampe koma.”

“Amit-amit Rey, gua juga tadi sempat mikir gitu, malahan gua ngiranya kaga bakal selamet kali.”

“Ssttt... Jangan ngomong gitu ah, lu aja belum kelarin semua masalah lu.”

“Nah itu dia! Apa gua jujur aja ya sama Shucy soal semalem?”

Reyhan seketika bimbang, perihal semalam memang cukup rumit untuk dibahas kembali, mengingatnya saja sudah bisa membuatnya pusing tujuh keliling.

Pertama, hubungan Satya dan Shucy memang sudah berakhir hanya saja keadaan Shucy sedang dipengaruhi alkohol, dimana seseorang akan berbicara ngelantur namun jujur.

Kedua, yang membuat masalah tersebut semakin rumit adalah karena Reyhan ikut terlibat di dalamnya, walau itu juga sebuah ketidaksengajaan.

Melihat Shucy yang berjalan kearah Reyhan dan Satya membuat keduanya menjaga jarak, berharap Shucy tidak mendengar semua percakapan mereka barusan.

“Kak Satya! Coba ceritain ke Shucy, kakak kenapa bisa kaya gini? Kakak di begal?” Shucy mengobati luka Satya secara perlahan.

“Mana ada begal pagi-pagi.” Balas Satya ala kadarnya.

Shucy menghela nafas, kenapa sih Satya tidak mau langsung berkata jujur saja? Kenapa harus selalu dipancing terlebih dahulu, menyebalkan.

“Terus kakak kenapa?”

Satya menoleh ke arah Reyhan sejenak hingga lelaki itu mengangguk.

Ya, semua berawal dari aksi nekat Satya yang sengaja menantang para polisi tadi untuk menangkapnya kalau bisa.

Keahlian Satya dalam dunia balapan memang tidak bisa dipungkiri lagi, serta sifat banyak gayanya itu memang selalu menjadi penyebab utama kesialannya.

Bahkan mobil Reyhan yang terlihat biasa ia modifikasi menjadi mobil sport tanpa atap.

Dan di saat itulah ide gilanya muncul, Satya mengangkat sebelah tangannya ke udara untuk menyapa para polisi dengan santai.

Tanpa Satya duga, salah satu polisi tersebut berhasil menembak lengannya begitu saja. Entah karena dia sengaja ingin membuat Satya berhenti atau mungkin dia lelah karena terus mengejar Satya.

Yang jelas lengan Satya tertembak dari jarak jauh hingga membuat lengannya mati rasa, sungguh malang nasibnya.

“Jadi begitu ceritanya…” Ucap Satya final, tak lupa menampilkan senyum bodonya pada Shucy dan Reyhan.

Reyhan menepuk dahinya, kelakuan temannya ini memang tidak bisa di tebak oleh jalan pikir manusia.

Shucy ingin sekali memarahi Satya sampai lelaki itu kapok, tapi mengetahui kondisi Satya yang terkulai lemas membuatnya tak tega.

“Kak Satya punya otak gak sih!?” Omel Shucy.

“Punya.”

“Kenapa gak digunain? Ini baru di tangan loh, gimana kalo ke tembaknya di kepala?”

“Ya kakak wasalam.”

Shucy tidak tahan untuk memukul Satya dengan brutal, salah sendiri membuatnya khawatir setengah mati.

“Ada satu lagi yang pengen Satya jelasin, ya kan?” Tegur Reyhan agar Satya kembali mengingat tujuan utamanya.

“Apa?” Shucy mau menangis saja. Kenapa tadi malam bisa meninggalkan banyak masalah.

“Iya, kita sebenernya udah putus Shucy, kamu yang semalem mutusin kakak gara-gara kakak ciuman sama Shella.” Jelas Satya sedikit takut, takut jikalau Shucy benar-benar akan meninggalkan dan memilih Reyhan.

“WHAT!?”

Mereka semua menoleh ke arah Yovan yang baru keluar dari kamar mandi, ia hanya memakai handuk yang menutupi bagian privasinya.

“IH KAK YOVAN PAKE BAJU DULU, MALU!” Shucy menutup matanya, bisa ternodai mata sucinya ini.

“Eh ada kak Yovan…” Satya tersenyum kikuk, apakah dirinya akan di hajar habis-habisan oleh kakak dari mantan kekasihnya itu?

“Pagi kak…” Sapa Reyhan ramah.

“Pagi, Reyhan, Satya.” Balas Yovan tak kalah ramah.

Sebenarnya Yovan tidak sedikitpun mendengar percakapan mereka, ia hanya terkejut karena rumahnya didatangi dua lelaki yang tengah memperebutkan adik kesayangannya, sungguh hebat.

“Kak pake baju dulu sana, malu tau!” Shucy mendorong tubuh kakaknya agar masuk ke dalam kamarnya.

“Iya-iya…” Yovan kecewa, dia kan juga ingin bergabung bersama mereka.

Shucy beralih menatap Satya dan Reyhan bergantian, jujur ia merasa di mainkan sekarang dan ia harus menceramahi mereka. Toh dirinya sekarang tidak terikat dalam hubungan apapun, jadi ia bebas dong.


Sean terus berjalan ke depan tanpa memedulikan seseorang yang sedang gelisah mengejarnya dari belakang—Juan.

Akibat kejadian tadi di meja makan, Sean jadi kesal pada semua teman-temannya, dasar tidak setia kawan.

Pokoknya Sean ingin mendiami mereka semua selama seminggu, kecuali bila mereka membujuknya dengan cara mentraktir makanan.

“Sean dengerin penjelasan gua...” Juan akhirnya berhasil menyamakan langkah Sean.

Tapi sayang, Sean malah berpura-pura tidak mendengar ucapan Juan sama sekali.

Seperti adegan sinetron yang ketahuan selingkuh saja.

“Sean berhenti dulu!” Pinta Juan, ia takut jika Sean benar-benar marah.

Sean memutar matanya, hanya segitukah kemampuan Juan dalam membujuknya? Ia butuh sesuatu yang lebih menjanjikan.

Tidak bisakah Juan membelikannya semacam barang, makanan atau minuman? Lihat lah di sekitar mereka banyak orang berjualan.

Lagipula kini Sean mulai haus setelah berjalan cukup jauh dari asrama munuju halte bus, ia sangat menyesal sudah melupakan motornya.

Bromm... Broomm...

Sebuah motor Scoopy berhenti tepat di depan mereka, atau lebih tepatnya sengaja memberhentikan perjalanan mereka.

“Oyy! Triceng kuy!” Bagaikan jelangkung, Ricky datang tak di undang untuk menawarkan Sean dan Juan tumpangan.

Juan yang melihat sosok Ricky pun langsung memasang ekspresi datar.

Jika kalian ingin tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua, jawabannya cukup sederhana.

Ketika Bella mabuk di pesta Reyhan semalem, Juan dan Ricky berinisiatif untuk mengantar gadis tersebut pulang ke rumahnya menggunakan taksi.

Selama perjalanan, tak disangka-sangka Bella terus menggumamkan nama Ricky dibandingkan nama Juan.

Dari situ jelas Juan cemburu, pasalnya kekasih Bella kan Juan namun kenapa malah nama Ricky yang disebut.

Mengingat adegan yang terjadi diantara kedua insan itu saat di kamar, makin membuat amarah Juan memuncak, hanya saja ia masih berusaha tegar dan bersikap seperti biasa.

Dan sesampainya di rumah Bella, gadis itu tidak mau melepas tangan Ricky sama sekali, dari situ pula Juan menarik paksa Bella dan menggendongnya masuk ke dalam rumah.

Sementara kedua orang tua Bella hanya bisa menahan tawa melihat kejadian langka tersebut.

Ibu Bella menyuruh Juan untuk membawanya ke kamar dan menaruhnya di tempat tidur.

Juan mematuhi semua perintah calon mertuanya itu dengan senang hati.

Setelah berhasil menurunkan Bella di atas tempat tidur, Juan tak lupa mencium lembut dahi kekasihnya itu.

“Juan gak tau Bella ada hubungan apa sama Ricky, yang jelas Juan gak suka kalo Bella deket-deket sama dia.” Bisik Juan tulus.

Kemudian Juan mencium bibir Bella cukup lama sebagai bentuk perpisahan.

Perpisahan bukan berarti Juan akan menjauh dari Bella setelah ini, melainkan Juan akan makin gencar mendekati Bella dan mengawasi Ricky apabila bocah itu nekat mengambil Bella darinya.

Anggap saja sekarang Juan mulai sedikit posesif terhadap Bella.

“Ngapain sih lu!? Ganggu aja!” Juan mendorong motor yang Ricky pakai, untung saja tidak sampai jatuh.

“Lah anjing! Ini kan motor gua, kok lu pake!?” Sean baru menyadari bahwa motor yang dibawa Ricky adalah motor kesayangannya.

“Lagian motornya lu tinggal, ya udah gua bawa aja daripada nganggur.” Balas Ricky santai.

“Nganggur pala bapak lu! Turun lu dari motor gua njeng!” Sean paling benci kalau barang miliknya disentuh orang lain tanpa izin, terlebih lagi orang tersebut adalah Ricky.

Ricky sendiri merupakan orang yang keras kepala, ia tidak pernah mau menuruti perintah Sean, jadi ia putuskan untuk tetap berada diatas motor.

“Gak mau turun, wlee...” Ledek Ricky tak tau diri.

“Anak setan!” Sean jelas emosi melihat tingkah laku Ricky.

Juan sedikit iri melihat Ricky dan Sean yang sedang beradu argumen, padahal sedari tadi lelaki itu diam saja saat bersamanya.

Apakah Ricky akan mengambil semua orang yang Juan sayangi?

“Juan bantuin gua turunin Ricky dong...” Sean meraih lengan Juan.

Juan terdiam sejenak, ia mengedipkan matanya berulang kali, memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar.

Sean meminta bantuannya? Sean sudah memaafkannya? Iya kan?

“Et si anjir, ngapa malah ngebug kek bang Satya? Ayo bantuin gua!” Omel Sean.

“Ah iya-iya...” Juan tersenyum bangga, namun tak bertahan lama, ia kembali memasang ekspresi datarnya kala menatap Ricky.

“Lu tuh kalo dibilangin Sean bisa nurut gak sih? Turun lu dari motornya!” Tegas Juan sembari menarik kerah seragam Ricky, seakan-akan ingin mengajaknya berkelahi.

Sean seketika panik, bukan hal seperti ini yang ia maksud, ia hanya ingin Ricky turun dari motornya secara baik-baik tanpa ada dendam apalagi perkelahian.

“Eh Ju, santai gak usah ngajak berantem gitu dong, malu anjir diliatin banyak orang.” Bisik Sean, ia melihat sekeliling mencari aman.

Juan masih belum melepaskan genggamannya, ia menatap Ricky penuh benci.

“Ju, gua tau lu marah sama gua karna Bella kan?” Tebak Ricky.

Juan tidak tahu apa yang akan Ricky rencanakan bersama kekasihnya, ia hanya ingin menghajar lelaki itu sekarang untuk melampiaskan rasa kesalnya.

BUGH!

“JUAN!” Sean makin panik karena Juan memukul Ricky secara brutal.

Bahkan beberapa pedagang sekitar mulai datang mengerumuni mereka untuk sekedar melihat perkelahian antara Juan dan Ricky tanpa ada niat melerai.

Sean berusaha menghentikan kedua temannya tersebut tapi dirinya justru tak sengaja terpukul oleh Juan.

Jika kalian berpikir Ricky akan diam saja, maka kalian salah. Meski lelaki itu tahu dirinya adalah pelaku utama masalah ini, ia harus tetap membela diri agar wajah tampannya tidak babak belur.

Bodohnya lagi, Ricky sengaja memancing amarah Juan.

“Lu gak tau kan kalo semalem Bella cium gua? Dia bilang kalo gua satu-satunya harapan dia dibanding lu.” Ricky tersenyum miring sembari mengusap darah disudut bibirnya.

Juan tertawa sinis, ini sudah keterlaluan, ia tidak tahan lagi untuk menghabisi Ricky, persetan apabila temannya itu akan masuk rumah sakit.

“JUAN STOP!”

Baru saja Juan ingin melayangkan pukulan pada Ricky tapi terhentikan oleh teriakan seseorang yang sangat ia rindukan.

“Juan jangan ya, jangan sayang... udah cukup...”

Hanya mendengar kalimat tersebut mampu membuat Juan tenang dan merasa lega.

“Maaf Bella...” Lirih Juan, sedikit tidak percaya dengan pandangannya sekarang.

Benarkah kekasihnya ini tengah berada dihadapannya? Atau ini hanya ilusi semata?

“Juan kenapa berantem sama Ricky?” Bella tidak bisa menahan tangisnya, ia khawatir dengan kondisi Juan.

“Itu... Ricky...” Juan melirik ke arah Ricky yang sedang dibantu oleh Sean dan Adya.

Tunggu, bagaimana bisa ada Bella dan Adya? Sejak kapan mereka berada disini? Kenapa bisa kebetulan begini?

Ya, jika kalian ingat Adya sempat meminta bantuan Bella untuk menjemputnya di rumah karena motor milik Adya sedang mengalami gangguan.

Dan berhubung Bella adalah orang yang baik dan tidak sombong, ia pun mengiyakan kemauan Adya tersebut.

Perjalanan menuju sekolah memang harus melewati halte bus, dan disanalah mereka melihat banyak kerumunan orang.

Awalnya mereka tidak peduli dan berniat melanjutkan perjalanan, namun saat Adya melihat motor Sean, ia pun menyuruh Bella untuk mendekat kesana.

Bella jelas syok saat mengetahui Juan dan Ricky ternyata tengah berkelahi.

Tanpa pikir panjang Bella langsung turun dari motor begitu saja dan berlari meninggalkan Adya yang terjatuh dari motornya karena oleng.

Parah sekali memang.

“Juan, maaf kalo kalian berantem gara-gara Bella semalem kobam...” Bella merasa bersalah, ia sangat yakin ini merupakan salah satu kesalahannya.

“Bukan salah Bella kok.” Juan mengusap lembut air mata Bella, ia tidak suka melihat kekasihnya menangis.

Ricky mengepalkan tangannya geram, entahlah ia semakin ingin menghajar Juan setelah melihat adegan di hadapannya tersebut.

“Heh bocah, lu ngapain sih tawuran disini? Bikin malu goblok!” Omel Adya pada Ricky.

“Tau dah, ngapa lu berdua malah ribut? Jangan bilang lu berdua juga ada masalah ya?” Sean merasa kesabarannya sudah habis. “Emang kalian semua tuh kenapa sih? Kasih tau gua apa? Gua kan kepo anjing!”

“Bukan urusan lu!” Ricky menghempas kasar tangan Sean dan Adya, kemudian berjalan menuju dua insan yang asik bermesraan di depannya.

Ricky menarik Bella dari dekapan Juan dan menyembunyikan gadis itu di belakang tubuhnya.

“Apa-apaan lu!? Lepasin pacar gua!” Juan ingin meraih tangan Bella namun dihalangi oleh Ricky.

“Pacar lu, lu bilang? Kalo Bella bener pacar lu ngapain lu sia-siain dia, hah!? Lagian lu mau pacaran sama Bella karna disuruh Sean kan? Lu gak bener-bener cinta sama Bella? Iya atau iya, Juan?”

Juan seketika melihat ke arah Bella, ia takut kekasihnya itu salah paham walaupun semua omongan Ricky memang benar faktanya.

Gadis itu terus saja meneteskan air matanya, ia bingung harus bagaimana, ia tidak mau Juan dan Ricky berkelahi. Tolong siapapun hentikan mereka, Bella sudah muak.

“Lu gak usah ikut campur urusan gua!” Juan memajukan badannya, mengancam Ricky.

“Oh ya? Bukannya lu sendiri yang bilang kalo lu gak sanggup jaga Bella, lu sendiri yang bakal nyerahin Bella ke gua?”

“Sekarang gua baru sadar, Bella gak pantes buat orang kaya lu!”

“Yang ada Bella yang gak pantes buat lu, Juan!”

“Terus lu mau apa? Mau ngerebut Bella dari gua? Lu suka sama pacar gua?”

“Iya! Dan Bella sendiri yang bilang kalo gak ada yang bisa dia harapin dari lu, dia cuma bisa berharap sama gua.”

BUGH!

Juan kembali memukul Ricky tak kalah kencang dari sebelumnya. Biar saja lelaki itu tahu rasa, siapa suruh terus-terusan memancing emosinya.

“RICKY!”

Bella mau tak mau harus ikut turun tangan, jika bukan ia yang menghentikan mau siapa lagi? Mereka berdua sangat keras kepala.

“JUAN UDAH CUKUP! JANGAN MULAI LAGI!”

“Bella ikut Juan! Jangan mau sama bajingan macem Ricky!” Juan memanfaatkan kesempatan bagus ini untuk membawa Bella kembali.

Melihat hal itu, Ricky segara bangkit kemudian menahan tangan Bella agar mau melepas pegangan Juan.

“Gak! Lu ikut gua Bel, lu lebih aman sama gua daripada sama Juan!”

“Harus berapa kali sih gua bilang, jangan deket-deket pacar gua lagi!”

“Lu gak ada hak ngelarang gua buat deketin Bella.”

“Dia pacar gua anjing!”

“Gua gak peduli!”

“Punya gua!”

“Punya gua!”

Dan terjadilah adegan saling tarik-menarik tangan Bella, sampai rasanya tangan itu mau putus dari pemiliknya, sudah seperti boneka saja dia ini.

Bella sendiri ingin berteriak agar kedua orang ini berhenti memperebutkan dirinya.

Memangnya apa yang mereka mau sih? Kenapa harus bertengkar seperti ini? Kan semuanya bisa dibicarakan secara baik-baik.

“Eh udah stop! Stop! Ini kenapa jadi tarik-tarikan gini sih? Sakit tau tangan Bella!” Protes Bella, kepalanya sungguh pusing ditambahkan kedua lengannya yang menjadi bahan tarikan, Bella sudah tidak kuat.

“Maaf...” Akhirnya Juan dan Ricky berhenti.

Sementara Adya dan Sean yang sedari tadi menonton perkelahian mereka hanya bisa terduduk manis pada kursi halte sembari merapalkan berbagai macam doa supaya mereka semua sadar dan tidak terluka.

“Mereka berantem ngerebutin Bella? Gak salah denger kan gua?” Adya melipat kedua tangannya di depan dada, ia masih tak menyangka bahwa Bella bisa diperebutkan oleh dua anak laki-laki berbeda negara itu.

“Baru kali ini gua liat mereka berantem cuma gegara cewek, mantep sih Bella.” Sean sama takjubnya dengan Adya, ia mengangguk bangga pada Bella.

Merasa lapar, Adya pun mengedarkan pandangannya melihat sekeliling, mencari dimana ada orang berjualan makanan.

“Sean, mau jajan...” Adya menepuk bahu Sean, sekaligus mengajaknya untuk jajan.

“Jajan apaan?” Tanya Sean mengikuti arah pandang Adya.

“Itu ada seblak, cilor, bilung, batagor, bakso.” Adya menunjuk beberapa makanan di seberang halte.

“Anjirr... kuy lah, gua laper nih tadi gak jadi sarapan.” Sean juga lapar, akibat rasa kesalnya tadi pagi ia jadi tidak berselera makan, dan kini perutnya mulai keroncongan.

“Iya, gua belom sarapan juga, bayarin ya.” Pinta Adya, jarang-jarang kan kekasihnya itu mentraktirnya.

“Dasar...” Biar bagaimanapun, perkataan Adya bagaikan sihir yang bisa membuat Sean bersedia.

Kembali lagi dengan tiga bocah yang penuh konflik rumah tangga ini.

Bella mulai berpikir bagaimana caranya agar mereka semua bisa berdamai tanpa memperebutkan dirinya.

Oke, Bella punya satu ide, semoga saja mereka setuju dengan pernyataannya.

“Udah kalian gak boleh berantem lagi, biar adil Bella punya kalian, puas!?”

“Gak!” Tolak mereka berdua.

Bella berdecak kesal, ia tidak mengira mereka akan menolaknya, ternyata ide itu tidak berhasil. Lalu mau bagaimana lagi?

“Bella, lu pasti gak inget kan semalem waktu lu kobam lu sempet cium gua, bahkan selama kita nganterin lu pulang, lu manggil-manggil nama gua mulu ketimbang nama Juan.” Jelas Ricky sengaja agar Bella tidak salah mengambil keputusan.

“E-emang iya?”

Bella benar-benar tidak mengingat satu kejadian pun semalam, terakhir kali yang ia ingat hanyalah pergi menuju restoran dan meminum beberapa minuman, setelahnya semua terasa lenyap begitu saja.

“Iya bener.” Sahut Juan.

“M-maaf Juan...” Bella menunduk, ia merasa bersalah, walaupun ia tidak ingat betul persisnya bagaimana, tapi ia mengaku dirinya memang bodoh.

“Gak apa-apa kok, orang mabuk kan gak pernah bohong.” Juan memaklumi kekasihnya itu.

Lagipula hubungan mereka dulu memang tidak seserius itu kan? Jadi Bella tidak sepenuhnya salah jika mengharapkan sesuatu yang lebih dari Ricky.

Toh, Juan juga yang meminta Ricky menjaga Bella. Juan hanya terbakar api cemburu, karena tanpa Juan sadari ia telah menaruh rasa pada sosok Bella.

“Sekali lagi maafin Bella ya Juan, Bella ngaku Bella salah.” Lirih Bella di iringi isak tangis terakhirnya.

“Iya sayang.” Juan tak tega melihat Bella yang masih saja menangis, ia pun menariknya kembali dalam dekapannya.

“Berarti gua juga boleh manggil Bella sayang dong?” Celetuk Ricky.

“Lu siapa anjing?” Juan menatap Ricky sinis, tidak mau miliknya diambil alih oleh orang lain.

“Ya kan Bella punya gua juga, wleee...” Ricky menjulurkan lidahnya, meledek Juan.

“I-iya boleh Ricky.” Bella jadi tersipu malu karena rasanya ia jadi mempunyai dua pacar sekaligus.

“YES!” Ricky melompat-lompat saking senangnya, sedangkan Juan hanya bisa berdecih kesal.

Kini Bella mengerti dimana letak kesalahannya bersama Juan dan Ricky.

Dan untuk memperbaiki semuanya Bella harus bersikap adil pada keduanya, karena pada dasarnya Bella sudah menaruh harapan pada dua orang sekaligus.

Huh, mulai sekarang Bella akan berhati-hati jika minum di tempat umum agar kejadian semalam tidak terulang kembali.

“Ayo kita berangkat ke sekolah, nanti telat bisa berabe.” Ajak Ricky, sampai lupa kalau mereka harus pergi ke sekolah tercinta.

“Gak mau obatin luka kalian dulu gitu?” Tanya Bella, ia khawatir dengan wajah mereka yang babak belur, takut infeksi.

“Gampang, nanti obatin aja di UKS.” Balas Juan santai.

“Iya, Bella yang obatin ya.” Ricky mengedipkan sebelah matanya, menggoda Bella.

“B-boleh.” Bella mengangguk kaku, ada-ada saja kelakuan mereka.

Ricky menaiki motornya (motor Sean sih) dengan tingkat percaya diri yang tinggi, ia sedang berbahagia.

“Ayo naik sama gua, Juan tinggal aja, huuu!” Ricky memberi gestur mengusir Juan.

“Apa-apaan lu? Bella berangkat sekolah sama gua!” Juan mencegah lengan Bella agar tidak menaiki motor tersebut.

“Eh, tapi Bella bawa motor kok.” Hampir saja Bella melupakan motor ayahnya itu, kalau sampai hilang bisa mati dia.

“Mana?” Tanya Juan melihat sekeliling.

“Itu disana.” Tunjuk Bella pada motor yang dimaksud. “Sebentar Bella ambil dulu.”

“Eh gak usah, sini kuncinya, biar Juan aja yang ambil, Bella tunggu sini.” Bella memberikan kunci motornya pada Juan.

“Bella, ayo cepet naik! Kita jalan duluan ke sekolah nanti Juan nyusul dari belakang.” Usul Ricky yang sebenarnya berniat untuk meninggalkan Juan.

“Tapi kan—”

“Udah percaya sama gua, Juan bakal jalan di belakang kita.”

“Emang gak apa-apa?”

“Yee, pake nanya, ya gak apa-apa lah, ayo cepet keburu telat nanti kena hukuman militer.”

“Oke-oke, tapi Ricky jangan ngebut ya.”

“Chill, pegangan yang kuat ya.”

Bella tanpa curiga naik pada motor yang Ricky kendarai, berharap Juan memang akan menyusul mereka nanti.

Ketika Juan berhasil membawa motor Bella, ternyata dirinya di tipu oleh Ricky. Mereka berdua meninggalkannya sendirian.

“Wah anjir sialan, gua ditinggal, awas aja lu Ricky, gua bales tar.” Kesal Juan kemudian melajukan motor Bella mengejar motor Ricky yang tak begitu jauh darinya.


“Mau makan apa?” Sean bertanya ketika mereka berkeliling mencari sesuatu untuk dikonsumsi.

Ibarat bazar, di sini banyak orang yang menjual makanan, minuman bahkan pakaian.

“Ini enak kali ya, bakso sama es teh.” Adya menunjuk salah satu menu di gerobak pedagang.

“Boleh, pak pesen 2 ya pedes, makan disini.” Pinta Sean pada sang penjual.

Adya menepuk pelan dada Sean, memangnya tidak apa-apa menghabiskan disini, bukankah mereka sebentar lagi akan masuk sekolah?

“Emang keburu makan disini?” Tanya Adya cemas, pasalnya mereka sudah menghabiskan waktu lama hanya dengan berkeliling.

Sean berpikir sejenak, ia memprediksi berapa jumlah waktu yang harus mereka gunakan selama makan disini.

“Keburu, sekarang aja baru jam 6.00, makan kaga nyampe sejam kan lu?”

“Iya sih.”

Setelah menunggu beberapa menit, tibalah bakso beserta es teh yang mereka pesan tadi, saatnya makan.

“Kalo di inget-inget lucu ya waktu pertama kali kita ketemu, eh sekarang malah jadi pacar beneran.” Celetuk Sean sembari menyuap bakso miliknya.

“Ya mau gimana semua karna Dinda, eh gak deng, gegara Raina anjir! Kalo aja dia gak mata duitan, gua gak bakalan tuh yang namanya ngerusuh di kelas orang.”

Jujur, Adya menyesal sudah mengikuti saran Raina yang berujung malapetaka ini.

Coba saja mereka menolak tawaran Dinda sejak awal, pasti mereka akan menjalani hari-hari dengan tenang tanpa adanya konflik yang mengganggu mereka seperti sekarang.

“Tapi ada manfaatnya juga kan.” Sean mengangkat satu alisnya.

“Apa manfaatnya?”

Menurut Adya selama ia dan teman-temannya menjalankan misi dari Dinda tidak ada tuh manfaat yang di dapatkannya, yang ada malah kesialan.

“Ketemu gua contohnya.” Goda Sean disertai kekehan halus.

“Sial ketemu lu mah.” Canda Adya.

“Anjir, gak boleh gitu lu ama calon suami.”

“Apaan calon-calon?”

“Aamiin gitu kek.”

“Aamiin Ya Allah...”

“Nah gitu dong.”

CHUU…

Karena gemas Sean tanpa sadar mencium pipi Adya. Masa bodoh mereka akan dilihat banyak orang, pokoknya Sean gemas dengan kekasihnya itu.

“Heh, sembarangan banget lu cium-cium disini.” Adya mencubit lengan Sean.

Gadis itu kan jadi malu, tidak enak juga menjadi bahan tontonan banyak orang, bisa disangka pasangan mesum mereka.

“Gak apa-apa, abisan lu gemes banget.” Sebuah pujian langka yang keluar dari mulut Sean.

“Helehh, tumben...” Adya sedikit geli mendengarnya.

“Mau gua bilang gendut?”

“Tampol!”

Ya, mereka memang tidak pernah berubah, dimana ada momen manis maka akan diakhiri oleh momen menyebalkan.

Setelah selesai makan, mereka kembali ke depan halte, tempat terakhir kali mereka berpisah dengan Ricky, Juan dan Bella.

Namun kemana mereka semua? Apa mereka baru saja pergi?

“Nah kan bagus.” Sean sudah menduga hal ini akan terjadi. Apalagi motor kesayangannya itu dipakai oleh Ricky sembarangan, awas saja kalau nanti bensinnya sampai habis.

“Ini kita ditinggal?” Adya tak menyangka Bella akan meninggalkan dirinya bersama orang paling menyebalkan di dunia, kekasihnya itu memang terkadang menyebalkan.

“Tuh kan lu sih pake jajan segala.” Sean mulai mencari perkara dengan Adya.

“Lah apaan? Lu juga jajan ya pea.” Adya yang pada dasarnya mudah tersulut emosi pun langsung membalas Sean.

“Terus sekarang gimana? Masa iya kita jalan?” Tanya Sean frustasi.

“Ya gak apa-apa jalan, orang deket anjir sekolah.” Balas Adya tak kalah frustasi, ia sebenarnya malas berjalan kaki tapi mau bagaimana lagi?

“Pala lo deket, mayan anjir jalan, ini udah jam 6.15 ya, jalan bisa 10 menit kali, capek.”

“Dasar remaja jompo, gitu doang capek.”

“Apa lo ngatain gua? Ribut?”

DOR!

Mereka sontak terkejut dan saling memandang dengan panik.

Suara apa itu? Seperti suara tembakan, apakah ada teroris yang sedang menyerang di sekitar mereka? Sungguh mengerikan, mana mereka masih sekolah.

“Wanjir apaan tuh?” Sean mencoba mencari tahu dari mana suara itu berasal.

“Suara tembakan gak sih?” Sahut Adya, mengikuti arah pandangan Sean.

Mereka melihat adegan kejar-kejaran layaknya di sebuah film aksi, dimana beberapa polisi mengejar sebuah mobil dengan kecepatan tinggi, sudah dipastikan orang yang mengendarai mobil tersebut adalah seorang pembalap atau mungkin perampok.

“Perasaan gua kenal tuh mobil, kek mobilnya bang Reyhan anjir.” Sean menyipitkan matanya, entahlah ia merasa familiar dengan mobil buronan itu.

“Halu lu, ya kali kak Reyhan dikejar polisi, eh tapi bisa aja sih gegara kejadian semalem, tapi masa iya?” Adya jadi penasaran.

Apakah itu memang benar mobilnya Reyhan, tapi tidak mungkin kan? Polisi sudah menetapkan Dinda sebagai tersangka, jadi untuk apa polisi menangkap Reyhan.

“Tapi tadi kaya bang Sat, apa gua beneran halu?” Kini, Sean mengira buronan tersebut adalah Satya, kakak sepergeludannya.

“Udah ah yok, kita cari angkot aje dah.”

Baru saja Adya ingin menarik Sean untuk melanjutkan perjalanan mereka, tapi satu hal kembali mencuri perhatian mereka.

“Woyyy ada kecelakaan!” Pekik Sean, sebuah kejadian langka baginya, ini harus diabadikan dan dilihat sekali seumur hidup.

“Eh iya, ayo liat!” Adya juga terpancing untuk melihatnya.

Mereka berdua menghampiri lokasi kecelakaan dari jarak dekat, hanya ada satu korban yaitu polisi yang tadi sempat terlibat aksi kejar-kejaran bersama mobil buronan.

“Kenapa pak?” Tanya Sean pada salah satu orang disana.

“Itu ada mobil polisi nabrak lampu lalu lintas.” Jelasnya sembari menunjuk beberapa barang bukti.

Untungnya sang korban hanya mengalami luka ringan namun tetap dilarikan ke rumah sakit terdekat.

“Eh Sean liat...” Adya menepuk pundak Sean agar melihat ke arah TV billboard.

Berikut sekilas info pagi ini, semalam telah terjadi pembunuhan berencana yang dilakukan oleh seorang gadis berinisial D pada sebuah pesta ulang tahun teman sekelasnya yang di selenggarakan di The Westin Hotel, Jakarta.

Motif dari pembunuhan ini diduga karena pelaku ingin melakukan balas dendam pada sang pemuda pemilik pesta, namun berujung salah sasaran yang mengenai tamu lain, untungnya saja tamu tersebut bisa membela diri dan hanya mendapatkan luka ringan.

Kini pelaku resmi di keluarkan dari sekolah dan di jatuhi hukuman setengah tahun penjara.

Sekian sekilas info pagi ini, terima kasih dan sampai bertemu lagi.

“Luka ringan? Sinting juga nih reporternya, Raina ampe gak bisa jalan gitu dia bilang luka ringan?” Adya kesal mendengarnya.

Semua yang diucapkan reporter tadi tidak sesuai dengan fakta. Baiklah mari kita berpikir positif mungkin saja reporter tersebut tidak bisa membedakan mana luka ringan dengan luka fatal.

“Anjir gua gak nyangka bisa masuk berita juga.” Sean merasa bangga setelah melihat dirinya masuk ke dalam acara berita. Ya walaupun cuma beberapa potongan, mereka lebih sering menyorot Dindan.

Adya ingin memberitahu teman-temannya lewat grup chat. Ia merogoh tuh saku celana tapi mengapa ponsel kesayangannya itu mendadak hilang? Kemana dia? Tidak mungkin jatuh kan? Tolong jangan.

“Sean, lu liat hp gua dimana gak?” Adya bertanya pada Sean, bisa saja kan bocah itu menyembunyikannya.

“Gak tau, kan lu yang pegang.” Sean mana tahu, bukankah sedari tadi Adya terus memegang ponselnya? Apa jangan-jangan ketinggalan di tempat mereka makan tadi?

“Lah anjing, dimana hp gua!?” Adya panik bukan main, benda paling berharga di hidupnya itu hilang begitu saja.

“Coba nih miss call pake hp gua.” Sean merogoh saku celana.

Sial mengapa ponselnya juga tidak ada? Kemana ponsel mereka berdua? Apa disini rawan copet?

“Bentar, hp gua mana juga? Kok gak ada.” Sean panik.

Gawat jika sampai benda itu hilang karena semua tugas serta bahan gosip yang telah ia kumpulkan beberapa waktu lalu bisa hilang dalam sekejap, itu tidak boleh terjadi.

“Hati-hati dek disini banyak copet.” Bisik salah seorang pedagang buah disana.

Adya dan Sean saling berpandangan, keringat dingin mulai membasahi tubuh mereka.

“DEMI APA!?”

“Eh masa iya di copet?”

Sial sekali mereka hari ini. Tahu begitu mereka lebih baik menonton pertarungan antara Juan dan Ricky daripada makan malah berujung kehilangan ponsel.

Namun Adya dan Sean tidak mudah menyerah, mereka yakin ponsel mereka masih ada di sekitar sini, mungkin saja kan tertinggal di suatu tempat.

“Sean, coba cari lagi, siapa tau jatoh di sekitar sini.” Adya mengajak Sean untuk mencari lebih teliti, jangan lewatkan satu sudut pun agar mereka tidak terkecoh.

“Aduh, lu sih tadi pake ngeliat kecelakaan dulu, mending langsung ke sekolah aman.” Sean kembali memancing perdebatan.

“Kok lu nyalahin gua sih? Lu juga malah nonton berita, ngapain coba?” Adya jelas tidak terima disalahkan begitu, toh salah Sean juga kan, siapa suruh malah mengikutinya.

“Et itu kan lu yang ngajakin.”

“Ya tapi masa gak kerasa kalo hpnya jatoh atau di copet, goblok.”

“Ya gua mana tau kalo bakalan di copet anjir.”

“Ah udah bodo amat, ayo cari dimana hpnya, ribut mulu capek.”

“Lu yang mancing keributan.”

Ya, begitulah love language pasangan manis ini, semoga saja ponsel mereka ketemu dengan kondisi baik.


Pagi ini Raina sedang bersantai di sofa ruang tamu sembari menonton film pada layar laptopnya.

Ya, akibat kecelakaan yang menimpa dirinya semalam, ia jadi kesulitan untuk berjalan.

Baginya ini tidak terlalu parah sih, hanya saja sang kakak tidak mengizinkannya masuk sekolah.

Kakak perempuan yang bernama Ara itu sangat khawatir saat mengetahui kondisi adiknya yang sekarat, namun Raina sendiri justru terlihat santai ketika tiba di depan rumah.

Sungguh luar biasa.

Ara bahkan rela meminta izin dari pekerjaannya untuk menemani Raina agar tidak sendirian di rumah, terlebih lagi adiknya itu belum bisa melakukan aktivitas dengan benar.

“Raina, kakak beli bubur dulu ya, kamu jangan aneh-aneh.” Perintah Ara sebelum meninggalkan rumah.

“Hooh.” Raina mengangguk.

Mendengar suara pintu di tutup, Raina pun mendengus kesal, padahal ia kan bisa saja masuk sekolah dan mengikuti ulangan Matematika.

Kakaknya itu terlalu berlebihan, dia tidak tahu saja kalau Raina ini gadis yang kuat.

Dengan malas Raina mengambil ponsel untuk mengirimkan pesan kepada teman-temannya.

Ketika dirinya membuka aplikasi tersebut, seketika ia mengingat obrolannya semalam bersama sang mantan kekasih.

Raina merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia melakukan hal jahat seperti itu kepada Mahesa yang jelas-jelas sudah berbaik hati padanya.

“Aduh bego banget sih gua, seharusnya jangan gua blok, pasti itu orang jadi ovt.” Raina memukuli kepalanya menggunakan benda persegi panjang itu.

TOK! TOK!

Raina tersentak mendengar suara ketukan pintu dari arah depan.

Siapa yang bertamu pagi buta begini? Apa itu kurir pengantar paket? Atau malah kakaknya yang sudah selesai membeli bubur? Eh tapi kalau itu kakaknya kenapa harus mengetuk pintu? Kan tinggal masuk saja.

Berarti benar, itu pasti kurir pengantar paket.

Ingin rasanya Raina berteriak dan menyuruh sang kurir agar menaruh paket tersebut di depan pintu rumah tapi sepertinya itu tidak sopan.

Akhirnya Raina memaksakan diri untuk berjalan menuju pintu depan.

Ketika Raina membuka pintu, pandangan pertama yang dilihatnya bukanlah seorang kurir pengantar paket, melainkan sosok yang ingin sekali ia hindari sekarang.

Raina kembali menutup pintu rumahnya rapat-rapat, ia tidak mau berurusan dengan orang itu lagi.

TOK! TOK! TOK!

Pintu tersebut makin di ketuk secara brutal hingga membuat Raina ketakutan, memangnya semarah apa orang itu sampai datang ke rumahnya?

Lagipula dia mau apa kesini? Meminta penjelasan? Ah, pasti karena Raina memblokir kontaknya.

“Buka pintunya Raina!” Pekik orang itu dari luar, bahkan nadanya terdengar tidak ramah.

“Gak mau!” Tolak Raina tegas.

“Buka atau dobrak?”

Raina memilih diam, ia harus bagaimana? Tidak mungkin kan membiarkannya masuk begitu saja?

Lagipula apa yang dia lakukan disini? Kenapa tidak pergi ke sekolah? Wah, mencurigakan.

“Satu...”

Raina menutup mulutnya panik, dasar orang gila, memangnya dia siapa ingin mendobrak pintu orang sembarangan?

“Dua...”

Keringat dingin mulai mengalir di sekujur tubuh Raina, kini ia takut orang itu benar-benar akan mendobrak pintunya, apa ia harus menelpon polisi? Eh tapi itu terlalu berlebihan.

Apa ia harus menelpon kakaknya? Tapi apa kakaknya akan percaya? Raina kan suka mengarang cerita saat berbicara dengan sang kakak.

Lalu apa yang harus ia lakukan?

Bersembunyi?

Ya, mungkin itu pilihan terbaik.

“Tiga!”

Orang itu berhasil membuka pintu hanya dengan sekali tendangan, Raina menutup hidung dan mulutnya untuk menahan nafas.

Tanpa disangka orang itu menutup pintu rumah Raina dan...

“Ngapain ngumpet disitu?”

“Hai...” Raina meneguk salivanya kasar. “Mas... eh maksudnya, He... eh bukan, Mahesa... eh salah, Kak... Iya, Kak Mahesa, ada perlu apa?”

Raina berusaha tetap tenang walau jantungnya sudah serasa ingin loncat.

Ingatkan Raina kalau bersembunyi dibalik pintu adalah kesalahan dan konyol.

“Gimana keadaan kamu?” Mahesa memajukan dirinya dan mengunci pergerakan Raina.

Pasrah, satu kata yang mendeskripsikan dirinya sekarang. Mau melarikan diri juga percuma, kakinya tidak bisa diajak bekerja sama.

“Baik, kak Hesa sendiri apa kabar?” Raina menunduk, ia tidak berani menatap mantan kekasihnya itu.

Raina merasa ada yang berbeda dari pemuda itu. Ya lihat saja penampilannya yang jauh berbeda dari kata seorang pemimpin, ini lebih terlihat seperti siswa berandalan.

Bahkan tercium aroma alkohol dari tubuh pemuda tersebut, Raina mulai mengerti dengan situasi ini.

“Buruk…” Lirih Mahesa tanpa melepas pandangannya dari wajah Raina.

Raina mempoutkan bibirnya cemberut, jujur ia sungguh menyesal. Apa semua ini karena ulahnya?

Baiklah, Raina siap menerima konsekuensinya, ia tidak masalah jika Mahesa akan memarahinya habis-habisan.

“Gara-gara kita putus ya? Iya aku minta maaf, kak Hesa boleh marah sama aku sepuasnya.”

“Siapa yang mau marah?” Mahesa semakin mengikis jarak diantara mereka, membuat Raina benar-benar menahan nafasnya.

“Te-terus kakak ngapain dobrak pintu rumah aku?” Raina mau menangis, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

Raina hanya bisa merapalkan beberapa doa agar dirinya aman, siapapun tolong sadarkan Mahesa jika pemuda itu memang mabuk.

“Raina jahat sama Hesa… hiks…”

Gadis itu segera mendongak, memastikan bahwa pendengarannya tidak salah.

Eh, Mahesa menangis? Ini pertama kalinya Raina melihat lelaki itu menangis. Sepedih itu kah rasa yang Mahesa pendam untuknya?

Raina bingung harus berekspresi bagaimana, disatu sisi ia ingin tertawa tapi disatu sisi lain ia juga ingin menangis.

“Kak? Kak Hesa jangan nangis dong, kan aku jadi mau ikutan nangis...”

Tanpa diduga, Mahesa tiba-tiba saja memeluk Raina dengan erat seakan-akan takut apabila nantinya gadis itu lari dari dekapannya.

Jelas, hal tersebut membuat Raina tidak bisa menahan tangisnya, ia sungguh menyesal sudah mengakhiri hubungan mereka.

“Hesa sayang banget sama Raina tapi Raina malah ninggalin Hesa.”

“Gak kok, aku gak ninggalin kakak, aku minta maaf, aku emang egois, aku salah karna gak mikirin perasaan kakak sebelumnya.”

“Terus kenapa Raina blok Hesa?”

“Ah gak tauuu, aku itu bingung harus gimana lagi, aku jadi ngerasa serba salah.”

Raina tahu dirinya memang bodoh, seharusnya ia bisa mencari cara lain tanpa menyakiti perasaan Mahesa, ia terlalu cepat mengambil keputusan yang salah.

“Raina masih mau gak jadi pacar Hesa? Hesa kangen…”

Bohong jika Raina tidak mencintai Mahesa, karena pada dasarnya ia sudah jatuh ke dalam pesona Mahesa sejak lama, denial memang menyebalkan.

“Iya, aku mau kok jadi pacar kakak lagi, aku takut kehilangan kakak, kakak jangan pergi ya, kakak gak boleh pergi, aku butuh kakak.”

Kini Raina sudah memantapkan hatinya, ia tidak mau orang lain merebut kebahagiaannya.

Setelah suasana terasa lebih tenang, Raina mengajak Mahesa untuk duduk di atas sofa, dengan posisi berbaring tentunya, untung saja sofa milik Raina cukup panjang dan lebar.

“Kakak tuh tumben banget kaya gini, kak Hesa kobam ya?” Raina suka memainkan rambut Mahesa yang halus.

Entahlah, aura gelap saat pertama kali Mahesa datang ke rumahnya mendadak hilang dan berganti menjadi aura cerah layaknya seorang anak kecil yang polos.

“Tadi Hesa minum bir punya Satya.”

Raina menganga tak percaya, dugaannya ternyata benar. Mahesa memang dalam keadaan mabuk, pantas saja tingkahnya sangat berbeda dari biasanya.

Namun gadis itu tidak terlalu mempermasalahkannya, ia baru tahu bahwa kekasihnya akan lebih menggemaskan saat mabuk.

“Minum berapa banyak?”

“Satu, dua, tiga…” Mahesa menghitung menggunakan jarinya. “Lima! Lima kaleng!”

CHUU…

Raina tidak bisa menahan diri untuk mencium kekasih manisnya, ia bisa diabetes lama-lama.

“Ya udah deh kakak mabok aja terus, kakak lucu banget kalo mabok jadi kaya anak kecil.”

“Emang iya?” Mahesa menatap Raina dengan mata berbinar, bahkan ia mengedipkan matanya berkali-kali.

Lihat kan, bagaimana Raina menghadapi semua ini sendirian? Ia sangat lemah melihat pandangan seperti ini.

“Hu'um…” Raina mencium dahi sang kekasih. “Kakak gak sekolah?”

“Apa itu sekolah?” Mahesa memeluk bantal kecil disampingnya.

“Iya, apa itu sekolah?” Raina menyatukan dahi mereka berdua, menghantarkan rasa sayang. “Kakak disini aja gak boleh kemana-mana, lagian kakak lagi mabok, bahaya nanti diculik orang.”

“Raina, Hesa ngantuk…” Mahesa memanyunkan bibirnya lucu, suatu pandangan langka bagi Raina.

“Ya udah bobo disini aja.” Raina menyentuh setiap inci wajah tampan Mahesa, berhubung pemuda itu sedang mode menggemaskan seperti ini, padahal biasanya Raina tidak pernah berani melakukannya.

“Emang gak apa-apa?”

“Gak apa-apa lah, sini aku puk-puk biar cepet tidurnya.”

Dan beberapa saat kemudian hanya terdengar suara dengkuran halus dari keduanya, mereka sama-sama terlelap di atas sofa.


Aletta memang sengaja tiba lebih awal dari biasanya, ya sebenarnya tujuan utama gadis itu supaya terhindar dari omongan para murid nanti, karena biar bagaimana pun dirinya ikut terlibat dalam insiden buruk semalam.

Jam nunjukkan pukul 05.50 dimana area sekolah masih terlihat sepi, hanya ada beberapa murid saja yang mungkin diantara bisa dibilang anak ambis.

Aletta membuka loker untuk menaruh tas ranselnya dan mengambil beberapa buku pelajaran yang akan ia hadapi hari ini, seketika ia teringat sesuatu.

Ulangan Harian Matematika!

“Tolol, gua kan belom belajar!” Alhasil ia mengambil buku paket kesengsaraannya tersebut.

“Hai cantik...”

DUGH!

Saat hendak menutup pintu loker, Aletta dikejutkan oleh seseorang yang membuat dirinya melakukan aksi spontan hingga orang itu mendapat karmanya, salah sendiri mengagetkan Aletta.

“AZKA!” Aletta segera memeluk dan mengusap-usap kepala Azka yang habis terhantam pintu loker. “Sakit ya? Maaf-maaf.”

“Huhu... iya sakit banget...” Rengek Azka seperti anak kecil. “Kayaknya aku lupa ingatan deh.”

“Ih apa sih cuma kejedot gitu doang, lebay.” Aletta seketika mendorong Azka, dasar menyebalkan.

Azka tertawa melihat wajah kesal kekasihnya, jujur ia juga senang karena Aletta khawatir dengan kondisinya tadi.

Untuk mencairkan suasana, Azka pun ingin menunjukkan sesuatu kepada Aletta.

“Nih Al, liat aku bawa apa.” Azka mengangkat benda yang sempat ia bawa dari rumah, yaitu skateboard, teman masa kecilnya.

Aletta mengerutkan keningnya, untuk apa pula Azka membawa benda itu ke sekolah? Apa kekasihnya itu mau melakukan atraksi ekstrim? Eh memangnya Azka bisa bermain skateboard?

“Skateboard? Lu bisa main gituan? Yakin?” Entahlah firasat Aletta merasa tidak enak.

Azka merasa ternistakan mendengar ucapan Aletta, ia kira dirinya akan dipuji tapi malah sebaliknya.

“Ya yakin lah beb, kamu gak tau kan kalo aku dulu famous di Aussie karena jago main skateboard?” Azka mulai sedikit sombong.

Aletta mengangkat sebelah alisnya, “Gak tuh, muka lu gak meyakinkan.”

Azka menghela nafas panjang, memang perlu kesabaran ekstra berbicara dengan Aletta.

Baiklah ini waktunya Azka menunjukkan bakat terpendamnya agar Aletta semakin jatuh cinta.

“Oke, sekarang kamu lihat ya.”

Lelaki berdarah Australia itu mulai menjauh dari kekasihnya dan mengambil ancang-ancang untuk menjalankan skateboardnya secara profesional.

Aletta yang melihat aksi random Azka hanya bisa tertawa geli, ia akui bahwa kekasihnya sangat hebat dalam bermain skateboard, bahkan Azka tidak pernah gagal membuat Aletta membuka mulutnya dengan kagum.

“Keren kan?” Tanya Azka percaya diri, kali ini ia yakin Aletta tidak akan mengejeknya lagi.

“Iya keren.” Aletta merapikan surai hitam Azka yang berantakan.

“Ayo ke kelas!” Azka menarik lengan Aletta penuh semangat.

“Lu ke kelas bawa-bawa ginian? Taruh di loker dulu sana.” Suruh Aletta, pasti Azka akan ditegur oleh guru juga nantinya.

“Ah, tapi kan aku mau pamer ke temen-temen aku.” Azka mengerucutkan bibirnya kesal.

“Daripada disita ama guru, pilih mana?” Aletta melipat kedua tangannya di depan dada.

Azka akhirnya pasrah saja menuruti perkataan kekasihnya, lagipula ada benarnya juga sih.

Sembari menunggu Azka menaruh skateboardnya di loker, Aletta iseng berjalan menuju majalah dinding yang berada di dekat tangga, ia penasaran saja kenapa pagi ini majalah dinding tersebut terlihat sangat ramai dari biasanya.

Apakah ada sebuah berita menggemparkan hingga membuatnya jadi mencolok begitu?

Atau jangan-jangan itu berita tentang dirinya beserta ke-empat temannya? Wah gawat!

Belum sempat melihat dengan jelas, Azka sudah mengalihkan perhatian lebih dulu.

“Aletta, bukannya kamu nanti ada ulangan matematika? Udah belajar belum?” Tanya Azka.

Aletta menepuk dahinya, bagaimana ia bisa melupakannya hal itu untuk yang kedua kalinya? Dasar bodoh dan pelupa.

“Aduh iya lupa, gua belom belajar.” Ucap Aletta pusing.

“Ya udah, ayuk kita belajar di Perpus.” Saran Azka, ia tahu perpustakaan adalah tempat belajar paling tenang.

Perpustakaan berada di lantai dasar, jadi tanpa pikir panjang pun mereka memutuskan untuk pergi menuju kesana dan melupakan majalah dinding yang penuh misteri tersebut.

Sepanjang perjalanan, Aletta merasa aneh dengan pandangan murid-murid terhadap dirinya dan Azka.

Benar kan, firasatnya tidak enak.

“Mereka liatin kita kaya gitu pasti gara-gara semalem Al, gak usah dipikirin.” Bisik Azka berusaha menenangkan Aletta.

Aletta memang tidak memikirkan kejadian semalam, yang ia takutkan hanya satu, yaitu foto-foto yang dimaksud oleh Raina tersebar.

Merasa tak tahan, Aletta akhirnya memberanikan diri untuk bertanya langsung pada salah satu murid.

“Kenapa lu liatin gua kaya gitu? Ada masalah lu sama gua?” Tanya Aletta dengan sarkas.

“Ng-nggak kok, tadi gua liat di mading, ada...” Balasnya gugup bukan main.

“ADA APA!?” Aletta mengguncang kedua bahu murid itu.

“Ada foto... mirip banget sama lu, sama dia juga.” Lanjutnya sembari melirik Azka.

“Bangsat!”

Aletta berlari ke arah majalah dinding yang tak jauh dari perpustakaan dan benar saja ada banyak foto dirinya bersama teman-temannya disana.

Lebih parahnya lagi, foto-foto tersebut sangat tidak baik untuk diumbar dihadapan publik, apalagi kalau sampai guru tahu, bisa bahaya.

Aletta memukul kasar kaca majalah dinding itu, sia-sia memang. Kenapa sih majalah dinding sejelek ini harus di lindungi kaca? Berlebihan.

Sekarang dimana Aletta harus mencari kuncinya? Siapa pula yang memegang kunci majalah dinding? Ia kan tidak kenal para anggota mading kecuali Anna.

Tunggu—

“Aletta, kok kamu ninggalin aku sih?” Azka kesal karena dirinya ditinggal begitu saja oleh kekasihnya, padahal kan ia juga penasaran dengan foto yang dimaksud.

“Azka liat.” Aletta menunjukkan majalah dinding di depannya.

“Heh siapa yang bikin artikel kaya gini?” Azka jelas panik, jangan sampai ayahnya tahu tentang ini.

“Gua tau siapa pelakunya.” Aletta kembali berlari meninggalkan Azka.

“Eh tungguin kali Al, capek tau lari-lari terus.” Keluh Azka yang masih tetap mengejar Aletta.

Sesampainya Aletta di lantai tiga, tempat dimana kelas Anna berada, ia pun langsung masuk ke kelas gadis itu tanpa ragu.

BRAK!

Aletta menendang meja Anna dengan keras hingga membuat gadis itu terkejut dan berdiri dari tempat duduknya, takut dengan kedatangan Aletta.

Anna sudah menduga hal ini akan terjadi, ia bingung harus menjelaskan apa pada Aletta karena mau bagaimana juga Aletta pasti tidak akan mempercayainya lagi.

Bagi Aletta, nama Anna sudah tidak ada tempat untuk diberi belas kasih, jadi memohon dengan cara apapun tidak ada gunanya.

“LU KAN YANG BIKIN ARTIKEL SAMPAH KAYA GITU DI MADING!? NGAKU LU ANJING!” Aletta menggebrak meja tak kalah keras.

Semua murid yang mendengar keributan tersebut jelas penasaran dan mulai menonton mereka.

“Oh gua tau, lu udah kehabisan bahan kan ampe lu nyebar foto gua sama temen-temen gua gitu? Gak punya otak lu ya?” Aletta menoyor kepala Anna.

Mungkin adegan di atas terlihat seperti Aletta yang sedang membully Anna, apalagi Anna malah menangis karena tidak berani menjawab Aletta.

Aletta memutar matanya, ia tidak mau orang-orang berprasangka buruk melihat adegan menyebalkan ini, alhasil ia mencoba bertanya sedikit lebih halus dan sopan.

“Ck, gua gak butuh air mata buaya lu, gua cuma mau nanya dimana kunci madingnya?” Bisik Aletta. “Gua gak peduli deh mau lu atau siapa yang bikin artikel sialan itu, intinya gua butuh kinci mading sekarang!”

“Bukan gue yang bikin artikelnya Aletta, sumpah bukan gue hiks...” Akhirnya Anna berani bersuara.

“Kalo bukan lu siapa anjing? Itu foto-foto dari hpnya Dinda kan? Nah hpnya aja di elu.”

Anna menggeleng kuat, “hpnya ilang Al, gue minta maaf hiks...”

“Bajingan!” Aletta mengusak kasar rambutnya.

Kenapa masalah ini jadi semakin rumit?

“Ya udah, gua butuh kunci madingnya, mana?” Pinta Aletta setengah frustasi.

“Bukan gue yang pegang kuncinya.” Ucap Anna jujur, ia memang tidak pernah di izinkan untuk menyimpan kunci tersebut.

“TERUS SIAPA!?”

“Kak Daffa, temen sekelasnya kak Azka.”

Jadi, target utama Aletta ternyata adalah Daffa sang ketua ekskul Mading.

“Permisi-permisi...” Azka datang menghampiri mereka.

“Azka, ayo kita cari Daffa.” Aletta menarik dasi Azka agar mau mengikutinya.

“Astaga, baru juga nyampe sini.” Azka lelah harus naik turun tangga, kok bisa kekasihnya itu tidak merasa lelah sama sekali?

“Lo juga ikut Anna!” Perintah Aletta menatap tajam Anna yang langsung diangguki oleh sang pemilik nama.

. . .

Bersambung...


WOYY AKHIRNYA NIH CERITA UPDATE JUGA SETELAH SEKIAN LAMA 😭

Gimana-gimana kangen banget pasti kan? Hehehe…

Sabar ya ini udah mendekati tamat, jadi siapa sebenarnya yang menyebar foto tersebut? Masih misteri 🌚

Jangan berharap lebih dari cerita ini ya, karena author sendiri suka bingung harus lanjut kaya gimana lagi terus endingnya itu enaknya gimana. Tapi tenang aja endingnya pasti happy kok, males yang angst-angst gitu 😒

Kalo ada saran atau kritik silahkan hubungi langsung authornya, dia baik kok gak gigit 😊

Sampai ketemu di part selanjutnya… 🥰


#SweetBetrayal