Rakyu

SweetBetrayal

Part 19 : Opening Sequence


Mungkin kalian sempat bertanya-tanya kemana perginya Anna setelah pesta Reyhan berakhir?

Hmm... Gadis itu baru saja melakukan kesalahan yang sangat fatal.

Bagaimana tidak? Ponsel Dinda yang semula ada di sakunya tiba-tiba menghilang.

Sepertinya benda itu terjatuh di suatu tempat, tetapi ia belum bisa menemukannya dan itu membuatnya panik.

Memang awalnya Anna berniat jahat untuk menyebarkan semua foto Raina dan teman-temannya bersama kekasih mereka di majalah dinding sekolah agar Raina menyesal telah mengkhianatinya.

Untungnya semua niat jahat Anna tidak di restui oleh takdir, kini ia lah yang merasa bersalah karena sudah menghilangkan barang bukti penting tersebut, ia takut jika nantinya ponsel Dinda akan jatuh ke tangan orang yang salah.

“Mampus gue, dimana sih itu hp!? Nyusahin aja anjir.” Anna mulai frustasi.

TING!

Anna terkejut mendengar suara notifikasi dari ponselnya, ia pun memeriksa siapa nama pengirim pesan ditengah kepanikannya ini.

Sangat tidak terduga kalau ternyata orang itu adalah Raina yang membuat Anna memutar kedua matanya dan dengan terpaksa membuka isi pesan tersebut.

Jujur, Anna sedikit mengharapkan bahwa Raina akan menjelaskan bahwa hubungannya bersama Mahesa hanyalah sebuah setingan belaka atau apalah itu, yang jelas ia tidak suka jika mereka memiliki hubungan spesial.

Seketika air mata Anna menetes setelah membacanya, ia tidak menyangka temannya akan melakukan hal diluar nalar seperti itu, ia merasa malu sudah berperasangka buruk pada Raina yang sebenarnya sangat tulus dan rela mengalah demi dirinya.

Pantas saja Mahesa lebih memilih Raina dibandingkan dirinya, saat kejadian di lift saja Anna bisa melihat betapa sayangnya Mahesa pada gadis itu.

Benar, bukankah seharusnya ia turut senang kalau temannya sudah mendapat kebahagiannya sendiri, kenapa pula ia harus menghalangi hubungan mereka hanya karena dirinya yang lebih dulu menyukai Mahesa daripada Raina.

Anna tidak sanggup membalas pesan Raina, ia melempar ponsel miliknya dan menyesali perbuatannya, bagaimana bisa ia dengan cerobohnya menghilangkan barang penting yang bisa merusak kebahagian banyak orang itu.

Hanya tangisan sendu Anna yang menggema di sepanjang koridor hotel.

Tanpa Anna sadari, ada seseorang dari balik tembok yang sedang menertawakan kesedihannya, orang itu memegang barang yang dicari-cari Anna sejak tadi…

Ya, ponsel Dinda.


Akibat kerusuhan yang terjadi di pesta Reyhan semalam, kini membuat kediaman para pemuda tampan itu cukup berbeda dari biasanya.

Mereka jadi lebih banyak diam dan tidak berkomunikasi satu sama lain, siapa lagi kalau bukan oknum bernama Reyhan, Satya, Juan dan Ricky. Rupanya mereka masih menyimpan dendam pribadi.

Suasana hening yang tercipta di meja makan sekarang sangat membuat Sean gemas. Kenapa mereka jadi secanggung ini? Sebenarnya apa yang terjadi?

Azka juga heran, ia melirik kesebelah kanan dan dan kiri, sebagian temannya justru sibuk dengan pikiran mereka sendiri sampai mendiamkan makanannya. Apa yang mengganggu mereka?

BRAK!

Sean memukul meja makan hingga membuat mereka semua terkejut dan reflek menoleh kearahnya.

“Sean kenapa sih? Di meja makan tuh gak boleh berisik!” Tegur Juan sambil memberikan tatapan tajam.

“Lu semua tuh pada kenapa sih? Kesurupan ya diem doang dari tadi?” Tanya Sean.

“Kita gak apa-apa, bener kata Juan kalo di meja makan itu gak boleh berisik Sean.” Sahut Mahesa, ia mengisyaratkan Sean agar duduk kembali di tempatnya.

Sean mendengus kesal, ia yakin mereka semua pasti menyembunyikan sesuatu darinya.

“Tau nih, lu ngapain sih gebuk-gebuk meja!? Ganggu aja!” Satya ikut memarahi Sean.

“Apaan sih lu bang? Ribut sini!” Tantang Sean, ia memang tidak ada takutnya melawan Satya.

SRET!

Reyhan berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan menuju dapur, ia baru saja menyelesaikan acara makannya lalu bersiap untuk memakai seragam sekolah.

“Eh bang Reyhan ngapa juga tuh? Bangkrut ya dia gegara semalem?” Tanya Sean sedikit berbisik.

Satya jelas tahu sumber perubahan sikap Reyhan, semua karena ulah kekasihnya—Shucy.

Meskipun Satya tidak sepenuhnya ingat kejadian semalam tapi ia yakin telah terjadi sesuatu antara Reyhan dan Shucy tanpa sepengetahuannya.

Untungnya tadi malam Shucy hanya mabuk dan melupakan semua hal buruk yang terjadi di antara mereka berdua, terutama putusnya hubungan mereka.

Senyuman iblis terukir di wajah tampannya, Satya senang karena pada akhirnya ia tetap menang dari Reyhan, mungkin mulai sekarang pemuda itu akan menjadi rivalnya.

Satya juga harus berhati-hati dengan Reyhan, bisa saja kan dia membongkar semua kejadian tadi malam pada Shucy. Oh, itu tidak boleh terjadi.

Satya segera meninggalkan meja makan, entah kenapa ia punya firasat bahwa Reyhan akan melakukan sebuah tindakan konyol seperti merebut Shucy contohnya.

Suasana meja makan kembali hening, Sean sudah muak dengan mereka semua, ia akhirnya memilih pergi dari sana.

Juan yang melihat kepergian Sean jadi merasa bersalah. Juan yang pada dasarnya tidak bisa jauh dari Sean pun langsung menyusul temannya itu dan mencoba menjelaskan semua permasalahannya dengan Ricky semalam.

Tersisa Mahesa, Azka dan Ricky di meja makan.

Ricky meremas sendok di tangannya, ia tidak bisa melupakan kejadian semalam, dimana Bella menaruh harapan lebih padanya.

Memikirkannya saja membuat kepala Ricky pusing, terlebih lagi perubahan sikap Juan yang menjadi dingin saat berbicara dengannya.

Ia takut merusak hubungan Juan dan Bella, walau Ricky tahu Bella dalam keadaan mabuk semalam tapi tetap saja ia merasa sudah menyelingkuhi kekasih temannya itu secara tidak langsung.

Bagaimana menjelaskan semua hal itu pada Juan? Apakah Juan akan menghajarnya sampai masuk rumah sakit? Atau mungkin sampai dirinya koma? Ricky seketika merinding membayangkannya.

“Ngapa lu Ky?” Tanya Azka khawatir.

Ricky menggeleng sebagai jawaban, ia menghela nafas lalu pergi ke arah dapur.

Azka tidak mengerti dengan tingkah aneh teman-temannya, apa mereka semua benar-benar kerasukan seperti yang Sean katakan tadi?

Karena tersisa dirinya bersama kakak tertua, mau tidak mau Azka harus menginterogasinya agar tahu permasalahan apa yang sedang mereka semua alami.

Azka melipat kedua tangannya sembari menatap tajam Mahesa.

Mahesa yang menyadari hal itu hanya melirik Azka sekilas dan melanjutkan acara makannya dengan tenang.

“Lu tau sesuatu kan bang, ayo ceritain ke gua sebenernya ada apa?” Tuntut Azka.

“Jangan tanya gua, gua juga bingung kenapa mereka jadi begitu. Ya paling masalahnya gak jauh-jauh dari hubungan mereka sama pacarnya.” Balas Mahesa, karena sebenarnya ia juga tengah memikirkan hubungannya dengan Raina.

Semalam Raina mengirimkannya sebuah pesan yang berisi permintaan untuk mengakhiri kesepakatan mereka, Mahesa memang menyetujuinya dan berpikir mungkin saja hubungan mereka akan berganti ke tahap yang lebih serius.

Namun nyatanya Raina justru memblokir kontak Mahesa, seolah-olah dia tidak ingin berurusan lagi dengannya.

Mahesa sempat berpikir, apa ia baru saja melakukan kesalahan besar sampai Raina ingin menjahuinya?

Padahal semalam hubungan mereka baik-baik saja, bahkan mantan kekasihnya itu tidak mau lepas darinya, sangat aneh bukan?

“Masalah sama pacar? Wah iya bang, semalem gua sama Sean juga hampir putus, untung aja ada Reyhan yang bantuin kita bujuk Aletta sama Adya.” Jelas Azka.

Menurut Azka kejadian semalam itu sungguh menegangkan, jika ia salah bicara sedikit bisa tamat riwayatnya, ia juga sangat berterima kasih pada Reyhan kalau saja tidak ada temannya itu disana mungkin saja sekarang ia sudah menjadi lelaki jomblo yang galau.

“Terus kalian masih pacaran?” Tanya Mahesa memastikan.

“Masih dong, tapi Ale minta gua jadi guru lesnya.” Azka agak meragukan kalimat terakhirnya itu, sepertinya menjadi guru les Aletta sama dengan bencana, jangan lupakan ucapan gadis itu yang selalu kasar padanya.

Mahesa tersenyum tipis, ia sedikit iri dengan hubungan adiknya.

“Bagus deh kalo masih pacaran, pertahanin tuh pacar lu, jangan sekali-kali lu berani nyakitin dia kaya yang dilakuin Satya ke Shucy.” Mahesa menepuk bahu Azka.

“Ya jelas gak mungkin lah, gua bukan cowok bajingan kek Satya.” Sindir Azka.

“Iya, gua percaya sama lu.” Mahesa pun beranjak dari tempat duduknya untuk mencuci piring.

“Kalo hubungan lo sama Raina gimana bang? Masih lanjut juga kan?” Tanya Azka penasaran.

Mahesa menghentikan langkahnya, ia menoleh ke arah Azka yang masih setia menunggu jawabannya. Apa ia harus memberitahu masalahnya dengan Raina?

“Woi sekolah! Masih aja makan lu pada.” Tegur Satya saat melewati ruang makan, ia sudah memakai seragam dan bersiap berangkat ke sekolah.

“Iya ini mau ganti seragam.” Sahut Azka lalu berdiri dari tempat duduknya.

“Lu juga bang, lu kan ketos harusnya berangkat lebih pagi.” Satya sok-sokan memperingati sang kakak.

“Iya ini gua mau cuci piring dulu, udah sana lu berangkat.” Mahesa sebenarnya agak curiga dengan Sunghoon, tumben sekali bocah itu berangkat pagi buta begini.

Ah, mungkin dia akan menjemput kekasihnya terlebih dahulu.

“Oke, doain gua selamat sampai tujuan ya, bye!” Pamit Sunghoon kemudian pergi mengendarai mobil Reyhan.

Mobil Reyhan? Ya, tanpa meminta izin sang pemilik mobil, Satya mengambil kunci mobil Reyhan secara diam-diam untuk menjemput kekasih manisnya.

Agar terkesan mewah saja sih, walau nyatanya memang tidak modal.

“Kasih gua aja piringnya biar gua yang cuciin.” Suruh Mahesa pada Azka, membiarkan adiknya itu lebih dulu berkesiap.

“Wah, makasih ya bang.” Azka pun langsung berlari menuju kamarnya.

Mahesa akhirnya berjalan menuju dapur untuk mencuci piringnya dan Azka.

Betapa syoknya ia ketika mengetahui banyak piring menumpuk di dalam wastafel, ternyata semua adiknya hanya menaruh piring mereka begitu saja tanpa mau membersihkannya.

Dasar, menambah pekerjaan saja.

Karena Mahesa anak yang penyabar, ia pun dengan terpaksa mencuci semua piring disana hingga bersih dan mengkilat.

Jujur saja, ia merasa kurang bersemangat hari ini, bahkan ia ingin membolos sekolah daripada nantinya ia tidak fokus selama pembelajaran berlangsung.

“Bang, lu liat mobil gua gak?” Reyhan panik karena mobil kesayangannya tidak ada di garasi.

“Di pake Satya tadi, emang dia g—“

“Wah emang bangsat tuh orang, gua pake dah motor lu.” Reyhan berlari ke kamar Satya untuk mencari kunci motor temannya itu.

Reyhan yakin Satya sengaja memakai mobilnya sebagai bentuk balas dendam dan ia tahu kemana tujuan pemuda itu sekarang.

Mahesa hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku kedua adiknya barusan. Biarlah mereka menangani urusannya sendiri, lagipula mereka sudah dewasa walau tingkah mereka masih kekanak-kanakan.

Setelah acara cuci piringnya selesai, Mahesa pun mulai merasa haus.

Mahesa membuka lemari pendingin, ia baru menyadari tidak ada satupun air mineral disana, hanya terdapat beberapa minuman kaleng seperti cola bahkan bir.

Bir? Siapa yang membeli bir sebanyak ini? Mencurigakan. Tapi Mahesa cukup tahu siapa pelaku utamanya.

“Bang, udah selesai cuci piring?” Tanya Azka yang sudah rapi.

Setiap hari Azka selalu berpenampilan menarik, lihat saja dari bentuk kaca matanya yang bulat serta papan skateboard di tangannya.

Entah pemuda itu akan melakukan pertunjukan apa nanti.

“Hm.. udah.” Mahesa sedikit terkejut dengan kehadiran Azka, takut adiknya itu akan salah paham. “Lu mau berangkat?”

“Iya, mau bareng gak? Gua tungguin nih.” Tawar Azka.

Biasanya Azka selalu pergi ke sekolah bersama Satya, namun pagi ini pemuda tersebut malah meninggalkannya begitu saja, sangat menyebalkan.

“Lu duluan aja deh, gua masih ada urusan.” Tolak Mahesa secara halus, lebih mengarah ke alasan sih.

“Dih boong banget, gua tau lu pasti mau ngapel dulu kan ke rumah Raina.” Tuduh Azka dengan seringainya.

Mahesa tanpa sadar menatap tajam ke arah Azka, mendengar nama gadis itu membuat pikirannya kembali terusik.

“Gak usah sok tau.” Mahesa mengambil sekaleng bir dari dalam kulkas dan meminumnya dalam sekali teguk.

Azka yang melihat aksi nekat Mahesa tersebut hanya bisa menelan ludahnya kasar, tadinya ia berniat untuk menghentikannya namun akibat tatapan tajam yang diberikan sang kakak padanya, nyali Azka seketika menciut.

“Bang, lu serius minum bir?” Azka bertanya dengan hati-hati, ia yakin Mahesa juga menyembunyikan sesuatu, terpampang jelas dari raut wajahnya yang nampak frustasi.

“Cuma satu kaleng mah santai.” Mahesa membuang kaleng kosong itu ke tempat sampah.

“Ya udah deh, gua duluan ye bang, jangan minum lagi.” Pamit Azka sedikit khawatir.

Mahesa mengangguk tanpa menoleh ke arah Azka, setelah merasa aman ia kembali membuka kulkas.

Ternyata satu kaleng belum cukup untuk melepas dahaganya, mungkin satu kaleng lagi.

Ah tidak, dua kaleng lagi.

Baiklah ini yang terakhir, lima kaleng saja lalu pergi ke sekolah.


Satya mengendarai mobil Maserati GranCabrio dengan kecepatan maksimal, ia bahkan tak segan-segan menerobos lampu merah dan hampir menabrak kendaraan lain.

Persetan jika dirinya akan terkena tilang nanti, selagi ini bukan kendaraannya maka semuanya aman terkendali, lagipula mobil Reyhan adalah jaminan besar untuk saat ini.

Jiwa pembalap mulai mengusai diri Satya, ia sengaja melakukan hal gila tersebut demi membuat Reyhan kesal.

Tanpa Satya sadari, Reyhan justru tengah mengejarnya dari belakang menggunakan motor yang biasa Satya pakai di arena balap.

Reyhan cukup takjub dengan kecepatan motor Satya yang mungkin bisa mengalahkan hewan cheetah sekalipun, meski Reyhan belum pernah mengendarai kendaraan secepat ini tapi ia mampu menandingi Satya.

“WOY SATYA! TURUN LU DARI MOBIL GUA, ANJING!” Teriak Reyhan saat berada di samping kendaraan Satya.

Satya jelas terkejut bukan main, bagaimana Reyhan bisa menemukannya? Dan yang lebih anehnya lagi, kenapa Reyhan bisa memakai motor kesayangannya? Ia kira temannya itu hanya bisa memakai mobil saja.

Melihat kegigihan Reyhan, ia jadi merasa tertantang.

Satya tertawa sinis kemudian melajukan mobilnya meninggalkan Reyhan jauh di belakang.

Reyhan mendecih melihat kelakuan Satya yang sudah kelewat menyebalkan itu, ia pun mencari cara agar lelaki tersebut kapok.

“Awas aja lu Sat…” Gumam Reyhan.

Akhirnya Reyhan pergi menuju pos polisi terdekat untuk melaporkan tindakan kriminal Satya.

Untung Reyhan pintar mengarang serta memainkan ekspresi sehingga para polisi langsung percaya tanpa ragu.

Ya, cukup dengan mengatakan bahwa dirinya habis di begal oleh seorang remaja SMA yang gila akan balapan sampai berani melanggar rambu lalu lintas.

Secara tidak langsung Reyhan telah membuat Satya menjadi buronan karena sekarang para polisi mulai memburu temannya itu.

Benar saja, firasat Satya makin tidak enak kala mendengar suara sirine polisi dari arah belakangnya.

Dan lagi, Satya mendengar suara teriakan menyebalkan Reyhan.

“SATYA! GUA GAK MAIN-MAIN, BERHENTI GAK LU SEKARANG! MOBIL GUA BUKAN BUAT KEBUT-KEBUTAN, BRENGSEK!”

Satya memutar kedua matanya, masih berusaha menghiraukan Reyhan.

“SAT! GAK USAH PURA-PURA BUDEG DEH! ASAL LU TAU AJA SEMALEM SHUCY NYIUM GUA! DAN LU PIKIR HUBUNGAN KALIAN MASIH LANJUT? LU BERDUA UDAH PUTUS!” Reyhan sengaja memancing emosi Satya.

Sesuai dugaannya, memang telah terjadi sesuatu antara Reyhan dengan kekasihnya, tapi berhubung Satya termasuk orang yang keras kepala maka ia tetap lanjut melajukan mobilnya.

Jujur, Satya kecewa mengetahui kenyataan pedih tersebut, ingin rasanya ia menabrak Reyhan agar lelaki itu sekalian menghilang dari dunia ini dan tidak mengganggu kebahagiannya lagi.

Satya melihat kaca spion, ternyata banyak juga yang mengejarnya, ia jadi penasaran apa yang Reyhan katakan kepada para polisi hingga membuatnya seolah-olah menjadi buronan kelas atas.

Seketika berbagai ide gila muncul dibenaknya, Satya meneliti setiap inci interior mobil Reyhan.

“Maserati GranCabrio huh?” Ia baru menyadari bahwa mobil Reyhan adalah sebuah mobil konvertibel, dimana mobil ini dapat dikendarai dengan atau tanpa atap pada tempatnya.

Satya pun segera mencari tombol untuk membuka atap mobil tersebut.

Tak lupa ia juga memutar sebuah lagu sebagai penyemangat hidupnya.

“WOYY REYHAN GUA GAK TAKUT SAMA LU! AYO KEJAR GUA KALO BISA!” Tantang Satya tidak tahu diri.

Emosi Reyhan memuncak, apalagi ketika mobil kesayangannya itu telah diutak atik oleh Satya, tidak bisa dibiarkan.

Dan terjadilah adegan balap-membalap bersama polisi di pagi hari yang cerah ini.

Karena pada dasarnya Satya merupakan seorang pembalap handal, ia pun mampu mengelabuhi para polisi.

Satya melewati banyak jalan pintas andalannya, terkadang ia juga menabrak samacam objek untuk menghambat perjalanan mereka.

Jangan khawatir objek yang dimak bukanlah manusia atau hewan melainkan benda-benda yang menghalangi di tengah jalan, seperti tempat sampah, kerucut lalu lintas dan lain sebagainya.

Reyhan sudah angkat tangan dengan aksi nekat Satya yang benar-benar menggambarkan seorang kriminalitas.

Tanpa sepengetahuan Satya, lelaki itu mengubah rutenya menuju ke rumah Shucy untuk memberitahunya suatu hal.


[DRUNK-CAT]
MOTTO : JANJI GA YUMYUM LAGI 😔☝️
Raina : WOYYY BANGUN LO SEMUAAA!!! KITA TRENDING DI BASE ANJ! SEKALI LAGI GUA PERJELAS... K-I-T-A T-R-E-N-D-I-N-G KITA TRENDING! MAMPUS GAK TUH! 😭

Adya : Apaan sih lu berisik pagi-pagi, ganggu orang tidur aje.

Raina : LU HARUS LIAT BASE SEKOLAH NJENG!

Adya : Alay lo ah pake capslock segala, mata gua sakit bego.

Raina : Eh seriusssss guaaa...

Shucy : Ada apa ini?? Shucy baru bangun tidur huhu..

Raina : Shucy, lo kemaren kobam yaa?? Plis lo sampe jambak rambut Satya begitu.

Shucy : Shucy jambak rambut kak Satya? Emang iya??? Shucy gak inget sama sekali😭😭😭 Tolong siapapun kasih tau Shucy semalem kenapa?😭

Raina : Yang gua tau semalem lu kobam bareng Bella. Itu juga si Bella ngapain ngereog di atas meja anj, bikin malu aja dah ah.

Adya : @Shucy bagus lu jambak rambut tuh buaya busuk, kenapa gak diputusin sekalian aja sih biar kapok?

Raina : Dari komennya sih banyak yang bilang Shucy udah mutusin Satya, tapi karna Shucy lagi kobam jadi banyak yang bantah. Katanya Shusat COTY.

Adya : Sesat kali nama kapalnya, siapa yang namain tuh?

Raina : Gua 😃🙏🏻

Adya : Gua maunya Shusat karam 🙏🏻

Shucy : Lohh kok gituuu? Perasaan kak Satya gak cerita apa-apa deh semalem. Kenapa Shucy bisa mutusin kak Satya?

Adya : Emang udah gua kata, itu anak setan gak bener, lu aja diboongin terus.

Raina : Dari komennya lagi, katanya sih Satya abis ciuman ama Shella, parahh bangettt anjirr.

Shucy : Emang iya? Raina gak bohong kan?

Raina : Ngapain gua bohong, semalem nyawa gua udah diambang maut.

Adya : Poor temen gua, tapi gua salut sama lu Ra, lu keren banget bisa ngelawan Dinda sampe titik darah penghabisan 👏

Raina : Sialan emang si Dinda, mana dia masih ada utang ama kita.

Shucy : Udah deh lupain dulu masalah Shucy sama kak Satya. Shucy mau tau gimana keadaan Raina sekarang? Raina gak apa-apa kan? Shucy takut banget Raina kenapa-napa 🥺 Coba ceritain Raina semalem diapain Dinda?

Adya : Kaki dia ditusuk Dinda pake piso, untung aja dia ngelawan coba kalo gak? Bisa wasalam kali.

Raina : Sans, ku anak SGM jadi kuat.

Adya : Sok kuat tai, dahal dia nangis-nangis dipelukan ketos.

Raina : Eh jangan buka kartu dong 😭

Shucy : Raina serius, kalo sampe Raina kenapa-napa nanti Shucy nangis nih 🥺

Raina : Gemes banget sih lo, mending pacaran sama gua aja daripada sama Satya brengsek 🙏🏻

Adya : Najis.

Raina : Iri bilang bos 😗

Shucy : Ihh Raina...

Raina : Iya gak apa-apa sayang, aku baik-baik saja, selagi ada kamu.

Shucy : Raina pasti ketularan kak Hesa.

Raina : KAGA WOY!

Aletta : Oyy, gua abis buka base barusan. Sumpah gua malu banget ngeliat Bella nungging-nungging di atas meja resto. Dia yang bertingkah, gua yang malu bgsd.

Raina : Yakan... Gua aja kaget anjirr, bener-bener lo Bellabol.

Bella : Loh kok nama grupnya ganti jadi begitu? Eh ada apa sih sebenarnya? Aku baru bangun, tolong jelaskan apa yang terjadi kepadaku semalam?😭

Adya : Alay banget typing lu. Asal lu tau aja Bel, semalem lu ngereog.

Bella : APA!? TIDAK MUNGKIN! 😭

Raina : Buka base sekolah Bel, kau akan tau apa yang terjadi semalam. Bentar, kok ada video...

Bella : Raina gua minta maaf semalem gua sama kak Hesa itu... 😭

Raina : Lah anjir, Bella lo ngapain cium mantan gua!? Mana di leher lagi, pea banget.

Shucy : Mantan? Raina putus sama kak Hesa?

Adya : Mantan? Ngibul banget lu.

Aletta : Lu putus Ra? Yah kapal gua kok karam sih? Fix gegara Bella pasti, tanggung jawab lu Bel.

Bella : Apa anjir? Gua aja gak inget apa-apa ini, mohon maaf ya semuanya 😭

Raina : Gak, bukan gegara Bella, gua sendiri yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan gua sama Mahesa.

Adya : Bahasa lu alay bet sih. Kok lu putus Ra? Gua aja semalem gak jadi putus sama Sean.

Aletta : Au lu, gak seru banget udah putus, dahal kan gua pengen punya ponakan.

Raina : Apa ponakan anj!?

Bella : Aduhh jangan sampe Juan tau, bisa berabe ini 😭

Aletta : Udah tau pasti dia, secara lu semalem di kerubutin cogan.

Bella : DEMI APA SIH!? 😭

Adya : Raina, bukannya semalem lu sama ketos bae-bae aja ya? Ngapa malah putus? Gak jelas!

Shucy : Ihh Shucy kesel deh ketinggalan banyak berita gegara kobam semalem. Semua karna Bella ngajakin minum nihh huwaaa... 😭

Bella : Ya maaf Shucy, gua juga gak nyangka akhirnya bakal kek gini 😭

Raina : Eh dengerin gua dulu... Ini tuh demi kebaikan kita semuaaa!

Adya : Maksud lo?

Raina : Nih semalem Dinda sempet ngasih hpnya ke Anna, dan lu tau apa isi gelerinya?

Aletta : Video bokep lu sama ketos?

Raina : ANJING BUKAN WOYYY 😭

Adya : AHAHAHAHA GOBLOK.

Shucy : Aletta mah, orang lagi serius juga.

Bella : Anjir gua hampir percaya kata-kata Aletta.

Aletta : Canda elah, tegang amat sih lu pada.

Raina : Pokoknya disitu ada foto gua sama Mahesa terus ada foto kalian sama pacar kalian juga.

Adya : Kok anjing!? Siapa yang berani foto-foto gua sama Sean? Dasar mesum!

Aletta : Fotonya lagi ngapain? Lagi berbuat zinah kah? Eh gua sih gak pernah berbuat zinah sama Azka.

Bella : Foto gua juga ada? Kok bisa sih? Ini Dinda mata-mata apa gimana? 😭

Shucy : Jadi selama ini Dinda ngejebak kita juga dong? Dia sengaja jadiin kita umpan buat bikin reputasi gengnya kak Reyhan hancur, iya gak sih?

Raina : Kok lu pinter sih Cay!? Gua baru kepikiran loh pas baca ketikan lu.

Adya : Anak gua emang pinter, gak kaya lo semua.

Aletta : Berarti lu juga bego dong?

Adya : Ya iya lah, kapan gua bilang gua pinter?😭

Bella : Jadi gegara itu lu mutusin kak Hesa, kasian banget ketos kita.

Aletta : Au lu bikin ketos patah hati, nanti kalo dia ngasih hukuman makin berat gimana? Lu kan sering telat Ra, mampus aja.

Raina : Kok lu gitu sih? Ye mon maap aje, gua hari ini gak masuk secara gua gak bisa jalan 😃

Bella : Ihh jadi takut masuk sekolah, gua kan abis ngelakuin kesalahan fatal 😭

Adya : Lebay lo ah, tenang aja ada gua, nanti gua ikut ngetawain paling 🙏🏻

Bella : Anjirrr 😭 Btw lu kenapa gak bisa jalan, Ra? Mencurigakan 🌚

Aletta : Tolol, temen lu kan abis baku hantam ama Dinda, gak tau kan lu? Teler sih.

Bella : DEMI APA ADA DINDA SEMALEM? 😱 RAINA, LU DIAPAIN SAMA DINDA? LU GAK APA-APA KAN?

Aletta : Najis drama banget.

Raina : I'm fine thank you 😊

Bella : You're welcome 😊

Adya : Sinting bocah berdua.

Shucy : Tapi kenapa Raina harus sampe mutusin kak Hesa? Emang gak ada cara lain?

Adya : Tau lu Ra, gaya banget, dahal bucin mampus kan lu sama dia.

Raina : Jadi gini gesss... Hpnya Dinda ada di tangan Anna, sedangkan Anna itu demen ama Mahesa. Nah satu-satunya cara biar dia gak nyebar foto kita ya gua mau gak mau harus mutusin Mahesa.

Aletta : Gak lah, gua kalo jadi lu mending langsung ngelabrak aja si Anna biar kicep.

Raina : Ngelabrak mulu idup lu. Gua gak bisa ngelabrak, gua kan lagi kena azab.

Adya : Makanya jan nonton bokep mulu.

Raina : Musibah gak ada yang tau ye 🙏🏻

Shucy : Ya udah kalo itu keputusan Raina, makasih udah mau ngorbanin hubungan kamu buat kita semua.

Bella : Iya Raina, makasih banyak ya, maaf juga gua gak bisa bantu dan maaf banget gua malah memperburuk keadaan semalem.

Raina : Chill, lu berdua kan kobam semalem jadi gak perlu merasa bersalah. Janji gak yumyum lagi? 😃

Bella : Janji 😭

Shucy : Salahin Bella.

Bella : 😭

Aletta : Yumyum apaan sih?

Raina : Alkohol berkedok teh.

Aletta : Jadi penasaran.

Bella : Heh jangan ngadi-ngadi lu 😭

Adya : Bel, jemput gua dong! Motor gua mogok anjir, males naik ojol kedeketan, sayang duit gua.

Bella : Kenapa gak jalan kaki kalo deket?

Adya : You know I'm mager people. Lagian enak kan kalo lu bareng gua jadi gak malu-malu amat di sekolah.

Bella : Hmm iya sih... Ya udah gua siap-siap dulu.

Aletta : Dah dah sekolah lu pada, gua mau otw.

Adya : Kok udah otw aja anjing!? Gua aja masih rebahan.

Aletta : I'm ambis people.

Adya : 🙂

Raina : Semangat sekolahnya teman-teman, aku mendukung kalian 😘 Semoga Bella dan Shucy tidak digibahin ya. Semoga juga gak ada yang nyariin gua 😎

Aletta : Eh Ra, ntar kan ada ulangan mtk, mampus lu minggu depan ulangan sendiri haha...

Raina : Bgsd gua baru inget 😭 Semoga ulangannya batal aamiin...

Adya : Iya kek batal aja, gua pusing anjir gak sempet belajar semalem.

Aletta : Apa itu belajar?

Shucy : Gaya banget Aletta.

Aletta : Iya lah.

Bella : Doain gua juga dong, semoga Juan gak marah terus gak ada yang inget muka gua, malu banget anying 😭

Raina : Bella kalo panik langsung berucap kasar ya wkwk...

Bella : Iya lah panik nih gua takut masuk BK gegara ketauan kobam, mana ngedance Black Mamba diatas meja. Gak lagi-lagi deh gua minum di tempat umum 😭

Aletta : Semangat Bella!

Shucy : Aamiin Bella... Semoga hubungan Bella sama Juan baik-baik aja, gak kandas...

Bella : Aamiin.. makasih Shucy, semoga hubungan Shucy juga.

Shucy : Oh iya abis ini harus interogasi kak Satya tentang kejadian semalem 😡

Aletta : Putusin aje sih kelar masalah.

Shucy : Tapi Shucy butuh penjelasan dulu dari sumbernya 🥺

Aletta : Hmm...

Adya : Gua ngikutin takdir aje, selagi hubungan gua sama Sean aman, gua sih chill.

Raina : Tuh kan liat siapa yang bucin.

Adya : Iri aja jomblo.

Raina : Myt.

Aletta : Ssttt... udah berangkat sekolah lu pada, gua aja udah sampe.

Adya : Anjir bocah teleport ya? Cepet banget bangke😭

Aletta : Bukan sulap bukan sihir.

Adya : Bel, gece lu dimana?

Bella : Ini mau otw, sabar...


Shucy sendiri masih menikmati sarapannya dengan tenang dan damai, menunggu sang kakak yang sedang berkesiap di kamarnya.

“Kak Yovan kok lama banget sih? Panggilan alam apa?” Shucy cemberut, hampir setengah jam ia menunggu.

Soal kejadian semalam, ia tidak mengingat apapun.

Sebenarnya Shucy sangat penasaran dengan apa yang terjadi padanya tadi malam, ia mendengar cerita Yovan bahwa dirinya sempat mabuk berat.

Apakah ia melakukan suatu hal memalukan? Atau mungkin bertingkah konyol?

Apa jangan-jangan ia memperagakan adegan tidak senonoh dihadapan semua orang? Tidak mungkin kan?

Pikirannya mulai dipenuh bayangan negatif.

TOK! TOK!

Mendengar suara ketukan dari arah pintu depan pun membuatnya tersentak kaget.

Shucy akhirnya berjalan menuju pintu untuk membukanya, siapa pula tamu yang datang di pagi hari?

“Kak Reyhan?” Shucy tidak bisa menyembunyikan senyumnya kala melihat sosok lelaki tampan itu.

Salahkan jantungnya yang justru berdegup kencang saat berada di dekat Reyhan.

Rasanya aneh saja, padahal Reyhan sama sekali bukan kekasihnya tapi kenapa dirinya jadi salah tingkah begini.

“Sssttt...” Reyhan menyuruhnya diam dan menutup pintu secara perlahan.

“Kenapa emangnya kak?” Tanya Shucy, ia bingung dengan tingkah Reyhan.

“Satya belum kesini kan?” Reyhan tanpa sadar menangkup kedua pipi Shucy.

Shucy sedikit terkejut dengan tindakan Reyhan yang terlalu di luar nalar ini.

“Iya belum kak, kenapa nanyain kak Satya?” Shucy makin tidak mengerti.

Kenapa memangnya dengan Satya? Apa kekasihnya itu baru saja melakukan tindakan kriminal? Ia jadi sedikit khawatir.

“Bagus deh, kamu berangkat ke sekolah bareng kakak aja ya.” Pinta Reyhan, ia takut jika Satya akan pergi kesini membawa para polisi.

Biar bagaimanapun Satya sekarang adalah buronan dan Shucy tidak boleh tahu tentang itu.

“Boleh aja sih kak, tapi aku harus bilang kak Yovan dulu.” Ujar Shucy, setidaknya ia pamit dulu pada sang kakak.

“Iya silahkan.” Reyhan mengangguk.

Shucy pun berlari ke lantai atas tempat kamar kakaknya berada.

Sembari menunggu, Reyhan mengintip dari balik jendela menunggu kedatangan Satya, benarkah teman yang kini menjadi rivalnya itu akan menuju kesini?

Hanya beberapa detik saja, sebuah mobil yang sangat Reyhan kenal terparkir rapi di depan rumah Shucy.

“Satya sialan.” Gumam Reyhan.

“Shucy udah bilang kak Yovan, ayo berangkat!” Seru Shucy, entahlah ia bersemangat sekali lagi ini.

Berbeda dengan Reyhan yang justru panik, bagaimana cara menghindari Satya?

Sehebat apa diri Satya sampai bisa mengalahkan banyak polisi yang mengejarnya? Sangat tidak masuk akal.

“Kak Reyhan?” Shucy menyentuh pelan bahu Reyhan.

“Ya?” Reyhan mencoba mencari alasan untuk menetap sejenak. “Hm... Kakak haus, boleh minta minum?”

“Ya ampun, boleh kok, duduk dulu kak.” Shucy mengisyaratkan Reyhan agar duduk di sofa.

Reyhan mengangguk, ia masih setia berdiri memperhatikan gerak-gerik Satya dari jendela.

Sepertinya ada yang aneh, cara berjalan Satya sedikit lebih lamban, dia juga memegangi lengannya yang berdarah?

Tunggu, Satya kenapa!?

Karena rasa khawatir Reyhan lebih besar dibandingkan rasa bencinya, alhasil ia pun membuka pintu dan berlari menghampiri Satya.

“Reyhan...” Lirih Satya tak berdaya.

“SATYA LU KENAPA ANJING!?” Meski kalimat Reyhan terdengar kasar bukan berarti ia marah, ia hanya panik melihat kondisi Satya yang cukup mengenaskan.

Lihat saja lengannya yang terus mengeluarkan darah segar itu, sebenarnya Reyhan ingin menertawakan nasib Satya, mungkin saja semua ini karma.

“Reyhan, kalau gua banyak salah sama lu, gua minta maaf ya, gua udah gak kuat lagi...” Ucap Satya dramatis.

“Apa sih lebay banget bocah.” Reyhan menggeleng, temannya yang satu ini memang banyak aksi, tadi sok-sokan menantangnya giliran sudah mendapat ganjarannya dia baru menyesal.

“KAK SATYA!? KAK SATYA KENAPA KOK GINI!?”

Reyhan dan Satya sontak menoleh ke arah sumber suara, dimana Shucy syok akan kehadiran Satya dengan kondisi kritis.

Shucy berlari dan memeluk Satya saat itu juga, ia tidak tahu apa yang telah terjadi pada kekasihnya tersebut, namun melihatnya seperti ini jelas membuatnya tak tega hingga menangis.

“Kakak kenapa? Abis tawuran ya?” Tanya Shucy sambil sesenggukan.

“Mana ada, gabut banget kakak tawuran pagi-pagi gini.” Satya meringis menahan sakit di lengannya.

Reyhan memutar bola matanya, ia tidak habis pikir kenapa Satya masih bisa berakting seolah-olah hubungan mereka baik-baik saja.

Cemburu? Ya, entah kenapa Reyhan sedikit cemburu melihat kemesraan mereka.

“Ya terus kakak kenapa? Ayo aku obatin luka kakak...” Shucy menarik pelan lengan sang kekasih.

Shucy kesal, kemarin Raina yang terluka parah sekarang malah kekasihnya, kenapa sih semua orang suka sekali mencelakai diri sendiri?

Satya dan Reyhan duduk di sofa ruang tamu sembari menunggu Shucy yang mengambil kotak P3k.

“Jangan bilang lu abis di tembak sama polisi?” Reyhan menatap tajam Satya.

“Gua tolak, gua masih straight.”

“Goblok, gua serius bego.”

Reyhan tak habis pikir dengan Satya, disaat-saat sekarat begini dirinya masih saja bisa bercanda, dasar bodoh.

“Iya elah lu bener, keknya gua kena karma deh.” Satya akhirnya memilih pasrah.

“Mampus! Siapa suruh lu mainin hati cewek? Untung aja lu gak sampe koma.”

“Amit-amit Rey, gua juga tadi sempat mikir gitu, malahan gua ngiranya kaga bakal selamet kali.”

“Ssttt... Jangan ngomong gitu ah, lu aja belum kelarin semua masalah lu.”

“Nah itu dia! Apa gua jujur aja ya sama Shucy soal semalem?”

Reyhan seketika bimbang, perihal semalam memang cukup rumit untuk dibahas kembali, mengingatnya saja sudah bisa membuatnya pusing tujuh keliling.

Pertama, hubungan Satya dan Shucy memang sudah berakhir hanya saja keadaan Shucy sedang dipengaruhi alkohol, dimana seseorang akan berbicara ngelantur namun jujur.

Kedua, yang membuat masalah tersebut semakin rumit adalah karena Reyhan ikut terlibat di dalamnya, walau itu juga sebuah ketidaksengajaan.

Melihat Shucy yang berjalan kearah Reyhan dan Satya membuat keduanya menjaga jarak, berharap Shucy tidak mendengar semua percakapan mereka barusan.

“Kak Satya! Coba ceritain ke Shucy, kakak kenapa bisa kaya gini? Kakak di begal?” Shucy mengobati luka Satya secara perlahan.

“Mana ada begal pagi-pagi.” Balas Satya ala kadarnya.

Shucy menghela nafas, kenapa sih Satya tidak mau langsung berkata jujur saja? Kenapa harus selalu dipancing terlebih dahulu, menyebalkan.

“Terus kakak kenapa?”

Satya menoleh ke arah Reyhan sejenak hingga lelaki itu mengangguk.

Ya, semua berawal dari aksi nekat Satya yang sengaja menantang para polisi tadi untuk menangkapnya kalau bisa.

Keahlian Satya dalam dunia balapan memang tidak bisa dipungkiri lagi, serta sifat banyak gayanya itu memang selalu menjadi penyebab utama kesialannya.

Bahkan mobil Reyhan yang terlihat biasa ia modifikasi menjadi mobil sport tanpa atap.

Dan di saat itulah ide gilanya muncul, Satya mengangkat sebelah tangannya ke udara untuk menyapa para polisi dengan santai.

Tanpa Satya duga, salah satu polisi tersebut berhasil menembak lengannya begitu saja. Entah karena dia sengaja ingin membuat Satya berhenti atau mungkin dia lelah karena terus mengejar Satya.

Yang jelas lengan Satya tertembak dari jarak jauh hingga membuat lengannya mati rasa, sungguh malang nasibnya.

“Jadi begitu ceritanya…” Ucap Satya final, tak lupa menampilkan senyum bodonya pada Shucy dan Reyhan.

Reyhan menepuk dahinya, kelakuan temannya ini memang tidak bisa di tebak oleh jalan pikir manusia.

Shucy ingin sekali memarahi Satya sampai lelaki itu kapok, tapi mengetahui kondisi Satya yang terkulai lemas membuatnya tak tega.

“Kak Satya punya otak gak sih!?” Omel Shucy.

“Punya.”

“Kenapa gak digunain? Ini baru di tangan loh, gimana kalo ke tembaknya di kepala?”

“Ya kakak wasalam.”

Shucy tidak tahan untuk memukul Satya dengan brutal, salah sendiri membuatnya khawatir setengah mati.

“Ada satu lagi yang pengen Satya jelasin, ya kan?” Tegur Reyhan agar Satya kembali mengingat tujuan utamanya.

“Apa?” Shucy mau menangis saja. Kenapa tadi malam bisa meninggalkan banyak masalah.

“Iya, kita sebenernya udah putus Shucy, kamu yang semalem mutusin kakak gara-gara kakak ciuman sama Shella.” Jelas Satya sedikit takut, takut jikalau Shucy benar-benar akan meninggalkan dan memilih Reyhan.

“WHAT!?”

Mereka semua menoleh ke arah Yovan yang baru keluar dari kamar mandi, ia hanya memakai handuk yang menutupi bagian privasinya.

“IH KAK YOVAN PAKE BAJU DULU, MALU!” Shucy menutup matanya, bisa ternodai mata sucinya ini.

“Eh ada kak Yovan…” Satya tersenyum kikuk, apakah dirinya akan di hajar habis-habisan oleh kakak dari mantan kekasihnya itu?

“Pagi kak…” Sapa Reyhan ramah.

“Pagi, Reyhan, Satya.” Balas Yovan tak kalah ramah.

Sebenarnya Yovan tidak sedikitpun mendengar percakapan mereka, ia hanya terkejut karena rumahnya didatangi dua lelaki yang tengah memperebutkan adik kesayangannya, sungguh hebat.

“Kak pake baju dulu sana, malu tau!” Shucy mendorong tubuh kakaknya agar masuk ke dalam kamarnya.

“Iya-iya…” Yovan kecewa, dia kan juga ingin bergabung bersama mereka.

Shucy beralih menatap Satya dan Reyhan bergantian, jujur ia merasa di mainkan sekarang dan ia harus menceramahi mereka. Toh dirinya sekarang tidak terikat dalam hubungan apapun, jadi ia bebas dong.


Sean terus berjalan ke depan tanpa memedulikan seseorang yang sedang gelisah mengejarnya dari belakang—Juan.

Akibat kejadian tadi di meja makan, Sean jadi kesal pada semua teman-temannya, dasar tidak setia kawan.

Pokoknya Sean ingin mendiami mereka semua selama seminggu, kecuali bila mereka membujuknya dengan cara mentraktir makanan.

“Sean dengerin penjelasan gua...” Juan akhirnya berhasil menyamakan langkah Sean.

Tapi sayang, Sean malah berpura-pura tidak mendengar ucapan Juan sama sekali.

Seperti adegan sinetron yang ketahuan selingkuh saja.

“Sean berhenti dulu!” Pinta Juan, ia takut jika Sean benar-benar marah.

Sean memutar matanya, hanya segitukah kemampuan Juan dalam membujuknya? Ia butuh sesuatu yang lebih menjanjikan.

Tidak bisakah Juan membelikannya semacam barang, makanan atau minuman? Lihat lah di sekitar mereka banyak orang berjualan.

Lagipula kini Sean mulai haus setelah berjalan cukup jauh dari asrama munuju halte bus, ia sangat menyesal sudah melupakan motornya.

Bromm... Broomm...

Sebuah motor Scoopy berhenti tepat di depan mereka, atau lebih tepatnya sengaja memberhentikan perjalanan mereka.

“Oyy! Triceng kuy!” Bagaikan jelangkung, Ricky datang tak di undang untuk menawarkan Sean dan Juan tumpangan.

Juan yang melihat sosok Ricky pun langsung memasang ekspresi datar.

Jika kalian ingin tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua, jawabannya cukup sederhana.

Ketika Bella mabuk di pesta Reyhan semalem, Juan dan Ricky berinisiatif untuk mengantar gadis tersebut pulang ke rumahnya menggunakan taksi.

Selama perjalanan, tak disangka-sangka Bella terus menggumamkan nama Ricky dibandingkan nama Juan.

Dari situ jelas Juan cemburu, pasalnya kekasih Bella kan Juan namun kenapa malah nama Ricky yang disebut.

Mengingat adegan yang terjadi diantara kedua insan itu saat di kamar, makin membuat amarah Juan memuncak, hanya saja ia masih berusaha tegar dan bersikap seperti biasa.

Dan sesampainya di rumah Bella, gadis itu tidak mau melepas tangan Ricky sama sekali, dari situ pula Juan menarik paksa Bella dan menggendongnya masuk ke dalam rumah.

Sementara kedua orang tua Bella hanya bisa menahan tawa melihat kejadian langka tersebut.

Ibu Bella menyuruh Juan untuk membawanya ke kamar dan menaruhnya di tempat tidur.

Juan mematuhi semua perintah calon mertuanya itu dengan senang hati.

Setelah berhasil menurunkan Bella di atas tempat tidur, Juan tak lupa mencium lembut dahi kekasihnya itu.

“Juan gak tau Bella ada hubungan apa sama Ricky, yang jelas Juan gak suka kalo Bella deket-deket sama dia.” Bisik Juan tulus.

Kemudian Juan mencium bibir Bella cukup lama sebagai bentuk perpisahan.

Perpisahan bukan berarti Juan akan menjauh dari Bella setelah ini, melainkan Juan akan makin gencar mendekati Bella dan mengawasi Ricky apabila bocah itu nekat mengambil Bella darinya.

Anggap saja sekarang Juan mulai sedikit posesif terhadap Bella.

“Ngapain sih lu!? Ganggu aja!” Juan mendorong motor yang Ricky pakai, untung saja tidak sampai jatuh.

“Lah anjing! Ini kan motor gua, kok lu pake!?” Sean baru menyadari bahwa motor yang dibawa Ricky adalah motor kesayangannya.

“Lagian motornya lu tinggal, ya udah gua bawa aja daripada nganggur.” Balas Ricky santai.

“Nganggur pala bapak lu! Turun lu dari motor gua njeng!” Sean paling benci kalau barang miliknya disentuh orang lain tanpa izin, terlebih lagi orang tersebut adalah Ricky.

Ricky sendiri merupakan orang yang keras kepala, ia tidak pernah mau menuruti perintah Sean, jadi ia putuskan untuk tetap berada diatas motor.

“Gak mau turun, wlee...” Ledek Ricky tak tau diri.

“Anak setan!” Sean jelas emosi melihat tingkah laku Ricky.

Juan sedikit iri melihat Ricky dan Sean yang sedang beradu argumen, padahal sedari tadi lelaki itu diam saja saat bersamanya.

Apakah Ricky akan mengambil semua orang yang Juan sayangi?

“Juan bantuin gua turunin Ricky dong...” Sean meraih lengan Juan.

Juan terdiam sejenak, ia mengedipkan matanya berulang kali, memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar.

Sean meminta bantuannya? Sean sudah memaafkannya? Iya kan?

“Et si anjir, ngapa malah ngebug kek bang Satya? Ayo bantuin gua!” Omel Sean.

“Ah iya-iya...” Juan tersenyum bangga, namun tak bertahan lama, ia kembali memasang ekspresi datarnya kala menatap Ricky.

“Lu tuh kalo dibilangin Sean bisa nurut gak sih? Turun lu dari motornya!” Tegas Juan sembari menarik kerah seragam Ricky, seakan-akan ingin mengajaknya berkelahi.

Sean seketika panik, bukan hal seperti ini yang ia maksud, ia hanya ingin Ricky turun dari motornya secara baik-baik tanpa ada dendam apalagi perkelahian.

“Eh Ju, santai gak usah ngajak berantem gitu dong, malu anjir diliatin banyak orang.” Bisik Sean, ia melihat sekeliling mencari aman.

Juan masih belum melepaskan genggamannya, ia menatap Ricky penuh benci.

“Ju, gua tau lu marah sama gua karna Bella kan?” Tebak Ricky.

Juan tidak tahu apa yang akan Ricky rencanakan bersama kekasihnya, ia hanya ingin menghajar lelaki itu sekarang untuk melampiaskan rasa kesalnya.

BUGH!

“JUAN!” Sean makin panik karena Juan memukul Ricky secara brutal.

Bahkan beberapa pedagang sekitar mulai datang mengerumuni mereka untuk sekedar melihat perkelahian antara Juan dan Ricky tanpa ada niat melerai.

Sean berusaha menghentikan kedua temannya tersebut tapi dirinya justru tak sengaja terpukul oleh Juan.

Jika kalian berpikir Ricky akan diam saja, maka kalian salah. Meski lelaki itu tahu dirinya adalah pelaku utama masalah ini, ia harus tetap membela diri agar wajah tampannya tidak babak belur.

Bodohnya lagi, Ricky sengaja memancing amarah Juan.

“Lu gak tau kan kalo semalem Bella cium gua? Dia bilang kalo gua satu-satunya harapan dia dibanding lu.” Ricky tersenyum miring sembari mengusap darah disudut bibirnya.

Juan tertawa sinis, ini sudah keterlaluan, ia tidak tahan lagi untuk menghabisi Ricky, persetan apabila temannya itu akan masuk rumah sakit.

“JUAN STOP!”

Baru saja Juan ingin melayangkan pukulan pada Ricky tapi terhentikan oleh teriakan seseorang yang sangat ia rindukan.

“Juan jangan ya, jangan sayang... udah cukup...”

Hanya mendengar kalimat tersebut mampu membuat Juan tenang dan merasa lega.

“Maaf Bella...” Lirih Juan, sedikit tidak percaya dengan pandangannya sekarang.

Benarkah kekasihnya ini tengah berada dihadapannya? Atau ini hanya ilusi semata?

“Juan kenapa berantem sama Ricky?” Bella tidak bisa menahan tangisnya, ia khawatir dengan kondisi Juan.

“Itu... Ricky...” Juan melirik ke arah Ricky yang sedang dibantu oleh Sean dan Adya.

Tunggu, bagaimana bisa ada Bella dan Adya? Sejak kapan mereka berada disini? Kenapa bisa kebetulan begini?

Ya, jika kalian ingat Adya sempat meminta bantuan Bella untuk menjemputnya di rumah karena motor milik Adya sedang mengalami gangguan.

Dan berhubung Bella adalah orang yang baik dan tidak sombong, ia pun mengiyakan kemauan Adya tersebut.

Perjalanan menuju sekolah memang harus melewati halte bus, dan disanalah mereka melihat banyak kerumunan orang.

Awalnya mereka tidak peduli dan berniat melanjutkan perjalanan, namun saat Adya melihat motor Sean, ia pun menyuruh Bella untuk mendekat kesana.

Bella jelas syok saat mengetahui Juan dan Ricky ternyata tengah berkelahi.

Tanpa pikir panjang Bella langsung turun dari motor begitu saja dan berlari meninggalkan Adya yang terjatuh dari motornya karena oleng.

Parah sekali memang.

“Juan, maaf kalo kalian berantem gara-gara Bella semalem kobam...” Bella merasa bersalah, ia sangat yakin ini merupakan salah satu kesalahannya.

“Bukan salah Bella kok.” Juan mengusap lembut air mata Bella, ia tidak suka melihat kekasihnya menangis.

Ricky mengepalkan tangannya geram, entahlah ia semakin ingin menghajar Juan setelah melihat adegan di hadapannya tersebut.

“Heh bocah, lu ngapain sih tawuran disini? Bikin malu goblok!” Omel Adya pada Ricky.

“Tau dah, ngapa lu berdua malah ribut? Jangan bilang lu berdua juga ada masalah ya?” Sean merasa kesabarannya sudah habis. “Emang kalian semua tuh kenapa sih? Kasih tau gua apa? Gua kan kepo anjing!”

“Bukan urusan lu!” Ricky menghempas kasar tangan Sean dan Adya, kemudian berjalan menuju dua insan yang asik bermesraan di depannya.

Ricky menarik Bella dari dekapan Juan dan menyembunyikan gadis itu di belakang tubuhnya.

“Apa-apaan lu!? Lepasin pacar gua!” Juan ingin meraih tangan Bella namun dihalangi oleh Ricky.

“Pacar lu, lu bilang? Kalo Bella bener pacar lu ngapain lu sia-siain dia, hah!? Lagian lu mau pacaran sama Bella karna disuruh Sean kan? Lu gak bener-bener cinta sama Bella? Iya atau iya, Juan?”

Juan seketika melihat ke arah Bella, ia takut kekasihnya itu salah paham walaupun semua omongan Ricky memang benar faktanya.

Gadis itu terus saja meneteskan air matanya, ia bingung harus bagaimana, ia tidak mau Juan dan Ricky berkelahi. Tolong siapapun hentikan mereka, Bella sudah muak.

“Lu gak usah ikut campur urusan gua!” Juan memajukan badannya, mengancam Ricky.

“Oh ya? Bukannya lu sendiri yang bilang kalo lu gak sanggup jaga Bella, lu sendiri yang bakal nyerahin Bella ke gua?”

“Sekarang gua baru sadar, Bella gak pantes buat orang kaya lu!”

“Yang ada Bella yang gak pantes buat lu, Juan!”

“Terus lu mau apa? Mau ngerebut Bella dari gua? Lu suka sama pacar gua?”

“Iya! Dan Bella sendiri yang bilang kalo gak ada yang bisa dia harapin dari lu, dia cuma bisa berharap sama gua.”

BUGH!

Juan kembali memukul Ricky tak kalah kencang dari sebelumnya. Biar saja lelaki itu tahu rasa, siapa suruh terus-terusan memancing emosinya.

“RICKY!”

Bella mau tak mau harus ikut turun tangan, jika bukan ia yang menghentikan mau siapa lagi? Mereka berdua sangat keras kepala.

“JUAN UDAH CUKUP! JANGAN MULAI LAGI!”

“Bella ikut Juan! Jangan mau sama bajingan macem Ricky!” Juan memanfaatkan kesempatan bagus ini untuk membawa Bella kembali.

Melihat hal itu, Ricky segara bangkit kemudian menahan tangan Bella agar mau melepas pegangan Juan.

“Gak! Lu ikut gua Bel, lu lebih aman sama gua daripada sama Juan!”

“Harus berapa kali sih gua bilang, jangan deket-deket pacar gua lagi!”

“Lu gak ada hak ngelarang gua buat deketin Bella.”

“Dia pacar gua anjing!”

“Gua gak peduli!”

“Punya gua!”

“Punya gua!”

Dan terjadilah adegan saling tarik-menarik tangan Bella, sampai rasanya tangan itu mau putus dari pemiliknya, sudah seperti boneka saja dia ini.

Bella sendiri ingin berteriak agar kedua orang ini berhenti memperebutkan dirinya.

Memangnya apa yang mereka mau sih? Kenapa harus bertengkar seperti ini? Kan semuanya bisa dibicarakan secara baik-baik.

“Eh udah stop! Stop! Ini kenapa jadi tarik-tarikan gini sih? Sakit tau tangan Bella!” Protes Bella, kepalanya sungguh pusing ditambahkan kedua lengannya yang menjadi bahan tarikan, Bella sudah tidak kuat.

“Maaf...” Akhirnya Juan dan Ricky berhenti.

Sementara Adya dan Sean yang sedari tadi menonton perkelahian mereka hanya bisa terduduk manis pada kursi halte sembari merapalkan berbagai macam doa supaya mereka semua sadar dan tidak terluka.

“Mereka berantem ngerebutin Bella? Gak salah denger kan gua?” Adya melipat kedua tangannya di depan dada, ia masih tak menyangka bahwa Bella bisa diperebutkan oleh dua anak laki-laki berbeda negara itu.

“Baru kali ini gua liat mereka berantem cuma gegara cewek, mantep sih Bella.” Sean sama takjubnya dengan Adya, ia mengangguk bangga pada Bella.

Merasa lapar, Adya pun mengedarkan pandangannya melihat sekeliling, mencari dimana ada orang berjualan makanan.

“Sean, mau jajan...” Adya menepuk bahu Sean, sekaligus mengajaknya untuk jajan.

“Jajan apaan?” Tanya Sean mengikuti arah pandang Adya.

“Itu ada seblak, cilor, bilung, batagor, bakso.” Adya menunjuk beberapa makanan di seberang halte.

“Anjirr... kuy lah, gua laper nih tadi gak jadi sarapan.” Sean juga lapar, akibat rasa kesalnya tadi pagi ia jadi tidak berselera makan, dan kini perutnya mulai keroncongan.

“Iya, gua belom sarapan juga, bayarin ya.” Pinta Adya, jarang-jarang kan kekasihnya itu mentraktirnya.

“Dasar...” Biar bagaimanapun, perkataan Adya bagaikan sihir yang bisa membuat Sean bersedia.

Kembali lagi dengan tiga bocah yang penuh konflik rumah tangga ini.

Bella mulai berpikir bagaimana caranya agar mereka semua bisa berdamai tanpa memperebutkan dirinya.

Oke, Bella punya satu ide, semoga saja mereka setuju dengan pernyataannya.

“Udah kalian gak boleh berantem lagi, biar adil Bella punya kalian, puas!?”

“Gak!” Tolak mereka berdua.

Bella berdecak kesal, ia tidak mengira mereka akan menolaknya, ternyata ide itu tidak berhasil. Lalu mau bagaimana lagi?

“Bella, lu pasti gak inget kan semalem waktu lu kobam lu sempet cium gua, bahkan selama kita nganterin lu pulang, lu manggil-manggil nama gua mulu ketimbang nama Juan.” Jelas Ricky sengaja agar Bella tidak salah mengambil keputusan.

“E-emang iya?”

Bella benar-benar tidak mengingat satu kejadian pun semalam, terakhir kali yang ia ingat hanyalah pergi menuju restoran dan meminum beberapa minuman, setelahnya semua terasa lenyap begitu saja.

“Iya bener.” Sahut Juan.

“M-maaf Juan...” Bella menunduk, ia merasa bersalah, walaupun ia tidak ingat betul persisnya bagaimana, tapi ia mengaku dirinya memang bodoh.

“Gak apa-apa kok, orang mabuk kan gak pernah bohong.” Juan memaklumi kekasihnya itu.

Lagipula hubungan mereka dulu memang tidak seserius itu kan? Jadi Bella tidak sepenuhnya salah jika mengharapkan sesuatu yang lebih dari Ricky.

Toh, Juan juga yang meminta Ricky menjaga Bella. Juan hanya terbakar api cemburu, karena tanpa Juan sadari ia telah menaruh rasa pada sosok Bella.

“Sekali lagi maafin Bella ya Juan, Bella ngaku Bella salah.” Lirih Bella di iringi isak tangis terakhirnya.

“Iya sayang.” Juan tak tega melihat Bella yang masih saja menangis, ia pun menariknya kembali dalam dekapannya.

“Berarti gua juga boleh manggil Bella sayang dong?” Celetuk Ricky.

“Lu siapa anjing?” Juan menatap Ricky sinis, tidak mau miliknya diambil alih oleh orang lain.

“Ya kan Bella punya gua juga, wleee...” Ricky menjulurkan lidahnya, meledek Juan.

“I-iya boleh Ricky.” Bella jadi tersipu malu karena rasanya ia jadi mempunyai dua pacar sekaligus.

“YES!” Ricky melompat-lompat saking senangnya, sedangkan Juan hanya bisa berdecih kesal.

Kini Bella mengerti dimana letak kesalahannya bersama Juan dan Ricky.

Dan untuk memperbaiki semuanya Bella harus bersikap adil pada keduanya, karena pada dasarnya Bella sudah menaruh harapan pada dua orang sekaligus.

Huh, mulai sekarang Bella akan berhati-hati jika minum di tempat umum agar kejadian semalam tidak terulang kembali.

“Ayo kita berangkat ke sekolah, nanti telat bisa berabe.” Ajak Ricky, sampai lupa kalau mereka harus pergi ke sekolah tercinta.

“Gak mau obatin luka kalian dulu gitu?” Tanya Bella, ia khawatir dengan wajah mereka yang babak belur, takut infeksi.

“Gampang, nanti obatin aja di UKS.” Balas Juan santai.

“Iya, Bella yang obatin ya.” Ricky mengedipkan sebelah matanya, menggoda Bella.

“B-boleh.” Bella mengangguk kaku, ada-ada saja kelakuan mereka.

Ricky menaiki motornya (motor Sean sih) dengan tingkat percaya diri yang tinggi, ia sedang berbahagia.

“Ayo naik sama gua, Juan tinggal aja, huuu!” Ricky memberi gestur mengusir Juan.

“Apa-apaan lu? Bella berangkat sekolah sama gua!” Juan mencegah lengan Bella agar tidak menaiki motor tersebut.

“Eh, tapi Bella bawa motor kok.” Hampir saja Bella melupakan motor ayahnya itu, kalau sampai hilang bisa mati dia.

“Mana?” Tanya Juan melihat sekeliling.

“Itu disana.” Tunjuk Bella pada motor yang dimaksud. “Sebentar Bella ambil dulu.”

“Eh gak usah, sini kuncinya, biar Juan aja yang ambil, Bella tunggu sini.” Bella memberikan kunci motornya pada Juan.

“Bella, ayo cepet naik! Kita jalan duluan ke sekolah nanti Juan nyusul dari belakang.” Usul Ricky yang sebenarnya berniat untuk meninggalkan Juan.

“Tapi kan—”

“Udah percaya sama gua, Juan bakal jalan di belakang kita.”

“Emang gak apa-apa?”

“Yee, pake nanya, ya gak apa-apa lah, ayo cepet keburu telat nanti kena hukuman militer.”

“Oke-oke, tapi Ricky jangan ngebut ya.”

“Chill, pegangan yang kuat ya.”

Bella tanpa curiga naik pada motor yang Ricky kendarai, berharap Juan memang akan menyusul mereka nanti.

Ketika Juan berhasil membawa motor Bella, ternyata dirinya di tipu oleh Ricky. Mereka berdua meninggalkannya sendirian.

“Wah anjir sialan, gua ditinggal, awas aja lu Ricky, gua bales tar.” Kesal Juan kemudian melajukan motor Bella mengejar motor Ricky yang tak begitu jauh darinya.


“Mau makan apa?” Sean bertanya ketika mereka berkeliling mencari sesuatu untuk dikonsumsi.

Ibarat bazar, di sini banyak orang yang menjual makanan, minuman bahkan pakaian.

“Ini enak kali ya, bakso sama es teh.” Adya menunjuk salah satu menu di gerobak pedagang.

“Boleh, pak pesen 2 ya pedes, makan disini.” Pinta Sean pada sang penjual.

Adya menepuk pelan dada Sean, memangnya tidak apa-apa menghabiskan disini, bukankah mereka sebentar lagi akan masuk sekolah?

“Emang keburu makan disini?” Tanya Adya cemas, pasalnya mereka sudah menghabiskan waktu lama hanya dengan berkeliling.

Sean berpikir sejenak, ia memprediksi berapa jumlah waktu yang harus mereka gunakan selama makan disini.

“Keburu, sekarang aja baru jam 6.00, makan kaga nyampe sejam kan lu?”

“Iya sih.”

Setelah menunggu beberapa menit, tibalah bakso beserta es teh yang mereka pesan tadi, saatnya makan.

“Kalo di inget-inget lucu ya waktu pertama kali kita ketemu, eh sekarang malah jadi pacar beneran.” Celetuk Sean sembari menyuap bakso miliknya.

“Ya mau gimana semua karna Dinda, eh gak deng, gegara Raina anjir! Kalo aja dia gak mata duitan, gua gak bakalan tuh yang namanya ngerusuh di kelas orang.”

Jujur, Adya menyesal sudah mengikuti saran Raina yang berujung malapetaka ini.

Coba saja mereka menolak tawaran Dinda sejak awal, pasti mereka akan menjalani hari-hari dengan tenang tanpa adanya konflik yang mengganggu mereka seperti sekarang.

“Tapi ada manfaatnya juga kan.” Sean mengangkat satu alisnya.

“Apa manfaatnya?”

Menurut Adya selama ia dan teman-temannya menjalankan misi dari Dinda tidak ada tuh manfaat yang di dapatkannya, yang ada malah kesialan.

“Ketemu gua contohnya.” Goda Sean disertai kekehan halus.

“Sial ketemu lu mah.” Canda Adya.

“Anjir, gak boleh gitu lu ama calon suami.”

“Apaan calon-calon?”

“Aamiin gitu kek.”

“Aamiin Ya Allah...”

“Nah gitu dong.”

CHUU…

Karena gemas Sean tanpa sadar mencium pipi Adya. Masa bodoh mereka akan dilihat banyak orang, pokoknya Sean gemas dengan kekasihnya itu.

“Heh, sembarangan banget lu cium-cium disini.” Adya mencubit lengan Sean.

Gadis itu kan jadi malu, tidak enak juga menjadi bahan tontonan banyak orang, bisa disangka pasangan mesum mereka.

“Gak apa-apa, abisan lu gemes banget.” Sebuah pujian langka yang keluar dari mulut Sean.

“Helehh, tumben...” Adya sedikit geli mendengarnya.

“Mau gua bilang gendut?”

“Tampol!”

Ya, mereka memang tidak pernah berubah, dimana ada momen manis maka akan diakhiri oleh momen menyebalkan.

Setelah selesai makan, mereka kembali ke depan halte, tempat terakhir kali mereka berpisah dengan Ricky, Juan dan Bella.

Namun kemana mereka semua? Apa mereka baru saja pergi?

“Nah kan bagus.” Sean sudah menduga hal ini akan terjadi. Apalagi motor kesayangannya itu dipakai oleh Ricky sembarangan, awas saja kalau nanti bensinnya sampai habis.

“Ini kita ditinggal?” Adya tak menyangka Bella akan meninggalkan dirinya bersama orang paling menyebalkan di dunia, kekasihnya itu memang terkadang menyebalkan.

“Tuh kan lu sih pake jajan segala.” Sean mulai mencari perkara dengan Adya.

“Lah apaan? Lu juga jajan ya pea.” Adya yang pada dasarnya mudah tersulut emosi pun langsung membalas Sean.

“Terus sekarang gimana? Masa iya kita jalan?” Tanya Sean frustasi.

“Ya gak apa-apa jalan, orang deket anjir sekolah.” Balas Adya tak kalah frustasi, ia sebenarnya malas berjalan kaki tapi mau bagaimana lagi?

“Pala lo deket, mayan anjir jalan, ini udah jam 6.15 ya, jalan bisa 10 menit kali, capek.”

“Dasar remaja jompo, gitu doang capek.”

“Apa lo ngatain gua? Ribut?”

DOR!

Mereka sontak terkejut dan saling memandang dengan panik.

Suara apa itu? Seperti suara tembakan, apakah ada teroris yang sedang menyerang di sekitar mereka? Sungguh mengerikan, mana mereka masih sekolah.

“Wanjir apaan tuh?” Sean mencoba mencari tahu dari mana suara itu berasal.

“Suara tembakan gak sih?” Sahut Adya, mengikuti arah pandangan Sean.

Mereka melihat adegan kejar-kejaran layaknya di sebuah film aksi, dimana beberapa polisi mengejar sebuah mobil dengan kecepatan tinggi, sudah dipastikan orang yang mengendarai mobil tersebut adalah seorang pembalap atau mungkin perampok.

“Perasaan gua kenal tuh mobil, kek mobilnya bang Reyhan anjir.” Sean menyipitkan matanya, entahlah ia merasa familiar dengan mobil buronan itu.

“Halu lu, ya kali kak Reyhan dikejar polisi, eh tapi bisa aja sih gegara kejadian semalem, tapi masa iya?” Adya jadi penasaran.

Apakah itu memang benar mobilnya Reyhan, tapi tidak mungkin kan? Polisi sudah menetapkan Dinda sebagai tersangka, jadi untuk apa polisi menangkap Reyhan.

“Tapi tadi kaya bang Sat, apa gua beneran halu?” Kini, Sean mengira buronan tersebut adalah Satya, kakak sepergeludannya.

“Udah ah yok, kita cari angkot aje dah.”

Baru saja Adya ingin menarik Sean untuk melanjutkan perjalanan mereka, tapi satu hal kembali mencuri perhatian mereka.

“Woyyy ada kecelakaan!” Pekik Sean, sebuah kejadian langka baginya, ini harus diabadikan dan dilihat sekali seumur hidup.

“Eh iya, ayo liat!” Adya juga terpancing untuk melihatnya.

Mereka berdua menghampiri lokasi kecelakaan dari jarak dekat, hanya ada satu korban yaitu polisi yang tadi sempat terlibat aksi kejar-kejaran bersama mobil buronan.

“Kenapa pak?” Tanya Sean pada salah satu orang disana.

“Itu ada mobil polisi nabrak lampu lalu lintas.” Jelasnya sembari menunjuk beberapa barang bukti.

Untungnya sang korban hanya mengalami luka ringan namun tetap dilarikan ke rumah sakit terdekat.

“Eh Sean liat...” Adya menepuk pundak Sean agar melihat ke arah TV billboard.

Berikut sekilas info pagi ini, semalam telah terjadi pembunuhan berencana yang dilakukan oleh seorang gadis berinisial D pada sebuah pesta ulang tahun teman sekelasnya yang di selenggarakan di The Westin Hotel, Jakarta.

Motif dari pembunuhan ini diduga karena pelaku ingin melakukan balas dendam pada sang pemuda pemilik pesta, namun berujung salah sasaran yang mengenai tamu lain, untungnya saja tamu tersebut bisa membela diri dan hanya mendapatkan luka ringan.

Kini pelaku resmi di keluarkan dari sekolah dan di jatuhi hukuman setengah tahun penjara.

Sekian sekilas info pagi ini, terima kasih dan sampai bertemu lagi.

“Luka ringan? Sinting juga nih reporternya, Raina ampe gak bisa jalan gitu dia bilang luka ringan?” Adya kesal mendengarnya.

Semua yang diucapkan reporter tadi tidak sesuai dengan fakta. Baiklah mari kita berpikir positif mungkin saja reporter tersebut tidak bisa membedakan mana luka ringan dengan luka fatal.

“Anjir gua gak nyangka bisa masuk berita juga.” Sean merasa bangga setelah melihat dirinya masuk ke dalam acara berita. Ya walaupun cuma beberapa potongan, mereka lebih sering menyorot Dindan.

Adya ingin memberitahu teman-temannya lewat grup chat. Ia merogoh tuh saku celana tapi mengapa ponsel kesayangannya itu mendadak hilang? Kemana dia? Tidak mungkin jatuh kan? Tolong jangan.

“Sean, lu liat hp gua dimana gak?” Adya bertanya pada Sean, bisa saja kan bocah itu menyembunyikannya.

“Gak tau, kan lu yang pegang.” Sean mana tahu, bukankah sedari tadi Adya terus memegang ponselnya? Apa jangan-jangan ketinggalan di tempat mereka makan tadi?

“Lah anjing, dimana hp gua!?” Adya panik bukan main, benda paling berharga di hidupnya itu hilang begitu saja.

“Coba nih miss call pake hp gua.” Sean merogoh saku celana.

Sial mengapa ponselnya juga tidak ada? Kemana ponsel mereka berdua? Apa disini rawan copet?

“Bentar, hp gua mana juga? Kok gak ada.” Sean panik.

Gawat jika sampai benda itu hilang karena semua tugas serta bahan gosip yang telah ia kumpulkan beberapa waktu lalu bisa hilang dalam sekejap, itu tidak boleh terjadi.

“Hati-hati dek disini banyak copet.” Bisik salah seorang pedagang buah disana.

Adya dan Sean saling berpandangan, keringat dingin mulai membasahi tubuh mereka.

“DEMI APA!?”

“Eh masa iya di copet?”

Sial sekali mereka hari ini. Tahu begitu mereka lebih baik menonton pertarungan antara Juan dan Ricky daripada makan malah berujung kehilangan ponsel.

Namun Adya dan Sean tidak mudah menyerah, mereka yakin ponsel mereka masih ada di sekitar sini, mungkin saja kan tertinggal di suatu tempat.

“Sean, coba cari lagi, siapa tau jatoh di sekitar sini.” Adya mengajak Sean untuk mencari lebih teliti, jangan lewatkan satu sudut pun agar mereka tidak terkecoh.

“Aduh, lu sih tadi pake ngeliat kecelakaan dulu, mending langsung ke sekolah aman.” Sean kembali memancing perdebatan.

“Kok lu nyalahin gua sih? Lu juga malah nonton berita, ngapain coba?” Adya jelas tidak terima disalahkan begitu, toh salah Sean juga kan, siapa suruh malah mengikutinya.

“Et itu kan lu yang ngajakin.”

“Ya tapi masa gak kerasa kalo hpnya jatoh atau di copet, goblok.”

“Ya gua mana tau kalo bakalan di copet anjir.”

“Ah udah bodo amat, ayo cari dimana hpnya, ribut mulu capek.”

“Lu yang mancing keributan.”

Ya, begitulah love language pasangan manis ini, semoga saja ponsel mereka ketemu dengan kondisi baik.


Pagi ini Raina sedang bersantai di sofa ruang tamu sembari menonton film pada layar laptopnya.

Ya, akibat kecelakaan yang menimpa dirinya semalam, ia jadi kesulitan untuk berjalan.

Baginya ini tidak terlalu parah sih, hanya saja sang kakak tidak mengizinkannya masuk sekolah.

Kakak perempuan yang bernama Ara itu sangat khawatir saat mengetahui kondisi adiknya yang sekarat, namun Raina sendiri justru terlihat santai ketika tiba di depan rumah.

Sungguh luar biasa.

Ara bahkan rela meminta izin dari pekerjaannya untuk menemani Raina agar tidak sendirian di rumah, terlebih lagi adiknya itu belum bisa melakukan aktivitas dengan benar.

“Raina, kakak beli bubur dulu ya, kamu jangan aneh-aneh.” Perintah Ara sebelum meninggalkan rumah.

“Hooh.” Raina mengangguk.

Mendengar suara pintu di tutup, Raina pun mendengus kesal, padahal ia kan bisa saja masuk sekolah dan mengikuti ulangan Matematika.

Kakaknya itu terlalu berlebihan, dia tidak tahu saja kalau Raina ini gadis yang kuat.

Dengan malas Raina mengambil ponsel untuk mengirimkan pesan kepada teman-temannya.

Ketika dirinya membuka aplikasi tersebut, seketika ia mengingat obrolannya semalam bersama sang mantan kekasih.

Raina merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia melakukan hal jahat seperti itu kepada Mahesa yang jelas-jelas sudah berbaik hati padanya.

“Aduh bego banget sih gua, seharusnya jangan gua blok, pasti itu orang jadi ovt.” Raina memukuli kepalanya menggunakan benda persegi panjang itu.

TOK! TOK!

Raina tersentak mendengar suara ketukan pintu dari arah depan.

Siapa yang bertamu pagi buta begini? Apa itu kurir pengantar paket? Atau malah kakaknya yang sudah selesai membeli bubur? Eh tapi kalau itu kakaknya kenapa harus mengetuk pintu? Kan tinggal masuk saja.

Berarti benar, itu pasti kurir pengantar paket.

Ingin rasanya Raina berteriak dan menyuruh sang kurir agar menaruh paket tersebut di depan pintu rumah tapi sepertinya itu tidak sopan.

Akhirnya Raina memaksakan diri untuk berjalan menuju pintu depan.

Ketika Raina membuka pintu, pandangan pertama yang dilihatnya bukanlah seorang kurir pengantar paket, melainkan sosok yang ingin sekali ia hindari sekarang.

Raina kembali menutup pintu rumahnya rapat-rapat, ia tidak mau berurusan dengan orang itu lagi.

TOK! TOK! TOK!

Pintu tersebut makin di ketuk secara brutal hingga membuat Raina ketakutan, memangnya semarah apa orang itu sampai datang ke rumahnya?

Lagipula dia mau apa kesini? Meminta penjelasan? Ah, pasti karena Raina memblokir kontaknya.

“Buka pintunya Raina!” Pekik orang itu dari luar, bahkan nadanya terdengar tidak ramah.

“Gak mau!” Tolak Raina tegas.

“Buka atau dobrak?”

Raina memilih diam, ia harus bagaimana? Tidak mungkin kan membiarkannya masuk begitu saja?

Lagipula apa yang dia lakukan disini? Kenapa tidak pergi ke sekolah? Wah, mencurigakan.

“Satu...”

Raina menutup mulutnya panik, dasar orang gila, memangnya dia siapa ingin mendobrak pintu orang sembarangan?

“Dua...”

Keringat dingin mulai mengalir di sekujur tubuh Raina, kini ia takut orang itu benar-benar akan mendobrak pintunya, apa ia harus menelpon polisi? Eh tapi itu terlalu berlebihan.

Apa ia harus menelpon kakaknya? Tapi apa kakaknya akan percaya? Raina kan suka mengarang cerita saat berbicara dengan sang kakak.

Lalu apa yang harus ia lakukan?

Bersembunyi?

Ya, mungkin itu pilihan terbaik.

“Tiga!”

Orang itu berhasil membuka pintu hanya dengan sekali tendangan, Raina menutup hidung dan mulutnya untuk menahan nafas.

Tanpa disangka orang itu menutup pintu rumah Raina dan...

“Ngapain ngumpet disitu?”

“Hai...” Raina meneguk salivanya kasar. “Mas... eh maksudnya, He... eh bukan, Mahesa... eh salah, Kak... Iya, Kak Mahesa, ada perlu apa?”

Raina berusaha tetap tenang walau jantungnya sudah serasa ingin loncat.

Ingatkan Raina kalau bersembunyi dibalik pintu adalah kesalahan dan konyol.

“Gimana keadaan kamu?” Mahesa memajukan dirinya dan mengunci pergerakan Raina.

Pasrah, satu kata yang mendeskripsikan dirinya sekarang. Mau melarikan diri juga percuma, kakinya tidak bisa diajak bekerja sama.

“Baik, kak Hesa sendiri apa kabar?” Raina menunduk, ia tidak berani menatap mantan kekasihnya itu.

Raina merasa ada yang berbeda dari pemuda itu. Ya lihat saja penampilannya yang jauh berbeda dari kata seorang pemimpin, ini lebih terlihat seperti siswa berandalan.

Bahkan tercium aroma alkohol dari tubuh pemuda tersebut, Raina mulai mengerti dengan situasi ini.

“Buruk…” Lirih Mahesa tanpa melepas pandangannya dari wajah Raina.

Raina mempoutkan bibirnya cemberut, jujur ia sungguh menyesal. Apa semua ini karena ulahnya?

Baiklah, Raina siap menerima konsekuensinya, ia tidak masalah jika Mahesa akan memarahinya habis-habisan.

“Gara-gara kita putus ya? Iya aku minta maaf, kak Hesa boleh marah sama aku sepuasnya.”

“Siapa yang mau marah?” Mahesa semakin mengikis jarak diantara mereka, membuat Raina benar-benar menahan nafasnya.

“Te-terus kakak ngapain dobrak pintu rumah aku?” Raina mau menangis, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

Raina hanya bisa merapalkan beberapa doa agar dirinya aman, siapapun tolong sadarkan Mahesa jika pemuda itu memang mabuk.

“Raina jahat sama Hesa… hiks…”

Gadis itu segera mendongak, memastikan bahwa pendengarannya tidak salah.

Eh, Mahesa menangis? Ini pertama kalinya Raina melihat lelaki itu menangis. Sepedih itu kah rasa yang Mahesa pendam untuknya?

Raina bingung harus berekspresi bagaimana, disatu sisi ia ingin tertawa tapi disatu sisi lain ia juga ingin menangis.

“Kak? Kak Hesa jangan nangis dong, kan aku jadi mau ikutan nangis...”

Tanpa diduga, Mahesa tiba-tiba saja memeluk Raina dengan erat seakan-akan takut apabila nantinya gadis itu lari dari dekapannya.

Jelas, hal tersebut membuat Raina tidak bisa menahan tangisnya, ia sungguh menyesal sudah mengakhiri hubungan mereka.

“Hesa sayang banget sama Raina tapi Raina malah ninggalin Hesa.”

“Gak kok, aku gak ninggalin kakak, aku minta maaf, aku emang egois, aku salah karna gak mikirin perasaan kakak sebelumnya.”

“Terus kenapa Raina blok Hesa?”

“Ah gak tauuu, aku itu bingung harus gimana lagi, aku jadi ngerasa serba salah.”

Raina tahu dirinya memang bodoh, seharusnya ia bisa mencari cara lain tanpa menyakiti perasaan Mahesa, ia terlalu cepat mengambil keputusan yang salah.

“Raina masih mau gak jadi pacar Hesa? Hesa kangen…”

Bohong jika Raina tidak mencintai Mahesa, karena pada dasarnya ia sudah jatuh ke dalam pesona Mahesa sejak lama, denial memang menyebalkan.

“Iya, aku mau kok jadi pacar kakak lagi, aku takut kehilangan kakak, kakak jangan pergi ya, kakak gak boleh pergi, aku butuh kakak.”

Kini Raina sudah memantapkan hatinya, ia tidak mau orang lain merebut kebahagiaannya.

Setelah suasana terasa lebih tenang, Raina mengajak Mahesa untuk duduk di atas sofa, dengan posisi berbaring tentunya, untung saja sofa milik Raina cukup panjang dan lebar.

“Kakak tuh tumben banget kaya gini, kak Hesa kobam ya?” Raina suka memainkan rambut Mahesa yang halus.

Entahlah, aura gelap saat pertama kali Mahesa datang ke rumahnya mendadak hilang dan berganti menjadi aura cerah layaknya seorang anak kecil yang polos.

“Tadi Hesa minum bir punya Satya.”

Raina menganga tak percaya, dugaannya ternyata benar. Mahesa memang dalam keadaan mabuk, pantas saja tingkahnya sangat berbeda dari biasanya.

Namun gadis itu tidak terlalu mempermasalahkannya, ia baru tahu bahwa kekasihnya akan lebih menggemaskan saat mabuk.

“Minum berapa banyak?”

“Satu, dua, tiga…” Mahesa menghitung menggunakan jarinya. “Lima! Lima kaleng!”

CHUU…

Raina tidak bisa menahan diri untuk mencium kekasih manisnya, ia bisa diabetes lama-lama.

“Ya udah deh kakak mabok aja terus, kakak lucu banget kalo mabok jadi kaya anak kecil.”

“Emang iya?” Mahesa menatap Raina dengan mata berbinar, bahkan ia mengedipkan matanya berkali-kali.

Lihat kan, bagaimana Raina menghadapi semua ini sendirian? Ia sangat lemah melihat pandangan seperti ini.

“Hu'um…” Raina mencium dahi sang kekasih. “Kakak gak sekolah?”

“Apa itu sekolah?” Mahesa memeluk bantal kecil disampingnya.

“Iya, apa itu sekolah?” Raina menyatukan dahi mereka berdua, menghantarkan rasa sayang. “Kakak disini aja gak boleh kemana-mana, lagian kakak lagi mabok, bahaya nanti diculik orang.”

“Raina, Hesa ngantuk…” Mahesa memanyunkan bibirnya lucu, suatu pandangan langka bagi Raina.

“Ya udah bobo disini aja.” Raina menyentuh setiap inci wajah tampan Mahesa, berhubung pemuda itu sedang mode menggemaskan seperti ini, padahal biasanya Raina tidak pernah berani melakukannya.

“Emang gak apa-apa?”

“Gak apa-apa lah, sini aku puk-puk biar cepet tidurnya.”

Dan beberapa saat kemudian hanya terdengar suara dengkuran halus dari keduanya, mereka sama-sama terlelap di atas sofa.


Aletta memang sengaja tiba lebih awal dari biasanya, ya sebenarnya tujuan utama gadis itu supaya terhindar dari omongan para murid nanti, karena biar bagaimana pun dirinya ikut terlibat dalam insiden buruk semalam.

Jam nunjukkan pukul 05.50 dimana area sekolah masih terlihat sepi, hanya ada beberapa murid saja yang mungkin diantara bisa dibilang anak ambis.

Aletta membuka loker untuk menaruh tas ranselnya dan mengambil beberapa buku pelajaran yang akan ia hadapi hari ini, seketika ia teringat sesuatu.

Ulangan Harian Matematika!

“Tolol, gua kan belom belajar!” Alhasil ia mengambil buku paket kesengsaraannya tersebut.

“Hai cantik...”

DUGH!

Saat hendak menutup pintu loker, Aletta dikejutkan oleh seseorang yang membuat dirinya melakukan aksi spontan hingga orang itu mendapat karmanya, salah sendiri mengagetkan Aletta.

“AZKA!” Aletta segera memeluk dan mengusap-usap kepala Azka yang habis terhantam pintu loker. “Sakit ya? Maaf-maaf.”

“Huhu... iya sakit banget...” Rengek Azka seperti anak kecil. “Kayaknya aku lupa ingatan deh.”

“Ih apa sih cuma kejedot gitu doang, lebay.” Aletta seketika mendorong Azka, dasar menyebalkan.

Azka tertawa melihat wajah kesal kekasihnya, jujur ia juga senang karena Aletta khawatir dengan kondisinya tadi.

Untuk mencairkan suasana, Azka pun ingin menunjukkan sesuatu kepada Aletta.

“Nih Al, liat aku bawa apa.” Azka mengangkat benda yang sempat ia bawa dari rumah, yaitu skateboard, teman masa kecilnya.

Aletta mengerutkan keningnya, untuk apa pula Azka membawa benda itu ke sekolah? Apa kekasihnya itu mau melakukan atraksi ekstrim? Eh memangnya Azka bisa bermain skateboard?

“Skateboard? Lu bisa main gituan? Yakin?” Entahlah firasat Aletta merasa tidak enak.

Azka merasa ternistakan mendengar ucapan Aletta, ia kira dirinya akan dipuji tapi malah sebaliknya.

“Ya yakin lah beb, kamu gak tau kan kalo aku dulu famous di Aussie karena jago main skateboard?” Azka mulai sedikit sombong.

Aletta mengangkat sebelah alisnya, “Gak tuh, muka lu gak meyakinkan.”

Azka menghela nafas panjang, memang perlu kesabaran ekstra berbicara dengan Aletta.

Baiklah ini waktunya Azka menunjukkan bakat terpendamnya agar Aletta semakin jatuh cinta.

“Oke, sekarang kamu lihat ya.”

Lelaki berdarah Australia itu mulai menjauh dari kekasihnya dan mengambil ancang-ancang untuk menjalankan skateboardnya secara profesional.

Aletta yang melihat aksi random Azka hanya bisa tertawa geli, ia akui bahwa kekasihnya sangat hebat dalam bermain skateboard, bahkan Azka tidak pernah gagal membuat Aletta membuka mulutnya dengan kagum.

“Keren kan?” Tanya Azka percaya diri, kali ini ia yakin Aletta tidak akan mengejeknya lagi.

“Iya keren.” Aletta merapikan surai hitam Azka yang berantakan.

“Ayo ke kelas!” Azka menarik lengan Aletta penuh semangat.

“Lu ke kelas bawa-bawa ginian? Taruh di loker dulu sana.” Suruh Aletta, pasti Azka akan ditegur oleh guru juga nantinya.

“Ah, tapi kan aku mau pamer ke temen-temen aku.” Azka mengerucutkan bibirnya kesal.

“Daripada disita ama guru, pilih mana?” Aletta melipat kedua tangannya di depan dada.

Azka akhirnya pasrah saja menuruti perkataan kekasihnya, lagipula ada benarnya juga sih.

Sembari menunggu Azka menaruh skateboardnya di loker, Aletta iseng berjalan menuju majalah dinding yang berada di dekat tangga, ia penasaran saja kenapa pagi ini majalah dinding tersebut terlihat sangat ramai dari biasanya.

Apakah ada sebuah berita menggemparkan hingga membuatnya jadi mencolok begitu?

Atau jangan-jangan itu berita tentang dirinya beserta ke-empat temannya? Wah gawat!

Belum sempat melihat dengan jelas, Azka sudah mengalihkan perhatian lebih dulu.

“Aletta, bukannya kamu nanti ada ulangan matematika? Udah belajar belum?” Tanya Azka.

Aletta menepuk dahinya, bagaimana ia bisa melupakannya hal itu untuk yang kedua kalinya? Dasar bodoh dan pelupa.

“Aduh iya lupa, gua belom belajar.” Ucap Aletta pusing.

“Ya udah, ayuk kita belajar di Perpus.” Saran Azka, ia tahu perpustakaan adalah tempat belajar paling tenang.

Perpustakaan berada di lantai dasar, jadi tanpa pikir panjang pun mereka memutuskan untuk pergi menuju kesana dan melupakan majalah dinding yang penuh misteri tersebut.

Sepanjang perjalanan, Aletta merasa aneh dengan pandangan murid-murid terhadap dirinya dan Azka.

Benar kan, firasatnya tidak enak.

“Mereka liatin kita kaya gitu pasti gara-gara semalem Al, gak usah dipikirin.” Bisik Azka berusaha menenangkan Aletta.

Aletta memang tidak memikirkan kejadian semalam, yang ia takutkan hanya satu, yaitu foto-foto yang dimaksud oleh Raina tersebar.

Merasa tak tahan, Aletta akhirnya memberanikan diri untuk bertanya langsung pada salah satu murid.

“Kenapa lu liatin gua kaya gitu? Ada masalah lu sama gua?” Tanya Aletta dengan sarkas.

“Ng-nggak kok, tadi gua liat di mading, ada...” Balasnya gugup bukan main.

“ADA APA!?” Aletta mengguncang kedua bahu murid itu.

“Ada foto... mirip banget sama lu, sama dia juga.” Lanjutnya sembari melirik Azka.

“Bangsat!”

Aletta berlari ke arah majalah dinding yang tak jauh dari perpustakaan dan benar saja ada banyak foto dirinya bersama teman-temannya disana.

Lebih parahnya lagi, foto-foto tersebut sangat tidak baik untuk diumbar dihadapan publik, apalagi kalau sampai guru tahu, bisa bahaya.

Aletta memukul kasar kaca majalah dinding itu, sia-sia memang. Kenapa sih majalah dinding sejelek ini harus di lindungi kaca? Berlebihan.

Sekarang dimana Aletta harus mencari kuncinya? Siapa pula yang memegang kunci majalah dinding? Ia kan tidak kenal para anggota mading kecuali Anna.

Tunggu—

“Aletta, kok kamu ninggalin aku sih?” Azka kesal karena dirinya ditinggal begitu saja oleh kekasihnya, padahal kan ia juga penasaran dengan foto yang dimaksud.

“Azka liat.” Aletta menunjukkan majalah dinding di depannya.

“Heh siapa yang bikin artikel kaya gini?” Azka jelas panik, jangan sampai ayahnya tahu tentang ini.

“Gua tau siapa pelakunya.” Aletta kembali berlari meninggalkan Azka.

“Eh tungguin kali Al, capek tau lari-lari terus.” Keluh Azka yang masih tetap mengejar Aletta.

Sesampainya Aletta di lantai tiga, tempat dimana kelas Anna berada, ia pun langsung masuk ke kelas gadis itu tanpa ragu.

BRAK!

Aletta menendang meja Anna dengan keras hingga membuat gadis itu terkejut dan berdiri dari tempat duduknya, takut dengan kedatangan Aletta.

Anna sudah menduga hal ini akan terjadi, ia bingung harus menjelaskan apa pada Aletta karena mau bagaimana juga Aletta pasti tidak akan mempercayainya lagi.

Bagi Aletta, nama Anna sudah tidak ada tempat untuk diberi belas kasih, jadi memohon dengan cara apapun tidak ada gunanya.

“LU KAN YANG BIKIN ARTIKEL SAMPAH KAYA GITU DI MADING!? NGAKU LU ANJING!” Aletta menggebrak meja tak kalah keras.

Semua murid yang mendengar keributan tersebut jelas penasaran dan mulai menonton mereka.

“Oh gua tau, lu udah kehabisan bahan kan ampe lu nyebar foto gua sama temen-temen gua gitu? Gak punya otak lu ya?” Aletta menoyor kepala Anna.

Mungkin adegan di atas terlihat seperti Aletta yang sedang membully Anna, apalagi Anna malah menangis karena tidak berani menjawab Aletta.

Aletta memutar matanya, ia tidak mau orang-orang berprasangka buruk melihat adegan menyebalkan ini, alhasil ia mencoba bertanya sedikit lebih halus dan sopan.

“Ck, gua gak butuh air mata buaya lu, gua cuma mau nanya dimana kunci madingnya?” Bisik Aletta. “Gua gak peduli deh mau lu atau siapa yang bikin artikel sialan itu, intinya gua butuh kinci mading sekarang!”

“Bukan gue yang bikin artikelnya Aletta, sumpah bukan gue hiks...” Akhirnya Anna berani bersuara.

“Kalo bukan lu siapa anjing? Itu foto-foto dari hpnya Dinda kan? Nah hpnya aja di elu.”

Anna menggeleng kuat, “hpnya ilang Al, gue minta maaf hiks...”

“Bajingan!” Aletta mengusak kasar rambutnya.

Kenapa masalah ini jadi semakin rumit?

“Ya udah, gua butuh kunci madingnya, mana?” Pinta Aletta setengah frustasi.

“Bukan gue yang pegang kuncinya.” Ucap Anna jujur, ia memang tidak pernah di izinkan untuk menyimpan kunci tersebut.

“TERUS SIAPA!?”

“Kak Daffa, temen sekelasnya kak Azka.”

Jadi, target utama Aletta ternyata adalah Daffa sang ketua ekskul Mading.

“Permisi-permisi...” Azka datang menghampiri mereka.

“Azka, ayo kita cari Daffa.” Aletta menarik dasi Azka agar mau mengikutinya.

“Astaga, baru juga nyampe sini.” Azka lelah harus naik turun tangga, kok bisa kekasihnya itu tidak merasa lelah sama sekali?

“Lo juga ikut Anna!” Perintah Aletta menatap tajam Anna yang langsung diangguki oleh sang pemilik nama.

. . .

Bersambung...


WOYY AKHIRNYA NIH CERITA UPDATE JUGA SETELAH SEKIAN LAMA 😭

Gimana-gimana kangen banget pasti kan? Hehehe…

Sabar ya ini udah mendekati tamat, jadi siapa sebenarnya yang menyebar foto tersebut? Masih misteri 🌚

Jangan berharap lebih dari cerita ini ya, karena author sendiri suka bingung harus lanjut kaya gimana lagi terus endingnya itu enaknya gimana. Tapi tenang aja endingnya pasti happy kok, males yang angst-angst gitu 😒

Kalo ada saran atau kritik silahkan hubungi langsung authornya, dia baik kok gak gigit 😊

Sampai ketemu di part selanjutnya… 🥰


#SweetBetrayal

Part 18 : Problem Solved


“Aduhh pengen pulang dah gua, ngantuk anjer mana besok sekolah.” Keluh Terry.

Seharusnya kan mereka lagi seneng-seneng sekarang, lah ini malah suruh jagain Dinda sambil ngemper di lantai, mana suara musik DJ nya makin kenceng berasa konser.

“Bolos aja kuy, besok hari apa sih?” Kai mulai ngeluarin ide sesadnya.

“Kamis. Gak enak kalo bolos besok mending Jumat biar sekalian libur tiga hari.” Terry sih mau aja bolos cuman kalo besok nanggung banget.

“Lagi si Reyhan ada-ada aja dah ngadain pesta hari Rabu.” Kai malah ngejulid.

Ya gimana ya, entah Reyhannya sengaja atau emang hari lain Reyhan sibuk.

“Ya lu mau aja dateng.” Sindir Terry.

“Ya kan ada makanan masa gak gas!?” Kai langsung melipat tangannya bangga.

Niatnya Kai emang mau ngabisin semua makanan disini tapi sayang makanannya udah kena zat kimia.

“Bang, gua boleh makan kue itu gak? Laper gua belom makan dari sore.” Tanya Jidan.

Sumpah dari tadi Jidan tuh ngiler ngeliat banyak makanan di atas meja, mulai dari cheese cake sampe gorengan pun ada juga ternyata.

“Makan aja, paling besok lu langsung di interview malaikat.” Bales Jefran santai. Lagi batu banget adeknya disuruh jangan tergiur.

“Ihh omongannya dark banget.” Jidan merasa tersakiti.

“Ya makanya jangan makan kalo gak mau pindah alam!” Gini-gini Jefran tuh peduli sama Jidan, kalo adeknya sampe keracunan bisa menangos dia.

TAP! TAP! TAP!

Terlihat ada seseorang yang berlari ke arah mereka dengan heboh sambil ngos-ngosan.

“WOYY ADA YANG LIAT HP JUAN GAK? YANG LIAT NANTI JUAN KASIH PERMEN!” Teriak Juan beserta tawaran yang kurang diminati teman-temannya.

Masa kasih permen emangnya mereka bocil kematian apa?

“Hp lu kaya gimana Ju?” Tanya Jefran.

“Yang casenya ada photocard Jungwon Enhypen.” Balas Juan.

Kalo hp nya doang yang ilang Juan masih stay calm, masalahnya itu hp ilang sama photocard biasnya, gimana gak panik!?

“Yah udah di gondol tuyul kali.” Celetuk Terry.

“MASA DI GONDOL TUYUL SIH!??” Juan makin panik. Sejak kapan tuyul demen photocard? Apa karna Jungwon terlalu imut!?

“Beli baru aja sih jangan kaya orang susah.” Saran Kai. Setaunya kan circle Juan sultan semua masa gak bisa beli baru.

“GAK BISA! PHOTOCARD JUNGWON MAHAL APALAGI ITU YANG LIMITED EDITION!” Ya walaupun itu photocard hadiah dari Sean tapi tetep aja gak bisa dibiarin.

“Jungwon siapa sih?” Jefran gak tau banyak soal kpop, dia taunya BlackPink doang.

“Orang.” Balas Jidan asal, toh dia juga gak tau.

“POKOKNYA KALIAN SEMUA HARUS BANTU CARI!” Juan udah mau nangis aja karna hpnya serasa ditelan bumi.

“Eitss... Gak bisa, kita berempat harus jagain Dinda nanti dia kabur gimana?” Alasan doang si Terry, padahal mah aslinya dia mager udah pewe banget ngemper dilantai macem gembel.

“Ihhh...” Juan ngehentakin kakinya di lantai, dasar semuanya jahat!

Mahesa jadi kasian liat adeknya frustasi entah karna hpnya atau karna photocard Jungwon, tapi ngeliat Juan kaya gini bikin dia mau peluk aja rasanya.

“Juan, coba inget-inget terakhir kali taro dimana?” Tanya Mahesa sambil mengusap pelan bahu Juan.

“Aduhh... Gak inget! Setau Juan tuh ya di—”

“Wei ngapain lu pada ngemper di lantai?” Tanya Haris sambil ngos-ngosan.

Adya, Sean dan Haris baru aja datang setelah menjalani mission impossible mengambil barang bukti di ruang keamanan yang untungnya berhasil.

Mereka capek banget abis berlarian kesana kemari biar gak telat ngasih barang bukti ini ke polisi.

“Jagain nenek sihir.” Balas Kai seadanya.

“HUWAA SEAN!” Juan langsung berlari memeluk Sean erat, mau ngadu dia. “MASA HP JUAN ILANG!”

“Kok bisa? Lu sih suka asal taro sembarangan.” Sean tuh apal sama kelakuan Juan yang ceroboh.

“Ihh nggak... Pasti ada yang ngumpetin hp Juan, ayo bantuin cari.” Juan narik tangan Sean maksa.

“Aduh gua capek Ju, abis berantem.” Keluh Sean, ini aja lukanya belom diobatin udah disuruh beraksi lagi.

“LOH? KOK BIBIR SAMA TANGAN SEAN BERDARAH!? SIAPA YANG MUKUL SEAN!?” Juan kaget liat luka Sean.

Kalo sampe Juan tau orang yang bikin Sean begini bisa dia remukin kali badannya pake jurus taekwondo.

“Ada dah, gak penting.”

“GAK PENTING!?”

“Udeh sstt... Mending lu obatin luka gua.” Pinta Sean sambil cengengesan.

“Ya udah Sean duduk sini Juan obatin.” Juan narik tangan Sean buat duduk di lantai terus ngambil kotak P3K yang tadi dipake buat obatin Dinda.

“Ini si Dinda ngapa lu iket kaya gini sih?” Adya heran, ampe segitunya mereka jagain Dinda.

“Biar kaga nyerang kita.” Ujar Terry, setelah kejadian lift mereka semua jadi takut sama Dinda.

“Terus gimana lu dapet barang buktinya?” Tanya Jidan nyemperin sohibnya.

“Nih dapet, semua berkat Dora.” Haris nunjukin flashdisk minionnya.

“Siapa maksud lu Dora!?” Adya merasa tersindir.

“Bukan Dora lu ya tapi Dora and Boobs.” Karna takut kena semprot Adya jadinya Haris ngawur.

“Boots goblok!” Koreksi Adya, omongannya Haris tidak ramah.

“Iya maaf typo.”

“Typo lu haram banget.”

“Udah ada kabar dari polisi?” Tanya Mahesa.

Masalahnya ini polisi juga udah hampir sejam kaga dateng-dateng, nyasar apa?

“Belom, kayanya kejebak macet deh.” Ujar Adya, temennya di chat juga gak pada respon.

“Iya, paling 5 menit lagi sampe.” Perkiraan Haris.

“IHH AYO CARI HP JUAN!” Juan berdiri setelah selesai mengobati Sean.

“Telpon aja coba, siapa tau bunyi.” Saran Sean. Pusing dia denger Juan teriak-teriak mulu.

“Mana kedengeran, suara musiknya aja segede ini.” Salahkan oknum Adam yang tidak tau situasi dan kondisi, apapun kejadiannya DJ no. 1 yoo!

“Lacak aja nih pake hp gua.” Sean ngasih hpnya ke Juan.

“Oh iya.” Juan baru kepikiran kalo sekarang jaman udah canggih.

PRANG!

Terdengar suara pecahan kaca yang tidak jauh dari mereka, lebih tepatnya dari arah Raina berada.

“WOYY SUARA APAAN TUH!?”

“DARI SANA! DARI SANA!”

“AYO LIAT!”

“EH EH PADA MAU KEMANA? INI DINDA GIMANA?” Terry kelabakan semua temennya pada pergi.

“Kalian jaga Dinda ya.” Suruh Jefran lalu ikut berlari menyusul yang lain.

“Eh tapi mau ikut!” Bantah Terry. “Wah asu lu semua.”

“Udahlah Terry kita nyebat aja disini.” Kai ngeluarin sekotak benda nikotin dari dalam sakunya.

Terry menerimanya dengan suka rela, ya daripada ngantuk mending nyebat kan biar energinya nambah juga.

“Eh apa nih? Lepasin gue!”

Seketika mereka berdua yang tadinya chill sambil nyebat itu langsung keselek pas liat Dinda udah sadar.

“Kai!? Terry!? Lo berdua yang ngiket gue kan? Lepasin gak!?” Dinda berusaha membuka ikatan di tangannya.

“Gak bisa, wleee...” Ledek Kai, emang agak nyolot anaknya.

“Iya gak bisa, tunggu polisi dateng kesini.” Terry lanjut nyebat dengan gaya.

“Anjing!” Umpat Dinda.

Dinda benar-benar kesal, bagaimana bisa semua rencananya gagal?

Memang kesalahan dia meminta bantuan 5 gadis penghianat itu, sekarang mereka malah mendapat kebahagiaan sedangkan dirinya justru mendapat kesialan.


PRANG!

Penasaran kan itu suara apa? Jadi, bodyguard Dinda yang mencoba mendekati Raina sambil membawa pisau tersebut tak sengaja dipukul menggunakan botol wine oleh oknum...

“Sa-Satya?” Raina tak menyangka dirinya akan diselamatkan oleh Satya, terlebih lagi orang itu dalam keadaan mabuk.

“Brengsek orang kaya gini.” Satya meludahi orang tersebut, entahlah dia hanya mengikuti nalurinya saja.

“RAINA!” Aletta yang melihat hal itu jelas panik dan langsung memeluk Raina dengan erat.

“Aletta...” Raina membalas pelukan Aletta sampai meneteskan air mata, dia sangat takut akan pergi cepetan itu.

“Raina, lu gak apa-apa kan?” Aletta menangkup pipi Raina, rasa khawatir terhadap temannya itu lebih besar dibandingkan dirinya sendiri.

Raina mengangguk dan kembali memeluk Aletta untuk menangis disana.

“Tenang ada gua, maaf ya baru bisa nolongin lo sekarang.” Aletta merasa bersalah. Walau semua ini murni kesalahan Dinda tapi tetap saja dia merasa gagal menjaga temannya.

Disi lain Reyhan syok melihat tubuh sepupunya yang terlihat tak sadarkan diri itu.

Seketika dirinya bergetar tak percaya dengan apa yang dilihatnya, begitu banyak darah keluar dari perut Rachel.

“Rachel, Rachel wake up!” Reyhan menahan tangisnya sembari menepuk pelan pipi Rachel.

“WOY REYHAN!”

“Ap—”

BUGH!

“KOK LU MUKUL GUA SIH!?” Reyhan bingung kenapa sohibnya ini memukulnya secara tiba-tiba.

Ya, siapa lagi kalo bukan Satya.

“Mana cewek gua!? Lu bawa kemana dia hah!?” Satya mendorong Reyhan penuh dendam, ditambah dirinya yang sedang mabuk membuat emosinya makin meledak.

“Gua bawa ke kamar.” Balas Reyhan jujur.

“Kamar? Lu ngapain anjing!?” Satya sudah tidak mempercayai sohibnya itu lagi setelah kejadian tadi, dia merasa dihianati oleh Reyhan.

“Gua cuma nidurin dia doang.” Sebenarnya tidak ada yang salah dari ucapan Reyhan, namun pemilihan katanya saja yang salah hingga membuat Satya salah paham.

“APA LO BILANG!? BAJINGAN!” Satya jelas tidak terima, dia pun kembali memukul Reyhan tak kalah kencang dari sebelumnya.

“LO LEBIH BAJINGAN YA!” Reyhan juga membalas pukulan Satya sesuai rasa sakit yang diterimanya.

“Aduhh woyy udah, lu berdua ngapa jadi berantem gini sih astaga!” Azka berusaha melerai pertengkaran mereka, dia sudah lelah dengan kedua sahabat bagai rival itu.

“Minggir lu!” Satya mendorong kasar Azka hingga terjatuh.

“Aduhh.” Ringis Azka. Dia menyesal sudah melerai mereka, lebih baik dia diam saja.

“Heh, dia temen lu sendiri ya.” Reyhan kesal melihat Satya seenaknya memperlakukan Azka seperti itu.

“Gak usah ngalihin topik deh, lu lawan gua sekarang.” Satya tidak peduli lagi dengan siapapun, yang ada dipikiran sekarang adalah menghajar Reyhan.

“Oke siapa takut.” Reyhan malah menyetujui permintaan bodoh Satya.

Bukankah mereka sama saja?

“Oh my god, Rachel! Hey Rachel, wake up!“ Azka mencoba memeriksa denyut nadi pada Rachel dan untungnya saja masih ada. “Oh thank god, okay hold on.”

“EH EH ADA APA!? ADA APA!?” Daffa sang ratu gosip datang dengan heboh, dia tak mau ketinggalan berita eksklusif.

“KAK SATYA SAMA KAK REYHAN RIBUT!” Ujar Juan tak kalah heboh.

“RIBUT!?”

“Emang aku salah apa ya kak?”

“Sssttt...”

“Maaf reflek.”

Daffa merasa dirinya mendapat kesempatan untuk menyebarkan fenomena ini di base sekolah.

“ALETTA, RAINA!“ Teriak Adya sambil berlari menuju arah mereka. “Lo berdua gak apa-apa kan? Raina maafin gua...”

“Adya...” Raina makin menangis kala melihat Adya, teman sepergeludan yang dia sayangi juga tentunya.

Daffa memberanikan diri untuk mendekati pria berpakaian jas yang sudah tergeletak tidak elit di atas lantai.

“INI SIAPA WOYYY?” Tanya Daffa penasaran.

“Ah dia salah satu bodyguardnya Dinda.” Balas Haris, dia masih ingat sekali kalau semua suruhan Dinda memakai jas seperti itu.

“Jinjja? Ini harus di viral kan.” Daffa mulai menyorot kameranya ke arah tersangka.

“Sekali lagi lu rekam-rekam, gua ancurin hp lu!” Ancam Jefran, dia sudah tidak tahan melihat kelakuan Daffa yang mengganggu banyak orang.

“Iya gak jadi rekam, hehe...” Daffa langsung mematikan kameranya, dia takut dengan tatapan Reyhan yang terlihat tidak main-main.

“Eh ini Rachel kenapa!?” Mahesa terkejut melihat kondisi Rachel separah ini.

“Gak tau bang tadi gua dateng dia udah kaya gini, kayanya sih dia ditusuk sama orang itu, tapi nadinya normal kok.” Jelas Azka cukup detail.

Mahesa ikut memeriksa denyut nadi Rachel untuk mengetahui apakah yang diucapkan Azka barusan benar.

Namun, yang dirasakan Mahesa justru berbeda, Rachel tidak memiliki denyut nadi sama sekali.

“Az, nadinya gak ada.” Mahesa menatap Azka cemas.

“DEMI APA SIH!?” Azka melebarkan matanya.

Tidak mungkin, perasaan tadi nadinya masih nomal, kenapa sekarang tidak ada? Ini gawat.

“Sumpah.” Mahesa mengangguk menandakan bahwa dia serius mengatakannya.

“CEPET KASIH NAFAS BUATAN BANG!” Saran Azka setengah panik buka main.

“Ja-jangan gua.” Mahesa melirik Raina yang ternyata juga tengah menatapnya sambil tersenyum tipis.

“Gua aja yang ngasih! Kalian semua udah punya pacar kan?” Daffa tiba-tiba saja mengajukan diri.

“Kak Daffa mending telpon ambulan deh.” Suruh Jidan tanpa beban.

“Apa lo nyuruh-nyuruh gua!?” Daffa menatap tajam Jidan, enak saja main menyuruhnya begitu.

“Ya demi kebaikan bersama, kalo sampe ada yang meningsoy gimana? Kakak mau digentayangin?” Jidan memang pandai menakuti seseorang.

“Ck, iya bentar.” Daffa pun akhirnya menurut.

Mari kembali fokus dengan dua oknum yang masih saja bertengkar tanpa ada yang niat melerai mereka.

“Bang Rey sama bang Sat kenapa barantem sih!? Mending bantuin cari hp Juan yang ilang!” Disaat seperti ini Juan masih saja memikirkan hpnya.

“Nanti gua beliin yang baru aja Ju!” Sahut Reyhan.

“GAK MAU! SAYANG PHOTOCARD JUNGWON NYA!” Tolak Juan mentah-mentah karena photocardnya lebih berharga.

“Nanti gua beliin juga photocardnya!” Bujuk Reyhan belum menyerah.

“Tapi tugas Ju—”

“Eh Ju, bilang aja iya kalo perlu minta photocardnya yang banyak bisa kaya kita.” Bisik Sean menghasut temannya.

“Oh iya bener juga, OKE JUAN SETUJU! SEMANGAT BERANTEMNYA BANG REY! BANG SAT KALAH AJA HUUU!” Sorak Juan mendukung Reyhan sepenuh hati.

“Nanti gua beliin lu hp, laptop, sama photocard yang lu suka.” Ucap Satya tak mau kalah.

Sebenarnya itu hanya trik agar Juan dan Sean lebih mendukungnya dibanding Reyhan.

“OKEE SEMANGAT BANG SAT!” Juan pun jadi pindah haluan ke Satya.

Reyhan yang mendengarnya hanya bisa memutar mata kesal, dasar semua adiknya matre.

“Gua juga dong bang.” Pinta Sean sambil tersenyum lebar.

“Iya lu semua!” Seru Satya.

“MANTAP! SEMANGAT BANG SAT!” Sorak Juan dan Sean bersamaan.

“Emang lu ada duit?” Sindir Reyhan remeh.

“Duit gua lebih banyak dibanding lu.” Satya mulai sombong.

“Hilih, ngibul.” Reyhan tak percaya.

“ANGKAT TANGAN KALIAN SEMUA!”

Mendengar suara tersebut, sontak membuat mereka semua reflek mengangkat tangan dengan cepat.

“Lah anjirr ada polisi!”

Ya, sang penyelamat memang terkadang selalu datang terlambat, dimana beberapa diantara mereka sudah banyak memiliki luka ringan sampai berat.


“Ricky?” Lirih Bella.

Bella yang tadi sempat tak sadarkan diri karena mabuk akhirnya terbangun, namun rasa kantuk dan pusing di kapalanya masih terasa kuat.

Jadi kemungkinan Bella masih belum sepenuhnya sadar.

“Eh Bel kok bangun? Mau pindah ke kamar?” Tawar Ricky.

Bella menggelengkan kepalanya lalu bersandar pada dada lelaki itu.

Ricky sendiri tidak protes ataupun melarangnya, biarkan saja Bella melakukan apa yang dia inginkan.

“Ya udah tidur lagi aja atau mau gua ambilin minum?” Tanya Ricky.

Bella menatap wajah Ricky, jarak keduanya memang dekat dan Bella baru menyadari betapa tampannya visual Ricky.

Entah karena efek mabuk atau karena instingnya, Bella membawa tangannya untuk menyentuh wajah lelaki di hadapannya itu.

Ricky yang mendapat sentuhan tiba-tiba dari Bella itu sontak terkejut. “Kenapa Bel?”

Bella mengedipkan matanya berkali-kali agar penglihatan sedikit lebih jelas. Matanya fokus pada belah bibir Ricky yang terlihat menggoda, bahkan itu membuatnya lupa akan Juan dalam sekejap.

“Ricky...” Panggil Bella.

“Iya?” Sahut Ricky bingung.

Chuu~

Ricky semakin dibuat syok karena Bella mencium bibirnya, dia tau Bella sedang mabuk jadi dia segera melepas ciuman sepihak itu.

“Inget Bel, lu ud—”

“Kamu benci ya sama aku? Katanya kamu mau ngelindungin aku.” Mata Bella mulai berkaca-kaca. “Kenapa kamu gak manggil aku princess Bella lagi?”

Ricky memejamkan matanya kuat, dia harus menjawab apa? Kalau boleh jujur semua ucapannya itu hanyalah candaan saja. Semua dia lakukan karena ingin menjahili hubungan Juan dan Bella.

“Jawab...” Bella memainkan kalung yang dikenakan Ricky.

“Bel, gua sama sekali gak benci sama lu.” Ricky menggenggam kedua tangan Bella. “Lu lagi mabok Bel, gak usah aneh-aneh ya.”

“Aku gak mabok.. hiks..” Bella meneteskan air matanya. “Aku mau kamu.”

“Eh Bel, kok lu nangis sih!?” Ricky mengusap pipi Bella, dia bingung harus bagaimana.

“Ricky...” Lirih Bella dengan mata sayunya.

'Anjing.' Batin Ricky. Bukannya tidak bisa menahan nafsu, dia hanya tak tega melihat Bella seperti ini.

“Aku emang cinta sama Juan tapi aku gak pernah tau perasaan asli dia ke aku itu gimana, aku takut dia cuma main-main aja.” Bella menghela nafas sejenak.

Ricky sebenarnya tidak ingin ikut campur dengan hubungan mereka. Namun satu hal yang Ricky tau, Juan memang terpaksa memacari gadis itu demi Sean. Ya karena Sean lah Juan dan Bella bisa berpacaran.

Mungkin Ricky pernah mengatakan bahwa dirinya akan menggantikan posisi Juan apabila lelaki itu tidak sanggup menjalankan hubungannya dengan Bella, tapi kini perasaannya mulai bimbang.

“Gak mungkin lah Juan begitu...” Ricky berusaha meyakinkan Bella.

“Kamu harus janji sama aku.” Bella melingkarkan tangannya di ceruk leher Ricky, membuat bulu kuduk lelaki itu meremang.

“Janji?” Ricky memiringkan kepalanya.

“Jangan tinggalin aku...” Ucap Bella terdengar tulus dan penuh permohonan.

“Bukannya... seharusnya lu ngomong kaya gitu ke Juan?” Ricky merasa beban di hidupnya bertambah.

“Gak ada yang bisa aku harapin dari Juan, cuma sama kamu aku bisa berharap.” Untuk kedua kalinya Bella mencium Ricky tanpa sadar.

Kali ini Ricky hanya diam, tidak ada niat untuk membalas ataupun melepaskannya, biarkan saja Bella melampiaskan segala kekhawatirannya pada Ricky.

“Kok kamu diem aja?” Bella menatap lelaki itu.

Ricky pun dibuat bingung oleh jalan pikirannya sendiri. Di satu sisi dia ingin membantu Bella namun di sisi lain dia ingat Juan, biar bagaimanapun Juan tetaplah temannya bahkan sudah dia anggap sebagai keluarga.

Jadi Ricky tidak ingin menghianati Juan hanya karena gadis yang ada di hadapannya ini.

“Bel, maafin gua tapi... Gua bener-bener gak bisa. Mungkin gua pernah bilang kalo gua bakal ngelindungin lu terus, ya kan? Tapi gua tau batasan Bel, lu pacar Juan sekarang, apalagi Juan temen gua sendiri.” Ricky merasa lega sudah mengatakannya.

“Berarti sama aja kamu ngelanggar janji.” Bella menundukkan kepalanya, dia merasa dipermainkan oleh Ricky.

“Bukannya gitu—”

“Pergi.”

“Bel? Bel, dengerin gua dulu—”

“PERGI RICKY!”

Ricky bisa melihat amarah serta kekecewaan dari mata Bella.

“Ya oke, maaf. Gua gak bermaksud bikin lu berharap banyak, gua cuma mau bikin lu merasa nyaman aja kalo di deket gua.” Ricky mencoba menjelaskan maksud perasaan agar Bella mengerti.

“Kamu gak usah minta maaf, kamu gak salah.” Bella membalas dengan nada ketus.

“Ya udah sekarang lu tidur lagi ya, nanti diomelin Juan lho.” Ricky mengelus rambut Bella untuk menenangkannya.

“Aku bisa sendiri.” Bella menepis tangan Ricky.

“Bel... Jangan marah dong.” Bujuk Ricky, hatinya jadi tidak tenang kalau begini.

“Pergi, aku mau sendiri.” Usir Bella.

Ricky seketika merasa bersalah, menurutnya semua ucapannya barusan telah menyakiti perasaan Bella.

Lelaki itu mengusak-usak rambutnya kasar, Bella memang menyuruhnya pergi tapi Ricky enggan untuk bangkit sekalipun.

“Bel...” Ricky lantas mendekatkan wajahnya pada Bella yang sedang memejamkan matanya.

Pikirannya kini tidak tenang. Bagaimana kalau Bella tidak mau berbicara lagi dengannya? Atau malah menjauhinya? Ricky benar-benar pusing, apa dia turuti saja kemauan Bella?

Ricky menyampirkan rambut Bella ke belakang telinga agar tidak menutupi wajahnya yang cantik, bagi Ricky.

Tanpa disangka Bella membuka matanya kala merasakan seru nafas lalu itu kian mendekat.

“Ricky, kamu—”

“Lupain kata-kata aku barusan, kita mulai lagi dari awal gimana?”

Bella otomatis tersenyum mendengar penuturan Ricky. Pipinya sampai memerah bak kepiting rebus, bahkan jantungnya ikut berdetak tak karuan.

Ricky memberanikan diri untuk mencium bibir gadis itu dengan perlahan namun pasti.

Sementara Bella hanya bisa memejamkan matanya menikmati permainan Ricky hingga membuatnya mabuk kepayang.

Tanpa mereka sadari, ada dua insan yang sedang berjalan menuju kamar mereka. Kita sebut saja...

“Sean, kita nginep sini aja ya, gak usah sekolah besok!” Juan menggoyang-goyangkan lengan Sean dengan gemas.

“Gak bisa begitu Juan, ntar kita diomelin bang He.” Sean hanya bisa memutar matanya, Juan dalam mode manja sangat membuatnya repot.

“Juan ngantuk banget pengen tiduran di kamar.” Sekarang Juan memeluk Sean dari belakang, membuat yang lebih tua kesulitan melangkah.

“Ya udah abis jemput Ricky, kita pulang.” Sean memang tidak mencoba melepaskan pelukannya, karena resikonya Juan akan merajuk.

“Sana Sean yang jemput, Juan mau langsung balik ke kamar.” Suruh Juan, dia sudah terlalu lelah menjalani hari.

“Eh masa gua yang masuk? Lu gak mau ketemu pacar lu?” Sean terkadang bingung, Juan ini sudah memiliki kekasih tapi hanya bermanja ria ketika bersamanya.

“Gak ah males, paling dia juga lagi tidur sekarang.” Pikir Juan tak peduli.

“Ya senggaknya lu liat keadaannya gitu.” Bujuk Sean.

“Bawel deh Sean, udah sini mana keycardnya?” Pinta Juan.

Sean pun memberikan keycard bertuliskan nomer 131, tempat dimana kekasih Juan berada.

Juan membuka pintu kamar tersebut menggunakan keycard yang sempat Aletta berikan pada mereka, dia pun masuk dengan wajah kesalnya.

Sementara Sean melangkahkan kakinya menuju kamar 130 lebih dulu, dia pikir mungkin Juan akan lama karena bertemu kekasihnya. Jadi lebih baik dia berkemas saja agar lebih menyingkat waktu.

Juan awalnya tidak curiga sama sekali dengan Ricky dan Bella, lagipula dia sendiri yang menyarankan Ricky untuk menjadi kekasih kedua Bella bila dirinya tak ada.

Namun, kenapa saat Juan melihat kedua orang itu tengah bermesraan dengan kedua bibir yang saling bertautan membuat dadanya terasa sesak?

Tangannya mengepal kuat, Juan sendiri tak mengerti kenapa jadi begini. Bukannya menegur mereka, Juan memilih untuk pergi meninggalkan keduanya.

Juan juga tidak tau ingin pergi kemana, tapi yang terpenting dia butuh pelampiasan atas rasa kesalnya sekarang.

Lelaki itu berjalan menuju pintu lift, belum sempat menekan tombol ke bawah, lift tersebut justru terbuka begitu saja.

“Juan?” Tanya seorang gadis yang sangat Juan kenal.

Melihat gadis itu membuat Juan bingung. Pasalnya hanya ada gadis itu di dalam lift, Juan tidak suka kecanggungan yang akan terjadi nanti. Apa dia balik saja ke kamar bersama Sean?

“Lu mau ke lantai berapa, Ju?” Tanyanya membuyarkan lamunan Juan.

Tidak berniat menjawab karena moodnya sedang tidak baik, jadi Juan langsung masuk dan menekan tombol lantai dasar dengan tangannya sendiri.

“Lu lagi ada masalah ya?” Gadis itu juga tidak menyukai suasa canggung seperti ini.

“Bukan urusan Nayla.” Balas Juan seraya melipat kedua tangannya.

Ya, gadis itu bernama Nayla, teman satu ekskulnya yang terkenal dengan kemampuan taekwondo diatas rata-rata bahkan Juan sekalipun.

Sebenarnya semua orang salah dalam mengartikan hubungan mereka, banyak yang mengira keduanya terlibat cinta lokasi atau cinta dalam diam yang tidak pernah tersampaikan.

Nyatanya Juan dan Nayla adalah rival yang saling bersaing untuk meraih kejuaraan di sekolah.

“Pasti masalah cewek, ya kan?” Tebak Nayla sembari tersenyum miring.

“Sok tau.” Balas Juan dingin, sebenarnya dia merasa malu karena Nayla mengetahuinya.

“Gua denger-denger lu punya pacar ya.” Goda Nayla.

“Tau darimana?” Juan masih berusaha mengelak.

“Dari base. Foto lu sempet viral lagi nyium cewek, ya walaupun fotonya burem tapi gua tau banget itu lu.” Nayla terkekeh saat melihat wajah kesal Juan.

“Iya gua punya pacar.” Juan akhirnya menyerah.

“Congrats Juan! Akhirnya lu bisa merasakan kebahagiaan dari seseorang yang lu cintai. Jangan sia-siain orang itu Ju, kalo lu cinta sama dia buktiin. Kalo lu ada masalah sama dia, coba dibicarain baik-baik pake kepala dingin.” Saran Nayla layaknya seorang pakar cinta.

“Kok lu jadi nasihatin gua? Kita kan—”

“Rival? Perlu gua perjelas biar lu gak salah paham. Kita rival dalam sebuah pertandingan aja, kalau lagi begini ya kita temen biasa yang saling mendukung satu sama lain.” Nayla menyandarkan tubuhnya pada dinding lift sembari menatap Juan yang bingung.

“Gua gak tau, gua bingung. Pernah gak sih ngerasa sesek dibagian dada waktu ngeliat pacar lu sama orang lain? Padahal orang lain itu temen lu sendiri.” Juan tanpa sadar menceritakan masalahnya pada orang yang paling dia hindari selama ini.

Nayla tertawa geli, dia merasa Juan adalah orang paling polos di dunia ini. “Lu cemburu Ju.”

“Cemburu? Gak ah masa cemburu.” Bantah Juan.

“Temen lu suka gak sama pacar lu?” Tanya Nayla mulai serius, sepertinya Juan memang perlu edukasi.

“Gak tau.” Juan mengangkat bahunya.

“Gini Ju, kalo sampe temen lu suka sama pacar lu, lu harus cepet-cepet bertindak. Jangan biarin dia ngerebut pacar lu gitu aja.” Nayla memberi nasihat pada Juan agar lelaki itu mendapat pencerahan.

“Caranya?”

“Hm... mungkin lu harus banyak luangin waktu bareng pacar lu, atau mungkin... Lebih posesif?”

“Posesif?”

“Iya, coba aja.”

Dan percayalah, Juan bahkan tidak mengerti apa itu posesif dan kapan waktu penggunaan yang tepat.

Padahal dirinya sendiri sangat posesif terhadap Sean, hanya saja dia tidak menyadarinya.


Semenjak polisi datang, pesta yang tadinya dipenuhi oleh alunan musik cukup keras hingga memekakkan telinga, kini menjadi hening walau tidak terlalu hening juga.

Beberapa orang memutuskan untuk pulang karena takut terlibat dengan polisi dan yang jelas pesta otomatis berakhir.

Perihal Rachel, gadis itu sudah dibawa oleh tenaga medis menuju rumah sakit terdekat yang dibantu oleh polisi. Berbeda dengan Raina yang memilih untuk tetap berada disini, menurutnya lukanya tidak begitu serius.

Jika kalian bertanya apakah Reyhan ikut mengantar sepupunya itu ke rumah sakit, maka jawabannya tidak.

Bukannya Reyhan tidak mau, tapi teman-teman Rachel sudah menemaninya, terlebih lagi ini pestanya dan dia harus berada disini sampai semua orang pulang.

Lalu dimana mereka? Mereka sedang terduduk disalah satu kursi restoran, merundingkan tentang perselisihan antara Reyhan dan Satya, anggap saja mereka sedang diinterogasi oleh Azka, Adya dan Aletta.

Kai, Terry, Haris, Jidan, Jefran dan Mahesa sedang di interogasi oleh dua polisi karena mereka berenam lah yang mengaku menjadi saksi mata, apalagi mereka dengan santai menunjuk Dinda sebagai tersangka utama kekacauan pesta ini.

Dan Raina sebagai korban hanya bisa duduk manis sambil menyaksikan kesaksian asli mereka.

Jika kalian bertanya dimana Daffa sang ratu gosip sekolah? Dia justru sedang live ig dari kejauhan agar tidak dilarang oleh mereka.

“Jadi dia tersangka utama?” Tanya salah satu polisi dengan serius.

Awalnya polisi itu menduga bahwa mereka semua sedang mengadakan pesta narkoba, tapi nyatanya ini hanyalah pesta ulang tahun biasa.

“Bener pak, dia namanya Dinda.” Sahut Kai tanpa ragu.

“Bohong pak, saya dijebak disini. Liat aja kepala saya sampe luka begini, jelas-jelas saya korban.” Dinda mencoba memanipulasi keadaan.

“Hilih, pembohongan publik. Kita punya barang buktinya.” Haris melihat kedua tangannya dengan gaya.

“Boleh saya lihat barang buktinya?” Pinta polisi itu pada Haris.

“Ini pak, murni dari rekaman CCTV hotel ini.” Haris memberikan flashdisknya.

“Bagaimana cara kalian mendapatkannya?” Tanya polisi itu makin penasaran.

Bagaimana bisa anak remaja seperti mereka bisa mengakses rekaman CCTV hotel ini?

“Ah.. itu..” Haris nampak berpikir keras.

“Kita ambil sendiri dari ruang keamanan.” Ucap Jidan santai.

“Heh... Sstt...” Haris langsung membekap mulut Jidan.

“Lebih baik kita jujur.” Bisik Mahesa mengingatkan.

“Baik, terima kasih atas laporan kalian, kalau begitu tersangka akan kami bawa ke kantor polisi.” Kedua polisi itu langsung memborgol Dinda.

“Sama-sama pak!” Mereka semua merasa lega.

“Eh tunggu gimana? Pak saya gak salah yang seharusnya salah itu DIA!” Dinda nunjuk Raina gak santai. “ANJING LO RAINA! LO YANG HARUSNYA MASUK PENJARA!”

“EH EH TAHAN TAHAN!” Mereka semua auto panik dan berusaha ngehalangin Dinda.

Mahesa sendiri langsung meluk Raina erat banget sampe bikin gadis itu bingung, masalahnya Dinda aja di borgol terus di tahan sama polisi juga, gak mungkin lah bisa nyakitin Raina.

“SINI LO RAINA! LO PIKIR GUA TAKUT SAMA LO!” Dinda makin berontak.

“PAK TOLONG INI TERSANGKANYA KESURUPAN, LANGSUNG BAWA CEPETAN!” Teriak Jefran dramatis.

“Ayo kamu ikut kami, kamu bisa jelaskan semuanya di kantor polisi!” Kedua polisi itu langsung narik paksa si Dinda.

“Sebentar pak, saya mau bicara sama korban.” Dinda sengaja ngubah nada bicara supaya polisi itu percaya.

“Apalagi sih Dinda ini!?” Bisik Terry tak suka.

“Baik silahkan.” Polisi itu akhirnya menyetujui.

Mereka seketika menganga tak percaya, kok polisinya malah nurutin Dinda sih!? Stres.

“HIH KOK DIPERSILAHKAN SIH PAK!” Protes Kai makin julid.

“Kak Mahesa.” Panggil Dinda.

“Katanya mau bicara sama korban kok malah sam—”

“Ssttt diem dulu.” Jefran nempelin jari telunjuknya di bibir.

“Asal lo tau aja, Raina itu ngedeketin lo karna gua yang suruh, dia gak bener-bener cinta sama lo. Yang lebih parahnya lagi dia sengaja morotin lo supaya bangkrut, ya kan Raina bestie?” Dinda tersenyum miring.

Raina yang mendengar semua rencananya di bongkar oleh Dinda sendiri pun hanya bisa pasrah. Mau mengelak atau membela diri juga rasanya sulit, toh memang itu kenyataannya.

“HAH SERIUS?”

“RAINA? BENER ITU?”

“Iya saya tau.” Ujar Mahesa, membuat mereka semua seketika fokus padanya.

“LAH LU TAU FAN?” Jefran yang udah kaget jadi makin kaget.

“Iya, Raina sendiri yang kasih tau saya. Dan asal kamu tau juga Raina gak sematre itu tapi emang saya yang suka ngasih dia pemasukan. Kamu tau? Uangnya bahkan gak dia sentuh sama sekali melainkan dia tabung.” Jelas Mahesa.

Raina sampai terheran-heran. Kok Mahesa bisa tau kalo uang yang selama ini dia kasih gak pernah Raina sentuh?

Beneran gak disentuh kok, Raina juga sebenernya bercanda doang minta uang ke Mahesa eh dianya malah ngasih beneran kan Raina jadi gak enak. Daripada uangnya terbuang buat hal-hal gak penting mending dia tabung aja buat beli album.

“Gak mungkin! Dia pasti bohong! Masa iya lo percaya sama orang macem dia sih?” Dinda kesal karena Mahesa tidak terhasut, padahal ini semua kan rencananya agar Mahesa membenci Raina dan memutuskan hubungan mereka.

Mahesa cuma bisa hela nafas, si Dinda batu banget dikasih tau. “Saya lebih percaya Raina dibanding kamu, puas?”

Raina makin terharu dengan kata-kata Mahesa. Terkadang Raina mikir kok bisa sih ada manusia sebaik Mahesa di dunia ini terus mau lagi sama dia yang sifatnya oneng gini.

“Tuh lu denger sendiri kan? Udah deh pak mending bawa aja ini aduhh...” Kai udah eneg banget liat muka Dinda disini.

“TAPI RAINA GAK CINTA SAMA LO KAK!” Dinda masih bersikeras menghasut Mahesa.

“Oh itu gak masalah, saya bisa bikin dia jatuh cinta sama saya.” Mahesa mah gak peduli, toh hubungan mereka udah lumayan jauh.

Walau kata-katanya Mahesa barusan terbilang romantis tapi semua orang disana malah masang ekspresi mau muntah, beda sama Raina yang natap pacarnya dengan mata berbinar.

“Udah pak tunggu apa lagi? Bawa tersangkanya!” Jidan jadi ikut emosi ngeliat polisinya malah bengong.

“Awas ya lo Raina, gua sumpahin hubungan kalian gak bertahan lama!” Ucap Dinda penuh penekanan.

“Sirik aja orang.”

“Bye Dinda, semoga dipenjara 100 tahun HAHAHA...”

“Bye bye Dinda.”

Untuk terakhir kalinya Dinda menatap tajam ke arah Raina, mungkin semua dendamnya pada Reyhan kini berpindah ke Raina.

Raina sendiri menyadari hal itu, gadis itu juga menatap sayu ke arah Dinda. Raina merasa hidupnya tidak akan aman setelah ini, tapi setidaknya dia cukup tenang karena Dinda baik-baik saja.

Dia hanya takut tindakannya barusan bisa membuat seseorang kehilangan nyawa.

“Hei, adek liat mas aja, gak usah liat dia, okey?”

Raina berjengit kaget saat merasakan tangan Mahesa menyentuh pipinya.

“Yehh, bucin!” Sindir mereka semua, lebih ke iri sih sebenernya.

“Abaikan suara-suara disekitar kita, anggap aja angin lalu.”

Raina tersenyum tipis, ingin rasanya dia tertawa tapi moodnya belum 100% kembali.

“Tuh, dia baik-baik aja kan?” Mahesa menunjuk Dinda yang sudah pasrah dengan keadaannya.

“Jadi kamu gak usah merasa bersalah lagi, kamu justru ngelakuin hal yang bener. Coba kalo kamu gak ngelawan, kamu gak bisa ketemu mas sekarang.” Sambungnya sambil mencubit gemas pipi sang pacar.

Andai Raina masih memiliki tenaga pasti dia sudah memukul Mahesa, lagi serius-serius masih aja gombal.

“Jelek.” Ejek Raina bercanda.

“Masa kaya gini dibilang jelek? Ganteng gitu.” Mahesa cemberut.

“Gak.” Raina menggeleng, ada-ada aja emang kelakuan pacarnya.

“Oke, mas anggap itu iya.”

Chuu~

Mahesa seneng banget akhirnya setelah melewati berbagai macam gangguan, dia pun berhasil mencium bibir Raina walau hanya sekilas.

“Mahesa!” Pipi Raina memerah malu.

Ya gimana gak? Orang-orang disana ngeliatin mereka berdua kek iri dengki gitu.

“BUBAR BUBAR GES, KITA NGONTRAK DOANG DISINI!” Kai pengen pulang jadinya, abisan dari tadi dja ngelihat hal yang uwu terus sedangkan dirinya masih jomblo.

“AH KOK BUBAR SIH KAN JIDAN MAU LIAT!” Jidan kan kepo kalo liat orang kissing secara live itu gimana.

“LIAT LIAT, NTAR LO KEPENGEN!” Jefran narik tangan adiknya itu, tuman banget orangnya.

“Udah ayo pulang, pestanya dah kelar kan?” Tanya Haris, dia juga merinding lama-lama disana, mending pulang nonton anime.

“Iya udah.” Balas Jefran, dia juga udah gak tahan pengen pergi, iri dia liat Mahesa pamer kebucinan.

“Ya udah yok bubar!” Ajak Terry sambil ngedorong mereka satu-satu.

“Ayo ciuman lagi dong, mau gua videoin.” Daffa tetiba nyamber aja entah dari mana asalnya.

“HEH! Gak usah ganggu ayo pulang Daffa, bapak lo nyariin.” Terry ngedorong Daffa sampe orangnya hampir terjungkal, untung aja Daffa pegangan meja.

“Ih apaan sih Terry ganggu aja!” Daffa natep tajem Terry.

Dirasa semuanya sudah pergi, Raina segera memukul pelan Mahesa karena sudah melakukan tindakan tidak senonoh dihadapan banyak orang.

“Aduh, kok mas dipukul dek?” Mahesa terkejut melihat raut wajah Raina yang berubah marah, tapi jatuhnya malah lucu.

“Gila.” Omel Raina.

“Sekarang adek ngatain mas gila!?”

Raina tidak bisa menahan senyum, kenapa pacarnya jadi dramatis menjurus alay.

“Hesa...”

“Iya bercanda, aku lebih suka kamu banyak tingkah kaya biasanya. Lagian kamu sama temen-temen kamu sekarang udah aman dari Dinda, mungkin kalo polisi liat barang bukti yang udah temen kamu dapetin tadi Dinda bisa masuk penjara. Jadi termasuk penyimpangan apa tuh?”

Bener-bener dah Mahesa lagi situasi gini malah suruh mikir, untung aja Raina inget pelajaran Sosiologi.

“Anak berhadapan dengan hukum?” Tebak Raina.

“Nah, kamu pinter banget.” Mahesa mengacak-acak rambut Raina gemas.

“Apa sih?” Raina menggeleng sambil tersenyum, gak ngerti sama sifat Mahesa yang berubah random gini.

“Gitu dong banyak senyum jadi makin cantik kamu.” Sekarang malah gombal bocahnya.

“Berisik.” Raina pura-pura ngeliat ke arah lain biar gak ketauan blushing, masa sama gombal murahan kek gitu aja baper.

“Oh iya kamu mau tau gak? Tadi temen kamu ada yang kobam, udah gitu dia naik-naik ke atas meja lagi.” Mahesa nyoba ganti topik.

“Siapa? Bella?” Raina sebenernya asal nebak aja karna gak mungkin banget kan kalo Bella kaya gitu(?)

“Iya, kok kamu tau?” Mahesa merasa pacarnya cenayang.

“Serius?” Raina langsung buka mata lebar gitu, pengen ngakak brutal sih tapi rasa syoknya lebih mendominasi.

“Serius, terus dia sempet meluk aku juga, sampe...” Mahesa gantungin kalimatnya buat ngeliat respon Raina. “Kepo ya?”

Raina nutup mata nahan emosi, Mahesa ada masalah apa sih jadi ngeselin gini!?

Dia tuh penasaran banget apa yang terjadi sama Bella, bisa aja kan Bella abis ngebalikin meja atau apalah yang bikin pesta ini kacau? Pokoknya Raina kepo banget.

Tapi berhubung Mahesa ngasih tau info setengah-setengah mana ambigu gitu kalimatnya, ya udahlah Raina cubit aja dia.

“Aduh.. kok dicubit sih?” Ringis Mahesa agak nyesel.

Raina gak jawab, mukanya udah sepet banget ngeledenin itu orang.

“Jangan ngambek dong, kamu cemburu ya?”

Raina menggeleng, gak cemburu sih tapi dari kalimatnya kok agak mencurigakan ya? Emang mereka berdua abis ngapain woy?

“Hilih boong, kamu pikir mas gak tau kalo kamu lagi boong? Kamu pasti degdegan kan?”

“Sok tau.”

“Ya udah mas minta maaf, kamu jelek banget kalo cemberut.” Mahesa mencolek dagu Raina untuk mencairkan suasana.

“Lebih jelek kamu.” Raina mengikuti gerakan Mahesa tadi.

“Ya udah kita impas, sama-sama jelek.”

“Gak lah.”

“Iya lah.”

Malah bergelud kan mereka berdua, emang aneh sebenernya. Tapi bukan Mahesa namanya kalo gak ngalah duluan.

“Iya deh kamu cantik sampe bikin aku jatuh cinta.”

“Buaya.”

“Kok buaya? Itu beneran loh. Coba kamu ngomong gitu juga cantiknya diganti ganteng ayo.”

“Gak mau.”

“Ya udah mas tinggal nih.”

“Tinggal sana.”

“Adek masih marah ya? Kan mas udah minta maaf.”

“Gak.”

“Ya udah mas tinggal beneran nih.”

Baru aja Mahesa membalikkan badan, Raina langsung menahan tangan lelaki itu.

Ya, biar gimanapun Raina cuma bercanda sama ucapannya. Dia masih butuh Mahesa disini buat nemenin dia.

“Iya kenapa sayang?” Goda Mahesa seraya menggerakkan alisnya.

“Jangan pergi.” Raina langsung memeluk Mahesa erat seakan-akan tak ada hari esok.

Setidaknya biarkan Raina merasakan kenyamanan setelah melewati hari yang sangat berat ini.


“COBA SEKARANG JELASIN, LO APAAIN TEMEN GUE?”

Adya menarik kembali kata-katanya, dimana dia tidak ingin lagi ikut campur dengan hubungan Shucy dan Satya.

Nyatanya bila masalah ini tidak ada campur tangan dari Adya, maka semuanya akan menjadi kacau sekacau-kacaunya.

“Gak gua apa-apain, tadi cuma salah paham aja.” Satya membela diri, jelas ucapannya itu hanyalah dusta belaka.

“Boong dia Al.” Bisik Azka pada Aletta.

“Hmm, gua tau. Kita liat aja sampe kapan dia ngeles.” Aletta yang sedang bersandar pada bahu Azka hanya mau menyimak.

Ya, kedua insan diatas memang memilih diam dan tidak berbuat apa-apa, mereka sudah lelah dan ingin bersantai ria sekarang.

“SALAH PAHAM GIMANA?” Adya kesal karena Satya terlihat main-main.

“Shella dapet dare dari Terry suruh...”

“SURUH APA?”

“Cium gua... ya tapi itu cuma dare kan? Kasian juga Shella kalo dare nya gagal.”

Adya reflek membuka mulutnya tak percaya, memangnya Shucy dia anggap apa? Mainan?

Persetan dengan Shella, seharusnya kan Satya menolak karena dirinya sudah memiliki pacar, dasar tidak waras.

“KAN, EMANG DARI AWAL GUA GAK PERCAYA SAMA LO YA, ANAK SETAN!” Adya memukuli Satya secara brutal.

Satya hanya bisa pasrah menerima kenyataan. Jujur, dia sangat merasa bersalah pada Shucy, tapi apakah Shucy masih mau memaafkannya?

“Tenang Ad, tenang.” Aletta agak kasian liat Satya berasa jadi samsak tinju.

“GIMANA MO TENANG ANJ— AH UDAH LAH! POKOKNYA MULAI BESOK LO GA BOLEH DEKET-DEKET TEMEN GUE!” Amarah Adya memuncak, dia benar-benar membenci Satya sekarang.

“Tapi kan gua pacarnya, lo ga bisa ngelarang gua dong!” Bantah Satya.

“Gak peduli.” Adya melihat kedua tangannya, baginya Satya bukanlah manusia yang harus diberi toleransi.

“Gimana kalo gua aja yang jagain Shucy?” Ucap Reyhan tiba-tiba membuat mereka berdua sontak menoleh ke arahnya.

“APA-APAAN LO ANJING!?” Satya gak terima, ngapain coba Reyhan ngajuin diri, mau baku hantam lagi ya?

“Boleh banget. Gue lebih percaya sama kak Reyhan dibanding lo ya Sat.” Adya menjulurkan lidahnya di hadapan Satya.

“Dih masa gua gak dipanggil kak, gak sopan lu.” Satya merasa tersolimi.

“Bodo.” Balas Adya acuh.

“Wah bener-bener lo...”

“APA!?”

Dan selalu saja berakhir seperti ini, tiada hari tanpa pergeludan.

Tak gelud maka tak sayang. G.

Selagi mereka berdua sedang adu bacot gak jelas. Sean yang sudah membawa tas dan bersiap untuk pulang itu menghampiri mereka dengan ceria.

“PULANG YOK!” Ajak Sean tak tau malu.

“BACOT!” Seru Adya dan Satya bersamaan, habis itu mereka langsung tatapan karna kaget bisa barengan, tapi setelahnya saling buang muka.

“Ih apa sih gak jelas, ayo pulang mau ngapain lagi? Besok sekolah ogep.” Sean udah kangen banget ini sama kasur pengen bobo ganteng.

“Tau lu berdua, udah ah! Daripada lu adu bacot sampe besok mending kita sekarang pulang deh, ya kan?” Aletta juga pusing banget pengen pulang.

“Tapi Aletta, ini tuh—”

“Sssttt... Dari semua kejadian yang udah terjadi gua bisa simpulin satu hal.” Aletta akhirnya angkat bicara terkait masalah sesat ini.

“Apa?” Tanya Adya dan Satya penasaran.

“Karena ini semua ulah Dinda, jadi gimana kalo kita balik lagi ke awal?” Usul Aletta lebih gak masuk akal lagi.

Jelas pernyataan Aletta itu bikin mereka semua ngeblank, Azka aja sampe ngeces saking ngeblanknya.

“MAKSUDNYA!?”

“Gini, berhubung Dinda udah di tangkep sama polisi jadi kita bisa jalanin kehidupan kita kaya dulu lagi, dimana kita semua gak saling mengenal satu sama lain.” Jelas Aletta puas.

“Loh Al, terus hubungan kita?” Azka merasa dibohongi oleh Aletta.

Dia kira Aletta akan menyelesaikan masalah ini dengan baik tanpa melibatkan hubungan mereka, tapi kok...

“Oh iya, gua mau minta maaf sebelumnya, gua gak ada rasa sama sekali sama lo, semua yang kita jalanin dari kemarin itu cuma akting aja.” Ucap Aletta tulus, namun kenapa hatinya terasa sesak.

Memang benar semua yang dikatakannya barusan, dia juga sudah memikirkan hal ini sejak jauh-jauh hari, niatnya dia akan mengungkapkan ini saat perjanjian mereka dengan Dinda selesai.

“LOHH ALETTA...!?” Azka menggenggam tangan Aletta, dia benar-benar bingung.

“Maaf Azka, tapi ini semua demi temen gua.” Aletta mencoba melepaskan tangan Azka secara perlahan.

“Dan lo.” Aletta menunjuk Sean.

“Gak! Gua gak mau putus dari Adya! Baru juga jadian tadi siang masa dah putus bae.” Sean jelas gak mau, bisa diketawain temen-temennya nanti kalo mereka tau Sean pacaran gak sampe sehari.

“Ya itu bukan urusan gua.” Aletta mengangkat bahunya acuh.

“Gua ikut Aletta, lagian gua pacaran sama lo juga gara-gara Dinda.” Adya lebih memihak sahabatnya.

“LAHHHH KOK JADI GINI!?” Sean syok kok Adya mau aja, emang nanti dia gak malu?

“Al, kamu yakin?” Azka kini menyentuh kedua bahu Aletta untuk meyakinkannya.

“Yakin. Azka dengerin gua, kita pacaran juga terpaksa kan karna bocil di lift waktu itu? Lo lupa?” Aletta tidak ada niatan bergerak atau melepas tangan Azka darinya.

Dia hanya ingin menatap Azka dengan dalam untuk terakhir kalinya.

“Ya gua tau, tapi kan... gua cinta—”

“Gak ada rasa cinta yang tumbuh secepat itu Azka, cinta pandangan pertama itu bullshit, yang ada cuma rasa kagum.”

“Gua bisa buktiin kalo love at the first sight itu nyata.”

“Kalo pun nyata sama aja, kita beda kasta Azka, jadi gua mau lo sadar.”

“Aletta...”

Aletta sendiri bingung dengan perasaannya, terkadang dia merasa nyaman bersama Azka, tapi terkadang dia juga memikirkan masa depan Azka.

Gadis itu tau bagaimana cara keluarga Azka mendidiknya menjadi anak yang baik, penurut dan juga pintar.

Jadi Aletta merasa tidak pantas bersanding dengan Azka, hanya saja... Terkadang Aletta juga tidak peduli akan hal itu.

Dia mulai bimbang...

“Ayo Adya!” Aletta menarik tangan sahabatnya.

“Aletta tunggu!”

Yang dipanggil pun menoleh, Aletta cukup terkejut saat mengetahui orang tersebut, Satya?

“Kok lo jadi kejam gini sih? Lo gak bisa ngatur perasaan orang seenaknya dong.” Ujar Satya sok ngasih tau.

“Satya, sekarang gua tanya, siapa yang lebih kejam udah hianatin pacarnya sendiri demi dare orang lain? Lo udah kejam, sakit jiwa lagi.” Ucapan Aletta cukup menusuk hati Satya.

“Tuh dengerin kata temen gua, puas lo?” Ledek Adya.

“Tapi gua juga mau menyampaikan pendapat.” Reyhan lagi-lagi ikut bersuara.

“Silahkan.”

“Mungkin lo sama temen lo ngedeketin temen gua karena Dinda dan mau ngancurin hidup gua, ya kan? Tapi gimana kalo sekarang temen gua yang ngedeketin kalian tapi tanpa paksaan dan tulus dari hati mereka?”

Reyhan tau rasanya di tinggalkan orang yang sangat dia cintai, apalagi semua itu karena ulah satu orang, siapa lagi kalo bukan Dinda setan.

“Itu sih terserah mereka, tapi gua gak mau dia ngedeketin temen gua.” Aletta nunjuk Satya.

“KOK GUA DOANG!?” Satya lelah tersolimi mulu.

“Ya karna cuma lo yang bajingan.”

“IISHHH! CURANG!”

“Mo protes!?”

“Aletta, kamu gak mau pikirin dua kali gitu?” Azka menyentuh pipi Aletta agar menatap ke arahnya.

“Gak, gua udah pikirin ini mateng-mateng, maaf.” Ucap Aletta, percayalah dia tidak tega melihat raut wajah Azka menjadi sedih.

“Gimana kalo gini, kita tetep jalanin hubungan ini sampai aku berhasil bikin kamu jatuh cinta.” Azka tiba-tiba saja mendapat ide.

“Nah gua lebih setuju sama saran kak Azka.” Sean bertepuk tangan, kakaknya yang satu ini memang tidak pernah mengecewakan.

“Apa lo main setuju-setuju bae.” Adya menatap Sean tak suka.

“Ya suka-suka gua dong mantan.” Sean menjulurkan lidahnya, mengejek.

“Emang udah jadi mantan?” Entahlah mendengar kata 'mantan' membuat hati Adya sedikit sakit.

“Ya... gak... tau...” Sean juga gak ngerti hubungannya sama Adya sekarang gimana ceritanya.

Azka menepuk pundak Aletta untuk membuyarkan lamunannya. “Gimana Al?”

“Azka, lo gak mau putus dari gua ya?” Bukannya menjawab Aletta malah menggoda Azka dengan melingkarkan tangannya di leher lelaki itu.

“Gua nyaman sama lo Aletta, meskipun hubungan kita baru 2 hari tapi gua—”

“Ssttt gua gak mau denger gombalan lu.”

“Aku gak gom—”

“Sstt diem dulu ih gua mau ngomong. Gua setuju sama saran lo tapi dengan satu syarat...”

“Apa? Apa?”

“Lo harus ngerjain semua tugas gua, dan lo harus jadi guru bahasa Inggris gua, mau?”

“Oke deal.”

Azka langsung memberikan banyak ciuman di wajah Aletta saking gemasnya.

Aletta sendiri tidak bisa menyangkal perasaan senangnya, dia juga bingung kenapa dirinya bisa berubah pikiran secepat itu.

“Kalo lo gimana maunya?” Tanya Sean sambil memainkan alisnya sok ganteng.

“Ogah sama lo.” Tolak Adya mentah-mentah.

“Yeh, sama gua enak loh, gua kan selebgram.” Sean mengeluarkan jiwa sombongnya.

“Maaf gak tertarik sama bocah alay.” Ilfil banget Adya kalo Sean begitu.

“Tapi gua sering liat lo ngejamet di draf tiktok, lebih alay mana ya?” Secara tidak langsung Sean membuka aib Adya.

“I-itu beda ya, kok lu bisa tau sih anjing?” Adya lupa kalo mereka pernah tiktokan bareng terus Sean gak sengaja liat drafnya.

“Makanya pacaran sama gua biar aib lo gak kebongkar.”

“Sialan.”

Reyhan tersenyum melihat hubungan teman-temannya kembali normal, asalkan semua temannya bahagia itu sudah lebih dari cukup.

“Adya! Aletta! Kalian tau dimana Shucy!?”

“Bang Yovan? Kok kesini?”

Adya dan Aletta kaget, kok bisa ada kakaknya Shucy? Kenapa gak bilang dulu gitu kalo mau jemput Shucy kesini.

“Iya, saya ditelpon sama Shucy katanya suruh jemput.” Ujar Yovan setengah panik takut adik kesayangannya itu kenapa-napa.

“Saya tau dimana Shucy.” Reyhan berjalan mendekati Yovan.

“Saya juga tau! Nama saya Satya bang.” Satya menggeser tubuh Reyhan agar dirinya lebih dekat dengan Yovan.

“Oh kamu Satya ya? Shucy sering cerita tentang kamu. Nama saya Yovan, abangnya Shucy.” Yovan mengulurkan tangannya sebagai perkenalan.

“Salam kenal bang.” Satya menjabat tangan Yovan secara sukarela. “Bang Yovan mau jemput Shucy kan? Ayo ikut saya.”

“Memangnya dia dimana?” Tanya Yovan sembari berjalan beriringan dengan Satya.

“Di kamar 131 bang.”

Satya pun dengan bangga mengantar Yovan menuju pintu lift untuk pergi ke lantai 57.

Reyhan sang pemilik kamar ikut membututi mereka dari belakang.

“Lah mereka pergi gitu aja?” Aletta menatap heran ke arah mereka bertiga.

“Ya udah Al, pulang yuk, ngantuk nih.” Ajak Adya yang udah ngantuk berat.

“Pulang naik apa bazeng?”

“Kan ada kita.” Azka dan Sean mengajukan diri.


“Dia mabuk gak? Soalnya saya denger dari suaranya agak ngelantur gitu, terus dia nyebut-nyebut nama Reyhan.” Yovan cerita waktu dia di telpon sama Shucy.

“Itu saya bang, saya yang gendong dia waktu mabuk.” Sekarang giliran Reyhan yang geser badan Satya biar dia bisa deket sama Yovan.

“Oh jadi kamu, makasih banyak ya udah nolongin adik saya.” Yovan nepuk pelan bahu Reyhan.

Untung aja masih ada orang baik di sekitar Shucy, gak tau lagi deh kalo adeknya sampe kenapa-napa.

“Iya sama-sama bang.” Reyhan mengangguk sambil tersenyum, pikiran saat ini hanya satu yaitu restu :)

“Kamu ikut nolongin juga?” Tanya Yovan ke Satya.

“Uhm.. saya tadi lagi ngumpul sama temen saya jadi gak tau bang, hehe...” Kan boong lagi si Satya mah.

“Oh gitu.” Yovan percaya aja sedangkan Reyhan udah maki-maki Satya di dalem hati.


Shucy yang baru bangun dari tidurnya itu mencoba berjalan menuju ruang tamu.

Bisa dibilang Shucy ini udah gak teler lagi alias udah sadar sepenuhnya berkat tidur, tapi kepalanya masih pusing sih.

Saat sampai di ruang tamu, Shucy langsung disuguhin penampakan Ricky dan Bella yang sedang bermesraan, tapi boong.

Bella lagi tidur nyenyak di paha Ricky sampe bikin kaki lelaki itu kesemutan.

“Ricky? Bella kenapa?” Tanya Shucy khawatir.

“Eh Shucy, udah sadar?” Ricky agak kaget denger suara Shucy. Maklum tadi dia ngantuk berat, udah merem-melek matanya.

“Sadar? Emang Shucy kenapa?”

Jujur, Shucy bener-bener gak inget apa yang udah dia lakuin malem ini.

Yang dia inget cuma minum bareng Bella abis itu dia digendong Reyhan ke kamar, udah itu aja sisanya lupa.

“Tadi lo kobam, nih Bella juga, sekarang dia malah tepar.” Jelas Ricky sambil nyentuh pipi Bella.

“Demi apa sih? Aduh kepala Shucy pusing banget Ricky.” Shucy megangin kepalanya buat nahan rasa sakit.

“Duduk sini Cy, sambil nunggu temen yang lain.” Ricky nepuk sisi sofa yang kosong.

“Iya.” Shucy duduk di samping Ricky lalu bersandar di punggung sofa. “Tadi Shucy nelpon bang Yovan keknya dia udah sampe deh.”

“Bang Yovan siapa? Abang lo?” Tanya Ricky, namanya asing gitu.

“Hooh.” Shucy mengangguk.

“Ya udah tungguin aja, paling dia juga nanti ketemu temen kita.” Balas Ricky.

“Bang Yovan marah gak ya kalo tau Shucy kobam?” Shucy jadi takut, meskipun kakaknya itu gak pernah marah tapi tetep aja hatinya gak tenang.

“Ya gak lah, paling dia mikir lo gak sengaja minum alkohol ya kan?” Ricky mencoba menyemangati Shucy.

“Semoga aja sih.” Shucy tersenyum hambar “Bella gak mau di taro di kamar aja?”

“Gak apa-apa lah gini aja dulu.” Ricky mengusap lembut rambut Bella. “Lagian kita juga mau balik abis ini.”

“Loh pestanya udah selesai?” Perasaan pestanya baru beberapa detik udah kelar aja, Shucy kan belum sempet makan kue, curang.

“Oh iya lo gak tau ya? Tadi tuh Dinda kesini—”

“APA!?” Denger nama Dinda disebut aja Shucy udah was-was. Lah ini orangnya sampe dateng, gabut banget sih hidupnya.

“Iya, mana tadi temen lo si siapa itu Raina ya? Kakinya ditusuk pake piso sama Dinda.” Ricky ngejelasin kronologi pentingnya.

“SERIUS!?” Shucy makin was-was, sahabat kesayangannya itu di tusuk? Pake piso? Fix, Dinda siap-siap aja kena santet.

Shucy gak terima sahabatnya tersakiti begitu.

“Iya beneran.” Ricky ngangguk heboh, dia aja kalo inget kejadian itu langsung merinding.

“Terus sekarang Raina gimana!?” Tanya Shucy sambil goyang-goyangin badan Ricky.

“Tenang aja, dia udah aman kok sekarang sama abang gua, terus juga Dinda katanya udah ketangkep sama polisi.” Ricky megang kedua bahu Shucy supaya gadis itu tenang.

“Alhamdulillah deh kalo gitu, tapi Shucy gak tenang deh sama Raina, pasti dia trauma.” Shucy memainkam jarinya gelisah, pokoknya dia harus menemui Raina sekarang.

“Kalo itu gua gak tau, nanti deh gua tanyain bang He.”

“Tolong tanyain sekarang!”

“Iya sebentar.”

CEKLEK!

Suara pintu terbuka. Yovan, Satya dan Reyhan pun memasuki kamar tersebut.

“Shucy!” Yovan langsung memeluk adiknya erat.

“Bang Yovan!” Shucy membalas pelukan kakaknya gak kalah erat.

“Kamu gak apa-apa kan?” Yova menangkup pipi Shucy sambil mengusapnya lembut.

“Iya gak apa-apa bang.” Ujar Shucy tersenyum manis.

“Ayo pulang, kamu harus istirahat di rumah.” Yovan menggandeng tangan adiknya itu.

“Tapi aku harus ketemu Raina dulu, aku khawatir sama dia.” Shucy nahan tangan kakaknya, perasaan khawatirnya lebih besar.

“Besok kan masih bisa ketemu.” Bujuk Yovan, dia cuma gak mau adiknya kecapean apalagi besok masih sekolah.

“Raina lagi gak baik-baik aja bang.”

“Tapi kamu juga harus liat diri kamu, kondisi kamu juga lagi gak baik, kita pulang ya.”

“Bang...”

“Raina gak apa-apa kok Cy, dia juga udah pulang sama Mahesa.” Sahut Reyhan agar Shucy mau pulang bersama kakaknya.

“Beneran kak?” Tanya Shucy memastikan.

“Iya, Adya sama Aletta juga udah pulang duluan.”

“Ya udah deh ayo pulang.” Shucy akhirnya nurut dan mau ikut kakaknya. “Terus Bella gimana?”

“Dia pulang sama gua!”

Sontak mereka semua menoleh ke arah pintu depan, disana ada Juan dengan wajah dinginnya, entah dia abis ngapain.

“Eh Juan, darimana aja?” Ricky lega akhirnya bisa liat wajah Juan.

“Kepo, minggir lo gua mau bawa Bella.” Bener aja, nada bicara Juan berubah jadi dingin dan ketus.

“Ya udah sih santai.” Ricky natep Juan julid.

Juan menggendong Bella ala bridal style dan membawanya keluar kamar. Ricky tau tujuan Juan mau kemana, ya kemana lagi kalo bukan ke mobilnya Reyhan, alhasil dia ikutin aja Juan dari belakang.

“Kak Reyhan makasih ya, maaf kalo pesta kakak jadi berantakan.” Ucap Shucy merasa bersalah.

Meski Shucy tidak ingat apapun yang sudah terjadi tapi dirinya yakin pasti telah terjadi sesuatu yang buruk.

“Iya gak apa-apa kok, asalkan kamu baik-baik juga.” Reyhan menepuk pelan kepala Shucy.

“Sekali lagi selamat ulang ya, maaf Shucy gak bawa kado, tapi Shucy janji bakal ngadoin kakak.” Shucy mengulurkan jari kelingkingnya pada Reyhan untuk melakukan pinky promise.

“Sebenernya mah gak us—”

“Ssttt Shucy maunya ngadoin kakak, bodo.” Paksa Shucy.

“Ya udah boleh.” Reyhan mengaitkan jari kelingking mereka.

Setelahnya Shucy menatap Satya yang nampak ingin mengucapkan sesuatu.

“Shucy aku mau ngomong.” Ucap Satya seperti tidak berani menatapnya.

“Kenapa kak Satya?” Tanya Shucy sambil tersenyum, dia tidak tau kenapa 'Satyanya' jadi malu-malu begini, bukankah itu lucu?

“Kamu udah gak marah?” Satya menatap Shucy dengan mata berbinar.

“Marah? Kenapa?” Shucy memiringkan kepalanya.

Marah? Demi Tuhan, Shucy seratus persen yakin pasti telah terjadi kekacauan antara dirinya dengan Satya, tapi apa?

“Alhamdulillah kamu udah gak kobam.” Tidak ingin melewatkan kesempatan ini, Satya pun segera membawa Shucy ke dalam dekapannya.

“Ini kenapa sih? Kak Satya jangan peluk ih malu diliatin.” Wajah Shucy memerah, ada rasa rindu di hatinya kala merasakan kehangatan dari sang pacar.

“Shucy aku seneng banget, akhirnya kita gak jadi putus—”

“Putus!? Emangnya kapan kita putus!?” Shucy tidak salah dengar kan? Apa-apaan coba kalimat haram itu muncul dari mulut Satya?

“Gak gak! Lupain sayang.” Satya merutuki dirinya, seharusnya dia jangan membahasnya dulu, merusak suasana saja.

“Kakak aneh ih.” Shucy memukul pelan dada Satya tapi tak ingin melepas pelukannya sama sekali.

Walau kini pikiran tengah bercampur aduk, perihal Raina dan juga maksud kalimat 'putus' dari Satya.

. . .

Bersambung...


Hayoo sapa yang kangen cerita ini? Udah setahun ye kan gak kerasa 😃

Author mohon maaf yang sebesar-besarnya ya bestie, jangan nungguin cerita ini update, karena ini cerita mau cepet ditamatin sama author karna si biang kerok aja udah menghilang 😎

So, love you, makasih yang udah mau baca dan nungguin sampe saat ini 😘

Cuma mau menyampaikan, jangan terlalu berekspektasi tinggi sama cerita ini karena authornya suka berubah pikiran 🙏🏻

Btw...

Happy Birthday To Our Leader, Yang Jungwon✨

Saran aja sih, yang ngasih caption singkat ga usah dikasih kue ya Won 😃

Canda :)

Byee, see you on the next part 🌚

___

#SweetBetrayal

Part 17 : Misunderstanding


Aletta, Jidan dan Anna akhirnya sampai di lantai 68 alias Heshin Restaurant yang terletak di rooftop hotel dengan segala perjuangan mereka.

“Gila mayan juga naik kesini.” Aletta menghela nafas panjang.

“Huft... Capek banget...” Anna ngos-ngosan, entah udah berapa anak tangga yang dia pijak hari ini.

“Ah lemah lu baru gitu aja udah capek.” Ejek Jidan.

“Sopan kah begitu?” Anna menatap tajam Jidan, udah tau dia abis lari-larian jelas lah capek.

“Makanya olahraga Anna, biar lari-larian gak capek.” Saran Jidan seraya merenggangkan tangannya yang pegal.

“Nyenyenye...” Julid Anna.

Aletta melihat sekeliling, ternyata suasana pesta sudah tidak seramai saat terakhir kali dia disini.

Dia pun berjalan menuju meja bar untuk mengambil salah satu minuman. Tenang, itu hanya soda jadi aman.

Jidan dan Anna juga melakukan hal yang sama untuk melepas dahaga mereka.

Mata Aletta menangkap salah satu meja yang ditempati oleh sekelompok orang yang cukup dia kenal.

“Jidan, itu abang lo kan? Kak Jefran.” Aletta menujuk meja tersebut dengan gelasnya.

“Lah iya.” Jidan baru ingat kalau kakak kandungnya itu juga diundang ke pesta Reyhan.

“Tolong bilangin abang lo sama orang-orang yang ada disana tentang Dinda.” Perintah Aletta, menurutnya akan lebih baik jika mereka mengetahui hal ini.

“Oh oke siap!” Jidan memberi tanda hormat lalu pergi ke meja yang Aletta maksud.

“Eh itu kaya Bella deh.” Aletta menyipitkan matanya untuk melihat orang itu. “Ah bodo amat gua harus kasih tau Azka dulu.”

Gadis itu pun berlari mencari kekasihnya.

Anna yang menyadari dirinya ditinggal sendirian oleh kedua temannya jadi kesal.

“Loh kalian kok pada ninggalin gua sih!? Ih nyebelin!” Dia menghentakkan kakinya.

Bagi Anna hari ini adalah hari kesialannya.

Pertama dia harus dikejar oleh beberapa orang tak dikenal yang berusaha menangkapnya dan Raina.

Kedua, dia harus mengetahui kenyataan pahit tentang orang yang disukainya ternyata berpacaran dengan teman dekatnya sendiri.

Anna mendengus sembari melipat kedua tangannya.

Gadis seperti Raina bisa mengalahkannya? Memangnya dia siapa? Dia bahkan tidak pantas bersanding dengan ketua osis itu.

Anna kembali mengambil ponsel Dinda yang sempat dia simpan.

Di dalamnya memang berisi banyak foto haram yang jika disebarluaskan, bisa membuat Raina dan teman-temannya mendapat komentar kebencian dari banyak orang atau bahkan merusak hubungan mereka.

'Ide yang bagus.' Batin Anna sambil tersenyum miring.

“Gua mending ikut Jidan atau Aletta ya?” Dia mengetuk jarinya di dagu.

“Aletta pasti mau ketemu sama Azka, kalo Jidan mau ketemu Jefran waketos... Berarti ada... Oke gua ikut Jidan.”

Jika para reader kesal dengan Anna, sabar ya dia emang gitu orangnya😃


“Azka!” Panggil Aletta ketika menemukan kekasihnya itu.

“Aletta? Lo kenapa lari-lari gitu?” Azka menghampiri Aletta, dia sangat khawatir karena belum melihatnya beberapa hari waktu lalu.

Aletta memeluk Azka dengan erat, dia lega untungnya Azka baik-baik saja.

Azka sebenarnya cukup terkejut dengan perlakuan Aletta ini, bahkan semua temannya sampai terheran-heran.

“Lo liat Reyhan dimana?” Tanya Aletta seraya melepaskan pelukannya.

“Gak, gak liat, kenapa?” Azka bingung kenapa tiba-tiba Aletta menanyakan soal Reyhan padanya, aneh sekali.

“Ayo bantu gue cari dia.” Aletta segera menarik lengan Azka untuk meneruskan misinya.

“Eh kamu siapa?” Tanya seorang gadis yang berusaha mencegat mereka, dia terlihat tak suka jika Azka dibawa oleh Aletta.

“Gua pacarnya Azka, kenapa? Masalah?” Aletta langsung to the point, lagi salah sendiri nanya-nanya disaat genting gini.

“Iya dia pacar gua, Aletta namanya.” Azka tersenyum, dia merasa bangga memamerkan kekasihnya di hadapan teman-temannya.

“O-oh jadi kamu pacarnya.” Alya melangkah mundur, dia merutuki dirinya yang sudah lancang bertanya.

“Lo siapa?” Tanya Aletta dengan tatapan sinis, dia punya firasat kalau gadis itu menyukai Azka.

“Aku Alya.” Balasnya sedikit tertekan.

“Kalo aku Shella.” Sahut Shella sambil melambaikan tangannya friendly.

“Gak nanya lo.” Ucap Aletta, dia menggelengkan kepalanya tak habis pikir, pengen banget apa dikenal juga.

“O-oke.” Shella menundukkan kepalanya malu.

Sedangkan ketiga teman yang lain seperti Daffa, Kai dan Terry jadi ngebug. Mereka bertiga benar-benar bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

“Eh ini ada apa sih!?” Daffa akhirnya memutuskan bertanya.

“Lo bertiga bantuin gua cari Reyhan, ngerti!?” Aletta menunjuk ketiga orang itu tanpa dosa.

“Emang Reyhan kenapa?” Kai masih gak paham.

“Tau ih, perasaan tadi Reyhan baik-baik aja dah.” Terry melipat tangannya.

Kalaupun Reyhan kenapa-napa dia juga gak peduli sih, toh dia disini kan cuma numpang makan.

“Oh gua tau, lu pasti mau ngasih surprise kan? Hayo ngaku...” Tebak Daffa.

Aletta memutar matanya, dasar otak udang mereka semua. “Kalian kenal Dinda kan?”

“Kenal!” Jawab mereka serempak.

“Dia ada disini.” Jelas Aletta.

“APA!?” Kaget lah mereka semua.

“Bukannya dia lagi... Oh iya ini kan bukan di sekolah.” Daffa baru sadar kalo orang di skors kan masih bisa berkeliaran di luar sekolah.

“Tapi ngapain dia kesini?” Tanya Kai, setaunya kan Dinda itu anaknya bermasalah jadi gak mungkin diundang kesini.

“Kalo ada Dinda pasti hal buruk akan terjadi.” Pikir Terry.

“Dinda meresahkan.” Timpal Kai.

“Pokoknya jangan sampe ada yang makan kue apapun disini.” Peringat Aletta, dia punya firasat buruk tentang makanan itu. Mungkin saja masih ada Bodyguard Dinda disini.

“Emang kenapa?” Tanya Shella, dia langsung menaruh kue yang ada di tangannya.

“Nanya sekali lagi gue gampar muka lo!” Ancam Aletta, capek dia tuh ngeladenin mereka semua.

“Ampun bestie.” Shella auto kinap.

“Udah sana cepet mencar cari Reyhan, sama bilangin orang-orang kalo polisi bakal dateng kesini.” Aletta nyuruh mereka nyebar bukannya malah bengong disini.

“Po-polisi?” Shella tak menyangka, seserius itukah masalah Dinda sampai melibatkan polisi?

“Iya polisi, Dinda itu terlibat pembunuhan berencana.” Menurut Aletta ini lah satu-satunya cara agar Dinda tidak berulah lagi.

“Gila, Dinda sikopet banget.” Kai jadi emosi.

“Spikopat anjir.” Sahut Daffa.

“Psikopat goblok!” Terry mengoreksi kalimat mereka semua, dasar gak pernah belajar bahasa Indonesia.

“Ya udah sih sans!” Daffa melipat kedua tangannya, namanya juga typo harap dimaklumi dong.

Aletta menarik tangan Azka untuk ikut dengannya mencari Reyhan di suatu tempat.

“Kita mau kemana Al?” Tanya Azka, pasalnya dia tidak tau kemana arah tujuan mereka.

“Kita cari ke kamarnya.” Balas Aletta tanpa menoleh kearah lelaki itu.

“Ke kamar?” Azka tersenyum, entah apa yang dipikirkan olehnya.

Aletta menghentikan langkahnya. “Jangan mikir yang macem-macem.”

“Gak, gua gak mikir apa-apa, sumpah.” Azka seketika panik, dia juga tidak mengerti akan jalan pikirannya.

“Bagus. Oh iya, lo liat Shucy sama Bella gak?” Tanya Aletta, dia sedikit khawatir dengan kedua bocah itu.

“Kalo Bella gak liat tapi kalo Shucy liat, dia abis jambak-jambakan sama Satya.” Jelas Azka, dia ingat terakhir kali bertemu teman Aletta itu.

“Hah? Ngapain anjir!? Kobam kah?” Aletta nampak syok mendengarnya. Aneh banget sampe jambak-jambakan gitu, fix ini mah pasti gak beres.

“Hmm... jangan marah ya, gua udah berusaha ngelarang Satya, tapi dianya ngeyel.” Ucap Azka dengan suara rendah, dia takut Aletta akan memarahinya.

“Oh kayanya gua tau nih.” Gumam Aletta.

“Iya bener.” Azka mengangguk.

“Apa yang bener? Lo aja belom cerita.” Aletta berkacak pinggang.

“Ya masa kamu gak tau kelakuannya Satya.”

Siapa yang tidak tau dengan kelakuan busuk lelaki buaya itu? Jelas saja semua orang tau hanya dari namanya.

“Huft...” Aletta menghela nafas. “Satya selingkuh gitu? Atau cuma iseng godain cewek lain? Atau malah...”

“Ya intinya gitu.”

“Kalo kamu?” Kini Aletta menatap Azka penuh selidik.

“Hah?” Azka tak mengerti maksud Aletta. Apa dia juga menuduhnya selingkuh? Hei, itu tidak mungkin terjadi.

“Kamu deket-deket sama cewek lain juga gak? Tadi kan aku gak sama kamu.” Aletta sampe gak sengaja manggil aku-kamu saking gemesnya.

“Ohh sekarang ngomongnya aku-kamu, oke.” Goda Azka, jarang-jarang kan Aletta kaya gini.

“Gak usah ngalihin topik. jawab pertanyaan aku, oh jangan-jangan...”

“Gak Al, sumpah! Aku gak ngapa-ngapain sama cewek lain.” Azka meyakinkan Aletta sembari memberikan mata berbinarnya.

“Terus si Alya-Alya itu siapa? Ngapain dia deket banget sama kamu?” Aletta sebenarnya agak curiga dengan teman Azka tadi.

“Dia yang suka sama Aku, akunya sih gak.”

Azka memang tau temannya itu menyukainya sejak lama, tapi Azka tidak ada perasaan apapun terhadapnya.

“DIA SUKA SAMA KAMU!?” Aletta makin tak percaya.

Dia kira firasatnya hanyalah rasa cemburu semata, ternyata gadis itu memang harus diberi peringatan.

“I-iya tapi aku gak suka! Aku sukanya sama kamu doang!” Azka mengatakannya dengan tulus.

“Boong, dasar buaya, gak ada bedanya kamu sama Satya.” Aletta kesal, dia pun berjalan meninggalkan Azka.

“Ih nggak Al, aku bahkan gak pernah ngobrol sama Alya.” Azka menarik tangan Aletta agar kekasihnya itu berhenti.

“Pembohongan publik.”

“Nggak Aletta, masa kamu gak percaya sama pacarmu sendiri.”

“Nggak tuh.”

“Aletta...” Wajah Azka mulai memelas, dia tidak tahu harus berbuat apa lagi supaya Aletta percaya.

Aletta jadi ingin tertawa melihat wajah kekasihnya itu, dia tau kok kalau Azka tidak pernah berbohong padanya.

“Iya aku percaya, tapi kalo kamu sampe deket-deket sama dia lagi awas aja.”

“Tapi kan aku satu kelas sama dia, gimana dong?” Azka mengerucutkan bibirnya lucu.

“Ya boleh sih deket, tapi jangan sampe kamu selingkuh, hidupmu gak akan tenang abis itu.” Ancam Aletta.

“Siap Al, janji kok!” Azka memberikan tanda hormat.

“Ya udah ayo kita ke kamar kamu.” Ajak Aletta. “Kita lewat tangga darurat ya, aku trauma naik lift.”

“Emang kenapa?” Azka baru tau kalau Aletta punya trauma dengan lift.

“Abis kejebak di lift.” Ujar Aletta santai.

“Oh my god, serius Al? Kamu gak apa-apa kan? Kok bisa sih? Kamu sendirian kejebaknya atau ada orang lain? Terus caranya kamu keluar gimana?” Azka panik, kenapa Aletta baru cerita sekarang sih, kan dia bisa menolongnya.

“Sstt... Ceritanya panjang, besok aja ceritanya, ini lagi genting sayang.” Aletta sebenarnya tidak mau mengingatkan kejadian itu lagi.

“Sayang? O-oke.” Azka menggaruk tengkuknya karena malu, Aletta benar-benar tidak terduga orangnya.


“Bang Jefran! Surprise adikmu yang ganteng ini datang! Halo juga kak Mahesa, Ricky dan Juan!”

Jidan dengan segala tingkah ajaibnya datang memberi kejutan untuk mereka semua, jangan lupakan bajunya yang juga berbeda konsep itu.

“Lah Jidan? Lu ngapa pake baju biru terang anjir? AHAHAHA ANEH BANGET!” Jefran selaku kakak kandungnya langsung ketawa ngakak.

“Jahat lu bang ngatain adek sendiri, gua tuh salah kostum tau.” Semangat Jidan seketika menurun akibat perkataan kakaknya yang cukup menyayat hati.

Drama Jidan mah.

“Pfftt... Jidan lu sehat kan?” Ricky nyoba nahan tawa.

“Gak usah ketawa lu Ricky Ridho! Tadi temen lu udah ngetawain gua, sakit hati gua tuh.” Jidan keknya salah deh pergi kesini, mending dia ikut Haris aja tadi biar malunya gak sendirian.

“Lebay lo! Siapa suruh salah baju.” Juan natep Jidan julid banget, dia tau maksud 'temen' itu pasti si Sean.

“Emang gak baca undangannya?” Tanya Mahesa baik-baik, kasian juga dia liat Jidan di bully.

“Lupa gua kak.” Lebih ke males sih sebenernya.

Jidan baru sadar ada temen sekelasnya yang lagi tidur pules di sofa. “Weh Bella kenapa tuh? Abis lu gengbang ya berempat?”

“Mulut dijaga! Siapa yang ngajarin begitu hah!?” Jefran yang denger fitnah itu langsung nabok kepala adeknya.

“Gak gitu Jidan, dia tuh abis kobam makanya ketiduran.” Jelas Mahesa, ada-ada aja dah pikiran Jidan.

“Tau lu, sembarangan banget!” Ricky emosi, temennya itu enak banget kalo ngomong gak di rem.

“Jidan lo jangan mancing emosi ya.” Juan ngasih tatapan membunuh ke arah Jidan.

“Ouhh... Bilang dong kan gua gak tau.” Jidan ngangguk-ngangguk aja.

Tiba-tiba saja ada seorang gadis yang berlarian tak jelas ke tempat mereka.

“Jidan, lu cepet banget sih, tungguin gua kek gitu!” Gadis itu menepuk pundak Jidan.

“Lah lu ngapa ngikut gua Annabelle!?” Jidan ngelepasin tangan Anna dari pundaknya.

“Nama gua Anna ya!” Koreksi gadis itu, dia pun beralih menatap keempat lelaki di hadapannya. “Hai kalian!”

“Hai!” Balas mereka semua kecuali Mahesa.

Dia baru tersadar, mendengar nama Anna dan Jidan membuatnya ingat akan satu hal.

“Bentar kalian Anna sama Jidan? Kalian yang kejebak di lift bareng Raina kan?” Kalau mereka bisa lolos dari lift, lalu kemana kekasihnya itu?

“Iya.“ Jidan mengangguk. “Eh kok lu tau kak?”

“Kejebak di lift? Lu tadi kejebak di lift!? AHAHAHAH KOK BISA SIH?” Jefran malah ngakak lagi pas tau adeknya kena sial begitu.

“Lu mah ngetawain gua mulu bang, gak jelas.” Jidan memasang muka cemberut.

“Iya tadi kita yang kejebak di lift bareng Raina, kalo kak Hesa nyari Raina dimana, Raina masih ada di lift sama Dinda.” Jelas Anna.

Sebenarnya Anna cukup malas untuk mengatakan fakta itu, tapi dirinya harus terlihat baik di depan Mahesa kan?

“Apa? Sama Dinda?” Mahesa berusaha berpikir positif, walau hatinya benar-benar tidak tenang.

“Oh gua paham, lu pacarnya Raina ya kak? Yang nyuruh kita buat narik interkom.” Tebak Jidan, pantesan Haris langsung kicep denger suaranya.

“Interlock, Jidan.” Koreksi Anna.

“Ouhh jadi pacar lu Raina.” Jefran menepuk pundak Mahesa sambil nahan tawa. “Yang dulu suka nyari masalah sama lu itu kan? Gak nyangka gua.”

Mahesa sangat khawatir dengan keadaan Raina, dia tidak mau diam saja disini, dia harus melakukan sesuatu.

“Eh mau kemana kak?” Tanya Jidan ketika Mahesa ingin pergi meninggalkan mereka.

“Ya mau nolongin pacar gua lah! Kalian tau sendiri kan Dinda kaya gimana!?” Pikirannya udah gak karuan, dia takut banget kekasihnya itu kenapa-napa.

“Santai dulu bang, santai.” Juan nyoba nenangin abangnya.

“Iya bang, coba dengerin mereka dulu.” Ujar Ricky.

“Tau lu, khawatir banget keknya.” Goda Jefran, dia baru kali ini liat temennya panik gitu.

“Coba kamu jelasin yang lebih detail, tadi kamu sama Raina terus kan?” Tanya Mahesa pada Anna.

Anna senang karena merasa menjadi orang kepercayaan Mahesa.

“Iya, tadi kita berdua ketemu sama Dinda. Kita sempet nguping kalo dia mau ngasih sesuatu ke kuenya kak Reyhan.”

“Ngasih sesuatu? Apaan?” Tanya Ricky.

“Ngasih racun lah, ya kali ngasih duit.” Ujar Jidan kesal, emangnya ngasih apa lagi coba selain racun?

“Jadi, si Dinda itu mau ngeracunin Reyhan sama tamu-tamu disini gitu?” Tanya Mahesa memastikan.

“Kurang lebih kaya gitu kak.” Anna mengangguk.

Mahesa tidak bisa menahannya lagi, dia harus segera menyelamatkan Raina bagaimanapun caranya.

“Eh eh mau kemana? Sini dulu, ngebet banget sih.” Jefran menarik temannya itu agar tidak pergi.

“Je, pacar gua dalem bahaya, masa gua diem-diem aja disini!?” Mahesa menepis tangan Jefran dengan kasar.

“Ya tau tapi tenang dulu.”

“Gimana bi—”

“Hai guys...”

Entah dari mana asalnya, tiba-tiba seorang Aryasatya Ragnala berjalan dengan sempoyongan ke arah mereka, di tangannya terdapat sebotol anggur yang isinya tinggal sedikit.

“Eh bang Sat, lu kenapa lemes amat?” Ricky kaget ngeliat kondisi abangnya yang kelewat gembel itu.

“Bang Sat abis minum baygon ya?” Juan ngarang aja nanya gitu.

“Sotoy lu semua... Hik...” Ucap Satya setengah cegukan.

“Lu kenapa Sat sampe cegukan gitu?” Mahesa makin heran sama adeknya yang satu ini, tumben banget dia kaya gini.

“Gua abis minum 2 botol wine... Hik...” Satya malah cengengesan gak jelas.

“Waduhh... kobam dia.” Jefran menatap Satya dengan miris, pasti lagi galau itu bocah.

“Bang Sat lu kaya orang abis putus cinta deh.” Celetuk Jidan.

“HUWAAAA BANG... MASA PACAR GUA DIAMBIL REYHAN....” Satya memeluk Mahesa sambil menangis tersedu-sedu.

“Eh, lu ketemu Reyhan?” Mahesa menepuk-nepuk punggung Satya agar lelaki itu sedikit tenang.

“Ketemu tadi.”

“Terus sekarang dia dimana?”

“Gak tau... Intinya dia bawa pacar gua pergi...” Rasanya Satya ingin menghajar Reyhan sekarang juga.

“Tadi bang He abis nelpon bang Rey, katanya dia lagi ada di kamar.” Sahut Juan.

“Di kamar? Pasti pacar gua ada disana juga, ayo kita kesana!”

Satya mau pergi nyusulin mereka ke kamar, tapi karna efek Kobam dia jadi oleng gitu pas jalan, untung badannya ditahan sama orang-orang yang ada disana.

“Eh eh... Sat lu kalo lagi kobam gak usah cari ribut deh.” Mahesa ngerangkul Satya biar duduk di sofa.

“Gak, gua gak kobam, gua masih sadar!” Tegas Satya, ya walaupun pandangannya udah berkunang-kunang.

“Hilih, jalan aja sempoyongan gitu lu bang.” Sindir Juan.

“Diam lo jelek!” Bales Satya gak terima.

“Tuh bang masa dia body shamming.” Adu Juan pada Mahesa, enak aja muka ganteng gini dibilang jelek.

“Aduh... Udah deh kalian disini aja, gak usah kemana-mana ya.” Perintah Mahesa, pusing banget dia tuh ngurusin ginian.

“Oh iya kak, tadi Sean juga udah nelpon polisi kesini, kayanya 20 menit lagi sampe deh.” Ujar Anna, dia lupa mengatakan poin penting itu.

“Kalian nelpon polisi!? Kenapa gak bilang-bilang dulu, siapa yang nyuruh nelpon polisi?” Mahesa syok, kok sampe bawa-bawa polisi segala sih.

“Aletta.” Balas Jidan. “Katanya Dinda terlibat pembunuhan berencana.”

“Ah iya Dinda, gua baru inget! Minggir lu semua!” Mahesa membuka jalan agar dia bisa lewat.

“Eh Affan! Gua ikut!” Pekik Jefran lalu mengikuti temannya itu pergi.

“Jidan ikut juga dong bang!” Jidan ngikut abangnya dari belakang.

“Bang Sat, mending lu tiduran disini dulu.” Saran Ricky, dia sama Juan mau bawa Bella ke kamar.

“Terus lu semua ninggalin gua gitu?” Satya kecewa, seharusnya kan mereka nemenin dia dimasa-masa sulitnya ini.

“Anna, lu temenin bang Sat ya.” Suruh Juan tanpa dosa.

“Eh kok jadi gua? Gua kan mau ikut kak Hesa!” Tolak Anna. Ogah banget dia nemenin Satya disini, nanti dia ketinggalan info tentang Raina.

“Dih ngapain ngikut orang bucin? Mending disini temenin Satya, mumpung lagi kobam.” Ricky memainkan alisnya.

“Gua gak kobam ye anying...” Lirih Satya.

“Pret...”

“Bella, bangun!” Juan menepuk pipi Bella secara perlahan untuk membangunkannya.

“Eung...” Bella merasa terganggu. “Juan?”

“Masih pusing gak? Kita pindah ke kamar yuk!” Juan mengusap lembut rambut Bella.

“Ke kamar?” Tanya Bella setengah sadar, nyawanya belum terkumpul sempurna.

“Iya, mau digendong sama Ricky atau sama Juan?” Tawarnya.

“Mau sama Juan!” Balas Bella dengan antusias.

“Oke, satu.. dua.. tiga!”

Juan pun mengangkat tubuh Bella dan membawanya bak karung beras. Iya, Juan meletakkan tubuh Bella di pundaknya.

Anehnya Bella tidak protes atau memberontak, apapun yang dilakukan kekasihnya itu Bella tetap suka kok. Apalagi dalam kondisi mabuk seperti ini, Bella juga tidak sadar.

“Buseh Ju, ngapa gendongnya begitu dah?” Ricky kira Juan akan menggendongnya dengan cara normal tapi malah...

“Biar gua gak capek.” Ujar Juan dengan santainya.

Dimana-mana, yang namanya gendong orang itu pasti capek lah Juan 🙃

“Ya tapi...”

“Udah ayo keburu kita ketinggalan sama bang He!” Juan berlari menuju arah lift.

“Pelan-pelan Ju, gak usah lari juga, kasian itu Bella...” Ricky gregetan banget ngeliatnya, takut Bella encok abis ini.

“Satya, lu bisa jaga diri kan? Gua harus ikut mereka, bye!” Anna pamit dan pergi menyusul mereka semua.

“Anjing lu semua, gak ada yang peduli ama gua... Hik...” Ucap Satya meratapi nasib.


Penasaran dengan apa yang terjadi pada Dinda dan Raina? Kira-kira begini kejadiannya...

Kini hanya ada mereka berdua di dalam lift.

Dinda menekan tombol lantai dasar agar waktu mereka di dalam lift terasa lebih lama.

Raina berusaha menjauhi Dinda karena di tangan gadis itu terdapat pisau lipat yang bisa melukainya kapan saja.

“Hmm.. Hai Dinda! Kok lu bisa disini sih? Bukannya lu lagi sakit ya?” Raina membuka pembicaraan dengan basa-basi.

“Wow, so you believe that? You think I'm really sick?” Dinda mendecih. “You're a bad liar Raina, you can't even hide your relationship with the student council president.”

“Hah? Gua gak ada hubungan apa-apa sama anak presiden.” Raina sebenarnya tau apa maksud Dinda, dia hanya mengulur waktu.

“Maksud gue ketua osis.” Dinda memutar matanya, kesal.

“Ouhh... Hahaha... Mahesa maksud lu? Gua juga gak ada hubungan apa-apa sama dia.” Raina tertawa canggung.

“Oh gitu? Sayangnya, Anna pasti nyangka lo udah ngehianatin dia. sama kaya kalian ngehianatin gue.” Dinda membersihkan bercak darah yang ada di pisaunya.

'Hadeh nambah beban aja dah nih orang.' Batin Raina.

“Kita gak ngehianatin lu Dinda, kita beneran ngerusuh kok di pestanya Reyhan.” Raina mencoba meyakinkan Dinda.

“You think I'm stupid?”

“Yes, I mean nooo... No, of course not.” Raina merutuki dirinya. Bisa-bisanya dia mengatakan hal itu, dasar bodoh.

“Enak ya, lo sama temen-temen lo malah asik pacaran. Semenjak kalian tau skandal gue, kalian udah gak peduli lagi kan?” Dinda berjalan mendekati Raina yang memojok di sudut lift.

“Dinda, kenapa sih lu ngelakuin semua ini? Padahal Reyhan tuh orang baik lho.” Perkataan Raina barusan membuat Dinda berhenti.

“Iya bener. Reyhan dulunya cinta sama gue, tapi gara-gara pacar lo sama adek-adek setannya itu, Reyhan jadi benci sama gue!”

Ya, alasan Dinda mengincar Raina ialah hubungannya dengan sang ketua OSIS, karena Mahesa lah yang membuatnya dibenci oleh Reyhan serta membuatnya di skors dari sekolah.

“Mahesa? Ya elah Din, kalo lu ada masalah sama dia mah ajak ribut aja. Kenapa harus Reyhan yang kena imbasnya?”

Raina tidak bersungguh-sungguh mengatakannya, kalau sampai kekasihnya jadi sasaran Dinda, dia sendiri pula yang kelabakan.

“Gue mau bikin Reyhan ngesel karna udah putusin gue.”

“Dengan cara ngeracunin Reyhan di hari ulang tahunnya? Gila lo ya!?”

“Lebih gila mana sama orang yang udah ngebohongin temen deketnya demi kesenangannya sendiri?” Sindir Dinda secara halus.

Raina menghela nafas, berdebat dengan Dinda memang tak ada habisnya, salah satu diantaranya harus ada yang mengalah.

“Ya kalo itu mah masalah gua. Mau ke depannya gimana juga bukan urusan lu. Gua yang ngambil keputusan, gua juga yang harus terima resikonya...” Ia menjeda kalimatnya untuk melihat ekspresi Dinda.

“Sama kaya lu Dinda. Seharusnya lu udah tau apa resikonya ngebully Luna waktu itu. Sekarang Reyhan jadi benci sama lu kan? Ya itu karna kesalahan lu sendiri.” Sambung Raina.

Dinda terdiam. Ia meremas pisau yang ada di tangannya, ucapan Raina barusan memang benar faktanya, semua ini karena ulahnya sendiri.

Tapi mendengar kenyataan itu justru membuatnya semakin marah.

Dinda tertawa sembari tersenyum miring, “lo gak usah ceramahin gue, Raina.”

Ia melayangkan pisaunya ke arah Raina, untungnya saja gadis itu menghindar dengan cepat.

“Ehh Dinda jangan!” Raina membungkukkan badannya agar tidak terkena benda tajam tersebut.

Dinda menarik jaket yang dikenakan Raina hingga membuatnya terjatuh.

“Aduh.. kok gua jadi letoy gini sih?” Raina memegang punggungnya yang sakit akibat terbentur lantai lift.

Merasa mendapat kesempatan, Dinda pun segera mencekik Raina dengan kedua tangannya.

“L-lepasin gua...” Raina mencoba melepaskan cekikikan itu.

“Makanya jangan main-main sama gue.” Dinda tertawa puas.

“Fuck you, bitch.” Umpat Raina.

“Oh my god, I'm so shocked.” Dinda semakin mengencangkan cengkramannya. “You're so rude Raina. Kok Mahesa mau ya pacaran sama lo? Oh atau jangan-jangan... Lo gak jual diri ke dia kan?”

BRUK!

“HEH GUE GAK SERENDAH ITU YA! LO TUH YANG LONTE!” Raina baru saja menendang perut Dinda dengan sekuat tenaganya.

Dinda makin tertawa kencang, ia mengusap darah yang keluar dari mulutnya. Menurut Dinda tendangan Raina tadi cukup kuat sampai membuatnya seperti ini.

“Eh m-maaf Din. Udah ya, gua gak mau kita saling berantem gini. Lu liat kan ada CCTV, salah satu dari kita bisa masuk penjara.”

Raina menekan tombol lantai 68 agar mereka kembali ke Heshin Restoran.

“Salah satu dari kita itu... Gue kan maksudnya?”

Dia kembali mengarahkan pisaunya ke arah Raina, karena gadis itu lengah, alhasil ia terlambat untuk menghindar yang menyebabkan kakinya menjadi sasaran.

“Ouhh... Sshh... Lu—”

“Gimana Raina? Enak kan?”

“Akh... Shit!” Raina mencabut pisau yang menancap di kakinya. “Cu-cukup ya, udah puas kan lu nusuk gua?”

Jelas Dinda puas melihat Raina yang kesakitan seperti itu, tapi jiwa psikopatnya masih menggebu-gebu, ia ingin Raina lebih menderita lagi.

Dinda mengambil alih pisau yang berada di tangan Raina lalu mencoba menusuk bagian dada gadis itu.

Dengan sisa tenaganya, Raina menahan benda tajam tersebut menggunakan telapak tangannya.

Raina tidak peduli akan rasa sakit yang ia rasakannya sekarang. Yang terpenting, ia melawan dan selamat dari Dinda, ia tidak ingin mati konyol di tangan orang gila itu.

“Sadar Din, masih ada cara lain buat nyelesain ini semua.” Raina mencoba menasihati Dinda.

“Iya, caranya lu harus mati.” Dinda sudah kehilangan akal sehatnya.

“Anjing.”

“Hmm... gue jadi penasaran lo dibayar berapa sama Mahesa?”

BRUK!

Saking kesalnya Raina tanpa sadar mendorong Dinda hingga terjatuh. Tidak hanya itu, Raina juga menarik rambut Dinda lalu membenturkannya ke dinding lift.

“HAHAHA... Jadi gini sifat asli Raina? Sekarang kita liat siapa yang bakal masuk penjara?”

Karena kemarahan Raina sudah memuncak, ia pun terus membenturkan kepala Dinda berkali-kali hingga tak sadarkan diri.

Raina tersadar dengan apa yang telah ia lakukan pada Dinda, ia bisa melihat darah mengalir dari kepala gadis itu.

TING~

Pintu lift terbuka dan menampilkan keadaan dalam lift yang sangat kacau, terdapat bercak darah di bagian dinding dan lantai lift.

“Wih Raina, lo hebat banget bisa ngalahin Dinda!” Itu suara Jidan.

“Jidan tahan tombol liftnya!” Suruh Mahesa yang kini mulai mendekat ke arah Raina.

Raina tidak melihat ke arah depan lift, pandangannya masih fokus pada tubuh Dinda. Entah kenapa semua tubuhnya terasa lemas, bahkan mengucapkan satu katapun terasa sulit.

Semua orang yang berada di depan lift hanya bisa terdiam, mereka terlalu syok melihat hal ini secara langsung.

Hanya satu orang yang tersenyum miring melihat kondisi Raina sekarang, ia cukup puas dengan apa yang dilakukan Dinda terhadap Raina. Tapi kenapa gadis itu tidak mati saja sekalian?

“Raina? Hei Raina, sayang? Kamu gak apa-apa?” Mahesa mencoba meraih tangan Raina namun kekasihnya itu justru menjauh.

Raina melihat tangannya gemetar. Ia takut, ia merasa bersalah. Seharusnya ia tidak bertindak sejauh itu, bagaimana kalau Dinda...

“Raina, ini Mahesa...” Lelaki itu ingin membawa Raina ke dalam pelukannya, namun sekali lagi Raina tetap menjauhinya.

Raina mengangkat tangannya agar Mahesa tidak mendekat. Entah lah ia tidak ingin seseorang menyentuhnya sekarang. Ia merasa tangannya kotor karena dipenuhi darahnya sendiri dan juga darah orang lain.

“Raina, Mas lebih percaya kamu dibanding orang lain, Mas tau kamu gak salah.”

Raina menggeleng, matanya mulai berkaca-kaca.

Mahesa mengulurkan tangannya secara perlahan, “Ayo kita keluar dari sini, kita obatain lukamu ya?”

“H-He...” Lirih Raina.

“Hm? Kamu mau Mas gendong?” Tanya Mahesa seraya mengusap lembut pipi kekasihnya.

Raina mengangguk.

Mahesa mencoba menyentuh tangan Raina. Kali ini gadis itu tidak menolak, hanya saja ia bisa merasakan tubuh Raina menegang dan gemetar. Pasti kekasihnya itu masih syok.

“A-aku...”

“Sstt... Gak apa-apa, ada Mas disini.” Mahesa tak tega melihat kondisi Raina yang mendapat banyak luka sayatan di bagian lengan dan kakinya.

Raina meringis ketika Mahesa mulai menggendongnya ala bridal style.

“Ngapa lo semua pada diem?” Mahesa menatap tajam mereka semua.

“Eeee... Syok bang, pacar lo keren banget masih bisa survive dari Dinda.” Ricky mengacungkan dua jempolnya.

“Iya malah Dinda yang tepar.” Juan menunjuk tubuh Dinda yang tergeletak di lantai.

“Gila Raina lu abis ngapain aja sama Dinda sampe kaya gini?” Jefran mau pegang tangannya Raina tapi malah di pukul sama Mahesa.

“Sumpah Ra, lu berasa ngelawan psikopat kek di film-film anjir.” Jidan yang masih setia menahan tombol lift itu sampai terkesima.

“Raina lo beneran gak apa-apa? Dinda ngelakuin apa aja sama lo?”

Raina menatap manik Anna cukup lama. Mungkin gadis itu nampak khawatir dengannya tapi Raina merasa ada sesuatu yang berbeda, semua yang Anna ucapkan terlihat berlebihan dan fake.

Namun, perasaan bersalahnya terhadap Anna mulai menghantuinya. Ia ingin meminta maaf pada temannya itu, hanya saja lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan kata-kata lain.

“Udah lu pada gak usah nanya aneh-aneh, dia masih syok.” Ujar Mahesa.

“Iya maaf...”

“Hai guys ada apa nich? AAAAA... ITU KAN DINDA!?”

Daffa yang tak sengaja lewat seketika teriak, ia terkejut saat melihat keadaan lift yang cukup mengerikan baginya.

“Aduh bang Daffa gak usah teriak-teriak bisa gak sih?” Omel Juan karena Daffa berteriak tepat di sampingnya.

“Bang!? Panggil gue kak!” Daffa gak terima dipanggil bang, emangnya dia bang ojol apa.

“Kak Daffa rusuh ih!” Ricky kesel, pokoknya kalo ada Daffa pasti jadi heboh.

“Eh itu Dinda masih idup?” Celetuk Daffa

“Ya masih lah.” Balas Jefran, aneh-aneh aja dah pertanyaan Daffa.

Daffa makin terkejut saat melihat gadis yang sedang dibawa oleh Juan. “Itu siapa pula yang kau bawa? Pacar kau kah?”

“Iyaaa kak Daffa, diem dia lagi tidur.” Bales Juan menahan emosi.

“Eh ya ampun lu korbannya Dinda ya? Gila, lu diapain aja sama dia?” Daffa beralih untuk menanyai Raina sebagai korban utama.

“Lu liat aja kondisi dia, gak usah nanya lagi.” Sahut Mahesa dengan datar.

“Ih ya udah dong, santai, kenapa sih orang-orang sensi banget.” Daffa ngambil benda andalannya dari saku celana. “Btw, pokoknya gua harus live—”

“Gak usah ngelive-live lu!” Jefran menutup kamera ponselnya.

“Ih kak Jefran gak asik ah!” Daffa narik ponselnya terus dia masukin lagi ke saku celana.

“Eh kita udah cari kemana-kemana tapi Reyhan gak ketemu juga nih!” Terry yang abis keliling restoran bareng Kai langsung ngelapor ke Daffa.

“WOYYY ITU DINDA! ABIS KALIAN APAIN DIA!?” Kai nunjuk tubuh Dinda dengan histeris.

“Daffa, Terry sama Kai tolong bawa Dinda.” Perintah Mahesa.

“Lho kita baru juga dateng kak, masa udah suruh bawa dia.” Terry protes, enak aja main nyuruh-nyuruh begitu, kalo ada imbalannya sih gas.

“Iya capek tau kak abis keliling.” Kai pura-pura ngos-ngosan biar gak jadi dipilih.

“Mau diamond epep gak?” Tawar Mahesa, dia tau mereka semua kan maniak epep.

“Dih curang masa nyogoknya pake diamond epep, tapi oke lah, kuy kawan!” Tanpa pikir panjang, Terry langsung masuk ke dalam lift.

“Lah kok lu mau!? Tapi lumayan sih.” Kai otomatis ngikutin temennya itu.

“Sorry ya Daffa tidak tertarik dengan diamond epep, terima kasih.” Tolak Daffa lalu berniat pergi.

“Follower ig mau?” Yang ini pasti Daffa gak bakal nolak, selebgram macem Daffa mah butuh banget ginian.

“Oke minggir kalian semua, gue yang paling kuat disini!” Daffa masuk ke dalem lift dan nyoba ngangkat Dinda tapi kok berat ya, fix pasti kebanyakan dosa. “Woyy kok lu pada diem aja sih!?”

“Katanya lu yang paling kuat disini.” Sindir Terry.

“Ya tapi bantuin juga gila!” Omel Daffa.

“Juan sama Ricky lanjut bawa Bella ke kamarnya ya.” Jefran menepuk kedua pundak mereka.

“Siap bang Jefran!” Seru Ricky.

“Ih tapi Juan gak mau naik lift yang ini ah, serem banget banyak darah gitu.” Protes Juan, semua orang juga ogah kali naik lift itu.

“Ya udah naik yang sebelahnya sana.” Jefran nunjuk pintu lift yang lain.

Juan dan Ricky pun mengangguk lalu berjalan menuju pintu lift tersebut.

“Kamu mau ke kamar atau di Resto aja?” Bisik Mahesa.

Raina menunjuk ke dalam Restoran, ia ingin menghirup udara segar daripada berdiam diri di dalam ruangan.

“Oh oke. Jefran gua duluan ya.” Mahesa berpamitan pada Jefran.

“Eh anjir, gua ngikut dong. Jidan lu bantuin mereka juga ya.” Suruh Jefran sebelum mengejar Mahesa.

“Iya, ini gua juga udah bantuin dari tadi.” Ucap Jidan si penekan tombol lift.

“Eh Jidan, lu punya tisu gak?” Tanya Terry.

Tiga orang yang bertugas memindahkan tubuh Dinda itu sudah siap membawanya ke dalam Restoran.

Jidan memeriksa saku celananya, “ada kak, kenapa?”

“Ambil pisaunya dong, buat barang bukti itu, jangan lu pegang tangan langsung.” Terry menunjuk sebuah pisau lipat yang berlumpur darah di sudut lift.

“Oh iya sebentar.” Sebelum mengambilnya, Jidan sempat memergoki Anna yang sedang memandangi pisau tersebut. “Eh Annabelle, lu ngapa bengong?

Anna berjengit kaget, “Gak apa-apa, sini gua aja yang ambil pisaunya.”

“Eh jangan, mending gua aja, bahaya.” Jidan segera mengambil pisau itu dan membungkusnya dengan tisu.

“Oke, berarti gua diem aja.” Anna melipat dia tangannya.

“Eh Anna, mending lu bersiin nih lift.” Suruh Jidan.

“Dih ogah amat, bye!” Mendingan dia pergi daripada disuruh yang macem-macem.

“Yeh bocah malah kabur.”


Masih ingat dengan tugas Adya, Sean dan Haris?

Ya, mereka bertiga tengah menjalankan misi yaitu mengambil rekaman CCTV sebagai barang bukti kejahatan Dinda.

Haris mengintip dari balik dinding untuk memeriksa keadaan di sekitar ruang kamera pengawas.

“Sepi, kemana penjaga CCTV nya?”

Bukannya ruang keamanan seperti ini harusnya banyak yang jaga ya? Aneh sekali.

“Iya ya kok sepi?” Adya ikut mengintip dari balik tubuh Haris.

“Apa jangan-jangan ini semua ulah Dinda juga?” Pikir Sean.

“Bisa jadi.” Haris mengangguk. “Dia nyogok petugasnya biar pergi.”

“Masuk akal.”

Haris melangkahkan kakinya menuju sebuah pintu bertuliskan 'Secury System'.

“Eh coba kesana, kayanya itu ruangan operatornya dah.” Ia menunjuk ke arah pintu tersebut.

“Lo yakin itu ruangannya?” Tanya Adya meyakinkan, jujur dia rada takut masuk kesana.

“Iya yakin banget, udah sana cepet masuk.” Suruh Haris tanpa sadar.

“Kok gua sih!? Gua kan gak ngerti apa-apa soal ginian apalagi komputer, ini seharusnya tugas Raina.” Protes Adya, kalo dia yang ngutak-ngatik nanti malah rusak lagi.

“Iya tau, tapi sekarang kan Raina lagi di lift sama Dinda setan itu.” Haris juga gak ngerti soal komputer.

“Eh Sean lu ngerti gak soal komputer?” Tanya Adya pada kekasihnya itu.

“Lumayan.” Balas Sean sembari mengedikan bahunya.

“Lumayan apa nih? Yang jelas dong.” Adya kalo ngomong sama Sean tuh pasti bawaannya emosi.

“Ya lumayan bisa lah.”

“Nah bagus, coba lu salin file videonya ke flashdisk ini.” Adya ngasih flashdisk minion itu ke Sean.

“Oke siap.”

Sean akhirnya masuk ke dalam ruangan itu dengan santai, gak ada orang juga sih di dalem situ.

Dia pun duduk di salah satu kursi depan komputer, di cek lah itu komputer yang untungnya gak dikasih kata sandi, hoki banget deh mereka.

“Eh bentar coba liat CCTV di lift deh.” Adya mau tau apa yang terjadi sama Raina dan Dinda selama di lift.

“Bentar, mari kita liat cam 12.” Sean menggerakkan kursornya untuk melihat kamera yang merekam bagian lift. “Weh itu Raina sama Dinda kan ya?”

“MANA-MANA!?” Adya mendekat ke arah komputer.

“Iya bener itu mereka, anjir Dinda kok bawa pisau sih?” Haris syok ngeliat tingkah barbar Dinda, udah kaya orang kesurupan aja.

“CEPET COPAS FILE NYA SEAN! INI BARANG BUKTI BUAT LAPOR KE POLISI!” Adya mengguncang-guncang badan Sean.

“Iya sabar astaga, ini lagi gue salin, loading...” Sean menunjuk hasil kerjanya.

“Aduh gimana kalo Raina kenapa-napa?” Adya khawatir, tangannya bahkan sampai tremor.

“Udah kita berdoa aja semoga dia baik-baik aja.” Ujar Haris yang kini mulai berdoa.

“Aduhh lumayan gede lagi filenya.” Sean berdecak kesal, bayangin aja video berdurasi setengah jam itu ukurannya 5 gb.

“Kira-kira berapa menit selesainya?” Tanya Adya, dia makin gak tenang aja kalo gini.

“Mungkin 10 menit sih.” Perkirakan Sean.

“Eh itu Dinda nusuk kakinya Raina?” Haris menunjuk layar komputer.

“APA!? SERIUS LU!?” Adya langsung fokus sama layar komputer, bener aja apa yang dibilang Haris, dasar Dinda biadab.

“Wah ini termasuk tindakan kriminal sih.” Sean kembali menyalin beberapa file yang baru terekam itu.

“Dinda lu bakal berakhir di penjara abis ini—”

“HEY KALIAN!”

Mereka bertiga menengok ke arah pintu masuk ruangan, ternyata para bodyguard Dinda itu masih belum menyerah juga ya.

“Itu kan preman yang tadi, kenapa sih mereka kesini lagi?” Haris kesel. Dia kan capek berantem mulu, udah berapa kali mukul orang coba hari ini.

“Pasti disuruh Dinda lagi.” Adya memutar matanya.

“Adya, lo jagain filenya ya, kita lawan mereka dulu.” Sean menepuk bahu Adya. “Ayo Haris!”

“Woke sip, jagain ya Adya. Inget itu barang bukti!” Haris melambaikan tangannya.

“Eh kok jadi gua sih?” Adya bingung harus gimana, akhirnya dia duduk aja di kursi depan komputer. “Gua tinggal nungguin doang kan sampe filenya ke salin?”

BRUK!

Adya terkejut melihat Sean yang terjatuh menabrak meja di sampingnya.

“S-Sean!? Lo gak apa-apa!?” Adya panik, dia ingin menolong kekasihnya tapi dia takut file ini akan dicuri.

Sean berusaha berdiri walaupun terkena pukulan yang cukup kuat hingga membuat bibirnya sedikit terluka.

“Shh... Gak apa-apa, lo fokus aja sama filenya.” Sean tersenyum paksa.

“T-tapi Sean—”

Adya jadi tak fokus, baru kali ini dia merasa khawatir dengan Sean, dia takut bila lelaki itu akan kalah dan babak belur.

“Ayu fokus Adya bentar lagi filenya ke salin. Eh mampus kok berenti, jangan berhenti dong.” Adya makin panik, dia mencoba memukul komputer itu agar filenya kembali berjalan.

“Ayo maju!” Tantang Haris Dia mah gak takut lawan mereka, lagian mereka semua juga lemah.

Tapi anehnya para bodyguard itu masih berani ngelawan dia. “Oh masih belum nyerah juga ternyata, oke!”

Haris dengan segala kemampuan bela dirinya langsung menghajar mereka semua.

“Mampus kan lu! Ayo coba lawan lagi, masih berani?”

“A-ampun...” Ucap orang itu.

“Yeh gilaran dah sekarat aje lu ampun-ampun, udah sana pergi!” Usir Haris membuat semua bodyguard itu menyerah dan lari terbirit-birit.

Adya mengambil salah satu pot tanaman disana kemudian melemparkannya ke arah bodyguard yang sedang menyerang Sean.

Orang itu pun lengah dan berakhir mendapat tendangan maut dari Sean hingga pingsan karena membentur sisi meja.

“Makasih Adya!”

Adya langsung memeluk kekasihnya itu dengan erat, dia benar-benar takut melihatnya terluka.

“Lu gak apa-apa kan? Coba mana yang luka?” Dia menangkup pipi Sean.

“Gak ada, nih cuma di sudut bibir doang.” Sean menunjuk bekas lukanya.

“Sakit gak?” Adya mau menyentuhnya tapi gak berani.

“Gak kok, gini doang mah biasa.” Sean tertawa supaya Adya sedikit tenang.

“Udah ah jangan berantem lagi.” Omel Adya, dia memukul lengan kekasihnya.

“Iya, Adya.” Sean memeluknya karena gemas.

“Ehem... Masih ada gua lho disini.” Tegur Haris, berasa jadi nyamuk dia.

“Ya terus?” Adya menatapnya sinis, ganggu momen aja tuh orang.

“Gak, gak apa-apa. Gimana itu filenya udah ke salin?” Tanya Haris mengingatkan mereka dengan misi utama.

“Oh iya sebentar.” Adya melepas pelukannya dan memeriksa komputer itu. “Udah nih!”

“Bagus, ayo kita balik ke resto.” Haris menepuk tangannya.

“Naik lift aja ya, biar gak capek.” Sean pegel kalo naik tangga.

“Iya kita naik lift.”

“Yes, akhirnya naik lift!”


Azka dan Aletta kini sedang berjalan menyusuri koridor lantai 57 untuk pergi ke kamar No. 130, kamar yang ditempati oleh Reyhan bersama teman-temannya.

“Tapi aku gak yakin Reyhan ada di kamar.” Menurut Azka aneh aja gitu, masa yang punya acara malah enak-enakan di kamar kan gak masuk akal.

“Terus kamu yakinnya dia ada dimana?” Aletta berhenti berjalan, lagian capek juga dari tadi naik turun tangga.

“Ya dimana gitu.”

“Ya dimana? Kamu jangan bikin bingung dong.”

“Di hatimu.”

Aletta nutup matanya nahan emosi. Ini Azka belajar ngegombal darimana coba? Gak bener nih.

“Ngomong kaya gitu lagi gua gampar ya lo!” Ancamnya, tak lupa dia juga memberikan tatapan membunuh.

“Ampun Al, bercanda doang, serius amat sih.” Azka langsung panik, kirain kekasihnya itu bakal baper.

“Ini tuh antara hidup dan mati ye, kalo sampe temen lo kenapa-napa jangan salahin gua.” Aletta lanjut jalan ninggalin Azka di belakang.

“Kok kamu ngomongnya gitu sih? Terus kenapa balik lagi jadi lo-gua, mending aku-kamu aja.” Azka cemberut.

“Makanya lo jangan mancing emosi.” Aletta kesel, ini tuh lagi serius malah bercanda mulu bocahnya.

“Kan biar gak sepi.” Jelas Azka, baru pertama kali juga dia gombalin Aletta.

“Hilih, udah tuh cepet buka pintunya.” Suruh Aletta saat mereka tiba di depan kamar 130.

“Iya sayang.”

Chuu~

Azka mencuri satu kecupan di bibir Aletta.

“Siapa suruh cium-cium?” Aletta masang muka datar, kelakuan Azka makin hari makin jadi aja.

“Itu hadiah, surprise.” Azka tersenyum lebar supaya kekasihnya itu tidak marah lagi.

“Kebanyakan belajar lo jadi oneng begitu.” Aletta menggelengkan kepalanya, ada-ada aja emang.

“Ih Aletta, gini-gini gua kan mirip Jake Enhypen.” Azka pede banget ngomongnya, ya walaupun omongannya itu gak salah juga sih.

“Heh ssttt... Buka cepetan.” Aletta udah pusing sama jalan pikiran Azka, dia cuma mau kelarin masalah ini terus pulang deh.

“Iya ini mau dibuka.” Azka merogoh saku jaket dan celananya. “Aduh keycardnya mana ya?”

“Jangan bercanda lagi.” Aletta melipat kedua tangannya.

“Sumpah gak bercanda, mana ya?” Azka kembali memeriksa sakunya satu per satu.

“Coba sini gua yang cari, lama lo mah.” Aletta narik jaket Azka biar lebih deket jarak mereka.

Gadis itu mulai meraba-raba setiap saku di jaket dan celana kekasihnya.

“Eh Al, ngapain?” Azka yang kaget sama tindakan Aletta itu jadi nahan nafas.

“Biar cepet, mang ngapa sih?” Aletta meriksa saku jaket dan celana Azka sampe dalem.

“Y-ya tapi—”

“Nih, ketemu kan.” Aletta berhasil mengeluarkan keycard yang ada di saku depan celana Azka.

Aletta pun segera membuka pintu No. 130 menggunakan keycard tadi.

“Sana masuk duluan!” Suruh Aletta menujuk ke arah dalam kamar.

“Harus banget gua yang masuk duluan nih?” Azka mendadak takut, entah lah perasaannya tidak enak.

“Iya, ini kan kamar lo, gak sopan kalo gua yang masuk duluan.” Ujar Aletta sambil mendorong tubuh Azka ke depan.

“Iya juga sih.” Azka akhirnya memberanikan diri untuk masuk lebih dulu.

Mereka berdua memasuki kamar tersebut dengan diam-diam. Baru saja menginjakkan kaki disana, mereka sudah disuguhi suara-suara yang aneh.

“Kak... pelan-pelan... akh...”

“Iya maaf, sebentar lagi masuk nih...”

“Al, denger sesuatu gak?” Bisik Azka, dia berhenti untuk mencari sumber suara itu.

“Denger apa sih? Jangan nakutin.” Aletta seketika merinding, tanpa sadar dia jadi meluk Azka dari belakang.

“Gak nakutin, coba denger deh.”

“Apaan sih?”

“Suaranya dari sana.” Azka menunjuk pintu kamar tidur.

Aletta menghela nafas, sejujurnya dia juga mendengar suara aneh tersebut, bahkan lama kelamaan suara itu semakin keras.

“Coba kesana.” Suruh Aletta, dengan suara pelan, dia belum mau melepaskan pelukannya.

“Yakin mau kesana? Kalo misalkan itu bukan manusia gimana?” Tanya Azka. Gak mungkin juga sih kalo itu hantu.

“Coba aja buka, siapa tau itu Reyhan.” Aletta tidak begitu yakin sebenarnya.

“Tapi ada suara cewek juga.” Ujar Azka, benar suara itu seperti pria dan wanita, apa yang mereka lakukan disana? Mencurigakan.

“Gua kek tau suaranya.” Aletta baru sadar, suara itu terdengar tidak asing baginya.

Dia melangkah maju dan membuka pintu ruangan itu. Pemandangan pertama yang mereka lihat sudah cukup untuk mengejutkan mereka.

Benar, sumber suara itu adalah Reyhan dan juga Shucy. Entah apa yang sedang mereka lakukan, posisi keduanya nampak ambigu bagi Azka dan Aletta.

“Al... i-ituu—”

“Ssttt... Iya gue liat, diem-diem.”

Aletta menutup kembali pintu itu dan menarik Azka menjauh dari sana.

“Tapi itu Shucy sama Reyhan, mereka—”

“Jangan bilang siapa-siapa, ssttt...” Aletta menempelkan jari telunjuknya di bibir agar kekasihnya tidak berisik.

“Terus gimana? Kita bukannya cari Reyhan ya? Ini Reyhannya udah ketemu sama temen lu juga lagi.” Azka bingung dan pusing, kenapa masalahnya jadi rumit begini sih.

“Aduhh... gimana ya?” Aletta juga tidak tau harus bagaimana, ingin menegur mereka tapi tidak berani. “Kita pergi aja yuk! Senggaknya kita udah tau Reyhan ada disini.”

“Oh oke.” Azka gak mau ikut campur, mending dia sama Aletta aja.

Mereka berdua akhirnya keluar dari kamar No. 130 dan menutup pintunya secara perlahan agar tidak ketahuan.

“BANG AZKA! HALO!” Seru Ricky mengagetkan mereka.

“Heh temen gua kenapa anjir ampe lo bawa-bawa kek karung beras begitu?” Aletta menyentuh tangan Bella yang terasa dingin.

“Tidur dia.” Ujar Juan.

“Kok bisa? Kobam yak? Ihh nyusahin orang aja deh lo!” Aletta mencubit pipi Bella, untungnya gadis itu tidak terbangun.

“Terus ini Bella kita taruh dimana? Kamarnya dikunci.” Tanya Ricky.

“Oh iya, nih keycardnya sama gue, ayo!” Ajak Aletta.

“Eh sebentar, gua mau ambil sesuatu di kamar.” Ricky mau buka pintu kamarnya.

“JANGAN!” Larang Azka dan Aletta.

“Loh kenapa? Gue mau ngambil hp tadi ketinggalan di ruang tv.” Ricky bingung, emangnya ada apa sih sampe panik begitu.

“Gua aja yang ambil ya?” Azka mengambil alih gagang pintu itu.

“Dih tumben banget lu bang mau ngambilin barang gua, mencurigakan.” Ricky menyipitkan matanya, fix ini pasti ada something.

“Iya ini gua lagi baik sama lo, bilang apa?”

“Apa?”

“Et bilang makasih kek gitu.”

“Oh iya, makasih bang Azka!” Ricky tersenyum, menampilkan deretan giginya yang putih.

“Ada apa sih di dalem? Gua jadi curiga.” Gumam Juan.

“Ih Ju!” Panggil Ricky.

“Apaan sih? Ngagetin aja lu!” Omel Juan.

Ricky membisikkan sesuatu pada Juan yang membuat temannya itu paham seketika.

“Oh iya bener juga!”

Ya, Ricky dan Juan memang sudah tau siapa yang ada di dalam kamar tersebut, mereka hanya pura-pura tidak tau saja.

“Ngapa lo berdua bisik-bisik?” Tanya Aletta.

Ricky dan Juan menggeleng.

Aletta membuka pintu kamar dan mempersilahkan mereka masuk lebih dulu.

“Ju, lo gendong Bella gak berat apa? Dia mah geret aja seharusnya.” Aletta kasian gitu ngeliat Juan bawa-bawa Bella, entah mereka naik lift atau naik tangga darurat.

“Iya tadinya juga mau gitu, tapi nanti gua di kira gak berperikebellaan.” Ujar Juan sambil nurunin kekasihnya di sofa.

“Gak apa-apa, itu lebih bagus. Aneh-aneh gak tadi dia?” Aletta yakin temennya itu pasti abis bikin ulah, apalagi sampe mabok begitu.

“Iya, tadi dia naik meja sambil ngedance gitu.” Sahut Ricky, kalo di inget-inget lucu juga sih, Bella yang keliatannya pendiem jadi kaya orang kesuru gitu.

“Untung gua gak disana.” Aletta mengelus dadanya lega, bisa malu berat dia kalo ada disana.

“Eh iya Al, tadi si Raina abis perang sama Dinda di lift.” Lapor Juan, dia tau Aletta belom denger soal ini.

“OH IYA RAINA DIMANA? GIMANA KONDISINYA!?” Aletta seketika panik, kenapa mereka baru bilang.

“Dia masih di Resto sama bang He, kondisinya berdarah-darah gitu.” Jelas Ricky, dia aja sampe merinding ngeliatnya.

“DEMI APA SIH!?”

Sedangkan Azka yang niatnya mau ngambil ponsel Ricky jadi harus menutup telinga ketika melewati kamar tidur.

“Dih ini hp-nya Ricky? Ngapa retak gini coba?” Azka mengambil ponsel itu dengan terheran-heran.

Tadinya Azka mau langsung cabut dari sana tapi berhubung dia itu anak baik. Ya udah dia jadi berinisiatif menasihati temannya.

“Lagian Satya juga kemana dah, apa jangan-jangan dia juga udah liat?” Gumamnya.

Azka menyiapkan mental untuk membuka ruang tidur tersebut dan...

CKLEK!

“REYHAN!” Seru Azka.

“Azka?” Reyhan beranjak dari tempat tidur, dia kaget banget ngeliat temennya itu main masuk aja tanpa ngucap salam atau ngetuk pintu.

“Kak Azka?” Shucy mengucek matanya pelan.

“Kalian abis ngapain? Hayooo...” Azka menatap mereka berdua intens.

“Oh antingnya Shucy tadi nyangkut di baju gua.” Jelas Reyhan dengan santai. “Pas gua bantu lepasin, antingnya malah ikutan copot. Ya kan?”

“Iya, terus kak Reyhan bantu pasangin ke telinga Shucy.” Ujar Shucy sambil megang antingnya.

“Mikir apaan lo?” Reyhan balik nanya ke Azka, muka temennya itu mendadak ceming.

Jadi, yang Azka denger tadi cuma salah paham? Dasar otaknya ini emang gak bisa diajak kompromi.

“Nggak, ya udah ayo kita balik ke resto.” Ajak Azka. “Btw lu pada udah tau belom kalo Dinda ada disini?”

“Dinda apa disini? Seriusan?” Reyhan mikir, ngapain coba itu orang ada disini, dia bahkan gak ngundang sama sekali.

“Ya serius, ngapain juga gua ngibul.”

“Ngapain lagi sih tuh anak?”

“Yang gua denger sih katanya dia mau ngasih racun di kue lu.”

Reyhan pengen ngakak sih denger kata-kata Azka, ada-ada aja dah kelakuan mantannya.

Segitu bencinya kah Dinda sampe rela ngeracunin dia? Mana bodoh banget lagi pake ketauan sama temennya.

“Terus dia sekarang dimana?”

“Mana gua tau, gua aja baru di bilangin sama Aletta.”

“Shucy, kamu disini aja ya, kakak harus balik ke resto, ini penting.” Ucap Reyhan sambil menepuk-nepuk kepala Shucy.

“Kakak beneran mau ninggalin Shucy?” Gadis itu cemberut. Dia gak mau sendirian disini, mendingan dia ikut dah.

“Nanti kakak balik lagi, sebentar aja.”

“Shucy mau ikut.”

Azka yang melihat interaksi keduanya hanya bisa menghela nafas. Ia memang tidak ingin terlihat dalam urusan mereka, tapi ia masih heran kenapa dua orang ini bisa dekat.

“Eh gini aja. Tadi Bella lagi dianter ke kamar lu, gimana kalo lu kesana juga?” Saran Azka.

“Mau pindah ke kamar kamu?” Reyhan mengusap lembut pipi Shucy.

“Mau!” Shucy mengangguk antusias.

“Kamu udah bisa jalan belum? Atau mau di gendong?”

“Gendong!”

“Ya udah yuk!”

Kali ini Reyhan menggendong gadis itu ala bridal style karena jarak kamar mereka hanya berbeda beberapa langkah saja.

Azka tersenyum canggung lalu berjalan mendahului mereka. Pikirannya mulai bercabang, bagaimana kalau Satya tau soal ini? Jadi mereka benar-benar putus atau tidak sih? Entah lah ia jadi makin pusing.

“Hai Aletta!” Sapa Shucy ketika melihat temannya itu.

Aletta jelas kaget melihat kehadiran mereka, bukannya mereka berdua sedang...

“Eh kok kalian kesini? Udahan?” Tanyanya spontan.

“Apanya yang udahan?” Reyhan bingung, dia gak ngerti maksud Aletta.

“Hmm... U-udahan jalan-jalannya?” Aletta tertawa canggung. Untuk apa pula dia menanyakan hal itu, dasar bodoh.

“Kita gak jalan-jalan.” Balas Shucy, dia memiringkan kepalanya lucu.

“O-oh...”

“Beb, mereka gak ngapa-ngapain kok, tadi yang kita denger dan liat itu cuma salah paham aja.” Bisik Azka biar Aletta gak malu-malu banget.

“Serius lo?” Tanya Aletta memastikan.

Azka mengangguk. “Iya mereka sendiri yang konfirmasi.”

Ya mereka berdua ada bener juga sih.

Siapa coba yang gak salah paham waktu ngeliat dua orang berduaan di kamar, mana ngeluarin suara-suara ambigu.

“Kak Reyhan turunin Shucy di kasur aja, Shucy ngantuk, mau tidur.” Shucy nutup mulutnya karna menguap.

“Oke, siap!” Reyhan membawanya ke arah kamar tidur.

“Kok mereka jadi deket gitu dah?” Aletta heran, perasaan temennya itu bucin banget sama Satya.

Azka mengedikan bahunya, “seinget gua sih Shucy udah putus sama Satya, mungkin sekarang dia pindah haluan ke Reyhan.”

“Bagus deh, gua lebih percaya sama Reyhan dibanding Satya.” Aletta jujur kok bilang gitu, emang dari awal dia udah gak yakin sama Satya.

“Bang, mana hp gua?” Pinta Ricky.

Azka memberikan ponsel itu. “Nih, itu hp lu apain dah sampe retak begitu?”

“Biasa bang, gak sengaja kebanting pas main epep.” Ricky mengambil ponselnya.

“Main epep mulu lu.” Sindir Azka. Mana si Ricky tuh jarang belajar, kalo main game kalah mulu, beban deh pokoknya.

“Eh mampus hp gua ketinggalan di meja resto!” Juan panik karna ponselnya gak ada di baju sama celananya.

“Ini lagi satu ketinggalan juga.” Azka nepuk dahinya.

Dasar masih muda udah kena penyakit pikun dini.

“Tolong ambilin dong bang. Masa Ricky lu ambilin gua kaga?” Juan narik-narik tangannya Azka.

“Gak ya anjir, itu jauh.” Kalo dia ngambilin ponsel Juan berarti sama aja dia kudu balik lagi kesini, gak gak gak.

“Pilih kasih lu bang. Biarin aja nanti gua aduin ke bang He.” Ancam Juan, emang tau aja dia kelemahan semua abangnya.

“Najis aduan banget.”

“Bodo.”

“Bareng kita aja Ju, kita juga mau ke resto abis ini.” Ajak Aletta, daripada ribut mulu kan itu dua orang.

“Nah betul.” Azka setuju.

Mari kita lihat apa yang terjadi di dalam ruang tidur, alias Reyhan dan Shucy.

“Dah ya beneran tidur, katanya janji mau tidur tapi kamu gak tidur-tidur.” Perintah Reyhan.

Masalahnya dari tadi Shucy gak jadi tidur terus, bahkan saat Reyhan meluk dia di kasur juga itu bocah masih kekeuh gak mau tidur.

Akhirnya mereka saling curhat tentang kehidupan masing-masing, walau yang satu serius dan yang satu lagi ngelantur.

“Nanti kalo Shucy tidur kak Reyhan pergi.” Lirih Shucy.

“Ini kakak mau pergi, kamu gak apa-apa kan kakak tinggal? Kalo ada sesuatu kamu telpon kakak aja, jangan telpon Satya.”

“Iya, aku telpon kakak aja.”

“Ya udah, tidur yang nyenyak.”

“Kak Reyhan...”

“Apa lagi?”

“Nggak, cuma manggil aja.”

“Shucy, maaf ya.”

Reyhan mencium kening Shucy dengan lembut. Ia sendiri tidak tau mengapa melakukan hal itu, ia hanya mengikuti nalurinya saja.

Meskipun ia tau Shucy bukan miliknya namun ia ingin melindungi dan menjaganya sepenuh hati.

“Kakak pergi ya...”

Shucy mengangguk, sebenarnya rasa mabuk di tubuhnya sudah sedikit menghilang.

Ia sadar apa yang dilakukannya dengan Reyhan mungkin salah, tapi ia juga tak mengerti kenapa ia malah diam saja dan menikmatinya.

“Udah yuk bro, balik.” Reyhan menepuk bahu Azka.

“Yuk beb.” Azka menggandeng tangan Aletta.

“Ricky, jagain Bella ya, kalo dia kenapa-napa biarin aja.” Pesan Juan sebelum pergi.

“Heh kok gitu?” Ricky mengerutkan dahinya.

“Gak apa-apa, dia bener kok.” Aletta menahan tawa.

“Canda Bella.” Juan mengacak-acak rambut kekasihnya. “Juan pergi dulu yaw, yuk bang!”

“Aneh-aneh aja dah bocah.”


“Polisinya kapan nyampe sih?” Tanya Kai, dia gabut banget dari tadi ngemper di lantai Resto.

“Paling 10 menit lagi.” Sahut Terry yang lagi ngambil makanan di atas meja, dia mah chill aja meski udah dilarang makan sama minum.

“Ini harus banget kita iket Dinda kaya gini?” Kai agak kasian sih liatnya.

Luka Dinda udah diobatin sama Daffa, abis itu badannya suruh di iket pake tali rafia.

Sekarang Daffa si pemberi ide malah ngilang gak tau kemana.

“Iya, biar dia gak berontak, mau lu tetiba di serang dia?” Terry ikutan ngemper di lantai setelah bawa sekitar 5 kue, laper dia cuy.

“Gak lah anjing!” Bisa mati muda yang ada.

“Ih kok kak Terry makan kue? Bukannya gak boleh ya.” Jidan yang belom makan sejak dateng kesini jadi kepincut.

“Emang gak boleh. Gua doang yang boleh makan soalnya gua kebal.” Terry makan salah satu kue di tangannya sambil godain Jidan biar ngiler.

“Ih Jidan kan juga mauu...” Gumam Jidan.

“Kue mulu pikiran lu!” Jefran ngejewer telinga adeknya. “Btw, lu kesini sendirian aja? Biasanya bareng si Haris lu?”

“Iya, gua emang bareng Haris, dia lagi ke ruangan CCTV sama Sean dan Adya.”

“Tumben gak ikut dia?”

“Gua disuruh Aletta ikut kesini, bang Je.” Jidan juga aslinya pengen ngikut mereka, siapa tau lebih seru.

“Kasian banget nasib adek gua hari ini.” Jefran makin ngakak aja liat muka melas Jidan.

Daffa berjalan menuju sebuah meja dekat pagar rooftop, disana duduk seorang gadis yang menjadi korban utama Dinda.

Ia menghidupkan kamera ponselnya dan mulai merekam video.

“Oke guys kembali lagi bersama Daffa disini, kita sudah melihat korban dari Dinda, bagaimana perasaan anda, Raina?”

Mendengar nama Dinda sukses membuat tubuhnya kembali menegang, ia takut jika benturan di kepala gadis itu terlalu keras hingga...

“Heh, jangan gangguin dia.” Tegur seorang lelaki yang baru saja datang membawa kotak P3K.

“Aduh kak Mahesa. Ini tuh buat berita di base, supaya datanya valid gue harus wawancara Raina dulu. Gak apa-apa ya pinjem pacarnya sebentar?”

“Gak ada, hapus tuh video.”

“Dih, kenapa sih orang-orang gak bisa di ajak kompromi.” Daffa mendumel kesal.

“Eh iya Ra. Bilangin cowok lu dong, kalo abis razia barangnya balikin aja pas pulsek, masa ditahan sampe lulus. Sayang banget liptint gua.” Bisiknya pada Raina.

“Apa lo bisik-bisik sama cewek gua?”

“Gak.” Daffa menggeleng lalu berbisik lagi. “Tolong bilangin ye.”

Setelah pengganggu itu pergi Mahesa pun duduk disamping Raina untuk mengobati luka kekasihnya itu.

“Kamu mau minum gak?”

Raina menggeleng, ia sedang tidak mood melakukan apapun.

“Ya udah kalo mau minum bilang ya. Boleh mas pegang tangannya?”

Raina menatap mata Mahesa. Ia bisa melihat pupil lelaki itu membesar, ditambah raut khawatir di wajahnya membuat Raina semakin merasa bersalah.

“M-maaf...”

“Hei, kamu gak salah sayang.” Mahesa mencoba menyentuh tangan Raina tapi dia malah menjauh.

Entahlah Raina hanya reflek, ia jadi sedikit takut dengan sentuhan, mungkin ia trauma karena perlakuan Dinda tadi.

“Baby... I won't hurt you, I promise.” Mahesa mengulurkan tangannya, ia harus memahami apa yang dialami Raina.

Akhirnya Raina menggerakkan tangannya dengan kaku, ia memejamkan matanya saat Mahesa berhasil menyentuh tangannya.

“You're gonna be fine, trust me.” Mahesa mencium lembut tangan kekasihnya.

“Wehh lu berduaan aja!” Jefran yang kepo sama hubungan mereka pun datang.

“Lu ngapain kesini sih? Ganggu aja deh.” Mahesa natep tajem temennya itu, kan dia niatnya mau berduaan doang.

“Tuh Ra liat, masa gua mau diusir, dasar tidak berperikemanusiaan.” Adu Jefran dengan dramatis.

Raina hanya tersenyum tipis melihat interaksi keduanya.

“Ck, daripada gangguan orang, mending lu ambilin gua minum dah.” Mahesa nunjuk meja bar yang gak jauh dari mereka.

“Heh! Jangan mentang-mentang gua wakil, lu bisa seenaknya nyuruh gua ya, gua bukan babu.” Jefran melipat kedua tangannya. “Lu liat sendiri kan Ra? Pacar lu sifatnya busuk banget.”

“Gak usah fitnah deh.”

“Ra, kok lu mau sih sama Affan? Bukannya dulu lu benci banget ya sama dia? Oh, lu pasti di paksa kan jadi pacarnya? Parah sih.” Jefran menggeleng sambil berdecak.

“Sok tau lu, pergi sana, hush... hush...” Mahesa berasa ngusir ayam aja, abisan kalo gak diusir bisa bahaya itu orang.

“Dihh bulol lu.” Sindir Jefran setengah julid. “Raina, gua pamit ye.”

“Dia emang anaknya gak jelas, gak usah didengerin.”

Raina memandangi Mahesa mengobati luka di telapak tangannya, terkadang ia meringis karena rasa perih akibat obat itu.

“Sshh.. pelan..”

Mahesa tersenyum, entah apa yang di pikirkannya, menurutnya Raina terlihat lucu ketika seperti ini.

“Iya ini pelan-pelan kok.” Lelaki itu kemudian menutup luka Raina menggunakan perban.

“Oh iya kaki mu juga kena ya? Besok kamu jangan masuk sekolah dulu.”

Raina menggeleng.

“Coba liat kondisi kamu. Emangnya kamu bisa jalan? Bisa nulis?”

Raina mengangguk.

“Gak ya, Mas gak izinin kamu sekolah besok, pokoknya kamu harus istirahat dulu.”

'Besok ada ulangan MTK woy, gua gak mau susulan sendiri.' Batin Raina kesal.

Mahesa lanjut mengobati luka di kaki Raina dengan perlahan.

Raina menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa perih yang semakin menjadi-jadi di kakinya.

“Jangan digigit bibirnya nanti berdarah.”

Mahesa menghentikan aktivitasnya, ia mengusap bibir Raina.

Mungkin jika gadis itu dalam mode seperti biasanya, ia akan langsung menyesap bibir bawahnya.

'Eh tapi gak ada salahnya kan?' Batin Mahesa.

Mahesa mencoba mempertemukan bibir mereka.

Raina yang menyadari hal itu langsung berjengit kaget dan memundurkan wajahnya dengan cepat.

“Kok ngejauh sih?” Tanya Mahesa kecewa.

“Ja-jangan gitu...”

“Terus Mas harus gimana?” Mahesa menggesekkan hidungnya pada hidung Raina seperti bayi.

Raina memejamkan mata. Pikiran dan hatinya tidak bisa bekerja sama, disatu sisi dia ingin marah tapi disatu sisi dia ingin berteriak.

“Kamu...”

“Hm? Apa apa?” Mahesa jadi semangat karena Raina mulai banyak bicara.

“Jauh-jauh...”

“Kenapa?” Bukannya menjauh Mahesa malah makin gencar mendekatkan wajahnya.

Raina tidak berkedip menatap Mahesa, meskipun wajahnya nampak datar tapi jantungnya tidak bisa berbohong.

“Aku takut...”

“Masa takut? Bukannya dari dulu kamu selalu berani nantangin Mas?”

Raina menunduk, bingung harus menjawab apa. Ia juga tak mengerti kenapa jadi canggung begini.

“Just a little bit, please...” Pinta Mahesa.

Raina menatap kekasihnya sekilas lalu memejamkan matanya erat-erat. Serasa diberi lampu hijau, Mahesa pun kembali mendekatkan wajahnya dan...

“BANG HE LIAT HP JUAN YANG KETINGGALAN GAK?” Pekik Juan mengagetkan mereka berdua.

Mahesa menghela nafas, gagal sudah rencananya. “Tadi Juan naronya dimana coba?”

“LUPAAA... AYO BANTU CARI BANG!” Juan menarik abangnya itu dengan paksa.

“Tapi—”

“Bantu.” Ucap Raina.

“Kamu gak apa-apa ditinggal sendiri?” Tanya Mahesa khawatir.

Raina mengangguk sambil tersenyum.

“Oke, mas gak bakal lama, kalo ada apa-apa kamu telpon aja ya.” Mahesa ingin mencium puncak kepala Raina tapi...

“AYOO CEPETAN BANG!” Juan gregetan sama abangnya, dia tarik aja lagi.

“Iyaa...” Mahesa pasrah, udah dua kali dia gagal gegara Juan.

“Hi Mahesa, Juan!” Sapa seorang gadis yang baru saja datang.

“Siapa ya?” Tanya Juan, dia baru pertama kali liat itu orang.

“Oh... I'm Rachel. Reyhan's cousin, nice to meet you Juan.” Gadis bernama Rachel itu mengulurkan tangannya.

Juan bersalaman dengan tangan Rachel. “Ohh... yes yess, I'm good!”

“Um.. Rachel, could you please take care of Raina for a minute?” Mahesa tidak tega meninggalkannya kekasihnya seorang diri.

“Yeah, sure.” Balas Rachel dengan senang hati.

Mahesa mengangguk, ia dan Juan kemudian lanjut mencari dimana ponsel milik adiknya yang hilang itu.

“Hi! You Raina, right? I'm Rachel.” Gadis itu duduk di samping Raina.

Raina awalnya merasa asing dengan orang ini namun setelah mendengar namanya, ia jadi ingat.

'Ini orang yang deket sama Mahesa itu ya? Cantik anjir mirip Ryujin.' Batin Raina kagum.

“Wait... what happened to you? Who did this?” Rachel terlihat syok melihat kondisi Raina.

Sedangkan Raina hanya mengamati wajahnya dalam diam. Toh lidahnya juga masih kelu untuk berbicara panjang lebar.

“Is there someone trying to kill you??” Tanya Rachel.

Jujur ia merasa iba dengan Raina, bahkan rasanya ia ingin menelpon ambulan.

“Who's that? Is that person here?”

Raina mengangguk lalu menunjuk ke arah meja dekat pintu masuk.

“Oh right, Dinda!” Rachel menepuk dahinya. “You have a problem with her??”

Baru saja Raina ingin membalas dengan anggukan, matanya menangkap seorang pria yang bertingkah mencurigakan.

“What?” Rachel menyadari pandangan Raina sedikit aneh.

Raina menggerakkan jarinya, menunjukkan seorang pria yang tengah menuangkan sesuatu pada minuman serta makanan di atas meja bar.

“What the hell is he doing? Okay, you stay here. I'm gonna check on him.” Rachel mencoba menghampiri pria itu.

“Hey, what are you do—”

Tanpa disangka, pria tersebut menikam perut Rachel dengan pisah yang dibawanya kemudian mendorong gadis itu sampai terjatuh.

Jika kalian bertanya, tidak adakah orang yang menyadari hal itu? Maka jawabannya tidak.

Semakin larutnya langit malam membuat suasana pesta ini tidak begitu terang, ditambah alunan musik dengan volume kencang jelas membuat semua orang tidak memperhatikannya.

'Oh shit, what the—' Batin Raina terkejut.

Kini pria itu menatap Raina, berjalan ke arahnya dan berkesiap untuk melayangkan pisaunya.

“N-no...” Raina menutup matanya. Ia hanya bisa berdoa, semoga saja ada yang menolongnya.

. . .

To be continued...


Mikir gak sih, nih cerita tempatnya disitu mulu kaga kelar-kelar?😭

Ya maklum ya, soalnya author pake banyak sudut pandang jadi lama juga kelarnya😗

Tapi part selanjutnya udah kelar kok, kira-kira nasib Dinda gimana ya?

P.s cerita udah mau mendekati akhir...😃

Tapi ngibul 🙏🏻

Seperti biasa silahkan kasih kritik dan saran atau pesan yang mau kalian sampaikan : https://secreto.site/id/23006578

___

#SweetBetrayal

Part 16 : Unexpected


“Tong, MAU SAMPE KAPAN LO NYARI KAYA GITU!?” Pekik Jidan yang greget ngeliatin Haris dari tadi.

Waktu sudah berlalu sekitar 10 menit, namun Haris belum juga menemukan benda yang dinamakan interlock itu.

Sedangkan Aletta, Anna dan Raina sudah duduk berselonjor di lantai saking lelahnya berdiri.

“SABAR CUYY! INI TUH SUSAH TAU GAK!?” Sahut Haris.

Kalo boleh jujur, sebenernya Haris gak tau bentuk interlock itu kaya gimana, dia sok-sokan nyari aja biar keliatan pinter.

“YA ELAH KEBURU MATI KITA DISINI!” Jidan tuh udah gak tahan lama-lama di dalem lift, panas banget cuy.

“KAGA BAKALAN!” Ucap Haris penuh keyakinan.

“Bisa? Atau mau saya pergi kesana?” Tanya Mahesa.

Ya, telpon mereka masih tetap terhubung. Untungnya Raina lagi ada gratis nelpon jadi chill aja nelpon lama-lama.

“Eh jangan!” Tolak Raina, kalo Mahesa kesini sama aja cari mati. “Hm.. gak apa-apa kok nih bentar lagi juga ke—”

“AH BODO AMAT! GUA BUKA PAKSA AJA LAH ANJENG!” Haris akhirnya nyerah.

“Eh...” Anna kaget, padahal dia baru aja mau tidur.

Aletta yang ngeliat temen randomnya berulah cuma bisa masang muka datar.

“JIDAN BANTUIN GUA!” Pinta Haris tapi agaknya maksa gitu.

“Ogah amat, skip.” Jidan gak mau lah, tugas dia kan menjadi senter yang menerangi lift.

“BANGSAT!” Umpat Haris.

“Eh, temen kamu yakin mau buka paksa?”

“Iya, biarin aja sesuka hati dia.” Raina mah cukup jadi pengamat aja, kalo bisa kan malah bagus.

Haris membuka pintu lift dengan sekuat tenaga, anehnya pintu lift terbuka begitu saja.

“ANJING! Tau gitu gua buka paksa aja dari tadi!” Haris gak nyangka bakal berhasil. “Cowok lo siapa sih? Ngasih saran gak bener amat.”

“Dih kok lu jadi nyalahin cowok gue? Itu mah salah lu sendiri ya!” Raina jelas belain pacarnya, ini mah yang salah Haris kalo gak tau tuh bilang malah sok-sokan.

“Sini gua mau ngomong sama dia.” Haris mau ngerebut ponsel Raina.

“Lah apaan, gak boleh!”

Raina panik dia buru-buru ngejahuin ponselnya tapi sayangnya kalah cepet sama gerakan tangan Haris.

“Halo, Heh lu tuh sengaja ya mau bikin kita semua mati disini! Siapa sih lu? Belagu amat!” Haris gak peduli mau pacarnya Raina lebih tua dari dia, pokoknya dia kesel banget.

Entah apa yang dibilang sama Mahesa sampe bikin Haris diem seribu bahasa terus mukanya jadi ceming gitu.

“O-oh hahaha ternyata lu kak, gua bercanda doang kok, ini gua balikin ke Raina lagi ya.” Haris ngasih ponsel itu kepada pemiliknya. “Nih Ra, ambil.”

“Dia bilang apa?” Raina penasaran, abisan muka Haris langsung berubah drastis.

“Gak, gak bilang apa-apa.” Haris mencoba untuk tersenyum walau hatinya penuh rasa penyesalan.

“Siapa pacarnya Raina?” Bisik Anna, dia masih kepikiran sama suara pacar Raina yang terdengar sangat familiar.

“Orang.” Haris asal jawab, kalo sampe dia cepu bisa mampus.

“Dih...” Anna natep Haris sinis.

“Udah ayo keluar!” Jidan udah engap sama udara disini, tau gitu dia mending rebahan aja di rumah.

“Jidan, maju duluan sana!” Aletta berdiri dari posisi duduknya terus ngedorong Jidan supaya keluar duluan.

“Lah kok gua?” Jidan yang merasa badannya di dorong-dorong jadi kesel.

Masalahnya di luar lift tuh gelap banget, cahaya senter dari ponselnya aja gak cukup buat nerangin kesana, berasa masuk ke dunia lain aja mereka.

“Udah cepetan!” Aletta gregetan, dia juga pengen keluar tapi tuh takut karna gelap.

Akhirnya Jidan dengan pasrah melangkah keluar lift diikuti oleh temen-temen laknatnya.

“Tadi bilang apa sama Haris?” Raina masih asik telponan sama Mahesa, dia tuh kepo Haris abis diapain sampe kena mental gitu.

“Bilang kamu cantik, Raina punya Mahesa.” Ya seperti itulah pacarnya. Gak gombal gak asik.

“Et seriusan... eh bentar... MAS! Eh kok.. KAMU! KAMU NGASIH TAU DIA!?” Raina baru sadar sama ucapan Mahesa. Mampus dong kalo Haris tau, mulut tuh bocah kan lemes banget.

“Itu serius dek. Iya mas kasih tau dia, adek tenang aja dia gak bakal kasih tau siapa-siapa kok.”

“Gak percaya sama orang macem Haris.” Raina melirik ke arah temennya itu.

Haris yang merasa di julidin pun gak tinggal diem. “Ape lo gibahin gua?”

“Gak, sotoy banget.” Elak Raina.

“Ya udah, kalo sampe dia bocorin, adek bilang aja sama mas.”

“Hooh. Udah ah jangan manggil kaya gitu, geli.” Sebenernya mah dia baper tapi gengsi.

“Loh tadi adek duluan yang manggil mas.”

“I-itu gak sengaja, udah ya, bye!” Raina nutup telpon mereka secara sepihak, malu dia tuh.

Gadis itu berjalan mendekati Haris dan berbisik kepadanya. “Heh, lu tau pacar gua kan?”

“Tau banget, dia sering mergokin gua kalo lagi bolos di toilet.” Lebih tepatnya sih Mahesa itu musuh terbesarnya di sekolah, sekaligus orang yang paling dia takutin disana.

Bagi Haris, itu ketos serem banget. Kadang bisa ada dimana-mana kek punya dendam aja gitu sama dia. Udah mana kalo ngasih sanksi gak wajar.

“Lu ngapain bolos di toilet?” Raina awalnya mikir positif tapi kalo dipikir-pikir aneh banget bolos di toilet.

“Ya emang ngapain lagi selain co—”

“EH SENTERIN DONG! BATERE GUA MAU ABIS NIH!” Teriak Jidan yang berjalan paling depan.

Kalo kalian pikir Jidan orang yang pemberani maka kalian salah, dia cuma terpaksa karna di ancem sama Aletta.

Anna pun segera mengambil ponselnya dan mulai menyenteri ke segala arah.

“Eh lu kalo senter yang bener, jangan kaya gitu, ketemu dedemit lu mampus!” Haris emosi liat Anna nyenterinnya ngasal banget, mending dia aja dah.

“Heh Haris kalo ngomong dijaga!” Omel Aletta sembari memberinya tatapan tajam, udah tau kondisinya lagi begini malah ngomong aneh-aneh.

“Ini apaan sih kok lu jadi meluk-meluk gua?” Raina yang dari tadi diem jadi kaget dipeluk sama Anna.

“Takutt Ra...” Cicit Anna semakin erat memeluk Raina.

“Sini dah gua aja yang senterin.” Haris mengambil alih ponsel Anna lalu berjalan menyusul Jidan ke depan.

“Eh suara apaan tuh!?” Tanya Jidan tiba-tiba.

“Jangan nakutin dong.” Aletta nabok pundaknya Jidan, dia jadi merinding kan.

“Sumpah kaya suara langkah kaki!” Jidan yakin banget sama pendengarannya, dia gak salah ini.

“Ah yang boong lu!” Haris nabok kepala Jidan. Dia juga takut sebenernya tapi berusaha stay cool, malu cuy di depan ciwi-ciwi.

“Serius anjing!” Jidan ngarahin senter yang dibawa Haris ke arah sumber suara dan...

“AAAAAAAAAAAAA......!”

“HUWAAAAA IBUUUU!”

“TOLONGGGGG ADAAA SETANNN!”

“ANJING LO! MONYET LO! BABI LO! BANGSAT LO! KAMPRET LO! TAI LO! SETAN LO! WEWE GOMBEL LO!” Itu Raina yang teriak.

Dia tuh kesel karna kaget denger teriakan temen-temennya, lebih serem temennya malah dibanding setan disitu.

“ADUHHH APAAN SEHHH!? INI GUA SEAN! S-E-A-N! SEAN! TEMEN LO BEGO!”

Iya, itu Sean sama Adya. Mereka itu abis nyari Reyhan keliling hotel sampe nyasar di lantai sini, maklum hotelnya luas banget.

“HAH? SETAN?” Jidan abis kena jumpscare jadi budeg.

“ANAK NGEN—”

“ANJIRR GUA KIRA SETAN!” Anna megang dadanya, jujur dia juga kaget karna teriakan Jidan yang menggelegar barusan.

“LO NGAPAIN DISINI MONYET!?” Jidan ngegas.

Dia masih kesel sama Sean, padahal mah Sean kaga salah samsek, Jidannya aja yang lebay.

“GUA NYARI BANG REYHAN!” Jawab Sean gak kalah ngegas.

“Heh udah gak usah teriak-teriak, berisik!” Adya pusing ngeliat orang-orang disini pada gak waras semua.

“Adya?” Aletta menyipitkan matanya, memastikan bahwa itu beneran Adya.

“Lah lu pada abis ngapain dah sampe keringetan gitu?” Adya makin heran ngeliat mereka berlima kaya abis kena azab.

“Kita tadi kejebak di lift.” Jelas Anna.

“Busehh, masih idup lu?” Sean menatap mereka tak percaya.

“Iya lah idup, kalo kaga kita siapa? Tuyul?” Sahut Haris dengan sinis.

“Iya.” Jawab aja lagi si Sean.

“Telaso.” Haris ngasih jari tengah.

“Dih, lu berdua ngapain pake baju warna cerah gitu?” Tanya Adya heran, itu bocah ngablu apa begimana.

“Lah iya baru sadar, AHAHAHA BEGO!” Sean makin ngakak aja ngeliat kebodohan temennya.

“Gak usah ketawa lu setan.” Haris pengen marah tapi dia juga bodoh, seharusnya dia jangan ikutin kata Jidan.

“Biasalah, kita salah kostum.” Ucap Jidan dengan bangga, udah gak malu lagi dia.

“Aneh-aneh aja kelakuan lu.” Adya cuma bisa geleng kepala aja.

“Oh iya, kalian ketemu bang Reyhan gak?” Tanya Sean ngalihin topik.

“Kaga, tapi kita ketemu preman.” Ujar Haris.

“Preman? Di hotel ini ada preman? Kobam lu ya?” Sean gak percaya, ya kali preman masuk-masuk sini.

“Kaga nyet, beneran preman, mereka ngejar Anna sama Raina.” Haris nunjuk mereka berdua.

“Iya bener, tadi ada preman yang ngejar kita dua orang.” Sahut Anna.

“Mereka suruhannya Dinda.” Raina to the point.

“Dinda? Dinda yang kang bully itu? Yang ampe di skors dari sekolah kan?” Tanya Jidan memastikan.

“Iya Jamilah.” Bales Aletta.

“Eh bentar-bentar, kok Dinda bisa kesini? Dia ngapain?” Jidan jadi kepo. Sebenernya dia gak pernah tertarik sama gosip tapi ini keliatan seru.

“Dia kan mantannya Reyhan.” Ujar Haris.

“Terus ngapain? Mau minta balikan? Atau mau minta maaf?” Jidan sok tau aja sih.

“Mana ada minta maaf pake bawa preman segala, yang bener aja lo.” Aletta melipat tangannya di depan dada.

“Lah terus mau ngapain? Bakar nih hotel?” Makin ngarang kan Jidan.

“Tadi gue sama Raina ngeliat Dinda lagi ngobrol sama satu preman, terus dia ngasih botol kecil gitu.” Jelas Anna mengingat kejadian tadi.

“Botol apaan?” Tanya Adya.

“Nah itu dia, kita gak tau. Tapi kayanya sih itu racun, soalnya Dinda bilang suruh campurin ke kue gitu.”

“Kue? Kue ulang tahunnya Reyhan?” Jidan kecewa, padahal kan tujuannya kesini mau makan kue eh malah teracuni.

“Ya iya, emang kue apaan lagi?” Raina memutar bola matanya.

“Fix itu pasti racun, kalo pun bukan racun itu botol isinya gak beres.” Adya setuju dengan pendapat Anna.

“Kalo ternyata isinya obat perangsang gimana?” Haris ngasal aja nanya gitu.

“Mulut lo di jaga, sange banget sih jadi cowok.” Aletta nabok punggungnya Haris.

“Lah gue nanya ya anjir.”

“Ya kita mana tau, mau itu isinya air kencing juga kita kan belom liat.”

“Terus sekarang gimana?” Tanya Jidan, dia tuh mau ikutan misi ini.

“Elah nanya mulu deh.” Anna kesel perasaan dari tadi si Jidan itu nanya mulu bukannya ngasih saran.

“Ya kan gak tau, makanya nanya.”

“Kalo menurut gua, kita harus cegat Dinda dulu, masalah nyari Reyhan nanti aja.” Usul Aletta.

“Okee...” Mereka semua mengangguk.

“Sekarang kemana?” Nanya lagi kan Jidan.

“Maju sampe ketemu tangga darurat, nanya sekali lagi gua iket mulut lu.” Suruh Aletta dengan tegas.

“Hahaha... Ampun nyai.”


Mari kita beralih ke dua remaja cantik yang tengah menikmati kesegaran duniawi.

“Kan, apa gua bilang? Ini tuh enak...” Bella mengambil salah satu menuman lalu meneguknya dengan penuh gaya.

“Iya enak, ayo lima gelas lagi.” Shucy yang baru selesai menghabiskan gelas ketiganya masih merasa kurang.

Ya, kedua gadis itu sudah kehilangan akal mereka karena mengonsumsi alkohol yang berlebih.

“Nihh...” Bella mengambil satu gelas asal untuk Shucy.

“Cheers!” Gelas mereka saling bersentuhan.

“Ehh Shucy kok kepala lu ada dua sih?” Bella tertawa melihat pemandangan yang cukup asing baginya.

“Hah? Mata gua ada dua? Ya emang dua lah, gila.” Shucy tidak mendengar ucapan Bella dengan jelas.

Meski lampu di rooftop padam, Adam selaku kang DJ punya 1001 cara agar alunan musiknya tetap berjalan, yaitu menggunakan speaker bluetooth.

“Eh gua tau nih lagunya, ini kan lagunya Enhypen.” Ujar Bella menunjuk ke arah tempat DJ.

“Emang? Yang boong lu? Ini kan lagunya Treasure.” Shucy ngarang aja, dia juga gak begitu denger ini lagu apaan.

“Eh ntar dulu, bukan anjir, ini lagu Blackpink.” Bella yakin ucapannya kali ini bener.

“Ihh apa sih? Salah, ini lagu Twice, ini Black Mamba.” Shucy merasa dirinya yang paling bener.

“Oh iya Black Mamba, lagunya Red Velvet.” Bella ngangguk-ngangguk aja, intinya lagu ini enak.

“Sana lu ngedance di atas meja.” Shucy ngedorong tubuh Bella ke salah satu meja kosong disana.

“Ide bagus.” Bella langsung semangat, pokoknya semua orang harus notis dia. “lu gak ikut?”

“Mau dong.” Shucy tepuk tangan girang, ini yang dia tunggu-tunggu dari tadi.

Bella gak sengaja liat ke arah meja seseorang yang dia kenal, jangankan kenal dia mah tau banget itu siapa.

“Eh itu cowok lu kok ngerangkul cewek lonte sih?” Bisik Bella sambil nunjuk ke arah pacarnya Shucy, si Satya.

“Hah? Lontong?” Shucy gak budeg kok, emang musiknya aja yang kenceng parah.

“Iya pocong noh...” Bella mukul kepalanya Shucy dengan sengaja. “Ah bego dah lu.”

“Apa lo geplak-geplak pala gue? Berani!?” Shucy gak terima. Enak aja kepalanya main dipukul-pukul, dasar gak sopan.

“Noh, cowok lu lagi sama lonte, labrak sana!” Suruh Bella tanpa dosa.

“Oh iya bener, siapa sih tuh lonte? Dasar gak tau tempat, seharusnya ngelontenya di Blok M, jangan disini.” Shucy natep sinis ke arah cewek yang dirangkul sama pacarnya.

“Tau ya, gua kan juga mau ngelonte.” Bella mempoutkan bibirnya.

“Eh kita mah gak perlu ngelonte, kan pacar kita udah kaya.” Shucy mengingatkan.

“Oh iya bener juga, eh emang gua punya pacar?” Bella seketika amnesia.

“Punya bego, Yang Jungwon.” Shucy guncang-guncang tubuh Bella saking semangatnya.

“Oh iya ayang Jungwon, terus pacar lu siapa?” Beneran amnesia keknya Bella.

“Park Sunghoon, hahaha...” Shucy pede aja bilang begitu.

“Oh iya pacar kita lagi pundi-pundi uang di Korea.” Bella mulai inget dunia haluannya.

“Iya, jadi kita gak perlu ngelonte.”

“Ya udah gua mau ngedance dulu ya di atas meja.” Bella beneran naik ke atas meja dong. “Lu mending ngelabrak Satya deh, keburu dia di ajak ke kamar sama itu lonte.”

“Gua harus ngapain? Satya kok mau sih sama lonte? Dasar buaya.” Shucy berkacak pinggang, pokoknya dia marah sama Satya.

“Lu siram aja mereka pake aer abis itu jambak rambutnya sampe nangis.” Usul Bella penuh percaya diri.

“Ooouhhh okee..”

Shucy mengambil ember berisi es di dekat meja bar dan membawa ember itu ke meja tempat Satya dan teman-temannya berada.

“Eh Shucy?” Satya melepas rangkulannya dari bahu Shella.

BYURRR~

Shucy menyiram mereka semua dengan ember yang dibawanya. Iya yang kena gak Satya doang tapi semua orang disana juga kena imbasnya.

“Wehh apa nih anjing!?” Kai berdiri dari tempat duduknya, dia kaget banget kirain turun hujan.

“Oh my gosh my baju is basah!” Daffa histeris baju diskonan syopi dia keguyur air entah berantah.

“Eh lu siapa main siram-siram aja?” Terry pengen marah tapi pas liat muka tuh cewek seketika rasa marahnya ilang. Terpesona dia.

“HEH LO LONTE! TOBAT WOY JANGAN NYARI PELANGGAN DISINI!” Shucy ngejambak rambut Shella supaya gadis itu sadar dan bertaubat.

“Eh sayang, jangan dijambak rambutnya.” Satya panik, pacarnya itu udah kaya orang kerasukan.

Shucy yang mikir Satya malah belain Shella jelas kesel, alhasil dia jambak juga rambutnya Satya.

“APA LO BELAIN DIA HAH!? UDAH NGAPAIN AJA LO SAMA DIA!?”

“ADUHH... G-gak ngapa-ngapain beb, sumpah deh, aduh ampun.” Satya kapok dah kegep kaya gini.

“DASAR LELAKI MENCRET!”

“Pfftt... mampus!” Azka ngakak gila ngeliat temennya tersiksa, lagi bukannya dengerin kata-kata dia tadi.

“Weh ini harus di videoin supaya viral, Satya sang Playboy Sekolah lagi di bully sama gadis tidak dikenal.” Daffa dengan gercep ngeluarin ponselnya.

“Jangan sembarang kalo ngomong, dia itu pacarnya Satya.” Azka membenarkan.

“Oh... APA? PACARNYA? SATYA PUNYA UDAH PACAR!? FIX INI HARUS DISEBARKAN KE SEMUA SOSMED!”

Daffa pun buka fitur ig live untuk siaran langsung, baru juga mulai yang nonton udah 1000 orang.

“Halo pemirsa, kembali lagi bersama Daffa sang pembawa acara. Dalam siaran langsung kali ini, Saya melaporkan bahwa telah terjadi perselisihan antara Satya dengan dua wanita cantik yang memperebutkannya. Mari kita lihat siapakah yang akan menang?”

Berbagai komentar mulai bermunculan. Ada yang mendukung Shella maupun Shucy, bahkan ada pula yang mendukung dirinya sendiri.

“Yang jawabannya benar akan mendapat hadiah, yaitu di follback oleh Daffa di semua sosmed kalian...”

“Matiin gak?” Suruh Azka, dia capek banget ngeliat Daffa dari tadi berulah mulu.

“Ihh apaan sih Azka, diem aja deh.” Daffa gak mau matiin livenya, nanggung banget udah 1001 yang nonton.

“Matiin livenya!” Perintah Azka dengan muka serius, kan Daffa jadi kicep.

“Iya iya, ribet deh.” Daffa gak matiin livenya kok, dia cuma ngantongin ponselnya di saku baju.

“Aduh Azka, mending itu di pisahin deh kasian Shella sama Satya.” Pinta Alya, dia gak tega ngeliat temennya di bully.

“Sorry, that's not my business.” Azka angkat tangan, dia gak mau ikut campur.

“What!?” Alya syok, biasanya kan Azka cinta damai kok sekarang malah gak peduli.

“Pacarnya Satya cakep juga ya, pantes Satya luluh.” Terry dari tadi bengong ngeliat Shucy, untung aja dia gak ngeces.

“Maksud lo apa ikan Terry!?” Kai gak paham lagi sama sifat temennya.

“Ya menurut lo?” Terry emosi, udah tau dia lagi terpesona malah ganggu.

“Eh udah dong, jangan main jambak-jambakan disini, STOOOPPPP!” Alya mencoba melerai pertengkaran mereka.

“Iya, please lepasin. Maaf aku gak tau kalo Satya udah punya pacar, Satya juga gak pernah bilang.” Ujar Shella.

Mungkin Shella emang suka sama Satya tapi kalo pawang macem gini mendingan dia mundur deh.

“Iya sayang, lepasin ya, maafin aku. Janji deh gak deket-deket sama cewek lain lagi.” Ucap Satya dengan tulus.

Shucy akhirnya melepaskan jambakannya dan dengan setengah kesadarannya ia memberanikan diri untuk menampar Satya.

“Emang lo kurang ajar, KITA PUTUS!”

“LOHH KOK PUTUS SAYANG!?” Satya merasa jantungnya berhenti berdetak.

“Wahh drama ini semakin panas pemirsa...” Bisik Daffa ke arah ponselnya.

“Shucy dengerin aku dulu, aku sama Shella gak ada hubungan apa-apa sumpah deh. Tadi cuma—”

“Cuma apa? Jangan-jangan kamu udah hamilin dia ya?” Ya omongan Shucy jadi makin ngelantur.

“HEH MANA ADA BEGITU! Tadi dia ngelakuin tantangan dari Terry, noh salahin Terry ngasih tantangan macem-macem.” Satya nunjuk Terry yang lagi cengengesan gak jelas.

“Hai Shucy, aku Terry, salam kenal, boleh minta nomer wa nya gak?” Kan malah modus.

“Gak, lo jelek!” Tolak Shucy mentah-mentah.

“That breaks my heart...” Terry memegang dadanya dramatis.

“Kamu percaya kan sama aku sekarang? Sayang? My baby?” Satya menggenggam kedua tangan Shucy dengan lembut.

“Halah, sama aja lo nya juga mau kan!? Dasar brengsek! Jangan kejar gue!” Shucy menepis tangan Satya dan pergi meninggalkannya.

Satya gak nyerah gitu aja dia tetep ngejar Shucy sambil mohon-mohon.

“T-tapi sayang.... please kasih aku kesempatan, aku tau aku salah, aku khilaf!” Satya memeluk Shucy dari belakang agar mantannya(?) itu berhenti.

“Gak usah panggil gue sayang lagi, lepas!” Shucy ngedorong Satya dengan sekuat tenaga.

“No baby, I'm so sorry, Shucy...”

“JANGAN. KEJAR. GUA!” Shucy menatapnya dengan tajam, terlihat jelas dia menyimpan dendam.

“Tapi kita belum putus! Putus itu kan harus disetujui oleh kedua belah pihak, kalo salah satu pihaknya gak setuju berarti kita belum putus!” Teriak Satya sebelum gadis itu benar-benar menghilang dari pandangannya.

Shucy tidak memedulikan apa yang dikatakan Satya, boro-boro peduli denger juga gak.

“Sat, udah jangan di kejar, yang ada dia malah makin marah.” Azka menghampiri Satya yang terlihat sangat frustrasi.

“Bro, keknya dari gelagatnya cewek lo lagi kobam deh.” Ujar Terry, dia masih sakit hati abis ditolak sama Shucy.

“SERIUS LU!?” Satya gak kepikiran sampe situ, dia kira Shucy kesambet, tapi gak mungkin juga sih.

“Dih, masa lu gak merhatiin? Dari mukanya aja udah keliatan banget lagi kobam.” Iya mukanya Shucy tuh tadi merah banget, terus ngomongnya juga agak gak normal.

“ARGHH BANGSAT!” Satya langsung melesat buat ngejar pacar atau mantannya itu, yang penting dia harus lindungin Shucy dulu biar gak diculik orang lain.

“Lah, lo mau kemana Satya!?” Teriak Daffa, sebenernya dia mau ikutan ngejar biar live ig-nya jalan terus, cuman dia mager.

“Biarin aja udah, dia mau ngejar pacarnya.” Azka memutuskan untuk kembali ke meja mereka.

“Bukannya udah mantan? Kan mereka tadi putus.” Tanya Kai, seinget dia mereka tadi ya putus.

“Shucy lagi kobam, siapa tau pas udah sadar dia gak inget.” Balas Azka, masa iya baru jadian udah putus aja.

“I-iya sih.”

Mereka tidak melanjutkan permainan itu lagi dan memilih untuk saling berdebat.

“Jadi kalian gak ada yang tau kalo Satya punya pacar!?” Shella pusing banget sama temen-temennya, gegara mereka dia jadi ikutan kena, ya walaupun emang sebagian besar salahnya juga.

“Gua tau.” Sahut Azka dengan santai.

“Terus kenapa lo gak ngasih tau Azka!?” Shella makin frustasi aja ini.

“Satya aja gak ngasih tau, ngapain gua harus kasih tau?” Azka mengedikan bahunya acuh.

“Ya tapi kan... udah lah ini semua salah lo ya Terry!” Shella beralih nyalahin Terry.

“Iya maaf, lagian lu demen juga kan?” Goda Terry yang langsung diberi tatapan membu oleh Shella. “Bercanda, peace.”


Masih inget Bella tadi mau ngapain? Yap, dia mau ngedance Black Mamba di atas meja, sebelum dance dia pemanasan dulu.

Suasana resto yang saat ini mati lampu jadi kembali meriah akibat tingkah laku Bella yang menarik perhatian seluruh tamu di sana.

Karena Bella udah sepenuhnya mabuk, dia gak sadar sama apa yang dia lakuin, pokoknya ikutin naluri hatinya aja.

“EYYY, EVERYBODY!” Bella ngangkat tangannya ke atas.

“YOOO, GET IT GIRL!”

Sorakan demi sorakan semakin meriah ketika Bella mulai menari layaknya seorang artis profesional.

“Wehh gilaa! Mantep juga tuh cewek.” Jefran yang lagi gabut seketika langsung semangat pas ngeliat adegan itu.

Dia itu lagi nungguin temen, katanya sih telponan doang tapi kaga balik-balik.

“Fan... Affan...” Jefran melambaikan tangannya waktu liat Affan alias Mahesa dari kejauhan. “Lu dari mana aja dah? Telponan berasa ke Cina.”

“Emang kenapa?” Seperti yang kita tau, dia abis telponan sama Raina makanya lama.

“Liat dah tuh cewek.” Jefran nunjuk seseorang yang lagi nari heboh di atas meja resto.

Mahesa agak syok ngeliatnya, pasti itu orang lagi kobam, tapi kok mukanya familiar. “Eh itu Bella ya?”

“Lu kenal dia? Diem-diem aja lu, kenalin gue dong.” Jefran dan jiwa jomblonya mulai bergejolak.

“Dia pacarnya adek gua.” Jelas Mahesa.

“Adek lu yang mana? Adek lu ada enam ye anjir.” Walaupun itu enam tuyul bukan adek kandungnya sih.

“Juan.”

“Asek, adek lu aja udah punya pacar, lu kapan?” Goda Jefran sambil mainin alisnya. “Oh iya lu kan belom bisa move on dari Rachel.”

Mahesa natep Jefran sinis, udah sok tau pede banget lagi. Daripada emosi mending dia pergi aja dah ngambil minum.

“Lah kok malah pergi sih? Ikut dong!” Jefran ngintilin Mahesa dari belakang.

Sebenarnya ada satu hal yang mengganggu pikiran Mahesa sejak kemarin. Dia belum memberi tau Raina tentang hubungannya dengan Rachel beberapa tahun lalu.

Tidak, mereka tidak berhubungan lebih dari sekedar teman. Hanya saja Mahesa pernah menyimpan rasa pada Rachel, namun perasaannya itu belum sempat dia utarakan.

Sejak Rachel mengikuti pertukaran pelajar ke Australia, perasaan Mahesa terhadapnya mulai memudar sedikit demi sedikit hingga akhirnya dia bertemu Raina.

Meski hubungan keduanya terbilang tidak serius karena terikat kesepakatan, Mahesa tetap mempunyai rasa tanggung jawab untuk menjaga Raina, dan semua itu tidak didasari oleh cinta.

Lelaki itu berhenti melangkah. Jika semua ini tidak didasari oleh cinta mengapa hubungan mereka masih bertahan sampai sekarang? Bukankah kesepakatan mereka harusnya telah usai?

“Aduhh lu bego banget sih! Kenapa lu baru sadar sekarang!?“ Mahesa memukul-mukul kelapanya.

“Affan lu kenapa? Kobam ya?” Jefran bingung, temennya ngapa berubah aneh gini.

“Lu gak baper kan sama dia? Ya gak lah, dia juga gak mungkin baper sama lu.” Mahesa yakin semua momen yang mereka lalui bersama hanyalah akting semata.

“Woy! Lu kobam apa kerasukan anjir?” Jefran mulai merinding.

“Tapi kita udah pernah...” Namun, mengingat semua momen itu justru membuatnya tersenyum tanpa sadar.

“ASMODEUS KELUAR DARI BADAN TEMEN GUA!” Jefran nempelin tangannya di dahi Mahesa, kali aja dia langsung sadar.

“Eh apaan sih!?” Mahesa nepis tangannya Jefran.

“Akhirnya temen gua sadar juga, bilang apa lu sama gua?” Jefran merasa bangga, ilmu yang diajarkan kakeknya gak sia-sia.

“Gila lu.”

“Lu lebih gila ye, senyum-senyum ndiri.”

Mendengar kata-kata Jefran barusan, Mahesa pun jadi senyum lagi, ya kalo udah bucin ya begitu.

“Tuh kan, fix lu masuk sekte Asmodeus!” Jefran jadi ngeri temenan sama Mahesa.

“Ck, kaya gak pernah pacaran aja lu.” Sindirnya.

“Emang gak pernah! Eh bentar, kenapa lu tetiba ngomongin pacaran? Lu punya pacar?” Jefran menatapnya dengan curiga.

“Punya. Gua udah move on asal lu tau.” Ujarnya penuh percaya diri.

“Dih, kok ada yang mau sama lu? Padahal kan gua lebih ganteng. Lu masang pesugihan ya?” Jefran merasa tersaingi.

“Sembarangan, gak ya!” Bantah Mahesa.

Di sisi lain, Bella masih asik menari di atas meja, untungnya pencahayaan yang gelap membuat wajahnya tidak terlihat oleh orang lain. Namun tiba-tiba saja ada seorang lelaki yang mendekatinya.

“Ey cantik bajunya buka dikit lagi dong!” Pintanya dengan tidak sopan.

“Hah? Baju?” Bella menyentuh bajunya. “Harus dibuka ya?”

“Iya, ayo buka!” Orang itu kini menarik lengan Bella juga baju yang dikenakannya.

“Ihh gak mau!” Tolak Bella, dia berusaha mendorong orang itu tapi tenaganya tidak cukup kuat.

BUGH!

Lelaki itu tersungkur ke tanah begitu saja setelah mendapat satu pukul keras di rahangnya.

“Gak lu pukul juga kali, Affandra Mahesa! Kan bisa... Ah udah lah.” Jefran cuma bisa geleng-geleng liat kelakuan barbar temennya.

“Ini orang kurang ajar.” Ujar Mahesa, udah lama dia gak mukul orang kaya gitu.

“Eh kak Mahesa, kak Jefran! Ayo naik kesini juga, kita ngedance bareng!” Bella seketika lupa sama kejadian tadi dan malah ngajakin dua orang itu.

“Hai Bella!” Sapa Jefran.

“Bella, turun yuk, nanti kamu jatuh lho.” Bujuk Mahesa.

“Ih tapi kan Bella mau ngedance disini!” Bella cemberut, belom juga kelar dia udah disuruh turun aja.

“Dibawah aja ya, bahaya kalo di atas meja gini.” Mahesa takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, contohnya patah tulang.

“Bener tuh, mending kamu turun deh, ngedancenya dibawah sini sama kak Jefran.” Ajak Jefran gak tau malu.

“Ihh maunya diatas meja!” Bella ngehentakin kakinya kesel. Dia tuh mau di notis semua orang apalagi sama pacarnya, Juan.

Lelaki yang sempat dipukul oleh Mahesa tadi tiba-tiba saja bangkit dan berteriak.

“Woy ketos!”

Mahesa yang merasa terpanggil, “Apa lu manggil gua?”

“Bangsat!” Lelaki itu hendak melayangkan pukulannya untuk membalas perbuatan Mahesa, namun...

KREK!

“ARGHH.... ANJING!” Lelaki itu langsung meringis kesakitan, dia rasa tulangnya patah karena mendapat tendangan di lengannya.

“Jangan berani-beraninya lu cari masalah sama abang gua!” Ucapnya penuh penekanan, dia jelas marah.

“JUAN!” Bella tersenyum melihat pacarnya itu akhirnya datang.

Di belakang Juan terdapat Ricky yang tengah mengepalkan tangannya, menahan diri agar tidak menghajar lelaki tadi.

“Aduh adek-kakak sama aja mainnya pake kekerasan, padahal kan bisa... Ah udah lah.” Jefran gak habis pikir dah sama mereka.

“Lu berdua darimana aja?” Tanya Mahesa, dia juga terkejut melihat adiknya datang.

“Abis dari toilet bang.” Balas Ricky.

Juan narik tangan Bella pelan-pelan biar itu anak gak jatoh, tapi bukannya turun secara baik si Bella malah loncat dari atas meja, untungnya Juan bisa sigap nangkep Bella.

“Kamu gak apa-apa kan?” Juan menangkup pipi Bella dengan lembut.

“Iya aku gak apa-apa Juan...” Bella tersenyum seraya memejamkan matanya.

“Kamu minum apa tadi?” Juan khawatir melihat kondisi Bella, dia tau pacarnya sedang mabuk.

“Aku minum amer dong.” Bella tertawa.

“Amer? Siapa yang nyuruh!?” Juan menatap kesal Bella.

“Aku minum sama Shucy kok.” Bella mempoutkan bibirnya.

“Oh jadi dia pacar lu.” Goda lelaki tadi, masih belum menyerah, ia merasa harga dirinya sudah dijatuhkan. “Siapa nama lu? Juan ya?”

Juan menatap sinis lelaki itu, dia menyerahkan Bella pada ketiga temannya untuk menjaganya sebentar.

“Iya, kenapa? Lu mau cari masalah sama gua?” Juan mendekat ke arahnya.

“Hmm... lu itu temennya Sean kan?”

“Kenapa sama Sean?”

“Oh bener, lo bukannya sering nempel sama dia ya?” Lelaki itu jelas memancing Juan. “Udah bisa hidup tanpa Sean toh sekarang.”

“Bukan urusan lu.”

“Oh gitu? Soalnya gua kira lu itu gak tertarik sama cewek.”

Juan tertawa sinis. “Anjing!”

Tanpa pikir panjang Juan langsung melayangkan satu tendangan tepat di perut lelaki itu, dia bahkan tak segan-segan memukul wajahnya beberapa kali.

“Yeh bocah malah berantem.” Julid Ricky.

“Ehh kok berantem sih? Affan adek lu noh!” Jefran panik, ini kenapa malah terjadi pertumpahan darah.

Mahesa mah santai aja ngeliatnya toh Juan juga yang bakal menang. “Gak apa-apa, dia jago taekwondo.”

“Juan ngapain itu?” Bella berusaha melihat apa yang dilakukan Juan, tapi semuanya terlihat buram.

“Um.. Juan lagi ngedance itu.” Balas Ricky asal, tidak mungkin kan dia bilang Juan sedang menghajar seseorang.

“Bel, kita anter ke kamar ya? Kamu kayanya harus istirahat.” Tawar Mahesa, soalnya muka Bella keliatan lemes gitu.

“Kepalaku pusing banget kak.” Bella tanpa sadar meluk Mahesa, ya maklum orang kobam gak tau diri.

Mahesa agak kaget sih sebenernya, tapi biarin aja lah kasian juga si Bella. “Pusing ya? Mau di gendong?”

Bella ngangguk, pelukannya jadi makin erat, abisan wangi parfumnya Mahesa itu enak banget kaya vanila-mint gitu.

“Bang, biar Ricky aja yang gendong.” Ricky mengajukan diri.

“Yakin?”

Ricky mengangguk, dia kan udah pernah gendong Bella. “Iya gak apa-apa Ricky aja.”

“Bel, kamu di gendong Ricky ya.” Mahesa nyoba ngelepas pelukan Bella pelan-pelan tapi Bellanya gak mau, udah nyaman dia.

“Ih gak mau! Maunya sama kak Mahesa.” Tolak Bella dengan tegas.

“Lah, jangan Bel, kasian abang gua capek.” Ricky menasihati Bella tapi percuma, Bellanya batu banget.

“Yang adil sama gua aja dah, gua kan yang paling ganteng disini.” Jefran dan sifat pedenya mulai beraksi.

“Kak Jefran gak usah ikutan.” Ricky mendorong pelan kakak kelasnya itu, nambah drama aja deh.

“Lah suka-suka dong cil.” Jefran gak mau ngalah, dia dorong Ricky juga.

“Gua bukan bocil ya anjir!” Masa orang setinggi Ricky dikata bocil, seharusnya kan titan.

“Kak...” Bisik Bella.

“Hm? Kenapa Bel?” Mahesa merinding gitu denger suara Bella macem asmr.

“Pake parfum apa?”

“Eh? Kamu suka kah?”

“Iya suka banget, wanginya enak.”

Chuu~

Eyy, apa tuh yang di cium?

“Astagfirullah Bella, jangan di cium juga itu pacar orang woyy!” Teriak Ricky, dia syok banget ngeliat adegan itu.

“Aduhh Bella jangan mau sama Affan, dia bawa sial.” Entah kenapa Jefran jadi ikutan emosi liatnya.

“Bel? Kok...” Mahesa jadi ngeblank.

Si Bella tuh tadi gak sengaja cium lehernya Mahesa. Ya gimana ya, namanya juga orang kobam.

“Bella sama Juan aja yuk! Mereka semua sesat!” Juan yang abis bertarung membela kebenaran itu merasa pacarnya jadi bahan rebutan, dasar buaya.

“JUAN!“ Bella melepaskan peluo dari Mahesa dan berlari menuju pacar officialnya.

“Eh iya Ju, tolong gendong Bella dong, kita kudu bawa dia ke kamar.” Saran Ricky.

“Ngapain anjir?” Juan menatap mereka semua dengan curiga.

“Pacar lu mabuk itu.” Ujar Mahesa sebagai korban.

“Terus lu semua ikut juga gitu?” Tanya Juan.

“Boleh!” Balas Ricky dan Jefran, emang udah gila mereka mah.

“Yeh, tapi kan sekarang lagi mati lampu, kita gak bisa pake lift, yang ada gua encok gendong Bella pake tangga darurat.” Juan sudah membayangkan hal-hal buruk.

“Oh iya bener juga.”

“Juan pusing...” Lirih Bella.

“Itu salah Bella sendiri, siapa suruh minum amer.” Omel Juan, random banget sih kelakuan Bella.

“Kayanya kita harus idupin listriknya deh.” Saran Jefran.

“Dih kenapa harus kita? Kan ada petugas keamanan.” Sahut Juan. Itu kan bukan urusan mereka, lagian dia juga mager.

“Terus kita harus nunggu gitu? Mau sampe kapan?”

“Gua lebih setuju sama Juan, lagian kita juga gak tau dimana letak sekringnya.” Ujar Ricky.

“Nah, gelap-gelap gini juga mau nyari kemana? Ribet. Mending kita chill aja disini.” Juan naro Bella di sofa biar bisa rebahan sebentar.

“Terus Bella gimana?”

“Biarin ajalah dia gini dulu. Bel tiduran di sofa ya, kalo lampu udah nyala baru deh kita ke kamar.” Saran Mahesa.

“Sini Bel, senderan di bahu Ricky biar enakan.” Ricky menepuk bahunya.

Bella ngangguk aja terus senderan kesana.

“Lagian Reyhan kemana dah? Aneh banget ini kan pestanya dia tapi kok orangnya malah ngilang.” Gumam Jefran, dia merasa semua ini sangat aneh.


Shucy melangkah menuju arah pojok restoran untuk melampiaskan segala kekesalannya disana.

Semua itu dia lakukan tanpa sadar akibat efek mabuk, dia hanya mengikuti nalurinya untuk pergi ke sana.

“Jahat banget lu Sat, gua pikir lu udah berubah tapi apa? Bajingan!”

Gadis itu memukul-mukul pembatas rooftop saking kecewanya dengan sosok lelaki yang mengisi hatinya beberapa hari lalu.

“Liatin aja, gua bakal menjauh lu abis ini! Terus gua bilangin lu ke bunda sama temen-temen gua, mampus!”

Ucapannya barusan membuat seorang lelaki yang berada tak jauh darinya merasa terganggu.

Lelaki itu pun menyesap benda nikotin yang terselip di jarinya lalu membuangnya ke tempat sampah.

“Eh, lu ngapain mojok disitu? Lu pacarnya Satya kan?” Dia berjalan menghampiri Shucy.

“Ga usah sebut-sebut nama dia lagi! gua benci sama dia!” Shucy tanpa sadar memukulinya cukup keras. “Lu anjing, bangsat, bajingan, brengsek, jauh-jauh lu dari gua!”

“Aduh.. heh gua bukan satya anjir! Ngapain lu jadi mukulin gua!?” Dia jadi merasa terbully.

“Bodo amat, lu jahat, jahat banget, kenapa gua harus suka sama lu sih!? Ngeselin ah!” Shucy masih belum puas memukuli lelaki itu.

“Lu mabok ya?” Tanyanya agak kesal. “Ini gua Reyhan, Reyhan Danadyaksa, temennya Satya.”

Ya dia memang Reyhan, alasan lelaki itu menghilang karena ya... seperti yang kalian tau tadi.

“Hiks... kak Reyhan...” Shucy tiba-tiba saja meneteskan air matanya. “Lu tau gak sih? Temen lu itu bajingan! Dia seenaknya selingkuh sama lonte di depan gua, di depan gua kak...”

“Satya? Satya selingkuh sama lonte, gila banget.” Reyhan gak nyangka selera temennya itu jadi rendah begitu. “Lagian lu juga, udah tau dia buaya masih mau aja, hadeh..”

“Terus gua yang salah gitu!?” Shucy kesal, kenapa gak ngedukung dia sih.

“Ya gak...tau, itu kan hubungan kalian, gua gak mau ikut campur.” Reyhan angkat tangan sama masalah mereka, hidupnya aja udah banyak masalah.

“Hiks... Kak Reyhan jahat...” Shucy membuang muka, dia ngambek pokoknya.

“Lah ngapa jadi gua yang jahat?” Reyhan bingung, padahal kan dia udah berkata jujur.

“Reyhan gak mau bantuin Shucy...” Ucap Shucy masih dengan mode ngambek.

“Bukannya gitu, gini aja deh. Gua anterin lu ke kamar ya? Lu mending istirahat dulu, gak usah mikirin Satya setan itu.” Reyhan mencoba membantunya, kasian banget udah mabok di selingkuhin pula.

Shucy menatap Reyhan, sebenarnya dia masih marah pada lelaki itu tapi melihat senyum manis yang di berikan Reyhan mampu membuat hatinya menghangat.

“Ayo!” Reyhan mengulurkan tangannya pada Shucy.

Saat gadis itu meraihnya, dia malah oleng dan terjatuh ke arah Reyhan.

“Ya elah, jalan aja gak bisa. Gua gendong aja ya?” Tawarnya.

Shucy mengangguk sebagai jawaban.

Reyhan berjongkok, “ayo sini naik.”

Awalnya Shucy agak bingung karena kepalanya yang pusing membuatnya lambat memahami keadaan.

“Naik sini ke punggung gua.”

“Iya.” Shucy pun mengikuti apa yang disuruh oleh Reyhan.

“Untung lu lumayan enteng.” Reyhan mah basa-basi aja, orang dia aslinya kuat. “Udah pernah di gendong belom sama Satya?”

Shucy menggeleng sembari menyembunyikan kepalanya di ceruk leher lelaki itu, dia bisa menghirup aroma parfum Reyhan yang sangat memabukkan, dia suka aromanya.

“Harumm...”

“Bau parfum gua?”

“Gak tau...”

Reyhan terkekeh mendengar ucapan Shucy yang melantur itu.

“Kalo ngantuk tidur aja, nanti gua bangunin kalo udah sampe kamar.” Reyhan mulai membawanya menuju luar resto.

“Kak...” Lirih Shucy.

“Hm? Kenapa lagi?” Sahut Reyhan.

“Jangan kasih tau Satya.” Meskipun Shucy benci sama mantan pacarnya(?) Itu, dia tetep takut kalo sampe ketauan sama cowok lain.

“Iya, gak kok. Btw, hubungan lu sama Satya jadinya mau lanjut apa gimana?” Tanya Reyhan.

Tak ada jawaban, Reyhan menoleh, ternyata gadis itu sudah tertidur saja.

“Sat, Sat, cewek secantik dan setulus dia kok lu mainin sih? Udah gak punya otak kali Satya.” Gumamnya dengan tersenyum miris.

“REYHANN!!”

Dan orang yang baru saja dibicarakan itu muncul sambil berlari secepat kilat, bahkan saking cepatnya dia sampai nabrak pot bunga dan terjatuh dengan tidak elit.

“ARGH!” Ringisnya.

“Lah Satya?” Reyhan natep Satya heran, itu bocah kenapa sih.

“Bentar... Gua narik napas dulu... Huft...” Ucap Satya sembari menghela nafas panjang.

Dia abis lari-larian ngejar Shucy, berhubung lampu di resto mati, dia jadi nabrak segala macem benda bahkan orang.

“Kalo lu mau ngambil Shucy dari gua, gak bakal gua kasih.” Ujar Reyhan, daripada disakitin sama Satya kan mending sama dia aja.

“HAH!? KOK GITU!? GUA KAN PACARNYA!” Satya jelas gak terima.

Walaupun status mereka sekarang gak jelas tapi Satya masih mau mempertahanin hubungan mereka.

“Kalo lu pacarnya ngapain selingkuh? Sama lonte lagi, gak ada cewek lain apa?” Reyhan masih gak nyangka gitu.

“Siapa bilang gua selingkuh sama lonte? Gua tadi... Ya iya gua khilaf.” Jujur juga kan akhirnya.

“Sama lonte?”

“BUKAN!” Ya kali Satya pindah haluan sama cewek kaya begitu. “Tapi sama Shella...”

“Oh dia, pantesan. Ngapain sih lu masih deket-deket sama dia?” Reyhan mah udah paham banget hubungan tuh orang berdua, teman tapi mesra.

“Gak deket, tadi gua sama yang lain main ToD nah Shella dapet tatangan buat nyium orang yang dia suka, ternyata orang itu gua.” Jelas Satya, kenapa semua orang jadi mojokin dia gini sih.

“Terus lu gak nolak?”

“Ya gak lah, rejeki gak boleh di tolak.” Kan emang dasar anaknya...

“Tolol! Itu namanya bukan rejeki tapi nyari mati!” Reyhan udah gak percaya lagi sama temennya yang satu ini. “Pokoknya lu gak boleh ketemu Shucy.”

“Lah lu sapa!? Lu gak ada hak ya!” Satya bingung, tumben banget Reyhan mau ikut campur masalahnya.

“Ada, lu udah nyakitin dia, sekarang dia tanggung jawab gua.” Reyhan reflek aja ngomong kaya gitu, dia juga gak ngerti sama jalan pikirannya.

“Apa-apaan anjing!”

“Reyhan...” Mereka semua tersentak, itu suara Shucy, dia tidak bangun melainkan mengigau.

Reyhan tak menyangka jika namanya lah yang akan di sebut gadis itu. “See? Lu denger sendiri kan siapa yang dia panggil?”

“Y-ya dia kan lagi mabok pasti dia random aja nyebut nama lu.” Jujur Satya kecewa karna bukan namanya yang dipanggil.

“Sorry, gua yang jaga dia sekarang. Kalo lu mau deket sama dia lagi, ubah perilaku brengsek lu.” Peringat Reyhan, ini semua demi kebaikan mereka bersama.

“Udah gua ubah Reyhan!” Dusta Satya.

“Bullshit, bye!” Reyhan tak memedulikan ucapan Satya dan memilih membawa Shucy pergi dari sana.

“Heh mau lu bawa kemana pacar gua!?”

“Bukan urusan lu!”

“Turunin dia sekarang!”

Reyhan memberi Satya jari tengah lalu pergi meninggalkannya.

“Reyhan anjing!”

BZZT!

“Anjir giliran kaya gini lu baru nyala! Tadi kemana aje gue sampe nyusruk-nyusruk lampu!” Satya malah gelud sama lampu.


“YEYY UDAH NYALA LAMPUNYA!” Teriak Anna penuh semangat.

Kembali lagi dengan tim para pencari Dinda, kini mereka bertujuh sudah mencapai lantai 62 dengan perjuangan yang sangat menguras tenaga.

“Ya udah lepasin pelukan lu dari gua.” Ujar Raina, dia udah lelah dari tadi ditarik-tarik mulu sama Anna.

“Sorry...”

“Nah kalo gini kan enak, gak usah pake tangga darurat lagi. Ayo kita naik lift!” Haris berjalan menuju pintu lift.

“Heh, mau ngapain lu?” Aletta menatap Haris dengan tatapan tajam.

“Naik lift dong masa ke Dufan.”

“Lanjut jalan, gak ada lift-liftan.” Aletta itu masih trauma abis kejebak disana, dia gak mau naik lift lagi.

“Lahh... Kok?”

“Lu mau kejebak lagi?”

“Gampang, tinggal buka aja pintunya. Jangan kaya cowoknya Raina, ribet.” Sindir Haris sambil ngelirik ke arah Raina.

“Gak usah bawa-bawa cowok gua ya, lagian cowok gua lebih pinter dibanding lu.” Entah kenapa Raina jadi kesel kalo pacarnya dihina Haris.

“Iya juga sih... Ah pokoknya gue yang paling pinter!” Haris pinter kok, pinter ngibul.

“Dihh, apa banget.” Raina natep Haris sinis.

“Heh udah jangan ribut mulu, fokus sama misi kita buat cegat Dinda.” Ucap Adya menyadarkan mereka.

“Kalian mau cegat gue?”

Tiba-tiba muncul seorang wanita cantik nan mematikan yang memakai dress hitam mewah, di belakangnya terdapat lima pria yang tidak lain dan tidak bukan adalah bodyguardnya.

“DINDA!?” Mereka semua terkejut bukan main.

“One, two... eum.. kalian bertujuh, bodyguard gue ada lima.” Dinda menujuk ke arah bodyguardnya.

“Emang ngapa dah? Lo mau ngehajar kita?” Jidan gak takut sama Dinda, dia pede aja maju-maju.

“Iya, lo pikir kita takut gitu? Kita semua pemberani!” Seru Haris mendukung Jidan.

“Heh, kata siapa?” Sean berbisik pada mereka berdua.

“Sssttt..... Diam kau otak udang, lebih baik kau ikuti kata-kataku!” Jidan nunjuk Sean biar temennya ikut mendukungnya.

“Drama banget anjir si Jidan.” Adya pusing ngeliat tingkah laku temennya gak ada yang normal.

“Nih ya, gua itu pernah belajar silat jadi udah dipastikan gua bakal menang!” Ujar Jidan dengan kepedean level tinggi.

“Well, okay, if that's what you want.” Dinda membisikkan sesuatu pada bodyguardnya. “Go get them.”

“Eh kok maju beneran anjing!?” Jidan jadi kelabakan.

“Lah tadi lu yang nantangin.” Haris ikutan panik.

“Kan biar keliatan keren doang.”

“Ihh lagi bego banget sih!” Aletta nabok kepalanya Jidan saking keselnya.

Mereka semua mundur sampe terhalang pintu lift.

Jidan mencari agar para bodyguard Dinda tidak menghajar mereka, contohnya...

“Dinda jangan marah-marah, takut nanti lekas tua...”

“BERISIK! Cepet hajar mereka!” Perintah Dinda.

Semua bodyguard Dinda pun bergerak maju dan menyerang mereka semua.

“SERANG!” Jidan, Haris sama Sean udah maju duluan buat ngelawan mereka.

“Eh eh kok kalian malah berantem sih, SEAN! JIDAN! HARIS! Aduh...” Anna cuma bisa pasrah aja ngeliat temennya perang.

“Jangan takut, kita harus bersatu supaya kuat!” Seru Aletta, meyakinkan teman-temannya.

“Bener, meskipun kita keliatan lemah, tapi kalo kita saling kerja sama di jamin kita bakalan menang!” Adya setuju dengannya.

“Raina lu jagain Anna, biar kita semua yang ngelawan mereka.” Perintah Aletta, dia tau temennya itu dari tadi banyak lari.

“Heh emangnya lu bisa berantem Al?” Raina terheran-heran, sejak kapan temennya bisa berantem.

“Bisa lah.” Ujar Aletta.

“Eh gua kan gak bisa berantem.” Sahut Adya, kenapa jadi dia yang disuruh berantem, mending dia aja dah yang jagain Anna.

“Lu cukup alihin perhatian mereka.” Saran Aletta.

“Caranya?”

“Lo bikin dia gak fokus pokoknya!”

“T-tapi...”

“Gua bisa berantem kok, kenapa gak gua aja?” Raina mengajukan diri, dulu dia juga pernah ikut ekskul karate walau cuma sebentar.

“Tuh Raina bis—””

“Raina capek abis lari-larian dari tadi.” Aletta punya rasa belas kasih, dia gak mau temennya itu kecapekan yang berujung sakit.

“Gak tuh.” Balas Raina, dia mah energinya masih banyak.

“Ck, dengerin gua sekali aja bisa gak!?” Aletta memelototi Raina.

“Iya ini denger.” Raina pasrah aja akhirnya.

“Udah Ra, lu disini aja sama gua.” Anna narik lengan Raina biar mojok deket lift.

Adya maju nantangin salah satu bodyguard dengan pedenya.

“Ey lawan gua sini!” Seru Adya sambil memberi ancang-ancang memukul.

“Ya elah bocil, gaya banget lu.” Sahut bodyguard itu.

“Gua bukan bocil!” Karena kesal mendengarnya di panggil bocil, Adya pun memukul orang itu tepat di pipinya.

“Sialan.” Orang itu tidak terima dan bergerak maju untuk membalasnya.

“M-maaf gak sengaja... BUNDAAA!” Adya menutup mukanya takut.

BUGH!

Adya tidak merasakan apapun, dia mencoba membuka mata dan mendapati Sean berdiri di depannya.

“Adya, lu gak apa-apa kan?” Tanya Sean tanpa menoleh.

“Iya gua—SEAN AWAS!” Adya menarik baju Sean karena melihat salah satu bodyguard ingin menyerang mereka.

Adya bener-bener takut sekarang, untungnya saja Sean langsung menyadarinya dan menghajar orang itu.

“Lu ngapain ikutan sih? Mending duduk aja.” Omel Sean, udah tau gak bisa berantem ngapa malah sok-sokan.

“Disuruh Aletta, gua juga gak ma—AWAS!” Adya teriak saat bodyguard yang tadi dia pukul kembali bangun.

Sean mau gak mau harus nendang perut bodyguard itu, abisan satu tangannya di pegangin Adya.

“Aduhh... teriaknya jangan di kuping gua juga kali.” Sean menutup telinganya walau telat.

“Gua tuh takut Sean!”

“Ya makanya jangan bikin nambah beban.”

“Apa lo bilang!?”

Yah, malah adu mulut kan itu bocah berdua.

BRUK!

Aletta baru saja menendang salah satu bodyguard dengan sekuat tenaga, dia juga terkejut mengetahui kemampuannya yang lumayan kuat.

“Gila Aletta, tendangan lu mantep juga.” Puji Haris.

“Iya lah, Aletta nih bos, siapa lagi yang mau maju!?” Tantang Aletta, kepercayaan dirinya meningkat drastis.

“Sini lo bocah!” Tantang salah satunya, dia berlari ke arah Aletta.

“Bocah lu bilang? Makan nih!” Aletta memukul rahangnya dengan kencang hingga membuat orang itu terjungkal.

“Mantap Al, pukul terus.” Sorak Jidan yang sibuk memukul bodyguard lain.

“Bisa diem gak?” Aletta kesel dari tadi temennya berisik bikin dia gak fokus.

“Canda Al.” Jidan cengengesan.

Anna merasa ada yang kurang, dia melihat sekeliling mencari keberadaan seseorang.

“Eh Dinda kemana anjir? Kok ilang?” Tanya Anna pada Raina, kali aja temennya itu liat.

“Lah iya ya, perasaan tadi masih ada deh.” Raina ikut mencari keberadaan Dinda.

“Nyariin gua?”

“RAINA AWAS!”

Dinda menodongkan pisaunya tepat ke leher Raina dari arah belakang.

Tidak ada pergerakan dari keduanya, Dinda tersenyum miring melihat Raina yang ketakutan.

“Ayo lawan gue Raina.” Tantangnya.

Kepala Raina seketika pening, dia bingung harus bagaimana, jika dia benar-benar melawan, apakah dia akan selamat?

Dia tau orang di hadapannya ini memiliki sisi iblis yang bisa membunuhnya kapan saja.

“Lepasin temen gua Dinda!” Teriak Anna.

“Oh temen? Lo mau tau gak? Raina punya rahasia besar lho. Hm... Lumayan juga nih buat bahan mading lo!” Dinda melempar ponselnya ke arah Anna.

Raina membelalak matanya, rahasia? Jangan-jangan itu...

“Jangan percaya Anna!” Raina berusaha mengalihkan perhatian Anna agar tidak mengambil ponsel itu.

“Bohong?” Dinda menghela nafas “Coba lo liat itu Anna.”

Karena jiwa penasaran Anna lebih tinggi, dia pun segera mengambil ponsel yang dilempar Dinda tadi.

Dia cukup syok melihat beberapa foto teman-teman Raina bersama seorang lelaki yang sangat dia kenal.

Dan yang lebih parahnya lagi, Anna melihat foto Raina bersama...

“Ra, lo sama Mahesa?” Anna tidak percaya dengan apa yang di lihatnya, apakah ini foto asli?

Raina yakin pasti Anna sudah melihat foto privasinya bersama Mahesa.

Raina dengan cepat melepas tangan Dinda yang menghalanginya, namun tanpa disengaja pergerakan itu justru membuat lengannya terluka karena tergores pisau.

“Akh... Shh...” Raina meringis, dia melihat darah mengalir dari lengannya.

“Ra-Raina...” Anna tak menyangka Raina akan melakukan hal itu.

“Anna dengerin gua dulu—”

“Anna Anna... lo harusnya dengerin gue, bukan Raina. Dia itu udah ngehianatin lo dari lama.” Dinda mencoba menghasut Anna.

Ting~

Pintu lift terbuka, Dinda mendorong Raina hingga terjatuh ke dalam lift.

“Aduh!” Pekik Raina.

“Lo tenang aja Anna, gua bakal kasih pelajaran yang bagus buat Raina.” Dinda menutup pintu lift.

Anna hanya bisa menangis dalam diam, dia tidak tau harus berbuat apa sekarang.

“Kenapa lo bohong Raina?” Anna meremas ponsel Dinda yang berada di tangannya.

Aletta sudah beres menghadapi semua bodyguard Dinda, untungnya dia tidak mendapatkan luka sama sekali.

Gadis itu mengusap tangannya lalu melihat Anna yang berdiri sendirian, kemana perginya Raina? Perasaannya mulai tidak enak.

“Heh, Raina mana!?” Tanya Aletta sembari berjalan menuju Anna.

Anna sadar akan hal itu, dia segera memasukkan ponsel Dinda ke saku celananya.

“ALETTA! RAINA DISERANG SAMA DINDA!” Teriaknya dengan nada panik.

“Terus lo ga bantuin dia!?” Aletta mengguncang bahu Anna.

“D-Dinda cepet banget g-gue...”

“Anjing!” Aletta kesal, kenapa Dinda malah mengincar Raina.

“Beres semuanya, Raina mana?” Tanya Jidan bingung.

“Raina di lift sama Dinda.” Balas Aletta.

“KOK BISA? TERUS GIMANA?' Adya panik, berarti ini sama aja temennya dalam bahaya dong.

“Telpon polisi, kalian udah ada sinyal kan?” Suruh Aletta, dia punya firasat temennya akan bernasib buruk habis ini.

“Oh oke, biar gua aja yang telpon.” Ujar Sean, dia pergi ke sudut ruangan untuk menelpon polisi.

“Sekarang dengerin gua, kita harus mencar.” Aletta punya suatu rencana yang menurutnya bisa membuat Dinda masuk penjara.

“Mencar?” Tanya mereka semua, untuk apa pula mereka berpencar, bukankah lebih baik bersama saja.

“Iya. Gua, Anna sama Jidan pergi ke resto. Terus lu, Sean sama Haris pergi ke ruang CCTV.” Aletta membagi tim mereka.

“Bentar, ngapain ke ruang CCTV?” Tanya Haris, aneh banget tetiba mau kesana.

“Ya menurut lu ngapain orang ke ruangan CCTV? Ya liat rekaman CCTV kan? Nah gua mau kalian liat apa yang di lakuin sama Dinda sama Raina di lift, ngerti?” Jelasnya.

“Ohh, ngerti-ngerti.”

“Kalo perlu kalian ambil rekamannya buat bukti ke polisi, takutnya rekaman itu diambil duluan sama anak buahnya Dinda.” Usul Aletta, ya barang bukti itu adalah kunci kemenangan mereka.

“Ah bener tuh, kalian ada yang bawa flashdisk?” Tanya Adya.

“Mana ada yang bawa gituan kemari.” Haris melipat kedua tangannya.

“Gua bawa!” Jidan mengeluarkan flashdisk berbentuk minion dari saku celananya.

“Bagus!”

“Lu ngapain bawa-bawa flashdisk?” Haris menatap temannya penuh selidik, pasti isi flashdisknya gak bener.

“Bawa flashdisk tuh kemana-mana bro, penting nih data gua disini semua.” Jelas Jidan.

“Hiya hiya hiya.”

“Udah gua telpon, katanya sekitar 30 menit mereka bakal tiba disini.” Sean kembali setelah menelpon polisi.

“Oke, kita mencar ya sekarang.” Mereka semua mengangguk dan pergi dari sana.


Reyhan masih menggendong Shucy di punggungnya, kini mereka sudah sampai di lantai 57 tempat kamar mereka berada.

Gadis itu masih tertidur pulas dalam gendongannya.

Ketika mereka tiba di kamar no 130, Reyhan hendak membuka pintu kamar tersebut tapi dia baru ingat kalau setiap kamar membutuhkan keycard.

“Lah iya, keycardnya mana?”

Reyhan menoleh ke arah Shucy dan mencoba membangunkan putri tidur itu.

“Shucy, bangun dulu. Kita gak bisa masuk ini kalo gak pake keycard.”

Tak ada jawaban sama sekali, sepertinya gadis itu benar-benar lelah hingga tidur sepulas ini.

“Duh, gimana ya? Apa gua bawa ke kamar gua aja?”

Reyhan berpikir sejenak, tidak ada salahnya juga kan, dia juga tidak akan melakukan hal buruk.

“Boleh deh, gua kan cuma mau naro dia di tempat tidur abis itu balik ke resto.”

Akhirnya Reyhan memutuskan untuk membawa Shucy ke kamarnya.

Saat memasuki ruangan tidur, Reyhan melepas sepatu yang dipakai Shucy lalu membaringkannya di kasur.

“Ey, bangun, udah sampe nih.” Bisik Reyhan tepat di telinganya, siapa tau dengan cara seperti itu dia bisa langsung terbangun.

Nihil, usahanya gagal. Shucy masih tetap terlelap.

“Apa langsung gua tinggal aja ya?” Reyhan tak tega meninggalkannya sendirian, tapi mau bagaimana lagi. “Ya udah lah ya.”

Sebelum pergi, Reyhan sempat menutupi tubuh Shucy dengan selimut agar gadis itu tidak kedinginan.

“Kak Reyhan...” Panggil Shucy, dia merasakan tubuhnya terbalut sesuatu.

“Eh udah bangun?” Reyhan mendadak canggung hingga menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal.

“Jangan tinggalin Shucy...” Shucy bangkit dari posisi duduknya dan menarik lengan Reyhan.

“Waduh, muka kamu merah banget.” Reyhan menyentuh dahi Shucy untuk memastikan suhu tubuhnya. “Minum berapa gelas coba tadi?”

“Shucy gak minum.” Balasnya sambil mempoutkan bibirnya lucu.

“Hm, kamu tidur lagi sana.” Reyhan menunjuk ke arah bantal. “Kakak tinggal ya, gak apa-apa kan sendiri?”

“Jangan pergi...” Shucy tidak mau ditinggal, dia butuh seseorang untuk menemaninya.

“Gak bisa, kakak harus balik ke resto nanti orang-orang nyariin gimana?” Tolak Reyhan secara halus.

“Shucy takut sendirian.”

“Gak ada apa-apa kok disini.”

“Sini aja, temenin...” Shucy menepuk-nepuk kasur sampingnya agar Reyhan mau duduk disana.

“Ya udah, tiduran dulu gih. Kakak ambilin air putih ya?” Reyhan ingin berjalan ke dapur tapi lengannya ditahan oleh Shucy.

“Sini aja...”

“Emang kamu gak ngantuk?” Reyhan mencoba melepas tangan Shucy dengan perlahan. “Tadi tidurnya lumayan pules.”

“Udah gak.” Sebenarnya Shucy berbohong. Dia benar-benar mengantuk namun dia juga tidak mau Reyhan pergi.

Tiba-tiba saja ponsel Reyhan berbunyi. “Tuh kakak ditelpon, sebentar ya kakak keluar dulu.”

“Ihh... Jangan pergi!” Teriak Shucy.

“Iya, kakak angkat disini aja nih.” Reyhan pun duduk di sampingnya karena lelah berdiri.

“Siapa yang nelpon?” Tanya Shucy.

Reyhan menunjukkan layar ponselnya, ada satu nama yang tertera disana, Mahesa.

“Nyalain loud speakernya!” Pinta Shucy agak maksa.

Reyhan turuti saja kemauannya. “Halo...”

“Rey, lu dimana dah?”

“Gua di kamar bang, kenapa?”

“Lu ngapain di kamar? Balik ke resto, orang-orang nyariin lu.”

“Iya ini gua mau balik bang, sabar.”

Shucy yang mendengar itu jelas marah, “Kak Reyhan gak boleh pergi!”

“Siapa tuh? Lu abis ngapain Reyhan?”

“I-itu suara Shucy, gua gak ngapa-ngapain bang.” Reyhan takut abangnya ini malah salah paham.

“Shucy pacarnya Satya? Kok bisa sama lu?”

“Dia abis ribut sama Satya, terus niatnya gua bawa ke kamarnya eh dia gak bawa keycard, ya udah gua bawa ke kamar kita aja.”

“Lu gila ya? Dia kobam gak? Soalnya tadi kata Bella mereka minum bareng.”

“Iya kobam dia.” Reyhan menjulurkan lidahnya pada Shucy.

“Ihh... Shucy gak kobam!” Shucy mengembungkan pipinya kesal.

“Gua gak boleh pergi nih sama dia, gimana dong bang?” Adu Reyhan.

“Ya udah lu jagain dia dulu sana, biar nanti tamu-tamu yang lain gua yang urus.”

“Serius bang?”

“Iya gampang itu mah. Tapi inget, jangan macem-macem ya lu!”

“Kaga elah bang, ngapain juga.”

“Hm, ya udah kalo gitu.”

“Bilang apa sama kak Mahesa? Maka...?”

“Sih... Makasih kak Mahesa!” Ucap Shucy dengan antusias.

“Eh, iya sama-sama. Shucy, kalo Reyhan macem-macem tendang aja anu—”

“Oke bye!” Reyhan langsung menutup telpon itu. “Jangan dengerin dia, sesat.”

“Kak Reyhan jahat banget, kak Mahesa kan belum selesai ngomong.”

“Gak apa-apa.” Reyhan beranjak dari atas tempat tidur. “Udah ya sekarang kamu tidur, anak kecil gak boleh tidur malem-malem, gak baik.”

“Shucy bukan anak kecil!” Dia menatap Reyhan tajam.

“Ya makanya tidur Shucy....” Reyhan mengacak-acak rambut gadis itu dengan gemas. “Kakak ke toilet dulu ya, jangan larang-larang, nanti kakak ngompol disini.”

“Siapa yang mau larang?”

“Bagus.”

Reyhan pun pergi memasuki kamar mandi yang ada disana.

“Aduhh kok Shucy ngantuk sih? Tidur sebentar deh.” Shucy membaringkan badannya lalu menutup mata.

Reyhan membuka pintu kamar mandi pelan-pelan dan melongok ke arah Shucy.

“Udah tidur kan dia? Saatnya pergi...” Gumamnya lalu berjalan dengan mengendap-ngendap agar gadis itu tidak terbangun.

Ketika Reyhan ingin membuka pintu kamar dia menoleh ke belakang dulu untuk memastikan Shucy masih tertidur tapi...

“Loh kok kamu disini?” Reyhan terkejut saat mendapati Shucy sudah berdiri di belakangnya, kapan dia bangun?

“Kak Reyhan sengaja ya mau ninggalin Shucy?” Shucy berkacak pinggang dan mengembangkan pipinya.

“Gak, bukannya gitu...”

“Kak Reyhan benci ya sama Shucy? Hiks...” Shucy terisak, dia pikir alasan Reyhan tidak mau menemaninya karena itu.

“Eh jangan nangis, aduhh gimana nih?” Reyhan jadi pusing, kenapa malah begini.

“Sana kalo kak Reyhan mau pergi!” Usir Shucy.

Gadis itu naik kembali ke tempat tidurnya dan membalikkan badan agar tidak melihat Reyhan.

“Hei... Udah ya, kamu jangan nangis lagi.” Reyhan merasa bersalah. “Iya kakak bakal temenin kamu disini, tapi kamu janji dulu sama kakak.”

“Hiks... Apa?” Tanyanya tanpa menoleh.

“Tidur, kamu harus istirahat.” Reyhan duduk di sebelahnya.

“Iya aku janji!” Shucy langsung berbalik menatap Reyhan. “Kak Reyhan tidur juga ya disamping Shucy.”

“Iya... EH APA? GAK!” Reyhan merutuki kebodohannya, dia tidak sadar mengatakannya. “Kamu aja yang tidur, kan kakak tugasnya jagain kamu doang.”

“Ya udah Shucy gak mau tidur, nanti kak Reyhan ninggalin Shucy lagi.” Dia menjulurkan lidahnya ke arah Reyhan.

“Gini amat ngurusin orang kobam.” Reyhan menghela nafas. “Iya nih kakak tidur juga.”

Reyhan mengambil satu guling dan meletakkannya di tengah kasur.

“Nih batasnya pake guling, gak boleh ngelewatin batas.” Ucapnya serius.

“Oke!” Shucy mengangguk senang.

“Dah sekarang tidur.” Suruh Reyhan, dia juga mulai membaringkan tubuhnya.

“Kak Reyhan....” Panggil Shucy.

“Apa lagi, hm?” Reyhan memiringkan badannya untuk menatap Shucy.

“Mau di puk-puk kepalanya.” Pinta Shucy tanpa dosa.

“H-hah?” Reyhan ngebug, harus banget apa kaya gitu?

“Di puk-puk, biar Shucy bisa tidur.” Shucy mencontohkan cara puk-puk yang baik dan benar.

“Perasaan tadi kamu langsung tidur pas kakak gendong.” Reyhan heran ini bocah permintaannya banyak amat.

“Itu beda...”

Daripada nangis lagi mending dia turutin aja dah. Reyhan pun menepuk-nepuk kepala Shucy dengan lembut. “Perlu dinyanyiin Nina Bobo juga gak?”

“Shucy udah dewasa ya!” Shucy menatap Reyhan dengan sinis.

“Terus kalo udah dewasa mau apa? Di cium?”

“Boleh.”

“HEH GAK BOLEH!”

Reyhan kan bercanda doang ngomong kaya gitu, kirain Shucy bakal marahin dia lagi eh malah sebaliknya.

“Udah, ayo sekarang tidur, tidur... tidurr... ti—”

Chuu~

Reyhan jelas terkejut, dia tidak menduga hal ini akan benar-benar terjadi dengan cepat.

Bukan Reyhan yang memulainya, tapi Shucy...

Reyhan merasakan tubuhnya seketika membeku, meskipun itu hanya ciuman biasa yang sekedar menempel, namun cukup membuat jantungnya berdegup kencang.

“M-maaf kak, Shucy...” Lirih Shucy sambil menggigit bibir bawahnya.

“Oh iya santai aja.” Reyhan tertawa canggung.

“Maaf Shucy gak jago ginian, Satya waktu itu ngajarinnya kecepetan.”

“HEH!” Reyhan makin syok, kirain minta maaf karna udah nyium tiba-tiba ternyata malah minta maaf begitu. “Udah, tadi katanya janji mau tidur.”

“Mau peluk...” Shucy mengetukkan jarinya pada guling disampingnya.

“Ya udah itu peluk gulingnya.” Reyhan menggeser gulingnya ke arah Shucy.

“Maksudnya kak Reyhan.” Shucy menunduk sehabis mengatakann hal itu.

“Tapi janji ya tidur abis itu?”

“Iya janji!”

“Oke kita buang aja guling ini, dia tidak berguna.”

Reyhan melempar guling itu ke sembarang arah kemudian memeluk Shucy sembari membelai lembut rambutnya.

Ya, Reyhan sudah tidak mengerti dengan jalan pikiran yang mau saja menuruti semua kemauan Shucy.

“Dah ayuk tidur.

“Pokoknya kak Reyhan gak boleh pergi!”

“Iya gak kok, kakak disini terus, kamu tenang aja.”


“Gimana? Dimana Reyhan?” Tanya Jefran sembari meneguk menyantap cemilan di tangannya.

“Lagi di kamar dia.” Balas Mahesa.

“Dia ngapain di kamar? Ngumpet?”

“Yeh, bukan.”

“Terus?”

Mahesa mencoba mencari alasan yang tepat agar temannya itu percaya, gak mungkin kan dia bilang kalo Reyhan lagi nemenin Shucy yang mabuk.

“Hmm... ada barang yang ketinggalan makanya dia kesana.”

“Ouhh...”

“Bang, ini kan udah nyala lampunya, kita gak mau anter Bella ke kamar?” Tanya Ricky.

“Iya tuh kasian dia sampe ketiduran gitu.” Ujar Juan yang merasa iba melihat pacarnya itu.

“Gendong Ju, kita bawa dia ke kamar.” Suruh Jefran, dia kan mau ikut juga.

“Ini seriusan lu semua mau ikut?” Juan natap mereka semua dengan sinis, mana mukanya Jefran kek orang mesum.

“Iya, ikut dong.” Ujar Jefran penuh semangat.

“Je, lu disini aja, ngapain ngikut coba?” Mahesa juga gak ngerti sama temennya, aneh banget.

“Gabut Fan, mending ikut mereka sekalian keliling hotel.” Jefran tuh penasaran sama lingkungan hotel disini, bosen juga di dalem resto terus.

“Et kaga usah, lu dimari aja sama gua.” Larang Mahesa, dia kan kudu gantiin Reyhan disini, kalo Jefran pergi kan dia jadi sendirian.

“Lah tadi bukannya lu mau ikut juga?”

“Gak jadi, biarin mereka aja yang bawa.”

Jefran ngeliat ke arah langit, perasaan udah malem banget, mana besok sekolah lagi. “Jam berapa sih sekarang?”

Mahesa melihat jam tangannya, “Jam 9, kenapa?”

“Ini pesta kapan kelar anjir?” Jefran mikir kok orang-orang pada betah diem disini, padahal Reyhannya juga gak ada.

“Lu gak tau aja yang lain pada ngapain.”

“Ngapain?”

“Pesen kamar lah.”

“Dih kok lu tau?” Jefran natep Mahesa gak percaya.

“Lu liat aja noh orang-orang di pojokan.” Mahesa nunjuk pasangan muda yang sedang asik bercumbu dengan santainya.

“Dih, berasa dunia milik sendiri kali dia.” Jefran menggelengkan kepalanya, padahal kan dia juga begitu tapi dia jomblo.

“Oh iya bang, besok libur kan?” Tanya Ricky tiba-tiba.

“Masuk! Jam 10 pulang ya lu berdua.” Perintah Mahesa, dia baru inget dua adiknya ini masih dibawah umur.

“Nginep sini aja ya bang.” Pinta Juan.

“Bolos aja ya bang.” Ucap Ricky sambil cengengesan.

“Iya lah Fan, sekali-kali kita bolos, selama jadi osis kita ambis mulu, mumpung jabatan kita dah mo abis.” Jefran jadi ikut tergoda.

“Kaga-kaga, jangan ngide lu semua!” Larangnya dengan tegas.

“Yahh, gak seruuu!” Mereka semua kecewa.

. . .

To Be Continued...


Haii, kangen gak sama cerita ini?😃

Ini spesial Enhypen comeback, jangan lupa nonton MV Tamed-Dashed ya!!!

Boleh kritik dan sarannya atau mau bikin pesan buat author : https://secreto.site/id/23006578


#SweetBetrayal

Part 15 : The Accident


Raina dan Anna terus berlari secepat mungkin, terkadang mereka menyempatkan diri untuk menengok ke belakang, dimana para anak buah Dinda mengejar mereka berdua.

“Ra, sebenernya lo ada masalah apa sih sama Dinda?” Tanya Anna penasaran, ia sangat yakin kalau Raina dan Dinda menyimpan rahasia.

“Gak ada masalah apa-apa.” Sahut Raina, pikiran mulai kalang kabut.

“JANGAN BOHONG RAINA! KITA LAGI DI KEJAR SAMA ANAK BUAHNYA! KALO KITA KETANGKEP GIMANA!?”

“YA MAKANYA LO DIEM!”

Raina sampai lebih dulu di depan pintu lift.

“Ra, tungguin dong. Lo lari cepet banget sih!” Anna lelah, padahal jarak pintu lift sudah ada di depan mata.

“CEPET ANNABELLE!” Pekik Raina agar temannya itu mau berlari.

Dengan sisa tenaga yang Anna miliki, ia pun terpaksa mengikuti perintah Raina.

Raina menekan tombol lift untuk naik ke atas tapi ternyata liftnya berada di lantai dasar, sedangkan mereka berada di lantai 50.

“Shit!” Raina berpikir bagaimana cara lolos dari mereka tanpa perlu menaiki lift.

“Ra, cepetan mereka udah mulai deket.” Peringat Anna seraya mengguncang tangan Raina, ia sangat panik.

“Sabar anjir.” Raina mengedarkan pandangannya mencari solusi, ia melihat ke arah pintu darurat yang berada di ujung lorong. 

“Ayo ikut gua!” Raina berlari menuju pintu tersebut. 

“Eh tungguin aduhh...” Anna mendengus.

Raina mengeluarkan ponselnya untuk memberi tau hal ini kepada teman-temannya melalui pesan grup.


[Brave Big Cat 😺]
Motto » Kita Semua Keren Kecuali Bella😀

Raina : WOYYYY! ADA DINDA DISINI!


Teman-temannya memang tidak fast respond, hanya Bella yang biasanya cepat membalas tetapi gadis itu jarang membuka ponselnya ketika sedang bepergian.

Untungnya saja Aletta mengetahui pesan tersebut dan segera melihatnya.

“Al, gua ngumpul bareng temen kelasan dulu ya.” Pamit Azka sembari mencium kening sang kekasih.

“Oh oke.” Aletta melambaikan tangannya pada Azka lalu kembali fokus dengan ponselnya.


[Brave Big Cat 😺]
Motto » Kita Semua Keren Kecuali Bella😀

Aletta : Dinda disini? Yang boong lu?

Raina : Srs anj.

Aletta : Hah? Lu ngetik apaan sih? Lo dimana?

Raina : Lg lr d tng drat.

Aletta : Yang bener woy kalo ngetik!

Raina : G d kjr prm Al.

Aletta : Apa sih? Prm? Sperma? Lo abis nganu ya?

Raina : I bkn, tol g dn😭

Aletta : Lo ngatain gua tolol?

Raina : G jnck.

Aletta : Oh “gua jancek”?

Raina : TOLONGIN GUA DIKEJAR PREMAN!

Aletta : LO DIMANA SETAN?

Raina : Tangga darurat. Gua mau naik lift di lantai 51. Gece kesinii!!

Aletta : Nyusahin banget sih Dinda.


Aletta mengunci layar ponselnya. Ia berpikir sejenak, bagaimana bisa Dinda datang ke sini? Apa Dinda sudah tau kalau mereka menghianatinya?

Firasatnya mulai tidak enak, sepertinya akan terjadi hal buruk. Aletta pun segera pergi menuju lift.

Di sisi lain, Bella sedang pusing melerai pertikaian dua orang di hadapannya saat ini, kita sebut saja Juan dan Ricky.

“Bella mau makan apa?” Tanya Juan, entah kenapa dia lagi semangat banget hari ini.

“Iya biar gua yang ambilin.” Ricky juga gak kalah semangatnya.

“Dih, kok jadi lu sih? Gua duluan yang nawarin.” Seperti biasa, Juan merasa tersaingi dan langsung nyenggol badan Ricky.

“Ya emang ngapa sih? Gua kan juga mau ngambilin.” Ricky ikutan nyenggol badan Juan pake tenaga dalem.

Untung Juan anak taekwondo, jadi kaya gitu doang mah biasa.

“Eh, ga usah repot-repot. Aku bisa ambil sendiri kok, lagian aku juga masih kenyang.” Bella nunduk malu, dia berasa di rebutin dua cogan aja dari tadi.

“Ya udah kalo gitu mau minum apa?” Juan nampilin senyum membunuhnya, semoga aja kali ini Bella mau.

Bella yang ngeliat senyum Juan kek gitu malah gemes, apapun yang dilakuin Juan selalu bikin dia gemes sih.

“Mau minum yang warna merah, putih atau coklat?” Ricky nunjuk beberapa minuman warna-warni di atas meja bar.

“Itu minuman apa?” Bella agak ragu sama minuman itu, soalnya ada tulisan alkohol-alkoholnya gitu.

“Soda lah ada panta, sepirit sama koka-kola.” Ucap Ricky ngarang banget.

“Apaan sih kok gitu namanya?” Juan bingung.

Merk apa kaya gitu? Fix, pasti minumannya mengandung dosa.

“Kan kita gak di endorse, jadi harus di sensor.” Jelas Ricky dengan muka santai.

“Dih... Aneh lu.” Juan nabok bokongnya Ricky, itu kebiasaan mereka kalo di asrama.

“Gimana Bella mau ga?” Tanya Juan sekali lagi.

“B-boleh aja.” Bella akhirnya ngangguk, daripada itu dua bocah debat mulu kan riweh.

“Mau rasa apa?” Ricky udah berancang-ancang mau lari.

“Apa aja aku suka kok.” Bella tersenyum canggung.

Dia sebenernya rada gak enak, yang mau minum kan dia tapi malah mereka yang ambilin.

“Oke, gua ambilin ya, lu tunggu sini Bel.” Ricky ngacir secepat kilat.

“Anjirr, kok jadi elu!?” Juan kesal, temennya itu main ninggalin aja.

“Bella tunggu sini dulu ya, Juan mau ambil minuman yang banyak biar Bella makin kenyang dan kembung.” Abis itu Juan langsung ngacir.

“Astagfirullah Juan, jangan banyak-banyak juga heii...” Bella memegangi kepalanya berdenyut. “Aduh pusing banget punya pacar macem Juan.”

“Eh Bel!” Juan balik lagi, merasa ada yang lupa.

“Kenapa Ju—”

Chuu~

Juan mencium bibir Bella cukup lama, baru kali ini Juan melakukannya... DI DEPAN UMUM!?

Bella rasanya mau pingsan aja, kakinya udah lemes banget kek gak punya tulang.

Pacarnya ini demen banget dah bikin serangan jantung, kalo bertindak suka tiba-tiba gitu.

Alasan Juan ngelakuin itu sih karna Sean pernah bilang gini...

“Coba Ju, sekali-kali cium pacar lo, rasanya enak banget.”

Memang sesat temannya itu.

“Bella kalo mau dicium lagi bilang ya.” Juan mengacak-acak rambut Bella.

“H-hah?” Jantung Bella masih belum normal, dia jadi ngebug.

“Iya, Juan ngambil minuman dulu ya.” Tanpa pikir panjang Juan langsung pergi gitu aja, ninggalin Bella sendirian.

Bella seketika senyam-senyum gak jelas gegara perlakuan Juan barusan, tumben banget pacarnya itu romantis.

Dia berniat membuka ponselnya karena merasa ada notifikasi pesan masuk.

Saat hendak membukanya, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.

“Bella!”

“Shucy?”

“Liat Adya gak?” Tanya Shucy, pasalnya sudah beberapa menit dia tidak melihat keberadaan Adya.

“Hmm... tadi sih dia duduk sama gua terus dia nyamperin lu kan?” Bella ingat terakhir kali dirinya bersama Adya.

“Iya.” Shucy mengangguk. “Tapi... kita sempet debat tadi, terus dia pergi gitu aja, dia gak bilang mau kemana.”

“Debat? Lu debat sama Adya? Serius?” Bella tidak percaya, pasalnya Adya dan Shucy tidak pernah bertengkar sekalipun.

“Ya menurut lu?” Shucy sudah lelah bersikap polos di depan Bella, sepertinya tidak apa-apa bila dia mengetahuinya.

“Eh, kok lu ngomong... Anjir, lu ga lagi mabok kan ya?” Bella menangkup pipi Shucy lalu menepuknya pelan.

Shucy menepis tangan Bella. “Gak lah, gila aja.”

“Tapi kok lu ngomongnya gitu? Biasanya manggil nama sendiri kalo gak ya, aku-kamu.” Bella makin syok mengetahui hal ini, dia kira temannya itu sedang mabuk.

“Emang kenapa? Gua aslinya gini kok, tanya aja Raina.” Shucy menyilangkan tangan di depan dada.

“Raina? Anjir, keknya semua rahasia kita dia yang pegang dah.” Bella merasa sakit kepala sekarang.

Apakah dia sedang bermimpi? Tapi kalau mimpi, berarti Juan tadi... Tidak. Ini bukan mimpi.

“Lu punya rahasia apa?” Shucy penasaran. Jadi semua temannya menyimpan rahasia pada Raina? Luar biasa.

“Y-ya rahasia pokoknya.” Bella jelas malu memberi tau rahasianya.

“Kok lu sendirian disini? Juan mana?” Shucy mengalihkan topik pembicaraan.

“Dia lagi ngambil minuman sama Ricky.” Bella menunjuk para bujang yang sedang asik berebut minuman. “Lu juga tumben gak bareng Satya.”

“Satya tadi dipanggil sama temen sekelasnya, biasa lah mau ngumpul mereka.” Ujar Shucy, dia tidak tau pasti pacarnya itu berkumpul dimana.

“Ouhh, terus Aletta mana?” Bella juga tidak melihat keberadaan Aletta sejak tadi.

“Gua sempet liat dia bareng Azka sih, cuman gak tau deh sekarang dimana.” Balas Shucy sembari melihat sekeliling.

“Mungkin dia lagi nyari Adya juga.” Pikir Bella.

“Iya kali ya.” Shucy mengangguk setuju.

“Kalo Raina mana?” Sebenarnya pertanyaan ini hanya basa-basi saja, Bella tau betul apa yang dilakukan Raina sekarang.

“Gak tau, dia mah gak usah di cari nanti juga nongol sendiri.” Shucy percaya Raina bisa menjaga diri dengan baik, temannya itu kan pemberani.

“Iya juga sih, paling dia lagi pacaran.” Bella yakin pemikirannya pasti benar.

“Nah, daripada gabut di sini mending sekarang lu bantuin gua cari Adya.” Shucy menarik lengan Bella.

“Eh t-tapi—”

“Apa tapi-tapi? Udah ayo!”

Shucy dan Bella pun pergi mencari keberadaan Adya, Dia ingin meminta maaf tentang masalah tadi.

Juan dan Ricky kembali setelah membawa sekitar lima minuman dengan rasa yang berbeda.

Mereka bingung saat mengetahui Bella tidak ada di tempat duduknya. Kenapa gadis itu tidak memberi tau mereka dulu kalau mau pergi.

“Loh, Bella mana?” Ricky menaruh minuman yang dia bawa di atas meja.

“Tuh kan gegara lu sih jadi pergi kan orangnya, dia pasti ilfeel.” Juan mendudukkan diri di salah satu kursi, dia lelah bertengkar terus dengan Ricky.

“Lah kok gua? Lu juga ye, pake segala rebutan minum lagi sama orang.”

Ya, Juan sempat berebut minum dengan seseorang, dia tidak mau mengalah padahal orang tersebut terlihat lebih tua darinya.

“Ya kan gua yang ambil duluan, itu orang emang ngeselin.” Juan mengambil salah satu minuman di atas meja.

“Terus sekarang gimana?” Ricky ikut duduk di samping Juan.

“Tungguin aja lah disini.”

“Gua minum juga nih.” Ricky meneguk minuman yang dibawanya tadi.

“Iya minum aja, gua juga mau minum, aus bro abis adu mulut.” Juan meneguk gelas itu sampai habis.

Jangan khawatir, mereka tidak mengambil minuman yang mengandung alkohol, semua itu murni soda.


Dan sekarang kita beralih pada Adya yang sedang menikmati es krim bersama Sean, mereka duduk di salah satu kursi yang menghadap ke arah pemandangan luar hotel.

Suasana malam itu sangat indah, sampai membuat mereka terhanyut dalam keheningan dan hawa dingin yang menyelimuti mereka.

Kepala Adya bersandar di bahu Sean agar lebih nyaman, mereka lagi mode damai saat ini.

“Sean...”

“Ape?”

“Acara potong kuenya kapan?” Tanya Adya sembari menyuap sesendok es krimnya.

“Paling bentar lagi, kenapa? Lu laper ya?” Sean membelai lembut rambut pacarnya itu.

“Gak sih, nanya doang. Terus ortunya Reyhan dateng kesini gak?” Adya penasaran seperti apa rupa orang tua Reyhan.

“Hm.. kayanya gak deh, soalnya mereka lagi di luar negeri.” Jelas Sean, dia bahkan belum pernah bertemu orang tua Reyhan secara langsung.

“Berarti Reyhan tinggal disini sendiri dong?”

“Ya gitu, dia tinggal satu asrama bareng gua sama yang lain.”

“Ouhh gitu...” Adya mengangguk paham. “Kalo lu tinggal di Jakarta sendiri?”

“Iya, ortu gua di Bandung.” Selama masa SMA, Sean memang memutuskan untuk hidup mandiri di Jakarta bersama teman-temannya.

Semuanya dia lakukan demi Juan.

Sean dan Juan sudah berteman lama sejak mereka masih sekolah dasar, keduanya tinggal di Bandung sampai akhirnya mereka lulus sekolah menengah pertama.

Keluarga Juan memutuskan untuk pindah ke Jakarta, sedangkan Juan jelas menolaknya, dia tidak mau pisah dengan Sean.

Karena tidak tega, Sean pun memilih untuk bersekolah di Jakarta bersama sahabatnya itu.

“Oh lu itu asli Bandung?” Adya baru cukup kagum mendengarnya.

“Iya dong.” Sean merasa bangga. “Lu sendiri aslinya orang mana?”

“Gua dari Lombok.” Ujar Adya. “Percaya gak?”

“Percaya, soalnya lu pedes manis gitu.” Sean mendadak gombal.

“Dih, bisa gombal juga lu ternyata.” Adya mencolek dagu Sean.

“Bisa lah, Sean gitu loh.” Sean memainkan alisnya, menggoda Adya.

“Jelek ah.” Adya menjauhkan wajah Sean dari hadapannya.

Sean meraih tangan Adya dan menciumnya lembut. “Ganteng-ganteng gini lu bilang jelek?”

“Iya jelek banget.” Adya menjulurkan lidahnya, meledek.

“Yeh, gini-gini gua calon masdep lu!”

“Cih, halu.”

Sean gemas dengan pacarnya ini, dia pun mencubit pipi Adya lalu menciumnya.

Adya tidak menolak. Dia justru senang dan memeluk lelaki itu karena malu, baru kali ini Sean mengetahui sifat manis dari seorang Adya.

“Hai Sean!” Sapa seseorang pada mereka.

Sean dan Adya sontak terkejut dan langsung menjaga jarak.

“Eh Agnes.” Sahut Sean agak canggung.

“Gue boleh gabung?” Tanya Agnes tidak tau diri.

Sebenarnya Agnes sengaja mengganggu mereka, dia tidak suka melihat Sean dan Adya berdekatan seperti ini, jelas itu tidak boleh terjadi.

“Hm...” Sean melirik ke arah Adya.

Adya mengode Sean agar menolaknya. Sean juga sebenarnya malas mengobrol dengan Agnes, padahal kan dia mau berduaan saja dengan Adya.

“Gue ganggu kalian ya? Gak apa-apa sih kalo kalian lagi sibuk, gua pergi...”

“Eh jangan, duduk aja dimari.” Adya sengaja menyuruhnya duduk, dia punya rencana lain.

“Serius gak apa-apa?” Agnes agak ragu.

“Iya duduk aja.” Adya memutar matanya saat Agnes tidak melihatnya. “Gua ke kamar mandi dulu ya.”

“Ohh oke.” Agnes tersenyum manis.

Sean menatap Adya dengan heran, kenapa dia malah meninggalkannya berdua bersama Agnes? Aneh sekali. Atau jangan-jangan dia marah?

Namun setelah itu Sean mendapat notifikasi pesan dari kekasihnya. Ah, ternyata Adya menyuruhnya pergi juga dari sana dengan mencari alasan lain.

“Oh iya Sean, kita jadinya mau duet lagu apa?” Agnes membuka pembicaraan.

“Lagu? Lagu apa ya? Menurut lu lagu apa?” Mata Sean masih fokus pada layar ponselnya.

“Gimana kalo lagu Ed Sheeran yang Perfect?“ 

“Boleh tuh.”

“Lagi chat sama siapa sih? Kok serius banget.” Agnes kesal, seharusnya Sean menatapnya bukan malah fokus pada ponselnya.

“Eh sorry ya, temen-temen kelasan gua ngajakin ngumpul nih. Gua pergi dulu, nanti Adya balik lagi kok, bye.” Pamit Sean yang langsung meninggalkannya seorang diri.

“Ish... kenapa sih lo gak pernah peka sama gue!?” Agnes meremas kuat dressnya. “Adya? Siapa sih sebenernya dia?”

Adya pergi ke depan pintu restoran, ia bingung saat melihat notifikasi dari grup yang cukup banyak.

“Ada apaan nih?” Adya membuka pesan grup tersebut.

Matanya terbelalak kaget, ia panik, apa yang harus ia lakukan sekarang? Apa Dinda sudah mengetahui semuanya? Bagaimana bisa?

Banyak pertanyaan melintas di kepalanya, ini benar-benar di luar dugaan.

Namun Adya tau, pasti pemicu kedatangan Dinda tak jauh dari masalah Reyhan. Iya benar.

“Adya, akhirnya gua bi—”

“Sean! Dimana Reyhan?” Tanya Adya setengah cemas.

“Reyhan, tadi...” Sean melihat ke meja tempat teman-teman Reyhan berkumpul tapi Reyhan tidak ada di sana. “Gak tau deh, emang kenapa?”

“Fix, kita harus cari Reyhan sekarang!” Pekik Adya.

“Ngapain? Bang Rey udah gede, gak usah dicariin nanti juga balik sendiri.” Ucap Sean acuh.

“Goblok! Gak gitu maksudnya, udah lu ikut gua cari Reyhan sekarang!” Adya pun membawa kekasihnya itu untuk mencari keberadaan Reyhan.


Di ujung restoran, terdapat sebuah tempat duduk panjang yang di isi oleh enam remaja tampan. Mereka sedang bingung harus berbuat apa.

“Eyy bro, gimana kalo kita main tod?” Usul salah satu dari mereka yang bernama Daffa.

[Song Dongpyo as Daffa]

“Boleh-boleh!”

“Iya, gua setuju tuh.”

Dua orang yang setuju ini bernama Kai dan Terry.

[Hueningkai as Kai] [Kang Taehyun as Terry]

“Tod apaan? Ngentod? Belok lu?” Satya bener-bener gak paham maksud Daffa, abisan dia kalo ngomong ngarang banget.

“Heh! Mulut lo gak berpendidikan amat sih, bukan itu bego!” Daffa pusing, kenapa temennya yang satu ini IQ nya rendah banget.

“Lah terus?”

“Tod itu Truth or Dare!” Jelas Daffa penuh penekanan.

“Ohh, berarti gua gak salah dong? Seharusnya lu bilangnya dipisah kek T-O-D, ini langsung bilang tod aja, kan ambigu.” Satya gak salah kok, emang Daffanya aja yang mancing pergeludan.

“Emang dasar otak lu yang mesum!”

“Sembarangan lo jamblang.”

“Lu ikutan gak Sat?” Tanya Kai sambil makan cemilannya.

“Ikut aja.” Satya mah skuy aja. Lagian ini kan permainan orang lemah, ngapain dia harus takut.

“Kalo ada yang boong terus gak berani nyoba tantangannya berarti kalian harus minum ini satu gelas penuh.” Daffa nunjuk minuman beralkohol di atas meja mereka.

“Oke, siapa takut.” Terry jadi semangat, jiwa kompetitif nya mulai keluar.

“Gua pasti bakal menang.” Kai mendadak yakin.

“Lu ikutan Az?” Satya nanya ke Azka yang lagi sibuk main ponselnya.

“Ikut lah, gua kan gak cupaps.” Azka naruh ponselnya di saku celana.

“Mainnya pake apaan?” Tanya Satya bingung, masalahnya mereka tuh gak ada persiapan apa-apa.

“Pake lu Sat, coba muter dah di atas meja.” Suruh Daffa.

“Anjing, lu kira gua botol!?” Satya gak terima, harga dirinya merasa di hancurkan.

“Cuma lu yang bisa muter-muter ampe berjam-jam.”

“Ogah, lu kira gua cowok apaan.”

“Ya udah sih canda, baperan banget kaya cewek.”

“Bacot.”

Beberapa saat kemudian, muncul dua orang gadis yang tertarik dengan kegiatan mereka.

“Eyy, kalian lagi ngapain?” Tanyanya dengan nada ceria.

“Main Truth or Dare, lu mau ikutan Shel?” Tawar Daffa, kan kalo banyak yang main makin seru dan makin banyak gosip bertebaran.

“Ikut dong, Alya ikut juga ya.” Shella merangkul temannya itu.

“Boleh.” Alya mengangguk, dia berdiri di samping Azka.

Azka memutar matanya kesal. Dia sebenarnya gak suka kalo ada Alya disini, soalnya dia males banget nanggepin rumor-rumor gak jelas tentang dirinya bersama gadis itu.

“Eh Satya ikutan juga?” Shella berdiri di samping Satya, dia seneng banget bisa main bareng lelaki itu.

“Iya.” Satya bales seadanya aja.

“Terus ini kita jadinya pake apa?” Tanya Kai, perasaan permainannya kaga mulai-mulai.

“Pake botol lah, emangnya lo mau muter-muter di atas meja?” Sahut Terry.

“Kaga, ogah amat.” Kai menggeleng kuat, yang ada mejanya patah kali kalo dia naikin.

“Ya udah gece, keburu acara potong kuenya mulai.” Peringat Azka, dia juga ogah lama-lama disini.

“Sabar asu.” Terry naruh botol bekas minum mereka tadi di atas meja.

“Puter...puter...puter.” Daffa tepuk tangan girang.

“Bisa diem gak? Berisik!” Bentak Terry.

“Iya elah, sensi banget sih.” Nyali Daffa jadi ciut ngeliat tatapan membunuh dari temannya itu.

“Awas! Gua duluan yang muter botolnya, minggir lo semua!” Satya nyelak aja, pokoknya dia harus pertama gak mau tau.

Dia muter botolnya lumayan kenceng, sekitar 30 detik lah benda itu muter sampai akhirnya berhenti ke arah Azka.

“Mampus Azka kena!”

“Pilih apaan lu?” Tanya Kai, mukanya jadi semangat gitu.

“Karna gua pemberani jadinya gua pilih Truth.” Azka ngangkat dua bahunya acuh.

“Dih, apaan?” Terry protes, pemberani dia bilang? Ngaco banget.

“Ngapa dah? Udah gece kasih gua pertanyaan.”

“Hmm... apaan ya?” Daffa mikir, anak macem Azka emang nyembunyiin rahasia ya?

“Kamu udah punya pacar?” Alya tiba-tiba melontarkan pertanyaan.

“Nahhh, ayo jangan bohong!” Daffa baru sadar, iya juga ya, Azka yang biasanya main sama buku bisa punya pacar juga kah?

“Pacar?” Azka emang nungguin pertanyaan kaya gini, biar gosip dirinya sama Alya itu ilang. “Punya!”

“Ehh serius? Gua kira lo demenannya ama buku doang.” Daffa syok parah, fix dia harus spill di base sekolah.

“Ya gak lah, asal lo tau aja pacar gua cantik parah.” Azka sebenernya pengen ngasih tau nama pacarnya juga tapi nanti temen-temennya pada salty.

Ya, kecuali Satya sih.

“Udah berapa lama pacarannya?” Alya makin penasaran, jujur dia kecewa berat ternyata Azka udah punya pacar.

“Loh bukannya satu pertanyaan aja nih? Ya kalo kalian mau tau sih gua baru pacaran kemaren, gua ga cupaps ya kaya Satya.” Sindir Azka.

“Maksud lu apaan?” Satya yang diem jadi bingung.

“Gak, gak apa-apa.”

“Oke lanjut!” Daffa memutar botolnya lagi dan kini benda tersebut berhenti di depan Shella.

“Lo pilih apa Shel?”

“Karna tadi Azka udah pilih Truth, aku bakal pilih Dare.” Shella ini memang cukup pemberani, apapun tantangannya dia pasti akan berhasil.

“Nah ini yang gua tunggu-tunggu.” Terry merasa bangga mempunyai teman seperti Shella.

“Emang lu mau nyuruh ngapain sih?” Kai menatap heran pada Terry.

“Lo harus cium satu cowok yang lo suka disini.” Perintah Terry, dia memang sudah merencanakan hal ini sejak awal.

“Gila lo ya?” Satya mukul kepalanya Terry.

“Kaga, ini kan tantangan.” Jelas Terry penuh percaya diri. “Ya kalo Shella gak berani berarti dia harus minum itu satu gelas penuh.”

“Bener tuh, gua setuju banget.” Daffa seketika jadi tim hore sekarang, niatnya dia kan cuma nyari dan menyebar gosip aja.

“Shel, kamu yakin?” Bisik Alya pada temannya itu.

“Oke, aku terima. Cuma cium aja kan?” Tanya Shella meyakinkan.

“Iya, cuma cium doang abis itu kelar.”

Azka berjalan ke arah Satya untuk membisikkan sesuatu. “Sat, lo berpikir apa yang gua pikirin?”

“Kaga, tapi gua paham maksud lo.” Satya meneguk minumannya. “Biarin aja, dia cuma ngelakuin tantangan kan gak lebih?”

“Ya tapi lo kan punya—”

“Dia gak tau.”


Raina dan Anna masih saja sibuk berlari, niatnya mereka ingin menaiki lift di lantai 51, ternyata di lantai itu liftnya sedang rusak.

“Aduh Ra, tungguin gua napa sih!?” Keluh Anna.

Entah sudah berapa kali Anna di tinggal jauh oleh Raina, energi gadis itu seperti tidak ada habisnya saja.

“Ayo Annabelle! Sebentar lagi kita sampe di lantai 55!” Pekik Raina yang sudah berada di tangga atas.

Jika kalian bertanya apakah para suruhan Dinda masih mengejar mereka? Maka jawabannya tentu saja masih.

Namanya juga suruhan kalau mereka sampai gagal maka mereka tidak akan mendapatkan imbalan.

Setelah membuka pintu darurat, Raina kembali memberitau Aletta bahwa dirinya sudah sampai di lantai 55.

Saking fokusnya dengan layar ponsel, Raina jadi tak sengaja menabrak dua orang yang sedang berfoto selfie di depannya.

Mereka semua pun terjatuh secara bersamaan.

“Aduh... eh elo?” Raina berdiri setelah mengetahui siapa orang yang di tabraknya.

“Astagfirullah... Raina, Anna... kalian abis ngelonte ya?”

“JIDAN ANJING!” Raina menampar pipi orang yang bernama Jidan itu. “Sembarang ya lo kalo ngomong, mulut lo kaya gak punya agama!“ 

“Tau ih, kalo ngomong gak mikir dulu.” Anna menjambak rambut Jidan.

“Eh ampun-ampun.” Jidan meringis, ternyata kedua temannya ini sadis juga.

“AHAHAHA mampus lu di bully dua cewek.” Bukannya nolongin, teman Jidan yang satu ini malah ketawa ngakak.

“Ih Haris kalo ketawa kaya Lucinta Luna deh, berisik banget!” Anna nutup telinganya.

Ya, kedua orang yang baru saja mereka temui adalah Haris dan Jidan, teman sekelas Raina. Mereka berdua juga mengikuti ekskul basket di sekolah.

[Watanabe Haruto as Haris] [Park Jeongwoo as Jidan]

“Lu ngapain ego disini?” Raina natep mereka tajem banget.

“Kita mau ke pestanya kak Reyhan lah, lu gak liat baju kita?” Jidan mamerin baju yang dia pake.

“Dih, gila lo pake baju biru terang begitu.” Sindir Anna. Dia juga bingung kenapa dua temannya ini make baju warna terang, padahal kan dress codenya hitam.

“Kalo gue gimana?” Haris ikut mamerin bajunya yang berwarna oren menyala.

“Ya sama aja lo berdua salah bego! Mau kondangan lo? Dress codenya tuh item!” Raina nabok kepala mereka satu per satu.

“Tuh kan, apa gua bilang, lu sih gak percaya!” Haris kesel, dia geplak aja kepalanya Jidan.

“Lah gua mana tau anjir, gak liat juga.” Jelas Jidan. Lagian undangannya pake bahasa Inggris sih, dia kan jadi gak ngerti.

“Hih punya temen pada goblok semua.” Anna pusing, kelakuan mereka berdua emang mines abis.

“HEI KALIAN!” Teriak orang yang tadi ngejar Raina sama Anna.

“Weh sape tuh?” Haris bingung.

“Eh... tolongin kita dong.” Raina nyegir terus ngumpet di belakang Jidan.

“Apa-apaan lo? Abis nampar gua langsung minta tolong.” Jidan ogah banget nolongin, mana dia sempet dibully tadi.

“Ck, itu kan salah lo sendiri pake ngatain gua.” Raina nabok pundak Jidan. “Tolong lah, sesama manusia itu harus saling lontong-melontong.”

“Hah? Jualan lontong lu?” Jidan bingung maksudnya Raina tuh gimana.

“Ih lu berdua kan cowok, tolongin kita lah, nanti kalo menang bakal di cium sama Raina.” Anna ngawur aja.

“Lah anjing.” Raina gak terima, enak aja bibirnya jadi tumbal.

“Oke boleh.” Haris langsung ngambil ancang-ancang buat ngelawan dua orang yang lagi lari ke arah mereka.

“Oh bilang dong kalo gitu.” Jidan juga siap-siap mau ninju orang.

Raina pengen banget maki-maki Anna yang seenaknya ngomong gak ada adab.

“Jangan lu cium beneran, ini biar mereka nurut aja.” Bisik Anna.

Raina menghela nafas panjang, untung mereka semua temannya kalo bukan udah dia lempar ke bawah kali satu-satu.

Setelahnya Jidan dan Haris benar-benar melawan kedua pria itu dengan tangguh, bahkan Raina dan Anna sampai terkejut melihatnya. 

Mereka tidak menyangka bahwa kedua temannya itu pandai bela diri.

“Makanya jangan macem-macem lo sama kita.” Haris melangkahi tubuh lawannya yang sudah terkapar tak berdaya.

“Iya, mampus kalian.” Jidan menendang kaki lawannya penuh dendam.

Meskipun perkelahian mereka tadi cukup sengit dan berisiko, Jidan dan Haris tidak mendapat luka sama sekali di tubuh mereka.

“Wihh keren banget Jidan sama Haris.” Anna bertepuk tangan, ia bangga dengan teman-temannya.

“Udah nih, mana kisseu nya?” Jidan memainkan alisnya nakal.

Raina kembali menatap mereka dengan sinis, “Gak ada kisseu-kisseu, stres lu ya.”

Biar gimanapun Raina kan udah punya pacar, dia juga punya batasan, gak bisa seenaknya ngasih ciuman ke sembarang orang.

“Lah, kita udah nolongin loh.” Haris protes, tau gitu dia nolak aja tadi kalo bakal di kibulin begini.

“Nih minta aja sama Anna dia masih jomblo.” Raina megang kedua pundak temannya itu.

“Dih gak mau, ciuman gua cuma buat masa depan gua nanti.” Anna jelas nolak. “Lagian lu juga jomblo ya Ra.“ 

“Kata siapa? Gua aja udah punya pacar.” Raina jadi keceplosan, dia langsung nutup mulutnya.

“SIAPA!?” Tanya mereka semua kompak banget.

“K-kepo lu semua!”

Ting~

Pintu lift terbuka.

“Ra, lain kali kalo nga—”

“MASUK-MASUK GECE!” Raina mendorong teman-temannya untuk masuk ke dalm lift.

“HEH GUA BELOM SELESAI NGOMONG!” Aletta emosi karna omongannya dipotong.

“Udah kita naik lift dulu.” Raina memijat bahu Aletta supaya lebih tenang.

“Ini juga ngapain lo berdua pake baju terang bener? Mau jadi badut lo?” Aletta melirik ke arah Jidan dan Haris yang pakaiannya membuat mata sakit.

“Kita salah kostum elah.” Ucap Haris dengan muka melasnya.

“HAHAHAHA BEGO!” Aletta ngakak ngeliat muka melas mereka berdua.

“Semua gara-gara Jidan anjir, kalo mau gua bener.” Haris masih dendam.

“Ya mangap.” Jidan agak gak ikhlas minta maafnya.

“Udah, kalian berdua salah sih terima aja.” Anna kasian ngeliat Jidan sama Haris kaya bocah nyasar.

“Ra, lo tau tujuan Dinda kesini?” Aletta baru inget mau nanya perihal ini sama Raina, dia penasaran juga kenapa temennya itu bisa sampe dikejar preman.

Raina ngangguk. “Menurut gua sama Anna, dia itu mau ngasih ra—”

BZZTT!

“WOYYY MATI LAMPU!”

“LIFTNYA BERENTI JUGA BABI!”

“INI KITA DI LANTAI BERAPA SIH!?”

“KALEM CUY KALEM, TENANG!” Raina mencoba menenangkan mereka, walaupun dirinya juga ikutan panik.

Ini pertama kalinya mereka kejebak di lift, mana gelap banget lagi gak bisa liat apa-apa.

“GIMANA BISA TENANG ANJING!? GUE MAU KENCING!” Ketauan banget itu suaranya Jidan, dia kan dramatis.

“KITA BAKAL MATI! KITA BAKAL MATI!” Haris makin histeris, suara Lucinta Lunanya keluar.

“KAGA GILA!” Anna geplak kepala Haris pake mata batin.

“ANJING! SIAPA YANG GEPLAK PALA GUA!?” Kan kena walaupun gelap gulita.

“IH JANGAN INJEK KAKI GUE!” Raina ngerasa ada yang nginjek kakinya, dia tendang aja kaki orang itu.

“ADUH... KOK KAKI GUA DI TENDANG SIH!?” Jidan ngamuk, dia pengen bikin perhitungan sama yang nendang tulang keringnya.

“NGAPAIN LO MEGANG-MEGANG GUE?” Aletta dorong orang yang seenak jidatnya megang dada dia, dasar mesum.

“GAK SENGAJA AL, SUMPAH GELAP BANGET!” Raina gak sengaja megang punya Aletta, dia tuh mau nyari tombol lift.

“NYALAIN HP LO PEA!” Anna mengguncang-guncang bahu Jidan.

“SABAR NJENG!” Jidan ngambil ponselnya dari dalem saku celana, di nyalain lah itu senternya.

“TELPON POLISI CEPAT!” Suruh Haris, dia enggap banget lama-lama di dalem lift begini.

“GAK ADA JARINGAN SETAN!” Jidan teriak kenceng banget.

“Ih biasa aja dong!” Anna merasa tenang karna ada cahaya.

Aletta ikut ngecek ponselnya, mastiin ada jaringan atau gak, sialnya ponsel dia juga gak ada jaringan.

Mungkin ini semua efek karna mereka lagi di dalem lift.

“Gua juga gak ada jaringan tapi gua punya sinyal.” Ucap Raina, cuma ponselnya yang bisa di andelin saat ini.

“Lo ada pulsa?” Tanya Aletta, akhirnya mereka ada harapan untuk meminta bantuan.

“Ada goceng doang.” Ujar Raina.

“TELPON POLISI RA!” Haris maksa banget nelpon polisi, berasa abis di begal aja.

“Jangan Ra, lebay dia mah. Mending sekarang telpon pacar lo.” Suruh Aletta.

“P-pacar?” Raina jelas kaget, kenapa harus pacarnya sih dibawa-bawa.

“Iya si itu, gece!”

“Pacarnya Raina siapa sih?” Anna kepo banget, masalahnya Raina itu gak pernah cerita, kan dia merasa gagal jadi ratu gosip.

“Udah lu gak perlu tau.” Aletta menatap tajam ke arahnya.

“Di loud speaker dong Ra.” Pinta Haris.

“Iya, mau denger juga. Bilangin Ra tolong bawain makanan sama minum kesini.” Jidan gadir banget.

“Yeh, lu kira pacar gua kang goput.” Raina hampir saja menampar Jidan lagi tapi gak jadi.

“Udah cepet telpon Ra!”

Dengan terpaksa Raina menelpon pacarnya itu.

“H-halo?”

Teman-temannya sontak menoleh ke arah Raina, kepo mereka tuh.

“Halo Ra, kamu dimana? Kok saya gak liat kamu dari tadi, kamu baik-baik aja kan?”

“Kaya kenal suaranya.” Gumam Anna.

“Ssttt...” Aletta menyuruhnya diam.

“I-iya gak apa-apa. Cuma kejebak di dalem lift aja hehehe...”

“HAH!? KOK BISA!?”

“Iya, dia kejebak sama gue dong!” Kompor banget si Jidan mah.

Raina langsung ngedorong tubuh Jidan ampe kepentok dinding lift.

“Aduh...” Jidan nyesel dah ngisengin Raina.

“AHAHAHAH mampus!” Haris ngakak banget ngeliat temennya tersiksa.

“Jidan, lo jangan kompor anying.” Raina jadi panik, mampus aja kalo pacarnya ngamuk.

“Sama siapa kamu di lift?” Tuh kan, nada bicaranya berubah jadi dingin, perasaan Raina makin gak tenang.

“Ituan... sama temen. Banyak kok ada Anna, Aletta, Jidan sama Haris.” Jelas Raina, semoga aja Mahesa percaya.

“Oh... Raina dengerin saya baik-baik. Kamu harus tenang ya, jangan panik okey? Kamu berhenti di lantai berapa?” Nadanya udah balik lagi jadi normal.

“Enak ya ada yang ngawatirin kaya gitu.” Goda Anna.

Raina menggeleng kaku, sifat Mahesa kan kadang baik, kadang ngeselin.

Jidan nyorot senter ponselnya ke arah Floor Designator yang ada di atas pintu lift.

Sayangnya karena mati lampu, benda itu pun tidak berfungsi. Alhasil mereka tidak tauu di lantai mana mereka sekarang.

“Seinget gua tadi kita berenti di lantai 60 deh.” Untung memori Aletta masih baik tidak seperti yang lain.

“Oke, kita di lantai 60.” Raina memberi tau Mahesa.

“Nah karna sekarang lagi mati lampu, kamu gak bisa make tombol darurat kan? Sebagai gantinya kamu harus tarik interlock yang nahan pintu lift...”

“Interlock? Dimana?” Raina gak ngerti hal-hal kaya gitu.

“Di atas pintu lift sayangku.”

“Eh tarik interlocknya dong, noh di atas pintu lift.” Suruh Raina, dia ngasal nunjuk aja sih.

“Haris, lo kan yang paling tinggi disini, tolongin dong!” Anna enak banget main dorong-dorong Haris.

“Iya elah sabar...” Dengan setengah gak niat Haris pun nyari benda yang katanya interlock itu.

Jangan harap hal itu akan cepat, karna pencahayaan yang minim Haris jadi susah nemuinnya.


“EH SHUCY MATI LAMPU! LU DIMANA!?” Bella panik, tiba-tiba saja semua lampu di dalam restoran padam.

“Gua disini elah.” Shucy menarik lengan Bella agar mendekat padanya.

Meskipun lampu restoran mati total, rooftop tempat mereka berdiri sekarang cukup terang karena cahaya bulan yang menyinari langit malam.

“Eh Shucy, itu bukannya Satya ya?” Bella menunjuk meja yang tidak jauh dari mereka.

Shucy mengikuti arah pandangan Bella. “Iya bener, ada Azka juga tuh.”

“Mereka ngapain ya? Btw, kaya kenal deh itu ceweknya.” Bella kesulitan mengenali orang karena gelap.

“Iya itu kan anggota The Beauty.” Shucy ingat betul wajah gadis itu ketika bertemu di sekolah, ia tau persis siapa mereka.

“Ouhh iya, itu si... Alya sama Shella.” Bella menepuk tangannya, ia baru ingat.

Jika dilihat dari sudut pandang mereka berenam, mereka tampak bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Bagaimana bisa semua lampu di sini mati? Bukankah hotel mewah seperti ini memiliki ganset? Aneh sekali.

“Heh, tantangannya masih tetep jalan ya. Ayo cepetan Shel, mumpung mati lampu jadi gak banyak orang yang liat.” Daffa gregetan banget nungguin Shella, kan dia mau bikin gosip abis ini.

“Sabar...” Shella menghela nafas sejenak. “Satya?”

Satya udah tau kalo dia yang bakal dipilih sama Shella, dia sih gak masalah selama ini cuma tantangan, lagian sayang juga kalo ditolak.

“Hm? Lo mau cium gua kan? Sok atuh.” Satya masang muka datar, dia emang aslinya gini kalo sama gadis lain, makanya mereka pada klepek-klepek sama dia.

Azka natap tajem ke arah Satya. Jujur dia gak setuju sama tantangan ini, apa-apaan coba? Mana si Satya mau aja lagi padahal udah punya pacar, emang gak punya otak.

Akhirnya Shella memberanikan diri untuk mendekati Satya, orang yang dia sukai sejak lama. Gadis itu sangat bahagia karena Satya menerimanya dengan senang hati.

“Eh itu Shella ngapain deket-deket Satya?” Bella curiga, perasaannya mulai gak enak.

Jantung Shucy serasa berhenti berdetak waktu liat pemandangan yang gak seharusnya dia liat.

“S-Shucy? Lo...” Bella bingung, dia gak bisa berkata-kata, semua yang terjadi barusan bikin dia syok berat.

Shucy jelas gak tinggal diam, dia marah banget liat Satya ciuman sama cewek lain. Ini gak bisa dibiarin, pokoknya Shucy mau ngejambak rambut pacarnya itu, kalo perlu putus aja sekalian biar Satya nyesel.

“Ikut gue!” Shucy narik tangan Bella supaya mau nemenin kesana.

“Eh mau kemana?” Bella tau sih dirinya mau dibawa kemana, cuman dia takut maungnya Shucy keluar, bisa ancur ini restoran.

Jadi daripada ada keributan, Bella pun segera menenangkan Shucy.

“Eh tunggu. Gua tau lo pasti kesel banget sama Satya tapi plis hm...“ 

Bella nyari cara biar temennya itu tenang. Dia ngeliat beberapa minuman warna-warni di atas meja bar, di ambil lah satu gelas yang warnanya merah.

“Nih minum...”

Bella sebenernya asal ngambil, firasatnya bilang sih itu aman. Gak tau deh kalo nanti.

Shucy pengen banget nolak tapi dia pikir-pikir gak ada salahnya buat minum, lagian dia haus juga, so why not?

Dia neguk gelas itu sampai habis, rasanya sih asem gitu kaya buah stroberi, tapi kok kepalanya agak pusing ya?

Bella ikutan minum sampai habis, rasanya enak banget, akhirnya dia ketagihan mau minum lagi.

Tanpa mereka sadari, mereka sudah meneguk minuman itu sampai lima gelas.

Lalu apa yang terjadi pada mereka selanjutnya?

Kenapa hotel mewah itu bisa mati lampu?

Apakah Adya dan Sean berhasil menemukan Reyhan?

Bagaimana nasip teman mereka yang terjebak di lift?

. . .

To Be Continue...


#SweetBetrayal

Part 14 : Party Beginning


The Brave Big Cat alias Adya, Aletta, Bella, Raina dan Shucy, kini tengah berada di dalam lift menuju lantai 67 tempat pesta ulang tahun Reyhan di rayakan.

Entah lah, kelima gadis itu nampak bingung dan gelisah memikirkan penampilan mereka saat ini.

Mungkin pakaian yang mereka kenakan itu terlihat sangat mewah dan elegan di mata banyak orang, namun bagi mereka ini sama saja mengundang gosip.

Tapi yang di namakan satu geng, pasti ada salah satu orang yang punya solusi untuk menyelesaikan kebimbangan mereka semua.

“Udah lo jangan pada bengong. Mending sekarang kita bikin rencana, pas nanti keluar dari lift kita harus gimana?” Raina menepukan tangannya di depan wajah mereka.

“Hah?” Bella tak mengerti ucapan Raina yang terdengar belibet itu.

“Jangan bengong, nanti kita keluar dari lift harus gimana?” Tanya Raina.

“Ouh, ya harus jalan lah.” Balas Bella dengan logis.

Shucy menabok bahu Bella. “Dodol, maksudnya bukan gitu Bella bol.”

“Lah terus?” Bella jadi makin bingung.

“Maksudnya kita itu mau bikin rencana supaya nanti keliatan keren tanpa mengundang bahan hujatan.” Jelas Shucy.

“Hah?” Bella masih belum paham.

“Heh budeg, mulut lu gua sumpel pake sepatu ya lama-lama.” Adya seketika emosi melihat Bella yang tidak mengerti terus.

“Ih abisan gak ngerti.” Bella menggaruk tengkuknya.

“Lo gak ngerti kan? Gini, nanti pas kita keluar dari lift lo langsung ngedance fever ye.” Suruh Aletta, dia kesal juga sama Bella.

“Ih gak mauuu.” Tolak Bella.

Bella hanya bercanda saja saat menyetujuinya di rumah Shucy tadi, dia kira teman-teman ini akan lupa selama di Hotel, ternyata dugaannya salah.

Meskipun Bella pamdai dalam bidang dance, dia tidak ada niatan untuk cover dance di hadapan publik sama sekali, dirinya terlalu malu.

“Ya udah kalo gak mau berarti dance Black Mamba aja.” Usul Shucy, entah kenapa dia ini ingin sekali melihat Bella dance dengan percaya diri.

“Ih makin gak mau!” Bella menggelengkan kepalanya kuat, dia benar-benar tidak mau melakukan hal konyol itu.

“Yah payah nih, masa anak dance kaga berani.” Sindir Adya, padahal dia juga penasaran melihat keahlian Bella dalam bidang dance.

“Tau lu, kita kan kaga pernah liat lu ngedance secara langsung, sekali dalam seumur hidup nih.” Bujuk Aletta. Dia sebenarnya tidak tertarik pada apapun yang dilakukan Bella, dia hanya suka bila ada keributan dan keramaian.

“Ayo Bel, nanti gue temenin.” Raina merangkul Bella dengan semangat.

“Bener ya?” Firasat Bella tidak enak, soalnya teman-temannya ini kan tukang ngibul apalagi oknum bernama Raina.

“Iya, temenin dari jauh.” Raina langsung tertawa. Ya walaupun di dalam dirinya memang ada niatan untuk menemani Bella tapi sifat magernya lebih mendominasi.

“Anying.” Bella langsung menutup mulutnya, saking kesalnya ia sampai mengeluarkan kata-kata haram.

Dan semua teman-temannya makin tertawa mendengar itu.

“Ih Bella kasar nih, aku bilangin Juan nanti.” Ancam Raina dengan dramatis.

“Bilangin aja bilangin.” Bella sudah tertekan, terserah lah teman-temannya itu mau bagaimana.

“Santai kali Bel, kita bercanda doang kali.” Shucy memeluk Bella agar rasa kesal gadis itu berkurang.

“Chill Bel, baru di gituin aja dah kesel lu, gimana kalo di prank.” Adya menabok lengan Bella.

“Akh!” Bella mengusap bekas tabokan Adya tadi.

“Udah jangan ribut mulu.” Aletta mulai berpikir apa yang harus mereka lakukan saat keluar dari lift. “Gini aja, gimana kalo kita nanti jalan kaya model gitu? Terus pura-pura gak kenal sama pacar lo.”

“Hah?” Tenang kali ini Bela mengerti tapi di butuh pengulangan agar lebih jelas.

“Hoh!” Aletta malah meniup wajah Bella.

“Astagfirullah.” Bella mengelus dadanya dengan sabar.

“Oh iya ngerti, pokoknya kita jalan kaya model gitu kan? Terus jadi dingin gitu tatapannya?” Tanya Shucy meyakinkan.

“Nah gitu maksud gue!” Aletta menjentikkan jarinya.

“Lah kalo kita pura-pura gak kenal sama mereka emang gak apa-apa?” Raina jadi berpikir. Meski hubungannya terbilang backstreet tapi dia juga butuh perhatian.

“Ya, gak apa-apa lah.” Balas Aletta. Lagipula mungkin pacar mereka akan banyak menghabiskan waktu bersama temannya.

“Iya gua setuju banget sama Aletta, emangnya lu mau ngapain hah?” Adya menatap Raina dengan tajam.

“Ya gak ngapa-ngapain.” Raina mengangkat bahunya. “Noh si Bella, emangnya dia bisa? Dia aja gak ketemu Juan sehari langsung ngambek.”

“Kaga sih sotoy...” Ucap Bella, ya walaupun ucapan Raina tidak sepenuhnya bohong.

“Ya udah kalo gitu, nanti kita langsung akting ya pas keluar lift.” Aletta melihat angka pada pojok kanan lift, 1 lantai lagi mereka akan sampai.

“Iya akting, jangan senyum, tapi kalo smirk boleh.” Saran Shucy.

“Oke, Big Brave Cat Fighting!” Bella menjulurkan tangannya ke hadapan mereka.

“Hah?” Mereka semua ngebug.

Bella menghela nafas sejenak. “Ini ayo taro tangan kalian di atas gua.”

“Mau main suit taro?” Tanya Raina asal.

“Ish bukan...” Bella menggeleng. “Udah ayo taro semuanya.”

Mereka semua mengikuti instruksi Bella.

“Pas gua bilang Big Brave Cat, kalian bilang fighting ya terus nanti tangannya angkat.” Jelas Bella, yang lain hanya mengangguk saja.

Tenang, mereka semua mengerti kok apa maksud Bella, cuma mereka pura-pura tidak tau saja.

“Oke.. 1.. 2.. 3.. BIG BRAVE CAT...”

“FIGHTING!”

Pintu lift terbuka. Menampilkan kelima gadis cantik nan sexy dan juga swag disaat bersamaan. Pakaian serba hitam yang mereka kenakan menambah kesan menggoda yang membuat semua orang menatap mereka dengan kagum.

Namun dibalik itu semua, kelima gadis itu malah ingin tertawa karena mereka pikir ini terlalu berlebihan dan aneh, bahkan melihat ekspresi semua orang membuat mereka semakin ingin tertawa.

Dan ketika kelima gadis itu melewati pacar mereka sendiri, rasanya seperti menaiki roller coaster. Ya bagaimana tidak? Penampilan mereka semua sangat lah tampan hingga membuat jantung mereka berdetak dua kali lebih cepat.

'Anjing gak boleh senyum, gak boleh senyum, tenang...'

'Aduhh kok dia ganteng banget sih, gak bisa ini gak bisa..”

'Ya Allah calon suami hamba tampan sekali, tolong kuatkan hamba Ya Allah, hamba mau pingsan..'

'Ishh kok dia ganteng banget sihh, kan jadi gak tega mau nyuekin dia..'

'Ehh dia mau tawuran apa pake baju kaya gitu?'

Kira-kira begitulah isi hati mereka saat melewati sang pacar.

Suasana pesta yang semula tenang kini mulai meriah akibat alunan musik yang terdengar cukup keras memenuhi seluruh ruangan.

“Boleh request lagu gak sih?” Tanya Shucy. Dia gak suka tau itu lagu apa, mendingan lagu K-Pop gitu.

“Boleh kali bilang aja.” Adya ngangkat dagunya buat nunjuk DJ yang ada di depan mereka.

“Bilangin dong.” Pinta Shucy sambil ngeluarin mata bobanya.

“Tuh minta aja sama Bella.” Ujar Adya. Kalo ada yang bisa disuruh selain dia kenapa gak?

“Bella, bilangin DJ nya dong suruh ganti lagu.” Shucy menggoyang-goyangkan lengan Bella.

“Eh apa nih? Bilang lah sendiri.” Bella aja gak berani kesana apalagi kalo disuruh ngomong buat ganti lagu.

“Ih bilangnya sama Shucy.” Bujuk Shucy, agak maksa sih dia.

“Itu tuh suruh Aletta aja.” Bella nunjuk Aletta yang lagi milih minuman di atas meja.

Dengan terpaksa Shucy berjalan ke arah Aletta.

“Al, temenin ganti lagunya yuk!” Ajak Shucy, dia harap kali ini temennya mau membantunya.

Aletta yang tadinya bingung memilih minuma berwarna-warni di depannya itu jadi kaget, dia noleh ke arah Shucy.

Daripada gak jelas milih-milih minuman mending ikut temennya aja dah.

“Ya udah ayuk!” Aletta mengangguk.

“Yeyyy makasihh Al!” Shucy memeluk Aletta dengan senang, akhirnya ada juga yang mau.

Tapi saat mereka ingin menghampiri tempat DJ itu, salah satu teman mereka sudah berada disana lebih dulu, siapa lagi kalau bukan...

“Itu Raina kan?” Tanya Aletta.

“Lho kok dia udah disana aja sih, pasti dia request lagu aneh-aneh.” Shucy kesel karna kalah cepet sama Raina.

Sebenarnya Raina dari tadi mendengar percakapan Shucy dengan yang lainnya, dia pun jadi mendapatkan ide untuk me-request lagu juga.

“Kak, request lagu dong!” Pintanya.

“Mau request lagu apa manis?” Kang DJ nya malah gombal, untung Raina udah kebal sama gombalan busuk begitu.

“Itu kak, Lisa yang Money!” Ujar Raina dengan antusias.

“Lisa? Lisa Blackpink?” Tanya kang DJ, kali aja dia salah gitu.

“Iya lah, masa Lisa Black Panther.” Raina berkacak pinggang.

“Oke wait.” Kang DJ itu langsung muter lagu yang Raina request, mana suaranya kenceng banget, apalagi ditambah efek jedag-jedug bikin semua orang disini jadi budeg seketika.

“YOO PARTY!” Teriak Raina sambil angkat tangan.

“PARTY!” Sahut semua orang yang setuju sama pendapat Raina.

“Anjir, itu temen lu ngapain sih? Bikin malu anjir!” Adya menutup sebelah mukanya dengan telapak tangan, malu cuyy.

“Eh Raina ya? HAHAHA ANJIR...” Bella malah ngakak liatin Raina berasa orang mabok padahal kaga minum apa-apa.

“Ishh tuh kan pasti lagu Blackpink.” Gumam Shucy. Dia suka lagunya sih tapi kan dia juga mau lagu boyband.

“Hah? Lu bilang apaan!? Gua ga denger!” Aletta gak bisa denger suara Shucy, ini lagu kencengnya kebangetan dah.

“Ishh Aletta gak usah teriak-teriak di kuping gua juga.” Shucy jadi emosi sampe kelepasan bilang 'gua'.

“Apa sih? Masih gak kedengeran!” Aletta menempelkan telapak tangannya disamping telinga.

“Udah lah gak jadi, mending kita ikutan joget aja yuk.” Shucy menarik Aletta untuk menari bersama.

Aletta ngangguk-ngangguk aja, orang dia gak denger Shucy bilang apaan, tapi akhirnya dia joget juga sih.

Yoo, I came here to drop somе money... Dropping all my money...” Raina nyanyi sambil joget-joget freestyle.

“Raina...” Panggil seseorang di belakangnya.

Raina gak peduli sama sekali, dia juga gak denger lagian.

Drop some money, all this bread so yummy, yeah...” Raina mundur-mundur sampe gak sengaja nabrak orang di belakangnya.

“Dek...” Panggilnya lagi.

“Mampus...” Raina deg-degan, dia berusaha nengok ke belakang sambil tersenyum. “Eh Mahesa, sorry ya, gak sengaja.”

Tadinya Raina mau kabur tapi tangannya ditahan duluan sama Mahesa.

“Ngapain pake celana kaya gitu?” Tanya Mahesa pake nada dingin, mana mukanya datar banget.

“Hah? Apa? Lo mau ngasih gua duit? Oke sini-sini, yang warna merah ya lima.” Raina mengulurkan tangannya tanpa dosa.

“Gak usah pura-pura gak denger.” Nadanya gak berubah, dia natep Raina sambil melipat tangannya di depan dada.

Raina nelen ludahnya kasar, Mahesa kalo mode begini serem banget sumpah, dia sampe merinding.

“Ituan.. anu.. hm... Ini tuh lagi trend He, liat dah.” Raina ngangkat dikit kakinya, menunjukin seberapa bagusnya celana dia. “Keren kan? Ini rock & roll.”

“Tapi kamu doang yang pake celana robek-robek gitu, temen-temenmu aja gak tuh.” Mahesa melirik kearah teman-temannya Raina.

“Y-ya gak apa-apa.” Raina mencoba untuk tetap tersenyum, walaupun di dalem hatinya pengen banget kabur.

Mahesa mendekat ke arahnya, “Lo mau ngapain? Disini banyak orang!” karna takut Raina jadi nutup mata aja.

TAK!

“Aduh.. kok disentil sihh, sakit gila!” Raina mengusap-usap dahinya yang baru aja di sentil sama Mahesa. “Kirain mau ngapain.”

“Makanya jangan bandel.” Lelaki itu malah menertawainya.

Raina natap Mahesa sinis, emang ngeselin bocahnya.

“Aku kan bandel biar di hukum sama daddy.” Dia sengaja ngomong gitu, pengen tau reaksi Mahesa bakal gimana.

“Apa?” Mahesa langsung berhenti tertawa. “Ngomong apa tadi?”

“Ituan... OH IYA GUA LUPA JEMPUT ANNA! Gua ke bawah dulu ya He, bye!” Raina segera pergi meninggalkan Mahesa seorang diri.

“Dia manggil apa tadi? Daddy? Pasti gua salah denger.” Mahesa menertawai kebodohannya.

“Mahesa?” Raina balik lagi.

“Eh kok balik lagi?” Mahesa bingung, perasaan tadi pacarnya itu udah keluar restoran.

“Bagi uang...” Raina tersenyum manis ke arahnya.

“Oh, sebentar.” Mahesa mengambil lembar uang berwarna merah dari dalam kantung celananya. “Nih..”

Raina menerima uang itu. “Thanks daddy, love you!” Sebelum pergi Raina sempat mencium pipinya.

Mahesa syok. Kali ini dia gak salah denger, walaupun suara musik disini makin kenceng, itu jelas banget di telinganya.

“I'm waiting...” Raina membuyarkan lamunannya.

Mahesa tersenyum, dia mengerti apa maksud Raina. Meskipun pestanya terlihat ramai, semua orang di sini tidak peduli dengan lingkungan sekitar mereka.

“Dih, malah diem aja.” Raina menjentikkan jarinya di depan Mahesa. “Gua pergi nih...”

Agar kesempatannya tidak hilang, Mahesa segera mencium bibir pacarnya itu cukup lama. “Love you too, baby.”

Raina tersenyum. “Btw you look very handsome tonight, I really like your outfit.” Dia mengedipkan matanya lalu pergi.

“Oh god, did she just flirt with me?” Mahesa mau heran tapi itu Raina.

Tiba-tiba saja ada seseorang yang menepuk bahunya dengan keras. “Woyy Affan! Ngapain lo bengong disini?”

“Eh Jefran, anak Osis yang lain mana?” Tanya Mahesa.

Jefran itu adalah wakil ketua Osis. Orang kepercayaan Mahesa serta sahabatnya sejak kecil. Jefran lebih suka memanggil Mahesa dengan sebutan Affan.

[Yoon Jaehyuk as Jefran – Waketos]
“Lagi pada otw katanya, Reyhan mana?” Jeffran melihat sekeliling untuk mencari Reyhan.

“Itu lagi ngumpul sama temen-temennya.” Mahesa menunjuk ke arah meja bar, dimana Reyhan sedang berbincang-bincang dengan banyak orang.

“Ohh, temenin gua minum yuk.” Jefran merangkul sohibnya itu ke arah stan minuman beralkohol.

“Eh gua gak minum.” Tolak Mahesa.

“Elah, sekali doang.” Jefran meneguk satu gelas minuman itu. “Ayo gas..”

Mahesa akhirnya terpaksa meminumnya dalam sekali teguk. Untung toleransi alkoholnya lumayan tinggi, jadi sekali minum saja tidak akan membuatnya mabuk.

“Mantep kan, ayo lagi...” Ajak Jefran, temannya itu emang ngadi-ngadi.

“Udah anjir, ntar lu kobam nyusahin banyak orang.” Peringat Mahesa yang membuat jefran menghentikan aktivitas minumnya.


Baru saja menari beberapa menit sudah membuat seorang Aletta merasa lelah, ia butuh minum sekarang.

“Eh Cy, gua minum dulu ya sebentar.” Ucap Aletta, tapi sayangnya Shucy tidak mendengarnya.

“Ya udah lah ya, nanti gua balik lagi.” Dia pun meninggalkan Shucy yang sedang menari itu sendiri.

Aletta lagi-lagi harus melihat berbagai macam minuman di atas meja.

Sebenarnya dia ingin asal memilih saja tapi setelah dia membaca tulisan 'Contains Alcohol', dirinya jadi bimbang.

“Contains alcohol?” Aletta memiringkan kepalanya, dia mencoba mengingat beberapa kalimat yang pernah Azka ajarkan.

“Holly shit, I always love this drink.” Seorang lelaki bertubuh besar itu mengambil sebuah minuman berwarna pink dengan santai.

“Itu minuman apa deh?” Tanya Aletta dengan ramah.

“Oh ini tuh Sakura Maru from Japan, tau gak? Ini tuh enak banget, lo harus coba!” Dia memberikan minuman tersebut pada Aletta.

“O-oh.. Sakura Maru ya, okey.” Aletta menerimanya dengan suka rela.

“Heh! Jangan Aletta!” Azka merebut minuman itu dan meneguknya sampai habis.

“Azka lo aus atau begimana?” Aletta terkejut melihat tingkah pacarnya itu.

“Ini tuh cocktail, ada alkoholnya.” Jelas Azka sembari mengusap bibirnya yang basah.

“S-serius? Tapi lo minum.” Aletta menunjuk gelas bening yang dipegang oleh Azka.

Aletta jadi merasa bersalah dengan pacarnya, dia khawatir minuman yang seharusnya tidak mereka teguk itu akan membawa dampak buruk.

“Kalo gue yang minum mah gak apa-apa.” Ujar Azka dengan santai, ia bahkan masih sempat-sempatnya tersenyum.

Azka dan teman-temannya sudah terbiasa mencoba minuman beralkohol, sehingga toleransi alkoholnya cukup tinggi.

“YA ampun Azka, lo gak bakal mabok kan?” Aletta menangkup pipi pacarnya itu, dia benar-benar takut jika Azka akan mabuk nanti.

“Gak, percaya aja sama gue.” Azka memegang tangan Aletta yang berada di pipinya.

“Awas lo ya kalo sampe mabok, gua siram aer lu biar sadar.” Aletta mencubit pipi Azka dengan gemas.

“Aduh... Iya nggak...” Azka mengerucutkan bibirnya kesal.

“Iya atau nggak?” Aletta makin gemas mencubiti pipi sang pacar.

“Nggak...” Azka jadi cemberut, kan sakit di cubit kaya gitu, pokoknya dia mau ngambek aja.

Aletta menahan tawanya. Menggoda Azka seperti tadi memang suatu hal yang menyenangkan, terlebih lagi ketika pacarnya itu sudah merajuk.

Wajah Azka yang sedang merajuk akan terlihat lebih manis dan tampan, makanya itu adalah momen yang paling Aletta suka.

Dan cara untuk membujuknya yaitu...

“Aigoo... Chagiya...” Aletta menarik tubuh Azka dan memeluknya dengan erat, tak lupa gadis itu juga mencium lembut bibirnya. “Udah ah jangan ngambek, nanti ku tinggal pulang nih.”

“Jangan dong.” Azka menyembunyikan wajahnya pada ceruk Aletta.

“Eh kalian berdua pacaran ya?” Tanya seorang lelaki yang memberi Sakura Maru pada Aletta tadi.

“Iya dia pacar gue.” Azka menarik pinggang Aletta agar mendekat padanya. “Namanya Aletta.”

“Ouh, pantesan cantik banget.” Puji orang itu. “You two look so good together.”

“Well thanks.” Balas Azka.

“Dia bilang apa?” Aletta berbisik ke telinga Azka.

Azka membisikan sebuah kalimat pada untuknya. “Katanya lu cocok jadi istri gua.”

Aletta memukul pelan perut Azka. “Dasar buaya.”

“Loh kok buaya sih?” Protes Azka.

“Hmm... Gue permisi dulu ya, kalian lanjut aja mau ngapain, hehe...” Orang tadi langsung pergi setelah menghabiskan 3 gelas Sakura Maru.

“Kok aneh banget ya dia.” Gumam Aletta.

“Mabok itu.” Azka tertawa melihat lelaki tadi yang berjalan seperti orang linglung.


Satya berjalan menuju seseorang yang tengah asik menari seorang diri.

Lelaki itu tersenyum memandangnya, bahkan jantungnya tidak bisa mengontrol apa yang dia rasakan, gadis itu sungguh cantik di mata Satya.

“Sendirian aja nih.” Satya membuka suara ketika sampai dihadapannya.

“Eh kamu...” Gadis itu berhenti menari karena malu, dia menengok ke arah belakang untuk mencari dimana temannya. “Ih kok Aletta ilang sih.”

“Tadi kamu sama Aletta?” Tanya Satya mencoba mengalihkan atensi gadis itu.

“Iya, tadi Shucy mau request lagu, tapi udah keduluan sama Raina.” Jelasnya dengan wajah cemberut.

Ya, gadis itu memang Shucy, seseorang yang berhasil mengisi hati Satya.

“Mau request lagu apa emangnya?” Satya mengusap lembut rambutnya.

“Make a Wish.” Ujar gadis itu.

“Ayo request kalo gitu.” Ajak Satya, dia menggandeng tangan sang pacar.

“Emangnya masih boleh?” Shucy ragu untuk pergi ke arah DJ itu, pasalnya sudah banyak orang yang me-request lagu.

“Boleh lah, ayo aku temenin.” Satya mengelus tangan Shucy untuk membujuknya.

“Oke ayo!” Shucy mengangguk setuju.

Mereka pun pergi menuju meja DJ. Ternyata banyak orang yang mengantri untuk me-request lagu disana. Tapi karena Satya mengenal DJ itu jadinya dia langsung minta saja.

“Dam, kita mau request lagu dong.” Pinta Satya.

Ya, DJ tersebut bernama Adam, teman sekelas Satya yang rumornya akan menggantikan posisi Mahesa sebagai ketua Osis.

[Bang Yedam as Adam – DJ & Calon Ketos]
“Mau request lagu apa pangeran tampan dan putri cantik?” tanya Adam beserta gombalan ajaibnya.

“Mau lagu Nct yang Make a Wish.” Balas Shucy dengan antusias.

“Oke, Make a Wish by Nct.” Adam memutar lagu itu dengan volume full. “Silahkan berpesta kawan.”

“Makasih kak Adam.” Ucap Shucy dengan senyuman manisnya.

“Sama-sama cantik.” Adam mengedipkan sebelah matanya.

Satya yang melihat hal itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Maklum temennya itu buaya semua makanya Satya ketularan, untungnya dia mau tobat.

“Kamu itu suka Nct ya?” Satya membawa Shucy pergi dari sana.

Shucy mengangguk. “Iya suka banget, kakak suka gak?”

“Suka juga, malah aku pernah cover yang The 7th Sense bareng Reyhan.” Ujar Satya, dia dan teman-temannya sangat menyukai cover dance untuk konten tiktok mereka.

“Oh ya? Berarti kamu jago dance dong.” Puji Shucy, dia jadi penasaran skill dance pacarnya.

“Iya, lumayan.” Satya tersenyum miring.

“Coba aku mau liat.” Shucy berdiri menghadap Satya.

Satya menunggu musik memasuki bagian reff, setelah itu dia menari di tengah keramaian pesta, mengalihkan perhatian semua orang di sana untuk melihat ke arahnya.

Shucy dan tamu lainnya memandang kagum pada Satya, bahkan mereka semua bertepuk tangan dengan heboh.

Apalagi ketika Satya menarik Shucy untuk menari bersama. Awalnya dia menolak karena mau, tapi berhubung jiwa Nctzen-nya sudah memuncak, akhirnya dia ikut juga.

Sorakan penonton semakin heboh mengelilingi mereka, sampai sebagian orang juga ikut menari bersama mereka.

Setelah lagu selesai Satya menarik Shucy dan mencium bibirnya di depan semua orang.

Dan suara teriakan semakin meriah karena adegan itu.

Shucy memukul pelan dada Satya. “Kak, banyak orang tau.”

“Gak apa-apa, biar semua orang tau.” Satya kini mencium kening Shucy untuk menyalurkan rasa kasih sayangnya.


Juan dan Ricky saling berpandangan. mereka itu mau balapan lari, siapa yang sampai dihadapan Bella lebih dulu maka dia bisa duduk di sebelah gadis itu.

“Udah mending lo ngalah aja deh, ini mah ketauan banget gue yang menang.” Ujar Ricky, dia udah berancang-ancang mau ngebut.

“Gak lah, masa gue ngalah buat dapetin pacar sendiri.” Juan tidak pernah menyerah dalam hidupnya, jadi apapun yang terjadi dia harus menang.

“Oke, kita mulai ya... 1.. 2.. 3!”

Dan mereka berdua langsung berlari menuju tempat duduk Bella. Mereka itu sama-sama antusias, larinya aja gak beda jauh.

“Eh itu kan Shucy!” Adya berdiri dari tempat duduknya. “Kok malah bareng Satya sih!? Gak bisa di biarin ini.”

“Eh mau kemana? Jangan tinggalin gua anjir.” Bella yang lagi asik makan kue diatas meja jadi ikut berdiri.

“Udah lu disini aja, gua mau misahin Shucy sama Satya.” Suruh Adya. Lagian kalo Bella ikut paling cuma ngebug doang bukannya bantuin.

“Masa gue sendirian sih?” Protes Bella, dia gak mau ditinggal nanti digodain om-om kan bahaya.

“Noh pacar lu mau kesini.” Adya nunjuk dua makhluk yang lagi berlari ke arah mereka.

“E-eh itu kan... tapi bukannya kita pura-pura gak kenal ya sama mereka?” Bella panik, nanti kalo dia ngobrol sama Juan bisa diomelin lagi.

“Kaga, gua tau lu mau ketemu pacar lu kan? Sono puas-puasin, gua pergi dulu.” Adya berlari menuju arah pasangan Satya dan Shucy.

Di sisi lain, Ricky yang melihat kedua gadis itu berdiri seketika berpikir, apakah Bella akan pergi dari sana? Sia-sia dong usaha mereka untuk mendekatinya.

“Eh itu Bella mau kemana?” Tanya Ricky, dia menarik Juan agar berhenti juga.

“Gak tauu! Lo ngapain narik gue sih!?” Juan emosi, orang strateginya udah bagus tadi.

“Ya kan nanya, kali aja Bella mau ke toilet gitu.” Ricky menyipitkan matanya untuk melihat percakapan Bella dan Adya.

“Ya makanya kita harus samperin dia sekarang, biar ke dia toiletnya bisa ditunda.” Usul Juan, dia menarik Ricky untuk berlari lagi kesana.

Bella hanya bisa menunggu mereka berdua sembari memainkan tangannya karena gelisah.

Melihat Juan dari jauh saja sudah membuat jantungnya tidak karuan, bagaimana kalau melihat dari dekat? Bisa benar-benar pingsan mungkin.

“Bella!” Panggil Juan dan Ricky bersamaan.

Bella terkejut. Ternyata kedua orang itu sudah berada di hadapannya saja, mana ganteng semua kan Bella makin gak kuat.

“Bella, gak lagi kesurupan kan?” Juan mengguncang tubuh Bella, abisan dari tadi diem doang kan dia jadi takut.

“G-gak kok..” Setelah menjawab pertanyaan Juan barusan, Bella langsung mimisan seperti biasa.

“Eh kok Bella mimisan!?” Ricky panik dia reflek ngelap darah itu pake jarinya.

“G-gak, gak apa-apa, J-Juan sama R-Ricky g-ganteng banget.” Omongan Bella jadi terbata-bata saking meleyotnya.

“Bella juga cantik banget sumpah.” Ricky memuji Bella sambil tersenyum.

“Ih Bella kok ngomongnya gagap gitu sih? Mau cosplay jadi Aziz Gagap ya?” Juan sempat-sempatnya ngeledek si Bella.

“Ihh bukannya gituu.” Bella cemberut, dasar pacarnya itu gak pernah peka.

“Juan lu yang bener aja dah.” Ricky nabok kepalanya Juan.

“Bercanda Bel, nih gua udah siapin tisu.” Juan memberikan sebungkus tisu hotel padanya.

Bella mengambil tisu itu. “Makasih Juan sama Ricky.


Adya menghampiri Satya dan Shucy yang sedang bermesraan di depan publik itu.

“HEH SATYA ANAK ANJING!” Teriak Adya tepat dihadapan mereka berdua. Udah berasa ngegep orang lagi selingkuh aja.

“Aduhh apalagi sih!?” Satya mengacak rambutnya karena frustrasi. Perasaan dia udah buat perjanjian sama Sean deh biar si Adya itu gak ganggu hubungannya sama Shucy.

“Lo apain itu temen gua hah!? Lepasin gak!” Adya dengan wajah sinisnya itu menarik lengan Shucy.

“Eh, apa-apaan nihh.” Satya gak terima dong, masa pacarnya di ambil gitu aja.

Shucy yang merasa jadi bahan rebutan itu pun mencoba melepaskan diri dan menjauh dari mereka berdua.

“Ish... Adya! Tadi bukannya kita udah bicarain baik-baik ya? Ini kan urusan aku sama Satya. Mau nantinya gimana juga itu gak ada sangkut pautnya sama kamu!” Shucy menatap Adya kesal.

Sebenarnya Shucy sudah muak akan sifat overprotective teman-temannya. Bundanya saja sudah merestui hubungan mereka, masa temannya gak si?

Mendengar itu Adya langsung terdiam. Dia lupa kalau mereka sudah membahasnya, dia jadi merasa bersalah.

“Tuh, lu denger sendiri kan? Ini hubungan gua sama Shucy, lu gak punya hak buat ngatur hubungan kita.” Satya berbicara pelan, dia tidak ingin membentaknya karena biar gimanapun Adya itu perempuan.

“Oh iya maaf, gua lupa.” Adya menunduk.

“Aku harap kamu ngerti, bukannya aku marah sama kamu, tap—”

“Iya gak apa-apa kok, kamu bener. Seharusnya aku gak ikut campur sama hubungan kalian, maaf sekali lagi, permisi.” Adya pergi meninggalkan mereka berdua.

“Adya!” Shucy berniat untuk mengejar Adya namun saat dia melihat seorang lelaki yang berlari di belakang temannya itu membuatnya merasa lega.

“Mau kakak bantu kejar?” Tanya Satya, dia juga merasa bersalah dengan Adya.

“Nggak, kayanya Sean udah ngejar dia.” Ujar Shucy sambil tersenyum miris.

Adya berlari ke tempat yang terlihat sepi dari banyak orang untuk melampiaskan semua kekesalannya disana. Kenapa hanya dia yang harus disalahkan, padahal teman-temannya yang lain juga.

Tapi dia juga merasa ini salahnya sejak awal, seharusnya dia tidak ikut campur dalam hubungan mereka, seharusnya tadi diam saja dia, seharusnya...

“Woy! Ngapain lo nangis sendirian? Gak kesurupan kan lo?” Orang itu mendekat ke arah Adya.

Adya tidak berani menengok ke belakang, karena dia tau orang itu pasti akan mengejeknya.

“Pergi lo Sean! Ngapain coba kesini.” Adya menahan isak tangisnya.

“Yeh, malah ngusir.” Sean berdiri di hadapan Adya. “Lo gak mau meluk gue gitu?”

“Gak! Pergi lo!” Adya menunduk, sebenernya dia sangat ingin memeluk Sean.

“Dih, kalo ngomong sama orang tuh liat matanya, gila lo ngomong sama lantai.” Sean meraih dagu Adya lalu mengangkatnya.

“Seann...” Adya sudah tidak kuat, dia akhirnya menangis dalam pelukan Sean sampai merasa lebih baik.

“Iya gak apa-apa.” Sean mencium kening Adya sembari menepuk-nepuk lembut punggung gadis itu.

Setelah beberapa menit, Adya pun berhenti menangis tapi dia belum mau melepaskan pelukan mereka.

“Kan udah berapa kali gua bilang, jangan ikut campur sama urusan orang lain.” Sean mengusap sisa air mata di pipi pacarnya itu.

“Maksud gua tuh biar Shucy gak sakit hati gegara si Satya-Satya itu, gua masih gak percaya sama dia.” Ucap Adya dengan nada pelan.

“Iya gua ngerti. Lo itu kan temennya berarti lo harus ngedukung hubungan mereka dong, nah kalo sampe bener si Satya bikin Shucy sakit hati, baru deh lo bertindak.” Sean menasihati Adya.

Sean merasa tak tega dengan pacarnya ini, pasti dia jadi overthinking abis ini.

“Iya, mulai sekarang gua gak ikut campur lagi.” Adya melepaskan pelukannya Sean. “Dah, jauh-jauh lo dari gua.”

“Anjirr, giliran udah gak nangis aja jutek lagi.” Sean jadi bingung harus berekspresi bagaimana.


Sekarang kita beralih pada Raina yang baru saja menjemput Anna di lantai dasar.

“Raina, oh my god, this is so amazing!” Anna mengagumi setiap inci interior hotel, bahkan restoran tempat mereka berada terasa seperti di film-film.

Anna yang merupakan siswa dari ekskul majalah dinding pun segera memotret berbagai macam hal yang menurutnya terlihat sangat indah.

“Fix ini bakal jadi bahan berita di mading.” Gumamnya dengan antusias.

“Udah fotonya, kena undang-undang lu.” Peringat Raina, ya dia hanya ingin menakutinya saja.

“Ihh.. kok lo ngomong gitu sih.” Anna menatap tajam ke arah Raina.

“Bercanda.” Raina tertawa canggung, kenapa sih orang-orang serius banget hari ini.

Tepat pada saat itu, ada lima sosok gadis cantik yang berjalan memasuki restoran.

Semua orang yang melihat itu seketika mengeluarkan ponselnya dan menghampiri kelima gadis tersebut untuk foto bersama.

“Eh ada apa nih?” Raina bingung, pasalnya saat dia masuk bersama teman-temannya tadi tidak seheboh ini.

“RAINA, ITU THE BEAUTY FULL TEAM!” Pekik Anna yang juga ikut memotret mereka.

“Oh dia, pantesan.” Raina mengangguk, dia tidak tertarik juga dengan mereka.

Tapi entah mengapa pikirannya berkata lain...

“Eh gua mau nanya sesuatu sama lu.” Raina menepuk bahu Anna agar gadis itu menghentikan aktivitasnya.

“About what?” Anna menoleh ke arah Raina.

“Lu tuh anak mading sekaligus ratu gibah sekolah ya kan? Berarti lu tau tentang The Beauty dong?” Tanya Raina, ya dia jadi penasaran akan sosok The Beauty itu.

“Tau banget lah, kenapa emangnya? Lo mau tau tentang mereka?” Anna menatap Raina penuh selidik, biasanya temannya itu kan tidak pernah peduli.

“Iya, spill dong.”

“Okey, lo liat itu...” Anna menunjuk seorang gadis berambut coklat pendek, dia mengenakan dress.

“Namanya Alya. Dia anggota paling pinter disana. Dan lo tau Ra? Gue denger-denger sih, dia itu naksir sama Azka. Mereka pernah satu tim waktu lomba cerdas cermat dan mulai saat itu banyak yang ngeship mereka.” Sambung Anna.

“Serius lu? Terus Azka suka gak sama Alya?” Raina agak syok dengan fakta yang didengarnya barusan.

“Eum... Kalo dari pandangan semua orang sih, nggak. Lagian lo tau sendiri, Azka itu lebih cinta sama buku daripada sama cewek.” Jelas Anna.

“Iya sih, kalo itu siapa?” Raina menunjuk sosok gadis berambut hitam panjang, gayanya terlihat feminim, dia juga mengenakan dress.

“Itu Agnes. Dia anggota paling pede disana, ya dia emang cantik sih tapi dia juga rada julid. Dia bilang sendiri kalo dia naksir Sean, dan dia itu bucin Sean 24/7, sayangnya Sean gak pernah peka.” Ujar Anna dengan ekspresi dramatis.

“Parah sih Sean. Btw gua dulu juga pernah suka sama Sean, tapi gua mundur duluan pas tau sifat aslinya.” Raina jadi curhat.

“Lo dulu suka sama Sean?” Anna menatap Raina tak percaya, bisa-bisanya temannya itu menyukai lelaki seperti Sean. “Terus kalo sekarang?”

“Heeseung Enhypen.” Balas Raina dengan percaya diri sekaligus gak tau diri.

“Yeh anjir.” Anna memutar kedua matanya malas.

“Ngapa? Itu bias gua sekaligus calon suami.” Raina membela diri.

“Iya serah deh, kita lanjut ya.” Anna kini menunjuk seorang gadis berambut hitam pendek, dia mengenakan pakaian cool, berbeda dengan teman-temannya yang mengenakan dress.

“Yang itu Nayla, dia terkenal tomboy karna ikut ekskul taekwondo. Banyak yang bilang dia masuk ekskul taekwondo biar bisa deket sama Juan.” Lanjut Anna.

“Bentar-bentar, Juan? Nayla suka sama Juan gitu?” Raina syok. Kasian banget Bella kalo tau hal ini, pasti dia jadi overthinking.

“Nah itu, ada yang bilang suka, ada juga yang bilang kalo mereka cuma temenan aja. Jadi istilahnya itu masih rumor.” Jelas Anna, dia juga tidak begitu tau akan hubungan Nayla dan Juan.

“Oh oke-oke, terus kalo itu?” Raina menunjuk seorang gadis berambut panjang yang diombre dengan warna ungu dan hitam, dia mengenakan dress.

“Dia itu Shella, anggota paling cantik dan anggun, dia selalu jadi inceran para cowok-cowok, mukanya juga khas primadona sekolah gitu kan?” Anna selalu merasa insecure bila melihat Shella.

“Iya, lebih cantik dia daripada Dinda.” Raina mengangguk setuju, gadis bernama Shella itu memang sangat cantik.

“Jelas lah. Shella juga artis tiktok gitu, dia suka cover musik sama dance sih. Dan yang gue tau, Shella itu naksir sama Satya.” Ujar Anna.

“Terus Satya tau gak?” Raina mulai curiga dengan lelaki itu, entah lah firasatnya jadi tidak enak.

Anna mengangguk, “Lo tau sendiri Satya buaya. Kalo ada mangsa kaya gitu pasti langsung dia gas lah, tapi mereka cuma sekedar hubungan tanpa status doang sih.”

“Emang bajingan ya Satya.” Raina kesal, ternyata dugaannya Aletta dan Adya selama ini benar.

“Iya, tapi dia banget ganteng Ra.” Anna mengguncang lengan Raina karena gemas dengan ketampanan Satya.

“Gak ah, masih gantengan Park Sunghoon.” Ucap Raina semakin ngawur.

“Itu beda level Ra.”

“Hehehe...”

“Yang terakhir, lo liat cewek rambut pirang itu.” Anna menunjuk seorang gadis berambut panjang yang mengenakan dress mewah. “Dia saingan terberat gua.”

“Hah? Saingan lu?” Raina bingung, sejak kapan Anna mempunyai saingan, memangnya saingan apa?

“Iya, namanya Rachel. Dia itu leader The Beauty, sepupu dari Reyhan. Dia itu pinter, cantik, supel, definisi 'almost perfect' pokoknya. Dan lo tau Ra? Dia itu mantannya kak Hesa.” Anna menunduk lemas.

“Hah!? Boong lu, bukannya Mahesa gak pernah pacaran?” Jantung Raina serasa berhenti berdetak. Kalau Rachel suka dengan pacarnya maka sumber penghasilannya bisa terancam.

“Santai Ra, kok lo syok banget sih?” Anna menatap Raina heran.

“Ya, kaget aja anjir.” Raina jadi tidak tenang.

“Tapi itu rumor doang sih, katanya sebelum Rachel pertukaran pelajar ke Aussie, mereka itu deket banget sampe dikira pacaran.” Jelas Anna yang malah membuat hatinya sakit.

“Ohh gituu...” Raina mengangguk paham. Dia tidak terlalu memedulikan hal itu, dia hanya takut pacarnya itu di rebut, bisa miskin nanti.

“Tapi tetep aja Ra, kalo sekarang ada Rachel di sekolah berarti dia bakal deket lagi sama kak Hesa.” Anna jadi murung, semua moodnya seketika hilang.

“Kaga elah.” Raina mencoba menghibur temannya itu.

“Yeh, tau darimana?” Anna sebenarnya malas menanggapi Raina.

'Gua kan pacarnya anjir. Kalo ampe dia deket-deket cewek lain, gak bakal gua kasih jatah lah tuh orang. Ya walaupun gua gak tenang juga sih.' Batin Raina.

“Percaya aja sama gua.” Raina menepuk bahu temannya itu. “Ah iya, gua pernah baca. Menurut psikologi, pupil seseorang itu bakal membesar kalo dia ngeliat orang yang dia sayangi.”

“So what?”

“Coba kita lihat mata Mahesa waktu tatapan sama Rachel. Kalo misalkan pupil dia membesar berarti dia beneran suka sama Rachel, kalo gak ya bagus.”

Raina pun mulai khawatir dengan hal itu, pasalnya dia tidak pernah sadar akan tatapan Mahesa padanya, dia jadi penasaran juga.

“Itu, mereka kan?”

Anna menunjuk seseorang yang baru saja datang menghampiri The Beauty.

“Hi Mahesa, what's up? I miss you so much.” Sapa Rachel kemudian memeluk lelaki itu dengan erat.

Baru adegan itu saja Anna sudah kecewa. Berbeda dengan Raina yang menyipitkan matanya untuk melihat tatapan mereka.

Raina tidak cemburu jika mereka dekat atau semacamnya, karena dia pikir itu hal yang biasa, asalkan gadis itu tidak menciumnya apalagi merebutnya.

“Hi, long time no see. I miss you too, how about your study? Is it good?” Mahesa melepaskan pelukan Rachel.

“Yeah, I guess...” Rachel tertawa

Dan disaat itu lah Raina bisa melihat mereka berdua bertatapan cukup dekat.

“Anjir gak keliatan gelap.” Gumam Raina kesal, dia tidak bisa melihat mata pacarnya dengan jelas, terlebih lagi matanya sendiri sedikit minus.

“Hiks...”

“Ehh kok lu malah nangis sih? Udah jangan di liat.” Raina berdiri di hadapan Anna untuk menutupi pandangan jelek itu.

Anna memutuskan untuk pergi dari sana, meninggalkan Raina yang kebingungan.

Bukankah seharusnya Raina yang bertingkah seperti itu? Kenapa malah Anna? Meski begitu, Raina tetap mengejarnya.

'Anjir ngapa orang-orang pada demen Mahesa sih? Pake pelet kali ya dia.' Batin Raina.

Raina menghampiri Anna yang baru saja menaiki lift, hanya ada mereka berdua disana, Anna pun menekan tombol lantai dasar.

“Udah lu gak usah nangis, jelek anjir.” Raina memeluk temannya itu, untung saja hanya ada mereka di dalam lift.

“Gue udah tau Ra.” Anna mengusap air matanya.

“Tau apa? Lu liat pupilnya Mahesa membesar? Wah bajingan emang itu buaya.” Raina kesal.

Jadi selama ini pacarnya itu menyukai gadis lain dan menjadikannya sebagai pelarian saja? Tapi itu tidak masalah sih, yang penting dia mendapatkan uang.

“Ih bukan Ra...” Anna melepaskan pelukan mereka.

“Terus?”

“Gue gak peduli sama itu. Yang jelas Rachel itu pasti orang yang spesial buat kak Hesa.” Jelas Anna, dia tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

“Anjing, gua kira kenapa.” Raina sedikit lega. “Eh tapi lu liat matanya Mahesa gak?”

“Liat sih, pupilnya masih kaya biasa, gak membesar sama sekali.” Anna memang melihat hal itu dengan jelas.

“Serius lu? Berarti itu bagus dong, lu masih ada peluang.” Raina tertegun, kenapa dia jadi mendukung temannya ini.

“Peluang? Lo ngedukung hubungan gue sama dia gitu?” Anna kembali tersenyum.

“Gak sih.” Raina menggeleng. “Cari cowok lain aja, Mahesa itu gak baik.”

“Gak baik? Sekarang gue tanya Ra, letak gak baiknya kak Hesa itu dimana?” Anna itu tidak mengerti jalan pikiran Raina.

“Di otaknya lah.” Balas Raina dengan jujur. Selama mereka berpacaran, dia jadi tau sifat asli pacarnya.

“Heh, jangan sembarang lo kalo ngomong!” Anna memukul pelan lengan Raina.

“Yah, gak percaya.”

Tiba-tiba saja pintu lift terbuka di lantai 50. Karena tidak sadar, mereka pun keluar begitu saja dari lift.

Di lantai tersebut, terdapat ruangan gim dan juga kolam renang indoor.

Mereka terus menyusuri koridor sampai melewati kolam renang indoor yang kebetulan cukup ramai.

Anggap aja foto di atas itu banyak orang😃

“Terus lu mau pulang gitu aja? Cuma gegara Mahesa busuk itu?” Sindir Raina.

“Ra, udah deh, lo jangan ngatain kak Hesa terus.” Raina tak suka bila crush-nya itu di hina seperti itu.

“Biarin aja sih, lagi— eh gua kek kenal itu orang deh.” Raina melihat seorang gadis berambut coklat panjang sedang berbicara dengan beberapa lelaki di pojok koridor.

“Mana?” Anna mengikuti arah pandangan Raina.

“Sini ikut gua.” Raina mengisyaratkan Anna untuk mengikutinya dari belakang.

Kedua gadis itu bersembunyi dibalik tembok sembari mendengar percakapan mereka secara diam-diam.

“Eh Ra, i-itu kan...” Bisik Anna, dia tau banget siapa gadis itu.

“Sstt...” Raina menempelkan jari telunjuknya di bibir.

Gadis itu memberikan botol kaca kecil kepada lelaki di depannya.

“Pokoknya kalian udah tau kan harus ngapain? Tenang, ini baru setengahnya. Kalo kalian berhasil, gua bakal kasih 2 kali lipat.”

“Oke bisa di atur itu mah, cuma kasih ini aja kan ke kuenya?”

“Iya, tuang semuanya kalo perlu.”

Ya, itu lah percakapan yang mereka dengar sejauh ini.

“What is that?” Gumam Raina.

“It's like a poison.” Anna mencurigai botol tersebut.

“Racun? Serius lu?” Raina awalnya tidak percaya tapi setelah dia mencerna percakapan mereka, seperti nya itu benar.

“Ra, kayanya kita harus balik deh, firasat gue gak nak.” Anna berbalik dan...

PRANG!

Dia tidak sengaja menendang vas bunga yang berada di dekatnya hingga pecah.

“That the f—””

Akibat suara keras itu, orang yang tadi mereka intip pun langsung mendekati Raina dan Anna.

“Well.. well.. well.. look at this.” Gadis itu bertepuk tangan. “Hi girls, what's up? How are you Anna and... Raina?

“D-Dinda?”

“AYOO LARI ANNA!” Raina menarik lengan Anna untuk berlari.

Ya, gadis itu adalah Dinda. Orang yang menyuruh Raina dan teman-temannya untuk membalas dendam pada Reyhan.

“Tangkep mereka!”

. . .

To Be Continued...



#SweetBetrayal

Part 13 : Party Preparation


Waktu menunjukkan pukul 6 p.m.

Sebuah mobil Luxury Limousine melaju dengan kecepatan normal melintasi kota Jakarta. Di dalamnya terdapat sebelas anak remaja yang sedang tertidur nyenyak dan damai.

Mobil itu kini berbelok memasuki Hotel mewah bernama The Westin dan berhenti tepat pada lobby hotel tersebut.

Reyhan yang melihat hal itu pun segera berlari menghampiri kendaraan itu. Awalnya dia sempat bingung karena tidak ada suara gaduh apapun dari dalam mobil.

'Kok tenang amat? Ini temen gua pada ketinggalan apa gimana dah?' Batin Reyhan.

“Anak-anaknya lagi tidur semua, tuan.” Jelas sang supir sekaligus bodyguard nya.

“Oh pantesan..” Reyhan mengangguk.

Reyhan mencoba masuk ke dalam saat pintu mobilnya terbuka, ia ingin memastikan apakah teman-temannya ini memang tertidur.

Dan benar faktanya.

Reyhan sontak menghela nafasnya, ia lupa kalau teman-temannya ini sedang bersama belahan jiwanya. Lihat saja mereka semua tidur sambil berpelukan, walaupun tidak semuanya juga.

Reyhan cuma bisa menggelengkan kepalanya kemudian mengambil ponsel miliknya untuk memutar lagu berjudul 'BTS – Fire' dengan volume penuh.

Intro lagu menyala, masih belum ada perubahan, sampai...

Bultaoreune. FIRE~

“HUWAA!” Sean terkejut hingga tak sengaja membentur kepala Adya.

“ARGH... ANJING! SAKIT BEGO!” Omel Adya sembari menjambak rambut Sean.

“ADUH.. MAAF GAK SENGAJA ELAH!” Sean memohon ampun.

“Makanya kalo bangun tuh liat-liat dulu samping lu ada orang apa kaga.” Adya melepaskan jambakan rambutnya. Dia kesel, baru juga bangun udah nyari ribut aja.

“Iya maaf, namanya juga kaget.” Ujar Sean sembari mengusap-usap rambutnya.

When I wake up in my room...” Azka mengigau.

“Heh Azka bangun! Malah ngigo lagi.” Aletta menabok keras paha Azka.

“Hah? Oh bukan mimpi toh.” Azka menguap dan kembali memejamkan matanya sambil memeluk Aletta.

“Bangun Azka ganteng, kita udah sampe loh.” Aletta mengacak rambut Azka dengan gemas, dia tau pacarnya ini harus di manja biar nurut.

“Ung? Emang? Ntar dulu Al, masih ngantuk.” Azka makin mengeratkan pelukannya.

“Sekarang Azka, mau di tinggal?” Ancam Aletta.

“Iya-iya.” Azka akhirnya bangun.

“Eh ada konser BTS ya?” Tanya Bella yang baru setengah sadar.

“MANAAA!? MANAAA!?” Ricky yang mendengar hal itu pun langsung heboh sendiri.

“Apa sih? Itu cuma lagu ya!” Juan yang sedang tidur memeluk Bella jadi merasa terganggu.

“Yahhh elah...” Ricky kecewa.

“Eh Juan ayo bangun.” Bella menepuk-nepuk lengan Juan.

“Iya ini udah bangun.” Juan menaruh dagunya di pundak Bella.

“Y-ya udah lepasin pelukannya.” Pinta Bella, baru bangun tidur saja jantungnya sudah tidak karuan.

“Ih kok kalian pelukan sih? Kan Ricky juga mau.” Ricky pun ikut memeluk Bella.

“Eh kok...” Bella rasanya ingin pingsan saja.

“Ihh berisik...” Ucap Raina dengan mata terpejam.

“Bangun dek, kita udah sampe.” Ucap Mahesa dengan suara serak khas bangun tidur.

“DEMI APA SIH!?” Raina langsung bangkit dari posisinya hingga membentur dahi Mahesa. “ADUH!”

“Aduh...” Mahesa mengusap dahinya akibat benturan tadi. “Adek gak apa-apa?”

“M-maaf He, lu gak apa-apa juga kan?“ Raina panik, pasalnya benturan tadi cukup keras.

“Iya, pusing dikit sih.” Mahesa tertawa melihat kepanikan Raina.

“Iya sama...” Raina jadi ikut tertawa.

“Kak Satya bangun.” Shucy mengguncang bahu Satya.

“Iya bentar lagi sayang..” Satya masih nyaman dengan posisinya yang memeluk sang pacar.

“Sekarang kak.”

“Lima menit lagi.”

“Bangun gak?” Shucy mencoba melepaskan pelukan Satya namun gagal.

“Hm..” Balas Satya dengan mata terpejam.

“Aku itung nih. Satu.. dua.. ti.. ish kak Satya!” Shucy memukul lengan Satya.

“Iya ini bangun, baby.” Satya tertawa melihat wajah kesal pacarnya itu.

Reyhan akhirnya mematikan lagu tersebut, dia sebenarnya agak menyesal sudah membangunkan mereka. Ya, Reyhan jadi terpaksa harus melihat adegan uwu di hari ulang tahunnya.

Tenang Reyhan, kamu sama author aja😃 /Di tabok reader🗿

“Woyy!” Tegur Reyhan yang membuat mereka semua kaget. Mereka baru menyadari kehadiran Reyhan saat itu juga. ”Ayo ikut gua!”

Mereka semua turun dari mobil dan mengikuti langkah Reyhan untuk memasuki gedung hotel.

Mereka melewati Reception Lobby.

Interior hotelnya cukup menarik karena terkesan mewah dan elegan hingga membuat mereka tidak bisa berkata-kata. Berbeda dengan Azka yang justru menatap mereka heran.

“Wow this is heaven!”

“Gila sih ini keren banget!”

“Kita pindah ke sini aja lah.”

“Ini baru lobby nya doang, santai aja sih muka lu semua.” Ucap Reyhan, dia heran saja melihat teman-temannya ini seperti masuk ke dunia lain.

Mereka terus berjalan sampai menuju pintu lift.

“Kok sepi bang?” Tanya Ricky heran, dia hanya melihat para pegawai saja, kemana para tamu yang lain?

“Ya kan, hotelnya udah gua sewa buat malam ini makanya sepi, paling ramenya pas jam 7 nanti.” Jelas Reyhan.

“Oh iya juga ya.” Ricky mengangguk paham.”

“Terus nanti kita pestanya dimana?” Tanya Sean, pasalnya dia tidak ada tanda-tanda pesta di bawah sini.

“Restoran Henshin di lantai 68.” Jawab Reyhan sembari menekan tombol lift. “Lantai dasar itu cuma ada Ballroom buat pernikahan sama acara-acara penting.”

“Kenapa kita gak disana?” Tanya Juan yang ikut penasaran.

“Lebih bagus di atas, ntar ada rooftop nya keren deh, kalian gak bakal nyesel.” Ujar Reyhan.

Lift pun tiba. Mereka semua menaiki lift untuk pergi ke lantai 57, lantai itu adalah tempat dimana kamar mereka berada.

Tapi bayangkan saja mereka ber-12 dari mereka dalam satu lift, untungnya saja lift itu cukup luas, sepertinya(?)

“Ih geser dong sempit nih!” Juan yang berdiri di tengah merasa badannya terhimpit sama Sean dan Satya.

“Yang ada lu yang geser, gua juga sempit ini!” Bales Sean kesel. Udah tau di lift ini banyak orang ya jelas sempit lah, akhirnya Sean seenggol aja itu badan Juan.

“Aduhh Sean!” Juan jelas gak mau ngalah, dia bales si Sean pake senggolan mautnya.

Yang lain sempet kaget sih gegara itu dua tuyul ribut, tapi biarin aja lah paling nanti damai sendiri.

Beda cerita sama Adya dan Bella.

Adya pengen banget ngomelin Sean biar diem. Sedangkan Bella khawatir, takut Juannya kenapa-napa.

“Wahh anjir!” Sean makin kesel, dia senggol balik si Juan sampe dia hampir oleng ke Satya.

“Ish, apaan sih lu berdua!?” Satya yang merasa kena senggolan mereka pun jadi emosi.

Juan panik, kalo maungnya Satya udah keluar itu sama dengan tanda bahaya. “Itu salahin Sean...”

“Apa sih gua terus!” Perasaan tadi yang mulai duluan itu Juan, kok jadi dia yang di salahin.

“Sean berisik! Ngalah aja sih sama adek lu.” Adya udah greget banget pengen ngomelin Sean dari tadi.

“Apa sih kok lu jadi belain dia!?” Sean natep Adya sinis.

“Bukannya belain, ya lu mikir lah ini lift kan emang sempit jadi gak usah banyak tingkah!” Adya bales natep Sean tajam banget, capek banget dia sama kelakuan pacarnya.

Sean jadi kicep, sebenernya dia masih mau nanggepin sih tapi yang ada malah gak kelar-kelar lagi.

“Hahaha.. emang enak diomelin.” Juan menjulurkan lidahnya.

“Juan gak boleh gitu ah.” Bella yang ada di belakang Juan pun menasihatinya.

“Kalo kita mah gak papa sempit-sempitan.” Juan mundur ke belakang supaya bisa deketan sama Bella, tapi hal itu malah bikin Bella ikutan mundur.

“Eh Juan maju, ngapain malah mundur-mundur!?” Tegur Ricky yang berada tepat di belakang Bella.

“Mau modus itu dia, ya gak Bel?” Raina yang ada di sampingnya jadi iseng godain Bella.

“Eh gak kok.” Bella gak peka.

“Bella kok malah mundur sih?” Juan kesel, ini Bella bukannya diem malah mundur terus sampe mepet ke Ricky.

“Emang Juan mau ngapain sih?” Bella makin gak ngerti.

“Udah Bella lu nyender aja sama gua.” Bisik Ricky.

“Eh?” Bella kaget.

“Lu ngapain mundur sih? Maju gila!” Satya lama-lama greget juga sama tingkah aneh Juan.

“Kak Satya kok adeknya di katain gila sih.” Tegur Shucy, masa orang semanis Juan di katain kaya gitu.

“Reflek beb.” Satya ngeles.

“Juan majuan dek, kasian itu Bella kegencet.” Suruh Aletta, kasian juga dia ngeliat temennya kesempitan.

“Bella kegencet Bel?” Tanya Adya, dia sampe nengok ke belakang buat liat kondisi Bella.

“Eh kaga.” Sahut Bella, dia masih gak mengerti kenapa Juan mundur ke belakang.

“Eh Al, jadi inget pas kita jadian ya?” Bisik Azka pada gadis yang ada di depannya itu.

“Iya inget banget, lu mesum waktu itu.” Canda Aletta.

“Kagaa Al, astagfirullah.” Azka menepuk dahinya, selalu saja begitu jawabannya.

“Ini juga si Juan udah di bilangin maju malah makin mundur.” Sean menarik Juan agar lelaki itu kembali ke posisinya semula.

“Apa sih Sean, iri aja.” Juan kesal, rencana modusnya gagal total.

“Lahh kata siapa?” Sean merasa tersindir.

“Udah jangan ribut dek.” Mahesa berusaha melerai mereka.

“Tau lu ribut mulu dari kemaren.” Satya ikut-ikutan.

“Apa sih lu bang? Ikut-ikut aja.” Juan kembali menyenggol Satya dengan sengaja.

“Loh apa? Gua kan cuma ngasih tau.” Satya menatap Juan dengan sinis.

“Kak Satya udah ah jangan di isengin terus adeknya.” Shucy memukul pelan bahu Satya agar lelaki itu berhenti.

“Dianya ngeselin masa aku di senggol bacok sih.” Adu Satya.

“Ssttt.. udah diem!” Teriak Reyhan saat pintu lift terbuka, mereka telah tiba di lantai 57.

Suasana seketika hening, mereka semua tak berani berbicara lagi setelah Reyhan mengatakan hal itu.

Mereka terus berjalan mengikuti Reyhan hingga berhenti di kamar no. 131.

“Ini kamar buat kalian.” Reyhan memberikan sebuah keycard pada Shucy.

“Buat aku sama temen-temen aku?” Tanya Shucy memastikan.

“Iya, have fun.” Reyhan tersenyum.

Shucy membuka pintu kamar no. 131 itu menggunakan keycard pemberian Reyhan tadi.

“Makasih banyak ya kak.” Ucap Shucy sambil membungkuk.

“Iya makasih banyak kak.” Ucap Aletta, Bella, Raina dan Shucy.

“Iya sama-sama.” Balas Reyhan ramah.

Mereka berlima pun memasuki kamar itu dengan bersemangat.

Azka bahkan ingin masuk ke dalam tapi di tahan oleh Reyhan. “Mau ngapain lu?”

“Loh kita gak jadi satu sama mereka?” Tanya Azka polos.

“Kaga-kaga, kamar kita di sebelah tuh no. 130.” Ujar Reyhan kemudian membawa teman-temannya itu kesana.


Mari kita lihat seberapa menariknya kamar no. 131 yang di tempati kelima gadis kita sekarang.

Reyhan tidak memberi tau jenis kamar seperti apa yang telah ia berikan untuk mereka. Namun dari segi penampilan, kamar tersebut terlihat sangat luas dan mewah.

Kira-kira begini lah gambaran dari ruang tamunya.

“Wahh gila ini keren banget woyy!” Raina berlarian kesana kemari mengitari ruangan yang cukup luas itu.

“Iyaa anjirr, coba besok libur.” Bella menaruh tasnya di meja lalu duduk di sofa.

Menurut mereka tempat ini sangat bagus, baru masuk saja mereka sudah betah dan tidak mau pulang.

“Iya ya, kenapa gak libur aja besok?” Adya ikut duduk di samping Bella.

“Bolos aja kuy, lagian abis party pasti kita capek banget.” Ide gila Raina mulai muncul.

“Yeh, besok ulangan gila.” Aletta menjewer kuping Raina saking gemasnya.

“Aduh iyaa kaga...” Ringis Raina. “Kenapa ulangan mulu sih kita?”

Aletta melepaskan tangannya. “Ya kan kita udah masuk semester dua ya.”

Ya, mereka memang sudah memasuki semester genap, dimana banyak ulangan harian yang menanti mereka di sekolah.

“Guys, sini deh liat kamarnya!” Ajak Shucy dari arah kamar tidur.

Adya, Aletta, Bella dan Raina pun segera menghampirinya kesana.

Di dalam ruangan itu terdapat 1 tempat tidur king size serta pemandangan indah kota Jakarta.

Raina yang liat tempat tidur besar di hadapannya langsung merebahkan diri disana. “Woyyy kasurnya empuk bangett, jadi mau tidur lagi.”

“Geseran dong, gua juga mau tiduran.” Suruh Adya, dia ikut merebahkan diri di samping Raina.

Sepertinya tidur sebentar tidak ada salahnya bagi mereka.

“Eh liat deh kamar mandinya juga bagus!” Seru Shucy dari arah kamar mandi.

Shucy memang suka mengekspor berbagai tempat baru yang menurutnya menarik. Dia satu-satunya di antara mereka yang paling banyak bergerak, sisanya mageran semua.

Aletta dan Bella jadi penasaran sama kamar mandi yang dibilang Shucy. Mereka ikut masuk kesana dan bener aja kamar mandinya juga gak kalah bagus.

“Aduhh norak kalian semua.” Ucap Adya masih dengan posisi rebahannya.

“Tapi emang sebagus itu woyy.” Sahut Raina, dia merasa tersindir.

“Berapa kalo nginep satu malem disini?” Tanya Aletta sambil melihat pemandangan dari jendela.

“2,3 juta.” Bales Shucy yang abis cuci tangan di kamar mandi.

“Gilaa!” Bella syok. Pantesan aja semuanya bagus dan mewah, harganya aja bisa buat beli hp baru.

“Ohh pantes.” Aletta mengangguk mengerti.

“Terus kita make up sama ganti bajunya gimana dah?” Tanya Raina, dia ngerasa kalo di kamar ini gak ada pakaian ganti ataupun peralatan make-up sama sekali.

“Lah iya juga.” Adya bangkit dari rebahannya.

“Coba yuk cari, siapa tau di lemari atau di laci ada gitu.” Usul Shucy supaya teman-temannya itu gerak semua.

Akhirnya mereka semua membuka setiap lemari dan laci yang ada disana.

“Apaan? Gak ada apa-apa tuh.” Ujar Bella, dia udah buka semua laci di ruang tamu tapi gak nemu apa-apa.

“Iya, meja riasnya juga kosong, gak ada apa-apa.” Sahut Shucy yang dari tadi bongkarin meja rias di kamar tidur.

“Kita gak lagi di prank kan?” Aletta berkacak pinggang.

“Kita gak mandi lagi kan?” Tanya Raina random, sumpah dia gak mau mandi lagi kalo misalkan abis ini mereka nyobain spa.

“Ya gak lah, kan tadi mau berangkat kita udah mandi.” Bales Adya, dia juga ogah mandi lagi.

“Lu gak mandi ya?” Canda Aletta.

“Sotoy lu, gua udah mandi ye.” Raina membela diri. Enak aja dia di bilang belom mandi, kalo mau ketemu doi itu harus mandi.

“Ya udah sih chill.” Aletta menepuk bahu Raina agar anak itu tenang.

Tok.. Tok.. Tok...

Ada suara ketukan pintu dari arah depan.

“Bukain gih Bel.” Suruh Shucy dengan santainya.

“Loh kok gua?” Bella kaget, kenapa sih dia ini selalu menjadi target temen-temennya.

“Ehh iya lu kan yang paling muda, sana bukain.” Adya ikutan nyuruh Bella.

“Iya sebentar.” Bella sih cuma bisa nurut aja biar cepet.

Bella berjalan menuju pintu depan. Tanpa ragu, dia langsung buka aja itu pintu.

Awalnya Bella kaget karena di hadapannya muncul seorang wanita yang tersenyum lebar ke arahnya, tapi setelah di liat dari atas ke bawah ternyata dia pegawai hotel.

“Good afternoon...” Salam si mbak pegawai hotel.

'Waduh, dia ngomong bahasa Inggris lagi, gua kan kaga ngerti, oh iya ada Raina.' Batin Bella, senggaknya dia masih bisa bales ucapan itu sih.

“Good afternoon, wait...” Bella memberikan isyarat untuk menunggu. “Raina!”

Raina yang lagi rebahan di sofa pun harus terpaksa bangun. “Apaan sih?”

“Sini duluu.” Suruh Bella.

Raina berdiri dan pergi menghampiri temannya itu. “Ngapa?”

“Itu dia ngomong bahasa Inggris, coba lu yang jawab.” Bisik Bella tapi masih kedengeran sama si mbak.

“Hm, sebenarnya saya bisa bahasa Indonesia.” Ujar si mbak.

“Oh maaf saya gak tau.” Bella malu banget. Untung cuma ada Raina, coba kalo ada yang lain bisa di ketawain dia.

“No problem.” Balas si mbak dengan ramah.

“Memangnya ada apa ya?” Raina bertanya maksud dan tujuan mbak itu.

“Saya ingin bertanya, apa benar kalian ini teman dari Reyhan Danadyaksa?” Tanya si mbak.

Jadi mbak pegawai hotel ini memang suruhannya Reyhan buat make over mereka berlima.

“Iya benar kita temennya Reyhan.” Raina mengangguk.

Mendengar hal itu Adya, Aletta dan Shucy langsung menghampiri mereka.

“Oh, kalian 5 orang kan?” Tanya mbaknya memastikan.

“Iya kita berlima.” Sahut Shucy sambil tersenyum.

Pegawai hotel itu melihat mereka dari atas ke bawah, ternyata temannya Reyhan ini lumayan cantik semua, dia pun mengangguk paham.

“Hm, it's really not that bad, it just need a little shaping, to the salon!” Si mbak heboh sendiri, dia inget kata-kata itu dari video tiktok.

“Hah?” Kelima gadis itu ngebug, mereka mikir itu mbak-mbak aneh banget dah.

“Maaf mbak temen saya pada gak ngerti bahasa Inggris.” Ujar Raina, ya walaupun dia ngerti bahasa Inggris tapi dia gak ngerti maksud mbaknya gimana.

“Oh my god sorry, I forgot.” Si mbak nepuk dahinya. “Begini, saya mendapat tugas untuk mengubah penampilan kalian menjadi seorang princess, apa kalian bersedia?”

“Princess Disney?” Tanya Aletta random.

“Ya, mirip seperti itu.” Si mbak tersenyum ramah. “Sebelumnya perkenalkan nama saya Elisabeth, jika sulit panggil saja Elsa.”

“Elsa?” Tanya Bella.

“Do you wanna bu— eh maaf mbak, reflek.” Raina menutup mulutnya, sebagai penggemar Frozen dia jadi terpancing.

“It's okay, come on follow me.” Mbak yang bernama Elsa itu kini berjalan untuk mengantar mereka ke suatu tempat.

Raina berjalan mengikuti Elsa, dia nengok ke belakang kok temen-temennya malah pada diem semua. “Ayoo suruh ikut!”

“Oh..” Mereka akhirnya paham dan mengikuti Elsa dari belakang.

Elsa membawa mereka menuju sebuah ruangan bernama Heavenly Spa & Treatment.

“Um.. mbak Elsa, tapi kita semua udah mandi kayanya gak perlu perawatan spa deh.” Ujar Adya. Sumpah dia gak mau nyoba gituan, riweh.

“Oh oke, berarti kita kesini.” Elsa mengangguk, dia pun mengajak mereka ke tempat untuk berganti pakaian.

Elsa membuka pintu yang membawa mereka ke dalam ruangan Walk in Closet.

Berbagai macam pakaian, sepatu, dan aksesoris lainnya telah tertata rapi disana, bahkan kualitas bahannya tidak main-main.

“Wahhh...” Bella menatap kagum semua itu, dia beneran merasa jadi princess.

“Ini kita boleh pilih semua?” Tanya Shucy ragu, menurut dia semua barang disini pasti harganya mahal semua.

“Yeah, you can choose whatever you want.” Ucap Elsa mempersilahkan mereka dengan senang hati.

“Seriously?” Tanya Raina, dia gak nyangka kalo bisa milih semua ini dengan bebas.

“Of course, it's all yours.” Balas Elsa menampilkan senyumannya.

Raina pun langsung antusias memilih pakaian disana.

“Apa katanya?” Tanya Aletta pada Raina.

“Kita bebas pilih semuanya.” Jawab Raina.

“Seriusan?” Adya ikut bertanya.

“Iya pilih aja yang kalian mau.” Shucy bantu jawab, dia juga ngerti bahasa Inggris sebenernya.

“Asikkk.” Bella bertepuk tangan girang.

“Terima kasih banyak mbak Elsa.” Mereka semua membungkuk, biasalah kebawa kultur korea mereka tuh.

“Sama-sama, senang bisa membantu kalian.” Balas Elsa, itu sudah menjadi tugasnya.

Kelima gadis itu pun segera memilih berbagai pakaian yang menurut mereka cocok.

Karena dress codenya berwarna hitam, mereka jadi tidak yakin dengan style yang mereka pilih.

Elsa sadar akan hal itu, dia pun pergi menghampiri mereka. “Excuse me, is there a problem?”

“Can you help us?” Pinta Raina. Dia gak tau harus pilih yang mana, semuanya terlalu bagus.

“Bisa tolong rekomendasi gak bagusnya kaya gimana?” Shucy sih udah ada dua opsi pakaian yang menurutnya bagus, tapi dia masih ragu.

“Iya, kita bingung mau milih yang mana.” Adya udah pusing nyari pakaian disini, mending di pilihin aja dah.

“Bener banget, abisan bajunya bagus-bagus semua.” Aletta jadi bingung ngeliat semua pakaian disini, mana nyarinya harus satu per satu.

“Aslii, bingung banget mau pake yang mana, bagus semua.” Bella yang paling bingung, pusing, capek. Dia pengen banget bawa pulang semua pakaian disini.

“Kalian mau terlihat bad girls atau pretty savage?” Tanya Elsa. Dia ingin tau style seperti apa yang mereka suka.

“Pretty savage?”

“Blackpink?”

Mereka malah makin bingung.

“No, I mean.. nevermind.” Elsa berjalan menuju salah satu lemari dan memilih pakaian untuk mereka.

“Gini aja mbak—”

“Please don't call me mbak, panggil aja kak.” Ujar Elsa. Dia ini kan masih muda, risih aja kalo dipanggil kaya gitu.

“Kak gini, kita mau pake baju apa aja asalkan setelannya sama celana.” Jelas Shucy. Dia tau banget temen-temennya pada gak nyaman pake dress, apalagi mereka barbar semua.

“Iyaa kak.” Ucap yang lain.

“Ah oke, saya tau harus gimana.” Elsa jadi punya ide harus memilih yang mana. “You guys have boyfriends, right?”

“I-iya.” Jawab Adya, Aletta, Bella dan Raina.

“No.” Jawab Raina sendiri. Ya dia kira semua temennya bakal jawab gak juga.

“Heleh, gak usah ngibul lu, Mahesa mau lu kemanain?” Adya menatap Raina dengan sinis.

“Tau lu, di mobil aja mesra banget.” Aletta jadi ikut membully Raina.

“Eh kok lu semua jadi nyerbu gua sih? Kan gua bercanda doang.” Raina jadi tertekan.

“Bodo amat gua gak percaya ama lu.” Adya udah capek denger kata-kata ngibul ala Raina. “Kak Elsa jangan dengerin dia, kita semua udah punya pacar.”

“Iya apalagi dia.” Aletta nunjuk Raina. “Udah berasa nikah aja.”

“Apa sih kaga.” Bantah Raina. “Noh Shucy sama Satya, gua yakin dia udah kaya suami-istri.”

“Ih Raina sok tau, Shucy sama kak Satya aja gak pernah tuh semesra itu.” Shucy yang dari tadi diam jadi kesel. Bisa-bisanya nama dia ikut disebut.

“Bohong.” Raina gak percaya, karna menurutnya Satya itu buaya pasti mainnya udah jauh.

Yeu Raina lu gak tau aja pacar lu lebih buaya, ampe bikin partai. /canda

“Lu yang bohong Ra, tadi aja gua denger kalian manggilnya mas sama adek.” Bella jadi terpancing. Dia inget banget pas di mobil denger gitu, sebenernya dia agak iri sih.

“Gak anjir sok tau!” Masih aja ngeles si Raina.

“Gik injir sik tii!” Bella malah ngeledek.

“Wahh bener-bener.” Raina jadi emosi. “Lu sama Juan lebih parah kan?”

“Parah apa? Gua aja belom pernah di cupcup sama Juan.” Bella cemberut.

“Lu pikir gua percaya? Kemaren Juan bilang sendiri ye.” Raina masih inget betul pembicaraan mereka di sekolah.

“Oh iya.” Bella lupa kalo first kiss nya udah diambil sama Juan.

“Tuh kan ben—”

“Eh udah! Ngapa lu berdua jadi ribut sih? Diem!” Omel Aletta, capek banget dari tadi liat orang ribut.

“Maaf kak Elsa, mereka emang anak monyet jadi suka berantem gitu.” Sindir Adya.

“Anjirr.” Umpat Bella dan Raina.

“Jadi kalian semua punya pacar nih? Tanya Elsa lagi.

“Iya punya.” Adya, Aletta, Bella dan Shucy menjawab.

Sedangkan Raina diam saja karena masih kesal.

“Biarin aja yang gak jawab mulutnya mingkem seumur idup.” Sindir Adya.

“Anj.. iya gua punya pacar.” Raina akhirnya ngaku juga.

“JHAHAHAH...” Bella ngakak.

“Diem lu!” Raina natep Bella tajam banget, pengen banget dia ajak baku hantam.

Elsa mengangguk, dia semakin yakin kalau pilihannya ini tidak salah. “Okay then, I'm gonna make them feel horny when they see you.”

“What th—

“Kidding, but you can trust me.” Elsa tersenyum miring.

“Ngomong apa dia?” Tanya Bella kepo.

“Gak, bukan apa-apa hahaha...” Raina tertawa canggung. Ternyata Elsa ini ngadi-ngadi juga ya.

“And let's see what we got here.” Elsa membawa 5 pakaian dengan style yang berbeda.

“This for you Adya.”

“For you Aletta.”

“For you Bella.”

“For you Raina, of course.”

“And for you Shucy.”

“Gimana? Kalian suka?” Tanya Elsa dengan antusias.

“S-suka kok ini bagus banget.” Aletta ngambil baju itu dengan ragu. Menurutnya baju itu cukup terbuka.

“Wih, ini kaya bad girl gitu ya, keren.” Shucy menatap kagum bajunya, dia puas sama pilihan Elsa.

“Iya keren sih, bagus-bagus.” Bella menerima pakaian itu dengan senang hati.

“Harus banget perutnya keliatan ya?” Adya menelan ludahnya. Ya emang gak pake dress sih tapi kenapa harus begini bajunya.

“Oh itu lagi trend sekarang, cocok kok buat kalian.” Jelas Elsa santai.

“Kenapa gua doang yang celananya robek-robek?” Raina syok. Kenapa bajunya paket haram gini, nanti pacarnya khilaf kan bahaya.

“Malah tadinya saya mau ambil celana pendek buat kamu, but I think it suits you very well.” Ujar Elsa. Ya menurutnya Raina ini anaknya sangat menantang.

“Pfftt.. udah Ra, bagus itu, siapa tau kak Mahesa demen.” Bella makin ngakak liat ekspresi Raina.

“Yeh, yang ada malah terjadi hal-hal buruk.” Perasaan Raina udah gak enak aja.

“Udah chill, kalo pacar lu macem-macem putusin aja.” Saran Adya. Perasaan dia juga gak enak apalagi Sunoo itu mesum banget.

“Sumber penghasilan gua ilang dong kalo putus?” Duit mulu yang di pikirin.

“Nanti kita cari anak tunggal kaya raya.” Ucap Shucy, dia ngarang doang sebenernya.

“Bener ya?” Raina bahagia banget kalo beneran dapet anak tunggal kaya raya, bye-bye Mahesa.

“Iya udah gece ganti baju sana.” Aletta mendorong tubuh Raina ke salah satu ruang ganti.

“Woke, untung kemaren gua udah waxing bareng kak Ara.” Gumam Raina.

Shucy dan Aletta juga menyusul, mereka masuk ke ruang ganti yang kosong di sebelah Raina.

“Lu ngapain masih disini?” Adya liat Bella bengong aja dari tadi.

“Eh gua baru ngeh kok pundak gua kebuka ya?” Bella yang awalnya antusias sama bajunya jadi bimbang.

“Udah gak apa-apa, Juan kaga bakal nafsu juga.” Adya menunjuk ruang ganti yang masih kosong agar Bella masuk kesana.

“Iya sih, tapi kan—”

“Ganti!” Teriak Adya, dia kesel karna Bella ini nanya terus.

“Iya-iya.” Bella akhirnya pasrah.

“Kalo udah ganti kalian ke ruang sebelah ya, nanti kalian make up disana.” Peringat Elsa pada Adya.

“Sekali lagi makasih ya kak Elsa.” Adya membungkuk dengan sopan.

“Iya sama-sama.” Elsa mengacungkan jempolnya

Setelah selesai berpakaian dengan baik dan rapi, mereka pun berjalan ke ruang sebelah. Elsa sudah berdiri di sana menyediakan berbagai macam alat make up di atas meja rias.

“Eh gua kan gak bisa dandan, tolongin dong.” Pinta Bella. Dia itu gak pernah dandan kalo pergi kemana-mana, paling cuma pake bedak sama lipbalm.

“Sini gua dandanin.” Adya menyuruh Bella untuk duduk di kursi.

“Eh gua juga ya.” Raina tunjuk tangan.

“Mau juga.” Shucy ikut tunjuk tangan.

“Gua juga ya.” Aletta nunjuk dirinya sendiri.

“Hadeh riweh, ya udah antri.” Emang dia doang deh yang bisa diandalkan kalo masalah ginian.

“Apa mau saya bantuin juga?” Tawar Elsa, dia merasa iba ngeliat Adya yang kerja sendirian.

“Iya tuh sebagian sama kak Elsa biar cepet selesai.” Suruh Adya, capek juga ntar dia dandanin semua temennya.

“Oke.” Raina duduk di kursi samping Bella.

“Raina, do you wanna be a princess?” Tanya Elsa.

Didn't wanna be a princess, I'm priceless, A prince not even on my list, Love is a drug that I quit, No doctor could help when I'm lovesick.” Raina malah ngerap lagu Blackpink-Lovesick Girls.

“Wait, is that Blackpink song?” Elsa kaya pernah denger lagunya.

“Yeah, Blackpink in your area.” Ucap Raina dengan gaya swag. Biasa lah, dia ini fangirl Twice :)

“Oh god...” Jujur aja, Elsa rada tertekan ngeliat kelakuan temen-temennya Reyhan ini.

“Adya, jangan menor-menor ya.” Bella takut aja gitu kalo sampe di kerjain sama Adya.

“Kaga elah, lu kira kita mau kondangan.” Adya dengan telaten mendadani temannya itu.

“Ya gak sih.” Gumam Bella.

“Udah lu diem aje ga usah banyak tanya.” Entah kenapa Adya bawaannya emosi kalo Bella nanya terus.

“Weh gila cantik juga gua, makasih kak Elsa.” Raina udah selesai di dandanin.

Jangan kaget kenapa dia cepet, soalnya Elsa ini punya kekuatan ngecit, tapi boong palpale palpale.

Elsa itu udah sering dandanin berbagai artis yang menginap di hotel ini, jadinya dia udah profesional.

“Dihh...” Aletta natep julid ke Raina.

“Apa sih? Iri ya?” Ledek Raina.

“Gak tuh.” Aletta menggeleng jujur.

“Oke, next.” Ucap Elsa.

Shucy maju dan duduk di kursi Raina tadi.

“Kamu belom dandan aja udah cantik banget.” Puji Elsa. “What's your name?”

“Shucy.” Balas Shucy sambil tersenyum manis.

“Oke Shucy, pasti pacarmu tampan juga ya?” Elsa mulai mendadani Shucy.

“Gak juga sih.” Ujar Shucy, nanti kalo dia bilang ganteng si Elsa malah kepo lagi.

“Pacarnya buaya kali ah.” Sindir Aletta. Ingat dia itu masih menentang hubungan Satya dan Shucy.

“Heh, lu kalo ngomong suka bener.” Adya setuju, dia juga ikut kubunya Aletta.

“Buaya? Crocodile?” Elsa malah ngebug, dia mikir kok bisa gadis secantik Shucy pacaran sama hewan.

“Ehh maksudnya playboy.” Jelas Raina, ya kali temennya pacaran ama buaya, sinting.

“Oh really? That's jerk.” Elsa berkacak pinggang, menurutnya itu sangat buruk

“No, he's not jerk! Kak Satya tulus kok, dia bahkan rela ngejauhin semua gebetannya demi Shucy, first kiss Kak Satya juga Shucy...” Shucy menarik napas sejenak, untuk melihat respon mereka semua.

Mereka pada ngebug, biasa.

”...Kalo misalkan dia Playboy berarti dia sering 'jajan' sana sini dong? Tapi ini kan gak sama sekali.” Sambungnya.

“Ya iya juga sih, tapi emang lu tau dia kalo di belakang lu kaya gimana? Kan bisa aja dia boong.” Aletta itu belum percaya 100% sama Satya bin tuyul.

“Yang namanya sebuah hubungan itu harus saling percaya.” Sahut Raina sok bijak.

“Betull.” Bella mengangguk setuju.

“Lu betul-betul aja, Ipin lu?” Raina masih dendam gitu sama Bella.

“Ih gak gitu.” Bella lelah.

“Ya udah lah, kalo lu percaya sama Satya kita juga percaya, tapi inget ya kalo sampe dia bikin lu sakit hati biar Bella yang labrak.” Ujar Adya, apapun masalahnya serahkan saja semua pada Bella.

“Lah kok gua anjir?” Bella makin tertekan.

“Ya kan emang biasanya lu yang maju duluan.” Raina setuju banget sama pendapat Adya.

“Ihh kaga, itu kan Aletta.” Bantah Bella, mana pernah dia maju duluan, yang ada malah kenal mental.

“Udah gua aja, gua bikin tuh buaya kapok sampe mampus.” Aletta mengajukan diri, dia demen banget kalo urusan labrak-melabrak.

“Mantep sih ini baru temen gua, gak kaya Bella.” Puji Adya.

“Anjir gua terus.” Bella rasanya mau ngadu ke Juan tapi takutnya malah di ketawain lagi.

“Iya makasih ya semuanya, kalian udah mau bantuin Shucy.” Shucy merasa bersyukur banget punya temen kaya mereka, baik semua dan peduli.

“Wow, I love your friendship. You guys were so great and brave. Elsa kagum sama pertemanan mereka yang goals.

“Well, thank you..” Ucap Raina.

“Yeah, because we are Big Brave Ugly Cat?” Seru Bella heboh sendiri.

“Hah?” Mereka semua ngebug.

“Apa sih? Ngarang ya? Ledek Raina, lagi aneh banget si Bella tiba-tiba begitu

“Ish itu kan nama grup kita.” Jelas Bella, dasar temen-temennya ini pikun.

“Oh iya, kucing jelek besar yang berani.” Aletta baru menyadari.

“Tapi mending di ilangin deh ugly nya.” Usul Shucy. Mereka semua kan cantik masa ada ugly-ugly nya sih, gak bagus.

“Jadi Big Brave Cat gitu?” Bella mikir.

“Nahh, betul sekali.” Shucy mengacungkan dua jempol.

“Et ada-ada aja dah lu.” Adya cuma bisa geleng-geleng kepala nanggepin si Bella bol.

Mereka pun tertawa bersama setelah itu.


The Force alias Mahesa, Reyhan, Azka, Satya, Juan, Sean dan Ricky.

Mereka udah rapi sama pakaian mereka yang keliatan kaya orang mau tawuran. Katanya sih mereka terinspirasi dari foto Enhypen yang ini :)

Sekarang udah jam 6.45 p.m. yang artinya pesta bakal mulai 15 menit lagi.

“Udah pada rapih kan lu semua?” Tanya Reyhan sambil menata rambutnya di kaca ruang tamu.

Gak ada jawaban.

Reyhan nengok ke belakang, ternyata temen-temennya pada asik main hp. Ada yang lagi selca, ada juga yang lagi bikin video tiktok.

“Ouh.. jnck!” Umpat Reyhan.

“SEAN, JUAN AYO KITA BIKIN TREND HEY TAYO!” Ricky narik-narik baju Juan.

“Gak mau ah.” Tolak Juan, dia lagi sibuk selca bareng Sean. “Ajak aja bang Sat”

“Tau lu ganggu aja sih, sana hush.. hush..” Usir Sean.

“Dihh...” Ricky natep mereka julid.

Abis itu Ricky nyamperin Satya, Jake sama Mahesa yang lagi bikin video tiktok juga tapi pake lagu Yamet Kudasi. Jelek banget kata Ricky.

“Eh eh jangan senyum jangan senyum.” Usul Satya sambil ngakak.

“Iya-iya jangan senyum HAHAHAH...” Mahesa ngangguk-ngangguk girang.

“AHAHAHAH ANJER!” Azka mah ngakak aja, dia kan receh.

Setelah mencet tombol rekam, mereka langsung joget kane banget berasa lagi di kondangan.

Ya begini lah kelakuan mereka kalo gak ada pacarnya, sungguh miris.

“Om jamett, mending kita Hey Tayo bersama lebih bermutu.” Ajak Ricky.

Cuman sayangnya ajakan Ricky malah dianggurin sama mereka, gak ada akhlak emang.

“Bang He, bang Az, bang Sat, abis ini kena azab dah, videonya ngelag.” Ricky nyumpahin mereka.

“Wehh, apa maksud lo!?” Satya langsung emosi. Jangan sampe goyangan mautnya terbuang sia-sia.

“Eh jangan gitu lah, ini kita bikin udah bagus lho.” Mahesa lagi muter ulang video mereka yang untungnya lancar.

“Tau bikin konten gini tuh menguras tenaga, lu gak kasian apa sama kita?” Azka mukanya melas. Sampe beneran ngeleg sih gpp juga ngulang, asalkan ngejamet.

“Lagi ngapain sih joget gituan, mending Hey Tayo!” Meskipun Ricky sering ngejamet bareng abangnya, tapi Enhypen tetap nomer 1 di hatinya.

“Ini dulu biar nanti fyp.” Jake lagi edit jedag-jedug buat video mereka.

“Betul, ini tuh NEW DC, gak tau ya?” Satya ngeledek Ricky.

“Iya, DC penangkal petir.” Mahesa ngasal aja.

“Heleh, DC khusus lansia kali.” Sindir Ricky, abisan masa goyangan nya kek orang tipes begitu.

“HEH!” Mereka bertiga melototin Ricky.

Ricky sih gak takut, sama-sama makan mie ngapain takut ye gak?

“Istighfar lu Ricky, hari akhir semakin dekat.” Sahut Reyhan yang ngeliat abang sama adeknya ini cekcok.

“Astagfirullah, eh tapi apa hubungannya?” Ricky jadi bingung.

“Ada, gak boleh ngatain yang lebih tua.” Bales Reyhan, dia ikut gabung sama mereka.

“Ya elah bang, gua kan cuma mau ngajak Hey Hayo bersama.” Ricky melipat tangan di depan dada, dia pengen ngambek sebenernya.

“Dihh, masa outfit sangar begini mau dance Tayo, nanti yang nonton malah kena mental.” Ujar Reyhan. Dia tau adeknya itu fans garis keras Enhypen, tapi liat kondisi juga dong.

“Ya udah kita dance mabok-linglung aja bang.” Saran Juan yang sekarang ikutan gabung juga.

“Mabok-linglung apaan?” Satya ngebug.

“Anuan, Drung-Dazet.” Jelas Sean, seinget dia tulisannya gitu :)

“Hah? Makin gak tau.” Satya jadi pusing.

“Drunk-Dazed bro, sorry if my english is very good.” Azka mengangkat bahunya.

Semuanya langsung natep julid ke Azka.

“What? That's the fact.” Ujar Azka. Ya emang gak salah sih.

“Ya udah serah lu. Ini jadi kaga dance nya?” Tanya Reyhan, dia udah siap-siap di aja.

“Sabar, baris dulu.” Mahesa ngasih tau masing-masing posisi yang pas buat mereka. Gini-gini dia jago di bidang seni musik juga.

Dan akhirnya mereka semua memutuskan untuk menari Drunk-Dazed bersama.

Terus pestanya gimana? Tenang mereka udah pro semua jadi bikinnya cuma sekali take aja.

“Bagus gak?” Tanya Ricky.

“Bagus-bagus.” Ujar Sean.

“Udah simpen dulu, editnya nanti aja, kita mending sekarang siap-siap ke atas.” Suruh Mahesa, soalnya sekarang udah jam 6.50 p.m.

“Iya bener, ayo keknya udah banyak yang dateng deh.” Ujar Reyhan, dia dapet notifikasi dari temen-temennya.

“Okey ayo!”

Mereka segera bergegas menuju lift untuk naik ke lantai 68, yaitu Restoran Henshin, dimana acara ulang tahun Reyhan berlangsung.

Sekilas info, Heshin Restoran adalah restoran tertinggi di Jakarta karena letaknya yang berada di atas gedung pencakar langit ini.

Dan bener aja, sesampainya mereka disana udah banyak temen-temen mereka yang lagi ngobrol sambil minum.

Reyhan emang sengaja nyiapin semua makanan dan minuman disana.

Bahkan gak cuma minuman biasa aja, minuman yang mengandung alkohol juga ada. Reyhan tau apa yang di sukai semua temannya itu.

“Yoo Reyhan, HBD ya bro!” Ucap salah satu teman Reyhan.

“Iya makasih ya bro.” Reyhan berjabatan tangan dengan temannya itu.

Reyhan pun sibuk menyalami para tamu yang datang.

“Pacar lu semua mana bang?” Tanya Ricky, pasalnya dia belum melihat tanda-tanda mereka berlima.

“Oh katanya lagi di lift sih.” Sahut Mahesa, dia baru baca chat dari Raina.

'Aduh, pasti nanti Shucy cantik banget, jadi gak sabar deh.' Batin Satya. Semoga aja nanti dia bisa berduaan sama pacarnya tanpa diganggu siapapun.

'Tau ih Bella lama banget, gak kangen apa sama Juan?' Batin Juan, dia udah gak sabar mau ngerjain Bella.

“Paling bentar lagi dateng, liat aja, gua pengen tau outfit mereka bakal kaya gimana.” Ucap Sean, dia penasaran banget sama penampilan mereka nanti.

“Eh itu bukannya mereka ya?” Azka menujuk ke arah lift.

Sekelompok gadis tengah berjalan memasuki area restoran, gaya mereka sangat badass dan savage hingga membuat semua orang di sekelilingnya mendadak tercengang.

Semua orang baru pertama kali melihat mereka, siapakah mereka itu?

Ya itu adalah Adya, Aletta, Bella, Raina dan juga Shucy.

Jelas hal itu membuat kelima pacar mereka+Ricky ikut tercengang dan melamun.

Apalagi ketika para gadis itu melewati mereka dengan santainya, tanpa menyapa ataupun melirik mereka sama sekali. Makin bingung lah para bujang ini, emangnya mereka salah apa?

Ide ini muncul saat para gadis berada di dalam lift. Berjalan layaknya seorang model terkenal dan pura-pura tidak mengenal pacar mereka sendiri, karena mereka adalah Big Brave Cat.

“Bang, itu mereka seriusan pacar lu kah?” Tanya Ricky.

Tapi gak ada jawaban.

Ricky ngeliatin abang-abang satu per satu, mereka semua bengong sampe gak kedip.

“Anjir sange semua lu yak!?” Teriak Ricky bikin orang-orang disekitar mereka nengok ke arahnya.

Dan kalimat itu bikin semua abangnya jadi sadar, iya mereka khilaf.

“Eh kaga anjir.” Elak Azka.

“Halah boong, itu lu ngeces bang.” Goda Ricky.

“Kaga ye bangke.” Azka ngelap mulutnya. Bener aja dia ngeces, kelamaan mangap sih ini.

'Abisan Aletta cantik banget kan gua jadi sange, eh astagfirullah Azka sadar.” Batin Azka sambil mukul palanya.

“Bang pegangin gua...” Satya megang pundak Mahesa. “ARGHH...!!”

“Ngapa lu?” Mahesa merinding takutnya Satya kesurupan.

“Pacar gua cantik banget bang, pengen gua culik rasanya.” Jujur Satya gemes banget sama Shucy. Bukannya gimana-gimana nih tapi ya emang secantik itu bagi Satya.

“Dih psikopat lu.” Sean ngatain Satya.

“Diem lu! Noh liat pacar lu, jagain kek nanti biar gua bisa berduaan sama Shucy.” Pinta Satya pada Sean.

“Yehh, mau berbuat zinah ya lu.” Tuduh Sean.

“Sembarangan lu.” Elak Satya. Ya walaupun niat kaya gitu ada juga, dikit tapi.

“Ya itu sih gampang nanti gua jagain, tapi ngapa gayanya Adya serem gitu dah. Cantik sih tapi... Gimana ya, gua ngeri anjir.” Sean ngerasa tatapannya Adya itu kek mau ngajak dia perang gitu.

“Kaga elah.” Satya meyakinkan.

“Ih Bella kok bajunya kaya gitu sih.” Juan natep Bella julid. Soalnya jelek kaya gembel gitu bahannya setengah-setengah.

“Tapi dia cantik banget lho, Ju.” Ricky tersenyum melihat Bella.

“Iya lah cantik, kan pacar Juan!” Juan menjulurkan lidahnya, pamer dia.

“Ihh gua rebut juga nih.” Ancam Ricky.

“Rebut aja kalo bisa.” Juan menampilkan senyum membunuhnya.

“Eh bang, btw pacar lu celananya mantep juga.” Bisik Azka pada Mahesa.

“Maksud lu apaan?” Mahesa masih belum konek.

“Itu si Raina.” Azka mengangkat dagunya untuk menunjuk ke arah Raina.

“Lah itu Raina!?” Mahesa baru sadar pacarnya itu pake celana haram kaya gitu, gak bisa di biarin ini.

“Eh mau kemana?” Azka nahan tangan Mahesa yang mau pergi itu.

“Nyamperin dia lah, aset gua itu gak boleh di umbar-umbar.” Ujar Mahesa, keliatan banget rautnya kesel gitu.

“Iya juga ya, anjir Aletta aset gua!” Azka ikut nyemperin pacarnya itu.

“Eh mereka pada mau kemana?” Tanya Juan.

Bukannya bales sisanya malah ngikutin dua abangnya itu dari belakang.

“Ihh tungguin gua kali.” Juan ngejar mereka.

. . .

To be continued...



#SweetBetrayal

Part 12 : Before The Party


[Mari Bersatu]
Motto » Prank Bang Reyhan Kuy😃
Ricky telah membuat grup "Mari Bersatu"
Ricky telah menambahkan Azka, Juan, Mahesa, Satya, Sean
Ricky telah menambahkan Aletta, Adya, Bella, Raina, Shucy

Ricky : P

Sean : Buseh grup apaan nih?

Azka : Eh ada pacar gua disini😍 Good evening my love😘

Aletta : Apaan nih? Ngapa gua sama temen-temen gua di undang ke grup buaya gini?

Azka : Aku bukan buaya beb, kamu tega banget ngatain pacar sendiri buaya🥺

Aletta : Diem, gak usah kek gitu, jijik tau gak?

Azka : Jahat...

Adya : Boleh mengundurkan diri dari sini gak? Pasti ini grup isinya orang bucin semua.

Sean : ^Lah ada lu juga disini?

Adya : Iya, ngapa? Gak suka? Keluar aja kalo gak suka.

Sean : Siapa yang bilang gak suka? Gua suka aja. Gak usah mancing keributan ya lu.

Adya : Siapa yang mancing keributan dah gua tanya? Gua kan cuma ngasih saran aja kalo lu gak suka ada gua disini ya keluar.

Sean : Lah kapan gua bilang gak suka? Kok lu jadi ngatur-ngatur sih.

Adya : Apaan sih lu? Gua gak ngatur ya.

Sean : Ya udah sih.

Aletta : Hmm gelud aja terus.

Azka : Kalo kita gak pernah gelud kan beb?

Aletta : Y

Juan : Lohh, ini grup apalagi? Perasaan grup kita banyak banget deh. Eh ada Bella ya? Bella mana?

Bella : Halo Juan😊

Juan : Haloooo, Bella kangen gak sama Juan?

Bella : Hmm.. kangen sih wkwk. Juan kangen gak?

Juan : Gak dong, ngapain kangen? Kan kita udah ketemu tadi😃

Bella : 😇

Raina : AHAHAHA NGAKAK ANJER.

Mahesa : Raina, gak boleh gitu sama temennya.

Raina : Lu ngetik apaan dah? Burem masa, fix itu pasti kutukan🗿

Mahesa : Hp lu perlu di servis berarti, apa mau gua ganti yang baru?

Raina : Mau dong, ip 12 ya mas😃

Adya : Boleh kick Raina dari grup ini gak sih? Alay bet bocahnya.

Raina : Ihh @Mahesa liat tuh, masa adek mau di kick🥺

Adya : Dih, aduan banget lu😒

Mahesa : Tapi bener kata Adya, Raina alay ya.

Raina : Ajg🙂

Mahesa : Heh, gak boleh kasar ya.

Raina : Itu artinya “astagfirullah jangan gitu” Mahesa ganteng.

Mahesa : Iya makasih gua emang ganteng.

Raina : Kesalahan gua ngetik gitu🙃

Bella : Wkwkwk ngakak🤣

Raina : ^Diam kau myt.

Juan : Myt itu mayat ya? Gak heran sih kalo Bella mirip mayat.

Raina : Bukann woyy, tapi monyet😭

Juan : Oh, mirip juga sih sama monyet wkwk.

Bella : Juann....😭

Adya : HAHAHAHA NGAKAKK BANGET JELEKK.

Aletta : Sabar ya Bella, kamu pasti kuat wkwk.

Azka : Juan siapa yang ngajarin gitu?

Sean : Astagfirullah Juan🤦🏻‍♂️

Mahesa : Heh, Juan gak boleh gitu, cepet minta maaf.

Juan : Maaf ya Bella, ingat kamu harus kuat. Kita berjuang bersama-sama, tapi kalo Bella jatoh Juan bakal ketawain😃

Bella : Iya Juan😇

Sean : Btw bang Sat sama pacarnya mana dah?

Satya : Apaan dah gua abis boker.

Juan : Dih bang Sat boker mulu dah, mencurigakan🌝

Satya : Mang ngapa sih? Mau gua boker kek, mau gua main solo juga bukan urusan lu ye Jubaedah.

Azka : Sat, disini banyak cewe anjirr

Satya : Lah iya, ini grup apaan anjing!? Kok ada pacar gua juga

Shucy : Eh Shucy baru liat, notifnya baru muncul pas Shucy buka aplikasinya.

Bella : Lagi error mungkin aplikasinya.

Juan : Ihh Bella sok tau nih.

Bella : Kan mungkin...

Shucy : Iya mungkin. Btw main solo itu apa? Nyanyi?

Satya : Eumm... Iya hehehe... Mau ikutan gak?

Sean : Udah stres orang diatas gua.

Aletta : Eh lu kalo ngetik tolong dikondisikan ye, awas aja lu gak gua restuin lagi.

Adya : Tau lu, gak boleh ketemu Shucy lagi, mampus.

Satya : Aduh iyaa ampun, becanda doang kali, serius amat sih.

Azka : Galak banget kamu beb @Aletta.

Aletta : Apa lo? Mau belain temen lo?

Azka : Gak gituu..

Shucy : Mau ikut dong kak, Shucy mau sekalian belajar nyanyi bareng kak Satya.

Raina : T-tapi itu bukan nyanyi😭

Mahesa : Sstt.. jangan di kasih tau.

Raina : Oh iya🌚

Bella : Anjir lu berdua wkwkw.

Shucy : Emang yang bener apa?

Satya : Udah jangan di dengerin, mereka semua ngibul, itu bener nyanyi kok, sumpah.

Shucy : Oke, ayo kapan? Mau main Ice Skating lagi kak🥺

Satya : Iya nanti hari libur kita jalan-jalan.

Shucy : Beneran nih? Gak boong?

Satya : Iya beneran.

Juan : Kalo boong abis ini Bella kepeleset ya.

Bella : Kok jadi aku Juan?😭

Juan : Buat contoh aja.

Satya : Eh yang bikin grupnya mane dahh? Ini sebenernya grup buat apa sihh? Mau ngeprank Reyhan?

Ricky : Jadi gini wahai abang-abang ku yang jelek beserta pacarnya yang cantik. Tak ku sangka ternyata kalian semua sangat akur ya. Sebelumnya kita salam kenal dulu, biasalah silaturahmi🤗

Adya : Mohon maaf nih, siapa yang pacaran njeng!?

Sean : Iya perasaan gua gak pacaran dah.

Adya : Tuh kan bener, lu salah masukin orang. Sorry gua single.

Sean : Ah masa?

Adya : ^Bct.

Raina : Ku mencium bau-bau jadian🌚

Shucy : Adya sama Sean jadian???

Bella : Ciee.. cieee..

Adya : Kaga ye babi.

Sean : Kaga salah lagi :)

Adya : ^Bgst.

Aletta : Kok lu semua mau sama buaya sih?

Azka : Berarti aku bukan buaya ya beb?

Aletta : Lu makhluk tak kasat mata.

Mahesa : Loh, jadi kalian semua pacaran? Sejak kapan? Diem-diem aja.

Raina : Kiw @Mahesa, kita langsung nikah aja skuy.

Mahesa : Hah? Gimana-gimana?

Bella : Anjirr Raina wkwk.

Adya : Raina ngebet banget anj.

Aletta : Jangan mau kak, Raina anaknya bikin beban.

Azka : ^Mau juga gak beb?

Aletta : G diem, gak usah ikut-ikutan.

Shucy : Yeyy prasmanan🎉

Satya : ^Kita nyusul juga yuk.

Shucy : Bolehh.

Satya : Oke, meluncurr~

Aletta : Gak gua restuin lu berdua.

Adya : ^2

Satya : Oasu.

Raina : Apa sih lu semua heboh bener, orang becanda doang. Ye gak @Mahesa?

Mahesa : Tapi kalo mau beneran gpp sih, ayo aja.

Raina : Avv🥰

Adya : Skip, lu berdua mending ngobrol di pc aja deh, jangan disini, geliii anj.

Sean : Bilang aja lu iri kan? Mau gak di gituin juga?

Adya : ^Bct blur

Juan : Emang kenapa kalo pacaran? Ricky mau bagi-bagi hadiah ya?

Ricky : Gak juga sih.

Juan : Yah, padahal Juan sama Bella udah pacaran.

Aletta : Lah Bella jadian sama Juan?

Adya : Demi apa sih? Kok gak bilang-bilang asw.

Bella : Baru jadian tadi hehe...

Juan : Jadian? Kita manusia jadi-jadian Bel?

Bella : Gak gitu Juan😭

Shucy : AHAHAHAH manusia jadi jadian😭

Raina : Anjirrr nih anak.

Adya : Dah lah Bel, keknya gak ada gunanya lu pacaran.

Aletta : Sianan dah Bella.

Sean : Ju, maksudnya jadian itu pacaran.

Juan : Ohh, kirain.

Azka : Adek gua gini amat ya.

Mahesa : Juan, udah besar ya sekarang, tiba-tiba udah pacaran aja.

Juan : Di ajarin Sean, bang.

Sean : Anjir lu Ju🙃

Juan : Lah bener kan?

Sean : :)

Satya : Udeh lanjut @Ricky, kalo ngasih info tuh jangan setengah-setengah asu.

Ricky : Sabar... Gua butuh bantuan kalian buat ngeprank Reyhan.

Mahesa : Caranya?

Ricky : Bang Sat pura-pura kecelakaan biar Bang Rey panik, abis itu kita surprise-in deh😃

Satya : Lah kok jadi gua?

Ricky : Kau pandai berakting bang.

Satya : Jnck.

Azka : Bentar, Reyhan dimana sekarang? Masih di asrama kan?

Ricky : Dia udah kesana duluan bang.

Sean : Gak usah ngeprank-ngeprank ah ribet, mending kita langsung dateng aja, gak usah bawa apa-apa, cukup bawa nyawa😃

Juan : Juan setuju sih sama Sean, itu ide paling bagus.

Satya : Baru kali ini gua setuju sama anak tuyul itu.

Sean : ^Dihhh😒

Ricky : Yeh, jnck. Kalo yang lain gimana?

Aletta : Terserah, kita mah ikut aja.

Adya : ^2

Shucy : Berarti Reyhan lagi repot dong sekarang? Kalian emang gak bantuin dia?

Satya : Pengennya sih gitu, tapi dia gak bilang apa-apa sama kita, tetiba udah disana aja dia.

Bella : Mending kita batuin dia, atau gimana gitu?

Raina : Tau lu, parah banget temen lu sendirian disana.

Mahesa : Ini kita juga niatnya mau nyusul kesana, emang kalian mau ikut juga?

Raina : Mau ikut tapi gua belom ngapa-ngapain hehe...

Adya : Sama, ini baru jam 4 ya.

Shucy : Kesana yukk, kita bantuin Reyhan.

Satya : ^Aku jemput ya.

Shucy : Iyaa, aku tungguin.

Ricky : Tapi keknya yang ngurusin pesta itu pegawai hotelnya deh, paling Reyhan lagi rebahan di kamar hotel sekarang.

Azka : Iya juga sih.

Sean : Eh bang Reyhan gua masukin sini ya.

Ricky : Ya udah sok atuh.

Sean : Lu aja deh, adminnya kan lu doang😒

Ricky : Oh iya lupa hehe..

Ricky telah menambahkan Reyhan

Reyhan : Grup apaan nih? Kok mottonya ngeprank gua? Bener-bener lu semua.

Ricky : Chill bang, gak jadi ngeprank kita.

Reyhan : Terus?

Ricky : Ya gak jadi, surprise bang Rey😃🎉

Reyhan : :)

Mahesa : Gini Rey, kita semua ada inisiatif mau bantuin lu disana, lu lagi sibuk kan pasti?

Reyhan : Sebenernya sih gak bang, gua disini cuman pengen liat progressnya aja udah sampe mana, cocok gak sama ekspektasi gua.

Satya : Berarti lu gak butuh nih?

Reyhan : Ya kaga, gua aja sekarang lagi rebahan di kamar hotel.

Ricky : Tuh kan apa gua bilang.

Reyhan : Eh tapi kalo kalian semua mau dateng duluan gpp sih, khusus kalian aja nih tapi.

Azka : Eh beneran Rey? Kita ngapain disana?

Reyhan : Ya kalo lu pada sini lah temenin gua anjir, sisanya ikut aja gpp gak perlu bawa apa-apa. Nah kalian cukup dandan biasa dulu, nanti segala make over dan pakaian buat party bakal disediain disini.

Sean : Mantap banget dah bang Rey emang the best.

Juan : Yey, cukup bawa nyawa aja😃

Mahesa : Serius lu Rey? Gak ngerepotin lu?

Reyhan : Santai bang, gua gabut lagian. Oh iya Aletta, Adya, Bella, Raina sama Shucy jangan canggung ya, anggap aja kita temen deket, anggap keluarga juga gpp.

Azka : Nahh, betul ituu..

Satya : Iya kalo ada yang mau di tanyain bilang aja, gak usah malu-malu.

Aletta : Ini serius kak? Kita boleh ikut juga?

Reyhan : Harus ikut dong, masa gak sih.

Raina : Wehh, makasih banyak ya kak Reyhan baik banget sumpah🥺

Shucy : Iya makasih banyak ya kak, Shucy gak tau harus bilang apa lagi selain makasih, Kak Rey baik banget.

Adya : Iya sumpah kak Reyhan baik banget, gila sih, maafin kita ya kalo beberapa hari lalu gak sopan sama lu.

Aletta : Iya bener tuh, gua minta maaf banget pernah bikin kekacauan di kelas lu kak, maaf juga kalo kelakuan gua gak sopan sama lu.

Bella : Bella juga minta maaf ya kak, kita gak bakal kaya gitu lagi kok, janji.

Reyhan : Loh, kok lu semua jadi minta maaf sih? Santai aja kali, kalian bukannya udah minta maaf ya? Gua itu udah maafin kalian, gua tau anak-anak macem kalian ini pasti disuruh sama orang yang gak bertanggungjawab kan? Coba ngaku siapa yang nyuruh kalian nyari masalah sama gua?

Adya : Loh pasti tau persis siapa dalang di balik ini semua, dia dulu mantan lu kok kak.

Aletta : Iya lu bener banget kak, kita emang terpaksa ngalakuin semua itu. Kalo lu nanya orang yang nyuruh kita, lu kenal banget siapa dia, bahkan temen-temen lu juga pasti tau.

Shucy : Iyaa, namanya Dinda, kakak kenal kan?

Raina : ^Lah dia langsung to the point aja.

Bella : Gpp bagus, Dinda emang penyebab semua ini, dia bilang bakal ngasih kita uang kalo misi kita berhasil. Tapi apa? Sampe sekarang kita gak dapet uang samsek.

Juan : Sabar ya Bella, itu buka rejeki mu berarti.

Reyhan : Oh dia toh, pantesan aja.

Mahesa : Rey, sebenernya kita udah tau hal ini, maaf ya kita gak ngasih tau lu.

Azka : Iya Rey, gua takut lu nya malah trauma.

Sean : Tenang bang Rey, meskipun gitu, kita terus ada di sisi lu kok bang, kita bakal lindungin lu dari nenek lampir itu.

Juan : Bener tuh kata Sean.

Ricky : Tapi menurut kalian si Dinda itu udah berlebihan gak sih? Dia keknya obsesi banget sama lu bang.

Reyhan : Gak tau, udah gila kali dia. Bodo amat lah mau dia ngapain, gua juga gak peduli, dia udah bikin banyak orang celaka.

Satya : Iya bro, lu tenang aja, gua pastiin abis ini dia gak bakal lagi ganggu hidup lu.

Reyhan : Iyaa, makasih ya semuanya. Oh iya sama satu lagi, kalian nanti bakal di jemput sama bodyguard gua ya.

Ricky : Di jemput pake mobil mewah kan bang?

Reyhan : Iyee.

Mahesa : Iya makasih banyak ya Rey, gua gak nyangka lu bakal nyiapin semua ini, semoga semua kebaikan lu akan dibalas suatu saat nanti.

Satya : ^2

Azka : ^3

Ricky : ^4

Sean : ^5

Juan : Ikutan ah ^6

Reyhan : Hadeh, liat nih cowo lu pada, bisanya ikut-ikutan doang.

Raina : Huwaa makasih ya Kak Reyhan udah kaya malaikat penolong buat kita semua🥺 Btw, emang cuma @Mahesa doang yang keren, yang lainnya gembel.

Mahesa : Iya dong, makasih dek.

Aletta : Makasih lagi ya kak Reyhan, biarin aja nanti mereka masuk nerakanya juga ngikut.

Azka : Eh kok kamu gitu sih beb, kamu doain aku yang gak bagus nih.

Aletta : Ya makanya kalo ngucapin itu yang bener, malah nulis angka.

Azka : Makasihhh banyak yaa Reyhannnn, lu baik banget sumpahhhh🙏🏻

Aletta : Good.

Shucy : Kak Satya juga tuh, masa ngetik angka doang, coba ucapin yang bener, jangan gitu jelek.

Satya : Astagfirullah iya. Makasihh Reyhan sohib gua yang paling holkay diantara kita.

Adya : @Sean lu juga kalo ngucapin tuh yang bener, sama temen sendiri masa gitu, kena azab lu.

Sean : Anjir lu, iya ini baru mau ngucapin. Makasih banyak bang Rey, gua jadi hemat bensin nih hehehe...

Adya : Ih bloon.

Sean : Apa sih? Gua udah bilang makasih ye, salah terus gua.

Bella : Ayo Juan sama Ricky juga ucapin.

Juan : Makasih bang Rey.

Ricky : Iya makasih bang Rey Btw Bel, kalo Juan gak bisa jadi pacar yang baik, gua siap kok gantiin dia.

Bella : Hah? Maksudnya?

Ricky : Catet aja Bel kata-kata gua.

Juan : Lah gimana? Mending kita sama-sama jagain Bella, ya kan Ric?

Ricky : Boleh banget.

Bella : Eh apa nih?

Reyhan : Yeh bocah malah bucin. Dah mending lu semua rapih-rapih jam 5 mobilnya bakal jemput kalian. Kalian ngumpul aja biar nanti gampang.

Shucy : Iya kebetulan kita emang lagi mau ngumpul di rumah Shucy sih.

Reyhan : Nah bagus tuh, nanti kalian di jemput disana ya, kasih tau aja alamatnya dimana.

Shucy : Ok nanti Shucy share loc deh.

Reyhan : Sip.


[Kucing Jelek Besar Yang Berani]
Motto » Nanti Bella Ngedance Black Mamba🐍

Bella : Apaan nih kok mottonya gitu?

Raina : Iya lah, lu kan anak dance Bel, coba nanti ngedance black mamba disana, siapa tau langsung pemes.

Bella : Gak mauu anjir malu, nanti Juan ilfeel lagi sama gua.

Aletta : Gpp, gua setuju sih kalo lu banyak tingkah disana, siapa tau Juan malah makin cinta.

Shucy : Betull, nanti Shucy semangatin Bella, pokoknya harus heboh biar Juan liatt.

Adya : Iya Bel, gua teriakin nama lo paling kenceng nanti biar orang-orang langsung pada notis.

Raina : Iya pasti nanti meriah banget pestanya, ye gak Bel?

Bella : Ihh malu-maluin anjirr, yang ada gua langsung di putusin sama Juan😭

Aletta : Et kaga, lu percaya sama kita, kita bakal dukung lu dengan sepenuh hati.

Bella : Tapi kalian ikut ya.

Shucy : Kita gak bisa ngedance black mamba, jadi Bella aja ya. Tapi Bella jangan sedih, ingat kita bakal nyemangatin Bela.

Bella : Lahh masa gua doang sendiri😭

Adya : Iya gpp Bel, demi Juan, lu harus heboh.

Raina : Semangat Bella, lop you😘

Aletta : Iyaa hwaiting Bella bol.

Bella : Anying wkwk.

Shucy : ^Ehh Bella kasar, capture this📸

Raina : AHAHAHAHA AKHIRNYA.

Aletta : Wahh bilangin Juan nih.

Adya : Parah sih Bella kasar banget, kasih tau Juan ah.

Bella : Eh jangan anjir😭

Raina : Canda Bel. Sapa yang udah otw ke rumah Shucy?

Aletta : Ini gua udah di rumah Shucy.

Adya : Gua bentar lagi sampe.

Bella : Sama gua juga bentar lagi.

Raina : Lu semua ngapa gece banget dah, gua aja baru mau otw.

Adya : Yeh, lu mah gitu mulu, kita janjian kapan eh ujung-ujungnya ngaret.

Raina : Ngaret adalah tujuan hidupku😃

Aletta : Si pea.

Shucy : Udah ayuk pada gece udah jam setengah 5 nih.

Raina : Y.

Adya : Gua dah sampe elah.

Bella : Sama nih, tungguin gua dong.

Raina : Anjir setan semua ya lu tetiba sampe.

Aletta : Bct, mending lu ngebut sekarang.

Raina : Iye sabar.


Inilah gambaran dari rumah Shucy.

Mereka kini sedang berada di rumah tamu.

Seperti biasa, setelah kelima gadis itu tiba di rumah Shucy, mereka pun langsung bergibah mengenai berbagai hal.

Mulai dari Kpop, game, makanan & minuman, hingga membahas masalah Dinda beserta pacar mereka sendiri.

“Eh, Dinda nge-chat gak di grup?” Tanya Aletta.

Lebih tepatnya, dia menyuruh temannya itu untuk melihat grup chat.

Adya membuka ponselnya. “Kaga sih, emang kenapa?”

“Mulai sekarang jangan bales chat dia lagi.” Perintah Aletta.

“Emang kenapa?” Raina nampak bingung.

Pasalnya mereka kan masih punya misi dengan gadis itu, ya walaupun mereka tidak akan melakukannya juga.

“Kita kan gak mau berurusan lagi sama Dinda, jadi buat apa kita masih ngeladenin dia?” Ujar Aletta. Lagipula dia sudah lelah dengan semua omong kosong Dinda.

“Bener juga sih.” Bella mengangguk setuju.

“Ya udah, gua gak bakal bales chat dia lagi deh.” Raina sebenarnya sudah menantikan momen ini sejak lama.

“Kalo perlu blok sekalian nomernya.” Saran Adya.

“Ok, siap.” Bella mengacungkan jempol.

“Dia beneran gak nanyain apa-apa gitu?” Tanya Shucy. “Tumben banget.”

“Tau ya, biasanya dia suka mastiin kita sebelum beraksi, kek nyemangatin gitu kan?” Sahut Raina.

“Iya tumben banget gak nge-chat, apa dia tidur?” Tebak Aletta.

Menurut mereka ini cukup aneh, biasanya Dinda akan mengirimi pesan agar mereka tidak lupa dengan misi serta sebuah dukungan di akhir. Tapi kali ini tidak terjadi percakapan apapun diantara mereka.

“Bukannya dia bilang lagi sakit ya?” Tanya Bella polos.

“Yeh, itu mah ngibul doang dia.” Adya memukul kepala Bella.

“Emang?” Bella ngebug.

“Dia aslinya gak sakit, dia cuma bohong sama kita.” Jelas Shucy.

“Terus kenapa dia gak masuk sekolah?” Bella sepertinya mengalami amnesia.

“Ya kan dia lagi skors Bella bol, nanya lagi gua slepet ya mulut lu.” Raina menunjukkan karet gelang yang dia temukan di meja.

“Oh iya ya, gua baru inget.” Bella tertawa canggung, teman-temannya ini seram sekali kalau sedang emosi.

“Eh btw, kita beneran di jemput pake mobilnya Reyhan?” Aletta baru ingat kalau mereka akan di jemput.

“Nah iya, Reyhan udah bales belom?” Bella memastikan.

“Udah nih, katanya lagi di jalan.” Balas Shucy seraya menunjukkan chatnya dengan Reyhan.

“Wah anjir, mobil apaan ya nanti?” Bella sudah membayangkan hal-hal yang luar biasa saja.

“Lu kan gak ikut Bel, lu jaga rumah Shucy egoo.” Jahil Raina.

“Iya lu disini aja ya, ntar pingsan lagi kalo maksain ikut.” Sahut Adya, ikut menjahili Bella.

“Iya malah bikin repot.” Lanjut Aletta.

“Bella jagain rumah Shucy ya, semangat!” Shucy menepuk bahu Bella tanpa dosa.

“Ihh kok gituu, gua kan di undang juga kesana.” Bella cemberut.

Masa iya dia mau di tinggal sih? Dia kan juga ingin merasakan sensasi pesta mewah di sebuah hotel, apalagi bertemu pacarnya, Juan.

“Gak sih, nama lu aja di coret tuh kata Reyhan?” Raina ngibul.

“Demi apa sih? Mana?” Bella kaget. Dia sebenarnya tidak percaya tapi setelah melihat eskpresi teman-temannya yang serius membuatnya jadi panik sendiri.

Dan benar saja. Bukannya menjawab, mereka semua malah menertawakan kebodohan Bella.

“Ih kok malah pada ketawa sih?” Bella makin cemberut, kenapa sih temannya ini suka sekali menjahilinya.

“Kaga elah bercanda doang.” Raina merangkul Bella. “Lu ikut Bel, tapi masuk bagasi ya?”

“Anjir gak mauu...” Bell langsung melepas rangkulan Raina.

“Yahh ya udah gak boleh ikut.”

“Lah...”

“Kaga Bel, lu mau aja di kibulin ama anak setan macem Raina.” Ujar Adya, dia prihatin melihat Bella yang ternistakan terus.

“Bangke, gak usah ngatain gua juga ya monyet.” Sahut Raina merasa tak terima.

“Lah lu ngatain gua juga babi.” Balas Adya tak mau kalah.

“Heh, udah-udah.” Aletta melerai kedua bocah tersebut. “Ribut mulu lu berdua, mending sekarang diem deh.”

“Iya, ayo di abisin cemilannya.” Shucy menunjuk cemilan yang menganggur di atas meja.

Dan suasana pun hening seketika. Mereka melanjutkan acara makan cemilan sembari menonton kartun yang sedang tayang di televisi.

“Eh gua mau nanya.” Bella tiba-tiba membuka suara. “Ini kita beneran gak apa-apa pake baju biasa kaya gini?”

“Lu doang Bel yang bajunya biasa, kita semua perasaan kece gini.” Celetuk Raina.

“Apaan, gua yang bajunya paling biasa ya.” Adya membenarkan, karena menurutnya penampilannya paling sederhana, yakni hanya mengenakan sweater dan celana jeans.

“Kita semua bajunya biasa elah, chill.” Sahut Shucy.

“Iya bener, lagian kata Reyhan ntar kita bakal ganti baju disana.” Aletta mengingatkan.

“Menurut kalian kita bakal pake dress atau baju swag gitu?” Tanya Bella. Dia sih tidak masalah apabila mengenakan diantara itu, toh pakaian disana pasti akan bagus dan mewah.

“Gak mau pake dress, panas.” Balas Adya, dia tidak suka mengenakan pakaian seperti itu kecuali terpaksa.

“Setuju, gua juga gak mau.” Raina pun juga tidak menyukainya.

“Request aja nanti.” Usul Bella.

“Request? Lu kira apaan anjir.” Raina memukul pelan sikut Bella.

“Chill, paling kita milih sendiri mau pake baju apa.” Ucap Shucy. Dia pusing dari tadi temannya ini ribut terus.

“Bener juga sih.” Bella mengangguk.

“Lagi dress code-nya black, berasa mau ngelayat aja kita.” Raina tertawa.

“Ya walaupun gitu gak mesti item-item semua juga gila, harus ada warna lain.” Ujar Aletta.

“Iya sih.”

“Nah itu tandanya Bella harus dance Black Mamba.” Celetuk Shucy.

“Ihh gak mau...” Bella menggeleng kuat.

“Eh biar Juan liat.” Adya menepuk bahu Bella.

“Kaga-kaga, bisa di putusin gua sama dia.” Bella sudah membayangkan hal buruk jika dirinya benar-benar melakukan tarian itu.

Bella sebenarnya bisa melakukan tarian Black Mamba dengan baik, terlebih lagi dia mengikuti ekskul dance. Namun tarian tersebut memerlukan tenaga yang kuat serta kepercayaan diri yang tinggi, dan itu salah satu kelemahan Bella.

“Ya makanya lu dance yang bagus biar Juan bangga.” Aletta mendukung Bella.

“Iya jangan kaya cacing kepanasan.” Sindir Adya.

“Dance fever aja Bel, siapa tau Juan malah ikutan nanti.” Usul Shucy, dia tau temannya ini sangat menyukai lagu itu.

“Nah boleh tuh.” Bella tiba-tiba saja setuju.

Ya, kalau fever Bella memang sudah mempelajarinya sejak lama, bahkan seluruh teman ekskulnya selalu menarikan lagu itu. Jangan lupakan Ricky si fanboy Enhypen.

“Lah kalo fever aja mau lu.” Aletta tak habis pikir dengan temannya itu.

Bella tertawa setelahnya.

“Skip, ntar malah bikin malu.” Adya jadi tak yakin.

“Gak dong, gua jago kalo fever.” Ucap Bella penuh percaya diri.

“Iya gak apa-apa, terobos Bel, ntar gua videoin.” Ujar Raina.

“Mantap.”

“Yeh, bocah stress.” Aletta menggelengkan kepalanya.

Setelah menunggu selama 30 menit, akhirnya mobil yang mereka tunggu-tunggu pun tiba.

“Eh kata Reyhan mobilnya udah sampe tuh di depan rumah.” Shucy memberi kode pada temannya untuk bersiap-siap pergi.

“Mana dah mau liat?” Mereka berlari keluar rumah untuk melihat mobil mewah itu.

Ternyata mobil tersebut adalah Luxury Limousine.

“Wuahhh...”

“Ya! Daebak-ida!”

“Gilaa ini seriusan kita naik ginian?”

Berbagai kalimat kagum mereka lontarkan begitu saja karena masih belum percaya, apakah ini mimpi?

Tiba-tiba seorang pria berjas hitam keluar dari pintu depan, menjelaskan maksud tujuannya dengan ramah. “Apa benar ini rumah dari nona Shucy?”

“Iya benar, saya sendiri.” Balas Shucy.

“Begini, saya mendapat tugas dari tuan Reyhan untuk mengantar anda dan teman-teman anda.” Jelasnya.

“YEYYYY KITA MELUNCURR!” Sorak Raina sambil meloncat kegirangan.

“HEH!” Adya menabok Raina agar diam. “Maaf pak, dia emang rada gila anaknya.”

Pria itu terkekeh. “Nggak apa-apa, ayo silahkan masuk.” Pintu mobilnya terbuka ke atas secara otomatis.

Mereka berlima melangkah masuk ke dalam dengan bahagia.

Kira-kira beginilah interior di dalam mobil tersebut.

Baru saja masuk, mereka langsung disuguhi dengan...

“SURPRISE!”

“HUWAA!”

Mereka berlima seketika syok. Bagaimana tidak? Ternyata di dalam mobil ini bukan hanya mereka saja, melainkan teman asrama Reyhan juga, atau lebih tepatnya pacar mereka sendiri.

“Eh...?” Shucy bingung.

“Lah, kok ada mereka sih!?” Adya kesal.

“Iya dong... Mari kita bersatu!” Seru Ricky.

“Yah, gak seruu anjing!” Aletta kecewa, dia kan ingin bersenang-senang dengan temannya.

“Loh beb, ada pacarmu loh!” Sahut Azka seraya melambaikan tangannya.

“Emang kita kenal?” Aletta menatap sinis ke arah Azka.

“Astagfirullah...” Azka mengsedih.

“Sini kalian duduk!” Mahesa menunjuk beberapa kursi yang kosong.

“Eh jaga jarak ya, cewek sama cowok gak boleh nyampur.” Perintah Adya.

“Lah kok gituu sih?” Protes Satya. Dia kan ingin duduk bersama Shucy masa dilarang sih.

“Apa lu? Mau gua tendang keluar?” Ancam Adya tak main-main. Firasatnya selalu buruk ketika melihat lelaki hidung belang itu.

“Dih galak amat pacar lu.” Satya menyenggol lengan Sean.

“Ya emang lu mau ngapain bang kalo nyampur? Otak lu kan sangean.” Sindir Sean.

“Yeh, asu.” Satya kesal. Tidak ada gunanya dia meminta bantuan Sean.

“Pokoknya misah, lu cowok-cowok duduknya rada di belakang, biar kita cewek-cewek duduknya di depan.” Ujar Adya dengan serius.

“Eh mendingan di belakang anjir, bisa selonjoran.” Saran Raina.

“Diem duluuu..”

“Gak bisa gitu lah, jangan rasis.” Satya masih tak mau kalah.

“Loh apa? Ini bukannya rasis tapi...”

Dan mereka pun terus berdebat seperti itu. Tanpa mereka sadari sang supir hanya bisa menghela nafas sabar mendengarkan keributan mereka.

“Bella sini duduk di samping Ricky!” Ricky melambaikan tangannya.

“Oh hai, katanya gak boleh nyampur duduknya.” Bella tidak berani kesana.

“Boleh, udah sini cepetan.” Bisik Ricky.

Bella memberanikan diri untuk duduk disana, tanpa sepengetahuan Adya tentunya.

“Juan ngapain?” Tanya Bella. Dari tadi Juan hanya fokus pada layar ponselnya.

“Lagi main Subway Surfers, jangan di ganggu nanti dia ngomel-ngomel.” Ricky meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

“Apaan sih sotoy.” Juan menjeda game-nya. “Sini Bel mau duduk di samping gua apa duduk di pangkuan gua?”

“Hah?” Bella ngebug.

“Juan bercanda Bel, ayo duduk sini.” Juan menepuk tempat kosong di sampingnya.

“Bella mau permen gak? Nih gua ada permen chupa chups banyak.” Tawar Ricky.

“Bella doang? Gua mana Ric?” Pinta Juan.

“Lu main dulu, kalahin skor gua, baru dah ntar gua kasih permen juga.” Ujar Ricky.

“Yehh anjir...” Juan kembali melanjutkan game yang sempat tertunda itu.

“Nih Bel permennya.” Ricky memberikan satu buah permen batang.

“Makasih Ricky...” Bella menerimanya dengan senang hati.

“Kita nonton video tiktok aja kuy, jangan gangguin Juan.” Bisik Ricky, dia memasangkan sebelah airpod-nya di telinga Bella.

Bella hanya bisa terdiam melihat perlakuan Ricky, lelaki itu menunjukkan layar iPad-nya untuk mereka tonton.

Sedangkan Juan yang tengah asyik bermain game, kini mulai bersandar di bahu Bella.

Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan Bella?😃

Raina tidak peduli dengan perdebatan teman-temannya itu. Dengan santai dia berjalan ke kursi belakang yang kebetulan kosong, dia mau rebahan disana.

“Dek, mau duduk di mana?” Tanya Mahesa.

“Di belakang, mau juga?” Tawar Raina, sekalian dia mau memanfaatkan pacarnya itu.

“Boleh.” Mahesa pun berdiri dan menduduki kursi belakang dekat jendela.

Raina membuka sepatunya kemudian berbaring di pangkuan Mahesa.

“Eh ngapain?” Mahesa tidak menduga hal ini akan terjadi.

“Tiduran lah.” Ucap Raina santai.

“O-oh oke.” Mahesa mulai mengusap lembut rambut pacarnya itu.

“Eh, liat deh ini kucingnya lucu banget.” Raina menunjukkan ponselnya.

“Iya lucu, kaya adek.” Gombal Mahesa.

Raina memukul pelan lengan Mahesa. “Sa ae lu beruk.”

“Beneran loh.” Mahesa mencolek batang hidung Raina.

“Iya makasih mas He, jelek.” Raina menjulurkan lidahnya.

“Heh, kamu ini ya...” Mahesa mencubit gemas pipi sang empu.

“Ihh sakitt mas.. bercanda doang tadi...” Raina tertawa.

Satya yang melihat adegan itu jelas iri, dia kan juga mau begitu dengan Shucy, tapi Adya selaku temannya malah melarang mereka untuk duduk bersama.

“Ish.. udah lah duduk dimana aja boleh, ngapa ribet banget sih lu!” Satya lelah, dia ingin duduk dengan Shucy sekarang juga.

“Justru ini biar gak terjadi pecel lele!” Tegas Adya. “Heh temen gua mana lagi kok segini doang?”

“Itu temen lu pada pacaran di belakang.” Tunjuk Azka. Jujur, dirinya juga ingin duduk dengan Aletta.

“Heh Bella kok lu udah duduk aja sih?” Adya kesal, sejak kapan Bella duduk disana?

“Gua yang nyuruh, dia pacar gua.” Sahut Juan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

Bella yang mendengar hal itu seketika baper dan salah tingkah, Juan kalau sudah begitu damage-nya gak main-main memang.

“Oh, ya udah.” Adya rela saja kalo Bella bersama Juan. “Raina lu ngapain anjir berasa di rumah sendiri!?”

Raina menoleh ke arah Adya tanpa merubah posisinya. “Elah mang ngapa sih? Mending lu pada duduk dah daripada ribut mulu, berisik tau gak?”

“Iya bener tuh, udah lah Shucy duduk bareng gua aja.” Celetuk Satya.

“Iya Shucy duduk sama kak Satya aja ya Adya, gak apa-apa kan?” Tanya Shucy.

“Apa-apaan? Gak ya!” Larang Adya.

“Adya, mending lu duduk dulu deh, gak kasian apa sama temen lu yang belom duduk itu?” Sean mencoba mendinginkan suasana.

“Iya bener itu, duduknya bebas aja.” Ucap Satya pantang menyerah.

“Beb, duduk sama gua sini, gua gak gigit kok.” Azka menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya.

“Yang bilang lu gigit siapa coba? Gak jelas.” Meskipun begitu, Aletta tetap menduduki tempat di samping pacarannya itu.

“Yeyyy... Aletta duduk samping gua!” Sorak Azka senang.

“Loh Al, kok lu duduk samping dia sih!?” Adya makin kesal, kenapa teman-teman ini jadi pada batu semua sih.

“Udah elah, masalah duduk mah bebas aja, daripada gak duduk sama sekali.” Aletta mengambil cemilan yang ada disana lalu memakannya bersama Azka.

“Tuh dengerin temen lu, ayo Shucy duduk sama kakak.” Satya memberi isyarat pada Shucy untuk duduk di sampingnya.

“Apaan lo!? Kaga boleh ya!” Protes Adya.

“Et dah Adya, mending lu duduk samping gua sini daripada ribut mulu.” Sean menarik lengan Adya agar gadis itu duduk bersamanya.

“Lu harusnya bantuin gua kek, malah ngebelain dia.” Adya memutar matanya.

“Udah diem, duduk yang manis.” Sean menepuk kedua bahu Adya.

“Nyebelin...” Gumam Adya, tapi setelah itu dia meletakkan kepalanya di bahu Sean.

“Iye dah serah lu, sekarang mending tidur.” Ujar Sean sembari merangkul sang pacar.

“Gak bisa tidur...” Keluh Adya.

“Ya udah ngapain kek gitu, buka tiktok atau dengerin lagu.” Usul Sean.

“Gak ada kuota...”

“Ya udah nih pake hape gua.” Sean memberikan ponselnya pada Adya. “Eh kita selfie dulu yuk, belom pernah kan kita.”

“Oh iyaa, ayoo.” Dan mereka pun menghabiskan waktu dengan berselfie ria.

Sekarang kita beralih pada pasangan yang di tentang ini, Satya dan Shucy.

“Kan, ujung-ujungnya kamu duduk sama kakak juga.” Satya mengusap lembut rambut Shucy.

“Iya kak Satya...” Shucy tersenyum manis hingga membuat Satya gemas, lelaki itu pun mencubit pipi pacarnya.

“Emang kalian doang ya bisa uwu-uwuan? Kita juga bisa.” Pamer Satya pada pasangan Mahesa dan Raina.

“Eh? Ngapa dah?” Raina bingung.

“Gak, gak apa-apa.” Satya membuang muka dan kembali fokus pada Shucy.

“Lahh gak jelas.” Raina menggelengkan kepalanya, tidak mengerti.

“Biasa dia mah kalo lagi bucin emang suka gila.” Bisik Mahesa.

“Ohhh..”

“Ih kamu ngapain kaya gitu sih?” Shucy memukul pelan perut Satya.

“Gak apa-apa.” Satya merangkul pacarnya itu. “Udah kamu bobo aja ya, ini macet tau paling kita sampe sana jam-jam Maghrib.”

“Masih jauh ya berarti?” Tanya Shucy.

“Iya masih.” Satya menepuk-nepuk lembut kepala Shucy.

“Kamu laper gak? Nih ada cemilan kalo kamu mau.” Satya memberikan beberapa cemilan yang ada disana.

“Iya ntar aku makan, kenyang tadi abis ngemil juga.” Ujar Shucy. Dia meletakkan kepalanya di bahu Satya dan mulai memejamkan mata.

“Oh gitu, ya udah kamu tidur aja, aku juga mau tidur.” Satya mencium lembut puncak kepala Shucy.

Sementara itu, pasangan Azka dan Aletta malah sibuk berebut cemilan.

“Eh gua tadi ngambil ini duluan ya.” Aletta mengambil bungkus 'Sponge Crunch' rasa stroberi.

“Ya udah bagi-bagi dong.” Pinta Azka, dia membuka mulutnya agar Aletta mau menyuapinya.

“Dasar manja ya tuan muda Azka.” Aletta memberi satu suapan pada Azka.

Azka memeluk Aletta dari samping, meletakkan dagunya di bahu sang pacar. “Mau lagi...”

“Ini ambil sendiri lah.” Aletta menyerah bungkus snack itu.

“Maunya di suapin...” Azka mengerucutkan bibirnya lucu.

Aletta menggelengkan kepalanya pusing, ada-ada saja memang kelakuannya. “Ya udah coba buka mulutnya.”

“Aaa...”

Aletta kembali menyuapi snack itu satu per satu hingga akhirnya habis.


Perjalanan mereka memang memakan waktu lama karena kemacetan di kota Jakarta. Oleh sebab itu, mereka semua memutuskan untuk tidur sebentar. Bayangkan saja mereka semua tidur dengan nyenyak dan damai bersama orang yang mereka sayangi.



#SweetBetrayal

Part 11 : You Better Know


[Kucing Jelek Besar Yang Berani]
Motto » Kita pemes di base sekolah😃

Raina : P.

Bella : Ucap salam Raina.

Raina : Wa’alaikumsalam.

Bella : :)

Raina : Canda. Assalamualaikum.

Bella : Wa’alaikumsalam.

Adya : Wa’alaikumsalam. Kenapa sih pagi-pagi pa pe pa pe?

Raina : Baca motto😃

Adya : Lah demi apa lu?

Raina : Beneran, liat aja base sekolah.

Aletta : Wah anjirr siapa yang masukin foto kita bareng temennya Reyhan??

Shucy : Shucy baru buka tw, kok muka kita di blur sih?

Raina : Gak di blur juga sih, tapi emang fotonya itu burem, keknya yang fotoin tremor deh.

Bella : Itu siapa yang kirim menfess nya?

Raina : Gak tau, tapi gua curiga sama seseorang.

Adya : Siapa?

Aletta : ^2

Shucy : ^3

Bella : ^4

Raina : Anak mading pasti.

Shucy : Anak mading? Shucy kenal satu orang namanya Anna.

Raina : Anna? Oh, keknya gua tau deh.

Aletta : Mau labrak dia?

Bella : Ih kenapa sih dikit-dikit main labrak aja?

Aletta : Biar kapok orangnya, enak aja main nyebar berita sembarangan.

Adya : Iya bener banget, itu berita hoax, masa kita di sangka pacaran sama temennya Reyhan

Bella : Lah, tapi bukannya sebagian dari kita emang pacaran ya sama mereka?

Adya : Ya iya sih, tapi gua kan kaga.

Raina : Gak usah di labrak, nanti gua ngomong sama anaknya, gua kenal kok.

Aletta : Seriusan lu?

Raina : Iyaa bener.

Shucy : Mau Shucy anterin Ra? Kali aja Shucy bisa bantu.

Raina : Gak usah Cay, gua sendiri aja nanti, paling dia gua omelin dikit langsung nurut.

Shucy : Oke, semangat Raina.

Raina : Iyee.

Aletta : Eh, lu udah pada berangkat belom?

Bella : Baru sampe, gua lagi di depan Lobby, kok semua orang ngeliatin gua ya?

Adya : Santai aja, nih gua baru dateng juga, kita masuk bareng Bel.

Shucy : Eh Shucy ikut, ini baru sampe juga.

Aletta : Gua tunggu di loker ya. Btw, katanya undangan pestanya Reyhan udah dibagiin ke setiap loker murid.

Raina : Serius? Weh, tungguin gua bentar lagi sampe.

Aletta : Gece gila, katanya mau ketemu Anna lu.

Raina : Iya sabar.


Adya, Bella dan Shucy menghampiri Aletta yang tengah berdiri di depan lokernya.

“Mana undangannya?” Tanya Adya.

Aletta memberikan undangan yang dia dapat itu pada Adya. “The Westin Hotel Jakarta, lu tau itu dimana?”

“Kaga.” Adya menggeleng, dia membuka undangan itu, undangannya saja terlihat mewah, bagaimana hotelnya nanti?

“Itu hotel bintang 5, mewah banget, harga paling murah permalamnya aja 2.1 juta.” Shucy membuka website mengenai hotel tersebut, dan benar saja hotel itu terlihat sangat mewah.

“Wahh, ini gila sih.” Bella sudah membayangkan hal-hal indah disana.

“Wahh view nya juga bagus woy, liat deh.” Shucy memperlihatkan gambaran hotel itu.

“Gilaa ini sih bagus bangett, jadi pengen tidur disana juga.” Bella makin tidak sabar menunggu malam tiba.

“Inget besok sekolah.” Adya mengingatkan.

“Iya, besok ulangan harian lagi.” Lanjut Aletta.

Bella dan Shucy pun langsung cemberut, andai saja besok hari libur.

“Oh iya, Raina mana?” Tanya Aletta.

“Paling bentar lagi dateng bocahnya.” Balas Adya.

Di lobby masuk Raina tengah berlari, meskipun bel masuk masih cukup lama, tapi anak ini terlalu bersemangat sampai tak sengaja menabrak seseorang.

“Wehh, lu gak apa-apa kan?” Tanya Raina, orang yang di tabraknya itu terjatuh, sedangkan dirinya tidak.

“Raina, what are doing?” Orang itu menatap Raina dengan cemberut, dia kesal karena seragamnya jadi berantakan.

“Eh Annabelle, kebetulan gua ketemu lu disini.” Raina membantu Anna berdiri.

“Ih nama gue bukan Annabelle, just Anna.” Protes Anna sambil merapikan seragamnya.

“Iya itu.” Raina mengambil ponselnya lalu menunjukkan postingan yang berisi fotonya serta teman-temannya. “Gua tau ini semua ulah lu kan? Apus gak?”

“Eum… B-bukan, berita apaan tuh?” Anna pura-pura tidak tahu.

“Gak usah ngeles lu, gua tau banget ini ketikan lu.” Ujar Raina.

Ya, Raina dan Anna memang cukup dekat, mereka dulu sering telat bersama saat masa orientasi dan berakhir dihukum oleh sang ketua Osis.

“Kasih tau dulu hubungan lo sama kak Hesa.” Anna menatap Raina penuh selidik. “Lo tega Ra ngehianatin pertemanan kita.”

“Hah? Maksud lu apaan?” Raina bingung.

“Lo lupa Ra, gue kan suka sama kak Hesa.” Ujar Anna.

“Wait, what?” Raina kaget, sejujurnya dia lupa, karena semenjak masa orientasi berakhir mereka jadi jarang bertemu.

“Tuh kan bener, lo pasti pacaran sama dia.” Anna menyipitkan matanya.

“Kaga, lu tau sendiri gua benci banget sama Mahesa, inget kan pas kita dulu dihukum gegara telat, kita dijemur ditengah lapangan sama dia woy!” Seketika bayang-bayang masa lalunya terlintas begitu saja.

’Lah iya juga ya, kok gua mau sih pacaran sama Mahesa? Jelas-jelas dia dulu musuh gua, wah asu.’ Batin Raina mulai menyesali perbuatannya.

“Oh iya ya, dulu lo sering ngatain dia.” Anna tersenyum mengingatnya. “Berarti kak Hesa, masih single dong.”

“Iya kali, pokoknya apus foto gua sama temen-temen gua, cepetan!” Perintah Raina, dia emosi juga lama-lama.

“Eh Raina liat itu..” Anna membalik tubuh Raina untuk menghadap gerbang sekolah.

Disana terdapat Reyhan dan teman-temannya yang berjalan memasuki sekolah, semua siswi di sekitarnya langsung memandangi ketujuh lelaki itu dengan kagum.

Raina hanya bisa memutar matanya, ini sama saja memperlambat waktunya untuk menghapus postingan itu.

“Ra, mereka ganteng banget woyy!” Anna menarik-narik seragam Raina tanpa dosa.

“Bodo amat, cepetan apus itu postingan, gua laporin Mahesa ya.” Ancam Raina, entah dia juga bingung kenapa tiba-tiba menyebutkan nama Mahesa.

“Hah? Kok laporin ke dia sih?” Anna memiringkan kepalanya.

“I-iya, gua kasih tau kalo lu suka sama dia, mau?”

“Eh jangan.” Anna tertawa canggung. “Iya ini gue apus.”

“Kasih klarifikasi juga, cepetan!”

“Klarifikasi? Gimana?”

Raina mengambil ponsel Anna lalu menuliskan beberapa kalimat disana.

“Dah nih, foto-foto yang saya sebar kemarin itu Cuma editan belaka.” Ujar Raina.

“Dihh, editan dari mana?” Anna kesal, jelas-jelas foto itu dia potret menggunakan ponselnya sendiri.

“Ssttt…” Raina menatapnya tajam.

“Kenapa kalian masih disini? Gak masuk kelas?” Tanya seseorang di belakang mereka.

“Eh kak Hesa, Hai…” Sapa Anna, tangannya mulai menarik seragam Raina lagi.

“Gak usah tarik-tarik seragam gua.” Bisik Raina.

“I-itu kak Hesa.. Rainaaa..” Bisik Anna salah tingkah.

Raina menatap sinis Mahesa, namun lelaki itu membalasnya dengan senyuman tipis.

Semenjak bayangan masa lalunya teringat kembali, Raina jadi kesal melihat wajah pacarnya itu.

“Iya, ini gua sama dia mau masuk kelas elah.” Balas Raina agak ketus.

“Oh oke, saya duluan kalo gitu.” Pamit Mahesa.

“Huwa Raina, kak He—”

“Berisik, gua mau ke loker.” Raina melangkahkan kakinya menuju area loker.

“Oh iya Ra, lo di undang ke party nya Reyhan gak?” Anna mengikuti kemana Raina pergi, jujur dia rindu berbicara dengan Raina.

“Gak tau.” Raina membuka lokernya dan menemukan sebuah undangan disana.

“Yes, lo di undang Ra, kita bisa berangkat bareng dong!” Seru Anna antusias.

“Kaga-kaga, gua bareng temen gua.” Tolak Raina.

“Ih Ra, jahat banget lo, gue bareng lo juga ya? Please…” Mohon Anna.

“No, we can’t!” Raina menjaga jarak dari Anna.

“But Ra—”

“Just go away Anna…”

“Why are you so mean?” Mata Anna mula berkaca-kaca.

“It’s because…” Raina menatap Anna iba, bukankah itu terlalu dramatis? “Emang lu gak ada temen yang bisa lu ajak bareng gitu?”

“You know Ra, anak mading gak ada yang mau ikut, mereka terlalu introvert buat ikut, like what the hell?”

“And then, what the fuck? Kenapa lu jadi mau ikut bareng gua?”

“Lo gak kangen sama gue Ra?”

“No, at all!”

Raina hendak meninggalkan Anna sendirian, tapi sisi baiknya berkata lain, dia kembali menoleh ke belakang lalu menghela nafas panjang.

“Jangan kira gua berubah pikiran, gua Cuma mau bilang kita ketemuan di lobby hotel aja, nanti masuknya bareng.” Usul Raina.

“Oke sip.” Anna tersenyum dan memeluk Raina.

“Iya, gak usah peluk gua segala.” Raina melepas paksa pelukan Anna.

“Ya udah sampai ketemu nanti malem.” Anna melambaikan tangannya. “Oh iya, pasti nanti malem mereka semua ganteng banget, especially kak Hesa.”

Raina tertawa canggung, kok bisa ya Anna sampai tergila-gila dengan Mahesa, sedangkan Raina sendiri tidak pernah memuji pacarnya itu.

“Kok lu bisa sih suka sama Mahesa? Jelas-jelas dulu dia sering ngehukum kita di tengah lapangan, bahkan lu sampe pingsan gegara panas matahari.”

“Ih, itu kan emang kita yang salah, kak Hesa tegas gitu kok orangnya.” Ujar Anna. “Lo inget gak sih? Dulu gue pernah di gendong sama dia ke UKS pas pingsan.”

“Emang?” Raina gak inget apa-apa selain wajah menyebalkan Mahesa.

“Iya Ra, nah semenjak saat itu gue suka sama dia, emang lo gak suka sama dia samsek?” Tanya Anna.

“Gak tuh.” Raina mengangkat bahunya, acuh.

“Ya bagus sih, biar gue aja yang suka, ya udah gue ke kelas duluan ya, bye.” Pamit Anna.

Raina pun pergi menghampiri teman-temannya di ujung loker.

“Dari mana aja lu?” Tanya Aletta.

“Abis ketemu Kuntilanak gua.” Balas Raina asal.

“Pagi-pagi gini?” Bella kaget, emangnya ada hantu pagi buta begini.

“Canda elah, gua abis ketemu Annabelle.” Ujar Raina. “Lu liat aja postingannya udah ilang.”

“Lah iya, baru ngeh gua.” Adya baru saja mengecek ponselnya.

“Annabelle itu Anna ya?” Tanya Shucy. “Jadi nama lengkapnya dia Annabelle? Serem banget kaya boneka di film horror.”

“Iya, anaknya juga ngeselin, gak beda jauh sama boneka Annabelle.” Sindir Raina.

“Btw, nanti berangkat jam berapa?” Tanya Aletta.

“Acaranya mulai jam 7, kita berangkat setengah 7 aja.” Saran Adya.

“Eh dress code nya itu black, maksudnya kita pake baju item-item gitu?” Bella sedikit bingung dengan konsepnya.

“Kek mau ngelayat aja kita.” Sahut Raina.

“Lah iya juga, kek sekte gak sih?” Adya jadi memikirkan hal yang tidak-tidak.

“Kaga elah, ya kali, itu karna Reyhan anaknya swag makanya dress codenya item-item.” Aletta yang paling berpikir logis.

“Ya udah guys, ayo kita ke kelas aja.” Ajak Shucy.

“PERHATIAN ‘THE BEAUTY’ MAU LEWAT!” Teriak salah seorang murid.

“The Beauty?” Tanya kelima gadis itu.

“Ah The Beauty.” Adya menjentikkan jarinya. “Iya-iya gua tau.”

The Beauty adalah sekelompok gadis populer di sekolah ini, mereka semua rata-rata menempati kelas 11 dan 12, dan jelas mereka itu adalah senior bagi kelima gadis kita.

Sebenarnya The Beauty ini terdiri dari 5 orang. Yaitu Alya, Agnes, Nayla, Shella dan pemimpin mereka Rachel, hanya saja Rachel sedang mengikuti pertukaran pelajar di Australia selama 1 tahun belakangan ini.

Dan ya, kalau kalian ingat Rachel ini adalah sepupu dari Reyhan.

“Oh my god, mereka cantik banget.” Kagum Raina.

“Makasih…” Sahut Bella.

“Bukan lu anjir.” Raina menatap Bella sinis.

“Ah udah gak penting, mending kita ke kelas aja.” Ajak Aletta.

“PERHATIAN ‘THE FORCE’ MAU LEWAT!” Mereka kenal banget itu suara siapa, tidak lain dan tidak bukan adalah Ricky.

“Jadi nama geng mereka itu The Force?” Tanya Shucy melongo.

“Jelek banget dah.” Gumam Raina.

“Emang artinya apa?” Tanya Adya.

“Kekuatan?”

Asal mula nama The Force memang baru terbentuk hari ini, ide tersebut muncul dari oknum bernama Ricky.

Sekarang geng The Force itu tengah menyapa para penggemarnya di sepanjang koridor loker. Namun anggotanya sedang tidak lengkap, hanya ada Azka, Juan, Ricky, Satya dan Sean saja. Sisanya mempunyai kesibukan tersendiri.

“Yo, everybody, kembali lagi bersama kami The Force, jangan lupa ya nanti malam kita party!” Teriak Ricky dengan santainya.

Para murid di sekitar mereka pun ikut bersorak gembira.

“Apaan sih lu? Norak tau gak?” Omel Satya.

“Eh bang, ini kan celebration, bang Reyhan lagi ultah loh.” Balas Ricky mencari alasan.

“Ya tapi gak kek gini, berisik!” Satya memukul kepala Ricky.

“Tau lu, norak banget, yang ultah kan bang Reyhan bukan lu.” Sean ikut mengimeli Ricky.

“Elah salah terus gua.” Ricky menunduk kesal.

“HARI INI KITA DI TRAKTIR BANG REYHAN DI KANTIN!” Teriak Juan tanpa dosa.

“HEH!” Azka menutup mulut Juan yang seenaknya bicara itu.

“YEII KITA MAKAN GRATIS DI KANTIN!” Ucap sebagian murid disana.

“Woy kok lu ngomong gitu sih?” Tanya Sean.

“Kenapa emangnya? Bang Reyhan juga santai kok, kenapa lu yang sewot?” Juan menatap kesal ke arah Sean, perdebatan mereka semalam jelas menjadi penyebabnya.

“Kalo lu ada masalah sama gua, kita selesain sekarang, gak usah aneh-aneh deh.” Sean membalas tatapan Juan, seharusnya kalau Juan tidak mau kan tinggal bilang saja.

Bukannya menjawab, Juan malah pergi meninggalkan mereka.

“Lu ada masalah apa dah sama dia?” Tanya Satya, ini pertama kalinya dia ngeliat duo Upin-Ipin itu ribut.

“Tau lu, lagi hari ulang tahunnya Reyhan juga, malah berantem.” Kompor Ricky.

“Diem lu, bukan urusan lu ya!” Sean mendengus, dia mau sih ngejar Juan tapi sifat magernya terlalu mendominasi.

“Sean, kalo lu ada masalah sama Juan mending cepet-cepet di selesain deh, jangan di tunda-tunda gitu.” Saran Azka dengan lembut, dia hanya ingin adik-adiknya ini akur.

“Kok lu semua jadi nyalahin gua sih bang?” Sean melipat kedua tangannya di depan dada.

“Bukannya nyalahin, kita Cuma ngasih nasehat aja.” Jelas Azka. “Bukannya lu gak bisa hidup ya tanpa Juan?”

“Dih, ya bisa lah!” Sean memutar kedua matanya.

“Itu mereka ngeributin apaan sih?” Tanya Aletta penasaran, pasalnya Juan sampai pergi begitu saja dan tidak ada salah satupun yang mengejarnya.

“Gak tau, paling masalah pesta kali.” Ucap Raina.

“Itu Juan gak apa-apa kan? Kok gua jadi khawatir ya sama dia.” Perasaan Bella mulai tidak enak.

“Gua curiga pasti biang keroknya si Sean, parah sih.” Tuduh Adya.

“Mereka gak liat kita apa ya? Kok gak kesini sih.” Shucy mempoutkan bibirnya, dia kan mau menyapa mereka.

“Eum hai kalian… Kalo boleh tau Reyhan kemana ya?” Tanya seorang siswi pada mereka. Ya, dia salah satu dari geng The Beauty.

“Oh, Reyhan lagi piket, kenapa?” Satya mendekat ke arah siswi itu.

“Oh gitu, titip salam ya buat Reyhan, bilang selamat ulang tahun dari kita.” Ucap siswi itu, sebut saja namanya Shella.

“Sip, nanti di sampein kok.” Satya tersenyum.

“Oh iya, bilang juga kita pasti dateng kok ke acara ulang tahun dia, sekalian menyambut pulangnya Rachel dari Australia.” Ucap Alya sambil tersenyum.

“Oh oke.” Satya mengangguk.

“Kalo gitu kita ke kelas dulu ya, bye.” Para siswi populer itu pun pergi dengan anggun.

“Lu suka sama dia bang?” Tanya Ricky.

“Kaga, formalitas aja.” Balas Satya. Ya sebenarnya jiwa buaya masih melekat di dalam dirinya.

“Gua ke kelas duluan ya bang.” Pamit Sean.

“Eh tungguin gua Sean, main pergi aja lu.” Ricky mengejar Sean dari belakang.

“Bro, inget pacar lu, katanya lu mau tobat.” Azka merangkul sohibnya itu.

“Iye, tadi kan gua Cuma berusaha jadi pendengar yang baik.” Satya ngeles.

Mereka pun pergi menuju kelas masing-masing.

Ah, jangan lupakan kelima gadis kita yang tengah merenung di depan loker itu, pikiran mereka seketika di penuhi tanda tanya.

Apa sebenarnya hubungan The Force dan The Beauty?


“Juan…” Panggil Sean yang baru saja memasuki kelas.

“Gua pindah tempat duduk ya, lu duduk aja sama Ricky.” Juan mengambil tasnya lalu berdiri.

“Gak! Lu kira boleh pindah tempat duduk kek gitu?” Sean menahan Juan. “Nanti di omelin guru, Ju.”

“Biarin aja, nanti gua bilang lu yang nyuruh gua pindah.” Juan menepis tangan Sean dengan kasar.

“Aduh, udah deh mending lu berdua sekarang baikan, ribet banget sih lu.” Ricky mulai lelah dengan kelakuan dua temannya itu.

“Ricky, coba lu pikir, masa Sean nyuruh gua buat pacaran sama Bella, udah gila kali ya.” Adu Juan.

“Oh jadi lu berantem karna itu?” Ricky menggelengkan kepalanya. “Lu bukannya suka sama Bella ya, Ju?

“Nggak, kata siapa?” Juan menatap tajam Ricky.

“Bang Reyhan, dia bilang kemaren sama gua.” Ujar Ricky. “Dia tau banget kalo perlakuan lu sama Bella itu beda.”

“Ih, itu kan karna Bella lagi sakit, kalo dia sehat juga gua katain anjingnya Xiaojun.” Jelas Juan.

“Ya udah kalo lu gak mau, Bella buat gua aja dah.” Usul Ricky.

“Ya udah, ambil aja!” Juan tidak keberatan sama sekali.

“Juan…” Panggil Sean lagi.

“Apa sih!? Lu gak bisa seenaknya ngatur hidup gua ya, gua juga bebas nentuin pilihan gua!” Juan kecewa dengan Sean, dia tidak butuh pacar atau apapun itu, dia hanya ingin bersama Sean seperti dulu.

“Iya gua minta maaf.” Sean memegang kedua bahu Juan, mencoba mendinginkan suasana. “Duduk dulu.”

Juan menuruti perintah Sean itu. “Sean gak mau temenan lagi ya sama Juan?”

“Ett, lu mikir apaan sih?” Sean memukul pelan kepala Juan. “Maksud gua tuh gini Ju, gua mau lu deket sama Bella, coba deh buka hati lu buat dia.”

“Tapi kan Juan gak suka…”

“Lu suka sama Bella, cuman lu itu denial.”

“Denial itu apa?”

“Ya kaya lu gini, bilangnya gak suka tapi sebenernya lu itu suka sama dia.”

“Sean sok tau ah.”

“Kaga, lu percaya sama gua.” Sean meyakinkan. “Nanti pulang sekolah lu deketin tuh Bella, ajak pergi bareng ke pestanya bang Reyhan, lu bisa naik motor kan?”

Juan mengangguk. “Tapi maunya pergi bareng Sean.”

Sean menepuk dahinya. “Kita ketemuan disana, gua gak bakal kemana-mana elah.”

“Ya udah, nanti Juan ketemu sama Bella.” Juan akhirnya setuju. “Tapi Sean harus janji…”

“Apa? Iya gua janji apapun itu, udah ya jangan ngambek kek tadi.”

“Ih Juan kan belom ngomong…”

“Gak usah ngomong, kita mau ulangan Ju! Astaga gua lupa!” Sean seketika panik, dia belum belajar ataupun membuat contekan.

“Sean mah kebiasaan.” Juan memutar kedua matanya malas.

“Nah gitu kek lu berdua akur.” Ucap Ricky yang duduk di depan mereka. “Tapi beneran Ju, kalo lu gak sanggup jadi pacar Bella, gua rela kok gantiin lu.”

“Ricky, temenin Juan jadi pacar Bella aja yuk, Juan bingung kalo sendiri.” Pinta Juan, memang tidak masuk akal sebenarnya.

“Oke apapun for princess Bella, gua skuy.” Ricky menjentikkan jarinya.

“Lah kok gitu? Mana ada pacaran minta temenin.” Sean tak habis pikir dengan keduanya.

“Ih gak apa-apa, paling Bella juga mau aja, dia kan gampang baper.” Ujar Juan penuh keyakinan.

“Ya udah dah terserah lu pada, gua dukung yang terbaik buat kalian.” Sean menepuk bahu Juan dan Ricky.

Juan akan membuktikannya pada Sean, bahwa mendapatkan Bella sama halnya dengan membalikkan telapak tangan.


Sekarang kita beralih dengan kelima gadis yang tengah berkumpul sebelum jam masuk itu.

“Lu mikir gak sih? Kalo gengnya The Beauty itu ngincer pacar lu pada.” Bella mulai berteori.

“Pacar? Gua gak punya pacar.” Adya kesal, harus berapa kali dia bilang kalau dirinya ini single.

“Ya maksudnya yang lain.” Bella menunjuk temannya satu persatu.

“Iya kali.” Aletta mengangkat kedua bahunya.

“Menurut Shucy sih bisa aja, secara mereka semua itu cantik, so why not?” Shucy tidak terlalu memikirkannya, dia hanya mengikuti alur saja.

“Kalo lu Ra?” Tegur Bella.

“Hah?” Raina tertegun. “Gak tau, tapi gua setuju sama Shucy.”

“Udah gak usah di pikirin kali, paling cowok lu itu pada bucin sama lu semua, tenang aja.” Adya tidak mau temannya berpikir jauh.

“Iyaa…” Balas ketiganya.

“Kok mereka mau ya sama kita?” Gumam Aletta.

“Hm, biasanya cowok itu suka sama cewek yang gak suka sama dia, iya gak sih?” Tebak Bella.

“Masa?” Shucy tidak yakin.

“Ih, gua kan nebak doang, gak tau juga.” Ujar Bella.

“Kok lu jadi kepo sih sama urusan mereka?” Adya menatap Bella sinis.

“Ya kan gua sebagai temen mau membantu kalian.” Sebenarnya ucapan Adya tidak sepenuhnya salah, Bella memang penasaran dengan pendapat temannya itu.

“Lu mah malah bikin overthinking, kalo misalkan pacar lu semua gak setia, putusin lah.” Adya menasihati mereka.

“Iya bener itu.” Aletta mengangguk setuju.

“Gak mau di bicarain baik-baik dulu?” Tanya Bella.

“Gak usah, kelamaan.” Balas Raina dengan nada dingin.

Bella pun langsung terdiam dan tidak berani bertanya lagi, dia pikir mungkin teman-temannya ini lagi datang bulan semua.


Bel pulang sekolah berbunyi.

Mereka berlima membereskan segala peralatan sekolah yang berserakan di meja dan memasukkannya ke dalam tas masing-masing.

“Raina…” Panggil Bella.

“Kenapa?” Raina menyampingkan tas ranselnya.

“Kalo misalnya nanti kita gak jadi bareng gimana?” Tanya Bella ragu. “Maksudnya kek gua di anterin ayah gua gitu?”

“Oh ya udah bagus lah.” Raina mengangguk paham.

“Lu gak marah kan?” Tanyanya lagi.

“Kaga, santai aja.” Raina merangkul Bella.

“Oh iya lu ekskul ya?” Tanya Aletta.

“Iya tapi gua mau bolos, diem-diem lu pada.” Raina memakai jaket yang dia bawa.

“Eh seriusan?” Shucy nampak tak percaya, setaunya Raina ini tidak pernah membolos ekskul sama sekali.

“Dih, sok sokan mau bolos.” Sindir Adya.

“Chill…” Ucap Raina santai.

Saat mereka melangkah keluar kelas, disana sudah berdiri ke-empat lelaki tampan yang sedang menunggu mereka.

Ya siapa lagi kalau bukan, Azka, Juan, Satya, dan Sean.

“Kalian ngapain disini?” Tanya Aletta bingung, tumben banget mereka dateng ke kelasnya.

“Pulang bareng beb.” Azka mengulurkan tangannya pada Aletta.

“Kok gak bilang-bilang?” Aletta hanya memandangi tangan Azka tanpa ada niat menyentuhnya.

“Biar surprise.” Azka tersenyum, akhirnya dia meraih tangan Aletta dan membawanya pergi dari sana.

“Ayo Shucy kita pulang bareng.” Satya mencoba merangkul Shucy, namun pergerakannya di cegat oleh Adya.

“Mau ngapain lu sentuh temen gua?” Tanya Adya dengan tatapan membunuhnya.

“Eh gua pacarnya ya, mohon maaf aja.” Satya mengedipkan matanya pada Shucy, memberi kode.

“Iya, gak apa-apa ya Adya, kak Satya gak macem-macem kok.” Ucap Shucy meyakinkan.

“Biarin aja sih mereka mau ngapain, ngapa jadi lu yang ribet.” Timpal Sean.

“Awas ya lu kalo sampe temen gua kenapa-napa.” Ancam Adya.

“Iya, kaga bakalan, yuk kita pulang.” Satya segera membawa Shucy pergi.

“Udah gak usah di pikirin, mending lu pulang sama gua.” Ajak Sean.

“Dih, ogah banget.” Tolak Adya secara mentah-mentah.

“Eh biar nanti malem gua gampang jemput lu di rumah, gua tau lu lagi gak bawa motor kan?” Tebak Sean.

“Kok lu tau sih? Lu stalker gua ya?” Adya seketika merinding, bagaimana anak itu bisa tau?

“Mana ada.” Elak Sean.

“Ya udah kalo mau bareng ayo cepetan!” Adya berjalan meninggalkan Sean.

“Tungguin woy!” Sean mengejarnya.

Kini tinggal Bella, Juan dan Raina.

“Kalian gak pulang bareng?” Tanya Raina, abisan dari tadi dia liat Bella sama Juan ini Cuma lirik-lirikan aja.

“Iya sebentar.” Juan mengulurkan tangannya pada Bella. “Ada yang mau Juan omongin sama Bella.”

Bella meraih tangan Juan. “Mau ngomong apa, Ju?”

Juan melirik Raina, entah dia ingin meminta izin atau menyuruh Raina untuk pergi.

“Iya gua gak dengerin kok, santai aja.” Raina pura-pura melihat ke arah lapangan lantai dasar.

“Juan mau tanya, kenapa Bella bisa suka sama Juan?” Juan menatap dalam mata Bella.

Bella menelan ludahnya kasar, darimana Juan bisa tau? Bella mulai merasakan Jantungnya berdegup kencang hingga keringat dingin membasahi dahinya.

“Eum.. itu…” Bella berpikir sejenak. “Juan inget gak? Waktu itu Juan pernah nolongin Bella pas awal masuk sekolah.”

“Gak inget.” Juan menggelengkan kepalanya. “Emangnya Juan pernah nolongin apa?”

“Itu loh Ju, waktu Bella lagi jalan di pinggir lapangan tiba-tiba lu meluk dia biar gak kena bola.” Raina sengaja ngasih tau, abisan dia greget sama dua insan di depannya ini.

“Ih Raina…” Bella jadi malu.

“Apa? Gua Cuma membantu sebagai teman.” Raina meniru kata-kata Bella.

“Oh jadi karna itu.” Juan mengangguk paham. “Kalo Bella jadi pacar Juan mau?”

“Hah?” Bella makin syok, ini dia gak salah denger kan? Lebih tepatnya, ini bukan mimpi kan?

“Ayo kita pacaran Bella!” Seru Juan penuh percaya diri.

“Juan gak lagi mabok kan?” Bella takut, siapa tau dia di kibulin lagi kan malu.

“Gak, Juan serius.” Juan menggenggam kedua tangan Bella dengan lembut. “Bella mau ya jadi pacar Juan?”

Mendengar kalimat Juan barusan membuat Bella meneteskan air matanya, dia sangat terharu dan bahagia, akhirnya setelah sekian lama cintanya bisa terbalaskan juga.

Reflek Juan langsung memeluk Bella dan menenangkan gadis itu agar tidak menangis lagi.

Untung saja koridor disana sudah sepi.

“Udah Bella jangan nangis, Juan gak mau Bella sedih.” Juan menepuk-nepuk punggung Bella. “Jadi gimana? Bella mau gak?”

Bella mengangguk antusias sampai membuat Juan tertawa.

“Bella tau gak, kemarin Juan cium bibir Bella waktu tidur.” Juan menundukkan kepalanya karena malu.

“Hah?” Bella ngebug, jadi ciuman pertamanya udah di ambil? Sama Juan? Kenapa dia baru tau sekarang!?

“Maaf Juan gak sempet bilang sama Bella.” Jelas Juan. “Apa Bella mau di cium lagi?”

Udah berasa dunia milik berdua aja, mereka lupa kalo sekarang lagi di sekolah, serta Raina yang mendengar semua percakapan mereka.

Karena Bella gemas, dia langsung mencium pipi pacarnya itu. “Makasih Juan…”

Juan kembali membawa Bella ke dalam dekapannya, tak lupa dia membalas ciuman Bella barusan.

Raina yang ngeliat adegan roman picisan Cuma bisa nahan tawa, dia nyesel juga sih, tau gitu dia pergi aja, berasa nyamuk dia disana.

Aku siapa? Aku dimana?

“Anjir, gua aja jadian gak kaya gitu.” Gumam Raina setengah iri.

“Sayang Juan…” Bella memeluk Juan semakin erat.

“Juan juga sayang sama Bella.” Juan membelai rambut Bella. “Oh iya Bel, nanti kita berangkat bareng yuk ke pestanya bang Reyhan.”

“Juan mau jemput Bella?” Tanya Bella dengan mata berbinar.

“Iya, Bella gak keberatan kan?” Juan mengelus pipi Bella.

Bella menggelengkan kepalanya, siapa juga yang keberatan di jemput pacar sendiri.

“Ya udah yuk, kita pulang naik mobilnya bang Reyhan lagi, sama Ricky juga.” Juan menangkup pipi Bella, mengusap lembut sisa air matanya.

“Emang boleh?” Tanya Bella.

“Boleh dong, kan kita keluarga.” Juan mengacak rambut Bella.

“Raina gimana?” Bella menatap Raina.

“Gak usah pikirin gua, lu berdua duluan aja.” Ucap Raina tersenyum canggung, dia seneng kok temen nistanya itu akhirnya punya pacar.

“Gak mau bareng sama kita juga?” Tawar Juan.

“Gak apa-apa, gua nanti bareng Mahesa kok.” Tolak Raina, dia aja gak tau pacarnya itu kemana.

“Ya udah kita duluan ya Raina.” Pamit Bella, jangan lupakan tangan mereka yang saling bergandengan.

“Dasar anak muda.” Gumam Raina. “Ck, lu kemana sih He? Giliran di butuhin aja ngilang.”

Raina berbalik dan tidak sengaja menabrak seseorang, Raina tau persis siapa orang yang dia tabrak, aroma parfumnya sangat familiar.

“Kamu cari saya ya?” Bisik orang itu.

Raina mendongakkan kepalanya, entah kenapa melihat wajah Mahesa membuat matanya berkaca-kaca.

“Loh kok kamu nangis?” Mahesa panik dan segera memeluknya. “Kamu kenapa hm?”

Ini pertama kalinya Mahesa lihat Raina menangis, setaunya Raina ini jarang sekali menangis ataupun mengeluh, jika dia seperti ini pasti ada sesuatu yang mengusik pikirannya.

“Mahesa nyebelin…” Lirih Raina seraya meremas kuat seragam Mahesa.

“Iya, maaf ya…” Mahesa tidak mengerti letak kesalahannya dimana, tapi apapun yang terjadi dia akan selalu meminta maaf lebih dulu. “Kok kamu gak ekskul sih? Bolos ya?”

“Sok tau…”

“Saya nanya loh.”

“Mau pulang…”

“Iya ayo pulang.” Mahesa mengusap lembut air mata Raina, bahkan dia mencium kelopak mata Raina secara bergantian. “Tuh kan seragam saya jadi basah gara-gara kamu.”

“Biarin…”

“Kamu kenapa sih tiba-tiba nangis? Kangen ya sama saya?” Mahesa mencolek dagu Raina.

“Dih…” Raina menepis tangan Mahesa. “Lu inget masa lalu kita gak?”

“Gak, ngapain inget-inget masa lalu? Kita tuh harus terus maju, life goes on baby.” Goda Mahesa.

“Ih bukannya gitu.” Raina memukul bahu Mahesa. “Lu gak inget He dulu sering ngehukum gua?”

“Ngehukum?” Pikiran Mahesa mulai bercabang, entahlah dia justru memikirkan hukuman yang tidak-tidak. “K-kapan?”

“Ya, dulu gua emang sering telat sih, terus lu nyuruh gua berdiri di tengah lapangan sambil hormat ke bendera, sampe rasanya mau mati.” Jelas Raina.

“Ah itu…” Mahesa tertawa.

“Kenapa ketawa?” Raina bingung, perasaan gak ada yang lucu deh.

“Dulu kamu itu berani banget deh, saya inget kamu sering ngatain saya di depan orang-orang, kamu juga sempet bilang kalo saya gak becus jadi ketos.” Mahesa ingat betul awal mula mereka bertemu.

“E-emang apa?” Raina tertegun, sejahat itu kah dia dengan Mahesa dulu?

Sebenarnya mereka berdua ini adalah musuh selama masa orientasi, Raina yang sering terlambat dan suka mencari masalah dengan Mahesa, serta Mahesa yang selalu menghukum dan melaporkan segala perbuatan nekat Raina.

Semua Raina lakukan karena dirinya kesal dengan sikap ambisius Mahesa yang menurutnya terlalu berlebihan, hingga kasus Anna yang pingsan karena hukumannya membuat Raina semakin membencinya, bagi Raina Mahesa telah mencelakakan temannya.

Anehnya saat masa orientasi berakhir, mereka mulai melupakan semua kejadian suram tersebut, Mahesa tidak sepenuhnya lupa bagaimana dia mengenal Raina, hanya Raina yang melupakan semuanya.

“Iya, kamu lupa kan? Bahkan kamu pernah bilang gini, ’kok bisa ya ada orang yang suka sama Mahesa? Kalo sampe ada yang mau pacaran sama Mahesa, dia pasti orang paling bodoh di dunia.’ dan sekarang kamu pacar saya.” Lanjut Mahesa.

Raina memejamkan matanya, dia malu banget, kok dia bisa lupa semua itu ya. “Maaf kak, kakak pasti capek ya ngeladenin orang kaya Raina.”

“Tumben manggil kak.” Sindir Mahesa, giliran mau minta maaf aja langsung hormat.

“Iya maaf juga kalo selama ini Raina gak sopan sama kakak.” Ucap Raina dengan tulus.

“Udah saya maafin dari lama kok, kamu santai aja.” Mahesa membelai rambut Raina. “Tapi aneh ya kalo kamu manggil kak.”

“Terus manggil apa? Pak?” Raina jadi merasa serba salah.

“Coba panggil mas deh.” Suruh Mahesa.

“Mas He?”

“Dalem dek.”

Chuu~

Mahesa mencium bibir Raina cukup lama.

“Heh! Kok malah cium-cium?” Pipi Raina memerah karena ulah Mahesa tadi.

Mahesa tertawa. “Pulang yuk dek, nanti mas beliin chatime.”

“Udah ah, jangan manggil kaya gitu.” Raina tersenyum malu. “Tapi mau chatime, dua ya?”

“Mau sepuluh juga mas beliin kok.” Mahesa merangkul Raina.

“Ih mas—eh Mahesa, tuh kan…” Raina mukul mulutnya, dia jadi keterusan manggil mas.

“Iya dek, kamu manggil mas aja mulai sekarang.” Mahesa mencium dahi Raina.

“Gak mau!” Tolak Raina, berasa suami-istri mereka kalo manggil begitu.

“Ya udah gak jadi beli chatime.” Ancam Mahesa.

“Lah kok gitu…” Raina kesal.

“Bilang apa dulu?” Bujuk Mahesa.

“Mas He, beliin adek chatime dong.” Raina merutuki dirinya sendiri setelah mengatakan itu.

“Oke, ayo kita meluncur…” Mahesa menarik tangan Raina untuk berlari dari sana.


Di depan Lobby, banyak murid yang memperhatikan kedekatan Azka dan Aletta.

Menurut mereka itu cukup aneh, pasalnya Azka di kenal sebagai lelaki yang sangat menyukai bidang akademik daripada hal-hal berbau cinta, dia lebih suka memanfaatkan waktunya untuk membaca buku dan belajar saat di sekolah.

Lalu kenapa Azka bisa mendapat julukan playboy? Dia juga tak mengerti, padahal dirinya tidak pernah berpacaran atau menggoda para siswi di sekolahnya.

Azka sempat berpikir, mungkin julukan itu muncul karena visualnya yang terbilang sangat tampan, juga para penggemar yang selalu memberikannya hadiah setiap hari.

“Fans lu banyak banget ya.” Bisik Aletta.

“Iya dong, gua kan ganteng, bangga gak jadi pacar gua?” Azka mengangkat sebelah alisnya.

Aletta menatap Azka dengan jijik, dia sudah lelah berakting kalem seperti kemarin. “Agak nyesel sih sebenernya.”

“Kok nyesel sih?” Azka cemberut, dia pura-pura membuang muka.

Semenjak mereka berpacaran, Aletta jadi tau kalau pacarnya itu memang suka di manja, mudah sensitif dengan hal-hal kecil, bahkan memiliki sifat kekanak-kanakan.

Sangat berbanding terbalik dengannya, tapi biar bagaimanapun Aletta harus bisa memaklumi sifat pacarnya itu, dia harus banyak bersabar dan membujuknya mulai sekarang.

Entahlah, Aletta merasa dirinya lebih dominan di bandingkan Azka.

“Iya bercanda.” Aletta mengusap bahu Azka, membujuk lelaki itu agar menoleh ke arahnya. “Gak usah kaya gitu lu, malu-maluin tau gak?”

“Jawab yang bener dulu, bangga gak jadi pacar gua?” Tanya Azka lagi.

Aletta menghela nafas, pacarnya ini memang banyak mau. “Iya Azkara Naresh!”

“Nah gitu dong! Ayuk pulang!” Azka menarik tangan Aletta dengan semangat.

Terkadang Aletta menyadari bahwa pacarnya itu cukup lucu dan unik.

Sesampainya mereka di parkiran Azka langsung membukakan pintu mobilnya untuk Aletta. “Silahkan masuk tuan putri!”

Aletta menggelengkan kepalanya, ada-ada saja kelakuan Azka.

Setelah dirinya masuk, Azka pun menyusul untuk duduk di kursi kemudi.

“Oh iya Al, gua mau cerita..” Azka menatap Aletta sambil tersenyum manis.

Aletta menoleh, dia tau jika Azka sudah mengatakan itu, maka dirinya harus siap menjadi pendengar yang baik.

“Mau cerita apa?” Tanya Aletta.

“Hari ini gua ada ulangan matematika, tapi gua gak sempet belajar gegara Satya ngajakin mabar Among Us semalem…” Azka menjeda omongannya untuk melihat respon Aletta.

“Iya, terus gimana?” Aletta menggeser poni Azka yang menutupi matanya itu.

“… niatnya kita mabar itu biar gak ngantuk karna semalem Reyhan ulang tahun, terus tau gak? Kita makan pizza tengah malem sampe jam satu.”

“Lu begadang dong?”

Azka menggeleng. “Abis makan gua langsung tidur sih, tapi sebelum itu gua di suruh bang He buat gendong Ricky ke kamarnya, dia ketiduran di sofa, mana berat banget lagi badannya.”

Aletta tertawa mendengarnya. “Terus nasib ulangan lu gimana jadinya?”

“Nah itu dia, di sekolah gua juga gak sempet belajar, abisan kelas gua berisik banget, kelas doang unggulan tapi anaknya rese semua.” Azka kesal.

“Tapi lu bisa kan ngerjain ulangannya? Bisa lah ya, masa Azka gak bisa sih.” Aletta membelai rambut Azka dengan lembut.

“Bisa sih, tapi Satya ngeselin banget, masa dia minta-minta contekan sama gua, kan gua jadi gak fokus.”

“Emang Satya itu anak setan, diemin aja kalo dia minta-minta contekan.”

“Iya gua diemin aja, terus lu tau gak gua dapet nilai berapa?”

“Berapa tuh?”

“Dapet 95 doang.” Azka terlihat murung.

“Itu bagus loh, lu hebat bisa dapet nilai segitu, gua aja kadang gak sampe 80 kalo ulangan.” Aletta mencoba menghibur Azka.

“Tapi kan biasanya dapet 100.” Lirih Azka.

“Gak apa-apa.” Aletta memeluk Azka. “Gua bangga banget sama lu karna bisa dapet 95.”

“Beneran?”

“Iya beneran.” Aletta mengusap-usap punggung Azka.

Azka tersenyum, dia menatap Aletta cukup lama.

“Kenapa? Ayo ah pulang, nanti kan kita ke pestanya Reyhan.” Aletta risih juga bila di tatap seperti itu lama-lama.

Azka menjilat bibir bawahnya. “Al…”

“Hm?”

Chuu~

Jangan tanya apa yang terjadi, kalian pasti tahu :)

Azka mencium bibir Aletta dengan lembut, karena ini bukan pertama kalinya bagi mereka, jadi jangan kaget bila mereka sudah lihai dalam hal ini.

Azka melumat bibir bawah Aletta, sedangkan Aletta melumat bibir atas pacarnya itu, tangan Azka beralih menekan tengkuk Aletta untuk memperdalam ciuman mereka, Aletta juga mulai melingkarkan tangannya pada leher Azka.

Ciuman mereka cukup lama terjadi, sampai salah satunya merasa kehabisan oksigen.

“Mpphh…” Aletta memukul bahu Azka agar melepaskan tautan mereka.

“M-maaf…” Azka mengusap bibir Aletta yang basah karena ulahnya.

“Iya gak apa-apa.” Aletta tertawa. “Ayo pulang!”

Azka pun segera mengendarai mobilnya, meninggalkan area sekolah.


Berbeda dengan dua oknum yang satu ini, kita sebut saja Adya dan Sean.

“Buruan dong jalannya, lelet banget lu kek keong!” Omel Adya yang berjalan jauh di depan Sean.

“Woy, santai aja sih jalannya, berasa di kejar utang lu!” Sean terus berlari mengejar Adya.

“Gua tuh sengaja bego, biar orang-orang kaga ngeliatin kita.” Bisik Adya saat Sean sudah berada di sampingnya.

Sean menghela nafas, jadi karena itu. “Et bilang kek dari tadi.”

“Sean!” Panggil seseorang dari arah belakang mereka.

Sean berhenti dan menolehkan kepalanya. “Iya? Kakak dari ekskul musik ya?”

“Iya, namaku Agnes.” Siswi bernama Agnes itu mengangguk, dia adalah anggota dari The Beauty. “Eum, kita kan ada tugas video nyanyi tuh, kamu mau gak nyanyi bareng aku? Biar dapet nilai tambahan.”

Adya yang tidak mengerti pembicaraan mereka hanya bisa diam menunggu serta menjulid.

'Elah ganggu aja nih cewek, gua kan pengen cepet pulang.' Batin Adya sinis.

“Oh boleh-boleh.” Balas Sean. “Mau bikin kapan?”

“Hari Sabtu bisa?” Tanya Agnes.

“Bisa kok bisa, boleh minta nomer wa nya?” Sean memberikan ponselnya pada Agnes.

“Boleh, sebentar.” Siswi itu mengetikkan beberapa dial nomer di layar ponsel tersebut.

Adya perhatian mereka berdua ini semakin berdekatan. Entahlah, aneh saja rasanya bagi Adya melihat Sean berbicara santai dengan siswi lain, beda cerita kalau sudah berbicara dengannya.

Ingin sekali Adya menarik Sean sekarang juga, mereka terlalu lama berdiskusi. Jika dia tau ini akan terjadi, lebih baik dia pulang sendiri.

“Sean, gece woy!” Tegur Adya, dia sudah muak menunggu lelaki itu.

“Iya sabar sih!” Balas Sean terbawa emosi.

“Kalian pacaran ya?” Tanya Agnes penasaran.

Adya dan Sean saling memandang satu sama lain, pikiran mereka seketika mengingat kejadian kemarin malam, cukup lama juga mereka bertatapan.

“Eum.. hello?” Agnes melambaikan tangannya.

Adya dan Sean langsung memalingkan wajah mereka.

“GAK!” Tegas mereka.

“Oh oke, sorry.” Ucap Agnes, dia agak takut melihat keduanya.

“Udah kan itu aja?” Tanya Sean pada Agnes.

“Oh iya satu lagi, kamu udah punya pasangan buat dateng ke pestanya Reyhan nanti malem?” Agnes sebenarnya sedang mengode Sean agar mau mengajaknya datang bersama.

“Ah itu...”

“Udah sama gua kak, kita berangkat bareng.” Adya menarik tangan Sean, dia sengaja melakukan itu supaya Agnes cepat pergi dan tidak bertanya lagi.

Sean kaget dengan ucapan Adya barusan, tapi setelahnya dia mengangguk juga. “Iya, kita pasangan nanti.”

Adya sedikit merinding mendengarnya, apa-apaan coba menyebut mereka pasangan dengan ekspresi se-santai itu?

“Iya pasangan party doang tapi ya.” Ujar Adya, dia melepaskan tangannya dari Sean.

“Oh oke deh, kalo gitu makasih ya Sean udah mau bantuin aku.” Agnes tersenyum manis.

“I-iya sama-sama.” Sean membalas senyuman itu.

Adya yang melihat itu seketika ingin muntah. “Gua pulang duluan deh.” Adya memutar kedua matanya dan pergi meninggalkan Sean.

“Eh tunggu dulu, Adya!” Teriak Sean, dia pun pamit dengan Agnes. “Gua duluan ya, biasa lagi pms dia.”

“Oh iya, hati-hati ya Sean, salam buat temen lu tadi.” Balas Agnes, dia menunjukkan senyuman palsunya, karena jujur saja dia kesal karena tidak bisa menjadi pasangan Sean nanti malam.

“Iya sip.” Sean pun segera mengejar Adya yang mulai hilang dari pandangannya.

Anehnya, Sean tidak bisa menemukan Adya saat berada di luar sekolah, dia pun pergi ke arah parkiran motor, namun tidak ada juga.

“Apa jangan-jangan dia pulang duluan?” Guman Sean. “Et kocak banget dah, dia cemburu gitu gegara gua ngobrol sama kakel tadi?”

“Siapa bilang gua cemburu!?” Teriak seseorang di belakangnya.

“Lah lu darimana aje?” Tanya Sean kaget.

“Lu tau gak sih? Lu itu lama banget, gua tuh nungguin lu anj—mpph!”

Sean mencium bibir Adya agar gadis itu tidak mengucapkan kata-kata kasar.

Adya yang syok itu langsung mendorong Sean sekuat tenaga, tapi lagi-lagi dia tidak bisa menandingi tenaga lekaki itu.

Oke, jika kalian bertanya apakah di parkiran banyak orang? Maka jawabannya, mungkin.

“Eh yang di pojokan ngapain tuh?” Tegur salah satu siswa.

Sean melepaskan ciuman mereka dan menyembunyikan Adya di belakang badannya.

“Gak, gak ada apa-apa, pulang bro!” Balas Sean dengan santai.

Adya jelas langsung memukuli punggung Sean secara brutal.

“Ini apaan sih?” Bisik Sean.

“Lu ngapain cium gua babi!” Omel Adya. 

“Ya gak apa-apa, biar nanti terbiasa.” Goda Sean.

“Terbiasa apaan sih? Gila ya!? Gua bilangin bapak lo ya, dasar pecel lele terusss!” Adya sudah tidak kuat, dia mau pulang sendiri saja, persetan dengan Sean.

Sean memeluk Adya dari belakang. “Iya maaf Adya.”

“Lepasin gua!” Suruh Adya.

“Jadi pacar gua dulu yuk!” Canda Sean, dia ingin tau apa respon Adya selanjutnya.

“Gak!” Tolak Adya secara mentah-mentah, memangnya dia gadis murahan.

“Yah, ya udah gak gua lepasin.” Bisik Sean tepat di depan telinganya.

“Di liatin banyak orang bego!”

“Ya emang kenapa?”

Adya menghela nafasnya, berdebat dengan Sean memang tidak ada habisnya, harus ada salah satu yang mengalah.

Sebenarnya Adya tidak ingin mengalah tapi demi harga dirinya di depan banyak orang, maka...

“TOLONG ADA ORANG CABUL!” Teriak Adya hingga membuat semua orang disana menengok ke mereka.

“Bangsat!” Sean langsung melepaskan pelukannya dan segera mengklarifikasi. “Gak boong, saya gak ngapa-ngapain, sumpah!”

Adya menahan tawanya saat melihat wajah Sean yang panik, mampus aja, siapa suruh menjahilinya seperti itu.

“Bener itu?” Tanya salah satu siswa pada Adya.

“Iya tadi sih dia cabul gitu, tapi keknya sekarang udah normal lagi, biasalah pacar saya emang suka gitu, maaf ya.” Jelas Adya.

“Oh pacarnya toh, kirain orang cabul beneran.” Siswa itu pun pergi meninggalkan mereka.

Sean yang awal tidak sadar akan kalimat 'pacar' yang Adya ucapkan tadi seketika syok. “Hah? Kok pacar?”

“Ya emang kenapa? Udah ayo pulang!”

“Lah...”

“Tadi minta pacaran sekarang malah hah hoh hah hoh kek jualan keong, gak jelas!”

“O-ohh, yas yas, gua mengerti.” Sean pun mengantar 'pacarnya' itu pulang ke rumahnya.


Satya secara terang-terangan merangkul Shucy di sepanjang koridor, jelas pemandangan baru itu membuat semua orang yang melihatnya menjadi panas bahkan terheran-heran.

Sejak kapan mereka berdua dekat? Apakah mereka berdua berpacaran? Atau mereka berdua hanyalah teman dekat saja?

Berbagai pertanyaan terus bermunculan saat mereka berdua melewati semua orang di sana.

Sebagian dari para murid mungkin menganggap hal itu sudah biasa karena status Satya yang terbilang playboy, tapi sebagian dari mereka juga beranggapan bahwa hal itu sangat lucu atau dalam garis besar mereka mendukung hubungan Satya dan Shucy.

Tak lupa sebagian dari mereka pasti ada yang tidak suka, merasa iri dan dengki, serta menatap sinis kearah pasangan baru itu.

“Kak, semua orang keknya gak suka liat kita deh.” Bisik Shucy.

Satya menyibakkan rambutnya ke belakang. “Biarin aja, mereka itu iri sama kamu.”

“Hai kak Satya!” Sapa seorang siswi dengan nekat.

Satya dan Shucy pun berhenti untuk mendengarkan siswi itu.

“Iya kenapa ya?” Tanya Satya, dia menoleh ke arah Shucy, memastikan gadis itu tidak cemburu.

Shucy tidak cemburu sama sekali, dia justru penasaran dengan siswi di hadapannya ini, apa dia salah satu gebetan dari Satya?

“Kakak mau gak jadi pasangan aku di partinya kak Reyhan?” Tanya dengan penuh percaya diri.

“Oh itu...”

“Kalo sama aku mau gak kak Satya?” Tiba-tiba saja ada seorang siswi lain yang ikut bertanya.

“Sama aku aja kak, aku bisa kok jadi pasangan terbaik buat kak Satya.” Ucap salah satu siswi lainnya.

Tanpa Satya dan Shucy sadari, sudah banyak para siswi yang mengelilingi mereka berdua, pertanyaannya tidak jauh dari 'meminta Satya untuk menjadi pasangan mereka di pesta Reyhan nanti malam.'

Satya sudah menolak mereka satu per satu, tapi mereka semua tetap kekeuh meminta padanya.

“Maaf ya tapi aku gak bisa jadi pasangan kamu.” Tolak Satya dengan halus, dia menarik pinggang Shucy agar lebih mendekat padanya.

“Tuh denger, kak Satya gak mau sama lo, dia itu maunya sama gue!” Seru salah satu siswa.

“Emang lo mau sama dia kak? Dih najis banget!” Sinis siswi lainnya.

“Hello, kak Satya mana mau sama kalian, dia itu gak level sama kalian!”

Shucy menghela nafasnya sejenak, menurutnya para siswi ini bukan meminta melainkan memaksa pacarnya, bukankah ini sudah keterlaluan?

“Kak Satya...” Shucy meremas seragam pacarnya itu.

Satya jelas tidak tega melihat pacarnya yang terlihat ingin menangis itu.

Saat Satya hendak membawa Shucy ke dalam dekapannya, gadis itu justru menolak. Dia bingung dengan ekspresi Shucy yang seketika berubah menjadi dingin.

“KALIAN SEMUA DIAM!” Teriak Shucy

Para siswi sontak terkejut dan menoleh ke arah Shucy.

“Gua pacarnya kak Satya, dan gua yang jadi pasangannya nanti di pesta kak Reyhan, puas? Mending sekarang kalian bubar deh!” Tegas Shucy.

Satya ngebug, ini bener-bener Shucy kan? Dia baru tau pacarnya itu punya sisi savage yang membuatnya makin cinta.

“Kenapa masih pada disini? Gak denger ya tadi gua bilang apa? BUBAR!” Perintah Shucy sekali lagi.

Para siswi itu pun langsung takut dan pergi meninggalkan mereka berdua.

“K-kamu?”

“Kalo nolak cewek tuh yang tegas kek, ngapain coba tadi kamu kaya gitu? Sengaja bikin aku cemburu, iya?” Shucy meluapkan semua kekesalannya pada Satya.

“Gak, bukannya gitu sayang...”

“Apa? Emang dasar kamu buaya ya, kerjanya tebar-tebar pesona terus!” Shucy meninggalkan Satya yang tengah termenung itu.

“Eh tunggu dulu, sayang, jangan marah!” Satya mengejar Shucy sampai menuju area loker.

Di area loker sudah tidak ada murid berkeliaran.

Shucy membuka lokernya untuk mengambil beberapa barang yang sempat dia tinggal.

“Hei...” Satya menutup loker Shucy dan mengunci pergerakan pacarnya itu agar tidak kabur lagi. “Aku minta maaf, bukan maksud aku kaya gitu..”

“Terus?” Shucy membalikkan badannya untuk menatap Satya, meminta penjelasan.

“Aku cuma gak enak mau nolak mereka, kamu tau kan rasanya nolak ajakan orang itu kaya gimana?”

“Ya tapi kamu punya udah pacar kak, kalo kamu gak enak kenapa gak terima aja?”

“Iya aku tau, aku salah, maaf...”

Shucy menghela nafas, setidaknya dia sudah lega memberitahu sifat aslinya ini pada Satya. “Kamu udah tau kan sifat asli aku kaya gimana? Jangan macem-macem deh.”

Satya terkekeh. “Iya sayang, aku kaget kamu tiba-tiba marah kaya gitu.”

“Semua karna kamu, untung aja aku gak tamparin wajah mereka satu-satu.”

“Serem banget kamu.”

“Kenapa? Kamu mau aku tampar juga?” Shucy melayangkan tangannya pada Satya.

“Eh nggak sayang, bercanda.” Satya menggelengkan kepalanya takut.

“Ya udah ayo pulang!” Ajak Shucy.

“Ntar dulu.” Satya mendekatkan wajahnya pada Shucy hingga hidung mereka bersentuhan.

“Mau ngapain kamu?”

“Masa gak tau? Kita pacaran loh.”

Ah iya, kemarin malam adalah hari paling bersejarah bagi kedua pasangan ini, dimana Satya meminta Shucy untuk menjadi pacarnya setelah lelaki itu berhasil mencuri ciuman pertamanya.

“Shucy, makasih ya karena udah hadir di hidup kakak.” Satya mengusap lembut pipi sang empu.

“Shucy juga mau bilang makasih sama kak Satya karena udah ngajarin Shucy main ice skating.” Shucy tertawa setelahnya. “Kak Satya kita pulang yuk, dingin...”

“Oke, ayo kita pulang.” Satya membantu Shucy untuk berdiri. “Shucy...”

“Iya kak?” Sahut Shucy.

“Kakak gak tau lagi gimana harus ungkapin perasaan kakak ke kamu, tapi...” Satya mengaitkan tangannya pada tangan Shucy. “Boleh gak kakak jadi pacar kamu?”

Shucy yang mendengarnya langsung tertegun, dia ingin menolak sebenarnya, karena menurutnya ini terlalu cepat. Namun disatu sisi dia juga menyukai Satya, jadi dia harus bagaimana?

Shucy berpikir, apa dia terima saja?

“Iya boleh kok, Shucy mau jadi pacar kak Satya.” Ucap Shucy dengan tulus, ya setidaknya dia jujur akan perasaannya.

Satya pun segera memeluk gadis yang berstatus pacarnya itu dengan erat, mencium lembut puncuk kepala Shucy, menghantarkan rasa sayang padanya.

Satya berjanji tidak akan pernah menyakiti ataupun membuat pacarnya itu menangis.

Ya, kira-kira seperti itulah kejadiannya.

“Emang kalo kita pacaran kamu bisa seenaknya gitu?” Shucy menatap Satya sinis.

“Ayolah sayang, sekali aja, ya ya?” Bujuk Satya.

“Ya udah.”

“Yes!”

“Tapi jangan lama-lama.”

“Iya gak kok.”

Satya mencium bibir Shucy dengan lembut, menggerakkan permainannya itu secara perlahan, melumat bagian bawah bibir pacarannya sedikit demi sedikit.

Shucy ingat cara yang sudah Satya ajarkan kemarin, dia mengikuti pergerakan Satya yang masih terkesan dasar itu.

Satya mulai menggigit kecil bibir Shucy seraya menjilati kedua belah bibir sang empu agar mau membuka mulutnya, dan disaat itulah Shucy langsung meninju perut Satya.

“AKH! Aduh... Kok kamu malah nonjok perut aku sih?” Ringis Satya.

“Kamu yang mancing, ngapain kaya gitu?” Omel Shucy.

“Oh hehe... Naluri itu...” Satya tertawa canggung.

Shucy menepuk dahinya. “Udah ayo kita mending pulang, kamu mulai ngadi-ngadi.”

“Ya maaf...” Satya menggaruk tengkuknya malu.

. . .


#SweetBetrayal

Part 10 : Break Your Rules


[Kucing Jelek Besar Yang Berani]
Motto » Terkadang Menistakan Seseorang Itu Baik😃

Raina : Weh, dah pada balik lu semua?

Adya : Udah balik dari tadi kali, sekarang dah malem ye.

Aletta : Udah, ngapa dah?

Raina : Gpp sih, nanya doang. Lu tadi pada kenapa sih? Heboh bener.

Aletta : Kepo!

Adya : ^2

Raina : Dih gitu😒 Btw ini dua orang lagi kemana ya?

Shucy : Kenapa? Kangen ya sama Shucy?

Raina : G skip.

Bella : Eh, kalo mimisan terus artinya kenapa ya?

Adya : Tanda-tanda mau koma deh keknya.

Raina : Lu mimisan Bel? Makanya kalo ngedance jangan kek orang kesetanan.

Bella : Anjir wkwk.

Aletta : Yeh, di kasih tau malah wkwk.

Bella : Ih kaga, tadi gua ketemu Juan sama Ricky terus tiba-tiba gua mimisan.

Shucy : Bella kecapean kali gegara di bully terus sama Juan😃

Raina : Setuju sih, mundur aja Bel, mungkin Juan emang bukan jodoh lu.

Adya : Iya sih, mending lu ama kang cilok depan sekolah aje Bel, cocok.

Aletta : Iya Bel, gua dukung dah kalo lu ama kang cilok, kawal sampe pelaminan juga skuy.

Bella : Ih gak mauu😭 Maunya sama Juan aja, kalo gak sama Ricky🥺

Raina : Lah, maruk bener bocahnya.

Adya : Sejak kapan lu demen anak setan macem Ricky?

Bella : Tadi gua di gendong ama Ricky hehe..

Aletta : Kok bisa di gendong? Lu pingsan tadi?

Bella : Gak pingsan sih, cuman tadi pusing banget, jadinya di gendong sama Ricky.

Shucy : Wah Bella, jangan-jangan Ricky ini jodoh aslimu.

Bella : Tapi maunya tetep sama Juan😭

Raina : Juan buat gua aja lah.

Bella : Gua gadain lu Ra, biarin aja.

Raina : Wehhh anjir serem. Bercanda doang Bel.

Bella : Eh, tapi bener loh kak Reyhan sama temen-temennya itu baik banget, tadi gua di anterin pulang pake mobil dia.

Adya : Seriusan lu Bel?

Bella : Iyaa, serius.

Aletta : Yeh, mereka mah emang baik Bel, kan kita udah bahas kemaren.

Bella : Emang?

Shucy : Bella dari kemaren kemana aja? Kan Shucy udah ngasih tau juga.

Raina : Maklum udah tua, lupa dia.

Bella : Anjirr wkwkwk. Ih bukannya gitu, berarti Dinda boongin kita dong?

Adya : Ya emang begitu bodohh. Kemaren udah kita bahas ye, jangan mancing emosi lu.

Raina : Bel, lu kan suka sama Juan ya, lu liat aja sifat Juan ke lu itu gimana.

Bella : Aghh jadi ingett tadi, gua tidur di pangkuan Juan😭

Aletta : Dihh, kerasukan lagi dia.

Shucy : Bella pacaran sama Juan?

Bella : Maunya juga gitu Shucy, tapi Juan gak peka.

Adya : Lu tidur di pangkuan Juan? Hah? Kok gua gak percaya ya, mimpi kali lu.

Raina : AHAHAHA kok gua malah ngakak sih🤣 Bel, lu tidur di pangkuan Juan mau ngapain anjir?🌚

Shucy : Raina receh banget. Emang kenapa kalo Bella tidur di pangkuan Juan?

Bella : Eyy apa tuh bulgos wkwk.

Adya : Otak ngeres Raina mulai-mulai dah.

Aletta : Salah kali lu, bukan di pangkuannya Juan tapi pala lu tiduran dipaha Juan.

Bella : Ah iyaa, itu maksud gua.

Adya : Yehh, Bellabol, ngetik tuh yang jelas.

Bella : Ya maaf.

Shucy : Bellabol itu Bella bolo-bolo ya? 

Adya : Y.

Raina : Yahh gua kecewa Bel. Gpp Bel, nanti gua ajarin cara tidur di pangkuan Juan.

Aletta : Ngadi-ngadi nih bocah satu.

Bella : Hah? Gimana tuh?

Adya : Stres si Raina mah, anak polos di ajarin perilaku tidak senonoh.

Raina : Itu edukasi, belom pernah kan lu semua?

Shucy : Emang Raina pernah?

Raina : Ya gak juga sih...

Adya : Dah lah otak lu gak bener skip. Btw, lu pada udah ketemu temennya Reyhan kan?

Raina : Temennya Reyhan yang mana?

Aletta : Goblok gitu aja gak tau.

Raina : Eh temen dia banyak ya, mon maap aje.

Adya : Udah Raina lu fokus aja sama Mahesa, gua tau tadi lu ketemu Mahesa kan? Iya oke. Yang lain gimana?

Raina : Sotoy anjir, gua aja gak ketemu Mahesa samsek.

Bella : Eyy kamu berbohong pasti.

Raina : G sih.

Aletta : Iya, gua tadi di ajak Azka buat cari kadonya Reyhan.

Shucy : Di ajak kemana?

Aletta : Ke Mall, terus lu tau gak sih? Harga bajunya sampe 20 juta.

Adya : Lu di beliin juga gak sama dia?

Aletta : Dianya sih mau beliin, tapi biar gimana juga gua gak enak, mahal banget gila.

Raina : Kenapa gak mau? Mending buat gua aja.

Adya : Maaf tidak menerima orang gadir.

Bella : Eh tapi lumayan juga kan, gua juga mau anjir.

Shucy : Shucy juga mau, kenapa gak buat Shucy aja?

Raina : Tuh mereka juga mau.

Adya : Lu semua udah terkontaminasi sifat gadir Raina.

Aletta : Eh tapi gua boleh jujur ga?

Adya : Ape?

Raina : Lu suka Azka ya?

Aletta : Kaga. Tapi gua jadian sama Azka.

Bella : Hah?

Raina : What?

Adya : Lu serius?

Shucy : Yeyyy, akhirnya Aletta pacaran jugaa.

Aletta : Iye, ini semua gegara lu semua juga.

Raina : Lah...

Bella : Ngapa jadi kita?

Aletta : Lu sih nyuruh gua akting kalem di depan Azka.

Adya : Lah lu beneran nurutin kemauan Shucy?

Shucy : Itu kemauan kita semua juga ya, bukan Shucy doang😒

Aletta : Ah elah, ya udah intinya gua jadian, sekarang jujur siapa yang jadian juga? Gua tau di antara kalian ada yang pacaran kan.

Raina : Gak ada, lu doang keknya.

Aletta : ^Ciri-ciri orang yang masuk neraka jalur vip.

Raina : Dih, mau konser di neraka?

Adya : Tapi keknya emang baru lu doang deh, Al.

Raina : Tuh kan, percaya sama gua.

Adya : Tapi gua curiga sama lu ye setan.

Bella : Gua ga pacaran, boro-boro juga doi peka.

Shucy : Shucy mau jujur, tadi Shucy di ajak main Ice Skating sama kak Satya terus Shucy jatoh.

Aletta : Astagfirullah. Terus gimana? Lu gpp?

Raina : Yeh, kalo gua yang jatoh aja di mampusin.

Adya : ^Kau anak tiri, diam saja.

Bella : Iya Shucy luka gak? Satya nolongin tapi?

Shucy : Shucy malah di cium sama Satya.

Aletta : Bangsat.

Adya : Satya setan.

Bella : Enak ya, gua mana pernah.

Raina : Avv... Romantis kali🥺

Adya : Romantis pala lu 11, ini namanya pecel lele.

Aletta : Iya bener, besok kita labrak si Satya. Lu gak jadian kan sama dia?

Shucy : Jadian itu pacaran ya? Tadi kak Satya ngajakin sih.

Adya : Terus lu jawab apa?

Shucy : Mau🙂

Raina : Mantap, gua bangga.

Bella :  Enak banget Shucy pacaran sama Satya.

Adya : Kok Shucy mau sih?😭

Shucy : Gak tau, Shucy jawab mau aja, kasian juga kak Satya kalo di tolak.

Aletta : Fix harus kita potong masa depannya.

Raina : Weh anjirr, serem banget.

Aletta : Ngapa? Masalah?

Raina : Ampun ndoro.

Shucy : Jangan gitu sama kak Satya, dia baik kok.

Adya : Baik sih baik, tapi tetep aja lu udah di pecel lele.

Raina : Ya elah chill, baru di cium doang belom di apa-apain.

Bella : Astagfirullah Raina.

Adya : Iya, kalo Raina yang di apa-apain mah gua chill.

Raina : Wah bajingan :)

Aletta : Raina mah udah gede bisa jaga diri sendiri.

Shucy : Shucy juga udah gede kok, bisa jaga diri sendiri.

Raina : Gak, buktinya ciuman pertamamu sudah hilang.

Shucy : Ishh, salahin Kak Satya.

Aletta : Iya besok kita labrak.

Bella : Jangan labrak-labrak mulu ah, trauma.

Adya : Dih jelek gitu aja udah kena mental.

Bella : Masalahnya gua maju paling depan anjir.

Shucy : Bella bolo bolo cocok jadi tumbal.

Bella : Astagfirullah.


[Pembela Kebenaran]
Motto » There is Something Between Us 😏

Dinda : Hai girls, gimana hari kalian?

Adya : Alhamdulillah baik. Raina alay bet dah bikin motto.

Raina : Biar kece pake bahasa Inggris.

Aletta : Sok Inggris lu.

Raina : Gak gitu anjir. This is aesthetic yeah~

Shucy : Apa sih Raina alay banget.

Adya : Iya emang alay dia.

Bella : Emang itu artinya apa sih?

Raina : Bella jelek sekian.

Bella : Yeh, boong banget, nama gua aja gak ada disitu.

Aletta : Ada Bel, gak keliatan aja.

Dinda : Maaf ganggu waktu kalian nih... Tapi kalian udah berhasil sama misi kalian?

Adya : Nah baru mau ngasih tau. Kita semua udah ketemu sama temennya Reyhan kok, dan untungnya kita semua juga di undang ke party dia.

Bella : Dinda mau ikut juga kah?

Dinda : Kalo pun aku di undang, aku belum bisa ikut karena masih sakit.

Aletta : Dinda mau kita jenguk?

Dinda : Gak perlu girls, nanti malah ngerepotin kalian.

Shucy : Gpp kok Dinda, kita seneng malah bisa bantu.

Adya : Kita juga sebenernya males kali [delete] Iya bener tuh kata Shucy.

Raina : Ya elah, ngapain sih ngide aja jenguk-jenguk [delete] Gua sih ngikut aja kalo mau pada jenguk.

Dinda : Udah, gak apa-apa kok. Kalian fokus aja buat pergi ke party Reyhan besok, acaranya malem kan?

Aletta : Iya malem, sekitar jam 7 mungkin.

Dinda : Tempatnya dimana ya kalo boleh tau? Di asrama dia kah?

Raina : Keknya bukan deh, kalo gak salah katanya di hotel gitu.

Adya : Serius lu? Tau darimana?

Raina : Denger dari orang.

Shucy : Seriusan hotel??

Bella : Oh iya kak Reyhan sempet bilang tadi, katanya di Hotel apa gitu... Lupa namanya susah.

Dinda : Tipikal Reyhan banget sih, party dia pasti mewah. Terus kalian pergi kesananya berlima atau di jemput sama mereka?

Aletta : Gua di jemput sih sama Azka, gak tau deh kalo yang lain.

Adya : Iya gua juga di jemput Sean.

Shucy : Shucy di jemput kak Satya, hehe...

Bella : Ih kok enak banget dah pada di jemput.

Raina : Lu gak di jemput Juan?

Bella : Kaga tuh.

Raina : Ya udah bareng gua aja kuy.

Bella : Emang lu gak bareng kak Hesa?

Raina : Kaga, chill aja.

Dinda : Okey, kalo gitu good luck ya girls. Maaf banget aku gak bisa ikut sama kalian🥺 Tapi aku harap semoga kalian semua berhasil ya sama misi kalian, gak ada kendala apapun dan semoga banyak juga yang berpihak sama kalian😊

Aletta : Kita aja besok mau have fun [delete] Iya Dinda semoga besok kita bisa.

Raina : Huft.. mau sampe kapan sih kita boongin dia? Greget banget gua pengen cepet keluar dari sini [delete] Sip Dinda, selagi Bella maju paling depan aku sih santai😃

Bella : Lah anjirrr gua lagi, gak ada gak ada.

Adya : Gak boleh gitu sama yang lebih tua, harus nurut.

Bella : Astagfirullah, tapi gak gini😭

Shucy : Tenang aja Bel, nanti Shucy temenin kok.

Bella : Emang Shucy doang dah yang paling baik.

Raina : Gua gak Bel? Udah gua ajakin bareng loh besok.

Bella : Iya Raina juga.

Aletta : Terus kita semua jahat gitu?

Bella : Kalian semua baik kok, apalagi Dinda, baik banget sumpah.

Dinda : Iya makasih Bella, kamu juga baik kok :)

Adya : Sok iye banget Bella.

Bella : Wkwkwk...


Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Para bujang pun menggunakan waktu paling berharga ini untuk memberi ucapan ulang tahun kepada Reyhan, melalui grup chat mereka tentunya.

Kenapa tidak secara langsung? Karena mereka terlalu malas untuk keluar kamar, dan lebih memilih mengucapkannya lewat grup chat sambil rebahan ria di kasur masing-masing.

Lalu mereka tidak membelikan kue untuk Reyhan? Maka jawabannya juga tidak, mereka sudah mendiskusikan hal ini tadi siang. Mereka mau memberikannya saat pesta ulang tahun Reyhan saja, biar lebih spesial katanya, padahal mah emang dasarnya mereka mageran.

[7 Pemuda Tampan]
Motto » Ciee Reyhan udah tua🎉🎉🎊🎊🎂🎂🥳🥳🥳

Mahesa : HBD Reyhan, semoga panjang umur dan sehat selalu ya!

Satya : ^2

Azka : ^3

Sean : ^3

Juan : ^4

Ricky : ^5 Jangan lupa PU nya ya bang😃

Mahesa : Loh, kok lu pada nulis angka semua dah, mana ucapan buat Reyhannya?

Reyhan : Emang asu, biarin aja bang, sisanya kaga gua undang, mampus.

Sean : Dih baperan banget lu bang Rey😒

Satya : ^2

Azka : ^3

Juan : ^4

Ricky : ^5

Mahesa : Astaga kalian ini... lucu ya kompak gitu.

Reyhan : :)

Satya : Bercanda elah Rey, HBD ya, jangan lupa traktirannya uhuyyy...

Azka : Happy Birthday bro, I hope you always happy and all your dream will come true.

Juan : HBD ya bang Rey, semoga makin sayang sama Juan, hehe...😁

Sean : Met Ultah bang Rey, semoga makin ganteng, tapi masih gantengan gua sih tetep😏

Reyhan : Iya makasih ya semuanya, walaupun gua gak tersentuh sama ucapan kalian, tapi gua berterima kasih banget sama kalian karna udah inget ultah gua.

Mahesa : Iya sama-sama.

Sean : ^2

Juan : ^3

Satya : ^3

Azka : ^4

Ricky : Gua gak ikutan ya bang. Sama-sama btw.

Reyhan : Dasar adek biadab semua.

Mahesa : Sabar Rey, ayo kalian semua minta maaf.

Sean : Maaf bang.

Juan : Maafin Juan ya bang, hehe...

Satya : Maap ye, biasalah bercanda.

Azka : Sorry Reyhan.

Reyhan : Y. Kok kalian di kamar aja dah? Gak mau ngumpul gitu di ruang tamu? Gua abis beli makanan banyak nih.

Sean : Gua otw kesana.

Juan : Sean, tungguin Juan.

Sean : Lama tinggal nih.

Satya : Yah elah, gak mau di anter ke kamar kita-kita gitu? Mager keluar kamar.

Reyhan : Yang gak kesini gak dapet makan.

Satya : Asu.

Azka : Ayo Satya keluar, gua di depan kamar lu nih, mau bareng gak?

Satya : Tunggu Beb, gua pake celana dulu.

Ricky : Dih, lu abis ngapain bang?

Satya : Kepo banget bocil epep.

Azka : Paling abis begitu dia.

Ricky : Apa?

Satya : Abis boker ye gua.

Sean : Ku mencium bau-bau dusta.

Satya : Kaga njer, gua beneran boker.

Juan : Dih, masa boker tengah malem, mencurigakan.

Satya : Lah, emang ngapa dah?

Mahesa : Udah, daripada lu ribut di grup mending makan deh, keburu gua abisin ini makanan.

Sean : Salahin bang Sat tuh.

Satya : Apa salah gua anjir? Gua cuma boker.

Ricky : Bang Sat pasti abis main solo, parah sih gak ngajak Ricky.

Satya : Kata siapa woy?

Sean : Bang He, liat tuh ketikan Ricky.

Mahesa : Heh, ngetiknya jangan ngawur gitu.

Ricky : Main solo itu nyanyi kan?

...

Mereka semua kini sudah duduk melingkar di ruang tamu untuk makan bersama.

“Udah makan dulu, jangan main hp.” Mahesa mengambil ponsel Ricky dari tangannya.

“Iya bang maaf.” Ricky mendengus kemudian menyantap pizza di depannya.

“Ih bang Sat jauh-jauh ah jangan deket gua, bau peju anjing!” Sean menggeser tubuhnya dari Satya.

“Kaga asu, orang gua wangi gini.” Satya merangkul Sean, lebih tepatnya membekap adiknya itu.

“Ih bang He, liat nih kelakuan bang Satya...” Adu Sean.

“Satya, lepasin itu adek lu mau makan.” Perintah Mahesa.

Satya melepaskan rangkulannya. “Aduan banget lu.”

“Bacot.” Sean mendekat ke arah Juan dan meletakkan kepalanya di bahu lelaki itu.

“Sean, lu ngantuk ya?” Tanya Juan sambil meneguk cola.

“Iya anjir, tapi nanti gua gak dapet makan kalo tidur.” Sean mulai menyantap pizzanya.

“Iya juga sih, ya udah situ makan yang banyak.” Juan menarik 1 box pizza untuk Sean dan dirinya.

“Heh, lu semua udah punya pacar gak bilang-bilang gua ya? Bagus banget.” Sindir Reyhan.

“Hah? Siapa anjir?” Mereka pura-pura tidak tau.

“Halah, gak usah keong lu semua.” Reyhan menunjukkan suatu postingan di sosmed. “Lu kira gua gak liat base sekolah, ini lu pada kan?”

Mereka berenam seketika mematung, benar saja itu memang foto mereka bersama seorang gadis. Meskipun foto semua gadis itu buram, Reyhan tau persis itu adik kelas yang melabraknya tempo lalu.

Reyhan jelas merasa terhianati, tapi dia juga tidak bisa melarang hubungan percintaan teman-temannya, karena biar bagaimanapun itu adalah kebahagiaan mereka.

Hanya saja Reyhan tidak tahu kalau kelima gadis itu awalnya suruhan dari Dinda.

“Itu sendernya siapa coba?” Sean menatap postingan itu tak suka.

“Persetan sama sendernya, Cepet ngaku!” Reyhan menatap tajam mereka satu persatu.

“Iya gua pacaran sama Aletta.” Azka membuka suara lebih dulu. “Maaf gua baru kasih tau lu sekarang, ya karna gua emang baru jadian tadi.”

“Serius lu bang?” Ricky sedikit syok.

“Iya bener.” Azka mengangguk.

“Oke, siapa lagi?” Reyhan masih menyelidiki.

“Gua juga jadian sama Shucy.” Ujar Satya dengan santai.

“Kalo lu mah gua gak kaget, cewek lu banyak kan.” Reyhan memutar kedua matanya.

“Sembarangan, yang banyak itu gebetan doang, kalo pacar ya cuma Shucy ini.” Jelas Satya. “Tapi keknya gua mau tobat aja deh, capek anjir.”

“Dih, gak percaya, lu kan buaya bang.” Sean julid.

“Diam lu sotoy.” Satya memberi tatapan tajamnya.

Sean hanya membalasnya dengan mengoceh tak jelas.

“Kalo foto gua sama Juan itu lu tau kan bang kita bareng siapa? Jangan salah paham dulu, kita cuma bantuin Bella.” Jelas Ricky.

“Iya, Juan gak pacaran bang sama Bella.” Sahut Juan, dia saja tidak mengerti apa itu pacaran.

“Iya dah, kalo lu berdua gua percaya.” Balas Reyhan, tapi dia masih menaruh rasa curiga terhadap keduanya.

“Sean juga gak pacaran kan sama Adya?” Tanya Juan.

Karena apapun yang terjadi Juan akan selalu mengikuti Sean. Kalo Sean berpacaran maka dia akan berpacaran juga, dan kalo Sean jomblo maka dia akan jomblo juga.

“Iya gua gak pacaran kok sama Adya, kan pacar aku Juan.” Sean memeluk Juan dengan sayang, seperti adiknya sendiri.

“Ih Juan gak belok juga ya.” Juan mendorong Sean sampai terjungkal.

“Jhahahah mampus lu!” Sorak Satya merasa puas.

“Sialan lu bang.” Sean menyiram cola miliknya ke muka Satya.

“Anjing!” Satya mengejar Sean yang berlari ke arah dapur itu.

“Aduhh itu anak berdua berantem mulu dah.” Azka geleng-geleng kepala, pusing liat kelakuan Satya sama Sean.

“Kalo lu gimana bang?” Reyhan mulai mengintrogasi Mahesa.

“Gua?” Mahesa menunjuk dirinya. “Bukannya lu udah pada tau ya?“ 

“Iya, bang Rey lupa ya sama pacarnya?” Tanya Ricky.

“Oh iya gua inget, maaf.” Reyhan menepuk dahinya. “Siapa? Raina ya?”

“Iya bener, tapi dia maunya backstreet.” Jelas Mahesa, dia juga gak ngerti kenapa Raina lebih suka diem-diem.

“Terus lu mau gitu bang?” Ricky jadi penasaran.

Mahesa tertawa. “Ya udah terobos aja, lagian juga kita gak backstreet amat.”

“Berarti lu udah move on dong dari Rachel?” Tanya Reyhan.

“Rachel siapa?” Juan menatap Reyhan dan mahes secara bergantian.

“Rachel sepupunya Reyhan ya?” Tebak Azka.

“Lu punya mantan bang?” Ricky makin kepo.

“Gak gitu, tap—”

“BANG HE, TOLONGIN GUA DONG, MASA GUA DI SIRAM AER CUCIAN SAMA BANG SATYA!” Adu Sean dari arah dapur.

“Aduh itu bocah berdua kenapa sih?” Azka mulai tertekan.

“Usir aja bang dari asrama.” Celetuk Ricky.

“WOY, SINI GAK LU BERDUA! GUA USIR YA LU DARI ASRAMA!” Teriak Reyhan.

“IYA BANG!” Sahut keduanya, mereka langsung berlari menuju ruang tamu.

“Mana? Katanya di siram aer cucian.” Tanya Mahesa, dia bingung keduanya nampak baik-baik saja, tidak ada yang basah sama sekali.

“Ngibul dia bang, yang ada gua tadi kepleset di dapur.” Adu Satya.

“Ya udah makan sini aja, gak usah lari-larian.” Juan menarik Sean untuk duduk di sampingnya.

“Iya elah.” Sean duduk dengan kesal.

Dan hening, mereka tidak melanjutkan sesi tanya jawab barusan, yang mereka lakukan hanyalah menghabiskan semua makanan di depan mereka dengan tenang.

“Oh iya bang, besok jadinya dimana? Gak mungkin di asrama sini kan?” Tanya Sean tiba-tiba.

“Hm... gua udah sewa hotel bintang 5 sih.” Balas Reyhan.

“Yang bener bang?” Ricky langsung berdiri, dia seneng banget akhirnya bisa hidup mewah selama sehari.

“Iya bener, kenapa? Lu mau tidur disana juga? Boleh, pesen kamar aja.” Ucap Reyhan dengan santai.

“Tapi kan besoknya kita sekolah.” Peringat Mahesa.

“Bolos aja sih, chill.” Sahut Satya tanpa dosa.

“Yeh, gak bisa, besok kita ulangan harian matematika.” Azka memukul bahu Satya.

“Gak apa-apa.” Balasnya lagi.

“Gak apa-apa giman—”

“Udah-udah, tidur lu semua besok mulung.” Celetuk Reyhan.

“Hah? Sejak kapan? Gak mau!” Tolak Azka.

“Bercanda kali, serius amat sih lu.” Reyhan menatap tajam Azka.

“Ohhh...” Abis itu Azka menguap karena ngantuk.

“Tuh kan ngantuk, udah sama pada balik ke kamar.” Perintah Mahesa sambil membersihkan meja ruang tamu.

“Iya, ini mau tidur, ayo Sean.” Ajak Juan.

“Gendong dong lur.” Pinta Sean, biasalah anaknya suka gadir.

“Gak mau berat!” Juan malah narik Sean secara paksa.

“Gua balik juga ya, makasih makanannya.” Satya menepuk bahu Reyhan lalu pergi ke kamarnya.

“Gua juga balik ya.” Baru juga Azka mau pergi, tangannya di tahan sama Mahesa. “Kenapa bang?”

“Itu adek lu gendong ke kamarnya, kasian kalo di bangunin.” Mahesa nunjuk Ricky yang udah molor di sofa.

“Lah kok jadi gua?” Protes Azka.

“Udah cepetan, gua mau bersih-bersih dulu sama Reyhan.” Mahesa menepuk bahu Azka.

“Et dah, nambah beban aja lu Ricky Harun.” Azka dengan terpaksa menggendong adiknya itu.

“Woy, lu belom jawab pertanyaan gua ya, lu udah move on dari Rachel?” Tanya Reyhan masih penasaran.

“Ngapain di bahas lagi sih?” Mahesa memutar kedua matanya. “Iya gua udah move on, lagian sekarang gua punya Raina.”

“Yakin? Lu gak jadiin Raina pelarian kan?” Reyhan tau ada sesuatu keraguan di mata Mahesa.

Mahesa menatap Reyhan sejenak, hatinya mulai bimbang. “Kaga, ngapain juga.”

“Besok Rachel dateng ke acara gua, lu gak apa-apa?”

“Iya santai aja.”

Sebenarnya hal itu tidak baik-baik saja.


Juan dan Sean itu satu kamar, karena hanya kamar mereka yang memiliki dua tempat tidur.

Mereka berdua belum tidur, Sean masih asik menonton drama korea di ponselnya, sedangkan Juan tengah memikirkan sesuatu.

“Sean...” Panggil Juan.

“Apa?” Sahut Sean tanpa memalingkan pandangannya dari layar ponsel.

“Lu pernah suka sama orang gak?”

“Pernah lah, emang kenapa lu tiba-tiba nanya gitu?”

“Masa tadi Bella bilang kalo dia suka sama gua, terus gua harus gimana?”

“Lu suka gak sama dia?”

“Nggak.”

“Ya udah, bilang aja gak suka.”

“Tapi Bella lucu deh, pas lagi tidur manggil-manggil nama gua terus.”

“Bucin kali dia sama lu.”

“Bucin itu apa?”

“Budak cinta, pokoknya dia cinta banget dah sama lu.”

“Oh gitu, kasian ya.”

“Kok kasian?”

“Iya, dia cinta banget sama gua, tapi gua kan gak suka dia.”

Sean mematikan ponselnya, kemudian menatap Juan.

“Kalo misalkan Bella deket sama Ricky lu cemburu gak?” Tanya Sean, dia ingin memancing Juan.

“Nggak.” Juan menggelengkan kepalanya polos.

“Eh bentar, lu tau cemburu itu gimana?” Sean lupa, mungkin saja Juan tidak mengerti ucapan.

“Nggak tau.” Benar saja dugaannya.

“Ett dah.” Sean mengacak rambutnya kesal. “Kalo misalkan gua pacaran sama Bella boleh?”

“Gak boleh!” Larang Juan. “Kalo Sean pacaran sama Bella nanti Juan pacaran sama siapa?”

“Kalo Bella pacaran sama Ricky gimana?”

“Gak apa-apa, asalkan Sean gak pacaran biar Juan ada temennya.”

“Kalo gua pacaran sama Adya gimana?”

“Ya udah Juan pacaran sama Bella, biar kita sama-sama pacaran.”

Sean menghela nafas, maunya Juan ini gimana sih sebenernya?

“Tapi kan Bellanya udah pacaran sama Ricky.”

“Kapan mereka pacaran? Kok Juan gak tau.”

“Ya belom, kan misalnya.”

“Ya udah, Sean gak boleh pacaran kalo gitu.”

“Lahh kok gitu?”

“Nanti Sean gak bisa main lagi sama Juan.”

“Kata siapa?”

“Sean gak sayang lagi sama Juan.”

“Mana ada begitu.”

“Boong.”

“Gini aja deh, lu pacaran sama Bella ya, gua mau pacaran sama Adya, biar nanti kita sama-sama pacaran.” Sean sudah lelah dengan Juan.

Juan menatap Sean dengan kesal, apa-apaan coba maksudnya itu, Juan jelas tidak mau, tapi kalau Sean sudah menyuruhnya begitu Juan mau tidak mau harus menyetujuinya.

“Sean—”

“Ssttt, udah tidur, besok kita sibuk.”

Sean menarik selimutnya sampai atas kepalanya.

Juan hanya bisa terdiam memikirkan ucapan Sean barusan, entahlah, rasa kesal tengah menguasai dirinya.

“Sean ngeselin! Bodo amat besok Juan mau ngambek!” Teriak Juan.

“Nyenyenye...” Bales Sean meledek.


[Kucing Jelek Besar Yang Berani]
Motto » Terkadang Menistakan Orang Itu Baik😃

Adya : Masih pada bangun gak lu pada?

Raina : Masih gua.

Shucy : Shucy juga masih bangun.

Adya : Sisanya mana? Tidur ya?

Raina : Biasalah.

Adya : Kita gak ngucapin ultah buat Reyhan?

Shucy : Shucy udah ngucapin kok, tapi lewat chatnya kak Satya, jadi Shucy titip salam aja.

Adya : Oh oke. Lu udah Ra?

Raina : Belom, baru juga mau ngucapin.

Adya : Ah lu ngucapinnya lewat chat Mahesa ya?

Raina : Iyalah, gua kan gak punya kontaknya Reyhan.

Adya : Yeh, lu pada enak, gua bilang lewat siapa? Gua aja gak punya kontaknya Sean.

Raina : Mau gua mintain?

Adya : Gak skip.

Shucy : Adya bilang langsung aja sama Reyhan lewat DM.

Adya : Takut...

Shucy : Gpp, sekalian minta maaf juga sama dia.

Adya : Iya juga sih.

Raina : Apa mau gua yang kirim?

Adya : Jangan Ra, gua sendiri aja. Oke, gua DM Reyhan, doain gua ya.

Raina : Aamiin...

Adya : Belom setan.

Raina : Ya maaf.

Shucy : Iya, Shucy doain, semoga di bales sama Reyhan.

Adya : Oke, makasih kawan.


Adya pun mulai menuliskan ucapan serta permintaan maafnya untuk Reyhan, tanpa waktu panjang Reyhan langsung membalas pesannya itu dengan baik.

Reyhan tidak marah ataupun kesal, dia justru berterima kasih dan memaafkan Adya berserta teman-temannya.


Adya : Reyhan bales!

Shucy : Apa katanya?

Adya : Katanya makasih terus dia udah maafin kita semua.

Raina : Tuh kan, Reyhan emang baik banget.

Adya : Anjir gua degdegan, kirain dia gak bakal bales terus malah ngeblock gua.

Raina : Kaga lah, ya kali dah.

Shucy : Yey, kita damai.

Adya : Tapi yang masih gua pikirin, gimana cara kita buat bilang sama Dinda, kalo kita udah gak mau lagi nurutin kemauan dia?

Shucy : Kalo menurut Shucy, kita jujur aja sama Dinda, keknya itu lebih baik.

Adya : Tapi emang Dinda nerima gitu aja? Gak mungkin kan?

Shucy : Ya senggaknya kita udah coba.

Raina : Udah gak usah di pikirin, mending kita tidur sekarang.

Adya : Y.

Shucy : Oke, good night, sampai ketemu besok.

Adya : Good night juga.

Raina : Bye...

. . .


#SweetBetrayal