Rosie

FLASHBACK

Krist datang ke lapangan dengan keadaan basah karena keringat.

“Maaf gw telat.” Krist menghampiri Singto dengan napas pendek.

“Kenapa kamu telat terus?!” Singto membentak Krist

labil banget ni orang! Kemarin baik sekarang kek anjing. Krist membatin

“Gw baru pertama kali. Gausah ngarang cerita.” Krist menjawab dengan nada ketus.

“Yaudah kali ini kamu dimaafkan tapi kalo kamu ulangi lagi siap siap aja lari lagi.”

“Hm.” Krist memalingkan wajahnya dan berjalan menjauh tapi Singto menahan lengannya.

“Orang kalo ngomong itu dijawabnya IYA bukan HM.”

“IYA. Puas? Ribet banget sih.” Krist berkata dengan geram.

Singto melepas genggamannya dan Krist segera berjalan ke barisannya.

—————

Setelah melakukan beberapa kegiatan, mereka beristirahat sebentar. Dipinggir lapangan terlihat Krist sedang duduk sambil memegangi perutnya.

Singto yang melihatnya langsung menghampirinya dan memberikannya sebungkus roti.

“Makan.”

“Gausah, makasih.” Krist memalingkan wajahnya ke arah lain sambil terus memegangi perutnya yang sekarang saat sakit.

“Gausah keras kepala bisa gak sih? Gw tau maag lu kambuh sampe sakit perut gitu.”

“Gausah sok peduli.”

“Mama elu suruh gw jagain elu selama disini.”

“Ya terus buat apa lu dengerin?”

“Gw kan senior elu. Emang kewajiban gw buat jagain junior-junior gw.”

“Emang elu begini ke yang lain? Nggakkan? Yaudah biarin aja gw.”

“Lu napa sih anjir perasaan kemarin kita selow aja.”

“Gapapa.”

“Dah gw gamau tau pokoknya lu makan ni roti sampe abis trus minum obat maag. Kalo gak kuat gausah ikut kegiatan langsung ke UKS aja.” Singto meninggalkan Krist sendiri.

“Cih! Belagu banget sih anjir.” Krist membuka rotinya lalu memakannya hingga habis.

Ia ingin memakan obatnya tapi tidak ada air yang tersedia di sekitarnya tiba-tiba Singto datang lagi dengan membawa sebotol air putih.

“Nih.”

“Gausah.”

“Keras kepala aja terus sampe mati.”

“Sensi bat anjing.”

“Elu yang sensi ya! Jangan mulai debat lagi.”

“Yaudah mana?” Krist mengadahkan tangannya.

“Nih” Singto meletakan sebotol air mineral di tangannya.

“Ini gak lu racunin kan?”

“Tuduh aja terus gw.”

Saat Krist sedang meminum obatnya, tiba-tiba ia merasa seseorang menepuk-nepuk kepalanya.

“Good boy.” Kata Singto sambil menepuk kepala Krist layaknya anjing.

“Gw bukan anjing. Bego.” Krist menepis tangan Singto.

“Ya lu kan anjing gw sekarang.” Singto berlari menjauh bersiap untuk serangan balik dari Krist.

“TAI KAMBING AWAS LU YA.” Krist mengejar Singto sambil terus mengumpat.

LAPANGAN

Di lapangan basket yang luas, masih terlihat Krist dengan keringat bercucuran, lari memutari lapangan.

Krist tidak tahu sudah berapa jam ia berlari tapi kakinya sudah mulai mati rasa dan kepalanya sangat sakit. Ia belum sarapan hari ini jadi kemungkinan maagnya akan menyerangnya beberapa saat lagi.

“Anjing! Suruh Krist berenti! Itu anak udah pucet gitu masih aja lu suruh lari.” Off memukul pundak Singto yang sedang berdiri disana memperhatikan Krist.

“Udah gw suruh berenti daritadi tapi anaknya gamau. Katanya itu udah hukuman dia dan dia tau kali ini dia salah.”

“Ya napa lu kasi dia hukuman segitu berat sih bego banget sumpah!”

“Gw tadinya bercanda tapi dia nanggepinnya serius banget.”

~ Flashback ~

“Kenapa kamu gak pake baju yang saya sudah suruh kamu pake?” Singto berdiri dihadapan Krist dan menatapnya tajam.

“Gw gak dapet baju yang lu maksud itu.”

“Kenapa gak pake iket pinggang, sepatu item, dan iket kepala?”

“Kan kemarin gw dihukum lari mana gw tau kalo harus pake begituan.”

“YA TANYA DONG! KAMU BODOH APA GIMANA?! KALO GAK PEDULI MENDING KELUAR AJA DARI SINI!”

“Ya maaf.”

“Lari 200 puteran sekarang juga! Kamu tanggung semua bagian lari temen-temen kamu. SEKARANG!”

“Oke.”

Krist mulai berlari dan setelah 1 jam berada dibawah terik matahari, Singto menghampirinya.

“Stop. Udah tau kan sekarang salahnya apa? Udah sekarang pulang!”

“Gw belom selesai lari. Ini baru 50 puteran.”

“Gausah. Saya tahu kamu udah tau kesalahan kamu apa.”

“Gapapa, disini gw emang salah jadi gw pantes dapet hukuman.”

“SAYA BILANG GAUSAH!” Singto berteriak tepat di muka Krist.

“YA GW KAN CUMA JALANIN HUKUMAN DOANG! KAN ELU SENDIRI YANG KASI HUKUMAN ITU! LABIL BANGET SIH ANJING!” Krist yang sebal membentak balik.

“TERSERAH LU LAH ANJING! Awas kalo sampe pingsan! Gw gak tanggung jawab.”

“Bodo.” Krist segera meninggalkan Singto dan lanjut berlari mengitari lapangan.

~ Flashback Off ~

“Dianya aja yang keras kepala. Gengsinya tinggi banget anjir.” Ucap Singto sambil tetap melihat ke arah Krist dengan tatapan khawatir.

Tiba-tiba tanpa aba-aba tubuh Krist melemas dan ia langsung terjatuh ke tanah. Singto dengan cepat berlari ke arah Krist.

“Krist bangun! Bangun! Hei!” Singto menepuk nepuk pipi Krist yang telah pucat

Singto segera menggendongnya dan berteriak

“BUBARIN ANAK-ANAK OFF GW BAWA KRIST KE UKS.”

“Oke serahin aja semua sama gw.”

——————

Setelah beberapa menit Singto menunggu Krist sadar, tiba-tiba seorang perempuan datang dan menghampiri Singto.

“Kamu yang tadi gendong Krist ke UKS ya?” Mama Krist ternyata datang untuk menjenguk Krist.

“Maaf?” Tanya Singto karena tidak yakin tentang siapakah wanita yang sedang berbicara dengannya

“Saya mama Krist.”

“Oh maaf tante.” Singto memberi wai kepada mama Krist.

“Jadi, kamu kan yang tadi bawa anak saya kesini?”

“Iya betul tante.”

“Makasih ya... Krist itu keras kepala banget, udah tau dia punya maag akut tapi tadi gamau sarapan.”

“Ah iya tante.”

“Jangan panggil tante, panggil aja mae. Makasih ya udah mau rawat Kit.”

“Ah iya tan- eh mae.”

Saat Singto dan mama Krist masih berbincang-bincang ringan, Krist tiba-tiba tersadar.

“Mae?” Kata Krist dengan suara lemah dan serak.

“Kit kamu udah bangun.” Mama Krist langsung menghampiri Krist dan memeluknya

“Mama kan sudah bilang jangan gak sarapan kalo pagi tapi kamu masih aja ngeyel.”

“Maaf mae..”

Krist mengusap-usap sedikit matanya yang masih sedikit buram lalu ia kaget karena ia melihat sosok laki-laki yang menjadi penyebab dirinya ada di tempat bernuansa putih ini.

“Ngapain lu disini?!” Bentak Krist

“Eh Kit kamu gak boleh gitu... dia yang gendong kamu kesini tadi.”

“Gimana keadaan lu? Udah enakan?” Tanya Singto dengan nada khawatir.

“Gausah sok peduli! Pencitraan aja lu.”

“Krist Perawat, mae gak ajarin kamu buat kayak gitu ya sama orang.”

“Tapi maeeee...” Krist memanyunkan bibirnya lalu menggoyangkan badannya ke kanan dan ke kiri seperti anak kecil yang sedang merajuk.

Singto tanpa sadar mengeluarkan sebuah tawa kecil melihat Krist yang bersikap manja kepada mamanya padahal biasanya Krist terlihat galak.

“Apa lu ketawa ketawa?!” Krist memberi sebuah tatapan tajam kepada Singto tapi Singto tetap tak berhenti tertawa.

“Yaudah karena kamu udah gapapa. Mae mau balik lagi ke kantor. Kamu makan tuh makanan yang udah dibeliin mae.”

“Iya mae hati-hati ya.” Krist memeluk erat mamanya.

“Nak Singto.. tolong jagain anak mae satu satunya itu ya. Kit juga jangan bikin repot pacar kamu.”

“HAH?! APAAN! DIA-“

“Iya siap mae. Hati-hati ya.”

“KOK LU GAK BANTU GW SIH ANJIR! KOK LU MANGGILNYA MAE!”

Mama Krist tertawa kecil lalu pergi meninggalkan kedua remaja itu.

Singto membuka bungkusan bubur yang dititipkan mae tadi.

“Jawab Singto! Ih! Kesel gw!” Krist masih terus merajuk karena bingung dengan sikap maenya.

“Udah nih makan. Cerewet banget jadi orang.” Singto menyodorkan sendok berisi bubur untuk Krist.

“Yaudah pergi sana. Gw juga gak butuh elu kok.”

“Udah ih! Ngambek mulu heran gw. Lu lagi PMS apa gimana sih!”

“Gw COWOK ya Singto!”

“Kak Singto. Gw lebih tua daripada elu.”

“Bodo. Emang gw peduli? Lagian napa coba jadi peduli.”

“Kan lu begini karena gw. Lu tadi katanya mau bertanggung jawab sama kesalahan elu. Ya, gw lagi melakukan hal yang sama.”

“Gausah. Mending lu keluar eneg banget gw liat muka elu tiap hari.”

“Ye babi! Emang lu kira gw nggak? Udahlah makan aja susah banget sih.”

“Gw gama-“ Singto dengan cepat memasukkan makanan ke mulut Krist yang tadi sedang terbuka lebar.

“Amwing”

“Apa?”

Krist menelan makanannya dan berkata

“Anjing!”

“Oh, yaudah makan yang banyak biar cepet sembuh trus bisa pulang. Gw mau balik ke lapangan.”

“Lu gak temenin gw disini?”

“Lu mau ditemenin gw? Tadi katanya suruh pergi.” Singto tersenyum nakal

“Gak! Gak! Udah sana pergi! Jijik banget lama lama sama elu.” Krist mengalihkan perhatiannya ke arah lain

“Oke! Habisin makanannya. Bye kit!”

“Kok elu bisa tau nama kecil gw sih?”

Singto tak menghiraukan pertanyaan Krist dan pergi jalan keluar.

“SINGTO! BANGSAT BANGET JADI ORANG HERAN GW!”

Police and His Mafia

Hari ini tak ada bedanya bagi Singto Prachaya Ruangroj, seorang pembasmi kejahatan alias polisi yang terkenal dengan ketangkasan, ketelitian, kedisplinan dan ketampanannya, Ia tetap menjalani tugasnya seperti biasa.

Selama 6 tahun ia bekerja, tidak ada penjahat yang mampu menghindar darinya. Namun, ada satu kriminal yang paling di cari di Thailand yang sampai sekarang masih belum bisa ditangkap.

Krist Perawat Sangpotirat

Nama itu tidaklah asing di Thailand bahkan ia adalah orang paling dicari oleh polisi. Krist merupakan seorang bos mafia yang terkenal dengan kecerdasannya, keliarannya, dan kemanisannya.

Awalnya, Singto tidak perlu turun tangan untuk menangkap salah satu penjahat terkenal ini. Namun karena tidak ada polisi yang berhasil menangkapnya setelah 2 tahun, akhirnya ia ditugaskan untuk mencari dan menangkap Krist.

“Kita harus tracking lagi keberadaan Krist. Ayo lebih teliti lagi! Masa udah beberapa kali dapet kesempatan buat tangkep dia malah dibiarin kabur! KALIAN BODOH ATAU GIMANA?!” Singto memarahi setiap bawahannya.

“Gw yakin kalo Pak Singto yang ketemu sendiri sama Krist pasti dia bisa ngerasain gimana susahnya nangkep Krist.” Salah satu polisi berbisik pada temannya.

“Kamu yang bisik-bisik. Bisa fokus gak?! Ini waktunya kerja bukan buat ngegosip.” Singto menatap tajam polisi tersebut

“Ma-maaf pak.”

“Maafkan kami pak tapi memang dia itu sangat cerdas. Dia selalu berhasil tipu kami pak.” Polisi lain mulai angkat suara

“Jadi maksudnya gimana? Kalian bodoh gitu? Kalian ikut training kan udah lama. Saya tau banget Krist itu udah sering lengah udah tinggal tangkap aja tapi kalian semua malah biarin dia kabur. Apakah harus saya sendiri yang menangkap dia?”

“Maaf pak.”

“PAK! KAMI SUDAH KETEMU TEMPAT KEBERADAAN KRIST.” Seseorang tiba tiba datang.

“AYO SEMUA LANGSUNG KESANA!” Singto memerintah semua rekan kerjanya

“SIAP PAK LAKSANAKAN.”

———————

Semua polisi sampai ditempat Krist melakukan transaksi illegalnya.

“Kalian urusi saja rekan-rekan Krist. Biar kali ini saya saja yang tangani Krist.” Bisik Singto lewat walkie talkie mereka.

“Siap pak” semua polisi serempak menjawab.

“KALIAN TELAH DIKEPUNG! SERAHKAN DIRI SEBELUM KAMI MELAKUKAN AKSI PENEMBAKAN.” Singto berbicara lewat sebuah pengeras suara. Semua polisi telah membuat lingkaran di sekitar kelompok mafia itu.

Krist memberi sebuah sinyal kepada rekan kerjanya dan mereka pun melaksanakan rencananya. Tiba-tiba sebuah asap muncul dari tanah dan menutupi mereka.

Bawahan-bawahan Krist dengan cepat menghilang dan kabur. Polisi-polisi lain dengan cepat mengejar mereka.

“Krist perawat. Jangan kau coba coba lari.” Singto berkata dengan tegas

Kini hanya tersisa mereka berdua saja disana.

“Oh tidak akan, Pak. Aku seorang yang sangat penurut.” Krist memberi sebuah senyuman nakal sambil berjalan mendekat ke Singto.

Singto mulai mundur dengan ancang-ancang akan menembak Krist jika ia melihat Krist melakukan hal berbahaya. Krist terus mendekat, ia menurunkan pistol Singto, dan mengalungkan tangannya di leher Singto.

“Apakah aku akan dihukum?” Krist tersenyum manis

“Iya. Sekarang keluarkan semua senjatamu dan barang-barang illegal mu yang masih tersimpan.” Singto melepas kaitan tangan Krist di lehernya

“Senjata? Aku punya senjata tapi sepertinya lebih menarik punya kamu.” Krist tersenyum nakal sambil melihat ke area bawah Singto.

“Krist. Jangan bercanda.” Singto menatapnya tajam.

“Aku serius gak bawa apa-apa. Semua kan udah diambil sama kamu.” Krist mendekat ke kuping Singto lalu berkata

“Aku cuma ada badan aja kalo mau diambil juga boleh.” Krist menjauh sambil tersenyum manis

“Rayuan genit kamu gak akan berfungsi. Saya gak akan lepasin kamu.”

“Aku memang gak niat buat kabur kok. Aku malah nunggu momen ini.” Krist lalu mulai berjalan menjauh dari Singto

“Kamu mau kemana!” Singto mengejar Krist

“Ke situ. Lebih sepi lebih enak.” Krist menunjuk ke semua gang dengan lampu remang-remang

“Krist. Ayo ikut saya langsung ke kantor polisi.” Singto mau menarik Krist untuk masuk ke mobil tapi Krist menahannya.

“Gak mau. Hukum aku dulu baru ke sana.” Krist memanyunkan bibirnya

“Iya nanti di hukum di persidangan.”

“Ihhh aku maunya dihukum langsung sama kamu. Emang kamu gamau hukum aku?” Krist mendorong Singto ke salah satu tembok lalu mengalungkan tangan ke leher Singto. Ia menempatkan kakinya diantara kaki Singto yang terbuka lebar.

“Krist, jangan macem-macem kamu ya.” Singto mendorong Krist tapi Krist mendorongnya balik untuk bersandar di tembok.

Krist menekuk kakinya sehingga pahanya bersentuhan dengan area bawah Singto.

“Kamu ngapain. Lepas.” Setiap kali Singto mendorong Krist, kaki Krist menggesek bagian bawah Singto.

“Enggh shit.” Singto mulai mendongakkan kepalanya ke atas, ia mulai terangsang dari gesekan-gesekan paha Krist.

Krist tahu bahwa ia berhasil melemahkan pertahanan Singto. Krist mulai berlutut dan membuka celana Singto.

“Hei! Kamu mau apa?!” Singto terkejut tapi ia tidak berusaha memberhentikan aksi Krist.

Krist mengeluarkan sebuah batang panjang dan besar serta berurat yang kini mengancungkan dirinya tepat di muka Krist.

“Mmm enak sepertinya.” Krist tersenyum nakal sambil menatap ke atas.

“Krist jang- enngh” Singto memejamkan matanya dan mendongakkan kepalanya saat merasakan bahwa juniornya telah di telan oleh laki-laki yang sedang berlutut di bawahnya.

Batang Singto terlalu besar hingga membuat mulut Krist sakit. Krist mulai menggerakkan mulutnya maju mundur dan sesekali menghisap pucuk dari batang Singto.

Krist tahu Singto akan segera mencapai klimaksnya, ia pun mengeluarkan batang Singto yang nikmat itu dari mulutnya.

“Annghh kenapa kamu keluarin? Aku udah hampir klimaks.”

“Janji bebasin aku setelah ini baru aku bakal bantu kamu sampe klimaks.” Krist berdiri sambil tersenyum licik.

Disaat laki-laki sedang horny seperti ini biasanya ia akan sulit menolak tawarannya.

“Oh trick ini yang kamu pake buat melarikan diri hm? Okay then.. aku gak butuh mulut kamu buat klimaks.”

“Hah?” Krist bingung karena trick yang selama ini ia pakai tidak berfungsi. Singto berjalan mendekat, sedangkan Krist berjalan mundur hingga punggungnya mengenai tembok.

“Aku pake aja tubuh kamu. Bukannya tadi kamu bilang aku boleh pake hm?” Singto menarik pinggang Krist untuk mendekat

“Hah?! Mana ada! Aku gak ngomong gitu.”

Singto mengulang kembali rekaman suara Krist yang tersimpan di pulpennya.

“Shit.” Krist tahu dia dalam bahaya ia tau Singto sudah menatapnya seperti macan yang kelaparan.

“Kenapa? Tadi gak takut kok sekarang ciut?” Singto meremas pantat Krist hingga membuat Krist mendesah.

Singto mulai memasukkan tangannya di ke dalam baju longgar Krist yang kancing atasnya telah terbuka dua. Ia mencubit dan memelintir 2 benjolan kecil di tubuh Krist.

“Angghh please singto hnngh.”

“Kenapa sayang? Enak?” Singto berbisik dekat telinga Krist lalu menjilatnya dengan sensual.

“Ahh jangan kupingku enggh.” Singto masih terus menjilat kuping kanan Krist.

Singto mulai turun ke leher putih nan mulus milik Krist. Ia mengecupnya pelan lalu menjilat dan mulai menggigitnya hingga terbentuk bercak merah disana

“Ennghh sakitt.”

“Tadi perasaan nakal, sekarang mana nih? Udah alim ceritanya hm?” Kata Singto sambil terus mengecup leher Krist.

“Oh kamu siap kalo aku nakal? Hm?” Krist kini mulai menantang

“Try me baby.” Singto berjalan menjauh sambil menunjukan senyuman nakalnya. Singto bersandar di tembok sambil melipat tangannya di dada.

Krist mulai membuka bajunya, menunjukan badan rampingnya yang putih dan halus. Krist berjalan mendekati Singto lalu ia mulai meraba dirinya sendiri.

Ia mencubit serta memelintir putingnya sendiri

“Ennghhh aku bayangin tangan kamu enggh yang ngeraba aku ahhh enak banget angghh.”

Krist mulai membuka celananya, salah satu tangannya mengocok kejantanannya sendiri dan satunya lagi masih bermain dengan putingnya

“Mmmhhh yess ahhh”

Sungguh pemandangan yang erotis dan menggairahkan. Singto sebenarnya sudah tidak sabar ingin menyerang laki-laki di hadapannya ini tapi ia masih ingin melihat seberapa nakalnya Krist Perawat.

Krist melihat bahwa mata Singto sudah semakin lapar lalu terbesit suatu ide yang ia tau akan meruntuhkan pertahanan Singto.

Krist memasukkan dua jarinya ke dalam mulut lalu memutarkan badannya menghadap tembok di seberang Singto lalu Ia membungkuk, menunjukkan pantat sintalnya pada Singto.

Saat Singto melihat kerutan kecil pada pantat Krist, ia menegukkan ludahnya dengan kasar. Namun, ia masih kuat menahan gairahnya walau selangkangannya sudah sangat ingin menusuk masuk ke liang hangat nan sempit milik Krist.

Krist memasukkan kedua jari yang telah ia laburi dengan ludahnya sendiri tadi ke dalam lubang pantatnya.

“Anghhh engghh enak sekali.”

“Ahhh lebih cepat engghh.”

“Bayangkan kalau batangmu yang menusuk aku engghh pasti nikmat ahh”

Krist berkata itu semua sambil mengeluarkan-masukan jarinya secara berulang-ulang.

Singto sudah tidak dapat menahan nafsunya. Ia mengeluarkan jari Krist lalu dengan cepat menggantinya dengan jarinya sendiri.

“Ahhhh” Krist terkejut

“Lakukan dengan benar, Krist Perawat atau kamu akan sakit saat aku setubuhi.”

kata-kata Singto membuat Krist malu hingga wajahnya berubah merah.

“Engghh annghh apa ini ahh”

Singto akhirnya menemukan titik kenikmatan Krist. Dengan jari panjangnya, titik itu sangat mudah dijangkau.

“Anghhh lebih cepat engghhh disituu ahh”

Krist menggeliat dengan hebat, lututnya sudah lemas tidak mampu berdiri. Krist sudah hampir mencapai Klimaksnya tapi Singto tiba tiba mengeluarkan jarinya.

“Kenapa kamu keluarin?” Lirih Krist

“Bukannya ini yang tadi kamu lakuin ke aku?” Singto tersenyum licik

“Kamu cuma pengen balas dendam?!” Krist berdiri tegak menghadap Singto.

“Awalnya iya... tapi setelah aku pikirin lagi... aku suka liat kamu nangis dan nggeliat di bawah kungkungan aku.” Singto berjalan mendekati Krist dan menaikkan dagu Krist dengan jarinya.

Singto kini mampu melihat setiap sudut dan permukaan wajah Krist. Memang Krist terlalu manis dan cantik untuk menjadi laki-laki.

Singto perlahan mendekatkan wajahnya dengan wajah Krist lalu melahap bibir manisnya.

“Mmmph” Krist mendesah sangat Singto mengobrak abrik mulutnya dengan lidahnya.

“Singtoo mmhp” Krist mengucapkan di sela-sela ciumannya

Singto tidak pernah tahu bahwa namanya mampu terdengar sangat menggairahkan jika disebutkan seseorang.

Ciuman Singto turun ke leher lalu turun lagi ke puting Krist. Ia menjilat, mengemut, dan menggigit pelan puting Krist hingga Krist tidak berhenti mendesah kenikmatan.

“Emmph enak ya ternyata” Singto menggigit lalu menarik puting Krist

“Ahhhh sakit singtoo.”

Singto tiba tiba mengeluarkan borgol lalu memborgol kedua tangan Krist

“Eh kamu mau ngapain? Please jangan tangkep aku.” Mata Krist berkaca kaca

Singto meletakan tangan Krist diatas kepalanya.

“Iya ini aku mau tangkep. Liat.” Singto melihat kebawah lalu ‘menangkap’ kejantanan Krist.

Krist mendongakkan kepalanya ke atas saat singto mulai mengocok batangnya.

“Ahhh ennghh singtoo ahh”

Singto memijat pucuk kejantanan Krist sambil mulutnya terus menghisap dan menjilat puting merah milik Krist.

“Ahhh aku gak tahan enggh ahh.”

Krist benar-benar tak berdaya sekarang ini, ia hanya bisa menerima semua ‘hukuman’ dari Singto. Tangannya tertanam kuat di dinding.

Krist memajukan dadanya dan memuncratkan klimaks pertamanya. Singto menjilat seluruh cairan putih di tangannya hingga habis.

“Hah hah hah itu jorok singto ah” Krist masih berusaha mengambil nafas

“Mau coba? Enak kok.” Singto menjulurkan lidahnya ke depan mulut Krist. Awalnya Krist ragu tapi karena ia penasaran, ia pun melahap lidah Singto.

Asin dan pahit. Itu yang mampu ia rasakan.

“Aku cape banget... udah yaa Singto.” Kata Krist dengan lemah dan tatapan sayu

Krist telah salah langkah hal itu malah membangkitkan kembali gairah Singto.

“Shit kamu sexy banget kalo lemah gini. Lagian kamu kan yang mulai duluan mangkannya gausah coba coba bangunin singa di dalem aku.” Singto berbisik di telinga Krist membuat bulu bulu di tubuhnya berdiri

“Sekarang balik badan lagi.”

Krist dengan pasrah memutarkan badan lalu Singto tanpa aba aba langsung menusukkan kejantanannya ke dalam lubang Krist.

“AHHHHH ihhh kok gak kasi tau sih.” Krist

“Sempittt mnnhhh”

“Lainkali ngomong kek! Aku kaget.”

“Gak sabar daritadi bawah aku udah ngilu banget.”

“Mesum.”

“Gerak ya?” Singto ingin memastikan Krist sudah terbiasa.

“Hm.” Krist mengangguk

Singto mulai memaju-mundurkan pinggulnya. Salah satu tangannya menangkup kejantanan Krist dan mengocoknya.

“Angghhh enggghh singtoo ah.”

“Ahhhh enggghh di situ enak banget ahh lebih cepat.”

Singto tahu ia berhasil menemukan titik itu lagi tapi ia tidak ingin menuruti permintaan Krist.

“Singtoo ahh lebih enggh cepet please anggh.”

“Balik badan”

“Huh?” Singto mengeluarkan batangnya, memutarkan badan Krist untuk menghadapnya, dan mengangkatnya

“Eh kamu ngapain.” Krist langsung otomatis melingkarkan tangannya di leher Singto karena takut jatuh.

Singto lagi-lagi tanpa aba aba memasukan batangnya kembali ke liang hangat milik Krist.

“Ahhhh terlalu enggh dalam.”

Singto menyandarkan Krist ke tembok lalu lagi lagi memaju mundurkan pinggulnya.

“Ahhhh engghhh angghh singtoo ah singtoo ahh enggh” Krist tak berhenti mendesah karena dengan posisi mereka yang sekarang titik sensitif itu lebih mudah dijangkau.

Krist melingkarkan kakinya di sekitar pinggul Singto dan menariknya untuk menumbuknya lebih dalam.

“Lebih enngh cepet please.”

“Rayunya yang bener dong.” Singto tersenyum nakal, ia sungguh menyukai pemandangan di depannya saat ini.

Krist dengan tanpa busana sehelai pun, mendesahkan namanya, dan terkulai lemas tak berdaya sungguh menggairahkan. Memang benad daripada menghukumnya di penjara lebih baik ia yang menghukumnya sendiri.

“Singto ahh tolong lebih cepat ennghh.”

“lebih manis lagi.”

Krist mendekat ke Singto lalu melumat bibirnya dan setelah beberapa saat ia melepaskannya

“Baby ahh sayangg tolong enngh lebih cepat anggh aku gak tahan.”

“Let’s ride.” Singto tersenyum nakal

Singto mempercepat temponya dan secara berulang-ulang menumbuk titik sensitif Krist hingga sang pemilik tak henti-hentinya mendesah dan menggeliat.

“Shit kamu cantik banget kayak gini.” Singto mengucapkannya karena terlalu keenakkan

Krist lagi-lagi malu karena omongan Singto. Banyak orang memujinya manis, lucu, cerdas, dan liar tapi hanya ucapan Singto yang mampu membuatnya malu.

“Ahhhh aku mau keluar enggh”

“Bersama sayang.”

Mereka berdua pun memuncratkan hasil kenikmatan mereka. Krist memuncratkannya di dada Singto sedangkan Singto di dalam lubang Krist.

“Ahhh enak banget. Boleh lagi gak nih?” Kata Singto dengan batang masih tertancam di lubang Krist.

“Gak! Kamu mesum!”

“Mangkannya jangan manis manis jadi orang.” Singto lagi lagi berbisik di dekat telinga Krist. Kemerahan mulai terlihat lagi di pipi Krist.

“Ih merahhh malu ya.” Singto menggoda Krist.

“Bisa gak sih ngegodanya gak sambil batang kamu masih ketusuk gini.”

“Iya iya maap.” Singto mengeluarkan batangnya dari lubang nikmat

“Udah turunin aku ih!”

“Kan kamu harus ditangkep dan dikurung soalnya udah melakukan pelanggaran.”

“Ihhh bebasin aku Singto! Please jangan hukum aku. Aku gamau masuk penjara!” Mata Krist berkaca-kaca

“Emang kamu tau pelanggaran kamu apa?”

“Iya taulahh aku kan mafia!”

“Kamu manis gini kok bisa sih jadi mafia.”

“Singtooooo” Krist memukul dada Singto dengan tangannya yang masih terikat oleh borgol

“Eh eh eh nanti jatoh!”

“Turunin!”

“Jawab dulu pelanggaran kamu apa?”

“Aku jual narkoba!”

“Salah!”

“Terus?”

“Kamu udah berhasil curi hati aku.”

Merah. Pipi Krist merah kembali.

“Ihh udah turunin aku.”

“Kan aku udah bilang kamu harus ditangkep terus dikurung.”

“Singtoo please jangan kurung aku di penjara.”

“Ih orang aku mau kurung kamu di rumah aku aja. Kan katanya kamu mau aku aja yang hukum yaudah aku kurung aja di rumah aku sekalian biar kamu gak bisa ngelakuin hal-hal berbau kriminal lagi karena aku bakal mantau dan jagain kamu 24/7.”

“Beneran??”

“Iya mau gak?”

“Mau apa?”

“Mau gak jadi pacar aku?”

“Singto kamu gak kenal aku.”

“Aku kenalan. Nama aku Singto Prachaya Ruangroj. Nama kamu siapa?”

“Krist Perawat Sangpo-“

“Salah.”

“Hah?”

“Krist Perawat Ruangroj.”

“Ah singto mahhh.” Krist menyembunyikan mukanya di tengkuk Singto.

“Yah malu lagi.”

“Yaudah ayuk pulang.”

“Kemana?”

“Ke rumah Singto Prachaya Ruangroj.”

“Siap tuan puteri.” Singto tersenyum tulus.

Singto kali ini berhasil lagi menangkap penjahat. Ia berhasil menangkap badannya dan juga hatinya.

Krist kini berhasil lagi menjalankan rencananya. Dia memang cerdas.

Get Singto’s heart

Bacaan pada kertas rencana Krist.

Hari-H

Dari pagi sampai sore, mood Krist sangat baik. Ia bernyanyi dan menari bersamaan dengan hatinya yang gembira. Ia lupa tentang hatinya yang tiga hari sebelumnya terluka.

Krist menelepon Gun.

“Gun! Temenin gw belanja baju plis.”

“Hah buat apaan?” Kata Gun di seberang sana

“PSing ngajak dinner hari ini! Gw mau pake baju yang bagus sekalian buat rayain anniv gw besok.”

“Lah... bukannya-“

“Iya gw tau. Gw udah maafin dia kok.”

“Cepet ya..”

“Plis temenin gw ya ya ya y-“

“Iyaaaa duh pening pala gw lu kek gini tapi ini mending daripada menyendiri di kamar.”

“Yaudha gw jemput elu ya! Siap siap yang cepet!”

“Iya ah bawel!”

“See you!”

“Oke!”

Krist cepat-cepat mengendarai mobilnya dan menjemput Gun di kediamannya.

Setelah sampai di mall, mereka bergegas ke salah satu toko baju lalu mulai memilih milih baju disana.

“Lu gak ikutan beli?” Tanya Krist pada Gun

“Gak ah males gw. Baju baru yang dibeliin papi masih banyak.”

Saat sedang membantu Krist memilih-milih baju, Gun melihat seseorang yang sungguh iya kenal sedang berjalan bersama seorang wanita.

“Krist gak boleh tau ini.” Gun bergumam

“Hah? Lu ngomong apa?” Krist ingin menoleh tapi Gun dengan cepat memutarkan badan Krist.

“Baju ini bagus gak buat gw? Itu tadi gw bilang.” Kata Gun sambil memperhatikan Singto yang masih berjalan dengan santai

“Lu liatin apa sih?” Krist lagi lagi mencoba menoleh tapi Gun langsung menariknya pergi

“Ini bagus kayaknya Kit buat elu.”

“Lu napa sih anjir?”

“Gw lagi liat liat baju disini bagus juga.”

“Kita kan sering kesini. Lu juga suka belanja disini.”

“Iya iya iya lupa gw. Nih cobain deh baju yang gw pilih.” Gun cepat-cepat mendorong Krist masuk ke bilik untuk ganti baju saat melihat Singto mulai berjalan masuk ke toko yang sama.

“Gw masih belum selesai milih anjir.”

“Itu bagus kit! Warna merah lagi coba dulu aja.”

“Iya deh iya”

Gun masih terus memantau pergerakan Singto. Gun jujur sangat kesal, ia ingin menghampiri Singto dan menamparnya tapi sayang mereka ada di tempat publik hal itu tidak mungkin ia lakukan. Ia tidak mau mengundang kegaduhan.

Gun hanya bisa menghela napas dan mencoba melindungi Krist dari goresan luka hati yang dalam.

“Udah nih bagus gak?” Krist keluar dengan jas berwarna merah. Ia terlihat sangat menawan.

“Singto buta banget gak bisa liat keindahan elu.” Gun bergumam lagi

“Jelek ya?”

“Gak kok ini malah bagus banget gw sampe terpesona.” Gun tersenyum manis.

“Yaudah yang ini aja kali ya? Gw suka yang ini.”

“Iya.”

—————

Di malam hari, Krist sudah bersiap siap. Ia juga sudah menyiapkan hadiah untuk Singto sebagai rasa terima kasihnya karena telah bersamanya selama 2 tahun.

Krist memakai jas merah menawannya dan merias sedikit wajahnya

Indah. Itulah kata yang paling mendeskripsikan Krist sekarang.

Krist mengambil handphonenya dan menelepon kekasihnya. Namun, hanya suara operator yang terdengar.

“Mungkin PSing lagi menyiapkan semuanya jadi dia gamau jawab telepon aku.” Kata Krist pada dirinya sendiri.

Krist langsung memanggil taxi dan pergi ke cafe biasa tempat Singto dan Krist merayakan anniversary mereka.

Sesampainya disana, ia disambut oleh pemilik cafe yang merupakan teman dekat Singto.

“Krist! Selamat datang! Tumben banget kesini lagi. Udah lama aku gak liat kamu sama Singto. Singto mana?” Kata pemilik cafe itu

“P’Arm! Iya lama ya aku gak kesini. Oh Singto mungkin sedang ada urusan sebentar mungkin sebentar lagi sampe.” Jawab Krist

“Yaudah masuk. Aku udah sediain meja yang bisa kalian pake. Untuk kue kali ini yang keberapa nih?”

“Yang ke 2 phi. Besok anniversary yang ke 2 tahun.”

“Wah, langgeng juga ya hebat hebat.”

“Yaudah aku masuk duluan phi. Makasih.” Krist memberikan wai lalu pergi ke meja di rooftop yang biasa mereka pakai.

—————

Meanwhile...

“Kamu beneran gapapa temenin aku disini?” Tanya Namtan

“Iyaa beneran. Aku free kok hari ini. Udah tidur gih, tadi katanya ngantuk.”

“Temenin aku sampe tidur ya.”

“Iyaa aku temenin sampe tidur. Lagian napa coba takut banget.”

“Aku emang gak suka sendirian kek serem aja gitu.”

“Yaudah tidur.” Singto mengusap surai Namtan.

“Makasih lho phi. Selama mama papa gak ada aku seneng banget masih ada sosok seorang kakak yang mau nemenin aku.”

“Iya sama sama”

“Maaf kalo aku ambil waktu phi terus.”

“Gapapa, udah tanggung jawab aku juga buat jaga kamu selama mama papa gak ada.”

“Pokoknya aku makasih banget.”

“Kapan mama papa pulang?”

“Besok pagi udah nyampe kok.”

“Oke. Jadi besok aku gausah ke rumah kamu ya? Aku mau kelonan sama pacar aku. Kangen aku sama dia.”

“Iyaa gausah. Titip salam buat pacar kamu.”

“Hm. Udah tidur.”

Singto terus mengusap surai Namtan hingga sang pemilik tertidur. Tanpa sadar lama kelamaan Singto juga ikut menutup matanya dan pergi ke alam mimpi

—————

Hari sudah sangat gelap tapi Singto belum juga muncul. Hidangan bahkan sudah tersedia di depan Krist sejak dua jam yang lalu.

Ia enggan memakan makanannya walau lapar karena ia ingin makan bersama kekasihnya

“Sudah jam 11 PSing dimana?” Krist melirik jamnya

Krist mencoba menelepon Singto. Namun, lagi-lagi tidak ada jawaban

“Masa dia lupa sama janji dia? Gak mungkin. Dia gak pernah ingkar janji.” Krist mencoba meyakinkan diri.

Angin malam mulai menusuk hingga tulang-tulangnya. Ia masih tidak menyerah dan memilih menunggu.

1 jam telah terlewatkan. Krist telah menunggu selama 3 jam tapi orang yang ia tunggu tetap tidak muncul.

Kue tiba tiba datang dengan lilin yang sudah menyala.

“Ini kuenya.” Kata pelayan tersebut sambil meletakan kue itu di hadapan Krist.

“Terima kasih.” Jawab Krist sambil memandang lilin berangka 2 itu.

“Sepertinya cukup berhenti di angka 2 ya phi.” Mata Krist mulai berkaca-kaca

Seharusnya ia tau, bahwa ia bodoh telah percaya dengan janji Singto.

Jam 12 pas.

“Terima kasih untuk 2 tahunnya.” Krist meniup lilin itu lalu menundukan kepalanya.

Bahunya bergetar hebat. Sakit. Sakit sekali luka dalam hatinya.

—————

Singto tepat pukul 12 terbangun. Ia ingat.

“Oh tidak! Aku lupa! Aku ada janji kencan dengan Krist.” Singto langsung dengan cepat mengambil barang-barangnya dan pergi ke arah cafe itu.

Ia mengucapkan kata maaf berkali-kali selama perjalanan. Ia khawatir. Ia tau Krist pasti menunggunya.

“Kemana aja baru dateng?” Arm berkata dengan nada ketus

“Maaf maaf gw lupa. Gw bener bener lupa. Krist mana?”

“Lupain aja semua Sing. Lepasin dia kalo emang niatnya cuma nyakitin”

“Nggak. Gw cinta sama dia.”

“Biarin dia nunggu 3 jam lebih dan lupain hari anniv kalian, itu yang dibilang cinta?”

“Please biarin gw lewat dan jelasin ke dia.”

“...” Arm masih saja menutup jalan untuk Singto masuk.

“Gw mohon please.”

Arm menghela napas lalu bergeser, memberi ruang untuk Singto menerobos masuk.

Singto dengan cepat berlari ke atas ke tempat biasa.

Remuk. Singto melihat malaikat indahnya telah patah di hadapannya.

“Kit..” Singto menghampirinya pelan

“...” terdiam Krist tidak bergeming, ia tetap menunduk.

“Maaf aku telat.” Singto duduk di seberang Krist

“...”

“Eh udah ada kue yuk tiup lilin bareng bareng.”

“....”

“Ini makanan masih utuh... kamu belum makan?”

dia pasti nungguin lu daritadi. Lu bodoh Singto. batin Singto

Singto pergi menyalakan lilin sedangkan Krist masih menunduk, enggan untuk menatap kekasihnya.

“Kit maaf aku gak bisa jadi pacar yang baik buat kamu tapi aku janji setelah ini aku akan perbaikin semua.” Singto lalu meniup lilin itu.

Singto masih menunggu respon kit. Namun, nihil.

“Eh ini ada ayam kesukaan kamu. Aku suapin ya.” Singto memotong ayam yang di depannya lalu menyodorkannya untuk kit.

Tiba-tiba Singto melihat bahu Krist bergetar dan suara isakan tangus terdengar.

Singto berjalan dan berlutut di hadapan Krist lalu menggenggam tangan Krist.

“Dingin banget tangan kamu.” Singto menangkup tangan Krist lalu menggosoknya, mencoba menghangatkannya.

“Singto.” Krist kini menatap Singto

Deg.

Singto terkejut, Ia tak pernah mendengar Krist memanggilnya tanpa “phi”.

Terluka. Singto dapat melihatnya dengan jelas. Ia telah melukai malaikatnya.

Luka itu terpampang jelas di mata Krist. Ia telah remuk, remuk karena terlalu mencintai.

Suasana menjadi dingin. Tidak, bukan karena angin malam tapi karena hati Krist yang kini membeku.

“Aku mau putus.”

Seketikanitu juga runtuh semua dunia Singto. Dunia yang dulu berwarna kini luntur menjadi abu-abu.

“Kit kamu kayaknya lapar ya. Yuk makan aja.” Mata Singto sudah berkaca-kaca ia tidak siap. Tidak mau.

“Aku mau kita putus Singto. Cukup sudah 2 tahun. Aku gak kuat.”

“Kit jangan bercanda. Aku tau kamu bilang ini karena lapar aja.”

Singto meremas tangan kit mencoba untuk mencari kembali kehangatan. Nihil. Kehangatan itu tidak ada. Tidak terasa.

Dulu Krist akan selalu mengusap kembali tangan Singto saat ia tau Singto sedang cemas. Namun, kini itu tidak terjadi.

Tidak mau. Singto tidak mau kehilangan malaikatnya. Ia tak siap.

“Aku serius. Kita akhirin aja sampe sini Singto. Aku lelah”

Tidak. Jangan. Kit tidak boleh. Tidak boleh lelah. Dia harus bersamaku.

“Kit jangan begini please. Aku minta maaf tolong beri aku kesempatan.”

“Aku sudah beri banyak kesempatan Singto tapi kamu yang selalu menghancurkannya. Hari ini menjadi kesempatan terakhir dan sekarang aku tau dengan jelas. You choose her. Not me.”

“Aku gak bisa tanpa kamu Krist. Gak bisa.” Air mata turun dengan deras, menutupi sedikit pandangannya

“Kamu tidak butuh aku, Singto. I was never there anymore since you choose her.” Krist menunjuk hati Singto

“Tidak Krist. Aku mencintaimu.” Singto mencoba menahan tangan Krist untuk tetap di dadanya tapi Krist menarik tangannya.

Krist berdiri siap untuk meninggalkan Singto. Ia tidak kuat melihat pria itu menangis di hadapannya. Singto ikut berdiri dan menarik Krist ke dalam dekapan.

“Please kit. You can’t do this to me. Please.”

Krist menjauhkan dirinya, menangkup wajah mantan kekasihnya, dan menciumnya. Singto menahan tengkuk Krist, tak siap bahwa kenyataannya ini akan menjadi ciuman terakhirnya.

Lumatan demi lumatan Krist berikan untuk melepaskan semua kesedihan, kemarahan, dan kali ini ia juga akan melepaskan cintanya.

Setiap kali Krist mencoba melepas ciumannya, Singto menahannya dan memperdalam ciumannya sampai akhirnya kedua insan tersebut kehabisan napas dan terpaksa Singto harus memutuskan ciuman mereka.

“Thank you for everything, Singto. I will let you go now..”

Krist berlari keluar.

“KIT!” Singto terjatuh ke lantai. Kakinya tak sanggup menopang rasa kehilangannya.

TIDAK! TIDAK! AKU TIDAK MAU KIT MELEPASKAN AKU.

Ia telah menghancurkan malaikatnya sendiri dan kini malaikatnya pergi dengan sayapnya yang patah.

Ia membawa pergi kebahagiaan serta hatinya.

Kosong. Itulah yang Singto rasakan sekarang

Ia menyesal, menyia-nyiakan malaikat yang begitu mencintainya dan yang begitu ia cintai.

Singto bangun dan melihat sebuah kotak di kursi Krist. Saat ia membukanya, ia melihat satu buah kalung dengan foto mereka berdua di dalamnya.

For Eternity

Tulisan pada kalung itu..

Kenyataannya ia baru saja merusak hubungan mereka berdua. Ia yang menghancurkan semuanya.

Ketukan terdengar dari pintu depan Krist. Krist sebenarnya enggan untuk membukanya karena ia tau siapa yang berada di depan.

Saat Krist membuka pintunya, ia melihat sosok laki-laki yang telah menjadi kekasihnya selama 2 tahun belakangan ini.

“Kenapa kesini?” Tanya Krist

“Kamu marah terus aku cape.” Jawab Singto

“Yaudah pulang aja. Aku yakin di sini juga kita cuma bakal marah marah.” Krist membalikkan badannya

“Krist kenapa sih kamu? Aku kan udah jelasin semuanya.” Singto menarik lengan Krist untuk menghadapnya

“Aku gapapa.” Krist memalingkan mukanya

“Aku tuh cape kita marah marah marah terus kayak gini, 2 tahun kita pacaran gak pernah ada masalah. Kenapa sekarang sekarang ini baru di permasalahin sih?”

“...”

“Kamu tau kan Namtan itu sahabat baik aku. Dia yang nemenin aku dari SD. Dia cuma punya aku, Krist. Orang tua dia selalu sibuk, sedangkan kamu masih punya orang tua yang sayang kamu. Dia gak ada siapa siapa.”

“Iya. Yaudah kamu pulang aja. Aku ngerti kok. Dia akan selalu jadi prioritas kamu walau aku yang setia nemenin kamu di masa masa kelam kamu. Aku gapapa. Aku ngerti.” Krist tersenyum pahit dengan genangan air mata yang siap turun.

“Maaf. Aku bukan-“

“Gapapa PSing. Aku gapapa. Kamu pulang gih, pasti cape abis reunian.”

“Aku mau temenin kamu aja disini.”

“Gausah. Aku gapapa sendiri.” Krist membalikan badannya

“Gapapa udah lama juga aku gak nginep.” Singto memeluknya dari belakang.

Krist menghelakan napasnya dan tanpa aba-aba Singto menggendongnya bridal style

Ia membawanya ke kasur lalu merebahkan Krist dengan lembut. Mereka tidur dengan saling berhadapan dengan tangan Singto yang melingkar di pinggang mungil Krist.

Mereka berdua memejamkan mata tapi Krist membuka matanya setelah memastikan Singto telah tertidur.

“Sikap kamu yang kayak gini yang bikin aku gak bisa ninggalin kamu walau aku udah pendem banyak luka dan walau kamu penyebab luka itu.” Air mata Krist terjatuh saat ia sedang dengan pelan mengelus pipi kekasihnya.

21 April 2021, 10.00

Krist sekarang sedang menunggu kekasihnya yang sudah berjanji untuk datang hari ini. Krist sangat merindukan sosok lelaki yang telah memenuhi hatinya ini

“Kit.” Seseorang masuk ke kamar Krist

“Ah mae!” Kit menyapa calon mertuanya

“Gimana kabar kamu? Udah baikan?”

“Udah lumayan mae. Aku seneng banget bisa sehat lagi.”

“Baguslah. Kamu harus selalu bahagia.”

“PSing ke mana mae? Apa lagi ngobrol sama mama di depan?”

“Kit...” Mae tersenyum tulus

“Iya? Kenapa mae?”

“Mae ke sini mau kasi kamu ini.” Mae menyodorkan sebuat surat berwarna merah dengan sebuah tempelan hati hitam di depannya.”

“Ini apa??”

“Buka.”

Krist membuka surat itu dengan hati-hati

Dear, Kit

Halo sayang! Happy Anniversary sayangnya Singto. Maaf banget aku telat ngucapinnya. Aku bener-bener gak niat buat kayak gitu ke kamu. Aku liat kamu udah dapet donor ya?? Wah, selamat ya sayang! Aku seneng banget kamu bisa sehat lagi jadi gak perlu bolak balik rumah sakit.

Hari ini, aku mau berterima kasih sama kamu. Makasih buat segalanya yaa. Aku beruntung banget punya pacar lucu kayak kamu. Kamu itu the best partner in everything. Kamu itu segalanya buat aku, you’re my world. Aku juga mau minta maaf kalo aku ada ngelakuin kesalahan atau nyakitin kamu in some ways. Aku mau kamu terus bahagia dan tersenyum apapun keadaannya karena senyuman kamu itu bagaikan berlian diantara bebatuan.

Aku rasa kamu udah berhasil lewatin tantangan aku ya? Wah! Kamu hebat sih! Aku udah beli jam tangannya. Hope you like it ya. Sekali lagi makasih buat semuanya and please remember that I love you and I will never stop loving you.

Krist melihat jam tangan yang telah dibelikan PSing. Cuma satu?

“Satu lagi jam tangannya mana mae? Bukannya couple.”

“Coba baca notes ini.” Mae menyodorkan satu surat lagi

Gimana sayang? Suka gak? Suka dong! Aku kan belinya warna merah. Warna kesukaan kamu. Kamu pasti tanya kenapa cuma beli satu. Karena yang masih punya waktu cuma kamu...aku gak perlu jam lagi karena waktu aku udah habis sayang, sedangkan kamu masih punya banyak waktu. Aku beliin jam itu biar setiap kamu liat jam itu kamu inget kalo kamu gak boleh buang buang waktu kamu. You have a long way to go kit and I want you to use it wisely. I give you more time to live :)

“Mae maksudnya apa?? PSing mana??” Krist mulai panik

“Sehari sebelum anniv kalian, dia tulis surat-surat itu. Hari itu dia punya operasi otak.” Mae tersenyum pahit

“Hah? Maksudnya?”

“Dia kena kanker otak....stadium 4 sayang.” Mae mengusap surai rambut Krist

“PSing gak pernah kasi tau aku.”

“Dia gamau kamu khawatir.”

“Oke, jadi dia sekarang di rumah sakit kan? Ayok kita kesana mae.” Krist panik dan mulai menangis.

“Kata Singto kalo operasi dia gagal.... dia akan donorin jantung dia buat kamu. Dia tau kamu pengen banget sembuh.” Mae tersenyum sambil meneteskan air mata.

“Mae...stop.”

“Dia ada di dalam kamu sekarang...” Mar tersenyum tulus

“Dia kasi kamu jam itu agar kamu ingat buat pake waktu kamu dengan baik. Dia pengen kasi kamu waktu lebih karena dia pengen kamu nikmatin hidup lebih lama.”

“APA?! GAK! GAK MAU! GAK MUNGKIN!”Krist menggelengkan kepala dengan keras hingga air matanya mengucur deras

“Dia minta kamu jaga jantung dia dengan baik”

“Gak! Gak! Gak mungkin! Aku sesak napas! AAAAA PSING!” Krist berteriak sambil menjambak rambutnya

“Kit....jangan lakukan itu sayang... kamu bakal terluka.” Mae mencoba untuk untuk menghentikan aksi Krist dengan memeluknya erat.

“Aku tidak mauu! Aku tidak mau waktu tambahan aku mau psing!!” Krist menangis keras dengan penuh luka mengikutinya.

“Kit... Singto akan sangat sedih melihatmu seperti ini.”

“Tujuan aku sehat adalah untuk bisa bersamanya mae! Aku mau sehat biar bisa sama PSing terus! Aku gamau jantung ini! KELUARKANNN!” Krist menangis sambil memukulnya dan mencabik cabik dadanya.

“Jangan kit...nanti jahitnya terbuka. Tolong tenanglah sayang.” Mae memeluknya erat

“SINGTO AHHHHHHH” Krist menangis

Besoknya, Krist dan keluarganya pergi ke rumah duka tempat Singto di letakan sementara sebelum tertutup tanah.

“Terima kasih untuk segalanya Singto. Mama harap kamu tenang di atas sana.” Ucap Mama Krist.

“Padahal papa harap kamu dapat menepati janjimu untuk menikahi Krist tapi papa sungguh berterima kasi karena kamu telah menyelamatkannya.”

Orang tua Krist meninggal peti tempat Singto berbaring dan Krist menghampiri peti tersebut dengan langkah lemah dan terluka

“PSing”

“Kit kangen Psing”

“PSing...kit-“ Krist tak dapat berucap lagi dan ia menangis.

“Tolong...kembali...kepadaku.”

“Kenapa kamu tak memberitahuku bahwa kau juga sakit dan harus operasi hari itu? Aku tidak akan melakukan tantangan itu jika aku tau. Hari itu menjadi hari terakhir aku berbicara padamu.” Air mata mengalir lebih deras seiring dengan kata-kata yang keluar dari mulut Krist

“Kalo...aku bisa putar waktu, aku tidak akan meminta untuk sehat. Aku akan meminta agar kamu selalu berada di sisiku apapun keadaannya.”

“Kalo aku tau kamu akan memberikan jantungmu sebagai hadiah anniversary kita, aku tidak akan bilang “Apa aja dari kamu aku terima.” Aku gak bakal bilang gitu PSing!” Krist menangis sambil meremas dadanya.

“Sekarang...kamu...telah..pergi.”

“Terima kasi Phi... untuk semuanya, untuk setiap memori yang telah kau titipkan padaku.”

“Terima kasih... tapi... aku membutuhkanmu.”

“Aku akan menjaga dan merawatnya. Aku juga akan selalu memakai jam ini agar aku ingat betapa berharganya waktu.”

Krist tiba-tiba mengeluarkan sebuah jam dari sakunya dan memakaikannya pada Singto yang telah kaku dalam peti.

“Aku memberi jam ini padamu yang telah aku set pada tanggal 19 April pukul 00.00. Agar kamu tau bahwa tanggal itu akan selalu berharga bagiku karena aku menjadi milikmu pada tanggal itu. Happy Anniversary phi.”

“Aku mencintaimu selamanya.” Krist mencium kening Singto yang telah dingin lalu tersenyum manis.

I’m on the way to you

Singto langsung memesan tiket pesawat dengan jam paling dekat. Ia menunggu di bandara dengan cemas, bertanya tanya mengapa mantan kekasihnya ada di rumah sakit sekarang.

“Apa yang kau tutupi dariku kit?” Singto bergumam.

—————

Singto akhirnya sampai di Singapura, dengan menggunakan taksi ia langsung melaju ke rumah sakit bernama Mount Elizabeth.

Bau obat menyeruak saat ia memasuki rumah sakit tersebut. Ia bergegas ke resepsionis rumah sakit tersebut.

“Krist Perawat.”

“Dia ada di ruang 304.”

“Terima kasih”

Singto berlari menuju ruangan tersebut. Dengan hati yang cemas dan terluka ia masuk ke dalam dengan diam.

“Kit..” Singto ucap dengan lembut

“P’Sing?” Krist terkegut dan Ia turun dari ranjangnya.

“Aku merindukan mu” Singto mulai mendekati Krist

“Bagaimana kamu bisa disini? Cepatlah pulang.” Krist berjalan mundur.

“Kit kamu sakit apa?”

“Pulanglah phi. Kamu tak seharusnya disini.”

Kumpulan air mata mulai tergenang di mata krist. Krist terus berjalan mundur hingga punggungnya menempel ke tembok.

“Mengapa kau menangis sayang?” Singto mengusap pipi mantan kekasihnya ini

“Phi..aku mohon pulanglah.” Krist menangis sambil mendorong dorong Singto untuk menjauh.

“Kau tau... hidupku sungguh kosong sekarang. Matahariku hilang.” Singto menggenggam tangan Krist yang tadi mendorongnya.

“....” Krist diam dalam aliran air mata yang masih terus turun dari matanya. Ia tidak berani melihat tatapan sendu Singto.

“Kit...kau sakit apa? Mengapa menyembunyikannya dariku?” Singto bertanya pelan

“...”

“Apakah karena ini kamu memutuskan hubungan kita?” Singto mengusap pipi krist dengan lembut untuk menenangkan tangisan mantan kekasihnya ini.

“Kamu tak seharusnya disini. Pulanglah phi. Aku tidak mau melihatmu.” Krist memalingkan wajahnya.

Remuk. Hati Singto remuk mendengar cintanya berucap agar ia pergi.

“Kamu kenapa sayang? Cerita sama aku.”

“Jangan panggil aku sayang! Sekarang pergi!” Krist mendorong Singto tapi gagal karena Singto lebih kuat dari dirinya.

“Tatap mataku dan bilang kau tidak mencintaiku maka aku akan pergi.”

Apakah Singto akan benar-benar pergi dari hidupku jika aku mengatakannya? Krist membatin

Krist menatap Singto. Mata yang sungguh ia rindukan kini menatapnya sendu.

“Aku tidak mencin-“ Sebelum Krist menyelesaikan ucapannya Singto membungkam bibir Krist dengan bibirnya

Ia tahu bahwa Krist berani mengucapkannya. Namun, hatinya tidak siap remuk, tidak siap meninggalkannya, tidak siap berhenti mencintainya.

Krist mendorong dorong Singto sambil menangis keras tapi tidak berhasil karena Singto terus menahan tengkuknya.

Pedih dan terluka melihat Singto kini ikut meneteskan air matanya. Singto menciumnya dengan penuh ketakutan. Takut kehilangan.

Setelah beberapa saat, Krist mulai terbuai dan membalas lumatan demi lumatan Singto.

Setelah tau Krist membalas ciumannya, Singto melepas tautan bibir mereka dan menempelnya dahinya pada dahi Krist sambil mengatur napasnya.

“Aku kangen kamu..” Singto kembali meneteskan air mata

“....”

“Kamu tau gak sih nafsu makan aku turun. Aku sakit kepala sampe demam. Aku kangen banget sama kamu.”

“Kamu harus jaga kesehatan phi! Gimana kalo aku bener bener ninggalin kamu? Aku harus apa kalo kamu sakit.” Krist menangkup wajah mantan kekasihnya ini

“Kamu sakit apa sih? Kenapa gak pernah bilang kalo kamu sakit?”

“Penyakit aku gk parah kok.. aku pergi ketempat jauh biar kamu gausah khawatir aku gamau kamu sakit mikirin aku.”

“Tapi dengan kamu menghilang dengan kamu putusin aku, aku malah lebih sakit kit.” Singto memeluk Krist erat.

“Maaf..”

“Plis selalu disisi aku sampe akhir hidup aku.”

Akhir hidup kamu masih panjang. Krist membatin

“Aku cinta kamu, please balik sama aku.”

“Iya...”

“Serius?! I love you I love you.” Singto mengecup pipi Krist berkali kali hingga sang pemilik tertawa geli.

“Stop phi geli tauu.”

“Kamu tapi beneran gak sakit gimana gimana kan sayang?”

“Nggak” Krist tersenyum.

“I believe you.” Singto kembali mendekap Krist

“Makasih..”

“Kamu mau apa buat ulang tahun kamu? Dua hari lagi kan?”

“Aku boleh minta apa aja?”

“Boleh, buat kamu apapun boleh.”

“Aku minta kamu buat pulang besok terus kasi mama surat yang nanti aku bakal kasi kamu besok sebelum kamu berangkat. Jangan dibuka.”

“Oke terus? Kamu mau hadiah apa?”

“Beliin aku cincin couple boleh?”

“Boleh.” Singto tersenyum

“Makasih maaf ngerepotin.”

“Kamu gak pernah repotin aku.”

“Aku boleh minta satu lagi?”

“Boleh”

“Janji sama aku buat jaga kesehatan. Janji sama aku buat bahagia apapun keadaannya. Janji sama aku buat gak nangis lagi.”

“Semua bakal aku laksanain selama kamu sama aku terus.”

“Aku atau gak sama aku harus bisa tepatin janji.”

“Kamu gak niat ninggalin aku kan?”

“Nggak kamu akan terus sama aku sampai maut memisahkan kita.”

“Oke aku janji.”

“Aku mau istirahat. Kepala aku sakit banget akibat kecapean. Kamu temenin aku ya..”

“Iyaa aku bakal disini.”

“Jangan kemana mana.”

Pagi harinya Singto langsung bersiap siap ke bandara.

Tiba-tiba darah mulai mengalir dari hidung Krist.

“Shit. Phi Sing tidak boleh melihatku begini.”

“Krist kamu- loh hidung kamu kenapa?”

“Hah? Oh gapapa kok efek kecapean aja.”

“Kamu sakit apa sih?”

“Gausah khawatir aku gapapa. Kamu cepet pergi keburu telat.”

“Aku disini aja deh jaga kamu ya.”

“Tapi aku mau hadiah ulang tahun aku. Please... aku beneran gapapa kok.”

“Beneran?”

“Iya lagian disini banyak suster sama dokter yang bakal rawat aku sampe sembuh.”

“Nanti kita rayain ulang tahun kamu bareng bareng ya.”

“Iya... sana pergi keburu ketinggal pesawat. Ini suratnya.” Krist menyodorkan surat ke Singto

Singto langsung bergegas ke bandara. Ia sebenarnya tak ingin meninggalkan Krist sendiri tapi anak itu kekeh ingin hadiah ulang tahunnya.

—————

Sesampai Singto di rumah keluarga Krist. Ia mengetuk pintu rumah pelan.

“Eh Singto... masuk sini.” Mama Krist menyambutnya

“Tumben ke sini?” Tanya Papa Krist

“Oh ini pa ma Kit suruh aku kasi ini ke kalian.”

“Surat?” Tanya mama Krist

“Iya” Jawab Singto

Kedua orang tua Krist membuka suratnya dan membacanya dalam hati. Mama Krist mulai menangis dan memeluk suaminya.

“Ma pa? Apa yang Kit tulis?” Tanya Singto

“Tidak apa apa kami hanya terharu dengan tulisan Kit. Dia mengatakan bahwa dia sangat merindukan kami.” Papa Krist tersenyum tulus.

Mama Krist menghapus air matanya lalu berucap

“Nak Singto mau tidak hari ini kita jalan belanja jas baru?”

“Jas?”

“Iyaa... Kit bilang ia ingin jas baru untuk ulang tahunnya.”

“Ah oke ma.. aku sekalian mau beli cincin untuk Kit.”

—————

Mama dan Papa Krist pergi ke toko baju, sedangkan Singto pergi ke toko perhiasan.

“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” Kata karyawan disana

“Apakah kalian menerima pemesanan custom made rings?”

“Oh bisa pak.”

“Baiklah saya pesan 1 dengan nama Kris Perawat dan satu lagi dengan nama Singto Prachaya.”

“Baiklah cincin baru jadi kemungkinan besok pagi ya pak.”

“Saya akan ambil jam 9 pagi.”

“Baiklah. Cash atau Debit?”

“Debit.”

Setelah ia membayar, ia pergi mengunjungi mama dan papa Krist yang masih memilih milih jas yang cocok untuk Krist.

“Ku harap Singto terus bahagia.” Kata mama Krist

“Kehilangan seseorang tidaklah mudah. Kalau memang nanti dia menangis, biarkan saja. Tak selamanya ia kuat apalagi dia telah kehilangan sekali.”

“Aku ingin angkat dia menjadi anakku biar dia tidak sendiri.”

“Ia nanti kita bicarakan lagi ya.”

“Ma pa! Apakah kalian sudah selesai?” Tanya Singto

“Ah sudah. Jasnya sedang dibungkus rapi.”

“Apakah besok mama papa ikut dengan ku?”

“Tidak...kami akan menunggu kamu membawanya pulang.”

“Baiklah.”

—————

Setelah ia mengambil cincin, ia bergegas ke bandara untuk balik menjenguk Krist. Hari ini hari ulang tahunnya.

Sesampainya ia di rumah sakit, ia melihat bahwa ruang rawat inap Krist sedang dibersihkan.

“Krist sudah boleh pulang?” Singto bertanya kepada dirinya sendiri

“Permisi, maaf pasien yang disini di mana ya?”

“Oh apakah anda yang bernama Singto?”

“Iya betul.”

“Pasiennya sudah dipulangkan ke Bangkok.”

“Oh begitu ya?”

“Iya.. dan ini titipan dari pasien tapi jangan di buka sampai anda sampai di Bangkok.”

“Baiklah, terima kasih.”

Perawat itu pergi meninggalkan Singto.

“Aku harus pesan tiket pulang lagi.. untung aku punya banyak uang kalau tidak aku sudah miskin” ucap Singto

—————

Singto sampai di rumah orang tua Krist pada siang hari.

“Ma pa aku- loh kenapa kalian menangis?” Singto bertanya

“Tidak apa apa... kami terharu anak kami ulang tahun.” Mama Krist menghapus air mata

“Singto...ikut kami yuk. Kami mau pergi merayakan ulang tahun Kit.”

“Ah oke..”

Mereka akhirnya sampai di suatu tempat yang tak terduga. Singto terkejut. Tempat ini adalah tempat dimana ia kehilangan orang yang ia paling sayang. Ayahnya.

Tiba tiba hatinya remuk dan cemas. Ribuan jarum dan tangan besar meremas hatinya.

“Kenapa kita kesini?” Tanya Singto khawatir

“Kita rayakan ulang tahun kit disini.” Mama Krist menangis

Singto tiba tiba melihat sebuah peti dengan makhluk terindah di dalamnya memakai jas yang baru dibeli kemarin siang oleh orang tuanya.

“Tidak... tidak mungkin. Ini bohong! Ini mimpi.” Singto menjambak rambutnya

“KIT! BANGUN! BANGUN!” Singto menangis penuh luka.

Mama Krist memeluk Singto erat

Ia kehilangan lagi... kali ini sosok yang sangat ia cintai, penyemangat hidupnya, orang yang ia kira akan mendampinginya menghabiskan seumur hidup bersama.

Sakit. Terluka. Kosong. Itulah keadaan hatinya sekarang, tersayat hingga menimbulkan luka yang dalam.

“Kenapa bukan aku saja yang mati? Bagaimana aku bisa hidup setelah ini?” Lirih Singto

“Suratnya bisa kau buka Singto.” Ucap mama Krist

Hai phi Sing! Makasih sudah datang ke ulang tahunku yang terakhir ini. Jika kau menerima surat ini maka aku tak lagi disisimu. Aku minta maaf karena telah berbohong bahwa aku baik baik saja. Aku mengidap kanker otak stadium akhir dan kemarin adalah hari operasiku. Tentunya aku berharap operasi tersebut berhasil agar aku dapat mendampingimu seumur hidupmu. Namun, Tuhan berkata lain. Surat ini menandakan bahwa operasiku tidak berhasil. P’Sing sudah berjanji padaku untuk tidak menangis maka janganlah menangis, aku akan sangat sedih.

Maafkan aku karena telah menjadi orang kedua yang menimbulkan luka dan trauma. Maaf karena aku sempat memutuskan hubungan kita. Aku ingin kita pisah agar kamu tak perlu terluka atas kepergianku. Terima kasih sudah mau mendampingiku dan mengijinkan aku menghabiskan masa hidupku bersamamu. Aku juga berterima kasih untuk cincinnya. Berikanlah cincin itu untuk kekasihmu nanti. Lupakan aku phi. Aku ingin kamu terus bahagia ada atau tidak adanya aku. Aku mencintaimu.

Singto tersenyum membaca pragraf terakhir dari surat tersebut.

“Maaf aku tidak ada dikala kamu ketakutan harus menghadapi berbagai pisau dan jarum suntik. Aku mencintaimu Krist.”

Singto berjalan mendekati Krist yang terbaring kaku di sebuah peti penuh bunga.

Singto memakaikan cincin yang ia beli tadi di jari manis Krist dan cincin satunya lagi di jari manisnya.

“Kau tetap cinta abadiku. Sampai akhir hidupku.”

  • Letter -

Plan wakes up in the morning and sees that there’s an envelope under his door

He picks up the envelope and wait for Mean’s phone call.

30 minutes has passed but he hasn’t received any phone call.

“Why do I have to even wait for him? I’ll just open it now.”

Hey Plan! This is my last letter to you. I hope you keep it along with other letters that I gave to you since our first date.

Do you know why I love writting letters more than talking ? Because I can express my feelings better than when I talk.

I am soo happy for you that you have finally find someone new who can love you better than me. I actually want to say sorry because you know I did a lot of wrong things to you like maybe not giving you enough love. But love, for the last time, I want to tell you all the truth. I promise I will be out of your life since I’m moving out of the country.

I’m sorry that I didn’t give you much attention. I work too hard, I’m sorry. I actually work hard because I want to buy you a huge house for us to live in since that is the thing that you have been wanting to buy. I also wanted to buy you a car since I know that you’re tired using public transportation everyday.

I’m sorry that I snore too loud sometimes. I tried to do anything like closing my nose but my snores gets louder. I have asthma too so I kinda make a squeeky sound when I sleep. I’m sorry.

I just realize how patient you are towards me. Living with me for 4 years must be tiring... I’m glad you found someone better.

I really did all these things for you so since I did it for you, even though we’re apart now, I still want to give you the things that I get for you.

Plan sees a key with a note

“This is the house key, there’s a huge garden for you to buy dogs and for you and your parents that was my parents to live comfortably”

Plan then takes a car key

“Here’s the key to the new car, it will be sent to your house this friday.”

Plan sees a pair of earplugs

“I buy these too... I was going to give it to you. You can wear it if your lover has the same issue as me.”

Plan cried then he takes one more thing left.

A pair diamond ring

“So, the good news was... I was going to bring you to France with me and I’m going to propose you there but I’m glad that you break it off yesterday so you won’t have to suffer living with me.”

“hahaha I have bought these too for us but since there’s no longer us then you can give it to your lover instead.”

*Thank you for everything that you have gave to me. Thank you for all the love, kindness, and happiness that you give to me. Everything that I did was all for you, sweetheart.

I’m sorry if I don’t show enough love for you to stay by me but just so you know.... I love you very much.

Do you remember when you asked me what if you don’t have feelings anymore? You know the answer :) love you.

Plan thinks a bit..

~ Flashback~

“What if someday our love fades?” Plan said

“My love will never fades, trust me! But if your love fades, I’ll die.” Mean smile.

~ Flashback off ~

Plan remembered

“Wait no no no. I’m sorry Mean. Sorry.” Plan cried while trying to phone Mean.

“You promise to give me a phone call! The last phone call where is it Mean?!” Plan cried till it hurts his little heart

“I have to go after him. He can’t leave me!” Plan about to run to the front door when he accidentally stepped on the remote TV.

“News report! Plane 9988 blew up in the sky and the bodies are all scattered to pieces across the ocean. A rescuer found one of the bodies identity.” The lady in the TV said and then he hand on the mic to the man on her right.

“It’s a he. His name is Mean Phiravich. He’s 23 years old. If any of you are his family, please contact us.” The man said

Plan dropped down. He lost his chance. Lost all of it.

He shouldn’t have do that! He would have die together with Mean. Mean hates to be alone..

“Mean has no family... he’s an orphanage. I have to be the one that contacts them.” Plan cried and reach for the phone.

————

Plan went to bed after crying and regretting his action all day.

He tried to sleep by closing his eyes but nothing happen

He misses that one annoying sound that usually accompanies him to sleep

You will never appreciate those small things around you until they’re finally gone -Rosiemzxx

Waiting 2

Plan sigh heavily after reading their text. He sat on the table waiting anxiously for Mean.

Suddenly, someone knocked at the door.

“Mean, you liar.” Plan smiled

Plan went to the door excitedly.

“Hey..”

“Pho..”

“Hello, Plan. How are you?” Pho walked inside the house.

“hmm good.” Plan stepped backward

“Do you miss me?” Pho smirked

“Y...e..s”

“You have grown into a beautiful young man.”

“....”

“Are you alone?”

Plan nodded nervously.

“Great! Come with me.” Pho pulled Plan’s wrist harshly

“No! Let me go!” Plan tried to pull his hand from pho’s gripped but failed

“You gonna come with me killer.”

“No! Let me go! What are you going to do?” Plan cried

“I don’t know... kill you and tortire you maybe” Pho pulled Plan outside the house

“Pho! Let me go! I’m sorry!”

“YOU KILL MY WIFE! SO NOW YOU HAVE TO PAY WHAT YOU HAVE DONE?!” Pho pushed Plan

Plan can feel someone has stand behind him.

“Mean?”

“Hello darling, my name is Chao.”

“NO!” Plan tried to run away but Chao grabbed him and carried him to the car.

Meann help me! – Plan

———

“Babe, I’m home!”

“Wait, why isn’t this locked?”

“PLAN!”

“Is he mad at me?”

Mean searched all over the house but he didn’t find Plan. He tried to text or call but no answer.

“Where are you, Plan?” Mean said worriedly

Mean called his best friend to help track down Plan's whereabouts

“Mean! I found Plan on this address.” The caller said

“Send me that address! I’ll go there.”

“Do you want me to come?”

“Yes, but you can only interfere when I said so and always prioritize Plan’s safety over anyone.”

“Okay Mean.”

“Thank you, Mark.”

Mean went to the address that Mark has sent to him.

——— Mean went into the old house where Plan is kidnapped.

“NO!” Plan said inside the room

Mean barge in.

“LET HIM GO! YOU SON OF A BITCH!” Mean punched every single guy there with all his might.

Suddenly, someone use a glass bottle and hit his head

The blood from his head starts to flow.

“Meannn” Plan cried

I’m dizzy! Shit! I can’t press the button. I have to save Plan. – Mean

Mean stood up and about to punch the guy who just hit him but..

“Pho?”

“Why are you defending the killer?”

“Pho, he’s not the killer! It’s all an accident.” Mean grimance in pain.

“Get him.” Pho commanded

The guys starts to punch and kick Mean who is already in a bad state.

“Time to kill you...little guy” Pho pointed the gun at Plan

“Pho! Let me go! I’m sorry!” Plan cried

DORR

A loud gun shot was heard and blood starts to roll down.

“NO! Mean!”

Mean can finally press the button. Mark came to help.

He opened Plan’s handcuff.

“Meann! Mean, stay with me.”

“Love, you must go it’s dangerous.” Mean cough some blood from his mouth

“Mean!” Mark is about to help Mean but Mean refused

“Remember what I said. Get him out and I will hold him off.”

“But you-“

“I don’t have much time, Mark.”

“Mean, I can help.”

“Please, Mark. Protect him for me.”

Pho come with loaded gun and Mean stood up with a lot of blood dropping from his head and stomach.

“Let him go, pho.”

“Oh, Mean. You’re still defending him huh?”

“Yes, I’m his brother and his lover.”

“Awww cute but I want him dead.”

“MARK! BRING HIM OUT NOW!”

Mark tried to pull Plan out but Plan still tried to hold it.

“Let’s go, Plan.”

“Are you fucking kidding me, Mark?! He’s your fucking best friend and my boyfriend!”

“I have promised to protect you.”

“And how about him? You let him die alone.” Plan cried

“I’m sorry, Plan but I have to.” Mark tried to pull Plan out but...

Pho shoot again.

DORR

“ARRGHHH” Mean screamed.

“MEANNN! LET ME GO MARK! MEAN IS DYING LET ME GO! MEANNNNNNNN” Plan shouted

Mean took over the gun with all his energy left and...

DORR

Pho fell with blood on his leg and Mean fell with a pool of blood on his stomach.

Mark let Plan go.

“Meannn. Meannn stay with me. Please stay with me.” Plan put Mean’s head on his thigh.

“Plan..”

“Meannn please I love you please.”

“You’re safe now...”

“No no no! Not when I’m not with you. Stay awake please.”

“Plan... I’m tired.”

“No no no! Don’t close your eyes. Don’t do it, Mean.” Plan cried

“I’m sleepy.”

“You can’t leave me. You can’t!” Plan hug Mean

“I...love..you.” Mean closed his eyes

“NO NO NO NO! WAKE UP! WAKE UP MEANNN AAAAA.”

The ambulance came and the police came. They carried Mean to the hospital and carried pho to the police station.

———

“It’s all my fault. If Mean didn’t love me, he will not be injured like this.” Plan said

“If I didn’t exist in the first place, none of this will happen.” Plan cried.

“Mean would be happier and safer without me.”

Plan went to the edge of the roof of the hospital.

“Plan, what are you doing?”

“Me...an?”

Mean came in

“I’m here.”

“Don’t get near me.”

“Huh?”

“You will be killed if you get near me.”

“I won’t. Come here.”

“No no no.” Plan step backward

“PLAN! STOP!” Mean shouted

“Mean! Behind you!”

“No one is behind me, Plan.”

“It’s pho! Run Mean!”

“It’s okay, come down, Plan. It’s going to be just fine.”

“How can you get to the roof top?!”

“I will tell you if you come down.”

“No!”

“Plan.”

“Live your life, Mean. Go on without me.” Plan cried

Plan jumped but Mean managed to catched him.

“Let me go, Mean.” Plan cried

“I will not let you die.”

“The blood! Your stomach is bleeding again.”

“I’m okay. Please come with me.”

“No! You will not be safe.”

“Then let me die with you.” Mean went forward and hug Plan while falling from the building.

———

“MEANNNN NOOO!” Plan cried

That nightmare again... it came again.

“Are you okay?” The doctor said from the screen

Plan just stared at nothing.

“I will tell them to bring you food.”

———

“How is he, earth? He’s been here for a whole month.”

“He’s getting better, Mark but he’s still having that nightmare I think.”

flashback on

After Mean arrived in the hospital, the doctor quickly checked on him.

“How is he doctor?! Please tell me!” Plan cried while shaking the doctor’s hand harshly.”

“I’m sorry... it’s too late” the doctor said

“NOOOOOOO MEANNNN!!!!” Plan dropped down.

“I’m really sorry.” The doctor hugged him.

———

Plan hugged and cried on Mean tombstones throught out the funeral.

“Plan..let’s go home. Everyone has left.”

“You go ahead.. I can go home by myself.”

Mark sigh and leave

When Plan starts to leave with his car, Mark followed behind him.

“Hospital?” Mark said to himself

He followed Plan until they both reach the roof top.

When Plan is about to jump, he said

“Plan, what are you doing?”

“Me...an?”

Mark is confused but he knew for sure that Plan is hallucinating.

“I’m here.” Mark answered

“Don’t get near me.”

“Huh?”

“You will be killed if you get near me.”

“I won’t. Come here.” Mark moved forward

“No no no.” Plan step backward

“PLAN! STOP!” Mark shouted

“Mean! Behind you!”

“No one is behind me, Plan.”

“It’s pho! Run Mean!”

“It’s okay, come down, Plan. It’s going to be just fine.” Mark said

“How can you get to the roof top?!”

“I will tell you if you come down.”

“No!”

“Plan.”

“Live your life, Mean. Go on without me.” Plan cried

Plan jumped but Mark managed to catched him.

“Let me go, Mean.” Plan cried

“I will not let you die.” Mark tried to pull Plan up but his hand got scratched and blood starts to flow down his hand

“The blood! Your stomach is bleeding again.”

“I’m okay. Please come with me.”

“No! You will not be safe.”

“I’m sorry Plan.” Mark knocked Plan out by hitting a specific spot on his shoulder.

flashback off

“How long will he be staying in this mental hospital?”

“I don’t know... he keeps hurting himself until I have to put straitjacket to stop him.”

“DOCTOR! PLAN IS BLEEDING!” One of the staff said

“WHAT?! How could that be?”

“He asked for a pencil and paper to write a letter as a reward of him eating his lunch and one of the staff gave him and then he sliced and stabbed his hand with the pencil.”

“HOW CAN THE STAFF BE SO CLUMSY ABOUT THIS STUFF?!”

———

Earth went to Plan and Plan was already unconsious.

“Plan!”

“How is he earth?!” Mark asked

“He...cut right through...his pulse.”

“What that suppose to mean?!” Mark shook Earth.

“He’s dead.” Earth cried

Mean! I’m coming! – Plan

Waiting

Plan was waiting for Mean in the parking lot. He has waited for 1 hours now.

“You said I’m important but you never had time for me. Well... I’m just a brother after all and not even real.” Plan sigh

Suddenly, 5 guys came to Plan

“Hey hey hey! The arrogant pretty boy is here.” Guy 1 said

“Leave me alone.”

“Where’s your hero now hm? He ain’t coming huh?”

“He’s on the way” Plan said nervously

The five guys starts to circle him and trap him.

“Get away from me!” Plan pushed one of the guys and tried to run but someone hold his waist.

“You’re so pretty and smooth.” The guy whispered

“LET ME GO YOU JERK.” Plan tried to break out once again but failed

“Let’s have some fun a bit.” Plan was dragged by the guys to a small dark alley.

Meannn help me! – Plan

—————

“Where is he? He won’t answer the phone. Is he mad?” Mean rubbed his face harshly

“MEAANNNN” A voice was heard but then fade away

“Plan? PLAN! Oh shit where are you?” Mean look around until he saw Plan kneeled on the ground, naked with 5 guys waiting to be sucked.

“YOU FUCKING BITCH!” Mean punched all the guys until they all on the ground crying in pain.

Mean approached Plan and covered Plan’s body with his suits

“Are you okay? Did they do it?”

Plan cried and shake his head lightly

Suddenly, someone approached Mean from the back

“MEAN BEHIND YOU!”

Mean grimace in pain because someone just hit him with a metal bar but he has to make sure Plan is safe so he fighted the guy with all his energy left.

Mean leaned on the wall and dropped himself on the ground.

“Meannn are you okay? I’m sorry. Are you okay?” Plan approached Mean and cried

“I’m okay. You don’t have to worry. Are you really okay? They didn’t do it to you right?” Mean looked extremely worried.

“No... you came just in time before they about to do it. Thank you...” Plan hugged Mean tight

“Ouch ouch ouch! Too tight! It’s bruised.”

Plan cried while touching Mean’s hand

“Let’s go to the hospital.” Plan cried

“I have to bring you home.”

“No!”

“You don’t have clothes to wear right? Let’s go home. I can still drive.”

“But-“

“I’m okay..” Mean caressed Plan’s cheeks

Plan helped Mean to get up

———

“I have changed! Let’s go to the hospital.”

“Plan.. are you really okay?”

“I look fine, don’t I? I’m okay. Let’s go!” Plan reassured Mean.

“I’m okay.. I will just treat this bruise myself.”

“Mean”

“I’m okay... don’t worry. I know you hate the hospital as well.”

“Let me help you then.” Plan approached and sat beside Mean

Plan cried while treating Mean’s bruises

“Hey... why are you crying? I’m okay.”

“Everyone that goes near me are all injured or die...”

“It’s not your fault, okay? Don’t blame yourself for what happen to others.”

“You should just let me die.” Plan grabbed his lower shirts and looked down while tears kept falling

“Look at me.” Mean lifted up Plan’s chin.

“....” Plan looked Mean straight in the eyes

“I only have you in my life now. So, don’t ever think of dying, okay?” Mean felt tears about to roll down from his eyes.

“Sorry..” Plan cried

“I’m okay, you’re okay, everything is going to be okay. I will always protect you, don’t worry.” Mean hugged Plan.

———

“AAAAA I’M NOT A KILLER! DON’T TOUCH ME!!” Plan screamed

“PLAN!” Mean forced open the door and rushed in.

“NO NO NO!” Plan unconsiously said

“Hey! Wake up! Plan!” Mean shook Plan harshly

“MEANNNN” Plan hugged Mean and cried.

“It’s okay... I’m here.” Mean hugged him tight

“Erase it! Please! Erase it!” Plan shook Mean’s hand.

“What do you want me to do?”

“Kiss me! Erase it!”

“But Plan I-“

Plan kissed Mean but Mean didn’t kiss back

“You don’t love me... I’m sorry... I’m wrong.” Plan break the kiss with a broken heart.

Plan was about to leave but Mean held back his hand.

“Let’s sleep. Let me hug you to sleep.”

“No... let me go.”

“Sleep.”

“I-“

Mean pulled him and quickly hugged him.

“Meann let me go...” Plan tried to remove Mean’s hand from his waist.

“Go to sleep, Plan.”

“Are you trying crushed my little heart again? I love you not as a brother, Mean.”

“Sleep.” Mean pulled Plan closer until Plan’s back touches his chest.

Plan kept trying to get out but he failed. So, he decided to leave first thing in the morning.

———

As the sun shines through, Plan starts to open his eyes. He slept really well last night without any nightmare disturbing him.

Plan turned around to face Mean.

“I’m sorry for making these bruises on your cheeks.” Plan caressed Mean’s bruises softly.

“I’m sorry for kissing you yesterday and for loving you more than a brother. I’m wrong, I’m sorry.” Plan cried silently

“But I never regret of loving you even if I can never reach you.”

Plan leaned in and kiss Mean on the lips. When Plan was about to break the kiss, Mean held back his nape and kissed back Plan.

“Ngghh” Plan was shocked

Mean bit Plan’s lower lip, making Plan open his mouth a little and Mean used that opportunity to insert his tongue.

Plan closed his eyes, savoring every kiss that Mean gave to him.

The kiss was so passionate and emotional that it made them both cry

Plan patted Mean’s chest to tell him that he’s out of breath and Mean broke the kiss.

“I love you too. Don’t leave me.” Mean pulled Plan closer and hide his face in Plan’s crook.”

“But you-“

“Yesterday, I was too shocked. I had loved you since I don’t know when but I know I can’t have you because I thought that you will never see me as more than a brother.”

“....”

“You’re too hard to reach. So when you kissed me, I was so shocked that I thought it’s just a dream of mine.”

“....”

“I always love you Plan. I’m sorry I can’t protect you yesterday. I can’t protect someone that I love.” Mean cried

“Hey, it’s okay. It’s not your fault.” Plan cupped Mean’s face.

“...” Tears still rolled on Mean’s face

“I’m okay. I love you.” Plan pecked Mean’s lips

“Be mine, Plan. Do you want to be mine? I know that sometimes I-“

“Yes!” Plan kissed Mean to stop him from talking