scubepid

image


Hembusan angin yang lumayan sangat kencang itu tak sengaja mengenai kulit Riki dan Sunoo yang sedang berduduk santai di atas tikar lipat.

Kala itu kedua netra Sunoo sangat terkagum melihat ikon negeri belanda. Apa lagi kalau bukan kincir angin dan bunga tulip.

Hamparan bunga tulip serta di pinggirnya ada kincir angin sangat terasa melengkapi hari dua cucu anak adam yang dimana sedang bersama dibawah sinar matahari disertai hembusan angin.

Walaupun mereka terkadang bisa dibilang pasangan absurd, tetapi jika sudah suasananya seperti ini entah kenapa menimbulkan rasa kesan romantis dengan sendirinya.

Riki menarik lengan Sunoo dengan begitu kencang dan membuat reaksi dari yang ditarik olehnya.

“Apaan sih? Lo ganggu aja orang lagi liatin pemandangan juga.” Cerutu Sunoo sembari mencemberutkan bibirnya.

“Ihh galak banget kea maung. Padahal aku mau rebahan di paha kamu tau!” Riki dengan cepat menidurkan kepalanya pada paha Sunoo dengan paksa.

“Ihh apa sih? Emangnya gacukup cuddle semaleman, hah?” Tanya Sunoo dengan nada judes.

“Nggak” Riki tersenyum sembari melihati wajah Sunoo yang cantik dan indah. Dan jangan lupa angin yang berhembusan di pagi menjelang siang itu menyapu rambut Sunoo dan sedikit menampakkan kening nya.

“Apasih?” Tanya Sunoo lagi dengan nada suara sedikit gelagapan. Sebenarnya ia malu menatap balik ke Riki yang ada di bawahnya. Maka dari itu ia menoleh ke sembarang arah agar degupan jantungnya tidak bertambah kencang.

Riki sudah hafal jika pacarnya sedang salah tingkah, kini ia bangkit dari tidurnya lalu menoleh dan sembari melihat ke Sunoo yang sedang mengalihkan pandangannya.

“Kak coba lihat sini deh bentar” Riki masih menunjukkan senyumnya, berharap Sunoo memandangnya balik.

“Apa?” Sunoo menoleh tepat ke arah Riki dan diikuti oleh tatapan sinis. Sejujurnya dia sangat malas kalau sudah dibikin salah tingkah begini oleh pacarnya.

“Ihh jangan galak galak dong. Coba deh lihat baling baling yang sedang bergerak itu” Riki menunjuk ke arah kincir angin yang sedang menggerakan baling balingnya.

“Kenapa emangnya?” Sunoo mengarahkan pandangannya yang Riki tunjuk.

“Kincir kincir itu berputar dan membuat angin berhembusan mengenai kulit kita, begitu pun dengan cintaku kepadamu.” Riki tersenyum lebar sembari menoleh menatap sang kekasih yang memasang wajah kebingungan.

“Maksudnya?” Tanya Sunoo yang masih tidak mengerti imbuhan yang dituturkan oleh Riki.

Riki terkekeh mendengar itu. “Cinta ku kepadamu bagaikan angin, love. Begini, cinta ku berhembusan merasuki hati mu yang ada di dalam.“Jelasnya sambil menaruh jari telunjuk kanannya pada dada Sunoo.

Mendengar hal itu kedua pipi Sunoo mulai memerah. Dirinya lagi lagi dibikin salah tingkah oleh pacarnya itu. Spontan ia menenggelamkan wajahnya pada pundak Riki.

“Rikii.. aku malu ihh.” Tutur Sunoo sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggang Riki.

“Kenapa kamu suka buat aku salting sih? Aku kan gakuat..” Sambung Sunoo dengan nada suara rendah dan sedikit bergetar. Sepertinya dia sangat dibuat pusing oleh sikap bucin pacarnya itu sendiri.

“Anything for you, babe. Aku kan begini cuma ke kamu doang, aku beneran sayang sama kamu, love.” Ucap Riki sembari merengkuh pinggang Sunoo.

“Ki.. mending kita pulang yuk? Aku udah gakuat salting di tempat umum begini.. Malu diliatin banyak orang.” Sunoo mengembungkan kedua pipinya sembari melihati sang pacar.

“Ciee yang di dalem perutnya ada banyak kupu kupu” Setelah mengutarakan hal itu, tawa Riki pecah karena baginya melihat Sunoo malu dibuatnya adalah hal yang sangat tergemas.

“Rikiii.. Aku nangis nih?”

Hampir saja air mata Sunoo terjatuh, Riki langsung mengusap pipi Sunoo dengan lembut.

“Jangan nangis, ayo kita balik ke apartemen.”

Riki.. Memang kita sudah tidak bertemu hampir 4 bulan. Tetapi entah apa yang salah didiriku setiap kamu melontarkan gombalan atau imbuhan, aku selalu saja merasa salah tingkah. Perasaan sebelum kamu ke negeri kincir angin, aku biasa saja jika kamu melakukan seperti itu.

Aku sangat mencintaimu, Riki.

image


Hembusan angin yang lumayan sangat kencang itu tak sengaja mengenai kulit Riki dan Sunoo yang sedang berduduk santai di atas tikar lipat.

Kala itu kedua netra Sunoo sangat terkagum melihat ikon negeri belanda. Apa lagi kalau bukan kincir angin dan bunga tulip.

Hamparan bunga tulip serta di pinggirnya ada kincir angin sangat terasa melengkapi hari dua cucu anak adam yang dimana sedang bersama dibawah sinar matahari disertai hembusan angin.

Walaupun mereka terkadang bisa dibilang pasangan absurd, tetapi jika sudah suasananya seperti ini entah kenapa menimbulkan rasa kesan romantis dengan sendirinya.

Riki menarik lengan Sunoo dengan begitu kencang dan membuat reaksi dari yang ditarik olehnya.

“Apaan sih? Lo ganggu aja orang lagi liatin pemandangan juga.” Cerutu Sunoo sembari mencemberutkan bibirnya.

“Ihh galak banget kea maung. Padahal aku mau rebahan di paha kamu tau!” Riki dengan cepat menidurkan kepalanya pada paha Sunoo dengan paksa.

“Ihh apa sih? Emangnya gacukup cuddle semaleman, hah?” Tanya Sunoo dengan nada judes.

“Nggak” Riki tersenyum sembari melihati wajah Sunoo yang cantik dan indah. Dan jangan lupa angin yang berhembusan di pagi menjelang siang itu menyapu rambut Sunoo dan sedikit menampakkan kening nya.

“Apasih?” Tanya Sunoo lagi dengan nada suara sedikit gelagapan. Sebenarnya ia malu menatap balik ke Riki yang ada di bawahnya. Maka dari itu ia menoleh ke sembarang arah agar degupan jantungnya tidak bertambah kencang.

Riki sudah hafal jika pacarnya sedang salah tingkah, kini ia bangkit dari tidurnya lalu menoleh dan sembari melihat ke Sunoo yang sedang mengalihkan pandangannya.

“Kak coba lihat sini deh bentar” Riki masih menunjukkan senyumnya, berharap Sunoo memandangnya balik.

“Apa?” Sunoo menoleh tepat ke arah Riki dan diikuti oleh tatapan sinis. Sejujurnya dia sangat malas kalau sudah dibikin salah tingkah begini oleh pacarnya.

“Ihh jangan galak galak dong. Coba deh lihat baling baling yang sedang bergerak itu” Riki menunjuk ke arah kincir angin yang sedang menggerakan baling balingnya.

“Kenapa emangnya?” Sunoo mengarahkan pandangannya yang Riki tunjuk.

“Kincir kincir itu berputar dan membuat angin berhembusan mengenai kulit kita, begitu pun dengan cintaku kepadamu.” Riki tersenyum lebar sembari menoleh menatap sang kekasih yang memasang wajah kebingungan.

“Maksudnya?” Tanya Sunoo yang masih tidak mengerti imbuhan yang dituturkan oleh Riki.

Riki terkekeh mendengar itu. “Cinta ku kepadamu bagaikan angin, love. Begini, cinta ku berhembusan merasuki hati mu yang ada di dalam.“Jelasnya sambil menaruh jari telunjuk kanannya pada dada Sunoo.

Mendengar hal itu kedua pipi Sunoo mulai memerah. Dirinya lagi lagi dibikin salah tingkah oleh pacarnya itu. Spontan ia menenggelamkan wajahnya pada pundak Riki.

“Rikii.. aku malu ihh.” Tutur Sunoo sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggang Riki.

“Kenapa kamu suka buat aku salting sih? Aku kan gakuat..” Sambung Sunoo dengan nada suara rendah dan sedikit bergetar. Sepertinya dia sangat dibuat pusing oleh sikap bucin pacarnya itu sendiri.

“Anything for you, babe. Aku kan begini cuma ke kamu doang, aku beneran sayang sama kamu, love.” Ucap Riki sembari merengkuh pinggang Sunoo.

“Ki.. mending kita pulang yuk? Aku udah gakuat salting di tempat umum begini.. Malu diliatin banyak orang.” Sunoo mengembungkan kedua pipinya sembari melihati sang pacar.

“Ciee yang di dalem perutnya ada banyak kupu kupu” Setelah mengutarakan hal itu, tawa Riki pecah karena baginya melihat Sunoo malu dibuatnya adalah hal yang sangat tergemas.

“Rikiii.. Aku nangis nih?”

Hampir saja air mata Sunoo terjatuh, Riki langsung mengusap pipi Sunoo dengan lembut.

“Jangan nangis, ayo kita balik ke apartemen.”

Riki.. Memang kita sudah tidak bertemu hampir 4 bulan. Tetapi entah apa yang salah didiriku setiap kamu melontarkan gombalan atau imbuhan, aku selalu saja merasa salah tingkah. Perasaan sebelum kamu ke negeri kincir angin, aku biasa saja jika kamu melakukan seperti itu.

Aku sangat mencintaimu, Riki.

#Piknik

image


Hembusan angin yang lumayan sangat kencang itu tak sengaja mengenai kulit Riki dan Sunoo yang sedang berduduk santai di atas tikar lipat.

Kala itu kedua netra Sunoo sangat terkagum melihat ikon negeri belanda. Apa lagi kalau bukan kincir angin dan bunga tulip.

Hamparan bunga tulip serta di pinggirnya ada kincir angin sangat terasa melengkapi hari dua cucu anak adam yang dimana sedang bersama dibawah sinar matahari disertai hembusan angin.

Walaupun mereka terkadang bisa dibilang pasangan absurd, tetapi jika sudah suasananya seperti ini entah kenapa menimbulkan rasa kesan romantis dengan sendirinya.

Riki menarik lengan Sunoo dengan begitu kencang dan membuat reaksi dari yang ditarik olehnya.

“Apaan sih? Lo ganggu aja orang lagi liatin pemandangan juga.” Cerutu Sunoo sembari mencemberutkan bibirnya.

“Ihh galak banget kea maung. Padahal aku mau rebahan di paha kamu tau!” Riki dengan cepat menidurkan kepalanya pada paha Sunoo dengan paksa.

“Ihh apa sih? Emangnya gacukup cuddle semaleman, hah?” Tanya Sunoo dengan nada judes.

“Nggak” Riki tersenyum sembari melihati wajah Sunoo yang cantik dan indah. Dan jangan lupa angin yang berhembusan di pagi menjelang siang itu menyapu rambut Sunoo dan sedikit menampakkan kening nya.

“Apasih?” Tanya Sunoo lagi dengan nada suara sedikit gelagapan. Sebenarnya ia malu menatap balik ke Riki yang ada di bawahnya. Maka dari itu ia menoleh ke sembarang arah agar degupan jantungnya tidak bertambah kencang.

Riki sudah hafal jika pacarnya sedang salah tingkah, kini ia bangkit dari tidurnya lalu menoleh dan sembari melihat ke Sunoo yang sedang mengalihkan pandangannya.

“Kak coba lihat sini deh bentar” Riki masih menunjukkan senyumnya, berharap Sunoo memandangnya balik.

“Apa?” Sunoo menoleh tepat ke arah Riki dan diikuti oleh tatapan sinis. Sejujurnya dia sangat malas kalau sudah dibikin salah tingkah begini oleh pacarnya.

“Ihh jangan galak galak dong. Coba deh lihat baling baling yang sedang bergerak itu” Riki menunjuk ke arah kincir angin yang sedang menggerakan baling balingnya.

“Kenapa emangnya?” Sunoo mengarahkan pandangannya yang Riki tunjuk.

“Kincir kincir itu berputar dan membuat angin berhembusan mengenai kulit kita, begitu pun dengan cintaku kepadamu.” Riki tersenyum lebar sembari menoleh menatap sang kekasih yang memasang wajah kebingungan.

“Maksudnya?” Tanya Sunoo yang masih tidak mengerti imbuhan yang dituturkan oleh Riki.

Riki terkekeh mendengar itu. “Cinta ku kepadamu bagaikan angin, love. Begini, cinta ku berhembusan merasuki hati mu yang ada di dalam.“Jelasnya sambil menaruh jari telunjuk kanannya pada dada Sunoo.

Mendengar hal itu kedua pipi Sunoo mulai memerah. Dirinya lagi lagi dibikin salah tingkah oleh pacarnya itu. Spontan ia menenggelamkan wajahnya pada pundak Riki.

“Rikii.. aku malu ihh.” Tutur Sunoo sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggang Riki.

“Kenapa kamu suka buat aku salting sih? Aku kan gakuat..” Sambung Sunoo dengan nada suara rendah dan sedikit bergetar. Sepertinya dia sangat dibuat pusing oleh sikap bucin pacarnya itu sendiri.

“Anything for you, babe. Aku kan begini cuma ke kamu doang, aku beneran sayang sama kamu, love.” Ucap Riki sembari merengkuh pinggang Sunoo.

“Ki.. mending kita pulang yuk? Aku udah gakuat salting di tempat umum begini.. Malu diliatin banyak orang.” Sunoo mengembungkan kedua pipinya sembari melihati sang pacar.

“Ciee yang di dalem perutnya ada banyak kupu kupu” Setelah mengutarakan hal itu, tawa Riki pecah karena baginya melihat Sunoo malu dibuatnya adalah hal yang sangat tergemas.

“Rikiii.. Aku nangis nih?”

Hampir saja air mata Sunoo terjatuh, Riki langsung mengusap pipi Sunoo dengan lembut.

“Jangan nangis, ayo kita balik ke apartemen.”

Riki.. Memang kita sudah tidak bertemu hampir 4 bulan. Tetapi entah apa yang salah didiriku setiap kamu melontarkan gombalan atau imbuhan, aku selalu saja merasa salah tingkah. Perasaan sebelum kamu ke negeri kincir angin, aku biasa saja jika kamu melakukan seperti itu.

Aku sangat mencintaimu, Riki.

Paralyzed

Heeseung membuka pintu apartemen Jay. Heeseung sendiri tidak tahu alasan kenapa Jay memberitahu kode pintu apartemennya. Padahal itu sesuatu yang rahasia pribadi bukan?

Cklek

Dengan perasaan takut disebabkan dirinya masih trauma dengan masa lalu, dengan perlahan Heeseung melangkah kakinya untuk pergi masuk ke apartemen milik Jay.

Kedua netra Heeseung mendapati kondisi di dalamnya sungguh gelap. Tidak ada satupun cahaya kecuali dari pintu yang terbuka sedikit dan memantulkan sekelebat cahaya putih.

“Jay?” Tanya Heeseung sembari menghampiri pintu yang sedikit terbuka itu.

Nghhhhh.. Akkhhhh

Mendengar hal itu, spontan Heeseung memberhentikan langkahnya. Kedua netranya juga membulat lebar karena sangat terkejut mendengar suara desahan dari dalam kamar itu.

“Jay?”

Kali ini Heeseung memberanikan diri untuk masuk kedalam kamar itu. “Jay?!” Heeseung terdiam disaat melihat keadaan Jay sudah kacau. Heeseung menoleh kearah sumber cahaya. Ternyata cahaya itu berasal dari laptop yang sedang menayangkan video porno.

Jay yang sedari tadi terfokus dengan bermain solo nya, reflek menoleh kearah Heeseung yang sedang mematung sembari melihatinya.

Heeseung merasa dirinya tidak nyaman melihat pemandangan itu, terbesit dalam pikiran untuk lebih baik meninggalkan apartemen Jay ketimbang ia melihat Jay sedang bermain solo.

Dengan memasang raut wajah yang tidak suka, Heeseung memutarbalikan badan lalu mengambil ancang ancang untuk melangkahkan kakinya ke pintu apartemen Jay untuk pergi pulang.

Grebb

Tiba tiba saja lengan tangan kanan Heeseung dipegang oleh Jay. Jay memutar balikkan badan Heeseung. “Donth go from me, Lee Heeseung.”

Heeseung memejamkan matanya sebab ia takut melihat Jay yang sudah bertelanjang bulat serta keadaannya yang sudah kacau.

Tuhan.. Ini mimpi kan? Takut banget.

“Jangan pergi Heeseung.. I'm sorry Lee Heeseung.” Tutur Jay dengan suara serak dan berat. Kemudian ia menarik pergelangan tangan Heeseung dan dengan cepat ia memeluk erat pinggang Heeseung.

Heeseung masih memejamkan matanya. Ia sangat takut membuka matanya sekarang juga. “I-iya gue maafin. Kalau gitu gue boleh-”

Belum sempat melanjutkan perkataannya, tiba tiba badan mungilnya diangkat oleh Jay dan dibawa masuk ke kamar apartemen milik Jay.

Saat itu juga Heeseung merasa salah besar pada dirinya. Sebab ia merasa sedang memasuki kandang harimau.

Jay membanting tubuh Heeseung diatas kasur berukuran besar miliknya, lalu dengan cepat ia menutup pintu kamar.

“J-jay.. Lo mau ngapain?” Tanya Heeseung dengan suara bergetar karena merasa takut dirinya dijadikan bahan sekedar pelampiasan nafsu.

Jay menghimpit badan Heeseung dari atas. Seperti anak anjing yang bersemangat, Jay menjilati leher jenjang milik Heeseung.

“Ssshhhh”

Heeseung meracau karena merasakan sangat geli di area sensitifnya.

“J-jsheii..”

Butuh usaha untuk menyebut nama Jay. Itupun diselingi oleh desahan.

“Heeseungie.. can you help me?” Jay memberhentikan pekerjaannya itu, lalu bertanya kepada Heeseung.

Belum sempat Heeseung menjawab, tangan kanan Jay menyelusup masuk ke dalam baju Heeseung sedangan tangan kiri nya siap melucuti pakaian bawah yang Heeseung kenakan.

Heeseung menggelengkan kepalanya tanda ia menolak. Detik ini juga rasanya ia ingin sekali menangis.

“Ngga- AKKKHHHHH”

Heeeeung menjerit tatkala penisnya di remas kencang oleh Jay.

Ternyata tak butuh waktu lama Jay berhasil melucuti pakaian bawah yang Heeseung kenakan.

“J-jeyii.. H-hiks..”

Heeseung merasa dirinya tidak terima diperlakukan seperti itu oleh Jay.

Jay menyeringai, dirinya sebenarnya sangat merindukan Heeseung meminta ampun dulu disaat Jay membully nya. Dan sekarang Jay ingin melihat Heeseung berteriak meminta ampun disepanjang malam ini.

Entah apa yang ada dipikiran Jay. Sebenarnya ini rencana dia saat Heeseung datang ke sini atau emang tidak sengaja dia lagi menonton video porno lalu Heeseung datang ke apartemennya.. Entahlah mungkin ini suatu bentuk tak kesengajaan(?)

Heeseung mengeluarkan air matanya, ia sangat amat tidak terima bila lubangnya dimasuki oleh penis Jay yang sudah berdiri tegak dan membesar.

Kedua netra Jay melihati wajah Heeseung yang sudah basah oleh air matanya. Melihat hal itu Jayangsung mengelus pipi Heeseung dengan lembut.

“Cantik.” Puji Jay dengan intonasi merendah.

Selang berapa detik mengucapkan itu, Jay langsung menyerbu kedua belah bibir Heeseung.

Ciuman itu tertaut dengan penuh keagresifan dari Jay. Sedangkan Heeseung hanya mengikuti alur yang diberikan oleh Jay.

“Mmphhhh... Ngghhh”

Desahan dari kedua belah pihak memenuhi satu ruangan yang juga diselimuti oleh dinginnya AC yang menyala.

Ciuman itu terlepas tatkala oksigen yang ada di paru paru mereka mengempis.

“J-jeyihh.. Uhuk-uhuk.” Heeseung terbatuk disebabkan tak sengaja menelan air liur yang entah punya siapa.

Seolah tidak mendengar, dengan cepat Jay berpindah posisi ke atas dada Heeseung, ia juga sedikit mengarahkan penisnya tepat dimulut Heeseung. Dengan paksa, ia memasukan kasar penisnya ke mulut Heeseung.

Kedua netra Heeseung terbelalak mendapati perlakuan seperti itu. Mulutnya hitungan sedetik sudah dipenuhi oleh penis Jay yang sudah menegang sedari tadi.

Mau tidak mau Heeseung terpaksa mengulum dan memberikan gigitan kecil pada penis Jay.

“Shhhh.. Ngghhhhh.. Good boy!”

Jay meracau dan ia memberikan sedikit tarikan rambut pada Heeseung agar ia bisa mengontrol gigitannya itu.

Tak butuh waktu lama, tiba tiba Jay mengeluarkan cairan putihnya didalam mulut Heeseung.

Dengan paksa Jay menarik penisnya keluar dari mulut Heeseung.

“Telan.” Jay mengintruksi Heeseung agar menelan cairan yang memenuhi mulutnya.

Heeseung menuruti suruhan Jay saat itu juga. Dengan terpaksa Heeseung menelan cairan yang memenuhi mulutnya.

“Good boy.” Puji Jay lagi dan ia menciumi pipi kanan Heeseung.

Jay merasa belum puas. Dirinya masih menginginkan penisnya masuk ke dalam lubang milik Heeseung.

Jay perlahan memundurkan badannya lalu menepatkan penisnya didepan lubang milik Heeseung. Tanpa aba aba, ia langsung memasukan penisnya ke dalam lubang milik Heeseung.

Jlebb

Tubuh Heeseung seketika bergelinjang serta merasa dirinya sedang dibelah dua.

“AKHHHHH” Heeseung berteriak serta kedua matanya terbelalak. Ia merasakan sakit karena lubang dipaksa menerima penis Jay yang sudah membesar.

“G-gerakk.. P-plis..” Heeseung memohon kepada Jay agar kali ini permintaan nya dituruti.

“My pleasure, baby.”

Jay menggerakan pinggulnya maju mundur serta kedua tangannya sibuk meremas penis Heeseung dengan rasa gemas.

“ARGHHHH... J-JEYIHHH AMPUN”

Heeseung sedikit menghentak hentakan badannya diatas ranjang karena lubang dan penisnya digempur habis habisan oleh Jay.

“NGHHHHH.. SHHHH”

Tubuh Heeseung menggeliat karena sudah tidak tahan dengan semua ini.

“J-jeyihhh.. i wanna cum-”

“Bareng.”

Jay memang sudah gila, baru beberapa menit yang lalu ia mengeluarkan cairannya dan sekarang ingin kembali mengeluarkan cairannya lagi?

“CROTT”

Keduanya mengeluarkan cairan dengan bersamaan. Tubuh mereka diselimuti dengan buliran keringat. Memang malam ini sangat dingin, tetapi entah kenapa malam ini cukup terasa panas.

Setelah puas dengan ini semua, Jay berpindah posisi yang tadi ada di tepat bawah Heeseung kini ia menidurkan badannya tepat di samping Heeseung.

Jay memeluk pinggang Heeseung dengan erat. Ia juga menenggelamkan wajahnya pada dada Heeseung yang masih terbalut baju.

“I'm sorry about the past, Lee Heeseung.” Tutur Jay dengan nada menyesal.

“Harus ku katakan berapa lagi kalau aku sudah memaafkan mu, Jay?” Heeseung membuang nafasnya dengan kasar bertanda dirinya sudah muak mendengar permintaan maaf dari Jay.

“Aku merasa bersalah.. Menyesal telah menyakitimu dulu. Sekarang aku ingin memperbaiki sikap ku yang dulu-”

Belum selesai berbicara tiba tiba saja Heeseung menyela.

“Iya kamu bisa memperbaiki sikap mu sekarang, tapi kamu tidak bisa mengubah masa lalu yang sudah terjadi. Kau tahu? Aku capek lahir batin kalau mengingat kejadian yang dulu, Jay.”

Tangisan Heeseung pecah setelah mengucapkan hal itu. Sejujurnya ia sangat membenci Jay, tetapi ia juga sudah memaafkan perlakuan Jay pada waktu silam.

“I'm sorry. Tapi untuk memperbaiki sikap ku padamu, you wanna be my boyfriend? I'll treat you like a little prince and promise i won't hurt you again.”

Jay mengusap dengan lembut kening dan rambut Heeseung yang dipenuhi buliran keringat.

“Really? I'm scared if you do it again” Heeseung mencemberutkan bibirnya dihadapan Jay.

“No baby, i promise you.”

“Yaudah kita jalanin aja dulu ya, Jay..”

Jay tersenyum lebar mendapati jawaban itu, dirinya kembali memeluk erat tubuh mungil Heeseung.

Semoga kamu tidak ingkar pada janjimu, Jay.

image


Sunoo mengetuk pintu kamar apartemen milik Sunghoon dengan begitu pelan. Tak sesekali ia memeluki tubuhnya yang terbalut hoodie berukuran besar.

Kak Sunghoon mana sih?

Cklek

Ternyata pertanyaan yang dibenak Sunoo barusan terjawab dengan begitu cepat.

Sunoo menatap pria tinggi itu dengan sedikit mendongakkan kepalanya.

“Silahkan masuk, manis.” Tutur Sunghoon yang kini ia mempersilahkan masuk ke apartemen miliknya.

Sunoo tersenyum tipis sembari menggosokan kedua tangannya yang dihantam dinginnya angin malam. Sejujurnya ia sangat senang bisa kembali melihat Sunghoon. Tetapi disisi lain dirinya juga merasakan kesedihan.

Sunoo melangkahkan kakinya memasuki apartemen milik Sunghoon.

Baru saja beberapa langkah masuk, tiba tiba Sunoo dipeluk dari belakang oleh Sunghoon dengan begitu erat.

Sunoo merasakan geli tatkala leher nya dihirup serta diciumi oleh Sunghoon.

“Kak?” Sunoo berusaha menolehkan kepalanya ke belakang untuk bisa melihat apa yang sedang dilakukan oleh Sunghoon.

“Sunoo, maafin saya atas kesalahan lima tahun yang lalu ya?” Sunghoon berbisik tepat di indra pendengaran milik Sunoo.

“Kakak..” Tutur Sunoo seraya membalikan badannya dan kini mereka berdua saling tatap menatap.

“Sunoo sudah memaafkan kakak dari lima tahun yang lalu.. Tapi kenapa kakak minta maaf lagi?” Sunoo memegangi kedua lengan Sunghoon yang melingkar di pinggang rampingnya.

“Kalau boleh jujur, saya sangat merindukan kamu Sunoo. Jika dipikir pikir sikap saya dulu sangat jahat ya kepadamu?” Kedua netra Sunghoon menatap wajah Sunoo dengan memasang raut wajah yang menyesal.

“Kak.. Yang lalu biarlah berlalu. Buat apa kakak meminta maaf atas suatu kesalahan tetapi sang korban sudah memaafkannya?” Sunoo mengucapkan hal itu dengan intonasi yang merendah. Sebab dirinya harus kuat mengeluarkan uneg uneg walaupun nyatanya menyakitkan.

“Sunoo, asal kamu tahu saya sudah tidak ada hubungan lagi dengan Teresa. Setelah itu saya merasa merindukan kamu dan yang ada dibenak saya saat mengingatmu adalah kata maaf Sunoo.”

Sunoo membulatkan kedua matanya dengan lebar, ia tidak tahu harus berkata apa. Sebab ia sangat terkejut mendengar Sunghoon hubungannya dengan Teresa sudah kandas.

“Apakah saya terlambat untuk mengambil kembali perahu cinta yang begitu sudah lama hanyut di lautan yang sangat luas?”

Sunghoon mendongakkan sedikit dagu Sunoo lalu wajahnya sedikit mendekat ke wajah Sunoo.

“K-kak? I'm sorry bec- Hmmmmpph”

Perkataan Sunoo terpotong sebab tiba tiba Sunghoon mencium kedua belah bibirnya.

Kedua tangan Sunghoon berpindah dan menyelusup masuk ke dalam hoodie yang Sunoo pakai. Ia juga memegang dan mengelus pinggang Sunoo dengan lembut.

Sunoo melenguh disaat ciuman itu terhenti. “Hngg.. K-kak Sunghoon..”

Tak sempat ia melanjuti perkataan nya, tiba tiba saja badan mungil Suno digendong seperti orang menggendong bayi.

Sunoo sangat terkejut mendapati perlakuan itu terhadap Sunghoon. Ia reflek melingkarkan kedua tangannya pada leher milik Sunghoon.

Sunghoon menaruh tubuh Sunoo di pinggiran kasur besar miliknya, lalu dengan sengaja membuat Sunoo tertidur diatas kasur tersebut.

“K-kakak..” Panggil Sunoo dengan suara yang lemah.

“Kamu bisa menjawab nya nanti. Sekarang saya ingin sekali malam ini kamu menjadi milikku.”

“T-tapi kak- HMMPHH”

Lagi lagi Sunghoon menyerang bibir Sunoo dan bahkan kedua tangannya kembali menyelusup masuk ke dalam hoodie Sunoo.

Karena merasa ciuman itu terganggu, Sunghoon memberhentikan sejenak ciuman itu lalu membuka hoodie yang Sunoo kenakan.

Sekarang tubuh bagian atas Sunoo sudah terpampang jelas. Kedua nipple yang berada disana sangat jelas berwarna merah muda.

God.. I'm not have to say the word. But this so very very beautiful.

Terbesit didalam pikiran Sunghoon juga untuk melepaskan pakaian yang ia kenakan.

Setelah keduanya sudah sama sama bertelanjang bulat. Kini bagaikan anak anjing, Sunghoon menciumi setiap inci leher Sunoo dan tak sesekali menggigitnya.

“Ughhh... Nghhh”

Sunoo memejamkan matanya karena merasakan geli diperlakukan seperti itu. Sejujurnya ia ingin sekali menolak apa yang Sunghoon lakukan sekarang, tapi ia tidak bisa melawan.

Karena dia juga orang yang pernah ku taruh perasaan ini. Tidak mau berbohong. Aku juga masih sangat mencintai kak Sunghoon. Tetapi aku tidak bisa menerima pernyataan yang dilontarkan dari dirinya.

Setelah cukup puas membuat kiss mark pada leher Sunoo, Sunghoon perlahan menuruni ciuman tersebut. Ia menyesap, menggigit serta menjilati kedua nipple Sunoo dengan begitu nafsu.

“K-kakak stophh pleasehh” Sunoo sangat berusaha keras melontarkan permohonan itu kepada Sunghoon karena merasa frustasi diperlakukan seperti itu.

Kedua tangan Sunoo spontan mendarat di kepala milik Sunghoon. Ia juga menarik rambut Sunghoon jikalau ia merasa kesakitan.

Penis Sunoo yang sudah menegang, membuat Sunghoon seperti tidak berdosa langsung diserbu begitu saja. Seperti hantaman air laut pada batu yang terdiam dipinggirnya.

“A-akkhhhhh.. KAK SUNGHOON!”

Sunoo meneriaki nama Sunghoon tatakala penisnya diremas begitu kencang.

“I'm sorry, love.” Tutur Sunghoon tanpa merasa bersalah.

“H-hikss..” Sunoo menangis karena dirinya sudah tidak tahan mendapati perlakuan seperti itu dari Sunghoon.

Melihat hal itu, Sunghoon bukannya kasihan malah melanjutkan kegiatannya.

Ia mengambil posisi duduk diatas lantai sembari menekukan kakinya (duduk seperti seorang sinden). Kemudian jari tangan kiri Sunghoon dimasukannya ke dalam lubang milik Sunoo.

Tubuh Sunoo seketika bergelenjang hebat. Dirinya pun juga tak sesekali menghentak hentakan badannya diatas kasur.

“Ngghhhh... K-kak please stophh.. h-hikss” Sunoo kembali menangis. Dirinya sudah tidak tahan akan semua ini.

Sunghoon melihat hal itu merasa dirinya sangat puas. Sebenarnya Sunghoon memiliki tujuan yang berbeda selain meminta maaf terhadap Sunoo.

Alasan lain yaitu melampiaskan amarahnya terhadap kejadian kemarin yang dilakukan oleh mantan kekasihnya.

Sunghoon merasa dirinya sangat jahat kepada Sunoo. Tetapi entah kenapa kejahatan itu membuat dirinya sangat puas.

Jlebb

Tanpa aba aba Sunghoon memasuki penisnya ke lubang milik Sunoo.

“H-hiks.. G-gerak k-kak..” Ucap Sunoo yang sudah merasa pasrah terhadap dirinya sekarang ini.

Sunghoon menyeringai, dirinya pun menuruti permintaan Sunoo.

Dengan perlahan Sunghoon menggerakan pinggulnya maju mundur. Ia juga merasakan pijitan kecil dari dalam lubang itu.

“Shhhh.. Nghhh”

Suara desahan dari kedua cucu Adam itu memenuhi kamar apartemen milik Sunghoon.

Hingga tidak sadar, ternyata penis yang sudah membesar didalam lubang Sunoo itu mengeluarkan cairan.

Karena dirasa sudah cukup puas, kini Sunghoon beranjak mendekati Sunoo dan tidur tepat di sampingnya.

Kedua tangan Sunghoon meraih pinggang ramping Sunoo, kemudian membalikkan tubuh Sunoo biar kedua netra mereka saling bertatap.

Tangan kiri Sunghoon mengelus kening dan pucuk kepala Sunok yang berkeringat hebat. “Jadi jawabannya apa, love?”

Sunoo membuang nafasnya dengan kasar dan terlihat seperti ingin melontarkan ribuan kata pada Sunghoon.

“Perahu cinta yang sudah lama hanyut di lautan luas itu tidak bisa diambil kembali kak. Sunoo sebenarnya masih ada perasaan sama kakak, tapi aku tidak bisa menerimanya..”

Sunoo menahan segukannya hanya untuk menjawab pertanyaan Sunghoon.

Sunoo memeluk erat tubuh Sunghoon. “Kakak.. saat aku tahu kakak sudah tidak ada lagi dengan Teresa, disitu aku merasa gatau mau sedih atau senang.”

“Sedih? Kenapa harus sedih?” Celetuk Sunghoon sembari menyerengitkan dahinya.

“Kakak tahu? Aku besok akan pindah rumah. Sebenarnya harusnya hari ini sudah berangkat, tetapi aku meminta kepada ayah aku berangkatnya besok saja.”

“Aku menolak kakak, karena aku tidak mau untuk kembali menyakiti diri sendiri. Cukup lima tahun yang lalu, kedepannya jangan.” Sambung Sunoo sambil menetralkan nada suaranya dari segukannya.

Oh jadi ini alasannya Heeseung tidak mau memberi tahuku alamat rumah Sunoo? Tuhan, apakah ini karma atas perlakuanku yang lalu?

“Maaf kak.. Sunoo harus pulang sekarang. Terima kasih sudah memberi kesempatan untuk bisa bermain sama kakak. I love you kak.”

Sunoo bangkit dari tidurnya, disaat ia ingin berdiri dari kasur, tangan kanannya tiba tiba ditahan oleh Sunghoon.

“Saya antarkan pulang ya, love?”

Walau pernyataan gua ditolak oleh Sunoo, menurut gua, karma ini pantas gua dapati. I feel didn't deserve to get some a diamond.”

image


“Jadi lo mau ngomong apa?” Tanya Sunoo tatkala kedua netranya menatap sang lawan bicara.

Kedua telapak tangan Sunoo diraih oleh Riki lalu dipegangnya dengan erat.

“Aku mau jujur.” Riki membalas tatapan Sunoo dengan begitu amat dalam. Dari tatapannya saja Sunoo paham jika kali ini Riki sedang tidak main main.

“Ok, mau jujur tentang apa?” Tanya Sunoo lagi dengan memasang raut wajah penasaran.

“Aku cemburu.” Jawab Riki dengan datar dan singkat.

“Hah? Cemburu karena apa?” Sunoo tampak kebingungan karena masih tidak mengerti apa yang dilanturkan oleh Riki.

“Riki cemburu kalau Sunoo saling flirting sama orang lain. Terus Riki juga cemburu kalau Sunoo udah deket deket sama Jake atau si Sunghoon Sunghoon itu.”

Kedua mata Sunoo terbelalak disaat ia menopang tubuh besar milik Riki.

“Riki jatuh cinta sama Sunoo.. Tetapi baru bisa menyatakan perasaan ini sekarang.” Kedua tangan Riki dilingkarkan pada pinggang ramping Sunoo, kemudian ia eratkan seperti gesper yang tergantung pada celana.

“Eh? Emangnya Riki sejak kapan suka sama Sunoo?” Sunoo bertanya tepat di indra pendengaran Riki.

“Udah lama yang pasti. Aku sendiri gatau dari kapan.” Tutur Riki kemudian wajahnya menyelusup masuk pada leher jenjang milik Sunoo.

Indra penciuman Riki tak sesekali menghirup aroma atau wangi yang khas dari tubuh Sunoo.

“I love you Kim Sunoo.”

Setelah mendengar pernyataan itu dari mulut Riki, Sunoo dengan cepat membalas pelukan yang diberikan oleh Riki.

Saat ini Sunoo bingung ingin menanggapi pernyataan Riki seperti apa. Sebelumnya ia juga sedikit peka kalau Riki ada perasaan terhadapnya.

“I love you too Riki.” Bisik Sunoo dengan lembut.

“Jadi ini alasannya kamu suka cabut dari tongkrongan setiap kali hadir?”

Riki melepaskan pelukannya dan kembali duduk seperti semula. “Iya! Aku cemburu lihat kakak deket deket sama mereka” Riki memcemberutkan bibirnya dihadapan Sunoo setelah mencibir hal itu.

Sunoo tertawa karena merasa hal ini sangat lucu. “Kok bisa gitu sih? Eh jangan cemberut dong, nanti keliatan gemesnya.”

Sunoo memajukan badannya kemudian mencubit kedua pipi Riki yang menggembul.

Disaat Sunoo dengan gemas mencubit pipi gembul Riki, tiba tiba saja ia kehilangan keseimbangan yang membuatnya terjatuh tepat di dada bidang Riki.

Riki yang melihat itu langsung mengunci pinggang ramping Sunoo.

Riki menunduk dan kedua netranya menatap wajah Sunoo yang dimana kedua pipinya terlihat berwarna merah.

Riki plis lo jangan liatin gue begitu. Gue malu ki.

“Jadi pacar Riki mau ga?”

Sunoo mendengar itu langsung merasa sangat malu. Dirinya yang sedari tadi berusaha menetralkan degupan jantungnya yang begitu hebat, tambah bingung harus berbuat apa sekarang. Hanya satu yang bisa menyelamatkan dia sekarang, yaitu menjawab ajakan Riki.

“Mau.” Jawab Sunoo dengan jelas, singkat dan padat.

image


“LO KALO GABISA BAWA MOTOR MENDING GUE AJA SINI.” Alen berteriak tatkala Arga mengegas kencang motornya.

Arga, lo bener bener ye anak baru tapi ngeselin nya bukan maen.

Arga yang mendengar itu hanya tertawa cekikikan seolah tak berdosa tetapi kedua netranya masih tetap terfokus pada jalanan.

Alen berusaha memukul pundak Arga dengan kencang disaat mendengar itu. “LO JANGAN KETAWA BANGSAT. YANG LO BAWA TUH NYAWA ORANG LAIN, BUKAN BARANG, ANJING!” Alen berteriak lagi tepat di indra pendengaran Arga.

“PEGANGAN YANG KENCENG YA. GUA MAU TAMBAHIN KECEPATANNYA NIH!” Arga bukannya membalas celotehan yang keluar dari mulut Alen malah memberi aba aba.

Sontak Alen memeluk pinggang Arga dengan erat tatkala yang mengandarai menambah kecepatan pada motornya.

ARGA BANGSAT.


Alen turun dari motor itu. Kedua kakinya masih gemetar disebabkan arena balapan yang dibuat buat oleh Arga.

Alen sontak duduk sembarangan diatas lantai garasi rumah Arga. Dirinya sangat frustasi karena yang mengendarai tidak merasa bersalah.

Alen mengelap kasar wajahnya menggunakan telapak tangannya.

“Ga lagi lagi gue mau diboncengin sama lo ga. Lo beneran ngajak mati kalau begini caranya.” Tutur Alen dengan suara masih ketakutan.

Arga hanya tertawa mendengar hal itu. “Jangan nangis dong ganteng. Sekarang ayo kita kerjain tugasnya biar cepat kelar.” Sambung Arga lalu ia berjalan memasuki rumahnya.

“TUNGGUIN GUE SETAN.” Alen bangkit dari duduknya kemudian berlari menyusul Arga yang sudah memasuki rumahnya.

Saat melangkahkan kakinya masuk ke rumah Arga, kedua netra Alen sungguh terkagum melihat rumah Arga yang begitu tersusun rapih.

Buset, rapih banget anjay nih rumah. Terus kelihatan biasa aja tapi berkelas. Kece juga nih keluarga si Arga.

“Lo ngapain anjir ngeliatin rumah gue sampai segitunya? Mending sini cepetan naik.” Arga mengintruksi agar Alen menyusulnya di tangga.

Anjing lo.

Setelah mengumpat, Alen segera menghampiri Arga yang sudah pergi masuk duluan ke kamar nya di lantai dua.

Di saat sudah sampai di kamar Arga, kedua netra Alen tak sengaja melihat sebuah bingkai foto yang terpajang pada sudut kamar Arga.

Alen menghampiri bingkai itu lalu menyerengitkan dahinya. Dirinya merasa tidak asing dengan foto yang ada dibingkai itu.

Ini bukannya gue waktu kecil ya?

“Arga” Panggil Alen dengan intonasi sedikit naik.

“Hah?” Tanya Arga sembari menghampiri Alen yang melihati bingkai foto yang terpajang

“Ini bukannya gue? Lo siapa anjir? Gue bahkan gainget lo siapa.” Tanya Alen yang masih menyerengitkan dahinya sembari menatap wajah Arga.

Arga tersenyum, “Wajar aja sih lo ga inget. Gua temen TK lo by the way.”

“Hah?” Tanya Alen yang masih tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Arga.

“Sini duduk di atas kasur sambil gue ceritain.” Arga mengandeng tangan Alen ke arah kasur yang berukuran besar miliknya.

“Sini duduk di samping gua.” Arga mengisyaratkan menggunakan tangannya agar Alen duduk di sampingnya.

Alen pun menurutinya. Ia duduk tepat disamping Arga karena dirinya ingin mengetahui apa yang ingin diceritakan oleh Arga.

“Iya, kita dulu satu TK tapi gua pindah waktu itu. Makanya wajar kalau lo ga inget.” Tutur Arga untuk memulai pembicaraan.

“Terus foto itu diambil saat kapan?” Tanya Alen dengan nada serius.

Arga tertawa lagi mendengar pertanyaan itu.

“Lo kenapa sih setiap gue ngomong tuh keknya lo ketawa terus? Apa yang salah dari perkataan gue coba?” Alen mencibir dengan kesal. Ia mencemberutkan bibirnya di hadapan Arga.

“Nggak ada yang salah. Gua gemes aja sama lo ternyata lo masih sama aja kea yang dulu.” Arga membalas tatapannya itu lalu mengusak rambut Alen dengan penuh kegemasan.

“Terus lo ngapain ketawa?” Suara Alen bergetar dan hampir saja mengeluarkan air matanya karena sudah merasa dongkol dengan kelakuan Arga terhadapnya.

“Jangan nangis dong len. Nih gue kasih tau deh itu foto kapan diambilnya deh.” Kali ini Jay kembali menggunakan nada seriusnya.

“Kapan?” Tanya Alen dengan singkat dengan menggunakan suara putus asa.

“Itu foto diambil tepat gua setelah tangisin lo. Terus disuruh sama nyokap maaf maafan dan gataunya besok gua pindah sekolah jauh di luar kota.”

Kedua netra Arga menatap wajah Alen lalu menunjukan senyum dari bibirnya.

“Ohh, itu foto diambil pas lo tangisin gue? Gue untungnya lupa sih. Dan satu hal yang keknya ga berubah di lo dari dulu itu sifat usil lo deh.”

“Lo juga ga berubah dari dulu.”

“Emangnya apa yang ga berubah dari gua?” Tanya Alen sembari menyerengitkan dahinya lagi.

“Lo masih aja suka nurut padahal udah tau di begoin sama orang.” Seketika tawa Arga pecah setelah mengucapkan hal itu.

Karena Alen dari tadi sudah merasa jengkel terhadap Arga, kini ia memukuli pundak Arga dengan sedikit kencang.

“Lo tuh bener bener ya. Gue kesel sama lo anjingg.”

Disaat Alen ingin mendarat kepundak Arga lagi, Arga langsung menahan tangan Alen dan membuat Alen tertidur dibawah Arga.

Deg

“Len, tau gak?” Tanya Arga sambil menatap Alen yang ada dibawahnya.

Alen membulatkan kedua netranya mendapati perlakuan seperti itu dari Arga.

Alen bukannya tidak mau menjawab pertanyaan Arga, tetapi dirinya masih berusaha menetralkan jantung yang sedang berdegup kencang.

Sialan. Lo ngapain sih ga?

“I'm fucking miss you, bitch.” Arga langsung memeluk tubuh mungil Alen dari atas.

“Akhhh lo berat banget brengsek.” Alen membanting badan Arga ke samping agar tidak menghimpitnya dari atas.

Setekah membenarkan posisi itu, Alen langsung membalas pelukan yang diberikan oleh Arga.

“Btw, lo beneran rindu gue?” Tanya Alen sembari menatap wajah Arga dengan tatapan yang amat dalam.

Arga mengangguk anggukan kepalanya. “Alen, gua sangat rindu sama lo.”

“Beneran rindu tah? padahal gue sama sekali ga inget lo.” Alen tertawa kecil setelah mengatakan itu.

“Iya rindu banget gue. Rindu bikin lo nangis sih.” Tawa Arga sangat pecah setelah mengatakan hal tadi.

“Arga.. gue beneran nangis nih sekarang. Kelakuan lo beneran bikin gue pengen nangis asli dah.” Cerutu Alen dengan nada kesal bahkan dirinya ingin sekali sekarang juga nangis dihadapan Arga.

“Jangan dong sayang, lo kalo nangis tambah gemes soalnya. Hati gua gakuat.” Arga menyelipkan beberapa helai rambut kebelakang telinga Alen.

“Btw lo ikhlas kan ya dulu dibikin nangis mulu sama gua waktu TK?” Sambung Arga.

“Hm? Ya mau gimana lagi namanya juga masa lalu kan? Namanya juga masih kecil, jadi yaudah wajarin aja.”

“Jadi ikhlas nih?”

“Yaiyalah, mau gimana lagi emangnya?”

“Gua keinget pepatah soalnya nih.”

“Apa?”

“Kunci ikhlas itu adalah pikun. Dan lo beneran pikun tentang gua kan?!” Arga kembali tertawa merasa sangat puas mengatakan hal itu pada Alen.

ARGA BANGSAT. LO BENER BENER BIKIN GUE SETIAP DETIK SUMPAH SERAPAH MULU, ANJIR.

image


“LO KALO GABISA BAWA MOTOR MENDING GUE AJA SINI.” Alen berteriak tatkala Arga mengegas kencang motornya.

Arga, lo bener bener ye anak baru tapi ngeselin nya bukan maen.

Arga yang mendengar itu hanya tertawa cekikikan seolah tak berdosa tetapi kedua netranya masih tetap terfokus pada jalanan.

Alen berusaha memukul pundak Arga dengan kencang disaat mendengar itu. “LO JANGAN KETAWA BANGSAT. YANG LO BAWA TUH NYAWA ORANG LAIN, BUKAN BARANG, ANJING!” Alen berteriak lagi tepat di indra pendengaran Arga.

“PEGANGAN YANG KENCENG YA. GUA MAU TAMBAHIN KECEPATANNYA NIH!” Arga bukannya membalas celotehan yang keluar dari mulut Alen malah memberi aba aba.

Sontak Alen memeluk pinggang Arga dengan erat tatkala yang mengandarai menambah kecepatan pada motornya.

ARGA BANGSAT.


Alen turun dari motor itu. Kedua kakinya masih gemetar disebabkan arena balapan yang dibuat buat oleh Arga.

Alen sontak duduk sembarangan diatas lantai garasi rumah Arga. Dirinya sangat frustasi karena yang mengendarai tidak merasa bersalah.

Alen mengelap kasar wajahnya menggunakan telapak tangannya.

“Ga lagi lagi gue mau diboncengin sama lo ga. Lo beneran ngajak mati kalau begini caranya.” Tutur Alen dengan suara masih ketakutan.

Arga hanya tertawa mendengar hal itu. “Jangan nangis dong ganteng. Sekarang ayo kita kerjain tugasnya biar cepat kelar.” Sambung Arga lalu ia berjalan memasuki rumahnya.

“TUNGGUIN GUE SETAN.” Alen bangkit dari duduknya kemudian berlari menyusul Arga yang sudah memasuki rumahnya.

Saat melangkahkan kakinya masuk ke rumah Arga, kedua netra Alen sungguh terkagum melihat rumah Arga yang begitu tersusun rapih.

Buset, rapih banget anjay nih rumah. Terus kelihatan biasa aja tapi berkelas. Kece juga nih keluarga si Arga.

“Lo ngapain anjir ngeliatin rumah gue sampai segitunya? Mending sini cepetan naik.” Arga mengintruksi agar Alen menyusulnya di tangga.

Anjing lo.

Setelah mengumpat, Alen segera menghampiri Arga yang sudah pergi masuk duluan ke kamar nya di lantai dua.

Di saat sudah sampai di kamar Arga, kedua netra Alen tak sengaja melihat sebuah bingkai foto yang terpajang pada sudut kamar Arga.

Alen menghampiri bingkai itu lalu menyerengitkan dahinya. Dirinya merasa tidak asing dengan foto yang ada dibingkai itu.

Ini bukannya gue waktu kecil ya?

“Arga” Panggil Alen dengan intonasi sedikit naik.

“Hah?” Tanya Arga sembari menghampiri Alen yang melihati bingkai foto yang terpajang

“Ini bukannya gue? Lo siapa anjir? Gue bahkan gainget lo siapa.” Tanya Alen yang masih menyerengitkan dahinya sembari menatap wajah Arga.

Arga tersenyum, “Wajar aja sih lo ga inget. Gua temen TK lo by the way.”

“Hah?” Tanya Alen yang masih tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Arga.

“Sini duduk di atas kasur sambil gue ceritain.” Arga mengandeng tangan Alen ke arah kasur yang berukuran besar miliknya.

“Sini duduk di samping gua.” Arga mengisyaratkan menggunakan tangannya agar Alen duduk di sampingnya.

Alen pun menurutinya. Ia duduk tepat disamping Arga karena dirinya ingin mengetahui apa yang ingin diceritakan oleh Arga.

“Iya, kita dulu satu TK tapi gua pindah waktu itu. Makanya wajar kalau lo ga inget.” Tutur Arga untuk memulai pembicaraan.

“Terus foto itu diambil saat kapan?” Tanya Alen dengan nada serius.

Arga tertawa lagi mendengar pertanyaan itu.

“Lo kenapa sih setiap gue ngomong tuh keknya lo ketawa terus? Apa yang salah dari perkataan gue coba?” Alen mencibir dengan kesal. Ia mencemberutkan bibirnya di hadapan Arga.

“Nggak ada yang salah. Gua gemes aja sama lo ternyata lo masih sama aja kea yang dulu.” Arga membalas tatapannya itu lalu mengusak rambut Alen dengan penuh kegemasan.

“Terus lo ngapain ketawa?” Suara Alen bergetar dan hampir saja mengeluarkan air matanya karena sudah merasa dongkol dengan kelakuan Arga terhadapnya.

“Jangan nangis dong len. Nih gue kasih tau deh itu foto kapan diambilnya deh.” Kali ini Jay kembali menggunakan nada seriusnya.

“Kapan?” Tanya Alen dengan singkat dengan menggunakan suara putus asa.

“Itu foto diambil tepat gua setelah tangisin lo. Terus disuruh sama nyokap maaf maafan dan gataunya besok gua pindah sekolah jauh di luar kota.”

Kedua netra Arga menatap wajah Alen lalu menunjukan senyum dari bibirnya.

“Ohh, itu foto diambil pas lo tangisin gue? Gue untungnya lupa sih. Dan satu hal yang keknya ga berubah di lo dari dulu itu sifat usil lo deh.”

“Lo juga ga berubah dari dulu.”

“Emangnya apa yang ga berubah dari gua?” Tanya Alen sembari menyerengitkan dahinya lagi.

“Lo masih aja suka nurut padahal udah tau di begoin sama orang.” Seketika tawa Arga pecah setelah mengucapkan hal itu.

Karena Alen dari tadi sudah merasa jengkel terhadap Arga, kini ia memukuli pundak Arga dengan sedikit kencang.

“Lo tuh bener bener ya. Gue kesel sama lo anjingg.”

Disaat Alen ingin mendarat kepundak Arga lagi, Arga langsung menahan tangan Alen dan membuat Alen tertidur dibawah Arga.

Deg

“Len, tau gak?” Tanya Arga sambil menatap Alen yang ada dibawahnya.

Alen membulatkan kedua netranya mendapati perlakuan seperti itu dari Arga.

Alen bukannya tidak mau menjawab pertanyaan Arga, tetapi dirinya masih berusaha menetralkan jantung yang sedang berdegup kencang.

Sialan. Lo ngapain sih ga?

“I'm fucking miss you, bitch.” Arga langsung memeluk tubuh mungil Alen dari atas.

“Akhhh lo berat banget brengsek.” Alen membanting badan Arga ke samping agar tidak menghimpitnya dari atas.

Setekah membenarkan posisi itu, Alen langsung membalas pelukan yang diberikan oleh Arga.

“Btw, lo beneran rindu gue?” Tanya Alen sembari menatap wajah Arga dengan tatapan yang amat dalam.

Arga mengangguk anggukan kepalanya. “Alen, gua sangat rindu sama lo.”

“Beneran rindu tah? padahal gue sama sekali ga inget lo.” Alen tertawa kecil setelah mengatakan itu.

“Iya rindu banget gue. Rindu bikin lo nangis sih.” Tawa Arga sangat pecah setelah mengatakan hal tadi.

“Arga.. gue beneran nangis nih sekarang. Kelakuan lo beneran bikin gue pengen nangis asli dah.” Cerutu Alen dengan nada kesal bahkan dirinya ingin sekali sekarang juga nangis dihadapan Arga.

“Jangan dong sayang, lo kalo nangis tambah gemes soalnya. Hati gua gakuat.” Arga menyelipkan beberapa helai rambut kebelakang telinga Alen.

“Btw lo ikhlas kan ya dulu dibikin nangis mulu sama gua waktu TK?” Sambung Arga.

“Hm? Ya mau gimana lagi namanya juga masa lalu kan? Namanya juga masih kecil, jadi yaudah wajarin aja.”

“Jadi ikhlas nih?”

“Yaiyalah, mau gimana lagi emangnya?”

“Gua keinget pepatah soalnya nih.”

“Apa?”

“Kunci ikhlas itu adalah pikun. Dan lo beneran pikun tentang gua kan?! Arga kembali tertawa merasa sangat puas menjahili Alen.

ARGA BANGSAT. LO BENER BENER BIKIN GUE SETIAP DETIK SUMPAH SERAPAH MULU, ANJIR.

image


“LO KALO GABISA BAWA MOTOR MENDING GUE AJA SINI.” Alen berteriak tatkala Arga mengegas kencang motornya.

Arga, lo bener bener ye anak baru tapi ngeselin nya bukan maen.

Arga yang mendengar itu hanya tertawa cekikikan seolah tak berdosa tetapi kedua netranya masih tetap terfokus pada jalanan.

Alen berusaha memukul pundak Arga dengan kencang disaat mendengar itu. “LO JANGAN KETAWA BANGSAT. YANG LO BAWA TUH NYAWA ORANG LAIN, BUKAN BARANG, ANJING!” Alen berteriak lagi tepat di indra pendengaran Arga.

“PEGANGAN YANG KENCENG YA. GUA MAU TAMBAHIN KECEPATANNYA NIH!” Arga bukannya membalas celotehan yang keluar dari mulut Alen malah memberi aba aba.

Sontak Alen memeluk pinggang Arga dengan erat tatkala yang mengandarai menambah kecepatan pada motornya.

ARGA BANGSAT.


Alen turun dari motor itu. Kedua kakinya masih gemetar disebabkan arena balapan yang dibuat buat oleh Arga.

Alen sontak duduk sembarangan diatas lantai garasi rumah Arga. Dirinya sangat frustasi karena yang mengendarai tidak merasa bersalah.

Alen mengelap kasar wajahnya menggunakan telapak tangannya.

“Ga lagi lagi gue mau diboncengin sama lo ga. Lo beneran ngajak mati kalau begini caranya.” Tutur Alen dengan suara masih ketakutan.

Arga hanya tertawa mendengar hal itu. “Jangan nangis dong ganteng. Sekarang ayo kita kerjain tugasnya biar cepat kelar.” Sambung Arga lalu ia berjalan memasuki rumahnya.

“TUNGGUIN GUE SETAN.” Alen bangkit dari duduknya kemudian berlari menyusul Arga yang sudah memasuki rumahnya.

Saat melangkahkan kakinya masuk ke rumah Arga, kedua netra Alen sungguh terkagum melihat rumah Arga yang begitu tersusun rapih.

Buset, rapih banget anjay nih rumah. Terus kelihatan biasa aja tapi berkelas. Kece juga nih keluarga si Arga.

“Lo ngapain anjir ngeliatin rumah gue sampai segitunya? Mending sini cepetan naik.” Arga mengintruksi agar Alen menyusulnya di tangga.

Anjing lo.

Setelah mengumpat, Alen segera menghampiri Arga yang sudah pergi masuk duluan ke kamar nya di lantai dua.

Di saat sudah sampai di kamar Arga, kedua netra Alen tak sengaja melihat sebuah bingkai foto yang terpajang pada sudut kamar Arga.

Alen menghampiri bingkai itu lalu menyerengitkan dahinya. Dirinya merasa tidak asing dengan foto yang ada dibingkai itu.

Ini bukannya gue waktu kecil ya?

“Arga” Panggil Alen dengan intonasi sedikit naik.

“Hah?” Tanya Arga sembari menghampiri Alen yang melihati bingkai foto yang terpajang

“Ini bukannya gue? Lo siapa anjir? Gue bahkan gainget lo siapa.” Tanya Alen yang masih menyerengitkan dahinya sembari menatap wajah Arga.

Arga tersenyum, “Wajar aja sih lo ga inget. Gua temen TK lo by the way.”

“Hah?” Tanya Alen yang masih tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Arga.

“Sini duduk di atas kasur sambil gue ceritain.” Arga mengandeng tangan Alen ke arah kasur yang berukuran besar miliknya.

“Sini duduk di samping gua.” Arga mengisyaratkan menggunakan tangannya agar Alen duduk di sampingnya.

Alen pun menurutinya. Ia duduk tepat disamping Arga karena dirinya ingin mengetahui apa yang ingin diceritakan oleh Arga.

“Iya, kita dulu satu TK tapi gua pindah waktu itu. Makanya wajar kalau lo ga inget.” Tutur Arga untuk memulai pembicaraan.

“Terus foto itu diambil saat kapan?” Tanya Alen dengan nada serius.

Arga tertawa lagi mendengar pertanyaan itu.

“Lo kenapa sih setiap gue ngomong tuh keknya lo ketawa terus? Apa yang salah dari perkataan gue coba?” Alen mencibir dengan kesal. Ia mencemberutkan bibirnya di hadapan Arga.

“Nggak ada yang salah. Gua gemes aja sama lo ternyata lo masih sama aja kea yang dulu.” Arga membalas tatapannya itu lalu mengusak rambut Alen dengan penuh kegemasan.

“Terus lo ngapain ketawa?” Suara Alen bergetar dan hampir saja mengeluarkan air matanya karena sudah merasa dongkol dengan kelakuan Arga terhadapnya.

“Jangan nangis dong len. Nih gue kasih tau deh itu foto kapan diambilnya deh.” Kali ini Jay kembali menggunakan nada seriusnya.

“Kapan?” Tanya Alen dengan singkat dengan menggunakan suara putus asa.

“Itu foto diambil tepat gua setelah tangisin lo. Terus disuruh sama nyokap maaf maafan dan gataunya besok gua pindah sekolah jauh di luar kota.”

Kedua netra Arga menatap wajah Alen lalu menunjukan senyum dari bibirnya.

“Ohh, itu foto diambil pas lo tangisin gue? Gue untungnya lupa sih. Dan satu hal yang keknya ga berubah di lo dari dulu itu sifat usil lo deh.”

“Lo juga ga berubah dari dulu.”

“Emangnya apa yang ga berubah dari gua?” Tanya Alen sembari menyerengitkan dahinya lagi.

“Lo masih aja suka nurut padahal udah tau di begoin sama orang.” Seketika tawa Arga pecah setelah mengucapkan hal itu.

Karena Alen dari tadi sudah merasa jengkel terhadap Arga, kini ia memukuli pundak Arga dengan sedikit kencang.

“Lo tuh bener bener ya. Gue kesel sama lo anjingg.”

Disaat Alen ingin mendarat kepundak Arga lagi, Arga langsung menahan tangan Alen dan membuat Alen tertidur dibawah Arga.

Deg

“Len, tau gak?” Tanya Arga sambil menatap Alen yang ada dibawahnya.

Alen membulatkan kedua netranya mendapati perlakuan seperti itu dari Arga.

Alen bukannya tidak mau menjawab pertanyaan Arga, tetapi dirinya masih berusaha menetralkan jantung yang sedang berdegup kencang.

Sialan. Lo ngapain sih ga?

“I'm fucking miss you, bitch.” Arga langsung memeluk tubuh mungil Alen dari atas.

“Akhhh lo berat banget brengsek.” Alen membanting badan Arga ke samping agar tidak menghimpitnya dari atas.

Setekah membenarkan posisi itu, Alen langsung membalas pelukan yang diberikan oleh Arga.

“Btw, lo beneran rindu gue?” Tanya Alen sembari menatap wajah Arga dengan tatapan yang amat dalam.

Arga mengangguk anggukan kepalanya. “Alen, gua sangat rindu sama lo.”

“Beneran rindu tah? padahal gue sama sekali ga inget lo.” Alen tertawa kecil setelah mengatakan itu.

“Iya rindu banget gue. Rindu bikin lo nangis sih.” Tawa Arga sangat pecah setelah mengatakan hal tadi.

“Arga.. gue beneran nangis nih sekarang. Kelakuan lo beneran bikin gue pengen nangis asli dah.” Cerutu Alen dengan nada kesal bahkan dirinya ingin sekali sekarang juga nangis dihadapan Arga.

“Jangan dong sayang, lo kalo nangis tambah gemes soalnya. Hati gua gakuat.” Arga menyelipkan beberapa helai rambut kebelakang telinga Alen.

“Btw lo ikhlas kan ya dulu dibikin nangis mulu sama gua waktu TK?” Sambung Arga.

“Hm? Ya mau gimana lagi namanya juga masa lalu kan? Namanya juga masih kecil, jadi yaudah wajarin aja.”

“Jadi ikhlas nih?”

“Yaiyalah, mau gimana lagi emangnya?”

“Gua keinget pepatah soalnya nih.”

“Apa?”

“Kunci ikhlas itu adalah pikun. Dan lo beneran pikun tentang gua kan?! Arga kembali tertawa merasa sangat puas menjahili Alen.

ARGA BANGSAT. LO BENER BENER BIKIN MAKAN HATI ANJIR.

image


Aki menyelusup masuk ke dalam pelukan Eja dan mencari posisi nyaman didalam dekapan itu.

Malam ini suhu derajat di New Delhi hampir mendekati 15 derajat. bisa dibilang dingin bukan?

“Kak, kakak kenapa sih dari sore?” Tanya Aki dengan suara nada yang rendah.

“Nggak kenapa napa ki, udah kamu gausah khawatir.” Jawab Eja bagaikan jawaban penenang untuk Aki.

“Jangan tinggalin Aki sendirian kak. Masa kita berangkat bareng ke India malah pulang sendiri sendiri sih?” Tutur Aki dengan manja sembari mengeratkan pelukannya.

Eja membalas pelukannya itu kemudian mengelus pelan rambut Aki dengan lembut.

“Iyaa Aki sayang. Aku gabakal tinggalin kamu kok” Tutur Eja setelah itu ia menciumi pucuk kepala Aki.

“Udah ya? Sekarang tidur udah malem.” Sambung Eja sembari memberi kehangatan pada tubuh Aki.

Bagaikan anak kecil, Aki kali ini menuruti perintah dari Eja. Dirinya begitu cepat untuk tertidur pulas.

Aki maafin Eja ya. Maaf aku telah berbohong.


Pergi

Bunga yang baru saja tumbuh dengan begitu cepat itu dengan sendirinya lambat laun akan layu, begitupun perasaan Aki terhadap Eja.

Eja menarik kopernya untuk pergi ke bandara dan akan dipastikan langkahnya sedikit demi sedikit akan menjauhi hotel, serta meninggalkan Aki sendirian yang sedang tertidur pulas di atas kasur.

Dinginnya malam itu membuat Eja harus menggunakan jaket tebal agar mengurangi hawa rasa dingin yang mengenai tubuhnya.

Aki, maaf. Aku terpaksa melakukan ini karena permintaan ibunda ku. Aku juga tidak tega meninggalkan mu sendirian di negara ini. I hope someday we can talk again, exactly at evening what we do.

Semoga kamu membuka selembar kertas berisikan pesan dariku, Aki.