scubepid

image


Jay merendahkan badannya tepat di pinggiran kuburan milik Heeseung. Dirinya tidak menyangka kalau mimpi buruk yang ia dapati ternyata benar benar terjadi.

“Heeseung, kita baru saja kenal. Itu benar bukan? Tapi kenapa kamu dengan cepat pergi begitu saja? Kenapa?” Jay bermonolog dengan nada yang sangat pelan.

“Kamu tahu? Kamu sungguh hebat bisa bermain piano. Bahkan jika kamu latihan terlihat sangat indah. Jari jemari mu menari nari diatas gigi piano dan terlihat begitu terkesima”

Air mata Jay secara tak sadar jatuh diatas permukaan tanah kuburan milik Heeseung.

Melihatmu tampil di acara orkestra sebagai pianis individual, saya sungguh menikmati alunan nada dari piano yang kamu tekan satu persatu.

Saya sangat menganggumi mu. Saya sangat menyukai cara kamu bermain piano bahkan semenjak Tuhan memberikan ku izin untuk mendekati mu walau hanya sebentar saya sudah bersyukur.

Jay mengelap kasar air mata yang membasahi kedua pipinya itu. Kini ia berusaha untuk menyeimbangkan emosi nya agar tidak melunjak.

Saya sangat mencintaimu Lee Heeseung.

image


Jay berdecak kesal dikarenakan mobil yang ia bawa terjebak macet. Kini ia sangat khawatir akan hal buruk itu.

Anjir, segala pakai kejebak macet. Tuhan, semoga hal buruk yang menghantui pikiran ku tidak terjadi beneran.. Aamiin.

Tak sesekali ia melirik ponsel nya untuk memastikan Heeseung membalas pesannya.

Ini kok Heeseung belum balas pesan gue ya?

Selang berapa menit, ia melirik ke arah arus balik. Ia mendengar suara sirine ambulan menggema di sepanjang jalan.

Ga mungkin.. Ini pasti orang lain kan?

Jay langsung mengirim pesan ke menejer Heeseung, untuk memastikan bahwa tidak terjadi hal yang buruk.

Lo kenapa ga bales pesan gue Lee Heeseung?

image


Hitungan dalam seminggu lagi adalah hari dimana Heeseung tampil di acara orkestra sebagai pianis individual.

Gigi piano kini ia tekan satu persatu agar menjadi sebuah alunan lagu yang sangat indah.

Heeseung menjadi pianis dikarenakan ia dari dulu sangat menganggumi Wolfgang Amadeus Mozart. Maka dari itu ia selalu berlatih agar menjadi pianis handal. Dan ternyata benar bukan dirinya menjadi salah satu pianis hebat di kotanya?

Tiba tiba Heeseung berhenti menekan gigi piano. Terbesit dalam pikirannya sebuah pikiran negatif yang menghantui nya akhir akhir ini.

“Kenapa? Kok berhenti?” Tanya Jay sambil menatap wajah Heeseung.

Terlihat raut wajah Heeseung seperti ingin menangis. Entah darimana perasaan sedih ini tiba tiba muncul.

“I can't..” Tutur Heeseung dengan nada rendah sambil menundukan kepalanya.

“What's wrong with you? Ayolah, tinggal sedikit lagi hari dimana kamu tampil. Kalau bisa maksimalkan di hari ini juga” Jay mengelus elus punggung Heeseung dengan lembut.

Heeseung yang mendengar itu sontak menggelengkan kepalanya. “Nggak. Jay, apa aku harus undur diri dari acara orkestra itu ya?”

“Kenapa? Sia sia dong kamu berlatih keras untuk tampil di orkestra itu?” Jay menyerengitkan dahinya sambil berusaha melihat wajah Heeseung.

Heeseung menoleh dan kedua netra nya menatap Jay dengan tatapan sayu. “Aku.. Takut..”

“Takut kenapa?”

“Aku tiba tiba saja berpikiran akan terjadi suatu hal yang buruk di hari H”

“Kenapa kamu takut sama apa yang belum tentu terjadi, Heeseung? Mending kamu tuntasin latihan hari ini.. Hari sudah mulai gelap nih”

Heeseung meraih tangan Jay lalu mengenggam erat. “Jay, kamu tahu tidak? Aku setiap latihan akhir akhir ini merasa kesepian, aku juga merasa tidak deserve untuk latihan atau tampil di acara orkestra sebagai pianis individual..”

“No! You deserve it, Heeseung. Dan untuk merasa kesepian, untuk sekarang dan yang kemarin kemarin tidak kan? Saya disini menemani kamu berlatih” Jay membalas pegangan erat dari tangan Heeseung.

Heeseung menghela nafas dengan kasar dan setelah itu menggelengkan kepala nya lagi. “Sejujurnya aku juga bingung apa yang aku inginkan, Jay” Heeseung mengelap air matanya yang membasahi pipinya menggunakan tangan satunya.

Jay yang mendengar itu sontak menarik pergelangan tangan Heeseung kedalam pelukannya. “Gausah takut, sayang. Disini ada saya yang siap menemani kamu disaat latihan”

Jay mengelus sangat pelan surai hitam yang ada di dekapannya itu.

Heeseung terisak dan melepaskan pelukan yang diberikan oleh Jay. “T-terima kasih Jeyi.” Tutur Heeseung sambil mengelap kasar air mata yang terjatuh dipipi nya.

“Ok, sekarang lanjut latihan lagi ya? Habis ini kita pulang.”

“Mau dipangku boleh?” Tanya Heeseung menggunakan nada malu malu.

“Boleh.”

Kemudian Heeseung kembali berlatih sambil dipangku oleh Jay. Lagu yang ia bawakan nanti berjudul Piano Sonata No.13 B-Flat K.333 : II Andante Cantabile karya Wolfgang Amadeus Mozart.

Semangat Heeseung, kamu pasti bisa! Jangan pikirkan hal hal buruk yang belum tentu terjadi ya.

image


Hitungan dalam seminggu lagi adalah hari dimana Heeseung tampil di acara orkestra sebagai pianis individual.

Gigi piano kini ia tekan satu persatu agar menjadi sebuah alunan lagu yang sangat indah.

Heeseung menjadi pianis dikarenakan ia dari dulu sangat menganggumi Wolfgang Amadeus Mozart. Maka dari itu ia selalu berlatih agar menjadi pianis handal. Dan ternyata benar bukan dirinya menjadi salah satu pianis hebat di kotanya?

Tiba tiba Heeseung berhenti menekan gigi piano. Terbesit dalam pikirannya sebuah pikiran negatif yang menghantui nya akhir akhir ini.

“Kenapa? Kok berhenti?” Tanya Jay sambil menatap wajah Heeseung.

Terlihat raut wajah Heeseung seperti ingin menangis. Entah darimana perasaan sedih ini tiba tiba muncul.

“I can't..” Tutur Heeseung dengan nada rendah sambil menundukan kepalanya.

“What's wrong with you? Ayolah, tinggal sedikit lagi hari dimana kamu tampil. Kalau bisa maksimalkan di hari ini juga” Jay mengelus elus punggung Heeseung dengan lembut.

Heeseung yang mendengar itu sontak menggelengkan kepalanya. “Nggak. Jay, apa aku harus undur diri dari acara orkestra itu ya?”

“Kenapa? Sia sia dong kamj berlatih keras untuk tampil di orkestra itu?” Jay menyerengitkan dahinya sambil berusaha melihat wajah Heeseung.

Heeseung menoleh dan kedua netra nya menatap Jay dengan tatapan sayu. “Aku.. Takut..”

“Takut kenapa?”

“Aku tiba tiba saja berpikiran akan terjadi suatu hal yang buruk di hari H”

“Kenapa kamu takut sama apa yang belum tentu terjadi, Heeseung? Mending kamu tuntasin latihan hari ini.. Hari sudah mulai gelap nih”

Heeseung meraih tangan Jay lalu mengenggam erat. “Jay, kamu tahu tidak? Aku setiap latihan akhir akhir ini merasa kesepian, aku juga merasa tidak deserve untuk latihan atau tampil di acara orkestra sebagai pianis individual..”

“No! You deserve it, Heeseung. Dan untuk merasa kesepian, untuk sekarang dan yang kemarin kemarin tidak kan? Saya disini menemani kamu berlatih” Jay membalas pegangan erat dari tangan Heeseung.

Heeseung menghela nafas dengan kasar dan setelah itu menggelengkan kepala nya lagi. “Sejujurnya aku juga bingung apa yang aku inginkan, Jay” Heeseung mengelap air matanya yang membasahi pipinya menggunakan tangan satunya.

Jay yang mendengar itu sontak menarik pergelangan tangan Heeseung kedalam pelukannya. “Gausah takut, sayang. Disini ada saya yang siap menemani kamu disaat latihan”

Jay mengelus sangat pelan surai hitam yang ada di dekapannya itu.

Heeseung terisak dan melepaskan pelukan yang diberikan oleh Jay. “T-terima kasih Jeyi.” Tutur Heeseung sambil mengelap kasar air mata yang terjatuh dipipi nya.

“Ok, sekarang lanjut latihan lagi ya? Habis ini kita pulang.”

“Mau dipangku boleh?” Tanya Heeseung menggunakan nada malu malu.

“Boleh.”

Kemudian Heeseung kembali berlatih sambil dipangku oleh Jay. Lagu yang ia bawakan nanti berjudul Piano Sonata No.13 B-Flat K.333 : II Andante Cantabile karya Mozart.

Semangat Heeseung, kamu pasti bisa! Jangan pikirkan hal hal buruk yang belum tentu terjadi ya.

image


Hitungan dalam seminggu lagi adalah hari dimana Heeseung tampil di acara orkestra sebagai pianis individual.

Gigi piano kini ia tekan satu persatu agar menjadi sebuah alunan lagu yang sangat indah.

Heeseung menjadi pianis dikarenakan ia dari dulu sangat menganggumi Wolfgang Amadeus Mozart. Maka dari itu ia selalu berlatih agar menjadi pianis handal. Dan ternyata benar bukan dirinya menjadi salah satu pianis hebat di kotanya?

Tiba tiba Heeseung berhenti menekan gigi piano. Terbesit dalam pikirannya sebuah pikiran negatif yang menghantui nya akhir akhir ini.

“Kenapa? Kok berhenti?” Tanya Jay sambil menatap wajah Heeseung.

Terlihat raut wajah Heeseung seperti ingin menangis. Entah darimana perasaan sedih ini tiba tiba muncul.

“I can't..” Tutur Heeseung dengan nada rendah sambil menundukan kepalanya.

“What's wrong with you? Ayolah, tinggal sedikit lagi hari dimana kamu tampil. Kalau bisa maksimalkan di hari ini juga” Jay mengelus elus punggung Heeseung dengan lembut.

Heeseung yang mendengar itu sontak menggelengkan kepalanya. “Nggak. Jay, apa aku harus undur diri dari acara orkestra itu ya?”

“Kenapa? Sia sia dong kamj berlatih keras untuk tampil di orkestra itu?” Jay menyerengitkan dahinya sambil berusaha melihat wajah Heeseung.

Heeseung menoleh dan kedua netra nya menatap Jay dengan tatapan sayu. “Aku.. Takut..”

“Takut kenapa?”

“Aku tiba tiba saja berpikiran akan terjadi suatu hal yang buruk di hari H”

“Kenapa kamu takut sama apa yang belum tentu terjadi, Heeseung? Mending kamu tuntasin latihan hari ini.. Hari sudah mulai gelap nih”

Heeseung meraih tangan Jay lalu mengenggam erat. “Jay, kamu tahu tidak? Aku setiap latihan akhir akhir ini merasa kesepian, aku juga merasa tidak deserve untuk latihan atau tampil di acara orkestra sebagai pianis individual..”

“No! You deserve it, Heeseung. Dan untuk merasa kesepian, untuk sekarang dan yang kemarin kemarin tidak kan? Saya disini menemani kamu berlatih” Jay membalas pegangan erat dari tangan Heeseung.

Heeseung menghela nafas dengan kasar dan setelah itu menggelengkan kepala nya lagi. “Sejujurnya aku juga bingung apa yang aku inginkan, Jay” Heeseung mengelap air matanya yang membasahi pipinya menggunakan tangan satunya.

Jay yang mendengar itu sontak menarik pergelangan tangan Heeseung kedalam pelukannya. “Gausah takut, sayang. Disini ada saya yang siap menemani kamu disaat latihan”

Jay mengelus sangat pelan surai hitam yang ada di dekapannya itu.

Heeseung terisak dan melepaskan pelukan yang diberikan oleh Jay. “T-terima kasih Jeyi.” Tutur Heeseung sambil mengelap kasar air mata yang terjatuh dipipi nya.

“Ok, sekarang lanjut latihan lagi ya? Habis ini kita pulang.”

“Mau dipangku boleh?” Tanya Heeseung menggunakan nada malu malu.

“Boleh.”

Kemudian Heeseung kembali berlatih sambil dipangku oleh Jay. Lagu yang ia bawakan nanti berjudul Piano Sonata No.13 B-Flat K.333 : II Andante Cantabile karya Mozart.

Semangat Heeseung, kamu pasti bisa! Jangan pikirkan hal hal buruk yang belum tentu terjadi ya.

image


Hitungan dalam seminggu lagi adalah hari dimana Heeseung tampil di acara orkestra sebagai pianis individual.

Gigi piano kini ia tekan satu persatu agar menjadi sebuah alunan lagu yang sangat indah.

Heeseung menjadi pianis dikarenakan ia dari dulu sangat menganggumi Wolfgang Amadeus Mozart. Maka dari itu ia selalu berlatih agar menjadi pianis handal. Dan ternyata benar bukan dirinya menjadi salah satu pianis hebat di kotanya?

Tiba tiba Heeseung berhenti menekan gigi piano. Terbesit dalam pikirannya sebuah pikiran negatif yang menghantui nya akhir akhir ini.

“Kenapa? Kok berhenti?” Tanya Jay sambil menatap wajah Heeseung.

Terlihat raut wajah Heeseung seperti ingin menangis. Entah darimana perasaan sedih ini tiba tiba muncul.

“I can't..” Tutur Heeseung dengan nada rendah sambil menundukan kepalanya.

“What's wrong with you? Ayolah, tinggal sedikit lagi hari dimana kamu tampil. Kalau bisa maksimalkan di hari ini juga” Jay mengelus elus punggung Heeseung dengan lembut.

Heeseung yang mendengar itu sontak menggelengkan kepalanya. “Nggak. Jay, apa aku harus undur diri dari acara orkestra itu ya?”

“Kenapa? Sia sia dong kamj berlatih keras untuk tampil di orkestra itu?” Jay menyerengitkan dahinya sambil berusaha melihat wajah Heeseung.

Heeseung menoleh dan kedua netra nya menatap Jay dengan tatapan sayu. “Aku.. Takut..”

“Takut kenapa?”

“Aku tiba tiba saja berpikiran akan terjadi suatu hal yang buruk di hari H”

“Kenapa kamu takut sama apa yang belum tentu terjadi, Heeseung? Mending kamu tuntasin latihan hari ini.. Hari sudah mulai gelap nih”

Heeseung meraih tangan Jay lalu mengenggam erat. “Jay, kamu tahu tidak? Aku setiap latihan akhir akhir ini merasa kesepian, aku juga merasa tidak deserve untuk latihan atau tampil di acara orkestra sebagai pianis individual..”

“No! You deserve it, Heeseung. Dan untuk merasa kesepian, untuk sekarang dan yang kemarin kemarin tidak kan? Saya disini menemani kamu berlatih” Jay membalas pegangan erat dari tangan Heeseung.

Heeseung menghela nafas dengan kasar dan setelah itu menggelengkan kepala nya lagi. “Sejujurnya aku juga bingung apa yang aku inginkan, Jay” Heeseung mengelap air matanya yang membasahi pipinya menggunakan tangan satunya.

Jay yang mendengar itu sontak menarik pergelangan tangan Heeseung kedalam pelukannya. “Gausah takut, sayang. Disini ada saya yang siap menemani kamu disaat latihan”

Jay mengelus sangat pelan surai hitam yang ada di dekapannya itu.

Heeseung terisak dan melepaskan pelukan yang diberikan oleh Jay. “T-terima kasih Jeyi.” Tutur Heeseung sambil mengelap kasar air mata yang terjatuh dipipi nya.

“Ok, sekarang lanjut latihan lagi ya? Habis ini kita pulang.”

“Mau dipangku boleh?” Tanya Heeseung menggunakan nada malu malu.

“Boleh.”

Kemudian Heeseung kembali berlatih sambil dipangku oleh Jay. Lagu yang ia bawakan nanti berjudul Piano Sonata No.13 B-Flat K.333 : II Andante Cantabile karya Mozart.

Semangat Heeseung, kamu pasti bisa! Jangan pikirkan hal hal buruk yang belum tentu terjadi ya

Jayke AU

image


“Jayy ini udah matahari mau tenggelam tapi dimana calon cewek lo, hah?” Jake mencemberutkan bibirnya. Ia memasang wajah kesal karena ini sudah terlalu lama menunggu.

Jay tersenyum tipis melihat tingkah Jake yang sangat menggemaskan baginya.

“Gua boleh jujur?”

“Jujur apa?” Tanya Jake dengan cepat dan pastinya memakai nada kesal.

“Barang yang gua beli ini, ini semua buat lo.” Jay menyodorkan tas belanja berukuran sedang ke arah Jake.

“Maksud lo?” Jake menyerengitkan dahinya dan ia kini sungguh sangat bingung apa yang dilakukan oleh Jay.

“Gua mau jujur kalau gua belum bisa move on dari lo jake. Bahkan username priv gua ada nama lo!”

Deg

Jake terbeku diam mendengar hal itu. Dirinya sangat bingung ingin menanggapi apa.

“Gua sangat rindu dengar celotehan lo setiap hari, pelukan hangat lo yang lo berikan hampir disetiap waktu, dan gue juga sangat rindu melihat lo cemburu. Gua rindu semua dari yang apa lo punya Jake!”

Jake yang mendengar hal itu sungguh bingung. Bahkan dirinya sontak menatap ke arah depan dengan tatapan kosong.

“Terus lo sekarang mau apa?” Tutur Jake dengan nada datar.

Jay langsung memeluk erat badan mungil Jake. “Maafin gua ya waktu itu.. Gua salah besar mutusin lo. Gua mohon lo balik sama gua Jake.”

Air mata dari kedua netra Jay kini membasahi pipinya serta pundak Jake.

Kemudian Jake yang merasakan basah pundaknya dikarenakan air mata milik Jay, dirinya langsung mengelus ngelus dengan lembut badan bagian belakang milik Jay.

“Sudah jangan nangis, aku udah maafin kok tentang yang waktu itu. Dan sejujurnya aku juga rindu sama omelan kamu Jay, aku juga rindu banget sama omongan pedas yang kamu lontarkan..”

“Kalau kita mau mulai dari awal bisa saja, asalkan kita saling percaya dan saling support”

Jake tersenyum setelah melontarkan kata kata yang barusan ia ucapkan. Mendengar hal itu, Jay langsung melepaskan pelukannya dan menatapi wajah Jake.

“Terima kasih. Sejujurnya aku juga rindu untuk memarahi kamu kalau kamu nakal” Jay mengusak surai yang ada dihadapannya dengan gemas.

“Ishh mulai!” Jake hanya pasrah dan memasang raut wajah kesal diperlakukan seperti itu.

Jay hanya menahan tawa melihat tingkah menggemaskan dari Jake.

“Udah yuk pulang by.” Jay mengandeng tangan Jake seperti anak kecil.

“Ayoo!” Tutur Jake sambil tersenyum.

Jayke AU

image


“Jayy ini udah matahari mau tenggelam tapi dimana calon cewek lo, hah?” Jake mencemberutkan bibirnya. Ia memasang wajah kesal karena ini sudah terlalu lama menunggu.

Jay tersenyum tipis melihat tingkah Jake yang sangat menggemaskan baginya.

“Gua boleh jujur?”

“Jujur apa?” Tanya Jake dengan cepat dan pastinya memakai nada kesal.

“Barang yang gua beli ini, ini semua buat lo.” Jay menyodorkan tas belanja berukuran sedang ke arah Jake.

“Maksud lo?” Jake menyerengitkan dahinya dan ia kini sungguh sangat bingung apa yang dilakukan oleh Jay.

“Gua mau jujur kalau gua belum bisa move on dari lo jake. Bahkan username priv gua ada nama lo!”

Deg

Jake terbeku mendengar itu. Dirinya sangat bingung ingin menanggapi apa.

“Gua sangat rindu dengar celotehan lo setiap hari, pelukan hangat lo yang lo berikan hampir disetiap waktu, dan gue juga sangat rindu melihat lo cemburu. Gua rindu semua dari yang apa lo punya Jake!”

Jake yang mendengar hal itu sungguh bingung. Bahkan dirinya sontak menatap ke arah depan dengan tatapan kosong.

“Terus lo sekarang mau apa?” Tutur Jake dengan nada datar.

Jay langsung memeluk erat badan mungil Jake. “Maafin gua ya waktu itu.. Gua salah besar mutusin lo. Gua mohon lo balik sama gua Jake.”

Air mata dari kedua netra Jay kini membasahi pipinya serta pundak Jake.

Kemudian Jake yang merasakan basah pundaknya dikarenakan air mata milik Jay, dirinya langsung mengelus ngelus dengan lembut badan bagian belakang milik Jay.

“Sudah jangan nangis, aku udah maafin kok tentang yang waktu itu. Dan sejujurnya aku juga rindu sama omelan kamu Jay, aku juga rindu banget sama omongan pedas yang kamu lontarkan..”

“Kalau kita mau mulai dari awal bisa saja, asalkan kita saling percaya dan saling support”

Jake tersenyum setelah melontarkan kata kata yang barusan ia ucapkan. Mendengar hal itu, Jay langsung melepaskan pelukannya dan menatapi wajah Jake.

“Terima kasih. Sejujurnya aku juga rindu untuk memarahi kamu kalau kamu nakal” Jay mengusak surai yang ada dihadapannya dengan gemas.

“Ishh mulai!” Jake hanya pasrah dan memasang raut wajah kesal diperlakukan seperti itu.

Jay hanya menahan tawa melihat tingkah menggemaskan dari Jake.

“Udah yuk pulang by.” Jay mengandeng tangan Jake seperti anak kecil.

“Ayoo!” Tutur Jake sambil tersenyum.

Author POV

image


tw // kissing , harsh word , fluff

Sena sedang duduk di kursi panjang di taman sendirian. Dirinya sedari tadi memikirkan kejadian yang tadi ia lihat.

Dirinya semakin yakin kalau surat yang ia temukan di loker hari ini siapa lagi kalau bukan dari Reviano Alaska. Sungguh tak terduga keduanya sama sama mengirimi surat.

Ada dua alur yang sedang terngiang ngiang di dalam benak Sena. Yang pertama Revi akan konfes pada Sena, dan yang kedua Revi minta maaf karena dirinya sudah nyatain perasaan ke orang lain.

Kita tidak ada yang tahu sebelum kejadian itu terjadi. We never know.

Saat Sena sedang mengelap kasar air mata yang membasahi pipinya, tiba tiba saja ia mendengar ada yang meneriaki namanya.

“SENA!”

Sena menoleh ke arah sumber suara dan dari kedua netranya mendapati sosok Revi yang berlari sedang menghampirinya.

“Sena maaf ya karena udah lama nungguin gue.” Tutur Revi sembari dirinya sedang terengah engah karena berlari.

Sena tersenyum lalu berdiri agar menyamai tinggi nya dengan Revi. “Iya gapapa, santai aja vi”

Spontan kedua masing masing netra saling menatap.

“Oh iya, berarti ini surat dari lo ya vi? Lo mau ngomong apaan?” Sena dengan cepat melanjuti perkataannya agar tidak ada rasa canggung.

“Gue mau ngomong sen, tapi keknya lo abis nangis ya?” Tangan kanan Revi memegang pipi Sena sembari melihati setiap inci wajah Sena.

Deg

Seketika Sena terkejut mendapati perlakuan itu oleh Revi. Sontak kedua mata Sena membulat.

“E-eh? Nggak kok, ini tadi kelilipan hewan kecil makanya tadi ga sengaja keluar air mata”

Sena melepaskan tangan Revi dari pipinya dan ia harus mati matian menahan rasa salah tingkah.

Revi mending lo diem dah

“Yaudah lo mau ngomong apa vi?” Tanya Sena dengan memasang muka penasaran.

“Lo dulu. Ini surat dari lo kan? Nah lo duluan yang ngomong.” Tutur Revi sembari menunjukkan surat dari Sena.

“Oh berarti ini surat dari lo kan? Soalnya dari tadi gaada orang lain yang dateng selain lo.” Sena menunjukan surat yang ia sedari tadi pegang di tangannya di hadapan Revi.

“Of course itu dari gue”

“Yaudah lo mau ngomong apa?” Sena menyerengitkan dahinya dihadapan Revi.

“Gimana kalau bareng aja ngomongnya. Mau gak?” Tanya Revi dengan memasang raut wajah datar.

“Deal.” Ucap Sena dibarengi oleh anggukkan kecil dari kepalanya.

“Ok. Hitungan ketiga harus langsung ngomong ya?”

“Iyaa bawel. Cepetan, gue mau pulang.” Sena sudah merasa mulai bete karena ini terasa sangat cukup memakan waktu.

Revi mengisyaratkan menggunakan jarinya serta ia yang menghitung untuk aba aba.

“Satu..”

“Dua..”

Gue degdegan ya Tuhan ㅠㅠ

“Tiga”

“Gue suka sama lo”

Deg

Mereka berdua saling bertatapan setelah mengucapkan kalimat tadi.

Ini gue gasalah denger kan? -Sena

Ini gue salah denger ga sih? -Revi

Sena seketika membuang jauh jauh pikiran salah dengar itu. Dirinya kembali menahan tangisannya tapi ternyata tidak bisa.

Sena mencemberutkan bibirnya lalu dengan cepat ia memeluk erat pingganv Revi dan menenggelami wajahnya di dada bidang Revi.

Tangisannya seketika pecah karena untungnya pikiran negative yang menghantui pikiran Sena tidak terjadi.

“Sena sayang Revi. Sena kira kamu bakal konfes ke orang lain atau dengan si Lyna itu”

Tuhan kenapa ciptaan mu gemas sekali -Revi

Revi memeluk balik tubuh mungil yang ada di dekapannya. Ia mengelus lembut rambut kepala bagian belakang milik Sena lalu ia menciumi rambut Sena.

“Kata siapa? Emang bener Revi mau konfes sama orang hari ini, tapi tau ga? Orang yang Revi maksud tuh kamu Sena Andara!”

“Sena mau kan jalanin hubungan dengan Sena?” Revi bertanya dengan nada suara lembut tepat di pendengaran Sena.

Sena yang mendengar itu langsung mendongakkan sedikit kepalanya agar bisa melihat Revi dari bawah.

Sena menganggukkan kepalanya. “Lets try it”

Seketika mereka saling bertatap. Entah kenapa hati mereka berdua merasa cukup lega karena sudah mengetahui akhir dari cerita ini.

Revi tersenyum mendapati jawaban itu. Lalu telapak tangan kanan nya ia daratkan ke tepat dagu Sena.

Diusap bibir merah Sena dengan ibu jarinya seraya memandanginya.

“Can i?” Tanya Revi sambil memandangi bibir indah milik Sena.

“Sure!” Sena menarik kerah baju Revi, dengan cepat ia benturkan bibir Revi tepat di bibirnya.

Sena melumat pelan kedua belah bibir Revi, kemudian Revi mengikuti alur yang diberikan oleh Sena.

Kedua tangan Sena seketika dilingkarkan tepat dileher Revi. Kedua insan ini sungguh hanyut karena disebabkan ciuman yang sedang dilakukan.

Dari jauh terlihat seorang perempuan sedang meremas dan mengepal tangannya. Dirinya sangat panas melihat kejadian apa yang ia lihat.

“REVIANO ALASKA GUE MASIH CINTA MATI SAMA LO!!”

Author POV

image


tw // kissing , harsh word , fluff

Sena sedang duduk di kursi panjang di taman sendirian. Dirinya sedari tadi memikirkan kejadian yang tadi ia lihat.

Dirinya semakin yakin kalau surat yang ia temukan di loker hari ini siapa lagi kalau bukan dari Reviano Alaska. Sungguh tak terduga keduanya sama sama mengirimi surat.

Ada dua alur yang sedang terngiang ngiang di dalam benak Sena. Yang pertama Revi akan konfes pada Sena, dan yang kedua Revi minta maaf karena dirinya sudah nyatain perasaan ke orang lain.

Kita tidak ada yang tahu sebelum kejadian itu terjadi. We never know.

Saat Sena sedang mengelap kasar air mata yang membasahi pipinya, tiba tiba saja ia mendengar ada yang meneriaki namanya.

“SENA!”

Sena menoleh ke arah sumber suara dan dari kedua netranya mendapati sosok Revi yang berlari sedang menghampirinya.

“Sena maaf ya karena udah lama nungguin gue.” Tutur Revi sembari dirinya sedang terengah engah karena berlari.

Sena tersenyum lalu berdiri agar menyamai tinggi nya dengan Revi. “Iya gapapa, santai aja vi”

Spontan kedua masing masing netra saling menatap.

“Oh iya, berarti ini surat dari lo ya vi? Lo mau ngomong apaan?” Sena dengan cepat melanjuti perkataannya agar tidak ada rasa canggung.

“Gue mau ngomong sen, tapi keknya lo abis nangis ya?” Tangan kanan Revi memegang pipi Sena sembari melihati setiap inci wajah Sena.

Deg

Seketika Sena terkejut mendapati perlakuan itu oleh Revi. Sontak kedua mata Sena membulat.

“E-eh? Nggak kok, ini tadi kelilipan hewan kecil makanya tadi ga sengaja keluar air mata”

Sena melepaskan tangan Revi dari pipinya dan ia harus mati matian menahan rasa salah tingkah.

Revi mending lo diem dah

“Yaudah lo mau ngomong apa vi?” Tanya Sena dengan memasang muka penasaran.

“Lo dulu. Ini surat dari lo kan? Nah lo duluan yang ngomong.” Tutur Revi sembari menunjukkan surat dari Sena.

“Oh berarti ini surat dari lo kan? Soalnya dari tadi gaada orang lain yang dateng selain lo.” Sena menunjukan surat yang ia sedari tadi pegang di tangannya di hadapan Revi.

“Of course itu dari gue”

“Yaudah lo mau ngomong apa?” Sena menyerengitkan dahinya dihadapan Revi.

“Gimana kalau bareng aja ngomongnya. Mau gak?” Tanya Revi dengan memasang raut wajah datar.

“Deal.” Ucap Sena dibarengi oleh anggukkan kecil dari kepalanya.

“Ok. Hitungan ketiga harus langsung ngomong ya?”

“Iyaa bawel. Cepetan, gue mau pulang.” Sena sudah merasa mulai bete karena ini terasa sangat cukup memakan waktu.

Revi mengisyaratkan menggunakan jarinya serta ia yang menghitung untuk aba aba.

“Satu..”

“Dua..”

Gue degdegan ya Tuhan ㅠㅠ

“Tiga”

“Gue suka sama lo”

Deg

Mereka berdua saling bertatapan setelah mengucapkan kalimat tadi.

Ini gue gasalah denger kan? -Sena

Ini gue salah denger ga sih? -Revi

Sena seketika membuang jauh jauh pikiran salah dengar itu. Dirinya kembali menahan tangisannya tapi ternyata tidak bisa.

Sena mencemberutkan bibirnya lalu dengan cepat ia memeluk erat pingganv Revi dan menenggelami wajahnya di dada bidang Revi.

Tangisannya seketika pecah karena untungnya pikiran negative yang menghantui pikiran Sena tidak terjadi.

“Sena sayang Revi. Sena kira kamu bakal konfes ke orang lain atau dengan si Lyna itu”

Tuhan kenapa ciptaan mu gemas sekali -Revi

Revi memeluk balik tubuh mungil yang ada di dekapannya. Ia mengelus lembut rambut kepala bagian belakang milik Sena lalu ia menciumi rambut Sena.

“Kata siapa? Emang bener Revi mau konfes sama orang hari ini, tapi tau ga? Orang yang Revi maksud tuh kamu Sena Andara!”

“Sena mau kan jalanin hubungan dengan Sena?” Revi bertanya dengan nada suara lembut tepat di pendengaran Sena.

Sena yang mendengar itu langsung mendongakkan sedikit kepalanya agar bisa melihat Revi dari bawah.

Sena menganggukkan kepalanya. “Lets try it”

Seketika mereka saling bertatap. Entah kenapa hati mereka berdua merasa cukup lega karena sudah mengetahui akhir dari cerita ini.

Revi tersenyum mendapati jawaban itu. Lalu telapak tangan kanan nya ia daratkan ke tepat dagu Sena.

Diusap bibir merah Sena dengan ibu jarinya seraya memandanginya.

“Can i?” Tanya Revi sambil memandangi bibir indah milik Sena.

“Sure!” Sena menarik kerah baju Revi, dengan cepat ia benturkan bibir Revi tepat di bibirnya.

Sena melumat pelan kedua belah bibir Revi, kemudian Revi mengikuti alur yang diberikan oleh Sena.

Kedua tangan Sena seketika dilingkarkan tepat dileher Revi. Kedua insan ini sungguh hanyut karena disebabkan ciuman yang sedang dilakukan.

Dari jauh terlihat seorang perempuan sedang meremas dan mengepal tangannya. Dirinya sangat panas melihat kejadian yang ia lihat.

“REVIANO ALASKA GUE MASIH CINTA MATI SAMA LO!!”