scubepid

Author POV

image


tw // kissing , harsh word , fluff

Sena sedang duduk di kursi panjang di taman sendirian. Dirinya sedari tadi memikirkan kejadian yang tadi ia lihat.

Dirinya semakin yakin kalau surat yang ia temukan di loker hari ini siapa lagi kalau bukan dari Reviano Alaska. Sungguh tak terduga keduanya sama sama mengirimi surat.

Ada dua alur yang sedang terngiang ngiang di dalam benak Sena. Yang pertama Revi akan konfes pada Sena, dan yang kedua Revi minta maaf karena dirinya sudah nyatain perasaan ke orang lain.

Kita tidak ada yang tahu sebelum kejadian itu terjadi. We never know.

Saat Sena sedang mengelap kasar air mata yang membasahi pipinya, tiba tiba saja ia mendengar ada yang meneriaki namanya.

“SENA!”

Sena menoleh ke arah sumber suara dan dari kedua netranya mendapati sosok Revi yang berlari sedang menghampirinya.

“Sena maaf ya karena udah lama nungguin gue.” Tutur Revi sembari dirinya sedang terengah engah karena berlari.

Sena tersenyum lalu berdiri agar menyamai tinggi nya dengan Revi. “Iya gapapa, santai aja vi”

Spontan kedua masing masing netra saling menatap.

“Oh iya, berarti ini surat dari lo ya vi? Lo mau ngomong apaan?” Sena dengan cepat melanjuti perkataannya agar tidak ada rasa canggung.

“Gue mau ngomong sen, tapi keknya lo abis nangis ya?” Tangan kanan Revi memegang pipi Sena sembari melihati setiap inci wajah Sena.

Deg

Seketika Sena terkejut mendapati perlakuan itu oleh Revi. Sontak kedua mata Sena membulat.

“E-eh? Nggak kok, ini tadi kelilipan hewan kecil makanya tadi ga sengaja keluar air mata”

Sena melepaskan tangan Revi dari pipinya dan ia harus mati matian menahan rasa salah tingkah.

Revi mending lo diem dah

“Yaudah lo mau ngomong apa vi?” Tanya Sena dengan memasang muka penasaran.

“Lo dulu. Ini surat dari lo kan? Nah lo duluan yang ngomong.” Tutur Revi sembari menunjukkan surat dari Sena.

“Oh berarti ini surat dari lo kan? Soalnya dari tadi gaada orang lain yang dateng selain lo.” Sena menunjukan surat yang ia sedari tadi pegang di tangannya di hadapan Revi.

“Of course itu dari gue”

“Yaudah lo mau ngomong apa?” Sena menyerengitkan dahinya dihadapan Revi.

“Gimana kalau bareng aja ngomongnya. Mau gak?” Tanya Revi dengan memasang raut wajah datar.

“Deal.” Ucap Sena dibarengi oleh anggukkan kecil dari kepalanya.

“Ok. Hitungan ketiga harus langsung ngomong ya?”

“Iyaa bawel. Cepetan, gue mau pulang.” Sena sudah merasa mulai bete karena ini terasa sangat cukup memakan waktu.

Revi mengisyaratkan menggunakan jarinya serta ia yang menghitung untuk aba aba.

“Satu..”

“Dua..”

Gue degdegan ya Tuhan ㅠㅠ

“Tiga”

“Gue suka sama lo”

Deg

Mereka berdua saling bertatapan setelah mengucapkan kalimat tadi.

Ini gue gasalah denger kan? -Sena

Ini gue salah denger ga sih? -Revi

Sena seketika membuang jauh jauh pikiran salah dengar itu. Dirinya kembali menahan tangisannya tapi ternyata tidak bisa.

Sena mencemberutkan bibirnya lalu dengan cepat ia memeluk erat pingganv Revi dan menenggelami wajahnya di dada bidang Revi.

Tangisannya seketika pecah karena untungnya pikiran negative yang menghantui pikiran Sena tidak terjadi.

“Sena sayang Revi. Sena kira kamu bakal konfes ke orang lain atau dengan si Lyna itu”

Tuhan kenapa ciptaan mu gemas sekali -Revi

Revi memeluk balik tubuh mungil yang ada di dekapannya. Ia mengelus lembut rambut kepala bagian belakang milik Sena lalu ia menciumi rambut Sena.

“Kata siapa? Emang bener Revi mau konfes sama orang hari ini, tapi tau ga? Orang yang Revi maksud tuh kamu Sena Andara!”

“Sena mau kan jalanin hubungan dengan Sena?” Revi bertanya dengan nada suara lembut tepat di pendengaran Sena.

Sena yang mendengar itu langsung mendongakkan sedikit kepalanya agar bisa melihat Revi dari bawah.

Sena menganggukkan kepalanya. “Lets try it”

Seketika mereka saling bertatap. Entah kenapa hati mereka berdua merasa cukup lega karena sudah mengetahui akhir dari cerita ini.

Revi tersenyum mendapati jawaban itu. Lalu telapak tangan kanan nya ia daratkan ke tepat dagu Sena.

Diusap bibir merah Sena dengan ibu jarinya seraya memandanginya.

“Can i?” Tanya Revi sambil memandangi bibir indah milik Sena.

“Sure!” Sena menarik kerah baju Revi, dengan cepat ia benturkan bibir Revi tepat di bibirnya.

Sena melumat pelan kedua belah bibir Revi, kemudian Revi mengikuti alur yang diberikan oleh Sena.

Kedua tangan Sena seketika dilingkarkan tepat dileher Revi. Kedua insan ini sungguh hanyut karena disebabkan ciuman yang sedang dilakukan.

Dari jauh seorang perempuan sedang meremas dan mengepal tangannya.

“REVIANO ALASKA GUE MASIH CINTA MATI SAMA LO!!”

Author POV

image


tw // kissing , harsh word , fluff


Sena sedang duduk di kursi panjang di taman sendirian. Dirinya sedari tadi memikirkan kejadian yang tadi ia lihat.

Dirinya semakin yakin kalau surat yang ia temukan di loker hari ini siapa lagi kalau bukan dari Reviano Alaska. Sungguh tak terduga keduanya sama sama mengirimi surat.

Ada dua alur yang sedang terngiang ngiang di dalam benak Sena. Yang pertama Revi akan konfes pada Sena, dan yang kedua Revi minta maaf karena dirinya sudah nyatain perasaan ke orang lain.

Kita tidak ada yang tahu sebelum kejadian itu terjadi. We never know.

Saat Sena sedang mengelap kasar air mata yang membasahi pipinya, tiba tiba saja ia mendengar ada yang meneriaki namanya.

“SENA!”

Sena menoleh ke arah sumber suara dan dari kedua netranya mendapati sosok Revi yang berlari sedang menghampirinya.

“Sena maaf ya karena udah lama nungguin gue.” Tutur Revi sembari dirinya sedang terengah engah karena berlari.

Sena tersenyum lalu berdiri agar menyamai tinggi nya dengan Revi. “Iya gapapa, santai aja vi”

Spontan kedua masing masing netra saling menatap.

“Oh iya, berarti ini surat dari lo ya vi? Lo mau ngomong apaan?” Sena dengan cepat melanjuti perkataannya agar tidak ada rasa canggung.

“Gue mau ngomong sen, tapi keknya lo abis nangis ya?” Tangan kanan Revi memegang pipi Sena sembari melihati setiap inci wajah Sena.

Deg

Seketika Sena terkejut mendapati perlakuan itu oleh Revi. Sontak kedua mata Sena membulat.

“E-eh? Nggak kok, ini tadi kelilipan hewan kecil makanya tadi ga sengaja keluar air mata”

Sena melepaskan tangan Revi dari pipinya dan ia harus mati matian menahan rasa salah tingkah.

Revi mending lo diem dah

“Yaudah lo mau ngomong apa vi?” Tanya Sena dengan memasang muka penasaran.

“Lo dulu. Ini surat dari lo kan? Nah lo duluan yang ngomong.” Tutur Revi sembari menunjukkan surat dari Sena.

“Oh berarti ini surat dari lo kan? Soalnya dari tadi gaada orang lain yang dateng selain lo.” Sena menunjukan surat yang ia sedari tadi pegang di tangannya di hadapan Revi.

“Of course itu dari gue”

“Yaudah lo mau ngomong apa?” Sena menyerengitkan dahinya dihadapan Revi.

“Gimana kalau bareng aja ngomongnya. Mau gak?” Tanya Revi dengan memasang raut wajah datar.

“Deal.” Ucap Sena dibarengi oleh anggukkan kecil dari kepalanya.

“Ok. Hitungan ketiga harus langsung ngomong ya?”

“Iyaa bawel. Cepetan, gue mau pulang.” Sena sudah merasa mulai bete karena ini terasa sangat cukup memakan waktu.

Revi mengisyaratkan menggunakan jarinya serta ia yang menghitung untuk aba aba.

“Satu..”

“Dua..”

Gue degdegan ya Tuhan ㅠㅠ

“Tiga”

“Gue suka sama lo”

Deg

Mereka berdua saling bertatapan setelah mengucapkan kalimat tadi.

Ini gue gasalah denger kan? -Sena

Ini gue salah denger ga sih? -Revi

Sena seketika membuang jauh jauh pikiran salah dengar itu. Dirinya kembali menahan tangisannya tapi ternyata tidak bisa.

Sena mencemberutkan bibirnya lalu dengan cepat ia memeluk erat pingganv Revi dan menenggelami wajahnya di dada bidang Revi.

Tangisannya seketika pecah karena untungnya pikiran negative yang menghantui pikiran Sena tidak terjadi.

“Sena sayang Revi. Sena kira kamu bakal konfes ke orang lain atau dengan si Lyna itu”

Tuhan kenapa ciptaan mu gemas sekali -Revi

Revi memeluk balik tubuh mungil yang ada di dekapannya. Ia mengelus lembut rambut kepala bagian belakang milik Sena lalu ia menciumi rambut Sena.

“Kata siapa? Emang bener Revi mau konfes sama orang hari ini, tapi tau ga? Orang yang Revi maksud tuh kamu Sena Andara!”

“Sena mau kan jalanin hubungan dengan Sena?” Revi bertanya dengan nada suara lembut tepat di pendengaran Sena.

Sena yang mendengar itu langsung mendongakkan sedikit kepalanya agar bisa melihat Revi dari bawah.

Sena menganggukkan kepalanya. “Lets try it”

Seketika mereka saling bertatap. Entah kenapa hati mereka berdua merasa cukup lega karena sudah mengetahui akhir dari cerita ini.

Revi tersenyum mendapati jawaban itu. Lalu telapak tangan kanan nya ia daratkan ke tepat dagu Sena.

Diusap bibir merah Sena dengan ibu jarinya seraya memandanginya.

“Can i?” Tanya Revi sambil memandangi bibir indah milik Sena.

“Sure!” Sena menarik kerah baju Revi, dengan cepat ia benturkan bibir Revi tepat di bibirnya.

Sena melumat pelan kedua belah bibir Revi, kemudian Revi mengikuti alur yang diberikan oleh Sena.

Kedua tangan Sena seketika dilingkarkan tepat dileher Revi. Kedua insan ini sungguh hanyut karena disebabkan ciuman yang sedang dilakukan.

Dari jauh seorang perempuan sedang meremas dan mengepal tangannya.

“REVIANO ALASKA GUE MASIH CINTA MATI SAMA LO!!”

Sena POV

image


Saat bel pulang berbunyi, aku sangat bersemangat untuk cepat cepat pergi ke taman belakang sekolah untuk menemui pengirim surat anon.

Saat aku berjalan di koridor sekolah, aku melihat dari jauh ada Revi dan Velyna sedang mengobrol.

Revi lagi ngapain sama Lyna?

Aku melihati nya dari kejauhan sambil mencemberutkan bibir dan pastinya timbul perasaan cemburu.

Gue bingung sama Revi.. Dia sebenarnya mau confess ke siapa sih? Sama Lyna? Kalo iya, demi Tuhan gue gapapa.

Karena aku tidak mau suudzon, aku memutuskan untuk kembali melangkahkan kaki ku ke taman belakang sekolah.

Aku melangkahkan kedua kakiku dengan cepat karena takut pengirim surat ini sudah menunggu.

Dengan perasaan hati yang sakit, serta rasa sedih yang mengebu ngebu aku tetap kokoh dengan tujuan ku untuk ke taman belakang.

Gue emang bukan siapa siapanya lo, tapi gue masih punya hati. Seandainya surat ini dari Reviano, gue siap menerima jawaban jujur dari mulut lo.

Gue gatau lo masih suka sama Lyna apa nggak. Secara dia kan cinta pertama lo di SMP dulu. Disini gue bingung mau percaya sama siapa sejujurnya.

Gue suka sama lo Reviano Alaska.

Sena POV

image


Saat bel pulang berbunyi, aku sangat bersemangat untuk cepat cepat pergi ke taman belakang sekolah untuk menemui pengirim surat anon.

Saat aku berjalan di koridor sekolah, aku melihat dari jauh ada Revi dan Velyna sedang mengobrol.

Revi lagi ngapain sama Lyna?

Aku melihati nya dari kejauhan sambil mencemberutkan bibir dan pastinya timbul perasaan cemburu.

Gue bingung sama Revi.. Dia sebenarnya mau confess ke siapa sih? Sama Lyna? Kalo iya, demi Tuhan gue gapapa.

Karena aku tidak mau suudzon, aku memutuskan untuk kembali melangkahkan kaki ku ke taman belakang sekolah.

Aku melangkahkan kedua kakiku dengan cepat karena takut pengirim surat ini sudah menunggu.

Gue emang bukan siapa siapanya lo, tapi gue masih punya hati. Seandainya surat ini dari Reviano, gue siap menerima jawaban jujur dari mulut lo.

Gue gatau lo masih suka sama Lyna apa nggak. Secara dia kan cinta pertama lo di SMP dulu. Disini gue bingung mau percaya sama siapa sejujurnya.

Gue suka sama lo Reviano Alaska.

image


tw // Kissing , mention of alcohol , dibunuh , male pregnant


Rangga menutup pintu kamar Stevan sembari memikul lengan Stevan.

“Rangga kenapa sih masih peduli sama evan?” Stevan menanyai dengan nada ngelantur. Dirinya melepaskan rangkulan yang diberikan oleh Rangga, lalu ia berdiri persis dihadapan Rangga.

Sial, lo lagi mabuk aja tetap lucu

“Kita bicaranya di atas kasur aja ya evan, evan anak baik kan? Evan masih mengerti sama yang Rangga ucapin kan?” Rangga memegangi kedua pundak Stevan sembari menatap kedua netra Stevan yang terlihat sayu.

Stevan mengangguk, “Huum, Stevan anak baik! Stevan juga mengerti sama apa yang Rangga ucapin tadi.” Sambungnya.

Rangga memperlakukan Stevan seperti pasien anak yang biasa ia periksa di rumah sakit. Tujuannya adalah agar Stevan bisa menceritakan masalah apa yang ia alami hari ini.

“Tapi evan mau dicium rangga boleh ndak? Evan juga mau di gendong sama rangga, evan juga mau di treat like a prince sama Rangga”

Stevan memegangi tangan Rangga lalu mengayunkannya ke atas dan kebawah seperti anak kecil.

“Iyaa evan cantik. Boleh kok.” Tangan kiri Rangga menyingkirkan surai hitam yang menutupi dahi Stevan.

“YEAYYY!!!”

Stevan seketika menghentak hentakan kakinya setelah menerima jawaban dari Rangga. Rangga melihat hal itu merasa sedang bekerja di rumah sakit yang sedang menangani pasien anak.

Demi Tuhan lo beneran menggemaskan sekali van. Lo kalau ga mabuk ga bakal semanja ini.

“Sekarang gendongg” Stevan mencemberutkan bibirnya lalu melingkarkan kedua tangannya pada leher Rangga.

“Ok. Tapi habis ini Stevan harus jujur sama Rangga ya? Stevan harus ceritain semua masalah yang Stevan alami hari ini, oke?”

“Iyaa.” Jawab Stevan dengan memasang senyumannya.

“Good boy.”

Rangga melingkarkan kedua tangannya pada sekitar paha Stevan, lalu mengangkatnya dan menggendongnya ke kasur Stevan kemudian menaruh badan mungil Stevan tepat di sampingnya.

“Ok sekarang ceritain dong Stevan punya masalah apa?”

Biasanya orang yang dipengaruhi alkohol akan berkata jujur saat ditanyai karna kesadarannya menghilang selama dipengaruhi alkohol tersebut.

Bukannya menjawab pertanyaan Rangga, Stevan malah berpindah tempat ke atas paha Rangga dan kini masing masing kedua netra mereka saling bertatapan.

Rangga tersenyum melihat badan mungil yang berada dihadapannya.

“Ayo cerita”

“Evan hari ini mendapatkan masalah yang cukup rumit..”

“Terus?”

Stevan menatap kedua netra sang dominan dengan perasaan ingin menangis lagi.

“Ayah evan di luar negeri di tembak mati, pelakunya belum ditemukan.. Evan ingin menghampiri ayah disana tapi keluarga dari ayah tidak memberiku izin padahal evan sangat ingin bertemu dengan ayah”

Tak lama kemudian tangisan Stevan pecah. Rangga sangat terkejut mendapati sang submissive yang dihadapannya menangis lagi.

“Kenapa Stevan dilarang bertemu dengan ayah? Alasannya apa?” Rangga menatap wajah Stevan dan berharap mendapati jawaban darinya.

“Kata mereka evan lemah, kata mereka juga evan gampang diculik orang baru. Mereka khawatir jika evan pergi ke negara itu takut makin menjadi masalahnya”

Rangga mendengar penjelasan dari Stevan agak sedikit terkekeh. “Mereka bener kok.”

Stevan mengucek kedua matanya, “M-maksud Rangga apa?” Sambungnya.

“Iya bener kamu gampang diculik. Kamu ingat sebulan yang lalu? Kamu mau mau aja saya ajak keliling keliling setelah selesai bekerja? Dan lucunya kamu nurut nurut saja”

Rangga menyeringai setelah menjelaskan hal tadi. Kini ia mendapati pipi yang memerah dari pipi gembil Stevan.

Stevan seketika memukuli dada bidang Rangga yang terbalut dengan kaos hitam.

“Diem, aku maluu.”

Rangga tertawa kecil dan terlihat sangat puas melihat tingkah dari Stevan.

“Ok, terus mau cerita apalagi dokter manis?” Spontan tatapan Rangga kembali serius.

Stevan mencemberutkan bibirnya. Memang ia masih dipengaruhi alkohol, tetapi entah kenapa jika dirinya sudah bersama Rangga akan seperti tidak terlihat jika dipengaruhi alkohol.

“Evan juga setiap periksa kandungan ibu hamil, terkadang aku juga merasa iri.. Aku juga ingin hamil dan aku juga ingin merasakan mengurus anak” Stevan menundukan kepalanya dan mengelus elus perut ratanya.

Rangga terpaku di saat mendengar itu. Dia sangat bingung ingin menanggapi nya seperti apa.

“Evan juga mau jujur boleh ndak?” Tanya Stevan sembari memandang kedua netra Rangga.

“Mau jujur apa sweetie?” Rangga memasang muka penasarang dengan apa yang dilontarkan oleh Stevan.

“Evan suka sama Rangga.. Semenjak awal kita bertemu di Stanford Hospital, sebenernya aku udah tertarik dengan kamu.” Stevan menaruh kedua tangannya pada kedua pundak Rangga.

“Kalau boleh jujur saya juga suka sama kamu. Dari awal bertemu di rumah sakit, saya suka sama kamu cara treat pasien apalagi pasien anak kecil”

“Hum? Rangga beneran suka sama Stevan juga?” Stevan menyerengitkan dahinya seraya menatap Rangga penasaran.

“Iyaa.. Kalau gitu kita nikah aja ga sih? Kamu ingin punya anak kan? Saya pernah dengar dari salah satu dokter kandungan bahwa pernah ada pasien pria yang melahirkan loh”

“Mau..” Stevan melingkarkan kedua tangannya begitu erat tepat dipinggang Rangga.

“Are you serious to be my husband?” Tutur Rangga dengan nada serius.

Stevan mengangguk anggukan kepalanya dengan penuh semangat. “Iyaa mau”

Tangan Rangga kini mendarat ke pipi gembil milik Stevan, lalu mengelusnya pipinya dengan lembut.

“Tadi siapa yang minta dicium?”

Kini wajah diantara mereka berdua sudah tidak ada jarak. Deru nafas pun sudah bisa dirasakan dari permukaan masing masing wajah.

“Aku”

“Stevan, lets to be my husband. Will you marry me?”

“Yes, i will.”

Setelah mendapati jawaban itu, kini bibir Rangga sudah bertemu dengan bibir merah milik Stevan.

Rangga mulai melumatnya dengan pelan hingga sang empu mengeluarkan lenguhannya.

Walau baru kenal kurang lebih 3 bulan di rumah sakit, entah kenapa cinta lokasi timbul dengan sendirinya.

Stevan dimata Rangga entah kenapa sangat menggemaskan. Dirinya seperti melihat sifat keibuan terpancar pada diri Stevan. Sedangkan Rangga dimata Stevan seperti melihat seorang ayah yang sayang terhadap anaknya.

Ciuman yang dilakukan oleh kedua insan itu masih berlanjut hingga nafas mereka habis ciuman itu baru dihentikan.

“Thank you” Tutur Rangga sambil memandangi wajah cantik yang ada dihadapannya.

Stevan kamu indah banget gue ga bohong.

“Mari pergi tidur! Hari sudah malam. Besok kita membicarakan lebih lanjut soal pernikahan kita.” Rangga tersenyum sembari melepaskan kedua tangannya dari pinggang Stevan.

“Ayo!”

image


tw // mention of alcohol , dibunuh , male pregnant


Rangga menutup pintu kamar Stevan sembari memikul lengan Stevan.

“Rangga kenapa sih masih peduli sama evan?” Stevan menanyai dengan nada ngelantur. Dirinya melepaskan rangkulan yang diberikan oleh Rangga, lalu ia berdiri persis dihadapan Rangga.

Sial, lo lagi mabuk aja tetap lucu

“Kita bicaranya di atas kasur aja ya evan, evan anak baik kan? Evan masih mengerti sama yang Rangga ucapin kan?” Rangga memegangi kedua pundak Stevan sembari menatap kedua netra Stevan yang terlihat sayu.

Stevan mengangguk, “Huum, Stevan anak baik! Stevan juga mengerti sama apa yang Rangga ucapin tadi.” Sambungnya.

Rangga memperlakukan Stevan seperti pasien anak yang biasa ia periksa di rumah sakit. Tujuannya adalah agar Stevan bisa menceritakan masalah apa yang ia alami hari ini.

“Tapi evan boleh cium rangga ndak? Evan juga mau di gendong sama rangga, evan juga mau di treat like a prince sama Rangga”

Stevan memegangi tangan Rangga lalu mengayunkannya ke atas dan kebawah.

“Iyaa evan cantik. Boleh kok.” Tangan kiri Rangga menyingkirkan surai hitam yang menutupi dahi Stevan.

“YEAYYY!!!”

Stevan seketika menghentak hentakan kakinya setelah menerima jawaban dari Rangga. Rangga melihat hal itu merasa sedang bekerja di rumah sakit yang sedang menangani pasien anak.

Demi Tuhan lo beneran menggemaskan sekali van

“Sekarang gendongg” Stevan mencemberutkan bibirnya lalu melingkarkan kedua tangannya pada leher Rangga.

“Ok. Tapi habis ini Stevan harus jujur sama Rangga ya? Stevan harus ceritain semua masalah yang Stevan alami hari ini, oke?”

“Iyaa.” Jawab Stevan dengan memasang senyumannya.

“Good boy.”

Rangga melingkarkan kedua tangannya pada sekitar paha Stevan, lalu mengangkatnya dan menggendongnya ke kasur Stevan kemudian menaruh badan mungil Stevan tepat di sampingnya.

“Ok sekarang ceritain dong Stevan punya masalah apa?”

Biasanya orang yang dipengaruhi alkohol akan berkata jujur saat ditanyai karna kesadarannya menghilang selama dipengaruhi alkohol tersebut.

Bukannya menjawab pertanyaan Rangga, Stevan malah berpindah tempat ke atas paha Rangga dan kini masing masing kedua netra mereka saling bertatapan.

Rangga tersenyum melihat badan mungil yang berada dihadapannya.

“Ayo cerita”

“Evan hari ini mendapatkan masalah yang cukup rumit..”

“Terus?”

Stevan menatap kedua netra sang dominan dengan perasaan ingin menangis lagi.

“Ayah evan di luar negeri di tembak mati, pelakunya belum ditemukan.. Evan ingin menghampiri ayah disana tapi keluarga dari ayah tidak memberiku izin padahal evan sangat ingin bertemu dengan ayah”

Tak lama kemudian tangisan Stevan pecah. Rangga sangat terkejut mendapati sang submissive yang dihadapannya menangis lagi.

“Kenapa Stevan dilarang bertemu dengan ayah? Alasannya apa?” Rangga menatap wajah Stevan dan berharap mendapati jawaban darinya.

“Kata mereka evan lemah, kata mereka juga evan gampang diculik orang baru. Mereka khawatir jika evan pergi ke negara itu takut makin menjadi masalahnya”

Rangga mendengar penjelasan dari Stevan agak sedikit terkekeh. “Mereka bener kok.”

Stevan mengucek kedua matanya, “M-maksud Rangga apa?” Sambungnya.

“Iya bener kamu gampang diculik. Kamu ingat sebulan yang lalu? Kamu mau mau aja aku ajak keliling keliling setelah selesai bekerja? Dan lucunya kamu nurut nurut saja”

Rangga menyeringai setelah menjelaskan hal tadi. Kini ia mendapati pipi yang memerah dari pipi gembil Stevan.

Stevan seketika memukuli dada bidang Rangga yang terbalut dengan kaos hitam.

“Diem, aku maluu.”

Rangga tertawa kecil dan terlihat sangat puas melihat tingkah dari Stevan.

“Ok, terus mau cerita apalagi dokter manis?” Spontan tatapan Rangga kembali serius.

Stevan mencemberutkan bibirnya. Memang ia masih dipengaruhi alkohol, tetapi entah kenapa jika dirinya sudah bersama Rangga akan seperti tidak terlihat jika dipengaruhi alkohol.

“Evan juga setiap periksa kandungan ibu hamil, terkadang aku juga merasa iri.. Aku juga ingin hamil dan aku juga ingin merasakan mengurus anak” Stevan menundukan kepalanya dan mengelus elus perut ratanya.

Rangga terpaku di saat mendengar itu.

Sena POV image


Aku menidurkan tubuhku diatas sofa yang berada disamping ranjang.

“Lu aja yang dikasur sen”

Aku yang mendengar hal itu langsung sedikit mengangkat kepala dan menyerengitkan dahi sembari menatap Revi.

“Gapapa, hitung hitung bayaran lu udah pinjami hoodie lu buat gue tadi.” Balas ku, kemudian aku membaringkan tubuhku lagi.

“Kalau gitu kita berdua aja ya di sofa?”

Selang berapa detik aku mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Revi, tiba tiba saja aku merasakan Revi tidur diatas badan ku.

ajg lo vi, lo berat su

“Akkh lu berat brengsek.” Setelah mengumpat di dalam hati, kini aku mengumpat langsung di depan orangnya.

Dengan cepat aku menggeser badan ku agar aku memberi sedikit ruang untuk Revi.

Setelah aku menggserkan badan ku, tiba tiba saja pinggang ku merasakan kedua tangan Revi dilingkarkan. Aku tidak risih dengan apa yang dilakukan oleh Revi. Justru aku sangat suka.

Dengan suasana lampu kamar yang sudah padam, sekarang hanya ada kegelapan dan kehangatan yang ada.

Terbesit dipikiran ku untuk menanyakan kelanjutan cerita yang kemarin tidak sempat diceritakan.

“Jadi?” Aku menanyakan nya sambil menatap kedua netra Revi dalam gelap.

“Apa yang jadi?” Tanya Revi sembari menenggelamkan wajahnya pada leher ku.

“Lanjutan yang dimobil tadi? Kan janjinya masuk rumah dulu baru lu kasih tau”

Aku mencemberutkan bibir dan berharap Revi tidak melihat dengan jelas apa yang aku lakukan, sebab jika dia melihat jelas apa yang aku lakukan sekarang, bisa saja dia mencubit pipi ku atau mengatai aku dengan pujian gemas dan yang lainnya.

“Oohh hahaha”

“Mau dengar dulu version nya?” Tanya nya padaku.

Aku mengangguk anggukan kepala ku tanda menyetujui nya.

“i did, but that was then velyna maretha. I already love someone else, and I’m going to confess, so I hope you don’t butt in”

Aku yang mendengar itu segera mengeratkan kedua tangan ku yang mengunci pergerakan pinggang Revi.

“Mau tau ga siapa yang bakal gue konfesin?”

“Siapa?” Jawab ku. Karena sebenarnya aku juga penasaran siapa orang yang akan dinyatakan perasaannya oleh Revi.

Kedua netra ku tiba tiba saja membulat disaat Revi mendekat ke arah pendengaran ku.

“Ada deh.” Bisiknya.

Aku sontak mendorong jatuh Revi dari sofa lalu bergegas berjalan ke ranjang single punyaku.

“Ngeselin banget!”

Sena POV

image


Aku menidurkan tubuhku diatas sofa yang berada disamping ranjang.

“Lu aja yang dikasur sen”

Aku yang mendengar hal itu langsung sedikit mengangkat kepala dan menyerengitkan dahi sembari menatap Revi.

“Gapapa, hitung hitung bayaran lu udah pinjami hoodie lu buat gue tadi.” Balas ku, kemudian aku membaringkan tubuhku lagi.

“Kalau gitu kita berdua aja ya di sofa?”

Selang berapa detik aku mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Revi, tiba tiba saja aku merasakan Revi tidur diatas badan ku.

ajg lo vi, lo berat su

“Akkh lu berat brengsek.” Setelah mengumpat di dalam hati, kini aku mengumpat langsung di depan orangnya.

Dengan cepat aku menggeser badan ku agar aku memberi sedikit ruang untuk Revi.

Setelah aku menggserkan badan ku, tiba tiba saja pinggang ku merasakan kedua tangan Revi dilingkarkan. Aku tidak risih dengan apa yang dilakukan oleh Revi. Justru aku sangat suka.

Dengan suasana lampu kamar yang sudah padam, sekarang hanya ada kegelapan dan kehangatan yang ada.

Terbesit dipikiran ku untuk menanyakan kelanjutan cerita yang kemarin tidak sempat diceritakan.

“Jadi?” Aku menanyakan nya sambil menatap kedua netra Revi dalam gelap.

“Apa yang jadi?” Tanya Revi sembari menenggelamkan wajahnya pada leher ku.

“Lanjutan yang dimobil tadi? Kan janjinya masuk rumah dulu baru lu kasih tau”

Aku mencemberutkan bibir dan berharap Revi tidak melihat dengan jelas apa yang aku lakukan, sebab jika dia melihat jelas apa yang aku lakukan sekarang, bisa saja dia mencubit pipi ku atau mengatai aku dengan pujian gemas dan yang lainnya.

“Oohh hahaha”

“Mau dengar dulu version nya?” Tanya nya padaku.

Aku mengangguk anggukan kepala ku tanda menyetujui nya.

“i did, but that was then velyna maretha. I already love someone else, and I’m going to confess, so I hope you don’t butt in”

Aku yang mendengar itu segera mengeratkan kedua tangan ku yang mengunci pergerakan pinggang Revi.

“Mau tau ga siapa yang bakal gue konfesin?”

“Siapa?” Jawab ku. Karena sebenarnya aku juga penasaran siapa orang yang akan dinyatakan perasaannya oleh Revi.

Kedua netra ku tiba tiba saja membulat disaat Revi mendekat ke arah pendengaran ku.

“Ada deh.” Bisiknya.

Aku sontak mendorong jatuh Revi dari sofa lalu bergegas berjalan ke ranjang single punyaku.

“Ngeselin banget!”

Sena POV

image


Langit semakin gelap, angin sudah bertiup kencang dari berbagai arah. Hawa pun yang pastinya sudah terasa dingin. Aku berusaha memeluk badanku sendiri untuk setidaknya mengurangi rasa dingin yang aku rasakan.

“Nih pakai”

Tiba tiba saja Revi memberikan hoodie nya padaku.

“Lu?” Aku bertanya balik padanya.

“Gua ga dingin, lu aja yang pakai.” Revi menimpali pertanyaan ku dengan cepat.

Kemudian kami memutuskan untuk untuk berhenti, sebab aku ingin memakai hoodie yang diberikan oleh Revi. Hitung hitung hargai usaha dia agar aku tidak kedinginan.

Ih ini hoodie nya kebesaran.. Gue nya jadi keliatan kecil banget kali ya disamping Revi?

“Dah”

Bukannya tidak mau berekspetasi lebih, tetapi terlihat Revi menatapku dengan penuh rasa gemas.

Nasib punya badan kecil dari Revi begini deh..

Kemudian kami berdua melanjutkan berjalan lagi. Aku merasakan disetiap langkah demi langkah hawa nya semakin dingin. Dengan spontan, terbesit dipikiran untuk mengenggam tangan Revi dengan erat lalu memasukannya ke dalam hoodie.

“Gue tau lo juga merasa dingin.”


Ingin tahu

Untungnya kami berdua memilih untuk pulang lebih awal. Sebenarnya aku masig ingin menghabiskan banyak waktuku ditaman bersama Sena. Tetapi ia memaksaku pulang.

Sekarang langit sedang menurunkan ribuan juta tetes air di daerah yang kami tinggal.

Hawa di mobil benat benar dingin, Sena mengembalikan hoodie ku dan lebih memilih memakai selimut yang ku simpan di mobil.

“Padahal gua masih mau mau ngabisin waktu bareng lu ditaman.” Tutur Revi seraya melepaskan satu tangan dari stir mobil lalu kemudian mengenggam tangan ku dengan lembut.

“Nantilumasukangin” balas ku sengaja dengan cepat.

“Hah?”

“Apa?” Tanyaku.

“Tadi Sena bilang apa? Nanti gua apa?” Tanya Revi padaku.

Budeg banget si lu jadi orang

“Apasig mana ada gua ngomong?” Balasku menolak untuk memperjelas apa yang baru ku katakan tadi.

Selang berapa menit, kami sudah sampai di depan rumah ku.

“Sudah sampai nih” Tutur Revi.

Aku menundukan kepala ku lalu terdiam cukup lama.

Ok, bakal gue tanyain sekarang juga.

“Lu..”

“Gua apa?” Tanya Revi

“Lu bakal konfes ke cewe waktu itu?” Tanyaku sambil memainkan jari jemari ku.

Aku sangat berusaha memberanikan untuk menanyakan hal ini.

“Kenapa lu mikir gua bakal konfes ke Lyna?”

“Gue minta maaf waktu itu dicafe gua main lari aja, gue minta maaf juga udah dengar perbincangan lu sama lyna, tapi gua dengar Lyna itu cinta pertama lu?” Tanya ku sembari sedikit mendongakkan kepala lalu menatap kedua netra Revi.

“Iya dia cinta pertama gua waktu SMP.”

Setelah mendapati jawaban itu, aku menundukkan kepala ku lagi.

“Anu.. gue juga dengar lu masih suka sama dia. Jadi maksud lu, waktu Valentine itu lu bakal konfes ke dia?” Tanyaku setelah itu aku menggigit bibirku.

“Memang lu dengar sampai mana waktu di kafe itu?” Setelah melontarkan pertanyaan itu, Revi terkekeh.

“Itu dia minta maaf trus nanya lu masih cinta sama dia atau engga, trus lu jawab i did” Aku merendahkan volume nada bicaraku.

Sontak telapak tangan Revi mengelus rambutku kebelakang dengan lembut.

“Ya ampun makanya kalau mau nguping tuh jangan setengah setengah”

“Ih jangan ketawa! Gue malu tau” Aku berdecak kesal lalu memukul lengan Revi.

“Masuk dulu yuk kerumah, entar baru gua jelasin. Kasian bensin mobil gua”

image


tw // mention of alcohol , dibunuh , male pregnant


Rangga menutup pintu kamar Stevan sembari memikul lengan Stevan.

“Rangga kenapa sih masih peduli sama evan?” Stevan menanyai dengan nada ngelantur. Dirinya melepaskan rangkulan yang diberikan oleh Rangga, lalu ia berdiri persis dihadapan Rangga.

Sial, lo lagi mabuk aja tetap lucu

“Kita bicaranya di atas kasur aja ya evan, evan anak baik kan? Evan masih mengerti sama yang Rangga ucapin kan?” Rangga memegangi kedua pundak Stevan sembari menatap kedua netra Stevan yang terlihat sayu.

Stevan mengangguk, “Huum, Stevan anak baik! Stevan juga mengerti sama apa yang Rangga ucapin tadi.” Sambungnya.

Rangga memperlakukan Stevan seperti pasien anak yang biasa ia periksa di rumah sakit. Tujuannya adalah agar Stevan bisa menceritakan masalah apa yang ia alami hari ini.

“Tapi evan boleh cium rangga ndak? Evan juga mau di gendong sama rangga, evan juga mau di treat like a prince sama Rangga”

Stevan memegangi tangan Rangga lalu mengayunkannya ke atas dan kebawah.

“Iyaa evan cantik. Boleh kok.” Tangan kiri Rangga menyingkirkan surai hitam yang menutupi dahi Stevan.

“YEAYYY!!!”

Stevan seketika menghentak hentakan kakinya setelah menerima jawaban dari Rangga. Rangga melihat hal itu merasa sedang bekerja di rumah sakit yang sedang menangani pasien anak.

Demi Tuhan lo beneran menggemaskan sekali van

“Sekarang gendongg” Stevan mencemberutkan bibirnya lalu melingkarkan kedua tangannya pada leher Rangga.

“Ok. Tapi habis ini Stevan harus jujur sama Rangga ya? Stevan harus ceritain semua masalah yang Stevan alami hari ini, oke?”

“Iyaa.” Jawab Stevan dengan memasang senyumannya.

“Good boy.”

Rangga melingkarkan kedua tangannya pada sekitar paha Stevan, lalu mengangkatnya dan menggendongnya ke kasur Stevan kemudian menaruh badan mungil Stevan tepat di sampingnya.

“Ok sekarang ceritain dong Stevan punya masalah apa?”

Biasanya orang yang dipengaruhi alkohol akan berkata jujur saat ditanyai karna kesadarannya menghilang selama dipengaruhi alkohol tersebut.

Bukannya menjawab pertanyaan Rangga, Stevan malah berpindah tempat ke atas paha Rangga dan kini masing masing kedua netra mereka saling bertatapan.

Rangga tersenyum melihat badan mungil yang berada dihadapannya.

“Ayo cerita”

“Evan hari ini mendapatkan masalah yang cukup rumit..”

“Terus?”

Stevan menatap kedua netra sang dominan dengan perasaan ingin menangis lagi.

“Ayah evan di luar negeri di tembak mati, pelakunya belum ditemukan.. Evan ingin menghampiri ayah disana tapi keluarga dari ayah tidak memberiku izin padahal evan sangat ingin bertemu dengan ayah”

Tak lama kemudian tangisan Stevan pecah. Rangga sangat terkejut mendapati sang submissive yang dihadapannya menangis lagi.

“Kenapa Stevan dilarang bertemu dengan ayah? Alasannya apa?” Rangga menatap wajah Stevan dan berharap mendapati jawaban darinya.

“Kata mereka evan lemah, kata mereka juga evan gampang diculik orang baru. Mereka khawatir jika evan pergi ke negara itu takut makin menjadi masalahnya”

Rangga mendengar penjelasan dari Stevan agak sedikit terkekeh. “Mereka bener kok.”

Stevan mengucek kedua matanya, “M-maksud Rangga apa?” Sambungnya.

“Iya bener kamu gampang diculik. Kamu ingat sebulan yang lalu? Kamu mau mau aja aku ajak keliling keliling setelah selesai bekerja? Dan lucunya kamu nurut nurut saja”

Rangga menyeringai setelah menjelaskan hal tadi. Kini ia mendapati pipi yang memerah dari pipi gembil Stevan.

Stevan seketika memukuli dada bidang Rangga yang terbalut dengan kaos hitam.

“Diem, aku maluu.”

Rangga tertawa kecil dan terlihat sangat puas melihat tingkah dari Stevan.

“Ok, terus mau cerita apalagi dokter manis?” Spontan tatapan Rangga kembali serius.

Stevan mencemberutkan bibirnya. Memang ia masih dipengaruhi alkohol, tetapi entah kenapa jika dirinya sudah bersama Rangga akan seperti tidak terlihat jika dipengaruhi alkohol.

“Evan juga setiap periksa kandungan wanita hamil, terkadang aku juga merasa iri.. Aku juga ingin hamil aku juga ingin merasakan mengurus anak” Stevan menundukan kepalanya dan mengelus elus perut langsingnya.