Cuplikan Masa Lalu
Wildan POV
Makanan yang dipesan Zaidan untuk gue sudah habis, dimakan bersama sampai tidak menyisakan satupun. Sengaja, selama makan berlangsung gue gak mulai membicarakan topik dengan judul permintaan maaf.
Setelah dirasa semua sudah dibereskan; pun sampah-sampah makanan sudah dibuang, kini saatnya gue memulai topik yang sangat sensitif. Topik yang dimana mengungkapkan rasa kesalahan gue selama tiga hari.
“Zaidan, maafin aku ya? Maaf kalau kemarin kesannya aku kayak anak kecil banget, yang gamau dengerin kamu bercerita terlebih dahulu. Aku merasa bersalah..” Gue mengulum senyum, menunduk karena merasa menyesal telah mengambil tindakan yang mungkin bikin Zaidan bingung.
“Dan, maaf kalau kamu cemburu saat aku berduaan sama Kak Naren. Jujur kemarin aku tersulut emosi sampai gabisa mengekspresikan didepan kamu, Zaidan..”
“Semoga kamu mengerti.” Gue mulai mengenggam kedua telapak tangan Zaidan, menatap wajahnya lamat-lamat seolah mengatakan gue menyesali apa yang telah gue perbuat.
“Nooo, kamu gak salah!” Zaidan melepas paksa genggaman yang gue berikan, memeluk tubuh gue dengat begituu erat. “Aku yang harusnya minta maaf karena gak sempet menceritakan kenapa aku bisa ciuman dengan Rona sesama SMP..”
Gue menelan saliva dengan kasar. “Kalau kamu mau cerita, ceritain aja. Aku gamau ada salah paham lagi diantara kita, sayang.” Gue perlahan mengelus pucuk kepala sang empu, tak sesekali gue mencium bekas elusan itu.
“Waktu itu saat kelulusan SMP, malamnya aku minum banyak sampai gak sadarkan diri bersama teman sepenongkrongan.” Zaidan bercerita, menyamankan senderannya pada dada gue; membuat gue memberi wadah agar Zaidan leluasa untuk menyender dengan nyaman.
“Terus?”
“Yaudah, aku gak sadarkan diri sampai bisa ciuman sama Rona.. Maafin aku ya karena sebelumnya gaada cerita tentang ini,” Zaidan mulai menenggelamkan wajahnya, mengeratkan pelukan yang tertaut pada pinggang ramping gue. Melihat hal itu membuat gue sedikit terkekeh, sebab Zaidan diwaktu bersamaan ternyata bisa juga menjadi menggemaskan.
“Ah, gitu ya? Permintaan maaf mu, ku terima manis. Lagipula itu kejadian masa lalu, tAPIII..” Gue mulai meninggikan nada suara diakhir kalimat, sembari sedikit menunduk gue melanjutkan kalimat yang sempat terpotong.
“Kamu nakal juga ya, masih SMP tapi udah berani minum-minum.” Ujar gue memakai nada seperti emak-emak yang sedang memarahi anaknya.
“Jangan marahin aku, aku kan sekarang udah gede! Gausah ungkit-ungkit masa lalu ih, waktu itu aku kan masih menjadi remaja polos dan masih labil.” Cibir Zaidan yang diakhiri cemberutan kecil.
“Gemes banget marahnya” gue menekan kedua pipi Zaidan agar kedua belah bibirnya makin maju, lalu gue kecup bibir itu dengan rasa gemas.
“Kamu homo banget!”