scubepid

tw // mention of clown circus, part horror, aku saranin bacanya jangan di malam hari kalau takut 👍

image


Hari sudah malam, terlihat tempat sirkus sudah hampir sepi. Heeseung mungkin sudah berdiri hampir satu jam menunggu kak Sarah balik dari toilet.

“Aish, kak sarah mana sih?” Tanya Heeseung pada dirinya sendiri.

'Apa gue cari aja kali ya sendiri ke dalam sirkus?'

Merasa sudah yakin dengan kata hatinya, kini Heeseung melangkahkan kedua kakinya masuk kembali ke kawasan sirkus untuk mencari Sarah.

Kedua mata Heeseung tak lepas dari satu sisi ke sisi. Bahkan ia mencari Sarah menggunakan mata elang nya agar menemukan kakaknya itu.

Kak sarah mana sih? Perasaan tadi janjinya tuh ketemuan di parkiran loh? Bahkan sirkus sudah selesai udah hampir setengah jam yang lalu dan gue udah nunggu kak Sarah di parkiran udah hampir satu jam.

Dia berjalan melewati tiap tiap toko souvenir yang sudah hampir seluruhnya tutup. Tak sesekali juga ia menanyakan penjaga toko, dan menanyakan apakah lihat Sarah lewat sini atau tidak. Dan pastinta ia sertakan ciri ciri bentuk dari kak sarah.

'Waduh dek, saya tidak lihat perempuan yang kamu maksud.'

“Ohh gitu ya bang? Makasih ya bang.

Begitulah kira kira setiap ia menanyakan kak Sarah pada abang abang pemilik toko souvenir dikawasan sirkus.

Dengan perasaan gelisah dan takut, ia tetap memaksakan dirinya untuk mencari Sarah. Yang ia takuti adalah jadual jam kereta terakhir di malam ini mereka berdua lewatkan. Kalau sudah begitu, mereka pulang pakai apa? Mengingat sirkus ini diadakan jauh sekali dari kota, pasti sangat susah menemukan transportasi umum.

Tak sadar, kedua kaki Heeseung kembali membawanya ke tenda pertunjukan sirkus yang tadi ia lihat bersama kak sarah. Keadaan nya sudah sangat sepi dan didalamnya hanya terlihat cahaya lampu yang terlihat ingin redup.

Heeseung terdiam tepat beberapa meter dari pintu masuk tenda sirkus itu. Dirinya seketika teringat apa yang Jake ceritakan tentang masa kelam dari sirkus ini.

Heeseung mengernyitkan dahinya, dirinya masih bertanya tanya tentang dimana keberadaan Sarah saat ini.

Heeseung menelan saliva nya secara kasar. Bahkan dirinya spontan ingin sekali masuk dan menyusuri tiap tiap sisi tenda sirkus itu hanya untuk mencari Sarah.

Apakah kak sarah berada didalam tenda itu? Atau bisa bisa ternyata ia ketiduran didalam tenda sirkus itu? Jika gue masuk ke dalam, apa diperbolehkan? Mengingat hari sudah semaki larut, dan gue takut ketinggalan jam kereta..

Heeseung terdiam sembari menatap pintu tenda sirkus dengan tatapan penasaran.

Tiba tiba saja kedua matanya menangkan sekelebat cahaya pada dalam tenda sirkus itu.

Sontak lamunan Heeseung buyar begitu saja ketika kedua matanya melihat cahaya yang berada didalam tenda sirkus itu.

Heeseung tidak bergeming sedikit pun melihat kejadian itu. Justru ia saat ini ingin sekali rasanya lari menjauhi tenda tersebut agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan.

Heeseung menghempaskan kasar nafasnya. Ia menunduk dan memejamkan matanya.

Saat Heeseung mendongak dan matanya terbuka, alangkah terkejutnya tepat di ambang pintu masuk tenda tersebut hadir seorang badut sirkus dengan make up ala badut sirkus sembari menatap kosong kearah Heeseung.

Sontak Heeseung terkejut melihat hal itu. Sebab, kedua mata dari badut tersebut bolong disertai kedua pipinya dipenuhi oleh bekas darah yang mengalir dari kedua matan bolongnya.

Badut sirkus itu secara perlahan memperlihatkan senyum lebarnya, dan sedikit demi sedikit gigi taring panjang dan terlihat tajam.

Heeseung yang melihat hal itu langsung membeku. Dirinya saat ini rasanya ingin berlari saja meninggalkan tempat sirkus ini. Tapi nihil, gerak saja pun susah. Apalagi ia berlari meninggalkan tempat ini.

T-tuhan..

Heeseung menyeka air mata yang turun dari kedua matanya. Dirinya takut dengan apa yang ia lihat sekarang.

Ternyata benar ya apa yang dijelaskan oleh Jake.. Hantu badut Jeongseong ternyata benar adanya..

“Selamat datang di sirkus The Astley. Silahkan masuk dan menikmati pertunjukannya!” Tutur badut itu sembari menatap seram menggunakan lubang tempat kedua matanya itu ke arah Heeseung.

Heeseung yang mendengar itu langsung menutup kedua telinganya, dan mengambil ancang ancang untuk berteriak.

“Silahkan masuk, acara sudah ingin dimulai”

“TIDAKKKKK!”

'BRUKKKKK'

Seketika pandangan Heeseung gelap. Dan sepertinya ia tidak sadarkan diri untuk sementara akibat kejadian bertemu dengan si hantu badut sirkus the astley.

image


Malam pun tiba, kini Riki terlihat sedang asyik menonton film aksi kesukaannya. Ia menonton film itu sembari duduk diatas kasur. Dirinya sedari tadi tidak memperhatikan Sunoo. Yang ia tahu Sunoo sedari tadi hanya bermain dengan bola plastik warna warni miliknya di atas tikar yang terpasang diatas lantai kamar kosannya.

Saat sedang asyik memperhatikan alur yang berjalan difilm itu, tiba tiba saja dengan polosnya Sunoo berjalan menuju tepat didepan TV. Ia menghalangi Riki yang sedang asyik menonton.

Sunoo menggerakan ekor panjangnya dan dibarengi gerakan kedua telinganya itu. Kedua matanya membesar seolah dia baru melihat benda itu menayangkan gambar yang bergerak.

Riki yang merasa terhalangi, berusaha memiringkan kepalanya agar bisa melihat tayangan film di TV.

Onuu jangan berdiri didepan TV juga.. Gue mau nonton apaan? Nontonin ekor lo yang bergerak, hah?

Setelah seperseken, Riki merasa sudah lelah dan  harus bersabar kembali, Riki memutarkan kedua bola matanya serta menghela nafas kasar.

“Onuu kalau nonton tuh jangan deket deket ih.” Tegas Riki sembari menarik lengan Sunoo yang dimana ia sedang menonton TV tepat dihadapan TV itu.

'Meoww'

Sunoo mengeong dan kedua matanya masih terfokus menatap layar TV, sedangkan Riki berusaha menarik paksa lengan Sunoo untuk menjauhi layar TV.

“Onuu kalau nonton TV tuh jangan deket deket dong. Nanti matanya sakit loh.” Bujuk Riki dengan nada kesal.

'Meowww!'

Sunoo bukannya menurut apa yang Riki ucapkan, malah menarik paksa lengan miliknya agar genggaman yang diberikan oleh Riki terlepas.

Riki kembali menghempas nafasnya dengan kasar. Sebab ia tidak mau film kesukaannya habis cuma gara gara dihalangi oleh Sunoo. Tiba tiba saja terbesit dalam pikiran Riki untuk menarik paksa dengan cara menggendongnya.

“Onu kali ini harus nurut ya. Jangan bandel kalau dibilangin.” Tegas Riki sembari melingkarkan kedua tangannya tepat dipinggang ramping Sunoo. Kemudian ia menggendong nya keatas kasur.

Sunoo yang merasakan dirinya diperlakukan seperti itu, dirinya mengeong dengan nada keras dan kedua tangannya bergerak kedepan seperti mengisyaratkan tidak mau dijauhi dari layar TV.

'MEOWWWW! MEEEOOOWWW!”

Sunoo berteriak dengan suara meongnya dibarengi cemberutab pada bibirnya seperti tidak terima ditarik paksa oleh Riki.

“Kamu gaboleh teriak teriak gitu ah, ini udah malem. Tetangga udah pada tidur. Mending nonton sambil aku pangku.” Jelas Riki sembari memosisikan badan mungil Sunoo diatas pangkuannya.

'Meow!'

Sunoo mengeong sembari menunjuk ke arah layar TV. Seolah dirinya mengatakan ingin kembali menonton tepat didepan layar TV lagi.

“Gaboleh.” Ujar Riki dengan nada cepat dan datar.

'Meowwww!'

Sunoo mengernyitkan dahinya yang dibarengi oleh cemberutan pada bibir merahnya. Ia juga mempercepat tempo pergerakan pada ekor panjangnya serta kedua telinga kucingnya.

Riki yang melihat hal itu menjadi tidak tega untuk menaikan intonasi suaranya pada Sunoo.

Riki menarik nafas dan perlahan dihembuskan. “Sayang, denger aku. Gabaik nonton TV dekat dekat begitu. Nanti matanya sakit mau?” Jelas Riki dengan suara yang lembut. Kemudian ia mencubit kedua pipi gembil Sunoo dengan gemas.

'Mweoeeww..'

Sunoo mengeong dengan nada ngelantur disaat kedua pipi gembil nya dicubit oleh Riki.

“Apa, kitten?” Tanya Riki sembari menatap tajam ke sang lawan bicara.

Sunoo menatap balik ke Riki dengan tatapan kekesalannya. 'Meow!' Tegasnya sekaligus mengernyitkan dahinya.

“Apa? Lepasin? Gamau. Ini tuh hukuman buat kamu yang gabisa dibilangin!” Ledek Riki sambil menyeringai.

Setelah beberapa detik yang dihabiskan untuk saling menatap, tak sengaja Riki melirik sedikit ke arah TV yang ternyata film aksi yang ia nonton tadi ternyata sudah selesai penayangannya. Karena merasa jengkel akan hal itu, ia melepaskan cubitan yang ia berikan pada kedua pipi gembil Sunoo.

Terlihat Riki memasang wajah kesal karena film aksi yang ia sukai sudah habis. 'Gara gara si Onu gue jadi gatau kan ending dari film itu gimana..'

'Meow?'

Tanya Sunoo sembari memiringkan kepalanya dan menatap Riki dengan memasang wajah bingung.

“Gapapa sayang. Udah mending kita tidur yuk? Besok aku masuk kerja pagi.” Jelas Riki yang dibarengi mematikan TV menggunakan remot.

Sunoo yang menyadari TV itu dimatikan oleh Riki, langsung meracau seperti tidak terima TV nya dimatikan oleh Riki.

'MEOW, MEONG?!'

Sunoo reflek berteriak, kemudian menunjuk ke layar TV.

“Apa? Sudah malam, kitten. Besok lagi ya kalau mau nonton TV.” Riki menimpali meongan Sunoo dengan nada yang begitu pelan.

Sunoo tidak menjawab apa yang dilontarkan Riki. Justru dirinya hanya menatap sang empu dengan tatapan kekesalannya.

“Apa? Ini udah malem loh” sahut Riki sembari memegang erat remot TV, lalu diumpetinya tepat dibelakang badannya agar Sunoo tidak bisa merebut paksa remot TV itu.

'Meoongggg, meoonggg!'

Sunoo mencemberutkan bibirnya sembari mengeong dengan nada kesal. Mungkin kali ini ia sangat ingin tahu tentang cara kerja TV tersebut.

'MEOONGGGG!'

Sunoo menggoyangkan lengan Riki yang dibarengi rengekan kecil.

'Meooowww, meoowww.'

Riki yang mendengar hal itu langsung memutarkan kedua bola matanya. Entah kenapa seketika ia merasa kesal mendengar Sunoo yang sedari tadi nyerocos tanpa henti.

Riki menghela nafas kasar kesekian kalinya. Tak berpikir panjang, ia langsung menyalakan TV-nya, kemudian mengganti saluran channel disney yang kebetulan sekali sedang menayangkan kartun winnie the pooh. Sunoo pun sontak melihat ke arah depan layar TV yang menyala.

Sunoo seketika kedua netranya membulat besar, serta ia memeluk kedua dengkulnya. Terlihat ia sangat memperhatikan setiap alur yang berjalan dalam serial kartun winnie the pooh itu.

Tidak ada pembicaraan antara Riki dan Sunoo selama penayangan.

Riki yang menyadari hal itu langsung menepuk pundak Sunoo dengan maksud apakah dia menikmati kartun tersebut atau tidak.

Riki menepuk pundak Sunoo. “Kamu suka sama kartun winnie the pooh?” Tanya Riki yang berusaha melihat wajah Sunoo.

Sunoo tidak bergeming sedikit pun. Riki yang melihat hal itu, langsung menatap wajah Sunoo dengan cepat.

“Onu kamu-”

Perkataan Riki terputus saat ia melihat Sunoo ternyata sudah tertidur pulas sembari kepalanya ditumpu pada dengkulnya, lalu kedua tangannya memeluk kedua betisnya.

Lah tidur dong.. Hahaha gemasnyaa.

Riki menggelengkan kepalanya karena lucu saja yang tadinya Sunoo ribut ingin sekali menonton TV, malah tertidur disaat ditayangkan kartun winnie the pooh.

Riki kemudian melingkarkan kedua tangan tepat pada pinggang ramping Sunoo, lalu sedikit mengangkatnya dan membawanya dengan maksud untuk menidurkannya.

Kenapa ya aku gabisa kasar sama kamu? Bahkan aku aja gaberani ngomong 'gue-lo' sama kamu noo..

Riki menaruh kepala tepat pada bantal tebal, kemudian ia mematikan TV-nya dengan remot TV.

Walaupun kamu rewel banget sama hal hal yang baru kamu lihat, seenggaknya aku mau ajarin kamu noo tentang hal itu. Kamu terlalu gemas untuk aku marahi. Padahal, kita baru saja bertemu sejak kemarin kan? Entahlah. Aku sangat pusing sama yang sebenarnya terjadi.

_Jikalau kedepannya ada yang menyakitimu, aku siap siap saja untuk membela mu. Dengan catatan kamu tidak salah. Entah kenapa semenjak ada pesan misterius itu, aku merasa akan ada sesuatu hal yang tidak terduga yang terjadi padamu, Sunoo.

Tetapi sebisa mungkin aku akan menjagamu.

Riki menatap Sunoo yang tertidur pulas sembari mengusap usap pucuk kepala Sunoo, kemudian mengecupnya.

'Cup'

“Sleep well manis.”

cw // ambigu word.

image


Sunoo memainkan pensil warna diatas selembar kertas. Ia menggerakan tangan kanan nya, kemudian membuat bentuk pola abstrak. Seperti bentuk garis, lingkaran, pokoknya semua menjadi satu.

Sunoo tersenyum dan mengeluarkan gelak tawanya. Seolah ia sangat senang bisa melakukannya. Walaupun masih ditahap belajar. Ia pun menggerakan ekor panjangnya ke sembarang arah begitupun dengan kedua telinga kucingnya.

'Meowww..'

Riki yang melihat hal itu, hanya tersenyum. Dirinya membiarkan Sunoo menggambar apa saja sesuai imajinasinya.

Setelah cukup puas menggambar, Sunoo dengan percaya dirinya menunjukan gambar yang dibuatnya pada Riki.

'Meow?'

Sunoo mengeong, membesarkan kedua matanya, serta memiringkan kepalanya dihadapan Riki.

Riki menatap wajah Sunoo, seperti paham apa yang Sunoo isyaratkan. Kemudian Riki tersenyum lebar karena berusaha mengapresiasi apa yang sudah digambar oleh Sunoo.

“Good job boy. Aku apresiasi apa yang kamu gambar. Kali ini aku akan ajarin kamu gambar dasar layaknya pemula.”

'Meow?'

“Sini kamu duduk dipangkuan ku, nanti aku arahin tangan mu untuk menggambar untuk pemula.” Sambung Riki.

Sunoo menggerakkan kedua telinganya dan memasang raut wajah tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Riki.

Harusnya kamu paham sih apa yang gue bicarain..

Riki memutarkan kedua bola matanya dan menghela nafas kasar karena emang harus membutuhkan ekstra sabar mengajarkan Sunoo.

“Sini.” Perintah Riki yang diiringi meraih lengan kanan Sunoo dan menariknya agar Sunoo bisa duduk dipangkuannya.

Seolah paham apa yang Riki maksud, Sunoo pun langsung berpindah posisi ke pangkuan Riki, dan mencari posisi yang nyaman.

Riki yang merasakan kedua pahanya dijadikan tempat pangkuan untuk Sunoo, seolah merasa salah besar. Sebab, tiba tiba saja harus menahan benda miliknya agar tidak menegang.

Salah besar gue suruh Sunoo duduk dipangkuan gue..

Setelah Sunoo mendapati posisi yang menurutnya nyaman, kini ia sedikit menoleh ke belakang untuk memastikan kalau yang dilakukannya sudah benar.

'Meow?'

Sunoo bertanya dan wajahnya seolah mengatakan kalau yang dilakukannya apakah sudah benar?

Riki mengangguk, “Iya sudah benar. Good boy.” Riki mengusak surai yang ada dihadapannya dengan gemas.

“Ok, kalau begitu kita mulai ya. Kamu pilih satu pensil warna apa aja deh.. Karena ini awal, aku gak nuntut banyak banyak.” Jelas Riki sembari melirik ke arah ke depan meja lipat yang diatasnya dipenuhi kertas dan pensil warna.

Sunoo menolehkan kepalanya ke depan meja, dan menatap apa yang ada dihadapannya.

“Ayo ambil sayang.”

'Meoww.'

Sunoo mengambil asal satu pensil warna berwarna hitam menggunakan tangan kanannya. Setelah mengambil, ia langsung menoleh ke belakang, dan menunjukkannya ke Riki.

'Meow?'

Riki kembali tersenyum, “Iyaa sayang, akhirnya kamu sedikit demi sedikit paham sama apa yang aku arahkan.” Puji Riki sembari kembali mengusak rambut Sunoo.

“Ayo kita mulai gambar.” Ajak Riki sembari memegang tangan kanan Sunoo lalu didaratkannya ke atas selembar kertas HVS yang berbentuk landscape diatas meja lipat.

Sunoo dengan semangat, dirinya kembali menatap meja lipat yang ada dihadapannya.

Riki menggerakan secara perlahan tangan Sunoo yang memegang erat pada pensil warna. Lalu membuat pola empat garis miring secara perlahan dan secara sebelahan. Setelah itu membuat setengah lingkaran ditengah tengah diantara dua garis berlawanan arah. Ya, apalagi kalau tidak menggambar dua gunung ditengah tengahnya ada matahari.

Sunoo hanya menurut saja, dirinya membiarkan tangannya menari nari diatas selembar kertas yang digerakkan oleh Riki.

Disaat sedang fokus menggambar, secara tidak sadar tangan kiri Riki sudah bertengger di pinggang ramping Sunoo (seperti sabuk pengaman yang ada dimobil buat perut). Riki mengeratkan pelukannya itu, seolah memberikan tempat duduk yang nyaman dan aman bagi Sunoo. Sunoo yang merasakan hal itu tidak mempermasalahkan nya.

beberapa menit kemudian gambarannya pun sudah jadi dan sudah diberi warna. Memang hasilnya tidak sebagus apa yang Riki gambar. Sebab Sunoo memegang pensil nya saja masih kaku. Apalagi jika tidak diarahkan oleh Riki. Pasti gambarnya akan lebih berantakan atau bahkan tidak berbentuk.

“Nahh sudah jadi nih gambarnya. Kamu suka?” Tanya Riki tepat di indra pendengar milik Sunoo.

'MEOWWW!'

Sunoo berteriak sembari buru buru mengambil hasil gambarannya itu.

Dirinya memandangi gambaran itu, lalu tersenyum seolah mengartikan puas dengan hasil apa yang digambar. Kemudian Sunoo menggerakang kedua telinganya dibarengi memeluk hasil gambar itu.

'Meow..'

“Kamu beneran suka ya berarti? Yaudah nanti dipajang ya pakai bingkai agar tidak hilang.” Jelas Riki sembari mengelus surai hitam milik Sunoo.

Sunoo menoleh ke belakang dan dengan cepat melingkarkan kedua tangannya tepat dipinggang Riki, lalu ia mengeratkan pelukannya seolah mengatakan terima kasih sudah mengajarkannya gambar.

Tuhan.. Kenapa Sunoo sangat menggemaskan? Gue harap dia bisa ngomong deh secara perlahan di kemudian hari..

'Meoww, meoww!'

Sunoo mengeong lalu menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Riki yang terbalut dengan baju. Walau Riki tak mengerti apa yang diucapkan oleh Sunoo, dirinya berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh Sunoo.

“Iyaa sama sama sayang. Kamu jangan gemes gemes dong.. Aku nya gakuat.” Tutur Riki yang dibarengi cemberutan kecil dibibirnya.

'Meow!'

Sunoo menyahuti apa yang dilontarkan oleh Riki. Dirinya bahkan mempererat pelukannya sembari tersenyum dalam wajah yang ditenggelamkan didada bidang Riki.

Riki kembali mengelus surai hitam yang ada di hadapannya sekarang ini. Dalam hatinya memang sangat senang bisa mengajarkan menggambar pada Sunoo. Tapi disisi lain ia masih merasa bingung dengan semua ini.

Kira kira apa ya alasan orang itu menyuruh gue buat jagain onu?

cw // ambigu word.

[![image](https://www.linkpicture.com/q/555e521f0423bdf4748b4567.jpeg


Sunoo memainkan pensil warna diatas selembar kertas. Ia menggerakan tangan kanan nya, kemudian membuat bentuk pola abstrak. Seperti bentuk garis, lingkaran, pokoknya semua menjadi satu.

Sunoo tersenyum dan mengeluarkan gelak tawanya. Seolah ia sangat senang bisa melakukannya. Walaupun masih ditahap belajar. Ia pun menggerakan ekor panjangnya ke sembarang arah begitupun dengan kedua telinga kucingnya.

'Meowww..'

Riki yang melihat hal itu, hanya tersenyum. Dirinya membiarkan Sunoo menggambar apa saja sesuai imajinasinya.

Setelah cukup puas menggambar, Sunoo dengan percaya dirinya menunjukan gambar yang dibuatnya pada Riki.

'Meow?'

Sunoo mengeong, membesarkan kedua matanya, serta memiringkan kepalanya dihadapan Riki.

Riki menatap wajah Sunoo, seperti paham apa yang Sunoo isyaratkan. Kemudian Riki tersenyum lebar karena berusaha mengapresiasi apa yang sudah digambar oleh Sunoo.

????

“Good job boy. Aku apresiasi apa yang kamu gambar. Kali ini aku akan ajarin kamu gambar dasar layaknya pemula.”

'Meow?'

“Sini kamu duduk dipangkuan ku, nanti aku arahin tangan mu untuk menggambar untuk pemula.” Sambung Riki.

Sunoo menggerakkan kedua telinganya dan memasang raut wajah tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Riki.

Harusnya kamu paham sih apa yang gue bicarain..

Riki memutarkan kedua bola matanya dan menghela nafas kasar karena emang harus membutuhkan ekstra sabar mengajarkan Sunoo.

“Sini.” Perintah Riki yang diiringi meraih lengan kanan Sunoo dan menariknya agar Sunoo bisa duduk dipangkuannya.

Seolah paham apa yang Riki maksud, Sunoo pun langsung berpindah posisi ke pangkuan Riki, dan mencari posisi yang nyaman.

Riki yang merasakan kedua pahanya dijadikan tempat pangkuan untuk Sunoo, seolah merasa salah besar. Sebab, tiba tiba saja harus menahan benda miliknya agar tidak menegang.

Salah besar gue suruh Sunoo duduk dipangkuan gue..

Setelah Sunoo mendapati posisi yang menurutnya nyaman, kini ia sedikit menoleh ke belakang untuk memastikan kalau yang dilakukannya sudah benar.

'Meow?'

Sunoo bertanya dan wajahnya seolah mengatakan kalau yang dilakukannya apakah sudah benar?

Riki mengangguk, “Iya sudah benar. Good boy.” Riki mengusak surai yang ada dihadapannya dengan gemas.

“Ok, kalau begitu kita mulai ya. Kamu pilih satu pensil warna apa aja deh.. Karena ini awal, aku gak nuntut banyak banyak.” Jelas Riki sembari melirik ke arah ke depan meja lipat yang diatasnya dipenuhi kertas dan pensil warna.

Sunoo menolehkan kepalanya ke depan meja, dan menatap apa yang ada dihadapannya.

“Ayo ambil sayang.”

'Meoww.'

Sunoo mengambil asal satu pensil warna berwarna hitam menggunakan tangan kanannya. Setelah mengambil, ia langsung menoleh ke belakang, dan menunjukkannya ke Riki.

'Meow?'

Riki kembali tersenyum, “Iyaa sayang, akhirnya kamu sedikit demi sedikit paham sama apa yang aku arahkan.” Puji Riki sembari kembali mengusak rambut Sunoo.

“Ayo kita mulai gambar.” Ajak Riki sembari memegang tangan kanan Sunoo lalu didaratkannya ke atas selembar kertas HVS yang berbentuk landscape diatas meja lipat.

Sunoo dengan semangat, dirinya kembali menatap meja lipat yang ada dihadapannya.

Riki menggerakan secara perlahan tangan Sunoo yang memegang erat pada pensil warna. Lalu membuat pola empat garis miring secara perlahan dan secara sebelahan. Setelah itu membuat setengah lingkaran ditengah tengah diantara dua garis berlawanan arah. Ya, apalagi kalau tidak menggambar dua gunung ditengah tengahnya ada matahari.

Sunoo hanya menurut saja, dirinya membiarkan tangannya menari nari diatas selembar kertas yang digerakkan oleh Riki.

Disaat sedang fokus menggambar, secara tidak sadar tangan kiri Riki sudah bertengger di pinggang ramping Sunoo (seperti sabuk pengaman yang ada dimobil buat perut). Riki mengeratkan pelukannya itu, seolah memberikan tempat duduk yang nyaman dan aman bagi Sunoo. Sunoo yang merasakan hal itu tidak mempermasalahkan nya.

beberapa menit kemudian gambarannya pun sudah jadi dan sudah diberi warna. Memang hasilnya tidak sebagus apa yang Riki gambar. Sebab Sunoo memegang pensil nya saja masih kaku. Apalagi jika tidak diarahkan oleh Riki. Pasti gambarnya akan lebih berantakan atau bahkan tidak berbentuk.

“Nahh sudah jadi nih gambarnya. Kamu suka?” Tanya Riki tepat di indra pendengar milik Sunoo.

'MEOWWW!'

Sunoo berteriak sembari buru buru mengambil hasil gambarannya itu.

Dirinya memandangi gambaran itu, lalu tersenyum seolah mengartikan puas dengan hasil apa yang digambar. Kemudian Sunoo menggerakang kedua telinganya dibarengi memeluk hasil gambar itu.

'Meow..'

“Kamu beneran suka ya berarti? Yaudah nanti dipajang ya pakai bingkai agar tidak hilang.” Jelas Riki sembari mengelus surai hitam milik Sunoo.

Sunoo menoleh ke belakang dan dengan cepat melingkarkan kedua tangannya tepat dipinggang Riki, lalu ia mengeratkan pelukannya seolah mengatakan terima kasih sudah mengajarkannya gambar.

Tuhan.. Kenapa Sunoo sangat menggemaskan? Gue harap dia bisa ngomong deh secara perlahan di kemudian hari..

'Meoww, meoww!'

Sunoo mengeong lalu menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Riki yang terbalut dengan baju. Walau Riki tak mengerti apa yang diucapkan oleh Sunoo, dirinya berusaha mengerti apa yang diucapkan oleh Sunoo.

“Iyaa sama sama sayang. Kamu jangan gemes gemes dong.. Aku nya gakuat.” Tutur Riki yang dibarengi cemberutan kecil dibibirnya.

'Meow!'

Sunoo menyahuti apa yang dilontarkan oleh Riki. Dirinya bahkan mempererat pelukannya sembari tersenyum dalam wajah yang ditenggelamkan didada bidang Riki.

Riki kembali mengelus surai hitam yang ada di hadapannya sekarang ini. Dalam hatinya memang sangat senang bisa mengajarkan menggambar pada Sunoo. Tapi disisi lain ia masih merasa bingung dengan semua ini.

Kira kira apa ya alasan orang itu menyuruh gue buat jagain onu?

The Last Day

tw // major character dead, childhood, angst, broken home, mention of blood


Hujan lebat kala itu mengguyur kota pada sore hari. Terlihat Riki dan ayahnya sedang membereskan barang barang yang berada didalam kafe, sebab kafe akan tutup jika sudah menginjak pukul 6 sore hari.

Suara gemuruh hujan yang jatuh mengenai atap dan jalanan di luar sangat terdengar jelas. Embun pun hadir menyelimuti tiap tiap permukaan barang yang terbuat dari kaca.

“Nak, tolong taruh kardus yang berisikan sampah didekat pinggiran pintu ya? Nanti jika sudah hujannya sudah berhenti, tolong kamu buang kardus itu ya?” Suruh ayahnya itu sembari membereskan gelas gelas yang sudah dicuci olehnya.

Riki tersenyum tatkala mendengar perintah dari ayah nya itu. “Oke yah, aku bakal taruh kardus ini didekat pinggiran pintu kafe!” Jawab Riki dengan nada antusias sekaligus diiringi kegiatan mengangkat kardus yang berisikan sampah.

Riki bergegas menuju dekat pintu sembari membawa kardus yang berisikan sampah. “Nah, sudah selesai!” Ujarnya saat sudah meletakkan kardus itu didekat pinggiran pintu kafe. Saat ia ingin kembali bergegas menuju ayahnya, tak sengaja kedua matanya melirik kaca jendela yang dipenuhi embun. Ia mengernyitkan dahinya tatkala mendapati seorang anak kecil yang mungkin umurnya sama dengannya.

Karena penasaran dan timbul rasa iba terhadap anak itu, dirinya memutuskan keluar dari kafe dan menghampiri anak itu dengan maksud menanyakan kenapa ia diluar disaat hujan lebat begini?

“Haloo.. Kamu kenapa diluar sendirian? Ini lagi hujan loh.. masuk yuk kedalam kafe ayah ku..” Tanya Riki disaat sudah sampai dihadapan anak itu sembari menatap polos ke anak lelaki yang sedang duduk seraya memeluk kedua dengkulnya.

Anak itu tersenyum diiringi suara gemuruh hujan. Bukannya membalas, malah dia berdiri menyamakan posisinya dengan Riki.

“Ayo masuk kedalam kafe ayah ku, diluar dingin loh.” Ajak Riki sembari menyulurkan tangannya dengan maksud biar bisa menuntutnya ke dalam kafe.

“Tapi apa gapapa jika aku masuk kedalam kafe ayah mu? Baju ku basah dan kotor, aku takut kafe milikmu jadi kotor nantinya..” Anak itu berbicara dengan nada sedikit ragu dan takut. Ia juga menundukkan kepalanya sembari kedua tangannya memegangi baju yang lepek karena air hujan.

“Ahh tidak apa apa, lagipula kafe ayahku sebentar lagi mau tutup. Kamu bisa berteduh didalam hingga hujan berhenti.” Jelas Riki yang diakhiri senyuman tulus.

Anak itu tersenyum, tanpa berpikir panjang ia pun memegang tangan Riki yang masih disulurkan dihadapannya. “Ayo!” Ajak anak itu dengan perasaan senang.


“Oh iya nama kamu siapa?” Tanya Riki sembari menaruh secangkir teh buatan ayahnya untuk anak itu. Ya semoga saja teh itu membuat badan anak bersurai hitam dengan baju yang basah kuyup menjadi lebih hangat. Setelah menaruh secangkir teh dihadapan sang lawan bicara, kini ia duduk di kursi kafe tepat disamping anak itu.

“Sebelumnya terima kasih sudah memberikan secangkir teh hangat.. Kenalin nama ku Kim Sunoo! Panggil saja Sunoo yaa. Kalau kamu namanya siapa?” Sunoo menoleh ke arah Riki lalu diakhiri dengan senyuman manisnya.

“Aku Riki, kamu bisa memanggil ku Riki.” Timpal Riki yang juga membalas senyuman Sunoo.

“Oh iya kamu kenapa sendirian diluar kafe? Emangnya kamu gapunya rumah?” Sambung Riki dengan sebuah pertanyaan.

Sunoo yang mendengar hal itu yang tadinya senyum sumringah, kini mencemberutkan bibirnya dan diikuti menundukkan kepalanya. Seolah pertanyaan Riki yang dilontarkan seperti ada yang salah. Seperti hati yang tergores menggunakan silet, secara tak sadar air mata Sunoo lolos

“Loh? Kamu kenapa? Kan aku cuma nanya, emangnya salah ya dengan pertanyaan ku?” Riki mengernyitkan dahinya yang dibarengi oleh tatapan kebingungan.

“K-kamu ga salah Rik, emang bener aku udah gapunya rumah. Ibu ku menikah lagi dengan pria baru, dan ayah kandungku pergi ke Qatar dan tidak memperdulikan keadaanku sekarang.. Makanya aku sedang mencari panti asuhan yang bisa menerimaku, Riki..” Jelas Sunoo sembari menyeka air matanya yang membasahi kedua pipinya.

Deg

Riki yang mendengar itu bagai sebutir batu yang terlindas ban mobil. Seolah dirinya merasa bersalah, sebab dilain waktu dirinya suka khilaf melawan ayah kandungnya itu. Fyi, Riki seorang anak piatu. Ya, ibunya meninggal yang disebabkan tabrakan lari. Sang pelaku lolos begitu saja dari hukuman, sebab mereka adalah orang orang yang termasuk anggota meja hijau.

“Tapi aku gapapa kok Rik, aku kan anak hebat!” Ujar Sunoo dengan penuh antusias, kemudian ia kembali menujukkan senyumannya, namun kali ini senyum yang mengartikan bahwa everything is gonna be okay.

“Oh iya, ini aku minum ya tehnya? Nanti keburu dingin. Hihi”

Sunoo meraih cangkir yang berisikan teh, lalu menyereputnya. Riki yang melihat itu benar benar merasa iba terhadap Sunoo. Kali ini ia merasa terpukul sangat dalam bahwa merasa ada yang lebih parah darinya.

Hari sudah mulai gelap. Matahari pun sudah meninggalkan singgasananya. Suara gemuruh hujan sudah tidak lagi terdengar. Sekarang hanya menyisakan genangan air ditiap tiap jalan.

“Riki, ayo kita pulang. Kafe sudah seharusnya tutup. Takut nanti jika kemalaman jalanan menuju rumah sudah diberi pembatas agar tidak ada lagi yang bisa lewat situ.” Ujar ayahnya yang dibarengi mematikan lampu kafe yang ada didalam. Kini yang tersisa hanya lampu bercahaya redup alias remang remang.

Mendengar hal itu, Riki dihantam keresahan tentang Sunoo. Mau tidur dimana dia jika tidak punya rumah? Apakah dia sudah mendapati panti asuhan yang layak untuk bisa ditempati? Pikirnya kala itu.

“Oh kamu mau pulang ya? Kalau begitu aku pamit ya.. Terima kasih sudah mengizinkan aku teduh sejenak di dalam kafe ayah mu. Dan terimakasih banyak atas teh yang sudah diberikan pada ku.”

“Nak Sunoo, kamu pulang kemana kalau boleh tahu?” Tanya ayahnya Riki yang tiba tiba saja sudah berada didekat meja yang diduduki oleh Riki dan Sunoo.

Sunoo hanya menggelengkan kepalanya tanda ia beneran tidak tahu ingin pulang kemana. Riki yang melihat hal itu langsung melontarkan ajuan kepada ayahnhya agar Sunoo sementara tinggal di rumahnya.

“Ayah, Sunoo sudah tidak ada siapa siapa lagi, terus dia juga sudah tidak punya rumah. Orang tuanya berpisah dan dia ditelantarkan. Hmm.. Gimana kalau Sunoo tinggal sementara di rumah kita, yah?” Jelas Riki dengan nada sedikit meyakinkan kalau Sunoo boleh sementara tinggal di rumah mereka berdua.

Ayahnya Riki mengangguk anggukan kepala tanda ia mengerti. “Ohh begitu ya? Yaudah yuk nak Sunoo ikut kami pulang. Hitung hitung menemani Riki di rumah untuk bermain.” Jelas ayahnya Riki. Dirinya juga mengambil cangkir teh bekas Sunoo minum.

Mendengar hal itu, Sunoo bangkit dari duduknya lalu menghampiri ayahnya Riki. Kemudian ia memeluk pinggang ayahnya Riki dengan sangat erat. Seolah pelukan itu mempunyai banyak makna.

“YEAY! Terima kasih banyak paman!” Ujar Sunoo dengan antusias.

“Iya sama sama Sunoo. Kalau begitu Riki dan kamu tunggu diluar kafe ya? Paman mau menaruh cangkir teh yang bekas kamu minum.” Ucap ayahnya Riki sembari mengelius surai hitam milik Sunoo dengan lembut.

Sunoo mendongak lalu mengangguk anggukan kepalanya tanda ia mengerti. Kemudian ia melepas pelukan dari pinggang ayahnya Riki, lalu dengan cepat memegang lengan Riki yang mengisyaratkan untuk keluar bersama sama.

“Oke yah, kalau begitu aku dan Sunoo akan tunggu diluar. Ayo Sunoo kita tunggu diluar.”

Riki berdiri dari duduknya, kemudian mengandeng tangan Sunoo, lalu menuntun nya keluar dari kafe.

Setelah dirasa semua sudah beres, ayahnya Riki mengunci pintu kafe lalu mencabut kuncinya dari lubang kunci pintu. Setelah itu menghampiri kedua bocah laki laki yang sedang berdiri menunggunya. “Riki Sunoo ayo kita menyebrang. Tapi hati hati ya.”

Sunoo yang mendengar hal itu langsung mengeratkan gandengannya pada Riki. Lalu menariknya untuk menyebrangi jalan bersama. “Ayo Rikiii.”

Pandangan Riki sontak mengarah ke sumber cahaya yang berasal dari arah kanan. Riki menyipitkan matanya dengan maksud memperjelas pandangannya. Menyadari hal itu, Riki langsung melepaskan gengaman yang Sunoo berikan dan membiarkan Sunoo berjalan menyebrangi jalan dengan sendirian.

BUMMM CIIITTT.

Sunoo tertabrak mobil, dirinya terpental lumayan jauh yang mengakibatkan kepalanya terbentur keras oleh jalanan aspal yang masih basah. Membuat kepala Sunoo mengeluarkan darah dengan cepat. Sedangkan mobil yang menabrak seperti membanting stir.

“NAK SUNOO!”

Ayahnya Riki sontak berteriak sembari berlari menghampiri Sunoo yang jatuh tertabrak. Darah berlumuran disekitar kepalanya. Orang yang menabrak anak malang itu keluar dari mobilnya. Untung saja yang menabrak tidak melarikan diri.

Riki yang melihat kejadian itu terbeku dan tak tahu harus berbuat apa. Sebenarnya ia tadi ingin menarik Sunoo agar tidak menyebrang terlebih dahulu. Tetapi rasa panik seketika menyambar dalam dirinya.

Riki berlari dengan penuh hati hati menuju tempat kejadian. “SUNOO MAAFKAN AKU.. AKU GAMAKSUD UNTUK MENCELAKAI KAMU!”

Riki menjatuhkan badannya tepat disamping tubuh Sunoo yang sudah tidak lagi bernafas. Dirinya masih tidak terima kalau kejadian ini benar terjadi. Riki memegangi tangan Sunoo sembari menangis kejer. Dirinya merasa bersalah karena tidak menarik tangan Sunoo disaat ingin menyebrangi jalan.

“Riki sudah ya? Kita bawa Sunoo ke rumah sakit untuk dibersihkan.. Nadi Sunoo sudah tidak berdenyut, secepatnya kita harus membawanya ke rumah sakit.”

Riki pura pura tidak mendengar apa yang diucapkan oleh ayahnya, justru ia menangis diatas jasad Sunoo yang sedang berbaring. Ia menangis sejadi jadinya.

“Pak maafkan saya sudah menabrak anak bapak..” Ucap sang supir yang sudah menabrak Sunoo.

“Dia bukan anak saya pak.”

“Ahh begitu ya? Kalau gitu izinkan saya bawa ke rumah sakit ya pak?

Riki yang mendengar percakapan ayahnya dengan sang supir langsung mendongak dan menatapi wajah Sunoo yang dilumuri oleh darah.

Sunoo, kamu tidak bernafas aja masih tersempatnya tersenyum. Tapi semoga aku harap ini bukan hari terakhir kita bertemu ya? Sedih orang yang baru saja ku kenal langsung pergi begitu saja.. Aku turut bersedih atas perlakuan kedua orang tuamu, serta kepedihan yang kamu alami. Aku harap hidup yang sebenarnya dimulai dari dimana detak jantungmu berhenti.. Aku sayang kamu Kim Sunoo.

– Selesai ; The Last Day!

image


Malam itu Alen sedang berbaring diatas kasur sembari memeluk bantal kesayangannya. Sebenarnya ia menangis karena sikap Arga padanya. Gimana tidak kesal? Semenjak Arga pindah, lalu mengintilinya kemana saja, itu sudah cukup membuat Alen kesal sama ulahnya

Arga, lo bener bener bikin gue sumpah serapah mulu.. Gue kesel banget sama lo!

Cklek

Kedua indra pendengaran Alen mendengar pintu kamarnya dibuka dengan seseorang.

Menyadari hal itu, dirinya langsung membelakangi pintu kamar yang sudah dipastikan itu Arga yang membuka pintunya.

“Alen, lo masih marah?” Tanya Arga sembari bergegas mendekati Alen yang terlihat terbaring membelakangi Arga.

Tak ada jawaban dari Alen. Dirinya masih malas untuk membuka pembicaraan dengan Arga.

“Alenn jangan marah dong. Maafin gua” ujar Arga sembari menidurkan dirinya tepat dibelakang badan Alen. Kemudian ia memeluk erat pinggang Alen. Seolah kembali menuangkan rasa rindu kepada Alen.

“Aarghh lepasin ga?!” Perintah Alen disaat pinggangnya dipeluk erat oleh Arga.

Alen melepas pelukan bantalnya, lalu berusaha melepaskan pelukan yang diberikan oleh Arga.

“Gamau, gue mau liat wajah gembel lo!”

Bukannya nurut apa yang disuruh oleh Alen, dirinya justru tambah mengeratkan pelukannya.

“Arga.. gue nyerah ngadepin lo.. h-hiks..”

Alen sudah menyerah melepaskan kedua tangan Arga dari pinggangnya.

Arga yang mendengar itu, langsung memutar balik paksa badan Alen. “Len, gue mau liat muka gembel lo, jangan nangis.”

Alen terpaksa harus menatap wajah Arga, disebabkan badannya diputar balik paksa oleh Arga.

Arganjing.

Alen mencemberutkan bibirnya sembari menatap wajah Arga. Terlihat wajah Alen yang bengkak seperti habis menangis.

“Arga, lo kenapa ngeselin banget sih?” Tanya Alen dengan nada rendah.

“Ngeselin ke lo doang sih.” Jawab Arga dengan nada enteng tanpa merasa bersalah.

“Kok gitu?” Tanya Alen yang diiringi mengernyitkan dahinya.

“Ya karena lo gemes. HAHAHAHA” jawab Arga yang diakhiri tawa lepas. Padahal tidak ada yang lucu diantara mereka berdua.

“Argaaa lo mending pulang deh!”

Alen yang sudah muak dengan sikap Arga, kini ia memukuli dada bidang Arga dengan sedikit kencang.

“Argaa.. lo kenapa ngeselin sih?”

Pukulan yang diberikan Alen untuk Arga terhenti saat dirinya sudah capek meladeni sikap Arga.

Lagi lagi Alen ingin menangis. Tetapi dirinya menyeka air mata yang lolos jatuh membasahi kedua pipi gembilnya.

“Jangan nangis dong sayang, maafin aku ya? Besok aku usahain deh bakal tepatin janji lagi.. Tadi tuh si Ailsa anak kelas sebelah minta temenin ke warnet, itu juga disuruh bu Hanun, len” Jelas Arga sembari memasang wajah serius.

“Ga deh, gue kapok dibonceng sama lo. Lo ngebonceng orang udah kea orang ngajak mati.” Tutur Alen disaat ia mulai menerima penjelasan dari Arga.

“Yaudah, tapi Alen jangan nangis lagi ya? Arga sama Alen udah baikan kan ya?” Tanya Arga sembari mengelus surai hitam Alen dengan lembut.

“Tapi lo jangan ingkar janji lagi ya? Kalau gabisa jangan dipaksain.” Cibir Alen yang diakhiri cemberutan pada bibirnya.

“Iya sayang.” Tutur Arga yang diikuti kembali memeluk pinggang Alen dengan erat.

“Ini kamu nggak pulang? Ini udah malam loh..”

Arga sedikit terkejut mendengar Alen menggunakan kata 'kamu' entah kenapa jika Alen sudah mode soft begini, baginya sangat menggemaskan.

“Lo kok gemes banget sih kalau udah mode soft?” Tanya Arga sembari menatap wajah Alen.

“Soft gimana sih?”

“Lo tadi pakai aku-kamu loh..”

Fak, itu kan lo tadi mancing gue buat bisa pakai aku-kamu.. Gue kan ikutin lawan bicara Arganjing.

“Apasih? Gajelas lo.” Cibir Alen yang diikuti lengan tangan kirinya dihantam ke wajah Arga.

“Aduhhh” ngeluh Arga disaat menerima hantaman itu.

“Sekali kali jangan ngeselin jadi orang ya!” Intruksi Alen pada Arga yang diakhiri tatapan sinis.

“Hahaha, iya deh iya. Tapi lo belom jawab loh ajakan gue di twitter.”

“Yang mana?!”

“Mau ga jadi pacar Arga?”

“Kebanyakan mimpi lo!” Alen mengambil batal yang ada dibelakangnya, kemudia menimpuknya tepat diwajah Arga.

Walaupun lo ngeselin pakai banget, tapi gatau kenapa disisi lain gue gamau kehilangan lo lagi, Arga.

Cemburu dan Jujur

Sunoo membuka pintu rumahnya dan kini dihadapannya sudah ada Riki yang sedang berdiri sembari menatapinya.

Sunoo sedikit mendongak untuk bisa menatap wajah yang ada dihadapannya.

“Kamu kenapa sih bandel banget dibilangin? Ini udah malem, tapi kenapa kamu nekat kerumah ku?” Cibir Sunoo dengan kesal diiringi cemberutan kecil dibibirnya.

Riki yang melihat hal itu dalam pikirannya langsung terbesit satu kata, yaitu gemas.

Riki berdecak, “Ck, Sebelumnya ini gua gadiizinin masuk kedalam gitu?” Tanyanya sembari menatap tajam ke Sunoo.

Sunoo yang mendengar hal itu, langsung saja merotasikan kedua bola matanya. “Yaudah iya, silahkan masuk pangeran.” Cibir Sunoo yang dibarengi gestur mempersilahkan masuk untuk sang tamu.

“Nah gitu dong.” Riki mengusak rambut Sunoo, lalu masuk rumah Sunoo dengan cepat.

Disaat Riki sudah memasuki rumahnya, kemudian Sunoo menutup pintu rumah.

Disaat ingin memutar balikan badan, tiba tiba saja ia dikejutkan oleh Riki yang berada tepat dihadapannya. Saking dekatnya, masing masing deru nafas bisa dirasakan dari kedua pihak.

“R-riki kamu mau ngapain?” Tanya Sunoo yang kembali sedikit mendongak agar bisa melihat lawan bicara.

Yang ditanya tidak menjawab, melainkan ia melingkarkan kedua tangannya tepat dipinggang ramping Sunoo.

Riki kamu mau ngapain sih?

Secara tak sadar kedua pipi gembil milik Sunoo memanas dan mungkin bisa saja secara perlahan kedua pipi itu memerah.

Riki membawa masuk tubuh mungil Sunoo dalam dekapannya. Dipeluk erat olehnya, kemudian ia mengelusnya dengan lembut punggung milik Sunoo.

“Kakak tau gak?” Bisik Riki tepat diindra pendengaran Sunoo.

“Hm?” Saut Sunoo untuk menimpali pertanyaan yang diberikan oleh Riki.

“Maaf kalau gua suka nanya nanyain kakak setelah habis jalan keluar sama siapa.. Kalau boleh jujur gua suka sama lo kak.”

Deg

Sunoo terdiam mendengar penjelasan itu dari Riki. Tetapi kenapa selama ini harus menjadi seorang yang protektif? Padahal notabanenya mereka tidak menjalin hubungan apapun.

“T-tapi kenapa kamu dari kemarin marah kalau aku jalan sama orang lain?” Tanya Sunoo dengan nada ragu.

“Gua cemburu kak, asal lo tau.” Cibir Riki dengan nada cepat.

Sunoo mencemberutkan bibirnya dihadapan Riki. Dirinya bingung ingin memberi tanggapan apa.

“Kak, jadi pacarnya Riki mau?”

“Tapi ki..”

“Kenapa? Apakah ajakan Riki sangat meragukan?” Riki mengernyitkan dahinya sembari menatap kedua netra Sunoo.

“Aku masih belum siap mengikat janji sama siapapun, Riki.. Aku takut..” Jelas Sunoo, kemudian ia menundukkan kepalanya.

Riki seketika tersenyum kecil melihat Sunoo seperti itu. Gemas, ya kata kata itu yang ada dipikirannya sekarang.

“Kak apa yang kamu takutin itu belum terjadi, kita jalanin saja dulu, ya?” Tanya Riki seraya memasang wajah yang meyakinkan.

Sunoo terdiam, selang beberapa menit akhirnya ia menjawab ajakan Riki itu.

“Let's try!”

Cemburu dan Jujur


Sunoo membuka pintu rumahnya dan kini dihadapannya sudah ada Riki yang sedang berdiri sembari menatapinya.

Sunoo sedikit mendongak untuk bisa menatap wajah yang ada dihadapannya.

“Kamu kenapa sih bandel banget dibilangin? Ini udah malem, tapi kenapa kamu nekat kerumah ku?” Cibir Sunoo dengan kesal diiringi cemberutan kecil dibibirnya.

Riki yang melihat hal itu dalam pikirannya langsung terbesit satu kata, yaitu gemas.

Riki berdecak, “Ck, Sebelumnya ini gua gadiizinin masuk kedalam gitu?” Tanyanya sembari menatap tajam ke Sunoo.

Sunoo yang mendengar hal itu, langsung saja merotasikan kedua bola matanya. “Yaudah iya, silahkan masuk pangeran.” Cibir Sunoo yang dibarengi gestur mempersilahkan masuk untuk sang tamu.

“Nah gitu dong.” Riki mengusak rambut Sunoo, lalu masuk rumah Sunoo dengan cepat.

Disaat Riki sudah memasuki rumahnya, kemudian Sunoo menutup pintu rumah.

Disaat ingin memutar balikan badan, tiba tiba saja ia dikejutkan oleh Riki yang berada tepat dihadapannya. Saking dekatnya, masing masing deru nafas bisa dirasakan dari kedua pihak.

“R-riki kamu mau ngapain?” Tanya Sunoo yang kembali sedikit mendongak agar bisa melihat lawan bicara.

Yang ditanya tidak menjawab, melainkan ia melingkarkan kedua tangannya tepat dipinggang ramping Sunoo.

Riki kamu mau ngapain sih?

Secara tak sadar kedua pipi gembil milik Sunoo memanas dan mungkin bisa saja secara perlahan kedua pipi itu memerah.

Riki membawa masuk tubuh mungil Sunoo dalam dekapannya. Dipeluk erat olehnya, kemudian ia mengelusnya dengan lembut punggung milik Sunoo.

“Kakak tau gak?” Bisik Riki tepat diindra pendengaran Sunoo.

“Hm?” Saut Sunoo untuk menimpali pertanyaan yang diberikan oleh Riki.

“Maaf kalau gua suka nanya nanyain kakak setelah habis jalan keluar sama siapa.. Kalau boleh jujur gua suka sama lo kak.”

Deg

Sunoo terdiam mendengar penjelasan itu dari Riki. Tetapi kenapa selama ini harus menjadi seorang yang protektif? Padahal notabanenya mereka tidak menjalin hubungan apapun.

“T-tapi kenapa kamu dari kemarin marah kalau aku jalan sama orang lain?” Tanya Sunoo dengan nada ragu.

“Gua cemburu kak, asal lo tau.” Cibir Riki dengan nada cepat.

Sunoo mencemberutkan bibirnya dihadapan Riki. Dirinya bingung ingin memberi tanggapan apa.

“Kak, jadi pacarnya Riki mau?”

“Tapi ki..”

“Kenapa? Apakah ajakan Riki sangat meragukan?” Riki mengernyitkan dahinya sembari menatap kedua netra Sunoo.

“Aku masih belum siap mengikat janji sama siapapun, Riki.. Aku takut..” Jelas Sunoo, kemudian ia menundukkan kepalanya.

Riki seketika tersenyum kecil melihat Sunoo seperti itu. Gemas, ya kata kata itu yang ada dipikirannya sekarang.

“Kak apa yang kamu takutin itu belum terjadi, kita jalanin saja dulu, ya?” Tanya Riki seraya memasang wajah yang meyakinkan.

Sunoo terdiam, selang beberapa menit akhirnya ia menjawab ajakan Riki itu.

“Let's try!”

image


Sinar matahari kini sudah mereda, atau bisa dibilang tidak panas seperti teriknya ditengah hari bolong.

Di pantai itu suasananya terlihat sangat sunyi, disebabkan pengunjung hanya bisa dihitung dengan jari. Maklum hari hari kerja bukan hari liburan seperti biasanya.

“Kakak ayo kejar aku!” Teriak Jisung sembari ia berlari sepanjang tepian pantai.

Chenle yang mendengar teriakan itu dengan berat hati mau tidak mau mengejar sang pujaan hatinya. Pasalnya ia masih merajuk dengan Jisung.

Dengan memasang raut wajah kesal dan mencemberutkan bibirnya, ia mengejar Jisung yang sudah berada jauh dari jangkauan mata.

Gue nangis aja kali ya? Bisa bisanya gue lagi ngambek malah disuruh ngejar dia.

Jisung yang melihat Chenle berlari mengejarnya dengan raut wajah kesal dan disertai cemberutan dari bibirnya langsung memberhentikan lariannya itu. Ia mengerutkan dahinya serta menyipirkan kedua netranya untuk melihat jelas pacarnya yang sedang berlari itu.

Ahh gemas banget.

Jisung tertawa kecil lalu berjalan cepar berbalik menuju arah sang pacarnya itu.

Chenle yang melihat itu, menjadi bingung kenapa Jisung malah berbalik bukannya melanjuti larian lajunya itu?

Karena sudah merasa gondok dengan apa yang dilakukan oleh pacarnya itu, kini ia memberhentikan lariannya itu. Ia masih memasang raut wajah kesal disertai cemberutan. Ia masih tidak terima disuruh lari sama pacarnya cuma gara gara mengejarnya.

Gue nangis aja apa ya? Dia maunya apa sih?

“Kakak jangan ngambek lagi dong.” Tutur Jisung disaat sudah sampai tepat dihadapan Chenle.

“Kak, jangan nangis.” Tutur Jisung dibarengi mendaratkan telapak tangan kirinya dipundak kiri Chenle.

“Kak? Kok diam aja sih? Ih kakak kalau cemberut gitu nanti cepet tua loh!” Ledek Jisung lalu diakhiri dengan tawa kecil.

“Gimana aku ganangis kalau kamu ngeselin banget dari kemarin, hah?!” Tanya Chenle sembari menyeka air mata yang mulai berjatuhan di kedua pipi gembilnya.

“Eh kakak jangan nangis, kalau gitu maafin aku ya?” Jisung mendekatkan jaraknya pada Chenle, lalu memeluk erat kekasihnya itu.

Ketika mendapati perlakuan seperti itu dari sang pacar, Chenle langsung saja membalas pelukan yang diberikan Jisung.

Jisung mengelus punggung Chenle dengan lembut menggunakan kedua telapak tangannya. Ia juga tak sesekali menciumi pucuk surai hitam milik Chenle.

Angin yang berhembus dan suara ombak yang mengenai tepian pantai, membuat suasana semakin larut akan hangatnya pelukan itu.

“Kak kita duduk sambil lihat sang mentari terbenam yuk?” Tanya Jisung sembari merenggangkan pelukannya.

Chenle pun ikut merenggangkan pelukannya itu, lalu mengangguk tanda ia mengerti.

Langit kini mulai memancarkan warna kemerahan tanda mentari ingin pergi dari singgasana nya.

“Kak indah banget ya pemandangannya? Ditambah suara desiran ombak disertai angin yang berhembus, membuat hari kita dihari ini bisa dibilang istimewa.” Jisung menoleh ke arah Chenle setelah menjelaskan itu kepadanya.

Kedua netra Chenle masih terfokus mengarah ke depan. Ia sebenarnya mendengar apa yang dilontarkan oleh Jisung, tetapi ia entah kenapa merasa malu untuk membalas tatapan Jisung.

Sebagai gantinya, Chenle menyenderkan kepalanya tepat dipundak Jisung. Dirinya juga meraih tangan kanan Jisung dengan maksud ingin menggengamnya dengan erat.

“Aku mau jujur sama kamu boleh?” Tanya Chenle tanpa sedikit pun mendongak.

“Apa? Kamu mau jujur apa kak?” Tanya Jisung yang sedikit menoleh karena posisi Chenle sekarang ini ada dipundaknya.

“Walaupun kamu kadang ngeselin banget, tapi gatau kenapa aku makin sayang sama kamu.” Jawab Chenle dengan intonasi rendah.

“Yaiyalah makin sayang. Emang ada yang mau nampung seorang Chenle jadi pacarnya?” Ledek Jisung setelah itu ia tertawa tanpa merasa bersalah.

Chenle yang mendengar itu sontak menegakkan badannya, lalu melototkan kedua matanya ke arah Jisung.

“Kenapa? Bener kan? Emang ada yang salah dari ucapanku tadi?” Jisung membalas tatapan itu dengan tatapan meledek.

“Kamu tuh ya, ngeselin bangett!” Chenle langsung memukul pundak Jisung dengan lumayan kencang.

“Aduh, sakit tau by.” Alibinya sembari mengelus bagian tubuhnya yang baru saja kena hantaman.

“Sukurin!” Celetuk Chenle dengan nada kesal.

“Eh hari sudah mulai gelap nih, gimana kita ganti baju dulu habis itu makan malam, baru pulang?” Tanya Jisung dengan maksud mengalihkan topik.

“Yaudah ayo.” Chenle bangkit dari duduknya lalu berjalan kecil meninggalkan Jisung yang masih duduk di atas pasir.

“JANGAN TINGGALIN AKU DONG SAYANG.”

Jisung berteriak lalu dengan cepat bangkit dari duduknya, kemudian mengejar pacarnya itu.

Berisik banget lo dugong.


Malam di kota Dallas kini bisa dibilang sangatlah dingin. Kini Sunoo bermalam di apartemen milik Riki.

Terlihat mereka berdua ingin segera lekas tidur diatas kasur berukuran lumayan besar.

“Kak” panggil Riki tepat di indra pendengar Sunoo.

“Hm?” Sunoo membalikkan badannya lalu menatap kedua netra Riki.

“Aku kangen banget menaruh seribu kerinduan di kakak.” Riki memeluk erat pinggang Sunoo lalu menenggelamkan wajahnya pada leher jenjang Sunoo.

“Aku juga rindu banget asal kamu tahu, Riki.. Walaupun hubungan kita dari awal seperti roller coaster, tetapi anggap saja itu angin yang lewat.” Sunoo membalas pelukan yang diberikam Riki, lalu tangan kanannya beranjak ke surai hitam milik Riki, lalu mengelusnya dengan lembut.

“Maafin aku ya kak? Aku merasa bersalah atas masa lalu..” Riki sedikit mendongak, lalu mencemberutkan bibirnya.

“Iyaa sayang, gapapa kok.” Sunoo mendaratkan ke pipi gembil Riki lalu mencubit dengan gemas lalu setelah itu dilepaskannya cubitannya itu.

“Kak, sebenernya waktu sebelum Anggun jatuh dari lantai sepuluh tuh, kalian berdua ngomongin apa sih?”

“Gamau bahas. Yang pasti itu cewek gila.” Jawab Sunoo dengan nada datar.

“Yaudahlah ya kak, sekarang kan udah gaada lagi yang ganggu hubungan kita lagi.”

“Iya itu tau”

“Kak”

“Hm?”

“I love you banyak banyak kak. Maaf ya kalai aku belum bisa jadi pacar yang baik, maaf kalau dulu dulu tuh aku suka nyakitin kakak..” Jelas Riki dengan penuh nada penyesalan.

“Iyaa gapapa, kan aku udah bilang sayang. Anggap aja angin yang hanya lewat, udah itu aja.”

Riki yang mendengar itu hanya diam dan bingung ingin menjawab apa.

“Oh iya kak, bagaimana kita memulai kisah ruang dan waktu dari awal? Kita kembali mulai dari lembar pertama.. Gimana?” Tanya Riki sembari memasang wajah dengan penuh harapan.

“Boleh. Kita mulai kisah ruang dan waktu ini dengan alur yang baru. Agar dunia tahu sesuatu yang lalu tidak perlu disesali, cukup dijadikan pelajaran, lalu berusaha agar kedepannya tidak terjadi dengan alur yang sama.”

Riki yang mendengar itu sontak tersenyum lebar. Cintanya pada Sunoo seketika meningkat drastis.

“I love you kak Sunoo.”

“Me too, babe.”


Ruang dan waktu akan selalu bersama pada setiap jiwa jiwa yang hidup. Dimana ada kejadian, pasti ada ruang dan waktunya sendiri.