sebuahpercakapan

sebuahpercakapan

***20***

Kala sampai ke kosan Nabil dengan cake almondtree black magic truffle di atas dasbor. Sekarang masih sekitar dua jam lagi menuju pergantian hari ke ulang tahun Aine. Hiasan, yang semuanya ide Nabil, sudah ada dalam satu plastik besar.

“Tiga tahun dah tuh Aine ulang tahun almondtree mulu.” Komentar Nabil.

“Oh, syukur deh kalau dia bakal suka.”

“Pak, Aine dikasih roti maryam sama kebab yang di depan itu juga seneng.”

“Itu mah elu.”

Danish ngeledek tapi satu tangannya terjulur untuk mengurangi beban dari salah satu plastik di tangan Nabil.

“Langsung ke tempat Aine aja ya, pak. Nanti istirahat di sana aja.”

Kala paham. Lagian gak etis kalau dia, yang notabenenya masih dosen berlama-lama di kos-kosan mahasiswi.

-

Waktu Nabil bilang sekarang kosan dia dan kontrakan Aine sudah tidak lagi berhadap-hadapan, yang ada di pikiran Kala oh berarti mereka akan berjalan agak jauh. Nyatanya Nabil cuma pindah ke sebelah ayam geprek yang seumur hidup gak pernah Aine beli karena minyak dari sambal ayam tersebut saja sudah membuatnya menyeka air mata.

-

Kamar Aine masih wangi lavender. Kalau tidak ada Aine di sini, Kala bisa memperhatikan kalau kamar seluas dua puluh lima meter ini sungguh lapang untuk dihuni sendirian. Pantas saja anak itu kelayapan terus.

“Ini ditempel di dinding?” tanya Danish dengan hiasan berbentuk segitiga di tangannya.

“Iya, pakai selotip, nih.”

“Eh, balon mana deh?”

“Oh, iya. balon belum ditiup lagi.” Nabil menggaruk tengkuk.

“Lo daritadi sore ngapain aja?” Danish kesal

Nabil cengngesan. “Ke rumah Ibu yang punya kontrakan Aine.. Terus pacaran.”

Danish gak kaget. Dia lebih kaget waktu Pak Kala turun dari kasur Aine ke lantai untuk merogoh kresek yang mereka bawa.

“Balonnya mana?”

“Buat apa, Pak?”

“Saya aja yang tiup.”

Pemandangan dosennya yang kaya raya dan super ganteng duduk dengan kaki setengah terlipat di lantai sambil meniup balon bikin Nabil stress.

-

Kala banyak menghadiri pesta ulang tahun tapi gak pernah yang seperti ini. Kebanyakan makan malam fancy atau pesta ulang tahun orang tua yang anak cucunya kaya raya semua atau ulang tahun mabuk mabuk ala teman di lingkarannya. Lalu teringat ulang tahun Ibu yang banyak dilewatkannya untuk bekerja.

Durhaka banyak gue. Pikir Kala.

Setelah balon yang jumlahnya dua puluh ditiup semua. Kala juga yang dititah berjinjit di atas kasur Aine yang wangi detergen kiloan laundry terdekat.

“Ke kanan lagi, Pak.”

“Bil, udah!” Seru Danish.

“Santai, santai.”

Setiap dikoreksi Nabil, dengan telaten Kala melepas balon yang dilem ke langit langit lalu berjinjit lagi untuk menempel balon ke tempat yang benar. Hiasan bernuansa biru dan kuning memenuhi dinding, hadiah berjumlah dua puluh yang disiapkan teman-teman Aine memenuhi kasur.

“Ini ide kalian sendiri?”

“Ide Nabil, Pak.”

“Padahal abis ngambek ya kemarin?”

Diledek begitu, Nabil malu sendiri. Jujur dia makin sedih waktu berantem kemarin karena dia sendiri udah nyicil ini semua waktu itu. Banyak perintilan yang belinya harus online jadi perlu waktu minimal seminggu untuk menyiapkannya. Belum lagi video yang susah payah dia kumpulkan untuk diedit. Waktu masih semester satu Nabil baru ganti iphone dan merekam segala hal. Karena dia mainnya ya sama kwartet terus, isi folder ponselnya di tahun 2017 ya didominasi mereka berempat.

“Proyektor mana, ya?”

“Lah, lo yang bawa perintilan.”

“Astaga, masih di kamar!”

“AMBIL!”

-

Jangankan Danish, Kala sendiri gak paham kenapa dia sepanik itu waktu Nabil bilang Aine nyaris masuk ke kontrakannya sendiri. Ryan memang otaknya pendek, dah, kalau beginian. Padahal tugas dia hari ini cuma jagain Aine sampai jam dua belas. Untung Nabil berhasil bikin anak yang mau berulang tahun itu balik ke kosan Ryan. Kala tidak sadar menghela nafas saat Nabil laporan situasi sudah aman di kosan Ryan.

“Maaf, ya, Pak. Kalau sama kita gak ada yang sesuai rencana.”

“Gak apa-apa, Dan.” Kala berpikir sejenak sebelum menambahkan. “Seru.”

Seru. Menyenangkan. Baru.

Hiburan sesederhana melihat Nabil dan Danish yang membantu meniup balon tapi malah saling sembur karbon dioksida lewat balon masing-masing. Wajah mereka langsung kembali berwarna ketika Kala tertawa alih-alih sebal akan tingkah kekanakan itu. Tawa semurah melihat semua foto Aine ketiduran di kelas yang Nabil cetak besar-besar. Ada foto Aine bersama Kala juga. Foto itu berasal dari foto kelas yang dipotong jadi foto berdua makanya sangat buram. Kala bahkan gak bisa mengenali dirinya sendiri di foto itu.

“Pizza udah dipesan belum, Dan?”

“Belum, pak.”

“Aine sukanya apa?”

Hampir Danish menjawab sukanya bapak.

-

Aine tahu Nabil pasti sudah menyiapkan sesuatu waktu didapatinya temannya itu keluar dari gerbang kontrakannya. Alasannya jelek betul pula; numpang mencuci baju. jelas-jelas laundry letaknya di depan gerbang kosan Nabil persis. Toh, Aine iya-iya saja. tak ingin merusak apa yang Nabil sudah persiapkan.

Besar kepala sekali Aine, berpikir dia tidak akan kaget. Biasanya Aine memang lempeng pada kejutan seolah adrenalin bukan sesuatu yang asing baginya. Nyatanya adrenalin menamparnya sampai dia mau berjinjit waktu menyadari siapa sosok dengan kemeja merah sewarna bunga yang gugur dari pohon di halaman kampus ketika terkena hujan. Sekarang juga sedang hujan, makanya bahu Aine basah semua, tapi di sini hangat.

Hangat ketika Kala membawa kue coklat hitam yang tampak serius. Aine langsung tahu itu pilihan Kala sendiri. Hangat ketika teman-temannya bernyanyi lagu selamat ulang tahun, Kala ikut. Hangat ketika Nabil, Ryan dan Danish tanpa ragu memeluknya, membuat Aine tak berpikir dua kali untuk membalas.

Kamarnya yang selalu terasa terlalu luas jadi penuh dan ramai.

“Ah, sial.” Aine malah makin nangis waktu melihat foto-foto jeleknya ada di mana-mana. terharu karena ada yang mau capek-capek menyiapkan ini semua cuma buat menyenangkan hatinya. “Nyimpen aja ginian.”

Kue dipotong. Suapan pertama buat Danish karena Danish orang yang paling lama jadi teman Aine. Sama alasan tidak masuk akal lain karena Danish adalah bapak anak-anak bebek. Mungkin juga Aine bersikeras begitu biar mulut Ryan dan Nabil gak berisik meminta Aine menyuapi Pak Kala.

Kala terbakar, sih, sedikit. Apalagi waktu dengan jenaka Aine menorehkan krim di wajah Danish yang tanpa cela.

Sabar, Kala pikir. Ini bercanda anak-anak.

Mungkin itu juga alasan dia begitu santai di sekitar Ryan. Cewek sumatra dengan suara keras dan cowok sunda barbar langsung punya tempat di sisi masing-masing ketika mayoritas kelas bicara dalam aku-kamu dan suara yang begitu halus.

“Dih, video makrab juga lo masukin?”

“Iyalah?? Biar Pak Kala tau adab lo gak ada.”

“Anjing??”

Mulutnya Aine dicapit sama Kala. Nabil mencubit paha Ryan supaya gak teriak. Ryan yang jadi mengaduh. Danish cengengesan melihat semua kebodohan ini.

Little did Aine know, Nabil sengaja. Kapan lagi menonton Pak Kala cemburu pakai mata kepala sendiri? Kesempatan tidak datang dua kali jadi lebih baik dipergunakan sesuka hati.

Video makrab isinya cuma potongan cerita lewat kamera amatir. Nabil sengaja duduk menyamping dari awal karena tahu yang akan dia saksikan di wajah orang-orang akan lebih lucu dari video yang sudah dia tonton dua puluh tiga kali selama mengedit.

Aine menutup wajah malu saat videonya ileran diproyeksikan terang-terangan di dinding tapi Kala terlihat.. hangat. Kala meleleh seperti permen karamel berlapis coklat yang jadi lunak di dalam mulut. Satu jarinya yang pelan menusuk sisi perut Aine gak lepas dari mata Nabil yang minus.

“Gak mau disuapin Aine barbar!”

“Gue juga gak mau nyuapin lu!”

“Eh, lu gak boleh ngomong!”

Permainan di acara makan tengah malam membuat Nabil tidak boleh menggunakan tangannya dan Aine tidak boleh bicara. Ryan juga mendapat peran bisu alhasil dua anak itu bicara dalam gerak tubuh. Setelah capek keduanya mulai bicara dengan mulut dan berdalih kalau dua orang bisu bisa mengerti satu sama lain. Terserah.

“Nasinya kebanyakan,”

“Masih kebanyakan!”

“Dagingnya gede banget, Neee—KAGAK PAKE TANGAN DONG MOTONGNYA ITU MAU DIMASUKIN MULUT GUA!”

Wajah Kala gak terbaca tapi Aine bukannya malu atau apa malah terlihat senang. Gigi kelincinya menyembul dan dia tertawa-tawa tanpa menyadari Kala gak lagi tersenyum. Nabil sadar dosennya itu mulai terbakar melihat Aine suap-suapan dengan Ryan.

Orang kaya raya, tuh, mengerikan kalau cemburu. Ryan sama Danish bisa aja dideportasi ke Afrika. Ainenya sendiri gak percaya tapi Nabil tahu sejak kejadian di belakang panggung talent show. Entah cinta atau infatuation sesaat, yang jelas yang ada di benak Pak Kala untuk Aine bukan cuma perasaan platonik dosen ke mahasiswanya yang paling pintar.

“JOROK BANGET.” ini Danish.

Aine menjilati jari penuh bumbu rendang sebelum menyuap Danish yang mau gak mau menelan seluruh isi sendok. Apakah dengan jari yang sama dia akan memotong-motong daging lagi? Ya, tentu saja. Apakah Pak Kala terbakar? Wah, kalau hati manusia bisa disulap jadi energi, Nabil yakin sekarang satu komplek perumahan ini sudah jadi abu.

“Sumpah, Ne..” Ini Nabil.

Ryan dan Aine tertawa seperti besok tidak ada waktu Aine memarahi Nabil yang mengeluh capek padahal mengangkat tangan saja enggak. Aine lemas karena terlalu banyak membuka mulut dan menyenderkan kepalanya ke bahu Kala. Nabil hampir mati waktu melihat perubahan di air muka dosen pengujinya itu.

Mau tua atau belia, orang salah tingkah, reaksinya selalu sama, ya.

-

Permainan selanjutnya adalah jujur atau tantangan. Aine akhirnya cerita kwartet pernah menonton The Handmaiden di The Rabbit sama Kala, Ryan dihukum menaruh tangan di paha Nabil setengah jam, Nabil dihukum mengunggah foto itu di akun Instagram kedua yang jelas-jelas diikuti oleh mas, Kala bercerita dia pernah one night stand dengan dosen latinanya di Melbourne.

Terlalu banyak cerita, terlalu banyak pengakuan. Kala hampir merasa dia gak harusnya ada di sana tapi toh keempat anak itu menerimanya dengan baik. Danish membuka cerita soal persaingannya untuk dapat kesempatan kuliah lagi, Nabil dan ketakutannya, Ryan tentang nilai uts statistik yang nilainya E, Aine cuma berterimakasih mereka semua mau ke sini cuma untuk ulang tahunnya.

Kala mengingat dirinya sendiri. Ulang tahun kedua puluh satunya jatuh dua bulan sebelum wisuda. Dia pasrah tidak ada yang ingat karena jatuh di hari terakhir uas semester tujuh, tapi beberapa anak datang dengan kue yang sangat kecil dan surat berisi doa. Terimakasih sudah ngajarin yang lain selama ini kata mereka dan Kala teringat dia gak pernah merasa lebih berguna lagi.

Hidup memang gak melulu perkara validasi tapi melihat ada orang yang susah payah melakukan hal yang gak perlu hanya untuk mengapresiasi kelahiran kita di dunia ini rasanya menyenangkan. Kehidupan perkuliahan gak begitu manis untuk Kala tapi dia mendapat semangat dari orang orang yang berterimakasih padanya dengan tulus bukannya menganggap sudah sewajarnya Kala berbagi ilmu karena dia pintar.

Ah, Kala jadi kangen lingkaran pertemanannya sendiri melihat empat anak ini.

-

Jam tiga, anak-anak itu izin pulang pulang setelah beres-beres. Kala masih harus ke kantor jam sembilan pagi nanti tapi rasanya enggan ketika kasur Aine terlihat berkali kali lipat lebih nyaman dengan sosok bersweater kuning duduk di atasnya. Dia membaca surat dari kawan-kawannya.

“Ne,”

“Pak,”

“Lo duluan.” Putus Kala.

“Mau bantuin gue buka hadiah?”

“Gue harus ke mobil.”

“Oh.”

Kala membawa tungkainya melangkah keluar. Mobilnya masih diparkir di depan kos Nabil. Aine pikir dia akan tidur sendiri bersama hadiah-hadiah yang jumlahnya banyak tapi gak bisa membuat kamarnya ramai lagi. Aine pikir dia akan menghadapi sepi setelah pesta yang menggerogoti hati sendiri, tapi Kala kembali.

Satu kotak hadiah di tangannya.

“Tadi ketinggalan di mobil.”

“Lo tuh iseng banget!”

Kala tertawa seperti nyanyian burung gereja; renyah dan halus menyapa telinga. Ketika Kala masuk ke selimut dan duduk bersandar ke kepala dipan bersamanya, Aine pikir dia dapat hadiah terbaik sepanjang hidupnya.

#sebuahpercakapan

***19***

00.30

Kala cuma ambil jaket dan tidak berniat mengganti celana trainingnya saat ia menerima notif chat dari Lia. Seperti dikejar waktu, ia langsung menuju ke tempat yang tiga tahun lalu sering ia singgahi. Tengah malam itu langit Jakarta mendung. Dan Kala tau pasti bakal ada hujan cukup besar sebentar lagi. Kala sampai di parkir basement apartemen Lia dalam waktu tiga puluh menit dan segera memberi tahu perempuan itu bahwa dia menunggu di bawah saja.

Lia membuka pintu mobil dengan rambut kusut dan mata sembab. Memakai sweater kebesaran dan membawa tas jinjing yang agak besar. Hening menyelimuti mereka. Kala membiarkan perempuan yang saat ini duduk di sampingnya ini untuk mengatur nafasnya yang tak berantakan, menunggunya memberi instruksi.

“Yuk.”

“Earth to Lia already?” Kala menoleh ke samping, menatap Lia lekat-lekat.

Yang ditanya terkekeh. “Aku kayak hantu ya?”

“More like a mess.” Kala masih menatap Lia. Dua tahun jadi pacar Kala, buat dia sudah paham bahwa tatapan lelaki itu saat ini, adalah tatapan tanpa menuntut apapun namun isinya penyerahan diri bahwa Kala siap dihujani keluh dan kesah.

“Papa masuk ICU. Aku udah mau pulang dari kemarin cuma tertunda terus karna di kantor hectic banget. Aku jadi nyesel.”

“Have you take your medicine?”

Lia mengangguk. Kala paham kenapa Lia minta bantuan untuk mengantarnya ke rumah, serangan panik yang dideritanya would eat her anytime on her way.

“It's getting better you know, dalam setahun baru ini aku minum obat lagi.”

Hujan saat itu langsung turun saat mobil Kala keluar dari basement apartemen Lia dan melaju menuju Bogor.

“Kamu ngantuk?” tanya Kala yang sudah menghitung sebelas kali Lia menguap selama lima belas menit.

Lia langsung membuka mata lebar-lebar dan menggeleng, “Enggak.”

“Tidur aja,”

Lia makin menggelengkan kepalanya buat mempertahankan kata-katanya, “Nggak apa-apa, Kala.”

Jam di dashboard mobil sudah mennunjukan pukul satu malam. Kala ngerti kalau Lia ngantuk. Dan mata perempuan yang lebih muda dua tahun darinya itu sudah sangat sayu buat Kala nggak tega.

“Tidur atau aku turunin di tengah jalan.” ancam Kala.

Lia langsung meninju tangan Kala main-main. Dia nggak mau ninggalin Kala buat tidur. Sudah diantar tengah malam begini lalu tidur pula. Berasa tuan putri saja pikirnya.

“Nggak enak—”

“—tidur.”

Lia langsung ngambil posisi tidur secepat cahaya. Lia memejamkan matanya dan melipat kedua tangannya di dada. Kala itu, nyeremin kalau sudah serius dan tidak suka dibantah. Makanya mau tidak mau dia menuruti kemauan mantan pacar sekaligus mantan senior nya di kampus dulu itu.

Selama beberapa menit keheningan menyelimuti suasana di dalam mobil Kala. Kala sengaja nggak nyalain radio hari ini. Hal yang dia jarang lakukan sebenernya, tapi entah kenapa dia lagi ingin merasakan suasana yang damai. Dia kepingin mendengar air hujan yang jatuh ke atap sama cap mobilnya. Rasanya menenangkan, semoga Lia juga merasakan itu, batinnya.

Mobil Kala berhenti di lampu merah. Langsung saja dia melihat ke arah Lia yang sudah tidur nyenyak. Senyuman kecil langsung tercetak di bibir tipisnya. Lucu bagaimana semesta mempertemukan mereka lagi tiga bulan lalu, saat salah satu project CHAD yang di lead oleh Fani mendadak membutuhkan tim audio visual kolektif. Gara dengan otak cemerlangnya langsung menggaet Lia dan tim untuk diajak bekerjasama.

She's so pretty, rambut Lia panjang dan hitam, hidungnya tidak mancung jadi dulu Kala sering mencubitinya, bibirnya tebal dan sering berdebat dengan Kala dulu. Kala mungkin bisaa jatuh cinta lagi kalau dia nggak tiba-tiba mengingat apa yang menyebabkan hubungan mereka tidak berhasil dulu.

-

Agustus, 2016.

WHATSAPP

Lia A: kala udah makan siang?

Ransi Kalandra: udah

Lia A: aku mau minta maaf lagi

Ransi Kalandra: udah aku maafin kok dari semalem juga

Lia A: maafin ya

Ransi Kalandra: iya Lia

Lia A: aku lagu kosong dikit mau sambil cerita

Ransi Kalandra: boleh

Lia A: aku tadi baca-baca tentang emotion-focused vs problem-focused coping and i realized yang tadi malem aku paksain kamu lakukan itu yang kedua padahal kamu orangnya yang pertama allow me to apologise again ya you know me i tend to jump straight to solutions kalo ngobrol panjang tapi gak sambil nyari solusi aku suka ngerasa nggak guna padahal what you needed was just a place to vent and a person to sort out your emotions with aku tau ini bukan alasan yang baik dan gak seharusnya dijadiin alasan tapi ya that's my job solving problems jadi suka greget kalau muter-muter gitu aku mau tanggepan kamu ya

Ransi Kalandra: ya itu Lia kamu sering lupa untuk keluar dari mode kerja dan jadinya kebawa ke hubungan kan yang namanya hidup akan selalu ada minor inconveniences ya gak semuanya masalah besar yang harus kamu cari solusinya kadang aku udah tau, Lia, aku harus ngapain dan sejujurnya gak perlu kamu kasih tau ini-itu lagi apalagi nadanya diceramahi seperti kemarin itu ga enak loh aku tetap cerita ke kamu bukan berarti aku clueless terus harus dituntun ya kadang aku butuh dituntun, i'm a human juga, tapi maksud aku role kita tuh equal di hubungan ini, tapi kadang cara ngomong kamu yang di kantor kebawa ke aku and it sounds very condesecending

Lia A: but you know i see you as my equal partner, right?

Ransi Kalandra: i do tapi kadang ga tercermin di perkataan kamu

Lia A: okay iya aku sadar kok maaf ya, Kala i promise i'll learn to be a better listener

Ransi Kalandra: and i promise to communicate my needs bettter aku juga kepingin dimanjain sama kamu sayang, bukan malah diajak problem-solving

Lia A: malem ini nginep di aku yuk? janji aku sayang-sayang kalo aku mulai sarkas cubit aja

Ransi Kalandra: hahaha Lia, i love all sides of you ya this doesn't mean aku gamau tau tentang Lia di kantor gimana, etc it simply means, kayaknya kita harus belajar compartmentalisation Lia ke kolega kayak gini, tapi Lia ke pacarnya mungkin nggak cocok kalau begitu juga, Lia ke orangtua juga harus beda approachnya this applies to me too

Lia A: iya aku notice kok kamu kalau di kantor harus galak ke semua orang kalo enggak campaign kamu nggak naik tapi kamu nggak pernah galak ke aku

Ransi Kalandra: pernah ah

Lia A: kamu gabisa galak tau Kala..... kecuali semalem deng

Ransi Kalandra: hahaha serem gak?

Lia A: serem banget

Ransi Kalandra: maaf juga ya sayang udah setengah ngebanting pintu pas keluar kalo dipikir-pikir alay juga

Lia A: ya gak alay sih... aku jadi kamu juga mungkin banting pintu sayang i have to go ada meeting i love you i'll see you later

-

Waktu itu perdebatan demi perdebatan setelahnya terus terjadi. Yang Kala butuhkan rumah, tapi rumah dalam diri Lia terlalu riuh rendah tanpa jeda. Yang Lia butuhkan juga rumah, tapi rumah dalam diri Kala terlalu penuh tanda tanya. They both want to empowering each other, but it turns out, both of them is getting tired of it. Kunci rumah dalam genggam mereka masing-masing singgah ke pintu yang belum tepat.

Jam setengah tiga pagi, Kala dan Lia sampai di Bogor dan langsung menuju ke rumah sakit. Jadwal mengajar dua kelas di kampus hari ini sepertinya harus Kala lewatkan. Tapi ia lupa akan satu hal.

-

09.00

WHATSAPP

Nabila Khairina C-Ikom: pagi pak Kala pak izin, hari ini nggak masuk ya?

Ransi Kalandra: iya Nabil saya sudah kasih info ke pic matkulnya, belum disampaikan?

Nabila Khairina C-Ikom: udah pak ini saya cuma mau tanya bapak mau masuk grup gak?

Ransi Kalandra: grup apa, Nabil?

Nabila Khairina C-Ikom: ultah Aine tapi kalau bapak udah ada rencana sendiri gak apa-apa, sih. kita ngajak soalnya Aine pasti seneng kalau ada Pak Kala 😆

Ransi Kalandra: boleh tapi saya masih di bogor, Nabil belum janji bisa datang atau tidak ya

-

TWITTER

@ainee_ tweeted: “PERMISI PAKEEET MAKAN KEPITING DISPONSORIN OLEH AINE YUKKK @ryanisti @nabilakhairina @danishakbar”

@ainee_ tweeted: “tiba-tiba mau makan kepiting mamah”

@ainee_ tweeted: “gak ada yang bales masa pada ambis kan uas tahun depan”

@ainee_ tweeted: “kalian lagi nyiapin ultah gue ya @ryanisti @nabilakhairina @danishakbar”

@danishakbar replied: “gue baru pulang kerja, jangan geer lu.”

-

Jadi rencananya adalah Ryan minta tolong Aine untuk belajar buat besok. Awalnya Aine menolak, karena Ryan dengan begonya minta disamper di kosan karena motor nya lagi di servis, udah minta bantuan, minta dijemput pula, tapi Aine langsung meluncur begitu Ryan bilang mau ditraktir mcd.

Tugas Nabil adalah minta kunci duplikat kamarnya Aine ke pemilik kontrakan sambil membawa perintilan-perintilan dekorasi. Danish janjinya langsung meluncur tenggo dari kantor hari ini. Sementara Pak Kala masih belum memberi kabar apakah akan datang atau tidak.

-

WHATSAPP

AINE KEPALA DUA (Ryan, bilbil, danish akbar, pak ransi kalandra)

Bilbil: ryan goblok bgt

Ryan: MAAF

Bilbil: goblok bgt diem lu

Danish akbar: tau ah emang ga pernah bener

Ryan: udah gue janjiin mekdi anaknya diem ga lu pada

Bilbil: dan udah sampe mana?

Danish akbar: masih di krl

Pak Ransi Kalandra: gimana, lancar?

Bilbil: lancar pak pak kala jadi dateng?

Pak Ransi Kalandra: jadi, ini sudah mau berangkat

Bilbil: 😁 tiati pak

-

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam saat Kala selesai memberi kabar kepada Nabil, Ryan dan Danish.

“Gak jadi nginep?” Tanya Lia.

“Harus balik, Li, ada yang urgent. Kalau ada apa-apa kabari ya.”

Lia mengangguk.

“Yuk aku anter ke parkiran.”

Setelah Kala berpamitan kepada Ibu Lia. Mereka berjalan bersisian hingga tiba di depan mobil Kala. They can't help but stare at each other a little bit longer, and then they hugged.

-

#sebuahpercakapan

***18***

November, 2019. Setelah liburan dan beberapa bulan waktu magang yang melelahkan, we should go back to reality.

// p.s: 1. LIP : Layanan Informasi Publik 2. Hubmed: Hubungan Media (media relations) 3. Baru diketahui ternyata gebetan Nabil temen mabar mobile legend nya Ryan.

//

09.20

WHATSAPP Anak-anak Bapak Danish (Ryan ganteng, bil bil, danish, aine f)

Ryan ganteng: udah pada mulai bimbingan belom? dosbing gue gas bgt dah disuruh selesai dulu baru laporan ke dia buat dikoreksi kalo tiba-tiba judulnya nggak sesuai kan ngulang dari awal lagi

Aine f: sumpah gue bahkan baru nentuin judul

Ryan ganteng: ntap bahannya cukup ne?

Aine f: malah kebanyakan jadinya gue bingung fokusnya kemana agency yg kemaren tuh projectnya banyak bgt jadi gue agak keteteran

Bil bil: enak bgt lo gue.. stuck asli gue ngapain ya

Ryan ganteng: lah lu kan udah ambil hubmed sama lip padahal

Bilbil: gak tau i guess i'm stupid

Ryan ganteng: emang

Bilbil: apa?

Ryan ganteng: emang stupid

Bilbil: anjing harusnya yg nggak mau ke pr gak usah ke pr biar dosbingnya gak sibuk biar bisa ngurus yg emang mau aja kesel bgt tadi yg di grup gue ngeluuuh mulu maksudnya yaudah gitu kan emang bikin proposal magang susah mau judulnya segampang apa juga, gak bisa diganti juga, tinggal usahanya aja, kalau lemes-lemes terus ngeluh doang YA GAK LULUUUUSS

Aine f: lo beneran ditunjuk jadi ketua tim bil?

Bilbil: IYA ITU JUGA JINGGG GUE UDAH BILANG NGGAK MAU PADAHAL

Ryan ganteng: ketua tim cuma jadi person in charge santuy

Bilbil: lah kalau ditunjuk lu mau ga?

Ryan ganteng: nga

Bilbil: kan bajingan

Ryan ganteng: wkwkwk ini azab jauh-jauh disekolahin malah pacaran bilbil

Bilbil: NGACAAA NGUACAAA

Ryan ganteng: gue udah putus maksudnya ya udah putus lama tp gue minta stop kontakan wahahah biar lepas

Aine f: taunya malah elu yg nanti kontak duluan

Ryan ganteng: memangnya gue nabil badut

Bilbil: bacot

Ryan ganteng: badut doang yg ambil pr bil

Aine f: bacot

Ryan ganteng: ngulang taun depan bil ambil judul semiotika yg gampang kan kata lu punya gue gampang tuh

Bilbil: sumpah yan gak lucu

Aine f: iya yan gak lucu lagian lu markom bege bukan jurnalistik tolol

Ryan ganteng: OIYA YA AWOKWOWKWOK

Danish: berisk bgt ini grup nabil lagi capek ya?

Bilbil: iya :( BAPAAAK:(

Ryan ganteng: semua capek, bil, we're all in this together 💪💪

Aine f: iyaa let's devour this together

Bilbil: ha.. jujur demotivasi bukan demotivasi sih gue kayak capek bgt bgt bgt bgt gue sayang bgt sama lo semua jangan anjing ya sama gue asli kalau lo semua yang anjing gue udah gak tau lagi musti percaya sama siapa

Ryan ganteng: guk guk

Aine f: guk guk

Danish: salah lo bil ngomong gitu ke grup ini semuanya doggy

Aine f: lo maung

Danish: elu bayi macan

Ryan ganteng: wkwkwk suaka margasatwa elu capek kenapa deh, bil? kemaren kan kita udah libur

Bilbil: adalah sesuatu

Aine f: biasanya nabil kalo sambat malah gak ada apa-apa giliran ada apa-apa ceritanya ke pak Kala bukan ke kita

Bilbil: cemburu cemburu amat ne dosen penguji gue tuh ntar

Aine f: gue gak cemburu yaampun

Bilbil: tenanggg gue gak suka ambil yg punya orang lain kok tapi kayaknya org lain yg suka ambil punya gue

Ryan ganteng: ada yg deketin mas ya?

Aine f: geli bgt lo ikutan panggil dia mas

Ryan ganteng: SUMPAH KEMARIN LAGI MABAR GUE HAMPIR BILANG “mas mundur!!”

Aine f: emang lo bego aja itu mah

Danish: nabil mau cerita apa tadi? siapa yg ngambil punya lo?

Ryan ganteng: paling ada model cantik di instagram behindtheshutter terus nabil kebakaran jenggot

Aine f: memang nabil punya jenggot

Ryan ganteng: peribahasa goblok berapa sih nilai uts bahasa lo

Aine f: 92 🙂

Ryan ganteng: anjing sombong

Aine f: lu nanya

Ryan ganteng: tanya dong gue brp

Aine f: berapa

Ryan ganteng: 85 nyaris A elah

Danish: bilbiiiil muncul dong

Bilbil: memang hidup gue buat mikirin cowok doang ya, yan? hmm gitu deh, dan.

Aine f: mana paham bil kalau lo jawab gitu deh gitu lah

Bilbil: memang lo gak pernah paham rasanha jadi gue

Ryan ganteng: dangdut abis bil kita sekelas tiga tahun masa masih gini sih aine pernah nyuapin lo pake tangan kalo lo lupa

Aine f: cerita aja kita gak bisa kasih solusi sih tapi daripada ngerasa sendiri

Bilbil: misal gua bukan temen lu terus ada yg nuduh gua nyontek sama anak yg nilainya paling bagus kalian bakal percaya ga waktu gua nyanggah

Ryan ganteng: kita kenal juga gak percaya sanggahan lu sih bil. tugas statistik lo aja ngescan jawaban orang terus dikasih highlighter dikit

Bilbil: tuhkan kalian tuh gak ngerti

Aine f: nyontek kan rahasia umum asal gak pas ujian aja santuy kalau mau ambis kerjain proposal aja

Bilbil: wkwkwk konyol

Ryan ganteng: kenape lagii bil

Bilbil: gapapa konyol aja gue juga pengen deh tibatiba dipindah sektor magang tapi tetep bisa gercep ngerjain proposal gitu taunya nggak bisa

Aine f: gercep apa hadeh gue baru bikin latar belakang satu paragraf gak usah salty

Bilbil: siapa yg salty sih bukan soal lo kok, the world doesn't revolve around you, diva

Ryan ganteng: lo ngomongnya disini, bil. kalau mau marah ngomong langsung ke orangnya jangan di sini

Bilbil: tuhkan memang harusnya gue gak cerita

Ryan ganteng: bukan itu masalahnya

Danish: yan, udahlah

Aine f: ryan bener lagian, dan kalau mau cerita yg jelas. lagian gak bisa apa-apa yg disalahin gue sama ryan lagi

Danish: udahlah masa lagi pada capek terus mau berantem juga di sini sih

Aine f: gak ada yg mau berantem

Bilbil: tau ah

-

11.05

WHATSAPP Anak-anak Bapak Danish (Ryan ganteng, danish, aine f)

Ryan ganteng: NABIL NGAPAIN LEFT BEGO

-

11.10

WHATSAPP

Ryan Prakasha dan abis ini kita ngapain

Danish Akbar: hah? apaan?

Ryan Prakasha: ini pasti mau surprise aine lo sama nabil rencananya apa bisikin gua coba

Danish Akbar: tau ah yan

-

WHATSAPP

Aine f: dan sorry?

Danish Akbar: apaan

Aine f: ya maaf aja bikin lo bete

Danish Akbar: minta maaf sama nabil gih

Aine f: ah anaknya masih batu

Danish Akbar: lo nggak mau cari tau kenapa dia begitu?

Aine f: dia sendiri yg pasif agresif memangnya gue bisa baca pikiran apa lo juga hari ini emosian bener, kenapa?

Danish Akbar: wkwkwkw

Aine F: JANGAN KETAWAAAA

Danish Akbar: gak apa-apa, dunia lagi ngelucu

- 13.36

Nabil menaiki tangga dengan lesu menuju lantai 2 gedung B fisip, lantai dimana ruang dosen berada. Sesampainya di depan pintu ia menghembuskan nafas panjang sebelum membukanya. Mencoba untuk menampilkan wajah biasa saja karena ia harus melewati meja beberapa dosen lain, sebelum sampai ke meja dosen yang dia tuju.

Pak Kala, dosen yang awalnya diplotting menjadi dosen pembimbing magangnya namun tiba-tiba terjadi rotasi, dioper ke Bu Iren yang terkenal sibuk itu. Sebenarnya Nabil tidak masalah, toh tetap dia sering konsultasi dengan Kala dari awal dan syukurnya Kala diplotting menjadi salah satu dosen penguji di tim PR.

“Siang, Pak.” Sapa Nabil hati-hati melihat Kala yang serius mengetik di laptopnya.

Kala mendongak lalu tersenyum ramah melihat Nabil yang berdiri di depan mejanya. Ia mendorong layar laptop sedikit ke bawah untuk memperluas jarak dan mempersilahkan Nabil duduk.

“Lesu banget, Nabil, kenapa?”

“Pak, maaf, judul yang kemarin gak bisa dipakai.”

Kala mengernyitkan kedua alis dan melepas kacamatanya.

“Kenapa? Kamu ketemu judul lain yang lebih menarik?”

Nabil menggeleng, “udah didaftarin orang lain, Pak.”

“Kok bisa? Kamu nggak protes ide kamu dicontek?”

“Saya nggak tau temen saya ini dipindah ke PR, pak. Ternyata ide-ide yang saya ceritain ke dia dipakainya sendiri buat bimbingan. Sementara saya sendiri belum bimbingan karena Bu Iren masih di luar kota.” Nabil menghela napas sejenak. Kala merasa Nabil seperti ingin meledak di kursinya saat itu juga, ia mengerti rasanya. “Kalau mau ngajuin semacam banding juga gak bisa, saya gak ada bukti selain cerita ide saya lewat chat sama bapak.”

Kala menggigit bibir bawahnya, sedikit kesal karena tau betapa antusiasnya anak ini dengan judul yang dia jabarkan kemarin lalu.

“Maaf ya, Pak, sudah ngambil waktunya banyak banget untuk mengurasi judul tapi malah begini.”

“Nabil, kamu yang tenang dulu. Judul bisa dicari kapan aja, PR kan luas, kamu bisa cari yang lain. Lagian belum tentu yang mencuri ide kamu bisa mengembangkan idenya sebaik kamu.

“Padahal saya udah ngerjain latar belakang proposal. Sekarang demotivasi berat, Pak.”

Kala tersenyum simpatik, melihat wajah Nabil yang bibirnya mencucu sekarang jadi paham kenapa Aine sering mengatai Nabil mirip bebek.

“Wajar, semua orang pasti sedih kalau di posisi kamu. Nanti saya bantu cariin jurnal lain buat dibaca.”

“Minggu ini bimbingan pertama sama Bu Iren, saya harus ngomong apa ya, Pak? Apa jangan ketemu dulu?”

“Terserah kamu baiknya gimana. Tapi dosen pembimbing itu bukan musuh atau lawan. Dia ada buat bimbing kamu. Jujur aja kalau judul kamu diambil dan memang belum ada kepikiran judul lain.”

“Baik, Pak.” Nabil mengangguk paham. Ada jeda setengah menit yang tercipta di antara mereka. Kala membiarkan Nabil, siapa tau ganjal yang ada di kepalanya belum tuntas semua.

“Yang bikin saya kecewa tuh saya kagum banget sama teman ini, Pak. Dia pejabat kampus, tentor, bahkan pernah nginep buat ngajarin saya. Saya sesayang dan sebangga itu.” Kan, anak ini, di balik sikapnya yang selalu menghidupkan suasana, menyimpan banyak kekhawatiran. “Hari ini saya juga bertengkar sama anak-anak, mungkin masalahnya di saya sendiri ya, Pak, bukan di mereka.”

“Nabil, kamu nggak perlu bersikap baik setiap saat, tau kan? It's okay to argue with your friends, It's okay to burn the bridges if you feel hurt. Orang yang picik itu bakal terus picik gak peduli sebanya apapun yang dia punya. Dia nyontek ide kamu itu tandanya kan kamu di atas dia. Semesta dan manusia di dalamnya memang suka bikin kecewa tapi karma selalu ada. Bakal ada karma baik buat orang yang kecewa. Sabar, ya.” Kala feel the urge to comfort his student with something. Apapun yang menawarkan rasa manis di harinya yang berat ini. Memesan brownies atau bubble tea ke alamat kosannya (yang tentu akan ia tanyakan ke Aine terlebih duli terdengar menarik).

“Take your time, Nabil. Wounds need time to heal.”

“Gimana kalau saya yang nyakitin hati orang yang gak salah karena emosi sendiri?”

“You're more than one mistake. You're always more than one mistake. Benahi perasaan dulu ya. Nanti kalau sudah tenang, coba ngomong sama anak-anak.”

Nabil mengangguk, “makasih ya, Pak.”

-

WHATSAPP 15.20

Aine F: bang, pernah berantem sama temen ga? padahal lo gak salah tapi berantem aja gitu. ribet.

Pak Kalndra strakom: pasti sama nabil ya?

Aine F: anaknya curhat sama lo?

Pak Kalndra strakom: iya cemburu ya?

Aine F: iyalah kan yg temennya gue, yg lebih relate gue tapi yg dia andelin malah lo memang kalau nabil kenapa-kenapa siapa yg bisa langsung dateng nyamperin kosannya yg berantakan itu kalau bukan gue sama Ryan gimana gak cemburu

Pak Kalndra strakom: judul proposal magang Nabil dicontek orang lain, cil makanya dia uring-uringan

Aine F: HAH tadi dia bahas soal nyontek tapi gak bilang kalau separah ini kebiasaan memang dia mulutnya gak ada rem padahal kalau cerita daritadi gue sama ryan bisa bantu

Pak Kalndra strakom: bantu gimana?

Aine F: ngomong ke Bu Iren?

Pak Kalndra strakom: gak semua dosbing mau ambil pusing soal ginian lagian, what are you gonna do to prove that Nabil's honest? kita percaya sama Nabil karna gue sendiri yg bantu dia nyari bahan buat proposalnya lalu kamu temennya tapi orang lain kan engga? be honest, if charlie chaplin told you einstein's theory of relativity copies his idea would you believe him?

Aine F: ..no but nabil isn't charlie chaplin and that jerk isn't einstein we could do something

Pak Kalndta strakom: and risk Nabil's reputation?

Aine F: pusing deh pusing bgt

Pak Kalndra strakom: butuh angin seger itu udah berapa lama gak keluar kontrakan? ngelayap ke kantor yuk

Aine F: ngapain, jauh

Pak Kalndra strakom: gue di kampus sih ini mau ke kantor 10 menit lagi dijemput ya?

Aine F: mager

Pak Kalndra strakom: mau kopi sama pisang bakar ga

Aine F: murah

Pak Kalndra strakom: sama kentang goreng

Aine F: gue ganti baju

-

Sayang macam-macam rupanya.

Aine dijemput dan menuju ke kantor Kala membawa proposal dalam laptopnya. Kala bertanya apa dia sudah back up semua yang penting dan senyumnya merekah hingga matanya sabit saat Aine mengangguk. Kopi di depan Kala baunya seperti cibiran Fani yang bete karena harus mengurus sengketa kontrak dan tawa Gara yang meledeknya lemah tapi Aine ada di sini sambil menyendok mangga dan es krim dari gelas bulatnya. Mungkin perasaan sayang seperti milik Jervis pada Judy. Sayang yang tidak mengharap dicari tapi toh sumbernya dipeluk di penghujung hari. Mungkin perasaan sayang seperti milik Allie pada Noah. Sayang yang rendah diri. Sayang yang mengorbankan. Mungkin perasaan sayang seperti milik Oliver pada Elio. Sayang adalah penerimaan atas keharusan merelakan.

“Sudah sampai mana?”

Aine membalik laptopnya. Kala membaca tiga paragraf yang sudah Aine ketik dengan kernyitan di dahi. Kala boleh jadi sangat supel di luar kelas tapi sebagai dosen sebenarnya dia presisi dan rada banyak maunya. Aine bisa botak kalau dosbingnya Kala.

“Urgensi menganalisis proses komunikasi pemasaran di divisi marketplace, tuh, dapat disimpulkan kaya gini apa dasarnya?”

“Ya, itu. Kan semenjak ada SEO semua proses konservatif kayak di cut lebih simple, semua bisnis berlomba-lomba dipasarkan lewat e-commmerce. Pasti ada proses komunikasi pemasaran yang seharusnya nggak bisa diterapkan lagi.”

“Latar belakang gak perlu sedalam itu.” Kala mengetik beberapa koreksi yang membuat Aine memijat kening. “Coba dilanjutin dulu biar jelas masalah yang mau kamu bahas apa. Kenapa kamu tertarik bahas ini?”

“Gue buntu mau ngetik apa, Pak.” Aine menelungkupkan wajah pada lipatan tangannya. Menggemaskan. “Kepikiran Nabil.”

“Minta maaf.” Kala menepuk kepala Aine dua kali. “Ajak Ryan juga.”

“Danish juga kayaknya lagi ada masalah.”

“Hm, kenapa?”

“Feeling.He's been off the past few days. Hari ini puncaknya kali, ya.”

Beberapa orang membuat kesedihan terlihat seperti radiasi cahaya redup yang dengan indah jatuh pada wajahnya. Aine tampak seperti pualam dengan sayu di matanya.

“Mau dianter nyamperin Danish abis ini?” tawar yang lebih tua.

“Gak usah, deh. Kerjaan lo pasti masih banyak. Kalo nggak, gak mungkin balik kantor lagi abis dari kampus.”

“Iya, sih.” Kala gak mengelak. Aine pikir sayang mirip seperti ketertarikan Icarus pada matahari atau tipuan Odil pada pangeran. “Tapi tetap bakal gue anter kalau lo bilang iya tadi.”

Sayang juga seperti milik Persefon pada Hades dan bunga dari permata di kamar mereka.

“Untung gue tau diri.”

“Ya, tau diri.”

Kala mengambil satu potong kentang dari piring lonjong di depan Aine.

“Pesan punya lo sendiri kalau laper.”

“Masa boros tanggal segini. Nanti tanggal tua gue ngisi botol sampo pakai air.”

Aine memutar mata. “Lo bisa beliin gua kafe ini dan masih kaya raya.” Kala dibuat tertawa. “Masalahnya lo pasti belum makan dengan benar. Kapan coba terakhir makan nasi?”

“Kemaren?”

“Ck,”

“Gak sempet turun, Ne.”

“Minta dianter kan bisa!” Aine gak menerima alasan. “Kalau lo sakit banyak yang khawatir.”

“Aduh, gue diceramahin bocil.” Kala menjawil hidung bangir yang empunya langsung mengernyitkan wajah. “Iya, iya. Nanti makan kalau udah break makan malam. Gak enak kalau jam segini minta dianter makanan.”

“Makan sekaranglah mumpung udah turun.” Aine melirik banyaknya restoran kelas satu yang mengisi lantai-lantai dasar gedung kantor tempat Kala berkerja.

“Bisa dipelototin Fani gue kalau cabut kelamaan.”

“Lo sesibuk ini terus nawarin gue tebengan ke jakpus?” Aine menembak laser dari matanya. Kala tersenyum terhibur tapi gak lama kemudian hilang karena Aine mencebik sedih. “Maaf, ya. Gue gangguin lo.”

“Santai.” Kala menopang wajah di atas telapak tangannya. “Kayak sama siapa aja, sih? Aku gak akan nawarin kalau gak bakal tulus ngelakuinnya.”

Aine punya banyak restriksi untuk dirinya sendiri seperti jangan minum es kalau lagi radang telinga, jangan lupa bawa KTP di dalam dompet, jangan melebur pada kasih yang Kala tawarkan.

Dua belas tahun. Aine pikir.

- 19.00

WHATSAPP

Aine f: gue di kosan lo, ya kunci masih aja ditaro di pot kotor bener ni kamar gue beresin ya

Danish Akbar: heh maung lo sadar gak lo masuk ke kos-kosan cowok yang di dalamnya entah ada apa dan BERSIH BERSIH?

Aine f: sst berisik. kelarin kerjaan lo cepet terus balik. minta mie, ya

Danish Akbar: seenaknya lo

Aine f: sama telor sama keju nanti bekasnya gue cuci kok

Danish Akbar: ??? dunia punya nenek moyang lo?

Aine f: iya.

-

“Kenapa, sih?” tanya Aine pertama kali saat Danish pulang dan melepas sepatu di dalam kamar.

Semenjak ada maling sepatu tertangkap di teras kos-kosan, Danish gak berani menaruh rak di luar. Padahal sepatu lo gak ada yang worth dimaling, Aine ingat begitulah ledekan Nabil waktu Danish cerita.

“Lo yang kenapa di sini?” tuding Danish sambil melepas dasi dan melepas dua kancing atas kemejanya.

“Nih, tadi gua masak mie dua. Makan dulu.”

Danish mengumpat tapi tak urung duduk di samping Aine untuk ikut makan.

“Lomasak mie berapa.”

“Empat.”

“Anjing.”

“Guk, guk.”

Danish menusuk perut Aine dengan garpu. Yang ditusuk cuma kegelian. Rasanya jadi ingat waktu SMA. Aine seragamnya keluar-keluar, tiap hari bawa tupperware bulat ungu usia lima tahun yang penuh dengan masakan rumah. Kadang kalau lagi gak ada duit kotak bekalnya berganda sekalian untuk makan sore sebelum bimbel.

Danish sejak dulu suka menusuk perut Aine pakai garpu tupperware oranye yang tumpul kalau kesal. Padahal cuma bikin tambah kesal karena Aine gak mungkin kesakitan cuma karena garpu plastik.

“Lo kurusan tau, Dan. Biasanya makan lo kayak sapi.”

“Gue tiap jam makan siang nangis doang di abang cakwe. Makanannya gak ketelen.”

“Separah itu?” Aine mengingat Danish pasca pengumuman jalur undangan masuk perguruan tinggi. Dia sekecewa itu sama diri sendiri sampai gak sekali dua kali Aine menemukan teman sekelasnya itu menangis di ruang kelas tambahan bimbel. Padahal Danish gak salah apa-apa. Dia kalah sama anak pejabat yang menyogok, that's it. “Semangat, Dan. Tahun depan kuliah.”

“Kayaknya gak bisa, Ne. Gak dapat rekomendasi atasan.” Danish menghela nafas. “Gue kayak dijebak di sini. Pokoknya jangan kerja di sini. Gede sih tapi susah. Susah banget.”

Aine menepuk kepala Danish. Lagi-lagi semesta bercanda pada manusia di depannya.

“Pak Bimo gak bisa diharapkan, ya?”

“Dia kan bukan atasan gue.” Rutuk Danish. “Atasan, sih, tapi gue bukan tanggung jawabnya.”

“Oalah.”

“Ribet. Semua orang rebutan mau lanjut sekolah. Apalagi yang cuma D1 kayak gue.” Danish menyeka air yang jatuh di wajahnya. “Gue gak bisa mendekatkan diri ke atasan padahal itu penting kalau mau selamat di kantor.”

“Ambil kelas pegawai?” Aine menyarankan. “Eh, jangan. Gak kuliah aja lo gak sempet makan apalagi sekolah sambil kerja.”

“Ada, tuh. Senior yang nyerah akhirnya ambil kelas online. Kemarin abis sertifikasi, dipindah ke gedung sebelah.” Danish bercerita. “Gue kepikiran mau begitu tapi sayang ukt-nya kalau akhirnya gue tetep ambil cuti tugas belajar. Mending buat adek kuliah, cicil rumah. Kadang gue juga mikir, bener juga Shanna belom mau pacaran sama gue, belom settle gini.”

Aine menatap Danish dengan kagum di matanya. Danish gak pernah malu untuk menangis walaupun banyak yang akan melihatnya sebagai laki-laki lemah. Danish gak pernah memikirkan dirinya sendiri terlalu banyak. Dia diterima beasiswa pendidikan penuh di banyak kampus swasta tapi dengan tawa dia bercerita ujungnya surat penerimaan dari kampus-kampus itu dijadikan ibunya bungkus kue untuk arisan.

Teralu mahal biaya hidup sama asramanya. nanti orang rumah makan batu. Danish bilang gitu. Cara pikirnya gak pernah berubah dari dulu.

“Susah, ya.” Aine berkomentar. “Adulting.”

“Banget.” Danish memijat kening. “Makasih, ya. Kamar gue jadi rapih.”

“Cucian juga udah gue cuci tapi bajunya doang.”

Danish selalu memisahkan ember baju dan pakaian dalam karena supaya baju biasa bisa ditaruh ke binatu. Membayangkan Aine membuka tutup ember yang salah lalu mengerang malu membuat Danish geli.

“Salah buka gak tadi?”

“Sumpah. Jangan dibahas.”

“Cih, katanya berpengalaman lo.”

“Ngapain dulu nih??” Mata Aine membelalak.

“Ck, ck. Tau gak om sudirman itu kalau gini kelakuan lo.”

“Sumpah maksudnya date bukan apa-apa.” Aine merah sampai telinga padahal Danish cuma menyebut namanya.

Untuk pertama kalinya minggu itu, Danish dibuat tertawa.

- 21.00

WHATSAPP

Aine f: yan

Ryan ganteng: oit

Aine f: minta maaf sama nabil gas kan ga

Ryan ganteng: drama amat. gas. besok aja anaknya libur.

Aine f: libur mulu kelas lo gue liat-liat

-

Besoknya. Aine, menenteng plastik berisi mika wadah dimsum pinggir jalan kesukaan Nabil menuju masjid dekat kosan Nabil bertemu dengan Ryan, menenteng plastik chatime, lalu berbalas cengiran.

“Dasar mental penjilat.” Aine menuding dengan dagu.

“Lo gak modal.”

“Dua porsi, nih. Kagak kayak lo pake voucher grab.”

“Bangke.”

Masih bercanda padahal dua-duanya sama-sama panik. Nabil gak pernah benar-benar marah. Ngomel, sih, sering seolah dia selalu punya tenaga buat protes sama yang terjadi di atas bumi tapi gak pernah sekali pun dua temannya ini menyaksikan Nabil segitu kesalnya sampai gak punya tenaga lagi buat marah.

“Kalau kita diusir gimana?”

“Kagak bakal tega, sih. Masalahnya, kalau Nabil balik ke Depok, gimana?”

“Ribet dah pertemanan ini.”

Aine dan Ryan baru mau suit di depan gerbang kosan Nabil untuk menentukan siapa yang mau masuk duluan ketika pintu gerbang terbuka. Mas dan rambutnya yang kecoklatan keluar dari sana. Aine dan Ryan lupa kalau sekarang orang yang bisa Nabil andalkan di kota ini bukan cuma mereka lagi.

“Oi.”

“Oi,” Ryan yang jawab. “Nabil udah tenang?”

Aine menyikut Ryan. Gak ada takut-takutnya ni anak.

“Lumayan.” Mas memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. “Kalian kalau mau masuk, ketok dulu.”

“Ya.”

“Lo balik?”

“Iya. Mau bimbingan.”

“Semangat bimbingannya.”

Awkward. Aine bisa lihat mas nahan emosi karena ngeliat mereka dan tentengan plastik di tangan masing-masing.

“Btw, Nabil udah makan.” Aine dan Ryan berbalik waktu Mas ngomong lagi. “Ingetin dia minum obat aja.”

“Nabil sakit?” tanya Ryan.

“Dia kan selalu pilek kalau nangis.” Mas mengedikkan bahu seolah harusnya itu fakta yang Aine dan Ryan hafal di luar kepala. “Makanya jangan dibikin nangis lagi, ya.”

“Soalnya gue gak akan diem-diem lagi.” Mas senyum tapi gak sampai ke matanya. Ryan pikir dia barusan bukan ngeliat teman yang biasa duduk di barisan belakang dan mabar mobile legend sama anak-anak lain tapi sosok cowok yang sayang sama Nabil.

Cowok itu gak terlihat punya masalah walau harus berantem sama Ryan yang bisa bikin giginya patah kalau Nabil dikecewain.

Mungkin Nabil gak pernah salah ketika dia bilang Mas jatuh sedalam-dalamnya untuk dia juga.

-

“Ngapain diem aja? Masuk.”

Nabil mengambil gelas chatime dari tangan Ryan dan menusuk tutupnya.

“Katanya sakit lu.”

“Biasa.”

“Bil, maaf.”

“Ih, geli banget.” Nabil melempar Aine dengan boneka Garfield yang kumisnya hilang setengah. “Udah dimaafin.”

Aine membuka tangannya. Bertanya mau pelukan gak tanpa suara. Nabil ketawa dan menitah Aine untuk mendekat dengan gerakan tangan juga. Nabil memeluk Aine seperti menutup keran yang semalaman terbuka. Air mata pertama semenjak pertemanan mereka selesai dengan ini.

“Sini lo gua peluk juga.” Nabil memanggil Ryan. Yang badannya lebih besar menyerah dan mendekatkan diri untuk dipeluk temannya yang masih duduk di kasur. “Utututu, kasian anak ibu yang baru putus.”

“Udah lama ih.”

“Putus kontak.” Nabil mengoreksi. “Jadi fokus sama dedek-dedek gemes mana, nih?”

“Fokus sama diri sendiri kali, ya? Kasian kalau gua deketin orang sekarang tapi gak pasti.”

“Baru sadar lu, Nyet.”

“Mas tau ide lo diambil?” Tanya Aine akhirnya.

“Kagak.” Nabil menggeleng. “Nanti dibonyokin anaknya sama Mas.”

“Ide apa?”

“Ide judul proposal.”

“Wah, bajingan?” keluh Ryan.

“Telat, ah.” Nabil melepas pelukan pada Ryan. “Gue udah ikhlas. Lagian dia mau cari data ke instansi mana coba. Materinya cuma ada di satu tempat. Kalau minta sama CHAD, ketauan Pak Kala siapa yang ngambil judul gue.”

“Pak Kala tau namanya?” Tanya Ryan.

“Gak gue kasih tau.” Nabil mengernyit. “Gue gak mau dia dipersulit sama CHAD. Siapa tau dia ganti judul tapi tetep harus ke sana atau malah mau kerja di sana.”

“Lo tuh kebanyakan mikirin orang.” Aine menyentil dahi Nabil.

“Talk to yourself!“

“Btw, Bil. Serius ni gue. Kalau ada apa-apa cerita. Misal lo gak mau gue sama Ryan komentar, bilang aja. Asal lo cerita jadi pada paham ceritanya gimana.”

“Iya, gue kemaren keburu emosi ngeliat kalian pamer nilai.” Nabil mencebik. “Gue pikir kalau gue cerita soal ini pasti ide kalian gak bakal jauh-jauh dari nuntut anaknya balikin judul gua sementara masalahnya siapa yang mau percaya sama gue? Kalau lo atau lo,” Nabil menunjuk temannya satu-satu. “Pasti masih ada yang percaya karena kalian gak kalah pinternya sama dia. Gue tuh mau cerita sama kalian takut karena yang menurut kalian gampang belum tentu sama buat gue.”

“Tapi lo cerita sama Pak Kala? Lo pikir gampangnya dia tuh apaan buat kita semua?”

“Atleast dia mencoba naruh kakinya di sepatu gua.” Nabil menjelaskan. “Kalian kan kagak.”

“Kenapa jadi berantem?” Ryan kali ini mengangkat kedua tangan. “Intinya salah semua. Intinya baikan. Sekarang bantuin gua biar gak di-block Danish.”

“Hah? Ngapain dia ngeblock lu?”

“Gua kira kita kemaren berantem cuma prank ulang tahun Aine jadi gue tanya Danish abis ini kita ngapain lagi. Lah di-block.”

“GOBLOKKKKKK!”

- 23.12

WHATSAPP

Lia Ayunindya – ponUrtone: kalandra i know it's late at night but i need help

Kalandra: iya, Lia?

Lia Ayunindya – ponUrtone: anter aku pulang ke bogor i'm trembling too much rn i can't drive

Kalandra: on my way

-

#sebuahpercakapan

***17 – 1. Special chapter***

//

Author's note:

You guys already meet Naya, Ryan's dear ex di chapter 16. So I would like to introduce you to Shanna. Danish's muse. Dibuat chapter sendiri karena berbeda dari cerita Ryan dan Naya yang cuma ditampilkan sekilas, kali ini ceritanya agak panjang.

Chapter 18 is still in process so let's enjoy this one first 👌

//

Namanya Shanna, Jakarta born and raised, atlet taekwondo putri, paid by a TV station to travel around the world. Perempuan berambut coklat yang punya gengsi setinggi langit. Bohong kalau dia bilang dasi yang melingkar di kerah Danish, pria di hadapannya dan parfum yang memenuhi penciumannya saat ini tidak melukai pendiriannya.

Yang Shanna harapkan adalah celah, kelemahan, apa pun itu yang bisa dijadikan alasan untuk menghina Danish secara membabi buta dalam hati. Sayangnya Danish datang dalam sebentuk senyum yang luar biasa sopan, figur bagus dan statement demi statement yang percaya diri.

“Ternyata lebih cakep dari foto,” Shanna bisa melihat hati ibunya tercuri begitu saja setiap Danish tersenyum.

Halah. Percuma keliling dunia dan bertemu berbagai bentuk cowok kalau ujung-ujungnya terjebak di permainan jodoh-jodohan iseng ibu dan teman lamanya dari Sumatra.

-

Shanna semakin kesal begitu menyadari Danish gak berubah dari pangeran kodok ke kodok betulan begitu orang tua mereka pergi. Danish tetap memakan pastanya dengan baik, gak buru-buru mengecek ponsel seperti yang Shanna lakukan saat tak lagi ada yang akan menegur mereka mengenai tata krama. Shanna juga berharap Danish adalah pemuda ngesok yang akan menegurnya soal sopan santun tapi nyatanya Danish menatapnya dengan senyum yang mencapai mata.

“Mau truffle?” tawar Danish.

“Nah” Shanna menggeleng. “Temanku jemput sebentar lagi.”

Shanna gak berminat jadi manis di depan Danish.

“Hm, mau kemana?”

“Makan.”

“Eat a lot.” Danish tidak tampak marah. “Gak suka makanan Italia, ya? Lain kali mau makan seafood?”

“Kalau ada waktu, ya.” Shanna gak memberi janji.

-

Niat jodoh-jodohan iseng berkedok reuni dengan teman lama Ibunya yang awalnya Shanna turuti karena tidak mau melawan Ibu berujung pertemuan demi pertemuan selanjutnya dengan Danish tiap Shanna pulang ke Jakarta selepas shooting entah dari kota mana.

Lama kelamaan, yang ada di pikiran perempuan itu adalah Danish layaknya kumpulan mimpi demi mimpi yang harusnya cuma ada di cerita fiksi. Shanna sampai takut memikirkan apa kiranya kekurangan cowok ini. Dia langsung bekerja di sebuah perusahaan bergengsi meski baru lulus D1, tidak gengsi untuk tinggal di kos-kosan daripada menyewa sebuah apartemen, bisa masak dan memetik gitar. Jangan-jangan cowok yang beberapa senti lebih tinggi darinya ini diam-diam penganut bumi datar. Ew.

“Mau digandeng?” tawar Danish.

Shanna menaikkan kedua alisnya. Ini sudah kali kesekian mereka pergi berdua. Bonding. Perintah ibu. Shanna cuma bisa menurut.

“Kenapa bertanya?”

“Kan memang harus bertanya. konsensus itu penting.” Danish terkekeh melihat ekspresi Shanna. “Hei, I'm serious.“

“Gak suka digandeng.” Shanna mengaku. “Gue gampang kegelian.”

“Okay.“

Danish benar-benar gak menggandengnya. Shanna sedikit terkesima.

All her exes before. They never ask.

-

“Dan, I don't think we can pass a lover state, let's just do an open relationship instead.”

Satu hari di bulan September, 2018.

Danish gak berubah banyak setelah Shanna melemparkan pengakuan itu. Maksudnya gak jadi cuek atau apalah yang jelek-jelek karena merasa sudah memenangkan ego Shanna dengan sebuah anggukan. Dia tetap seperti fiksi. Hanya saja sekarang Danish berani mencium Shanna saat perempuan itu mengeluarkan bungkus kertas berisi kebab favorit Danish dari tasnya dan Shanna tidak perlu bingung perlu ke mana kalau untuk kesekian kalinya dia menghilangkan kunci apartemennya yang berbentuk kartu setelah proses shooting yang panjang dan melelahkan.

Mata Danish sedaritadi gak lepas dari layar dan Shanna sedikit merasa dicuekkin.

“Banyak banget kerjaannya?”

“Iya. Aku agak terdistraksi akhir-akhir ini jadi tiba-tiba sudah deadline.”

“Hmm.. Semangat. Mau dibuatin minum?”

“Coffee please.“

“Krimer?”

“Yang banyak.”

“Okay, bayi.”

“Gak semua orang lidahnya tahan banting kayak kamu, Shanna.”

Shanna tertawa kecil dan berjalan ke arah dapur kos Danish. Ia kembali membawa segelas kopi.

“By the way, nanti malem aku ada afterparty di Cube, ikut?”

Danish menggeleng sambil mengangkat dagunya ke arah laptop. “Aku jemput kalau udah selesai.”

Shanna minum banyak sekali dan permisi untuk mengasingkan diri dari rekan-rekan kru nya yang hadir malam itu. Bahkan di tengah pusingnya Shanna yang berjalan menuju toilet, ia tersentak dan sadar penuh melihat apa yang ada di hadapannya.

Semesta bekerja seperti magis saat kamu emosi. Mantan yang paling ingin Shanna musnahkan dari muka bumi ini berada di pojok sana, tepat di depan pintu masuk toilet wanita. Shanna ingin mengirim wajah yang dulu menjadi rekan satu agensinya itu, yang terpingkal begitu melihat kedatangannya ke kelab malam itu ke segitiga bermuda agar lenyap selamanya.

“Already bored of riding that asshole dick, Shanna?” bagaimana bisa Shanna pikir tawa ini menyenangkan di dengar di masa lalu. Dia pasti lebih sinting dari sekarang. ”Now you want to comeback to me? Or, does he finally knows that his girlfriend is a slut? Jalang kecil yang menjajakan diri saat ibunya belanja berlian baru dan ayahnya cari istri simpanan di Dubai?”

”Stop talking, you bastard!”

Shanna melayangkan satu tonjokkan terlatih yang bisa membuat pelatihnya murka karena Shanna menggunakan taekwondo untuk kekerasan.

“Marah karena gue bener?”

Ludah bercampur darah dibuang ke lantai. Beberapa orang mulai menonton mereka dengan penasaran.

”Could you stop ruining things for me?”

”You’re coming to me the last time. You’re coming to me this time too. Admit it, my little whore, only I that know all about you. Other man wouldn’t accept someone as dirty as you. Get on your knees and beg I may spare you some mercy.”

“Lo mau jadi jahat atau halu? Pilih salah satu.” Shanna tau mantannya ini mabuk berat sehingga tidak punya tenaga untuk bangkit dan melawannya.

Namun suara-suara di kepala Shanna muncul lagi. Dia benci orang ini, sungguh. Kenapa harus muncul lagi? Kenapa Shanna kembali memikirkan bagaimana kalau dia benar? Bagaimana kalau salah satu orang yang mencuri dengar percakapan mereka memberi tahu Danish?

Shanna mengeram karena sakit di kepalanya dan melengos pergi tanpa pamit dengan kru yang lain.

-

Danish. Shanna gak bermimpi waktu melihat Danish yang berdiri disana, saat ia sedikit lagi mencapai pintu keluar Cube. Itu benar-benar Danish yang berjanji untuk menjemputnya dan pakaian yang sama dengan yang dia pakai untuk memangku laptop berisi tugas tadi siang.

Shanna tidak tahu bagaimana harus menghadapi Danish.

Maybe she’s indeed dirty. Maybe she doesn’t want her if he knows.

Shanna pikir Danish pasti sudah dengar sebagian atau semuanya entah dari kru atau slentingan orang yang familiar dengan wajah Shanna yang keluar masuk di lokasi. Shanna pikir dia akan mendengar selamat tinggal tapi Danish gak menyetir motornya ke apartemen Shanna malah membawa Shanna kembali ke kosnya.

“Tadi, dia nyentuh kamu?”

“Enggak. Gue ninju mukanya.”

“Bonyok?”

“Meludah darah.”

“As expected.” Danish tampak betulan bangga. Terlihat dari senyumnya yang terpantul dari kaca spion motornya. “Shanna keren.”

“Dan, gue kotor dan rendah.” Shanna menunduk.

“Dia bohong.” Danish membuat Shanna mengangkat wajahnya. “Kamu percaya aku atau dia?”

“...lo”

”You’re great, Shanna. You’re smart and also thoughful. You're more than everyone thought of you.” Shanna melebur ketika Danish menarik tangannya untuk memeluk Danish lebih erat dari belakang. ”Dari pertama kita dikenalin. Aku yang bolak balik nanya apa benar aku boleh dekat sama kamu? Sampai hari ini aku masih bertanya-tanya.”

Shanna merasakan air matanya sendiri mengotori kemeja yang Danish kenakan.

“Kalau lo tau, lo gak akan ngomong gini, Dan”

“Even if I know, itu semua cuma masa lalu, Shanna.”

“Lo gak marah kita tetep gak pacaran?”

Danish menggeleng.

#sebuahpercakapan

***17***

Agustus, 2019.

WHATSAPP 14.04

Ibu: mas ran senin jadi pulang tah?

Ransi Kalandra: jadi bu aku kelarin project dulu weekend ini ya

Ibu: ok.. ibu bikin ayam geprek nanti mas

Ransi Kalandra: kenapa harus ayam geprek bu?

Ibu: level 10

Ransi Kalandra: iya bu rapopo biar aku tewas

Ibu: gak punya pacar ora ono sing nangisin yo mas

Ransi Kalandra: apakah ibuku sedang melucu?

Ibu: dah dulu y mas ibu mau arisan

-

Jakarta sedang hujan lebat. Suasana di dalam kantor CHAD di Rabu malam tidak pernah seramai ini, Fani dan tiga rekan tim nya berkumpul di ruang meeting, anak-anak magang pun belum ada yang berani meningggalkan kantor. Gara dan Kala masuk ke ruang meeting bersamaan. Rambut mereka masih basah, tidak sempat dikeringkan karena Fani tiba-tiba menelepon Gara saat ia dan Kala sedang nge-gym. Hanya satu kalimat “Bang Gara kita butuh pencerahan,” langsung membuat dua laki-laki itu menaruh besi seberat dua puluh kilogram yang sedang mereka angkat ke tempatnya kemudian beranjak kembali ke kantor.

“Mereka mau nambah touchpoints di H-4 sinting nggak tuh, Bang. Asli gue stuck.” Ujar Fani. Gara yang tadi siang baru bernapas lega karna instalasi di venue sudah 75% terpasang lagi-lagi harus mengurut pening.

“Udah dipanggil kesini?” Kala bertanya sambil mengambil alih laptop di depan Fani.

“Udah, pak.”

Lima belas menit adalah waktu yang Kala butuhkan mempelajari scope perjanjian proyek sebuah organisasi pemerintahan untuk spread awareness tentang pentingnya teratur di lalu lintas baik untuk pengendara maupun pedestrian. Di lima belas menit itu Kala juga maklum kalau Fani sampai bisa stuck untuk memenuhi permintaan clientnya. It's not like we're going to make a video ads on that freaking major commercial intersection, Times Square- pikirnya, bukan berarti tidak ada jalan keluar. Sebagai atasan, dia harus punya seribusatu cara.

“Kalo kita pikir seluruh audiens categories tuh maksudnya berbagai profesi dan umur doang kayaknya kita bakal stuck sih.” Celetuk Kala.

“Coba pikir apa lagi kategori audiens yang kita lewatin?”

Kala bisa saja memberi tau jawaban langsung untuk mempersingkat waktu, tapi tidak, dia ingin memberi celah dan stimulus Fani dan tiga rekan timnya, Axel, Naura dan Bertha serta kebetulan ada anak-anak magang yang masih ada di sana.

“Orang-orang disabel.” Kala tersenyum, seratus buat Fani. Tak salah memilihnya sebagai project leader.

“Spesifiknya lagi nih ya, maaf, yang tunanetra, mau semegah apapun konsep ads yang kita buat nggak akan sampai ke mereka. Kalau kita mikirnya emang manfaat nya buat mereka apa? Itu salah sih.”

“Sama kayak kita mikir percuma buat buang sampah pada tempatnya kalau masih ada lima belas juta orang lain yang buang sampah sembarangan. Nggak bakal ada perubahan.”

Gara nggak butuh waktu lama untuk eksekusi. Bertahun bekerja bersama Kala dia sudah paham porsinya sendiri, di detik keberapa ia harus bergerak, mengeksekusi konsep dari kepala temannya yang cemerlang itu. Satu email sudah ia kirim ke entah siapa. Di tangan lain sudah ada satu kontak yang akan ia hubungi.

Fani menepuk kepalanya sendiri. Main di audio visual apa susahnya sih, Fan. Ia merutuki kelambatannya dalam berpikir.

“Stop thinking whatever it is in your brain right now, Fan.” Ini Axel, anggota baru di CHAD, yang bertindak sebagai visual designer. “Lo nggak liat itu bos kita pada nyantai. Artinya lo nggak melakukan kesalahan fatal. Stuck itu manusiawi kali.”

Setalah Kala dan Gara berdiskusi sebentar. Mereka menyampaikan apa-apa saja yang akan mereka lakukan selama empat hari ini. Fani tidak pernah lebih merasa seperti ada beban yang terangkat dari pundaknya hari ini.

“Naura sama Bertha nanti join tim research sound director nya ya. Orangnya besok pagi kesini. Axel sama intern coba buat maket untuk konsep 4dimensi ads nya ya. Fani, stay on the track.” Kala menepuk pundak Fani. She worked really hard, bisa terlihat dari kantung matanya yang semakin terlihat. Ingatkan ia untuk memberi perempuan ini hari libur lebih di tahun baru nanti.

“Lo oke, bos?”

Di ruangan Kala hanya ada ia dan Gara seperti biasa, sambil menyeruput kopi. Hujan masih belum reda. Anak-anak masih berada di ruang meeting, sepertinya akan lembur sampai larut.

“Coba jelasin ke gue kenapa gue harus nggak oke, Gar?”

“Well, she's your ex, I suppose?”

“She is but in this case, she will only be our co-worker.”

“Maap-maap nih ya, Kal, ponUrtone doang tim audio visual yang ada di list gue. They freaking work with nktchi's movie, jadi gue langsung inget mereka.”

“Dia project leader nya?”

“Supervisor sih sekarang kabarnya.”

Mereka berdua sama-sama menyesap kopi masing-masing. Ada hening yang berat disana.

“Well, guess we'll meet on the after party then?”

“Suit yourself, lah. Masih sendiri juga sih kabarnya.” Gara menggoda temannya satu itu.

“Bangsat lo.” Kala can't help but show his little smirk.

-

TWITTER

@ainee_ tweeted: “Kata gue juga apa dari dulu mending gue jual buah-buahan aja sigh“ @ryanisti replied: “WKAAKAKA WELCOME AHENSI LYF” @danishakbar replied: “semangat anakku, gajadi aku traktir mcd sarinah ya”

- Ceritanya ada yang sedang kesal, sektor magangnya digeser.

19.30 WHATSAPP

Anak-anak Bapak Danish (bilbil, ryan ganteng, danish, aine f)

Bilbil: karena ipk lo gede kayanya jadi dirasa mampu geser kemana aja Ne

Ryan ganteng: semangat cil

Aine f: ah sial benci bgt gue gue udah feeling ujung-ujungnya bakal ke agensi eh kejadian

Danish: udah-udah nikmatin dulu liburan 2 minggu ntar aja mikirin magang itu dosen-dosen lo juga pada lagi pulang kampung

Bilbil: on the bright side kita nggak ada yg dapet pak adit!! aman Ne aman ntar bareng ke perpus nyari referensi punya kating

Ryan ganteng: kagak ada yg nyemangatin gue?

Bilbil: kagak ada, makan tuh buku little john bulat-bulat

Ryan ganteng: MEMANG PROPOSAL MAGANG LO NGGAK BAKAL PAKE BUKU ITU APA PAKE

Aine f: diem deh yan makan tuh buku

Danish: wkwkwk btw, Ne e-ticket udah gue forward ke email lo

Bilbil: gue sendirian di depok 2 minggu tega lo semua

Ryan ganteng: ada mas nggak usah sok sedih lo lo sama aine jadi flight kapan Dan?

Danish: jumat jam 3 yan

-

TRIVIA: 1. Kalau yang ikutin thread #sebuahpercakapan di twitter pasti sudah tau kalau keluarga Kala di Surabaya itu orangnya lucu-lucu dan sangat supportif. Jadi jangan heran kalau Ibu Kala chat nya semengesalkan itu. 2. Kalau ada yang lupa, Aine dan Danish satu daerah asal dan sudah temenan dari SMA. 3. Kalau kalian penasaran yang collab sama DWP tahun ini, yang isi audio visualnya film nktchi yang bakal tayang Januari 2020, itu Ponyourtone. Mantannya Kala jaman masih kerja di diskominfo kerja disana. 4. Aine awalnya sudah di list untuk magang di departemen komunikasinya Kemendikbud tapi karna kuota membludak dari universitas lain, jadilah Aine yang dirasa mampu ditempatkan di sektor mana saja, dipindah mendadak ke salah satu creative lab di Jakarta. Ofc she hate it.

#sebuahpercakapan

***16***

05.00

Kamis pagi. Aine bangun tidur dalam posisi sebuah tangan melingkar di pinggangnya, si empunya masih mengenakan baju yang sama dengan yang dikenakannya terakhir. Tadi malam mereka menghabiskan 30 menit tarik ulur apakah harus membeli obat nyamuk atau tidak, berakhir dengan Kala yang mengeluarkan motor dan pergi ke indomaret.

Sekembalinya Kala disambut dengan hening.

“Lah udah tidur?” Kala disuguhi pemandangan Aine yang sudah berlindung di balik selimut.

“Belom, goleran doang.”

“Oh.” Kala bergumam sambil membakar obat nyamuk yang baru saja dibelinya.

“Itu udah gue gelar selimut ya, Bang di bawah.”

Tidak ada jawaban. Hanya ada suara gemerisik Kala yang melepaskan jam tangan dan menaruhnya di nakas. Detik selanjutnya Aine merasakan kasur yang ditindih beban lain dan pergerakan dari belakang tubuhnya.

“Pak.. Ngapain?”

“Kalo gue masuk angin, lo tega?”

Aine cuma bisa diam. Panik, tapi dia sudah ngantuk juga.

“Izin ya, kita gini aja sampe besok.”

Aine tidur sembari ada tangan yang melingkar di pinggang dan deru napas manusia lain yang menyambar di tengkuknya.

-

“Jadi dosen boleh tatoan?”

Kala menaikkan alisnya sambil mengangguk. Dia baru selesai mandi dan mengenakan kaos putih berlengan pendek sebagai dalaman. “Kenapa nggak boleh? Yang diliat kan otak gue bukan badan.”

“Iyasih. Kaget aja, abisnya baru ini liat lo kaosan pendek doang.”

Kala nyengir sambil memakai kemejanya, masih kemeja yang sama dengan yang dipakainya tadi malam. Ia harus memikirkan alasannya jika nanti setibanya di kantor, Fani dan anak-anak buahnya yang lain bertanya-tanya.

“Artinya apa?”

“Yang mana?”

“Lah ada banyak?”

“Lengan dua ini, punggung sama perut kanan bawah doang.”

“Ya kan yg keliatan sekarang yang itu.” Aine menunjuk kedua tato yang terpahat di lengan bagian dalam Kala. Bertuliskan 1956 dan 1954.

“Tahun lahir Iahir ibu dan ayah.”

Aine terdiam masih memandangi kedua pahatan itu.

“Supaya selalu ingat pulang.”

“Bang, lo banyak duit kalo kangen tinggal pulang ke Surabaya.”

“Sekarang, dulu nggak semudah itu buat pulang, Ne. Gue malu kalau pulang nggak bawa apa-apa.”

Aine tidak mengajukan banyak komentar lagi, ia paham. Sungguh paham. Aine beranjak dari kasur untuk mengajak Kala sarapan, segera setelah bangun tadi dia langsung memasak nasi goreng dua porsi. Kala menyusulnya ke sofa depan TV.

Kala sudah mencapai kestabilan finansialnya. Belum cukup hebat untuk membungkam seisi dunia tapi sudah lebih dari cukup untuk membeli permata dan membawanya ke rumah orang tua siapa pun yang dia suka. Sayangnya perempuan yang tulang selangkanya mengintip dari kaus kebesarannya ini tidak bisa. Belum bisa.

Usianya belum lagi genap dua puluh tahun, setahun setengah lagi menuju kelulusan, sebelum memulai hidupnya sebagai karyawan. Aine selalu lebih dari antusias saat membicarakan hal-hal seputar masa depannya—bagaimana dia mau difoto dengan skripsinya, kelurganya yang akan datang jauh-jauh untuk kelulusannya, kantor yang diidamkannya. Kala harus puas dengan posisinya sekarang. Menatap dari kejauhan sambil memberi apa yang bisa dia beri, mengambil apa yang disodorkan kedua tangan itu dengan mata membola penuh ekspektasi.

Kala, mungkin saja, takut Aine mundur lalu berlari menjauh bila tahu keserakahan Kala bisa meraup mimpinya.

Ingin menggandeng Aine di pesta orang dewasa yang membosankan, ingin tetap bersamanya di rutinitas-rutinitas kecil khas anak muda seperti ramai-ramai ke mcd saat tanggal mau berganti, ingin mengecupnya selamat pagi dan memeluknya selamat tidur.

Rasional Kala menahannya sedemikian rupa karena sadar daya tarik ini muncul lantaran Aine begitu berbeda dari sosok-sosok di sekitarnya. Aine adalah keremajaan yang paling gemilang terangnya saat berada di dunianya. Dunia yang Kala repih sekeping demi sekeping dokumentasinya dengan berbagai cara. Aine yang tidak tahu caranya menghadapi orang dewasa, Aine yang dipercaya teman-temannya, Aine yang tertawa-tawa menceritakan kenakalannya. Kala sadar dia bisa mengubah Aine kalau serakah akan sosoknya.

Saat ini Kala ingin menato cara Aine duduk menyamping dengan lutut terlipat di atas sofa, kepala bertumpu di atas salah satu telapak tangannya sementara tangan yang lain menggaruk sikunya sendiri, di telapak tangannya jadi dia punya amigdala eksternal yang membuat emosinya terjaga di hari berat. Menggemaskan.

“Nabil gimana sama lo?” tanya Aine sambil mengunyah.

“Gimana.. gimana?”

“Ya, gimana dia kalau cerita? Dia itu suka gak mau cerita kalau menyangkut akademis. Sambat doang tapi gak terbuka,” Aine mengaku. “Baru mau cerita kalau udah narik kesimpulan sendiri.”

“Any idea why she does so?”

“Dia pernah ngomong ke Danish, dia begitu karena nilai gue dan Ryan jauh di atas dia.” Aine mengusap muka. “Mungkin dia ngerasa gue bohong kalau mengeluh, toh, nilai gue tetap bagus. Padahal gak gitu. Gue tetep khawatir, tetep takut.”

“Tapi paham kan kenapa Nabil begitu?”

“Ya, paham.. makanya gue gak pernah maksa dia cerita.” Aine mengaku. “I’m glad Nabil has mas by her side walau pun tu cowok kalau lagi rese minta ditonjok.”

Kala tidak bisa menahan tawa mengaluh dari bibirnya kali ini. “Rese gimana? Rese gak mau cerita kalau gak ditanya berkali-kali?”

Sadar diledek, Aine memutar matanya. Kali ini hidungnya disentil. “Kayak waktu ke Bandung, tuh. Rese. Kan ke sana buat liburan berempat tapi Nabil jadi misah.”

“Posesif, ya?”

“Abis.” Aine bergidik. “Dipacarin juga kagak. Temen gue aneh semua, dah, hubungannya.”

“Julid,” ledek Kala. “Memang gimana?”

“Kepo kan lo. Cerita anak muda.”

“Hahaha, gimana, ya. Gue dulu lurus aja, sih. Ada yang deketin ya pacaran.”

“Bahasa jaman sekarangnya fakboi.” Tuding Aine.

“Kadang orang tuanya yang ngasih anak buat gue pacarin.”

“Ya, lo banyak duit. Mama juga iya-iya aja kali kalau model lo.”

Aine bicara sambil lalu, setengah bercanda, masih malas-malasan memakan nasi goreng buatannya sendiri sambil bersandar di sofa tapi Kala nyaris tersedak. Berdeham, Kala meminta Aine melanjutkan ceritaya.

“Danish yang gue kira paling bener aja terjebak open relationship yang lebih dari bullshit—“

“language.”

“—hadeh, dia sama 'pacar'nya yang artis itu sama-sama bisa punya gebetan masing-masing tapi kalau ketemu ya ngamar.”

“Hm?”

“Gue gak masalah, sih, mereka udah gede. Cuma Danish-nya tolol. Gimana, sih, kalau jauh terus many people throw themself at you. Open relationship cuma kedok aja buat nyicip-nyicip ikan-ikan lain. Mereka deket dari SMA dan gue gak pernah setuju. Sekarang udah kejauhan kalau mau dikasih kejelasan.”

“Paham. I’ve seen people with open relationship. Ada yang nyaman aja with that arrangement and there’re people who ended otherwise. Jangan pesimis gitu, dong.”

“Oke, Nabil sama Danish masih bego dikit doang. Ryan bego banget.”

“Kenapa?”

“Ryan dulu keterima kampus yang sama dengan mantannya tapi biasalah ujungnya daftar ulang di sini karena orang tuanya.” Aine bercerita. “Mantannya bisa dibilang gak terima. Awal semester satu Ryan demen banget balik ke Bandung. Cuma memang gak bisa dipaksa kalau orangnya gak bisa LDR. Putus tapi kalau Ryan balik tetep disamperin terus.”

“Enak pasti.”

“Iya, kali.” Aine mengedikkan bahu. “Ryan lama banget sama mantannya. Gue juga kagak percaya soalnya pasca putus tuh anak suka ngirim foto sok cool ke cewek-cewek.”

“Habis putus, mah, wajar tebar pesona.”

“Wajar. Yang ga wajar kalau ceweknya dikumpulin doang tapi dia juga gak ngapa-ngapain.” Aine menggelengkan kepala. “Sampai sekarang cewek-cewek itu masih ngerasa ada apa-apa sama Ryan. Susah, ya, cakep. I can relate.”

Kala ketawa lagi.

“Lo sendiri,” tanya Kala. “How was your love life?”

“Ya, gitu?” Aine menggaruk tengkuk. “Nyari cowok yang satu frekuensi agak susah.”

“Selama di kampus ada pacaran? Masa gak ada?”

“Ada.. Tapi gitu doang.”

“Gitu doang gimana?” Kala was looking at Aine dead in the eye. He was looking for answer Aine cant seem to comprehend. “Jawab, Ne.”

Aine has some issues with trust. Kala bisa lihat dari balik dinding ekspektasi yang Aine pasang disekeliling dirinya.

“I just.. don't want to disappoint and I'm afraid people choose to walk away? Masih trauma sama yang terakhir.”

Kan. Aine butuh banyak reasurasi bahwa dia cukup. Bahwa dia mampu. She seeks for validation hence the obedience. Aine gak bisa bilang enggak kalau ada yang percaya padanya karena dia butuh bisa percaya balik. Kala benci memikirkan kalau sentimen ini bisa jadi jatuh ke orang yang gak tepat, orang yang tega menyakiti Aine.

“Choose wisely,” Kala mengusak rambut Aine. “You’re not even 20. You have much time to explore.“

Kala yang sudah selesai makan menaruh piringnya di meja lalu menarik kepala Aine ke dalam dekapnya. Aine yang sudah lebih dulu selesai sarapan, ganti bersender dari tangannya sendiri ke dada Kala yang sekarang bau sabun yang sama dengan dirinya. Dadanya seperti habis lomba lari dan lucunya dia mendengar yang sama di telinga kirinya.

“Bang Kala, gue bulan depan magang, kira-kira gue sanggup nggak ya.”

“Of course you are, nggak usah berkeras memenuhi ekspektasi atasan kamu nanti, go with the flow, ikutin alur dan fokus di jobdesc kalau nanti di tengah-tengah udah nemu judul yang pas-”

Aine mengangguk seperti anak paling baik. “-and don’t even hestitate to ask me. About and for anything. I know things you may not want to find out by yourself.”

“Makasih ya, Bang Kala. Makasih banget.”

“Sama-sama. Udah jam segini, gue harus berangkat, Ne.”

Aine menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul enam lebih lima belas. “Yuk, ambil mobil di kosan Ryan dulu.”

-

Agustus, 2019. Hari terakhir UAS semester 5.

WHATSAPP Anak-anak Bapak Danish (bilbil, ryan ganteng, danish, aine f)

Bilbil: PING LO SEMUA ADA YANG JAWAB MODEL FASILITASI COMMUNITY DEVELOPMENT GAK

Danish: gue jawab

Ryan ganteng: diem lu

Aine: gue jawab tapi pake bagan wkwk sumpah stuck banget jelasin pake paragraf 3 karakter umum program komdep pada jawab?

Ryan ganteng: kayaknya gue ada silap dikit tapi ya jawab

Bilbil: lo semua jawab?

Ryan ganteng: ya masa kagak?

Bilbil: gue gatau tadi ngisi apa ya otak gue udah di margo pengen karaoke pls BYE semester 5 laknat margo im coming

Ryan ganteng: ikut

Bilbil: yah dah di tebet gue

Danish: karaoke sendiri?

Bilbil: sama mas dah balik dia 😍

Danish: oalah ternyata

Aine f: btw @ryan selamat mengabdi WKAWKKA

Ryan ganteng: MASIH NANTI

Bilbil: kan kita mulai magangnya bareng goblok ini nih kebanyakan ngamar *ngamer

Ryan ganteng: aine does both

Aine f: fitnah dajjal kirain pengumuman gelombang satu magang duluan kan lumayan bisa nitip bolu susu

Ryan ganteng: depan kampus juga ada aine anak pintar

Danish: katanya pada mau ke kantor gue

Aine f: males saingan haha bilbil juga geser sisa gue yang loyal sama lo

Danish: aine gue traktir mcd sarinah jadi ryan fix balik bandung?

Ryan ganteng: ho oh

Bilbil: BUCIIIIN

Aine: tiati lo pulang ngantor jangan ngamar doang kita kerja beneran ini

Ryan ganteng: fitnah dajjal

Danish: ryan dah bisa e-filling belooom

Ryan ganteng: belom wkwk nanti aja disana minta diajarin mantan

Aine f: lo yang bener aja yan

Ryan ganteng: ya kalo gue minta ajarin lo Ne kan sama-sama gak bisa gubluk, minta ajarin ke lo Dan gue gaenak kaga jadi magang di kantor lo

Bilbil: alesan yan gak udah-udah sama yang onoh gue pukul ya lo

Ryan ganteng: terakhir ini mah

Aine f: halah

-

TWITTER

@ryanisti tweeted: “Dua tahun wkwkw tahan juga ya gue dua tahun gini mulu. Abisnya tiap pulang gue selalu bersumpah 'ini yang terakhir' tapi diulang lagi, diulang terus kayak lingkaran setan. Cupaps lu, yan.” – @nabilakhairina replied: “lu emang cupaps abis, yan. kasian itu dedek-dedek yang suka ingetin buat belajar sama kuis kombis” – @ryanisti replied:“ngaca, lu, emang si mas mau sama lu. taunya bener kata aine dia diem-diem udah punya anak satu.” – @nabilakhairina replied: “BAJINGAN. SEMOGA SEMUA SEMPAK RYAN DIGIGIT TIKUS SELAMA DIA PULANG KE BANDUNG. AMiin paling serius.”

-

Bandung, Agustus 2019.

“Lo ngerjain gue ya.”

Ryan menertawakan ekspresi kesal Naya, mantan pacarnya yang baru bertukar posisi dari bangku kemudi ke bangku penumpang ini. Iya, Naya menawarkan diri untuk menjemput Ryan dari bandara pakai mobil Naya setelah percaya perkataan Ryan bahwa dia bawa bawaan banyak. Nyatanya yang Ryan bawa cuma badan dan tas berisi laptop.

“Laper?”

“Teu.”

“Loba gaya. Tar tau-tau minta mekdi.”

“Hehe,”

-

Ryan gak lapar, kok. Biasanya kalau mereka satu mobil, nyaris gak pernah gak mampir ke penjual makanan. Ada pun hari ini laparnya Ryan dibawa kabur gugup. Padahal di sini adalah rumahnya, kota tempatnya lahir, bau mobil mantan pacarnya masih familiar, pun jalan yang mereka lewati.

Harusnya dia merasa paling tentram di kota ini tapi entah kenapa Ryan merasa sedikit asing. Mungkin yang berubah bukan cuma baliho di dago atau lokasi warung takoyaki favoritnya tapi dirinya sendiri.

Gurat senja yang mulai muncul di langit kota kembang seolah menyemangatinya untuk bicara.

“Gue mau ngomong, deh.”

“Sok, pormal amat.”

“Takut di tengah jalan gue disuruh keluar mobil.”

“Tenang aja. Kecuali maneh minta muter balik ke bandara, teu diturunkan.”

“Udahan, yuk.”

“Siapa?”

“Ya abdi sama maneh!”

“Kan memang udah.” Naya terkekeh. “kita memang udahan, Ryan.”

“Ya maksudnya nggak dibikin sulit lagi. Nggak usah saling minta ketemu. Lo.. cari pacar. Gak usah nolak orang lagi karena gua.”

“Pede mampus, Yan?”

“Lah, sebut siapa pacar lo abis putus sama gue?”

“Lo sendiri?” Naya membalik pertanyaan Ryan.

“Teu aya. Ini mau udahan sama lo biar ada.”

“Udah gede ya lo.”

Ryan menepuk kepala Naya dua kali. Ah, sial ini mantan terindah. Ryan menolak mengulang skenario nangis jelek di mobil karena harus merelakan perempuan ini.

Sekarang pun, kalau ngomongin rela atau enggak, Ryan masih gak punya jawaban pasti.

“Lo gak mau ngomong apa-apa?” tanya Ryan.

“Gue lega.”

“Lepas dari gue?”

“Lo bisa lepas dari gue.” Mata mereka bertemu dari pantulan kaca tengah. Ryan bisa melihat wajah yang dicintainya setengah sekarat selama bertahun-tahun di sana tapi rasanya sekarang lebih mudah untuk bernafas. “Abdi teh sayang sama maneh.”

“Apaan?” tanya Naya.

“Abdi teh sayang sama maneh.” Ulang si pengemudi sekali lagi.

Naya tertawa, “Apaan sih. Kalau lo sendiri yang mutusin buat pergi artinya lo memang siap pergi kan. Gue gak mau lo ngerasa ditinggal atau sedih di kota orang karena gue doang.”

“Pede mampus?” Ryan mengembalikan pertanyaan mantannya.

“Lo wisuda tahun depan?”

“Iya.”

“Gue masih boleh dateng?”

“Sok atuh.”

-

#sebuahpercakapan

***15***

“Kok lo jadi temenan sama Nabil bang?” Aine, di malam setelah talent show putra putri bangsa.

- Suatu hari di awal semester 3. Tentang Nabil dan perasaan tertinggal.

WHATSAPP

Nabila Khairina C-Ikom: selamat siang Pak saya Nabila Khairina dari kelas C-Ik yang kemarin pinjem buku the art of not giving a f

Pak Ransi Kalandra: malam, nabil maaf baru balas

Nabila Khairina C-Ikom: maaf pak saya gak sada mengirim pesan jam 9 malam saya kira masih jam 10

Pak Ransi Kalandra: iya gak apa-apa

Nabila Khairina C-Ikom: nilai kegiatan saya nanti jangan dibuat 60 ya pak

Pak Ransi Kalandra: hahaha bukunya udah selesai dibaca?

Nabila Khairina C-Ikom: sudah pak pak sebenarnya saya ingin bertanya bukan soal pelajaran, sih. soal surviving di kampus. semakin banyak oprec dibuka, teman-teman saya mulai ikutin ini itu terus saya gak tertarik dulu mikirnya. ah, yaudah yang penting nilai saya baik-baik aja tapi nyatanya yang sibuk tetap lebih pintar dari saya akhir-akhir ini juga pelajarannya tambah sulit kadang susah catch up di kelas, dibuka di kosan juga gak ngerti. biasanya saya mikir yaudah yg penting oas ujian belajar, tapi awal semester saya pengen berubah. gak bisa sks terus karna stress banget setiap ujian maaf pak saya ngomongnya muter-muter

Pak Ransi Kalandra: pertama, makasih udah cerita, Nabil makasih juga sudah sadar SKS gak baik buat diri sendiri. untuk ketinggalan pelajaran, sudah coba tanya sama teman? untuk statistik dan strakom kamu bisa tanya saya selain pelajaran, gimana di kelas? sudah ada teman yang satu frekuensi?

Nabila Khairina C-Ikom: belum coba tanya, sih, pak. kayak kata saya tadi. teman-teman rasanya sibuk masing-masing. ya, kepanitiaan, ya, pacaran, kalau ada waktu luang rasanya gak enak aja malah saya minta bahas pelajaran saya coba les, tapi kelasnya malam, gak efektif. terus yang lebih saya pikirin, malah seputar self development. saya rasanya gak berkembang sendiri di sini. lihat teman-teman sudah mikirin mau kerja, ada yang ip-nya 3,9, ada yang masuk organisasi saya mau ikut berkontribusi tapi takut malah jadi beban karena mikirnya liat gak ada kerjaan aja keteteran padahal ada yang sibuk pacaran terus ikut himpunan dan volunteering tapi nilainya toh masih di atas saya.

Pak Ransi Kalandra: nabil, hari ini sudah minum air putih?

Nabila Khairina C-Ikom: lupa, pak

Pak Ransi Kalandra: coba ingat akhir-akhir ini hal baik apa yg kamu lakukan?

Nabila Khairina C-Ikom: gak ada kayaknya, pak

Pak Ransi Kalandra:: pasti ada.

Nabila Khairina C-Ikom: pun ada pasti remeh.

Pak Ransi Kalandra: gak masalah.

Nabila Khairina C-Ikom: kasih makan kucing di kosan ggak ambil kembalian ojol cuma seribu sih bantuin teman menyebrang minjemin jaket himpunan ke teman masak nasi goreng, dimakan sama-sama.

Pak Ransi Kalandra: ada lagi?

Nabila Khairina C-Ikom: bilang makasih ke cleaning servis.. terus beliau senyum mendengarkan teman curhat tapi saya gak bisa kasih bantuan apa-apa, cuma dengerin aja takut salah ngomong mengajak teman ke monas, soalnya dia gak pernah kesana ini kebaikan bukan ya, saya juga gak tau tapi saya gak mau langsung diem aja pas dia cerita gak pernah ke monas terus rasanya udah ketuaan mau kesana.

Pak Ransi Kalandra:: coba diinget-inget lagi Btw, you've done well

Nabila Khairina C-Ikom: sisanya ya yang wajar, minjemin pena, berbagi air minum ambil absen di sekretariat

Pak Ransi Kalandra: nabil, thank you you've living so well despite your own worries mugkin menurut kamu semuanya hal kecil karna kamu terbiasa melakukannya tapi enggak. hal-hal yang kamu sebutin nggak bisa begitu saja dilakuin semua orang keep it up. kamu ngerjain porsimu, teman di himpunan mengerjakan porsinya, teman yang lainnya mengerjakan porsinya nabil punya hobi?

Nabila Khairina C-Ikom: ada nari..

Pak Kalandra C-Ikom: good waktu kamu udah seumur saya, siapa ketua BEM, siapa yang cumlaude, siapa yang baca buku tiap hari, gak lagi penting saya ingat sih siapa aja mereka tapi nggak berkesan yang berkesan buat saya, yang kasih saya makan di akhir bulan, yang meminjamkan pena waktu ujian, yang mampir ke kosan ketika saya sakit. kindness works like domino it goes a long way memistarkan pencapaian orang lain ke diri kamu sendiri bisa jadi motivasi tapi kalau berlebihan cuma bikin sesak ingat ada orang rumah yang bahagia asal kamu sehat live well, try to explore, baby step matters, gak perlu langsung ngurus acara besar, cari aja kegiatan kecil yang kamu suka. mulai dari nari, bisa pentas di kampus kan?

Nabila Khairina C-Ikom: iya. maksudnya iya makasih ya, pak sarannya saya gak pernah mikir kesana.. makasih terima kasih banyak, pak

Pak Ransi Kalandra: sama-sama, nabil habis ini minum air, ya beresin kamar, atau belajar di luar biar lebih fokus. kamu masih semester 3, masih ada waktu buat cari cara belajar yang paling ideal semangat 👍

-

Trivia: 1. Teman yang Nabil ajak ke Monas adalah Aine dan Danish yang sama-sama pendatang dari Sumatra. 2. Waktu nerima petuah Pak Kala ini Nabil beneran merasa tertohok dan masih ia. ingat sampai sekarang. That's why begitu tau Aine dekat dengan Pak Kala, Nabil takjub bukan main dan sekaligus sering goblok-goblokin Aine kalau menyia-nyiakan benefit dari kedekatan mereka. 3. Nabil hobi nari dari SMP. Waktu Ryan ikut putra-putri bangsa tahun lalu, Nabil yang ajarin Ryan nari modern buat talent show.

-

Juli, 2019. 2 hari menuju UAS semester 5.

Harusnya Kala gak iya-iya aja waktu Lidya, sahabat perempuan satu-satunya dan Gara dari jaman ospek, minta jajan terus jajannya beneran di WISATA JAJAN YANG NYETIR DULU LIMA BELAS KILO DARI KANTOR. Mana malam Minggu, mereka yang udah tua harus berlomba di jalan sama muda-mudi mau kencan.

“Seru juga gue dikira punya laki banyak.” Lidya ngasal, mulutnya disuap hakau sama Gara biar diem. Ini romantis banget kalau saja hakaunya gak utuh-utuh dimasukin ke mulut pakai sumpit alhasil Lidya batuk-batuk mukulin semua orang di dekatnya.

Kala benar-benar selangkah lagi menarik semua orang geser ke tempat makan yang lebih kondusif sampai suara yang familiar menyapa telinganya.

“AYOOO KE JALAN GEDE!!!!”

“GUE GAK MAU NGURUS KALAU LO SEMUA KETABRAK, BANGSAT!”

Aine dan Ryan kejar-kejaran pake grabwheels disusul Danish di belakangnya. Nabil paling belakang ketawa ketawa sambil merekam itu semua.

Kala bengong karena tidak menyangka akan bertemu mahasiswa-mahasiswinya sedang bermain-main disini padahal 2 hari lagi mereka UAS. Padahal juga sudah bilang bakal kangen ke salah satu diantara mereka. Ya, lumayanlah ketemu lagi. Pikirnya.

-

Setelah parkir scooter, Nabil ngeluh kelaparan. Awalnya mau langsung geser upnormal yang 24 jam karena mereka kalau ngumpul begini pulangnya paling cepat jam dua pagi tapi Nabil juga memaksa mereka harus makan dimsum sebelum cabut. Lagian upnormal malam Minggu begini ramenya persis lagi pembagian pahala. Nabil bisa mati sebelum makanannya sampai.

“Kok tiba-tiba ngidam deh lau?”

“Tau. Hamil kali gue.”

Nabil ditoyor Danish.

-

Gara, yang tahu kenyataannya diantara circle mereka, ngira Kala gak akan punya nyali buat ngajak Aine dan teman-temannya ke meja mereka tapi malah anak-anak itu sendiri yang nyamperin. Briefingnya cakep juga, pikir Gara. Soalnya waktu Aine dipanggil adek sama Kala, teman-teman mereka yang lain gak bereaksi.

Adek my ass, pikir Gara. Mana ada adek dipakai buat enggak-enggak. Gara tau. Kala tau Gara tau makanya waktu anak anak mulai duduk dia langsung melempar tatapan memohon supaya Lidya, cewek satu satunya digengnya itu gak mangap dan membeberkan hal-hal gak perlu. Misalnya Kala yang kemarin ke Dufan padahal ngakunya dia sibuk. Sumpah gak usah.

“Kalian semuanya sekelas?” tanya Gara.

“Waktu maba, Pak!” Nabil yang jawab. Ryan tau Nabil seneng soalnya Gara ganteng.

“Kirain kamu masih maba.” Gara menyahut. Nabil nutupin mukanya pakai tas. Merah.

“Jangan dipancing, Mas. Nabil predator.” Ryan enak banget bilang begitu. Satu meja ketawa.

Pahanya Ryan sukses kena cubit. Refleks si pemuda berdiri karena sakit di kakinya alhasil pahanya yang sekeras kayu bertemu dengan meja. Botol saus dimsum di meja berguling ke lantai yang tidak berubin. Danish udah sibuk minta maaf.

Keos. Keos abis tapi Kala pikir skit yang berantakan begini tidak masalah asal Aine terus tertawa kayak sekarang.

-

Ternyata pesan di sini sama di upnormal sama aja karena paket mix isi lima belas Nabil gak kunjung sampai padahal udah setengah jam. Akhirnya ketika teman-temannya Kala pulang, Aine mengeluarkan kartu. Kala tinggal dengan dalih mau mengantar adiknya pulang padahal Ryan dan Aine bawa motor. Nabil menambah peraturan yang kelepasan ngomong kasar harus ngambil lima kartu tambahan. Kwartet tanpa ngomong kasar: chaos.

Belum apa-apa Aine sudah memegang tiga belas kartu di tangannya, Ryan hampir dua puluh, Nabil dua puluh enam. Alasannya? Danish gak benar-benar paham cara main Uno dan bikin tiga orang lainnya refleks mencela. Awalnya takut gak sopan ke Kala. tapi melihat si om sudirman malah ikut ketawa asal Aine ketawa, yang lain lama-lama ikut kehilangan adat mereka.

“Uno game!”

“Lo ngapain sih, cuk??” Omel Aine ketika Danish mengeluarkan empat buah kartu warna warni dengan angka 2 dan +2.

“Lah gak boleh? Kan 2 semua.”

Nabil nabok paha Ryan yang sekeras kayu karena kartunya udah banyak banget. Ryan mengumpat. Salah banget duduk di sebelah Nabil. Pasti jadi samsak. Kala menepuk pundak Ryan karena dia paham banget rasanya jadi samsak temen cewek yang tiap emosi dikit tangannya melayang. Pemuda kepala tiga yang ditugasi menjaga kartu sekalian belajar cara main uno memberi dua kartu untuk Danish dan lima kartu untuk Aine.

“Gue capek asli. Udah setengah jam gini-gini doang gara-gara Danish.”

“Kok gue?”

“Lo pikir kenapa daritadi kartu gue bertambah?”

“Karena lo bego, Yan. Jangan nyalahin Danish.” Nabil menyela. “Yuk lanjut. Kayaknya dimsum gue masih dibeli di Meksiko.”

“Ganti game-lah. Gue tau yang asik!” kata Ryan. “Pak Kala ikut, yuk. Yang ini bapak pasti jago.”

Ajaibnya yang lain nurut.

-

Permainannya adalah menyusun kartu di meja sedemikian rupa sehingga bisa berjumlah sesuai angka yang diingkan. Misal ada kartu King, 10, 8 dan 7 dan diminta menyusun angka 10 maka jawabannya King (10) x 8 – 10 x 7=10. Orang yang tahu jawabannya harus membalik ponsel mereka di atas meja dan yang terakhir membalik harus menebak siapa yang berbohong pura pura tau.

Chaos.

“TOLOLLLL! BANGET INI GAMPANG BANGET!!” Nabil mencela. Kapan lagi dia bisa lebih pintar secara harfiah dari Ryan dan Aine.

“Sst, Nabil.” Kala yang negur. Setengah karena mbak yang bawain dimsum mundur mendengar teriakan Nabil, setengah karena dia juga belum nemu bagaimana jack, tujuh, enam dan lima bisa membuat angka 13.

“Hehe maaf, Pak. Data tugas akhir saya jangan di cancel ya, Pak.”

“Kalau saya kalah, dicancel.”

“ADUH YAUDAH PAK MAU SAYA BISIKIN JAWABANNYA GAK—”

Belum lagi Nabil beringsut, bibirnya dicubit sama Aine. Kala ketawa.

Empat ronde game selanjutnya, yang semuanya dimenangkan Nabil padahal yang punya permainan Ryan, akhirnya mereka diminta pulang oleh mbak-mbak pelayan. Hari memang sudah mau berganti dan Kala gak tau gimana nyuruh pulangnya waktu anak-anak ini dengan polos bilang mereka pulangnya nanti jam tiga.

Ingetin Kala buat kasih Ryan hadiah karena sekarang Aine berada kursi penumpang mobilnya. Ryan bilang ingin balap-balapan malam ini tapi takut kalau membonceng orang di belakang. Nabil memilih dibonceng Danish di motor beatnya Aine daripada menganggu Kala dan Aine.

Benar saja, Ryan mengakselarasi kecepatan motornya sampai lebih dari enam puluh kilometer perjam. Definisi tidak takut padahal kalau lecet benerinnya lebih mahal dari gaji PKL dua bulan. Merasa tertantang, Danish ngikut. Nabil berdoa komat kamit karena takut mati di jalan malam minggu yang ramai. Aine menyaksikan itu semua dari jog custom mahalnya mobil Kala sambil ketawa.

“Oh, ini ya rasanya jadi orang kaya menyaksikan rakyat jelata bertingkah bodoh.”

Hidung Aine dijawil si pengemudi. Gemes.

-

“Makan ga?”

“Minum aja, deh. Kenyang.”

“Kenyang apa miskin lo?”

Gak melanjutkan ledek-ledekan itu karena takut dikira modus biar dibayarin, semuanya kompak beli es jeruk yang kata Ryan rasanya kayak Yakult.

Danish berjalan ke kasir dan memesankan dua porsi mie goreng jumbo. Sebagai satu-satunya yang kerja dia merasa punya tanggung jawab buat berbagi. Danish sudah kebiasaan sampai lupa di sini ada yang tarif seminar per sesinya senilai gaji dan tunjangan Danish satu bulan. Kala menyerahkan kartu atm-nya ke kasir, Danish gak bisa protes.

“Tambah roti bakarnya dua, ya. Sama es kopinya satu.”

“Tengah malam ngopi, pak?”

“Saya masih harus nyetir ke Thamrin.”

“Kaku amat, Pak. Nginep aja di tempat Aine.”

Kala membuat catatan mental. Kalau nanti dia ngasih Ryan hadiah, Nabil juga.

-

Kala larut dalam obrolan anak-anak itu. Mungkin karena sebenarnya dia gak tua-tua amat atau memang keempat anak ini pintar-pintar meski suka bikin onar. Waktu lewat begitu saja sampai jarum pendek di jam dinding yang estetik menunjuk angka tiga.

“Pak, Ryan boleh nyetir mobilnya, ga?”

Yang nanya Nabil, yang panik Aine. Kala. langsung tau ada tektokan yang gak dia saksikan di antara keempat remaja tanggung ini.

“Nanti saya bawa motornya Ryan? Boleh.”

“Saya mau nyoba bawa motor gede, Pak.” Danish ikutan. Aine menatap Danish dengan tatapan anak anjing ditinggal. Kala segaris lagi kehilangan kontrol dirinya.

“Terus saya bonceng Nabil?”

“Bonceng Aine, dong, Pak. Nabil sama saya biar ngerasain mobil bagus.” Ryan yang ngomong. Kali ini Nabil cuma mesem, gak ada cubit cubitan paha lagi. “Lagian bapak nginep di kontrakan Aine kan? Bahaya nyetir jauh jam segini.” Tambah Danish.

Kala kali ini beneran ketawa kecil. Danish juga harus dikasih hadiah.

“Yah, boleh, deh. Ainenya mau dibonceng sama saya?”

Ditanya gitu Ainne bingung sendiri.

“Masa cuma mau dibonceng kalau mobil. Matre lu.” Nabil menuding.

“GAK GITU.”

Panik sih ada ya, Ne?

Fani masih suka dijemput pakai Vespa pacarnya jaman kuliah meskipun sudah bisa beli mobil. Ditanya kenapa, anaknya cuma cengengesan. Kala sekarang tau alasannya setelah Aine duduk di boncengan.

Yah, lumayanlah.

-

23.56

WHATSAPP

Anak-anak Bapak Danish (bilbil, ryan ganteng, danish, aine f)

Ryan ganteng: ne pak kala pernah bonceng lo naik motor ga

Aine f: kagak lo mau ngapain UDAH CUKUP YA TADI GUE DIKERJAIN

Bilbil: makasih nabil, gue bisa mengobati rindu

Danish: makasih danish, abis ini om sudirman nginep di kontrakan gue

Aine f: APA SIAPA siapa YANG NGINEP COBA ULANG

Danish: tadi gue nyuruh dia ke kontrakan lo aja kasian nyetir ke thamrin udah jam segini

Aine f: kontrakan gue banget???

Bilbil: ya kalo bapaknya mau di kosan gue sih, gue terima dengan tangan terbuka

Danish: i think it's your legs that spread open not your hands

Bilbil: hehe betul 👍

Aine f: bangsa t

Ryan ganteng: kayaknya bapaknya notis kita main hape daritadi

Bilbil: makanya jabarkan rencanamu wahai pemuda jabar

Ryan ganteng: jadi nanti gue pinjem mobilnya

Aine f: kayak dikasih aja?

Ryan ganteng: terus bilbil sama gue, danish bawa motor gue

Aine f: gue sama siapa?

Ryan ganteng: dibonceng pak kala lah?!

Aine f: GAK MAU :( PLIS RYAN JANGAN SINTING

Danish: padahal kalau aine mikir bisa aja pak kala di kursi belakang terus nabil sama ryan di kursi depan kayak supir sama asisten emang mau dibonceng kan lu

-

TRIVIA: 1. Waktu turun dari motor pertanyaan pertama Aine adalah, “Bang, gue berat ga?” Yaelah, Ne kayak gapernah dipangku di jok Hummer aja dah. Tapi Aine nanya dengan polos, Kala cuma bisa ketawa, helmnya ditepuk-tepuk. 2. Waktu masuk rumah, disambut nyamuk banyak banget. Jadi, setengah jam pertama mereka maju mundur mau beli obat nyamum atau langsung tidur, akhirnya Kala ngeluarin motor lagi buat beli obat nyamuk. Aine buatin susu supaya cepat tidur karena besok Kala kerja. Tapi yang ketiduran duluan malah dia. 3. Kala sudah dibilangin untuk tidur di bawah, udah ditarikan kasur tapi apakah lelaki itu mendengarkan? Tentu tidak.

-

#sebuahpercakapan

***14***

Rabu siang, ada yang dibuat ketar-ketir oleh bosnya saat sedang asik makan siang di Sarinah.

WHATSAPP

Pak Kalandra: fani besok gue mobile ya appointment geser ke jumat

Fanidia CHAD: aduh pak ada 2 rapat banget jam 11 entry meeting sama xl

Pak Kalandra: tahun lalu sama kita juga kan udah familiar arah mereka gimana review done, kemaren gue nginep lo tinggal present cari dimana lo bos kaya gue

Fanidia CHAD: oke pak 🙂

Pak Kalandra: emotnya ganti gak

Fanidia CHAD: iya, yang mulia sisanya lo ada jadwal ngajar sama minta diingetin periksa report-nya tim dkv kemaren unmodified sih

Pak Kalandra: justru unmodified harus dicek gue kerjain malem ini, tolong bilangin Pak Iyan jangan matiin lift

Fanidia CHAD: niat banget bos lo belom balik dua hari gue ngingetin aja sayang air purifier

Pak Kalandra: santai

Fanidia CHAD: mau ketemu Aine ya

Pak Kalandra: iya nemenin dia main sebelum uas dan magang

Fanidia CHAD: kencannya harus weekday bgt pak?

Pak Kalandra: he is my sister

Fanidia CHAD: pak nenek-nenek juga tau kalian ga sodaraan maaf kesannya lancang tapi tiap kalian ngedate yang ketar ketir gue

Pak Kalandra: hahaha keliatan bgt kedistraknya, ya, fan? gue gak niat bohong padahal tapi kata Gara, Aine yg bakal rikuh kalau gue kenalin sebagai murid so i told everyone she is my sister i don't think i am that bad of an actor

Fanidia CHAD: actually it's not /that/ bad cuma lo udah berapa tahun sih kerja sampai ada di posisi sekarang? 9? 10? I've never seen you being this infituated. bagus sih, i mean, it's up to you to like anyone. cuma kalau sampai bikin gak proffesional ya.. hati-hati aja kan lo sendiri, pak, yg selalu bilang, trust and integrity are our core. the base of our job. you will lose your reputation if you keep cancelling plans for no reason ADUH JANGAN PECAT GUE i need to pay my bills

Pak Kalandra: hahaha surat resign lo gue tunggu

Fanidia CHAD: YAH PAK SAYA UNSEND SEMUA DEH

Pak Kalandra: enggak. enggak. makasih udah ngingetin i need this kind of reality check nowadays

Fanidia CHAD: santuy pak kalo cinta kan buta

Pak Kalandra: dangdut

Fanidia CHAD: kan nyamain persepsi sama pak bos

Pak Kalandra: surat resign lo beneran gue tunggu

Fanidia CHAD: AMPON jangan pecat saya tapi saya serius pak, banyak yang masih perlu di cek

Pal Kalandra: saya percaya sama kamu

Fanidia CHAD: pak, what if the worst happens?

Pak Kalandra: you won't fail me, Fani. i know my people. memangnya lo pikir kenapa gue terus-terusan nyuruh lo ujian sppri? because you're totally capable nyicil dari sekarang mumpung umur masi duapuluhan

Fanidia CHAD: waduh belom siap rebut title indonesian youngest sppri dari lo

Pak Kalandra: siap kok siap, gue malah bangga bgt kalo lo ngelangkahin gue semua anak-anak deh, asli. jangan pada keenakan jadi junior, cicil ujiannya biar cepet nanjak

Fanidia CHAD: not everyone has raw practical thinking as sharp as you, sir 😷 but thank you i will work hard, we'll work hard. we won't fail you.

Pak Kalandra: kamu habis numpahin kopi ke printer lagi ya?

Fanidia CHAD: ASLI PAK GAK SENGAJA

-

Trivia:

  • SPPRI: Sertifikasi Praktisi Public Relations Indonesia biasanya diterbitkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)

  • Karna jabatannya sudah tinggi, Kala tidak lagi mengerjakan pekerjaan teknis, lebih ke mengevaluasi creative brainworks bawahannya. Fani jadi khawatir kalau Kala recklessly believe in her and his team.

-

09.19. Kamis pagi. Satu minggu sebelum uas semester 4.

Mas-mas circle k tersenyum tipis melihat Aine memasuki minimarket untuk ketigakalinya. Entah geli atau sebal karena daritadi dia buang-buang kertas struk untuk belanjaan yang cuma dua puluh ribuan per transaksi.

“Nungguin siapa, mbak?” Tanya petugas kasir sambil memasukkan onigiri keempat dan susu pisang kedua Aine ke dalam plastik putih.

“Ah enggak, mas, taksinya lama, laper saya.”

“Macet kali, mbak.”

“Iya kali.”

“Semoga harinya lancar ya, mbak.”

“Makasih ya, masnya juga.”

Gak lama setelah keluar dari minimarket, doa petugas kasir benar-benar terkabul. Kala membalas pesannya. Ketiduran ternyata.

-

WHATSAPP

08.47 Aine F: bang, udah bangun?

09.10 Aine F: bang gue tinggal otw nih

09.19 Aine F: gue udah di kereta

11.04 Pak Kalndra strakom: sorry i just wake up di mana?

Aine F: santai!! lagi transit, mau makan dulu di circle k

Pak Kalndra strakom: ketemu di sana aja?

Aine F: yaaa

Pak Kalndra strakom: bimo sama cindy udah sampai kamu ketemu mereka dulu ya

Aine F: lo berapa hari gak tidur?

Pak Kalndra strakom: ya gitu hati-hati tasnya. makan apa?

Aine F: onigiri? popmie? sama sosis. gak gak. gausa kirim kirim

Pak Kalandra strakom: hahaha

-

/ Author's note: kalian sadar ga jarak dari jam 9 sampe jam 11 itu lama banget, ga mungkin transit selama itu, tapi Kala ga sadar, se skip itu otak pintarnya karna dua hari menjadi zombie. /

-

Setibanya Aine di dufan. Wajah Cindy yang sepertinya lelah menunggu bersinar begitu Aine menyapanya dan sang ayah. Kanopi merah tidak mampu menghalau panas yang diradiasikan batara surya di atas sana. Untung saja bekantan besar di atas tugu cuma patung, kalau dia bekantan betulan sekarang pasti sudah jadi monyet panggang.

“Kak Nabil gak ikut?”

“Kamu ngefans sama dia ya?”

“Kak Nabil masih belum jawab kenapa orang bisa ke Bandung bareng padahal gak pacaran. Gak menikah juga.” Cindy mengerucutkan bibir. “Kak Nabil bisa ajarin caranya ke mama sama papa.”

“Cindy..” Bimo terdengar sedikit tidak suka.

Aine menggeleng pelan, “Nanti ya? Hari ini main sama Papa, Kak Aine dan Om Kala dulu.”

“Kita masi nunggu Om Kala, Pa?” Cindy menepuk dahinya. “Cindy bisa menyublim.”

Bimo tertawa kecil melihat polah anaknya, “Masuk duluan aja, yuk.”

-

Aine jadi paham kenapa dia harus banget ikut ke dunia fantasi. Cindy mau naik rollercoaster dan ayahnya gak bisa menemani. Vertigo. Terlalu lelah bekerja, kata dokter sebaiknya menghindari aktivitas yang terlalu memacu adrenalin.

Bohong kalau Aine gak kepikiran Kala dan segala kesibukannya.

“Papa jagain tas, ya. Kalian mau dibeliin popcorn apa?”

“Karamel!” Aine dan Cindy menjawab bersamaan. Keduanya melempar tos lalu bergegas ke antrian yang semakin mengular. Untung mereka hanya mengantri di antara pengunjung vip.

“Ini karena Kak Aine telat, nih.” Keluh Cindy.

“Maaf ya. Kak Aine harusnya bisa sampai sini jam sepuluh. Nungguin Om Kala dulu.”

“Yaelah Om Kala mah.”

“Iya, nanti kalau dia datang kamu minta digendong di punggungnya, ya, biar kapok.”

-

Cindy, sepuluh tahun, tapi masih kecil sekali. Rasanya muka Cindy cuma sekepalan tangan Aine. Melihat wajah itu bersender di kepala Kala yang menggendongnya dengan pasrah membuat perut Aine tergelitik. Kala pura-pura membuat suara pesawat dan suasana tidak bisa lebih domestik dari ini.

“Papa dimana sih?”

“Nyasar kali.”

“Ya kali udah tua nyasar.”

“Lo nggak tau Bang Bimo, Ne.”

-

TWITTER

@bimowicak tweeted: “Cindy excited bgt seharian ini, untung ada adeknya Kala. Papanya udah ketuaan diputar-putar sama wahana 😅” @ransikalandra replied: “makanya jaga kesehatan, bos.” @bimowicak replied: “Ngaca, kal. Habis gak pulang berapa hari dia? @fanidialrst @gara_s

@fanidialrst tweeted: “Pak bos, pak bos, kalau lagi saling singgung jangan membahayakan karir saya, terima kasih.”

“Sebenarnya mau nge-spill cuma takut jadi junior 10 tahun”

-

Bimo betulan nyasar. Awalnya sedikit terdistraksi pada toko souvenir. Ingin membeli sesuatu untuk Cindy—yang mana berakhir dengan satu troli penuh. Lalu lupa bagaimana caranya kembali ke pohon di seberang penjual minum yang dekat dengan rollercoaster. Aine sudah membawa Cindy naik rollercoaster tiga kali dan Kala sudah ada di sana.

“Papa udah tua, sih. Jadi dimaafin.”

“Kamu seneng, ya, jadi lama digendong Om Kala.”

“Itu juga, sih.”

Cindy nyengir, tiga berondong jagung masuk ke mulutnya. Belajar dari Aine yang kalau makan sekali banyak.

“Mau?” tawar Aine. Maksudnya sisa jagung di kantung kertas yang dia pegang tapi Kala memajukan kepalanya, memakan satu dari tiga yang Aine selipkan di antara jarinya.

“Pemalas.” gerutu Aine. Kala nyengir saja.

-

Cindy mau naik wahana ice age. Antriannya mirip antrian giveaway tiket ke surga, mengutip Aine. Bimo tau Kala kurang tidur jadi kali ini ditariknya sang putri semata wayang supaya berpisah dengan sepasang yang berbeda usia satu putaran shio itu.

“Kenapa Kak Aine gak ikut?”

“Kak Aine takut mamoth.”

“Ih, cupu!”

“KAK AINE DENGER, YA.”

“AMPUN!”

Cindy berlari menjauh. Bimo terkekeh pelan sebelum menyamai langkah dengan anaknya.

-

“Bianglala, yuk.”

“Cupaps.”

“Apa artinya?”

“Cupu,” cela Aine. “Histeria, deh, histeria.”

“Suka banget memacu jantung?”

“Kenapa?” Kali ini Aine mengernyitkan bibir. “Penyakit umur lo gak memperbolehkan olahraga jantung, ya?”

“Sembarangan penyakit umur! Gue masih tiga puluh.”

“Dua,” koreksi Aine.

Kala memiting leher Aine. Diketekin. Aine berharap ketek mantan dosennya ini bau apa pun selain bau parfum mahal jadi dia bisa protes tapi Kala definisi wangi mahal bahkan setelah berkeringat melawan panasnya matahari Jakarta Utara.

“Yuk, bianglala.”

-

Kala merawat rasa penasaran seperti bunga matahari dalam pot kertas. Kali ini kuriositasnya dipicu ekspresi lempeng Aine di atas wahana apa pun. Aine malah mengeluhkan polusi yang membuatnya gak bisa melihat gedung pencakar langit Jakarta dari puncak bianglala. Kala gak berharap menyaksikan Aine gemetaran karena berada belasan kaki di atas tanah tapi dia juga gak mempersiapkan diri untuk ditanya mengenai penanggulangan asap industri oleh anak usia dua puluh. Untung saja dia pernah kolaborasi campaign dengan salah satu perusahaan plastik dengan residu paling besar di pulau Jawa.

Selanjutnya istana boneka yang menurut Kala pribadi cocok sekali jadi latar syuting film hantu. Pun Aine lempeng selama berada di atas kapal merah muda. Malah bercerita bagaimana sepupunya pernah menangis mau turun dari kapal dan memeluk salah satu boneka.

“Fuck,”

“Kenapa?”

“I think I just saw something.”

“Setan?”

“I wish,” Kala menutup wajah dengan satu tangan. “Kantong bening berisi muntah.”

“HAHAHAHAHA BALA SIH WAHANA PILIHAN LO.”

- “Tadi lo nunggu di stasiun agak lama, ya?”

Satu jam, jawab Aine dalam hati. Hanya dalam hati karena yang dia lakukan adalah memiringkan kepala. Pura-pura berusaha mengingat.

“Enggak, sih. Sambil makan jadi gak kerasa.”

“Makasih, ya, udah nunggu.”

Aine's beaming. Sama sama, terlantun pelan. Kala gak minta maaf karena sudah ketiduran. Alih-alih memberi Aine obligasi untuk memaafkannya, Kala memberi yang lebih muda apresiasi atas kesabarannya. Gak semua orang bisa dengan presisi menempatkan maaf dan terimakasih di setiap situasi tapi Kala selalu berhasil melakukannya.

Kala sehat, much to Aine's relief. Dia gak punya pantangan wahana ekstrem. Antrian di dalam bangunan yang seperti istana Yunani dipangkas begitu saja oleh kartu fast track mereka. Aine agak sedih karena dengar seseorang anak menangis karena diserobot dua orang dewasa.

“Harusnya orang seumur kita gak pakai fast track di tempat kaya gini,” keluh Aine. “Ini'kan tempat main anak-anak.”

“Does knowing I've never been here lessen your guilt?”

“Hah? Serius?”

“Kan gue kere.” Kala nyengir. “Waktu punya duit, udah tua.”

“Iya, bentar lagi sekarat.”

“Sembarangan!”

Deheman petugas membuat Aine dan Kala bergegas duduk di kursi. Mengencangkan pengaman, Aine bertanya sekali lagi.

“Lo beneran bisa naik histeria?”

“Bisa. Tenang.”

-

Bisa. Tenang.

Nyatanya Kala muntah di tong sampah dekat wahana. Aine memijat punggungnya. Sisa minuman yang tadi dibelikan Bimo disodorkan pada Kala.

“Maaf,”

“Maaf,”

Untaian permintaan maaf bersamaan. Kala menyeka mulut dengan sapu tangan dari sakunya.

“Kenapa minta maaf?” tanya Aine.

“Cupu ya gue?”

“Enggaklah. Lo keliatan banget lagi capek. Harusnya gue yang mikir sebelum ngajak naik ginian.” Aine benar-benar tampak menyesal. Kala mau mengacak rambutnya. “Lagian, gue bercanda kok soal cupu. Kalau memang gak bisa naik wahana ekstrem, ya, gak usah dipaksa. Semua orang punya ketakutan yang beda-beda.”

Kala benar-benar mengacak rambut Aine yang wangi dan lembut, hari ini lebih lembut dan wangi strawberry, sepertinya Aine baru ganti shampoo. Suka bagaimana pikiran di bawah surai-surai halus itu bekerja.

“Kayak, lo mungkin gak bisa naik histeria bahkan waktu sehat tapi orang lain juga mana berani jadi bertanggung jawab dengan konten promosi perusahaan punya konglomerat. Gue ngemsi acara BEM aja takut dikit.” Aine kali ini nyengir. Membiarkan rambutnya berantakan di bawah tangan Kala. “Standar berani cowok seperti harus bisa naik gunung, naik wahana aneh-aneh, kuat minum, itu bodoh menurut gue. Udah 2019. Masa laki-laki masih sibuk mikirin standar gak realistis itu.”

Aine bicara dengan nada menggebu. Alisnya nyaris menyatu dan tangannya bergerak di setiap kata yang keluar dari bibirnya. Dia terlihat seperti kobar yang merah menari di tengah Medan yang cuma Kala yang mengerti. Kala harap baranya abadi.

“Anak pintar.” Puji Kala.

Aine menyuruh yang lebih tua minum sambil merogoh tasnya.

“Duduk, yuk. Gua olesin freshcare.”

“Rajin juga lo bawa-bawa minyak.”

“Mama suka minta usapin jadi gua bawa terus supaya berasa dekat mama.”

Lagi-lagi Kala diingatkan. Aine benar-benar masih anak muda usia dua puluh tahun.

-

TWITTER

@ransikalandra tweeted: “Have you ever adore someone's mind so much you start to wonder why did the universe doesn't let them come to your life sooner?”

-

Sehabis mengolesi Kala dengan freshcare, mereka singgah di wahana rumah kaca sebelum bertemu Bimo dan Cindy di pintu keluar dufan untuk makan malam.

Kala membiarkan Aine berjalan terus dan terus diantara kaca-kaca yang merefleksikan bayangannya, awalnya Kala masih di belakang Aine. Namun lama kelamaan Kala tidak terlihat lagi. Aine pun merasa sudah pusing mengelilingi deretan kaca yang seperti tida ada ujungnya, sudah berulang kali juga kepentok jalur yang buntu.

Aine lelah, sekaligus senang sekali hari ini. Sepanjang perjalanan mencari jalan keluar, dia melihat refleksi dirinya yang merasa beruntung telah dipertemukan semesta dengan Kala. Ingin memberikan afeksi yang sama seperti yang telah diberikan pria itu padanya, namun terkadang ia malu, takut perasaannya akan bergejolak dan tidak terbendung. Aine mengeluarkan ponsel, ingin merekam instastory, mengeluh kenapa rumah kaca ini terlihat cantik, berlampu warna-warni namun lama sekali menemukan ujungnya. Di jalur sebelah kanan, Aine berbelok, masih sambil memegang hape, mendapati Kala yang berdiri mematung di ujung sana, terekam oleh Aine. Buru-buru Aine mematikan rekamannya, nanti saja diposting, pikirnya. Kala memandanginya dengan mata sayu, Aine sadar Kala sudah lelah sekali.

“Asik banget keliling-kelilingnya.”

“Kamu disini daritadi?”

Aine berjalan mendekat.

Kala mengangguk.

“Nungguin kamu.”

Jarak Aine semakin dekat. Hingga terisa beberapa centi. Cahaya warna-warni menyirami dan memantul di sela-sela tubuh mereka, yang pada akhirnya tidak berjarak lagi. Pelan tapi pasti, untuk pertama kalinya, Aine memeluk Kala. Kala tidak pernah terlambat, makanya tadi pagi begitu diberitahu Kala ketiduran. Ia langsung tau bahwa ada yang salah. Kala sakit. Bahu yang lebih tua dielus penuh kasih sayang. Kala tersenyum, akhirnya wangi shampoo strawberry Aine bisa diciumnya langsung. Selama Aine uas dan magang, wangi ini bakal dia jadikan memori untuk menghalau rindu.

“Aku capek banget, Ne.”

Iya aku tau. Batin Aine.

“Lapar.”

Iya aku juga. Batin Aine.

“Bakal kangen kamu.”

Iya aku, pun. Batin Aine.

“Cari jalan keluar dulu yuk.”

#sebuahpercakapan

***13***

-fast forward to talent show H-5 jam-

WHATSAPP

Anak-anak Bapak Danish (bilbil, ryan ganteng, danish, aine F)

Bilbil: GUTLAK DIGIDAW BAGIDAW TAYANGNYA IBU BILBIL @aine

Ryan ganteng: jadi kita anaknya bapak danish apa ibu bilbil?

Bilbil: ibu bilbil dulu bapak danish lagi audit

Aine F: tau nih danish kaga ada supportifnya

Danish: ngapain gue nonton kalo gak masuk final btw gmn si sistemnya bingung

Aine F: tadi udah gue jelasin

Danish: tetep bingung wawancaranya kan udah tuh lulus terus ini talent show

Aine F: iya abis talentshow final show yg pake baju adat

Danish: hoo gandengannya kapan

Ryan ganteng: WKAWKA

Aine F: nafsu amat liat gue gandengan

Bilbil: mau kirim ke pak kala sih rencananya Ne

Aine F: ngapain??

Bilbil: aku nabil sang pho

Ryan ganteng: udah ga nafsu lo sama mas?

Bilbil: iya di bandung dah nyicip

Aine F: HALAAAH yan selfie dulu bentar mau bikin mas cemburu mAu bikIN mAs cEmBuRu

Bilbil: diam

-

Kala nggak pernah naik kereta lagi sejak dia membeli mobil pertamanya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia menaiki KRL dengan kartu multitrip milik salah satu anak magang di CHAD. Berdesakan dengan orang-orang yang baru saja pulang dari Tanah Abang di stasiun Palmerah dan membayar ojek pertama yang dia temui di parkiran stasiun dengan uang seratus ribuan.

Nabil bilang acaranya dihelat di gedung serbaguna. Nabil tidak bilang untuk masuk lewat gerbang harus membawa kartu mahasiswa.

“Selamat malam, Pak. Maaf sebelumnya tapi di dalam sedang ada—”

“Pak Kala!!” Sebuah suara memanggilnya sebelum Kala sempat memberi alasan.

Nabil yang rambutnya dicepol dan tangannya masih penuh bekas eyeshadow merogoh kantung hoodie nya dan mengambil kartu mahasiswanya sendiri untuk di scan.

“Sudah kan.” Nabil mengerling. Panitia di depan menggelengkan kepala kecil.

“You owe me on this.” Kala bergumam.

Nabil tersenyum kemudian menggesturkan pada Kala untuk mengikutinya.

“Kejutin Aine, pak.”

Akhirnya kedatangan Kala benar-benar mengejutkan yang sedang di make up. Aine keculek maskara.

-

-flashback to h-10 jam sebelum talent show-

WHATSAPP

Nabila Khairina C-Ikom: waduh pak moto siapa tuh dp nya PACARNYA YAK

Pak Ransi Kalandra: mana sempet saya pacaran Bil temen saya lagi jadi model sayanya ganteng kan

Nabila Khairina C-Ikom: mukanya ga keliatan sih pak tapi GANTENG apalagi kalo saya boleh minta magang di CHAD

Pak Ransi Kalandra: 👍👍 gampang saya jadi presiden dulu

Nabila Khairina C-Ikom: sekarang aja boleh gak pak? saya belum isi survey tempat magang yg diminati nih

Pak Ransi Kalandra: CHAD kan swasta, Nabil. ke deptkom nya BI coba

Nabila Khairina C-Ikom: gak ada di pilihan pak sedih saya

Pak Ransi Kalandra: mau kemana jadinya?

Nabila Khairina C-Ikom: saya sama anakanak bebek ke kantornya danish nih pak prioritas 1

Pak Ransi Kalandra: bertiga terus ya goodluck buat kalian

Nabila Khairina C-Ikom: makasih pak oiya saya tuh ngechat mau ngasih tau aine kebagia tampil terakhir jam 7 malem kalau mau kesini dateng aja pak, saya jagain kursi

Pak Ransi Kalandra: memang boleh tagging kursi Bil?

Nabila Khairina C-Ikom: saya ngurus basis depok pak, kalau bapak dateng saya geser ke backstage

Pak Ransi Kalandra: saya usahain ya Nabil makasih

-

-kericuhan di backstage sebelum Aine keculek maskara-

TWITTER

@ainee_ tweeted: “KOK ADA YA ORANG MAKAN BUAT SAKIT PERUT” @refalhadi replied: “abisin makanannya kita udah mau tampil”

@nabilakhairina tweeted: “Aine mau nangis ngeliat refal bilang samyang manis.” “Ne, lo beneran orang sumatra ga sih- tanya refal begitu melihat aine menaruh semua sambel ke stereofoam gue.”

@ainee_ tweeted: “GUE DIGEPLAK RYAN PAKE TANGANNYA YANG BEKAS NYOMOT SAMYANG SEKARANG MUKA GUE PERIH” @ryanisti replied: “SURUH SIAPA NYELETUK //gue sih penghuni surga gatau ryan penghuni neraka// JELASJELAS KITA NONTON THE HANDMAIDEN BEREMPAT DI RABBIT”

-

Backstage tidak asing bagi Kala yang bolak-balik mengisi seminar tapi backstage bagi penampilan jelas-jelas... chaos. Aine berkeras tidak mau didandani lagi setelah tragedi maskara. Make up artist dan presiden basisnya yang satu angkatan di bawah kalah hierarki membuat Aine bisa kabur dari depam kaca.

“Gue udah cantik!” Tukas Aine keras kepala. Tungkainya dibawa mendekati Kala. “Katanya rapat direksi?”

Kala mengedikkan bahu.

“Selesai jam setengah tujuh.”

“Naik buroq ya? Cept banget bawa mobilnya pak?”

“Naik kereta.” Aku Kala.

Aine membolakkan mata, satu detik terpana.

“Pantes bau rakyat.”

-

WHATSAPP

Anak-anak Bapak Danish (bilbil, ryan ganteng, danish, aine F)

Danish: gue butuh live report

Ryan ganteng: bayar

Danish: halah

Ryan ganteng: aine belom tampil

Danish: lo dimana yan?

Ryan ganteng: tribun sama pak kala bilbil sama aine di backstage

Bilbil: sumpah SUMPAH GUE MAU NIKAH SAMA DOSEN SEKARANH TAPI HARUS YANG BUCIN

Danish: napa lu

Bilbil: pak Kala kesini NAEK KERETA NAEK KENDARAAN RAKYAT terus aine sama bapaknya ngobrol tuh ya kaYAK PAS DI APART MENGIDARKAN BAUBAU KASMARAN YG BIKIN GUE MERINDING terus lo harus tau Dan

Danish: apaan

Bilbil: pas refal bilang “ayo latihan gandengan jalan ke stage nya” mukanya pak kala KAYAK MAU BELI KAMPUS KITA

Danish: kenapa gak lo aja yg di stage sih yan gue suka gak percaya kalo nabil yg cerita

Bilbil: KOK GITU

Danish: lo tuh kebanyakan nonton drama

Bilbil: bruh. gue tuh hafal bgt muka org cemburu mas kan cemburuan

Ryan ganteng: lu geer

Bilbil: anyink

Danish: btw bil lo kan basis depok ngapain di basis sumatra

Bilbil: gue bantuin make up aine terus biar bisa live report lah??? gue mengkhianati depok supaya teman kita cepat punya pacar pak dosen?!!? btw aine gandengannya kaku bener kek kanebo kering kesian refal

Ryan ganteng: gelisah dia gandeng org lain depan om sudirman takut marah

Danish: ngapain marah memang dia siapa 😲

-

Babak talent show berakhir pukul sepuluh malam. Pengumuman basis yang lolos ke babak final langsung diumumkan malam itu juga. Prediksi Danish benar, Aine dan Refal nggak lolos final, memang dasarnya ikut karena dipaksa. Tapi nggak berarti penampilan mereka buruk, hanya saja pasangan peserta lain lebih niat saja tampilnya. Kontrakan Aine berjarak tidak jauh dari kampus, Kala mengantar Aine pulang berjalan kaki. Malam itu bulan muncul penuh, indah, batin Kala. Aine masih penuh make up, sangat berbeda dari biasanya. Indah, batin Kala.

“Great show.”

“Hmmm.” Aine berjalan menunduk. Tangannya memegang kresek indomaret berisi susu dan roti untuk sarapan besok pagi.

“Gaenak sama Refal, sama yang lain juga sih, kayak gak memenuhi ekspektasi.”

“Okay..” Kala sudah tau, pasti lagi-lagi anak ini menyalahkan diri sendiri.

“I hate dissapointing people. Takut kalo nggak dipercaya lagi gimana.”

Kan... Benar. Pikir yang lebih tua.

“Gak apa-apa kok kalo kepikiran. Manusiawi.”

“Padahal tuh kecil doang kayak semua orang tuh punya pencapaian masing-masing beginian doang kepikiran, apa gak malu sama umur.”

“It's okay to feel down. Perasaan kamu tuh valid. Sengaja dilupain dengan ngerasa positif juga ga bagus. Nanti kamu gabisa bedain saat bener-bener seneng.” Kala mengusak pucuk kepala Aine. Saat ini yang lebih muda terlihat seperti anak kucing yang hilang arah. “Being not okay is okay except you're in a proffesional environment yang membayar kamu untuk perform bagus. Misal pas ngajar, boleh pura-pura ceria. Kalau di kamar, feel free buat kepikiran.”

Aine menghembuskan nafas. “Iyaiya.. Oh iya tadi kok bisa masuk?”

“Pake ktm nya Nabil.”

“Kok lo jadi temenan sama Nabil bang?”

“Dia kan konsul magang sama gue. Kan anak PR. Mau ambil data di CHAD. Gue bilang kalo judulnya cetek gue nggak mau kasih data. Harus bagus.”

“Tega lo. Temen gue tuh.”

“Lah kao judulnya ngasal. Kayak korelasi pengalaman dan kompetensi praktisi PR pada kualitas CSR. Data apa yang mau gue kasih?”

“Ya... Apa kek.” Kedua alis Aine menyatu. Dia mungkin sering ngata-ngatain Nabil, sering ngomong kasar ke Ryan atau merepotkan Danish. Tapi jauh di dalam dirinya dia sangat peduli. Kala gemas sendiri.

Tanpa sadar mereka sudah berada di depan gerbang kontrakannya Nabil.

“Pulang naik kereta lagi?”

“Grab aja.” Sahut Kala sambil mengambil hape nya dan memesan taksi online tersebut.

“Kirain mau nyoba wahana rakyat lagi.”

“Cukup sekali.”

“Hehe, makasih ya, Bang.” Tukas Aine, suaranya melembut, menatap Kala lekat-lekat.

Kala mengalihkan pandangan dari layar hape. “Buat?”

“Udah nonton, dateng, naik kereta, walaupun gue nggak masuk final.” Aine kembali menunduk.

Kala cukup lelah mendengar orang yang saat ini ditatapnya seperti terus memojokkan diri sendiri ke dasar bumi. Mau memeluk Aine, memberinya kenyamanan yang ia perlu. Tapi mereka di pinggir jalan, walaupun sepi, tapi Kala tidak bisa.

Akhirnya yang lebih tua cuma menyodorkan telapak tangannya ke bawah dagu Aine, mengangkat wajah lesunya agar sejajar dengan jarak pandangnya. Aine beringsut panik tapi tetap mencoba terlihat tenang.

“Kamis kosong nggak?”

“Emm.. kelas pagi sampe jam 10.”

“Dufan yuk. Nemenin Bimo sama Cindy.”

“Kamis banget?”

“Weekend pasti penuh.”

“Iyasih..”

“Aneh kalau dua bapak-bapak ke dufan sama anak SD. Salah-salah gue dikira bapaknya Cindy.”

“Lah mukanya pantes kok.”

“Do I look that old?”

“Hehe enggak, ganteng kok.”

Kala memerah sampai telinga. Klakson dari jarak tidak jauh berbunyi. Tanda taksi online yang akan mengantar Kala pulang ke Thamrin sudah siap ditumpangi.

#sebuahpercakapan

***12***

WHATSAPP

20.04

0823xxxx: Hi, Ne Ini Refal dari ilpol

Aine F: Oh iya hi Ref gue save nomor lo ya

Refal: Okay Jadi kita ppb mau perform apa buat talent show?

Aine F: Gue english speech paling

Refal: Speaking gue lemah Ne

Aine F: Ya.. yang lain?

Refal: Tahun ini tampilnya pasangan

Aine F: Hah? Sorry Reeef gue nggak baca handbook

Refal: Tadi diomongin pas rapat wkwk

Aine F: Gue cabut rapat ini di bandung 😂 Maaf ya

Refal: Gapapa senin aja kita bahas yak?

Aine F: Sip Btw lo mau ikut ginian dipaksa satu basis ya

Refal: Ya menurut lo aja 🙃

Aine F: Semangat ref We're in this together...

-

Hari Sabtu jam tujuh malam. Kala duduk di meja kerjanya. Tidak ada siapapun di kantor saat ini, lampu-lampu ruangan pun dipadamkan kecuali di ruangan Kala serta koridor dari ruangannya menuju lift. Ya iyalah, siapa yang mau menghabiskan akhir pekannya di kantor, tapi si empunya malah berada disini. Awalnya mau lembur, supaya besoknya bisa mengajak Aine ke dufan, tapi didahului rencana Bandung oleh kwartet.

“Bilang sama Pak Iyan lift jangan dimatiin dulu ya, Gar.” Adalah pesan yang disampaikan Kala pada Gara yang singgah sebentar ke kantor untuk mengantarkan makanan dan memeriksa keadaan rekannya itu. Kala sudah putar otak dua hari. Konsep kolaborasi dengan perusahaan retail jam tangan kemarin butuh ia validasi.

“Data tim eksekutor udah gue email barusan. Lo makan dulu.” Gara berpesan sebelum pergi.

Kala menghela nafas. One list checked. I know I can count on my people, batinnya. Karena tidak mungkin dia memaksa untuk mengerjakan semuanya malam ini, besok ia mutlak harus beristirahat, karena Senin pagi adalah jadwal bimbingan skripsi rutinnya di kampus, sehingga malam ini ia mau tidak mau membuka satu persatu email berisi draft yang disusun mahasiswa bimbingannya untuk direvisi.

“Thanks, Gar.” Kala bergumam kecil sebelum Gara benar-benar beranjak.

(Aine F sent a picture)

Kala buru-buru membuka notifikasi whatsapp nya. Seratus empat puluh kilometer. Saat ini Kala berjarak seratus empat puluh kilometer dari tempat Aine berada tapi masih menemukan cara untuk membuat Kala gemas padanya. Aine mengirim foto selfie dengan bibir mencucu, diberi caption “perwakilan basis sumatra yang hopeless”. Kala tertawa, iya, dia sudah diberi tau kalau Aine diikutkan ajang putra putri bangsa tahun ini berdasarkan hasil polling tiap basis di fakultas. Aine kesal, tapi apakah dia menolak? Tentu tidak. Tidak enak sudah diberi kepercayaan katanya. How selfless, as usual, pikir Kala.

Kalandra punya penilaian tajam, pendiriannya teguh dan resiko resiko besar memahat kepribadiannya sedemikian rupa. Tanda-tangannya menentukan citra perusahaan bergengsi di depan khalayak. Keputusannya berkausalitas dengan nasib banyak orang, baik klien pun murid-muridnya.

Ada pun Kala jatuh tak berkutik di depan sosok remaja tanggung yang bandel meminum alkohol sebelum diizinkan negara, yang tetap masuk kelas saat sakit. Polahnya lugu, jauh sekali dari orang-orang yang Kala hadapi sehari-hari. Seperti buku yang terbuka, ruangan yang dindingnya transparan.

Lucu, penurut seperti anak paling baik. Kala sekali bermain-main memintanya mengirim foto saat itu juga karena terlampau khawatir pada yang lebih muda. Aine menyanggupi. wajah lelah, selimut sampai dagu, bibir menyatu maju. Capek katanya. Hampir tidak dapat kereta terakhir. Sejak saat itu Aine frekuen mengirim satu foto tanda baik baik saja seolah mampu mendeteksi gelisah Kala.

Ia teringat satu pertanyaan random Aine saat masih menjadi muridnya di kelas.

“Kalau bisa ngomong sama diri sendiri yang masih 20 tahun mau bilang apa?”

Kala berpikir.

“Kalau umur 20 tahun saya masih sengsara, paling pesannya jangan mati aja. Jangan nyerah. Kalau pesan yang agak banyak...”

“Pesannya apa?”

“Buat diri saya saat itu, sebanyak apapun daging yang lo makan sekarang, nggak bikin Kalandra dulu, yang sering tahan lapar kenyang. Sebanyak apapun plan travelling sekarang, gak bisa gantiin makrab kelas yang selalu lo lewatin karna nggak ada duitnya. Semangat terus aja, kita disini bukan buat balas dendam.”

Terdiam.

“Sama jangan lupa bahagiain ibu.”

Yang Kala tidak tau, detik itu juga hati Aine mulai jatuh.

-

Perjalanan pulang kwartet dari Bandung ke Jakarta pada Minggu malam berjalan tenang, tidak ada kegaduhan, entah karena lelah atau keempatnya sibuk bergumul dengan pikiran masing-masing. Danish menggantikan Ryan menyetir. Ryan dan Nabil sibuk memandang keluar jendela, tidak mengantuk sama sekali. Aine berkutat dengan hp nya sambil sesekali memandangi ketiga temannya, ingin menyampaikan sesuatu.

“Kalo gue punya salah sama kalian, gue minta maaf.” Aine membuka suara tiba-tiba.

“Kenapa lo? Kayak abis nabrak ayam tetangga.” Ryan mengintip Aine dari kaca depan.

“Tetangga gue punyanya burung dara.”

Nabil yang tadinya hampir terlelap, jadi on kembali. “Sarangnya lo tabrak terus sekarang tetangga lo mau balas dendam buat nyawa burungnya?”

“Apasih lo berdua dikuliahin gak jadi pinter.”

Danish tetap fokus menyetir sambil menggeleng-gelengkan kepala, heran, kenapa ya mereka tidak bisa hening walau barang sebentar. “Kenapa sih, Ne?”

Aine menghembuskan nafas berat, “Gue.. didaftarin ikut putra putri bangsa.”

Ryan dan Danish di bangku depan liat-liatan. Nabil langsung puter badan ke arah Aine yang duduk di sebelah kanannya di bangku belakang.

“HAHAHAHAHAH”

Mereka bertiga kompak tertawa. Kenceng, kenceng banget. Aine sampai terlonjak kaget, walaupun sudah tau reaksi teman-temannya bakal begini. Apalagi Ryan, puas banget dia ketawa soalnya tahun kemaren Aine dateng ke venue putra putri bangsa cuma buat ngetawain Ryan yang lagi talent show pakai baju adat sunda.

“Selamat belajar nari, belajar speech, wawasan, belajar gandengan!!”

“Jangan ngompol lo depan juri.”

“Lo nggak ada niat mau pulang ke sumatra atau jualan buah kan Ne?”

Aine pusing. Dia rasanya mau cari cara buat cabut aja dari kampus beberapa hari kedepan.

-

// Author's note:

Kalau yg ikutin awal ditulisnya #sebuahpercakapan mungkin udah ada yang notis tentang convo di bawah ini, karena sudah pernah di posting di salah satu post instagram, hehe. Enjoy! 😙 //

WHATSAPP

Aine F: plis ini darurat.

Pak Kalndra strakom: kenapa?

Aine F: give me some intelligent question.

Pak Kalndra strakom: udah makan belum hari ini?

Aine F: APAAN SIH yg bener gue butuh otak intelijen lo buat pertanyaan kritis tp jgn susah bgt level medium

Pak Kalndra strakom: kenapa sih? baru pulang dari bandung kok halu

Aine F: kan mau ppb

Pak Kalndra strakom: lalu

Aine F: lusa seleksi wawancara

Pak Kalndra strakom: lalu

Aine F: ya kan ntar ditanyatanya wawasan nusantara, pengetahuan umum, etika

Pak Kalndra strakom: kamu aja etikanya cetek

Aine F: 😩😩😩

Pak Kalndra strakom: udah makan belum?

Aine F: udaah

Pak Kalndra strakom: nyisa?

Aine F: engga 😧

Pak Kalndra strakom: kalo nyisa, dibuang kemana?

Aine F: gak pernah nyisa takut dimarahin mama

Pak Kalndra strakom: ne....

Aine F: lah beneran

Pak Kalndra strakom: kamu tau ga Indonesia itu 2nd biggest foodwaster di dunia? setelah arab bagus sih kamu gapernah nyisain makanan but how about people who simply eat a little

Aine F: ya beli dikit aja dong

Pak Kalndra strakom: some type of food comes in package menurut kamu gimana kalau menyisihkan makanan sisa itu buat dikasih ke orang lain?

Aine F: gak sopan sebenernya ngasih makanan bekas i've just googling about food waste because of you serem ya

Pak Kalndra strakom: iya makanya dan gak semua orang juga mampu beliin makanan baru buat orang lain

Aine F: dilema ya

Pak Kalndra strakom: kalau nggak mau belajar wawasan nusantara be sharp on this kind of questions.

-

And he saves the day once again. Kala, lagi-lagi tidak tau, hati Aine semakin jatuh.

#sebuahpercakapan