***11***
Suatu sore di Jakarta, waktu dimana Aine mengajak Kala kembali menyicip rasanya menjadi muda dengan ikut latihan supporteran putra putri bangsa. Setelahnya, Aine mengajak Kala untuk makan spaghetti di kontrakannya.
Kamar Aine rapi dan wangi lavender dari pengusir nyamuk elektrik. Ada snowglobe di atas meja kayu dan cover kulkas dipakai menghias rak portable alih alih kulkas satu pintu yang bertengger di sebelah lemari baju. Nuansanya putih dengan banyak foto di dinding. Kala takes his sweet time to observe each pictures on the wall.
“Ini ngapain?” tanya Kala pada satu foto di mana Aine dan Nabil mengapit Ryan dengan selimut menutupi kaki mereka.
“Waktu kemah. Dingin banget tapi yang bawa selimut cuma Ryan jadi gue dan Nabil numpang di tenda sebelah.”
“Sounds wrong.”
“Kotor banget otak lo.”
Aine berjinjit mengambil karpet bulu marun di atas lemari lalu menggelarnya supaya Kala bisa duduk tapi yang lebih tua masih asik mengamati tiap sudut kamar Aine. Ada baju kotor di kotak sampah yang digunakan sebagai pengganti bak cucian ikea. Magic com yang lampunya menyala oranye di sebelah lampu belajar berbentuk sapi. Ada berbagai pewangi pakaian di slot paling bawah rak abu-abu. Buku-buku yang rapi di rak besar. Kala senang mendapati kebiasaan Aine membaca tidak berubah.
“Itu album foto?”
“Iya bang. Dari gue kecil.”
“Liat, ya?”
“Silakan. Duduk aja dulu. Gue mau ke dapur rebus spaghettinya.”
“Okay.”
Kala menunggu Aine mengurus makanannya dengan album foto kuning gading di pangkuan.
“Hari pertama jadi anak mama dan papa.”
Kala menghormati keputusan orang tua Aine untuk terbuka. Cara mereka menyampaikan dan mendidik Aine pasti terlampau baik karena nyatanya keterbukaan itu membuat Aine dipenuhi lebih banyak cinta untuk dibagi pada orang disekitarnya.
Lalu foto-foto Aine di sekolah, ke taman bermain, ulang tahun kesepuluh, wisuda smp, geng remajanya, wisuda sma, foto di kampus sama orang tuanya.
“Gue baru tau orang tua lo kuliah di sini juga.”
Aine datang ke kamar membawa dua mangkuk dengan asap yang mengepul. Kalau dia makan sendiri, biasanya makan langsung dari pancinya supaya gak banyak cucian piring. Kali ini diambilnya dua mangkuk dan sendok garpu.
“Iya, makanya diarahin masuk ke sini—bang tolong ambilin lap di deket kaki lo dong.”
“Sering terjadi.” Kala menghamparkan lap bermotif kotak ke atas karpet. “Bimo sama Mamanya Cindy juga begitu. Gue inget dateng ke nikahan mereka naik travel, bolos kuliah.”
“Lah?? Cepet ya nikahnya?”
“Pacaran dari pertama masuk kampus, wisuda bareng terus nikah tiga bulan setelahnya.”
“Sounds lovely,” Aine memuji. “Mama dan Papa ketemu di kantor tapi Mama gak lanjut kerja setelah habis masa bakti sepuluh tahun. Mengadopsi gue lalu fokus ngurus rumah.”
“She must love you so much.” Kala bertukas. Aine mengangguk. “Understandable, tho.”
Aine menggosok hidungnya agak rikuh. Kala merasakan jantungnya teremat tangan tak kasat mata.
-
Aine berakhir di antara kaki Kala. Supaya muat di satu kasur, dalih yang lebih tua. Padahal Kala sudah menawarkan diri untuk turun ke kasur bawah.
“Ngapain jauh-jauh?” Dan Aine ditarik supaya masuk ke selimut juga.
Wangi downy ungu dari pakaian yang Aine kenakan bisa Kala cium dari jarak sedekat ini. Yang lebih tua terlihat santai memilih tayangan di televisi tiga puluh dua inchi sementara yang terjebak di antara kakinya nyaris lumer seperti salju yang ditangkap lidah anak kecil.
“We bare bears?”
“Tontonanmu.”
“Mu???”
Aine tidak dijawab, hidungnya dicubit biar diam. Sampai sekarang nalar Aine masih gagal memberi rasional atas segala perilaku Kala. Mungkin kebiasaan begini biasa di Melbourne, mungkin juga mungkin yang lain.
Aine enggan berpikir jauh-jauh maka selalu disalahkannya pergaulan di Australia.
“Jangan bergerak-gerak. Rambut kamu nusuk.”
“Maaf.”
Aine menyerah, menyamankan diri di dada Kala yang bidang. Kala mengusap rambutnya.
“Jangan, nanti gue tidur.”
Benar saja. Setengah episode kemudian, Aine tidur dibawa kenyang.
-
Jakarta, April 2019
“Pa, kak Nabil sama bang Danish mantanan loh.”
“Hm.. Kamu emang udah paham mantanan itu apa?”
“Pernah punya hubungan tapi pisah. Kata kak Nabil namanya mantanan.” Cindy menunduk lesu. Bimo tetap terlihat santai menyetir padahal hatinya tergerus akibat perkataan anak perempuannya itu.
“Kak Nabil sama bang Danish masih liburan bareng. Papa sama Mama kenapa nggak begitu juga? Cindy kan kangen makan bertiga lagi.”
-
@bimowicak tweeted: “Sejam main sama adiknya @ransikalandra dan temen-temennya, sekarang anak gue tau ada istilah hts.” @ransikalandra replied: “Sama istilah sokin.” @bimowicak replied: “Di mobil dia terus-terusan bilang sokin artinya ayo jalan Pa penggunaannya, contoh sokin Bandung.”
@ransikalandra tweeted: “Sokin Bandung.” @gara_s replied: “timesheet buat kita ajuin tender ke marketers dah gue email bos.”
Kala menghembuskan nafas berat, baru saja terlintas niat ingin menyusul ke Bandung, sayang, uang tetap harus dicari.
- Bandung, April 2019.
Trip mereka ke Bandung jauh dari destinasi normal, kalau kebanyakan orang akan langsung mendatangi kawasan lembang, kawah putih, atau sekedar berjalan di dago. Aine sadar perjalanan bersama teman-temannya ini akan berbeda. Benar saja, mereka malah motoran ke buah batu padahal sudah pinjam mobilnya Kala, makan bakso aci dan ngopi di Sejiwa. Waktu ngopi mas gebetannya Nabil nyamperin setelah itu Nabil pamit meninggalkan Aine, Danish dan Ryan. “Nanti malam langsung ketemu di southbank aja ya guys!” Celetuk Nabil sebelum beranjak.
-
22.20
Bunyi dentuman musik saling bersahut-sahutan. Nabil duduk di salah satu meja bersama seorang pria yang akhir-akhir ini memenuhi pikiran dan kesehariannya. Mereka saling menatap lekat, seperti akan berpisah untuk waktu yang cukup lama.
“So.. goodbye for now? My flight is in 1 hour.”
“Iya bawa oleh-oleh.” Nabil tertawa kecil.
“Pasti.”
Pria itu mengencangkan pegangan pada tasnya bersiap untuk beranjak, ada pekerjaan untuk mendokumentasikan sebuah trip ke timur Indonesia selama 2 minggu, katanya. Ia mengelus pucuk kepala Nabil yang sedari tadi rasanya ingin mengatakan sesuatu, membuka kecil bibirnya kemudian menutupnya lagi ragu-ragu. Nabil tidak pernah merasa segentar ini menyampaikan apa yang ia rasakan, kalau dia suka dia setidaknya tidak menahan diri untuk memberi petunjuk bahkan mengatakan langsung. Tapi di hadapan pria satu ini, dia menciut. Entah kenapa. Ia pikir, ini saatnya, sebelum jarak membuat mereka menjadi orang asing.
“Uhm, I have something to tell you.”
“Iya?” Pria itu duduk kembali.
“I like you,” Nabil menunduk dan berkata seolah berbisik. Suaranya menyatu dengan deru musik yang semakin kencang.
Pria itu tersenyum. Manis, manis sekali.
-
“Distance sucks.” Seorang perempuan berambut coklat muda yg diikat satu keatas itu memangku dagu dengan lemah di atas meja.
“Iya,” Danish bergumam, sedikit pusing karena alkohol sudah menjalar di nadinya, “tapi kamu disini, aku disini.”
“Hari ini, nggak tau besok. Gue bisa aja ada di kota lain, pulau lain, atau ujung paling selatan negara ini.”
“I managed to secure a place in Jakarta.” Tatapan Danish tajam ke arah perempuan itu, seolah memberi afirmasi bahwa ia mampu menjadi sebuah rumah untuk si petualang menetap.
“I wish I can say the same.”
Tatapan mereka terkunci pada satu sama lain. Bau alkohol dari nafas masing-masing saling menyahut. Danish meletakkan tangannya di tengkuk perempuan yang entah kapan mampu ia gapai itu. Their lips locked in a mind-blowing kiss. Danish tidak pernah mencium siapapun selain dia.
“I wish I could stay near, the world is a lot calmer around you.”
Danish tertawa di atas ironi tersebut. DJ memutarkan beat yang lebih menggebu. Ia mengedarkan pandangan dan menemukan teman-temannya di sebelah meja bar.
-
Pak Kalndra strakom: jangan tidur di southbank
Aine F: apaan malah kepingin marah pada bucin semua sialan
Pak Kalndra strakom: language
Aine F: maaf abisnya emosi
Pak Kalndra strakom: kenapa sih emg? kan nabil doang yg bawa pacar?
Aine F: nabil sm masnya dari siang emg gabisa dipisah ini malah danish ketemu cemcemannya trs cabut duluan gatau kemana tdnya yauda mau disini aja nemenin ryan di habitatnya tau ga bang southbank punya keluarganya ryan buka meja disini mahal bener pantes tuh anak banyak duitnya
Pak Kalandra strakom: terus kamu ngapain?
Aine F: nunggu ryan bentar lg dia tbtb ketemu mantannya?? aneh bgt tempat apaan nih semua org jd bucin mau balik duluan tp kan gue gamungkin ke rumah ryan gabawa ryan nya
Pak Kalndra strakom: Ne I wish I was there..
-
Trivia:
Yes, Aine anak adopsi dari dia berusia 7 tahun. Sekarang orang tua nya tinggal di Sumatra karena Papa nya ditugaskan di Palembang. Sehingga, Aine tinggal sendirian di Depok.
Cem-cemannya Danish pembawa acara program travelling di satu televisi swasta. Mereka lagi ada di tahap open relationship gitu? Intinya kalo ketemu ya kaya orang pacaran.
Danish memakai gajinya buat: transfer ke adiknya, bayar kosan & listrik, nabung buat dp KPR rumah.
Ryan dan mantan urusannya belum selesai. Masih sama-sama sayang tapi karena mba mantan nggak bisa LDR jadi mereka putus.
Pewangi pakaian yang Aine pakai downy ungu yg perfume collection. Kalau lagi malas, pakai yang 1x bilas.
Please don't yet expect clearer relationship between any pairing I write on sebuahpercakapan. Soalnya komitmen menakutkan. Some people are just aren't ready for it walau pun ada yg eager mau pacaran kayak Nabil.