Sekitar jam sepuluh malam, acara selesai. Sebelum pulang, Wonwoo bertemu Joshua terlebih dahulu, mengucapkan selamat karena semenjak awal datang tadi belum sempat.
“Wonyuuu! Makasih, ya, udah datang. Udah jadi sahabat sejati banget.” Kekeh Joshua yang senyumnya gak luntur, dan untuk pertama kalinya, Wonwoo meluk Joshua pertama, bahkan Joshuanya sendiri sampai kaget.
“Makasih juga.” Wonwoo berucap tulus.
“Jangan bikin gue nangis lagi!” Joshua melepas pelukannya dan Wonwoo terkekeh.
“Nanti kirim norek lu aja. Maaf gak sempet beli hadiah.”
“Gak apa-apa kali, soalnya kan kemarenan lu lagi kalut takut gue tunangan sama masnya lu.” Ledek Joshua dan wajah Wonwoo berubah seketika menjadi datar.
“Kak, anterin Wonwoonya, ya.”
“Ya iya dong, masa gak dianter, takut ilang.” Ucapan Mingyu itu juga mengundang tatapan tajam dari Wonwoo, namun dosen muda itu hanya tertawa kecil.
“Ya udah, yuk.” Ajak Mingyu.
“Pamit ke ibu dulu.” Wonwoo pegang ujung lengan kemeja yang Mingyu pakai.
“Oh iya, lupa.”
Mingyu dan Wonwoo berkeliling mencari sosok ibu Mingyu yang ternyata sedang mengobrol dengan orang tua Seokmin, Joshua, dan Jeonghan.
“Bu, Mas mau anterin Wonwoo, ya. Ibu sama Ican kan?” Pamit Mingyu.
“Iya, Mas. Ibu pulang sama adekmu kok.” Jawab sang ibu.
“Ini calonnya Mingyu?” Tanya ibunya Jeonghan. Wonwoo terlihat kaget saat mendengarnya, tapi lebih kaget lagi karena jawaban Mingyu.
“Iya, tante.” Jawab Mingyu dengan senyum lebarnya.
“Siapa namanya? Wonwoo?” Tanya ibu Joshua.
“Iya, tante.” Jawab Wonwoo.
“Oh, Joshua sering ceritain kamu, katanya kamu suka bantuin dia skripsian. Makasih banyak, ya.” Ibu Joshua nepuk-nepuk bahu Wonwoo sementara itu Wonwoo senyum.
“Kalau gitu, Wonwoo pamit pulang dulu, ya, bu, Can, pamit, ya. Om, tante.” Pamit Wonwoo ke semua keluarga yang ada disana.
“Hati-hati, ya. Makasih udah mau datang.” Wonwoo dan Mingyu senyum, keduanya segera pergi ke parkiran.
“Nginep gak tuh?” Tanya Jeonghan yang juga ada di parkiran. Mingyu dan Wonwoo saling pandang.
“Cuma nganter aja kok.” Jawab Mingyu.
“Nginep lah, baru baikan masa langsung ditinggal, ya, kan, Nyu?” Giliran Joshua yang ikut meledek.
“Iya.” Mingyu menoleh saat mendengar jawaban Wonwoo.
“OH MY GOD! Wonwoo sekarang lebih ekspresif! Berhasil kan rencana gue biar bikin Wonwoo lebih bucin.” Ujar Jeonghan dengan bangganya.
“Udah ah, pulang dulu.” Mingyu segera membukakan pintu mobil untuk Wonwoo sebelum teman-temannya itu meledek semakin jauh.
“Udah?” Tanya Mingyu.
“Udah, Pak.” Jawab Wonwoo dan Mingyu mengerutkan dahinya.
Karena Mingyu tak kunjung menyalakan mesin mobilnya, Wonwoo menoleh heran.
“Kenapa?” Tanya Wonwoo bingung.
“Kok panggil 'pak' lagi?” Mendengar itu, Wonwoo tertawa cukup kencang hingga hidungnya mengerut. Mingyu memperhatikannya, merasa gemas sekaligus senang melihat Wonwoo bisa seceria ini.
“Ayok pulang, Mas Mingyu.” Senyum lelaki yang lebih tua merekah, dan ia segera menyalakan mobilnya kemudian melaju menuju apartemen Wonwoo.
Selama di jalan, keduanya tidak banyak berbincang, tapi terkadang ada lirikan-lirikan singkat yang mereka lakukan. Tak jarang lirikan mereka saling bersibobrok dan keduanya akan tertawa kecil. Rasanya hangat, baik Wonwoo, pun Mingyu rindu momen ini. Momen dimana hanya ada mereka berdua dengan debaran penuh kasih sayang.
“Sebentar.” Mingyu turun dari mobilnya saat mereka sudah sampai dan membukakan pintu untuk Wonwoo.
“Makasih, Mas.” Ucap Wonwoo yang disambut dengan uluran tangan Mingyu.
“Kata ibu disuruh anterin dan pastiin anak barunya ini selamat sampai tujuan.” Kekeh Mingyu, dan Wonwoo ikut terkekeh serta ia sambut uluran tangan itu.
Keduanya segera masuk dan menaiki lift tanpa melepas genggaman tangan mereka. Sesampainya di depan pintu apartemen Wonwoo, keduanya sedikit canggung, Wonwoo diam, Mingyupun diam.
“Udah sampe.” Ucap Mingyu.
“Iya.” Jawab Wonwoo. Keduanya hanya berdiam diri, bahkan Wonwoo belum membuka pintu apartemennya. Sampai akhirnya ponsel Wonwoo berdering.
“Joshua.” Ujar Wonwoo dan segera mengangkatnya, tapi yang muncul adalah Jeonghan.
“Won, bisa kasih hp lu ke Kak Mingyu gak?” Tanya Jeonghan. Tanpa menjawab dan dengan bingung, Wonwoo memberikan ponselnya pada Mingyu yang sama bingungnya.
“Wonwoo denger kan?” Tanya Jeonghan. Mingyu menatap Wonwoo dan dia mengangguk.
“Kak, nginep aja, Wonwoo pasti gengsi nawarin duluan padahal dia pengen kakak nginep pasti, tadi aja dia bilang kan masa baru baikan udah ditinggal.” Seketika wajah Wonwoo merona saat mendengar ucapan Jeonghan yang benar itu.
“Kasihin ke Wonwoo.” Suruh Jeonghan dan Mingyu menurutinya.
“Won, udah gue kasih tau isi hati lu ke Kak Mingyu. Sesekali lu kek yang ngajak duluan! Soalnya kata Kak Seokmin, pasti Kak Mingyu juga malu buat minta nginep.” Giliran Mingyu yang salah tingkah.
“Udah, ya. Gue cuma mau ngasih tau itu aja, karena gue tau kalian berdua pasti gak ada yang ngomong. Gimana sih mahasiswa sama dosen komunikasi tapi jelek komunikasinya. Udah, ya, gue juga mau berduaan sama Mas gue.” Katanya Jeonghan yang tak hentinya berbicara.
“Oh iya, jangan lupa.” Jeonghan masih melanjutkan ucapannya.
“Jangan lupa apa?” Tanya Wonwoo.
“Ciuman.” Jawab Jeonghan dan Wonwoo refleks menutup video call-nya. Keduanya langsung salah tingkah. Pipi mereka sama-sama bersemu merah.
“Boleh nginep?” Tanya Mingyu mecah keheningan.
“Boleh, Mas.” Jawab Wonwoo dan akhirnya Wonwoo buka pintu apartemen mereka dan keduanya segera masuk.
“Mas, mandi yuk?” Mingyu kaget saat mendengar ucapan Wonwoo, begitu juga Wonwoo.
“Hah?” Jawab Mingyu.
“Hah?” Wonwoo terlihat panik.
Hening selama beberapa detik, sampai akhirnya Mingyu terkekeh.
“Maksudnya, Mas mau mandi? Saya gak ngajak mandi bareng, nggak. Tadi itu salah ngomong.” Ujar Wonwoo gelagapan dan membuat Mingyu justru semakin tertawa.
“Canggung, ya?” Tanya Mingyu.
“Iya. It's been a long time.” Jawab Wonwoo.
“It's been a long time.” Mingyu menyetujuinya.
“Mau minum gak, Mas?” Tanya Wonwoo.
“Boleh.” Jawab Mingyu.
“Mau apa?”
“Teh, boleh?” Wonwoo mengangguk dan segera pergi ke dapur, sementara Mingyu duduk di sofa ruang tengah.
Mingyu menatap ruangan itu lantas tersenyum mengingat beberapa keping memori yang sempat mereka bagi di ruangan dengan sofa abu-abu itu. Ternyata tidak ada yang berubah. Namun Mingyu tertawa lagi, tentu saja tidak ada yang berubah, mereka sebenarnya tidak saling bertemu hanya dalam kurun waktu kurang dari dua bulan. Tapi tetap saja terasa lama bagi Mingyu, dan kini Mingyu bersyukur, dia bisa kembali duduk di sofa abu-abu di ruang tengah apartemen ini.
“Ini Mas.” Wonwoo memberikan tehnya kepada Mingyu.
“Makasih, ya.” Mingyu segera menyesapnya.
“Sebentar, ambil cemilan dulu...” Belum sempat melangkah, Mingyu menarik pergelangan tangan Wonwoo dan mendudukkan tubuh itu di pahanya.
Seketika Wonwoo mematung. Jantungnya memompa darah lebih cepat hingga debarannya sangat kencang. Wajahnya merona sempurna.
Sementara Mingyu dengan betah menatap wajah Wonwoo yang menurutnya sangat gemas dan cantik. Ia mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi Wonwoo.
“Kangen.” Satu ucapan dari Mingyu yang mampu membuat ratusan kupu-kupu beterbangan di perut Wonwoo.
“Kangen banget, Wonwoo.”
“Saya juga kangen, kangen banget sama Mas Mingyu.” Balas Wonwoo. Jemarinya menyusuri wajah Mingyu, lantas ia ikut mengusap pipinya. Mingyu menarik pinggang Wonwoo semakin mendekat, ia mengusapnya perlahan sambil terus menatapnya, seakan takut jika orang yang ia sayangi itu akan pergi.
Keduanya terdiam dengan netra yang enggan memutus kontak. Sudah lama mereka tidak merasakan debaran kencang yang menyenangkan seperti saat ini. Masih ada senyum malu di antara mereka, namun mereka menikmatinya, menikmati momen kebersamaan mereka.
Mingyu mengusap-ngusap pinggang ramping Wonwoo, sementara Wonwoo tak hentinya membelai pipi Mingyu dengan lembut. Sampai akhirnya Mingyu memutus kontak mata mereka dan pandangannya beralih ke bibir merah muda Wonwoo, dan yang ditatap pun menyadari kemana arah kedua netra itu memandang, sampai akhirnya Mingyu kembali menatap netra Wonwoo dan Wonwoo menganggukkan kepalanya, memberi izin.
Kedua bibir mereka saling bertemu. Satu tangan Mingyu menarik tengkuk Wonwoo, sementara tangan lainnya masih mengusap pinggang Wonwoo dan semakin mendekapnya hingga jarak terkikis.
Netra mereka terpejam, bibir mereka saling melumat dengan lembut. Pagutan demi pagutan menjalarkan sengatan yang membuat jantung mereka berdebar dengan perasaan yang hangat.
Wonwoo meremas bahu Mingyu kala ia merasakan gigi taring Mingyu menggigit bibirnya dan membuatnya refleks membuka mulut. Keduanya saling melilitkan lidah, saling bertukar saliva, saling menyalurkam afeksi.
Cumbuan yang awalnya terasa hangat dan penuh rasa sayang, perlahan berubah menjadi lebih panas dan menuntut kala tangan Mingyu menyentuh kulit punggung Wonwoo dan turun untuk mengusap kulit pinggangnya yang terasa sensual bagi Wonwoo. Suara kecapan dari bibir mereka mengisi ruangan itu dan terasa semakin intens.
Mingyu menghisap bibir Wonwoo dengan kuat, menjilat bibirnya yang terasa manis sebab meminum orange juice di acara Joshua tadi. Wonwoo tak mau kalah, ia terus mengulum bibir tebal Mingyu, mencumbunya dengan penuh hasrat hingga keduanya kehabisan nafas.
Mereka saling menatap dengan mata yang sayu, Mingyu mengusap ujung bibir Wonwoo yang terdapat saliva mereka yang sudah bercampur.
Wonwoo menyisir rambut Mingyu dengan jemarinya hingga membuat rambut yang tadinya rapi teroles pomade itu kini menjadi sedikit berantakan.
“Do you know that you're hotter when your hair looks messy?” Ujar Wonwoo setengah berbisik sambil memainkan rambut Mingyu.
“Udah berani, ya?” Mingyu mengusap bibir Wonwoo lantas mengusap rahangnya dan turun hingga leher Wonwoo.
“I'm wondering how the taste of this peachy-scented neck.” Mingyu sedikit mencekik leher jenjang Wonwoo dan Wonwoo hanya terdiam menikmatinya.
“Sweeter than you thought, sir.” Balas Wonwoo dengan senyum tipisnya.
Lantas Mingyu mengendus aroma leher Wonwoo yang masih sama, aroma persik yang memabukkan. Wonwoo memejamkan matanya, merasakan lehernya dikecup, dihisap dan dijilat oleh Mingyu. Justru ia dengan sengaja menjenjangkan lehernya agar Mingyu lebih leluasa melakukan aktivitasnya.
Tangan Wonwoo meremas rambut Mingyu, melampiaskan rasa nikmatnya. Sementara tangan Mingyu mencengkram pinggang Wonwoo dan menariknya lagi, lantas merayap menuju punggung Wonwoo dan membelai punggung mulus itu dengan ujung jarinya yang sukses membuat tubuh Wonwoo menggelinjang.
Setelah puas dengan leher Wonwoo, Mingyu mengecup tulang selangka Wonwoo yang sedikit terekspos itu.
“Cantik, kamu cantik.” Ucapan Mingyu itu sukses membuat wajah Wonwoo bersemu. Keduanya tersenyum lantas kembali mempertemukan bibir mereka, saling memagut dengan penuh nafsu.
Sampai lagi-lagi, suara ponsel membuyarkan semuanya. Mingyu berdecak sebal karena ia kira Jeonghan atau Joshua lagi yang menghubunginya, namun ketika melihat nama kontaknya, baik Mingyu dan juga Wonwoo sedikit tersedak. Dengan cepat Wonwoo turun dari pangkuan Mingyu dan membereskan pakaiannya, begitupun dengan Mingyu yang langsung merapikan rambutnya yang berantakan, padahal itu hanya telpon biasa.
“Iya, bu?” Mingyu berusaha berbicara setenang mungkin saat mengangkat telpon ibunya.
“Udah sampai kok dari tadi, Mas lupa ngabarin soalnya hp Mas mati, ini numpang ngecas di apartemen Wonwoo.” Alasannya.
“Hujan?” Baik Wonwoo dan juga Mingyu segera menengok ke arah jendela yang sedikit terbuka. Ternyata memang hujan lebat dan keduanya tidak menyadari sebab terhanyut dengan suasana.
“Gak denger soalnya Mas tadi ketiduran.” Dalam hatinya, Mingyu terus meminta maaf karena banyaknya kebohongan yang ia katakan.
“Nanti Mas pulang kalau agak redaan, Mas masih agak ngantuk.”
Setelah mengucapkan kalimat tadi, Mingyu menoleh ke arah Wonwoo dan entah untuk alasan apa Wonwoo merasa gugup.
“Ibu mau ngomong.” Ujar Mingyu sambil memberikan ponselnya. Wonwoo mengambilnya dengan ragu, takut jika ia terdengar mencurigakan.
“Halo, bu?” Wonwoo sembari melirik ke arah Mingyu.
“Oh iya, gak apa-apa kok kalau Mas Mingyunya masih disini, kasian juga tadi ngantuk Mas Mingyunya, terus hujan juga di luar, jarak apartemen ke parkirannya agak jauh, soalnya Mas Mingyu gak parkir di basement.” Ucap Wonwoo lagi.
“Gak ngerepotin kok, bu. Justru tadi Wonwoo yang repotin Mas Mingyu sampai dianter pulang pergi.” Lanjutnya.
“Iya, bu. Salam buat Ican, ya, bu. Ibu istirahat, ya, soalnya pasti capek bikin kue banyak, tapi Wonwoo suka kue yang tadi di acaranya Shua!” Wonwoo tersenyum saat mengatakannya, begitu juga Mingyu.
“Oke, ibu. Lusa deh Wonwoo mampir lagi ke toko ibu! Dadah, ibu. Selamat istirahat.”
Setelah sambungan telpon ditutup, Wonwoo mengembalikan ponsel Mingyu dengan senyumnya. Mingyu yang gemas segera mendaratkan kecupan di pipi Wonwoo.
“Seneng?” Tanya Mingyu dan Wonwoo mengangguk senang.
“Gemes banget, ya Tuhan.” Wonwoo terkekeh saat Mingyu mengecup seluruh wajahnya.
“Mas... Jadi nginep?” Tanya Wonwoo.
“Maunya gimana?” Mingyu sengaja membalikkan pertanyaannya karena ia ingin mendengar Wonwoo memintanya sendiri.
“Maunya Mas nginep.” Jawaban Wonwoo menciptakan senyum lebar di bibir Mingyu, lantas diusapnya puncak kepala Wonwoo.
“Iya, nginep.” Ujar Mingyu lembut.
“Boleh numpang mandi?” Tanya Mingyu.
“Boleh, di kamar mandi saya aja, air di kamar mandi belakang gak nyala.” Jawab Wonwoo.
“Sebentar, saya ambil anduk dulu. Mas mandi aja, nanti saya kasih.” Mingyu mengangguk dan segera memasuki kamar mandi yang ada di dalam kamar Wonwoo.
Sementara Wonwoo mencari handuk dan baju yang sekiranya akan cukup untuk Mingyu. Beruntung Wonwoo memiliki cukup banyak baju oversized, setidaknya tidak terlalu kecil di badan Mingyu.
Setelahnya, Wonwoo mengetuk pintu kamar mandinya dan sedikit berteriak dari luar untuk memberi tahu Mingyu.
“Mas, anduk sama bajunya disimpen di kasur, ya!” Ucap Wonwoo.
Belum sempat Wonwoo pergi, pintu kamar mandi terbuka dengan Mingyu yang masih menggunakan celana, namun kemejanya sudah ia lepas dan tentunya memperlihatkan lekuk tubuh atletisnya.
“Kenapa, Mas?” Wonwoo sebisa mungkin tidak melihat ke arah badan Mingyu karena itu membuat jantungnya berdegup tidak karuan dan pikirannya yang menjelajah entah kemana.
“Kamu boleh nolak.” Wonwoo mengerutkan dahinya. Sementara Mingyu terlihat menelan ludahnya karena gugup.
“Ajakan mandi tadi... Masih berlaku?”
Mendengar itu, seketika pipi Wonwoo mengeluarkan semburat merah muda, begitu juga dengan Mingyu yang sekarang gugup. Wonwoo sendiri merasa lemas dan dadanya tidak berhenti berdegup. Wonwoo menggigit bibir bawahnya kemudian satu anggukan kecil membuat Mingyu tersenyum puas dan dengan cepat menarik Wonwoo masuk ke dalam kamar mandi.
Namun keduanya malah semakin canggung saat hanya berdua di kamar mandi. Mereka bahkan tidak berani untuk saling menatap dan hanya melihat ke sembarang arah asal tidak menatap mata masing-masing.
Setelah sekian menit hanya berdiam diri, akhirnya mereka bergerak saat bathtub terisi penuh hingga busa-busanya sedikit berceceran.
Mingyu segera mematikan shower kemudian ia menatap Wonwoo. “Mau liat?” Tanya Mingyu menggoda Wonwoo, walau sebenarnya dia juga merasa canggung karena tidak biasa bertingkah seperti itu.
“Coba liat.” Mingyu sedikit kaget karena Wonwoo malah menantangnya. Namun sebenarnya Wonwoo juga gugup, karena seumur hidupnya ia tidak pernah melihat alat vital orang lain.
Mingyu mulai membuka resleting celananya secara perlahan. Wonwoo meneguk salivanya sendiri, jantungnya bergemuruh lebih hebat lagi dari pada sebelumnya.
Namun, belum sempat Mingyu melepasnya, ia malah terkekeh. “Kalau takut, gak apa-apa. Gantian aja mandinya, atau mau kamu duluan?” Tanya Mingyu.
“Bareng.” Jawab Wonwoo dan dengan langkah perlahan tapi pasti, ia mendekat ke arah Mingyu.
Jemarinya menari di atas perut atletis itu, sementara tangan lainnya memegang tangan Mingyu agar ia melepaskan celananya. Kemudian Mingyu mendekap Wonwoo hingga tubuh mereka saling menempel. Deru nafas mereka saling beradu, bahkan keduanya bisa saling merasakan detak jantung yang sedari tadi memompa lebih ekstra.
“Saya izin lepas, boleh?” Tanya Mingyu. Wonwoo mengangguk, dan detik selanjutnya, Mingyu melepas blazer dan kaos yang digunakan Wonwoo.
“Boleh?” Mingyu kembali bertanya sembari memegang celana Wonwoo.
“Do it.” Mingyu tersenyum dan segera melepas celana Wonwoo.
Kini keduanya hanya terbalut celana dalam saja. Mingyu menarik Wonwoo agar masuk ke dalam bathtub. Mingyu duduk di antara busa-busa disana, diikuti oleh Wonwoo yang duduk membelakangi Mingyu. Ia terduduk di antara paha Mingyu dengan punggung yang bersandar di dada bidang sang dosen.
Keduanya menikmati air hangat yang membuat otot mereka rileks. Mingyu sedikit menarik kepala Wonwoo hingga menoleh, kemudian ia lumat bibir itu dengan lembut. Setelahnya, Mingyu mengecup rahang Wonwoo hingga ke bahu polosnya.
“Believe it or not, this is my first time taking a bath with someone.” Ujar Wonwoo membuka obrolan.
“Kalau gak percaya?” Wonwoo menoleh dengan dahi yang mengerut. Mingyu terkekeh dan kembali mengecup bibir Wonwoo.
“Iya, percaya kok.” Jawab Mingyu.
“Mas emang udah pernah?” Tanya Wonwoo.
“Kalau pernah kenapa emang?” Wonwoo menatap Mingyu kemudian mendelik.
“Then I'm not your first.” Balas Wonwoo sedikit ketus. Mingyu tertawa kecil.
“But the truth is, you're the first.” Jawab Mingyu dengan sangat lembut.
“And I wish you would be the last too.” Lanjut Mingyu.
“I would.” Wonwoo tersenyum sama lembutnya dan lagi, kedua ranum mereka bertemu. Saling memagut tanpa lelah, saling melilit lidah salurkan kenikmatan.
Mingyu kembali hisap bibir Wonwoo, menjilat dan mengulumnya dengan penuh nafsu hingga Wonwoo mengeluarkan lenguhannya. Tangan Mingyu mulai menggerayangi bagian dada Wonwoo. Dengan cepat ia menemukan salah satu titik sensitif Wonwoo yang menegang.
Mingyu mengusap puting tegang itu dan lagi-lagi Wonwoo melenguh. Ia melepas tautan bibir mereka dan menatap Mingyu dengan sayu.
“Mas, please, just do.“
Bisikan Wonwoo itu bagai sinyal untuk Mingyu agar tidak menahan dirinya. Mingyu kembali mengecup bahu Wonwoo, naik ke leher, hingga belakang daun telinganya. Sementara Wonwoo hanya menikmatinya dengan mata yang terpejam seraya menyandarkan punggungnya pada dada Mingyu.
Ibu jari Mingyu masih sibuk mengelus puting Wonwoo karena ia suka melihat tubuh Wonwoo melengkung akibat sentuhannya. Ibu jarinya memutar, lantas menekan-nekan puting Wonwoo yang sensitif, kemudian mencubitnya dengan cukup keras sampai desahan tak dapat terelakan dari bibir Wonwoo.
Satu tangan Mingyu lainnya mulai meraba perut Wonwoo hingga bertemu selangkangan Wonwoo. Jemarinya dengan lihai membelai paha hingga selangkangannya yang membuat Wonwoo semakin menggeliat.
“Mas...” Lenguhnya.
“Kenapa, Wonwoo?” Bisik Mingyu tepat di samping telingan Wonwoo. Ia kemudian mengecupi lagi belakang telinganya.
“I'm fuckin horny.” Wonwoo sudah tidak peduli. Ia buang jauh-jauh gengsinya. Ia takluk, tak berdaya di bawah dominasi Mingyu.
“Your language, Jeon.” Mingyu berkata dengan rendah namun terdengar mengintimidasi.
“Maaf, Mas.” Mingyu tersenyum puas mendengar ucapan Wonwoo.
Mingyu meraba kejantanan Wonwoo yang mengeras dan sukses membuat tubuhnya bergetar menginginkan lebih. Tangan Wonwoo meremat lengan kekar Mingyu.
“Beg to me” Titah Mingyu.
“Mas Mingyu, please, please just touch me.” Rengek Wonwoo.
Mingyu menyelipkan tangannya ke dalam celana dalam yang masih Wonwoo gunakan, memberinya pijatan lembut kemudian mengocoknya perlahan. Bibirnya kembali mengecupi leher Wonwoo yang sudah ada beberapa bercak keunguan disana.
Karena menghalangi, Mingyu menurunkan celana yang dipakai Wonwoo agar lebih leluasa memberikan kenikmatan. Tangannya kembali mengocok dengan cepat hingga Wonwoo tak hentinya mendesah. Kepalanya terbanting di bahu Mingyu dengan kedua netra rubahnya yang memejam.
“Mas Mingyu, s—suka banget.” Racau Wonwoo dengan tubuh yang membusur.
Semakin kencang Wonwoo melenguh, semakin cepat juga kocokan pada penisnya. Mingyu suka mendengarnya. Lenguhan Wonwoo mampu membangkitkan birahinya. Ia juga dapat merasakan jika miliknya sudah mengeras di bawah sana.
“Mas... I'll cuming.“
Dan betul saja, sekon selanjutnya, Mingyu dapat merasakan jika tangannya dipenuhi dengan cairan lengket. Wonwoo memejamkan matanya lagi sambil bersandar, mengatur nafasnya hingga teratur.
Mingyu membelai pipi Wonwoo, yang kemudian Wonwoo membuka netranya perlahan dan mengecup bibir Mingyu. Setelah itu, Wonwoo melempar satu-satunya kain yang tersisa di badannya tadi, lantas ia membalikkan tubuhnya dan duduk di atas paha Mingyu.
Dengan sengaja, Wonwoo menggesekkan kepunyaannya dengan milik Mingyu yang masih terbalut celana dalam. Pinggulnya bergerak maju mundur agar terus bergesekkan. Mingyu mengerang rendah, ia menatap Wonwoo penuh nafsu, tangannya kembali mencengkram pinggang Wonwoo dan ia menggerakkan pinggul Wonwoo lebih cepat lagi.
Keduanya sama-sama melenguh. Jemari Wonwoo mulai menyelinap, ia gesekkan ujung kukunya dengan kepala penis Mingyu, kemudian ia remat dan perlahan ia kocok. Mingyu mendongakkan kepalanya seraya mengerang dengan urat lehernya yang menonjol jelas.
“Jeon Wonwoo.” Erang Mingyu.
“Mas, I know you're hot, but you're the hottest now when you moan my name roughly with that veiny neck.” Ujar Wonwoo yang tidak melepas pandangannya dari Mingyu.
“I want you.” Bisik Wonwoo lagi.
Tanpa pikir panjang, Mingyu menurunkan celananya dan melempar ke sembarang arah. Tangannya sedikit mengangkat tubuh Wonwoo, lantas ia arahkan penisnya yang tegang ke arah anal Wonwoo, dan dengan sekali hentakkan, seluruh penisnya bersarang di dalam sana.
“Ah!” Keduanya mendesah kencang.
Wonwoo sedikit meringis sebab bagian belakang sana terasa sangat sakit. Ia bahkan tidak sengaja mencakar punggung Mingyu.
“Wonwoo, sakit?” Tanya Mingyu khawatir.
“Sakit, Mas.” Jawab Wonwoo susah payah.
“Berhenti aja, ya?” Namun Wonwoo menolak dan menggelengkan kepalanya dengan kuat.
“Keep going, please. Slowly.” Pinta Wonwoo.
Mingyu mulai bergerak perlahan sambil sesekali memastikan jika Wonwoo baik-baik saja. Namun, perlahan ekspresi Wonwoo berubah, dari yang mulanya terlihat menahan sakit, kini Wonwoo terlihat mulai menikmatinya.
“Faster, Mas.” Pinta Wonwoo.
Mingyu mempercepat gerakannya. Menusuk lubang sempit itu dan terus menghujamnya tanpa henti. Desahan demi desahan memenuhi kamar mandi itu. Air yang semula hangat, kini sudah menjadi dingin, namun aktivitas mereka justru semakin panas dan tak dapat terbendung.
Wonwoo yang terus meracau dan Mingyu yang tak lelahnya mencari titik terdalam Wonwoo. Mingyu dapat merasakan jika penisnya diremas kuat oleh lubang Wonwoo, membuat Mingyu mendongak dengan kedua mata yang terpejam.
Wonwoo menggerakkan pinggulnya maju mundur dengan tempo yang cepat. Sesekali ia memutar dan kembali bergerak menggenjot penis Mingyu yang terasa semakin membengkak dalam analnya.
“Mas... Mas Mingyu.” Lenguh Wonwoo dengan nafas yang tersengal.
“Iya, kenapa, sayang?” Keduanya saling menatap. Ada kilatan nafsu di sorot mata mereka yang nafasnya tengah diburu.
“Aku... Aku sayang Mas.” Ujar Wonwoo dan Mingyu segera menarik tengkuk Wonwoo untuk kembali melumat bibirnya. Wonwoo mengalungkan tangannya di leher Mingyu dengan pinggul yang terus bergerak semakin liar.
“Mas juga sayang Wonwoo. Sayang banget.” Bisik Mingyu dengan jarak wajah mereka yang kurang dari satu senti, kemudian mereka kembali memagut bibir satu sama lain.
Mingyu sedikit mengangkat tubuh Wonwoo tanpa mengeluarkan kejantanannya, dan detik berikutnya ia menghentak dengan sangat kuat, hingga air yang ada di dalam bathtub bertumpahan.
Dan detik itu juga keduanya mengeluarkan putihnya bersamaan. Wonwoo langsung menyandarkan keningnya pada bahu Mingyu, dengan punggungnya yang diusap lembut. Keduanya saling mencoba meraup oksigen sebanyak mungkin. Saat Wonwoo menjauhkan kepalanya dan mata mereka bertemu, keduanya terkekeh dan segera membersihkan diri.
Mingyu yang sedang memainkan ponselnya sambil terduduk di atas kasur langsung menatap Wonwoo yang baru saja berganti baju menjadi baju tidur dengan sweater yang sedikit kebesaran dan menyembunyikan sebagian telapak tangannya membuat Wonwoo berkali-kali lebih gemas.
Wonwoo berjalan dengan pelan dan Mingyu langsung melompat dari kasur, lantas memangku Wonwoo untuk sampai ke kasur. Mingyu kembali mendudukkan Wonwoo di pahanya. Ditangkupnya pipi Wonwoo dan segera ia hujani wajah manis itu dengan kecupan bertubi-tubi.
“Sakit, ya? Maafin Mas, ya.” Ucap Mingyu dengan penuh penyesalan yang justru membuat Wonwoo semakin merasa gemas dan ia mencuri satu kecup dari bibir Mingyu.
“Kalau nyesel, besok bikinin lagi breakfast wrap yang kayak kemaren.” Kekeh Wonwoo. Mingyu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Boleh, mau apalagi, ganteng?” Tanya Mingyu.
“Maunya Mas nginep disini terus.” Jawab Wonwoo.
“Biar bisa bikinin breakfast wrap tiap hari?” Mingyu terkekeh.
“Iya, sama biar you can wrap me in your arms so I can smell your presence every time, and bonus, you can also smell your favorite peachy-scented neck.” Jawab Wonwoo. Mingyu tertawa kecil, dan tolong jangan bosan karena lagi-lagi Mingyu mengecup bibir Wonwoo entah untuk yang ke berapa kalinya.
“Makin berani, ya, sekarang?” Keduanya terkekeh.
Wonwoo menyisir rambut Mingyu yang masih lembab setelah keramas. Sementara Mingyu terus menatap Wonwoo tanpa berpaling sedetik pun. Jemari Wonwoo perlaham turun dan mengusap pipi Mingyu dengan sangat lembut, kemudian Mingyu mengamit tangan Wonwoo dan mengecupinya hingga sang pemilik tangan tersenyum hangat.
“Mas Mingyu.” Panggil Wonwoo.
“Kenapa, Wonwoo?” Jawab Mingyu.
“Maafin saya, ya, Mas.” Ujar Wonwoo.
“Kok pake saya lagi? Tadi udah pake aku loh.” Protes Mingyu, namun Wonwoo hanya terkekeh.
“Maafin aku, ya, Mas.” Ulang Wonwoo.
“Maaf kenapa, sayang?” Wonwoo tertegun sebentar, merasakan perutnya yang kembali terasa menggelitik sebab panggilan sayang dari Mingyu.
“Maaf karena aku kemaren plin plan dan berakhir nyakitin Mas, dan mungkin Mas pernah benci sama aku. I'm truly sorry, and I admit that I am wrong. I'm playing around with you while you give your whole heart to me. I'm sorry because I'm too late to realize that I cherish our time together. I'm really happy when I'm with you, you treat me really well, until I didn't realize that my heart was full of you. I'm sorry.” Wonwoo berucap dengan lirih. Mingyu mengulurkan tangannya dan membelai pipi Wonwoo.
“Wonwoo, Mas jujur aja kalau waktu itu Mas emang kecewa banget sama kamu, karena Mas beneran serius sayang sama kamu, but, trust me, I never hate you, even I have no idea why I should hate you. You're so endearing to me. It's also hurtful to see you sad.” Balas Mingyu.
“Waktu kamu nangis pas lagi bimbingan, Mas sebenernya sadar, tapi waktu itu egonya Mas yang gak mau nahan kamu dan milih buat ngedorong kamu pergi. Tapi setelah kamu keluar, bukannya ngerasa lega, Mas malah ngerasa sakit, dari situ Mas sadar kalau emang cuma kamu, Wonwoo. Only you can make my heart flutter simply because you call me 'Mas'. Only you can bring a whole forest together with a simple compliment. Only you can make me romanticize a kitten.” Kalimat terakhir itu membuat keduanya terkekeh.
“Mas, tadi kata Mas I bring a whole forest because of a simple compliment. What is it?” Tanya Wonwoo.
“Waktu itu kamu pernah panggil Mas Mingyu ganteng, pas pulang dari tokonya ibu.” Jawab Mingyu kikuk dan Wonwoo tertawa cukup kencang hingga hidungnya mengerut.
“Mas? Ya Tuhan, kamu gemes banget sih.” Wonwoo mengunyel pipi Mingyu sebab gemas sementara Mingyu hanya pasrah, namun juga ia senang.
“Mas Mingyu.” Panggil Wonwoo.
“Iya, Wonwoo?” Jawabnya.
“Mas Mingyu ganteng.” Wajah Mingyu seketika merona.
“Kenapa, Wonwoo?” Namun ia tetap menjawabnya.
“Aku sayang Mas Mingyu.” Ucap Wonwoo lembut.
“Mas juga sayang Wonwoo.” Balas Mingyu tak kalah lembut.