setetesmatcha

Wonwoo ngehela nafasnya untuk gak tau yang ke berapa kali. Udah sepuluh menit dia di mobil dan natap bangunan di depannya. Dia pejamin matanya sambil mijit pelipisnya. Dadanya masih aja bergemuruh gak karuan.

“Sebulan doang, Won.” Monolognya dan akhirnya dia ambil laptopnya dan segera masuk ke working space yang udah jadi tempat dia dan dosennya janjian buat bimbingan.

Waktu Wonwoo masuk ke ruangan yang dia pesen, belum ada tanda kehadiran Mingyu. Dia segera duduk dan nyalain laptopnya sambil coba buat cari-cari tentang skripsinya itu walaupun sebenernya dia gak fokus sama sekali.

“Udah lama?” Wonwoo ngedongak waktu denger suara yang dia kangenin banget.

“Belum, Pak. Saya baru lima menitan.” Jawab Wonwoo.

Mingyu duduk di sebelah Wonwoo dan dia juga segera keluarin laptopnya.

“Bagian mana yang harus direvisi, ya, Pak?” Wonwoo langsung tanya biar dia gak terlalu lama bimbingannya, dan gak terlalu lama nyiksa dirinya.

“Sebenernya bukan major revisi, tapi ini setiap pertanyaan dikasih penjelasannya.” Mingyu jelasin ke Wonwoo. Mereka berdua duduk lumayan deket karena Mingyu harus nunjukin banyak hal ke Wonwoo.

Wangi woody yang maskulin langsung nyambut hidungnya Wonwoo dan itu bikin dia makin gak bisa fokus karena keinget gimana pertama kali mereka ketemu, waktu Wonwoo bangun di apartemen Mingyu dan aroma itu ketinggalan di seluruh apartemen Mingyu walaupun orangnya udah pergi ngajar.

Wonwoo jadi inget gimana Mingyu peluk dia di rumah sakit ketika mantannya datang dan wangi itu juga yang menuhin mobilnya selama mereka ke Jakarta buat distraksi.

Wonwoo juga jadi inget waktu mereka berdua jalan-jalan buat hunting street food, waktu Wonwoo peluk Mingyu di motor.

Semua tentang Mingyu masih kerekam jelas di otaknya. Wonwoo lagi-lagi ngehela nafas panjang dan Mingyu juga sadar sampai dosen itu nengok.

“Kenapa? Ada yang belum ngerti?”

“Maaf, Pak. Agak pusing aja sama SPSS-nya.” Mingyu cuma ketawa kecil dan Wonwoo tanpa sadar natap Mingyu buat waktu yang cukup lama karena udah lama Mingyu gak senyum buat Wonwoo.

“Ini udah bener kok kalau SPSS, tapi emang pusing aja liat banyak angka.” Kekeh Mingyu. Wonwoo masih diem dan liatin Mingyu. Sementara Mingyu balik ngejelasin lagi apa yang harus direvisi sama Wonwoo.

Berikutnya, Wonwoo kerjain revisiannya. Dia coba buat fokus dan gak ngelirik ke arah Mingyu yang juga lagi fokus ke laptopnya. Wonwoo tarik nafasnya dan keluarin perlahan.

Disaat Wonwoo mulai fokus sama revisinya, giliran Mingyu yang ngelirik ke arah Wonwoo yang menurutnya gemes pas lagi fokus. Kacamata, dahinya sedikit ngerut karena konsentrasi, bibirnya kadang sedikit maju saking fokusnya.

Sekitar hampir satu jam, Wonwoo lepas kacamatanya dan coba tanya ke Mingyu hasil revisiannya.

“Ini masih ada beberapa yang harus direvisi.” Jawab Mingyu sambil baca skripsi Wonwoo, dan mahasiswanya itu langsung ngehela nafas. Karena capek dan juga karena dadanya yang terus kerasa nyeri karena deket Mingyu.

“Capek, ya?” Kekeh Mingyu.

“Iya.” Jawab Wonwoo.

'Capek juga cari cara buat move on dari Mas Mingyu.' Batin Wonwoo.

“Ya udah istirahat dulu aja.” Lanjut Mingyu.

Wonwoo sedikit ngeregangin badannya. Dia bingung harus ngapain, karena rasanya canggung juga berdua sama Mingyu. Gak ada obrolan kayak dulu.

“Wonwoo.”

Panggilan itu refleks bikin Wonwoo ngeremas sofa yang lagi dia dudukin. Detak jantungnya makin gak karuan. Wonwoo kangen. Kangen banget denger Mingyu panggil namanya.

“Apa kabar?” Tanya Mingyu sambil natap Wonwoo.

Wonwoo diem buat sesaat. Dia harus bohong dengan bilang baik-baik aja, atau dia harus jujur kalau dia sakit liat Mas Mingyunya sama temen deketnya.

“Sedikit baik, banyak pusingnya.” Jawab Wonwoo.

“Pusing karena skripsi.” Lanjutnya.

Mingyu cuma nganggukin kepalanya. Wonwoo ragu, apa dia harus tanya balik atau gak usah, dan berakhir Wonwoo diem aja. Ruangan itu hening dan suara telpon yang mecah keheningan itu.

“Sebentar, ya.”

Mingyu izin keluar dan angkat telponnya dulu. Wonwoo di dalem ruangan refleks ngeremat dadanya. Tadi dia gak sengaja liat kalau yang telpon Mingyu itu Joshua. Gak lama, Mingyu masuk lagi ke dalam ruangannya.

“Wonwoo, masih mau dilanjut?” Tanya Mingyu.

“Bapak kalau ada urusan gak apa-apa, saya juga udah selesai revisinya kan. Nanti lagi aja di kampus, Pak.” Jawab Wonwoo datar.

“Gak apa-apa?”

“Gak apa-apa, Pak.” Bales Wonwoo lagi.

“Oh iya, ini berapa sewa ruangan sama minunnya?”

“Gak usah, Pak. Kan saya yang minta tolong.”

“Oke kalau gitu, makasih. Semangat, ya. Saya duluan.” Mingyu segera keluar setelah beres-beresin barangnya. Sementara Wonwoo disana cuma diem dan natap pintunya setelah Mingyu keluar. Dia gak nangis, tapi kerasa banget sakitnya, karena setiap jantungnya berdetak, rasa sakitnya malah makin kuat juga.

Wonwoo cuma diem di ruangan itu buat beberapa saat. Sampai akhirnya dia ngerasa kecekik dalam ruangan itu, dia milih buat pergi, gak tau kemana. Wonwoo cuma muter-muter Bandung dan gak kerasa kalau langit udah semakin gelap, bahkan bensin mobilnya aja sampai abis. Tapi Wonwoo kembali muter-muter lagi tanpa tujuan sampe akhirnya chat Joshua masuk, dan dia mutusin buat pergi clubbing.

Waktu Wonwoo sampai disana, ternyata masih belum buka karena Wonwoo sampai disana sekitar jam setengah 9 malem. Wonwoo liat ada orang yang lagi bersih-bersih disana sebelum club-nya buka, dan Wonwoo gak pernah segila ini cuma buat minta masuk ke club-nya, bahkan dia sampe bayar dan akhirnya dia masuk walaupun belum jamnya buka.

Wonwoo segera pesen beer dan nenggak tanpa mikir apapun sampai bersloki-sloki. Dia gak peduli walaupun kepalanya udah kerasa pusing.

Sampai akhirnya jam 10, orang-orang mulai berdatangan dan dalam sekejap, tempat itu udah penuh sama manusia-manusia yang lagi nyari kesenangan atau mungkin nyari distraksi kayak yang Wonwoo lakuin.

Wonwoo udah abisin botol keduanya dan kepala dia bener-bener kerasa sakit dan nyut-nyutan.

Dengan langkahnya yang sempoyongan, Wonwoo jalan ke arah dance floor dan mulai menggila disana. Dia gak peduli kalaupun harus desek-desekan. Bahkan waktu ada yang peluk pinggangnya dari belakang dan nempelin tubuhnya ke tubuh Wonwoo, dia gak peduli. Wonwoo malah ikutin alurnya. Waktu laki-laki itu ciumin leher Wonwoo pun, gak ada penolakan sama sekali, justru Wonwoo cuma pejamin mata dan jenjangin lehernya.

Iya, Wonwoo bener-bener sinting sampai akhirnya satu tangan kekar narik pinggang Wonwoo dan natap marah ke arah orang yang tadi cium-cium Wonwoo. Sementara Wonwoo lagi berusaha buat nerka siapa orang itu.

“Mas Mingyu?” Tanya Wonwoo sambil picingin matanya.

“Pulang.” Mingyu narik Wonwoo tapi laki-laki tadi juga narik Wonwoo.

“Lu siapanya? Enak aja main-main tarik-tarik.” Kata orang tadi sedikit teriak.

“Pacarnya.” Jawab Mingyu. Dadanya naik turun nahan emosi, dia gak mau berantem disana.

“Mana buktinya?”

Mingyu diem karena bingung gimana cara buktiinnya.

“Dia pacar kamu?” Tanya orang itu ke Wonwoo.

“Bukan, tapi gue suka dia.” Jawab Wonwoo yang udah kalah telak sama alkohol itu. Mingyu sedikit mematung denger jawaban Wonwoo. Sementara orang itu pergi gitu aja.

“Pulang.” Kata Mingyu lagi.

“Gak mau.” Rengek Wonwoo.

“Pulang, Wonwoo.” Mingyu berusaha narik Wonwoo.

“Apa sih? Gak usah maksa! Lu tuh bukan siapa-siapa gue!” Bentak Wonwoo dan bikin beberapa orang noleh. Mingyu ngehela nafasnya dan segera gendong Wonwoo walaupun dia berontak dan mukul-mukulin dia.

Mingyu telpon Jeonghan, dan minta tolong ke Seungcheol buat bawain mobilnya Wonwoo ke apartemen Wonwoo. Sementara Wonwoonya sendiri bareng sama Mingyu di mobilnya.

“Kamu sadar gak sih kalau toleransi alkohol kamu tuh rendah? Kenapa malah minum banyak-banyak? Kamu tuh paham gak sih kalau banyak orang jahat di luar sana?” Mingyu langsung meledak waktu di mobil.

“Termasuk bapak?” Tanya Wonwoo yang matanya setengah kebuka.

“Eh, gue ya yang jahat duluan?” Wonwoo ketawa. “Tapi kenapa dibalesnya gini? Kenapa gak dikasih kesempatan buat gue perbaikin? Kenapa?” Mingyu dengerin segala curahannya Wonwoo yang mungkin selama ini dia tahan sendirian.

“Kenapa sih maksa? Gak tau apa gue udah susah move on dari lu tapi lu malah gini? Please gak usah urusin gue, pergi aja, gak usah noleh lagi kalau cuma bikin gue kesiksa.” Racau Wonwoo selama di mobil Mingyu.

Sementara itu Mingyu cuma dengerin aja segala racauan Wonwoo. Dia juga mau tau apa isi hati Wonwoo yang sebenernya karena laki-laki yang lebih muda itu selalu nutupin semua perasaannya.

Gak lama, suasana mobil jadi hening, Wonwoo tidur. Mingyu natap Wonwoo dan ngusap pipinya yang merah.

“Maaf.” Gumam Mingyu.

Sekitar 15 menitan, Seungcheol datang bareng sama Jeonghan naik mobilnya. Mingyu segera kasih kunci mobilnya Wonwoo. Jadinya Jeonghan bawa mobil Wonwoo dan Seungcheol bawa mobilnya sendiri.

“Wonwoonya gak apa-apa?” Tanya Seungcheol tapi Mingyu cuma ngehela nafas panjang.

“Ciuman?” Tanya Seungcheol.

“Bukan sama saya.” Jawab Mingyu dan bikin Seungcheol melotot.

“Terus?”

“Cowok gak dikenal.”

“Jangan lagi deh kayak gini.” Seungcheol keliatan kesel.

“Mas, udah deh. Ayok pulang. Kak Mingyu, hati-hati, ya. Wonwoonya dianter sampai kamarnya.” Kata Jeonghan.

“Oke, Han. Makasih.”

Mereka segera melaju ke apartemen Wonwoo. Sesekali Mingyu ngelirik ke arah Wonwoo yang keliatan pules banget tidurnya.

Sekitar 20 menit, akhirnya mereka sampai. Mingyu segera gendong Wonwoo. Seungcheol juga mau ikut, mau pastiin kalau Wonwoo baik-baik aja walaupun emang Jeonghannya agak sebel. Untungnya pintu apartemen Wonwoo pake sidik jari, jadinya bisa gampang masuknya.

Mingyu segera ngerebahin Wonwoo di atas kasurnya dan itu bikin Wonwoo kebangun.

“Mas Mingyu?” Wonwoo ngucek matanya.

“Iya, Wonwoo?” Jawab Mingyu.

“Kangen.” Satu kata tapi sukses bikin Mingyu deg-degan, antara seneng tapi sakit juga.

“Kayaknya kita harus pergi, Mas.” Kata Jeonghan ke Seungcheol, dan akhirnya keduanya pergi, ninggalin Mingyu yang masih natap Wonwoo.

“Mau ngomong apalagi, Wonwoo?” Tanya Mingyu. Dia duduk di pinggir kasurnya.

“Mau bilang maaf. Aku minta maaf bikin Mas kecewa, bikin Mas sedih. Maaf aku terlalu serakah karena aku gak pernah ngerasain rasanya diperhatiin. Maaf. Pasti susah, ya, maafin aku.” Mata Wonwoo setengah kebuka, tangannya ngusap-ngusap pipi Mingyu.

“Aku... Aku juga minta maaf karena aku gak seneng liat Mas sama Joshua. Aku tau Joshua orangnya baik, asik, manis, tapi maaf karena aku gak suka liatnya. Aku... Aku maunya Mas sama aku aja, tapi udah telat, ya.” Mata Wonwoo keliatan makin berat.

“Makanya aku mau cepet-cepet selesaiin skrispi aku, biar gak liat Mas sama Shua terus, tapi... Tapi kenapa malah dimajuin tunangan kalian? Skripsi aku belum selesai, aku gak mau datang. Sakit, Mas.” Itu kalimat terakhir Wonwoo sebelum akhirnya dia tidur lagi.

Mingyu mematung denger semua pengakuan Wonwoo. Dia gak tau kalau Wonwoo senyesel itu. Dadanya ikutan sakit karena kalimat-kalimat Wonwoo tadi.

“Maaf, Wonwoo. Mas minta maaf. Mas gak ada maksud nyakitin kamu. Maaf.” Ada nada pilu dari ucapan Mingyu.

Akhirnya dia narik selimut Wonwoo dan biarin dia tidur. Setelah itu, dia keluar dari kamar Wonwoo.

Sekitar jam 9 lewat, Wonwoo sampe di kampus dan ternyata Joshua udah selesai sidang. Wonwoo diem di tempatnya pas liat kalau disana ada Mingyu juga bareng Joshua dan Jeonghan sama temen Joshua yang lain. Mingyu nengok ke arah Wonwoo dan mereka saling tatap-tatapan buat beberapa detik.

“Wonwoo!” Joshua manggil Wonwoo dengan senyum lebarnya.

Wonwoo langsung sadar dan senyum tipis terus langsung nyamperin mereka.

“Wonyuuuu, makasih udah dateng.” Katanya Joshua sambil meluk Wonwoo seneng.

“Iya.” Bales Wonwoo singkat.

“Inget gue kan?” Tanya Jeonghan ke Wonwoo. Wonwoo natap Jeonghan sebentar.

'Inget, gebetan baru Mas Seungcheol.'

“Inget kok. Jeonghan.” Bales Wonwoo dan Jeonghan senyum.

“Foto-foto dulu dong.” Pinta Joshua.

“Baru juga sempro, belum tentu lulus sidangnya.” Sindir Jeonghan dan bikin yang lain ketawa.

“Biarin sih, kan mengenang setiap momen kali.” Protes Joshua.

“Wonyu, Wonyu! Mau foto duluan sama lu.” Joshua narik lengan Wonwoo dan mereka berdua langsung foto bareng.

“Pak, tolong fotoin kita, ya, hehehe.” Joshua minta tolong ke Mingyu dan dosen muda itu cuma senyum sambil arahin kamera ke mereka.

Bukannya fokus ke kamera, Wonwoo malah fokus ke Mingyu. Rasanya Wonwoo kangen banget sama Mingyu. Dia pengen banget balik lagi kayak dulu.

“Foto sama saya juga.” Mingyu ngajuin diri buat foto bareng Joshua.

Dan saat itu Wonwoo langsung sadar kalau Mingyu udah gak bisa jadi miliknya lagi. Mingyu udah move on. Waktu Mingyu bilang, you're no longer my imagination itu ternyata bener. Mingyu udah ketemu sama orang lain yang lebih ngehargain dia, yang bisa kasih cintanya buat dia.

“Won, tolong fotoin. Gue gak bisa motret, si Shua banyak mau.” Kata Jeonghan.

“Oh, iya.”

“Pake hp saya aja.” Mingyu kasih ponselnya.

Mingyu ngerangkul Joshua, sementara Joshua sedikit miringin kepalanya biar nyandar ke bahu Mingyu. Keduanya senyum lebar banget, sementara Wonwoo kebalikannya. Dia rasanya pengen nangis ngeliat pemandangan di hadapannya sekarang.

“Makasih, ya, Wonwoo.” Mingyu ambil lagi hp-nya dari tangan Wonwoo tanpa ngelirik sama sekali, dan dia liat hasil fotonya sama Joshua sambil senyam-senyum.

Wonwoo cuma diem, dia gak tau harus ngapain. Dadanya sesak, dia langsung malingin wajahnya biar gak liat Joshua dan Mingyu. Wonwoo kayaknya gak sanggup lagi, dan dia milih buat izin ke toilet.

“Gue ke toilet dulu.”

“Mau dianter?” Tanya Jeonghan.

“Gak usah, makasih, Han.” Jawab Wonwoo dan dia segera pergi.

Wonwoo segera atur nafasnya yang memburu, dan dia natap dirinya sendiri di cermin. Wajahnya keliatan merah. Air matanya udah memupuk, sekali dia ngedip, bulir kristal itu bakal jatuh basahin pipinya.

Wonwoo segera cuci muka dan diem agak lama di toilet. Dia rasanya pengen pergi aja. Wonwoo gak bisa liat Joshua karena pasti dia sakit hati.

“Won? Udah selesai?” Wonwoo langsung nengok waktu Jeonghan susulin dia.

“Udah.” Jawab Wonwoo singkat.

Pas mereka keluar, Mingyu udah gak ada soalnya harus nemenin mahasiswa bimbingannya yang lain.

Wonwoo, Joshua, dan Jeonghan langsung pergi ke cafe yang emang dijanjiin Joshua, karena Joshua mau traktir mereka. Lumayan jauh, apalagi Wonwoo pake mobil, tapi untungnya gak begitu macet.

Sekitar 40 menitan, mereka bertiga sampai, dan gak lama ada sosok yang bikin Wonwoo agak kaget karena kehadirannya.

“Mas Seungcheol?” Tanya Wonwoo.

“Gue yang ajak, gak apa-apa, ya?” Kata Jeonghan sambil senyum.

“Gak apa-apa.” Jawab Wonwoo.

Seungcheol duduk di sebelah Jeonghan dan keliatannya mereka udah jauh lebih akrab, apalagi Jeonghan juga manja sama Seungcheol dan keliatannya Seungcheol juga suka sama kelakuan Jeonghan yang clingy.

“Wonwoo, udah gak deket kan, ya, sama Mas Seungcheol?” Tanya Jeonghan dan Joshua langsung nyubit lengannya.

“Kan nanya!” Protes Jeonghan.

“Adek kakak aja sekarang.” Jawab Seungcheol.

“Kemarenan lu kenapa, Won?” Wonwoo ngerutin dahinya.

“Kapan?”

“Pas Mas Seungcheol nyusulin lu ke apartemen sampe batalin janjinya sama gue.” Katanya Jeonghan. Wonwoo ngelirik Seungcheol.

“Gue gak marah kok, gue kan belum jadi siapa-siapanya Mas Seungcheol, nanya doang.” Katanya Jeonghan lagi sambil natap Wonwoo penasaran.

“Gak usah dijawab, gak penting.” Joshua ngedelik ke arah Jeonghan.

Akhirnya mereka makan-makan dan ganti topik yang lain. Sesekali Wonwoo nyuri pandang ke Seungcheol yang perhatian banget ke Jeonghan dan mikir kalau dia udah bener-bener dilupain Seungcheol.

“Kak Mingyu gak akan kesini?” Tanya Jeonghan dan Wonwoo refleks batuk. Gak tau kenapa, masih takut aja kalau dia harus ketemu Mingyu, apalagi ada Seungcheol juga.

“Minum, dek.” Seungcheol langsung ambilin minum buat Wonwoo dengan sigap.

“Makasih, Mas.” Jawab Wonwoo.

“Kak Mingyu kayaknya nyusul deh, soalnya dia sampe jam 2 aja jadwalnya.” Jawab Joshua.

Wonwoo segera liat jam di ponselnya yang nunjukin jam satu siang. Seketika dia keliatan gelisah, dia mikir gimana caranya buat pamit pulang duluan.

“Kenapa, dek?” Tanya Seungcheol.

“Hm? Gak apa-apa.” Jawab Wonwoo.

“Mau pulang?” Pertanyaan Seungcheol bikin Wonwoo diem. Dia ngelirik ke arah Joshua dan Jeonghan yang juga lagi liatin dia.

“Nggak.” Gak tau kenapa malah itu jawaban yang keluar dari mulut Wonwoo.

“Ciee, mau lama-lama sama gue, ya?” Katanya Joshua sambil senyum lebar.

“Kok lu mau temenan sama Joshua sih, Won?” Tanya Jeonghan.

“Gak temenan.” Jawaban Wonwoo bikin Jeonghan ketawa.

“Lucu banget deh, Wonwoo. Oke, hari ini lu jadi temen gue juga.” Katanya sambil cekikikan.

Mereka kembali ngobrol, sebenernya cuma bertiga, karena Wonwoo lagi mikir gimana seandainya kalau Mingyu datang. Dia harus apa?

“Maaf maaf telat, masih lama kan?”

Wonwoo gak sadar kalau dia ngelamun kelamaan, sampe akhirnya Mingyu udah datang dengan senyum lebarnya.

“Loh cepet?” Tanya Joshua.

“Iya, kayaknya dosen-dosen pengujinya makin siang udah pada gak fokus, jadinya pada males nanya.” Kekeh Mingyu sambil duduk di samping Joshua.

“Udah aku pesenin makan kok.” Katanya Joshua.

“Makasih, ya.” Bales Mingyu lembut.

Wonwoo cuma diem aja sambil gigitin bibirnya. Beberapa kali dia ngehembusin nafas panjang. Dadanya berdenyut nyeri denger gimana perhatian dan lembutnya Mingyu nanggapin Joshua. Selama Joshua cerita juga, Mingyu gak malingin perhatiannya sama sekali, dia bener-bener fokus dengerin Joshua.

“Won? Lu tuh emang sependiem ini, ya?” Tanya Jeonghan yang sadar kalau Wonwoo diem aja. Joshua yang dari tadi cerita juga langsung noleh ke arah Wonwoo, pun juga Mingyu dan Seungcheol.

“Sakit, dek?” Tanya Seungcheol.

“Hah? Oh, nggak, Mas.” Jawab Wonwoo yang keliatan linglung, tapi Seungcheol masih aja natap Wonwoo. Dia tau kalau sebenernya Wonwoo 'sakit'.

“Gak nyaman, ya, ada saya?” Dan kali ini Wonwoo diem beberapa saat karena denger pertanyaan Mingyu.

“Biasa aja, Pak. Emang saya gak banyak ngomong aja.” Jawab Wonwoo. Keduanya saling tatap, dan ketiga orang lainnya juga sadar kalau tensi di antara Mingyu dan Wonwoo itu gak biasa.

“Izin ke toilet dulu.” Wonwoo segera berdiri dari duduknya dan jalan menuju toilet.

Sekitar lima menit, akhirnya Wonwoo kembali, tapi karena dia bengong, dia gak sengaja nabrak pramusaji yang bawain minum.

“Maaf maaf, kak. Saya minta maaf.” Kata pramusajinya panik.

Mingyu dan Seungcheol juga refleks berdiri pas liat kejadian itu.

“Gak apa-apa, mbak.” Jawab Wonwoo datar dan kembali ke tempat duduknya.

“Gak apa-apa, dek?”

“Wonwoo, gak apa-apa?”

Iya, Seungcheol dan Mingyu nanya bersamaan dan keduanya langsung saling tatap, sementara Wonwoo natap keduanya bergantian. Mingyu berdehem dan duduk lagi.

“Gue ada jaket, mau pinjem?” Tanya Jeonghan.

“Gak apa-apa, Han. Tapi kayaknya gue mau pulang aja. Lengket.” Kata Wonwoo yang sebenernya cuma alesan aja.

“Ya udah pake aja dulu jaket gue, kan jauh dari sini ke apartemen lu, masa mau lengket-lengket gitu?” Bales Jeonghan.

“Ya udah, boleh.” Jeonghan kasihin jaketnya ke Wonwoo dan Wonwoo balik ke kamar mandi lagi buat ganti baju.

“Gue balikin lusa, ya, Han.”

“Santai aja.” Bales Jeonghan.

“Ya udah, pamit dulu. Sorry pulang duluan. Buat Shua, selamat, ya.” Wonwoo senyum tipis dan segera pergi dari sana.

Setelah masuk mobil, akhirnya air matanya tumpah. Wonwoo sedari tadi udah nahan dirinya biar gak sakit ngeliat Mingyu dan Joshua ataupun Seungcheol dan Jeonghan. Dia bener-bener sedih banget.

Sampai di apartemennya, tangisan Wonwoo malah makin kenceng, badannya bergetar. Dia gak nyangka kalau ditinggal Mingyu bakal sesakit dan sesesak ini. Dia gak sadar kalau ternyata dia udah jatuh terlalu dalam buat Mingyu.

Sampai satu notif dari Joshua bikin Wonwoo makin lemes dan hancur.

Setelah adzan Ashar, ketiga belas bujang itu udah pada kumpul di ruang tamu. Semua barang yang mau mereka sumbangin udah dimasukin ke dalem mobil. Mingyu bawa mobil Shua, sementara motornya Mingyu disimpen aja di kontrakan karena Joshua nebeng Seungcheol.

“Nebeng dong, Bang. Capek gue.” Ini Seungkwan yang dari tadi ngerayu Dikey karena dia males banget bawa motor.

“Bengsin tapi, ye.” Katanya Dikeu.

“Bensin lu masih penuh!” Protes Seungkwan.

“Ya udah buat isi bensin minggu depan.” Bales Dikey.

“Anjir, ye.” Seungkwan langsung nutup mulutnya, karena....

“GOCENG!” Semua anak kontrakan langsung teriak.

“Buset dah menghardik goceng doang udah kayak menghardik maling kotak amal.” Kata Seungkwan sambil ngedelik, sementara yang lain cuma cekikikan doang.

“Dah dah baca doa dulu.” Katanya Seungcheol.

“Sebelum kita berangkat, alangkah baiknya kita berdoa sesuai dengan kepercayaan dan agama Islam.” Celetuk Hoshi.

“Gak hafal, Bang.” Bales Vernon yang bikin anak kontrakan lain ketawa.

“Yang bener yang bener, udah jam segini.” Suruh Seungcheol lagi.

“Berdoa mulai.” Kata Jeonghan biar cepet.

Setelah itu, mereka langsung berangkat dan kunci pintu kontrakan.

“Eh, jangan di si Mingyu ah kuncinya, nanti ilang atau lupa nyimpen.” Protes Hao.

“Sini sini, gue aja.” Dino ngambil kuncinya yang dipegang Mingyu, padahal mereka juga semobil.

Mereka semua berangkat. Paling depan ada Dikey yang hafal sama jalanannya, dan paling belakang ya Mingyu karena dia bawa mobil.

“Din, coba bilang Seungkwan, itu cateringnya udah berangkat atau belum.” Suruh Mingyu sambil nyetir dan Dino langsung nurut dan chat Seungkwan.

“Udah katanya, Bang.” Jawab Dino dan Mingyu cuma ngangguk aja.

Akhirnya setelah 45 menitan, mereka semua yang pake motor sampai, disusul Mingyu sama Dino yang sampe setelah sejam di jalan.

“Lama amat dah.” Katanya Wonwoo.

“Ya coba lu yang naik mobil.” Bales Mingyu.

“Masuk dulu, Gyu. Sapa ibunya.” Titah Joshua.

Mingyu dan Dino segera masuk terus salaman sama pengurus pantinya. Abis itu mereka ke halaman depan panti yang lumayan luas, ada beberapa anak yang lagi main bola. Disana emang banyak anak laki-laki yang masih SD, ada beberapa yang SMP dan ada juga dua orang yang udah SMA.

“Ayok main bareng.” Ajak Seungkwan.

Akhirnya mereka bikin tim. Gak semua anak kebadutan ikut main. Beberapa lebih milih buat bantuin pengurus pantinya buat beresin buat buka nanti. Mereka yang milih buat main tuh ada Seungcheol, Hoshi, Uji, Mingyu, Dikey, Seungkwan, Dino. Sementara yang lain katanya lemes.

Sekitar jam 5, mereka berhenti main, soalnya capek katanya, terus mereka jadi keringetan.

“Bu, punten, maaf banget ngerepotin, tapi boleh ikut mandi gak, ya?” Tanya Mingyu yang rambutnya keliatan basah.

“Euleuh... Gerah, ya, A?” Tanya si ibu panti sambil senyum lebar liat Mingyu sama yang lainnya.

“Sok mandi aja, A. Banyak air disini mah, pake air sumur.” Jawab si ibunya lagi.

Akhirnya Mingyu mandi pertama, untungnya dia pake kaos polos yang biasa dia pake buat kaos dalem pas main tadi, jadinya dia bisa pake kemeja yang gak kena keringet.

Abis Mingyu, Seungkwan juga numpang, akhirnya yang tadi main bola malah pada ikutan mandi semua.

“Lu pada ngabisin air aja.” Katanya Jeonghan.

“Gerah, Han.” Bales Seungcheol yang paling terakhir mandi.

“Kan nanti mau sholat, masa keringetan.” Ini sebenernya alesan Dikey aja biar keliatan alim, padahal di kontrakan juga jarang mandi.

“Gak apa-apa atuh, aa. Itu anak-anak juga seneng diajak main bola.” Bales ibunya.

“Tuh, denger!” Seungkwan.

“Udah ah, malu tuh diliatin bayi.” Kata Wonwoo sambil nunjuk bayi tujuh bulan yang lagi digendong Jun.

“Ihh, gemes banget!” Seungkwan langsung ambil alih bayinya dan dia cium-cium pipinya.

“Gemes banget, ya Allah.” Katanya Seungkwan sambil gendong bayinya.

Dikey sama Hoshi ikutan main sama bayinya, sementara Mingyu, Joshua, Dino, Seungcheol bantuin ibunya bikin gorengan. Jun, Hao, Jeonghan bikin es buah. Sementara Vernon, Wonwoo, Uji siapin gelas, piring.

Jam setengah 6, akhirnya catering pesenan mereka datang. Seungkwan, Seungcheol, Dikey sama Hoshi langsung ke depan buat bawa makanannya.

Jam 6 pas, bedug udah kedengeran dan mereka refleks ngucap “Alhamdulillah” dan segera minum terus baca doa buka puasa. Setelah itu mereka sholat maghrib berjamaah, Dikey yang jadi imam, soalnya dia udah siapin surat At-Tariq sama Al-Insyirah buat sholatnya, katanya biar gak Al-Kautsar sama Al-Ikhlas mulu.

Abis sholat, baru deh mereka makan bareng. Anak-anak pantinya juga keliatan suka sama makanannya dan itu bikin mereka seneng.

“Laper amat kek belum makan dari SD.” Celetuk Jeonghan pas liat Dikey sama Mingyu yang lahap.

“Laper dah abis main bola.” Jawab Dikey.

Mereka ngobrol-ngobrol sambil makan, setelahnya, langsung diberesin karena mereka mau teraweh berjamaah. Dikey jadi imam lagi, tadinya mau Seungcheol, cuma katanya Seungcheol capek soalnya tadi siang abis zoom meeting. Padahal emang sengaja biar Dikey yang jadi imam.

Sementara itu, Hao, Vernon, sama Joshua nungguin sambil ngobrol dan gak lama, Vernon mah ketiduran.

Sekitar jam 9, akhirnya mereka pamit buat pulang dan sampe di kontrakan sekitar jam 10.

Sekitar jam 9 lewat, Wonwoo sampe di kampus dan ternyata Joshua udah selesai sidang. Wonwoo diem di tempatnya pas liat kalau disana ada Mingyu juga bareng Joshua dan Jeonghan sama temen Joshua yang lain. Mingyu nengok ke arah Wonwoo dan mereka saling tatap-tatapan buat beberapa detik.

“Wonwoo!” Joshua manggil Wonwoo dengan senyum lebarnya.

Wonwoo langsung sadar dan senyum tipis terus langsung nyamperin mereka.

“Wonyuuuu, makasih udah dateng.” Katanya Joshua sambil meluk Wonwoo seneng.

“Iya.” Bales Wonwoo singkat.

“Inget gue kan?” Tanya Jeonghan ke Wonwoo. Wonwoo natap Jeonghan sebentar.

'Inget, gebetan baru Mas Seungcheol.'

“Inget kok. Jeonghan.” Bales Wonwoo dan Jeonghan senyum.

“Foto-foto dulu dong.” Pinta Joshua.

“Baru juga sempro, belum tentu lulus sidangnya.” Sindir Jeonghan dan bikin yang lain ketawa.

“Biarin sih, kan mengenang setiap momen kali.” Protes Joshua.

“Wonyu, Wonyu! Mau foto duluan sama lu.” Joshua narik lengan Wonwoo dan mereka berdua langsung foto bareng.

“Pak, tolong fotoin kita, ya, hehehe.” Joshua minta tolong ke Mingyu dan dosen muda itu cuma senyum sambil arahin kamera ke mereka.

Bukannya fokus ke kamera, Wonwoo malah fokus ke Mingyu. Rasanya Wonwoo kangen banget sama Mingyu. Dia pengen banget balik lagi kayak dulu.

“Foto sama saya juga.” Mingyu ngajuin diri buat foto bareng Joshua.

Dan saat itu Wonwoo langsung sadar kalau Mingyu udah gak bisa jadi miliknya lagi. Mingyu udah move on. Waktu Mingyu bilang, you're no longer my imagination itu ternyata bener. Mingyu udah ketemu sama orang lain yang lebih ngehargain dia, yang bisa kasih cintanya buat dia.

“Won, tolong fotoin. Gue gak bisa motret, si Shua banyak mau.” Kata Jeonghan.

“Oh, iya.”

“Pake hp saya aja.” Mingyu kasih ponselnya.

Mingyu ngerangkul Joshua, sementara Joshua sedikit miringin kepalanya biar nyandar ke bahu Mingyu. Keduanya senyum lebar banget, sementara Wonwoo kebalikannya. Dia rasanya pengen nangis ngeliat pemandangan di hadapannya sekarang.

“Makasih, ya, Wonwoo.” Mingyu ambil lagi hp-nya dari tangan Wonwoo tanpa ngelirik sama sekali, dan dia liat hasil fotonya sama Joshua sambil senyam-senyum.

Wonwoo cuma diem, dia gak tau harus ngapain. Dadanya sesak, dia langsung malingin wajahnya biar gak liat Joshua dan Mingyu. Wonwoo kayaknya gak sanggup lagi, dan dia milih buat izin ke toilet.

“Gue ke toilet dulu.”

“Mau dianter?” Tanya Jeonghan.

“Gak usah, makasih, Han.” Jawab Wonwoo dan dia segera pergi.

Wonwoo segera atur nafasnya yang memburu, dan dia natap dirinya sendiri di cermin. Wajahnya keliatan merah. Air matanya udah memupuk, sekali dia ngedip, bulir kristal itu bakal jatuh basahin pipinya.

Wonwoo segera cuci muka dan diem agak lama di toilet. Dia rasanya pengen pergi aja. Wonwoo gak bisa liat Joshua karena pasti dia sakit hati.

“Won? Udah selesai?” Wonwoo langsung nengok waktu Jeonghan susulin dia.

“Udah.” Jawab Wonwoo singkat.

Pas mereka keluar, Mingyu udah gak ada soalnya harus nemenin mahasiswa bimbingannya yang lain.

Wonwoo, Joshua, dan Jeonghan langsung pergi ke cafe yang emang dijanjiin Joshua, karena Joshua mau traktir mereka. Lumayan jauh, apalagi Wonwoo pake mobil, tapi untungnya gak begitu macet.

Sekitar 40 menitan, mereka bertiga sampai, dan gak lama ada sosok yang bikin Wonwoo agak kaget karena kehadirannya.

“Mas Seungcheol?” Tanya Wonwoo.

“Gue yang ajak, gak apa-apa, ya?” Kata Jeonghan sambil senyum.

“Gak apa-apa.” Jawab Wonwoo.

Seungcheol duduk di sebelah Jeonghan dan keliatannya mereka udah jauh lebih akrab, apalagi Jeonghan juga manja sama Seungcheol dan keliatannya Seungcheol juga suka sama kelakuan Jeonghan yang clingy.

“Wonwoo, udah gak deket kan, ya, sama Mas Seungcheol?” Tanya Jeonghan dan Joshua langsung nyubit lengannya.

“Kan nanya!” Protes Jeonghan.

“Adek kakak aja sekarang.” Jawab Seungcheol.

“Kemarenan lu kenapa, Won?” Wonwoo ngerutin dahinya.

“Kapan?”

“Pas Mas Seungcheol nyusulin lu ke apartemen sampe batalin janjinya sama gue.” Katanya Jeonghan. Wonwoo ngelirik Seungcheol.

“Gue gak marah kok, gue kan belum jadi siapa-siapanya Mas Seungcheol, nanya doang.” Katanya Jeonghan lagi sambil natap Wonwoo penasaran.

“Gak usah dijawab, gak penting.” Joshua ngedelik ke arah Jeonghan.

Akhirnya mereka makan-makan dan ganti topik yang lain. Sesekali Wonwoo nyuri pandang ke Seungcheol yang perhatian banget ke Jeonghan dan mikir kalau dia udah bener-bener dilupain Seungcheol.

“Kak Mingyu gak akan kesini?” Tanya Jeonghan dan Wonwoo refleks batuk. Gak tau kenapa, masih takut aja kalau dia harus ketemu Mingyu, apalagi ada Seungcheol juga.

“Minum, dek.” Seungcheol langsung ambilin minum buat Wonwoo dengan sigap.

“Makasih, Mas.” Jawab Wonwoo.

“Kak Mingyu kayaknya nyusul deh, soalnya dia sampe jam 2 aja jadwalnya.” Jawab Joshua.

Wonwoo segera liat jam di ponselnya yang nunjukin jam satu siang. Seketika dia keliatan gelisah, dia mikir gimana caranya buat pamit pulang duluan.

“Kenapa, dek?” Tanya Seungcheol.

“Hm? Gak apa-apa.” Jawab Wonwoo.

“Mau pulang?” Pertanyaan Seungcheol bikin Wonwoo diem. Dia ngelirik ke arah Joshua dan Jeonghan yang juga lagi liatin dia.

“Nggak.” Gak tau kenapa malah itu jawaban yang keluar dari mulut Wonwoo.

“Ciee, mau lama-lama sama gue, ya?” Katanya Joshua sambil senyum lebar.

“Kok lu mau temenan sama Joshua sih, Won?” Tanya Jeonghan.

“Gak temenan.” Jawaban Wonwoo bikin Jeonghan ketawa.

“Lucu banget deh, Wonwoo. Oke, hari ini lu jadi temen gue juga.” Katanya sambil cekikikan.

Mereka kembali ngobrol, sebenernya cuma bertiga, karena Wonwoo lagi mikir gimana seandainya kalau Mingyu datang. Dia harus apa?

Setelah hari itu, Wonwoo udah gak pernah lagi chat sama Seungcheol ataupun Mingyu, kecuali tentang skripsi.

Wonwoo bener-bener ngerasa kosong. Dia nyesel banget, padahal dia udah sadar dari lama kalau dia gak boleh naruh afeksi sama keduanya. Dia udah sadar dari lama kalau dia harusnya cuma boleh pilih salah satu aja.

Dia terlalu seneng dapet perhatian sebanyak itu. Dia terlalu nikmatin dapet afeksi dari dua orang sekaligus.

Wonwoo sadar kalau dia brengsek karena mikir kalau mereka bisa dijadiin cadangan kalau salah satu di antara mereka ninggalin dia.

Tapi apa? Karena kebrengsekan dia sendiri, akhirnya keduanya milih pergi, dan Wonwoo kembali sendirian.

Dan sampe sekarang, setelah dua hari berlalu, Wonwoo masih belum berani chat keduanya buat minta maaf. Wonwoo terlalu takut, dia takut permintaan maafnya ditolak. Wonwoo gak suka itu.

Silakan kalian hujat Wonwoo, karena dia sendiri pun ngehujat dirinya sendiri. Dia tau kalau dirinya gak tau diri kalau dia marah karena permintaan maafnya ditolak. Harusnya Seungcheol dan Mingyu yang marah besar sama dia, dia gak berhak buat marah balik.

Dan hari ini, Wonwoo harus ngehadapin Mingyu buat bimbingan nanti. Jujur aja dia rasanya pengen kabur. Dia gak mau ketemu Mingyu. Lagi-lagi, Wonwoo sadar kalau seharusnya dia bisa hadapin Mingyu dan minta maaf secara langsung, bukan berpikir buat kabur setelah semua kekacauan yang dia bikin.

“Won?” Joshua nepuk bahunya, dan lamunannya buyar.

“Sakit?” Tanya Joshua yang keliatan khawatir.

“Agak pusing.” Jawabnya singkat.

“Makan dulu yuk sebelum bimbingan?” Ajak Joshua.

“Gue temenin aja.” Bales Wonwoo karena dia gak mau pergi ke perpustakaan duluan.

Akhirnya mereka berdua ke kantin fakultas. Joshua pesen makan, sementara Wonwoo, mikirin makan aja rasanya mual, otaknya terlalu banyak pikiran sampe rasanya dia gak bisa buat mencerna apapun.

“Won... Beneran gak apa-apa?” Tanya Joshua. Wonwoo diem aja terus ngehembusin nafasnya kasar.

“Gak apa-apa.” Jawab Wonwoo.

Gak lama, makanan Joshua datang. Selama Joshua makan, tiba-tiba Wonwoo kepikiran kalau pas kejadian kemaren, Mingyu gak bilang apapun ke Joshua.

“Shua.” Panggil Wonwoo setelah Joshua selesai makannya.

“Kenapa kenapa?”

“Kemaren lu gimana pas gue pulang?”

Wonwoo benci dirinya sendiri yang gak bisa langsung nanyain gimana keadaan Mingyu saat itu.

“Gue nanya ke Kak Mingyu kenapa lu pulang, tapi Kak Mingyu gak tau, soalnya dia lagi di dalem toilet terus pas keluar toilet juga katanya gak ada apa-apa, makanya dia gak paham kenapa lu langsung pulang.” Jawaban Joshua bikin Wonwoo diem.

Mingyu gak jelekin dia di depan Joshua, padahal waktu itu Mingyu keliatan marah banget dan kecewa sama dia, tapi Mingyu masih bisa kontrol emosinya buat gak ngomongin kejelekan sifat Wonwoo.

Sorry.” Katanya Wonwoo.

Kenapa gampang buat minta maaf ke Joshua, tapi susah buat minta maaf ke Seungcheol dan Mingyu. Wonwoo bisa minta maaf secara langsung ke Joshua, tapi gak bisa ke Mingyu dan Seungcheol, padahal tinggal ketik aja, gak usah tatap muka. Tapi Wonwoo tetep pilih buat diem.

“Gak apa-apa kok. Santai aja, tapi inget ya, kalau misalnya lu butuh temen buat ngobrol, gue bakalan siap nemenin lu!” Katanya Joshua sambil senyum. Wonwoo cuma ngangguk dan bales dengan senyum tipis.

“Ya udah yuk kita ke perpustakaan, katanya Kak Mingyu udah pada selesai.” Ajak Joshua.

Seketika Wonwoo ngerasa kakinya gak bisa bergerak, dia takut ketemu Mingyu. Wonwoo langsung keinget gimana dinginnya Mingyu waktu bales chat dia, apalagi kalau mereka ketemu langsung. Wonwoo gak siap ngehadapin Mingyu yang berubah.

“Won? Ayok.” Ajak Joshua lagi yang udah jalan duluan.

Wonwoo pasrah, dia ikut jalan di belakang Joshua. Sampai di perpustakaan, jantung Wonwoo bener-bener berdegup makin gak karuan.

Joshua masuk duluan, dan Wonwoo nunggu di luar ruangan. Selama nunggu, Wonwoo sama sekali gak ada kepikiran sama skripsinya. Dia cuma kepikiran gimana cara ngehadapin Mingyu. Apa dia pergi aja sekarang mumpung masih ada kesempatan. Wonwoo rasanya pengen nangis. Dia gigitin kukunya karena gugup. Telapak tangannya keluarin keringet dingin. Kalau ada orang yang liat Wonwoo, pasti orang pun tau kalau dia lagi gelisah.

“Won, gih masuk.”

Jantung Wonwoo rasanya mencelos waktu Joshua keluar dari ruangannya. Dia gak sadar kalau dia udah mondar-mandir di sana sekitar 20 menitan.

“Won?” Joshua manggil Wonwoo lagi karena Wonwoo cuma diem aja dan gak masuk ke ruangan perpusnya.

“Iya.”

Akhirnya dengan sisa keberanian yang udah di ujung tanduk, Wonwoo masuk. Dia bisa liat Mingyu lagi fokus sama ponselnya.

“Duduk aja disini, Wonwoo.” Kata Mingyu sambil ngelirik kursi yang ada di hadapannya.

Dengan langkah pelan, Wonwoo jalan ngehampirin kursinya dan duduk disana. Dia gak berani natap Mingyu.

“Laptopnya?” Tanya Mingyu karena Wonwoo cuma diem aja.

“Ah... Oh iya, Pak.” Gerakannya cukup tergesa-gesa sampe sikunya gak sengaja kebentur meja cukup keras. Wonwoo ngaduh pelan, sementara Mingyu?

“Santai aja, Wonwoo.”

Disaat itu, jantung Wonwoo rasanya berdenyut nyeri, karena dia dulu pernah ngelakuin hal yang sama, tapi respon Mingyu jauh berbeda.

Dulu, waktu mereka lagi makan malem di apartemen Wonwoo, lututnya pernah gak sengaja kebentur ujung meja, dan Mingyu buru-buru duduk di samping Wonwoo dan ngecek lututnya sambil diusap-usap.

Tapi sekarang? Cukup dengan 'santai aja, Wonwoo', tanpa diusap-usap lagi, tanpa ditanya sakit atau nggak dengan tatapannya yang khawatir.

Dan jantungnya berdegup makin kencang, seakan kesal juga sama Wonwoo dan bikin setiap denyutannya terasa sakit dan semakin lama semakin sakit sampai bikin Wonwoo rasanya kehabisan nafas dan sesak.

Matanya mulai kerasa panas, kepalanya pusing, nafasnya tercekat.

Gak ada lagi mata yang berbinar saat natap dirinya. Semua bintangnya sudah redup.

Gak ada lagi senyum yang cerah saat mereka tatap muka. Karena hatinya ditutup awan gelap.

Gak ada lagi rasa hangat dari pertemuan mereka. Justru tembok es yang sebelumnya gak pernah ada, malah jadi pembatas mereka.

Sampai rasanya Wonwoo gak sanggup ngelawan rasa dingin itu dan seketika lelehan air mata bikin pipinya terasa hangat.

Dengan cepat Wonwoo menghapusnya sebelum Mingyu menyadarinya. Mati-matian Wonwoo menahan isaknya dalam diam. Dia gigit bibir bawahnya, tangannya nyengkram celana yang dia pakai. Wonwoo segera alihin fokus dia ke yang lain, selama itu bukan Mingyu.

“Oke, bab tiganya udah saya approved, kamu udah boleh daftar sempro. Minggu depan baru buka pendaftaran sempronya, nanti kabarin saya aja kalau udah daftar.” Katanya Mingyu yang sedari tadi fokus baca semua bab satu sampai bab tiga Wonwoo.

“Makasih, Pak.” Jawab Wonwoo.

“Oke, segitu aja berarti. Kalau kamu mau latihan sidang sempro atau butuh bantuan buat sidangnya, boleh hubungin saya aja. Kalau gitu, udah boleh pulang, Wonwoo.”

Setelah ucapan itu, Mingyu sama sekali gak natap Wonwoo lagi, dan milih buat fokus ke layar laptopnya.

Wonwoo juga gak beranjak langsung, dia diem sebentar sambil perhatiin Mingyu, tapi dosennya itu bener-bener gak ngegubris dia, bahkan Wonwoo ngerasa dia dianggap gak ada disana karena Mingyu noleh pun nggak.

Cukup lama Wonwoo diem cuma karena mikir apakah dia harus minta maaf sekarang. Saat Wonwoo mau buka mulut, Mingyu langsung ngomong tanpa ngalihin pandangannya dari laptop.

“Apapun yang mau kamu ucapin, disimpen aja. Maaf, tapi kepala saya masih panas, saya takut nyakitin kamu. Mending kamu pergi aja, Wonwoo.”

“Maaf...”

“Iya, nanti dulu, ya Wonwoo. Tolong tunggu setelah kepala saya dingin, bisa?”

Wonwoo cuma diem dan akhirnya ngangguk. Matanya udah bener-bener merah karena nahan air mata. Tenggorokannya terasa kecekat sampai gak ada kata apapun yang keluar dari bibirnya.

Setelah beresin semua barangnya, Wonwoo keluar dari ruangan tersebut, ninggalin Mingyu yang diem-diem natap punggung Wonwoo dengan sendu.

Mingyu yang udah ada di dalem mobil langsung senyum waktu Wonwoo masuk.

“Wonwoo...” Ada sedikit rasa sakit pas Mingyu panggil namanya.

“Kenapa, Mas Mingyu?”

Mas Mingyu.

Padahal sebelumnya Joshua juga panggil dia 'Mas Mingyu', tapi rasanya tetep beda. Refleks tangan Mingyu ngusap pipinya Wonwoo dan bikin Wonwoo kaget plus bingung juga.

“Kenapa, Mas?” Tanya Wonwoo lagi.

“Gak apa-apa, pengen aja.” Jawab Mingyu sambil senyum.

“Oh iya, itu kamu manggil saya 'Mas' di grup, sampe heboh tuh temen kamu.” Kata Mingyu sambil terkekeh. Wonwoo langsung buru-buru ambil ponselnya dan ngecek grup mereka bertiga. Ternyata emang Wonwoo keceplosan manggil 'Mas'.

Tapi waktu Wonwoo baca semakin bawah, dia ngerasa kesel sendiri baca Joshua manggil Mingyu pake embel-embel 'Mas' juga, belum lagi Mingyu ngebolehin. Wonwoo yang tadinya mau bales, langsung bad mood dan akhirnya dia buka twitter aja. Dia juga ngerasa sedikit kesel sama Mingyu.

Selama perjalanan, mereka berdua cuma diem aja. Wonwoo yang kesel, dan Mingyu yang perasaannya berantakan. Cuma playlist Mingyu yang mecah keheningan dalem mobil itu sampai akhirnya mereka sampai.

Udah jadi kebiasaan Mingyu buat bukain pintu mobilnya buat Wonwoo setiap kali mereka jalan, kayak sekarang. Walaupun dia nyimpen rasa kecewa dan marahnya, Mingyu masih bisa bersikap lembut kalau buat Wonwoo.

Keduanya segera masuk ke ruangan yang udah di reservasi sama Joshua.

“Mau makan sekarang atau tungguin Joshua?” Tanya Mingyu.

“Tunggu Joshua aja.” Jawab Wonwoo dan Mingyu cuma nganggukin kepalanya.

Lagi-lagi mereka cuma diem. Padahal biasanya mereka bisa obrolin apa aja. Biasanya ada Mingyu yang mulai cari topik dan biasanya Wonwoo bakal ngerespon obrolan Mingyu dengan senang hati.

Tapi hari ini beda sama hari biasanya. Mereka tiba-tiba ngerasa ada suatu jarak yang terbentuk, dan Wonwoo gak senaif itu buat gak menyadari kalau mood Mingyu gak bagus, meskipun dari tadi perilaku Mingyu manis, tapi sorot matanya gak bisa bohong.

“Kenapa, Wonwoo?” Mingyu noleh ke arah Wonwoo karena dia bisa ngerasain kalau lelaki yang lebih muda itu dari tadi natap dia.

“Gak apa-apa, Mas.” Tapi cuma itu jawaban yang bisa Wonwoo kasih.

Hening sesaat sebelum akhirnya Mingyu buka suara lagi.

“Kita kayak udah lama gak ketemu, ya?” Tanya Mingyu.

His lips are smiling, but not with his eyes.

“Iya, Mas.” Jawab Wonwoo.

Atmosfer ruangan itu tiba-tiba terasa makin dingin. Gak ada lagi kehangatan dari tatapan mata mereka. Gak ada lagi obrolan-obrolan ringan yang menyenangkan. Mereka berdua tiba-tiba ngerasa asing.

“Mas Mingyu gimana kabarnya?” Tanya Wonwoo.

I'm trying to be fine.” Jawab Mingyu lagi masih dengan senyumnya. Sementara Wonwoo natap Mingyu.

Nevermind, I'll be better soon. Kamu gimana kabarnya?” Tanya Mingyu.

“Baik, Mas Mingyu.”

“Baik, ya. Bagus kalau gitu.”

Dan hening kembali menyerang ruangan itu. Wonwoo bingung harus ngomongin apa, dan Mingyu sibuk buat tenangin perasaannya sendiri yang gak karuan.

What's wrong with the tension?” Mingyu dan Wonwoo noleh ke arah Joshua yang baru aja datang dengan senyum yang lebar.

“Pasti kalian awkward.” Joshua ketawa sambil simpen tasnya.

“Kalian udah makan?” Tanya Joshua.

“Belum, Shua. Saya sama Wonwoo nunggu kamu dulu.”

“Aaaa gemes banget! Oke, aku pesenin kalau gitu!” Katanya Joshua.

“Saya aja, Shua. Kalian mau apa?”

Mereka segera pesen dan Mingyu pergi ke luar ruangan buat pesen makanan mereka.

Sekitar setengah jam, makanan mereka selesai, dan mereka makan dulu sambil ngobrol dan bahas skripsi mereka.

“Coba minggu depan kamu konsul ke Bu Gayes, udah bisa sempro atau belum, soalnya kalau dari saya sendiri udah mateng kok.” Jujur aja, Wonwoo gak terlalu fokus sama apa yang diobrolin mereka.

“Wonwoo?” Tanya Mingyu lagi.

“Wonyu! Ngelamunin apa sih?” Joshua nepuk pundaknya.

“Eh? Kenapa? Maaf maaf, kepala gue agak pusing.” Jawab Wonwoo.

“Pusing beneran atau pusing skripsian?” Tanya Joshua.

“Pusing skripsian.” Jawab Wonwoo sambil ketawa kecil yang dipaksain.

“Pengen cepet-cepet beres, tapi gak mau cepet-cepet kerja.” Katanya Joshua dan bikin Mingyu ketawa aja.

Waktu makanan ketiganya udah abis, mereka semua balik lagi serius sama laptop. Sebenernya cuma Joshua sama Mingyu aja. Sementara Wonwoo cuma bengong merhatiin laptopnya sambil sesekali ngelirik Mingyu yang serius sama laptopnya dan sesekali ngebimbing Joshua.

Setelah dua jam mereka fokus sama urusan masing-masing, mereka pilih buat istirahat lagi, sebenernya Joshua yang pengen istirahat, cuma Mingyu dan Wonwoo ikut ke distraksi karena Joshua ngajakin ngobrol. Selama ngobrol, diem-diem Wonwoo perhatiin Mingyu yang keliatannya lebih ceria pas ada Joshua. Senyumnya juga ikut cerah kalau liat Joshua ketawa atau excited ceritain sesuatu.

Wonwoo akuin kalau dia cemburu.

“Izin ke toilet dulu.” Wonwoo segera keluar dari ruangan itu dan pergi ke toilet buat cuci muka.

Mingyu cuma natap Wonwoo aja dan dia balik lagi ngobrol sama Joshua.

Tapi hampir 15 menit dan Wonwoo masih belum balik juga. Mingyu akhirnya izin juga ke Joshua buat ke toilet.

“Wonwoo?”

Mingyu liat Wonwoo yang baru selesai cuci muka. Wajahnya masih basah. Dia segera samperin Wonwoo.

“Gak ada tisu, pake ini aja.” Mingyu ambil sapu tangannya yang selalu dia bawa.

“Bersih kok.” Katanya Mingyu dengan senyumnya.

Mingyu segera lap wajahnya Wonwoo dengan lembut. Keduanya saling tatap tanpa ngucapin apapun. Gak tau kenapa keduanya tiba-tiba ngerasa dadanya sesak buat alesan yang berbeda.

Wonwoo ngerasa sesak karena cemburu dan entah perasaan dia aja atau nggak, tapi Mingyu kerasa jadi jauh.

Sementara Mingyu ngerasa sesak karena udah tau kalau dia bukan satu-satunya yang ada di hati Wonwoo.

Tangan Mingyu bergerak buat ngusap pipinya Wonwoo, begitupun Wonwoo. Dia belai pipi Mingyu perlahan. Mingyu ngerasa matanya panas, jantungnya bergemuruh.

“Mas Mingyu.” Panggil Wonwoo lirih. Mingyu gak ngejawab. Dia cuma diem aja sambil natap Wonwoo.

“Dek?”

Mereka berdua noleh ke arah sumber suara dan Wonwoo refleks ngedorong Mingyu buat ngejauh.

“Mas Seungcheol, ngapain disini?” Tanya Wonwoo yang berusaha tenang meskipun dia sebenernya panik banget.

Seungcheol natap Wonwoo dan Mingyu bergantian, tapi ujungnya dia cuma ketawa. Ketawa pahit yang bikin Wonwoo cuma bisa nelen ludahnya sendiri.

“Jadi ini alesan kamu gak pernah mau terima Mas, ya, dek? Kamu bilang gak ada pacar? Tapi ini apa?” Seungcheol natap Mingyu lagi.

“Saya dosennya.” Bales Mingyu.

“Dosen mana yang ngusap pipi mahasiswanya?”

“Coba kamu jelasin, Wonwoo.”

Dan empat mata itu natap Wonwoo dan bikin lelaki itu udah gak bisa sembunyiin paniknya.

“Mas, dengerin dulu.”

“Mas yang mana?” Tanya Mingyu. Wonwoo cuma diem.

“Mas yang mana, Wonwoo?” Tanya Mingyu lagi.

Tensi di antara mereka bertiga kerasa makin keruh karena Wonwoo yang gak buka suara. Sementara Mingyu dan Seungcheol terus natap dia dengan penuh kecewa.

“Karena Wonwoonya gak ngomong apapun, saya cuma mau ngasih tau kalau saya bukan pacarnya Wonwoo.” Kata Mingyu dengan tenang.

I'm sure we're both like Wonwoo, but I give up now. Perhaps you two have a stronger relationship, especially since both of you have been having fun together for the past four days, right?” Wonwoo keliatan kaget pas denger ucapan Mingyu, sementara Mingyu cuma senyum.

And for you, sorry for being pathetic and betraying my promise to make us real. It's definitely just my imagination, and now you're no longer my imagination.

Dan Mingyu pergi gitu aja, begitupun Seungcheol yang emosinya meletup-letup.

Setelah kirim chat ke Wonwoo, Mingyu segera ganti bajunya dan ambil kunci motornya. Iya, dia mau anterin masakan bikinannya sendiri, cumi asam manis, sekalian sama cookies yang dia bikin.

Wajah dosen muda itu cerah banget kalau udah mau ketemu Wonwoo. Mungkin kalian pernah rasain gimana rasanya selalu excited ketika mau ketemu orang yang kalian suka, atau rasanya gimana kalian kangen orang itu padahal baru aja ketemu lima menit yang lalu. Itu yang selalu dirasain Mingyu. Dia pengen habisin waktunya sama Wonwoo terus.

Kalau ditanya kapan Mingyu suka sama Wonwoo, dia gak tau jawaban tepatnya kapan. Tapi dari pertama ketemu Wonwoo waktu mabuk itu dia udah sadar kalau Wonwoo itu manis, tapi belum, dia belum suka. Setelah mereka sering ketemu karena bimbingan, perlahan-lahan, Mingyu sering perhatiin Wonwoo. Mingyu terkadang kagum sama gimana pinternya Wonwoo. Makin kenal dan makin sering ketemu, Mingyu sadar banget kalau Wonwoo itu attractive dan Mingyu pengen deket sama Wonwoo lebih jauh lagi.

Dan disaat kejadian di rumah sakit, waktu Wonwoo bilang kalau Mingyu pacarnya buat bohongin mantannya, Mingyu sadar kalau dia suka sama Wonwoo, karena walaupun Mingyu tau Wonwoo bohong, tapi gak tau kenapa dia ngerasa jantungnya berdegup pas Wonwoo bilang kalau dia pacarnya.

Disaat itu juga Mingyu ngerasa hancur ngeliat Wonwoo yang nangis sekeras itu. Mingyu juga ngerasa sakit ngeliat Wonwoo yang rapuh. Mingyu ikut ngerasa pilu denger Wonwoo yang sesenggukan sampai seluruh badannya bergetar di pelukan dia. Saat itu Mingyu sadar kalau dia mau jagain Wonwoo. Dia tau kalau segala sifat dinginnya Wonwoo itu ada alasannya, dan dia pengen jadi orang yang bisa bikin hati Wonwoo jadi menghangat.

Sesampainya di apartemen Wonwoo, Mingyu cek ponselnya dulu, dan bener aja ada balesan dari Wonwoo yang bilang kalau dia gak lagi pengen ketemu siapapun. Mingyu ngehela nafas, tapi dia ngerti dan gak permasalahin hal itu. Mingyu paham banget kalau setiap orang pasti ada waktunya pengen sendirian, apalagi Wonwoo ini anaknya super introvert. Mingyu yang bingung nasi gorengnya harus dikemanain, inisiatif buat ngasih ke satpam apartemen Wonwoo.

“Eh, buat saya, Kang?” Tanya satpam itu yang wajahnya sumringah.

“Iya, Pak.” Jawab Mingyu sambil senyum.

“Kayaknya akang bukan dari apartemen sini, ya?”

“Iya, bukan, Pak. Tadinya mau ketemu temen saya, tapi temen saya ternyata lagi pergi.”

“Siapa emang temennya, Kang?” Tanya satpam itu lagi.

“Wonwoo, Pak. Bapak tau?”

“Oh iya tau atuh, soalnya si Kang Wonwoo suka kasih saya uang rokok.”

Mingyu senyum denger jawaban bapak satpam itu karena Wonwoo sepeduli itu sama orang-orang lain.

Tapi senyumnya Mingyu langsung luntur ketika si bapak satpam ngelanjutin ucapannya.

“Kayaknya pergi sama pacarnya, pergi lama sih kayaknya, soalnya si Kang Wonwoo mah kebiasaan kalau pergi lama suka bilang titip mobilnya.” Jantung Mingyu rasanya mencelos.

Pacar.

“Akang kenal sama pacarnya? Lumayan sering kesini sih, pas banget hari Kamis minggu kemaren nginep.”

Rahangnya mengeras, berarti dua hari sebelum Mingyu nginep di apartemen Wonwoo, ada pacarnya Wonwoo disana.

“Oh gitu, ya, Pak.” Jawab Mingyu masih berusaha senyum. “Saya kenal kok.” Balesnya lagi.

“Yang wajahnya agak blasteran gitu deh keliatannya, Kang.”

Seungcheol.

Iya, Mingyu tau kok tentang Seungcheol, masih inget wajahnya juga. Dia selama ini cuma mikir kalau Wonwoo dan Seungcheol temenan karena gak sengaja ketemu di club waktu di Jakarta itu.

Dan seketika Mingyu sadar, kalau dia pernah gak sengaja liat notif bar Wonwoo ada chat dari Seungcheol, tapi dia gak pernah mikir apapun, karena dia kira Wonwoo juga tertarik sama dia.

Dan saat itu juga, kucing dari hp Mingyu kedengeran. Mingyu cuma bisa natap kosong ke arah layar hp-nya dan setelah itu pamit sama bapak satpamnya dan pergi entah kemana.

Sekitar 20 menit, bel apartemen Wonwoo bunyi, dan dia segera bukain pintunya.

Ada senyum hangat Mingyu yang nyambut dia. Wonwoo bales senyumannya dan ajak Mingyu masuk.

“Mas mau minum apa?” Tanya Wonwoo.

“Air putih aja, Wonwoo. Makasih.” Jawab Mingyu dan Wonwoo segera ambilin buat Mingyu.

“Ini, Mas.”

Mingyu neguk air putihnya setengah. Mereka berdua cuma diem-dieman, gak ada yang buka suara. Mingyu tau Wonwoo pasti lagi ngerasain sesuatu. Mingyu tau ada perasaan yang ngeganjel di hatinya sampe dia minta Mingyu buat temenin. Mingyu tau Wonwoo lagi ngerasa overwhelmed.

“Maaf, Mas.” Mingyu noleh.

“Maaf kenapa, Wonwoo?” Tanya Mingyu lembut.

“Maaf saya jadi bikin Mas harus temenin saya padahal ini udah malem dan Mas besok ngajar. Maaf, Mas.” Mingyu malah senyum dan deketin Wonwoo.

May I hug you?

Wonwoo natap Mingyu yang senyum dengan tulus dan itu malah bikin dia ngerasa pengen nangis.

Please.” Pinta Wonwoo yang suaranya tercekat.

Dan Mingyu peluk Wonwoo dengan erat. Dia usap-usap punggung Wonwoo yang sekarang bergetar. Dia biarin Wonwoo keluarin segala emosinya. Mingyu gak ada niat buat ngomong apapun, dia biarin Wonwoo nangis sampe seenggaknya perasaan dia membaik.

Sementara itu, pikiran Wonwoo beneran kusut, perasaannya campur aduk. Di sisi lain dia ngumpat dirinya sendiri karena dia nunjukin lagi sisinya yang lemah ke Mingyu di saat harusnya ini jadi hari yang menyenangkan buat Mingyu karena bisa ketemu ibunya. Tapi di sisi lain, Wonwoo ngerasa masih ada orang yang peduli sama dia, masih ada yang bakal samperin dia ketika dia udah capek sama segala beban pikirannya.

“Wonwoo, sekarang mau apa?” Mingyu masih belum ngelepas pelukannya. Dia tau kalau Wonwoo sebenernya gak suka nunjukin sisinya yang ini.

“Wonwoo, mau tidur?” Tanya Mingyu lembut dan dia ngerasa ada anggukan di bahunya.

“Wonwoo, saya mau nanya dulu, kamu mau saya temenin kamu, atau mau saya pulang?”

Wonwoo bener-bener ngerasa disayang banget denger Mingyu yang bicara sehalus itu ke dia. Bahkan Mingyu masih terus ngusapin punggungnya.

Stay here, please.” Mingyu senyum dan segera gendong Wonwoo ke kamarnya. Dia rebahin tubuhnya Wonwoo dan pasang selimutnya begitu dia mau keluar, Wonwoo narik kelingkingnya.

“Mas...” Mingyu cuma senyum, dia paham Wonwoo mau dia tidur di sampingnya.

“Iya, disini. Sebentar, ya, mau bawain minum dulu.” Mingyu senyum sambil usap rambutnya Wonwoo.

Gak lama, Mingyu balik bawa segelas air putih dan dia suruh Wonwoo buat minum dulu karena tadi Wonwoo nangis cukup lama, pasti tenggorokannya sakit.

“Tidur aja, Wonwoo. Pusing gak kepalanya?” Tanya Mingyu. Wonwoo cuma gelengin kepalanya.

“Ya udah tidur aja, Wonwoo.”

“Mas kemana?” Tanya Wonwoo. Mingyu lagi-lagi senyum.

“Sebentar, ya, mau ganti baju tidur. Mas izin pinjem toiletnya, ya.” Mingyu segera masuk ke dalem toilet yang ada di kamar Wonwoo, dan setelahnya dia langsung keluar pake kaos oblong putih dan celana training.

“Loh belum tidur.” Ucapan Mingyu gak digubris Wonwoo, dia cuma natap dosennya itu dan Mingyu paham, Wonwoo nunggu dia.

“Ayok, tidur.” Mingyu segera rebahin dirinya di samping Wonwoo.

“Wonwoo, izin mau peluk, boleh?” Tanya Mingyu dan Wonwoo bales dengan anggukan.

Mingyu segera narik Wonwoo ke dalam pelukannya, ngebiarin Wonwoo sembunyiin wajahnya di balik dadanya yang berdetak gak karuan. Mingyu usap-usap lagi punggungnya Wonwoo, berharap salurin rasa tenang.

“Wonwoo, udah tidur?” Mingyu berbisik, takut Wonwoonya udah tidur, tapi ternyata ada gelengan kepala yang jadi respon.

“Saya izin kecup puncak kepala kamu, boleh?”

Wonwoo diem sebentar, Mingyu sedikit panik karena takut permintaannya berlebihan.

“Kalau—”

“Boleh, Mas Mingyu.”

Mingyu senyum setelah denger jawaban Wonwoo, dia kecup puncak kepala Wonwoo dalam beberapa detik, setelahnya dia tempelin dagunya di kepala Wonwoo dan pelukannya semakin erat.

Wonwoo, you deserve all the happiness, and I will fight for it. Have a sweet dream.

Tepat jam enam pagi, Mingyu sampai di apartemen Wonwoo. Untungnya Wonwoo udah bangun meskipun dia pasang alarm setiap lima menit sekali sampai dia kesel dan mutusin buat mandi dan siap-siap.

“Udah siap?” Tanya Mingyu setelah Wonwoo turun.

“Masih ngantuk sebenernya.” Jawaban Wonwoo bikin Mingyu ketawa.

“Biasain setiap Minggu, yuk?” Ajaknya.

Can't promise.” Balas Wonwoo.

Mereka segera berangkat. Mingyu ikutin Wonwoo dari belakang, karena biar tau kalau Wonwoo berhenti, dan bener aja, baru sepuluh menit perjalanan, Wonwoo udah ngerasa capek dan males lanjut.

“Katanya kuat?” Wonwoo ngedelik denger ledekan dosennya itu.

“Mau saya bonceng?” Tapi Wonwoo gelengin kepalanya dan lanjutin lagi. Mingyu cuma senyum aja dan ikutin Wonwoo lagi.

Setelah berhenti beberapa kali, akhirnya mereka sampai dan Wonwoo langsung abisin minumnya yang tinggal sisa ¼ itu. Keringetnya bercucuran deras, nafasnya bener-bener kesengal.

Sementara Mingyu keliatan baik-baik aja, bahkan keringet dia minim banget, karena banyak berhentinya dan jarak dari apartemen Wonwoo ke tempat CFD lebih deket dari pada dari apartemennya.

“Atur dulu nafasnya.” Mingyu lap keringetnya Wonwoo dan dia sodorin botol minumnya yang baru dia minum beberapa teguk aja. Tanpa ngomong apapun, Wonwoo ambil dan neguk air minumnya Mingyu sampai tersisa setengahnya.

“Udah bisa nafas?” Mingyu usap-usap punggungnya.

“Bisa.” Jawab Wonwoo yang kini nafasnya udah lebih teratur.

“Mau duduk dulu atau cari sarapan?”

“Cari sarapan.” Jawab Wonwoo dan ngundang kekehan Mingyu karena biasanya Wonwoo agak susah diajak makan.

15 menit, akhirnya mereka selesai makan dan pilih buat jalan-jalan dulu sebentar. Seperti biasa, Wonwoo pake maskernya karena takut ada yang kenal.

“Saya aja yang pake. Saya bawa kok.” Katanya Mingyu.

“Gak apa-apa.”

“Kamu gak usah, Wonwoo. Nanti kamu makin susah nafasnya.” Wonwoo akhirnya nurut karena emang dia masih agak susah nafasnya karena masih capek.

Setelah jalan dan beli jajanan, akhirnya mereka pulang dan Mingyu ngebonceng Wonwoo, sementara sepeda Wonwoo dibawa orang lain yang sengaja dia bayar tadi karena dia ngerasa gak sanggup buat gowes lagi.

Akhirnya mereka sampai apartemen Wonwoo dan orang yang bawa sepeda Wonwoo juga langsung pamit. Mingyu segera bukain helmnya Wonwoo karena dia liat mahasiswanya itu kayak capek banget.

“Minggu depan masih mau lagi?” Tanya Mingyu sambil ketawa kecil.

“Boleh.” Balesan Wonwoo bikin senyumnya Mingyu makin lebar.

“Keringin dulu keringetnya baru mandi.” Katanya Mingyu.

Mereka berdua duduk di ruang tengah, Wonwoo langsung nyalain AC karena dia gak kuat kepanasan banget.

“Wonwoo, izin minta minum, boleh?” Tanya Mingyu.

“Boleh, Mas ambil sendiri aja, ya.” Mingyu lagi-lagi terkekeh dengernya.

“Mau dibikinin yang seger-seger?” Tanya Mingyu.

“Eh, tapi nanti di tokonya ibu juga kita bisa minum yang seger-seger, disana aja, ya?”

Seketika Wonwoo tegakin badannya. Dia baru inget kalau dia bakal ketemu ibunya Mingyu. Gak tau kenapa Wonwoo ngerasa gugup banget.

“Mas, aku ke kamar dulu.” Mingyu agak heran liat Wonwoo yang keliatan buru-buru.

Sementara itu di dalem kamar, Wonwoo langsung buka lemarinya, perhatiin satu persatu baju dia yang bisa dia pake buat ketemu ibunya Mingyu.

Why do I only have dark clothes?” Wonwoo keliatan frustasi di depan tumpukan bajunya.

Biasanya Wonwoo gak terlalu mikirin harus pake baju apa, karena ya sebenernya baju Wonwoo itu bagus-bagus cuma ya emang warnanya gak jaih dari hitam, abu-abu, navy, dan warna gelap lainnya.

Should I buy some? But isn't it too obvious that I want to impress her mom?” Wonwoo terus perhatiin bajunya dari rak atas sampai bawah.

Sampai akhirnya dia bengong sebentar dan duduk di kasur.

And why do I want to impress her?” Wonwoo ketawa. Ketawain dirinya yang konyol.

Okay, Jeon Wonwoo, focus, you only meet your friend's mom, nothing serious.

Itu monolog Wonwoo meskipun akhirnya dia tetep beli baju yang bisa dikirim saat itu juga dan dia minta tolong biar disimpen di laundry apartemennya biar Mingyu gak curiga.

20 menit kemudian, Wonwoo keluar kamarnya, masih pake kaos dan celana jeans putih. Mingyu juga keliatan udah siap.

“Sebentar, ya, Mas. Saya mau ambil baju saya dulu di laundry bawah.” Katanya Wonwoo.

“Iya, Wonwoo.”

Wonwoo dengan tergesa langsung turun menuju laundry dan dia liat ada paketnya disana. Wonwoo langsung keluarin bajunya dari paper bag.

“Kamu laundry cuma satu baju?” Tanya Mingyu bingung setelah Wonwoo sampai di apartemennya lagi.

“Oh, tadi saya minta tolong setrika ini dulu soalnya mau dipake, sisanya masih di bawah.” Jawab Wonwoo. Mingyu cuma anggukin kepalanya.

“Bentar, Mas.”

Wonwoo masuk lagi ke kamarnya dan segera pake baju barunya itu terus dia semprot parfum biar gak kecium bau baju baru.

Setelah selesai, Wonwoo segera keluar dan udah ada Mingyu yang duduk sambil mainin hp-nya.

“Udah?” Tanya Mingyu.

“Udah, Mas.” Jawab Wonwoo.

“Ya udah, yuk.” Keduanya segera keluar. Ketika mereka di dalem lift, Wonwoo berdiri di depan Mingyu dan dia gak sadar kalau dosennya itu senyam-senyum karena suatu hal.

Mereka langsung pergi ke daerah Buah Batu, sesekali Mingyu ngelirik Wonwoo yang keliatan gugup soalnya bisa dia denger kalau Wonwoo sesekali ngehembusin nafasnya.

Setelah sampai, lagi-lagi Wonwoo ngehelas nafas dan Mingyu senyum.

“Ibu santai kok orangnya.” Wonwoo langsung noleh ke arah Mingyu yang lagi senyum.

Why do you look so nervous? Kamu kayak orang yang mau ketemu mertua aja.” Lanjut Mingyu sambil senyum lebar.

“Saya biasa aja.” Bales Wonwoo.

“Biasa aja, ya?” Mingyu masih senyum-senyum dan bikin Wonwoo malah makin gugup.

“Biasa aja sampai lupa kalau tag baju laundry-nya belum dilepas.”

Dan seketika wajah Wonwoo merah sempurna dan gak mau natap Mingyu yang sekarang bukain pintu mobilnya sambil senyum lebar.

Wonwoo turun dan langsung jalan gitu aja ninggalin Mingyu yang masih senyum dan sebenernya deg-degan juga karena Wonwoo sampai rela beli baju baru demi ketemu ibunya.

“Teh, ibu mana?” Tanya Mingyu waktu ketemu karyawan ibunya.

“Eh, A Mingyu. Ibu itu ada di dapur.” Jawab pegawainya tadi.

Mingyu nengok ke arah Wonwoo yang lagi sibuk liat-liat sekitar. Pas dia lagi asik liatin Wonwoo, ibunya keluar dari dapur.

“Anak ibu.” Ibunya Mingyu langsung meluk anaknya itu. Wonwoo yang denger juga langsung nengok dan diem-diem dia senyum liatnya. Apalagi waktu Mingyu cium tangan dan kening ibunya. Hati Wonwoo rasanya menghangat.

“Wonwoo, ini ibu.”

Wonwoo keliatan kaget waktu Mingyu samperin dia bareng sama ibunya. Liat Wonwoo yang makin gugup, Mingyu malah senyum.

“Salam kenal, tante.” Meskipun Wonwoo sempat mikir buat beberapa saat, akhirnya Wonwoo juga salam ke ibunya Mingyu dan dia cukup kaget waktu ibunya Mingyu meluk Wonwoo dengan hangat. Mingyu yang liat itu senyum, akhirnya kedua orang yang dia sayang ketemu.

Sementara Wonwoo, tiba-tiba aja dada dia kerasa sesak, tapi karena rasa hangat dan bahagia yang menggebu-gebu dan gak tau kenapa rasanya dia mau nangis dapetin pelukan seorang ibu.

“Nak Wonwoo ini mahasiswanya Mas, ya?” Tanya sang ibu.

“Iya, tante.” Jawab Wonwoo sambil senyum.

Dan Mingyu baru pertama kali liat senyumnya Wonwoo yang setulus itu, bukan karena terpaksa. Mingyu suka liatnya.

“Ganteng, ya, Mas?” Denger ucapan ibunya, wajah Mingyu sedikit merah dan senyum.

“Iya, ganteng.” Bales Mingyu. Kedua mata Mingyu dan Wonwoo sempat bersibobrok cuma beberapa detik sampai ibunya Mingyu ngajak Wonwoo buat duduk di salah satu spot yang ada di halaman belakang tokonya.

Wonwoo keliatan kagum, karena ternyata di halaman belakangnya jauh lebih asri karena ada beberapa pohon dan bunga-bunga di dalam pot.

“Mas sama Nak Wonwoo tunggu, ya, ibu ambilin kuenya dulu.”

“Gak apa-apa, bu, Mas aja. Ibu disini aja sama Wonwoo.”

Kalau boleh jujur, Wonwoo rasanya mau pukul Mingyu karena dia bukan orang supel. Wonwoo takut kalau dia bakal kasih impresi yang buruk.

“Nak Wonwoo, semester berapa?” Tanya sang ibu.

“Semester terakhir, tante.”

“Oh, mahasiswa bimbingannya Mas, ya?”

“Iya, tante. Tapi Mas— Eh, maksudnya Pak Mingyu juga ngajar mata kuliah saya yang lain.” Ibunya senyum waktu denger Wonwoo manggil anaknya pake embel-embel Mas.

“Gak apa-apa Mas Mingyu.” Wonwoo keliatan kikuk dan gelagapan.

“Mas galak gak kalau ngajar atau lagi ngebimbing?”

“Nggak kok. Malah baik banget, mahasiswa juga seneng diajarin sama dibimbing Mas Mingyu.” Jawab Wonwoo.

“Kalau Wonwoo seneng dibimbing Mas Mingyu?”

“Seneng juga kok, tante. Soalnya Mas Mingyu sabar banget kalau jelasin, dan gak pernah marah juga kalau lagi bimbingan.” Ibunya Mingyu lagi-lagi senyum. Teduh banget sampai Wonwoo ikutan senyum juga.

“Kalau galak tadinya mau ibu marahin itu si Mas.” Keduanya sama-sama terkekeh dan Mingyu liat itu. Dia sengaja natap dari jauh cuma biar bisa liat pemandangan kedua orang yang dia sayang ngobrol bareng. Mingyu juga baru kali ini liat sorot mata Wonwoo yang sarat kebahagiaan.

“Pesanan datang.” Setelah cukup puas mandangin keduanya, Mingyu datang sambil bawa dua nampan segala jenis kue. Wonwoo agak kaget karena sebanyak itu kuenya.

“Mas, banyak banget?” Tanya Wonwoo.

“Gak apa-apa, perbaikan gizi buat anak kos.” Jawab Mingyu sambil senyum lebar.

“Dicobain, nak.” Katanya ibu Mingyu.

“Iya, tante.” Bales Wonwoo dan dia mulai makan cupcake yang ada disana. Wonwoo langsung noleh ke arah ibunya Mingyu yang natap dia penuh rasa penasaran.

“Kalau Wonwoo pesen buat dibawa ke apartemen boleh?” Tanya Wonwoo dan bikin ibunya Mingyu seneng, gitu pula dengan anaknya yang terkekeh karena liat Wonwoo yang menurutnya gemes.

“Boleh, ibu bikinin buat Wonwoo bawa pulang, ya. Ada banyak kok.” Jawab sang ibu.

Wonwoo senyum sampai matanya ngebentuk bulan sabit dan kembali makan cicipin lagi kue-kue yang lain.

“Ibu kenapa gak ke dapur lagi?” Tanya Mingyu.

“Soalnya ibu seneng sama Wonwoo, lahap makannya.” Wonwoo yang pipinya masih diisi kue itu merona. Kalau gak ada orang dan kalau Wonwoo itu pacarnya, mungkin Mingyu bakal langsung kasih kecupan yang banyak di pipinya.

“Wonwoo tadi bilang tinggal di apartemen, berarti bukan asli Bandung, nak?” Tanya ibunya lagi.

“Asli Bandung kok, tante.” Jawab Wonwoo.

“Rumah orang tuanya jauh dari kampus berarti, ya?”

Seketika Mingyu langsung noleh ke arah Wonwoo dan dia cukup panik karena ibunya bawa-bawa orang tua yang mana itu topik paling dihindarin Wonwoo. Tapi malah Wonwoo langsung jawab dengan senyumnya yang gak hilang.

“Iya, tante. Agak jauh rumah orang tua dari kampus, makanya Wonwoo sewa apartemen.” Jawab Wonwoo.

“Ibu, udah ah tanya-tanyanya, Wonwoonya biarin makan dulu.” Kata Mingyu.

“Iya iya, ibu tinggal dulu, ya. Mau siapin pesenannya Wonwoo.”

“Makasih, tante.” Ibunya Mingyu ngusap kepalanya Wonwoo sebelum dan segera masuk lagi ke dalem.

“Wonwoo—”

“Gak apa-apa, Mas.” Wonwoo tau kalau dosennya itu pasti bakal minta maaf.

I'm okay.” Kata Wonwoo lagi karena dia bisa liat kalau Mingyu ngerasa gak enak.

“Oh iya, by the way, I can see why you're so kind and.... Lovely.” Ucap Wonwoo lagi sambil senyum. Denger itu, Mingyu ikut senyum.

“Ibu itu bener-bener baik dan sabar banget. Ibu selalu ajarin saya mana yang bener, tapi kalau saya salah, ibu gak marah, tapi ibu kasih tau saya baik-baik.” Wonwoo dengerin ceritanya Mingyu dengan seksama.

“Ayah saya udah gak ada dari saya SMP, tapi selama ini saya gak pernah ngerasa kekurangan kasih sayang karena sebesar itu sayangnya ibu buat anaknya.” Selama cerita, Mingyu selalu senyum dan itu nular ke Wonwoo yang juga ikut senyum selama denger ceritanya Mingyu.

“Saya punya adek, umurnya emang jauh sama saya, dan adek itu tumbuh tanpa sosok ayah, tapi ibu gak pernah capek ngurus kedua anaknya ini. Padahal saya sama adek saya tuh bandel banget. Kalau adek saya sampe sekarang masih bandel.” Kekehnya dan Wonwoo ikut terkekeh.

“Sampe akhirnya saya ngajar di Bandung, dan adek saya masuk kuliah di Malang, ibu jadi kesepian dan adek pernah mergokin ibu nangis pas dia diem-diem pulang.” Senyumnya Mingyu pudar, pun juga Wonwoo.

“Waktu tau itu, rasanya saya durhaka banget, saya dirawat sama ibu dari kecil sampai jadi saya yang sekarang, tapi setelah saya udah cukup mapan gini, malah saya tinggalin ibu. Dari situ akhirnya saya beli rumah di Bandung buat ibu terus saya sekalian beli toko ini buat ibu, soalnya ibu bilang bosen di rumah gak ngapa-ngapain, dan syukurnya ternyata sekarang rame banget tokonya.” Mingyu senyum lagi sambil tatap sekitar dia yang kursinya udah dipenuhin pelanggan.

“Maaf maaf, saya kebanyakan ngomong.” Katanya Mingyu. Wonwoo senyum.

“Gak apa-apa, Mas. Saya suka dengernya.” Bales Wonwoo.

“Enak, ya, Mas, walaupun ibunya Mas sendiri, tapi Mas gak pernah kurang kasih sayang.” Katanya Wonwoo yang sebenernya gak ada maksud apapun, tapi Mingyu malah ngerasa gak enak.

“Eh... Maaf, Wonwoo.”

“Eh... Mas, gak apa-apa. Saya yang minta maaf, beneran gak ada maksud apapun kok, Mas.” Katanya Wonwoo.

Seketika keduanya hening, gak ada yang buka mulut. Cuma ada suara dentingan garpu yang beradu sama piring. Sampe akhirnya Mingyu buka suara.

“Wonwoo... Ini saya gak ada maksud apa-apa, tapi kalau semisal kamu kangen rumah, kamu bisa datang kesini, ibu pasti seneng.” Kata Mingyu hati-hati.

“Boleh...?” Wonwoo natap Mingyu dan ada sorot penuh harap dari kedua netra rubah itu.

“Boleh, Wonwoo. Boleh banget, I'm sure she'll welcome you with open arms.” Balas Mingyu yang tanpa sadar ngegenggam tangan Wonwoo, dan Wonwoo gak ada niat buat lepasin genggamannya. Senyum keduanya mengembang dan akhirnya mereka abisin hari Minggu mereka dengan hangat di toko roti ibunya Mingyu.

Behind the Live; Lotion

TW // Blow job , sexual scene

Sejak Mingyu pergi berlibur, Wonwoo jadi terbiasa menyalakan siaran langsung, tanpa visual, hanya ada audio, sekadar untuk memberi kabar untuk Carat dan tentunya mengusir bosan serta rindu yang melandanya.

Dan akhirnya, Mingyu pulang. Entah mengapa selalu ada debaran penuh suka cita bagi Wonwoo. Padahal mereka sudah sepuluh tahun tinggal bersama, tapi rasanya masih tetap hangat.

Mari kita beri sedikit bocoran apa saja yang dilakukan si pria berkacamata kala lelakinya pulang.

Wonwoo sungguh senang, tapi masih ada gengsinya yang berkata jika ia tidak boleh terlalu memperlihatkannya. Harus Mingyu yang mengeluarkan kata rindu pertama.

“Kangen.”

Dan Wonwoo menahan lengkung senyumnya saat lelaki jangkungnya itu merengek manja. Mingyu menyimpan tasnya sembarang dan langsung memeluk Wonwoo lantas menghujani wajah manis kakaknya itu dengan kecupan.

“Mandi dulu.” Ujar Wonwoo meskipun dalan hati, Wonwoo tidak mau Mingyu lepaskan pelukannya.

Dan ada Mingyu yang mengerutkan bibirnya. Ada Mingyu yang menjadi semakin manja. Namun ada juga Wonwoo yang akhirnya luluh. Ada Wonwoo yang akhirnya melengkungkan senyumnya dengan lebar. Dan ada Wonwoo yang kini membalas kecupan Mingyu.

“Kemaren-kemaren rumah sepi banget sampai suara keran air juga kedengeran nyaring.” Adu Wonwoo.

“Aku makan sendirian. Tengah malem kalau aku laper, gak ada yang bikinin aku ramyeon. Kalau aku kelamaan main game, gak ada yang omelin aku.”

Mingyu memindahkan tubuh Wonwoo agar duduk di pahanya. Sembari ia dengarkan dengan seksama si kakak yang terus mengadu.

“Iya, aku liat kok di weverse. Ternyata bener kata Carat.” Mingyu membelai pipi Wonwoo.

“Bener apa?” Wonwoo menatap Mingyu bingung.

This is how you say you miss me without telling me that you miss me.” Kekeh Mingyu.

Wonwoo hanya membenarkan kacamatanya, untuk mengalihkan perhatian Mingyu dari pipinya yang merona.

Namun, ini Kim Mingyu. Si adik yang selalu suka memperhatikan kakaknya. Si adik yang suka menatap kakanya dengan penuh sayang. Si adik yang menjadikan kakaknya sebagai poros dunia.

Ini Kim Mingyu, si adik yang cintai kakak Jeon Wonwoo-nya dengan penuh dan utuh.

“Gak live lagi?” Tanya Mingyu.

“Nggak, udah gak bosen.” Balas Wonwoo.

“Kasian Carat dilupain kalau akunya pulang.” Kekeh Mingyu.

“Kan udah beberapa hari ini aku qtime sama Carat, sekarang sama kamu.” Balas Wonwoo. Mingyu mendekap pinggang Wonwoo dan kembali mengecupi bibir si kakak.

Begitulah saat si adik baru kembali. Keduanya melepas rindu hingga terlelap bersama dalam pelukan masing-masing setelah hampir seharian mereka berbagi kisah.

Dan hari ini, setelah sebelumnya mereka berkumpul bersama member lainnya, mereka kembali habiskan waktu berdua, Wonwoo kembali menyalakan siaran langsung. Ia tau jika Carat akan senang kala ia beri sapa. Namun, sebenarnya ada alasan lain mengapa Wonwoo menyalakan siaran langsung; Wonwoo ingin orang-orang mengetahui jika Mingyunya sudah pulang. Meskipun Carat sudah tau, tapi tetap saja Wonwoo ingin memamerkannya jika ia sudah tidak bosan lagi.

Wonwoo mulai menyapa Carat yang mulai berhamburan memasuki ruang siaran langsungnya. Sepanjang siarang berlangsung, sudut bibir Wonwoo terus terangkat naik. Apalagi saat Mingyu sesekali ikut berbicara.

“Tolong olesin lotion di punggung.”

Mendengar itu, Wonwoo terdiam sejenak, entah apa yang ada di pikirannya hingga gurat merah muda hiasi wajahnya. Wonwoo melirik ke arah layarnya sebentar, memastikan jika ia benar-benar menyalakan siaran audio saja.

Wonwoo segera mengambil lotion di tangan Mingyu dan mengoleskannya pada punggung Mingyu. Tanpa Carat tau, Wonwoo mengecup bahu polos Mingyu dan membuat Mingyu terkekeh.

“Kalau siarannya tanpa video lebih nyaman, ya?” Tanya Mingyu dengan senyum lebarnya. Wonwoo tersipu sambil mengoleskan lotion.

“Iya, lebih nyaman.” Jawab Wonwoo.

Keduanya hening, hanya ada lantunan lagu God of Music yang sengaja Wonwoo jadikan backsound siarannya. Sesekali Wonwoo membaca komentar dari Carat.

Tunjukan wajah kalian.” Wonwoo membaca salah satu komentar.

“Tidak bisa, wajah kita berdua sedang tidak bagus.”

Alasan tentu saja. Wonwoo hanya tidak mau orang-orang melihat tubuh Mingyu. Sudah terlalu banyak lelakinya itu memamerkannya di Nana Tour, Wonwoo tidak akan membiarkan Mingyu lebih banyak mengekspos badannya lagi.

“Ini kayaknya udah banyak, mau diolesin ke seluruh badan?” Bisik Mingyu. Sebenarnya lelaki yang lebih muda itu hanya becanda, namun nampaknya si kakak menganggap itu serius.

Wonwoo kembali melirik siaran langsung mereka. Untuk ke sekian kalinya ia memastikan jika hanya suara mereka yang terdengar dan tidak merekam kegiatan mereka.

Kaki Wonwoo bergerak dan kini ia berhadapan dengan Mingyu. Tangan Wonwoo bergerak membalurkan lotion itu ke dada Mingyu lantas bergerak turun hingga perut atletisnya. Mingyu cukup kaget dengan perlakuan Wonwoo. Matanya segera mencari ponsel Wonwoo yang digunakan untuk siaran. Sama seperti Wonwoo, Mingyu ingin memastikan jika kamera ponsel dalam keadaan mati dan tidak merekam mereka.

“Jeon Wonwoo...” Mingyu menelan ludahnya saat Wonwoo melepas handuk yang ia pakai.

Mingyu semakin dibuat frustasi sebab Wonwoo membukanya dengan mulutnya.

“Siarannya.” Bisik Mingyu yang sedikit panik.

Namun Wonwoonya itu cukup keras kepala, semakin dilarang, malah semakin tertantang.

“Tugas kamu buat nahan suara kamu.” Bisik Wonwoo.

Dan ada Mingyu yang melenguh. Wonwoo yang bersimpuh yang perlahan buat peluh meluruh dengan otot yang dibuat lumpuh.

Tangan Wonwoo mulai bergerak, mengoleskan lotion dari betis Mingyu yang semakin lama semakin naik. Sesekali Wonwoo pijat otot Mingyu yang terasa tegang itu.

Your muscles are so tense.” Ujar Wonwoo dengan suaranya yang semakin rendah.

“Jeon... I swear, turn off the live.” Balas Mingyu yang semakin frustasi karena tangan Wonwoo yang tiba-tiba memijat selangkangannya.

Netranya terpejam, kepalanya terasa dihujam sebab Jeon Wonwoo yang menyiksanya dengan kejam.

Bagaimana tidak, Mingyu terpaksa menggigit bibirnya sendiri kala telapak tangan milik si kakak yang licin menyentuh ujung 'kepalanya'.

How is it?

Mingyu ingin mengeluarkan segala serapah dari bibirnya. Si kakak sedang menggodanya dengan ekspresi wajah dan binar mata yang polos, sungguh kontras dengan permainannya yang sekarang sudah mulai mengocok batang Mingyu yang semakin mengeras.

Tangan Mingyu terulur 'tuk meremat surai halus Wonwoo. Tenggorokannya terasa sakit dan tercekat sebab ia tidak bisa melampiaskan desahannya. Kepalanya terbanting pada senderan sofa hitam yang ia duduki.

Sesekali Wonwoo berbicara, agar siarannya tidak hening dan menimbulkan kecurigaan. Kedua sudut bibirnya terus menyungging melihat bagaimana kekasihnya itu terlihat begitu frustasi.

Tangan Wonwoo semakin cepat mengocok kejantanan Mingyu. Sesekali Wonwoo meremasnya. Ujung jari telunjuknya bergerak, mengikuti urat penis Mingyu yang menonjol sebab menegang sempurna.

Ibu jarinya menggesek lubang penis Mingyu, lantas kembali ia kocok penis tegang itu. Semakin cepat hingga Mingyu mengeluarkan cairan precum.

Mingyu bersumpah, jika suatu saat nanti ia mendapat pertanyaan siapa member paling jahat, ia akan menjawab Jeon Wonwoo tanpa berpikir.

Apalagi saat lidah itu terjulur, menjilati lubang penisnya, melilit kepala yang lengket dengan organ tak bertulang itu. Mingyu benar-benar tersiksa.

Semakin lama, kepala Wonwoo semakin menunduk. Kali ini lidahnya yang bergerak mengikuti jejak urat penis Mingyu yang mencuat. Sesekali ia tekan urat itu dengan ujung lidahnya, kemudian kembali menjilatnya hingga testis si adik.

Lidahnya bergerak acak, menjilat twins ball milik Mingyu, lalu ia kulum, lalu ia kecup, dari bola kembar itu, terus naik menuju batang Mingyu, dan terus hingga kepala penisnya.

Dan Mingyu mengerang rendah. Kewarasannya hilang sudah kala Wonwoo memasukkan batang penisnya ke dalam mulut kecilnya itu. Kepala Wonwoo bergerak naik turun dengan lambat, pun dengan tangannya yang ikut mengocok pangkal penis Mingyu. Keduanya bergerak seirama.

Nafas Mingyu tersengal, tenggorokannya semakin sakit. Ia kini semakin tidak tahan, libidonya sudah mencapai puncak.

Faster...” Bisik Mingyu. Suaranya semakin serak, dan Wonwoo suka itu.

Kepala Wonwoo bergerak semakin cepat, sebisa mungkin memasukkan penis Mingyu sedalam-dalamnya. Keduanya terlalu terhanyut dalam kegiatan mereka hingga ponsel Mingyu berdering.

“Hmm, Coups...” Mingyu tak sanggup berbicara, sebab Wonwoo tidak menghentikan aktivitasnya.

Turn off the live if both of you are going to fuck.” Tanpa menjawab, Mingyu mematikan sambungan teleponnya dan mematikan ponselnya.

“Kenapa?” Tanya Wonwoo, ia mengeluarkan penis Mingyu, dan mengocoknya perlahan.

Turn off the live.” Titah Mingyu dan Wonwoo terkekeh.

“Kita udah mulai ngantuk, kalian juga jangan lupa istirahat!” Dan Wonwoo mematikan siarannya.

Dengan cepat, Mingyu menarik Wonwoo dan menekan kepalanya agar kembali melakukan aktivitasnya yang tertunda.

You have to finish what you do.

Dan Wonwoo kembali melakukannya dengan erangan-erangan Mingyu yang kini tidak perlu dibendung lagi. Si kakak menatap si adik dengan matanya yang semakin sayu, membuat mereka berdua sama-sama terbakar birahi.

Mingyu menekan kepala Wonwoo hingga seluruh batang penisnya terbenam dalam mulut Wonwoo bahkan menusuknya hingga tenggorokan.

Ahh... Jeon Wonwoo.

Wonwoo suka saat rungunya dengar erangan Mingyu dengan seraknya.

Yes... Right there.

Wonwoo suka saat kedua netranya menangkap pemandangan Mingyu yang menikmati permainannya dengan wajah yang merona.

God... You're so good.

Wonwoo suka saat pujian keluar dari bibir Mingyu.

I wanna cum.

Dan Wonwoo suka saat mulutnya dipenuhi oleh cairan Mingyu.

Maka Wonwoo akan menjilatinya, akan menghisapnya dengan kuat hingga seluruh cairannya keluar, dan Wonwoo akan mengulumnya, merasakan cairan cinta Mingyu yang ia cipta.

Dan Wonwoo tidak akan membersihkannya hingga tandas, karena ia tau apa yang akan dilakukan Mingyu berikutnya.

Mingyu menunduk, menarik dagu Wonwoo ke atas, menatap si kakaknya yang berantakan dengan cairan putihnya yang berceceran di sekitar bibir ranumnya, namun malah buatnya semakin indah di mata Mingyu.

How do I look?

Perfectly messy and successfully makes me even hornier.” Bisik Mingyu.

Mingyu lantas berdiri dengan penisnya yang masih tegang dengan air maninya yang tercampur saliva Wonwoo.

Si kakak mendongak, menatap Mingyu dengan tatapan polosnya. Lengkungan dari bibir Mingyu terbentuk. Ia arahkan penisnya ke wajah Wonwoo, ia tampar pipi mulusnya itu dengan penis yang masih keras. Bibirnya ia gesekkan dengan kepala penisnya dan Wonwoo sangat menyukainya.

Kemudian Mingyu dengan gagahnya memangku Wonwoo. Si kakak segera mengalungkan tangannya di leher Mingyu, kakinya mengait pada pinggang si adik.

I miss you.” Bisik Mingyu dan segera mengulum ranum Wonwoo yang sedikit terbuka.

Tentu saja Wonwoo menyambutnya dengan senang hati. Lidah mereka saling bergulat, salurkan nafsu birahi yang semakin tinggi. Pendingin ruangan disana seperti disfungsi, ruang tengah mereka terasa sangat panas.

Satu tangan Mingyu bergerak ke bawah, dalam cumbuannya ia tersenyum saat ia mengetahui jika Wonwoo tidak memakai celana.

So, this is what you prepared, huh? Kamu sengaja pake baju oversized terus gak pake celana lagi, hm?” Wonwoonya tersenyum saat dengar ucapan Mingyu.

“Bukannya kamu kangen?” Jemari lentik Wonwoo dengan lembut belai pipi Mingyu, dan Mingyu mengecupinya.

“Selalu, aku selalu kangen.”

“Terus kalau kangen gimana?” Tanya Wonwoo. Mingyu tau si kakak kesayangannya ini sedang menggodanya dan ingin dipahami tanpa harus ia ucapkan secara gamblang.

“Kayak gini.”

Mingyu melumuri tangannya dengan sisa putihnya lantas ada lenguhan kecil keluar dari bibir Wonwoo saat dirasanya jemari gemuk Mingyu menusuk analnya.

“Min...”

Lelaki yang lebih muda terus menggerakkan jari tengahnya secara perlahan di lubang si kakak. Perutnya mulai merasakan ada sesuatu yang mengganjal.

Sembari mengocok liang anal Wonwoo, lidah Mingyu bergerak 'tuk salurkan rasa nikmat lainnya.

Ada dada yang membusung saat puting digigit. Ada tubuh yang menggeliat indah saat satu jemari ditambah. Ada erangan erotis yang keluar saat tangannya sendiri mengocok penisnya.

Mingyu tersenyum. Jemarinya semakin cepat mengocok anal Wonwoo. Urat-urat lengannya menonjol dan Wonwoo suka itu hingga ia usap lengan Mingyu.

Merasa liang Wonwoo sudah cukup mendapat stimulasi, Mingyu segera cabut kedua jemarinya dan tanpa aba-aba, ia masukkan kejantanannya ke dalam lubang Wonwoo.

“Ahh...”

Keduanya melenguh. Wonwoo semakin kuat mengaitkan kakinya pada pinggang Mingyu, sementara Mingyu mencengkram pinggang ramping Wonwoo sembari menekan penisnya semakin dalam.

Erangan demi erangan saling bersahutan, penuhi ruangan dengan tensi yang semakin lama semakin panas.

Mingyu naikkan ritme pergerakan pinggulnya hingga kepala Wonwoo terbanting ke belakang, pamerkan leher jenjang dengan aroma persik yang jadi khasnya dan Mingyu akan selalu miliki urgensi untuk memberikan kecupan yang disertai hisapan hingga leher putih itu perlihatkan bercak biru keunguan. Tak hanya leher, tentu saja tulang selangka yang akan selalu jadi favorit Mingyu tak akan luput dari kecupan basahnya.

Suara bass milik si kakak terdengar semakin dalam. Tubuh Wonwoo menggeliat. Selama sepuluh tahun, Mingyu sudah sering lihat pemandangan indah ini, namun dalam sepuluh tahun juga Mingyu masih dibuatnya pusing dan bergejolak sebab Wonwoo semakin indah tiap ia pandangi.

Ahh... I fucking miss you.” Akhirnya kata yang sedari tadi Wonwoo pendam, terucap dengan nafasnya yang tersengal.

Do you fucking miss me, or do you miss fucking with me?

Both, but the second one is my priority.

Mingyu tersenyum puas hingga ia hentakkan pinggulnya dengan kuat hingga suara kulit mereka ciptakan bunyi nyaring yang beradu dengan segala erangan yang keluar.

Mingyu bisa rasakan betapa kuatnya dinding anal Wonwoo memijat kepunyaannya dan buat dirinya semakin kehilangan akal. Peluhnya menetes, basahi pelipisnya, pun dada serta abdomennya yang menempel dengan Wonwoo.

Sisi lain, tubuh Wonwoo membusur hebat, jemarinya meremat surai Mingyu tiap kali penis itu menghantam titik paling dalamnya.

“Min... Sofa... Aku— aku mau genjot.” Lenguh Wonwoo.

Dan Mingyu turuti maunya si kakak. Biarkan si kakak lampiaskan rindunya yang sudah tertahan beberapa hari.

Dan Wonwoo bergerak tanpa henti, menggoyangkan pinggulnya dengan lihai. Tatapan keduanya tak terputus. Sorot penuh nafsu seakan membakar keduanya untuk melakukan kegiatannya lebih agresif.

“Min... Kocok punya aku—” Racau Wonwoo dengan tak sabaran.

Dan Mingyu kembali menurutinya. Ia genggam kejantanan Wonwoo yang menegang sempurna. Mingyu usap lubangnya lantas ia kocok seirama dengan pergerakan Wonwoo.

Keduanya saling melenguh, lampiaskan nikmat yang tak ada tandingannya. Sesekali Mingyu hentak penisnya dengan kuat hingga desahan kencang keluar dari bibir Wonwoo.

“Sayang...” Bisik Mingyu sebab suaranya yang semakin serak.

“Barengan—”

Mereka sudah paham maksud satu sama lain meskipun di tengah nafas yang memburu dan kata-kata yang terpenggal.

Wonwoo bergerak layaknya tiada hari esok. Ini adalah titik tertinggi rasa rindunya pada si kekasih. Ia bisa rasakan analnya semakin sesak karena milik Mingyu yang membengkak.

Begitu pula dengan Mingyu, ia bisa merasakan jika penisnya dihisap kuat oleh lubang Wonwoo. Tangannya bergerak semakin cepat sebab ia rasakan milik Wonwoo yang semakin berkedut hebat.

“Ahh!”

Dan keduanya memejamkan mata, meraup oksigen sebanyak mungkin, merasakan hangat yang mereka bagi.

Wonwoo jatuhkan kepalanya di ceruk Mingyu. Bisa mereka rasakan kulit mereka yang basah karena peluh dan lengket karena putihnya si kakak yang ada di perut Mingyu.

Say something I wanna hear.” Wonwoo atur nafasnya.

I love you. I will always do.” Bisik Mingyu.

“Nurut banget.” Kekeh Wonwoo di tengah nafasnya yang tersengal.

“Karena kamu yang suruh.” Balas Mingyu sambil mengecupi bahu Wonwoo.

So, I'll get everything I want from you?

Everything, except if you ask me to fall out of love. I can't, and I won't do it.” Terdengar kekehan dari Wonwoo.

So, I always win?

You're always win.

I love you too. Always.