Wonwoo ngehela nafasnya untuk gak tau yang ke berapa kali. Udah sepuluh menit dia di mobil dan natap bangunan di depannya. Dia pejamin matanya sambil mijit pelipisnya. Dadanya masih aja bergemuruh gak karuan.
“Sebulan doang, Won.” Monolognya dan akhirnya dia ambil laptopnya dan segera masuk ke working space yang udah jadi tempat dia dan dosennya janjian buat bimbingan.
Waktu Wonwoo masuk ke ruangan yang dia pesen, belum ada tanda kehadiran Mingyu. Dia segera duduk dan nyalain laptopnya sambil coba buat cari-cari tentang skripsinya itu walaupun sebenernya dia gak fokus sama sekali.
“Udah lama?” Wonwoo ngedongak waktu denger suara yang dia kangenin banget.
“Belum, Pak. Saya baru lima menitan.” Jawab Wonwoo.
Mingyu duduk di sebelah Wonwoo dan dia juga segera keluarin laptopnya.
“Bagian mana yang harus direvisi, ya, Pak?” Wonwoo langsung tanya biar dia gak terlalu lama bimbingannya, dan gak terlalu lama nyiksa dirinya.
“Sebenernya bukan major revisi, tapi ini setiap pertanyaan dikasih penjelasannya.” Mingyu jelasin ke Wonwoo. Mereka berdua duduk lumayan deket karena Mingyu harus nunjukin banyak hal ke Wonwoo.
Wangi woody yang maskulin langsung nyambut hidungnya Wonwoo dan itu bikin dia makin gak bisa fokus karena keinget gimana pertama kali mereka ketemu, waktu Wonwoo bangun di apartemen Mingyu dan aroma itu ketinggalan di seluruh apartemen Mingyu walaupun orangnya udah pergi ngajar.
Wonwoo jadi inget gimana Mingyu peluk dia di rumah sakit ketika mantannya datang dan wangi itu juga yang menuhin mobilnya selama mereka ke Jakarta buat distraksi.
Wonwoo juga jadi inget waktu mereka berdua jalan-jalan buat hunting street food, waktu Wonwoo peluk Mingyu di motor.
Semua tentang Mingyu masih kerekam jelas di otaknya. Wonwoo lagi-lagi ngehela nafas panjang dan Mingyu juga sadar sampai dosen itu nengok.
“Kenapa? Ada yang belum ngerti?”
“Maaf, Pak. Agak pusing aja sama SPSS-nya.” Mingyu cuma ketawa kecil dan Wonwoo tanpa sadar natap Mingyu buat waktu yang cukup lama karena udah lama Mingyu gak senyum buat Wonwoo.
“Ini udah bener kok kalau SPSS, tapi emang pusing aja liat banyak angka.” Kekeh Mingyu. Wonwoo masih diem dan liatin Mingyu. Sementara Mingyu balik ngejelasin lagi apa yang harus direvisi sama Wonwoo.
Berikutnya, Wonwoo kerjain revisiannya. Dia coba buat fokus dan gak ngelirik ke arah Mingyu yang juga lagi fokus ke laptopnya. Wonwoo tarik nafasnya dan keluarin perlahan.
Disaat Wonwoo mulai fokus sama revisinya, giliran Mingyu yang ngelirik ke arah Wonwoo yang menurutnya gemes pas lagi fokus. Kacamata, dahinya sedikit ngerut karena konsentrasi, bibirnya kadang sedikit maju saking fokusnya.
Sekitar hampir satu jam, Wonwoo lepas kacamatanya dan coba tanya ke Mingyu hasil revisiannya.
“Ini masih ada beberapa yang harus direvisi.” Jawab Mingyu sambil baca skripsi Wonwoo, dan mahasiswanya itu langsung ngehela nafas. Karena capek dan juga karena dadanya yang terus kerasa nyeri karena deket Mingyu.
“Capek, ya?” Kekeh Mingyu.
“Iya.” Jawab Wonwoo.
'Capek juga cari cara buat move on dari Mas Mingyu.' Batin Wonwoo.
“Ya udah istirahat dulu aja.” Lanjut Mingyu.
Wonwoo sedikit ngeregangin badannya. Dia bingung harus ngapain, karena rasanya canggung juga berdua sama Mingyu. Gak ada obrolan kayak dulu.
“Wonwoo.”
Panggilan itu refleks bikin Wonwoo ngeremas sofa yang lagi dia dudukin. Detak jantungnya makin gak karuan. Wonwoo kangen. Kangen banget denger Mingyu panggil namanya.
“Apa kabar?” Tanya Mingyu sambil natap Wonwoo.
Wonwoo diem buat sesaat. Dia harus bohong dengan bilang baik-baik aja, atau dia harus jujur kalau dia sakit liat Mas Mingyunya sama temen deketnya.
“Sedikit baik, banyak pusingnya.” Jawab Wonwoo.
“Pusing karena skripsi.” Lanjutnya.
Mingyu cuma nganggukin kepalanya. Wonwoo ragu, apa dia harus tanya balik atau gak usah, dan berakhir Wonwoo diem aja. Ruangan itu hening dan suara telpon yang mecah keheningan itu.
“Sebentar, ya.”
Mingyu izin keluar dan angkat telponnya dulu. Wonwoo di dalem ruangan refleks ngeremat dadanya. Tadi dia gak sengaja liat kalau yang telpon Mingyu itu Joshua. Gak lama, Mingyu masuk lagi ke dalam ruangannya.
“Wonwoo, masih mau dilanjut?” Tanya Mingyu.
“Bapak kalau ada urusan gak apa-apa, saya juga udah selesai revisinya kan. Nanti lagi aja di kampus, Pak.” Jawab Wonwoo datar.
“Gak apa-apa?”
“Gak apa-apa, Pak.” Bales Wonwoo lagi.
“Oh iya, ini berapa sewa ruangan sama minunnya?”
“Gak usah, Pak. Kan saya yang minta tolong.”
“Oke kalau gitu, makasih. Semangat, ya. Saya duluan.” Mingyu segera keluar setelah beres-beresin barangnya. Sementara Wonwoo disana cuma diem dan natap pintunya setelah Mingyu keluar. Dia gak nangis, tapi kerasa banget sakitnya, karena setiap jantungnya berdetak, rasa sakitnya malah makin kuat juga.
Wonwoo cuma diem di ruangan itu buat beberapa saat. Sampai akhirnya dia ngerasa kecekik dalam ruangan itu, dia milih buat pergi, gak tau kemana. Wonwoo cuma muter-muter Bandung dan gak kerasa kalau langit udah semakin gelap, bahkan bensin mobilnya aja sampai abis. Tapi Wonwoo kembali muter-muter lagi tanpa tujuan sampe akhirnya chat Joshua masuk, dan dia mutusin buat pergi clubbing.
Waktu Wonwoo sampai disana, ternyata masih belum buka karena Wonwoo sampai disana sekitar jam setengah 9 malem. Wonwoo liat ada orang yang lagi bersih-bersih disana sebelum club-nya buka, dan Wonwoo gak pernah segila ini cuma buat minta masuk ke club-nya, bahkan dia sampe bayar dan akhirnya dia masuk walaupun belum jamnya buka.
Wonwoo segera pesen beer dan nenggak tanpa mikir apapun sampai bersloki-sloki. Dia gak peduli walaupun kepalanya udah kerasa pusing.
Sampai akhirnya jam 10, orang-orang mulai berdatangan dan dalam sekejap, tempat itu udah penuh sama manusia-manusia yang lagi nyari kesenangan atau mungkin nyari distraksi kayak yang Wonwoo lakuin.
Wonwoo udah abisin botol keduanya dan kepala dia bener-bener kerasa sakit dan nyut-nyutan.
Dengan langkahnya yang sempoyongan, Wonwoo jalan ke arah dance floor dan mulai menggila disana. Dia gak peduli kalaupun harus desek-desekan. Bahkan waktu ada yang peluk pinggangnya dari belakang dan nempelin tubuhnya ke tubuh Wonwoo, dia gak peduli. Wonwoo malah ikutin alurnya. Waktu laki-laki itu ciumin leher Wonwoo pun, gak ada penolakan sama sekali, justru Wonwoo cuma pejamin mata dan jenjangin lehernya.
Iya, Wonwoo bener-bener sinting sampai akhirnya satu tangan kekar narik pinggang Wonwoo dan natap marah ke arah orang yang tadi cium-cium Wonwoo. Sementara Wonwoo lagi berusaha buat nerka siapa orang itu.
“Mas Mingyu?” Tanya Wonwoo sambil picingin matanya.
“Pulang.” Mingyu narik Wonwoo tapi laki-laki tadi juga narik Wonwoo.
“Lu siapanya? Enak aja main-main tarik-tarik.” Kata orang tadi sedikit teriak.
“Pacarnya.” Jawab Mingyu. Dadanya naik turun nahan emosi, dia gak mau berantem disana.
“Mana buktinya?”
Mingyu diem karena bingung gimana cara buktiinnya.
“Dia pacar kamu?” Tanya orang itu ke Wonwoo.
“Bukan, tapi gue suka dia.” Jawab Wonwoo yang udah kalah telak sama alkohol itu. Mingyu sedikit mematung denger jawaban Wonwoo. Sementara orang itu pergi gitu aja.
“Pulang.” Kata Mingyu lagi.
“Gak mau.” Rengek Wonwoo.
“Pulang, Wonwoo.” Mingyu berusaha narik Wonwoo.
“Apa sih? Gak usah maksa! Lu tuh bukan siapa-siapa gue!” Bentak Wonwoo dan bikin beberapa orang noleh. Mingyu ngehela nafasnya dan segera gendong Wonwoo walaupun dia berontak dan mukul-mukulin dia.
Mingyu telpon Jeonghan, dan minta tolong ke Seungcheol buat bawain mobilnya Wonwoo ke apartemen Wonwoo. Sementara Wonwoonya sendiri bareng sama Mingyu di mobilnya.
“Kamu sadar gak sih kalau toleransi alkohol kamu tuh rendah? Kenapa malah minum banyak-banyak? Kamu tuh paham gak sih kalau banyak orang jahat di luar sana?” Mingyu langsung meledak waktu di mobil.
“Termasuk bapak?” Tanya Wonwoo yang matanya setengah kebuka.
“Eh, gue ya yang jahat duluan?” Wonwoo ketawa. “Tapi kenapa dibalesnya gini? Kenapa gak dikasih kesempatan buat gue perbaikin? Kenapa?” Mingyu dengerin segala curahannya Wonwoo yang mungkin selama ini dia tahan sendirian.
“Kenapa sih maksa? Gak tau apa gue udah susah move on dari lu tapi lu malah gini? Please gak usah urusin gue, pergi aja, gak usah noleh lagi kalau cuma bikin gue kesiksa.” Racau Wonwoo selama di mobil Mingyu.
Sementara itu Mingyu cuma dengerin aja segala racauan Wonwoo. Dia juga mau tau apa isi hati Wonwoo yang sebenernya karena laki-laki yang lebih muda itu selalu nutupin semua perasaannya.
Gak lama, suasana mobil jadi hening, Wonwoo tidur. Mingyu natap Wonwoo dan ngusap pipinya yang merah.
“Maaf.” Gumam Mingyu.
Sekitar 15 menitan, Seungcheol datang bareng sama Jeonghan naik mobilnya. Mingyu segera kasih kunci mobilnya Wonwoo. Jadinya Jeonghan bawa mobil Wonwoo dan Seungcheol bawa mobilnya sendiri.
“Wonwoonya gak apa-apa?” Tanya Seungcheol tapi Mingyu cuma ngehela nafas panjang.
“Ciuman?” Tanya Seungcheol.
“Bukan sama saya.” Jawab Mingyu dan bikin Seungcheol melotot.
“Terus?”
“Cowok gak dikenal.”
“Jangan lagi deh kayak gini.” Seungcheol keliatan kesel.
“Mas, udah deh. Ayok pulang. Kak Mingyu, hati-hati, ya. Wonwoonya dianter sampai kamarnya.” Kata Jeonghan.
“Oke, Han. Makasih.”
Mereka segera melaju ke apartemen Wonwoo. Sesekali Mingyu ngelirik ke arah Wonwoo yang keliatan pules banget tidurnya.
Sekitar 20 menit, akhirnya mereka sampai. Mingyu segera gendong Wonwoo. Seungcheol juga mau ikut, mau pastiin kalau Wonwoo baik-baik aja walaupun emang Jeonghannya agak sebel. Untungnya pintu apartemen Wonwoo pake sidik jari, jadinya bisa gampang masuknya.
Mingyu segera ngerebahin Wonwoo di atas kasurnya dan itu bikin Wonwoo kebangun.
“Mas Mingyu?” Wonwoo ngucek matanya.
“Iya, Wonwoo?” Jawab Mingyu.
“Kangen.” Satu kata tapi sukses bikin Mingyu deg-degan, antara seneng tapi sakit juga.
“Kayaknya kita harus pergi, Mas.” Kata Jeonghan ke Seungcheol, dan akhirnya keduanya pergi, ninggalin Mingyu yang masih natap Wonwoo.
“Mau ngomong apalagi, Wonwoo?” Tanya Mingyu. Dia duduk di pinggir kasurnya.
“Mau bilang maaf. Aku minta maaf bikin Mas kecewa, bikin Mas sedih. Maaf aku terlalu serakah karena aku gak pernah ngerasain rasanya diperhatiin. Maaf. Pasti susah, ya, maafin aku.” Mata Wonwoo setengah kebuka, tangannya ngusap-ngusap pipi Mingyu.
“Aku... Aku juga minta maaf karena aku gak seneng liat Mas sama Joshua. Aku tau Joshua orangnya baik, asik, manis, tapi maaf karena aku gak suka liatnya. Aku... Aku maunya Mas sama aku aja, tapi udah telat, ya.” Mata Wonwoo keliatan makin berat.
“Makanya aku mau cepet-cepet selesaiin skrispi aku, biar gak liat Mas sama Shua terus, tapi... Tapi kenapa malah dimajuin tunangan kalian? Skripsi aku belum selesai, aku gak mau datang. Sakit, Mas.” Itu kalimat terakhir Wonwoo sebelum akhirnya dia tidur lagi.
Mingyu mematung denger semua pengakuan Wonwoo. Dia gak tau kalau Wonwoo senyesel itu. Dadanya ikutan sakit karena kalimat-kalimat Wonwoo tadi.
“Maaf, Wonwoo. Mas minta maaf. Mas gak ada maksud nyakitin kamu. Maaf.” Ada nada pilu dari ucapan Mingyu.
Akhirnya dia narik selimut Wonwoo dan biarin dia tidur. Setelah itu, dia keluar dari kamar Wonwoo.