Perpustakaan
Tepat pukul 2 siang, kelas selesai. Dirapikannya pulpen dan binder yang berserak di atas kursi. Seperti biasa, Wonwoo lebih suka menunggu seluruh teman kelasnya keluar, hingga tersisa dia seorang, baru ia akan keluar. Diliriknya ponsel yang bergetar karena notifikasi. Beruntung ia hanya sendiri, jadi tidak perlu takut ada yang melihat isi notifikasinya yang mana berasal dari dosen sekaligus kekasihnya itu. Sudut bibirnya naik, jarinya dengan cepat membalas pesan Mingyu lalu dengan terburu-buru, Wonwoo memasuki elevator yang kosong.
Ruang meeting perpustakaan disana masih kosong. Wonwoo segera masuk dan menyimpan tasnya. Tidak ditemukan tanda Mingyu selain jejak parfumnya yang masih tertinggal dalam ruangan beserta tas.
“Loh udah datang.” Wonwoo berbalik dan disana ada dosennya dengan secangkir kopi.
“Mau.” Wonwoo mengambil kopinya dan menyesapnya. Sementara sang pemilik kopi hanya terkekeh.
“Diambilin gak mau.”
“Kan nanti yang lain pada nanya, 'Wonwoo ngopi bareng sama Pak Mingyu?', males nanti diomongin satu jurusan lagi.” Kekehan keluar lagi dari bibir Mingyu.
“Lagian kenapa sih orang-orang suka banget gosip? Apalagi kalau masalah kamu kayaknya gercep banget.”
“Gosip apa sih, sayang?” Wonwoo melotot, dia takut ada yang mendengar.
“Kan kedap suara.”
“Ya, tapi tetep aja! Gimana kalau ada yang tiba-tiba masuk?” Wonwoo cemberut kesal.
Mingyu menyimpan kopinya di meja, dan dengan cepat menyudutkan Wonwoo ke pintu sambil mengusap bibirnya.
“Mas, serius di perpustakaan?” Bisik Wonwoo.
Hanya senyuman yang menjadi balasan Wonwoo. Dalam jarak sedekat ini, keduanya bisa saling menghirup aroma khas yang menguar dari masing-masing tubuh. Aroma buah persik manis dan memabukan dari Wonwoo, bercampur dengan aroma woody yang maskulin dan kalem dari Mingyu.
Keduanya terdiam cukup lama. Kedua netra mereka bersibobrok, enggan melepas. Subjek di depan mereka lebih menarik dibandingkan apapun yang ada di ruangan itu. Deru nafas mereka yang teratur mulai sedikit memburu. Bibir yang awalnya terkatup kini sedikit terbuka. Pandangan yang awalnya berfokus pada manik masing-masing kini turun menyusuri ranum yang sudah menjadi candu bagi keduanya.
Tangan Mingyu terulur, mengusap pipi Wonwoo dengan ibu jarinya, lalu menyapu bibir merah muda Wonwoo yang selalu terasa manis. Ditariknya pinggang ramping Wonwoo. Dinginnya AC dalam ruangan terkalahkan dengan tensi yang cukup panas meskipun bibir keduanya tidak mengucap sepatah katapun. Mereka berbicara lewat tatapan.
They know they desire each other.
“Please.” Bisik Wonwoo. Senyum tipis terukir di bibir Mingyu.
Dan sekon selanjutnya, ada Mingyu dan Wonwoo yang saling memagut, menyalurkan hasrat mereka. Lumatan demi lumatan mereka lakukan hingga menciptakan suara kecipak yang cukup kencang. Gigi taring Mingyu menggigit ujung bibir Wonwoo hingga mulut lelaki itu terbuka. Lidah mereka saling bertaut, memilin satu sama lain hingga mencipta benang tipis saat mereka melepasnya.
Keduanya kembali saling menatap dengan mata sayu. Mingyu menggendong Wonwoo tak sabaran. Ia kembali melumat bibir lelaki manisnya dengan kaki yang berjalan mundur hingga ia duduk di atas meja perpustakaan dengan Wonwoo yang duduk di atas pahanya.
Tangan kekar Mingyu mendekap tubuh Wonwoo semakin erat, melingkar di pinggang rampingnya lantas mengusapnya dengan pelan namun penuh sensualitas.
Tok tok tok
Refleks, keduanya melepas pagutan. Wonwoo segera turun dari paha Mingyu, membersihkan sisa saliva yang berceceran di sekitar mulu dan dagu. Kemudian ia segera membuka laptopnya dan memakai earphone. Sementara Mingyu dengan tenang membuka laptop dan membenarkan kacamatanya.
“Masuk.” Ucap Mingyu.
“Udah mulai, Pak?” Tanya salah satu mahasiswa disana. Ada Joshua juga yang baru datang. Mingyu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
“Belum, masih ada 5 menit lagi. Kayaknya lagi pada makan, ya?”
“Iya, Pak. Pak Mingyu udah makan? Mau saya beliin makanan dulu gak, Pak?” Mendengarnya, Mingyu hanya tersenyum dan kembali menggeleng. Sementara sosok kekasihnya hanya memutar bola matanya malas, Wonwoo sudah terbiasa mendengar ucapan-ucapan genit dan rayuan menyapa rungunya saat para mahasiswa bertemu Mingyu. Joshua melirik Wonwoo dan mengulum bibirnya menahan tawa. Iya, hanya Joshua satu-satunya orang di kampus yang mengetahui hubungan mereka.
“Gak usah, tadi saya udah makan buah.” Jawaban Mingyu membuat Wonwoo heran, pasalnya kekasihnya itu hanya meminun kopi, tidak ada buah sama sekali disana.
“Buah apa, Pak?”
“Peach.” Wonwoo yang tadinya diam langsung tersedak lalu terbatuk cukup kencang dan segera izin keluar untuk membeli minum.
“Abis mesum, ya, lu berdua?” Tanya Joshua yang ternyata menyusul Wonwoo.
“Abis ciuman. Lu gak liat bibir gue bengkak?” Ujar Wonwoo.
“Tahan kenapa sih?”
“Adrenaline rush.” Jawaban Wonwoo membuat Joshua menatap Wonwoo tak percaya, sementara Wonwoo terkekeh.
“Gak tau tuh, dosen lu ada-ada aja. But that sounds challenging and hot, right?” Kekeh Wonwoo.
“Gosh, why should I know about your relationship and all of your dirty TMI.” Wonwoo tertawa mendengarnya.
“Kenapa?”
“Mau juga.” Tawa Wonwoo semakin kencang.
“Udahlah yuk, balik lagi. Udah mulai pasti, gue gak mau terakhir, pasti kalian mesum lagi.” Joshua berjalan terlebih dahulu, diikuti Wonwoo yang tertawa.
“Wonwoo, mau duluan?” Tanya seseorang.
“Gak apa-apa, gue masih ada yang kurang. Duluan aja.” Balas Wonwoo.
Bohong, padahal Wonwoo ingin menundanya hingga urutan terakhir, berniat untuk melanjutkan kegiatannya tadi dengan si dosen.
Wonwoo memperhatikan Mingyu yang menurutnya sangat menawan dengan kemeja fit body-nya dan bagian lengan yang digulung lengkap dengan kacamatanya terutama saat ia sedang menjelaskan kepada mahasiswanya. It's very hot of him.
“Landasan teorinya ditambah, ya. Kan IMC ada banyak, jabarin aja, tapi fokusin di promosi, soalnya— Ehm...” Mingyu berdehem saat merasakan kaki Wonwoo di bawah sana menggerayangi pahanya. Mingyu melirik ke arah Wonwoo, sementara kekasihnya itu sedang berpura-pura melihat layar laptopnya.
“Soalnya advertising bagian dari— Ehm... Promosi.” Mingyu mengatur nafasnya yang semakin berat saat merasakan kaki Wonwoo semakin naik hingga menyentuh selangkangannya. Dosen muda itu meneguk salivanya sendiri. Joshua yang menyadari ada sesuatu yang aneh dari kedua temannya itu hanya menggelengkan kepalanya.
“Wonwoo, ayok giliran kamu.” Wonwoo sedikit tersentak kaget saat namanya dipanggil.
“File kamu gak bisa dibuka di laptop saya. Coba saya liat dari laptop kamu aja.” Wonwoo menatap Mingyu cukup lama, kemudian ia pindah duduk, yang semula saling besebrangan, kini saling bersebelahan.
“Variabel Y-nya jadinya Purchase Intention, ya?”
“I—ya...” Wonwoo menatap Mingyu sebal karena pahanya diremas.
“Coba saya mau liat dari bab satu kamu, soalnya kamu paling siap buat sempro, jadi saya mau make sure semuanya.” Wonwoo tau jika itu hanya akal-akalan Kim Mingyu saja, karena sebenarnya bab 1 hingga bab 3 miliknya sudah selesai dan sudah direvisi oleh Mingyu sendiri semenjak beberapa hari yang lalu.
“Kayaknya kurang definisinya, coba kamu cari lagi.”
“Definisi ap—a... Ehm?” Wonwoo dengan susah payah menahan lenguhannya saat jemari Mingyu diam-diam menelusup kaos oversized-nya dan mengusap perutnya dengan sensual.
“Word of mouth-nya, terus sekalian kasih screenshot dari cuitannya, ya.”
“Sekarang, Pak?”
“Iya dong, Wonwoo. Biar sekalian saya liatin.” Mingyu tersenyum lembut, berbeda dengan gerakan tangannya di bawah sana.
Jarak mereka sangat dekat, apalagi saat Mingyu mencondongkan tubuhnya ke arah Wonwoo dengan sengaja. Wonwoo dengan sabar mencari penelitian terdahulu sembari menggigit bibirnya sendiri, menahan agar tidak ada suara aneh yang keluar dari bibirnya. Netra Mingyu ikut menatap layar laptop Wonwoo, sementara tangannya yang tersembunyi sedang asik mengusap paha Wonwoo lalu meremasnya.
“Ehm.” Wonwoo berdehem saat Mingyu meremas bokongnya dengan cukup kuat lalu mengusapnya.
“Pak, coba dicek.” Mingyu melirik Wonwoo lalu satu tangannya sibuk menggulirkan kursor, sementara tangan lainnya masih asik mengusap paha Wonwoo. Namun kali ini Wonwoo juga mengikutinya. Wonwoo dengan wajah datarnya menatap layar sementara tangan satunya mengusap gundukan milik Mingyu dan sukses membuat Mingyu berjengit.
“Sud—ah bagus, Wonwoo. Besok kamu bi—sa daftar sempro.” Ucap Mingyu terbata karena Wonwoo asik meremas gundukannya.
“Terimakasih, Pak.” Wonwoo tersenyum lalu kembali ke kursinya semula, bersebrangan dengan Mingyu.
Dua jam berlalu, akhirnya bimbingan selesai. Hanya tersisa Wonwo, Mingyu, dan Joshua.
“Kalian tuh bisa gak sih gak bikin orang pengen?” Wonwoo dan Mingyu tertawa renyah mendengarnya.
“Joshua, saya boleh minta tolong? Tolong pulang.” Joshua membelakakan matanya mendengar permintaan Mingyu.
“Gak mau, mau disini.”
“Then, enjoy watching us, and you'll get hard down there, baby.” Kekeh Wonwoo.
“You both really want to do this here? For real?” Mingyu dan Wonwoo saling menatap lalu kembali menatap Joshua dan mengangguk.
“You both are crazy.” Joshua mengambil tasnya lantas melangkahkan kakinya keluar ruangan tersebut. Mingyu mengunci pintunya, ia melirik arloji yang dia pakai. “15 menit lagi waktunya.” Ujar Mingyu, dan tanpa aba-aba ia kembali memangku Wonwoo dan duduk di atas meja.
Bibir mereka kembali bertaut, rasa mint yang berasal dari permen yang berada dalam mulut Wonwoo menyebar. Dengan lihai, Wonwoo mengopernya ke dalam mulut Mingyu. Mingyu mengulum permennya bersamaan dengan lidah Wonwoo. Kini permen itu bergantian berpindah dari satu mulut ke mulut lainnya hingga permen tersebut terkikis habis.
Mingyu meremas bokong Wonwoo membuat lelakinya itu melenguh ditengah cumbuan mereka. Mingyu melepas pagutan bibir mereka, lalu memasukan satu jarinya ke dalam mulut Wonwoo. Lelaki yang lebih muda dengan senang hati memasukkannya, menjilatnya hingga basah.
“Pinter.”
Entah mengapa, ucapan itu malah membuat libido Wonwoo semakin naik. Mingyu menelusupkan tangannya ke dalam celana Wonwoo. Jemarinya bergerak dengan lihai mencari liang kenikmatan Wonwoo.
“Pak— Hhh.” Lenguh Wonwoo saat ujung jemari Mingyu memasukinya. Mingyu menatap Wonwoo dingin, ia menekan rahang Wonwoo lalu berkata dengan rendah.
“Bapak?” Ucap Mingyu dengan satu alisnya yang terangkat.
“M—mas... Maaf.” Mingyu tersenyum puas.
“Sekarang aja, ya?”
“Yes, please. I want you to fill me.” Wonwoo menatap Mingyu dengan sayu, ia sudah dikuasai nafsunya.
“Let me fill you till our legs are shaking.” Bisik Mingyu rendah tepat di sebelah rungu Wonwoo.
Dengan cepat Mingyu melepas celana milik Wonwoo dan miliknya. Mingyu membalikan tubuh Wonwoo hingga membelakanginya. Dengan tergesa, ia mengambil lubrikan yang berada di tasnya dan mengoleskannya.
Mingyu mengocok penisnya dengan cepat, setelah kejantanannya itu mengeras, ia segera mengarahkannya ke lubang Wonwoo, menggesekkan kepalanya dengan lubang, lalu melesakkan setengah.
“A—ah...” Lenguh Wonwoo. Cengkramannya pada meja semakin erat. Detik selanjutnya, Mingyu menghentak seluruh penisnya dengan kuat hingga terbenam dalam anal Wonwoo.
“Mas Gyu— You're so big.” Wonwoo memejamkan matanya merasakan liangnya yang terasa sangat sesak namun nikmat.
Mingyu mencengkram pinggang Wonwoo dengan kuat, dan ia mulai menggerakkan pinggulnya dengan tempo sedang karena batangnya yang diremas kuat oleh dinding anal Wonwoo. Erangan demi erangan keluar dari bibir keduanya. Cengkraman semakin kuat kala Mingyu menggenjotnya semakin cepat dan dalam, mencipta suara nyaring yang berasal dari kulit mereka.
“FUCK— You're so tight.” Mingyu melempar kepalanya ke belakang dengan netra yang terpejam menikmati setiap pijatan yang diberikan lubang Wonwoo pada penisnya.
“Mas Gyu— Kamu jago banget, Mas.” Mendengarnya, Mingyu menghentak dengan sangat kuat hingga tubuh Wonwoo bergetar dan membuat jeritan kenikmatan yang memenuhi ruangan tersebut.
Peluh membasahi pelipis Mingyu, tanpa henti ia menumbuk lubang anal Wonwoo, membuat lelaki di bawahnya itu menggeliat nikmat. Penisnya terasa semakin membengkak di dalan sana, urat-uratnya semakin menegang menggesek dinding anal Wonwoo.
“Ada orang?” Mingyu dan Wonwoo refleks menghentikan kegiatan mereka. Pintunya kembali diketuk. Wonwoo meremas bajunya, takut jika kegiatannya tertangkap basah oleh orang lain. Di tengah rasa khawatirnya, Mingyu malah dengan keras menyentak penisnya hingga membuat tubuh Wonwoo terdorong dan bergetar.
“M—mas, ada o—orang, ahh. T—takut ketauan, Mas. Hhh...” Wonwoo berucap dengan susah payah karena Mingyu yang tidak hentinya menggenjot lubangnya semakin kasar.
“Mereka gak bisa denger, sayang. Biarin aja, waktu kita cuma sedikit. Ahh—” Cengkraman Mingyu pada pinggang Wonwoo makin kuat. Ia menjambak rambut Wonwoo hingga kepalanya sedikit menoleh.
“Bergerak, sayang.” Mingyu dengan kencang menampar pantat Wonwoo hingga meninggalkan jejak merah.
“Jangan buang-buang waktu.” Bisik Mingyu.
Wonwoo menuruti perintah Mingyu, ia memutar pinggulnya, bergerak berlawanan arah dengan penis Mingyu. Bibirnya tak berhenti mengeluarkan racauan penuh nikmat. Penisnya juga sudah basah karena cairan precum yang keluar sedari tadi.
“M—mas, I wanna cum.” Racau Wonwoo.
Tangan Mingyu dengan cepat menarik pinggang ramping Wonwoo menjadi duduk di membelakanginya. Dengan posisi ini, Wonwoo dapat merasakan jika penis Mingyu memasuki liangnya semakin dalam membuat tubuhnya membusur menikmatinya.
Mingyu membantu Wonwoo mengocok kejantanannya yang sudah berdiri dengan sempurna, membuatnya pening saking nikmatnya. Penisnya berkedut saat Mingyu meremasnya dan menekan pinggulnya sangat dalam, hingga Wonwoo mengeluarkan putihnya, membasahi tangan Mingyu dan lantai perpustakaan.
Wonwoo yang merasa lemas menyandarkan punggungnya ke dada bidang Mingyu yang masih sibuk mencari puncaknya. Mingyu membiarkan Wonwoo bersandar, sementara ia terus menekan penisnya memasuki titik terdalam anal Wonwoo.
“Move your hips.” Titah Mingyu dengan rendah. Wonwoo menurutinya, ia memutar pinggulnya, bergerak maju mundur. Mingyu mengerang hingga seluruh urat lehernya menonjol. Mendengar erangan Mingyu, Wonwoo semakin liar menggerakan pinggulnya, bisa ia rasakan penis Mingyu yang berkedut hebat, membuat liangnya semakin penuh dan sempit.
Mingyu mencengkram pinggang Wonwoo dengan kuat, kemudian ia mengangkatnya sedikit dan detik berikutnya dihentaknya dengan kuat lubang kenikmatan Wonwoo hingga lagi-lagi membuat lelaki yang lebih muda itu menjerit nikmat. Mingyu mengeluarkan cairan putihnya.
“Ahh!” Erang Mingyu, menikmati cairannya yang menyembur di dalam lubang Wonwoo hingga sedikit merembes melewati selangkangan Wonwoo.
Ia kembali menarik pinggang Wonwoo agar ia kembali bersandar di dadanya.
Mingyu mengecup pelipis Wonwoo. Nafas mereka memburu. Wonwoo memejamkan matanya, sungguh 15 menit yang sangat menyenangkan dan menegangkan. Wonwoo mendongakan kepalanya, Mingyu tersenyum kemudian mengecup bibir Wonwoo berkali-kali.
“Mas, I never told you before, but you're really hot when you curse in the middle of our activity, and it arouses me so much.” Mingyu terkekeh dan kembali mengecup bibir ranum Wonwoo.
“Kok bisa gitu?” Tanya Mingyu.
“Perhaps because you never curse. You only curse when we are having sex.” Balas Wonwoo.
“Pak? Pak Mingyu? Maaf udah selesai sesi, ada yang mau pakai ruangannya.” Wonwoo berjengit. Ia segera melepas penis Mingyu dan mencari celananya yang tadi dilempar sembarang.
Mingyu juga memasang celananya kembali, lalu mengambil tisu dan membersihkan sisa-sisa cairan cinta mereka yang berceceran di lantai dan sedikit di meja. Mingyu terkekeh melihat Wonwoo yang panik. Selama ia mengenal Wonwoo, ia belum pernah melihat kekasihnya itu panik. Mingyu membantu membenahi barang Wonwoo. Memasukan laptopnya ke dalan tas, memakaikan kacamatanya dan merapikan rambut Wonwoo yang berantakan. Terakhir, Wonwoo menyemprotkan parfumnya ke ruangan itu karena ada aroma khas air mani yang mengisi ruangannya meskipun tidak terlalu kentara.
Setelah keduanya terlihat rapi, mereka berdua segera keluar, dan disana ada penjaga perpus. Mingyu tersenyum ramah, sementara Wonwoo hanya meliriknya.
“Maaf pak, tadi saya ketiduran nungguin mahasiswa saya yang ini ngerjain revisinya.” Ucap Mingyu ramah.
“Gak apa-apa, Pak.”
“Ya udah, makasih, Pak. Saya pulang dulu.” Mingyu berpamitan dan berjalan ke arah parkiran dimana Wonwoo sudah menunggu di dalam mobilnya.
“Gak nanya apa-apa kan?” Tanya Wonwoo. Mingyu tersenyum lalu mencuri kecup dari bibir Wonwoo.
“Bapak! Masih lingkungan kampus!”
Mingyu malah menghujani Wonwoo dengan ciuman dan membuat lelaki bermata rubah itu memukul bahunya.
“I love you.” Ucap Mingyu dan menciun bibir Wonwoo cukup lama. Rona merah tak dapat disembunyikan dari wajah Wonwoo.
“Aku juga.” Mingyu tertawa dan akhirnya mereka pulang ke apartemen Wonwoo.