Sekarang Lulla dan yang lain sedang berada di kosan Jian, lebih tepatnya kosan Jian, Elle, Giselle, Gaia dan Eyza. Karena kosan mereka merupakan kosan campur dan banyak anak-anak dari fakultas hukum yang tinggal disitu jadi mereka memutuskan untuk mengadakan closing party ala-ala untuk proker Lulla disana.
Ya seperti anak mahasiswa pada umumnya, botol-botol alkohol sudah siap berada di meja besar, makanan junk foods dan beberapa cemilan yang lain. Sekarang mereka sedang duduk mengelilinhi meja kayu besar yang panjang. Awalnya semua baik-baik saja, hingga Dio yang tadinya berada di belakang kursi Lulla pindah menjadi di depan Lulla, yang membuat Lulla heran adalah Dio duduk satu kursi dengan Eyza. Memang tidak pangku-pangkuan atau apa—kalau iya pun Lulla sudah lebih dulu mendorong mereka berdua, tapi tetap saja duduk berdempetan? Satu kursi? Hal konyol apalagi ini?
Sumpah Lulla sudah berusaha untuk mengontrol raut wajahnya tapi jangan salahkan matanya yang kadang suka melihat ke arah mereka berdua, tolong jangan salahkan Lulla karena mereka berada di depannya persis jadi Lulla tidak salah kan? Ia hanya melihat apa yang ada di depan matanya.
“Eh, daripada ngomongin hal ga jelas mending kita ngomongin hubungan orang aja ga sih?” tanya Jian tiba-tiba, sumpah Lulla yakin 100% kalau Jian sudah tipsy sekarang makanya dia menjadi menyebalkan.
Anak-anak yang berada disitu tertawa, “Boleh, Ji. Emang lo mau ngomongin hubungan siapa, Ji? Kan ada dua pasangan nih disini,” jawab Nathan.
“Kalo Elle sama Kak Rendy mah gausah diomongin, Kak. Gue yakin mulus mulu sampe akhir. Lagian Elle kan dikamar gamau ikut,” jawabnya yang kemudian ia menoleh ke arah Lulla—sumpah Lulla rasanya ingin mengutuk Jian sekarang juga, “Gimana nih Luella Zuri sama Dio Alviero? Gue liat-liat gini-gini aja hubungan lo berdua.”
Sebenarnya ingin sekali Lulla berkata 'bisa diem ga lo', namun entah mengapa Lulla malah menjawab, “Hah? Apaan? Hubungan apaan?”
“Ya hubungan lo sama Kak Dio gimana? Kan udah disurprise-in tuh dua kali lagi satunya salah tanggal—”
“Anjing lo, Ji,” potong Dio tiba-tiba dengan nada bercanda.
Jian tertawa, “Maap, Bang. Tapi emang bener kan? Terus kemarin-kemarin jalan mulu gue liat-liat, jadi ada kemajuan ga? Masa gini-gini doang? Gimana Lull?”
“Ya mana gue tau? Kok malah nanya gue?” tanya Lulla.
Beberapa pertanyaan berkali-kali dilontarkan oleh Jian ke Lulla—dimana Dio hanya menatapnya saja tidak membantu sama sekali, sehingga Lulla selalu mengelak. Mengelak merupakan salah satu bentuk pertahanan diri Lulla. Satu hal yang ia harapkan yaitu semoga ia tidak mental breakdown dan mengeluarkan semua isi hatinya disini, apalagi banyak sekali orang-orang disini bukan teman-temannya saja tapi juga ada katingnya.
Entah berapa banyak alkohol yang ia teguk karena orang-orang terus menberikannya dengan alasan 'proker lo kan baru kelar, Lull' sehingga kepalanya terasa pusing sekarang, saat ia merasakan perutnya bergejolak seolah isi perutnya ingin naik, ia segara berdiri dan pergi ke kamar Elle yang untungnya berada di lantai satu sehingga ia tidak perlu naik tangga.
“Mau kemana, La?” ternyata Dio mengikutinya, sungguh untuk malam ini Lulla kesal dengan katingnya yang satu itu. Bukan hanya karena ia duduk satu kursi dengan Eyza saja, namun yang menyebalkannya lagi teman-temannya tadi mengoloknya dengan “Jangan cemburu gitu, Lull.” “Itu dari tadi diliatin mulu dua orang di depannya.” “Za, parah banget lo itu udah panas Lullanya masa sahabat gitu sih? Pindah dong.” Bagaimana Lulla tidak panas?
Oleh karena itu, dengan kedua kaki yang masih berjalan menuju kamar Elle, Lulla menjawab “Gausah ngikutin gue.” Namun, Dio masih mengikutinya dan memanggil namanya.
Sampai di kamar Elle—yang segera disambut dengan Elle yang sudah paham kenapa Lulla datang ke kamarnya, Lulla segera menuju kamar mandi, menutup pintu dan memuntahkan isi perutnya di kloset. Setelah selesai, ia segera memencet tombol flash lalu terdiam sebentar menunggu apakah ia masih ingin memuntahkan isi perutnya lagi atau tidak.
After that, everything feels so blurry.
Yang Lulla tau, tadi ia masih berada di kamar mandi kamar kosan Elle dimana Dio berkali-kali mengetuk pintunya sambil berkata, “Ella, lo gapapa kan?” yang dijawab teriakan ketus oleh Lulla, “berisik, gausah ganggu gue.” Namun sekarang ia berada di atas tempat tidur Elle menangis sambil memeluk Elle. Dan entah bagaimana ceritanya hingga sekarang kamar Elle sudah penuh dengan Elle, Giselle, Eyza, Dio, Rendy dan Nathan.
“Elle, thank you for taking care of me. I'm sorry for throwing up,” kata Lulla sambil menangis. Lulla memang begitu whenever she was drunk and there's semone who taking care of her, pasti ia akan emosional dan merasa bersalah.
“Hey, it's ok, Lull,” jawab Ella sambil mengelap air mata Lulla dengan tissue.
“I'm still feel sorry though, I'm sorry for being a burden.“
“No, Lulla. You never be a burden for me. Gapapa kok wajar, you're drunk right now, and it's my job to take care of my friends when they were drunk.“
“Thank you—“
“Jangan nangis lagi, Ella.” Lulla menoleh dan mendapati Dio berada di sebelah Elle.
Oh jadi daritadi yang berisik itu Kak Dio, pikirnya. Ia segera memalingkan muka dan berkata, “Berisik lo, lo aja daritadi sama Eyza mulu.”
Setelah Lulla melontarkan kalimat tersebut, seketika kamar Elle menjadi sunyi. Rendy yang berada disebelah Eyza segera memukul lengan Eyza pelan dan melotot kepadanya, Eyza menjadi merasa bersalah sehingga ia keluar dari kamar Elle.
“Anjing, bener kan kata gue, Di. Lo sih goblok,” ujar Nathan.
“Jangan gitu, Nath.” tegur Dio, ia kembali menatap Lulla sambil mengusap kepala Lulla pelan, “Hey, Ella. Emang gue salah apa?” tanya nya dengan lembut.
Setelah melihat kejadian malam itu Elle dan Giselle bisa menyimpulkan bahwa mungkin Dio katingnya yang satu itu memang buaya, namun malam ini dia patut diapresiasi karena dengan sabar masih berusaha mengurus Lulla dan terus mengajak ngobrol Lulla dengan nada yang lembut walaupun di tolak habis-habisan dan Lulla.
—
“Ella, bangun yuk.”
Suara itu berkali-kali memanggilnya, sehingga mau tidak mau Lulla membuka kedua matanya dan mendapati Dio berdiri di samping tempat tidur yang ia tiduri.
“Pagi, Ellaaaa,” ujar Dio sembil tersenyum, “Pulang yuk, udah jam 10 nih.”
Lulla dengan rasa kantuk yang masih menyelimuti dia menarik selimut hingga menutupi setengah wajah Lulla, “Hmmm.”
“Ayo, La. Itu si Elle mau jalan sama Rendy,” Lulla melihat ke arah Elle yang sibuk dengan makeupnya di depan meja rias, “Cuci muka gih, gue tunggu di depan ya,” ujar Dio sambil mengusap kepala Lulla lalu keluar dari kamar Elle.
Instead worries about something that bother her mind, she should be happy when she knew that he’s still here, woke her up and now he drives her to her dorm. But she doesn't even know why she feels something heavy on her chest, something that she can't even explain.