soracaramel

MasBihun

Menikmati Semilir Angin

TW // harsh word

Holding other people's hands without consent

#MasBihun part. 9


Soonyoung hanya bisa menahan mual akibat motor yang dikendarai Jihoon melaju sangat cepat— yang membuat ia tidak bisa melihat sekitarnya dengan baik akibat hembusan angin yang cukup kencang.

Ia juga hampir terjatuh akibat polisi tidur yang di hantam Jihoon. “ISH ANJENG! GUA MAU JATOH!” teriaknya seraya memukul bahu Jihoon keras. “IYA IYA SORRY, GUE LUPA LAGI BAWA LO!” sahut Jihoon dan segera memelankan laju motornya karena pukulan Soonyoung pada bahunya tidak main-main. “Bego dasar.” celetuk Soonyoung kesal. “Gue denger ya!” jawaban Jihoon hanya dibalas dengan ejekan oleh Soonyoung— “Nyenyenye, gui dingir yi,” — yang diikuti oleh tatapan jengahnya.

Tak lama kemudian, Soonyoung merasakan jika laju motornya melambat dan segera ia bertanya, “udah sampe?” Jihoon yang mendengar pun hanya mengangguk dan mengerem motornya secara mendadak— membuat lelaki dibelakangnya secara tak sengaja terdorong ke depan. “Ish anjir, lu kenapa si?! Modus banget lo!” hardik Soonyoung kesal seraya memukul bahu Jihoon, lagi. Yang di pukul pun hanya meringis dan men-standar-kan motornya seraya membuka helmnya. “Sorry, sorry, ga biasa bawa motor matic gua-nya.” jawab Jihoon dan menyimpan helmnya di spion motornya.

Jihoon yang melihat helm Soonyoung masih tersangkut di kepalanya— langsung mengadahkan tangannya ke hadapan lelaki tembam itu. “Apa?” tanya Soonyoung heran, “ga ada duit gue, 'kan lu yang ngajak masa minta sama gue?” lanjutnya seraya menepuk kasar tangan Jihoon. Jihoon yang mendapat tepukkan kasar hanya menghela napasnya lelah seraya menoyor kepala lelaki di hadapannya. “Itu helm masih nyangkut di kepala lo. Kalo lo mau jajan sambil bawa-bawa helm mah gapapa, yang malu juga lo.” jawab Jihoon seraya berjalan meninggalkan Soonyoung yang menganga tidak percaya dengan sikap Jihoon tadi.

Kesal, segera ia berteriak, “LEE JIHOON NGESELIN!!!” amuknya seraya menyimpan helmnya brutal pada sela tungkuan kaki pada motornya.

Jihoon yang mendengar itu pun hanya tersenyum senang, “gapapa deh gua nikahin yang kaya gitu, seru juga dijailin seumur hidup,” bisiknya seraya terkekeh kecil akibat membayangkan hidupnya yang penuh warna karena lengkingan Soonyoung.

“Ishhh, Jihoon tungguin dong!” Teriak Soonyoung yang jaraknya agak jauh dari Jihoon yang jalan tanpa menunggunya.

Nah 'kan, baru dibayangin udah kejadian aja, “cepetan!! Lelet banget sih!” sahut Jihoon dengan tubuhnya yang berhenti berjalan dan memutarkan badannya untuk melihat sosok lelaki bermulut bebek. Soonyoung yang dijawab seperti itu pun langsung berlari dengan mulut yang semakin mengerucut. “Lu 'kan yang ngajak gue! Kenapa ditinggal?!” jawabnya setelah ia berada di samping tubuh Jihoon. “Lu marah-marah mulu, berisik. Jadi gua tinggal.” Soonyoung hanya mendengus kesal, “nyebelin.”

“Nyebelin-nyebelin gini juga ketemu gue tiap hari, nanti.” sahut Jihoon dengan suara kecilnya yang masih tertangkap jelas oleh telinga Soonyoung. “Maksudnya?” tanyanya bingung. “Ga ada, ayo cepetan, mau makan ropisbak ga?” tanya Jihoon seraya menggandeng tangan Soonyoung untuk menyeberang ke tempat yang mereka ingin tuju.

Soonyoung hanya diam merasakan kehangatan yang menjalar pada tangan dan kedua pipinya. Ia hanya bisa menjawab pelan dan menunduk ke arah tangannya yang digenggam erat oleh Jihoon, “mau..” mendengar hal itu pun Jihoon segera menarik tangan Soonyoung dan segera mencari tempat duduk setelah menyeberang.

“Lu diem sini, gua ambil menunya dulu. Kalo ada yang ganggu, tonjok aja mukanya.” jelas Jihoon seraya berlalu untuk mengambil menu makanan yang sempat ia singgung. Soonyoung masih terkesima dengan hangatnya tangan Jihoon yang menggenggam tangannya tadi. Ia mengelus lembut tangannya dan menepuk-nepuk pipi gembilnya seraya berkata, “anjir, anjir jangan baper donggg, lemah banget gue cuma digituin doang baper!!”

Tak berapa lama, Jihoon datang membawa selembaran menu yang terlihat di laminating—seperti menu pedagang kaki lima pada umumnya— dan segera mendudukkan dirinya pada kursi plastik berwarna biru. “Nih, lu mau pesen apa?” tanyanya seraya menyodorkan menu ke hadapannya. Soonyoung yang melihat menu pun mengernyit bingung seraya memajukan bibirnya— yang merupakan pose andalannya saat ia berpikir keras.

Jihoon yang melihat tingkah Soonyoung pun tersenyum kecil, ia tau kalau Soonyoung belum pernah makan di tempat seperti ini. “Yang enak yang mana, Mas?” tanyanya bingung seraya menatap Jihoon memelas akibat bingung.

“Kalo lu laper, lu bisa mesen mi joshua, kalo lagi icip-icip aja ya mi kornet keju.” jelas Jihoon seraya menunjuk menu yang ia sebutkan tadi. Soonyoung mengerenyitkan dahinya, lagi. Ia bingung sungguh, “Mas, ini yang punya papi ya?” tanyanya dengan wajah penasaran. “Hah, engga? Kenapa gitu?” Jawab Jihoon lebih bingung atas pertanyaan Soonyoung yang amat random.

“Ini, soalnya ada nama papi lu di menunya?” jelasnya polos seraya menunjukkan menu yang bernama 'Mi Joshua' itu.

Jihoon yang mendengar jawaban Soonyoung langsung tertawa kencang seraya memegang perutnya. “Ih! Kok malah ketawa sih?” ucap Soonyoung kesal. “Hahahah, sumpah Soonyoung lu kenapa polos banget sih? Bukann, itu mah emang namanya aja Joshua. Bukan punya papi ini tuh.” jelas Jihoon dengan tawa yang masih keluar dari mulutnya.

“Oh.. gue kira ini punya papi.. yaudah deh.. gue mau nyobain mi rebus telor, kornet, keju yang selera pedas. Mmm, sama rosang Toblerone terus minumnya milkshake strawberry dehh!!!” jawab Soonyoung panjang dan diakhiri dengan pekikan tak sabar akibat bayangan makanan yang dipesannya telah masuk dipikirannya.

Jihoon yang mendengar pesanannya pun kaget sekaligus bingung, “serius pedes? Ini pedes banget loh. Yakin habis? Terus itu apa ga kemanisan kalo minumnya milkshake?” tanya Jihoon heran. Soonyoung yang mendengar pun segera menggeleng dengan jari telunjuknya yang ikut bergerak ke kanan-kiri dan menjawab, “em em, itu enak! Seger tau!” jawabnya dengan alis yang tertekuk gemas.

“Ya allah.. assalamu'alaikum diabetes, sakit gigi dan magh...” keluh Jihoon dengan gelengan kepala miris seraya menulis pesanan mereka. “Kenapa sih?! Ga suka banget kayanya, huh!”

“Bukan ga suka, tapi itu manis banget. Apa ga sakit gigi?” tanya Jihoon heran. “Udah? Ada yang mau dipesan lagi ga?” tanyanya kembali karena melihat Soonyoung yang masih asik menatap menu dihadapannya. “Engga deh.. itu aja.” jawabnya seraya menyodorkan daftar menu tersebut ke hadapan Jihoon. “Oke, gua pesen dulu ya.” jawab Jihoon seraya bangkit dari duduknya dan menuju tempat pemesanan. Soonyoung hanya mengangguk dan memainkan ponselnya.

Saat sedang asik memainkan ponselnya, ia merasakan ada yang mencolek bahunya dan membuat ia menoleh, “hey, sendirian 'kan? Boleh gabung ya?” tanya lelaki tersebut untuk duduk dihadapannya tanpa menunggu persetujuan Soonyoung. Soonyoung yang melihat itu pun hanya melongo bingung, belum disetujui malah sudah duduk. “Maaf, kak tapi—”

“Kenalin, gue Nanda. Rumah gue sekitar sini. Lo orang baru ya?” tanya lelaki tersebut seraya menyodorkan tangannya ke depan tangan Soonyoung yang masih menggenggam ponselnya.

“Oke, deh, gue Nanda. Ga usah sungkan ya?” lanjut lelaki itu seraya menggenggam paksa tangan Soonyoung. Soonyoung yang mendapat sentuhan tiba-tiba itu pun langsung berteriak, membuat pengunjung termasuk Jihoon yang berada di kasir melihat kearahnya. “Eh! Jangan kurang ajar ya! Pegang-pegang, ga sopan lo! Gue diem bukan karena sungkan! Tapi aneh liat lo tiba-tiba datengin gue sambil nyodorin tangan! Bukannya pergi malah ambil paksa tangan gue! Kurang ajar!” Teriak Soonyoung seraya berdiri dengan wajah yang memerah.

Jihoon yang melihat itu pun lantas menghampiri Soonyoung dan menarik tangan Sooyoung untuk bersembunyi di belakang tubuhnya. “Ngapain ya? Kalo dia ga nge-respon atas ajakan lo ya jangan di paksa dong? Tau tata krama ga sih lo?” hardik Jihoon dengan wajah yang memerah kesal. “Ya, dia lucu sih, jadi gue nya juga gemes. Lo siapa sih emang? Pacar bukan paling temen doang.” ujar lelaki tersebut meremehkan.

Jihoon yang mendengar itu pun menggeram kesal, terlebih lagi akibat genggaman kuat dan gemetar pada belakang jaketnya. “Gua suaminya, brengsek! Pergi lo! Eh mas, tolong dong ini tarik keluar! Kalo bisa, ga perlu diizinkan kalo dia beli disini. Bisa aja ngelakuin hal yang sama atau lebih parah dari ini ke pelanggan yang menurut dia lucu.” hardik Jihoon dan segera menyuruh pegawai tempat tersebut untuk mengusir lelaki itu seraya menekankan kata lucu pada akhir kalimat.

Melihat lelaki tersebut telah di tarik paksa, segera ia melihat kondisi lelaki lucu di belakangnya. Soonyoung terlihat gemetar dengan tatapan kosongnya— pertanda ia tidak baik-baik saja. Melihat hal itu pun Jihoon segera mencari tempat duduk yang lebih sepi dan jauh dari kerumunan tadi. “Hey, tenang, tenang, ada gue Soonyoung.” ucap Jihoon seraya mengelus lembut bahu Soonyoung. “Soonyoung? Soon? Denger gue 'kan? Ayo, tarik napas—hembuskan—buang, Soon. Oke, betul, sekali lagi, tarik napas—hembuskan—buang. Inget, ada milkshake strawberry, mi rebus telor, keju, kornet, dan ada gue, oke? Tenang, Soonyoung..” ucap Jihoon seraya memegang lembut bahu Soonyoung untuk menyadarkan ia dari lamunannya.

“T-tadi, d-dia tiba-tiba megang tangan gue, Mas.. takut banget sumpah.. kerasa banget tadi megang-nya kencang...” lirih Soonyoung seraya menunjukkan tangannya yang masih gemetaran.

Jihoon yang melihat itu pun langsung bertanya, “boleh gue pegang tangannya, hm?” ucapnya lembut seraya menatap wajah Soonyoung yang masih pucat pasi.

Soonyoung yang mendengar itu pun mengangguk lemah—menyetujui— segera Jihoon mengambil lembut tangan Soonyoung dan menepuk pelan tangan yang masih gemetar itu. “Iya, tenang, disamping lu cuma ada gue doang, jadi tenang ya? Ini tangan gue, tangan gue yang ngegenggam tangan lu sekarang, bukan cowo tadi, oke? Tenang, ada gue Soonyoung..” jawab Jihoon seraya mengelus lembut tangan Soonyoung— yang ajaibnya sudah kembali normal tidak gemetaran seperti tadi.

Merasa Soonyoung sudah tenang, Jihoon pun bertanya lembut, “mau pindah aja?”

“Ga mau.. gue laper.. mau makan indomie pedes..” jawab Soonyoung lirih seraya menatap memohon ke arah Jihoon. “Hahaha, oke, bentar lagi juga diantar— nah tuh dia!” Jawab Jihoon seraya mengusak lembut poni Soonyoung dan menoleh ke arah pelayan yang ternyata tengah mengantarkan pesanan mereka.

“Ini kak pesanannya, maaf ya kak atas insiden tadi. Ini kami bonus-kan roti panggang coklat keju dan ini kembaliannya yang belum sempat terambil kak.” jelas pelayan yang mengantarkan makanan mereka.

“Eh, makasih mas, maaf ya udah buat gaduh tadi.” jawab Jihoon seraya mengambil bonusan mereka— tidak enak.

“Gapapa mas, selamat menikmati ya, mas.” ujar pelayan tersebut undur diri seraya membungkukkan badannya meminta maaf.

“Iya mas, makasih sekali lagi.” jawab Jihoon sopan.

Jihoon teralihkan akibat suara yang berdecak kagum akibat makanan yang sedang ia santap. “Wahh, kok enak sih? Kenapa gue baru tau ada mi ginian?!??!” sahutnya antusias dengan pipi yang gemetar akibat terlalu bersemangat mengunyah makanannya.

Jihoon yang melihat itu pun lantas mengelus lembut tengkuk dan surai hitam Soonyoung. “Enak 'kan? Kapan-kapan kita makan kesini lagi oke?” tanyanya gemas. “Mm! Oke! Ajak gue lagi yaa. Kayanya kalo lagi stres makan disini jadi ga stres lagi deh.” jawab Soonyoung antusias. Jihoon yang melihat itu pun mencubit gemas pipi Soonyoung yang membuat sang empunya mengaduh, dengan cepat Jihoon mengelus pipinya lembut seraya berkata, “oke, telpon gue aja kalo lu pengen makan disini lagi, tapi pelan-pelan makannya. Jangan kaya orang kelaperan gini.” jawabnya dengan kekehan kecil seraya menghapus kuah mi yang berada di pipi si pria gembil.

Soonyoung yang mendengar itu pun mendengus kesal, “rese. Gue kan emang laper!” jawabnya ketus seraya melanjutkan makannya.

Jihoon yang melihat itu pun hanya menggeleng dan memakan santapannya dengan nikmat.

Syukur deh, liat lu senyum gini, gue rela kok nemenin lo terus sampe tua, Soon batin Jihoon saat ia melihat Soonyoung yang masih melahap pesanannya.

To be Continued

Ehehehe selamat pagi, selamat senin🌟

Sebuah Permintaan dan Pertemuan Pertama Mereka

#MasBihun part. 8


Dentingan alat masak yang sedang di bilas oleh sepasang sahabat terdengar nyaring di dapur rumah Jeonghan. Diikuti dengan suara cekikikan dan sahut-menyahut membalas obrolan mereka.

Berbeda dengan suasana hening yang berada di meja makan. Seokmin melihat sahabatnya seperti ingin berbicara pun langsung bertanya, “bang, kenapa?”

Seungcheol yang mendengar itu pun lantas mendongakkan kepalanya, melihat kearah sang sahabat yang menatapnya lekat— penasaran.

Seungcheol menghembuskan napasnya perlahan dan segera menjawab, “Seokmin, saya minta izin..”

“Minta izin apa, bang?”

“Saya minta izin untuk melamar Jihoon untuk Soonyoung. Saya tau ini mendadak dan kamu pasti kaget banget, Jihoon.” Jawab Seungcheol seraya melirik kedua lelaki sedarah yang beda generasi ini.

Seungcheol pun melirik pasangannya. Merasa aman, ia pun melanjutkan kalimatnya.

“Tolong, jangan bilang ke keluarga saya. Saya hanya terbuka ke kalian saja. Mau kah kalian berjanji?” Tanya Seungcheol dengan pancaran memohon pada sepasang ayah dan anak ini.

“Iya. Kenapa bang?” Sahut Seokmin dengan tatapan berjanjinya.

“Saya, sakit, Seokmin, Jihoon..”

“Saya ga tau seberapa lama saya akan bertahan.. Maka dari itu saya minta izin meminang Jihoon untuk Soonyoung. Saya tau ini bukan jalan yang terbaik, tapi saya tau seberapa dekatnya dia dengan saya. Saya takut dia bukan Soonyoung yang saya kenal setelah saya tiada..”

Mendengar hal itu pun sepasang ayah dan anak ini saling melirik, Jihoon melalui tatapannya meminta Seokmin untuk bertanya sakit apa pada Seungcheol pun hanya dibalas tatapan tajam oleh Seokmin.

“Emang ga ada harapan lagi, bang?” Tanya Seokmin pelan.

Seungcheol menggeleng, “saya sudah sakit dari Soonyoung masih SD kelas 3, Seokmin. Saya menutupi ini dari mereka karena tau kalau Jeonghan akan panik dan melupakan dirinya sendiri..”

“Saya sudah minum obat selama itu.. Dokter bilang jalan satu-satunya adalah Hemodialisa. Namun saya masih ragu... Soonyoung masih kuliah, dia juga masih perlu dibimbing dan saya harus masih menafkahi mereka berdua. Kalo saya setuju, mereka bagaimana nanti?” Jawab Seungcheol yang semakin melirih.

“Saya meminang Jihoon agar saya tenang jika saya harus pergi. Tapi tenang, saya masih ingin berjuang melawan penyakit ini. Hanya saja, setiap kehidupan dan pilihan harus memiliki plan B kan?” Tanya Seungcheol seraya bergantian menatap sepasang anak dan ayah di depannya.

“Om, maaf menyela. Jika saya menerima, belum tentu 'kan Soonyoung bahagia sama saya?” Tanya Jihoon pada Seungcheol yang sedang tersenyum mendengar pertanyaannya.

“Maka dari itu, saya percaya sama kamu Jihoon.”

Jihoon yang mendengar itu pun langsung terdiam menatap sahabat sang ayah. Ia tak yakin bisa membahagiakan Soonyoung. Mereka baru saja bertemu dan pertemuan mereka pun sudah cukup konyol menurutnya. Lantas, mengapa Seungcheol bisa menitipkan Permata-nya pada Jihoon?

“Kenapa Om seyakin itu?”

“Kamu lupa ya? Saat kita sedang berlayar bersama dan ada gelombang besar waktu itu, siapa yang menenangkan anak kecil gemuk yang sedang menangis ketakutan mendengar gemuruh ombak dan kapal bocor?” Jawab Seungcheol dengan membangkitkan ingatan Jihoon beberapa tahun silam.

Jihoon ingat. Ia terbangun dari tidurnya akibat suara gaduh sang papa yang membangunkannya. Mereka berdua berlari bersama ke arah ayahnya. Ia melirik sekitar yang ramai dan gaduh.

Anak buah ayahnya berlarian ke sana-kemari. Ada yang berteriak meminta turunkan ban atau pelampung untuk menutupi kebocoran, ada yang menelpon melalui telpon kapal— yang jihoon tidak tau apa namanya, ada pula anak kecil yang menangis karena sang ayah yang tidak ada di sampingnya.

Jihoon yang sudah lama memperhatikan anak kecil itu pun langsung menarik lengan sang ayah, “papi, kakak mau samperin anak itu, boleh?” Tanya Jihoon seraya menunjuk anak kecil yang semakin meraung ketakutan.

Joshua yang melihat itu pun langsung mengizinkannya, “boleh, kakak tolong jagain dulu ya? Papi mau cari ayahnya dulu.” Ujar Joshua seraya mengelus lembut surai sang anak.

Jihoon pun mengangguk dan segera menghampiri anak kecil gemuk yang masih menangis.

“Hei, jangan menangis. Ini, aku ada coklat kamu mau enggak?” Ujar Jihoon seraya menyodorkan sebatang coklat yang hilang separuhnya karena sudah dimakan oleh sang pemilik.

Anak kecil itu pun mendongak akibat tinggi mereka yang berbeda. Mata sipit, pipi bulat yang memerah akibat menangis terlalu lama dan bibir tebal yang mengerucut membuat Jihoon tanpa sadar tersenyum dan mengelus lembut surai anak kecil di depannya.

“Boleh..?” Tanyanya lirih diikuti dengan suara sesenggukan anak kecil itu.

Jihoon mengangguk, “boleh, ambil aja. Tapi jangan nangis lagi ya? Kita tunggu bareng-bareng ayah kita di sini. Ayo, duduk aja.” Ujar Jihoon seraya menarik lengan anak kecil itu untuk duduk di samping monitor kapal.

Jihoon kembali ke masa sekarang setelah mendengar bangku yang di seret dan diikuti oleh bukaan pintu kamar Soonyoung, membuat dirinya menatap Seungcheol dan mengangguk mantap.

“Saya terima, Om.”

Seungcheol yang mendengar itu pun lantas menatap dirinya— bahagia seraya mengucapkan terima kasih, Seokmin menoleh ke arah sang anak— kaget sekaligus bangga akibat jawaban sang anak yang terdengar sangat yakin. Jeonghan dan Joshua? Justru mereka bingung seperti Soonyoung yang menatap mereka curiga seraya menuruni anak tangga.

“Think back on yesterday, remember me this way.”

—Remember Me This Way, Jordan Hill.

#MasBihun part. 7


“Dek, bantuin bawa belanjanya dulu ini.” Titah Jeonghan pada anak semata wayangnya— Soonyoung.

“Iyaa, sebentar ayih, ini lagi ambil desinfektan duluu.” Teriak Soonyoung dari arah dapur.

Soonyoung segera berlari menghampiri sang ayah ketika benda yang ia cari berhasil ditemukan.

“Tumben banyak banget belanjanya?” Tanya Soonyoung heran sekaligus kaget melihat belanjaan sang ayah terlampau banyak.

“Ya kan mau puasa, gimana sih?” Jawab Jeonghan dengan pandangan aneh akibat pertanyaan sang anak.

“Kan belum ketuk palu?” Sahut Soonyoung seraya menyemprotkan cairan desinfektan pada seluruh barang belanjaan sang ayah.

“Yaudahhh, persiapan aja apa salahnya?—” jawab Jeonghan yang sedari tadi keluar masuk untuk membawa belanjaannya.

“Udah sana bawain, tata juga di kulkas sama laci dapur yaa, Ayih mau mandi dulu. Sekalian bikinin teh panas buat Ayah ya, Nyong.” Ucap Jeonghan seraya berlalu ke arah kamar mandi.

“Baik, tuan.” Jawab Soonyoung mendramatisir.

Jeonghan yang mendengar jawaban sang anak pun tergelak seraya membalas, “Alay kamu!” Teriak Jeonghan di dalam kamar mandi.

“Turunan Ayihhh!!” Jawab Soonyoung dengan teriakan kencangnya.

Jeonghan yang memang dasarnya jahil pun tergelak geli dan kembali membalas, “Siapa Ayih? Ga kenal tuh!!” Teriak Jeonghan dengan suara tawanya.

“Nyebelinnn!!!” Teriak Soonyoung kesal karena dijahili oleh sang ayah.

Seungcheol yang baru saja masuk pun terlonjak kaget mendengar sahut-sahutan sang suami dan anaknya.

“Apa sih dek, kok teriak-teriak?” Tanya Seungcheol heran seraya melepaskan sepatunya.

“Itu, Ayih!” Adu Soonyoung dengan bibir yang mengerucut kesal.

“Kenapa?” Tanya Seungcheol seraya menghampiri Soonyoung dan mengelus lembut kepala sang anak.

“Nyebelin!” Balas Soonyoung.

“Diapain lagi sama, Ayih?” Tanya Seungcheol dengan kekehannya dan segera membantu Soonyoung untuk membawa barang-barang yang masih tergeletak di lantai ruang tamu.

“Nih! Liat! Disuruh bawa barang banyak banget, mana sendirian. Tadi kan Ayih enak, dibantu sama Ayah.” Jawab Soonyoung mengadu.

Jeonghan yang baru selesai mandi pun lantas mendengar curhatan sang anak dan menimpali, “ngaduuu terosssss, dasar anak Ayah!” Ujarnya seraya memeletkan lidahnya bermaksud mengejek dan segera berlalu setelah mendengar teguran sang suami.

Seungcheol yang melihat itu pun hanya menggelengkan kepalanya maklum. Ia sudah memaklumi tingkat kejahilan sang suami dan segera membantu Soonyoung ketika menyimpan sarden di kabinet dapur.

“Ini 'kan Ayah bantu, sudah jangan cemberut terus. Nanti bibirnya jatoh.” Ucap Seungcheol diikuti oleh kekehannya.

“Ayahhh!!”

“Hahaha. Iyaa, iya, Ayah mandi dulu ya? Nanti Ayah bantu lagi.” Ucap Seungcheol seraya mengacak surai lembut sang anak.

“Hmm, nanti aku buatin teh panas kesukaan Ayah sama cireng gorengg!!” Jawab Soonyoung antusias dengan matanya yang menyipit karena tersenyum senang.

“Siapp, bos kecil! Yang enak ya gorengnya!” Teriak Seungcheol dari dalam kamar mandi.

“Wokeee, bos!!”

Jeonghan yang melihat interaksi kedua orang kesayangannya pun tersenyum lembut.

“Biar Ayih yang goreng, Nyongi lanjutin aja beres-beres nya.” Ujar Jeonghan tiba-tiba yang membuat Soonyoung terperanjat kaget.

“Ayih! Kebiasaan! Ngagetin tau!”

“Lebayy~”

“Ayihh!!”

“Hahahahahaha”


Seungcheol yang baru selesai mandi pun tersenyum hangat melihat interaksi suami dan anaknya, “semoga kalian tetap seperti ini ya” batin Seungcheol.

“Sudah selesai, dek?”

“Sudahh!! Tadi dibantu Ayih sedikit.” Jawab Soonyoung seraya menyodorkan teh panas kesukaan sang ayah dihadapannya.

“Makasih, adek.” Ujar Seungcheol lembut.

“Kembali kasih, Ayah!!”

Seungcheol segera menyeruput minuman kesukaannya, iya, dia lebih suka teh panas dibandingkan teh hangat. Seungcheol juga lebih suka tawar dibandingkan manis.

Pada dasarnya memang ia sedang mengurangi makanan yang manis-manis karena demi kesehatannya.

“Kalian masih kenal Seokmin dan Joshua 'kan?” Tanya Seungcheol seraya mengambil cireng kesukaannya dan melahapnya.

“Iyalah, Cheol!! Kamu ketemu mereka?” Jawab Jeonghan antusias.

“Iya, ketemu tadi di kantin kantor, kayanya abis ngurusin berkas.” Jawab Seungcheol seraya mengunyah cireng yang ke-2 nya.

“Mau layar lagi ya dia?” Tanya Jeonghan.

Belum sempat Seungcheol menjawab, Soonyoung menginterupsinya dengan pertanyaan polosnya.

“Ayah Ayih tuh, ngomongin siapa sih?” Tanya Soonyoung dengan mata yang mengedip bingung.

Jeonghan dan Seungcheol yang mendengar hal itupun saling bertatapan. Jeonghan yang mendapat tatapan itu pun akhirnya menjawab, “itu loh, sahabatnya Ayah. Anak buahnya Ayah juga, Nyong. Inget ga, pas Ayah kena badai terus Nyong nangis ngeliat Ayah panik dan akhirnya di diemin sama temen Ayah?” Tanya Jeonghan seraya menatap sang anak yang sedang berpikir.

“Ohh, inget. Itu siapa?”

“Itu om Seokmin, sahabatnya Ayah. Udah inget 'kan?” Jelas Jeonghan.

“Iya, terus kenapa?” Tanya Soonyoung bingung.

“Besok kita di undang bukber ke rumah mereka. Kamu ikut ya, Nyong. Ga ada kuliah, 'kan?” Jelas Seungcheol.

“Ga ada sih, Yah. Emang dimana rumahnya?”

“Ada pokoknya, besok liat aja ya.” Jawab Seungcheol dengan kedipan matanya.

“Lagipula, mereka punya anak seumuran kamu kok. Walaupun emang dia kating kamu di kampus.” Lanjut Seungcheol seraya menyeruput teh panas yang sudah setengah gelas itu.

“Kating? Satu fakultas sama aku?”

“Iya, kata Shua sih. Besok kamu tanya aja. Siapa tau kenal.”

“Oh.. oke deh, Yah.”


Siapa yang kangen mas bihun?

“Think back on yesterday, remember me this way.”

—Remember Me This Way, Jordan Hill.

#MasBihun part. 7


“Dek, bantuin bawa belanjanya dulu ini.” Titah Jeonghan pada anak semata wayangnya— Soonyoung.

“Iyaa, sebentar ayih, ini lagi ambil desinfektan duluu.” Teriak Soonyoung dari arah dapur.

Soonyoung segera berlari menghampiri sang ayah ketika benda yang ia cari berhasil ditemukan.

“Tumben banyak banget belanjanya?” Tanya Soonyoung heran sekaligus kaget melihat belanjaan sang ayah terlampau banyak.

“Ya kan mau puasa, gimana sih?” Jawab Jeonghan dengan pandangan aneh akibat pertanyaan sang anak.

“Kan belum ketuk palu?” Sahut Soonyoung seraya menyemprotkan cairan desinfektan pada seluruh barang belanjaan sang ayah.

“Yaudahhh, persiapan aja apa salahnya?—” jawab Jeonghan yang sedari tadi keluar masuk untuk membawa belanjaannya.

“Udah sana bawain, tata juga di kulkas sama laci dapur yaa, ayih mau mandi dulu. Sekalian bikinin teh panas buat ayah ya, nyong.” Ucap Jeonghan seraya berlalu ke arah kamar mandi.

“Baik, tuan.” Jawab Soonyoung mendramatisir.

Jeonghan yang mendengar jawaban sang anak pun tergelak seraya membalas, “Alay kamu!” Teriak Jeonghan di dalam kamar mandi.

“Turunan Ayihhh!!” Jawab Soonyoung dengan teriakan kencangnya.

Jeonghan yang memang dasarnya jail pun tergelak geli dan kembali membalas, “Siapa Ayih? Ga kenal tuh!!” Teriak Jeonghan dengan suara tawanya.

“Nyebelinnn!!!” Teriak Soonyoung kesal karena dijahili oleh sang ayah.

Seungcheol yang baru saja masuk pun terlonjak kaget mendengar sahut-sahutan sang suami dan anaknya.

“Apa sih dek, kok teriak-teriak?” Tanya Seungcheol heran seraya melepaskan sepatunya.

“Itu, Ayih!” Adu Soonyoung dengan bibir yang mengerucut kesal.

“Kenapa?” Tanya Seungcheol seraya menghampiri Soonyoung dan mengelus lembut kepala sang anak.

“Nyebelin!” Balas Soonyoung.

“Diapain lagi sama, Ayih?” Tanya Seungcheol dengan kekehannya dan segera membantu Soonyoung untuk membawa barang-barang yang masih tergeletak di lantai ruang tamu.

“Nih! Liat! Disuruh bawa barang banyak banget, mana sendirian. Tadi kan Ayih enak, dibantu sama Ayah.” Jawab Soonyoung mengadu.

Jeonghan yang baru selesai mandi pun lantas mendengar curhatan sang anak dan menimpali, “ngaduuu terosssss, dasar anak Ayah!” Ujarnya seraya memeletkan lidahnya bermaksud mengejek dan segera berlalu setelah mendengar teguran sang suami.

Seungcheol yang melihat itu pun hanya menggelengkan kepalanya maklum. Ia sudah memaklumi tingkat kejahilan sang suami dan segera membantu Soonyoung ketika menyimpan sarden di kabinet dapur.

“Ini 'kan Ayah bantu, sudah jangan cemberut terus. Nanti bibirnya jatoh.” Ucap Seungcheol diikuti oleh kekehannya.

“Ayahhh!!”

“Hahaha. Iyaa, iya, Ayah mandi dulu ya? Nanti Ayah bantu lagi.” Ucap Seungcheol seraya mengacak surai lembut sang anak.

“Hmm, nanti aku buatin teh panas kesukaan Ayah sama cireng gorengg!!” Jawab Soonyoung antusias dengan matanya yang menyipit karena tersenyum senang.

“Siapp, bos kecil! Yang enak ya gorengnya!” Teriak Seungcheol dari dalam kamar mandi.

“Wokeee, bos!!”

Jeonghan yang melihat interaksi kedua orang kesayangannya pun tersenyum lembut.

“Biar Ayih yang goreng, Nyongi lanjutin aja beres-beres nya.” Ujar Jeonghan tiba-tiba yang membuat Soonyoung terperanjat kaget.

“Ayih! Kebiasaan! Ngagetin tau!”

“Lebayy~”

“Ayihh!!”

“Hahahahahaha”


Seungcheol yang baru selesai mandi pun tersenyum hangat melihat interaksi suami dan anaknya, “semoga kalian tetap seperti ini ya” batin Seungcheol.

“Sudah selesai, dek?”

“Sudahh!! Tadi dibantu Ayih sedikit.” Jawab Soonyoung seraya menyodorkan teh panas kesukaan sang ayah dihadapannya.

“Makasih, adek.” Ujar Seungcheol lembut.

“Kembali kasih, Ayah!!”

Seungcheol segera menyeruput minuman kesukaannya, iya, dia lebih suka teh panas dibandingkan teh hangat. Seungcheol juga lebih suka tawar dibandingkan manis.

Pada dasarnya memang ia sedang mengurangi makanan yang manis-manis karena demi kesehatannya.

“Kalian masih kenal Seokmin dan Joshua 'kan?” Tanya Seungcheol seraya mengambil cireng kesukaannya dan melahapnya.

“Iyalah, Cheol!! Kamu ketemu mereka?” Jawab Jeonghan antusias.

“Iya, ketemu tadi di kantin kantor, kayanya abis ngurusin berkas.” Jawab Seungcheol seraya mengunyah cireng yang ke-2 nya.

“Mau layar lagi ya dia?” Tanya Jeonghan.

Belum sempat Seungcheol menjawab, Soonyoung menginterupsinya dengan pertanyaan polosnya.

“Ayah Ayih tuh, ngomongin siapa sih?” Tanya Soonyoung dengan mata yang mengedip bingung.

Jeonghan dan Seungcheol yang mendengar hal itupun saling bertatapan. Jeonghan yang mendapat tatapan itu pun akhirnya menjawab, “itu loh, sahabatnya Ayah. Anak buahnya Ayah juga, Nyong. Inget ga, pas Ayah kena badai terus Nyong nangis ngeliat Ayah panik dan akhirnya di diemin sama temen Ayah?” Tanya Jeonghan seraya menatap sang anak yang sedang berpikir.

“Ohh, inget. Itu siapa?”

“Itu om Seokmin, sahabatnya Ayah. Udah inget 'kan?” Jelas Jeonghan.

“Iya, terus kenapa?” Tanya Soonyoung bingung.

“Besok kita di undang bukber ke rumah mereka. Kamu ikut ya, Nyong. Ga ada kuliah, 'kan?” Jelas Seungcheol.

“Ga ada sih, Yah. Emang dimana rumahnya?”

“Ada pokoknya, besok liat aja ya.” Jawab Seungcheol dengan kedipan matanya.

“Lagipula, mereka punya anak seumuran kamu kok. Walaupun emang dia kating kamu di kampus.” Lanjut Seungcheol seraya menyeruput teh panas yang sudah setengah gelas itu.

“Kating? Satu fakultas sama aku?”

“Iya, kata Shua sih. Besok kamu tanya aja. Siapa tau kenal.”

“Oh.. oke deh, Yah.”


Siapa yang kangen mas bihun?

“Think back on yesterday Remember me this way”

—Remember Me This Way, Jordan Hill.

#MasBihun part. 7


“Dek, bantuin bawa belanjanya dulu ini.” Titah Jeonghan pada anak semata wayangnya— Soonyoung.

“Iyaa, sebentar ayih, ini lagi ambil desinfektan duluu.” Teriak Soonyoung dari arah dapur.

Soonyoung segera berlari menghampiri sang ayah ketika benda yang ia cari berhasil ditemukan.

“Tumben banyak banget belanjanya?” Tanya Soonyoung heran sekaligus kaget melihat belanjaan sang ayah terlampau banyak.

“Ya kan mau puasa, gimana sih?” Jawab Jeonghan dengan pandangan aneh akibat pertanyaan sang anak.

“Kan belum ketuk palu?” Sahut Soonyoung seraya menyemprotkan cairan desinfektan pada seluruh barang belanjaan sang ayah.

“Yaudahhh, persiapan aja apa salahnya?—” jawab Jeonghan yang sedari tadi keluar masuk untuk membawa belanjaannya.

“Udah sana bawain, tata juga di kulkas sama laci dapur yaa, ayih mau mandi dulu. Sekalian bikinin teh panas buat ayah ya, nyong.” Ucap Jeonghan seraya berlalu ke arah kamar mandi.

“Baik, tuan.” Jawab Soonyoung mendramatisir.

Jeonghan yang mendengar jawaban sang anak pun tergelak seraya membalas, “Alay kamu!” Teriak Jeonghan di dalam kamar mandi.

“Turunan Ayihhh!!” Jawab Soonyoung dengan teriakan kencangnya.

Jeonghan yang memang dasarnya jail pun tergelak geli dan kembali membalas, “Siapa Ayih? Ga kenal tuh!!” Teriak Jeonghan dengan suara tawanya.

“Nyebelinnn!!!” Teriak Soonyoung kesal karena dijahili oleh sang ayah.

Seungcheol yang baru saja masuk pun terlonjak kaget mendengar sahut-sahutan sang suami dan anaknya.

“Apa sih dek, kok teriak-teriak?” Tanya Seungcheol heran seraya melepaskan sepatunya.

“Itu, Ayih!” Adu Soonyoung dengan bibir yang mengerucut kesal.

“Kenapa?” Tanya Seungcheol seraya menghampiri Soonyoung dan mengelus lembut kepala sang anak.

“Nyebelin!” Balas Soonyoung.

“Diapain lagi sama, Ayih?” Tanya Seungcheol dengan kekehannya dan segera membantu Soonyoung untuk membawa barang-barang yang masih tergeletak di lantai ruang tamu.

“Nih! Liat! Disuruh bawa barang banyak banget, mana sendirian. Tadi kan Ayih enak, dibantu sama Ayah.” Jawab Soonyoung mengadu.

Jeonghan yang baru selesai mandi pun lantas mendengar curhatan sang anak dan menimpali, “ngaduuu terosssss, dasar anak Ayah!” Ujarnya seraya memeletkan lidahnya bermaksud mengejek dan segera berlalu setelah mendengar teguran sang suami.

Seungcheol yang melihat itu pun hanya menggelengkan kepalanya maklum. Ia sudah memaklumi tingkat kejahilan sang suami dan segera membantu Soonyoung ketika menyimpan sarden di kabinet dapur.

“Ini 'kan Ayah bantu, sudah jangan cemberut terus. Nanti bibirnya jatoh.” Ucap Seungcheol diikuti oleh kekehannya.

“Ayahhh!!”

“Hahaha. Iyaa, iya, Ayah mandi dulu ya? Nanti Ayah bantu lagi.” Ucap Seungcheol seraya mengacak surai lembut sang anak.

“Hmm, nanti aku buatin teh panas kesukaan Ayah sama cireng gorengg!!” Jawab Soonyoung antusias dengan matanya yang menyipit karena tersenyum senang.

“Siapp, bos kecil! Yang enak ya gorengnya!” Teriak Seungcheol dari dalam kamar mandi.

“Wokeee, bos!!”

Jeonghan yang melihat interaksi kedua orang kesayangannya pun tersenyum lembut.

“Biar Ayih yang goreng, Nyongi lanjutin aja beres-beres nya.” Ujar Jeonghan tiba-tiba yang membuat Soonyoung terperanjat kaget.

“Ayih! Kebiasaan! Ngagetin tau!”

“Lebayy~”

“Ayihh!!”

“Hahahahahaha”


Seungcheol yang baru selesai mandi pun tersenyum hangat melihat interaksi suami dan anaknya, “semoga kalian tetap seperti ini ya” batin Seungcheol.

“Sudah selesai, dek?”

“Sudahh!! Tadi dibantu Ayih sedikit.” Jawab Soonyoung seraya menyodorkan teh panas kesukaan sang ayah dihadapannya.

“Makasih, adek.” Ujar Seungcheol lembut.

“Kembali kasih, Ayah!!”

Seungcheol segera menyeruput minuman kesukaannya, iya, dia lebih suka teh panas dibandingkan teh hangat. Seungcheol juga lebih suka tawar dibandingkan manis.

Pada dasarnya memang ia sedang mengurangi makanan yang manis-manis karena demi kesehatannya.

“Kalian masih kenal Seokmin dan Joshua 'kan?” Tanya Seungcheol seraya mengambil cireng kesukaannya dan melahapnya.

“Iyalah, Cheol!! Kamu ketemu mereka?” Jawab Jeonghan antusias.

“Iya, ketemu tadi di kantin kantor, kayanya abis ngurusin berkas.” Jawab Seungcheol seraya mengunyah cireng yang ke-2 nya.

“Mau layar lagi ya dia?” Tanya Jeonghan.

Belum sempat Seungcheol menjawab, Soonyoung menginterupsinya dengan pertanyaan polosnya.

“Ayah Ayih tuh, ngomongin siapa sih?” Tanya Soonyoung dengan mata yang mengedip bingung.

Jeonghan dan Seungcheol yang mendengar hal itupun saling bertatapan. Jeonghan yang mendapat tatapan itu pun akhirnya menjawab, “itu loh, sahabatnya Ayah. Anak buahnya Ayah juga, Nyong. Inget ga, pas Ayah kena badai terus Nyong nangis ngeliat Ayah panik dan akhirnya di diemin sama temen Ayah?” Tanya Jeonghan seraya menatap sang anak yang sedang berpikir.

“Ohh, inget. Itu siapa?”

“Itu om Seokmin, sahabatnya Ayah. Udah inget 'kan?” Jelas Jeonghan.

“Iya, terus kenapa?” Tanya Soonyoung bingung.

“Besok kita di undang bukber ke rumah mereka. Kamu ikut ya, Nyong. Ga ada kuliah, 'kan?” Jelas Seungcheol.

“Ga ada sih, Yah. Emang dimana rumahnya?”

“Ada pokoknya, besok liat aja ya.” Jawab Seungcheol dengan kedipan matanya.

“Lagipula, mereka punya anak seumuran kamu kok. Walaupun emang dia kating kamu di kampus.” Lanjut Seungcheol seraya menyeruput teh panas yang sudah setengah gelas itu.

“Kating? Satu fakultas sama aku?”

“Iya, kata Shua sih. Besok kamu tanya aja. Siapa tau kenal.”

“Oh.. oke deh, Yah.”


Siapa yang kangen mas bihun?

Pada Akhirnya,

Berada di sampingmu sambil mendengar napasmu adalah kebahagiaan.

Kehadiranmu di dunia ini adalah alasan aku ada di sini.—Na Tae Joo

#MasBihun part. 6


Sepulang dari kantornya, Seungcheol langsung bergegas menjemput Jeonghan yang berada di toko. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang karena hari ini ia cukup lelah.

Sebelumnya, ia sudah menghubungi Jeonghan dan mengatakan bahwa dirinya sedikit terlambat untuk menjemputnya.

Kerjaan yang hectic, dan nilai-nilai mahasiswanya yang belum ia input membuat dirinya menghela napas beratnya— lelah. Belum lagi ia sudah lama tidak check up kesehatannya. Jeonghan sudah menyuruhnya untuk check up, namun ia selalu membantah bahwa ia baik-baik saja.

____

Sudah 2 jam ia di jalanan ibu kota, rasa lelah itu tak bertahan lama setelah akhirnya ia sampai pada tujuannya. Seungcheol menarik rem tangan mobilnya seraya meraih ponsel yang berada di jok penumpang dan segera mematikan mesinnya.

Seungcheol melihat dari luar toko, bagaiman Jeonghan merapikan tokonya dengan terburu-buru. Menampilkan senyuman kecil ketika ia melihat Jeonghan merapikan tokonya dengan sungutan kecil.

Biasanya ia dibantu oleh sang anak, namun kali ini ia harus sendiri membereskannya.

Seungcheol masih tersenyum sampai Jeonghan menyadari bahwa sang suami sudah menjemputnya. Segera Jeonghan keluar dan mengunci pintu tokonya seraya tersenyum manis.

“Sudah lama kamu di luar?” Tanya Jeonghan tepat setelah ia sampai dihadapannya.

“Baru saja, sudah semua? Di kunci dengan benar kan?”

“Sudah! Oh iya, besok udah mulai puasa. Otomatis malam ini sahur kan? Kamu mau makan apa pas sahur? Terus menu buka puasanya apa?” Tanya Jeonghan dengan antusias.

“Apa aja deh Han, tapi jangan lupa buat buka puasa—”

“Es buah. Itu mah aku hapal di luar kepala, Cheol~” jawab Jeonghan seraya tersenyum senang.

“Sop ayam aja ya? Mau kan? Di bolehin kan sama dokter?

“Boleh, kan itu sayur bening, Han. Boleh kok.”

“Okeeyy deh, kita ke supermarket dulu aja kali ya sekarang?”

“Boleh, aku nebus vitamin dulu tapi,” Jeda Seungcheol seraya menyalakan sein mobilnya.

“Oh iya, nanti aku mau ngobrol sama kamu dan nyong di rumah.” Lanjut Seungcheol.

“Loh ini kan lagi ngobrol?” Tanya Jeonghan heran seraya menatap sang suami.

Seungcheol yang ditatap pun tersenyum kecil seraya mengacak lembut surai Jeonghan. “Sekalian aja, aku males ngulang lagi. Kamu kan lemot, Han.”

Jeonghan yang mendengar itu pun langsung memukul bahu Seungcheol dengan keras, membuat sang korban meringis pelan dan terkekeh gemas melihat sang suami cemberut.

“Ihh!! Enak aja! Aku ga lemot ya! Kamu tuh yang lemot, huh!” Keluh Jeonghan dengan memalingkan wajahnya ke luar jendela.

“Hahaha, iya ga lemot. Walaupun lemot juga aku tetap cinta.”

“Cih, ga mempan.”

“Yaudah, nanti ga aku beliin bahan-bahan buat ngerajut.”

Jeonghan yang mendengar itu pun langsung menengok ke arah Seungcheol dengan mata yang memohon.

Ya allah, gemes banget.. batin Seungcheol, setelah melirik sang suami.

“Tapi kamu kan udah janji..”

“Kamunya gitu.”

“Jangan dibatalin.. nanti aku sedih..”

“Hahh, iya-iya. Bisa banget ngerayunya.”

“Hihihi, sayangg Cheol~” sahut Jeonghan seraya memeluk Seungcheol dari samping.

“Sayang kamu juga.” Balas Seungcheol seraya memeluk bahu kecil Jeonghan dan mengecup lembut surai suami manisnya itu.

Sehat terus ya, Han. kamu harus kuat. Waktuku udah ga banyak, Han.

—To be Continued—


Sedih banget kalo lagi bikin narasi Seungcheol – Jeonghan 😔

Pada Akhirnya,

Berada di sampingmu sambil mendengar napasmu adalah kebahagiaan.

Kehadiranmu di dunia ini adalah alasan aku ada di sini.—Na Tae Joo

#MasBihun part. 6


Sepulang dari kantornya, Seungcheol langsung bergegas menjemput Jeonghan yang berada di toko. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang karena hari ini ia cukup lelah.

Sebelumnya, ia sudah menghubungi Jeonghan dan mengatakan bahwa dirinya sedikit terlambat untuk menjemputnya.

Kerjaan yang hectic, dan nilai-nilai mahasiswanya yang belum ia input membuat dirinya menghela napas beratnya— lelah. Belum lagi ia sudah lama tidak check up kesehatannya. Jeonghan sudah menyuruhnya untuk check up, namun ia selalu membantah bahwa ia baik-baik saja.

____

Sudah 2 jam ia di jalanan ibu kota, rasa lelah itu tak bertahan lama setelah akhirnya ia sampai pada tujuannya. Seungcheol menarik rem tangan mobilnya seraya meraih ponsel yang berada di jok penumpang dan segera mematikan mesinnya.

Seungcheol melihat dari luar toko, bagaiman Jeonghan merapikan tokonya dengan terburu-buru. Menampilkan senyuman kecil ketika ia melihat Jeonghan merapikan tokonya dengan sungutan kecil.

Biasanya ia dibantu oleh sang anak, namun kali ini ia harus sendiri membereskannya.

Seungcheol masih tersenyum sampai Jeonghan menyadari bahwa sang suami sudah menjemputnya. Segera Jeonghan keluar dan mengunci pintu tokonya seraya tersenyum manis.

“Sudah lama kamu di luar?” Tanya Jeonghan tepat setelah ia sampai dihadapannya.

“Baru saja, sudah semua? Di kunci dengan benar kan?”

“Sudah! Oh iya, besok udah mulai puasa. Otomatis malam ini sahur kan? Kamu mau makan apa pas sahur? Terus menu buka puasanya apa?” Tanya Jeonghan dengan antusias.

“Apa aja deh Han, tapi jangan lupa buat buka puasa—”

“Es buah. Itu mah aku hapal di luar kepala, Cheol~” jawab Jeonghan seraya tersenyum senang.

“Sop ayam aja ya? Mau kan? Di bolehin kan sama dokter?

“Boleh, kan itu sayur bening, Han. Boleh kok.”

“Okeeyy deh, kita ke supermarket dulu aja kali ya sekarang?”

“Boleh, aku nebus vitamin dulu tapi,” Jeda Seungcheol seraya menyalakan sein mobilnya.

“Oh iya, nanti aku mau ngobrol sama kamu dan nyong di rumah.” Lanjut Seungcheol.

“Loh ini kan lagi ngobrol?” Tanya Jeonghan heran seraya menatap sang suami.

Seungcheol yang ditatap pun tersenyum kecil seraya mengacak lembut surai Jeonghan. “Sekalian aja, aku males ngulang lagi. Kamu kan lemot, Han.”

Jeonghan yang mendengar itu pun langsung memukul bahu Seungcheol dengan keras, membuat sang korban meringis pelan dan terkekeh gemas melihat sang suami cemberut.

“Ihh!! Enak aja! Aku ga lemot ya! Kamu tuh yang lemot, huh!” Keluh Jeonghan dengan memalingkan wajahnya ke luar jendela.

“Hahaha, iya ga lemot. Walaupun lemot juga aku tetap cinta.”

“Cih, ga mempan.”

“Yaudah, nanti ga aku beliin bahan-bahan buat ngerajut.”

Jeonghan yang mendengar itu pun langsung menengok ke arah Seungcheol dengan mata yang memohon.

“Ya allah, gemes banget..” batin Seungcheol, setelah melirik sang suami.

“Tapi kamu kan udah janji..”

“Kamunya gitu.”

“Jangan dibatalin.. nanti aku sedih..”

“Hahh, iya-iya. Bisa banget ngerayunya.”

“Hihihi, sayangg Cheol~” sahut Jeonghan seraya memeluk Seungcheol dari samping.

“Sayang kamu juga.” Balas Seungcheol seraya memeluk bahu kecil Jeonghan dan mengecup lembut surai suami manisnya itu.

Sehat terus ya, Han. kamu harus kuat. Waktuku udah ga banyak, Han.

—To be Continued—


Sedih banget kalo lagi bikin narasi Seungcheol – Jeonghan 😔

Pertemuan Singkat

#MasBihun part. 5


Jihoon datang masih cukup pagi, di kelasnya pun masih sepi. Jihoon yang pada dasarnya berperut karung pun akhirnya turun kembali untuk membeli bubur.

Mang, hijinya. Nu biasa weh.¹”

Siap A!

Selagi menunggu, Jihoon duduk di bangku plastik yang disediakan. Jihoon mempunyai kebiasaan memperhatikan sekitar. Entah karena jurusannya yang mengharuskan memahami sekitar atau memang dirinya saja yang terlalu peka.

“Bang, satu ya. Ga pake sambel, kacang goreng, sama bawang goreng. Pake sate usus ya bang.”

Jihoon yang mendengar suara itu pun menoleh, riweuh teuing aisia², pikir Jihoon seraya memperhatikan gerak-gerik lelaki itu.

Perhatiannya teralih akibat sepupunya berteriak kencang.

“Mas Ji!” Teriak Seungkwan seraya berlari kecil untuk sampai ke depan Jihoon.

“Kenapa?” Tanya Jihoon dengan dahi yang mengerenyit bingung.

“Mas yang harus aku tanya gitu! Mas yang ngapain?” Tanya Seungkwan sewot.

“Ya, beli bubur? Kenapa sih?”

“Emang bekelnya ga di makan? Ga enak ya?”

“Ya enak lah! Buat istirahat kedua aja itu. Lagi pula ga bakal basi kan?” Jawab Jihoon sewot.

“Engga sih, emang Mas Ji ga belum makan?”

“Udah, terus laper lagi.” Jawab Jihoon santai seraya melihat abang bubur yang sedang meracik buburnya.

“Dih, perut karung dasar!”

“Biarin, kenapa sih? Kok nyamperin?”

“Ehehehe, Mas Jiiiunnn~” ujar Seungkwan dengan suara rayunya.

“Apa?”

“Bagi wang! Aku lupa minta pipoy hehe~” jawab Seungkwan dengan mata berbinar lucu.

“Ya elah bilang aja minta duit! Nih, cukup ga?” Ujar Jihoon dengan mata yang memutar malas seraya merogoh kantongnya dan memberikan Seungkwan 2 lembar uang berwarna biru.

“Cukup! Makasih, Mas Ji! Byeee!~” jawab Seungkwan dengan semangat dan segera berlari tanpa mendengar balasan Jihoon.

“Bocah.” Decih Jihoon dan melirik buburnya yang sedari tadi belum selesai di racik.

Mang, ieu punya urang lain?³” ujar Jihoon seraya menunjuk buburnya.

Muhun, A. Ieu punya Aa, kelanya.⁴” ujar abang bubur seraya membungkus bubur Jihoon dan Soonyoung.

Tah, ieu A, punya Aa. Nah ieu punya Aanya.*” Ujar abang bubur seraya memberikan masing-masing bubur pesanan mereka.

“Nuhun mang/makasih bang.” Ujar mereka berdua berbarengan seraya membayar makanan mereka.

Atuh, meuni bebarengan kitu.**” goda abang bubur kearah Jihoon dengan mengedipkan sebelah matanya.

Naon sih mang, tos atuhlah, nuhun mang.***” Ujar Jihoon seraya terkekeh dan segera berlalu begitu ia mendapatkan kembaliannya.


Author notes ¹ bang, satu ya, yang biasa. ² ribet banget sih lu (sunda kasar) ³ bang ini punya saya bukan? ⁴ iya, bang, ini punya abang, sebentar ya. * Nah ini punya abang, yang ini punya abangnya. ** Aduh, sampe barengan gitu *** Apasih bang, udahlah, makasih bang.

Little White Lies


#MasBihun Part. 4


Seungcheol memasukkan mobilnya ke garasi setelah ia membuka gerbang rumahnya, dan disaat itu pula ia melihat Jeonghan membuka pintu utamanya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Seungcheol mengerenyit heran melihat ekspresi Jeonghan yang kusut itu.

Ah, mungkin ada masalah yang sulit diselesaikan. Pikir Seungcheol.

Tanpa memikirkan ekspresi Jeonghan, ia menghampiri sang suami dan menyapanya.

“Hai Han, aku pulang.” Ujarnya tersenyum seraya mengecup pelan dahi suaminya.

“Iya, mau minum apa?” Tanya Han dengan membantu Seungcheol membawa barang bawaannya.

“Seperti biasa, teh panas saja.”

Jeonghan yang mendengar hal itu hanya menghela napasnya lelah. Ia ingin sekali bertanya mengenai obat yang ditemuinya, tetapi ia tak berani.

“Hm, oke. Kau mandi saja dulu. Aku akan menyiapkannya.”

“Oke, terima kasih sayang. Si gemas kemana?”

“Tidur di kamarnya.”

“Oke lah. Aku mandi dulu yaa~”

“Hmm..”

Setelah membersihkan diri, Seungcheol melangkahkan kakinya ke kamar sang anak.

Dengan handuk ditangannya, ia membuka pelan pintu kamar Soonyoung.

Ia terkekeh pelan melihat sang anak masih tertidur pulas dengan gaya yang mengenaskan. Melihat anaknya baik-baik saja, ia segera menutup kembali pintu kamar itu dengan perlahan.

Melanjutkan langkahnya seraya bersenandung, ia menghampiri sang suami yang masih menampilkan wajah kusutnya di dapur.

“Hey, kau kenapa?” Ujarnya seraya duduk perlahan dan menyampirkan handuknya di samping kursi yang ia duduki.

“Ini minumnya.” Jeonghan tidak menjawab pertanyaan Seungcheol, ia hanya memperhatikan kegiatan yang sedang dilakukan Seungcheol.

Jeonghan menatap Seungcheol menyelidik. Ia ragu ingin bertanya karena melihat suaminya sangat kelelahan.

“Bagaimana harimu?” Tanya Jeonghan seraya mendudukkan dirinya.

“Sedikit melelahkan, jalanan macet dan air sedang pasang tadi. Jadi ya, mau tidak mau harus melewati genangan air laut.” Ujar Seungcheol seraya meminum tehnya.

“Dan aku langsung mencuci mobil tadi. Makanya aku agak telat pulangnya.” Tambah Seungcheol seraya melirik wajah Jeonghan.

“Kalau kau bagaimana, Han? Ada masalah apalagi di toko?” Lanjut Seungcheol.

“Hmm, ada sedikit masalah dan itu mudah teratasi.” Singkat Jeonghan.

Hening.

Itulah keadaan di ruang makan keluarga Choi Seungcheol.

Dengan perlahan Jeonghan memberanikan dirinya untuk memanggil Seungcheol.

“Cheol..”

Mendengar namanya dipanggil, Seungcheol pun langsung menoleh.

“Kenapa Han?”

“Aku ingin bertanya,” Ragu Han.

“Tapi kamu jangan marah..” Lanjutnya.

Seungcheol yang mendengar intonasi berbeda dari Jeonghan pun langsung menegakkan posisi duduknya untuk mendengarkan pertanyaan Jeonghan.

“Mau nanya apa?”

Perlahan Jeonghan mengambil obat yang ia temui di saku celananya dan meletakkan obat tersebut di meja.

Jeonghan melirik ekspresi wajah suaminya.

“Ada yang berbeda..” Pikir Han.

“Itu obat apa, Cheol?”

“Kamu menemukannya dimana?”

“Di saku celanamu kemarin.”

Mendengar hal itu Seungcheol menghela napasnya berat. Dengan perlahan ia mengambil obatnya dan menyimpannya kembali di saku celananya.

“Hanya vitamin, Han. Tak perlu khawatir.” Ujar Seungcheol seraya memegang tangan Jeonghan dan mengusapnya perlahan.

“Kamu tidak menyembunyikan sesuatu kan, Seungie?”

Mendengar hal itu Seungcheol hanya tersenyum tipis.

“Tidak Han, aku tidak menyembunyikan sesuatu.” Ujar Seungcheol seraya mengusap perlahan tangan yang ia genggam untuk meyakinkan.

Maaf aku bohong, Han. Ini demi kita semua.

Choi's


#MasBihun Part 3


Pukul 5 pagi di kediaman Keluarga Choi sudah tampak hidup. Han, selaku seseorang yang memberikan kehidupan tengah sibuk memotong sayur-sayuran di dapurnya.

Dengan suara lantangnya ia meneriakkan sang anak. “SOONYOUNG! KAMU TIDAK BERANGKAT KULIAH? INI SUDAH PUKUL SETENGAH 6 PAGI!!” Teriaknya seraya memasukan bahan-bahan masakan ke dalam panci yang berisikan golakan air mendidih.

Pernahkah orang tua kalian membangunkan anaknya seperti itu? Membangunkan anak-anaknya dengan suara lantang dan menambahkan waktu yang salah agar anaknya cepat bangun?

Jika iya, kalian sama berarti dengan Soonyoung.

“Iyaa!! Aku sudah bangun!!” Teriak sang anak di dalam kamarnya.

Mendengar hal itu, Jeonghan langsung melanjutkan acara memasaknya.

Saking sibuknya dengan kegiatan paginya, ia tidak merasakan seseorang memeluknya dari belakang.

“Hei sayang,” Ujar Seungcheol sang kepala keluarga.

“Oh, hai! Kau mengagetkan ku, Cheol.” Ujar Han sekaligus mengecup pelan pipi suaminya.

“Mau minum apa hari ini?” Lanjut Han.

“Hmm, teh tawar saja.” Ujar Seungcheol seraya memakan gorengan yang tersedia di meja makannya.

“Baiklah, agenda hari ini apa?” Ujar Han dengan tangan yang sibuk membuatkan minuman untuk sang suami.

“Hmm, mengajar 2 kelas di rumah. Kemudian ke TJ. Priok untuk menghadiri rapat.”

“Oh? Pulang sore berarti?” Ujar Han seraya memberikan minuman yang di pesan untuk sang suami.

“Yaa, begitulah. Rapat untuk menambah materi perkuliahan juga. Lumayan untuk uang tambahan sehari-hari.” Jawab Seungcheol dengan mengambil gorengan lagi untuk mengganjal perutnya.

“Kau mau kemana hari ini, Han?” Lanjut Seungcheol seraya memperhatikan Jeonghan yang sedang memasak.

“Aku akan ke toko kue sebentar, kemarin sedang banyak pesanan dan Jen sedikit kewalahan. Bolehkan?”

“Tentu saja boleh, nanti aku antar ya.”

“Tak perlu Seungcheol, kau kan nanti ada kelas.” Tolak Han lembut.

“Hm? Memangnya kau berangkat jam berapa?”

“Jam 9 pagi, agar sampai sana aku langsung membereskan masalahnya.”

“Tak apa, aku akan mengadakan tatap muka jam 10-an.”

“Aishh, aku tak masalah jika pergi sendiri, Cheol.”

“Aku juga tak masalah untuk mengantarmu?”

“Tapi kau ada kelas nanti Seungcheol. Mengertilah, aku masih bisa sendiri.” Ujar Han dengan suara tegasnya seraya menata makanan yang telah matang di meja makan.

“Kau tak ingat janjiku, Han? Jika aku masih ada, aku akan selalu mengantarmu kemana pun kau mau.”

“Aku tau, Cheol. Tapi kau sedang sibuk. Aku tak mau kau kelelahan.” Ujar Han lembut.

“Aku tidak kelelahan, buktinya aku masih disini.”

“Hah, baiklah. Terserah kau saja.” Ujar Han mengalah dan berlalu untuk mengetuk pintu sang anak.

Soonyoung di dalam kamarnya tentu saja mendengar perdebatan orang tuanya.

Sejujurnya, ia cukup lelah mendengar perdebatan hal tak penting yang sering diperdebatkan oleh orang tuanya.

Setelah mendengar langkah kaki yang sedang menuju kamarnya. Soonyoung langsung bergegas membereskan perlengkapan yang ingin di bawa dan membuka pintu kamarnya sebelum Han mengetuknya.

“Eh?! Kirain Ayih kamu tidur lagi.” Kaget Han, karena tiba-tiba melihat pintu terbuka sebelum ia mengetuk pintunya.

“Sudah Ayi, kan aku tadi sudah teriak hehe.”

“Baiklah kesayangan Ayih, mari kita makan. Ayih membuat masakan kesukaanmu kali ini.” Ujar Han antusias seraya merangkul sang anak untuk menuju meja makan.

Terlihat jelas di meja makan telah tertata makanan kesukaannya. Dengan tidak sabaran, Soonyoung berlari menuju sang ayah agar dapat duduk di sebelahnya.

“Selamatt pagii babehhku sayangg~ tumben udah ganteng. Mau kemana nihh??”

Mendengar ocehan sang anak, Seungcheol langsung terkekeh dan mengusak surai anak gemasnya.

“Mau ngajar dong, hari ini nyong ada kelas? Tumben udah rapih. Biasanya masih bau iler.”

“Ihh, nyong ga bau iler ya! Ayah kali tuh kalo tidur mangap mulu, jadinya ilernya keluar-keluar.” Ujarnya seraya mengambil gorengan dan mengerucutkan bibirnya.

“Eh?! Enak aja ya! Ga ada tuh ayah kaya gituu. Kamu kali itu mah!”

“Ih ayah! Aku ada fotonya! Nih!” Ujar Soonyoung seraya menunjukkan foto sang ayah yang tertidur di sofa ruang tamunya.

“Hehh!! Kurang ajar ya kamu, foto-foto ayah! Hapus ga?! Ayah piting ya kamu?!”

“Gak mauu wlee, ini sebagai ultimatum buat ayah kalo ayah ngelakuin sesuatu.” Ujar Soonyoung seraya berpindah ke kursi depan sang ayah untuk menghindari rangkulan dahsyat ayahnya.

Jangan lupakan Seungcheol—ayahnya adalah pensiunan AL. Jadi bayangkan saja sekuat apa pitingan sang ayah.

“Heish! Awas kau ya!” Ujar Seungcheol dengan gesit menjitak kepala sang anak.

“AYAHH! IH SAKITT, AYIH!! AYAH JITAK KEPALA AKUUU!!” Teriak sang anak mengadu.

“Cih, sunyongie tukang ngadu.”

“Ayihhhh!!!”

“Hei, hei, hentikan sudah. Cheol, kamu iseng banget sih bikin anaknya berisik.” Ujar Han yang datang dari dapur dengan membawa sisa makanan yang belum terbawa.

“Kamu juga Soon, jangan jahil sama ayahnya. Di bales aja, ngadu kan?” Lanjut Han dengan memberikan lauk pauk kedalam piring sang anak.

Mendengar hal itu, Soonyoung hanya mencebikkan bibirnya dan menerima makanan dari sang ayah.

Melihat sang anak yang gemas itu, Seungcheol langsung mengacak pelan rambut anaknya.

“Hei, gaperlu cemberut gitu. Bibirnya mau jatuh tuh.” Ujarnya seraya terkekeh.

“Cheol.”

“Baiklah, baiklah. Mari kita berdoa terlebih dahulu.”

Setelah berdoa dan memakan makanan yang tersedia. Jeonghan seraya membereskan bekas makanan mereka pun bertanya ke arah sang suami,

“Besok kau check up kan Cheol?”

“Hm? Iya, vitaminku sudah habis juga.”

“Baiklah, aku akan mengantarmu.”

“Tak perlu. Aku bisa sendiri.”

Hhh, lagi? Batin Soonyoung setelah mendengar pemicu perdebatan kedua orang tuanya.

“Kalau begitu Soonyoung yang akan mengantarmu.” Ujar Han dengan membawa piring kotor mereka ke dapur.

“Kau liburkan, Soon?!!” Lanjut Han berteriak dari arah dapur.

“Aku libur kok Yi!!”

“Tak perlu Soon, ayah akan pergi sendiri.”

Mendengar hal itu, Soonyoung mengerenyit bingung.

“Kenapa, yah? Lagi pula aku libur, aku bisa menemani ayah untuk check up?”

“Iya, antarkan saja ya ayahmu. Ayahmu itu sulit sekali jika salah satu dari kita ingin mengantarnya.” Sambar Han yang datang dari arah dapur dan duduk kembali untuk menghabiskan tehnya.

“Tidak perlu, tidak sekarang juga. Jika ingin mengantar, minggu depan saja, oke?”

“Terserah kau saja.” Ujar Han meninggalkan meja makan seraya membawa gelas kosongnya ke wastafel dan melanjutkan langkahnya ke arah kamar.

Mendengar pintu tertutup kencang, dua orang yang masih berada di meja makan menghela napasnya berat.

Selalu seperti ini jika Seungcheol akan check up. Tidak ada yang salah sebenarnya, hanya kurang komunikasi saja.

Melihat waktu yang semakin beranjak, Soonyoung segera berdiri dan berpamitan dengan sang ayah.

“Yah, nyongie berangkat dulu ya. Kalau ada apa-apa hubungi aku secepatnya, okey?” Ujar Soonyoung seraya menyalimi tangan sang ayah dan mengedipkan sebelah matanya genit.

“Hahaha, iya, baiklah. Hati-hati dijalan ya, doa ayah selalu menyertaimu.” Ujar Seungcheol seraya mengusap pelan surai sang anak dengan senyuman manisnya.

Melihat sang ayah tersenyum, Soonyoung langsung melebarkan senyumnya dan bergegas menuju motornya seraya berteriak,

“Okee ayah, terima kasih!! Aku sayang ayahh!! Aku berangkat ya, yah!”

“Iyaa! Hati-hati!”

Melihat motor sang anak telah melaju meninggalkan rumah, Seungcheol segera menutup pintu rumahnya dan menatap nanar pintu kamarnya.

“Aku tidak bermaksud untuk melarang kalian, tapi aku terlalu takut dengan kenyataan.” Batinnya melirih dan berjalan lesu ke ruang kantornya.