Zemirosa
—
Persetan dengan penjelasan, Zemira masih dengan egonya yang menggebu itu sama sekali tidak bisa ditembus dengan perkataan apapun. Ia terlalu kemakan dengan ego, keras kepala, batu, atau apalah kata yang lebih kasar untuk menggambarkan gadis yang tengah berdiri di balkon depan kelas.
Rasa khawatir sebenarnya terbesit, namun Zemira lebih memilih menepis perasaan itu, ia ingin bersikap egois.
“Ze,” seseorang menjajarinya.
Gadis itu terkejut, lantas memutar badan berniat pergi dari sana. Dengan cepat lengannya ditarik oleh Rosa.
“Gue mau ngomong.”
“Gue gak kenal lo.” Zemira berusaha menghempas genggamannya. “Lepasin gak?!” Ujarnya dingin.
“Sini.”
“Aduhhhh.”
Jika tak bisa mendapatkan perlakuan baik, maka inilah yang Rosa lakukan. Ia menarik Zemira untuk mengikuti dirinya. Rosa semakin mengeratkan tangannya, tak peduli dengan gadis yang tengah meronta dan mengaduh kesakitan.
Hingga sampai di parkiran, Rosa mendorong tubuh Zemira memaksanya untuk masuk ke dalam mobilnya. Tak mudah baginya untuk melemahkan gadis itu. Terjadilah aksi dorong mendorong di dekat pintu mobil, untung saja Rosa pernah mengikuti karate, lebih memudahkannya untuk melumpuhkan lawan.
“Diem gak lo?!”
“Apaan sih lo mau nyulik gue? Sakit anjing dasar cewek bar bar!!!” Teriak Zemira yang kedua tangannya berhasil dikunci oleh Rosa.
“Fiuh.” Rosa meniup poninya, kemudian mendudukkan Zemira dengan sedikit mendorongnya ke dalam mobil. “Gue mohon kerjasama lo. Diem. Dengerin gue, atau lo mau gue culik beneran?!”
Mendengar itu bibir Zemira mengerucut. Pintu mobil pun berhasil Rosa tutup.
Zemira tak menyangka, gadis yang ia anggap lemah lembut ternyata sangat berbeda. Bagaimana bisa kekasihnya—ralat, mantannya bisa jatuh cinta kepada gadis itu dulu?
“Lo mau ngajak gue kemana sih?!” Decak Zemira. “Gak sopan!”
Rosa yang fokus menyetir tak menjawab segala pertanyaan yang dilontarkan Zemira. Ia hanya terus memandang kearah jalanan kota.
Jalanan yang mulai renggang membuat Zemira bertanya-tanya akan dibawa kemana dirinya oleh gadis yang belum ia kenal ini.
“Sebelumnya gue minta maaf karna maksa lo gini tapi kalo gue gak kayak gini, lo pasti gak bakal mau gue ajak ngomong baik-baik.” Rosa menginterupsi.
“Hm.” Zemira hanya berdehem tak tertarik dengan basa-basi gadis disebelahnya.
“Kenalin, gue Rosa, mantannya Taeyong sekaligus—“
“Iya gue tau.”
Rosa menghela nafas ketika dirinya disela. “Sekaligus kakak ipar. Gue tunangan kakak sepupunya Taeyong.”
Zemira tentu saja terkejut, namun ia tak menunjukkannya. Ia hanya terus memandang bahu jalan dengan pipi yang menempel di jendela pintu mobil.
“Jangan salah paham sama posisi gue. Gue gak mau cerita apapun soal gimana Taeyong ke gue, gue cuma bilang kalo Taeyong sayang banget sama lo. Gak ada alesan lo mutusin dia sepihak kayak gini.”
“Tapi dia lebih butuh lo dari pada gue.” Ujar Zemira.
“Siapa bilang? Taeyong butuh lo, tapi dia—“
“Dia apa?”
Pernyataan Rosa yang menggantung membuat Zemira menoleh meminta kejelasan. Tidak. Rosa tidak bisa mengatakan segalanya, karena ia pun menghargai Zemira. Ia tidak akan mengatakan bahwa dirinya sangat tau tentang Taeyong karena itu akan melukai Zemira. Ia pun tidak akan mengatakan bahwa hilangnya Taeyong saat ini karena Zemira.
“Bilang aja. Gue gak akan marah.” Suara Zemira merendah. “Tujuan lo ketemu gue apa kalo gak ngomongin semua ke gue?”
“Sorry karena gue udah kasar nyikapin lo.”
Mendengar permintaan maaf dari Zemira, Rosa menepikan mobilnya.
“Kayaknya emosi lo udah turun. Gue boleh tanya sebenernya lo ke Taeyong tuh kenapa?” Tanya Rosa seraya menyerongkan duduknya sedikit menghadap Zemira.
Zemira mendengus. “Gara-gara lo.”
“Gue?” Tunjuk Rosa dengan telunjuknya. “Lo salah paham sama gue? Lo nganggep Taeyong selingkuh pasti kan?“
Gadis itu mengangguk ragu. “Sebenernya udah dari lama gue ngeraguin Taeyong. Ya karena gue sendiri juga takut.”
“Iya gue ngerti, tapi kenapa bisa?”
Zemira menghela nafas panjang, kemudian ia menceritakan saat dimana Renjun, Adiknya itu tak sengaja melihat Taeyong berjalan berdua dengan perempuan. Hari dimana Ayah dan Ibunya menemuinya. Hari dimana seharusnya Taeyonglah yang pergi kerumahnya kala itu.
Saat itu memang benar Taeyong sedang bersama dengan Rosa. Rosa membenarkannya. Kemudian Zemira menceritakan bagaimana dirinya terbakar api cemburu saat tau bahwa Rosa adalah mantan dari kekasihnya. Pergi bersama, menikmati waktu berdua, hingga mendapat kepercayaan sepenuhnya dari Taeyong, jujur saja Zemira pun menginginkan hal yang Rosa dapatkan namun tak ia dapatkan.
Zemira merasa dirinya menyedihkan ketika Taeyong lebih memilih mencurahkan segala hal kepada orang lain, ketimbang dirinya. Ia merasa menyedihkan karena tak bisa menjadi tempat Taeyong pulang.
Rosa mengangguk paham. Benar dugaannya, memang Zemira akan merasa seperti itu. Dengan berani ia mengusap lengan Zemira, mengubah situasinya lebih nyaman lagi.
Rosa pun akhirnya menceritakan segala hal tentang Taeyong. Bukan bermaksud pamer bahwa ia mengerti semua, tidak. Itu karena Zemira yang mendesaknya. Ia mengatakan segala hal tentang bagaimana Taeyong yang tak pernah absen untuk bercerita terkait Zemira, bagaimana ia pun selalu ingin benar-benar menjadikan Zemira sebagai rumahnya, dan masih banyak lagi.
“Gue gak bisa cerita banyak, biar Taeyong sendiri yang kasih tau alesan kenapa dia sampai sekarang belum berani seterbuka itu sama lo. Yang jelas gue sama lo udah clear nih ya?”
Zemira tersenyum simpul meski sudut matanya membasah. Ia mengangguk. “Lo ternyata gak seperti yang gue bayangin. Makasih, dan maaf sekali lagi.”
“Lo sebenernya mau putusin Taeyong beneran?”
Zemira menggeleng. “Sekarang dia dimana?” Tanyanya mengingat Doyoung mengatakan bahwa Taeyong menghilang.
“Gue gak tau. Dia gak bisa dihubungi sekarang.”
Sesak. Dadanya serasa diremat mendengar itu.
“U-udah berapa lama?”
Rosa menggeleng. “Kalo dugaan gue bener, dia gak balik ke kos dari hari lo putusin dia. Terakhir dia nganter gue pulang, abis gitu udah dia gak ada kabar sampe sekarang.”
“Mendung ini gue anter lo balik, Ze. Rumah lo di daerah mana?” Tanya Rosa sembari menyalakan kembali mesin mobilnya.
Sepanjang perjalanan, Zemira sama sekali tak bisa diam. Kakinya terus mengetuk-ngetuk, sedang ia asik menggigiti kuku jarinya. Paham dengan itu, Rosa mengusap kembali lengan Zemira.
“Coba lo hubungi Taeyong.”
“Gue ngeblock dia.”
“Ya diunblock lah anjir jangan bikin gue marah deh.”
“Gue malu mau chat.”
“Ya elahhhh lo lebih mentingin malu lo apa khawatir lo sih??? Lebih mentingin rasa malu dari pada keberadaan Taeyong?!”