Barangkali, meski Laura masih disebut dangkal pengetahuan untuk terjun ke dunia sastra, tetapi waktu itu dia pernah membaca artikel. Sebuah parafrase di mana menulis dengan gaya tulisan berbeda tentang puisi “Aku” dari Chairil Anwar tanpa mengubah makna sebenarnya.
Kalau tidak salah, kutipannya begini,
“Aku tidak peduli dengan semua yang sedang terjadi, tidak peduli dengan bagaimana orang lain memandang dan menilaiku. Meski tubuhku sudah tidak ada lagi di dunia ini, tapi namaku akan tetap hidup hingga seribu tahun lagi. Karyaku akan terus dikenang dan dikenal melebihi zamanku.”
Laura masih ingat dengan jelas tentang itu karena jika dia larut dalam lamunan, ia akan tiba-tiba memikirkan, “Bagaimana ya rasanya terkenang meski sudah pergi? Nama tetap hidup meski raga sudah mati? Dan diingat oleh setiap insan, meski kita sudah tak mampu lagi mengingat?”
Laura ingin menjadi seseorang yang dikenal layaknya sastrawan lainnya. Maka dari itu, ia berusaha sebisa mungkin untuk mengerahkan segalanya agar tiba di titik ia bisa berdiri dengan kokoh.
Orang-orang pasti akan mengira jika Laura terlalu ambis, tetapi memang itu kenyataannya. Sebab, kalau dia tidak begitu, bagaimana dia bisa menampar semua orang yang meremehkannya?
Laura ingin membalas semua orang yang memberikannya luka, maka dari itu ia berusaha keras.
Contohnya sekarang, di sore yang sepi begini, Laura duduk di pojok perpustakan kota seorang diri. Biasanya Lucas yang menemani, tetapi tidak tahu kenapa Laura ingin sendirian.
Dia tidak mau diganggu.
Maka dari itu, dengan keheningan serta kesenyapan yang menguak di atmosfer, Laura mengerjakan soal.
Perempuan itu terlalu fokus, sampai-sampai tidak merasakan bukunya terkena noda merah. Ia lantas memegang hidungnya, baru menyadari jika darah tersebut dihasilkan olehnya.
Benar.
Laura mimisan.
Perempuan itu sedikit gelagapan dan bingung harus diapakan.
“Kepalanya jangan didangak,” ucap seseorang yang membuat Laura sedikit mengernyit. Ia melirik, melihat seorang laki-laki tengah menyodorkan sapu tangan kepadanya.
“Jangan didangak dan jangan nunduk. Biasa aja biar darahnya ngalir normal,” tambahnya lagi.
Laura sekali lagi melirik, seolah pernah melihat laki-laki itu, tapi di mana, ya?