starthere

itu jay yang memegang dagu ben tinggi-tinggi, matanya menatap nyalang lalu meludah: jatuh dengan tidak indahnya di tulang pipi kiri yang lebih muda.

“seribu tahun pun aku akan tetap hidup dengan bangga, pikirkan lah lagi lebih baik mati saja kau hari ini”

jemari yang mencengkeram erat itu kini nampak berbeda. dari yang pendek kukunya menjadi tiga kali lipat lebih panjang sekalian saja tajamnya. terluka, tiap ujung kuku itu menusuk kulit wajah ben yang diam saja. darahnya mengalir dari lehernya membasahi kerah kemeja, merah tua hampir hitam: ben hanya mencium bau hampir busuk bukannya lagi suatu yang anyir seperti seharusnya.

“kak, aku juga seorang vampire” ben menatap mata jay yang berkilat itu masih dengan rasa takjub yang sama seakan memang bunga dan wewangianlah yang tengah memeluknya, “aku akan hidup selamanya dengan bangga sepertimu”

semakin dieratkan cengkraman itu sebelum jay mengibaskannya, menoreh luka memanjang di sepanjang rahang kanan ben. darahnya makin deras dan bau busuknya makin mencekik.

“tidak tahu malu ya?” sungguh jay merasa marah mendengar ujaran yang seolah menyamakan derajatnya dengan seseorang yang dianggapnya sampah yang tengah berlutut di hadapannya itu, “aku pure blood..”

“DAN KAU HANYA INFECTED!!”

kakinya dibawa menendang dada sosok di bawahnya itu keras-keras, hingga terjerembab ben dengan kotor di kemeja putihnya. dada kanan dan bahunya berdenyut namun bukan apa, ini hanya nyeri sedikit jika dibandingkan waktu-waktu lalunya.

tapi rahasia, sebenarnya ben senang mendapat apapun itu bahkan kekerasan sekalipun. ia rasa ia juga tahu bahwa ia sudah gila. bahkan direndahkan secara verbal juga sama sekali tak ada yang masuk dalam hatinya kecuali rasa berbunga atas si pujaan hati yang menatapnya tepat di mata hari ini.

ben akui ia masokis dan gila dan ia rela menjadi vampire untuk jay seorang.

keabadian itu mungkin akan setara dengan penderitaannya. akan ben pastikan bahwa ia akan selalu ada di sisi jay selamanya. ben pastikan semuanya akan kembali seperti sebelumnya saat ia hanya seorang manusia yang dipermainkan oleh jerat madu dan cinta palsu jay, ia mau lagi untuk dicium dan ditelanjangi seperti kemarin-kemarin.

maka, disumpah sendiri dalam hatinya bahwa ben akan senantiasa menjadi mainan jay hingga dunia ini berakhir dalam kekal.

content warnings: profanity, gak nsfw tapi tetep PG-15, healthy relationship


ini jake mau mengeluh ke siapa lagi juga udah gak sanggup. ada sunghoon sih, tapi gimana ya, terakhir kali jake berkeluh kesah ke dia: dia bilang bosen banget.

jadi, sebenernya jake lagi bingung. tujuh bulan dia pacaran sama kak heeseung, si ganteng pemadam kebakaran itu, dan nol progres.

tangannya digenggam sih, kadang juga dimainin jari-jarinya. kalau capek boleh peluk sih, bahkan rambutnya juga sering diendus manja sama kak heeseung. ciuman juga boleh, jake suka kok diabsen gigi gerahamnya sama kak heeseung. tapi, jake mau yang lebih dari itu.

“hoon serius deh, gue kaya bocah kelas lima apa ya?” jake lagi menginap di kamar kos sunghoon yang cuma enam belas meter persegi itu. tiduran di atas kasur sementara si tuan rumah lagi ngejar deadline kerjaan kantor di meja belajar.

“lu kaya mamang batagor depan sd kita sih, jujur” ini emang sunghoonnya yang udah muak banget. gimana gak, setiap kali jake menginap di tempatnya pasti bakal curhat ke dia tentang gimana bersihnya kencan mereka.

“bajingan” jake mendesis sambil ngelempar satu bantal tepat ke belakang kepala sahabatnya.

“gue usir juga lu lama-lama” sunghoon ngelempar balik itu bantal yang dengan gampang dihindari oleh jake yang lagi cekikikan, “makin makin kaga tau diri ya lu”.

keadaan hening sejenak, sunghoon kembali ke laptopnya dan jake melamun sejenak.

“lu sama jay pacaran baru tiga bulan kan ya?” sunghoon berdehem menjawab tanya sebagai iya.

“udah ngapain aja? ngewe udah?” sunghoon noleh dikit sambil pasang mata sinis pada jake yang kosong tatapnya melihat pendar putih lampu kamar.

sunghoon menghela napas pelan, “bentar gue kirim nih kerjaan ke bos tercinta gue dulu abis ini gue jawab”.

untuk lima belas menit yang terlewat, sunghoon menutup laptopnya dan ikut berbaring di kasurnya. merebut plushie rusa yang dipeluk jake untuk berganti tidur di atas perutnya.

“mm.. gue sama jay.. sering sih” sunghoon menjeda sejenak, “ terakhir sih pas hari minggu kemarin kita refreshing di puncak”.

jake mendecih, “nah kan kan, gue yang udah jalan tujuh bulan aja gak ada apa-apa dan lu malah dapet jatah rutin tiap minggunya”.

sunghoon ketawa denger jake ngomel begitu.

“emangnya kak heeseung atau lu gak pernah ngode-ngode apa gitu?”

“sampe sebasah-basahnya gue ama dia abis keujanan balik ke apart dia juga gue cuma disuruh mandi terus anget-angetnya sama buryam, hoon” jake masih sebel ingetnya karena dia kira itu bakal jadi gong buat langkah baru dinamika pacaran mereka, “gue udah sange banget dianya nonton tonight show

“kocak banget sih kak heeseung” sunghoon antara iba dan merasa dihibur komedi denger kisah jake yang satu ini, mau diulangi tujuh ribu kali juga masih lucu aja.

“lu sih kaga to the point kalo minta”

“jangan salahin gue yang udah usaha tiduran di paha dia sambil ngelusin jakunnya” “GUE BAHKAN MUJI MUJI JARINYA YANG PANJANG ITU HOON”

komedii bangeettt, ini sunghoon yang lagi teriak di dalam hatinya.

“dulu waktu gue pacaran sama kak yeonjun gak sedesperate ini deh perasaan” jake stomping his legs angrily, meski jatuhnya tetep kiyowo di mata sunghoon.

“kalo sama kak yeonjun belum buka mulut juga dia udah nawarin duluan gak sih?”

“pinter baca situasi sih kalo kak yeonjun tuh, tapi hoon.. gimana ya mau kak yeonjun seenak dan sepeka apapun gue udah kecantol tol tol sama kak heeseung..” kalimatnya dijeda sejenak.

“mau kontolnya juga.. ARGHHHHH” jake tantrum.

“yaudah minta langsung aja, bilang kalo mau diewe gitu aja repot” sunghoon rasanya ingin banget nutup itu mulut sahabatnya yang lagi teriak-teriak gak jelas, “lu sih pake segala kode-kode doang, yakali kak heeseung anak pramuka langsung paham dikode”.

lihatlah, sunghoon jadinya marah-marah. jake diem dan merhatiin sunghoon tepat di mata, mencari dukungan lebih sebelum dia beneran ngechat kak heeseung tentang masalah terkait.

“gih, chat aja” sunghoon meyakinkan jake, “kali aja kak heeseung emang nungguin lu buat ngajak secara verbal kan lu tau juga dia tuh selalu memprioritaskan your choice sama consent dari lu”

“bilang lu bakal tolol kalo udah dipake sama dia” ini moment yang tepat buat teriak mana jiwa whore di dadamu terus pukul-pukul dada sambil teriak: ini dia!

“oke gue chat” jake duduk dan beranjak mengambil smartphonenya yang dicharge di sisi meja belajar sunghoon, membuka chat room yang dipinned paling atas di aplikasi linenya.

you: kak aku bisa tolol kalo udah dipake sama kamu you: aku bisa juga ngangkang di hadapan kamu kok

sebelas menit dan belum dibales padahal udah dibaca. ini yang deg-degan bukan cuma jake aja, tapi sunghoon juga.

“kok belum dibales sih jake, biasanya doi fast respond kan?” jake ngangguk kasih tanggapan ke sunghoon.

masih mau rechat kak heeseung buat nanya sibuk kah sampe gabisa bales chat?

dan satu pesan masuk dari nama kontak yang daritadi dinanti-nanti.

kak heeseung: jaeyun, kamu gak perlu ngerendahin diri gini buat aku kak heeseung: no, you are more than sex object or ngangkang buat aku kak heeseung: somehow, your chat make me mad.. to myself

jake gak bergeming abis baca chat dari yang bersangkutan, begitu juga sunghoon.

sampai smartphone jake berdering ada yang nelfon. dan masih dia..

“kak hee..” panggilannya privat dan sunghoon cuma bisa denger satu kata itu doang dari sisi jake.

panggilan di akhiri. jake meletakkan smartphonenya di atas dada lalu mendesah pelan.

“kenapa? kenapa?”

“ada ya orang yang di sayang segitunya.. kenapa ya kak heeseung bisa sesayang itu sama gue..”

“dia bilang mungkin love language kita yang beda, tapi dia bakal berusaha lebih buat lebih ngertiin gue: kalau emang mau minta tinggal bilang aja let's make love, jangan degrading myself kaya tadi atau main kode kaya biasanya”

“dia takut misinterpret things jadi maju mundur buat ambil keputusan, dia minta maaf karena lambat banget ngertiin apa mau gue”

“anjir lah gue sedih banget, dia bilang gue sesuatu yang paling berharga: dia bilang gue bintang dan kak heeseung terlalu beruntung bisa memeluknya”

jake nutup wajahnya pake kedua tangan, lalu ada isakan kecil yang bisa didenger oleh sunghoon.

kak heeseung itu.. gak tahu lagi gimana deskripsiinnya.. dia manusia beneran atau malaikat sih?

bahkan sunghoon aja kaget dengernya apalagi jake, adanya orang yang disayang sampe segitunya?

jay berdiri bersandar pada pagar rooftop seperti biasanya, menyulut sebatang rokok dan menyesapnya pelan. sendirian, dalam hening dan gelap malam. semua masuk dalam jarak pandang sunghoon yang baru saja memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit khusus pegawai.

seperti biasa buat mereka yang gak biasa, jay kelihatan lagi di kamar asrama heeseung pakai celana pendek doang habis keluar dari kamar mandi dikalungi sebuah handuk kecil warna biru muda. dada dan punggungnya diumbar seakan lagi di rumah sendiri. di depan penuh bercak merah dan yang belakang ada satu dua bekas cakaran.

“gue mau pesen tak-tak, mau gak sekalian?” heeseung di atas kasur yang sprei dan selimutnya udah kemana-mana. dua bantalnya juga di lantai dan gak tahu lagi dimana gulingnya. kakinya diangkat satu dan yang lain mengayun pelan. dimainkan sebuah smartphone keluaran terbaru yang harganya setara sepeda motor, iya punyanya jay.

“tak-tak?” jay miringin kepalanya mikir apaan yang dimaksud yang satu. “jajanan baru?” dia ikut duduk di sebelah heeseung, menaikkan satu kakinya menindih kaki heeseung yang mengayun lalu bersandar nyaman di antara ceruk leher sambil ngintipin apa yang lagi dilihat heeseung di layar smartphonenya. “oh takoyaki.. tak-tak segala”.

“mau gak?” jay mengangguk kecil menanggapi tanya heeseung, lalu disodorkan itu ponsel ke jay oleh heeseung biar bisa milih yang mana yang mau dipesan. ada banyak menu, jujur jay jarang banget jajan via online gini. ada aplikasi ini di hp-nya aja gara-gara storage smartphone heeseung penuh padahal dia udah addict banget jajan dari aplikasi.

“enak mana nih? gue gak pernah pesen beginian di aplikasi ginian” jay masih scrolling atas bawah baca nama menu sama deskripsinya tapi malah tambah bingung mau pesen yang mana.

“kan gue udah pesen takoyaki ya.. lo pesen itu aja, ok-ok” heeseung ngintip layar yang nampilin berbagai varian rasa takoyaki itu di antara helai rambut jay yang setengah basah. harum, wangi sampo miliknya. aduh. ini mereka baru beres bersih-bersih, heeseung tahan masa udah naik lagi.

“okonomiyaki? yang rasa apa enaknya?” jay ngedongak kecil, bikin ujung hidung heeseung menyentuh dahinya. lalu digelengkan kepalanya pelan, dia suka sentuhan-sentuhan terkecil kaya gini: pas rambutnya dicium, pas pipinya dikecup atau pas wajahnya digesek oleh hidung heeseung. di waktu-waktu begini nih rasanya hangat.

“jay..” jay berhenti ngegelengin kepalanya, berdehem pelan. “mau cium dikit doang”

“manja” jay meraih dagu heeseung dengan dua jarinya, ib u jari dan jari telunjuknya, membawa wajah yang satu merendah hingga matanya setara pada manik bulat di hadapannya. “begging dong?”

kinky” heeseung mendecih, namun gak berniat buat ngejauhin wajahnya semili pun atau menepis dua jari jay di dagunya yang kini mengusap sisi rahangnya pelan.

“ini gak kinky, tapi pelajaran tata krama tau gak pendidikan moral”

“mananya yang dari kita berdua ini bermoral?” jay ketawa denger jawaban heeseung sampai hilang itu dua matanya jadi bulan sabit, padahal hatinya ada nyeri meski sedikit.

“jadi apa gak nih ciumannya? kok gak begging-begging?”

“jay, cium gue dong dikit aja ya please

lucu. jay mengecup bibir heeseung pelan-pelan, hanya sebentar mungkin lima detik terlalu lama. wah, seandainya mereka bisa begini selamanya.

“jadinya okonomiyaki rasa apa?” tanya jay begitu bibir mereka terpisah. tidak ada kerjapan mata buat mereka yang sukanya sok teman doang padahal sebulan bisa lima kali main liar.

“yang gurita aja deh gurita, yang ori aja kalo bingung” heeseung melingkarkan tangannya mengelilingi punggung jay dan berlabuh di sisi pinggangnya kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu jay sembari mnegendus aroma sabun yang masih menempel di tubuh atas yang tak terbalut apapun itu. “kata cheorry ok-ok gurita enak” lanjutnya.

“yang mana lagi tuh? cheorry?” jay melirik sekilas lewat ekor matanya. “baru lagi?”

“gak kok, gue udah kenal dia dari jaman maba. anak hukum tapi, kasian ya gak ngapa-ngapain tapi dihukum mulu” heeseung ketawa bikin tubuhnya bergetar memeluk jay.

“lo tuh ya main mulu, gak cheorry gak winter gak sieun gak jake semuanya aja” rasanya jay ingin memukul kepala heeseung yang masih bersandar padanya.

“ya namanya juga belum nemu yang cocok, jaaay” nadanya manja di akhir. aduh, jay langsung berdiri bikin heeseung yang semula memeluknya jadi oleng jatuh ke kasur.

jay melempar smartphonenya ke kasur dekat perut heeseung, “nih udah gue order, mau turun dulu nunggu bapak gojeknya dateng” jay meraih hoodie maroon yang tergeletak di sandaran kursi belajar, milik heeseung.

“yaela, ini dimasakin juga belum masa udah turun aja lo”

“mau sekalian ambil baju serep gue di mobil” jay berlalu, meningkalakn kamar heeseung dan pemiliknya.

ada sebuah kalimat yang dia telan dan tak punya keberanian untuk mengutarakannya, di dalam sebuah frasa terseimpan hati yang gundah dan berharap lebih meski masih dilema.

“terus gue gimana? gak cocok juga ya?”

“My beautiful beautiful Jake” Hee menghujani wajahnya pakai ciuman-ciuman kecil.

“My beautiful beautiful Jake” Hee memeluknya erat dan mengecup pucuk kepalanya, pada rambut lembutnya yang mengembang dan pirang.

“My beautiful beautiful Jake” Hee mencium ringan bibirnya sejenak namun agak lama tepat pada langit yang semula masih tergores segaris orange hingga hitam menelan hampir sempurna.

“My beautiful beautiful Jake” Hee membaringkannya perlahan di atas parka gingerbread yang khas aroma si pria Hee, menghela nafas dan menghapus jejak air matanya.

“Let's meet again in the otherside, my beautiful Jake” Hee mengambil kembali pedangnya yang tergeletak berdarah-darah di atas tanah. Menggenggamnya erat sembari memberinya bantuan untuk berdiri.

Di hadapan lautan hyena kelaparan dan mayat yang dibangkitkan kembali dari kematiannya, Hee mengacungkan pedangnya dengan tangan kanannya yang gemetar menyambut lengan kirinya yang telah patah.

“I am Hee, I am the knight. The past, the present and the future became grey. WELCOME TO OUR GRAVE! LET ME BE YOUR GRIM REAPER!”

Keramaian itu menggila, lolongan dan eraman dijeritkan berbagai oktaf. Raja setan di belakang pasukan mayatnya menggigit lidahnya. Berkeringat dingin pada situasi di hadapannya. Seluruh akar dan pepohonan di sepanjang mata memandang menerobos menghancurkan pijakan, bumi itu sedang mendukung Hee.

Dialah yang akan melahirkan dunia baru, seorang ksatria yang baru kehilangan masa depannya.

“You're dancing with a star but the star slowly falling in love with you..”

Dia seorang Hayam yang banyak dipuja

22.34 Sunghoon hanya bisa melihat silau pada lampu lorong yang mentereng di atas kepalanya itu, ah, getaran di kasur membuat kepalanya makin pening. Begitu juga dengan teriakan suster untuk mengosongkan jalan. Haha, tubuhnya menggigil dalam banjir keringat di dahi dan sekujur tubuhnya.

Katanya kalau nyawa mau melayang, dingin ya..

Jujur, Sunghoon mau verifikasi: rasanya aneh, dingin iya tapi gerah juga iya. Gak tahu ini faktor anestesi yang tadi disuntikkan padanya atau bukan, tapi Sunghoon banyak sedikitnya merasakan hampa seolah satu persatu anggota tubuhnya meninggalkannya.

Hm, selamat tinggal cahaya. Terang selalu indah tapi ia takkan yakin dapat kembali menyapa.


16.51

“Abis ini langsung balik apa gimana?” Baron menggulung kabel earphonenya lalu memasukkan ke kantong celana. Mengelap keringatnya pakai tisu wajah yang memang disiapkan di meja pojokan ruang dekat dengan sound system di sebelah kaca.

“Masih ada kelas vokal” Jawab Gema yang berdiri disampingnya, meraih botol air mineral dan menenggaknya rakus. Rasa-rasanya memang kehausan setengah mati setelah menyelesaikan dua belas putaran tujuh set koreaografi untuk teater musikal mereka dua minggu lagi.

“Waduh yang kemarin diomelin itu ya” Gema mengangguk menanggapi pertanyaan Baron, “Mbak Putet parah banget cuma off key sebait doang dikasih kelas tambahan full.”

Lucu ya, Baron ikut marah-marah tahu Gema dapat kelas tambahan cuma gara-gara suaranya pecah gak kuat ambil nada yang memang ketinggian buat dia tapi bener-bener di klimaks pertunjukan.

“Ya gimana ya, konsekuensi sih emang harusnya kan gak ada salahnya sama sekali”


29 Oktober 2021, 23.13

Mahesa liat Sergio lagi beres-beres bajunya, dilipetin satu-satu rapi banget terus dimasukin ke tas travel besar yang biasa dia pakai naik gunung bareng Mahesa pas liburan semester.

“Mau kemana deh beres-beres begitu?” Mahesa masih scrolling through his phone sambil tiduran di kasur. Lagi nonton reels instagram yang isinya gak jauh beda sama konten yang masuk algoritma for your page tiktoknya.

Laundry kali ya? Hehe” Ketahuan banget jawabnya gak niat kan.

“Apaan laundry bajunya aja baru kemarin lo angkat dari jemuran.”

Konversasi berhenti disitu, Mahesa fokus lagi sama handphonenya: kali ini main game online. Dan Sergio lanjut masukin parfume dan deodorant setelah beres sama semua baju-bajunya.


30 Oktober 2021, 17.09

Masih sore dan Mahesa udah balik ke apartemennya, share house dua orang yang ditinggali dia sama Sergio buat menghemat uang bulanan.

Tumbenan sih Mahesa pulang masih terang itu angkasa, soalnya setau dirinya sendiri, selama ini juga Mahesa selalu balik hampir tengah malam atau malah pas adzan subuh hampir berkumandang.

“Oh Gio masih belum balik ya?”

Biasanya setiap kali Mahesa pulang, Sergio sudah selalu ada. Kadang udah tidur di kasur sebelah kiri atau malah ketiduran di depan televisi berakhir ditonton dua klub pesepakbola yang rebutan membobol gawang lawan. Tapi seringnya, Mahesa lihat Sergio sibuk mengetik di laptopnya buat kerjaan yang belum kelar di kantor dan dibawa pulang beserta lelah.

Mahesa membuka room chat yang dipinned paling atas. Gak online.

“Hectic kali ya kantornya, akhir bulan juga sih.”


30 Oktober 2021, 22.57

You: “Lembur?” You: “Balik jam berapa lo?” You: “Tengah malem nih udahan, udah makan belum lo?” You: “Mau gue pesenin makan gak? Paket panas mau kan? Sharelock alamat kantor lo” You: “Inget kesehatan lo yang paling penting, kalo lo sakit jg bos lo kaga bakalan bikinin bubur sama antriin bpjs buat lo”


31 Oktober 2021, 00.12

You: “Gio?” You: “Anjing dimana lo? Bales kek apa gitu, gue liat ya barusan lo online” You: “Yo sumpah dah bales gue napa?” You: “BANGSAT LO AWAS AJA AMPE KETEMU”


31 Oktober 2021, 02.01

Mahesa kelimpungan loncat kesana kemari abis balik dari kosan Aang yang ngakunya tadi abis makan siang sama Sergio di Solaria.

“Tadi dia nelpon gue ngajakin makan di luar, katanya kaga ke kantor ambil cuti gitu” Info dari Aang yang setengah melek abis digedorin kosnya bikin Mahesa makin panik, “Dia pesen kwetiau seafood goreng, by the way.” Dan Mahesa hafal betul, makan udang segigit aja udah bikin badan Sergio gatel-gatel kemerahan setengah sesak nafas apalagi yang menurut pengakuan Aang sepiring dihabisin sendirian.

Ini anak kemana sih anjir.


31 Oktober 2021, 04.33

Mahesa mendial nomernya Sergio hampir setiap tiga menit sekali panik banget dia tuh jujur. Temennya yang biasanya gak pernah telat pulang ini tiba-tiba ilang tanpa kabar.

Ditelpon pun gaada yang kesambung, jaringan datanya yang kurang stabil atau memang sengaja gak diangkat.

You: “Sergio, gue serius lo dimana?” You: “Demi Tuhan, please angkat telpon gue”

Mahesa menggigil, angin malam menerpa kulitnya yang cuma dibalut kemeja lusuh tipis yang biasa dia pakai tidur doang. Dia lelah juga gelisah. Di angkringan yang biasa mereka berdua tongkrongin jaman maba, Mahesa harap ia segera dapat balasan dari Sergio.


31 Oktober 2021, 08.04

jeongseong (dwi sanjaya | jaya) jay sunghoon (sergio mahadewa | rio) benjamin jaeyun (angkasa priambodo | aang) jake heeseung (mahesa eka tanjung | hesa) ethan

untuk setiap nafas yang pernah jaya hembuskan selama hidupnya, ia bersumpah di