June 2007
Tiga anak kecil dengan salah satu yang berbadan lebih besar dari ketiganya tengah tertawa sambil terus mengejek salah satu gadis kecil yang sedang menaiki ayunan. Tawa kecil terus keluar dari ketiga anak tersebut.
“Kasihan, udah ngga punya temen ngga punya Ayah pula!” ejek si anak yang paling kecil badannya.
“Pas masih di TK kemarin aja dia malah ngajak Mamanya ke sekolah padahal itu hari Ayah!” ucap si anak berkacamata.
“Kamu kalau gak punya Ayah mending gak usah masuk ke sekolah kita, pindah aja sana!” Kali ini si anak yang berbadan besar lah yang mencemohnya.
Sementara si gadis kecil berambut panjang lebat itu hanya terdiam sambil mendengarkan ejeken demi ejekan yang di berikan oleh ketiga anak kecil ini.
Mau di balas pun dia kalah jumlah terlebih lagi dia perempuan sementara mereka laki-laki.
“Emangnya salah kalau aku gak punya Ayah? Lagian kata Mami itu bukan hal yang perlu di besar-besarin, aku punya Mami yang juga bisa jadi Ayah buat aku,” serunya.
“Anak yang gak punya Ayah itu aib tau ngga, keluarganya gak sempurna. Kayak kamu!”
Kedua tangan gadis kecil itu mengepal dengan kuat di tali pegangan, rasanya dia ingin menangis sekarang.
“Hei! Kalau mau belantem jangan keloyokan dong!” teriak seorang gadis yang mungkin tingginya sedikit lebih kecil dari gadis yang di tindas ini.
Sambil berkacak pinggang gadis kecil berambut pendek seleher ini menatap ketiga anak itu dengan sangar.
“Ngga malu apa sama bulungnya? Masa ngeloyok anak pelempuan, kalian ngga di ajalin sopan santun dan cala ngehalgain pelempuan ya sama olang tuanya!” ujarnya dengan tegas sambil mengangkat dagunya dengan tinggi.
Duk!
Gadis berambut pendek itu menendang keras kaki si anak berbadan besar hingga anak itu menangis kesakitan.
“Pelgi atau aku pukul kalian semua, mau?!”
Dengan cepat ketiganya pergi menjauh meninggalkan kedua anak itu.
“Huuu Bunda, aku takut,” cerocos gadis itu setelah berhasil mengusir para penindas barusan.
Padahal dia sendiri takut menghadapi ketiga anak tadi tapi berkat ucapan Bundanya 'Harus berani dulu pokoknya, terus tendang kakinya atau pukul kepalanya, pasti nanti kabur kok' itu dia sedikit berani.
Gadis berambut panjang yang tengah duduk di ayunan itu tertawa melihat wajah ketakutannya.
“Kamu kalau takut kenapa harus bantuin aku tadi?”
“Kata Bunda aku halus bantuin olang yang butuh bantuan, jadi tenang aja hehe,” katanya. “Lagipula ngga apa-apa kok ngga punya Ayah, aku malah punya-nya Bunda sama Mama!”
Gadis itu mengerutkan keningnya dengan bingung karena tidak mengerti.
“Adek, ayo pulang! Nanti Mama-mu nyariin kamu, bisa-bisa bunda yang di hajar!”
“Iya Bunda!”
“Aku pulang dulu ya, lain kali jangan takut buat mukul, oke? Bye!”
Gadis kecil berambut pendek itu berlari ke arah Bundanya yang sedang menunggunya.
“Padahal kita belum kenalan.”
August 2010
Kelas hari itu terlihat sangat ramai dan berisik saat mengetahui akan ada murid pindahan ke sekolah mereka. Tapi ada satu murid yang tidak terlalu perduli akan hal itu.
Dia hanya berdiam diri di bangkunya sambil melihat ke arah jendela dengan tatapan kosongnya. Temannya yang duduk di sebelah menyentuh bahunya pelan.
“Karina, kamu ngga apa-apa? Dari tadi diem terus?” tanya temannya.
“Aku ngga apa-apa, Giselle,” balasnya dengan pelan. “Jam pertama nanti pelajaran apa?”
“Bahasa Inggris sih setahu aku, kenapa?”
“Aku mau ke UKS, tolong bilangin ke gurunya aku kurang enak badan ya?”
“Loh, kamu ngga mau kenalan sama murid barunya nanti? Anak-anak lain nanti bakal ke kelas 3 buat kenalan” seru Giselle.
“Ngga, aku ngga tertarik.”
Setelah itu Karina benar-benar pergi meninggalkan kelasnya dan menuju UKS. Giselle yang di tinggal hanya menggelengkan kepalanya.
Karina benar-benar menghabiskan seluruh waktunya di UKS, dia baru keluar dari ruangan itu saat bel istirahat berbunyi.
Dengan langkah malas Karina berjalan menuju kelasnya lagi untuk mengambil uang di tasnya, tapi belum sampai di kelas, Karina melihat seorang murid di depan kelas 3-A tengah berjongkok seolah sedang mencari sesuatu.
“Dapat!” serunya.
Tunggu dulu! Karina seperti mengenali wajah itu. Iya benar, itu wajah gadis kecil yang sempat menolongnya beberapa tahun yang lalu.
Dengan cepat Karina berlari menghampiri gadis itu sambil tersenyum manis, membuat si murid kebingungan.
“Kamu...kamu yang waktu itu nolongin aku kan? Di ayunan taman kota!” seru Karina.
“Nolongin kamu? Ayunan taman kota?” Tampak gurat kebingungan dari si lawan bicara, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan oleh Karina.
“Mungkin kamu udah lupa karna itu udah lama, tapi aku masih inget kok wajah kamu. Tenang aja, aku cuman mau kenalan dan temenan sama kamu, boleh kan?”
Cukup lama ia terdiam sebelum akhirnya dengan ragu menganggukan kepalanya dengan pelan.
“Karina. Nama aku Karina!” seru Karina sambil tersenyum dengan begitu manis membuat si lawan bicara juga ikut tersenyum.
“Minjeong, senang bisa kenalan sama kamu!” balasnya dengan meraih uluran tangan Karina.
January 2011
“Jadi yang sering kamu ceritain ke aku itu kembaran kamu? Kok ngga ngasih tau kalau kamu punya kembaran?” celetuk Karina.
“Kan kamu ngga pernah nanya, Rin,” balas Minjeong.
“Heh! Aku lebih tua setahun ya dari kamu, jangan panggil nama doang!” omel Karina.
“Ish, hari ini doang! Kan aku ulang tahun hari ini!” dengus Minjeong.
“Ngga boleh!” kekeuh Karina. “Ngomong-ngomong, hari ini ulang tahun dia juga dong, tapi kok aku ngga pernah liat dia ada di rumah?”
“Dia ikut nenek tinggal di Singapura, iya dia juga ulang tahun hari ini.”
Karina mengangguk-ngangguk paham.
“Mau ucapin ke dia juga ngga? Sekalian ngomong, aku telfon sekarang kalau mau,” tawar Minjeong.
“Mau! Mau banget, sekalian aku mau minta restu kembaran kamu juga!”
“Ngga usah aneh-aneh!”
Minjeong mengambil handphone merk Blackberry Bold Touch 9900 miliknya lalu menelfon saudara kembarnya itu.
“Iya, halo?”
“Winter, happy birthday and miss you so much!” seru Minjeong setelah mendengar suara saudaranya itu.
“Happy birtday too for you, pengen ngerayain bareng kamu lagi!”
“Tahun depan aja deh, Bunda sama Mama keliatan lagi sibuk!”
“Iya, ngerti kok aku.”
'Aku! Aku juga pengen ngomong!'. Begitulah bisikan Karina yang terdengar di telinga Minjeong.
“Oh iya ada yang mau ngomong juga sama kamu,” ujar Minjeong.
“Siapa?”
“Halo, Winter! Happy birthday ya!” seru Karina.
“Ahh iya makasih!”
“Aku Karina, temen sekaligus calon pacar Minjeong nanti, dia sering ngomongin kamu ke aku jadi aku tau dikit-dikit tentang kamu. Salam kenal ya calon adik ipar!”
Minjeong dengan cepat memukul bahu Karina sementara di seberang telfon Winter tertawa mendengar kekonyolan dari orang yang baru saja di kenalnya ini.
“Ngaco banget kenapa sih!” omel Minjeong.
“Winter, nanti restuin aku ya, janji nanti aku beliin es krim setruck!” celetuk Karina lagi.
“Kak, mending kamu diem deh!”
Di sebrang telfon sana Winter terus tertawa mendengar Minjeong yang mendumel kesal karena ulah Karina.
July 2013
“Ayo facecall bareng Winter, aku pengen ucapin selamat ke dia karna udah jadi juara umum di sekolahnya!” seru Karina.
“Iya ih bawel banget,” sungut Minjeong lalu menuruti ucapan Karina.
Butuh waktu 15 detik untuk akhirnya Winter menerima panggilan dari Minjeong.
“Jeong! Ya ampun, udah gembul aja pipi kamu!” seru Winter.
“Kata aku sih ngaca! Oh iya, aku lagi sama seseorang, coba tebak siapa? hint-nya dia baru aja masuk SMP tahun ini,” ujar Minjeong.
“Kak Karina?”
“Betul! Nih orangnya, kenalan face dulu gih!”
“Halo, Winter! Iihh dia beneran mirip banget sama kamu loh, Jeong!” seru Karina.
Sementara Winter hanya diam dan tersenyum kaku saat melihat wajah Karina yang tiba-tiba muncul di layar iPad-nya.
“Aku denger kamu juara umum, selamat ya, Winter!”
“Haha iya, makasih kak. Selamat juga buat kakak karna udah jadi lulusan terbaik kemarin, Minjeong cerita ke aku.”
“Aduh jadi malu haha, tapi makasih ya!”
“Kapan balik ke Indonesia, Win?” kali ini giliran Minjeong yang bersuara.
“Gak tau, Jeong. Mungkin tahun depan? Tapi aku lihat-lihat dulu deh,” balas Winter.
“Kalau kamu ke Indonesia kita berempat bareng Giselle harus main bareng, kamu inget Giselle kan? Temen aku sama Minjeong yang kita ceritain waktu itu.”
“Ah iya, kak Giselle! Pasti, kita harus main bareng. Sampaiin salam aku ya ke kak Giselle!”
“Siaap!”
“Udah dulu ya, aku lagi bantuin nenek buat bikin kue soalnya.”
“Oke, titip salam ya ke nenek!” ucap Minjeong.
“Iya, aku tutup ya? Bye!”
Setelah facecall-nya berakhir Karina berseru dengan heboh, memikirkan betapa miripnya Minjeong dan Winter. Dia memang sudah membayangkan bagaimana rupa Winter, tapi tidak pernah menduga jika keduanya benar-benar sangat kembar identik.
“Biasa aja ih kak,” tawa Minjeong.
“Hehe, aku kan baru kali ini lihat wajahnya Winter,” balas Karina.
“Btw kak, janji ya nanti kakak jagain dan perlakuin Winter kayak kakak perlakuin aku selama ini, bikin dia seneng sama bahagia juga,” ucap Minjeong.
“Aku paling ngga bisa kalau harus buat janji, tapi demi kamu sama Winter iya aku janji!” Karina tersenyum lebar.
“Tahun depan udah bisa jadi pacar aku nih, kan udah masuk SMP,” goda Karina.
“Kak, diem deh!” omel Minjeong.
Karina tertawa kencang melihat reaksi dari Minjeong yang menurutnya lucu itu.
August 2014
“Winter beneran balik hari ini ke Indonesia? Serius?!” celetuk Karina sedikit heboh karna sudah tidak sabar untuk bertemu.
“Iya, Kata Mama bentar lagi pesawatnya landing, terus aku rencananya mau jemput dia di bandara,” balas Minjeong.
“Winter tau ngga kamu bakal jemput dia ke bandara?” tanya Karina.
“Ngga, aku sengaja bilang ngga bisa jemput dia hari ini karna sibuk, aku mau ngasih kejutan!” seru Minjeong yang begitu excited.
“Aku juga mau jemput dia di bandara, tapi aku ngga bisa,” lirih Karina dengan wajah sedihnya.
“Kenapa? Ada les lagi ya?”
“Engga, hari ini aku kosong jadwal les-nya tapi aku di mintain tolong buat jadi pelatih sementara buat anak-anak kelas 7 yang ikut ekskul Taekwondo,” jelas Karina.
“Yaudah, nanti sehabis ngasih latihan aja baru kamu nyusul ke rumah, nanti aku titipin salam kamu buat Winter.”
“Oke, nanti hubungin aku ya kalau udah sampai bandara, hati-hati!” ucap Karina lalu mencium singkat pipi kanan Minjeong kemudian berlari memasuki gedung sekolahnya lagi.
Minjeong tersenyum, lalu memghentikan taksi untuk segera menuju ke bandara karena 20 menit lagi pesawat yang di tumpangi Winter akan tiba.
Karina sebenarnya sangat ingin ikut karna dia ingin melihat secara langsung kembaran pacarnya itu. Dia sangat ingin jam ekskul kali ini segera berakhir walaupun mereka baru menghabiskan waktu 35 menit.
“KARINA! KARIN!” Suara teriakan kencang dari seseorang yang sedang berlari menghampiri Karina menyita perhatian beberapa murid yang sedang melakukan ekskul di lapangan outdoor itu.
“Giselle? Kenapa lo lari-larian udah kayak di kejar anjing?” sahut Karina.
“Telfon gue kenapa gak lo angkat sih anjir! Gue udah nelfonin lo 25 kali!”
“Handphone gue ada di di dalem tas, Gi. Kenapa sih?”
“Minjeong kecelakaan! Gue di telfon sama orang rumah sakit, buruan kemasin barang-barang lo sekarang!”
“Mi–Minjeong kecelakaan? Terus Winter gimana? Dia juga ikut kecelakaan?!”
“Winter masih di bandara, Rin. Minjeong kecelakaan di jalan menuju bandara 5 menit setelah dia nelfon gue!”
Tanpa pikir panjang Karina meraih tas sekolahnya dan berlari dengan pakaian Taekwondo yang masih melekat di badannya. Giselle dengan segera menyusul Karina.
Tepat di hari itu juga mimpi buruk Karina terjadi, sesaat setelah dia sampai di rumah sakit yang mana orang tua Minjeong serta Maminya juga ada disana Dokter mengucapkan kalimat yang tidak ingin sama sekali Karina dengar.
Hari itu Minjeong meninggal karena kecelakaan yang dia alami, akibat benturan keras di kepalanya Minjeong meninggal saat di larikan ke rumah sakit. Yang bisa di lakukan Karina saat itu hanyalah menangis.
10 menit setelahnya barulah Winter sampai di rumah sakit, selama dalam perjalanan dia berusaha untuk tidak menangis tapi saat tiba di rumah sakit dan mendengar bahwa saudari kembarnya itu telah tiada sebelum mereka bertemu tangis Winter pecah seketika, kedua kakinya tidak sanggup untuk berdiri lagi.
Pemakaman Minjeong di lakukan hari itu juga, Karina memilih untuk tetap tinggal di rumah Minjeong sambil menatap foto-foto mereka berdua di kamar Minjeong. Padahal baru siang tadi dia bertemu dengan Minjeong, mereka mengobrol dan tersenyum bersama tapi sekarang Karina harus merelakan Minjeong yang sudah terkubur di bawah tanah.
Pemakamannya sudah berakhir 5 menit yang lalu, Giselle, Winter dan Ningning yang Giselle ketahui adalah teman Winter di Singapura itu datang menemui Karina yang berada di kamar Minjeong.
Segelas air yang di genggam oleh Winter kini di sodorkan pada Karina yang tampak lemas itu. Karina hanya menatap gelas berisikan air minum yang di berikan oleh Winter lalu dengan tiba-tiba dia menepis tangan Winter dengan kasar membuat gelasnya jatuh dan pecah di lantai.
“Don't act like you're Minjeong, i hate you!” ketus Karina lalu keluar dari kamar Minjeong yang kemudian di kejar oleh Giselle.
Karena usianya yang masih muda tentu saja emosi Karina belum stabil, terlebih lagi 2 minggu setelah kematian Minjeong itu Maminya dan kedua orang tua Winter malah menjodohkan mereka berdua dan melaksanakan pertunangannya secara privat.
Yang mana itu membuat Karina semakin emosi.
August 2017
“Jeong, aku pulang. Tunggu aku yah, dan aku janji bakal selesain semuanya.”
'I don't deserve both of you, i've failed and i hate myself'