rymafein

place to reveal myself

Jeje Vers.

Warning : it's all porn. Semua orang tidak punya moral, they can do whatever they want. A fictional. Bukan untuk ditiru, hanya untuk melepas penat

. . .

“Lagi ngapainnn?!”

“Nonton fil-”

“YEEE!”

“Lagi ngapainnn?!”

“Aku masak udang-”

“YEEE!”

Eric menaikkan satu alis begitu melihat betapa enerjiknya Hyunjae hari ini. Padahal mereka baru saja pulang dari latihan untuk persiapan comeback tapi sepertinya keletihan tidak mendera kakaknya sama sekali.

“Jeje hyung kenapa?” bisiknya pada Sunwoo di samping, yang dibisikin memasang tampang bodo amat karena sudah terbiasa dengan kelakuan random Hyunjae.

Hyunjae kembali melanjutkan kegiatan bertanya ke hampir seluruh anggota. Berlari-lari kecil bak anak overdosis permen sesekali tertawa kesenangan.

Ngobat kayaknya ini anak.

Sangyeon sampai memberikan pelototan mata agar ia “behave” tapi pemuda itu malah tersenyum sangat lebar.

“Kamu kenapa, hm?” Younghoon menarik tubuh pendek berisi tersebut agar duduk di pangkuan seraya mengalungkan lengan di perut, mengundang gelak tawa kegelian. Hyunjae makin kecil dalam dekapan, membuat mereka nampak seperti orang pacaran.

“Caper.” gumam Chanhee halus sebelum beranjak berdiri dan menyeret kaki ke kamar. Gondok setengah mati pada perhatian Younghoon ke Hyunjae. Beruntung dua sekawan itu tidak mendengar, sibuk fokus pada satu sama lain.

“Yongun geliii..” si manis tertawa saat kepala sahabatnya menyusup di leher, berniat mendusel. Pemandangan ini sudah sangat normal di kalangan The Boyz. Hyunjae bermanja pada Younghoon, atau kadang-kadang dengan Juyeon, atau bisa juga pada Eric.

Younghoon menggigit gemas kulit lehernya, mengemut secenti kemudian menatap lembut dari bawah, “Energimu masih banyak, Je? Mau kuhabisin?”

Hyunjae merona merah, memukul kepala Younghoon pelan sebab malu, “Sebentar lagi comeback, Hoonie!”

I'll be gentle, kayak biasa,”

“Nggak mau, terakhir kamu bilang gitu, aku berakhir sakit pinggang,” jawabnya mengerucutkan bibir, Younghoon mengecup kilat bantalan empuk tersebut sambil mengeratkan pelukan.

“Itu karena Juyeon juga ikut, Je,”

“Fitnah lebih kejam dari pembunuhan, Hyung,” celetuk Juyeon baru kembali dari dapur. Mendudukkan diri di samping mereka sehingga Hyunjae beringsut duduk di pahanya.

“Kamu yang main kasar,” bela pemuda manis itu menoel hidung Younghoon, “Juyeonie mah lembut terus,”

Kalau kalian pikir mereka adalah sex-buddies, yap itu benar.

But no, they're not dating.

Pemuda lebih tua menangkup pipi Hyunjae sebelum mencium bibirnya berulang-ulang di depan Juyeon, mengundang rengekan manja dari si manis. Pemuda lain menertawakan deritanya.

“Siapa suruh ngegemesin, huh?” bisik Younghoon menggigit belahan ranum tersebut sembari menahan gemas.

Enough lovebirds! Pikirkan mata yang ngeliat, okay?” Kevin bersuara setelah lama-lama muak melihat ketiga anggota saling bergelung di atas sofa.

“Iri bilang!”

“Ngapain iri sama...” si Canada menggantungkan kalimat sambil menaikkan satu alis menantang. Tidak mungkin ia mengeluarkan kata kasar di depan mereka terlebih ada Younghoon sebagai bagian 'Jeje's Protection Squad'. Dia melirik Jacob yang menggelengkan kepala kemudian berlalu ke kamar meninggalkan atmosfer ruangan menjadi mengambang.

“Kevin kenapa?” tanya Hyunjae menyeringitkan dahi, Jacob hanya melempar senyum.

“Nggak usah dipikirin, Je. Lagi PMS dia,”

Hyunjae mengendikkan bahu sebelum bercengkrama dengan Juyeon maupun Younghoon lagi. Saling melempar guyonan untuk mencairkan suasana asrama.

Akhir-akhir ini anggota menemukan pemuda tertua keempat bertingkah aneh-aneh. Dimulai dari gaya pakaian sangat minim ketika di rumah, kelakuan yang random (eh ini udah biasa sih), sampai tiba-tiba menarik tengkuk Younghoon untuk mengajak berciuman tidak tahu tempat.

Seperti sekarang, Eric selaku maknae dan sex buddy ketiga Hyunjae cukup terkejut begitu memasuki dapur. Niatnya mau makan, tapi mendapati Hyunjae 'dimakan' oleh Juyeon.

Bukan. Bukan konteks rimming.

Tenang. Mereka nggak sevulgar itu. Dan Hyunjae masih punya malu serta ketahudirian.

Hyung..”

Juyeon menoleh, masih memojokkan Hyunjae di meja dapur, tersengal-sengal mengambil oksigen. “Hm?”

“Kamar kosong banyak, kenapa harus di sini?” tanyanya pelan. Juyeon hanya menyengir, kembali menyantap bibir tipis Hyunjae penuh candu. Eric menghela napas, menyerah sekalian berjalan lebih menuju lemari penyimpanan ramen.

“Youngjae-yaa..” erang Hyunjae tiba-tiba memanggil, si Maknae menggumam, sibuk dengan kegiatan meski telinga menangkap lirihan nikmat. “Youngjae sini..”

“Bentar,”

Juyeon kini mengarahkan bibir menuju leher, tangan menggrayangi dua puting, memencet-mencet bagai tombol. Hyunjae mendesis menggesekkan kejantanan pada celana Juyeon.

He needs your attention, Eric,”

Eric menoleh sekali, sebelum fokus pada rebusan air. “Hyung dulu lah yang kasih, aku laper soalnya,”

Hyunjae melenguh lagi, seperti tidak rela tetapi Juyeon mendiamkan lewat ciuman kasar dan menggendong tetua keempat keluar dari dapur agar tidak mengurangi selera makan anggota.

Si Maknae menghembuskan napas panjang, memperbaiki letak adik di balik celana yang sudah bangun setengah akibat desahan binal namanya tadi. Dalam hati bertanya-tanya mengapa akhir-akhir ini Hyunjae nampak seperti kucing mau kawin.

“Jangan berdiri kamu!” omelnya memarahi organ intim sendiri. Eric kembali memasak mie tanpa memikirkan kesedihan si adik. Walau sebenarnya desahan Hyunjae masih terngiang-ngiang di otak, seperti memanggil dirinya untuk mendekat.

Di sisi lain, pemuda manis itu bukan hanya dicumbu Juyeon, melainkan Younghoon ikut bergabung di ruangan. Tawa geli memecah suasana akibat sentuhan-sentuhan kecil di setiap sudut sensitif.

“Yongun.. noo..” meski terdengar lirih dan memohon, sosok yang disebut namanya tidak bergeming. Terus mengecupi tonjolan mengeras kecokelatan tersebut. Satu tangan merayap di balik celana Hyunjae, meremas miliknya acak. “ngh!!”

“Sejak kapan kamu suka pake baju minim-minim gini huh?” bisik Juyeon yang berada di belakang, menggigit gemas cuping telinga sekaligus menjilat dari rahang ke leher.

“Cari perhatian ya?” dengus Younghoon sembari melorotkan celananya, membebaskan kejantanan yang menyapa udara setelah sekian lama tertahan. Hyunjae terpekik seiring pergerakan acak dari rasa geli menyandera saraf, berusaha mendekatkan selangkangan pada tangan jahat sang kawan.

Please.. please.. Younghoon..”

“Kamu mau apa, Jeje?” dua jari menyentil batang yang berdiri tegak hingga bergoyang ke sana kemari, menambah intensitas desahan. “bilang yang betul!”

“Nggak tahu, nggak tahu, lakuin apapun!”

Juyeon menangkup kedua pipi tembam si manis, membawa mereka dalam ciuman kasar menyebabkan air liur belepotan kemana-mana. Hyunjae membungkam suara saat penyatuan bibir, nyaris menggigit bantalan ranum Juyeon saat Younghoon melahap adik kecil dalam sekali hadap.

“Mmphh!”

Dua pasang tangan lebih lebar dari tangan sendiri kini merayapi bagian dada hingga perut, mengusap permukaan dalam tempo tak menentu, terkadang lembut terkadang kasar tanpa menghentikan godaan. Younghoon meniruskan pipi isyarat menghisap lebih, Juyeon serasa mengubrak-abrik isi mulut, menghabiskan napas Hyunjae sampai terengah-engah.

Lips taste heaven, Hyung..” gumam Juyeon terus mencengkram rahang tembam itu, mengakibatkan rengekan nyaring menggema di seluruh penjuru ruangan. Younghoon berhenti sejenak, menatap kondisi temannya sekarang. Diafragma dada naik turun tersengal-sengal, saliva menetes di sudut bibir, dan penis kemerahan mengacung tegak.

Dia menyeringai, menarik pinggul Hyunjae lebih dekat kemudian melebarkan pipi bokongnya. “Lihat Juy, kayaknya ada yang nggak sabar pengen dimasukkin,”

Hyunjae menggeliat, liang berkedut-kedut pada kehampaan di bawah guyuran mata keinginan. Dia melihat jelas bagaimana Younghoon menjilat bibir, mengumpulkan sesuatu dalam mulut sebelum meludah tepat di lubangnya. “Fuck!!”

“Kamu harus lihat, Juy, he ate my spit so well,” balas pemuda lebih tua mengajak. Juyeon menggumam saja, menuntun kejantanan ke arah mulut Hyunjae yang berulang kali mengatur napas.

“Kulum, Hyung.”

Mulut kecil membuka berusaha bernapas lewat sana. Kepala jamur terasa berat di indra pengecap, menekan parasan perlahan sebelum menyusupkan ukuran. Lidah mengitari sekujur batang, di nadi-nadi berseliweran hingga ke lubang di atas, menyapu bulir keputihan dengan rasa yang tidak biasa. Mata memejam erat dan hanya diisi oleh kejantanan Juyeon seorang.

Younghoon di sisi lain bergerak luwes macam ular. Memposisikan diri di antara kedua paha montok itu. Geligi menciptakan memar kemerahan, ada yang menjadi ungu malahan. Tak lupa menggores gigi di pangkal penis maupun bola si manis. Mendengar rengekan tertahan serta geliatan tak sabar.

“Kamu mau dimakan?” tanya Younghoon menggoda kecil, bertumpu siku ia mencoba mengocok adik Hyunjae, memijat-mijat sesekali menahan pinggul temannya yang hendak mengikuti ritme. “jawab Je.”

“Mmff.. nghh!”

Juyeon meringis sembari mengambil segenggam rambut kecokelatan yang lebih tua. Pinggul menggoyang perlahan, merasakan rongga saluran makan berkontraksi menyelimuti miliknya. Hyunjae tak dapat merespon apa-apa selain menimbulkan bunyi tersedak dari gerakan Juyeon. Dia hanya gemetaran begitu lidah Younghoon mengitari sisi liang, meraba tekstur pintu yang berkedut penuh antisipasi.

“H-Hoon..”

Ketiga laki-laki dewasa kurang belaian nampak menikmati perlakuan satu sama lain. Juyeon tidak berhenti menggoyang pinggul, Hyunjae meniruskan pipi untuk menghisap batang di mulut, sementara Younghoon mengeloni bagian lain milik sahabatnya.

“Oh.. H-Hyung.. nghh..” otot perut Juyeon dirasa mengikat hendak melepaskan. Hyunjae menarik napas sedikit semakin menjilati milik sang adik. “Ng.. nggak di sini Hyung..”

Juyeon buru-buru mengeluarkan kejantanan sebelum tumpah di rongga mulut. Hyunjae dapat bernapas seperti biasa meskipun otaknya berkabut karena ulah Younghoon pada liangnya. “W-waeee..”

“Mau keluar di dalam,” jawab si Maknae Bermuda Line menunduk menciumnya lagi. Hyunjae mengeluarkan suara-suara erotis yang teredam, tak sadar menggerakkan pinggul agar Younghoon semakin memakan.

“Y-Yongun..”

“OKE AKU SUDAH SELESAI!” teriakan Eric menggema di seluruh dinding dengan wajah kekenyangan. Dia berani membuka pintu kamar yang tak dikunci sebelum menutup kembali. Takut anggota lain mengamuk akan adegan tidak senonoh di siang hari. “what did I miss, Hyungdeul?”

Nothing, kita baru aja mulai,” jawab Juyeon mengocok malas kejantanan Hyunjae yang kelihatan ingin segera sampai. Si manis menjerit tertahan sambil menggigit punggung tangan akan stimulasi dua arah tersebut.

Eric beringsut mendekat, duduk di samping figur langsing yang berbaring. Mulutnya berair dikarenakan puting kecokelatan Hyunjae menggoda minta dijamah.

“Aaahh!” pemuda rambut cokelat tak dapat menahan desahan terlalu lama begitu termuda The Boyz menyerang dada. Mengulum benda mungil tersebut secara lembut sampai menggoreskan geligi di permukaan. “C-come.. comeee..”

“Biarin dia keluar, Juy,” sahut Younghoon menghentikan makan sebentar, mengulum dua jari hingga terselimuti saliva seraya memandangi bagaimana tangan besar Juyeon mengocok lebih cepat.

“NGH.. AAH!!” Hyunjae membusungkan dada merasa pandangan memutih. Bola matanya mendadak berputar begitupula pikirannya melayang. Cairan putih menyembur kuat membasahi dada, bahkan mengenai wajah Eric yang masih sibuk mengulum puting. “haahh.. haaa.. Youngjaee..”

Usai beberapa detik setelah pelepasan, Hyunjae lemas tiada tara. Namun tidak dengan predator yang mengelilinginya. Kejantanan mereka masing-masing tidak tahan lagi agar segera mengeksekusi seluruh lubang di diri Hyunjae.

“B-bentar.. bentarrr!”

“Tsk Hyung, aku nggak tahan lagi!” Eric tergesa-gesa menurunkan celana, melempar singlet abu-abu ke lantai mendapat tawa kecil dari Juyeon maupun Younghoon.

“Gimana maunya?”

Younghoon berpikir sebentar, menatapi lubang kemerahan di hadapan berdenyut-denyut minta diisi. Sebuah senyuman miring terpampang ketika ide gila terlintas. “Double penetration, yuk.”

Mata Hyunjae membulat, menutup kedua kaki serapat mungkin tapi tak bisa lantaran tubuh bongsor Younghoon di antaranya. “Nggak!”

“Ayolah Jae.. kamu nggak lihat apa lubangmu langsung excited pas aku tawarin gitu?”

“Kamu udah gila ya? Enggak Younghoon!”

“Ya masa kita ganti-gantian lagi? Bosen tau..” Juyeon dan Eric membiarkan kawanan 97-Line berdebat. Mereka berdua hanya saling bertatapan sebelum Eric mendudukkan diri di pangkuan Juyeon. Mengajak berciuman.

“Sekali enggak tetap enggak, Kim Younghoon!” putus Hyunjae melotot. Younghoon sudah hendak protes tapi tenggelam saat mendengar erangan Eric di dekapan Juyeon. Membuat Hyunjae ikut menoleh ke arah mereka.

“Lah..”

“Youngjae!!! Don't get fuck before me!!”

“Katanya tadi nggak mau DP,” celetuk Eric melepaskan tautan perlahan, Juyeon menarik dagunya agar menyambung kembali sembari memainkan penis mereka bersamaan.

Hyunjae merah padam. Merasa harga dirinya sebagai mainan mereka runtuh ketika Juyeon lebih memilih menggoda Eric ketimbang dirinya. Dia sudah jengkel dengan keberadaan Chanhee yang dijuluki primadona The Boyz, ditambah pemuda yang disukai malah bermain api di belakang.

“Sini Je,” gumam Younghoon tiba-tiba. Paham sekali akan perasaan sang sahabat. Hyunjae bangkit dari pembaringan lalu ikut memposisikan diri di paha tebal Younghoon. “stop looking at him with jealousy when he doesn't even know what you feel,” bisikan halus mengalun di telinga menyebabkan si manis mengeratkan tautan kaki di pinggang.

Dia menggigit bibir menahan cemburu, menarik tengkuk Younghoon supaya lebih dekat. “Do whatever you want,”

So you're up for DP?”

As long as I get fucked by him,”

Rengekan Eric nyaris menaikkan emosi Hyunjae. Terutama ketika ia melihat Juyeon mengecupi leher si Maknae dengan mesra. Dia juga ingin seperti itu. Dia juga ingin Juyeon mendambanya bagai barang rapuh.

Tetua ketiga mengalihkan wajahnya, menatap dalam manik cokelat sayu tersebut sebelum mencium bibir tipisnya lembut. Hyunjae lama-lama terbuai, membuka belahan ranum, mengundang lidah untuk saling bertautan.

“Juy, mau duluan?”

Juyeon mendongak, melihat Younghoon telah menyiapkan Hyunjae yang terbaring kembali. “Beneran langsung dua?”

Younghoon mengangguk, “He asked for it,”

“Gimana, Ric? Kamu duluan atau Hyungdeul?” Kini Juyeon menawarkan pada adik di pangkuan. Eric menggeleng.

Hyungdeul aja, aku pingin di-blowie,”

Juyeon mengecup bibir Eric sekali lagi kemudian menyingkir perlahan. Hendak bergabung menyiapkan Hyunjae. Ini pertama kalinya kesayangan mereka di circle toxic ini akan dimasuki dua benda sekaligus.

Do you think he can take it?” tanya pemuda rambut hitam saat Younghoon telah tiga jari di dalam lubang. Hyunjae meringis keenakan sambil ikut menggerakan badan.

“Atau mau gantian?”

I can take both of you!”

But this is your first time, Baby,” ucap Juyeon sontak membuat pipi Hyunjae memerah. Oh jangan lupakan detak jantungnya, bisa-bisa kedengaran sampai ke telinga mereka berempat. “bener mau langsung dua?”

“Nggak tau deh, terserah..” akhirnya ia pasrah. Dia juga tidak ingin kelihatan sok kuat di depan topnya. Dia benar-benar ingin dimanja dan didamba seutuhnya. “kalau sakit banget, aku kasih tau kok,”

“Kasih pelumas banyak-banyak, Hyung,” sahut Eric tiba-tiba. Dia menarik tangan Hyunjae supaya mendarat di miliknya, membantu mengocok perlahan.

Si manis mengangguk menyetujui, memandang dua pemuda tinggi di sana penuh harap. “Please.. can we do it? Aku udah nggak tahan lagi, huhu,”

“Hmm..” Younghoon menggumam, menggerakkan jari yang sempat berhenti sejenak. “gimana Juy?”

“Kalo Jeje bilang iya, coba aja.”

Pelumas dikeluarkan dari botol. Dan Juyeon membantu persiapan menggunakan jarinya sendiri. Hyunjae telah kehilangan fokus akibat beberapa digit yang masuk ke dalam dengan ketebalan bervariasi. Dia sangat hapal ukuran jari jemari dominannya.

Hyung.. aah..” ia tak sengaja menggenggam adik Eric dengan kuat, membuat maknae di sana menggeram keenakan. Hyunjae sempat mengusap kepala jamur tersebut secara tiba-tiba, menyemai cairan putih di sekitar sana.

Fuck my mouth.. Youngjae..” pinta pemuda manis membuka rahang seraya mengeluarkan indra pengecap. Eric buru-buru mengatur posisi agar kejantanan bisa masuk sepenuhnya. Hyunjae langsung merilekskan kerongkongan begitu milik sang adik menginvasi rongga makan.

“Je dengarin..” suara bariton Younghoon mengalun, ia yang sudah setengah terpejam dengan napas tersengal-sengal menggumam, menambah getaran halus di sekitar batang Eric. “kita ganti-gantian dulu sampai kamu cukup buat dimasukkin berdua, oke?” Hyunjae tidak menjawab secara verbal, hanya memberi anggukan.

Younghoon dan Juyeon saling bertatapan sebelum si tengah mengajukannya duluan sedangkan ia akan bermain dengan Eric. Ada perasaan tidak suka terkilas di mata Younghoon tetapi tak ada yang peduli. Dia menghela napas perlahan kemudian menarik pinggang Hyunjae mendekat, menabrakkan penis terhadap pintu liang.

“Je.. you good?”

“Mmfh..”

Pemuda lebih tua sebulan menerobos masuk melewati lingkaran otot, berdiam diri sebentar ketika Hyunjae dirasa menegang akibat interupsi itu. Membiarkan kepala penis menyangkut selama beberapa detik. Dia mengatur napas, terpana sendiri melihat pemandangan di bawah.

Dia sudah berulang kali berhubungan intim dengan Hyunjae tapi kenapa rasanya seperti pertama kali? Detak jantung berirama cepat, perlakuan melembut, serta kehati-hatian saat melakukan.

Kekuatan cinta kali ya?

“Je?”

Hyunjae membalas dengan gumaman, kepala mengangguk ketika mulai terbiasa. Dia mendorong pinggul pelan-pelan, menggigit bibir begitu sempit membungkus kejantanan. Hyunjae tersedak milik Eric sebab terfokus pada regangan di bawah.

Juyeon membantu mengalihkan rasa sakit. Tangan menggenggam adik Hyunjae yang memerah dan basah, mengocok sedikit sesekali diremat kecil. “Mmff!”

“Aku goyang ya?” oh how sweet of Younghoon. Disaat Hyunjae sedang dipermainkan seperti ini, ia masih bisa meminta izin. Warna merah tercipta di sekujur badan putih sahabatnya, tanda merona malu.

Pemuda tengah masih mengocok Hyunjae meski si manis telah digenjot habis-habisan. Dirinya menarik dagu Eric yang duduk tak jauh, mempertemukan bibir mereka kembali.

Hyunjae memejamkan mata, selain tak ingin melihat adegan di hadapan, ia cuman mau menikmati sensasi distimulasi dari dua arah. Younghoon berhasil menemukan titik sensitifnya bersamaan Eric menyodok dinding tenggorokan. Badan terdorong-dorong akibat gerakan Younghoon sementara maknae menekan kepala untuk tidak kemana-mana.

Younghoon sibuk mengecupi perut di bawah kukungan, menggigit menciptakan bercak kemerahan. Dia melirik ke arah Juyeon dan Eric kemudian ke temannya yang memalingkan wajah.

Sial. Juyeon memang tidak punya hati.

“H-hyung.. ngh.. Hyung..” erang Eric di sela-sela ciuman. Selagi ia memaju-mundurkan pinggul menyodok rongga, ia kewalahan menghadapi keganasan Juyeon dalam berciuman. Tangan si tengah tidak berhenti memainkan milik Hyunjae, bahkan berhasil melukis putih di telapaknya.

Dominan lebih tua mencengkram pinggang Hyunjae begitu dirasa ingin sampai. Dia memelankan tempo sejenak lalu mengeluarkan penis mendadak.

“Aaaa!” rengekan terdengar seiring Hyunjae melepaskan kuluman. Mata berkaca-kaca menahan nafsu sebab digagalkan secara sepihak. Younghoon tidak merespon, hanya mendudukkan diri di ruang kosong lain tak jauh dari kaki si manis.

“Juy, giliranmu,”

Juyeon membiarkan Eric tersengal-sengal. Tanpa banyak kalimat, cukup tatapan tajam, sukses menggetarkan hati beserta rambut halus Hyunjae dan bersedia patuh sepenuhnya. Juyeon menarik tubuh lemas tersebut ke dalam dekapan, membiarkan kepala si manis bersandar di pundak tegapnya.

“Kamu siap?”

Hyunjae merona merah, sayang Juyeon tak melihat, ia mengangguk pelan. Pujaan hati tersenyum kecil, mengecup pipinya sangat lembut. Kedua tangan mengangkat bokong sebelum mengarahkan lubangnya tepat di kejantanan. Jangan sampai Juyeon dengar detak jantung sekarang. Meski dia merasa loose akibat invasi Younghoon tadi, tapi untuk Juyeon dia rela menyempit kembali.

You did so well, Baby..” bisik Juyeon menahan geraman. Kepala baru menerobos, rasanya Hyunjae tetap rakus ingin melahap sampai pangkal. Pemuda manis mengerang, memeluk Juyeon erat. “Hyung prepared you so good, Jeje..”

“Ngh..”

Eric mendekatkan diri, mengecupi punggung Hyunjae sesekali mendaratkan gigitan lembut. Younghoon sendiri hanya bersandar menunggu seraya menatap mereka, diam-diam terbakar api cemburu.

Begitu pipi bokong bertemu paha Juyeon, ia menghela napas sejenak, menaruh pipi di bahu, menghirup aroma parfum pemiliknya. Merasa penuh seketika. Perbedaan ukuran penis Juyeon dan Younghoon memang tidak terlalu jauh. Mereka sama-sama panjang, tapi berbeda ketebalan.

“Juyeon..” rengek Hyunjae manja. Juyeon tertawa kecil, mengusak rambut cokelat berantakan tersebut sambil menatap sayang.

“Iya Baby?”

“Kamu.. nggak bakal tinggalin aku kan?”

Pertanyaan serius itu menghentikan Eric dari kegiatan. Memandang heran pada kerandoman bottom kesayangan. Younghoon menaikkan satu alis, sedangkan Juyeon mengerjapkan mata.

“Kenapa... tanya gitu?”

Si manis memainkan kulit dalam mulut, tiba-tiba merasa takut ditinggalkan seorang diri.

“Nggak tau..”

“Jeje?” Younghoon bersuara, lembut penuh perhatian, memusatkan fokus kepadanya. “do you want to tell us?”

Hyunjae menggeleng, mengeratkan pelukan terhadap Juyeon yang dibalas hati-hati. “Nggak, nggak ada..”

Hyung, kalau Hyung banyak pikiran kan bisa cerita sama kita?” tawar Eric mengusap punggung keringatan tersebut halus. Mengecup kecil di atas pundak. Hyunjae menggeleng.

“Nggak,” kakinya mengerut-ngerut isyarat tidak ingin didesak lebih. “lanjutin Ju..”

Is this why you behave like a slut these days?” Pertanyaan dari sahabatnya sukses membuatnya mematung. Wow. Kim Younghoon. Hanya kau yang berhasil memahaminya luar dalam, bahkan hal ini tidak terlintas di benak Juyeon maupun Eric. “karena kamu takut ditinggal?”

Stop it!” ketus Hyunjae kasar, ia merasakan tatapan penasaran terpusat ke arahnya sehingga ia menangkup pipi Juyeon agar dapat menatapnya dalam. “fuck me, quick. Make me forget about other things but your dick!”

“Hyunjae!”

Juyeon mendiamkan Younghoon kemudian melancarkan serangan. Membawa mereka dalam ciuman panas menuntut tanpa menghiraukan amarah pemuda lebih tua di sana. Eric bimbang hendak melakukan apa, namun ia cepat-cepat melanjutkan eksekusi di punggung sang kakak, meninggalkan Younghoon tak dapat berkata apa-apa.

“Aah.. mmh.. Juyeon..”

Kedua bukan sejoli saling bergerak mencapai kenikmatan. Ditambah Eric menggrayangi bagian punggung menambah libido Hyunjae makin liar. Jemari meremat surai hitam pria yang memangku sembari menaik-turunkan pinggul secara sensual.

“Apa udah cukup?” gumam Juyeon di sela-sela ciuman. Hyunjae menggeleng, tidak ingin melepas tautan di bawah. Pemuda Januari mengecupi rahang tembamnya ketika ia melirik Younghoon di samping. Manik pemuda lain tampak bernyala-nyala, entah terbakar api nafsu atau..

Tidak. He's not into him. He's so sure he and him are just friends.. best friend lebih tepatnya. Tidak mungkin letupan kecemburuan terpasang di sana sementara Younghoon sendiri tahu kalau dia mencintai Juyeon.

“Ah.. ah.. Juyeon..” badannya tertandak-tandak saat pinggangnya dicengkram dan dibawa bergerak naik turun. Kulit bokong menampar pangkuan pemuda lain, menaikkan intensitas desahan.

“Deket.. ahhh.. dekettt!!”

“Gimana Hyung? Let him come or not?” tanya Juyeon bersuara serak nan terengah, Younghoon mengangguk kecil mengiyakan membuat pemuda tampan itu menggenjot lebih kasar. Hyunjae menancapkan kuku jemari di permukaan kulit bahu begitu pelepasan hampir tiba.

Tanpa disentuh sama sekali, ia keluar dalam beberapa kali semburan yang mendarat tepat di dada pujaan hati. Juyeon masih terus menggoyang meski tahu pemuda di dekapan oversensitif, tapi ia tidak peduli, dia hanya menginginkan Hyunjae mendapat kepuasan.

Deru napas si manis bagai dikejar kawanan serigala, dan predator yang dimaksud itu mereka bertiga, siap menerkam kapan saja.

Hyunjae terisak akan stimulasi berlebihan kali ini. Air mata merembes tak henti di pipi sehingga Juyeon buru-buru menjajaki jejak kristal tersebut. “Oh.. oh.. our Baby is crying..”

Younghoon mendengus, sedikit mendorong Eric agar mengganti posisi menjadi dirinya. Anggota termuda menaikkan satu alis, bingung pada sikap tidak sabaran itu. “Let's go Juy, he can take both of us,” ujarnya sembari mengarahkan penis pada liang yang membungkus milik Juyeon. Hyunjae gemetaran terhadap sentuhan, tanpa sadar mengetatkan lubang.

Shit, Jeje!”

“Ayo.. open up for me, Jeje..” geram Younghoon meremat salah satu bantalan empuk sampai memerah, dengan tega ia menyusupkan dua jari di samping batang guna memperlebar akses. Hyunjae makin menenggelamkan wajah di bahu Juyeon, menahan rasa sakit akibat perlakuan. “kamu sudah janji ya tadi..”

Hyung, nggak usah dipaksa deh,” sahut Eric kasihan melihat ekspresi Hyunjae, ia mengusap rambut cokelat si manis dengan sayang agar menenangkan hatinya sedikit. Younghoon menatap pemuda tengah, meminta persetujuan.

“Je? Kamu mau kita masukin bareng-bareng atau kita gantian?” tanya Juyeon selembut sutra, pemuda yang ditanya enggan menjawab, hanya mengendikkan bahu sambil memeluknya posesif. Juyeon agak frustasi mendapatinya, membuat ia menatap Younghoon balik.

“Je, jawab.” sebuah cengkraman di surai cokelat berhasil mendongakkan kepala Hyunjae, ia meringis menahan perih sebab ubun-ubun yang tertarik. Ketiga pemuda lain menunggu dengan kesabaran, walau simpul pelepasan meronta minta perhatian.

“B-both..” jawabnya pelan. Younghoon melepas jambakan kemudian menarik Hyunjae mendekat. Menempelkan punggung berpeluh tersebut pada dada sendiri.

Okay, take our cocks nicely, Baby..” bisik pemuda rambut panjang seraya menyengir, Hyunjae menelan ludah yang bergumul di mulut, berusaha rileks ketika benda tumpul mencoba masuk di bagian bawah.

“Aahhh! S-sakittt!”

Juyeon membuat suara-suara halus seperti sedang menenangkan bayi. Dia mengisyaratkan Eric supaya dapat membantu mengalihkan rasa sakit entah bagaimana caranya. Pemuda rambut merah itu menarik dagu Hyunjae kemudian mencium bibir kakaknya pelan. Sementara tangan Juyeon memelintir dua puting di hadapan, Younghoon masih mencoba memasukkan penis sedikit demi sedikit sambil menggeram dalam.

Hyung.. udah masuk?”

“Heun,”

Eric menjilati langit-langit mulut Hyunjae berupaya membungkam lirihan, saliva saling bertukar tanpa ada kejijikan di antara mereka. Si manis berani menghela napas saat Younghoon telah mencapai pangkal. Dia sangat penuh sekali. Pertama kali dia berani mengambil keputusan konyol seperti saat ini. Biasanya, mereka lebih sering berganti-gantian daripada masuk bersamaan.

Sebuah jemari merayap di permukaan perut, sedikit menyembul membuatnya bersemu malu. Juyeon tersenyum, mendusel lehernya perlahan, “Penuh Sayang?”

Juyeon-tidak! Jangan menaikkan harapan Hyunjae terlalu tinggi.

Di sisi lain, Younghoon mengecupi bahu landainya sesekali menggigit gemas beberapa daging yang terdapat di sana. “Gimana rasanya, Je?”

“Penuh.. banget..”

“Ini belum seberapa kalau kita goyang kamu barengan, tsk,” sahut Younghoon remeh. Hyunjae menolehkan kepala karena merasa aneh dengan sikap sahabatnya sekarang.

“Kamu kenapa sih, Hoon?”

“Aku kenapa?”

You're being.. mean..” ucap Hyunjae pelan, Younghoon terdiam sejenak lalu memutar mata malas.

“Perasaanmu aja kali, boleh kita goyang nggak? Daritadi ditahanin mulu nih,” entah apa konflik permasalahan di kepala Younghoon sehingga tidak sabar hendak bergerak di ruang sempit ini. Hyunjae memandang ke Juyeon bermaksud minta kelembutan, dan beruntung direspon baik oleh pemuda tengah.

“Hyung naik, aku turun, oke?”

“Terserah.”

“Jae, fuck my mouth,” titah Hyunjae mengalihkan wajah ke arah Eric yang sedari tadi menontoni mereka bertiga. Maknae Tbz mengangguk kemudian berdiri di atas kasur, menghadapkan kejantanan di wajah Hyunjae.

“Kalo sakit teriak, ya..”

Hyunjae tidak menjawab, melainkan sibuk mengalihkan fokus peregangan di lubang dengan melahap organ di depan. Eric langsung menggenggam rambutnya, kaki nyaris bergoyang bak jeli. Aba-aba ini digunakan kedua dominan untuk bergerak bergantian, mengikuti instruksi Juyeon sebelumnya.

“Mmmff!!” Manik sipit terbuka lebar, pipi tembam semakin tembam dengan adanya penis di rongga. Entah milik siapa yang berhasil mengenai prostat duluan, yang jelas ia hampir keluar lagi saking enaknya.

“Aah..” Younghoon menyengir begitu melihat perubahan itu, ia menggenjot brutal tanpa menghiraukan gerakan dari Juyeon.

“T-too deep! Ngh.. Yongun!”

Hyung, emang nggak apa?” celetuk Juyeon di sela-sela tusukan, dia merasa sebentar lagi akan sampai dikarenakan kenikmatan yang tidak bisa dideskripsikan. Younghoon hanya memberi anggukan, tangan kanan memainkan milik Hyunjae ketika mereka bertiga bergerak berlawanan.

“Aah! F-fuckk.. aahh!”

Eric bergerak menyumpal miliknya ke mulut yang terbuka. Menimbulkan bunyi tersedak akibat terlalu tergesa-gesa. Pikiran Hyunjae benar-benar berkabut hingga ia tidak dapat melakukan apa-apa selain menerima perlakuan.

Baby? Baby??” Pemuda manis itu tidak mendengar suara lain kecuali penyatuan mereka di bawah. Bagaimana kulit menampar kulit dan decitan gesekan dua organ di dalam tubuh bersamaan precum masing-masing.

Hyung kayaknya dia masuk subspace,” Eric berujar tapi tiada niatan menghentikan genjotan di mulut. Dua pemuda lain tak memberi respon karena sibuk mengejar klimaks.

Juyeon sampai duluan dalam beberapa kali hentakan. Hyunjae tersedak sedikit merasakan cairan panas memenuhi diri. Younghoon tidak mau kalah, bergabung melukis dinding dengan putih selang beberapa detik usai si Tengah.

“Oh..” Hyunjae hilang kendali, mendadak ia seperti melayang dibawa angin. Rahang menjadi sakit tak sadar menggoreskan geligi di milik sang adik.

“Ow- oww, Hyung!” Si rambut merah menarik surai Hyunjae agar menjauh seraya mendesis perlahan. Dalam hati beneran takut kalau kelaminnya luka-luka.

Juyeon melepaskan duluan, membiarkan Hyunjae terbaring di kasur. Lemah tak berdaya. Younghoon mencabut setelahnya, memperhatikan derasnya cairan mereka keluar dari sana.

“Eh.. Hyung aku ada ide,” Maknae yang belum sama sekali ada klimaks tiba-tiba meraih spidol di meja belajar. Dia membalik tubuh Hyunjae supaya menungging lalu menuliskan sesuatu tepat di tulang ekornya.

Cum.. dump?” tanya Juyeon menaikkan satu alis. Termuda memberi cengiran tanpa dosa, jari melesakkan mani yang hampir terbuang ke dalam lubang.

“Tempat pembuangan mani,”

You're so sick.” sahut Younghoon sambil tertawa kecil, mendorong figur adiknya main-main.

He looks like one though,”

“Bentar aku foto dulu,” Juyeon hanya bisa geleng-geleng kepala menemukan dua anggotanya memiliki frekuensi yang sama. Eric mulai mengocok miliknya lagi, menikmati pemandangan pemuda di bawah. Hyunjae masih bernapas tidak teratur namun tak dapat melakukan apapun.

Baby, are you okay?” Si tengah bernada khawatir, Hyunjae mengerang kecil diiringi getaran pada sekujur tubuh, sedangkan Eric menggeram di setiap genggaman.

Hyung, boleh aku keluar di dalam?”

“Dia nggak dengar, Ric,” balas Younghoon selesai mengambil gambar. Bahkan pemuda itu meremat dua bantalan empuk demi melebarkan pintu yang memang sudah terbuka akibat regangan beberapa menit lalu.

“O-oke.. hah...” Eric menggigit bibir kuat-kuat saat abdomennya mengencang, siap melepas kapan saja. Netra terfokus ke lubang yang terus mengeluarkan putih sampai ia menambahi lebih banyak. “fuck!”

Well done, Dongsaeng,” pemuda rambut hitam cepak terlihat mengusap kepala Eric sayang, berhasil menembak benih tepat di liang kesayangan.

Hyunjae is a mess right now. Bercak merah keunguan menyebar di seluruh kulit, peluh sebesar biji jagung membasahi pori-pori, serta liang kemerahan yang setia membuka dikotori tiga semen sekaligus.

But he’s sated. And feel loved at the same time.

Selagi mengatur napas sejenak, Younghoon melirik ke selangkangan sang sahabat. Dia kira Hyunjae tidak akan orgasme but it turned out he did, jika kalian bisa lihat dari kubangan putih yang berkumpul di seprai.

Okaaayyy, time to clean up,” ketiga dominan si manis mulai membereskan tempat kejadian perkara usai menghancurkan Hyunjae dalam satu waktu. Submisif mereka hilang kesadaran sebab mengalami subspace dan tidak akan kembali dalam beberapa jam ke depan.

“Selamat tidur Baby Je,” bisik Younghoon lembut seraya mengecup bibir tipis kemerahan tersebut. Juyeon juga mendaratkan ciuman manis di kening sebelum menggiring Eric pergi dari ruangan.

Younghoon menarik napas, menyeka helai rambut sahabatnya perlahan, hati menjadi dongkol akan perasaan yang berkecamuk sekarang, “Siapa sih yang suruh kamu suka sama Juyeon sementara aku di sini bisa bahagiain kamu, Je?”

Dia harap Hyunjae tahu siapa yang sebenarnya pantas bersanding dengan pemuda manis itu.

. . .

“Chanhee..”

I'm okay!”

Changmin dan Sunwoo saling bertatapan. Kabar burung terlintas di hunian The Boyz berupa Hyunjae digagahi dua orang sekaligus. And one of them was Younghoon.

“Aku baik, sumpah!” seru Chanhee menyengir, tapi rasanya menyakitkan. Lebih dari ketika ia tahu Younghoon berhubungan dengan Hyunjae pertama kali. “Nggak usah cemas, okay? I'm not into him anymore,”

Sahabatnya, buru-buru menarik ke dalam dekapan, dapat dirasakan badan kurus Chanhee bergetar, berusaha bersikap kuat di hadapan mereka. “Kami tahu.. kami tahu..”

It.. hurts..”

Sunwoo menghambur pelukan erat, membungkus sang kakak sepenuhnya. Mereka memang tidak banyak bicara ketika Chanhee mengatakan baik-baik saja, tapi setidaknya sebuah pelukan dapat meyakinkan si cantik kalau dirinya disayang oleh keduanya.

He's.. he's..” Chanhee tersedak kecil, dua pemuda lain menghujami wajahnya dengan kecupan. “apa aku nggak menarik?”

“Ssh.. ssh.. there there, you still have us, Chanhee-ya,” kata Changmin pelan. Sunwoo ikut mengangguk, mengecup sudut bibirnya sekilas.

Stop crying, dia nggak berharga buat ditangisin, Hyung,”

Kenapa sih dunia terus-menerus bergerak di sekitar Hyunjae? Bahkan pemuda itu juga yang berhasil merebut perhatian pujaan hatinya.

Chanhee tidak tahu harus apa. Mengalah? Nope, tidak dalam kamus Choi Chanhee. If Hyunjae can be bitch, so can he. If Hyunjae can steal his man, Chanhee can steal Juyeon too. Anggap saja impas, iya kan?

Pemuda cantik itu diam-diam tersenyum miring walau sedang bersedih. Dia berniat akan membuat Juyeon bertekuk lutut sehingga Hyunjae tahu rasanya dikhianati cinta mati sendiri.

. . .

Part 3

bbangnyukyu🔞

. . .

“Ah fuck!”

Umpatan kasar tersebut sudah pasti mengundang tatapan aneh dari para pendengar. Hanya saja, dalam ruangan itu tinggal mereka berdua saja. Keva dan Chamin.

Kedua sekawan sedang tengkurap di atas karpet lembut kamar Keva. Buku-buku saling tergeletak tak bernyawa di sekitar, dan peralatan tulis pun ikut bergabung.

“Aku ingin bertanya tapi aku juga tidak ingin umurku pendek,”

Chamin melirik dari layar ponsel, berkerut-kerut sinis sehingga Keva mengangkat tangan kemudian lanjut mengerjakan tugas.

“Aku sudah memberitahu soal 'kemarin' kan?”

Keva menaikkan satu alis, berusaha mengingat sebelum membentuk mulut menjadi vokal 'o'. “About you fucked Chanhee instead of punching her?”

Si imut mengangguk lambat, mengerang malas. “Dia ingin Kak Younghoon bergabung waktu kita melakukan itu,”

Beruntung sahabatnya sedang tidak minum, antara dia akan tersedak atau menyembur lewat hidung, tidak tahu deh. Perempuan tersebut hanya membelalakkan mata tidak percaya pada apa yang ia dengar.

Threesome?”

Chamin mengendikkan bahu, melempar ponsel ke sembarang arah sebab tiada balasan dari Chanhee lagi. “What am I gonna do, Kevaa??” erangnya berguling-guling di atas karpet.

I don't know Chamin, aku belum pernah terlibat dalam cinta segitiga sebelumnya,”

“Hidupmu terlalu berpusat pada Juyeon saja, Keva,”

So what? At least I'm not a home-wrecker,” sahut si rambut cokelat menjulurkan lidah. Chamin melempar bantal tepat di wajah manisnya sehingga akhirnya mereka berperang menjatuhkan satu sama lain.

Keva menjerit nyaring karena merasa energi terkuras, mendorong Chamin agar terjerembap berupaya menghentikan perkelahian.

“Kenapa tidak dicoba?”

Chamin memberi ancang-ancang hendak melempar bantal kembali namun Keva berhasil mencegah. “Kau gila?”

Nope, you're still the craziest between us,”

“Keva kau tahu perasaanku pada Chanhee kan?”

“Dan kau juga pernah menyukai Kak Younghoon for years, Chamin. Jadi apa masalahnya?”

“Masalahnya adalah, aku berhenti mengagumi Kak Younghoon dan malah jatuh cinta pada kekasihnya, Moon Kevaaa..” sahut Chamin gregetan. Keva tampak tidak masalah dengan itu, ia benar-benar bingung akan tingkah laku sahabatnya.

“Terus?”

“Kev, are you dumb? Do you know how weird it would be when your ex-crush stays in the same room with your current crush, fucking each other in front of you?” balasnya sarkas. Gurat-gurat kejengkelan tercetak jelas di pipi tembamnya untuk membuktikan kalau ia menentang permintaan primadona sekolah.

Keva mengendikkan bahu, “Kau belum mencobanya,”

“Shush!”

Take it or leave, sesimple itu Chamin-ah,”

Chamin mendengus, “Bukan kau yang berada di posisiku sekarang,”

“Oh I'll take it for granted though,”

Sebuah bantal mendarat lagi tepat di wajahnya.

Dasar Moon Keva!

. . .

Yet, you can call her crazy. Really crazy. Sepertinya Chamin mulai kehilangan kewarasannya karena setelah ia mengutarakan ide gila Chanhee pada Keva, di sinilah kaki membawa.

Gadis surai merah muda tersebut tampak sumringah begitu membuka pintu, langsung saja memeluk figur kurus Chamin sembari menempelkan hidung di bahu landainya. Dia ingin meleleh melihat sikap manja Chanhee kalau tidak ada Younghoon bersandar di ambang pintu.

Ah sialan. Dia bingung ingin memasang wajah seperti apa karena setahunya, jantungnya sekarang hanya berdetak untuk Chanhee seorang bukan pada tatapan pemuda itu.

You came..” bisikan halus teredam di bahu Chamin. Gadis surai hitam memutus kontak mata dengan Younghoon seraya memberikan senyum, tangan mengusap rambut merah muda lain secara halus. “thank you..”

“Hmm.. you're welcome..” balasnya tak kalah berbisik. Chanhee melepaskan pelukan, mata berbinar-binar kegirangan entah karena apa.

Apa dia sesenang itu hanya gara-gara Chamin mengiyakan tawaran gilanya kemarin? Dan Younghoon kenapa setuju aja sih? Bukankah pria itu harusnya menentang keras? Kecuali...

Ji Chamin stop making weird ideas.

“Kau.. tidak..” Chanhee tampak menelan saliva, mengerjap-ngerjapkan mata. “kau yakin tidak keberatan?”

“Kalau dia ke sini berarti dia sudah setuju, Sayang,” suara berat Younghoon menggelegar di balik punggung gadisnya. Membuat kedua perempuan langsung menatap ke arahnya.

Chamin hampir mengepalkan tangan. Mendadak kesal terhadap ekspresi dingin Younghoon sekarang.

Kalau bukan karena Chanhee dia tidak sudi satu ruangan dengan laki-laki ini.

Si cantik menarik lembut lengan Chamin menuju kamar. Tak lupa Younghoon mengikuti tidak jauh dari figurnya. Bahkan dia dapat merasakan aura lebih dominan menguar dari pemuda itu

Detak jantung Chamin berdetak tidak keruan. Semakin mendekati kamar, ia tak sanggup bergabung. Ingin segera kabur tapi tidak mau mengecewakan gadis di samping.

“Kau mau duluan atau?” pertanyaan serta naiknya satu alis yang mengarah padanya menyebabkan pori-pori mengeluarkan keringat padahal kamar Chanhee sudah dingin tidak ketolongan.

Chamin mengangguk pelan, menarik Chanhee agar berhadapan sebelum menatap dalam meminta persetujuan. Gadis surai merah muda bersemu, kepalanya ikut bergerak dan menipiskan jarak. Deru napas mereka saling menerpa satu sama lain seiring pertemuan bibir.

Manis.

Rasa cokelat batang melumer di mulut Chanhee begitu Chamin mencicipi. Sepasang tangan telah menarik tubuh langsing agar menempel satu sama lain, menabrakkan dada sesama dada membuat mereka melenguh tertahan.

Pemuda satu-satunya di ruangan duduk santai di atas kasur. Memperhatikan bagaimana kekasihnya begitu mendamba sentuhan gadis lain. Dia sebenarnya sedikit terkejut ketika Chanhee yang menurutnya polos dan selalu menyuruhnya memimpin permainan tiba-tiba bisa seagresif itu.

And that's enough to make him pop a boner.

“C-Chamin..” si gadis menggigit bibir seraya memejamkan mata erat begitu sapuan halus mendarat di kulit leher. Dia meregangkan area agar temannya dapat mengakses lebih jauh.

How do you want me, Chanhee?” bisik Chamin pelan, meniup leher si Cantik merasakan tubuh di hadapan gemetar kecil-kecilan. Dia masih merengkuh pinggang ramping terbalut daster lucu, mendekatkan diri mereka tiada henti.

I.. I don't know..”

Chamin melirik Younghoon yang bersandar menggunakan satu tangan, sementara tangan lain sudah mengusap gundukan di balik jeans. Menatap sensual pada keadaan kekasihnya.

Tsk, tipikal cowok. Entah kenapa buat dia gondok.

Perempuan itu tampak dilemma karena tak tahu harus melakukan apa lebih dulu. Dia akhirnya memandang ke Younghoon meminta bantuan.

Be my guest,” Younghoon menyunggingkan senyum miring. Sementara Chamin memutar mata malas kemudian benar-benar menutup panca indra terhadap keberadaannya untuk terfokus pada Chanhee seorang. Gadis imut tersebut memegangi dagu mungil gadisnya lalu berciuman kembali. Menyesap rasa cokelat di langit-langit, mengabsen gigi-gigi putihnya, sekaligus mengajak lidah bergelud.

Nama Chamin berulang kali disebut Chanhee padahal mereka baru saja menautkan bibir. Perasaan bangga didamba oleh sang gadis menambah rasa ingin pamer menjadi tinggi. Tiba-tiba sepasang tangan telah bertengger di ujung kain, melucuti perlahan.

Shit.”

“Oh.. wow..”

Chanhee mengerang, merapatkan kedua kaki ketika tertangkap basah tak mengenakan apa-apa selain daster saja. Chamin meneguk ludah, bersiap menenggelamkan wajah pada belahan dada.

“Aahh.. Chamin-ah..”

Sebuah jilatan panjang mendarat tepat di areola sebelah kanan, menggoda perlahan terutama bagian puting kecokelatan. Chanhee meremat surai hitam Chamin dengan kaki bergoyang bak jeli, mengalirkan sesuatu dari selangkangan.

Babe..” bisik Younghoon terpana. Sepanjang mereka berkencan bahkan melakukan senggama, baru kali ini ia melihat Chanhee sebasah itu hanya karena dadanya dimainkan wanita lain.

Wanita loh ini. Perempuan. Apa iya Chanhee berubah haluan?

Jika dilihat-lihat Chamin memang tidak kalah cantik dari kekasihnya. Meskipun perawakan agak kekar karena peran dia yang pernah menjadi kapten basket, tapi tidak menutup paras manis di dirinya.

Mungkin ia akan jatuh hati pada Chamin jika Chanhee tidak ada di sini.

Apalagi kali ini, gadis surai hitam tersebut melirik ke arahnya, membuat ia mendadak kikuk dengan penis makin mengeras.

“Chanhee-ya..” suara Chamin lembut bagai sutra, sukses meremangkan bulu kuduk Chanhee, ia membisikkan sesuatu yang tak dapat Younghoon terka, namun cukup mengakibatkan rona merah menjalar di pipi sang kekasih.

“Huh?”

Come sit on his lap, I wanna eat you first,”

Chanhee masih mematung, mengulum bibir bawah takut-takut. Dia tersenyum kecil, mengecup bantalan empuk sekilas lalu mencoba mendorong pelan figur si langsing agar dapat mendudukkan bokong di pangkuan Younghoon.

Pemuda itu langsung paham. Sigap memeluk Chanhee dari belakang supaya tidak tergelincir di atas kain jeans. Melihat gelagat Chamin yang berlutut membuat ia meraih dua kaki gadisnya untuk mengangkang.

“Aah..” demi apapun Chanhee sebenarnya malu pakai sangat. Memang sudah tidak terhitung berapa kali Chamin menatap organ intimnya tapi tetap saja rasanya memalukan. Ditambah kehadiran mas pacar menyebabkan ia lebih sensitif dari biasanya. “no.. no.. it's.. dirty..”

Chamin tidak menjawab, melainkan menyamankan posisi, mata tak sengaja beradu tatap dengan Younghoon ketika lidah terjulur menapaki permukaan kelamin. Pemuda yang dimaksud menegak ludah, sambil memegangi paha dalam Chanhee, ia mencoba untuk tidak menggesekkan si Cantik pada miliknya.

“Mmh..” gumam Chamin setelah bibir bertemu bibir lain. Pertama ia menghisap sedikit demi sedikit, mengganyang setiap celah sekitar labia, menggoreskan geligi di klitoris, manik sampai terpejam-pejam hanya karena merasakan tekstur basah di sana. Chanhee menggigit punggung tangan melawan desahan, namun kekasihnya malah menyuruh membuka suara.

“Keluarkan suaramu, Sayang, let her hear,”

“Ngh.. n-no...”

Honey, what have I told you about moaning loudly, huh?” sahut Chamin di sela-sela makan, cairan menitik tepat di indra pengecap begitupula pergetaran kaki si Cantik. Younghoon meraih dagu sang gadis, menyesap kedua belah bibir secara bergantian, mengajak berciuman tak lupa meremas dada yang menggantung

Can you blow me, Baby?” pinta pemuda tampan tersebut tidak menipiskan jarak mereka. Tanpa sepengetahuan dua sejoli, Chamin yang mencuri-curi dengar langsung membulatkan mata walau bibir tak berhenti menghisap.

Kenapa dia jadi penasaran dengan kejantanan mantan pujaan hatinya ya?

Wajar kan...

“H-huh? B-blow what?”

Chamin terhenti mendadak, mengerutkan dahi tidak percaya, “Kau tidak tahu Blowjob, Chanhee-sshi?”

Chanhee mengatur napas agar tetap hidup, area kewanitaan terus diterpa suhu ruangan, ia pun menggelengkan kepala polos. “Tidak..”

Kali ini giliran gadis imut itu menatap Younghoon, seakan ia tak pernah mengajari Chanhee hal-hal kotor sebelumnya. “Really Kak?” pemuda yang ditanya menggaruk tengkuk. Sedikit tak ingin disangka payah dalam bercinta.

She's too.. innocent for that,”

Jawabannya sukses menyebabkan Chamin mendengus, “Yeah, yeah innocent for a girl who likes to hump me,” Younghoon mengerjapkan netra, mencerna informasi terbaru dari gadis berambut hitam.

“Apa?”

“Ayolah Kak! Did you have no idea how much she likes to hump on me?”

Younghoon menggeleng, menatap Chanhee yang terlihat menggigit bibir kemudian tak mau menatap siapapun selain penjuru ruangan. “Sayang?”

“Maaf.”

Chamin beranjak berdiri, mengibaskan rambut ke belakang karena menghalangi pandangan. “Okay, sekarang kau tahu kelakuan kekasihmu di belakang, tetap melanjutkan atau tidak?”

“Tentu saja,” sahut Younghoon cepat, “I don't mind sharing her with you though,”

Si gadis membeku, tidak mempercayai kalimat yang terlontar dari pemuda itu. “Tapi dia pacarmu, Kak,”

“Lalu? She said she wants you, kenapa aku harus melarangnya?”

Are you sure?” Chamin memandang lurus ke dalam matanya, berusaha menantang si Tampan untuk maju. Younghoon menatap balik, sangat serius, ia nyaris saja terpesona kembali.

“Eum.. bisa tidak kita lanjutkan daripada kalian berkelahi?” gerutuan kecil dari gadis cantik di pangkuan menyadarkan mereka berdua. Akhirnya, mau tak mau, kedua dominan Chanhee tidak sengaja saling berdamai, mulai menggoda primadona sekolah setelah sempat terhenti beberapa menit. “Chamin, buka bajumu..”

Chamin menggeleng, “It's okay, hari ini spesial untukmu, Sayang,”

“Aku tidak ingin telanjang sendirian,” Chanhee memajukan bibir, mata berkaca-kaca entah menahan nafsu atau memang memohon agar permintaan dikabulkan. Chamin menjadi gugup dan nervous, apalagi ditambah kehadiran pemuda lain di ruangan ini. “please Chamin, I wanna see you too,”

Younghoon memberi anggukan, dia tak mempermasalahkan bagaimana bentuk tubuh si gadis, sebaliknya ia malah penasaran. Manik nampak menyala-nyala bagai anak anjing meminta perhatian dan itu berhasil mengalihkan Chamin dari kegugupan.

“A-aku tidak secantik kau, Chanhee,” gumamnya memandang ke langit-langit kamar. Mendadak seluruh tubuh menjadi dingin dan kaku hanya karena permintaan gadisnya.

Chanhee menarik pergelangan tangannya, menggenggam jari-jemari sedingin es tersebut berupaya menenangkan. “Chamin you're as beautiful as me, please for me? Honey?”

Gadis surai hitam menegak ludah, luluh pada tatapan memohon Chanhee. Dia mengangguk kecil sebelum menanggalkan pakaian satu persatu dimulai dari kancing kemeja, hingga celana selutut yang membungkus paha. Rambut-rambut halus di pori-pori berdiri menerima tatapan dari mereka, selaput sensitif di balik labia berdenyut sedikit mengalirkan listrik.

Okay.. aku..” Chamin melepaskan pengait bra, memberanikan diri mengekspos dada diikuti tarikan napas Younghoon. Perlahan ia menutupi bagian tengah tanpa menatap siapapun.

“Ooh.. kau menggemaskan, Chamin,” ujar Chanhee tersenyum lembut. Younghoon berdeham, can't take his eyes off of her. Baru kali ini ia melihat jelas lekukan badan Chamin yang sebelumnya hanya dibalut seragam sekolah atau basket.

Chamin menggigit bibir, memandang kedua sejoli bergantian. “M-Maaf..”

Chanhee menarik pinggangnya agar mendekat, dan dirinya dapat mendengar tarikan napas tajam lain dari Younghoon begitu mereka sangat rapat. Gadis cantik itu melingkarkan lengan di sekitar, kemudian tenggelam menggigiti perut datar di hadapan.

Easy, Baby,” ujar Younghoon saat kekasihnya tidak berhenti mengulum kulit putih itu. Chamin berpegangan pada pundak Chanhee sambil menahan erangan. Terutama lidah gadisnya kini menyusuri pusar hingga ke bagian intim.

Younghoon benar-benar sesak tiada tara. Dia mencoba mengutarakan kalau ia juga butuh pelepasan namun tidak ingin mengganggu momen dua anak hawa.

“Kak? Nggak mau telanjang juga?” tawar Chamin sebab sadar akan kelakuan Younghoon sejak tadi. Pemuda lebih tua tersenyum canggung dan mengutuk dalam hati kenapa si manis bisa membaca pikiran. “Chanhee, bangun dulu sebentar,” Chanhee merengut ketika dititah begitu, namun gadis termuda mengajaknya bergelung di atas kasur. Membiarkan Younghoon melucuti material.

Chamin bergerak menindihi Chanhee, menempelkan kelamin bersamaan seraya bergerak perlahan. Menikmati bagaimana dua klitoris saling beradu gesekan, menimbulkan jeritan.

“Chamin.. so.. wet..”

Yeah, you're fucking dripping, Honey,” lenguh Chamin menenggelamkan hidung di leher Chanhee, mendusel lembut menghirup aroma vanila di sana.

Pemuda rambut hitam semakin menegang melihat pemandangan di kasur. Dia ingin sekali bergabung tapi takut menginterupsi. Chamin, di sela-sela gerakan, menoleh ke arahnya sambil mengangguk.

Kala pertama ia melesat secepat kilat. Memposisikan diri di belakang mereka, menonton acara secara VVIP tanpa terhalang apapun.

“K-Kakk..” rengekan Chanhee terdengar, Younghoon memandang takjub pada liang kekasihnya yang menitikkan cairan, kekuatan Ji Chamin benar-benar sehebat itu huh?

“Boleh aku ikut?”

Dua perempuan mengangguk, nampak kebingungan bagaimana Younghoon bisa bergabung dalam kepuasan mereka. Younghoon memposisikan diri di antara kaki Chanhee, mengangkat bokong Chamin sedikit agar dapat menyusupkan kejantanan di tengah-tengah.

“OH FUCKK!” jerit Chamin keras, ia berusaha menopang badan supaya tidak jatuh menimpa Chanhee dikarenakan ulah kakak kelasnya sekarang. She can feel she's wetting the dick under her pussy. “ngh.. Kak..”

There there, now we can move together, right?” bisik Younghoon menyeringai. Dia mencoba memaju-mundurkan pinggul secara hati-hati. Merasakan betapa basahnya dua liang di sisi atas maupun bawah. Tampak mulai menyelimuti batang dengan cairan bening.

It feels.. good..” Chanhee melantur tak lupa bergerak, ia semakin geli pada posisi mereka sekarang. Jari jemari meremat pinggang gadis di atas.

You both can hump me,”

Chamin terengah-engah, berusaha menumpu diri. Chanhee sudah mendesah keras di bawah kukungan lantaran kepala penis tak sengaja menyusup di antara labia, meski tidak sampai masuk, menabrak lubang urine dan klitoris bersamaan.

“Kak.. ngh.. Kak..” kedua gadis gemetaran hendak dilanda klimaks. Younghoon mengizinkan mereka bergerak seluwes apapun asal berhasil sampai. Chanhee meraih orgasme duluan sebab sudah menahan sejak tadi, pancuran bening tersebut membasahi seluruh organ intim termasuk milik Chamin sendiri, membuatnya semakin basah menjadi-jadi.

Fuck.. mmmh.. C-Chanhee..” mata gadis berambut hitam terbelalak begitu sesuatu menabrak pintu liang, keras sedikit menuntut walau tidak sengaja sebelum menjauh kembali. Lututnya bergoyang bak agar-agar saat ototnya mengencang mengeluarkan pelepasan.

“S-Sorry..” gumam Younghoon di telinga, Chamin menegak ludah sambil mengangguk, tak mau mengambil pusing meskipun sebenarnya terselip di batin bagaimana rasanya dimasukin seperti Chanhee.

Mereka rehat selama beberapa menit. Chamin masih berusaha menepis keinginan konyol sementara Chanhee mengatur napas. Kedua sekawan berbaring bersampingan, saling menempelkan pundak.

“Chanhee-ya..” panggilnya perlahan, gadis rambut merah muda menoleh, tak lupa tersenyum manis, bahkan matanya menyayu sebab menikmati panggilan itu. “on your knees, Baby..”

“Hmm? Untuk apa?”

Chamin mengusap sudut bibir Chanhee yang ternodai saliva lalu mencium bagian tersebut pelan sebelum berbisik lagi, “Blow him while I eat you,”

“W-what?” pekik si Cantik merona merah. Menambah kegemasan di mata mereka. Younghoon tidak berani menimpal atau memberi perintah ketika Chamin beraksi lebih dulu. “bagaimana.. caranya..”

“Tenang, Kakak ajarin,” celetuk kekasihnya menyamankan duduk. Dia menginstruksikan Chanhee mendekat seperti yang disuruh gadis lain. Chamin diberi tatapan dan ia pun mengangguk meyakinkan. Tangan mengusap pipi tembam perlahan agar gadisnya segera bertindak.

“Kau bilang on my knees?”

“Hm, I'll eat you from behind,”

Oh no itu berarti Chamin akan melihat semua. Chanhee mendadak menggigil saat membayangkan, klitoris berdenyut mengalihkan perhatian. Dia bergerak merangkak ke arah Younghoon, tepat di kejantanan sang kekasih. Ludah kembali bergumul, tak sadar menetes dari sudut bibir. Membuat Younghoon tertawa kecil sesekali mengusap area itu.

“Kenapa Sayang? You look tensed,”

“Nggak..” Chanhee mengerjap-ngerjapkan netra, “aku nggak tahu mulai dari mana,” pemuda tampan mengusap permukaan wajah secara hati-hati, memandang penuh cinta, mendaratkan kecupan lembut di kening. Jantung si gadis berdetak kencang, sama seperti yang ia rasakan sewaktu bersama Chamin.

It's okay, kau hanya perlu membuka mulutmu dan Kakak akan mengajarimu,” jawab Younghoon seraya tersenyum, Chanhee mengangguk kembali, mempercayai mas pacar dengan sepenuh hati.

“Seperti ini?” tanyanya membuka mulut, mendapat tawa renyah dari keduanya. Chamin telah menggrayangi paha dalam, menyebabkan rasa menggigil menyetrum permukaan kulit. “a-aku tidak bisa..”

“Chanhee..” tegur Chamin tiba-tiba, Chanhee langsung patuh, netra berkaca-kaca saat beradu pandang. Hari ini Younghoon benar-benar takjub terhadap dominansi gadis lain. Dia baru kali ini menemukan kekasihnya tunduk pada seluruh perintah Chamin. Sementara dia sendiri malah mengiyakan semua permintaan sang kekasih. “all you have to is suck his dick, Honey,”

Can you show me how?”

Baiklah. Ini sudah keterlaluan. Warna merah padam membuncah di wajah si Imut ketika Chanhee dengan segala kepolosan menyuarakan pertanyaan. Hati Younghoon panik. Takut dianggap berselingkuh jika Chamin setuju. Namun, Chanhee nampak biasa saja, kekeuh pada kalimat.

Chamin berhasil mempertahankan ekspresi, menatap gadisnya dalam-dalam. “Kau yakin?”

“Bagaimana aku bisa tahu kalau kau tidak menunjukkan padaku?” itu saja sahutan si Cantik seraya mengendikkan bahu. Bertingkah laku seenaknya agar Chamin makin memperlihatkan kekesalan. Younghoon ingin membantah, ingin sekali, tapi sial! Di sisi bejatnya, ia juga ingin merasakan sesurga apa mulut Ji Chamin.

Okay,” tanpa basa-basi, mantan kapten basket putri beringsut di sebelah sang kekasih, raut datar, berposisi yang sama, menungging bertumpu siku. Dia memandang Younghoon dari bawah kelopak berbulu mata lentik, meminta izin.

Gumpalan ludah kembali mengaliri kerongkongan yang kering, pemuda satu-satunya mengangguk, dadanya sesak penuh antisipasi sedangkan penisnya bergoyang sedikit.

“Ohh.. dia bergerak!”

“C-Chanhee..” erang Younghoon hampir menepuk dahi. Chamin menyeringai, mulai menggenggam bagian pangkal, menggelitik perlahan. Sejujurnya ia pertama kali menyentuh milik laki-laki. Mantan pujaan hati pula. Apa tidak double kegugupannya?

Watch and learn,” gumam Chamin menjulurkan lidah memberikan jilatan macam kucing. Younghoon meremat seprai, hendak mendamba lebih. Si gadis menyusuri sangat pelan di sepanjang nadi, mengecup mahkota di atas menggunakan bibir, berusaha membasahi.

Younghoon memperhatikan betapa seriusnya Chanhee berusaha mempelajari. Mata tidak berkedip saat Chamin membuka mulut, memasukkan batang sedikit-sedikit, konsentrasinya buyar dan digantikan desahan halus.

“W-woah..” Chanhee tidak menyangka kalau Chamin bisa selihai itu. Bagaimana ia menelan tanpa tersedak sama sekali, bagaimana ia meniruskan pipi, menghisap kecil, membunyikan suara-suara menggoda kemudian menaikkan kepala demi meludah di atas kepala.

Pemandangan ini berhasil membuatnya makin basah di selangkangan.

Begitu salivanya mengalir turun, ia mengocok pelan, tampak santai dan tidak tremoran. Berbeda dari Younghoon yang berusaha menahan pinggul agar tak menghentak ke atas.

Now you've seen this, your turn to try,” si Tampan nyaris mendesah kecewa sewaktu Chamin melepaskan genggaman, memalingkan muka karena ditatap heran oleh gadis termuda. Chanhee mengangguk antusias kemudian mencoba seperti apa yang dilakukan Chamin. Menggenggam batang keras milik sang kekasih, merasakan berat maupun tekstur di kulit.

“Woah..”

Babee..” erang Younghoon kembali minta dikasihani. Chanhee menyengir manis seraya menaik-turunkan genggaman, memijat-mijat organ secara lembut. Chamin mengusak rambut merah muda itu gemas sebelum beranjak kembali ke posisi semula. Di belakang Chanhee.

Now go suck his dick, dan cobalah untuk fokus pada tugasmu, okay?” ujar gadis lain menepuk-nepuk pipi bokongnya. Chanhee menggumam, kepala mendadak hanyut akibat sentuhan.

“Kau yakin, Sayang?”

“Eung!”

Ah! Why's she so cute for?! Younghoon ditemukan telah kehilangan kewarasan setelah mendapat respon seperti tadi. Chanhee menuntun penisnya perlahan ke dalam mulut hingga bersentuhan dengan parasan lidah. “Fuck...”

Slrpp.

Chanhee berhenti mengulum sejenak dirasa miliknya dimainkan perlahan. Tidak sadar tangan kiri bebas menggenggam acak rambut hitam di belakang. Mulut tertahan ketika ingin mengeluarkan desahan.

“Fokus Chanhee!” teguran beserta tamparan mengejutkan di bokong sukses menggoyahkan penumpuan kaki.

“Mmff!” lenguh si Cantik berupaya bernapas lewat hidung, ia menatap Younghoon meminta bantuan dan kekasihnya hanya mengelus tulang pipi yang menggembung. Menyemangati untuk terus.

Chamin menarik labia kanan maupun kiri sambil melesakkan hidung, lidah bergerak macam profesional, memberikan gumaman. Dia mendengar Chanhee menjerit tertahan, sekaligus menggeliat kegelian. Tangan menampar bokongnya lagi memberi peringatan. “Chanhee.”

I-I can't!”

“Kau bisa, Choi Chanhee..”

“Mau keluar..” erang gadis cantik itu mencengkram paha Younghoon. Si pemuda mendaratkan kecupan di bibir, berbisik lembut.

“Keluar aja, Sayang,”

I told you to blow him, didn't I?” Younghoon tidak dapat berkata-kata setelah mendengar nada bicara Chamin. Tajam dan tanpa perasaan, dan respon kekasihnya pun sangat patuh, bagai anak anjing memakai sabuk leher, mengiyakan segala perintah. “Chanhee, jawab.”

“I-Iya.. ngh.. iyaa..”

And boy, that makes his dick harder than before.

Chanhee melupakan bagaimana benda lunak menyapa liang, dirinya menarik napas kemudian memasukkan milik sang kekasih ke rongga mulut sampai mahkota menyodok dinding kerongkongan, ia terbatuks sedikit dengan wajah memerah, ditambah manik diselimuti air mata menyebabkan Younghoon menjadi tidak tega.

“MMHHH!” matanya terbelalak lagi, tangan menggapai pinggang Younghoon agar tidak limbung. Younghoon menggigit bibir, hendak memajukan pinggul tapi takut Chanhee terluka. Chamin di belakang, sudah sigap menggerakkan dua jari yang menerobos masuk, memutar pergelangan tangan seraya tak lupa mengulum daging sensitif di balik labia. Chanhee menggeliat, menandak-nandak tanpa menghentikan kepala, menghisap batang tersebut sampai saliva menetes ke kasur.

“Oh, my Baby, kau ingin keluar ya?”

Si gadis mengangguk cepat, merengek tidak jelas seraya mempercepat pinggul supaya bergerak bersamaan dengan jari yang keluar masuk. Dia melepaskan kuluman untuk menjerit diikuti kedua kaki gemetaran begitu menyemburkan cairan.

Shit.” umpat Younghoon ternganga, malam ini dia benar-benar dibuat speechless oleh kelakuan dua sekawan berjenis kelamin sama. Chamin tertawa kecil, menepuk-nepuk organ intim di hadapan, menyemai bekas orgasme gadisnya yang masih dikeluarkan. “Ji Chamin, you–”

Can't relate huh?”

Younghoon bungkam. Tidak dapat mengatakan patah kata usai Chamin berucap. Dia tiba-tiba merasa payah karena belum pernah sama sekali membuat Chanhee klimaks hingga ke tahap squirting.

Chanhee memeluk pinggang Younghoon sebagai support system sebab kaki beserta pahanya bergetar hebat. Napas memburu menerpa kejantanan tegang. Younghoon mengelus rambut merah muda serta menyeka buliran keringat di kening.

So... tired..”

We're not done, yet,”

Gadis cantik merengek, menenggelamkan wajah tepat di selangkangan mas pacar. “Tapi.. tapi aku sudah keluar dua kali,”

“Siapa yang suruh, heum?” tamparan di bokong sepertinya telah menjadi cara Chamin mendisiplinkan Chanhee. And Younghoon thinks it's so hot to see. “Kak Younghoon juga belum ada keluar, ya,”

You two play,” gumam Chanhee teredam kulit pucat. Chamin mendadak diam lalu memicingkan mata perlahan.

Get up, Choi.”

“Tidak mau.”

“Choi Chanhee.”

Younghoon berusaha membaca situasi, dia menjadi sedikit takut pada sikap dominan Chamin terhadap sang kekasih. “Bangun, Sayang,”

“Aku lelah!”

I'll make your more tired if you don't get up now.” Rambut-rambut halus di seluruh permukaan tubuh Chanhee sontak berdiri, ia meringkuk kemudian mengikuti perintah Chamin, bangkit perlahan menatap sang dominan. Chamin tidak merubah ekspresi, hanya memandang balik seolah-olah telah mengalirkan telepati di sana. Si Cantik bergeser mendekati, menyusup ke dalam dekapan.

Wah. Sudah berapa kali Younghoon terpana oleh kejadian ini? Begitu banyak yang ia pelajari dari malam pertama mereka bertiga. Sehingga ia tidak dapat bergabung maupun menimpali.

“Capek?” tanya Chamin lembut, mengusap bibir Chanhee perlahan, ia mendapat anggukan. “terus Kak Younghoon gimana? Did you make him come?”

Chanhee menggeleng, memasang wajah sedih, “I can't..”

“Oh, poor Baby,” puncak kepala bersurai merah muda dikecup manis, sebuah senyum beserta lesung pipi tersungging menyebabkan Younghoon yang melihat langsung terpesona. “Aku tahu kau baru pertama kali melakukan itu, tapi kalau kau menyerah sekarang, kasihan Kak Younghoon,”

How considerate of her. Meskipun Younghoon merasa Chamin membencinya, diam-diam ia tidak dilupakan dalam permainan mereka. “Aku baik,”

Of course you're not,” dengus Chamin memutar mata malas, “tidak bisakah kau lihat penismu masih mencari perhatian?” Chanhee menahan tawa akan pertanyaan itu, sedangkan pemuda lain bersemu merah sambil berpaling. “alright, Baby, listen to me, you're gonna eat me, while he fucks you from behind,”

Ji Chamin I swear, setiap kata yang kau ucapkan akan menjadi alasan kenapa Younghoon mati cepat.

Can you do it, heum?” tanya Chamin lagi sambil mencengkram rahang bawah Chanhee, “will you be my good baby girl?”

Chanhee meringis, menganggukkan kepala sebab otak mulai berkabut ketika Chamin memintanya menjadi bayi yang baik. Dia mau jadi good baby girl, dia mau membuat Younghoon dan Chamin keluar karenanya.

Okay, ass up.” Si Cantik menungging, menumpu badan menggunakan dua tangan, Chamin tersenyum manis, mengecup bibir tebal di hadapan. “Kak, do it,”

Tanpa perlu disuruh dua kali, pemuda tampan tersebut tergesa-gesa mengambil posisi. Dia menggeram dalam hati sambil memandang liang sang kekasih yang berkedut-kedut minta diisi. “I miss your pussy, Baby,”

Rengekan kembali terdengar, dan Chanhee semakin ingin segera dipenuhi. “Fuck me Daddy..”

“Hah?” Chamin melongo, terkejut mendengar panggilan dari gadisnya sendiri. Chanhee tidak pernah cerita sebelumnya. Kali ini giliran Younghoon mematri senyum miring, merasa bangga aja kalau kekasihnya juga bisa tunduk kepadanya. “Kau tidak pernah bilang-”

Fine, kau mau kupanggil Mommy?” tawar Chanhee menatap malas, padahal beberapa detik lalu dia bersikap manja dan needy, tapi begitu menemukan kekagetan Chamin, ia tampak bratty. “Mommy, can I eat you?”

Penis Younghoon mengeliat membuat ia menahan desahan. Bagaimana respon Chamin ketika dipanggil 'Mommy', huh? Tentu saja dia merona merah, sangat kelihatan malahan. Chanhee menyengir kesenangan dan melanjutkan permintaan. “Baby needs your cum in her mouth, Mommy,”

Your mouth, Chanhee.”

Daddy can fuck me while I fuck you with my tongue,” Chanhee mencoba lagi, melihat betapa bersemangatnya liang Chamin saat ia bersuara. “please Mommy??”

Chamin menggenggam rambutnya, menarik ke belakang sedikit, “Okay, make Mommy comes only with your tongue,” desisnya tajam nan menuntut, Chanhee meringis berusaha mengangguk. Jambakan terlepas, dan ia langsung mengeksekusi. Sambil menumpu badan, ia mulai menjilat permukaan kulit perut diikuti gesekan lain pada milik sendiri.

Baby, Daddy's in,”

“Eung..” balasan Chanhee menggetarkan saraf di klitoris. Chamin menegang seketika mendadak memejamkan mata. Indra pengecap kembali bermain di sisi labia mayor, menjilat daging sensitifnya sangat pelan.

“Ah..” desah Chamin kemudian menutup mulut. Tidak mau bila Younghoon mendengar kelemahannya. Pemuda rambut hitam melirik sebentar, lalu menuntun penis menapaki liang basah, sudah bisa merasakan getaran-getaran halus di sekitar. “mmff.. C-Chanhee..”

Chanhee menyeringai, paling tahu kalau Chamin senang dijilat. Dia mengemut klitoris di antara bibir bagaikan permen, tak lupa menghisap cairan yang merembes di pintu masuk. Seketika lupa pada kehadiran penis Younghoon di kelaminnya.

“MMFF!” teriak Chanhee bersamaan Chamin. Yang satu kaget karena dimasuki, yang satu kaget sebab bibir gadis lain makin tenggelam. Giliran Younghoon tertawa kecil, seraya memajukan pinggul, ia meremat pinggang ramping sang kasih gemas.

Feel good, Baby?” Kepala Chanhee terangguk, melepaskan tautan untuk menoleh, menjulurkan benda tak bertulang.

Mommy's precum on my tongue, Daddy,”

Chamin meringis, menarik rambut Chanhee agar kembali memakannya. Younghoon hanya geleng-geleng, menemukan kelakuan bertolak belakang kedua sekawan sangat lucu. Dia menatap penyatuan mereka, tangan di pinggang tadi kini berpindah ke bantalan empuk, menampar pelan hingga bergoyang.

“Aah..Daddy..” erang Chanhee berulang kali berhenti menghisap. Chamin juga terus menerus menggenggam helaian surai, namun si Cantik sedari tadi mendesah saat Younghoon mulai menggoyang. “Mommy.. pull harder!”

Gadis imut itu menahan kepala Chanhee untuk tenggelam di antara kedua kaki. Bibir dan lidah bergantian menapaki antara klitoris maupun liang, dengan bagian belakang ikut menyamakan tempo genjotan. Chamin menggigit bibir, menekan kepala Chanhee lebih dalam. Gerakan kedua sejoli berhasil menaikkan libido.

Daddy!” pekik Chanhee tiba-tiba disertai tubuh menggigil. Younghoon langsung paham, ia telah menumbuk titik sensitif di dalam. Kecepatan ditambah, tekanan lebih berat dari sebelumnya, tangan tentu saja meremat acak bagian dada sang kasih. Chanhee melanjutkan pekerjaan, melesakkan lidah, mengitari dinding meski tidak jauh, namun cukup menyebabkan Chamin gemetaran.

FUCK.. C-Chanhee!” Gadis surai hitam menegang seraya menjerit bagai lumba-lumba. Younghoon rela berhenti hanya untuk melihat bagaimana Chamin klimaks, sama seperti kekasihnya tadi, cairan bening mengguyur deras mengenai wajah Chanhee tiga kali. “ngh.. fuck.. haahh..”

Daddy, Baby's wet..” erang Chanhee menjilati sekitar sudut bibir. Younghoon mengumpat lalu mempercepat tusukan, makin lama dia makin gila aja karena menahan dari awal. “K-keluar.. keluar..” racau sang kekasih mencengkram seprai, dinding yang membungkus kejantanan menjadi lebih sempit sehingga begitu Chanhee sampai, tautan mereka terlepas.

“Wah!”

Everything's wet. From Chamin to Younghoon's cock, semua terasa basah dan licin. Chanhee berulang kali menggigil hingga akhirnya ambruk, berbagai macam cairan merusak tatanan kasur. Younghoon buru-buru mengocok penis, hendak melepas benih di punggung Chanhee.

Chamin selesai mengatur napas, menarik badan Chanhee sedikit lalu kedua sekawan memperhatikan pemuda itu. Mempercepat waktu klimaks Younghoon. Untaian putih seiring geraman terlontar keluar. Chanhee melenguh pelan, merasakan punggungnya menghangat.

Younghoon terengah-engah, merebahkan diri tak jauh dari mereka. Benar-benar malam yang mindblowing. Dia tidak tahu harus berkomentar apa. Mengakui kalau keinginan Chanhee tentang threesome bersama Chamin bukan ide yang buruk.

Mungkin apabila ada momen lain, dia bisa merasakan mulut Chamin lagi di penisnya. And he won't regret it at all!

I'm so tired..” gumam Chanhee memeluk Chamin. “can you stay here?”

Chamin nampak bimbang, dia cukup kaget karena berhasil melalui malam laknat tanpa ada keinginan membunuh Younghoon di tempat. Dia juga cukup lega Chanhee tidak marah padanya perkara penolakan kemarin.

“Kau tidak keberatan?”

“Tentu saja tidak!” Chanhee mengeratkan pelukan, mengendus aroma badan Chamin yang diselimuti mawar, kontras dengan vanila di dirinya. “kau harus terbiasa dengan semua ini,”

Is this your way to say there will be next time?” tanya Chamin curiga, bahkan satu alisnya naik. Chanhee memberikan cengiran, oh dan anggukan antusias.

“Kan aku sudah bilang kalau aku tidak ingin digilir,”

“Chanhee, he's your–”

I know, and you're my girlfriend,”

Younghoon terbatuk, mereka berdua menoleh.

“Maksudmu teman perem-”

“Ssh! Girlfriend, lover, seperti aku dan Kak Younghoon,”

Kepala Chamin seketika pening, berputar, tak dapat berkata apa-apa. Sejak kapan Chanhee seberani ini memberikan sebuah label kepadanya. Memang sih, selama beberapa bulan terakhir mereka hanya sebatas friends with benefit, tapi hati Chamin belum siap bila Chanhee menyatakan perasaan duluan.

Di depan Younghoon pula.

“Chanhee..”

“Tidak terima penolakan,”

“Kak..” rengek Chamin frustasi. Younghoon mengendikkan bahu.

If she wants it, she gets it, Chamin,”

Chamin hendak melempar bantal ke arahnya kalau tidak ada kalungan lengan di pinggang. Dia menatap Chanhee lagi, meminta keseriusan.

“Chanhee, kau tahu three-way relationship isn't common in our society,”

Gadisnya mengangguk, “Ya aku tahu, apa aku peduli?”

Rupanya sifat Chamin telah menulari Chanhee sampai-sampai primadona sekolah bisa savage seperti saat ini.

Akhirnya ia mengalah, membiarkan Chanhee melakukan sesuka hati sebab ia juga menyukainya. Dia menyukai si Cantik yang apa adanya, tidak sekalem saat pertama kali bertemu, tidak ketakutan ketika menemukan sesuatu yang baru.

“Baiklah, kau menang.”

“Yay!” Chanhee mengecup dada Chamin, tak lupa menggigit sedikit sehingga Chamin terpekik kaget. “thank you, Mommy,”

Babe stop–” tegur Younghoon menyebabkan tawa renyah mengalir dari gadis surai merah muda tersebut. Dia bangkit sebentar mengisyaratkan kekasih prianya untuk mendekat dan mendekap dari belakang, sementara ia menggantung pada Chamin.

“Hmm this is nice..” gumam Chanhee berbunga-bunga, menguselkan hidung di dada Chamin sambil dipeluk Younghoon. Matanya menjadi berat, dan mendadak diculik ke alam mimpi. Meninggalkan kedua dominan terperangkap dalam kecanggungan.

Manik mereka saling berpandangan, tidak tahu apa yang hendak diutarakan. Chamin menggigiti mulut dalam sebelum memutus kontak duluan. Dapat didengar bunyi napas halus mengalun lembut dari hidung Chanhee isyarat benar-benar terlelap seutuhnya.

“Chamin.”

“Ya Kak?” sahutnya cepat dan berbisik.

Younghoon menghela sebentar, mengeratkan pelukan pada Chanhee. “I don't mind sharing her, if you're asking,”

Chamin hanya menggumam, sibuk memikirkan entah apa. Ketakutan? Terhadap apa? Hubungan tiga arah ini? Lalu bagaimana dengan perasaan dia pada pemuda di belakang Chanhee? Apa dia masih suka? Apa dia juga menginginkannya?

“Tunggu Kak, kepalaku mendadak pusing,”

Younghoon terkekeh kecil, tak sadar mengulurkan tangan untuk mengusak rambut hitamnya pelan, Chamin mematung sejenak sebelum merilekskan badan, mau tersenyum tipis.

“Aku tahu kau menyukaiku,”

“Oh shit.” desis si gadis nyaris terjengkal dari kasur. Jantung langsung merespon cepat ditambah cetakan senyum miring di bibir Younghoon ingin sekali dia hapus selama-lamanya. Pemuda itu semakin merapatkan mereka bertiga, melihat semu merah muda di wajah Chamin. “Chanhee yang bilang?”

“Tidak,”

“Lalu?”

“Aku menerka sendiri,” jawab Younghoon mengendikkan bahu, menatap Chamin dalam-dalam, “how can I not notice the way you see me everytime we're in the same room, heum?”

I wanna go home.” ucap Chamin tiba-tiba berkeringat dingin. Raut memucat sebab ingin sekali keluar dari tempat ini.

“Kenapa?” tanya si Tampan, memainkan beberapa helai surai kehitaman sangat lembut, “maaf kalau aku tidak bisa membalasnya,”

It's okay,” balas gadis tersebut laju bagai kereta api listrik. “aku menyukai Chanhee, bukan dirimu lagi,”

Is it enough? Apalagi mereka secara tidak sengaja menjalin hubungan dengan satu orang yang sama. Apakah alasan itu cukup menghentikan perasaan Chamin padanya?

Younghoon hanya tersenyum, mengangguk paham, “That's your feeling, though,”

“Bagaimana denganmu? Kenapa kau menyetujui ide gila Chanhee?”

Like I said, Chamin,” Younghoon menghela napas, “if she wants it, she gets it, kalau dia menginginkanmu aku bisa apa selain mengiyakan?”

“Bucin.”

Pemuda di ruangan menahan tawa, takut mengganggu tidur bidadari di samping. “Tentu saja, kau pikir mendapatkan Chanhee semudah membalik telapak tangan? Walaupun dia primadona sekolah dan dilihat ramah, sejujurnya sangat sulit menggapainya, Chamin-ah,”

Chamin diam saja, hanya menatap Younghoon sambil menggigiti kulit dalam bibir. Tatapan kakak tingkatnya melembut, mengelus pipi tembamnya perlahan. “Dan kau termasuk salah seorang yang beruntung bisa menaklukkan Chanhee dengan mudah,”

“Tidak juga,”

Jika seandainya Younghoon tahu bagaimana caranya Chanhee bertekuk lutut, dipastikan Chamin disuruh menjauh dan dilabeli psikopat gila.

The point is, she wants us both, and nothing can change that but her,” Chamin mengangguk setuju, menikmati bagaimana tangan besar Younghoon menangkup kedua pipi seraya memainkan perlahan. “kau tidak kalah menarik kok,”

Shut up.”

“Mungkin lama kelamaan aku akan jatuh cinta padamu,”

Shut up, Kak!” desis Chamin melototkan mata tapi diiringi rona merah, mengundang rengekan Chanhee sebab terganggu membuat mereka berdua sigap menutup mulut. Younghoon menyengir, tangan masih bergerilya di wajah gadis lain.

Sleep tight, Mommy..”

“Kak!”

“Sshhh!”

Chamin benar-benar ingin menenggelamkan diri di Palung Mariana setelah melewatkan malam panjang nan aneh ini bersama gadis yang disukai dan kekasih slash mantan pujaan hati.

Dunia selalu punya banyak kejutan di setiap momen terkecil sekalipun. Dan dia tidak dapat menerka seperti apa hubungan mereka di kemudian hari nanti.

. . . .

Joel and Jerry

jumil lokal🔞

©️wonhojodohku

. . .

another alternative universe of Joel Andrean and Jerry Winata. Apa lagi yang diinginkan Jerry kali ini?

. . .

“Kemaren gue craving, Jer,”

“Craving apa?”

“Cock warming,”

“Anjir.”

“Hahaha, habisnya gue pengen banget ngemutin punya Mas Shea, lo tau kan punya dia kalo udah ngacung gimana-”

“Nggak tau, nggak mau tau gue mah,”

“Lo harus coba sama Joel, dijamin ketagihan,”

“Udah sering di lubang,”

“EW, no Jerry!”

“Lo duluan ya anjir!” balas Jerry meniup poni yang menutupi penglihatan. Punggung agak merosot sampai menyentuh alas kasur, menatap langit-langit kamar sambil mendengarkan cerita kemesuman sang sahabat. “terus gimana?”

“Yaudah, rahang gue kram tapi enak sumpah!”

“Cha, stop nonton bokep berlebihan okay? Kasian Mas Shea ngadepin sisi fetish lo,”

“Heleh, says the one who got doggy-style kink. Dasar anjing.”

Doggy style is a not a fetish. It's a position and a common one,” kutip Jerry tidak mau kalah. Icha mendengus di seberang sana, agak keras tapi ia tetep kekeuh pada argumentasi konyolnya. “fine I'll try it later,”

“You should, Bestie. Bayangin mulut lo dipenuhin sama permen tapi keras berurat, mungkin agak pait sih, tergantung Joel makan apa, anyway it feels good to chew something like dick, Jerry..”

Sementara ekspresi si manis tidak dapat dikendalikan lantaran penjelasan terlalu detail tersebut. Dia hampir membuat suara-suara muntah.

“Gila lo ya. Mesum banget jadi cewe..”

Icha hanya tertawa di seberang sana, mengatakan kalau ia sesekali harus mencoba untuk meningkatkan gairah seks mereka. Jerry mengumpat pada gadis itu sebelum sambungan telepon terputus. Membawanya berpikir dan menimang-nimang saran kurang ajar tadi.

Hm..

Dipikir-pikir boleh juga. Sudah lama Jerry tidak mengulum Joel. Akhir-akhir ini mereka terlalu sibuk dengan tugas akhir masing-masing sehingga hanya melakukan quickie sejenak apabila terangsang di tengah hiruk pikuk kegiatan kuliah.

Seringaian lebar tercetak di wajah, dan Jerry menjadi tidak sabar akan mengeksekusi nanti.

. . .

“OYEELL I'M HEREEE!”

Jerry berteriak setelah berhasil membuka pintu apartemen kekasihnya. Buru-buru mengatupkan mulut ketika salah satu saudara Joel ada di sana menaikkan satu alis.

“Hehe, hai Kak!”

“Pagi-pagi udah bikin rusuh hunian Andrean, ngapain lo?” tanya Jiel sembari mengikat tali sepatu. Kayaknya ini manusia kutub mau pergi. Dan sudah pasti mereka akan ditinggal berdua di sini.

Hehe.

“Kak Jiel nggak kangen gue apa?”

“Sok manis, njir. Joel sibuk di kamar lagi bimbingan, jangan berisik,” peringat pemuda rambut hitam tersebut telah menyelesaikan ikatan tali sepatunya. Dia bangkit merapikan penampilan sebelum menatap Jerry yang berdiri tak jauh darinya. “jangan ganggu Joel, oke?”

“Dih, siapa yang ganggu? Justru gue ke sini bawain sarapan, wleekk..” jawab Jerry mencebik lalu melesat pergi lebih dalam. Tidak memperdulikan teriakan Jiel bak orang kebakaran jenggot.

Jerry menyalin isi bekal ke piring. Menata sebaik mungkin agar Joel berselera saat makan, ia pun malah tersenyam-senyum ketika melakukannya. Membayangkan kehidupan mereka berdua penuh dengan domestika seperti ini.

Sambil membawa makanan, ia mencoba mengetuk pintu kamar sang kekasih. Mendapati benda penghubung terbuka sedikit kemudian ia mengintip.

“Joel?” bisiknya, lelaki yang dipanggil menoleh, langsung tersenyum cerah saat menemukan pemudanya sedang berdiri di balik pintu. Mengisyaratkan masuk pelan-pelan. “aku ganggu gak?”

“Nggak dong,” jawab Joel berbisik juga, padahal sebenarnya audio maupun fitur kamera zoom sudah di-mute karena ada senior lain sedang bimbingan. Tapi biarlah Jerry tidak tahu. Gemes juga ngeliat dia ngendap-ngendap gitu.

“Udah makan?” tanya Jerry seraya menaruh piring di atas meja belajar. Joel menggeleng, merengkuh pinggang si manis dan menenggelamkan wajahnya di perut gembul itu. “eh.. kalo diliat Pak Salim gimana?”

“Kameranya kumatiin kok,”

“Oalah, terus ngapain kita bisik-bisik tetangga gini, Oyel!” Jerry mengalungkan lengan di kepala Joel, mengusak surai hitam nan lebat tersebut sayang. “makan dulu, biar ada tenaga pas dimarahin Pak Salim,”

“Ngolok ya kamu?” Joel menggigit gemas kulit perut di balik kaos, mengundang pekikan kecil dan tawa geli.

“Ntar kalo udah selesai, aku kasih hadiah deh,”

Netra kucing Joel bagai berbinar-binar, bahkan ia menyengir lebar setelah Jerry menjanjikan sesuatu. Dengan semangat ia mengecup perut kekasihnya lagi kemudian menyuruhnya menunggu di atas kasur.

Pemuda manis tersebut mengikuti perintah, gercep membaringkan badan di atas kasur sambil menghirup aroma badan Joel yang menempel di sana.

Hmm bikin ngantuk. Bikin mabuk. Bikin Jerry perlahan-lahan pingin disentuh. Dia melirik Joel yang serius menghadapi laptop, merasa bahwa dia aman melakukan apapun di belakang figur tegap itu. Diam-diam ia menurunkan celana, bersembunyi di balik selimut, menahan lenguhan begitu kulit mulusnya bertemu material seprai.

“Mmh..”

Jerry mendongak usai meloloskan desahan, menemukan Joel masih sibuk menghabiskan sarapan seraya mendengarkan arahan Pak Salim ke salah satu anak bimbingan.

Oke gaes dia aman.

Joeell, Jerry needs you so bad. Rasanya mau gila karena aroma badan Joel seperti obat adiksi yang memicu libido dia muncul ke permukaan. Apa karena mereka jarang berhubungan, makanya dia sesensitif ini?

Atau karena cerita Icha tadi malam yang merangsang pikiran Jerry diliputi nafsu?

Badannya meringkuk ingin menggesekkan kejantanan, mulai terbangun setengah tegang. Dia menggigit bibir kuat-kuat karena aliran listrik menyetrum nadinya.

“Joel Andrean?”

Jerry mematung. Mendengar suara Pak Salim memanggil nama panjang sang kekasih nyaris menyebabkan jantung melompat dari rusuk. Dia kembali bergelung dalam selimut supaya tidak ada yang memperhatikan.

“Maaf Pak, saya sambil sarapan tadi,”

“Hahaha, tidak apa Joel, jadi sampai mana progres bab 4-mu kemarin?”

Di gendang telinga Jerry hanya ada Joel menjelaskan duduk masalah tugas akhir yang diteliti. Suaranya lembut tapi berat. Menggelitik si manis untuk berbuat bejat di balik kain.

Pikirannya udah mulai aneh-aneh. Padahal Joel jelas-jelas cuman ngomongin hasil penelitian tapi kok rasanya seksi banget di pendengaran Jerry. Seakan-akan penjelasan ilmiah tersebut bagaikan dirty talk saat mereka berhubungan.

Jerry membenamkan setengah wajah, selain hidung menghirup bau khas bantal lamat-lamat, tak lupa ia menggerakkan pinggul untuk menggesekkan miliknya, sangat pelan dan membuat frustasi. Rongga mulut berair, mengumpulkan saliva. He needs something to fill his mouth to the fullest, something big, hard and a little chewy for his teeth.

“It feels good to chew something like dick, Jerry..”

Kalimat Icha terngiang-ngiang di benak. Air liur mendadak tertelan sebelum diproduksi secepat kilat. Netra kecilnya melirik ke arah Joel lagi, memastikan kalau sang kekasih tidak memperhatikan kondisinya. Perlahan ia merangkak menuruni kasur, mendesis begitu pendingin ruangan menyapa pori-pori tubuh bagian bawah yang polos, penis mengacung bergoyang-goyang di setiap pergerakan tapi ia tetap menjalankan misi, mengendap-ngendap menggunakan lutut menuju tempat Joel duduk.

“Ahh, jadi tinggal tambahin perhitungan di bagian ini ya Pak?” Joel masih serius mengikuti bimbingan, belum menyadari keberadaan si manis yang berjalan macam kucing. Halus tak terdengar sama sekali.

Pemuda tampan tersebut terjengit ketika sebuah kepala berambut cokelat muncul di samping kakinya. Membelalakkan mata beradu pandang dengan si kekasih.

“Joel?”

“Eh? Eh.. iya Pak?”

“Melamun toh kamu kayak ngeliat hantu,”

Joel tersenyum paksa refleks menggaruk tengkuk, “Um.. nggak Pak ada kucing saya tadi ngagetin,” Jerry menipiskan bibir untuk menahan tawa, bergerak lebih maju lagi menyusup di bawah kolong meja belajar. Menghadapkan bokong putih tanpa busana tepat pada pandangan Joel.

Shit!” desis pemuda surai hitam langsung menutup mulut. Pak Salim menaikkan satu alis.

“Joel kenapa?”

“Nggak apa, Pak! Kucing saya tiba-tiba nyusup di kaki, hehehe,”

“Kucing kamu namanya Shit?”

Jerry menyengir dan Joel membekap mulutnya. “Iya Pak, sebenarnya namanya Siti cuman karena nakal saya panggil Shit,”

Beberapa senior se-bimbingan mendadak tergelak akan guyonan Joel. Sementara pemuda itu hanya meringis canggung tanpa melepaskan bungkaman. Jerry menjilat telapak tangan yang menutupi sesekali menggumam kecil, menyebabkan lutut kekasihnya terantuk meja.

Shit, diem.” bisik Joel melotot, si manis bukannya takut malah makin tertantang. Bersyukur dirinya muat di tempat sempit ini ketika mendudukkan diri bagai anak kucing.

“Oke Joel, lanjutin lagi penulisan kesimpulanmu gimana,” ujar Pak Salim dari seberang. Joel mengangguk kemudian mulai fokus, mengabaikan tatapan sedih dari pemudanya. Selagi ia menjelaskan kembali, Jerry perlahan menyusupkan diri di antara kedua kaki. Lima jari kanan kiri mengusap paha Joel sensual, merasakan kontraksi otot yang kaget akan sentuhan.

Joel berhasil menahan diri. Terus berceloteh tiada henti sesekali melirik ke bawah berniat mendiamkan Jerry. Namun, si cantik malah menurunkan resleting celana jeans sebelum menenggelamkan hidung tepat di gundukan terbalut boxer hitam.

“M-menurut saya..” ah sialan! Tenggorokan menjadi kering akibat perlakuan Jerry. Dia merasakan adik kecil menggeliat bangun hanya disebabkan sapuan lidah di atas kain. “menurut saya, sistem yang dibuat ini dapat membantu user untuk-”

Semoga Pak Salim tidak menghiraukan racauan tidak nyambungnya. Jerry menggigiti hingga bekas liur membasahi, dan berhasil membuka kaitan kancing. Dua tangan sigap menurunkan sedikit agar membebaskan si adik.

“Hmm tapi kalau ditambahkan dengan kegunaan seperti yang kamu jabarkan di pembahasan tadi saya rasa tidak masalah-”

Joel meremat ujung meja belajar begitu kejantanan menyapa udara di luar. Dia berulang kali melotot pada Jerry yang hanya menyengir. Mengecupi sekitaran batang dan menjilat dari pangkal sampai ke kepala.

Oh fuck bimbingan macam apa ini?! Dasar Joel tidak bermoral.

Balik ke Jerry, pemuda manis itu tidak menunggu lebih lama lagi. Ketika bibir mencapai puncak kepala, ia memasukkan pelan-pelan. Mendengkur keenakan dengan mata merem melek. Bener kata Icha tadi malam, enak banget bisa ngulum sesuatu keras kayak titit.

Lidah bermain sebentar, mencicipi kulit berurat tersebut. Kepala menyodok pipi sampai menggembul. Niatnya sih cuman mau cock warming, tapi kayaknya ketagihan ngulum terus.

Tiba-tiba surai cokelat dijambak sedikit kuat, Jerry meringis antara sakit dan keenakan, tak dapat mengutarakan lantaran mulutnya penuh sama penis. Akhirnya dia mendiamkan kejantanan sang kekasih dengan mata berkaca-kaca.

Kini Joel memusatkan perhatian ke arahnya. Netra menatap tajam disertai dahi berkerut pertanda marah. Bibir Jerry bergetar ingin memohon ampun sebab sudah mengganggunya.

“Joel? Joel you there?”

“Hadir Pak.” Pemuda itu kembali melanjutkan bimbingan. Terasa lama sekali bagi kedua sejoli. Apalagi Jerry yang sedang menghangatkan miliknya. Si manis mengatur napas supaya pasokan udara tidak mendadak habis.

Mereka mendengarkan arahan Pak Salim, kedengarannya bagaikan dongeng pengantar tidur. Jerry mulai memejamkan mata sedikit demi sedikit meski benda kesayangan masih tinggal dalam mulut.

Benar saja, beberapa detik kemudian Joel menemukan pacarnya terlelap di atas pangkuan. Gemes sekali. Apalagi dua bibir tipis itu meregang akibat invasi adik kecil yang mendadak layu. Syukurlah si manis tidur, tidak akan mengganggu Joel selama beberapa menit ke depan.

“Baiklah, saya rasa cukup sampai di sini bimbingan kita hari ini, jangan lupa apa yang saya arahkan tadi tolong dipahami dan dimasukkan di pembahasan kalian nanti, saya tunggu kalian di ruang sidang, oke?”

Sahutan demi sahutan termasuk dirinya sendiri menutup perjumpaan perkuliahan tersebut. Joel tergesa-gesa keluar dari pertemuan usai berpamitan. Dia menghembuskan napas panjang, menyandarkan punggung pada kursi seraya memandangi kesayangannya di antara kaki.

Jerry.. Jerry.. ada-ada aja kelakuannya hari ini.

Hun, bangun..”

“Mmmm..” balas Jerry merasa terganggu, gumamannya sukses membangkitkan saraf-saraf di kejantanan Joel, menyebabkannya menggeram tertahan.

Sialan. Dia kangen juga sama mulut Jerry. Kayaknya dia harus berterima kasih pada Icha yang sudah bercerita soal cock warming pada kekasihnya.

“Jerry Winata, wake up or I'll fuck your mouth.”

Si manis mengangkat kepala, mengerjap-ngerjapkan mata penuh kantuk tersebut tak sengaja melepaskan kuluman. Bunyi 'pop' mendesing di telinga, Joel pun meneguk ludah.

“Udah selesai?” tanya Jerry serak. Aww kasihan. Apa penis Joel sepanjang itu jadi tenggorokan pemuda manis ini terluka? Dia berdeham-deham melancarkan suara, masih tahap mengantuk.

“Udah. Kamu tuh ngapain sih jadi ngisep pas aku bimbingan gini?”

Jerry hanya cengengesan, menaruh dagu di paha Joel sambil menggelitiki bola kembar yang menggantung. “Bosen.”

“Bosenmu hampir bawa petaka tau gak.. hh..”

“Tapi kamu keenakan kan?”

Ya, Joel nggak munafik sih. Kejantanannya terasa hangat karena bersemayam terlalu lama. Dia mengangguk membuat Jerry kesenangan.

“Oke, sekarang aku kasih reward..”

“Rahangmu nggak sakit, Hun?”

“Aww perhatian banget sih,” Jerry mengecup batang kemaluan di hadapan lalu mengocok perlahan tepat di pangkal. “nggak Oyel sayang..”

“Kalo sakit bilang ya! Aku nggak mau kena amukan loh,” celetuk Joel khawatir. Bukan masalah rahangnya sih, lebih ke ketakutan menghadapi kemurkaan pacar. Jerry mengangguk, memainkan organ intim itu ke sana kemari. “heh jangan dimainin dong, emang stik baseball apa?”

“Hampir mendekati,” sahut Jerry sebelum mulai mengulum lagi. Sangat pelan nan hati-hati, menyecap rasa hambar di lubang kecil. Joel mengerang memegangi kepala sang kekasih. Cukup erat tapi tak berniat menyakiti.

“Aahh.. J-Jerry aku kangen mulutmu..”

Jerry mencoba membalas perkataannya namun yang keluar hanyalah bahasa gibberish serta getaran di sekujur kelamin. Hidung menempel di rambut halus di atas pangkal. Dia dibuat candu sama aroma maskulin yang terkuar dari Joel.

“Kamu hisap atau aku sodok?” tanya pemuda rambut hitam siap menggenggam helaian cokelat. Jerry hanya bergerak naik, menghisap perlahan lalu melepaskan.

“Sodok aja..”

“Yakin?”

“Iya bawel, come on fuck my throat,” ucap si cantik mengulum kembali. Menunggu Joel menggoyang pinggul agar dapat menghujam kerongkongan.

“Oke, please don't get mad at me if you have sore throat after this,” Joel bangkit dari kursi, bergerak maju sedikit mendengarkan bunyi gurgling sound yang diciptakan tenggorokan Jerry ketika ia sodok perlahan. Menatap si manis sekali lagi berniat meminta izin, dan mendapati anggukan.

Joel tiba-tiba sudah seperti orang kehausan. Dahaganya cuman bisa dihilangkan sama mulut Jerry seorang. Pinggul kini menghentak dalam tempo lumayan cepat, tak lupa memegangi kepala maupun segenggam rambut cokelat itu.

“Ngh.. Hun.. mulutmu enak.. aahh..”

Jerry membalas dengan gumaman. Tangan bergerak ke arah selatan, mengocok milik sendiri yang sedari tadi terabaikan. Sejak mendiamkan penis Joel di mulut sampai jatuh tertidur, penis dia sudah mengeluarkan bulir precum. Tinggal tunggu stimulasi yang membuatnya keluar.

Saliva dan cairan putih tercampur aduk dalam rongga makan. Beberapa tetes terjatuh di sudut bibir. Dia mencoba mempertahankan rahang agar tetap terbuka walau mulai terasa kram.

Manik Jerry kembali merem melek penuh kenikmatan saat kepala jamur terus-terusan menyapa tenggorokan. Berusaha rileks supaya tidak tersedak lantaran diameter Joel tak main-main ukurannya.

“Hun.. nghh.. d-deket..” rengek Joel malah makin menarik rambut Jerry. Si cantik merintih kesakitan tapi tak berani mengungkapkan. Pacarnya sebentar lagi klimaks jadi selesaikan dulu permainan barulah ia berteriak protes.

Tiga kali tusukan, pinggulnya terasa kaku dan menegang, menyemprotkan mani mengaliri kerongkongan dan sempat menarik keluar. Tidak sengaja mendarat di wajah Jerry yang refleks menutup mata. Joel mengocok hingga tak bersisa, langsung terduduk di kursi sambil mengatur napas.

“Wow..” gumamnya menatap Jerry. Jakun si manis bergerak-gerak, menandakan kalau ia melahap semua. Untaian di pipi, diarahkan ke dalam mulut. “udah keluar?”

Tanpa menjawab, Jerry hanya mengubah posisi yang semula berlutut menjadi mengangkang. Menampakkan kejantanan telah basah serta lubang kemerahan membuka menutup. Joel mengerang frustasi.

“Duh Hun bangun deh sini kita lanjutin di kasur aja!”

“Rahangku sakit..” lirih Jerry ingin menangis. Joel menatap tidak percaya.

“Tuhkan apa kubilang? Makanya nggak usah aneh-aneh pagi-pagi!”

Tapi Jerry tidak menyesal. Meski dimarahin Joel terlebih dahulu, setidaknya dia sudah mencoba menghangatkan milik kekasihnya selama beberapa menit, sampai terlelap pula. Bakal ada bahan cerita yang bisa ia banggakan bila Icha bertanya nanti.

Sekarang konsekuensinya adalah rahang dia nyeri, ubun-ubun dia perih, dan lubangnya menjerit iri pengen diisi.

Nice to see you ibuprofen.

. . .

Tebak-tebak Jiel siapa hayuu <3

jumil/jujae

. . .

“Kok lama banget turunnya?”

Sesampai di ruang makan, mereka berhadapan dengan pasangan suami istri yang mungkin memasuki umur 40 tetapi jiwanya seperti anak muda.

Pria berkacamata duduk tenang sambil menyeruput teh, serta wanita mirip Hyunjae menyiapkan sarapan mereka.

“Nunggu Ju- Kak Dean mandi,” jawab Hyunjae canggung, netra berulang kali melirik Juyeon yang malah melamun.

“Di kamarmu kan ada kamar mandi, De,” timpal si wanita seraya menaruh piring di depan Hyunjae. Aromanya harum, menggelitik indra penciuman walau dia tidak tahu jenis makanan apa yang disuguhkan.

“Airnya mati, Ma, jadi Ju- Kakak suruh dia mandi di kamar,” kali ini Juyeon ikut menimpal. Melirik kekasihnya tampak menegang.

Adi mengangguk-ngangguk, tidak merongrong lebih. Menyuruh mereka berdoa terlebih dahulu sebelum menyantap makanan.

“Oh iya, kalian seminggu lagi libur sekolah kan?”

Mampus.

Sekolah apaan coba. Bukankah seharusnya mereka sudah lulus?

Kedua sejoli saling berpandangan, lalu mengangguk sebelum dicurigai.

“Nah, kebetulan Papa sama Mama mau ngumpul lagi di Jakarta, biasalah reuni kayak beberapa bulan lalu,”

Mereka mengangguk lantaran tidak begitu paham akan konteks yang dibicarakan. Tangan tidak berhenti menyuap sarapan pagi buatan sang ibu.

Btw enak juga, hihi.

“Kalian berdua kenapa diam aja sih?” Clara menyeringitkan dahi melihat kelakuan putra-putranya nampak seperti menahan sesuatu. “ada masalah?”

“Engga Ma,”

Juyeon sampai terbatuk-batuk sambil mengangguk.

“Biasanya kalian semangat kalo menyangkut sepupu kalian,”

“Kakak banyak pikiran,” jawab Juyeon usai menandas segelas air putih. “gatau tuh Dede,”

Hyunjae bersemu merah, kedua pasang mata orangtua mereka kini beralih menatapnya. “Nggak kok,”

“Kalo banyak pikiran kan bisa sharing ke Mama Papa,” ujar Clara lagi mengulas senyum. Tatapan lembutnya persis sekali dengan Hyunjae. Pemuda itu bahkan sempat terpana ketika melihat.

“Mungkin abis ulangan, makanya mereka kayak gitu,”

“Tuh Papa bener,”

Suasana ruang makan kembali cair seperti biasa karena lontaran-lontaran canda mengalir dalam percakapan. Juyeon dan Hyunjae kini mempelajari sedikit demi sedikit karakteristik orang tua mereka supaya ke depannya bisa mengimbangi.

“Kita sekolah dimana sih?”

Juyeon membuka lemari, mencari-cari petunjuk tentang alamat sekolah mereka. Mendapati seragam putih berjejer rapi, ia mengamati lokasi di lengan kiri.

“Dawn High School?”

Hyunjae menyeringitkan dahi, “Sekolah apa itu?”

“Entahlah, mungkin sejenis sekolah swasta,”

Kedua sejoli tidak ingin pusing berkelanjutan. Mereka sama-sama mengenakan seragam sekolah dan bersiap-siap berangkat.

“Hati-hati, Jagoan-Jagoan Mama. Kakak dijagain ya si Dede,” pesan Clara saat anak-anaknya sudah merangkul tas masing-masing.

“Iya,” jawab Juyeon sekenanya. Dia sempat bingung saat Clara mengulurkan tangan, tidak tahu maksudnya apa.

“Ish, kamu tuh kok malah melamun, salim sama Mama, Kak..” ucap sang ibu gemas menarik tangan Juyeon lalu menaruh punggung tangannya tepat di hidung. Menambah keanehan tersendiri di hati pemuda itu. Hyunjae yang memperhatikan langsung mempraktekan begitu Clara mengarah ke dirinya.

“Kita berangkat, Ma..”

“Iya hati-hati, eh salamnya mana?”

Kedua sejoli berpandangan, menyiratkan kegugupan. Clara menghela napas.

Assalamualaikum-nya mana Ganteng?”

“Oh. Assalamualaikum, Ma.” ucap mereka serempak sementara Clara tertawa kecil mencubiti pipi kedua putranya gemas.

Waalaikumsalam, cepet sana berangkat Papa udah nunggu,”

Beberapa hal kecil seperti ini wajib diingat. Mereka harus mencari tahu soal solat karena tampak sekali sangat penting di keluarga keduanya.

“Tumben Kakak nggak naik motor,” Adi bersuara setelah mereka dalam perjalanan menuju sekolah.

“Lagi malas, Pa..”

“Bisa malas juga ya anak Papa..”

“Ya bisa namanya juga manusia, Pa,”

Padahal sebenarnya dia mana tahu arah sekolah dimana. Yang ada nanti mereka berdua malah keliling Kota Surabaya.

Hyunjae baru sadar ternyata mereka tinggal di Indonesia. Pantas saja sedari tadi tata bahasa kedua orangtuanya kental.

And the weird thing is, dia dan kekasihnya pun mengerti dan bisa bercakap lancar.

“Sekolah yang baik ya! Dean kamu jangan keluyuran terus mentang-mentang juara kelas,”

Juyeon hanya mengangguk dan mencontoh apa yang dilakukannya tadi pagi pada Clara. Menyalimi sang Papa diikuti Hyunjae berikutnya.

“Sekolah dulu, Pa..”

Adi mengangguk sembari tersenyum cerah, “Ya, Papa pergi dulu, assalamualaikum..”

Waalaikumsalam..”

Kendaraan roda empat lumayan mewah tersebut menghilang secara pelan-pelan dari pandangan. Meninggalkan kakak beradik di depan gerbang sekolah nan megah menyebabkan perut mereka menciut seketika.

“Kamu tau kelasmu?” bisik Juyeon sambil berjalan beriringan. Beberapa siswa-siswi sibuk dengan urusan masing-masing, tidak begitu mempedulikan.

“Sepuluh B, Juy,”

“Sshh kalau di sini panggil Kak, okay? Nanti orang curiga,” Hyunjae mngangguk paham. Kurang terbiasa memanggil kekasihnya 'Kak'. “kalo gitu aku anter kamu ke kelas ya..”

“Lah? Emang kamu tau kelasku?”

“Nggak sih,” Juyeon menyengir, “seenggaknya kalo sesat kan berdua,”

Hyunjae mencebik, mendaratkan cubitan kecil di pinggang kakaknya, “Dih, bisa aja kamu. Terus kamu kelas mana?”

“Dua belas IPA 2,”

“Hah? Kamu lebih tua dari aku dua tahun?”

“Nggak tau. Mungkin?”

Si bungsu mengerucutkan bibir, merasa tidak adil karena menjadi lebih muda dari sang kekasih. Dua tahun pula.

“Kamu gak usah khawatir, lambat laun kita pasti kembali lagi jadi Juyeon Hyunjae member The Boyz,” kata Juyeon sembari merangkul sayang. Hyunjae menghela napas kemudian meneruskan langkah entah menuju kemana.

Mungkin dewi fortuna sedang berpihak pada mereka. Sesampai di gedung A, terpampang tulisan nama gedung untuk kelas 10 yang belum dibedakan jurusan. Dan gedung seberangnya ada tulisan “IPA” yang merupakan tempat kelas Juyeon berada.

“Chat Kakak kalo ada apa-apa ya!” Si manis tersipu seraya mengangguk, Juyeon melambaikan tangan pertanda pamit sebelum melangkah ke gedung sendiri. Hyunjae masih termangu-mangu, mendadak kikuk di depan pintu.

“Dion? Ngapain toh di situ?”

Dion namanya kan? Dia sedang dipanggil kan?

“Ya Allah Dion, kebiasaanmu nih melamun, ayo masuk!” bahunya kini sudah dirangkul seorang laki-laki sepantaran, mengajak memasuki ruangan kelas dan duduk di salah satu bangku.

Ini yang paling dibenci Hyunjae. Berkenalan dengan orang baru. Which is tidak juga sebab ia seharusnya mulai masuk sekolah beberapa bulan lalu.

“Dion, kamu melamun mulu dari tadi, mikirin apa sih?” sontak matanya mengarah ke lokasi nama berada. Sebentar saja supaya tiada yang curiga.

“Ndak ada,”

Aneh. Bahasa apa yang tiba-tiba mengalir dari mulutnya?

Bagas berdecak, “Kalo soal ulangan ya ndak usah dipikirin, pasti 100 semua,”

Teringat ucapan Papanya tadi pagi tentang Dean si juara kelas. Dia pun mempertanyakan pada dirinya apakah ia sama seperti sang kakak.

“Kita mau ngapain sebelum ulangan?”

Kawannya menatap sangsi, “Habis kejedot ufo apa gimana? Kok mendadak lupa gini?”

Ya iya Hyunjae memang tidak tahu kehidupan Dion asli. Dia aja bangun beberapa jam lalu di kamar asing.

“Kayaknya aku masih ngantuk,”

Bagas tega mencubit hidungnya gemas, tergelak karena tingkah laki aneh di pagi hari. “Kita class meeting sampai jumat, terus ambil raport di hari sabtu,”

“Oohh..”

“Ohh doang..”

“Ya memang harus apa? Salto?” tanya Hyunjae balik tersewot-sewot menyebabkan Bagas makin gencar menggoda teman sebangku. Bahkan beberapa siswa laki-laki di sana juga bergabung, memberikan candaan-candaan terselubung.

Pipinya memerah entah kenapa. Apa dia marah? Tapi godaan mereka tidak terdengar seperti hinaan? Malah lebih ke pujian. Ia baru pertama kali dipuji orang lain selain Juyeon. Merasa aneh pada “Dion” di kehidupan ini.

Apa Dion homo? Apa Dion menyukai perempuan? Siapa yang disukai pemuda itu? Hyunjae tampak berpikir keras selama kelas ramai bagai pasar. Selagi tidak diperhatikan, ia merogoh ponsel untuk mencari petunjuk. Terutama di media sosial si pemuda.

Balon chat atas nama “Chia” ter-pinned kedua setelah “Winata Family”. Dia sempat berpikir kalau ini kekasihnya Dion, namun segera ditepis ketika membaca separuh isi chat tersebut.

'Bete, Onii :( Kak Shea kayak💩'

'Dih dia emang tukang php Chi,'

Hyunjae menahan napas. Sedekat apa Dion dengan si Chia ini sampai-sampai segala sesuatu mereka share berdua di chat. Tentang 'Kak Shea', kumpul keluarga di Jakarta, dan gosip-gosip lainnya.

Apa dia minta bantuan Chia aja ya? Siapa tahu gadis ini mau mempercayai kalau Dion sesungguhnya sedang tidak ada di sini.

. . .

jumil/jujae

Character(s)

Lee Juyeon as Dean Winata Lee Jaehyun as Dion Winata

***

Mereka berkencan selama beberapa tahun terakhir di kehidupan ini dan tiba-tiba sesuatu terjadi membuang kedua sejoli pada kehidupan yang lain. Dimana mereka bukan sepasang kekasih melainkan sepasang kakak-adik.

. . .

Lee Juyeon merasa asing ketika mentari menyambut pagi. Dia teringat kalau tadi malam ia menemui kekasihnya untuk tidur bersama. Namun, kasurnya terasa dingin dan kaku tanpa kehadiran pemuda lain.

Perlahan ia membuka mata, menatap sekeliling ruangan asing. Dia tidak pernah tahu tentang kamar ini. Bukankah seharusnya sempit karena mereka tinggal di dorm? Kenapa jadi luas dua kali lipat dari miliknya sendiri?

Sebelum ia dapat mengobservasi lebih lanjut, pintu kayu terketuk mengagetkan. Bingung kenapa tiba-tiba anggota The Boyz mendadak sopan dan tidak menerobos masuk seperti biasanya.

Akan tetapi, bukan anggota yang dilihat Juyeon. Melainkan seorang wanita cantik yang mirip dengan kekasihnya, mengulas senyum manis.

“Hey Jagoan Mama sudah bangun?”

Hah? Jagoan?

Pemuda itu menyeringitkan dahi, takut salah mengira kalau bukan dia yang dimaksud. Tapi siapa lagi makhluk bernapas di ruangan ini selain dia dan wanita tadi?

“Dean? Kamu sakit?”

Dean? Siapa Dean? Dia tidak mengenali nama itu. Tidak ada unsur Korea maupun hangul sama sekali.

“Dean?” panggil wanita itu kedua kali, nampak sekali gurat-gurat kekhawatiran tersampir, takut anaknya kerasukan iblis.

“I-iya Ma?” akhirnya ia membuka suara meski terdengar mencicit bak tikus. Cukup membuat si wanita lega, yakin anaknya baik-baik saja.

“Kamu udah solat subuh belum?”

Mati kita. Solat itu apa. Juyeon panik setengah mampus.

“U-udah.”

“Oh okay, Mama kira kamu baru bangun, yaudah, yuk turun sarapan sama Papa di bawah,” wanita itu tersenyum lagi, menenangkan hati Juyeon yang berdisko. Dia mengangguk menatapi benda penghubung ditutup lembut. Kemudian ia langsung mencari sesuatu yang bisa didapat sebagai petunjuk.

Ponsel tergeletak di atas meja sebelah kasur. Disambar perlahan dan anehnya ia seperti tahu passcode yang tertera. Memandang layar ponsel, ia menekan sembarang media sosial untuk melihat apakah ia tidak salah kehidupan.

Chat teratas tertera 'Winata Family'. Chat di bawahnya tertera 'East to West Squad' Chat di bawahnya lagi tertera 'GOTCLX 2nd gen' Dan chat di bawahnya lagi nama asing dengan foto profil yang familiar bagi dirinya.

Hyunjae. Dengan nama kontak 'Dede Dion'

Pupil Juyeon bergetar. Tidak tahu kenapa. Dia menekan balon chat tersebut membacai pesan mereka satu persatu.

Beberapa pesan sukses meremukkan hati Juyeon. Berbagai macam pertanyaan menggeluti sanubari tentang apa yang terjadi dengan mereka sekarang. Kenapa Hyunjae dan dia bersikap seolah-olah mereka sepasang kakak adik, bukan kekasih?

Lalu, Hyunjae bagaimana? Apa Juyeon yang mengalami ini sendirian dan akan menghadapi Dion yang serupa kekasihnya atau ternyata Hyunjae juga ada di sini, menemaninya? Berpura-pura sebagai kakak adik.

Menemukan beberapa kemungkinan, ia bergegas keluar kamar. Cukup bingung melihat betapa luasnya rumah hunian sambil berdecak kagum.

Sekaya apa orangtuanya di kehidupan ini? Dion dan dia pasti bahagia sekali.

Mata kucing menangkap salah satu kamar yang tak jauh dari kamarnya, berjalan perlahan menghampiri kemudian mengetok hati-hati.

“Hyunjae?” bisiknya berharap tiada yang mendengar.

Bunyi gemerisik benda-benda terjatuh mengejutkannya. Beberapa saat ia berdiam diri, pintu pun terbuka menampakkan sang kekasih.

“Juyeon?”

Oh, thank god Hyunjae's here.

Juyeon mendorong agar masuk ke dalam. Menutup pintu kamar tak lupa menguncinya. Dia langsung mendekap figur tidak terlalu pendek di hadapan sangat erat.

“Aku pikir aku sendirian di sini,”

Hyunjae memeluk balik, merasakan hal yang sama. “A-aku juga, huhu, terima kasih nemenin aku,”

“Kita ditimpa apa, Jae?”

Pemuda lebih tua menggeleng, “Aku nggak tau, Ju, tiba-tiba aku bangun dan kamu nggak ada lagi di sebelahku, terus ada wanita cantik mirip aku, nyuruh bangun dan solat?”

Juyeon mengangguk, mengatakan hal yang sama seperti dialaminya tadi.

“Gimana kalau kita nggak bisa kembali?” tanya Hyunjae hampir panik. Pemuda tampan menegak ludah, mengusap punggung kekasihnya sangat lembut.

“Kita ikutin aja dulu alur kehidupannya sambil cari cara buat kembali, okay?”

Kedua sejoli sepakat berpura-pura menjadi bagian keluarga Winata. Mereka juga harus lebih berhati-hati dalam bermesraan karena di sini mereka adalah sepasang kakak-adik dari keluarga kaya.

. . .

Bikin apa sih fin haha

Taste So Good

JuNew🔞

. . .

Ada yang salah ketika Chanhee memasuki hotel tempat ia menginap selama konser. Dia merasa sesuatu yang jahat mengintai pergerakannya sejak tadi.

warning : pwp; rush plot; major character death; mentioned rape (percaya sama aku cuman disebut doang); apakah ini horror? kayaknya engga sih tapi gapapa my first time bikin genre kek gini

. . .

Berat. Leher terasa berat dan Chanhee menyadari itu ketika ia berada satu lift bersama anggota The Boyz lain. Netranya bergerak menatapi mereka satu persatu yang sibuk membicarakan hal lain dibanding menaruh perhatian.

Selagi elevator membawa perjalanan ke tempat tujuan, pemuda manis itu menatap pantulan di cermin. Memandang ke salah satu pojok kehitaman di sana penuh minat. Tidak paham kenapa teman-temannya tak memperdulikan.

Juyeon menggenggam jemarinya, ia tersentak kaget dan hampir memukul kekasihnya. Pemuda lain terkekeh seraya mengusap kepala secara lembut, bertanya kenapa mendadak melamun.

“Aku lihat sesuatu yang aneh di lift tadi,”

“Hm? Lihat apa?”

Memang pada dasarnya Lee Juyeon tidak peka, Choi Chanhee jadi malas menjabarkan. Mereka sudah sampai di kamar. Berniat merebahkan diri sejenak diselingi pelukan karena lelah sehabis turun dari pesawat.

“Kamu belum jawab, Sayang,” ujar Juyeon setelah Chanhee menyusup dalam selimut bersamanya. Hidung mancung bak perosotan tersebut menempel di sisi kepala si manis, mengusel perlahan.

“Enggak, tadi ada yang aneh di cermin lift,”

“Aneh gimana?”

Chanhee memejamkan mata, sebenarnya tak ingin mengingat lama-lama sebab lehernya terasa berat kembali. “Hmm, nggak terlalu jelas,”

Juyeon menggumam, mengeratkan pelukan untuk menyamankan perasaan Chanhee. Dia paham kekasihnya sensitif dalam hal apapun. Sebisa mungkin ia menyalurkan kehangatan.

“Kenapa? Ayo dong cerita, badanmu panas banget nih,” pemuda surai gelap menaruh punggung tangan di atas kening. Memang benar suhu tubuh Chanhee tidak senormal sebelum-sebelumnya, menambah gurat-gurat kekhawatiran tersampir.

Chanhee menggeleng pelan, kelihatan tak hendak dipaksa, ia hanya menarik napas pelan dan merasakan dirinya diserang kantuk berlebihan.

Juyeon tidak dapat memaksa, hanya menyelimuti figur langsing tersebut sampai leher kemudian mendaratkan kecupan di puncak kepala. Bahkan di sana pun terasa sekali rasa panasnya.

'Mungkin dia capek dari perjalanan' pikir pemuda itu akhirnya ikut terlelap dalam tidur.

. . .

Chanhee terbangun ketika nyeri menyerang leher lebih menyakitkan dibanding sebelumnya. Dia merintih pelan sembari membuka mata, menatap sekeliling kamar dan tak menemukan siapa-siapa.

“Mmh.. Juyeon?” suara terdengar parau. Dia berpejam kembali, berusaha menyamankan posisi baring. Suasana ruangan lumayan temaram, ditambah hawa dingin menyapa kulit kaki yang tidak tertutup selimut.

Tiada sahutan, mungkin kekasihnya sedang berada di luar. Tidak ingin mengganggu Chanhee yang tertidur.

Pemuda tersebut menarik napas panjang, merilekskan pikiran sampai alam mimpi hendak menculik. Dalam setengah kesadaran, bunyi sesuatu menghantam lantai sukses membangunkan.

“Sayang?!”

Tidak ada respon. Jantung Chanhee hampir copot dari kedudukan. Dia meringis begitu bangkit terlalu cepat mengakibatkan nyeri di leher semakin mengerat. Setitik air mata berkumpul di pelupuk menahan sakit dan ketakutan.

“S-Sayang..” lirihnya menatap ke sana kemari. Tidak ada yang menjawab, menciutkan hati Chanhee. Dia menyelimuti diri di balik selimut sembari meringkuk.

BRAK

Badannya terlonjak, kedua tangan refleks menutup telinga kuat-kuat. Mata tertutup erat-erat, gigi gemerutuk perlahan. Seseorang tolong dia! Dia tidak tahu apa yang mengganggunya.

Bunyi dentuman keras terngiang-ngiang di kepala membuatnya di ambang nyata atau hanya fantasi saja. Kini ia menggigil kedinginan seolah ada balok es menyapu kulitnya.

“J-Juyeon..”

Chanhee merasa ruang kosong di samping mendadak berat. Dia memberanikan diri membuka mata dan menjerit keras saat sebuah figur bermanik merah menyala beradu pandang dengannya.

Dia tak sengaja beringsut mundur, menyebabkannya terjerembap dari kasur. Kaki melemah dan kaku sehingga ia tak dapat berbuat apa-apa selain bernapas tidak teratur.

“TOLOONGGG!!”

Sosok yang dilihat menjulang tinggi usai bangkit dari pembaringan. Kepala menyentuh plafon kamar sambil menyeringai menatap Chanhee. Si manis tak dapat berbuat apa-apa selain terengah-engah, berusaha menggapai sesuatu untuk mengusirnya.

Makhluk itu mendekat. Dan Chanhee menjerit sekencang-kencangnya sambil menutup wajah. Sakit di leher terabaikan karena sibuk merusak pita suara dengan teriakan keras. Berharap seseorang bisa menolong.

“AAAAHHHHH TOLOOONGGG!!”

“CHANHEE?! CHANHEEE!”

Pemuda manis itu tersentak begitu lampu kamar menyala. Tidak menampakkan siapa-siapa di hadapan. Badan meringkuk seperti udang disertai peluh membanjir deras.

“Sayang, kenapa?” dia tersengal-sengal dalam pelukan Juyeon, benar-benar tidak menduga apa yang baru saja terjadi dengannya. Dirinya menggigil hebat, menyembunyikan diri di dekapan.

“J-Juyeon..” lirihnya ketakutan. Juyeon mengusap keringat di pelipis, memeluk lebih erat. “a.. aku takut..”

“Kamu lihat apa jadi sampai duduk di sini, heum?” tanya Juyeon lembut, tak lupa mengelus kepala pemuda yang gemetaran itu.

“Ng-nggak tau..”

Tuhkan. Tipikal Chanhee yang tidak mau menjabarkan perihal kejadian. Juyeon menjadi agak frustasi tapi berusaha menahan diri.

It's okay, kamu aman sekarang, ada aku di sini,” bisiknya lembut berupaya menenangkan. Chanhee mengangguk pelan, masih merasa berat di tengkuk tetapi setidaknya kehadiran sang kekasih cukup membuat nyaman.

Juyeon menatap kondisi Chanhee sekarang, diam-diam menyapukan bibir nan dingin di pelipis, turun perlahan ke hidung mungil, hingga bibir mereka mulai bertemu. Si manis mendadak terbuai, melupakan reka kejadian. Ikut merasakan bibir sang kekasih di atas permukaan, melumat hati-hati.

Chanhee sangat cantik sekali di matanya. Juyeon terkagum-kagum melihat betapa menawannya pemuda dalam dekapan. Jantung berdebar-debar mengingatkannya akan alasan mengapa ia jatuh hati padanya.

“Sudah mendingan?”

Pemuda lebih muda beberapa bulan mengangguk pelan, membuka kelopak mata agar beradu tatap. Juyeon tersenyum kecil, membawa tubuh mereka berbaring di atas kasur.

Do you–” Chanhee mengangguk lagi pada kalimat tergantung, menyamankan diri dengan wajah pasrah. Mungkin seks bisa mengalihkan rasa sakit maupun takutnya. Maka dari itu ia langsung mengiyakan ajakan si pacar

Si surai hitam menanggalkan pakaian santai, memandang Chanhee penuh nafsu karena laki-laki itu melenguh melihat rupa tubuhnya. Tangan terampil membuka kancing kemeja satu per satu, mengekspos kulit putih susu menjerit minta dinodai.

Still beautiful as always,” puji Juyeon menjilat kecil tepat di antara dada. Chanhee meremat rambutnya, meloloskan rintihan. Kini lidahnya bermain di sekitar areola, mengitari puting cokelat muda tersebut sebelum mengulum perlahan.

“Aah..”

Desahan Chanhee sukses membangkitkan adik kecil di balik celana. Bagai memberitahu Juyeon tentang keinginan untuk bebas. Pemuda itu menghisap-hisap lembut, sesekali menabrakkan gundukan di paha mulus Chanhee.

Laki-laki manis ikut bergerak juga, mengapit pinggang Juyeon di sela-sela kaki jenjang. Mendekatkan kejantanan mereka yang masih tertutup kain.

“Sayang..” erang Chanhee sebab digoda habis-habisan. Mulut bertemu mulut kembali, lidah saling berperang menentukan dominan hingga liur menetes membasahi sudut bibir, dijilat Juyeon kemudian beralih melumat lagi. Begitu terus lama kelamaan keduanya sudah membuai tubuh masing-masing.

Rambut-rambut halus melambai saat dingin menerpa kulit. Tetapi berhasil digantikan oleh panasnya api nafsu yang meletup pada persetubuhan ini. Pakaian sepenuhnya tergeletak hanya menyisakan kepolosan bersama.

Juyeon menghela napas tepat di leher Chanhee, menyecap rasa manis di permukaan, menancapkan geligi menerima rematan sedikit kasar di ujung surai disertai lirihan pelan.

“J-Juyeon, aku takut..”

“Nggak ada yang perlu ditakutin, Sayang,” jawab Juyeon meyakinkan, menyingkirkan beberapa helai yang menutupi wajah si cantik, sesekali mengulas senyum. Dia menunduk mencium keningnya lembut sebelum mencumbu kembali.

Otak Chanhee cepat teralihkan oleh cara kerja Juyeon menggrayangi seluruh inchi tubuh. Telunjuk menekan-nekan kedua puting, bak memainkan tombol untuk menyalakan sisi liarnya. Dalam sekejap ia tidak memikirkan kejadian barusan. Lenyap tak berbekas.

Dia menyukainya. Dia menginginkan Juyeon mengalihkan ketakutannya.

Bibir sedingin es itu kembali menelusuri setiap pori-pori tempat rambu-rambut halus berdiri. Membangunkan kejantanan sendiri akibat sensasi panas terbawa dari belahan ranum.

Chanhee bernapas terengah-engah saat mendapati lidah Juyeon bermain di kepala miliknya. Sangat pelan dan lembut sekali, memperlakukan bak barang rapuh. Gigi menggores, kemudian menyapu bulir precum.

“J-Juyeon.. mmh..”

Di telinga Chanhee hanya ada desingan napas Juyeon di antara dua kaki, bunyi meja nakas ditarik paksa dan bukaan tutup botol, entah botol apa. Dia membuka mata hendak melihat, menemukan sang kekasih sudah sibuk melumuri jari.

Juyeon bergerak lagi, menyamankan diri. Melebarkan kedua kaki Chanhee, meraba bagian paha dalam, memijat-mijat perlahan agar pemudanya rileks. Si cantik menarik napas pelan, berusaha santai padahal mereka sudah sering melakukan.

“Sayang..” rengek Chanhee menggerakkan pinggul agar Juyeon jangan terlalu lama menggodanya. Senyuman kecil terpampang sekaligus kecupan kecil mendarat, tubuh Chanhee terasa melambung ringan. “please just do me like you always do,”

I have to prepare you first, Chanhee,” ucap pemuda lain sambil mengusap permukaan lubang, berdenyut saat menyapa telunjuk seakan ingin menarik ke dalam. “kamu masih kelihatan sempit, Sayang..”

Chanhee mengangguk pelan, berusaha santai. Dia tahu sudah lama mereka tidak bermain kegiatan panas ini dikarenakan kesibukan konser yang digelar di beberapa negara. Dan Juyeon juga bukan tipikal laki-laki kurang belaian.

Satu jari berhasil menyusup sangat-sangat pelan. Merasakan bagaimana digit panjang tersebut meregangkan ruang, Chanhee mendesis perih, it's been awhile since something entered him and it feels weird yet good at the same time. Jemari lentik mencengkram seprai, mengatur napas lebih santai hingga tak terasa sampai ke buku jari.

Is it okay, Baby?” tanya Juyeon memastikan sebelum meneruskan jari yang lain. Mendapati anggukan setuju, ia menarik perlahan jari tengah dan masuk kembali bersama jari telunjuk. Chanhee membuat suara tidak jelas, campuran antara erangan dan geraman nikmat.

Pemuda rambut hitam terlihat menggigit bibir, tidak sabar hendak langsung ke inti, namun merasakan dinding-dinding yang membaluti jari menjepit kuat, ia harus menahan diri.

“Juyeon.. mmh.. sudah..”

Juyeon mendongak, menggerakkan digit lebih dalam sehingga berhasil menyolek selaput sensitif di sana. Menemukan rangsangan tersebut memicu milik Chanhee mengeluarkan bulir putih hingga menetes. He thinks it's enough.

Mengecup bibir sang kekasih sekalian melumuri kejantanan, membawanya pada lumatan panas tak beraturan. Pinggul menghentak, lima jari menggenggam batang kemaluan dan menyemai precum tepat di liang, menuntun perlahan menyatukan tubuh mereka.

“F-fuckk..” desis Chanhee mendongakkan kepala, kedua lengan telah bertengger di pundak tegap, menancapkan kuku-kuku lentik tepat di kulit, menggores agak dalam. Dia seakan lupa pada sensasi yang diberikan, mengulang kejadian serupa dari awal seperti pertama kali berhubungan.

“Tarik napas, Sayang,” bisik Juyeon melihat kekasihnya tidak ada bernapas. Chanhee mengikuti sekaligus berniat merilekskan diri, memasrahkan liang meregang benda berurat tersebut seraya membenamkan desahan dengan menautkan bibir kembali. Ketika merasa pinggul bertemu bokong, ia berdiam sejenak. Membiarkan Chanhee membiasakan terlebih dahulu.

Kedua manik saling beradu tatap, Juyeon tak kuasa mengulas senyum, begitupula dengan pemuda di bawahnya, jari jemari menyingkirkan beberapa helai poni yang lengket akibat keringat, pinggul bergerak membuat gerakan memutar secara kecil, bibir memberi kecupan halus di seluruh permukaan wajah.

“Kamu cantik banget, Sayang,”

Chanhee mencubit punggung sang kekasih sembari mendengus, bibirnya mengerucut menjadi satu tetapi harus tergantikan oleh alunan desah. “Haah.. kamu boleh gerak, Juyeon,”

“Oke, Sayang.”

Setelah mendapat persetujuan, bagian bawah Juyeon bagai api disiram bensin. Bergerak cepat menyulut apa yang disajikan. Desahan semakin nyaring, terdengar berintonasi cempreng tetapi merdu di telinga Juyeon. Membangkitkan sesuatu yang lain di dalam dirinya.

“Aah! Aahh.. S-Sayang!”

Chanhee berpegangan erat ketika Juyeon menggoyang lebih cepat dari biasanya. Bibir tidak berhenti membuka meloloskan jeritan karena tuntutan di dalam tubuhnya. Seolah-olah siap menghancurkan secara perlahan.

You taste so good, Chanhee..” geram Juyeon berat. Pemuda surai cokelat merinding begitu mendengar, terselip perasaan heran perihal suara bariton sang kekasih. Namun, hal tersebut tidak terlalu diindahkan lantaran genjotan demi genjotan mengaduk isi perut.

“Ngh.. fuckk.. Juyeon..”

Manik mereka bertemu kembali, dan Chanhee bersumpah ia dapat melihat netra pemuda di atasnya perlahan berubah merah. Bukan di bola matanya, melainkan di pupil itu sendiri.

Oh tidak. Apa yang-

“Aaahh!” teriak Chanhee tiba-tiba akibat Juyeon mengarahkan puncak kejantanan pada titik sensitifnya. Terus menerus tiada henti, mengambil sebagian akal sehat yang masih tersisa. Chanhee membelalakkan mata ketika kilas balik makhluk hitam tadi muncul di hadapan, menggantikan wajah Juyeon.

“AAHH! AAHHKKHH!”

Bayangan tersebut menghilang sepersekian detik, digantikan dengan wajah bingung Juyeon.

“Kenapa Sayang?”

Chanhee terengah-engah, menggeleng cepat-cepat. “Nggak.. nggak ada, lanjutin aja..”

Akhirnya sang kekasih hanya mengendikkan bahu, mulai mengejar klimaks bersama-sama. Sempit yang membungkus kejantanan memicunya agar segera menuntaskan permainan.

Pemuda cantik itu melupakan rasa takutnya tadi, menganggapnya sebagai halusinasi karena terlalu lelah menghadapi aktivitas di pekan terakhir.

Kilatan cahaya merah menyita perhatian. Dia tak dapat berkata-kata sebab Juyeon terus menggoyang. Jadi, ia berniat akan menanyakannya nanti setelah turun dari puncak pelepasan.

“Aah.. Juyeon.. ngh..”

“Kamu udah deket?” tanya Juyeon bernapas acak. Bunyinya bak deru mesin, berat nan dalam menerpa wajah Chanhee.

“I-Iya.. cepet..”

Chanhee tidak menyadari adanya jemari bertengger di leher. Dia hanya terpaku pada obsidian merah menyala milik Juyeon serta gerakan pinggul mereka. Simpulan di perut terbentuk perlahan siap dilepaskan. Si Cantik mendadak tidak dapat menarik napas ketika klimaks nyaris datang.

“Kkhh.. kkhh..”

Juyeon menyeringai lebar, menatap dalam netra bulat pria di bawah kukungan, “Come, Chanhee.” titahnya sambil menggenjot lebih keras dan Chanhee langsung sampai dengan punggung membusur menjauhi kasur.

Begitu figur langsing menyentuh kain putih, semua terasa ringan dan gelap.

. . .

Hiruk pikuk suasana di pagi hari melanda kesibukan anggota The Boyz. Mereka baru saja mendapat panggilan dari manajer kalau jadwal rehearsal sebentar lagi akan dimulai.

“Siapa nih yang belum bangun?” teriak Sangyeon ketika beberapa orang telah berkumpul di kamarnya. Satu persatu saling tatap menatap berupaya menghitung personil yang kurang.

“Juyeon, Chanhee, Eric, dan Changmin,” jawab Hyunjae setelah memandang ke adik-adik lain.

“Tumben Chanhee belum bangun,” celetuk Jacob memiringkan kepala. “aku dengar dari Juyeon, dia sedang sakit,”

Sangyeon menghela napas gusar, “Makanya Juyeon numpang tidur di kamar Changmin tadi malam, supaya tidak mengganggunya,”

Para anggota mengangguk paham, kemudian keluar kamar berniat membangunkan keempat orang yang lain.

Ketika mereka tiba di kamar Changmin dan Eric, ada Juyeon di sana masih pulas dengan si maknae menjadi guling. Sangyeon bergegas memukul pelan badan mereka agar segera bersiap.

“Kalian ini bukannya bangun malah molor!”

Younghoon mendapat tugas membangunkan Chanhee di kamar sebelah, dirinya menggedor pintu sedikit keras sambil berteriak.

“Chanhee? Chanhee-ya!”

Tidak ada sahutan.

“Chanhee bangun! Kita mau rehearsal sekarang!” teriak Younghoon lagi. Nihil jawaban, tetua ketiga keheranan. “Chanhee? Yak Choi Chanhee! Nggak usah bercanda, ya!”

“Kenapa Hoon?” tanya Hyunjae beringsut menghampiri lantaran Younghoon bak orang kebakaran jenggot.

“Ini si Chanhee diketok kok nggak jawab-jawab sih?”

Kekhawatiran merayap di sanubari, Hyunjae buru-buru mencari kontak adik mereka dan menelepon nomor tersebut.

Panggilan tersambung tetapi tidak ada yang mengangkat. Mereka berdua semakin cemas. Tergesa-gesa berlari menemui member lain.

“Juyeon, kamu bawa kunci kamar nggak?”

Juyeon masih setengah mengantuk menggeleng, “Nggak ada Hyung,”

Shit.” umpat Younghoon tiba-tiba, mengundang kebingungan dari mereka semua. “Chanhee daritadi dibangunin nggak ada sahutan, masa iya dia tidur sepulas itu? Bukannya dia light-sleeper?”

Sangyeon buru-buru menyuruh Sunwoo dan Haknyeon menghubungi resepsionis hotel untuk membukakan pintu kamar. Anggota The Boyz menjadi ketakutan dan panik terpampang di raut mereka. Tetua pertama sebisa mungkin menenangkan, menunggu kedatangan para maknae yang ditugaskan.

Hyung! Dapat kuncinya!” Haknyeon berseru dari luar, kedelapan personil berbondong-bondong keluar ruangan dan berdiri di depan pintu kamar Juyeon Chanhee. Sangyeon menganggukkan kepala pada Sunwoo. Membiarkan pemuda kelahiran April tersebut membuka pintu.

Suasana kamar sangat-sangat gelap, padahal seharusnya sinar matahari dapat membias di sela-sela gorden. Sebuah bau tak sedap tercium di indra masing-masing mengakibatkan rasa mual mencapai kerongkongan.

“Huekk, what smell is this?” pekik Eric menahan muntah. Sangyeon bergerak maju mendekati kasur dan mematung begitu melihat sosok familiar di atas kasur tampak sudah tidak bernyawa lagi.

“CHANHEE-YA!!”

. . .

Kabar duka terdengar dari sebuah grup Kpop dimana salah satu anggotanya ditemukan tewas di kamar hotel tempat mereka menginap. Kepolisian setempat langsung melakukan penyelidikan dan menemukan adanya luka penuh darah yang tidak wajar di sekitar leher serta bekas sperma kering di bagian bawah korban. Diduga pelaku memperkosa terlebih dahulu kemudian mencekiknya menggunakan senjata tajam, namun sampai sekarang sidik jari maupun DNA nihil ditemukan.

Guilty Pleasure

malam bersama jeremy🔞

. . .

“Udahan geludnya,” seorang pemuda bersuara di balik bahunya. Ren menoleh sedikit dan bersemu merah menghadapi betapa dekatnya jarak mereka sekarang. “gamau dianggur,”

“Dih, situ siapa?”

Jeremy mengerucutkan bibir. Ren sebenarnya heran. Bukankah pemuda ini dikenal dingin serta kalem setengah mampus? Kok bisa sih bertingkah imut depan dia?

“Katanya tadi mau ngena,”

“Kayak ngajak makan ya,” dengus si cantik mengibas rambut. Antara panas sama sok jual mahal beda-beda tipis. Jeremy tersenyum di balik helaian, memberikan kecupan halus di belakang telinga mengundang gelinjangan.

“Udah gue beliin barbie loh,” jawab pemuda itu merayap di perut Ren kemudian naik tepat di dada si gadis, menangkup salah satu dari bagian. Ren gemetar, tak bisa menghentikan selain menahan erangan.

“K-Kak..”

“Ya Sayang?”

“Sebenarnya gue belum siap,”

“Memang kita mau perang?” Candaan itu membuat tangan Ren melayang di lengan atas serta rengutan menggemaskan. Jangan lupakan rona merah di sana.

Jeremy tergelak sampai mata menyipit, senantiasa menggenggam dada Ren sesekali meremat lembut. “Lo gausah khawatir, gue gentle kok,”

“Keliatan kok dari remasannya dari tadi,”

Si tertua menyengir, mengusel hidung bangir tepat di area leher. Mengetahui beberapa tempat sensitif yang membangunkan nafsu Ren. Gadisnya menggigit bibir, napas menderu bagai mesin, sesekali membuat suara-suara kecil.

“Mmhh.. mmhh..”

“Keluarin, Sayang.” bisik Jeremy kemudian meraih dagunya, mempertemukan bibir dalam tautan.

Her lips tastes like strawberry. Mungkin Ren sempat mengaplikasikan lipbalm perasa sehingga tetap menempel di permukaan. Jeremy menjilat bibir bawah gadisnya, sangat pelan, hati-hati tidak menuntut. Ren mengikuti alur, karena dia bukan pencium handal. Sedikit demi sedikit membuka belah bantalan empuknya agar lidah Jeremy dapat bertamu ke dalam.

Pasokan udara nyaris habis, Ren menepuk-nepuk dada di hadapan, melepaskan tautan dengan visualiasi bibir agak menebal serta seuntai saliva terputus. Jeremy menyengir, menjilat dagu mungil menggantung lantaran terdapat bekas liur di sana. Ren mengerang dirasa tangan memijat dada secara acak.

“Gue baru sadar kalo punya lo gede juga,”

Ren langsung merah padam, ingin menggetok mulut tidak bermoral tapi yang ngomong adalah cinta pertamanya. “Gedean punya Kyle,”

“Oh ya?” balas Jeremy tidak peduli, bergerak melucuti kemeja gadisnya hingga belahan dada terpampang di depan mata. Dia melesat membenamkan hidung sekali menjilat perlahan. “gak peduli sih,”

Tangan si gadis refleks mengacak surai hitam tebal tersebut, tak sadar semakin menenggelamkan wajah kakaknya untuk mendapat sentuhan lebih. Merosotkan punggung sampai kaki terjuntai.

“F-Fuckk..”

Geligi menyapa puting setelah penutup terbuang. Mata elang menyapa pandangan menyebabkan Ren kembali gemetaran.

Ah, apa rasanya senikmat ini kemarin? Tapi kan dia sedang tidak mabuk. Kalau sadar saja enak, apa kabar sewaktu dicampur aprodisiak?

“Nghh.. Kak..”

“Hm?”

“Ren feels wet..” erang gadis surai pirang melingkarkan kedua kaki di pinggang Jeremy, merasakan sesuatu keluar dari miliknya di bawah sana, hendak merembes melewati material.

Jeremy mengulas senyum, mengangkat sang adik lalu berjalan ke kamar. Menyatukan bibir mereka sepanjang langkah dan membaringkan Ren secara hati-hati.

Pergerakan lihai melepas pakaian telah membuat mereka polos bersamaan. Jari jemari Ren meraba perut Jeremy pelan-pelan. Pipi bersemu merah serta ludah terteguk kasar.

Sumpah. Jeremy berhasil bikin dia gila.

Terutama bagian kejantanan di bawah pusar, mengacung keras meminta dambaan.

“Kak, can I blow you?”

Tawaran Ren sukses menggeliatkan si batang, gadis itu bahkan sempat tertawa kecil melihat kepanikan Jeremy. Dia bangkit menghadap selangkangan lalu mulai menyapa dengan jilatan halus.

“Hmph..”

Bukan seorang profesional tapi amatiran, Ren mencoba sedikit demi sedikit. Mungkin saat first time dia tidak begitu ingat, namun tak membuat Jeremy merasa terganggu pada skill gadisnya.

“Kalo susah, gak usah Ren,”

Ren diam saja, sibuk menjilati batang bak permen. Menelusuri nadi-nadi serta bagaimana penis bereaksi di bawah indra pengecap. Begitu sampai di puncak, ia memasukkan ke rongga mulut, menahan beberapa inchi yang tidak muat.

“Mmhh..” gumamnya memejamkan mata. Kepala jamur itu menyodok kerongkongan, hampir dibuat tersedak. Jeremy menahan diri agar tidak menyakiti sang adik, takut Ren trauma selamanya.

Lidah kembali bermain, melingkar sesekali pipi menirus menghisap kuat. Jika nyawa Jeremy ada di kejantanan sudah pasti dia sudah mati akibat hisapan itu.

“Ren.. nghh.. ssshh..”

Harga diri Ren sedang diuji. Gadis itu menyunggingkan senyum miring sambil terus mengulum. Sangat disayangkan sekali dua minggu lalu dia dikasih obat, kalau ternyata rasanya seenak ini, pasti dia nggak bakal nolak.

“Ren n-ntar, gue gamau keluar sekarang..” Jeremy meremat pelan surai pirang agar melepaskan tautan. Saliva terkoneksi di puncak diikuti Ren menjulurkan lidah, memperlihatkan kubangan putih sebelum menelan habis dan menyengir girang. Jeremy meneguk ludah dan menautkan bibir mereka dalam ciuman panas.

Dua pinggul saling bersentuhan, menemukan organ intim bersamaan, mengundang lenguhan panjang. Ren berusaha mengimbangi permainan, menangkup pipi Jeremy perlahan.

“Aahh.. Kak..” kini bibir sang kakak menyapu bibir bawah, melesakkan hidung di belahan labia menggigiti area sensitifnya. Ren menarik rambut pemuda itu, nyaris botak rasanya. “shit.. it's good..”

“Lo suka?” tanya Jeremy menjulurkan lidah, menyapa liang yang sudah pernah dibobol sekali. Ren mengangguk, seolah melupakan nyeri sebelumnya.

Mulut Jeremy bergantian menghisap antara klitoris maupun bibir lain. Lidah menyusup ke dalam, menggumam begitu dinding menjepit. Ren is a mess beneath him. Merasa ingin segera keluar.

“Aaah.. AAHHH Kak!”

Dua kaki bergetar dihantam klimaks, cairan bening berlomba-lomba keluar membasahi wajah. Jeremy tidak bergeming, malah menghisap lebih nyaring sampai Ren kelelahan.

Did I do that weeks ago?” tanya si cantik terengah-engah.

Jeremy menjilat sudut bibir sambil mengangguk, “Lebih banyak dari yang ini,”

“Serius?”

“Eum,” ia mengangguk lagi, mengulum dua jari kemudian mengarah ke liang basah. “you're not just squirting, even peeing also,”

Mendengar kalimat jorok tersebut sukses memerah padamkan muka Ren. Dia menjerit malu tak sengaja merapatkan kedua kaki.

Tell me you lied!”

“Ngapain gue bohong kalau kenyataannya gitu,”

Ren mengatur napas, naik turun secara cepat. Merasa malu setengah mati dan menenggelamkan wajah di bantal. “No, it's.. it's humiliating!”

It's hot, it turns us on,” jawab Jeremy meyakinkan, ia membuka kedua paha Ren agar dapat menyusupkan dua jari. “cakar gue kalo sakit,”

Si cantik mengangguk, menyiapkan diri lalu merilekskan liang, hanya sentuhan ujung dua jari membuatnya gemetar sedikit. “K-Kak..”

“Pelan-pelan kok,”

I know, gue cuman t-takut aja,”

Jeremy memasukkan jari secara hati-hati, mendapati tubuh gadisnya menegang seketika. Ibu jari sigap mengelus klitoris, mengalihkan rasa sakit. Ren yang awalnya memejamkan mata erat kini sudah mendesah lagi.

“Sakit gak?”

“S-sakit tapi enak..”

Si pemuda tersenyum, mengecup perut putih tersebut sesekali menjilat pusar. Usapan tidak berhenti begitupula kocokan di dalam. Merangsang Ren menggoyang pinggul mengikuti irama.

“Kak, udah masukin aja..” ucap gadisnya saat melihat betapa nistanya keadaan penis Jeremy sekarang. Seperti memohon untuk segera masuk karena kelamaan disiapkan.

“Kamu gak apa memang?”

Mendengar sebutan itu menyebabkan Ren semakin jatuh cinta. Menjadi wanita paling spesial di hati Jeremy Natan. Dia mengangguk, dua tangan melebarkan akses.

It's okay, I'm ready.”

Jeremy memandang sekali lagi, berusaha meyakinkan sebelum bergerak menggesekkan kelamin, pelan-pelan ia memasukkan dan memperhatikan reaksi Ren.

“Mmff.. s-sakit..”

“Berenti aja Ren?”

“Nggak, Kak! L-lanjutin!” sergah Ren meski ekspresi mengatakan sebaliknya. Jeremy tidak tega, ingin mundur tetapi tumit adiknya menekan tulang ekor supaya tetap maju.

“Ini bakal sakit ya,”

“I-iyaa.. ngh..”

Kepala sudah berhasil masuk, tinggal Jeremy mendorong spontan. Namun, ia bukan sadistik seperi Naran, dia harus memperlakukan Ren dengan kehati-hatian. Si gadis mengambil napas, udah kayak orang mau melahirkan sumpah.

Bedanya dia nggak ngeluarin, tapi dimasukin.

Liangnya terasa perih. Lebih perih dari dua jari tadi. Karena jemari Jeremy tidak sebanding dengan diameter penisnya.

Hah.. kalau Jeremy segini, Naran kemarin gimana?

Memikirkan Naran, Ren langsung berdegub kencang. Membayangkan minggu depan akan berduaan bersama laki-laki itu.

“Ren cantik, gapapa?”

Kembali memusatkan perhatian pada Jeremy, ia mengangguk, mengusap pipi tirus di atasnya. “Iya Kak, boleh gerak kok,”

Just bite me if you feel pain,” bisik Jeremy bersiap-siap, bibir melumat bibir plump si gadis, mengalihkan rasa sakit.

“Aahh.. aahh..”

Beberapa menit setelah digenjot Ren sudah meneriakkan umpatan kasar bermaksud nikmat. Memegangi lengan kekar sang kakak akibat penyatuan yang diterima.

Spot sensitif di dalam ditumbuk berulang-ulang, pikiran Ren berkabut dan hanya diisi oleh enaknya tusukan Jeremy dan geraman kakaknya seorang.

Dia begitu menyesal harus menikmati dengan obat-obatan kalau ternyata rasanya seperti ini.

Ini baru sama Jeremy, gimana sama Naran nanti? Atau sama mereka berdua?

Ren merasa tamak, ingin mengklaim kedua pemuda itu meski salah satu dari mereka menumbuhkan rasa benci.

Sebut dia munafik. Gapapa. Dia ikhlas dihujam Naran dan Jeremy.

“Haah.. haa.. Kak Jer..”

“Iya Sayang..” desah Jeremy mulai hilang akal. Dia bisa memahami perasaan Naran saat menggagahi Ren. Apalagi dibumbui rasa cinta kepada sang adik.

“Gue keluar.. nghh.. k-keluar..”

“Mau sama-sama?” Ren mengangguk setuju, mengalungkan lengan di leher sembari ikut menggoyangkan pinggul. Mempercepat intensitas mereka hingga klimaks sama-sama.

Jeremy buru-buru mengeluarkan kejantanan yang masih keras ketika sadar tidak memakai pengaman. Menemukan Ren melenguh kehilangan.

Fuck.”

Ren terengah-engah, tidak menyadari apa-apa karena didera lelah. Mata mulai menutup dan membiarkan liang mengeluarkan cairan. Entah milik siapa.

“Ren, maaf.”

Gadis cantik malah jatuh tertidur, energi terkuras habis padahal baru satu kali.

Ah shit. Bisa-bisa Jeremy beneran dibunuh Nando kalau adik mereka mendadak hamil. Kepanikan melandanya dan buru-buru membersihkan sisa permainan mereka.

He's dead. I know.

. . .

jumil lokal🔞

. . .

Something Jerry wear today awakening his sense of kink. The way a thigh high with garter dances around his lover's waist to his thighs going straight to his groin.

. . .

KLIK

Good job, Jerry! Sekali lagi.”

Kilatan cahaya kamera membuncah tidak hanya sekali seperti yang dimaksud. Jerry berusaha sebisa mungkin mempertahankan ekspresi dan posisi, meski kakinya pegal setengah mampus.

Tsk, kalau bukan karena permintaan Andra selaku dalang di balik semua ini, sudah dipastikan dirinya masih mendekam dalam selimut bersama Juju.

Iya. Juju yang kemarin kawin sama pejantan. Untung nggak hamil.

Tapi lumayan juga sih bayarannya. Bisa buat jajan satu bulan. Walau keluarga Winata termasuk kalangan kaya, rasanya bahagia aja punya uang hasil jerih payah sendiri.

“Oke, Jerry, coba tengkurap,”

Huh ada-ada aja si Andra. Dia sebenarnya mana mau disuruh pakai setelan unisex kayak gini. Berpose menantang pula. Apa kata Joel kalau melihat?

“Pegal, Ndra.”

“Sekali lagi.”

“Lo sekali-sekali, yang ada ribuan kali ini mah,” protes Jerry mengerucutkan bibir. Andra tertawa kecil, berani memotret lebih.

“Angkat pantat lo dikit,”

“Hah? Gila lo!”

“Dikit doang elah, turunin punggung lo,”

Pose macam apa ini?! Jerry tetap mengikuti instruksi yang disuruh, sedikit membenamkan separuh wajah di alas bantal berbulu sambil menopang badan menggunakan siku.

“Njir, you look good, eh..”

Memang pada dasarnya si Andra kurang belaian. Jerry memutar mata malas lalu mempertahankan sorotan tajam ke kamera. Sayup-sayup terdengar bisikan tetangga soal bagusnya postur badannya. Bisa menjadi bahan bagi lelaki hidung belang di luar sana.

Ini pujian apa julid sih? Jerry heran. Pemuda cantik itu menaikkan bokong, bangga akan olahraga yang berhasil membentuk pantatnya menjadi seksi dan menggiurkan.

Unfortunately, only Joel get to taste it, haha.

Bisikan semakin banyak, dan Andra belum menyelesaikan jua. Hingga ia menghembuskan napas panjang setelah sahabatnya memberi aba-aba finishing.

“Ntar uangnya gue transfer ya,”

Macam gigolo ya,' untung Jerry tidak menyahut, hanya menganggukkan kepala menerima sebotol air mineral dingin dari Disa selaku MUA.

“Lo cantik banget sumpah, bikin iri..” celetuk perempuan itu ketika membersihkan sisa-sisa make up. Jerry mendengus.

Says the one who got Russian mother,”

“Tsk, tapi gue bukan laki-laki, Jerry. You should be proud of it,”

Dia diam saja menerima perlakuan, tiba-tiba membeku begitu manik mengarah ke salah satu figur yang bersandar di pilar studio.

Joel!

“Oh shit, Joel's here!”

Disa menoleh, mendapati orang yang dimaksud sedang mengobrol dengan Andra. “Emang kenapa? Joel gak tau lo jadi model Andra?”

Jerry menggigiti bibir, mengelupas kulit di permukaan lapisan lipmatte. “Dia tau gue model tapi dia gak tau kalo gue cross-dressing, njir.”

Ya, teman-teman. Andra memang bejat setengah mati. Tega meminta Jerry menjadi model sementara, mengenakan pakaian unisex yang lebih mengarah ke baju perempuan. Ditambah thigh high ketat berjala-jala yang membekas di kaki maupun paha, dan wig cokelat sampai dada.

Jangan sampai Joel tahu kalau dia juga pakai satu set panty comel sebagai bumbu pelengkap.

Please jangan. Dia tidak ingin membuatnya ilfiel.

“Cepet ganti baju gue sebelum Joel ke sini, Disa!”

“Iya-iya sabar napa sih? Kayaknya dia juga biasa aja,” balas gadis rambut pirang tersebut mengusapkan kapas basah di wajah pelan-pelan. Jerry bergerak tak keruan, sudut ekor menangkap pergerakan sang kekasih.

“Disss Ya Tuhan..”

“Hai, Baby.”

Terlambat. Bumi tolong telan dia sekarang. Lapisan lipmatte telah terkelupas akibat digigit sembarangan, dan netranya kini tidak berani memandang kehadiran Joel di samping Disa.

“Cantik kan, Jo?”

Like always,” jawab kekasihnya sopan, Jerry menggerutu dalam hati mengetahui tatapan Joel tidak lepas darinya. “gausah repot Sa, gue langsung bawa pulang aja,”

“Eh? Beneran?”

Joel menampilkan senyum, mengangguk kecil, “Iya, gak apa, sengaja gue jemput supaya gak ada yang macem-macem,”

Jerry merona merah bak kepiting rebus, bisa dilihat di daun telinganya. Dia tak merespon apa-apa selain mengikuti langkah Joel sembari mengalungkan lengan di lengan kekar itu.

“Kamu cantik, Jerry,”

“Berisik!”

Joel tertawa renyah, berpamitan pada Andra sesekali melempar canda. Kedua sejoli saling mengait mesra menuju kendaraan roda empat. Sengaja si tampan menjemput pakai mobil karena tahu sang kekasih pasti malu dibawa naik motor.

Mereka diam dulu sejenak, tiada tanda-tanda hendak menjalankan mesin. Jerry menggembungkan pipi, memainkan udara di dalam mulut seraya menatap keluar jendela. Hiruk pikuk keramaian menyapa mata.

“Sayang.”

Panggilan itu membuatnya menoleh, bersamaan Joel tersenyum memandang balik. Detak jantung Jerry memompa cepat. Tangannya digenggam kemudian diarahkan tepat pada gundukan familiar.

“Tanggung jawab.”

Jerry merasa ada asap mengepul keluar dari telinga. Apalagi Joel nampak menekan telapak tangan. Keringat dingin menyesap di pori-pori, ia tak sadar meremas.

“Kamu sange?”

“Dih, pake tanya, siapa yang nggak sange liat kamu pakai thigh high terus nungging-nungging sembarangan,”

Pipi Jerry memerah pakai banget. Memijat gundukan secara sensual, diselingi cubitan kecil. “It's a part of being professional, Daddy..”

“Ohh begitu, suka ya pamer kepunyaan Daddy ke orang-orang? Hmm? Punya exhibitionist-kink sekarang?” tanya Joel mendekatkan muka, menerpa dengan napas hangat benar-benar menatap dalam netranya. Jerry menggeliat di bawah tatapan, selain menyukai sisi dominan Joel, ia pun tak dapat menjawab.

“Aku pikir Daddy bakal ilfiel..”

“Ilfiel??” Joel memandang tak percaya, tangan meraih dagu si manis lalu mengusap bibir bekas lipmatte tersebut lembut. “mana pernah kamu bikin Daddy ilfiel, mau pakai karung goni sekalipun tetep bikin Daddy sange,”

Menikmati sentuhan tersebut, Jerry hanya menggumam, masih usil menekan-nekan kejantanan pemuda lain. “Hmmm, then what are you waiting for, Daddy? Nunggu mobilnya jalan sendiri?”

Joel tergelak setelah mendapat sarkasme. Menarik dagu mungil agar dapat dicium kecil sebelum memulai perjalanan.

Hoho, sepertinya ada yang tidak bisa kuliah besok.

. . .

“Mama sama Papa?”

“Biasalah. Di rumah sakit,” jawab Jerry melepaskan heels yang menyakiti tumit. Membiarkan Joel memandangi lekuk tubuh ketika berjalan berlenggak-lenggok menuju ruangan.

Joel mengikuti di belakang, sempat meremas bokong menggoda tersebut hingga mendapat pekikan kaget. “Joel!”

“Hehe, siapa suruh godain gitu.”

Keduanya bergegas menaiki tangga karena tak sabar lagi ingin memadu kasih.

Juju mengeong saat orangtuanya muncul. Meregangkan badan setelah tidur berjam-jam lalu mendatangi salah satu untuk bermanja.

Dih, mana bisa dia dimanja kalau ortunya aja sibuk memakan satu sama lain bagai tiada hari esok. Jerry sudah melempar diri ke dalam dekapan, melingkarkan kedua kaki di pinggang Joel erat-erat tanpa memutuskan tautan.

Your lips..” bisik Joel candu, mengecup bibir tipis tersebut berulang-berulang. Merasakan tekstur lipmatte di sana, meski telah terkelupas akibat gigitan.

Jerry menekan kejantanan mereka. Melenguh pada kerasnya bentukan sekarang. Tak lupa menggesek untuk menggoda lebih.

You're awakening my new kink, Hun..”

Si cantik mendesah di bawah kukungan, punggung tenggelam pada permukaan kasur. “Am I?”

Do you have any idea how much this turns me on so much?” ucap Joel sesekali membuka kancing kemeja satu persatu, membelalakkan mata saat menangkap bra terpasang di sana, menyembunyikan dada kesayangan. “shit Jerry Winata.”

“Andra's idea..” jawab kekasihnya mengusap pipi Joel sayang. Menikmati guyuran perhatian dari netra kucing tersebut. “awalnya aku nolak, tapi dia maksa,”

“Emang bener-bener gila dia mah,”

Jerry tertawa kecil, menarik tengkuk pemuda di atas untuk berciuman mesra. Memejamkan mata demi merasakan kepuasan tiada tara. “He is,”

“Oke stop ngomongin cowo lain, kita fokus sama kamu sekarang!”

Joel membiarkan bra renda masih menempel melindungi gundukan. Jerry semenjak work out bersamanya, mendadak membesarkan dada dan bokong bersamaan.

He's so lucky to have him.

“Kamu cantik banget, Hun.” erang Joel tiba-tiba setelah mencicipi perut sang kekasih. Menciptakan tanda kepemilikan, memperhatikan bagaimana sebuah garter tersambung thigh high mengitari pinggang ramping. “shit, kayaknya aku bakal keluar sebelum masukin kamu,”

“Ya jangan dong, masa ejakulasi dini sih,” ejek Jerry mencebik, kaki yang dibalut stocking jala-jala kini beralih mengusap kejantanan Joel. Pelan seraya memainkan jempol bersamaan. “enjoy me till it lasts, Daddy.”

Of course, Baby,” jawab Joel menangkap kaki nakal tersebut kemudian menjilati tungkai. Merasakan Jerry menggigil di bawah sapuan lidah maupun bibir. “Kamu kayak five star meal sekarang,”

Limited yang bener,”

Joel menggigit tumitnya gemas, mendapat pekikan kegelian kemudian menjilati telapak kaki. Tidak merasa jijik sama sekali.

“Ya. Tapi unlimited buat Daddy,”

Jerry bergetar nikmat, meringis karena penisnya disekap oleh celana dalam perempuan. Precum pun sampai tercetak di sana. “Sesak banget, Daddy..”

“Tapi Daddy mau goyang kamu kayak gini, Baby,” balas Joel menjilat bibir. Sumpah ya, kayaknya punya dia lama-lama meledak kalau menatapi terus. Dia menyingkap sedikit tali yang menutupi, mengusap kasar lubang tersembunyi.

“Aaahh.. no Daddy..” Jerry menggeleng-gelengkan kepala. Abdomennya terasa menyakitkan karena terlalu dikekang. Ingin minta pelepasan. “please please lepasin..”

Akhirnya Joel menurunkan garter sekaligus celana dalamnya. Sayang sih, cuman sesuai permintaan si manis yang mau dibebasin. Membiarkan kemeja dan thigh high masih dikenakan.

“Ngh.. mmh.. makasih Daddy..” ucap Jerry begitu adik kecilnya menghirup udara segar. Mengacung keras setinggi-tingginya walau masih panjangan Joel.

“Nungging, Hun.”

“Ah kamu tuh!” protes pemuda surai cokelat berdesir malu. Liangnya membuka menutup setelah dititah dan bulir precum kembali tercipta. Menuruti perintah, Jerry membenamkan wajah di bantal, menaikkan pinggul sesekali menggoyangkan bokong.

Laci nakas terbuka kasar, Joel menarik sekotak kondom beserta pelumas. Menaruh dua benda di dekatnya kemudian mulai menyiapkan Jerry.

“Aku makan ya.”

Nooooo-ngghh!!” Punggung Jerry membusur bagai kucing begitu benda lunak menyapa pintu. Dua tangan melebarkan pipi diikuti jilatan. Sebenarnya dia bukan fans rimming tapi entah kenapa kekasihnya nggak pernah melewatkan kegiatan ini.

Fuck Joel..”

Joel hanya membalas dengan gumaman, meludah di sana memperhatikan bagaimana lubang melahap semuanya. Milik Joel menggeliat, because it was so hot to watch.

“Joel noo it's.. mmff.. dirty!”

“Udah dibersihin kan?”

“U-udah tapi tetep aja jorok!”

Sang kekasih tidak mengubris, mempercepat intensitas hisapan maupun pergerakan lidah di dalam. Jerry menjerit teredam bantal, mendadak mencapai klimaks pertama.

“Ha.. Joel..”

Joel mengusap bibir, memajukan tubuh untuk mencium Jerry lagi. Membiarkannya merasai dirinya sendiri.

“Ew.”

Si tampan hanya tertawa, meraih botol pelumas lalu melumuri empat jari bersamaan.

“Boleh langsung empat?”

“Dasar orang gila.”

“Kan udah kumakan tadi, harusnya gak sempit dong,” Joel menyeringai saat melihat rona merah muncul di pipi. Gemas banget sih! Dia memasukkan dua jari secara bersamaan. “liat nih lubangmu rakus banget,”

“Ya gimana mau liat kalo lagi nungging gini?!”

Joel memaju-mundurkan jari, diikuti erangan Jerry. Membuat gerakan menggunting ke atas dan tak sengaja mengenai prostatnya.

FUUCKK!”

“Hehe..”

“Gausah hehe-hehe kamu! Cepet masukin!” titah si manis menolehkan kepala. Dia sudah diliputi nafsu sebab telah keluar satu kali.

“Kalo nangis gak tanggung jawab,”

My hole was created for your dick, Joel Andrean.” sahut Jerry lagi lalu membenamkan muka di bantal. Hitung-hitung buat meredam teriakan apabila Joel berbuat kasar.

Joel menyengir, memasang lateks aroma pada batang kemaluan serta menuangkan pelumas di telapak, mengocok miliknya agar basah sepanjangan kemudian mendekatkan ke lubang kesayangan.

Hun, aku masuk ya.”

“He eh.”

Jerry hampir memuntahkan isi perut ketika Joel menghentak maju. Sumpah ini kurang ajar banget manusia satu! Bukannya pelan-pelan dari kepala dulu, malah langsung sampai pangkal. Beruntung dia nggak muntah betulan.

Kan such a turn off!

“Oh shit. Still tight as usual,”

“J-jahat kamu, Joel!”

“Sshh.. kamu bener, lubangmu emang diciptain buat penisku, Sayang,” racau Joel mengecupi punggung yang masih dilapis kemeja. Dia bertumpu pada tangan, mendesah tepat di telinga Jerry.

“Perutku penuh banget, ugh..” keluh Jerry mendongakkan kepala, menerima kecupan-kecupan kecil di leher. “gerak, Jo.”

Joel mulai menggerakkan pinggul sedikit demi sedikit. Setia melumat kulit leher Jerry sesekali mengenai selaput di balik dinding. Erangan sang kekasih makin nyaring, mungkin melebihi kucing kawin.

“Oohh.. aah.. J-Joel.. ngh.. fuck me harder..”

On it, Hun.”

Dia menggenjot cepat, sesuai permintaan si manis. Merasakan dinding menjepit batang menambah esensi yang luar biasa. Kepala Joel mau pecah rasanya, apalagi stocking jala-jala milik Jerry berulang kali menabrak pahanya.

“J-Joel.. fuck.. not too deep!”

Oh sial, dia hampir hilang kendali. Nyaris menyakiti kekasihnya lantaran terlalu dalam. Joel menekan tulang ekor Jerry semakin turun agar kejantanannya menggesek di atas seprai.

“Kamu tau gak aku hampir mau nyerang kamu di studio tadi,” Jerry tak dapat merespon, sibuk menjerit di alas. “ngeliat kamu posisi kayak gini ditonton khalayak ramai, shit Jerry you look so lusty right now,”

“Ahh.. yes.. Joel do me!”

Joel meremat kasar bantalan empuk yang ikut bergoyang karena genjotannya. Diiringi tamparan kecil menyebabkan Jerry gemetaran lagi. “Best ass ever,”

Jerry makin besar kepala dipuji kayak gitu. Mengetatkan lubang dan bersorak dalam hati mendengar geraman Joel.

Fuck.. fuck.. aku mau sampai,”

“Keluarin di dalam,” Jerry menggigit bibir erat-erat, tangan memainkan milik sendiri agar dapat tiba bersama-sama.

I wore one,”

“Gapapa, keluarin aja.”

Lima kali tusukan panjang sukses membawa euforia kegiatan mereka. Joel mencengkram pinggang Jerry sampai memerah ketika melukis otot dinding si manis dengan mani.

Tak ketinggalan, Jerry juga membasahi seprai kedua kalinya. Membentuk kubangan putih dan mendadak limbung di atas kasur.

Joel sempat menopang badan setelah klimaks, takut pacarnya ngamuk kalau ditindihin. Bernapas putus-putus di surai cokelat lalu mencabut miliknya perlahan.

“Aah.. Joel..”

“Aku buang ini dulu,” ujar pemuda tampan itu menarik pengaman secara hati-hati, mengikat bagian ujung dan melempar ke tong sampah.

Don't wear one,” timpal Jerry membalikkan badan, perutnya basah karena cairan sendiri. “pengen diisi banyak-banyak,”

“Tsk, kemaren siapa yang emosi nggak bisa bersihin huh? Aku gak mau jadi pelampiasan,” sahut Joel menindihi kembali. Mengecup bibir tipis yang menyatu akan penolakan tersebut.

Meanie. Yaudah aku isi sendiri.”

“Pakai apa?”

“Pakai pelumas, biar kamu bisa liat aku squirting lewat anal,”

Joel tega membekap mulut kekasihnya setelah mengoceh kotor lantaran adik kecilnya mendadak mengacung lagi.

Kayaknya beneran nggak bisa kuliah sehabis ini.

Pray for Jerry's asshole :)

. . .

part 2

kyunyu gs 🔞

warning : genderswitch; femdom; porn with plot

. . .

Thank god she's alive.”

Chamin mendongakkan kepala ketika mendengar Keva bersuara. Teman perempuan asal Canada tersebut ternyata merujuk kepada sosok cantik favorit sekolah yang duduk tak jauh dari mereka.

“Kau beri dia apa memang?”

Si imut mengendikkan bahu, “Nothing,” jawabnya mendapat kerutan dahi sangsi. “I gave her nothing,”

Pendusta. Lebih tepatnya pleasure.

Keva mengangguk-ngangguk, ingin segera percaya tapi apa daya tak sanggup. Dia merongrong kembali secara halus. “Really? You're not doing anything stupid, were you?

Chamin mendengus, meraih air mineral lalu meneguk perlahan untuk membasahi kerongkongan. Jangan sampai si Canada ini tahu apa yang sudah ia lakukan bersama Chanhee. “Who do you take me for?”

A psycho, a cute one,”

Dia tertawa kecil mendengar pujian atau hinaan itu. Tidak terlalu mengubris maupun melanjutkan percakapan. Selagi Keva tak menaruh perhatian, ia mencuri-curi pandang ke arah Chanhee. Menemukan si gadis sedang tertawa sebelum Younghoon datang menghampiri.

Younghoon hendak mendaratkan ciuman tetapi Chanhee menahan dan ekor matanya beradu tatap dengan Chamin walau sepersekian detik. Gelengan kepala terlihat dalam pandangan seolah-olah primadona sekolah tak mau mencari keributan.

“Yo, Min,” Chamin menatap Keva lagi, menaikkan alis. “kau bisa membuat lubang di kepala mereka kalau terus-terusan menatap seperti itu,”

Gadis surai hitam hanya menghela napas kecil sebelum melanjutkan makan. Melirik ke arah Chanhee yang nampak kebelet di hadapan kekasih sendiri. Tanpa sadar ia tersenyum miring, merindukan kehadiran gadisnya sekarang.

Girl, who got you smiling like that?”

Ah. Seandainya Moon Keva tahu.

. . .

Pintu apartemen tertutup begitu saja ketika Chanhee berada di dapur. Dia sangat tahu siapa pemilik dari derap langkah kaki yang cepat itu.

Sudah hampir dua minggu mereka bertemu. Sepertinya gadis tersebut memang tertarik dengannya.

Chanhee diam saja saat figurnya dipeluk dari belakang, pura-pura sibuk menuang kopi instan di atas susu cair untuk menenangkan diri sesaat.

“Chanhee-ya..”

“Hm?”

“Aku merindukanmu.”

Si gadis mendengus, mengaduk latte menggunakan sedotan besi milik sendiri. “Kita satu sekolah, Chamin.”

Chamin mengeratkan rangkulan di pinggang, menyandarkan dagu di atas bahu landai, sebelum menghirup aroma vanilla di ceruk leher. “Kita tidak sekelas, Sayang.”

“Chamin stop–” gadis itu berusaha melepaskan, tetapi Chamin being an adorable psychopath she is, tetap mengeratkan pelukan mereka meski sepihak.

“Kenapa? Biasanya kau tidak marah kalau kupanggil Sayang,” jawab si surai hitam setengah merajuk. Jantung Chanhee berdetak cepat lagi, akhir-akhir ini setiap ia menghabiskan waktu bersama Chamin, rasanya berbeda dari yang lain.

I have a boyfriend,” celetuk Chanhee pelan. Chamin terdiam, melonggarkan pelukan sebelum bergerak menyandarkan tulang ekor di meja dapur. Dia mencoba mengadu tatap, mencari kekecewaan di sorot mata tajam tersebut.

“Lalu?”

We can't do this anymore,”

“Aku kira kau mulai menyukai hubungan kita,” ujar Chamin meraih gelas berisi latte buatan Chanhee, menyeruput sedikit demi sedikit.

This isn't right, Chamin, you hate me, don't you? You like Younghoon so you tried to make me forget him, right?” nada bicara Chanhee terdengar gemetar saat mengucapkan. Seolah-olah sedang mendeskripsikan karakter aneh Chamin sekarang.

Chamin berdeham, menatap dalam-dalam penuh keseriusan, “Chanhee, after we did those lewd things together I never think about Younghoon once. Your eyes drew me in, and the way you moaned my name got me so hooked up on you, yet you still think of me that low?”

But.. we're girls, aren't we supposed to like men instead of each other?”

Keheningan melanda kedua anak hawa. Situasi menjadi canggung setelah Chanhee mengungkit stereotype tentang seksualitas di masyarakat. Menyadarkan Chamin perihal mereka tidak bisa bersama.

“Aku tidak peduli,”

“Bagaimana kalau orang mengolok kita? Bagaimana kalau kita dihujat publik karena terlibat dalam hubungan?”

Chamin memegangi pundak Chanhee, menelisik netra kecokelatan lebih serius dari sebelumnya. “Bagaimana denganmu? What do you think about our relationship now?”

Gadis surai merah muda menggigit bibir, bingung hendak menjawab apa. Jika ditelusuri ke batin terdalam, ia mulai menyukai kehadiran Chamin selama dua minggu ini. Keelokannya ketika berbicara, tingkah laku yang kadang-kadang menggemaskan, bahkan dapat menjadi dominan sadis di ranjang.

She started to like it but how about things with Younghoon?

Mereka saling bertatapan, menunggu jawaban terlontar. Chanhee menggeleng pelan. “Why would it matter when I never like it from the start,”

Cengkraman perlahan terlepas, seiring tatapan Chamin meredup. Dia hanya mengangguk sekali kemudian melengos pergi mengambil barang-barang yang dibawa tadi. Meninggalkan Chanhee terpaku di posisi, dengan latte mulai mencair.

BLAM

Pintu tertutup agak kencang, begitupula jantung Chanhee memompa lebih lambat mengakibatkan rasa nyeri mendera nadi.

She's not.. wrong right?

. . .

Keva benar-benar tidak paham dengan kelakuan sahabatnya sekarang. Beberapa minggu lalu, ia tampak berapi-api, kemudian berubah menjadi bahagia bak ketiban permata, dan sekarang ia menghadapi kepribadian yang lain. Membuat ia penasaran tapi tak berani merongrong lebih.

“Berhenti menatapku, Keva.”

Gadis surai cokelat tersebut tersentak kaget, mendeham kecil seraya menatap sekeliling. Bingung setengah mati pada kelakuan Chamin.

Apa ini karena Younghoon berkencan dengan Chanhee? Tapi si primadona sekolah masih hidup saja sampai saat ini, itu berarti kawannya tidak mencari masalah kan?

“Kau tidak ingin move on dari Kak Younghoon?” tanyanya hati-hati. Ingin melihat reaksi. Namun yang didapat hanyalah tatapan sinis, berhasil buat merinding.

I did.”

“Huh? With who?”

Chamin mengendikkan bahu, balik konsentrasi mengerjakan tugas dari guru. “You'll never know,”

“Lalu apa peranku sebagai sahabatmu, Ji Chamin?”

Be there for me is enough,”

Keva menghela napas lelah, seandainya dia tidak berteman dengan Chamin sejak sekolah dasar, sudah dipastikan si psikopat ini tidak akan punya teman kalau sifatnya sangat menyusahkan.

Fine. But don't drag me in if you commit a murder,”

Chamin tergelak kecil, menggeleng perlahan, “I'm not that bad,”

“Oh you are when you're obsessive,”

Yang dihina hanya menggumam tanpa menghentikan tulisan. Pikirannya terlalu sibuk pada satu orang. Siapa lagi kalau bukan Choi Chanhee.

Sudah seminggu setelah ia pergi dari apartemen si cantik, tak ada tegur sapa mengalir. Memang sih, di sekolah mereka kucing-kucingan, tapi biasanya sehabis bel pulang berdering, Chamin sudah menemukan dirinya di apartemen Chanhee apabila dia tidak bersama Younghoon.

Entah itu mengerjakan tugas, berpelukan, berciuman, atau berhubungan seks layaknya pasangan.

Anehnya. Chanhee tidak tampak membenci. Malah mendamba lebih. Meminta Chamin menyentuh area sensitifnya berulang-ulang, mendesahkan namanya saat keluar.

Itu berarti hubungan mereka tidak sepihak kan?

Tapi kenapa dia mengatakan seolah-olah dia tidak menyukainya dari awal. Apakah karena jenis kelamin yang sama sehingga Chanhee takut apabila tidak diterima?

Jujur. Chamin sakit hati jika harus terus menerus menghindar. Hanya bisa menatap dari jauh, itu pun kalau bertemu di kantin atau lorong. Perbedaan kelas membuat jarak terasa berat di antara keduanya. Terutama kehadiran Younghoon sebagai pembatas dinding dalam hubungan mereka.

Keva tidak perlu tahu. Dia cukup tahu kalau Chamin baik-baik saja. Dia tak ingin kehilangan sahabat satu-satunya apabila si Canada mengetahui orientasi seksualnya sekarang. Benar kata Chanhee tempo hari, mereka masih dikelilingi stigma masyarakat yang konservatif.

I'm okay,” bisik Chamin melempar senyum manis, meyakinkan Keva yang mengatupkan bibir begitu cerita terpotong. “thanks for worrying me,”

“Tsk, what best friends are for, Chamin!”

Chamin tertawa kecil dan kembali melanjutkan pekerjaan tertunda sesekali menerawang tentang keberadaan Chanhee.

. . .

Tidak hanya Chamin saja yang kesetanan. Chanhee pun juga sama. Dirinya merasa ada yang kurang usai pertemuan terakhir di apartemen.

Dia tidak bisa bersikap antusias ketika melihat Younghoon menghampiri. Selalu menghindar ketika pemuda itu ingin mengecup kening atau pipi. Mengatakan tentang mata publik yang akan menilai buruk atas kelakuan tersebut.

Younghoon sih paham-paham saja. Namanya juga bucin. Dia tahu Chanhee anak baik, dambaan sejuta umat dan semua orang iri padanya yang berhasil mendapatkan si cantik. Namun, dia juga bukan pemuda brengsek yang memaksa keinginan sendiri.

Kembali pada Chanhee, gadis itu tidak merasa apa-apa saat Younghoon mencumbu di atas kasur. Desiran jantung nampak normal, tak ada tanda-tanda deg-degan atau mengantisipasi sesuatu. Biasa saja. Seakan hanya permainan belaka.

Kapten basket itu memberikan tanda merah di setiap celah yang dilihat. Pinggulnya bergerak menanam kejantanan, namun Chanhee tidak bersuara, benar-benar mati rasa.

“Chanhee..”

Si cantik berpura-pura melenguh. Meski keperawanannya direnggut oleh sang kekasih, tetapi kepuasan diri sudah ditawan Ji Chamin. Rasanya tidak enak. Dia tidak mendapat kenikmatan, justru sebaliknya malah kesakitan begitu benda asing melesak ke dalam liang.

“P-pelan-pelan, Kak..”

Younghoon mengangguk, mengerti tentang pertama kali Chanhee. Dia memelankan tempo, mengeluarkan sedikit kemaluan sebelum menghentak perlahan mengarah ke g-spot. Chanhee mencengkram seprai, merasa geli tetapi belum cukup untuk membuatnya klimaks.

“Ugh.. Sayang..”

Otak tiba-tiba membayangkan posisi kekasihnya digantikan Chamin. Bagaimana gadis surai hitam itu menatap dalam-dalam, menembus tengkorak sambil membisikkan kalimat kotor di telinganya.

You're so wet, Chanhee..”

Gadis di bawah kukungan Younghoon mendadak gemetaran hebat. Kaki-kakinya lemas seketika usai memutar kilas balik sikap Chamin kemarin-kemarin. Semakin ia memikirkan perempuan itu, semakin pula rasa klimaks hendak mendera.

“Ngh.. Kak.. aahh..”

Tuhan. Jangan sampai ia mendesahkan nama lain di hadapan Younghoon.

Kedua sejoli sama-sama mencapai puncak. Chanhee merasa bersalah sebab telah mengkhianati Younghoon. Berakting seakan ia orgasme usai penyatuan mereka.

Sepanjang malam ia gelisah, berusaha tertidur dalam bayang-bayang kekecewaan serta ketakutan. Kerinduan juga menerpa. Sosok Ji Chamin tak bisa lepas dari pikiran.

They need to talk.

They should settle this.

Chanhee tidak mau membohongi perasaannya lagi.

. . .

Keva nyaris menyemburkan soda dari hidung ketika mata menangkap sosok Chanhee berjalan anggun menuju meja tempat mereka makan siang. Berulang kali ia melirik bergantian sebab tahu bukan dia yang dimaksud.

“Min.”

Chamin mendongak dari piring, menoleh ke Keva mendapat isyarat bisu dari sahabat. Kini ia beralih pada seseorang familiar berhenti tepat depan meja.

“Chamin.”

Buru-buru gadis itu menegakkan badan, berdeham pelan, “Ya?”

Chanhee menggigiti kulit dalam mulut, menatap dalam-dalam penuh keseriusan. “Pulang sekolah, temui aku di gedung B,” sehabis berkata begitu, si cantik mundur teratur. Seolah-olah tidak pernah bercakap secara langsung bahkan mengabaikan berpuluh-puluh pasang mata yang mengarah.

“Chamin what did you do?!”

Si imut mengerutkan dahi, masih mencerna apa yang baru saja terjadi, pundak bergoyang-goyang akibat kehisterisan Keva. “Aku tidak tahu,”

“Apa yang membuat primadona sekolah menemuimu di tempat ramai seperti ini?” Keva tak percaya, benar-benar syok setengah mampus. “tell me, you did something fishy to her right?”

No I didn't,”

Keva memandang sangsi, “Lantas untuk apa dia menghampirimu di sini, Chamin? Kalian tidak pernah bertegur sapa sebelumnya,”

Tidak Keva. Mereka sudah melakukan hal yang lebih gila dari tegur sapa.

Chamin menghela napas, mengaduk makan siang yang mulai dingin. “I'll tell you after I deal with her,”

You better.”

Sepulang sekolah perasaan Chamin berubah menjadi nano-nano. Apakah ia senang? Tidak tahu. Apakah ia kaget? Seratus persen benar. Apakah ia rindu? Tentu saja. Segala yang ia rasakan dalam hati sekarang tidak dapat dideskripsikan. Dia bahkan berdoa sepanjang pelajaran agar waktu berjalan cepat dari biasanya.

Siluet Chanhee tampak bersandar di dinding depan salah satu ruangan. Gedung yang dipilih adalah tempat pertemuan mereka pertama kali. Beberapa minggu lalu yang dimana ia seharusnya menghajar Chanhee sampai bonyok malah berbalik memuaskan si cantik.

She didn't regret it at all.

She loved it. Till now. She loves how Chanhee made an incoherent sound when she touched her. How the lewd expression was there when she whispered something into her ear, playing with her, everything. She loves everything about Chanhee.

But, the question is, did she feel the same?

Chamin sedikit mendeham untuk meminta perhatian. Gadis cantik bersurai merah muda tersebut mendongak dan ia bersumpah suasana mereka nampak sangat amat canggung.

Jarak antara keduanya tidak terlalu dekat tidak juga jauh. Sudah cukup membuat hati mereka berdebar-debar setelah menghindar selama dua minggu.

“Jadi..” Chamin bersuara, menggantungkan kalimat, melihat bagaimana Chanhee terjengit kecil akan suara yang dikeluarkan serta gigitan bibir dalam menyita pandangan. “ada apa?”

“Apa aku mengganggumu?” tanya Chanhee sangat halus. Chamin menggeleng, sementara si cantik memainkan ujung rok sekolah terjuntai.

Chamin menunggu dengan sabar, meski dadanya sesak karena tingkah laku menggemaskan di hadapan sekarang. Rasa ingin mendorong Chanhee ke dinding dan mencumbu setiap celah inchi kulit sudah hendak menginvasi diri.

“Chamin, aku-” Chanhee berkaca-kaca, tak sanggup melanjutkan. Menyebabkan dahinya mengerut tidak paham. “aku tidak tahu kenapa aku sedih sewaktu kau pergi dari apartemenku,”

Baiklah. Apa ini maksudnya? Dia tidak mengerti sama sekali pada omongan melantur si Chanhee. Jika dilihat dari air mukanya, terlihat gadis manis tersebut sedang terluka dan frustasi.

“Kau kenapa?”

Chanhee semakin mengeratkan tancapan geligi di atas bibir, menatap lurus pada manik Chamin sehingga perempuan itu menghilangkan jarak mereka untuk menghentikan aksinya.

Stop biting your lips,” desis si imut meraih dagu Chanhee, mata bersirat kekhawatiran, membuat jantung gadis lain berdebar-debar aneh. Melepaskan gigitan menampakkan barang ranum tersebut membengkak sedikit. “ada apa denganmu, Chanhee?”

Is it wrong if I hate how we acted these days?”

Chamin terpaku di tempat, masih memegangi dagu gadis surai merah muda di antara ibu jari maupun telunjuk, membalas tatapannya. “Tidak tahu,”

“Ji Chamin, aku merindukanmu.”

Apakah kalian mendengar bunyi petir di sore hari? Tidak ada. Atau suara decitan burung gereja yang hendak bepergian pulang? Tidak juga. Oh, mungkin suara gonggongan anjing yang berlari-lari di sekitar gedung.

Indra pendengaran Chamin mendadak tidak berfungsi setelah pengakuan brutal tersebut. Dia hanya dapat mematung, tanpa sadar melepaskan tangan yang bertengger, kembali pada asal.

Si cantik tampak bernapas tak teratur. Padahal tiada yang mengejarnya. Tapi ia seperti kehilangan ion usai mengucapkan kalimat sakral tadi.

“Ji Chamin, tolong respon sebelum aku memalukan diriku sendiri,”

Chamin mengerutkan dahi, tidak langsung mempercayai sepenuhnya. Dia menggelengkan kepala, “Kau bercanda.”

“Tatap mataku dan bilang kalau aku sedang berguyon,” tantang Chanhee menipiskan jarak mereka. Chamin bisa menghirup aroma vanila yang menguar, berusaha meruntuhkan pertahanannya selama ini. Dia tak melihat kilas candaan atau kebohongan. Pure honesty, that wrecks her sanity.

“Tapi kau bilang-”

Chanhee mendiamkannya. Kepala menggeleng-geleng dengan wajah merah padam. “Aku tidak bisa menghilangkanmu dari pikiranku, puas kau?”

Lama-lama ekspresi datar Chamin benar-benar digantikan oleh cengiran. Menampilkan lesung pipi kesukaan Chanhee diikuti tawa renyah dari gadis itu.

“Aku merasa tersanjung..”

Primadona sekolah hanya menonjok perut kurusnya dengan telunjuk agar ia berhenti menggoda. Chamin meringis meski masih tertawa, menatapi muka bak tomat masak milik Chanhee. Mereka saling bertatapan, tidak tahu kenapa. Sebuah magnet tak kasat mata menarik keduanya untuk mendekat, ujung hidung mulai bersentuhan sebelum Chanhee menyosor duluan.

Chamin membulatkan mata, sudut bibir terangkat sempurna kemudian merengkuh pinggang gadisnya. Bibir memperdalam tautan, menggambarkan perasaan tergila-gila akan sosok di depan. Chanhee pun tak kalah bertindak, perlahan mengalungkan lengan di leher, menekan tengkuknya kuat-kuat. Tidak mau melepaskan barang sedetik pun.

Paru-paru sama-sama meminta empati dari sang pemilik. Mereka butuh sesuatu pengganti pasokan yang hilang. Mereka menginginkan tautan terputus dan oksigen kembali masuk.

Chamin merasa tidak puas, dia berulang kali mengecup bibir bengkak tersebut menyalurkan rasa rindu karena kemusuhan bodoh ini. Chanhee sampai tertawa kegelian menemukan tingkahnya.

“Aku merindukanmu juga, Chanhee..”

Chanhee menahan erangan, mendekatkan tubuh makin erat. Oh dia mengaku merindukan namanya disebut Chamin seperti tadi. Dengan napas terengah-engah, hampir tak bersuara, tepat di bibirnya.

Gadis imut itu melihat perubahan si cantik, menyeringai lebar begitu menebak apa yang ada di pikiran Chanhee sekarang.

Come with me?”

Tentu saja Chanhee tidak menolak.

. . .

Dua anak hawa tidak terlalu ingat bagaimana mereka bisa tiba di unit hunian salah satu tanpa menghentikan grayangan ke tubuh masing-masing. Terutama saat mereka duduk di bus bersampingan.

Pintu kamar Chamin tertutup rapat dengan ia langsung menempelkan bibir di atas bibir gadis lain. Melumat tidak sabar, menyalurkan perasaan yang terselip di sanubari.

Chanhee tak kalah menyerang. Pikiran dia mendadak berkabut dan hanya diisi oleh Ji Chamin seorang. Kaki menabrak sisi kasur, menarik si gadis tanpa memutus tautan hingga punggung terbanting di atas benda empuk.

“Chamin...” erangnya pelan di sela-sela ciuman. Chamin menggumam, berat nan dalam. Membangkitkan libido Chanhee sekaligus mendirikan rambut-rambut halus di kulit. “buka.. please..”

Chamin bangkit sebentar, menanggalkan seragam sekolah beserta rok. Menyisakan bra maupun celana dalam yang mulai basah. Chanhee gemetaran sewaktu hendak membuka kancing, ikut mengeluarkan cairan hanya karena pemandangan perempuan di atasnya.

Melihat kesusahan tersebut, gadis surai hitam akhirnya membantu. Jari-jari terampil berhasil melucuti satu persatu kancing seragam seperti membuka bungkus hadiah. Tatapan menggelap begitu perut putih mulus tanpa noda terpampang nyata. “Damn Chanhee..”

Chanhee tersipu malu, meringkuk sembari memalingkan wajah, kulitnya mendadak menghangat di bawah guyuran mata tajam Chamin. Padahal pendingin ruangan sudah berfungsi semaksimal mungkin. Tetapi tidak cukup menghilangkan hawa panas kali ini.

“Choi Chanhee you have no idea how much I fucking missed you these weeks,” gumam gadis lebih muda menatapi intens, Chanhee menggigit bibir, berisyarat ingin disentuh.

I-I missed you too Chamin, so much that I can't even come when I'm not with you,” balas Chanhee berbisik halus. Chamin menaikkan satu alis seraya menurunkan rok motif garis-garis tersebut.

“Benarkah? Dengan siapa kau berhubungan, huh?”

Sebuah keheningan menerpa kedua bukan sejoli dan sesaat si imut menyadari bahwa orang yang dimaksud Chanhee adalah sang kekasih, yaitu pujaan hatinya selama bertahun-tahun.

Chamin menyengir, tangan masih telaten memposisikan badan kurusnya di tengah-tengah kaki jenjang Chanhee. “Ahh.. maksudmu Kim Younghoon?”

Tidak ada jawaban, ketika mereka beradu pandang, yang Chamin lihat hanyalah sebuah penyesalan.

“Kau menyesal karena berhubungan dengan Kim Younghoon atau karena tidak klimaks tanpa aku?”

Chanhee menelan ludah, merintih saat jari Chanhee menari-nari di atas kulit paha. “Second.”

“Jadi kau tidak peduli dengan perasaanku pada Kak Younghoon?” tanya Chamin lagi seraya mengusap organ intim Chanhee yang tertutupi kain. Si cantik mendadak gemetar, dan mengeluarkan cairan sedikit demi sedikit hingga tercetak.

“C-Chamin.. ngh.. it's not like haahhh!” jeritnya membusurkan dada, permukaan ibu jari gadis lain menempel keras di pintu liang meski tengah terhalang, bergerak membuat lingkaran, sesekali menggores sisi-sisinya perlahan. Kaki Chanhee bergetar seiring godaan. Dia merasa lebih sensitif dari sebelum-sebelumnya.

“Lalu?”

“K-kau bilang.. aah.. kau bilang kau tidak tertarik pada Kak Younghoon..” desis Chanhee memejamkan mata erat-erat, makin merasakan gesekan kain menembus di sekitar dinding dekat liang karena ulah jempol Chamin.

“Apa aku pernah berkata begitu?”

Dominan sialan. Chanhee benci menjadi lemah di hadapannya. Gadis itu tak mau membalas, menenggelamkan wajah di alas tidur berusaha menyembunyikan erangan.

Chamin mendengus, menangkap rahang bawah Chanhee kuat-kuat dan meremasnya, menyebabkan si cantik bernapas putus-putus karena detak jantung memompa cepat. “Answer my question, Chanhee.”

Chanhee terbata-bata, selain tulang penggerak bicara ditahan, dia juga tak dapat mengungkapkan jawaban dari pertanyaan retoris tersebut. Chamin berdecak kecil, mengarahkan lutut menggesek di permukaan liang, menekan pelan-pelan.

“Mmfff!!”

Gadis rambut hitam tersenyum manis, tega menampakkan kelemahan Chanhee disaat ia sedang dirujung kefrustasian seperti ini. Lutut makin menekan dalam, sesekali memutar permukaan di sana. “Mmffh.. nghh..”

“Oh how I missed torturing you like this, Choi Chanhee,” Chamin menyingkirkan lutut sebelum menarik paksa celana dalam gadisnya, melempar ke sembarang arah dan menjilat bibir menatap lapar terhadap liang yang terbuka.

Chanhee melenguh, menitikkan beberapa tetes cairan bening karena ditatap terus menerus tanpa ada aksi. Chamin menyolek tetesan tersebut menggunakan telunjuk lalu mengulum digitnya rakus.

“Mmh.. still sweet as always,” seringaian tercetak di wajah, sangat seksi di mata Chanhee. Rasa ingin menjadi submisif seutuhnya mulai menguasai.

“C-Chamin..” ia menerima sebuah jilatan di klitoris, sapuannya halus sekali tapi menuntut. Berulang-ulang naik turun sampai menyapa liang. Chanhee mengapitkan kaki, tidak kuat pada stimulasi ini, ingin menjepit kepala Chamin di selangkangan apalagi helai-helai rambut hitam berhasil menggelitik paha dalam.

Chamin menikmati santapan layaknya makanan mewah. Mulut tak berhenti menghisap hingga merembes membasahi dagu. Merasakan bagaimana gadisnya bergelinjang di bawah sentuhan kemudian tangan lentik merayap menarik surainya perlahan. Dia berhenti sejenak, untuk menatap tajam pertanda peringatan.

“M-maaf..” lirih gadis cantik tersebut menaruh tangannya di samping badan, kali ini mencengkram seprai. Chamin diam saja, menyantap tanpa ampun menyebabkan indra pendengaran terketuk bunyi kotor antara saliva dan cairan Chanhee. Ditambah erangan nyaring yang lolos membuatnya semakin bersemangat memakan.

“Ah.. Chamin.. mau pipis nghh..”

It's not a pee, Chanhee-ya,” balas Chamin mengusap klitoris si gadis dengan tangan kiri sementara tangan kanan mulai menggrayangi liang.

“Ya tapi rasanya seperti itu,” jawab Chanhee tak mau kalah, pegangan di kain mengerat, ia menjerit tertahan saat dua jari memompa ke dalam, berkenalan dengan dinding vagina. “shit!” pinggul tiba-tiba bergetar sendiri, bola mata memutar ke belakang serta punggung terangkat dari kasur, abdomen mengejang diikuti pancuran.

Chamin memandang penuh takjub, meski setengah badannya basah akibat ulah Chanhee. Buru-buru ia melepaskan kaitan bra lalu menurunkan celana dalam agar polos bersamaan. Dia tidak bisa menahan senyum, bangga pada dirinya karena berhasil membuat Chanhee keluar sehebat itu.

“Younghoon can't relate, can he?”

Gadis berambut merah muda tersengal-sengal, mengambil oksigen sebanyak mungkin sambil menenangkan sel-sel yang panik. Dia balas menatap sayu, lelah akan satu pencapaian. “I'm tired..”

“Aku belum keluar ya,”

Then do it.”

“Ahh.. wanna be bratty now? Chanhee?”

Chanhee menggeleng, kedua lengan merentang menginginkan Chamin mendekat. “Please..”

Who is Chamin to turn that offer? Setelah mendengar nada manja itu, ia langsung saja bergerak menindihi. Saling mengaitkan bagian bawah tubuh agar bersentuhan, bibir bertemu bibir ditambah desahan tertahan.

“Boleh aku minta sesuatu?” tanya Chanhee setelah tautan terputus beberapa detik. Chamin menggumam seraya menggerakkan pinggul, menikmati bagaimana basahnya kelamin mereka bersamaan. “Aku ingin mencicipimu juga,” kali ini ia hanya mendengar bisikan halus, oh gadisnya juga memerah sampai ke ujung telinga. Kepulan asap dapat dibayangkan keluar dari sana.

“Kau yakin?”

Mendapat sebuah anggukan, Chamin sebenarnya masih meragukan itu. “Kau saja bisa, kenapa aku tidak?”

Akhirnya ia mengendikkan bahu, menyetujui permintaan primadona sekolah. Chamin membalik tubuh mereka sehingga Chanhee berada di atasnya. Dan dimulailah eksekusi si cantik pertama kali sejak mereka berhubungan.

Bibir tebal berwarna merah muda tersebut menapaki kulit leher. Terasa dingin dan panas bersamaan, menyebabkan Chamin diliputi kabut nafsu. Yang ia rasakan sekarang hanyalah bibir gadis lebih tua menjilat tengah-tengah dada, mengitari areola, kemudian beralih ke putingnya.

And girl, it feels really heavenly.

Ini baru dadanya, bagaimana dengan organ intimnya nanti?

Chanhee menaikkan sudut bibir melihat respon yang diberikan Chamin. Membuat egonya bertambah untuk terus menggoda perempuan di kukungan. Mengulum tonjolan mengeras itu kecil-kecil seraya memainkan di antara geligi, Chamin tampak gemetaran, bernapas terengah-engah, mengeluarkan beberapa kata tidak jelas tapi cukup meyakinkannya kalau si imut menyukai perlakuan.

“Chanhee s-shit lidahmu..” gadis surai merah muda menuruni area lain, menekan-nekan pusar menggunakan lidah kemudian sampai jua ke tempat tujuan. Dia memberi jilatan percobaan di daging sensitif Chamin, mendapat reaksi positif.

“Ngh!”

Wah. Selain berbakat menjadi dominan, Ji Chamin diam-diam bisa menjadi submisif apabila dimakan. Chanhee menatap gundukan di hadapan, membuka labia mayor dengan dua ibu jari dan mencoba menjilat. Sekali dua kali, lama-lama ia ketagihan. Apalagi Chamin sudah berteriak penuh nikmat, suara high-pitched bak lumba-lumba menyapa gendang telinga.

“Aahhh.. fuck! C-Chanhee hnggh..” desah si imut tak sadar sudah menggenggam rambut merah gadisnya, menggerakkan pinggul agar Chanhee semakin tenggelam. Dia memahami posisi Chanhee sebelumnya dan benar-benar seenak itu rupanya.

Need your tongue..” erangnya karena Chanhee hanya berputar-putar di klitoris sedari tadi, Chamin frustasi dan menginginkan sesuatu memenuhi liangnya. “Chanhee.. mmhh..”

Beg for it.” kata Chanhee pelan. Chamin membulatkan mata, tidak menyangka peran mereka bertukar. Senyuman menantang tersampir di wajah gadis itu, alis naik turun sambil mengusap sekitar liang.

“Apa?”

“Kau dengar aku, Ji Chamin.” Chanhee menjilat klitorisnya lagi, “beg for it, beg for my tongue to fuck your brain out,”

Perempuan yang terbaring hanya menatap tidak suka. Terlihat keras kepala dan tak mau luluh. Chanhee tidak peduli, terus menggoda daging di balik labia sampai Chamin menyerah.

“Argh fine! Please fuck me with your tongue!”

Beg nicely, Honey..”

Giliran Chamin merona merah, bahkan terlihat sangat jelas. Baru kali ini ia dipanggil sebutan oleh Chanhee, sukses meningkatkan libido yang sudah tinggi.

Please.. fuck me Chanhee..”

Okay.” Tanpa menunggu aba-aba, gadis itu langsung melesakkan lidah melewati pertahanan. Menggumam begitu indra mengecap rasa dinding, menjepit benda lunak tersebut.

It tastes weird but somehow she likes it. Chanhee tidak menyia-nyiakan kesempatan mendominasi Chamin. Dua tangan menaikkan kaki gadis lain seraya mencengkram paha dalamnya, melebarkan akses agar lidah semakin menembus sejauh yang ia bisa. Tak lupa mulut ikut menghisap sesekali menggumam menambah stimulan.

Chamin merapatkan kaki di sekujur kepala mungil Chanhee, jari-jemari meremat rambut macam gulali yang terasa lembut di genggaman. Mata terpejam erat, rongga mulut terbuka mengeluarkan desahan maupun geraman. Terdengar seksi di telinga Chanhee, dia mengabaikan nyeri di tengkuk akibat jepitan, demi mencapai puncak si gadis.

“Mmm.. Chanhee aahh.. I'm close..” selagi memakan Chamin, ia menggesekkan miliknya di atas seprai, ingin ikut klimaks.

Ikatan simpul di perut hendak lepas, otot perut Chamin menegang bersamaan liangnya berdenyut akibat permainan lidah di sana. Mungkin Chanhee memang amatir dalam hal ini, tapi setidaknya berhasil membawanya ke nirwana.

Deretan umpatan kebun binatang meluncur bebas begitu ia mencapai orgasme. Abdomen nyaris kram akibatnya. Masih menahan Chanhee, ia tidak tahu bagaimana nasib si cantik di antara kaki.

Usai beberapa menit, Chamin menghembuskan napas panjang, menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah lalu membuka kaitan di bawah. Chanhee nampak mengusap bibirnya menatap balik.

How is it?”

Si cantik hanya beringsut menindihi, menopang badan menggunakan siku di sisi kanan kiri Chamin. Surai merah muda terjatuh menggelitik leher. Tidak ada percakapan mengalir, hanya sebuah kehangatan menguar di sekitar dua tubuh yang saling menempel.

Chamin menganggumi fitur Chanhee dari bawah. Tidak salah orang menjadikannya idola di sekolah kalau pahatan rupanya saja semacam ini. Kemana Chamin sebelum mengenal Chanhee? Kenapa dia baru jatuh hati sekarang?

Oh. Dia kan sibuk dengan cinta bertepuk sebelah tangan pada Younghoon.

Tapi, dipikir-pikir ia harus berterima kasih dengan pemuda itu. Karena berhasil mempertemukan mereka berdua dalam takdir yang tidak tepat.

“Mikirin apa?”

Chamin tersadar dari lamunan, menggeleng perlahan menikmati tatapan Chanhee mengarah ke dirinya. “Tidak ada.”

Chanhee menggumam, menggoyangkan bagian bawah tubuh secara hati-hati, ingin memberitahu Chamin kalau liangnya berkedut minta dipuaskan lagi. Hal ini mengundang si imut tertawa gemas, menarik dagu gadisnya agar dapat berciuman manis.

Insatiable, aren't you?”

Gadis lain mendengus, “Of course. I never come properly when I'm with him,” pengakuan tersebut menambah gelegar tawa sampai netra menyipit manis. Chanhee sendiri terpana sebentar, lalu menjatuhkan diri dalam dekapan si imut. “Kau harus menggantinya, Ji Chamin.”

Chamin mengecup puncak kepalanya sangat lembut seraya mengangguk, “Okay, Sayang.”

Panggilan itu membekas di hati Chanhee, membuat jantungnya berdetak lebih kencang daripada ia ditembak Younghoon. Dia merasa pembalasan sakit hati Chamin malah berujung mereka menikmati keberadaan satu sama lain.

Bagaimana jika seandainya dia memilih opsi pertama dibanding kedua? Apa mereka tidak akan terlibat dalam cinta terlarang seperti sekarang?

Lalu, bagaimana perasaannya terhadap Younghoon?

Entahlah. Nobody can answer that.

. . .

bbangju🔞 tw // harsh words; dirty talk (like.. kontl's everywhere); mature; bot!juyo

. . .

Bosan.

Juyeon bosan pakai banget. Kalau bisa nambah terus berkali-kali lipat. Hari ini hari sabtu, libur dong pastinya. Harusnya digunain buat apa?

Buat maksiat.

Apalagi kalau punya pacar ganteng.

Pemuda itu terbangun acak hanya karena mimpi kotor yang dialami beberapa menit lalu. Seingat dia, Younghoon datang pakai setelan rapi dan topeng, di tangan ada pecut hitam, siap melayang kalau-kalau dia nakal.

Seksi abis!

Juyeon merasa dia mengerang dalam tidur. Mendekatkan kejantanan pada guling, mendadak menyapukan ke material, menikmati perlakuan kasar di alam bawah sadar.

Saat ia bangun, celana tidurnya sudah basah. Walau tidak sampai inti tapi cukup membuatnya mandi di siang hari.

Tanpa berniat mengenakan celana, Juyeon hanya memakai kaos hitam kedodoran (just in case he wants to relax by himself), dan merebahkan diri di atas kasur. Menikmati kain lembut itu menyapa kulit yang terbuka.

“Hm..” gumamnya mengutak-ngatik ponsel. Menginginkan sesuatu lebih dari mimpi. Sambil menggigit bibir bawah, ia mengirim pesan kepada kakak kesayangan slash pacar.

'Kontol's on the way'

Ketikan tidak bermoral Younghoon berhasil membuatnya cengar-cengir girang. Dia menepuk pundak secara virtual setelah berhasil membangkitkan kekasihnya dari kasur.

Punya pacar introvert itu susah. Kecuali dia lagi pengen, atau Juyeon yang mancing duluan, baru dia mau jalan. Terutama di hari sabtu siang bolong dengan matahari bersinar cerah, mana mungkin Younghoon membuang waktu kalau bukan karena paha Juyeon.

Sembari menunggu, ia memutuskan untuk mengubrak-abrik kotak harta karun di bawah kasur. Isinya ya hanya mainan dewasa, beberapa vibrator atau dildo plastik. Bahan yang sering dicemburui Younghoon sendiri.

Menarik satu benda, Juyeon merebahkan diri lagi. Mulai menggrayangi badan, menyingkap kaos hitam perlahan, merasakan sentuhan lembut di atas kulit. Rambut halus meremang seketika, hingga ia sampai di puncak dada, menyapu puting perlahan.

“Mmff..” mata kucing terpejam, seiring lima jari merayap di bagian areola, menekan-nekan bagai tombol, mengeras akibat stimulasi kecil. Tangan lain yang menggenggam dildo ia dekatkan ke mulut, mulai menjilat perlahan.

Kaki jenjang tanpa bulu itu menekuk agar tetap bersentuhan. Membangunkan adik kecil di selangkangan. Lidahnya mengitari diameter penis palsu berwarna kulit, benar-benar persis seperti original. Memasukkan ke dalam mulut, mengoral benda tersebut tiada ampun. Membayangkan kalau ia sedang menghisap punya Younghoon.

“Mmhh..” sungguh Juyeon agak gondok karena jarak antara rumahnya dan Younghoon dibatasi waktu dua puluh menit. Apa dia akan klimaks sebelum kekasihnya datang? Atau dia bisa menahannya?

'Kalo kamu anak baik, kamu bakal dapat apa yang kamu mau, Baby..'

Ingatan terhadap Younghoon versi mimpi terkilas balik. Dia pengen jadi baik, dia mau jadi baby yang baik buat Younghoon supaya dapat apa yang dia inginkan.

Seperti tadi contohnya. Mintol.

Minta kontol.

Juyeon telah membasahi dildo sampai matanya tersayup-sayup karena nafsu. Mengarahkannya ke lubang yang sudah dia siapkan ketika mandi tadi. Ujung nan basah akan saliva menyapa otot pintu, sebab sudah saling mengenal, dia dapat memasuki pelan-pelan. Mencengkram seprai begitu regangan dildo membuka akses sempit itu.

Diafragma dada nampak naik turun mengambil napas, merilekskan liang agar masuk sepenuhnya hingga pangkal.

Juyeon berdiam diri sebentar, menikmati lubang berdenyut di sekujur batang, mengubah posisi berlutut dan menungging supaya tertanam lebih dalam.

“Ngh.. fuck..” umpatnya tenggelam di alas tidur, menumpu badan menggunakan bahu, tangan kanan menggerakkan dildo diikuti tangan kiri mengocok kontol (i love rhyme). Lenguhan liar terdengar, memanggil satu nama yang belum kunjung datang.

“Aaah.. aahhh..”

“K-Kak Yongun..”

“Ngh.. mmfhh.. kangen Kak Yongun.. aahh..”

“M-mau.. kon..tol.. Kak Yongun.. nggh..”

Juyeon terus menerus digagahi oleh dildo sendiri, menganggap penis yang tidak sebanding dengan milik Younghoon adalah penis kekasihnya sendiri. Meski rasanya tidak sama.

Simpulan dalam perut mengencang tiba-tiba, tanda ia siap keluar. Namun Juyeon malah melambatkan kocokan dan tempo tusukan, mengingat bahwa ia musti menjadi good baby buat Younghoon.

“Juyo??? JUYOOO??”

Speak of the devil, orangnya sudah datang.

Pemuda manis tersebut dapat mendengar derap kaki menuju kamar bak orang kerasukan annabelle. Dia menunggu penuh harap seraya menolehkan kepala. Memberikan pemandangan indah ketika Youmghoon membuka pintu nanti.

BRAK!

Ingatkan dia untuk memperbaiki pintu kamarnya sehabis ini.

“YA TUHAN!”

Juyeon menyengir tanpa dosa, tega menggoyang-goyangkan bokong yang terisi setengah dildo. “Welcome, Kak.”

“Kamu kan janji nggak pakai itu lagi!”

“Habis Kak Yongun lama, keburu diganti sama yang lain,” jawab Juyeon cuek, tangannya ingin menggerakkan tetapi Younghoon langsung menepis, mendapati rengekan kecewa.

“Kakak nggak suka ya kamu pake-pake kontol mainan gini, bukannya kakak punya juga? Lebih enak lagi, lebih ori,”

Si manis hanya mencebik, “Kan tadi Juyo bilang kakak kelamaan makanya Juyo main sama Gery,”

Heran. Dildo pun sampai dikasih nama. Peliharaan kali ya.

Younghoon menghela napas, kini memaju-mundurkan penis buatan secara perlahan. “Yaudah kalau gitu kamu pacaran sama Gery aja mau?”

“Ihh ya nggak mau lah!” Juyeon mengerucutkan bibir walau hatinya dugeun dugeun saat menaruh perhatian pada penampilan sang kekasih.

Daddy-material, anjir. Juyeon rela diapa-apain, seriusan. Bayangin Younghoon pakai topeng, bawa pecut, nampar pantatnya abis-abisan.

Ugh, rasanya tuh man-

“Juy, kenapa melamun? Ileran pula,” tegur pemuda lebih tua beringsut menyapu sudut bibirnya. Benar. Dia sampai menitikkan air liur saking pengennya.

“Kak, aku boleh minta sesuatu?”

Si tampan mulai melucuti pakaian jalan. Melempar jaket serta kaos putih ke sembarang arah kemudian mengangguk. “Minta apa? Kontol?”

“Ish iya itu emang, maksud aku, mau minta yang lain,”

“Minta apa, hm?”

Juyeon menggigit bibir, membalikkan badan menyamankan posisi baring. “Minta disakitin boleh?”

Hening sebentar dimana Younghoon sedang mencerna, manik menatap mata Juyeon untuk mencari candaan. “Ah, becanda kamu Juy,”

“Nggak Kak! Juyo serius.. dua rius malahan,”

“Kenapa tiba-tiba?” tanya pemuda surai hitam memposisikan diri di atas sang kekasih, refleks Juyeon melingkarkan kaki dan menaikkan pinggul agar kelamin mereka bersentuhan. “heum? habis kejedot beneran ini..”

“Nggak Kakak sayang,” tuturnya merapikan helai-helai kehitaman di telinga Younghoon, menggigit bibir pada suhu badan mereka yang bercampur. “tadi aku mimpi Kakak pakai setelan om-om gitu sambil bawa pecut,”

Satu alis terangkat, tapi hanya diam mendengarkan.

Sebenarnya gatal sih pengen motong.

“Terus, Juyo's been a bad kitty,”

Younghoon menelan ludah, terlihat dari jakun bergerak naik turun, mengundang cengiran nakal dari submisifnya. “And then?”

And then Daddy spanked my butt so hard, it's red but feel good at the same time,”

“Terus?”

“Terus mulu, ntar nabrak,” goda Juyeon tertawa kecil, menemukan Younghoon semakin mengukung dirinya dan menghadiahi kecupan kecil di wajah. “habis itu aku bangun,”

“Nggak asyik banget,” gumam Younghoon seraya menghirup aroma sabun mandi di lehernya, Juyeon mengusap tengkuk sang kekasih lembut, mengarahkan agar bibir mereka dapat bertemu.

“Makanya aku mintol sama Kakak,”

“Aku kira minta tolong apa, ternyata minta kontol toh,” Younghoon menggesekkan hidung mereka bersamaan kejantanan. Saling bergerak lambat untuk menikmati kehadiran masing-masing.

“Jadi kita realisasiin ya mimpinya..” pinta Juyeon memajukan bibir. Younghoon mengecup sekilas bantalan empuk tersebut kemudian mengangguk kecil. Menemukan senyuman serta lengkungan sabit kesukaan nampak merangsang libido di dalam diri untuk segera menggagahi.

“Hmm.. yaa.. liat aja nanti,” ujar Younghoon menarik bibir tipis tersebut, mengulum perlahan bagai permen secara bergantian. Atas bawah atas bawah kemudian melumat keduanya. Juyeon melingkarkan lengan di leher, memainkan surai-surai halus di sana, memasrahkan rongga saat lidah menyusup, mengajak bertemu.

“Kamu manis banget, Kakak suka..”

Juyeon hanya menyengir, menyentil hidung mancung pria yang mengekangnya, melanjutkan pagutan mesra sesekali menggerakkan bagian selangkangan.

“Gery nggak relate mah.”

Stop bandingin kamu sama mainan, Kak..” rengek si manis manyun, mendapat kissy cuma-cuma sebab gemas minta ampun.

“Aku cemburu,” kali ini gantian si tetua yang merengut, tangan nakal memijat adik kecil sang kekasih sebelum beralih ke dildo yang bersemayam. Memaju-mundurkan pelan.

“Ya..mmf.. hngh.. ng-nggak usah cemburu..” balas Juyeon terbata-bata. Younghoon terkekeh, menciumi pipi tirus tersebut sesekali menggigit gregetan, masih menghentakkan benda di dalam pemudanya. “K-Kak.. go on..”

“Bilang apa, heum?”

Juyeon terengah-engah, meneguk liur untuk membasahi tenggorokan kering, mata kucing menyayu, belahan bibir terbuka sedikit. “Masukkin Kak..”

“Masukkin apa?”

“I-itu..”

“Itu apa?” Younghoon mendorong secara kasar, sukses menghujam prostatnya yang sedari tadi meleset. Juyeon melolong nyaring, membusurkan punggung sekaligus mengeratkan kalungan, pinggul bergetar sedikit. “jawab Baby.”

“Huhu.. mau itu Kak Yongun..”

“Yang jelas ngomongnya.” tukas si tampan melesakkan kembali dildo dengan paksa. Benar-benar menekan selaput sensitif tersebut hingga Juyeon berkaca-kaca.

“MAU TITIT!”

“Heleh, biasa ngomong kontol, sok-sokan titit,” sahut Younghoon memutar mata malas, Juyeon memalingkan wajah, selain malu dia sebenarnya merasa kotor sehabis bilang begitu.

“Yaudah. Mau kontol!”

“Kontol siapa?”

“Ya Tuhan Kak!”

Younghoon tergelak geli, mengganyang kedua pipi si pacar sambil mengecup-ngecup bibir menyatu. “Jawab dulu, kontol Kakak atau Gery?”

Daripada mereka nggak lanjut ke permainan inti, Juyeon akhirnya memasrahkan diri. “Kontol Kak Yongun nyebelin,”

Si tampan menyengir, menarik keluar dildo dari dalam dan melemparnya entah kemana. Mengundang desisan kekecewaan sebelum tergantikan oleh jerit kesakitan.

“SAKIT!!”

“Kan sama aja, Sayang..”

Air mata bersemayam di pelupuk, tinggal menunggu aba-aba untuk kabur. “Kakak pikir Gery sebesar punya Kakak apa?!”

Sang dominan bersyukur menemukan fakta bahwa miliknya tetap lebih besar dari penis buatan. Walau kekasihnya harus memarahi terlebih dahulu. “Jadi malu dipuji besar,”

Juyeon mendengus, mencoba menyantaikan otot liang yang baru menjepit Younghoon seperempat. Nasib punya pacar bongsor, burungnya pun menyesuaikan.

“Nungging, Dek.”

Si manis langsung memerah, dipanggil 'Dek' sama Younghoon tuh rasanya kayak membangkitkan jiwa adik-kink (?) yang selama ini bersemayam. Ditambah suara bariton penuh titahan, apa tidak bikin benihnya mau keluar?

Dia mencoba berbalik, menggigit bibir saat kepala jamur masih menancap, belum ada keinginan masuk lebih jauh. “Kak, awas kamu goyang ya!”

Younghoon mengusap pipi empuk di hadapan mata, sangat lembut dan menenangkan, ibu jari menyusup di samping kepala, niatnya melebarkan sih.

Tidak tahu akibat yang dirasakan si manis. Punggung membusur bagai kucing, tinggal mendengkur saja.

“Kakak masukin lagi ya?”

Juyeon mengangguk dengan menenggelamkan wajah pada bantal, jantung berdegup-degup di atas rata-rata. “Kak, panggil Dek dong..”

“Pfftt.. kenapa kamu?”

“Ish, jangan ngolok!”

Bergerak perlahan, Younghoon memandangi bagaimana kejantanannya masuk sedikit demi sedikit. Merasakan dinding meremas kuat, ia mendesis pelan. “K-kamu juga mintanya aneh-aneh,”

Pemuda surai hitam semakin membenamkan muka, kuku berkutek hitam mencakar seprai, menahan rasa sakit bak dibelah dua. “It turns me on..”

“Oke, Adek..” bisik Younghoon tepat di telinga, menempelkan dada dan punggung bersamaan seraya menunggu Juyeon agar terbiasa. Direspon dengan rintihan dan getaran, membuatnya meraih penis yang menganggur, memijat kecil-kecilan. “enak, Dek?”

“Aah.. i-iya Kak..” Juyeon menggigit bibir dalam, melepaskan hanya untuk mengeluarkan desahan. “Adek udah nahan klimaks dari sebelum Kakak datang..”

Younghoon mengecupi perpotongan pundak tegap tersebut, mengecap rasa asin nan memabukkan. “Hm.. terus?”

“A-adek boleh keluar, nggak?”

Permintaan halus tersebut dijawab Younghoon dengan tempo kocokan lebih cepat. Usapan di puncak dan genjotan kecil. Juyeon mengeratkan cengkraman, memejamkan mata begitu orgasme tiba.

“AH.. ah.. K-Kak..”

“Iya, Sayang?”

“G-goyang sekarang,”

Tidak ada basa-basi, pinggul Younghoon mendadak bergerak cepat. Dia sudah cukup lama menunggu. Bayangin dijepit beberapa menit ditambah kontraksi pada saat Juyeon klimaks tadi apa nggak bikin dia gila?

“Adek mau digimana pun tetep aja sempit buat Kakak,”

“Aah.. mmff.. I-iyaa Kak..”

PLAK

Juyeon terjengit kaget, badan menegang sejenak terutama bagian selatan yang kini mengacung lebih keras dari sebelumnya.

“Lagi Kak!”

“Mau lagi?” ejek Younghoon remeh, siap melayangkan tamparan kedua tanpa berhenti menggenjot kasar. Begitu telapak tangan lebar tersebut mendarat di pipi sebelah kanan, Juyeon mengerang meraih klimaks kedua. Dada membusung menyentuh seprai dan limbung bersamaan. Younghoon terdengar mengumpat. Menemukan kekasihnya sangat seksi hanya karena ditampar doang.

“Dek, kamu gapapa?”

It feels good..” ucap Juyeon mulai melantur kayak orang mabuk. Air liur menetes di sudut bibir, jatuh membasahi bantal. “lagi Kak.. lagi.. bikin aku keluar terus..”

On it, Baby Juyo.” pemuda tampan itu menarik lengan sang adik, menumpu lutut sambil terus menghujam lubang sempit itu. Juyeon terhentak-hentak ke atas, mendongakkan kepala memperlihatkan leher jenjang minta digenggam.

“Kak.. aahh.. Kak Yongun..”

Younghoon merespon dengan desahan berat, bibir tak henti menapaki bahu yang terekspos, jemari memainkan puting, menambah intensitas tusukan. “Pilih mana heum? Yang ori atau plastik?”

“Y-Ya yang ngghh o-ori lah!” sahut Juyeon di sela-sela desahan. Dia memegangi perut yang terasa penuh karena perubahan bentuk penis di dalam. Merangsang kandung kemihnya ikut bergabung. “wah.. waa.. Kak.. bentar!!”

“Kenapa?” Younghoon bertanya tapi tak juga mau berhenti. Terus menghentakkan pinggul mengenai selaput sensitif di balik dinding.

“Mau kencing.. KAK BENTARR!!”

Younghoon menyeringai, cukup tertantang dan malah memainkan adik kecil Juyeon. Mengocok cepat tanpa mempedulikan teriakan sang kekasih.

“Keluarin.”

“Ng.. nggak mau!”

Si tampan membalikkan badan agar Juyeon tidak mengarah ke kasur, melainkan ke lantai. “Keluarin Dek.”

Juyeon menggeleng-geleng cepat dan menahan laju cairan. Dia tidak mau mempermalukan diri di hadapan tetua. Padahal rasanya sakit sekali.

“Dek.” tegur Younghoon mengulum cuping telinga, mendengarkan isak tangis terlolos dari bibir, “kalo kamu tahan, kencing batu nanti,”

“M-Malu.. hiks..”

“Lah ngapain malu? Sama Kakak doang, atau mau ke wc?” Juyeon menggeleng lagi, dirinya juga bingung sebenarnya mau klimaks atau memang buang air kecil. “yok cepet keluarin.”

“Hadap sana!”

“Nggak.” tukas Younghoon tegas, siap mengarahkan milik Juyeon ke lantai, “dah keluarin,”

Mau tak mau pemuda manis itu melepaskan hasrat tertahan selama beberapa menit, menyandarkan kepala di bahu Younghoon yang masih merangsang penisnya. Dia bahkan tidak tahu apa yang keluar. Membiarkan badan lemas dalam dekapan.

Younghoon mempertemukan bibir mereka lagi, dibalas ogah-ogahan oleh Juyeon. Tubuhnya terasa ringan dan menggigil bak orang kedinginan. Lubang kecil masih menyembur membasahi lantai, sampai ia terkulai kelelahan.

“Udah?”

Hanya menerima anggukan serta deru napas memburu, pemuda lebih tua mengurut dari pangkal hingga kepala untuk menghabiskan sisa-sisa.

“Jangan digoyang dulu!”

“Iya Adek,” jawab Younghoon mengecupi pipi tirusnya perlahan. Tidak merasa jijik sama sekali, sebaliknya dia malah terangsang. Bisa dirasakan miliknya semakin meregangkan lubang. Juyeon meringis kecil.

“Capee..”

“Eh? Kakak belum keluar,”

“Adek capek, Kak..”

“Tsk, kamu ini, siapa suruh main duluan huh?” akhirnya pemuda itu merebahkan diri, membawa Juyeon dalam pelukan di atas dada, pinggul senantiasa bergerak ke atas ingin mengejar ketertinggalan.

“Ngh.. Kak..”

“Iya bentar lagi,”

Juyeon menempelkan telinga tepat dimana jantung kekasihnya berada. Mendengarkan irama detakan bervariasi karena kegiatan mereka. Mengecupi puting si tetua, ia menggumam keenakan.

“Pukul lagi, Kak..” pintanya ikut bergerak. Younghoon mendaratkan tamparan keras di bantalan empuk hingga si manis terjengit-jengit. Menggesekkan kejantanan pada otot perut yang terbentuk. “mmhh..”

Telapak tangan tidak hanya menampar tetapi meremat gemas. Mungkin Juyeon nggak semontok Hyunjae atau Kevin tapi cukup membuat Younghoon tergila-gila setengah mati.

“Ngh.. aah.. Kak cepetin..”

Geraman dalam terbungkam penyatuan bibir. Bagian bawah saling menggenjot berlawanan arah menciptakan bunyi kotor nan menggairahkan. Juyeon merasa perutnya mengencang, takut mengira itu urine makanya dia diam saja menggigit bibir.

“Kakak keluar ya..”

Juyeon mengangguk, menenggelamkan wajah di dada Younghoon. Mengetatkan dinding ketika sang kekasih sampai. Peluh sudah membasahi tubuh masing-masing, menguarkan aroma candu bagi kedua sejoli.

“Kamu nggak keluar?”

Pemuda manis hanya mengatur napas ketika ditanya, menggeleng pelan meskipun batinnya menjerit pengen.

“Takut yang keluar bukan mani?”

“I-iya..” ujarnya merengek, pinggulnya bergerak manja di atas perut Younghoon.

Kekasihnya tersenyum lembut, mengusap kepalanya sayang, “Gapapa, keluarin aja, kan udah tadi,”

“Nanti Kakak jijik..”

“Engga, kapan-kapan Kakak jijik, hm?” tanya Younghoon mengelus permukaan bibir Juyeon sambil menggenjot perlahan. “ntar sakit loh kalo gak dikeluarin,”

Juyeon hanya membalas dengan erangan, dia tak bisa menahan terlalu lama dan langsung tumpah ruah di badan Younghoon. Nggak tau deh apa, dia nggak mau mikir selain melepas ikatan.

Dua pemuda dimabuk cinta saling berpelukan erat. Bodo amat sama macam-macam cairan yang menyelimuti mereka. Kehangatan kulit menyapa kulit nomor satu setelah hubungan intim.

“Gimana Dek? Mimpimu jadi kenyataan?” goda si tampan menaik-turunkan alis. Juyeon menutup wajahnya main-main diselingi tawa kecil lalu kecupan di telapak tangan. “lagian ada-ada aja kamu tuh,”

“Yee emang kenapa? Kan mintolnya sama cowo sendiri,” jawab Juyeon mencebikkan bibir, semakin mendekatkan diri dalam pelukan sang kekasih.

“Kalo kamu mintol sama Sangyeon atau yang lain, siap-siap kontol mereka yang kuputus,”

“Ish serem amat!”

Younghoon hanya cengengesan seraya mendusel hidungnya pelan-pelan, menghirup aroma dari kesayangan. “Ngantuk.”

“Emang nasib pacaran sama introvert.”

Gelak tawa membahana di penjuru ruangan tanpa mempedulikan kondisi ranjang maupun seprai yang berantakan. Kedua pemuda itu menikmati dekapan mereka setelah menghabiskan waktu berbuat maksiat di hari sabtu cerah.

. . .

Fin

***

Based on juyeon be your own king. He's like a soft babie :( and something about kontol plus peeing came up then..... TADAAAA!

PEACE!

***