rymafein

place to reveal myself

Good Girl Gone Bad

Chapter 5

jumil🔞 with girl!Hyunjae

Warning : resiko tanggung sendiri; kalo ga emosional harlum ya

.

.

.

“Perkembangannya pesat ya, Hyunjae-sshi, lihat nih berat badannya sudah normal dibanding pertama kali kamu periksa,” Dokter Kim nampak berseri-seri melihat ke layar monitor, menggerakkan alat di atas abdomen yang mulai terlihat membesar bak wanita hamil kebanyakan. Awalnya Hyunjae sangsi apakah anaknya sehat-sehat saja, namun berkat mengonsumsi asam folat serta racikan vitamin lain, janinnya menjadi lebih kelihatan hidup dibanding sebelumnya.

“Nggak ada keluhan?”

Morning sick di lima bulan itu wajar nggak sih, Dok?”

“Setiap kasus ibu hamil banyak yang berbeda, ada yang tidak mengalami, ada yang mengalami di trimester awal yang dimana sudah menjadi umum di kalangan, ada juga yang mengalaminya di trimester kedua atau ketiga, bahkan yang parah itu sejak awal kehamilan sampai sembilan bulan,” Hyunjae bergidik ngeri membayangkan lelahnya didera morning sick selama 9 bulan, dia sendiri saja rasanya kalau bisa tenggorokannya dilepas terus dibiarin muntah di wastafel. Nggak dulu, terima kasih.

“Kalau ketemu orang terus tiba-tiba merasa mual?” tanya dia lagi secara tak langsung hendak mengatakan keanehan yang terjadi selama dua minggu terakhir sewaktu bertemu Juyeon. Kalian masih ingat kan dia berhasil mengotori separuh badan bosnya pas sedang asyik menunggangi?

Dokter Kim diam dulu, mencari jawaban profesional tentang kasus Hyunjae saat ini. “Ada sesuatu di otak kamu yang memberikan rangsangan ketika melihat orang itu sehingga menciptakan rasa mual atau jijik jika bertemu, sama seperti ngidam, seumur-umur kita tidak apa-apa dengan makanan itu tetapi kenapa pas hamil malah kepingin terus, that's just the way your brain works when you're pregnant, tidak dapat diprediksi selain dinikmati sampai akhir,”

Masuk akal juga. Hyunjae malah berpikir kalau itu usaha anaknya yang mau menjauhkan Juyeon darinya. Semacam tidak ikhlas bila terus dipermainkan seperti boneka pelampiasan. Padahal, Hyunjae santai sama perasaan mereka masing-masing terutama Juyeon pernah trauma mengikat hubungan dengan wanita yang salah.

Ngomong-ngomong soal wanita yang salah. Selamat Ulang Tahun Karina, kamu baru saja kami gosipkan, langsung muncul batang hidung mancungnya ketika Hyunjae berjalan keluar dari apotek rumah sakit.

“Hyunjaee!”

Si Gadis menoleh, spontan tanpa babibu menjejalkan kantong plastik berisi vitamin ke dalam tas sesudah melihat siluet berseri-seri mantan tunangan bosnya. Sekadar informasi aja nih, Karina dan Juyeon itu dijodohkan dua tahun lalu, yang satu memasuki usia terlalu tua buat menikah tapi nggak nikah-nikah, yang satu terlalu sibuk menjadi dokter sehingga tidak punya waktu memikirkan pernikahan. And boom, they got engaged dan Hyunjae termasuk salah satu panitia tersibuk yang mengurusi pesta pertunangan tersebut.

“Hai Mbak!” Walah sudah setahun lebih sejak pertemuan mereka di Norwegia kemarin, Karina makin segar bugar dan mempersona layaknya tak pernah tertangkap basah selingkuh oleh sang tunangan. Malah terbalik dari Hyunjae yang gampang kelelahan dan menangis tanpa sebab.

“Kamu ngapain ke sini?”

“Itu.. mm.. habis jengukin keluarga,” Karina tersenyum lembut, mengalungkan lengan di lengan terbalut blazer hitam seraya mendekap erat.

“Ohh gitu, kamu ada waktu nggak? Mumpung kita ketemu aku mau ngomong sesuatu,” si Manis mengangguk pelan, canggung berhadapan dengan mantan tunangan atasannya, selain dia menghormati wanita lebih tua, segan rasanya bersampingan dengan perempuan cantik sepertinya. Karina sumringah lagi, bak anak kecil dihadiahi permen kapas sepuluh biji. Menarik Hyunjae ke restoran kopi terdekat untuk melanjutkan obrolan.

Segelas es kopi americano dan latte stroberi dingin tersaji di atas meja bersamaan dua piring kue cokelat. Perut Hyunjae bergejolak sedikit saat duduk berhadapan seraya menyeruput minumannya pelan-pelan.

Cie jadi cewek kalem.

“Aku sebenarnya mau nelpon kamu, tapi memang pada dasarnya Tuhan ngasih jalan adaaa aja ketemu di rumah sakit,” Karina memulai pembicaraan diselingi cengiran, sumpah cantik banget Hyunjae salah fokus dan tebersit rasa iri bila membayangkan Juyeon bersanding di pelaminan bersama wanita ini.

Heh. Mikir apa kamu Jae.

“Memangnya mau ngomongin apa, Mbak?”

Karina menegakkan postur, rautnya berubah serius tapi ada memelas dikit. Hyunjae berusaha menetralkan ekspresi, padahal dalam hati gugup setengah mati.

“Aku mau minta bantuanmu buat ngatur meetingku sama Juyeon.”

DEG.

Seseorang tolong kembalikan nyawa Hyunjae setelah mendengar permintaan menggelikan tersebut. Iya menggelikan, karena untuk apa Karina ingin menemui Juyeon sedangkan pria rambut hitam tersebut jelas-jelas sudah keburu membencinya?

“Maaf Mbak aku nggak nangkep..”

Wanita cantik itu menghembuskan napas panjang, memilin-milin jemari bak dilanda kesedihan. “Aku mau jelasin semua kesalahpahaman kemarin sama dia, aku sebenarnya nggak selingkuh Jae, cuman Juyeon yang menganggap kayak gitu dan aku nggak bisa membela diri waktu itu,”

Heh- penyihir! Jelas-jelas kamu bilang sudah saatnya dia tahu ya berarti kamu emang selingkuh, Maemunah!!!' Hyunjae menggigit bibir berupaya tidak melontarkan kalimat kasar ke perempuan seberang tempat duduknya, sang bayi di dalam perut bergejolak pelan, seakan menyetujui suara batin Ibunya.

“Tapi mengingat kemarahan Bapak kayaknya sulit buat mengatur pertemuan,” waduh semoga saja Karina tidak menangkap nada remeh di intonasi Hyunjae ya, karena dia sudah mulai dongkol sama permintaannya. “saya nggak tahu Mbak, Bapak mau apa nggak,”

“Tolonglah Jae, aku tahu Juyeon punya soft spot sama kamu-” si Manis nyaris terjengit mendengar kalimat, sukses menyembunyikan kegugupan, “bantu aku sekali aja buat nyelamatin pertunangan kami,”

Hati Hyunjae tidak dapat didinginkan meski kerongkongan dialiri es latte rasa stroberi kesukaan. Air mata mengancam turun, sebisa mungkin dikerahkan untuk bertahan. Tidak Jae, kamu wanita kuat, tidak boleh kelihatan menangis di depan manusia tak tahu malu.

“Nanti aku coba,” secercah senyum lebar disertai sinar mata berbinar-binar menyilaukan pandangan seketika. Karina refleks membawa Hyunjae dalam pelukan erat sambil berbisik penuh semangat.

“Kalau kami kembali bersama, aku mau kamu jadi bridesmaid-ku ya Jae..”

LIKE HELL HYUNJAE MAU-

Gadis surai pirang itu hanya mengulum senyum getir, kepala mengangguk lamban tanpa membalas kalungan. Atau setidaknya memberi tepukan lembut di punggung terbalut jas dokter.

Mungkinkah ini saatnya?

.

.

.

***

“Pak, dengan segala hormat dan keinginan mendalam setelah hampir tujuh tahun saya mengabdi di perusahaan obat, kosmetik dan skin care EL – Corp tanpa adanya libur, selalu lembur dan mengikuti Bapak kemanapun, sudah saatnya saya mengajukan cuti bulanan sampai batas waktu tidak ditentukan,”

Kala pagi hari itu, Juyeon mendapati sang sekretaris utama mengoceh panjang dengan raut wajah dibuat seserius mungkin sembari menyerahkan map berisi beberapa lembar kertas penuh ketikan. Dia menyeringitkan kening ketika menerima lalu membaca isinya terlebih dahulu.

“Cuti?”

Yes Sir!”

“Lima bulan?”

“Itu formalnya Pak biar kelihatan ada batasnya, tapi aslinya sampai urusan saya selesai,” jawab Hyunjae cepat, tidak memandang siapapun termasuk tatapan sangsi dari bosnya sendiri. Juyeon melirik gadis di hadapan lalu berkas secara bergantian, menimang-nimang sekaligus memikirkan kemungkinan yang tersusun di kepala.

“Terus, siapa yang jadi asisten saya selama kamu nggak ada?”

“Bapak beneran ngizinkan saya cuti?”

“Enggak sih,”

“BAPAK!”

Juyeon mengangkat satu tangan agar Hyunjae diam sebentar, kalau dia diminta serius ya dia akan bersikap seperti itu, tidak menyukai teriakan sepihak hanya karena jawaban yang ia lontarkan. Hyunjae terdiam membisu, mendadak takut pada raut dingin pria lebih tua. Uh oh, sshh sshh tenang Jae you'll be okay, beliau bakal izinin kok' ia membatin untuk menenangkan diri sekaligus si bayi, mengutuk dalam hati kenapa dia berubah menjadi cengeng kayak gini.

“Sudah?”

Si Cantik mengangguk lamban, mata mulai berkaca-kaca, menambah rasa penasaran di otak Juyeon. Perubahan suasana hati Hyunjae sejak dia pulang dari dinas luar tanpa ditemani oleh gadisnya sampai di waktu sekarang, membuahkan pertanyaan besar tetapi tidak dapat mengorek hal yang sebenarnya. Memang sih dia maklum sama kerandoman sang asisten, tapi jika diulas kembali kejadian dia menangis jingkar, mudah marah, mabuk melihat muka Juyeon, itu kan sesuatu yang tidak lazim dalam hubungan mereka.

“Kamu sebenarnya kenapa, Jae?” akhirnya ia bertanya setelah sekain lama terjebak permainan teka-teki. Melihat bagaimana respon tubuh berisi Hyunjae terjengit, bak tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu.

“Saya pingin healing Pak,”

“Terus kenapa baru minta sekarang? Kemarin-kemarin pas saya tawarin kamu nolak mentah-mentah, masih mau bekerja lebih keras supaya bisa punya sugar baby–”

“Saya sudah punya sugar baby makanya saya pingin cuti sebentar,”

“Lima bulan itu nggak sebentar, Jae. Bakal banyak perubahan-perubahan kantor selama kamu nggak ada, kamu sanggup ninggalin itu semua?” Hyunjae mengangguk cepat, dia termasuk salah satu pekerja cekatan, jadi mau menghilang setahun dan kembali di era terbaru sekalipun dia bisa cepat menyesuaikan. Juyeon tak dapat berkata-kata usai mendapat kesungguhan, di sisi lain dia tidak rela Hyunjae pergi, di sisi manusiawi ada rasa kasihan saat melihat kondisi Hyunjae baru-baru ini.

Please, saya kangen rumah, Pak..”

Juyeon tiba-tiba panik begitu air mata di pelupuk gadisnya terjun bebas tanpa hambatan. Heh! Kalau sudah main tangis gini, dia nggak bisa jadi bos galak dan disiplin. Apalagi kalau menyangkut asisten kesayangan. Dia tergesa-gesa menghampiri kemudian mendekap erat si gadis untuk menyalurkan ketenangan.

“Iya iya saya izinin, kamu kenapa nangis sih? Ntar saya dikira orang jahat..”

Hyunjae menarik ingus sedikit, menyandarkan pipi di pundak tegap seraya melingkarkan lengan demi memeluk balik, “Emang jahat kok,”

“Dih, kalau saya jahat, kamu nggak saya bolehin ambil cuti terus saya kurung di sini selama-lamanya,” Juyeon mendapat cubitan kecil di pinggang yang dibalas dengan tawa renyah, melayangkan kecupan tepat di sisi kepala gadisnya sesekali mengeratkan lebih kencang.

“Pak jangan kuat-kuat! Sesak-”

Nggak sih, lebih ke takut anaknya penyet dan brojol mendadak.

Si Tampan menangkup pipi tembam hingga bibirnya mengerucut menjadi satu lalu menatap lekat-lekat manik rusa kesukaan yang membulat. Bibir mereka menyatu dalam tautan lembut seketika Hyunjae dilanda perasaan yang tak dapat ditolak.

Shit, she's in love with him.

Mata terbelalak kemudian melepaskan sepihak, ada sebersit sirat penuh tanya saat ia melakukan walau Juyeon sudah terlalu maklum akan tingkah konyolnya sejak awal berkenalan.

“Makasih Pak.”

Makasih udah kasih anak di rahim saya, saya jadi jatuh cinta sama Bapak padahal saya kemarin berhasil menutup hati rapat-rapat.

Juyeon mengulas senyum lembut, mengusap surai pirang tersebut sangat pelan bagai memperlakukan barang rapuh, “Cepat kembali ya, saya nggak mau kehilangan asisten utama saya,”

Sudah kuduga bakal tetap dilabeli asisten. Makin sesak rongga dada Hyunjae sebab langsung mengetahui akhir cerita dari perasaan dia seorang.

.

.

.

adios!

Good Girl Gone Bad

Chapter 4

jumil🔞 with girl!Hyunjae

Warning : resiko tanggung sendiri (males bikin warning)

.

.

.

010-432-xxxx Um haloo? Apa ini nomor Lee Hyunjae?

Dering notifikasi pesan masuk dari nomor tidak terdaftar di kontak menyita perhatian Hyunjae dari komputer. Manik rusa melirik ke sana kemari tidak menemukan insan-insan kepo terhadap urusan pribadinya.

Oh kecuali Lee Juyeon sih.

Speaking of her boss, dua hari kepulangan Juyeon, sebelumnya malahan, Hyunjae lari ke rumah sakit demi menemui Dokter Kim, menanyakan soal hubungan intim di usia kehamilan 18 minggu apakah diperbolehkan atau tidak. Which is the answer is half-half buat Hyunjae yang tidak ingin Juyeon curiga dan sisi maksiatnya yang ingin dibelai mesra.

“Dibolehkan kok, asal hati-hati aja mainnya,”

Noted, Doc. Karena setelah mereka bertatap muka, Hyunjae menjadi ganas tidak terkira. Juyeon menjadi tidak berdaya ketika gadis itu menunggangi selayaknya kuda, menjerit tentang rasa rindu dihujam di bagian sana, dinding vagina menyempit dua kali dari yang Juyeon ingat, serta pelumas alami menyelimuti batang hingga berlapis-lapis, meskipun beberapa menit kemudian, si gadis memuntahinya.

Okay.

Sangat okay sekali.

Sudah jangan diingat, malu banget Hyunjae jadinya. Atasan pulang malah dimuntahin tuh logikanya dimana coba? Katanya kangen, katanya rindu, kok malah melakukan hal sebaliknya? And what's the excuse he got? Hyunjae terlalu bersemangat meloncat-loncat sehingga menyebabkan isi perutnya teraduk lalu keluar.

Walau diam-diam sepenuhnya kesalahan ada di bayi-nya hihihi.

010-432-xxxx Oh, just in case you won't reply to anonymous message, it's Sangyeon.

Gaes.. kalian dengar sesuatu nggak? Sesuatu yang retak bagai kaca? Sesuatu yang meledak bagai petasan? Atau bunyi pecahnya kaca yang retak tadi? Did you hear something-

Layar ponsel berkelip menandakan penguncian, gadis surai pirang yang baru saja membaca pesan tersandar lemas di kursi kerja. Out all of the people she met, why did he appear? Perasaan di dalam dada langsung berkecamuk bak gemuruh menyerang langit mendung. Dia sudah lama menutup hati selama bertahun-tahun dan Lee Sangyeon memutuskan untuk kembali? Kembali muncul macam hantu, siap menggunjang-ganjing hati Hyunjae seperti dahulu?

She just needs the explanation. Why did he leave? Kenapa dia pergi nggak bilang? Kenapa dia tega menghilang tanpa jejak meninggalkan Hyunjae sendirian di apartemen murah tempat mereka memadu kasih bersama, tidak ada catatan, tidak ada memo, seluruhnya lenyap seakan mereka tidak ada hubungan.

Seseorang mengatakan, cinta pertama itu takkan pernah mati, first love never dies katanya, nyatanya first love Hyunjae sekarang menjadi dead saking ia dikhianati begitu saja. Tanpa penjeasan, tanpa jawaban, tanpa permohonan maaf-

And yet how dare he shows up once after eight years of the incident. Asking if this is Lee Hyunjae he contacted about.

Jahilin orang dosa nggak sih? Pingin banget Hyunjae bilang, 'Sorry wrong number.' habis itu diblok seakan-akan dia nggak pernah dihubungin sama laki-laki itu.

Cuman...

Hanya saja...

Sisi hati rapuh Hyunjae mengatakan untuk memberikan satu kali kesempatan mendengarkan penjelasan dari pemuda cinta pertamanya. Mengusik semua jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di kepala, barulah ia bisa memutuskan apa yang terbaik buat mereka berdua.

Does he need a chance? How about Juyeon then? Kalau memang, kita bicara tentang kasus terburuk, Hyunjae luluh dan mau memaafkan Sangyeon, kembali memadu kasih bersama, lantas Juyeon mau dikemanakan? Ingat, the baby in her belly is the connection between its Daddy and Mommy. Meskipun hati Hyunjae dimiliki lelaki lain tidak menutup kemungkinan ia menginginkan Juyeon di kemudian hari.

Walaaaahhh bisa gila dia lama-lama, masalah sepele yang pertama baru juga kelar dan mau dijalani sepenuh hati kini muncul lagi berbentuk Lee Sangyeon.

“Jae, berkas perjalanan saya kemarin siapa yang pegang LPJ-nya?” Hyunjae terkesiap dari tempat duduk nyaris saja jatuh kalau dia tidak memegangi lengan si kursi. Juyeon menaikkan satu alis, cukup bingung akan respon aneh yang diberikan sang sekretaris. “kenapa kamu? Kayak lihat hantu,”

“Iya emang, Bapak kan hantu,”

Juyeon mengulurkan jari menyentil kening tertutup separuh poni mengundang pekikan kesakitan serta kerucutan bibir, “Serius saya tanya, LPJnya dipegang siapa, Cantik?”

“Keva mungkin,”

“Terus dianya mana?”

Hyunjae mengendikkan bahu, bibir tipis masih mengecut menjadi satu membuat Juyeon menatapi sebentar. Pria itu celingak-celinguk, merasa kondisi mereka aman barulah ia memagut si asisten sampai terkejut.

“Bapak!”

“Siapa suruh gemesin?” Juyeon mendaratkan kecupan sekali lagi sebelum membenarkan postur berdiri, melihat bagaimana reaksi Hyunjae sehabis napasnya direnggut secara mendadak. Si Pirang menegak ludah, terasa pahit menandakan gejala mual, pipi tembam menggembung, ada setitik bunyi 'huek' lalu melesat kabur melewati Juyeon yang termangu-mangu.

Heh. HEEEHHH ADA APA NIH?!

Mampus. Hyunjae mengeluarkan isi perutnya di wastafel toilet terdekat meski yang keluar hanyalah untaian liur pahit tiada tara. Rasa mual terus mendera sampai ke titik dimana tenggorokan Hyunjae meronta. Tangan lentik menggenggam pinggir wastafel erat-erat seraya terus memuntahkan.

Kampret. Bukankah morning sick harusnya terjadi di pagi hari, dan dia juga sudah melaluinya sekitar jam 6 tadi, tapi mengapa setelah Juyeon menciumnya rasa mual makin menjadi-jadi.

Kan, ada yang nggak beres. Apakah ini bentuk protes dari sang janin ketika ayah biologisnya berada di dekat mereka? Mengatakan secara transparan bahwa ia dilarang mendekati ibunya? Hyunjae nggak tahu harus berterima kasih atau meringis akan kemungkinan.

Selesai menjalani serangkaian drama di toilet barulah ia keluar dengan perasaan lega, menegak habis air mineral di atas meja kemudian terduduk pasrah seraya menatap layar komputer yang menampilkan sistem perusahaan. Juyeon tak nampak batang hidungnya, biarlah, mungkin sang atasan juga syok mendapati reaksi berlebihan Hyunjae saat diciumnya.

Alasan apa ya yang harus dia jelaskan apabila Juyeon bertanya?

“Reaksi alergi ini Pak,” goblok.

“Nggak tau deh setiap lihat muka Bapak perut saya mual gitu rasanya,” asisten kurang ajar.

“Saya hamil, Pak.”

Hyunjae terdiam mematung di tempat setelah mendengar destructive thought di kepala memunculkan kalimat sakral. Tidak. Tidak boleh. Dia harus menahan diri untuk mengunci mulut perihal kehamilannya sekarang.

Figur Juyeon bersama asisten lain, si Moon Keva berjalan melewati mejanya, sekilas ia menangkap tatapan sedingin es dari sang atasan menyebabkannya menundukkan kepala. Di belakang pria itu, Keva setia mengoceh, sampai mereka masuk ke dalam ruangan barulah Hyunjae menghela napas lega.

Satu tangan mengusap perut terbalut blazer hitam seraya memejamkan mata demi menenangkan pikiran.

I won't let anyone lay a hand on you even if it's your father himself,”

.

.

.

***

Ehm, ehm, kayaknya kita melupakan sesuatu.

Ya benar. Pesan dari Sangyeon dua minggu lalu. Yang entah kenapa tidak dihiraukan Hyunjae padahal hati kecilnya mengatakan agar memberi ruang demi mendengarkan penjelasan.

Sikap Juyeon kepadanya masih sama. Menyosor tak tahu malu, membuahkan ancaman rasa mual di perut. Juyeon tidak paham asistennya ini kenapa? Masa gara-gara kehadiran dia jadi muntah-muntah gini.

“Reaksi alergi, Pak, liur Bapak beracun,”

Ya, dia tahu gadisnya suka random tapi nggak juga sampai empat belas hari berturut-turut. They can't even fuck once cause the last incident when she threw up all over his torso. Such a turn off but he felt pity after that. Apalagi Hyunjae langsung menangis keras sambil terbata-bata mengucapkan maaf.

“Jae, aku serius.”

Hyunjae pura-pura tidak mendengar, biasanya kalau Juyeon pakai mode 'aku-kamu' berarti mereka sedang membuang keprofesionalitas dalam bekerja. Hanya saja ia tetap membisu, melempar senyum tipis kemudian berlalu setelah menyelesaikan urusan. Juyeon memanggil berulang-ulang, tetap tidak dihiraukan.

“Kev, kalau Bapak ada apa-apa ke kamu aja ya,”

Weleeehh tumben? Biasanya kalian yang lengket bagai prangko' batin sekretaris kedua Juyeon di dalam hati karena takut dipotong gaji. “Kenapa memang, Kak?”

“Nggak apa, aku lagi eneg lihat muka beliau,”

“Tumben..” gumam Keva maunya pelan aja biar nggak didengar orang, namun sepertinya Lee Hyunjae punya pendengaran super.

“Sekali-kali dong beliau nempelin kamu kayak benalu, masa aku terus,”

“Ih nggak mau ah, Kak, Bapak serem,”

'Serem apanya justru sama aku suka jahilin mulu,' kali ini giliran si Manis yang membatin, agak heran akan testimoni karyawan kantor soal keseriusan Lee Juyeon sebagai atasan mereka. Padahal kalau ditinggal berduaan sama Hyunjae, sikapnya berubah jadi kekanakan dan langsung penurut kayak anak dan Ibu.

Dan jangan lupakan kemesumannya.

Seandainya Moon Keva tahu apa yang selama ini mereka berdua lakukan di balik layar :“) ah jangan sampai deh. Ntar diprotes massa bila tahu alasan kenapa Lee Hyunjae selalu jadi karyawan teratas.

“Ya rasain keseraman beliau,” itu saja jawaban final seraya berkutat pada dokumen di layar komputer , mengabaikan gerutuan Keva sebab lima detik kemudian Juyeon memanggil dirinya. “congratulation, Baby.”

“Ughh.. sebentar Pak!”

Hyunjae diam-diam memendam sesuatu yang sulit diungkap melalui kata-kata begitu sosok mungil kawan seperjuangan memasuki pintu berlapis baja. Jari jemari lentik setia menari di atas keyboard seolah hapal mati pada letak huruf-huruf yang hendak diketikkan. Meskipun jalan pikiran melanglang buana tentang pria di balik ruangan.

Menjelang pulang ke rumah, Hyunjae tidak menemukan siapapun dengan kondisi minimnya penerangan. Bergerak menyalakan lampu, ia menduga kalau Erica sedang sibuk huru-hara di kampus. Apalagi dia jurusan Ilmu Komunikasi. Bisa jadi disuruh ikut demo sama-sama mahasiswa Hukum.

Merehatkan badan sejenak, Hyunjae menerawang kembali tentang pesan Sangyeon yang dihindari dari minggu kemarin. Tangan lentur membuka kuncian demi membaca ulang kemudian tidak sengaja mengetik balasan.

Me Iya Kak, ini Hyunjae. send.

Wasu! NGGAK BISA DI-UNSEND!

Yaudahlah nasi telah menjadi bubur, kalau mau dibalik pakai roti itu berarti Hyunjae perlu mengganti nomor dan takkan lagi diganggu untuk selama-lamanya.

Beberapa saat kemudian, ponsel bergetar menandakan notifikasi lain. Manik membulat begitu mendapati balasan dari Sangyeon, secepat kurir reguler.

010-432-xxxx Thank god, aku pikir aku sudah salah nomor

What an emoji.

Bibir bawah terganyang, tanda serius memikirkan respon selanjutnya, ia memasrahkan diri kepada Tuhan, jika Sangyeon yang terbaik semoga saja dia mau menerima Hyunjae dan perintilannya (read: Erica and the baby).

Me Maaf baru balas Kak. Banyak kerjaan

010-432-xxxx It's okay, kamu balas pesanku aja udah cukup kok, gimana kabarmu?

Nggak baik, nggak baik Jingan! Masih sempat kamu tanya kabar setelah ditinggalin tanpa penjelasan? Hyunjae menarik napas panjang, menenangkan diri takut membebani kondisi janin dalam kandungan. Dokter Kim bilang dia tidak boleh stress, takut mempengaruhi kesehatan sang buah hati.

Me Aku baik, Kak. Kakak gimana?

010-432-xxxx Tentu saja aku baik, Jae😁 oh iya kamu ada waktu luang? Kakak mau ketemu sama kamu

Oh no. Kenapa rasanya berat ya? Kenapa Hyunjae jadi ingin memeluk Juyeon ya? Apa gara-gara si bayi? Menjadi jembatan koneksi batin antara dia dan bosnya. Hyunjae takut bila ia satu ruangan sama Juyeon, dia tidak tahu apa yang akan terjadi.

Me Nanti aku kabarin ya Kak, mau ketemu dimana?

010-432-xxxx Di rumah?

Di rumah. Rumah Hyunjae dan kakaknya di Kampung Halaman. Sekelebat memori menghantam saraf-saraf di bagian hippocampus, membuahkan perasaan emosional bersemayam merangsang air mata memenuhi pandangan. Sialan. Semenjak dia hamil, dia jadi sensitif nggak ketulungan.

Me Okay, will text you the day

010-432-xxxx Thank you, Jae. See you soon.

Sehabis itu, Hyunjae malah mengubrak-abrik kontak lain demi memenuhi keinginan bermanja dengan seseorang. And the person is of course, goes to her boss.

Me 'Mas, Hyunjae ganggu, nggak?'

Please please jangan dibalas.. jangan dibalas-

Mas J 'Ya enggak dong, kirain lupa sama Mas-nya'

Ada perasaan lapang menyerbak di rongga dada, sekaligus kristal bening berjatuhan membasahi pipi tembam. Sambil menangis terisak, ia terburu-buru mengetik balasan.

Me 'Kalau Hyunjae pingin Mas ke sini, Mas mau nggak?'

Tidak sampai sepersekian detik, sebuah pesan 'otw' sudah terpampang nyata menghasilkan senyuman lebar walau sedang berderai air mata. Tuhkan, wanita hamil memang tak dapat ditebak, tadi pagi dia eneg sama bosnya, tapi di malam hari dia gemetaran menahan rindu.

Kantuk nyaris menyerang Hyunjae saat menanti kedatangan pria lebih tua. Dia tidak tahu jam sudah menunjukkan pukul berapa ketika bunyi pintu apartemen tertutup disusul langkah berderap bak kuda. Juyeon rela berlari memproduksi peluh atas permintaan gadisnya. Dimana si Manis sedang berbaring menghadap dinding, tidur-tiduran ayam demi menunggunya.

“Jae?”

Hyunjae menoleh, wajah berseri-seri sebelum Juyeon meloncat ke ruang kosong di atas kasur, mengundang pekikan geli begitu ia mengurung badan montok di bawahnya, lalu menghadiahi kulit muka Hyunjae dengan kecupan-kecupan sayang.

“Hai.”

Gadis surai pirang itu bersemu, mengalungkan lengan di sekujur tengkuk kokoh, beradu pandang menyiratkan banyak makna di setiap pancaran sinar rusa kesukaan Juyeon. “Nyebelin.”

“Kamu yang nyebelin dari kemarin nggak ada tegur-tegur Mas,”

“Aku sudah bilang reaksi alergi, Mas..” rengek Hyunjae mengerucutkan bibir, Juyeon memandangi sebentar, takut jika ia mempertemukan bibir mereka, Hyunjae akan bereaksi seperti tadi pagi. Namun, gadisnya malah menaikkan badan sedikit, menggapai si ranum kenyal sebelum menyengir memamerkan geligi menggemaskan. “see? I'm totally fine again,”

Juyeon tidak menunggu aba-aba lain dan langsung saja mengeksekusi. Pagutan mesra tercipta saat menautkan bibir satu sama lain. Menyebarkan rasa rindu setelah sekian lama tidak saling menyentuh. Seraya melumat bantalan ranum, jari-jari cekatan melucuti pakaian, entah kemeja jalan Juyeon, atau daster merah muda yang dikenakan Hyunjae. Nafsu meletup di udara sesudah kulit telanjang menempel erat.

Fuck.. nghh I missed you, Baby.”

Hyunjae mengerang kecil, mengaitkan kedua kaki di pinggang ramping berusaha mendekatkan kemaluan mereka bersamaan. Lendir di liang menetes sedikit demi sedikit pertanda ia mulai menikmati permainan. Belum lagi adik Juyeon yang mengeras, indeed she missed this so much!

“Mass mau kulum..”

Shit go ahead, Baby.”

Gadis rambut panjang tersebut mendaratkan kecupan di bibir Juyeon sebelum membalikkan posisi, memerangkap Juyeon di bawah sambil mengecupi dari leher, dada bidang, bahkan pentil kecokelatan pun tak luput dari bibirnya. Mengundang desisan serta penis menggeliat di selangkangan. “Fuck Jae.. don't tease..” Hyunjae menyengir nakal, menjilat panjang bagian puting kiri kemudian mengenyot bak permen. Juyeon tertawa geli akan sensasi menyetrum peredaran, mengalirkan darah ke titik selatan yang makin mengacung tegak.

“Mmh.. habis itu punyaku lagi ya?”

“Iya Sayang..”

Hyunjae hampir menghentikan aksi setelah mendengar panggilan terlontar, seharusnya dia biasa saja, seharusnya dia terbiasa mendengar sebutan mesra di ranjang, tapi kenapa malam ini dia sangat menginginkan Juyeon memanggilnya selayaknya mereka memang sebuah pasangan.

“Mas..”

“Hmm?” Juyeon berusaha bangun sebab Hyunjae tiba-tiba terhenyak, ia menangkup pipi tembam di kedua telapak tangan, memandang penuh kelembutan. Takut kalau mood asistennya berbalik seperti semula.

“Panggil Sayang lagi..”

“Eh?”

Hyunjae menggigit bibir, melepaskan perlahan terkesan dramatis, “Panggil.. aku Sayang lagi..”

Okay,” Juyeon tidak ambil pusing soal permintaan, dengan senang hati dia mengabulkan asalkan gadis di atasnya tidak berkelakuan aneh-aneh ketika mereka mulai masuk kegiatan inti. “Sayang mau apa, hmm?”

“Ih nggak jadi, ngolok banget,” gerutu Hyunjae menyebabkan Juyeon melongo sesaat. Gadis cantik itu mencebik lalu turun mengecupi bagian perut kotak-kotak, menyapu lidah di sekitar pusar sampai dagunya menabrak puncak jamur.

“Loh tadi katanya-ahh..” pria surai cepak itu tidak jadi melanjutkan kalimat begitu Hyunjae mengulum bagian mahkota, baru di situ saja rasanya sudah gila, apalagi kalau sampai pangkal. Indra pengecap sang asisten bergerilya di lapisan rentan, menusuk-nusuk lubang kencing kemudian melahap sesuai kemampuan. “fuckk Sayang..”

Jantung Hyunjae berdebar-debar kencang, semoga Juyeon tak mendengar, karena desiran tak biasa ini baru dirasakan Hyunjae sekarang, walaupun sudah tidak terhitung frekuensi ia mengulum Juyeon selama hampir dua tahun mereka berhubungan badan.

“Sshh.. mmh.. take it deeper, Sayang..”

Bangke. Ini namanya memanfaatkan kelemahan Hyunjae di satu waktu. Si gadis mematuhi perintah tersebut, menurunkan kepala lebih dalam hingga hidung mancung digelitiki rambut kemaluan, bunyi sesak di kerongkongan menggema, mengakibatkan organ kewanitaan berkedut tidak nyaman.

Hyunjae mengadu tatap sambil menaik-turunkan kepala, mulut bekerja bagai alat penghisap, pipi menirus sesekali menyesap rasa basa air mani yang mengepul di lubang kencing. “Mmh... sluurrpp.. mmhh!”

Her face now is a sin for Juyeon to take. Pemuda tertua itu membelai mesra pipi yang menggembung akan adanya keberadaan batang di sana, lalu memijat ubun-ubun tempat tumbuhnya surai pirang. Hyunjae mendengur bagai kucing, mata mengedip-ngedip sayu lalu akhirnya melepaskan dengan bunyi 'POP' nyaring.

“Mass..”

“Iya sini gantian Mas yang makan,” mereka berbalik posisi lagi, Hyunjae menyamankan punggung di alas kasur, sedangkan Juyeon bergerak menindihi tapi tetap menopang tubuh menggunakan lengan. Manik mereka bertemu, memancarkan tatapan nafsu yang menyelubungi akal sehat. Ranum kembali bertautan seiring tangan nakal berkeliaran melayangkan sentuhan di tubuh telanjang. Juyeon memutuskan sambungan untuk mengecupi leher, mendengarkan napas putus-putus serta rintihan sensual.

“Perasaan Mas aja atau tetemu jadi besar ya, Sayang?” Sumpah si anjing bernama Lee Juyeon kalau sudah ngomong frontal kadang suka nggak disaring dulu. Hyunjae jadi malu pakai sangat ketika buah dadanya dikomentarin. Sebenarnya sewaktu mereka main pertama kali, Juyeon tipikal cowok yang suka jilat meki dibanding memuja tete, tapi dia juga nggak menduga bakal dikomentarin di momen kayak gini.

“Sama aja ahh..” balas Hyunjae berusaha menangkis rasa penasaran, tak mungkin ia mengiyakan, bisa-bisa terbongkar rahasia penyebab perubahan gunung kembarnya. Juyeon mengerutkan kening, menatap satu-satu secara bergantian, macam diinspeksi terlebih dahulu seakan-akan ada penambahan volume yang disembunyikan. “Mass please..”

I like it.” Si Tampan menyengir, menaikkan intensitas semburat rona merah Hyunjae.

“Ya iya suka namanya cowok naluriah suka tete,” perkataan sedikit sewot tersebut membuahkan gigitan kecil di puting sebelah kanan. Hyunjae memekik kaget, berasa disetrum pada aliran darah, “aaahh..”

Daripada Juyeon membuang waktu memikirkan besar atau kecilnya dada gadisnya mending dia santap sebelum masuk ke sajian utama. Tangan kiri menangkup tete kanan, diremas-remas merasakan badan si perempuan menggigil pelan, mulut berdosa mengecupi gunung lain dan membalas kenyotan Hyunjae tadi di pentil mencuat.

“Aaah! Aaahh M-Mass nghh!” Dada membusung tentu memudahkan Juyeon untuk menjamah lebih ganas, kuluman berganti goresan geligi di kerutan mungil, berganti hisapan, bagai anak bayi menyusu pada ibunya. Selesai sebelah kiri, yang kanan diperlakukan sama, sampai-sampai Hyunjae berteriak memperingatkan dirinya hendak sampai.

“Kan belum dimakan, Sayang..”

“Nghh t-too sensitive mmhh my nipple..”

“Kamu mau haid?”

Fyi, Hyunjae berhenti haid sejak tiga bulan lalu, Lee Juyeon.

Pertanyaan tersebut direspon anggukan cepat, memohon-mohon agar kelaminnya segera disantap daripada dia keluar cuman gara-gara dadanya doang. Nggak puas, beneran.

Juyeon juga bukan penikmat dada kalau boleh jujur. He loves eating her till she squirted all over. Apa gunanya punya lidah panjang kalau bukan dipergunakan mengubrak-abrik liang, huh?

Klitoris berdenyut sewaktu sang atasan menyusuri garis perut dari pusar, meraba-raba vulva kemudian turun ke belahan labia mayor. Dia mendiamkan lidah sejenak, menekan sedikit kuat berhasil menemukan si daging penuh saraf.

“Ohh.. oohh Mass..” berulang kali Hyunjae mengucapkan sebutan kesukaan Juyeon dikala si pria mulai memakan. Menyecap rasa di luar nalar, menikmati tetesan lendir bening di papillae benda lunak. Bibir kenyal bergerak menghisap, nyaring bunyinya senada dengan desahan Hyunjae.

Sllrrpp... chup.. chup..”

Surai cepak kini tergenggam erat diselingi jepitan paha montok terhadap kepala di selangkangan, Hyunjae tersengal-sengal sembari menggerakkan pinggul supaya terus bersentuhan sama mulut bosnya. Simpulan perut mulai mengikat, kemudian lolos menghasilkan pancuran.

“Uaaahh.. mmhh... fuck yess! Mas keep going keep licking!” Juyeon setia memainkan lidah di liang meski separuh wajah dibasahi klimaks gadisnya. Nggak apa, kata orang hasil orgasme itu bisa dijadikan skincare, siapa tahu muka Juyeon glowing besok. Hyunjae mengambil napas banyak-banyak sembari bergerak tak keruan, kaki terasa lemas, padahal baru juga dimakan.

Sejenak, dia seperti melupakan sesuatu.

“Mas, ada darah nggak?”

Juyeon mengelap bibir, melirik ke liang senggama kemerahan tapi tidak menemukan cairan yang dimaksud. “Nggak ada, kenapa memang?”

Dalam hati Hyunjae bernapas lega, itu berarti janinnya sudah kuat menghadapi cobaan. Iya, cobaan punya orangtua sangean🙃. “Takutnya aku tiba-tiba haid kalau klimaks sekuat ini,”

It's okay, kan bisa dibersihin,” ucap pemuda itu berlutut di antara dua kaki, menekukkan anggota jalan si sekretaris lalu menuntun burung pulang ke sarang. Home sweet home, cock's coming~

Hyunjae mengatur napas, semoga.. semoga anak mereka baik-baik saja. Semoga dia nggak histeris ketika puncak jamur muncul dari antah berantah. Si gadis membuang pikiran konyol tersebut lantaran jarak antara bayi dan liang vagina terlalu jauh buat bertemu.

Kayaknya dia kebanyakan baca cerita anekdot jorok deh.

You ready?” tanya Juyeon melempar senyuman jenaka. Hyunjae tertawa geli sembari mengangguk antusias, “Mas masukin ya?”

“Pelan-pelan Mas, perutku mulai kram,” Juyeon mengangguk mengiyakan sebelum memajukan pinggul, kejantanan dimainkan di pintu liang lalu menyusup sangat pelan. Sesuai permintaan gadis kesayangan. Rahang Hyunjae terjatuh saat merasakan invasi, disusul mata mulai terpejam pertanda keenakan. “aahhng.. Mas.. feels good..”

Juyeon pun menahan desahan jua lantaran penisnya dijepit kuat, walau sudah dibobol berkali-kali rasanya tetap seperti menggagahi perawan, sempit tidak ketolongan. Dia berhasil menanam hingga pangkal, rambut kemaluan menyapu area kewanitaan dan berdiam diri sebentar, supaya Hyunjae terbiasa.

Pandangan mata sejajar, ada sensasi aneh di malam mereka bersenggama setelah dua minggu dilanda kejadian membingungkan. Juyeon menatap netra rusa tersebut lekat-lekat, senyum lembut terulas direfleksikan oleh gadis di bawah kukungan. Sejenak mereka saling bertautan mesra, berusaha mengklaim rasa yang teracap di bantalan.

Juyeon memundurkan pinggul sedikit, direspon lenguhan tertahan. Dia menggoyang penuh kehati-hatian tanpa melepaskan tautan. Dirasa Hyunjae merengek meminta lebih, ia dengan senamg hati mengabulkan.

“Ah- ah- aah- Mas- ngh- enaakk-”

Pemuda rambut cepak tertawa di sela-sela genjotan, menikmati betapa seksinya sang asisten tertandak-tandak mengikuti tempo pinggul seorang. Buah dada bergabung meloncat-loncat, sekilas Juyeon melihat setitik air kekuningan berkumpul di putingnya, tapi karena ia sedang berpikir menggunakan kemaluan, hal tersebut tidak diacuhkan.

“Mas! Nghh! Please.. please.. di dalam..”

Kasur berdecit menabrak dinding memantul ke penjuru ruangan. Tempo hujaman makin cepat nan menuntut namun sebisa mungkin tak terlalu kuat lantaran kram yang dialami gadisnya. Juyeon menggeram nikmat, mencengkram pinggang berlekuk menggunakan satu tangan sedangkan tangan lain bertumpu di sisi kepala Hyunjae yang terengah-engah.

“Mas deket, Sayang-”

“Mmh! Sama! Aahh!” teriakan kencang menjadi penanda datangnya klimaks kedua, Juyeon menyusul tak lama kemudian, menahani penyatuan mereka erat-erat akibat kontraksi dinding liang yang berkedut hebat.

Tubuh Hyunjae lemas tiada tara. Rambut pirang acak-acakan tergeletak pasrah di atas bantal. Peluh sebesar biji kecambah terjun bebas diselingi helaan napas. Juyeon memundurkan pinggul dirasa sudah selesai, menegak ludah ketika disuguhi pemandangan erotis berupa mani yang dipaksa keluar melewati liang terbuka.

You okay, Jae?”

Oh.. oh sudah selesai roleplaynya?

Hyunjae berusaha menyembunyikan rasa kecewa dengan menyampirkan lengan agar menutupi pandangan, dia tidak tahu keberadaan Juyeon karena sibuk digrogoti pikiran-pikiran tak biasa.

“Nggak mandi dulu?”

Si Manis menggeleng, dengan sisa tenaga yang ada ia membalikkan badan memberikan punggung secara cuma-cuma. Sebenarnya untuk menutupi air mata yang mengalir sih.

“Mas..” thank god she doesn't sound sobbing. Ia mendengar gumaman dan bunyi pergeseran seprai oleh seseorang. “peluk?”

Memori terakhir yang diingat Hyunjae malam itu hanyalah dekapan hangat namun terasa semu dari Juyeon. Selebihnya, she felt so lost already.

.

.

.

Brace urself :< this will be slow burn painful story

Good Girl Gone Bad

Chapter 3

jumil🔞 with girl!Hyunjae

Warning : resiko tanggung sendiri (males bikin warning)

.

.

.

Bisa-bisanya mereka yang BARU beberapa jam pulang dari rumah sakit musti bertemu kembali dengan pegawai shift malam hanya karena masalah SEPELE tapi takutnya berujung BESAR. They rushed to the hospital with Hyunjae quickly wearing something decent and the couple was still on their pajamas. Bahkan penutup mata Erica masih nyangkut di kepala saking kaget mendengar teriakan heboh di kamar sebelah.

Ada-ada aja ulah Ibu gulanya malam-malam. Terbata-bata menceritakan insiden sambil berderai air mata. Erica menenangkan si gadis walaupun sebenarnya ia hanya menangkap kata darah segar keluar dari vagina or apalah itu. Menyebabkan mereka bertiga langsung menerobos lampu lalu lintas demi melakukan pertolongan darurat.

And here they are, at the same hospital they visit this evening. Beruntung, dokter Kim memang tengah bertugas sampai shift malam berakhir, terbengong-bengong menemukan Hyunjae terduduk pasrah di kursi roda yang didorong dua orang remaja familiar, sama-sama berpeluh hebat.

Oh, itu cewek yang tadi manggil pasiennya Mommy!

Well, first impression is always the memorable one :“)

“Tolong Mom– Kakak saya Dok, dia pendarahan!”

“Baik, baik, tenang dulu ya, biar saya periksakan Mom– Kakak kamu,” kalau saja tertawa adalah respon paling etis sedunia, sudah pasti Hyunjae terbahak-bahak mendengar Dokter Kim ikut salah memanggil dirinya. Erica dan Sunwoo dipersilakan menunggu di luar sementara ia memasuki ruangan serba putih yang sekali lagi aku tekankan, baru saja ia kunjungi di sore hari.

“Bisa ceritakan apa yang terjadi, Hyunjae-sshi?”

Hyunjae menarik napas, menghembuskan pelan-pelan, dilanda kecemasan ketika mengulas balik darah yang keluar dari vaginanya. “Hmm.. ada darah yang keluar dari.. mmm dari punya saya, Dok.”

Dokter Kim mengangguk paham, sigap memeriksa bagian paling intim Hyunjae menggunakan alat maupun penerangan tersilau sepanjang mata si Pirang. Dia menunggu harap-harap cemas, terjengit begitu merasakan sebuah elusan di lapisan rentan.

Now, let's see if the baby is fine,”

Suara detak jantung yang sangat kencang menyapa gendang telinga mereka, Hyunjae refleks menghela napas lega sembari menutup mulut, takut kalau dia menangis sesudah mendengar detak jantung sang janin untuk kedua kalinya. Thank god the baby is still alive, despite having a horny mom like her.

“Mungkin darah yang kamu maksud itu hanya sekadar flek tanda terkejutnya kantung rahim pada tekanan di otot perut,” tutur Dokter Kim menggerakkan si alat di atas permukaan menggembung, memperlihatkan sebuah gumpalan terbentuk di dalam sangkar (at least she got that one) diiringi detakan kuat nan penuh semangat. Hyunjae mengangguk paham, masih menatapi lekat layar monitor yang menampilkan keadaan anaknya. “kalau boleh tahu, sebelumnya kamu melakukan apa, Jae?”

Tolong tampar Hyunjae sekarang sebab malu ingin mengutarakan hal yang sebenarnya terjadi. Erica nggak tahu, yakali diceritakan yang ada tuh anak ngamuk-ngamuk mengomeli dirinya. Namun, karena pesona dan wibawa seorang dokter profesional, mau tak mau, suka tak suka, ia harus menjelaskan.

“Um..” Ya Tuhan takut banget dihakimin, Hyunjae mencari kata-kata yang pas, “um.. saya habis onani tadi..”

Dokter Kim menggumam, “Ya, bisa jadi karena orgasme yang kamu capai membuat otot perutmu mengencang sehingga kematangan kantung rahim yang baru sempurna menjadi terguncang akibat kontraksi kecil-kecilan,”

Sekali lagi Hyunjae minta maaf kepada sang calon buah hati yang akan memiliki Ibu paling horny sedunia🙏🏻 Dan itupun juga ada sangkut pautnya dengan ulah pemberi sperma. Bukan bapaknya sih cause it's illegal.

Oke, bapak biologis lah.

Erica dan Sunwoo cepat-cepat berdiri setelah melihat Hyunjae keluar dari pintu ruangan bersama Dokter Kim, wajah mereka pucat pasi, menginginkan berita terkini.

“Janinnya kuat kok kayak Mommynya,”

Wah- nyindir nih si Dokter.

Ketiga orang dewasa itu pada akhirnya berpamitan pulang daripada suasana makin canggung. Hyunjae dapat melangkah senormal seperti biasa, meski terkadang Erica atau Sunwoo memegangi pinggang bagian belakang sebagai tumpuan.

“Kalau Erica tanya kenapa, Mommy jawab nggak?”

Kebiasaan Hyunjae yang selalu menutup masalah sehingga sang bayi gula pun harus meminta izin dan konfirmasi akan dijawab atau tidak.

Hyunjae menggumam, bersandar pada kursi penumpang belakang sementara dua bukan sejoli duduk di depan.

“Gimana bisa Mommy sampai pendarahan gitu?”

“Dibilang pendarahan sih enggak, karena darah yang Mommy maksud cuman sekali itu doang, kayak plop gitu,” sambil menceritakan ia melirik ke Sunwoo yang menyetir tapi ada tersirat kerutan dahi di wajah pemuda satu-satunya itu. “kayak darah perawan loh, Er,”

“Hmm, Erica nggak berdarah Mom jadi nggak tahu rasanya,”

What?” Lah si Sunwoo malah salah fokus, untung mata masih mengarah ke jalan.

“Kan aku udah bilang kamu yang mecah pertama, Jingan.”

Ooookaaayy yuk bisa yuk konsentrasi dulu, jangan sampai kita balik lagi ke rumah sakit dengan masalah yang berbeda,” tegur Hyunjae saat mencium bau-bau adu bacot antara sekawan. Erica dan Sunwoo refleks mengatupkan mulut, mengisyaratkan gadis tertua melanjutkan ceritanya. “so it happened and the baby is okay, Mommy legaa banget,”

Not enough to tell us about HOW it happened though?” tekan Erica seraya menaikkan satu alis. Oh god, punya bayi keras kepala macam gadis ini lama-lama membuat kepala Hyunjae pening sesaat.

How to tell without traumatizing them huh?

Ah tapi kan mereka sudah dewasa juga. Lambat laun, Erica akan bernasib sama sepertinya di masa depan nanti.

I was playing with myself,”

TIIIIIINNNNN

“Sunwoo kamu gila apa?!”

“Yak! Kim Sunwoo!”

Sunwoo menggumamkan kalimat maaf lantaran berhasil mengejutkan dua wanita di dalam kendaraan. Salahkan Hyunjae yang mengutarakan jawaban nyeleneh sementara ia tidak mau berpikir macam-macam tentang Sugar Mommy gebetannya.

Have some respect for his soon to be Sugar Mommy-in law.

Okay, I don't wanna know the detail,”

Then you shouldn't ask at the first time, Sweetie,” sahut Sunwoo geleng-geleng kepala sembari mengemudikan lebih fokus dibanding sebelumnya. Suasana mobil Hyunjae berubah tenang dan senyap tak dilanda kecanggungan sebab mereka sedang sibuk dengan pikiran masing-masing.

Kamu kenapa teriak-teriak, Jae?”

The cause of this minor problem, menelepon Hyunjae sesaat ia kembali dari rumah sakit. Si Pirang bahkan lupa sudah meninggalkan telepon genggam di kamar dengan koneksi panggilan si bos yang masih tersambung di kala ia menjerit memanggil Erica.

Oh. Ohhh apakah Juyeon mendengar semuanya?

“Ada kecoak di kamar saya makanya saya histeris terus manggil dia,” jawabnya berupaya meyakinkan, wouldn't want the baby thing slipped out from her tiny lips, would she?

Juyeon menyengir, geli akan tingkah laku acak gadisnya di seberang sambungan, “Aku pikir karena apa,”

“Mas kan tahu sendiri aku nggak suka kecoak,” Hyunjae mengerucutkan bibir, menatap fitur wajah Juyeon sepenuh layar ponsel yang kini masih menampakkan geligi, manis banget sampai-sampai ia mau nangis karena kangen.

Iya ya, kalau ada aku, kamu pasti teriakin aku,” sahut pria itu mengulas senyum. Hyunjae menjadi aneh sama atmosfer mereka kali ini. Tidak biasanya dia ingin bermanja-manja dengan sang atasan, tidak biasanya dia kepingin menempel erat atau menyusup dalam dekapan, padahal kalau mereka ketemu yang ada perang mulut terus sampai salah satu dari mereka mengalah. Biasanya Juyeon sih.

“Mas kapan pulang?” Hyunjae mendengar ia bertanya lirih, bagai menahan sesuatu membuncah di rongga dada, siap memerintahkan otak menurunkan kristal di pelupuk mata. Juyeon terdiam sejenak, memandangi raut si asisten kesayangan meski terhalang layar.

Dua hari lagi, kamu kangen banget ya?”

Ini pengaruh hormon, ini pengaruh bayi kamu, Bangke.

Oke, stop with the lousy mouth, the baby can hear everything including your inner voice.

“Hmm, more like missing your dick hours,” jawaban kurang ajar membuahkan gelak tawa, sedap banget di indra pendengaran, menyebabkan air mata akhirnya terjun bebas di permukaan pipi tembam. Hyunjae cepat-cepat mengusap kasar, tidak ingin dilihat atau ditanya-tanya.

Tapi kan burungnya sepaket sama Mas,”

“Yayaya terserah, Mas cepat pulang, the pussy's been dried,” bisik Hyunjae mengulas senyum miring, giliran dia menertawakan umpatan yang lolos dari mulut Juyeon sebelum akhirnya pamit hendak melangsungkan tidur cantiknya. Juyeon memberikan ucapan selamat tidur kemudian memutuskan sambungan, meninggalkan tokoh utama kita memandangi langit-langit kamar.

Senyap. Sunyi. Hanya terdengar bunyi napas sendiri sesekali ditemani deru pendingin di pojok kiri. Hyunjae menyingkap kaos yang ia kenakan tadi, melorotkan sedikit celana longgar hanya untuk memperlihatkan gundukan kecil yang bisa dikatakan 'baby bump'. The baby is there, living comfortably inside her tummy, tidak tahu apa-apa soal dunia luar, atau kekejaman manusia di jaman sekarang. Tidak memahami perasaan ibunya yang ragu ingin menghadapi kenyataan.

“Semoga kamu denger suara Mommy, ya, kamu harus tahu Mommy sayaaaaang banget sama kamu dan akan melindungi kamu dari apapun bersama Kak Erica dan Kak Sunwoo nanti, sehat-sehat ya Sayang-hiks.”

Betul perkataan Erica, jalan pikiran ibu hamil itu tidak dapat ditebak, sedetik mereka tertawa bahagia, sedetik pula tiba-tiba menangis jingkar. Hyunjae bukan tipikal wanita melankolis, tetapi setelah mengetahui ia tengah mengandung insan suci di dalam tubuhnya yang berdosa, dia menjadi rapuh dan goyah jika disuruh berhadapan dengan Juyeon.

How will she face the father of her baby if she doesn't want him to know the truth?

(((inhale exhale it's okay you can do it finn)))

.

.

.

lanjut ga nih

Good Girl Gone Bad

Part 2

jumil🔞 with girl!Hyunjae

Warning : phone sex; implied miscarriage

.

.

.

Jika Hyunjae disuruh mengulas balik bagaimana ini bisa terjadi, dia pun lupa-lupa ingat. Perasaan.. dia orang paling hapal mati sama tanggal haid, perkiraan masa subur, dan kapan waktu bersenggama yang baik. Which is she always chooses five days before her period, when the cramps started to killing her slowly and she needs a dick to drill the pussy. Okay, too much information, but who cares.

Dan di waktu itu pula, Juyeon bebas menyemai benih dalam mulut liang dikarenakan si Bos kesayangan merajuk bila dipasangkan kondom. Hey, kondom bukan untuk mencegah kehamilan saja, tapi STD juga, Pak!

But still, Juyeon prefers bare because he loves the pressure of her vagina around his girth. Don't forget the wetness, hmmhh- oke kenapa kita jadi menceritakan sudut pandang Juyeon?

Di usia yang beranjak 29 tahun ini sejujurnya ia sudah melewati masa-masa drama kedewasaan diri. Maka dari itu ketika ia mengetahui sedang mengandung manusia mini, antara versi kecilnya atau Juyeon, dia hanya menangis sebentar di kamar mandi sembari memegangi test-pack kemudian selesai seolah tak pernah terisak meratapi nasib. Dan Erica juga mengatakan sesuatu tentang pengasuhan bersama jadinya dia agak lega lah dikit. Dikit loh ya.

Perasaanmu pasti akan tercampur aduk ketika mendapati adanya kehidupan lain bersemayam di perut. Akan tetapi, dia tahu sangat bahwa ini bukan kesalahan si janin, melainkan akibat dari perbuatan maksiat bersama sang atasan yang sedang berjalan selama setahun lebih tanpa terikat hubungan resmi. Sebatas bos dan asisten.

Sebatas... teman tapi ngasur.

Kembali ke topik pengasuhan, bagaimana bila seandainya pendidikan Erica terbengkalai hanya karena membantu Hyunjae mengurus bayinya? Apa dititipkan saja ke panti asuhan? Hmm not bad, atau dititipkan saja ke Kakaknya di kampung halaman? Palingan dia kena bogem mentah dulu baru diiyakan. Diomelin tujuh hari tujuh malam karena membahayakan diri selama tinggal di kota besar.

Sekilas latar belakang Hyunjae, sejak kelas 3 SMP dia sudah tinggal berdua dengan kakak laki-lakinya, yang waktu itu berumur 17 tahun saat orangtua mereka meninggal dunia. Hyunjae tumbuh menjadi perempuan mandiri dan kuat, that explains a lot about her bubbly personality towards people. Punya pertahanan baja, menangkis seluruh perhatian pria, terutama gombalan picisan mereka. Cuih. Masih gantengan Kakaknya, sumpah!

Namun, bagaimana dengan Juyeon? Apa sebenarnya perasaan Hyunjae terhadap pria itu? Kalau dia menjawab tidak ada, apa kalian akan percaya? Apalagi mereka sering berhubungan badan dengan bervariasi gaya serta telusuran kink sang atasan, masa sih nggak ada sedikit pun rasa cinta terpercik di sela-sela klimaks mereka?

Suwer✌️ Hyunjae berani bertaruh tidak ada rasa 'lebih' selain kekagumannya pada sosok tampan pria bersurai cepak itu. Mungkin karena dia sudah banyak mengetahui sifat asli Juyeon sehingga tak lagi menumbuhkan perasaan baru kepada lelaki yang dimaksud.

Hari ini Hyunjae memutuskan untuk memeriksakan kandungan bersama Erica dan teman mainnya si Sunwoo. Kabar burung mengatakan mereka tidak mau berpacaran sebab harus fokus sekolah dulu, Hyunjae sih iya-iya aja, siapa dia berhak melarang?

She decided to keep the baby, walaupun sedang berpikir keras bagaimana caranya menyembunyikan buntelan di bulan ketujuh ketika berhadapan dengan bosnya. Tapi nantilah dia pikirkan, yang jelas dia mau tahu dulu perkembangan embrio mungil yang mengisi kantung rahimnya.

“Usianya memasuki 18 minggu,” penuturan dokter wanita yang menjadi pemeriksanya kali ini tersenyum lembut seraya menggerakkan alat USG di perut sedikit menggembung. Hyunjae menahan diri buat tidak cengeng, eh keburu diwakilin sama Erica di samping.

Mommy huhu Mommy sudah jadi Ibu..”

Oke, absurd. Hyunjae nggak jadi terharu sewaktu bayi gulanya memanggil sebutan menggelikan di antara dua orang dewasa. Dokter Kim menaikkan satu alis meski tidak mengatakan apapun selain melanjutkan pembicaraan. Padahal ia yakin dalam hati, si Dokter bertanya-tanya akan keanehan tersebut.

Dan 18 minggu? Hey, bukankah seharusnya Hyunjae mengetahuinya dua bulan sesudah ia merasa tidak menstruasi lagi? Dimana anak ini bersembunyi huh?

“Mau tahu jenis kelaminnya?” tawar Dokter Kim saat melihat reaksi linglung Hyunjae, beliau juga menjelaskan kalau sebenarnya ia dinyatakan terlambat memeriksa kandungan karena usianya telah memasuki awal trimester dua.

“Biar jadi kejutan aja, Dok,” jawab Hyunjae pada akhirnya, Dokter Kim mengangguk paham, mulai menjelaskan apa yang akan dirasakan si gadis di usia kehamilan ini, gejala-gejala serta pantangan yang harus dihindari. Hyunjae dan Erica mendengarkan secara seksama, saling lirik-melirik begitu Dokter Kim membicarakan tentang suami siaga.

Suami siaga apanya.. yang nyemai benih malah nggak tahu soal beginian.

Gadis surai pirang bernapas lega sesudah menyelesaikan tugas pertama sebagai ibu hamil. Menerima beberapa racikan resep selama kehamilan berlangsung demi menjaga kesehatan sang buah hati. Wadaw, buah hati katanya, nggak tahu aja si dokter kalau Hyunjae bakal membesarkan sendiri.

Skip. That is longggg way to go.

Sesampai di rumah, hari telah menjelang malam sehingga mereka bertiga memutuskan memesan makanan siap saji sekaligus merayakan USG pertama Hyunjae. Sonogram ditempel rapi dalam sebuah buku, menampakkan si janin yang berukuran kecil buat dikatakan 18 minggu meski sudah mulai terbentuk alat-alat vital seperti hidung, telinga, dan lainnya, bahkan kata Dokter Kim dia juga dapat mendengar sekitaran, jadi Hyunjae harus menahan diri tidak ngomong aneh-aneh untuk sementara waktu. Di sisi kanan kiri bingkai sonogram tersebut tertulis beberapa kalimat pujian dari Sunwoo maupun Erica.

'Let's meet together in the future, bro sis~' -Kak Erica

'Hi Erica's brosis! She's still a baby before you were born' -Soon to be boyfriend of Kak Erica

'Can't wait to meet you, Sweetheart'

Manis banget sampai Hyunjae ditemukan menangis keras sambil memeluk buku tersebut. Sunwoo sudah pasti panik, tapi Erica tak begitu menghiraukan lantaran dia bilang kalau ibu hamil memang susah ditebak jalan pikirannya.

“Kalau kamu hamil, jangan kayak gitu, ya Yang..”

“Kalau aku hamil, kamu nggak akan tenang, Kim Sunwoo, aku jamin itu,”

Setelah itu, Sunwoo berusaha mengingat waktu yang tepat buat bersenggama sehingga tidak membuahkan kehamilan terlebih dahulu. Agak takut ya sama ancaman temannya.

Hyunjae cengengesan melihat adu bacot antara dua anak kuliahan di meja makan, ada sekelebat rasa rindu ketika mengingat perang mulutnya bersama Juyeon. Speaking of that pervert old man, dia lagi ngapain ya? Hyunjae boleh telepon nggak sih?

Weh, tumben-tumbennya Ratu Sejagad kangen sama rakyat jelata. Hmmm.

Hal tersebut terealisasikan sesudah Hyunjae bersiap-siap merebahkan diri di kasur kesayangan, berbekal selimut menutupi tubuh polosan -kebiasaan tidur sama Juyeon- dan jari-jemari lentik mengutak-ngatik kontak darurat, hapal mati pada nomor yang hendak dituju.

Satu dering.

Dua dering..

Tiga dering...

Fix, kalau nggak diangkat Hyunjae musuhin nih atasan.

Lima dering kemudian suara bariton dalam menyapa indra pendengaran, menggelitik gendang telinga direspon otak secara ambingu hingga tersalurkan ke organ kewanitaan.

Pengkhianat.

“Bapak nggak kangen saya?” Always to the point, straightforward Hyunjae is Juyeon's favorite thing amongst the others.

Gelak tawa renyah nan berat mengalun lembut, membuat Hyunjae ingin mencabik-cabik seprai sebab seperti disetrum listrik yang tak dapat dijelaskan lewat kata-kata.

Kangen. Kamu lagi ngapain memang?”

“Rebahan.”

Hmm, udah mau tidur?”

Hyunjae menggumam, memilin ujung selimut yang menutupi dada, “He eum, tapi saya kangen Bapak jadi saya telpon,”

Hooo gitu..”

“Iya..”

Hening melanda, rasanya Hyunjae mau gila. Gusar karena ada apa dengan kecanggungan yang mendera sambungan ini?

I missed you too, Baby.”

“Bapak jangan bikin saya sange dong, kan jauh nihhhh..” gerutu si Manis berusaha tidak mengarahkan tangan bebas ke bagian bawah, walau dua paha mengapit demi menggesek perlahan.

Why not? Saya nggak keberatan kalau kamu onani dengerin suara saya, Hyunjae,”

It doesn't feel the same,” erang gadis surai pirang tersebut menggigit bibir bawah, mendengar deru napas berat di seberang sana, isyarat bahwa Juyeon merasakan hal yang sama. “nggak sama rasanya kalau nggak ada Mas di sini, nyentuh aku, makan aku, hngh.. udah seminggu Mas pergi masa nggak kangen sama.. aku?”

Juyeon menghela napas panjang, bunyi gemerisik resleting dan kancing celana terdengar nyaring memekakkan telinga, disusul desisan lalu bisikan rendah, “Kamu pikir Mas nggak mikirin kamu? I thought about you all the time, Sweetie, wanna eat you so bad, wanna make you wet all over me, wanna lick your pussy till it pulses around my tongue–” Hyunjae mencengkram telepon genggam di telinga sementara tangan lain mulai menyusup menyapa klitoris, dia meraba liang sebentar buat mengambil pelumas alami sebelum naik lagi mengusap si daging. Mendengarkan seluruh monolog Juyeon tentang betapa rindunya menghujam Hyunjae dengan penis kebanggaan.

Fuckk.. Mas.. I'm so ready for you mmhh..”

Did you touch your clit, hmm? Ngebayangin mulut Mas main-main di sana?” Hyunjae mengangguk sembari menggumam, badan mulai meringkuk akibat rangsangan menerpa organ kewanitaan yang sensitif nan basah. “Oh, how I wish I was there, I'll make you squirt with my mouth only, Hyunjae,”

“Maasss.. Hyunjae mau.. nghh.. mau punya Mass di mulut..”

Juyeon mendesis, ia terdengar sedang mengocok kejantanan jika ditangkap bunyi squelch-squelch berasal dari genggaman seorang. “Of course, mulutmu nggak muat kalau ngulum punya Mas sampai pangkal, Sayang, but it does feel good when the head choked your throat right?”

“Hnghhh..” Hyunjae menancapkan geligi kuat-kuat membuahkan bengkak kemerahan mendera ranum tipis kesenangan Juyeon. Telapak makin liar bergerak mengusap, berani menyusupkan dua jari ke dalam liang sembari memompa agak cepat. “aahh.. aahh Mass.. Hyunjae dekeett..”

It's okay Baby,” Juyeon berbisik rendah lagi, kocokannya pun setara dengan deru napasnya. “come for Mas, ayo keluarin semuanya buat Mas..”

Tanpa aba-aba, perut Hyunjae mengejang disusul pancuran dan lolongan keenakan. Badan tertandak-tandak sebentar menghabiskan aliran sesekali mengusap si lubang kemih, liang berdenyut hampa tiba-tiba mengeluarkan sesuatu tak terduga.

Setelah meraih klimaks sepersekian detik, ia meraba pintu masuk liang, there's something blob out from her vagina and when she wiped it, she found blood. A fresh one.

Tatapan horror terlintas di manik rusa, sekejap ia berteriak lantang tanpa menghiraukan eksistensi Juyeon di seberang sana.

“ERICAAAAAAAAA!!!!!”

.

.

.

I'm sorry

Good Girl Gone Bad

Part 1

jumil🔞 with girl!Hyunjae

.

.

.

Sebetulnya Hyunjae nggak mau diginiin. Semenjak hubungan terlarang antara dia dan bosnya selama setahun lebih berlangsung, mereka seakan-akan sangat alami saat melakukannya, tanpa paksaan tiada batasan kecuali menyangkut pekerjaan.

Eh, nggak juga. Mengutip dari kejadian-kejadian nyeleneh di kantor yang sering terjadi tanpa sepengetahuan warga perusahaan, ketika pintu ruangan Juyeon telah tertutup atau kamera ruang rapat mendadak mati tidak meninggalkan jejak apapun. Ya, begitulah anak muda melewati umur seperempat abad.

Sekarang, Lee Hyunjae baru mendapatkan secuil masalah.

Secuil, not a big deal, unless she wants to grow it to the fullest. There are two option, let it free or let it live in her belly for 9 months.

Yap. You have my guess.

“Si Goblok, Hyunjae Goblok, GOBLOOOOKKKKK!!!”

Cermin sepantaran tinggi badan bergetar saat diterpa gelombang suara melengking di petak ruangan. Surai pirang yang baru saja diwarnai seminggu lalu terlihat berantakan akibat diusak terlalu kasar. Helaan napas memburu, dada menyesak, rongga dada bagai dibolongi sesuatu tak kasat mata. She felt helpless, ia marah pada dirinya sendiri setelah mengetahui adanya perubahan drastis.

Mommy?”

Hyunjae terkesiap sembari menoleh ke pintu kamar mandi, lirihan Erica bersamaan ketukan di papan penghubung menembus gendang telinga seorang. Mengingatkannya tentang keberadaan manusia lain di hunian. “Mommy you're okay?”

Does she want to tell? Does she want to share what's happening on her? Hyunjae membereskan kekacauan di wastafel, membasuh jemari-jemari yang tremoran sesekali merapikan wajah sebentar di pantulan kaca.

Raut Erica nampak khawatir ketika ia membuka pintu, senyuman lebar mengembang bagai dibubuhi soda kue lalu menarik gadis pendek tersebut dalam pelukan. Tahu sangat si Manis terkejut akan perlakuan.

I'm fine, cuman pusing aja dari kemarin,”

Mommy yakin?” Hyunjae mengangguk semangat, bahkan memberikan kecupan sayang tepat di pipi tembam bayi gulanya. “cause you look pale since this morning,”

Mommy banyak kerjaan jadi mungkin kecapekan,” gadis lebih tua mengusap puncak kepala, memandangi Erica yang masih sangsi terhadap jawaban, “I'm okay, Baby, mau makan apa malam ini?”

Hampir setengah tahun tinggal bersama Hyunjae membuat Erica jadi tahu kepribadian apa saja yang sering ia hadapi. Terkadang Sugar Mommynya bisa melempar jokes receh, terkadang bisa mengomel-ngomel even Juyeon pun kena imbas, terkadang Hyunjae bisa ketawa sendirian, creepy but she finds her amusing karena lucu, terkadang Hyunjae bisa jaim kalau lagi tak ingin diganggu.

Situasi terakhir selalu dihindari Erica agar tidak diusir dari rumah. Mau tinggal dimana dia hah? Di kolong jembatan? Nasib baik dia ketemu sosok aneh bin ajaib macam Hyunjae yang tiada angin hujan badai meteor garden menawarkan diri menjadi Ibu Gulanya.

Meskipun Erica sering ditemukan bertanya-tanya kenapa Hyunjae mau melakukan hal absurd seperti ini.

“Uangmu masih ada, Sayang?”

“Masih, Mom.

Okayy, kalau kurang ngomong ya, nanti Mommy transfer lagi,” Erica memperhatikan gerak-gerik Hyunjae ketika mereka menyantap makan malam, disponsori oleh bos sang Ibu, Lee Juyeon yang lagi di luar kota tanpa ditemani asisten utama. Her Mom was being quite, hanya berbicara sepatah dua patah kata itupun tentang keseharian Erica.

Mom.

“Iya, Sayang?”

Stop lying,”

“Huh?”

Erica menaruh sendok dan garpu bersamaan, dentingannya agak mengejutkan Hyunjae yang kini terdiam. Manik bulat gadis beranjak 20 tahun tersebut menatap tajam, menuntut penjelasan kenapa akhir-akhir ini Hyunjae terlihat sedang menahan sesuatu. Is it because of her boss? Apakah mereka mulai sadar kalau perbuatan mereka salah?

Mom, Erica bukan anak kecil ya, yang bisa Mommy bohongin, sekali Erica merasa Mommy nggak baik-baik aja, Erica pasti bakal tanya terus,” tuturnya pelan, Hyunjae menggigiti kulit mulut, ragu untuk menceritakan kebenaran yang ia alami dan tidak disangka-sangka. “mungkin kita baru kenal, tapi Erica percaya seratus persen sama Mommy, dan Erica harap Mommy begitu juga ke Erica,”

Mommy hamil.”

Ding Ding Ding

Siapa di rumah ini yang pasang jam gadang sebesar badan Erica hah?! Gila aja lagi pembicaraan serius malah mengejutkan dua insan di meja makan. Air muka Hyunjae sudah kecut sementara Erica berusaha memulihkan diri dari kekagetan akibat bunyi dentangan jam.

“Oke, ulangi Mom?”

Hyunjae menarik napas dalam-dalam, menghembuskan pelan, menenangkan gejolak sekelebat emosi, “Aku hamil, Er..”

O.. kay..

O... O.. Em.. Erica mengerjap-ngerjapkan mata, sangat cepat, sepersekian detik per beberapa kali kedipan. Otak mencerna judul pembahasan, terdiri atas dua kata dan panggilan nama. Membuat gadis itu terpana sejenak, kemudian berdeham supaya mencairkan suasana.

Wow.”

I'm so doomed, Baby!!!”

No no no,” Erica mencegah Hyunjae yang mulai menjambaki surai pirangnya, buru-buru ia menghampiri figur montok gadis lebih tua lalu membawa ke dalam dekapan hangat. “sshh sshh tenang Mommy, Mommy nggak sendirian loh, Mommy punya aku, silakan bergantung sama aku, apapun pilihan Mommy, Erica bakal terus di samping Mommy, bahkan Erica juga narik Sunwoo buat ikutan jadi supporter Mommy,” mendengar kalimat-kalimat keyakinan tersebut malah mengundang tawa geli dari Hyunjae yang sempat terguncang kesedihan, derai air mata tertanam di pelupuk tapi hiburan Erica membuat tujuan mereka menjadi tangis penuh haru.

I don't know what to do, Baby..”

Either you a-word which is very dangerous, or you keep it with me as your oldest kid who's having a baby brosis,” senyum jenaka tersampir di wajah manis membuahkan cekikikan Hyunjae lagi, mereka masih bertahan memeluk satu sama lain tanpa menghiraukan makan malam lama-lama menjadi dingin.

Do you think I capable enough to be a Mom?”

Well, you're being one right now, besides, you have me and Sunwoo, we can always take care of the baby together,” manik Erica berpendar aneh saat mengatakan, dan sebetulnya Hyunjae pun paham arah pembicaraan bayi gulanya tersebut. Bukan masalah kemampuan Hyunjae jadi Ibu, tapi menyangkut Ayah dari bayi yang dimaksud.

He can't know.”

Erica mengangguk, melayangkan kecupan tepat di puncak kepala sang ibu, “We won't let him know,”

Karena sejujurnya dari awal dia masuk dalam kehidupan Hyunjae, Erica tidak menyukai keberadaan Juyeon yang semacam menggunakan gadis lebih tua itu sebagai pelampiasan nafsu semata.

In the end, look what have they done now.

-to be kont-

'Film Me Up' Universe

jukev🔞

🎶Burning sensation making thirsty, intense stimulation becoming tasty

⚠️unconscious sex; pwp; kevin is being thirsty over juyeon; eating out; ride it like a champ yee-haw!

.

.

.

Pintu kamar berdecit saat dibuka seseorang, bunyinya diatur sekecil mungkin supaya tidak membangunkan penghuni, alhasil takkan ada yang mencurigai eksistensi makhluk lain menginvasi. Sebuah kepala bersurai abu-abu muncul mengintip melalui celah yang telah dibuat, tidak menemukan tanda-tanda kehidupan lantaran sang pemilik ruangan terdengar mendengkur halus.

Ou oh, he's like a cat, isn't he? Kevin tak sadar telah mengulas senyum lembut, gemas melihat buntelan di balik selimut bernapas sangat tenang setelah melewati hari yang melelahkan.

Yet, here he is, tip-toeing like some burglar, menutup benda penghubung sangat hati-hati kemudian mengunci ganda agar tidak satupun anggota menangkap basah. Dia bersyukur grup mereka mulai terkenal sehingga masing-masing member diberikan kamar seorang, termasuk lelaki yang ia kunjungi sekarang.

Juyeon menyembunyikan separuh wajah pada bantal, bernapas teratur membuat Kevin tak tega untuk membangunkan, padahal bersumber dari Chanhee, Juyeon pasti mau membantu bila berkaitan dengan pelepasan.

Kalian pikir dia tidak tahu kalau Younghoon dan Hyunjae kemarin sempat bertekuk lutut di bawah kukungan kawannya? Everyone in the group wasn't that oblivious, Honey. Hanya saja dalam kasus Kevin, ia baru merasakan euphorianya kali ini, dan ingin mencoba melepaskannya bersama Juyeon.

Eh, yang diminta bantuan malah tidur terlalu nyenyak sampai-sampai Kevin berpikir keras bagaimana cara melakukannya.

Apa... dia beraksi sendirian? Juyeon tidak akan marah kan, this is Kevin we talked about, sedekat apapun si Pemuda Januari pada dua orang kakak mereka karena satu unit, ada perasaan caper yang sering Kevin tangkap disaat mereka sedang berduaan saja.

So fair enough. Juyeon's seeking for his attention and Kevin's thirsting over his cock. Oh, and his ass also.

Kevin menarik napas dalam-dalam sembari memandangi figur jangkung yang meringkuk di balik selimut, posisi miring ini agak menyusahkannya untuk memulai sehingga perlahan ia merayap ke sudut kasur buat membenarkan postur Juyeon menjadi telentang.

Bunyi napas menukik tajam saat Kevin berhasil melakukan, ia mencuri-curi pandang kemudian beringsut memasuki selimut tepat di kaki panjang. The feeling is a whole new world for him, rasa pengap dan sesak mendera pernapasan namun Kevin malah ditemukan bersemangat jika didengar dari detak jantung seorang.

The best thing that happened to be lucky side of him is Juyeon didn't wear anything but a tight boxer. Manik Kevin berkilat-kilat penuh antisipasi begitu menangkap siluet garis gundukan terbalut material, masih inaktif seperti pemiliknya, tidak mengetahui adanya seseorang di sekitar mereka. Seketika mulut Kevin bergumul liur, ia merasakan dahaga tak tertahankan padahal jelas-jelas penampakan penis layu belum dilihat kasat mata. Perlahan-lahan ia mempekerjakan jemari, memegangi karet pinggang lalu menurunkan kain hingga batang kemaluan terekspos sempurna.

Oh fuck.. Fuck him, fuck Kevin, dia sudah menduga kalau barang temannya bagus buat dijadikan pemuas nafsu anggota, pantas saja Younghoon dan Hyunjae saling bersaing merebutkan Juyeon, kalau ternyata this sleepy airhead has a massive package that hidden inside his pants.

Kevin menenangkan diri, mengipasi wajah yang tiba-tiba berpeluh entah sejak kapan. Adiknya sendiri menggeliat di balik celana piyama, seakan memberitahu dia juga ingin disentuh, gerombolan liur ditegak sedikit menghilangkan rasa haus. Membayangkan bagaimana jika si burung bangun menegakkan diri lalu menyodok tenggorokan Kevin sampai radang.

Oh, his cock said the same thing. Do it, Kevin! He won't mind! He'll be very happy if the attention he seek all this time to you is being returned and change it into pleasure.

Pada akhirnya Moon Kevin mendengarkan ocehan penisnya dibanding akal sehat yang notabene lebih rasional. Thinking with his dick is more than what he appreciated. Pemuda manis itu meludah ke telapak tangan, beberapa kali lalu membawa ke gundukan. Dia membelai dari kepala sampai ke setengah batang, macam tengah mengusap seekor binatang. Pelan-pelan ada perubahan akibat elusan, batang dirasa mengeras, bangun terhadap sentuhan.

Kevin nyaris menjerit kesenangan. Selayaknya berhasil membangunkan anak singa untuk sekadar bermain bersama. Telapak membentuk genggaman senantiasa mengusap hati-hati sampai daging tak bertulang tersebut menegang seutuhnya, menggeliat kecil-kecilan.

Oh.. ohh seandainya Kevin punya organ kelamin wanita, pasti dia akan membasahi celana yang dikenakan saking terangsang melihat kemaluan Juyeon di tangan. Si Manis bergerak sedikit, tidak terburu-buru, tak hendak membangunkan si pemilik burung, cukup mendekatkan hidung untuk menghirup aroma maskulin di sana, ooohh.. he feels like a pervert right now, mengendus permukaan keras, menikmati bau khas Juyeon seorang.

Sebuah jilatan kucing menjadi uji coba mendarat tepat dari pangkal menuju bawah puncak gendut, tangan setia memegangi sisi lain, sementara ia menjilati bagai es krim yang tidak pernah meleleh.

Speaking of unmelted ice cream, Kevin tidak sabar hendak mengulum si batang. Dia juga memberikan jilatan kecil mengitari lingkaran jamur, memainkan indra pengecap di kepala rentan hingga liur menetes-netes akan produksi berlebihan tersebut. He has a thing for circumcised cock, because he know that's the clean part of it when it comes to a blowjob.

Bibir tipis pun telah merasai bagaimana mengecup gurat-gurat nadi yang berseliweran, tarikan sudut naik ke atas menggambarkan kebahagiaan mendapatkan organ si kawan. Kevin memberikan kecupan terakhir di perbatasan kepala dan badan kemudian mulai memasukkan ke rongga makan secara perlahan.

Mmhh.. sooo full.. Kelopak mata Kevin buru-buru terpejam begitu mahkota penis menyapa dinding mukosa, berkenalan dengan lidah maupun geligi mungil sehabis itu diarahkan ke tenggorokan sebentar.

Oh shit! Si Manis tergesa-gesa mengeluarkan sebentar, merasa kepala jamur terlalu memenuhi sehingga ruang bernapas mendadak sesak. Dia mencoba berdeham kecil, menatap kemaluan di hadapan lekat-lekat lalu mengulum kembali. Raut wajahnya tidak dapat dilihat siapapun akan tetapi semua orang pasti tahu kalau dia sangat menikmati sumpalan di mulut seorang. Lidah ikut melambai-lambai di sekujur batang, sesekali pipi menirus menandakan hisapan. Kevin menggelinjang pada sensasi terbakar di tenggorokan, menaikkan intensitas dahaga yang tak pernah puas apabila hanya bergerak sendirian.

He needs Juyeon to move, to fuck his throat till the burning sensation throw his thirst away. Tetapi sekali lagi sang pemilik organ intim di mulut Kevin masih setia diculik alam mimpi, seolah-olah rongga hangat nan basah, tegangnya adik di dalam terowongan tidak membuat Juyeon meninggalkan kepulasannya. Jadi, Kevin pun harus bersabar sembari terus menghisap sedikit kuat sampai anak mani melukis dinding saluran.

Untuk penisnya sendiri, ia mengulurkan tangan bebas, bergerak mengocok seirima dengan mulutnya. Penis Juyeon berkilau setelah saliva Kevin melebar kemana-mana, dan si Manis berusaha menopang badan menggunakan siku disaat tangannya memegangi pangkal.

Puah! Kevin melepaskan sejenak demi mengambil napas. Cukup puas pada pencapaian merasai kelamin sang kawan yang tetap terlelap nyenyak. Merasa selimut mulai memanaskan pori-pori kulit, Kevin bangkit setengah badan sebelum melempar si material ke lantai, menggerutu di bawah kecepatan napas tentang sulitnya bergerak di dalam kain tebal.

Sekarang Juyeon benar-benar terekspos dunia luar walaupun lelaki tampan yang bersangkutan mendengkur lebih keras. Wah, ini semacam keberuntungan semu apa bagaimana nih? Kevin tidak menunggu lama mengambil aksi, langsung saja gercep menungging bertumpu siku untuk melahap si organ kembali. Menaik-turunkan kepala sendiri sesekali melesakkan puncak jamur dalam-dalam hingga bunyi tersedak memantul ke ruangan. Batang keras tersebut meneteskan anak mani, tentu saja Kevin berapi-api ingin mengeluarkan lebih.

Sekitar dua menit menghabiskan waktu di kemaluan, Kevin melepaskan sampai berkilau saliva. Dia menjilat lagi, menekan parasan lidah di permukaan basah sebelum turun.. turun.. mengenai bola kembar. Oh shit man so heavy as Juyeon can comes anytime he wants. And the smell is getting stronger here, making his head spinning like crazy, gimana kalau pas Juyeon keringatan hm?

What– Kevin you are a pervert now.

But I can't help it' ia mengerang dalam hati sambil terus membenamkan hidung di kerutan-kerutan kulit yang melapisi testis, manik menatap sahabatnya kemudian mengulum salah satunya. Pinggul Juyeon terhentak refleks ia melepaskan dengan bunyi 'pop', isyarat si pemilik mulai merasakan keanehan di saluran mimpinya. Kevin bergegas memainkan lagi di dalam mulut, bergantian, memberikan perhatian sampai terselimuti liur tebal.

Bibirnya turun ketiga kali dengan jantung berdebar-debar penuh antisipasi, yes, yessss he will tastes this ass, he will overcome his thirst that has been there since he knew the Bermuda had screw each other simultaneously. Kerutan kering menyapa pandangan menyebabkan Kevin menjilat bibir lalu perlahan ia menenggelamkan muka, mengecupi sekitaran pintu masuk.

Dia tidak menyadari kalau kepala Juyeon bergerak ke sana kemari seraya menyeringitkan dahi, terbingung-bingung akan sensasi hangat di bagian belakang, disusul rasa basah nan lengket karena perasaan mimpinya sedang bermain di taman air. Oh, ohh okay wajar dia basah-basahan kayak gini.

Kevin yang melihat pergerakan itu menyantap makin ganas, menjilati sama seperti perlakuan pada penis serta testis sekalian memakan liang sang kawan bagai sajian restoran bintang lima. Isi kepala mendadak pening, menginginkan lebih dari sekadar jilatan. Dia memberanikan diri meneroboskan indra melalui lingkaran ketat, hampir melenguh begitu dinding satin menjepit erat.

Fuck, he's tasting his friend, his Juyeon. He can't describe what flavor it is cause it's beyond human can tell. Seluruh panca indera terfokus pada lubang, mengerahkan mereka demi memenuhi dahaga seorang.

Di sela-sela makan, Kevin mengulum dua jemari miliknya, dirasa terselimuti ludah barulah diarahkan ke belakangnya sendiri, celana piyama memamerkan pantat menggemaskan lalu berujung memompa digit di lubang yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Anak mani di penis Kevin menetes macam kran bocor, mencetak di material, sangat merah ingin disentuh secepatnya.

Kevin juga tidak tahan lama-lama kalau memakan Juyeon terus, dia tergesa-gesa menyelesaikan jilatan panjang sebagai penutup karena hendak menuju ke tujuan sebenarnya.

Sandang di kaki jenjang mengikuti nasib selimut Juyeon. Kejantanan mengacung tegak masih berkilauan saliva, sedikit-sedikit ia menggeliat sebab tersapa udara. Kevin menumpu lutut memerangkap pinggang ramping pemuda di bawah, memijat si batang secara lembut menemukan Juyeon bergerak lagi dalam tidur. Ah bodo amat kalau ketangkap basah, siapa tahu Juyeon mau gantian menggenjotnya.

Sambil memegangi pangkal, puncak jamur diarahkan ke lubang, dia belum mau melesakkan sekali, masih bermain-main menggesek di belahan, Kevin terpejam nikmat, rahang terjatuh meloloskan desahan.

“Aahh.. fuckk..” lirihnya perlahan menyantaikan liang begitu memasukkan, peregangan tidak terlalu menyakitkan lantaran persiapan yang telah dilalui sebelumnya, dinding berlomba-lomba membuka jalan, menerima dengan baik tamu asing kesukaan sang pemilik lubang.

Surai abu-abu merekat di kening, napas Kevin agak berat seiring ia menurunkan pinggul hingga pantat bersentuhan dengan paha kokoh. Isyarat bahwa Juyeon sudah masuk sepenuhnya, ia melirik ke arah pemuda lain, hebatnya masih tidak menyadari usaha Kevin selama ini. Padahal kalau berganti posisi, si Manis pasti sudah bangun menjerit bila Juyeon menerobos paksa si liang senggama.

Bahkan di saat tidur aja nggak peka' batin Kevin geleng-geleng kepala, antara tidak percaya, takjub, dan tidak masuk di akal. Dia bergerak hati-hati, testing the water, menggigit bibir bawah kuat-kuat demi meredam desahan saat pinggul mencoba menggoyang.

“Mmmh.. mmhhh..” Kevin merayapkan salah satu tangan ke dalam piyama, memelintir puting kiri tanpa menghentikan tunggangan, dua kaki berpijak di alas tidur, sementara tangan lain menjadi tumpuan sementara. Fuck punya Juyeon menembus saluran terlalu dalam, belum lagi diameternya yang tebal, menciptakan rasa perih di lingkaran tapi sedap tak tertahankan.

Kevin terlalu sibuk mengejar kenikmatan dunia sehingga tak sadar kalau Juyeon telah melek sejak dua menit ketika dia menggoyang. Manik kucing mengerjap-ngerjap bingung, baru terkoneksi pada sensasi sempit setelah ia menyaksikan lelaki rambut abu melompat sambil menahan suara. Refleks Juyeon mencengkram pinggul untuk menghentikan, membuahkan keterkejutan.

“Juyeon!”

“Ngapain hm?”

Kevin tergagap, jantung serasa mengendarai wahana roller coaster, melambung tinggi, meluncur ke bawah, tepat di bagian selatan.* He can't say a word, more like a breathless stuttering of his friend's name. Cat got your tongue*, Moon Kevin?

I asked you.”

“N-nothing!”

Nothing apanya kalau lubangmu sekarang menjepit organ yang menyusup, Kevin. Juyeon menaikkan satu alis, bangkit dari pembaringan seraya menarik tubuh pendek beberapa centi menjadi lebih rapat. Deru napas saling menerpa satu sama lain, manik kucing keduanya berpendar bermakna lain-lain.

Did you take advantage of me?”

Si Manis menggeleng pelan, sirat ketakutan terlintas serta tubuh mendadak gemetaran. Juyeon menatap penuh tuntutan, mendekatkan wajah hingga bibir mereka sedikit lagi bersentuhan. “Answer me, Baby.”

“S-Sorry.. Papi..”

Ulas senyum kepuasan tersampir di tarikan bibir kenyal, ketampanan yang melekat menambah desiran jantung Kevin seorang. Oh no, kenapa dia tidak cepat-cepat selesai sih daripada berhadapan dengan dominasi kawannya?

“Hmm, kenapa minta maaf? Kan bikin Papi enak?” Juyeon menghentakkan pinggul pelan-pelan, menghasilkan rengekan serta pegangan di pundak. Bibir Kevin bergetar dipagut mesra, simpulan yang tertanam di bola, berangsur meluncur melalui lubang kemihnya. “hmm?”

“Huaaa!” Kevin berusaha menutup si adik agar berhenti mengucurkan cairan. Mereka cuman menautkan ranum yet here he is back to be a virgin again. “no.. mhh.. nooo..”

Juyeon tidak memberi ampun, melainkan mengubah posisi mereka hingga Kevin memantul di kasur. Kedua tungkai jenjang ditekuk sebelum ia menghujam cepat.

“Aaahh- aahh! Nghhh Papi!”

“Keras-keras, Kev, biar satu asrama dengar kamu keenakan Papi goyang,” sahut Juyeon seraya menyeringai lebar tanpa menghentikan irama genjotan. Dia musti mengakui kalau lubang Kevin tidak kalah enak dari Younghoon, menyebabkan ketamakan mencoba yang lain menggrogoti sanubari.

“Aahh punya.. ngh Papi.. aaahh aahh!” Si Manis tak dapat mengutarakan maksud dari desahan selain silabel 'ah' 'ah' saja yang diloloskan. Juyeon fucked him too good, puncak tak berhenti menumbuk selaput rentan di dalam, menumbuhkan stimulasi intens yang mempengaruhi kemauan orgasme tak disangka. Seperti yang pertama tadi.

So this is why I'm getting weird dream, hmm?” selagi anak orang digenjot, Juyeon menunduk menjilati puting mencuat, menambah volume jeritan Kevin serta rambut-rambut halus melambai ke kanan kiri. “Papi mimpi ada orang tiba-tiba datang dan duduk di antara kaki, Papi pikir itu Hyunjae cause he always begged on his knees though, blowing me but I don't think it would be you, Kevin,”

Kevin merengek nyaring, tidak bisa merespon lantaran kepala maupun telinga disumpal bunyi penyatuan di sarang, squelch.. squelch.. belum lagi napasnya Juyeon di dada, mana terpikir apa-apa lagi selain mendesah tidak keruan.

“Papi.. Papi.. deket nghh!”

Juyeon menggumam, memandangi fitur cantik nan menggemaskan di bawah kukungan, surai abu disingkirkan selagi ia mempertemukan bibir kembali dalam tautan candu. Kevin membalas susah payah, sengaja membuka rongga demi melilitkan lidah.

Did I tell you about the taste beyond human? Yes I did. Because our ash-grey hottie here cannot think of anything besides his friend's dick inside him and the long tongue shoved into his throat. Mereka merasakan peluh masing-masing, bahkan Juyeon tega melucuti kaos maupun piyama yang melekat di badan, menyisakan kepolosan kulit saling bersentuhan memercikkan api di sekitar.

“Ughh.. nghh.. Papi coming..”

Go ahead, cum for Papi, Kevin,” Juyeon mengizinkan lelaki yang digagahi mencapai puncak kedua kali, untaian-untaian putih macam tali kini mendarat di perut mungil, Juyeon tetap menggoyang, tak menghiraukan rengekan malah bersemangat membuatnya rentan berlebihan. Dia pun sebentar lagi mau sampai, lantaran dinding saluran memijat terlalu kuat.

Please please mau Papi di dalam hhnghh..”

“Hmm, do you deserve it or not?”

Kevin mengangguk cepat, air mata keenakan merembes dari pelupuk sesekali mengerang nyaring. Perubahan bentuk organ yang keluar masuk dirasa melonggarkan liang, menandakan Juyeon juga ingin melepaskan paket di bola kembar eh.. sayang sekali ia mengeluarkan seluruhnya.

“Waaa!!!” teriak Si Manis kecewa. Juyeon tertawa keras, lucu melihat betapa Kevin mendamba adik di selangkangan. Dia mendudukkan diri tak jauh dari figur langsing, kaki membuka agak lebar sembari menepuk-nepuk paha.

Ride Papi and make me come with your skill, Baby.”

Dengan sisa kekuatan, tenaga, energi atau apapun yang dimiliki Kevin, pemuda rambut abu tersebut melesat setelah diberi perintah menunggangi penis kesukaan. Dia tidak perlu aba-aba, sontak menjebloskan sekali masuk sebab merasa longgar tak terkira. Kedua anggota saling menggeram, menautkan ranum entah sudah berapa kali demi membuat Juyeon keluar di dalam Kevin.

Kalau soal menunggangi, Kevin jagonya. Buat apa dia work out leg day kalau bukan tujuannya seperti itu? Walaupun sebetulnya dua kakinya masih bergoyang bak jeli sehabis klimaks tadi, ia tidak ingin mengecewakan Juyeon. Kecupan-kecupan mesra mendarat di leher, mengundang rasa geli serta sensitif di parasan kulit.

“Papi.. nghh.. enak nggak? Lubang Kevin enak nggaakkk..” erang Kevin berulang-ulang sambil terus meloncat naik turun, Juyeon menyeringai, membantu bergerak lawan arah, menemukan pekikan bernada tinggi.

“Iya dong,” tamparan mendarat di pipi pantat terdengar sedap di gendang telinga, Kevin sempat terjengit sebelum melanjutkan. “eleven to ten, you're the best hole I've ever had,”

Pujian picisan itu menyetrum persendian Kevin menjadi lemah, meleleh sejenak sehingga ia mencapai batasan. Juyeon yang melihat berulang kali berbisik mengancam sekaligus menampar permukaan bantalan tembam.

“Kamu mau bikin Papi keluar kan, Kev? Kenapa malah berhenti heum?”

“Capek.. nghh.. Papi please come already..”

“Ah Papi nggak mau keluar kalau bukan Kevin yang tunggangin,”

Huaaaaa Kevin musti gimana, di sisi lain dia capek di sisi lain dia juga mau Juyeon menyemai benihnya di lubang. Melukis dinding satin menggunakan sperma sampai ia menyimpan lama-lama.

Akhirnya, sekali lagi Kevin berpikir dengan kelamin, ia mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa, melanjutkan loncatan, mendengarkan alunan tamparan paha dan pipi pantat sintal. Juyeon tersenyum riang, menghirup aroma citrus di leher kecil, mau meloloskan klimaks yang selama ini ditahan.

Kasihan anak orang disuruh gerak terus, hihi.

Hentakan pinggul terkuat sepanjang Kevin digagahi dari awal menandakan Juyeon telah meraih orgasmenya. Betul kata si Manis tadi, sensasi hangat nan basah membludak di saluran belakang. Kevin terhenti mendadak, tersengal-sengal seraya menyandarkan kepala di pundak tegap. Tubuh menggigil padahal tidak ada demam. Sementara Juyeon mendekap erat sesekali mengelus surai abu yang lembab.

“Kev?”

“Hmm?”

“Kan bisa bangunin aku,”

Belum ada jawaban, Juyeon hanya mendengar tarikan napas sangat halus.

Molla..”

Si Tampan menahan tawa, kini mengusak si rambut agar berantakan, “Tumben-tumbennya datangin aku, biasanya sok jual mahal,”

“Dih, siapa yang sok jual mahal,”

“Oh hoo, in denial sekarang? Mau kayak Hyunjae?”

Kevin mencebik, menekan hidung di bahu kokoh seraya menghirup bau badan sang kawan lamat-lamar. He smells dreamy and he doesn't want stay away for a minute. “There's this feeling after seeing you out from Younghoon's room,”

“Hm.. what feeling?”

“Kayak..” Si Manis menegak ludah, “kayak pingin digituin juga sama kamu, you know Hyung is very loud, don't you? He called you for nth times while you fucked him good so it.. it intrigued me,” suaranya mengecil sesudah menjelaskan, takut Juyeon menghakimi apa yang ia katakan. Namun, sedetik keheningan pun Juyeon tidak melakukan apa-apa selain mengusap punggungnya.

“Oh gitu..”

I know, it sucks.”

“Huh? Aku nggak bilang,” pemuda yang memangku menarik kepala Kevin agar mereka saling bertatapan, menemukan bibir tipis diganyang geligi mungil menyebabkan Juyeon mengecup perlahan.

Oh no, did you guys hear the sound of heart crashing?

“Kamu bisa datangin aku kapan aja, Kevin,” netra setajam elang namun tersirat kelembutan memaku pandangan lelaki lebih muda. “I have a soft spot for you,”

How about them?” Kevin berbisik pelan. Tidak tahu kenapa tiba-tiba melontarkan pertanyaan ambigu sementara ia dan Juyeon sama-sama tahu kalau peran pemuda visual grup tersebut hanyalah sebatas pelepas ketegangan seksual.

Ouch, kok terdengar kasar ya?

But, Juyeon didn't mind. He got the same pleasure as he did to other members. So, it's a win-win situation for them. Termasuk Kevin di dekapannya sekarang, meringkuk macam anak kucing yang minta disayang setelah menghabiskan sesi panas hingga keluar dua kali.

“Kenapa sama mereka? Ya mereka mungkin punya waktu juga,”

“Atau kamu bikin daftar aja supaya kita nggak rebutan kalau lagi 'mau'” Juyeon tergelak renyah sesudah mendapat usulan, dia tak menjawab tak juga mengabaikan, cukup tawa geli meluncur sudah menjadi respon terhadap pertanyaan tersebut.

Lagipula Juyeon tak ingin apa-apa, he did it cause he wants it and he wants nothing more from it. Sudah tiga anggota yang bersimpuh meminta bantuannya, besok-besok siapa lagi nih?

.

.

.

©️Finn

🎶berawal dari facebook baru- nggak, berawal dari angan-angan semu, bertanya-tanya pada kubu soal keinginan menulis Kevin mengulum, dan menunggangi Juyeon, dan boom terjadilah film me up au lain edisi jukev. Thanks for reading fellas~ hope u enjoy it

jukev🔞

A lost demon came to Kevin's room last night for seeking a food called lust.

Warning : porn without plot cause I'm bored af and need jukev; demon!juyeon; he has 2 dicks; trans!Kevin; tentacles.

***

.

.

.

***

Hujan badai di kala larut malam tak sanggup membangunkan tidur seseorang, even the said person is a light sleeper. Gemuruh petir saling bersahut-sahutan memecah kesunyian, light a flame on the grey skies, with heavy rain been poured since two hours ago.

Siapa manusia normal yang mau repot-repot bangun karena badai? Selimut tebal mengalungi badan, menyalurkan kehangatan begitu atap diterpa kawanan hujan lebat beserta angin dingin melambai meresap di pori-pori pondasi, hanya dianggap pengantar tidur, semacam cerita dongeng yang dibacakan Ibu.

Kevin benar-benar capek setelah meluangkan waktu seharian mengikuti kegiatan kampus. Ketika langit telah menunjukkan tanda-tanda hendak menangis, secepat mungkin ia berpamitan dengan teman-temannya dan berlari ke halte terdekat untuk menanti bus menuju apartemen seorang.

Sesampai di rumah pun, ia hanya memanaskan makanan sisa sekaligus membersihkan diri, bersyukur bisa melakukan multi-tasking sehingga pekerjaan menjadi lebih cepat diselesaikan dalam satu waktu. Begitu ia menyusup dalam lautan selimut, disitulah hujan mulai turun mengguyur.

Masa bodoh sama basahnya daratan, yang penting dia terlelap nyenyak.

Petir setia memecah keheningan malam, semakin besar suaranya tidak diindahkan pemilik kamar. Rupanya, dia juga mengabaikan eksistensi cahaya terang bersamaan kilat, menampakkan seseorang berdiri di sudut ruangan.

The said stranger stayed for a while. Memandangi buntelan manusia di balik kain tebal penuh minat. Selayaknya menemukan mangsa yang selama ini ia cari kemana-mana. Langkah begitu ringan, tiada beban, tipis bagaikan kapas tak terdengar di lantai, menghampiri sosok yang tertidur pulas, mata merah berpendar kesenangan.

Kuku-kuku panjang mengarah ke pipi agak tembam, mendapati kerutan tidak suka akan kontras suhu mereka namun si pemuda manis tidak bergeming, melainkan makin membenamkan hidung pada bantal.

Juyeon mulai menyukai manusia ini. Selain sedang tidak sadar, raut wajahnya cantik jika dipandangi terus-terusan, aroma darahnya pun menggelitik indra penciuman. Garis bibir bahkan volume tak tebal yang dimiliki seakan meneriakkan betapa mungilnya rongga makan bila salah satu tentakel menyumpal.

Hahaha. Dia jadi tidak sabar hendak menyantap mangsanya sekarang. Juyeon bersyukur Chanhee mengusirnya dari Neraka setelah mengganggu setan cantik itu tanpa henti, merapalkan mantra tak kasat mata sehingga ia terdampar di kamar pemuda asing yang merupakan tipe makan malamnya. Dengan bau darah ditambah nadi berdenyut stabil, menandakan bahwa Si Manis tidak apa-apa dicicip sebentar.

He doesn't need to take off his clothes, setelannya bahkan tidak pantas disebut pakaian jika hanya terdiri dari celana kulit hitam yang membungkus kaki jenjang, dimana atasan tidak diperlukan, dan bermacam-macam tato menghiasi seluruh parasan. Juyeon menjilat bibir saat menatap pemuda itu sekali lagi, membuka membisikkan sebuah kalimat asing agar makan malam kali ini tenang tanpa adanya gangguan.

Selimut hangat bergerak dengan sendirinya, meluncur ke lantai, tergeletak pasrah, sama seperti posisi Kevin sekarang. Yang sebelumnya miring, menjadi terlentang, bernapas pelan, memudahkan Juyeon berada di tengah-tengah selangkangan.

Juyeon bernasib mujur, selain bunyi hujan menutup indra pendengaran si manusia, rapalan mantra mengakibatkan Kevin tidak merasa apa-apa selain mimpi yang akan ia alami begitu Juyeon mulai menggunakannya. Celana piyama satin milik si Manis diturunkan oleh kuku-kuku tajam, menampilkan organ kemaluan kesukaan. Menaikkan nafsu Juyeon, mengeraskan dua batang di balik celana.

Kevin tiba-tiba mengerang, hendak mengapitkan kaki sebab kenapa kulitnya menjadi dingin tidak ketolongan? Liang pun berdenyut kaget, heran mengapa dia terekspos udara luar? Juyeon tentu saja makin terangsang, berhasil melucuti celana ketat, dimana penisnya menampar abdomen seorang. Did I say two? Yes I did.

A Demon like himself has benefits when it comes to sex. Two cocks and four tentacles as its weapon. Siap menggempur lubang siapapun, memenuhi setiap rongga di tubuh mangsa, menyalurkan kenikmatan tak ada duanya di dunia fana. Sampai mereka tidak dapat melupakan momen bersama Juyeon dan ingin terus mencoba berulang-ulang. Like a greedy human being they are.

Kuku panjang mulai merayap di setiap inchi permukaan paha dalam, menggrayangi sampai rambut-rambut sekitar berdiri, melambai mencari belaian. Iblis tampan tersebut menggores belahan labia, tepatnya di klitoris, mengakibatkan Kevin terlonjak sembari membuka mata.

“W-What..” Si Manis terkesiap refleks menyalakan lampu tidur di meja nakas, mata membulat sempurna ketika menemukan sosok tinggi menjulang bertanduk hitam dan jangan lupakan telanjang sedang berlutut di tengah-tengah kakinya.

Sebelum ia dapat berteriak, sebuah tentakel berhasil membungkam mulut terbuka.

“KHHH!!”

Juyeon menyeringai, “Hai, Manis..”

Peluh keringat membasahi seluruh wajah, padahal saat itu pendingin ruangan serta hawa sejuk bekas hujan menusuk tulang. Warna pucat pasi merubah air muka, diiringi dentuman jantung di balik rongga dada, keras memompa seluruh darah bekerja ekstra. Sebuah alarm berdenging nyaring di otak, bahasa tubuh menandakan ketakutan luar biasa. Namun, Kevin bisa apa selain membeku di tempat dengan sesuatu berlendir tengah menyumpal kerongkongan.

“Khhh- kkhhh-”

Easy, I won't hurt you,” ucap sang Iblis tersenyum tanpa dosa, melihat adanya perlawanan dari kedua tangan untuk menyingkirkan maupun melukai, tentakel lain langsung menyosor mengikat pergelangan. Kevin menandak-nandak di kasur, kini mengerahkan kedua kakinya. “stay still atau aku akan membunuhmu di sini.”

Setitik air mata menetes seiring si Manis menggeleng-gelengkan kepala terhadap ancaman. Dia merasa lemah, rapuh di bawah pandangan tajam, belum lagi kuku-kuku itu menggores kemaluan, membangkitkan gairah menuju selatan, membasahi seprai yang mulai awut-awutan.

Dia tidak diberi kesempatan berbicara atau mendesah akibat sumpalan yang bergerak keluar masuk layaknya sedang mengulum organ. Mata terbuka sangat lebar demi memperhatikan bagaimana Juyeon dan dua penisnya memposisikan diri ke tempat peraduan.

Oh shit. What a monster.

“MMMHHH!” Pemuda manis tersebut tak sengaja menancapkan geligi di permukaan tentakel hitam, mengundang desisan nikmat dari sang Iblis yang berhasil melesakkan kepala gendut ke dalam liang miliknya. One is for the pussy, and another for his hole.

Diameter terlalu tebal dibanding ukuran kejantanan manusia pada umumnya. Mungkin karena dia adalah makhluk serakah? And a demon of course sebab tanduk besar menyita perhatian. Is he an incubi? Tapi kenapa dia punya dua kelamin?

Fuck. So tight, Sweetie..” Kevin menggelinjang akan pujian, geraman berat nan dalam memecah menutupi bunyi derasnya hujan. Dirasa lelaki lain terbaring tak berdaya, Juyeon melepaskan tentakel di mulutnya, melambai-lambai bagaikan ekor binatang kemudian mendarat di klitoris Kevin yang berdenyut kuat.

“Aaahh! Aaahhh!” Kasur berdecit menabrak dinding begitu Juyeon menggenjot melesakkan seluruh batang. Sarang yang membungkus organ meregang membentuk diameter di luar nalar. Kevin mencengkram seprai hingga buku jari memutih, isi kepala tidak jauh-jauh dari sensasi gesekan di dua lubang yang memenuhi saluran.

Shit, Chanhee's so damn right, you taste good, Baby Boy,”

Kita tidak perlu khawatir tentang pelumasan yang dibutuhkan Kevin. He became two times wetter cause of the spell. Dia tidak akan merasa sakit, perih, sebaliknya kenikmatan dan panas serasa membakar seluruh titik sensitif. He can't hear a thing except the sound of skin slapping or squelching from his pussy.

“Ngh! Aahh.. mmh..” Juyeon mengeraskan geraman dirasa Kevin terlalu sempit saat digenjot. Kuku menancap tak etis di samping kepala Kevin, menyobek material, mata merah menyala di remangnya ruangan, napas saling beradu, manik sipit Kevin menyayu disertai erangan patah-patah setiap kali Juyeon menghentak maju. “please.. ngh.. too full..”

“Tentu saja, Manis,” sebuah jilatan panjang mendarat dari pelipis ke dagu, membasahi permukaan menggunakan liur. Kevin tidak dapat melakukan apapun, dua tangan tetap terbelenggu, badan tertandak-tandak mengikuti irama pinggul lawan. Tentakel bebas mengambi alih, menjejalkan bentuk menuju rongga makan sampai Kevin tersedak hebat dengan netra terbelalak.

“KHOKKHH!”

Aliran nafsu di dalam badan Juyeon membara bak sulutan api Neraka. Seringaian melebar nampak menyeramkan tapi siapa yang bisa melawan selain menerima suguhan. Belum lagi penis besar yang menghujam berulang-ulang, menyuarakan bunyi sedap di dua lubang. Rasanya Juyeon tidak ingin berakhir begitu saja, masih mau menikmati sejauh mana Kevin bertahan.

Simpulan di perut Si Manis mulai menguat, pertanda ia tidak sanggup bila distimulasi berlebihan, hendak meloloskan selepas-lepasnya terhadap kesensitifan dari genjotan bertenaga di luar nalar. Juyeon membiarkan punggung Kevin membusur diikuti bunyi tersedak, the human came loudly with gushing sound from his pussy only. Tak langsung berhenti, terus menerus membasahi selangkangan kedua makhluk di kasur.

Juyeon tertawa riang, bersemangat menyuruh sang tentakel mengusap-ngusap lubang kencing supaya meleber kemana-mana, menumbuhkan getaran di sekujur anggota gerak, dan mengucurnya cairan kembali sebagai penutup klimaks pertama.

Tentakel hitam berlendir di mulut menyodok kerongkongan, menyebabkan bola mata Kevin terputar ke belakang akibat nikmat yang disuntikkan. Apalagi dia habis orgasme, kehausan akan sentuhan semakin menjadi-jadi di peredaran.

Dia menangis, melepaskan cengkraman lalu merentangkan tangan, meminta si Iblis untuk menggagahi lebih ganas, karena isi otak hanya berputar di sekitaran keberadaan Juyeon di antara paha.

“Oh.. Sweet Baby Boy,” ucap Juyeon menumpu badan menggunakan lengan kekar, Kevin menarik ingus, tak sengaja mengenyot tentakel di mulut, menghasilkan senyuman pemuda di atas sesekali menggerakkan tentakelnya seolah Kevin sedang mengulum kejantanan sendiri. “do you like it, Baby? Do you like sucking it?”

Sebuah anggukan menjadi jawaban sekaligus mulut Kevin menghisap bagai permen. Lidah dipekerjakan mengitari sekujur rupa licin yang senang diberi sentuhan. Juyeon menyeringai memamerkan gigi-gigi tajam, mungkin nampak seram bagi orang awam tapi Kevin hanya melihat ketampanan berkilau di manik kucing miliknya.

“Mmmhh.. mmhhh..” gumam Si Manis mulai mengulum lebih rakus, sebagai respon betapa cepatnya Juyeon menghancurkan dua liang sempit di bawah. Dia gusar mau keluar, mengalungkan kaki di pinggang ramping supaya mereka lebih rapat.

Want to cum? Want to wet me that bad?” Kevin tergesa-gesa menganggukkan kepala kemudian menyusul orgasme kedua, geligi menancap kuat di parasan tentakel dengan otot dikerahkan memancurkan air pelepasan. Juyeon mendesah nikmat, memuji bagaimana dua lubang menyempit akibat klimaks, membungkus penis-penisnya sangat ketat.

Sembari masih merasakan gempa bumi lokal mendera seluruh persendian, Kevin merilekskan rahang, di saat itulah Juyeon juga tak mau ketinggalan mencapai puncak. Sekali, dua kali, tiga kali, hingga ke lima kali hentakan kuat, sesuatu mengucur deras memenuhi saluran. Kevin tersedak kecil, seperti disiram lava panas, kental menembus isi perut, tercampur aduk dengan kandungan lain di rongga masing-masing. Juyeon setia menggoyang perlahan, menghabiskan sisa orgasme, seraya memejamkan mata sewaktu rasa lapar diisi oleh energi Kevin sekarang.

He's sated very good. Thanks to this human. Ketika ia mencabut dua kejantanan, lubang membuka lebar dan berdenyut menampilkan dinding kemerahan. Semen putih berlomba-lomba membebaskan diri setelah sekian lama tersumbat mengikuti bentuk organ nan tebal.

Kevin melemaskan anggota jalan, terkapar di alas kasur dengan diafragma dada naik turun berupaya mengambil pasokan udara sebanyak-banyaknya. Sebagian memori di alam sadar lenyap, menyisakan rasa kantuk menyerang. Dia tidak mengingat apa-apa sesudah bunga tidur menculik kembali.

Juyeon melepaskan kekangan di pergelangan tangan, memandangi figur cantik lekat-lekat dimana kondisinya masih menggairahkan meski acara makan malamnya sudah selesai. Baju piyama kusut, seprai berantakan, ada bekas cakaran, bekas mani di dua lubang, serta merembesnya kain akibat pancuran. Oh, jangan lupakan memar kemerahan sehabis dikekang oleh dua tentakelnya.

Sayang sekali bila dilewatkan untuk dimakan lagi. Padahal semestinya dalam peraturan, Iblis tidak boleh mengkonsumsi mangsanya dua kali kecuali ada perjanjian di antara mereka.

Unless Kevin mau? Namun, biasanya akan berujung tragis pada dua belah pihak, terutama si Manusia.

Tapi Juyeon tidak mau Kevin dikonsumsi Iblis lain. He's too good to be with someone other than him. And Juyeon is greedy, so greedy over pretty things like Kevin.

Well, bagaimana kalau menunggu sampai pagi untuk menawarkan hal ini?

.

.

.

“AAAAHHHHHHH—”

“Ssshh too loud!”

Kevin tersengal-sengal setelah berteriak senyaring telinga mendengar, menemukan badannya sakit-sakitan ditambah basah di sekujur selangkangan membuahkan pertanyaan besar apakah ia mengompol tadi malam.

Akan tetapi, sosok menjulang yang ia mimpikan berdiri tak jauh dari tempat tidurnya, bertanduk hitam, selegam surai cepaknya, berpostur atletis, bervariasi tato terlukis di tubuh bagian atas dengan mata merah menyala serta hidung mancung, bertangan 6 buah, dimana 4 diantaranya adalah tentakel. Sedang menyilangkan lengan depan dada, menaikkan alis terhadap reaksi yang diterima.

What are you?!”

A demon, mix, Greed and Lust, basically aku anak dari Mammon dan Asmodeus, diciptakan memiliki perasaan tamak dan nafsu untuk menghidupi diriku,” jawab Juyeon santai, meski air muka Kevin bak disiram minyak panas, terkejut luar biasa.

“T-terus kamu ngapain..”

“Pernah dengar Incubus? Well, aku bukan mereka sih tapi aku kadang seperti mereka, memakan energi manusia setelah berhubungan denganku,”

“J-jadi..” Kevin tampak menegak ludah takut-takut, syok kalau ternyata mimpi joroknya semalam memang kenyataan, “tadi malam bukan mimpi?”

“Aku pikir kamu terbangun di tengah-tengah kegiatan,” Juyeon dapat melihat semburat merah muda serta selimut perlahan ditarik menutupi muka, entah kenapa baginya sangat menggemaskan buat dipandang. Kevin tidak langsung menjawab, malah memainkan serat-serat kain di tangan, “kamu nggak ingat?”

“Sedikit,” lirih si Manis makin gencar memilin-milin material, bibir bawah digigit, dikulum, diganyang-ganyang sehingga Juyeon gemas lalu secepat kilat menyambar dagu mungilnya. “Mmhh?!”

I won't ask you twice ebut I kinda want you to be my food source, though,” bisik sang Iblis surai cepak tersebut menatapi manik feline dan ranum tipis bergantian, terlintas sirat keterkejutan berganti kepatuhan ketika mereka mengadu tatap.

“W-why?”

Cause you're pretty and tasty, and I'm greedy to keep what mine is,” akhirnya daripada Kevin dirasa tanya-tanya mulu, Juyeon menyegel bibirnya duluan. Dia membulatkan mata terhadap adiksi yang teracap di parasan, membuatnya hendak terus menyantap tidak sudi melepaskan.

Kevin sendiri pasrah saat bibir mereka menempel, membiarkan Juyeon mengambil alih separuh isi kepala lantaran ia masih capek sehabis digagahi semalam. Kali ini ia dapat melihat jelas tentakel-tentakel di bawah lengan asli Juyeon, menari-nari di sekeliling mereka, siap diperintah melakukan apa saja.

Shit, kalau kamu tolak tawaranku, aku nggak akan segan-segan bunuh kamu, Manis,”

“Hey!”

Juyeon menciumnya lagi, membungkam rentetan-rentetan protes atau pukulan-pukulan dari kepalan tangan lelaki lain. Dia sih nggak butuh oksigen, tapi kayaknya demi kemaslahatan hidup sumber makanan, ia melepaskan kembali.

“Ini namanya pemerkosaan, Sialan.”

“Oh, you enjoyed it so I didn't take it as rape,”

You need my consent first,” ujar Kevin mengerucutkan bibir, “and for your information, aku bukan Manis tapi Kevin, Kevin Moon,”

That explained why your eyes are bright like one,” tidak, tidak, tidak ada waktu untuk meleleh karena pujian, apalagi dari seorang Iblis. Namun, kalau boleh mengakui, Kevin juga nggak agamis banget, dan Juyeon di hadapan sangat tampan tak tertolong, menyebabkan jantungnya berdetak lamban, memompa darah lebih ekstra saking terpesona.

“Apa yang harus aku lakukan kalau jadi sumber makananmu?”

Juyeon mengulas senyum lebar setelah mendengar pertanyaan yang terlontar, merasa berhasil meyakinkan Kevin Moon untuk menjadi miliknya dan tidak ada Iblis yang akan mengambil alih sumber kehidupannya.

After all, he's a son of Greed and Lust so, everything he wants, he'll get it in time.

.

.

.

Need. Tentacle. Juyeon. Sometimes

Bye.

spin-off from Mad Halloween

jukev for lyfe🔞 no actually i love kyunyu this is for my fellow jukevist

Ketika Changmin mengatakan tentang pengkhinatan Hyungseo yang meninggalkannya demi bergelayutan manja dengan seorang pria, well, ada maksud dan tujuan yang sebenarnya

Warning : apa ya? Light angst aja deh, karena intinya sama, ini pwp, aku tidak mendetail menceritakan latarnya i'm not that kind of writer; enemy to loverz; analllllllllllll; spit as lube; harsh words?; barebacking (please use protection, kiddos)

.

.

.

The highlight of the party that changes Hyungseo's life is when he showed up with a cat woman suit just like what Chanhee bet him to do.

Kayak.. bangsat gitu mulut besar Choi Chanhee. Berhasil meyakinkan kawan kutu buku mereka untuk ikut mereka ke pesta dan berhasil memaksanya mengenakan pakaian super duper ketat berbahan kulit sebagai taruhan kalau dia akan menekukkan lutut Lee Juyeon si bintang playboy kelas kakap.

He's straight, he'll make fun of me,”

Nope, trust me. Aku dikasih bocoran sama Mas Jaehyun kalau Juyeon diam-diam suka nonton porno gay,” not the best excuse Chanhee has, hanya membuahkan kerutan tidak suka dari Hyungseo.

“Dia brengsek, Chanhee-yaaa..”

“Yak! Kamu mau bikin dia sweep off his feet atau enggak?! Bukankah itu tujuannya supaya dia kalah dari kamu?” Pemuda rambut abu-abu menggembungkan pipi terhadap pertanyaan, masih menyangsikan tentang rencana sahabatnya apakah dapat dilaksanakan atau tidak.

Not with this cat woman suit, Dumbass.”

Chanhee menarik satu setelan seksi lain, menaruh tepat di depan badan langsingnya, “Kamu pikir cuman kamu doang yang kayak jalang di sini?” ucapnya retoris, Hyungseo mengganyang bibir tipis miliknya, mengulum-ngulum sambil berpikir keras. “percaya sama aku, Baby, you can seduce him to get him down on his knees, sekarang bantu aku meyakinkan Changmin buat datang ke pesta Kak Younghoon malam ini,”

This might be ended up so bad but Hyungseo's willing to take a risk.

***

Pretty uncomfortable, itu yang dirasakan si Manis sekarang saat mereka telah menginjakkan kaki di hubian mewah tempat pesta diadakan. Berpuluh-puluh pasang mata mengarah ke tiga sekawan, penuh kekaguman, ada pula kedengkian. Bukan itu yang dia resahkan sejak tiba di pintu masuk, melainkan kehadiran sosok jangkung berambut cepak. Hyungseo celingak-celinguk mencari keberadaan musuh bebuyutan, melupakan buntelan berseragam perawat seksi di antara figur mereka ternyata sedang didera rasa malu.

There he is! Lelaki tinggi menjulang dengan pakaian yang Hyungseo tangkap seperti pilot pesawat jaman baheula. Dimana kacamata besar bertengger di kepala, tengah tertawa lepas mendengarkan lelucon temannya. Ada sekitar 3 orang menghadapi, gelas cocktail yang terhirup sedikit berada di tangan masing-masing.

Okay, okay! You got this Hyungseo! Make him awe with your appearance tonight.

“Hai Juyeon..”

Manusia yang dipanggil menoleh sesaat mengetahui sebuah lengan mengalung mesra di lengan sendiri, mata kucing dambaan umat membulat tak percaya, kerongkongan mendadak tercekik tak dapat bersuara. Hyungseo ingin sekali mundur namun ekspresi Juyeon sekarang worth to try harder.

Wow Hyungseo..” bukan Juyeon yang memuji tapi tidak apa-apa bila mendengar lontaran dari orang lain, mereka begitu takjub sampai-sampai berani menginspeksi tubuh terbalut bahan kulit serta telinga kucing palsu di puncak surai abu-abu.

“Ceritanya jadi kucing nih?”

Hyungseo melempar senyum manis, tak lupa geligi mungil diperlihatkan sekalian mata menyipit bermakna kesenangan. “Yap, a cat woman exactly,”

Indeed with a hot curve like that, Hyungseo-ah..”

Si Manis menyengir, kembali mengadu pandang ke sosok di sebelah kiri yang terus menatap lekat-lekat.

Masih cengok, masih melongok.

Sepersekian detik netra kucing bertamu, Juyeon tersadar telah terpesona akan penampilan si musuh bebuyutan, terutama manik hitam berkilau bagai sinar rembulan, senyum tipis di ujung bibir berwarna merah membara, dan figur berlekuk bak gitar.

Juyeon melirik ke sana kemari, secara impuls menarik lelaki manis ke tempat lebih sepi.

What are you doing?!” desis pemuda itu. Hyungseo melepaskan cengkraman, runtuhlah sudah senyuman yang tersampir sesaat setelah mereka agak menjauhi keramaian. Raut kecut kini terpampang nyata ditemani kerutan penuh kebencian.

Make you lose?” balasnya balik, meraih gelas cocktail di tangan Juyeon dan menegak sisanya. Mengabaikan air muka pemuda di samping sebab tak menduga kalau dirinya bisa melakukan hal seperti sekarang. “Cat Hyungseo got your tongue?” ia bersuara lagi lantaran tidak mendapat jawaban. Selebihnya ia malah ditatapin lamat-lamat.

You're this close to make me snap, Moon.”

Hyungseo tersenyum miring, jantung berdebar akan euphoria keberhasilan, “Then it works,” si Manis hendak membalikkan badan untuk kembali berpesta akan tetapi Lee Juyeon mencegat pergelangan tangannya lumayan kuat. “aw?”

“Kamu yang mulai, kamu yang harus akhirin, Sayang.”

Malam itu, Hyungseo raib duluan sesudah sukses muncul di hadapan Juyeon dengan pakaian seksi hanya untuk menjatuhkan harga diri si pemuda normal. He knows Juyeon has so many pride that he wants to ruin it for a night.

***

Fuck kamu terlalu kasar!”

You asked for this, Moon.”

Hyungseo menarik rambut hitam yang sedari tadi menggelitik hidung mancungnya, dimana wajah sang pemilik tenggelam di leher, melumat permukaan kulit berbekas merah keunguan, too much force for his liking. “Ju sakit anjing!”

“Hoo, gantian memohon sekarang?” Si Manis makin menjambak helaian yang tergenggam usai mendengar ejekan, tidak menutup kemungkinan kejantanan mereka layu akibat perkelahian, sebaliknya, kekasaran seperti ini malah membangkitkan nafsu di peredaran darah. “dimana Hyungseo yang kepedean tadi, hm?”

Just fuck me and shut your fucking mouth, Bitch.”

Juyeon menjilat panjang bekas yang telah ia ciptakan sebelum bertumpu demi mengadu pandang. Hyungseo tampak awut-awutan meski pakaian ketat hitam masih membalut tubuhnya. Peluh mengepul di pori-pori, membasahi surai abu-abu, jepitan kuping kucing mulai merosot seiring helaan napas berulang kali menerpa wajahnya.

Fine.” gumam lelaki tersebut bangkit sebentar, membuahkan banyak pertanyaan namun Hyungseo menelan semuanya begitu Juyeon menanggalkan setelan seorang. Dia pun ikut bangun, menggapai resleting di bagian leher, terburu-buru menurunkan sampai ia tidak terperangkap dalam material. Tatapan Juyeon menggelap ketika mereka polosan, sementara Hyungseo mendadak kikuk seraya menutup selangkangan.

“Kenapa ditutup?”

“Malu, bangsat.”

“Hmm, what's the point of our session here?”

Hyungseo menghela napas keki, mau tak mau melepaskan penutup dengan membawa kedua tangan di sisi kanan-kiri. Jakun bergerak menandakan penelanan udara lantaran Juyeon tak kunjung bergerak. Hanya memandangi dari manik sipit sampai ke penisnya sendiri.

Maybe you're not bad either,”

Kurang ajar. Selalu kalimat itu yang muncul ketika ia berhubungan badan sama cowok normal. Mengatakan dia sama cantiknya seperti perempuan kebanyakan, ditambah 'klitoris' yang lebih panjang daripada umumnya. Kalau saja ini bukan karena ingin menjebak Juyeon dalam permainan belakang, sudah pasti Hyungseo telah pergi bersenang-senang.

What did I say about shut your fucking mouth?” desis Hyungseo melotot tajam, Juyeon hanya melempar cengiran, mulai menggrayangi setiap celah tubuh putih yang berkilau, terlalu mulus dibanding telapak kasarnya, warna merah spontan mengembang bagai merespon sentuhan, Hyungseo sendiri menggigit bibir menahan diri tidak menggelinjang, perlahan-lahan mencengkram alas kasur, memalingkan muka demi menyembunyikan reaksi.

“Keluarkan suaramu, Moon.”

Stop with the-mmh name..”

Juyeon mengecupi bagian perutnya, ada roti sobek terbentuk meskipun cuman garis-garis yang kelihatan, dagu sengaja ditabrakkan ke puncak kemaluan, merah menggeliat akibat kesengajaan tersebut. Lidah menjulur menjilat sepanjangan ke atas, tiba di dada menemui pentil tentu saja. Hyungseo terkesiap mengambil napas, refleks menggenggam helaian surai lebat bersamaan Juyeon menamukan bibir di benda mungil dan gesekan dua kejantanan.

Hyungseo memegangi Juyeon bak hidupnya bergantung pada lelaki di atas, menikmati bagaimana hangatnya mulut yang meraup puting, sesekali geligi bermain di kerutan, menambah ketegangan di sana maupun di selatan.

Fuck, don't tease..”

“Terus kamu mau langsung to the main course?” Juyeon sempat menjawab walau bibirnya tersumpal, Hyungseo tidak dapat membalas lantaran aliran listrik dari sensasi buaian lidah Juyeon di pentil menekan kalimat makian yang ingin dilontarkan.

Just do it..”

Juyeon menulikan pendengaran, luwes bergerak mensejajarkan pandangan untuk mempertemukan bibir yang baru disambar pada saat mereka memasuki ruangan. Nuansa kamarnya remang-remang, berhasil mendarat di kasur tanpa melepaskan tautan. Kini kedua rival polos seutuhnya, kulit sesama kulit, organ sesama organ, keras main pedang-pedangan.

Hyungseo melenguh di sela-sela sambungan, berdebar kencang akan perlakuan karena tidak mau mengakui kehebatan Juyeon dalam memuaskan. He's straight so he might be thinking he is one of his woman. Oleh karena itu, ia berusaha membuat Juyeon segera memasuki tanpa persiapan.

“Juyeon faster..”

“Aku belum siapin kamu, Hyungseo.”

Si Manis gemetaran ketika bibir kenyal itu meraba parasan leher, tengah-tengah dada, perut kotak-kotak, akhirnya memberikan perhatian di kemaluan. Penis berukuran standar tersebut menggeliat atas tatapan terpesona, mulai dikecupi sepanjang batang maupun puncak sebelum dilahap perlahan. “Mmhh!”

Juyeon mungkin baru pertama kali memuaskan seorang pria, terutama manusia tercantik yang pernah ia temui. People said he's a homophobic that's why he picked on Hyungseo but deep down in heart he feels something he can't describe. Sambil menaik-turunkan kepala, meniruskan pipi guna menghisap, ia menatap Hyungseo, a mess beneath him, dengan pipi merah merona, menambah kecantikan, mengeraskan penis di antara selangkangan. Shit, cursed him for being whipped at his rival. Selama ini, ia mengatai Hyungseo demi mencari perhatian primadona angkatan, ada kepuasan tersendiri melihat bagaimana lelaki cantik itu mencak-mencak setelah ia berulah. Call him masochist once.

Bunyi campuran saliva di rongga makan terdengar sangat jelas mendentum-dentum gendang telinga. Kepala Hyungseo berkabut ketika Juyeon tampak tak amatir dalam mengulum organ lelaki. Seperti pernah melakukan hal ini sebelumnya, menyebabkan Hyungseo merasakan antisipasi yang tak dapat dijelaskan.

“Juyeon..” erangnya memanggil, deg-degan begitu manik kucing mereka bertemu, menemukan pancaran keinginan yang sangat besar di sana, melelehkan separuh isi otak. Juyeon melepaskan kuluman, menyuarakan 'pop' serta memutuskan untaian liur dengan mahkota kemerahan, ia menjilat bibir sekali, sigap memagut Hyungseo lebih menuntut dibanding tautan sebelumnya. “mmhh!”

Fuck, I'm going insane,” gumam Juyeon menggesekkan kejantanan mereka lagi, ia berlutut sebentar di antara kedua kaki yang dilebarkan, memandang si liang berkedut di bawah bola kembar, nampak sempit, mengundang Juyeon untuk mencicipi, menjangkau sejauh kemampuan. “aku nggak punya pelumas,”

Hyungseo mengatur napas, “Pakai ludah,” jawabnya mempertahankan ekspresi, seakan tidak peduli Juyeon akan mengasari atau melembuti, dia cuman pingin ini segera berakhir dengan lelaki itu keluar karena lubangnya seorang.

Si Tampan diam sejenak, menimang-nimang sesuatu di pikiran membuahkan ketidaksabaran. Hyungseo hendak menegur namun menelan semua teguran kala Juyeon melesatkan ludah ke liang. “Ahhh!”

The playful tongue circling the rim, Juyeon terkenal dengan keahlian memakan seseorang, pussy lebih tepatnya. Bersumber dari beberapa perempuan yang pernah berhubungan. Dia seperti tahu bagaimana menyantap bak sajian mewah, mengecap rasa di luar nalar dari saluran. Lidahnya panjang, tebal, meliuk-liuk bagai ular, menggores dinding ketat. Tadi Hyungseo meleleh akibat kuluman sekarang dia ditemukan lemas pada santapan.

“Aahh.. aahh... J-Juyeon..” punggung tersebut membusur sangat indah selayaknya panah, lentur nan menawan di pandangan Juyeon yang melihat. Dia semakin lahap memakan, menggerakkan bibir dipergunakan untuk menghisap, lidah terasa dipijat lembut, serta saliva menetes mengotori dagu. Tangan pun tidak tinggal diam, sontak mencari peraduan di samping indra pengecap, berniat melonggarkan, agar adik di selangakangan dapat masuk lebih mudah.

Hanya ada desahan Hyungseo, sangat merdu, meletupkan nafsu, hanya ada bunyi kecipak liur karena Juyeon setia menyantap, rela membenamkan wajah, menghisap sekaligus menghirup aroma memabukkan. There's a hint of chocolate in there, perhaps the other man had prepared himself good before he went.

“Ahhh mhh please please fuck mee Juyeon..” pinta Hyungseo berulang kali memohon lantaran perutnya membuat simpulan minta dilepaskan. Anak mani berkumpul membentuk kubangan di lubang kemih, sekejap Juyeon berhenti namun tidak dengan irama jemari. Sembari memompa maju-mundur, lidah sehabis bergerilya di terowongan basah kini bertengger di puncak kejantanan. “u-uwaaahh!”

“Kamu udah prepare ya?”

Hyungseo ditemukan mengangguk patah-patah, merintih di atas seprai berantakan dengan rambut abu-abu menempel erat di kening. “I'm so close Juyeon please just fuck me already..”

Juyeon sebenarnya tidak apa-apa bila Hyungseo ingin klimaks dulu, akan tetapi sepertinya lebih baik si Manis dibiarkan menahan sampai kedua-duanya sampai di waktu bersamaan.

Blow me.”

“Huh??”

Pemuda rambut cepak melepaskan tautan digit, duduk agak mengangkang seraya mengocok sang adik, give him a show, with the massive cock he has. “Blow me, Moon. Kamu nggak mau lubangmu robek karena punyaku belum dilumasi kan?” senyum miring berkedok menantang tersungging di bibir kenyal, hati Hyungseo memanas, buru-buru bangkit demi membuktikan kalau dia juga bisa melakukan hal serupa.

“Kecil aja kok!”

Juyeon menaikkan satu alis, memandang bibir tipis Hyungseo dan miliknya secara bergantian, “You sure, Sweetie? I bet your mouth will be stuffed and can't blow it properly,” senyuman tanpa dosa tersungging mengakibatkan darah Hyungseo mendidih. Dalam sekali hentakan ia menggenggam si batang, kemudian langsung mengarahkan ke rongga makan. Susah payah.

Sialan. Juyeon benar banget. Mulut Hyungseo mendadak terlalu penuh dan merenggang terlalu lebar. The way a red crown head looking for its place to stay for a while, causing his throat pulsing around it. Menahan pasokan udara untuk tidak bertamu terlebih dahulu selagi ada sesuatu menyumpal saluran pernapasan. Hyungseo nyaris tercekik jikalau ia tidak memutar otak untuk mengulum Juyeon.

Bodoh! Cengiran bodoh tapi tampan itu ditemukan Hyungseo ketika mereka mengadu pandang. Pipi tirus menjadi tembam sesaat ia menjauh sedikit, mempertemukan dinding mukosa pada puncak gendut, membasahi sekujur batang, sesekali memainkan lidah mengikuti bentuknya.

Not bad, Moon Baby,”

The slurping sound has been the answer for his praising. Kepala Hyungseo bergerak naik turun, tangan kanan memegangi pangkal, menggelitiki permukaan tempat rambut kemaluan berkumpul, sementara tangan lain memainkan bola yang menggantung, wah, berat sekali macam dipenuhi paket yang tak sabar ingin meluncur. Juyeon menggeram, tega mencengkram surai abu-abu sambil menggoyangkan pinggul, menyamakan tempo bersamaan kecepatan Hyungseo. Alhasil, puncak serupa jamur menyodok sisi tenggorokan, membuahkan kesedakan.

Fuck.. fuckk, so good for me, Moon,”

Hyungseo memukul paha di hadapan, air mata memenuhi pelupuk akibat hilangnya oksigen yang hendak ia tarik di tengah-tengah aktivitas. Juyeon mendorong sekali lagi, agak lama, sebelum mengeluarkan secara mendadak. Membiarkan Hyungseo terbatuk hebat mengambil napas sebanyak yang bronkus minta.

You're so– uggghhhhh!!!!”

Si Tampan tidak mengacuhkan protesan menggemaskan, instead he cupped his rival's small face with his big hands and kissed him with all tongue. Hyungseo yang baru saja pulih, kini harus terenggut lagi akibat keganasan pemuda lain. Meronta-ronta memukuli bagian tubuh terjangkau namun Juyeon terlalu kuat untuk dirinya yang lemah.

Can't wait to see you moaning mess, Hyungseo-ah,” bisik Juyeon seolah dia tidak keberatan apabila ia mulai memasuki Hyungseo, padahal rencana lelaki manis itu adalah ingin menghancurkan reputasi Juyeon sebagai cowok normal yang homophobic, mengatakan pada dunia kalau Juyeon ternyata munafik dan menyukai pantat dibanding pussy.

But, why's he so eager huh? Berbanding terbalik dengan reaksi Moon Hyungseo saat ini.

Penetrasi dilakukan sesudah Hyungseo terbaring kembali di alas berantakan. Gurat-gurat keseriusan tersampir di wajah tampan, membuat jantung Hyungseo berdetak kencang. Juyeon tidak menerobos langsung, too careful for his own good, membuai kepala jamur menyusup liang sampai dinding terasa memijat kuat.

Shitt.. mmh.. SHIT JUYEONNN!”

Haven't got your tiny hole wrecked yet?” Juyeon balas dengan sarkas disertai geraman, this is indeed too much for himself too. Better than any pussy he had on the platter. Hyungseo meremas kain di bawah punggung, buku jarinya memutih saking terlalu kencang ia berpegangan. Dia merasa sudah penuh meski yang masuk baru setengah batang.

I can..t breathe..”

Breathe, Hyungseo.” Si Tampan bergerak menumpu badan di atas figur mungil, memperhatikan lelaki manis itu terengah-engah mengambil napas, menyebabkan ia berhenti sejenak supaya Hyungseo dapat rileks. “you're the one who starting this shit,”

I want to ruin your image!”

Juyeon memutar mata malas, “You already did, from the first time you showed up with this cat ears.” Geligi tajam menancap di kuping palsu kemudian menyambar hingga terlepas dari rambut. Hyungseo memekik kaget, melihat bagaimana benda mainan tersebut meluncur ke lantai.

Then how's my cunt, Playboy?”

Sebuah sinar ketidaksukaan terlintas di manik Juyeon sesudah Hyungseo menyuarakan pertanyaan, tak menyangka bahwa selama ini lelaki cantik dalam kukungan mengambil kesimpulan berdasarkan rumor yang tersebar di angkatan. Giliran Juyeon yang mendidih akan label di akhir kalimat, menangkap kedua pergelangan tangan kemudian menahannya tepat di atas kepala. Hyungseo membulatkan mata, takut pada perubahan mendadak.

I'll make sure to wreck your tiny CUNT, Moon Hyungseo.” Setelah itu Juyeon tidak memperlakukan lembut maupun hati-hati. Batang yang awalnya menyusup setengah sudah digerakkan sekasar mungkin. Tidak memberikan waktu Hyungseo untuk terbiasa, sebaliknya ia menggila terhadap kesempitan yang memijat kemaluan.

“Aahh! Aah!! Juyeon!”

Kali ini Lee Juyeon benar-benar menulikan pendengaran. Gendang telinga hanya merespon bunyi penyatuan mereka, dimana saluran Hyungseo menjadi becek akibat saliva sehabis dia makan. Pupil mata menggelap, menatap si Manis yang meronta-ronta, entah kesakitan atau nikmat. Tidak dapat bergerak kemanapun lantaran Juyeon menguncinya.

Ada kepuasaan tersendiri melihat air mata mengaliri pipi tak tembam. Isakan halus meluncur dan namanya disebut berulang-ulang bak merapal doa. Tubuh Hyungseo gemetaran hebat, bak memercik bensin ke api nafsu Juyeon. Puncak gendut berhasil mengarah ke buntelan, sekali, dua kali, tiga kali colekan, Juyeon mengerang akan sempitnya ruang.

Untaian putih meluncur bebas, oh, Hyungseo came untouched that night. And Juyeon fucked him through his orgasm. Setiap ia menghentak maju, seuntai keluar lagi, begitu terus sampai tidak terhitung berapa jumlahnya. Yang jelas, abdomen mungil itu membentuk sebuah genangan, serta sang pemilik menangis dilanda kerentanan.

Fuck, so pretty, Moon.” Kedua tungkai jenjang bertengger di pundak tegap selagi ia masih menggagahi lawan main. Niat untuk menghancurkan lubang Hyungseo sudah meresap ke pori-pori sebagai pemantik naiknya tempo menjadi lebih keras nan menuntut. Pikiran mereka sama-sama berkabut, hanya menghirup aroma satu sama lain, memabukkan kesadaran, memikirkan keberadaan dalam satu ruangan.

Hyungseo pasrah, mungkin lebih tepatnya kena karma setelah merencanakan taruhan konyol hanya karena hendak menjatuhkan Juyeon. Kalau begini caranya, dia yang habis dimakan, dan tetap masuk dalam jurang kekalahan.

“Juyeonn..” erangnya pelan mendapat perhatian, Juyeon tidak menjawab, melainkan menyosor si bibir kemerahan yang mulai bengkak akibat lumatan. Mereka berpagutan sedikit kasar, merasakan efek kemarahan Juyeon. Hyungseo tersedak kecil begitu Juyeon menghujam dalam-dalam, menggelinjang ketika tanpa aba-aba ia dihujani cairan. “fuck so full..”

Juyeon melepaskan cengkraman, berbuah memar di sekujur pergelangan sembari menggoyang memasukkan benih di saluran. Dia memandang Hyungseo sekali lagi, masih kecewa pada apa yang si Manis pikirkan tentang dirinya. Kalau saja dari awal dia tidak berbuat ulah untuk mencari atensi, sudah dipastikan Hyungseo akan menjadi miliknya.

Raut kelelahan Hyungseo menyapa pandangan, diafragma dada naik turun mengambil napas buat mengisi rongga. Juyeon tidak mencabut kejantanan, masih ingin menggoyang sampai dia puas.

What the hell is this feeling huh?' Hyungseo memejamkan mata demi mengusir sekelebat perasaan tak kasat mata. He did it right? Tapi kenapa rasanya tidak sesuai sama yang dia harapkan?

.

.

.

The morning came, he wake up early than his thought.

Hyungseo membiasakan kelopak untuk melihat sekeliling ruangan, tampak asing tapi tidak membuat keterkejutan. Lengan panjang mengalung di pinggang, berat tak tertahankan. He felt something stuffed inside, menyadari kalau mereka masih menyatu sampai sekarang. Helaan napas kecil lolos seiring ia bergerak perlahan memutuskan penyatuan. Si Manis terengah-engah sebentar, menyingkirkan kurungan sebelum melesat berpakaian tanpa meninggalkan jejak.

Dia melenyapkan segala pemikiran, penyesalan? Kenapa malah dia yang kecewa terhadap kegiatan semalam? Bukankah dia sudah melakukan hal yang benar? Menekukkan lutut Juyeon, mendamba setiap inchi tubuhnya hingga mengembangkan kelopak bunga semerah darah, menikmati dirinya sama seperti pemuda itu menyentuh perempuan. Begitu banyak kalimat-kalimat asing yang diucapkan Juyeon, seakan dia tidak ingin digambarkan sama seperti gosip yang beredar.

Hyungseo tidak peduli. He did what he must did. No need to see the untold truth because he will mind his own business from now. Call it truce, unexpected one.

Berulang kali supir taksi melirik ke arahnya, ia otomatis mengabaikan. Bersyukur kostum cat woman tadi malam tidak robek dan masih muat saat dikenakan, walau resleting tak naik sempurna lantaran hendak bergegas pergi tanpa sepengetahuan pemuda lain, setidaknya menutupi kulit yang lengket akibat permainan panas kemarin.

Hyungseo merogoh kantong, memberikan kartu elektronik untuk membayar, supir berusaha tak bertanya-tanya meskipun tatapannya sangat penasaran tentang apa yang telah ia lalui sampai di kondisi sekacau sekarang. Selesai menerima kembali, ia melempar senyum tipis lalu melesat menuju apartemen.

“Hyungseo?” Suara Chanhee menggelegar kala ia berhasil membuka pintu, ia menghela napas panjang begitu mendapati figur teman serumah bersama Jaehyun sedang menyantap sarapan. “hey..”

Worst night?” tanya Jaehyun saat Hyungseo mendudukkan diri kursi sebelahnya, menyambar roti panggang kemudian mengunyah rakus. Kedua sejoli saling berpandangan sebab ia belum menjawab, menunggu respon terhadap pertanyaan.

Ever.”

Did your plan work?” Kali ini gantian Chanhee bertanya hati-hati, takut menyinggung perasaan sahabatnya. Sebenarnya bila dilihat dari penampilan berantakan Hyungseo, tidak usah ditanyakan lagi. Surai abu-abu membentuk sarang burung, terdapat kantong mata, bibir tipis membengkak sedikit, dan bercak merah bersliweran macam seseorang mencoret-coret kanvas seputih tahu tersebut, bahkan resleting pakaian kulit itu tidak tertutup sepenuhnya, makin memamerkan gigitan-gigitan merah keunguan.

Mungkin itu yang membuat supir taksi tadi kepo.

Yes.” Hyungseo menggumam, mata tidak menatap siapapun, hanya gigi mungil menghancurkan roti, serta jakun bergerak pertanda penelanan. Jaehyun dan Chanhee berpandangan lagi, mengatakan sesuatu lewat tatapan, namun tiada satupun dari keduanya hendak merongrong lebih lanjut sampai Hyungseo cerita sendiri.

Pada akhirnya, mereka melanjutkan sarapan, hanya terdengar bisik-bisik sepasang kekasih dan tak mengganggu keheningan Hyungseo. Entah apa yang si Manis pikirkan sehingga mengunci mulut rapat-rapat kecuali saat tengah melahap santapan.

Bunyi bell berdering keras mengagetkan penghuni. Hebatnya pemuda yang baru saja pulang tidak terkejut sama sekali, sewaktu Chanhee tergesa-gesa menghampiri benda penghubung, ia menyudahi eksistensi di ruang makan dan ingin berlalu ke kamar.

Tidak sampai pemuda cantik lain memanggil namanya.

“Hyungseo ada yang nyari kamu!”

Dia beradu pandang dengan Jaehyun, dimana pria lebih tua mengangguk pelan agar ia menyahuti panggilan. Hyungseo memasang raut mau menangis, menyebabkan Jaehyun sedikit panik lalu tergesa-gesa merangkulnya menghampiri sang kekasih.

Shit.

Benar kan.

Hyungseo selalu punya indra keenam kalau menyangkut keberadaan Lee Juyeon. Pria yang dimaksud berdiri tak jauh dari pintu, sama kacaunya seperti dia, bahkan kancing kemeja terlihat timpang saking bergegas menyusul ke rumah.

I think you both need to talk,” ucap Chanhee memperhatikan bahasa tubuh kedua insan yang saling berhadapan. “apapun yang kalian alami tadi malam,” setelahnya, si Cantik main mata ke Jaehyun, isyarat untuk meninggalkan mereka. Jaehyun meremas bahu Hyungseo sebelum mengikuti langkah pacarnya. Pintu apartemen tertutup, bunyinya memekakkan telinga sehingga Hyungseo tak sadar terjengit, ia berdiri kikuk, menundukkan kepala dalam-dalam.

Moon.”

“Hm.”

Juyeon menggigit bibir, “Why did you leave?”

Hyungseo terhenyak beberapa detik, tidak tahu harus menjawab bagaimana, kata-kata di otak seolah terhambur, tak memberikan kesempatan buat menjelaskan.

“Kenapa kamu tinggalin aku?”

I'm done with my plan,”

What plan?” tanya Juyeon agak memaksa. Hyungseo memainkan jemari, kepercayaan diri runtuh bersamaan rasa puas. Meninggalkan rasa penyesalan dan kekecewaan terhadap diri sendiri.

“Aku sudah bilang,” Hyungseo memberanikan menatap Juyeon selurus mata memandang, menemukan sirat kesedihan akibat kepergian dia tanpa alasan. “aku mau bikin kamu bertekuk lutut supaya reputasimu hancur,”

“Dan aku juga bilang kalau kamu berhasil melakukannya dari awal kamu datang pakai baju itu,” Juyeon menghela napas gusar, “what reputation you're talking about? The rumour about me picking you up cause I'm a homophobe?”

Hyungseo mengangguk pelan, sangat pelan, menyetujui perkataan pemuda di depan, ia sendiri menggigit bibir bawah kuat-kuat, menahan gejolak emosi yang mengalir di peredaran nadi.

“Aku berulah bukan berarti aku homophobic, Moon,” Juyeon maju selangkah, Hyungseo refleks mundur teratur. Namun, si Tampan tetap kekeuh, tidak mau Hyungseo kabur ketika ia ingin mendekat. “I was being a jerk to gain your attention,”

Si Manis menaikkan satu alis, kepala malah menggeleng tidak percaya. Lidah kelu membuat balasan, tak mau jatuh menjadi korban.

“Kamu yang mulai kamu juga yang mengakhiri,” lanjut Juyeon kembali, mengundang tanda tanya besar di ambang pikiran Hyungseo sekarang? Apa maksudnya? Hubungan intim tadi malam? Bukankah harusnya sudah selesai pada keesokan harinya?

You mean the sex right?”

Juyeon menggeleng, maju lebih berani sehingga jarak mereka mulai menipis, Hyungseo dapat merasakan deru napas memburu, tidak sabar hendak menyerbu. “No, I want you to end up with me,”

Stop.” ia kembali mundur, kalau lelaki ini macam-macam, Hyungseo tak segan-segan melesat ke belakang. Akan tetapi, Juyeon refleks menahan pinggangnya, tidak sekasar tadi malam, sebaliknya lembut penuh kehati-hatian.

Yeah, let's stop this bickering things and start dating, Moon,” bisik Juyeon sungguh-sungguh. Hyungseo tampak membulatkan mata, tidak memahami maksud bisikan tersebut ditambah tatapan memohon dari sang musuh bak meminta persaingan konyol mereka musti terhenti.

Date? Kamu gila, Ju?”

“Aku nggak gila.”

“Kamu nggak suka cowok, Juyeon! Kamu bukan gay!” jerit Hyungseo bernada tinggi, berupaya menyembunyikan kepanikan, harapan kosong yang bakal ia terima bila bertindak gegabah, sekaligus meyakinkan Juyeon jikalau dia hanya bingung setelah pertemuan intim mereka semalam.

Oh god, ini termasuk kesalahan Hyungseo juga yang sudah menggunjang-gunjang orientasi seksual anak orang gara-gara berniat menjatuhkan harga diri pemuda yang bersangkutan.

Juyeon menggeleng, memegangi kedua pundak landai lalu mengguncang lembut, supaya menenangkan si Manis, supaya dirinya didengarkan dan dipercaya tidak sembarangan memainkan hati. “Nggak ada sangkut pautnya, Moon, Aku nggak perlu jadi gay buat pacaran sama kamu,”

Sudah pasti jantung Hyungseo melakukan aksi blackflip semenjak Juyeon mengajak kencan, pancaran sinar kesungguhan nan serius seakan mengawai Hyungseo untuk menerimanya, perasaan mulai terbawa tetapi sisi rasional menyangsikan ucapan. Is this his denial-trait that spoke to him?

You should..” ia menegak ludah tidak percaya diri, “you should be one cause you liked pussy,” oh sialan, air mata terjun bebas setelah sekian lama bersemayam di pelupuk. Pandangan nanar akibat kristal menutupi walau sekilas masih dapat melihat ekspresi keterkejutan Juyeon. No, no, last time he dated a straight guy, he left. Hyungseo nggak mau berakhir seperti itu lagi. Sudah cukup ia tersakiti oleh omong kosong lelaki normal.

You're Moon Hyungseo, not pussy, and for your information I didn't say to anyone I only like pussy, so stop with that conclusion,” Juyeon tidak kuasa menahan diri, sontak mendekap si Manis erat-erat, Hyungseo menenggelamkan muka di pundak, membasahi material kemeja kostum halloween pemuda lain dengan tangisan. Dia tidak tersedu-sedu namun ada isakan kecil mengiringi aliran kristal bening.

But you're–”

Straight?” Lelaki surai hitam menjauhkan Hyungseo demi menamukan tatapan, pancaran bak sinar rembulan yang dia senangi dari awal mereka bertemu terlalu sayang jika dilewatkan. “well, itu cuman pandangan orang tentang aku, aku nggak bener-bener lurus juga sih, buktinya aku tegang lihat kamu tadi malam,”

Lemparan guyonan disaat suasana melankolis sekarang mengundang kepalan Hyungseo mendarat pelan di dada bidang, Juyeon refleks tergelak renyah lalu menggenggam jemari mereka bersamaan. Tatapannya melembut, menyalurkan kehangatan, menggetarkan sanubari Hyungseo, meluruhkan dinding pertahanan, mengikis keegoisan. They stood there doing nothing but stared, looking for uncertainty, or worst, lies. Especially from Hyungseo's view.

“Aku punya trauma,” bisik Hyungseo halus.

I can get rid of that,

“Aku benci cowok normal yang suka aku,”

Like I said, I'm not straight as you thought I am,” balas Juyeon menipiskan jarak antarwajah, menyebabkan sesama hidung mancung saling bersentuhan, di situlah Hyungseo dapat menemukan keseriusan.

I'm sorry for not staying,”

I'm sorry for picking you up all these years,”

Hyungseo menganggukkan kepala, terlalu sulit bernapas bila wajah Juyeon sedekat ini, too gorgeous for his health, and his heart. Yakali dia mendadak kena serangan jantung? Kencan beneran aja belum! “Ju, kamu terlalu dekat,”

“Hmm?” Bukannya menjauh, tentu saja Lee Juyeon malah mendusel di pipi tirus yang terdapat jejak air mata di sana, “memang kenapa?”

“Kasih ampun sama jantungku, Juyeon.”

Sebuah kecupan mesra mendarat secara tiba-tiba di bibir merah muda. Sebentar saja sebagai pengujian, tetapi berhasil menjatuhkan jantung Hyungseo ke selangkangan. Boom! Mungkin soundnya seperti itu. Bersamaan persendian lemas akibat perlakuan.

Juyeon menyunggingkan senyum, mengecup kecil ujung hidung milik pemuda yang masih didekap, “Aku butuh jawaban,”

You still need the answer?”

Eung, for making sure to call you mine after this,”

Hyungseo menggigit bibir, mengulum lamat-lamat sembari mengadu tatap, ia melepaskan bantalan ranum yang diganyang tidak menyadari bahwa Juyeon dilanda ketidaksabaran. “I.. ye-mmphhh!”

Juyeon sudah tahu kok jawabannya, siapa suruh main-mainkan bibir di depan predator Moon Hyungseo, jadi disambarkan? Ingat, dia juga lelaki kebanyakan hormon, terutama jika menyangkut eksistensi pemuda manis dambaan sejuta umat sekolah. Hyungseo memekik protes ketika Juyeon tidak berhenti menciumnya, meski dalam hati merasa lega kalau penyesalan tadi malam tidak berujung petaka.

Seperti yang aku katakan, call it truce, an unexpected ones.

And now, Hyungseo really got his tongue😝

***

©️Noname

jumilkev🔞

Lee Juyeon x Lee Hyunjae x Moon Keva

Selalu ada ruang untuk tiga orang yang ingin bersenang-senang di kamar asrama perempuan. Terutama bagi kutu buku seperti Keva, gadis populer seperti Hyunjae, dan pria idaman sejuta umat seperti Juyeon.

Warning : threesome; fmf; pussy eating; fucking while getting caught; squirting so much even they can drink from it; two holes; wet n messy nett's version🥰

***

“Kev, ini ditaruh dimana?”

“Lukisan Hayoung kayaknya lebih cocok di samping punya Seonjae,”

“Sisa berapa sih kanvas di sebelah?”

Suasana ramai nan berisik layaknya pasar menggandrungi sebuah ruangan besar. Dalam kurun 2 hari, fakultas seni akan mengadakan pameran lukisan karya mahasiswa di sana, mereka sepakat menunjuk Moon Keva sebagai ketua panitia lantaran sering mengikuti perlombaan di luar kampus.

Bicara soal kehebatan dalam bidang seni, semua orang tidak pernah meragukannya menjadi ketua pelaksana. Menyebabkan ia sedari tadi sejak seminggu lalu mondar-mandir mengawasi kerjaan kepanitiaan lain.

“Duh, bisa selesai nggak ya hari ini?” keluh Keva menggigiti kuku, Younghoon di samping refleks mengibas, kebiasaan sang gebetan kalau lagi panik dan stress bersamaan.

“Santai, Sayang. Kamu kan sudah suruh semuanya kerja,”

“Tapi kalau di hari H nggak terlaksana gimana?” Younghoon belum menjawab bertepatan sebuah insiden terjadi pada saat itu jua. Kedua sejoli belum resmi tersebut spontan menoleh kemudian berlari menuju tempat kejadian. Sebuah ornamen gabus tiba-tiba retak dan menjatuhi lantai, beberapa ada yang patah sehingga mau tak mau hiasan manual harus diulang.

“Tuhkan apa kubilang,”

Younghoon mengusap pundaknya lembut, memberikan pijatan kecil supaya gadisnya tetap tenang, “Kita beresin bareng-bareng supaya cepet selesai dan bisa pulang,” teman-temannya mengangguk setuju, cepat mengambil bagian termasuk mereka berdua. Suasana masih meriah dikarenakan banyak manusia berlalu-lalang menata posisi bingkai maupun pahatan.

Ketika hari sudah menjelang malam, tak satupun ada yang menyelesaikan. Kebanyakan istirahat serta mengobrol berlebihan sampai tidak menyadari memasuki waktu malam. Kevin menghembuskan napas panjang, tahu sangat kalau dia harus mengorbankan waktu tidur demi merapikan kekacauan. Mengambil ponsel di tas, ia menelepon ke teman sekamar sekaligus sahabatnya.

Iya Cintaa?”

“Aku nggak pulang hari ini, masih banyak yang harus dikerjain,”

Hmm okayy, kamu sudah makan?”

“Udah barusan, nggak usah ditungguin yaa, Jae,”

Hyunjae tertawa kecil, “Iya kamu juga jangan capek, besok kalau pulang langsung istirahat yaa,”

Yes Mom,”

“Yak! Keva-” sambungan diputuskan secara sepihak begitu pula helaan napas kelelahan, Keva kembali berkutat mengerjakan bersama beberapa teman, ditemani Younghoon yang berusaha mencairkan suasana hati gadisnya.

Tepat pada pukul setengah 11 barulah mahasiswa jurusan seni berhasil mengembalikan desain ornamen seperti semula. Mereka bersorak-sorak gembira karena tidak jadi begadang sampai pagi menjelang. Keva sendiri menyandarkan punggung di dada bidang, mendapat pelukan hangat.

“Aku anter pulang ya?” tawar lelaki jangkung itu berbisik.

“Kan asramaku deket dari sini, Sayang..” balas Keva balik, tidak enak kalau ditemani Younghoon disaat asrama sang gebetan lumayan jauh dari tempat tinggalnya sendiri. Younghoon hanya melempar senyum, mengecup puncak kepala berambut pirang tersebut.

It's okay, aku takut kamu kenapa-napa di jalan,”

Pada akhirnya ia tak dapat menolak, saling bergandengan tangan melangkahkan kaki dari tempat acara ke asrama putri dengan jarak tak sampai 1 kilometer. Melempar candaan dan guyonan, menertawakan beberapa aksi teman-teman ketika sedang bergotong royong mengembalikan hiasan pameran. Gedung menjulang sudah tampak, pertanda kalau Keva sudah tiba di hunian.

“Hati-hati, Sayang,” pesan gadis manis itu membetulkan letak kacamata, Younghoon menyengir lebar, menunduk memberikan ciuman kecil di ranum tipis sebagai tanda perpisahan.

“Kamu istirahat yang cukup ya!”

Keva mengangguk, berjinjit mengecup pipi putih lelaki tampan di hadapan, “Sampai jumpa besok, Hoonie!” Usai melambaikan tangan, langsung saja ia menggebu-gebu memasuki asrama, berlari kecil menaiki tangga dan akhirnya sampai di pintu familiar.

Si Gadis mencoba menurunkan ganggang pintu, terasa dikunci sehingga mau tak mau dia harus mengambil miliknya di kantung tas. Sambil merogoh-rogoh bawaan, sayup-sayup ia mendengar suara aneh beserta decitan kasur.

Aahh.. aahh.. faster.. mmhh..”

Dua alis mengerut turun, menciptakan garis kerutan di dahi. Keva sudah mendapatkan kunci, dengan rasa penasaran ia membuka pintu sekecil mungkin supaya tidak mengganggu apa yang dilakukan seseorang di kamarnya.

“Jae??” panggilnya sangat halus seraya melongokkan kepala. Manik sipit terbelalak ketika menemukan seorang pria sedang menggagahi sahabat di kasur mereka. “what the fuck?!”

Kedua insan di ranjang menoleh, tidak terkejut, tidak gelagapan saat ditangkap basah. Sebaliknya Lee Juyeon hanya melirik sekilas kemudian menambah tempo genjotan sambil memegangi dada Hyunjae yang bergoyang.

“Oh Kev? Nghh kok pulanggg?”

Keva membeku. Frozen. Sumpah dia benar-benar tak dapat berpikir selain menatapi Hyunjae dihancurkan Juyeon secara mental, badan montoknya terhentak-hentak setiap Juyeon bergerak maju mundur, seakan eksistensinya hanyalah seekor cicak menempel di dinding, diam membisu, menyaksikan pergeludan panas yang entah kenapa mendapat perhatian klitorisnya.

“Aahh ahh! Kev.. nggh sini masuk..”

“Masuk atau pergi, pilih salah satu,” timpal Juyeon ketus lalu lelaki surai oranye tersebut meraup pentil mencuat, menambah intensitas teriakan keenakan Hyunjae. Keva akhirnya tersadar, memilih insting nafsu dibanding akal. Dia melangkah memasuki ruangan tak lupa menutup serta mengunci benda penghubung. Dia berdiri tidak seimbang seraya mengulum bibir bawah.

Come and join us, Kevaa..” erang Hyunjae mengulurkan tangan, sahabatnya bingung hendak melakukan apa, tapi yang pertama ia lakukan adalah melepaskan pakaian yang menempel dari tadi siang.

“Aku belum mandi, Jae..”

“Nggak apa, kamu selalu harum meskipun lagi keringatan gitu,” okay that was weird sejak kapan Hyunjae memperhatikan aroma badan sampai segitunya? Apa karena mereka teman sekamar?

Juyeon melambatkan tempo, tidak terlalu tertarik pada kehadiran Keva, dia cuman pingin menggoyang Hyunjae sampai termancur-mancur dan menangis didera kesensitifan. Namun, ada rasa penasaran terselip di rongga dada, saat mata kucing menemukan sahabat teman tapi mesranya polosan seperti gadis di bawah.

How to describe her huh? Dibalik kelonggaran kemeja yang sering dikenakan hari-hari terdapat keindahan yang tak kalah menarik. Keva sama putihnya seperti Hyunjae, in tofu's way, kalau gadis rambut biru itu macam susu, maka Keva macam tahu. Bet it's so soft sampai tangan Juyeon terpleset apabila mendarat di sana. Her breasts? Not so small not that big, ukuran B kali ya? Ditambah puting agak ranum yang diciptakan pas untuk diemut atau dimainkan geligi. Perutnya rata, sebelas dua belas sama Hyunjae tapi too skinny sehingga ia dapat melihat tulang-tulang panggul serta rongga dada menimbul saking tidak berisi daging.

Now, the pussy. Shit, kalau milik Hyunjae tembam seperti pipinya, favorit Juyeon cause it's fat and juicy, maka punya Keva mungil bak tidak pernah berkembang sejak lahir. Hanya rambut-rambut kemaluan yang menambahkan kesan 'balig', sisanya tampak layaknya seorang gadis kecil.

Ini Juyeon nggak bakal kayak pedofil kan? And how tight it is hmm? Apa burungnya akan muat di saluran gadis itu?

Dia menghentikan lamunan karena Hyunjae sedari tadi memanggil, memasang raut datar ia melepaskan tautan sebentar berkeinginan untuk merokok.

I want to eat you Keevvv..” samar-samar sambil memantik api mengenai ujung nikotin beracun, lelaki tampan itu mendengar rengekan. Keva tampak terkejut tapi sehabis itu biasa aja. Membuka ruang kepada Hyunjae buat melakukan apapun kepadanya. Termasuk membenamkan bibir tipis di liang yang mulai becek.

Suara Keva terdengar merdu saat Hyunjae mengecupi bagian vulva, rambut halus berdiri tegak, merespon sentuhan bibir. Keva tak pernah merasakan ini sebelumnya, hell membayangkan Hyunjae di selangkangan aja belum tergambar, sekarang ia disuguhi wajah cantik sang kawan yang menikmati kemaluan. Klitoris berdenyut seiring lidah melesak di labia, mempekerjakan saraf lebih ekstra meningkatkan kesensitifan. Keva menggenggam helaian biru, menjerit ketika Hyunjae mulai menghisap.

Holy shit.. mhh! Fuckk Jae ngghh!”

“Slrrrp, mmhh- fuck Kev you taste good, slurrrppp..”

Juyeon akhirnya menghampiri, tak tahan bila terus menjaga image sambil merokok menontoni aksi sesama perempuan di kamar. Dia mengambil posisi di belakang Hyunjae yang menungging, menampar bantalan belakang menggundang keterkejutan sewaktu dia melesakkan kejantanan dalam sekali dorong. “Mmphh!”

Do your job while I fuck you, Jeje,”

Kelopak Hyunjae terkedip-kedip setengah, mulut berkilau akan lendir dari vagina temannya dengan lidah terjulur pertanda keenakan. Juyeon menggoyang sama seperti tempo pertama, cepat nan tepat mengarah ke g-spot di dalam. Melihat gadis itu tidak melanjutkan santapan, ia musti menjambak rambutnya secara kasar lalu menenggelamkannya tepat di organ gadis kedua.

Suck her, Jae.”

Keva menggelinjang kegelian, diam-diam terangsang terhadap perintah lelaki satu-satunya, ia memelintir puting sendiri, sesuai dengan irama hisapan Hyunjae, lidah mengitari lingkaran pintu sebelum melesakkan dalam-dalam. “Aaahh J-Jaee..”

Ketiga insan di ranjang bergerak teratur mengikuti genjotan Juyeon. Bunyi becek penyatuan serta decit kaki kasur memantul ke penjuru ruangan. Memompa adrenalin di peredaran, mengalir ke satu titik ero di selangkangan. Juyeon mengumpat sembari mengeratkan cengkraman, mendaratkan tamparan keras di bantalan sintal hingga memekakkan telinga, membuahkan teriakan teredam bibir kemaluan.

“Jaee.. mmhh Jae.. deket!” peringat si gadis yang dimakan tapi tidak membuat Hyunjae menjauh, melainkan ia menyusupkan telunjuk untuk mengocok isi saluran, mempercepat klimaks Keva yang tremoran. Pancuran deras bagai hujan membasuh wajah cantik menawan, Hyunjae tergelak riang seraya membuka mulut, membiarkan air berlomba-lomba tertampung di rongga, Keva dengan senang hati mengarahkan ke sana, tahu sangat sahabatnya memang liar.

Dia bangkit sebentar demi mempertemukan bibir, melumat kasar sesama ranum tipis sesekali menyusupkan lidah biar merasai dirinya sendiri. Hyunjae merengek lemas sebab Juyeon tidak pernah berhenti menggoyang. “Nghh.. mmh.. Juyeon.. nghh..”

Good job, Baby,” puji Juyeon menunduk mengecup pipi tembam, rokok di jemari telah habis tersesap menyisakan abu berhamburan di pembaringan, puntung bekas terbuang ke sembarang arah, sigap mendamba gadisnya yang didera rasa lelah.

Keva sendiri menelan cairan yang ia dapatkan, menjilati sisa-sisa di bibir lalu duduk bersila memperhatikan Hyunjae digagahi kembali.

“Juyeon! Juyeonn aku jugaa aahh!” Si Cantik tak kuasa mempertahankan rasanya ditumbuk berlebihan, belum lagi dia ditatapin Keva apa tidak mempercepat orgasme seorang. Penyatuan antara liang dan penis mendadak terlepas seiring Hyunjae memancur bebas di atas seprai, mencetak bekas di kain biru, beruntung tak merembes ke kasur lantaran memang didesain anti air. Keva memekik kesenangan, mengulurkan tangan demi mengusap parasan sahabatnya. “mmhh noo.. Kev too muchh..”

“Kev, sit on her,”

“Huh?”

Juyeon membalikkan badan bongsor yang penuh keringat lalu menepuk-nepuk perut mulus di hadapan. “Kamu duduk sini, aku goyang gantian,”

Kuping Keva bergerak-gerak lucu, tertarik pada tawaran. Rambut panjang berwarna pirang ia kibaskan lantaran menutupi pandangan. Gadis manis itu menuruti kemauan, menempatkan organ becek dan pantat tepat di perut, sesekali menggesek perlahan. “Aaahh..” desahnya masih rentan sehabis klimaks.

Pemuda tampan itu menarik pinggul Keva agar menungging, mendekatkan liang kedua sekawan agar ia leluasa menggenjot tanpa halangan. “Jae, masih hidup?”

Keva menumpu badan di sisi kanan kiri sang kawan, menyeringai lebar ketika Hyunjae melenguh sebagai jawaban. “She's good to go, Juyeon,” sahutnya mewakili kemudian menautkan bibir mereka lagi. Hyunjae refleks mengalungkan lengan di pinggang ramping, meremat pipi bokong gadis di atasnya gemas.

Okay then,” Juyeon mengendikkan bahu kemudian menggesekkan puncak tebal di salah satu liang, lendir berlomba-lomba membasahi, dari punya Keva maupun Hyunjae hingga lelaki itu tidak sabar buat masuk.

Here we go, kekuatan perawan. Keva tersedak kaget sesaat kepala jamur menerobos pertahanan, disusul geraman Juyeon, memuji betapa sempitnya liang yang sedang diinvasi. Benar kan dugaan Juyeon, ada rupa ada rasa. Tapi bukan berarti Hyunjae nggak ketat ya!

“Kev, kamu sempit banget, shit.”

“Ngaahh..” si Manis berusaha menopang badan, dibantu cengkraman Hyunjae di pinggang, separuh memori rasanya lenyap setelah Juyeon memenuhi diri. “sorry not sorry Juyeon,” jawabnya mengatur napas, Hyunjae di bawah menangkup dada ukuran B, menggantung bebas meminta perhatian terutama si puting. Tanpa basa-basa ia bangun sedikit untuk mengulum benda mencuat, memberikan sensasi geli di seluruh nadi sang kawan.

“Aku gerak, ya?”

“Mmh..” jawab si Manis sambil mengangguk, manik sipit mengarah ke Hyunjae, beradu tatap dimana gadis cantik itu menghisap rakus bak bayi menyusu. Juyeon di belakang sudah mengadu pinggul menampar pantat tak kalah montok, satu tangan menggenggam jemari Hyunjae di tulang ekor sementara tangan lain bergerilya memuaskan teman tapi mesranya.

Cukup adil bukan?

“Oh! Ohhh shit mmh! Juyeon ngghh!” desahan Keva sama merdunya dengan Hyunjae, mendayu-dayu memanggil nama pemuda di sana berulang-ulang tanpa halangan. Badan mengikuti pergerakan Juyeon, dada setia disesap gadis di bawah, geligi menggores kerutan pentil sehingga Keva sontak menahan. “geli Jae!”

Hyunjae menyengir lebar, lidah terjulur entah bermaksud mengejek atau lagi kesenangan. Dia hampir menggigit indra pengecapnya begitu Juyeon tanpa aba-aba memasuki liang. “UWAH!”

“Jangan berisik, Jae!” tegur lelaki surai oranye berkerut-kerut mengancam, ia langsung saja bergerak memaju-mundurkan pinggul, menampar kulit sesama kulit, menggunakan lubang dua perempuan tersebut secara bergantian bagai memperlakukan mereka sebagai boneka seks. “fuck you're still tight, Jeje,”

Gadis yang dipuji sontak merona merah, menarik tengkuk Keva agar menautkan ranum kenyal. Helaian biru menempel erat di kening, sementara helaian pirang berjatuhan menggelitiki permukaan wajah saat pemiliknya berpagutan panas sesekali melilitkan lidah.

“MMHH!” Giliran Keva yang digenjot, gadis manis tersebut mencengkram kain seprai kuat-kuat sebab Juyeon terlalu dalam mengaduk saluran sehingga ia ingin melepaskan lagi. “Juyeon! Juyeooonnn!”

“Mau keluar lagi?” Keva mengangguk cepat, menggigit bibir bawah kuat-kuat seraya memejamkan mata erat, pinggulnya terasa bergetar sama kayak kedua paha, aliran air membasahi kemaluan Hyunjae, deras macam air terjun. Juyeon dengan tega mengusap cepat si lubang kencing, mengarahkan ke mana-mana hingga basah tak terkira.

“J-Juyeon bentar hikss..”

Lah. Nangis. Juyeon tiba-tiba tertawa saat mendengar ada isakan, ia mengeluarkan kejantanan dan masuk di lorong selanjutnya, mendapat jeritan kaget. “Juyeon ih!”

Can't help it, aku juga lama-lama pengen meledak kalau lihat kalian mancur kayak gini,”

Keva tersengal-sengal mengambil oksigen, mengisi pasokan di rongga pernapasan, merebahkan diri di samping Hyunjae. Sudahlah, jangan suruh dia gabung terus, capek tahu! Dia mau nonton aja deh, sangat menyukai ekspresi Hyunjae yang didominasi oleh pria di ruangan. Manik rusanya berkaca-kaca, merapalkan nama Juyeon disertai rengekan dan cegukan akibat tersedak udara.

“Juyeonjuyeonjuyeon-” Juyeon menyeringai sampai tulang pipi terasa sakit, ada rasa bangga sewaktu melihat betapa Hyunjae mendambakan sentuhannya, ia menunduk melumat bibir kesayangan, kecanduan setengah mati pada rasa yang tertinggal di sana. “mmhh! Mmhh!”

Benar kata si Tampan, lama-lama dia meledak betulan karena harus menahan klimaks sejak bermain sebelum Keva datang. Hyunjae mengucur ke atas, menggigil macam orang meriang tidak bisa dipegang. Liangnya memerah, berdenyut hebat, berkontraksi kuat membungkus batang Juyeon.

“Jae, aku mau keluar juga,”

“Jangan di dalam! Aku nggak minum pil,”

Juyeon menghembuskan napas kasar, mau tak mau melepaskan penyatuan entah sudah keberapa kali. Dia mengocok penisnya yang sangat keras di atas perut seputih susu, namun gadisnya punya ide lain.

“Keluar di mulut kita aja,”

Bajingan. Lelaki itu tidak tahu harus berterima kasih pada siapa. Apalagi dua perempuan ini saling duduk bersampingan memegangi organ intimnya. Keva mengulum bola kembar, Hyunjae seperti biasa memuja si benda tegak. Ketika bibir mereka bertemu, keduanya tertawa geli sembari berciuman, kemudian bergantikan memanjakan kejantanan di hadapan.

“Heh, cepetin.”

Hyunjae memicingkan mata akan ketidaksabaran teman lelakinya. Dia memasukkan sedikit demi sedikit lalu mengulum kecil-kecilan, rambut birunya digenggam erat oleh Juyeon yang mendesis. Keva dengan netra polos hanya bergerak mengecupi goresan nadi, tidak mengacuhkan sahabatnya di samping.

Fuck, fuck, m' coming–” geraman pemuda satu-satunya terdengar berat di kerongkongan, untaian putih mendarat di wajah Hyunjae dan Kevin, lidah kedua sekawan terjulur supaya mendapat bagian. Akibat menahan klimaks dari awal, mani Juyeon cukup banyak untuk membuat genangan pahit di indra pengecap si gadis. Tiada patah kata terucap, mereka sigap menelan bulat-bulat.

Done, Juy.” lapor mereka bersamaan dan spontan saling berpandangan, gelak tawa geli mengalir sebab tidak menduga mereka bakal sekompak itu. Juyeon menyunggingkan senyum lembut, menghadiahi kecupan di ranum masing-masing.

“Aku mandi duluan!” Keva buru-buru bangkit duluan, berderap melangkah ke kamar mandi buat membersihkan diri. Meninggalkan sepasang teman tapi ngasur di atas ranjang.

“Jae.”

Yes?”

“Kamu nggak pernah cerita kalau Keva aslinya cantik,” Hyunjae menahan senyuman, lucu melihat bagaimana Juyeon sedikit merajuk setelah selama ini menganggap Keva seorang kutu buku yang tidak terlalu menarik. Berbanding terbalik dari dirinya si Primadona kampus.

“Ya ngapain aku cerita, she's off limit, for me only,”

“Masa nggak mau sharing,”

“Dih, lu siapa, hmm? Lagian, Keva udah punya cowok tau, si Younghoon anak Kedokteran,” Juyeon membulatkan mata tak percaya, menoleh ke pintu kamar mandi lalu memandang Hyunjae secara bergantian.

“Tapi dia- bentar aku-”

“Mungkin Younghoon tipikal cowok santuy?” Gadis cantik itu mengendikkan bahu, ia geli menemukan raut cengok Juyeon, ia mencubit pipi tirus si Tampan gregetan sebelum mendaratkan kecupan di sudut bibir. “Dah kamu pulang sana! Makasih ya buat malam ini, meskipun kita nggak main kayak biasa,”

Juyeon menegak ludah, menatap gadisnya lamat-lamat, “I don't mind if she wants to join again,”

Pada akhirnya Hyunjae melepaskan tawa, bangun dari pembaringan seraya menarik handuk yang tergantung di belakang pintu, “Yayaya, nanti aku tawarin lagi, bye Daddy! Jangan lupa tutup pintu ya!” ujar si Cantik kemudian melengos ingin bergabung dengan sahabatnya di dalam. Kali ini Juyeon ditinggal sendirian, masih tidak mempercayai apa yang barusan ia lewati di malam uzur ini.

What a fantastic night.

Indeed you got usual hole and a virgin's hole🥰

.

.

.

©️Neti Cantik Punya Abah Sangyeon🥰

sangnew edition🔞

.

.

.

Penawaran terbaik untuk mendongkrak nilai kelulusan, Chanhee is sooo up for it😉

Warning : gym teacher!sangyeon; best student!chanhee; immoral but it's a fiction; blowjob; sloppy anal sex; first time; semi public sex; barebacking; please wear protection even if you can't pregnant

Sangyeon x Chanhee

.

.

.

Satu pelajaran yang Chanhee benci sepanjang ia bersekolah adalah penjaskes. Baik, tolong ditebalin, dimiringin, digaris bawahi, PENJASKES.

Kenapa? Because he wasn't born sporty since birth.

Tuhan memberi tubuh kurus tinggi tinggal tulang alias kutilang kepada seorang Choi Chanhee, ditambah kulit putih pucat bak putri salju, bibir tebal kenyal bagaikan ban dalam (?), hidung mungil tidak terlalu bangir, serta pipi tembam dan jangan lupakan mata bulat hitam legam. Sungguh sempurna sekali, bukan? Oleh karena itu, Dia tidak membubuhi bumbu 'sporty' padanya, karena manusia pada dasarnya diciptakan tak sempurna.

Bagaimana dengan akademik? One of top student, meraih prestasi setinggi langit, namun terjatuh akibat ketidakmampuannya terhadap non-akademis. Sungguh sedikit lagi menuju siswa terbaik namun harus terhalang di cabang atletik.

Bagaimana bisa orang melalui ini hah?

Ujian praktek adalah salah satu yang ingin Chanhee hindari, ia berusaha mati-matian meminta izin orangtuanya agar menuliskan surat bahwasanya ia sedang sakit. Tentu saja ditolak mentah-mentah.

Mengutip dari perkataan Ibu Choi, 'Meskipun nilai akademismu bagus kalau olahrgamu rendah, tetap saja kamu tak bisa lulus, Chani'

Pada akhirnya dia berhasil menyeret diri ke sekolah laknat hanya untuk hadir dalam ujian praktek sebagai syarat kelulusan. Jaket rajut yang dikenakan terasa gatal di leher sehingga ia terus-terusan menggaruk area kulit sampai ia tiba di auditorium tempat pengambilan nilai.

“Hey, Chanhee!” lambaian tangan antusias ia tangkap usai memasuki ruangan, teman sekelasnya sudah memakai pakaian olahraga, sementara ia masih ogah-ogahan melangkah ke sana. “don't scratch that! Merah tauu,” Chanhee memasang raut cemberut, menghentikan gerakan kuku sebab disergah oleh Hyungseo.

Why so excited, huh? Bukannya kamu nggak suka pelajaran ini?”

Hyungseo mencebik, “Walaupun aku dan kamu sama-sama nggak bisa olahraga bukan berarti aku menggagalkan kelulusanku, Neng,” Chanhee hanya mendengus, menyilangkan lengan di dada seraya memandang sekeliling, ada yang latihan, ada yang sit up, ada yang ketawa-ketiwi, ada yang main kuda-kudaan (ini ngapain sih? Chanhee juga cowok tapi nggak tertarik buat bertingkah nyeleneh kayak anak cowok di kelas), ada juga yang menggosip (ini khusus cewek-ceweknya). Mereka semua tampak tidak punya beban, berbanding terbalik dengan dia yang misuh-misuh tidak jelas.

“Aku nggak mau ikut, Hyungseooo..”

Then, adios to your graduation, Baby.” jawab Hyungseo mengendikkan bahu, dia hanya mengarahkan perhatian ke satu orang, sekali-kali sampai akhirnya tak tahan untuk berbisik di telinga Chanhee, “Juyeon ganteng banget hari ini,”

Oh god here we go again,” Chanhee mendapat senggolan lumayan keras dari sahabatnya, ia menjerit mendorong balik sehingga mereka berdua terlibat duel antara boti (?). Kini kedua sekawan mendapat atensi, siulan-siulan menggoda tapi tiada yang mau melerai. Teman sekelas malah terhibur melihat adu dua insan menggemaskan tersebut.

Bunyi pluit nyaring memekakkan gendang telinga sesaat, berhasil menghentikan perkelahian Chanhee dan Hyungseo. Dibilang kelahi sih enggak juga, well, no baku hantam no hajar-hajaran, murni guncangan di bahu disertai pekikan falseto (tidak semacam perkelahian pada umumnya), atau kita sebut saja girls fight apabila mereka berdua punya rambut panjang. Rambut pirang dan rambut hitam sama-sama berantakan, pipi tembam menggembung menghela napas pendek, serta kaos olahraga tidak beraturan.

Guru mereka, berdiri dengan gagah sembari berkacak pinggang, tak bersuara, cuman menatap dari kepala sampai kaki dua sekawan. Chanhee otomatis berdiri kikuk, tidak mau memandang ke siapa-siapa selain lantai. Lebih ganteng dari wajah Lee Sangyeon.

“Bisa kita mulai?”

“Bisa, Pak!!”

Sangyeon menghela napas panjang seiring sorotan manik berpendar memandangi siswa-siswinya, “Baiklah, kalian berbaris kita mulai pemanasan,”

Penghuni keas 3-2 termasuk Choi Chanhee kita sigap mengikuti perintah, saling baris-berbaris memberikan ruang untuk melakukan pemanasan. Chanhee berulang kali memutar mata malas saat tangan gratil mencolek diam-diam, sudah terbiasa dengan perhatian berlebihan dari beberapa teman terutama berjenis kelamin sama.

“Haeri berhenti mengganggu,” tegur Sangyeon saat mengetahui Chanhee sedari tadi digrepe tiada henti, si korban malah diam saja, tidak menunjukkan perlawanan, sementara si pelaku hanya cengengesan.

Pemanasan telah usai masuklah ke pelajaran inti. Atau lebih tepatnya tema ujian praktek mereka hari ini.

“Untuk pengambilan nilai ujian, saya ambil materi senam lantai,” terdengar sorak kekecewaan mendesing di indra pendengaran, Chanhee dan Hyungseo sontak berpandangan, tersambung link batin di antara mereka yang bernasib tak mujur dalam cabang kelenturan. “jadi saya minta untuk yang perempuan, roll depan, roll belakang, sikap lilin, dan kalau bisa handstand itu akan menambah poin,”

“Laki-lakinya, Pak?”

“Sama seperti yang perempuan, tapi kalau ada yang bisa lompat harimau dan meroda akan saya kasih nilai tambahan,” anak laki-laki di sana bersorak gembira, well bagi yang bisa, bagi yang tidak mampu macam Chanhee dan Hyungseo mah diam seribu bahasa.

Matras-matras dikerahkan, membentuk menjadi dua kelompok antara siswa laki dan perempuan. Disaat kayak gini Chanhee mempertanyakan ke Tuhan kenpa dia tidak dilahirkan sebagai wanita kalau privilege yang diterima mereka berbanding jauh sama pria. Jika mereka tak dapat melakukan, guru akan turun tangan, menyemangati -terkadang menertawakan malahan- dan mengatakan it's okay kalau tidak bisa, namanya juga perempuan dan langsung dapat nilai pas-pasan.

Coba kalau cowok. Hmph, nggak ada habisnya diejek terus-terusan.

Chanhee termasuk siswa kutilang yang sekali sentil langsung melayang. Dia tidak bisa roll depan, roll belakang, apalagi meroda gaes! How in the hell people can do that? Apa kalian bisa jua? Tolong beri kisi-kisi bagaimana caranya.

“Choi Chanhee, you're up!”

Pemuda surai hitam tersebut menggembungkan pipi, mata bulat tak luput memutar malas seraya melepaskan silangan lengan depan dada. Dia mempersiapkan diri diolok, meningkatkan kepercayaan, melenyapkan rasa malu berlebihan.

“Saya nggak bisa roll depan, Pak,”

Sangyeon menggumam, there's a hint of judgement radiates from his eyes. “Dicoba aja dulu yang kamu bisa,”

MASALAHNYA SAYA NGGAK BISA SEMUA PAK?!' batin Chanhee menggeram dalam hati. Ah, bodo! Dia melakukan sembarangan menjadikannya bahan guyonan, roll depan cuman berhasil angkat pantat, roll belakang malah nggak keputar, mau handstand dua kakinya meleset ke bawah mengakibatkan punggungnya menghantam alas matras sangat keras. Membuahkan apa? Ya benar sakit dan malu.

Hyungseo memandang khawatir terhadap kondisi sahabatnya, dia bahkan spontan menghampiri saat mendengar rengekan Chanhee, membantu pemuda cantik tersebut bangun menjauhi tempat kejadian perkara.

“Malu anjing!”

Ya namanya juga Choi Chanhee, masih bisa ngumpat meskipun dilanda kemaluan (?) Hyungseo mengerahkan air mineral ke arahnya, sigap ditandas habis-habisan beserta mengalirnya peluh dari kening menuju hidung tak mancung.

“Harusnya tadi malam kamu latihan dulu,”

Chanhee melirik sinis, “Biarpun aku latihan bukan berarti aku langsung bisa, Hyungseo!” Hyungseo refleks mengangkat tangan, isyarat tak ingin mendengar amukan lebih lanjut bertepatan Sangyeon memanggil namanya, dia melesat kabur sesudah menepuk-nepuk bahu sahabatnya. Sempat agak terpeleset sedikit ketika Juyeon melempar senyum. Si Cantik yang melihat auto mendengus sembari meremukkan botol air yang kandas.

Bangke, sempat-sempatnya dia salting sama teman sekelas. Benar-benar Moon Hyungseo bucin.

Pemuda itu menghabiskan waktu menontoni performa teman-teman sekelas. Tepat sekali dugaannya, beberapa anak perempuan mungkin sepertiga dari populasi dibiarkan menyerah bila tidak mampu melakukan, bahkan diajarin cuma-cuma sama teman cowok, sekalian modus rupanya.

Even Hyungseo can do all of them, Chanhee menaruh curiga kalau sebenarnya lelaki bersurai pirang itu mempunyai sisi atletik, untuk menemani dirinya yang payah berolahraga, ia rela menyembunyikan jari diri.

Traitor, isn't he?!

Bunyi pluit menyadarkan dari lamunan, Chanhee beringsut mendekati kerumunan setelah berlama-lama melanglang buana dalam pikiran sendiri. Dia bersila di samping Hyungseo si Pengkhianat, dimana kawannya duduk agak menyandarkan sisi kiri ke sisi kanan Juyeon yang menumpu badan dengan lengan ke belakang.

Mati jones aja deh Chanhee dibanding ngeliat ginian.

“Ya, jadi tadi kita sudah selesai pengambilan nilai ujian praktek, bagi yang nilainya tinggi tolong jangan sombong ke teman-temannya ya! Karena nggak semua orang bisa mengikuti kayak kalian, dan teruntuk..” Sangyeon sempat melirik Chanhee sekilas, menyebabkan si Cantik terkesiap kecil sebelum menundukkan kepala, tahu sangat siapa yang dimaksud paling gagal di antara 30 siswa di kelas. “yang nilainya rendah, teruslah berusaha meskipun tidak ada kelas perbaikan untuk mata pelajaran ini, kelas saya bubarkan kalian boleh kembali ke rumah,”

Chanhee menghela napas panjang karena berhasil mempermalukan dirinya, ia hanya diam membisu meski Hyungseo mengajaknya mengobrol sewaktu mereka siap-siap hendak pulang. Berusaha mencairkan suasana tentang 'nggak papa kok nilai penjaskesmu rendah yang penting pelajaran lain kan nomor 1 mulu.'

Apalah daya nomor 1 di tempat lain tapi tak dapat menjangkau di tempat rendah. Dih, perumpaan macam apa ini? Chanhee tak mau berpikir banyak-banyak, ia didera letih, lesu, lunglai, ya 5L kayak di iklan Sangobion, kalau bisa teleportasi, dia mau langsung nyungsep ke selimut sambil meratapi nasib.

“Aku ajak Juyeon sama Changmin makan siang, kamu ikut nggak?”

Chanhee menjulurkan bibir, menggelengkan kepala, “Nggak.”

“Yah, kenapa?” sahut Changmin kecewa lantaran si Cantik tidak mau bergabung. Chanhee memicingkan mata, sinis banget meskipun masih kelihatan menawan di mata pemuda berlesung itu. “aku traktir,”

“Enggak.”

Princess lagi sedih, jangan digodain, Min,” timpal Juyeon mematri senyum maklum, Chanhee antara kesal dan terenyuh karena dilabeli Princess bersamaan dipahami pujaan hati Hyungseo beda-beda tipis. “Changmin bisa tau ngajarin kamu, kalau mau sih,”

Changmin mengangguk antusias, tentu saja dia ikhlas mah ngajarin pemuda rambut hitam, sudah diincarnya semenjak mereka sekelas dari kelas 1. Namun, Chanhee tetap membatasi jarak mereka, tetap menggelengkan kepala, kekeuh pada jawaban. Hyungseo menghembuskan napas kasar.

“Nasi udah jadi bubur, nggak bakal merubah nilai Chanhee juga,”

“Tapi bubur bisa jadi nasi kalau dikasih roti, By,”

Bodo amat, Lee Juyeon.

Oke kita abaikan saja kebucinan dua orang yang entah bagaimana caranya menyebut panggilan mesra satu sama lain dalam kurun 2 jam pelajaran. Changmin pun harus menelan kekecewaan setelah penawaran ditolak mentah-mentah, pada akhirnya mereka bertiga berjalan duluan, meninggalkan Chanhee dilanda kegalauan.

“Loh? Chanhee, kamu belum pulang?” Sangyeon bersuara ketika mata menangkap sosok siswa yang lamban sekali membereskan perlengkapan, Chanhee tidak menjawab, tapi bibirnya gemetar seperti menahan tangis, menyebabkan kepanikan menjalar di nadi. “ehh? Ehh kamu kenapa?”

“Saya nggak lulus pelajaran ini huaaaaa!!!”

Sangyeon buru-buru menutup pintu ruangan, supaya pecah tangisan lelaki itu tidak menimbulkan pertanyaan dari siswa lain. Dia beringsut menghampiri, melihat Chanhee terjongkok menyembunyikan wajah di balik lutut. Pria berambut cokelat merefleksikan postur, supaya tinggi mereka sejajar.

“Siapa yang bilang kamu nggak lulus, hmm?”

“Bapak..”

“Lah, saya nggak ada bilang,”

Chanhee menarik ingus, terisak kecil mau menampakkan muka, sialannya, mata bulat berwarna hitam legam memancarkan kilauan aneh di jantung Sangyeon, sekejap guru muda itu terpesona, menumbuhkan sesuatu di rongga dada.

“Bapak bilang hiks- bapak bilang yang nilainya rendah..”

“Yang nilainya rendah bukan kamu aja, Chanhee, mungkin ada 10 temanmu yang nggak mencapai target,” Sangyeon diam-diam mengepalkan tangan, dia harus bersikap profesional meskipun insting bejatnya mengambil alih untuk memberikan tawaran tidak bermoral.

Chanhee mengulum bibir bawah, tidak bermaksud apa-apa akan tetapi Sangyeon menangkap arti lain. Arti kotor sebenarnya, apalagi muridnya yang ini cantik melebihi wanita, semacam diciptakan Tuhan sebagai cobaan selama dia mengajar di sekolah.

“Tapi pasti saya paling rendah,”

“Saya nggak bilang loh ya,”

Lelaki manis itu masih mengerucutkan bibir, memainkan ranum perlahan sesekali mengusap pipi yang basah akan jejak kristal bening, “Maaf Pak, saya memang nggak punya bakat olahraga dari lahir,”

Sangyeon tersenyum tipis, mengangguk bagaikan paham akan penuturan sedih tersebut. Dia memberanikan diri menepuk-nepuk puncak kepala Chanhee, merasakan betapa lembut surai hitam pekat sama seperti warna matanya. Memerangkap lawan bicara, menghipnotis agar mendekat.

“Kalau gitu saya ajarin, mau? Siapa tahu bisa naikkin nilaimu,”

Manik kesukaan tiba-tiba berbinar, menunjukkan ketidakpercayaan sekaligus keantusiasan, Sangyeon mengumpat dalam hati, tidak mungkin dia terangsang hanya karena mendapati sinar kegembiraan memancar dari wajah manis.

“Beneran, Pak?!”

“Iya, lama-lama saya nggak tega juga lihat kamu sampai nangis gini,” kedua insan yang masih tertinggal di auditorium memulai sesi kelas tambahan, syarat penambahan poin supaya lulus ujian. Chanhee berusaha mengikuti seluruh instruksi, dan Sangyeon sabar setengah mati dalam mengajari.

Namun, ketabahan seseorang pasti bakal menipis macam pantyliner kan? Begitulah Sangyeon, dia cuman manusia biasa, melihat tidak ada perubahan dari sesi tutor mereka membuat dia terpaksa mengambil jalan terakhir.

“Pak, terus gimana ini saya kok ngestuck?”

“Chanhee, kembali dulu ke posisi sebelumnya,”

Siswa terbaik itu mengembalikan postur yang sebelumnya membungkuk hendak melakukan roll depan menjadi bertumpu lutut. Sangyeon makin menyumpah, skenario-skenario kotor menjadi liar dalam benak.

“Kenapa Pak?”

Sangyeon menarik napas, bersiap mengumumkan tawaran, semoga saja anak ini menolak jadi mereka dapat melupakan kejadian. Karena siapa manusia normal di dunia mau menuruti kemaksiaran tidak bermoral antara guru dan murid hm?

“Saya rasa kamu nggak akan berhasil hari ini, gimana kalau saya tambahin nilai kamu tapi dengan satu syarat..” Chanhee menunggu penuh antisipasi, pundak menjadi naik, menanti bak anak baik. Sangyeon menelan ludah terlebih dahulu, supaya tidak serak-serak amat sekalian merendahkan suaranya agar terdengar mendominasi. “kamu main sama saya,”

“Main apa Pak?”

“Mainan orang dewasa,”

Kening Chanhee berkerut-kerut, pertanda kebingungan, “Memang ada?”

Melihat kepolosan itu, Sangyeon bangkit untuk berdiri tegak, tangan terulur ke depan berniat menurunkan celana olahraga, memperlihatkan gundukan agak menyembul di balik boxer. Sekejap Chanhee melongo langsung mengetahui maksud sang pengajar.

“Bapak mau saya puasin?”

“Kalau kamu mau nilaimu bagus sih,” oh shit sekarang Sangyeon malah meremehkan pertanyaan Chanhee, material dalaman bergabung bersama kain penutup lain, hingga sebatas lutut. Memperhatikan reaksi siswanya yang membeku di tempat duduk.

Okay.”

Heh.

HEEHH.

Pria berusia kepala dua tersebut terkejut melihat bagaimana Chanhee merangkak ke arahnya yang tak jauh. Menipiskan jarak antara mereka sembari berlutut kembali menghadap penis setengah tegang. Mampus semampus-mampusnya, dia malah kena getah. Manik tak kuasa memandang kelopak berbulu mata lentik mengedip-ngedip tanpa dosa.

Seolah menghisap burung gurunya bukan suatu masalah bagi Chanhee.

“Kamu yakin?”

Chanhee mengangguk, tenang tidak ada guratan ketakutan maupun jijik, sebaliknya, lelaki cantik tersebut menerpa napas di sekujur batang, lalu mengendus perlahan, hendak membuat Sangyeon bangun. “It's okay Sir, I've done this before,”

Sialan! Sialaaannn! Kini Sangyeon tidak dapat berbuat apa-apa selain pasrah menerima sentuhan, jemari selentik bulu mata menelusuri urat nadi, ditambah kecupan-kecupan kecil berhasil menegakkan benda kebanggaan.

“Chanhee..” desah Sangyeon terdengar seksi di telinga si Cantik, Chanhee merespon dengan menambahi kecupan, bunyi pertemuan bibir dan permukaan kulit penis menggema di gendang telinga masing-masing, ternyata membangkitkan nafsu dalam diri. “easy Baby, saya nggak kemana-mana,”

Chanhee mengumpulkan saliva, meludah tepat di puncak gemuk membiarkan untaian terjun bebas mengundang desisan nikmat, ia menggenggam dilanjutkan mengocok, berniat melicinkan sebelum akhirnya disantap rongga makan.

Fuck!” pria surai cokelat banyak mengumpat siang ini dikarenakan mulut Chanhee bagaikan definisi surga. Pipi tembam semakin tembam dipenuhi kemaluan, mata bulat memandang menyiratkan keenakan melahap organ. “kamu cantik sekali, Chanhee Baby,”

Si Cantik tersipu akan pujian, kepala naik turun, menghisap sedikit kuat bagai menyedot sesuatu. Iya menyedot anak mani maksudnya. Bagian yang tak dapat masuk ia pegangi menggunakan kedua tangan kemudian bergerak lagi secara bersamaan.

“Ahh.. aahh Chanhee-yaa.”

Manik Chanhee terputar ke belakang begitu puncak tebal menyodok tenggorokan, pertanda Sangyeon sudah terlalu dalam dan dia tampak kesusahan mengambil napas. Guru tampan itu buru-buru mengeluarkan, tak mau mengacaukan saluran makan.

“Kalau susah nggak usah dipaksa, Chanhee,”

“Punya Bapak enak dari Hyungseo, saya nggak keberatan kalau disuruh kulum lagi,” akhirnya lama kelamaan kesabaran Sangyeon lenyap tergantikan keganasan. Sekejap setelah Chanhee berkomentar dengan kesantuian tiada tara, ia mempertemukan bibir mereka, tak sengaja mendorong siswanya di atas matras. Ranum bertemu ranum menciptakan kecipak panas, Chanhee refleks mengalungkan kaki jenjang di pinggang, tak lupa menaikkan pinggul agar saling bergesekkan.

Dia tak pernah merasakan hal ini sebelumnya, dan kesempatan tidak datang dua kali. Menyangkut nilai tambahan serta kenikmatan surga dunia. Melupakan segala hal termasuk waktu maupun tempat terjadinya peristiwa.

Kenapa nggak dari kemaren aja sih dia terima tawaran gurunya?

Sangyeon gemas pada bibir tebal yang nampak membengkak sesudah ia lumat berlebihan, it looks shiny with their saliva on it. Belum lagi manik legam berkaca-kaca lantaran sang pemilik terlihat menginginkannya.

“Kenapa kamu nggak nolak, heum?” kecupan mendarat sekali, sebelum menjauh sedikit, Chanhee merengek hendak menarik rahang tegas itu supaya mereka tidak melepaskan sambungan, “kalau kayak gini saya nggak bisa berhenti,”

“Nggak papa, Pak,” erang lelaki cantik itu berupaya terus merapatkan tubuh, rupanya mulai kesal akan penghalang kain yang masih melekat di badan. “if it makes me graduate saya rela Bapak goyang,”

Murid sinting. Itu saja kata Sangyeon dalam hati lalu membuang jauh-jauh pikiran soal resiko maupun konsekuensi, saat ini ia mau menikmati dulu figur kutilang berwajah Aphrodite yang dimana sudah sama-sama tegang sejak ia mengulumnya tadi.

Pakaian di kulit terlucuti, terlempar ke samping bersamaan matras lain. Kepolosan menyapa indra penglihatan mengundang pujian dari mulut masing-masingn. Chanhee terpukau pada bentukan dada bidang dan perut roti sobek, Sangyeon terpesona pada kulit mulus seputih Putri Salju dan penis mungil yang muridnya punya.

“Bapak jangan ngeliatin burung saya gituu!” pekik Chanhee malu seraya menutupi kemaluannya, IYA DIA TAHU DIA KECIL TAPI BUKAN BERARTI DIJADIIN BAHAN OLOKAN.

Sangyeon menggeleng, kedua tangan sigap meraih tangan si Cantik berupaya menaruh ke sisi kanan kiri, supaya ia lebih leluasi memandangi. “Nggak kok, punya kamu cantik kayak yang punya,”

Ajaib, warnah merah tergesa-gesa menjalari setiap centi kulit, menambah keseksian Chanhee menjadi berkali-kali lipat, adiknya menggeliat, ikutan tersipu akan pujian. “Ah- Bapak ih!”

I don't mind about the size, Baby,” ucap Sangyeon kemudian berbuat lebih berani, menekuk kedua tungkai panjang di atas dada, beralih memandangi lubang kemerahan yang berkedut cepat, menyesuaikan frekuensi sang murid mengambil napas, Chanhee malah tambah deg-degan, tidak pernah mengekspor dirinya seintim ini ke orang apalagi ke guru sendiri, woy! Dia juga tak mengerti kenapa tiba-tiba mengiyakan? Masa cuman gara-gara supaya lulus? Yakali dia mecah keperawanan demi nilai, he's not that desperate.

Lah terus dia sekarang ngangkang di depan Sangyeon ngapain, hah? Cek kesehatan?

“Paakk.. maluu..”

Too late to be shy, Chanhee,” sahut pria gagah tersebut mengulum jemari, membaluri digit dengan saliva sebanyak mungkin, meraba kerutan otot milik Chanhee. “harusnya kamu bilang sebelum kamu kulum saya tadi,”

Sialan, Sangyeon ada benarnya.

Ah bodo! Kesempatan hanya sekali, kapan lagi dia dijebol sama guru ganteng kayak Sangyeon? Pembawaan yang kharismatik, cara mengajar yang tidak membosankan (Chanhee tidak suka pelajarannya bukan gurunya ya!🤫), serta senyum lembut yang selalu terpampang apabila muridnya berhasil melakukan sesuai arahan. Ah! Otak Chanhee sedikit lagi akan leleh ke lantai kalau gini caranya.

“Pak, jangan kasar-kasar ya..”

“Masih virgin?”

Chanhee menegak ludah, mengangguk lamban, “Iya, saya pernah ngulum doang,” Sangyeon menggumam paham, menjauhkan diri sejenak untuk mengambil sesuatu dalam tas olahraga. Si Cantik memperhatikan gerak-gerik itu dengan perasaan campur aduk, terketuk hati mengocok milik sendiri sembari meraba-raba permukaan pintu masuk yang basah.

Will it fit? Kalau Chanhee robek gimana? Sangyeon tahu banget ya? Bukankah gurunya normal?

“Chanhee, berhenti berpikir, saya nggak akan nyakitin kamu,”

Mendengar kalimat keyakinan tersebut menghilangkan kegundahan sejenak. Chanhee masih memainkan penis ketika Sangyeon mempersiapkan dirinya, melihat gurat-gurat keseriusan tersampir, tak sengaja menaikkan intensitas deguban jantung serta batang di genggaman menggeliat. “Pak..”

“Hmm?”

“Sumpah Bapak ganteng banget, kenapa saya baru sadar sih?”

Sangyeon tergelak renyah, nggak habis pikir sama kerandoman siswa cantik di hadapan dimana ia sedang memijat-mijat otot lubang buat disisipkan jemari. “Terus kalau sudah sadar gini?”

Chanhee menggigit bibir, ada sedikit rasa sakit mendera sehingga rautnya menyeringit menahan perih, “Ng.. nggak tahu.. nghh..”

“Rileks, Baby, baru satu jari,”

“Berapa yang harus dimasukin?” tanya lelaki termuda merasa aneh di bagian lubang, iya licin sih tapi kayak ada sesuatu tersumpal di bagian sana. Sangyeon memajukan digit perlahan-lahan sampai buku jari, bertahan sebentar meskipun dinding memijat ganas.

Waduh, kekuatan perawan memang sedap sih.

At least three or four if you want to take me,” si Cantik mulai mengerang lepas begitu Sangyeon memaju-mundurkan. Digit tengah ditemani telunjuk, menembus pertahanan, membuat gerakan menggunting ke kanan-kiri, melingkari liang supaya longgar. Dia membantu mengalihkan rasa sakit, membiarkan Chanhee memainkan miliknya sedangkan ia mengusap pentil kecokelatan.

“Ahh! Aahh mmh Pakk mmh!”

“Duh, Chanhee berhenti panggil saya Pak,” keluh Sangyeon merasa aneh, “jatuhnya kayak saya gagahin anak di bawah umur,”

Chanhee tidak dapat berpikir panjang, sentuhan di kejantanan, liang, maupun di pentil menyebabkan isi kepala meleleh perlahan. Terutama ketika ujung kuku mencolek sesuatu di dalam. “AH KAK!”

“Ssshh, you'll wake the entire grave if you're being loud,” tegur pria lebih tua mempercepat gerakan, menambah jari selanjutnya hingga ia merasa Chanhee siap menerima barang kebanggaan. Tubuh kurus mendadak menggigil bak kedinginan usai penyatuan jemari terlepas, Sangyeon menjilat bibir sebab lubang perawan tersebut mulai membuka.

Kalau ada kesempatan, dia mau menyantap Chanhee selayaknya hidangan bintang lima. Buat sekarang karena mereka di auditorium, masih satu lingkungan sekolah dimana penjaga atau petugas kebersihan dapat memergoki kapan saja, he should be grateful for once.

“Bangun dulu,” Chanhee sigap menuruti, bangun dari alas matras sehingga berhadapan lebih dekat dengan sosok gagah di depannya, Sangyeon membawanya naik ke pangkuan, mengarahkan puncak tepat di lubang, membuat Chanhee sedikit lebih tinggi darinya. “kalau kayak gini rasa sakitnya nggak terlalu kerasa,” si Cantik mengangguk, memberikan izin untuk dimasuki sepenuhnya. Bibir menaut kembali sebagai peralihan, tangan di pinggang menurunkan pelan-pelan, sementara yang lain memainkan puting mencuat.

“Mmhh!” oh shit, ohhh no it's in! Mungkin beberapa percobaan pertama Chanhee belum mau menerima, tak sadar menutup liang rapat-rapat ketika Sangyeon menyodok-nyodok kerutan. Usaha tidak mengkhianati hasil, Chanhee sukses menjebol keperawanan usai kepala jamur masuk meski susah payah. Hampir bibir Sangyeon robek gara-gara gigitan tak sengaja. Namun, usapan lembut serta belaian mesra tak luput dikerahkan agar baik-baik saja.

“Kak.. sakit..”

“Udah keburu masuk, Sayang.”

Chanhee menarik ingus sedikit, air mata menggenangi pelupuk sambil bergelayutan di pangkuan kokoh, ranum terjulur diemut Sangyeon karena gemas. “Punya Kakak gede..”

“Iya, kakak nggak tau harus minta maaf atau bangga,” sahut Sangyeon menyengir sehingga Chanhee merona merah, buru-buru melesakkan wajah di leher berkeringat pria yang dipeluk erat, Sangyeon setia mendiamkan walau keinginan menggoyang di ujung jari, demi kelangsungan hidup sang murid, dia memutuskan untuk menenangkan atau membuai dengan elusan halus.

Setelah beberapa menit saling menghirup aroma memabukkan satu sama lain, Chanhee pun membuka suara, “Kak, gerak..”

Mungkin gerakan Sangyeon terlihat antusias dan penuh semangat karena sebetulnya dia nggak tahan lagi tak menggenjot lubang yang membungkus adiknya. Ketat, sedap, memijat kuat, benar-benar khas anak perawan tak pernah terjamah. Chanhee terbaring di matras, menggantungkan seluruh beban hidup dengan memeluk Sangyeon di atasnya lebih rapat. Pita suara mengalunkan desahan patah-patah seiring pinggul si pria maju mundur secara cepat.

“Aah- aahh- Kak.. nghh!”

“Chanhee-ya, kamu enak banget, Sayang..” balas Sangyeon tidak kalah berat di telinga, deru napasnya menggambarkan betapa nikmat lubang yang menjepit organ tebal, tempo pinggul seperti diatur oleh sesuatu tak kasat mata, hanya berada di kecepatan di atas rata-rata. Geraman pria surai cokelat meremangkan rambut-rambut halus di sekujur badan, mengepulkan anak mani milik Chanhee seorang.

“Kak.. nghh! Chani mau..”

“Chani mau keluar?” Lelaki cantik tersebut mengangguk-angguk cepat, tak kuasa menahan simpulan perut beradu di dalam bersamaan Sangyeon mengaduk-ngaduk saluran. Pertemuan antara puncak gendut dan buntelan saraf malah memperkeruh keadaan di sana. “then come.”

Titahan mengundang si penis mungil memuntahkan cairan tanpa disentuh sama sekali. Oh mungkin adanya gesekan antara otot perut dan batang tegak itulah menambah stimulasi ia cepat sampai. Sangyeon juga tidak mau berlama-lama meski ingin. Ingat, mereka tidak sedang di rumah.

“Hngh.. Kakak..”

“Iya ini aku udah dekat, shit so tight..” gumam Sangyeon mengumpat akibat kesempitan ruang membuatnya kewalahan menggoyang. Begitu dirasanya ia mau klimaks, tergesa-gesa ia mengeluarkan kemaluan sembari mengocok cepat agar mendarat di perut penuh genangan. “fuck... ughh..” Chanhee menggelinjang saat melihat, seksi dan erotis di saat bersamaan. Dia bahkan mengulurkan jemari, mengusap permukaan secara gamblang mencampurkan benih mereka.

Shit Chanhee don't do that,”

Why?”

“Aku nggak mau terangsang lagi okay?” balas pria itu mengatur pasokn udara ke paru-paru, menunggu milik mereka layu sebelum kembali menghadapi realita. Dimana keduanya hanyalah seorang guru olahraga dan siswa pintar.

“Jadi nilai saya gimana, Pak?”

Sangyeon yang sedikit-sedikit mengembalikan harga diri setelah orgasme di perut Chanhee sontak tersadar bahwa tujuan sebenarnya mereka berhubungan intim di atas matras adalah penambahan nilai ujian praktek si Cantik.

“Ya kamu lulus,”

“Asyik!” Chanhee tak dapat membendung kegembiraan, ia mendadak bangkit meski tulang ekor berteriak pedih, mulut mendesis tapi mengabaikan rasa sakit demi memeluk pria gagah ini. “makasih Kak.”

Pay some respect for your teacher, Chanhee,” gumam Sangyeon tidak juga melawan pelukan, ia malah mengalungkan lengan di pinggang ramping sekaligus membawa lelaki itu ke pangkuan.

Chanhee tersenyum miring, terkesan jahil, “Mending Kakak jadi pacar aku daripada nyesal sudah berbuat kayak gini sama murid,”

Sudah kubilang kan, Chanhee itu murid sinting. Sangyeon sampai menyeringitkan kening terhadap penawaran sepihak tersebut.

We can't,”

“Kak, tiga bulan lagi aku udah lulus, dan kita bukan murid dan guru lagi tau!” protes Chanhee mengerucutkan bibir, Sangyeon mengerutkan dahi, benar-benar tidak menduga secepat itu Chanhee meminta jadi pacar padahal mereka baru juga main sekali.

Apa karena kejantanannya? Membawa apa nih? Ekstasi? Mengandung pelet jangan-jangan, padahal dia nggak keluar di dalam.

“Bukannya kalau pacaran harus pendekatan dulu?”

I just had your dick in my mouth and my ass, bagian mana pendekatannya huh?”

Chanhee has a point.

Sangyeon menghembuskan napas panjang, memajukan wajah menipiskan jarak buat menautkan bibir mereka. Menyecap ranum Chanhee tidak pernah ia rasakan dimanapun. Shit, bantalan kenyal yang sedang dikecup ini begitu adiktif bagi dirinya sendiri. Membuatnya ketagihan ingin menggoda terus.

Fine, you win.”

Chanhee bersorak gembira, tertawa riang sembari memegangi rahang Sangyeon agar berciuman lebih mesra.

Benar kata Hyungseo tadi, nasi sudah menjadi bubur sama seperti nilai Chanhee pertama kali tapi lebih benar lagi omongan Juyeon tentang kembalinya bubur menjadi nasi akibat kehadiran roti, diartikan sebagai penawaran memuaskan Sangyeon berujung dia lulus pelajaran atletik bersamaan mendapatkan kekasih.

What a best student, isn't he?🤪

.

.

.

©️Noname

lebih ke binal sih hee beneran deh itu gurumu ajg —finn🤦‍♀️