rymafein

place to reveal myself

MOVIE DISASTER

bbangmil🔞

Me time Hyunjae berakhir seks dibalik vas tanaman tinggi samping toilet bioskop.

Warning : ofc, girl!hyunjae, public sex, shower masturbation, squirting, creampie, bahasa non baku; not so subtle mil

.

.

.

Dia sengaja mencari jam yang tidak ramai. Sengaja mencari bioskop sepi, sengaja mengenakan dress di bawah bokong, yang apabila membungkuk sedikit maka “welcome the montoqs”. Masih ingat kegilaan yang ia lakukan sepulang kerja? Ya, she wants to seek it again in public cinema. Kalau ada yang tertarik sih, kalau tidak ya no problem at all, paling juga sehabis nonton dia dugem sebentar.

Benar sesuai dugaan, cinema nampak lengang tapi tak juga kosong-kosong amat. Masih ada segelintir orang berlalu-lalang beraktivitas masing-masing. Hyunjae melangkah cuek bebek menuju loket tiket, mengabaikan tatapan-tatapan yang dilayangkan ketika pinggulnya berlenggak-lenggok seakan hendak pamer. Yeah she knows that already.

“Selamat malam, mau nonton film apa?”

“Hmm..” Gadis cantik itu memicingkan mata memandangi layar, sejujurnya dia juga nggak tahu film yang lagi populer sekarang. Sedari tadi ia tidak melihat cowok-cowok single melirik ke arahnya, malah dia yang celingak-celinguk selayaknya mencari mangsa. “umm, Mafia in Tokyo aja deh,”

“Baik, silakan pilih kursi yang diinginkan,” selagi Hyunjae memperhatikan satu persatu tempat duduk berwarna hijau, ia menunjuk ke salah satu bangku agak pojok, tanpa mengatakan apapun, and being a professional seller she is, penjaga loket memproses transaksi. Sesudah tiket diterima, Hyunjae melempar senyum manis kemudian membalikkan badan dan cukup terkejut begitu terhalang dada bidang.

“Maaf.” ucapnya sontak mendongak, mata rusa membulat, terlintas keterkejutan namun berhasil disembunyikan lantaran orang yang menghalangi tidak bersuara maupun merespon permintaan maaf. Dia malah menggeser badan, menganggap Hyunjae tidak ada.

Brengsek.

He's the molester in the bus!

Siapa namanya? Sebentar Hyunjae ingat-ingat dulu, Young.. hoon? YA BENAR! Itu cowok yang menggagahi dirinya dalam bis! Lenyap tak berbekas seperti hantu tidak berjejak.

How dare he doesn't recognize her?! Dan MEMBAWA SEORANG WANITA? So he's a sexual harasser and a cheater?! Benar-benar bajingan. Hyunjae masih tak habis pikir setelah berpapasan secara kebetulan dengan lelaki itu. Penampilannya sama seperti yang ia lihat ketika menolehkan kepala, rambut hitam lebat, pundak tegap, badan bongsor nan jangkung, bibir merah muda tipis serta tahi lalat tepat di ujung hidung mancung.

She's pissed. But also confused. Kenapa dia marah padahal dia kan juga menikmatinya? Bukan melawan, bukan berteriak, bukan menendang selangkangan, bukan juga menghajar sampai mampus -fyi, Hyunjae bersabuk hitam di bela diri taekwondo jadi Younghoon bisa saja koma beberapa hari apabila ia menyentuh sedikit-.

Gadis surai cokelat berjalan sambil merenung, tidak memahami alasan kejengkelan yang mendera setelah bertemu pelaku pelecehan seminggu lalu. No, no, dia tidak bisa melabelinya sebagai pelaku karena Hyunjae tak melawan sama sekali, malah penis panjang milik lelaki itu berhasil menyebabkan lantai kendaraan tergenang air.

Air istimewa maksudku😌

Mengulas balik kejadian mengenakkan tak sadar membangunkan klitoris Hyunjae lagi, si gadis menegak ludah, berusaha mengalihkan perhatian dan berjalan lebih cepat ke loket makanan. Tidak, Hyunjae tak ingin mengulang dua kali, apalagi jika bersama pasangan orang. She's an attention-slut but not a third party.

Suara wanita berat menyapa indra pendengaran begitu ia menenangkan diri sambil memeluk sebuket popcorn dan cola, merupakan panggilan bahwa studio yang menayangkan film Mafia in Tokyo dinyatakan telah dibuka. Tanpa ancang-ancang, gadis manis tersebut melangkah tergesa-gesa, tidak menyadari beberapa pasang mata terus mengarah ke bokong yang berlenggok, enggan dilindungi material gaun sepaha.

Maybe they want a breather too, haha.

Beruntung di malam tak ramai ini, penghuni studio terlihat lapang, bahkan dapat dihitung jari termasuk dirinya sendiri. Di barisnya, helat beberapa kursi, duduklah sepasang suami istri, bertiga bersama Hyunjae di kursi pojok.

Okay..” gumamnya menyamankan posisi, kaki agak mengangkang karena dirasa enak, cola disesap sedikit demi sedikit sembari menunggu pembukaan film. Dalam menit-menit selanjutnya, tokoh utama kita akan berkonsentrasi terhadap alur, melupakan pertemuan tak terduga, meresapi jalan cerita yang dibawakan lakon.

Fuck.” tiba-tiba ia menyumpah, sebuah adegan dewasa tertayang sangat-sangat besar di layar, dimana tokoh perempuan dicumbu habis-habisan seraya mengeluarkan desahan merdu. Hyunjae sampai memalingkan muka ke arah lain, hendak melihat bagaimana respon penonton, ia hanya menemukan mereka diam menikmati tayangan.

Perlakuan si pria tampak kasar, but the woman loves it, her fingers trace the line of his tattoo on his chest, while moving up and down as her man kissed her lips aggressively.

Hyunjae biasanya tidak terpengaruh saat disuguhi hal-hal macam ini, akan tetapi alam bawah sadarnya bak membayangkan sesuatu hina nan kotor. Menganggap lakon perempuan sebagai dia dan pria yang ia goyang adalah Younghoon.

Must be nice to feel the thick thighs meet her juicy ass, hm?

Bibir Younghoon juga pas bila ia mengingat-ingat ciuman mereka di bis. Dengan kemaluan bergerak maju mundur, mengaduk isi liang, menyapa saraf dekat mulut rahim, menaikkan intensitas Hyunjae membasahi pijakan kaki dengan cairan sendiri.

Shit. The clit pulsated like a vein (well, it is), became faster and hard to send the electricity around her body. Hyunjae perlahan mengapitkan paha, agar labia yang melingkupi memberi gesekan kecil, liang tentu saja merespon perlakuan, menjadi basah tak keruan.

Dia harus pergi dari sini. Gadis montok tersebut bangkit dari kursi, menyeret langkah melalui bangku-bangku kosong sesekali membungkuk sopan sewaktu melewati pasutri sebaris. Hyunjae menapaki tangga terburu-buru, bagai dikejar maling, sukses mengeluarkannya dari ruang temaram.

Pencahayaan yang menyilaukan mata sukses membakar indra penglihatan secara hiperbola. Hyunjae beruntung tiada orang memenuhi lorong, memudahkannya menyelipkan tubuh ke toilet tak jauh dari pintu keluar studio.

Kosong melompong, one that she loves. Memasuki sebuah bilik karena tak tahan lagi hendak menuntaskan hasrat yang sangat aneh dirasakan. But, you know how woman got pent-up, right? Sesuatu hal kecil dapat membuat mereka terangsang, dan sesuatu yang kecil pula dapat menghilangkan nafsu sesaat.

Gaun pendek dinaikkan sampai perut, celana renda tipis membentuk cetakan akibat rangsangan saat menonton tadi. Hyunjae menggerutu dalam hati sebab si kain takkan enak buat dikenakan lagi, jadinya ia menurunkan melewati paha ke betis lalu menggumpalnya ke dalam tas kecil.

Okay Jae, this is not good, kamu seharusnya dipakai bukan main sendiri, bodoh! Stupid clit, stupidYounghoon!' Gadis cantik menaikkan tungkai di atas pinggiran kloset duduk, mengambil semprotan mengarahkan tepat di selangkangan. Aliran deras saat ia menekan tombol menerpa permukaan menyebabkan ia menjerit kaget sekaligus enak. Menancapkan geligi di bibir, menahan desahan serta tubuh menggigil nikmat.

Fuck, ini air tajam banget, tapi enak- mmffh!

Klitoris makin mengeras saat pancuran bagai hujan deras mengenai bentukan, organ perempuan memang diciptakan rentan terhadap sentuhan apapun termasuk dihujani air berkecepatan kencang. Hyunjae merasa hendak sampai, bukan karena kilas balik penis Younghoon seminggu lalu melainkan semprotan di tangan sambil mengusap kasar daging pencari perhatian.

'Oh.. oh shit fuck m' com-' Kepala selang terlepas dari genggaman begitu Hyunjae menyemprot pintu bilik dengan kekuatan super. Dia sendiri tertandak-tandak di alas duduk, keluar terus menerus bak air bah. Manik rusa mulai sayu berusaha ditahan agar tetap sadar, what an actual fuck, cuman gara-gara raut datar Younghoon ketika beradu tatap, kepura-puraannya, cuplikan dewasa yang pas penggambarannya dengan mereka, membuat Hyunjae membasahi ruangan berpetak. Kaki-kaki masih gemetaran, dan kemaluannya tidak boleh dipegang. Liang berdenyut kuat, terutama si daging mencuat, merah macam belum puas.

“Sialaaaaaaaaaannnn!”

Mari kita tinggalkan sejenak wanita malang yang telah mengotori bilik toilet dengan hasil pancuran, kini gadis manis itu memperbaiki penampilan di depan cermin sembari mencuci tangan. Hyunjae memandang pantulan, menepuk-nepuk pipi agak keras supaya tampak merona, surai cokelat disisir rapi-rapi, berniat langsung pulang daripada masuk melanjutkan.

“AAH!”

Mulut besar musti terbungkam, netra terbelalak saat seseorang menghimpit pada dinding terdekat, tepat di samping vas tanaman tinggi, dekat pintu keluar studio pertama. “Mmph!”

Younghoon menahan seringaian, menekan telapak tangan lebih dalam berupaya mengunci perlawanan, “Nice to see you again, Sweetie.”

THIS IS NOT WHAT SHE WANTED!

Oke ralat, dia menginginkannya apabila Younghoon tidak punya pacar.

Hyunjae bergerak ke sana kemari namun tetap Younghoon tak bergeming, malahan dia semakin dipojokkan. Tangan kiri Younghoon membekap separuh wajah, sementara tangan kanan meremat pinggul kuat-kuat.

“Aku nggak nyangka kalau kita ketemu lagi di sini, Manis,”

Si gadis menggeleng-geleng, sirat ketakutan tapi penuh semangat terpancar di manik rusanya, organ intim tentu saja lebih memihak ke perasaan kedua. Siap bangun meminta sentuhan di tempat keramaian. Bajingan, klitoris laknat!

Oh, sorry for muffling you, you don't want people hearing you scream my name, do you?” Hyunjae mengoceh tidak jelas, ingin menyumpah, memaki pemuda di hadapan dengan penghuni kebun binatang. Namun, apa yang bisa ia lakukan selain mencoba keras buat melonggarkan kukungan, menatap seperti minta dikasihani supaya dilepaskan.

Younghoon melirik sekeliling, lorong tampak sunyi walaupun dentuman bunyi tembakan menggema di dinding berlapis tebal, mana ada kedap suara kalau masih kedengaran sampai luar. Dia melepaskan bekapan, memperhatikan Hyunjae tersengal-sengal mengambil napas.

“Jangan buat suara sekecil apapun, mengerti?” belum juga paru-paru diisi udara lebih banyak, bibir Hyunjae sudah direnggut ganas, si Manis terkesiap buru-buru memegangi pundak tegap. Younghoon melumat atas bawah, kayak menyesap permen manis, memainkan di antara bibir seorang. Demi memamerkan kekuatan, pemuda tersebut makin memojokkan figur si gadis, flat into the walls, higher than his height, lantaran ia mengangkatnya.

Jari jemari panjang nan kasar bergerilya di sekujur badan sintal, gaun pendek tersingkap menampilkan kulit mulus selembut sutra. Younghoon gencar sekaligus tamak, menuntut ciuman menjadi panas hingga Si Manis kewalahan membalas.

“Ngh.. mmhh..”

“Uh oh, someone's been planning this,” komentar Younghoon sewaktu menemukan Hyunjae tak mengenakan dalaman, organ intimnya sama seperti sang pemilik, seputih susu, ditumbuhi rambut-rambut halus, tembam persis pipinya seperti meneriakkan 'please eat me, Daddy!' kepada pria surai hitam.

Apa tidak tambah berdiri burung di balik celana, huh?

Semburat merah muda menghiasi wajah ayu, menambah rona cantik nan menggemaskan secara bersamaan, Younghoon menjilat bibir, cukup tertarik akan keberanian si Manis, “Kamu merencanakan ini, huh?”

“Bukan untukmu!” pekik Hyunjae ketus. Younghoon yang awalnya terpesona, meruntuhkan raut sembari melototkan mata tajam.

Shut up, Cunt! Now be a good girl and seal your fuckin mouth.” ancam si Jangkung berkilat-kilat marah. Penisnya sudah tegang sejak maniknya bertemu Hyunjae di loket tiket tadi, dengan ekspresi dingin yang dimiliki berhasil mengelabui sang kekasih tentang keinginan hendak kencing.

Padahal dia sebenarnya melihat Hyunjae grasah-grusuh keluar studio, akhirnya memutuskan untuk menguntit si gadis.

Benar-benar mujur, bukan?

Stop mmh-”

Stop apanya?” tantang pemuda surai hitam kini menurunkan resleting sekalian mengeluarkan kejantanan, terasa berat dan keras, siap menyodok dalam-dalam, “you enjoy it when I fucked you raw, don't you?”

Sensasi pembicaraan kotor di lorong terbuka, dapat dilihat setiap pasang mata apabila ada yang lewat, bahkan bisa ditangkap basah oleh perempuan yang digandeng Younghoon, membuat kepala Hyunjae berputar. Dia berpegangan di bahu kanan kiri, mencoba tenang dan menatap netra tajam si Tampan.

Yeah I enjoyed it.” aku gadis cantik tersebut menambah kepercayaan diri, mendapati seringaian sangat lebar, nyaris membuahkan pukulan.

“Heh, tentu saja kamu menikmatinya,” puncak serupa jamur mengelilingi pintu masuk, mengundang desisan pelan, “aku baru godain sebentar kamu sudah sebasah ini, gimana kalau-”

FUCK!”

“Aku masuk, hm?” senyum sadistik terpatri sangat gagah menyebabkan jantung Hyunjae berdetak kencang, kapan lagi dia bisa sedekat ini sama Younghoon, karena aksi mereka minggu lalu tidak ada tatap muka sama sekali. “shit, still tight huh? I can't get enough of this,

Just fuck me already!”

Younghoon mengendikkan bahu tidak peduli, mulai menggerakkan pinggul ke atas beriringan Hyunjae menurunkan dirinya, mereka bergerak berlawanan arah, melupakan situasi maupun kondisi sekitar. Hyunjae sibuk bergelantungan bak koala, geligi menancap di perpotongan pundak, meredam desahan setiap Younghoon keluar masuk.

Derap langkah menghentikan sebentar, Hyunjae spontan bersandar ke dinding belakang, menyembunyikan diri di balik daun tanaman sembari mengintip dari sela-selanya. Napas memburu pertanda gugup ditangkap, sedangkan Younghoon tidak menghentikan tusukan.

“Bukannya kamu suka diliatin?”

“Mmffh!!”

The way her legs quivering around the brunette's waist, dan saluran depan menyuarakan bunyi squelching meskipun Hyunjae sebisa mungkin menahan Younghoon agar berhenti sampai orang-orang menjauhi toilet. Mana mau lelaki itu mendengarkan, dia malah bersemangat menggenjot, melonggarkan liang, mencolek bundelan saraf tak kasat mata.

“Mmhh- no stopp– ngh-”

Oh tidak. Dia mau keluar- no no dia nggak mau keluar sebanyak ini, tapi terlambat, sesuatu berlomba-lomba mengikat perut, isyarat ingin dilepaskan. Penyatuan mereka terputus seiring Hyunjae menegang menyemburkan klimaks. Younghoon menggeram, tanpa mempedulikan rasa sensitif, ia melesakkan kejantanan mengakibatkan Hyunjae menangis terisak.

Fuck, it's tighter than the first,” pergerakan mereka mulai dicurigai beberapa pengunjung yang berjalan ke toilet. Siapa yang nggak curiga jika ada siluet manusia sedang bergerak maju mundur, ditambah lambaian tanaman seperti tengah dipegangi seseorang. Hyunjae bahkan sempat beradu tatap dengan pria surai oranye yang memiringkan kepala, namun dia sudah keburu ditarik oleh gadis di sampingnya agar tidak ikut campur urusan orang.

“Young..hoon..”

Yes hmm? Mau apa, Manis? Do you want me to fill you up?” tawar Younghoon tidak meruntuhkan cengiran mengejek sambil menggoyang lebih cepat, tangan bebas memegangi pinggang ramping atau sekadar menangkup dada gadis di hadapan yang bergoyang mengikuti irama genjotan. Hyunjae membusung, desahannya makin nyaring, apalagi ia merasa organ di dalam diri membesar sedikit demi sedikit.

“Ngah- nghhh Younghoon..”

“Aku harap kamu bakal terus ingat sama aku, Sayang,” bisik Younghoon bernada rendah sebelum ia mencapai klimaksnya, mengisi si Cantik sebanyak yang telah ditahan, dan tega melepaskan penyatuan secara tiba-tiba. Hyunjae nyaris terjatuh sewaktu Younghoon menurunkannya, kaki-kaki bergoyang macam jeli, seraya menopang punggung ke dinding.

Hyunjae mengatur napas, badan merosot karena nggak sanggup bertumpu lebih lama, dia terduduk pasrah dengan kaki terbuka, terengah-engah sekaligus mendongak menatap pemuda di depan.

See you soon, Sweetie,” Younghoon melempar senyum miring sesudah menaikkan resleting, membersihkan kaos dari noda transparan lalu membalikkan badan. Bertepatan sekali, kekasih asli muncul menampakkan diri.

“Oh, Oppa? Filmnya barusan kelar,”

“Kalau gitu kita makan malam dulu,”

Sayup-sayup Hyunjae mendengar percakapan menjijikkan di telinga membuat dia mual, ingin muntah di situ-situ jua. Poor that girl, tidak tahu apa yang dilakukan pacarnya di luar studio, tidak tahu kalau barusan saja melakukan hal tak senonoh.

Gadis surai cokelat itu menyisir helaian yang menempel di kening, dia masih setia menempelkan pantat, walau organnya disapa udara ditambah genangan air serta untaian putih bergabung mengotori lantai berkarpet lembut.

Well, bukankah ini yang dia mau? Wearing a short dress, seeking for attention and got the same person who did her dirty in public transportation, even when his girlfriend was just a room away from them..

Dia.. aneh. Mengatakan bukan pelakor tapi nyatanya dia membuat lelaki itu menggoyangnya untuk kedua kali. Di saat seperti ini Hyunjae tidak tahu apakah ia senang mendapat burung, atau menyesal tidak memuntahkan jurus bela diri pada Younghoon.

mungkin lebih ke opsi pertama sih, Jae hehe -finn

***

©️Noname

bbangkyu🔞

.

.

.

For the first time in his college years, Ji Changmin dressed like a slutty nurse just to tell everyone he's not that kind of nerd everybody can picked on.

Warning : apa ya warningnya? biasanya aku kalo ada ide kasar begini selesai cerita baru ada warning. anal sex aja deh, daddy kink

***

The Halloween party in university's life is always the same with another party in every countries. Mabuk-mabukkan, kebisingan, teriakan, gelak tawa lantang yang terdengar memaksakan, dentuman musik EDM, atau beberapa pasang muda-mudi saling bergelayutan menikmati alunan.

Sebenarnya Ji Changmin malas menghadiri pesta seperti ini meskipun merupakan pesta perdananya sepanjang berkuliah. You see here he's the most unattractive human being that always has the thick glasses on his nose. Tipikal nerd gitu. Kalau saja dia tidak berteman dengan Chanhee dan Hyungseo pasti di malam minggu super biasa ini dia bakal menyungsep dalam selimut sambil menonton film horror terbaru.

Nope, not in Chanhee's way to live. Sahabatnya punya segudang rencana untuk memboyongnya ke pesta halloween terbesar di kampus. Dan bahkan punya keberanian membelikan satu set pakaian suster seksi agar dikenakan ke tempat nanti.

“Goblok.”

“Oh c'mon Changmin!”

Yeah, you look cute with that,”

Changmin hendak merobek kain di tangan menjadi sepuluh bagian setelah Chanhee dan Hyungseo menerobos ke kamarnya tadi sore. Melakukan pemaksaan supaya ikut bergabung berpesta bersama mereka.

“Aku. Tidak. Mau.”

“Hey, I literally wore a bunny suit for Jaehyun, dumbass,”

You're just a whore, Chanhee,”

Girls~ heeyy, stop it! Changmin benar, Hee, kamu telanjang sekalipun Mas Jaehyun tetep suka sama kamu,” ucap Hyungseo membenarkan fakta, Changmin hanya menatap kawannya dengan siratan mata, 'I told you', sedangkan si Cantik kekeuh pada permintaan.

“Cuman sekali, Changmin! Kamu nggak akan mati gara-gara pake baju suster doang,”

I have an image to maintain, Stupid.”

Being a nerd is not an image you should have when you're our best friend, Changmin,” Chanhee menghembuskan napas panjang, padahal sebenarnya Changmin itu menggemaskan kalau nggak pakai kacamata bulat dan baju longgar buat menutupi kekurusannya, dia juga sebetulnya manis pas lagi senyum atau ketawa, lesung pipinya bahkan nampak dalam ditelan pipi tembam.

Cuman satu doang, dia selalu diam dan bersikap misterius sehingga susah dijangkau makhluk sosial lain, membuatnya sering menjadi korban bully cewek-cewek sosialita di kampus.

“Kalau aku pake, aku dapat apa?”

“Dapet perhatian Kak Younghoon.”

Changmin terdiam. Mematung malahan, menemukan seringaian lebar nan menggoda terpampang sangat nyata di wajah teman-temannya. Bajingan, Choi Chanhee tahu letak tombol kepanikan di badan. Cukup mendengar nama kakak tingkat idaman sejuta umat sukses menggetarkan rongga dada.

“Sialan.”

See? There's no way Ji Changmin win over Kim Younghoon, Hyungie-ya..” Si Cantik langsung saja mengulurkan kepalan tangan, dibalas Hyungseo sambil tertawa-tawa seakan kemaslahatan hidup kawan kutu bukunya adalah momen paling membahagiakan sedunia. Changmin menghela napas keki, melempar setelan ke lantai kemudian berlalu ke kamar mandi. “yak! Yak! JI CHANGMIN!!”

.

.

.

***

Bless him really.

Changmin benar-benar mendaftarkan nama Choi Chanhee ke dalam list death note yang ia miliki. Mungkin kalau Hyungseo berulah, nama dia bakalan masuk juga tapi untuk saat ini lebih baik pemuda rambut merah muda itu yang mendapatkannya.

“Aku nggak yakin ini bakal berhasil,” bisik Changmin berusaha menurunkan gaun putih ketat agar paha langsingnya tertutupi, Chanhee menyenggol si Imut supaya berhenti gelisah padahal ia tahu kalau dalam hati si Lesung Pipi sangat menyukai atensi non familiar yang mengarah ke dirinya.

Kapan lagi coba orang tidak menyadari penampilan barunya?

“Hee, aku mau pulang,”

“Kita baru sampai, Changmin, tenanglah sedikit,”

Changmin mengerucutkan bibir, hendak beringsut pada Hyungseo yang notabene lebih tinggi namun terkejut saat tidak menemukan siapapun di samping kiri. “Hey! Mana Hyung-” maniknya beralih ke salah satu figur bersetelan cat woman sedang bergelayutan bersama seorang pria. Huh, dasar tidak setia kawan! Berani-beraninya pemuda manis itu mendahului mereka duluan.

“Haha, make yourself at home, Minnie..” sahut Chanhee sesudah mengetahui keberadaan sahabat mereka, making his way to his boyfriend who already has eyes on him since they're here. Changmin menggembungkan pipi, nasib jomblo berteman dengan primadona kampus menyebabkan dia sering sendirian dalam situasi apapun. Pada akhirnya si Imut melangkah ke arah bar.

How rich this person huh? Sampai-sampai punya bar sendiri di rumah. Changmin juga baru sadar kalau ruangan besar seperti ini lebih mirip mansion daripada hunian seseorang.

Siulan menggoda terdengar saat ia duduk di salah satu kursi, netra kecil tersebut refleks berputar malas berusaha mengabaikan kerumunan lelaki berkumpul tak jauh dari tempatnya.

No way, is that Ji Changmin?”

“Heh, what a whore, his image is just a mask for everyone to see,”

Changmin mencebik, pura-pura mengabaikan ghibahan dari beberapa santri (?) di belakang, suka-suka dia dong mau pasang image gimana? Beli baju pake uang dia juga bukan?

Seteguk gin bercampur vodka menjadi minuman pembuka Changmin di malam itu, ia jengah terhadap situasi yang ia alami sekarang dimana dua sahabatnya malah pergi bersenang-senang bersama pacar setelah menyeretnya ikut serta.

Oh how he missed his comforter, and his pillow and his dolls -well, chucky doll-, and his laptop to watch something horror🥲. Bukan mendekam di sini menontoni bartender menyiapkan pesanan orang lain, menelan segala kepahitan berwarna bening di gelas tinggi. Gaun suster yang dikenakan pun tersingkap sewaktu dia duduk, otomatis udara membelai lembut paha ramping tak terbalut apapun.

“Ah fuck it!” Daripada dia misuh-misuh di sini mending dia nyari cowok buat dijadiin teman kissing. Changmin gatal ingin menarik wig blonde di kepala namun berakhir sabar sampai ia bisa kembali ke peraduan bernama kasur. Pinggul mengikuti melodi, thanks to dancing lesson he has after school, he's soooo flexible to move. Belasan pasang mata di lantai dansa menaruh atensi, tidak menduga kalau sosok yang sering dibully menimbulkan ketertarikan penghuni. Changmin telah larut dalam alunan musik, tidak begitu peduli terhadap siratan predator yang mau mendekati.

Yet, they can't approach him.

Sosok jangkung berkostum selayaknya vampir slash dracula dipadu Edward Cullen versi Korea (?) sudah mengisyaratkan mereka untuk menjauh. Mengalihkan pandangan mereka dengan sekali tatapan halus nan menuntut. They stride back, mind their own business. Dan Changmin masih belum tahu saking sibuk pada dunianya sendiri.

“E-eehh?!”

Pemuda berlesung pipi itu terperanjat ketika pergelangan tangan dilingkupi kehangatan. Manik buru-buru menoleh ke pelaku dan tambah terkejut saat bertatapan dengan netra kelam seseorang yang sangat dikenal.

“Hai, Changmin.”

“H-hai, Kak.”

Younghoon tersenyum lebar, menarik si Manis lebih dekat agar tiada celah menghalangi keduanya. Semenjak Changmin hadir di tengah-tengah dua sahabat tingginya, Younghoon telah memaku pandangan ke pemuda itu, memperhatikan gerak-gerik kegundahan, gelisah karena tidak nyaman mengenakan pakaian setengah paha. Kain putih membalut tubuhnya secara ketat sehingga lekukannya sangat terlihat menggiurkan. Menambah keinginan Younghoon menghampiri dan melakukan hal-hal menyenangkan bersamanya.

“Mau pergi sama Kakak?”

Changmin gelagapan, berdiri tidak seimbang ditakutkan meleleh di pijakan sekarang. Demi apa gaes? DEMI APA KIM YOUNGHOON NGAJAK PERGI HAH? DEMI APA????

demi langit dan bumi- canda Changmin- fin

“Kemana.. Kak?” si Imut sempat bertanya meski Younghoon sudah membawanya melewati keramaian, bisik-bisik tetangga dengki pun terdengar di telinga, diam-diam menaikkan kesombongan Ji Changmin terhadap kerumunan.

You'll know,” jawab sang kakak tingkat berjalan menaiki tangga yang sangat besar dan megah, benar kan ini kayaknya bukan rumah deh melainkan istana, ruangan tadi hanya tampak depan saja, dihiasi ornamen-ornamen gelap supaya tampilan halloween beserta horrornya terasa. Ketika Changmin masuk lebih dalam, kilau ruangan berhasil menyilaukan sorot mata.

Is it okay to–” sebenarnya dia masih ragu, apalagi saat mereka berdiri di depan pintu sebuah kamar. Oh, OOOHHH! Apakah perkataan Chanhee tentang mendapat perhatian Kim Younghoon benar terjadi? Karena pada detik itu juga, benda kokoh terbuka dan Younghoon memerangkap di baliknya. “eh?”

“Kamu cantik banget malam ini, Changmin-ah..” bisik Si Tampan merdu sekali dengan helat wajah terlalu intim. Manik mungil pemuda lain membulat, jantung berdetak-detak lamban, menyisakan kesesakan di rongga dada, meronta kenikmatan.

“Benarkah?”

“He eum,” jawab Younghoon kemudian mendusel pipi tembam, menyeret bibir sedingin es menyusuri permukaan, “and the nurse dress? Kamu tau cara bikin Kakak pingin nerkam kamu di situ-situ juga,” Changmin meloloskan tawa geli, lengan mencari jalan menuju leher berupaya mendekatkan jarak antarwajah keduanya sampai hanya napas yang terasa di sela-sela. Younghoon berhenti menapaki pipi langsung saja menempelkan bibir. Changmin dengan senang hati membalas tanpa pamrih. Malah mengeratkan kalungan di tengkuk.

Fuck I've been waiting to do this,” erang sang adik di tengah-tengah tautan, bibir mereka tampak komplit bagaikan menyusun kepingan puzzle. Cocok satu sama lain, takkan puas menyicip sekali.

Then why didn't you come to me, Baby?”

“Dan dimakan sama fans Kakak? I rather die single, Daddy.”

Fuck, you'll be the death of me, Changmin,” gelak tawa usil menggelegar di dalam ruangan persegi seiring Younghoon menggendong pemuda pendek itu menuju kasur. Figur kurus memantul di alas empuk, dikurung oleh sosok jangkung bak predator. Ranum berkaitan kembali, kali ini lidah mengambil alih, membelit lawan main di rongga Changmin sendiri. Titik liur tersampir di sudut, tergesa-gesa dijilat sebelum menaut lagi.

“Ngh- Kak..”

“Tadi panggil apa, heum?”

“D-Daddy?” desah Changmin memainkan kelopak, bulu mata lentik tersebut sangat menawan sebagai hiasan manik mungilnya, perlahan ia melepaskan wig sehingga rambut hitam legamnya tampak penuh keringat.

Younghoon sedikit terpana, menumpu badan menggunakan satu tangan diikuti gerakan tangan lain menyisir surai pemuda di bawah. Ibu jari mengusap permukaan bibir kenyal terbubuhi liptint, menyusupkan digit ke dalam. “Shit, you still look pretty with Daddy's thumb inside you, Baby,”

Changmin merengek, mengulum benda di mulutnya rakus, tubuh bergerak ke sana-kemari, melingkarkan tungkai di pinggang terbalut kemeja sutra. Younghoon melepaskan jemari, mengganyang bibir Changmin sembari merayapkan seluruh digit untuk mengeksplor tiap celah tubuh si Manis.

Daddyy off!!”

Younghoon tergelak renyah, menuruti permintaan pemudanya, menanggalkan seluruh balutan atas, menyisakan celana kain super mahal melingkupi bagian bawah. Changmin menegak ludah, refleks mendaratkan telapak tepat di perut kotak-kotak, it flex under his touch, semakin kagum dibuatnya. Belum lagi gundukan yang menyembul di bawah, ingin rasanya Changmin bergerak menelanjangi.

Daddy can I?”

Of course, all yours Baby,” ujar sang kakak memberi izin, Changmin tampak kesenangan bak kejatuhan permata, in this case he'll get the huge thing inside him, entah di rongga makan menyodok kerongkongan sampai radang atau di lubang sempitnya nanti.

Oh shit, his hole fluttering only from the thought.

Dua tangan cekatan melepaskan kaitan sabuk, melucuti kancing celana sebab tidak sabar hendak bertamu. Younghoon ikut membantu menurunkan, menyengir pada semangat membara dari si adik tingkat. Begitu kejantanan tegak menampar udara, Changmin meloloskan erangan, tergesa-gesa menutup mulut supaya tidak kelihatan putus asa.

Younghoon gemas akan respon tersebut, malah menangkup pipi tembam Changmin hingga bibir menyatu lalu mendaratkan kecupan basah. Pemudanya mendesah tertahan, mengulurkan tangan demi menggenggam batang panas.

Fuck.. Minnie..”

Fuck my mouth first, Dad~” pinta Changmin menganga selebar yang ia bisa, Younghoon tentu saja menyumpah pelan, membiarkan lelaki berlesung itu memuja penisnya seperti barang agung, mengecupi urat nadi bermunculan serta menjilati lubang kecil di puncak. “mmhh.. Daddy's so biggg..”

I know, Baby suka?”

Changmin mengangguk cepat, memegangi pangkal sekalian mengurut bola kembar nan keras, mengundang desahan Younghoon sendiri, lantang tak sabaran. Karena lubangnya sudah gatal, gaes, tokoh utama kita si Mahasiswa kutubuku dengan kacamata tebal dan korban bullying sosialita kampus langsung saja melahap kepala jamur nan tebal itu. Manik otomatis mengedip-ngedip tanda enak begitu rongga makan merenggang mengikuti bentuk organ.

“Ugh.. shit mulutmu Baby,” puji sang kakak tingkat meraih helaian rambut hitam pekat, basah akan keringat, dimana pemiliknya mulai menaik-turunkan kepala, pipi tembamnya makin penuh bahkan menonjolkan penis ketika ia mengarahkan ke samping, mengeraskan benda yang dikulum.

Changmin mana ingat lagi terakhir kali menghisap punya cowok lain, dia pernah melakukannya sewaktu di sekolah menengah, karena penasaran pada rasanya dan di situlah ia mengetahui orientasi seksual sendiri. He likes men and want them to worship his body like a greek statue. He likes it when something fill him, seperti yang dilakukan Younghoon sekarang.

Selagi pinggul pemuda lebih tua bergerak maju mundur menyodok tenggorokan, Changmin sempat membaluri dua jari menggunakan saliva, dia mempertahankan posisi menungging sambil menerima genjotan dengan bertumpu tangan kiri sementara tangan lain telah mempersiapkan lubang.

Perut kotak-kotak di hadapan mata tampak berkontraksi seiring napas Younghoon berat didengar, kelopak mata Changmin mulai menutup setengah saking menikmati sesaknya tenggorokan untuk mengambil oksigen. Membuat dia agak kesusahan menggerakkan digit seorang. Beruntung Younghoon paham, ia melepaskan tautan, berbunyi 'pop' yang amat keras, menggigilkan badan si Imut seraya terbatuk-batuk hebat.

Let Daddy prepare you, Minnie..”

Changmin bersemu merah, mengangguk kecil sebelum merebahkan punggung kembali di alas berantakan, setelan suster seksi terasa lengket di kulit sehingga ia melepaskan hingga tak bersisa apa-apa. Mata Younghoon membulat, baru sadar kalau selama ini Changmin tidak mengenakan dalaman.

Look at the cocklet he has! Apakah itu bisa dikatakan sebagai penis? Haha.

Baby, did you wear nothing?”

Si Manis cengengesan, bergerak mengapitkan kaki akan hawa dingin menyapa permukaan kulit, bersikap tidak berdosa sama sekali lantaran riang melihat respon kagok pujaan hatinya. “Memang kenapa? Aku juga mau senang-senang, Daddy..”

“Buka kakimu lebar-lebar, what a naughty boy,” jantung Changmin auto menggedor dinding rusuk terhadap perintah tersebut, ia dapat melihat tatapan Younghoon menggelap seakan menguarkan dominasi, perlahan-laha ia menjauhkan tungkai ke kanan kiri, mengekspos kejantanan mungil beserta liang menggoda iman.

Younghoon menekukkan anggota jalannya ke atas dada sebelum menenggelamkan bibir di sekitar bola, Changmin spontan berteriak kaget, menggenggam seprai ketika lidah lihai bermain membasahi area privasi. “Uwah- waaa Daddy nggh!”

Bless, he's been blessed with long tongue. Meraih sampai ke dalam, meliuk-liuk mengitari dinding satin kemerahan. Changmin tidak dapat memikirkan apapun selain indra pengecap di belakang, memproduksi liur berlebihan, mengulum kerutannya keras.

Younghoon tentu tidak melupakan persiapan, lidah diiringi jari tengah, menyusup berupaya melonggarkan. Changmin merintih akibatnya, mengetatkan ruang mengundang desisan. “Easy Baby, wouldn't wanna make my finger broke, would you?” lelaki manis itu tertawa, merilekskan liang sampai dapat dipenuhi oleh empat jari.

“Nghh- Kak.. fuckk.. please pleasee..”

“Bukannya ini first time-mu Minnie?”

Changmin menyeringitkan dahi, “Ya nggaklah, do you think I'm a virgin just because I'm a nerd?” alis tebal di wajah ayu naik satu, menjeritkan kalimat tak percaya pada pertanyaan tersebut. “are you being serious right now?”

“Kan aku pikir,” kilah Younghoon mengendikkan bahu, meraih lebih jauh berhasil mencolek bundelan saraf di sana, Changmin tak sempat membalas dikarenakan mengerang panjang, kejantanannya merespon tegak dari normal, meneteskan bulir anak mani di abdomen mungil. “can you take Daddy, then?”

Lelaki manis itu mendengus, bergerak menumpu badan sembari mengangkang, manik menyiratkan tantangan mengundang seringaian. “Apa Daddy kira aku nggak mampu?”

Daddy nggak mau menghancurkanmu, Minnie,”

It's okay, aku cowok, nggak serapuh itu,” jawab Changmin percaya diri, dia sudah terangsang setengah mati dan lihatlah pujaan hati malah sangsi terhadap kemampuannya. Younghoon melepaskan tautan, menyebabkan lubang berdenyut hampa, sedikit terbuka lebar, tapi Changmin mengabaikan. Dia sangat tidak sabar agar segera dimasuki, menatap lapar pada Younghoon yang tengah melumuri batang menggunakan pelumas.

Entah darimana pelicin tersebut berasal, Changmin nggak mau repot mikir sampai situ. Isi kepalanya penuh sama kehadiran Younghoon di atasnya, bergerak sensual saat mengocok kejantanan berupaya melumasi si adik di genggaman. How does it feel when the thick cock breach into his rim? Changmin merengek tanpa sadar melebarkan akses lubang.

Daddy pleasee..” rapalnya mencoba merilekskan kerutan, Younghoon mengumpat, tergesa-gesa menuntun pangkal supaya kepala jamur dapat menerobos, Changmin mengatur napas, berusaha rileks, punggungnya membusur bertepatan si Tampan melesak kasar. “AAH!”

Fuck so tight, Minnie..”

'Sakit anjing!!' batin si Manis menahan isak tangis, nggak-nggak dia kuat! Dia bukan anak lemah! Yuk yuk bisa yuk cock-warming burung Younghoon😭 bersyukur kakak tingkatnya ini pujaan hati, kalau cuman sembarang laki-laki mah mana sudi Changmin memohon buat digagahin. “Daddy ngh..”

“Mau biasain dulu?” tanya Younghoon menunduk mensejajarkan wajah, sirat kekhawatiran tergambar jelas di raut tampan menyebabkan jantung Changmin berdesir lamban, baru puncak yang masih menyangkut tetapi Younghoon tidak mau nyawa adik manisnya terenggut.

Sorry.. it's been a while..” gumam pemuda manis itu memainkan bibir, Younghoon mengulas senyum manis, mengangguk tanpa mengatakan apapun melainkan mengecupi permukaan muka Changmin. Tangan panjang terulur menyentuh kejantanan mini, memijat-mijat perlahan sembari menggerakkan pinggul sesuai irama. “fuck ngh.. Kak..”

Say Daddy, Minnie..”

“D-Daddy..” desah Changmin kini mengalungkan lengan di tengkuk kokoh, menautkan ranum mereka berdua bersama-sama gerak berlawanan arah. Ketika pangkal terasa lenyap, menyisakan kepala samar-samar mengenai selaput balik dinding. “uwah.. mhh..”

“Kamu sempit banget, Sayang..” geram Younghoon menyelipkan wajah tepat di ceruk leher, aroma parfum mahal tercium menyengat memabukkan sesaat. Membuatnya kecanduan untuk mencumbu si Manis dalam dekapan.

“Ahh.. Daddy.. aahh..” desahan lelaki lain membangkitkan libido pemuda surai hitam, dia tak sanggup menahan lebih lama dan sontak menggenjot pelan. Ruang sempit menjepit kejantanan yang keluar masuk, menghasilkan sensasi panas membakar pintu lubang terhadap gesekan. “fuck- fuckkk- my inside..”

Feel good, Minnie?” Younghoon menyeringai, sempat menantang si Manis untuk membuka suara walau dia sendiri pun tersengal-sengal, “punya Daddy enak, huh?”

“Banget- ah-aah-” Changmin merasa perutnya diaduk-aduk sesuatu ketika penis tebal kebanggaan berulang kali memenuhi atau melengangkan saluran. Dinding-dinding satin bekerja ekstra mengurut benda keras tersebut dimana urat nadi bermunculan bergabung menggaruk lapisan basah.

Deru napas kedua mahasiswa menerpa satu sama lain, panas membara bagai api tersulut minyak tanah, keadaan pesta di luar tidak diacuhkan saling sibuk menikmati penyatuan tubuh di bawah. Younghoon melirik ke bagian kejantanannya, keluar masuk sangat cepat, dilahap rakus oleh sarang. Dia makin terangsang, sementara Changmin hendak sampai.

“Ah! AHH DADDY!” lolong pemuda manis mendadak kaku saat perut mengencang diikuti untaian putih kental mendarat di dada, paha menjadi kram sesudah dibasuh klimaks tanpa disentuh sama sekali. “nghhh..”

Good job, Baby~” puji Younghoon malah mengocok kemaluan Changmin, mengundang rengekan akibat sensitif secara berlebihan kemudian seuntai keluar kembali, “oh?”

Please please no more..”

Gonna make you all wet from your cum, Minnie,” Changmin menegak ludah susah payah setelah mendengar rencana, mampuslah dia kelamaan nggak berhubungan sama orang membuat dia rentan tak ketolongan.

Please no Daddy I'm too sensitive,”

Younghoon mengabaikan permohonan, menambah kecepatan dalam menggenjot tak lupa memainkan pentil keras di dada Changmin. Segala tentang lelaki ini serba kecil, kurus ramping, pendek enak didekap, kelaminnya pun menyesuaikan. Younghoon jadi tamak lantaran berhasil mengurung Changmin di bawah kukungan, besar melingkupi, menunjukkan kekuasaan penuh pada si Manis yang nampak rapuh.

Holy fuck- he's so greedy for him.

“Ahh! Anggh! Daddy keluar nghh!”

“Minnie, kamu baru juga keluar dua kali,”

Kepala Changmin bergerak kesana-kemari sebab tak kuat menerima rangsangan bertubi-tubi di prostatnya. Gila aja dia main sama Kim Younghoon dibikin super rentan seperti saat ini. “Please please I can-tthh..”

Dua buah jari panjang menyentil batang tegak, Changmin gemetaran meraih orgasme lagi, perut tergenang kubangan putih, diafragma dada naik turun bak habis lari. Dia menjadi lemah tak berdaya, gendang telinga berdentum-dentum bunyi squelching di selangkangan, memasrahkan segala hal pada Younghoon seorang.

“Masak gitu doang capek?”

GITU DOANG?! Sekali lagi Kim Younghoon harus bersyukur karena dia merupakan pujaan hati Changmin, jadi mau sejengkel apapun, lelaki manis itu tidak mengubris.

Do what.. you.. want..” balas adik tingkatnya terbata-bata akibat terlalu cepat menarik napas, jari-jemarinya tremoran di alas kasur, tak sampai mengalungkan di tengkuk. Younghoon menggumam, melambatkan tempo sembari melingkarkan tungkai kurus di pinggang, Changmin spontan mengunci tumit, memperdalam penyatuan hingga ia melirih. “Kak.. please Minnie capek..”

Pada akhirnya, si Jangkung mengabulkan permintaan yang sedari tadi dilalaikan. Dia menambah kecepatan, menyuarakan geraman berat di tenggorokan, dua tangan menumpu di sisi kepala Changmin, bibir kembali dikaitkan secara ganas membuat pemuda lain susah membalas.

“Mmh-mmhh!”

Semburan hangat berhasil dilepaskan, perjalanan paket dari testis sampai tiba di lubang telah selesai diantarkan dan diterima baik oleh rongga belakang. Changmin tersedak akan isian, seberapa banyak Younghoon mengeluarkan huh?

Jika dilihat dari tetesan di antara sumbatan sih lumayan.

Mengatur napas terlebih dahulu sekaligus mengembalikan sel-sel yang lenyap sesudah melalangbuana menjadi partikel tak kasat mata. Mereka mengadu tatap, masih terlintas ketertarikan seksual di antaranya namun demi kemaslahatan hidup Changmin, Younghoon memutuskan pandangan duluan.

Langit-langit kamar menjadi saksi bisu insan berkelamin sejenis. Sisa-sisa permainan menjadi bekas yang merekat kuat, bukan hanya di kulit saja tetapi juga di memori otak.

Belum ada aliran percakapan, semua sibuk pada pikiran masing-masing. Changmin melemaskan persendian, menyamankan pembaringan dengan mani mencari jalan kebebasan. Younghoon di sampingnya, mungkin tengah berpikir keras.

Sepuluh menit berlalu, Changmin gelisah. Perasaan mulai tak menentu sampai ia memutuskan untuk bangkit. Rasa sakit menghantam tulang ekor mengakibatkan desis perih lolos dari bibir. Younghoon tentu saja ikut tegak, menanyakan secara lembut.

“Aku terlalu kasar ya?”

“Nggak, Kak, emang udah lama nggak dimasukin,” jawab Changmin seraya meringis, dia bergerak pelan sekali, ingin menyeret kaki, tetapi pujaan hati langsung menghentikan aksi.

“Mau kemana?”

“Mau.. pulang..”

“Kamu nggak mau stay sama aku?”

Changmin menatap tidak mengerti, “I thought it was one time thing?” mata Younghoon membulat, terlintas di sana kilatan ketidakpercayaan serta kekecewaan terhadap dugaan, seakan Changmin menyepelekan hubungan intim mereka sekarang.

“Kamu mikir gitu?”

“Kita lagi di pesta dan tentu saja semua orang mencari kesenangan,” jawab si Manis pelan, dalam lubuk hati terkecil dia berharap Younghoon tidak berpikir seperti itu juga.

“Aku nggak cari kesenangan, aku nyari kamu, Changmin. Dari awal kamu masuk ke ruangan, aku merhatikan terus sampai akhirnya aku bisa bawa kamu ke sini,” tutur lelaki lebih tua sungguh-sungguh. Changmin malah melongo, kali ini giliran dia yang nggak percaya. “and also, this room is off limit for everyone except for you,”

“Hah?”

“Kamu nggak sadar kalau kamu lagi di rumahku?”

Heh.

HEEEEEHHHHH MAKSUDDDD????

Pemuda berlesung pipi refleks memandangi sekeliling ruangan, mencari petunjuk kehidupan Younghoon karena sang kakak mengaku mereka sedang berada di huniannya. Sebuah figura kecil di atas nakas samping kasur menyita perhatian, menampilkan foto Younghoon saat memenangkan pertandingan basket tahun lalu.

“HAH?!”

“Hah heh hah heh, emang Chanhee nggak ngomong kalau pestanya diadain di rumahku?” Suasana ruangan yang tadinya sempat melankolis berganti jadi konyol akibat kebodohan Ji Changmin dan gelak tawa Kim Younghoon. Sebelum ia dapat kabur, sang pujaan langsung melingkarkan lengan di pinggang kemudian menariknya ke dalam dekapan.

Stay with me.”

Malam itu, Ji Changmin bukan cuman mendapatkan perhatian Younghoon, melainkan bibirnya, tubuhnya, burungnya, serta perasaannya yang terbalas.

He must thanked Chanhee for this.

.

.

.

***

“Hatsyi!”

“Beeiibb!”

Chanhee menarik ingus, mengerucutkan bibir begitu mendengar protesan Jaehyun karena ia bersin ditengah-tengah tautan bibir. “Ada yang ngomongin aku ih,”

“Bukan berarti kamu bersinin aku!”

“Ah, apasih! Bisa telan mani masa ngamuk pas dibersinin.”

Jaehyun sontak menyegel ranum mereka kembali agar acara senggama tidak berhenti lantaran Chanhee tiba-tiba bersin. Those thoughts can wait, but his dick can't.

Dan Chanhee pun langsung lupa kenapa dia mendadak bersin setelah sebagian akalnya leleh diperlakukan Jaehyun di ranjang.

Apa ini menyangkut soal Changmin?

.

.

.

***

ya allah cape. terima kasih sudah mau baca. ini request dari (aku gatau namamu tapi finn manggil kamu sis jadi ya sis) yang minta bbangkyu, maap baru selesai karena aku pun kena wb🙏🏻 hope u enjoy it, sis❤️

©️Noname

bbangmil🔞

***

ya allah benar benar si pipi heh disuruhnya bikin lagi🥲🥲🥲 this time will be bbangmil with girl!hyunjae

Warning : public sex (again); exhibitionist-kink; from the back; terinspirasi dari porno jepang yang kami tonton tadi pagi (niatnya buat referensi, jatuhnya malah disuruh bikin versi bbangmil🙄); why is it always me? SESEORANG TOLONG SURUH FINN LANJUTIN HYUNJAE BOYZ TIME!!!!

***

Another day of hectic life of Lee Hyunjae ketika gadis itu memutuskan pulang kantor dengan syarat harus mengenakan rok mini sebagai tantangan setelah ia memilih opsi dare dalam permainan kecil mereka. Berulang kali ia berusaha menurunkan sepanjang perjalanan, melirik ke sana kemari, mengabaikan siulan.

Halte lumayan ramai pada sore itu, menyebabkan kaki beralaskan pantofel hitam bergegas lari supaya tidak ketinggalan mengendarai bus tersebut. Wouldn't want to miss out the ride, would she?

Beberapa pasang mata terus mengarah, Hyunjae berusaha sabar sambil menundukkan kepala, tas tersampir di pundak ia naikkan dirasa hendak jatuh sebelum memilin ujung rok kembali, menutupi paha montok seputih susu miliknya.

But did you know? Deep down inside hers, there's something called attention she wanted everyone to seek. She wanted eyes landed on her milky thighs, imagining things of what can they do with it, or what she capable of using them. Tidakkah kalian terangsang melihat bagaimana rok mini memamerkan bokong indah yang terbalut celana dalam tipis?

Seluruh perhatian maupun tatapan keinginan menerkam membuahkan saraf bergerak menuju satu titik, klitorisnya, berdenyut di balik labia, hard, longing for touch, just like a boner of a man.

Hyunjae menahan ekspresi, sesekali mengapitkan kaki, mungkin menggesekkan si klitoris yang minta dimainkan. Kendaraan yang ditunggu-tunggu telah tiba di tempat, beberapa orang, termasuk dirinya berjejalan memenuhi ruang. Dikarenakan keterlambatan, ia tidak mendapat tempat duduk, berdesakan kembali bersama orang-orang asing yang bernasib sama sepertinya.

'Sialan, kenapa aku pilih dare sih tadi' batin gadis rambut hitam tersebut setia menurun-nurunkan rok, ia menoleh sedikit, menemukan beberapa laki-laki jangkung berkemeja kantor, mind their own business, tidak mengacuhkan kehadiran perempuan seksi di tengah-tengah mereka.

Namun, keadaan menjadi sedikit berbeda saat salah satu dari mereka bergerak menempeli, Hyunjae tak dapat melihat wajahnya lantaran mengarah ke lain, but she can feel his crotch was just a centi away from her butt. Kalau dia meliuk ke belakang otomatis tersentuh kan?

Ah bodo, perjalanan nggak lama-lama amat kok dari kantor ke apartemen. Dia cuman harus sabar, tetap tenang, dan terus menutupi paha polosnya dengan menurunkan kain rok mini di badan.

Eh tunggu- why does it feel..

Hyunjae mendengar jelas sekali ada resleting yang diturunkan, jantung di rongga dada bergemuruh bagai badai, isi perut bergejolak, seketika telapak menampar mulut agar tidak mengeluarkan suara.

Sesuatu, she knows very well it is a head, menyisip di antara belahan paha, menyapa kulit polosan beserta lekukan seksi yang terlindungi kain celana. Hyunjae menahan napas seraya melirik dari balik pundak, mendapati figur jangkung berdiri kokoh seolah hendak menyembunyikan badannya.

Gadis manis menggaruk leher, nggak gatal sih, refleks aja. Malah mengundang pemuda di belakang mengalungkan lengan di pinggang tanpa menghentikan gesekan sensual di bawah.

Dare to wear this kind of thing, don't you?”

Woah, rambut-rambut halus di seluruh tubuh langsung naik sesudah mendengar suara dalam orang asing, Hyunjae memberanikan diri menoleh dan akhirnya mengadu tatap dengan manik bulat seorang pria berambut hitam. Ada setitik tahi lalat di hidung bangir, serta ranum agak pucat dimana sudutnya tertarik ke atas menandakan cemooh.

Damn it, how can her molester be this handsome?!

I had to.” bisiknya halus sesekali menelan ludah, terkesiap sejenak begitu telapak lebar menyusup ke balik rok, mengelus permukaan depan yang mulai basah, “n-no..”

“Kamu menikmatinya?” Si Pria bertanya, there's hint of mockery in every tone he has, tidak menghentikan usapan, bahkan mencubit si klitoris pelan mengakibatkan Hyunjae terlompat menahan erangan. “look how hard your clit, Sweetie, you've been waiting someone to do this, huh?”

Nooo.. mmh..”

“Jangan khawatir, semua orang sedang lelah dan tidak akan memperhatikan kita, Sayang,” pemuda rambut hitam nan lebat itu terlihat lihai sekali memainkan daging sensitif yang sejak awal meminta perhatian, tangan bebasnya merayap ke bagian dada, memuji betapa besar ukuran milik Hyunjae saat digenggam.

Fuckk nghh don't..”

Don't what, Sweetie?” Si Tampan menyeringai, meremas gundukan kenyal di tengah badan, menciumi parasan leher penuh keringat. “jangan berhenti atau jangan terlalu lama?”

Si Manis tidak dapat menjawab selain menggigit telapak tangan, usapan di klitoris selesai dilakukan lantaran rupanya pemuda lain punya ide cemerlang. Dia menurunkan celana dalam renda sebatas paha, cukup mengekspos pipi pantat yang mulus bak tahu sutra. Empuk diremas, sama seperti dada gadisnya. Kepala jamur menabrak-nabrak liang, becek tidak ketolongan, memudahkan sang pemuda memasuki, diterima baik oleh dinding satin kemerahan.

“MMPPH!”

Beberapa pasang mata mulai menaruh curiga, pasalnya Hyunjae menggenggam tiang di hadapan sambil membekap mulut seorang. Pria-pria di sekitar sontak memposisikan diri agak menghadap secara halus, menyadari kalau Hyunjae sedang menikmati benda asing menerobos ke saluran ketatnya.

Si Pria menggeram, tepat di telinga, melontarkan pujian tentang kehangatan yang membungkus kejantanan. He told his name too, for Hyunjae to moaning loudly, sounds lusty when she stuttered the syllables.

“Ngh.. Youngh..oon..”

Fuck, feel your cunt tightening when you said it, Baby,” Younghoon menggenjot hati-hati, tidak memundurkan pinggul sepenuhnya, hanya menghentakkan panggul pada pantat, membunyikan tamparan sedap. Hyunjae tersengal, desahannya patah-patah, memegangi tiang bus lebih erat.

“Aah- ah- aangh- anggh-”

Loud, aren't you?” Younghoon sempat melirik ke pria-pria yang mengelilingi, memandang penuh minat tanpa berbuat apa selain menikmati ia menggoyang perempuan tak tahu malu di hadapan. “kamu suka dilihatin banyak orang gini?”

Hyunjae mengangguk cepat, remasan di buah dada serta tusukan di liang basah bagaikan menghilangkan separuh akal sehatnya. Klitorisnya benar-benar keras, mencuat berdenyut-denyut, membuat ia sensitif berlebihan apalagi saat Younghoon mengusap kasar. “Ngh- nghhh-”

Kaki beralasan pantofel dengan heels secenti berdecit nyaring seiring Hyunjae menggapai pelepasan, penyatuan mereka terlepas, bunyi derasnya air bening mendarat di lantai kendaraan. Hyunjae tidak punya waktu untuk malu sebab Younghoon buru-buru menjejalkan penis ke liangnya kembali.

“Uwah! aahh- angggh!”

So wet, kamu basah banget, Manis,” Younghoon mempercepat tempo, sadar kalau pemberhentian mereka sebentar lagi akan tiba, ia mengejar klimaks sendiri, menggeram tepat di telinga sekalian mengulum cuping tersebut lembut.

Hyunjae tersengal-sengal, menggigil hebat terhadap sensasi perhatian yang diberikan. Dia menolehkan kepala, hendak melihat ekspresi keenakan pria asing yang mendekap. Younghoon mengadu tatap, sempat menautkan bibir keduanya, sesekali melumat pelan.

Bunyi napas lelaki surai lebat mulai menderu bak mesin, bertepatan ia menahan pinggul Hyunjae untuk mengeluarkan hasrat terpendam. Gadis cantik itu merintih kecil saat dipenuhi, rasa hangat bercampur aduk dalam perut. Oh, something came out like a flow, trace around his milky thighs, merangsang dirinya membasahi lantai kedua kali.

“Oh..” bunyi deras memantul menyita perhatian penumpang yang terheran-heran, macam seseorang sedang menyiram air bah pada sebuah benda.

Younghoon menggumam sembari menyeringai, memundurkan panggul untuk mengeluarkan kejantanan, untaian kental terputus meninggalkan jejak, ia tega meremas bantalan sintal lalu menampar pelan sampai pemiliknya terlonjak kaget.

Hyunjae mana tahu reaksi penumpang lain begitu bus telah tiba di pemberhentian selanjutnya, sebagian isi otak lenyap bersamaan orgasme tak terduga menggenang di pijakan. Beberapa pria yang berada di sana sempat mencolek pantatnya entah kenapa, menyebabkan ia terkesiap kemudian merapikan rok yang tersingkap.

Ketika ia celingak-celinguk ke sana kemari bermaksud mencari si Younghoon, pria itu menghilang bak angin, layaknya hanya menggunakan Hyunjae sebagai boneka pemuas nafsu. Tatapan penghakiman, bisikan kebencian tidak diacuhkan sejak ia keluar sambil menarik-narik ujung rok ke bawah. Celana dalam masih menyangkut di labia kanan, memerangkap klitoris sudah pasti basah akibat ulahnya seorang. Hyunjae masih penasaran setelah keluar kendaraan, manik rusa memandang sekeliling jalanan.

Ah sudahlah. Anggap aja pria tadi hantu. Manusia mesum yang telah melecehkan perempuan di depan umum. Walau sebenarnya Hyunjae tidak keberatan sih ditangkap basah karena dia sendiri juga seorang attention seeker. Kesenangannya ditonton khalayak ramai bak memacu adrenalin ke otak untuk memuaskan nafsu sesaat.

Apa besok-besok dia pakai rok mini lagi ya? Atau tidak usah pakai celana biar langsung tanpa celah? Who knows some strangers will banging her pussy like the one she experienced today.

Turned out she really loves her dare.

.

.

.

I'm sorry, ini disuruh Finn🙏🏻🙇🏻‍♀️

©️Noname

jumil🔞

.

.

.

Aku kembali dengan ide yang katanya Finn sama Neti gila padahal enggak hmm, kali ini aku bawain jumil di pesawat.

Warning : public sex; spit as lube; wear protection or you got a daughter; strangers to lovers; stop im not doing it again; this is my first and last jumil, if you want more ask Finn🫤 un-betaed.

***

Penerbangan terlama di sepanjang hidup Jaehyun adalah perjalanan dari Seoul menuju Los Angeles untuk melakukan penelitian di salah satu laboratorium ternama. Sebagai ilmuwan jenius sekaligus pencetus teori bukan berarti ia tidak bersenang-senang dan hanya menghabiskan waktunya berkutat pada ilmu pengetahuan.

Nope, he's not that kind of scientist.

He's the slutty kind and did one night stand with hot guys once in two weeks. To burn the exhaust feeling after using his mind too much.

Keberuntungan Jaehyun malam ini, dia bersampingan dengan seorang cowok asal Korea. Jangkung, berhidung mancung macam perosotan taman, bibir kenyal yang bawahnya dikulum karena yang bersangkutan sedang konsen membaca katalog, sudut ekor mata tampak bagaikan kucing, dan jangan lupakan surai oranye terang menyilaukan mata penumpang.

But fuck, Jaehyun can't deny his excitement. This stranger is his type, the type that he wants to ride, to make him see stars because of the warmth of his tight cunt. Kira-kira dia suka pantat nggak ya?

Who knows then? Who in the hell can resist Jaehyun's sexiness.

Akan tetapi, tak ada yang dapat dilakukan Jaehyun selain duduk macam anak perawan, literally not. Mengutak-ngatik ponsel untuk mengusir rasa bosan, menurunkan meja untuk menuliskan beberapa catatan di buku agenda, atau melamun menatap keluar jendela. Langit malam menyapa pandangan, tak tampak bintang berkilau di sekitar, hanya kegelapan serta helaian awan stratus sebagai hiasan.

Sampai suatu ketika di tengah kesunyian penumpang, sebuah insiden terjadi mengejutkannya sedikit. Well, memberikan kesempatan juga sih, hihi.

Oh my god, maaf!”

Jaehyun memang merasa basah melingkupi selangkangan, celana kain selutut yang dikenakan mencetak bak sedang mengompol. Mata rusa membulat, tapi tak menunjukkan kemarahan. “Huh? Oh, nggak apa,”

“Celana kamu basah, masa kamu nggak apa?” orang asing super tampan nan seksi ini mengambil pergerakan cepat dalam menangani kekacauan yang telah dibuat. Menarik tisu di meja, sigap ia usapkan di sekitaran area yang ditumpahi. Jaehyun merona merah, berusaha menghentikan.

“Eh, Mas nggak apa kok, saya tinggal ganti celana,”

The hot stranger still insists to clean him, membuat Jaehyun merasa tidak enak, well, the pressure of his big hand -shit he noticed how wide it is- can't help but pressed into his groin. Mungkin pria asing ini tidak menyadari, tapi Jaehyun yang merasakan sensasi, mencoba menetralkan ekspresi.

“Saya minta maaf, really sorry, can I make it up to you by buying you new pants?”

What.

What on earth-

Jaehyun tambah bulat tuh matanya, terhera-heran sama penawaran sekali dalam seumur hidup yang kita nggak tahu kapan akan terjadi lagi -bila dia punya keberuntungan yang cukup-. “Pardon?”

“Saya bisa belikan kamu celana baru begitu kita tiba di Los Angeles,”

No way,” ucap Jaehyun menolak agak halus, “saya nggak mau ngerepotin Mas....”

“Juyeon,” pemuda rambut oranye buru-buru menjulurkan telapak setelah memindahkan gumpalan tisu bekas mengelap selangkangan Jaehyun ke tangan satunya. Jaehyun menatapi panjang kali lebar diameter telapak yang terulur lalu menyadarkan diri untuk menjabat. The fuck, his hand is so massive than his own. “nama saya Juyeon.”

“Jaehyun.” dia merapalkan namanya, melepaskan genggaman sebelum sesuatu konyol terjadi di antara mereka. “beneran Mas, saya bisa ganti celana kok habis ini,”

It's okay saya nggak keberatan,” Juyeon kekeuh mengusapkan tisu laknat di area yang telah tercetak, memfokuskan agar segera mengering tanpa mengetahui gundukan Jaehyun menyembul perlahan-lahan.

“Tapi-”

Terlambat, Juyeon tampak tertegun beberapa detik sesudah fenomena alam terjadi. Dan rasa malu Jaehyun menyebar ke seluruh nadi, bahkan ke permukaan wajah. Dia tak dapat menahani lebih lama lagi, menggerakkan postur duduk berniat menutupi ereksi, sialan beribu kali sialan, masak di depan cowok tampan dia malah kayak anak baru puber.

That's why I told you it's okay..” cicit Si Manis sangat pelan sambil menurunkan kaos agar dapat melindungi adik kerasnya, menanti respon Juyeon, mengutuk batang yang menggeliat secara acak.

Juyeon berdeham, melirik ke sekitar, di sampingnya ada penumpang lain, tertidur pulas memakai headset berdentum-dentum nyaring, kedua mata tertutup kain. Di lorong juga tak ada siapa-siapa, dan tiga kursi sebelah pun tak menampakkan tanda-tanda kehidupan.

“Butuh bantuan?”

“Hah?”

Is it.. too much?”

Jaehyun menjatuhkan rahang, antara tidak menyangka bahwa nasibnya mujur dan buntung bersamaan. Dia memang memfantasikan pria ini, tapi tidak juga di momen sekarang. “Maksudnya?”

Juyeon menggaruk tengkuk canggung, tisu masih bergumpal di tangan kiri, jakun bergerak menandakan penelanan saliva sebelum berbicara, “Kalau kamu nggak keberatan, saya bisa bantu,”

“Maksudnya di sini?”

“Kamu yakin mau ke toilet dengan gundukan kayak gitu?” tanya si Tampan balik, semakin memerahkan rona di pipi tembam, dan jemari erat memegangi ujung kain.

Then how to do it without everyone's noticing?” bisik Jaehyun menantang, Juyeon menggigiti kulit mulut, manik berpendar ke sana kemari, kemudian menarik sebungkus selimut di belakang kursi depan.

“Tutupin pakai ini,” Jaehyun belum dapat mengungkapkan kalimat jawaban setelah Juyeon membuka plastik lumayan kasar nan nyaring, ia berharap tiada yang menaruh perhatian, atau curiga pada tingkah tidak bermoral mereka. Selimut berlogo maksapai telah melingkupi paha, tetap memamerkan gundukan saking sudah tegang semenjak diusap Juyeon. “do you mind?”

Jaehyun menghembuskan napas panjang, menunggu penuh harap apa yang akan dilakukan Juyeon untuk membantu menurunkan ketegangan sekaligus menetralisirkan degupan jantung. Semoga Juyeon tidak mendengar or the worst, curious about it. Karena bagaimana bisa orang normal menawarkan bantuan pelepasan, hah?

Unless Juyeon has a thing for him too.

Go ahead,” he heard himself giving in. Juyeon mengangguk, mengulurkan lengan bukan untuk berjabatan, melainkan menyusup hingga mendarat di kejantanan Jaehyun. Si Ilmuwan terlonjak, refleks menampar mulut, Juyeon yang melihat meremas lembut, tak sadar memajukan wajah di ceruk leher pemuda lain. “mmh..”

Sorry not sorry, Jaehyun.” damn it– suara Juyeon sengaja direndahkan, membuahkan rangsangan berupa kerasnya penis dalam celana, menggeliat minta dibebaskan langsung saja dikabulkan. Jemari Juyeon sangat lihai membuka kaitan, sedangkan Jaehyun mengangkat pantat supaya leluasa menurunkan material.

Sebuah telapak menggenggam batang, mengurut perlahan-lahan sebab permukaan kering tidak ketolongan. Jaehyun ingin menjerit keenakan, menahan pinggul supaya tidak menggenjot ke atas.

Juyeon tidak membantu, melainkan berbuat lebih berani. Dia menunduk, menyelipkan kepala ke dalam selimut, entah apa yang ada di pikirannya yang jelas Jaehyun hampir memukul kursi di depan akibat untaian liur mengenai kepala jamur.

Kurang ajar. Jaehyun baru kali ini merasakan adrenalin memacu cepat saat berbuat tak senonoh di khalayak publik, walau keramaian tidak terdengar dan kebanyakan sedang terlelap nyenyak. “J-Juyeon ngh..” Juyeon terasa mengecupi seluruh parasan batang, bibir kenyal yang difantasikan sedari tadi menyapa lingkaran pembatas antara puncak dan badan, macam tahu banget kalau di sanalah bagian ero seorang pria.

Tiba-tiba kehangatan melingkupi mahkota kemaluan, Jaehyun terloncat dari tempat duduk, tangan kanan meremat lengan kursi, sebelah kiri memegangi kepala Juyeon. Rahang bawah terjatuh, beruntung tak mengeluarkan suara, hanya deru napas putus-putus serta setruman listrik mengarah ke satu titik.

Juyeon tidak nampak amatir dalam mengulum sesuatu, apalagi organ intim lelaki. He's natural born cock sucker. He's very good at it, dia bahkan tahu cara memuaskan selain dihisap. Jaehyun puyeng, otaknya meleleh terhadap perlakuan, ada keserakahan mendidih, tidak mau keluar hanya karena mulut pemuda lain.

“Mmffhh.. nghh Juyeon..”

“Sllrpp..”

Oh shit, not too loud Sir! Jaehyun panik, buru-buru mengambil segenggam helai oranye demi menghentikan rongga makan. Begitu manik mereka bertemua, Jaehyun menegak ludah sewaktu menemukan bibir Juyeon terlihat berkilau, lidah sedikit terjulur, manik kucing bertanya-tanya.

“Kamu terlalu nyaring,” desis pemuda manis tersebut menahan malu, sedangkan Juyeon, hanya menyengir lebar.

“Rileks, orang-orang sedang tidur jam segini,”

Jaehyun menggeleng, “Saya nggak suka keluar kalau dihisap,” ucapnya setengah berbisik, menyebabkan Juyeon menaikkan satu alis kebingungan.

“Jadi?”

Si Manis menggigit bibir, memainkan seraya menatap ke arah lain, “Saya lebih suka dimasukin,”

Juyeon membelalakkan mata terlebih dahulu, mencerna sekaligus membaca air muka pemuda cantik di hadapan. Semburat merah muda memenuhi ruang wajah, menandakan sang pemilik ereksi akibat ulahnya malu pakai sangat.

“Oh..”

“Kamu bisa berhenti dan biarkan saya selesaikan sendiri,”

Pemuda tampan tersebut menggeleng cepat, “No no, I'm good, we don't need to stop, saya mau kok masukin kamu,”

We literally strangers, Juyeon.”

So what? Hidup cuman sekali, kalau ada kesempatan buat berhubungan sama cowok cantik kayak kamu, mana mungkin saya tolak,” Mendengar penuturan sungguh-sungguh itu mendesirkan jantung Jaehyun, wah sialan, selain tampan dan rupawan, Juyeon juga penuh gombalan. Jangan sampai dia terbawa perasaan karena sesungguhnya seorang Ilmuwan terkenal tak memiliki hati untuk dilelehkan. Terlebih kali ini Juyeon menebarkan senyum, manis banget semakin menciptakan gemuruh di rongga dada.

Jaehyun memandang sekali lagi, berupaya meyakinkan akan tetapi Juyeon tetap teguh pendirian, membuat ia akhirnya mengalah. “Fine, do it then,”

“Saya nggak bawa pengaman,”

It's okay, I'm super clean,” jawab Jaehyun lalu beranjak untuk duduk di pangkuan Juyeon. Ruang sempit seperti ini sebetulnya menyusahkan pergerakan Jaehyun, apalagi badannya terbilang bongsor, tapi kalau sudah terangsang begini, siapa yang mengacuhkan?

Wow.” Juyeon tiba-tiba berucap saat mendongak, menemukan betapa menawannya lelaki asing di pangkuan sekarang, “kamu cantik Jaehyun.”

Shut up.” desis Jaehyun melotot namun jatuhnya menggemaskan, mengundang tawa kecil, serta belaian mesra di pipi pantat. “tunggu aku prepare dulu,”

“Mau dibantu?” tawar lelaki surai oranye mulai mengulum digit sendiri, membasahi dengan liur, lalu ikut merasakan kerutan otot pada lubang Jaehyun. “shit, feels so tight padahal saya belum masuk,”

“Oh, I won't let you down, Sweetie,“ 

Kedua orang asing tersebut diam-diam melakukan aksi bejat mereka sehalus mungkin, dimana Jaehyun berusaha menundukkan kepala agar tak ketahuan penumpang belakang, dan Juyeon menyembunyikan wajah sekaligus menghirup aroma harum di leher pemuda di atas. Jari-jemari mereka saling bergerak maju mundur, melonggarkan ruang ketat, dipijat dinding satin. 

“A-aah.. mmph..”

Did I found it?” Jaehyun mengangguk, menurunkan pinggul agar digit meraih sedalam mungkin, mencolek buntelan balik dinding yang berdenyut, “here?” si Manis terlompat kaget, refleks mencengkram kepala kursi, meringkuk dalam dekapan bak anak kucing kedinginan. 

Please.. please..”

Juyeon mengangguk, lama-kelamaan kesesakan mendera celana sendiri, mengangkat Jaehyun sedikit, ia menurunkan resleting berbarengan kancing jeans, membebaskan si adik langsung berkontakan dengan lubang, telinga menangkap rintihan lelaki lain, makin tak sabar ia hendak memasuki.

Hold on a sec Baby, let me just–” Juyeon tidak sengaja melontarkan panggilan, dia juga tak melihat reaksi Jaehyun yang mengikuti instruksi tanpa protes, kalau saja mereka tidak grasah-grusuh, dia pasti mau lihat punya Juyeon. Sayangnya, bagian bawah mereka harus dibaluti selimut agar tak mencuri penglihatan siapapun.

This will hurt,”

“Oh, surprise me,” sahut Jaehyun sarkas lantaran tak sabar, Juyeon mengendikkan bahu, menganggap celetukan sebagai keremehan si Manis terhadap organnya, berbekal saliva ia menuntun pangkal, mengarahkan puncak ke liang, mendapati kerutan telah melonggar. “what.. the–”

Baik, bisa kita tarik sarkasme barusan? Because Jaehyun just found out his way to heaven like hell! Ini bukan sembarang kelamin teman-teman, THIS IS THE HUGE COCK HE FELT! Kepalanya saja tebal, menyusup sangat pelan ke dalam tubuh, dan Jaehyun mulai merasa penuh. How many inches is it, huh?

Fuck oh god Juyeon.. punyamu..”

“Maaf,” Juyeon meringis sembari menahan diri untuk tidak menghentak ke atas, saluran terlalu ketat buat adik Juyeon, dianya gelisah ingin mengubrak-abrik isi liang. “ini nggak akan sakit kalau kita punya pelumas,”

“Aku.. mmh.. sebetulnya p-punya..” kata Jaehyun terbata-bata disebabkan tarikan napas di setiap kata. Centi demi centi masuk dengan sempurna, hingga pantat sintal mendarat di pangkuan terselimuti jeans biru tua. “t-tapi di kabin..”

Juyeon menggumam, menggrayangi bantalan empuk, meremas-remas macam adonan. Jaehyun menghela napas mengenai bahu. Sedikit kram lantaran terlalu membungkuk. Dinding saluran belakang memijat benda yang menginvasi, menambah rasa sempit bagi Juyeon sendiri.

Belum ada yang memulai pergerakan, Juyeon tak mau membuat si Cantik terluka akibat gerakan tiba-tiba sedangkan Jaehyun tengah membiasakan si pintu yang merenggang. Dia mencoba mensejajarkan wajah, memandangi manik kucing Juyeon lamat-lamat kemudian mempertemukan bibir keduanya.

Ketegangan di penis Jaehyun makin menjadi-jadi setelah lumatan panas terjadi. Ranum kenyal berkaitan dengan ranum tipis tak kalah lembut menyebabkan keinginan menggoyang berada di ujung jari. Juyeon mendadak melingkarkan lengan di pinggang ramping, tanpa memutuskan ciuman, ia mulai menggenjot hati-hati.

“Mmhh.. mmhhh..” mata Jaehyun merem-melek di sela-sela melilitkan lidah di rongga mulut Juyeon, ikut menunggangi secara halus walau rasanya susah sekali dikarenakan perut bergejolak menghendaki lebih. Apalah daya mereka tengah di tempat publik, tak mungkin menambah perbuatan senonoh ini.

Shit..” umpat Juyeon kini mencengkram bokongnya, melebarkan ke samping, berhasil menciptakan rasa perih menjalari lingkaran tipis, “lubangmu enak, Jaehyun,”

Jaehyun mengangguk cepat, memegangi rahang Juyeon agar dapat bertautan kembali. Bodo amat kalau sehabis ini lubangnya nyut-nyutan yang penting fantasi dia menunggangi orang asing di samping kursi terwujudkan di tengah malam ini. “Punyamu.. mmhh besar..”

“Kamu suka?”

“B-banget..” erang Jaehyun berusaha tetap berbisik, pergerakan lawan arah, Jaehyun turun dan Juyeon naik rupanya menyebabkan kursi mereka layaknya diterpa gempa. Masih ingat kan penumpang yang tertidur di samping Juyeon? Yes, he started to feel weird, kenapa tiba-tiba dirinya seperti diguncang sesuatu? Apakah pesawat mengalami turbulence?

Jaehyun menyadari duluan, melihat isyarat lelaki lain menaikkan penutup mata, ia berhenti menunggang, spontan menyusup di dada bidang seraya memalingkan muka. Juyeon pun sigap menutup kelopak, pura-pura lelap sambil memeluk si Cantik erat.

Tidak tahu pasti seberapa lama laki-laki itu memastikan keadaan, dia mengendikkan bahu kemudian memejamkan netra kembali. Volume musik keras memantul melalui headset, seketika Juyeon membuka satu kelopak lalu menghembuskan napas lega.

Did he catch us?” bisik lelaki surai biru itu teredam kaos hitam, Juyeon menggeleng, menghentakkan pinggul kali ini dengan tempo sekecil mungkin supaya tidak mengguncangkan kursi penumpang. Jaehyun merengek pelan, mengatakan kalau dia ingin sampai. “Juyeon.. ohh.. m-close..”

“Sedikit lagi, Baby,” Juyeon menanggapi sambil bernapas tak teratur, peluh sebesar biji kecambah meluncur turun menuju hidung mancung, “aku dekat juga, mau keluar di mana?”

Inside.”

You sure?”

Won't be telling you twice.”

Juyeon menggumam setuju, meningkatkan intensitas genjotan agar dapat klimaks bersamaan dengan pemuda di pangkuan. Dinding satin terasa kuat menjepit batang, menandakan sang pemilik hendak meluncurkan pelepasan.

“F-fuck.. ngh- fuck!!” Jaehyun tak sengaja menggigit dada kanan Juyeon, mengakibatkan Juyeon langsung melukiskan benih di sana sebagai efek keterkejutan bertepatan sekali dengan kain dikotori untaian putih.

Jaehyun terlihat menggigil, terengah-engah di hadapan kaos hitam yang dibasahi liur sendiri.

That was...

Bagaimana cara Jaehyun menjelaskannya ya?

Ada rasa bangga, berhasil memikat pria asing tampan, ada rasa berani karena melakukannya di tempat yang dapat dipergoki orang, ada rasa puas setelah dipenuhi, digesek, dibobol oleh batang tebal nan panjang, even he can felt the pulsated veins around it. Throbbing painfully inside him. Painting his walls with white semen, to make sure he remember all of this.

Namun, di setiap momen pasti ada rasa penyesalan. Kenapa mereka melakukannya di kursi yang sempit, tidak leluasa menggoyang satu sama lain, kenapa dia tidak mengulum Juyeon terlebih dahulu, atau setidaknya pemuda itu memuja tubuhnya sebelum masuk ke permainan inti.

After all, ini semua terjadi hanya karena satu masalah kecil. Juyeon tak sengaja menumpahkan air, right on his crotch, mengelap terlalu kuat agar segera kering, berakhir dengan ia menunggangi si pria asing.

Jaehyun kembali ke tempat duduknya, merasa becek di bagian belakang tetapi tak diindahkan. Bisa saja dia berganti pakaian di toilet bandara nanti, toh tiada juga yang peduli.

Do you feel better?” sekian lama hening, Juyeon angkat suara, lembut bak mentega, diselingi senyuman. Jaehyun mengangguk, mendadak kikuk terhadap pertanyaan. “I'm glad you're okay,

“Ini.. bukan apa-apa..”

Juyeon tampak menimang-nimang, berulang kali terlihat memainkan kulit mulut sembari memposisikan duduk sedikit menyamping agar dapat berhadapan, “Berapa lama kamu stay di LA?”

“Hmm, seminggu.. mungkin?” that was very odd question.

Then.. may I take you on a date?”

Jaehyun bersumpah perjalanan bisnisnya kali ini bernasib mujur dibandingkan perjalanan sebelumnya, takdir memberikan dia kesempatan kedua untuk menunggangi Juyeon di waktu dan tempat yang lebih puas dan menjanjikan.

Sure.”

'And so that's the story of how I met your Daddy ten years ago' this is Lee Jaehyun still a slutty scientist speaking to his seven years-daughter about his unbelievable meeting with Lee Juyeon, a hot entrepreneur who happened has a business contract with the lab he joined in Los Angeles.

Destined? More like meant-to be.

Except he didn't tell her the whole story though😌 wouldn't want to make his baby traumatized, would he?🤭

.

.

.

©️Noname

Jacob's Sneak Peak

.

.

.

“Selamat, Jacob. Kau telah kusihir menjadi perempuan,”

WHAAAATTT???!!

“Wow, easy fella.. all you need to do is having sex with five members of you, you know who right? I called them..”

“The Primadeotop.”

Oh no.

“NOOOOOOOOOOOOO!!!!!!!!”

***

Boys, kita punya situasi yang sulit diterima akal sehat, tapi itulah kenyataannya, aku minta kalian tutup mulut sebentar sampai aku selesai menjelaskan,”

“Jacob, somehow, has been cursed to be a woman,”

Maybe it sounds very weird to other people, tapi kita memang bukan grup normal dari awal,”

‘Jangan khawatir, ini cuman sehari.’

***

“S-Sun..woo..”

“Aku musti berterima kasih sama Crisela,”

“Mungkin Crisela hanya mewujudkan fantasi liar kami, Noon,”

Me being a woman?”

Not just you being woman, kalian berenam jadi cewek”

Daebak..”

“Changmin tunggu giliranmu, Bodoh!”

“Aku cuman mau lihat!”

“Oh.. Noona..”

“Sunwoo.. ngh.. Sunwoo harder please!”

***

“Min, kamu jangan aneh-aneh ya!’

“Aneh-aneh gimana sih, Sayang?”

“Kalau aku berubah juga gimana?”

No way,”

I’m just saying, what if,”

Then I should be there when you fuck,”

“Changmin, kamu gila,”

“Wow Nun, secepat itu?”

“Just get over it, Changmin,”

“Woa.. woaa Changmin gigimu woy!”

How’s my cock, Noona..”

Please please nghh harderr!”

“Keluarin Noon.. lagi..”

“Udaaahhh..”

“Sekali lagi, sama-sama aku,”

***

“Dah belum?”

“Sabar turunin isi perut dulu napa sih?”

“Jeje mana?”

“Main,”

“Kayak anak kecil,”

“Mainan orang dewasa,”

“Ehh?”

“Iya, kubiarin dia main sama Chanhee,”

Didn’t take you have cute nipple here,”

“Hoonie please..”

“Rileks, masa kamu kalah sama Jeje,”

Damn Cobie, nggak salah kamu disihir jadi cewek kalau secantik ini,”

Fuck.. Hooniee.. feels goodd..”

“Enak, Cob? kamu juga sempit loh, aku bertaruh Sunwoo dan Changmin won’t last five minutes after entering this heaven,”

“Cob, you’re okay?”

I just… need.. sleep..”

Then sleep, you still have Juyeon to take, haha..”

***

“Juyeon..”

“Hmm?”

Please make me come..”

“Jangan cemas, Nun, aku nggak sadis kayak Changmin atau Younghoon Hyung,”

“Uwaahh! Fuckk! Juyeon too deep!”

“Mereka benar.. ugh.. Noona enak banget,”

Shit Noona, you’re so hot!”

Please come already..”

***

Babe, hey, easy there-“

I FUCKING MISS YOU, DAMN IT!”

Where’s my cheonsa Cobie hm? Kok nggak sabaran gini habis digilir,”

Hyung..”

“Hmm?”

I’m so lucky, aren’t I?”

“Nggak kebalik?”

You know you got nickname Husband able for reasons right?”

And this husband able is for Jacob Bae only,”

“H-Hyung..”

How’s it feel, Cobie?”

Just.. full..”

Baby, kamu enak banget, Sayang..”

Hyung– punya-ngh- aahh! Fuck!” “love your.. cock..”

See you with your own self, Cobie..”

***

YAY SELESAI KEGAJEAN INI HEHE

SAMPLE 3 TAKE 1 ACTION!

BABY ERICA

.

.

.

“Kemarin saya dengar gosip”

Siang hari saat jam makan siang berlangsung, duduklah dua tokoh kita yang tengah menikmati sajian pemadam kelaparan tapi enggan keluar dari ruangan.

“Gosip apa?” sahut Juyeon tak tahu menahu lantaran sibuk mengunyah, mata setia tertuju pada berkas, cuek bebek akan keadaan sekitar, termasuk obrolan acak sekretaris kesayangan.

“Chanhee bilang saya dapat perusahaan baru di Busan,”

Juyeon menyeringitkan dahi, meski tidak mengalihkan pandang, mungkin dia ketemu typo di ketikan rapi, bukan karena celetukan Hyunjae saat itu. “Dapet kabar darimana?”

“Dari Chanhee,”

“Bukan, maksud saya si Chanhee dapet darimana?”

“Oh..” Hyunjae berpikir keras, mengingat-ngingat kapan, dimana, apa, mengapa, siapa yang menjadi sumber berita burung si Chanhee tempo lalu, “katanya dia nguping pas Bapak rapat sama Dewan Direksi,”

“Hmm.”

Hyunjae memicingkan mata, bergerak menodong piring makan Juyeon menggunakan pisau yang ia pakai sekarang, “Beneran Pak?”

“Hmm.”

“Asyik.”

“Saya nggak ada ngomong gitu,”

Gadis cantik itu terkesiap, tega menunjuk wajah Juyeon -walau tidak sengaja- masih menggunakan pisau, “Bapak, jangan bercanda.”

Juyeon pada akhirnya memusatkan perhatian sepenuhnya, menemukan manik rusa yang didamba membulat tak menyangka sekaligus berkilat-kilat tidak sabar. Dia hanya mengerjap-ngerjapkan mata, memuat ulang apa yang sebenarnya mereka bicarakan barusan. “Baru rencana, tapi nggak tahu ke depannya,”

“Tapi kan di Busan sudah mulai 75%!”

“Ada Evan yang jadi kandidatnya,”

“Mas Evan? Paaakkk dia udah ambil bagian Incheon kok disuruh ke Busan lagiii,” rengek Hyunjae mencak-mencak layaknya anak kecil, bunyi pantofel di tumit berdenting di karpet tebal menandakan ia sedang menompak-nompak di alas berpijak. Juyeon tidak bergeming, well try not to cause his dick said otherwise when it comes to this girl. Lihatlah bibir tipis yang mengerucut menjadi satu, manik berkaca-kaca menahan ketidakadilan, tidak mungkin dia dibuat terangsang.

Atau memang pada dasarnya dia sangean seperti yang sering dideskripsikan oleh gadis di hadapan.

“Donghyuck bisa naik ke bagian Incheon,”

Hyunjae ternganga, beruntung nggak ileran, “Bapak.. itu namanya nepotisme, masa teman satu circle langsung dijadikan CEO? Saya sudah lima tahun kerja sama Bapak malah nggak diapa-apain,”

Juyeon setia mengunyah makan siangnya, tidak memperdulikan bibir bawah sang sekretaris terjulur sedih, “Still no, Hyunjae.”

“Bapaaakkk pleaseee.. jadiin saya CEO di Busan, pleasee?”

“Buat apa, hah? Terus siapa yang jadi asisten saya nanti?”

Hyunjae memasang raut cemberut, memikirkan solusi apabila dia beneran diangkat jadi direktur cabang terbaru di Busan, “Ya saya tetap jadi asisten Bapak meskipun jadi CEO juga, anggap aja kerja sampingan,” mulut gadis itu benar-benar macam kapas tipis, enteng dan ringan bersamaan menghasilkan Juyeon kini memberikan perhatian sepenuhnya.

“Kerja sampingan? Bener-bener kamu ya, Jae, memang gaji yang saya kasih nggak cukup buatmu?”

“Bukan gitu, ntar penghasilannya mau saya kumpulin buat menghidupi sugar baby saya,” mendengar alasan tidak logis dan super duper mengaduk emosi penonton membuat Juyeon hendak menepuk dahi sekeras mungkin. Dahi Hyunjae kayaknya lebih bisa dipukul biar otaknya tidak konslet lagi. Apalagi wajah Hyunjae kini terlihat berbinar-binar bak ketiban permata, sangat serius pada keinginan terpendam.

Really, Jae? You’re still into that?” sahut pria tampan itu tak percaya, mendapat anggukan seolah hal yang diutarakan tidak perlu diperdebatkan.

Of course, Sir! I’m a woman who has big dream-“ Juyeon sempat melirik ke dada sang asisten yang terbalut kemeja putih ketat pas bersamaan kata ‘besar’ terlontar di mulut mungil, diam-diam jua ia mengakui volume yang disuguhkan serta rasa yang pernah ia pegang. Hyunjae, melihat gerakan mata jelalatan tersebut sontak menjentikkan jari di depan muka stoic. “Pak? Hey, mata saya di sini,” ucapnya sembari menunjuk ke bola mata rusa, sukses mendapat atensi dimana Juyeon menaikkan satu alis berhenti memandangi. Padahal sayang loh kalau dilewatin. “ya intinya cita-cita saya sekarang mau punya sugar baby, dan Bapak harus mewujudkan dengan mengangkat saya jadi CEO di Busan nanti,”

“Saya sudah sering ngangkat kamu,”

Not. In. That. Way, Old Man!” desis si Cantik melototkan mata, Juyeon nggak takut sih, sebaliknya menatap lekat-lekat, kita lihat seberapa kuat pertahanan Hyunjae berhadapan dengan laki-laki tampan sepertinya. Namun, namanya dia punya asisten kurang waras ya berujung nggak mempan lah. Malah dia yang mengalihkan pandang karena tidak ingin berlama-lama tenggelam di pendaran menggemaskan. Takut adiknya bangun, haha.

“Lihat aja dulu progres pembangunannya sampai mana, baru saya pikir-pikir,”

Lee Hyunjae berdecak diiringi gerutuan sebal, nafsu makan langsung berkurang berakhir mengaduk-ngaduk santapan sementara Juyeon mengabaikan tingkah kekanakannya dengan membaca berkas penting di tangan.

Like hell Juyeon would let go of her hands. .

.

.

***

“Terus itu ya, masa aku nggak dipercaya banget bisa mimpin perusahaan? Bukannya selama ini aku yang ngejalanin kantor utama? Dia mah enak aja duduk-duduk nyuruh, tanda tangan, paling banter ditanya gimana perkembangan, gimana progres pabrik di Seoul, gimana ekspansi ke Jakarta, sok-sokan milih teman sendiri jadi bos cabang,”

Seorang bartender perempuan tengah mengelap permukaan gelas kaca sambil melongo mendengarkan celotehan konsumen di hadapannya. Wanita rambut cokelat terikat ekor kuda tapi meninggalkan banyak helaian sibuk mengoceh seraya menggenggam sloki kosong di antara jemari telunjuk dan jempolnya. Nggak sekali dua kali Erica menemukan pembeli kayak gini, tapi bukan berarti masalah kantor dibawa-bawa ke sini. Apalagi sepertinya perempuan ini sendirian tanpa teman.

“Aku tuh cuman pingin punya sugar baby sumpah!”

Erica menipiskan bibir, gelagapan saat manik Hyunjae mengadu tatap sehingga mau tak mau ia mengangguk seolah mendengarkan. “Mbak kayaknya mabuk deh,”

“Aku nggak mabuk!”

“Di dunia ini semua orang mabuk nggak pernah ngaku mabuk, Mba.”

Hyunjae meniup poni yang menutupi kening, mendesah panjang tentang kedongkolan diri terhadap atasan yang selalu memerintah tapi tak pernah mau memberi kesempatan baik. Lumayan loh cabang Busan kalau jadi miliknya.

“Apa mukaku nggak bisa dipercaya jadi bos?” tanya gadis cantik tersebut mencondongkan badan ke bartender, agar Erica dapat melihat baik-baik fitur wajahnya sekarang, “apa yang kurang dari aku..” Hyunjae melirik ke papan nama sebelum melanjutkan, “..Erica?”

Erica menggeleng takut-takut, tangan semakin kuat mengusap si gelas menggunakan lap, sudah berapa lama dia melakukan ini huh? Saking terpana dengan cerita Hyunjae soal pekerjaan, “Enggak ada Mbak,”

“Nggak ada kan?”

“Nggak ada.”

Si Cantik kembali berpostur normal, menyodorkan sloki kosong supaya minta diisi vodka kembali, Erica buru-buru menuang seukuran gelas kecil tersebut, memandangi Hyunjae menegak sekali hadap. Dentingan alas gelas bertabrakan meja bar mengejutkan sedikit, walau tiada yang mengindahkan.

“Kamu cantik,” ucap Hyunjae random sembari menunjuk ke arah Erica, pipi tembamnya naik akibat tarikan sudut bibir. Salahkan kadar alkohol di otak, berhasil mengaburkan pandangan serta akal sehat.

Mampus, ada lesbian nih’ batin gadis muda tersebut dalam hati, siap-siap ingin kabur apabila tamu helat meja panjang mulai berperilaku creepy. Hyunjae terlihat menyeringai lebar, merogoh sesuatu di dalam tas menyebabkan bunyi acak-acakan saking tidak sabaran.

“Ini kartu namaku, kalau kamu butuh Sugar Mommy buat ngehidupin kamu secara finansial, hubungin aku, oke?” sebelum Erica bisa menyahuti jawaban berkedok penolakan halus, karena siapa orang waras di dunia ini yang nawarin seseorang random jadi sugar baby, hah? Seorang wanita pula. Lee Hyunjae telah menyeret langkah menjauhi tempat sang bartender imut memaku anggota gerak. Mengabaikan panggilan-panggilan pria hidung belang yang dilewati saat berjalan menuju pintu keluar, meninggalkan Erica dirundung kebingungan.

Speechless cyin, ditawarin jadi sugar baby. Siapa yang nyangka huh?

.

.

.

***

“Saya lagi nggak mood,”

“Jae..”

Gadis surai cokelat itu membalikkan badan, meski bagian atas telah polos, bagian bawah tersisa celana dalam renda, tidak membuatnya melemah ketika didekap pria dari belakang. Seharusnya mereka pulang ke apartemen Hyunjae dengan api nafsu membara tetapi sang gadis tiba-tiba menolak dengan alasan tidak masuk akal, masih gara-gara kepikiran tentang keinginan menjadi bos tiga hari lalu.

Kecupan-kecupan ringan didaratkan malah membuat Hyunjae tambah kesal, beringsut hendak menjauh namun pelukan berhasil dieratkan. Belum lagi si burung menabrak pantatnya berulang kali, nggak konsen dia mau marah.

What’s wrong with you, hm?”

“Nggak usah what’s wrong, what’s wrong kalau nggak tahu jawabannya,” Juyeon tuh sebenarnya gemes loh diketusin asistennya, jadi semangat pingin godain terus-menerus. Dia mengusap perut susu tersebut sensual, turun sampai ke celana tipis berwarna merah muda kesukaan. “Mas, aku nggak mood!”

“Kenapaaa?” suara Juyeon terdengar lembut macam gulali, bagaikan mengobrol sama bayi, harus hati-hati dan manis. Agar wanita galak yang dipeluknya tidak pergi angkat kaki.

“Dibilang nggak mood,”

“Ah masa?” Juyeon memiliki banyak nyali dalam tubuhnya, dengan tidak tahu diri, atasan si gadis menekan daging rentan melalui material satin, memencet-mencet perlahan, memainkan bak tombol, “klitorismu keras nih,”

“Mas ih!!” erang Hyunjae merujuk dua hal, pertama dia dirujam kejengkelan karena ketidakpekaan bos terhadap isu yang ia alami, kedua karena klitoris sialan berani mengkhianati kawanan. “Mas stoppp…”

Not until you tell me why you’re not in the mood,” bisik Juyeon sekalian mengulum cuping telinga sebelah kiri tanpa menghentikan tekanan di meki -I love rhymes, sue me–.

Gadis surai cokelat itu menggigit bibir nan bergetar akibat rangsangan yang memacu ke seluruh nadi, berusaha kuat lahir dan batin supaya tidak luluh begitu saja hanya karena ulah pria di samping. Padahal celana dalamnya mulai basah, akibat pengkhianatan tadi.

“Mmh.. Mas.. please..”

Bunyi ringtone menggelegar mengejutkan kedua bukan sejoli. Kesempatan ini dipakai Hyunjae untuk bergegas bangkit meraba nakas dekat kasur, meraih telepon genggam yang berdering. Sebuah nomor asing menyita perhatian mereka, Hyunjae mengendikkan bahu lalu mengangkat. “Halo?”

Halo?” suara halus sangat lembut menyapa indra pendengaran, diidentifikasi seorang perempuan, mungkin masih belia jika dari intonasinya. “ini.. Mbak.. Lee Hyunjae?”

Hyunjae mendelik ke Juyeon, menemukan pria itu menatap balik penuh tanda tanya, sekaligus penasaran diselingi kesal sebab permainan kecil mereka musti terganggu sesaat. Tiba-tiba si Manis tersenyum miring, “Iya betul, ini siapa ya?”

Saya.. Erica,” kayak pernah dengar, hmm. “bartender yang kemarin Mbak kasih kartu nama,” mendengar penuturan singkat, padat, mengembalikan memori beberapa hari lalu ketika ia memutuskan mabuk di salah satu bar terdekat. Berceloteh tentang kejengkelan terhadap bosnya pada seorang gadis muda pembersih gelas bir.

“Ohh! Ohhh! My Baby!” Juyeon menyeringitkan dahi setelah mendengar sebutan, hendak menguping diam-diam tetapi Hyunjae sudah membalikkan badan duluan, memberi si Tampan punggung secara cuma-cuma. “ya ya ya, aku ingat, kenapa? Kamu tertarik sama tawaran kemarin?” selagi gadisnya bersahut-sahutan dengan siapapun di seberang sana, tangan Juyeon ganjen lagi berseliweran di karet celana renda, perlahan ia menurunkan sehingga kemaluan sang asisten tersapa udara. Hyunjae agak terjengit, tidak berbuat apa-apa selain mengapitkan kaki bermaksud menyembunyikan organ dari kenakalan.

Oh, kalau akses di depan ditutup, tidak menghalangi kemungkinan di belakang tak dapat dijamah. Justru bantalan empuk nan sintal tersebut dijadikan mainan sementara pemiliknya bercakap. Bibir Juyeon mengemut pundak, tangan bebas membelai mesra permukaan pantat. Menaikkan bulu kuduk, menyebabkan Hyunjae tak sadar meliukkan pinggul agar berdekatan.

Haha. Sekretarisnya mulai runtuh, teman-teman.

“Oke, jam berapa?”

Juyeon kini menggigiti setiap celah kulit seputih susu hingga memerah, lima jemari meremas bongkahan sesekali menampar sampai bergoyang, dirinya yang memang tegang sedari tadi, merapatkan tubuh perlahan, menggesekkan batang keras di antara belahan.

PLAK

Naas menimpa paha kokoh, tamparan lumayan pedas mendarat tidak etis di permukaan dari si empunya bokong montok. Hyunjae menoleh sembari melototkan mata, walau telinga fokus mendengarkan cerita. “Bukan apa-apa, ada nyamuk tadi,” Juyeon hanya meringis dalam diam, mengusap bekas panas akibat kekerasan.

“Oke, oke, atur aja kamu bisanya kapan, haha nice to meet you too, Baby,” Hyunjae mematikan sambungan sekaligus menonaktifkan daya ponsel, sesudah menaruh benda elektronik di tempat semula barulah ia berbalik tidak percaya akan sikap jahil Juyeon. “what was that?”

Nothing.”

“Kok jadi Mas yang ngambek?”

“Nggak kok.” kilah lelaki tertua bersungut-sungut, duh bosnya bila sudah merajuk gemoynya jadi naik 10 level, mengundang cengiran jenaka dan perubahan drastis emosi di dalam Hyunjae. Gadis manis tersebut menanggalkan celana yang tersampir di paha, telanjang seutuhnya kemudian duduk di pangkuan Juyeon seakan tidak pernah menolak sentuhan lima menit lalu. “Mau ngapain?”

“Lohhh? Nggak mau?” Juyeon buru-buru menahan pinggang Hyunjae yang hendak beranjak bangun lantaran ia bertanya ketus, heran terhadap mood gadisnya yang berganti setiap sepersekian detik. “kalau enggak, aku mau mandi,”

Noo, kita belum mulai,”

Hyunjae menyeringai, menggenggam penis sang atasan, keras bukan main sebab diabaikan olehnya, telapaknya bergerak naik turun, meludah sebentar memberi kelicinan, “Ututu kasihan adik Mas Juyeon..” ucapnya kemudian tega mendaratkan kecupan di puncak kemerahan, oh anak mani pun sudah mengintip dari lubang kemih, siap mengalir apabila Hyunjae menyentuh barang kebanggaan. Juyeon terdengar mendesis, bangun dari pembaringan agar tatapan mereka sejajar.

Make it up for that,” geligi menggemaskan terpampang, Hyunjae memberanikan diri menautkan bibir duluan tanpa melambatkan tempo kocokan, Juyeon dengan senang hati meladeni, menuntut ganas, melibatkan pergeludan lidah, mengubrak-abrik rongga makan sehingga si gadis mendesah tertahan. Pangkuan Juyeon mendadak basah, dan ia tahu perempuan di atasnya sensitif ketika berciuman. Lenguhan, kalungan erat di leher, dalamnya tautan, menaikkan hormon Hyunjae seorang, apalagi ia sedang bergembira lantaran sebentar lagi akan bertemu dengan bayi gula idaman.

And yeah, that’s the main reason why Hyunjae is so hook up to Juyeon right now, but the CEO doesn’t need to know, right?😌

Pak Juyeon yang malang, hihi.

.

.

.

***

Erica tidak tahu harus melakukan apa terlebih dahulu sesudah tiba di salah satu restoran tempat ia janjian. Apakah pakaiannya pantas? Apakah mulutnya masih harum pasta gigi murahan? Apakah rambutnya terlihat berantakan? Apakah riasannya sudah rapi? Lagian dia kenapa setuju untuk bertemu di sini? Apa betul ini yang dia mau?

“Erica? Heyyy!”

Suara lantang menggugurkan jantung si gadis ke selangkangan, dia berusaha mengatur ekspresi supaya kegugupan tidak terbaca oleh wanita cantik ini.

“Halo.. Mbak..”

“Aww, panggil Kakak aja, nggak usah Mbak, eh tapi karena kamu setuju jadi sugar baby berarti panggil Mommy dong,” Hyunjae berkata diselingi tawa, mau tak mau Erica juga ikut merefleksikan, harus segera memaklumi sikap spontanitas orang di hadapan. “kamu gimana kabarnya hari ini?”

“Baik, Kak.”

“Lagi kuliah?”

Erica mengangguk kikuk, “Iya Kak, semester 3,”

“Hoo, muda juga ya, berapa umurmu?”

“19 tahun, Kak,”

“Oh legal, berarti bisa diapa-apain,” ehh? Ehhh maksudnya apa? Melihat kepucatan mendera wajah Erica, Hyunjae malah tertawa ngakak, senang sudah berhasil menggoda kandidat bayi gulanya. “aku bercanda, nggak usah kaku gitu ah! Aku nggak makan orang,”

“Hehe.. hehe.. iya Kak,”

“Kamu kenapa mau terima tawaranku? Nggak takut kujual ke pasar?”

Mulut Hyunjae betul-betul random nggak ketulungan, Erica sampai jantungan setiap gadis lebih tua bertanya, antara pertanyaan serius sama bercanda kenapa beda-beda tipis sih? Kan serem kalau beneran dijual.

“Karena saya butuh uang,”

Mereka memulai percakapan tentang kesepakatan dalam hubungan tidak lazim antara dua orang perempuan. Dimana yang satu bercita-cita jadi Sugar Mommy, dan yang lain sangat memerlukan material untuk menghidupi diri.

“Jadi, sebagai imbalannya saya kasih apa ke Kakak?” tanya Erica usai Hyunjae menjelaskan maksud dan tujuan. Menyebabkan alis tebal hasil riasan pensil curam ke bawah mengerucutkan muka.

“Imbalan? Aku nggak perlu imbalan,”

“Bukannya kalau jadi Sugar Baby harus ngasih sesuatu ya Kak sebagai timbal balik?”

Hyunjae menggeleng, “Oh enggak. Kalau masalah seks, aku udah terpenuhi, aku memang murni mau biayain kehidupanmu, misal kamu mau makan apa tinggal minta, atau kamu mau beli baju di brand mana tinggal kasih tau, ya kayak Sugar Daddy kebanyakan,”

Erica masih nggak percaya, ya masa hari gini ada Sugar Mommy tanpa iming-iming seks, dan lagi Hyunjae juga bilang kalau soal itu dia udah terpenuhi, terus ngapain nyari orang buat dibiayain? Orang kaya ternyata sengklek ya.

“Beneran Kak?”

“Iya, mana sini nomor rekeningmu biar aku simpan,” jantung Erica mendadak berdisko ria sambil mendiktekan nomor tempat orangtuanya biasa mengirimkan uang, semenjak mereka terlilit hutang untuk membayar uang kuliahnya, tidak pernah lagi terlihat jumlah angka bertambah di saldo tabungan, maka dari itu ia rela kerja banting tulang supaya bisa makan serta bertahan selama di perantauan.

Dan tiba-tiba tanpa angin hujan ada wanita sinting yang menawarkan diri menjadi financial supportnya. Those protagonist in a poor family movie cannot relate. Termasuk kalian para pembaca kisahnya sekarang.

Gadis imut tersebut mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan dan kedermawan hati Hyunjae, mengatakan bahwa sebenarnya daripada disebut Sugar Mommy, malah nampak seperti kakak yang memberi jajan untuk adik.

Noo, mulai sekarang kamu panggil aku Mommy, ngerti?”

Iyain aja mah kalau orang setengah waras udah ngomong. Erica mencoba membiasakan diri pada panggilan secara pelan lantaran mereka masih di tengah keramaian restoran.

Okay, Mommy.”

Hyunjae has never been so proud of herself after finding herself a baby to share the money with. Tunggu sampai Juyeon mengetahui terwujudnya mimpi gila Hyunjae selama ini hingga pada akhirnya luluh memberikan kuasa cabang Busan kepada dirinya. Nice thought, isn’t it?

.

.

.

***

Shit.. ngghh! Mas kamu.. ya Allah baru sampai pintu!”

Lagi-lagi kita dikejutkan oleh omelan setengah desahan Hyunjae begitu ia dan Juyeon menginjakkan kaki di depan benda penghubung antara luar dan dalam apartemen. Kata sandi telah dihapal di luar kepala, memudahkan mereka memasuki hunian meski sedang bercumbu tidak sabar.

Juyeon tidak mau menyia-nyiakan tubuh Hyunjae semenjak si Cantik menggoda dia di kantor tadi, memerangkap ke dinding terdekat, dua kancing teratas pasrah terbuka menampakkan belahan dada, hidung bangir segera tenggelam, menghirup aroma khas yang menguar.

“Ngh.. Mas..” anak surai hitam di kepala bagian belakang diremat kuat sesaat Juyeon menggigiti si kelenjar, tangan cekatan melepaskan kancingan lain sehingga memudahkan mulutnya menjamah lebih. “Mas.. ke kamar..”

Sebuah penerangan tiba-tiba menyala, mengekspos dua rekan kerja. Hyunjae terkesiap sementara Juyeon mematung sejenak.

Mommy?”

Oh. Fuck. Hyunjae lupa kalau Erica menginap hari ini.

Raut wajah gadis kuliahan tersebut nampak kehorroran, syok dua kali lipat. Menemukan sosok wanita rambut pirang dengan kemeja terbuka lebar, bersama lelaki surai cepak yang menyembunyikan muka pada belahan dada.

Like..

Gimana perasaan kalian kalau di posisi Erica hah?

Hyunjae buru-buru mendorong Juyeon agak menjauh, langsung memperbaiki pakaian berupaya menutupi aurat walaupun mungkin bayinya telah melihat. “Ehm, maaf Baby, Mommy lupa kamu nginap hari ini,”

Erica berdiri canggung, takut sama pria di samping Hyunjae yang menatapnya tajam, macam dia hama atau parasit yang mengganggu momen intim mereka. “O..ke..” cicitnya pelan sembari menundukkan kepala. Hyunjae, menyadari bagaimana cara Juyeon memandang, langsung mencubit pinggang si atasan.

“Aw!”

“Jangan bikin bayi saya takut, Pak!”

“Kamu serius punya sugar baby?”

I told you nth times, I’ll find my own sugar baby, dan dia yang Bapak lihat sekarang!” Juyeon meringis seraya mengusap pinggang, kejantanan mendadak layu akibat suasana ruangan bersama orang ketiga.

“Saya pikir kamu cari sugar baby cowok, Jae.”

“Ya enggak lah! Bapak pikir saya se-desperate itu?”

Juyeon hanya menggumam, melirik ke Erica yang masih berdiri kikuk, kepala tertunduk, tak mau menatap siapapun, “Siapa namanya?”

“Erica Sohn, tingkat dua jurusan ilmu komunikasi, 19 tahun, dan tinggal sendiri,” tutur Hyunjae sambil menyilangkan lengan depan dada. “nggak usah takut, Baby, dia nggak makan orang, say hi to him,”

“Halo.. Om..”

“HAHAHAHAHA!”

Nasib umur sudah masuk kepala tiga, bagi Erica si anak kuliahan, Juyeon hanyalah seorang om-om yang mencumbu Sugar Mommynya. Dan Hyunjae tidak membantu sama sekali, malah tertawa terbahak-bahak terhadap panggilan tersebut.

“Kelihatan sih jiwa om-omnya,” gadis rambut pirang musti menghadapi serangan gelitik dari Juyeon sebab tidak berhenti mengejek, memecahkan gelegar tawa dan permintaan ampun untuk dilepaskan. Aksi mereka hanya ditontoni Erica penuh minat, bertanya-tanya apa hubungan mereka sebenarnya.

“Seharusnya saya dipanggil Daddy karena saya yang kasih kamu uang buat biayain hidup dia,”

“Loh nggak bisa gitu, Pak! Kan gaji dari Bapak sudah jadi milik saya, otomatis saya dong Sugar Mommy-nya!”

Daripada mendengar adu argumen tidak penting di malam uzur, Erica tergesa-gesa melerai sebelum ada komplain dari tetangga sebelah, “Yaudah, yaudah, gini deh Om sama Mommy mending lanjutin deh apa yang mau dilakuin, Erica nginap tempat Sunwoo aja,”

“Beneran nggak apa? Mau diantar nggak?”

Erica terkekeh geli, ini mah Hyunjae beneran kayak ibu kandung dibanding ibu gula pemberi uang, “Tenang Mom, apa gunanya mobil Mommy di parkiran, hm?”

“Hati-hati ya! Uangmu masih ada nggak?” gadis belia tersebut hanya meraih kunci kendaraan milik Hyunjae yang jarang dipakai semenjak suka diantar-jemput Juyeon.

“Aman. Pergi dulu ya! Bye Mommy, Om.” Erica melesat sesudah mendaratkan kecupan di pipi Hyunjae, berbekal celana pendek selutut untuk tidur serta kaos kedodoran, berhasil saja dia meninggalkan apartemen demi memberikan privasi kepada dua orang dewasa di sana.

“Jangan lupa pengaman!” teriak Hyunjae entah didengar atau tidak, ia hanya mau memastikan bayinya bertanggungjawab saat menginap di apartemen pacarnya.

Juyeon tidak berkomentar apa-apa tentang kejadian barusan, salahkan sirkuit otak lemot yang dia punya sehingga menyulitkan dia bergerak secepat kilat. Hyunjae menaikkan satu alis, sangat terbiasa dengan tingkah bos sendiri, oleh karenanya, ia menyenggol lengan kekar terbalut kemeja untuk menyadarkan dari lamunan.

“Mas, jadi nggak?”

Oh, kalau soal itu mah, Juyeon langsung sat set sat set menggendong Hyunjae ala pengantin menuju kamar tempat biasa memadu kasih, membuahkan pekikan geli serta kecupan basah melayang di sudut bibir. Bisa jadi karena akal si bos pindah ke selangkangan bila menyangkut tubuh asisten kesayangan.

And the last question is, bagaimana perasaan mereka yang sebenarnya, huh? Juyeon trauma berkomitmen setelah kejadian bersama Karina dan Hyunjae menutup hati sesudah ditinggal cinta pertama.

no dramarama ya gaes

***

SAMPLE #2

Aku suka sampel hehe.

.

.

.

Kita masih berada di universe Good Girl Gone Bad, dimana setelah hubungan intim pertama mereka di sebuah hotel bintang lima tempat mereka melaksanakan rapat tahunan, keduanya semakin lengket bak prangko.

Contohnya sekarang.

Lee Juyeon, duduk dengan gagah di salah satu kursi megah menghadap ke layar proyeksi, menampilkan sebuah presentasi tentang perkembangan perusahaan baru-baru ini. Sedikit tak jauh darinya, menangkirkan sang sekretaris, menggerakkan pensil di atas kertas meski yang tertulis hanyalah coretan tanpa arti.

Lama kelamaan, Bos kita mulai bosan. Berulang kali dia mengubah posisi, dilirik sinis oleh Hyunjae di samping. Dia ikut membalas lirikan, seperti memberi isyarat sesuatu tak kasat mata, ditangkap si Manis seribu makna.

Bunyi kaki kursi bergeser tidak diindahkan lantaran semua terfokus pada power point, salah satu karyawan ambisius nampak antusias menerangkan apa yang sudah ia lakukan untuk kantor, mungkin dalam hati berhadap mendapat bonus lebih.

Namun bukan itu yang dipikirkan Juyeon, sesudah asistennya memperbaiki letak duduk, di situlah tangan kanan menyapa permukaan paha mulus.

Hyunjae mendelik ke bawah, memutar mata malas tetapi tetap membiarkan telapak jumbo menongkrong. Mata rusa terus menatap layar, mengabaikan elusan secara subtle.

“Gimana Kak Hyunjae?”

Si gadis terkesiap sebentar, langsung duduk tegak nan anggun seraya memandang adik tingkatnya penuh tanda tanya, “Ya?”

“Kalo misalnya kita tarik supplier kita di apotek, terus kita pindahin ke toko brand ternama, bisa memungkinkan nggak?”

“Terus kamu mau kita kehilangan konsumen yang beli di apotek?” Hyunjae menaikkan satu alis, sekaligus menyilangkan kaki kanan di pangkuan, berhasil menjepit telapak tangan Juyeon di antaranya. Haha mampus, rasain tuh paha montok.

“Kakak kan lihat sendiri penjualan di apotek lebih sedikit dibanding di toko, bahkan kayaknya orang mending pergi ke sana karena dipatok harga murah,”

“Tapi bukan berarti kamu tarik sepenuhnya, Seorin Sayang, kenapa nggak kita tunggu enam bulan lagi sebagai bahan evaluasi pengeluaran produk terbaru kita nanti?” beberapa anggota rapat menggumam mengiyakan, meruntuhkan wajah Seorin menjadi masam kayak makan cuka.

Juyeon benar-benar terpana pada pembawaan Hyunjae saat di rapat, dia sangat jarang berkomentar karena memberikan kuasa sepenuhnya pada si gadis. Senyuman manis tersampir saat Hyunjae menoleh sedikit, menyebabkan perasaan Juyeon makin menjadi-jadi.

Jangan salahkan dia yang suka menyerang gadisnya sembarangan ya? Murni dari kelakuan Hyunjae sendiri.

Mereka kembali melanjutkan diskusi, sesekali bos besar menimpali tapi selebihnya gadis di samping yang banyak berkontribusi. Telapak tangan masih dikepit, sampai pada akhirnya Juyeon berhasil meloloskan lalu menyusup perlahan di balik rok hitam.

Hyunjae berusaha bersikap profesional meskipun jari jemari kurang ajar mengelus paha dalam, sedikit lagi menyapa kewanitaan, ia melirik tajam, hanya mendapat kerjapan mata polos serta senyum tipis.

“Menurut Pak Juyeon gimana?”

Juyeon menyandarkan punggung, memandang lurus ke isi presentasi yang menampilkan diagram batang penjualan bulan lalu, dia bersikap sangat serius, layaknya tidak pernah menggoda paha sekretarisnya di tengah-tengah kegiatan.

Selagi ia mengemukakan pendapat, Hyunjae mendapat ilham. Kalau tadi tangan Juyeon menjauh karena harus terlihat di atas meja, maka kini giliran tangannya terulur menangkup kejantanan si Bos.

Haha. Ia hampir meloloskan tawa begitu Juyeon terjengit dari kursi, kaget setengah mati bahkan suaranya retak sedikit saat berbicara. Beruntung ruangan diatur remang-remang, hanya ada kilatan lampu proyektor sebagai bahan penerangan sementara. Tidak ada yang acuh pada keterkejutan tersebut.

“Saya mengutip pendapat Hyunjae-” ucapannya terpotong bertepatan sang asisten meremas acak, mengusap-ngusap pelan tanpa meruntuhkan ekspresi karena namanya disebut-sebut. Juyeon melirik sepersekian detik, sekilas apa yang mau diutarakan lenyap setelah telapak mungil menangkup gundukan sendiri. “kalau memang sampai bulan Desember penjualan di apotek masih nggak ada perubahan, kalian boleh berhenti memasok ke sana,” nada bicaranya enteng sekali, padahal dia sedang menahan rangsangan yang membangunkan sang adik.

Hyunjae menghadiahi komentar tersebut dengan menyusupkan ke dalam celana kain, berkontakan secara langsung sehingga Juyeon berdeham pelan sambil memajukan kursi. Biar meja menjadi pelindung. Beberapa karyawan terlibat diskusi begitupula tangan Hyunjae mengurut teratur.

Sialan. Malah dia yang kena karma. Juyeon mencoba rileks, memainkan pulpen di jemari kiri sesekali mendelik ke Hyunjae. Sang asisten hanya terpaku memandang rekan-rekannya penuh minat, seolah tidak sedang membuat Juyeon keluar di tengah-tengah agenda. Tapi genggaman Hyunjae memang nikmat, walau agak kasar karena kurangnya pelumas, tak menghentikan pijatan-pijatan halus di batang mengeras tersebut.

Don't forget her pussy, more tighter than her fist.

Juyeon tak dapat berbuat apa-apa selain mencari posisi aman. Kepala miring ke sana kemari, punggung menegak kadang membungkuk, maju bertumpu di alas tulis, atau sekadar bersandar berusaha menemukan kenyamanan. Telinga dia tak bisa konsen menerima informasi, otaknya meleleh akibat ulah tangan si sekretaris.

“Kok bisa berkurang gitu?” Si Tampan tiba-tiba terjengit, pas sekali Hyunjae bertanya ke salah satu anak buah, jempol gadisnya menekan lubang kencing, kuku lentik mengais-ngais, entah mau minta dikeluarkan apa. Anak mani?

Shit, kalau precumnya keluar makin kedengaran bunyi kocokan Hyunjae nanti.

Benar-benar sialan bin kurang ajar. Tunggu saja pembalasan Juyeon habis ini.

“Oookaaayyy, agenda rapat kita tutup, terima kasih atas presentasi kalian, Pak Juyeon ada yang mau ditambahkan?” Bangsat. Lihatlah senyum sopan yang ia sampirkan disaat tangan kirinya setia menggenggam kemaluan mengacung tegak, manik rusa berpendar di tengah remangnya ruangan, bersikap layaknya anak baik-baik.

Juyeon menatap gadis surai cokelat tidak percaya seakan mengatakan, 'kamu pikir saya masih bisa nambahin disaat kamu lagi ngehand-job saya?'

“Nggak ada,” beruntung suaranya terdengar santai, berani mematri senyum meyakinkan bahwa pertemuan mereka selama hampir 2 jam dinyatakan selesai sepenuhnya. Para karyawan bergegas bangun dari kursi, saling membungkuk sopan pertanda hormat yang hanya dibalas anggukan kecil. Seharusnya Juyeon ikut berdiri, tapi yakali dia memperlihatkan adiknya yang mengacung tinggi.

Sesaat pintu ruangan tertutup otomatis di situlah pria berambut hitam merengkuh gadis di samping, gelak tawa membuncah beserta lepasnya genggaman. Hyunjae ditemukan terbaring di atas meja dengan Juyeon menyusup di antara kaki jenjang.

You asked for this.” geram lelaki tertua langsung menyerang bagian leher, mengambil secenti kulit putih susu tersebut, mengemut macam bayi kehausan, Hyunjae didengar melenguh, mengaitkan tumit di punggung terbalut jas hitam, masih mengenakan sepatu hak tinggi.

“Bapak duluan yang nggak jelas!”

Bibir Juyeon mendarat di bantalan favorit, mengganyang bagian atas bawah secara bergantian sambil menggesekkan organ intim mereka. Dimana rok ketat dinaikkan supaya penis di luar celana dapat bertamu sarang kesayangan. Basah tak terkira membaluri kepala jamur, lengan Hyunjae mengalung mesra di tengkuk. Acuh tak acuh pada ruangan yang senyap, hanya berbekal kegelapan serta biasnya cahaya mentari sore di sela-sela tirai jendela, menjadikan suasana sekitar lebih sensual dan penuh semangat.

Pakaian luar dilucuti cepat, blazer hitam mendarat tak jauh dari keduanya, tiga kancing kemeja teratas dibuka, sama-sama menjamah mencari peraduan tanpa memutuskan tautan. Kecipak ranum menaikkan nafsu di otak, tak sabar hendak menyatu secepatnya.

“Pak-nghh Pak!”

What should you call me, Hyunjae..” peringat Juyeon terus mencumbu bibir seperti orang kehausan, Hyunjae terpaksa menarik surai bosnya sebentar demi bertatapan. “a-aww..”

Remember where we are, Dummy.”

“Berani panggil saya bodoh sekarang?” Hyunjae memicingkan mata, biarpun mereka cuman berdua, bukan berarti kamera pengintai tidak menyala.

“CCTV, Bapak Lee Juyeon yang terhormat.”

Juyeon mengerutkan wajah, lalu paham apa yang dimaksud asisten kesayangan, “Aahh that’s easy,” ponsel yang terletak tak jauh segera diaktifkan, pria tampan tersebut mengutak-atik sesuatu mengakibatkan sinar kemerahan di kamera sudut ruangan mati seketika. Hyunjae menaikkan alis.

“Hmm, boleh juga,” Juyeon menyeringai, memagut bibir tipis itu kembali seraya berbisik pelan.

I don’t want to risk anything, Sweetie,”

“Tsk, kalau bukan karena tangan Mas grepe-grepe sembarangan, mana mau aku tinggal,” gerutu si Manis sembari menaikkan ujung rok sampai selangkangan terekspos.

“Ah fuck! Jae not that panty again!”

Giliran Hyunjae yang tertawa menang, mendapati kelemahan Juyeon ketika dirinya mengenakan celana dalam renda tipis berbahan sutra, hanya menutupi belahan labia dan klitoris saja, sedangkan dua kelenjar mayor tersebut dibiarkan disapa udara. “Glad you didn’t grope me that far,”

If I’d known you wore this shit, I would make sure you’re gushing in the middle of our meeting,” mendengarnya mengundang respon dari liang, tali merah muda tiba-tiba dibasahi cairan, seiring Hyunjae merintih dengan kaki gemetar. “heh, what a slut,”

“Terus tunggu apa lagi, Pak? Nunggu saya gerak sendiri di sini?” tanya si Manis sarkas sebab belum kunjung diapa-apain padahal dia sudah mengangkang lebar, memamerkan dirinya. “don’t think about cumming inside,”

“Ah kenapaaa?” rengek Juyeon menjulurkan bibir bawah, kedua tangan menurunkan sedikit celana kantor dan boxer untuk membebaskan adiknya, batang tegak sontak menampar abs, menggiurkan bila dipandangi beberapa saat.

“Saya baru selesai haid, nggak lucu tiba-tiba bunting,” Juyeon musti menangkup pipi tembamnya setelah ia berceloteh acak, tega menggigit bibir monyong sampai berlepotan saliva.

“Bunting.. bunting, emang kamu sapi, hmm?”

“Berima aja gitu, ‘haid’ dan ‘bunting’, kan sama-sama ada vokal ‘i’,” sang atasan hanya menggumam pada jawaban, memang sudah maklum pada kerandoman gadisnya. Ia tampak telah siap untuk masuk, menuntun pangkal penis mengadukan kepala jamur pada lingkaran sempit.

“Hamil juga ada I nya,”

Hyunjae mengerang kecil, merasakan sedikit demi sedikit invasi diameter tebal merenggangkan liang sendiri, dindingnya bahkan bergerak menghisap, seakan menerima benda asing yang bertamu. “T-tapi l-lucu aja pake kata bun..ting nghh..”

“Sshh stop talking, focus on this,” bisik Juyeon mesra di indra pendengaran, menerima sebuah anggukan serta kalungan di punggung berbungkus kemeja. Kedua tungkai si Manis melingkar seutuhnya di pinggang, ikut bergerak memperdalam penyatuan mereka.

Usai pangkal lenyap, menyisakan rambut kemaluan menggelitiki selangkangan, Juyeon diberi izin untuk bergerak. As she holds her dear life on him, lelaki surai hitam tersebut menggenjot gila-gilaan.

“Aaah! Aahhnn!”

I never get.. hh.. tired ugh of you, H-Hyunjae,” desah Juyeon di ambang kenikmatan, gadisnya pun tak dapat mengutarakan apa-apa, selain merespon dengan erangan binal.

Beberapa kali tusukan, Juyeon mengeluarkan sebentar, terdapat lolongan kekecewaan pada hampanya liang, sebelum Hyunjae dibalik agar menungging, tapi dua kakinya menapak di lantai, membungkuk di alas. Napas Juyeon menderu bagai mesin, meremat pantat Hyunjae sekaligus melebarkannya ke samping kiri kanan. Ia menjebloskan kejantanan, mengundang jeritan enak.

“Ah! Maaassss..” teriakan Hyunjae betul-betul tidak bisa dikontrol, Juyeon pun mana mau membiasakan diri di posisi kedua lantaran tidak sabar hendak menggoyang habis-habisan. Akibat pergerakan maju mundur menampar paha dalam, bantalan putih nan semok pun ikut bergoyang bak jeli, menambah desahan Juyeon naik satu level sambil meremas kuat. Dia mengarahkan ujung kemaluan ke arah atas, awalnya cuman ngetes, tapi Hyunjae ditemukan seperti disetrum listrik. Oh, he found her spot, wait till he rammed her deep and ruined the room with squirt.

Fuckk! Aahh! Mas- jangan kuat-“ Brengsek si Lee Juyeon, ini mereka masih di kantor tapi dia mau dibikin over sensitif sebelum pulang ke rumah. Tangan Hyunjae mengepal lalu dipukul-pukul ke alas keras, berusaha menghentikan atasannya yang terus-menerus menumbuk titik sensitifnya. Klitorisnya juga tergesek-gesek seiring tusukan brutal, semakin membuatnya ingin sampai.

“Kenapa, heum? Udah deket kamu?”

“I-IYA! IYAA PLEASE NGAHH!” Juyeon terpaksa berhenti mendadak begitu Hyunjae sedikit mengangkat pinggul untuk mengucurkan serangan, telapak tangan yang bertengger di pantat, beralih mengusap lubang kemih gadisnya agar merembes kemana-mana, seluruh benda di dekat Hyunjae sukses dibaluti air kebeningan. “shit mmh Mas bangke sumpah.. mmhh..” si Manis ambruk di meja, bernapas tidak teratur, menghela lewat mulut. Rambut merekat menutupi seluruh wajah, kaki menggantung lemas.

Juyeon mencoba menggenjot, mendapat tamparan kecil meskipun meleset dikit, “Mas ya Allah sabar napa sih?”

“Aku mau keluar juga,”

“Iya aku masih sensitif ini!”

Akhirnya Juyeon hanya memberikan kecupan-kecupan sebagai penenang, sambil digoyang juga sih walau terasa ringan seperti berat kapas. Hyunjae menghela napas dalam-dalam, menerima perlakuan tersebut seraya mematri senyum tipis.

“Keluarnya di mulut aku aja,” tawarnya setengah berbisik.

“Tapi kita lanjutin di rumah,”

“Iya sangean,”

Kala itu sebelum jam kantor berakhir lima menit lagi, Hyunjae duduk bertumpu lutut sambil menaik-turunkan kepala penuh semangat, mulut mungil beserta dua bibir tipis direnggangkan oleh batang tebal nan berurat, berhasil menyodok tenggorokan berulang kali. Manik hazel kesukaan Juyeon berpendar di keremangan ruang, menaikkan intensitas si organ menyemburkan cairan.

Setelah lelaki yang duduk di kursi megah menarik miliknya keluar dari rongga makan, Hyunjae digendong ke pangkuan supaya dapat menautkan bantalan kenyal.

Siapa yang akan bertanggung jawab sama kekacauan ruangan huh? Basah akibat orgasme Hyunjae di sana.

Mari kita berdoa untuk kemaslahatan petugas kebersihan kantor yang bakal membereskan tempat perzinahan atasannya😝

.

.

.

©️Finn

Akhirnya ide yang kemaren nyangkut sudah tertuang ke sini walaupun pendek, hehehe.

JUKYU EDITION

“TRAIN TO HEAVEN”

.

.

.

Changmin harus merelakan tubuh mungilnya terhimpit banyak penumpang yang pulang dari kegiatan sore hari, menemukan dirinya terpojok di sudut kereta dengan kelamin seseorang menempel tepat di belahan bokongnya. What a nice fucking day

Warning : public sex; barebacking; stranger danger but not really a stranger; exhibitionist

.

.

.

Kala sore di hari tersibuk, suara-suara pemanggilan penumpang kereta mulai bersahut-sahutan, termasuk Changmin sendiri. Pemuda berlesung pipi dalam tersebut musti berdesak-desakkan ketika mencoba memasuki salah satu gerbong.

Nasib memiliki badan kecil nan kurus kerempeng, ia harus merelakan figurnya terpojok di sudut ruangan, menghadap jendela hanya berjarak satu centi dari wajah seorang. Bahu saling bersentuhan, semua sibuk pada pekerjaan, ada yang mendengarkan lagu, ada yang melamun sembari memeluk tas, ada juga yang tidak tahu menahu yang penting berhasil pulang ke rumah.

Changmin sendiri tak dapat bergerak kemana-mana, sementara kereta mulai melaju, ia menempelkan telapak di kaca depan, berniat berpegangan selama perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam.

Terlalu sempit, gerah mendera leher, terutama bau badan seluruh penumpang bercampur menjadi satu menusuk indra penciuman. Tak terasa ia merasa mual, menundukkan kepala sekalian memejamkan kelopak, mengusir sekelebat kepeningan akibat mabuk darat sambil berharap penderitaan ini segera berakhir.

Dewi fortuna enggan berpihak, di tengah kesempitan manusia, Changmin terbelalak begitu menyadari sesuatu keras menabrak bagian belakangnya secara halus. Dia berusaha melihat melalui pantulan. Sayang sekali permukaan bening terlihat kotor sehingga menyusahkannya menemukan pelaku pelecehan. Yang ia dapatkan hanyalah cengkraman di pinggang serta napas memburu tepat dekat wajah.

‘Jangan coba-coba bergerak,’

Jantung si Lesung Pipi nyaris terlonjak dari rusuk, keringat mengepul di pelipis, mata bergerak ke sana kemari, membeku sejenak lantaran mengetahui pemilik suara tersebut.

Lee Juyeon. Mahasiswa ansos di kampusnya. Sangat misterius dan tidak suka berteman, apalagi bersosialisasi. Seseorang bilang dia psikopat, ada juga yang bilang dia lelaki mesum, ada juga yang bilang Juyeon adalah seorang penguntit.

Mungkin gosip-gosip itu benar karena Changmin sendiri yang mengalami secara langsung, dimana ia merasakan telapak lebar mendarat di gundukan layu, lalu mengusap sensual. Making him squirm under his cage. Telinga menangkap bunyi resleting diturunkan bersamaan kancing jeansnya dilepaskan.

‘S-stop!’ desis pemuda manis berupaya melawan, malah mendapat kerapatan yang lebih erat serta benda sangat keras menggesek di belahan pantat. Changmin bahkan bisa membayangkan air muka Juyeon, menyeringai lebar sebab memenangkan permainan kecil-kecilan. Jari jemari bergerilya di resleting, membuahkan jengitan, berkontak langsung dengan kejantanan yang mulai mengeras.

I see you’re enjoying here, Minnie..’

Brengsek. Itu saja umpatan Changmin dalam hati, dia seorang tengah menggigit bibir bawah kuat-kuat, tak dapat melakukan apapun selain menerima perlakuan sepihak. Lee Juyeon dengan kurang ajar menurunkan material jeans maupun celana pendek hingga mengeskspos bongkahan pantat, berhasil mendekatkan kemaluan polosan di belahan mengundang keterkejutan dari dirinya.

‘Ssshh, kalau kau berani bersuara, semua orang akan melihat kondisimu, Changmin,’ suara Juyeon terdengar serak nan dalam, whispering through ears. Ada setitik ketakutan dan kegelisahan saat membayangkan penumpang akan menghakiminya, sambil menahan isakan, Changmin tidak mengeluarkan sepatah kata supaya tiada yang sadar.

Juyeon tersenyum menang, membisikkan kalimat pujian tanpa menghentikan gerakan organ di posisi sekarang. Tegang, keras, berat dirasa Changmin di antara dua pipi bokong, lubangnya sendiri tak sengaja berkedut, entah mengantisipasi sesuatu atau lama kelamaan menikmati perlakuan tersebut.

Isn’t it thrilling, Minnie?’ tanya Juyeon lagi, bibir dingin bagai es batu mendaratkan kecupan di leher, tangan kanan di tahap mengocok milik Changmin sementara tangan kiri merayap ke balik kemeja demi bertemu pentil. Changmin menggigil di tengah kerumunan, agak bersyukur badan bongsor Juyeon menyelimuti figur mungilnya sehingga penumpang di sisi tidak terlalu memperhatikan kegiatan maksiat mereka. ‘bagaimana kalau orang-orang ini menangkap kita? Menangkapku sedang menggoyangmu, menangkap penisku menyangkut di lubang sempitmu, hm?’

Changmin tidak dapat menjawab, lebih tepatnya tidak sudi. Jangan salahkan bangkitnya sang adik di genggaman Juyeon, dia hanya melakukan tugasnya secara alami. Disentuh seperti itu, pasti akan membuat si organ bangun. Hati kecilnya menolak, tapi kemaluannya bersemangat.

Kereta tidak menunjukkan tanda-tanda ingin sampai di tempat tujuan, mengakibatkan kegusaran terus melanda Changmin lantaran tak sabar hendak segera mengakhiri pelecehan ini. Jantung berdebar-debar, seperti menunggu, nyaris melontarkan erangan ketika jempol Juyeon menekan kepala penisnya atau mengusap lubang kemih.

‘B-berhenti.. Juyeon..’

Damn, permohonannya malah tambah mengeraskan batang di belahan, Juyeon mengumpat kecil, tak kuasa melumat area leher lebih ganas, menabrak-nabrakan puncak gemuk di lubang kering, dimana kerutan otot tersebut berkontraksi pada pertemuan kotor. Tangan kanan yang tadi memainkan puting kini menyusup melewati celah mulut, mata Changmin membulat sesaat menangkap maksud gerakan itu.

Just relax, Minnie,’ sial! Dia dapat mengetahui seringaian menyebalkan tersampir padahal mereka tidak saling berhadapan, just relax dia bilang?! Ini termasuk pemerkosaan, bajingan!

Sekali lagi Ji Changmin hanya bisa pasrah menerima suguhan. Tiga jari dibasahi oleh saliva dalam rongga makan, teracap asin mungkin karena peluh di pori-pori, sekejap sekelebat nafsu mulai menutupi, mengisyaratkan bahwa ia tampak menikmati.

‘Kau sangat manis, Changmin-ah,’ telinga si Manis mencuat, menghisap lebih rakus, membaluri digit dengan ludah setebal mungkin. Juyeon terus melontarkan pujian picisan, mengecupi pipi tembam, sesekali menggigit gemas. ‘look at your cheek, Minnie, bloated from my fingers only, do you like it hmm?’

Untuk mengatakan suka agaknya terlalu berlebihan, Lee Juyeon dan kepercayaan dirinya, Changmin betul-betul tidak bisa bergerak kemana-mana, mencoba melawan akan membuahkan tatapan, buruknya berakhir pengusiran. Lelaki berlesung pipi hanya mengepalkan tangan, menahan laju air mata saat pemuda di belakang menuntun kejantanan menuju liang, tidak begitu nyaman, sebaliknya menyakitkan.

‘Fuck Changmin-‘ desis Juyeon mengabaikan keperihan akibat peregangan, ‘benar kataku tadi, kau sangat sempit Sayang,’

‘Sakit—’ erang Changmin menggedor kaca jendela menggunakan kepalan tangan, ‘sakit..’

Bear with it, Changmin-ah, lama kelamaan akan nikmat kok,’ pemuda rambut cokelat tersebut berhasil menyusupkan kepala, menyangkut selama beberapa detik lalu berani menghentak maju sampai setengah batang, menyebabkan Changmin terlonjak menabrak dinding gerbong sehingga pipi tembamnya terganyang ke permukaan keras. Manik bulat memandangi setiap pergerakan di luar, ramai tak terkira, meratapi nasibnya seorang dihimpit orang gila.

Shit.. kau tahu ini mimpiku setiap hari, Minnie,’ desah Juyeon mencoba menggoyang, temponya lamban, ingin nampak halus dalam mengatur aksi maju mundurnya. Kedua tangan bertengger di sisi pinggang, meremas, mengacak gemas, pinggul menggenjot kecil-kecilan. Changmin ditemukan menahan rengekan, suaranya keluar patah-patah, berdengung bagai lebah.

‘Ngh.. ng-ngh.. b-berhenti ngh..’

Juyeon sangat tidak mengacuhkan, malahan bunyi penyatuan mereka naik satu tingkat lebih nyaring, mendapat atensi dari beberapa orang. Ada yang membelalakkan mata, spontan memalingkan muka, ada yang menyeringitkan dahi, ada yang geleng-geleng kepala, bahkan ada juga yang diam-diam memandang penuh minat.

Changmin kehilangan akal sehat sesudah puncak gendut itu mengenai buntelan saraf, hampir saja lubang kemihnya bergejolak mengucur. Batang organ berat digenggam Juyeon, mencoba dikocok mengikuti tempo tusukan sendiri.

‘Minnie..’ lenguh si Tampan berkedip-kedip nikmat, barulah Changmin melihat ekspresi Juyeon secara langsung, menggegerkan si jantung yang awalnya berdetak cepat karena takut, kini berubah menjadi sesuatu semacam terpana.

Tidak. Changmin, he’s a pervert, you idiot.

‘Mmffh! Mmhh..’

I wanna kiss you so bad,’ ucap Juyeon kembali, mengulum cuping telinga, ujung indra pengecap mengeksplor si lubang pendengaran, ‘tapi mungkin nanti kalau kita bertemu lagi,’

Siapa yang mau merasakan kedua kali hah? Memang sudah gila Lee Juyeon ini. Changmin mendengus seraya menoleh berniat melototkan mata tapi salah tangkap oleh manusia di belakang. Dikira ia minta cium, sigap dikabulkan dengan menautkan ranum keduanya. Pinggang Changmin agak berlekuk diiringi Juyeon menggenjot, lelaki surai cokelat tersebut mendengkur puas sesudah mendapatkan bibir kenyal pemuda yang dihimpit.

Fuck.. mmhh..’ umpatan demi umpatan terus didendangkan, termasuk simpulan di dalam perut Juyeon, menambah kecepatan hentakan, semakin nyaring membuahkan perhatian. Dia menyeringai lebar, melirik ke sana kemari seakan memamerkan kesenangan semata ini hanya dia yang bisa melakukan. ‘everyone’s looking at us, Minnie,’

Changmin membelalakkan mata, langsung menundukkan kepala berusaha menutup segala panca indra. Lubangnya kebas, kelamaan digesek urat nadi, kelamaan membentuk diameter kejantanan tebal. Ludah tidak cukup menjadi pelicin, dindingnya terasa kering kerontang mengakibatkan perih menjalar sampai ke tulang ekor. Dia berusaha mengusir sekelebat pikiran negatif, fokus menerima hujaman.

Shit.. shitt.. I’m close-‘

Oh tidak. Changmin merasakan perubahan ukuran menambah peregangan, bunyi becek beradu, kuat pula hentakan pinggul Juyeon di pantatnya. Geraman pemuda itu berat mengetuk gendang telinga, bersamaan sesuatu kental ditembak melukis setiap celah saluran. Deru napas Juyeon besar sekali di ceruk leher Changmin, mengocok miliknya malas, berupaya membuatnya klimaks jua.

‘Kenapa ditahan heum? Nasi sudah jadi bubur, Changmin, just come or I won’t pull out my cock,’ ancam lelaki tinggi berbisik menyeramkan, Changmin memasrahkan segala keadaan, dan memaksa dirinya mengucurkan putih di parasan gerbong, seuntai, dua untai, ditemani genggaman Juyeon, tungkainya gemetaran, lemas tidak tertolong. Rasa malu yang besar menjalari seluruh peredaran, keinginan menangis jingkar sudah di ujung bibir, namun tertahan oleh sesuatu yang melingkupi badan mungil.

Dia bahkan tidak menyadari bahwa Juyeon telah mengeluarkan penisnya, membuat ruang terbuka memberi jalan pada cairan. Changmin menghela napas, ada ingus terdengar di tarikannya, tenggelam dalam jaket kulit beraroma musky menenangkan, sekejap ia melupakan kekhawatiran dan kegelisahan.

Kereta tepat sekali tiba di pemberhentian mereka, pemuda berlesung pipi menunggu penumpang bergerombol keluar sambil berdesak-desakan. Dia tetap menundukkan kepala, paham sangat arti tatapan yang mendarat. Changmin tidak dapat berbuat apa-apa, mungkin sampai di rumah dia akan mengunci diri dalam kamar. Tidak membiarkan siapapun meraihnya.

‘Ayo.’

Lengan panjang merangkul pinggang, membawa langkahnya menuju pintu keluar, Juyeon ternyata masih berada di dekatnya, walau sudah berbuat seenaknya di depan khalayak. Jaket si lelaki sukses menyembunyikan, sebab tak hendak melihat respon penumpang terhadap kelakuan mereka.

Senyap melanda, hanya derap alas sepatu yang menjadi latar suara. Changmin menggeliat tidak nyaman, sesuatu terus menetes di lubang terbuka. Basah, lembab, kotor bersarang di saluran, membuahkan air mata turun di wajah.

Juyeon tidak bergeming sewaktu menangkap isakan kecil, hanya mempererat kalungan secara posesif sembari melempar lirikan tajam pada orang-orang yang menoleh padanya.

Stop crying.’

You raped me, bastard! teriak si Manis dalam hati, dia bisa jalan aja syukur, saking marah dan malu menyebar di seluruh aliran darah.

I’m not sorry for doing you in train,’ ucap Juyeon setelah sekian lama mengheningkan cipta, ‘aku menyukaimu, Changmin,’

‘Itu tidak menjelaskan kenapa kau harus melakukannya di depan publik, Juyeon-sshi!’ akhirnya Changmin mengumpulkan tenaga untuk membentak, menepis rangkulan, menatap pemuda di samping dengan kilatan penuh amarah.

‘Aku tidak tahu caranya mendekatimu, dan Choi Chanhee sialan itu selalu bersikap protektif.’

You’re sick, Juyeon, kau pikir setelah ini aku mau denganmu?’ Changmin agak terkejut melihat seringai muncul di sudut bibir Juyeon, bulu kuduk mendadak naik dan sesaat ia membeku di pijakan kaki.

I’ll make sure you want me too, Minnie.’

Uh oh. Looks like someone’s dealing with his stalker.

Run Ji Changmin.

.

.

.

©️Noname.

jumil edition

.

.

.

Lima tahun jadi anak baik-baik cuman karena business trip hubungan profesionalitas mereka balik kanan, bubar jalan

Warning : girl!hyunjae; office!au; ceo!juyeon; mau bikin hyunjae kayak isyana (super random) tapi ternyata juga sangean (hyunjae di help me doctor); bahasa non baku; banyak candaan garing (karena aku receh hehe)

teruntukmu anon cc yang request gs jumil, semoga suka <3

.

.

.

“Ngapain Pak?”

Siku Juyeon nyaris terpleset dari pijakan saat mendengar nada penghakiman sosok familiar, ia cukup terkejut pada kemunculan mendadak sang sekretaris kesayangan di balik pintu ruangan berbahan baja ringan.

“Kamu ngapain kayak maling gitu?”

Hyunjae menyengir, mata mengerling-ngerling jenaka sebelum berdiri tegak penuh percaya diri seraya menyelipkan badan langsing melewati celah pintu yang baru saja dia buat. “Tanda tangan.” ujarnya tanpa basa-basi menyodorkan sebuah map berisi dua lembar kertas putih tepat ke arah Juyeon. Dimana banyak potongan-potongan sedotan berserakan di meja sang atasan, entah hendak membuat apa.

Manik menelisik setiap paragraf, bukan per kata, sehingga alis pria lebih tua mengerut, “Ini apa, Jae?”

“Laporan pertanggungjawaban, Pak.’

“Loh? Bikin sekarang?”

Kali ini giliran si gadis yang menyeringitkan dahi, menganggap pertanyaan tersebut sangat menggelikan bagi indra pendengaran, “Pak.. kan mau business trip? Nggak mau uangnya cair?” Juyeon menatapnya bahkan sampai kepala termiring-miring, Hyunjae menatap balik, lebih menuntut supaya bos paling lemot ini paham.

Heran. Kok bisa jadi pemilik perusahaan ya? Apa karena ganteng?

Dih. Gantengan juga kakaknya di kampung halaman.

“Oh.” Gadis surai cokelat tersebut menghembuskan napas lega, sedikit tenang setelah melihat pergerakan tangan Juyeon di atas kertas. “buat orang keuangan ya?”

“Iya.”

Juyeon melirik sekilas, mendapati figur karyawan sedang bergoyang-goyang sesekali menggigiti kulit dalam mulut. Dia menyerahkan balik, buru-buru Hyunjae mengambil kembali map berwarna merah tersebut sembari mengulas senyum manis, tapi ada unsur jahil di setiap tarikan sudut bibir, “Makasih Pak,”

“Kamu sibuk nggak?”

“Kenapa?”

“Tahu caranya bikin bunga dari ini?” tanya Juyeon lagi memperlihatkan sedotan-sedotan yang berserakan, Hyunjae menipiskan bibir, tampak sekali hendak menahan tawa namun berusaha agar tak menyinggung perasaan si bos.

“Maaf Pak nilai kerajinan tangan saya di bawah KKM,” jawabnya seraya meringis, map penting didekap erat-erat, masih memaku di tempat yang sama, memandang Juyeon bagai anak polos. Sedangkan pria rambut cepak itu mengerjap-ngerjapkan mata macam tengah memikirkan sesuatu. “buat apa sih Pak?”

“Buat Karina supaya nggak ngambek karena saya tinggal 5 hari,”

Pada akhirnya Hyunjae tak dapat menahan lebih lama, langsung aja tuh tawa halus meluncur cuma-cuma, ia membulatkan mata sambil tergesa-gesa menutup mulut, takut dipecat mendadak lantaran menertawakan kebucinan bos sendiri. “Maaf Pak.”

Juyeon hanya menggumam, betul tidak merasa tersinggung sama sekali, sebaliknya ia merasa konyol sudah berbuat kayak gini. “Yaudahlah, saya belikan bunga biasa aja,”

“Lagian Bapak ngide banget mau bikin bunga dari sedotan,” cetus si gadis geleng-geleng kepala, “jomblo nggak relate, Pak,”

“Makanya cari pacar,”

And making my life miserable twice than this, I rather not, Pak,” balas Hyunjae tidak lupa menyampirkan cengiran khas kemudian pamit undur diri sebab masih ada yang harus dia kerjakan untuk persiapan liburan berkedok bisnis seminggu lagi, meninggalkan Juyeon tersandar di kursi megah sekarang.

Benar juga kata asistennya, Lee Juyeon sangat niat sekali membuat kerajinan supaya Karina tidak merajuk ketika ia berangkat ke luar kota. Padahal mereka hanya sebatas tunangan, itupun dijodohkan pula. Untuk apa dia susah-susah meninggalkan impression terbaik buat wanita cantik itu?

Juyeon menghela napas panjang dan menggerakkan jemari di ponsel demi mengirimkan sebuket bunga segar kepada sang tunangan di tempat kerjanya. Mudah-mudahan Karina paham dan tidak merongrong perhatian sampai ia kembali dari business trip lima harinya.

***

Ketika hari keberangkatan sudah di depan mata, Hyunjae benar-benar mempersiapkan segala hal yang akan mereka butuhkan, mulai dari transportasi mereka ke bandara sampai ke hotel tempat menginap. Juyeon tinggal duduk mengekori langkah sang sekretaris, diam-diam anteng seperti anak ikut ibunya liburan. Hyunjae sendiri sibuk ke sana kemari sembari menyeret koper, mengoceh ke beberapa oknum agar rencana berjalan sesuai harapan.

Dari seminggu lalu dia menguras energi cuman buat rapat tahunan kayak gini. Hyunjae mulai kelelahan padahal acara belum juga terlaksana.

“Pak, nanti kalau ada apa-apa, hubungin saya ya! Ingat kita di kota orang, nggak boleh sembarangan-“

“Jae, saya ngerti..” keluh Juyeon memutar mata malas, iya dia tahu dia punya otak yang lamban, tapi bukan berarti dia diurusin sampai segitunya kan? Terutama oleh seorang gadis berusia enam tahun lebih muda darinya. Namun kalau dilihat-lihat sekilas, memang dia mengakui cara kerja Hyunjae nan cekatan, berhasil memikat sejuta umat yang pernah berurusan dengannya, memudahkan mereka dalam bergerak terutama di bidang ekspansi penjualan. Juyeon menatap Hyunjae sekali lagi, menemukan adanya kerjapan mata setelah pembicaraannya terpotong tak etis. “saya nggak kemana-mana kok,”

“Emang Bapak nggak makan?”

“Ada room service, Hyunjae,” si gadis mengendikkan bahu, menempelkan kartu kamar ke slot pintu.

“Baiklah, saya masuk duluan Pak,” Juyeon hanya menggumam sebelum ikut menerobos ke ruangannya sendiri, begitu pintu tertutup otomatis barulah dia menapak di lantai maple sebelum terjun bebas ke kasur besar sesuai permintaannya. Rasa empuk dan nyaman menyelubungi tubuh menyebabkan rasa kantuk menyerang seketika, ia menghentikan beberapa pemikiran, merogoh ponsel di kantong celana jeans, sekadar menelepon sang tunangan nun jauh di sana.

Iya Sayang?” Juyeon tak kuasa menahan senyum, lebar sampai-sampai pipinya terasa sakit akibat terlalu naik, suara Karina sangat lucu, menggemaskan malahan, meskipun memiliki fitur wajah dingin seperti yang sering dibicarakan orang-orang sekitar.

“Hey, aku cuman mau ngasih tau aku udah di hotel,”

Eung..” itu saja jawaban dari gadisnya, menyebabkan keruntuhan ekspresi berseri-seri beberapa detik lalu, “kamu udah makan?” oh, dia hanya berpikiran aneh, mungkin efek kelelahan setelah berjam-jam duduk di pesawat.

“Ntar agak larut malam aja baru makan,” pemuda surai cepak melirik ke jam tangan, waktu menunjukkan pukul 8 malam waktu setempat, dimana langit kelam menghiasi pemandangan di luar jendela bertirai tipis. Karina menggumam, tidak biasanya dia kehabisan bahan, walau sama-sama pendiam tapi si gadislah yang paling banyak cerita di antara keduanya.

Yaudah kamu istirahat ya Sayang, makasih loh bunganya,” ujar Karina sembari tertawa geli, Juyeon jadi ikut merefleksikan, suasana hati menjadi hangat, melupakan segala kegelisahan sejenak. Mereka saling bertukar pesan sebagai pengingat, hingga Karina memutuskan sambungan, meninggalkannya dalam kesenyapan ruangan di tengah kesendirian.

Tiba-tiba ide gila terlintas, ia menekan tombol darurat yang langsung mengarah ke nomor telepon sang asisten di seberang kamar.

Opo Pak?”

Bukan senyum yang tersampir, melainkan tawa renyah yang tertampil, “Ngapain Jae?”

Guling-guling, Pak.”

“Babi kali,”

Heh sembarangan! Mentang-mentang saya gendut,” ia dapat mendengar nada merajuk dari sang sekretaris, menyebabkan ia tambah menaikkan intensitas tawa, geli pada tingkah konyol si gadis.

“Siapa bilang kamu gendut, huh? Bukannya kamu sering ikut zumba di kantor?” goda pemuda itu membiarkan cengiran terdengar nyata di koneksi telepon, mengundang dengusan di kamar lain.

Pak, kalo nggak ada kerjaan mending cari deh,”

“Saya yang punya perusahaan kenapa harus nyari?”

Pak sudah malam mau saya kelon kah?” Juyeon buru-buru tersedak terhadap tawaran, kini giliran Hyunjae yang menertawakan nasib bosnya di ruangan, lagian ada-ada aja kelakuan, besok acara mau dimulai sebagai pembukaan rapat tahunan, Lee Juyeon yang mustinya bobo ganteng malah melantur menelepon dirinya.

Kecuali dia punya urusan penting baru dia melesat ke sana.

“Saya laper,”

Tadi katanya ada room service,”

“Kamu udah makan belum?”

Hyunjae terdengar menghela napas, “Sudah Pak,” jawabnya sopan, ia sangat paham pada Juyeon yang kadang-kadang bisa aneh ketika mereka ke luar negeri, entah tingkahnya menjadi kekanakan atau terlalu sering membutuhkan sesuatu yang tidak perlu dibutuhkan.

Nah loh gimana tuh bahasanya.

“Temanin dong,”

“Room service kan di kamar doang, nggak perlu saya temanin, Pak,” sebetulnya Hyunjae kepingin tidur sejak tadi, dia tidak ingin kantung hitam membuat sarang di bawah mata cantiknya, ntar nggak ada yang tertarik sama pesonanya di acara nanti.

Please..” mohon Juyeon menjulurkan bibir, berusaha membuat asisten kesayangan sejagad raya luluh akan permintaan. Mungkin Hyunjae sedang menahan geraman jika didengar dari bunyi aneh di kerongkongan, “kayaknya saya homesick,”

Pak, ingat umur.”

“Baru kepala 3 kok,”

Iya, homesick juga pilih-pilih umur, Pak,”

Juyeon tergelak, sedikit-sedikit perasaan aneh di sanubari lenyap hanya karena mendengar celetukan Hyunjae, terkadang sekretarisnya ini bisa dijadikan teman curhat sekaligus moodbooster kala dia sedang dilanda kegelisahan. Yang dia juga nggak tahu kenapa mendadak muncul. Apalagi semenjak menelepon Karina lima menit lalu.

“Ah udahlah sini dulu temanin saya makan,”

Kalo di restoran saya temanin, kalo di kamar ogah, saya nggak mau kena fitnah,”

“Oke, kita ke restoran sekarang,”

Pak saya bercanda, saya mau bocaaaannn!”

“Kamu sendiri yang ngomong ya,” pria surai hitam tergesa-gesa bangkit dari pembaringan, menarik dompet serta kartu kunci kamar tanpa menutup sambungan, mendengarkan serentetan permohonan ampun dan alasan kenapa dia tak hendak menemani. Juyeon nampak tidak peduli, saat ia sudah di luar, jari telunjuk langsung menekan bel kamar di hadapan.

Bapaaaaakkkk!” rengek Hyunjae kemudian koneksi pembicaraan mereka terputus, membuahkan seringaian kemenangan sambil ia menyusupkan benda elektronik di saku celana. Menunggu dengan sabar pada pintu penghubung di depan. Tidak sampai semenit, Hyunjae menampakkan diri, piyama satin membaluti tubuh, rambut cokelat panjang diikat menggulung serta tak lupa tersampir jaket denim untuk menyelimuti lengan pendek si kain, raut tersungut-sungut, menggerutu di bawah kecepatan napas. “Bapak ini loh saya mau bobo cantik,”

“Katanya tadi kalau ada apa-apa saya hubungin kamu,” balas Juyeon membalikkan kalimat Hyunjae sebelum mereka sama-sama berlalu ke kamar, makin turun tuh sudut bibir si asisten, mengutuk dalam hati kenapa dia berkata seperti itu.

“Tapi kata bapak mau pakai room service,”

“Nggak mau ah sendirian, mending saya ajak kamu,” Juyeon melengos duluan mengambil langkah, tergesa-gesa Hyunjae mengekor di belakang sesudah memastikan pintu kamar tertutup rapat. Atasan dan sekretaris tersebut sejenak melenyapkan perang mulut kecil-kecilan lalu membahas masalah perusahaan, entah menggosipi karyawan baru, membicarakan naik-turunnya penjualan mereka, tidak terasa tiba di restoran hotel tersebut.

Beberapa pelayan menganggukkan kepala santun, menjamu kedua insan dengan berbagai macam variasi hidangan mewah, Hyunjae yang awalnya bilang sudah makan, merasakan isi perut bergejolak menghendaki ronde kedua.

“Pfft, tadi ada yang bilang sudah makan,”

“Bapak godain saya terus, tinggal angkat pantat nih,” ancam gadis cantik itu melotot, Juyeon malah cengengesan, menganggap ancaman adalah kekonyolan semata. Geli aja melihat sikap Hyunjae bagaikan anak kecil. Ya makin semangatlah dia menggoda.

Mereka mulai menyantap makan malam sesuai pesanan, gemerincing sendok dan garpu mendenting bersama piring saling beradu, percakapan ringan terus mengalir, entah Hyunjae sedang berkeluh tentang kelambatan kerja asisten Juyeon yang lain atau Juyeon menanyakan laporan beberapa pabrik di kota-kota terpencil.

Hubungan antara keduanya benar-benar strict bin profesional. Meskipun wajah Hyunjae tidak kalah ayu dari Karina, tetap saja Juyeon tak pernah tertarik. Dia hanya menyukai bagaimana Hyunjae bekerja, walau mulutnya suka berbisa. Sopan sih cuman nyelekit ke ulu hati.

But, that’s her charming though. Being a 27 years old single woman, Juyeon kadang terpikir kenapa dia belum menikah hingga sekarang? Harusnya banyak pria yang mengambil antrian kan? Tapi tak pernah sekalipun ia melihat Hyunjae bepergian bersama pria selain dirinya.

Atau jangan-jangan Hyunjae nggak suka cowok?

“Pak!”

“Heum?”

Hyunjae menghela napas, “Daritadi saya ngomong nangkep nggak?”

Juyeon membuat gerakan menangkap sesuatu, lebih tepatnya udara di sekitar, tak lupa ia cengengesan sebagai isyarat tidak merasa bersalah sama sekali. Hyunjae benar-benar diombang-ambing sama bos sendiri, memutuskan untuk menghembuskan napas panjang berupaya menenangkan diri, ia mengulas senyum, pipi tembamnya sedikit menggembung sesekali mengerjap-ngerjapkan mata.

“Baik, Pak. Bapak sudah selesai? Saya mau balik ke kamar, ada kasur yang pingin dibelai,”

“Kasihan,” komentar pria lain sembari menyesap anggur putih sedikit demi sedikit, “saya kadang suka mikir kamu kok belum punya cowok, Jae?”

“Karena nggak ada yang mau sama saya, Pak,” jawab Hyunjae random, jari-jemari memilin serbet di meja, tiada terlintas kesedihan maupun kesengsaraan sehabis mengutarakan, Juyeon malah menemukan kekehan. “bercanda Pak, saya mau jadi wanita karir dulu biar punya sugar baby,”

“Edan.”

“Yee Bapak nggak bisa relate kan udah punya tunangan,” balas Si Manis balik sambil menjulurkan lidah, berniat mengolok komitmen yang Juyeon miliki.

“Saya pikir kamu suka cewek,”

“Bapak astagfirullah bisa-bisanya mikir kayak gitu!” air muka Hyunjae terkejut pakai sangat, ia memandang Juyeon tak percaya setelah mendengar pengakuan dari sang atasan, “ya suka cewek nggak masalah sih, tapi saya seratus persen suka batang, Pak,”

“Batang apa?”

“Batang kangkung, Pak,” Juyeon tergelak, sementara Hyunjae menatap datar. “Bapak ngajak basa-basi dalam rangka apa nih? Kenaikan gaji?”

“Uang mulu di otakmu,” si Manis mengendikkan bahu, mengatakan kalau jaman sekarang segala-segalanya dibeli pakai uang, jadi wajar saja ia bertanya seperti itu. “ya nggak apa, saya gabut, harusnya saya ngobrol sama Karina sambil makan, tapi dia kayak social distancing sama saya,”

“Hooo..” Hyunjae mengangguk-ngangguk paham, “mungkin Mba Karina kena covid, Pak, makanya jaga jarak,”

“Kita telponan, Jae, bukan tatap muka,” heran deh Juyeon, punya asisten kok banyak banget celetukannya. Tapi dia nggak protes sih, ada kepuasan tersendiri mendengar ocehan Hyunjae setiap mereka ketemu, meskipun kadang-kadang muak juga hehe.

Sshh, she doesn’t need to know.

Menghabiskan waktu selama satu jam mengobrol hal acak selayaknya berteman, akhirnya Hyunjae memohon sekali lagi untuk undur diri, mengatakan jika Juyeon masih memaksa menahannya tinggal lebih lama maka jangan salahkan kalau dia tiba-tiba tertidur di restoran. Yang hanya diketawakan Juyeon lalu memberi izin agar mundur ke kamar. Wajah si gadis berseri-seri, mengucapkan terima kasih tak lupa membungkuk sopan sebelum melesat kabur, oh bahkan sempat melompat-lompat riang bagaikan anak dihadiahi mainan.

Diam-diam Juyeon mematri senyum tipis ketika melihat tingkahnya, menganggap sang asisten sangat menggemaskan, sempat mendesirkan jantungnya sedikit.

Ah- apa nih? Apa ini bentuk pelampiasan karena Karina tidak menghiraukannya?

***

Nilai seratus buat Lee Hyunjae hari ini karena berhasil menjalankan misi yaitu acara pembukaan rapat tahunan di ballroom megah hotel tempat mereka menginap. Berpuluh-puluh pasang mata kini menaruh minat ke arahnya, senyuman manis mengembang bak adonan kue, terpesona pada pembawaan ketika tampil sebagai pemandu acara.

“Terima kasih kepada seluruh jajaran yang menjadi peserta di acara ini, saya harap kita dapat bersenang-senang sampai tiga hari ke depan,”

Sebenarnya Hyunjae agak susah menjelaskan dalam bentuk apa acara ini diadakan kalau bukan karena membahas perkembangan anak perusahaan dari EL-Corp sendiri. Sebagai kantor utama, mereka harus tahu apa-apa saja yang sudah dijalankan di perusahaan cabang, terutama Lee Juyeon selaku direktur teratas.

Mari kita lewatkan bagian pembukaan yang dimeriahkan oleh bintang tamu papan atas, beralih sebentar ke tokoh utama kita yang tengah sibuk menampilkan senyum menawan di balik pundak kokoh sang atasan.

“Sampai berapa lama kita kayak gini, Jae?” bisik Juyeon sangat pelan disebabkan banyaknya manusia berlalu lalang di hadapan sambil menyapanya riang. Hitung-hitung cari muka sedikit.

“Setengah jam lagi, Pak,”

Shit, kok lama banget?” sebelum Hyunjae dapat membalas umpatan, Juyeon sudah beralih ke mode ‘direktur’, menjabat beberapa tangan kolega-kolega familiar sesekali melempar basa-basi. Hyunjae di belakang ikut mengulas senyum sopan, mendapat pujian picisan lantaran telah mempersiapkan kematangan acara hingga tiga hari ke depan.

“Nggak ada niat bikin cabang baru, Pak? Buat Hyunjae,”

Asyik. Keinginan menjadi sugar mommy mungkin akan terwujud dalam waktu dekat.

“Saya yang repot nyari pengganti dia, dapat dimana lagi yang cekatan dan tahan sama omelan saya,” jawab Juyeon menyelipkan kekehan jenaka, melirik Hyunjae sekaligus menaik-turunkan alis menggoda.

Huft, pupuslah harapan punya sugar baby.

Sesuai janji si asisten, setengah jam terlewat barulah Juyeon dapat keluar dari kerumunan manusia, bersama Hyunjae yang senantiasa mengekor, ia berniat mengajak si Manis makan siang di salah satu restoran kota.

“Tapi Bapak temanin saya ke Mall,”

“Baru juga hari pertama malah shopping, harusnya habis acara, Lee Hyunjae,”

Hyunjae memasang wajah cemberut, “Takutnya saya teler selesai acara dan pengen bergulat sama selimut, ayolah Pak! Sekaliiiiii-“

“Oke fine, jangan lama-lama, saya nggak mau nungguin kamu belanja,” Hyunjae memberi tanda penghormatan lalu mengikuti Juyeon memasuki kendaraan yang sudah ia siapkan apabila si bos mau jalan-jalan, mendiktekan nama restoran serta lokasi dengan bahasa inggris belepotan, mengundang Juyeon menahan tawa sehingga mendapat cubitan.

At least he knows where to take us.”

“Kamu harus les, Jae, bahasa inggrismu benar-benar payah,”

“Bapak ngomong kayak gitu saya tinggalin nih,” ancam si Manis berkilat-kilat marah namun jatuhnya imut sekali. Juyeon refleks tertawa geli, mengulurkan tangan demi mencubit bantalan pipi nan tembam gemas.

“Kamu mau ninggalin saya, yang ada kamu sesat di kota orang,”

“Jaman sekarang ada teknologi namanya Google Maps, Pak,”

“Jaman sekarang ada kejahatan namanya pemerkosaan, Hyunjae,”

Gadis surai cokelat hanya merengut lantaran kalah dalam debat, ia memalingkan wajah walau samar-samar masih menangkap tawa khas Lee Juyeon di indra pendengaran.

Makan siang berlangsung seperti pada umumnya. Melalui perang mulut tiada habisnya, mengghibahi peserta-peserta arogan di acara pembukaan, serta terkadang membicarakan penduduk-penduduk di sekitar restoran. Juyeon tetap anteng menghadapi keantusiasan sang asisten, sesekali mematri senyum lembut sewaktu melihat pancaran sinar berkilauan di manik rusa Hyunjae.

Getting know her better is not a bad idea.

“Kita mau makan malam di mana?”

“Pak, baru juga nurunin perut kok sudah tanya makan malam,”

Juyeon mengangkat bahu, pandangan tersita ke layar ponsel yang menayangkan beberapa rekomendasi makan malam ala restoran untuk waktu malam hari. “Kayaknya steak bukan ide buruk,”

“Ingat Bapak musti nemanin saya shopping,”

“Huft, kenapa nggak belanja online?”

“Karena saya selalu zonk setiap beli baju tanpa lihat barangnya, Pak!” Hyunjae bergerak memperlihatkan pinggang, “lihat nih lemak saya nggak terkontrol, kan nggak lucu udah beli mahal-mahal eh malah nyangkut,”

Sambil menyesap minuman, Juyeon sama sekali tidak melihat adanya lemak yang dikatakan Hyunjae. Sebaliknya, ia hanya memandangi lekukan bak gitar Spanyol, berterima kasihlah pada dress cocktail yang membalut bentuknya.

Mungkin mata Juyeon jauh berbeda dengan mata Hyunjae sehingga ia tak mendapati lemak yang dimaksud.

“Berarti zumbamu kemarin sia-sia dong,”

Hyunjae merah padam, malu nggak ketulungan sebab ketahuan ikut zumba sama karyawan wanita di kantor, tepatnya setiap senin dan kamis sore, di studio tak jauh dari kantor mereka. Padahal niatnya cuman iseng, tapi lama kelamaan keterusan.

“Ya nggak tahu, Pak, ini gara-gara saya makan malam terus,” jawabnya berusaha mengalihkan, pipi tembamnya masih merona, nggak tahu kenapa. Juyeon tersenyum lebar, sukses menyembunyikan berbarengan ia menyesap minuman, memperhatikan si gadis tengah makan secara lahap, kembali mendesirkan perasaan di rongga dada.

“Kamu nggak gendut kok, Jae..”

“Bapak bilang kayak gini supaya saya senang kan?”

I just tell you the truth, from my view, from man’s view, kamu nggak gendut, berisi iya, but not that bad,” gadis cantik itu terhenyak sebentar, mencerna baik-baik apa yang sudah dikatakan bosnya, perasaan aneh sempat terselip, ditepis secara langsung daripada membuahkan kecanggungan. Juyeon tak mengacuhkan balasan selanjutnya, nggak peduli juga sih, dia hanya mengungkapkan fakta, bahwa Hyunjae tidak seperti yang dia ucapkan.

“Tsk, kenapa kamu jadi mendem gitu? Yuk cabut ke Mall,” lama kelamaan Lee Juyeon gusar pada atmosfer kikuk di khalayak keramaian, makanan telah habis ditandas hingga tak bersisa, ia pun bergegas bangkit dari tempat duduk menuju kasir untuk membayar tagihan. Tidak tahu air muka Hyunjae berbentuk bagaimana sebab masih memikirkan perkataannya dua menit lalu.

Sebuah langkah mengikuti sosok tinggi terbalut kemeja biru, dasi dilonggarkan beserta kancing teratas dibuka supaya tidak mencekik leher, Hyunjae setia mengatupkan mulut, menyebabkan Juyeon menghentikan anggota jalan seraya menoleh ke belakang.

“Kok diem?”

“Saya males ngomong,”

“Oh ho bisa males juga kamu?” goda Juyeon menyeringai, Hyunjae mengulum bibir, menggigiti kulit mulut dalam secara kikuk, “kenapa? Masih mikirin omongan saya tadi?”

“Nggak kok,”

“Kalo nggak ya ngoceh dong, saya nggak mau jalan sama tiang,” ujar pria lebih tua kemudian melanjutkan perjalanan, meninggalkan Hyunjae terpaku beberapa detik sebelum menggerutu mengikuti tak jauh. Dengan mempercepat langkah tentu saja.

Apa yang dipikirkan Hyunjae? Apa benar dugaan Juyeon soal ia yang masih memikirkan perkataan si bos? Kelemahan Hyunjae selalu berputar di bagian fisik. Dia cukup insecure terhadap hal ini. Kenapa semua perempuan yang olahraga rutin mendapat tubuh kurus nan langsing sementara ia malah jadi daging? Membuatnya nampak bongsor dan sulit mengenakan pakaian minim. Hyunjae sering mengatakan kegendutan yang dimiliki di hadapan Juyeon, biasanya tuh manusia tak menimpali, tapi lihatlah tadi ia membahas dari sisi pandangannya, seakan-akan Hyunjae tidak nampak seperti yang ia utarakan.

“Hyunjae? Melamun terus saya tinggal ya?”

“Tinggal aja, Pak,” cicitnya sangat pelan, mendadak ogah-ogahan padahal tadi niatnya hendak bersenang-senang di pusat perbelanjaan. Juyeon menghela napas, mengulurkan lengan panjang untuk menepuk kepala sang asisten kesayangan.

Don’t think too much about it, you should say it to yourself that you’re not fat, you’re hot okay? Coba kamu ngaca deh nanti di kamar pasnya LV, pasti kamu nggak kelihatan gendut,” sebelum Hyunjae menepis dengan sahutan berkedok kesewotan, Juyeon telah membisikkan kalimat selanjutnya agar tidak terdengar siapapun.

Instead you’ll look sexy with those dress on you,”

Oh shit.

Shit.

Hyunjae’s doomed, isn’t she?

***

Mood si gadis rambut cokelat berangsur-angsur membaik, setelah Juyeon memberikan kartu di setiap kasir tempat ia shopping. Hyunjae sangat menyayangi atasannya lebih dari apapun, demi dia kembali sedia kala, mengoceh bak kereta, membicarakan hal tidak jelas yang terjadi di sekitar mereka.

Waktu menunjukkan pukul setengah 7, tepat sekali jam ideal makan malam berlangsung. Steak pilihan Juyeon betul tidak terlalu buruk, meskipun bukan di tempat yang ia mau.

“Pak, makasih loh sudah traktir dari tadi siang,”

“Oh nggak masalah, soalnya saya pakai bonus kamu buat tahun depan,”

Hyunjae tidak tahu harus melakukan apa sembari memegangi pisau dan garpu di masing-masing tangan, menimang-nimang keputusan apakah lebih bagus mencolok mata Juyeon atau langsung menghujam jantung pria di hadapan.

“Sabar.. sabar Hyunjae anak baik..” gumamnya menenangkan hati serta pikiran, diselingi tawa renyah Juyeon dengan mata kucing menyipit penuh canda. “Ya Allah kalau bukan Hyunjae yang mukul, biar Engkau yang membalas,”

“Bercanda, Hyunjae.. itu murni uang saya,”

“Ya Bapak mainnya pake bilang itu bonus tahun depan, kandas dong harapan saya jadi Sugar Mommy,” protes gadis manis tersebut mengerucutkan bibir, Juyeon tak begitu mengindahkan, sebaliknya ia menyuruh Hyunjae menyelesaikan santapan. Si Manis pun patuh menuruti suruhan, sementara ia menatap sekeliling restoran, hanya memandangi suasana namun menemukan sesuatu mengejutkan.

Fuck.

Mungkin diakangen berat sama Karina. Mungkin mata dia masih kena jet-lag walaupun lagi segar bugar, karena nggak mungkin gadis rambut hitam nan sangat tidak asing di ujung sana adalah tunangannya.

Juyeon bilang dia mau ke kota A sebelum berangkat, sewaktu mereka telponan pun dia memberitahukan kepergian lima harinya, entah diacuhkan atau tidak, Karina pun iya aja, janji tidak akan merajuk serta merengek rindu di tengah-tengah kesibukan.

Yet, she still has the nerves to link her arm around someone’s arm.

Pria itu memperhatikan gerak-geriknya dari jauh, mengenali senyum, kilau mata, bahkan tahi lalat di bawah bibirnya. Dia belum dapat mendeskripsikan, gerakannya menjadi impuls, sebuah refleks normal saat melihat kasihnya berselingkuh. Juyeon mengabaikan tatapan penuh tanda tanya sang asisten lantaran ia terfokus hendak melabrak Karina tepat di situ-situ.

Semua berlangsung cepat dan telinga mendadak pengang akibat teriakan Juyeon. Hyunjae terbelalak melihat amukan bosnya, bergegas menghampiri pria lebih tua, lebih tepatnya memegangi figur yang kaku tersebut.

How dare you, Karina!”

Karina tidak bergeming, menatap Juyeon sangat dingin. Seakan tawanya tadi malam tidak berarti, seakan ucapan terima kasih atas kiriman bunga sehari sebelum Juyeon berangkat lenyap tiada arti. Gadis cantik itu diam saja, membiarkan Juyeon mengamuk dan membuat keributan, mengatakan sesuatu tentang keberanian dia bermain api di belakang.

“Sialan! Kamu wanita sialan!”

Hyunjae berusaha menarik si pria, tapi tenaganya nihil pemirsa. Ibaratnya berurusan dengan orang emosi, seluruh anggota geraknya mematung di posisi, sibuk mengerahkan teriakan pada objek yang membuat naik pitam.

“Pak, ayo ah pulang! Bikin malu aja.”

Juyeon benar-benar terluka terutama ketika Karina tidak menanggapi kemarahan besarnya di tempat keramaian, berpuluh-puluh pasang mata hanya melihat mereka, bahkan ada yang menghakimi juga perihal turis membuat kegaduhan. Rongga dadanya sesak, ingin segera angkat kaki. Masih beruntung Karina tidak kena tampar lantaran Juyeon bukan pria ringan tangan. Dia tega menepis kasar pegangan Hyunjae kemudian membalikkan diri meninggalkan kejadian.

“Maaf Mba,” ucap si asisten sempat membungkuk terlebih dahulu, Karina menggumam.

It’s okay Jae, udah saatnya dia tahu,” sehabis siluet Juyeon menghilang, ia kembali lagi ke pria yang ketakutan, sedangkan Hyunjae cengok sebentar lalu menyadari dia harus membayar makanan mereka sebelum mengejar derap langkah sang atasan.

Astagaaaa acara baru juga mulai, ada-ada aja yang ia dapatkan!!!

***

“Pak..”

Tiada jawaban.

Tok tok tok

“Bapak…”

Masih nggak ada jawaban. Hyunjae gusar seraya menggigiti bibir, memutuskan menekan bell kamar brrulang-ulang sekadar mengetahui kabar terkini bos kesayangan.

Nihil, lama kelamaan dia gondok lalu melesat ke resepsionis, berniat meminta kunci cadangan karena dia tak ingin menemukan Juyeon mati lemas di dalam.

Lampu hijau menerangkan pintu dapat diakses, ia tergesa-gesa masuk menemukan kamar super duper gelap disertai suhu yang sangat dingin. Hyunjae mengaturnya menjadi normal, menyalakan salah satu yang tak terlalu terang supaya tidak mengagetkan Juyeon.

“Pak..” dia mencoba lagi, memandangi buntelan di balik selimut, meringkuk menyembunyikan diri dalam tebalnya material, tidak ingin berurusan dengan siapapun. Hyunjae akhirnya duduk di ruang kosong, tergerak mengusap Juyeon secara hati-hati, menyalurkan ketenangan, isyarat kalau dia bisa jadi orang yang diandalkan.

Kesenyapan menerpa ruangan selama setengah jam, bagai seorang ibu menghadapi amukan anak, Hyunjae tak berhenti mengelus sampai buntelan kaku perlahan-lahan melemas, rambut kehitaman sedikit demi sedikit muncul, sepasang mata merah mengadu pandang dengannya.

Tidak. Simpan ejekanmu dulu, Lee Hyunjae. Jadilah manusiawi sebentar.

“Sini Pak.”

Dia nggak tahu apa yang merasukinya sewaktu menawarkan rentangan tangan, menyandarkan punggung di kepala ranjang bersamaan Juyeon bergerak menyusup di dekapan. Napas berat terdengar tajam di dada, serta hangatnya badan lelaki itu melingkupi seluruh permukaan. Juyeon menghirup aroma tubuh yang ditangkap indra, berhasil mengusir kemarahan dan kesedihan semata.

“Saya kurang apa Jae?” tiba-tiba ia bersuara, intonasinya sedih, bak merengek, tercekik oleh tenggorokan, tidak menyangka akan perbuatan tunangan sendiri.

“Hmm..” Hyunjae juga nggak paham kenapa Karina begitu santui menampilkan kemesraan dengan pria lain, dimana tunangan dia tidak kalah gagah, tampan, rupawan, kaya, walaupun sering tidak peka. “jujur Pak, saya nggak merasa Bapak kurang,”

Juyeon terhenyak sebentar, mengeratkan pelukan, Hyunjae tentu saja mengusap punggungnya lagi, sesekali memberikan pijatan kecil di kepala bersurai hitam nan tebal.

Is it me or her?”

Her maybe,” jawab si Manis tanpa pandang bulu. Juyeon diam lagi, entah memikirkan apa, tapi ia senang mendapat pelukan, layaknya diberi keyakinan kalau seratus persen bukan dia yang menyebabkan goyahnya tali pertunangan.

“Insting saya kuat berarti,” gumamnya teredam dada Hyunjae, gadis cantik tersebut hanya samar-samar menangkap patah kata, tidak mengindahkan telinga Juyeon yang menempel di rusuk sebelah kanannya. “shit, I hate this,”

“Tidur aja Pak, siapa tahu besok lupa,”

Si Tampan mendongak demi mengadu tatap, menemukan manik rusa nan cantik semakin berkilau di antara keremangan kamar. “Will you stay?”

Hyunjae mengulas senyum, kepala mengangguk sekali, “Of course, saya harus memastikan Bapak baik-baik aja karena besok kita punya agenda penting,”

“Kerja mulu yang ada di pikiranmu,” protes Juyeon mengerucutkan bibir, kegemasan tersebut nyaris merenggut napas Hyunjae, hendak menampol dan mencium beda-beda tipis.

Heh! Jablay, bosnya baru kena masalah dia malah mikir aneh!

“Can’t help it, Sugar Mommy is my passion, Sir,” jawabnya sambil menyengir. Menaikkan mood Juyeon hanya karena melihat raut wajah sang sekretaris, dia menyamankan posisi kepala kembali, memeluk sangat posesif. “tidur Pak, saya nggak kemana-mana,”

“Makasih Jae,”

Sebuah elusan di puncak kepala sebagai balasan, Juyeon mendadak melupakan semua kejadian yang berhubungan dengan Karina setelah menenggelamkan hidung mancung di ceruk leher gadis di sebelahnya.

***

Di tengah malam uzur, Juyeon tiba-tiba terbangun secara paksa, mimpi buruk yang dialaminya otomatis menyuruh otak segera terjaga. Sejenak ia bingung kenapa ada kehangatan lain melingkup di sampingnya, beberapa saat ia berpikir keras barulah ia mengerti akan kehadiran Hyunjae jatuh tertidur di kasur yang sama dengannya.

Satu kata terlintas di benak Juyeon begitu manik mendarat di pahatan wajah si gadis, cantik. Mungkin desiran jantungnya, senyum kecil terukir tanpa sebab, adalah sebuah peringatan bahwa ia menyadari ketertarikan secara diam-diam terhadap asistennya, meski mulut setajam silet, kelakuan terlalu enerjik, semua runtuh ketika yang bersangkutan terlelap nyenyak.

Semakin lama ia memandangi, sesuatu bergejolak di dalam diri. Oh, tidak. Juyeon baru memutuskan hubungan dengan Karina, kenapa sisi liarnya bangkit hanya karena memandang fitur manis gadis yang mendekapnya.

Juyeon mengangkat kepala sedikit, memastikan bahwa si asisten jahil ini tertidur sangat pulas sampai-sampai tidak menyadari pergerakan kalut bosnya di samping. Bibir tipis terbuka sedikit, menandakan Hyunjae sedang asyik bermimpi, di otak Juyeon bukan begitu, ia sibuk memandang penuh minat membayangkan ranum yang dimaksud meregang akibat ia menyusupkan kejantanan.

Fuck. Fuck. Apa yang dia pikirkan hah?! Juyeon bergerak kembali, lebih halus bagaikan kucing di malam hari, cekatan menyamankan posisi sekaligus meraba gundukan sendiri. Dia bertumpu siku, merayapkan telapak besar di balik jeans demi mengusap si adik, terasa keras, mengacung lantaran dirangsang hanya karena menatapi gadis lain. Membangun visualisasi rengekan, erangan yang tersimpan di memori, membayangkan Hyunjae tersedak penisnya, menambah kecepatan mengocok batang di genggaman.

Sesaat dia melupakan rasa malu, terbuang jauh-jauh, terjun bebas ke jurang terdalam, tergantikan gambaran Hyunjae memohon minta disentuh, dengan manik rusa berkaca-kaca, tubuh yang katanya ‘gendut’ merintih di atas kasur, bibir merah muda bergetar menahan nikmat ketika Juyeon berhasil menumbuk titik sensitifnya.

Sial. Juyeon merasa tamak seketika, begitupula kocokan tangan di kejantanan. Pergelangan memutar, meremas sedikit memberikan tekanan, ia memejamkan kelopak, menambah bayangan samar-samar menjadi lebih nyata, tentu saja dia harus menggigit bibir walau rasanya tidak memungkinkan. Objek fantasi masturbasi helat beberapa centi, bahu saling bersentuhan, bahkan napas teratur Hyunjae pun terdengar merdu mengetuk gendang. Menaikkan imajinasi Juyeon ke tingkat selanjutnya.

Genggaman mengetat seiring pergerakan naik turun, Juyeon sebisa mungkin merekatkan pinggul supaya tidak menghentak, mempertahankan posisi sejak dia memulai onani. Kini penisnya bebas dari material sempit, mengacung setinggi-tinggi langit sambil terus mengocok agar cepat sampai sebelum oknum lain menyadari kelakuan bejatnya.

“Ssh-“ geligi makin menancap dirasa ada sedikit lolosan desahan, napas Juyeon memburu di setiap helaan, perut mengencang siap melepaskan hingga ia berhasil meraih orgasme dengan menutup lubang kemih demi tidak meninggalkan jejak. Detik per detik berlalu, Juyeon menenangkan jantung sejenak, memompa kencang sejak memulai kelakuan tidak bermoral. Dia menatap telapaknya nanar, terlukis untaian putih di permukaan. Tergesa-gesa ia bangun dari pembaringan, segesit tapi jangan sampai melenyapkan kenyenyakan si perempuan. Tisu ditarik berlembar-lembar, memperbaiki letak celana, sosoknya menghilang dari balik pintu kamar.

How will he faces her tomorrow?

***

Baiklah. Ini aneh.

Sekali lagi Hyunjae seharusnya sudah maklum sama sikap tertidak jelas bosnya. Yang mana ia pernah bilang entah Juyeon akan bersikap manja atau membutuhkan sesuatu yang nggak diperlukan. Namun kali ini berbeda. Juyeon nampak sedang menahan diri, tega memalingkan wajah apabila manik mereka bertemu. Menyebabkan alis Hyunjae mengerut hendak menanyakan tapi susah untuk dilakukan lantaran acara mendekati penutupan berlangsung lebih meriah dan super riweuh.

Dan mengesalkan lagi, eksistensinya semacam diabaikan oleh sang atasan. Ketika ia mencoba bertanya, Juyeon seakan menjauh, pura-pura terlibat obrolan dengan direktur lain, ketika ia memanggil, Juyeon seakan menulikan pendengaran, lama-lama geram juga dia.

Hingga pada suatu malam, Hyunjae menantang dirinya menerobos kamar pria lebih tua setelah memegang kunci cadangan yang tiga hari lalu ia minta kepada resepsionis.

“ANGKAT TANGAN PAK!”

Juyeon tersedak dari gin yang sedang diminum, terperanjat melihat kemunculan out of nowhere sang asisten dengan netra berkilat-kilat marah. Dia mengikuti instruksi sesudah meletakkan gelas kaca di atas meja, mengangkat kedua tangan tanpa menghentikan batuk mendera.

Gadis surai cokelat memicingkan mata, belum mengucapkan sepatah dua patah kata akan tetapi bulir keringat sudah mengepul di kening pria tertua. Bagai membiarkan Juyeon menyelesaikan acara batuk dramatisnya hingga ia dapat melabrak ulang.

“Bapak kenapa ngehindarin saya?!”

“H-huh?”

Hyunjae berdecak keras, kali ini sembari mengacak pinggang, hidung kembang-kempis mengeluarkan napas nan memburu. “Kenapa hah? Dari kemarin saya lihat kayak nahan berak seminggu, saya punya salah apa gimana?!”

Memang pada dasarnya mulut si Hyunjae suka ceplas-ceplos sembarangan, entah kenapa pada saat itu dimaafkan oleh si Bos. Ibaratnya kedekatan mereka yang telah terjalin selama lima tahun sudah sebatas kakak adik meski masih terselip profesionalitas dalam hubungan keduanya.

Namun, jalinan tersebut mendadak berubah setelah Juyeon berbuat hal tidak senonoh di tiga hari lalu.

Juyeon gelagapan, dia beranjak berdiri berupaya mengatur jarak, sulit mengeluarkan suara sebab tenggorokan dirasa menyempit apalagi bila disuruh mengakui perbuatan. Hyunjae melangkah maju, ia spontan mundur teratur. Begitu terus sampai si gadis akhirnya memerangkapnya pada jendela kamar bertirai ungu.

“Kalau Bapak nggak jawab, saya kurung Bapak di sini,” bisik Hyunjae tajam nan menutut, mata rusa yang biasanya berkelap-kelip menawan kini jadi menyeramkan penuh ancaman. Juyeon menegak ludah, hendak menggerakkan badan tapi mendadak kaku di bawah tatapan, ia berulang kali membuka-menutup mulut, nihil mengutarakan jawaban.

“M-maaf Jae..”

“Hmm?”

Juyeon memejamkan mata, berbicara sangat cepat langsung mengakui dosa yang telah ia lakukan tiga hari lalu, “Maafsayasudahmasturbasisambillihatinkamutidur,” rapalnya melebihi kecepatan kereta api express, kelopak terekat kuat-kuat karena tak ingin menemukan raut kekecewaan dari sang asisten. Ah, dia benci keheningan, dia benci tidak mendengar apapun yang terlontar, kenapa Hyunjae tak kedengaran memakinya?

Gadis lain di ruangan mengerjap-ngerjapkan mata, hanya menangkap kata-kata ‘masturbasi’ dan ‘tidur’ secara acak. Dia belum merespon lantaran berusaha mencerna dua makna tersebut. Menyebabkan Juyeon memberanikan diri membuka mata perlahan, samar-samar beradu pandang pada manik rusa yang tengah berpikir keras.

“Maksudnya Bapak onani sambil tidur?”

“Bukan!” sergah Juyeon kemudian menutup mulut disaat Hyunjae terlonjak kaget, “saya onani sambil lihat kamu tidur,” lanjutnya berintonasi sangat pelan, kalau bisa jangan sampai terdengar, semburat merah muda membuncah di pipi tirus, kontras sewarna dengan bibir plump, tak sengaja Hyunjae menangkap pemandangan bantalan kenyal yang sudah diliriknya sembari mengulum ranum sendiri.

Hm. She has doomed from the first time they slept together. Lebih baik terobos dibanding kehilangan kesempatan sama sekali.

Secercah senyum miring terpampang, si gadis nampak meremehkan pengakuan, but there’s hint of wanted if you can see her motions, “Oh gitu..” ia melebarkan tarikan sudut bibir, menaikkan intensitas detak jantung sang atasan serta berdirinya adik di balik celana pendek ketat. “kenapa saya nggak dibangunin?”

“Hah?”

Betul-betul Lee Hyunjae dan mulut macam kapas! Enteng banget bertanya seperti itu. Juyeon melecehkannya saat dia tidak sadar diri, mengapa si gadis tidak menyumpahi?

“Iya, kan saya bisa bantu,” tangan Hyunjae terangkat gemulai, manik mengedip-ngedip halus tanpa meruntuhkan senyuman, jemari lentik bertengger di bahu sebelum membelai perlahan, merasakan Juyeon mematung entah menikmati atau tidak.

“Saya nggak tahu kalau kamu pingin juga,” bunyi ludah terteguk terdengar jelas, sedikit demi sedikit kepercayaan diri Juyeon muncul ke permukaan, sekejap ia berhasil mengembalikan sikap wibawanya. Mata melirik ke pergerakan jari, menangkap pergelangan mungil tersebut seraya menarik gadis di hadapan supaya mendekat lebih rapat.

All you have to do is ask, Sir,” bisik Hyunjae begitu napas mereka menerpa wajah satu sama lain, pandangan menaruh perhatian ke netra dan bibir bergantian sebelum Juyeon menempelkan dengan perasaan menggebu-gebu. Gemuruh di dada langsung tercipta, bersamaan Hyunjae melingkarkan lengan di tengkuk, merekatkan tubuh bak prangko sambil melumat bantalan masing-masing lumayan kasar.

Shit, kenapa kamu seksi banget hm?” gumam Juyeon di sela-sela pagutan dan ikut merengkuh pinggang sang karyawan, telapak otomatis bertengger di pantat, tak lupa memberi remasan gemas sehingga pekikan kaget terlontar. Terdrngar lucu tapi menggairahkan bersamaan.

Am I?”

Si Tampan mengangguk, menaikkan Hyunjae agar berpegangan bak koala, mengundang tawa geli meluncur di pita suara tanpa melepaskan sambungan. Keduanya memagut lebih ganas, menciptakan hawa panas di sekitar sesekali saling menggesekkan permukaan yang masih berlapis kain. Juyeon dengan perkasa berjalan sambil menggendong lalu menghempaskan sekretarisnya di atas kasur. Mereka bergerak saling menindih, melucuti pakaian terlekat, menyisakan kulit polosan. Sejenak Juyeon terpana melihat apa yang selalu disembunyikan si Manis di balik material. Kulit seputih susu membuncahkan warna kemerahan, diafragma dada naik turun pertanda mengambil napas cepat-cepat, dengan kelenjar besar dihiasi puting yang tak kalah menawan.

Fuck.. nggak salah saya bilang kamu seksi, Hyunjae,”

Gadis itu refleks menutup wajah, malu tidak ketolongan namun Juyeon berhasil menahan dua pergelangan tangan agar tidak mengganggu pemandangan. Dia mengecup bibir Hyunjae berulang-ulang, masih mencengkram tulang di atas kepala, membubuhi bercak ke leher tanpa noda.

“Ngh! P-Pak..”

“Oke peraturan pertama saya nggak mau dipanggil Pak.”

Si Manis mangap-mangap sebentar, pikiran mendadak terhenti akibat terputusnya permainan, kepalanya mulai meleleh setengah bagian sehingga tak kuasa menjawab sahutan.

“Hyunjae.”

“Mmhh..”

“Jangan panggil saya Pak, okay?”

“Yaaa..” jawab gadis itu sekenanya seraya menekukkan tungkai ke atas dada, rela memamerkan barang kebanggaan bersifat sangat pribadi kepada sang atasan, “pingin dimakan sama Mas..” desahnya setengah merengek. Juyeon bagai ditampar bolak-balik secara kasat mata, kejantanan menggeliat terhadap tawaran, lidah terjulur menbasahi parasan ranum nan kering. Disuguhi cuma-cuma kayak gitu tentu saja tak mungkin ditolak mentah-mentah, Juyeon sigap membungkuk menemukan bibir, menapaki bagian vulva terlebih dahulu. Hidung mancung menggelitiki rambut kemaluan, membuncahkan tawa geli dari Hyunjae sendiri.

Juyeon ikut menyeringai, gemas melihat respon tersebut, ia mendaratkan kecupan kecil lalu beranjak menemui bibir Hyunjae lagi. Kedua bukan sejoli sibuk memakan bantalan satu sama lain, selayaknya pasangan saling bermesraan. Kemaluan menggesek, membasahi parasan membuahkan desahan di mulut masing-masing.

“Mass.. mmh.. makann..”

“Kamu nggak sabar banget,” pria surai hitam tega melayangkan gigitan gemas di hidung si gadis, Hyunjae memekik pelan, menarik rahang tegas di atasnya agar terus bertautan. “how long have you been wanting to kiss me, hm?”

“Tiga hari lalu,” gumam gadis itu menatap sungguh-sungguh, Juyeon mengerjapkan mata, cukup terkesiap akan pengakuan sepihak. “it’s troublesome, I know,”

It’s okay,” lelaki yang mengukung mencoba meyakinkan, “aku bukan milik siapa-siapa lagi, you can do what you want,”

Senyum tipis merekah seiring Hyunjae menggigiti kulit dalam mulut, “Then eat me now,” bisikan halus bin sensual tersebut menggelitik gendang telinga, berdentum-dentum melarikan diri ke otak supaya Juyeon dapat segera melaksanakan. Sang atasan menyeringai, mengecup bibir tipis merah muda yang mulai membengkak kemudian menapaki seluruh inchi kulit susu di kukungan.

Hyunjae bergerak ke sana kemari, merasakan aliran darah berjalan menghampiri satu titik, menyebabkan liang sendiri meneteskan lendir bak merespon setiap sentuhan di titik-titik sensitif. Bibir Juyeon sangat panas layaknya membakar kulit, pentil makin mencuat begitu lelaki itu mengulum sedikit, memainkan dada sebelah kanan, sesekali menarik-narik si puting.

“Ah! Aahh.. Mas nooo..”

“Kenapa?” geligi melepaskan mainan di mulut, menatap ekspresi keenakan gadisnya, “geli?”

“Ihh! Mau dimakaaann..” rengek Hyunjae berusaha mengapitkan dua kaki jenjang di badan bongsor, Juyeon cengengesan, malah mengabaikan permintaan, sebaliknya ia menangkup kelenjar menggantung tempat telapak menangkir sesekali meremas bagai squishy, mulut kini mengemut pentil macam permen, terkadang menghisap agak kuat menyebabkan Hyunjae menjerit mencengkram seprai. “nghh! Aahhh Masss..”

“Untung kamar kita kedap suara, Jae,” komentar Juyeon melepaskan kuluman, memperhatikan bagaimana rongga pernapasan Hyunjae bergerak naik turun secara cepat. Ia melayangkan kecupan dari bawah dada menuju pusar, memainkan lidah sebentar lalu turun lagi menuju vulva yang ditumbuhi rambut halus. “what a beautiful pussy you have,”

Fuck, it’s embarrassing!” erang si Manis hendak menutup organ intimnya, Juyeon berdecak memperingatkan, sengaja menepis tangan nakal, menggerakkan jempol di balik labia untuk bertemu ranah paling rentan perempuan kebanyakan, “fuck Mas!!”

Why so eager huh? Udah lama kamu nggak main?”

Months,” jawabnya sembari bersemu merah, tiba-tiba menenggelamkan separuh wajah pada bantal, “nggak tahu kenapa sensitif banget malam ini,” pengaruh hormon menjadi salah satu pemicu keadaan dia sekarang.

Juyeon jadi bangga sama pencapaian dirinya, apa mungkin hanya dia yang bisa membuat Hyunjae sekacau sekarang dengan sentuhan kecil, parasan ibu jari masih mengusap-ngusap acak, merasakan basahnya seprai kasur akibat liang bawah mengeluarkan cairan.

Hyunjae is a mess only from his touch on her clit. Bagaimana ketika ia menggoyang nanti? Apakah gadisnya akan memancur bak air terjun? Juyeon tidak sabar hendak segera mengeksekusi. Terutama imajinasi-imajinasi liar kemarin makin mengeraskan batang sendiri.

Pria surai cepak mengabulkan permintaan si perempuan, menguji coba menempelkan bibir tepat di klitoris, mengirimkan listrik menghasilkan Hyunjae menggelinjang ke sana kemari, oleh karena itu, Juyeon memegangi kedua paha dalam kuat-kuat sembari melanjutkan santapan di area intim.

“U-uwah.. Mas.. cepett.. cepet..”

Juyeon tak membalas lantaran sudah melesakkan lidah melewati pertahanan, ujung indra membentuk gerakan memutar, mengikuti garis pintu masuk, menyesap apa yang dikeluarkan, menyapa dinding-dinding yang berdenyut di sekujur benda lunak. “Mmmh..”

Fuck! J-Juyeon oh god! Juyeon m’ close!” teriak Hyunjae menangkirkan jari lentik di rambut hitam, ubun-ubun menjadi pedas terhadap jambakan, bersamaan punggungnya membusur menyemburkan air. Juyeon tak menghindar, membiarkan wajahnya terkena pancuran sambil melanjutkan kegiatan makan. Biar mampus asistennya dilanda kerentanan disaat dia menyantap bagaikan hidangan.

Si Manis merebahkan badan, lemas tiada tara mengalami klimaks pertama bersama orang lain setelah hampir 10 bulan tidak berhubungan, peluh berlomba-lomba turun tidak dapat diusir oleh pendingin kamar. Tangan-tangan masih tremoran apalagi kedua kakinya, dia tersengal-sengal seraya memandangi bintang-bintang samar di langit-langit ruangan.

“Jae masih hidup?” Juyeon tergelak begitu disodorkan jari tengah nan lemah, ia duduk sebentar seperti memberi waktu untuk rehat mengembalikan energi, memberi penisnya perhatian sembari mengocok malas, untaian liur dikerahkan agar tidak terlalu kering saat hendak menyusup. “aku nggak bawa kondom,”

“Nggak papa, Mas,” racau Hyunjae berusaha tetap sadar, “masa suburku udah lewat,”

Oh my. Sejak kapan panggilan mereka berubah jadi aku-kamu? Sejak Hyunjae memanggil Mas tentu saja. Dan lagi kenapa dia ringan banget berhubungan tanpa pengaman walaupun ovulasinya sudah terjadi beberapa hari yang lalu. Kan tetap tidak menutup peluang.

“Kamu yakin?”

“Mas cari deh plastik buat bikin kondom sendiri,” ketus Hyunjae sewot, mengundang kekehan terhadap amukan tersebut, jengah disangsikan mululu. “siapa tahu besok aku haid kalau dirangsang terus,”

Tidak masuk akal tapi layak buat dicoba.

“Oalah pantes moodmu naik turun dari kemarin-kemarin,” kata bosnya sembari mengumpulkan anak mani di puncak, Hyunjae hanya mendengus sebagai balasan sebab mau menyamankan diri terutama liangnya sendiri, abdomen mulai terasa kram sedikit sambil memperhatikan Juyeon mengurut kejantanan, mata rusa berkilat-kilat penuh keinginan dan menghentikan aksi berlutut di depan liang surgawi.

“Mas bentar..”

“Hm?” ia mematung di posisi, memperhatikan Hyunjae bangkit susah payah lalu menungging menghadap si adik. “mau apa?”

“Mau kulum juga,” kini tangan lebih mungil membantu kocokan kemudian tergantikan oleh genggaman sang sekretaris, Juyeon semakin tegang, berat saat dipegang, melihat bagaimana puncak gemuk keluar masuk dari lubang genggaman yang terbuat, berusaha tak menghentakkan pinggul. Rambut panjang Hyunjae disampirkan ke pundak kanan begitu pemiliknya memasukkan, perlahan-lahan, setiap centi, merasakan betapa hangatnya rongga makan si Manis. Kepala berhasil menyodok tenggoroka barulah Hyunjae mulai menggerakkan naik turun.

Shit.. mmhh.. that’s it Jae.. kulum punya Mas kayak es krim, hmm..” Hyunjae melakukan perintah, meniruskan pipi berupaya menghisap kumpulan precum di lubang kencing, pahit basa tak diindahkan, pikiran dia meleleh berbarengan liang menitikkan lendir kebeningan.

Juyeon terdengar menggeram nikmat, memuji mulut Hyunjae menyebabkan si empunya merona dan bersemangat memainkan. Lidah menjalari urat nadi, menusuk-nusuk lubang kecil tepat di mahkota. Dirasa simpulan hendak meronta minta lepas, ia menarik keluar si batang panas.

“Ah kenapaa?”

Need to come inside you, Sweetie,” otak Hyunjae ditemukan melting seutuhnya setelah dilontarkan panggilan, mereka mengaitkan bibir secara menuntut maupun ganas, berpagutan tidak sabar, melebarkan untaian saliva di dagu atau sudut. Juyeon menindihi gadis cantik itu kembali dengan tangan kiri siap menuntun penis menuju sarang baru.

“MMFF!” Manik rusa terbelalak terhadap invasi benda asing, ingin rasanya Hyunjae menggigit ranum kenyal milik bosnya demi menghilangkan perih di sekujur bibir vagina. Nggak, sepertinya memang dia yang lama tidak main mengakibatkan si kelamin sulit membiasakan diri. “fuckk ngh sakit..”

“Hah? Sakit? Mau berhenti?” ayolah, meskipun dia terangsang setengah mati bukan berarti Juyeon lelaki tidak tahu diri, ia nampak sangat khawatir pada perubahan wajah si Manis, membuatnya hendak menarik penisnya. Akan tetapi, ia menemukan kalungan serta kuncian mata kaki di tulang ekor, menerima gelengan cepat dari pihak kedua, menyulitkannya mundur di tengah permainan.

“Ng-nggak! Lama nggak dimasukin aja..” keluh gadis tersebut mencoba merilekskan liang, kepala gemuk baru juga menyangkut masa Juyeon malah mundur, nggak asyik dong namanya! Setiap kali pria itu memajukan pinggul, Hyunjae meringis, membuat gerakan tangan seakan memanggil si lelaki agar mendekat, spontan diiyakan Juyeon. Selagi menunggunya terbiasa, mereka berciuman lembut, menikmati kaitan bantalan empuk, atas dan bawah, lidah tak lupa bertemu sesama, jari-jari bebas bergerilya membuai kulit.

Saat tautan terlepas di situlah keduanya dapat menyelami manik masing-masing, sama seperti perkataan Juyeon, mata Hyunjae terlalu cantik buat dilewatkan, banyak makna tersirat, banyak emosi terpancar oleh kilaunya. Bagai menampilkan kerapuhan si Manis, menumbuhkan sikap posesif dari dirinya setelah tenggelam dalam orbit hazel tersebut.

“Kamu cantik, Hyunjae,”

Rona merah kesukaan Juyeon selalu menangkir setiap ia melontarkan pujian, bukan terdengar picisan melainkan dari lubuk hati terdalam. “Mas juga..”

“Juga apa? Cantik?”

Sebuah pukulan kecil menerpa punggung atletis menyebabkan Juyeon mengaduh sekaligus tertawa geli, kerucutan bibir tipis mengundang untuk dikecup berkali-kali seperti telah terobsesi pada obat adiktif.

“Nyebelin.”

Juyeon mengusel pipi tembamnya, menghirup aroma khas tubuh montok di kukungan melalui ceruk leher yang berkeringat banyak, “Nyebelin tapi kamu suka kan?”

“Suka kalo Mas mulai genjot aku,” ujar si gadis menjulurkan lidah, Juyeon menerima jawaban itu. Langsung saja pinggul bergerak mundur perlahan-lahan, menginginkan mulut rahim maupun dinding vagina mengingat bentuk kejantanan Juyeon, yang berhasil meregangkan beberapa menit, memberikan rasa kebas nan pedih tapi menyalurkan kenikmatan berlebih. Juyeon menjadi tamak, macam orang kehausan di Sahara, mencari mata air demi melegakan dahaga di sanubari.

“Aah! Aahh.. nggh!” desahan dan geraman bercampur menjadi satu membentuk harmoni, memantul ke segala penjuru ditemani kasur berdecit merdu, menyamakan tempo gerakan dua manusia yang saling beradu. Juyeon memegangi pinggang berlekuk tanpa menghentikan genjotan, sementara Hyunjae mencengkram kepala ranjang di belakang, menerima hujaman di selaput sensitif, menyuruhnya mencapai pancuran kedua dari lubang kemih.

Beruntung penyatuan mereka tidak terlepas sehabis ia menjerit nyaring, Juyeon masih melanjutkan goyangan meski gadis lain sensitif berlebihan, dapat dilihat dari kuku yang menggores di punggung kokoh.

“M-Mas mmhh too much!”

I’m not done, Hyunjae,” geram Juyeon makin menghentak kuat-kuat, mungkin akan membuahkan memar tetapi tidak ada yang peduli ketika sedang diambang kenikmatan seperti ini.

Please-please-please nghh dekeeet..” rengekan panjang terdengar diselingi pancuran ketiga, tidak hanya sekali melainkan tiga membasahi seluruh badan Juyeon. Pria lebih tua tidak tahu musti berbangga atau tetap melanjutkan aksi karena dia pun sebentar lagi juga akan sampai.

Jangan tanya keadaan Hyunjae. Sudah pasti nyaris kehilangan kesadaran setelah berkali-kali meraih klimaks, otot abdomennya terasa mengencang, mungkin ada benarnya perkataan dia tadi, tentang rangsangan mempercepat datang bulannya. Dia memasrahkan segalanya pada sang atasan, membiarkan lelaki tampan tersebut mengubrak-ngabrik isi liang hingga memerah dan berkedut di sekujur batang tebal.

Sumpah serapah berkedok kepuasan lolos dari tenggorokan, sekaligus melukis putih di dalam gadis manis. Juyeon menggoyang pelan-pelan kemudian berdiam diri mengatur pasokan udara, menarik si adik sangat hati-hati dan menegak ludah begitu liang berdenyut-denyut akan kekosongan. Untaian putih menemukan jalan keluar, menetes kecil melalui lubang kemerahan yang melonggar.

“Tendang saya kalau lanjut ronde dua,” Hyunjae tertawa kecil, menyantaikan organ intim sehabis berlama-lama digesek benda asing.

What a night. Sebuah pengakuan berujung tawaran gila. Juyeon tidak menyangka di balik image anak baik-baik yang selama lima tahun ia lihat dari Hyunjae tiba-tiba runtuh hanya karena pelukan mereka di malam sesudah pertunangannya berakhir.

What if he didn’t catch Karina cheated on him?

What if he didn’t hug Hyunjae all night?

What if he didn’t jerk off while watching his assistant asleep?

Apakah mereka tetap akan bersikap profesional satu sama lain seperti yang biasa mereka jalani?

Juyeon tersentak dari lamunan begitu sebuah telapak hangat mendarat di pipi, mendapati wajah ayu Hyunjae tersenyum tipis seakan menanyakan apa yang membuatnya banyak berpikir.

What are we, Jae?”

Si Manis membulatkan mata, ranum mungil kesukaannya terbuka ragu untuk menjawab, mendadak takut apabila hanya dia yang berharap, “Whatever you want to be.” tuturnya pelan sembari memilin-milin jemari, menandakan kecemasan mendera batin. Juyeon melirik, mengambil digit-digit lentik agar berkaitan dengan jari miliknya, bahkan meremasnya lembut selayaknya memberi keyakinan semu.

Sesuatu teelintas cepat di benak Hyunjae saat menaruh perhatian pada cocoknya jemari mereka yang menyatu bersamaan.

“Kamu kepingin ini kan?”

Hyunjae mengangguk, sekilas menemukan kelegaan di muka bosnya, membuatnya berpikir kalau perasaan mereka tidak berujung sepihak. “Bapak.. mau saya kan?”

“Hm, cuman orang bodoh yang nolak kamu,” mereka kembali mencairkan suasana seperti biasa, tapi kali ini jarak mereka sangat dekat sampai-sampai bisa mendengar detakan jantung satu sama lain. Kehangatan pun menguar menyelimuti, Juyeon tak mau menahan diri sewaktu hatinya ingin mencium bibir Hyunjae lagi. Asistennya terkesiap kecil, membalas hati-hati. “kalau begitu saya nggak mau ngelepas kamu dari sisi saya,” ucap Juyeon setengah berbisik sambil menyunggingkan senyum lembut, mata kucingnya menyipit, menambah ketampanan pria itu menjadi berkali-kali lipat.

“Setuju, asal Bapak kabulkan cita-cita saya jadi Sugar Mommy-“ Hyunjae belum selesai menjawab sudah keburu diserang Juyeon duluan. Atasan dan bawahan tersebut terlibat gelak tawa serta letupan api nafsu yang tidak mungkin padam untuk malam ini. Padahal Juyeon tadi menyuruh Hyunjae menendangnya apabila berupaya melakukan ronde kedua. Tapi sepertinya si sekretaris begitu mendamba setiap sentuhan yang dilayangkan di kulit sehingga lupa pada pengingat terakhir.

Membicarakan perasaan masing-masing masih dinilai sulit, lebih baik fucking each other first like bunnies in heat😉.

.

.

.

©️Finn

catatan kecil dari penulis

Maafkan aku anon kalau PLOTNYA SUNGGUH MELENCENG DARI YANG KAMU KASIH T.T karena aku tuh nggak bisa langsung bikin based on someone's prompt, harus dikaji ulang, didiskusikan terutama minta pendapat sama nonem dan neti, harus dibayangkan, harus diimajinasikan, harus tahu kenapa dia begini, kenapa dia bisa begini, gimana seks mereka nanti, pokoknya ribet banget dah. Aku sangat-sangat kagum sama penulis yang bisa menuangkan idenya setelah dikasih request dari pembaca sementara aku harus bertapa dulu dua mingguan sambil nunggu ilham *you know me so weeeeeeell (gak)

And you have to thank nonem karena udah nyemangatin aku dalam pembuatan jumil gs kedua ini :”

Nih ya kutipan kalimat Nonem Saputri :

PAKE AJA UDAH GAUSAH BAYAK MIKIR LU NTAR LAMA-LAMA JALAN JUGA TU OTAK” baik Yang Mulia baik.

bubye~

jumil edition

.

.

.

Lima tahun jadi anak baik-baik cuman karena business trip hubungan profesionalitas mereka balik kanan, bubar jalan

Warning : girl!hyunjae; office!au; ceo!juyeon; mau bikin hyunjae kayak isyana (super random) tapi ternyata juga sangean (hyunjae di help me doctor); bahasa non baku; banyak candaan garing (karena aku receh hehe)

teruntukmu anon cc yang request gs jumil, semoga suka <3

.

.

.

“Ngapain Pak?”

Siku Juyeon nyaris terpleset dari pijakan saat mendengar nada penghakiman sosok familiar, ia cukup terkejut pada kemunculan mendadak sang sekretaris kesayangan di balik pintu ruangan berbahan baja ringan.

“Kamu ngapain kayak maling gitu?”

Hyunjae menyengir, mata mengerling-ngerling jenaka sebelum berdiri tegak penuh percaya diri seraya menyelipkan badan langsing melewati celah pintu yang baru saja dia buat. “Tanda tangan.” ujarnya tanpa basa-basi menyodorkan sebuah map berisi dua lembar kertas putih tepat ke arah Juyeon. Dimana banyak potongan-potongan sedotan berserakan di meja sang atasan, entah hendak membuat apa.

Manik menelisik setiap paragraf, bukan per kata, sehingga alis pria lebih tua mengerut, “Ini apa, Jae?”

“Laporan pertanggungjawaban, Pak.”

“Loh? Bikin sekarang?”

Kali ini giliran si gadis yang menyeringitkan dahi, menganggap pertanyaan tersebut sangat menggelikan bagi indra pendengaran, “Pak.. kan mau business trip? Nggak mau uangnya cair?” Juyeon menatapnya bahkan sampai kepala termiring-miring, Hyunjae menatap balik, lebih menuntut supaya bos paling lemot ini paham.

Heran. Kok bisa jadi pemilik perusahaan ya? Apa karena ganteng?

Dih. Gantengan juga kakaknya di kampung halaman.

“Oh.” Gadis surai cokelat tersebut menghembuskan napas lega, sedikit tenang setelah melihat pergerakan tangan Juyeon di atas kertas. “buat orang keuangan ya?”

“Iya.”

Juyeon melirik sekilas, mendapati figur karyawan sedang bergoyang-goyang sesekali menggigiti kulit dalam mulut. Dia menyerahkan balik, buru-buru Hyunjae mengambil kembali map berwarna merah tersebut sembari mengulas senyum manis, tapi ada unsur jahil di setiap tarikan sudut bibir, “Makasih Pak,”

“Kamu sibuk nggak?”

“Kenapa?”

“Tahu caranya bikin bunga dari ini?” tanya Juyeon lagi memperlihatkan sedotan-sedotan yang berserakan, Hyunjae menipiskan bibir, tampak sekali hendak menahan tawa namun berusaha agar tak menyinggung perasaan si bos.

“Maaf Pak nilai kerajinan tangan saya di bawah KKM,” jawabnya seraya meringis, map penting didekap erat-erat, masih memaku di tempat yang sama, memandang Juyeon bagai anak polos. Sedangkan pria rambut cepak itu mengerjap-ngerjapkan mata macam tengah memikirkan sesuatu. “buat apa sih Pak?”

“Buat Karina supaya nggak ngambek karena saya tinggal 5 hari,”

Pada akhirnya Hyunjae tak dapat menahan lebih lama, langsung aja tuh tawa halus meluncur cuma-cuma, ia membulatkan mata sambil tergesa-gesa menutup mulut, takut dipecat mendadak lantaran menertawakan kebucinan bos sendiri. “Maaf Pak.”

Juyeon hanya menggumam, betul tidak merasa tersinggung sama sekali, sebaliknya ia merasa konyol sudah berbuat kayak gini. “Yaudahlah, saya belikan bunga biasa aja,”

“Lagian Bapak ngide banget mau bikin bunga dari sedotan,” cetus si gadis geleng-geleng kepala, “jomblo nggak relate, Pak,”

“Makanya cari pacar,”

And making my life miserable twice than this, I rather not, Pak,” balas Hyunjae tidak lupa menyampirkan cengiran khas kemudian pamit undur diri sebab masih ada yang harus dia kerjakan untuk persiapan liburan berkedok bisnis seminggu lagi, meninggalkan Juyeon tersandar di kursi megah sekarang.

Benar juga kata asistennya, Lee Juyeon sangat niat sekali membuat kerajinan supaya Karina tidak merajuk ketika ia berangkat ke luar kota. Padahal mereka hanya sebatas tunangan, itupun dijodohkan pula. Untuk apa dia susah-susah meninggalkan impression terbaik buat wanita cantik itu?

Juyeon menghela napas panjang dan menggerakkan jemari di ponsel demi mengirimkan sebuket bunga segar kepada sang tunangan di tempat kerjanya. Mudah-mudahan Karina paham dan tidak merongrong perhatian sampai ia kembali dari business trip lima harinya.

***

Ketika hari keberangkatan sudah di depan mata, Hyunjae benar-benar mempersiapkan segala hal yang akan mereka butuhkan, mulai dari transportasi mereka ke bandara sampai ke hotel tempat menginap. Juyeon tinggal duduk mengekori langkah sang sekretaris, diam-diam anteng seperti anak ikut ibunya liburan. Hyunjae sendiri sibuk ke sana kemari sembari menyeret koper, mengoceh ke beberapa oknum agar rencana berjalan sesuai harapan.

Dari seminggu lalu dia menguras energi cuman buat rapat tahunan kayak gini. Hyunjae mulai kelelahan padahal acara belum juga terlaksana.

“Pak, nanti kalau ada apa-apa, hubungin saya ya! Ingat kita di kota orang, nggak boleh sembarangan-“

“Jae, saya ngerti..” keluh Juyeon memutar mata malas, iya dia tahu dia punya otak yang lamban, tapi bukan berarti dia diurusin sampai segitunya kan? Terutama oleh seorang gadis berusia enam tahun lebih muda darinya. Namun kalau dilihat-lihat sekilas, memang dia mengakui cara kerja Hyunjae nan cekatan, berhasil memikat sejuta umat yang pernah berurusan dengannya, memudahkan mereka dalam bergerak terutama di bidang ekspansi penjualan. Juyeon menatap Hyunjae sekali lagi, menemukan adanya kerjapan mata setelah pembicaraannya terpotong tak etis. “saya nggak kemana-mana kok,”

“Emang Bapak nggak makan?”

“Ada room service, Hyunjae,” si gadis mengendikkan bahu, menempelkan kartu kamar ke slot pintu.

“Baiklah, saya masuk duluan Pak,” Juyeon hanya menggumam sebelum ikut menerobos ke ruangannya sendiri, begitu pintu tertutup otomatis barulah dia menapak di lantai maple sebelum terjun bebas ke kasur besar sesuai permintaannya. Rasa empuk dan nyaman menyelubungi tubuh menyebabkan rasa kantuk menyerang seketika, ia menghentikan beberapa pemikiran, merogoh ponsel di kantong celana jeans, sekadar menelepon sang tunangan nun jauh di sana.

Iya Sayang?” Juyeon tak kuasa menahan senyum, lebar sampai-sampai pipinya terasa sakit akibat terlalu naik, suara Karina sangat lucu, menggemaskan malahan, meskipun memiliki fitur wajah dingin seperti yang sering dibicarakan orang-orang sekitar.

“Hey, aku cuman mau ngasih tau aku udah di hotel,”

Eung..” itu saja jawaban dari gadisnya, menyebabkan keruntuhan ekspresi berseri-seri beberapa detik lalu, “*kamu udah makan?” oh, dia hanya berpikiran aneh, mungkin efek kelelahan setelah berjam-jam duduk di pesawat.

“Ntar agak larut malam aja baru makan,” pemuda surai cepak melirik ke jam tangan, waktu menunjukkan pukul 8 malam waktu setempat, dimana langit kelam menghiasi pemandangan di luar jendela bertirai tipis. Karina menggumam, tidak biasanya dia kehabisan bahan, walau sama-sama pendiam tapi si gadislah yang paling banyak cerita di antara keduanya.

Yaudah kamu istirahat ya Sayang, makasih loh bunganya,” ujar Karina sembari tertawa geli, Juyeon jadi ikut merefleksikan, suasana hati menjadi hangat, melupakan segala kegelisahan sejenak. Mereka saling bertukar pesan sebagai pengingat, hingga Karina memutuskan sambungan, meninggalkannya dalam kesenyapan ruangan di tengah kesendirian.

Tiba-tiba ide gila terlintas, ia menekan tombol darurat yang langsung mengarah ke nomor telepon sang asisten di seberang kamar.

Opo Pak?”

Bukan senyum yang tersampir, melainkan tawa renyah yang tertampil, “Ngapain Jae?”

Guling-guling, Pak.”

“Babi kali,”

Heh sembarangan! Mentang-mentang saya gendut,” ia dapat mendengar nada merajuk dari sang sekretaris, menyebabkan ia tambah menaikkan intensitas tawa, geli pada tingkah konyol si gadis.

“Siapa bilang kamu gendut, huh? Bukannya kamu sering ikut zumba di kantor?” goda pemuda itu membiarkan cengiran terdengar nyata di koneksi telepon, mengundang dengusan di kamar lain.

Pak, kalo nggak ada kerjaan mending cari deh,”

“Saya yang punya perusahaan kenapa harus nyari?”

Pak sudah malam mau saya kelon kah?” Juyeon buru-buru tersedak terhadap tawaran, kini giliran Hyunjae yang menertawakan nasib bosnya di ruangan, lagian ada-ada aja kelakuan, besok acara mau dimulai sebagai pembukaan rapat tahunan, Lee Juyeon yang mustinya bobo ganteng malah melantur menelepon dirinya.

Kecuali dia punya urusan penting baru dia melesat ke sana.

“Saya laper,”

Tadi katanya ada room service,”

“Kamu udah makan belum?”

Hyunjae terdengar menghela napas, “Sudah Pak,” jawabnya sopan, ia sangat paham pada Juyeon yang kadang-kadang bisa aneh ketika mereka ke luar negeri, entah tingkahnya menjadi kekanakan atau terlalu sering membutuhkan sesuatu yang tidak perlu dibutuhkan.

Nah loh gimana tuh bahasanya.

“Temanin dong,”

“Room service kan di kamar doang, nggak perlu saya temanin, Pak,” sebetulnya Hyunjae kepingin tidur sejak tadi, dia tidak ingin kantung hitam membuat sarang di bawah mata cantiknya, ntar nggak ada yang tertarik sama pesonanya di acara nanti.

Please..” mohon Juyeon menjulurkan bibir, berusaha membuat asisten kesayangan sejagad raya luluh akan permintaan. Mungkin Hyunjae sedang menahan geraman jika didengar dari bunyi aneh di kerongkongan, “kayaknya saya homesick,”

Pak, ingat umur.”

“Baru kepala 3 kok,”

Iya, homesick juga pilih-pilih umur, Pak,”

Juyeon tergelak, sedikit-sedikit perasaan aneh di sanubari lenyap hanya karena mendengar celetukan Hyunjae, terkadang sekretarisnya ini bisa dijadikan teman curhat sekaligus moodbooster kala dia sedang dilanda kegelisahan. Yang dia juga nggak tahu kenapa mendadak muncul. Apalagi semenjak menelepon Karina lima menit lalu.

“Ah udahlah sini dulu temanin saya makan,”

Kalo di restoran saya temanin, kalo di kamar ogah, saya nggak mau kena fitnah,”

“Oke, kita ke restoran sekarang,”

Pak saya bercanda, saya mau bocaaaannn!”

“Kamu sendiri yang ngomong ya,” pria surai hitam tergesa-gesa bangkit dari pembaringan, menarik dompet serta kartu kunci kamar tanpa menutup sambungan, mendengarkan serentetan permohonan ampun dan alasan kenapa dia tak hendak menemani. Juyeon nampak tidak peduli, saat ia sudah di luar, jari telunjuk langsung menekan bel kamar di hadapan.

Bapaaaaakkkk!” rengek Hyunjae kemudian koneksi pembicaraan mereka terputus, membuahkan seringaian kemenangan sambil ia menyusupkan benda elektronik di saku celana. Menunggu dengan sabar pada pintu penghubung di depan. Tidak sampai semenit, Hyunjae menampakkan diri, piyama satin membaluti tubuh, rambut cokelat panjang diikat menggulung serta tak lupa tersampir jaket denim untuk menyelimuti lengan pendek si kain, raut tersungut-sungut, menggerutu di bawah kecepatan napas. “Bapak ini loh saya mau bobo cantik,”

“Katanya tadi kalau ada apa-apa saya hubungin kamu,” balas Juyeon membalikkan kalimat Hyunjae sebelum mereka sama-sama berlalu ke kamar, makin turun tuh sudut bibir si asisten, mengutuk dalam hati kenapa dia berkata seperti itu.

“Tapi kata bapak mau pakai room service,”

“Nggak mau ah sendirian, mending saya ajak kamu,” Juyeon melengos duluan mengambil langkah, tergesa-gesa Hyunjae mengekor di belakang sesudah memastikan pintu kamar tertutup rapat. Atasan dan sekretaris tersebut sejenak melenyapkan perang mulut kecil-kecilan lalu membahas masalah perusahaan, entah menggosipi karyawan baru, membicarakan naik-turunnya penjualan mereka, tidak terasa tiba di restoran hotel tersebut.

Beberapa pelayan menganggukkan kepala santun, menjamu kedua insan dengan berbagai macam variasi hidangan mewah, Hyunjae yang awalnya bilang sudah makan, merasakan isi perut bergejolak menghendaki ronde kedua.

“Pfft, tadi ada yang bilang sudah makan,”

“Bapak godain saya terus, tinggal angkat pantat nih,” ancam gadis cantik itu melotot, Juyeon malah cengengesan, menganggap ancaman adalah kekonyolan semata. Geli aja melihat sikap Hyunjae bagaikan anak kecil. Ya makin semangatlah dia menggoda.

Mereka mulai menyantap makan malam sesuai pesanan, gemerincing sendok dan garpu mendenting bersama piring saling beradu, percakapan ringan terus mengalir, entah Hyunjae sedang berkeluh tentang kelambatan kerja asisten Juyeon yang lain atau Juyeon menanyakan laporan beberapa pabrik di kota-kota terpencil.

Hubungan antara keduanya benar-benar strict bin profesional. Meskipun wajah Hyunjae tidak kalah ayu dari Karina, tetap saja Juyeon tak pernah tertarik. Dia hanya menyukai bagaimana Hyunjae bekerja, walau mulutnya suka berbisa. Sopan sih cuman nyelekit ke ulu hati.

But, that’s her charming though. Being a 27 years old single woman, Juyeon kadang terpikir kenapa dia belum menikah hingga sekarang? Harusnya banyak pria yang mengambil antrian kan? Tapi tak pernah sekalipun ia melihat Hyunjae bepergian bersama pria selain dirinya.

Atau jangan-jangan Hyunjae nggak suka cowok?

“Pak!”

“Heum?”

Hyunjae menghela napas, “Daritadi saya ngomong nangkep nggak?”

Juyeon membuat gerakan menangkap sesuatu, lebih tepatnya udara di sekitar, tak lupa ia cengengesan sebagai isyarat tidak merasa bersalah sama sekali. Hyunjae benar-benar diombang-ambing sama bos sendiri, memutuskan untuk menghembuskan napas panjang berupaya menenangkan diri, ia mengulas senyum, pipi tembamnya sedikit menggembung sesekali mengerjap-ngerjapkan mata.

“Baik, Pak. Bapak sudah selesai? Saya mau balik ke kamar, ada kasur yang pingin dibelai,”

“Kasihan,” komentar pria lain sembari menyesap anggur putih sedikit demi sedikit, “saya kadang suka mikir kamu kok belum punya cowok, Jae?”

“Karena nggak ada yang mau sama saya, Pak,” jawab Hyunjae random, jari-jemari memilin serbet di meja, tiada terlintas kesedihan maupun kesengsaraan sehabis mengutarakan, Juyeon malah menemukan kekehan. “bercanda Pak, saya mau jadi wanita karir dulu biar punya sugar baby,”

“Edan.”

“Yee Bapak nggak bisa relate kan udah punya tunangan,” balas Si Manis balik sambil menjulurkan lidah, berniat mengolok komitmen yang Juyeon miliki.

“Saya pikir kamu suka cewek,”

“Bapak astagfirullah bisa-bisanya mikir kayak gitu!” air muka Hyunjae terkejut pakai sangat, ia memandang Juyeon tak percaya setelah mendengar pengakuan dari sang atasan, “ya suka cewek nggak masalah sih, tapi saya seratus persen suka batang, Pak,”

“Batang apa?”

“Batang kangkung, Pak,” Juyeon tergelak, sementara Hyunjae menatap datar. “Bapak ngajak basa-basi dalam rangka apa nih? Kenaikan gaji?”

“Uang mulu di otakmu,” si Manis mengendikkan bahu, mengatakan kalau jaman sekarang segala-segalanya dibeli pakai uang, jadj wajar saja ia bertanya seperti itu. “ya nggak apa, saya gabut, harusnya saya ngobrol sama Karina sambil makan, tapi dia kayak social distancing sama saya,”

“Hooo..” Hyunjae mengangguk-ngangguk paham, “mungkin Mba Karina kena covid, Pak, makanya jaga jarak,”

“Kita telponan, Jae, bukan tatap muka,” heran deh Juyeon, punya asisten kok banyak banget celetukannya. Tapi dia nggak protes sih, ada kepuasan tersendiri mendengar ocehan Hyunjae setiap mereka ketemu, meskipun kadang-kadang muak juga hehe.

Sshh, she doesn’t need to know.

Menghabiskan waktu selama satu jam mengobrol hal acak selayaknya berteman, akhirnya Hyunjae memohon sekali lagi untuk undur diri, mengatakan jika Juyeon masih memaksa menahannya tinggal lebih lama maka jangan salahkan kalau dia tiba-tiba tertidur di restoran. Yang hanya diketawakan Juyeon lalu memberi izin agar mundur ke kamar. Wajah si gadis berseri-seri, mengucapkan terima kasih tak lupa membungkuk sopan sebelum melesat kabur, oh bahkan sempat melompat-lompat riang bagaikan anak dihadiahi mainan.

Diam-diam Juyeon mematri senyum tipis ketika melihat tingkahnya, menganggap sang asisten sangat menggemaskan, sempat mendesirkan jantungnya sedikit.

Ah- apa nih? Apa ini bentuk pelampiasan karena Karina tidak menghiraukannya?

***

Nilai seratus buat Lee Hyunjae hari ini karena berhasil menjalankan misi yaitu acara pembukaan rapat tahunan di ballroom megah hotel tempat mereka menginap. Berpuluh-puluh pasang mata kini menaruh minat ke arahnya, senyuman manis mengembang bak adonan kue, terpesona pada pembawaan ketika tampil sebagai pemandu acara.

“Terima kasih kepada seluruh jajaran yang menjadi peserta di acara ini, saya harap kita dapat bersenang-senang sampai tiga hari ke depan,”

Sebenarnya Hyunjae agak susah menjelaskan dalam bentuk apa acara ini diadakan kalau bukan karena membahas perkembangan anak perusahaan dari EL-Corp sendiri. Sebagai kantor utama, mereka harus tahu apa-apa saja yang sudah dijalankan di perusahaan cabang, terutama Lee Juyeon selaku direktur teratas.

Mari kita lewatkan bagian pembukaan yang dimeriahkan oleh bintang tamu papan atas, beralih sebentar ke tokoh utama kita yang tengah sibuk menampilkan senyum menawan di balik pundak kokoh sang atasan.

“Sampai berapa lama kita kayak gini, Jae?” bisik Juyeon sangat pelan disebabkan banyaknya manusia berlalu lalang di hadapan sambil menyapanya riang. Hitung-hitung cari muka sedikit.

“Setengah jam lagi, Pak,”

“Shit, kok lama banget?” sebelum Hyunjae dapat membalas umpatan, Juyeon sudah beralih ke mode ‘direktur’, menjabat beberapa tangan kolega-kolega familiar sesekali melempar basa-basi. Hyunjae di belakang ikut mengulas senyum sopan, mendapat pujian picisan lantaran telah mempersiapkan kematangan acara hingga tiga hari ke depan.

“Nggak ada niat bikin cabang baru, Pak? Buat Hyunjae,”

Asyik. Keinginan menjadi sugar mommy mungkin akan terwujud dalam waktu dekat.

“Saya yang repot nyari pengganti dia, dapat dimana lagi yang cekatan dan tahan sama omelan saya,” jawab Juyeon menyelipkan kekehan jenaka, melirik Hyunjae sekaligus menaik-turunkan alis menggoda.

Huft, pupuslah harapan punya sugar baby.

Sesuai janji si asisten, setengah jam terlewat barulah Juyeon dapat keluar dari kerumunan manusia, bersama Hyunjae yang senantiasa mengekor, ia berniat mengajak si Manis makan siang di salah satu restoran kota.

“Tapi Bapak temanin saya ke Mall,”

“Baru juga hari pertama malah shopping, harusnya habis acara, Lee Hyunjae,”

Hyunjae memasang wajah cemberut, “Takutnya saya teler selesai acara dan pengen bergulat sama selimut, ayolah Pak! Sekaliiiiii-“

“Oke fine, jangan lama-lama, saya nggak mau nungguin kamu belanja,” Hyunjae memberi tanda penghormatan lalu mengikuti Juyeon memasuki kendaraan yang sudah ia siapkan apabila si bosa mau jalan-jalan, mendiktekan nama restoran serta lokasi dengan bahasa inggris belepotan, mengundang Juyeon menahan tawa sehingga mendapat cubitan.

At least he knows where to take us.”

“Kamu harus les, Jae, bahasa inggrismu benar-benar payah,”

“Bapak ngomong kayak gitu saya tinggalin nih,” ancam si Manis berkilat-kilat marah namun jatuhnya imut sekali. Juyeon refleks tertawa geli, mengulurkan tangan demi mencubit bantalan pipi nan tembam gemas.

“Kamu mau ninggalin saya, yang ada kamu sesat di kota orang,”

“Jaman sekarang ada teknologi namanya Google Maps, Pak,”

“Jaman sekarang ada kejahatan namanya pemerkosaan, Hyunjae,”

Gadis surai cokelat hanya merengut lantaran kalah dalam debat, ia memalingkan wajah walau samar-samar masih menangkap tawa khas Lee Juyeon di indra pendengaran.

Makan siang berlangsung seperti pada umumnya. Melalui perang mulut tiada habisnya, mengghibahi peserta-peserta arogan di acara pembukaan, serta terkadang membicarakan penduduk-penduduk di sekitar restoran. Juyeon tetap anteng menghadapi keantusiasan sang asisten, sesekali mematri senyum lembut sewaktu melihat pancaran sinar berkilauan di manik rusa Hyunjae.

Getting know her better is not a bad idea.

“Kita mau makan malam di mana?”

“Pak, baru juga nurunin perut kok sudah tanya makan malam,”

Juyeon mengangkat bahu, pandangan tersita ke layar ponsel yang menayangkan beberapa rekomendasi makan malam ala restoran untuk waktu malam hari. “Kayaknya steak bukan ide buruk,”

“Ingat Bapak musti nemanin saya shopping,”

“Huft, kenapa nggak belanja online?”

“Karena saya selalu zonk setiap beli baju tanpa lihat barangnya, Pak!” Hyunjae bergerak memperlihat pinggang, “lihat nih lemak saya nggak terkontrol, kan nggak lucu udah beli mahal-mahal eh malah nyangkut,”

Sambil menyesap minuman, Juyeon sama sekali tidak melihat adanya lemak yang dikatakan Hyunjae. Sebaliknya, ia hanya memandangi lekukan bak gitar Spanyol, berterima kasihlah pada dress cocktail yang membalut bentuknya.

Mungkin mata Juyeon jauh berbeda dengan mata Hyunjae sehingga ia tak mendapati lemak yang dimaksud.

“Berarti zumbamu kemarin sia-sia dong,”

Hyunjae merah padam, malu nggak ketulungan sebab ketahuan ikut zumba sama karyawan wanita di kantor, tepatnya setiap senin dan kamis sore, di studio tak jauh dari kantor mereka. Padahal niatnya cuman iseng, tapi lama kelamaan keterusan.

“Ya nggak tahu, Pak, ini gara-gara saya makan malam terus,” jawabnya berusaha mengalihkan, pipi tembamnya masih merona, nggak tahu kenapa. Juyeon tersenyum lebar, sukses menyembunyikan berbarengan ia menyesap minuman, memperhatikan si gadis tengah makan secara lahap, kembali mendesirkan perasaan di rongga dada.

“Kamu nggak gendut kok, Jae..”

“Bapak bilang kayak gini supaya saya senang kan?”

I just tell you the truth, from my view, from man’s view, kamu nggak gendut, berisi iya, but not that bad,” gadis cantik itu terhenyak sebentar, mencerna baik-baik apa yang sudah dikatakan bosnya, perasaan aneh sempat terselip, ditepis secara langsung daripada membuahkan kecanggungan. Juyeon tak mengacuhkan balasan selanjutnya, nggak peduli juga sih, dia hanya mengungkapkan fakta, bahwa Hyunjae tidak seperti yang dia ucapkan.

“Tsk, kenapa kamu jadi mendem gitu? Yuk cabut ke Mall,” lama kelamaan Lee Juyeon gusar pada atmosfer kikuk di khalayak keramaian, makanan telah habis ditandas hingga tak bersisa, ia pun bergegas bangkit dari tempat duduk menuju kasir untuk membayar tagihan. Tidak tahu air muka Hyunjae berbentuk bagaimana sebab masih memikirkan perkataannya dua menit lalu.

Sebuah langkah mengikuti sosok tinggi terbalut kemeja biru, dasi dilonggarkan beserta kancing teratas dibuka supaya tidak mencekik leher, Hyunjae setia mengatupkan mulut, menyebabkan Juyeon menghentikan anggota jalan seraya menoleh ke belakang.

“Kok diem?”

“Saya males ngomong,”

“Oh ho bisa males juga kamu?” goda Juyeon menyeringai, Hyunjae mengulum bibir, menggigiti kulit mulut dalam secara kikuk, “kenapa? Masih mikirin omongan saya tadi?”

“Nggak kok,”

“Kalo nggak ya ngoceh dong, saya nggak mau jalan sama tiang,” ujar pria lebih tua kemudian melanjutkan perjalanan, meninggalkan Hyunjae terpaku beberapa detik sebelum menggerutu mengikuti tak jauh. Dengan mempercepat langkah tentu saja.

Apa yang dipikirkan Hyunjae? Apa benar dugaan Juyeon soal ia yang masih memikirkan perkataan si bos? Kelemahan Hyunjae selalu berputar di bagian fisik. Dia cukup insecure terhadap hal ini. Kenapa semua perempuan yang olahraga rutin mendapat tubuh kurus nan langsing sementara ia malah jadi daging? Membuatnya nampak bongsor dan sulit mengenakan pakaian minim. Hyunjae sering mengatakan kegendutan yang dimiliki di hadapan Juyeon, biasanya tuh manusia tak menimpali, tapi lihatlah tadi ia membahas dari sisi pandangannya, seakan-akan Hyunjae tidak nampak seperti yang ia utarakan.

“Hyunjae? Melamun terus saya tinggal ya?”

“Tinggal aja, Pak,” cicitnya sangat pelan, mendadak ogah-ogahan padahal tadi niatnya hendak bersenang-senang di pusat perbelanjaan. Juyeon menghela napas, mengulurkan lengan panjang untuk menepuk kepala sang asisten kesayangan.

Don’t think too much about it, you should say it to yourself that you’re not fat, you’re hot okay? Coba kamu ngaca deh nanti di kamar pasnya LV, pasti kamu nggak kelihatan gendut,” sebelum Hyunjae menepis dengan sahutan berkedok kesewotan, Juyeon telah membisikkan kalimat selanjutnya agar tidak terdengar siapapun.

Instead you’ll look sexy with those dress on you,”

Oh shit.

Shit.

Hyunjae’s doomed, isn’t she?

***

Mood si gadis rambut cokelat berangsur-angsur membaik, setelah Juyeon memberikan kartu di setiap kasir tempat ia shopping. Hyunjae sangat menyayangi atasannya lebih dari apapun, demi dia kembali sedia kala, mengoceh bak kereta, membicarakan hal tidak jelas yang terjadi di sekitar mereka.

Waktu menunjukkan pukul setengah 7, tepat sekali jam ideal makan malam berlangsung. Steak pilihan Juyeon betul tidak terlalu buruk, meskipun bukan di tempat yang ia mau.

“Pak, makasih loh sudah traktir dari tadi siang,”

“Oh nggak masalah, soalnya saya pakai bonus kamu buat tahun depan,”

Hyunjae tidak tahu harus melakukan apa sembari memegangi pisau dan garpu di masing-masing tangan, menimang-nimang keputusan apakah lebih bagus mencolok mata Juyeon atau langsung menghujam jantung pria di hadapan.

“Sabar.. sabar Hyunjae anak baik..” gumamnya menenangkan hati serta pikiran, diselingi tawa renyah Juyeon dengan mata kucing menyipit penuh canda. “Ya Allah kalau bukan Hyunjae yang mukul, biar Engkau yang membalas,”

“Bercanda, Hyunjae.. itu murni uang saya,”

“Ya Bapak mainnya pake bilang itu bonus tahun depan, kandas dong harapan saya jadi Sugar Mommy,” protes gadis manis tersebut mengerucutkan bibir, Juyeon tak begitu mengindahkan, sebaliknya ia menyuruh Hyunjae menyelesaikan santapan. Si Manis pun patuh menuruti suruhan, sementara ia menatap sekeliling restoran, hanya memandangi suasana namun menemukan sesuatu mengejutkan.

Fuck.

Mungkin diakangen berat sama Karina. Mungkin mata dia masih kena jet-lag walaupun lagi segar bugar, karena nggak mungkin gadis rambut hitam nan sangat tidak asing di ujung sana adalah tunangannya.

Juyeon bilang dia mau ke kota A sebelum berangkat, sewaktu mereka telponan pun dia memberitahukan kepergian lima harinya, entah diacuhkan atau tidak, Karina pun iya aja, janji tidak akan merajuk serta merengek rindu di tengah-tengah kesibukan.

Yet, she still has the nerves to link her arm around someone’s arm.

Pria itu memperhatikan gerak-geriknya dari jauh, mengenali senyum, kilau mata, bahkan tahi lalat di bawahnya. Dia belum dapat mendeskripsikan, gerakannya menjadi impuls, sebuah refleks normal saat melihat kasihnya berselingkuh. Juyeon mengabaikan tatapan penuh tanda tanya sang asisten lantaran ia terfokus hendak melabrak Karina tepat di situ-situ.

Semua berlangsung cepat dan telinga mendadak pengang akibat teriakan Juyeon. Hyunjae terbelalak melihat amukan bosnya, bergegas menghampiri pria lebih tua, lebih tepatnya memegangi figur yang kaku tersebut.

How dare you, Karina!”

Karina tidak bergeming, menatap Juyeon sangat dingin. Seakan tawanya tadi malam tidak berarti, seakan ucapan terima kasih atas kiriman bunga sehari sebelum Juyeon berangkat lenyap tiada arti. Gadis cantik itu diam saja, membiarkan Juyeon mengamuk dan membuat keributan, mengatakan sesuatu tentang keberanian dia bermain api di belakang.

“Sialan! Kamu wanita sialan!”

Hyunjae berusaha menarik si pria, tapi tenaganya nihil pemirsa. Ibaratnya berurusan dengan orang emosi, seluruh anggota geraknya mematung di posisi, sibuk mengerahkan teriakan pada objek yang membuat naik pitam.

“Pak, ayo ah pulang! Bikin malu aja.”

Juyeon benar-benar terluka terutama ketika Karina tidak menanggapi kemarahan besarnya di tempat keramaian, berpuluh-puluh pasang mata hanya melihat mereka, bahkan ada yang menghakimi juga perihal turis membuat kegaduhan. Rongga dadanya sesak, ingin segera angkat kaki. Masih beruntung Karina tidak kena tampar lantaran Juyeon bukan pria ringan tangan. Dia tega menepis kasar pegangan Hyunjae kemudian membalikkan diri meninggalkan kejadian.

“Maaf Mba,” ucap si asisten sempat membungkuk terlebih dahulu, Karina menggumam.

It’s okay Jae, udah saatnya dia tahu,” sehabis siluet Juyeon menghilang, ia kembali lagi ke pria yang ketakutan, sedangkan Hyunjae cengok sebentar lalu menyadari dia harus membayar makanan mereka sebelum mengejar derap langkah sang atasan.

Astagaaaa acara baru juga mulai, ada-ada aja yang ia dapatkan!!!

***

“Pak..”

Tiada jawaban.

Tok tok tok

“Bapak…”

Masih nggak ada jawaban. Hyunjae gusar seraya menggigiti bibir, memutuskan menekan bell kamar brrulang-ulang sekadar mengetahui kabar terkini bos kesayangan.

Nihil, lama kelamaan dia gondok lalu melesat ke resepsionis, berniat meminta kunci cadangan karena dia tak ingin menemukan Juyeon mati lemas di dalam.

Lampu hijau menerangkan pintu dapat diakses, ia tergesa-gesa masuk menemukan kamar super duper gelap disertai suhu yang sangat dingin. Hyunjae mengaturnya menjadi normal, menyalakan salah satu yang tak terlalu terang supaya tidak mengagetkan Juyeon.

“Pak..” dia mencoba lagi, memandangi buntelan di balik selimut, meringkuk menyembunyikan diri dalam tebalnya material, tidak ingin berurusan dengan siapapun. Hyunjae akhirnya duduk di ruang kosong, tergerak mengusap Juyeon secara hati-hati, menyalurkan ketenangan, isyarat kalau dia bisa jadi orang yang diandalkan.

Kesenyapan menerpa ruangan selama setengah jam, bagai seorang ibu menghadapi amukan anak, Hyunjae tak berhenti mengelus sampai buntelan kaku perlahan-lahan melemas, rambut kehitaman sedikit demi sedikit muncul, sepasang mata merah mengadu pandang dengannya.

Tidak. Simpan ejekanmu dulu, Lee Hyunjae. Jadilah manusiawi sebentar.

“Sini Pak.”

Dia nggak tahu apa yang merasukinya sewaktu menawarkan rentangan tangan, menyandarkan punggung di kepala ranjang bersamaan Juyeon bergerak menyusup di dekapan. Napas berat terdengar tajam di dada, serta hangatnya badan lelaki itu melingkupi seluruh permukaan. Juyeon menghirup aroma tubuh yang ditangkap indra, berhasil mengusir kemarahan dan kesedihan semata.

“Saya kurang apa Jae?” tiba-tiba ia bersuara, intonasinya sedih, bak merengek, tercekik oleh tenggorokan, tidak menyangka akan perbuatan tunangan sendiri.

“Hmm..” Hyunjae juga nggak paham kenapa Karina begitu santui menampilkan kemesraan dengan pria lain, dimana tunangan dia tidak kalah gagah, tampan, rupawan, kaya, walaupun sering tidak peka. “jujur Pak, saya nggak merasa Bapak kurang,”

Juyeon terhenyak sebentar, mengeratkan pelukan, Hyunjae tentu saja mengusap punggungnya lagi, sesekali memberikan pijatan kecil di kepala bersurai hitam nan tebal.

Is it me or her?”

Her maybe,” jawab si Manis tanpa pandang bulu. Juyeon diam lagi, entah memikirkan apa, tapi ia senang mendapat pelukan, layaknya diberi keyakinan kalau seratus persen bukan dia yang menyebabkan goyahnya tali pertunangan.

“Insting saya kuat berarti,” gumamnya teredam dada Hyunjae, gadis cantik tersebut hanya samar-samar menangkap patah kata, tidak mengindahkan telinga Juyeon yang menempel di rusuk sebelah kanannya. “shit, I hate this,”

“Tidur aja Pak, siapa tahu besok lupa,”

Si Tampan mendongak demi mengadu tatap, menemukan manik rusa nan cantik semakin berkilau di antara keremangan kamar. “Will you stay?”

Hyunjae mengulas senyum, kepala mengangguk sekali, “Of course, saya harus memastikan Bapak baik-baik aja karena besok kita punya agenda penting,”

“Kerja mulu yang ada di pikiranmu,” protes Juyeon mengerucutkan bibir, kegemasan tersebut nyaris merenggut napas Hyunjae, hendak menampol dan mencium beda-beda tipis.

Heh! Jablay, bosnya baru kena masalah dia malah mikir aneh!

“Can’t help it, Sugar Mommy is my passion, Sir,” jawabnya sambil menyengir. Menaikkan mood Juyeon hanya karena melihat raut wajah sang sekretaris, dia menyamankan posisi kepala kembali, memeluk sangat posesif. “tidur Pak, saya nggak kemana-mana,”

“Makasih Jae,”

Sebuah elusan di puncak kepala sebagai balasan, Juyeon mendadak melupakan semua kejadian yang berhubungan dengan Karina setelah menenggelamkan hidung mancung di ceruk leher gadis di sebelahnya.

***

Di tengah malam uzur, Juyeon tiba-tiba terbangun secara paksa, mimpi buruk yang dialaminya otomatis menyuruh otak segera terjaga. Sejenak ia bingung kenapa ada kehangatan lain melingkup di sampingnya, beberapa saat ia berpikir keras barulah ia mengerti akan kehadiran Hyunjae jatuh tertidur di kasur yang sama dengannya.

Satu kata terlintas di benak Juyeon begitu manik mendarat di pahatan wajah si gadis, cantik. Mungkin desiran jantungnya, senyum kecil terukir tanpa sebab, adalah sebuah peringatan bahwa ia menyadari ketertarikan secara diam-diam terhadap asistennya, meski mulut setajam silet, kelakuan terlalu enerjik, semua runtuh ketika yang bersangkutan terlelap nyenyak.

Semakin lama ia memandangi, sesuatu bergejolak di dalam diri. Oh, tidak. Juyeon baru memutuskan hubungan dengan Karina, kenapa sisi liarnya bangkit hanya karena memandang fitur manis gadis yang mendekapnya.

Juyeon mengangkat kepala sedikit, memastikan bahwa si asisten jahil ini tertidur sangat pulas sampai-sampai tidak menyadari pergerakan kalut bosnya di samping. Bibir tipis terbuka sedikit, menandakan Hyunjae sedang asyik bermimpi, di otak Juyeon bukan begitu, ia sibuk memandang penuh minat membayangkan ranum yang dimaksud meregang akibat ia menyusupkan kejantanan.

Fuck. Fuck. Apa yang dia pikirkan hah?! Juyeon bergerak kembali, lebih halus bagaikan kucing di malam hari, cekatan menyamankan posisi sekaligus meraba gundukan sendiri. Dia bertumpu siku, merayapkan telapak besar di balik jeans demi mengusap si adik, terasa keras, mengacung lantaran dirangsang hanya karena menatapi gadis lain. Membangun visualisasi rengekan, erangan yang tersimpan di memori, membayangkan Hyunjae tersedak penisnya, menambah kecepatan mengocok batang di genggaman.

Sesaat dia melupakan rasa malu, terbuang jauh-jauh, terjun bebas ke jurang terdalam, tergantikan gambaran Hyunjae memohon minta disentuh, dengan manik rusa berkaca-kaca, tubuh yang katanya ‘gendut’ merintih di atas kasur, bibir merah muda bergetar menahan nikmat ketika Juyeon berhasil menumbuk titik sensitifnya.

Sial. Juyeon merasa tamak seketika, begitupula kocokan tangan di kejantanan. Pergelangan memutar, meremas sedikit memberikan tekanan, ia memejamkan kelopak, menambah bayangan samar-samar menjadi lebih nyata, tentu saja dia harus menggigit bibir walau rasanya tidak memungkinkan. Objek fantasi masturbasi helat beberapa centi, bahu saling bersentuhan, bahkan napas teratur Hyunjae pun terdengar merdu mengetuk gendang. Menaikkan imajinasi Juyeon ke tingkat selanjutnya.

Genggaman mengetat seiring pergerakan naik turun, Juyeon sebisa mungkin merekatkan pinggul supaya tidak menghentak, mempertahankan posisi sejak dia memulai onani. Kini penisnya bebas dari material sempit, mengacung setinggi-tinggi langit sambil terus mengocok agar cepat sampai sebelum oknum lain menyadari kelakuan bejatnya.

“Ssh-“ geligi makin menancap dirasa ada sedikit lolosan desahan, napas Juyeon memburu di setiap helaan, perut mengencang siap melepaskan hingga ia berhasil meraih orgasme dengan menutup lubang kemih demi tidak meninggalkan jejak. Detik per detik berlalu, Juyeon menenangkan jantung sejenak, memompa kencang sejak memulai kelakuan tidak bermoral. Dia menatap telapaknya nanar, terlukis untaian putih di permukaan. Tergesa-gesa ia bangun dari pembaringan, segesit tapi jangan sampai melenyapkan kenyenyakan si perempuan. Tisu ditarik berlembar-lembar, memperbaiki letak celana, sosoknya menghilang dari balik pintu kamar.

How will he faces her tomorrow?

***

Baiklah. Ini aneh.

Sekali lagi Hyunjae seharusnya sudah maklum sama sikap tertidak jelas bosnya. Yang mana ia pernah bilang entah Juyeon akan bersikap manja atau membutuhkan sesuatu yang nggak diperlukan. Namun kali ini berbeda. Juyeon nampak sedang menahan diri, tega memalingkan wajah apabila manik mereka bertemu. Menyebabkan alis Hyunjae mengerut hendak menanyakan tapi susah untuk dilakukan lantaran acara mendekati penutupan berlangsung lebih meriah dan super riweuh.

Dan mengesalkan lagi, eksistensinya semacam diabaikan oleh sang atasan. Ketika ia mencoba bertanya, Juyeon seakan menjauh, pura-pura terlibat obrolan dengan direktur lain, ketika ia memanggil, Juyeon seakan menulikan pendengaran, lama-lama geram juga dia.

Hingga pada suatu malam, Hyunjae menantang dirinya menerobos kamar pria lebih tua setelah memegang kunci cadangan yang tiga hari lalu ia minta kepada resepsionis.

“ANGKAT TANGAN PAK!”

Juyeon tersedak dari gin yang sedang diminum, terperanjat melihat kemunculan out of nowhere sang asisten dengan netra berkilat-kilat marah. Dia mengikuti instruksi sesudah meletakkan gelas kaca di atas meja, mengangkat kedua tangan tanpa menghentikan batuk mendera.

Gadis surai cokelat memicingkan mata, belum mengucapkan sepatah dua patah kata akan tetapi bulir keringat sudah mengepul di kening pria tertua. Bagai membiarkan Juyeon menyelesaikan acara batuk dramatisnya hingga ia dapat melabrak ulang.

“Bapak kenapa ngehindarin saya?!”

“H-huh?”

Hyunjae berdecak keras, kali ini sembari mengacak pinggang, hidung kembang-kempis mengeluarkan napas nan memburu. “Kenapa hah? Dari kemarin saya lihat kayak nahan berak seminggu, saya punya salah apa gimana?!”

Memang pada dasarnya mulut si Hyunjae suka ceplas-ceplos sembarangan, entah kenapa pada saat itu dimaafkan oleh si Bos. Ibaratnya kedekatan mereka yang telah terjalin selama lima tahun sudah sebatas kakak adik meski masih terselip profesionalitas dalam hubungan keduanya.

Namun, jalinan tersebut mendadak berubah setelah Juyeon berbuat hal tidak senonoh di tiga hari lalu.

Juyeon gelagapan, dia beranjak berdiri berupaya mengatur jarak, sulit mengeluarkan suara sebab tenggorokan dirasa menyempit apalagi bila disuruh mengakui perbuatan. Hyunjae melangkah maju, ia spontan mundur teratur. Begitu terus sampai si gadis akhirnya memerangkapnya pada jendela kamar bertirai ungu.

“Kalau Bapak nggak jawab, saya kurung Bapak di sini,” bisik Hyunjae tajam nan menutut, mata rusa yang biasanya berkelap-kelip menawan kini jadi menyeramkan penuh ancaman. Juyeon menegak ludah, hendak menggerakkan badan tapi mendadak kaku di bawah tatapan, ia berulang kali membuka-menutup mulut, nihil mengutarakan jawaban.

“M-maaf Jae..”

“Hmm?”

Juyeon memejamkan mata, berbicara sangat cepat langsung mengakui dosa yang telah ia lakukan tiga hari lalu, “Maafsayasudahmasturbasisambillihatinkamutidur,” rapalnya melebihi kecepatan kereta api express, kelopak terekat kuat-kuat karena tak ingin menemukan raut kekecewaan dari sang asisten. Ah, dia benci keheningan, dia benci tidak mendengar apapun yang terlontar, kenapa Hyunjae tak kedengaran memakinya?

Gadis lain di ruangan mengerjap-ngerjapkan mata, hanya menangkap kata-kata ‘masturbasi’ dan ‘tidur’ secara acak. Dia belum merespon lantaran berusaha mencerna dua makna tersebut. Menyebabkan Juyeon memberanikan diri membuka mata perlahan, samar-samar beradu pandang pada manik rusa yang tengah berpikir keras.

“Maksudnya Bapak onani sambil tidur?”

“Bukan!” sergah Juyeon kemudian menutup mulut disaat Hyunjae terlonjak kaget, “saya onani sambil lihat kamu tidur,” lanjutnya berintonasi sangat pelan, kalau bisa jangan sampai terdengar, semburat merah muda membuncah di pipi tirus, kontras sewarna dengan bibir plump, tak sengaja Hyunjae menangkap pemandangan bantalan kenyal yang sudah diliriknya sembari mengulum ranum sendiri.

Hm. She has doomed from the first time they slept together. Lebih baik terobos dibanding kehilangan kesempatan sama sekali.

Secercah senyum miring terpampang, si gadis nampak meremehkan pengakuan,* but there’s hint of wanted if you can see her motions*, “Oh gitu..” ia melebarkan tarikan sudut bibir, menaikkan intensitas detak jantung sang atasan serta berdirinya adik di balik celana pendek ketat. “kenapa saya nggak dibangunin?”

“Hah?”

Betul-betul Lee Hyunjae dan mulut macam kapas! Enteng banget bertanya seperti itu. Juyeon melecehkannya saat dia tidak sadar diri, mengapa si gadis tidak menyumpahi?

“Iya, kan saya bisa bantu,” tangan Hyunjae terangkat gemulai, manik mengedip-ngedip halus tanpa meruntuhkan senyuman, jemari lentik bertengger di bahu sebelum membelai perlahan, merasakan Juyeon mematung entah menikmati atau tidak.

“Saya nggak tahu kalau kamu pingin juga,” bunyi ludah terteguk terdengar jelas, sedikit demi sedikit kepercayaan diri Juyeon muncul ke permukaan, sekejap ia berhasil mengembalikan sikap wibawanya. Mata melirik ke pergerakan jari, menangkap pergelangan mungil tersebut seraya menarik gadis di hadapan supaya mendekat lebih rapat.

All you have to do is ask, Sir,” bisik Hyunjae begitu napas mereka menerpa wajah satu sama lain, pandangan menaruh perhatian ke netra dan bibir bergantian sebelum Juyeon menempelkan dengan perasaan menggebu-gebu. Gemuruh di dada langsung tercipta, bersamaan Hyunjae melingkarkan lengan di tengkuk, merekatkan tubuh bak prangko sambil melumat bantalan masing-masing lumayan kasar.

Shit, kenapa kamu seksi banget hm?” gumam Juyeon di sela-sela pagutan dan ikut merengkuh pinggang sang karyawan, telapak otomatis bertengger di pantat, tak lupa memberi remasan gemas sehingga pekikan kaget terlontar. Terdrngar lucu tapi menggairahkan bersamaan.

Am I?”

Si Tampan mengangguk, menaikkan Hyunjae agar berpegangan bak koala, mengundang tawa geli meluncur di pita suara tanpa melepaskan sambungan. Keduanya memagut lebih ganas, menciptakan hawa panas di sekitar sesekali saling menggesekkan permukaan yang masih berlapis kain. Juyeon dengan perkasa berjalan sambil menggendong lalu menghempaskan sekretarisnya di atas kasur. Mereka bergerak saling menindih, melucuti pakaian terlekat, menyisakan kulit polosan. Sejenak Juyeon terpana melihat apa yang selalu disembunyikan si Manis di balik material. Kulit seputih susu membuncahkan warna kemerahan, diafragma dada naik turun pertanda mengambil napas cepat-cepat, dengan kelenjar besar dihiasi puting yang tak kalah menawan.

Fuck.. nggak salah saya bilang kamu seksi, Hyunjae,”

Gadis itu refleks menutup wajah, malu tidak ketolongan namun Juyeon berhasil menahan dua pergelangan tangan agar tidak mengganggu pemandangan. Dia mengecup bibir Hyunjae berulang-ulang, masih mencengkram tulang di atas kepala, membubuhi bercak ke leher tanpa noda.

“Ngh! P-Pak..”

“Oke peraturan pertama saya nggak mau dipanggil Pak.”

Si Manis mangap-mangap sebentar, pikiran mendadak terhenti akibat terputusnya permainan, kepalanya mulai meleleh setengah bagian sehingga tak kuasa menjawab sahutan.

“Hyunjae.”

“Mmhh..”

“Jangan panggil saya Pak, okay?”

“Yaaa..” jawab gadis itu sekenanya seraya menekukkan tungkai ke atas dada, rela memamerkan barang kebanggaan bersifat sangat pribadi kepada sang atasan, “pingin dimakan sama Mas..” desahnya setengah merengek. Juyeon bagai ditampar bolak-balik secara kasat mata, kejantanan menggeliat terhadap tawaran, lidah terjulur menbasahi parasan ranum nan kering. Disuguhi cuma-cuma kayak gitu tentu saja tak mungkin ditolak mentah-mentah, Juyeon sigap membungkuk menemukan bibir, menapaki bagian vulva terlebih dahulu. Hidung mancung menggelitiki rambut kemaluan, membuncahkan tawa geli dari Hyunjae sendiri.

Juyeon ikut menyeringai, gemas melihat respon tersebut, ia mendaratkan kecupan kecil lalu beranjak menemui bibir Hyunjae lagi. Kedua bukan sejoli sibuk memakan bantalan satu sama lain, selayaknya pasangan saling bermesraan. Kemaluan menggesek, membasahi parasan membuahkan desahan di mulut masing-masing.

“Mass.. mmh.. makann..”

“Kamu nggak sabar banget,” pria surai hitam tega melayangkan gigitan gemas di hidung si gadis, Hyunjae memekik pelan, menarik rahang tegas di atasnya agar terus bertautan. “how long have you been wanting to kiss me, hm?”

“Tiga hari lalu,” gumam gadis itu menatap sungguh-sungguh, Juyeon mengerjapkan mata, cukup terkesiap akan pengakuan sepihak. “it’s troublesome, I know,”

It’s okay,” lelaki yang mengukung mencoba meyakinkan, “aku bukan milik siapa-siapa lagi, you can do what you want,”

Senyum tipis merekah seiring Hyunjae menggigiti kulit dalam mulut, “Then eat me now,” bisikan halus bin sensual tersebut menggelitik gendang telinga, berdentum-dentum melarikan diri ke otak supaya Juyeon dapat segera melaksanakan. Sang atasan menyeringai, mengecup bibir tipis merah muda yang mulai membengkak kemudian menapaki seluruh inchi kulit susu di kukungan.

Hyunjae bergerak ke sana kemari, merasakan aliran darah berjalan menghampiri satu titik, menyebabkan liang sendiri meneteskan lendir bak merespon setiap sentuhan di titik-titik sensitif. Bibir Juyeon sangat panas layaknya membakar kulit, pentil makin mencuat begitu lelaki itu mengulum sedikit, memainkan dada sebelah kanan, sesekali menarik-narik si puting.

“Ah! Aahh.. Mas nooo..”

“Kenapa?” geligi melepaskan mainan di mulut, menatap ekspresi keenakan gadisnya, “geli?”

“Ihh! Mau dimakaaann..” rengek Hyunjae berusaha mengapitkan dua kaki jenjang di badan bongsor, Juyeon cengengesan, malah mengabaikan permintaan, sebaliknya ia menangkup kelenjar menggantung tempat telapak menangkir sesekali meremas bagai squishy, mulut kini mengemut pentil macam permen, terkadang menghisap agak kuat menyebabkan Hyunjae menjerit mencengkram seprai. “nghh! Aahhh Masss..”

“Untung kamar kita kedap suara, Jae,” komentar Juyeon melepaskan kuluman, memperhatikan bagaimana rongga pernapasan Hyunjae bergerak naik turun secara cepat. Ia melayangkan kecupan dari bawah dada menuju pusar, memainkan lidah sebentar lalu turun lagi menuju vulva yang ditumbuhi rambut halus. “what a beautiful pussy you have,”

Fuck, it’s embarrassing!” erang si Manis hendak menutup organ intimnya, Juyeon berdecak memperingatkan, sengaja menepis tangan nakal, menggerakkan jempol di balik labia untuk bertemu ranah paling rentan perempuan kebanyakan, “fuck Mas!!”

Why so eager huh? Udah lama kamu nggak main?”

Months,” jawabnya sembari bersemu merah, tiba-tiba menenggelamkan separuh wajah pada bantal, “nggak tahu kenapa sensitif banget malam ini,” pengaruh hormon menjadi salah satu pemicu keadaan dia sekarang.

Juyeon jadi bangga sama pencapaian dirinya, apa mungkin hanya dia yang bisa membuat Hyunjae sekacau sekarang dengan sentuhan kecil, parasan ibu jari masih mengusap-ngusap acak, merasakan basahnya seprai kasur akibat liang bawah mengeluarkan cairan.

Hyunjae is a mess only from his touch on her clit. Bagaimana ketika ia menggoyang nanti? Apakah gadisnya akan memancur bak air terjun? Juyeon tidak sabar hendak segera mengeksekusi. Terutama imajinasi-imajinasi liar kemarin makin mengeraskan batang sendiri.

Pria surai cepak mengabulkan permintaan si perempuan, menguji coba menempelkan bibir tepat di klitoris, mengirimkan listrik menghasilkan Hyunjae menggelinjang ke sana kemari, oleh karena itu, Juyeon memegangi kedua paha dalam kuat-kuat sembari melanjutkan santapan di area intim.

“U-uwah.. Mas.. cepett.. cepet..”

Juyeon tak membalas lantaran sudah melesakkan lidah melewati pertahanan, ujung indra membentuk gerakan memutar, mengikuti garis pintu masuk, menyesap apa yang dikeluarkan, menyapa dinding-dinding yang berdenyut di sekujur benda lunak. “Mmmh..”

Fuck! J-Juyeon oh god! Juyeon m’ close!” teriak Hyunjae menangkirkan jari lentik di rambut hitam, ubun-ubun menjadi pedas terhadap jambakan, bersamaan punggungnya membusur menyemburkan air. Juyeon tak menghindar, membiarkan wajahnya terkena pancuran sambil melanjutkan kegiatan makan. Biar mampus asistennya dilanda kerentanan disaat dia menyantap bagaikan hidangan.

Si Manis merebahkan badan, lemas tiada tara mengalami klimaks pertama bersama orang lain setelah hampir 10 bulan tidak berhubungan, peluh berlomba-lomba turun tidak dapat diusir oleh pendingin kamar. Tangan-tangan masih tremoran apalagi kedua kakinya, dia tersengal-sengal seraya memandangi bintang-bintang samar di langit-langit ruangan.

“Jae masih hidup?” Juyeon tergelak begitu disodorkan jari tengah nan lemah, ia duduk sebentar seperti memberi waktu untuk rehat mengembalikan energi, memberi penisnya perhatian sembari mengocok malas, untaian liur dikerahkan agar tidak terlalu kering saat hendak menyusup. “aku nggak bawa kondom,”

“Nggak papa, Mas,” racau Hyunjae berusaha tetap sadar, “masa suburku udah lewat,”

Oh my. Sejak kapan panggilan mereka berubah jadi aku-kamu? Sejak Hyunjae memanggil Mas tentu saja. Dan lagi kenapa dia ringan banget berhubungan tanpa pengaman walaupun ovulasinya sudah terjadi beberapa hari yang lalu. Kan tetap tidak menutup peluang.

“Kamu yakin?”

“Mas cari deh plastik buat bikin kondom sendiri,” ketus Hyunjae sewot, mengundang kekehan terhadap amukan tersebut, jengah disangsikan mululu. “siapa tahu besok aku haid kalau dirangsang terus,”

Tidak masuk akal tapi layak buat dicoba.

“Oalah pantes moodmu naik turun dari kemarin-kemarin,” kata bosnya sembari mengumpulkan anak mani di puncak, Hyunjae hanya mendengus sebagai balasan sebab mau menyamankan diri terutama liangnya sendiri, abdomen mulai terasa kram sedikit sambil memperhatikan Juyeon mengurut kejantanan, mata rusa berkilat-kilat penuh keinginan dan menghentikan aksi berlutut di depan liang surgawi.

“Mas bentar..”

“Hm?” ia mematung di posisi, memperhatikan Hyunjae bangkit susah payah lalu menungging menghadap si adik. “mau apa?”

“Mau kulum juga,” kini tangan lebih mungil membantu kocokan kemudian tergantikan oleh genggaman sang sekretaris, Juyeon semakin tegang, berat saat dipegang, melihat bagaimana puncak gemuk keluar masuk dari lubang genggaman yang terbuat, berusaha tak menghentakkan pinggul. Rambut panjang Hyunjae disampirkan ke pundak kanan begitu pemiliknya memasukkan, perlahan-lahan, setiap centi, merasakan betapa hangatnya rongga makan si Manis. Kepala berhasil menyodok tenggoroka barulah Hyunjae mulai menggerakkan naik turun.

Shit.. mmhh.. that’s it Jae.. kulum punya Mas kayak es krim, hmm..” Hyunjae melakukan perintah, meniruskan pipi berupaya menghisap kumpulan precum di lubang kencing, pahit basa tak diindahkan, pikiran dia meleleh berbarengan liang menitikkan lendir kebeningan.

Juyeon terdengar menggeram nikmat, memuji mulut Hyunjae menyebabkan si empunya merona dan bersemangat memainkan. Lidah menjalari urat nadi, menusuk-nusuk lubang kecil tepat di mahkota.