BABY MOON (Kevin's Version)
jukev
Nggak ada yang bisa nebak isi pikiran Juyeon, apakah dia menganggap Eric lebih dari adik atau membalas cinta Jeje, atau terobsesi menjadikan Kevin bayi ketiganya.
Warning : not too explicit, lot of kisses, english conversation, and dramatic
***
I’ll tell you what’s the rule in The Boyz's agreement.
Setiap pembaca semesta Bang Boyz dari versi Jeje sampai ke sneaky time dua primadona yang suka baku hantam di asrama mungkin ingat sama perkataan Kevin tempo lalu. Perihal peraturan yang telah disetujui mereka bersama dan bersifat fatal apabila melanggarnya.
Yap. That’s it.
Nobody touch other’s belonging except the Superior Dom.
Dan kepunyaan yang dimaksud ini adalah Hyunjae, Chanhee, termasuk Jacob dan Kevin. Hyunjae sudah dijelaskan merupakan milik Younghoon, Juyeon dan Eric. Chanhee adalah milik Changmin dan Sunwoo sementara Kevin dan Jacob they obviously belong to each other, and Sangyeon’s.
Peraturan itu tercipta disebabkan Chanhee ditemukan mencekik Hyunjae setelah mengetahui hubungan gelapnya dan pujaan hati secara diam-diam. Perseteruan besar pertama di antara mereka, menyebabkan Sangyeon mengamuk macam singa supaya mendiamkan mereka.
The boundaries had been made.
Mereka boleh berhubungan seks sesama anggota, tetapi hanya Sangyeon yang bisa mengatur pasangannya. Ya, like a dom he is.
Hyunjae mendapat voting dari Younghoon, dan ia menahan senyum begitu mengarah ke Chanhee yang sedang menahan sesuatu, Changmin -sebagai sahabat kalau dia mendeklarasikan- memilih si Cantik sehingga terbentuklah kubu masing-masing.
Keprofesionalan mereka tetap berjalan meski terpecah menjadi dua kelompok, tiga bila kuhitung yang ‘tidak mau ikut campur dan jangan ganggu dinamika kami’. Seakan mereka semua meninggalkan kelakuan tidak bermoral di rumah, lalu berangkat menuju lokasi sebagai The Boyz. Yang tidak pernah memicingkan mata, yang tidak pernah melempar sindiran, maupun mengeraskan desahan agar lawan main terhina.
Sampai pada suatu hari. Mungkin Dewa sudah capek menghadapi kelakuan Hyunjae dan Chanhee, Dia bagai memberi sebuah mukjizat, keajaiban tak disangka-sangka, meluluhkan penyakit iri dengki, menumbuhkan rasa sayang satu sama lain.
So the rules were scratched. It’s gone. Semua senang, semua bahagia, walau Changmin masih mendesis kayak ular jika Juyeon atau Younghoon terlihat hendak menerkam kekasihnya. Tapi tak dapat berbuat apa-apa ketika Hyunjae yang melakukan.
Kehidupan berjalan sempurna? Tentu saja.
Tidak sampai beberapa bulan setelah perdamaian, Juyeon merasa aneh setiap melayangkan tatapan ke teman sebayanya. Moon Kevin.
Bagaimana bisa dia tidak memperhatikan kalau ternyata Kevin semenggemaskan itu? Dan.. the way he got excited over smallest thing, giggling so cutely, making his heart fluttering into pieces.
Bayi dia juga imut, apalagi di kasur. Tidak ada yang bisa menandingi ekspresi keenakan Hyunjae dari wanita maupun lelaki manapun. Apalagi aliran air mata memenuhi celah pipi tembam, serta tarikan ingus di setiap genjotan yang diterima.
But, how will Kevin’s look when he takes his thing inside him? Will he cry? Will he sob? Will he plead Juyeon to be gentle and give him kisses over his body? To seal those thin lips, while working his lower body to make him moaned blissfully?
Juyeon baru ini merasakan sikap obsesif mendera batin. Ketika ia bersama Hyunjae atau Eric, dia biasa saja. Memang senang bermain-main dengan mereka berdua, tapi untuk Kevin sekarang, dia merasa harus melindungi pemuda itu. Dia ingin memerangkap Kevin di satu ruangan dimana hanya ada ia dan si Pirang, memadu kasih tiada henti, *even Sangyeon and Jacob couldn’t stop him.
Did he like him?
Nah. Juyeon’s sucks at feeling. Dia tahu Hyunjae suka sama dia, tapi dia juga nggak punya keinginan buat membalas. Dia tidak pernah menolak si Manis, because he needs his hole everytime. A bastard indeed, dia nggak peduli.
Objek yang sedang kita bicarakan ini senang mendekam di kamar, Juyeon pun susah mengutarakan duluan. Pasti seluruh anggota menaruh curiga jika ia ditemukan memasuki ranah Kyeopmuda. Tidak biasanya Papi Jeje berkeliaran di sana meskipun perdamaian telah tercipta.
“Aku pingin main lego juga!”
Suatu malam setelah mereka pulang dari makan di luar, Kevin tampak berseri-seri begitu melihat Juyeon duduk anteng di depan sofa dengan lego berserakan di lantai. Dia meloncat-loncat kecil, ingin diberi izin untuk membantu pemuda tinggi, tak tahu bahwa tingkahnya berhasil menaikkan detak jantung Juyeon, dan adik kecil di balik jeans.
“Sini.”
Kevin berjalan menghampiri figur sang kawan, duduk bersila tidak menyadari kedekatan yang menyebabkan pundak mereka bersentuhan. Juyeon sangat menikmatinya, entah kenapa, ekor mata terus-menerus mengarah ke pahatan manis sampai sang pemilik menoleh kepadanya.
“Juyeon?”
Every syllables that came out from his mouth is a melt to Juyeon ‘s ears. Pemuda rambut hitam itu diam saja, sibuk menatapi manik kecokelatan lelaki surai pirang. Bak terhipnotis pada sinar yang terpancar.
He’s called by ‘Moon’ for reasons.
“Hey.. Juyeo-mmh..” terlambat sudah, bibir kenyal kesukaan Hyunjae mendarat gratis di parasan tipis. Kevin cukup terperanjat tapi tak berkeinginan menghindar, dia hanya duduk di sana, membalas tatapan menuntut yang ditujukan ke dirinya.
Ciuman mereka tidak terlalu intens, sekadar menempel saja. Testing the water if I might say. Juyeon mundur sedikit, menerpa ruang bernapas Kevin, si Manis juga agak tersengal, tidak sengaja mengulum bibir.
“What are you doing..” bisiknya meskipun sisa mereka berdua di ruang tamu. Kevin tidak mengerti, tidak paham mengapa Juyeon melakukan ini. Bukannya Juyeon punya Hyunjae? Dan dia juga mengklaim Eric. Lantas, tujuannya mencium Kevin seperti beberapa detik lalu apa? Untuk menguji kesabaran saja?
“I want you to be my Baby, Kevin.”
Pengakuan mengejutkan tersebut berhasil membulatkan mata pemuda lain. Siratan kesungguhan menghantam indra pandangan sehingga Kevin tak dapat melihat candaan di netra kucing itu. Juyeon benar-benar serius, bergerak menciumi Kevin kembali sampai ia menahan sebentar.
“Hold on Juyeon, aku nggak ngerti,”
“The rules are over right? You’re not belong to anyone except Sangyeon Hyung, right?” Kevin masih kebingungan setengah mati. Juyeon tak salah tentang peraturan mereka yang sudah kadaluarsa beberapa bulan lalu tapi tetap saja aneh bila teman seks Hyunjae sekarang mengincar dirinya.
“Still, you’re Hyunjae’s-“
“I’m not belong to anyone even with Hyunjae, I’m just his Papi and he’s my Baby after Eric,”
“Dan kamu mau aku jadi bayi ketigamu? That’s so fucked up, Juyeon.” balas Kevin memicingkan mata sebab merasa tersinggung, dia tahu Juyeon adalah bajingan dan dia tidak mau jadi korban picisan. Lelaki di samping terhenyak sejenak, mencerna kalimat penuh kekesalan sehingga ia mencoba cara lain dengan memerangkap si Manis.
“Will you be my Baby if I date you then?”
Kevin mendengus, “Stop Juyeon, I’m not a whore,”
“You’re too precious to be a whore,” gumam Juyeon mengeratkan kalungan, Kevin berusaha bergerak melepaskan, hendak menepis berulang-ulang namun kekuatan pria di hadapan tak dapat diindahkan. “please I want you Kevin,”
“Juyeon no-“
“Please be my Baby.”
Si Pirang terdiam sebentar, memandang guratan permohonan di sorot mata setajam elang, walau sudutnya bersinar bak kucing, menyalurkan ketenangan serta kelembutan agar ia luluh mengiyakan.
Kevin masih tidak paham.
“Juyeon.” Dia menarik napas, menghembuskan pelan-pelan, “Juyeon, percaya sama aku, aku nggak kayak Hyunjae atau Eric, aku biasa aja Juyeon, I don’t have that capability to please your insatiable lust, I– aku bahkan jarang berhubungan intim sama orang,” Kevin mengadu tatap lagi, setia menemukan sirat keseriusan bahkan dipercik keinginan, dia tidak tahu harus meyakinkan kawannya seperti apa, sebab anggota sangat tahu bahwa Kevin hanya sekali dua kali menerima sentuhan, itupun dari Sangyeon.
“Aku nggak peduli,” Juyeon mendekatkan wajah, Kevin sontak menarik napas lebih tajam, hidung bangir keduanya bergesekkan, mata kucing sama-sama tak terelakkan. “aku nggak peduli kamu punya pengalaman atau enggak, atau kamu milik Sangyeon Hyung dan Jacob Hyung, aku cuman pingin kamu, sama kayak aku menginginkan Jeje dan Eric,”
“You’re a sick bastard, Lee Juyeon,”
“I was born for that,” tanpa menerima penolakan, Juyeon mendaratkan bibir kenyalnya di bantalan tipis sang kawan, kini menuntut meredam keterkejutan maupun rontaan minta dilepaskan. “stop, or I’ll make you regret it,”
Kevin gemetaran pada ancaman, memutuskan untuk mengalah daripada mengakibatkan dirinya diserang secara acak. Juyeon bergerak hati-hati, membuai kecil supaya si Manis tidak merasa ngeri. Tautan terasa memabukkan di pikiran pemuda tinggi, bak bibir Kevin dibubuhi serbuk ekstasi. Candu ingin disesap berkali-kali.
“What if you abandon me someday?” terdengar lirihan mengalun di antara belahan bibir, mengakibatkan Juyeon berhenti mengulum kemudian menatap lekat-lekat lagi. Sirat ketakutan, kekecewaan, ketidaksukaan terhadap pertanyaan, bersatu padu menghiasi manik cantik, seakan Kevin tak mau itu semua terjadi.
“I won’t, I won’t abandon you, Kevin,”
“Bagaimana kamu bisa menjaminnya, Juyeon-ah..”
Juyeon menjepit dagu pemuda di depan, mengusap parasan lembut bagai memperlakukan benda rapuh, kelopak mata Kevin agak tertutup hendak merasakan lebih, “Trust me for once,”
Si Manis membuka mata, memikirkan segala kemungkinan sampai ia membuang segala perasaan berkecamuk lalu mengangguk perlahan, “Fine.”
Baru kali ini rongga dada Juyeon melapang sempurna setelah sekian lama menahan hasrat menginginkan Kevin di dalam sana. Jantung memompa cepat, tak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Apakah lambat laun ia akan mengetahui perasaan yang sebenarnya? Mengabaikan semua rumor tentang dirinya yang dianggap menyukai Eric dan Hyunjae, tenyata berbanding terbalik dari kenyataan belaka. Secercah senyum lebar menghiasi wajah tampan, membuahkan rona merah menggemaskan di pipi tidak tembam. Sekejap ia memagut bibir Kevin entah keberapa kali, barang tak akan pernah puas sama sekali.
“Can I call you Baby Moon, then?”
Baby Moon. Panggilan kesayangan Lee Juyeon terhadap bayi barunya. Tak masalah Kevin ingin menyebutnya apa, yang jelas lelaki surai pirang adalah miliknya sekarang.
***
Pengalaman hubungan intim mereka terjadi sehari sesudah Juyeon mengutarakan permintaan. Kala itu Hyunjae sedang bersama Chanhee, doing god knows what meninggalkan ia dan Younghoon dilanda kegelisahan. Oh, untuk dia sih tidak begitu besar, karena masih punya pasangan lain.
That night, Kevin is still in his studio. Mengarang alunan lagu sendirian, ditemani beberapa musik Beyonce sebagai inspirator berkasta tinggi di antara penyanyi lain. Dia terlalu meresapi not balok dan tekanan pada keyboard sampai tidak sadar Juyeon menyelinap masuk dan mengalungkan lengan panjang di leher.
“Hh! Juyeon?!”
“Kenapa belum pulang?” tanya pemuda rambut hitam menumpukan dagu di puncak kepala kepirangan. Kevin sibuk mengatur detak jantung, setelah netral barulah ia menjawab.
“Ada yang mau aku kerjain,”
“Nggak bisa ngerjain nanti?”
Kevin menggeleng, menekan-nekan parasan mouse di tangan, “Ntar aku lupa,”
Juyeon memberi gumaman, serta kecupan di tempat pijakan, turun ke arah sisi kanan wajah, mendusel perlahan. Berhasil menaikkan bulu kuduk pemuda di kursi kerja, “Papi needs you, Baby.”
“How many times do I have to told you I’m not going to call you that,” sungut Kevin mengerutkan kening, Juyeon menarik sudut bibir, tertarik pada sikap merajuk tersebut. “aku bukan Hyunjae, Juyeon.”
“Then, give me one, anything,”
“Noo, I don’t want too,” kekeuh pemuda itu menggelengkan kepala ke sana kemari, “nggak bisa apa aku panggil Juyeon aja?”
“Coba sebut Papi sekali,” ujar lelaki tinggi meyakinkan, menyebabkan kedua alis Kevin tambah curam sesudah mendengar perintah.
“Papi.”
Juyeon menghela napas, “Kamu bener, ternyata nggak cocok di kamu,” Kevin langsung berbinar-binar, senang banget tak dipaksa mengikuti kepribadian Hyunjae. “kalau By gimana?”
Deg.
Sialan.
Kevin mendadak tergagu. Manik mengerjap-ngerjap lucu, diselingi mulut terbuka tanpa mengeluarkan suara. Tiba-tiba isi otaknya lenyap, digantikan oleh satu suku kata yang menurutnya manis bila Juyeon yang mengucapkan.
“B-By?”
Si Tampan mengangguk, “Iya, By. Sounds better than Papi right?” Lambat laun Kevin ikut mengangguk, setuju terhadap pernyataan itu. Dia mencoba halus, hendak merasakan sendiri sensasi dua huruf tersebut.
“By..”
“Fuck.” Kevin terlonjak kaget saat Juyeon ditemukan menyumpah, dia pikir Juyeon membenci sebutan tapi ternyata dia salah. Sebaliknya, sang kawan kini mencengkram rahang tirus demi melumat bantalan empuk yang terbelah akibat pelafalan yang baru saja disuarakan.
“Mmh! B-By..” lafal terdengar membangkitkan gairah pemuda lain, sekejap Kevin diangkat dari kursi lalu terhempas di sofa yang ada di sini. Dengan Juyeon menindihi tanpa melepaskan sambungan bibir.
“Tanggung jawab, Baby,”
“For what?” erang Kevin menggelinjang saat Juyeon kini menyerang bagian leher, mengecup-ngecup sesekali menggigit. “a-aah..” ia meloloskan tawa geli seraya meregangkan kepala, membuat temannya lebih leluasa menjangkau area tersebut.
“You’re okay with it?” bisik pemuda tampan itu bersuara rendah, Kevin mengedip-ngedipkan mata sesaat, sedang memikirkan seluruh kemungkinan sesekali melirik ke penjuru ruangan.
“You.. need me, right?”
Juyeon mendusel hidung mancung tepat di pipi tirus, mengulas senyum lembut, “Of course, ngapain aku nyariin kamu sampai selarut ini hm?”
“Then, okay.”
Si Tampan menyeringai kesenangan, antusias sekali mendaratkan bantalan kenyal di atas bantalan tipis, melumat satu persatu terkadang mengulum bagian bawah saja, gemas tidak ketolongan, mengakibatkan tawa geli lolos kembali, sesekali meremat tengkuk kokoh sang Papi.
“Kamu imut banget, tahu nggak?”
Kevin mengulas senyum lembut, mata menyipit membentuk garis, dihadiahi kecupan kecil.
“Aku nggak sabar, By,” erang Juyeon kemudian menabrakkan gundukan setengah tegang di paha dalam yang terbalut celana pendek. Kevin menggigit bibir, merasa tersetrum oleh sentuhan. “do you like it?”
“I-Iyaa By..” gesekan terjadi menambah intensitas, lenguhan terlontar seksi di antara belah ranum terbuka. Kedua sekawan menikmati gerakan sensual sekarang, seakan melenyapkan segala akal pikiran. Juyeon tersengal sejenak, melupakan cara bernapas saking tidak ingin menjauhkan wajah, Kevin pun merenggut anak surai kehitaman, pinggul tak luput menghentak ke atas, tidak sabar hendak segera dieksekusi.
Pakaian santai tergeletak pasrah di atas karpet berbulu. Permintaan Kevin sendiri supaya digelarkan material lembut sebagai pijakan kaki. Kini sang pemilik studio telah polos seutuhnya, menampilkan kulit putih dengan tulang rusuk dada menonjol sedikit, bak memberitahu Juyeon betapa kurus dirinya seorang.
Juyeon memandangi pahatan itu lamat-lamat, ada rasa sedih mendera di sanubari setelah melihat keadaan bayinya, Kevin tidak suka makan, ia sangat tahu tapi tidak mengubris, Chanhee sudah terlalu sering memarahi si Pirang namun ia malah mendapat aegyo untuk melelehkan amukan. Juyeon tahu alasan kenapa dia jarang makan, tapi memutuskan tidak memperdulikan.
“You should eat properly, By..” bisik pemuda tampan setelah sekian lama mengheningkan cipta, menemukan Kevin membulatkan mata sekaligus memiringkan kepala penuh heran. “nggak usah dengerin omongan netizen soal kamu,”
Kevin mengulas senyum, mengarahkan usapan di tengkuk pada parasan pipi tirus, “Aku makan kok, kamu nggak ingat kita syuting kemarin aku makan paling banyak?” Juyeon menghela napas, mengecup bibir si Manis membuahkan gelak kegelian.
“Still not enough,”
“I feast enough for my body, Juyeon,” Kevin memainkan ranum bawah seperti sedang memikirkan kalimat keyakinan selanjutnya. “and I’m healthy as fuck,” mau tak mau pemuda di atasnya tertawa pelan, memamerkan geligi-geligi manis, bagai meruntuhkan sikap bajingan yang melekat di sana. Jantungnya mendadak berdesir, walau setengah mati menahan diri agar tidak jatuh hati. Dia akan berakhir seperti Hyunjae dan dia tak ingin itu terjadi.
“Fine, karena kamu Baby-ku sekarang aku harus mastiin kamu baik-baik saja, Sayang,”
Deg.
Panggilan Baby Moon mungkin mulai terbiasa didengar Kevin, tapi tidak dengan silabel Sayang. Seolah-olah mereka memang berkencan, hanya ada mereka berdua di dunia, tanpa peraturan, maupun orang-orang di sekitar. Manik kucing Kevin sedikit berpendar murung, memandang lurus pada netra feline lainnya.
“Baby?”
“Hmm?” Kevin berusaha menyengir, mendapati raut kebingungan Juyeon di atas pandangan, “I’m fine, you need me, don’t you?” Juyeon menghela napas lagi, menerpa belahan bibir kemudian melumat benda kenyal kembali sembari menggerakkan jemari. Merayap di permukaan kulit, membelai sangat mesra. Kevin melenguh di sela-sela aksi, menggesekkan kejantanan masing-masing.
“Fuck, I need you so bad, Baby Moon,” pemuda yang mengekang seraya menyapu leher, menyebabkan rambut-rambut halus melambai tersapa sentuhan. Kevin menggelinjang, sedikit tertawa apabila dirasa menggelikan, Juyeon pun ikut merefleksikan, merapatkan tubuh lebih erat.
“By, it tickles,” si Manis melebarkan tawa, apalagi bibir Juyeon mulai mengecup areola miliknya. Beruntung figur tinggi sedang mengurung karena kakinya mulai bergerak tak beraturan. Juyeon mengecup sekali lagi lalu mengecup ranumnya kembali. God, his lips are addictive, aren’t they.
Bantalan kenyal berwarna merah muda tersebut bergerilya dari pentil terlebih dahulu. Menaikkan bulu kuduk serta tonjolan mungil, tegang, mengeras, dipermainkan bagai tombol mainan. Kevin menjatuhkan rahang, tersetrum listrik di persendian.
“Ah! Nghhh!” kejantanan mengacung tegak, menggeliat dirasakan Juyeon, setelah menghisap sekaligus mengulum macam permen, ia menuruni pusar, menggerakkan lidah di sana, menambah getaran kesensitifan. Ketika ia tiba di puncak jamur, Juyeon tersenyum menggoda.
“Has Daddy done your cock, Baby?”
Kevin mengangguk seraya menahan desahan, tangan terkepal kemudian melemas, mendapat perhatian Juyeon sehingga pemuda itu mengaitkam jari mereka. “Twice, By..”
Juyeon menyengir, menggerakkan bibir di sekitar kulit rentan, Kevin otomatis mengerang nyaring, mengencangkan genggaman, terutama saat Juyeon kini memasukkan mahkota di rongga makan. Basah
bercampur liur, lembab sesama selaput.
“Fuck nghh.. By pleasee..”
Selagi Juyeon menggoda kejantanan menggemaskan -sama seperti yang punya- ia menarik celana jeans yang tergelepar tak jauh, kepala tidak berhenti naik turun menghisap, menyusuri nadi-nadi menggunakan lidah sembari menyusup di salah satu kantong, mencari sesuatu. Kevin berusaha supaya tidak menggenjot ke atas, karena mulut Juyeon rasanya hangat dan enak sekali.
“A-aah!” Si Manis terlonjak kaget, sebuah jemari memijat antara bola dan perinium, menekan-nekan sesuatu di baliknya, dia merasa pusing terhadap rangsangan dua tempat, satu di penis, satu di sekitar pantat. “By.. ngh! Byyy!”
“It’s okay, you’re doing good, Baby,” Kevin terengah-engah ketika jari menyisip ke dalam, saluran langsung membiasakan sejenak, memijat-mijat tulang yang memompa perlahan. Dia berupaya meredam erangan kenikmatan di balik telapak, walau ruangan studio kedap oleh suara. Memperhatikan betapa fokusnya Juyeon menyiapkan sarang, tidak mau membuat Kevin kesakitan. “who’s my good Baby hmm?”
“Me..” lirih Kevin tak sadar menandakkan pinggul, tangan bebas Juyeon menggenggam si batang, mengurut-ngurut sesuai irama pompaan. Mengumpulkan bulir precum sesekali menjilat di lubang kemih. “mmh!”
“Aku makan boleh?”
Semburat merah memadamkan separuh wajah Kevin, lubangnya terasa mengetat di sekujur digit sementara Juyeon menyeringai pada respon tersebut. Dia pernah dimakan, dan rasanya geli-geli nikmat terutama lidah Sangyeon menggores setiap kerutan dinding tanpa merasa jijik. Kali ini giliran Juyeon yang meminta izin.
“B-boleh..” pemuda surai cepak antusias mendengar persetujuan, langsung saja ia melepaskan tautan digit kemudian membawa paha Kevin menekuk di atas dada, mengekspos segala keintiman, kerutan menarik perhatian, seiring helaan napas lelaki manis. Juyeon tak sadar menjilat bibir, lalu menyapukan indra pengecap di bagian paha dalam, membuahkan remangan di sekujur rambut-rambut halus dan tentu saja rintihan dari Kevin sendiri.
The taste of him was beyond Juyeon. It cannot be compared to his other babies, well Eric punya kenikmatan khusus sementara Hyunjae memang selalu beraroma memabukkan di sekitar sana, tapi tidak dengan Kevin. Lingkaran cincin yang terbentuk selalu berdenyut setiap lidah Juyeon berkeliaran, hidung bangirnya digesekkan pada bola kembar yang menguat, menaikkan keinginan Juyeon untuk segera menyantap, tidak sabar namun harus berlaku lembut supaya Kevin tak ketakutan. Sebuah jilatan panjang tercipta sebelum bibir menempel mendadak, Kevin berteriak panjang, refleks menegang. Tak membuat Juyeon berhenti, sebaliknya pemuda tampan mengulum liang, membunyikan becek antara saliva dan sarang.
“Fuck-aah B-By-“ lelaki manis itu tidak tahu harus menaruh anggota gerak yang gemetaran, tangan kanan bersatu erat dengan sang Papi, sedangkan tangan kiri tampak memukul-mukul alas sofa. Juyeon mengadu pandang dari bawah, sungguh terpesona pada ekspresi liar yang dipamerkan si Bayi. Manik sipit menanar, mulut terbuka membuang napas, jakun naik-turun menyuarakan desahan puas.
“Do you like it?”
Kepala Kevin terangguk-angguk, semakin erat menggenggam jemari panjang Juyeon, tangan kiri mencoba memainkan penis, alhasil ditepis perlahan, membuahkan rengekan, “No touching yourself,”
“Please please wanna come-“
“Aku baru makan sedikit kenapa kamu sudah mau keluar heum?” Juyeon menjilat liang kembali, menggigiti sekujur otot tipis sebelum menerobos masuk. Kevin berteriak kencang, menjepit pemuda di selangkangan menggunakan dua kaki jenjang.
“P-Papi..”
Panggilan laknat yang dibenci Kevin akhirnya terlolos dari belahan ranum tipis. Manik Juyeon membulat sedikit lalu menyaksikan respon si Manis. Dimana bayinya sekarang terengah-engah dengan seluruh badan dihiasi semerbak merah, oh dan bulir putih di puncak kejantanan. Seringaian merebak, menandakan kebanggaan. That not so bad for Kevin to calling him one.
“Yes Baby Moon?”
Kevin memanyunkan bibir, “Kiss me, Papi..” rengeknya menghasilkan milik Juyeon tambah berdiri, hehe, he’s a simp for Baby Moon, isn’t he? Tentu saja dia langsung mengabulkan permintaan, rela berhenti menyantap suguhan demi menautkan ranum keduanya. Lelaki surai pirang mempertemukan penis mereka, meredam erangan dalam sambungan nan panas.
“Papi nghh Papi..”
“Iya Baby, Papi di sini,” sumpah Juyeon nggak bisa menahan diri untuk tidak menyengir lebar akibat pemanggilan berulang-ulang tersebut. Kalau tadi Kevin tampak malas ketika menyebutnya Papi, kini dengan keadaan terangsang ia tambah menggemaskan setelah melontarkan panggilan. That doesn’t mean Juyeon dislike the label ‘By’. It’s just the way he said Papi like a lightweight would be.
Kedua bukan sejoli mulai menggencarkan serangan di setiap parasan kulit, mengembangkan penandaan, sekalian Juyeon mempersiapkan lubang Kevin lagi. Tiga digit menembus sempurna, kebas nan perih namun dia dapat menerima. Bahkan pinggul berlekuk bak wanita kini ikut menyamakan tempo, bersemangat hendak dimasuki benda panjang berurat. Juyeon melumuri penis dengan sisa pelumas yang dibawa, merobek satu bungkus kondom sebagai pengaman mereka pertama kali.
Although he didn’t fond of it.
“Papi..” lirih Kevin saat Juyeon sibuk menurunkan lateks tipis di batang sendiri, ia menggumam membalas, mengadu pandang ke netra nanar. “nggak mau pake itu..”
“Baby yakin? Nanti susah loh bersihkannya,”
“Want it raww..” lirihan berkedok rengekan terdengar menggedor-gedor gendang telinga, jantung Juyeon juga menyamakan detakan, perlahan menarik si pengaman menjauhi kemaluan.
“Baby, you sure?”
“Just fuck me now, Papi!!”
Juyeon mengendikkan bahu sembari mengocok kejantanan, mengarahkan puncak gemuk di lingkaran kenikmatan dunia sesekali menubruk-nubruk kecil, Kevin mencoba rileks, menatap langit-langit studio seraya menghela napas begitu dirasa sesuatu hendak melewati kerutan otot. “MMH-“
Peregangan terasa sangat nyata menampar muka. Nyawa Kevin berada di ujung kepala, padahal dia pernah melakukan ini sebelumnya, tapi minimnya frekuensi menyusahkan diri buat terbiasa. Juyeon menangkap raut kesakitan sehingga bergerak di atas pemudanya, memerangkap figur kurus sembari menggoyang kecil-kecilan, kecupan halus melayang, bisikan penenang didendangkan, Kevin terbuai dengan itu semua, sarang sedikit demi sedikit mau membuka untuk invasi barang tebal.
“Baby.. fuck..” geram Juyeon menahan beban agar tidak menghentak maju, melihat Kevin begitu tersengal-sengal mengambil udara membuatnya tak tega melanjutkan. “you’re so tight, Baby Moon,” Kevin sontak sumringah, melebarkan senyum yang selama ini dikulum karena menahan perih, Juyeon merefleksikan raut, lembut sekali. Bagai menumbuhkan rasa percaya diri di dalam batin si Manis.
“Baru kepala ya By?”
Oh. Sudah sadar rupanya. Juyeon melirik ke bawah, menemukan mahkota gendut belum masuk sepenuhnya tapi tetap menyangkut meski tak etis. Ia menatap sang bayi, dikasih anggukan sekali, membuatnya melebarkan pipi bokong kenyal dan bergerak maju pelan-pelan, Kevin memejamkan mata, menikmati sensasi penuhnya ruang sempit berkontraksi sepanjang batang tebal, Juyeon diam-diam menggeram, menyembunyikan wajah di ceruk leher berkeringat, menguarkan kesegaran meski pemiliknya berpeluh hebat.
“It’s all in, Baby..”
Kevin siap berpegangan di tengkuk, memijat-mijat area sekita secara lembut, berupaya memberikan rileksasi supaya tidak terlalu tegang, Juyeon mensejajarkan tatapan mereka, mendapati kesayangannya mengulas senyum manis.
Shit. He’s greedy.
“Gimana perasaanmu, By?” tanya si Tampan kasual, terdengar gelak tawa serta pukulan main-main mendarat di punggung lebar, tak lupa ada semburat merah muda menjalari pipi kurus pemuda di bawah.
“Penuh pake banget, how the hell Jeje can take both of you huh?” balas Kevin bertanya balik seraya mengerucutkan kening. Juyeon sebenarnya malas membicarakan orang lain saat mereka sedang memadu kasih, apalagi ini hubungan intim pertama mereka, masa membahas bayi keduanya sih?
“Dunno, mungkin karena dia udah biasa digilir tiap kali aku kepingin,”
“You just have insatiable lust, Juyeon,” jawab Kevin menghela napas panjang, “and he’s madly in love with you and willing to do everything to get your attention,”
“Aku pikir kamu nggak seperhatian itu,”
Si Manis menaikkan satu alis, “Aku pendiam bukan berarti aku nggak mengamati keadaan,” dia menatap lelaki di atasnya lamat-lamat, “kalau kamu nggak suka dia, kenapa masih kasih harapan?”
“Aku nggak kasih dia harapan,” gumam Juyeon memandang lebih serius, “it just happened naturally, kayak kamu coba satu permen dan nggak bisa berhenti buat nyicipin terus menerus, sampai pada akhirnya kamu bosan sama rasanya,”
“Will it be my ending then?”
Juyeon terhenyak, manik Kevin menyiratkan sesuatu yang berhasil mengambil alih seluruh kalimat di benak. Hebatnya dia tak dapat berkata apa-apa. Cepat atau lambat, ia harus memutuskan perasaan apa yang sebenarnya dimiliki kepada kawan sebaya beda sebulan ini.
“No.”
Sekarang Kevin lagi yang diam. Gagu hendak mengutarakan sahutan. Dia mengulum bibir bawah, lalu tiba-tiba mengalihkan pandang, masih belum bisa menerka isi pikiran Juyeon sampai saat ini.
“You won’t end up like him,” bibir kenyal bergerak, mendaratkan kecupan di sudut bibir lawan main, siratan keyakinan maupun kepastian tersampir, menggetarkan jantung Kevin yang sedari tadi berantisipasi. “mungkin sekarang aku belum bisa bilang I love you, tapi aku yakin aku mau kamu, Kevin..”
“Kasih tau aku secepatnya kalau kamu berubah pikiran,” bisik si Manis mendadak ingin menangis, dia tidak ingin terlalu mempercayai omongan picisan sebab Juyeon adalah bajingan. He’s a manipulative bastard and a selfish human being. Kevin tidak ingin jatuh ke lubang yang sama seperti Hyunjae.
Juyeon tak berkata apa-apa selain menyusuri garis leher pemuda lain menggunakan hidung bangir, hendak mengingatkan bahwa mereka masih punya sesuatu yang harus diselesaikan. Kevin memahami isyarat tersebut lalu memutuskan menjauhkan segala pikiran buruk, ketika pinggul Juyeon bergerak mundur, di situlah nafsu mengambil alih.
“Ah.. aaah..”
Sofa di studio bergerak menabrak dinding beton, sesuai dengan tempo genjotan lelaki surai hitam. Poninya menempel di kening, mulut terbuka memberi jalan untuk pernapasan, bersamaan Kevin merespon dengan desahan patah-patah, menikmati bagaimana puncak gendut diarahkan ke atas, tepat di buntelan sensitif.
“Ngh- nghhh By..”
“Baby..” desah Juyeon sangat berat di indra pendengaran, membuahkan raungan serta remangan seluruh kulit. Kevin mengaitkan tumit di tulang ekor Juyeon, memeluk erat-erat menjadikan penyatuan mereka lebih dalam. “fuck Baby..”
“Juyeon.. ngh Juyeon..” Kevin meregangkan leher, kode minta dicium di sana, Juyeon bergegas menuruti, sambil menggoyang konstan, ia membubuhi daerah sensitif tersebut dengan lumatan maupun gigitan.
Bunyi tamparan antara panggul dan pantat menggema di penjuru ruangan kedap suara. Perut Kevin mulai mengikat membentuk simpulan, pertanda ia ingin sampai, kejantanan kurang lebih itu tergesek perut Juyeon, tanpa disentuh sama sekali, bulir mani mulai membasahi otot abdomen sendiri.
“By, d-deket..”
“Mau sama-sama?” tawar Juyeon melepaskan kuluman, Kevin mengangguk cepat, menjerit lantang begitu sang Papi menggenjot cepat-cepat, menabrak buntelan rentan tiada ampun hingga ia kewalahan. Dia hanya meracau tak jelas, disusul putih menembak kuat mengenai dadanya.
Juyeon mendesah begitu melihat pemandangan, menumbuk sekali lagi mengakibatkan ia tiba di dalam Kevin. Melukis benih di dinding ketat, berkedut-kedut setelah pemiliknya meraih klimaks duluan. Kedua bukan sejoli sama-sama tersengal, menukar napas di wajah masing-masing sebelum berpelukan. Tepatnya, Juyeon mendekap posesif, sementara Kevin memindahkan kalungan di tengkuk menjadi ke pinggang mungil idaman wanita.
“Aku nggak mau pulang,”
Pemuda yang ditindih sempat meloloskan tawa, mengusap kepala bagian belakang Juyeon sekaligus memberi pijatan lembut, “Kamu yakin mau tidur di sini?”
“If we go home we’ll be strangers to each other,”
“Really?” Juyeon menggumam, meredam suara di ceruk leher Kevin lagi seolah-olah tempat itu menjadi rumah terbaik untuk menyembunyikan kegundahan. “tapi peraturan kita sudah kecoret, By, kamu sendiri yang bilang,”
“Aku cuman takut Sangyeon Hyung ngamuk karena aku berhubungan sama dua bayinya,”
Kevin menahan diri sebentar, jari-jemari setia menggaruk rambut yang tumbuh di belakang kepala, memikirkan jawaban buat pernyataan Juyeon.
“He won’t be mad I guess, if we tell him the truth. Aku malah takut Hyunjae Hyung tiba-tiba bunuh aku gara-gara main sama kamu,”
“Aku yang maju duluan ngelindungin kamu,” si Manis tertawa geli, menarik Juyeon supaya mereka bisa saling menatap, kini giliran dia yang mencium duluan, merasakan tekstur kenyal di atas parasan bibirnya. Juyeon memperdalam sebentar, menyatukan belahan seperti kepingan puzzle, slotted perfectly.
“We can keep it as secret till you want to tell them, it’s not like I have another person other than Sangyeon hyung to have sex with,”
“How about you and Jacob Hyung?”
“He’s my bestfriend and my brother, By, and I’m a bottom by heart so I cannot imagine us having sex like you,” ujarnya seraya menyentil hidung mancung Juyeon, pemuda itu mengerucutkan bibir, mendadak cemburu pada kedekatan anggota asal Kanada tersebut.
“Jadi kamu cuman main sama Sangyeon Hyung?”
“Yes, he took my virginity, and second experience I got a threesome with him and Jacob,”
“How the fuck I don’t know about this?!” sahut Juyeon tak percaya, Kevin mengendikkan bahu.
“You’re too caught up with this relationship I guess?”
“A threesome?” si Tampan masih tidak dapat menduga, bahkan membayangkannya saja susah. Kevin melayangkan cubitan di pinggang supaya berhenti mengulang cerita. Memang cuman mereka saja yang bisa threesome? The other group also can.
“Yes, if you must know the detail, he fucked us by turns, oh I made out with Jacob too when he did that,”
“God, why I just noticed you now instead of years ago?” tersirat nada penyesalan di kalimat yang Juyeon ucapkan, dia tampak kesal pada dirinya sendiri yang terlalu memperhatikan Hyunjae sementara Kevin seorang cukup membuat jantungnya berdebar kencang.
Pemuda rambut pirang mematri senyum tipis, tidak bisa menjawab juga lantaran dia pun tidak memperhatikan Juyeon sampai detail. Dia cuman tahu temannya ini sangat cuek dan brengsek. Mempermainkan hati Hyunjae yang bucin parah terhadapnya.
“Tapi kamu sekarang di sini, nindihin aku,”
“After The Princess has made up, Kevin Moon,” Juyeon menghembuskan napas panjang, mendusel wajah Kevin gemas, mendapat kekehan geli. “Tuhan capek sama mereka yang kelahi tanpa henti,”
“And whose fault is that huh?”
Juyeon memainkan bibir, tampak berpikir, “Younghoon Hyung?”
“And you.”
“Loh? Kok aku?”
“Kalau saja Younghoon Hyung balas perasaan Chanhee sama kayak kamu balas perasaan Hyunjae Hyung, perseteruan bodoh ini nggak mungkin terjadi, Lee Juyeon,”
“Tapi aku nggak punya rasa sama Hyunjae, By!” kilah Juyeon tak mau kalah, menyebabkan Kevin memutar mata malas.
“Tapi kamu kasih harapan ke dia, Juyeon.”
“Fine.” Juyeon menggembungkan pipi, “fine this is all my fault, I can’t help it he’s tasty, dan aku pemuda hormonal yang nggak bisa nolak semua itu,”
“Yeah. I know.”
“By, kamu marah?
“Marah kenapa?” oh lihatlah alis Kevin curam satu.
“Kamu mau aku berhenti main sama Jeje?”
“For what? He’s your baby before me, why would you do that?”
“I don’t know, supaya kamu nggak cemburu?”
“Aku nggak cemburu.”
“You said that without looking directly into me.”
Netra kucing kembali bertemu, dan Juyeon tak menemukan kecemburuan ataupun kebencian terpendar di sinar pandangan lelaki asal Kanada. Hanya ada tatapan dingin seperti menyatakan kesungguhan dari lubuh hati terdalam.
“Aku sudah siap sama konsekuensinya.”
Juyeon menggigiti bibir bawah, kikuk sendiri sebab menjadi manusia paling egois sepanjang masa. “Kamu nggak cemburu..”
“Untuk apa? Nggak ada yang perlu dicemburui, aku bukan pacarmu,”
“I had a proposition yesterday, about a date but you declined,”
“Trust me you still need Eric and Jeje *so you cannot take me on a date,” jawab Kevin setengah berbisik, tidak melanjutkan kalimat setelahnya meskipun ingin. Juyeon terhenyak kembali, bak menyetujui walau mulut memberontak mengatakan sebaliknya. Kevin memberi tatapan keyakinan sekali lagi sampai akhirnya ia menyerah dan mendekap si Manis lebih erat.
Biarkan keduanya seperti ini, menjalani hubungan rumit entah sampai sesuatu terjadi.
And that was final ending of Bang Boyz, bagaimana awal mula perjanjian tidak tertulis dibuat hingga lenyapnya peraturan memudahkan mereka saling berbagi satu sama lain.
‘Because I’m possessive as fuck if I said yes to your offer, and not willing to share you with them anymore,’ itulah yang ditelan Kevin bulat-bulat dan tersimpan rapi di relung hati. Hanya dia dan Tuhan yang tahu selama apa ia menyembunyikan perasaan aslinya dari Juyeon.
.
.
.
Fin beneran deh cape banget gua ngerjain ini doang😭