rymafein

place to reveal myself

salah satu sample Good Girl Gone Bad, kalo ada yg tertarik ya aku lanjut, kalo nggak ya welcome wb🤭

***

Pintu ruangan tertutup seketika dan Juyeon refleks melirik kepada seorang gadis yang berdiri kikuk di dekat benda penghubung, ia berupaya menahan senyuman, tergantikan oleh raut datar serta naiknya kedua alis tebal.

“Iya Pak?”

“Laporan yang saya suruh tadi kamu bawa?”

Hyunjae memperlihatkan sebuah map terisi lumayan, Juyeon mengangguk lalu mengisyaratkannya duduk. Gadis itu bergerak patuh, menempatkan bokong terbalut rok hitam ketat selutut di alas kursi empuk.

“Kok disitu?”

Si Manis menyeringitkan dahi, cukup bingung akan pertanyaan absurd. “Kan memang duduk di sini?”

Sit in front of me.”

I am.” jawabnya kekeuh, mengerjap-ngerjapkan mata sembari mencerna maksud dan tujuan sang atasan memanggil ke ruangan secara mendadak. “where am I supposed to sit though?”

Secara gamblang, pria lebih tua menggeser beberapa berkas di tengah-tengah meja, lagaknya memberi ruang kepada Hyunjae agar duduk di ruang tersedia, membuahkan manik secantik rusa membulat tak percaya.

“Tunggu apa lagi, Hyunjae?” Juyeon bersuara dalam, menatap lekat-lekat dengan kilatan sensual meletup di manik kucingnya. Gadis surai panjang tersebut berdiri perlahan, melangkah menuju posisi Juyeon sekarang kemudian melompat ke tempat yang disediakan.

Figurnya menjadi lebih tinggi, menyebabkan Juyeon musti mendongak meski sedikit. Dia menelan ludah, tidak mengucapkan sepatah kata selain menghela napas.

“Sekarang bacakan laporanmu sambil saya makan kamu,”

Sungguh mulia sekali hati bosnya sore ini. Semenjak mereka terlibat hubungan badan beberapa bulan lalu, libido pria ini semakin meledak-ledak entah kapanpun atau dimanapun ia meminta. Hyunjae bukannya tidak suka, dia sangat terbuai terhadap sentuhan Juyeon sehingga sering ditemukan tidak fokus saat bekerja.

Bukankah dalam ranah pekerjaan ada yang namanya sikap profesional? Tapi kenapa sang atasan malah seperti orang kehausan di gurun Sahara? Tidak bisakah ia menunggu sampai tiba di apartemen salah satu dari mereka?

“Pak, lagi pengen ya?” itu saja pertanyaan si gadis bersamaan Juyeon melebarkan kedua tungkainya, rok otomatis turun mengekspos paha montok sewaktu ia menekuk di atas meja, memamerkan celana dalam renda tanpa mengenakan legging pendek maupun kain penutup lainnya. Seakan sudah tahu kalau Juyeon selalu siap menyerang kapan saja.

Juyeon menyengir, mendekatkan wajah demi mengendus area sekitar, tidak banyak memberi jawaban, hanya menenggelamkan muka, Hyunjae tak sadar meremat map di tangan, menancapkan geligi di ranum bawah, apalagi kini hidung bangir Juyeon menabrak bagian tersensitif di tubuhnya.

“P-Pak..”

Read your report, don't mind me here,”

Yaelah gimana bisa dia melaporkan hasil kegiatan kantor kemarin kalau setengah isi otaknya meleleh akibat bibir Juyeon di material. Basah mulai mencetak, paha Hyunjae gemetaran menahan supaya tidak menjepit kepala di selangkangan, pinggul secara halus bergerak ingin menggesekkan organ intim pada bibir plump kesukaan.

“H-how can I– nghh..”

“Hyunjae..” tegur Juyeon mendongak memberi tatapan tajam, si Manis menggigit bibir kuat-kuat, tremor menghantam persendian tangan sehingga ia agak kesusahan memulai kalimat.

“J-jadi.. laporan k-kit ngh.. kita kemarin-oohh..” Hyunjae berhenti seketika, geligi Juyeon bermain manis di klitoris meski masih tertutup kain, menyetrum nadi-nadi agar bergerak lebih rentan tepat di satu titik. Tetes-tetes cairan merembes dijilat oleh Juyeon, tak ada keinginan untuk dilepaskan sama sekali, sebaliknya dia bergerak menghisap, merasakan sendiri sensasi celana basah karena lendir sekretarisnya sendiri. “hhh.. Pakk..” rengek Hyunjae mulai menggelinjang ke sana kemari. Menyebabkan Juyeon menghentikan sejenak, mengadu pandang dari bawah.

“Saya suruh apa, Lee Hyunjae?”

“T-tapi Bapak godain saya terus,” keluh gadis manis tersebut tersengal-sengal, tidak biasa diperlakukan seperti tadi. Apa bosnya sekarang menumbuhkan kink baru? Juyeon mendengus, kembali mendaratkan jilatan panjang hingga basah sepermukaan dalaman. Hyunjae telah mengatupkan mulut menggunakan telapak, map terdampar di atas meja samping badan.

Can't help it, saya mikirin kamu dari tadi,” ucap sang atasan santai, seolah aksinya tidak merugikan orang lain, termasuk Hyunjae sendiri, “I just thought something about how will you react if I eat you while you read your report to me,” ia melanjutkan sesekali menghisap kecil, klitoris dibalik kain diemut-emut macam permen, menambahkan setruman listrik dan keluarnya lendir bening membasahi.

I-I'm flattered and confused..” Hyunjae merengek di sela-sela sahutan, mengangkang lebih lebar lantaran Juyeon benar-benar menyusup di antara kaki. “Pak please.. please kenapa nggak diturunin sih?”

“Ya mau nguji doang,” kali ini Juyeon menusuk-nusukkan ujung lidah di liang, gesekan kain pada pintu masuk terasa pedas tapi nikmat bagi Hyunjae, “mau bikin celana kamu basah biar kamu nggak nyaman pas pulang,” bibir kenyal menapak kembali, menghisap tiada henti, membunyikan becek akibat cairan yang mengalir.

“S-saya bawa celana kok,” erang Hyunjae masih juga punya nyali buat menyahuti, sementara Juyeon tertawa di sela-sela santapan, menarik si kain supaya dapat bertamu sebentar secara polosan, “ohhh! Nghh Pak!!”

Decak bibir si lelaki dan bibir bawah si perempuan saling memantul di penjuru dinding, Juyeon begitu terbuai akan mainan di antara ranum sendiri, menikmati bagaimana dagunya dibasahi aliran tak henti. Tangan kanan Hyunjae berhasil meremat surai cepak, mendorong kepala Juyeon agar menjangkau lebih dalam sesekali ia menggerakkan pinggul. Rintihan demi rintihan terlolos dari pita suara, menaikkan intensitas nafsu di sekitar, melenyapkan akal sehat soal pelaporan perusahaan.

“J-Juyeon.. ngh dekeet..”

What should you call me, Sweetie?”

Rona merah menjalar di pipi tembam, menambah kegemasan serta kemanisan berkali-kali lipat, Juyeon menunggu sebutan dilontarkan, bersamaan ia masih tamak memakan.

“Mas..” desah Hyunjae pada akhirnya, Juyeon menyeringai kesenangan, membantu gadisnya meraih klimaks dengan memainkan bibir di liang serta jempol mengusap di klitoris. Hyunjae berulang-ulang memanggil namanya dengan embel-embel, menyebabkan celana kain di selangkangan menyempit minta dipuaskan.

“Aaahh! Aahh Masss..” hanya dua kali hisapan kuat, gadis termuda berhasil melepaskan hasrat, pinggul tertandak-tandak hebat, nyaris merosot ke lantai bila Juyeon tak menahan. Segala permukaan meja berbahan jati basah membentuk kubangan, celana renda rusak tercetak klimaks. Hyunjae berusaha menarik napas, walau keinginan menggeplak kepala Juyeon sudah sampai ke tangan.

Tiada merasa berdosa maupun bersalah, pria rambut hitam mematri cengiran jahil saat mendapati asistennya terengah-engah, telapak tangan menangkup pipi hingga bibir tipis menyatu kemudian mempertemukan mereka dalam tautan candu. Hyunjae mengalah, dia nggak akan bisa menang dari lelaki ini selain menikmati apa yang disuguhkan. Klitorisnya berdenyut-denyut di balik material, memberitahu sesuatu tentang ketidakpuasan karena masih terperangkap kain basah nan lembab.

Begitu untaian saliva terputus di ranum keduanya, netra langsung saling menatap. There's a hint of something beyond the lust, membuat mereka tak sabar hendak beradu di kasur.

How's your report, Sweetie?”

Kurang ajar, sempat-sempatnya si Tampan bertanya dengan cengiran khas terpampang di wajahnya. Mengundang gadis manis tersebut mengguncang-guncang pundak kokoh lantaran tersulut kekesalan.

“GANTIIN CELANA SAYA PAAAKKK!!!!”

Ya begitulah kalo ketagihan main sama asisten sendiri. Apakah cinta akan tumbuh di antara mereka? Atau Juyeon malah kembali sama tunangannya?

Nyiehe.

Cuman sampel aja kok, menguji apakah aku masih bagus bikin cerita jorok🥲

Apa perlu dilanjutkan??

CLX – DRINK IT

***

Ada yang tahu mitos vampire berkeliaran di Ibukota?

Hmm, mungkin ini terdengar sedikit aneh, dan tidak masuk diakal, aku tahu, tapi begitulah kenyataannya. Di kota ramai ini masih ada orang-orang yang berpikir sosok misterius berkulit pucat berkeliaran di khalayak keramaian, entah berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, entah berkoloni atau individual, mereka menyamar, menyematkan mantel di pundak, menghindari tempat-tempat terang, supaya tidak gosong dibakar terik matahari.

Ya, they put the sunscreen on use, so they didn't want to waste it.

I mean, living creatures like human also wear one, don't they?

Doesn't mean they're vampires.

Except, they really are, if you found one of them has a little dot of blood on its lips.

Creepy. Very. Fanny juga memikirkannya.

Mereka tampak aneh, tetapi penampilannya sangat menawan. Apa karena vampir memang dibentuk seperti itu? Menggoda iman agar mangsa dapat terjerat cepat, masuk dalam kurungan?

Dia punya darah spesial, kata salah satu dari mereka. Mungkin yang paling tua, Finn, sewaktu mereka ia ditarik masuk ke sebuah ruangan. Rumahnya terlalu besar untuk koloni berjumlah enam orang, yet somehow it fitted perfectly for them to live, to hide from demons.

Demon. Iblis.

Satu hal yang tidak masuk akal di kepala Fanny pertama adalah keberadaan vampir, dan kali ini dia harus diperkenalkan lagi dengan makhluk ganas lain bernama Iblis.

Tunggu- dia tidak terjebak dalam film Mortal Instrument kan? Melihat ada dua makhluk mitos berada satu dunia dengannya, apakah sekarang ia tengah bermimpi? Cubit tangan- aw!

Senyuman jahil terpampang sesudah gadis berambut cokelat nan panjang sepinggang berhasil mencubit lengan atas yang tak tertutupi apapun, Fanny menyeringitkan dahi, mengusap permukaan secara halus sembari menatap tak suka.

“Sorry, you said you want a pinch, didn't you?”

No I- huft. Enough with the bullshit, lagaknya si gadis iseng punya kekuatan magis soal membaca pikiran orang.

“Yup, I do.”

“Okay, enough Stella go back to your room,” Finn bersuara sekaligus memutar mata malas, gadis yang dimaksud mengerucutkan bibir, menatap Fanny sekali lagi lalu menyeringai.

“We're going to have fun together,” gumamnya sebelum berlalu meninggalkan angin yang membawa pesan di telinga. Fanny menegak ludah, tidak dapat menduga apa-apa tentang semua yang ia hadapi sekarang. Perkara pertama ia tak sengaja berpapasan dengan Dareen, yang sayangnya tak bersembunyi saat menyantap hasil buruan di taman belakang sekolah. Setitik darah menetes di sudut bibir, sekejap Fanny ingin berteriak, pandangannya mendadak gelap.

“I just want a favor from you, Fanny.”

“What favor?” ia mendengar suaranya lolos, Finn menghembuskan napas panjang, menegakkan postur badan yang selama ini membungkuk lalu menopang dagu menggunakan kedua tangan pucat yang dimiliknya.

“You have something inside you, and we need to feast it,”

The hell-

Fanny menyeringitkan dahi, “I have no idea what you're talking about,”

“Your energy, whole of it, has something that can attract demons to attack you, and we need that to live, to gain power,”

“Is this your way to tell me, you'll bite me?”

“Not just me, all of us, six of us,” tutur Finn lagi, kali ini ia mulai rileks, setelah sekian lama kaku berhadapan dengan manusia spesial sepertinya. Ia bisa mengulas senyum, tipis sekali membentuk garis, tapi sorot matanya mengatakan hal menyedihkan. Seakan hidup mereka ada di tangan Fanny.

Fanny masih tidak mengerti. The Almighty, arrogant hell creatures like them, bergantung padanya? Haha. Too good to be true.

“That's nasty,” sahutnya pada akhirnya. Finn menaikkan satu alis, sehingga ia buru-buru melanjutkan, “no need to flatter me about my oh-so-energy, you can just say you want to bite me and turn me into one of you,”

Finn terlihat hening, walau kilatan emosi sekilas tergambar di netra kuningnya. Mereka masih saling menatap sampai perempuan surai pirang tersebut berdiri pelan-pelan, gerakannya halus dan sangat anggun, memancarkan pesona makhluk paling tua di komunitas.

“We'll see.”

Fanny memiringkan kepala, tiba-tiba menjadi kaku, anggota badan tak dapat digerakkan dan satu hal terlintas di benak, ya, dia baru saja membunuh dirinya sendiri. Finn berjalan ke arah ia berpijak, beku di tempat, tak bisa berbuat apa-apa selain membalas tatapan. Pemimpin klan itu berhenti di dekatnya, tepat di telinga, tidak untuk berbisik, melainkan memberikan jilatan berkedok peringatan.

That was terrifying, the way she was shivering as the after effect of the licking.

Then her vision became dark, Fanny tidak mengingat apapun sesudahnya.

***

It stings.

Rasanya seperti ditusuk jarum, bukan hanya satu, tapi ada banyak, dan ia merasa aliran darahnya melaju ke satu titik, pegal, perih, menyakitkan serta sesuatu panas bergejolak di rongga dadanya.

Fanny pelan-pelan membuka mata, terperanjat di alas tidur begitu menemukan dua sosok perempuan sedang menghisap bagian kakinya. The fuck! Bagaimana bisa mereka sudah menyantapnya macam makanan bintang lima disaat ia sama sekali belum memberi izin.

“Relax,” si rambut hitam legam menaruh telapak tangan tepat di wajah, menghalau pandangan sehingga Fanny menghindar, tak ingin dibatasi. Vampir itu mengendikkan bahu kemudian melanjutkan pekerjaan. “we're almost done,”

“What the fuck do you think you're doing, you Maniac!” teriaknya berupaya menarik kedua anggota jalan, namun seperti awal-awal, dia mati rasa, mematung, memasrahkan darahnya mengalir ke dua mulut yang terbuka. Salah seorang dari mereka berhenti sebentar, menjilat sudut bibir seakan tak mau ada yang terbuang dari hasil penyantapan ini. Menyebabkan Fanny mual, ingin membuang isi perut meski jantungnya berdebar kencang penuh antisipasi.

“We feast you, didn't Finn tell you about it?”

“Nid, I think she lost it,”

Si rambut hitam, Nid, memandang kawannya tidak mengerti, “Oh.”

Shea menggeleng kecil, lalu mengarahkan tatapan ke Fanny lagi, “Sorry little one, but you're ours now, you can't go anywhere,”

“I have life, fuck you.”

“We know, but we also don't want to waste you to the demons,” vampir bernama Shea menatap kasihan.

yaudah sampai sini aja.

Cranky B👶

“Kamu ngapain sama Younghoon tadi?”

Kan. Benar. Juyeon memang punya kekuatan magis dalam menerka isi pikiran manusia, terutama yang bernama Lee Jaehyun. Dimana lelaki cantik itu menyilangkan lengan di depan dada sembari bersandar di ambang pintu kamarnya. Dirinya sendiri tengah memasukkan barang-barang ke dalam tas, sebagai alasan agar bisa menyelinap ke asrama lama. Apa lagi kalau bukan melanjutkan kesenangan?

“Kenapa?” ia terdengar bertanya sambil mengunci resleting tas, menyampirkan ke pundak bersamaan mengadu pandang. Hyunjae tampak kikuk, namun tetap memasang raut cemberut.

I want you too.” rengek si Cantik mengerucutkan bibir seraya mengayun-ngayunkan oktaf suara menjadi anak kecil. Lagaknya bak minta dibelikan permen kesukaan di supermarket.

Juyeon menaikkan alis, bukankah di LA mereka sudah pernah melakukan sebelumnya? Kenapa Hyunjae mau lagi?

“Aku pikir setelah di LA kita selesai,” jawab lelaki termuda di antara keduanya masih menatapi Hyunjae secara intens, menyebabkan kaki-kaki jenjang tersebut goyah akibat kecanggungan mendera. “didn’t get an idea you want to be exclusive,”

Hyunjae menjulurkan bibir bawah, manik bulat itu mengerjap-ngerjap seolah tahu kelemahan Juyeon ketika berhadapan dengannya. “Aku nggak mau cuman sekali, aku maunya berkali-kali!” sahutnya menompak-nompakkan kaki, sehingga Juyeon menghela napas lalu menjatuhkan tas ke lantai kembali. Dia duduk di kasur, sedikit mengangkang bermaksud mengundang pemuda lain duduk di tengah-tengahnya.

Then quick, I have something to do,”

Just blowie?” tanya Hyunjae agak kecewa tapi tetap menyeret langkah sesudah menutup pintu kamar sang adik, membawa diri bersimpuh di depan kejantanan Juyeon yang masih terbalut jeans.

Why? Do you want more?”

“Kamu belum jawab pertanyaanku soal Younghoon tadi,” gerutu lelaki rambut cokelat mulai melucuti kancing maupun resleting celana secepat kilat, mendadak berliur ketika menemukan gundukan yang pernah menyodoknya sampai biru. “fuckk nghh Juyeon wanna taste you again,” erang Hyunjae seperti melupakan kedongkolan beberapa menit lalu. Juyeon hanya mengumam, membiarkan kakaknya membebaskan burung kesayangan. Puncak layu sedikit bergoyang menyebabkan pekikan kesenangan terdengar. Tanpa basa-basi maupun intro, bibir tipis itu terbuka lalu menapak di sekujur permukaan, membuahkan desisan serta cengkraman di rahang.

Great lips you have, Baby..” ucap Juyeon di sela-sela gigi merapat, Hyunjae melenguh pelan, tunduk pada pujian, dia tetap menciumi sekitaran, menghirup aroma maskulin di bagian pangkal maupun bola kembar.

Juyeon menumpu badan menggunakan satu tangan ke belakang, kaki dilebarkan sedikit supaya Hyunjae dapat maju lebih dekat, tangan kanan setia menggenggam rahang bawah tembam hingga ranum lelaki di kukungan termanyun-manyun sembari mendaratkan kecupan.

Hidung bangir melesak di rambut kemaluan, menguarkan aroma memabukkan, menghambat akal sehat pemuda dalam kurungan, lidah ikut memberikan jilatan kucing, mengundang geraman terbentuk di tenggorokan, manik tajam menggelap, memancarkan kharisma yang dapat menundukkan, termasuk Hyunjae yang gemetaran sesaat bertatapan dengan sang adik. Netra miliknya berkedap-kedip patuh, akhirnya membuka mulut lumayan lebar untuk melahap kepala gemuk.

“Mmmh..” sontak kelopak mata menutup setengah begitu rongga makan bertemu barang serupa makanan, agak aneh sih menyamakan organ intim dengan benda yang dapat dimakan, tapi bagi Hyunjae rasanya memang seperti itu bila dia disuruh mendeskripsikan.

Like a never-melted ice cream with white topping on top of it hehe.

Selagi menurunkan kepala, Hyunjae mencoba beradu pandang, dan benar dugaannya, Juyeon merapatkan gigi sesekali meloloskan desisan, bahkan cengkraman di surai cokelat kini mulai menguat, sedikit lagi merontokkan dari ubun-ubun.

But who cares though?

Pipi tembam bergerak menirus sebelum bergerak naik turun, menghisap apa yang disuguhkan, berupaya membenamkan ujung indra penciuman di rambut-rambut sekitar pangkal, sukses mengaduk saluran kerongkongan hingga berbunyi sedak nan sedap.

Fuck! That’s it be a good Baby for Daddy, will you?” Juyeon dengan sangat tega mendorong kepala kakaknya agar semakin tenggelam, puncak gemuk menyembul di area leher, disodok kecil-kecilan tanpa memperdulikan suara macam tercekik di tenggorokan Hyunjae.

Mata Hyunjae telah berputar ke belakang, menampilkan bagian putih meski agak tertutup seperempat, menikmati perlakuan kasar yang diberikan seraya merayapkan tangan di kemaluan sendiri, meremas acak sampai ia terbatuk-batuk pada esensi listrik yang menyetrum peredaran nadi. Hal ini menyebabkan otot saluran yang melingkupi batang Juyeon berkontraksi sehingga sang pemilik mengumpat.

Shit. Don’t get tensed, Jae, you’ll choke yourself.”

Hyunjae menggeleng cepat, bak memberitahu kalau dia siap pada konsekuensi yang akan dihadapi. Mati dalam keadaan tercekik penis Juyeon? It’s so fucking okay. Mungkin termasuk mati dalam kehormatan (?).

Juyeon menjambak surai awut-awutan tersebut supaya menjauh sebentar, untaian ludah berulang kali menetes setelah Hyunjae lepas dari tautan, bernapas tak keruan, malah tidak berhenti batuk karena sesak di rongga dada.

Tapi dia senang kok, selow.

“Hisap, okay? Nggak boleh terlalu dalam kayak tadi,” peringat sang adik tajam, mau tak mau Hyunjae mengangguk lamat, menghisap kepala jamur itu hati-hati, meresapi betul-betul agar terus terukir di memori otak. Juyeon bersantai kembali, kali ini mengelus tulang pipi pemuda yang kepalanya naik turun tapi tidak senekat tadi. Gerakannya halus, membuai mesra mengakibatkan jantung Hyunjae berdesir aneh.

“Juyeon..” lenguh si Cantik melepaskan sejenak. Juyeon menggumam penuh tanya. Dia mengisyaratkan kaki adiknya mengelus miliknya, kemudian melahap si batang lagi sedangkan pemuda lain menyengir lebar, menuruti apa yang dimaui sang kakak. “mmhh!”

Quick make me cum, Baby,” Sebenarnya Hyunjae ingin menahan Juyeon lebih lama, namun dia juga takut kalau maksud dan tujuannya malah membuat punya Juyeon layu. Dia mempercepat kuluman, sesekali memperhatikan gerak-gerik lelaki termuda. Gigitan menancap di bibir bawah, napas menderu berat, netra penuh kelembutan itu benar-benar terlalu berharga untuk dilewatkan.

Di tengah-tengah acara kuluman mendadak, ponsel Juyeon berbunyi, sigap si adik mengangkat, menggumam sembari melirik Hyunjae.

“Udah mandi?”

Si Cantik tak dapat menangkap jawaban dari pertanyaan tersebut, tapi ia yakin seseorang di seberang pasti Younghoon. Juyeon menyeringai, tangan kiri memegangi benda elektronik di telinga, tangan kanan mengambil segenggam rambut cokelat, kemudian pinggulnya terangkat, mulai menggoyang mulut Hyunjae secara acak.

“Hmm.. good Boy..” entah kepada siapa pujian tersebut tapi berhasil menaikkan intensitas panas di perut Hyunjae, terutama di testis. Siap meluncurkan lava putih kapan saja jika dirangsang terus-terusan. “okay, tunggu lima menit, aku masih sama Jeje,”

The fuck– kan aku duluan!” teriak Younghoon jengkel. Juyeon hanya melontarkan tawa kecil, masih menyodok dinding kerongkongan.

He’s jealous you got me first of the day,”

Fuck you Jeje!”

Hyunjae tak dapat membalas raungan amarah lantaran terlalu pusing sama sodokan penis di mulut. Please dia mau keluar! Jempol kaki Juyeon kini menekan organ kemaluannya dalam-dalam, ia menggelinjang dan sampai mendadak setelah lelaki rambut cokelat itu memutuskan sambungan telepon.

Juyeon memegangi kepala Hyunjae, berlomba-lomba mengaliri saluran ketat dengan mani sendiri, si Cantik berusaha rileks, menerima cairan tanpa sisa. Bunyi ‘pop’ terdengar mengetuk gendang telinga, akhirnya ia bisa mengatur napas, duduk berlutut dengan celana basah sebagai sentuhan terakhir. Bibir membengkak, hidung ingusan, air mata memupuk di pelupuk, sempat memasang raut cemberut lagi.

“Apa?”

“Kamu harus pergi apa?”

Si adik berdiri sehabis menyusupkan kejantanan layu dalam celana dalam maupun jeans, mengancing cepat sekaligus menaikkan resletingnya. “Aku punya janji kan?”

“Kenapa sama Younghoon?”

“Karena dia siap dimasukin?” balas Juyeon lagi seraya menaikkan pundak, rambutnya disisir sedikit rapi, tak mengacuhkan sikap kekanakan yang ditunjukkan lelaki lebih tua.

Hening menyergap, Juyeon mengetahuinya. Oleh karena itu ia memusatkan perhatian, “Fine, what do you want?”

“Mau gitu juga..”

“Gitu apa?”

Napas Hyunjae tercekat seiring semburat merah muda menampar permukaan pipi, menggemaskan, menghasilkan Juyeon menarik dagunya untuk menyatukan bibir mereka bersamaan. Kakaknya ini kalau sudah ditinggal berduaan sama dia, langsung berubah manja meski punya otot dua kali lipat dari punya Juyeon sendiri.

Bisa lihat kan betapa cemburunya Hyunjae walau sempat in denial? Padahal mereka bukan siapa-siapa serta tidak punya hubungan spesial.

“Ih! Mau dimasukin.. juga..” cicitnya sangat pelan nyaris tak terdengar jika Juyeon menjauhkan wajah. Jarak keduanya sangat dekat sampai-sampai bisa menyelami makna yang tergambar di pancaran mata masing-masing.

Juyeon mengulas senyum, mengecup sudut bibir sang kakak lalu menarik diri untuk bersiap-siap pergi.

Kay. Only if you’re ready.” Itu saja jawaban si Tampan sebelum lenyap karena tidak sabar hendak bertemu pemuda lain. Meninggalkan Hyunjae dengan hati panas dan jantung berdetak-detak kencang, perasaannya sekejap campur aduk. Berniat membuktikan pada Juyeon kalau dia juga mampu menjadi penerima seperti Younghoon.

Huh. Ini adalah kompetisi, sebuah persaingan memperebutkan atensi Juyeon walau sebetulnya Hyunjae masih bingung kenapa dia serepot ini mencari perhatian sang adik.

Mereka.. laki-laki dan tak seharusnya melakukan hubungan abnormal kan?

Nggak tahu Jae, pikir aja ndiri, aku capek bikin karaktermu jadi tukang iri mulu HAHAHA. But I love making you cranky, Jeje👅.

'FILM ME UP' UNIVERSE

jubbang edition

Anggota paling kurang ajar hari ini goes to Younghoon, dengan santainya dia duduk di pangkuan Juyeon tanpa mengetahui konsekuensi yang diterima adiknya. Yap, a boner at the concert is the LEAST thing he wanted.

Warning : quickie; semi-public handjob; little fingering; sebenarnya masih panjang tapi yaudah haha

.

.

.

***

Euphoria melakukan konser kali ini berpacu di seluruh peredaran darah maupun nadi. Situasinya bisa disamakan dengan momen ketika kita sedang mabuk, atau ‘naik’ kalau kalian tahu maksudku. Dan ya, ini hari kedua mereka mengadakan, semakin panas suasana tempat, membuahkan otak tak dapat mengatur akal sehat. Mendadak tidak ada batasan serta larangan, murni hendak bersenang-senang.

Seperti yang dilakukan Kim Younghoon sekarang.

Awal mula menyanyikan lagu tak terlalu diceritakan, manik terpancar disinari lampu panggung tampak berkilau saat kesepuluh anggota menatap para penggemar, begitu banyak gejolak emosi terpendar di pandangan masing-masing, sangat meresapi lirik yang tengah dibawakan.

Younghoon melirik anggota di sampingnya, Lee Juyeon tersenyum-senyum ke arahnya sehingga ia juga tak dapat menahan ulasan di bibir sendiri, netra mereka saling melempar sesuatu tak kasat mata seraya menunggu giliran bernyanyi, tiba-tiba tiada angin maupun hujan, ia mendudukkan diri tepat di pangkuan Juyeon. Gerakannya halus, subtle, macam tak terpengaruh apapun, dan Juyeon pun berhasil mempertahankan sikap profesionalnya meski khalayak ramai berbondong-bondong meneriaki momen keduanya.

Memang sang adik sudah terbiasa pada skinship tersebut. Hell, bahkan dia kemarin sempat memakan Hyunjae sewaktu di LA. Namun, yang membuatnya terkejut sekaligus menaikkan detakan jantung dalam rusuk adalah bagaimana Younghoon berhasil menempatkan pahanya tepat di gundukan Juyeon, terbalut material kulit walau masih inaktif, tetap saja menghasilkan gesekan kecil setiap kakaknya bergerak. Sekali lagi beruntung Juyeon anak kalem, dan pernah menghadapi Lee Jaehyun sangean, jadi gerakan itu dapat diabaikan, nggak lucu jika sepanjangan konser celana dia menggembung. Bakal membuahkan banyak pertanyaan ambigu.

Semua berlangsung begitu cepat, tiba-tiba saja ketika konser berakhir, dimana mereka saling melambaikan tangan, memandangi (kalau bisa) satu persatu beribu pasang mata di area penonton, bergenggaman erat seraya berjanji akan kembali lagi esok, acara hari kedua resmi ditutup bersamaan dinding pembatas panggung dan backstage bergerak turun melenyapkan figur. Pandangan menjadi hitam, karena cat yang melapisi permukaan, dan sejenak mereka diam terlebih dahulu sebelum berpelukan satu sama lain melepas teriakan riang.

They did it very successfully meskipun kejantanan Juyeon berkata lain.

Kita nggak mungkin menunggu sampai pulang ke rumah dan melepaskannya ke Hyunjae lagi kan?’ seakan-akan penis kebanggaan sedang berbisik di kepala Juyeon. Pemuda rambut cokelat tersebut menggembungkan pipi, menatap ke sana kemari mencari keberadaan pelaku dibalik bangkitnya adik sendiri. Sesudah rambut biru berbando ditemukan, secara gesit telapak tangan jumbo melingkar di pergelangan lalu menariknya halus ke sebuah lorong sepi.

Younghoon belum dapat mengutarakan 5W 1H kepada anggotanya, terbata-bata suaranya keluar seiring mengikuti langkah bagai derap kuda menuju sebuah tempat.

“J-Juyeon?”

Juyeon bak ditulikan sesuatu tak kasat mata, berhasil menyusupkan badan pada kamar kecil yang jauh dari kerumunan dan melesakkan Younghoon dalam bilik paling ujung.

“J-Juyeon? Kenapa?”

“Aku sange, bantuin dulu,” jawab sang adik santui sembari duduk di atas penutup kloset, Younghoon menganga sejenak menatapi bagaimana luwesnya pemuda tampan selain dia membuka kaitan ikat pinggang beserta kancing celana kulit, menurunkan sedikit supaya membebaskan organ intim setengah tegang.

“Hah? Di sini?”

Juyeon memandang datar, “Siapa yang suruh main duduk di pangkuan orang huh?” Younghoon bersemu, tak menduga kalau aksinya beberapa jam lalu menaikkan libido Juyeon, apa adiknya ini sudah lama menahannya?

“Aku pikir kamu.. menikmatinya..” cicit lelaki surai biru menggaruk tengkuk canggung, Juyeon mendengus.

If I didn’t enjoy it, I wouldn’t drag you here, Hyung,” sebuah panggilan tersebut mendadak menyebabkan rambut-rambut halus Younghoon meremang, ia dengan senang hati menjadi patuh dan bertekuk lutut di pangkuan Juyeon kembali diselingi kalungan lengan di tengkuk sang adik. Sebelum bibir mendarat, ada tatapan mata yang tersirat. Waktu pun tak banyak, dengan sigap ranum menyambar. Isi kepala Juyeon pecah, sama seperti ia mencium Hyunjae, adiktif, candu, tak ingin lepas. Apalagi telinga menangkap lirihan halus keluar di sela-sela tautan.

It means Younghoon enjoys it too, right?

Setiap detik dan menit berharga untuk mereka. Selagi berpagutan kasar, mungkin akan membuahkan memar di sudut bantalan, masing-masing celana bertengger di lutut, dua kejantanan serupa berhadapan layaknya main pedang-pedangan. Younghoon terkesiap ketika Juyeon menyatukan kemaluan, mengurut batang panas dengan gesekan kasar tanpa pelumas.

“Mmh.. mmhhh..”

Juyeon melepaskan sambungan lalu beralih ke leher, menikmati betapa merdunya suara Younghoon memantul di penjuru bilik kecil, menggemakan seluruh desahan, mengetuk gendang telinga. Ekspresi yang dibawakan kakaknya sekarang nampak seperti ia melakukan syuting ‘Drink It’, begitu polos, mata membulat ditambah rahang terjatuh merasakan kenikmatan. Tangan tidak henti bergerak naik turun, menggenggam lebih erat, seuntai liur tebal mendarat turun, menciptakan bunyi basah antara dua batang.

Feels good, Hyung?” bisik Juyeon di sela-sela ciuman, Younghoon mengangguk lamat-lamat, berupaya bernapas lewat mulut, terpatah-patah meminta sesuatu yang diinginkan sedari tadi keduanya bercumbu.

Want.. your finger..”

Pemuda rambut gelap itu menyeringai, menggigiti rahang tegas hingga ke dagu menggantung sebelum mengecup bibir tebal kembali. “Finger only?”

“Kita bisa lanjutin nghh.. di rumah..” Younghoon menjengitkan badan begitu sebuah digit tebal mengusap tulang ekor, menuruni belahan, tiba di kerutan. “please.. ngh.. please..”

“Dah berapa lama kamu pengen ini, hm?” meskipun permukaan kulit terasa kering, tidak membuat Younghoon tak nyaman, sebaliknya ia makin tak sabar segera disumbat walau hanya sejari. Juyeon menjauhkan sejenak agar menyuruh sang kakak membasahi digit menggunakan liur. “there.. there Pretty Hyung..” melihat betapa rakusnya Younghoon mengulum membuat Juyeon terkekeh sembari mengusap pinggang secara sensual demi membuai pemuda lain..

Younghoon benar-benar sudah dibutakan oleh nafsu semata, ludah yang membaluri jari tengah adiknya menetes di sudut bibir, saking terlalu meresapi rasa di sekujur parasan. Setelah dirasa cukup, Juyeon menarik keluar sembari memagutkan bibir mereka lagi, langsung mengarahkan ujung digit di liang nan bekedut menunggu. “Mmhh-“

“Ada yang nggak sabar..” adiknya tak kuasa menahan cengiran, lucu melihat manusia paling tinggi di kelompok malah duduk merengek dengan mata berkaca-kaca duduk patuh di pangkuannya. Beberapa orang mengira Younghoon tampak maskulin jika dilihat dari figur bongsornya, dan Juyeon yang manis-manis karena lebih langsing dan pendek beberapa centi.

Hah. Berbanding terbalik sekarang. Dimana kakaknya tidak sabar ingin disumpal digit panjang kebanggaan miliknya. “J-Juyeon nghh cepett..” erang lelaki tertua karena belum merasakan ada kehadiran jari. Juyeon mengulas senyum, mengambil bibir bagian bawah sang kakak, mengulum hati-hati dan meneruskan pekerjaan, kuku yang telah dipotong mengais-ngais pintu masuk, Younghoon merilekskan lubang sampai Juyeon berhasil menyusupkan sepertiga jari, “aa-ah..”

Adrenalin terpacu di aliran nadi kedua anggota sebab melakukan hal tidak senonoh di tempat terbuka, dan dapat ditangkap basah siapapun, namun tidak nampak ketakutan maupun kecemasan terpancar di raut mereka, seperti terbiasa dengan semua kemungkinan yang akan dihadapi. Memang nggak ada malu-malunya ini makhluk hftt.

Dua tangan saling melingkupi batang kemaluan sekaligus jari tengah di dalam tubuh Younghoon, Juyeon merasa tulang jemari dipijat saluran hangat, panas kalau dia mendeskripsikan akibat nafsu yang berkobar di peredaran. Bibir memagut satu sama lain, pinggul Younghoon mengikuti irama genggaman tangan sekalian menyamakan tempo digit yang keluar masuk.

“Juyeon nghh.. need you..”

I know,” bisik sang adik rendah, mata kucing menatap manik sayu dari bawah, kening mengepulkan keringat membasahi bandana yang melingkar. “you need my cock, don’t you Hyung?” Younghoon mengerang saat mendengar, semakin mengetatkan ruang seraya membayangkan penis Juyeon memasuki dirinya.

Please.. a-aku deket..”

Come then, aku nggak melarang kok,” karena sebetulnya Juyeon juga tak tahan berlama-lama menunda pelepasan disaat kakaknya sepingin ini berhubungan dengannya. Dia bahkan sibuk memikirkan apa yang akan mereka lakukan setiba di asrama nanti.

“Hnghh.. Ju..” sepenggal nama Juyeon saja yang dapat terlontar dari mulut terbuka Younghoon, beriringan sengalan napas, serta perut mengencang menyemburkan cairan. Juyeon menyeringai lantaran menemukan untaian kental membasahi kepalan, terus melanjutkan kocokan sampai ia pun menyusul beberapa detik kemudian.

Younghoon melingkarkan lengan bersamaan menubrukkan bantalan, meraup bibir kenyal Juyeon tanpa mempedulikan paru-paru masih meronta menginginkan oksigen. Kedua anggota tertinggi berciuman kembali, macam tak punya hari esok, menyesap setiap inchi kulit bibir hingga membengkak kebanyakan dilumat, merah merona menambah kegemasan.

Setelah nadi sama-sama tenang barulah mereka melepaskan tautan, saling menyelami manik masing-masing diselingi secercah senyuman jahil.

Happy?”

Si Kakak mendorong bahu Juyeon main-main, pipi menyeruakkan semburat malu sesudah menyadari aksi yang telah dilakukan. “Maaf kalau aku sudah bikin kamu tegang,” cicitnya mengerucutkan bibir, Juyeon tergelak geli, mendekatkan tubuh mereka agar berhimpitan, menciptakan radiasi panas meski ruangan terasa lembab.

“Santai, kan mau dilanjutkan di rumah,” jawab sang adik berkilat-kilat jenaka. Younghoon menyembunyikan wajah di ceruk leher Juyeon, menerpa napas di sana sesekali menghirup aroma badannya, menenangkan dan memabukkan secara bersamaan. Entah sudah berapa lama keduanya mendekam di bilik sepi ini, seolah-olah anggota lain tidak perlu mencari tahu alasan dibalik lenyapnya mereka.

Secepat kilat mereka memperbaiki penampilan, menarik tisu berlembar-lembar membersihkan sisa-sisa permainan. Merapikan tempat kejadian perkara seakan tak pernah berbuat maksiat, Juyeon mengecup bibir Younghoon sekali lagi sebagai akhir quickie session keduanya kemudian berjalan keluar toilet macam hanya melakukan kegiatan sesama pria pada umumnya.

“Setengah jam kalian ngilang pada kemana sih?!”

Biasalah, omelan Chanhee mana pernah diubris Juyeon, pemuda rambut gelap itu pura-pura menulikan pendengaran dan duduk anteng di tengah-tengah kerumunan. Bless his calmness, dia jarang mengeluarkan suara walau dilanda apapun. Sedangkan Younghoon sudah sibuk mengganggu Changmin, tega mengorbankan diri menjadi bahan amukan supaya anggota tidak mengacuhkan hilangnya dua anak Adam setelah konser berakhir.

Hanya ada satu orang yang diam-diam memandang kesal, sedari tadi ekor mata melirik sosoknya diselingi kerutan ketidaksukaan. Dan Juyeon tahu sangat siapa orang yang dimaksud.

Lee Jaehyun.

.

.

.

The quick session they had has loose the sexual tension that has been created since 'Melting Heart'.

***

GIRLS NIGHT AU

BETRAYED NETFLIX N' CHILL

Sesuatu terjadi di kamar Keva saat Juyeon dan Changmin membuka pintu untuk mengajak nonton film berempat seperti biasa.

Warning : foursome; girl!chani keva; pussy grinding; switch; let’s get dick together; face-sitting, riding, barebacking, squirting, ing ing ingggggg

.

.

.

***

BABEEEE-FUCK!”

Keva membeku beberapa detik setelah mengucur deras di atas Chanhee. Si rambut hitam pun keluar sedikit sebelum sadar tentang kehadiran dua manusia berbatang di sana. Menyebabkan dua gadis sebaya berteriak kaget beserta malu lantaran tertangkap basah melakukan hal tak senonoh. Mereka tergesa-gesa menarik selimut untuk menyembunyikan diri, kalau bisa sekalian menghilang selamanya dari muka bumi.

Dua pemuda di ambang pintu tampak melongo. Pita suara tercekik, pertanyaan berkecamuk di benak sendiri.

Apa.. apa yang baru saja mereka lihat?

Moon Keva pacar Lee Juyeon sedang berada di atas Choi Chanhee pacar Ji Changmin, menggesekkan alat kelamin bersamaan dan klimaks begitu Juyeon membuka pintu.

Huh? Informasi macam apa ini.

Why didn’t you lock the door, Chanhee?!”

“Kan aku pikir kita cuman berduaan di sini!”

“Kamu nggak ingat apa mereka mau ke sini?!”

“Ya mana aku tahu, Changmin nggak ngomong apa-apa dari-“

GIRLS!” teriak pemuda yang namanya disebut gadis surai hitam, menghentikan perang mulut di ranjang karena takutnya merusak pendengaran. “diem.” mata kecil setajam silet berkilat-kilat, berhasil membungkam mulut dua perempuan.

“Apa.. kenapa.. hmm..” Juyeon tidak dapat merangkai kata-kata selain perasaan terkhianati melintas di rautnya. Keva jadi merasa bersalah lalu beringsut mendekati sang kekasih cepat-cepat.

By maaf..” ujarnya bergelayutan manja, tidak memperdulikan kondisi tubuh yang polos nan basah di depan khalayak ruangan. Kaki-kaki itu mengapit berusaha menyembunyikan gundukan, tapi malah aliran listrik yang didapatkan.

Nggak lucu dia sange pas Juyeon kelihatan kecewa kayak sekarang.

“Dari kapan kalian begini?” tanya Changmin penuh selidik, mengarah ke Chanhee di balik selimut, tubuh langsing meringkuk bak putri malu.

“Hm.. hm..” ah sial kenapa dia nggak bisa ngomong? Apa karena sisi dominan Changmin sedang aktif? Chanhee memainkan bibir, selain takut dia juga rada terangsang melihat pacarnya berdiri gagah. Oke bukan waktu yang tepat sih. “sebulan lalu?” lanjutnya memainkan ujung kain.

“Dan kamu nggak pernah cerita?” kali ini Juyeon bertanya ke Keva, meskipun nada suaranya lembut dan tidak sedingin Changmin, Keva tahu kalau kekasihnya marah lantaran ia menyembunyikan rahasia besar.

“T-takut kamu marah..” cicit si Manis pelan. Chanhee ingin sekali melindungi Keva, eh keburu ciut jika disuruh berhadapan sama pacar sendiri.

“Aku nggak marah selagi kamu ngomong baik-baik,” jawab Juyeon lagi, Keva mendongak dengan mata berkaca-kaca, berharap pemuda tinggi itu luluh pada permohonan maafnya. Juyeon menatap Changmin, seperti mengisyaratkan sesuatu lewat telepati, meninggalkan dua perempuan terbingung-bingung sebab tidak kunjung mendapat amukan seperti yang mereka harapkan. Mereka hanya melihat Changmin menutup pintu kamar, mengunci ganda. Juyeon menggiring Keva ke kasur hingga gadisnya telah berada di samping Chanhee, diikuti Changmin tak jauh di belakang figur paling tua di antara sekawan.

“Tentu saja kami kecewa,” ujar pemuda kelahiran November tanpa meruntuhkan ekspresi dingin, senyum miring terpatri sedikit menaikkan bulu kuduk kedua gadis. “tapi, kami juga munafik kalau nggak terangsang ngeliat kalian begitu,”

“Aku sih lebih ke bangga ya, Keva berhasil squirtingsama Chanhee,” sahut Juyeon santai, berbeda sekali dengan raut gadis-gadis mereka yang menganga disertai semburat merah muda, tidak dapat menjelaskan per kata.

“Kamu mancur juga nggak, Sayang?”

Chanhee menegak ludah lalu mengangguk, “Dikit.”

“Hah. What a disappointment.” Gadis surai hitam menjulurkan bibir bawah. Ingin membantah bahwa klimaks dia tertahan gara-gara kedatangan dua sekawan. “is that what I’ve taught you, heum?”

“Siapa suruh masuk grasah-grusuh kayak tadi? Yaa mampet lah punya orang!” jawab Chanhee sewot, Keva masih melongo kayak anak perawan, well mentally not physically, belum tersambung sama sekali terhadap pembicaraan mereka.

Okay,” Changmin sudah memutuskan, “karena kita nggak mungkin nonton film sehabis lihat Keva mancur, mending kita main berempat aja,”

“Ide bagus,” Juyeon menyeringai lebar, tidak sabar hendak menontoni dua sekawan di kelompok saling menggoda kelamin di hadapan mereka, “ladies first.”

“Huh? Apa?” Keva mengerjap-ngerjapkan mata kebingungan lantaran sahabat dan kekasihnya menempatkan posisi bersandar di kepala ranjang, meninggalkan dia dan Chanhee termangu-mangu tidak tahu harus melakukan apa. “kita ngapain?”

Give them a show,” gumam Chanhee yang paham duluan akan maksud para pria, ia menarik dagu mungil di hadapan, mempertemukan bibir dalam ciuman lembut. Keva langsung terbuai, mengingat bahwa ada pacarnya duduk tak jauh memperhatikan setiap gerak-gerik menyebabkan rambut-rambut naik seketika, penuh semangat ingin memamerkan kebisaan, terutama mata Changmin tak luput dari mereka bergantian. Chanhee mengawai lidah di bibir, Keva otomatis membuka, memberi izin. Tekanan tautan makin kuat di situlah tangan-tangan lentik bergerilya mengeksplor celah.

“Mmh.. C-Chanhee..” si gadis rambut hitam menyengir, menemukan Keva telah basah akibat remasan di dada dan usapan di vulva, mereka sudah saling menindih, seperti melupakan kehadiran pria lain.

Pemuda yang dimaksud telah melucuti pakaian santai, duduk bersebelahan mengocok kejantanan, oh lebih tepatnya saling mengurut penis lawan main. Memandang lapar pada tingkah liar gadis di ujung ranjang, memberi pameran mengundang nafsu di peredaran.

“Min,” gumam Juyeon sambil terus memutar pergelangan tangan naik turun di milik sahabatnya, Changmin mengetahui kode tersembunyi tersebut lalu bergerak mencium pemuda lebih tua, mendengar nada keterkejutan tak jauh di sana. Sama seperti yang perempuan, yang laki pun nggak mau kalah, seolah mengatakan kalau mereka juga bisa bersenang-senang ala pria.

Wtf– kalian mana berhak marah kalau ternyata ngelakuin juga!” protes Chanhee berkerut-kerut kesal, Changmin melepaskan tautan, menatap datar sehingga gadisnya mengerucutkan bibir tak berani berucap.

That’s why I suggest to play together, Sweetheart,”

Keva memandang Juyeon seakan meminta penjelasan sementara sang kasih mengangkat bahu, “You’ll know later,” akhirnya perempuan manis itu menarik Chanhee lagi demi mempertemukan bibir selatan dan utara berbarengan. Setitik rasa persaingan tumbuh di dua kalangan, hendak memamerkan ikatan pertemanan sesama jenis.

Yang cewek sudah menggesekkan kemaluan sambil berteriak lepas, yang cowok meredam desahan karena genggaman maupun usapan di kepala diselingi ciuman panas. Saling berkompetisi menampilkan apa yang pernah dijalani selama tidak bersama pasangan.

Di tengah-tengah gerakan, Changmin menjauh kemudian mencari posisi nyaman untuk mengulum Juyeon. Chanhee membelalakkan mata kaget serta tidak percaya kalau kekasihnya dapat bersikap submisif terhadap teman mereka.

Good Min, kasih lihat kalau kamu suka ngulum, Sayang..”

Changmin memerah mendengar pujian, makin menenggelamkan batang di mulut sampai pipi menggembung. Kepala naik turun diiringi hisapan nyaring, mencampurkan precum dan saliva, menitik di sudut bibir sebab tak tertampung.

Crazy bastard.” umpat Chanhee di bawah helaan napas, menemukan Juyeon tersenyum miring sembari membelai mesra kepala sang pacar, membuat ia memicingkan mata lalu berbalik ke sahabat perempuan. Keva mengedip-ngedipkan mata keheranan, melihat Chanhee tergesa-gesa menungging di depan liang, menambah tetesan menjadi dua kali lipat.

Fuckk! Ngh Chanhee!” si Manis ikut menggerakkan pinggul ketika Chanhee mulai menyantap liang bak makanan kelas kakap, bibir setia beradu di klitoris, lidah tenggelam mengikuti bentuk labia. Tangan berkutek cantik menggenggam helaian hitam sang pemilik yang tak mau kalah dalam kegiatan menyecap. Keva mendesah seraya menolehkan kepala, menggigit bibir sensual begitu beradu pandang. Juyeon menyumpah pelan.

Mau sesempit apapun lubang Ji Changmin, tetap punya Keva yang dia favorit sampai sekarang.

“AH! Aahh C-Chan..” lenguhan terengah-engah, bagai dikejar anjing galak, digit bermain di pintu masuk tak lupa ada jilatan. Ujung jari tengah berhasil menembus hingga buku jari, mengocok si dinding cepat-cepat ditemani hentakan pinggul tidak kuat. Keva membusungkan dada meraih klimaks dua kali, memancur deras membasahi wajah Chanhee. “fuuuck..” gumamnya gemetaran, diafragma dada naik turun berupaya mengatur pernapasan.

Chanhee menyengir, menjilati sisa-sisa bening di sekitar bibir, ia memandang Juyeon dan Changmin penuh kebanggaan. “See? Mudah bukan?”

“Kamu sendiri belum keluar,” tantang pemuda rambut cepak disertai anggukan pemuda yang mengulumnya, Changmin melepaskan sambungan menyebabkan terputusnya untaian liur di kepala gemuk.

I’m not that easy!”

“Itu karena aku ada di sini makanya dia susah keluar, Ju,” Si Pendek menaikkan satu alis, menguarkan aura dominan sehingga Chanhee tiba-tiba merintih, “dia pengen klimaks kalau aku yang ngelakuin,”

“Hmm..” Juyeon menatap mereka satu-satu, memikirkan apa yang selanjutnya dilakukan oleh empat sekawan. Sebuah gagasan tidak waras terlintas, sekaligus seringaian jahil tersampir di wajah tampan. “Min, aku kasih kesempatan kamu goyang Keva,”

Changmin terbelalak, begitupula dua perempuan, ada bunyi orang terkesiap menyelip di antara keduanya. “Tapi aku sambil goyang kamu,”

“Laaahh terus aku gimana?!” seru Chanhee tidak suka. Juyeon mendengus.

“Ya terserah kamu mau dimana, aku cuman mau mewujudkan mimpi basah Changmin aja,”

“JI CHANGMIN!!!” teriak kekasihnya berintonasi tinggi setelah Juyeon menjawab santuy, pemuda bergigi tupai tersebut hanya ditemukan menyengir tanpa dosa seolah hal itu sudah biasa terjadi di lingkaran mereka.

“Kamu kumakan aja ya, Sayang..”

“Menyebalkan! Keva kan punyaku!”

“Heyyy-“ balas Juyeon tidak terima, “siapa bilang hah? Keva punyaku!”

“Kalian main berdua otomatis Keva jadi milikku,” sahut Chanhee melotot, Juyeon tambah membulatkan mata lebih besar, meninggalkan Keva menutup mulut serta Changmin menahan tawa.

“Udah..” si Manis bersuara pelan, “kenapa nggak milik berempat aja biar adil,”

Betul juga kata Moon Keva. Jika memang pada dasarnya persahabatan mereka nggak jauh beda sama hubungan asmara, kenapa tidak pacaran berempat saja. Walau sebenarnya ini tak masuk diakal dan tidak mudah untuk dijalankan.

“Nah aku setuju sama Keva, so we can be with each other without feeling cheating,” ujar Changmin menyetujui, Juyeon dan Chanhee masih saling memicingkan mata, meski dalam hati mengiyakan usulan gadis polos di kawanan.

“Sini By, kamu tunggangin Changmin,”

Sungguh pribadi Juyeon yang santai nggak ketulungan. Menyuruh sahabat lelakinya berbaring, ia berada di antara dua tungkai yang terbuka, membawa sang kekasih menaiki bagian selatan Changmin sambil menghadap ke dirinya. “Hee, kamu duduk di muka Changmin,”

“Ih! Kalau Daddy aku mati gimana?”

“Matamu Daddy, keep your kink away from us,” balas si Tampan memutar mata malas, Chanhee menjulurkan lidah kemudian bergerak menaruh dua lutut di sisi kanan kiri Changmin, menunduk sesekali mencium bibir kesayangan. Pemuda itu tersenyum lebar, membalas lumatan tak kalah antusias. Lidah di rongga siap menembus liang dalam-dalam.

By, kamu.. nggak apa?” tanya Keva melihat betapa lihainya Juyeon melumuri jemari-jemari panjang menggunakan pelumas dari laci nakas, tahu sekali bahwa gadisnya ada menyimpan sebotol buat jaga-jaga, walau nggak berguna sih mengingat Keva seorang pemancur. Changmin di bawah terkejut tiba-tiba, lantaran satu digit menerobos pertahanan.

“Nggak apa kenapa, hm?”

“Kamu marah ya jadi ngusulin kayak gini?”

Juyeon menggeleng, tak lupa memaju-mundurkan jari yang dipijat erat oleh lubang Changmin, seakan hapal mati sama ruang sempit tersebut, sahabatnya mendesah teredam bibir Chanhee yang bertugas mengalihkan rasa sakit. “Nggak kok,” ia mengisyaratkan Keva mendekat, dan dituruti oleh si gadis. Bibir mereka bertemu sedikit, melumat sebentar lalu Juyeon mendusel leher cantik.

“Kamu seram loh kalo marah, nggak bisa ditebak,” ucap Keva lagi, kali ini tangannya memainkan penis Changmin, seolah diskusi kedua sejoli tidak menghentikan dirinya memuaskan sahabat lelaki. Apalagi menemukan permukaan batang masih kering, ia meludahkan untaian saliva nan tebal. Pinggul Changmin terjengit ke atas pada genggaman.

“Nggak By,” jawab Juyeon pendek, ia menambah jumlah digit, membuat gerakan menggunting supaya adiknya dapat menyusup tanpa Changmin merasa sakit. Parasan berhasil membelai sesuatu tidak jauh di balik dinding, mendapati pemuda lesung pipi memukul alas kasur. Oh lumayan, sudah ketemu.

“Maaf ya..” Keva berucap menyesali perbuatan sebelumnya, ibu jari senantiasa mengusap lubang kencing yang dipenuhi bulir putih. Juyeon terpaksa berhenti sebentar, tahu mood kekasihnya bisa turun mendadak kalau dia tidak memberi keyakinan. Changmin menjerit kecewa, tapi Chanhee berhasil mendiamkannya.

Dilihat sih dikasih puting. Dibiarin nyusu meski nggak bakal keluar apapun.

By, aku nggak marah, oke? Aku cuman kaget, tapi aku munafik kalo nggak sange lihat kamu main sama Chanhee,” memberi senyuman lembut, serta kecupan halus di bibir tipis si gadis, “ayo, kita bikin Changmin over sensitif malam ini,” bisiknya supaya rencana bejatnya tidak didengar, membuahkan sang kasih tertawa geli sembari mengangguk, mau bergabung dalam kejahatan menggairahkan tersebut. “Hee, jadi?”

“Jadi dong, tapi aku mau nonton Keva dulu,”

“Min, aku masukin ya?” Changmin mengangguk mengizinkan, mulut masih mengemut pentil pacar sendiri. Sumpah deh persis kayak bayi. Beda sekali sewaktu mereka cuman berduaan. Chanhee hanya berharap semoga Changmin tidak menggigit putingnya apabila ia mulai dipenetrasi. Juyeon mendesis saat Keva membantu melapisi adiknya dengan pelumas, tangan lentik pacarnya memang tetap yang terbaik, bibir mereka bertemu untuk bertautan panas sebelum pangkal dituntun menuju liang hangat.

“MMFF!” “Ah!” Dua desahan bersamaan memantul ketika penyatuan terjadi, Keva menoleh menemukan Chanhee meringis kaget, sedangkan Changmin memagut tonjolan mungil kuat-kuat. Dia bergidik.

“Hati-hati putus loh,” itu saja katanya yang membuahkan ekspresi ‘tentu saja aku tahu, bodoh’ dari Chanhee. Dia juga mau melepaskan tetapi si Ayang menahan agar tak kemana-kemana.

“Kita udah sering ngelakuin ini kenapa kamu masih sempit, huh?” Juyeon berusaha menggoyang kecil sekalian memajukan pinggul hingga tertanam sempurna, mendekatkan muka untuk mengulum tulang selangka sang gadis di depan.

This is ass not pussy, okay?” balas Changmin balik, kemudian menangkup dua pipi bokong Chanhee, “c’mon sit on my face, Sweetie*,” sang gadis bersemu merah tanpa mengatakan apa-apa, walau hati hendak menonton sekaligus menggoda Keva, ia menggoreskan kemaluan basah di dada Changmin terlebih dahulu lalu bergerak ke atas, tepat di mulut penuh dosa kesayangan.

“Ngh!” perempuan surai hitam menumpukan badan menggunakan telapak, ditemani tangan pemuda lain masih bertengger di bantalan empuk.

Need help, By?” Keva menggeleng, menyunggingkan senyum lebar, dia mengangkat pinggul tepat di atas kejantanan tegak, memegangi pangkal, mencoba turun perlahan-lahan. Saat kepala berbulir keputihan menyentuh labia maupun klitoris, Keva menggigit bibir tidak sabar, meneroboskan puncak di liang becek itu. “shit.. Baby, you took him so well,” puji Juyeon memperhatikan centi demi centi batang keras masuk ke saluran. Keva berkaca-kaca menahan kesensitifan, merengek macam anak anjing. Telinga mencuat akibat erangan Ji Changmin. Haha.

Mujur banget nasib Changmin malam ini, kejantanan dapat liang, lubang penuh sama kemaluan, mulut atas dapat liang milik kekasihnya. Semua puas terutama dia yang paling berlebihan.

Sambil menahan beban hidup Chanhee, Changmin berusaha menghentak ke atas, menubruk titik selaput Keva sekalian mengisyaratkan Juyeon untuk menggoyang. Empat desahan membentuk harmoni memantul ke seluruh penjuru ruangan, terkadang Juyeon memagut bibir favorit sekalian memaju-mundurkan pinggul, menyamakan tempo Keva yang naik turun sesekali melepas tawa geli. Chanhee juga tak kalah saing mempertemukan pintu basah di bibir maupun hidung bangir.

“Ah.. a-aah C-Changmin-ah..” erang Keva merasa sebentar lagi keluar, and when she did, she’s gushing over him, melepaskan tautan sementara dengan kaki gemetaran hebat. Juyeon menghentikan diri demi menepuk-nepuk liang kekasih agar pancurannya merembes kemana-mana, mengusap cepat klitoris kemerahan yang muncul di antara labia.

Chanhee tidak mau ketinggalan, mendengar bunyi semprotan di belakang figur menambah keinginan untuk klimaks di mulut Changmin. Dia merintih memegangi seprai di sisi kepala si pacar begitu pinggul terangkat menyiram rongga makan, merasakan benda lunak menapak pintu liang, lubang kemih sampai menyusup di daging kecil mencuat, bahkan sisi-sisi labia pun tidak terlewat. Terima kasih lidah lihai Ji Changmin. “Fuck..” desahnya halus tidak dapat menghentikan. Changmin mah dengan senang hati menelan, jakun bergerak-gerik menerima cairan bening tersebut.

Keva buru-buru menjejalkan penis sahabatnya ke dalam saluran, menahan desahan kenikmatan, kali ini memutar badan supaya menghadap kawan perempuan. Orgasme tadi tidak menghentikan keduanya, malah makin bersemangat melumat bibir satu sama lain sambil menunggangi posisi masing-masing.

Shit.. shit..” Changmin sempat membelalakkan mata di setiap tusukan Juyeon, mengenai tepat di buntelan sensitif ditambah jepitan liang Keva menyelimuti batang. “Kev, aku deket..”

Keva tergesa-gesa menjauh, membiarkan Changmin mendaratkan benih di paha belakang. Pemuda pendek mengerang keenakan sebab Juyeon setia menggoyang untuk menghabiskan sisa pelepasan.

Chanhee pindah ke samping, mencium ranumnya sembari memuji sang kekasih, Keva sendiri berbalik menghadap Juyeon lagi, tak henti-hentinya menautkan bantalan empuk kedua sejoli.

“Gimana lubang Changmin, By?”

“Hmm, enak..” jawabnya terengah-engah di wajah Keva yang tersenyum, “but still prefer your pussy, Baby,”

Stop it, focus on him,”

Juyeon mengangguk karena perutnya mulai membentuk simpulan yang siap keluar, sekitar tiga kali hentakan dalam, ia mencabut kejantanan dan langsung muncrat di selangkangan sang kawan. Keva bahkan membantu mengurut batang keras itu, membuahkan geraman berat nan menggairahkan.

Tarikan napas tajam menjadi isyarat peristirahatan sementara, badan terasa lengket akibat cairan kemana-mana. Padahal mereka tidak mabuk, tapi euphoria mencicipi rasa satu sama lain munafik untuk tak dicoba. Setelah Juyeon mendapat tenaga, ia menggendong Keva seraya membanting kecil di atas kasur, menyebabkan si gadis tergelak kegelian hingga memantul. Changmin yang melihat sambil mengatur napas, terketuk hati hendak memperlakukan Chanhee lebih menuntut. Dia menangkap pergelangan kaki gadisnya, menemukan pekikan kaget kemudian membalik bagai pancake, membuatnya menungging.

“Ah!” jerit Chanhee usai satu tamparan telak mendarat di bokong. Keva sudah digagahi lagi oleh Juyeon, buah dada bergoyang serta desingan squelch di saluran vagina sangat merangsang khalayak ruangan. Chanhee menegak ludah dan mengejang sesaat kepala jamur mengitari pintu liang, menjebloskan diri begitu saja seperti burung pulang ke sarang. “fuck.. ngh fuckk deeper Daddy!”

Tangan Juyeon terulur menjambak surai kehitaman, mengarahkannya untuk berciuman di hadapan kawanan, “Be a good girl and kiss Keva for us, Chanhee-ya..” tentu saja tidak dibantah, dengan senang hati malahan. Kedua gadis sebaya sebisa mungkin bertautan panas secara nyaman. Dimana badan terhentak-hentak ke depan akibat tusukan liar para pria di lubang masing-masing.

“Mmmh! Mmhh..” mereka terlalu sibuk mencumbu bibir saat penis menabrak selaput dekat mulut rahim. Perut putih mulus menyembulkan sesuatu, menandakan pasangannya terlalu dalam menggenjot mereka. Tidak yang perempuan saja, Juyeon dan Changmin pun saling mengait ranum maupun lidah tanpa memperlambat tempo pinggul, maju mundur, menabrakkan tulang selangkangan hingga tercipta banyak bunyi erotis dari sana.

Keva melepaskan tautan duluan, merengek sebab pengen keluar lagi, Juyeon menggumam memberi izin, terjadilah pelepasan (entah keberapa) memutuskan penyatuan saking terlalu kuat. Gadis rambut blonde menggigil, merasakan bulu kuduk naik sebelum melepaskan elemen lain, membasahi kasur sendiri seraya menangis.

“HUEEEE!”

“Nggak apa, By, keluarin-keluarin..”

Tanpa disuruh pun memang sudah keluar duluan Juyeon. Keva terlalu sensitif malam ini karena liangnya diubrak-abrik dua batang, belum lagi permainan awal sebelum para pemuda datang. Dia benar-benar sangat terangsang.

“Chanhee-ya, piss will you?”

Chanhee menaikkan alis terhadap permintaan pacarnya, “Sekarang?” Changmin memilin puting yang menggantung sesuai gravitasi, terkadang ia meremas nakal si dada menggoda iman, pinggul kembali maju mundur, menggores urat di sekujur batang pada dinding satin nan berkontraksi. “fuck aahh C-Changmin noo..”

Piss so Keva didn’t feel lonely.”

Juyeon melirik sekilas bagaimana sahabat perempuannya dihancurkan lelaki di samping. Berteriak akan sentuhan-sentuhan di seluruh titik. Dia akhirnya bergabung menggoyang Keva meski tahu ceweknya juga rentan terhadap tusukan di mulut rahim. “By..” rengek si Manis menarik ingus.

“Aku udah deket nih, mau dimana?”

“Di dalam,” jawab Keva lalu menarik tengkuk Juyeon demi menempelkan badan lengket mereka tanpa hambatan. Kedua sejoli bernapas melalui mulut, menerpa muka satu sama lain dengan karbondioksida. Juyeon menggigit bibir erat, bola kembar mengencang, semakin menuntut dia menghentak, melukis dinding kemerahan menggunakan putih yang lumayan banyak, jika bisa dilihat dari tetesan-tetesan di sela-sela sumpalan.

Bagaimana dengan sejoli selanjutnya? Chanhee berhasil meraih orgasme terpanjang sepanjang malam sekaligus menemani Keva mengencingi dirinya juga. Tautan tidak terlepas sebab Changmin kuat memeganginya. Membiarkan gadisnya menggelinjang menyemprotkan air bening di seprai awut-awutan.

“Tuh nggak perlu malu, Chanhee juga pipis kok,” ujar Juyeon kemudian mendusel pipi tirus Keva yang basah akibat air mata. Keva lemas banget, butuh istirahat, kelopak mulai berat serta ingus senantiasa ditarik supaya nggak mengotori muka.

Mani berlomba-lomba mengucur dari dua liang terbuka usai kepala penis lepas dari cengkraman saluran. Kalau mereka tidak punya hati sih kayaknya bakal ada ronde selanjutnya. Cuman.. menemukan stamina para gadis sudah habis, basah dimana-dimana, labia memerah serta pintu berkedut-kedut sensitif, mungkin lebih baik tidak diteruskan.

“Kita bersihin dulu kasurnya jadi enak kalau mau tidur berempat,” dua sekawan bergegas mengambil handuk untuk membersihkan tubuh dan pasangan. Beruntung Keva selalu memasang seprai anti air jadi tidak bakal merusak kasur di balik kain. Being a squirter she is.

Aftercare is always the same in a story, terkadang nggak diceritakan sama sekali. Memastikan mereka berempat sudah bersih, kedua pasangan saling berhimpit-himpitan tapi entah kenapa nyaman dengan kehadiran dan aroma yang menyelimuti atmosfer. Keva sudah mendengkur halus, tidak tahu apa-apa sedangkan Chanhee menyusupkan kepala di ketiak Changmin, meminta perhatian.

Juyeon masih bisa bergerak mengecup bibir Changmin sebagai ucapan selamat tidur. Tidak memperhatikan semburat merah mengambang di pipi tembam si kawan lantaran ia bergabung memejamkan mata bersama sang kekasih. Meninggalkan Changmin dikuasai pikiran aneh di tengah kesunyian ruangan. Memikirkan betapa alaminya hubungan seks antara mereka yang sebelumnya saling bersembunyi dari pasangan masing-masing.

Keva* said something about four being in relationship, and then they agreed. Yet, what’s his doubt this time*?

.

.

.

No drama ya anjing. Ini pure porn without plot, nggak ada pake drama kaya yang lain

BABY MOON (Kevin's Version)

jukev

Nggak ada yang bisa nebak isi pikiran Juyeon, apakah dia menganggap Eric lebih dari adik atau membalas cinta Jeje, atau terobsesi menjadikan Kevin bayi ketiganya.

Warning : not too explicit, lot of kisses, english conversation, and dramatic

***

I’ll tell you what’s the rule in The Boyz's agreement.

Setiap pembaca semesta Bang Boyz dari versi Jeje sampai ke sneaky time dua primadona yang suka baku hantam di asrama mungkin ingat sama perkataan Kevin tempo lalu. Perihal peraturan yang telah disetujui mereka bersama dan bersifat fatal apabila melanggarnya.

Yap. That’s it.

Nobody touch other’s belonging except the Superior Dom.

Dan kepunyaan yang dimaksud ini adalah Hyunjae, Chanhee, termasuk Jacob dan Kevin. Hyunjae sudah dijelaskan merupakan milik Younghoon, Juyeon dan Eric. Chanhee adalah milik Changmin dan Sunwoo sementara Kevin dan Jacob they obviously belong to each other, and Sangyeon’s.

Peraturan itu tercipta disebabkan Chanhee ditemukan mencekik Hyunjae setelah mengetahui hubungan gelapnya dan pujaan hati secara diam-diam. Perseteruan besar pertama di antara mereka, menyebabkan Sangyeon mengamuk macam singa supaya mendiamkan mereka.

The boundaries had been made.

Mereka boleh berhubungan seks sesama anggota, tetapi hanya Sangyeon yang bisa mengatur pasangannya. Ya, like a dom he is.

Hyunjae mendapat voting dari Younghoon, dan ia menahan senyum begitu mengarah ke Chanhee yang sedang menahan sesuatu, Changmin -sebagai sahabat kalau dia mendeklarasikan- memilih si Cantik sehingga terbentuklah kubu masing-masing.

Keprofesionalan mereka tetap berjalan meski terpecah menjadi dua kelompok, tiga bila kuhitung yang ‘tidak mau ikut campur dan jangan ganggu dinamika kami’. Seakan mereka semua meninggalkan kelakuan tidak bermoral di rumah, lalu berangkat menuju lokasi sebagai The Boyz. Yang tidak pernah memicingkan mata, yang tidak pernah melempar sindiran, maupun mengeraskan desahan agar lawan main terhina.

Sampai pada suatu hari. Mungkin Dewa sudah capek menghadapi kelakuan Hyunjae dan Chanhee, Dia bagai memberi sebuah mukjizat, keajaiban tak disangka-sangka, meluluhkan penyakit iri dengki, menumbuhkan rasa sayang satu sama lain.

So the rules were scratched. It’s gone. Semua senang, semua bahagia, walau Changmin masih mendesis kayak ular jika Juyeon atau Younghoon terlihat hendak menerkam kekasihnya. Tapi tak dapat berbuat apa-apa ketika Hyunjae yang melakukan.

Kehidupan berjalan sempurna? Tentu saja.

Tidak sampai beberapa bulan setelah perdamaian, Juyeon merasa aneh setiap melayangkan tatapan ke teman sebayanya. Moon Kevin.

Bagaimana bisa dia tidak memperhatikan kalau ternyata Kevin semenggemaskan itu? Dan.. the way he got excited over smallest thing, giggling so cutely, making his heart fluttering into pieces.

Bayi dia juga imut, apalagi di kasur. Tidak ada yang bisa menandingi ekspresi keenakan Hyunjae dari wanita maupun lelaki manapun. Apalagi aliran air mata memenuhi celah pipi tembam, serta tarikan ingus di setiap genjotan yang diterima.

But, how will Kevin’s look when he takes his thing inside him? Will he cry? Will he sob? Will he plead Juyeon to be gentle and give him kisses over his body? To seal those thin lips, while working his lower body to make him moaned blissfully?

Juyeon baru ini merasakan sikap obsesif mendera batin. Ketika ia bersama Hyunjae atau Eric, dia biasa saja. Memang senang bermain-main dengan mereka berdua, tapi untuk Kevin sekarang, dia merasa harus melindungi pemuda itu. Dia ingin memerangkap Kevin di satu ruangan dimana hanya ada ia dan si Pirang, memadu kasih tiada henti, *even Sangyeon and Jacob couldn’t stop him.

Did he like him?

Nah. Juyeon’s sucks at feeling. Dia tahu Hyunjae suka sama dia, tapi dia juga nggak punya keinginan buat membalas. Dia tidak pernah menolak si Manis, because he needs his hole everytime. A bastard indeed, dia nggak peduli.

Objek yang sedang kita bicarakan ini senang mendekam di kamar, Juyeon pun susah mengutarakan duluan. Pasti seluruh anggota menaruh curiga jika ia ditemukan memasuki ranah Kyeopmuda. Tidak biasanya Papi Jeje berkeliaran di sana meskipun perdamaian telah tercipta.

“Aku pingin main lego juga!”

Suatu malam setelah mereka pulang dari makan di luar, Kevin tampak berseri-seri begitu melihat Juyeon duduk anteng di depan sofa dengan lego berserakan di lantai. Dia meloncat-loncat kecil, ingin diberi izin untuk membantu pemuda tinggi, tak tahu bahwa tingkahnya berhasil menaikkan detak jantung Juyeon, dan adik kecil di balik jeans.

“Sini.”

Kevin berjalan menghampiri figur sang kawan, duduk bersila tidak menyadari kedekatan yang menyebabkan pundak mereka bersentuhan. Juyeon sangat menikmatinya, entah kenapa, ekor mata terus-menerus mengarah ke pahatan manis sampai sang pemilik menoleh kepadanya.

“Juyeon?”

Every syllables that came out from his mouth is a melt to Juyeon ‘s ears. Pemuda rambut hitam itu diam saja, sibuk menatapi manik kecokelatan lelaki surai pirang. Bak terhipnotis pada sinar yang terpancar.

He’s called by ‘Moon’ for reasons.

“Hey.. Juyeo-mmh..” terlambat sudah, bibir kenyal kesukaan Hyunjae mendarat gratis di parasan tipis. Kevin cukup terperanjat tapi tak berkeinginan menghindar, dia hanya duduk di sana, membalas tatapan menuntut yang ditujukan ke dirinya.

Ciuman mereka tidak terlalu intens, sekadar menempel saja. Testing the water if I might say. Juyeon mundur sedikit, menerpa ruang bernapas Kevin, si Manis juga agak tersengal, tidak sengaja mengulum bibir.

What are you doing..” bisiknya meskipun sisa mereka berdua di ruang tamu. Kevin tidak mengerti, tidak paham mengapa Juyeon melakukan ini. Bukannya Juyeon punya Hyunjae? Dan dia juga mengklaim Eric. Lantas, tujuannya mencium Kevin seperti beberapa detik lalu apa? Untuk menguji kesabaran saja?

I want you to be my Baby, Kevin.”

Pengakuan mengejutkan tersebut berhasil membulatkan mata pemuda lain. Siratan kesungguhan menghantam indra pandangan sehingga Kevin tak dapat melihat candaan di netra kucing itu. Juyeon benar-benar serius, bergerak menciumi Kevin kembali sampai ia menahan sebentar.

Hold on Juyeon, aku nggak ngerti,”

The rules are over right? You’re not belong to anyone except Sangyeon Hyung, right?” Kevin masih kebingungan setengah mati. Juyeon tak salah tentang peraturan mereka yang sudah kadaluarsa beberapa bulan lalu tapi tetap saja aneh bila teman seks Hyunjae sekarang mengincar dirinya.

Still, you’re Hyunjae’s-“

I’m not belong to anyone even with Hyunjae, I’m just his Papi and he’s my Baby after Eric,”

“Dan kamu mau aku jadi bayi ketigamu? That’s so fucked up, Juyeon.” balas Kevin memicingkan mata sebab merasa tersinggung, dia tahu Juyeon adalah bajingan dan dia tidak mau jadi korban picisan. Lelaki di samping terhenyak sejenak, mencerna kalimat penuh kekesalan sehingga ia mencoba cara lain dengan memerangkap si Manis.

Will you be my Baby if I date you then?”

Kevin mendengus, “Stop Juyeon, I’m not a whore,”

You’re too precious to be a whore,” gumam Juyeon mengeratkan kalungan, Kevin berusaha bergerak melepaskan, hendak menepis berulang-ulang namun kekuatan pria di hadapan tak dapat diindahkan. “please I want you Kevin,”

“Juyeon no-“

Please be my Baby.”

Si Pirang terdiam sebentar, memandang guratan permohonan di sorot mata setajam elang, walau sudutnya bersinar bak kucing, menyalurkan ketenangan serta kelembutan agar ia luluh mengiyakan.

Kevin masih tidak paham.

“Juyeon.” Dia menarik napas, menghembuskan pelan-pelan, “Juyeon, percaya sama aku, aku nggak kayak Hyunjae atau Eric, aku biasa aja Juyeon, I don’t have that capability to please your insatiable lust, I– aku bahkan jarang berhubungan intim sama orang,” Kevin mengadu tatap lagi, setia menemukan sirat keseriusan bahkan dipercik keinginan, dia tidak tahu harus meyakinkan kawannya seperti apa, sebab anggota sangat tahu bahwa Kevin hanya sekali dua kali menerima sentuhan, itupun dari Sangyeon.

“Aku nggak peduli,” Juyeon mendekatkan wajah, Kevin sontak menarik napas lebih tajam, hidung bangir keduanya bergesekkan, mata kucing sama-sama tak terelakkan. “aku nggak peduli kamu punya pengalaman atau enggak, atau kamu milik Sangyeon Hyung dan Jacob Hyung, aku cuman pingin kamu, sama kayak aku menginginkan Jeje dan Eric,”

You’re a sick bastard, Lee Juyeon,”

I was born for that,” tanpa menerima penolakan, Juyeon mendaratkan bibir kenyalnya di bantalan tipis sang kawan, kini menuntut meredam keterkejutan maupun rontaan minta dilepaskan. “stop, or I’ll make you regret it,”

Kevin gemetaran pada ancaman, memutuskan untuk mengalah daripada mengakibatkan dirinya diserang secara acak. Juyeon bergerak hati-hati, membuai kecil supaya si Manis tidak merasa ngeri. Tautan terasa memabukkan di pikiran pemuda tinggi, bak bibir Kevin dibubuhi serbuk ekstasi. Candu ingin disesap berkali-kali.

What if you abandon me someday?” terdengar lirihan mengalun di antara belahan bibir, mengakibatkan Juyeon berhenti mengulum kemudian menatap lekat-lekat lagi. Sirat ketakutan, kekecewaan, ketidaksukaan terhadap pertanyaan, bersatu padu menghiasi manik cantik, seakan Kevin tak mau itu semua terjadi.

I won’t, I won’t abandon you, Kevin,”

“Bagaimana kamu bisa menjaminnya, Juyeon-ah..”

Juyeon menjepit dagu pemuda di depan, mengusap parasan lembut bagai memperlakukan benda rapuh, kelopak mata Kevin agak tertutup hendak merasakan lebih, “Trust me for once,”

Si Manis membuka mata, memikirkan segala kemungkinan sampai ia membuang segala perasaan berkecamuk lalu mengangguk perlahan, “Fine.”

Baru kali ini rongga dada Juyeon melapang sempurna setelah sekian lama menahan hasrat menginginkan Kevin di dalam sana. Jantung memompa cepat, tak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Apakah lambat laun ia akan mengetahui perasaan yang sebenarnya? Mengabaikan semua rumor tentang dirinya yang dianggap menyukai Eric dan Hyunjae, tenyata berbanding terbalik dari kenyataan belaka. Secercah senyum lebar menghiasi wajah tampan, membuahkan rona merah menggemaskan di pipi tidak tembam. Sekejap ia memagut bibir Kevin entah keberapa kali, barang tak akan pernah puas sama sekali.

Can I call you Baby Moon, then?”

Baby Moon. Panggilan kesayangan Lee Juyeon terhadap bayi barunya. Tak masalah Kevin ingin menyebutnya apa, yang jelas lelaki surai pirang adalah miliknya sekarang.

***

Pengalaman hubungan intim mereka terjadi sehari sesudah Juyeon mengutarakan permintaan. Kala itu Hyunjae sedang bersama Chanhee, doing god knows what meninggalkan ia dan Younghoon dilanda kegelisahan. Oh, untuk dia sih tidak begitu besar, karena masih punya pasangan lain.

That night, Kevin is still in his studio. Mengarang alunan lagu sendirian, ditemani beberapa musik Beyonce sebagai inspirator berkasta tinggi di antara penyanyi lain. Dia terlalu meresapi not balok dan tekanan pada keyboard sampai tidak sadar Juyeon menyelinap masuk dan mengalungkan lengan panjang di leher.

“Hh! Juyeon?!”

“Kenapa belum pulang?” tanya pemuda rambut hitam menumpukan dagu di puncak kepala kepirangan. Kevin sibuk mengatur detak jantung, setelah netral barulah ia menjawab.

“Ada yang mau aku kerjain,”

“Nggak bisa ngerjain nanti?”

Kevin menggeleng, menekan-nekan parasan mouse di tangan, “Ntar aku lupa,”

Juyeon memberi gumaman, serta kecupan di tempat pijakan, turun ke arah sisi kanan wajah, mendusel perlahan. Berhasil menaikkan bulu kuduk pemuda di kursi kerja, “Papi needs you, Baby.”

How many times do I have to told you I’m not going to call you that,” sungut Kevin mengerutkan kening, Juyeon menarik sudut bibir, tertarik pada sikap merajuk tersebut. “aku bukan Hyunjae, Juyeon.”

Then, give me one, anything,”

Noo, I don’t want too,” kekeuh pemuda itu menggelengkan kepala ke sana kemari, “nggak bisa apa aku panggil Juyeon aja?”

“Coba sebut Papi sekali,” ujar lelaki tinggi meyakinkan, menyebabkan kedua alis Kevin tambah curam sesudah mendengar perintah.

“Papi.”

Juyeon menghela napas, “Kamu bener, ternyata nggak cocok di kamu,” Kevin langsung berbinar-binar, senang banget tak dipaksa mengikuti kepribadian Hyunjae. “kalau By gimana?”

Deg.

Sialan.

Kevin mendadak tergagu. Manik mengerjap-ngerjap lucu, diselingi mulut terbuka tanpa mengeluarkan suara. Tiba-tiba isi otaknya lenyap, digantikan oleh satu suku kata yang menurutnya manis bila Juyeon yang mengucapkan.

“B-By?”

Si Tampan mengangguk, “Iya, By. Sounds better than Papi right?” Lambat laun Kevin ikut mengangguk, setuju terhadap pernyataan itu. Dia mencoba halus, hendak merasakan sendiri sensasi dua huruf tersebut.

By..”

Fuck.” Kevin terlonjak kaget saat Juyeon ditemukan menyumpah, dia pikir Juyeon membenci sebutan tapi ternyata dia salah. Sebaliknya, sang kawan kini mencengkram rahang tirus demi melumat bantalan empuk yang terbelah akibat pelafalan yang baru saja disuarakan.

“Mmh! B-By..” lafal terdengar membangkitkan gairah pemuda lain, sekejap Kevin diangkat dari kursi lalu terhempas di sofa yang ada di sini. Dengan Juyeon menindihi tanpa melepaskan sambungan bibir.

“Tanggung jawab, Baby,”

For what?” erang Kevin menggelinjang saat Juyeon kini menyerang bagian leher, mengecup-ngecup sesekali menggigit. “a-aah..” ia meloloskan tawa geli seraya meregangkan kepala, membuat temannya lebih leluasa menjangkau area tersebut.

You’re okay with it?” bisik pemuda tampan itu bersuara rendah, Kevin mengedip-ngedipkan mata sesaat, sedang memikirkan seluruh kemungkinan sesekali melirik ke penjuru ruangan.

You.. need me, right?”

Juyeon mendusel hidung mancung tepat di pipi tirus, mengulas senyum lembut, “Of course, ngapain aku nyariin kamu sampai selarut ini hm?”

Then, okay.”

Si Tampan menyeringai kesenangan, antusias sekali mendaratkan bantalan kenyal di atas bantalan tipis, melumat satu persatu terkadang mengulum bagian bawah saja, gemas tidak ketolongan, mengakibatkan tawa geli lolos kembali, sesekali meremat tengkuk kokoh sang Papi.

“Kamu imut banget, tahu nggak?”

Kevin mengulas senyum lembut, mata menyipit membentuk garis, dihadiahi kecupan kecil.

“Aku nggak sabar, By,” erang Juyeon kemudian menabrakkan gundukan setengah tegang di paha dalam yang terbalut celana pendek. Kevin menggigit bibir, merasa tersetrum oleh sentuhan. “do you like it?”

“I-Iyaa By..” gesekan terjadi menambah intensitas, lenguhan terlontar seksi di antara belah ranum terbuka. Kedua sekawan menikmati gerakan sensual sekarang, seakan melenyapkan segala akal pikiran. Juyeon tersengal sejenak, melupakan cara bernapas saking tidak ingin menjauhkan wajah, Kevin pun merenggut anak surai kehitaman, pinggul tak luput menghentak ke atas, tidak sabar hendak segera dieksekusi.

Pakaian santai tergeletak pasrah di atas karpet berbulu. Permintaan Kevin sendiri supaya digelarkan material lembut sebagai pijakan kaki. Kini sang pemilik studio telah polos seutuhnya, menampilkan kulit putih dengan tulang rusuk dada menonjol sedikit, bak memberitahu Juyeon betapa kurus dirinya seorang.

Juyeon memandangi pahatan itu lamat-lamat, ada rasa sedih mendera di sanubari setelah melihat keadaan bayinya, Kevin tidak suka makan, ia sangat tahu tapi tidak mengubris, Chanhee sudah terlalu sering memarahi si Pirang namun ia malah mendapat aegyo untuk melelehkan amukan. Juyeon tahu alasan kenapa dia jarang makan, tapi memutuskan tidak memperdulikan.

You should eat properly, By..” bisik pemuda tampan setelah sekian lama mengheningkan cipta, menemukan Kevin membulatkan mata sekaligus memiringkan kepala penuh heran. “nggak usah dengerin omongan netizen soal kamu,”

Kevin mengulas senyum, mengarahkan usapan di tengkuk pada parasan pipi tirus, “Aku makan kok, kamu nggak ingat kita syuting kemarin aku makan paling banyak?” Juyeon menghela napas, mengecup bibir si Manis membuahkan gelak kegelian.

Still not enough,”

I feast enough for my body, Juyeon,” Kevin memainkan ranum bawah seperti sedang memikirkan kalimat keyakinan selanjutnya. “and I’m healthy as fuck,” mau tak mau pemuda di atasnya tertawa pelan, memamerkan geligi-geligi manis, bagai meruntuhkan sikap bajingan yang melekat di sana. Jantungnya mendadak berdesir, walau setengah mati menahan diri agar tidak jatuh hati. Dia akan berakhir seperti Hyunjae dan dia tak ingin itu terjadi.

Fine, karena kamu Baby-ku sekarang aku harus mastiin kamu baik-baik saja, Sayang,”

Deg.

Panggilan Baby Moon mungkin mulai terbiasa didengar Kevin, tapi tidak dengan silabel Sayang. Seolah-olah mereka memang berkencan, hanya ada mereka berdua di dunia, tanpa peraturan, maupun orang-orang di sekitar. Manik kucing Kevin sedikit berpendar murung, memandang lurus pada netra feline lainnya.

Baby?”

“Hmm?” Kevin berusaha menyengir, mendapati raut kebingungan Juyeon di atas pandangan, “I’m fine, you need me, don’t you?” Juyeon menghela napas lagi, menerpa belahan bibir kemudian melumat benda kenyal kembali sembari menggerakkan jemari. Merayap di permukaan kulit, membelai sangat mesra. Kevin melenguh di sela-sela aksi, menggesekkan kejantanan masing-masing.

Fuck, I need you so bad, Baby Moon,” pemuda yang mengekang seraya menyapu leher, menyebabkan rambut-rambut halus melambai tersapa sentuhan. Kevin menggelinjang, sedikit tertawa apabila dirasa menggelikan, Juyeon pun ikut merefleksikan, merapatkan tubuh lebih erat.

By, it tickles,” si Manis melebarkan tawa, apalagi bibir Juyeon mulai mengecup areola miliknya. Beruntung figur tinggi sedang mengurung karena kakinya mulai bergerak tak beraturan. Juyeon mengecup sekali lagi lalu mengecup ranumnya kembali. God, his lips are addictive, aren’t they.

Bantalan kenyal berwarna merah muda tersebut bergerilya dari pentil terlebih dahulu. Menaikkan bulu kuduk serta tonjolan mungil, tegang, mengeras, dipermainkan bagai tombol mainan. Kevin menjatuhkan rahang, tersetrum listrik di persendian.

“Ah! Nghhh!” kejantanan mengacung tegak, menggeliat dirasakan Juyeon, setelah menghisap sekaligus mengulum macam permen, ia menuruni pusar, menggerakkan lidah di sana, menambah getaran kesensitifan. Ketika ia tiba di puncak jamur, Juyeon tersenyum menggoda.

Has Daddy done your cock, Baby?”

Kevin mengangguk seraya menahan desahan, tangan terkepal kemudian melemas, mendapat perhatian Juyeon sehingga pemuda itu mengaitkam jari mereka. “Twice, By..”

Juyeon menyengir, menggerakkan bibir di sekitar kulit rentan, Kevin otomatis mengerang nyaring, mengencangkan genggaman, terutama saat Juyeon kini memasukkan mahkota di rongga makan. Basah

bercampur liur, lembab sesama selaput.

Fuck nghh.. By pleasee..”

Selagi Juyeon menggoda kejantanan menggemaskan -sama seperti yang punya- ia menarik celana jeans yang tergelepar tak jauh, kepala tidak berhenti naik turun menghisap, menyusuri nadi-nadi menggunakan lidah sembari menyusup di salah satu kantong, mencari sesuatu. Kevin berusaha supaya tidak menggenjot ke atas, karena mulut Juyeon rasanya hangat dan enak sekali.

“A-aah!” Si Manis terlonjak kaget, sebuah jemari memijat antara bola dan perinium, menekan-nekan sesuatu di baliknya, dia merasa pusing terhadap rangsangan dua tempat, satu di penis, satu di sekitar pantat. “By.. ngh! Byyy!”

It’s okay, you’re doing good, Baby,” Kevin terengah-engah ketika jari menyisip ke dalam, saluran langsung membiasakan sejenak, memijat-mijat tulang yang memompa perlahan. Dia berupaya meredam erangan kenikmatan di balik telapak, walau ruangan studio kedap oleh suara. Memperhatikan betapa fokusnya Juyeon menyiapkan sarang, tidak mau membuat Kevin kesakitan. “who’s my good Baby hmm?”

Me..” lirih Kevin tak sadar menandakkan pinggul, tangan bebas Juyeon menggenggam si batang, mengurut-ngurut sesuai irama pompaan. Mengumpulkan bulir precum sesekali menjilat di lubang kemih. “mmh!”

“Aku makan boleh?”

Semburat merah memadamkan separuh wajah Kevin, lubangnya terasa mengetat di sekujur digit sementara Juyeon menyeringai pada respon tersebut. Dia pernah dimakan, dan rasanya geli-geli nikmat terutama lidah Sangyeon menggores setiap kerutan dinding tanpa merasa jijik. Kali ini giliran Juyeon yang meminta izin.

“B-boleh..” pemuda surai cepak antusias mendengar persetujuan, langsung saja ia melepaskan tautan digit kemudian membawa paha Kevin menekuk di atas dada, mengekspos segala keintiman, kerutan menarik perhatian, seiring helaan napas lelaki manis. Juyeon tak sadar menjilat bibir, lalu menyapukan indra pengecap di bagian paha dalam, membuahkan remangan di sekujur rambut-rambut halus dan tentu saja rintihan dari Kevin sendiri.

The taste of him was beyond Juyeon. It cannot be compared to his other babies, well Eric punya kenikmatan khusus sementara Hyunjae memang selalu beraroma memabukkan di sekitar sana, tapi tidak dengan Kevin. Lingkaran cincin yang terbentuk selalu berdenyut setiap lidah Juyeon berkeliaran, hidung bangirnya digesekkan pada bola kembar yang menguat, menaikkan keinginan Juyeon untuk segera menyantap, tidak sabar namun harus berlaku lembut supaya Kevin tak ketakutan. Sebuah jilatan panjang tercipta sebelum bibir menempel mendadak, Kevin berteriak panjang, refleks menegang. Tak membuat Juyeon berhenti, sebaliknya pemuda tampan mengulum liang, membunyikan becek antara saliva dan sarang.

Fuck-aah B-By-“ lelaki manis itu tidak tahu harus menaruh anggota gerak yang gemetaran, tangan kanan bersatu erat dengan sang Papi, sedangkan tangan kiri tampak memukul-mukul alas sofa. Juyeon mengadu pandang dari bawah, sungguh terpesona pada ekspresi liar yang dipamerkan si Bayi. Manik sipit menanar, mulut terbuka membuang napas, jakun naik-turun menyuarakan desahan puas.

Do you like it?”

Kepala Kevin terangguk-angguk, semakin erat menggenggam jemari panjang Juyeon, tangan kiri mencoba memainkan penis, alhasil ditepis perlahan, membuahkan rengekan, “No touching yourself,”

Please please wanna come-“

“Aku baru makan sedikit kenapa kamu sudah mau keluar heum?” Juyeon menjilat liang kembali, menggigiti sekujur otot tipis sebelum menerobos masuk. Kevin berteriak kencang, menjepit pemuda di selangkangan menggunakan dua kaki jenjang.

“P-Papi..”

Panggilan laknat yang dibenci Kevin akhirnya terlolos dari belahan ranum tipis. Manik Juyeon membulat sedikit lalu menyaksikan respon si Manis. Dimana bayinya sekarang terengah-engah dengan seluruh badan dihiasi semerbak merah, oh dan bulir putih di puncak kejantanan. Seringaian merebak, menandakan kebanggaan. That not so bad for Kevin to calling him one.

Yes Baby Moon?”

Kevin memanyunkan bibir, “Kiss me, Papi..” rengeknya menghasilkan milik Juyeon tambah berdiri, hehe, he’s a simp for Baby Moon, isn’t he? Tentu saja dia langsung mengabulkan permintaan, rela berhenti menyantap suguhan demi menautkan ranum keduanya. Lelaki surai pirang mempertemukan penis mereka, meredam erangan dalam sambungan nan panas.

“Papi nghh Papi..”

“Iya Baby, Papi di sini,” sumpah Juyeon nggak bisa menahan diri untuk tidak menyengir lebar akibat pemanggilan berulang-ulang tersebut. Kalau tadi Kevin tampak malas ketika menyebutnya Papi, kini dengan keadaan terangsang ia tambah menggemaskan setelah melontarkan panggilan. That doesn’t mean Juyeon dislike the label ‘By’. It’s just the way he said Papi like a lightweight would be.

Kedua bukan sejoli mulai menggencarkan serangan di setiap parasan kulit, mengembangkan penandaan, sekalian Juyeon mempersiapkan lubang Kevin lagi. Tiga digit menembus sempurna, kebas nan perih namun dia dapat menerima. Bahkan pinggul berlekuk bak wanita kini ikut menyamakan tempo, bersemangat hendak dimasuki benda panjang berurat. Juyeon melumuri penis dengan sisa pelumas yang dibawa, merobek satu bungkus kondom sebagai pengaman mereka pertama kali.

Although he didn’t fond of it.

“Papi..” lirih Kevin saat Juyeon sibuk menurunkan lateks tipis di batang sendiri, ia menggumam membalas, mengadu pandang ke netra nanar. “nggak mau pake itu..”

Baby yakin? Nanti susah loh bersihkannya,”

Want it raww..” lirihan berkedok rengekan terdengar menggedor-gedor gendang telinga, jantung Juyeon juga menyamakan detakan, perlahan menarik si pengaman menjauhi kemaluan.

Baby, you sure?”

Just fuck me now, Papi!!”

Juyeon mengendikkan bahu sembari mengocok kejantanan, mengarahkan puncak gemuk di lingkaran kenikmatan dunia sesekali menubruk-nubruk kecil, Kevin mencoba rileks, menatap langit-langit studio seraya menghela napas begitu dirasa sesuatu hendak melewati kerutan otot. “MMH-“

Peregangan terasa sangat nyata menampar muka. Nyawa Kevin berada di ujung kepala, padahal dia pernah melakukan ini sebelumnya, tapi minimnya frekuensi menyusahkan diri buat terbiasa. Juyeon menangkap raut kesakitan sehingga bergerak di atas pemudanya, memerangkap figur kurus sembari menggoyang kecil-kecilan, kecupan halus melayang, bisikan penenang didendangkan, Kevin terbuai dengan itu semua, sarang sedikit demi sedikit mau membuka untuk invasi barang tebal.

Baby.. fuck..” geram Juyeon menahan beban agar tidak menghentak maju, melihat Kevin begitu tersengal-sengal mengambil udara membuatnya tak tega melanjutkan. “you’re so tight, Baby Moon,” Kevin sontak sumringah, melebarkan senyum yang selama ini dikulum karena menahan perih, Juyeon merefleksikan raut, lembut sekali. Bagai menumbuhkan rasa percaya diri di dalam batin si Manis.

“Baru kepala ya By?”

Oh. Sudah sadar rupanya. Juyeon melirik ke bawah, menemukan mahkota gendut belum masuk sepenuhnya tapi tetap menyangkut meski tak etis. Ia menatap sang bayi, dikasih anggukan sekali, membuatnya melebarkan pipi bokong kenyal dan bergerak maju pelan-pelan, Kevin memejamkan mata, menikmati sensasi penuhnya ruang sempit berkontraksi sepanjang batang tebal, Juyeon diam-diam menggeram, menyembunyikan wajah di ceruk leher berkeringat, menguarkan kesegaran meski pemiliknya berpeluh hebat.

It’s all in, Baby..”

Kevin siap berpegangan di tengkuk, memijat-mijat area sekita secara lembut, berupaya memberikan rileksasi supaya tidak terlalu tegang, Juyeon mensejajarkan tatapan mereka, mendapati kesayangannya mengulas senyum manis.

Shit. He’s greedy.

“Gimana perasaanmu, By?” tanya si Tampan kasual, terdengar gelak tawa serta pukulan main-main mendarat di punggung lebar, tak lupa ada semburat merah muda menjalari pipi kurus pemuda di bawah.

“Penuh pake banget, how the hell Jeje can take both of you huh?” balas Kevin bertanya balik seraya mengerucutkan kening. Juyeon sebenarnya malas membicarakan orang lain saat mereka sedang memadu kasih, apalagi ini hubungan intim pertama mereka, masa membahas bayi keduanya sih?

Dunno, mungkin karena dia udah biasa digilir tiap kali aku kepingin,”

You just have insatiable lust, Juyeon,” jawab Kevin menghela napas panjang, “and he’s madly in love with you and willing to do everything to get your attention,”

“Aku pikir kamu nggak seperhatian itu,”

Si Manis menaikkan satu alis, “Aku pendiam bukan berarti aku nggak mengamati keadaan,” dia menatap lelaki di atasnya lamat-lamat, “kalau kamu nggak suka dia, kenapa masih kasih harapan?”

“Aku nggak kasih dia harapan,” gumam Juyeon memandang lebih serius, “it just happened naturally, kayak kamu coba satu permen dan nggak bisa berhenti buat nyicipin terus menerus, sampai pada akhirnya kamu bosan sama rasanya,”

Will it be my ending then?”

Juyeon terhenyak, manik Kevin menyiratkan sesuatu yang berhasil mengambil alih seluruh kalimat di benak. Hebatnya dia tak dapat berkata apa-apa. Cepat atau lambat, ia harus memutuskan perasaan apa yang sebenarnya dimiliki kepada kawan sebaya beda sebulan ini.

No.

Sekarang Kevin lagi yang diam. Gagu hendak mengutarakan sahutan. Dia mengulum bibir bawah, lalu tiba-tiba mengalihkan pandang, masih belum bisa menerka isi pikiran Juyeon sampai saat ini.

You won’t end up like him,” bibir kenyal bergerak, mendaratkan kecupan di sudut bibir lawan main, siratan keyakinan maupun kepastian tersampir, menggetarkan jantung Kevin yang sedari tadi berantisipasi. “mungkin sekarang aku belum bisa bilang I love you, tapi aku yakin aku mau kamu, Kevin..”

“Kasih tau aku secepatnya kalau kamu berubah pikiran,” bisik si Manis mendadak ingin menangis, dia tidak ingin terlalu mempercayai omongan picisan sebab Juyeon adalah bajingan. He’s a manipulative bastard and a selfish human being. Kevin tidak ingin jatuh ke lubang yang sama seperti Hyunjae.

Juyeon tak berkata apa-apa selain menyusuri garis leher pemuda lain menggunakan hidung bangir, hendak mengingatkan bahwa mereka masih punya sesuatu yang harus diselesaikan. Kevin memahami isyarat tersebut lalu memutuskan menjauhkan segala pikiran buruk, ketika pinggul Juyeon bergerak mundur, di situlah nafsu mengambil alih.

“Ah.. aaah..”

Sofa di studio bergerak menabrak dinding beton, sesuai dengan tempo genjotan lelaki surai hitam. Poninya menempel di kening, mulut terbuka memberi jalan untuk pernapasan, bersamaan Kevin merespon dengan desahan patah-patah, menikmati bagaimana puncak gendut diarahkan ke atas, tepat di buntelan sensitif.

“Ngh- nghhh By..”

Baby..” desah Juyeon sangat berat di indra pendengaran, membuahkan raungan serta remangan seluruh kulit. Kevin mengaitkan tumit di tulang ekor Juyeon, memeluk erat-erat menjadikan penyatuan mereka lebih dalam. “fuck Baby..”

“Juyeon.. ngh Juyeon..” Kevin meregangkan leher, kode minta dicium di sana, Juyeon bergegas menuruti, sambil menggoyang konstan, ia membubuhi daerah sensitif tersebut dengan lumatan maupun gigitan.

Bunyi tamparan antara panggul dan pantat menggema di penjuru ruangan kedap suara. Perut Kevin mulai mengikat membentuk simpulan, pertanda ia ingin sampai, kejantanan kurang lebih itu tergesek perut Juyeon, tanpa disentuh sama sekali, bulir mani mulai membasahi otot abdomen sendiri.

By, d-deket..”

“Mau sama-sama?” tawar Juyeon melepaskan kuluman, Kevin mengangguk cepat, menjerit lantang begitu sang Papi menggenjot cepat-cepat, menabrak buntelan rentan tiada ampun hingga ia kewalahan. Dia hanya meracau tak jelas, disusul putih menembak kuat mengenai dadanya.

Juyeon mendesah begitu melihat pemandangan, menumbuk sekali lagi mengakibatkan ia tiba di dalam Kevin. Melukis benih di dinding ketat, berkedut-kedut setelah pemiliknya meraih klimaks duluan. Kedua bukan sejoli sama-sama tersengal, menukar napas di wajah masing-masing sebelum berpelukan. Tepatnya, Juyeon mendekap posesif, sementara Kevin memindahkan kalungan di tengkuk menjadi ke pinggang mungil idaman wanita.

“Aku nggak mau pulang,”

Pemuda yang ditindih sempat meloloskan tawa, mengusap kepala bagian belakang Juyeon sekaligus memberi pijatan lembut, “Kamu yakin mau tidur di sini?”

If we go home we’ll be strangers to each other,”

Really?” Juyeon menggumam, meredam suara di ceruk leher Kevin lagi seolah-olah tempat itu menjadi rumah terbaik untuk menyembunyikan kegundahan. “tapi peraturan kita sudah kecoret, By, kamu sendiri yang bilang,”

“Aku cuman takut Sangyeon Hyung ngamuk karena aku berhubungan sama dua bayinya,”

Kevin menahan diri sebentar, jari-jemari setia menggaruk rambut yang tumbuh di belakang kepala, memikirkan jawaban buat pernyataan Juyeon.

He won’t be mad I guess, if we tell him the truth. Aku malah takut Hyunjae Hyung tiba-tiba bunuh aku gara-gara main sama kamu,”

“Aku yang maju duluan ngelindungin kamu,” si Manis tertawa geli, menarik Juyeon supaya mereka bisa saling menatap, kini giliran dia yang mencium duluan, merasakan tekstur kenyal di atas parasan bibirnya. Juyeon memperdalam sebentar, menyatukan belahan seperti kepingan puzzle, slotted perfectly.

We can keep it as secret till you want to tell them, it’s not like I have another person other than Sangyeon hyung to have sex with,”

How about you and Jacob Hyung?”

He’s my bestfriend and my brother, By, and I’m a bottom by heart so I cannot imagine us having sex like you,” ujarnya seraya menyentil hidung mancung Juyeon, pemuda itu mengerucutkan bibir, mendadak cemburu pada kedekatan anggota asal Kanada tersebut.

“Jadi kamu cuman main sama Sangyeon Hyung?”

Yes, he took my virginity, and second experience I got a threesome with him and Jacob,”

How the fuck I don’t know about this?!” sahut Juyeon tak percaya, Kevin mengendikkan bahu.

You’re too caught up with this relationship I guess?”

A threesome?” si Tampan masih tidak dapat menduga, bahkan membayangkannya saja susah. Kevin melayangkan cubitan di pinggang supaya berhenti mengulang cerita. Memang cuman mereka saja yang bisa threesome? The other group also can.

Yes, if you must know the detail, he fucked us by turns, oh I made out with Jacob too when he did that,”

God, why I just noticed you now instead of years ago?” tersirat nada penyesalan di kalimat yang Juyeon ucapkan, dia tampak kesal pada dirinya sendiri yang terlalu memperhatikan Hyunjae sementara Kevin seorang cukup membuat jantungnya berdebar kencang.

Pemuda rambut pirang mematri senyum tipis, tidak bisa menjawab juga lantaran dia pun tidak memperhatikan Juyeon sampai detail. Dia cuman tahu temannya ini sangat cuek dan brengsek. Mempermainkan hati Hyunjae yang bucin parah terhadapnya.

“Tapi kamu sekarang di sini, nindihin aku,”

After The Princess has made up, Kevin Moon,” Juyeon menghembuskan napas panjang, mendusel wajah Kevin gemas, mendapat kekehan geli. “Tuhan capek sama mereka yang kelahi tanpa henti,”

And whose fault is that huh?”

Juyeon memainkan bibir, tampak berpikir, “Younghoon Hyung?”

And you.”

“Loh? Kok aku?”

“Kalau saja Younghoon Hyung balas perasaan Chanhee sama kayak kamu balas perasaan Hyunjae Hyung, perseteruan bodoh ini nggak mungkin terjadi, Lee Juyeon,”

“Tapi aku nggak punya rasa sama Hyunjae, By!” kilah Juyeon tak mau kalah, menyebabkan Kevin memutar mata malas.

“Tapi kamu kasih harapan ke dia, Juyeon.”

Fine.” Juyeon menggembungkan pipi, “fine this is all my fault, I can’t help it he’s tasty, dan aku pemuda hormonal yang nggak bisa nolak semua itu,”

Yeah. I know.”

By, kamu marah?

“Marah kenapa?” oh lihatlah alis Kevin curam satu.

“Kamu mau aku berhenti main sama Jeje?”

For what? He’s your baby before me, why would you do that?”

I don’t know, supaya kamu nggak cemburu?”

“Aku nggak cemburu.”

You said that without looking directly into me.”

Netra kucing kembali bertemu, dan Juyeon tak menemukan kecemburuan ataupun kebencian terpendar di sinar pandangan lelaki asal Kanada. Hanya ada tatapan dingin seperti menyatakan kesungguhan dari lubuh hati terdalam.

“Aku sudah siap sama konsekuensinya.”

Juyeon menggigiti bibir bawah, kikuk sendiri sebab menjadi manusia paling egois sepanjang masa. “Kamu nggak cemburu..”

“Untuk apa? Nggak ada yang perlu dicemburui, aku bukan pacarmu,”

I had a proposition yesterday, about a date but you declined,”

Trust me you still need Eric and Jeje *so you cannot take me on a date,” jawab Kevin setengah berbisik, tidak melanjutkan kalimat setelahnya meskipun ingin. Juyeon terhenyak kembali, bak menyetujui walau mulut memberontak mengatakan sebaliknya. Kevin memberi tatapan keyakinan sekali lagi sampai akhirnya ia menyerah dan mendekap si Manis lebih erat.

Biarkan keduanya seperti ini, menjalani hubungan rumit entah sampai sesuatu terjadi.

And that was final ending of Bang Boyz, bagaimana awal mula perjanjian tidak tertulis dibuat hingga lenyapnya peraturan memudahkan mereka saling berbagi satu sama lain.

Because I’m possessive as fuck if I said yes to your offer, and not willing to share you with them anymore,’ itulah yang ditelan Kevin bulat-bulat dan tersimpan rapi di relung hati. Hanya dia dan Tuhan yang tahu selama apa ia menyembunyikan perasaan aslinya dari Juyeon.

.

.

.

Fin beneran deh cape banget gua ngerjain ini doang😭

jumil in Los Angeles

.

.

.

BLAM

Bunyi pintu tertutup keras lumayan mengejutkan Juyeon yang baru saja menyelesaikan kegiatan mandi tengah malam lantaran merasa lengket setelah berjam-jam bersenang-senang di konser daerah Los Angeles. Dia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang melakukan, karena detik berikutnya si pelaku telah duduk manis dengan wajah tertekuk di kasur single tempat Juyeon tengah menghadap sembari menggosokkan handuk di ubun-ubun agar surai ginger segera mengering.

Belum ada percakapan mengalir, hanya ada suara gesekan kain penyerap, serta tumit menggantung mengayun ke depan ke belakang, sesekali pemiliknya melompat kecil, macam mencari perhatian.

“Hm?”

Hyunjae menjulurkan bibir, manik tampak ragu tapi tak dapat menahan terlalu lama, “Horny.”

Jujur Juyeon kaget. Nggak biasanya teman satu grup tiba-tiba mendatangi hanya untuk mengatakan satu kata sakral buat Idol seperti mereka. Iya sih nggak sekali dua kali mereka menuntaskan pelepasan masing-masing ketika di asrama, tapi tidak juga sefrontal sekarang. Apalagi pribadi Hyunjae yang suka ‘menolak’ segala momen bersamanya, namun sering ditemukan bergelayutan dengan anggota lain.

Like, the sexual tension between them is so damn this close 🤏 to make me snap. Apalagi bagi Juyeon yang melakukan.

O..kay,” beruntung lelaki kelahiran Januari santai tidak ketolongan, tidak berkomentar, meski dilanda keheranan, tidak juga memaki sang kakak. Dia hanya meletakkan handuk di kursi, bersikap acuh tak acuh. “terus aku harus ngapain?”

Hyunjae, merasa dianggap main-main langsung memberanikan menghampiri figur tak kalah bongsor, melingkarkan lengan di pinggang kecil pujaan anggota, menyandarkan pipi di pundak tegap. “Bantuin..”

“Bantuin apa?”

Need something in my mouth,” bibir Hyunjae teredam kaos hitam Juyeon, mengeratkan kalungan, modus hendak membelai gundukan lain di balik celana tidur. Juyeon menggumam.

“Butuh apa? Jari?”

“Hngggg.. mau titit..”

Juyeon benar-benar tidak paham dengan pribadi kakaknya yang ini. Sejak kapan Lee Hyunjae a.k.a Lee Jaehyun mau penis di mulut hah? Sewaktu mereka hand job saja, dia melesat kabur setelah melakukan sekali. Saking apa ya? Malu mungkin? Menyesali perbuatan yang sudah ia lakukan bersama anggota sendiri.

“Yakin?” Juyeon mencoba lagi, merasa ada benda keras digesekkan di antara belahan bokong tertutup kain, isyarat kalau Hyunjae tidak berbohong soal terangsangnya. Sang kakak mengerang manja, ditemukan menangkup miliknya yang mulai tegang akibat kebanyakan diusap.

“He eum..”

Akhirnya si adik beda beberapa bulan membalikkan badan, ikut mengalungkan lengan panjang di pinggang bongsor, sesekali meremas acak pantat semok kesukaan. Hyunjae melenguh patah-patah akan dua hal, organ di depan main pedang-pedangan, telapak besar idaman mengganyang bantalan.

Sungguh luar biasa sensasi malam ini.

Kemana dia kemarin, huh? Kenapa pas selesai konser baru kepingin mencicipi Juyeon? Menginginkan sesuatu memenuhi mulut atau kalau boleh Juyeon bergerak menyodok tenggorokannya. Dengan senang hati dia menerima. Bodo amat rahangnya bakal kram, atau parahnya, dinding tenggorokan menjadi radang, yang jelas dia mau permintaan dikabulkan.

Kedua anggota saling bertatapan, mengundang magnet menarik kepribadian yang berlawanan. Hyunjae terpesona pada fitur wajah sang adik, tidak salah dia dijadikan visual nomor satu di The Boyz walau dirinya juga berada dalam lingkaran tersebut. Sekejap ujung hidung mulai bersentuhan dan Juyeon meraup bibirnya tak sabar.

Damn. Hyunjae tidak pernah menyesal mengajak Juyeon ciuman pertama kali. Rasanya seperti menyatukan kepingan teka-teki, cocok dan tidak boleh terpisahkan lagi. Juyeon makin menubrukkan tubuh mereka, tangan-tangan nista bergerilya di punggung hingga pantat, penis terbalut senantiasa ditabrakkan, menyetrum listrik di seluruh persendian. Hyunjae menggelinjang nikmat, kelopak menjadi berat seraya memagut Juyeon kasar. Dia tidak ingat bagaimana adiknya mendorong ke ranjang tanpa melepaskan tautan.

“Ju.. lepass..”

Juyeon belum mau mengindahkan, sibuk menjejalkan lidah di rongga makan, sudah biasa bertamu sesama indra, menyesap sari-sari di seluruh dinding maupun langit-langit, menyebabkan saliva teruntai berlebihan. Begitu ia menjauh, sekitaran mulut Hyunjae basah tak terkira. Dia menyengir lalu mengecup gemas.

“Lepas ih!”

“Nyuruh-nyuruh terus, kutinggal baru tau.”

Kakaknya mengerucutkan bibir, menyandarkan telapak di dada bidang masih terselimuti kaos hitam, membelai sensual terutama di bagian puting, terasa mengeras akibat sentuhan. Juyeon hanya memandangi setiap pergerakan, mengalah meloloskan material yang melekat hingga bagian atas telah polos. Hyunjae mengerang pelan, langsung mencumbu di permukaan nan terbentuk.

Easy Hyung, aku nggak kemana-mana..”

“Sumpah aku horny banget,” si Manis merayap ke karet celana yang melingkari pinggang, membantu menurunkan kemudian terkesiap saat kejantanan Juyeon menampar perut kotak. “fuck!”

“Lebay, kayak nggak pernah lihat aja,” gumam Juyeon diam-diam bersemu merah melihat respon sang kakak, organnya pun ikut menggeliat seakan memahami keterpanaan Hyunjae. Bangga karena punya barang bagus di antara sebelas anggota.

“Kamu nggak mau rekam aku pas ngulum, Juy?” tawar lelaki surai hitam mengedip-ngedipkan mata menggoda, Juyeon menyeringitkan dahi, atas dasar apa Lee Jaehyun senang divideo? Lihatlah pancaran binar-binar saat mengusulkan, tegakah Juyeon menolak permintaan?

“Oke,” jawab si Tampan agak serak, berdiri sebentar demi meraih ponsel di meja dekat televisi, Hyunjae menunggu bak anak anjing, mungkin kalian bisa lihat ilusi ekor mengibas-ngibas menanti kedatangan sang majikan. “okay.. Jae Baby..” telinga lelaki lain terangkat pada panggilan, terutama berintonasi berat nan sedalam Palung Mariana, Juyeon tersenyum di balik layar, mengarahkan kamera ke kakak beda 4 bulan. “buka bajumu, Sayang, kasih lihat badanmu ke Daddy,”

Hyunjae tergesa-gesa melucuti pakaian yang melekat di permukaan, menyisakan ia polos seperti bayi baru lahir. Penis yang warnanya serupa dengan kulit putih susu kepunyaan tampak mengucurkan bulir anak mani, menandakan kalau ia terangsang setengah mati. Juyeon menyamankan lutut menjadi penumpu di alas kasur, mengocok milik sendiri di hadapan Hyunjae yang menungging.

Kepala gendut diarahkan mengotori bibir tipis, sudah ingin dilahap namun pemiliknya mengalihkan ke tulang pipi. Menyemai precum yang telah terbentuk hasil permainan pedang-pedangan tadi. Hyunjae melenguh manja, benar-benar tidak sabar hendak memasukkan.

Such a slut for Daddy’s cock, hm?” tanya Juyeon mendekatkan kamera ke wajah tetua keempat, merekam setiap tarikan otot raut yang ditampilkan hanya karena penisnya masih mengusap si permukaan. Hyunjae sempat menjulurkan lidah, dan Juyeon sigap mundur menjauhkan. “a a a, not so greedy, Lee Hyunjae,”

Please please aku mau kulum, Daddy..”

Not yet, Baby,” jawab si Tampan sedikit bernada tajam, hendak memperlihatkan dominansi meski dia paling muda di kamar. Hyunjae otomatis bungkam, rela menerima perlakuan dimana batang kini dieluskan pada pipi tembam. “there, there looking good with precum on your cheeks, Jae Baby,” segaris untaian putih terlukis di sana, puncak kembali menyodok-nyodok bibir yang terkatup. “ayo buka.”

Buru-buru Hyunjae meregangkan ranum, lidah tampak datar, geligi berusaha tidak bergabung menggores kemaluan. Sedikit demi sedikit rongga makan dipenuhi barang kebanggaan lebih 10 centi, menyusuri setiap celah dinding atau langit-langit kemerahan. Juyeon mendesis keenakan, baru kali ini merasakan betapa nikmatnya mulut Lee Hyunjae seorang.

Fuck Baby, mulutmu enak banget..”

Hyunjae membuat suara-suara mendengking atas pujian, memainkan lidah di sekujur batang mengeras, sesekali menghisap kecil-kecilan. “That’s it, Jae..” Juyeon memaju-mundurkan secara hati-hati, tangan kanan setia mengambil rekaman kejantanan keluar masuk di mulut si kakak. Menggemakan bunyi gurgling di setiap tusukan. Pemuda lain merilekskan kerongkongan, agar Juyeon lebih leluasa menghancurkan saluran pernapasan.

Tetesan liur membasahi sekitaran bibir yang terbuka, mata mungil bak rusa terkatup-katup sambil menikmati sodokan berulang-ulang. Hyunjae menggumam, berniat memberi getaran, mengeraskan desahan Juyeon dan tempo dipercepat. Si Cantik berusaha bernapas lambat-lambat, walau wajahnya mulai memucat. Juyeon malah menjambak rambut hitam miliknya, menambah rengekan diikuti tetesan air mata.

Shit.. shitt mulutmu Hyung.. ini baru mulut di atas, mulut di bawah gimana, huh?” ada keterkejutan terselip di manik mungil Hyunjae, seperti membayangkan kalau seandainya Juyeon menghujam bagian belakang. Woah. Woaaahh! It’s not that easy, is it?

You’ll look beautiful if I paint you in white,” ujar sang adik dibalas anggukan cepat. Juyeon tersengal tanpa menghentikan genjotan, batangnya terasa membengkak, siap meluncurkan serangan. Begitu ia hendak sampai, pinggul mundur sedikit mengambil posisi di atas lidah, tangan mencengkram rahang Hyunjae kuat-kuat lalu memyemburkan cairan. “fuck! Fuckkk!” umpatnya terus-menerus menggoyang kecil. Hyunjae sendiri tak dapat melakukan apa-apa selain menerima apa yang disuguhkan. Sesudah Juyeon menghabiskan pelepasan dan menarik keluar sepenuhnya, ia tak langsung menelan.

Good boy, Jae Baby,” Hyunjae menggelinjang lagi, menahan mulut agar tidak menurunkan paket yang tertampung. Juyeon tersenyum lebar, memegangi dagu sang kakak supaya dapat membuka sedikit, “kasih lihat Daddy mulutmu Sayang,”

Pelan-pelan dia meregangkan ranum, menjulurkan lidah menampakkan kubangan putih bertekstur kental di permukaan. Juyeon menepuk-nepuk kepalanya bangga, tergerak mengecup kening tertutup poni kehitaman.

“Telan, Jae.”

GULP

Jakun bergerak naik turun sesudah diberi titahan. Rasa mani yang khas masih merekat di dinding serta langit-langit rongga. Dia menjilati sudut bibir kembali, berupaya mencari sisa-sisa lain.

“Udah?” Juyeon terdengar bertanya, Hyunjae menggeleng, “loh tadi katanya kulum,”

“Mau yang lain,”

Alis Juyeon naik satu, “Mau apa?”

Hyunjae menggerakkan bibir, nampak ragu dan bimbang, “Aku.. mau dimakan..”

Hah?

Wah. Juyeon tidak bisa merangkai kalimat.

“Dimakan?”

Kakaknya mengangguk, “Iya, kalau kamu mau sih,”

Hyung, what have you done these days hm?” Juyeon bersuara lembut sekali, seakan tidak ingin menakuti si Manis, memberi usapan halus di dagu, sesekali menyusupkan jempol ke dalam mulut. Melihat bagaimana lidah Hyunjae bergerak membaluri sehingga basah tiada tara. Bahkan menghisap-hisap bak mainan bayi. Juyeon menarik jempolnya lagi, mendengar erangan kecewa.

“I was exploring..” cicit lelaki rambut hitam pelan, “and.. want to know how it feels if you eat me..”

“Maksudmu blowjob atau..” si Tampan memastikan pengertian eating yang dirujuk Hyunjae, dan laki-laki itu bersemu merah. Merah banget sampai ke telinga. Juyeon sih lihatnya gemes, pingin mengunyek pipi tembamnya.

“Ihh.. yang itu..”

“Yang manaa?”

“Juyeon kamu pasti ngertii..”

Juyeon mengulum senyum, bergerak mengecup ujung hidung bangir yang menggeliat-geliat lucu. “Nggak, aku nggak ngerti,”

Akhirnya Hyunjae menggembungkan pipi, tiba-tiba berbaring di atas kusutan seprai, masih mengadu tatap dengan adiknya, dia menghela napas panjang, kemudian membalikkan badan. Memberanikan diri mengekspos bagian terintim darinya.

Please eat me,” gumam Hyunjae menarik bantalan empuk ke samping, dia tidak tahu respon Juyeon gimana, yang jelas dia malu banget sudah memperlihatkan semuanya. Ketika dia menoleh, Juyeon menyeringai, berjalan menggunakan lutut kemudian mendaratkan telapak tangan di permukaan. “aah!”

Thought you never asked,” ujar Juyeon meniup sekitaran, Hyunjae terkesiap, refleks mencengkram material alas tidur di bawah. Liang berkedut-kedut pada kekosongan sebelum tergantikan oleh sesuatu kenyal.

“Ahh! J-Juyeoonn..”

Bibir plump idaman wanita mendaratkan kecupan di celah kulit sekitaran liang, hidung mancung mengikuti garis belahan, kemudian mengulum si kerutan. Menemukan sang kakak terjengit kaget melepaskan erangan nikmat.

“Ngh.. nghh Juyeon please..”

Juyeon meludahkan seuntai saliva tebal tepat di pintu masuk, langsung ditelan bulat-bulat tak sengaja mengakibatkan miliknya tegang kembali. “Kenapa baru minta sekarang, Hyung?” satu tangan merayap melewati dua kaki, mengurut kejantanan kakaknya pelan-pelan.

Lelaki itu tidak dapat mengutarakan jawaban, karena rasanya enak pakai banget! Dia juga menyesal kenapa tidak melakukan rimming bersama Juyeon di awal-awal memulai hubungan mutualisme ini. “Ju.. ngh.. Ju kamu rekam nggak?”

“He eum,” gumam Juyeon pelan, tangan kanan menggenggam ponsel lalu mengarahkan ke liang yang berkilau akibat liur. He spat on it again, watching it swallows hungrily, bahkan mendekatkan sampai kamera terfokus terhadap kerutan berkedut-kedut. “what a greedy hole,” komentarnya kemudian menjilat panjang dari bola menggantung ke perinium hingga ke lubang lagi. Mendapati Hyunjae berteriak nikmat sembari menenggelamkan muka pada bantal.

Fuckk.. nghh.. Juyeon fuck me with your tongue,” erang sang kakak mulai menggerakkan pinggul, ingin sekali dipenuhi indra pengecap. Dimana Juyeon langsung saja mengabulkan, menusuk-nusukkan lidah secara hati-hati, menikmati bagaimana sempitnya ruang yang berdenyut di sekitar.

Tubuh Hyunjae gemetaran hebat, sekejap dinding satin menjepit kuat si benda lunak dikarenakan ia berhasil meraih klimaks dengan menyemprotkan mani di seprai awut-awutan.

Juyeon menjauh sebentar, menontoni kondisi anggota sendiri terengah-engah bak dikejar kawanan singa melalui layar telepon genggam. Punggung seputih susu menyerakkan warna kemerahan, ditambah lubang membuka menutup mengikuti tarikan napas.

Hyunjae mencoba menolehkan kepala, terdapat jejak air mata dan ingus setelah turun dari ambang kenikmatan. Juyeon mendekatkan wajah mereka, menerpa area bernapas dengan karbon dioksida sebelum menautkan bibir bersamaan. Mendengarkan erangan manja teredam penyatuan dua belah ranum nan kenyal.

“Mau lagi?” tawar Juyeon setengah berbisik, Hyunjae menggeleng lemah, tergesa-gesa menghempaskan badan akibat kram terlalu lama bertumpu lutut maupun telapak. Penis terkulai, kubangan putih tercetak jelas. “padahal aku belum puas,”

“Hnghh nanti lagi..” rengek si Manis mengerucutkan bibir, beruntung Juyeon masih menyalakan fitur kamera, tidak tahu sudah berapa menit ia merekam, dimulai dari Hyunjae mengulum adiknya sampai Hyunjae merebahkan figur, bernapas tidak teratur. “aku nggak tahu kenapa malam ini horny banget,”

“Hmm, ada apa ya sama angin LA?” goda pemuda lain melempar senyum jenaka. Menyebabkan Hyunjae merona merah sangat cantik sekali hingga Juyeon tidak tahan untuk tidak memagut bibir tipis itu berkali-kali, membuahkan pekikan kaget serta menikmati perlakuan.

Dua netra saling beradu, antara nafsu dan keinginan penuh sama-sama terpancar dalam sinarnya. Jantung berdegup kencang, tapi tidak paham disebabkan apa. Mereka memutuskan menyelami manik masing-masing tanpa memikirkan kemauan mereka di esok hari.

Indeed Juyeon is right, what’s happening with Los Angeles?

.

.

.

Based on this thought.

Gimana kalo Juyeon baru selesai mandi terus Hyunjae grasah-grusuh datang ke kamarnya minta kulum🥲 my wildest dream of jumil’s real life interaction off camera. Their sexual tension is sooo thicc sampe aku pengen banget neriakin mereka “JUST DATE ALREADY!”

Kek... JAE KENAPA SIH KAMU TUH SUKA MODUS KE JUYEON TAPI PAS DIBALAS LANGSUNG RUSUH SENDIRI PADAHAL JUYEON BIASA AJA ANJING.

Oke stop, daripada aku tambah darting.

Thank you for reading, nyeheeee~

bermuda office au🔞

Warning : first time bottoming

***

Kembali lagi bersama Juyeon, si pemuda dilemma sepanjang masa. Dia baru saja keluar dari kamar mandi saat kilas balik ‘threesome’ di rumah Younghoon beberapa minggu lalu menghantam saraf-saraf di memori. Tiba-tiba kelopak mata menutup pandangan, sempat terhenti sejenak di ambang pintu kayu.

Sialan.

Kata-kata Younghoon, tentang keluar di dalamnya, terus terngiang di benak. Dia masih mengingat setiap variabel, suku kata, intonasi, serta air muka sang atasan ketika mengucapkannya sesantai orang berjemur di pantai. Tiada hambatan, halang rintang terbuang jauh-jauh seakan mereka sedang membicarakan cuaca dibanding mengutarakan keinginan.

Apakah dia mau?

Apakah Juyeon mau menjadi pihak yang dimasuki? Seperti dia menggagahi Hyunjae tempo lalu, merasakan lubang hangat nan basah menyelimuti batang, tidak mau dilepaskan begitu saja, seperti.. dinding Hyunjae menyesuaikan bentuk penisnya. Apakah dia mau menerima Younghoon di liang? Memijat kejantanan tak jauh berbeda milik bosnya sembari memandang ekspresi yang akan dibawakan saat ia menyempitkan ruang?

Juyeon menegak ludah, mendadak pening sebab dihantam terlalu banyak pertanyaan. Kenapa sih dia tidak tanya aja? Atau meminta langsung?

Pak, Bapak jadi mau keluar di dalam saya?’

No, Juyeon. Too desperate.

Pak.. soal tawaran Bapak kemarin.. saya pingin coba..

For god’s sake Juyeon, kamu kayak anak SMA minta dipecahin keperjakaannya sama senior.

Pak..’

Pak..’

Sudahlah. Juyeon menyerah saja kalau banyak keraguan dan kebimbangan. Lagian bukannya itu sakit pas pertama kali? Eh tapi Hyunjae bisa sampai rangkap dua, dan Kevin pun waktu sama dia meminta lebih, berarti tidak terlalu buruk bukan?

Kepada siapa dia meminta pertolongan tentang hal ini huh? Kala pertama menjadi pihak bawah, rasanya Juyeon harus belajar dari awal.

Bagaimana dengan Karina? Tsk, Karina itu penyuka wanita, dan liangnya punya pelumas otomatis supaya tetap basah tanpa perlu disentuh secara langsung. So pasti, tidak.

Hyunjae? Hell no, Juyeon tidak mau kehilangan kemaskulinan di depan istri bos. Dia tak ingin Hyunjae menggodanya habis-habisan apabila ia meminta pertolongan di bagian sana. Raut wajahnya bisa langsung dibayangkan.

Bagaimana dengan Kevin? Dia hampir tersedak sesuatu tak kasat mata, apa sebenarnya bagus meminta bantuan Kevin? Dia sudah punya pacar kan? Dan bagaimana responnya saat tahu Juyeon ingin membereskan loteng berdebu karena tidak pernah dipakai sama sekali?

Ah, mungkin Chanhee pilihan yang lebih baik. Daripada dia dihinggapi kecanggungan bersama mantan teman tapi mesra mending dia menanyakan ke sahabatnya segala sesuatu yang berkaitan di belakang. Kebersihan, persiapan, sampai ke titik sensitif di dalam.

Entah kenapa, dia ingin sekali mencoba melakukannya, menatap Younghoon di atas badan, dibuai mesra, dibisiki kalimat-kalimat sensual, membuncahkan dada maupun hasrat di perut dan bola. Bagaimana rasanya benda serupa penisnya masuk memenuhi lubang sempit tak terjamah, atau rongga mulut pun tidak masalah. Apakah Younghoon akan menggeram? Mengatakan soal Juyeon menjadi anak baik? Menerima semua perlakuan pria lebih tua hingga ia menangis akan rasa sensitif di permukaan? Damn, he’s a simp for praises.

Malam itu, ia menghubungi Choi Chanhee. Semoga saja dia tidak mengganggu momen kemesraan dua sahabatnya di rumah mengingat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dimana seharusnya orang normal tipe pekerja sepertinya bergelung dalam selimut sembari menunggu diculik alam mimpi.

But here he is. Laying on the bed, looking at ceiling, listening to ring sound of connection from his phone. Waiting patiently for the receiver.

What?”

“Hey.. um..” Juyeon tergagap beberapa detik sesudah Chanhee menjawab, tiba-tiba naskah pidato permintaan buyar karena kegugupan mendera.

“Juy, I don’t have time for this,”

“Eh, wait! Wait aku mau ngomong penting,”

Shoot.”

Juyeon memainkan bibir bawah, membuang rasa malu yang hinggap di rongga dada, “I need your help.”

What help?”

Can you teach me how to.. clean myself?”

“Kamu nggak bisa mandi sendiri?”

Not that!” kilah Juyeon bersungut-sungut, tidak melihat betapa curamnya alis Chanhee di seberang sambungan. “maksudku bersihin di.. bagian sana..”

Ass?”

“Iya..” cicit pemuda tampan tersebut memerah hebat, bersyukur sang sahabat tidak ada di hadapan.

“Kamu sekarang jadi bottom?”

Kan. Dia takkan pernah bisa menyembunyikan rahasia terbesar disaat ia berteman dengan Choi Chanhee. Jika Chanhee tahu otomatis Changmin juga tahu, lalu habislah reputasi Juyeon sebagai pria pemburu bottom yang punya barang kebanggaan bagus.

Ah. Juyeon memang harus menceritakan semuanya kepada Chanhee.

Long story, but, please help me,” pinta lelaki itu benar-benar memohon, berharap lelaki lain tidak terlalu banyak tanya dan langsung terjun membantunya. Chanhee menggumam, tahu sangat Juyeon tidak bisa dipaksa membeberkan lewat telepon.

“Oke, besok aku ke rumah, siapkan pelumas, kondom, sama enema, paham?”

“Enema?”

“Cari di apotek, ada kok bentuknya kecil aja,” Juyeon mengangguk seraya menggumamkan kata iya sebelum koneksi terputus, meninggalkan dia menatap layar ponsel yang menampilkan foto pemandangan saat ia pergi rapat tahunan bersama Younghoon.

Speaking of the devil

Big Boss

Dua minggu lagi kita rapat tahunan di Hongkong, tolong siapkan yang diperlukan ke sana ya Ju

Me

Baik Pak

(read)

Ish, benar-benar menyebalkan. Juyeon kira setelah permainan terakhir mereka di mansion, Younghoon akan lebih simpatik atau paling tidak lembut lah kepadanya, ini tidak sama sekali. Tetap profesional seperti dulu, seolah-olah yang kemarin menggoda Juyeon di ranjang bukan bosnya melainkan kepribadian yang lain.

Tidak jelas.

Namun masih dipikirkan keras.

Otaknya berdenyut pertanda meminta berhenti, dan akhirnya ia jatuh tertidur.

***

“Langkah pertama, kamu harus bersihkan lubangmu dulu.”

Juyeon memandangi segala macam bentuk alat yang ia beli dan Chanhee bawa. Dihamparkan ke atas ranjang dimulai dari tabung kecil sampai mainan dewasa dildo standar, tidak kecil, tidak besar, macam diciptakan untuk pemula.

“Gimana bersih-“

That’s why we have this.” Chanhee menunjukkan sekantong plastik beserta untaian selang dengan ujung kecil di bagian terakhir, Juyeon menegak ludah, benar-benar tidak tahu apapun soal begini. “yang paling penting bagi seorang bottom adalah kebersihan di sana, terutama kalau kamu nggak pakai pengaman, paling ribet membersihkannya. Kenapa kita harus ngelakuin enema? Kamu nggak mau kan sesuatu nyangkut di kelamin pasanganmu?” Juyeon menggeleng cepat, tak sudi membayangkan apapun, “nah itulah fungsinya,”

“Habis kamu bersihkan, sudah keluar semua tuh cairan enema dari lubang, kalau bisa sampai warnanya jernih, itu tandanya lubangmu sudah bersih. Setelah itu, kita coba fingering,”

“Aku selalu fingering pasanganku,” Chanhee berdecak atas penuturan absurd itu. Menurutnya pria top tak pernah tahu rahasia terpendam pria bottom.

“Bagi yang sudah berpengalaman dalam hal-hal belakang, Juyeon. Kita, pihak bawah, pasti sebelum berhubungan, latihan fingering dulu biar luwes kalau ketemu penis, kamu pikir tiga jari dalam satu kali fingering cukup buat masukin barang sebesar punyamu? It’s not work that way, Sweetie,”

“Terus, yang masuk dua penis gimana?”

“Itu persiapannya lebih ruwet lagi, benar-benar matang dan dipastikan longgar supaya nggak robek atau pendarahan,” pemuda kelahiran Januari tersebut tak dapat membayangkan susahnya Hyunjae menyiapkan lubang demi mendapat kenikmatan lebih, dia sigap merinding bila memutar kilas balik minggu lalu. Chanhee menaikkan satu alis, “kenapa? Kamu kayak lihat hantu,”

“Nggak, siang-siang mana ada hantu,” akhirnya sang kawan tidak ambil pusing, menjelaskan lebih detail tentang proses persiapan lubang terutama yang masih perawan macam Juyeon sampai sejelas mungkin. Juyeon memerhatikan secara seksama, tidak mau ketinggalan satu instruksi kecil sekalipun. Chanhee cukup nyaman diajak berdiskusi hal intim seperti ini, walaupun sesekali dia melihat gurat-gurat penghakiman tersampir di wajah cantik.

“Maaf kalau merepotkanmu, Hee,”

Lelaki surai biru mendengus setelah sesi pengajaran selama 2 jam lebih telah selesai. Dapat diambil kesimpulan kalau Juyeon ditemukan panik saat melakukan enema, dan nyaris mematahkan jari tengah karena terlalu cepat bergerak di lubang. Maklum. Masih amatir. “Aku nggak akan maksa kamu cerita kenapa kamu tiba-tiba begini,”

Juyeon menggigit bibir, melepaskan bantalan ranum pelan-pelan memberi efek dramatis, “Aku habis melakukan threesome,”

What?” Beruntung Chanhee lagi nggak minum, dipastikan akan keluar dari hidung. “Juyeon what a lucky bastard! Sama siapa, huh?”

“Err.. bosku dan suaminya,”

Chanhee diam. Ada bunyi pekikan gagak mengisi jeda di antara mereka. Juyeon meringis kecil.

THE FUCK JUYEON?!”

“Sumpah aku nggak tahu tiba-tiba bosku manggil masuk ke ruangannya disaat beliau lagi begitu sama suaminya!” seru Juyeon panik lagi, “dan beliau juga dengan santainya nawarin aku buat goyang suaminya di depan beliau, dan aaahhh Hee! I’m doomed aren’t I?”

Of course you are, sejak kapan kamu jadi pelakor hah?”

“Beliau bilang aku bukan pelakor,” cicit Juyeon pelan, setengah berbisik hingga Chanhee kurang bisa mendengar, “karena mereka mau aku, jadi aku bukan perusak rumah tangga orang,”

And this bottoming?”

Si rambut cepak menghela napas panjang, jadi-jemari memainkan ujung kain bantal di pangkuan, “Last time we fucked, or more like we fucked his husband, he said next time he wants to come inside me, and I need to be prepared right?” tanyanya balik meminta kepastian, hendak rasanya menjejalkan kapuk angsa ke wajah cengok sahabatnya. Mulai kurang percaya diri terhadap keterkejutan tersebut.

“Juyeon, jangan terlalu terikat,”

Dia terhenyak, memandang mata Chanhee yang penuh keseriusan, “Sweetie, don’t get attached. Kalau kamu terlalu masuk dalam rumah tangga mereka, kamu nggak akan bisa keluar begitu saja, mungkin sekali dua kali nggak masalah, tapi tolong setelah ini kamu harus menghindar, menolak halus lebih baik, meskipun mereka meminta kamu sampai berlutut sekalipun,” Juyeon tidak menjawab selain menggigiti kulit mulut, mencerna peringatan pemuda lain di hadapan.

“Ingat, Juyeon. Kamu pernah begini di masa lalu, Hyunjun left remember? Dan sekarang Kevin juga tiba-tiba menghilang setelah kalian putus kontak,”

“Kevin cuman teman seks-ku, Chanhee.”

You ever had feelings with him,” perkataan sang kawan berhasil mengatupkan mulut, menendang rasa penolakan selama bertahun-tahun. Juyeon takkan pernah mau mengaku kalau sebenarnya dia menyukai Kevin lebih dari teman, maka dari itu mereka langsung merenggang. Menyisakan dia tenggelam menyelami pekerjaan demi mengubur perasaan yang hinggap. “Aku tahu sifatmu, Juyeon-ah, kalau kamu merasa nyaman sama satu orang, kamu terlalu bergantung, kamu nggak tahu orang itu bakal stay sama kamu atau tidak, sampai akhirnya mereka sendiri yang angkat kaki,”

Sebuah usapan lembut mendarat di pundak kokoh, senyuman kecil keibuan tersampir mengusir sekelebat bayangan hitam. “This time, please don’t get attached, until you found someone who never left you like those two did,”

Baru kali ini Juyeon dibebani kebimbangan yang luar biasa berat seakan bertumpu di seluruh badannya.

***

Tiba waktu rapat tahunan, Juyeon sebisa mungkin fokus pada pelaksanaan. Semua harus berjalan mulus sesuai rencana. Dan juga selama dua minggu sebelum acara, Younghoon benar-benar tidak bergeming sekalipun karena terlalu sibuk mengatur pekerjaan. Batas keprofesionalitas tampak jelas sekali di antara mereka sehingga lama-lama Juyeon lupa pada keinginan sang atasan.

Akan tetapi di siang itu, ia membulatkan mata setelah resepsionis hotel bintang lima tempat pertemuan sekaligus tempat menginap mengatakan kalau reservasi atas nama Juyeon dan Younghoon terganti menjadi Younghoon untuk tipe kamar suite king size.

“Pasti ada kesalahan, Mba,”

“Juyeon Lee nggak ada, Mas, adanya Younghoon Kim untuk dua orang,”

Juyeon tergagap seketika, nyaris tersedak udara saking mangap-mangap layaknya ikan, dia melirik ke bosnya yang memainkan ponsel tak tahu menahu lalu ke perempuan helat meja beton di hadapan.

Maksudnya apa lagi nih.

“Oke, berarti yang itu,” jawabnya pelan nan pasrah, resepsionis tersebut langsung menyampir senyum ramah sebelum jari jemari lincah mengetikkan sesuatu, Juyeon tak ingat lagi dia ngomong apa sesudah memberikan kartu kamar lantaran kepalanya penuh sama banyak kemungkinan.

Haruskah dia menyiapkan diri?

Tapi ternyata Younghoon diam saja selama mereka sekamar. Tidak pernah melayangkan sindiran sensual, tidak pernah menyentuh sengaja atau tak sengaja, seolah-olah mereka hanya sebatas teman sekamar. Dan Juyeon juga terlalu sibuk menjadi ketua panitia rapat selama tiga hari berturut-turut sehingga menemukan dirinya suka nggak sadarkan diri pas masuk selimut. Keesokan hari dia bangun bagai robot menuju tempat acara.

Di malam ketiga, keajaiban terjadi.

“Kerja bagus, Ju..” Younghoon menepuk-nepuk pundaknya bangga terhadap pencapaian sang asisten, dia puas sekali melihat kinerja Juyeon yang cekatan menjadi pemimpin rapat tahunan kali ini, bahkan di lubuk hati terselip menjadikannya pemegang cabang perusahaan lain.

Sedangkan Juyeon sendiri membalas dengan senyum kecil, betul tidak berpikiran macam-macam setelah Younghoon pergi bersama dewan direksi lain, meninggalkan dia dan beberapa orang membereskan sisa-sisa acara dalam 3 hari terakhir.

Sesampai di kamar, ia menemukan Younghoon sudah berganti pakaian mandi, mengenakan bathrobe yang membaluti badan atletis bak dewa Yunani sedang membuka penutup botol anggur menyebabkan jantungnya berdetak tidak normal, cepat melambat cepat, bisa-bisa kena serangan dia sehabis ini.

“Oh, ayo minum sama saya Juyeon,”

Juyeon mengangguk pelan, “Baik Pak,” kemudian dia melesat ke kamar mandi untuk sekedar membasuh diri, kalau dibilang mempercantik sih ya ngapain sementara dia laki-laki, tapi setidaknya memperbaiki sedikit.

Just in case.

Karena Juyeon nggak mau banyak berpikir.

Baru kali ini dia bisa mengobrol santai dengan Younghoon. Yang biasanya mereka hanya sebatas atasan dan asisten, membicarakan hal-hal terkait perusahaan, atau saran-saran soal perkembangan kantor, malam ini Juyeon melihat sisi kemanusiaan dari bosnya. Kenapa dibilang kemanusiaan? Karena karyawan menganggap Younghoon bos berhati kutub tapi punya soft spot buat Juyeon sama Karina. Nggak pemarahan juga sih, lebih ke kaku tapi berwibawa setengah mampus.

Tidak terasa beberapa gelas telah diteguk Juyeon tanpa henti, pandangan mulai mengabur, membuat pipinya memerah disertai tawa geli meluncur renyah. Padahal Younghoon tidak merasa melontar guyonan, tapi Juyeon tampak riang sekali malam itu. Sebaliknya, tatapan pria surai hitam menggelap seraya terus memperhatikan diam-diam.

That’s it, kamu mulai mabuk, Juyeon,” sergah Younghoon menarik gelas kaca tersebut dari genggaman Juyeon, membuahkan rengekan sebab dilarang, bibir plump menjulur ke bawah bak anak anjing mendengking sedih. “nggak, kamu harus tidur,”

“Paakkk kan besok libur..”

“Saya nggak mau kamu bangun tidur sakit kepala, ayo masuk sekarang,” karena Juyeon kekeuh menahan badannya di kursi balkon, Younghoon tidak kehabisan akal lalu menggendong ala karung beras, sama sekali tidak keberatan meski postur tubuh mereka serupa. Juyeon meronta-ronta ingin diturunkan, menghasilkan ia terhempas ke kasur mereka.

Hening beberapa saat begitu dua netra beradu pandang. Parasan pipi memanas di bawah tatapan intens berwarna hitam pekat, menampar Juyeon ke kenyataan sehingga melupakan rasa mabuknya. Younghoon masih memandangi, dari kening, tulang hidung, ujung mancung sampai ke bibir. Mengundangnya mendekat untuk mencium, namun ia tahan dulu sebentar demi melihat kegugupan mendera sang asisten.

“Kamu nggak kalah manis ternyata,”

Alert. Alert. Selamatkan jantung Juyeon. Dia akan ditemukan mati dalam keadaan serangan hanya karena ucapan Younghoon seorang. Juyeon menegak ludah, netra berpendar tidak keruan, pita suara gagu, lidah kelu untuk sekadar menjawab.

Younghoon tersenyum miring, “Cat got your tongue, Sweetheart?”

Dia mengangguk kecil, bingung hendak merespon seperti apa.

“Saya boleh cium kamu, Juyeon?”

Boleh banget, Pak. Dua minggu Juyeon kayak anak kurang belaian menunggu kesempatan ini terjadi, semoga saja dia tidak nampak bersemangat saat mengangguk, tapi Younghoon malah tertawa melihat tingkah menggemaskannya di bawah kukungan. Perlahan menyatukan bibir pertama kali dalam hubungan. Oh, kepalanya terasa berdenyut, seperti menginginkan lebih, hendak menarik Younghoon lebih dekat tanpa ada halau rintang menghalangi.

Easy, Baby Boy,” bisik pria tersebut memerahpadamkan wajah Juyeon seutuhnya, kalau bisa ada asap keluar dari telinga, membuat lelaki termuda itu bergerak kecil-kecilan. “saya nggak kemana-mana kok,” lanjut Younghoon lagi kemudian mengulum bibir Juyeon bergantian, hati-hati, menggunakan kelembutan, menyeruakkan kupu-kupu di perutnya. Telapak tangan mendarat di rahang tegas, berupaya membuka mulut, minta dieksplor di dalam, dengan senang hati Younghoon mengiyakan.

Seuntai saliva terputus usai lidah bertaut, Juyeon tersengal mengganti pasokan udara bersamaan Younghoon mengecupi lehernya, ia menggigit bibir kuat-kuat, tak sadar pinggul menghentak ke atas. “A-aah.. Pak..”

“Ju,” Younghoon berhenti mendadak, menatap pemuda di bawah yang menciut akibat tatapan tak suka. “jangan panggil saya Pak kalau di ranjang,”

“J-jadi?”

Jari-jemari Younghoon tidak tinggal diam, seraya memikirkan kemungkinan, sibuk menanggalkan pakaian mandi di tubuh Juyeon. “Hm.. panggil Mas? Atau Kak?”

Aduh. Beneran jantung Juyeon serasa terjun bebas dari rusuk kalau begini caranya. Ditambah sunggingan senyum miring sebagai godaan mengakibatkan dia ingin mengerang malu.

“Tapi Bapak lebih-“

“Kita cuman beda lima tahun, Juyeon.” Younghoon menaikkan satu alis, “apa salahnya manggil saya Mas atau Kakak heum?” Juyeon belum menjawab, lidahnya tiba-tiba nggak bisa gerak, “atau.. mau panggil Sayang?”

Smooth Kim Younghoon, smooth. Kayak ular.

“Kakak aja..” cicit Juyeon tidak tahu harus menyebut apa. Kalau panggilan Sayang mah malah tambah bikin dia terlalu berharap. Bukankah Chanhee sudah memperingatinya di malam lalu?

Sang atasan mengendikkan bahu, sedikit menyetujui permintaan tersebut. “Baiklah, kalau saya dengar kamu panggil Pak lagi, I won’t do you gently, Baby,”

Juyeon mengangguk, “O-oke Pa- Kak.” Youngoon tergelak lucu, langsung menghujami permukaan wajahnya dengan kecupan-kecupan lembut terutama di bibir merah menggoda kesukaan suaminya, sangat manis dan kenyal bersamaan.

Kedua rekan itu kembali memadu kasih di ranjang besar. Suasana kamar menjadi panas setelah kain tertanggal tak berdaya di lantai. Menyisakan kulit sesama kulit dan hirupan aroma tubuh masing-masing yang memabukkan akal sehat.

“Kak.. ngh.. -sakit..”

I know, rileks Sayang..” ujar Younghoon memaju-mundurkan digit tak kalah panjang di liang sempit. Juyeon mencengkram seprai kuat-kuat, belum terbiasa dengan benda asing menembus kulit tipis di belakang. “Juyeon, rileks..”

“Hiks.. sakit..”

“Juyeon mau berhenti?”

Sayangnya, Younghoon mendapat gelengan meski air mata menitik di pipi, dia baru melihat kerapuhan dominan kedua Hyunjae di atas kasur. “Nggak mau..”

“Katanya sakit,”

“Juyeon bisa tahan,” ucapnya sungguh-sungguh, bibir bawah bergetar membuai Younghoon untuk mengulum lembut, mengalihkan sedikit demi sedikit, tak lupa kejantanan di antara mereka diusap sebagai rangsangan, sebelum menggerakkan kembali, “aah.. Kak..”

“Hm? Udah ketemu?” Juyeon mengangguk cepat, membiasakan rasa sakit menjalar di peredaran diikuti kenikmatan. Dia sudah mendesah nyaring, pinggul bergerak mengikuti irama jari. Younghoon menjilat bibir melihat pemandangan yang tersuguhkan, tak sabar hendak segera memasuki. “fuck so pretty Juyeon..”

Pemuda itu merespon dengan badan gemetaran, rambut-rambut di parasan melambai mengikuti alunan geraman, tidak sadar telah menyempitkan ruang membungkus digit-digit di dalam. “Kak.. please..”

“Kamu udah siap?”

Juyeon mengangguk cepat, berusaha mengatur napas agar tetap santai saat Younghoon menggesekkan puncak di kerutan lubang. Kapanpun dia siap, sampai bela-belain belajar membersihkan diri demi dipenuhin sama bosnya. “AH FUCK!” dia buru-buru menampar mulut ketika berteriak akibat terobosan, kepala tergerak ke sana kemari menahan sakit. “fuck.. mmh.. Kak aaahh..”

Do you want to stop?”

Nooo..”

Then relax, Baby.” sahut Younghoon mendiamkan diri sejenak, tangan bebas mengocok adik Juyeon, sementara bibir berjalan mengecupi pipi tirus hingga leher, menambah bercak kemerahan semakin mengembang di permukaan. Juyeon merintih pelan, menyantaikan liang yang mendadak kebas dan perih. Membayangkan dirinya berada di posisi Hyunjae, atau bottom lain, membuat dia berdecak kagum dalam hati. How in the hell people can take this?!

Pria rambut hitam menatap ekspresi Juyeon, menemukan jejak air mata membasahi pipi serta isakan mungil, tergerak ia menjilati bekas asin tersebut, begitu menikmati wajah manis pemuda kesayangan. “My Baby is crying..” godanya tersenyum jahil, hanya mendapat kerucutan bibir serta rengekan.

“Ya maaf namanya juga pertama kali,”

Being sassy with me, aren’t you, Baby?” Juyeon menggigit ranum, memberanikan diri melingkarkan lengan di tengkuk kokoh, memandang manik legam di atas lamat-lamat. Terlintas di pikiran, ini yang dia mau.

“Cium Kak..”

As you wish,” bisik Younghoon kemudian memadu bibir mereka kembali dalam ciuman panas kesekian kali. Gerakan pinggul mulai terlihat saat penyatuan basah diselingi ludah, isyarat kalau Juyeon telah siap digoyang setengah mati. Younghoon menggunakan tempo slow dan steady, supaya Juyeon tidak sakit, berhasil membunyikan desahan lirih dari pita suara si Manis.

“Ah.. ah.. Kak..”

“Enak, Sayang?”

“E.. e.. enak.. ngh.. enakk..”

Younghoon menyengir kesenangan, menambah irama genjotan, menuju titik sensitif di balik dinding satin yang telah ditemukan sebelumnya. Mata Juyeon terputar ke belakang, pas sekali untaian putih memancur di perut mulus sebagai pelepasan pertama. Dia agak terkejut melihat kesensitifan tersebut, berniat ingin menggoda lebih jauh.

“Kak! Nghh Kak too much!”

Not yet, Juyeon.”

Juyeon menggelengkan kepala kuat-kuat, mendadak menangis pada stimulasi berlebihan di prostatnya. Belum lagi gurat nadi menggores dinding kemerahan, terasa sangat penuh di perut. Seperti isi organ dalamnya diobrak-abrik oleh kejantanan Younghoon.

“Kak capekkk..”

Younghoon menghela napas, menatap Juyeon lamat-lamat, “Kakak belum keluar.”

Si Manis mengerjap-ngerjapkan mata, “Yaudah, keluar..”

“Kamu bilang capek..”

“Kakakkkkk..” rengeknya lagi lantaran digoda terus-terusan, atasannya tertawa kecil, mencium si ranum merah berulang-ulang, gemas tidak ketolongan, tusukan makin tajam, menuntut, menghasilkan geraman nikmat dari kerongkongan Younghoon. Terdengar seksi menaikkan nafsu menggema di telinga Juyeon. Keinginannya tersampaikan, melihat Younghoon mendamba dirinya, memperlakukan bak barang rapuh, mendesah memanggil namanya saat mereka menyatu. Ah, dia takut jatuh lagi, dia harus tahan dengan semua pemandangan semu ini.

Kecepatan Younghoon menjadi lambat setelah menggulirkan benih di dinding satinnya, bulir keringat berjatuhan mengenai tubuh tapi tidak ada yang mengindahkan selain menikmati kehadiran maupun deru napas satu sama lain. Bibir mengait kembali, pelan sekali tidak seganas pertama kali. Saling berpegangan pada figur masing-masing.

“Masih sakit?” tanya pria surai lebat tersebut melempar senyum, netra hitam menyirat jenaka, membuat Juyeon memukul punggungnya main-main karena tidak berhenti menggoda.

“Nggak kok,” sialan si Juyeon, ketus aja masih kelihatan gemesin. Apalagi dengan manik kucingnya berkilau di penerangan kamar yang minim. Younghoon tidak tahan untuk tidak menghujam dua kali.

“Hmm, up for round two?”

“Aahh Kak!!”

Skip deh skip. Biarin tuh pemeran utama kita digoyang sampai mampus, sampai tulang ekornya nyut-nyutan, sampai liangnya membentuk organ, sampai perutnya basah karena kebanyakan memancurkan cairan putih bahkan hampir kebeningan, sampai bibir membengkak kebanyakan dilumat, sampai suaranya serak memangil nama Younghoon berulang-ulang.

Ketika napas mereka sudah teratur sambil mendekap, Juyeon tak sadar melihat wajah Hyunjae di langit-langit kamar.

Oh. Shit.

***

“HOONIEEE! JUYEOONN!”

Kembali lagi kita bersama Lee Juyeon dan perasaan dilemma setelah menghabiskan lima hari bersama atasan tampan rupawan kaya raya, dimana di malam ketiga, mereka sibuk menghambur seprai hingga awut-awutan. Mungkin jika cleaning service hotel jeli, mereka dapat melihat retakan kecil di balik kepala ranjang. Saking hebatnya permainan malam itu.

Lelaki kelahiran Januari harus tertampar kenyataan saat menemukan teriakan bersemangat Hyunjae di kerumunan bandara. Melambai-lambaikan tangan lentik diselingi senyuman cerah menampakkan gigi. Dia langsung saja berlari, menarik pinggang Juyeon dan Younghoon bersamaan ke dalam pelukan.

I missed you guys,”

Younghoon tersenyum lembut, mengecup puncak kepala sang suami penuh kasih sayang, berbeda dari Juyeon yang membeku di dekapan. “Missed you too, Baby Boy, kamu baik-baik aja kan selama kami pergi?”

Hyunjae memasang wajah cemberut, tidak ada niatan melepaskan kalungan, “Of course I’m not good, aku kesepian Hoonie, dan kalian bersenang-senang tanpa aku,”

Juyeon tiba-tiba terbatuk, bersemu merah sebab terkejut bahwa istri bos mengetahui kegiatan panas mereka di hotel. Si Cantik masih merengkuh pinggang Juyeon, menyandarkan kepala di bahu tegap.

“Kalau begitu ayo kita pulang dan makan masakanku!”

“Tsk, masakanmu? Bukan masakan Kak Sangyeon kan, Jeje?” goda Younghoon menyebabkan Hyunjae tambah mengerucutkan bibir sekaligus mencubit lengan kekar sang suami main-main.

Mendengar ajakan makan siang membuat perasaan Juyeon tidak enak, terutama mengingat perkataan Chanhee yang terus berulang-ulang di benak. Dia berusaha memasang wajah sedatar mungkin sesekali melonggarkan lingkaran.

“Maaf Pak, saya langsung pulang aja,”

Bak dijatuhi bom atom, wajah pasangan suami-suami tersebut membeku.

“Kamu nggak mau ikut, Ju?” tanya Hyunjae pelan, Juyeon menggeleng kecil, menyampir senyum tipis.

“Saya.. capek.. mau duluan..” AH KENAPA DIA TERBATA-BATA SIH? Dia tidak berani menatap siapapun terutama Younghoon dan Hyunjae, kayaknya papan tanda tiba pesawat lebih ganteng daripada mereka.

“Justru karena kamu capek, pulang sama kami aja, Ju,”

Ini kenapa dia jadi mau nangis sih cuman gara-gara nggak dibolehin pulang? Dada dia mendadak sesak akan derasnya guyuran perhatian, mata berkaca-kaca, tetap menggeleng mempertahankan keinginan. Rahang Younghoon mengeras tetapi Hyunjae langsung menenangkan, bak tahu bayi mereka punya sesuatu yang terpendam.

“Baiklah, Juyeon. Hati-hati di jalan, oke? Hubungin aku atau Younghoon kalau ada apa-apa,” ucap Hyunjae tak lupa mengusap lengan Juyeon secara halus, supaya meyakinkan kalau mereka selalu ada untuknya. Juyeon mengangguk, memberanikan diri menatap Younghoon isyarat meminta izin, beruntung atasannya tidak membantah. Memudahkan dia berpamitan lalu melangkahkan kaki panjang ke arah lain.

Sebelum dia terluka ketiga kali, ada baiknya dia undur diri.

Wassalam.

.

.

.

Dah ya. Capek aku anjir.

***

“Iya, Sayang.. orangnya lagi tidur,”

Hyunjae merengek manja, Younghoon dapat mendengar tompakan kaki di kasur empuk di kamar. “Curang banget aku ditinggal,”

“Ini kan first time dia, nggak mungkin kita bikin trauma kan?”

So how is his hole?”

Younghoon menaikkan satu alis, “Same as yours, twice tighter.”

“Jadi aku kurang sempit gitu?”

“Sekarang aku tanya, penisku atau penis Juyeon?”

“AAAHH nggak bisa milih!!!”

“Ya sama, jawabanku kayak gitu Sayang, kalian berdua sama-sama enak, seandainya aku punya dua kelamin aja, pasti kugoyang kalian berdua bareng-bareng,” jelas Younghoon diselingi gelak tawa kecil, supaya tidak membangunkan pemuda lain di kasur samping.

Hyunjae menciptakan keheningan, dan Younghoon sudah tahu apa yang suaminya pikirkan.

“Hoonie..”

“Ide gila apa lagi kali ini, Kim Hyunjae?”

Lelaki cantik itu cengengesan, “Kamu bisa goyang kita sama-sama kok, I ride him then you fuck us both by turns,”

Shit..” umpat Younghoon memejamkan mata, mendapat gambaran samar-samar tentang gagasan konyol dari otak kotor sang suami. Hyunjae masih tergelak di seberang sana, renyah dan gembira sangat.

Bring him home, will you?”

Pria lebih tua menggumam, memandang sosok Juyeon yang tertidur nyenyak dibaluti selimut hangat, “Of course, he’s our Baby, remember?”

.

.

.

JUKYU EDITION

“HOW DO YOU SLEEP”

. . .

Bagaimana bisa Changmin tidur sangat pulas setelah berbohong pada Juyeon?

Warning : manipulative ji changmin; slight!bbangkyu

. . .

***

“Aku masih ada kelas tambahan, Ju, kamu pulang duluan ya,” senyum itu, senyum manis berlesung pipi membuncah di permukaan wajah ketika Changmin meminta izin untuk membatalkan acara pulang bersama mereka. Juyeon hanya menatap kekasihnya dalam diam, menelisik kebenaran atau lebih buruk, kebohongan yang tidak tersampir di pupil mata.

Kata orang, mata adalah jendela kehidupan. Seseorang dapat melihat sesuatu lewat iris mata saja. Entah itu kejujuran, ketakutan, kebahagiaan, atau segala macam bentuk emosi yang dirasakan si pemilik.

Namun di mata Ji Changmin sekarang ada kesungguhan berbuahkan kebenaran meski Juyeon mengetahui makna sebenarnya. Tidak tahu kenapa, selalu lolos di sisi rasional si pemuda, apa karena dia terlalu cinta sama Changmin?

“Besok aja berarti,” gumamnya mendapat anggukan antusias serta kecupan sayang tepat di pipi. Hangat sih, cuman terasa hampa. Juyeon ingin sekali menolak tetapi lemah terhadap pesona sang kekasih. Dia masih berpijak di posisi walau punggung Changmin lenyap di antara kerumunan mahasiswa lain. Ah. Sial banget, pelet pacarnya manjur sekali sampai dia bertekuk lutut dan patuh menyanggupi. Mengiyakan segala bentuk alasan, belaka atau tidak.

Juyeon menyerah, menyeret kaki berlawanan arah, pulang sendiri juga sudah biasa ia lakukan sehari-hari toh mengapa ia harus kecewa karena Changmin pergi. Sudah belasan kali kekasihnya mengucapkan kelas tambahan, seolah menjadi kode untuk sesuatu yang tidak dimengerti.

Sampai ketika ia melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana Changmin bergelayutan manja dengan kakak tingkat mereka di pusat perbelanjaan kota. Tak mengetahui keberadaan Juyeon di belakang, sibuk bersandar di lengan kekar terbalut kemeja Bvlgari, lesung pipi favoritnya terbentuk seiring senyum merekah beradu tatap dengan pria di samping. Juyeon tidak marah, oh, dia tidak bisa marah, itu salah satu sifat bawaan yang disenangi Changmin, selalu menelan bulat-bulat walau sedang berada di puncak kekesalan sekalipun.

Begitu malam tiba, Changmin tiba-tiba muncul memberi kejutan di depan apartemen. Wajah berseri-seri sembari memeluk Juyeon erat.

“Judulku diterima sama dosen!”

Juyeon menegak ludah pahit, kerongkongan mendadak kering lantaran tak dapat berkutik, selain mengalungkan lengan di pinggang mungil tentu saja. “Selamat, Sayang.” ucapnya tulus nan sungguh-sungguh namun kaku setengah mampus. Changmin tersenyum lebar, menarik tengkuk Juyeon agar bibir mereka menyatu, melumat lembut agak menekan kuat-kuat.

“Ayo kita rayain!”

Si Tampan meringis, berani mengangguk menyetujui lalu mengekori langkah antusias Changmin ke kamar sendiri. Pemuda itu telah mempersiapkan diri, jika kalian bisa melihat sebuah celana dalam renda membaluti pinggang langsing.

Di sisi lain Juyeon sedih, di sisi bejat burungnya berdiri.

Ayolah, dia bukan cowok munafik, okay? Disuguhi pameran gratis berupa Ji Changmin menggunakan panty comel sudah pasti berhasil menaikkan si adik, menggeliat tak sabar ingin bertemu sarang kesayangan.

Sayangnya, mungkin sarang yang dimaksud sudah pernah ditamu burung lain🥲.

Changmin bergerak gemulai, luwes karena punya postur kecil nan lentur, efek mereka sama-sama mengambil kelas tari tapi tidak juga membentuk Juyeon elastis. Dia malah kaku macam batang pohon, kontras dengan gerakan sang kekasih.

“Juyeon ngh..” suara Changmin begitu kecil saat memanggil, melirihkan namanya sewaktu ia mencumbu setiap titik sensitif. Rematan terasa nyata mengagetkan ubun-ubun. Bibir hangatnya menepi di puting untuk dimainkan sedikit. Changmin membusungkan dada, tak henti merapal sebutan bak sebuah mantra.

Hati Juyeon remuk seketika memandangi tubuh polos pemudanya, ketika dia merayapkan digit di perut mungil, rongga dadanya menyesak membayangkan seseorang bukan dirinya menjamah permukaan yang sedang ia pegang saat ini. Changmin tidak menyadari pendaran redup dari tatapan Juyeon, sibuk merintih nikmat.

“Sayang please I need you..”

Setelah membasahi sekaligus melonggarkan liang, Juyeon melumuri kejantanan sendiri, mengacung tinggi penuh kebanggaan, menyebabkan Changmin menjilat bibir lalu bangkit sebentar untuk menyapa. Sambil tertawa geli, mulut hangat melahap bagian puncak, menyesap-nyesap sekitaran sesekali mengadu pandang.

Fuck C-Changmin ahh..” Juyeon membiarkan kekasihnya mendamba si adik, membuang perasaan luka jauh-jauh demi menampilkan perasaan cinta kepada Changmin seorang.

Dirasa sudah cukup, mereka kembali memadu kasih, saling menindih menabrakkan kelamin. Juyeon memagut ranum Changmin bersamaan ia mengarahkan penis ke lubang, melesakkan sekali hentakan membuahkan jeritan.

“Aahhn Juyeeonn..”

Still tight, heum?” -despite you’re playing behind me?– Juyeon menegak segala macam kalimat pedas nan sarkas bak menelan obat terpahit sepanjang masa. Menggeram dalam diselingi napas berat tepat di telinga si Manis, Changmin terasa merilekskan saluran, menerima invasi adik Juyeon yang kelewat besar dibanding ukuran lelaki kebanyakan.

Of.. course..” dia masih dapat menjawab terbata-bata, “aku selalu sempit buatmu kan, Sayang?”

Bohong. Juyeon hendak berteriak, memaki pemuda yang dikurung tetapi selalu dikalahkan oleh sifat baiknya. Dia mengangguk tipis, mengiyakan pertanyaan menuntut kepastian tersebut.

Pemuda rambut cepak tidak bisa menahan lebih lama lagi, langsung saja mengambil tempo menggenjot si lubang sempit. Badan Changmin terhentak-hentak mengikuti, memanggil nama Juyeon sambil merengkuh tengkuk kokoh sang kekasih.

“Aaangh.. hngghh J-Ju.. nghh Juyo..”

Ah sial! Juyeon benci dipanggil Juyo ketika Changmin berani menggunakan mulut itu untuk berbohong. Juyeon benci kenapa dia masih selemah ini pada Ji Changmin setelah menangkap basah pemudanya bermesraan dengan pria lain. Juyeon benci kenapa dia sangat menikmati pijatan erat dinding satin di sekujur urat nadi.

He hated himself for forgiving Ji Changmin.

Setetes air mata menjajak di pipi membuat Juyeon tersadar bahwa selama ia menggoyang si Manis, ia menangis. Satu tetes berganti dua, dilanjutkan aliran asin membasahi muka, bahkan mendarat di wajah Changmin.

“Sayang? Kenapa nangis?”

Juyeon mengusap kelopak matanya kasar, menarik ingus tanpa menghentikan hujaman, menubruk selaput sensitif Changmin berulang-ulang, seperti sengaja ingin membuat Changmin klimaks duluan. “Kamu terlalu enak makanya aku nangis,”

Jawaban yang tidak masuk akal tapi entah kenapa lelaki berlesung pipi mengabaikan. Kini terfokus mengejar orgasme masing-masing, dimana Changmin telah meronta menuntut Juyeon menjadi lebih keras dibanding sebelumnya.

Kedua sejoli keluar bersamaan, Juyeon menyembur di dalam, Changmin menembak untaian di perut mereka. Napas menderu-deru bagaikan mesin, cepat mengambil pasokan udara untuk mengganti kekosongan di rongga. Juyeon menghirup aroma khas Changmin di ceruk leher, telah bercampur dengan aroma orang lain.

Dia memejamkan mata, tak sanggup menerima realita. Dia ingin kabur, mengusir Changmin supaya dia berhenti memendam sakit, memutuskan hubungan mereka, mengurungnya dalam kesepian ruangan, jingkar pada keputusan sepihak.

Tapi yang ia lakukan hanyalah menenggelamkan hidung mancung di puncak kepala, mendengarkan alunan napas teratur Changmin yang jatuh tertidur setelah dipuasin sekali. Juyeon benar-benar tidak percaya, bagaimana bisa Changmin terlelap pulas disaat sedang menyimpan kebohongan besar dalam hubungan mereka. Bagaimana bisa Changmin masih dapat tersenyum lebar, mendamba sentuhan Juyeon seakan dia tidak bisa hidup tanpa dirinya. Seakan Juyeon adalah kepingan oksigen yang harus ada di kehidupan Ji Changmin.

He's too in love with him. Letting him hurted his feeling, as if his love was never enough for Changmin.

Kristal bening turun lagi membasahi pipi, isakan kecil tak berhasil membangunkan si Manis. Dia memeluk figur mungil erat-erat, memikirkan alasan di balik perselingkuhan pemuda lain.

“Maaf kalau aku bukan pacar yang baik, Changmin.” bisiknya menahan sakit yang sayangnya hanya ditiup angin lalu.

***

“OH!! Ohhh Kak nghh!”

Dinding beton menjadi saksi bisu pergulatan dua laki-laki dalam ruangan. Yang rambut hitam tampak memaju mundurkan pinggul sambil mencengkram pinggang berlekuk hingga mencetak memar kebiruan, sementara pemuda kedua menungging memegangi seprai di bawah, dihujam kasar namun nikmat secara bersamaan.

Never get tired of this hole, Changmin-ah,”

Changmin menyeringai bangga, sontak mengetatkan ruang mengakibatkan geraman enak lolos dari mulut lelaki lebih tua.

Tight, isn’t it? Too good for your liking, Kak?”

Younghoon melayangkan tamparan keras, dan Changmin merespon dengan kejantanan mengucur deras, badan tertandak-tandak mengikuti tempo genjotan. “How about my cock, hm?” tantang pria itu tidak berhenti bergerak. Padahal lawan mainnya sudah keluar berkali-kali.

Best.. ahh.. ten out of teennnn..”

Kakak tingkatnya menggempur sekali lagi, membasuh saluran yang menjepit kelamin menggunakan benih. Changmin melenguh terasa penuh, mendaratkan telapak di perut menghangat. Mereka berdiam diri sejenak, menikmati sisa-sisa pelepasan yang baru saja terjadi.

“Changmin.”

“Iya Kak?”

“Sampai kapan kamu pacaran sama dia?” Younghoon terdengar bertanya kala si Manis mengenakan pakaian lengkap sesudah sesi panas mereka berakhir, ia sibuk mengancingi kemeja sambil mengadu pandang dengan netra tajam lewat kaca.

“Dia nggak bisa hidup tanpa aku, Kak,” jawabnya santai, menepuk-nepuk pipi tembam agar terlihat merona seperti normal. Bukan karena habis digagahi orang.

“Terus kita gimana?”

Changmin menyelesaikan sentuhan terakhir di rambut ikalnya, berharap tidak ada bekas-bekas seks menempel di sana, “Ya kita kayak gini-gini aja,”

Manipulative bastard.”

Pemuda manis menulikan pendengaran dan beringsut menghampiri Younghoon di kasur, mengecup bibir kenyal merah muda itu lamat-lamat lalu melempar senyum kecil, tanpa menghiraukan respon apapun ia melangkah pergi meninggalkan ruangan. Menghapus jejak kejahatan yang telah ia lakukan selama beberapa bulan terakhir.

Younghoon benar, he’s a manipulative bastard. Berhasil membuat dua laki-laki bertekuk lutut karena keelokan yang ia miliki. Berani berbuat seenaknya sesuka hati tanpa ada larangan dari kedua pemuda tadi.

All he knew is Juyeon needs him and he can’t let go of Younghoon, at least that’s what his sick mind said.

***

. . . ©️Finn dan Nonem

Real feedback from nonem. After helping to write this, cuman mau bilang kalau JUYEON KAMU ASLI TERLALU BUCIN BYE! DAN UNTUK MAS CHANGMIN YOU’RE SICK MAN! Hehe. Di cerita ini sih, kalo aslinya mah bikin menggigil yahaha. Ini adalah kombinasi dari bias Fina, biasku dan bias Neti. Karena dari kemaren aku butuh angst!!!! Dan JUKYU!!!! Dan… DAN MANIPULATIVE JI CHANGMIN!!!

THIRD'S PARTY Pt. 2

bermuda office au🔞

Kelanjutan dari kelinglungan Juyeon

Warning : threesome, double penetration, misgender (honestly idc), goodbye guys nice to be your author for months :)

***

Apa yang baru saja Juyeon alami hari ini?

Sampai dia menaruh ibuprofen, segelas venti frappe strawberry, dan baju ganti di atas meja atasan, ia masih linglung seperti kehilangan arah. Berjalan keluar ruangan setelah mendapat anggukan kecil dari Younghoon yang tengah mengeloni istrinya.

Wow. Istri.

Juyeon tidak menyangka dia bisa menggagahi pasangan orang, terlebih itu adalah istri bosnya. Kita ulangi lagi, istri bosnya.

Lebih kencang.

ISTRI BOSNYA.

Tapi namanya dia berada di waktu yang.. salah? Ah tidak tahu salah apa benar, dan berada di tempat yang.. biasa ia kunjungi setiap saat, bukankah..

Baiklah, dia harus berhenti berpikir kalau tidak ingin kepalanya meledak hanya karena memikirkan Hyunjae seorang.

Lagian, ngapain mikirin punya orang? Sudah bosan hidup? Ada keinginan mau dipecat? Sepertinya Juyeon harus melanjutkan sesi hooking up dengan teman lamanya, supaya dia tidak terlalu terbayang-bayang sosok cantik itu.

Kepala terantuk meja mengagetkan Karina dari seberang kubikel, perempuan rambut hitam menaikkan satu alis tanpa berhenti mengetik, memperhatikan Juyeon berulang kali menghantupkan tengkorak di alas keras.

Bro.”

Juyeon mendongak menemukan mata elang Karina penuh penghakiman, jari-jemari lentik masih bermain di atas keyboard. “Huh?”

“Nggak suka punya kepala?”

Asisten pertama Younghoon hanya terkekeh, sudah gila rupanya, menyebabkan Karina bergidik, “Nothing.” jawabnya meyakinkan. Gadis lebih muda tampak sangsi. “need someone to hook up,”

I know plenty,”

Not woman,”

Karina memutar mata malas, “Mas pikir aku nggak punya teman cowok?”

Juyeon mengendikkan bahu, “Duniamu dikelilingi wanita saja kan, Rina?”

Stop with the name, it’s not cool,” Karina mendelik, “seriously Mas, call Mas Kevin will you? He’ll be glad to help,” lanjutnya lagi tetap berkonsentrasi mengerjakan sesuatu di layar komputer. Meskipun Juyeon yang sering menemani Younghoon ke luar, bukan berarti Karina bersantai-santai di kantor. Justru dia paling banyak mengetik lampiran kegiatan mereka untuk dilaporkan ke Younghoon kembali.

“Menurutmu dia bakal mau?”

“Mau lah pasti, siapa yang menolak pesona Lee Juyeon and his delicious package he has,” balas gadis tersebut mengerling menggoda dan tertawa keras saat wajah Juyeon merona bak kepiting rebus.

Juyeon hendak membalas tetapi kehadiran Younghoon berhasil memotong diskusi konyol mereka. Kedua asisten saling membungkukkan badan begitu pria lebih tua menutup pintu.

“Ju, rapat dewan direksi hari ini ditunda dulu 1 jam soalnya Nyonya lagi rewel,”

Karina pengen banget mendengus mendengar panggilan terlontar, sedangkan Juyeon mengangguk pelan. “Baik, Pak.”

“Rin, kamu sibuk?”

“Nggak, Pak.”

“Bagus, temani Nyonya ke Mall pas saya rapat sama Juyeon ya,”

‘Gimana kalau tukaran aja, Pak? Biar saya yang nemanin Hyunjae’ batin Juyeon dalam hati menipiskan bibir agar tetap memasang raut datar, Karina mengerjap-ngerjapkan mata lalu merespon cepat secara halus.

“Baik, Pak.”

Younghoon mematri senyum sebelum pergi melewati kubikel yang saling berhadapan menuju lift. Meninggalkan Hyunjae di ruangan entah sedang melakukan apa. Dan Juyeon mendadak canggung nan kikuk kalau nama Hyunjae terselip dari bibir si Atasan.

“Mas, kayak lihat hantu.”

“Hush siang-siang mana ada hantu,”

Karina mengerang kesal, “Aahh.. kenapa sih harus aku yang nemanin dia?!”

Juyeon paham sekali kenapa asisten kedua itu tampak tidak menyukai Hyunjae, sebab pemuda rambut cokelat tersebut pernah terang-terangan menuduh Karina punya rasa sama suaminya. Which is hello, tidak sama sekali walau Younghoon tampan setengah mampus. Itulah mengapa Karina benci pakai sangat pada si ‘Nyonya’.

“Kita nggak bisa tukaran, Mas?”

Si Tampan tersentak kecil lalu menggeleng, “Kamu kan tahu kalau aku yang bertugas nemanin Pak Younghoon kemana-mana,”

Stupid jealousy,” rutuk Karina mengerucutkan bibir, “it’s not like I’ll eat his husband, okelah Bapak memang ganteng tapi I don’t have a thing for old man especially suami orang, okay?”

“Iya aku ngerti,” Juyeon mengangguk seolah paham, dia juga kalau ditawarin atau bahkan dipaksa nemanin Hyunjae dia rela sumpah! Nggak usah dibayar deh, biar dia yang bayar.

Uh oh. Lee Juyeon, objek yang ia pikirkan hanya helat satu dinding dari tempat duduk. Apa Juyeon mulai terbawa perasaan setelah memikirkan ide gila itu?

***

Tidak.

Bodoh sekali jika ia berani menanyakan soal hook-up ke Kevin ketika orang yang dimaksud ternyata sudah punya pacar. Jalan dua tahun pula. Apa bedanya Juyeon sama pelakor.

Baru saja ia dapat kabar dari Changmin kalau Kevin tidak tinggal di Korea lagi sewaktu ia menanyakan keberadaan lelaki manis itu. Juyeon nyaris menggigit kepalan tangan sendiri setelah mengetahui teman sekaligus ex-hook up-nya mengencani pria lain.

Nope. He’s not jealous. He’s just taken aback.

Lalu siapa lagi yang akan jadi kandidat teman tapi seksnya? Juyeon punya trust issues dan dia tidak suka berhubungan dengan orang asing. That’s why he didn’t like one night stand at the first place.

Dan Kevin adalah orang yang paling cocok. Memenuhi kriteria pasangan yang diinginkannya saat di ranjang. Seperti masa-masa mereka dulu.

Lantas bagaimana dia bisa melewati malam-malam sebelumnya tanpa kehangatan orang lain? Mudah saja. Juyeon bukan tipikal lelaki kurang belaian, dia dan Kevin terlalu sering berhubungan sampai akhirnya sibuk pada pekerjaan masing-masing. Untuk sekarang, cukup bermain sekali dengan Hyunjae seorang, rupanya berhasil membangkitkan libido liar yang terpendam selama dua tahun terakhir setelah hilang kontak bersama Kevin.

Melempar ponsel tak jauh dari tempat berbaring, netra kucing menatap langit-langit kamar. Pikiran berkecamuk antara nasib dia nggak punya teman tanda kutip, dan bayangan ia menggoyang Hyunjae beberapa waktu lalu.

Oh no. Baru juga sekilas tapi adik dalam celana menggeliat mencari perhatian. Juyeon mengarahkan mata ke selangkangan, menemukan gundukan khas menyembul di balik material.

Sialan.

Aduh. Mau mandi air dingin rasanya malas, mau onani juga rasanya… berdosa. Cih, siapa yang memikirkan dosa di kala atasannya kemarin mengizinkan dia menjamah sang istri di hadapan, sampai sekarang pun Juyeon belum menemukan jawaban di balik pemanggilan di tengah-tengah mereka bersenggama.

Kan privasi rumah tangga.

Unless his boss has something for him?

Heh. Ngomong apa sih Ju. Dia tega memukul kening sendiri begitu pemikiran konyol terlintas. Mana mungkin Younghoon punya perasaan ‘lebih’ kepadanya, dengan sosok cantik seperti Hyunjae menjadi pasangan, sudah pasti dia tak masuk kualifikasi.

Lalu kenapa Younghoon memanggilnya masuk ke ruangan?

Wajah Hyunjae makin jelas di benak, terutama saat merintih di atas meja berbahan jati. Melingkarkan kaki jenjang di pinggang, lubang menjepit kejantanan erat-erat bak tak rela dilepaskan. Hal ini menyebabkan penis menggeliat lagi, seolah mengatakan “Hey, tolong beri aku perhatian!”

Jari-jemari panjang seakan terbiasa menemukan kesenangan. Sekali tanggap ia menyelipkan tangan lalu menurunkan kain perlahan hingga si adik terbebas mengacung penuh kebanggaan. Juyeon mendesis nikmat, dingin ruangan dan panas menjalari batang terasa luar biasa untuk ukuran kegiatan solo. Berani memberi genggaman, pinggul tersentak ke atas.

Ah.. Juyeon..’ sayup-sayup indra pendengaran ditutupi oleh suara manis Hyunjae, bagaimana selingan napas tersengal di antara desahan, rahang terjatuh, kelopak tertutup hampir setengah, dan liang berdenyut-denyut di sekitar diameter.

Pemuda rambut hitam memejamkan mata, membayangkan kejadian kemarin sambil menguatkan pegangan, menganggap lima jari sebagai pengganti lubang sempit pria lain, tak lupa ia bergerak naik turun diikuti arah yang berlawanan dari tangan sendiri.

J-Juyeon ngh.. so big so full..’

Juyeon meringis mempercepat kocokan, barang terasa membengkak ingin segera sampai, khayalan makin jelas, ditambah bumbu-bumbu fantasi terdalam membuat keinginan klimaks menjadi berkali-kali lipat.

Fill me.. Juyeon.. fill my pussy..’

FUCKK!” teriaknya keras disertai getaran setiap anggota gerak, benih putih meluncur bebas ke udara, mendarat di tangan beberapa detik setelah pelepasan. Juyeon terengah-engah mengatur diafragma dada, membesar mengecil akibat penarikan pasokan udara. Dia tidak menyangka hanya dengan satu kalimat Hyunjae di imajinasi berhasil menggegerkan hasrat terpendam dirinya. Dia mengumpat dalam hati. Berani-beraninya dia membayangkan istri bosnya mengatakan hal tidak senonoh seperti itu, bukankah Hyunjae tidak punya barang wanita.

Tapi, bagaimana dengan lingerie yang dikenakan kemarin? Apa Younghoon punya crossdressing kink seperti dirinya? Apa Hyunjae suka dianggap selayaknya perempuan kebanyakan? Saying he has a pussy instead of a hole? Feeling like a woman instead of a man?

Juyeon mengerang frustasi, lama kelamaan dia bisa gila kalau terus-terusan berpikiran tentang pria manis tersebut. Sudah terlalu sering dia ketangkapan basah tidak fokus saat bekerja hanya karena pikirannya melayang ke satu orang. Sejak kejadian luar akal sehat yang dialami olehnya.

Ini saatnya mandi dan membersihkan diri. Bila perlu ia harus menggosok kulit sekasar mungkin demi menghilangkan dosa-dosa yang mengepul di pori-pori. Juyeon terlalu berharap muluk-muluk, ingin menanyakan kapan ‘next time’ yang dibicarakan Younghoon setelah mereka selesai, menunggu macam anak penurut supaya dia diajak lagi, ah- Juyeon benar-benar sudah gila rupanya.

Dia hanya dapat menggigit jari, sebab sampai detik ini, tiada tanda-tanda sang atasan mau menawarkan keintiman bersama istrinya kembali.

***

“Beberapa perusahaan di daerah A sudah mulai bergerak melakukan pengiriman produk, Pak, sepertinya kita harus lebih gesit jika menginginkan penjualan yang tinggi,”

Younghoon menggumam sembari mengangguk-ngangguk, mata menelisik ke setiap kata yang tertuang di laporan, telinga mencuat mendengarkan ocehan Juyeon di hadapan. Dahi terkadang mengerut kebingungan, entah pada cara penyampaian sang asisten utama atau penulisan amburadul di atas kertas.

“Sebentar Ju.”

Juyeon langsung menutup mulut rapat-rapat, mendadak tegang setelah diinterupsi sekali.

“Kamu banyak pikiran akhir-akhir ini?”

Mendengar pertanyaan tersebut, lelaki lebih muda lima tahun memiringkan kepala lalu menggeleng pelan, “Ti..dak Pak,”

“Kamu sadar tidak laporan yang kamu buat ini tidak sesuai dengan apa yang kita diskusikan,” jawab Younghoon kini mengadu tatap, menemukan pancaran kepanikan serta keterkejutan di netra kucing seberang meja. Dia tersenyum miring, cukup senang melihat Juyeon mendadak kaku macam sekarang. “Saya lihat kamu kehilangan konsentrasi, Juyeon.”

Juyeon menegak ludah, secara halus agar tidak terlihat mencolok, tetap saja jakunnya nampak tergesa-gesa bergerak naik turun, “M-maaf Pak, mungkin saya sedang tidak enak badan,”

“Selama dua minggu?” Juyeon ketakutan hendak memberi respon, jadi dia diam saja, tidak mengangguk tidak juga menggeleng. Hal ini membuat Younghoon melebarkan senyuman dengan mata menyorot jenaka, “apa yang kamu pikirkan heum? Istri saya?”

Checkmate. Terperanjatnya Lee Juyeon adalah kunci jawaban dari segala bentuk perilaku aneh dalam dua minggu terakhir. Dia tidak sadar kalau mulut menganga dan mangap-mangap bagai ikan mencari air, mata mengedip-ngedip cepat, jantung berdetak kencang hendak kabur dari rusuk, serta semburat merah membuncah ke seluruh permukaan wajah. Beruntung dia tidak membasahi celana dengan kencing saking terlalu gugup.

Younghoon menghela napas, laporan ditaruh di atas meja lalu memijat kening agak kuat, Juyeon tambah seram. Semua kesimpulan buruk muncul di benak. Habislah dia bakal dipecat sehabis ini. Selamat tinggal gaji pokok lebih dua puluh juta, selamat tinggal tunjangan-tunjangan maupun bonus dermawan kantor, selamat tinggal Karina yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri, selamat tinggal rekan-rekan yang sangat baik padanya selama dia menjadi asisten, selamat tinggal-

“Malam ini kamu ikut saya pulang,”

Pikiran negatif terhenti tiba-tiba saat telinga diketuk perintah berintonasi biasa. Tidak ada sarkas, tidak ada amarah, tidak ada kelembutan. Sangat-sangat biasa seolah Younghoon sedang mengajak bertamu ke rumah.

“Haa?”

You heard me, Juyeon,”

“U-untuk apa, Pak?”

Sang atasan itu menyeringai, bak menyiramkan bensin di atas kegugupan Juyeon, mata elang tidak lepas dari manik kucing yang sedang ketakutan, postur badan sangat tegap dan tampak berwibawa di setiap pembawaan, “Cukup ikut saja, kamu akan tahu nanti,”

Uh oh. Apa doa Juyeon akan dikabulkan Tuhan?

***

Perjalanan menuju mansion keluarga Kim dirasa tebal layaknya salju di negara dekat Kutub Utara. Bahkan menarik napas sedikit saja rasanya takut mengganggu orang-orang sekitar. Juyeon berulang kali melirik dari kaca rear-view dan jalanan secara bergantian. Hati menjadi panas dingin sesekali mencengkram stir kemudi.

Dia ikut bosnya ke rumah.

Itu berarti dia akan bertemu Hyunjae lagi kan?

Tiada sepatah atau dua patah kata saat kendaraan mewah melaju dikemudi Juyeon. Sesampai di tempat tujuan pun, ia mendadak gugup setengah mampus, tidak berani berucap saat Younghoon turun.

“Ayo.”

Juyeon bergerak cepat tapi halus. Supaya tidak dinilai bersemangat. Memposisikan diri tak jauh di belakang Younghoon, memberi anggukan sopan kepada asisten-asisten rumah tangga di sana.

“Nyonya mana?”

Kan. Panggilan itu lagi. Isn’t Nyonya for a woman?

“Di dapur, Tuan.”

Younghoon mengangguk lalu melangkah lebih jauh, nyaris meninggalkan Juyeon yang tergesa-gesa mengekor. Beberapa asisten telah bersiap pergi, seakan mereka tahu ada sesuatu yang bakal terjadi di rumah ini.

“Pak?” Juyeon mendengar dirinya memanggil. Younghoon menggumam. “do you think-“

“Ssh, make yourself at home,” kayaknya si Bos punya sesuatu dalam memotong pembicaraan orang. Juyeon mengatupkan bibir rapat-rapat dan tetap berdiri di pijakan tanpa ingin bergerak ke sana kemari. “Babe??”

Hyunjae muncul entah dari mana, mengejutkan kesehatan jantung pria termuda dengan pakaian serba minim. Tidak mengenakan lingerie melainkan baju mandi bermaterial satin. Ujung kain jatuh tepat setengah paha, tidak ada keinginan menutupi semua. Juyeon menundukkan kepala, kaki-kaki mulai tidak seimbang.

“Oh, kamu pulang sama Juyeon?”

Bahkan suku kata namanya sendiri terdengar menggairahkan ketika diucapkan oleh Hyunjae, tak sadar membangunkan adik di balik celana.

Cursed you, Pervert.

Something came up, and I think I should punish him for being unfocused,” jawab Younghoon santai, tangan bergerilya di pundak landai demi memberi elusan lembut, berbanding terbalik dengan Juyeon yang menganga, serta Hyunjae tampak antusias penuh binar-binar.

“Jadi, hadiahku datang lebih cepat?”

Younghoon tertawa kecil mendapati keantusiasan, menunduk mendaratkan kecupan di sudut bibir, semacam memamerkan sesuatu di hadapan sang asisten. “Hmm, are you ready down there?”

You know I’m always ready, Hoonie..”

Pria tertua menyunggingkan senyum kecil, mengecup ranum tipis tersebut sangat hati-hati namun berhasil membuai si Manis. “Aku mandi dulu, kamu boleh ngelakuin apa aja sama dia, tapi ingat kalian berdua harus sudah di kasur setelah aku selesai, mengerti?”

Istri kesayangan mengangguk semangat, super duper paham terhadap tugas yang diberikan. Sepeninggal sang suami, ia menghadapi pemuda lain. Hendak menertawakan kecanggungan di sekitar lelaki itu.

“Hai Juyeon..”

Juyeon ragu-ragu membalas, terlebih tiada Younghoon di antara mereka, dan keinginan menyentuh Hyunjae sedikit lagi akan meletup. Pria cantik tersebut tersenyum miring, menghampiri lebih dekat sehingga ia bisa melihat sekretaris tampan itu menggigil sedikit.

Let’s take a bath, shall we?”

Hah. Apa? Tunggu Juyeon belum tersambung tetapi ia sudah ditarik paksa oleh jemari lentik menuju sebuah kamar besar. Didorong ke dalam ruangan yang melebihi kamar sendiri bahkan dibantu melucuti pakaian kerja. Tidak ada gunanya menolak kalau memang ini yang ia mau dan diizinkan oleh atasan.

“Nggak usah kaku gitu, Ju, kamu kan udah lihat semuanya,”

Bukan. Bukan masalah itu Hyunjae.

Si Manis terkesiap sewaktu material kain terbebas dari permukaan kulit sedikit gelap dibanding dirinya. Menemukan otot-otot perut membentuk sempurna, serta pinggang kecil mencuri perhatian. Hyunjae entah kenapa langsung bertumpu lutut sembari menjamah bagian yang dituju.

Juyeon mendadak gemetaran saat bibir tipis sehangat sinar matahari mendarat di parasan pinggul sedingin es. Manik mungil mengadu di bawah, jilatan tak lupa berkunjung di sana. Geligi tiba di karet yang melingkari pinggang kemudian ditarik supaya membebaskan. Dia mengumpat kecil, meminta maaf begitu kejantanan setengah tegang menampar halus si pipi tembam.

Pemiliknya hanya tertawa geli, malah menurunkan celana lebih jauh sehingga ia sudah telanjang bulat di tengah-tengah ruangan.

“Kamu boleh sentuh aku, Juyeon.”

Mungkin gerak-geriknya dianggap masih bimbang untuk melayangkan sentuhan. Padahal Younghoon telah memberi izin, dan Hyunjae sendiri malah menawarkan. Juyeon ragu-ragu hendak menaruh tangan di mana, sedangkan lelaki cantik memainkan benda mengacung di hadapan muka.

“F-fuck..” Hyunjae menyeringai, padahal dia baru memegangi pangkal, berat dan keras, just how he likes it. Mengurut perlahan, merasakan guratan nadi bermunculan serta geliatan manja akibat rangsangan.

“Udah lama aku nungguin kamu, Ju,”

Juyeon tak dapat menjawab, deru napasnya aja putus-putus tuh. Hyunjae juga kayaknya tidak terima jawaban, asyik bermonolog sendirian sambil menaik-turunkan genggaman tangan. Baju mandi terselip menampilkan bahu putih mulus, tidak dihiraukan sama sekali oleh sang pemilik. Bibir menapaki permukaan diselingi kecupan dan jilatan basah, Juyeon mengerang pelan, tak sabar ingin dibaluti kehangatan.

“Jangan bilang-bilang Hoonie kalau aku pernah bayangin kamu di kasur habis kita pertama kali ketemu,”

Jadi istri bosnya sudah menyimpan fantasi liar dengannya sejak dua tahun lalu? Kenapa baru terealisasikan sekarang huh? Harusnya dia lebih menonjolkan diri agar dapat dinotis seperti saat ini.

Belahan bibir kini membuka bersiap membungkus kejantanan. Juyeon betul-betul mengantisipasi setiap pergerakan Hyunjae. Dimana lidah berkontakan dengan lubang kencing, menusuk-nusuk kecil berharap sesuatu keluar dari sana sebelum bergerak turun.. turun.. menyodok tenggorokan.

“Ah.. J-Jae..”

Pipi tembam menggembung sempurna, making it fuller two times than before. Mulut di atas tak kalah hebat dengan mulut di bawah, sama-sama dapat diregangkan oleh benda kebanggaan. Juyeon mendesis nikmat lalu akhirnya mendaratkan telapak tangan di kepala, memegangi secara hati-hati agar tidak remuk seketika. Hyunjae mengulum sedikit-sedikit, memberi tekanan pada lidah sewaktu dia bergerak. Berulang kali mahkota gemuk menabrak dinding leher, membuat ia merilekskan saluran.

Desahan Juyeon beserta bunyi yang diciptakan Hyunjae -semacam slurpp dan gurgling sound lainnya- memantul ke seluruh penjuru. Mengalir ke satu titik di selatan milik si Cantik sendiri.

“Puahh!”

Juyeon menatap tidak mengerti kenapa Hyunjae melepaskan hisapan. Ternyata pria tersebut merengek tidak tahan dan segera menungging memamerkan lubang yang sialannya sedang disumbat sesuatu. “Please please get in me, Juyeon..”

Oh. Shit.

Baru kali ini dia bergerak lebih cepat dari biasanya, memegangi pinggul sisi kanan maupun kiri seraya menubrukkan adik tepat di sekitar kerutan otot yang meregang mengikuti bentuk benda berkilau tersebut. “Fuck you’re so lewd Hyunjae,”

Si Cantik menyengir menggoda sesekali menggoyangkan bokong, liang sengaja dipermainkan berkedut-kedut di sekujur butt-plug. Menyebabkan geraman menggelegar di pita suara Juyeon. “C’mon Baby put that big thing inside me, ruin my walls for me,”

Mainan dewasa berbahan dasar kristal ditarik di bagian ujung, sekilas terlihat seperti ekor dengan ornamen bentuk hati. Juyeon menggerakkan maju mundur, mendengarkan lenguhan demi lenguhan pria rambut cokelat. Memperhatikan bagaimana lubang melahap berkonstraksi di setiap gerakan.

“Ahh! Aaah Juyeon stop not that!”

Asisten utama Younghoon berhenti lalu menarik keluar, menaruh si benda di lantai kemudian menuntun kejantanan. Meskipun terasa renggang, tidak menutup kemungkinan milik Juyeon diremas kuat. Puncak mengotori pintu dengan benih putih, menyusup perlahan. “God..” desahnya begitu dinding berlomba-lomba membungkus batang, panas menjalar di gurat-gurat bermunculan, memberi sensasi terbakar di setiap gesekan. Juyeon tiba-tiba lupa sama dirinya, menjejalkan penis ke dalam Hyunjae bagai menghilangkan dahaga yang selama ini bersemayam.

Fuck.. nghh.. ahh Juyeon..” keduanya bergerak berlawanan arah, menggoyangkan pinggul bersamaan, menabrakkan tulang-tulang belakang. Hyunjae jadi tidak ingat suruhan sang suami lima belas menit lalu lantaran sibuk dipenuhi benda asing di liangnya, dia berteriak nyaring sebab selaput di balik dinding satin ditubruk berulang kali.

Pintu kamar mandi terbuka pun tidak diindahkan saking terlalu terbenam dalam hawa nafsu satu sama lain. Hyunjae menjatuhkan rahang mengeluarkan desahan, sedangkan Juyeon menggeram tiada henti pada kesempitan.

Didn’t I tell you to wait in the bedroom, Baby?”

Juyeon tergesa-gesa mengeluarkan kejantanan setelah mengetahui kehadiran orang lain di sana. Mengakibatkan keseimbangan berkurang hingga tersungkur ke lantai. “P-Pak..”

Hyunjae mengerang kecewa, liang mendadak kosong usai Juyeon menjauh. Dia menjulurkan bibir bawah seraya mendengking sedih karena kesenangan telah dirusak. “Hoonie..”

Younghoon diam saja, menarik pundak si Manis lalu menggendong ala karung beras. Mata menyiratkan sesuatu kepada Juyeon agar mengikuti mereka dari belakang. Tentu saja sang asisten sigap menurut, mendesis kecil-kecilan akibat tulang ekor mendarat tidak etis di keramik kamar.

Apa nih. Ada apa nih. Dia bingung hendak melakukan apa selain mengekor. Melihat bagaimana Hyunjae terpantul di kasur sembari terengah-engah, Younghoon sendiri menjauh sebentar, membuka ruang kepada Juyeon untuk mengeksekusi duluan.

“Saya Pak?”

“Iya.” Pria lebih tua membuka laci nakas kedua, mengubrak-abrik isi, menarik sebotol pelumas lalu mengguncang-guncang perlahan, mungkin mau tahu isinya. “kamu mau keluar di dalam atau..”

Ya Tuhan. Jantung Juyeon mau jatuh ke selangkangan. Ditawarin creampie sudah kayak ditawarin makan malam. Santai tidak ketulungan.

“Boleh Pak?”

That’s why I’m asking you, Juyeon.”

Juyeon menegak ludah, “Mau, Pak.”

Younghoon tertawa kecil, melempar si botol ke arah Juyeon dan cepat-cepat ditangkap oleh pemuda itu. Dari gerakan gesitnya nampak bersemangat sekali, membuahkan Hyunjae ikut tergelak melihat kegemasan tersebut.

“Oh, kayaknya kamu harus baring Ju, biar Hyunjae di atasmu,” saran pria lain sedikit menggeser diri, Juyeon melongo beberapa detik kemudian mengangguk halus. Tanpa basa-basi, ia beringsut menyamankan badan diikuti Hyunjae mengambil posisi di atas perut, manik memancarkan sinar kebahagiaan seperti sedang menunggu sesuatu.

Juyeon tidak dapat berpikir lagi setelah Hyunjae menindih, menumpukan pergelangan tangan di sisi kepala sambil menatap dalam-dalam. Dia menelan saliva bergumpal, menelisik setiap pergerakan lidah di bibir tipis tersebut.

“Hoonie aku boleh cium nggak?”

“Hm..” sahut Younghoon tiba-tiba berada di belakang istrinya, Juyeon terkesiap sebentar saat pergelangan kaki dibaluti dingin telapak, masih belum menyadari apa maksud dari si atasan. Hyunjae menundukkan kepala perlahan-lahan, dan Juyeon tetap membuka kelopak, supaya ia dapat melihat bagaimana ranum merah muda itu menyatu dengan miliknya. Terasa halus dan manis. Apakah Hyunjae mengaplikasikan lipbalm karena begitu kenyal saat mendarat. Juyeon makin tegang saja di bawah sana, menabrak bokong Hyunjae.

Si Cantik tertawa geli di sela-sela ciuman, memandang penuh jenaka pada semangat itu. “Kamu suka?” pertanyaannya mendapat anggukan, bersamaan mereka menggerakkan bagian selatan. Hyunjae menarik botol yang sedari tadi digenggam Juyeon, menuangkan agak banyak ke telapak tangan kemudian mulai melumuri adik yang terabaikan. Pemuda itu melenguh tertahan, pinggul tertandak.

Patience Baby..” ucap Hyunjae menyengir lebar seraya memijat perlahan, memberi tekanan tepat di puncak. Younghoon mendengus kecil di belakang.

Baby panggil Baby huh?”

He’s our Baby, isn’t he?” tanya Si Cantik agak menuntut, kepala tertoleh meminta kepastian. Younghoon hanya menggumam, menyusup di antara kedua kaki Juyeon sesekali mengelus punggung kesayangan.

“Kamu siap, Baby Boy?”

Juyeon tidak tahu pertanyaan itu merujuk ke siapa, yang pasti dia selalu siap kapanpun Younghoon mau. Hyunjae mengangguk, melepaskan genggaman membuahkan kekecewaan. Dia menunduk mengecup bibir lelaki termuda sembari mengerling. “As I always said,” ia memegangi pangkal lalu menaikkan pinggul, kepala mirip jamur menyapa pintu masuk sehingga ia mendesis nikmat. “aah I’m so ready for you both,” lanjutnya kemudian turun secara perlahan, merasakan inchi demi inchi batang keras menyusup ke dalam, melebarkan dinding satin yang berkontraksi. “fuckk Juyeon..”

Big, isn’t it?” bisik sang suami dari belakang, mengulum cuping telinga, melirik keadaan Juyeon yang terengah-engah, “one to ten, mine or his, Baby Boy?”

“I.. ughh.. aku nggak bisa milih, ngh..”

“Bayangin kalau kita berdua masuk sama-sama, Sayang,” ujar Younghoon lagi, jari jemari merayap ke perut, mengelus bagian nan menyembul sedikit, menekan perlahan, meloloskan desahan dari dua pria lain. “will you be satisfied? Will you be full? Will you be sated?”

Please Hoonie give it to me,” rengek istrinya menggoyang kecil-kecilan, Juyeon baru menyadari kalau Younghoon akan masuk bersamaan dengannya, hal ini membuat ia tak sabar hendak menggenjot ke atas. “Bayi kita sudah nggak tahan lagi Hoonie, aku bisa ngerasain,”

Juyeon memerah hebat, napas putus-putus mencari celah mengambil oksigen. “Pak..” erangnya halus.

Younghoon mengusap lutut si asisten, menekuk kedua tungkai menghasilkan detakan luar biasa bagi jantung Juyeon. “This would be nice to enter him,” kata pria lebih tua sembari melumuri penis sendiri dengan pelumas, seakan telah terbiasa dengan suhu cairan tersebut. “sedikit informasi, Ju,” ia menggenggam miliknya seraya memijat membasahi batang, “Hyunjae really loves wet and messy,”

Pemuda surai hitam tak tahu hendak merespon bagaimana selain menggeram begitu Hyunjae menjepit kejantanan. “B-baik, Pak..”

“Kamu betul-betul siap kan, Baby?”

Hyunjae mengangguk semangat, menaikkan pinggul hingga sisa mahkota menyangkut di kerutan liang, “Kumohon Hoonie, I’ve been waiting for this, I’ve been a good Baby, haven’t I?”

Sang suami terkekeh, menumpu lutut lalu menangkap rahang tembam untuk menyatukan belahan bibir, memberikan sebuah penampilan sensual di depan Juyeon. Lidah saling beradu, melilit bak ular, menyisakan saliva menitik mendarat di leher jenjang.

Okay,” bisik Younghoon serak, sama-sama tersengal menarik oksigen, ia bergerak menyamankan posisi dengan tangan menuntun kejantanan. Kedua pria menunggu, terutama Hyunjae. Diafragma Juyeon pun membesar mengecil mengantisipasi rasa sempit dua kali lipat.

“A-aah..” tiba-tiba Juyeon mengerang, mengejutkan Hyunjae. Pria manis menoleh menemukan suaminya malah memajukan batang ke lubang lain. “P-Pakk..”

“Ups..” Younghoon menyeringai, tidak henti mengitari liang kering di bawah bola kembar, “wrong hole.”

Semburat merah kembali merekah di seluruh badan Juyeon. Pikiran mendadak kosong usai diperlakukan seperti tadi. Dia tidak menyangka kalau Younghoon bisa melakukan hal gila, seperti sengaja begitu kepadanya.

Setelah digoda habis-habisan, barulah giliran Hyunjae menjerit nyaring. Dada membusung ditemani bulir precum terjatuh dari organnya. Juyeon ikut menggeram, benar kan ini bukan sempit dua kali lipat, tapi berlipat-lipat! Hanya Younghoon yang kelihatan santai. Seolah penetrasi dua benda panjang berdiameter serupa ini tidak mempengaruhinya. Dia memang terangsang, siapa yang tidak terangsang melihat istri sendiri huh? Dia bahkan menyukai air muka keenakan dari sekretaris kesayangan.

“Hoonie.. oh.. Hoonie it’s aahh..”

“Kamu bilang kamu siap, Sayang..” Younghoon menaikkan pinggul lagi, menanam sampai pangkal, rambut-rambut kemaluan menggelitik sekitar liang. “tapi kamu tetap sempit kayak perawan,”

“Nghh s-stopp..”

Stop what, Baby Boy? Doesn’t your pussy feel good around us?” Juyeon meloloskan desahan, tidak kuat mendengar sebutan yang terlontar, Younghoon tersenyum miring, “say to Juyeon Baby, your pussy feels good,”

Hyunjae mencoba bergerak susah payah, kalimatnya keluar patah-patah, “M-my pussy.. nghh feelss.. goodd…”

Sang asisten akhirnya menggoyang duluan, menyebabkan Hyunjae tersedak udara. Younghoon menyusul tak lama kemudian, menggenjot secara acak tapi menuntut dalam-dalam. Berulang kali perut Hyunjae menyembulkan sesuatu, menambah erangan berat mengalun dari Juyeon. Pas sekali berhadapan.

“Ahh! Aahh harder!”

Permintaan langsung dituruti dimana pinggang berlekuk dicengkram saat mereka menghujam. Hyunjae is a mess, berteriak selepas-lepasnya karena simpulan di abdomen menguat ingin keluar. “Fuck I’m coming!” sebuah untaian putih menyembur bak air mancur, membasahi setengah badan Juyeon dengan badan gemetaran hebat. Dinding satin membungkus lebih membuat keduanya susah bergerak. Hyunjae tersandar di dekapan sang suami, melemaskan persendian karena tak sanggup menopang.

“Ju, mau keluar?”

“Be.. bentar lagi Pak.. nghh..”

C’mon.. you’ll love the wetness from this pussy, Juyeon..” Younghoon menggrayangi dada si Manis, meremas dua-duanya, tak lupa memainkan pentil mencuat. Juyeon ingin menangis rasanya, dia terlalu terbenam pada kalimat-kalimat kotor sang atasan.

“Pak ngh.. coming..”

Let it out, Ju,” pria itu menghentak ke atas berbarengan Juyeon mengisi lubang. Geraman memantul ke seluruh penjuru ruangan, menandakan kenikmatan. Pemuda rambut hitam menggigil sejenak, menikmati kesempitan dan keluarnya mani di sela-sela liang. Younghoon mencabut kejantanan, mengocok cepat si adik dan menumpahkan hasrat mengenai Juyeon. Diam-diam, dia jadi ingin menggagahi asistennya kalau dilihat dari situasi sekarang.

Hyunjae melenguh saat Juyeon perlahan menarik diri, lubang berdenyut-denyut pada kehampaan meski terbuka agak lebar, meloloskan cairan putih tanpa ada halangan sementara ia sudah terbaring di atas Juyeon.

“Juyeon..”

“I-iya Hyunjae?”

Si Manis tersenyum dengan sabit menampakkan diri, “Be ours okay?”

Pertanyaan itu mencengangkan Juyeon serta menambah degupan jantung, ia tidak tahu harus berbicara apa, di sisi lain ingin meminta pendapat atasan yang sedang membersihkan sisa-sisa permainan. “Maksudnya?”

Be ours Baby, supaya kita bisa begini lagi,” pinta Hyunjae seraya mengerucutkan bibir, memasang ekspresi menggemaskan tiada tara menyebabkan semburat merah muda meruak di pipi Juyeon. Sialan. Kenapa sih istri bosnya cantik banget? Lubangnya juga sedap pula. Kok Juyeon beruntung sekali?

“Memangnya Bapak setuju?” melihat Younghoon memasuki kamar mandi, Juyeon berbisik takut-takut.

“Kalau dia nggak setuju, kamu sudah lama dipecat jadi asistennya, Juyeon,” balas Hyunjae mengukung menggunakan siku, napas saling menerpa dan ciuman kecil mendarat. “we’re fine with it, we don’t know about you,”

Juyeon menggigiti kulit bibir, ragu sangat dalam memberi jawaban. Ekor mata menangkap pergerakan Younghoon mendekati mereka sambil membawa handuk agak basah. “Pak-“

He doesn’t believe you said yes to this, Hoonie,”

Younghoon tidak langsung merespon, melainkan mengusap permukaan kulit Juyeon secara hati-hati bahkan sampai ke tempat dimana ia mendaratkan benih secara gratis. “Hm.. jadi kamu nggak setuju, Ju?”

“Bukan gitu Pak,” Juyeon mendesis pelan, ingin rasanya mengatupkan kaki karena ujung kain berputar-putar di sekitar liang, “saya nggak mau dicap sebagai penghancur rumah tangga orang,”

“Siapa yang bilang begitu, heum?”

“Iya..” Hyunjae spontan menimpal, tampak tak suka dengan ide tersebut, “siapa yang ngomong kayak gitu? Si Karina?”

“Bukan.. bukan, Karina nggak tahu apa-apa soal ini,”

Then it settled,” ucap Younghoon kini membersihkan sang istri, menikmati dengkuran halus nan menggemaskan itu, “kamu mau apa nggak?”

Tentu saja Juyeon tidak menolak, kapan lagi woy dia dapat seks cuma-cuma kayak sekarang? Meskipun hati takut berujung jatuh cinta pada mereka, tapi setidaknya ketiga belah pihak menyetujui ide gila ini.

“Mau Pak,”

Alright, what would be the problem, hm?” Younghoon menaruh handuk kotor di dekat kasur, membiarkan Hyunjae masih bertengger dalam dekapan Juyeon sementara ia menyelimuti mereka lalu menyusup di samping. “don’t think too much, kalau kita memang mau, kenapa kamu harus pikirin kata orang?”

Hyunjae mengangguk membenarkan pernyataan suaminya sembari mematri senyum manis supaya meyakinkan. Dia mengecup bibir Juyeon maupun Younghoon sebelum menyamankan diri agar terlelap lebih nyenyak.

Night Ju, Night Hoonie,”

Night Baby Boy,”

Pikiran Juyeon masih diliputi banyak hal hingga sulit membalas ucapan hangat. Dia menatap langit-langit kamar lumayan lama demi mencerna apa yang baru saja terjadi.

“Juyeon.”

Ia menoleh, menemukan iris mata tajam sang atasan menatap balik, lembut tapi ada keseriusan di setiap pancaran. “Iya Pak?”

Next time, giliran saya keluar di dalam kamu.”

Entah sudah berapa kali jantung Juyeon berniat loncat dari rusuk setelah terus-terusan dikejutkan oleh segala kalimat yang diutarakan atasan.

Yup. He’s sated for what he has now. . . .

Please jangan minta bbangjunya please jangan.