rymafein

place to reveal myself

Tbz Hyung-Line🔞

Starring : – Lee Sangyeon – Bae Jacob – Kim Younghoon – Lee Hyunjae

Awalnya liburan kayak anggota lain, berkedok bulan madu malahan, but something will happen on the last day of their trip

Warning : bismillah. orgy party; voyeurism, exhibitionist-kink, bare backing, piss (i swear it will be hyunjae this time), sorry im not sorry, say hello to.... anal orgasm (nggak tahu bener apa salah tapi di porno gitu sih)

. . .

Berita tentang liburan tiga hari keempat sekawan rupanya sudah tersebar di kalangan anggota lain. Seperti sekarang, dua sahabat sebaya, Jacob dan Hyunjae tampak antusias membicarakan di kamar salah satu dari mereka.

“Pantes aja tiba-tiba minta cuti tiga hari ternyata ke Maldives?”

“Iyaa! Beruntungnya kita emang lagi off nggak ada kerjaan,”

Hyunjae menatap langit-langit kamar, seperti menimang sesuatu dalam pikiran. “Kita nggak mau liburan, Cob?”

“Ha? Ke Maldives juga?”

“Nggak usah ke situ, kejauhan. Ke Jeju aja mending, kan sama aja,”

Jacob memandang sahabatnya, benar-benar polos setengah mati, karena tujuan mereka cuman liburan, nggak lebih. “Berempat?”

“Nggak Cob, kita bawa sekampung, ya iyalah,” tukas pemuda manis itu nyaris menepuk jidat, Jacob sendiri malah terkekeh tanpa dosa.

“Boleh, kalo Sangyeon Hyung ngizinin,”

“Pasti diizinin, kan berempat, ih.”

“Ya mana tau si Bapak sibuk atau enggak,” balas Jacob tidak mau kalah. Mata Hyunjae bersinar-sinar jenaka, tapi kejahilan tampak nyata sehingga temannya memicingkan netra. “Jae..”

Just seduce him,”

“Kamu pikir aku semurah itu?”

“Oh ayolaaahh! Kapan lagi coba kita bisa liburan sama-sama? 98 aja udah, masa kita nggak?”

Jacob menimang-nimang, ada benarnya sih mereka mencoba kabur sebentar dari peradaban dan kehidupan artis. Tapi bagaimana dengan keadaan asrama jika mereka tidak ada selama beberapa hari?

Ralat. Tidak ada Sangyeon dan dia selama tiga hari.

Speaking of the devil, kekasih gantengnya muncul tiba-tiba mengejutkan kedua sekawan. Hyunjae nyaris terlonjak dari kasur menyebabkan alis Sangyeon naik kebingungan.

Hyunggg ayo liburan!” Sebelum Jacob mengalahkan duluan, Hyunjae telah meminta sembari bertingkah menggemaskan.

“Liburan?”

“Iyaaaa Juyeon dkk sudah minggu lalu, aku pengen jugaaaa,”

“Kamu aja liburan sama Younghoon,” Jacob menipiskan bibir untuk menahan tawa pada jawaban tersebut, tampak sekali Sangyeon malas meladeni, apalagi mereka sedang sibuk mempersiapkan comeback bulan depan. Hyunjae tampak merajuk, mengerucutkan bibir sebab tidak diindahkan.

Just four of us, Hyung,” akhirnya pemuda tertua kedua membuka suara, lembut, tenang, berhasil mengalihkan perhatian Sangyeon dari apa yang ia kerjakan. Si Leader tersenyum kecil, mungkin dia langsung memikirkan permintaan apabila Jacob yang mengatakan.

Okay,” Sangyeon bersuara, mendekati lelaki di kasur, menangkup pipinya sambil menatap sayang, “nanti aku coba diskusikan sama manajer,”

Whaaaattt? Kenapa tadi pas aku-“

“Sshh Jae.. diamlah.”

Sangyeon hanya melempar cengiran sebelum berlalu dari ruangan, meninggalkan Hyunjae menggeram kesal dan Jacob tertawa geli melihat pertengkaran kecil terjadi antara sahabat dan kekasihnya.

“Menyebalkan!”

Setidaknya, pemimpin mereka setuju tentang ide liburan ini.

***

Bye Hyungdeul, dorm akan kami jaga dengan baik,” ucap Eric saat keempat makhluk tertua di The Boyz menyeret koper menuju pintu keluar, para termuda di sana tampak berseri-seri seakan kepergian mereka merupakan keajaiban langka. Changmin memukul kepala belakangnya sedikit keras.

“Kalian pikir kami tidak ada di rumah?”

“Oh, last time we checked, kalian berempat selalu pergi ke apartemen pribadi Juyeon Hyung, doing god know what,” kilah maknae tidak suka membuahkan beberapa pertikaian kecil dari lelaki yang memukulnya.

Boys, behave. Aku nggak mau kalau liburan ini gagal karena kalian ya!” padahal baru sampai pintu, Hyunjae sudah mengomel. Sangyeon dan Jacob angkat kaki duluan, meninggalkan Younghoon mengiring sang kekasih agar berhenti mengoceh saat mereka siap bepergian. Juyeon menganggukkan kepala pertanda ia yang akan mengurus teman-temannya di sini.

Oh, kalau Juyeon dia pasti dapat diharap, nggak tahu sama yang lain.

“Nggak usah dipikirin, udah gede,” bisik Younghoon menenangkan pemudanya yang masih bersungut-sungut, “senyum dong, cantiknya ilang kalau cemberut,” mau tak mau Hyunjae menyunggingkan senyum tipis, menyandarkan kepala di pundak tegap sekaligus menikmati aroma khas pacar sebayanya. Perjalanan mereka memakan waktu tiga jam ditambah kemacetan ibukota yang tidak dapat terhindar. Keempat anggota menghabiskan waktu menumbuhkan tai mata sampai manajer membangunkan.

“Pokoknya aku mau kamar ada balkonnya!”

“Kita di rumah, bukan hotel, Hyunjae,”

“Yaudah, menghadap ke pantai!”

Behave atau kamu ditinggal di sini,” ancam Sangyeon melotot sedikit, Hyunjae hanya menjulurkan lidah karena dia memang jahil, bersembunyi di belakang sang pacar demi menghindari amukan. “kamu mau ngapain setiba di sana, Sayang?”

Kurang ajar. Giliran bertanya ke Jacob suaranya jadi lembut kayak kain sutra. Younghoon terkekeh melihat perubahan pemuda cantik di samping, mengusap surai cokelatnya sayang.

“Mau tidur,”

“Nggak mau jalan-jalan?”

“Aku mau jalan-jalan, Hyung!” celetuk Hyunjae memotong pembicaraan, cengiran terpampang menggemaskan membuat Jacob ikut menyengir. Punya teman imut banget sih meskipun berisik minta ampun.

“Jalan sana sama Younghoon, kan punya pacar.”

“Ih Hyung! Kenapa sih daritadi sewot amat sama aku?”

Daripada telinga penumpang pesawat pengang karena suara Hyunjae, Younghoon selaku pawangnya buru-buru mengatupkan mulut yang meronta-ronta. Sangyeon benar-benar senang mengganggu anggota termuda di antara mereka berempat sebab sangat lucu jika dilihat.

“Kita ke sini liburan per pasangan, okay? Nggak ada yang namanya bareng-bareng, nggak ada juga yang boleh ganggu waktuku sama Cobie,”

“Oh, tunggu kesempatanku merusak kesenangan kalian,”

Sebelum pertikaian terjadi lagi, Hyunjae sudah dibungkam menggunakan bibir. Mengundang komentar jijik serta desisan teguran.

“Bodoh, not in public, Kim Younghoon!”

At least he shut him up.

***

Hari pertama datang tidak ada yang spesial, hanya keceriaan Hyunjae dan Jacob setelah mengetahui pemandangan laut seluas mata memandang, interior khas pantai yang membuat nyaman, serta tergeletaknya pasangan mereka di kamar masing-masing. Ngantuk katanya, mending melanjutkan tidur yang tertunda.

Meninggalkan dua sekawan sibuk bermain air di luar cottage. Makan malam di salah salah satu restoran, tidak menghentikan perang mulut Hyunjae dan Sangyeon di tempat.

Maklumlah. Namanya juga extrovert. Berbanding terbalik dari Younghoon dan Jacob yang memiliki MBTI yang sama.

Sesampai di rumah inap, mereka agak mabuk sedikit. Hyunjae terlalu banyak tertawa, digendong Younghoon di belakang, sementara Jacob diam saja meski tatapan sayu dalam rangkulan Sangyeon.

Drunk Hyunjae is a mess. He wants everything including his boyfriend’s nakedness on his body. They fucked like rabbit in heat, lebih tepatnya ia menjerit keenakan sukses menggagetkan pasangan sebelah.

Beruntung sejoli lain tidak peduli. Mengabaikan eksistensi pasangan di kamar samping, sibuk mencumbu satu sama lain ditemani kehangatan badan masing-masing.

Baru hari pertama tapi rasanya betah tidak ketolongan. Hanya ada mereka, tiada pengganggu atau pembising macam adik-adiknya, menikmati sentuhan yang tak terburu-buru, menyelimuti diri dengan keintiman lebih.

Honeymoon vibe, isn’t it?

***

In another morning.

Sangyeon terbangun seketika saat kehangatan tidak menyelimuti dirinya lagi. Mata membuka perlahan menemukan kekosongan, hanya ada bekas seprai kamar awut-awutan. Dia melirik ke sana kemari, bingung, linglung kesayangan telah pergi.

Sambil menyeret langkah keluar ruangan, Sangyeon mendapati pemuda lain sudah sibuk berkutat di dapur. Tidak memasak sih, melainkan membuka kotak cereal sangat hati-hati kemudian menuangkan beberapa gram ke dalam mangkok putih. Sebuah senyum terukir, menyuruh diri agar berjalan tambah dekat demi memeluk pinggang ramping.

“E-eh?”

Isn’t it too early to wake up, Baby?”

Jacob tertawa geli, tidak melawan pelukan dari belakang oleh sang kekasih, hanya meneruskan pekerjaan, menikmati deru napas berat di tengkuk sendiri. “Good morning, Hyung.”

“Hm, morning too,” balas Sangyeon terdengar diredam sesuatu, of course, leher Jacob terlalu sayang untuk dilewatkan. Kecupan kecil mendarat di permukaan, tipis namun berhasil menggigilkan si pemilik. Jacob pura-pura tidak terpengaruh, kali ini menuangkan susu ke tempat material gandum warna-warni berada. Berusaha mengabaikan gundukan keras menyelip sempurna di belahan bokong. It’s morning and every men has that

Hyung mau sarapan?” tawarnya pelan, Sangyeon menggumam, berhenti mengecup malah berbalik melumat kulit putih pucat. Jakun Jacob bergerak setelah menegak saliva, sudah dipastikan apabila kekasihnya begini, yang dapat ia terka adalah he’ll bends over the cabinet with the pants on his knees. Sayangnya, ia tidak mengenakan apa-apa sehabis sesi bercinta mereka semalam. “H-Hyung..”

“Sedikit olahraga pagi nggak merepotkanmu kan, Sayang?” bisik Sangyeon berat di indra pendengaran, kemeja kedodoran disingkap supaya bantalan kenyal terlihat, kejantanan berbalut kain celana ketat digesekkan di tengah-tengah, mengundang desisan dari pemuda yang dibuai.

“T-tapi kita di dapur, Hyung..”

Sangyeon tersenyum, tangan siap bergerilya ke sana kemari, menyusup di balik kemeja, mengusap tonjolan mungil, oh, keras dan menuntut, seperti adik sang kekasih di bawah. “Mereka masih tidur dan kalau kamu nggak nyaring, kita akan baik-baik saja,”

Jacob meringis, menatap sarapan kecil-kecilan, mulai lembek karena tidak diapa-apain. Dia mendorong sedikit menjauh kemudian menungging sembari bertumpu siku di atas alas keramik marmer. Sangyeon tak kuasa menahan senyum lebar, langsung saja merayapkan tangan ke perut sampai ke organ intim, mengocoknya perlahan sehingga terdengar erangan Jacob.

“Masih longgar, Sayang?”

“M-maybe?” balas si Cantik kurang yakin, ia menggigit bibir saat udara menerpa kulit belakang, bersamaan dua telapak hangat meremas benda kenyal. “aahh Hyung..” Sangyeon terduduk sebentar menghadap lubang semi kering, pintunya tampak sempit, menutup kemungkinan ia dapat memasuki secara langsung.

“Hmm, sejujurnya aku malas mengambil pelumas,” jantung Jacob berdetak kencang, selain napas hangat menabrak liang, tangan-tangan nista setia memijat bantalan. “pakai liur aja ya?”

Oh. Shit. Mendengar kata liur merangsang penis Jacob berdiri lebih tegak, Sangyeon bahkan tergelak begitu lubang merespon kata, berdenyut-denyut di hadapan. Oleh karena itu, pemuda lebih tua mengumpulkan cairan pekat, meludah tepat di tengah, memperhatikan bagaimana kerutan otot melahap. Jacob menggigil bukan karena meriang, melainkan sensasi basah di sekitar liang. Nyaris saja dia berteriak membangunkan satu rumah.

Sangyeon bergerak macam predator setelah menerkam mangsa, menggigiti sekujur pipi, menambah bercak kemerahan semalam. Lidah menjilat dari bola sampai ke pintu masuk, membasahi sekitar dengan saliva, dagu sendiri pun ikut terkena jua, tapi diabaikan sedari tadi. Jacob berulang kali menjepit indra pengecap yang berhasil menyusup, mengepalkan tangan kuat-kuat pada stimulasi basah tersebut.

Fuck.. fuckk Hyung.. please..”

Umpatan terdengar usai dua jari menggores dinding satin. Seperti sudah terbiasa, dinding satin menyesuaikan kehadiran, mau melonggar perlahan agar benda yang lebih besar dapat masuk dengan mudah. Jacob telah memaju-mundurkan pinggul, ingin menemui ritme dua digit panjang itu sampai salah satu mereka mengenai titik sensitifnya.

“So needy, My Love,” bisik Sangyeon mengulum cuping telinga si Cantik, memompa jari di dalam, membuat gerakan menggunting, sangat berterima kasih pada saliva yang melicinkan akses sempit sang kekasih. “tell me you want my cock, Dear,”

Jacob menutup mulut agar dapat menahan rengekan, pinggul tak berhenti bergerak seirama, “Please Hyung need your cock..”

Seringaian nakal tercetak begitupula lepasnya tautan, mengosongkan tempat membuahkan kekecewaan. Sangyeon menurunkan boxer hitam sampai lutut, kejantanan serasa berat dan mengacung. Mengurut batang pelan-pelan, ia bersuara lagi. “Hisap dulu punya Hyung, Cobie..”

Jacob mengangguk cepat, mengubah posisi menjadi dia yang bertumpu lutut di lantai, menghadap penis kesayangan yang sering menggempurnya di setiap waktu. Tanpa menunggu lama, ia melayangkan jilatan bagai kucing, mendengkur pada tekstur maupun rasa. Tak sabar hendak mengulum, meliputi batang kemaluan dengan untaian liur. Kepala gemuk melewati rongga makan di situlah saliva tercipta tiba-tiba. Mata Jacob menutup setengah, menghisap kuat-kuat, membiarkan mahkota menyodok tenggorokan.

Setelah dirasa cukup barulah Sangyeon mengeluarkan organ, menarik pundak sang kasih supaya dapat menungging di meja kembali. Jacob menunggu harap-harap cemas, menjatuhkan rahang ketika Sangyeon mulai meregangkan. “Shit.. mhh… shit nghhh..”

“Tahan, Sayang..” pemuda rambut cokelat kini memajukan diri tanpa lupa memainkan penis lain, mengelus bagian pangkal, sesekali menggenggam demi mengalihkan rasa sakit. Jacob menyembunyikan wajah di ceruk lengan, meringis pedih terhadap peregangan. “there there My Pretty Baby, you’re doing great, Sayang,”

Jacob membalas dengan rengekan manja, sementara Sangyeon mendiamkan diri sejenak sesudah pangkal lenyap. Menyisakan rambut-rambut kemaluan menggelitiki pintu yang melahap kejantanan. Dia menarik kerutan ke samping kiri menggunakan ibu jari, mengusap bagian sedikit membengkak disebabkan invasi. Melihat betapa terangsangnya Jacob disertai erangan kecil, dinding-dinding satin pun ikut andil.

Sangyeon mulai menggoyang perlahan, menempelkan dada pada punggung terbalut kain kemeja putih sambil mengukung sisi kanan maupun kiri pemuda cantik. Kedua sejoli meloloskan desahan nikmat, diiringi goyangan berlawanan arah, membawa mereka ke surga dunia. Si Lesung Pipi menaikkan kaki sebelah kanan ke atas pantry, mempermudah ujung penis bertemu selaput sensitif, menghujam lebih menuntut dari irama sebelumnya.

“Ah! Ahh! H-Hyungg..”

“Sshh, kamu terlalu nyaring, Cobie..” tegur Sangyeon tidak melambatkan tempo, sebaliknya menggempur habis-habisan. Jacob memegangi pinggir meja kuat-kuat, dilihat buku jari sampai memutih. Tulang panggul dan pipi bokong saling beradu menciptakan bunyi erotis, jangan lupakan squelching sound di dalam diri. Kelaminnya tergesek material meja, mengucurkan anak mani di lubang kencing, siap meluncur banyak.

Demi meredam desahan, Sangyeon menautkan bibir mereka, melumat agak kasar mengakibatkan Jacob kewalahan membalas. Dasar perut sudah menyimpul tali pelepasan, dimana selaput balik dinding dihujam terus menerus.

Close.. Baby?” Jacob mengangguk-angguk ketika ditanya dengan intonasi rendah. Memegangi tangan yang menengger di perut, merasakan sesuatu menyembul dari sana setiap Sangyeon menghentak maju. Kekasihnya menyeringai, mengulum bibir bawah secara lembut, menyampurkan dua liur hingga menitik di sudut. “ayo.. keluar untuk Hyung..”

“Hnggh.. nghh.. fuckk..” geram Jacob mengejang setelah mendapat izin, kejantanan langsung merespon mendaratkan untaian putih di dinding laci. Kaki-kaki gemetaran dan rengekan terdengar, berupaya mengatur napas, mengganti pasokan udara di paru-paru. Sangyeon ikut tersengal, tepat di telinga, menambah keseksian di mata pemuda lain. Dirasa jepitan rileks, barulah ia menggenjot beberapa kali demi menyusul klimaks. Menabrakkan tulang panggul kuat-kuat bersamaan benih ditembakkan.

Jacob menyandarkan sebagian badan di alas meja, lemas tiada tara walau Sangyeon merengkuh pinggang. Tungkai terasa bergoyang macam agar-agar dan cairan lengket keluar di sela-sela lubang yang tersumbat.

“Masih mau sarapan?” tanya Sangyeon menyengir menampakkan lesung pipi serta menyipitnya netra. Pemuda cantik tersebut mengerucutkan bibir sembari melayangkan cubitan, mengerang kecewa saat pria lebih tua mencabut kejantanan bersemayam. “mending mandi dulu deh,”

“Serealku jadi lembek gara-gara Hyung!”

Sangyeon mengecupi celah wajahnya, lumayan lama saat di ranum yang menyatu. “Nanti aku masakin telur orak-arik sama bacon,”

You know I love cereal more than anything, right?” balas Jacob memicingkan mata. Sedangkan pemuda tampan itu tergelak.

Those cereals can’t fuck you like I did, Baby,”

Kedua sejoli segera merapikan pakaian pagi mereka dan berniat membasuh diri di kamar mandi sekalian melanjutkan sesi panas lain. Tidak mungkin Jacob tak terangsang bila mani di lubang tidak dikeluarkan, tentu saja akan menstimulasi adiknya akibat digit mengorek ke dalam.

Lagian, ini masih pagi, dan Younghoon maupun Hyunjae pasti sedang terlelap tanpa mengetahui apa yang telah mereka lakukan kepada dapur mereka.

Itu yang mereka ketahui. Meski kenyataan bekata sebaliknya.

***

“Hoonie.. Hoonie..”

Terlalu dini untuk dibangunkan, Younghoon mengutuk siapapun mengganggu tidur ternyaman setelah bekerja terlalu keras dari kemarin-kemarin. Termasuk kekasihnya sendiri. Dia tak bergeming, membiarkan badan bongsor diguncang-guncang dan panggilan manis diucapkan berulang-ulang

“Ish.. Kim Younghoon! Bangunn!”

“Jae..” erang Younghoon serak, membalikkan badan menghadap ke arah lain. Hyunjae merengut, masih setia menggoyang-goyangkan.

“Bangun, Bodoh! Aku pengen sesuatu..”

“Ambil sendiri sana..”

“Hoonieeeeee..”

Oh god, ingatkan dia kenapa bisa mengencani manusia toa macam Lee Hyunjae? Dimana pemuda manis itu ditemukan cemberut lantaran ia tak merespon sedari tadi. “Mau apa sih?”

“Aku tadi lihat Cobie sama Sangyeon Hyung,”

“Hmm terus?”

They were fucking in the kitchen,”

Mendengar kata tidak senonoh meluncur, berhasil membuka kelopak, mata bulat memandang tidak percaya pada mata kecil nan polos disertai rona merah di pipi. Oh. Apa yang baru saja Hyunjae lakukan?

They were what?”

Hyunjae menegak ludah, terlihat jelas dari pergerakan jakun serta kemerahan menghiasi telinga. “Fucking.. in the kitchen,”

“Terus kamu ngapain memang?”

“Aku lapar tau! Dan pengen minum! Mana tahu kalau ternyata mereka berdua.. begitu..” memori tentang Sangyeon menggenjot Jacob dari belakang menghantam saraf-saraf otak, membangunkan titik di selatan sehingga ia tak sadar meloloskan rintihan. “H-Hoonie..”

“Kamu terangsang habis itu?”

“Siapa yang nggak terangsang liatnya hah? Porno gratis pagi-pagi,”

Younghoon menghela napas, bertelantang saat Hyunjae menyibak selimut memamerkan boxer abu-abu dengan gundukan menyembul. Kekasihnya membasahi bibir bawah, mendekati mangsa yang terkurung material. Dia menggunakan gigi untuk menarik karet di pinggang, menyengir kesenangan begitu batang menampar dagu. Pernapasan Younghoon mulai tidak teratur, menggeliat tidak nyaman karena belum disentuh.

Mulut mungil terbuka bergerak turun melingkupi kejantanan, pemuda lebih tua sebulan mendesis nikmat setelah kelamin berkontakan dengan dinding mulut. Terasa basah nan lengket di permukaan. Hyunjae beradu pandang, kepala naik turun sesekali menghisap kecil, melepaskan sejenak hanya untuk meludah di sekitar. Tangan mengurut lembut, memperlakukan bagai mainan.

“Cepat masukin sebelum aku keluar duluan, Jae,” peringat pemuda tampan tersebut masih berbaring santai. Hyunjae mencebik tanpa menghentikan genggaman.

“Siapa yang semangat sekarang?” itu saja jawabannya sebelum melorotkan celana sendiri, adik yang menggantung spontan bergerak bebas dan ia pun menggesekkan puncak pada liang. Bersyukur dia masih longgar sedikit walau ada kendala ketika memasukkan perlahan. “fuck..” gumamnya kembali mengulas balik kejadian sebelumnya. Sangyeon menggoyang Jacob, dimana kaki kanan si Manis ditaruh di meja dapur. Organ tebal milik Sangyeon keluar masuk di lubang ketat temannya mengakibatkan Hyunjae hendak menangis, membayangkan jika ia berada di posisi yang sama, kedua sejoli lain memergokinya menunggangi Younghoon di kamar sebelah.

“Aah! Aahh Hooniee!”

Sang kekasih hanya menyandarkan punggung, membiarkan pemuda surai cokelat bergerak sendirian, ia sempat melirik ke pintu, terbuka lebar tanpa halangan. “Hey, Babe?”

“Mmh.. y-yaaa?”

“Kamu lupa tutup pintu?”

Hyunjae mengatur napas sejenak, dinding berdenyut di sekujur organ yang kini menyentuh titik sensitif, “Sengaja.”

Alis Younghoon terangkat satu, “Sengaja? Kamu mau ditangkap basah?” rona merah menjadi jawaban, dan mendadak terpatri seringaian nakal. “aah.. okay.. I dated a pervert, actually,”

Lelaki manis tersebut hanya menampar dada bidang di hadapan secara main-main kemudian bergerak bersamaan. Bibir saling beradu mengaitkan lidah di luar mulut. Hyunjae menjerit tertahan begitu Younghoon menghujam keras, membuatnya mengalami ejakulasi dini menghambur sperma di atas abdomen pria lain. “Fuck! Ffffuuuckkk!”

“Siapa suruh bangunin orang tiba-tiba, heum?” tanya Younghoon tidak ada niatan untuk menghentikan hentakan sama sekali. Dia bahkan menggeram di pundak landai, menandakan kalau kesempitan telah memanggil klimaks di pagi hari.

Cairan hangat membasahi ruang satin, ia melenguh sebab diisi sesuatu, pertama terasa lengket tapi lama kelamaan mengucur bagai air. Hyunjae terbelalak ketika merasakan elemen bukan mani memenuhi diri. Ringan seperti..

“HOONIE KAMU KENAPA KENCINGIN AKU?!”

Younghoon diam saja sambil menyengir, menyembunyikan raut di bahu putih. “Aku udah bilang tadi,” sungguh tidak berdosa pemuda ini, lumayan kan tidak perlu repot-repot ke kamar mandi. Hyunjae terdengar merengek malu, tidak jadi marah entah kenapa.

Beberapa aliran menetes di area penyumbatan, jika Hyunjae menjauh sedikit maka dipastikan mengucur deras membasahi kasur. Perutnya pun terasa sesak seketika dan bergejolak bak gelombang pantai. Dia bahkan menggelinjang nikmat saat diisi kayak tadi. “Hoonieee...”

“Kenapa?”

Dia mengerucutkan bibir, “Penuh banget,”

“Lah? Nggak jadi marah?” tanya sang kekasih menatap heran.

Hyunjae merona merah, kepala menggeleng pelan, “It's dirty but somehow I like it, when you fill me,”

“Mau aku kencingin lagi?” tawar Younghoon seraya menyunggingkan senyum miring tapi malah dapat  pukulan gratis. “Heh! Katanya suka,”

“Kalo sengaja malah menyebalkan, Kim Younghoon!”

Next time I fuck you in front of members and fill you with anything,” bisik pemuda tampan tersebut bernada rendah dan menjanjikan, membuahkan rambut-rambut halus berdiri di permukaan serta rengekan tidak sabar. Hyunjae menarik tengkuknya untuk mempertemukan bibir, bergerak lebih turun agar tiada satupun dari cairan keluar dari lubangnya.

Siapa yang menyangka kalau perkataan itu beneran terjadi?

***

Malam terakhir liburan mereka habiskan dengan menayangkan film horror ditemani berkaleng-kaleng bir serta dua kotak pizza. Menyelimuti diri bersama pasangan masing-masing, mata terpaku pada adegan-adegan mistis.

Hyunjae tampak melirik ke sebelah kirinya, dimana Jacob terlihat mungil dalam dekapan kakak tertua. Memejamkan kelopak seolah tidak terpengaruh sama sekali. Pikiran dia berbalik ke kejadian tadi pagi, no.. no good kalau dia sange di saat kayak gini.

Melihat ketegangan mendera ruangan, ia menyempatkan diri memperhatikan fitur tegas milik kekasihnya. Younghoon sangat tampan dan ia beruntung sekali bisa mengencaninya, meskipun kepribadian mereka sangat bertolak belakang.

Rupanya, Younghoon sadar kalau fokus Hyunjae tidak ke televisi, melainkan ke dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia mengalihkan pandang ke pacar cantiknya, “Kenapa Sayang?”

Yang ditanya menggeleng pelan, mengeratkan lingkaran di perut sesekali mendusel halus, “I’m horny,”

“Babe, kita lagi nonton film horror, and we had our last session this morning, gimana bisa kamu horny hm?” sahut Younghoon tidak percaya, menemukan bibir tipis itu menyatu, mengerucut pertanda merajuk.

Can’t help it, I’m imagining things,” bisik Hyunjae memainkan kulit dalam mulut. Younghoon sempat mendelik ke pasangan lain, biasa-biasa saja dilihat dari tingkah laku mereka. Mungkin kekasihnya yang terlalu membawa perasaan.

Do you want to do it here?”

“Di depan mereka?”

Will they notice?” tanya Si Tinggi balik, Hyunjae menoleh sekali lagi, tidak mendapati tatapan apapun karena mereka terfokus pada tayangan televisi. Ia mengangguk kecil, perlahan merayapkan diri bagai ular ke pangkuan Younghoon, menduduki tepat di kejantanan layu. Selimut terbalut disampir menutupi, bersyukur ruang tamu memiliki cahaya remang-remang, hanya silaunya pantulan film yang menjadi penerangan. Dua pemuda sudah sibuk mencumbu satu sama lain, menggesekkan kelamin berbarengan, menahan desiran dalam dada.

Orang pertama yang sadar akan kelakuan bejat tak jauh dari posisi adalah Jacob. Tetua kedua melirik diam-diam ke arah teman sebaya, dimana Hyunjae terlihat sedang bergerak naik turun sambil mendesis halus. Younghoon telah menyembunyikan wajah di ceruk leher, membiarkan kekasihnya menggoyang sendirian.

They’re such perverts,” gerutunya setengah berbisik, Sangyeon mendengar lalu mengarah ke pameran di samping, tak sadar menjilat bibir. Tidak menyangka kalau dua sejoli memiliki exhibitionist-kink.

“Kamu mau juga?”

Hyung gila apa? Kita kan nggak di kamar,” protes Jacob masih berbisik. Kini mereka menangkap bunyi basah di balik selimut serta napas memburu Younghoon maupun Hyunjae.

“Nggak perlu nunggu di kamar, Sayang, itu buktinya Jeje sudah main gerak aja,” jawab Sangyeon mulai mengukung si kekasih, bibir dingin mendarat di pipi, mengecup hati-hati. “let’s do something crazy with them,”

You sure?”

Yeah,” pemuda lebih tua menangkup rahang tembam itu lalu mengulum bantalan ranum bergantian, “I kinda want to show off, though,”

Jacob akhirnya tidak dapat merangkai kalimat balasan setelah Sangyeon menciumnya benar-benar. Tangan-tangan nista berlayar macam kapal di celah tubuh masing-masing tanpa memutuskan tautan basah. Tiba-tiba ia hampir setengah polos, dengan Sangyeon bergerak menindih sebentar.

“W-What.. nghh Hoonie..”

“Sshh.. they’ll hear you, Babe,”

“Oh kami sudah tahu dari tadi,” celetuk Sangyeon menyeringai lebar, adik-adiknya membeku sejenak menghentikan permainan. “go on, aku nggak nyangka kalau kalian pengen ditontonin,”

It’s him,” ujar Younghoon menunjuk ke Hyunjae, sedangkan pemuda di pangkuan menyemburkan rona merah kayak kepiting rebus, “dia nangkap basah kalian di dapur tadi pagi,”

“Hmm, pantes pintu kamar dibuka,”

Hyunjae mengerang nyaring usai Sangyeon mengungkap fakta di balik benda penghubung yang tidak tertutup saat mereka berhubungan. Itu berarti fantasi dia terkabulkan. Dia mencoba bergerak, ada keinginan melempar selimut supaya Jacob dan Sangyeon dapat melihat kemampuan dia melahap milik Younghoon.

“Kita harus nyalakan lampu biar kelihatan jelas,” meninggalkan figur Jacob sejenak demi menyalakan saklar penerangan di tengah-tengah. Cahaya sigap menerangi seluruh elemen, di situlah Hyunjae terkesiap. “is it good for you, Jae?”

“He.. eh..”

Sangyeon kembali ke peraduan, yaitu tubuh semi telanjang sang kekasih. Membuai pemuda itu agar tidak terlalu malu disaat ada orang lain di sekitar mereka. “Rileks, Baby,” Jacob menggigil sedikit, merasa kesensitifan mendera aliran nadi, “nggak ada salahnya kita punya penonton sekali-kali,”

Kejadian berlangsung cepat, it escalated very quickly. Dua pasangan tidak lagi berada di sofa, menempatkan diri di atas lantai supaya leluasa bergerak. Hyunjae memegangi pinggir kursi saat Younghoon menggenjot di belakang, sedangkan Jacob sudah tertandak-tandak di pangkuan Sangyeon.

“Aahh! Aahh fuck! H-Hyung!” teriakan Jacob mengalun merdu di telinga Hyunjae, menyebabkan lelaki manis tersebut menoleh ke sumber suara. Dia makin mengeras begitu melihat penis sahabatnya bergerak naik turun mengikuti ritme.

“Hoonie?”

“Iya Sayang?”

“Mau kulum..”

Younghoon menggumam, mengarahkan tiga jari ke mulut tapi langsung ditepis kecil, “Maksudku punya Cobie..” gerutu kekasihnya mendelik galak. Si Tinggi membelalakkan mata, meminta pendapat ke Sangyeon di sebelah.

Tetua pertama mengangguk, membuahkan pekikan riang bak ketiban emas batangan. Hyunjae tergesa-gesa merangkak mendekati mereka diikuti Younghoon di belakang agar tautan tidak terlepas. Jacob mendadak linglung saat sahabatnya memegangi organ.

He wants to suck you off, Baby,” si Manis tak menjawab karena sudah melepaskan erangan keras, Hyunjae tidak basa-basi memasukkan batang keras ke rongga hangat, menenggelamkam hidung di rambut kemaluan. “kamu melatihnya dengan baik, Younghoon-ah,”

Lelaki kelahiran Agustus hanya cengengesan, melayangkan tamparan di pipi sebelah kanan mendapat jengitan kecil. “Tentu saja Hyung, he’s not a slut for nothing,” jawabnya seraya menggenjot lagi, lebih kuat, lebih bersemangat. Kejantanan Hyunjae juga ikut menggantung bebas sesuai irama, meneteskan precum di lantai maple.

“Ah! Aah Jaeee!”

Seiring Sangyeon menghentakkan pinggul, Hyunjae juga merasa tenggorokannya disodok keras tanpa ia berbuat apa-apa. Cukup membuka rahang semampunya, lidah bergerilya di setiap urat, asalkan gigi tidak menggores permukaan. Sukses menghasilkan Jacob meraih klimaks tidak terduga.

“Oh.. fuck Jacob-“ geram tetua pertama keenakan, dinding satin ternyata meremas erat-erat, berbeda dari sebelum-sebelumnya. Berkontraksi di sekujur batang berdiameter tebal dengan pemilik lubang berteriak lepas, tubuhnya gemetaran hebat kayak mengalami gempa berskala tinggi. Sangyeon menyadari kondisi ini walau tidak mempercayai.

Did he just-“ Younghoon bahkan rela berhenti beberapa detik demi melihat Jacob. Lubang kemerahan yang disumbat itu berkedut hebat, belum pernah dia temukan selama berpacaran dengan Hyunjae.

Dua menit berlalu, Jacob melemaskan persendian, bersamaan benih ditembakkan ke saluran makan sahabatnya yang tercengang diam-diam. Remasan kembali normal menurut Sangyeon, meskipun dia cukup terangsang menemukan bakat terpendam kekasihnya.

So pretty, My Baby,” puji pria lebih tua mengecupi rahang, Jacob mengerang lemah, tidak paham mengapa tubuhnya berhasil melewati klimaks tidak terduga, “lubangmu bener-bener menjepit punya Hyung sekuat itu, Sayang,”

“Aahh berhenti bilang gitu,” kilah Jacob malu, berusaha menyembunyikan wajah tetapi Sangyeon menahannya.

“Sekarang giliranmu, Jeje,”

Hyunjae melepaskan kuluman pada penis layu, dan Younghoon buru-buru menggoyang lagi sehingga pemuda cantik itu melolong penuh nikmat, mata tidak beralih dari cara kedua tetua melihatnya dihujam sang kekasih. “Aah! Aahh.. Hoonie.. nghh..”

“Jangan keluar di dalam, Hoon, let’s come on them,”

Younghoon mengangguk setuju, menghentakkan pinggul kuat-kuat, menghasilkan Hyunjae mengucur deras membasahi lantai. Badannya gemetaran, persis kayak Jacob tadi, mengeluarkan sisa-sisa hasrat.

Kedua pemuda manis tersebut mencoba duduk bagai anak penurut dengan pasangan mereka berdiri menghadapnya. Menunggu sesuatu penuh harapan. Sangyeon dan Younghoon mengocok cepat, mendesah soal betapa menggemaskannya kekasih mereka yang memandang minat. Untaian putih berlomba-lomba keluar, mendarat tepat di bagian mana saja. Khusus Hyunjae, ada hadiah tersendiri, ya bisa kalian tebak kalau sehabis mani ada air bening menyemprot ke wajah. Menyebabkan Hyunjae mengerang tak sadar membuka mulut, membiarkan ekskresi kotor menyelinap masuk.

“Ewh.” komentar Jacob tiba-tiba. Dia benar-benar tak habis pikir kalau temannya sejorok itu. Rela dihadiahi kencing demi menuntaskan hasrat maupun libido sendiri. “Jae you’re filthy.”

I’m a slut for piss,” balas Hyunjae tidak punya malu sama sekali, bahkan membersihkan sisa-sisa Younghoon dengan cara mengulumnya sampai layu. Sangyeon tertawa geli, cukup tertarik pada kelakuan Hyunjae di malam terakhir.

Then, wanna try mine too?”

Hyunjae menegak ludah, menatap Younghoon diam-diam terangsang mendapat tawaran dari tetua pertama, dia ingin meminta izin, oh lebih tepatnya dikasih izin buat dikotorin. Kekasihnya mengangguk, hampir saja dia melompat girang. Kini dia menyamankan posisi sambil mengedip-ngedipkan kelopak mata, mau terlihat polos seakan tidak pernah meminta hal jorok seperti tadi.

“Jae, sumpah.”

“Biarin aja, Cob, dia yang minta,” sanggah Younghoon melipat lengan, masih berdiri memperhatikan gaya pacarnya. Sangyeon tersenyum miring, mengarahkan kejantanan ke muka tak kalah manis, otot perut berkontraksi, disertai aliran air, Hyunjae terjengit refleks memejamkan netra, menikmati suguhan hangat menyentuh setiap kulit. Oh. Tidak. Dia tegang lagi.

“Wow Jae, aku nggak nyangka kalau kamu sejalang ini,” ucapan Sangyeon ada benarnya, masa hanya karena kencing dapat membangunkan adik. Seluruh badan Hyunjae basah tanpa terkecuali, lidah menjulur menjilati sudut bibir tanpa memutuskan tatapan. “Hoon, aku pikir kamu harus memuaskannya lagi,”

Younghoon mengangguk, menganggap acara malam ini telah selesai dengan kesimpulan pesta orgy di antara keempatnya. Masalah organ Hyunjae berdiri dapat dituntaskan saat mereka ke kamar nanti.

Jacob sudah digendong ala pengantin, entah mau melanjutkan main atau membersihkan diri lantaran besok waktunya mereka kembali.

Ternyata liburan 98 line dan Hyung line tidak ada beda sama sekali.

How about maknae line?😏

. . .

98 z🔞

Changmin mau mengadakan surprise party untuk Chanhee, dan pastilah dia ngajakin Juyeon dan Kevin buat join, karena mereka sepaket. What's the occasion? Princess' birthday party of course, tapiiiiii, ini tu berbeda. He wants it the best for Chanhee. Dia mau ngerjain Chanhee habis-habisan.

Warning : consentual sex is a must, toys (anal beads, dildo, dkk), foursome, bondage, gagging, dominant changmin supremacy😊, multiple orgasm, degradation, double penetration, male squirting, chani crying, kevin dying (well dying in pleasure)

×××××××××××××××××××××××××××××

“Hah?”

“Budek kali telingamu, Juy, aku mau bikin pesta kejutan buat Chanhee,”

Dua bulan berlalu setelah kepulangan mereka dari liburan ke Maladewa, Changmin dan Chanhee resmi menjadi pasangan begitupula Juyeon maupun Kevin. Tapi persahabatan mereka tetap jalan, bahkan tidak berubah seperti yang ditakutkan.

“Maksudmu aku sama Kevin juga ikutan?” Changmin mengangguk, memandangi Juyeon menelan ludah. “kupikir kalian mau me time berdua,”

“Dih, biarpun kami pacaran bukan berarti hoes before bestie, Juy,” jawab pemuda pendek tersebut santui. Juyeon diam saja mendengarkan, masih menimang-nimang apakah ide Changmin masuk akal atau tidak.

Segila-gila Chanhee kemarin, tidak menutup kemungkinan pacarnya lebih psikopat darinya :)

So you wanna drug him?”

Changmin menyeringai lebar, “Yes, and tie him up,”

Isn't it cruel?”

Of course not, aku pasti minta izin dulu lah sama dia, 'Sayang, karena kamu ulang tahun hari ini, aku mau ngasih kado paling spesial, oh ada Juyeon sama Kevin juga ikut tapi kamu diikat dulu ya..'”

Juyeon menyeringitkan wajah, benar-benar nggak bisa sefrekuensi sama ulah sahabatnya sekarang. How on earth Chanhee mau pacaran sama psikopat macam Changmin?

Jodoh emang nggak kemana ya.

When he's with Kevin is such a vanilla, there are people like them who likes pain.

“Kamu yakin, Min?”

I bet he likes it, loves it malahan,” cengiran masih terpampang, menyebabkan kesangsian mendera pemuda tinggi. Ide mengikat Chanhee di kursi kemudian menggodai Kevin habis-habisan tanpa menyentuh lelaki cantik tersebut entah kenapa merangsang pikiran kotor. Dia tidak masalah Kevin dijadikan boneka, karena dia sendiri pun akan bergabung dalam ajang tersebut.

“Kevin will wear anal beads, gimana Juy?”

Shit. Ji Changmin. Diam atau mulutmu dislipet. Nggak lucu di alam terbuka kayak gini Juyeon sange ya! Apalagi kalau menyangkut kekasihnya yang polos dan menggemaskan dinodai dengan mainan dewasa kayak gitu.

Anal beads buat apa?”

For torturing Chanhee, he'll see what our Kevin capable of,” jawab sahabatnya lagi, kali ini menyesap minuman tanpa memperdulikan kemaslahatan sirkuit otak Juyeon mencerna rencana seminggu lagi. Si Tampan belum merespon, menatap kosong ke arah keramaian orang-orang di luar kafe sambil memikirkan kejutan minggu depan.

“Chanhee.. won't be mad right?”

Trust me, he's a slut, especially for your dick,”

Hah?

Informasi macam apa ini gaes. Juyeon merasa jantungnya melompat dari rusuk kemudian berlari melambaikan tangan, meninggalkan dia dalam kekosongan, kehampaan, ketidakpahaman akan konteks yang terlontar.

Ini nggak termasuk-

“Kalo kamu mikir selingkuh, nggak sampai situ ya Jingan,” sahut Changmin memicingkan mata. Juyeon menggelengkan kepala, takut pada tatapan sinis tersebut. Ciut juga cuy!

“Tapi-”

“Kan aku sudah bilang dia haus belaian,”

“Terus kamu nggak keberatan gitu?”

Nope, I have a thing for Kevin too*,”

Oh sialan. Pertemanan membagongkan. Sejak kapan mereka sebebas ini hah? Bertukar pasangan udah kayak tukaran baju saja. Dan anehnya, Juyeon didn't against it, he liked it instead. But still deep down inside his heart, he only loves Kevin.

Relax Juyeonnie, nothing's gonna change between us even though we fell in love with each other,” itu saja balasan Changmin kembali begitu melihat air muka kawannya yang berkecamuk. Juyeon menarik napas perlahan lalu memutuskan untuk menegak habis ice americano yang mulai mencair.

Nggak tahu deh, untuk sementara waktu dia nggak mau mikir sampai kejutan gila Ji Changmin terealisasi.

×××××××××××××××××××××××××××××

By, kok melamun?”

Saat malam tiba dimana kedua sejoli sedang memadu kasih di ranjang single milik salah satu dari mereka, suara lembut Kevin menghentikan bayangan. Juyeon mengerjap-ngerjapkan mata sejenak seraya beradu pandang dengan pemuda di bawah kukungan.

“Hm?”

Kevin melingkarkan lengan, mengusap anak surainya perlahan sesekali memijat kecil, Juyeon memejamkan kelopak, mendengkur bak kucing, tak lupa mengatur gerakan di bawah secara hati -hati.

“Tadi gimana jalan sama Changmin?”

Dia menenggelamkan wajah di ceruk leher, menikmati wangi sabun mandi beraroma citrus menyerbak di sana, “Hhh.. it's complicated.”

Pemuda manis tak sengaja terjengit dan Juyeon menyeringai kesenangan. Gotcha, he found his spot already. Belum sempat membalas, Kevin mendesah pelan, mengeratkan kalungan kaki di pinggang, seakan lupa pada pembahasan kecil-kecilan.

My Pretty Baby..” gumam si Tinggi menjilat kulit leher, menyecap rasa asin yang berhasil membangkitkan libido karena ini milik kekasihnya. Kevin mengerang, jari-jemarinya bergetar, liang menjepit erat di sekitar batang yang keluar masuk, mendengarkan geraman. “my Baby is so tight for me,”

“Ngh.. s-stop..”

What stop? You like it, don't you?” Juyeon menerima anggukan cepat, seiring ia menambah tempo genjotan. Bergerak menjauhi leher, ia memperhatikan pahatan wajah Kevin, kelopak mata menutup setengah pandangan, mulut terbuka membentuk vokal 'o', serta ada hembusan napas di setiap tarikannya. “Kamu nggak liat mukamu sekarang gimana, By?” tanyanya lagi kini menarik pinggul Kevin agar terus bertubrukan dengan panggul. Menciptakan bunyi tamparan kulit, memecah isi ruang kamar. Oh jangan lupakan kasur berdecit menabrak dinding, beruntung Juyeon tinggal sendirian di lantai apartemen ini.

“Ju.. ngh.. Ju.. too deep.”

Juyeon tidak menghiraukan, bila stimulasi berlebihan menghasilkan Kevin over sensitif maka dia dengan senang hati menubruk selaput makin dalam. He wants to see him quivering, or more likely, squirting like a woman, wet all over him with his comes.

Come on Baby, you can take better than Chanhee,”

Kevin mendadak gemetaran setelah nama sahabatnya disebutkan, Juyeon menyengir, menahan pinggul sang kekasih yang ingin bergerak jauh-jauh karena tak kuasa menerima rangsangan.

You own my cock everyday, don't you? Chanhee will get jealous when you brag how deep I'm inside you,” bisik Juyeon kembali, netra Kevin menanar, kepalanya berputar tujuh keliling, kalimat kotor nan sensual itu terngiang-ngiang di otak, merespon cepat di kejantanan.

By.. ngh.. By i-it's too much,”

“Ayo Kevin.. for me..” rayu pemuda rambut hitam sudah menggunakan hentakan maksimum. Dia dapat merasakan seluruh badan Kevin menegang, terutama otot perut yang mengencang. Sesuai yang diharapkan, kekasihnya keluar dengan tubuh gemetaran luar biasa, menyemburkan cairan bening. Mata Juyeon membulat tidak percaya, mendadak menghentikan genjotan demi melihat pemandangan.

You're so mean!!” jerit Kevin usai menuntaskan pelepasan. Dada menjadi basah seutuhnya karena klimaks. Ingin sekali ia mencakar raut cengok Juyeon yang menatap tanpa berkedip. Like he's a eighth wonder or something. “Juyeon I hate you really,”

“Nggak By,” sahut pemudanya tersadar kemudian menunduk mengecup bibir yang masih bergetar, “you're beautiful, kamu ngelakuin apa yang aku harapin, I really want to see you like this,”

Kevin terisak kecil, memalingkan muka ke samping, “You saw me the worst though,” jawab si Manis mencebik. Juyeon tertawa kecil, mencium kening tertutup poni pirang itu sayang.

“Oh, aku emang pengen liat kamu pipis lagi,”

“JUYEON!!”

Juyeon tergelak lebih keras, memeluk buntelan kesayangan erat-erat seraya menatap penuh cinta. “Giliranku ya?” Kevin mengangguk imut, mempersiapkan mental begitu penis di dalam bergerak lagi. Wah sialan. Punya Juyeon itu nggak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Dimulai dari ukuran, diameter, sampai ketebalan terutama di bagian puncak pun tidak dapat Kevin jabarkan ke kalian. Dia cuman bisa menyombongkan diri ke orang-orang kalau hanya dia yang menikmati sampai tumpah-tumpah.

Jangan iri ya gaes.

Eh. Chanhee Changmin juga sih. Tapi nggak sesering dia kan? Haha.

Kali ini giliran dia yang memandangi gurat-gurat tampan Lee Juyeon di atasnya. Manik kucing, hidung mancung serta bibir yang tertancap geligi. Kevin merayapkan jari-jemari di rahang tegas, menarik mempertemukan bibir selagi Juyeon melepaskan simpulan di dalam.

Dua pemuda bergelung di seprai kusut masih menautkan belahan ranum saat Juyeon membanjiri sarang dengan benih. Kevin sempat tersedak kecil, merasakan kehangatan melukis dinding, kemudian mencari celah keluar lewat sela-sela tautan di bawah.

“Jadi tadi ngomongin apa sama Changmin?”

Berhubung Kevin tiba-tiba ingat sama pertemuan Juyeon dan Changmin beberapa jam lalu, ia memutuskan untuk bertanya lagi setelah kedua sejoli selesai satu ronde.

“Seminggu lagi Chanhee ulang tahun kan?”

“He eum..”

Juyeon memainkan anak surai di tengkuk Kevin, tidak langsung menjawab melainkan menimang-nimang rencana Changmin tadi. Si Manis menunggu sabar, tapi kalau kelamaan dia ngantuk juga.

By?”

“Eh.. ya?”

“Kebiasaanmu nih melamun pas lagi serius,” cebiknya menjulurkan bibir, Juyeon cengengesan tanpa merasa berdosa dan malah menyesap gemas bantalan empuk tersebut. “cepetin aku mau bobo,”

“Yaudah bobo,”

“Nggak mau! Nanti besok aku lupa,”

“Hmm apa ya?” Kevin hendak melayangkan cubitan, beruntung Juyeon berhasil menahan. “dia mau bikin pesta kejutan buat Chanhee tapi beda dari manusia normal lain,”

Kevin menaikkan satu alis, “Normal? Nggak ada di kamus mereka, By,”

“Ya itulah,” Juyeon menggaruk tengkuk, kikuk sekali ingin memberitahu, “tapi kamu jangan kaget,”

“Chanhee ngusulin orgy kemaren ada nggak aku kaget?”

Bener juga.

Tapi si Tampan tetap ingin memastikan kalau Kevin tidak akan mengomentari atau lebih parah men-judge gagasan gila teman mereka. Beberapa kali kalimat penekanan, barulah ia percaya. “He wants him to be tied up, and see us wrecking you in bed,”

Hening.

Tuh kan. Apa Juyeon kata.

Kesenyapan Kevin bukan karena dia tidak suka atau tidak terima. Dia hanya sedang mencerna lantaran tidak paham akan maksud salah satu sahabatnya.

Wrecking me in bed?”

“Chanhee diiket, terus kamu kita gilir,”

Oh.

Kevin bersemu merah. “Kamu sama Changmin?”

“Ya iya By, kamu pikir siapa? Kak Younghoon?”

“Heh, apaan sih bawa nama pacar orang,” cetus pemuda manis sewot, Juyeon memberi tatapan 'kamu mau apa gak' tanpa menyuarakan, membuat hatinya berdetak tidak keruan. “bentar, jadi ceritanya Chanhee diikat gitu?”

“Iya..”

“Terus dia harus nontonin aku digilir kamu sama Changmin tanpa disentuh sama sekali?”

Juyeon mengangguk, “Correct.”

“Gila. Sadis banget!” pekik kekasihnya baru sadar. Ia memutar mata malas pada kelambatan berpikir Kevin. “emang Chanhee mau digituin?”

“Changmin minta izin dulu sama dia,” Kevin menggumamkan vokal 'o', kemudian Juyeon melanjutkan, “intinya dia mau nyiksa Chanhee di hari itu, mau dibikin nangis katanya,”

“Aku juga kalau di posisi Chanhee udah meraung-raung sih,” jawab Kevin menatap langit-langit kamar, “bayangin kamu diikat terus nggak disentuh beberapa jam tapi kamu harus ngeliat pacarmu bobol gawang orang lain,”

Masih memikirkan konteks selingkuh, Juyeon menggumam pelan, “Are you okay with that?”

Kevin balik memandangnya, menemukan ketidakyakinan bersemayam di iris mata, seperti ketakutan, kecemasan, perubahan drastis dinamika mereka berempat. Jari-jari kurus mengelus tulang pipi pemuda di hadapan, senyuman lembut terpancar agar meyakinkan.

I'm okay as long as you're fine with it,”

“Aku takut kamu malah jatuh cinta sama Changmin,”

Gelak tawa renyah mengalir dari mulut si Manis meskipun kekasihnya sudah merengut tidak ketulungan, mendapati kecomelan kegemasan keimutan ulala itu membuat ia memeluk Juyeon erat. “Ya ampun aku kira kenapa, nggak mungkinlah By! Yang aku tempelin dari dulu sampe sekarang siapa sih selain kamu? Changmin itu punya Chanhee, biarpun kita berempat, kamu nggak sadar apa Changmin liatnya ke siapa kalo bukan Chanhee?”

Am I the oblivious one in group?”

Yes. Yes you are,” Kevin beradu tatap lagi lekat-lekat, memberikan perasaan sejujurnya agar Juyeon tidak minder. The only one person that stole his breath away is this guy, the dumbest yet the softest of them all. “besides punya dia lebih kecil dari kamu,”

“Hyungseoo!!!”

Pemuda manis tertawa lebih nyaring setelah berhasil menggoda membuahkan semburat merah muda. Padahal baru setengah jam lalu Juyeon membisikkan kalimat kotor untuk merangsangnya, kenapa sekarang jadi malu-malu kucing gini.

“Aku serius, Ju. Aku nggak pernah liat orang lain selain kamu,”

Juyeon memainkan kulit bibir, menempelkan kening mereka bersamaan. “Aku juga, meskipun Chanhee lebih cantik dari kamu,”

“Oh. Minta dipukul ya?”

“Hehe, kamu tuh nggak cantik, tapi manis dan menawan, makanya aku cintaa banget,” balas pemuda Januari tersebut langsung memeluk erat, membiarkan Kevin memukul-mukul dada sebab sesak tak bisa bernapas.

Smooth kayak ular,”

Your ular.”

Kevin mendengus sebagai jawaban, kaki-kaki mereka saling berkaitan, merasakan kehangatan menjalar di setiap pori-pori kulit. “Let's give him a best birthday ever,” bisiknya halus. Juyeon mengangguk setuju.

Deal.”

Dia tidak melupakan sesuatu kan?

×××××××××××××××××××××××××××××

“Beneran, Sayang?”

“Kapan sih Ji Changmin bohong?”

Secercah senyuman lebar terpatri di wajah Chanhee bagai mendapat penghargaan rekor muri terbesar sepanjang masa. Mendengar cerita kekasihnya soal pertemuan dia dan Juyeon tadi mendesirkan aliran nadi lebih cepat dari biasanya.

But I need your consent for everything I will do next week,” ujar Changmin serius menatap netranya lekat-lekat. Si Cantik menganggukkan kepala, terlalu bersemangat. “I'm gonna tie you up on the chair, bind your legs to your wrists, make sure Kevin and Juyeon see everything, and gagged you first,”

Jujur. Permintaan tersebut menghasilkan Chanhee merinding tak sabar ingin segera dieksekusi. Membayangkan dirinya tidak bisa melakukan apa-apa, hanya berdiam diri pasrah sambil meracaukan kata-kata tidak jelas membangunkan area selatan. Dia menggigit bibir.

“O-okay..”

Changmin tersenyum melihat perubahan itu, menepuk-nepuk pipi tembam sang kekasih lalu mencengkram sedikit, “I'll give you reward if you can cum multiple times when we do that, got it?”

Reward. Hadiah. Siapa sih yang menolak hadiah? Apalagi manusia haus belaian macam dia yang ingin memperlihatkan ke orang-orang that he's such a good baby for Changmin. He can do whatever his lover wants, even if it's endangering his life. He would be a useful slut for Ji Changmin only.

And there're his friends too. His beloved friends. Watching him submit to his boyfriend, cannot do anything other than writhing behind the gag.

“Sayang? Sayang??”

“H-Huh?”

“Melamun mulu kayak Juyeon,” gerutu pemuda gigi tupai itu menyeringitkan dahi, Chanhee menelan ludah kecil-kecilan, merapatkan kaki karena celana menyempit. “ahh.. kamu suka ya?” godanya menahan seringaian.

Nggak ada gunanya membantah, ia mengangguk pelan, “Suka,”

“Tahan seminggu, okay? Good slut deserves what he wants,” Chanhee mengerang mendapat panggilan, beringsut mendekatkan diri meminta belaian. Changmin dengan senang hati meladeni, bahkan menarik figur kurus itu ke pangkuan.

Seminggu berasa satu tahun untuk orang kayak Choi Chanhee.

×××××××××××××××××××××××××××××

Seorang pemuda menggeliat di kasur begitu matanya menangkap siluet alat asing membentuk untaian beberapa bola tergeletak di meja seberang. Dia menggigiti kulit dalam bibir sesekali melirik ke kamar mandi dimana bunyi guyuran shower terdengar memecah lantai.

Did he want to do this? Kevin tidak tahu kenapa dia menjadi gugup seketika. This is the first time he will be getting something inside him, and it's not fingers or dick.

By, you're okay?”

Dia terlonjak dari lamunan, menyadari kalau pacarnya sudah selesai mandi dan sedang mengusak rambut hitam menggunakan handuk, menatap khawatir. “Kalo kamu nggak mau, aku bisa ngomong sama Changmin,”

Kevin menggeleng, “Nggak, aku baik kok, cuman.. gugup..”

Juyeon mematri senyum kecil, melangkah mendekati lalu mendaratkan kecupan sayang di puncak ubun-ubun yang akar rambutnya mulai menghitam. “Just think it's my dick but five,”

“Banyak amat,” dengus Kevin mengundang gelak tawa renyah serta uselan di pipi, sedikit demi sedikit rasa nervous luntur ketika Juyeon menatap sayang.

You'll be fine, kamu nggak sendiri, ada aku di samping nanti,”

“Changmin mau ngapain sih jadi aku pakai bola-bola kayak gini?” tanya lelaki rambut pirang tersebut sembari memperhatikan gerak-gerik Juyeon. Kekasihnya mengambil pelumas dan mainan yang dimaksud, bunyi gemerincing memekakkan telinga, mengundang jantung berdesir aneh penuh harap.

“Kamu mau liat atau nungging?”

“Menurutmu gimana?”

Mereka saling bertatapan, sejujurnya Juyeon nggak masalah posisi Kevin mau begimana, asalkan masuk dan bikin nyaman aja sih.

By, aku nggak bakal kenapa-kenapa kan?” ia bertanya lagi, sedangkan Juyeon berhenti menyiapkan lalu memandang netra sipit di bawah, memancarkan sinar kepanikan.

“Sayang..” ia berlutut di hadapan, memegangi dua pundak landai, meremasnya lembut, “kalau kamu nggak yakin, aku bakal ngomong sama Changmin, siapa tau dia punya ide lain yang nggak bersangkutan sama alat ini,” Kevin memainkan bibir bawah, dua kaki terayun ke sana kemari, memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. Di sisi lain dia sebenarnya takut, di sisi lain dia nggak mau mengecewakan teman-temannya, apalagi soal pesta kejutan Chanhee.

If.. I tell you I don't like it, you'll release it, won't you?”

Juyeon mengangguk, mengecup bibir tipis kesayangan nan candu itu pelan. Kevin mulai rileks, menaikkan kaki di atas pijakan, memperlebar jarak agar kekasihnya dapat menyusup. Lumatan demi lumatan tercipta saat indra pengecap sama-sama bertemu, selagi Kevin teralihkan, kesempatan ini digunakan Juyeon untuk membuka botol pelumas lalu melumuri jari-jari panjangnya.

Telinga Kevin seakan terangkat sedikit, memutuskan sambungan, ia menganggukkan kepala memberi izin.

You know I'll never hurt you, right?”

Si Manis mengangguk lagi, memusatkan pandangan ke bawah dimana digit telunjuk meraba pintu liang, mengitari sebentar, memijat mencari celah menyusup. Dia terlonjak sedikit, meloloskan desahan setelah satu buah jari berhasil masuk. Juyeon membiarkan jeritan menginvasi gendang pendengaran, as long as Kevin feels good from what he's doing now.

Digit kedua menyusul beberapa detik kemudian, and Kevin took it like a champion. Like the fingers of his lover are his friends, fit perfectly inside him. Penisnya mengacung akibat gesekan di dalam, meronta minta perhatian.

“Aku masukin ya, By,” bisik Juyeon mendapat anggukan lemah, sudah memasrahkan diri pada segala hal karena ingin menampilkan yang terbaik pada dua temannya nanti. Bola pertama menyapa pintu, terasa dingin dan basah sesudah dilumuri Juyeon. Dia menarik napas, menyantaikan lubang, terjengit kedua kali saat telunjuk mendorong perlahan.

“W-Waaa.. B-By..”

“Sakit, Sayang?”

“Ng.. nggak.. tapi.. aneh..”

Juyeon menelan ludah begitu manik menangkap bagaimana liang menelan satu benda bulat berwarna perak, berkedut-kedut di sekitar, entah menunggu atau meminta berhenti. Otak kotornya menyuruh mendekat, ingin mencicip tapi ditahan supaya Kevin tidak tambah kaget.

One in, four more to go, Babe,”

“O-okay, be careful,” pemuda tinggi memberikan kecupan di paha dalam, telunjuk siap mendorong sisa bola hingga tak terasa tiba-tiba sudah masuk semua. Kevin gemetaran, merasa penuh padahal tidak sebesar penis kekasihnya, ia mengatur napas, mencoba santai. “it's.. in..”

Juyeon mendaratkan ciuman lagi, kali ini di pipi sebelah kanan, “You're doing great, Changmin will be proud of you,” bisikan menyebabkan permukaan memerah, sangat kelihatan dan menggemaskan, ia memikirkan ekspresi yang akan diberikan Changmin setelah melihat keberhasilannya melahap mainan dewasa di dalam. Kevin mengerang manja, bergerak menuju selatan hendak menggrayangi miliknya, tapi Juyeon memegang pergelangan tangan, menahan di atas ranjang. “biar aku yang ngurus,”

“J-Juyeon..”

Pemuda yang dipanggil mendekatkan wajah, mengecupi sekujur batang dari pangkal sampai puncak, menyapu bulir keputihan lalu perlahan memasukkan ke rongga makan. Kevin mendesah dengan leher terdongak, merasakan kehangatan melingkupi organ mengakibatkan isi kepala mendadak kosong, hanya terisi mulut pacarnya. Juyeon menghisap pelan, memainkan lidah di gurat-gurat kebiruan tak lupa memberi tatapan.

Namun pemuda manisnya malah sibuk mendongak, membebaskan sepatah kata “ah” dan umpatan halus ketika dia menyesap bagai permen.

“Oh god.. By.. d-deket.. mmh..” Juyeon tidak melepaskan melainkan mengulum lebih cepat, membiarkan puncak menyodok tenggorokan tapi tidak ada tanda-tanda tersedak. Dia merayapkan satu jemari, menekan sesuatu tepat di antara perinium dan bola secara perlahan, dalam sekejap Kevin keluar mengaliri saluran makan sambil gemetaran hebat.

“Hah.. hahh kamu nyentuh apa tadi?”

Si Tinggi melepaskan dengan bunyi 'pop', memandang polos seolah tidak pernah melakukan sesuatu sebelumnya. “Kenapa?”

That.. that thing..” jawab Kevin terbata-bata, bingung hendak menjabarkan karena setelah Juyeon menyentuh bagian itu, dia klimaks lebih cepat dibanding distimulasi dari dalam. “By, itu apaaa?”

“Rahasia. Nanti kamu malah kesenangan kalau tau,” balas kekasihnya memberikan kecupan di bibir lagi sebelum berlalu sambil tertawa-tawa, menghindari amukan Kevin yang meringis akibat pergerakan bola-bola di lubang.

“LEE JUYEON SIALAN!!!”

Love you too, Baby Hyungseo~”

×××××××××××××××××××××××××××××

Entah gimana caranya kedua sejoli sampai di apartemen Changmin, yang jelas Kevin benar-benar berasa di dunia lain saking susahnya berjalan dengan adanya keberadaan benda laknat menggelitik dinding liang. Sedari tadi ia terus-terusan mencengkram lengan Juyeon ketika mengambil langkah. Sementara sang kekasih berulang kali mengurut tulang ekornya.

Changmin membuka pintu dengan senyuman lebar bahkan cerah bangetlah, menyilaukan pandangan. Kevin makin gugup melihat ekspresinya, jakun bergerak naik turun, menelan ludah secara kasar.

“Chanhee mana?”

Pemuda pendek itu tidak meruntuhkan senyuman, sinar kejahilan terpancar. “Udah di kamar, jangan bilang-bilang kalau minumannya kucampur viagra,”

Sikopat kan gaes.

Bulu kuduk Kevin refleks meremang, menatap Juyeon takut-takut. Juyeon mengusap lengannya perlahan, memberi keyakinan.

Trust us, okay?”

What if Chanhee-”

Mereka telah tiba di kamar kedua sejoli tanpa melanjutkan pertanyaan Kevin. Ruangan diatur seremang mungkin, beraroma musky dikarenakan lilin-lilin harum tampak dinyalakan. Memaku pandangan ke salah satu objek tak jauh dari kasur, sedang duduk terikat dan tertutup kain.

“Chanhee..”

“Ngg?”

Changmin mengambil langkah mendekati, sekaligus mempersilakan kedua temannya masuk ke tempat kejadian, melepaskan penutup mata, membiarkan Chanhee membiasakan cahaya.

They came,” bisik kekasihnya lembut, Chanhee mengangguk lemas, isi kepala mendadak kosong melompong, setiap centi kulit terasa panas ingin dilayangkan sentuhan, dua tangannya baru diikat ke belakang kursi, tapi kejantanan sendiri sudah berdiri mengeluarkan bulir.

I feel weird, Daddy..” jawab Chanhee menggeliat, meringis begitu Changmin mencengkram rahang bawahnya kuat, seolah menyuruhnya untuk menatap tamu di rumah mereka.

Daddy told you to behave, did I?”

“Y-Yes..”

Now, say hi to Kevin and Juyeon, Baby, feel grateful because they came to see you today,”

Chanhee mengangguk, tatapan sebenarnya mengabur sesekali menggesekkan diri di alas kursi, mencoba menyentuhkan lubang pada material agar menambah sentuhan, “Hi.. guys..” sapanya terbata-bata, Changmin menginjak paha sebelah kanan, sedikit kuat membuat terlonjak, “aah.. t-thank you for.. ngh.. coming..”

Good boy,” puji Changmin tersenyum lebar, kaki lepas dari pijakan lalu mengarah ke dua temannya. “make yourself comfortable, aku mau ikat Chanhee dulu,”

“Tapi dia udah-”

“Hm no, not that way, Sweetheart,” sahut si Imut lagi tanpa meruntuhkan senyuman. Aura dominansinya memenuhi atmosfer ruangan sampai-sampai Juyeon ciut untuk bersuara, apalagi Kevin yang mengatupkan mulut. Akhirnya mereka berdua saling melucuti pakaian masing-masing, merespon kehangatan tubuh dengan sentuhan kecil maupun rayapan jari jemari, Kevin terjengit saat Juyeon mendaratkan tamparan di bokong, menaikkan posisi bola dalam perutnya.

Chanhee memasrahkan diri kepada segala yang akan dilakukan Changmin. Awalnya ikatan di belakang terlepas sebentar, kemudian dia harus mengangkat tangan beserta kaki sehingga setiap pergelangan dari anggota gerak tersebut tersimpul dalam satu ikatan, mengekspos bagian sangat intim darinya. Changmin menjilat bibir bawah, menatap penuh nafsu tapi masih ditahan. Melingkarkan gag ball di mulut, Chanhee siap disiksa habis-habisan.

Baby, you there?”

Si Cantik mengangguk pelan, sudah mulai merasa kram, ia berusaha bernapas, setitik liur bergumul di sela-sela bungkaman. Changmin menggelitiki dagu, mendengarkan dengungan keenakan, setelah itu ia melepaskan dan mendekati dua sejoli lain yang menunggu sabar.

“Kev, duduk sini,” suruhnya menepuk-nepuk sebuah spot, Kevin menyanggupi, duduk hati-hati di tempat yang dimaksud. Changmin menempatkan tangan di bagian punggung, mendapati submisif Juyeon terloncat kecil sehingga ia tertawa, “santai Kev, kamu nggak bakal kuapa-apain,” Kevin diam saja, mengiyakan segala pergerakan Changmin. Apalagi telapak sedingin es tersebut menyusuri permukaan dari leher hingga ke perut, menekan abdomen di atas kejantanan.

Chanhee tiba-tiba merengek, mengundang desisan marah dari Changmin. Pasalnya dia juga ingin diraba seperti itu, dia pingin disentuh di setiap celah kulitnya yang panas entah kenapa.

Changmin menatap Juyeon, memberi isyarat tak kasat mata untuk melebarkan kaki Kevin. Pemuda lebih tua langsung bergerak, memegangi kaki kiri menarik ke samping bersamaan dengan kawannya, kekasihnya menahan erangan, malu mengekspos diri di depan Chanhee.

Hey Kev, don't be shy, Chanhee loh posisinya lebih mengundang.

“Kamu liat ini, Sayang?” tanya Changmin mengarah ke pacarnya. Chanhee mengangguk cepat, sangat bersemangat sambil mengeluarkan kalimat tidak jelas, mereka dapat melihat liangnya berdenyut seiring pergerakan. Sebuah telunjuk menekan sisi kulit lubang, membuat Kevin mendesis nikmat. Changmin bahkan menarik untaian yang menonjol secara kecil-kecilan. “Our Kevin here has something to fill him up,”

“Mmfff!”

“Kamu mau juga?”

Chanhee menjerit bersamaan anggukan cepat.

Do you deserve it, Baby?” tanya Changmin memiringkan kepala, dua jari tidak henti menarik tali, tidak mempedulikan kemaslahatan Kevin maupun Juyeon yang penuh antisipasi. Chanhee terus mengangguk, pokoknya dia mau apapun asalkan disentuh. “tapi kayaknya nggak usah deh,”

“Whfffff?!”

Remember what I told you before?” Chanhee mengangguk sekali, memasang wajah minta dikasihani sebab tak dapat berbuat apa-apa selain bergerak kecil. “you haven't come like I want, have you?” Kepala menggeleng, mengerang tertahan. Ya gimana dia mau keluar kalau tidak ada sentuhan mendarat di kulit. Changmin menggumam, masih setia memangkir tangan di paha dalam Kevin, mengusap sangat halus menikmati getaran. “Then just watch him closely, okay?”

“Mmff-” Chanhee mengepalkan tangan, gerakan acak yang dibuat menghasilkan ia hampir merosot turun dari kursi. Changmin melototkan mata mengancam, bergerak luwes mendekati seraya menarik tali lain, mengikat beberapa bagian tubuh agar tetap menempel tanpa menghiraukan pintaan.

Kevin menoleh ke Juyeon, seperti meminta bantuan dan kekasihnya hanya menciumi sisi kepala sangat lembut. “Tenang aja, aku ada di sini,”

The.. the beads..”

“Heum?” Juyeon melirik ke bawah, menjilat bibir yang mendadak kering, “mau dilepas?”

Memberikan sebuah gelengan, ia terlonjak ketika Changmin mendekat lagi, merayapkan elusan di pipi sebelum menekan rahang bawahnya. “Kevin is so good for me,”

Juyeon menggeram dalam hati, diam-diam mengakui ulah sahabatnya yang begitu mendominasi. Sedari tadi ia hanya bisa menahan napas, cemas-cemas harap pada instruksi selanjutnya.

YA ALLAH AKU MALU BANGET DEH. SUMPAH BARU KERASA INI JOROKNYA. OKE BRACE YOURSELF BRACE YOURSELF. THIS IS JUST A FIC.

“Kevin, can you do something for us?”

Kevin menggigit bibir, mencoba mengangguk, tenggelam pada manik tajam pemuda imut yang bersinar meski di dalam keremangan. Menghipnotisnya untuk patuh mengikuti permintaan. “Kamu bisa ngeluarin bolanya sendiri?”

Hah?

Kedua sejoli sama-sama menelan ludah. Wah. Ji Changmin is so dead really. He's a kinky bastard who wants to torture all of them including Juyeon himself.

“C-Changmin..”

“Keluarin sendiri, Kev, kasih lihat ke Chanhee, kamu nyimpen berapa di situ,” bibir si Manis refleks gemetaran, kepala perlahan menggeleng, muka merah padam, aduh malu sampai ke tulang. Netra yang tadi sempat melotot ke Chanhee beralih ke Kevin, ingin membuatnya tunduk sehingga dirinya menciut. “Kev, I won't be telling you twice,”

Juyeon mengusap paha sang kekasih, menyalurkan kelembutan di sana, padahal dia diam-diam penasaran, ingin mengetahui kapasitas lelaki Manis itu, “Ayo Kev, Chanhee udah nungguin tuh,”

Kevin mengadu pandang dengan manik lelaki di hadapan, meski kelopaknya nyaris menutup setengah, gumaman tertahan Chanhee terdengar di pendengaran, terutama bagian selatan meneteskan bulir putih, membasahi sekujur batang.

“Kev, kita nggak punya banyak waktu,”

Ingin rasanya Kevin mencakar muka menyebalkan Ji Changmin apabila dia tidak lemah kayak sekarang. Ia menarik napas, rileks, persis kayak orang mau melahirkan, merasa bola bergerak di dalam liang, semakin ia ditatap lapar oleh tiga orang di sana, perutnya bergejolak aneh.

“Dorong Kev!”

“Mmphh!” Chanhee ikut menginterupsi.

Napas tersengal-sengal, ia mencoba mengeluarkan sedikit demi sedikit, rasanya aneh! Dan.. lega? Benda perak tidak terlalu besar itu keluar satu, bergesekkan dengan lingkaran otot, mendarat di seprai berantakan. Telinga menangkap pujian picisan Changmin, tarikan napas tajam sang kekasih, serta pekikan teredam si Cantik. Ia masih menatap Chanhee, yang menggeliat minta dilepaskan. Di pikiran berkabut, dirinya ingin bertumpu lutut di antara kaki Kevin, menarik kasar untaian tali tersebut dan memberi kesenangan lewat jilatan.

“MMPHHH!” jerit Chanhee mendadak menegang, mengalihkan atensi mereka ke arahnya yang sampai untuk pertama kali.

“Oh.. you did it, Baby!” sorak Changmin kesenangan, Chanhee tersandar pasrah diselingi kaki gemetaran, diafragma dada mengembang mengempis bak maraton 10 kilo. Kevin melongo tidak percaya, menghentikan gerakan liang lalu menatap Juyeon.

“Mmffhh! Mmmffhh!”

Changmin memutar mata malas, “Bentar ya Kev,” ujarnya mengerling, si Manis mengangguk ragu-ragu, sementara Juyeon akhirnya bergerak setelah sekian lama menahan diri. Nggak bisa dia tuh diginiin, gaes. Di saat pacarmu menggoda dan dia tidak bisa apa-apa, rasanya menyakitkan banget. Pemuda itu menarik Kevin ke pangkuan, mendapat pekikan terkejut tapi tiada perlawanan.

“Kamu bisa diam, nggak?” tanya Changmin meremat surai hitam kekasihnya, Chanhee merintih tertahan sumpalan, berusaha menggesekkan badan. “kan kamu udah janji sama aku buat nonton sampai keluar, bukan teriak-teriak kayak gini,” intonasi tajam itu bagai mengiris tipis di permukaan kulit, menggores menciptakan luka tak kasat mata yang sialnya membangkitkan libido sendiri.

Chanhee mendengking lagi, mengerjapkan kelopak berkali-kali dimana air mata mengancam turun. Cengkraman menguat, terasa pedas dan perih di ubun-ubun, bibir bergetar berupaya menahan isakan, tapi lolos jua pada akhirnya. “Mmhh..”

“Mau kamu ngomel pun kita nggak bakal ngerti, Chanhee,” pria termuda di sana berdecak, kini melepaskan jambakan kemudian berlalu mengambil sesuatu. Dia membiarkan pasangan lain memadu kasih, karena sebenarnya dia nggak peduli juga sih. Tujuannya di sini hanyalah untuk menyiksa Chanhee.

Come with dildo inside you, got it?” Chanhee terbelalak, buru-buru menggeleng sangat cepat sampai leher terasa kram. Changmin menatap datar, betul-betul tega menembuskan ujung mainan buatan itu ke dalam lubang. Chanhee berteriak kesakitan, sayang sekali musti tertahan, air mata makin deras sudah ditemani ingus-ingus lain. Dia tak bisa melawan selain menikmati apa yang disuguhkan.

There there don't cry, Baby, bukannya ini yang kamu mau? Kamu iri kan sama Kevin yang punya sesuatu di dalam dia sementara kamu kosong melompong gini?” Changmin menggenggam batang yang menegang, meningkatkan intensitas jeritan, bulir precum mengalir tiada henti, menandakan dia akan keluar lagi. “yaudah deh aku bantu sekali,” ujarnya membuang napas. Pergelangan tangan membuat gerakan memutar lalu memijat atas bawah, lama kelamaan dipercepat sehingga paha Chanhee menjadi kaku diikuti benih kedua.

Bukannya membantu menghabiskan sisa, Changmin melepaskan kocokan, menorehkan sperma yang tersemai di telapak ke wajah Chanhee. “Here, your cum,”

Chanhee mengatur napas sesudah dilanda klimaks, sempat memicingkan mata kesal pada ulah lelaki kesayangan. Dinding anal berkontraksi menyelimuti dildo di dalam. Sialan. Untung cinta.

Changmin bukannya merasa takut malah ketawa lebar, suaranya dalam banget menggetarkan sanubari siapapun yang mendengar, terutama si Cantik. Otomatis luluh dan rela diapa-apain sama pemuda lain.

“Eh, tadi Kevin belum selesai ya?” Juyeon berhenti membuat tanda kepemilikan, memandangi kondisi si pacar sekarang, sayu kemerahan, mungkin masih malu nggak ketolongan. “ayo Kev, kasih liat dong ke Chanhee,” Kevin melebarkan kaki, ditemani kecupan maupun telapak besar milik Juyeon menyebarkan sentuhan di seluruh permukaan, ia mendorong keluar bola-bola tadi, satu per satu secara perlahan, menciptakan sebuah pameran, ingin memberikan penampilan terbaik untuk Chanhee kalau dia berhasil mengeluarkan sendiri tanpa bantuan orang lain. Bunyi setiap ‘plop’ yang didesingkan satu benda menendang pikiran jijik, hanya menatap Chanhee selurus mata memandang. Sahabatnya terus memperhatikan, liang menelan mainan semakin dalam, berharap dapat menggantikan posisi sekarang.

Ketika bola kelima mengikuti jejak teman-temannya, barulah Kevin menghela napas panjang, menyadari penyiksaan telah berakhir dan adiknya dapat diperhatikan lagi. Juyeon membisiki kalimat mesra di telinga mengatakan kalau dia sangat pintar mengikuti perintah, Changmin sendiri memberi hadiah berupa kecupan kecil, mengundang desisan iri dari pemuda yang terikat.

“Liat dia, Sayang,” sebuah telunjuk mengitari lubang terbuka, menarik sisi ke samping, menemukan Kevin mendesah nyaring sebab merasa sensitif, “he's gaping and ready to take us,”

Chanhee menggeram sambil menandak-nandakkan badan. Ah! Dia mau juga! Dia mau juga kayak gitu! Tapi dia baru keluar dua kali sedangkan lelaki sikopat itu meminta berulang kali supaya bisa diberi hadiah.

“Hehe, udah nggak tahan lagi ya Juy?” goda si lesung pipi sempat mencolek pipi tirus kawannya yang sedari tadi diam. Antara emang kalem atau berusaha tidak menghancurkan acara malam mereka.

“Oh, aku boleh ngomong?”

“Ya bolehlah, anjir! Siapa yang ngelarang huh?”

Juyeon mendecakkan lidah, “Dominanmu terlalu kuat jadinya aku nggak mau ngomong, takut dihukum juga,” Changmin hanya menertawakan, feeling high at the same time just from this occasion. “terus kita mau ngapain?”

You fuck Kevin in front of Chanhee,” jawab sahabatnya santuy.

“Aku pikir kita bakal gilir dia?”

Changmin mematri senyum miring hingga lesung tampak manis sekali, “Maybe next time, he's all yours tonight,”

Juyeon masih ragu-ragu dan bimbang, “In what position? Missionary?”

Cowboy, supaya Chanhee bisa lihat punyamu keluar masuk,” omongan kotor Ji Changmin sukses membangkitkan umpatan kasar, dengan mudah ia membawa Kevin ke pangkuan sementara dirinya beringsut ke ujung ranjang, menggantungkan kaki panjang hingga menapak di atas lantai, berhadapan dengan Chanhee secara langsung.

Okay, do it.” perintah sebanyak 3 kata itu buru-buru dilaksanakan Juyeon, ia menatap kekasihnya hendak meminta izin dan Kevin memberi anggukan sebelum menyandarkan kepala di pundak. Guys, si Manis mulai lemas karena telalu sensitif.

“Kalo sakit teriak ya..”

“Teriak enak maksudmu,” celetuk Changmin menyengir lebar, kini ia bertumpu satu lutut di samping kedua sejoli, menggrayangi dada tak kalah bidang milik Kevin hingga mendapat erangan kaget. Juyeon mendengus, menaikkan bokong montok kesayangan tapi sempat meremas gemas. Kevin tertawa geli, menampar lembut paha sang pacar, tiba-tiba atmosfer mereka berdua berubah jadi soft.

“Oke kalian jangan ngumbar kemesraan di sini, aku jadi pengen gituin Chanhee,” gerutu sahabat mereka mengerucutkan bibir, sedangkan pemuda yang disebut namanya mendengking bak anak anjing, ikut menyetujui. Pasangan itu hanya menjulurkan lidah karena ya siapa suruh Chanhee ditelantarin kayak gitu?

Peregangan awal tidak begitu menyakitkan bagi Kevin saat ia pelan-pelan menurunkan tubuh, thanks to the anal beads before, seluruh panca indra terpaku pada satu titik yaitu lubang sendiri. Dia meringis -betul kata Changmin- keenakan akan sensasi penuh bersemayam di dalam diri. “Fuck..” gumamnya halus. Chanhee mengerang, menjepit dildo yang bersarang, Juyeon sudah menyerang beberapa titik sensitif di leher, dan Changmin memainkan puting sampai ke kelamin, melukis telapak dengan putih. “C-Changmin bentar..”

Don't tease him too hard, dia udah pernah squirting sekali,”

Erangan kembali terdengar, begitupula keterkejutan Changmin penuh dengan binar-binar kebahagiaan, entah senang karena apa tersirat di iris. “Beneran? Wah, bisa dong dipamerin,”

Kevin menggeleng cepat, berupaya menjauhkan badan dari tangan nista kawan, “Ng-nggak mau! Malu anjir!”

“Kev, we've seen you the worst,”

Sialan. Nggak dua kali buat dia.

Changmin melirik Juyeon, memberikan telepati hanya lewat tatapan. Lelaki Januari langsung paham, mengangguk halus agar Kevin tidak melihat.

“Ji Changmin sumpah ya kalo kamu-”

“Nggak kok By, bercanda dia,” sela Juyeon seraya mengecupi pipi tirus sampai ke bibir, Kevin masih mendelik ke Changmin, temannya malah menyengir polos. “aku gerak ya?”

Tanpa menunggu lebih lama, karena dilihat-lihat Chanhee sudah tidak kuat menahan diri. Kevin dikukung erat oleh Juyeon kemudian bergerak menghentak pinggul ke atas, mengakibatkan si Manis tercekik kecil karena kaget setengah mampus. Dua tangan mencengkram paha dalam, meremat kasar sampai terlihat bekas kemerahan.

“F-fuck.. ngh.. B-By ughh..” posisi mereka sangat efektif menghujam selaputnya, sekali gerak, ia sudah gemetaran ditubruk berulang-ulang, di telinga masing-masing bercampur desahan dan geraman kedua sejoli, teriakan tertahan Chanhee serta Changmin yang diam saja memperhatikan, seolah dia tidak terpengaruh. Tangan tak berhenti menarik penis bebas yang bergerak mengikuti genjotan, mata elang melirik ke pacar. Tiba-tiba belum juga lima menit, ia menghentikan sebentar.

Pasangan tipe vanila tergesa-gesa berhenti, Juyeon bahkan terduduk di kasur lagi setelah menggoyang sambil berdiri. “Kenapa?” tanyanya serak. Changmin memberikan telunjuk, pertanda diam, mereka terfokus ke Chanhee yang diam-diam keluar lagi.

Warna kulit si Cantik berganti menjadi merah muda ditambah bekas simpulan di sekujur badan. Mainan yang disangkutkan setengah ukuran meluncur ke lantai, meninggalkan lubang membuka menutup hampa. Chanhee bernapas putus-putus, ada tarikan ingus di setiap frekuensinya.

Gaes. Dia nyerah beneran. Dia mohon ampun sama Changmin. Dia nggak bisa bertahan lebih lama karena pertama kepalanya pusing, pingin segera dijamah, dan dipenuhi oleh sesuatu yang bukan plastik. Manik hitam menatap Changmin, menggelap penuh tidak sabar. Kaki dan tangan sudah mati rasa, sekarang di pikiran dia cuman keinginan tadi.

Do you like what you see, Chanhee?”

Dia mengangguk sekali, kali ini pernapasan menjadi tenang walau kejantanan mengacung tegak seperti tidak pernah puas.

“Kamu mau gantiin posisi Kevin sekarang?” tanya kekasihnya halus, ia menggumam, air liur menetes di sudut bibir jatuh ke bawah sesuai gravitasi.

Pertanyaanmu sangat retoris, Changmin. Tentu saja Chanhee mau diperlakukan seperti Kevin. Lihatlah bagaimana teman mereka mengangkang dipegangi Juyeon, liang meregang menyelimuti batang nan tebal. Dia memandang penuh harap, namun kekasihnya malah mendecakkan lidah.

“Ini kan yang kamu mau dari kemaren-kemaren? Ngerengek sama aku soal how big Juyeon stretch you out, feeling it burn around your skin?” ujar Changmin kemudian menyusupkan dua jari dalam lubang Kevin yang sudah terisi, mendapati pemuda manis menjatuhkan rahang meloloskan lenguhan, terasa sangat penuh di dalam. Juyeon sendiri menggigit bibir akan kesempitan tersebut.

Kali ini Chanhee merengek nyaring, setia menganggukkan kepala walau tidak dapat melakukan apa-apa selain membasahi pipi dengan air mata. Dia berharap Changmin luluh dan mau melepaskan ikatan.

You'll never be satisfied with just a cock, Chanhee. You want two or more, right? You want to be filled to the fullest, until you can't feel your spin and making you cried over dicks,” lanjutnya kembali, memberi anggukan izin pada Juyeon supaya melanjutkan genjotan. Selagi Kevin digoyang, ia memandang ke pemuda lain, tertawa kecil saat bulir bening menetes di lubang kencing.

“Tapi kita cuman berempat di sini, dan yang punya potensi menuhin kamu cuman aku sama Juyeon,” Chanhee menggeram berupaya menggerakkan tubuh, tidak peduli bekas ikatan makin tercetak dalam. Changmin pura-pura terkejut, “aahh atau kita pakai dildo juga?”

Juyeon tidak tahan mendengar obrolan sepihak tersebut karena ia langsung saja membalikkan badan untuk menggoyang Kevin makin liar. Membayangkan Chanhee tidak hanya diinvasi dua orang tapi satu mainan membuat isi otaknya hendak pecah di situ-situ juga.

Teriakan Kevin memekakkan telinga begitu perutnya mengencang. Memanggil nama Juyeon bagai merapalkan doa sewaktu pelepasan tiba. Hebatnya, Chanhee di belakang mereka bergabung membasahi dirinya lagi, kali ini bukan putih seperti sebelumnya.

“Mmmfff..”

“Sudah berapa kali dia keluar, Juy?”

Juyeon tidak ingat, ia menggelengkan kepala menahan desahan. Dia ingin menggoyang pacarnya lagi lantaran sudah terlalu lama menahan klimaks. “Tiga mungkin,”

“Mmfff! Mmfff!”

Melihat si Cantik kelelahan, akhirnya Changmin mau luluh. Dimulai dari gag ball, serentetan omelan lolos dari mulut kecil itu. “I have came fifth times you kinky shit!”

Watch your mouth, Chanhee, is that a way to talk to your boyfriend?” ancam pemuda pendek tersebut memandang dingin.

Chanhee menghela napas kasar, tidak menyahuti, dia benar-benar tak merasakan apa-apa lagi saking terlalu lama diikat tali.

“Kevin ngantuk, Min,”

“Baru juga satu ronde,” jawab kawannya melepaskan tali yang membungkus. Chanhee dapat meluruskan kaki jenjangnya kembali, bersamaan aliran darah mengisi peredaran yang sempat terhenti.

Juyeon mencoba memajukan pinggul, mendapat respon ogah-ogahan dari sang kekasih. “By, you're alright?”

I'm..” Kevin mencoba menjawab, “sleepy..” mata sipit itu telah menutup setengah, tubuh bagian atas basah akan cairan bening maupun putih, sedikit gemetaran karena terlalu nikmat.

“Yaudah biarin aja dulu dia,”

“Tapi aku belum keluar,”

Changmin memicingkan mata, “Kan ada Chanhee,”

Right. He can use Chanhee as a cum dump while his pretty boyfriend is napping. “Terus kamu gimana?”

Good question, Juyeon. Karena setelahnya, pemuda berlesung pipi itu menyeringai lebar, mata memancarkan sinar jenaka sementara Chanhee menjadi curiga.

“Tentu saja aku ikut,”

“Kita gantian?”

Nope Juyeon,” Chanhee terpekik kaget begitu Changmin dengan mudahnya menggendong bak karung beras, menaruh di atas pundak kemudian membanting ke kasur tempat sejoli lain berada. “kita masukin bareng-bareng,”

Psikopat.

Tapi anehnya, bukannya ditemukan takut, Choi Chanhee malah tertantang dan nggak sadar terbuai lebih jauh. Punya Juyeon aja udah berasa penuh, gimana kalau pacarnya ikutan masuk? What a slutty human being. Benar kata Changmin, dia nggak akan puas sama satu penis, pasti menginginkan lebih untuk menghilangkan dahaga nafsunya yang nggak pernah abis.

Dia membiarkan Changmin mengukung sisi kanan kiri, menyusup di antara kaki, mencicipi dari wajah hingga ke puting. Sentuhan tersebut membuahkan desahan panjang, terasa panas membakar inchi kulit, mendamba tiada henti.

“Juy, make him sit on your lap.”

God, Juyeon bergerak bak superhero Flash. Tidak sabaran, acak-acakan, menempatkan Chanhee di pangkuan menghadap kawan. Changmin masih mendaratkan sapuan bibir, tiga jari kering mengitari lubang, merasakan jepitan kemudian ia mundur perlahan sambil cengengesan.

“Kamu tuh emang jalang ya, Hee, baru juga jari mau dilahap semua,”

“Cepetin!!!”

Juyeon melayangkan telapak untuk menutup mulut bising itu, meredam segala bentuk sumpah serapah yang meluncur. “Calm your tits, Chanhee,” sang kawan menertawakan bagaimana pemuda langsing didekap kuat dan meronta lepas, sementara ia menggerakkan tiga digit pada liang yang sudah terbuka, menerobos pertahanan.

“Mmmffhh!!”

“Biarin dia teriak Juy,”

“Kevin tidur, anjir!”

“Ya kalo dia bangun suruh join sama kita,”

Guys, ada yang mau tampol mulut Ji Changmin? Karena Juyeon pengen banget sesekali ngelakuin setelah omongannya berhasil mengeraskan si adik.

Chanhee merintih di atas pangkuan, mempertemukan pinggul dengan gerakan pergelangan tangan. Dia yakin dia sudah luwes, sama kayak Kevin, ready to take both. “Ngh.. fuck Daddy please..”

“Kamu duluan, Juy,” ujar Si Lesung Pipi melepaskan tautan, meninggalkan liang berkedut hampa dan erangan semata. Juyeon menuntun kejantanan, menyapukan kepala di belahan hingga liang, meringis saat Chanhee hendak menjepit habis. “ckckck, Choi Chanhee, sabar dikit napa sih?”

“Habisnya kalian lama banget!”

Lelaki paling tua di grup menggigit kasar bagian belakang telinga Chanhee, tangan kanan mencoba melesakkan penis sekali hentak, tangan kiri menjejalkan digit jari dalam rongga makan, membuat si Cantik tersedak dengan badan menegang sempurna. Dia bernapas putus-putus upaya membiasakan diri sejenak. “K-kkhuwang akhjaww.”

“Lah tadi katanya cepet,” sahut Changmin tak mau kalah, Chanhee mengerucutkan bibir, terdapat getaran kecil di sana membuat ia mencubit pipinya gemas. “ututu bayi Ji Changmin~”

“Heh! Buruan!” kali ini Juyeon menyeletuk, dia udah berapa lama menahan orgasme demi keluar di dalam Chanhee doang, dan kedua sejoli malah balas dendam mentang-mentang Kevin-nya sedang tidur.

“Tsk, butuh kesabaran ini,” balas kawannya mengangkat kaki Chanhee agak tinggi, sejajar dengan bahu tegap Juyeon, menyebabkan rengekan lolos kembali namun teredam jari. Changmin menyusupkan dua digit, menekan-nekan secara hati-hati, takut robek. Chanhee hendak melompat ke sana-kemari, terpaksa Juyeon mengeluarkan tiga jemari supaya bisa mengekang pemuda itu.

“SAKIT! SAKIIIT!”

Changmin tidak menghiraukan, malah membungkam bibir tebal di hadapan menggunakan bibir sendiri, memagut kasar nan menuntut sambil sibuk mengorek lebih jauh untuk menemukan buntelan sensitif, ia mengusap setiap dinding, menahan tekanan begitu Chanhee menjerit tertahan. Oh, sudah ketemu rupanya.

“Sok-sokan bilang sakit padahal kamu mau banget kan Hee?” ejek si Tinggi tetap mencengkram kuat dua pahanya. Chanhee menggeleng-geleng, entah maksudnya apa, air mata muncul di pelupuk tinggal sekali kedipan maka pipi akan basah kembali.

“AH! Ah Changmin!” He literally screams at the top of his lungs when his boyfriend braces into the tight ring, Juyeon menggigit bibir kuat-kuat, woah, dia sudah merasa sempit kan tadi? Adanya keberadaan organ lain menggesek batang menambah jepitan menjadi berkali-kali lipat.

Kepalanya mendadak pusing, gaes.

Fuckk.. breathe Chanhee..”

Chanhee menggeleng cepat, bingung harus melakukan apa dulu, liang mendadak kebas, perih, seperti menyulut api membakar sekitar kerutan otot. Dia memegangi pundak pemuda di hadapan, hold on for his dear life. “Changmin nghh Changmin..”

“Iya iya ini aku di sini,” jawab sang kekasih menggenggam miliknya, mengocok perlahan untuk meredakan rasa sakit. Bibir kembali melumat belahan ranum, dibalas ogah-ogahan disertai isakan meluncur halus, rasa ngilu menjalar ke mana-mana, terutama di satu titik bagian belakang. Tangan kanan Juyeon melepaskan cengkraman, sebaliknya beralih mengusap pinggang sangat lembut.

“Hiks..”

“Aww so cute,” damba Ji Changmin mengusel hidung di wajah penuh air mata. Juyeon tak sadar tertawa geli melihat kelakuan mereka berdua karena emang bener Chanhee gemesin banget dibikin nangis kayak gitu.

Ya namanya juga dominan sadis kan.

Meanie! Meanie! Meanie!”

“Heh nggak usah munafik ya, aku tahu kamu tuh beneran pingin dimasukin dildo habis ini,”

“Ahh enggak!” kilah Chanhee diselingi isakan, dia menyandarkan punggung di dada bidang Juyeon, membuat figurnya tenggelam bagai diselimuti. Pacarnya mana tahu rasanya dibobol dua benda sekaligus, apalagi sampai tiga. Ini aja lubangnya serasa ditarik kuat-kuat, apa kabar kalau dildo juga ikutan?

Stop. Jangan dibayangin. Mulutmu harimaumu.

Changmin masih setia mengurut adik kecil Chanhee, menyemai precum di puncak, kuku tega mengorek lubang kencing, mendengarkan desisan nikmat oleh pemiliknya yang pasrah dalam dekapan teman mereka.

“Juyeon hebat banget dari tadi nahanin,”

“Ini aku beneran mau keluar nggak usah macam-macam, ya!” ancam pemuda kalem tersebut melotot disertai gelak tawa tanpa dosa Changmin. Chanhee sendiri tidak mau memikirkan apa-apa, kosong melompong saking lemahnya.

“Yaudah, yuk gerak!” setiap kalimat ajakan yang terlontar dari mulut Changmin menambah rasa keinginan Juyeon untuk menampol sedikit. Seperti tak punya beban, ia memundurkan selangkangan, bersamaan Juyeon ikut mengeluarkan, barulah menghentak maju.

“UGGHH!”

No.. no throwing up, Chanhee- oh shit Juy gantian coba!”

Fuck.. Chanhee jangan diketatin!”

“AH! AH! Too much!”

Ruang kamar menjadi ribut oleh jeritan dan umpatan ketiga sekawan. Kasur berdecit hebat mengikuti pergerakan, mengoyak dinding satin berulang-ulang. Isi perut Chanhee bergejolak aneh, selain terlalu penuh, dia bagai merasa salah satu dari organ intim itu menembus hingga ke kerongkongan, menyempitkan ruang bernapas.

“Oh.. fuck.. aku mau keluar..” desah Juyeon semakin menggenjot Chanhee demi mempercepat klimaks. Dua kali tusukan, Chanhee kembali sampai mengotori Changmin di hadapan berbarengan dengan Juyeon di dalam liang.

Kekasihnya menggeram tak mau kalah. Dinding menjepit kuat tapi ia tetap berhasil menggoyang. Merasa kosong saat Juyeon mencabut kejantanan, membiarkan ia mengaduk-ngaduk organ dalam si Cantik.

Chanhee terengah-engah dan terlompat kecil setelah Changmin menyelesaikan permainan. Dia sudah tidak tahu lagi apa yang terjadi saking terlalu letih dipermainkan sedari tadi. Dia bahkan tak sadar kalau Juyeon merebahkannya di samping Kevin sementara lelaki termuda di sana beringsut mengambil air hangat dan handuk.

Good job, Baby..” bisik Changmin mendaratkan kecupan manis di bibir, Chanhee tak merespon lantaran telah diculik ke alam mimpi. Membiarkan dua temannya membersihkan mereka berdua usai acara kejutan ini.

“Happy Birthday My Chanhee..”

Juyeon tidak habis pikir tentang kejadian yang barusan mereka lakuin selain menikmati hadiah untuk pemuda rambut hitam tersebut.

This has been mindblowing.

They should try it to Kevin next time.

×××××××××××××××××××××××××××××

HAPPY BIRTHDAY BIAS WRECKER YANG SUKA BANGET AKU BIKIN NANGIS DISETIAP AU-KU, because you're so adorable when top ruined you chanhee sweetie, and Kevin too!! One of my favorite thing to write is making kevin mancurrrrrrrrr (?)

To all readers, thanks for reading and hope youuu like it

©️Finn

bbangmilkev 🔞

Kevin crashed into his boyfriends vlive with his antics and lots of twerking so they decided to tire him out a little bit.

Warning : threesome.

***

“Gimana kamu bisa jatuh cinta kalau cuman papasan doang?”

Hyunjae mengerutkan wajah jijik setelah mendengar kalimat yang terlontar sementara Younghoon sudah menahan tawa di belakang. Dirinya terlonjak sedikit begitu pintu menggeser terbuka mengejutkan keduanya lalu tertawa receh, karena melihat sosok tak asing, mereka tidak begitu mengindahkan.

“Gimana coba kamu bisa jatuh cinta gara-gara papasan doang?” Hyunjae melirik pantulan seseorang di layar ponsel, menolehkan kepala setelah menemukan pantat yang menungging ke arah mereka. Younghoon sudah melayangkan tamparan meski yang bersangkutan tidak bergeming. Akhirnya dia juga ikutan.

“Kamu kenapa huh?” tanya Hyunjae menghentikan interaksi dengan fans, demi menatap pemuda lain yang tidak tertangkap kamera. “Kevin.”

Younghoon berusaha memotong pembicaraan, mengatakan kalau TheB akan menangis setelah Hyunjae berakting tadi, membuat Kevin menaikkan alis seraya bertanya penuh keheranan.

“Kenapa nangis?”

“Hyunjae suruh mereka diam,”

Hyunjae meringis sesekali melirik Kevin yang menganga dramatis. “Oh.. my god..” kedua kekasihnya hanya memandang lalu memperhatikan komentar, pemuda yang duduk paling depan mulai membujuk TheB agar membuka mulut kembali lantaran ia sedang bercanda.

“Sini aku buat mereka lupain,”

Sementara si Hyunjae tidak menyadari, Kevin sudah menggoyangkan bokong di depan Younghoon sambil merapal “Forget about it,” pemuda paling tua di sana menoleh tidak percaya dan memukul keras-keras, hebatnya Kevin tidak mengaduh, sebaliknya malah menggoyang lebih.

Beberapa detik berlalu dan si Manis masih melakukan barulah Hyunjae sadar, ia mengalihkan pandangan bersamaan Kevin berhenti seraya menyengir tidak berdosa. Pemuda kelahiran September tertawa paksa.

“Aku buat mereka lupa,” bantah Kevin membela diri. Younghoon menunduk menyembunyikan wajah sebab tak sanggup menahan tawa, melihat kepolosan kekasih sendiri menyebabkan ia geli ingin mengetawakan.

“Kalo kamu masih kayak gitu aku celorotin ya!”

“Aaahh!”

Younghoon menggeleng-gelengkan kepala. Berusaha melanjutkan siaran langsung meski setiap waktu Kevin selalu berbuat ulah, entah bergoyang, mengangkang, mengangkat kaki saat duduk di sampingnya, atau membicarakan hal random. Hyunjae berulang kali tampak menghela napas dan meminta maaf, sehingga Kevin memiringkan kepala.

Begitu kamera sudah mati, barulah kedua pria lebih tua memberi perhatian sepenuhnya. Sedangkan netra sipit mengerjap-ngerjap lucu setelah menemukan tatapan bak predator mengarah ke dirinya. “Eung?”

Hyunjae menjauhkan beberapa kursi termasuk yang tengah diduduki sang kekasih, tanpa banyak bicara, ia mengangkat pinggang mungil itu lalu menaruh ke pangkuan, membuahkan rona merah di permukaan pipi. “What's wrong with you?” tanyanya lembut, Kevin meleleh mendengarnya, mendadak mendengkur bagai kucing. Younghoon mengambil posisi di meja, tepat di samping lelaki lebih muda.

M' tired..”

We know,” jawab Younghoon membelai tengkuknya pelan, merasakan rambut-rambut halus berdiri tegak akan perlakuan. “but your attitude today?” Kevin menjulurkan bibir, malah menyusup di dada bidang Hyunjae sembari menguselkan pipi di sana. Pria yang memangku menipiskan jarak, tidak sengaja menggesekkan kejantanan, Kevin mengerang, ingin mendamba lebih.

Hyung..”

Kaos hitam tersingkap, menggigilkan suhu di punggung. Kevin memeluk erat dengan pinggul bergerak sensual. Hyunjae membantu melorotkan celana training, Younghoon juga meloloskan kekasih mereka dari material hitam. Telapak tangan mendarat terasa kontras antara kehangatan dan hawa dingin. Kevin gemetaran tiada henti. Mulai polos seutuhnya.

“Pintu sudah dikunci belum?” tanya si rambut cokelat memastikan, Younghoon mengangguk, melirik ke benda penghubung sekali lagi dan yakin kalau mereka bertiga akan baik-baik saja selama satu jam ke depan.

“Kamu mau siapa duluan, Sayang?”

“Jaejae Hyung,” jawab Kevin membuncahkan semburat merah. Younghoon tertawa gemas, mencuri kecupan di pipi, lama kelamaan merambat ke bibir. Tipis habis dilahap bantalan ranum sendiri. Hyunjae tersenyum kecil, mengambil giliran menciumi leher. Tidak memberikan bercak dikarenakan mereka masih ada jadwal.

Hyung ayoo..”

“Sabar Sayang,” sahut pemuda rambut cokelat meremas-remas pipi bokong nan kenyal. Younghoon menjilat bibir bawah, melihat bagaimana Kevin membusungkan dada sambil dimainkan Hyunjae sukses membangunkan adik kecilnya. Tapi dia tetap membiarkan sahabatnya mengambil alih.

Menunggu bukan hal yang buruk.

Kevin menyandarkan kepala di pundak, membiarkan hawa dingin menerpa kulit saat Hyunjae melumuri jari jemari menggunakan pelumas, which is he has no idea how it got in his boyfriend's hands already. Pinggul terjengit ke atas begitu sensasi hangat mengitari kerutan liang, menekan-nekan bentukan otot, berupaya masuk ke dalam. Dia mencengkram kaos hitam sang kakak, menumpu lutut di atas kursi.

“H-Hyung..” rengeknya pelan, Hyunjae menciumi sekitaran tulang selangka bersamaan Younghoon membuat tanda merah di punggung membusur. Pikiran ketiga sejoli sudah berkabut nafsu, tidak memperdulikan siapa-siapa selain kehadiran satu sama lain. “Hyung pleaseee..”

Hyunjae mempersiapkan hingga tiga buku jari melebarkan akses, puting kecokelatan senantiasa dikulum sebagai bahan pengalihan. Satu tangan Younghoon merayap ke kejantanan tak kalah ukuran, mengocok pangkal sampai puncak, menyemburkan buliran precum berulang-ulang. Kevin is a mess between them, moaned loudly without cares for his surroundings.

Be a good boy, Kevin,” pemuda manis mengerang kecil seraya menyantaikan lubang, apalagi menemukan kepala jamur menyodok-nyodok sisi luar, perasaan ingin membuka lebar-lebar menyeruak di rongga dada, “c'mon open up for Hyung,” setelah kalimat pujian terlolos, Kevin dapat merasakan centi demi centi organ intim meregangkan dirinya. Dia bernapas putus-putus, menguatkan pegangan. Younghoon tidak berhenti menciptakan tanda kepemilikan maupun kocokan di penisnya.

Who's our good Baby, heum?” Lelaki lebih tua berbisik seksi, menambah intensitas rengekan Kevin terutama dinding satin berkontraksi menjepit batang kemaluan. Hyunjae tampak mendesis, membelai lembut lesung di tulang ekor. “Baby took it so well,” lanjut Younghoon kembali, menggaruk bagian kepala, mengais bulir keputihan yang menetes di abdomen sang kawan.

I'm a good Boy, Kevin's a good Baby,” desah pria termuda di sana usai pangkal lenyap menyisakan pantat bersentuhan dengan pangkuan. Hyunjae tersenyum manis, membawa mereka dalam tautan panas lalu menggempur perlahan.

“Aah! Aaahh!”

Bunyi tabrakan kulit sesama kulit menggema di ruang petak kecil yang barusan dipakai untuk siaran. Kevin terloncat-loncat begitu Hyunjae menggenjot ke atas, kelopak mata tertutup setengah diselingi air liur merembes di sudut bibir.

Younghoon mengambil ponsel, menyalakan fitur kamera kemudian merekam bagaimana kondisi kekasih manis mereka. Bagaimana ekspresi wajahnya saat Hyunjae menghentak, atau dia yang menunggangi sang kakak sangat liar demi menyamakan tempo gerakan.

PLAK

Sekali tamparan membuahkan semburan hangat di dada bidang. Kevin mengejang dilihat dari otot paha menguat saat klimaks diundang. Younghoon tentu tidak melewatkan, justru mendekatkan kamera ke sumber pancuran.

“Gimana kalau TheB lihat ini huh?”

Badan Kevin terasa melayang, sedikit lagi dia limbung bila Younghoon tak memegangi di belakang, pemuda kelahiran Agustus menyeringai remeh, “Gimana kalau aku nyalakan vlive ulang biar TheB bisa lihat kelakuanmu yang binal ini, Babe?”

“Hiks.. please don't..”

Hyunjae di sisi lain ikut menertawakan, “Bagus juga idemu Hoon, biar TheB tahu kalau ternyata our Kevin sedang dihukum karena tiba-tiba muncul di siaran kita,”

Kevin tahu kekasih-kekasihnya hanya bercanda, tapi jika disuruh membayangkan ratusan bahkan ribuan atau parahnya jutaan orang menontoni tingkah lakunya sekarang, membangkitkan exhibitionist-kink yang dia sendiri tidak tahu ternyata punya.

“H-Hyung.. ngh..” dia berusaha menggoyang agar Hyunjae tidak terabaikan, mendapat respon positif karena setelah itu pemuda rambut cokelat langsung merebahkan dirinya ke meja sambil menggenjot brutal.

Peregangan akibat gesekan keluar masuk penis pada anal menghasilkan sensasi terbakar di setiap aliran nadi Kevin. Buntelan sensitif dituju terus menerus tiada henti menyebabkan miliknya berdiri lagi. Younghoon kini mengarahkan kamera ke raut muka, tangan bebas mengocok kembali tidak habis-habis.

“Aah.. Hyung.. I can't..”

“Mau keluar lagi? Hmm? Mau keluar lagi, Kevin?” balas Hyunjae mendorong menuntut, ia berhasil membuat badan Kevin tertandak keras di alas kasar, membuncahkan warna merah di bantalan berlekuk saat ia menabrakkan tulang panggul kuat-kuat.

Younghoon menggenggam erat bagian pangkal, mengabaikan jeritan kesakitan yang terlolos dari si Manis. “Tahan Babe, belum giliranku,”

Kevin menggeleng-geleng sambil terisak lantaran tidak kuat menerima perlakuan. Geraman Hyunjae menggema di gendang telinga bersamaan liang kebas keluar masuk di sana. Nanti dia penuh nanti dia kosong, apalagi kalau batang berurat tersebut makin meregangkan sebab berubah ukuran.

“Ah Hyung too much!!”

Wait till I fill you to the brim, Baby,” bisik Hyunjae kini mengangkat satu kaki jenjang lalu mencengkram paha dalam hingga tercetak kemerahan. Kevin menggelinjang di setiap tusukan, anak mani melukis permukaan perut menggemaskan. Dia menoleh ke Younghoon, mendengking pelan.

“Kenapa heum? Bukannya ini yang kamu mau? Dari datang sampai siaran ada-ada aja kelakuan,” sahut Younghoon menjepit pangkal, memutar pergelangan tangan, mendapat lolongan. “Emang niat mau dihukum, Babe?”

“Eng.. aaah.. enggak!” teriak Kevin kepusingan sebab distimulasi di depan dan belakang. Hyunjae malah melambatkan tempo, meski ujung kepala menabrak selaput berulang kali. “Hyung please faster!”

Bukannya dikabulkan, Kevin mendapat tamparan lumayan kencang memekakkan telinga. Dia mengerang nyaring tanpa menghiraukan isakan mulai tercekik di kerongkongan.

Behave, Kevin.”

Usai Hyunjae berkata begitu barulah ia menaikkan intensitas genjotan, entah bagaimana bentuk tulang panggul Kevin atau lebih parah lubangnya yang direnggang terlalu lama menambah rasa pedas menjalar ke seluruh badan.

Perut Hyunjae siap meluncurkan muatan, bola kembar menampar bokong sang kekasih di setiap goyangan. Kalimat kotor terus didendangkan tetapi Kevin hanya membalas dengan erangan. Pria rambut cokelat menghentak dalam-dalam sekaligus menyemprot benih di dinding. Kevin nyaris kehilangan kesadaran akibat dipenuhi oleh cairan hangat tanpa halangan membuai ia mengalami orgasme kering dari genggaman Younghoon.

It's good right? Having it dried?”

Good matamu' batin Kevin bersungut-sungut namun hanya napas terengah-engah yang ia suguhkan, sehingga Younghoon tertawa geli melihatnya, meremat gemas si batang kemerahan (hampir biru) sebelum melepaskan. Di sisi lain Hyunjae memundurkan pinggul perlahan, menikmati cairan lengket mengikuti celah terbuka setelah ditutup berlama-lama. Dia menampung sedikit lalu menjejalkan ke mulut Kevin. “Mmh!”

You like my come, don't you, Baby?”

But not from there!” Hyunjae mengabaikan protesan dan berlalu mendekati kepalanya, sementara Younghoon menghampiri selangkangan si kekasih termuda sambil mengeluarkan kejantanan. “please Younghoon hyung mau keluar please,”

Younghoon hanya menggumam, melesakkan sekali hujaman membuahkan cekikan sebab keterbatasan pasokan udara di tenggorokan, Kevin termaju-maju dengan kepala menabrak paha Hyunjae, dimana kejantanan pria itu masih menggantung bebas tepat di atas wajah.

“Buka mulutmu.”

Mau tak mau, walau ada rasa excited menjalar di parasan kulit, dia membuka rahang, membiarkan rongga diinvasi organ, terasa berat di indra pengecap, tunggu saja dia tersedak sehabis ini.

Hyunjae dan Younghoon saling berpandangan, bertukar pikiran lewat telepati berbarengan senyum jahil, Kevin benar-benar tidak tahu apa-apa, belum juga ia mempersiapkan mental, dua kelamin di lubang utara dan selatan langsung bergerak lebih dalam. “UGGGGHHH!”

Gemericik bunyi basah di lubang sempit mendesing di gendang, terutama ketika kerongkongan Kevin disodok berulang kali. Dua kejantanan beradu satu sama lain, berniat menghancurkan manusia yang sedang digagahi.

“Gaah.. kkhhh.. khhh..”

God so tight Kevin,” geram Younghoon di sela-sela pergerakan, jemari menemukan jemari pemudanya lalu menautkan digit lentik tersebut, Hyunjae juga tak mau kalah dalam memuji, terus menerus memaju-mundurkan pinggul agar bersemayam di ruang hangat rongga makan Kevin.

“Kamu harus coba mulutnya juga, Hoon,”

Younghoon menyeringai, “Dilihat dari ekspresimu sih kayaknya sama memuaskan kayak mulut yang di bawah,” Kevin berkaca-kaca mendengarnya, terangsang lebih hebat setelah mendapat pujian. Hyunjae tertawa kecil meski terengah-engah, memegangi leher terdongak agak erat.

Netra si Manis mulai menutup setengah, napas sudah tidak teratur serta erangan menjadi serak. Dia tak sengaja klimaks tanpa disentuh mengakibatkan kedua kekasihnya mengumpat keenakan.

“Haha ada yang keluar padahal disentuh aja nggak,”

Kevin merengek parau, memperkerjakan lidah sesekali mengecap rasa asin di parasan. Dia sudah menduga besok tenggorokannya bakal sakit dan harus diam beberapa hari ke depan. Tapi melihat ekspresi yang dibawakan, ia rasa tidak ada salahnya menggunakan diri sebagai boneka pemuas nafsu dua prianya.

“Kkhhh.. khhh..”

Shit. Shit. Aku dekat..” umpat Hyunjae kembali menggoyang lorong sempit itu, puncak penis menyembul di kulit leher menyebabkan batang membesar kemudian melukis mani. Kevin berusaha rileks tapi buliran putih terlalu banyak mengejutkan saraf, ia terbatuk-batuk dan tak bisa bernapas.

Younghoon menyusul setelah dua tusukan, memperdalam benih Hyunjae bercampuran dengan miliknya. Kevin masih tersedak hampir mengeluarkan cairan lewat hidung saking perihnya tenggorokan. Hyunjae buru-buru mendudukkan, menepuk sesekali mengusap punggung berkeringat.

“Sialan.”

“Masih bisa nyumpah, Sayang?”

Kevin mendelik galak, “Hyunjae Hyung bikin ulah!” ia mendapat ciuman gratis dari pemuda yang dituduh. “suka banget ngasarin orang,”

“Kamu suka kan tapi?”

Si Manis mengerucutkan bibir, “Sakit..”

Younghoon menarik berlembar-lembar tisu untuk membersihkan sisa-sisa sperma di area selatan sedangkan Hyunjae menciumi leher demi mengurangi rasa sakit. “Cup cup our Baby,” Kevin menoleh meminta kecupan di bibir, sigap dituruti oleh pemuda surai cokelat.

Next time kalau kelakuanmu masih kayak gini, jangan harap kamu ikut comeback ya Kev,” ancam lelaki kelahiran Agustus serius. Kevin mengangguk pelan, manik terlihat sedih sebab telah merusak siaran langsung mereka.

“Maaf, Hyung..”

“Sshh, Hoonie cuman bercanda kok, Sayang, kamu boleh datang kapan aja pas kita siaran,” ujar Hyunjae menenangkan, tak lupa mendaratkan bibir di setiap permukaan wajah, “tapi nggak boleh twerking di depan TheB lagi oke? Only for us,”

But they like it–”

Your ass is ours, Baby.” sahut Younghoon sambil memasangkan celana di kaki-kaki yang gemetaran. Kevin bersemu merah melihat perlakuan, mau sesadis apapun Younghoon ke dia saat mereka berhubungan intim, tetap ada kelembutan setelah beraktivitas panas. “bisa jalan?” tanyanya usai Kevin selesai dipakaikan celana dan kaos hitam tadi.

“Enggak..” cicitnya pelan malu-malu kucing. Hyunjae menangkup pipinya gemas lantaran gregetan terhadap kelakuan.

“Yaudah, biar Hyunjae yang gendong,”

“Lah asem kok aku-”

“Kamu yang bikin kecapean ya..”

Dua lelaki lebih tua dirundung perang mulut sementara Kevin menatap mereka bergantian, tidak ada niatan untuk melerai. Malah merentangkan lengan minta dibawa pulang. Mereka tertawa geli seraya mendaratkan kecupan basah, memuji betapa menggemaskannya pacar kesayangan.

So that's what they did after Kevin burst into their vlive, making it chaotic more than they wanted.

Mungkin inilah kenapa Kevin di-banned dari twerking hihi.

. . .

©️Finn

don't timpuk, aku gabut banget dan suka ngulang ngulang vlive bbangmil when Kevin came in and show of his booty

bermuda office au🔞

A spurt of thick come landed on the desk when Juyeon's entering👀

Warning : threesome; pwp; married!bbangmil; secretary!juyeon; you'll ask yourself, what is this

***

Sebagai istri bos, Hyunjae pasti bisa ngelakuin apa yang dia mau kan? Termasuk menerobos ke ruangan suaminya secara cepat tanpa memperdulikan panggilan dari sekretaris perempuan di luar dan memamerkan diri di balik winter coat yang ia kenakan.

“Taraaaa!”

Younghoon mendongak sedikit, menaikkan satu alis sambil menginspeksi sang istri dari ujung kepala sampai ke kaki. “Kamu ke sini cuman pakai lingerie?”

I came to surprise you cause my baby has arrived,” jawab Hyunjae berbinar-binar sembari berputar-putar ala gadis-gadis india. Senang pakai banget kayak ketiban emas 2 kilo. “do you think it's cute? Or.. worst?” Belum juga pemuda lain menjawab, Hyunjae sudah merengut sedih.

“Aku belum ngomong, Sayang,”

“Tapi mukamu kayak bilang aku jelek, Younghoonie!”

Younghoon menghela napas, meletakkan pulpen kemudian bersandar di kursi kantor, terlihat seperti seorang raja yang menontoni kesedihan sang ratu. Beberapa detik saling menatap, dua jari terangkat lalu mengayun ke arah si Manis. “C'mere,”

Hyunjae menuruti, melangkah gontai dengan bibir terjulur-julur menggemaskan, saat ia sudah sampai di dekat figurnya, Younghoon merengkuh pinggang berlekuk dan menaruhnya di pangkuan.

My baby's baby has arrived, hm?”

Pemuda surai cokelat mengangguk pelan, “Yeah and I wanna show it off to you,” Younghoon menyingkirkan helaian poni yang berjatuhan di kening, mengusap tulang pipinya pelan-pelan seraya menatap sangat lembut, layaknya memperlakukan barang rapuh. Hyunjae pun luluh, menenggelamkan setengah wajah di telapak besar tersebut sesekali mendengkur kayak kucing.

I love it,” bisik Younghoon menuruni pipi tembam sampai dagu, mengusap bagian menggantung secara hati-hati, merasakan bulir-bulir janggut yang sudah dicukur rapi tapi tidak membuat ia risih, malah ia mendekatkan wajah demi menggigit pelan, menghasilkan lenguhan kecil. “I love it when my beautiful Baby Boy came to see me just to show off his favorite lingerie,”

Hyunjae merinding di atas paha kokoh, refleks mengalungkan lengan dan mendekatkan kejantanan. Younghoon melirik ke kain tersingkap sedikit akibat benda mengacung, memamerkan panty menggemaskan berwarna merah muda, muda sekali, apalagi ditambah ada bercak meresap di sana, menyebabkan senyuman miring tersungging.

Baby's that horny huh?”

“Y-Yesss..”

Sebuah tangan menangkup bokong, meremas acak, berulang-ulang, bagai memainkan boneka. Hyunjae mengerang manja, mengadu kejantanan mereka berdua, literally humping on his husband. Bibir mulai menyatu, menciptakan celah yang sangat cocok satu sama lain. Dengan semangat, mencumbu bantalan ranum masing-masing, menyesap atas bawah layaknya tiada hari esok. Selingan remasan di pipi serta luwesnya pergerakan lidah di rongga, memercikkan api nafsu di antara mereka.

“Mmhh.. Hoonie..” Hyunjae makin menjadi-jadi, hanya sedikit sentuhan dari telapak tangan sang suami berhasil menaikkan birahi. Panty terasa sempit dimana penis ingin membebaskan diri. “Panty's getting wet..”

I know,” jawab Younghoon kemudian bangkit sambil memegangi si istri, Hyunjae terpekik kaget, masih setengah sadar, ia diletakkan terbalik di atas material jati, memandang horror pada pintu di hadapan. Bagaimana kalau salah satu anak buah Younghoon mendadak masuk di saat mereka lagi begini? Bagaimana kalau-

“Ayoo fokusnya kemana, Sayang..” pemuda manis mengerang lagi, meringis saat tangan-tangan nista meremas bantalan empuk, montok banget, kesukaan Younghoon setiap waktu. Pipi bergoyang-goyang akibat tekanan tamparan melayang, sedangkan sang pemilik mendesah keenakan. “Pasti lagi mikir yang macam-macam,”

“Ahh.. Hoonie please..”

Tali panty disingkap ke samping, menampilkan kerutan lubang sangat merah muda, kontras sama paduan warna celana sempit tersebut, membuat Younghoon menjilat bibir, merasakan adik sendiri menggeliat kecil. Parasan digit menyentuh kedutan, sedikit basah dan mengundang. Hyunjae terjengit perlahan, menancapkan geligi di bibir bawah.

“Hm.. so naughty my Baby Boy?”

“S-surprise?”

Telunjuk berhasil menyusup, menggores celah dinding satin yang berkontraksi akibat invasi benda asing. Menekan-nekan sesekali memaju-mundurkan. Tidak memperdulikan how mess his husband on the desk. Kuku mencolek ke atas di situlah kaki si Manis mengejang. “FUCKK!”

“Nggak perlu di-prepare lagi kan?” Tamparan, remasan, tamparan, remasan berulang kali mendarat seakan Younghoon tak pernah bosan. Kapan sih dia bosan? Meskipun mulut istrinya kayak mesin air yang memancur setiap detik, tapi tidak mengurangi rasa cintanya terhadap pemuda itu. Terutama pada bokong sintal aduhai menguji iman serta jangan lupakan liang sempit yang tak pernah longgar.

God.. Hoonie just fuck me!!” erang Hyunjae tidak sabar, menggerakkan pinggul menemui tempo jari. Younghoon hendak memukul sebagai tanda peringatan, tapi karena mereka sedang tidak berada di rumah, dan anak buahnya bisa masuk kapan saja, maka dari itu dia diam saja menuruti kerewelan sang istri.

Pengait celana kain buatan Saint Lauren diturunkan hingga kejantanan dapat terbebas menemui sarang. Hyunjae menunggu sambil bernapas cepat, menatap lapar pada penis yang menegang, urat-urat bermunculan, dia sudah dapat membayangkan nadi-nadi kebiruan menggesek dinding anal. Hyunjae merengek, berupaya membentur miliknya ke alas kasar. “Hoon.. ngh.. ayoo..”

Younghoon telah melumuri batang dengan pelumas sachet yang ia temukan dalam laci, tersembunyi bersamaan kondom. Hyunjae menggelengkan kepala saat tangannya menarik satu bungkus, akhirnya tak jadi memakai. “Kamu yakin nggak mau pakai pengaman?”

“Nggak, I want you bare,”

Si Tampan mengangguk, sekaligus meringis sebab adiknya juga menyetujui perkataan pemuda di meja. Merasa cukup basah, barulah ia mendekat. Hyunjae mencengkram pinggir benda kokoh yang menopang badan, merilekskan liang, ia terjengit sedikit begitu kepala gemuk bertamu sebentar. “A-aah..”

“Tahan ya Sayang..”

Hyunjae mengangguk-ngangguk cepat, menggigit bibir kuat-kuat, merasakan centi demi centi diameter tebal itu menyusup sangat pelan. Sampai kapanpun dia takkan terbiasa dengan ukuran suaminya. Dari mereka pacaran hingga menikah selama 5 tahun pun, lubangnya tetap tidak mau menyesuaikan. “S-Sayangg..” rengeknya lagi.

“Iya, iya ini kepalanya udah masuk,” jawab Younghoon meyakinkan, mendorong sekali hentakan menyebabkan tulang selangkangan bertabrakan dengan bokong si Manis. “fuck.. so tight..”

“Ayaaang penuhhh!”

Pemuda rambut hitam menindihi punggung terbalut lingerie, mencuri kecupan di setiap celah wajah sang kasih, mengulum bibir yang kata orang tipis. Hyunjae membalas agak kewalahan, perut bergejolak akibat pergerakan penis di dalam. Tanpa menunggu lama, Younghoon mulai menggoyang, sedikit saja, tapi sudah membuahkan jeritan nikmat. Dia terpaksa menjejalkan dua jari ke rongga makan, meredam suara bernada high-pitched tersebut agar tidak bocor keluar.

“Ribut banget istriku ini,” goda Younghoon terus menggenjot liar, membiarkan badan Hyunjae tertandak-tandak di atas meja. “mau pamer apa gimana?”

“Mmfhhh! Mmffhh..”

Selaput sudah tertuju, bersamaan sensasi sempit menjepit batang. Younghoon menggeram dalam, digit mengaduk-ngaduk isi mulut, menekan indra pengecap hingga terbasahi oleh liur.

Do you want someone to come in? Do you want them to see you like this? Being fucked stupid by me, your lovely husband, to show them who you're belong to?” Setiap pertanyaan yang meluncur seperti percikan bensin pada api, menjalar ke seluruh nadi. Hyunjae jadi membayangkan kalau seandainya seseorang memergoki mereka dalam keadaan tak senonoh seperti saat ini. Penisnya berkhianat hendak keluar cepat, ditambah bola menggantung mengerat kuat.

“Mmhh! Mhhh!”

Younghoon menyeringai, sadar kalau Hyunjae tidak keberatan apabila orang menangkap basah. Dia berhenti membuat Hyunjae menungging lalu menarik paha montok untuk duduk di pangkuan, sementara ia memposisikan diri di kursi kerja sambil membuka kaki Hyunjae lebar-lebar, mengekspos tancapan miliknya di lubang kemerahan.

“Nghh.. Hoonie..”

I know Baby Boy, you think of those thoughts, don't you?” Tangan meraih intercom, menekan tombol merah sampai ada bunyi 'bip'.

“Iya Pak?” Hyunjae mengatup mulut saat mendengar suara Juyeon, sekretaris andalan sekaligus tangan kanan suaminya. Tidak kalah tampan, tinggi semampai, dan memiliki mata bak kucing. Oh, senyumannya juga menawan. Tak sekali dua kali Hyunjae sempat berpikiran kotor soal asisten Younghoon yang ini.

Melihat gelagat si istri, pria surai hitam tersenyum miring, berbicara kepada Juyeon dengan suara dalam kesukaan Hyunjae, “Kamu bisa ke ruangan saya sekarang?”

“Baik, Pak.”

Oh tidak.

Tidak!

Apa maksudnya ini?! Jantung Hyunjae berdebar kencang, melebihi kereta ekspres, laju sangat sesuai peredaran darah. Younghoon menggenjot ke atas secara tepat. Mencengkram kedua paha pemuda di pangkuan, menciptakan bekas kemerahan. Hyunjae berteriak lagi, tidak sanggup menahan klimaks.

Ketika pintu besar berbahan mahogani terbuka, Hyunjae menyemburkan cairan tepat saat Juyeon membelalakkan mata. Younghoon menyembunyikan seringaian di balik bahu berkeringat, memandangi Juyeon mematung di ambang benda penghubung.

“M-maaf Pak..”

Wajah Hyunjae merah padam, terutama saat mengingat mata Juyeon sempat melirik ke bagian selatannya. Younghoon menggeleng santai.

“Masuk, dan kunci pintu.”

“H-Hah?”

I won't be telling you twice, Lee Juyeon.”

Sang asisten buru-buru menyelinap seraya menutup pintu rapat-rapat, spontan mengunci ganda. Dia masih berdiri di sana, tidak mempercayai apa yang baru saja ia lihat.

Say, Baby. Bagaimana kalau Juyeon ikut dalam permainan kita hari ini?”

Kejantanan yang sudah mengeluarkan benih sekali langsung berdiri cepat, seolah antusias meski pemiliknya lemas tiada tara. Younghoon tertawa jahil, mengocok penis tak berbeda jauh dengannya secara gemulai.

What do you want from him, Baby?” tanya Younghoon lagi, Hyunjae meringis, gemetaran di dekapan sang suami, mata mengadu pandang ke Juyeon yang berdiri tidak seimbang. “Do you want him to fuck you? Or you want to suck him off? Pilih Sayang, aku kasih hadiah karena kamu lagi senang hari ini,”

“P-Pak..”

“Sshh, kamu nggak terangsang lihat istri saya, Ju?” Lelaki lebih muda 5 tahun tersebut mengerjap-ngerjapkan mata sangat cepat, gugup menghinggapi, takut salah tingkah. “he's so ready for you to take,”

“Pak tapi-”

I want him to fuck me!” teriak Hyunjae mengejutkan mereka. Terutama Juyeon. Younghoon bukannya marah, malah tersenyum lebar, mengusap pipi tembam kemerahan itu sayang.

Good choice, Baby, aku berani bertaruh kalau punya Juyeon nggak akan mengecewakanmu,” pasangan itu mengarah ke Juyeon yang kikuk, tidak melewatkan celana menggembung akibat obrolan tersebut. Ah. Sial! Kenapa juga istri bosnya berpakaian feminim kayak gitu? Membangkitkan fetish di dirinya yang terkubur dalam-dalam. “C'mon Juyeon, let's not make my Baby waits too much, shall we?”

Juyeon masih tampak ragu-ragu, batin bergejolak bimbang tapi kesempatan telah terpampang nyata. Dia menghampiri meja sang atasan, memperhatikan Younghoon mencabut kejantanan lalu mengangkat Hyunjae ke atas meja tanpa menutup kedua kaki jenjang. Netra otomatis mengarah ke liang, sedikit merenggang disebabkan oleh kejantanan pria lain di sana.

Enjoy him till you last, Juyeon..” goda Younghoon menaik-turunkan alis, dia kembali duduk di kursi, menontoni istri dan asistennya berbuat lebih.

Hyunjae mengangguk meyakinkan, ia melihat jelas pancaran kegugupan mengalir dari pandangan. Satu tangan menumpu badan, satu tangan lain mengusap lubang, mencoba merayu lelaki termuda.

“Pak, saya rasa-”

Just do it, Juyeon!” bukan Younghoon yang membantah melainkan Hyunjae sendiri diselingi pelototan. Juyeon bergerak cepat melepaskan kaitan sabuk lalu melorotkan celana beserta boxer ketat, adiknya menggeliat sesudah disapa udara luar terutama saat Hyunjae menatap lapar.

“Hoonie he's so biggg..” erang sang istri menitikkan liur, Younghoon terkekeh di belakang, setia memperhatikan.

I told you right? He won't let you down, Baby Boy, take it as much as you want,”

Hyunjae mengalungkan kaki di pinggang kecil di hadapan, mengunci tumit agar Juyeon tak kemana-mana, “Kamu dengar kan, Juyeon? Lakukan perintah dari bosmu, Sayang.”

Juyeon menegak ludah, tak dapat berkata-kata karena manik Hyunjae seakan menarik kesadaran akan realita kehidupan. Dia mengocok kejantanannya pelan, dan si Manis sigap membantu membuahkan desisan nikmat. Younghoon bahkan memberikan satu sachet pelumas agar menambah kelicinan.

Believe me, wet is good. And messy is a gift.

Puncak mirip jamur itu mengadu di pintu masuk, kelopak mata sama-sama tertutup setengah padahal belum juga disusup. Hyunjae dapat mengira kalau punya Juyeon akan sebelas dua belas dengan suaminya jika dirasa dari pergerakan si batang.

Fuck him, Juyeon, jangan menunggu terlalu lama,” suara Younghoon menyadarkan gelagat keduanya, Juyeon memegangi pinggul di sisi kiri maupun kanan seraya bergerak perlahan, jepitan erat sudah berdenyut-denyut di sekujur kepala, ia memajukan si adik hingga tertanam sampai pangkal. Hyunjae tersengal-sengal, betulkan apa katanya tadi. Their cocks are heaven to him.

What if both of them take him at the same time? Menggempurnya bergantian, membakar dinding satin dengan gesekan keduanya, membuat Hyunjae mendadak merinding disko sesaat pemikiran kotor terlintas. Mengatakan pada diri sendiri untuk tetap tenang dan tidak tamak. Masih ada kemungkinan di masa mendatang jika diberi kesempatan seperti sekarang.

He needs to be a good baby boy for his husband if he wants something like to happen again.

Dia beradu tatap dengan pemuda di depan, setelan jas awut-awutan, dasi melonggar serta bibir bawah tertancap geligi, meneriakkan keseksian khas dari seorang Lee Juyeon. Hyunjae berdebar-debar melihat, tak sabar ingin segera digoyang.

“B-boleh.. nggak..”

“BOLEH!” jerit si Manis tergesa-gesa memutus pertanyaan. Juyeon sempat tercengang sebelum menggoyang, menarik pinggang istri atasan agar bertemu tempo tusukan. Kedua laki-laki bersahut-sahutan desahan, menghentakkan pinggul tiada henti, memantulkan bunyi ke seluruh ruangan. Younghoon di singgasana menikmati istrinya dihancurkan oleh tangan kanan. Dia menggenggam miliknya, memberikan perhatian berupa pijatan tak kalah kuat, mata elang menelisik ke pergerakan Juyeon, statis nan menuntut, mungkin telah menemukan titik sensitif Hyunjae bila dilihat dari tubuh yang tertandak-tandak serta lolosnya jeritan.

“Aah! Ahh Juyeon fuckkk!”

'Fuck indeed, Pak' batin Juyeon menenggelamkan wajah di ceruk leher, menguarkan aroma manis walau berkeringat hebat. Dia mengakui kehebatan lubang Hyunjae, menghisap kejantanannya bagai tidak mau terlepas, melebihi orang-orang yang pernah bermain dengannya. Kalau dikasih kesempatan lagi, Juyeon nggak mau melewatkan kedua kali.

“Hoonie.. ngh.. deket.. aah.. ahh..”

“Keluar aja Sayang,” bosnya kini bangkit dan berbisik berat di telinga istrinya, kemudian ia dan Juyeon sama-sama berpandangan, seakan memberikan telepati untuk menggencar si Manis lebih kuat. Sang Asisten meringis dengan anggukan kepala, menambah tempo hingga Hyunjae mengeratkan kalungan saat menyemburkan cairan.

Fuck! Ah! F-ngghh!” Desahan bersamaan napas terbuang sia-sia membuahi kemeja lelaki lebih muda dengan putih. Hyunjae mengerang mencari pegangan dan Younghoon sigap memeluk dari belakang, membelai pinggang berlekuk yang tersingkap material lingerie. Juyeon melongo beberapa detik, sesekali berteriak dalam hati terhadap kesempitan yang membungkus adiknya.

Tolong siapapun kembalikan akal sehat Juyeon. Tidak ada kata terlambat jika dia mau mundur.

Eh tapi kan sayang.

Please please Juyeon fill me up,” meski dia lemas, mulut Hyunjae masih merepet kayak kereta, meminta berulang-ulang bak merapalkan mantra. Younghoon setia mengusap paha dalam nan montok, beralih mengocok ke milik sang istri. “aah no Hoonie.. ngh.. too much..”

“Beneran boleh di dalam Pak?”

Younghoon menggumam, “Do whatever he wants, he deserves best reward,” Juyeon menelan ludah yang bergumul di kerongkongan, tidak menyia-nyiakan suruhan dan menggoyang lagi. Dia juga sudah berada di ujung, siap meluncur dalam beberapa waktu.

Butuh empat kali tusukan dalam dan kontraksi dinding di sekujur batang, berhasil membawa Juyeon mengejang tertahan seraya mengisi lubang dengan benih sendiri. Dia mencengkram pinggul Hyunjae sedikit keras menghasilkan bekas kebiruan, buru-buru ia melepaskan walau kejantanan menancap. “Pak maaf!”

“Kan saya tadi sudah bilang kalau dia suka dikasarin,”

He swore, Younghoon is CEO of the year.

Dimana lagi kalian dapat menemukan atasan memberi izin untuk menggagahi istrinya?

Hari ini Juyeon berasa dapat jackpot.

“Kamu boleh tinggal buat ngelihat, boleh juga pergi,” ucap Younghoon setelah Juyeon melepaskan tautan, terdengar rengekan pada hilangnya kehangatan dan kepenuhan, menyisakan putih keluar di sela-sela lubang.

Si Tangan Kanan kembali ragu, dia menimang-nimang keputusan apakah ia ingin pergi dari ruangan seakan tidak terjadi apa-apa atau tetap berdiri di pijakan menonton Younghoon menggagahi sang istri yang sudah keluar 2 kali.

“Saya.. boleh di sini, Pak?”

Atasannya mengendikkan bahu, “Suit yourself,” sesudahnya, Younghoon membalikkan Hyunjae ke hadapan, mempertemukan bibir dalam ciuman panas sesekali meremat gemas pinggang kesayangan. Hyunjae melenguh tertahan, kini mengalungkan kaki di tengah-tengah suaminya. “now now Baby Boy, ready for me?”

Hyunjae mengangguk lemah, tak sanggup berkata-kata lantaran kesadaran mulai mengabur. Younghoon menatap Juyeon yang kikuk sendirian, mungkin sedang menyesali pilihan untuk tinggal demi menyaksikan. “Kamu boleh sentuh dia kok, Ju.”

Juyeon terjengit sejenak kemudian mengangguk. Telapak tangan merayap di balik lingerie demi mengekspos bagian perut sampai dada, tiba di tonjolan mungil sembari memainkan perlahan.

“Aaahh..”

Selagi Juyeon merangsang area sensitif atas, ia menyusupkan penisnya kembali ke sarang. Geraman terlolos, memuji liang kesayangan yang masih sempit walau sudah dibobol dua kali oleh dua orang berbeda. “Still tight, huh? Baby knows how to make me snap,” Hyunjae menyandarkan kepala di pundak kokoh pemuda di belakang, menikmati jari-jemari panjang memainkan kedua puting mencuat ditambah sensasi lubang diinvasi setengah ukuran.

“Kasih tau, Ju,” Juyeon nyaris menghentikan remasan, sedikit takut pada suara berat Younghoon, “kasih tau dia kalau dia sudah jadi istri yang baik buat saya,”

Juyeon berdeham, mengikuti alur permainan, mendekatkan bibir pada telinga untuk berbisik sensual, “You're being a great wife, Hyunjae..”

Hyunjae gemetaran bagai ditimpa gempa berskala tinggi, mendengar pujian secara langsung dari mulut asisten tampan itu membuat kejantanannya meneteskan anak mani. Younghoon tersenyum miring, menganggap tingkah ini sebagai isyarat segera menggenjot.

Diselingi goyangan, Hyunjae benar-benar tidak dapat merangkai kalimat balasan. Deru napas memburu dan desahan putus-putus saja yang menjadi respon begitu Younghoon menggoyang kasar. Dia bahkan terisak kecil akibat stimulasi berlebihan di puting maupun liang.

My Baby takes me so good,” racau sang suami menabrakkan panggul berkali-kali, menerpa ruang bernapas Hyunjae yang melolong keenakan. Juyeon di belakang figur sudah sibuk mengulum bahu landai, memberikan bercak semerah darah di sekitar leher, bersamaan tanda kepemilikan lain. “Kenapa kamu nggak longgar-longgar huh? Kan sudah dibobol Juyeon,”

“Nghh.. no.. nggak tahu, Hoonie..”

Next time do you want to take us both? Hm? Feeling our cocks dragging your walls till you can't feel anything but our cocks?” Kalimat kotor tersebut menuntun Hyunjae meraih klimaks ketiga dengan jumlah tidak sedikit. Memancur berkali-kali diikuti getaran kaki bak orang menggigil. Juyeon mengumpat dalam hati melihatnya, tak sadar adik di selatan merespon balik.

Younghoon tertawa lebar, sudah menduga kalau ide double penetration ada melintas di benak sang istri. Dia terus memaju-mundurkan pinggul walau terasa dijepit kuat hingga akhirnya menghentak keras diselingi semburan di dalam. Hyunjae memancur sekali lagi akibat perlakuan lalu tersandar lemas pada dekapan Juyeon.

Best. Office. Sex. Ever!

1000/10. He lost his voice after getting fucked out of his mind. Hanya tersisa diafgrama dada naik turun, lingerie basah dan awut-awutan serta lubang berkedut tak kuasa menahan cairan.

“Ju, adik kamu masih bangun?”

Juyeon langsung malu nggak ketulungan usai ditegur Younghoon, dia tidak tahu harus melakukan apa selain mengangguk diam-diam sambil memegangi figur si Manis.

Younghoon berdecak, tega mengarahkan kepala Hyunjae ke bagian selatan, mengundang keterkejutan dari Juyeon. “Use him to make you come,”

“Pak tapi-”

No buts.”

Sudah gila bosnya mah. Masa iya Juyeon memperlakukan Hyunjae kayak boneka seks. Nyatanya memang sih, tapi kan kasihan!

Daripada dipecat atau bonus hilang, Juyeon menuruti titahan, mengurut batang keras sembari menatapi ekspresi puas Hyunjae. Lidah pria manis terjulur, dan ia mendekatkan puncak melukis precum di atasnya. “Shit.. shit.. maaf Pak..”

“Tsk, nggak usah minta maaf, saya yang izinin,”

Kepala gemuk itu terasa berat di indra pengecap, ada rasa asin sedikit pahit yang disesap. Namun siapa yang peduli kalau milik Juyeon seenak ini? Sumpah serapah kebun binatang terlontar bersamaan untaian putih, diarahkan ke lidah membentuk sebuah kubangan. Juyeon mengutuk dalam hati kenapa Hyunjae terlihat sangat seksi dengan mani.

Lelaki termuda mengerang begitu pria manis menelan spermanya bulat-bulat, mendesah nikmat sebagai hidangan penutup. Juyeon buru-buru menjejalkan penis yang terkulai ke dalam celana, merapikan pakaian supaya tidak terhinggapi rasa canggung. Dia berusaha berdiri kokoh, melihat Younghoon membenarkan kain yang melekat di diri Hyunjae kemudian menggendongnya bak anak koala.

“Tolong belikan ibuprofen sama baju ganti, ya Ju.”

Juyeon mengangguk, ah dia kembali ke posisinya sekarang. Perasaan berharap terselip berusaha ia usir. Kaki melangkah mundur, terhenti begitu Younghoon bersuara lagi.

“Jangan khawatir, Ju. There will be a next time,”

Diam-diam Juyeon bersorak dalam hati meskipun ia hanya mengangguk sopan. Sudut ekor mata menangkap cengiran manis Hyunjae yang kemudian tersembunyi di pundak tegap sang suami.

Sharing is caring. Hyunjae is sated.

. . .

©️Finn

bbangju🔞

Juyeon mendadak horny karena nggak sengaja kebuka tab gay porn yang lupa dia tutup waktu masturbasi kemarin. Dan meskipun pacarnya ada di depan dia, SEDANG SIBUK MENCUMBU TUGAS KULIAH, dia mencoba mencari perhatian pakai cara lain.

Warning : foot job; dominant younghoon; bot!juyo; horny af; semi-public sex, rush plot, demi menghabiskan project, harsh words

***

Siang-siang bolong, dimana matahari di luar apartemen tengah bersinar terik di langit, memanaskan suhu ruangan yang sayangnya terkalahkan oleh deru bunyi pendingin udara. Juyeon daritadi duduk di depan Younghoon, bergeliat-geliat macam lintah dikasih garam karena ingin diperhatikan.

“Akaaakkk..”

“Kakak sibuk, Sayang,”

Juyeon mengerucutkan bibir, sedihnya Younghoon tak melihat, “Isshhh kakak ni pacaran sama siapa? Juyo apa tugas?” ujarnya setengah merajuk. Pemuda terhalang meja hanya menggumam, tangan setia menulis goresan huruf per huruf.

“Pacaran sama Juyo, tapi Kakak juga nggak mau ngulang kelas kalau nggak dikerjain,” jawab si Tampan lagi, sabar banget dah dia. Kalau aku jadi Younghoon udah tak slipet tu bibir manyun. Juyeon makin mengerut, ingin membantah tapi hanya mendapat lirikan, membuat ia mau tak mau membungkam mulut.

Akhirnya cara terakhir mengusir kebosanan adalah mengutak-ngatik timeline instagram atau mencari bacaan di chrome. Meskipun tampangnya bukan anak baik-baik (genit dan binal nggak ketulungan), sebenarnya dia punya sisi emosional juga menyangkut novel atau cerita pendek, terutama bila membuai hati, dia bisa sampai nangis-nangis jingkar sambil mukulin Younghoon.

Namun, bukannya beralih membuka tab baru, matanya salah fokus ke tab incognito yang belum ia tutup tadi malam. Sebuah judul 'Pretty Twink Got Knocked Up' menggelitik indra penglihatan, menembus saraf di otak. Jantung berdebar perlahan dimana rambut-rambut halus membuat keributan, alam bawah sadar mengatakan 'tonton!', batin realita mengatakan 'jangan!'.

Why would he do that when he has a boyfriend himself, a hot one. Coba kalian tanyakan ke orang di depannya sekarang, apakah beberapa hari ini sudah mencukupi kebutuhan seksnya? Tentu tidak.

Sambil melirik sang kekasih, diam-diam ia bersikap natural dalam memasang airpod yang tersambung bluetooth. Mulai menyalakan video tak senonoh tersebut setelah mengecilkan volume setengah, takut tiba-tiba Younghoon memberi perhatian.

Alunan desahan boti yang digenjot habis-habisan di atas meja membuat Juyeon membayangkan bagaimana kalau ia yang berada di posisinya. Bagian dada menggesek di alas kasar, sementara Younghoon menggoyang dari belakang, keras, menuntut di satu titik tujuan.

“Ahh please fuck me harder! Fuck me hard- drill your cock into my pussy! Ughh!”

Juyeon menggigit bibir kuat, merasakan celana pendek menyempit, menampilkan tonjolan di balik kain yang menggembung tanpa henti, terus berusaha bangun ingin melepaskan diri. Dia mengatur cara duduk, terjengit kecil-kecilan sebab tersentuh tak sengaja.

Beruntung Younghoon masih sibuk, tidak memperlihatkan atensi apapun.

Hawa panas mulai menguasai, ia semakin tidak kuat hendak melepaskan hasrat. Terutama saat kamera mengarah ke kerutan otot lubang belakang yang dihujam keluar masuk oleh penis besar disertai bunyi squelching menggairahkan.

This gaping hole is a just a toy for my cock,” Juyeon mengapitkan kaki erat-erat, sumpah kayak orang kebelet kalau diperhatikan lama-lama. Dia benar-benar nggak tahan lagi, pengen banget diperlakukan kayak boti di video.

Juyeon mendapat akal, kalau dia sedang terangsang gini yang harusnya memuaskan dia ya Younghoon. Secara hati-hati, ia mengangkat kaki, merayapkan ibu jari ke atas pangkuan kokoh berlapis celana jogger hitam, tipis sekali, hampir tidak ada rasanya. Dia mencoba sekali, memencet parasan lebih dalam, menyebabkan kening Younghoon mengerut, tapi tak berhasil mengalihkan perhatian.

Ah. Dia harus coba terus. Jempol menggores perlahan menuju paha dalam, sedikit mengenai selangkangan, Juyeon bersyukur punya kaki panjang, dan berhasil menyapa gundukan dibalut material. Younghoon tampak menghentikan pekerjaan, kini memberikan tatapan tajam. Juyeon tak berpaling, walau darah berdesir semangat. Sambil beradu pandang, ia membuat gerakan memutar, mungkin di kepala penis, menggigit bibir sensual. Younghoon melepaskan pulpen, sigap mencengkram pergelangan kaki sang kasih, Juyeon tercekat meronta minta lepas namun pemuda tinggi lebih kuat.

Do you wanna play, Juyo?”

Juyeon mengerang sembari mengangguk, bergerak macam cacing di tanah. Masih mencengkram kuat, Younghoon membereskan tugas-tugasnya, daripada ada sesuatu di luar kuasa mengenai kertas-kertas laknat, lebih baok disingkirkan terlebih dahulu. Kekasihnya menunggu penuh antisipasi, antara takut dan bersemangat beda-beda tipis.

“K-Kak..”

“Sini, Dek.”

Si Manis langsung patuh setelah kaki dilepas, dibiarkan menjuntai ke lantai. Dia berusaha bangkit, tungkai terasa menjadi jeli sesaat. Younghoon hanya berdiri, menunggu dengan sabar, menyilangkan tangan di dada.

“Kakak mau ngapain..”

Younghoon menaikkan alis, “Menurutmu, Kakak mau ngapain?” Juyeon memainkan bibir bawah, berhenti tepat di samping figur tak kalah tinggi darinya. Aroma musky sandalwood yang menjadi parfum keseharian kakak kesayangan menyeruak di rongga hidung, menyita alam sadar. Dia menggelengkan kepala, pertanda tidak tahu padahal sebenarnya dia ingin digoyang keras di atas meja. Si Tampan menarik pergelangan tangan kekasihnya, membungkukkan pemuda tersebut di alas kayu. “good boy..”

Juyeon mengerang, “Please Kak..”

Celana pendek ditanggalkan paksa, mengekspon tulang belakang hingga bongkahan pantat tak terlalu tebal. Juyeon memekik kecil saat udara dingin menyapa kulit, lubang berkedut hampa. Younghoon menjilat bibir, menunduk untuk berbisik di telinga si Manis.

Do you want some prepare, Princess?” Juyeon menggeleng cepat, mengatakan kalau ia sudah onani tadi malam, dan dipastikan lubangnya renggang walau tidak memerlukan persiapan. Younghoon menatap sangsi, dia memang biasa mendapati kekasihnya fingering sendirian, entah karena dia yang terlalu sibuk atau libido Juyeon tak dapat ditebak.

Younghoon berlutut menghadap si lubang, sementara Juyeon menunggu dan menunggu. Kepala tertoleh, frekuensi napas tidak teratur. Dia mengadu pandang pada sang kakak, meringis ketika pipi bokongnya dibuka lebar-lebar lalu dikecup perlahan. “FUCK!”

Watch your mouth, Princess.” sahut pemuda lebih tinggi melayangkan tamparan kecil hingga Juyeon terloncat seraya mendesah. Mata terpejam erat sebab suka banget diperlakukan kasar. Dia mengepalkan tangan kuat-kuat begitu lidah menyapa liang.

“Ngh.. Kak..”

Hanya ada bunyi slrrrpp dan ludahan bersatu padu di belakang sana. Bibir tebal Younghoon menyantap sekitar pintu masuk, ditemani lidah menyusup ke dalam, dinding satin langsung spontan menjepit, berkontraksi di sekitar indra.

Fuck! Aah! Kak please pleaseee..” erang Juyeon mencakari alas meja, kepalan tangan dipukul-pukul ke sana saking tidak tahan terhadap godaan. Younghoon bukannya berhenti malah meremas bantalan empuk di hadapan, dagunya berantakan akan saliva, menjilat lubang seperti tiada hari esok.

Juyeon menjerit mengatakan ia sudah dekat, menyebabkan si kakak tergesa-gesa bangkit menjauh, menatap liang berdenyut cepat. “AHHH KAK!”

Jari telunjuk memutari pintu masuk, berhasil menyelinap berniat meregangkan. Kelonggaran yang dikatakan Juyeon tidak terlalu disetujuinya, sebab mau sebanyak apapun kekasihnya dimasukkan, tetap sempit bagi dirinya.

“Jangan gerak.”

“Mmhhh..” lenguh si Manis gemetaran. Pemuda rambut hitam menuntun kejantanan, menusuk-nusuk pelan tanpa ada keinginan masuk. Lubang Juyeon kelihatan hendak melahap kepala jamur nan gemuk, tak sabar segera diregangkan.

Younghoon memajukan pinggul, sekaligus menarik lingkaran otot ke samping, menyusupkan mahkota penis secara hati-hati, mendengarkan pekikan nikmat. Dia sendiri mendesis keenakan, sudah dibilang kan, kalau lubang Juyeon sempit tidak tertolong.

Shit.. Adek..”

Pemuda manis membalas dengan erangan manja, senang sekali dipanggil seperti itu. “Iyaa Kakakk nghhh..”

“Adek sempit banget,” bisik Younghoon seraya mengulum cuping telinganya, kaki Juyeon bergoyang kayak agar-agar, menolehkan kepala mencari celah agar mereka dapat berciuman. Younghoon mempertemukan bibir, melumat, menghisap dua bagian bergantian kemudian melesakkan lidah ke rongga makan. Pinggul mulai bergerak perlahan, menggenjot kecil-kecilan, membuahkan desahan tertahan.

“Sampai sepuluh jari pun kamu nggak akan pernah longgar, Juyo Baby,”

Juyeon menjatuhkan rahang, bernapas putus-putus, tak bisa membalas perkataan.

So tight..” gumam Younghoon kini menaikkan tempo, menabrak tulang panggul dengan pantat montok kesayangan, dua tangan bertumpu bersamaan tangan Juyeon, “so tight only for me, Adek..”

“Aahh goddd Kak!”

Selagi mereka saling menggoyang satu sama lain, memuji kesempitan lubang, atau betapa tebalnya penis Younghoon so the stretch feels burning on his skin, atau bagaimana ujung penis menghujam selaput sensitif di balik dinding kemerahan, Juyeon nyaris tak sadar kalau ponselnya berdering sedari tadi. Younghoon menenggelamkan wajah di leher berkeringat, namun aroma sangat mengundang libido untuk memperdalam tusukan.

Fuck! Fucckk!”

“Hapemu bunyi, Dek,”

Benar saja, berulang kali si benda elektronik bergetar barulah mereka melihat. Dengan tangan gemetaran, ia berhasil meraih lalu menggeser tombol hijau tanpa mengetahui siapa yang menelepon.

“LEE JUYEON!”

“Ah! Apa?!”

Changmin mendengus, “Lo lupa ada kuliah online hari ini?”

Mampus. Juyeon menegak ludah, memandang ke arah angka tertera di layar ponsel. “Bangke, iya Min!”

“Iya, iya, cepet login, goblok!”

Si Manis buru-buru mematikan sambungan, membuka fitur chat demi melihat link mengarah ke zoom yang dimaksud. Younghoon di belakang masih menggoyang, dan Juyeon memukul pelan pinggangnya.

“Kak bentar!”

“Nggak mau! Biarin aja kita ngewe sambil diliatin teman sekelas,”

Muka Juyeon merah padam, ia bangun dari posisi kemudian melepaskan tautan. “Kakak baring biar aku yang goyang, asal Kakak jangan muncul, oke?” Kekasihnya menyunggingkan senyum miring, cukup setuju terhadap ide gila tersebut. Juyeon menghela napas lelah lalu menarik laptop, melirik ke Younghoon dimana si rambut hitam legam itu berbaring tak tahu menahu dengan penis besar mengacung tegak penuh kebanggaan.

Kalau bukan karena dia yang sange, mana mungkin dia mau bersenggama sambil kuliah online.

Sungguh.. tidak bermoral dua anak Adam ini. Mungkin Adam aja nggak mau ngakuin.

Dosen telah muncul di layar termasuk teman-teman sekelas. Juyeon tiada kemauan menyalakan kamera lantaran sibuk mengarahkan lubang pada kejantanan. Saat kepala meregangkan kembali, matanya berkedip-kedip sedap, rahang bawah terjatuh tanpa membunyikan suara, melemaskan otot anal untuk melahap diameter tebal. Ketika bokong telah bertemu rambut-rambut kemaluan, barulah Juyeon lega. Yang penting Akak sudah masuk dulu, perkara dia goyang mah gampang.

Hanya dia yang belum memperlihatkan wajah meski perkuliahan tengah berlangsung selama sepuluh menit. Ya mau gimana? Sekarang posisinya lagi nggak enak. Dimana ia musti bertumpu lutut dengan liang membungkus kejantanan sang kekasih, Younghoon sih terbaring manis, menyingkap sedikit kaos hitam kesukaan untuk mengusap lesung punggungnya. Juyeon terjengit sembari mengatur napas, jarak antara kepala dan prostatnya sangat dekat sehingga sekali gerakan dia pasti bakal teriak.

“Ngh.. Kak.. stop..”

“Tsk, makanya jangan ngerjain orang, dikerjain balik minta ampun kan?” balas Younghoon mendaratkan tamparan kecil di pipi, membuat bergoyang bak jeli sehingga ia menyeringai senang.

“Lee Juyeon, nyalakan kameranya sekarang.”

Oh shit. Shitttt. Juyeon hendak menangis keras saat namanya dipanggil. Pinggir meja hanya menampakkan kepala sampai dada, jadi seterusnya tidak ada yang menyangka. Jari gemetaran menekan fitur kamera dan ia berusaha bersikap biasa saja. Walau perlahan-lahan gerakan pinggul naik turun kayak mengendarai kuda-kudaan.

Dosen kembali melanjutkan pekerjaan, dan Juyeon malah tidak fokus. Berulang kali Younghoon menyentakkan pinggul ke atas, menabrak selaput tanpa ampun, menyebabkan kelopak mata menutup setengah, rahang terbuka membunyikan silent 'o', dengan setengah kesadaran ia langsung mematikan video lagi.

“Aah! Aahh! Kak!!” jeritnya mencengkram pinggiran meja, tak peduli apabila sakit, tak peduli jika tangannya terluka, ia hanya membalas goyangan liar tersebut lebih kuat lantaran perut dirasa hendak melepaskan simpulan. Kedua sejoli menggenjot acak, Younghoon ke atas, Juyeon ke bawah. Sama-sama ingin melepaskan hasrat yang berkumpul di bola kembar.

“Satu kamera mati punya siapa nih?” dosen terdengar geram sewaktu menyadari ada kotak hitam di antara mahasiswa. Oh. Mampus. Dia nggak mungkin nyalakan kamera disaat ekspresinya lagi keenakan gini!

Juyeon melirik ke kotak kecil bernama Ji Changmin dan Choi Chanhee, mereka sedang menyunggingkan senyum miring, seolah paham terhadap apa yang ia lakukan di tengah-tengah perkuliahan.

Laknat sekali boys.

Kamera terpaksa dinyalakan karena ditegur berulang-ulang. Dan wajah Juyeon sudah memerah sampai ke leher, dia berusaha menutup mulut, atau menutup muka, bersikap natural tapi tetap tidak bisa lantaran Younghoon menggoyang sangat brutal. Beberapa teman sekelas tampak memiringkan kepala, menyadari kelakuan aneh salah satu teman mereka, Kevin bahkan bingung kenapa Juyeon kelihatan seperti menahan sesuatu. Terutama gerakan naik turun yang tidak subtle sama sekali. As if he wants to show them that he's now being fucked silly by his giant boyfriend.

Kepalan tangan menguat, tak sengaja membanting layar laptop begitu orgasme mendera. Persetan sama mata kuliah, akhirnya nafsu yang tertahan beberapa hari kemarin keluar mengotori lantai.

Younghoon menyusul beberapa detik kemudian, menghadiahi lubang dengan sperma hangat. Ugh, sangat penuh, sangat memuaskan bagi seorang Juyeon. Si Manis mendadak lemas akan satu kali klimaks dan ambruk di badan si kekasih.

Untung ringan.

Napas diatur sedemikian rupa, keringat dan cairan putih saling bercampur tapi nyatanya mereka sudah terbiasa. Younghoon melingkarkan lengan di pinggang ramping, mengusap abdomen yang menyembul sedikit.

Bestt...” racau Juyeon tersedak ludah sembari menumpu tangan di tangan Younghoon. Si Tampan tertawa kecil, mengecup pipinya sayang.

“Caper sih, kena karma kan?”

Juyeon tidak dapat menjawab, hanya mengangguk kelelahan meski lubang terasa ingin digenjot lagi.

“Yuk ronde dua.”

. . .

***

. . .

©️Finn

Jangan timpuk aku. I'm doing my best🙇‍♂️

PART 5

jukev🔞

Warning : spin-off of Moon Keva's relationship with his jock boyriend called Lee Juyeon. Girl!Kevin; everyone wants a man like Juyeon, believe me;)

. . .

“Juyeon..”

“Iya Sayang?”

Keva mengalihkan pandangan dari layar ponsel di tangan, mata memancarkan laser panas yang sigap diterima pemuda di sana seraya menolehkan kepala, menemukan tatapan penuh tanya. “Sejak kapan Kak Hyunjae ngirim kayak gini ke kamu?”

Juyeon mengerjapkan-ngerjapkan mata, ya selain dia sering dinilai lagging, dia sebenarnya tidak tahu apa yang dimaksud sang kekasih. “Maksudnya?”

Gadis pirang tersebut membalikkan benda elektronik agar Juyeon dapat melihat jelas. Sebuah balon direct message instagramhyunjaelee’ menampilkan gambar semi tidak senonoh dari pemilik akun itu sendiri.

“Oh, itu.”

“Ya, itu.” tekan Keva menggertakkan gigi, “dari kapan huh?”

“Aku nggak pernah balas kok,”

“Aku tanya dari kapan, Juyeon.” Juyeon menyeringitkan dahi, “Emm nggak tahu, mungkin beberapa bulan lalu?”

Mendengar pengakuan tersebut, meloloskan tawa remeh si gadis di kasur. Dia mengangguk-ngangguk seolah paham sebelum beranjak bangun setelah melempar ponsel pemudanya di alas tidur.

“Hey.. Sayang? Mau kemana?”

I’m going home.”

“Hey! Sayang!” Juyeon mendadak panik lalu melepaskan segala sesuatu yang dikerjakan tadi. Langkah sahabat Chamin cepat berderap macam kuda meninggalkan tempat begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Pemuda tampan mengejar di belakang, berusaha menggapai pergelangan tangan sang kasih. “Kev, kenapa?”

“Aku capek.” lirih gadisnya ingin melepaskan.

Juyeon menarik supaya mereka lebih dekat, Keva memalingkan muka dengan perasaan tidak keruan. “Apa ini soal Kak Hyunjae?”

Keva menatap tidak percaya, hidung kembang kempis tapi tenggorokan tercekat, “Nggak.” jawabnya tergesa-gesa, Juyeon malah merengkuh pinggang ramping itu, agar tidak dapat kemana-mana, “I’m just tired please let me go home,”

“Aku antar,”

Si Blonde menggeleng, “Kamu lagi sibuk sama tugasmu, Juyeon.”

Pemuda lain tetap kekeuh, pekerjaan masih bisa menunggu, sementara Moon Keva adalah nomor satu. “Aku antar pulang,” akhirnya daripada mereka berdebat di apartemen tidak terlalu lengang itu, Keva mengangguk pasrah. Membiarkan Juyeon menyampirkan hoodie longgar menyelimuti figur kurusnya dan menggenggam jemari lembut. Sesak di dada makin bertambah, terutama kekesalan.

Untuk apa Hyunjae mengirimkan foto semi telanjangnya ke Juyeon yang jelas-jelas mengencani dia? Apa kakak kelasnya itu tidak tahu kalau mereka sudah berpacaran selama 2 tahun? Jauh sebelum Hyunjae mengenal Juyeon yang notabene satu lingkaran cabang olahraga dengan perempuan itu. Atau Hyunjae tidak mau tahu dan tetap melancarkan serangan godaan agar Juyeon bertekuk lutut lalu meninggalkan Keva?

Di saat seperti ini, Keva sudah siap masuk ke ranah overthinking. Menenggelamkan wajah di bantal, melemaskan persendian, mendengarkan ocehan-ocehan negatif sehingga mendapati matanya bengkak keesokan hari.

She knows she’s not pretty enough to be with Juyeon. Dia tahu kalau dia nggak pantas bersanding dengan pria incaran siswi di sekolah. Kedua setelah Younghoon. Tapi, bukankah pilihan Juyeon sekarang jatuh ke dirinya? Terus kenapa? Hyunjae nggak terima gitu?

Keva memandangi jalan raya yang masih ramai meski malam telah larut sepenuhnya, jemari setia bertautan dari mereka berangkat sampai di persneling mobil.

Terkadang Juyeon menangkat sedikit, lalu mendaratkan kecupan, belum juga berhasil menyingkirkan rasa kesedihan.

Satu hal yang Keva senangi, Juyeon tidak pernah menuntut apapun. His action speaks louder than his mouth. Tidak perlu membuka mulut untuk bertanya, hanya sentuhan hangat menyelimuti setiap keraguan dalam diri Keva sebagai keyakinan.

“Kamu yakin nggak mau cerita?” Juyeon mulai bersuara, kendaraan tiba di lampu merah, seperti memudahkannya membuka percakapan setelah dilanda keheningan yang membeku selama beberapa menit. Keva menggeleng, helaan napas terdengar halus.

“Aku cuman capek,”

“Hm..” ibu jari pemudanya mengusap punggung tangan, sebuah gesture kecil namun berdamage bagi kesehatan jantung Keva seorang. “kenapa nggak mau nginap? Kan kita bisa cuddle,”

The reason why I’m tired is you and your ignorant-ass towards that bitch, asshole!’ batin si Pirang menahan amarah. Juyeon tidak dapat merasakannya, ia cuman tahu kalau kekasihnya sedang tidak bisa diajak bercanda seperti sedia kala.

“Aku mau sendiri,”

Juyeon tampak kecewa mendengar jawaban itu, menyebabkan Keva hendak mengutuk dirinya karena terlalu sering lemah saking bucinnya. “Okay, kabarin aku kalau nggak mau sendiri lagi,”

“Hm.”

Perjalanan mereka dikuasai napas masing-masing, alunan musik jazz bervolume kecil, tidak cukup menenangkan suasana hati. Keva berdoa supaya cepat tiba karena rasanya tidak sanggup berduaan lama-lama. Ketika jalanan rumah sudah nampak, ia makin antusias ingin keluar, kalaupun bisa, dia mau lompat aja dari jendela.

I just want you to know that I didn’t do anything for her okay? Aku bahkan nggak pernah buka chat yang sering dia kirim ke aku,” tutur Juyeon saat Keva hendak membuka pintu, sosoknya membeku sejenak lalu menoleh, menemukan tatapan kasihnya sangat sendu dan penuh permohonan.

Ah sial! Dia lemah lagi. Dia harus kuat! Dia harus melatih perasaannya lebih tangguh dari sekarang. Mereka harus mengatur jarak dulu, ingin melihat seberapa frustasinya Juyeon jika Keva tidak ada di kehidupannya.

I’ll.. think about that..”

“Kev..”

Keva tidak mengindahkan, tergesa-gesa membuka pintu kendaraan, langsung melesat keluar dan pergi tanpa membalikkan badan lantaran takut berubah pikiran. Langkah kaki berderap kembali di lantai keramik apartemen sampai ia tiba di unit sendiri.

Hal yang pertama dia lakukan adalah melempar badan ke kasur, lalu menelepon sahabat satu-satunya. Ji Chamin.

“Hey, what’s up Kev?”

Sebuah tarikan ingus menjadi respon, Chamin di seberang sama membulatkan mata, “Kev? Are you okay? Kamu sakit?”

“Chamin-ah..”

Shit, aku ke sana ya?”

Hanya tangisan pecah yang dapat menjadi balasan pertanyaan Chamin. Gadis imut di sana langsung menutup telepon, meninggalkan Keva membenamkan wajah penuh air mata di alas kepala sambil memikirkan kejadian tadi.

. . .

You’re telling me..” Chamin mendecakkan lidah, “that bitch has been thirsting your boyfriend for months?” Keva terisak keras, memang menyebalkan di pendengaran orang-orang, tapi tidak dengan gadis pendek di sana yang hanya menyandarkan punggung di dinding menghadap kondisi naas sahabatnya.

“Aku tahu Juyeon nggak pernah nanggapin pesannya, tapi setidaknya dia dikirimin terus kan?” keluh si Manis menandak-nandakkan badan di kasur. “I want to punch her so bad,”

Then do it, aku dukung sepenuhnya,”

“Dan mengotori tanganku seperti yang kamu lakukan ke Chanhee, it’s a no, Ji Chamin.” Keva mengerucutkan bibir, sedangkan kawannya menaikkan satu alis.

I’d gave her pleasure, at least if you want to do the same,”

Hell no.”

Chamin mengendikkan bahu, “Suit yourself, Kak Hyunjae juga nggak kalah menarik, walaupun murahan sih,”

Keva menganga selama beberapa detik sebelum melempar bantal tepat di muka imutnya, “Ngomong apa kamu hah?!”

Gadis surai hitam membalas balik, “Pukul aja sampai mampus, selesai kan?”

“Ji Chaminnnnnn!”

Or break up with him,”

Mereka langsung terdiam. Terutama Keva yang mendadak kelu. Chamin buru-buru mengutuk mulut sendiri karena memberikan saran tidak masuk akal, dia dapat melihat raut mematung sahabatnya.

“Putus ya?”

No Kev, bukan itu maksudku-“

“Kalau aku putus sama Juyeon, semua orang bakal senang kan?”

“Kev..”

Senyum pahit terukir di sudut bibir tipis, Chamin menatap perempuan di hadapan, menyentuh lengannya lembut, “Kev, jangan bilang kamu mikirin saranku tadi?”

Everyone who’s been lusting after him will be happy, right?” Keva menyengir lebar walau mata memancarkan sinar luka, situasi sekarang tidak lucu asal tahu saja, namun raut wajah gadis manis tersebut terlihat ketir meski dipaksa tegar oleh keadaan.

“Kev, no.” mohon Chamin menggelengkan kepala, selama bertahun-tahun, bahkan lebih dari dekade ia berteman dengan si Manis, dia tetap tak bisa menghentikannya berpikir berlebihan. Keva bak menutup diri, membiarkan pikiran negatif menelan akal sehat sehingga ia sering ditemukan menangis atau buruknya, tertawa dalam penderitaan. “Kev, aku nggak maksud nyuruh kalian putus, maafin mulutku,”

Sang sahabat mengangguk, pandangan kosong, “It’s okay, I figured it out already,”

“Kamu nggak mungkin mutusin Juyeon kan?” tanya Chamin dengan tatapan menyelidik, “Kev I told you don’t listen to me!”

“Kamu bakal tahu kok nanti,” senyuman setia bertengger, bak meyakinkan perempuan kedua di ruangan kalau dia baik-baik saja apapun keputusan yang dibuat. Isi kepala mendadak kosong, tiba-tiba setetes air mata jatuh kembali, dan Keva malah tertawa disaat Chamin menjerit panik. “I’m okay, cutie!”

“Mana ada orang nangis di dunia ini baik-baik saja!” cecar gadis imut tersebut menariknya ke dekapan, mengusap-ngusap punggungnya sangat lembut dan penuh perhatian, mengingatkannya pada aksi Juyeon jikalau ia sedang bersedih. Keva memejamkan mata, membiarkan kristal bening memenuhi pelupuk sampai akhirnya membanjiri pipi. Teling tertutup rapat-rapat walau suara Chamin mengalun di sana.

Yang ia inginkan hanyalah menenangkan hati sejenak hingga ia siap bertemu Juyeon lagi.

. . .

Pagi menjelang bersama mentari. Membiaskan sinar kuning melewati sela-sela gorden tipis di jendela. Rintik hujan kecil terdengar samar-samar, membuai Keva untuk terlelap lalu melupakan semua kenyataan kemarin. Menarik napas, ia menyeringitkan dahi begitu menangkap aroma tubuh familiar, oh jangan bilang-

Juyeon bernapas teratur sambil memeluk erat. Dan hal yang pertama Keva lihat adalah dada bidang kekasihnya terbalut kaos hitam santai. Jantung terasa memompa kencang, tidak tahu kenapa, tenggorokan tercekik, padahal hendak menyuarakan pertanyaan.

Ngapain Juyeon ke sini? Bukankah Keva tidak ingin ditemui terlebih dahulu? Bukankah ia sepakat kalau Keva akan mengabarinya jika selesai membutuhkan waktu sendiri. Dan setahunya, Chamin tadi malam menginap di samping, membawanya memasuki alam mimpi tanpa mengetahui apa yang selanjutnya terjadi.

Mungkin Keva terlalu banyak bergerak karena pikiran sedang berkecamuk, mengakibatkan Juyeon terusik dari tidur. Oh, dia tidak siap menghadapi sang kekasih, dia cepat-cepat menutup mata tepat saat pemuda lain membuka satu kelopak.

“Sayang?”

Ah. That voice. The soothing voice Keva loves to hear so much. She can listens to that voice over and over and will never get bored at it. Dada menyesak, air mata siap bertempur, membuat ia mengutuk perasaan lemahnya terhadap pemuda ini.

“Hey, Baby? Sudah bangun?” Juyeon menyentuh permukaan pipinya menggunakan jari, Keva tak dapat berlama-lama menahan, ketika ia membuka mata, pandangan menjadi nanar dan berkaca-kaca. Namun, ia bisa melihat air muka Juyeon berubah panik. “Sayang?”

“Wh-what are you doing here?” pita suara berhasil mengeluarkan suara meski bergetar dan terbata-bata. Juyeon belum menjawab, melainkan mengusap tulang pipi nan basah, sangat hati-hati sekali, memperlakukan bagaikan barang pecah belah.

“Aku nggak bisa nunggu kabar dari kamu,”

“Tapi aku butuh waktu sendiri,”

“Aku tahu,” si Tampan mengangguk kecil, menatap gadisnya dalam-dalam, berusaha menembus tengkorak Keva demi dapat membaca isi pikirannya. “aku nggak mau kamu dihantui pikiran negatif sendirian, I wanna be here when you’re thinking too much,” bisiknya pelan. Bibir Keva bergetar menahan isak tangis, mata tertutup menyebabkan air mata berjatuhan. Juyeon membawanya ke dalam dekapan lebih erat, mengelus belakang kepalanya penuh kasih sayang.

I’m not worth to be with you, Juyeon-ah,”

“Siapa yang bilang, heum?” pemuda surai hitam mendaratkan kecupan hangat di kening, sedikit menjauhkan wajah supaya menyatukan tatapan mereka, memperlihatkan kesungguhan di setiap pancaran. “kalau kamu dengar itu dari orang-orang, nggak perlu ditanggapin, kecuali kamu dengar itu dari mulutku sendiri,” Keva diam saja, meremat kain pakaian Juyeon di bagian punggung, masih kurang percaya diri.

Say, Keva.” Intonasi Juyeon berubah serius, dalam, tapi tidak mengindikasikan kemarahan, sebaliknya, tegas dan lugas. “apa aku pernah bilang kayak gitu ke kamu selama dua tahun kita pacaran?”

Si Manis menggeleng perlahan. “Apa yang sering aku bilang ke kamu?”

Terselip keraguan sebelum Keva dapat menjawab, ia menatap Juyeon dan kekasihnya memberikan gumaman agar ia berani mengatakan, “That.. you love me?”

Always, Kev,” kening kedua sejoli saling menempel, memancarkan kehangatan, sama seperti kaki-kaki mereka yang mengait bersamaan. “aku sayang sama kamu dan aku sekalipun nggak pernah bilang kamu nggak worth it, karena kamu lebih dari itu,”

Gadisnya tidak merespon, hanya memainkan serat-serat kaos sedari tadi. Juyeon paham. Sangat mengerti tingkah laku sang kekasih. Butuh waktu lama meyakinkan Keva, mengeluarkan ia dari pikiran negatif, dan membuatnya seperti sedia kala. Tapi Juyeon tidak masalah, dia menyukai situasi apapun yang sedang dialami perempuan ini, because he’s signed up for that.

“Soal Kak Hyunjae,” Keva terjengit, Juyeon sigap menahan badan kurus yang beraba-aba ingin menghindar, “mau dia sampai buka baju di depanku, aku nggak akan berpaling, Kev,”

“Laki-laki normal pasti nyerang dia,”

“Aku bukan laki-laki normal, aku laki-laki pecinta Moon Keva,” jawab Juyeon sambil menyengir, Keva bersemu merah, mencubit punggungnya kecil, mendapat pekikan kesakitan, serta rengutan menggemaskan. “aku serius.”

Can’t help it..” sahut Keva setengah berbisik, memejamkan kelopak beberapa detik kemudian membuka lagi, menatap tak kalah serius. “aku nggak suka punyaku diganggu orang lain, apalagi jalang kayak dia,”

I agree with that,” balas Juyeon mengangguk setuju, “she’s literally sleeping with everyone in our school, remember when janitor caught her riding the freshman in toilet?”

Kenapa tiba-tiba mereka malah menggosip. Keva tertawa kecil saat pembicaraan berubah dari serius menjadi ringan. Ia menganggukkan kepala sebagai respon, tangan tak sadar mengusap bibir Juyeon lembut. “Sunwoo kan? Terus dapat skors satu minggu,”

“Dan itu nggak membuat Kak Hyunjae jera, malah makin tertantang,” decak kekasihnya geleng-geleng kepala.

She’s a slut, primadona sekolah versi buruk,”

Juyeon menyunggingkan senyum kecil, merasa lega sebab telah membuat Keva kembali seperti semula, mendiskusikan hal-hal acak atau sekadar membicarakan orang. “I’m glad you’re back,”

Keva menghela napas panjang, “Sucks to be with me right?”

“Siapa yang bilang? Sini aku pukul,” si Manis tertawa girang begitu Juyeon memiting main-main, menduselkan hidung mancung bak perosotan di puncak kepala, sesekali mendaratkan kecupan. Ketika mereka berpandangan, Keva tak tahan untuk tidak melihat ke bibir pemuda di hadapan.

Kiss me?”

Absolutely, Princess.” jawab Juyeon setengah berbisik lalu memajukan wajah, mempertemukan bibir mereka dalam ciuman lembut nan manis. Jantung Keva berdetak kencang, rasanya bak ciuman pertama, tetap menggebu-gebu dengan berjuta-juta kupu-kupu bersemayam di perut. Bibir mereka diciptakan satu sama lain, menyesap setiap rasa di permukaan, menghabiskan napas di paru-paru, meski tiada satupun dari mereka ingin berhenti.

Keva melepaskan duluan, tidak pernah terbiasa dengan semua ini, kepala terasa pening, diisi oleh Juyeon seorang, dan perut meronta ingin disentuh lebih. “Maaf Sayang..”

“Heum? Untuk apa?”

“Aku ada niat mau mutusin-mmhh“

Tanpa ingin mendengarkan kata selanjutnya, Keva sudah dicium dalam-dalam, bibir bawah dikulum sampai ia membuka agar lidah dapat bertemu, bermain dengan sekawan setelah kesepian seharian. Gadisnya memukul dada di depan, minta lepas karena oksigen menipis.

Don’t ever say that again, understand?”

Si Manis mengangguk takut-takut, menghadapi dominansi Juyeon sekarang membuatnya tunduk dan menghentikan segala macam pikiran buruk tentang hubungan mereka. Apalagi penampilan kekasihnya kali ini sangat-sangat seksi dan ia beruntung dapat memiliki pemuda itu sepenuhnya.

Terbersi di hati Keva untuk menemui Hyunjae dan memberi gadis tersebut pelajaran yang takkan pernah dilupakan seumur hidupnya.

Not. The. Pleasure. Like Chamin did to Chanhee. Okay? She’s not desperate like that.

. . .

Keesokan hari, di saat dewi fortuna memihak sepenuhnya pada Keva, ada waktu dimana ia menemukan Hyunjae sedang berceloteh riang seraya bersandar di loker sekolah, mata tak luput melirik ke setiap siswa laki-laki yang melewatinya, terkadang mengibaskan ujung rambut diikuti kerlingan mata genit.

Keva mendadak mendidih. Mengingat apa yang sudah diperbuat perempuan itu terhadap kekasihnya. Langkah tergesa-gesa meninggalkan Chamin di tengah obrolan demi menghampiri gadis murahan berjarak beberapa meter dari pijakan.

BRUK

Tak segan-segan, tanpa mengatakan apapun, ia menghantam sisi samping Hyunjae hingga terbanting ke pintu besi. Kakak kelasnya melototkan mata setelah mendapat perlakuan cuma-cuma.

“YAK!”

Si Manis menahan dua pundaknya, geligi menutup rapat serta rahang mengeras, “Get away from my boyfriend when I’m still asking you nicely, Bitch.”

Hyunjae mencoba melawan, mendengus ainis pada eksistensi gadis di depan. “Pacar? Emang ada yang mau sama kamu? Siapa huh?”

Mendengar pertanyaan menyakitkan tersebut malah merebus peredaran darah Keva di setiap aliran nadi, memompa jantung lebih kencang dan mencengkram seragam milik wanita itu. “Jangan pura-pura nggak tahu ya! Kamu sering kirim foto telanjang kan ke Juyeon?!”

Desas-desus bisikan kaget maupun tak percaya mendesing di telinga mereka. Keva benar-benar tampak murka sedangkan Hyunjae sedari tadi menganggap remeh sebab tidak takut sama sekali.

“Ahh.. uri Juyeon?” gadis tingkat dua menubruk punggungnya ke loker, emosi pada kesantaian si musuh. “Sejak kapan kamu pacarnya Juyeon?” ejeknya diselingi tawa kecil.

Tak dapat dibendung lebih lama, sebuah tamparan keras nan pedas akhirnya mendarat telak di pipi Hyunjae. Siswi kelas tiga tersebut membelalakkan mata tapi tidak dengan Keva yang telah berapi-api.

“Jaga omonganmu, Sialan!”

“Oh? Mana mungkin Juyeon mau sama kamu kalau ringan tangan kayak-” sebelum primadona sekolah meneruskan ocehan, Keva sudah berhasil meninju rahang tembam di hadapan hingga membiru. Hyunjae nyaris tersungkur lalu mencoba menyerang balik. Perkelahian mereka disaksikan beberapa siswa-siswi yang lewat, tiada satupun berniat melerai terutama teman-teman Hyunjae yang menjauh sedikit usai melihat keganasan adik tingkat mereka. Bagaimana dengan Chamin? Tentu sudah pergi menemui Juyeon untuk menghentikan perkelahian walaupun dalam hati mendukung sepenuhnya pada hajaran itu.

Pukulan demi pukulan terus mengenai wajah cantik kakak tingkat Keva, gadis pirang itu bagai orang kesurupan, marah setengah mampus hanya karena ungkapan kurang ajar yang terlontar beberapa detik lalu. Sudut bibir robek akibat cakaran brutal Hyunjae yang sempat membalas, berujung dengan Keva mencekik leher gadis lain sampai kehabisan napas.

Sebelum Hyunjae kehilangan pasokan udara, Keva harus ditarik paksa oleh Juyeon, berupaya menghentikan aksi membabi buta tersebut. Entah kekuatan apa yang merasukinya, Keva mendaratkan ludah pada Hyunjae sembari memberikan peringatan terakhir. “You'll be dead if you still slutting over my man, got it?!”

Hyunjae tidak dapat menjawab selain merintih mengambil napas sebanyak mungkin, beberapa siswi akhirnya berani menghampiri untuk menolong, sementara Juyeon sudah menggendong Keva ala karung beras lantaran susah diseret berjalan.

“Moon Keva, office now!”

Dia tahu dia akan dihukum tapi setidaknya dia sudah puas memberi pelajaran hidup pada jalang yang berulang kali menggoda miliknya.

. . .

“Aw-AW SAKIT!”

“Belum juga aku sentuh,”

Bibir mengerucut menjadi satu, desisan perih meloloskan bunyi akibat luka di sudut bibir. Juyeon menghela napas panjang, niat hendak menoel kening kekasihnya sebab ada-ada saja kelakuannya hari ini sampai dapat skors satu minggu. Tidak banyak bicara, kapas basah akan alkohol diusapkan sangat hati-hati tepat di area pedih. Menemukan ringisan kembali serta umpatan kecil.

“Siapa yang nyuruh kamu kayak gini, heum?”

At least she knows her place now,”

Juyeon menggeleng-gelengkan kepala, “Violence is not the answer, Sayang,” jawabnya sabar sembari terus mengusap, Keva tak merespon, lantaran masih kesakitan. Usai diobati, kedua sejoli berpandangan tanpa mengalirkan kalimat. Cukup pancaran kekhawatiran dari Juyeon, serta rasa menyesal dari Keva.

It’s okay, cuman seminggu kok,”

“Bukan masalah skorsnya,” keluh si Tampan memutar mata malas, “buku catatanmu jadi ternodai tahu,”

Keva tertawa geli, sedikit menyeringitkan dahi saat rasa sakit menjalari, tangan terangkat mencubit pipi sang kasih, “Ya ampun berlebihan banget, kan aku juga bukan anak baik-baik kayak Chanhee,”

“You hurt yourself, I don’t like it*,” cicit Juyeon sedih. Keva mematri senyum lembut, bergerak mendekat, memberikan kecupan di bibir pemuda itu.

I’ve won, haven’t I? Aku sudah menyingkirkan hama paling merugikan dari kamu,” jawabnya kemudian menggeser posisi ke atas pangkuan kokoh, Juyeon menerima saja, sigap merengkuh pinggang kurus tersebut seraya mendongak karena Keva lebih tinggi. “sekarang aku nggak perlu overthinking lagi setiap malam,”

Overthinking boleh, asal sama aku,”

Si Manis mengangguk, menyetujui kalimat final sebelum menempelkan bibir bersamaan. Juyeon membalas menjadi sebuah lumatan kecil, lama kelamaan terasa panas dan memabukkan. Bibir tipis Keva dianggap obat adiktif, menyuntik ke seluruh nadi, mengaktifkan saraf-saraf hingga yang terkecil. Mulut membuka menjulurkan ujung pengecap di atas permukaan bantalan, mengarah ke luka menyebabkan Keva tega melayangkan tamparan. “Sakit, Sayang!” Juyeon hanya membalas dengan cengiran tanpa dosa, mengecup sudut bibir lain.

That’s your problem,”

Meanie.”

Juyeon terkekeh kecil sambil meremat pinggangnya lagi, hidung bermain di sekitar leher, tak lupa memberi gigitan gemas. Keva melenguh halus, meremat surai hitam nan lebat tersebut, merasakan dirinya perlahan mulai berdenyut. “J-Juyeon..”

“Kenapa? Sudah basah?” godaan itu membuat kekasihnya merah padam, menampar kecil bagian lengan disertai gelegar tawa. “then let’s do it,”

Keva memicingkan manik sambil mengerucutkan bibir, Juyeon mengecup sekilas belahan ranum tipis tersebut sembari memandang penuh kasih sayang. Pupil mata sama-sama menggelap, menginginkan sentuhan di celah tubuh masing-masing. Seragam sekolah dilucuti perlahan, menyatukan bantalan empuk tanpa bosan, geligi bertabrakan, cengiran terpampang, kancing terlepas, pundak disapa udara dingin sampai Keva menggelinjang menahan lenguhan. Juyeon mengecup benda kesayangan berulang-ulang, basah karena saliva, bengkak karena lumatan.

Si Tampan mengukung si gadis, memberikan bunga semerah darah di permukaan kulit, mulai dari leher, selangka, belahan dada. Keva menautkan kaki di pinggang polos, menggigit punggung tangan saat listrik nafsu melecut di peredaran.

“Sayang..”

Juyeon menegak ludah mendengar panggilan, adik kecil bergoyang mengingatkannya kalau dia sudah siap digunakan, siap bertemu sarang favorit, tempat peristirahatan. Jari-jemari panjang menggrayangi, menciptakan semburat rona memenuhi kulit, sangat-sangat cantik di matanya. Dia bersyukur berhasil menggaet perempuan di bawah kukungan, dia bersyukur Keva menerima ajakan berkencannya dua tahun lalu yang menghasilkan mereka berdua berada di satu tempat, mencumbu ke tingkat selanjutnya.

“Sayang?” kali ini sebutan hangat berupa pertanyaan bersamaan kepala memiring lucu, Juyeon tidak tahan untuk tidak mencium gadisnya. Merambatkan kedua tangan ke atas demi menangkup dada si Manis. “ngh..”

Shit Babe, kenapa kamu cantik banget sih?” keluhnya tak berhenti memainkan kelenjar lemak itu gemas, Keva tidak tahu harus merespon bagaimana terhadap pujian selain meremat lengan kekar seraya meloloskan desahan. Dada membusung, meminta lebih, ingin disentuh tanpa hambatan.

Mulut yang baru saja mengatakan kalimat terpuji kini terlihat mengulum puting mungil, manik tajam mengadu pandang, bibir senantiasa memainkan bak bayi. Keva meringis, mengunci pergelangan kaki di tulang ekor, menekan tumit agar selatan mereka ikut beradu. Juyeon memahami kode, sedikit memajukan pinggul sampai penis terasa menabrak milik gadisnya, menemukan Keva mengerang lepas, buru-buru menggesekkan diri.

Fuck Juyeon.. jangan berhenti..”

Not planning though,” gumam sang kasih meremas dada kiri, menggoreskan geligi di kerutan pentil, menarik-narik perlahan. Keva menggelinjang kegelian, anak surai Juyeon dicengkram agak kuat, begitupula gesekan di bawah.

Setelah puas menggoda tonjolan bak mainan tersebut, Juyeon bangkit setengah badan. Menarik pergelangan kaki Keva yang mengunci untuk dilipat ke atas dada, mengekspos liang yang telah menitikkan cairan.

“Sayaangghh..”

Look at you, so wet for me, Baby,” Juyeon membasahi bibir, tergoda akan penampakan organ intim yang membuka menutup minta diisi, dipenuhi hingga tiada ruang lagi. Keva mencoba rileks, namun malah semakin basah setelah ditatap Juyeon tanpa diapa-apain.

Please do something, Sayang..” rengek Keva hendak meluruskan kaki, namun sedihnya harus ditahan oleh tangan besar Juyeon.

“Hmm..” gumaman berat menambah intensitas rengekan, Juyeon mematri senyum miring, “kamu mau apa duluan? Lidah? Jari? Atau.. adik Juyeon?”

Keva tak sadar tertawa geli mendengar tawaran, terutama pilihan terakhir. Dia nampak menimang-nimang sejenak sebelum memutuskan. “Gimana kalau lidah sama-sama jari, baru.. aku hisap bentar sebelum kamu masukin?”

Juyeon tampak bersemangat, dapat kalian lihat bagaimana penis yang mengacung bergoyang merespon permintaan. Keva menyengir kesenangan, bangga pada pencapaiannya selama berpacaran dengan pemuda lain. Siapa lagi coba selain dirinya yang berhasil membuat Juyeon klepek-klepek? Sampai di tahap adik di selangkangan ikut mengalami perasaan si pemilik.

Unless Juyeon has slept with bunch of people before her which is impossible for a person like him.

Kekasihnya merayap bagai ular, luwes tidak ketolongan. Tak lupa lidah meraba dari pentil mencuat hingga tiba di vulva, mengitari rambut-rambut kemaluan yang bersemayam di sana. Keva memekik malu, baru ingat kalau dia belum cukuran.

“I-ih Juyeon..”

It’s cute,” sahut sang pacar tersenyum menggoda, memberikan area kecil tersebut perhatian berupa kecupan, kemudian menurunkan lidah ke balik labia menemui daging penuh saraf.

“AH!”

Juyeon memegangi paha dalam yang terangkat, tampak bekas telapak tangan tercetak di saat ia membuat gerakan memutar, merasakan klitoris berkedut di indra pengecap serta jeritan keenakan, seperti menyulut api menggunakan bensin. Mulut lebar mengulum hati-hati, dan kekasihnya spontan gemetaran hendak mengunci kepala. Bibir bekerja bak penghisap, memainkan tiada ampun, membasahi selaput itu. Bahkan ketika ia menjauh, ada koneksi saliva sebelum terputus.

Fuck.. S-sayang makan aku..”

Tamparan kecil melayang menyebabkan Keva terlompat dari kasur, desahan lolos setelah diperlakukan kasar, ditambah jantung berdetak kencang menunggu perlakuan lain.

“Kamu nggak lihat aku lagi ngapain, heum?” pertanyaan penuh dominansi tersebut tak dapat direspon secara langsung, Juyeon menampar paha dalamnya sekali lagi, dan hanya mendapat “ah” kecil. “Moon Keva.”

“Aku nggak sabar hnghh..”

“Gadis sabar dapat apa?”

“Dapat.. adik..” erang Keva terbata-bata, darah berdesir lebih cepat seiring cairan kembali menetes di kasur.

Juyeon menyeringai, mengusap-ngusap klitoris acak-acakan, entah naik turun, ke samping kanan kiri atau memutar, ibu jarinya menjadi basah begitu bersentuhan dengan liang. “Nggak sabar lagi pingin makan kamu, Sayang,” si Manis mengerang tak tertahankan, benar-benar meloloskan, peduli setan sama tetangga sebelah. “wanna taste you so bad, reach every single part of your cunt, making the walls spams around my tongue,”

“Ahhh cepaattt..”

Tidak menunggu lama, Juyeon menapakkan indra pengecap di sekitar pintu masuk, mengikuti bentuk ‘o’ yang berkontraksi lalu menerobos ke dalam, menggumam saat dinding benar memijat benda tak bertulang.

FUCK! NGH JUYEEON!!” Keva tak sanggup menahan kedua kaki yang tertekuk, tangan-tangan besar tersebut telah meninggalkan pijakan di paha dalam setelah pemilik berhasil menyantap. Kini mendapati kalungan di tengkuk serta jambakan di rambut. “aah! Ahhh!” sungguh suara Keva membangkitkan birahi siapapun, kalau Juyeon mau membagi. Pemuda itu sangat posesif bila mengenai gadisnya, tamak dan rakus ingin menguasi semuanya. Selagi mulut maupun lidah bergerak mulus keluar masuk melewati liang, satu jari menampung cairan, berniat membasahi digit sebelum bergabung dalam pergerakan. Keva merasa perut mengencang, ditambah pompaan dari telunjuk seakan merangsang dirinya segera tiba.

“Ngh.. Sa-Sayang..”

“Hmmm?”

“K-Keluar..” Juyeon melepaskan tautan bersamaan pekikan kecewa. Mata Keva berkaca-kaca dengan simpulan erat ditolak untuk dilepaskan. “KENAPAAAA?!”

“Nggak asyik kalau kamu keluar duluan,”

Oh god Lee Juyeon! Why so meanie today?!”

Pemuda surai hitam hanya mengelus lembut paha dalamnya, mengecup lutut sebelah kanan, serata melesakkan dua jari hingga kekasihnya tersedak kaget. “Can you squirt from my fingers?”

Keva menggeleng-geleng cepat, bukan, bukan karena dia tidak bisa, lebih ke tidak tahu apakah ada kesempatan memancur seperti biasanya. Juyeon mengendikkan bahu, memutar pergelangan tangan, berhasil mencolek spot sensitif di sana. Bless his long hand. Keva berteriak, bagian selatan gemetaran menghadapi perlakuan. Dia dapat merasakan isi perut teraduk-aduk akibat gerakan menuntut dua digit, hendak melepaskan ikatan.

“C-Come come comeee!!” otot-otot mengencang saat klimaks tiba, jari Juyeon terlepas bersamaan pancuran deras dari lubang kencing. Si Tampan menyengir riang, seperti ketiban permata termahal, membiarkan kekasihnya tertandak-tandak di atas kasur, membasahi badannya. Tidak hanya sekali, melainkan tiga, dengan jumlah yang tak sedikit. And that was from his fingers only.

Begitu punggung menyentuh kasur, Keva mengerang kelelahan, kaki sedikit bergetar sebelum diluruskan oleh Juyeon. Supaya tidak kram aja sih. Selagi dia menetralisir pompaan jantung beserta pasokan udara, samar-samar Juyeon menggunakan hasil klimaksnya di sekujur batang kemaluan. Tampak menyilaukan bercampur bulir keputihan di puncak.

“Kerja bagus, Keva Sayang~”

“S-shut up..”

Sang kekasih melempar cengiran, tangan kanan mengocok kejantanan sementara tangan lain menepuk-nepuk milik gadisnya nan basah. “Sekarang kamu squirt pakai adik,”

Stop naming your cock ‘Adik’, Juyeon..” protes Keva merona merah, tampak manis sekali sampai mendapat ciuman gratis. Juyeon menuntun penis mengitari liang, menggeram enak padahal belum masuk sama sekali. Dia selalu merasa setiap mereka berhubungan, seperti pertama kali.

“Eh sebentar!”

“Aaahh kenapa lagi?” rengek Keva cemberut.

“Kamu udah minum pil belum?” tanya kekasihnya memasang raut serius. Keamanan nomor satu dalam bersenggama, terlebih Juyeon tak ingin pacarnya hamil disaat mereka masih sekolah.

“Belum.” Pemuda itu langsung melarikan diri ke luar kamar, tak mengindahkan desahan kecewa gadisnya demi mengambil sekotak obat pelindung kehamilan dan segelas air mineral.

“Minum dulu baru aku masuk,”

Keva masih merengut, tapi memutuskan untuk patuh. “Kamu nggak mau dihisap?”

Next time aja, Sayang, kan kita masih punya banyak waktu, adik sudah nggak sabar mau ketemu sarang,” jawab Juyeon cengengesan. Sementara menunggu obat bekerja di dalam tubuh, Keva mengurut batang berurat tersebut mulai pangkal sampai puncak, menyemai precum menggunakan ibu jari, menahan desiran hendak mengulum bagai permen. Agak sedih karena tak bisa melakukannya.

“Oke, sudah siap,” ucap si gadis merebahkan diri, Juyeon mengangguk seraya menyelip di antara kaki, mulai menuntun penis memasuki liang sempit walau sering dibobol berkali-kali. Peregangan dilakukan secara hati-hati, menikmati setiap pijakan dinding satin, membuat Keva dapat merasakan inchi demi inchi dipenuhi. “ohh Juyeon..”

Keep breathing, Baby, almost there,” bisik pemudanya sangat mesra di telinga, manik menggelap sempurna sewaktu bertatapan, memagut bibir lebih tak sabar, meredam lenguhan.

“Aah!” punggung Keva membusur begitu Juyeon mulai menggoyang, awal yang hati-hati menjadi pelan sedikit menuntut, lima kali tusukan, tempo naik lagi satu level, menarik keluar si organ intim, menciptakan sensasi gesekan membakar dinding yang berdenyut. “fuck nghh Juyeon faster!”

Who’s ordering now, huh?” tanya pemuda lain memicingkan netra, pinggul memang tidak berhenti bergoyang tetapi tidak secepat yang diinginkan. (The pace is too slow for* Keva’s liking even though the crown head already abused her womb’s lips. Digging towards the spot, sending electricity into her body.

“Ah! Aah!” Keva bergantung macam anak koala erat-erat sebab tusukan Juyeon makin brutal, geraman kekasihnya juga terdengar begitu seksi sehingga membangun pelepasan diri. She loves how Juyeon sounds breathless when he rammed her too deep, or when her pussy squished him like a damn tight tunnel. Seperti liang hanya diciptakan untuk Juyeon, sarang terbaik sebagai rumah ternyaman bagi si burung.

Aw. What a words.

Bulir peluh menetes di kulit, tidak diindahkan oleh pemilik pori-pori. Mereka tenggelam dalam aroma tubuh masing-masing, saling bergerak searah, mencapai titik tujuan. Mulut kembali melumat, gigi bertabrakan, lidah berdansa di rongga, meredam desahan atau erangan nikmat. Keva betul-betul menenggerkan lengan di tengkuk kokoh, dada bergoyang mengikuti irama, dan liang merembes basah ke seprai.

“J-Juyeon.. aahh.. ahh I’m close..”

Come on, Baby, squirt for me,”

Keva menggigit bibir kuat-kuat ketika panggulnya mengejang, membebaskan pancuran kedua, memutuskan tautan sambil mengerang pelan dengan kaki gemetaran hebat. Juyeon mengecupi pipi tirus di kukungan, membisikkan kalimat penenang. “Sshh.. tarik napas, keluarkan pelan-pelan,” Keva berusaha mengikuti instruksi, sudah di tahap menangis sebab terlalu distimulasi. Juyeon being a sadist boyfriend he is, mengetawakan dan membuat suara-suara bayi.

Ogu ogu my Baby is sensitive, hmm?”

Si Manis tak dapat menjawab, hanya ada isakan dan dengkingan halus. Juyeon melesakkan puncak kejantanan, menambah intensitas rengekan. Dia hanya bergerak maju mundur tak sampai dalam, agar Keva tidak terangsang berlebihan, malah membuat kekasihnya melepaskan hasrat yang lain.

“UWA HUAAAAAAA!”

“Eh.. eh kenapa nangis?!”

Gadis surai pirang tersebut menutupi kemaluan, benar-benar malu setengah mampus pada apa yang sudah ia lakukan. “INI KARENA KAMU!”

Peeing isn’t criminal, Baby,” jawab Juyeon mengusap abdomennya lembut, memberikan ketenangan serta kenyamanan agar tulang-tulangnya rileks. “it’s hot, and I love when we're wet and messy everywhere,”

Shut up.” balas Keva di antara gigi rapat, ia dapat merasakan kepala penis Juyeon mengitari pintu liang, ingin menampol tapi berujung kelelahan. Sumpah, out all of embarrassing things in the world why would she pissing on him?!

“Kamu kecapean tuh, makanya keluar semua,”

“Nggak ada kayak gitu, ya!”

Juyeon tertawa kecil, masih memainkan si adik nan keras di liang kesayangan, menyemai bulir putij di sekitar pintu, tak sabar ingin segera menggapai klimaks, “Mau di dalam apa di luar?”

“Di mulut,”

Shit.”

Kali ini giliran Keva yang memasang cengiran menggoda, lidah terjulur seraya dimainkan perlahan, “Please Daddy..”

“Sayaanggg..”

Pasangan lawan jenis tersebut menghabiskan sisa-sisa permainan intim mereka dengan Juyeon melukis benih di tenggorokan Keva sedangkan si Manis menelan seluruh batang tanpa hambatan. Keduanya tiba-tiba tergelak geli satu sama lain sambil saling menindih maupun menautkan bibir, menyecap rasa pahit namun bahagia setengah mati.

Keva merasa lega sebab berhasil memberantas hama merugikan di kehidupan Juyeon. Meskipun caranya berbanding terbalik dari sahabat sendiri.

At least her world will be revolve around Juyeon only, won’t it?😉

. . .

Iya aku tahu ini maksa, tapi aku craving jukeva di series sweet slut revenge😭

©️Finn

Hyunjae Only🔞

Warning : public masturbation, exhibitionist kink. Gak bisa apa nunggu sampe rumah Jae?

×××××××××××××××××××××××××××××

Keletihan berhasil mendera seluruh persendian. Selesai perkuliahan, Jaehyun berjalan lunglai menuju halte bus. Sepanjang perjalanan, meski mulut menyapa mahasiswa yang mengenalinya, otak berpikir hal-hal lain. Ingin melepaskan penat, berendam di bathub sejenak, menikmati aroma bath bomb kesukaan dan menyenangkan hati serta pikiran.

Maybe a little thing about pleasuring himself not really harm.

Jaehyun menganggukkan kepala ketika berpapasan dengan mahasiswi, mengukir senyum kecil sembari terus berjalan keluar gerbang kampus ke arah halte.

Terlihat bus telah menunggu di sana, beberapa penumpang naik bergantian termasuk dirinya. Mata berpendar mencari tempat kosong dan langsung menempati.

Ah enak rasanya. Menyandarkan kepala, menarik napas panjang meski yang dihirup adalah aroma-aroma tubuh manusia kelebihan keringat setelah sekian lama beraktivitas dari pagi sampai sore tidak terkecuali dia.

Kenyamanan ini bagai menyelimuti badan. Tidak tahu kenapa membangkitkan sesuatu di dalam. Jaehyun melirik ke sana kemari, memperhatikan bagaimana orang-orang sibuk pada bisnis masing-masing, tidak menghiraukan siapapun sama sekali. Jantung Jaehyun tiba-tiba berdegub kencang, merasa sempit di bagian selatan.

Apa lagi ini.

Manik hitam kembali bergerak ke kanan kiri, memastikan kalau penumpang lain tidak menaruh perhatian. Dia menyamankan posisi, menaruh tas di pangkuan selagi jari telunjuk mengelus adik di balik celana sangat lembut, merasakan tekstur jeans di kulit dengan geligi menggigit bibir, supaya tak meloloskan desahan.

Satu digit berganti dua, mengusap naik turun, menekan agak kuat, berupaya merangsang lebih. Napas Jaehyun putus-putus, mempercepat elusan tapi sigap melambatkan, biar tidak cepat klimaks. Suara-suara teredam di sela-sela gigi mulai terdengar, ia menoleh pelan-pelan, tak menemukan tatapan penghakiman.

Oh. This is fun. Menantang si Manis untuk berbuat berani. Masih dengan irama jantung berdetak cepat, ia membuka kancing celana, menurunkan resleting super duper perlahan sesekali menekan kejantanan yang terkurung. Puncak penis menyembul dari boxer, keras ingin dimanjakan. Parasan telunjuk memainkan bulir anak mani, putih nan lengket. Jaehyun tersandar dalam-dalam, jempol kaki berkerut-kerut nikmat. Tanpa basa-basi, ia menyusupkan tangan, berkontakan langsung sehingga hampir terloncat dari kursi.

Jaehyun menoleh ke kiri, hanya menemukan seorang gadis sekolah menaikkan alis lalu mengalihkan fokus ke ponsel. Dia terengah-engah usai nyaris ketangkapan, malah menyebabkan batang tambah tegang.

Shit...” gumamnya mulai menggenggam si adik, memutar pergelangan, mengurut naik turun. Jaehyun ingin mendesah nyaring-nyaring, ingin membuat semua orang melihat aksi tak senonohnya, ingin diejek, diolok, atau bahkan dimaki hanya karena tidak punya malu sudah masturbasi di tempat ramai.

Pikiran dipenuhi delusi, Jaehyun dapat melihat beberapa pasang mata kini menaruh perhatian terhadap gerakan tangan. Tangan kiri menurunkan boxer, betul-betul memamerkan penis kemerahan berurat-urat di sekitar. Jaehyun hendak menangis sebab menahan erangan serta kenikmatan.

Bis terguncang sesaat menabrak polisi tidur, menyebabkan Jaehyun mendesah halus sambil mengocok kuat. Dia menutup mulut tanpa menghentikan genggaman, naik turun, menyemai precum di puncak, paha terasa kebas di kulit kursi.

“Ehm.”

Jaehyun mendongak, meringis lalu menolehkan kepala, tidak mendapati siapa-siapa tetapi otaknya merangsang kalau pria berjas itu sedang menatapnya. Mengatakan sesuatu tentang 'Apa kau baru saja ingin keluar?' dengam manik mengancam. Dia membalikkan pandangan ke depan, kali ini menemukan seorang nenek juga mengarahkan tatapan penuh minat. Menambah kecepatannya dalam mengocok, sedikit-sedikit rasa orgasme mulai terbentuk seiring perjalanan menuju halte tujuan ditemani mata-mata penumpang di sana.

“Mmfffhhh..”

'Mau keluar? Heum? Kau mau keluar?'

'Say, Lee Jaehyun. Apa kau menikmati sensasi dilihat banyak orang disaat kau sedang memanjakan organ intim sendiri?'

'Bagaimana kalau kau melukis mani di kursi depan, huh? Pasti orang-orang akan menatap jijik dan menghakimimu karena kau menjijikkan, Jaehyun'

Pemuda manis tak kuat mendengar suara-suara khayalan yang dibuat oleh benak. Terutama visualisasi orang-orang di dalam bis, seolah mereka memang mengatakan hal seperti itu.

'Cum Jaehyun, cum for us, paint your slutty cum over your shirt and pants, kau sangat menjijikkan, Lee Jaehyun. Terangsang hanya karena berada di keramaian publik'

Pinggul mengejang begitu lubang kencing menyemprot sperma. Berhasil mengotori celana beserta kemeja yang berantakan. Jaehyun tersengal-sengal bak sedang maraton jauh. Tersandar sejenak, pikiran berkabut mendadak kosong. Bertepatan sekali dengan tibanya bis di halte yang dituju. Dia belum memasukkan kejantanan, dibiarkan layu disapa udara luar. Beberapa penumpang melewati kursinya tak sengaja melirik dan buru-buru mengalihkan pandang seraya mengumpat di bawah napas.

Jaehyun menyengir tak berdosa, pelan-pelan menyusupkan si adik kembali ke dalam celana dan mengancingi kaitan. Cairan putih yang menempel di pakaian tidak diapa-apakan, memberi kesan kepada semua orang tentang kegilaan yang baru saja dilakukan.

He's sated and contented.

. . .

©️ Finn

98z🔞

Sometimes Chanhee wants to bend her friend over the sink and fucked her like her life depends on it.

Chanhee ingin menodai kepolosan Keva dengan berbagai macam dunia sesama perempuan. Including the pleasure itself.

Choi Chanhee and his curious ass for Keva.

Warning : girl!Chanhee Kevin. unexpected twist of event. Whatever

×××××××××××××××××××××××××××××

Terkadang dia merasa ganjil. Kenapa ya? Pekan terakhir saat ia berkumpul lagi dengan kekasih, beserta dua kawan lain, ia merasakan dirinya mengarah ke satu orang, yang sedang tertawa geli dalam dekapan pria, menenggelamkan diri menjadi semungil mungkin. Perutnya bergejolak, bagai ada berjuta kupu-kupu menyeruak di sana. Meskipun Changmin juga memberikan perhatian lebih, tapi tetap saja fokus Chanhee terpatri pada Keva.

The more she thinks about it, the more those wanted feelings escalated so quickly. Chanhee tidak tahu kenapa. Dia mungkin tidak terlalu dekat walau satu lingkaran pertemanan, Keva mungkin hanya menganggapnya sebagai teman perempuan, namun, perasaan ingin mengganti posisi Juyeon makin menjadi-jadi di sanubari.

Seperti, sumbu api disulut minyak tanah, pasti menyebar kemana-mana kan?

“Kayaknya kita nggak pernah girls time ya, Kev?” Ada suatu kesempatan dimana ia sedang bertumpu siku di atas meja dapur, memandangi tangan lincah sahabatnya memotong sayuran, sedangkan ia tidak melakukan apa-apa selain bermalasan di samping figur kurus.

Keva mengerucutkan bibir, bukan, bukan merengut atau cemberut, melainkan tengah berpikir tentang pertanyaan barusan, bahkan gerakannya terhenti sejenak, sebelum menjawab sambil melanjutkan, “Iya ya, kita selalu ngumpul berempat terus,”

“Padahal kan kita cewek,”

That’s what you get when you’re dating your best friend,” balas Keva seraya menyengir, Chanhee terdiam beberapa detik, terpana lebih tepatnya, keinginan hendak mendekat mencium bibir tipis gadis di sebelah naik satu level. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, berusaha bersikap biasa.

“Hmm, bener,”

“Kenapa? Kamu mau girls time?” tawaran spontan itu sukses meloncatkan jantung Chanhee dari rusuk, secara istilah sih, karena nyatanya dia masih hidup dengan pompaan kencang, tidak menyangka semudah itu meyakinkan Keva.

“Emang kamu nggak apa?”

Keva menyeringitkan dahi, “Lah? Aku bakal nolak?”

Chanhee mengendikkan bahu, masih menumpu dagu menggunakan telapak tangan, pinggul bergoyang tidak sengaja nggak tahu kenapa. “Kali aja kamu nggak mau pisah sama Juyeon,” utaraan ini menyebabkan tawa kecil terlepas dari mulut Keva, ia memperhatikan lagi diam-diam, bagaimana gigi-gigi mungil terlihat menyilaukan serta hilangnya netra gadis manis di sebelah, bagai menambah percikan bensin di atas api membara. Lama-lama dia juga nggak tahan digodain kayak gini.

“Aku nggak sebucin itu tolong,”

“Heleh, says the one who cried when Juyeon’s gone for two days,” Keva refleks mencubit pinggangnya main-main sebab sudah menggodanya, rona merah menjalar di pipi mulus tersebut sehingga Chanhee terkekeh melihatnya.

Shut up. Dia pergi ke tempat jauh dan nggak ada jaringan ya! Of course I cried because of that,” kilah gadis rambut blonde tersebut memutar mata malas. “lagian kita girls time mau ngapain? Shopping?”

Chanhee melebarkan cengiran, tiba-tiba banyak ide gila terlintas di kepalanya, tapi tidak mungkin dia tuturkan sekarang, yang ada pasti Keva menolak, atau lebih worstnya, berhenti temenan sama dia. Jadi dia hanya menatap sahabatnya dengan pandangan sulit diartikan, mengakibatkan kerutan alis muncul di wajah kesukaan.

“Kayak girls time kebanyakan,”

“Iya, yang kutahu shopping, manicure, pedicure, pajama party, oh, apa bakal ada pesta menginap juga?” tanya Keva antusias, tidak begitu tahu pada sesuatu yang akan dinanti. Chanhee benar-benar pingin tamak saat melihat kepolosan gadis lain, ingin sekali menodai dan menyicip sesekali.

“Lebih dari itu,”

“Lebih dari itu?”

Chanhee bangkit dari posisi menunggingnya, berdiri tegak kemudian meremat pinggul Keva pelan seraya berbisik ambigu, “We will have some fun just for both of us,” kemudian ia berlalu tanpa meruntuhkan senyuman, meninggalkan Keva termangu-mangu di depan potongan sayuran, sibuk mencerna apa yang baru saja dikatakan.

Have fun?” bisiknya entah pada siapa.

×××××××××××××××××××××××××××××

Bunyi decit kasur terdengar nyaring dan memekakkan di indra pendengaran manusia, mungkin bagi hewan pun juga menyebalkan jika dialunkan terus menerus. Meskipun begitu, tetap tidak berhasil mengalihkan perhatian seseorang dari lamunan. Tatapannya kosong, melihat ke netra pacar tapi tak terlalu fokus.

Changmin menyeringitkan dahi, melambatkan tempo, lama kelamaan berhenti sehingga Chanhee tersadar. “Heum?”

“Kamu kenapa?”

“Kenapa apanya?”

Sang kekasih hanya menyolek hidung mancung di bawah, mendapat ringisan menggemaskan, “Malah melamun,”

“Engga kok,”

“Iya kamu melamun,” Changmin mencoba mengganti posisi, menanam kejantanan lebih jauh sehingga Chanhee langsung memegang lengannya, gesekan antara kulit batang dan dinding di dalam menyebabkan ia menyempitkan liang. “see? You’re dripping but your mind's everywhere,” sahut pacarnya kembali lalu menggoyang perlahan, menikmati kelopak berbulu mata lentik itu menutup setengah pandangan serta tancapan gigi di bantalan tebal semerah darah, kaki jenjang pun ikut mengait di belakang, tangan bebas mencengkram alas kepala.

Fuck.”

Tell me, Chanhee..” bisik Changmin menaikkan kecepatan, menghentak-hentak bak bunyi tamparan keras saat panggul beradu, si gadis malah menjawab dengan desahan nyaring, kepala mendadak berputar karena yang ia bayangkan sekarang bukan kekasihnya, melainkan orang lain yaitu Keva.

Keva underneath her, moaned wantonly when she grinded their pussy together, membasahi klitoris mereka, menciptakan bunyi squelching antara dua daging mencuat, hingga salah satu dari keduanya memancurkan cairan- “Oh fuck!” teriak Chanhee lagi diterpa klimaks, kalungan kaki mengerat diikuti getaran acak, kali ini giliran Changmin yang meringis keenakan, dimana organ intim semakin dijepit kuat akibat pelepasan tersebut. “oh.. shit..”

“Kamu sensitif banget, lagi kenapa huh?”

Gadis rambut hitam menggeleng, surainya bertebaran ke sama kemari, ada yang sudah menempel di kening, ada juga yang berhamburan di bantal. Apa dia setidaksabar itu? Hanya dengan memikirkan wajah Keva, dan bayangan saling menggesekkan kelamin, ia berhasil mencapai orgasme. Changmin sendiri tampak keheranan.

You know what. Woman’s orgasm is one of a kind. Kamu tidak dapat menduga, menyangka, atau memaksa begitu saja. Hal sekecil apapun apabila berhasil merangsang berlebihan, it can make her come, so loud and wet at the same time.

Just fuck me harder,” titahnya masih terengah-engah.

I did, but you weren’t there,” sahut pemuda lain seraya merogoh kotak rokok di nakas, menarik sebatang kemudian memantik api di ujungnya sebelum menghisap perlahan. Chanhee menggigit bibir, tiba-tiba otaknya dipenuhi oleh kegagahan serta keseksian Ji Changmin yang menyelipkan lintingan tembakau di antara bibir, klitoris berdenyut tanpa perlu disentuh sama sekali, liang kembali meneteskan cairan bening di sisi batang yang menyumbat. “dan kamu udah keluar.”

Please Daddy fill me up,” rengeknya mengalungkan lengan di leher panjang, satu hal yang disukai Chanhee terhadap kekasihnya adalah leher jenjang berurat bak bangunan kokoh. Changmin mengepulkan asap mengenai wajah, hebatnya, ia membuka mulut membiarkan nikotin menginvasi rongga makan, mengisi paru-paru dengan gas beracun seperti memerlukan oksigen. “Chani needs your cum, Daddy,”

“Hm, begging so nicely,” dengus si Dominan mulai bergerak, satu tangan menyisir rambut ke belakang sebab menghalau pandangan, dan satu tangan lain mencengkram pinggang berlekuk hingga memar kebiruan, kemudian beralih mencubit daging sensitif di balik labia seraya memaju-mundurkan pinggul bersemangat, ia menyeringai saat Chanhee mengeraskan jeritan, berteriak memanggil nama berulang-ulang bak tidak akan hidup besok.

Fuck,! Aaah! D-Daddy too* nghh!”

“Oooh, udah mulai konsen sama Daddy, heum, Choi Chanhee?” Changmin menusuk lebih dalam, menabrak mulut rahim tiada henti menyebabkan perut gadisnya berkontraksi ingin lepas kendali. Kasur berdecit keras, mengganggu kemaslahatan tetangga tapi siapa yang peduli. Chanhee tak dapat mengutarakan kalimat begitu ia membusungkan dada dibasuh klimaks kedua kali, tautan mereka terlepas karena adanya pancuran, membasahi bagian selangkangan Changmin yang mengumpat di sela-sela gigitan terhadap linting.

Damn Baby, you’re wetting me,” gadis cantik tersebut hanya tersengal-sengal sebagai respon, dimana ia menemukan tawa khas kesenangan -with a hint of sadistic laugh– di dalamnya yang lolos dari mulut Changmin. Tanpa menunggu ia membiasakan diri, kekasihnya sudah melesakkan penis, mendengarkan lolongan terlalu sensitif serta bunyi campuran precum dan cairan sendiri.

Please I.. cant..”

“Kamu bisa, Baby, you can take it,” rayu Changmin menggenjot cepat, ia dapat merasakan dirinya telah diujung tanduk, untuk itulah gerakan makin menuntut sampai ia menyemburkan benih di dalam. Chanhee tersedak sedikit, menikmati aliran hangat memenuhi saluran, ketika pemuda surai hitam mencabut pelan-pelan, ia berusaha mengeluarkan setetes demi tetes hingga berjatuhan di atas seprai.

Kedua sejoli itu saling bertindihan, rokok sudah dimatikan pada asbak dekat lampu tidur, si gadis masih membeku sesaat setelah disuntik mani, tiada halangan, tidak menggunakan pengaman. Persetan hamil, she’s on pills already, kalau dikasih pun, itu urusan nanti.

“Masih sensitif?” Pertanyaan lembut tersebut sering ditanyakan Changmin sesudah mereka berhubungan intim. Meskipun dia dominan sadis, tetap ada kehalusan di intonasi bicaranya sehabis menggoyang satu sama lain. Chanhee tersenyum kecil, mengangguk dengan kelopak menutup sayu. “aku masih heran kenapa kamu mendadak melamun tadi?”

You know how orgasm works on girls right?” racau Chanhee seperti orang mabuk, semoga ia tidak mengatakan apapun soal rencana gilanya bersama Keva. “something random annoyingly came to my mind and I started to wander off after that,”

Changmin menggumam, telapak mengusap punggung sang kekasih perlahan, “Mind if I know?”

My deadline,”

“Oh,” si pemuda mengerjap-ngerjapkan mata, “that’s.. yeah such a turn off,” Chanhee tertawa kecil melihatnya, menenggelamkan wajah di ceruk leher kesayangan, menghirup aroma tubuh yang sangat khas dan disukainya. “but the climax next?”

Semburat merah muda membungkus kepanikan di dalam. Chanhee bersyukur raut muka tak dapat terbaca karena tersembunyi di leher, ia menunggu beberapa detik untuk merangkai jawaban masuk akal agar pacarnya berhenti bertanya.

You fucked me right into my uterus, of course I’d squirted,” Senyuman bangga terpampang di wajah Changmin, ya, tipikal laki-laki, baru dipuji kayak gitu, sudah merasa paling perkasa dan paling bisa menaklukan hati wanita. Chanhee diam-diam memutar mata malas, sedikit risih pada ego sang kekasih.

So it was good?”

It’s always good, Changmin-ah,” jawabnya diselingi menguap. Changmin terkekeh melihat kegemasan tersebut, mengeratkan pelukan dengan kaki-kaki mengait bersamaan, “good night Daddy,”

Night, Baby,

Chanhee tidak langsung jatuh lelap, pikirannya melayang terhadap rencana yang akan dia lakukan bersama Keva di akhir pekan nanti.

She can’t wait forever.

Sorry, Changmin.

×××××××××××××××××××××××××××××

“Malam minggu nanti kamu nggak usah ke rumah, By,”

Berbeda dari pasangan sebelumnya, dua sejoli lain di satu circle yang sama sudah bergelung mesra di balik selimut, kulit kaki saling bergesekkan menciptakan kehangatan walau tubuh berhimpitan.

“Huh? Kenapa?”

Keva memainkan anak surai di tengkuk Juyeon, sesekali memijat area tersebut sangat pelan, memberikan kenyamanan setelah sekian lama tegang akibat terlalu banyak ngerjain tugas, “Chanhee rencananya mau nginap sekalian girls night,” mata bagai rembulan sabit menyipit manis, memompa jantung Juyeon yang terpana sebentar, dia belum dapat merespon lantaran sibuk tenggelam dalam pancaran sinar netra kekasihnya. “helloo? By??”

“Heum?” Juyeon tersadar sembari membulatkan mata, menemukan bibir tipis mengerucut menjadi satu, membuatnya mendaratkan kecupan. “why are you cute, huh?”

“Diem, nggak? Aku lagi ngomong malah melamun!”

Juyeon melingkarkan lengan panjang serta mengukung gadis kesayangan erat, menghirup aroma sabun mandi segar terkuar dari setiap celah tubuhnya. “Iya aku dengar kok, aku cuman terpesona aja sama kamu,”

“Mulut manis nggak usah dipelihara,” dengus Keva menoel hidung mancung di hadapan, Juyeon menaikkan sudut bibir, menggesekkan ujung indra penciuman bersamaan.

“Terus aku nggak boleh ikut? Changmin gimana?”

“Ih, which part of girls time do you not understand?” ujar sang kekasih mengguncang-guncang badan tegap pemudanya, menemukan tawa geli lolos tanpa merasa kesakitan sama sekali. “cuman aku sama Chanhee aja, Juyeon!”

“Aku sama Changmin ditelantarin gitu?”

“Yaaa atur aja kalian mau ngapain, do your things together, whatever,” jawab Keva menggembungkan pipi. Juyeon memandang netranya lembut, tak lupa senyum kecil pun terpatri di sana, akhirnya ia mengangguk setuju.

“Yaudah, if you have your girls night then we can have our boys night too,

Gadis surai blonde mengangguk, secercah senyuman melebihi gula terpampang sehingga Juyeon mengerang tak tahan untuk tidak melayangkan sentuhan. Membuat gadis manis tersebut tertawa kegelian, semakin mempererat pelukan.

Meski sebenarnya Keva masih penasaran dengan keambiguan sahabat perempuannya beberapa hari lalu mengenai acara mereka berdua ini.

×××××××××××××××××××××××××××××

“KEVA I’M HOMEEE!”

Teriakan cempreng itu menggema di seluruh hunian apartemen minimalis. Seperti sudah menganggap rumah sendiri, Chanhee berhasil membuka kode pintu dan langsung menyelip melewati benda penghubung. Langkah kecil membawa figur langsing menuju tempat suara berisik berasal. Menyandarkan sisi tubuh di ambang pintu dapur, ia melihat sosok sahabatnya sibuk memanaskan sesuatu.

“Kev.”

Keva menggumam, “Aku dengar kok,” Chanhee menatap punggung terbalut singlet membungkus lekukan serta celana pendek setengah paha yang dikenakan, tak sadar menggigit bibir, tampak sekali menahan diri. “mau nachos?”

“Aku bawa makan,”

Gadis rambut blonde menoleh melempar senyum, menyuruhnya meletakkan buah tangan yang dibawa ke meja makan. Chanhee bergerak menyeret kaki, menaruh kantong belanjaan di sana kemudian bergerak mulus bagai ular ke belakang Keva, memeluknya erat seraya menyandarkan dagu di pundak sang kawan. Mendapat kekehan geli tanpa menghentikam kegiatan sebelumnya.

Why so clingy huh?”

Chanhee mengendikkan bahu, hidung berhasil menangkap aroma sabun mandi familiar kesukaan si gadis, tak sengaja ia makin menguatkan pelukan. “Hey, aku nggak bisa gerak,” ia mengerang manja setelah mendapat peringatan, sementara Keva tertawa geli, mengambil kesempatan mencubit pipi tembamnya. “kamu kenapa sih?”

Dunno, you smell nice,”

Si Manis menaikkan alis, “O..kay, is that all?”

No, I wanna bend you over and eat you like a five star meal-‘ yang hanya bisa diutarakan di dalam benak maupun sanubari. Chanhee menggumam tidak jelas, tak melihat kalau kerutan dahi Keva nampak banyak, kini ia melonggarkan dekapan daripada dia tambah terangsang dan malah betulan merealisasikan keinginan terpendam tanpa izin sama sekali. “Yeah, who’s starving I got chicken!” ujarnya cepat-cepat keburu menghampiri belanjaan, meninggalkan Keva dilanda rasa heran serta penasaran akan tingkah laku anehnya sejak pertemuan mereka terakhir.

Tidak ada pembahasan lebih lanjut, dua sekawan sesama jenis kelamin itu seperti tak pernah terlibat percakapan aneh beberapa menit lalu. Dua kotak ayam goreng, sekotak pizza beserta bir murahan tergeletak di meja depan sofa, televisi menayangkan drama korea picisan dengan mereka sudah sibuk mengomentari alur cerita satu sama lain.

Chanhee berulang kali melirik ke arah sahabatnya, menyadarkan diri untuk tidak terlalu terlihat modus dalam menghampiri maupun mengeksekusi rencana bejat dikarenakan takut Keva mengamuk dan merusak pertemanan mereka.

Tapi apakah kalian bisa tahan kalau objek yang kalian inginkan bertingkah laku imut seperti sekarang? Pipi menggembung dipenuhi potongan pizza, mata mengedip-ngedip fokus terhadap tayangan, sedangkan tali singlet longgar malah menjatuhkan diri bagaikan mengundang Chanhee ikut melihat.

Mungkin ukuran dada mereka hampir sama, tapi jika dilihat dari belahan yang tadinya tertutup pakaian tipis, membuat dia membayangkan yang aneh-aneh.

Gadis cantik itu mengalihkan pandang sebentar, leher bergerak pertanda menegak ludah sebelum meraih kaleng bir sisa setengah kemudian meminum sampai tandas. Berniat menenangkan perasaan yang menggebu-gebu. Keva menoleh saat mendengar bunyinya.

“Masih lapar, Hee?”

Chanhee menggeleng, tak lupa mematri senyum tipis, “Kenyang pake banget,” Keva tertawa, menyelesaikan potongan di tangan tanpa berkata apa-apa lagi. Mereka berkonsentrasi -at least she tried to– menonton kembali, melempar guyonan demi mencairkan suasana yang terlalu sunyi buat dua orang introverts seperti mereka.

“Ini aku taroh di kulkas ya..” malam mulai larut, tak terasa tiga episode drama sudah selesai ditamatkan. Keva membereskan beberapa makanan yang masih ada lalu berjalan masuk ke dalam, meninggalkan Chanhee yang kikuk hendak melakukan apa.

Baik, Choi Chanhee, mungkin ini saat yang tepat. Bergerak mematikan televisi, ia melesat perlahan mengikuti langkah si Manis, sempat tertegun begitu menemukan sahabatnya tak tahu menahu tengah menungging di depan kulkas, berusaha memasukkan sisa makanan tadi. Ketika pintu kulkas telah tertutup, sebelum Keva dapat membalikkan badan, Chanhee duluan menghimpitnya. Gadis lain memekik kaget, ingin menoleh tapi sayangnya musti tertahan.

“C-Chanhee..”

Don’t. Move.”

“W-what?”

Chanhee menekan tubuh mereka bersamaan, Keva terasa menyatu dengan pintu kulkas, jantung memompa kencang serta sirkuit otak membunyikan alarm sebab tidak mengerti pada maksud dari sang kawan.

I want you, Kev,”

Want what?” cicit Keva gemetaran, tidak, dia tidak merasa takut terhadap serangan sepihak ini, dia hanya bingung setengah mati. Chanhee terkekeh kecil, tangan kiri merayap masuk ke dalam singlet, mengelus permukaan kulit gadisnya yang dingin, menyebabkan Keva terlonjak. “C-Chanhee..”

I want to fuck you, Kev,”

“H-huh? You can’t!”

Si Cantik menaikkan satu alis, dagu bersandar santuy di atas pundak gadis lebih pendek, “Kenapa memang?”

Keva terlihat menelan ludah, kaki-kakinya bergerak kecil-kecilan, “Kamu kan nggak punya.. itu..”

Chanhee tertawa keras, meremas pinggang sahabatnya gemas sehingga ada pekikan kaget lagi “Kamu tuh gemesin banget sih!! You don’t need to have a dick for fucking someone, Keva..”

“T-tapi itu..”

“Kalau aku pakai lidah, kamu mau nggak?”

Sialan. Keva mengutuk klitoris yang mendadak menggeliat di balik labia, ia memang sudah sering dimakan Juyeon, tapi jika disuruh membayangkan Chanhee di selangkangan, menatap tajam sambil menghisapnya- duh, mau pingsan. Chanhee menunggu respon, kini jari-jemari menjalar makin ke atas, berhasil menangkup satu buah dada lalu meremas pelan.

“Aaah..”

Answer my question, Baby..”

Keva menggigit bibir, menggelinjang di antara himpitan Chanhee dan kulkas, susah menggerakkan badan yang terus merespon setiap tawaran Chanhee. “Ng.. nggak tahu..”

“Kenapa nggak tahu?” tanya Chanhee menyelipkan telapak tangan ke dalam bra, mendesis tertahan saat berkontakan langsung dengan kelenjar menggantung tersebut, oh, jangan lupakan puting sahabatnya yang menegang.

“Nghh Chanhee..”

“Hmm?” gumaman menggema di telinga merangsang nafsu Keva, ia menyandarkan kepala di pundak gadis lebih muda seraya meloloskan desahan di setiap remasan. Tangan kanan bergerak menuju selatan, menyusup di balik celana. “mau lanjut apa enggak?”

Keva mengangguk cepat, bernapas putus-putus lantaran dua area paling sensitif dimainkan acak-acakan oleh Chanhee. Dia menjadi pasrah dalam dekapan sang kawan, tak dapat merangkai kata-kata, hanya mengeluarkan erangan.

“Hmm, you’re dripping, Baby,” bisik Chanhee menyeringai, jari jemari menekan-nekan bagian organ intim, mengusap daging mencuat, beralih ke sisi labia, merasakan digitnya menjadi basah setelah distimulasi sedikit. Bibir tebal merah muda itu mencari celah di leher yang meregang, mengecup-ngecup lalu mengemut menciptakan tanda kemerahan.

Wow. She can do this all day and she won’t regret it at all.

“Ah! Ahh C-Chanhee!”

Antara bayangan dan realita ternyata lebih menyenangkan realita. Desahan Keva 10 kali lebih merdu dibanding yang dia terka. Chanhee merasa libido makin menjadi-jadi, dan keinginan memakan Keva sudah berada di ujung rambut.

Shit, Baby, I can’t wait to eat you,

“Nghh please eat me, Chanhee,” rengek perempuan surai blonde yang kini berusaha mendekatkan miliknya pada telapak tangan di bawah, menitikkan setetes demi tetes dengan lutut mulai bergoyang bagaikan jeli. Pikiran dia langsung mengabur, hanya tergantikan bagaimana tangan Chanhee mengelus kasar tak berirama, mencubit klitoris, menekan dua parasan jemari di liang basah. “fuckkk..”

“Hm, hm, watch your mouth, Baby,” tegur sahabatnya melayangkan gigitan di rahang, setia memainkan kelamin, menggoreskan kuku-kuku lentik sedikit tajam di labia mayor, mengenai klitoris yang bergetar di setiap sentuhan. Keva merengek tertahan, mencoba tidak mengumpat supaya menyenangkan hati lawan main.

Perasaan Chanhee tidak dapat dideskripsikan, dia senang pakai sangat, pakai banget, melihat gadis Juyeon terlihat supportif menerima perlakuan sekarang. Berulang kali dia menahan badan kurus Keva yang tremor akan nikmat, tanpa menghentikan remasan maupun elusan.

“Ah.. mhh... Chanhee.. deket..”

“Gapapa Kev, keluarin,”

Mendengar perintah, perut Keva mengencang kuat, otot vagina berkontraksi mencapai orgasme pertama di atas telapak yang masih bertengger, Keva mengepalkan tangan di pintu kulkas, menjadi lemas usai meraih klimaks. Chanhee membisiki kalimat pujian, menepuk-nepuk organ basah kemudian menarik telapak tangan keluar, tetap memegangi sahabatnya.

Good job, Keva Baby,” ucapnya mendaratkan kecupan di pipi kiri, si Manis terengah-engah sebagai respon, memandang sayu pada netra gadis tinggi di belakang. Chanhee melirik telapaknya, membawa digit-digit jari ke mulut, untuk mencicipi sejenak. “mmhh..” gumamnya keenakan, rakus mengulum lebih jauh, menjilati sampai pangkal menghilang melewati belahan bibir. Bunyi ‘pop’ memekak di telinga Keva yang menonton sesudah jari-jemari keluar dari sana, disambut cengiran manis.

Keva menelan ludah, “E-enak Hee?”

“Tentu saja! I’ve been dying to eat you since the last time we met, Kev,” jawab sahabatnya setengah berbisik, berniat menenggelamkan mereka dalam kubangan nafsu, untuk menenangkan hati Keva yang ditakutkan terkejut mendengar pengakuan tersebut. Namun, si gadis tak menampakkan gurat-gurat kemarahan, melainkan menatap bibir yang terbuka menuturkan kalimat.

“Jadi ini alasan kamu ajakin aku girls night?”

“Hehe, kamu.. nggak suka?”

Keva menggeleng, “Suka kok, nggak nyangka aja,” cicit gadis lain pelan, Chanhee memberanikan diri mendekatkan wajah, menerpa ruang bernapas, tiada tanda-tanda penghindaran, begitu bibirnya menempel sedikit, Keva menggumam, membalas tak kalah. Chanhee mengulum bibir bawah nan tipis tersebut, merasakan otaknya pecah sebab sudah lama menantikan ini. Baru bibir di wajah, belum bibir di selatan.

Kedua sekawan terlibat ciuman panas serba menuntut mengakibatkan Keva harus terhimpit di kulkas lagi dengan mereka saling berhadapan. Tangan-tangan merayap menggrayangi celah tubuh masing-masing, menikmati kulit panas bertemu kulit dingin sesekali mengeluarkan lenguhan kecil.

Tiba-tiba gadis pendek mendaratkan bokong di meja dapur, melipat badan sedikit agar kepalanya tidak terhantup lemari atas. Pakaian berhasil dilucuti, tak menyisakan apa-apa. Si Cantik terpana sebentar, mengerjap-ngerjapkan mata melihat bagaimana kulit polos memerah diguyur tatapan. “Wow..”

“Chanheee..” erangan kembali terdengar, sedangkan gadis lain melebarkan senyuman, menunduk mengecupi perut mulus itu, sesekali menggigit kecil, Keva terlompat dari alas baring, meringis halus. “mau ngapain Chanhee..”

I wanna eat you, remember?”

Keva mengangguk, menumpu badan menggunakan dua siku, membiarkan tangan lentik gadis surai hitam menaikkan kaki, melebarkan untuk mengekspos semua lalu meniup pelan di bagian paha dalam. “Ngh!”

Time to feast, Baby..” gadis yang terbaring terjengit berulang kali sambil menggigit punggung tangan meredam desahan. Benda lunak menapak permukaan, mengitari sekitar labia mayor, menekan di klitoris kuat-kuat. Rengekan Keva makin nyaring, bernada high pitched diikuti tangisan kenikmatan memanggil nama Chanhee. Tangan mengepal di pinggir meja, buku jari tampak memutih, paha yang dicengkram gadis lain terasa bergetar.

Lidah meraba turun menuju liang, jemari menyibak kulit kenyal yang tadinya menutupi pintu masuk agar dapat digapai. Chanhee mengumpulkan liur lalu meludah ke dalam, menatap lapar pada lingkaran kecil berdenyut melahap untaian tebal tersebut. Kali ini bertumpu lutut di atas lantai, beruntung dia tinggi semampai dan dapat berhadapan langsung dengan milik sahabatnya.

Suara Keva terdengar pilu minta dikasihani, dinding vagina berkedut di sisi lidah Chanhee saat perempuan itu menggerakkan bak ular. Luwes sehingga hidung mancungnya menabrak klitoris tanpa ampun.

“Aah.. C-Chanhee nggh m’ close..” bukannya berhenti, ia menenggelamkan bibir lebih jauh, menghisap kuat, menciptakan bunyi campuran tetesan cairan dan saliva. Keva meremat rambut hitam yang menggelitik paha dalam, kaki mendadak kaku diikuti getaran kecil, menumpahkan pelepasan tepat di mulut Chanhee dimana ada lidah menjulur di sana, tatapan nakal menggoda, menikmati suguhan. Diafragma dada naik turun secara cepat, untuk mengambil napas sebanyak-banyaknya. Si Manis menghembuskan karbondioksida sembari menyandarkan kepala, masih rentan sesaat Chanhee mengulum miliknya yang berdenyut-denyut. “fuck Chanhee aku nggak bisa-“

Chanhee menjauhkan wajah sedikit, menjilat sudut bibir yang terkena percikan bening, dia bertahan beberapa detik, mendapati dirinya pun juga basah hanya karena memakan Keva seorang. “Ngh, Keva ayo ke kamar!”

Gadis lain mengangguk semangat, tergesa-gesa menurunkan anggota jalan yang mulai kram sambil berpegangan di pinggir alas dapur, Chanhee tertawa geli melihat cara dia melangkah, diselingi goyangan sebab sensitif.

“Mau digendong?”

Keva merona merah, menggelengkan kepala pelan, “Nggak usah, kamu duluan sana, aku nenangin diri dulu,” ia tak menyadari sang sahabat langsung mengerucutkan bibir lantaran penolakan tersebut, sibuk menyeret kaki dari dapur.

“Ishhh, nanti nunggu kamunya lama,”

“Nggak Hee, serius deh,” jawab Keva mengatur napas serta detak jantung di dalam rusuk. Dia menatap kawan perempuannya sungguh-sungguh, diselingi senyum lembut, “just go there and take off your clothes,”

“Kalo kamu nggak datang-“

“Datang Hee datang,” sahut si Manis gregetan, Chanhee tampak merengut diikuti kerutan wajah, tapi tetap mengikuti permintaan kemudian melesat ke kamar. Buru-buru melucuti pakaian santai, dimulai kaos putih, kaitan bra, menurunkan celana bersamaan dalaman. Dia memposisikan duduk di kasur, memandang alas tidur penuh minat.

So this is the place where Juyeon wrecked her bestie’s pussy,’ pemikiran kotor itu menyetrumkan listrik di seluruh nadi, membuat ia mengapitkan kaki demi menggesekkan klitoris sambil merengek karena Keva tak kunjung tiba. “Oh my god! Moon Keva hurry up!” teriaknya tidak sabar. Ajaib, Keva memunculkan figur sesudah ia menjerit, dengan mata memutar malas dan memaksa langkah terus bergerak mendekat. Chanhee menyengit kesenangan, merentangkan lengan berupaya menyambut.

Come to me, Baby~”

Beruntung sahabatnya mau aja nurut. Memposisikan diri di pangkuan sambil mengalungkan lengan di leher, sedikit lebih tinggi darinya. Chanhee menyunggingkan senyum manis, menelisik netra Keva dalam-dalam, membuai supaya mendekat untuk mempertemukan bibir.

Baru ini Chanhee dapat merasakan sensasi tautan yang menggebu-gebu dibanding ketika di dapur tadi. Their lips slotted very perfectly, compatible at each other, a thick and a thin, berlawanan ketebalan tetapi cocok satu sama lain. Keva melepas sebentar, mengambil napas, tapi Chanhee terus menautkan, tidak ingin menjauh barang sedetikpun.

“Aku jadi iri sama Juyeon,” gumam gadis cantik tersebut merengkuh pinggang kurus di atas, Keva memiringkan kepala, mata tertuju pada bantalan ranum yang membengkak sedikit.

“Kenapa?”

He gets to kiss you like everyday,”

Jawaban itu mendapat pukulan main-main di pundak, Chanhee tertawa renyah tanpa dosa, mengecup bibir sahabatnya lagi.

“Nggak lucu,”

“Beneran.”

Then why didn’t you do it when you want to, heum?” tantang Keva menjepit dagu gadis lain gemas, Chanhee membulatkan mata.

“Di depan pacar kita? Kamu mau bikin mereka kena serangan jantung?”

Keva mendengus kecil, “Kalau mereka tahu kita sekarang lagi ngapain juga bakal jantungan,” cibirnya pelan menyebabkan tawa mengalir kembali dari pita suara Chanhee. Gadis cantik itu menarik tengkuknya lagi, menautkan bantalan empuk lebih menuntut dibanding sebelumnya. Mulut membuka mencari celah melilitkan lidah diiringi lenguhan halus.

Chanhee tidak memutuskan ciuman begitu dirinya mendorong Keva terhempas di kasur, mengukung menggunakan lutut tak menghentikan aksi di bibir. Kulit telanjang sama-sama beradu, keringat mengepul di pori-pori meski pendingin ruangan telah dinyalakan semaksimal mungkin. Keva mengeluarkan suara-suara menggemaskan saat Chanhee perlahan menggesek permukaan.

“Kev nghh.. Keva..” erang si Cantik terus bergerak, mempertemukan gundukan miliknya di perut mulus si kawan. Keva mengulum bibir bawah Chanhee, merasakan basah merembes di bagian sana. Membuat dia menggelinjang penuh nikmat.

Does it feel good, Hee?”

Fuck iyaa Kev! Kenapa sih kita nggak ngelakuin ini dari dulu,” sahut Chanhee bangkit setengah badan lalu mengganti posisi menduduki selangkangan Keva, berdiam diri sebentar ketika listrik menyetrum aliran nadi, “fuck fuck..” ia meraih labia sendiri, menyingkap perlahan menemukan sahabatnya menarik napas tajam. Chanhee menyengir lebar, “like what you see Kev?”

“Aku juga punya kalau kamu lupa,”

Chanhee mencubit putingnya kecil sehingga ia memekik antara kesakitan dan kegelian. Kedua sekawan tertawa geli sebelum mulai mengeksekusi. Vulva bertabrakan seiring pergerakan. Keva membawa dua jari untuk mengekspos daging kecil tersembunyi, melihat gadis di atasnya tampak tremor saat bersentuhan sedikit. “Shit Kev! It feels so fucking wet!”

Pinggul lain ikut bergabung dalam irama, mendesingkan bunyi ‘squelch’ – ‘squelch’ antara pertemuan bibir bawah nan basah, terutama di bagian klitoris. Rahang bawah terjatuh diselingi desahan maupun napas putus-putus, rengekan akibat stimulasi yang tidak pernah dirasakan saat berhubungan terdengar keras memantul ke penjuru ruangan.

God it’s.. ah! It’s nggh..” Chanhee tidak bisa merangkai kalimat untuk menggambarkan perasaan sekarang, isi otak lama-lama meleleh, terganti suara cairan mereka yang bersatu di bawah sana. Gesekan labia mayor, minor, klitoris, pokoknya sedap nggak pakai halangan. Pelumas alami melicinkan setiap gerakan, mengakibatkan otot panggul dan paha mengencang.

“Chanhee.. fuckkk dekeeett..” jerit Keva mencengkram pinggang sahabatnya, klimaks langsung menghantam saraf-saraf di area selatan sehingga ia mengucur ke atas, mengisi liang Chanhee, mendadak menyiram dinding saluran vagina. Kepala terasa pening saat berulang kali mengontraksi perut, napas tersengal-sengal tetap memegangi sosok di atas.

Tak lama kemudian, gadis lain juga melepaskan simpulan tali di abdomen, badan menggigil bagai orang demam dan lubang menyemprotkan air bening. Chanhee lemas tiada tara, menindih figur kurus kesayangan, mengambil pasokan udara di ceruk leher. Keva melingkarkan lengan di sekujur punggung, mengusap bulir-bulir keringat secara perlahan.

“Masih hidup?” tanya Keva cengengesan, Chanhee mendongak demi memicingkan mata terhadap sahabatnya, menggigit bibir tipis itu gemas. “ih! Apa sih?”

“Pertanyaanmu itu loh, kayak aku langsung mati aja,”

“Habisnya kamu main ambruk di badan orang, disangka ringan apa?”

Omelan Keva benar-benar menggemaskan di mata Chanhee sehingga gadis surai hitam itu menyerang bibirnya berkali-kali, tiada habis, seperti tak hidup keesokan hari, menyebabkan Keva menjambak anak rambut di tengkuknya sedikit kuat. “Aaaahh sakit Kev!”

Behave, okay? Aku nggak kemana-mana,”

Sahabatnya mengerucutkan bibir, “Tapi kan besok kamu kembali sama Juyeon..”

“Chanhee, it’s not like we’re never see each other again, are we?” sahut si Manis tega mencubit hidung agak pesek gadis di atas, mendengarkan pekikan bindeng dan rengekan. “kita satu circle for god's sake, Kita berempat malahan, ngapain kamu posesif gini sama aku?”

I dunno, I got jealous with Juyeon lately,” cicitnya pelan. “kedengarannya aneh ya? Padahal aku pacaran sama Changmin,”

“Nggak tahu, Hee, itu perasaanmu,”

“Kamu gimana Kev?”

“Gimana apanya?”

Chanhee menumpukan dagu tepat di belahan dada yang terbuka, bibir tebal maju beberapa centi mungkin sedang menimang jawaban. “Kamu merasa nggak, udah selingkuh dari Juyeon?”

“Nggak, kan aku nggak suka kamu,”

Telak. Keva antara polos sama savage beda-beda tipis.

“Tapi kamu mau ngelakuin ini sama aku,”

Keva bergumam, memikirkan balasan, “Ya karena kamu pengen?”

“Ish, what kind of answer is that?”

“Kan intinya kita sama-sama mau, terus yang jadi masalah dimana?” Keva memainkan helaian hitam Chanhee yang berjatuhan, menyingkirkan apabila mengganggu pandangan, “it’s okay, Hee, I don’t mind, I loved it, kalau kamu mau begini lagi, aku nggak keberatan kok,”

Secercah senyuman berbinar-binar terpancar di muka Chanhee, kayak dapat tas gucci jatuh dari langit, senangnya nggak ketulungan. “Serius Kev?”

“Serius, asal kamu nggak mikir buat selingkuh betulan dari Changmin, aku masih cinta Juyeon, by the way,” jawab si Manis mematri senyum meyakinkan sambil mengusap kepala sahabatnya sayang. Mata mereka saling mendarat ke bibir masing-masing, sekejap kemudian bagaikan magnet menarik kutub berlawanan, belahan ranum berbeda ketebalan tersebut sudah melumat kembali. Menikmati setiap sensasi di paras satu sama lain. . . .

×××××××××××××××××××××××××××××

. . .

Sementara itu.

Fuck Juyeon!”

Masih ingat suruhan Keva beberapa hari lalu tentang boys night? Ya benar, itulah yang dilakukan Juyeon dan Changmin sekarang. Jika kalian merasa mereka sedang bermain ps atau game di ponsel. Tetot. Salah besar.

Bunyi decit kasur menjerit minta tolong saat Changmin bergerak naik turun di pangkuan Juyeon, nope, lebih tepatnya di kejantanan pemuda itu. Lubang melahap diameter tebal, menggesekkan kulit batang bermunculan urat dengan dinding satin kemerahan, tak lupa adik kurang lebih panjangnya dari Juyeon terombang-ambing mengikuti irama sang pemilik diiringi tetesan precum.

Juyeon melepaskan kuluman di pundak, bekas gigitan begitu nampak menghiasi setengah badan, menarik tengkuk kokoh tersebut agar membawa mereka dalam ciuman panas, gigi saling beradu, bertabrakan membuat desisan, lidah berperang soal dominansi, sudut bibir dibasahi air liur entah punya siapa.

Changmin mengerang tertahan, menenggelamkan desahan keras begitu kepala penis menyodok selaput di dalam. Paha terasa kebas terlalu banyak bergerak sehingga melambatkan tempo sejenak.

Shit capek.” keluhnya mengatur napas, jari jemari menyisir rambut ke belakang, menambah keseksian seorang Ji Changmin di mata Juyeon, ia mengutuk milik sahabatnya yang terasa membengkak, makin meregangkan liang. “rokok Juy,”

Kedua sekawan berjenis kelamin sama menyalakan benda kecil nan mematikan. Berniat rehat beberapa menit mengalirkan darah di anggota jalan. Menghisap ujung lintingan kuat-kuat, Juyeon mendekatkan bibir mereka saat mengepulkan gas beracun tersebut. Changmin tertawa geli, menerima perlakuan dibalas dengan lumatan di bibir teman.

Kinky.”

Shut up.” gumam pemuda lebih tinggi kemudian menggunakan dua tangan untuk menangkup bokong sahabatnya, pinggul menghentak ke atas seiring remasan di bantalan empuk. Changmin menghela napas diikuti kepulan, mengerang kecil sewaktu Juyeon mengenai buntelan di balik dinding.

“Ngh.. J-Juy it’s deep..”

“Gimana kalo Chanhee tahu kamu suka dihujam kayak gini, huh?” tanya si Tampan melayangkan tamparan di pipi kanan, membuat pemuda yang digagahi terjengit seraya mendesah nikmat. “hm? What a cock sucker.”

Please fuck me harder, Juyeon!”

Juyeon mempercepat tempo, seiring pelepasan juga terbentuk di dalam perut. Changmin menghisap rokoknya kuat-kuat kemudian asap keluar bersama desahan. Penis mengacung tegak bergoyang menampar perut sendiri, melukis putih di sana.

“Ah.. J-Juyeon..” pemuda yang dipanggil dapat merasakan si kawan hendak klimaks dari jepitan dinding yang membungkus kejantanan, Juyeon menyelesaikan genjotan sebanyak dua kali lalu menyemburkan benih di dalam lateks pengaman. Changmin tersedak ludah, dengan tubuh gemetaran, bulir kental muncrat di dada Juyeon. Dia masih menggoyang, menghabiskan sisa-sisa pelepasan sampai milik terasa layu.

Lintingan diselipkan antara jemari diikuti pagutan panas. Menyesap rasa nikotin di indra satu sama lain, seperti tidak pernah puas terhadap keintiman sekarang. Usai tautan terlepas, Changmin ada keinginan menghapus seringaian jahil di wajah Juyeon menggunakan pukulan.

So.. udah selesai penasarannya?”

“Oh shut up!”

. . .

©️Finn

jangan pukul aku

A L O N E

milnyu🔞

Jeje is bored and left alone with Chani so he decided to spice their rival life

Warning : everything they do here is just pure fictional and beyond my imagination because dildo!milnyu why not;) . . .

Ketika ada hari dimana Hyunjae ditinggal berdua dengan Chanhee, maka yang dimaksud adalah hari ini. Suatu kejadian di luar nalar manusia terjadi, asrama hanya dihuni oleh dua boti cantik.

Kalau kalian pingin tahu, pada saat itu, hanya mereka berdua yang tidak punya jadwal individual. Oh, sebenarnya sih kemarin Hyunjae baru menyelesaikan syuting variety, setelah itu dikasih libur beberapa hari. Dan Chanhee baru ada kerjaan sendiri dua hari lagi.

Boom. Timing pas pun menjadi saksi. Para anggota khawatir begitu meninggalkan mereka seorang diri.

Asrama nggak akan terbakar kan ya?

Or the worst, the building got destroyed just because they left them in charge?

Mungkin setelah hukuman beberapa minggu, kehidupan kembali menjadi normal, seakan tidak pernah terjadi apa-apa, namun tetap saja sangsi kalau misalnya terulang lagi.

Hyunjae baru bangun tidur dan mendapati ruang tamu kosong melompong. Hari sudah agak cerah dengan matahari menukik langit dilihat dari jendela ruangan. Dia merasa lapar, perut menjerit minta asupan, tapi rasanya malas beranjak dari tempat.

Menyalakan televisi, berniat rehat sejenak memandangi beberapa tayangan yang tidak membangkitkan selera, ya paling banter 5 sampai 10 menit dia begitu, atau sampai lambungnya meninju dinding perut karena lapar.

Biasanya kalau dia sendirian gini, dia bosen lalu berujung horny. Dimana dia akan memanjakan diri di kamar mandi selama mungkin -karena mereka ada bersebelas, tidak ada waktu untuk me time– dan sesekali bermain dengan mainan di kamar.

Bibir tersungging ke atas padahal baru juga dibayangkan. Tangan lentik menjalar ke kaos kedodoran menyapu sangat-sangat halus di permukaan.

“Mmh..”

Kelopak mata nyaris menutup setengah, dan dia sudah hendak meloloskan desahan kalau tidak ada suara pintu kamar dekat sofa terbuka kencang, mengagetkan figur montok tersebut, buru-buru melepaskan tangan demi melihat si pelaku.

Chanhee hanya melengos membelakangi, bersikap tak acuh atau memang tidak melihat ada Hyunjae di sana memperhatikan. Lekukan tubuh dari pinggang hingga ke bokong saat berjalan, tak lupa paha putih mulus sampai ke kaki jenjang menyita fokus sebentar.

Apa ya rasanya kalau kaki Chanhee mengukungnya?

Heh! Buru-buru Hyunjae menampar pipi, membulatkan mata akan pemikiran itu. Atas dasar apa dia tiba-tiba mempertanyakan hal tersebut? Bukankah mereka itu rival? Musuh dalam selimut yang saling memicingkan mata apabila beradu pandang di setiap apapun? Kenapa tiba-tiba dia penasaran?

Tapi, semakin ia mengelak maupun menolak, semakin jua rasa kepo memuncak. Dia ingin tahu bagaimana sang adik berada di atasnya, memerangkap Hyunjae di antara dua paha mulus, dengan netra sayu memandang satu sama lain. Oh jangan lupakan bibir Chanhee, tebal, berwarna pink, kontras sekali dengan ukuran bibirnya sendiri.

Will they be fit perfectly with each other? Karena seingat Hyunjae, ciuman sama Chanhee kemarin rasanya manis dan cocok bagai kepingan puzzle menemukan induk. And he wants more, more of it.

Adik kecil terselimuti celana pendek di atas lutut bergerak memanggil, mengatakan kalau dia sudah siap bangun lantaran dirangsang berpikir kotor. Hyunjae mengumpat dalam hati, akhirnya mengalah lalu menemui Chanhee.

Pemuda cantik tersebut ditemukan tengah berdiri depan kompor, mungkin sedang masak ramen, atau apalah, dia tidak peduli. Chanhee menggumamkan beberapa lantunan lagu, masih tidak menyadari keberadaan kakaknya sama sekali.

“Chanhee-ya.”

Aigoo kkamjagiya!” teriaknya kaget sambil menoleh, mendapati Hyunjae menyengir lebar dengan mata menyipit. “ngapain sih Hyung?”

“Aku bosen.”

Chanhee menaikkan satu alis, lah hubungannya sama dia apa? “Terus?”

“Ayo main.”

“Main apa?” Pusat perhatian adiknya beralih ke panci rebus yang mulai matang, tanpa mengindahkan jawaban, ia sudah sibuk menaruh bumbu serta mie ke dalam sana. Hyunjae menimang-nimang sebentar, melirik ke bagian selangkangan.

“Aku horny.”

Tidak nyambung but fair enough.

Bunyi kompor dimatikan paksa menggema di penjuru dapur. Chanhee mematung sebentar, mungkin ada sekitar 10 detik sebelum dia menoleh lagi dengan raut wajah tak percaya.

“Hah?”

Hyunjae mengerucutkan bibir, “Aku horny.”

So what am I gonna do about it?” tanya pemuda cantik itu menyeringitkan kening, air muka seratus persen menghakimi dua kata tabu yang terlontar

Let's play together,”

Just play by yourself,”

“Aaahhh main bareng ayok..”

Chanhee menghela napas keki, “Aku bottom, Hyung, I'm not going to top you,”

Neither am I, Chanhee, kita pake mainan aja, baru gerak bareng,”

Mulut Jeje enteng banget kayak kapas, nggak ada berat-beratnya sama sekali. Ringan seolah sedang membicarakan cuaca pagi.

“Emang ada?” tanya sang adik kembali, ia melirik ke arah makan siangnya, mie maupun bumbu telah terendam sempurna tapi air tidak jadi dipanaskan. Nggak tau deh rasanya gimana. Pasti tidak akan dimakan kalau mendengar ajakan seperti ini.

Melihat perubahan ekspresi, membuahkan cengiran iseng Hyunjae terpatri, ia mengangguk semangat, “Ada dong, di kamar!”

Entah apa yang ada di pikiran Chanhee jadi dia mengiyakan keputusan aneh kakaknya. Menarik panci rebus di atas kompor kemudian menumpah isi ke wastafel dan meletakkan benda itu sembarangan.

“Ayo.”

Hyunjae bersorak kesenangan baru pergi ke kamar duluan, adiknya mengikuti dari belakang sembari mengutuk dalam hati kenapa dia mau ikut-ikutan.

Mungkinkan ada sesuatu yang akan terjadi di antara mereka setelah ini?

. . .

Setiba kedua anggota The Boyz dambaan di ruangan familiar, pintu tertutup sempurna, dan mereka berhadapan satu sama lain. Chanhee menunggu instruksi, sementara Hyunjae menunggu aksi.

O.. kay..”

“Boleh aku cium?”

Chanhee mengendikkan bahu, kemudian mengangguk. Membiarkan Hyunjae mengambil langkah terdekat, mempersempit jarak dan mempertemukan bibir. Tinggi antara keduanya tidak terlalu jauh, tidak perlu juga merengkuh tengkuk atau pinggang, hanya telapak tangan merayap di pipi tembam, menyatukan belahan ranum bak menemukan kepingan teka-teki.

Jari lentik bertengger sementara di bahu, mata sama-sama beradu, menyerang terus menerus, mencari celah mengenalkan lidah, Hyunjae menyapukan benda tak bertulang, sangat hati-hati, seperti meminta izin. Sang adik membuka perlahan, mempersilakan masuk. Ciuman makin intens saat indra pengecap bertemu, memproduksi air liur, menciptakan koneksi di sela-sela tautan.

Pandangan tidak terlepas barang sedetik pun, deru napas berat menerpa satu sama lain, pertanda kabut nafsu menginvasi otak masing-masing. Permukaan bibir menekan tiada ampun, slotted very perfectly, bersamaan tubuh bersentuhan lebih.

Lenguhan kecil lolos, entah dari mulut siapa, kejantanan meronta di balik celana masing-masing, tangan tak diam, menjamah setiap celah sensitif, menemukan dengan mudah, saling menempel hingga merasa muak pada pakaian yang menghalang.

Posisi berlangsung cepat, Hyunjae merealisasikan bayangan dua puluh menit lalu. Choi Chanhee, rival enam tahun, orang yang menyukai sahabatnya, kini berada di atas. Bertumpu lutut di sisi kanan kiri, memerangkap pinggang berlekuknya, kepala menunduk setia menciumi bibir.

“Hee..” erang pria lebih tua menaikkan pinggul, untuk menyentuhkan adik mereka lagi, sama-sama keras, menegang sempurna, ukuran berbeda sedikit. Chanhee menatap dari atas, belahan ranum warna merah membengkak akibat terlalu banyak dilumat, tatapan kosong, menggelap, mungkin telah diliputi nafsu. Hyunjae menegak ludah, bergerak menggrayangi bagian belakang si Cantik.

“Mau fingering bareng?” bisik Chanhee sesekali menggigit bibir saat Hyunjae meraba pipi bokong, meremas gemas, membuat ia terjengit pelan. Kakaknya mengangguk antusias, ia bangkit setengah badan, mengacak isi laci nakas di samping kasur, menahan erangan karena Chanhee mengocok kejantanan mereka bersamaan. “fuck.. Je Hyung..”

“Bentar dulu, Hee, aku ambil mainannya,” nah iya, bukankah itu tujuan mereka sebenarnya? Chanhee menyingkir dari pangkuan, duduk di kasur dengan kaki mengangkang, selagi menunggu Hyunjae menghampiri lemari, ia mengulum dua jari dan mengarahkan ke liang, langsung tersandar di dinding ketika sapuan parasan digit menyapa kerutan.

Hyunjae menarik salah salah satu dildo terpanjang yang pernah dia beli online. Niatnya kemarin buat nyoba sendiri, ternyata berguna juga di saat seperti ini. Warna hitam kesukaan, berbanding terbalik dengan Chanhee si pecinta merah muda. Menyeret langkah cepat-cepat menuju kasur, ia menaruh benda-benda di dekat mereka, menyamankan posisi, berbaring kembali.

Okey, aku siap,”

Chanhee melepaskan tautan jari menyebabkan lubang berkedut kosong, ia menempatkan diri di paha tebal lagi, gerakannya luwes macam uler, siap mengurung Hyunjae. Kedua submisif melumuri jemari masing-masing, bibir menyambung lebih kasar nan menuntut, air liur bertukar hingga menetes-netes, bak tidak sabar akan sesuatu yang dinanti. Hyunjae berusaha mengimbangi, mencari celah di belakang sang adik, menuruni belahan, mengitari lingkaran cincin yang sedikit longgar.

“H-Hyung.. nghh..”

Chanhee tak mau ketinggalan, ia mengatur cara duduk agar tangannya dapat menggapai milik Hyunjae. Sang kakak terlonjak dari ranjang sewaktu ia memasukkan satu digit. “Fuckk..” desahnya terengah-engah. Sebuah ego terlintas di benak, berkompetisi siapa paling cepat keluar dan memuaskan satu sama lain.

“Aah.. Hyung, ke atas dikit-”

“Di sini?” tanya Hyunjae mengarahkan telunjuk ke area yang dimaksud, berhasil mengakibatkan Chanhee terlompat hendak menjauh disertai kejantanan mengacung lebih keras, “oh wow, that close huh?”

“S-shut up..” geram adiknya menusuk lebih dalam, membuat gerakan memutar, menekan tepat dimana buntelan Hyunjae berada. Kedua bottom saling bersahutan, menggerakkan pinggul berbarengan, mengikuti tempo tusukan.

Tiba-tiba satu jari berubah dua, berubah tiga, bahkan hampir empat apabila Hyunjae tidak menghentikan karena sudab tak sabar. Chanhee mundur sedikit, duduk di antara kedua kaki Hyunjae, membawa anggota gerak kakaknya ke atas dada, untuk mengekspos liang.

Kalau dilihat-lihat sih nggak ada bedanya. Chanhee juga tidak tebersit rasa iri atau apa, mungkin lebih ke penasaran sebagus apa sih punya Hyunjae jadi Younghoon sama Juyeon tergila-gila. Ketika ia melihat lebih detail seperti sekarang pun dia pikir sama aja.

“Chani..” rengek pemuda lebih tua sebab hanya dilihat saja, guyuran pandangan dari netra sayu Chanhee membuat lubang berdenyut-denyut, terasa hampa menginginkan sesuatu masuk. Lagipula dia malu ditatap tanpa bicara seperti itu. “stop looking at me,”

Can't help it, I have eyes to see,”

Rona merah menjalar di sekitar paha dalam Hyunjae, kepala Chanhee sampai miring untuk melihat lebih jelas lantaran tertegun. “Hyung..”

“A-apa?”

Now I figured why they love torturing you so much,” gumam pemuda April tersebut kemudian meraba sedikit bagian sana. Memijat-mijat daging montok itu secara lembut, merambat ke dua belahan, melebarkan perlahan, mengundang dirinya untuk menunduk hendak mencicipi. Hyunjae gemetaran tiada ampun, dapat dirasa dari balik telapaknya. Sebuah lidah terjulur, menyentuh tepat di perinium, menjalar ke bawah mendapat erangan nikmat.

Fuckk Chaniiii..”

Chanhee tidak menjawab, sudah sibuk memakan tanpa henti. Mengumpulkan bergumul-gumul saliva sebelum meludah ke liang, mata memancar sinar lapar memandangi betapa cepatnya sarang melahap. Indra pengecap mengitari kembali, menyesap tekstur di parasan, menggumam menciptakan getaran, menangkap desahan demi desahan.

Now he knows why Changmin loves to eat him out. It feels.. addicted? Apakah ini yang dicecap kekasihnya yang kesenangan bila ia mengizinkan rimming? Not bad, actually, but still a no no for him.

Kali ini geligi ikut andil, mencoba menggigit di sisi liang, mengakibatkan sang kakak terlonjak kaget, tapi ia berhasil menahan dua paha tebal, mengganti gigitan menjadi hisapan nyaring seakan sedang menyantap hidangan kelas kakap.

“Ah! Aahh! CHANI nghh!” Kepala Hyunjae serasa berputar ke sana kemari, seperti diajak bermain sampai letih. Napas memburu diafragma naik turun. Liang berkontraksi dengan lidah, menjepit melepaskan saking terlalu enak.

Si adik melepaskan sejenak, liur menetes ke mana-mana, pas menitik di sudut bibir, menggunakan punggung tangan untuk membersihkan, ia mengocok kejantanan pemuda lebih tua, mengusap kepala jamur beserta bulir putih di lubang kencing, “Hyung mau dimasukin duluan?”

Hyunjae menegak ludah, selain memikirkan keinginan keluar lebih cepat, ia ada kemauan menyentuh Chanhee sebagai timbal balik. “Kamu nggak mau dimakan?”

Nope, I hate it, pass.”

Why?”

Chanhee mengendikkan bahu, pergelangan tangan setia naik turun kemudian berputar bagai wahana bermain, “It's dirty,”

“Tapi kamu makan-”

“Ssh, suka-suka aku dong,”

Sang kakak memutar mata malas, menancapkan gigi di bibir bawah, nyaris merobek permukaan, “Ahh Chanhi please..” rengeknya sembari mengerucutkan bibir, mengundang alis bertaut menjadi satu, dimana pemuda lain tengah melumuri penis buatan di setiap sisi usai memberikan hand-job gratis. Nggak selesai pula.

“Kamu nggak liat aku lagi ngapain?”

Oh wow. Informal Chanhee is hot, guys. Netra sipit Hyunjae tampak berbinar-binar antusias setelah mendapat pertanyaan sinis itu. Terutama saat manik pria di hadapan memicing tajam, tanpa menghentikan gerakan tangan, bagai memperlakukan benda pemuas nafsu layaknya asli.

Please please pleasee..”

“Hm, pantes aja kamu sering dibikin nangis, bratty sih,” komentar Chanhee setengah mengejek, memperhatikan warna kemerahan menjalar di permukaan tubuh montok Hyunjae, menyita fokus sebentar. Kakaknya merengek lagi, doing grabby hands thing for him to be quick.

“Ooh!”

“Belum.”

Hyunjae meringis, jemari mengepal pada seprai, merilekskan liang begitu ujung dildo menerobos pertahanan. Tiada kata yang dapat ia utarakan selain desahan, terasa penuh, dipijat oleh dinding silky di dalam. Chanhee mencoba menarik sedikit, mendapat pekikan.

“Ah n-nanti Chani!”

“Ngetes doang, drama amat, Hyung!”

Si Manis menjulurkan bibir, menatap berkaca-kaca, “Nggak mau dipanggil Hyung,”

“Terus dipanggil apa? Jalang?” tantang Chanhee menaikkan satu alis. Eh bukannya marah atau mengamuk, respon Hyunjae malah sebaliknya, gemetaran kayak orang menggigil. Di kepala tersusun skenario-skenario lama dimana Younghoon bersikap kasar dengan Juyeon memanggil sebutan buruk terhadap dirinya. He feels like he needs to be trained properly. He's a misbehave baby for them

Karena tidak menjawab, Chanhee mendorong mainan tersebut makin dalam, mendengarkan jeritan keras antara kesakitan atau keenakan. “Jawab, Jalang.”

Please please anything! Call me anything but nice!”

“Oh Jeje, you're such a cockslut, aren't you?” ujar sang adik kini memaju-mundurkan mainan, perut Hyunjae mengencang karena ujungnya berhasil mengenai selaput ditambah degradation dari Chanhee sendiri. “kamu nggak akan pernah puas sama satu kan, Jeje?”

Yesss! Ngaahh Yesss!”

“Tapi sayang banget, aku nggak bisa muasin kamu,” jawab Chanhee pura-pura sedih, hentakan satu kali, menabrak kuat si bundelan, Hyunjae bergetar dipanggil klimaks. Semburan hangat memancur di atas perut, terlalu lama ditahan. Chanhee mengerjapkan mata. “eh? Cepat banget..”

Hyunjae hanya terengah-engah, mencoba bangkit setengah badan meski masih merasa sensitif. “Ayo main bareng, Chani..”

“Ckckck, come without me, huh? What a selfish slut–” balas adiknya kasar, mata berkilat-kilat kesal, tapi Hyunjae malah merengek lebih. Penis berdiri mengacung meski sudah keluar tadi.

Please.. fuck me, Chanhee..”

Chanhee tidak menjawab, melainkan ikut mengangkang menghadap pemuda rambut cokelat, ia mendongak mengatur napas supaya rileks, berhasil memasukkan mainan secenti demi secenti ke dalam badan. “Fuckk.. it's goodd..” racaunya terus menerus menelan batang. Hyunjae menegak ludah, sangat terangsang melihat bagaimana lubang kecil berwarna merah muda menggoda iman para anggota terbuka menyelimuti diameter. Menyisakan sekitar satu atau dua inchi jarak di antara mereka sebelum Chanhee bergerak maju, menyebabkan ia tersedak kecil saking terlalu dalam.

“Ngh Hee too deep..” erang si Manis pelan diselingi desisan. Chanhee menatap sinis.

“Baru juga dildo udah banyak protes ya Je?” Sang kakak hanya gemetaran, menggenggam sekepalan seprai hingga buku jari memutih. “move, Slut.”

Mereka mulai mengatur pergerakan dengan tempo ringan, berhasil membuat Hyunjae merintih, menumpukan badan menggunakan siku tanpa melepaskan cengkraman. Chanhee mendaratkan tamparan keras di permukaan pipi bokong, menyengir lebar melihatnya bergoyang bak jeli, menampar sekali lagi keras-keras kalau bisa sampai telapak tangan menjadi panas dan tercetak, bunyinya memekikkan pendengaran disahuti rengekan lain. Kini dua pinggul menambah kecepatan, mencari celah agar ujung menubruk selaput sensitif di dalam.

“Oh shit–” Chanhee terlonjak kaget saat mengubah posisi, penis sendiri hampir mengucur tanda sampai kalau dia tidak berhenti sejenak pada tubrukan tersebut.

“Chani.. ngh.. Chani..” Hyunjae membuat grabby hand kembali, sang adik pun menuruti, menautkan jemari mereka bersamaan kemudian lanjut bergerak. Chanhee merasa perut otot mengencang seketika, ingin segera dilepas. Beberapa kali tusukan, ia menggenggam tangan Hyunjae kuat-kuat begitu putih menyembur keluar, membasahi seluruh badan bagian atas dengan jantung memompa kencang. Meski terengah-engah, ia masih dapat bangun untuk menindihi kakaknya, tanpa melepaskan tautan, ia mengangkat kaki Hyunjae tinggi-tinggi, duduk tepat di paha dalam kemudian bergerak menggenjot perlahan.

Like he's fucking him with his dick. Oke, ralat, his dick toy inside his ass. Cepat, tidak terkendali, berusaha menggapai sedalam mungkin, tatapan menggelap terhadap sundulan ujung mainan menyembul sedikit di bawah kulit perut. Hyunjae berteriak lepas, pergerakan Chanhee seperti yang diinginkan, mengoyak-ngoyak tanpa ampun, keluar masuk lepas kontrol.

“Ugh.. wanna come, Slut?”

YESSS! AAAH FUCK! YESS!” Chanhee menggenjot lebih tajam nan menuntut, menabrak keras bundelan saraf di balik dinding menyebabkan Hyunjae menegang sebelum memancur kedua kali. Dirinya ambruk didera kelelahan sehingga kelopak mata mulai menutup setengah, kesadaran juga menipis, seolah hilang terbawa orgasme tadi. Begitu napas dirasa teratur, ia tidak mengingat apapun. Omelan Chanhee soal tanggung jawabnya dalam membersihkan, mainan yang dicabut hingga liang berdenyut mencoba menutup, ah dia mendadak lupa.

“Yang ngajak main siapa, yang bersihkan siapa, kurang ajar.”

Chanhee hendak sekali memukulkan baju bekasnya di wajah sok manis milik sang kakak. Geram setengah mati malah ditinggal tidur. Namun, dia mengurungkan niat hati lantaran kasihan melihat keadaannya, pelan-pelan ia menarik tisu basah kemudian membereskan sperma kering yang melengket di permukaan perut sampai dada.

“Ngh..”

Sang adik diam saja begitu ada pergerakan maupun kerutan tidak suka, kelopak masih tertutup rapat, napas terdengar sangat teratur. Ia membuang sisa sampah di tempat dekat pintu kemudian diam sejenak.

Kenapa di pikirannya tebersit keinginan cuddle bersama Hyunjae ya? Chanhee mundur secara hati-hati, kembali ke tempat tidur dimana pemuda manis terbaring. Dia meyakinkan diri apakah dia memang ingin melakukannya, lalu akhirnya menyusup di ruang kosong di samping.

It feels warm and cozy? Ia bahkan menenggelamkan muka di ceruk leher Hyunjae, menghirup aroma tubuh khas, menenangkan sanubari. Perlahan keheningan melanda membawa kantuk menyelimuti figur langsing di samping. Tiba-tiba Chanhee sudah diculik alam mimpi bersama lengan melingkar di perut Hyunjae.

They will be fine, right?

. . .

Anggota menemukan keganjilan luar biasa tapi entah kenapa ada kelegaan sedikit semenjak dua primadona ditinggal berdua, kayak nggak ada perkelahian, olok-olokan, sindir-sindiran, atau kompor-mengompor antara keduanya.

Hanya saja bagian lain yang tak dapat dipercayai mata kepala sendiri adalah Hyunjae jadi lebih sering bergelayutan manja dengan Chanhee dibanding tiga teman seksnya. Dan si Cantik terlihat biasa saja, mengiyakan malahan. Lebih menghebohkan lagi ketika mereka menangkap basah kedua bottom tersebut saling menautkan bibir seperti tiada hari esok. Walau berakhir dengan Chanhee diseret Changmin akibat kecemburuan semata, tidak menutup kemungkinan bakal terulang lagi sih.

“Bagus dong mereka akur, kan bisa sharing jadinya.”

Kala itu Younghoon berhasil mendapat lemparan sandal rumah Sangyeon, gigitan ganas Ji Changmin serta amukan Sunwoo level tertinggi. Sampai membuat Jacob menimang-nimang apakah sudah saatnya dia keluar dari grup dan kembali ke kampung halaman.

Yang dibicarakan? Tidak tahu menahu. Tiba-tiba telah menghilang ke sebuah kamar, mengunci pintunya, kemudian melakukan hal menyenangkan satu sama lain karena muak dengan tingkah laku anggota mereka.

Bukankah perkataan Younghoon benar soal keakuran?

But the sharing thing sounds fun. Kalau Ji Changmin nggak menyeramkan sih😉

. . .

BANG BOYZ BENERAN FINISH

. . .

©️Finn

98z Edition

One caught turned into mess orgy

Starring :

TBz 98 -Lee Juyeon -Moon Hyungseo -Choi Chanhee -Ji Changmin

Warning : foursome, voyeurism, barebacking, switch (only ji changmin) mess, neomu filthy, everyone's high, piss everywhere because they're drunk okay?

×××××××××××××××××××××××××××××

“Kita liburan yuk!”

Sebuah gagasan cemerlang yang bersinar seperti mata Chanhee sekarang mendapatkan atensi dari tiga pasang netra lain di ruangan, mereka seakan terhenti dari kegiatan masing-masing setelah ide impulsif tersembur sebagai ajakan.

Pemuda yang ditatap menaik-turunkan alis, saking bersemangatnya, kaos kedodoran membungkus badan kini melorot sampai ke pundak. Who the hell cares?

“Kemana?” tanya Kevin setelah mencerna beberapa detik, ponsel sudah tergeletak di samping, ia beringsut mendekati.

“Paling ujung-ujungnya ke pantai,” sahut Changmin mendengus pelan, berbeda dari Kevin yang tertarik, dia malah fokus ke game lagi, malas menanggapi. Tidak melihat bagaimana bibir tebal mengerucut imut karena terabaikan.

“Ya kalau ke pantai emang kenapa?” balas Chanhee sewot, ia menoleh ke Juyeon, pemuda itu sedari tadi hanya diam memandangi mereka satu persatu. “Juyeon mau kan? Mau ya? Mau ya?”

“Iya, tapi ke pantai mana?” akhirnya si Tinggi bersuara.

“Terserah..”

“Kayak cewe aja kamu,” Changmin harus mendapat pukulan cuma-cuma dari Chanhee usai dia menyahut kembali. Kevin tertawa geli melihat interaksi keduanya barulah ia melerai.

“Yaudah, yaudah, Jeju aja gimana?”

“Kejauhan.”

“Bacot ya Ji!!!!!”

Juyeon tampak berpikir, “Busan?”

“Booooo saaaannnn,”

“Ji Changmin!!!!”

“Kalo kita ke Maldives?” tawar Kevin kali ini tersenyum lebar, rencananya mau godain aja sih, nggak niat lebih. Ji Changmin baru hendak protes pada destinasi tersebut tapi tidak jadi lantaran Chanhee langsung berbinar-binar.

Oh my god Kevin! Kamu ngerti aku banget sih!!!” ucap pemuda cantik itu lalu menarik sahabatnya dalam pelukan, bahkan melayangkan kecupan di pipi juga. Bukannya jijik, Kevin malah kesenangan sambil memeluk balik. “oke gaes kita ke Maldives!”

“Apa nggak kejauhan, Hee?” Juyeon sebagai party boomer bertanya kalem. Changmin mengatup mulut rapat-rapat, menunggu detik-detik sang kawan disemprot mulut cerewet Chanhee.

“Juyeon nggak suka ya?”

Juyeon melambaikan tangan cepat, “Bukan! Bukan gitu, Hee!” Hedeh serba salah deh dia. Bibir Chanhee termaju-maju diiringi suara dengkingan anak anjing, Kevin langsung mendekap lebih erat, membuat suara-suara menenangkan sesekali melotot pada Juyeon. “ya Tuhan, iya iya Maldives.”

Sekejap kemudian, Chanhee menyeringai lebar, merasa menang kali ini. “Yes. Oke!”

Tipikal Chanhee yang nggak bisa ditolak permintaannya.

×××××××××××××××××××××××××××××

Sesampai di tempat destinasi, bukannya didera keletihan lantaran harus duduk berjam-jam di pesawat, keempat kawan sebaya itu berhasil check-in di sebuah cottage menginap. Pemandangan merujuk langsung ke hamparan laut membuat mereka terkagum-kagum dan tak sabar ingin segera menyebur.

Chanhee menanggalkan pakaian duluan, entah sengaja atau tidak, ia seolah hendak pamer apa yang dipakai dibalik kemeja maupun jeans. Tiga pemuda lain menoleh memperhatikan tanpa mengedipkan mata.

“Chanhee..”

Si Cantik hanya mengerling menggoda, berlari menggeser pintu, bergegas membasahi kaki di pinggir teras. “Kevin sini!!!”

Kevin buru-buru menurunkan celana, berbekal boxer hitam ketat membungkus selangkangan ia ikut melangkah menuju tempat Chanhee berada. Meninggalkan dua lelaki selanjutnya yang masih memandangi penuh minat.

They..”

Did they tried to seduce us?” Changmin menyuarakan pertanyaan, Juyeon berdeham sedikit, berusaha menyadarkan diri untuk tidak berpikir macam-macam. Kaki jenjang Chanhee serta pantat semok Kevin seharusnya sudah menjadi santapan sehari-hari selama enam tahun mereka berteman.

“Kayak nggak kenal mereka aja,” itulah yang dapat ia utarakan sebelum melanjutkan membereskan barang-barang bawaan termasuk pakaian dua temannya yang berserakan di lantai. Changmin menggumam, ikut membantu barulah mereka bergabung.

Juyeon menarik napas panjang, tidak bisa melepaskan sedikit pemikiran kotor tentang Chanhee dan Kevin. Terkutuklah postur tubuh mereka yang kayak cewek. Bahkan lebih dari perempuan. Sekali saja, ia pernah memimpikan rasanya menggoyang Kevin meski ia tahu itu tidak mungkin.

Tidak terasa tiba waktu makan malam. Keempat sahabat memutuskan untuk memesan room service dibanding datang sendiri ke restoran. Alasannya karena si Cantik kelelahan. Ya siapa yang nggak capek nyebur ke sana kemari, lari-lari gangguin Kevin, sampai yang dimaksud tepar di atas badan Juyeon. Untung dia masih punya energi buat makan, padahal sebenarnya pingin langsung tidur di kamar.

“Aku mau jalan abis ini, siapa mau ikut?” ajak Changmin saat makan, Chanhee dan Kevin sontak menggelengkan kepala, sedangkan Juyeon ditemukan melamun. “Juy.”

“Ha?”

“Ikut gak?”

“Enggak deh, nanti mereka berdua dimakan hantu kalo ditinggal,” jawab Juyeon kalem, mendapat pukulan manja dari Kevin. Si Tampan tertawa kecil seraya melingkarkan lengan di pinggangnya mengusel gemas. Changmin mengendikkan bahu.

Suit yourself,”

“Mau kemana sih?” tanya Chanhee mendelik. Changmin cengengesan kemudian menyosor mencium sudut bibirnya, dikit aja sih, tapi jantung Juyeon berasa drop ke selangkangan. Wait a minute– apa dua temannya..

“Aku bobo cantik ya gaes..” Kevin melepaskan diri dari dekapan, sedangkan pemuda lain tampak kecewa akan hilangnya kehangatan semata. Dia semakin mempertanyakan kenapa perasaan aneh ini terselip di sanubari.

Changmin sudah berlalu setelah terlepas dari gerutuan Chanhee, si Cantik bersungut-sungut ditemani Juyeon yang kerjaannya membersihkan sisa-sisa makanan mereka. Sungguh mulia sekali hati Lee Juyeon dijadikan pembantu oleh grup. Beberapa menit berlalu, Juyeon menoleh tidak menemukan siapapun. Mengira temannya masuk ke kamar untuk rehat, dia juga telah selesai, memutuskan beristirahat sebentar.

Lama kelamaan dia bosan juga memandang langit malam dari jendela besar di sana. Alunan laut biru menggelap pun menggelitik indra pendengaran, rasa kantuk hendak menyerang berusaha ditahan. Juyeon beranjak bangun, melangkah menuju kamar yang ditempati bersama Chanhee. Dia terpaku sejenak begitu melihat pintu kamar mandi terbuka sedikit.

Juyeon menegak ludah, mengintip apa yang dilakukan Chanhee di dalam. Celah terbuka itu seakan sengaja dibuat oleh pemuda cantik, dia dapat menangkap siluet kaki jenjang yang sering terekam kotor di otak kini bertumpu di dinding keramik, jari jemari lentik yang biasa digunakan mencekik Changmin bila si Imut mengejeknya bergerak konstan di belakang, tepatnya di lubang. Juyeon menarik napas, takut kedengaran, jakun naik turun sambil terus menatap.

Chanhee nampak menahan erangan, sedikit gemetaran ketika jari masuk lebih dalam. Juyeon menduga dia sudah menemukan selaputnya, membuat miliknya bergerak dibalik celana santai. Ah. He shouldn’t be doing this, he shouldn’t peek into someone’s privacy especially his best friend. But, the longer he stayed, the longer he wanted to fuck him. Siapa yang tahan melihat situasi Chanhee sekarang huh? Apalagi jika kamu remaja hormonal sepertinya.

Shit. He’s going insane.

Pemuda surai hitam bagai mengetahui gerak-gerik seseorang, ia menyunggingkan senyum kecil lalu menurunkan kaki tanpa melepaskan tautan jari, perlahan ia menungging dengan menumpu badan kembali menggunakan lengan, menjatuhkan rahang saat tiga digit meluweskan peregangan.

“Aaah..”

Juyeon menekan kejantanan dalam-dalam, menambah rasa sakit akibat sempitnya ruang. Tangan perlahan mengelus gundukan, menahan agar tidak menyelip. Dia mempercepat elusan, mengikuti tempo Chanhee yang jarinya masih keluar masuk. Membayangkan digit sendiri ikut membantu melebarkan akses, menikmati pijatan dinding satin di sekujur parasan.

“Ngaaahh..” sialan. Suara parau Chanhee nyaris membuatnya keluar, Juyeon tergesa-gesa mundur kemudian melesat ke kasur, tiba-tiba sudah menyembunyikam figur tinggi di balik selimut sembari memejamkan mata erat. Semoga Chanhee tidak menyadari keberadaannya. Semoga sahabatnya terlalu larut dalam nafsu sehingga tak tahu kalau Juyeon pernah berdiri di sana selama beberapa menit.

Pintu kamar mandi terbuka lalu tertutup, ia refleks bernapas lebih teratur. Bunyi langkah kaki pelan memantul di gendang namun ia berusaha mengabaikan. Tidak melihat senyum lebar jahil terpampang di wajah Chanhee.

“Juyeon?”

Jangan dijawab. Jangan dijawab.

“Yah.. udah tidur..” gumam si Cantik sangat tahu kalau pemuda tinggi pura-pura terlelap, mungkin takut ketahuan menangkap basah kegiatan solo tadi, tapi sebetulnya he wouldn’t mind if Juyeon wants to join. Akhirnya dia keluar setelah berpakaian, meninggalkan Juyeon menahan ngilu di kejantanan. Mendengar pintu tertutup, barulah si Tampan menghela napas lega. Tangan kanan leluasa melorotkan celana, membebaskan adik dengan kepala mengeluarkan bulir putih. Desisan tersembur sangat halus saat jempol mengusap mahkota, genggaman pada batang disempitkan seolah itu adalah lubang sahabatnya, pikiran melayang ke visualiasi ia menggoyang Chanhee, how filthy he became underneath him, moaned his name while taking his cock like a champion.

“Mmfff..” satu tangan meremat bantal, geligi menancap di bibir agar desahan nikmat tidak sembarang keluar. Nggak lucu kalau dia ketahuan masturbasi sama objek yang dia bayangin. Bakal hancur pertemanan mereka selama 6 tahun. Untuk saat ini, Juyeon tidak mau berpikir jauh, dia hanya ingin mempercepat klimaks dan tidur demi menghilangkan penyesalan maupun rasa bersalah. Mengulang kilas balik erangan Chanhee bercampur squelching sound from his fingered-ass, otot perut mendadak mengencang diikuti tembakan benih di telapak. Juyeon mengambil napas panjang, persendian menjadi kaku beberapa detik setelah klimaks. Dia menarik berlembar-lembar tisu untuk menghilangkan jejak maksiat, melempar ke tong sampah kemudian tergesa-gesa menarik selimut.

Hope he will forget how Chanhee looked half an hour ago.

×××××××××××××××××××××××××××××

Pagi menjelang membangunkan Juyeon beserta terputusnya alam mimpi. Dia menggumam merasakan kehangatan lebih dikarenakan ada buntelan mungil -well not that extend but at least smaller than his frame– Moon Kevin menyusup di bawah ketiak.

“Hey..” gumamnya serak. Kevin mendongak, tersenyum manis.

“Pagi Juy,”

“Udah pagi?” Juyeon bersuara lagi tanpa membuka kelopak, berat rasanya bro, terutama saat kilas balik semalam muncul. Sialan. Morning wood is such a pain is his ass. “Chanhee mana?”

“Gangguin Changmin,” jawab sahabatnya menenggelamkan wajah pada dataran bidang, menghirup aroma khas milik Juyeon, yang entah kenapa menenangkan.

“Terus?”

“Ya aku nggak bisa tidur jadi aku ke sini,”

Juyeon terkekeh, menempelkan tubuh mereka semakin dekat meski tahu dirinya sedang dalam krisis pagi hari.

Alright, let’s go sleep,”

Kevin bergerak sedikit, berdeham pelan, “You have a boner,”

It’s morning, Kevin,”

I think you need to let it free,”

Mulut sahabatnya emang minta dislipet. Yakali Juyeon buang air kecil di sini hanya karena Kevin tidak mau tidur bersampingan ketika adiknya sedang bangun, lagian kapan lagi mereka bisa cuddle tanpa diganggu Chanhee atau picingan mata dari Changmin, ia tidak mau melewatkan hal ini. “Hm.. ya nanti..”

Isn’t it uncomfortable sleeping with boner?”

“Kev, shush!”

Pemuda manis mengatupkan bibir, mengerjap-ngerjapkan manik sebelum melingkarkan lengan di sekujur perut. “Okay,”

Maaf Kev, tapi Juyeon super duper malas bangkit dari kasur hanya untuk menuntaskan rutinitas pagi. Dia cuman pingin tidur sampai lambung meronta minta makan atau cahaya matahari menukik naik lebih tinggi memanaskan ruangan.

Besides, dia sebenarnya ingin melanjutkan mimpi yang terputus usai mengetahui kehadiran Kevin. Hehe.

Mimpi apa hayo?

Nggak usah kepo.

Namun, baru beberapa menit keheningan menerpa, pintu kamar Chanhee dan Juyeon terhempas ke dinding. Untung tidak lepas dari engsel, Juyeon sudah takut disuruh ganti sama pemilik cottage, padahal bukan dia yang salah.

RISE AND SHINE BITCHES! LET’S GO TO THE BEACH!”

Shut up Chanhee..” geram Kevin teredam kulit dada Juyeon. Sedangkan pemuda tampan tersebut tidak merespon, melainkan berdoa agar Chanhee merasa terusir.

No no no! I wanna get high tonight so let’s go out and buy some drink!”

“Kamu aja sama Changmin,”

LET’S GO!!!!”

Baiklah, daripada Paduka Ratu marah lalu meneriaki mereka tiada henti, kedua sekawan yang menyimpan crush satu sama lain tapi tidak ada yang berani mengungkapkan bergegas bangun dari pembaringan. Cukup membungkam mulut besar Chanhee.

Mereka bersiap-siap untuk menghabiskan waktu seharian di luar cottage, walau hamparan laut menjadi pemandangan, tetap saja tidak memuaskan bagi Chanhee. Terutama bagian trip to mart for buying cheap beers or another alcoholic drink. Juyeon begitu menikmati bagaimana dua sahabatnya tertawa lepas saat di pantai, dan Changmin yang diam saja memusatkan pandangan ke satu orang.

“Jangan diliatin gitu, bolong ntar punggung orang,”

Changmin melirik Juyeon, kemudian menatap objek yang diminati. Teman sebayanya menyengir, meski dalam hati bertanya-tanya, apakah mereka memiliki perasaan terpendam yang sama.

“Kamu pernah nggak mikir suka sama salah satu dari kita?”

Shoot. Bener dugaan Juyeon. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, nyaris meluncurkan kegiatan bejat semalam setelah mengintip Chanhee bermain dengan jari.

I think I’m in love with Chanhee, Juy,”

Ah. He has expected that. Same with him for Kevin.

Isn’t it dumb?”

Juyeon menggeleng, “Nope.

He’s always getting on my nerves lately,” Changmin menghela napas, ingin bersandar bertumpu tangan di atas pasir empuk. “do you have any idea what did he do this morning? Sit on my lap and started to grind on it.”

Oke baiklah. Ini bukan waktu yang tepat untuk berpikir bahkan membayangkan Chanhee menggoda sahabatnya di pagi hari. Ini juga bukan sesuatu yang harusnya dibagi dengannya saat matahari sedang naik.

Bagaimana Juyeon akan merespon? Apakah dia ingin Changmin tahu perbuatan Chanhee semalam? Atau membalasnya tentang perasaan kepada Kevin supaya mereka merasa di posisi yang sama?

“Aku suka Kevin,”

Changmin menggumam, “Udah tau,”

“Sialan.”

Sang sahabat tertawa keras, mendorongnya main-main, “Siapa yang nyangka kalo kamu sejelas itu hah? Even blind people can see you’re very mad in love with him, especially when he’s all over you,”

Juyeon menggaruk tengkuk canggung, manik memperhatikan setiap pergerakan Kevin yang kini membangun istana pasir bersama Chanhee, gelak tawa geli meluncur dari keduanya ditemani pancaran sinar berkilauan di mata mereka. Tak sadar ia dan Changmin memandang sangat lembut, seperti menemukan benda paling berharga di alam semesta.

Do you think we screwed up this friendship?”

Not if they have same feelings with us,” jawab Changmin membersihkan telapak, dia bangkit sambil mengulurkan tangan, “let’s find out tonight,”

Si Tampan mengangguk menerima uluran, ikut berdiri kemudian membersihkan diri dari butiran pasir tempat mereka duduk. Changmin memanggil dua pemuda lain agar segera pergi dikarenakan waktu makan siang telah tiba. Entah apa yang direncanakan pemuda gigi tupai tersebut, Juyeon hanya dapat menerka-nerka dalam hati.

×××××××××××××××××××××××××××××

“Kita main dare or shot yuk!”

Selalu Choi Chanhee. Gagasan aneh tapi nyata, ide cemerlang secerah sorot maniknya. Mereka baru pulang setelah makan malam di salah satu restoran dengan suasana hangat dan menyenangkan. Kembali ke cottage, menumpuk berkaleng-kaleng bir serta minuman alkohol untuk bersenang-senang.

Juyeon memperhatikan bagaimana celana pendek Chanhee tersingkap ke atas, menampilkan paha putih mulus minta dikecup sampai menciptakan bekas membiru. “Kenapa nggak truth or dare?”

Chanhee menyunggingkan senyum miring, menatap Juyeon jahil seolah ingin mengekpos temannya, “Are you sure Sweetie? Cause last time we played this game you ended up wasted when you chose truth,”

Sial. He has a point.

Di sisi lain, Changmin menyamankan posisi seraya menahan tawa. Sementara Kevin memandangi ketiganya polos. Akhirnya daripada menunggu lebih lama, dimulailah permainan laknat ini. Changmin sengaja menghabiskan sebotol duluan supaya dapat dijadikan alat peraga. Toleransinya terhadap alkohol memang paling tinggi di antara mereka bertiga.

Putaran pertama mendarat di Chanhee, pemuda cantik menjerit kegirangan lalu memilih dare daripada shot.

Kevin tersenyum jahil, sebelum Juyeon atau Changmin mengatakan duluan, ia sudah menyela, “I dare you to kiss Changmin!”

What?” Juyeon bersuara. Sejak kapan permainan ini jadi 18 ke atas. Kevin hanya memberi tatapan polos walau sudut bibir naik menantang Chanhee.

Chanhee mengangguk, beringsut menarik kerah kaos putih milik sahabatnya lalu menubrukkan bibir mereka. Kevin bersiul-siul kesenangan, menggoda dua temannya sesekali menegak bir. Juyeon masih terpana, mendadak panas dingin saat mendaratkan lirikan pada bokong Chanhee yang terbungkus celana. Shit. Since when his best friend got a nice ass when he’s skinny as fuck?

Si Cantik melepaskan tautan, memandang pemuda di bawahnya dengan senyuman kecil. Changmin mengecup dagu mungilnya sebagai santapan terakhir, melanjutkan permainan daripada atmosfer ruangan menjadi panas.

Alright, spin the bottle!”

Botol diputar kembali, keempat lelaki seumur menunggu penuh antisipasi, di pikiran masing-masing sudah tergambar tantangan yang akan dilontarkan kepada korban selanjutnya. Ujung botol berhenti perlahan, mengarah ke Kevin. Dia membulatkan mata, mengerang begitu cengiran terpampang di wajah Chanhee.

Shot.”

“Ah Kevin you’re no fun!”

Kevin melototkan mata, “I know you’re gonna take a revenge on me Choi Chanhee,”

Loser.. loser..” ejek Si Cantik menjulurkan lidah, entah sudah berapa kali ia meneguk selama kegiatan berlangsung, tapi ujung hidungnya mulai memerah.

Fine. Dare me!”

Giving our Juyeon a lap dance,”

Juyeon tersedak dari minuman, lubang hidung terasa kebas karena cairan panas tersangkut di tenggorokan. Dia menatap Kevin yang merona merah hebat sembari menggeleng.

“Nggak usah Kev,”

“Juyeoon..” rengek Chanhee mengerucutkan bibir.

Ah sialan dasar Chanhee. Walaupun mulut Juyeon berkata tidak tapi hati berkata sebaliknya, terutama si adik di balik celana jeans. Kevin tak menghiraukan siulan menggoda dari Changmin ketika ia mendudukkan bokong di pangkuan. Juyeon juga menemukan kerlingan si Lesung Pipi benar-benar menaikkan nafsu dalam aliran nadi.

Hi..” gumam Kevin menaruh tangan di bahu, Juyeon mendongak, memberi senyuman kecil, bumi terasa bagai dihuni mereka berdua, saling menatap satu sama lain, menikmati aroma tubuh masing-masing.

“Hai Baby,”

Stop it!” desis pria manis tersebut melotot kecil, semburat merah muda berdesir di permukaan pipi, menambah kemanisan berkali-kali lipat.

“Kev cepetin!”

“Ah shut it Choi!” Kevin menarik napas, menghembuskan perlahan mulai menggerakkan badan bagian bawah. Lebih menyebalkan lagi saat alunan lagu sensual terdengar dari speaker ponsel. Kevin melototkan mata ke Changmin, kemudian memusatkan konsentrasi membelai dada bidang Juyeon dengan bagian bokong meraba paha tebal di bawah.

“Jangan lupa bernapas, Juy..” Chanhee tertawa nyaring menepuk-nepuk lengan Changmin, tidak sakit sih cuman tetap saja kaget. Juyeon menipiskan bibir berusaha tak menghiraukan, netra menatap Kevin lekat-lekat dan nyaris mengerang begitu pemuda di atas menggesekkan kejantanan.

Tiga menit lagu, tiga menit jua Juyeon merasa di surga. Dia menahan diri untuk tidak menaikkan pinggul tapi tetap mencoba kalem setelah Kevin selesai.

Ruangan semakin panas begitupula permainan. Pikiran keempat sekawan sudah diliputi nafsu usai tantangan kotor lain dikerahkan. Tiba-tiba Changmin menindihi Chanhee sementara Juyeon memangku Kevin sambil menautkan bibir.

Fuck.. I’m drunk..” gumam si Manis di sela-sela tautan. Bibir Kevin terasa kenyal dan lembut, there’s hint of cheap beer inside his mouth but Juyeon never gives a fuck, it’s their first kiss anyway, and the hot one. “J-Juyeon..”

Yes Kevin?”

Kevin tidak menjawab, malah meremat anak surai sahabatnya perlahan, lidah menyapu bibir kemudian menyusup ke dalam mengajak berkenalan dimana Juyeon dengan senang hati meladeni. Telapak tangan mendarat di bongkahan pipi, meremas gemas menyebabkan pekikan kecil. Mereka saling bertukar liur, mengaburkan alam sadar karena pengaruh alkohol serta mabuk terhadap kehadiran masing-masing.

“Chanhee what the fuck?” Keduanya menoleh ke sumber suara, Chanhee terbaring di lantai, Changmin berada di kedua kaki jenjang membelalakkan netra pada pameran di depan. Pemuda rambut hitam menyengir dengan mata sayu.

Always be prepared, Daddy,”

Juyeon mengumpat kecil, mendapat perhatian dari Kevin beserta pergerakan di balik celana jeans. “Oh..” kawannya bersuara, “do you like it?”

Like what?” bisik si Tampan ragu-ragu. Kevin menyunggingkan senyum.

When Chanhee called him Daddy, do you like it?”

Changmin dan Chanhee sudah terlibat dalam pergulatan panas kembali. Pemuda yang dikukung telah polos sepenuhnya, mengeluarkan erangan lepas seperti yang pernah Juyeon dengar sebelumnya.

I do..” balas Juyeon lagi, kali ini merayapkan kedua tangan di balik kaos Kevin untuk berkontakan langsung dengan kulit. Lelaki manis di pangkuan menggigit bibir, merasakan material terangkat naik hingga ia sudah tidak mengenakan kain. “Especially if you called me that,”

“Nggak ah,” sahutnya bertumpu lutut dalam membantu Juyeon melorotkan celana, “I rather being called baby instead of calling you one,” Si Tampan mengangguk mengerti, mengecupi leher sampai ke pundak landai sesekali menggenggam milik Kevin. “aaah.. Juyeon..”

“Changmin wait!”

Changmin berhenti sejenak, menatap bingung pada Chanhee yang buru-buru bangkit. Dua temannya juga berhenti, ikut menolehkan kepala.

Can we do something fun tonight?”

We already did, Chanhee,” celetuk Kevin memutar mata malas.

No, maksudku, can we.. um..” semburat merah muda merata di permukaan wajah, “Juyeon do you mind if we play with you?”

“Haa?”

Like you can fuck us one by one,”

“Chanhee..” tegur Changmin tiba-tiba. Chanhee tertawa geli.

We’re drunk and a mess, kenapa nggak ngelakuin hal gila sekalian?” senyuman jahil naik kembali, “besides I always wanna know how deep Juyeon can take me,”

Duh, kayaknya hari ini hari keberuntungan Lee Juyeon. Dia nggak tahu apakah ini termasuk bagian rencana Changmin tapi dilihat dari reaksi pemuda tersebut, kayaknya sih bukan. Pure dari pikiran Chanhee sendiri. Dia menatap Changmin meminta pendapat, dan izin sekalian, dan si lesung pipi mengangguk pelan. Mereka mendengar teriakan nyaring, paling semangat. Siapa lagi kalau bukan si Chanhee. Dia bahkan menepuk-nepuk lantai, menyuruh Juyeon baring di sana sementara mereka bergerak ingin memuaskan.

Bentar ya author sakit kepala. Hahaha.

Oke lanjut.

Lelaki lebih tua menyamankan posisi, celana mendadak sesak ketika dia dikelilingi tiga temannya. Jantung berdetak-detak serasa hendak melompat dari rusuk, namun melihat raut wajah lembut Kevin di samping, ia agak tenang, mempercayakan seutuhnya. Apalagi si Manis menunduk mencium bibir, sementara tangan-tangan nista bergerak membuka kaitan kancing, sengaja menekan resleting saat diturunkan menambah tekanan pada adik yang terkurung, Juyeon mengerang dalam mulut Kevin, tak sadar menandakkan pinggul.

Holy fucking shit!” teriak Changmin setelah membebaskan kejantanan Juyeon. “fuck it’s huge!”

Chanhee tertawa geli, memandang penuh minat pada penis mengacung yang bergoyang sedikit akibat rangsangan udara luar serta pujian Changmin.

“Juy kamu minum obat apa gimana?”

“Nggak usah aneh-aneh,” jawab Juyeon memutuskan tautan, Kevin ikut tertawa, mengecup bibirnya gemas. “kalian mau ngapain emang?”

“Kulum ya, Juy..”

Chanhee and his filthy mouth. Juyeon hanya mengangguk, menarik tengkuk Kevin lagi tidak mengindahkan dua pemuda di selangkangan. Dia terjengit kaget begitu miliknya digenggam, digoreskan kuku, serta ada jilatan coba-coba. Juyeon semakin mengeras, bersamaan ia mencium ganas, Kevin melenguh di sela-selanya, melepaskan karena kehabisan napas.

Changmin dan Chanhee bergantian memanjakan, ketika pemuda cantik mengulum kepala, Changmin menjilati batang, tak lupa mereka berciuman panas apabila bertemu, lalu menggoda Juyeon lagi dengan beberapa hisapan.

“J-Juy..” erang Kevin pelan, “prepare me, please?” Juyeon bangkit setengah badan, membalik tubuh Kevin agar menungging di samping, menelan ludah begitu manik berhadapan dengan lubang impian. Selagi dua temannya membasahi di rongga mulut masing-masing, ia mengulum dua jari hingga saliva tebal menyelimuti. Kevin menunggu dengan sabar, menyandarkan kepala di lengan dengan bokong terangkat. Juyeon meraba kerutan otot secara hati-hati, dia mendesis ketika geligi salah satu menggores batang, hendak mengomel tapi tak jadi lantaran Kevin menggoyangkan pinggul.

Satu digit berhasil menyusup pelan, mengakibatkan punggung Kevin gemetaran terhadap invasi, dia takut Juyeon merasa dia kurang sempit, maka dari itu ia langsung menjepit jari di dalam. “Ssh.. Kev..” desahan Juyeon merujuk ke dua hal, bagaimana Kevin mengetatkan lubang dan bagaimana penis dilingkupi kehangatan mulut Changmin. Pipi temannya yang semula tembam jadi lebih tembam kayak tupai, menambah keimutan serta menggeliatnya batang di dalam.

“Sluurpp.. hmm..”

“Changmin gantian anjir!”

Changmin melepas kuluman, berhasil mendapat precum di kubangan lidah, ia menarik dagu Chanhee untuk berbagi, menemukan pemudanya mengerang. “Habis ini punyaku, okay?”

“Ayo main gunting batu kertas dulu,” usul si Cantik mengocok kecil sembari mengangguk mengiyakan permintaan. Mereka memperhatikan Kevin yang disiapkan Juyeon dan merintih meminta lebih. “Kev let’s go..”

Tanpa mengubah posisi, Kevin mengulurkan tangan kanan, menumpu badan menggunakan pipi bersiap bergabung. Juyeon benar-benar nggak habis pikir sama teman-temannya, mengambil giliran berhubungan seks dengannya hanya karena dia yang paling terlihat maskulin di sana. Oh, don’t forget the massive cock he has.

“Gunting batu kertas!”

Kevin memekik kesenangan, bersyukur dalam hati ia mendapat giliran pertama, itu berarti dia akan menjadi orang pertama bagi Juyeon begitupula sebaliknya. Juyeon diam-diam tersenyum melihat reaksi menggemaskan tersebut, mulai menggerakkan digit di lubang yang sudah terisi dua jari.

Chanhee dan Changmin bermain lagi, menghasilkan si Cantik mendapat giliran kedua, menyisakan pemuda lain terakhir alias penutup.

Have fun you two~” goda Chanhee sebelum menarik Changmin agar segera menindihi, Juyeon hanya geleng-geleng kepala, sementara Kevin merona merah. Tiga jari Juyeon dilahap rakus oleh dirinya, peregangan tidak terasa sakit bagi Kevin, ia memang terkejut awalnya, tapi lama kelamaan berubah menjadi kenikmatan.

“Pelumas mana pelumas..”

“Emang liur tadi nggak cukup?” sahut Changmin sambil mengecupi setiap inchi kulit Chanhee. Juyeon melirik ke selangkangan, lalu ke lubang Kevin, menimang-nimang kemungkinan.

I don’t want to hurt him,” itu saja jawaban Juyeon kemudian bergeser mengacak-ngacak isi tas make up Chanhee. Menemukan botol kecil berlambang ❤ yang mungkin sengaja ditaruh di sana. Melumuri batang yang sudah basah akan saliva, tak lupa memberi semprotan kecil di liang sahabatnya. Kevin terlonjak kaget, mendesah pada sensasi dingin di dalam. “tahan ya Baby?” si manis mengangguk pelan, merilekskan otot pintu masuk. Dia berdebar-debar kencang saat kepala mengitari sekitar, dimulai dari bola, perinium, sampai liang basah. Juyeon menarik napas, menarik kulit luar ke samping sambil memasukkan perlahan.

“A-aahh!”

Fuck Baby,” jawab Juyeon begitu kesempitan menjepit kepala, ini puncak belum masuk tapi Kevin rasanya udah enak banget. “fuck fuck tahan oke?”

Kevin tak dapat berkata-kata selain terus merilekskan lubang. The stretching felt delicious in his body. Membakar dinding satin di dalam dengan gesekan diameter tak main-main. Dia berusaha tenang, mengepalkan tangan kuat-kuat hingga buku jari memutih. “J-Juyeon..”

“Dikit lagi, Sayang,”

Pria rambut blonde mengerang ketika panggilan terlontar, miliknya bergoyang sedari tadi dari awal mereka berciuman belum ada dijamah sama sekali. “Please please give it to me,”

Telinga keduanya menangkap desahan binal Chanhee, yang sudah digoyang kasar oleh Changmin. Juyeon tidak menyangka secepat itu temannya berhubungan sementara dia dan Kevin masih di tahap penyesuaian.

Begitu pangkal lenyap, menyisakan rambut-rambut kemaluan menggelitiki sekitar lubang, Juyeon menghela napas, berdiam diri sebentar, menikmati pijatan yang menyelimuti batang, ia memandang ke tempat penyatuan, mengusap lembut pada otot kemerahan. “Baby?”

I’m alive,” gumam Kevin menjawab, membuat Juyeon tertawa, ia menempelkan dada di atas punggung, menambah kemungilan Kevin menjadi dua kali lipat tenggelam dalam figurnya. Mengecupi tengkuk si Manis, sekali-kali mengulum cuping telinga.

“Gimana Sayang?”

“P-Penuh..”

“Hm.. kamu juga sempit,”

“Iyalah namanya juga perawan,” balas Kevin pelan, tak menyadari senyum penuh arti di wajah tampan sahabatnya karena sibuk membiasakan diri.

Then thank you for trusting me,”

Kevin menoleh, menatap manik kucing Juyeon lamat-lamat, seakan memberi sesuatu tak kasat mata untuk pemuda di atas, bibir tipis bergerak ingin menciptakan kata-kata tapi harus tergantikan lenguhan ketika Juyeon memundurkan pinggul. “Fuck..”

“Boleh aku gerak?”

Have a mercy on me,” Juyeon mengangguk sembari mengecup bibir, dua tangan bertengger di pinggang, mencoba menggoyang kecil-kecilan sebagai uji coba pertama. Ketika Kevin sudah menjerit nyaring, ia mempercepat gerakan, berulang kali menabrak selaput sensitif di balik dinding, berkompetisi bersama Changmin yang menggagahi Chanhee. Netra beradu pandang ke bantalan empuk yang bergoyang saat dirinya keluar masuk tanpa ampun.

PLAK

Fuck!” Kevin terjengit ke atas, panas maupun perih menjalar di atas pipi tapi entah kenapa rasanya nikmat sekali. “lagi Juy! Lagi!”

Tamparan kedua mendarat di bokong sebelah kanan, merespon seperti jeli hingga membuncahkan warna merah membentuk telapak tangan. Juyeon meremat acak, terangsang setengah mati tanpa menghentikan aksi. Penis terus bergesekkan di kulit lubang nan tipis, adding a burning sensation around his hole.

“Aaah! Aah!” Kevin meraba bagian perut, merasa simpulan tali mengikat sangat kuat ingin terlepas. Tusukan Juyeon makin liar, menuntut, makin dalam menembus kerongkongan, menekan kandung kemih untuk bekerja ekstra.

“Juyeon! Aah Juyeon!”

Sahabatnya menjawab dengan geraman, dinding berdenyut di sekitar batang menyebabkan pria lain menggoyang susah payah, tidak tahu kalau Kevin gemetaran menahan sesuatu.

Fuck! Juyeon stop!”

Why?” tanya si Tampan tidak berhenti, Kevin merengek minta lepas, penis bergerak naik turun sebab tak kuat menahan.

Pee.. I wanna pee..”

Juyeon terhenti mendadak, nyaris membuat Kevin keluar betulan. Dia mengatur napas, menenangkan diri sejenak lalu mencoba melepaskan tautan, namun pemuda di belakang malah menarik kedua lengan supaya tertahan. Kevin merengek keras, mendapat perhatian.

“Kenapa?” Changmin terdengar bertanya, ia mendiamkan penis yang menancap setengah di liang berkedut Chanhee akibat perhentian tersebut. Tak menghiraukan erangan kecewa dari sang pujaan hati.

Please please aku mau pipis..”

Just let out here,” ujar Juyeon meyakinkan, lelaki manis menggeleng cepat, takut membuat organ layu di dalam, dan menurutnya itu juga sangat jorok. Dia mendengking kesakitan, benar-benar merasa sudah di ujung.

Changmin berdeham, “Keluarin Kev,”

Nooo it’s disgusting,”

“Keluarin buatku, Kev,”

Kevin menandak-nandak, “Nggak mau!”

Juyeon menatap Changmin meminta ide, sementara pemuda lesung pipi terlihat menuntut, ingin kawannya menggenjot lebih kuat supaya Kevin keluar. Juyeon masih mencengkram kedua pergelangan, pinggul menyodok sedikit, lama-lama jadi bukit. Kevin berteriak lagi, mengetatkan sarang sehingga Juyeon mengerang di telinganya. Dua kali hentakan, si Manis menegang memancurkan benih putih, kemudian diikuti cairan bening di atas lantai. Juyeon menggigit pundak yang telah berbekas kemerahan, bergabung melukis mani di dalam karena tidak tahan melihat keadaan Kevin.

Changmin menyeringai sebab Chanhee mendadak klimaks membasahi perut, pemuda cantik merengek dengan air mata membasahi pipi pada kesensitifan yang menjalar. Dia pun akhirnya menggoyang sebentar dan sampai di dalam sahabatnya.

Juyeon membawa Kevin di dekapan, membiarkan pemuda itu memancur berlebihan membasahi lantai hunian, merasakan kaki-kakinya bergoyang bak agar-agar setelah dipaksa mengeluarkan dua cairan. “You’re doing great Baby,” bisiknya lembut, mengecup belakang telinga Kevin. Tangan menggapai penis terkulai, mencoba mengocok berniat menghabiskan sisa-sisa kencing, mendapat erangan capek. “masih pengen?”

Kevin menggeleng, kepala tersandar di bahu tegap, “Udah.. udahh..” ia agak terangsang juga melihat kubangan yang dibuatnya tadi, ditambah genggaman Juyeon berhasil membuat adiknya naik lagi. “gimme a break..”

Si Tampan mencium bibir, menggigit gemas di bagian bawah seraya mengangguk, “Okay, istirahat dulu, ya..” Kevin direbahkan di lantai bersih, dan di situlah Changmin menggulingkan Chanhee ke arah Juyeon. Sementara dia akan bermain dengan Kevin.

“Kev, you good?” tanyanya bergerak melebarkan kaki Kevin yang terbaring pasrah, penis menggeliat saat cairan putih menetes dari lubang, ia menjilat bibir bawah, “can I eat you?”

Juyeon mendekatkan diri pada Chanhee, memulai permainan dengan mendaratkan kecupan di bibir. Chanhee tidak dapat berkata lantaran masih sensitif sehabis digoyang Changmin.

“Kamu yang mulai ya Hee,”

Chanhee mengerucutkan bibir, “Can’t help it, Changmin filled me up so well,”

Pemuda rambut hitam menggesekkan mahkota kejantanan pada pintu liang yang terbuka, bahkan mengeluarkan setetes cairan kental, Juyeon menyemai mani Changmin di sekitar sana, mendapat lenguhan nyaring maupun getaran kecil, dia juga mengambil sedikit untuk membasahi kepala penis. “Such a slut huh?”

Shut up! You liked my show last night right?” jawab Chanhee tak mau kalah. Juyeon buru-buru membekap mulut besar tersebut sambil melototkan mata, menyuruhnya diam agar dua orang lain tak mendengar. Tapi bagaimana mereka mau fokus kalau nyatanya Kevin sudah berantakan begitu Changmin mulai memakannya. “a.. AAH!” si Cantik menjerit keras, jari lentik memegangi lengan kekar sedangkan Juyeon memasuki perlahan.

Chanhee is so wet and.. fuck he’s still tight despite the gaping before him. Juyeon memang dapat masuk seutuhnya, tapi tidak mengecilkan kemungkinan rasa sempit menyelimuti kejantanan. “Shit Choi Chanhee..”

“Juyeon- ugh..” Chanhee mengunci tumit di lesung punggung si kawan, mulut terbuka supaya meluangkan pernapasan karena mendadak penuh akibat gerakan Juyeon, “fuck.. fuck it’s full!”

Harga diri Lee Juyeon sudah melambung tinggi gaes, terlihat dari dia yang menyunggingkan senyum miring sambil menggenjot kecil. Menahan diri untuk tidak menubruk cepat walau rasanya pingin banget. Selagi membiarkan Chanhee terbiasa, ia menoleh ke samping, menemukan pujaan hati menggigit bibir seraya mengepalkan tangan, Juyeon meraih kepalan tersebut sehingga Kevin ikut menatapnya dengan manik nanar akan air mata, oh, he’s really stunning, mereka saling bergenggaman sebagai tanda keyakinan. Changmin menggigiti kulit selangka sahabatnya, pinggul bergerak maju mundur tanpa melepaskan kuluman.

“Juy, gerak.”

Patience.” ucap Juyeon menghentak dalam, Chanhee membusungkan dada, melepaskan jeritan memekikkan telinga. Kawannya musti membekap sebab terasa pengang di gendang. “shut up!”

I-I..” pemuda rambut hitam berantakan terbata-bata sewaktu Juyeon menggoyang, pupil mata menatap kosong karena otak hanya merespon gerakan pinggul temannya. Dia mengerang, memegangi lengan lebih erat. “aa.. mmhh..”

How’s my cock inside you, huh?” bisik Juyeon tajam tepat di bibir, menerpa bantalan ranum dengan napas besar seiring genjotan. Chanhee hanya merespon patah-patah, dimulai dari “ah”, “ngh”, sampai ke lolongan panjang. “does your wild dream come true, Chanhee?”

“Y-yes.. nghh.. YESS!” Juyeon berhasil mengenai titik sensitif di balik dinding, mengarahkan ujung organ ke atas sembari mencengkram pinggul Chanhee hingga berbekas kebiruan. Chanhee tidak peduli, selagi dia mendapat kenikmatan dari hujaman penis besar di lubangnya, rasa sakit tidak terasa sama sekali. “fuck Juyeon harder!”

Juyeon menyanggupi, bagai ditetes pertamax, sesama kulit selangkangan saling beradu memecah gendang telinga, dicampur kegiatan dua pemuda lain, entah bagaimana suasana cottage sekarang. Dia menunduk mempertemukan bibir mereka, diterima ogah-ogahan oleh Chanhee sebab terlalu banyak rangsangan berputar mengelilingi pikiran.

“Juy! Aah! Juy mau ke-“ belum ia menyelesaikan kalimat, sebuah untaian putih menyembur bak air mancur untuk kedua kali, Chanhee tersedak ludah sendiri merasa pinggul bergetar hebat, Juyeon musti berhenti sebentar lantaran tidak sanggup menggenjot disaat pemuda cantik klimaks. Sempit ya mohon maaf! Dia juga sudah di ujung tanduk, walau beberapa menit lalu keluar dalam Kevin. “hah.. haaah.. Juy..”

“Nggak sampe 10 menit, Hee,”

“Aku over sensitif, sialan!”

Changmin terkekeh sebagai sahutan, melanjutkan gerakan pada Kevin yang tidak dapat melakukan apa-apa selain terlentang pasrah sambil menautkan jemari bersama Juyeon. “Baru juga dua kali, Sayang,”

I’m spent.”

“Aku belum keluar,” balas Juyeon seraya menghentak maju, dirasa dinding Chanhee berkedut lagi, ia menggeram mempercepat tempo, membuat kegaduhan bunyi benih Changmin di sana. “shit.. ughh you’re so wet, Chanhee-ya,”

Chanhee mengalungkan lengan di tengkuk pemuda yang mengukung, penis terkulai setelah pelepasan tiba-tiba menegang setengah membuat ia mengerang di sela-sela tautan. “Come for me Juyeon, come inside me,”

Suara tamparan antara kulit selangkangan keduanya semakin keras di indra pendengaran, Juyeon mencengkram pinggang berlekuk begitu perut menegang menghabiskan klimaks kedua. Chanhee memegangi abdomen yang terasa panas dan memenuhi seluruh bagian dalam tubuhnya.

“Oke aku capek,” keluhnya menatap langit-langit ruangan. Juyeon memundurkan pinggul mengeluarkan kejantanan secara perlahan, mata tak lepas dari liang Chanhee yang meneteskan cairan, sama seperti Kevin. Mereka beristirahat untuk beberapa menit ke depan, memulihkan kesadaran karena malam masih terlalu panjang jika dilewatkan. Changmin bahkan menegak sekaleng lagi, haus katanya. Sedangkan Juyeon berbaring sebentar di samping pemuda surai hitam.

“Ayo ayo giliranku sekarang!”

“Changmin ya Tuhan aku baru juga baring,” erang Juyeon tidak percaya akan libido sahabatnya, apa dia sudah mabuk sekarang? Biasanya tanda dia mabuk ya sex drive yang terlalu tinggi.

Changmin menaikkan satu alis. “Yaudah, aku prepare dulu,”

Chanhee buru-buru bangkit, “Sini aku bantu!”

God, Juyeon mau nangis rasanya punya teman-teman nggak tahu malu kayak mereka. Dia memperhatikan Chanhee beringsut mendekati Changmin yang mengangkang di hadapan mereka, berbekal botol pelumas tadi, kedua belum sejoli telah larut dalam sesi fingering. Meninggalkan dia dan Kevin yang terkantuk-kantuk. Tentu saja dia mengantuk, dua kali klimaks ditambah buang air kecil, sudah menjadi syarat agar dapat tidur nyenyak.

“Kev, habis ini bobo ya,” gumam Juyeon mengelus pipi pujaan hati, Kevin mengangguk halus, menikmati usapan tersebut sambil menutup kelopak, ditambah aroma keringat Juyeon menyerbak di rongga hidung, membuat kenyamanan melingkupi tubuhnya.

“Mau cuddle sama Juyeon,”

“Oke, habis ini ya..” mereka tersentak dari kemesraan begitu suara high pitched lumba-lumba Changmin memantul di seluruh penjuru. Chanhee tak henti menggerakkan pergelangan tangan dimana empat jari telah menembus pertahanan liang.

Fuck! Aah! Chanhee stop!” rengek pemuda dominan itu berusaha melepaskan diri, dia tidak mau klimaks sebelum dimasukin Juyeon, maka dari itu ia meminta lelaki rambut hitam berhenti mengubrak-abrik isi perut.

“Juy, he’s ready..”

Juyeon kembali tidak habis pikir dengan kelakuan mereka malam ini. Dia bahkan tak tahu apakah masih ada sperma di dalam testis. He feels like a sex toy that wrecked by humans. Giving them pleasure without knowing his limit.

“Kamu baring aja Juy, biar aku yang gerak,”

Oh. Sialan Ji Changmin. Membayangkan dia bergerak naik turun di kejantanan dengan penis bergoyang mengikuti arah pergerakan sukses menggeliatkan miliknya. Dia memejamkan mata supaya tidak terlalu dilihat antusias. Tak tahu kalau Changmin sendiri menyeringai lebar.

“Oh ho.. you like it huh?”

Just do it, Changmin.”

Changmin mulai menaruh lutut di sisi kanan kiri, memerangkap pinggang kecil Juyeon kemudian mundur untuk duduk di pahanya. Kedua telapak tangan menggenggam organ di depan, seraya menjilat bibir, ia memainkan perlahan, mengurut dari pangkal hingga puncak, meludah memberi kelicinan. Pikiran Juyeon berkabut, dan adik semakin mengacung. Sentuhan Changmin terasa panas membakar nadi, tidak sabar ingin segera menggagahi.

Saat sahabatnya mengangkat sedikit, Chanhee berada di belakang pemuda itu sembari memegangi punggung, Juyeon menelan ludah terhadap pemandangan di hadapan. Changmin, rambut hitam disisir ke belakang memperlihatkan kening, dahi mengerut mencari celah penyusupan, masih nampak dominan walau dia yang dimasuki. Juyeon bertanya-tanya dalam hati, bukankah seharusnya dia menolak menjadi bottom?

Tapi ia berhenti berpikir aneh-aneh sewaktu Changmin menurunkan diri. Kepala langsung menerobos masuk dan si Lesung Pipi terlihat santai sekali. Sebaliknya dia mengerang nikmat meregangkan leher jenjang dipenuhi urat bermunculan. “Fuckk it feels good..”

Good indeed, Ji Changmin. Sudah dua kali Juyeon merasakan kekuatan perawan membaluti organ intim, meremas batangnya sangat kuat membuat ia keluar berkali-kali.

What a lucky bastard.

Visualisasi maupun bayangan si Tampan soal temannya terpampang nyata sekarang. Bagaimana pria lain menumpu badan menggunakan kaki sambil bergerak naik turun, tak lupa penisnya bergabung dalam irama, menabrakkan pipi bokong pada abdomen Juyeon berulang-ulang sesekali menyisir rambut supaya tidak menghalau pandangan.

Fuckin god, Ji Changmin is a sin!

Shit.. Chanhee he’s deep..” erang Changmin menarik tangan Chanhee agar menempel di perut, merasakan kerasnya permukaan ketika Juyeon menyodok sejauh itu. Si Cantik tersenyum kesenangan, meremat bagian yang menyembul, meningkatkan intesitas pekikan serta geraman. Simpulan tali pelepasan mulai terbentuk, bersamaan rangsangan pada kandung kemih. Akibat terlalu banyak minum serta stimulasi penis mengenai prostat, seperti memintanya untuk sekalian buang air. Changmin otomatis mempercepat tusukan dengan paha gemetaran hendak segera keluar, “fuck.. fuck.. wanna come!”

Come on me, come on me!”

“Y-yakin? Aku mau kencing juga..” Chanhee mengangguk antusias, tergesa-gesa berbaring menjadikan dirinya tempat pembuangan mani. Changmin melepaskan tautan, meninggalkan Juyeon di tengah-tengah kerisauan, lalu mengarahkan kejantanan di atas badan Chanhee. Dua kali kocokan, sumpah serapah mengalun diikuti semburan putih, Chanhee melenguh kecil, terutama saat aliran hangat menerpa permukaan perut sampai ke kelamin.

Kevin meraih jemari Juyeon, mencari perhatian, dimana pria itu menatap lembut penuh tanda tanya.

“Juyeon.. nggak mau pipis juga?”

Jantung Juyeon hampir loncat ke selangkangan terhadap permintaan itu. Dia memandang sungguh-sungguh, “Mau?”

Si Manis mengangguk pelan, “Go ahead,” tiba-tiba Kevin sudah diterpa dua macam cairan dari Juyeon, mengenai seluruh wajah hingga ke tubuh telanjangnya. Dia hendak membuka mulut tapi Juyeon buru-buru mengatup lewat ciuman. “kenapa?”

It’s dirty,”

“Tapi kan punya Juyeon,”

No no, tetep kotor, Kev,” sanggah pemuda itu mengambil kaos terbengkalai lalu membersihkan wajah Kevin, tak lupa ia mendaratkan kecupan kecil dan bisikan lembut. “you’re pretty..”

Shut it.”

Juyeon tertawa geli, menarik Kevin dalam dekapan sebelum mereka terbaring kembali, kali ini bersama Chanhee dan Changmin dengan kondisi serupa. Keempat lelaki hormonal memandang langit-langit ruangan, bunyi napas mereka saling berdesing satu sama lain, sebelum gelak tawa memecah atmosfer.

Best holiday ever.” ucap Chanhee menyengir lebar. Mendapat dengusan halus dari Juyeon maupun Kevin tapi malah disahuti Changmin dengan tawa dalam khasnya.

You and your crazy ideas, Choi Chanhee.”

“Tapi kalian suka kan?”

Nggak salah sih, Chanhee has a point.

Liburan mendadak ke Maldives selama tiga hari membuahkan pesta orgy keempat sekawan. Yang awalnya cuman jalan-jalan biasa eh berubah jadi ajang kotor-kotoran di malam terakhir.

Thanks to Chanhee, Juyeon mengetahui perasaan Kevin terhadapnya. Dan thanks to Chanhee juga, Changmin berhasil menjadi miliknya tanpa merusak persahabatan mereka selama enam tahun. His best friend has so many ideas including insane one like this orgy. Semua itu berawal dari dia mengintipnya di kamar mandi.

Sekarang. Yang dipikirkan Juyeon adalah. Bagaimana cara membersihkan cottage sewaan dari kemaksiatan sebelum check out pulang ke habitat asal.

×××××××××××××××××××××××××××××

©️finn