rymafein

place to reveal myself

NoRen

Part 1

. . .

Renjun dan Jeno telah berpisah selama 6 tahun hanya karena ketidakcocokan pada kepribadian mereka. Siapa sangka waktu berlalu, Renjun menemukan tetangga baru di sebelah apartemen adalah mantan suaminya sendiri. Hari-hari berlalu dengan pertengkaran tidak jelas di antara keduanya, dimulai dari kebiasaan Jeno menggonta-ganti perempuan setiap malam minggu hingga mantan suami (?) nya muak dan ikut menantang duel tersebut. Sampai pada suatu hari Jeno mengetahui anak pertama mereka.

Warning : legal married; legal divorce; mpreg; menyusul

***

Seorang pria dengan wajah yang bisa dibilang cantik melebihi perempuan tengah meregangkan badan di atas kasur. Matahari pagi nampak bersinar sangat cerah di sela-sela gorden, menyebabkannya terasa seperti babi dipanggang. Minus, he’s not that fat like.. his bestfriend.

Renjun mengerjapkan mata, membiasakan diri pada cahaya dari luar, ingin terbuai lebih larut dalam beberapa menit karena hari ini adalah hari sabtu sakral khusus Huang Renjun. Dirinya menghirup aroma bantal, bergidik perlahan akan aroma yang dikeluarkan. Ingatkan dia untuk mencuci seprai habis ini, okay?

Pria berambut hitam kepirangan tersebut baru ingin terlelap jika tidak ada suara keras mendentum sebelah kamar.

Shit! Tidak bisakah tetangga berhenti mengusik kehidupan orang?! Ayolah, dia hanya ingin menikmati minggu yang damai, bukan mendengarkan kekerasan pagi-pagi.

Lagipula ini sudah 5 kali Renjun mendengar bunyi dari apartemen sebelah, membuatnya kehilangan kesabaran hingga beranjak bangun berniat memberi pelajaran. Tanpa memperdulikan penampilan sekarang, menapakkan kaki di lorong kemudian berhasil menghadap pintu serupa dengan pintu apartemennya.

Tangan mengetok oh lebih tepatnya menggedor bak orang kesetanan. Mata berkilat-kilat marah sambil menunggu pemilik apartemen selantai ini memunculkan diri. Benda penghubung terbuka, dan Renjun membeku.

“What?!”

“Holy shit-“

Terpampang di hadapan, manusia yang paling ia benci sedunia, lebih dari apapun, orang yang pernah mengisi hatinya (cuih), mantan suaminya, Lee Jeno berdiri dengan surai hitam acak-acakan serta hanya boxer ketat menempel di kulit putih. “Kau mau apa?!” bentak pria itu kasar. Renjun membulatkan mata, kembali ke dunia nyata.

“Berhenti membuat keributan!”

Jeno menaikkan satu alis, “Ini rumahku, suka-sukaku dong!”

“Keributanmu sampai ke kamarku, brengsek!”

“Still curse like a somalian, huh? Kau tidak pernah berubah ternyata,”

Renjun tidak bisa berkata-kata, selain cukup terkejut melihat visual mantan suami, dia memang selalu kalah melawan ucapan pedas pria tersebut. Jeno mendengus. “Still a coward, I see,”

“Shut up!” balas pria cantik tersebut membalikkan badan dan bergegas pulang sebelum emosinya meledakkan gedung. Jeno memperhatikan punggung sang mantan istri, tersenyum miring.

“I miss your ass, Sweetie~”

Si manis hanya mengacungkan jari tengah lalu membanting pintu apartemen sangat kencang. Meninggalkan Jeno terbahak-bahak karena berhasil membuat Renjun mengamuk di pagi hari. Mendapati informasi bahwa manusia yang ia benci tinggal di samping, memberikannya ide untuk mengganggu pria itu.

Sementara Renjun di rumah bernapas tidak teratur akibat amarah mengalir di urat nadi. Di kepalanya berkecamuk berbagai macam pertanyaan seperti what, when, why, dan how!!!

What-apa yang Jeno lakukan di sini? Jawabannya sudah pasti, ia bermukim di apartemen sebelah.

When-sejak kapan Jeno memutuskan pindah ke sini padahal setahu Renjun, setelah mereka bercerai, Jeno kembali ke kampung halamannya di Incheon.

Why- ini pertanyaan yang paling gatal ia tanyakan. Kenapa?! Kenapa dia pindah ke apartemen tempat Renjun tinggal? Apa dia tahu kalau ia tinggal di sini? Ah, mana mungkin. Selain keluarga dan sahabatnya, tidak ada yang tahu alamat Renjun sebenarnya.

How- Renjun sudah terlalu pening memikirkan bagaimana semesta mempertemukannya lagi dengan manusia menyebalkan macam Lee Jeno. It's been six years, for god’s sake tidak bisa kah dilebihkan jadi selama-lamanya? Dia telah terbiasa hidup sebagai perjaka meskipun status secara hukum telah bercerai, tapi ayolah! No one will know right?

Pria tersebut bangkit dari posisi, menyeret langkah kaki memasuki dapur berniat hendak menyeduh kopi untuk menghilangkan rasa kesalnya.

“Sialan! Manusia sialan!” gumamnya sembari menyeruput espresso pahit, “puahh!!” menyemprotkan ke arah kosong ia mendesis antara pahit dan kesakitan. “ini semua gara-gara si bajingan di samping!”

Sepertinya mulai hari ini dia harus berjaga-jaga agar tidak terlalu menampakkan batang hidung dengan tetangga sebelah apartemen. Kalian tidak mau kan gedung sepuluh lantai tempat ia tinggal mendadak hancur karena kemarahannya?

***

Jeno memandang lukisan di depan, mengedipkan satu mata untuk tetap fokus pada detail yang dirasa masih kurang. Lidah terjulur sedikit dari sudut bibir sembari menggores kuas berwarna di atas kanvas.

Sudah berapa lama dia duduk di sini? Tidak peduli siang atau malam, yang ia kerjakan hanyalah menggerakkan tangan, menabrakkan beberapa macam warna di atas kertas putih sebagai mata pencaharian.

He’s a freelancer, a tattoo artist more exactly. Memiliki studio sederhana di pusat kota tak jauh dari hunian sekarang. Salah satu alasan kenapa dia memilih apartemen ini agar tidak repot-repot berdesakkan di bus setiap ada janji klien. Bangun terlambat adalah jalan ninjanya, memulai hari di siang hari adalah kebiasaannya, sedangkan duduk sambil melukis adalah kesukaannya.

Tak heran ia sering cekcok dengan Renjun. Mantan suami/istri (dia menyebut pria itu istri karena Renjun sebagai pihak yang dimasuki)-nya benci kehidupan tidak jelas Jeno.

Kontras sekali dengannya yang suka teratur dan disiplin.

Apa yang membuat mereka menikah waktu itu?

Jeno terhenti sebentar begitu kilas balik terpampang di kepala. Mereka masih muda saat itu. Usia 20 tahun dan pernah saling mencintai, mengikat satu sama lain secara serius, menjalani kehidupan berdua, dari orang asing sampai ke pasangan suami istri. Renjun sangat cantik, manis, bahkan menggemaskan. Mendebarkan jantung Jeno, ingin mengklaim, bahkan menyimpannya dalam kantung kalau saja bisa. Semua orang berlomba-lomba mendapatkan hatinya, tetapi ia memilih seorang Lee Jeno si mahasiswa suka bolos.

Keduanya memiliki kesamaan, menyukai lukisan, mengagumi makna di balik goresan serta perpaduan warna sehingga tak sadar telah ditarik. Jeno begitu antusias menceritakan pengalaman di pameran terakhir sementara Renjun ikut menimpali dengan pengalaman lain.

And the sex was good too. If Jeno is being honest.

Renjun adalah satu-satunya pria yang dapat meletupkan libido. Bagaimana ia mendesah di bawah kukungan Jeno, membuka mulut mengeluarkan erangan, tubuh mungil menggelinjang ketika Jeno mencengkram kedua tangan di atas kepala, seperti membangkitkan sisi kink yang terkubur.

Pria surai hitam tersebut menyandarkan punggung, tidak menyangka kalau ia akan bertemu lagi dengan Renjun. Enam tahun berlalu semenjak perceraian mereka, dan ia berpapasan kembali. Renjun tampak memanjangkan rambut, mengecat beberapa helai menjadi pirang persis seperti Cruela. Bentuk tubuhnya tidak semungil dulu, mungkin masih pendek tetapi lebih… berisi? Terutama di bagian belakang.

Dia tidak membantah jika seseorang menuduhnya munafik. Karena selama apapun mereka berpisah, hal yang pertama kali ia perhatikan adalah bokong Renjun bila suatu hari mereka bertemu.

Which is this morning.

Jeno menghela napas, tak ingin berlama-lama melambatkan deadline. Ada kerjaan yang harus diselesaikan, ada perut yang harus diberi makan, tidak mungkin ia membuang itu semua hanya karena nostalgia bersama tetangga sebelah. Jam telah menunjukkan pukul 5 sore, dia belum ada menyantap apa-apa selain americano panas di pagi hari. Mungkin setelah memperbaiki beberapa detail, ia akan mencari makanan instan di minimarket seberang gedung.

Tidak ada waktu untuk memikirkan Renjun. They’re done for real.

***

Pertemuan keduanya terjadi tidak selang sehari. Dan Renjun bersumpah tidak akan menginjakkan kaki di minimarket terkutuk ini meski ia sudah berlangganan. Pria itu sedang melihat-lihat jenis daging, karena mendadak mengidam malatang, tetapi pandangannya teralihkan oleh seorang pria lain di seberang tengah memilih frozen food tidak sehat.

“Ya Tuhan.” desisnya mengakibatkan perhatian pria lain tersebut mengarah ke dirinya. Jeno memiringkan kepala. Berniat mengabaikan tetapi sesuatu dalam dirinya gatal ingin menggoda. “sudah tinggal di sebelah apartemen, sekarang mengikutiku sampai sini?”

Jeno mendengus, meletakkan sosis di dalam trolley, “Kau yang punya tempat ini? Tidak kan?” balasnya memutar mata malas. Renjun membulatkan mata marah.

“Berhenti menguntitku, Brengsek!”

“Pak Satpam~ ada yang membuat keributan di sini,” kata Jeno agak keras sehingga mendapat lemparan bumbu sachet dari mantan istri, “ow?”

“Kau sangat menyebalkan!”

“Then why did you marry me, Sweetheart?” lama-lama Jeno jengah menghadapi kebisingan Renjun, namun wajah tertekuk itu entah kenapa seperti minta digoda. Renjun tidak menjawab, hanya berekspresi masam. “now that please excuse me before I’m getting sick because of you,” melempar senyum kecil meremehkan, ia mendorong trolley menuju tempat lain, meninggalkan Renjun dalam kekesalan.

“Yak! Kembalikan bumbu malatangku!”

Jeno menengok ke trolley, mendapati bumbu yang dimaksud Renjun, kemudian ia menyeringai, “Come and get me, Sweetie,” ujarnya sebelum berlalu betulan. Renjun melongo beberapa detik dan menyumpah bagai orang Rusia (?). Jeno sendiri cukup senang karena berhasil mengganggu, rasanya hidup kesepian selama 6 tahun tiba-tiba terangkat karena eksistensi Renjun.

Minimarket itu diblacklist Renjun setelah membayar belanjaan. Dan ia, being an idiot he is, menggedor-gedor pintu apartemen Jeno untuk meminta bumbu malatang yang terselip di belanjaan.

“What do you want?” tanya Jeno menatap malas.

“Bumbu. Malatang.” tekan Renjun melototkan mata.

“I didn’t buy it,” jawab pria tersebut mengendikkan bahu, “I put it back in the shelves,” jawabannya membuat Renjun otomatis mendidih. Bahkan berani mencengkram kaos singlet hitam di hadapan seraya menggertakkan gigi.

“Kembalikan bumbu malatangku!”

“Aku tidak membelinya, bodoh, kau kan bisa ambil lagi di rak, kenapa repot-repot pergi ke rumahku, huh?” Renjun melonggarkan genggaman, mendorong mantan suaminya agak keras. “atau kau modus ingin menemuiku?”

“In your dream, Lee Fucking Jeno!”

“Namaku Lee Jeno, Huang Shitty Renjun..”

Si Cantik hanya membalikkan badan karena sudah tahu kalah sebelum berperang. Jeno tak kuasa menahan senyuman miring, bersiul menggoda melihat bagaimana Renjun berjalan berlenggak-lenggok entah disengaja atau tidak.

“Seriously, Injun-ah, if I don’t hate you to the guts, I think I want us to be fuck buddies instead of husband and wife,”

“DON’T YOU DARE CALLING ME INJUN!” teriak Renjun marah meski wajah memerah. Jeno akhirnya tertawa terbahak-bahak, mendapati amarah pria cantik itu menggemaskan. “shut up! Your voice is sucks!”

“That’s not what you said six years ago,”

Renjun mengepalkan tangan, benar-benar jengkel setengah mati. Kenapa sih Lee Jeno masih hidup sampai sekarang? Apakah Tuhan begitu pilih kasih sehingga pria surai hitam tersebut masih bisa bernapas hingga saat ini? Renjun kembali mengacungkan jari tengah, membanting pintu rumah kencang-kencang tapi tak mengagetkan Jeno. Pria itu hanya tersenyum, geleng-geleng kepala cukup kasihan akan usaha Renjun mencari perhatiannya.

Renjun sendiri melampiaskan emosi pada bantal sofa. Merobek menjadi dua bagian kemudian meninju benda empuk tersebut sampai tak bernyawa. Dia memekik menggetarkan beberapa perabotan kecil di sana, lalu menghempaskan diri.

Jeno was right.

Kenapa dia tidak mengambil bumbu baru instead of knocking his ex-husband door to get it? Apa yang sebenarnya ia pikirkan? Tentu saja Lee Fucking Jeno akan merasa gede rasa hanya karena Renjun menggedor pintu rumahnya. Bisa kalian lihat dari senyuman miring serta lengkungan sabit untuk menggodanya!

But, lengkungan sabit itu salah satu charming point. Yang membuat Renjun jatuh cinta terlalu dalam.

He was young, and STUPID.

Renjun memeluk bantal yang terbelah, menghembuskan napas panjang seperti telah mengalami hari melelahkan. Ya, dia merasa hari sabtu ini begitu menguras energi padahal biasanya dia sangat menanti-nanti weekend sesudah 5 hari bekerja keras. Hanya karena kehadiran Jeno sebagai tetangga berhasil merubah kegiatannya jadi berantakan dalam satu waktu.

Ponsel berdering menandakan telepon masuk. Dia melirik sekilas mendapati nama ‘Haechan’ di layar. Dengan kekuatan yang tersisa, ia menjawab malas. “Ya?”

“Aku dengar Jeno tinggal di sebelah?”

“Siapa yang bilang?”

“Yangyang baru saja bertemu Jeno di coffee shop dekat apartemen kalian, dan ia memberitahuku soal Jeno yang baru seminggu pindah di sana,” Renjun menghela napas, sementara Haechan berdiam sebentar, “are you okay?”

“Six years, Haechan! Six fucking years! And god decided to meet us up?!” pekiknya mengakibatkan sang sahabat menjauhkan ponsel dari telinga, “why?! Just.. why?!!! Aku menikmati hidup sebagai pemuda lajang yang tidak memikirkan hubungan, and he suddenly appeared like that?!”

“Renjun, jika kau tidak mencintainya, lantas kenapa kau marah-marah seperti ini?” tanya Haechan pelan. “kau tidak akan semurka ini kalau kau tidak punya rasa dengannya, begitupula Jeno, Renjun-ah,”

“Why do you think I still love him?”

“Karena kau tiba-tiba marah hanya karena kalian bertemu kembali, benci adalah sesuatu yang tidak bisa ditebak, kau tenang selama enam tahun karena kau tidak melihatnya, tapi setelah kalian bertemu, rasa yang kemarin muncul lagi kan?” Renjun tidak mau mengaku, tapi ia berpikir Haechan benar.

“I give you an advice, if you really not love him, then ignore him! You do your own things, and he does his own too. That way you both will get rid of the past feeling together,” pria cantik tersebut mendengarkan baik-baik. Sulit untuk mengakui, Haechan selalu betul.

“But he’s pissing me off..” gerutu Renjun di sela-sela gigi yang merapat. Haechan mendengus.

“That means you still love him,”

“Shut up!”

“Okay, I don’t wanna hear you babbling about him anymore, neighbor stays neighbor even though you’re ex-husband thing, kalian yang memutuskan untuk menikah, kalian juga yang bercerai, do as I say,”

“Kalau dia terus-terusan mengganggu, bagaimana?”

“He won’t if you don’t do it first,”

Pria surai cruela itu menggigit bibir, “Baiklah, aku akan mengikuti saranmu,” Haechan terdengar menyengir di seberang sana, mengatakan kalau ia memang penasehat yang baik, “Besok aku akan makan siang bersama Chenle dan Shota, mungkin Yangyang juga bergabung, kau mau ikut?”

“Hmm, oke, kasih tahu saja dimana restorannya,”

“Sip, that’s my bestie, see you tomorrow, Injunnie,” Haechan memutuskan sambungan duluan, meninggalkan Renjun menatap langit-langit apartemen. Selang beberapa menit setelah ponsel mati, ada getaran lagi menandakan telepon masuk. Renjun menyunggingkan senyum lembut saat nama orangtuanya terpampang di layar.

“Halo?”

“Mommy!”

Dia melebarkan senyuman begitu mendengar suara familiar di sana, “Hi little Reno..” . . .

Part 4

. . .

Sebuah kawasan nampak berisik setelah matahari terbenam beberapa jam lalu. Aroma khas alkohol maupun minuman keras lain menusuk indra penciuman masing-masing. Bukannya merasa terganggu, malah semakin memeriahkan suasana malam itu.

Pesta kelulusan. Ya, sudah beberapa bulan semenjak kejadian threesome, Chamin selaku tokoh utama kita resmi menjadi kekasih kedua Choi Chanhee, primadona sekolah yang mengencani kapten basket terkenal sekaligus pemenang raja prom night acara ini. Sebuah kontes aneh dikarenakan mahkota ratu dinobatkan kepada dua orang, bukan seorang saja.

Permintaan Chanhee tentu saja. Siapa yang tega menolak? Pesona kecantikan dan paras bersinar yang menghipnotis warga sekolah, menghasilkan ia dan Chamin maju ke atas panggung menerima tiara bersama Younghoon di tengah-tengah mereka.

Banyak yang bertanya-tanya. Apa hubungan Chamin dengan kedua sejoli? Apakah Younghoon memiliki dua kekasih? Karena sudut pandang penonton menanggap seperti itu. Siapa manusia normal yang tidak mau jadi pacar kapten basket? Kecuali kalian punya penglihatan buruk.

Padahal sebenarnya, Chanhee yang begitu. Tapi tidak sepenuhnya cerita harus diutarakan lebih lanjut, bukan?

Malam mulai larut begitupula aktivitas anak-anak muda di sana. Membebaskan diri untuk berminum ria, menghilangkan segala penat selepas ujian, dan berniat berbuat nakal sesekali sebelum harus menghadapi masa depan panjang.

Chanhee menggelayut manja di lengan Chamin, tangan menggenggam gelas berbahan kertas berisi entah campuran vodka beserta sirup ringan karena tolerir terhadap alkohol terbilang rendah. Dia sedari tadi tertawa geli, tidak begitu ingat tentang apa yang lucu saat ini.

Stop drinking too much, Chanhee,” bisik Chamin pelan, Chanhee menggeleng, mengerucutkan bibir, malah menyesap ujung gelas lebih. Keva di sebelahnya terkekeh.

Play nice, will ya? Let her have fun,”

“Bukan kau yang mengurusnya setelah ini,”

Dua sekawan sama-sama menyengir, mendentingkan gelas koktail mereka bersamaan sebelum menegak habis. Tatapan kini beralih pada sosok familiar, namun berhasil merebus sistem peredaran darah Keva.

The whore's coming..”

Chamin berdeham. And by that, she means Lee Hyunjae. Kakak kelas mereka seangkatan Younghoon yang tak kalah populer dari Chanhee. Tinggi semampai, berbadan montok, berlekuk malahan. Dada membusung mungkin karena ukuran C entahlah, dan bokong pencari perhatian tangan-tangan nakal. Wajahnya cantik, stunning if she must say, tapi dia tidak tertarik. Dia lebih menyukai Chanhee dibanding perempuan itu.

Kenapa Keva begitu membencinya? Jika Chanhee adalah primadona sekolah yang memberi kesan polos, naif, dan anak baik. Maka Hyunjae sebaliknya. Istilah kasarnya she slept with almost half of population male students in their school.

Juyeon pernah nyaris bertekuk lutut terhadap gadis itu.

Hah. Apakah masih pantas disebut gadis? Okay, lupakan.

Mereka masih menatapi gerak-gerik anggun Hyunjae, menambah rasa kekesalan Keva karena kakak tingkat tersebut menghampiri Juyeon beserta kawanan. Chamin menyengir, berniat menggoda.

“Kau tidak ingin melakukan threesome dengannya?”

“Sialan! Kau pikir aku sudi hah?”

Chanhee tertawa geli, menyodok-nyodok lengan Keva menggunakan telunjuk, “Sesekali kan ada home-wrecker di antara kalian,”

Chamin terdiam mematung, mencerna maksud perkataan kekasihnya kemudian menyadarkan diri sebelum Chanhee bertanya-tanya.

Ouch. Jadi, apakah dia termasuk home-wrecker?

I swear if Juyeon flirts back, I won't hesitate to break him up and chop his dick off!” ancam Keva tampak menyala-nyala sambil menatap tajam ke arah kekasihnya. Hyunjae dinilai terlalu dekat, menginvasi ruang bernapas Juyeon, bahkan dress sepaha menampilkan belahan dada seakan memanggil Juyeon untuk mencicip.

Namun, mereka malah menemukan pemuda tinggi tersebut menolehkan kepala, memberikan senyum penuh cinta pada Keva kemudian berlari tidak sengaja menyenggol Hyunjae hingga hampir terjatuh menuju tempat gadisnya berpijak.

“Hai, Sayang.”

“Pfftt, someone's jealous, Juyeon,” goda Chamin menahan tawa. Diikuti Chanhee yang masih menyandarkan kepala di bahunya. Keva mengerucutkan bibir, hendak menghapus seringaian dari muka tampan pacarnya.

“Aww, cemburu? Tapi di mataku hanya ada kau, Sayang,”

Huek. Giliran kedua sejoli mual. Keva masih merengut, sehingga Juyeon mengecup bibir tipis tersebut lembut. Chamin meringis, begitupula Chanhee. Tidak diperdulikan pasangan lain.

Let me make it up to you tonight,” bisik si Tampan sensual. Keva merona merah, tak dapat berkata apa-apa selain tunduk. Tiba-tiba mereka lenyap, meninggalkan Chanhee dan Chamin melongo.

“Wow,” Chanhee menghela napas, “semudah itu Keva memaafkan Juyeon?”

The power in love, Honey,” jawab Chamin sebenarnya tidak menduga. Chanhee tersenyum kecil, mengusapkan pipi di pundak tegap tersebut.

I want to do it too,”

Do what?” tanya Chamin melirik, memperhatikan bagaimana Chanhee menjilat bibir bawah yang tampak kering. Membuat jantung berdegub perlahan sebab tahu kemana arah pembicaraan mereka saat ini.

“Aku ingin bermain bersama Mommy,”

Damn Chanhee, remember where we are,” desis gadis imut itu belum terbiasa pada panggilan. Chanhee mengerucutkan bibir, mata berkedip-kedip manja, merasa minuman mulai menguasai diri. “oh God, kau mabuk,”

“Tidak..”

Yes you are,” tekan Chamin melotot sedikit. Chanhee menyapukan lidah di leher kekasih perempuannya, menggigiti area perlahan. “C-Chanhee..” di tengah hiruk pikuk keramaian remaja-remaja hormonal, tidak mungkin dia terangsang di sini. Meski dia sering melihat beberapa pasang sudah bercumbu di sudut-sudut tertentu.

“Hey, Babe..” terima kasih Tuhan, Kau mengutus Younghoon untuk datang memeriksa keadaan mereka. Chamin mengisyaratkan kepada pemuda lebih tua, mengambil alih gadis mereka yang mulai meracau. “she's drunk?”

You think?” tanyanya sarkas.

Younghoon menghela napas, bergegas berpamitan pada teman-teman sekelas kalau dia harus mengantar gadis-gadisnya pulang. Well, seperti itu dia mengatakannya, tidak tahu diinterpretasikan bagaimana.

Selama perjalanan Chanhee terus melakukan hal aneh. Dia bahkan tidak mau berpisah dengan Chamin menyebabkan si Imut duduk di kursi penumpang sebelah pengemudi sambil memangkunya. Membiarkan gadis surai hitam menenggelamkan hidung pada belahan dada.

Chanhee sialan. Kan tidak lucu kalau dia basah di mobil Younghoon.

Pemuda itu agak ugal-ugalan saat menyetir. Selain ingin cepat sampai, dia juga tidak mau berlama-lama mendekam dalam kendaraan roda empat karena hawa panas mulai menyelimuti ruangan.

Sesampai di apartemen Chanhee. Kedua dominan bergegas membawa si Cantik. Merebahkan figur kurusnya di atas kasur sekaligus melucuti gaun yang dikenakan. Chanhee mengerang, menahan tangan Chamin perlahan.

Mommy please..”

“Kau sedang mabuk, Chanhee,”

Chanhee terisak, mendekatkan telapak kekasihnya di gundukan kewanitaan, merasakan basah tercetak di celana dalam. “Please Baby butuh sesuatu,”

Chamin memandang Younghoon, dan pemuda itu mengangguk. “Aku akan pulang,”

Daddy noooo!”

“Kita tidak mungkin meninggalkan dia sendirian, Kak,” sahut si Imut melotokan mata. Chanhee masih semi telanjang, sisi gaun menampilkan dada hingga ia harus menarik semua sampai tersisa celana saja.

Mommy..” erang si Cantik lagi, badan meringuk bak bayi. Chamin menggumam, “boleh Baby minta sesuatu?”

“Minta apa, Sayang?”

Can I see Daddy fucks you Mommy?”

Chamin bersumpah di malam itu dia dan Younghoon sama-sama tersambar petir yang membuat mereka mematung sampai tidak bisa mengucapkan sepatah kalimat apapun.

Choi Chanhee, tomorrow you'll be the death of them.

. . .

“Chanhee.”

Pleaseeeeee..”

“Tidak-”

Mommy pleasee...”

Tuhan, tolong tampar Chamin sekarang.

Gadis surai hitam tersebut dilemma beberapa banyak hal. Permintaan bodoh Chanhee, ketidaknyamanan Younghoon terhadap itu, serta keingintahuan bagaimana rasanya dimasukkan sesuatu. Chamin mengutuk dirinya yang malah sempat berpikiran kotor, di sisi rasional, dia tidak ingin menghancurkan hubungan mereka lebih dalam lagi.

“Chanhee, kau harus tidur,”

“Dengan keadaan basah?” erang Chanhee kecewa, “aku hanya ingin menonton Daddy dan Mommy berhubungan,” bibir bawah menjulur bergetar sedikit, netra bak boneka berkaca-kaca, berhasil melemahkan hati Younghoon dan Chamin.

Cursed you, Choi Chanhee.

The only one who got fucked by Daddy, is you Chanhee, not me,” tutur Chamin berusaha menjelaskan. Tapi, si Cantik tetap tidak terima. Merengek sekeras mungkin sampai permintaan dituruti. Gadis lain menjadi frustasi, mengalihkan tatapan kepada pemuda lebih tua walau ia sangat tahu jawaban yang akan diberikan Younghoon.

“Kau keberatan?”

Tentu saja Kim Younghoon. Kau adalah mantan pujaan hatinya selama bertahun-tahun, berhenti menyukaimu karena kehadiran Chanhee, dan itu masih belum cukup menggantikan perasaan Chamin padamu.

Chamin memberi tatapan, 'Seriously?' Sementara Younghoon mengangguk kecil. Seakan tidak masalah dengan permohonan konyol gadis mereka.

God, please kill me..” gerutu si Imut di bawah kecepatan napas seraya melucuti gaun. Chanhee terpekik kesenangan lalu bangkit memeluk figur yang duduk di tepi kasur, melingkarkan lengan di bahu sesekali menguselkan hidung.

Thank you thank you thank you–”

Shut up.” desis Chamin di sela-sela gigi yang merapat ditambah rona merah. Younghoon menipiskan bibir agar senyuman tertahan. Mendapati perubahan warna pipi gadis itu sangat menggemaskan. Dia pun ikut menanggalkan jas maupun kemeja, menaruh secara hati-hati, bergerak menurunkan celana.

Chanhee menarik pinggang Younghoon supaya mendekat, tangan-tangan lentik membantu membebaskan kejantanan yang nyaris mengacung sempurna karena percakapan mereka serta pernyataan Chanhee. Samar-samar di otak Younghoon, dia juga penasaran bagaimana rasanya memasuki liang Chamin.

With Chanhee's permission of course. Dia sangat mencintai kekasihnya dan tidak ingin menjadi pria brengsek, meski ia tahu Chanhee tidak keberatan dengan hal itu.

But, you know how girls worked on their feelings right? They're scariest human being than a monster.

Setelah belajar memuaskan Younghoon selama beberapa kali mereka berhubungan intim, Chanhee sudah nampak profesional mengulum benda tegak tersebut. Younghoon beberapa kali mendesis saat geligi mungil menyapa, diiringi lidah maupun kecupan di atas lubang kecil. Chanhee benar-benar mempelajari teknik dengan serius, seolah termasuk mata pelajaran penting di sekolah.

Selagi dua sejoli sibuk, Chamin menyamankan diri. Oh, apakah kau dapat mendengar detak jantungnya sekarang? Memompa sangat kencang, mengalirkan darah di setiap peredaran. Dia mencoba mengatur napas sedikit, menenangkan batin yang ketakutan sebab ini kala pertama dia dimasuki.

'Kau baik-baik saja, Ji Chamin. Buktinya Chanhee masih hidup sampai sekarang' batinnya menghembuskan napas panjang. Liang terasa membuka menutup terhadap kekosongan, dan klitoris berkedut mencari perhatian pada udara yang menerpa.

Tanpa ia sadari, Younghoon telah mengambil posisi di antara kedua kaki. Chamin membulatkan mata, buru-buru merapatkan tungkai. Mata memancarkan rasa takut dan gugup luar biasa, tetapi sang kakak memperlakukannya lembut.

“Chamin, kalau kau tidak mau, kita bisa berhenti,”

Chanhee berdeham, menatap tidak suka. “Ini permintaanku, Daddy!”

“Tapi kalau Mommy tidak suka, apa Baby bakal terus memaksa?” tanya Younghoon sabar, Chamin menangkap tangan kanannya, menggeleng perlahan.

I'm.. good, kau bisa lanjut,”

“Chamin-ah..”

Pelan-pelan, dia mau membuka diri, berdoa dalam hati Younghoon tidak layu saat melihat organ intim sendiri. Namun, sebaliknya, penis Younghoon bangun lebih keras bahkan bergoyang sedikit, ditambah jakun pemuda itu naik turun bagai menelan sesuatu. “Tolong jangan kaget,”

“Apa yang perlu dikagetkan, heum?” bisik si Tampan mendekat, mengusap bagian nan basah menggunakan ibu jari, merasakan cairan menitik dari liang diikuti lolosan desahan. “Kau cantik, Ji Chamin,”

Chanhee meleleh mendengarnya, menghadiahi wajah Chamin dengan banyak kecupan. Si Imut tertawa geli, membalas ciuman yang mendarat di bibir.

Mommy memang cantik,” puji Chanhee berbinar-binar, melesakkan lidah pada lesung pipi sang kekasih, Chamin tersenyum sangat lebar, hati menghangat karena perhatian yang diberikan. Bibir mereka bertautan kembali, kali ini sambil bertukar saliva, berulang-ulang tiada henti sampai membengkak.

Chamin terperanjat saat digit tebal membuat gerakan memutar di sekitar liang, meraba setiap celah saraf terkadang menuju ke klitoris. Dia meringis mencengkram seprai, satu kaki tertekuk sementara kaki lain menggesek material. “K-Kak..”

It's Daddy, Mommy,” celetuk Chanhee melepaskan gigitan. Chamin langsung bersemu merah, menggelengkan kepala sebab tak ingin memanggil dengan sebutan yang sama. Chanhee melotot sedikit, memperingatkan sebelum tenggelam menggrayangi dadanya lagi. Chamin menggigit bibir kuat-kuat, menahan desahan tetapi Younghoon menangkap dagunya.

“Keluarin,”

“Ngh..” erang si Imut pusing. Dua digit jari telah bertengger melewati pertahanan, menggores dinding cepat-cepat bagai tiada hari esok. Punggung membusur, menambah akses untuk Chanhee menjamah lebih. Kelopak mata berkedip-kedip lucu sehingga si Cantik tertawa kecil.

“Oohh poor Mommy..” godanya menyeringai kemudian mencuri kecupan di bibir yang terbuka. Chamin bernapas tak keruan, tangan kanan menggenggam jemari bebas Younghoon, sedangkan pemuda itu masih setia mempersiapkannya. “does it feel good Mommy?”

Chamin hanya mengangguk acak, melenguh kembali dirasa ujung kuku bertemu selaput di dalam. Ibu jari ikut-ikutan mengusap klitoris, mengencangkan otot abdomen ingin mencapai puncak.

“S-shit I'm cl-close..” desah Chamin putus-putus, Chanhee makin kuat memainkan puting di mulut, memelintir benda lain sesekali menggesekkan miliknya di kain seprai. Younghoon mempercepat jari-jemari di sana, merasa dinding berkontraksi membungkus digit mulai merapat.

Berbagai macam umpatan menyembur keluar dari rongga mulut, terutama mulut di bawah. Younghoon melepaskan tautan, mengusap kasar daging di balik labia menggunakan cairan Chamin, kembali masuk dan bergerak sebanyak tiga kali kemudian keluar lagi.

Kepala gadis surai hitam sudah tidak dapat mendeskripsikan rasanya dipermainkan usai klimaks pertama memanggil. Dia hanya terengah-engah sambil mengelus rambut perempuan yang menyusu, menatap polos dengan puting di antara geliginya.

Younghoon memandang liang di hadapan, meneteskan cairan baru menyebabkan miliknya bergerak terpana. Dia mengadu tatap pada Chamin, berniat meminta izin, dan gadis itu mengangguk, hampir saja teriakan kebahagiaan membuncah, Chanhee ikut memperhatikan, melepaskan kuluman.

Daddy tunggu!”

Baru juga kepala mau masuk, ada saja kendala. Younghoon menatap sang kekasih, benar-benar sabar tiada tara. “Iya Baby?”

Chanhee tersenyum miring, bergerak luwes menindihi Chamin dengan posisi terbalik, menghadap ke Younghoon. Chamin menyeringitkan dahi sebab tidak paham apa yang direncanakan gadisnya sekarang.

Can I lick Mommy when you fuck her?” pinta si Cantik mengerjap-ngerjapkan mata menggoda. Pemuda satu-satunya terbelalak, dan sialnya, penis semakin mengeras bahkan menimbulkan precum, membayangkan Chanhee menjilat liang disaat dia menghujam Chamin mengeratkan bola yang menggantung.

“O-okay..”

“Apa? Apa yang dia mau?” tanya Chamin tidak sabar.

Chanhee tidak menjawab, hanya memposisikan organ kewanitaan tepat di atas bibir gadis termuda di sana, sebelum menumpukan badan menggunakan lengan di sisi kanan kiri.

“Choi Chanhee.” tegur Chamin seram tetapi Chanhee pura-pura menuli, sudah sibuk mendaratkan kecupan di abdomen putih tersebut seraya melirik ke Younghoon yang belum bergerak.

Eat me, Mommy,

Nope until you say what you want,

Chanhee memutar mata malas, menurunkan pinggul lalu mendesis nikmat ketika bibirnya bersentuhan dengan bibir gadis di bawah. Chamin melayangkan tamparan lumayan keras sehingga ia terjengit kaget.

“Katakan, Chanhee.”

“Aku hanya ingin menjilat Mommy sewaktu Daddy masuk,” jawab gadis cantik itu meringis. Manik Chamin membulat lucu, benar-benar tidak menduga kalau Chanhee mabuk adalah pembawa masalah. Ada-ada saja ide kotor yang ia lontarkan seolah-olah itu sudah biasa mereka lakukan. “please..”

“Biarkan dia bersenang-senang, Sayang,” celetuk Younghoon menuntun batang, mendengarkan Chamin mendesis saat liang ditabrak berkali-kali namun tidak ada keinginan menerobos.

“F-Fine ngh..”

Chanhee menyengir penuh kemenangan, mata berbinar-binar memperhatikan bagaimana kepala jamur mencoba menyusup. Dia terpesona pada cara kerja seks laki-laki dan perempuan yang selama ini belum pernah ia lihat sedetail sekarang. Bagaimana liang kecil tersebut berhasil melahap mahkota penis nan tebal bahkan sampai ke batang.

“Woah, itu yang kemarin masuk di dalam Baby, Daddy?”

Younghoon menggigit bibir, menahan senyuman akan pertanyaan polos. Dia juga serasa dipijat perlahan oleh sempitnya sarang yang membungkus kejantanan. Sama seperti bersama Chanhee.

Chamin mengatur napas, menarik, menghembuskan, menetralisir detak jantung. Lubangnya terasa perih, kebas akibat gesekan dari benda tumpul. Sama-sama berdenyut karena kumpulan saraf, tapi setidaknya berhenti membuatnya takut.

Mommy, you okay?” tanya Chanhee menoleh, Chamin hanya mengangguk, menarik pinggang si gadis agar dapat mengalihkan rasa sakit terhadap invasi di bawah. Lidah menapak tekstur labia, maupun klitoris, mengecup sensual, menemukan Chanhee gemetaran di atasnya.

Hah. Sampai kapanpun tetap Chamin yang akan mendominasi Chanhee meski dirinya sedang dimasuki.

Gadis surai merah muda mencoba bekerja, disaat Younghon sudah menanam hingga pangkal lenyap, hanya tersisa rambut-rambut kemaluan tipis yang menggelitik sekitar organ, ia menjulurkan lidah. Menyusup di sisi klitoris sangat-sangat pelan, menelusuri ke bawah, mencapai kejantanan Younghoon yang sedikit terlihat.

Si Tampan menggeram, tidak menyangka gadisnya dapat melakukan hal tak bermoral seperti sekarang. Betapa luwesnya cara kerja indra pengecap Chanhee berputar-putar di klitoris seolah-olah menemukan taman bermain baru.

“Ah.. C-Chanhee..” di belakang mereka ada Chamin sudah sakit kepala karena kebanyakan distimulasi. Dia tidak sanggup melanjutkan acara makan akibat ulah gadis mereka. Chanhee menyunggingkan senyum kecil, mengulum daging sensitif lalu mengangguk, seakan menginstruksikan kekasih prianya untuk bergerak.

“Chamin, aku gerak?”

“I-Iya Kak..” sahutnya mempersiapkan mental, merilekskan diri sejenak, menunggu pergerakan dari pemuda lebih tua. Dia melirik santapan di depan, menggunakan dua tangan untuk meremat bantalan empuk Chanhee sebelum bertamu ke dalam.

“Uwaahh!” Chanhee refleks menjepit lidah yang masuk, terasa berputar-putar menyapa dinding vagina sekali-kali membasahi bagian, dia hampir tidak fokus kalau Younghoon tidak mulai bergerak. “ungh.. aah.. Mommy..”

Younghon menekuk dua kaki Chamin agar menapak di kasur. Tangan ditaruh di paha dalam sekaligus menggenjot perlahan. Si Tampan menahan desahan, apalagi melihat keadaan gadisnya yang dimakan.

Baby, katanya tadi mau jilat,” tegurnya karena gadis surai muda sibuk memundurkan pinggul. Chanhee menenggelamkan bibir di kelamin lain, menyebabkan Chamin menjerit keras. Younghoon terkekeh di sela napas memburu, mengusak rambut ke belakang karena menghalau pandangan. Chanhee menghisap kuat-kuat, kemudian turun menjilat batang yang keluar masuk. “fuck.. Baby, keep doing that,”

Si Cantik menyeringai, menaruh lidah tepat di penis yang bergerak maju mundur. Kini semakin cepat, menuntut ke dalam, mengarah ke tujuan.

“Aah! Aah! Kak!” desah Chamin berulang-ulang. Bola mata terputar ke belakang, begitupula tetesan liur di sudut bibir. Ia membungkam mulut dengan milik Chanhee lagi, merasakan klimaks akan tiba. “ngh.. ngh.. dekaatt!”

Chanhee mengulum klitoris di antara geligi, memainkan bundelan saraf tersebut secara lembut, dimana dia juga merasa sampai karena Chamin. Belum juga kekasih perempuannya keluar, dia tiba duluan. Mencengkram seprai hingga buku jari memutih dengan badan tertandak-tandak bagai kuda meringkik.

“Ssh.. nggh..” Tidak ada yang dapat ia utarakan selain bahasa alien. Younghoon masih menggoyang tetapi menciumi wajah sang kasih sebagai tanda sayang. Mengatakan Chanhee sudah melakukan yang terbaik, dan pantas diberi hadiah.

“Kak.. mmh..” Younghoon menyentak lebih dalam kuat-kuat, mengakibatkan aliran deras memancur dari tempat penisnya berada. Chamin meremat pinggang Chanhee sampai memerah, berhasil meraih orgasme terhebat sepanjang hidupnya. Dan itu dibuktikan oleh penyatuan mereka langsung terlepas, serta cairan bening mengucur membasahi Younghoon.

“Woah..” setelah ia kembali sadar, Chanhee berdecak kagum. Chamin belum berhenti mengeluarkan dilihat dari otot perut menguat maupun kaki mengejang. Younghoon menelan ludah susah payah melihat kondisi gadis termuda di sana.

Apakah perempuan memang sesensitif ini? Tapi, Chanhee kemarin tidak.

Gadis surai hitam mengambil oksigen sebanyak mungkin, mengganti persediaan di paru-paru yang nyaris habis. Dia menyingkirkan poni di kening bersamaan diafragma dada membesar akibat berusaha menggapai napas.

Mommy..” Chanhee merengek, Chamin merentangkan tangan saat gadisnya membalikkan badan, kini menindih figur kurusnya sambil menaruh telinga di jantung yang berdegub kencang. “Mommy is so hot,”

Selain dia masih berkunang-kunang, Chamin tidak sanggup berbicara. Padahal yang mabuk Chanhee, kenapa jadi dia yang kelelahan. Si Cantik mengatur posisi lagi, bertumpu lutut, menaikkan bokong, ia menolehkan kepala pada Younghoon seraya menyengir.

Use our holes to make you come, Daddy,”

Bangsat. Siapa yang mengajari Chanhee sebinal ini, hah?! Younghoon merasa umurnya memendek setahun dan dua gadis di kamar ini merupakan hadiah terakhir sebelum dia mati.

Chanhee menatap gadis di bawah kukungan, menelisik setiap detail permukaan wajah kemudian menunduk mendaratkan kecupan. Chamin membalas lumatan, membuka belah bibir diselingi napas terengah, lidah bertaut di dalam nyaris tergigit ketika Chanhee diterobos Younghoon dari belakang.

Fuckk.. nghh.. Daddy..”

Gadis termuda menangkup dada yang bergoyang akibat gerakan acak Younghoon, menambah intensitas Chanhee menjerit sekencang mungkin. Tidak ada yang akan peduli pada kemaslahatan tetangga, semua terfokus pada kenikmatan masing-masing.

Pemuda rambut hitam nan lebat memegangi pinggang sang kekasih ketika menggoyang, membuat desisan dalam tenggorokan ketika milik dibungkus erat, ia melepaskan sebentar, mendengar erangan kekecewaan diselingi pekikan kaget saat ia masuk ke liang lain.

“K-Kak!” Chamin menggigit bantalan ranum kuat-kuat, ikut bergerak seirama sebelum Younghoon mencabut kembali, menggilir Chanhee.

Begitu terus berulang-ulang, membuat pikiran mereka melayang.

“Ngah.. aahh.. Daddy.. c-close..” lenguh si Cantik gemetaran, merasakan perut mengencang kedua kali, ingin melepaskan bagian akhir karena terlalu sering dimainkan. Younghoon menggenjot lebih cepat dan menuntut, menabrak bundelan saraf dekat mulut rahim sehingga gadis mereka mendorong tekanan keluar, termasuk penisnya sendiri. Air bening berlomba-lomba menjatuhkan tetes di organ Chamin, tidak mau berhenti sampai Chanhee merengek pasrah.

Good job, Baby, you're doing great wetting me,” puji gadis lain mengusap liang basah di atas, menekan-nekan sekitar pintu sesekali mengelus klitoris maupun lubang kencing. Chanhee bergerak menindihi, masih menggigil sesudah orgasme. “Siapa bayi Mommy yang cantik, heum?”

“Chanhee..”

Chamin menggigit hidung mancung itu gemas sekaligus mendaratkan kecupan. Younghoon melesakkan kejantanan dalam dirinya untuk mempercepat klimaks sendiri. Dia pun juga sudah diujung tanduk jika dirasakan dari kandung kemih. “K-Kak.. aahh..”

“Di dalam atau di luar?”

“Di luar..” jawab gadis termuda di sela-sela lenguhan. Penis yang meregangkan liang berubah ukuran, seperti memberi isyarat kalau dia hendak sampai. Ditambah geraman Younghoon serta dalamnya ia menusuk, menyebabkan Chamin juga berada di puncak.

Younghoon mengeluarkan organ saat Chamin tiba duluan. Sambil memperhatikan pancuran, ia mengocok batang hingga mendarat beberapa untai di dasar perut hampir mengenai klitoris, ia menarik napas panjang, mengganti persediaan di paru-paru lalu menghembuskan perlahan. Menunggu miliknya tertidur walau rasanya tidak mungkin ketika disuguhi pemandangan dua perempuan telanjang saling berpagutan menempelkan kelamin basah bersamaan.

Ronde dua boleh tidak ya?

Setelah alam sadar kembali menyala, Chamin melemaskan persendian, menyeka beberapa keringat di kening, menemukan kekasihnya tertidur lelah di pelukan. Dia hendak mengumpat karena selalu ditinggal dalam keadaan canggung dengan pemuda satu-satunya.

“Mau minum?”

“Hmm..”

Pemuda surai lebat memasang celana dalam agar tidak mengganggu penglihatan, padahal Chamin santai saja. Dia sudah dibobol sama benda itu, buat apa lagi disembunyikan. Namun, norma kesopanan tetap nomor satu bagi Younghoon, tak nyaman rasanya bertelanjang bulat setelah berhubungan. Gadis manis itu mengusap rambut Chanhee sayang, memberikan kecupan di pucuk kepala seraya menggumam.

“Kau yang memulai semua keanehan ini, Choi Chanhee,” Si Cantik bergerak sedikit, menyeringitkan wajah tapi tak terbangun, sebaliknya ia makin menenggelamkan hidung pada belahan dada. Tenang sekali.

Segelas air dingin datang dan Chamin hanya menatap kakak tingkatnya sinis. Bagaimana bisa dia minum kalau pacar mereka sedang mengurungnya? Younghoon menegak sedikit kemudian menempelkan bibir mereka, menyalurkan air es tersebut lewat ciuman kecil.

Jantung Chamin berdetak lagi, ia berharap tidak kedengaran, sialan baginya, sang kakak malah tidak menjauh, memandang balik dengan tatapan sulit diartikan.

“Kau cantik..”

I know,” sahut Chamin setengah berbisik sembari memutar netra, ingin menutupi kegugupan sebab ditinggal berduaan lagi. Younghoon tersenyum tipis, mencium bibirnya kedua kali.

“Sakit?”

“Lumayan, for a first timer,”

Liar.”

No, I'm not, I'm a virgin.. was..” balas Chamin meyakinkan, Younghoon masih menatap tidak percaya. Tidak mungkin seorang Ji Chamin yang memiliki dominansi lebih tinggi dibanding dirinya belum pernah dimasukin. Buktinya dia berhasil membuat Chanhee memancur beberapa kali. “kau orang pertama, Kak,”

“Kau tidak pernah punya kekasih?”

Raut wajah Chamin mengerucut jengkel walau semburat merah muda muncul di pipi tembam. “Bagaimana bisa aku punya pacar kalau sepanjang hidupku hanya dihabiskan untuk menyukaimu?”

Younghoon tergelak, duduk di tepi kasur lalu mengelus helaian rambut hitam Chamin sayang, “I'm impressed with your dominancy, though,”

Only for Chanhee, it's just.. came out naturally,”

“Hmm, Chanhee memang seperti bayi, apalagi kalau dia mulai bratty, rasa ingin menghukumnya benar-benar sudah di ujung jari,” kali ini Younghoon menatap kekasih asli yang tertidur pulas, mengusap punggung lembut tersebut pelan.

“Seperti tadi,”

“Aku tidak keberatan, as long as Chanhee doesn't mind,”

“Aku hanya takut Chanhee berpikir kau tidak menghiraukannya apabila kita berhubungan, Kak,” ucap Chamin pelan, tiba-tiba dada menyesak, memikirkan kalimat Chanhee di pesta beberapa jam lalu tentang home-wrecker. Meski konteks candaan. “I'm.. I feel like a home-wrecker between you both,”

“Tidak ada yang berpikir seperti itu, Chamin,” Younghoon membalas lebih halus tak lupa senyuman terpatri. “Kau di sini karena Chanhee, remember? Chanhee menyukaimu, tapi dia juga tidak mau melepaskanku, dia selalu merengek kalau kau tidak bergabung, dia pikir kau tidak menyukainya, dia pikir dia kurang memberikanmu kasih sayang, bahkan perlakuannya padaku pun berbeda dengan dia padamu, Sayang,”

“Bagaimana kalau Kakak menyukaiku? Apa Chanhee tidak keberatan?”

“Kita balik pertanyaannya, bagaimana kalau kau yang kembali menyukaiku?”

Chamin terdiam sejenak, tidak dapat menjawab secara spontan. Dia saja sebenarnya masih bingung apakah dia masih mencintai Younghoon atau tidak. Tapi rasa sukanya terhadap Chanhee jauh lebih besar dibanding ke Younghoon. “Apa.. aku akan merebutmu?”

Si Tampan hanya mengendikkan bahu, “Tidak akan ada yang tahu selain dijalani, Chamin-ah, kau tidak akan pernah bisa menjawab pertanyaan itu tanpa menjalani terlebih dahulu,” ia bangkit sebentar meregangkan badan, menunduk mengecup kening Chamin lalu pipi Chanhee. “aku pulang dulu selagi kalian berdua punya waktu untuk memikirkan hubungan ini,”

“Kak...” desah Chamin kecewa, tapi yang ia lihat hanyalah sosok pemuda lebih tua mengenakan pakaiannya kembali. Memberikan cengiran khas sebagai tanda pamit sebelum pintu kamar berdecit tertutup rapat. Meninggalkannya dalam keheningan kamar disahuti deru pendingin ruangan dan napas lembut Chanhee.

Si gadis menghela panjang, memijat keningnya sedikit kuat. “Fuck my life.”

Kenapa juga dia terlibat dalam kerumitan ini sih?

. . .

©️Noname

sangmil🔞

. . .

Di suatu kediaman, ketika matahari hendak menukik, burung-burung berkicau nyaring, siulan merdu disenandungkan, seorang pemuda tiba-tiba berlari menuju figur tegap di depan sangkar, memeluk dari belakang.

“Abahh..”

“Apa?”

Jeje tersenyum lebar, menaruh puncak hidung mancung tepat di bahu pria lebih tua, menghirup aroma parfum axe maskulin di sana. “Abah, kalo aku mau sesuatu dikabulin gak?”

Sangyeon menoleh seraya menaikkan satu alis, “Minta apa?” tanyanya curiga karena sang kasih malah semakin melebarkan senyuman. Mata berkilat-kilat jenaka.

“Boleh gak pas kita di ranjang, Jeje panggil Abah?”

“Tumben,” Sangyeon berdeham kecil, menenangkan hati yang dugeun-dugeun sebab agak terkejut pada permintaan. Biasanya si Manis malu menyebutnya 'Abah' ketika di kasur, dia bilang, akan membuatnya turn off. “biasanya..”

“Sssttt! Diem deh gak usah ngolok,” sungut Jeje mengerucutkan bibir, Sangyeon tergelak sejenak, memutar badan kemudian memeluk sosok tersayang erat, merasakan bagaimana kepala Jeje bersandar di bahu tegapnya.

“Mau sekarang?”

“Apanya?”

Tubuh Jeje diangkat selayaknya karung beras tapi dalam posisi bayi yang digendong. Kaki melingkar di pinggang sehingga dua lengan sigap merangkul tengkuk, menyebabkan ia lebih tinggi dibanding Sangyeon. Tatapan cinta saling tersalur begitupula ciuman panas. Dengan tenaga kuat, pria itu membawa langkah menuju kamar mereka. Tempat biasa memadu kasih.

. . .

“AAAH.. nggh ABAAAHH..”

Pekikan manja terlolos dari rahang bawah terjatuh, pinggul bergerak mundur menyamakan irama pinggul lain yang menghentak maju. Menabrak selaput rentan di balik dinding ketat tersebut. “Ngh.. Abah..”

Sangyeon tertawa kecil, tidak begitu menduga kalau kekasihnya setegang ini hanya karena memanggil sebutan paling tidak rame sedunia bagi pasangan. Dimana-mana Daddy lebih cocok, tapi entah kenapa Jeje suka dengan suku kata 'Abah' yang mengalir ketika Sangyeon menghujamnya.

“Jeje sayang..”

“Nghh.. i-iyaa Abah..”

Manja sekali bukan? Sangyeon terpaksa membalik posisi mereka sehingga Jeje berhenti menungging, sempat mengeluarkan kejantanan dari lubang merah yang berdenyut terhadap kekosongan. Dia menjilat bibir, makin terangsang melihat pemandangan. “Look at your ass, Baby,”

“Abah please please..” Jeje merengek sambil menggesekkan punggung di material kasur, benar-benar ingin diisi lagi. Sangyeon tanpa disuruh dua kali langsung saja melesakkan penis ke sana sekali gerakan sebab tahu lubang kekasihnya hanya tercipta untuknya.

Shit!”

“Aaah.. Abahhh..”

Keep chanting my name, Jeje,” bisik Sangyeon terus menggenjot, kedua kaki Jeje ditekuk di atas dada, mata elang memperhatikan setiap otot wajah yang dibentuk oleh si Manis. Dia menggeram di telinganya, mengeluarkan kata-kata kotor yang memicu aliran listrik di setiap nadi sang kekasih.

“Ah! Aah.. ABAH TOO DEEP!” teriak Jeje gemetaran, dia dapat merasakan penis yang bergerak berubah ukuran, bagai ingin mengeluarkan sesuatu di dalam. “A-Abah.. ngghh Abaaahh!”

“Udah deket Je?”

Kepala Jeje terangguk-angguk cepat, stimulasi gesekan 6 roti sobek Sangyeon dengan penis sendiri mendekatkannya pada klimaks pertama. Dia mengaitkan tumit tepat di punggung Sangyeon sekaligus menguncinya begitu untaian putih menyembur keluar. Badan bergetar-getar padahal tidak ada gempa. Membasahi dada maupun abdomen Sangyeon.

“Oh.. so tight..” gumam si pria lebih tua, menyambut bibir tipis pemuda di bawah kukungan yang masih sensitif dan menjepit kejantanan. Dia berusaha bergerak, meski pacarnya mengerang tertahan, cepat-cepat mengejar klimaks agar tidak ketinggalan jauh.

Jeje tersedak ludah saat cairan hangat melukis dinding. Dia masih menyebut Sangyeon dalam keadaan terkulai, tapi puas setelah permintaan dituruti. Ternyata tidak seburuk itu rupanya.

Kedua sejoli mengatur napas, menerpa wajah masing-masing, sebelum tertawa geli tentang kekonyolan ini. Sangyeon menggigit gemas hidung tajam pemuda kesayangan lalu mengusak perlahan.

“Jadi kamu punya Abah-kink nih?”

“Berisik!”

Next time aku pakai kopiah sama sarung, mau?”

“ABAH IH!!!”

. . .

Just for fun from me🥰 Nett.

PUNISHMENT

Warning : it's all porn. Semua orang tidak punya moral, they can do whatever they want. A fictional. Bukan untuk ditiru, hanya untuk melepas penat

. . .

PLAK

Sebuah tamparan mendarat keras di pipi seorang pemuda, tiada angin hujan badai, tiba-tiba melayang saja lima jari beserta satu telapak di permukaan wajah tanpa kata-kata. Hanya ada keheningan, sembilan pasang mata membulat, serta deru napas memburu.

“JALANG!”

“Jeje!”

Chanhee mendadak linglung. Selain masih menerka maksud maupun makna dari tamparan tersebut, telinganya bagai tersumbat oleh sesuatu. Dia bahkan tidak mendengar betapa paniknya Changmin dan Sunwoo menanyakan keadaannya, sementara sayup-sayup jeritan kemarahan Hyunjae mengoyak isi otak.

“Chanhee.. Chanhee-ya..”

“KAMU PANTES MATI CHANHEE!”

“Ssshh Lee Jaehyun!”

“Kenapa kamu malah bela dia?! Dia udah berani godain Juyeon!” teriak Hyunjae lagi kini tercekik isakan sendiri. Younghoon menggigit bibir menahan kalimat, kemudian memeluk sahabatnya erat agar menenangkan diri. “LEPAS YOUNGHOON! HE’S SUCH A WHORE!”

Asrama nampak ribut di kala itu. Teriakan Hyunjae semakin menjadi-jadi dan tidak ada yang mau ikut campur. Jacob sendiri kewalahan, jari jemari mengetik sesuatu di ponsel, hendak memberitahu leader mereka tentang hal ini.

Chanhee telah diungsikan ke kamar, Hyunjae diangkat paksa malahan. Dalam hitungan beberapa menit, asrama kembali normal, meski hawa masih mencekam.

“Oh God..” desah Jacob menyandarkan kepala, “can somebody tell me what’s going on here?” beberapa anggota, terkecuali Kyeopmuda beserta infamous BbangMil memusatkan mata kepada Juyeon selaku orang yang disebut Hyunjae dalam kemarahannya tadi.

Pemuda tinggi kedua setelah Younghoon mengendikkan bahu cuek, sibuk menatapi televisi.

“Juyeon..” Jacob memanggil sekali. Berintonasi datar bermakna tajam.

I fucked Chanhee and Hyunjae hyung can’t get over it,” jawabnya tanpa mengalihkan pandang. Keterkejutan yang tergambar di wajah anggota tak diperdulikan olehnya. “Chanhee did it first,”

“Nggak penting siapa yang mulai, Juyeon, kamu lupa sama perjanjian kita kemarin?” sahut Kevin menahan kesal. Juyeon menatap temannya malas.

“Harusnya kalian nyalahin Chanhee dong, bukan aku,”

“Kalian berdua yang salah,” cecar Kevin lagi sehingga Jacob langsung menahan. Juyeon berkerut-kerut jengkel lalu menonton tayangan kembali. Meski pikiran melayang ke kilas balik perjanjian mereka tentang hubungan rumit ini.

Stupid agreement.”

. . .

Sangyeon nggak minta diginiin. Sumpah. Dia cuman kepingin sehabis rapat dari kantor, pulang ke rumah, disambut meriah oleh adik-adiknya, makan malam dengan tenang, dan istirahat tanpa harus terganggu kebisingan di kamar lain. Bukan mendapati berita heboh yang berhasil menciptakan kecanggungan tebal di asrama.

Begitu pintu apartemen tertutup, Jacob langsung menghampiri, raut wajahnya tegang tidak ketulungan, bahkan dia nampak takut meski Sangyeon tidak bergeming.

“Kenapa?”

Hyung baca pesanku, nggak?”

Pemuda lebih tua merogoh ponsel, menemukan benda elektronik kesayangan gelap tak bernyawa. Hm. Tipikal baterai habis di tengah-tengah perseteruan.

“Kenapa?” tanyanya lagi, kali ini melangkahkan kaki tanpa menghiraukan kehadiran member lain. Duduk di sofa dimana hanya ada Kevin dan Haknyeon di sana. Jacob memainkan bibir, mengikuti di belakang untuk menjelaskan duduk permasalahan.

Aura leader mereka menjadi lebih dominan ketika sedang menghadapi sesuatu.

“Jeje nampar Chani tadi,”

Sangyeon melirik, Jacob auto mengalihkan muka. Takut cuy. Ibaratnya kamu lagi menghadapi singa jantan kelaparan, apa tidak seram? “Hm?”

“Jeje nampar Chani,” ulang Jacob sekali lagi. Sangyeon menaikkan satu alis. Berpikir keras apa maksud Hyunjae berani melakukan kekerasan pada anggota sendiri.

“Karena?”

Jacob memandang ke Kevin dan Haknyeon, meminta pertolongan, tapi dua pemuda tersebut merasa lebih baik menghindar daripada kena amukan. Membuat ia putus asa menjawabnya. “Juyeon.. Juyeon berhubungan sama Chani kemarin,”

Ah. Juyeon. Tetua pertama langsung mengerti. Selagi ia melepaskan jaket, dan kaos kaki, tidak ada respon yang mengalir. Mungkin adik-adiknya panas dingin hendak mengetahui apa yang akan dia lakukan sekarang. Manik menatap jam dinding, memperhitungkan segala kemungkinan malam ini

“Cobie-ya,”

“Iya Hyung?”

Sangyeon mengulas senyum manis, sontak ketiga adiknya merinding, biasanya kalau sudah begitu, mereka harus pergi dari sini. “Kamu tahu kan harus ngapain?”

Jacob mengangguk pelan, mengisyaratkan Haknyeon dan Kevin membagi tugas memanggil anggota selain Hyunjae dan Chanhee tanpa banyak menyuarakan pertanyaan. Sementara ia duduk menenangkan diri sejenak di samping Sangyeon.

“Sudah makan?” tanya leadernya lembut, Jacob mengangguk, membiarkan tangan kanan agak kasar mengusap pipinya pelan. “oke, besok pulang siang aja, kita nggak ada jadwal kok,”

“I-iya Hyung..”

“Mau kemana?”

“Loh kenapa Jeje Hyung ditinggal?”

“Ssshh!”

Eric langsung bungkam setelah keluar dari ruangan mengikuti langkah Kevin. Menutup mulut rapat-rapat ketika menemukan mata tajam Sangyeon menelisik ke arah mereka berempat. Di sisi lain, Haknyeon juga berhasil menyeret kekasihnya dan Changmin meski dua pemuda itu terlihat ogah-ogahan.

“Yuk.” Si Canada tertua memberi aba-aba, ia menganggukkan kepala pada Sangyeon sebelum menitah adik-adiknya berjalan di belakang. Tidak ada protes, atau pertanyaan penasaran. Semua diam semua menjadi anak baik sesaat selagi kakak pertama masih satu tempat. Setelah pintu utama tertutup, barulah Sangyeon menghela napas panjang.

“Jeje?” panggilnya berat. Hyunjae memunculkan wajah di balik pintu dengan mata bengkak nan sembab. Isakan kecil terdengar lirih, nyaris membuat Sangyeon memberi belas kasihan tapi dia musti bertahan seperti ini. “sini.”

Bagai seekor anjing yang ketangkapan basah berbuat nakal, Hyunjae berjalan pelan menghampiri, duduk bertumpu lutut menghadap leader sambil menundukkan kepala.

“Kata Cobie,” Hyunjae terjengit sedikit, sementara Sangyeon memperhatikan lamat-lamat respon si Manis saat dirinya berbicara, “kamu nampar Chani?”

Hyunjae mengangguk, sangat halus, bahkan hampir terlewati indra penglihatan. Sangyeon menghela napas. “Kenapa?”

He-he fucked with Juyeon!”

“Terus?”

“J-Jeje nggak suka, Daddy..”

Sangyeon menggumam-gumam, beringsut mencondongkan badan ke arah pemuda manis yang terluka lalu menjepit dagunya sehingga mendapat lirihan. “Tapi apa Daddy pernah ngajarin Jeje buat pakai kekerasan?”

Si Manis mencoba menggeleng, tidak terlalu kelihatan lantaran ditahan erat-erat. Sangyeon melepaskan jepitan beralih mencengkram rahang. “What did I tell you if you misbehave once, Jeje? Heum?”

“D-Daddy.. w-will punish me..”

“Benar sekali,” jawab Sangyeon tersenyum lebar. Netra berkilat-kilat jenaka tapi tidak cukup membuat Hyunjar ingin tertawa, sebaliknya, dia malah tambah ketakutan pada hukuman yang akan diberikan. “panggil Chanhee di kamar,”

Dengan kaki bergoyang bak agar-agar, ia mencoba berdiri, menyeret langkah menuju ruangan tak jauh dari sofa untuk memanggil musuh bebuyutan. Hati menjadi tidak keruan rasa, apalagi saat melihat ekspresi benci Chanhee dan warna kemerahan di pipi kanan.

Ouch. That’s.. hurt.

Dalam hati Hyunjae minta maaf walau tidak merasa menyesal sama sekali.

Chanhee diam saja begitu Hyunjae muncul menyuruh keluar. Berjalan duluan menyenggol bahu landainya hingga hampir membuat dia marah.

“Hey,” sapa Sangyeon tidak meruntuhkan senyum. Chanhee memutar mata malas kemudian duduk bertumpu lutut di hadapan pemuda lebih tua. Diikuti Hyunjae takut-takut. “Chani, you okay?”

Daddy bisa liat kan?”

Hyunjae mengepalkan tangan, hendak menyerocos karena itu hasil tindak keadilan. Dia menggoda Juyeon, dan dia mendapat tamparan. Cukup adil bukan?

“Yak!” akhirnya si Manis membuka suara sebab tidak ada sahutan dari dominan mereka. “you started first you little whore! You flirted with him, didn’t you?!”

“Terus kenapa hah? Ada undang-undang yang melarangku menggoda Juyeon? Lagian Hyung sama Juyeon kan nggak pacaran, berarti dia bebas dong mau berhubungan sama siapa?!” sahut Chanhee tak kalah keras menyebabkan amarah Hyunjae tersulut. Tiba-tiba mereka sudah bergulat di depan Sangyeon dengan Hyunjae menarik surai legam Chanhee, pemuda cantik di bawah berusaha mencakar segala celah yang ia lihat agar setimpal.

Kembali pada Sangyeon, si tetua pertama memijat kening yang berkerut. Dia setia menatapi pertengkaran atau bisa kita sebut pergeludan antara bottom The Boyz. Rambut mereka sudah awut-awutan, ditambah jeritan memekikan gendang telinga. Lama-lama ia muak dan bangkit dari sofa.

“Bangun.”

Hyunjae dan Chanhee berhenti seketika. Kilatan mata tajam serta penuh kekuasaan menusuk netra masing-masing, menyuruh mereka patuh. Dua kepala tertunduk malu, tidak berani beradu pandang barang sedetik pun. Tanpa ditegur dua kali, mereka beranjak bersamaan, saling dorong-mendorong membuat Sangyeon berdeham kecil.

“Masuk kamar.”

Kalimat perintah segera dilaksanakan, kaki-kaki menapak lantai maple sedikit keras, berderap seperti kuda. Memasuki sebuah ruangan familiar lalu berdiri di sana, mengunci mulut rapat-rapat.

Sangyeon menatap keduanya dari atas sampai bawah. Melihat bagaimana jari-jemari bergerak karena takut pada aura yang terpancar. Meskipun dia lebih pendek, tidak menutup kemungkinan ia dapat menundukkan mereka. Kharisma seorang pemimpin melekat di dirinya semenjak kejadian rumit ini terjadi.

“Buka baju.”

Hanya sepatah dua patah kata tapi sukses menaikkan bulu kuduk satu sama lain. Hyunjae tergesa-gesa melucuti pakaian lantaran tak ingin mengecewakan sang dominan, sementara Chanhee sangat lembut dan hati-hati, bagai memberikan penampilan terbaik untuk pemuda lebih tua.

“Dimana tali lehermu, Chani?”

“Di.. di kamar..” jawab si Cantik pelan. Sangyeon hanya memberi tatapan, dan Chanhee langsung melaksanakan. Merinding akan hawa pendingin ruangan menerpa permukaan kulit, ia merapatkan kaki saat berjalan kembali ke kamarnya. Meninggalkan Sangyeon bersama Hyunjae yang memeluk diri sendiri.

On your knees, Je.”

Hyunjae menjatuhkan lutut di lantai, meringis perih lantaran perlakuan tersebut. Kepala masih tertunduk, jantung berdegub kencang. Dia bisa melihat siluet Sangyeon berjalan mendekati, semakin menambah adrenalin di dalam nadi.

“Kamu pilih apa? Tali atau choker?” Si manis menegak ludah, retina bergerak ke sana kemari sembari berpikir keras pada pilihan itu. Tali kekang seperti yang dikenakan Chanhee? Atau choker sempit yang akan membungkus lehernya? Tanpa sengaja pemikiran kotor merangsang bagian selatan, ia mengutuk kejantanannya karena bangun di waktu yang tidak tepat.

“Ngomong, Je. Apa Daddy nyuruh kamu jadi bisu, huh?”

“C-Choker! Jeje mau choker!” teriaknya cepat. Napas memburu di setiap helaan, menunggu penasaran. Sangyeon menggumam, berlalu dari hadapan menuju sebuah lemari. Dia tahu, di situlah tempat penyimpanan mainan kalau salah satu dari mereka misbehave. Seperti dia sekarang.

Ini semua gara-gara Chanhee.

Speak of the devil. Pemuda cantik surai hitam menampakkan diri penuh percaya diri. Tatapan tajam, leher jenjang seputih susu terbalut tali kekang sampai punggung. Bentuk tubuh langsing nan tinggi serta kaki panjang berjalan ke arahnya. He’s like epitome of sin.

Dan itulah mengapa Hyunjae sangat membenci Chanhee dan berniat menghancurkannya. Apa kalian pikir dia bermanja-manja dengan Younghoon karena dia dekat dengan sahabatnya? Oh, tentu saja tidak.

To hurt Choi Chanhee of course.

“Fokus, Jeje.” Hyunjae mengalihkan pandangan benci kepada Sangyeon yang berada di depannya lagi. Memasangkan choker di leher, sesekali menarik lembut. “sakit?”

Hyunjae menggeleng, mencoba tersenyum tipis supaya meyakinkan. Sangyeon mengelus dagunya sayang, lalu mengusap bibir tipis itu menggunakan ibu jari, menyusup di antara belahan ranum, melewati rongga mulut hingga tiba di parasan lidah, menekan perlahan. Kelopak Hyunjae tergelitik nyaris menutup, paha dirapatkan mendapat gesekan, membangunkan adik di tengah-tengah.

You both..” Sangyeon masih mengeksplor isi mulut Hyunjae sebelum melanjutkan perkataan. “bend over the bed,”

“Kita berdua?” tanya Chanhee tiba-tiba.

“Apa Daddy punya Babies selain kalian di sini?”

Dua-duanya menggeleng, sigap menuruti perintah, membungkuk menghadap kasur, menatap lurus ke dinding kosong. Napas sama-sama menukik tajam seakan sedang menanti sesuatu tak kasat mata. Tidak ada bunyi lagi selain pergerakan kecil, jari jemari Chanhee mengetuk-ngetuk seprai, sementara Hyunjae meniup-niup udara.

Tiba-tiba Hyunjae menegang saat Sangyeon menarik kedua lengan ke belakang, menaruh tepat di lesung punggung, dia terkesiap begitupula Chanhee. Jantung mereka seketika memompa kencang, benar-benar tidak bisa menebak pikiran. Pemuda lain mengikat simpul dengan baik, tidak terlalu kuat untuk menyakiti, tidak juga longgar. Dia memperlakukan hal yang sama pada Chanhee. Mengekang pergerakan pergelangan tangan sehingga tak satupun dari mereka dapat ke sana kemari.

Hyunjae mulai keringat dingin lantaran dia paling anti ditahan menggunakan trik apapun, dia ingin menyentuh Daddy, dia ingin melayangkan sentuhan di tubuh Sangyeon, tapi untuk sementara waktu hal tersebut dilarang. Berbeda dengan Chanhee yang pasrah, merebahkan kepala di atas kasur sambil menunggu harap-harap cemas.

CTAS

“F-FUCK!” umpat tetua keempat tiba-tiba membuat Chanhee menoleh horror. Ketika telinga menangkap pekikan pecut tersebut, rambut kulitnya berdiri seketika. “hah.. haaahh..”

Pukulan kedua mendarat kembali hingga Hyunjae menjerit lebih nyaring. Tekanan tinggi, bernada mendekati falsetto. Chanhee menyeringitkan wajah, bisa merasakan kesakitan Hyunjae. Dia berdoa dalam hati supaya dia tidak kena, tetapi Tuhan punya rencana lain.

PLAK

“A-AH!” pekiknya merapatkan jari-jemari, badan tercondong ke depan menabrak pinggir ranjang seraya menggigit bibir kuat-kuat. Rasanya panas, mungkin tercetak merah di pipi sebelah kiri, membuat lubangnya bergerak, entah perih atau meminta lebih.

Baru dipukul beberapa kali, kedua submisif sudah ngos-ngosan. Meski disakiti, tidak menutup kemungkinan penis mereka masih tertidur. Justru terbangun lebih keras, bergoyang ke atas ke bawah mengikuti aliran saraf hanya karena telapak Sangyeon seorang.

Daddy say something!” rengek Chanhee berkaca-kaca sebab tak mendengar suara dari pemuda di belakang. Mereka menegang kemudian menggigil bak orang demam begitu sebuah jari meraba pintu masuk. Membentuk gerakan memutar, merasakan setiap otot yang terbuat. Hyunjae menggigit kain tempat bertumpu, meloloskan rintihan saat digit tersebut bertamu ke dalam. Chanhee meringis, menggerakkan pinggul ke kanan kiri sehingga mendapat tamparan lagi. Dia meredam desahan ketika ujung kuku berhasil mencolek bundelan sensitif.

“Mmff! Mfff!”

“Ngh.. please please..” erang Hyunjae tak mau kalah bahkan telah meneteskan liur di atas material. Sangyeon menghembuskan napas panjang, setia memaju-mundurkan satu jari kanan maupun kiri di sarang yang tersedia. Mendengar Chanhee melolong keenakan, ia melepaskan tautan, berubah menjadi jeritan kekecewaan.

Sepertinya tetua pertama punya ide lain. Tidak hanya simpul yang mengikat pergelangan, sapu tangan bersih disumpal paksa di mulut supaya jeritan mereka ketika dihukum tidak sampai ke tetangga bawah. Kan tidak lucu kalau agensi mendapat protes tentang teriakan nikmat berasal dari asrama.

Hyunjae dan Chanhee saling berpandangan, sibuk menerka-nerka apa lagi yang akan mereka dapatkan kali ini. Manik sama-sama berkaca-kaca menahan laju air mata ditambah nafsu mulai menghilangkan akal sehat. Bulir precum tampak terdeteksi, bola setia menguat, tinggal dilepaskan. Menunggu beberapa detik, keduanya kembali tersedak bersamaan. Benda kecil terasa lengket dan basah melesak masuk diikuti getaran tipis.

Oh. Tidak.

“Hm, Daddy mandi dulu..”

“MMFFFF!” teriak mereka kompak sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mata membulat horror ditambah intensitas getaran semakin dinaikkan. Tubuh penuh keringat itu mencoba melepas ikatan tapi nihil. Menyebabkan senyum kecil terulas di wajah Sangyeon, ia hanya menunduk mengecup pipi mereka berdua sebelum berlalu dari sana.

NO. TIDAKK! Dua submisif Sangyeon menjerit tertahan sambil menandak-nandakkan badan. Telinga mereka mendesingkan bunyi vibrator dalam liang entah sampai kapan dihentikan. Kejantanan memerah mulai meneteskan bulir putih, sama-sama merasakan sakit. Akibat gerakan acak, malah membuat mainan dewasa bergulir ke dalam. Chanhee yang pada dasarnya sering ditemukan, menggelinjang hebat. Saliva membasahi kain di mulut jatuh ke seprai, bola mata terputar ke belakang, tiba-tiba ia klimaks duluan. Menyemburkan benih membasahi pinggir kasur. Badan seperti orang kejang, lalu ambruk dengan posisi miring.

“Ch-mmf!”

Chanhee mengutuk Hyunjae dan prostatnya (selalu). Dia kan tidak salah kenapa jadi dia yang paling banyak hukumannya?

Kaki Hyunjae terulur menendang kakinya, ia yang sedang mengatur napas mengangkat kepala sembari melotot. Mungkin jika tatapan bisa membunuh, maka Hyunjae akan jadi mayat dalam hitungan detik.

“Mmmf.. ngh..” karena ulahnya sendiri, Hyunjae juga merasa vibrator menusuk lebih jauh, mengenai titik sensitif sedikit tapi berhasil membuat dia hampir tiba. Chanhee memandang dari posisi, berniat membalas dendam. Kaki panjang menghampiri penis Hyunjae lalu mengusapnya menggunakan ibu jari. Si Manis membulatkan mata, berusaha menghindar. Namun akibat kekangan, ia malah tersungkur ke lantai, menyerupai gaya Chanhee.

Si Cantik memanfaatkan kesempatan mengelus penis kakaknya cepat-cepat, bertempo acak, sesekali mencubit menggunakan dua jari kaki. Hyunjae mengerang kuat, merespon rangsangan tersebut, mempercepat klimaksnya juga. Untaian putih sekali keluar, diikuti yang kedua, sampai yang terakhir. Mendarat di atas perut sambil ia mengatur napas.

Mereka sama-sama sensitif. Dan ingin dipuaskan. Ingin diisi oleh sesuatu. Ingin memanjakan seseorang. Mungkin hukuman ini tidak seberapa bagi orang lain, tapi bagi keduanya, ditinggal dominan saat tidak dapat berbuat apa-apa adalah hal paling memalukan. Apalagi jika tidak disentuh dan hanya ditemani vibrator kecil. Sama-sama mencapai puncak tetapi tiada Daddy.

They didn’t count how many times they came. Yang mereka ingat terakhir hanyalah bagaimana mereka saling berkompetisi siapa yang paling banyak mengotori lantai dengan cairan mereka sendiri.

. . .

Jam telah menunjukkan pukul 9 malam usai Sangyeon keluar dari kamar mandi. Handuk kecil diusak pada rambut, sedikit demi sedikit menetes di ujung. Dia melangkah seperti biasa, seperti tidak pernah melakukan kriminalitas dalam rumah. Kulit agak memerah karena dinginnya suhu air, tapi setidaknya membuat segar kembali.

Pemuda lebih tua tak kuasa menahan senyum, melihat keadaan kesayangan terbaring tak berdaya di atas lantai. Ah, apa menyuruh mereka untuk menghadap kasur sesulit itu? Apa durasi mandinya yang terlalu lama? Sangyeon hanya bersandar di ambang pintu, menatap dua anggota tidak sadarkan diri setelah dihukum selama beberapa jam. Cairan putih hingga kebeningan melebar ke mana-mana, paling banyak ditemukan di perut mereka.

Babies.”

Badan bergerak-gerak menandakan kehidupan, Sangyeon setia menunggu seraya berjalan menghampiri, duduk di pinggir kasur sesekali mencolek kecil menggunakan kaki. Chanhee duluan membuka mata, nampak susah sekali, merintih bagai anak kucing menangkap figur pemuda lain. Mulut terasa kram karena kelamaan disumpal kain.

“Gimana Chani?”

Chanhee berusaha menggeleng, memohon ampun. Sangyeon mengelus surai legamnya sayang, “Sampai kalian berdua minta maaf dan nggak mengulangi lagi baru hukumannya selesai,” ucapan itu membuat si Cantik menyeringitkan wajah tidak suka. Seolah-olah sedang mengatakan bahwa Hyunjaelah yang harusnya minta maaf, bukan dia saja.

Sangyeon menaikkan satu alis, menatap lebih tajam sehingga mau tidak mau Chanhee menjadi patuh. Kepala mungil itu mengangguk pasrah. Gondok setengah mati pada keputusan tersebut.

“Jeje..”

Hyunjae tidak bergerak walau napas terdengar teratur. Sangyeon musti berdiri untuk melihat sebelum menendang-nendang paha tebal itu pelan. “Bangun, Je.”

Si Manis meracau tak jelas, kelopak berdenyut menandakan ingin membuka perlahan. Membiasakan pupil terhadap cahaya kamar, barulah ia merespon. “Ngh?”

“Bangun.”

“Ng-mmh..” sahutnya serak, lengan mulai pegal karena kelamaan diikat di belakang, bibirnya menyesap rasa air liur yang terserap di sapu tangan menggelap. Sangyeon menarik choker hitam tersebut, mendudukkan si Manis sementara tangan lain menyentak tali kekang Chanhee agar mengikuti.

Sumpalan mulut terlepas bersamaan saliva berlomba-lomba menitik di sudut bibir, begitupula ikatan di pergelangan tangan, akhirnya dapat bernapas lega setelah sekian lama dikekang. Mereka tersengal-sengal sementara tak bisa menutup rongga makan.

Alright, I wanna hear you apologize,”

Hyunjae dan Chanhee saling berpandangan. Tatapan benci maupun amarah terpancar satu sama lain tanpa ada suara. Sangyeon memiringkan kepala, berdeham sebentar.

Babies? Apa perlu Daddy pukul lagi supaya bisa ngomong?”

Kedua submisif terjengit gugup, kelelahan akibat klimaks berulang-ulang. Nasib vibrator di dalam badan masih bergetar tidak keruan, saking over-sensitifnya, mereka seperti kebal pada getaran.

“Halooo? Bisu atau gimana?”

“MAAF!” koor keduanya serempak, sama-sama serak, terasa pahit di tenggorokan masing-masing. Sangyeon mengetuk-ngetuk lantai tidak sabar, menunggu kalimat selanjutnya.

“Je, kamu duluan,”

Dengan berat hati, Hyunjae menelan bahasa kasar yang ingin disampaikan, harus tergantikan oleh permintaan maaf. “Maaf aku sudah menamparmu, Chani,”

Chanhee menggumam lalu mengangguk, memainkan bibir bawah sambil memikirkan kata-katanya. “Hm.. maaf juga aku sudah menggoda Juyeon, Jeje Hyung,”

That’s not enough, spill each other why you behaved recently..”

AH. Pengakuan dosa? Pengakuan kenapa mereka kayak gini? Bersaing menjadi pelacur kesayangan The Boyz dimana terbagi menjadi dua kubu. Younghoon selaku ketua kubu Hyunjae dan Changmin selaku ketua kubu Chanhee. Sejak kapan sih mereka perang dingin? Sangyeon benar-benar tak habis pikir dengan segala kerumitan terkait hawa nafsu anggota sendiri.

“Maaf Chanhee kalau kamu marah karena Younghoon berhubungan sama aku,”

“Ya iya orang normal mana yang nggak marah, hah?” sahut Chanhee kesal. Sangyeon berdeham membuat dia bungkam meski wajah berkerut-kerut jengkel. Hyunjae melirik sinis tapi tidak berkata apa-apa.

“Chanhee..”

“Aku minta maaf apa lagi? Aku hanya menggoda Juyeon sekali!” balas si Cantik tidak mau kalah. Ya benar sih. Selama ini permasalahan hanya terpusat pada satu orang yaitu Kim Younghoon. Kalau saja Juyeon membalas perasaan Hyunjae seperti Younghoon membalas perasaan Chanhee. Tidak akan ada perseteruan konyol kayak gini. “lagian aku juga nggak bisa berbuat apa-apa karena Younghoon Hyung menyukaimu,”

Bagai petir di siang bolong, tidak, di malam bolong, Hyunjae tersetrum oleh kenyataan. Mata membulat lebar sebab tak mempercayai kalimat Chanhee. Nggak, nggak mungkin Younghoon suka sama dia sementara dia suka-

“Nggak usah bercanda!”

“Tsk, tanya sendiri sama orangnya!”

Kalau saja tidak ada kehadiran Sangyeon di sini, mungkin sudah Hyunjae sambit mulut cerewet Chanhee. Pemuda tengah menghela napas keki. Berbalik pada Daddy mereka untuk menunggu instruksi selanjutnya. Menemukan Sangyeon duduk di pinggir ranjang memandangi mereka penuh minat.

I’m done.”

You sure?” tanya Sangyeon menaikkan satu alis. Hyunjae mengangguk. “oke baiklah,” dia sudah siap hendak berdiri, niatnya mau ganti baju tetapi salah satu submisif langsung mencegah dengan berani melingkarkan lengan di sekitar pinggang yang terbalut handuk. “Hm?”

Daddy nggak mau main sama kita?” Hyunjae mengerjap-ngerjapkan mata, memainkan kelopak berbulu mata pendek secara menggoda. Sangyeon menatap mereka bergantian, Chanhee bahkan menganggukkan kepala, memainkan tali kekangnya kecil-kecilan.

“Kalian nggak capek?”

Hyunjae menggeleng, kini merayapkan telapak tangan tepat di gundukan terbungkus kain penyerap, mengusap sangat pelan, menikmati setiap ketegangan yang terbangun hanya karena sentuhan seorang. “Kami nggak bakal capek kalau menyangkut Daddy,” bisiknya halus sebelum mendaratkan bibir, mengecup-ngecup sesekali beradu pandang. Sangyeon mendengus, mencengkram surai cokelat pemuda manis sebelum memerintahkan Chanhee agar mendekat.

You just can’t behave properly, can you?” Sangyeon menarik helaian rambut si Manis agak kuat menyebabkan Hyunjae mengerang. Chanhee tidak berani melayangkan sentuhan, takut dianggap kurang ajar. Pemuda lebih tua sangat paham, ia menggelitiki lembut dagu mungil tersebut, memperlakukannya bak kucing. Chanhee mendengung, mendekatkan pipi supaya dielus lebih. Sangyeon melebarkan senyum, menarik choker mereka bersamaan, mundur beberapa langkah sampai lutut menabrak pinggir kasur. Membiarkan jari jemari lentik melepaskan handuk, membebaskan adiknya.

Good Babies..” gumam si Leader ikut menggrayangi celah-celah pada wajah mereka. Hyunjae menyeringai, sementara Chanhee tersenyum tipis. Bergerak menggunakan bibir serta tangan memuaskan Sangyeon. Hyunjae menggenggam pangkal, mengelus sangat pelan sampai ke kepala, mendengarkan desisan tajam keluar dari sela-sela gigi yang merapat. Chanhee menyapukan bibir dari tulang panggul ke rusuk, sekaligus membuat tanda, Sangyeon mengusak surai legamnya, jari bebas mengusap pipi tembam Hyunjae yang menatap balik.

Pemuda rambut cokelat bersandar menggunakan kedua lengan di kasur, memperhatikan bagaimana Hyunjae dan Chanhee bergantian memuaskan miliknya. Terkadang si Manis mengulum mahkota diikuti Chanhee menjilat sekujur batang. Kemudian Hyunjae menyusuri nadi, Chanhee memasukkan bagian lain ke dalam mulut.

It tastes good..” erang pemuda cantik tidak berhenti menghisap seperti permen, mendapat dorongan kecil dari pemuda di samping karena ingin mencicipi juga. Chanhee melepaskan sebentar, lalu menarik tengkuk Hyunjae untuk mempertemukan bibir mereka. Hyunjae bisa merasakan samar-samar cairan Sangyeon di lidah adiknya, menyerang lebih pada bibir tebal tersebut.

Senyuman Sangyeon makin lebar, cukup tertarik dengan pemandangan di depan. Melihat dua rival merebutkan esensi precum di mulut salah satu, menambah libido makin membara. Hyunjae terlihat menuntut dalam tautan sedangkan Chanhee meringis pada perlakuan kasar.

“Je, you’re too hard at him, Baby,” tegurnya menyebabkan si Manis melepaskan, memandang Chanhee yang terengah-engah mengambil napas. “okay, siapa mau duluan?”

“Aku!” teriak mereka bersamaan lalu refleks bertatapan, mata mulai memicing ingin memulai perkelahian sehingga Sangyeon melerai duluan. Bangkit dari tempat ia duduk dan menarik choker keduanya menghadap kasur. Dua submisif deg-degan kembali, takut akan terjadi apa-apa, tetapi Sangyeon hanya berlutut di belakang sambil mengusap pipi bokong mereka sangat lembut.

“D-Daddy..” lirih Hyunjae perlahan ketika vibrator ditarik-tarik, bahkan tersangkut di pintu liang membuatnya tertawa geli. “Daddy it tickles..”

Chanhee menggoyang-goyangkan pinggul, sebab tidak dihiraukan. Sangyeon memainkan mainan di dalam dirinya sehingga si Cantik melenguh keenakan. Hingga lubang terasa kosong. Mereka merengek lagi, terjengit saat tamparan melayang.

“OH!”

Kejantanan di antara selangkangan terbangun kembali, begoyang-goyang meneteskan precum yang telah memutih. Tidak sebening beberapa jam lalu. Dua pinggul bergerak sesuai irama, meski tidak ada benda yang mengisi kedalaman.

Daddy.. please..”

Sangyeon diam saja, mempekerjakan jari-jemarinya untuk memenuhi mereka. Satu berganti dua, memaju-mundurkan digit, mengoyak sisi dinding silky kesayangan. Chanhee menjerit keras, menyalahkan selaput sensitif yang terlalu dekat. Berbeda dari Hyunjae yang agak susah ditemukan.

Namun, bukan Sangyeon namanya kalau tidak langsung mengetahui keberadaan bundelan si Manis, permukaan jari menekan parasan basah, mencoba menggaruk menggunakan kuku sehingga Hyunjae bergetar nikmat. “Oh.. f-fuck..” cengkraman pada seprai menguat. Dirinya bergerak mengikuti ritme, mendekatkan kuku pada prostat, mendapat respon gratis dari kejantanan.

“Ssh.. nghhh..” Sangyeon melepaskan jari begitu kedua pemuda ingin klimaks, membersihkan di atas bantalan masing-masing sesekali meraba otot liang yang membuka menutup. Dia berpikir sejenak, menatap bergantian, tentang siapa yang harus diisi terlebih dahulu.

Apakah Hyunjae? Apa dia pantas menerimanya? Bukankah pemuda manis ini dari kemarin-kemarin suka mencari perhatian? Bahkan tega menampar Chanhee hingga berbekas hanya karena adiknya bermain dengan orang yang ia cintai. Does he deserve his cock? Hmm.. not too sure.

Bagaimana dengan Chanhee? Selama ini si Cantik tidak pernah membalas setiap perlakuan Hyunjae. Hanya yang kemarin saja, dia berani membuka kaki untuk Juyeon. Sangyeon tidak suka orang ingkar janji, so.. does he deserve it?

Daddy pleasee!” mereka merengek dipenuhi air mata, netra berkaca-kaca dengan bibir bergetar memohon. Sangyeon bersiap, menuntun penis sendiri menuju sarang yang terpilih.

“Ngaahh!”

Chanhee meremat surai saat sebuah kepala gemuk mencoba masuk, buku jari nampak memutih saking terlalu kuat, menahan segala kepedihan akibat peregangan, karena sampai kapanpun DIA BELUM SIAP SETELAH DIBOBOL EMPAT PENIS KEMARIN! “Haahh… DAD SAKIT!”

“Tahan Chani,”

Si Cantik makin deras mengeluarkan air mata, merilekskan lubang supaya tidak kebas bersamaan Sangyeon menanam hingga pangkal lenyap dan pinggul bersentuhan dengan bokong. Chanhee merebahkan kepala, terlihat dari punggung, ia berusaha menarik napas.

Daddy do me too..” desah Hyunjae tidak ingin kalah. Sangyeon hanya menyusupkan tiga jemari lagi ke pemuda tengah secara langsung, menyebabkan bola mata Hyunjae terputar ke belakang. Tetesan liur jatuh melalui sudut bibir serta bagian belakang mengikuti tempo gerakan.

Dirasa Chanhee telah terbiasa, ia mulai menggenjot, pelan-pelan menarik diri tidak sampai setengah lalu menghentak keras. Chanhee mengumpat sekaligus berteriak, penis menabrak pinggir kasur, menambah kabut di alam sadar.

Found your spot, Chani Baby?”

“I-Iya.. iyaaa! Aahh..”

Melihat betapa menggemaskannya bantalan kecil yang bergoyang akibat gerakan, Sangyeon menyeringai tak kuasa menahan laju tangan menampar lembut. Chanhee terjengit nyaris meloncat, tidak berhenti mendesahkan panggilan kotor tersebut dari rongga mulut. Di samping, pemuda manis merintih tak puas, karena ingin sekali dimasuki penis daripada jari.

Ketika Sangyeon merasa kejantanan dijepit erat, ia buru-buru melepaskan. Chanhee hendak menangis lagi kalau tidak ada jari yang menggantikan. Sisi lain, Hyunjae membelalakkan mata begitu Sangyeon memasukinya dalam sekali lesakkan. Seolah-olah tidak perlu memberinya kesempatan untuk berancang-ancang. “AH!”

“Kamu tadi bilang mau titit Daddy kan, Je?”

“Aaahh! Ngaaahh!” Hyunjae tidak bisa menjawab sebab Sangyeon sudah menggenjot lebih kasar dibanding dia bersama Chanhee. Jari-jemari sendiri bergetar tak sanggup berpegangan karena ujung bergesekkan dengan titik di dalam. Dia tak dapat berpikir, otaknya penuh sama Sangyeon.

Hanya beberapa kali genjotan, tetua pertama kembali menggoyang Chanhee. Mengambil giliran seakan mereka hanya seonggok mainan yang gampang digunakan untuk memuaskan nafsunya. Punggung sampai paha montok tersebut memerah hebat entah karena perubahan warna, bekas pecutan, atau telapak tangan Sangyeon.

They don’t mind, as long as they got what they wanted.

“C-Chani deket..”

“Jeje juga..”

Sangyeon membiarkan Chanhee keluar duluan, mengambil tusukan panjang berhasil membuat pemuda lebih muda menyemburkan cairan. Dia memegangi badan kurus seraya memeluk dari belakang saat Chanhee menuntaskan misi.

“Heh, kamu ngotorin kamar Daddy, Chani,” bisik Sangyeon melihat cairannya. Chanhee tersengal-sengal, menegak ludah menatap kubangan bening bercampur putih menumpuk di lantai dekat kasur. Sangyeon melepaskan tautan pelan-pelan, kemudian merebahkan Chanhee sebelum dia beralih pada Hyunjae. “gimana Je? Think you can do it?”

Hyunjae mengangguk ragu-ragu, sebenarnya dia nggak tahu sih warna apa yang bakal dia keluarkan? Tapi melihat rivalnya berhasil klimaks sebanyak itu seperti memupuk iri dengkinya untuk tidak mau kalah. Dia meringis kembali saat lubang diinvasi batang, belum juga membiasakan diri, Sangyeon sudah bergerak tidak sabar. Bahkan membidik acak. Terkadang Hyunjae dapat merasakan kejantanan sang kakak menembus ke tenggorokan, atau sekedar muncul di permukaan abdomen saking terlalu dalam.

“Aah.. oh shit.. Daddy!” Satu hujaman terakhir kini menculik kesadaran Hyunjae seketika. Dia hanya melihat putih di seluruh panca indra saat orgasme memanggil. Sama kayak keadaan Chanhee, menggigil bagai orang meriang, diikuti untaian bening yang terus menerus keluar.

Semua terasa ringan dan Hyunjae tidak ingat apa-apa selain Sangyeon duduk di tepi kasur dengan mereka terduduk lemas di tengah-tengah. Tangan kanan mengocok kejantanan, tangan kiri mencengkram pipinya. Mungkin supaya dia tetap bangun.

The next thing he got is a thick spurt of come on his lips or cheeks, bersamaan dengan wajah Chanhee yang terkena juga. Pemuda manis tidak dapat menahan lebih lama, langsung saja ambruk di pangkuan Sangyeon. Chanhee yang masih bangun sudah sibuk menjilati mani di parasan pipi.

Sangyeon mengusap sayang dua kepala di antara kaki, mengulas senyum tipis sambil membantu pemuda lain memasukkan benih yang tidak sampai diraih lidah.

“Jangan ulangi lagi, okay?”

Chanhee mengangguk, memeluk pinggang Sangyeon erat. Dalam hati berjanji tidak akan melakukan hal yang sama seperti kemarin.

If the punishment was like this, he wouldn't want to get into the trouble again in the future.

. . .

“Mereka masih tidur?”

Jacob mendiamkan mereka, meminta untuk berbisik saja lantaran keadaan asrama sangat-sangat sepi jika dihuni oleh tiga orang. Tetua kedua mengintip ke kamar Sangyeon, menemukan pintu tak terkunci dan tersenyum keibuan saat menangkap pemandangan hangat di kasur.

Beruntung Sangyeon telah membereskan tempat kejadian perkara sebelum mereka pulang. Dan pemuda Canada juga tak ingin membayangkan apa yang terjadi tadi malam.

Hyung?”

“Hm?”

“Kami pulang.”

Sangyeon menggumam, hendak bergerak namun dikurung oleh dua pemuda di bawah ketiak. “Aku nggak bisa gerak,”

It’s okay, I’m glad they’re okay,”

Leader The Boyz menatapnya sebentar, menyuruh mendekat sehingga ia menuruti. “Heum?” tanyanya memiringkan kepala heran. Sangyeon menepuk-nepuk bibir, tersenyum miring melihat Jacob membulatkan mata dengan semu merah di pipi.

Kiss.”

“Sekarang?”

“Besok, menurutmu?”

Jacob tertawa kecil sebelum menunduk mendaratkan kecupan. Singkat saja, sebagai tanda ia patuh pada pemuda lebih tua. Lagian, dia tidak mau mengganggu tidur nyenyak kucing kesayangan anggota.

“Hm, welcome home, Cobie..” bisik Sangyeon lembut.

Another day of The Boyz and their complicated relationshit.

. . .

BANG BOYZ SERIES

FIN.

©️ Nett.

Part 4

. . .

“Juyeon.”

“Iya Sayang?”

Terdengar helaan napas, “Gini amat ya mau jadi orang lain,” Juyeon yang mendengar, mendadak mengulas senyum kecil. Dia memutarkan badan menghadap sang kekasih yang tengah tengkurap di kasur lebar.

“Perasaan kita nggak mau deh, Jae,”

Hyunjae menggembungkan pipi, memainkan benda kenyal tersebut perlahan. Netra memandang sekitar ruangan sangat luas, berbeda sekali dengan kehidupan asli. “Apa kita bisa jalanin bareng?”

“Bisa dong, kamu nggak usah khawatir gitu, selagi masih ada aku di sini, kamu aman, Sayang,” Hyunjae tersenyum tipis, memandang penuh cinta pada pemuda di meja belajar.

“Aku sayang kamu,”

Juyeon tergelak, langsung sigap meloncat dari kursi untuk menerjang si Manis. Mengukung badan bongsor tak jauh tinggi itu sembari melayangkan kecupan kecil. “Aku juga sayang kamu, Hyunjae,”

TOK TOK TOK

Sayang sekali momen kemesraan mereka harus terganggu oleh seseorang. Oh, mungkin lebih tepatnya ibu mereka di dimensi ini.

“Kakak, Dede ada di kamarmu?”

“Iya Ma,” jawab Juyeon melirik Hyunjae tengah cemberut. Mungkin mengutuk di dalam hati karena diinterupsi secara sepihak. Membuatnya gemas lalu mengusak rambut cokelatnya.

“Tumben pintu kamarnya dikunci?” tanya Clara lagi. Juyeon buru-buru beranjak menuju benda penghubung kemudian membukakan perlahan. Sebetulnya dia masih canggung pada wanita cantik di hadapan, tapi mau sampai kapan? Masa sehari jadi Dean, dia sudah ketahuan.

Clara tersenyum, persis sekali dengan Hyunjae. “Papa ngajakin solat maghrib di masjid, kalian nggak ikutan?”

“Udah maghrib?” Juyeon bertanya kasual, Clara mengangguk.

“Udah jam setengah 7, kalian dipanggil daritadi sama Papa nggak jawab sih,”

“Papa mana sekarang?”

“Pergi duluan tuh, susul sana!”

Juyeon dan Hyunjae saling berpandangan, selain belum tahu konsep solat seperti apa, mereka tidak tahu jalan menuju tempatnya.

“Kami solat di rumah aja deh, Ma..” pinta si Sulung mengedip-ngedipkan mata manja, supaya ibunya cepat pergi aja sih.

Clara menggumam, “Okay, awas nggak solat ya!”

“Iyaaa,”

Akhirnya wanita paruh baya tersebut pergi meninggalkan dua putra jadi-jadiannya. Juyeon menutup pintu kembali seraya menghela napas panjang. Hyunjae yang sedari tadi menontoni saja cukup terkagum terhadap pengadaptasian kekasihnya yang terlampau cepat. Berbeda sekali dengan dirinya.

“Cepat atau lambat kita harus beneran belajar solat, Sayang,”

“Chia udah kasih tutorial solat dari youtube,”

Alis Juyeon naik satu, agak curiga pada nama imut tersebut, “Chia?”

Hyunjae langsung panik, mengibas-ngibaskan tangan di udara, “Oh! Itu.. sahabat Dion, Yang! Aku minta bantuan sama dia, kan aku jadi Dion sekarang, nama sebenarnya sih Icha,”

Si Tampan mengendikkan bahu, tidak terlalu mengindahkan. Dia hanya melangkah ringan ke arah sang kekasih sebelum memeluknya erat.

“Janji sama aku kalau kamu nggak bakal jatuh cinta sama orang lain di sini, okay?”

Hyunjae mengangguk, membalas tak kalah kuat, “You're the only one that matters, Lee Juyeon.”

Chanhee Vers.

Warning : it's all porn. Semua orang tidak punya moral, they can do whatever they want. A fictional. Bukan untuk ditiru, hanya untuk melepas penat

. . .

“Hey, mau nitip sesuatu nggak?”

Pemuda cantik yang tengah tengkurap di atas sofa mengalihkan pandangan dari layar ponsel, berpikir sejenak sembari memainkan bibir bawah. “Apa ya?”

Changmin terkekeh, mencubit pipi tembam sahabatnya pelan, “Kayak biasa?”

“Emang biasa aku minta apa?”

“Minta titit,” bisik si kawan pelan sehingga Chanhee memerah kemudian mendorong pemuda itu main-main, Changmin tergelak keras, menangkup wajah si Cantik gemas. “kan biasa gitu,”

“Ya bukan itu juga!”

Pemuda berlesung pipi tersenyum kecil, tidak tahan untuk tidak mendaratkan kecupan manis tepat di bibir submisifnya. “Oke, aku tahu kok kamu mau apa,” Chanhee meleleh mendapati perlakuan, mengangguk pelan menatap kepergian punggung Changmin.

Susah ya disayang padahal dirinya malah bertepuk sebelah tangan. Seandainya, dia tidak menyukai Younghoon, sudah pasti perasaan Changmin terbalas. Tapi, kenyataannya dia malah terjatuh lebih dalam pada tetua ketiga The Boyz.

Dia kembali berkutat pada ponsel yang menayangkan kartun anak-anak di salah satu platform. Sudut bibir terancam naik sebab merasa lucu dengan alur cerita yang dibawakan. Tak menyadari keberadaan siapapun di ruang televisi.

Persetan. Asrama sedang kosong dan dia bebas melakukan apa saja selagi tak merugikan anggota lain. Chanhee juga bosan mendekam di kamar terus dan berniat tebar pesona meskipun ia tahu yang akan kecantol hanyalah Changmin ataupun Sunwoo.

“Eh, tumben nggak di kamar,” suara Juyeon membuatnya menoleh kembali, melihat bagaimana teman sebaya berjalan keluar dari kamar Younghoon menuju tempat ia bersantai sejenak.

“Cari suasana,”

“Cari suasana atau cari perhatian?”

Hampir saja Chanhee mengamuk kalau saja dia tak mengingat pesan Changmin selama pemuda itu tidak ada. Tidak boleh meladeni ocehan Juyeon dan Eric kalau sedang digoda sendirian. Karena pasti akan sampai ke telinga Younghoon maupun Hyunjae. Dan Chanhee tak mau reputasinya rusak. Tsk, sudah nggak pernah dinotis pujaan hati, tamatlah riwayat sebagai primadona terpuji.

Juyeon tersenyum miring, duduk di lantai tempat Chanhee masih menelungkupkan badan. Mata tajam melirik ke bagian paha yang hanya dibaluti celana sangat pendek sampai ke kaki panjang nan jenjang tersebut. “Pawangmu mana?”

“Pergi.”

“Hooo.. ditinggal ya..”

Sabar. Sabar. Chanhee anak Tuhan, Chanhee anak baik. Tidak perlu mengubris bisikan setan. “As you can see,” gumamnya halus sambil tetap fokus menonton. Padahal dia peka sekali terhadap tatapan Juyeon sekarang. Pasti tengah menikmati pemandangan yang sengaja disuguhkan, kan.

Haha Hyunjae, ternyata cowokmu mata keranjang.

Chanhee meregangkan badan, modus doang, kemudian berbalik seraya terus berkonsentrasi, tak menghiraukan bagaimana kaos di kulit terangkat memberikan pameran gratis pada Juyeon seorang.

Juyeon tiba-tiba berdeham, bangkit dari tempat duduk lalu berjalan menuju dapur. Chanhee menahan senyum, merasa misi balas dendam melalui pemuda itu sedikit-sedikit mulai tereksekusi.

Mumpung musuhnya lagi ada jadwal, dan dia ditinggal bersama Juyeon, kenapa tidak?

Di dapur pemuda yang dimaksud sedang berkutat depan kompor. Mungkin hendak memasak sesuatu atau menyibukkan diri daripada panas melihat kelakuan Chanhee. Si Cantik bersikap natural saat melangkah menghampiri kemudian menempatkan bokong di atas meja dapur.

“Aku juga laper,”

Juyeon hanya melirik sekilas, pura-pura tidak mendengar. Chanhee sedikit melebarkan kaki, menumpu badan menggunakan dua tangan di belakang. “Juyeon..”

“Hm?”

I’m starving, gimme food,” sebuah kerucutan bibir tampak beserta mata memohon. Chanhee menggigit bibir menahan tawa saat melihat raut cengok Juyeon.

“Mau makan apa?”

“Kamu.”

Si Tampan mematung, ah Chanhee benar-benar diuji tidak boleh melontarkan tawa padahal muka Juyeon sangat berharga untuk diejek. “I want to eat you, can I?”

Kalimat mengandung ajakan tersebut membangkitkan sisi liar Lee Juyeon. Dalam sekali hentakan, ia mematikan api lalu bergerak di antara kaki Chanhee yang mengangkang. Pemuda surai hitam itu menatap menantang, malah meregangkan leher putihnya.

“Kamu yakin?”

“Kalau aku nggak yakin, kenapa aku duduk di sini?” bisik Chanhee mendekatkan wajah. Menerpa ruang bernapas Juyeon dengan napasnya sendiri. Dia dapat menghitung jumlah bulu mata temannya, dan menelisik lebih dalam tentang apa yang dilihat Juyeon darinya.

Bibir mereka semakin dekat. Tidak ada yang mau mundur. Juyeon menyatukan duluan sebab tidak sabar ingin mencicipi. Selama dia hidup bersama, ia hanya merasai liang Hyunjae, siapa sangka kalau primadona The Boyz mau melakukan dengannya.

Chanhee mengikuti alur permainan. Juyeon cukup kasar, penuh semangat? Tidak ada kelembutan di sana. Namun, siapa sih yang peduli kalau dia hanya ingin balas dendam? Bukan mendamba lebih. Kedua lengan mengalung di leher, begitupula kaki di pinggang. Lidah saling berkenalan bersamaan menggesekkan kejantanan.

So this is why they’re not willing to share,” gumam Juyeon di sela-sela tautan. Chanhee meremat surai cepak di atas tengkuk lalu mempertemukan bibir mereka lagi. Lenguhannya dikunci oleh aksi yang sempat terhenti.

“J-Juyeon..” desah Chanhee menancapkan geligi di bantalan ranum bawah, Juyeon menggigiti sekitar tulang selangka, menyebar tanda seolah mengetahui titik sensitifnya.

“Seriusan mau di sini?” tanya pemuda tampan memastikan. Chanhee mengangguk, tak mau melepaskan kalungan kaki. “baiklah, let’s do it here,”

Masing-masing celana telah berada di lutut, kecuali punya Chanhee. Tergeletak tak berdaya di lantai dapur. Juyeon terpana sesaat memandang privasi si Cantik sebelum lidah terjulur membasahi bibir. “Wow..”

Chanhee merasa menang. Haha. Baru kali ini dia merasa lebih dari semua orang. Juyeon sudah mulai bertekuk lutut padanya, tinggal menghancurkan Hyunjae dari dalam. Dia menaikkan kedua kaki, mengekspos segala hal pada kawan di hadapan. “Come and taste me Juyeon,”

Tidak menunggu kesempatan lain, Juyeon menenggelamkan wajah. Meniup-niup liang kemudian menjilat bagian paha dalam. Chanhee gemetar menahan nikmat, sejujurnya dia bukan penyuka rimming, dia benci malahan digrayang sembarangan apalagi menggunakan lidah. Tapi lihatlah kelakuan Juyeon sekarang, bagai anjing kehausan di musim kemarau. Menyicip setiap celah kulit, sampai ke pintu masuk sekalipun.

“Chanhee-ya..” panggil pemuda tampan itu mengitari liang menggunakan parasan jari. Chanhee menggumam, menyandarkan kepala hingga terantuk lemari atas. “kamu udah preparing?”

“U-udah, just in case,”

“Hmm, always be ready huh?” entah apa maksud dari nada Juyeon yang jelas Chanhee tidak bisa menjawab selain meloloskan lenguhan kecil. Satu jari berhasil menyusup sangat pelan, kuku terasa menggores dinding, dan sekejap pemuda lain menemukan prostat.

“S-Shitt!” desis si Cantik memejamkan mata. Tak melihat seringaian Juyeon, satu jari berganti dua, membuat gerakan menggunting ke atas meski mereka tahu Chanhee telah mempersiapkan sedari tadi. “fuck your fingers, Juyeon..”

Yeah, I know,” Juyeon melumat bibir Chanhee bergiliran, jari-jemari maju mundur perlahan lama-lama semakin cepat dan dalam. Menabrak selaput sensitif di balik dinding anal menyebabkan kepala Chanhee berputar akan nikmat. “boleh Chanhee?”

“Eung,” sebuah jawaban positif menyetrum aliran nadi di sekujur batang penis. Juyeon mendekatkan miliknya bersama sang kawan, menggenggam dua kejantanan beda ukuran, memijat-mijat lembut. Chanhee gemetaran lagi, kali ini berpegangan pada lengan kekar Juyeon. “fuck.. nghh.. Juyeonn..”

“Kalau tahu kamu bisa buka kaki gini, aku udah gilir kamu dari kemarin, Chanhee,” bisik pemuda tinggi di telinga. Chanhee berusaha menahan amarah, menganggap Juyeon benar-benar tidak punya perasaan terhadap orang. Mendengar perkataan itu membuatnya merasa menjadi jalang paling murah sedunia yang kerjaannya cuman mengangkang memberi kepuasan.

Tenang. Tenang. Hanya sekali. Only one time thing untuk menghancurkan eksistensi Lee Jaehyun. Sehabis ini dia berjanji akan menjadi pasangan bagi Ji Changmin. Chanhee memang sudah bertekad kalau suatu hari nanti Younghoon tidak membalas cinta sepihak sialan ini, maka ia akan sehidup semati dengan sahabatnya sendiri.

Oh, jangan lupakan Sunwoo –anak mereka- meski maknae kedua mengencani Haknyeon.

Chanhee menghela napas panjang, berusaha santai karena Juyeon mulai mencoba menerobos masuk. Masih berpegangan di lengan, mereka tidak saling menatap seperti layaknya pasangan. Dua pasang netra tertuju ke penyatuan, dimana kepala penis bergerak maju, mencari celah agar bisa menyusup. Pemuda yang digagahi menggigit bibir kuat-kuat, tak pernah biasa dengan bentuk invasi tersebut. Dan juga milik Juyeon lebih tebal dibanding Changmin serta Sunwoo. Peregangan makin terasa nyata, mengingatkan Chanhee kalau dia boleh berteriak apabila kesakitan.

“Chanhee, you good?”

Tapi masa iya dia kalah sama Hyunjae? Memikirkan bottom lain menyebabkan rasa benci memuncak. Mungkin dengki termasuk. Si Sialan itu saja bisa dibobol dua orang, kenapa dia tidak? Chanhee mengatur napas, membuka mata agar beradu tatap, menemukan kekhawatiran tersampir di wajah tampan Juyeon, dia mengangguk, “Do it.”

“Kamu yakin?”

“Lakuin, Juyeon!”

Juyeon mengangkat bahu, buru-buru memajukan pinggul, menanam hingga pangkal. Chanhee menjerit dalam hati. Sumpah ini sangat menyakitkan bahkan air mata mengancam turun dari kelopak. Dia ingin menangis, mencakar Juyeon karena berlaku kasar. Tiba-tiba dia merindukan Changmin, tahu bahwa sahabatnya tidak pernah memperlakukan seperti ini.

Ingat Chanhee, only this time, to make Hyunjae suffer for what you’ve felt these times.

“S-Sorry, Chanhee..”

I’m okay,” jawabnya agak serak sebab tersedak isakan. Juyeon memang mendiamkan diri dulu, tidak mau menggoyang mendadak. Takut menghancurkan figur kurus teman satu grup. Sedangkan pemuda lain meyakinkan padanya kalau ia baik-baik saja. Padahal lubangnya perih minta tolong.

“Kamu mau aku gerak sekarang?”

Si Cantik diam memandang ke netranya, kepala mengangguk sangat pelan. Juyeon mencium bibirnya berulang-ulang diiringi genjotan. Dalam beberapa kejutan, mereka sudah mendapat tempo pergerakan. Chanhee melingkarkan kaki di pinggang Juyeon, merapatkan jarak tanpa memutus tautan, tulang ekor terasa sakit menumpu badan tapi tidak diperdulikan.

Shit.. ngh..” umpat Chanhee terhentak sedikit sekaligus mengutuk prostat yang gampang dituju. Juyeon tersenyum lebar, bangga telah berhasil mengenai. Pinggul terus menghentak maju, menumbuk selaput di balik dinding secara teratur. “Juy.. ngh.. too deep!”

“*Sorry not sorry?,” jawab kawannya menyapukan bibir di leher, otot perut Chanhee mendadak mengencang tanpa alasan. Bulir precum sudah menitik dari puncak kejantanan, sedikit lagi dia mau kelua-

“Chanhee?!”

Ah. Kaki Chanhee bergetar hebat dan semakin erat memeluk Juyeon. Mendengar namanya disebut oleh suara Changmin berhasil mendaratkan benih mengenai kaos yang dikenakan Juyeon. Dia menaruh kepala di pundak tegap, membiasakan pandangan pada sosok di belakang pemuda tinggi.

“Changmin?”

Changmin menyilangkan lengan, menatap tajam. “Ngapain kamu?”

Juyeon ikutan menoleh, ingin rasanya si Main Dancer menghapus senyum miring kurang ajar itu dari wajahnya. “Eh.. pawangnya udah pulang,”

Pemuda surai dua lapis tersebut berjalan cepat menghampiri, hendak menarik paksa Chanhee untuk melepas penyatuan tetapi si Cantik menolak. “Chanhee-ya!”

Once, Min, sekali saja..” pintanya memelas. Efek sehabis klimaks tanpa disentuh. Dia menggeliat tidak nyaman akibat perubahan ukuran Juyeon di dalam badan.

“Kamu gila? Memangnya aku sama Sunwoo nggak cukup?”

Chanhee menggenggam jemari sahabatnya, menatap serius entah ditangkap seperti apa oleh Changmin. “Sekali doang, beneran deh,”

Apa lagi yang ada di pikiran Chanhee sekarang? Bisa-bisanya dia mengizinkan orang lain berhubungan dengannya, terlebih itu adalah Juyeon, sex buddy-nya Hyunjae.

“Kamu bisa pergi kalau nggak mau gabung,” celetuk Juyeon yang jengah melihat drama mereka berdua. Ayolah, siapa coba yang tidak tahu soal perasaan Changmin pada pemuda ini? Bahkan orang buta sekalipun bisa melihat kebucinan seorang Ji Changmin. “we still have business to do,”

Changmin mengepalkan tangan kuat-kuat, menatap benci pada sikap bajingan Juyeon. Dia langsung saja menarik dagu Chanhee untuk mempertemukan bibir mereka. Juyeon memutar mata malas kemudian melanjutkan genjotan. Membiarkan dua sekawan bercumbu depan mata. Badan Chanhee terlalu sayang bila dilewatkan.

Ketiga pemuda sebaya saling mengimbangi pergerakan. Chanhee menjerit pada tautan ketika Juyeon menumbuk titiknya berulang-ulang. Bola mata terputar ke belakang dengan tangan Changmin sigap memainkan miliknya. Si Cantik tidak ingin Changmin merasa ditinggal, jemari lentiknya bergerak menuju selatan, mengelus pelan gundukan kesayangan. Seringaian tercetak sangat manis begitu sahabatnya melihat, membuat bibir Chanhee semakin dilumat habis-habisan.

Fuck Chanhee can I come?” tanya Juyeon membuat Changmin hampir mengamuk kalau tidak ada tangan yang menahan. Chanhee menganggukkan kepala, membiarkan Juyeon semakin menggenjot brutal hingga keluar di dalam. Mata sahabatnya menelisik sementara ia hanya bungkam menikmati cairan hangat melukis dinding anal.

“Kenapa kamu ngelakuin ini, Hee?” bisik Changmin pelan-pelan supaya Juyeon tak mendengar. Pemuda tinggi sedang sibuk menodai pundak Chanhee sekaligus menenangkan si adik setelah keluar sekali.

“Nanti aku jelaskan,” itu saja jawabannya. Dia masih mengusap punya sahabatnya, mengatur napas perlahan. Juyeon memberi jilatan terakhir, tak mau bergerak untuk melepaskan tautan.

“Hey, waktumu habis, Juy,”

Juyeon menaikkan satu alis, “Tsk, kamu pikir satu ronde cukup?” sebelum Chanhee dapat menghentikan, Changmin sudah mencengkram kerah kaos temannya, netra melotot marah tidak diubris sama sekali oleh pemuda lain.

“Jangan sentuh Chanhee, Lee Juyeon.”

“Changmin stop!”

“Tapi Hee-“ bibir terkatup rapat setelah melihat tatapan Chanhee. Changmin menggeram dalam hati karena begitu lemah terhadap si Cantik. “fine. Only if he wants it,”

“Gimana Hee?” Juyeon menyeringai lebar, menyamankan letak penis yang setengah keluar sehingga Chanhee meringis pelan. “up for round two?”

Chanhee menganggukkan kepala, mengunci lingkaran kaki di sekitar pinggang Juyeon sambil mengalungkan lengan di leher. Pemuda Januari tidak meruntuhkan senyuman, malah makin besar kepala karena menang.

Hyung what the fuck?!”

Here we go. Another guardian of Chanhee berteriak. Sunwoo menjatuhkan tas di lantai tempat berpijak, mata bulat terbelalak begitu menemukan kakak kesayangan sedang bersama pawang musuh bebuyutan. “Hyung!”

“Diam Sunwoo.” bentak Changmin tajam. Sunwoo tak dapat berkata apa-apa selain berjalan menghampiri, hendak melihat lebih jelas apa yang terjadi di dapur mereka. “Awas kalau kamu nyakitin dia,” ancam Changmin menunjuk ke Juyeon.

Pemuda tampan itu mengendikkan bahu, mulai bergerak pelan, “Kapan sih aku nyakitin uri Chanhee huh?” dia kembali menggoyang seperti tempo tadi. Di hadapan Changmin dan Sunwoo yang cengok.

Pikiran Chanhee mendadak berkabut. Diselimuti hawa nafsu sehingga perkataan tiga pemuda lain tidak diterima oleh sirkuit otak. Dia hanya mengikuti alur, ritme yang diciptakan, memasrahkan diri kepada siapapun di sana.

Dia tidak tahu apa-apa, hanya merasakan penuhnya liang sekarang, kejantanan mengacung tegak, serta beberapa pasang tangan menjamah seluruh celah badan.

Hyung, nggak bisa di kamar?”

“Ssh, out of order for him,” jawab Changmin setia memelintir benda kecil tertempel di dada sang sahabat. Sunwoo sebenarnya kurang ikhlas saat penis Juyeon keluar masuk di lubang kesayangan, namun karena ini permintaan Chanhee, dia bisa apa selain mengikuti permainan.

“Hahh.. hngh.. Changmin..”

“Iya Sayang?”

“D-deket.. nghh.. deket..” erang Chanhee tak sadar menendang-nendang udara di belakang Juyeon. Dia berusaha menahan desahan tetapi rasanya tidak memungkinkan. Terutama saat netra yang mengabur akan air mata sayup-sayup beradu pandang pada sosok familiar di ambang pintu dapur. “hhh.. aah.. Juyeon..”

“Kalian nggak punya malu atau apa?” kegiatan panas antara empat orang tiba-tiba berhenti sejenak. Chanhee berhasil meraih orgasme hanya karena kehadiran Younghoon yang tak jauh dari mereka. Ketiga top diam saja. Terutama Changmin dan Sunwoo memandang tidak suka. “kita masak dan makan di sini, masa kalian kotorin?”

Sunwoo mendengus, “Kenapa Hyung? Nggak terima?”

Younghoon memutar mata malas, “Bukan urusanku,”

Hati Chanhee mencelos seketika, ditambah air mata di pelupuk menambah keinginan untuk menangis berada di ujung tanduk. Changmin melirik ke arahnya, kemudian mengisyaratkan mereka agar melanjutkan di kamar.

“Tapi Hyung-“ protes Sunwoo dan berhasil dibungkam Changmin lewat tatapan seram. Juyeon menggendong Chanhee secara hati-hati lalu berjalan mengikuti dua anggota menuju ruang lain. Begitu melewati Younghoon, Sunwoo berhenti sebentar. “nggak usah gengsi kalau mau ikutan, Hyung..” Changmin harus menyeret anak itu supaya kembali berjalan, meninggalkan Younghoon menjadi emosi tidak tahu kenapa.

Does he want it? Does he want to fuck him? Bukankah hatinya buat Hyunjae seorang? Tapi kenapa melihat Chanhee dalam dekapan Juyeon dengan penis menancap di liangnya membuat dia marah? Apalagi keberadaan Changmin dan Sunwoo semakin memperkeruh suasana.

Younghoon ingin mencari tahu. Dia ingin memastikan kalau dirinya hanya jatuh cinta pada Hyunjae. Bukan pada pemuda cantik dambaan seluruh anggota.

***

Pintu tertutup rapat meski tidak terkunci. Figur yang sedang bersatu telah berada di atas kasur dengan Juyeon meloloskan diri dari singlet, sementara Chanhee masih tetap mengenakan kaos kedodoran. Tangan lentik menggapai sesuatu, lebih tepatnya seseorang yang sibuk melucuti pakaian luar.

“Changmin..”

Changmin menggumam, berjalan mendekat lalu duduk di sebelah kepala Chanhee, menggenggam jemari lembutnya. “I’m here,” dia kembali menatap Juyeon datar, “finish your turn, then leave,”

“Ayolah Changmin, can’t we have all the fun today?” sahut Juyeon tidak percaya. Sunwoo sudah ancang-ancang hendak menerjang namun mundur saat Chanhee mengerang. Akhirnya maknae kedua beringsut duduk di ruang kosong lain tak jauh dari Chanhee.

“Changmin please..” pinta Chanhee mendongak sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Dia menggigit bibir begitu Juyeon memajukan pinggul. “sekaliiii saja,”

“Kamu udah keseringan bilang begitu, Chanhee,” Changmin menghela napas gusar. “baiklah, do whatever you want,”

Secercah senyuman menggemaskan tersampir sukses menggonjang-ganjing hati Ji Changmin beserta Kim Sunwoo. Kedua pemuda itu mendadak meleleh kemudian menghadiahi kecupan-kecupan kecil di permukaan wajah, menyebabkan Chanhee menggeliat kegelian.

Juyeon, yang bukan fans kelembutan maupun kehalusan hanya memutar mata malas. Tidak terbiasa dengan interaksi mereka bertiga karena tak pernah memperlakukan Hyunjae seperti itu.

They’re more type of ruthless and meanie dominants.

“Chanhee, I’ll move now,”

Chanhee mengangguk, membiarkan Juyeon memimpin permainan kembali. Dia mengalihkan kepenuhan dalam badan dengan mengelus barang teman-temannya. Changmin membelai rambutnya lembut sementara Sunwoo mengusap pipinya sayang.

“Min mau kulum..”

“Punyaku gimana, Hyung?”

Mereka bertiga sudah sibuk dengan dunia masing-masing. Chanhee berusaha mengimbangi gerakan liar Juyeon ketika dirinya menghisap dua kelamin di sisi kanan kiri. Badan tertandak-tandak ke atas, bergantian menaruh di rongga mulut.

“Chanhee yang cantik..” puji sahabat sebaya tersenyum manis, membiarkan rona merah menguak di permukaan pipi yang menirus. Chanhee melepaskan sejenak, memutuskan koneksi saliva dengan kepala, lalu berbalik untuk menghisap punya Sunwoo lagi.

“MFF!” Sial. Juyeon berhasil menemukan prostatnya. Mani di dalam liang membuat bunyi-bunyi erotis saat penyatuan. Perut mendadak bergejolak saking terlalu penuh di sana. “Mmff! Mmff!”

“Keluarkan Hyung,” desis Sunwoo tertahan, pasalnya gigi kecil Chanhee sukses menggores nadi di sekujur batang. Mengakibatkan ia menggelinjang keenakan. “you’re doing great, Hyungie..”

Untaian tali putih menyembur dari lubang kencing. Juyeon mengerang lantaran sarang yang membungkus kejantanan kini menjepit erat. Badan Chanhee gemetaran bagai diserang gempa bumi lalu terkulai lemas setelah habis. Changmin menjilat bibir, masih mengusap sayang kepala si Cantik. Miliknya semakin menegang minta dipuasin.

Guys,” gumam Chanhee usai penis Sunwoo tertarik dari mulut. Napasnya tidak beraturan, kakinya menggigil kayak orang kedinginan. “boleh.. hhh.. boleh DP..”

“Nggak!”

Sahutan bersamaan dua suara membuat Chanhee menyeringitkan dahi, serta kerucutan bibir sedih. Dia merengek pura-pura mengeluarkan isak tangis. “Kenapaaaa?”

“Kamu gila? Kamu pikir DP itu seenaknya aja?” jawab Changmin emosi. Chanhee menjulurkan bibir bawah, berupaya terlihat meyakinkan.

“Hyunjae Hyung bisa kenapa aku nggak?”

“Karena kamu bukan dia, Hyung..” balas Sunwoo di sela-sela gigi yang merapat. Tuh kan pasti kakaknya membawa nama rival lagi. Apa sebenarnya kehadiran Juyeon di sini ada sangkut pautnya dengan Hyunjae? Oh, atau jangan-jangan, Chanhee juga tidak mau kalah? “Hyung, kamu beda sama dia, okay? Dan kita juga nggak mau nyakitin kamu,”

“Tapi kalau preparasinya bagus, bisa kok.”

“DIAM JUY!” “DIAM HYUNG!”

Juyeon langsung bungkam dan angkat tangan. Daripada dia diusir dari kamar disaat sama sekali belum klimaks, mending dia tidak melanjutkan. Padahal he just shared the information, right? Tidak peduli juga apakah dilaksanakan atau tidak.

“Tapi tadi kamu bilang aku bisa ngelakuin apa aja,”

Not for that,” jawab Changmin melototkan mata. Chanhee masih memasang raut yang sama. Tetep pada pilihan.

“Percaya sama aku, kalian nggak bakal nyakitin aku,”

Sunwoo menggeleng, “Nggak Hyung,”

Please.. aku mau coba..”

“Cepat putuskan sebelum aku mendadak layu di sini,” celetuk pemuda lebih tinggi menginterupsi argumen kecil-kecilan. Mendapati tatapan marah tak membuat dia getir, melainkan menghela napas panjang, “just give it to him already, Jeje bahkan langsung mau pas ditawarin Younghoon Hyung,”

Mungkin Juyeon tidak bermaksud apa-apa tapi sepertinya hati Chanhee tambah memanas ketika tahu dalang dibalik double penetration musuhnya adalah pujaan hati sendiri. Dia memandang ke Changmin dan Sunwoo bergantian, kekeuh ingin diperlakukan seperti itu.

“Hee..”

Chanhee tidak mengubris. Sampai akhirnya kedua sekawan mau menyetujui. “Kita berhenti kalo kamu kenapa-kenapa, okay?”

“Eung!”

“Selesaikan urusanmu, terus pergi dari sini,”

“Juyeon biarin aja, let him enjoy the show,” balas Chanhee secepat kilat, mata memancarkan sinar menggoda membuat Juyeon menyeringai. Sudah berapa kali Changmin menahan amarahnya, coba saja bukan karena Chanhee, dipastikan pemuda Januari tersebut tertendang dari ruangan.

Juyeon kembali bergerak, memaju-mundurkan pinggul tanpa ampun mengenai selaput Chanhee terus menerus. Pemuda cantik mendesah lebih nyaring, membusurkan dada menikmati sentuhan di luar badan yang diberikan kedua pemuda lain.

“Udah sampai belum?”

“Sabar.. ugh..” jawab Juyeon sewot, dia dapat merasakan dirinya hampir mencapai puncak namun tiba-tiba berhenti karena terlintas keinginan kedua.

“AH JUYEOON!” pekik Chanhee kaget. Liang terbuka berdenyut hampa akibat ulah teman sebaya yang mengeluarkan kejantanan, perih menjalar ke seluruh kerutan otot. “wtf?”

Thank me later, I’ve fucked him enough,” Juyeon bangkit dari pembaringan, mengisyaratkan Changmin dan Sunwoo agar bergerak melakukan tindakan selanjutnya. “he wants a DP right? Lakukanlah,”

“Gimana caranya..”

“Duh kalian ini,” gerutu si Tampan gusar, “any position you’re comfortable with. Mau Chanhee dipangku, mau Chanhee nungging terus salah satu dari kalian di bawah, terserah,”

Changmin memandang ke Sunwoo, meminta ide, sedangkan pria termuda nampak berpikir terlebih dahulu. “Aku dari belakang, Hyung di bawah,”

“Oke,” pemuda rambut dua layer mengangkat Chanhee hati-hati. Memposisikan si Cantik di atas badannya yang sudah telentang. Sunwoo mendudukkan sang kakak di abdomen Changmin, berniat menuntun batang keras tersebut duluan.

“F-ffuuckk!” Chanhee membusurkan punggung begitu lubang berkontak pada kepala. Dia tidak menunggu lama untuk terbiasa karena kelonggaran hasil Juyeon berhasil melahap setengah.

“Pelumas Nu,” sahut Juyeon mengacak isi nakas di samping kasur kemudian melempar botol sedang ke arah adiknya. Beruntung langsung ditangkap. Sunwoo mengangkat bokong Chanhee sebentar, demi membasahi benda tumpul di bawah. Changmin terdengar meringis karena dinginnya pelumas dan panasnya telapak tangan Sunwoo menyentuh kelamin.

Chanhee menumpukan diri menggunakan lutut di sisi-sisi sahabatnya. Dibantu Sunwoo, ia menurunkan pinggul seiring kelopak terpejam beserta rahang terjatuh tanpa suara. Kepala penis berhasil melewati pertahanan, bergerak turun hingga bersentuhan dengan paha pemuda di bawah. “Fuckk.. penuh banget..”

Changmin tak kuasa menahan seringaian. Meskipun diameter Juyeon lebih tebal dari mereka berdua. Tetap saja yang didamba hanya milik mereka, pemuda kesayangan Chanhee. “Found your spot yet?”

“Hhh.. hh.. sebentar,” Chanhee mencoba mengarahkan diri, mendadak limbung setelah dirasa mengenai titik sensitif. “shit.. fuck your dick, Ji Changmin!” erangnya berpegangan di seprai, cengkramannya menguat ketika Changmin menggoyang kecil.

“Oke Hyung, be ready for mine,” bisik Sunwoo halus di punggung bungkuk. Chanhee mengangguk, membiarkan sang adik mengangkat dirinya lagi dengan penis mencoba masuk. Dia benar-benar mengosongkan pikiran supaya rasa sakit berupa peregangan dapat teralihkan. Sunwoo menarik sedikit liang yang ditempati. Menemukan Chanhee tiba-tiba mengerang nyaring. “Hyung?”

I’m good, I’m good..” ENGGA DIA NGGAK GOOD SUNWOO. DIA MAU MATI SUMPAH! How could that ugly bitch can take two of monstrous dicks in his ass hah?! Howwww?!!!! Nyawa Chanhee berada di ujung rambut, mungkin sekali masuk, dia langsung dipanggil sama Tuhan.

Changmin mengelus tulang panggulnya hati-hati, memberi semangat sempat khawatir akan situasi Chanhee sekarang. “Mau udahan?”

“Enggak!”

“Kalo gitu ditahan.” balas Juyeon tanpa dosa. Changmin melirik teman sebaya dengan tatapan sadis tapi tak diubris. “masa kamu kalah sama-“

“Diam nggak Juy?” ancam Changmin berkilat-kilat marah, “mending kamu pergi daripada jadi kompor meledak di sini,”

Juyeon hanya mengendikkan bahu cuek, tidak habis pikir pada drama picisan di hadapan mata. Kayaknya Jeje kemarin nggak seperti Chanhee. Bahkan dia pasrah dalam dekapannya.

Muka Chanhee merah padam, entah hendak marah mendengar sahutan Juyeon atau menahan malu karena dianggap amatiran. Dia menoleh ke Sunwoo seraya menganggukkan kepala. “Masukin.”

Sunwoo menegak ludah takut-takut, “Sekarang?”

“Besok. Ya iya sekarang,” tukas Chanhee kesal. Adiknya buru-buru bergerak lebih rapat, mengecupi punggungnya sayang seiring tangan menuntun kejantanan. “sshhh..” desisan pemuda surai hitam terdengar menahan sakit. Sunwoo mendorong sedikit figur kurus di atas Changmin agar mendekat pada kakaknya yang lain.

Bagai ada link batin di antara keduanya, Main Dancer menarik dagu Chanhee untuk saling mengaitkan bibir. Terasa asin akibat air mata mengalir deras. Chanhee mencengkram seprai terlalu kuat hingga buku jari memutih. Nyeri luar biasa menyerang tulang ekor, ditambah bekas sperma Juyeon semakin tertanam dalam dan mengubrak isi perut.

Tuhan, Chanhee merasa kotor dan penuh secara bersamaan. Tapi dia puas. Bangga malahan mendapat dua kejantanan mengisi lubang sempitnya. Hah! Do you think you’re the only one who can handle it, Lee Jaehyun?

Beberapa menit membiasakan diri barulah ia berhenti menangis. Meski masih sesenggukan, tidak mau terlihat lemah. Changmin sempat tertawa geli, memperlakukan seperti bayi sesekali mengusap pipi tembam itu. Mata Chanhee memerah dan sedikit bengkak, mendapat kecupan kecil dari dua sekawan.

“Boleh gerak, Sayang?” Chanhee mengangguk pelan, menghembuskan napas panjang seraya menumpu badan di atas dada. Selagi dua pria bergerak, ia mengadu pandang dengan Juyeon. Pemuda tampan itu mengisyaratkan pertanyaan tanpa suara.

“S-Sakit.. ngh..”

Changmin mengulum puting di hadapan mata, satu tangan memijat milik Chanhee perlahan. Rahang si Cantik terjatuh kembali hingga netra terpejam-pejam. Juyeon berdeham, merasa ditinggal karena ketiga anggota sibuk dengan dunia sendiri. Chanhee membuka kelopak menemukan Juyeon mengocok kejantanannya malas.

“Sini Juy,” ajak Chanhee setengah mendesah. Changmin masih mendamba dada, tak lupa bergerak bergantian bersama Sunwoo. Otak Chanhee mendadak berkabut terhadap sensasi dari dua batang di dalam liang. Juyeon bertumpu lutut agar penisnya sejajar wajah sang kawan, menikmati bagaimana jari jemari lentik membelai pangkal sampai ke bola yang menggantung berat kemudian menunduk menghisap bagian kepala.

“S-sshh..” Juyeon sigap memegangi surai hitam sedikit demi sedikit Chanhee membungkam mulut menggunakan milik teman sebayanya diiringi jilatan kecil di sepanjang diameter. Badan mengikuti irama kedua pemuda lain, tersedak perlahan begitu titik sensitifnya disodok berulang-ulang. “mulutmu enak, Hee,”

Diam-diam pemuda cantik tersebut tersenyum penuh kemenangan meskipun dia sempat hilang fokus akibat ulah bejat teman-temannya. Changmin menggeram tertahan, merasa sempit tiada tara apalagi penis yang bergesekkan dengan penis lain. Sunwoo tidak kalah keenakan, menggoyang lebih cepat menyebabkan Chanhee melepaskan kuluman.

“Aah.. AAAH!” Untaian klimaks keempat berwarna putih hampir kebeningan mendarat cuma-cuma di atas abdomen Changmin. Kontraksi otot anal menjepit batang sehingga kedua pemuda tersebut tak sadar mengerang, bahkan mereka berhenti beberapa menit, tidak sanggup melanjutkan.

Chanhee berusaha tetap sadar, tangannya gemetaran ketika menggenggam Juyeon. Si Tampan mengusap pipinya sayang, membisikkan sesuatu entah apa yang jelas membuat pipi Chanhee memerah dan kuluman kembali dilakukan.

Keempat anggota melanjutkan aksi. Mendamba pemuda surai hitam dengan pujian-pujian manis. Tidak menyadari pintu kamar berdecit memunculkan sosok tak asing, menatap tidak peduli.

Juyeon yang pertama kali menyadari, menyeringai lebar ketika mendapati Younghoon bersandar di dinding menghadap mereka. “Hey, Baby, look who’s here,” ucapnya menghentikan hisapan Chanhee. Kepalanya menoleh ke belakang dan jantungnya buru-buru memompa lebih cepat.

Sial! Apa yang Younghoon lakukan di sini?

“Tsk, ngapain Hyung?” tanya Sunwoo setelah mengetahui keberadaan Younghoon. Pemuda lebih tua diam saja, setia menyandarkan punggung sembari memandangi Chanhee intens.

“Chanhee’s off limit, Younghoon Hyung,” kali ini Ji Changmin bersuara tajam nan berat. Penuh ancaman, agar Younghoon paham kalau kehadiran dia akan memperkeruh suasana hati Chanhee. Benar saja, si Cantik membekap mulut sahabatnya.

“Nggak kok,”

Hyung-“

Chanhee hanya mengetatkan lubang untuk mendiamkan mereka. Tidak berani mengadu pandang pada Younghoon yang belum memuntahkan kata-kata. Padahal dia penasaran, atas dasar apa pujaan hati mau memasuki ranah Kyeopmuda ini.

“Pergi kalau kalian udah selesai, mengerti?” Ketiga top menyuarakan kekecewaan, namun si Cantik tetap kekeuh dan semakin galak. Akhirnya, dengan perasaan campur aduk, dia digoyang kembali pada setiap lubang yang terisi sampai mereka klimaks di sana.

Kaki jenjang menggigil sesaat usai ditembakkan benih. Sudut bibir ternodai cairan sedikit pahit, begitupula perut serasa bergejolak karena terdapat tiga mani di sana. Jakun bergerak menandakan penelanan, diafragma dada membusung mengatur napas. Sunwoo melepaskan tautan duluan, melihat bagaimana spermanya mengalir dari lubang kemerahan, oh, bahkan membengkak membuat dia sedih. Changmin pun pelan sekali saat mengeluarkan, membiarkan Chanhee mengerang tertahan di ceruk lehernya.

“Hey, Sayang?”

“Hnggg?” respon pemuda itu balik. Changmin mengusap kepalanya, mengecup pipi tembam berulang-ulang.

“Kamu nggak papa?”

Chanhee dirasa menganggukkan kepala, walau mereka tahu sebenarnya dia sudah berada di ujung kematian. “Penuh..”

“Mau kita bersihin?” terdapat gelengan, Changmin dan Sunwoo saling berpandangan.

“Pergi.”

“Chanhee-ya..”

I said leave.”

Pengusiran secara sepihak membuat hati mencelos. Berbeda dari Juyeon yang sudah melangkahkan kaki duluan setelau berhasil orgasme mengenai kerongkongan bahkan ke seluruh parasan muka Chanhee.

He got two fucking great orgasm.

Mau tidak mau, dua anggota Kyeopmuda memasrahkan diri mengikuti perintah si Cantik. Changmin merebahkan sang sahabat di atas kasur yang sudah awut-awutan, bahkan basah akan keringat maupun mani. Sempat melayangkan ciuman di kening, ia menyeret paksa Sunwoo yang ogah-ogahan.

“Awas kamu nyakitin dia!”

Younghoon memutar mata malas sebelum melambaikan tangan pertanda mengusir. Nyaris meledakkan emosi maknae kedua. Beruntung Changmin menarik duluan. Begitu pintu tertutup, barulah pemuda rambut panjang mendekat, duduk di figur telanjang Chanhee, tanpa melepaskan pandangan. Sedangkan pemuda lain sedikit meringkuk malu karena ditatap seperti itu.

Tisu ditarik dari kotak, berlembar-lembar, entah seberapa banyak. Younghoon mengusapkan permukaan bersih nan lembut tersebut di sepanjang kulit Chanhee. Dimulai dari wajah, leher, dada, perut, bahkan ke lubangnya sekalipun. Chanhee deg-degan setengah mampus, takut ini hanya mimpi semata tetapi merasa sesuatu keluar dari dirinya seolah mengingatkan kalau Younghoon memang nyata.

Hyung..” akhirnya daripada mereka diam-diaman, ia membuka suara. Younghoon menggumam, masih mengusap sekitar kerutan otot liang, tidak berhenti mengeluarkan cairan. “kenapa kamu ngelakuin ini?”

Younghoon terdiam sebentar, mata setajam elang menelisik padanya, menyebabkan jantung berdetak tidak keruan. “Entahlah,” jawabnya ambigu kemudian meneruskan.

Chanhee merinding. Sensasi dari kelembutan Younghoon memperlakukan dirinya sukses membangunkan adik kecil yang tak pernah puas. Dia mengutuk dalam hati. “Aku bisa sendiri,”

Pemuda rambut hitam mengusap kaki jenjang itu. Sangat-sangat pelan, berhati-hati bagai merawat barang rapuh. Merasakan getaran kecil di bibir ketika ia mengecup sepanjangan. Mata tak luput dari manik legam yang merintih di bawah tatapan. Pikiran bertanya-tanya maksud kedatangan si Kakak.

Hyung..” rengeknya hendak menarik kembali pergelangan kaki, namun Younghoon cukup kuat menggenggam, kini menggigiti sehingga terdapat bercak kemerahan. Tangan bebas beralih ke botol pelumas, terpaksa harus melepas cengkraman hanya untuk melumuri jemari. “Hyung what are you-“

“Aku nggak mau ada cairan lain selain punyaku,” jawab Younghoon mulai mengorek liang kemerahan, membantu membersihkan sisa-sisa permainan tanpa tahu keadaan Chanhee sekarang. Menggeliat macam lintah dikasih garam, menahan lenguhan karena digit panjang menggores dinding silkynya.

“H-Hyung.. s-stopp..”

“Sebentar, Chanhee.”

Chanhee langsung mengatup mulut, memalingkan wajah lebih dalam pada alas tidur sesekali mengeluarkan rintihan. Rasanya kebas tapi ada sedikit kelembutan di sana. Chanhee tak mau melihat, takut jatuh cinta semakin dalam. Jadi dia berusaha menahan diri begitu tiga jari bermain di lubang.

“Hey, Chanhee..” Younghoon bergerak menindih, rupanya telah selesai melakukan fingering. Telapak besar menyentuh pipi tembam sekaligus mengalihkan untuk beradu tatap. “hey..”

Pemuda cantik tersebut terisak kecil, dia tidak mau Younghoon terlalu memperhatikan. Dia tidak mau masuk ke dalam jurang penuh harapan. Senyuman tipis terpatri, ia tak mengindahkan, melainkan menatap ke arah lain.

“Chanhee, lihat aku?”

“Untuk apa?”

Younghoon mendusel sedikit, tak langsung menjawab. “Entahlah, kamu cantik,”

“Nggak nyambung.”

Tawa renyah mengalun lembut di indra pendengaran, menyebabkan Chanhee semakin deg-degan. Younghoon dengan paras tampan serta lengkungan sabit saat tertawa seakan menyilaukan pandangan. “Tapi memang kok,”

Just get on it, Hyung,” keluh si Cantik memutar mata malas, “kamu nunggu giliran kan?”

“Sebenarnya sih enggak,” jemari panjang mulai memainkan helaian surai hitam yang menempel di kening berpeluh. Ibu jari mengusap bibir tebal Chanhee hati-hati. “aku cuman mau bersihin kamu aja,”

Decakan kecil mendengar, meski hati Chanhee menghangat. “Aku bisa sendiri, tenang aja. Lagian aku punya Changmin dan Sunwoo,” jawabnya halus sambil tersenyum meyakinkan. Younghoon mengerutkan dahi, rahang sontak merapat pertanda kesal.

“Kenapa harus mereka? Kenapa bukan aku?”

Okay.. kakaknya melantur. Habis kejedot apa semalam? Dia memandang tidak mengerti, hendak mengutarakan sesuatu tapi lebih memilih diam. Was-was pada apa yang akan dilontarkan Younghoon sehabis itu.

Benar saja, Younghoon menatapnya lagi. Chanhee tidsk mengerti terutama saat bibir mereka menyatu dalam tautan manis.

Ah. His first kiss with him. It feels.. good? Pemuda rambut hitam merambat dari punggung lebar menuju tengkuk, meremat anak-anak surai di sana. Younghoon menyesap bibir atas maupun bawah secara bergantian, cukup membuatnya terangsang.

“H-Hyung..” erang Chanhee tertahan, pria lebih tua memanfaatkan kesempatan menjejalkan benda lunak melewati belahan yang terbuka, menyapu lembut langit-langit, mengitari sepanjangan dinding nan basah. Lidah Chanhee tak sadar membalas, terjadilah pergulatan sensual.

Younghoon melesakkan lebih dalam, nafsu mengerubungi alam sadar hanya karena mulut Chanhee seorang. Terutama ketika pemuda cantik tersebut melenguhkan panggilan tiada henti.

“Chanhee you’re beautiful,” ucap Younghoon mengecup bibir membengkak sekali, netra memancarkan sinar pesona terhadap penampilan sang adik di bawah kukungan. “if I didn’t fall in love with him, I’ll fall for you,”

Jantung Chanhee tidak tahu berdegub untuk konteks yang mana. Apakah Younghoon yang akan jatuh cinta padanya atau kenyataan kalau Younghoon tetap mencintai Hyunjae meski dia ada di sini? Kepalanya pusing, dan memutuskan berhenti berpikir. Cukup menikmati perhatian sekali seumur hidup dari kakaknya. Sesudah ini, ia akan menghilangkan perasaan sepihak kemudian beralih kepada Changmin.

Fair enough right? He’s not gonna hurt himself for more.

Pakaian rumah telah ditanggalkan, menampilkan tubuh atletis ideal milik pemuda lebih tua. Celana terlepas, kejantanan menampar perut. Chanhee menegak ludah, mengutuk dalam hati terhadap ukuran itu walau liang berkata sebaliknya. Dia tidak dapat menahan rasa malu yang menjalar sebab pertama kali melihat punya Younghoon.

Dia juga tak bisa membayangkan situasi Hyunjae sewaktu dimasuki dua barang sekaligus. How can he still alive? Seharusnya lubangnya ditemukan robek dan pendarahan.

Ah. Chanhee tidak ingin membahas. Lama-lama dia malah kesal sendiri. Dia memusatkan seluruh perhatian pada pemuda di atas, menikmati setiap elusan maupun sapuan lembut di pori-pori kulit sesekali mengeluarkan rintihan.

Nama Younghoon terasa ringan di lidah. Disebut terus menerus diiringi deru napas kecil. Jilatan tepat di puting berhasil menggetarkan seluruh saraf Chanhee.

Hyung..” rengeknya mengapit pinggang Younghoon, menaikkan pinggul agar milik mereka saling bersentuhan. Bulir-bulir putih menetes dari puncak, membasahi perut ratanya. “Hyung.. cepat..”

“Sebentar, Sayang..”

Tidak. Jangan panggil Chanhee seperti itu kalau tak dapat membalas perasaannya. Pemuda cantik meringis kembali, merapatkan dua tubuh berpeluh sehingga tiada jarak antara mereka.

Please..”

Younghoon menatap netra sayu yang sangat menggemaskan, mendebar-debarkan hati tanpa disadari. Dia mengangguk kecil, sedangkan Chanhee tersenyum tipis. Memandang penuh minat saat Younghoon melumuri batang keras menggunakan pelumas sebanyak mungkin, menarik napas tajam begitu kakaknya siap.

“Sakit, Sayang?”

Chanhee menggeleng, tidak mengindahkan panggilan. Peregangan oleh kepala memutar isi otak sesaat, jemari sontak mencengkram seprai dan punggung membusur perlahan. “F-ff..” dia sampai tidak bisa melontarkan kalimat karena terlalu penuh. “shhh.. shii…t..”

“Chanhee, you good?”

No. I’m not, you dick monster!’ batin si Cantik dalam hati. Di saat kayak gini dia merindukan teman-temannya sumpah! Memang ya, perkataan orang benar, kalau sesuatu yang berlebihan tidak pernah baik.

Ya contohlah penis Younghoon sekarang!

Walaupun dia dibobol Juyeon beberapa menit lalu tidak menutup kemungkinan lubangnya akan terbiasa. Tidak. Sampai kapanpun, bokong beserta kawanan nggak bakal membiasakan diri. Terutama dirinya sendiri.

“Chanhee..” Younghoon mencoba memanggil, dia menggumam dengan mata terpejam. Mendadak lupa dia ada dimana sekarang. “hey, Sayang, lihat aku..”

Sedikit-sedikit kelopak mau terbuka, tatapan kekhawatiran serta keyakinan terpancar dari netra bulat Younghoon. Oh, jangan lupakan senyum tipis itu, membuai Chanhee mengalihkan rasa sakit.

You’re doing great, Baby,”

“Ngh..” pinggul Younghoon bergerak maju, berani menanam hingga pangkal menyebabkan Chanhee benar-benar merasa penuh. Dia bahkan dapat melihat abdomen di atas penis menyembul sedikit.

Woah. Younghoon benar. He’s doing great.

Kaki jenjang miliknya ditekuk di atas dada, dia mengatur napas pelan-pelan, tetap memfokuskan pandangan pada manik gelap Younghoon. Pemuda lebih tua merapatkan tubuh mereka, menumpu badan dengan siku di salah satu sisi kepala Chanhee tanpa memutus tatapan. Helaian surai hitam nan lembut disingkirkan, mengganggu pemandangan baginya, bibir dingin menyapu halus di kening menuju kelopak mata.

Jantung Chanhee hendak meledak. Dia mengerang tertahan, sekaligus sesak. Younghoon mau apa sih sebenarnya? Apa berniat menghancurkan hati Chanhee setelah keintiman mereka ini? Apakah secepat ini dia mendapat karma karena bermain dengan Juyeon?

Hyung, g-gerak please..” bisik si Cantik terengah-engah. Pemuda tampan tidak bersuara, bukan berarti dia tak bergerak. Justru pinggulnya mundur sedikit, lalu menghentak dalam. Chanhee melepaskan jeritan, sekali lagi dia mengumpat tentang prostat yang gampang dijangkau. Younghoon menciumi seluruh bagian wajah, menghela napas menerpa kulit Chanhee yang menghangat.

“Ah.. ah! H-Hyung!”

Younghoon meredam geraman di ceruk leher. Menatap tidak suka pada bercak merah keunguan di sana. Dia menggigit beberapa kali, berniat menandai sang adik. Membuat bekasnya sendiri. Seperti yang akan ia lakukan ketika menggenjot Chanhee.

“Chanhee..” panggilnya serak, Chanhee merespon dengan desahan liar. Jari lentik meremat surai panjang di tengkuk, menarik kakaknya agar menautkan bibir bersamaan. Lidah kembali beradu, namun ia lemah, tak dapat berbuat apa-apa sebab Younghoon benar-benar mengaburkan akal sehat. Dia membiarkan pemuda di atasnya mendominasi, sedangkan otot mulai mengencang.

“Waa.. Hyung.. deket..” Chanhee tidak sanggup menahan lebih lama dan langsung menyemburkan benih untuk kelima kalinya. Mengotori perut mereka, membuat gesekan menjadi licin dan kotor. Tiada satupun yang peduli. Sibuk mencumbu satu sama lain.

Nama Chanhee sangat luwes dilontarkan oleh Younghoon. Terutama saat ia klimaks, Chanhee makin terpana melihat betapa menawannya pujaan hati. Hatinya mendadak sakit karena tidak bisa menikmati pemandangan ini setiap hari. Dan Hyunjae bisa.

Bisa dipukul kayaknya.

Kedua anggota sama-sama tersengal. Karbondioksida maupun oksigen saling beradu. Chanhee memejamkan mata, menenangkan detak jantung serta paru-paru, ditambah dia juga tidak ingin bangun dari kenyataan sehabis kegiatan.

Liang terasa kosong, hanya mengeluarkan cairan usai Younghoon mundur. Pemuda cantik masih menutup mata, berharap dalam hati Changmin dan Sunwoo mengetahui perasaannya sekarang. Dia membutuhkan mereka, dia menginginkan kedua pemuda lain.

Namun, yang ia dapat hanyalah sebuah benda dingin kecil memasuki tubuhnya. Dia terjengit lalu membuka mata, memandang tanda tanya pada Younghoon.

“Oh, aku cuman mau kamu nyimpen maniku sampai besok,”

Sialan.

Kim Younghoon benar-benar titisan dakjal. Sebelas dua belas sama Juyeon. Chanhee tidak tahu harus merespon apa, selain buttplug -entah kakaknya dapat darimana, pasti di kotak harta karunnya di bawah kasur- meregangkan lubang, pikirannya masih berkabut.

Figur bongsor merebahkan diri di samping, menarik Chanhee dalam pelukan. Selimut membaluti tubuh telanjang keduanya, menciptakan keheningan yang tak dapat dipecah.

“Maaf Chanhee.”

Chanhee menegak ludah. Kepala menggeleng. Tidak mau juga memperpanjang masalah. Dia sudah berjanji pada diri sendiri untuk berhenti menyukai Younghoon. Dia telah berniat membalas perasaan Changmin, dia tidak mau menyakiti hatinya terus menerus.

Sleep tight, Hyung.” bisiknya menahan tangis. Semoga Younghoon tidak mendengar karena detik berikutnya, dia memejamkan mata erat-erat, menyadari air mata mengancam turun dari indra penglihatan.

. . .

Two done one more to go~ terima kasih udah mau baca🥰

jumil🔞

Juyeon terbangun dari tidur menemukan Hyunjae berada di atasnya hanya dibalut kemeja putih dan memiliki organ intim wanita

warning : trans!hyunjae; first time

. . .

Sungguh melelahkan dimana hari yang penuh jadwal berhasil menguras energi Juyeon di luar rumah. Begitu ia diantar manajer, kaki panjang segera melesat karena tak sabar ingin menggelung di dalam selimut.

Terutama ruang kamar temaram menambah esensi kenyamanan dan keamanan.

Pintu apartemen berdesing nyaring setelah ia menekan beberapa tombol passcode, menatap sekeliling lorong hanya dipenuhi beberapa pasang sepatu berserakan.

Hyungdeul? Haknyeon?”

Tidak ada jawaban. Dia mengendikkan bahu. Persetanlah, dia hanya ingin bergegas menemui kasur. Melangkah ringan tapi cepat, ia terhenti sebentar melihat siluet seseorang di dapur. Apa matanya tiba-tiba mengabur karena sosok tidak jauh pendek darinya sedang memakai kemeja panjang tanpa mengenakan bawahan. Ditelisik dari kaki jenjang itu, pasti si Hyunjae.

Hm.. sejak kapan kakaknya suka cross-dressing?

Juyeon tak mau ambil pusing lantaran otak memohon segera pergi. Dia melesat ke kamar bersiap-siap membersihkan diri barulah tidur diculik mimpi.

Aah. Enaknya. Belakang kepala menyentuh alas empuk, perlahan-lahan pandangan mulai meredup, alam bawah sadar merayu-rayu untuk segera terlelap, otot beserta persendian melemaskan sendiri, meluangkan daya mengisi energi. Juyeon mengantuk. Sangat. Dan tolong siapapun jangan membangunkan terlebih dahulu.

. . .

SRAK

SRAK

Sesuatu berat terasa menindih. Perut yang harusnya ringan dikarenakan tengah terlelap mendadak penuh hingga Juyeon terusik dari mimpi.

“Juyeon..” sebuah suara serak-serak basah sayup-sayup memanggil namanya, diikuti pergerakan kecil tepat di gundukan kejantanan, seolah-olah hendak membangunkan.

Benar saja, dirinya sudah setengah tegang. Apalagi menemukan sang kakak beda 4 bulan sibuk menumpu badan di dada berpakaian kemeja kebesaran.

Hyung?” panggilnya menegak ludah, Hyunjae mendongak, menggigit bibir sensual dengan tatapan menyayu. “ngapain hah?”

“Juyeon..” rengek Hyunjae menggerakkan pinggul, menggesekkan kelamin mereka bersamaan sehingga Juyeon ikut meloloskan erangan halus. Tangan sigap memegangi pinggang berlekuk tersebut. “Juyeon.. aku.. ngh..”

Hyung! Udah gila ya?!” Tapi kakaknya seolah mendadak tuli, terus bergerak sampai penis Juyeon mengeras seutuhnya. Hyunjae menarik ujung kemeja, memperlihatkan sesuatu luar biasa di luar kepala sang adik.

Netra kucing terbelalak kaget begitu mendapati organ kewanitaan nan basah merembeskan cairan mencetak di celana pendek Juyeon. Pikiran menjadi panik sebab baru tahu kalau selama ini Hyunjae bukan seorang laki-laki.

“H-Hyung?”

“Juyeon-ah..” desah Hyunjae kini mengelus daging di balik labia, kakinya bergetar-getar akibat sentuhan kecil tersebut. “do something..”

Hyung mau aku melakukan apa?” jerit Juyeon frustasi sekaligus kebingungan. Di sisi lain dia terangsang, di sisi lain dia panik.

Sejak kapan Hyunjae berubah jadi perempuan? Rasanya seperti mimpi tapi kenapa sangat nyata. Hyunjae masih mendesah sambil mengusap kasar permukaan miliknya, berusaha mendekat pada kejantanan sang adik. “Juyeon.. Juyeonn..”

Namanya terus menerus terlontar dari bibir tipis itu. Sang kakak nampak menginginkan Juyeon menggencar habis-habisan. Tanpa berpikir panjang, mengenyampingkan kerumitan di atas nafsu dunia, pemuda rambut cepak buru-buru menanggalkan celana, membebaskan penis yang menampar perut menambah intensitas erangan Hyunjae.

“Oh..” desah si Manis menggigit bibir, malah berani menggesekkan klitoris di sekujur batang, membasahi permukaan dengan titikan cairan. Juyeon tak sadar meremat pinggang pemuda lain, menggabungkan diri dalam alunan desahan.

“Aah.. Hyung.. kamu basah..”

“Juyeon.. mmhhh..” Hyunjae mempercepat gerakan pinggul, sesekali agak melompat pelan sebab tidak sabar. Juyeon bangkit dari pembaringan, menarik dagunya untuk saling bertautan. Kedua bibir melumat satu sama lain. Berulang kali kepala penis menyodok liang tanpa ada keinginan masuk sama sekali.

“AAHH.. AAHH!” Jeritan Hyunjae benar-benar liar dan membangkitkan libido. Selagi mereka masih berciuman panas, Hyunjae tiba-tiba menegang lalu menyemburkan sesuatu. Juyeon menahan napas saat melihat, jantung berdebar-debar tak keruan. Sial, apakah kakaknya sudah klimaks? Secepat itu? Pemuda manis di pangkuan mengalungkan lengan di leher, deru napas menerpa bahu telanjang.

Hyung.. kamu..”

I feel weird, Juyeon-ah..” racau si lebih tua merengek seperti bayi. Air mata bercucuran bersamaan basahnya area kejantanan, oh, dalam kasus Hyunjae sekarang sih kewanitaan. Juyeon menelan ludah susah payah, mengulurkan tangan untuk menyentuh liang. “ngh..”

“Hyung sejak kapan kamu punya..” ludah terteguk sebelum perkataan dilanjutkan, “barang perempuan?”

Hyunjae, meski masih sensitif, sempat memicingkan mata kebingungan, “Hah? Aku udah punya ini dari lahir Juyeon!”

Juyeon mencoba mengelus benda mungil yang menongol, mengakibatkan sang kakak seperti disetrum listrik. “Nggak mungkin,” ia mencubit sedikit, mendengarkan lolongan keenakan serta gerakan pinggul agar lebih dekat. “Hyung setahuku kamu laki-laki,”

I'm a girl without breasts, Juyeon,” jawab kakaknya memutar mata malas. Juyeon ingin mengutarakan ketidakpercayaan, namun Hyunjae sudah mengalahkan duluan dengan cara menyatukan bibir mereka lagi. Mau tak mau si adik mengimbangi, menyusupkan dua jari untuk tetap mengelus klitoris.

Damn, it feels really wet. Sudah lama Juyeon tidak melakukan ini. Terakhir kali ia memecah keperjakaannya sebelum debut bersama mantan kekasih. Mendapati pemuda- oh apakah Hyunjae harusnya disebut gadis? Nevermind. Mendapati godaan dari pemuda manis di pangkuan membuat dia kembali ke masa-masa nakal saat remaja dulu.

“Juyeon please do something to my pussy,” erang Hyunjae melepaskan tautan. Kancing kemeja mulai terlepas menampilkan dada rata serta otot perut terbentuk, jangan lupakan lekukan pinggang bak wanita tersebut.

“Kamu mau apa Hyung?”

Fuck me fuck meee..” Hyunjae melorotkan kain di badan, melempar ke sembarang arah. Kepala Juyeon ditarik hingga menabrak dada agar adiknya mengeksplor dua puting. “fill me up with your cum, Juyeon,”

“Ah fuck, Hyung!” Kalau ini adalah mimpi Juyeon rasanya nggak mau bangun selamanya. Sayang bor! Kapan lagi dia menghadapi sisi jalang Hyunjae ketika yang originalnya berisik dan denial minta ampun? Coba lihat sekarang. Rambut berantakan, pipi merona merah, bibir tipis minta dikecup mengeluarkan karbondioksida, diafragma dada naik turun mengambil napas, dan oh.. liang yang terus digesekkan ke penis Juyeon agar saling berkenalan.

And his dick loves the lewd introduction.

Kedua visual kemudian bergerak menindih. Pakaian telah merosot dari kulit, menyisakan kepolosan masing-masing. Juyeon menatap Hyunjae dalam-dalam, meresapi betapa cantik sang kakak di bawah kukungan. Dia mengakui kebucinannya terhadap Hyunjae, meski pemuda itu tidak tahu, diam-diam Juyeon menyimpan rasa terlarang di antara mereka.

Beruntung dia salah satu anggota kalem. Takkan pernah menampilkan perasaan sesungguhnya di hadapan khalayak.

“Juyeon..” bisik kakaknya pelan. Juyeon menggumam, sadar dari lamunan. Bibir bergerak menyusuri hidung mancung si Manis, turun perlahan menuju bantalan empuk kemudian mengecup sedikit lama. “Juyeon..” bisikan terganti rengekan, dan Juyeon menyukainya. Dia menyukai setiap suara yang lolos dari tenggorokan Hyunjae.

Mulut bekerja ekstra menelusuri setiap celah badan. Menggoda puting kecokelatan seraya menahan tubuh Hyunjae yang hendak melompat karena kegelian. Lidah berputar di pusar, dan tiba di gundukan pengundang birahi pria.

Hidung tajam menabrak klitoris, bergerak lebih ke selatan, menyusupkan indra penciuman di sisi labia, ujungnya menyapa pintu liang, benar mengajak kenalan. Menyebabkan paha mengapit badan tegak di tengah-tengah, bergetar entah kenapa.

Jari-jemari meremat surai cepak, menarik-narik hingga ubun-ubun terasa pedas. Juyeon tidak peduli, bibir sudah menyantap sajian, mengulum hati-hati, menggumam tentang rasa serta tekstur basah di sana, lalu menghisap nyaring. Hyunjae menjerit keras. Mata berkunang-kunang akan stimulasi ditambah Juyeon melesakkan lidah ke dalam dirinya, mencari celah menemui titik sensitif lain.

“Juyeon kalo kamu ngh.. kalo kamu nggak bobol aku sekarang, kupastikan kepalamu ilang,”

Juyeon terkekeh malah menambah lenguhan sang kakak akibat getaran yang mengenai liang. “Oh wow.. needy aren't you?”

“Cepet Lee Juyeon!”

Pemuda tampan itu hanya mengecup si klitoris. Terasa berdenyut saat bersentuhan dengan bibir, dia jadi gemas untuk menggigit kecil. “AH!”

Cute pussy,”

Hyunjae merah padam. Nyaris menendang adiknya jauh-jauh kalau saja tidak ada nafsu menguasai. Juyeon masih menyengir, menjauhkan diri lalu memperlihatkan sedikit tontonan. Giliran si Manis yang meneguk ludah, menjilat bibir bawah begitu Juyeon mengocok kejantanan secara lihai.

So big..” gumamnya tidak melepas pandangan. Juyeon bangga pada dirinya yang berhasil membuat sang kakak terpana, telapak tangan besar bergerak naik turun sesekali memijat batang. Jakun Hyunjae ikut bergerak jua, membasahi kerongkongan kering, tangan tak mau kalah merambat ke organ intim sendiri, menggoda perlahan. “mmff..” tanpa mengalihkan netra, dua pemuda itu memainkan barang mereka hingga Juyeon tidak tahan lagi.

Hyung you'll be the death of me,” Hyunjae tertawa geli, mengayunkan kaki agar sang adik mendekati. Kepala Juyeon berputar terhadap sensasi yang disuguhkan. Dia menjadi kehausan bak terdampar di gurun pasir tanpa mata air. Dan Hyunjaelah pelipur dahaga di setiap derita.

“Jangan mati dulu dong! Kan belum diapa-apain,” balas pemuda lebih tua jahil. Juyeon menampar kecil klitorisnya membuat ia terpekik keenakan. Memegangi pangkal demi menuntun kepala jamur agar bersentuhan di area kewanitaan. “oh.. aah.. J-juy..”

“Masih bisa ngolok kamu, Hyung?” Giliran adiknya tertawa mengejek. Dia mendesis sambil terus mendekatkan mahkota penis di atas gundukan, meraba-raba sekitar labia sampai ke liang, membuat gerakan memutar, “ugh.. so wet Hyung..”

Hyunjae merespon dengan desahan nyaring, jari-jemari berusaha menggapai seiring bagian bawah tubuh mendekatkan diri. Juyeon siap masuk, mencoba menembus pertahanan lingkaran kecil itu sedikit demi sedikit diikuti geraman dalam.

“S-sial..”

“J-Juyeonn..” si Manis tersengal-sengal, mendadak hilang kesadaran akibat invasi dari adiknya. Pemuda lain tetap memajukan pinggul, pangkal lenyap tergantikan penyatuan. Kulit selangkangan sama-sama bertemu, begitupula rambut-rambut kemaluan. Juyeon membiarkan Hyunjae membiasakan sejenak, menaruh kening di dada kakaknya seraya bernapas perlahan.

Hyung.”

“Hngh??”

“Kamu sempit,”

“Kamu muji aku?” tanya Hyunjae melirik ke bawah, mendapati netra kucing Juyeon menatap balik, ia mengetatkan liang sehingga sang adik menahan erangan sementara ia tertawa. “makasih..”

We should have done this sooner, Hyung,” jawab Juyeon memberikan jilatan kecil tepat di areola, merambat ke puting mencuat, Hyunjae gemetaran mendesah tertahan. “kenapa kamu baru datangin aku sekarang, heum?”

“Aku kira kamu suka cewek,”

“Nggak salah sih..” ucap Juyeon lagi, kali ini memundurkan pinggul secenti sebelum menghentak dalam-dalam menyebabkan Hyunjae melolong keras. “sebelum aku satu rumah sama kamu,”

Hyunjae mencoba menggoyang, ingin mempertemukan g-spot pada kepala penis. “Hh.. hhh.. aku.. ngh.. Juyeon cepet gerak!” Akhirnya si Manis tak tahan, ia mengalungkan kaki di pinggang si adik begitu Juyeon menyengir lalu mulai menggenjot.

Desahan geraman bercampur memantul di penjuru ruangan. Tubuh bagian bawah saling menampar akibat pergerakan berlawanan arah. Bibir memagut menahan suara tapi tidak menghentikan aktivitas kotor mereka. Seolah-olah dunia perlu tahu kalau kedua anggota sedang sibuk dan tak boleh diganggu.

Sensasi jepitan dari dinding vagina membuat Juyeon ingin membebaskan benih dari testisnya. Gimana ya rasanya? Apakah Hyunjae akan puas dengan sekali klimaks? Atau dia harus membuat kakaknya orgasme berulang-ulang? Sial. Semakin dipikirkan semakin dia yang hendak sampai.

“Juyeon aahh Juyeon please cum in me cum in my pussy!!” teriak pemuda surai cokelat tak sengaja mencakar punggung Juyeon saking nikmatnya. Si Tampan mempercepat tusukan, menyapa bundelan saraf yang berfungsi merangsang Hyunjae cepat keluar. Bola tampak menampar bokong, membuat ancang-ancang ingin tiba.

“Juyeon.. aah.. Juyeon..”

Sedikit lagi. Mungkin dua atau tiga kali genjotan Juyeon dapat melepaskan mani. Dia terengah-engah di atas badan montok Hyunjae, menerpa wajah manis itu dengan napas.

“Ah! AAHH JUYEON!”

“JUYEON!”

Juyeon terpekik dari tidur ketika sebuah pukulan mendarat di kepala. Mata menjadi merah sebab terlalu cepat membuka kelopak. Dia terbatuk karena udara mendesak masuk mengganggu kerongkongan.

“Kamu kenapa?”

Dia menolehkan kepala, menemukan teman satu rumah sekaligus anggota se-grup memiringkan kepala sambil menatap heran. Hyunjae. Hyunjae ada di sini, ada di kamarnya dan tidak telanjang. Melainkan mengenakan kemeja beserta bawahan jeans selutut.

“Eng.. uh…” Juyeon memutar manik ke sana kemari, bingung hendak menjawab gimana pada figur sang kakak. Di otaknya kembali terputar bagaimana si Manis mengangkang dengan ia menggoyang keras.

“Kamu sakit?”

“Enggak!” sergah Juyeon setengah berteriak, bahkan menyebabkan Hyunjae mundur sedikit. “eng..enggak kok!” cicitnya pelan, ia mengerjap-ngerjapkan kelopak begitu merasakan sesuatu lengket nan basah tercetak di celana pendek.

“O..ke..” jawab Hyunjae juga tak sengaja mengarah ke bagian selatan. Juyeon yang menyadari buru-buru mengambil boneka sebelum diejek oleh pemuda itu. Benar saja, si Manis menyeringai bersiap menggoda. “haaa siang-siang mimpi basaaahhh..”

“Berisik.”

You’re that pent up, huh?” ejek Hyunjae seraya menoel-noel pipi sang adik. Tidak tau aja dia kalau Juyeon berubah frustasi sebab tak berhasil klimaks di dalam liang seperti di mimpi tadi. Kakaknya masih tertawa-tawa, sedangkan ia tiba-tiba menarik sosok lebih tua ke kasur untuk dikukung di bawahnya. “h-hah?! Juyeon!”

“Tanggung jawab, Hyung.”

“T-tanggung jawab apa?!” pekik si Manis takut bercampur syok. Juyeon mencengkram kedua pergelangan tangan, menaruh di atas kepala, menyusupkan diri di antara kedua kaki sang kakak. Dirinya menatap tajam membuat Hyunjae meringkuk, berdebar-debar melihat keseriusannya.

“Kamu tau nggak aku mimpi apa?”

Hyunjae menggeleng pelan, jakun bergerak naik turun menelan saliva dan merinding seketika saat Juyeon berbisik di telinga. “Aku mimpi kamu punya vagina, Hyung,”

“Udah gila ya?!”

Juyeon mengangkat bahu, mendusel pipi tembam Hyunjae perlahan, mendengarkan lirihan yang keluar. “Aku mimpi kamu datengin aku, terus kamu nindihin aku, kamu gesekkin organ intimmu ke aku yang cengok,”

“J-Juyeon..”

“Kayak gini, Hyung,” Juyeon mendemonstrasikan bagaimana cara kerja Hyunjae di mimpi. Celana kain bertemu celana jeans, dua penis terbungkus digesek sangat pelan. Meloloskan desahan. “how is it Hyung? Enak kan?”

“G-Gila kamu, Juy!” Hyunjae menggeliat ke sana kemari, merasakan adik kecilnya terbangun menyesakkan celana dalam maupun jeans. “kita laki-laki, Juyeon!”

“Hm.. aku tahu,” jawab pemuda lain menjilat cuping telinga, menemukan sang kakak menggelinjang kegelian tanpa dia menghentikan gesekan. “tapi aku pengen coba sama kamu, hitung-hitung sebagai kompensasi lah,”

We’ll both dead if we try this, Lee Juyeon!”

C-mon Hyung,” rayu si adik, mengecup sudut bibir Hyunjae sebelum memandang ke netra cokelatnya. “buktinya milikmu bangun hanya karena gesekan kecil,”

“Semua orang bakal terangsang kalau kelaminnya disentuh, Juyeon!” desis pemuda manis tersebut berusaha melepaskan diri. Juyeon berdecak, menenggelamkan wajah tepat di ceruk leher, menghirup aroma sabun mandi beserta menstimulasi dari sana. “Ya Tuhan Lee Juyeon..”

One time thing, habis itu aku tidak akan mengganggumu lagi,”

Apakah omongan Juyeon dapat dipercaya? Apakah Juyeon bisa memegang ucapan sendiri? Jujur dalam lubuk hati Hyunjae, ia sering memikirkan bagaimana rasanya tangan besar Juyeon mendarat di celah tubuhnya, entah untuk menangkup pipinya, mencengkram pergelangan tangan, meremas dada (fyi, he works on his chest just in case Juyeon wants to lay his hand on him), menggenggam penisnya (yang mungkin akan tenggelam jika pemuda itu menggunakan telapak), atau memenuhi dirinya dengan beberapa digit jari panjang-panjang tersebut.

Oh tidak, lubang pengkhianat. It’s twitching inside his pants. Seperti tidak sabar agar segera diisi. Entah dengan apa.

Hyung?”

Hyunjae menggumam, ludah meluncur membasahi kerongkongan sambil beradu tatap. Juyeon nampak seksi, rambut cepak hitam memperlihatkan jidat, sorotan mata tajam serta sudut bibir datar terkesan galak. Padahal sebenarnya dia tidak galak, memang suka aja membuat poker-face.

Fine.”

Juyeon tersenyum tipis, mengganti ekspresi hot boyfriend menjadi soft boyfriend. And thanks to that, jantung Hyunjae dirasa maraton sepuluh kilo.

“Aku janji ini cuman sekali dan it will be our little secret,”

Um.. I doubt that.

. . .

Tidak ada pembicaraan lanjutan, hanya ada dua pasang tangan saling menjamah badan. Bibir kembali memadu kasih, menukar saliva dalam ajang perseteruan lidah. Hyunjae menyerah, membiarkan Juyeon memimpin permainan. Dia tidak menyangka pemuda itu lihai saat berciuman, sedangkan ia sama sekali belum pernah melakukan.

“Jadi begini rasanya ciuman sama kamu Hyung?” Juyeon menyuarakan pertanyaan sebelum menyatukan belah bibir lagi. Mengemut bagian atas maupun bawah, seperti diciptakan untuk dirinya seorang. “tipis tapi enak diemut,”

Si Manis mengerang tertahan, mendapati pujian picisan tersebut menyebabkan ia makin mengacung di area selatan. Lengan mengalung di sekujur leher sambil membalas lumatan. Napas menabrak wajah satu sama lain kemudian menggesek kejantanan tiada henti.

“Juyeon mmhh..” pinggul menghentak ke atas, mengisyaratkan ingin lepas. Kedua bukan sejoli melucuti pakaian secepat kilat, menyisakan kepolosan kulit bersamaan.

Juyeon meresapi pemandangan di bawah, menjilat bibir akan kondisi Hyunjae sekarang. Manik cokelat hazel setengah menutup, mulut mengeluarkan udara, pipi merona merah, bahkan sampai ke perut. Oh, jangan lupakan dada bidang yang terbentuk, bagai merayu untuk disentuh. Terutama puting mencuat tersebut.

“Aku sering ngebayangin gimana rasanya memainkan dadamu, Hyung,” dua telapak tangan besar nan panjang merayap dari perut, mengundang lenguhan halus serta getaran kecil di pori-pori. Sesampai di sana, ia meremas lembut, dan Hyunjae bersumpah, penisnya hampir memuntahkan cairan.

“Ahh.. J-Juyeon.. dadaku..”

“Kenapa Hyung?” tanya Juyeon memelintir pentil sebelah kanan tanpa memelankan pijatan di dada lain. “kamu pernah ngebayangin juga?”

“S-Sering..” jawab Hyunjae bersemu merah sambil memalingkan wajah, kini ia menggigit punggung tangan menahan desahan namun Juyeon menepis kecil, menatap tidak suka.

“Keluarkan suaramu, Hyunjae Hyung, no one’s home but us,” titah sang adik kini menapaki permukaan, mencicipi asin akibat keringat tapi tidak acuh, malah menggoreskan geligi lalu mengulum benda kecil tersebut.

FUCK!”

Juyeon memainkan puting tanpa ampun. Bibir menjepit seraya menggerakkan naik turun, seperti memakan permen. Hyunjae hendak menangis pada sensasi yang diberikan. Mengundang kejantanan menjadi lebih keras dan siap meluncurkan.

“J-Juyeon.. aah.. Juyeon.. deket..”

“Secepat itu?”

Hyunjae menggerakkan kepala ke sana kemari. Semakin Juyeon menghisap, semakin juga bolanya menguat. Oh, is he that sensitive? Dia terlalu memikirkan bagaimana lidah mengitari pentil tanpa menyadari tangan Juyeon berhenti meremas dada dan malah menyampir di penis. Menggenggam erat. “OH!” Kakinya menegang seketika. Persendian mendadak kaku, memberikan aba-aba pada Juyeon kalau dia mau keluar.

Seuntai tali putih terjun bebas mengenai perut yang mengencang. Juyeon melepaskan kuluman demi melihat. Menemukan kepala jamur kemerahan mengeluarkan sekali, dua kali, sampai tiga kali cairan hingga terkulai lemas. Hyunjae masih gemetaran, tak sanggup mengatakan apa-apa selain tersengal-sengal.

“Wow..”

“Diam Juyeon!”

Juyeon mencolek sedikit menggunakan telunjuk kemudian menaruh di indra pengecap. Dari dulu sangat penasaran pada rasa mani terutama milik sang Kakak. “Hm.. manis..”

Hyunjae mengerutkan dahi, dua jari ikut melakukan hal yang sama untuk dicicipi sejenak. “Mmh.. iya..”

“Habis makan apa?”

“Kue.”

Si Adik mengangguk paham, beberapa detik selanjutnya ia tersenyum miring. “Kamu nggak mau coba punyaku Hyung?”

Sekilas kepanikan mendera yang lebih tua. Sialnya, kejantanan kembali berdiri tegak setelah mendapat tawaran gila. Hyunjae membulatkan mata, jakun bergerak pertanda menegak ludah. “A-apa?”

Juyeon mencoba duduk, agak mengangkang menampilkan penisnya. Tangan sudah mengocok batang keras tersebut agar kakaknya tertarik. “Anggap aja makan permen,”

“Juyeon, it’s a dick not a candy,”

“Anggap, Hyung.”

Pemuda manis menghela napas kasar, diafragma masih naik turun sangat cepat, menetralisir detak jantung sekarang. Dia bangkit hati-hati lalu merangkak menuju tempat yang diinginkan Juyeon. “Oke, aku harus apa?”

“Pegang dulu, rasakan di tanganmu, baru kulum,”

Hyunjae menumpu badan menggunakan tangan kiri sementara yang kanan memegangi pangkal. Kuku-kuku lentik menggores permukaan mendapati desisan serta pergerakan kecil dari batang. Dia menyunggingkan senyum, mulai menggenggam dan bergerak ke atas ke bawah bertempo pelan.

“Mmh.. Hyung that’s good..” racau Juyeon memejamkan mata, pujian seperti meneteskan bensin di kobaran api, membuat harga diri Hyunjae melambung tinggi dan berniat berbuat lebih berani. Bibir tipis mencium puncak, merasakan geliatan akibat sentuhan, lidah tak lupa menjulur memberi jilatan. Dari lubang kecil menyusuri hingga pangkal. Juyeon mencengkram kain di bawah dudukan, apalagi saat Hyunjae melahap sedikit demi sedikit.

“Hmm..” gumaman berat sukses menaikkan intensitas nafsu sang adik. Satu tangan masih memegangi pangkal karena merasa tidak muat di dalam rongga. Hyunjae mencoba bernapas, supaya tidak tersedak aja sih. Mulut dia penuh tiada ampun. “hmm.. hmm… slrp..”

Desingan bunyi ludah sekaligus cara kakaknya menghisap membuat Juyeon nyaris menghentak pinggul untuk menyodok tenggorokan. Tapi dia masih punya hati, dia juga tidak mau kegiatan panas mereka terhenti setengah perjalanan hanya karena keegoisan diri sendiri. Juyeon mengeluarkan desahan, sedangkan Hyunjae sudah mengulum cepat setelah terbiasa. Mendapat riteme yang tepat, ia memainkan milik sendiri menyamakan kecepatan.

Fuck.. mulutmu Hyunjae..”

Hyunjae mengerang, menghisap rakus merespon nama yang lolos dari bibir Juyeon. Dia sangat menyukai apabila pemuda itu bersikap informal padanya. Bahkan kalau kejadian ini terulang lagi, dia mau Juyeon terus memanggilnya tanpa embel-embel Hyung.

“Haah…” Juyeon berdecak, “kamu suka dipanggil Hyunjae dibanding Hyung, huh?” rematan di surai biru sedikit tertarik di ubun-ubun, Hyunjae mengangguk dengan pipi menggembung. Juyeon menarik lumayan keras, mendengar rengekan dari kakaknya.

“J-Jngh..” selalu terbata-bata, selalu tidak dapat berkata-kata, begitulah Hyunjae saat tenggelam dalam kubangan gairah semata. Netra terlihat berputar ke belakang, menikmati Juyeon mengarahkan penis pada dinding kerongkongan. “kkkhh..”

Shit.. shittt..” Juyeon menarik keluar milik sendiri, menemukan pujaan hati terbatuk-batuk sebentar disertai koneksi saliva di antaranya, bahkan menetes jua di sudut bibir. Si Adik mendudukkan Hyunjae di pangkuan, langsung melumat belahan ranum di hadapan dengan tangan menyatukan kejantanan dalam genggaman.

“Juyeon..” lirih si Manis merengek, Juyeon hanya menggumam, mengecupi sebagian rahang lalu turun ke leher membuat bercak kemerahan. “how.. how we..”

“Gimana kita ngelakuinnya?” Hyunjae mengangguk pasrah, membiarkan tangan nista bermain di organ. Juyeon melumat secenti kulit lehernya, benar-benar membuat tanda di setiap celah permukaan. “punya kondom nggak?”

“Ya nggak lah!”

Juyeon menggumam, berpikir keras, barang kali mengingat apakah di kamar Sangyeon masih ada beberapa just in case leader mereka ingin bersenang-senang. “Di kamar Sangyeon Hyung?”

“Kamu gila?! Sejak kapan dia punya begituan?” si Adik mengendikkan bahu, entah mitos atau fakta kita tidak dapat memastikan.

Who knows,”

“Kamu bersih nggak?” tanya Hyunjae serius. Juyeon mengangguk.

Got tested two weeks ago, Hyung?”

“Yakan kita barengan, gimana sih?!”

Juyeon tak sadar tertawa kecil, mendusel pipi tembam pemuda di pangkuan. “Terus ngapain nanya haaahhh?” si Manis hanya menghembuskan napas panjang sembari mengerucutkan bibir, mendapat kecupan kilat menyebabkan ia merengek kembali.

“Aku serius Juyeon,”

Okay, okay, maaf. Jadi mau gimana? Lanjut?”

Yang ditanya mengangguk sangaaaaattt pelan, hampir tidak terlihat kalau Juyeon tak memperhatikan lamat-lamat. “Gimana kalau robek?”

“Ada yang namanya fingering, Sayang,” panggilan tersebut membuat pipi Hyunjae memerah bagai kepiting rebus. Menambah kegemasan di mata kucing Juyeon untuk memeluk kakaknya erat. “shit! Kayaknya aku bakal mati sebelum masukin,”

Please don’t.”

Okay,” Juyeon tergelak lagi, manik hitam berpendar ke seluruh ruangan ingin mencari sesuatu yang licin dan dapat digunakan sebagai pelumas. “um.. kita perlu cairan..”

Lube kan?”

“Yap,” sang adik menekankan huruf ‘p’ sembari memandang curiga, “Hyung punya?”

“Ada di kamar,”

“Hah?”

Hyunjae berdeham sedikit, menipiskan bibir sesekali mengedarkan pandang. “Um.. aku.. penasaran,”

“Penasaran terhadap?”

“Kalau seandainya kita akan melakukan itu,” jawab pemuda lebih tua semakin memerah. Bahkan sudah sampai ke area dada. Juyeon melongo sebentar, mencerna kalimat yang diutarakan.

“Kamu pernah ngelakuin sebelumnya?”

“Satu jari..” Juyeon masih menatap sangsi, mau tak mau Hyunjae mengaku, “tiga jari,”

“Wow..” si Kakak hendak menghajar adiknya apabila pembunuhan tidak mengakibatkan masuk penjara, ditambah seringaian mengejek atau menggoda tersampir di wajah tampannya. “baiklah, Hyung nyamankan posisi, aku ambil sebentar,” Hyunjae menggumam mengiyakan kemudian beringsut dari pangkuan, merebahkan diri seenak mungkin seraya menatap langit-langit kamar dengan cemas. Punggung Juyeon perlahan menghilang dari balik ruangan, menyisakan ia dalam keheningan serta perang bersama batin.

Is this right? Apakah ini diperbolehkan? Mereka tidak akan ketahuan kan? Apakah sehabis hubungan spesial ini mereka akan berpacaran? Tentu tidak, kamu mengharapkan apa sih, Jae? He’s straight, you’re straight. Well straight people never have shoved fingers in their ass, apakah sebenarnya dia belok? Kepada siapa kalau cuman karena Juyeon saja.

Terlalu banyak pikiran berkecamuk membuat ia pening dan tidak mau memikirkan banyak hal. Those can wait and they’ll figure it out later. Juyeon melangkah ringan menuju kasur yang ditempati, langsung memposisikan diri di tengah-tengah kaki.

Hyung, kalau sakit bilang ya!”

“Sebentar dulu!”

Juyeon berhenti melumuri jemari, menaikkan satu alis. “Kenapa?”

“Kamu nggak jijik, Juy?”

“Jijik karena?”

“Aku cowo dan punya ini,” Hyunjae menunjuk kejantanan yang setengah menegang, “dan selama aku kenal kamu, kamu suka cewek, Juyeon,”

Pemuda rambut cepak tersebut memutar mata malas, bergerak menindihi figur montok di bawah kukungan lalu mendaratkan kecupan manis di bibir tipisnya. “Aku memang suka cewek, tapi aku juga suka kamu,”

“Bercanda..”

“Yee terserah deh Hyung mau ngomong apa, yang jelas aku dari dulu pengen ngelakuin ini sama Hyung,” balas Juyeon tidak mau kalah. Dia kembali ke tempat semula, menarik pergelangan kaki Hyunjae dan menekuk mereka di atas dada. Hyunjae langsung panik, lubangnya berdenyut kaget. “Rileks, Jeje,”

Oh no. Not the pet name.

Satu jari terasa dingin saat bersentuhan dengan kerutan otot liang, Hyunjae mengambil napas panjang berusaha santai tapi sentuhan kecil-kecilan Juyeon malah membuatnya makin gugup.

Open up for me, Jeje..” rayu Juyeon menekan-nekan perlahan, ujung kuku mulai masuk, sementara ia bersorak dalam hati sebab berhasil menginvasi sampai buku jari. “good.. good.. enak Je?”

Hyunjae mengangguk, asing dan terlalu tebal, berbeda sekali dengan jarinya kemarin. Namun sensasinya jauh lebih enak dibanding pengalaman sendiri. Dia mendadak menggenggam seprai saat jari yang dimaksud bergerak sangat pelan, menggores dinding, membuat gerakan memutar. Penis kembali tegak begitu kuku berhasil menekan bundelan sensitif di dalam. “U-Uwah!”

Gotcha, Baby.”

Satu jari berganti dua, berganti tiga, bergerak seluwes mungkin mempersiapkan sarang. Hyunjae sudah berantakan dari awal Juyeon menggoyang, padahal baru jarinya, belum juga yang lain. Rasa penasaran maupun keinginan terpendam telah dipenuhi sehingga pemuda manis tersebut tidak sabar lagi.

“Juyeon, cukup.”

“Belum, Sayang.. punyaku besar loh..”

Ya iya sih, yang bilang punya dia kecil siapa. Kakaknya bisa melihat kok dengan jelas. Tidak perlu diwanti-wanti. Namun, kepala Hyunjae penuh banget sama nafsu, betul-betul ingin sekali dimasukin sekarang. “Udaaaaaahhhhh..” senjata terakhir yaitu rengekan panjang. He felt so loose already.

Okay, okay,” Juyeon menarik tiga jari keluar mengakibatkan liang berkedut hampa. Dia mengutuk dalam hati seraya meraih pelumas, melumuri kejantanan sebanyak mungkin tanpa melepaskan perhatian dari Hyunjae. “Kalau aku mati, kamu bakal ikut sama aku,”

Hyunjae mendengus, “Nggak akan ada yang mati, Juyeon, cepetin!”

Mahkota bergerak mengitari lubang dan Hyunjae mulai gemetaran. Antara takut dan antusias, beda-beda tipis. Kemana rasa percaya dirinya tadi? Sok-sokan dipercepat, tapi begitu mengetahui kepala penis hendak membobol, ia berpikir dua kali. “Pelan-pelan, Juyeon!”

“Demi Tuhan, diam sebentar, Je!” balas Juyeon agak membentak, Hyunjae langsung mengatupkan mulut sembari mengatur napas. Rileks.. rileks.. anggap aja itu jari-

“AH!”

Tidak. Tidak. RASANYA LEBIH SAKIT DARI JARI!

Hyunjae menggigit bibir kuat-kuat, mata telah menutup erat serta badan menggeliat menahan perih akibat peregangan awal oleh kepala. Wah! Dia nggak bisa membayangkan dirinya punya potensi untuk diinvasi benda asing. Terutama milik anggota The Boyz sendiri. Telinga menangkap geraman Juyeon, sementara ia setia meredam isakan hingga bibirnya berdarah.

“H-Hyung, masih hidup?”

“Hmm..” gumam Hyunjae berguncang hebat. Juyeon menghentikan aksi sejenak untuk melihat, panik menemukan sang kakak menangis. “nggak! Aku nggak apa, Juy,”

“Udahin aja ya.. kamu nangis Hyung!”

“Ya iya aku nangis, aku masih perawan, Juyeon..”

Juyeon bergerak hati-hati, masih menanam kepala belum mau memasukkan semua. Dia mencium bibir Hyunjae menyalurkan kasih sayang maupun kelembutan agar dapat mengalihkan rasa sakit. “Maaf..”

“Kepalamu udah di dalam baru kamu minta maaf?” tanya Hyunjae retoris, manik menatap pria di atas kemudian menghela napas, “tunggu aku rileks,” Juyeon mengangguk paham, hanya mengecup belah ranumnya berulang-ulang. Menumpu badan menggunakan tangan kanan sedangkan tangan kiri mengocok kejantanan. Hyunjae mengganti isak tangis menjadi erangan pelan. Lama kelamaan berubah desahan. Juyeon mengambil kesempatan memajukan pinggang, dan si Manis sigap mencengkram lengan. “Ya Tuhan..”

“Kerasa ya Hyung?” Juyeon meringis, sakit karena cengkraman, sakit juga dijepit di bagian selangkangan. Hyunjae melototkan mata, ingin mengomel tetapi sigap dibungkam oleh tautan manis. “tahan.. tahan.. dikit lagi..” selagi berkata Juyeon bergerak maju, menanam sampai pangkal tidak terlihat, benar-benar takjub pada kapasitas Hyunjae sekarang.

Pemuda lain merasa penuh terutama lingkaran otot yang tergesek benda lain. Panas dan perih lebih tepatnya. Dia sebetulnya belum terbiasa. Tidak mau malahan, hanya saja demi sang adik tampan kurang ajar di atas, ia memasrahkan segalanya. “Juy, sakit..”

“Iya aku tahu, makanya aku diem dulu,”

Kedua idol saling berpandangan, menyalurkan sesuatu kasat mata di antara mereka. Mungkin perasaan ingin memiliki? Ingin menjadi one and only? Tidak. Tidak. This is just sex talk. Mereka masih dirundung gairah sehingga otak tak dapat berpikir selain penis masing-masing.

Ciuman kembali mendarat, saling menyesap satu sama lain, memainkan lidah di rongga makan. Mengeksplor langit-langit serta mempersilakan saliva bertukaran. Juyeon mulai bergerak lagi, kecil-kecilan supaya tidak ada keterkejutan. Hyunjae melenguh, tak sadar ikut menggoyang, menikmati betapa muatnya milik Juyeon di dalam dirinya.

“Engh.. okay Juy.. gerak..”

Tanpa disuruh dua kali, tidak mau meninggalkan kesempatan, pinggul bermundur hingga kepala yang tersangkut, dia mencoba menghentak maju, menemukan Hyunjae langsung menarik seprai kuat-kuat sambil mengumpat. Respon tersebut memacu adrenalin Juyeon. Bergerak terus menerus tiada henti sesekali mendesah di leher pemuda lain. Telinga mendesing hanya mendengarkan suara Hyunjae berkali-kali memanggil namanya.

“Hahh.. ahh.. Juyeon!” teriak si Kakak lebih nyaring, Juyeon tahu kalau ia telah menemukannya, menyamankan posisi tangan memegangi pinggang Hyunjae hingga memerah untuk mengarah ke satu tujuan. “please please pleasee..”

Juyeon bernapas tidak tentu, mengeluarkan udara lewat mulut begitu merasa Hyunjae mengetat. Wah, sudah mau keluar aja kakaknya, membuat ia makin cepat menggoyang. Bunyi decitan kasur mengiringi setiap tusukan, terutama yang diciptakan penyatuan mereka di bawah.

Dia bahkan meneguk ludah saat melihat miliknnya keluar masuk, mengerang dirasa hendak tiba. “Hyung.. di dalam?”

“Enggak! Di luar!” meski otak dikabuti nafsu, Hyunjae masih ingat kalau kebersihan itu sebagian dari iman (?). Juyeon mengangguk saja, walaupun hati kecil menjadi kecewa sebab tidak dapat menyaksikan cairannya keluar dari lubang Hyunjae.

Hyunjae keluar duluan menyemburkan mani kedua. Terlalu kuat sampai ada yang mendarat di dagu. Sama seperti pertama tadi, tiga kali pelepasan barulah ia kelelahan.

“Juy.”

“Iya,” Juyeon mengeluarkan penis susah payah, menekuk kaki Hyunjae ke atas dada lagi sebelum memijat miliknya secepat mungkin. Pemuda surai biru berusaha bangkit untuk mengintip, mengatur napas sekaligus memainkan liang. Rentetan bahasa kasar meluncur bebas diikuti cairan putih tepat di lubang. Hyunjae membiarkan sang adik mengotori area privasinya, memejamkan mata sejenak, berniat rehat beberapa menit.

Juyeon merosotkan badan di sebelah si Manis, masih tersengal-sengal mencari ruang untuk bernapas. Kepala menoleh menemukan Hyunjae tidak banyak bicara. “Hyung..”

“Hm?”

“Oh, masih hidup.”

Pukulan kecil mendarat di dada bidang menyebabkan tawa renyah mengalir mengaluni pendengaran. “Gimana Hyung?”

“Gimana apanya?”

“Enak nggak?”

Hyunjae belum menjawab, napasnya terdengar sangat teratur. “Lumayan,”

“Kok lumayan?” pemuda rambut cepak bangun dan menindihi kakaknya, menuntut penjelasan lebih jauh. “One to ten,”

Ten.”

Hyung kamu kenapaaa?” tanya visual The Boyz menarik lengan yang menutupi sebagian wajah manisnya, Hyunjae menyeringitkan kelopak, berusaha supaya tidak kaget saat membuka. “did I do something wrong? Apa aku nyakitin kamu? Maaf Hyung aku juga baru-“

“Nggak Juyeon,” balas Hyunjae cepat, begitupula dengan rona merah di permukaan pipi. “it feels really good and I’m scared I want more,” bisiknya halus. Juyeon mengerjapkan mata, memainkan bibir pertanda berpikir.

“Kalau begitu.. ayo..”

“Kamu gila? Kalau ketahuan gimana?”

Juyeon mengendikkan bahu tidak peduli, “None of their business,”

Hyunjae mengerang frustasi, oh boy, sebegitu santainya Lee Juyeon dalam hidupnya. “Juyeoonn, what does it make us?”

A lover?”

Kali ini tetua keempat membungkam tiba-tiba. Menatap lurus pada keseriusan di netra feline milik Juyeon. “A what?”

A lover. Pasangan. Aku suka sama Hyung, Hyung mau ngelakuin lagi sama aku, berarti kita punya perasaan yang sama kan?” Juyeon memainkan helaian rambut biru yang menutupi kening, mengusap lembut. “kalau kamu mau sih,”

“Ini namanya guilt tripping ya Lee Juyeon!”

Tawa renyah nan berat menenangkan kembali terdengar, bersamaan Juyeon memandang sayang. “Masih ada waktu buat memikirkannya, Hyung, tapi jangan kelamaan juga nanti aku makin susah move on,”

Dia hanya mendapat tamparan kecil lagi di lengan serta pelukan yang erat. Tidak tahu apakah beneran diterima atau menunggu keputusan yang belum kunjung tiba.

Yang jelas, Juyeon berterima kasih pada pakaian Hyunjae serta mimpi basahnya yang berhasil mewujudkan keinginan menggagahi pemuda manis di kukungan.

Impossible wish list yang akhirnya tercoret.

Btw. Hyunjae nggak cross-dressing, itu pakaian uni-sex tapi memang pada dasarnya mata Juyeon lagi capek akhirnya dikira kakaknya pakai baju perempuan.

Nggak apa. Rezeki nggak boleh ditolak.

Juyeon sangat menyukai jadwalnya hari ini.

. . .

part 4

. . .

“YAN! KUY TANDING!”

Juyeon hampir menjatuhkan benda elektronik di tangan begitu telinga menangkap seruan berupa ajakan dari teman-teman sekelas. Dia buru-buru menyimpan ponsel ke dalam saku celana seraya berdiri, tak lupa meregangkan badan terlebih dahulu.

Subhanallah.. Dean cakep banget sih..

Ih iya.. dia ndak mau nyari cewe gitu?

Bisikan -more like gosipan– menggelitik saraf gendang telinga, dia berusaha untuk tidak tersenyum, hanya memalingkan wajah supaya tidak kelihatan menguping.

Dean sepopuler itu ternyata

“Gimana nih? Tanding basket apa voli?”

“Basket aja,” usul Juyeon sebab memang menyukai basket. Satu hal yang tidak diketahui kalau Dean Winata adalah pemain voli terbaik di Dawn School Surabaya.

Teman-temannya saling berpandangan. Cukup aneh pada usulan tersebut.

“Bukannya kamu jago voli, Yan.”

Oh shit. Juyeon merutuk.

“Ahh, nyari suasana aja aku, bosen voli mulu,”

“Kamu habis kejedot tembok, Yan?” tanya salah satu teman lain, “kamu kan ndak suka basket,”

Waduh si Dean nyusahin aja.

“Ya apa salahnya nyoba?” balasnya kembali sembari mengendikkan bahu. Satu lingkaran pertemanan pun tak mau lama-lama ambil pusing dan memutuskan mengikuti usulan Juyeon. Setelah mendaftar, mereka langsung melawan kelas IPS 1.

Juyeon memeriksa loker Dean, bernasib mujur ada baju olahraga di dalamnya. Tanpa basa-basi, ia langsung saja membuka kancing seragam sekolah, menanggalkan tak tahu menahu.

“Woalah si Jancok tebar pesona!”

Pemuda surai hitam melirik ke sana kemari, mendapati siswi-siswi perempuan telah berpaling dan bersemu merah. Dia diam saja, memasang kaos olahraga kemudian menutup loker.

“Ckckck, oke juga teman kita nih..” Juyeon dirangkul sepanjang perjalanan menuju toilet cowok. Mendengarkan ocehan-ocehan temannya tentang kepercayaan diri menampakkan aurat di lorong kelas.

'Hm, kayaknya Dean jaim ya?' batin si pemuda dalam hati. Menurut pembicaraan dari mereka, mungkin Dean adalah cowok kalem yang tidak pernah berbuat macam-macam.

Bisa dilihat dari reaksi teman satu jurusan yang terkejot-kejot, haha.

“Oke, hari ini kita ngelawan anak IPS 1, dan jangan lupa ada Rakha di sana, atlit basket provinsi,”

Juyeon menggumam-gumam ketika timnya melakukan pemanasan sambil mengatur strategi. Dia hanya menutup mulut selagi meregangkan badan. Enak rasanya setelah kaku beberapa jam.

PRIIIITTT

Bunyi peluit memberi aba-aba agar pemain memasuki lapangan. Sekolah tampak seperti arena basket internasional dilihat dari penonton yang berkurumunan. Juyeon mengedarkan pandang ke seluruh penjuru, menarik senyum tipis ketika netra mendapati Hyunjae tengah merengut di tempat ia berpijak, bersama teman-teman sekelas.

Manis sekali kekasihnya.

Pluit kedua dibunyikan dan ia bersiap-siap. Adrenalin terpicu karena ia sedang ditonton Hyunjae. Ingin memberikan penampilan terbaik pada pemuda manis itu.

Dentuman bola basket bertemu semen lapangan mendesing di telinga Juyeon. Dia begitu fokus hendak memenangkan permainan. Beberapa kali berhasil mengecoh lawan main, melompat melakukan slam dunk mendapat sorakan meriah. Senyuman miring terpampang nyata semakin mendorong semangatnya untuk menang.

Suasana mulai memanas, kelas IPS 1 mengerahkan seluruh tenaga. Mereka sempat terheran-heran kenapa Dean begitu jago dalam pertandingan basket biarpun pemuda itu tidak menyukainya.

Juyeon mencetak skor angka 3, kawan se-tim langsung memboyongnya. Mata tidak pernah lepas dari sosok Hyunjae yang tersenyum manis. Seandainya memeluk Hyunjae tidak menjadi tontonan aneh, sudah pasti ia lakukan sejak tadi.

Waktu menyisakan 10 menit dan mereka beambisi menghabisi menit-menit terakhir. Lawan main tampak kewalahan tetapi berhasil mengejar skor 2 kali. Juyeon memberi aba-aba pada teman yang membawa bola, siap menangkap. Rakha sigap menghadang.

Keramaian ricuh melihat dua atlit berbeda cabang saling dorong-mendorong. Ketika ada kesempatan, Farel selaku pemegang terakhir melempar ke arah Juyeon. Bola melambung tinggi, begitupula tangan-tangan yang hendak mengambil. Rakha menyenggol badan Juyeon agar menyingkir mengakibatkan sulung Winata tersungkur di atas semen.

“KAKAK!”

Juyeon mengerang kesakitan, ah sial! Apa anak SMA jaman sekarang sebarbar ini hah?! Pertemuan kulit dengan kasarnya lapisan lapangan berhasil menggores permukaan. Menyebabkan pendarahan yang tak sedikit.

Permainan dihentikan untuk menolong Juyeon. Hyunjae panik tidak ketolong pada kondisi sang kekasih.

“Maaf,”

“Kamu ngapain minta maaf, cok? Si Rakha kampret yang salah!”

Pemuda itu meringis pelan, mendapati kapas dibasahi air menyapa luka di sana. “Kayaknya dia marah gara-gara aku nyetak skor,”

“Lah? Emang kenapa? Bagus dong kamu menangin pertandingan,” jawab Gusti kesal. Hyunjae setia mengatupkan bibir, duduk di samping kakaknya yang dikerumuni.

Rasanya pengen dia tendang aja pelaku pendorong Juyeon! Bisa-bisanya bermain tidak sportif.

“Kita menang tapi aku kok ndak merasa menang, ya,”

Juyeon tidak begitu memperhatikan obrolan kawan-kawan sekelas. Dia memandang ke arah Hyunjae dan pelan-pelan menggenggam tangan mungil si adik.

Hyunjae tersentak, membulatkan mata saat beradu tatap. Pemuda lebih tua dua tahun itu mengulas senyum manis.

“Khawatir ya?”

“Siapa yang nggak khawatir liat kamu jatoh didorong anak kecil,” desis si manis menggertakkan gigi supaya tidak didengar aja sih. Juyeon tertawa kecil, mencubit hidungnya gemas.

“Kakak nggak apa kok, Dek..”

Pemuda lain berani menoyor kepala kakaknya main-main. Membiarkan Juyeon mengaduh kesakitan dari dua sisi.

“Yan, kamu istirahat aja ndak usah ikut main,”

“Iya, Yan. Biar Dion aja yang nemenin,”

“Yon, kamu ndak ikut apa-apa kan?” Hyunjae menggeleng pelan, agak takut dengan aura teman-teman kekasihnya. “nah yaudah, kamu temani Yayan aja di sini ya,”

Sekali lagi Hyunjae hanya merespon tanpa verbal. Anggukan kepala sudah cukup membubarkan lingkaran. Meninggalkan mereka berdua di ruang kesehatan bersama seorang petugas medis.

“Aku kasih antibiotik, Yan, biar ndak infeksi,”

“Iya Mas,”

Kini tinggal kedua sejoli menetap di ranjang. Saling bersentuhan bahu sampai keheningan melanda.

“Jae, I'm okay,”

Si manis menyandarkan kepala, menghirup aroma keringat Juyeon di pundak. Menenangkan banget. Bikin dia kangen, pengen manja-manja. Bukan sebagai adik tapi sebagai pacar.

“Ish, baru satu hari jadi orang lain rasanya capek banget,” keluhnya merasakan lengan panjang mengalung di pinggang, mendekatkan keduanya lebih erat, mendaratkan kecupan manis di pelipis.

“Jalanin aja dulu, Sayang, kan kamu nggak sendirian,”

“Kalau kita nggak kembali gimana?”

Juyeon menimang-nimang, ada gumaman di setiap detik ia berpikir. “Berarti kita memang disuruh tinggal di sini sampai nggak tau kapan,”

Hyunjae menghela napas, mendongak seraya mengerucutkan bibir, “Kalau aku minta cium, kamu kasih apa nggak?”

Pemuda tampan tersenyum lebar, mengangguk antusias sebelum mempertemukan bibir mereka dalam ciuman lembut. Hyunjae menyamankan posisi agar dapat menaruh lengan di sekujur leher, begitu pula tangan panjang Juyeon merambat ke pipinya.

“Mmh.. Juyeon..”

“Iya Sayang..” bisiknya pelan terus menerus menyerang. Hyunjae membuka belah bibir, lidah mengundang agar bertemu. Sementara Juyeon mengeratkan genggaman di rahang.

Sebelum nafsu mereka semakin naik, pemuda surai hitam memutuskan tautan menyisakan air liur tersambung di sela-sela. Memandang Hyunjae dengan tatapan liar, dan mengecup bibirnya.

“Ingat kita masih di sekolah, Jae,”

“Ughh..”

. . .

part 3

. . .

Di sisi lain, Juyeon menjalani kehidupan sebagai Dean Winata yang populer karena kepintaran serta statusnya menjadi anak dokter ternama di Surabaya. Ditambah nilai plus ketampanan dan sense of humor dari sang ayah membuat para wanita diam-diam jatuh hati padanya.

Selagi ia sibuk mencerna apa yang baru saja terjadi dengannya, ia tidak begitu mengindahkan candaan demi candaan di sekitar bangku. Dimana teman-teman selingkaran sedang berguyon entah membicarakan apa.

Seolah-olah mereka sudah tahu kalau dirinya lemot jika diajak berghibah sesuatu.

Jadi ya dia diam saja sambil mematri senyum apabila salah satu dari mereka melucu. Padahal sebetulnya dia juga tidak paham dengan pembahasan tersebut.

Ponsel tiba-tiba bergetar menandakan notifikasi, awalnya ia tidak berani membuka tapi siapa tahu dia mendapat clue terbaru tentang kehidupan Dean Winata lewat media sosialnya.

Grup chat terpinned kedua setelah Winata Family. Diberi nama 'East to West' yang Juyeon sendiri tidak tahu kenapa begitu. Matanya fokus membacai satu persatu pesan berbahasa Indonesia terdiri dari 2 laki-laki dan 1 perempuan.

Aahh.. apa ini sahabat Dean? Lantas yang di sekolah siapa? Hanya teman?

Juyeon menimang-nimang sejenak. Apakah ia bisa meminta bantuan pada mereka? Sepertinya tiga orang ini dapat dipercaya jika dilihat dari eratnya persahabatan mereka.

Maybe they could help?

. . .

PRESENT

BANG BOYZ' au 🔞

kyunyu version

***

Benar Chanhee duga. Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka kencang di saat ia masih meringkuk di dalam selimut. Netra bulat itu mengintip mendapati sahabatnya tengah tersenyum lebar sambil membawa sesuatu.

Not the kinky things again.

“Ji Changmin I swear.. AKU GAMAU PAKAI ITU!”

“Sstt! Jangan berisik kenapa sih?” tegur pemuda itu seraya menutup benda penghubung kemudian mengunci ganda. Supaya Sunwoo nggak bergabung aja sih, kan dia kesal kedapatan blowjob terus sedangkan anak itu bisa memasuki Chanhee.

Si Cantik masih misuh-misuh dalam material tebal, menatap kesal pada pemuda lain yang beringsut mendekatinya. “Aku gak mau nyuci lagi, Changmin..”

“Aku yang nyuci,” ujar Changmin meyakinkan, langsung menarik selimut penutup figur langsing tersebut dan menjatuhkan rahang. “God.. Chanhee!”

“Kamu tau kan aku selalu begini di kamar?”

“Tapi..” Changmin menelan ludah, memandang minat pada kaki jenjang yang tidak terbalut apa-apa sampai ke celana dalam renda berwarna merah muda itu. “tapi nggak gini juga!”

“Katanya mau hadiah,” balas Chanhee merah padam, buru-buru merapatkan kedua kaki, merasakan pori-pori tersapu dinginnya AC kamar.

Changmin mengerjapkan mata beberapa detik sebelum menyeringai, “Oh.. jadi ini hadiahnya?”

“Kalau nggak mau, yasudah sana pergi!” usir pemuda cantik tersebut berbaring kemudian membalikkan badan menghadap dinding. Entah sengaja atau tidak memperlihatkan bagian belakang yang tidak ditutupi apa-apa. Jantung Changmin berdebar-debar, apa karena nafsu atau rasa sukanya pada Chanhee? Tidak tahu, yang jelas dia sangat menyukai hadiahnya sekarang.

Chanhee membeku begitu sebuah beban terasa berat di samping, ia tetap kekeuh memejamkan mata meski tangan-tangan nista mulai menggrayangi perlahan.

“Makasih, Sayang..” bisik Changmin tepat di telinga, memberikan kecupan kecil lalu turun menuju leher. Chanhee gemetar saat jemari dingin menyapa kulit hangatnya, mengelus perut rata sesekali merayap ke dada. “best present ever,”

“Changminh..”

Changmin mendekatkan diri, menabrakkan gundukan keras miliknya tepat di tengah -tengah bokong Chanhee, hidung mencapai pundak sekaligus menghirup aroma sabun mandi dari sana.

Chanhee menaruh telapak tangan di punggung tangan milik sahabatnya, meremat perlahan sesekali melenguh kecil, ia membalikkan kepala sedikit mendapati Changmin masih mengecupi bahunya.

“Aku udah siap dari tadi..” gumam si cantik bernapas lewat mulut. Changmin tersenyum seraya mengangguk, mendaratkan ciuman di rahang kemudian membalik posisi mereka hingga ia berada di atas.

Siapa yang bisa menggantikan pemandangan ini tiap saat? Chanhee dengan rambut hitam terusak, tatapan lembut nan pasrah, serta bibir merah muda membuka mengeluarkan karbondioksida karena tak cukup menghela melalui hidung.

Younghoon tidak akan tahu seberapa menawannya Chanhee di bawah kukungan. Sayangnya, hanya Changmin dan Sunwoo yang dapat menikmatinya.

“Liatin apa?” tanya si cantik menegur, Changmin tersadar dari lamunan, tidak lupa menyampirkan senyum menggoda, membantu Chanhee menanggalkan kaos.

“Liatin kamu dong, emang siapa lagi?”

“Berenti gombal,”

That's my speciality,” jawab Changmin sembari mengecup bibir pemuda manis itu sayang. Chanhee diam saja, kalau seandainya dia tidak menaruh hati pada Younghoon, dia pasti akan membalas perasaan pemuda ini.

Sepasang tangan beserta sepuluh jari mulai meraba setiap celah permukaan kulit. Menyebabkan aliran nadi terasa mengalir cepat bagi Chanhee. Terutama bagian jantung.

“Min, cium..”

Changmin tergelak setelah menjilat perutnya, bangkit setengah badan untuk mempertemukan bibir mereka. Chanhee langsung mengukung pinggangnya menggunakan kaki, mendekatkan kejantanan bersamaan.

“Kamu abis makan permen ya?”

Rona merah memuncah di pipi, menambah kemanisan tiada tara sehingga pemuda rambut dua layer tersebut mengecup bantalan empuk berulang-ulang, “It tastes sweet,”

“Aku makan permen mint by the way,”

Still sweet for me,”

Belajar darimana Ji Changmin jadi suka menggombal kayak gini? Kasihan jantung Chanhee sedari tadi degub-degub. Belum lagi bagian selatan menyita perhatian minta dipuaskan.

“Ngh.. C-Changmin..” erang si cantik menemukan sepuluh jari Changmin merayap ke bawah. Menyapa miliknya serta liang yang agak basah.

Changmin menaikkan satu alis, “Choi Chanhee jangan bilang-”

Kali ini giliran Chanhee yang menyengir malas, memalingkan wajah karena malu. “That's your present?”

Fuck.”

“Kamu nggak suka?”

“Ya suka lah!” teriak Changmin hampir mengeluarkan suara lumba-lumba, Chanhee tertawa kecil, mendapati kesenangan sahabatnya sangat lucu. “Boleh aku makan?”

“He eum..” jawabnya merilekskan badan. Pemuda rambut hitam lain tampak kegirangan. Kapan lagi si Choi Chanhee mau dimakan? Biasanya dia akan mengamuk apabila salah satu dari mereka berani menyentuh lubangnya dengan lidah.

Jantung keduanya sama-sama berdetak lagi. Yang satu menantikan perlakuan sang dominan, yang satu tidak sabar mencicipi setelah sekian lama menahan diri.

Changmin menggigit paha dalam di hadapan, mendapat getaran kecil akibat rasa terkejut. Indra pengecap menjilat sebagai tanda permintaan maaf, sebelum membuat tanda kemerahan di sekitar sana.

Deru napas Changmin mengenai sisi liang, Chanhee meremat seprai dengan hati tidak keruan rasa. Berusaha menampilkan yang terbaik pada sahabatnya. “C-Changmin..”

“Hmm?”

“Kamu.. nggak jijik kan?”

Sebuah jilatan panjang tercipta membuat Chanhee nyaris lompat dari kasur. Apa yang baru saja terjadi? Kenapa dia tiba-tiba merasa lebih basah dari sebelumnya?

“Kalo aku jijik aku nggak bakal sesenang ini, Sayang,” ujar Changmin memberikan senyum lalu melayangkan kecupan di gundukan keras terbalut kain celana dalam. “ini nggak apa disembunyiin?”

“Ya di-unboxing dong,” balas Chanhee tak kalah sewot, “namanya juga hadiah,”

“Hmm nggak deh, kayaknya hot juga lihat kamu klimaks di celana,”

Dasar Ji Changmin mesum! Siapa yang bilang temannya polos huh? Tidak! Dia itu titisan dewa sex, setiap malam selalu aja ada permintaan aneh.

“O-Oke..” Chanhee tak dapat berkata apa-apa selain bersemu, seberapa banyak dia merona gara-gara kelakuan sang sahabat? Tidak terhitung kayaknya.

Pemuda lebih muda melanjutkan pekerjaan. Menikmati sajian di depan, memberikan servis terbaik untuk Chanhee seorang. Terbukti dari cara submisifnya bergerak tidak beraturan, menarik surai hitamnya sesekali mendesah nyaring.

Telinga mereka hanya menangkap bunyi kotor antara campuran air liur dan pelumas bekas Chanhee mempersiapkan diri. Changmin terus menerus memakan tiada henti, menggumam di sela-sela pekerjaan apabila otot berkontraksi.

“Aah.. Changmin s-stop!”

“Kenapa?” tanyanya, Chanhee menggeleng-geleng, menunjukkan bahwa ia ingin keluar jika dilihat dari precum yang membasahi celana. “tapi aku belum puas,”

Just fuck me already!”

It's my birthday, Chanhee,”

“Bentar lagi udah habis masa berlakunya, cepetan!!”

Mau tidak mau, Changmin menjadi misuh, sempat meludah mengenai liang karena kesal, mendengarkan rengekan temannya. Dia bangun bertumpu lutut, menanggalkan boxer dan cepat-cepat membalikkan badan Chanhee agar menungging.

“C-Changmin!”

“Kenapa? Mau protes?”

Si cantik menggeleng takut, memasrahkan diri di atas kasur. Kepala menoleh untuk melihat apa yang akan dilakukan pemuda itu. Ji Changmin menghela napas kecil, mengambil botol pelumas di bawah kasur.

“Nggak cukup ya?”

“Mau robek?”

“Nggak..”

“Yaudah, diem.”

Chanhee mengerucutkan bibir, memperhatikan bagaimana Changmin melumuri kejantanan dengan wajah tertekuk. Bahkan tega mengocok kasar batang sendiri hingga ia meringis tapi berhasil mempertahankan raut kesal lagi.

Pengen ketawa tapi Chanhee juga takut dirobek beneran.

“Changmin jangan kasar-kasar, ya..”

Changmin tidak menjawab, menuntun miliknya memasuki pelan-pelan. Rahang pemuda cantik terjatuh tanpa ada suara, mata mendadak terpejam akibat invasi tersebut. Punya Changmin sebelas dua belas sama punya Sunwoo tapi entah kenapa lubangnya belum terbiasa sama sekali.

Fuck.. mmmh..” Chanhee menandakkan kaki, kepala terbenam di bantal menahan erangan akibat peregangan diameter sang sahabat. Dia menarik napas, menghembuskan napas lewat mulut. “p-padahal aku udah.. ngh.. udah preparing,”

Tangan meremat pipi bokong, diiringi desisan nikmat dari mulut Changmin. Pemuda itu menempelkan dada di punggung si cantik, menerpa indra pendengaran dengan napas sendiri. “Perasaan baru kemaren Sunwoo main sama kamu, Hee,”

“Tiga hari yang lalu, Changmin,”

“Tetep sempit kayak perawan,”

Kalau saja bukan karena hadiah ulang tahun, sudah pasti mulut Changmin kena imbas.

“Gerak.”

“Yakin?”

Chanhee mengangguk, pasrah deh itu lubangnya gimana dia nggak mau mikir. Besok mereka masih ada acara dan Ji Changmin brengsek ini malah minta yang aneh-aneh berkedok kado ulang tahun.

“Aku gerak ya, Sayang?”

“Yaa..”

Changmin menatap kondisi Chanhee sekali lagi sebelum memundurkan pinggul hingga hanya kepala saja yang masih tertanam. Dia menghentak maju membuat Chanhee menjerit nyaring. “Dah ketemu, Hee?”

Pemuda cantik tersebut mencengkram seprai kuat-kuat, mengangguk-ngangguk tak bisa berkata apa-apa. Nggak Sunwoo nggak Changmin, berhasil aja mereka menemukan titik sensitifnya. Atau prostat dia aja yang nggak ada niatan buat menjauh?

“Ngah.. ahh.. Changmin..”

“Jangan diketatin gitu, nggak bisa gerak akunya-” ringis sahabatnya sambil menggoyang. Dia menggigit bibir melihat bagaimana kejantanannya keluar masuk di sana, menciptakan suara-suara kotor yang dapat merangsang orang di luar kamar.

Hah. Nggak apa. Biar Younghoon ikutan dengar.

Perasaan posesif menghantui Changmin, seketika ia mempercepat tempo agar Chanhee semakin menjerit lebih keras. Dia ingin semua orang tahu kalau laki-laki cantik yang sedang digagahinya ini hanya dapat dimiliki oleh dia seorang.

Oh. Dan Sunwoo juga.

“Aah! Mmmf..” pikiran Chanhee mendadak kosong karena pergerakan luwes sang dominan. Badannya ikut bergerak sesuai irama Changmin ditambah rasa sakit si adik yang tertahan kain. “C-Changmin.. buka..”

“Nggak mau.”

Chanhee membawa tangan menuju selatan namun sayang Changmin menahan kemudian mencengkram pergelangan tangan di sisi kepala. Dia hendak menangis pada stimulasi berlebihan tersebut. “Changmin please..”

“Nggak.”

“S-Sakit..”

Changmin tetap pada pendiriannya, sambil terus menggoyang, ia menggigit bahu sahabatnya agak kuat. Chanhee melolong kesakitan, tapi di sisi lain dia juga keenakan. Ah! Pokoknya dia nggak bisa berpikir selain milik Changmin keluar masuk di lubang.

“Aku mau keluar..”

“Jangan di dalam!”

“Nanti kubantuin bersihkan,”

Tidak ada sahutan berarti Chanhee setuju. Tusukan makin terasa brutal, begitupula perih akibat regangan. Changmin sampai dalam beberapa kali genjotan dan melukis dinding silky tersebut dengan cairan putih.

Chanhee terengah-engah, tenggorokan mendadak kering sebab banyak menjerit. Dia melirik ke bawah mendapati celana dalamnya tercetak bekas dirinya sendiri.

Hebat kan? Dia bahkan klimaks tanpa disentuh sama sekali.

Changmin menarik pinggul mengeluarkan penis, diikuti mani yang bergerombol mengaliri paha si manis, hampir saja dia terangsang lagi kalau tidak ingat besok masih bekerja.

“Jahat.” itu saja ucapan Chanhee setelah ambruk, capek kelamaan menopang badan. “sepraiku kotor kan..”

“Nanti aku cuciin..”

“Lubangku sakit,”

“Nanti aku obatin,”

“Bersihin sekalian,”

Dia mengangguk sembari menepuk bokong Chanhee lembut. “Anything for you, Chanhee Sayang,”

Si Cantik hanya melempar senyum, netra hendak terpejam saking lelahnya. Padahal mereka baru main satu ronde, biasanya juga lebih dari dua. Mungkin faktor comeback membuat ia lebih cepat ngantuk dari biasanya.

“Kamu tidur duluan, sambil aku bereskan,”

Chanhee baru mau terpejam jika saja tidak ada gedoran keras menimpa pintu kamarnya sekarang.

“KALIAN KOK MAIN TANPA AKU?!”

Kim Sunwoo sudah pulang sepertinya.

. . .

Happy Birthday Ji Changmin Sayang

Dari noname