Yang tak dipilih biasanya mencintai lebih banyak
“Gak ah, gue mau goler-goler di kamar aja, males. Bye Seok jangan ganggu me time gue sama film-film Gibhli gue hari ini, lo welcome kalo mau join di apart gue”
“Hadeh lo bener-bener ya, lengket banget di apart tiap weekend. Yaudah tar siangan gue mampir deh, sekarang masih pagi, gue berenang dulu baru mampir kesana. Bye Won!”
“Bye Seok”, dan sambungan telepon terputus.
Jam dinding baru menunjukkan pukul tujuh pagi, namun sosok berkacamata itu sudah bangun dan duduk di atas sofa beludru berwarna red wine yang barusan dibelinya bulan lalu karena diskon akhir bulan besar-besaran di IKEA, cowok itu menyesap pelan teh darjeling yang diseduhnya barusan. Nampak asap tipis masih mengepul dari cangkir mungil berwarna putih tersebut. Netranya menatap ke arah luar, dari jendelanya dapat terlihat langit yang berwarna kelabu, dan awan-awan tebal yang menggumpal menimbulkan gumpalan kapas gelap di langit pertanda sebentar lagi nampaknya turun hujan yang cukup lebat. Dan betul saja, tak lama kemudian,tetesan air hujan terlukis di jendela kacanya membasahi Jakarta pagi itu. Sempurna pikirnya, ini weekend dan hujan, saatnya bergumul seharian di dalam selimut sambil marathon film-film lawas Ghibli studios.
Namun alisnya mendadak mengerut, menatap ke arah kalender yang tergantung di dinding apartemennya yang berwarna coklat muda. Ah, hari ini 11 Januari?, batinnya dalam hati. Tangan mulus berkulit pucat itu meremat pelan ujung sweater Gucci berwarna hitam yang dikenakannya. Sebuncah emosi merayap pelan dari dasar hatinya, memaksa otaknya merewind memori beberapa tahun silam, membawanya kembali kepada satu nama yang sampai saat ini masih menduduki tempat spesial di hatinya.
” Happy Birthday Kim Mingyu...“, gumam Wonwoo lirih. Gulungan memori berputar di kepala Wonwoo, bibirnya membentuk senyum tipis. Kim Mingyu, nama yang selalu membuat Wonwoo cukup salah tingkah. Selalu ada gelenyar aneh yang menjalar di hatinya ketika telinganya mendengar nama itu. Kata orang, yang tak pernah dimiliki memang biasanya akan lebih membekas. Mingyu memang bukan mantan pacarnya, bukan pula sekedar teman biasa. Kalau Wonwoo disuruh mendeskripsikan apa statusnya Mingyu dalam hatinya, Wonwoo sendiri juga bingung, an ex-maybe? ex-almost? ex-something? .
I knew i was playing with fire when we met, so i couldn't blame you when i got burned – Bridget Devoue
Wonwoo ingat, 7 tahun lalu, hari itu hari pertamanya masuk SMA, seminggu setelah ia officialy menjadi anak rantau di kota yang dijuluki kota bunga tersebut. Sebenarnya, Wonwoo cukup khawatir takut kalau-kalau hari pertamanya tidak berjalan dengan lancar, namun pikiran itu ditepisnya, ditutupi dengan semangatnya yang semakin membuncah, seiring dengan langkah kakinya yang semakin dekat menuju ruang kelasnya di pojokkan lantai dua dengan pintu berwarna hijau muda.
“Won, Pak Peter lama banget ceramahnya. Aku kebelet pipis tapi takut mau izin sama kakak-kakaknya”, cowok bermata sipit itu berbisik di telinga Wonwoo. Wonwoo menoleh ke arah Soonyoung yang berdiri di belakangnya, cowok itu baru saja dikenalnya pagi ini saat tadi pagi sebelum kelas dimulai ketika Wonwoo baru kembali dari toilet, Soonyoung sudah mengisi kursi di sebelahnya. Dan sekarang mereka sedang upacara penyambutan siswa baru, berjejer per barisan sesuai kelas, Wonwoo dan Soonyoung berada di barisan kelas X-L. Beruntungnya matahari di kota ini tidak seganas di kota asal Wonwoo, bahkan ketika Wonwoo bangun jam 5 pagi tadi, nafasnya mengepul membentuk uap saking dinginnya kota ini.
“Sabar ya Nyong, tahan dulu, ketimbang ntar dimarahin sama kakak OSISnya”, balas Wonwoo yang dibalas dengan anggukan pelan oleh Soonyoung, takut terciduk ngobrol saat upacara oleh kakak kelas yang berjaga di sekitar barisannya. Wonwoo sendiri bosan, bosan mendengarkan ceramah yang disampaikan kepala sekolahnya yang berdiri di podium lapangan sekolahnya. Kakinya bergerak-gerak gelisah, menhilangkan penat akibat berdiri terlalu lama. Udah satu setengah jam nih, batin Wonwoo. Matanya melirik jam tangan berstrap warna cokelat di tangan kirinya. Ketika matanya mengedarkan pandangannya lebih luas, matanya mendadak terhenti pada sesosok jangkung yang sedang berdiri di bawah pohon dengan beberapa cewek yang berdiri di sekitarnya. Wonwoo mengernyit, berusaha memfokuskan pandangannya untuk mendapat gambaran wajah yang lebih jelas, namun sia-sia, yang bisa ditangkap Wonwoo hanya kulit tan dan tubuh jangkung dari cowok itu.
Should've known that you'd bring me heartache..
Wonwoo bisa bersumpah lagi-lagi dia melihat senior jangkung itu disekitaran kelompok MOS (Masa Orientasi Siswa)nya. Bukan sekali-dua kali Wonwoo memergoki cowok itu melirik ke arahnya, dengan tatapan yang sulit diartikan. Mau kenalan? pikir Wonwoo, namun segera ditepisnya pikiran tersebut, takut kegeeran. Dan ketika sesi untuk meminta tanda tangan kembali di buka, Wonwoo menggerutu.
“Jun, sumpah aku males banget gontok-gontokkan demi minta tanda tangan, cari yang gak terlalu hits aja yuk, yang semacam Kak Jeonghan sama Kak Seungcheol gitu skip dulu aja, biar ga buang-buang waktu. Aku masih kurang 10 nih ttdnya”, Wonwoo menyikut Jun, teman yang dikenalnya bukan karena sekelas tapi karena sekelompok saat pembagian kelompok MOS, sambil menyiapkan buku tanda tangan khusus yang sudah disiapkan oleh panitia MOS OSIS selama masa orientasi. Buku itu bersampul kuning dengan cover yang wajib digambar oleh para siswa baru dengan wajah kakak OSIS favorit selama masa orientasi, dan selama seminggu mereka akan diberikan jam-jam tertentu untuk hunting tanda tangan senior OSIS yang bertugas selama masa orientasi. Tentu saja tidak gratis, biasanya para senior akan balas mengerjai junior-juniornya sebagai harga yang harus dibayar untuk mendapat tanda tangan mereka.
Wonwoo pernah melihat Soonyoung harus menggombali pohon demi mendapat tanda tangan Kak Jihoon, senior yang dibilang Soonyoung galaksi, galak tapi seksi. Wonwoo tertawa saat itu, karena kata Kak Jihoon, Soonyoung harus gombal sampai pohonnya balik membalas gombalan dari Soonyoung. Di waktu yang lain, Jun pernah harus memimpin jingle MOS lima kali dengan tempo super lambat di tengah lapangan demi mendapat tanda tangan dari Kak Minghao. Wonwoo sendiri, pernah disuruh keliling gedung serbaguna sekolah dengan kaki kirinya diikat dengan kaki kiri Joy lalu dengan tangan tergandeng disuruh meneriakkan “KITA BARU JADIAN LOH”, sampai 10x demi mendapat tanda tangan dari Kak Irene dan Kak Suho.
Jun mengangguk menyetujui ide dari Wonwoo, “Oke, aku juga gak mau disuruh aneh-aneh lagi. Ampun dah, kapok banget dikerjain Kak Minghao kemarin. Minta ke Kak Rowoon aja yuk, mana tau lagi baik dia, lagi sepi tuh dia di sana”. Mata Wonwoo mengikuti arah telunjuk Jun, Kak Rowoon yang wajahnya ia gambar di cover buku tanda tangannya terlihat duduk santai di pelataran depan kelas XI dengan tas medis tersampir di pundaknya. Ya, alasan Wonwoo menggambar wajah Rowoon di bukunya adalah karena Rowoon terlihat keren saat menolong Seulgi, teman sekelasnya yang pingsan saat latihan baris berbaris di hari pertama orientasi mereka.
“Karena kamu gambar kakak jadi senior favoritmu di cover depan, tanda tangannya gratis deh. Semangat ya MOSnya, hari terakhir nih. Jangan sakit”, Rowoon tersenyum sembari menyerahkan buku tanda tangannya kembali ke Wonwoo. Poni lepeknya hari itu tidak menutupi ketampanan cowok jangkung itu, Wonwoo setuju kalau Rowoon disebut-sebut sebagai calon pemenang Senior Terganteng di acara awards MOS malam ini. Setelah membetulkan rompi cokelat dengan tanda medis di dada kirinya itu, Rowoon kemudian berjalan pergi ke arah temannya yang memanggilnya untuk mengecek persediaan obat di UKS.
“Wah hogi lah kita, untung kamu gambar muka dia di cover bukumu Won. Hahahaha, ayo cari lagi, mau cari siapa?”, Jun menyeringai puas melihat tanda tangan Rowoon yang juga terbubuh di buku miliknya.
“Ke situ aja apa? banyak kakak kelas ngumpul”, tunjuk Jun ke arah pojokkan taman kecil di dekat gerbang masuk sekolah.
“Permisi Kak, mau minta tanda tangan”, Wonwoo menyerahkan bukunya ke tangan salah satu dari segerombolan senior yang duduk mengelilingi taman kecil tersebut. Sebenarnya Wonwoo dan Jun cukup merasa terintimidasi.
“Boleh, nanti dapet tanda tangan kita berenam kalau kamu mau nyanyiin jingle MOS sama salam kakak lima kali terus huruf vokalnya diganti a semua, i semua, trus u, e, o, berurutan”, seorang senior berwajah bule dengan nama Vernon tertera di badge dada kanannya. Wonwoo takjub, mendengar pelafalan Vernon yang fasih, ia sempat berpikir nada bicara Vernon akan terdengar seperti Cinta Laura.
“Gampang kan? Kita kasihan soalnya, uda mau deket deadline pengumpulan buku tandatangan nih. Jadi yang bagus ya, lumayan loh langsung dapet enam tanda tangan”, tiba-tiba terdengar suara berat yang berhasil mengalihkan perhatian Wonwoo dan Jun. Wonwoo mengerjap, cowok jangkung itu. Dan kali ini Wonwo bisa melihat dengan jelas pahatan di wajah senior itu, beserta badge namanya yang bertuliskan Mingyu. Dan cowok itu lagi-lagi menatap Wonwoo dengan tatapan yang sulit diartikan.
The saddest part of us is that my heart is yours from the beginning, but yours has never been mine
“Hyunjae, kamu tau gak itu siapa sih senior yang selalu ngikutin kelompok kita?”, Wonwoo berbisik ke cowok berambut coklat di sebelahnya. Cowok itu meletakkan botol minumnya kemudian menoleh ke arah senior yang dimaksud Wonwoo, “itu Mingyu, kakak gue Won. Kenapa? Suka?”, Wonwoo sontak menggeleng yang hanya dibalas dengan tawa tertahan dari Hyunjae. Oh, ya mungkin dia ngikutin kelompok aku gara-gara Hyunjae kali ya, batin Wonwoo. Hatinya berusaha mengenyahkan asumsi-asumsi lain yang Wonwoo sendiri tidak paham, kenapa juga dia harus punya asumsi Mingyu memberi perhatian lebih?
Tapi ternyata setelah masa orientasi berakhir pun. Mingyu masih muncul di hari-hari Wonwoo setelahnya. Satu hari, Mingyu muncul dengan Seungkwan, senior yang terkenal sebagai penyiar radio terbaik di sekolahan, untuk mempromosikan kegiatan osis di kelas Wonwoo. Wonwoo yang mengantuk, sontak terbangun setelah disenggol oleh Joshua, cowok blasteran teman sebangkunya yang baru setelah diatur ulang oleh wali kelas mereka. Dan saat matanya mengarah ke depan, Mingyu sudah melemparkan tatapan lurus-lurus ke arah Wonwoo yang duduk di bangku paling belakang.
Di satu waktu yang lain, ternyata Mingyu yang bertugas mengedarkan kantong duka di kelas Wonwoo. Wonwoo sempat bercerita mengenai Mingyu kepada Joshua, sontak Joshua menggoda Wonwoo hingga pipinya bersemu merah saat cowok jangkung itu mendekat ke meja Wonwoo untuk menagih uang duka. Yang digoda hanya menunduk malu, tak berani menatap Mingyu yang sekarang jelas sekali sedang melemparkan senyumnya untuk Wonwoo.
Wonwoo : Hai kak, salam kenal.
Mingyu : Hai, salam kenal juga. Intro?
Wonwoo : Halo Kak Mingyu, aku Wonwoo, anak kelas X-L
Mingyu : Oh, aku inget kamu. Kamu Jeon kan? Yang duduk di pojok belakang sebelah kanan?
Wonwoo terdiam, sebaris pesan yang diterimanya barusan berhasil membuat hatinya melonjak-lonjak kegirangan. Dia inget aku?, batin Wonwoo. Tak salah kemarin ia sempat meminta kontak Mingyu dari Hyunjae yang langsung menggodanya habis-habisan, walaupun Wonwoo berdalih hanya untuk menambah kenalan senior untuk ditanya-tanya. Pesan demi pesan, pertemuan demi pertemuan yang ntah disengaja ntah tidak berhasil menumbuhkan rasa di hati Wonwoo kala itu.
Wonwoo yang rela memutar jalan lebih jauh menuju kantin atau toilet asalkan lewat di depan kelas Mingyu. Wonwoo yang merasa jantungnya selalu menabuh genderang perang tiap kali sosok Mingyu berpapasan dengannya, di kantin, di gerbang masuk sekolah, di kapel sekolah, di laboratorium bio saat pergantian jam, dan sosok Mingyu yang selalu berhasil Wonwoo temukan saat semua siswa berbaris di lapangan untuk upacara bendera. Wonwoo tahu, matanya selalu otomatis mencari-cari Mingyu dimanapun ia berada.
We can deny it as much as you want, but in time, our feelings will show
Mingyu : Lagi ngapain Won?
Wonwoo : Lagi baca komik, kakak lagi apa?
Mingyu : Lagi chat adek kelas cakep
Wonwoo : Siapa tuh?
Mingyu : Sok-sok gatau deh. Padahal uda jelas banget nih, perlu dicapture biar lebih jelas?
Wonwoo : Gak mau geer ah. Mana tau banyak yang dichat.
Mingyu : Kamu doang Woonnn
Wonwoo : Kak, aku kemarin dikasih tau katanya kakak lagi deket sama Kak Eunwoo? Beneran?
Mingyu : Enggak lah, denger darimana kamu? Gosip aja Nuu, gausa didengerin. Kamu doang nih yang dekeeet
Wonwoo : Iyain aja deh
Wonwoo menutup wajahnya dengan komiknya, berusaha menahan dirinya supaya tidak menjerit setelah membaca chat Mingyu. Bohong kalau Wonwoo tidak kepikiran soal Eunwoo, tapi toh Mingyu sudah bilang kalau itu cuma gosip?
Cinta pertama mungkin definisi yang tepat untuk Mingyu bagi Wonwoo. Mingyu yang selalu tersenyum setiap mereka berpapasan, Mingyu yang selalu bisa mencari-cari topik untuk chat dengan Wonwoo, Mingyu yang keren saat bermain badminton, Mingyu dan 1001 jurusnya yang bisa membuat Wonwoo salah tingkah. Wonwoo menyukai Mingyu. Debaran di dadanya tak bohong, Wonwoo tahu ia menginginkan Mingyu lebih dari sekedar teman.
“Won, kamu lagi deket sama Mingyu?”
Dan harapan itu pupus, saat Wendy, senior cantik vokalis band sekolah yang dekat dengan Wonwoo sore hari itu mengunjungi Wonwoo di ruang ekskul dance.
“Iya kak, ya chattingan gitu sih, beloman ada pernah pergi bareng”, iya juga, kak Mingyu belom pernah ngajak pergi bareng sih selama sebulanan ini, suara kecil di hati Wonwoo mendadak protes.
“Kamu gak tau Mingyu kemarin nembak Eunwoo?”, dan Wonwoo mendadak merasa dunianya berhenti.
“Gimana kak?”
“Iya, Mingyu jadian sama Eunwoo, Won. Makanya aku bingung juga kenapa dia masih deketin kamu. Eunwoo sendiri yang cerita di kelas sama aku”, Wendy menatap Wonwoo khawatir, this isn't good batin Wendy, melihat perubahan ekspresi di wajah Wonwoo.
“Nanti, aku coba tanyain deh kak, makasih udah dikasih tau”, Wonwoo tersenyum lemah, mencoba menahan berbagai pikiran buruk dan hatinya yang sekarang terasa mencelos hingga ke dasar laut.
Wonwoo : Kak, aku mau nanya boleh?
Mingyu : Boleh lah, Wonnie mau tanya apa?
Wonwoo : Kakak, jadian sama kak eunwoo?
Mingyu : Kamu dapet gosip darimana lagi? Kan kemarin kakak udah bilang Eunwoo cuma temen.
Wonwoo : Bukan gosip kak. Yang ngasih tahu aku gak mungkin bohong sama aku. Kakak jadian?
Mingyu : Wonnie, itu cuma gosip ya? Gak usah didengerin.
Wonwoo : Kakak gak bohong? Beneran gak jadian sama kak Eunwoo? Jujur sama aku kak.
Aku gapapa.
Lies, Wonwoo tahu Mingyu bohong. Ia tidak tahu kenapa, tapi ia tahu Mingyu bohong. Mata Wonwoo berkaca-kaca, belum ada notifikasi dari Mingyu lagi setelah chat terakhirnya tadi. Cuma mainan kah selama ini?, suara kecil dari hati Wonwoo mencicit.
Mingyu : Sorry Wonnie, tapi iya, kemarin aku nembak Eunwoo..
Wonwoo : Oh.. Congrats ya kak? Longlast sama kak Eunwoo :)
Mingyu : Kita bisa tetep kayak sekarang kan Won?
Wonwoo : Hm? Enggak deh kak, hehe. Kasih aku waktu ya? Lagian gak enak juga sama kak Eunwoo kalo aku masih sering chatan sama pacarnya.
Mingyu : Won, kok gitu sih ngomongnya? Ini loh yang aku takutin kalo aku ngomong sama kamu. Kamu bakal ngejauh.
Aku pengennya kamu tetep kayak gini Wonnie, yang selalu chat aku lucu-lucu, yang selalu nyapa aku di sekolah, yang selalu gemes banget mukanya tiap aku gangguin, yang selalu dengerin cerita-cerita aku.
Jangan ngejauh ya Won? Tetep kayak gini please
Wonwoo : Gak bisa kak. Sorry. Longlast ya sama Kak Eunwoo
Mingyu : Wonnie, besok kalo udah gak marah chat aku ya? Please jangan ngejauh... Tetep jadi adek kesayangan aku..
Sesak, dadanya terasa sesak. Malam itu Wonwoo menangis, menumpahkan semua perasaannya, tentang cerita cintanya yang bahkan belum dimulai, tentang perasaannya yang belum tersampaikan, tentang Mingyunya yang tidak memilihnya. Adek? Adek katanya.. lucu, Wonwoo menertawakan pikirannya sendiri. Wonwoo kehilangan Mingyunya, dan tidak ada yang bisa dilakukannya.
Our 'almost' will always haunt me
Bahkan ketika akhirnya Wonwoo memutuskan untuk berpacaran dengan Jung Jaehyun, ketua OSIS sekaligus teman sebangkunya di tahun keduanya di SMA ini, sosok Mingyu tidak pernah benar-benar hilang dari hatinya.
“Longlast Wonnie, kakak denger kamu pacaran sama Jaehyun ya?”, hati Wonwoo mencelos, ia hapal betul siapa pemilik suara ini. Wonwoo mengangkat kepalanya dari novel yang dibacanya. Mingyu! suara hati Wonwoo terasa sedikit terlalu terdengar senang. Cowok itu masih menggunakan seragam basketnya yang berwarna merah, rambutnya terlihat sedikit lepek oleh keringat. Mingyu duduk di samping Wonwoo.
“Kak Mingyu? Eh, iya makasih kak. Kakak juga ya sama Kak Eunwoo”, Wonwoo sedikit salah tingkah dengan Mingyu yang duduk berdempetan dengannya di lantai sekarang. Oke, bahu kita sentuhan batin Wonwoo panik. Lantai dua perpustakaan sore itu sepi, hanya ada beberapa anak di section buku bahasa asing di sisi yang berlawanan dengan tempat Wonwoo dan Mingyu duduk sekarang.
“Jaehyun kemana? Kok kamu sendirian?”
“Rapat OSIS kak..”
Hening menyeruak lagi.
“Kakak tau kamu suka nongkrong disini Won, makanya kakak iseng-iseng liat kesini. Hehe”, Mingyu menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal untuk menutupi dirinya yang cukup salah tingkah di depan Wonwoo.
“Won, sorry ya”, Mingyu menjeda kalimatnya “buat waktu itu”. Matanya berusaha mencari mata Wonwoo. Namun yang diajak bicara hanya menunduk melihat lantai.
“Bohong kalau aku bilang aku gak ngerasa ada apa-apa di antara kita waktu itu, bohong kalau aku bilang aku gak tertarik sama kamu. Bohong juga kalau selama satu tahun ini aku gak nyesel ngelepasin kamu. Aku-”
“Terus kenapa waktu itu gak milih aku kak?”, tanya Wonwoo, kalo aja kakak milih aku hari itu, kali ini suara hatinya yang bicara. Kecewa karena waktu yang tidak tepat, kecewa karena Mingyu yang baru terus terang sekarang, kecewa karena ternyata Mingyu masih menduduki porsi paling besar di hatinya dan berhasil meruntuhkan benteng yang susah-susah dibangunnya setahun ini dengan satu pertemuan hari ini.
“Karena aku, terlanjur kenal Eunwoo duluan Won. Aku sayang sama Eunwoo. Tapi kamu, kamu datang dan bikin aku bingung. Wonnieku yang cantik, Wonnieku yang malu-malu tiap aku sapa, Wonnieku yang selalu kasih aku tanda di setipa quotes-quotes yang kasih, Wonnieku yang sengaja selalu lewat depan kelasku, Wonnieku yang selalu nyenengin diajak chat. Aku kehilangan Wonnieku dalam semalam. Dan ketika aku denger kamu jadian sama Jaehyun, aku, aku ngerasa gak rela Won..”, Mingyu meremas tangan Wonwoo pelan. Ini pertama kalinya mereka sedekat ini, pertama kalinya Mingyu merasakan tangan Wonwoo yang terasa begitu pas di genggamannya.
“Won, selama setahun aku gak berhenti mikirin kamu, selama setahun aku selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada kalau aja waktu itu aku milih kamu...”
“Tapi kamu gak milih aku kak, trus untuk apa kamu ngomong kayak gini sekarang? Ketika aku juga udah punya Jaehyun?”, suara Wonwoo terdengar lemah. Wonwoo sejujurnya hendak melepaskan genggaman tangan Mingyu, namun ntah kenapa sebagian besar dari dirinya juga menolak untuk melepaskan.
“Setahun ini aku selalu muter-muter lagu yang kamu kasih ke aku Won, aku sedih kamu sempet block Line aku, bahkan berkali-kali ngereject telponku. Kamu selalu buang muka ketika aku berusaha nyapa kamu di sekolahan, kita kayak orang asing Won. Hatiku gak bisa terima ketika aku liat kamu boncengan sama Jaehyun pulang sekolah, ketika kamu nemenin dia latihan basket, aku liat kamu ketawa-ketiwi sama dia pas malming di depan kostmu”, Mingyu menghela nafasnya berat, “Won, aku tau waktu itu, apa yang kamu rasain ke aku. Aku tau, meskipun kamu gak bilang apa-apa.. masih ada gak Won, sedikit aja sedikit aja perasaan yang tersisa?”, Mingyu mencondongkan wajahnya tepat ke depan wajah Wonwoo. Nafas Wonwoo tercekat, ia berusaha merapalkan nama Jaehyun dalam hatinya, tapi gagal. Wajah Mingyu didepannya benar-benar meluluhlantakkan hatinya. Banyak kak, banyak banget sisa perasaan yang ada buat kamu, jawab Wonwoo dalam hatinya.
“Won? Kok diem? Kalo diem kuanggap iya loh..”, Mingyu semakin mendekatkan wajahnya. Matanya kini terfokus pada bibir Wonwoo.
“Kak, Kak Eunwoo gima-”, kata-kata Wonwoo terputus oleh lumatan lembut dari bibir Mingyu. Wonwoo memejamkan matanya, hingga ia merasakan wajah Mingyu telah menjauh dari wajahnya.
“Jalanin dulu ya Won?”
So do right people with wrong timing ever get a second try?
“Kak, aku putus sama Jaehyun”
“...”, suara di seberang sambungan telepon hening
“Kak?”
“Kenapa diputusin Won?”, suara itu malah menampakkan rasa tidak nyaman, seakan tidak setuju dengan pilihan Wonwoo. Wonwoo terhenyak, cukup terkejut dengan reaksi Mingyu barusan, cowok berkacamata itu merebahkan kepalanya di bantal, menarik napas berusaha menenangkan pikirannya untuk menyusun kata membalas perkataan Mingyu.
“Kak, aku gak bisa bohongin Jaehyun terus-terusan. Aku capek 3 bulan ini selalu banyak kasih alesan ke dia demi ketemu sama kamu, telponan sama kamu, chatting sama kamu. Dia cowok baik kak, dia berhak dapetin orang yang gak terus-terusan meragu dan mempertanyakan perasaannya kayak aku. Yang gak main api di belakangnya”, balas Wonwoo.
“Won..”, suara di seberang telepon terdengar lemah.
“Kak, aku dah nentuin prioritasku, aku milih kakak. Jadi aku harap, kakak bisa ngelakuin hal yang sama”
“Won, kamu lagi emosi.. kita ngomong ketika kamu udah tenang ya? Sekarang kamu istirahat aja. Good Night Wonnie”, dan sambungan telepon terputus, tanpa memberi jeda supaya Wonwoo bisa membalas.
Dan sekali lagi hati Wonwoo patah, sekali lagi Mingyu tidak memilihnya. Bahkan tanpa Mingyu harus memberitahunya secara gamblang, Wonwoo tahu, bukan dia yang dipilihnya.
You were a chapter in my book and i was merely a line in yours
“Kenapa sih lo masih kepikiran si Mingyu-Mingyu itu? Lo bedua bahkan gabisa dibilang officialy jadian?“, Seokmin bertanya dengan mulut penuh biskuit Roma yang dicomotnya dari kotak snack milik Wonwoo. Seokmin datang lebih cepat dari perkiraan Wonwoo karena kolam renang yang hendak didatanginya ternyata sedang mengalami maintenance jadi ia memutuskan banting setir langsung ke apartemen Wonwoo. Dan setelah mengomel-ngomel tentang betapa inginnya ia berenang hari itu, barulah ia sekarang kepo tentang akun bodong instagram Wonwoo yang masih memfollow akun instagram Mingyu.
“Lo jorok banget sih anjir, abisin dulu kenapa itu yang lo kunyah?”, Wonwoo mengernyit menatap temannya yang berambut blonde itu dengan pandangan kesal.
“Ya lo tau sendiri kan, yang gak pernah dimilikkin itu malah jauh lebih susah dilupain?”,
“for fuck's sake Jeon Wonwoo, it's been years now! Meskipun dia sekarang single juga gue ga yakin dia juga mikirin lo?“, maki Seokmin. Dalam hatinya tidak rela sahabatnya yang satu itu terus-menerus gagal moveon dari sosok Mingyu-Mingyu itu.
“Dia tuh definisi cinta pertama gue banget Seok, kayak gak lekang oleh waktu banget dia. Gue sampe sekarang aja, meskipun gak kontakkan sama dia lagi, masih kepikiran aja time to time. Gue ngerasa gak dapet closure aja Seok”
“Tadi lo bilang doi ulang tahun kan? Lo gak ngucapin?”
“Buat apa?”, Wonwoo mengernyit menatap Seokmin yang sekarang merubah posisi duduknya, merapatkan jarak di antara dirinya dan Wonwoo.
“Gakpapa, cepetan, lo ungkapin ke gue coba, apa yang lo rasain, tujuh tahun diempet terus apa gak gila lo?”, Seokmin mengambil hp Wonwoo kemudian menaruhnya di pangkuannya. Wonwoo masih menatap Seokmin dengan tatapan curiga, namun daripada dicecar terus-menerus dengan omelan Seokmin, akhirnya Wonwoo mengalah
“Jadi.....”