A Nightmare
Keira mematut dirinya di depan cermin sekali lagi. Walaupun sudah mengganti dress hitam yang menjadi tema acara kantor tadi, dirinya masih menggunakan baju rapi untuk menyambut kekasihnya. Terlebih ini Sabtu malam, pasti kekasihnya akan menginap.
Marsya Firda adalah kekasihnya sejak lima tahun yang lalu. Bertemu di acara training antar perusahaan ketika masih dirinya masih di Surabaya, kedua insan ini memilih untuk menjalin kasih walaupun sempat LDR.
Suara bel berbunyi, menandakan tamu yang ditunggu telah tiba. Alis Keira mengkerut sedikit, kekasihnya ini tahu apa password apartemennya, kenapa masih harus memencet bel?
“Masuk, Sya,” kata Keira setelah membukakan pintu untuk kekasihnya. Pandangan Marsya terpaku pada bunga mawar putih yang diletakkan di meja rendah ruang tamu.
“Oh, buat kamu,” Keira tersenyum sambil membalikkan badannya untuk mengambil buket, tetapi dihentikan oleh kekasihnya.
“Kei...”
“Ya?”
“Aku...” Marsya terlihat ragu, sebelum mengambil kotak dari tas tangannya. Keira sedikit terkejut. Apakah Marsya akan mengajaknya menikah dengan memberikan cincin? Tapi kotak ini terlalu sederhana untuk sebuah cincin. Terlebih Marsya menolak untuk menatap mata Keira.
Keira menerima kotak itu dan membukanya. Bukan cincin atau hadiah yang ada, melainkan dua lembar testpack yang identik; dua-duanya memiliki dua haris merah.
“Ini apa...” suara Keira bergetar
“Aku hamil, Kei,” jawab Marsya terbata, membuat pegangan Keira di kotak tersebut terlepas
“Kamu...”
“Aku pikir... Aku pikir selama ini aku beneran gay dengan pacaran sama kamu. Tapi... tapi ketika ketemu Raymond... Mantan aku waktu SMA... Aku ngerasain perasaan yang sama kaya dulu. Ketika dia ngajak aku untuk.... itu.... aku mau...”
“Sejak kapan?” Keira masih berusaha tenang
“Setahun yang lalu.”
“Sejak aku sekolah ke Singapura?”
Marsya mengangguk
“Lo,” Keira sudah tidak bisa lagi menahan emosinya, “Lo tau gue milih Singapura dibandingkan Korea ataupun Belanda karena biar gue bisa sering balik buat lo!”
Keira mendorong bahu Marsya dengan telunjuknya
“Dan ini yang gue dapet?”
“Maafin aku, Kei...” Marsya mulai menangis
“Keluar.”
“Kei...”
“Keluar atau gue yang ngusir lo!”
Marsya berbalik badan dan berjalan ke pintu. Sebelum dia membuka pintu apartemen Keira, dia berhenti
“Aku bakalan balikin mobil dan perhiasan yang kamu kasih.”
“Gausah!” bentak Keira, “Itu uda pernah lo pake semua. Gue ga sudi apapun yang ada hubungannya sama lo balik ke gue.”
“Kei...”
“Pergi sekarang, Bajingan!”