cw // explicit mentioning of sex
Sesi ciuman panas mereka sore ini berakhir dengan cuddle. Walaupun Winter lebih pendek sekitar 3cm dari Karina, lengannya yang kokoh selalu menjadikan dirinya big spoon. Terlebih, Karina lebih suka menyandarkan kepalanya di dada Winter, mendengarkan detak jantung teratur dari gadisnya sambil sesekali merasakan rambutnya diusap lembut.
“Nanti mau makan malam apa?” tanya Winter pelan setelah mengecup puncak kepala Karina
“Terserah,” Karina berdehem dan kembali memejamkan matanya
“Kamu kalo jawab terserah biasanya endingnya tidur lo, Sayang.”
Karina hanya mengangguk dalam pelukan Winter. Entah kenapa pelukan dan usapan di rambutnya selalu menenangkan.
Winter suka memainkan jari-jarinya di punggung Karina; jari-jarinya yang panjang itu entah kenapa selalu memberikan keyakinan bagi Karina bahwa Winter akan selalu ada untuknya.
Perasaan bersalah tiba-tiba lewat di pikiran Karina. Perasaan bersalah karena sempat meragukan kekasihnya, perasaan bersalah karena lebih sering berkata tidak untuk permintaan kekasihnya.
“Win...”
“Iya?”
“Habis kejadian aku diculik, kamu ga merasa jijik gitu sama aku, Win?”
Elusan di punggung Karina berhenti, membuatnya mengangkat wajahnya dan bertemu dengan wajah Winter yang sedang menautkan alisnya bingung.
“Aku udah disentuh orang lain, Win. Rasanya jijik banget kalo inget apa yang Domi lakukan ke aku.”
Winter hanya diam. Perlahan dia mengangkat wajah Karina dengan jarinya karena kekasihnya mulai menunduk.
“Aku udah bilang berapa kali kalo aku ga peduli,” jawab Winter tegas
Karina menghela nafas panjang, membuat Winter menggeser tubuh Karina ke samping. Dia diam sejenak sebelum mengecup pelan bibir Karina. Kecupan demi kecupan berubah jadi lumatan karena Karina mengalungkan kedua lengannya di leher Winter, membuat keduanya berciuman semakin dalam sebelum terpaksa berhenti sejenak untuk menarik nafas.
Karina merasa mata Winter menggelap; ingatan pada saat mereka having sex di waktu sebelumnya lewat ke dalam pikiran Karina.
Karina paham Winter menginginkan tubuhnya
Gadis berambut hitam itu memeluk tubuh Winter dan berbisik pelan
“Sayang, make me forget.”
Winter terdiam, mencerna kata-kata Karina
“Make me forget, Win. Make me only remember how your lips tasted on my skin. Make me only remember you call me babygirl during this time.”
Winter mengangkat tubuhnya dari Karina, memandang mata sayu kekasihnya itu sebelum menghujani leher jenjangnya dengan ciuman yang basah. Sambil menikmati desahan Karina karena dia menemukan titik sensitif di lehernya, Winter membuka satu persatu kancing kemeja Karina.
“Aku mau lepasin kaos kamu,” pinta Karina setelah Winter sudah membuatnya setengah telanjang. Winter mengangguk dan membiarkan Karina menarik kaos hitam yang dipakainya melewati kepalanya. Tubuhnya yang putih sangat kontras dengan bekas-bekas luka di sekujur tubuh Winter, mulai dari lengan atas sampai dengan perutnya.
Karina menelusuri bekas-bekas luka itu dengan telunjuknya, meninggalkan rasa bergidik di hati Winter.
“Luka kamu banyak,” bisik Karina. Winter menggenggam tangan Karina dengan tangan kirinya, tangan kanannya menahan tubuhnya agar tidak menindih Karina. Perlahan, Winter membawa tangan Karina ke atas jantungnya.
“Selama jantungku berdetak dan ada kamu di dalam alasan untuk dia berdetak, aku ga masalah nambah luka lagi di badanku.”
Winter membawa tangan Karina ke bibirnya, mengecupnya dengan lembut.
“I love you,” kata Winter
“I love you more.”
Jawaban dari Karina membuat Winter kembali melanjutkan aktivitasnya. Bibir basahnya bergerak dari ujung hidung Karina, turun ke dagu dan lehernya. Winter melepas kaitan bra Karina dengan cepat sebelum mengulum kedua buah dada kekasihnya secara bergantian.
Semua aktivitas itu membuat Karina mendesah cukup keras sampai punggungnya melengkung ke atas.
Tibalah bibir Winter di perut Karina, tepat di luka jahitan yang terlihat masih baru. Winter menciumnya pelan.
“Aku janji ga bakalan buat kamu kaya gini lagi,” kata Winter, “Kamu percaya kan sama aku?”
Karina mengangguk karena sudah tidak lagi bisa berkata-kata. Bibir Winter yang menjelajahi setiap lekuk tubuhnya sudah bisa membuatnya tak berdaya.
Winter melanjutkan aktivitasnya dengan melepas celana Karina.
“Win...” Karina meremas rambut Winter, membuat gadis berambut pendek itu menghentikan aktivitasnya, “Please, be gentle with me.”
“Always I am, babygirl,” Winter tersenyum miring sebelum melahap titik paling sensitif di tubuh Karina. Kenikmatan yang luar biasa membuat Karina meremas sprei kasur mereka dan tidak bisa lagi menahan teriakannya.
“You taste so good, my babygirl,” Winter terkekeh sebelum mengangkat wajahnya dan merangkak naik menindih tubuh Karina. Secara cepat dia mencium bibir Karina yang sudah memerah dah tebal. Ciuman tersebut membuat Karina tidak sadar bahwa tangan Winter bergerak turun.
“Ah!” Karina merasakan Winter kembali memasukinya dengan jari tengahnya. Dirinya kembali mengangkat pinggangnya, membuat Winter kembali memasukkan jari lainnya. Pergerakan yang cukup cepat membuat Karina keluar lagi.
“Sakit?” tanya Winter sambil mengecup dahi Karina yang masih terengah-engah. Winter merapikan poni Karina yang berantakan ketika gadis itu mengangguk pelan.
“Iya, sakit.”
“Maaf ya,” Winter membawa Karina ke dalam pelukannya dan mencium puncak kepalanya lembut, “Maafin aku ya, babygirl? Nanti kalo sakit lagi, kamu bilang ya?”
Karina mengangguk pelan di dalam pelukan Winter, “Aku belum bikin kamu keluar.”
“Nanti ya, Sayang?” Winter mendorong pelan tubuh Karina agar bisa melihat wajah cantik kekasihnya yang terlihat lelah, “Kamu masih capek.”
“Kamu gamau?”
“Mau, Sayang. Tapi aku ga maksa,” Winter mengecup pucuk hidung Karina karena gemas melihat wajah merengut kekasihnya itu, “Prioritasku itu kamu. Nyamannya kamu. Kamu keliatan capek, istirahat dulu ya? Janji kok kalo kamu uda ga capek gantian aku.”
“Makasih ya, Sayang,” Karina menghambur ke pelukan Winter
“Likewise, babygirl” goda Winter
“Cuma ini doang bolehnya. Kalo lagi di luar aku gamau dipanggil gitu.”
“Iyaa.”
“Win..”
“Hmm?”
“If you want to touch me, just tell me. Because I'm yours”