Baik Tere maupun Willie terlihat sangat terburu-buru. Bahkan ketika resepsionis kantor Angkasa Holding menyilahkan mereka untuk duduk terlebih dahulu, mereka tidak peduli.
“Oh, kedua anakku yang kompak ini datang,” Anggun tersenyum miring. Di hadapannya ada tiga orang yang sedang duduk dan terlihat bingung.
“Hentikan apapun yang anda ingin lakukan sekarang,” Willie merangsek maju ke arah meja Anggun
“Kalem, Adek,” Anggun kembali tersenyum miring, “Semua sudah sah di mata hukum.”
Anggun memberikan dua amplop dengan stempel badan hukum yang terpercaya. Willie dengan gusar membukanya, membaca dengan cepat isi dokumen tersebut.
“Akuisisi Bintang Agency akan segera kita lakukan dan sebelum itu, kamu akan menikah dengan Karin.”
Yang disebut namanya sedikit terkejut. Mata keduanya bertemu dan Willie langsung membuang muka, kesal dengan apapun yang terjadi sekarang.
“Bagaimanapun juga, Willie. Saya adalah pemilik hak asuh atas dirimu setelah Ayah kamu meninggal. Tidak ada alasan untuk tidak menurutinya.”
Sebelum Willie ingin menampar wanita paruh baya di depannya, Tere sudah dengan cepat menarik adiknya ke belakang.
“We will discuss it later,” desis Tere kepada ibu tirinya, “Kalian ke sini naik apa?” tanya Tere kepada ketiga bersaudara yang hanya diam.
“Mobil, Kak,” jawab si sulung, yang Tere ingat namanya Karin.
“Ikut kami,” Tere kembali menarik tangan Willie untuk mengikutinya. Meninggalkan ruangan yang penuh ketegangan
“Apa yang kemudian membuat kalian yakin bisa membawa mereka dari sini?” suara Anggun menghentikan langkah Tere dan Willie
“Keputusan anda soal pernikahan ini pasti tidak bisa dibatalkan. Tapi jangan sok merasa sebagai orang tua dari kami karena kami juga bisa merencanakan sesuatu,” Tere melihat lurus kepada wanita paruh baya yang berdiri di balik mejanya, “Tunggu dan lihat saja nanti.”
****
Willie mengangkat alisnya heran ketika memasuki rumah kakaknya. Kakak iparnya sudah menunggu di ruang tamu sembari tersenyum, seakan sudah siap dengan kehadiran mereka.
“Gue yang ngabarin. Kita butuh banyak kepala mikir ini,” kata Tere pelan sebelum memeluk istrinya.
“Silakan duduk,” Jessica mempersilakan tamunya duduk, “Saya juga kaget dikabari akan ada tamu sore ini.”
Ketiga bersaudara itu duduk, bersamaan dengan Willie yang menghempaskan tubuhnya ke sofa.
“Saya Jessica Amaris, istri Theresia Putri Angkasa seperti yang kalian ketahui,” Jessica tersenyum, “Ini adik ipar saya sekaligus adik dari Tere, Willie Putri Angkasa,” Jessica menjelaskan, “Boleh kalian memperkenalkan diri? Sepertinya kita belum pernah bertemu.”
Ketiganya berpandangan sebelum akhirnya Karin membuka suara, “Saya Karin Ayu Asteria, ini adik saya Nayla Cantika Asteria dan yang terakhir Satria Bagas Asteria. Kami mendapat surat terkait dengan hutang yang dimiliki almarhum orang tua kami. Termasuk ternyata ada perjanjian bahwa akan ada pernikahan yang diatur diantara dua keluarga.”
“Gue gamau,” ketus Willie, “Gue kan berarti yang nikah? Gamau gue anjir.”
“Willie,” Jessica memberikan kode melalui matanya untuk Willie lebih tenang, “Dengerin mereka dulu.”
“Saya ga minta apa-apa kecuali menuruti apa yang ada di dalam perjanjian itu.”
“Ga akan!” Willie berdiri dengan emosi
“Saya mohon,” tiba-tiba Karin bersujud di kaki Willie, “Saya mohon, tolong kami.”
“We need to talk” Tere menarik lengan Willie, membawa mereka sedikit menjauh dari ruang tamu dan diikuti Jessica.
“Lo gila ya, Kak?” Willie tidak bisa menahan emosinya ketika Tere dan Jessica membawa dirinya ke dapur, untuk menjauh sebentar, “Gue ga kenal sama dia dan gue harus nikah sama dia?!”
“Gue gamau maksa lo. Tapi liat kondisinya. Anggun ga bakal biarin ini kelewat karena dia pegang surat bukti yang sah secara hukum,” Tere mengacak rambutnya frustasi, membuat Jessica memeluk pinggangnya dan menepuknya pelan
“Aku bukannya maksa juga, Willie. Tapi dari data yang Joy kirimkan ke aku barusan, mereka sekarang practically sebatang kara. Rumah dan apartemen yang mereka miliki bakal disita bank akhir minggu ini. Anak kedua si Nayla tinggal lulus kuliah karena mau sidang. Kalo yang Satria masih semester 6,” Jessica menjelaskan informasi yang dia dapat dari sekretarisnya, “Jadi apapun keputusanmu, Willie, mereka bakalan menggelandang.”
“Gue sama Jess gamau gaslight elo, tapi Samuel bilang Anggun uda siap buat konferensi press soal pernikahan ini. Gue rasa kita coba ikuti apa maunya dan ambil posisi buat balik nyerang,” Tere menambahkan, “Gue rasa Anggun ada hubungannya sama kematian mendadak orang tua mereka, Will.”
“Anjing lah,” Willie mengusap wajahnya kasar, “Gue bakalan kasih dia syarat. Dan selama itu, kita harus lanjutin investigasi kita soal kematian bokap juga.”
“Pasti,” Tere mengangguk yakin, “Kita harus ancurin tu nenek sihir dari dalem.”