“Mau kemana?” bisik Karina ketika Winter menggeser tubuhnya. Karina meremas erat kaos Winter di bagian kerahnya, mengingat daritadi dia dipeluk Winter sampai sempat tertidur
“Aku mau ganti baju,” Winter mengarahkan matanya ke bawah, dia masih memakai celana jeans, “Kaos aku basah, Sayang.”
Karina menggigit bibirnya, memang dia menangis sesenggukan tadi, membuat kaos yang digunakan Winter tentunya basah karena air matanya
“Aku mau cek Ning juga,” lanjut Winter
“Nanti baliknya ke sini kan?” tanya Karina ragu
Winter tersenyum, “Iya, Sayang.”
Kecupan kecil dia berikan ke kening kasihnya itu, Winter tahu bahwa Karina sangat menyukainya. Namun begitu Winter beranjak, Karina justru menariknya dan meminta ciuman di bibir. Walaupun sempat terkejut, Winter memberikan apa yang Karina minta. Ciuman itu penuh demand, seakan Winter akan pergi darinya. Karina meremas rambut Winter, menandakan tidak ingin melepaskan pagutan bibir keduanya.
“Aku sayang kamu,” kata Winter sambil terengah. Ciuman barusan harus diakhiri karena keduanya membutuhkan oksigen untuk paru-paru mereka.
Winter sesegera mungkin mengambil baju tidurnya, menggantinya dan mampir ke kamar Ning. Maknae grup itu terjaga ketika Winter mengetuk pintunya pelan. Setelah mengobrol beberapa saat, justru Ning yang mengusirnya untuk segera kembali ke kamar Karina.
“Pasti dia nyariin, Kak. Lo tau sendiri,” kata gadis Harbin itu.
Dugaan Ning benar, karena begitu Winter masuk ke kamar Karina, gadis itu sudah terduduk di kasur, seakan menunggu kedatangan Winter. Bahkan Winter harus mencegah Karina agar tidak melompat ke arahnya, biar dia yang berjalan ke kasur.
“Aku lama ya?” Winter menarik Karina ke dalam pelukannya.
“Iya,” bisik Karina, wajahnya sudah dia benamkan ke pelukan Winter
“Tidur ya, Sayang. Udah malem juga. Maaf ya nungguin.”
Keheningan menyelimuti keduanya. Ketika Winter mengira kasihnya sudah tertidur, tiba-tiba Karina melontarkan pertanyaan.
“Kamu sama kakak-kakak Twice, ngapain?”
Winter terkekeh pelan
“Makan aja kok, bareng-bareng.”
“Ooh.”
“Aku bilang selanjutnya bakalan ngajak kamu.”
Karina mengeratkan pelukannya, “Mereka tahu ga... kalo kamu pacarku?”
“Tentu,” Winter mengecup puncak kepala Karina, “Tentu.”
****
“Abis sarapan, Karina sama Ning ikut saya ya. Karina diminta ke kantor pusat, Ning ke kantor Pak Kim yang di satunya,” kata Manager Unnie sembari menyantap sarapan bersama tiga member aespa.
“Karina sama gue aja, Kak. Daripada lo muter-muter,” kata Winter, “Gue uda dikasi tau Kak Taeyeon soal ini. Kemarin dia di kantor sama Bu Han.”
“Tapi kamu nanti bakalan ketemu Pak Jeong, bakalan jadi sulit kalo dia nganggep kamu dateng dan memperumit masalah.”
“Ada Bu Han sama Pak Kim. Gue uda konfirm ke Bu Han juga, sempet ngobrol tadi.”
“Yauda kalo gitu. Lo naik Audi aja ya,” Manager Unnie mengangsurkan kunci mobil, “Gue naik Van sama Ning. Lo hati-hati sama perkataan dan perilaku lo di depan orang-orang. Ga semua bisa nerima kalo lo pacaran sama Karina. Inget, aespa lagi di puncak.”
“Iya, Kak. Tenang. Percaya sama gue.”
****
Perjalanan menuju kantor pusat agensi mereka cukup hening. Awalnya, Karina ingin bersandar pada Winter seperti biasanya mereka menikmati perjalanan. Namun Winter menolak. Alasannya karena mereka sedang di kursi depan. Kemungkinan akan difoto paparazzi lebih banyak.
“Bayangkan gimana headline berita setelah itu? Karina aespa yang dikonfirmasi pacaran, tertangkap mesra dengan orang lain?” tolak Winter tegas
“Ya setidaknya mereka punya foto berdua, bukan foto pisah-pisah yang seakan sedang bersama,” Karina menghembuskan nafasnya, sedikit bad mood dengan perlakuan Winter. Terakhir kali Winter menolak “disentuh” Karina ketika di bandara. Winter membisikkan sesuatu ketika Karina menyandarkan kepalanya di bahu Winter. Menurut Winter, terlalu banyak kamera yang melihat mereka. Maksud Winter baik, dia tidak ingin kelepasan mengecup kening Karina atau mencuri cium dari bibir Karina. Walaupun demikian, Winter harus berurusan dengan Karina yang ngambek beberapa waktu kemudian.
Winter melirik ke arah kursi penumpang. Kasihnya itu sedang mengembungkan pipi dan mengerucutkan bibir. Ingin rasanya Winter memutar balik mobil dan mendorong wanitanya itu ke tembok, menciumnya sampai dia tidak marah lagi.
Tapi tidak sekarang, tentunya.
Ketika berhenti di lampu merah, Winter meraih tangan Karina dan mengelusnya pelan.
“Katanya takut ada paparazzi?” tegur Karina ketus, tapi tidak menarik tangannya.
“Kan ini di bawah,” Winter masih tetap melihat ke depan, “Kecuali kalo dispatch ngefotonya dari atas pake drone, baru keliatan. Tapi mereka gapunya itu kan?”
Karina menahan senyumnya. Ah, Winter memang terlihat dingin dan cuek, tapi aslinya dia sangat hangat. Semua gesturnya selalu memberikan keyakinan untuk Karina sendiri.
“Kita mesranya, kecil-kecilan dulu ya?” kata Winter sebelum menarik tangannya untuk menurunkan rem tangan. Lampu sudah berwarna hijau, pertanda mereka harus kembali melaju.
ps: beneran fiksi kan? di rl winter belum bisa nyetir hehe