wxyzndaa

Kamu yang mencoba merenggut kebahagiaan mereka

Rumah sakit Melati Indah, tempat di mana semua orang kembali berkumpul di sana. Cavin, Naka, Hilmar, Juna dan Jendra. Kelima anak tersebut sudah berada di rumah sakit sejak 30 menit yang lalu. Dokter Daido, papa dari Yazdan pun sudah berada di sana setelah mendapat kabar dari Juna. Di susul Wenda, juga Radeya yang tampak digandeng oleh Irana setelah mendapat kabar Radeva Radiva terluka dan akan dibawa ke Rumah sakit yang sama dengan tempat Yazdan ditangani.

“Anak-anakku manaa?? Belum sampe sini???” tanya Wenda panik.

“Ibun, Radeva udah ketemu??” tanya Juna khawatir.

“Udah Juna. Radeva udah ketemu. Ibun ke sini sama Tante Wenda dan Radeya juga karena Radeva, bukan karena mau lihat Yazdan.” Jelas Irana pada anaknya.

“Radeva kenapaaa???” tanya Jendra.

“Ibun gak tau pasti Jen. Yang jelas tadi ayah kamu bilang kalo Deva sama Diva luka.”

“Hahh?? Maksud tante? Tapi mereka gak kenapa kenapa kan tannn????” tanya Naka panik.

“Tante juga gak tau. Tunggu aja, sebentar lagi pasti mereka ke sini.”

Wenda hanya bisa terdiam lemas, menyandarkan badannya di tembok rumah sakit, ditemani Radeya di sisinya. “Bunda tenang ya, semuanya bakal baik-baik aja. Maafin Radey, Radey gak bisa ngelakuin apapun untuk saat ini.

Kamu gak perlu minta maaf sayang. Bunda tau, di dalem lubuk hati kamu, kamu pasti khawatir banget sama adik adik kamu. Bunda tau kalo kamu gak bakal tinggal diam kalo soal Radiva, apalagi sekarang ada Radeva. Udah ya sayang.”


Deva dan Diva datang bersamaan, Deva dengan kemeja Radiv yang menutupi leher, ditambah luka gores pada pipi. Dan Diva dengan balutan perban tipis pada telapak tangan kanannya. Diikuti Sagara, dan Joanna, yang di belakangnya ada Chandra dengan raut wajah datar menatap ke arah Joanna yang membelakanginya.

“JUNAA JENDRA TOLONG KALIAN ANTER DEVA SAMA DIVA. CARI SUSTER BUAT NGOBATIN LUKA LUKA MEREKA. CEPETAN!!” pinta Saga pada kedua anak kembarnya.

Wenda panik setelah mendengar suara Saga. “Radeva Radivaaa gapapa sayangggg?????” tanya bunda langsung berdiri tegak, menghampiri kedua anaknya.

“Bunda, Deva gapapa. Maafin Deva ya bunda, bunda pasti panik.”

“Engga sayang engga, gak perlu minta maaf. Ini beneran luka? Ini kenapa leher kamu ditutup gini? Ini juga? Pipi kamu? Radiva tangan kamu kenapa darahnya banyak yatuhann? Jadi bener yang dibilang Mas Saga? Joanna lukain kalian?” tanya Wenda dengan raut wajah yang tampak kesal.

“Wenda, cukup dulu ya. Anak anak biar diobatin dulu, kesian.” Pinta Chandra mencoba menenangkan Wenda.

Radeya tampak tidak ada pergerakan sama sekali, ia memilih diam bersandar di tembok Rumah sakit. Untuk pertama kalinya, kekacauan datang, dan ia benar-benar merasa tidak berguna. “Lo gak berguna banget Dey, sumpah lo idup buat apa sih? Lo nyusahin doang, liat dua adek lo sekarang luka luka. Lo bisa apa Dey? Lo cuma diem dari tadi. Kaka gak berguna loo,” gumam Radeya dengan kepala menunduk, sembari sesekali memukul bagian dari samping kepalanya.

Setelah permintaan Saga pada Juna Jendra, kelima sahabat kembar langsung berlarian menghampiri. “ANJIRR LO BERDUA DI APAIN SAMA DIAA??? tanya Juna sembari matanya mengarah pada Joanna yang tampak tengah berjalan ke arah Daido.

“Gue gapapa ko. Udah ayo anter, perih nih anjirrrr.” Jelas Radeva pada Juna.

“Radiv gapapa semuanya, kegores doang ini,” ungkap Radiva dibarengi senyuman manisnya.

“Kegores apaan ini darahnya sampe nembus perbannnn Radivaaa? Lo maenin piso apa begimana????” tanya Cavin heran.

“Hehehhe nanti aja Radiv ceritanya. Udah ayo anter dulu ini di mana susternya. Tangan Radiv pegel loh.”


Hampir 10 menit Wenda melihat pertikaian Joanna dengan suaminya. Sudah tidak dapat dibendung lagi, amarah Wenda meledak saat itu. Ia yang sedang bersandar di pundak Chandra, langsung berdiri tegak dan berjalan ke arah Joanna. Dengan tatapan tajam juga wajah yang datar. Wenda mendekat dan PLAKKK satu tamparan keras Wenda mendarat pada pipi Joanna, yang sebelumnya sudah ditampar Daido, suaminya. Hanya berselang beberapa detik, Wenda kembali melayangkan telapak tangannya ke pipi kiri Joanna. PLAKKK tamparan kedua mendarat dengan suara dua kali lebih keras dari sebelumnya. Joanna yang menerima dua kali tamparan itu hanya bisa terdiam dengan mata yang berkaca-kaca karena terpikirkan keadaan Yazdan anaknya. Wenda menatap tajam ke arah Joanna.

“PEREMPUAN GAK TAU DIRI!! PEREMPUAN GAK JELAS!! SATU SATUNYA PEREMPUAN BIADAB YANG PERNAH SAYA TEMUI!!! MELAKUKAN SEGALA CARA HANYA DEMI MEMBALASKAN DENDAM MASA LALU YANG SANGAT TIDAK JELAS ITU!! CUKUP SAMPAI DI SINI KAMU MENYAKITI ANAK-ANAK SAYA!! CUKUP SAMPAI DI SINI KAMU MENGGANGGU KEHIDUPAN ANAK-ANAK SAYA!! SAYA TIDAK TAU BALAS DENDAM SEPERTI APA YANG HARUS DAN COCOK SAYA LAKUKAN SAMA KAMU!! TAPI UNTUK APA SAYA BALAS DENDAM? SEMUA ITU HANYA MEMBUANG BUANG WAKTU SAYA! JADI BIARKAN SAJA TUHAN YANG BALAS!! LIHAT SEKARANG ANAK KAMU, KAMU SADAR GA? APA YANG ANAK KAMU ALAMIN ITU JUGA SALAH SATU BALASAN DARI TUHAN ATAS PERBUATAN KAMU PADA ANAK-ANAK SAYA? SAYA HARAP KAMU SADAR, DAN KAMU BISA BERHENTI UNTUK BERURUSAN LAGI DENGAN KELUARGA SAYA! CUKUP KAMU BENCI SAYA DAN CHANDRA! JADI JANGAN PERNAH SENTUH ANAK-ANAK SAYA LAGI!! OH YAA, SATU HAL YANG AMAT SANGAT SAYA HARAPKAN, JOANNA. SEMOGA SECEPATNYA KAMU BISA MENDAPATKAN HUKUMAN YANG SETIMPAL ATAS SEMUA PERBUATAN KAMU.” Jelas Wenda panjang lebar, secara tiba-tiba langsung mendorong Joanna ke belakang sampai perempuan itu tersungkur dan terjatuh dengan kepala membentur tembok dengan cukup keras.

“WENDAAAA!!” teriak Chandra tiba-tiba.

“Udah Chan, biarin. Wenda berhak luapin kekesalannya ke Joanna. Irana kalo jadi Wenda juga gue yakin bakal lakuin hal yang sama,” jelas Saga pada Chandra.

“Iya mas. Betapa terlukanya dia selama ini. Kehidupan anak-anaknya dipermainkan sama seorang wanita dari masa lalu kamu,” sambung Irana lembut.

“Semua ini gara-gara gue ya Ga? Na?” tanya Chandra pada pasangan suami-istri di hadapannya.

“Gatau lah Chan, lo pikir aja sendiri. Gue udah pusing sama lo. Lo keong, gak sanggup gue.” Jelas Sagara mundur, memilih duduk di kursi tunggu rumah sakit.

“Na?”

“Engga mas engga. Mas gak salah, Joanna yang salah, terlalu menyimpan harapan ke orang yang jelas jelas udah gaada rasa sama dia, dan udah gak bisa dimilikin sama dia.”


Daido hanya memperhatikan pertikaian Joanna istrinya, dan Wenda mantan pasiennya dulu. Tak terlihat raut wajah Daido mengasihani Joanna yang baru saja kepalanya membentur tembok. Kesabaran Daido sudah habis, ia sudah tak sanggup lagi dengan tingkah laku Joanna, dan mungkin secepatnya surat perceraian akan segera sampai ke tangan wanita yang sedang terduduk di lantai sembari memegang kepalanya itu. Daido terlihat sangat malu berada di dekat keluarga Radeva, anak angkatnya dulu. Di dalam hatinya, ia sangat ingin bertanya keadaan Radeva yang tadi datang dengan keadaan terluka, namun rasa malu datang menghampiri akibat ulah istrinya pada keluarga Jayachandra.


Setengah jam berlalu, ketujuh anak laki-laki berdatangan dari arah lorong sebelah barat. Radeva dengan perban yang membalut di leher, dan perban kecil yang menutupi pipi kanannya. Juga Radiva, dengan perban baru yang tampak lebih tebal dari sebelumnya, menutupi telapak tangan kanannya.

Radiva dan Deva berjalan menghampiri Radeya yang tampaknya masih saja menunduk sejak tadi. Sejak Deva dan Diva datang, keduanya sudah memiliki feeling bahwa Radeya tidak akan menghampiri mereka berdua karena pasti kembali merasa bersalah.

“Kaka.” Sapa Deva dan Radiv bersamaan.

Radeya terkejut, badannya langsung berdiri tegak dengan pandangan kosong menatap ke arah depan.

Radiv tau ko kenapa kaka tadi gak nyamperin Radiv sama Deva pas kita dateng.”

Maafin gue ya ka, gue ceroboh banget kemaren. Maaf udah buat lo khawatir, dan maaf udah buat lo ngerasa gak berguna lagi ka.” jelas Deva dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Radeya yang mendengar ucapan kedua adiknya itu tiba-tiba langsung meneteskan air mata. Ia semakin benar-benar merasa bersalah atas apa yang terjadi pada kedua adiknya. “Div, Deva, maafin gue, maafin gue. Gue gak tau harus ngomong apalagi selain kata maaf sama lo berdua. Gue bener-bener minta maaf sama kalian. Maafin gue Dev, Div. Gue bener-bener gak berguna jadi kaka,” jelas Radey pada kedua kembarannya.

Kaka gak boleh gitu. Dari dulu Radiv selalu ingetin kaka, biar kaka gak selalu nyalahin diri terus, dan ngaggep diri kaka gak berguna,” tutur Radiva sembari menepuk pundak kakanya.

Lo salah satu kaka kembar gue ka, gimanapun keadaan lo, lo tetep kaka gue. Lo berguna ka, lo berguna dan lo berharga. Jangan pernah ngerasa gak berguna lagi ya ka. Bertahan sebentar, gue yakin secepatnya lo pasti bakal bisa liat lagi.” Sambung Radeva mencoba menguatkan kakanya.

Meskipun bisa aja mata gue yang bakal sampe di lo ka.” Batin Radeva tiba-tiba.

Tidak lama setelah itu, ketiganya saling memeluk erat, tangisan tiga kembar itu pecah. Semua orang yang berada di sana tampak terbawa suasana. Termasuk Joanna, dalang yang menyebabkan Radeya menjadi seperti itu.

“Liattt Naaaa, liattt! Apa yang udah kamu lakuin sama mereka liatttt!! Betapa eratnya hubungan persaudaraan mereka! Dan kamu bisa bisanya selalu cari cara buat mereka berpisah!!! Liatt itu!! Sadar Na!! Betapa buruknya tindakan kamu yang mencoba merenggut kebahagiaan mereka setiap saat!! Sadarrr!!!” Jelas Daido, menatap tajam Joanna. Tanpa disadari, Joanna benar-benar meneteskan air matanya.

Maaf..” ucap Joanna tiba-tiba. Untuk pertama kalinya Joanna melontarkan kata maaf dari mulutnya.



wxyzndaa

Tuhan adil, Na.


cw // blood, threats, knife


Di tempat lain, Chandra, Radiv juga Sagara sampai di lokasi yang Xenan sebut sebagai tempat terakhir Joanna berada. Tanpa berlama-lama, Chandra dan Sagara melihat ke sekitaran rumah tersebut, memastikan ada orang yang tinggal di sana. Berbeda dengan Radiva, ia malah berjalan dengan kepala menunduk, menyusuri sekitaran halaman depan rumah, hingga akhirnya ia mendapatkan sesuatu sebagai petunjuk yang mengarah pada keberadaan adiknya, Deva. “Kannnn, gelangg Devaa iniii. Paaaa papaaaaaaa, siniiii liatt. Ini gelang Deva, Radiv yang beli beberapa hari yang laluu,” jelasnya dengan perlahan pada Chandra yang tampak sedang mengintip ke jendela samping rumah.

“Benerann Divaa????” tanya Papa tampak sedikit kaget.

“Iiiiyaaa, paa. Iiiini punyaa Dee..”

“RADIVAAAA CHANDRAAA INII DEVAAAA!!” teriak Saga memanggil dari sebelah kanan rumah tersebut. Chandra dan Radiv langsung berlari menuju ke tempat Saga berada, Radiva mengintip dari balik jendela luar, benar saja, Radeva ada di sana, di ujung kamar kosong, tampak murung dengan ikatan tali yang sampai saat itu juga belum terlepas dari kaki dan lengannya.

Radeva tampak akan berteriak keras, namun diberikan tanda oleh Radiva. “Jangannnnn, suttttttt.” Pinta Diva dengan mendekatkan jari telunjuk pada bibirnya.

“WANITA GAK TAU MALU. BISA BISANYA DIA MEMPERLAKUKAN RADEVA KAYA GITU!!!” kesal Chandra langsung berlari ke arah pintu depan, diikuti Saga dan Radiva yang hanya bisa pasrah melihat amarah Chandra yang sudah tidak dapat dibendung lagi. Chandra mencoba membuka pintu, namun tampaknya Joanna telah mengunci pintu dari dalam.

“JOANNA!! KELUAR KAMU!! KELUARRRR!!!!!!” teriak Chandra keras, sembari mencoba mendobrak pintu depan rumah tersebut. Joanna yang tengah terduduk santai di sofa tepat di depan kamar kosong tempat Radeva berada, tampak terkejut setelah mendengar suara Chandra, papa dari anak yang tengah dikurungnya itu.

“Ahhhh sialllll. Chandraaaaa, kenapa dia bisa tau keberadaanku????” gumamnya kesal.

Joanna beranjak dari sofa, melangkah sembari menggigit 1 potong apel di tangannya, dengan 1 buah pisau tajam di genggaman tangan kirinya. Bukan melangkah menghampiri Chandra yang sejak tadi memanggil namanya, Joanna tampak berjalan dan masuk ke dalam kamar kosong tempat Radeva berada. Untuk pertama kalinya, Radeva terkejut dengan kedatangan Joanna. Memang bukan hal baru bagi Radeva ketika Joanna menghampirinya ekspresi datar, namun kali ini berbeda bagi Radeva karena mama angkatnya itu datang dengan menggenggam sebuah pisau di tangannya.

Mata Deva benar-benar terbuka lebar. Joanna semakin mendekat, sampai dengan posisinya yang duduk bersimpuh tepat di samping Deva, dengan pisau tajam yang diarahkan tepat 15 cm dari leher Radeva.

Suruh papa kamu ceraikan Wenda, Deva!” ucap Joanna tiba-tiba.

“Maksuddd tante apaa?” tanya Radeva, dengan kepala yang perlahan mencoba menghindar dari sodoran pisau yang mengarah ke lehernya.

Mama kasih kamu dua pilihan, Radeva. Bujuk Chandra untuk cerai sama Wenda, atau kamuu....” ancam Joanna kembali mendekatkan benda tajam dalam genggamannya ke arah Deva.

“SAMPAI KAPANPUN, DEVA GAAKAN PERNAH MAU IKUTIN KEMAUAN TANTE!!! SAMPAI KAPANPUN, DEVA GAAKAN BIARIN PAPA PISAH SAMA BUNDA CUMA GARA-GARA KEMAUAN GAK JELAS TANTE!!! MESKIPUN NYAWA DEVA TARUHANNYA!! CAMKAN ITU TANTE!!!” jelas Radeva lantang, menatap tajam ke arah Joanna, dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca.

Joanna tampak kesal dengan ucapan Deva, sehingga tanpa ragu ia mendekatkan ujung pisau di genggamannya ke arah pipi Radeva, dan sedikit menggoresnya.

Awwww tante gilaaa!! Tante bener bener gilaaa!!!”

“Bukannya ini mau kamu???” tanya Joanna dengan senyuman tipis yang ia berikan pada Deva.

“JOANNA!!!!!!” ucap Chandra yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu dengan wajah penuh amarahnya.

Joanna menoleh, memberikan senyuman terbaiknya pada Chandra. “Wahh udah bisa buka pintunya, Mas Chandra?” tanya Joanna dengan nada lembut.

“DEVAAAAAAAA!!!!!!” teriak Radiva yang berada di belakang Chandra, melihat pipi adiknya yang tampak sedikit berdarah karena goresan ujung pisau yang diberikan Joanna.

“TANTE KETERLALUAN!!! TANTE GILAAAAAAAAA!!!!” teriak Diva kembali, hendak melangkah menghampiri Joanna dengan air mata yang sudah mulai menetes pada pipinya.

“Divaaa, diemmmm. Jangan!!!” ucap Saga tiba-tiba menarik lengan Diva yang hendak melangkah menghampiri Deva.

“DIEM DI SITU! ATAU ADIK KEMBAR KAMU INI, TANTE BUAT PERGI!!! MAUU???!!” ancam Joanna pada Deva yang perlahan mundur mendekat ke arah Saga.

“Diva tenang, gak boleh gegabah. Liat, di tangan Joanna pegang pisau. Diva gak mau kan liat Deva luka lagi? Om tau kamu pasti paham maksud om ya,” bisik Saga pada Diva sembari mengelus punggung anak dari sahabatnya itu.

Tanpa aba-aba, Radiva bersimpuh di lantai kamar. Dengan kepala menunduk, ia menghela nafas panjang. “*Tante, Radiv mohon. Radiv mohon tante, jangan sakitin Deva, Deva gak salah apa-apa. Deva udah banyak ngelaluin banyak hal sulit selama ini, Deva udah banyak menderita. Radiv mohon tante, kalo tante benci sama keluarga Radiv. Luapin aja semua kebencian tante ke Radiv, jangan Deva, tan. Semua kesalahan kesalahan papa di masa lalu, luapin aja ke Radiv. Radiv mohon, Tante Joanna.” Jelas Radiva panjang lebar, tangisannya pecah ketika melihat air mata Deva mengalir melewati luka gores di pipinya.

“Div, gapapa. Lo jangan gila ya, cukup gue aja. Cukup gue aja yang menderita selama ini, lo jangan. Biarin aja Tante Joanna lampiasin semuanya ke gue, gapapa ko Div. Belasan tahun, belasan tahun bukan waktu yang sebentar buat gue diperlakuin seenaknya sama orang di sebelah gue ini. Gapapa ko Div, pa. Deva gapapa.” Jelas Radeva, mengakhiri ucapannya dengan senyuman manis pada Chandra dan Radiva.

Chandra yang hendak meluapkan amarahnya pada Joanna, tiba-tiba menundukkan kepalanya, dan ikut bersimpuh tepat di depan Joanna. Chandra benar-benar terpukul, setelah mendengar berbagai ucapan yang dilontarkan kedua anak kembarnya. Semakin merasa bahwa kesalahan di masa lalunya, benar benar membuat hidup ketiga anaknya mengalami banyak kesulitan.

Na, saya minta maaf. Saya minta maaf atas kesalahan saya di masa lalu. Na, kapan kamu mau nerima semuanya? Kapan kamu sadar, Na? Puluhan tahun? Mau sampai kapan kamu gak terima dengan pernikahan saya? Na, bukan waktunya lagi kita memperdebatkan ini. Hidup kita udah masing-masing. Saya dengan keluarga saya, dan kamu dengan keluargamu. Joanna, seberdosa itukah saya karena tiba-tiba menikah setelah memutuskan hubungan dengan kamu? Seberdosa itukah keputusan saya itu? Sampai kamu melakukan segala cara untuk membuat hidup keluarga saya hancur? Na, saya cuma laki-laki biasa. Gak ada bedanya dengan suami kamu, lalu apa yang sangat kamu harapkan dari saya? Sampai kamu terobsesi kaya gini? Apa? Harta? Kalo kamu mau harta saya, sekarang juga saya kasih, Na. Tapi saya mohon, cukup sampai di sini. Saya hanya ingin hidup saya tenang, anak-anak saya tenang. Kalo kamu mau pun, saya akan batalkan tuntutan saya atas perbuatan yang sudah kamu lakukan ke keluarga saya.” Jelas Chandra panjang lebar pada Joanna, dengan kepala menunduk, mencoba membujuk masa lalunya itu.

“Aku gak butuh harta kamu mas. Aku cuma butuh kamu!!” Jelasnya singkat dengan mata tajam menatap Chandra.

“TANTE!! CUKUP!!!! JANGAN PERNAH LAGI BILANG KALO TANTE BUTUH PAPA!! SAMPAI KAPANPUN RADIV GAAKAN PERNAH BIARIN TANTE SAMA PAPA!!! GAAKAN!!” jelas Radiva yang sudah tampak geram dengan ucapan perempuan mengerikan di hadapannya.

Radiva beranjak dari lantai, memasukkan telapak tangannya ke arah saku celana belakang. Entah apa yang tengah ia ambil, tiba-tiba Radiv mengarahkan genggaman tangannya tersebut yang sudah dipenuhi pasir yang ia ambil dari saku ke arah wajah Joanna. Melemparkan satu genggaman penuh hingga mengenai mata Joanna.

“RADIVAA SIALANNNNNN!!!!” ucap Joanna mencoba membuka mata, dengan pisau yang masih berada di genggamannya yang tiba-tiba secara tidak sengaja menggores leher Radeva. Radeva tidak dapat menghindarinya karena ia juga tampak memejamkan mata karena sedikit pasir sampai di matanya.

“RADEVAAAA!!!!! LEHERR KAMUUUU!!!” teriak Diva menghampiri Deva.

Chandra mengambil kesempatan untuk merebut pisau dari genggaman Joanna. Ia menggenggam lengan Joanna erat, mencari cara agar pisau jatuh dari genggaman wanita itu.

Di sisi lain, Radiva membuka kemejanya dan menutupi leher Deva yang tergores pisau milik Joanna. Saga tampak tengah membuka tali yang mengikat Lengan dan kaki Deva. Setelah ikatan terlepas, Radiva meminta ayah dari kembar Juna Jendra itu untuk membantu Deva keluar dari rumah. Bukannya ikut keluar, Diva malah membantu papanya melepaskan pisau dari genggaman Joanna yang sampai saat itu masih ia genggam kuat dengan mata yang tertutup.

“JOANNA, LEPAS. BAHAYA!!!” ucap Chandra yang semakin menekan pergelangan tangan kanan Joanna agar benda tajam itu terlepas dari genggamannya.

“Engga!! Gaakan!!!” sahut Joanna kesal.

Radiva ingin mengambil alih pisau itu tanpa menyakiti Joanna. Hingga satu satunya ide yang terbesit dalam pikirannya adalah dengan menarik atau bahkan menggenggam bagian tajam pisau tersebut. Tanpa pikir panjang, dengan tangan kosong yang tidak dibalut apapun, Radiva menggenggam kuat pisau tersebut, papa yang melihatnya tampak kaget dengan apa yang dilakukan Radiva di hadapannya. Beberapa detik saja, dengan satu hentakan. Radiva berhasil melepaskan benda tajam itu dari genggaman tangan Joanna. Meskipun, besar resiko yang ia ambil. Telapak tangannya bercucuran darah, menetes hingga mengenai lengan Chandra dan Joanna.

“RADIVAAAAA KAMU GILAA??????” tanya Chandra heran.

“LAMAAA PAAAAA. KESIAN DEVA!!!” jawab Radiva kesal.

“AAHHAHAHA ANAK BODOHH. ANAK KAMU BODOH, MAS!!!” celetuk Joanna sembari mengusap lembut kedua kelopak matanya.

Saga tiba-tiba muncul dari belakang pintu, “RADIVAA ASTAGAA TANGAN KAMUU?????”

“Gapapa omm. Udahh gapapa.”

“Iiiitu berdarah Divaa!! Udah masuk mobil cepet!!!”

“OHH YAAA JOANNA. TUHAN ADIL YA. HARI INI PEMBALASAN DATENG BUAT KAMU.” Celetuk Sagara tiba-tiba.

“APA MAKSUD KAMU?????”

“Anak kamu kecelakaan, Joanna Jingga.”

“HHAHA JANGAN NGARANG KAMU!!”

“Anak saya yang kasih kabar, dan suami kamu pun udah ada di sana.”

Tuhan adil, Na.



wxyzndaa

Mobil silver


cw // blood, Mention an accident


Hampir setengah jam Chandra, Sagara dan Radiva mencari lokasi yang dikirimkan Xenan pada kaka kembarnya Wenda. Di tempat lain, ada Cavin yang tengah mengemudikan mobilnya menuju arah komplek elite rumah kembar. Setengah perjalanan, rasanya Cavin melewati seseorang yang tampak ia kenal di depan minimarket. Karena penasaran, ia menepikan mobilnya tepat di depan toko yang masih terlihat tutup. Cavin menoleh ke arah belakang, dan benar saja orang itu adalah Yazdan, anak laki-laki yang sangat ia kenal. “Lahhh? Yazdannn kann? Anjirrr? Bisa bisanya dia keliaran dimana mana padahal mamanya nyulik anak orang??????” jelas Cavin heran.

Yazdan tampaknya berniat untuk menyebrang, karena ia memarkirkan mobilnya tepat di sebrang minimarket. “Ini gue kabarin anak-anak dulu? Atau samperin dia dulu?” tanya Cavin pada dirinya sendiri. Ia tampak kebingungan dengan hal pertama yang harus dilakukan setelah mendapati Yazdan ada di sana.

“Udahlahhh, gue samperin dulu aja. Kalo kabarin anak-anak, apalagi nunggu mereka dateng, yang ada tu bocah keburu kaburrrr. Lahh bentar, dia mau nyebrang? Mobil? Mobilnya manaaa?? Ahh anjir ituuuu, mobil putihhh tuh. Mobil mamanyaaaa. Fix berarti si Yazdan emang lagi bareng sama mamanya. Dahlah gue turun dulu, minimal samperin dulu. Kalo gue ikutin mobil dia, ini masalahnya jalanan lagi rame banget, mana keburu gue nyebrang pake mobil.”

Cavin menutup pintu mobilnya rapat, menoleh ke arah tempat Yazdan tadi berada, “Masih ada tu anak.” Ia berjalan hendak menghampiri Yazdan dengan sedikit menundukkan kepalanya agar tidak ketahuan. Baru beberapa langkah Cavin berjalan, dan baru beberapa langkah pula Yazdan tampak menyebrang ke tengah jalan, sebuah mobil silver dengan kecepatan tinggi datang dari kejauhan, dengan keras menghantam Yazdan yang berada di tengah jalan. Tubuh yazdan melayang jauh dan jatuh menghantam jalanan aspal yang sangat keras, dengan posisi kepala yang lebih dulu mendarat, hingga darah mengalir deras dari bagian belakang kepalanya. Sontak Cavin Benar-benar kaget dengan apa yang ia lihat barusan, orang yang hendak ia hampiri menjadi korban tabrakan tepat di depan matanya.

“YA TUHANNNN. YAZDANNN ANJIRRRR KO BISAAAAAAA.” jelas Cavin tidak percaya.

Baru saja Cavin mengatakan beberapa patah kata itu, Yazdan sudah tampak dikerumuni oleh orang-orang yang berada di sekitaran sana. Cavin mencoba menghampiri, dengan tangan gemetar memegang ponsel sedang mencoba menghubungi salah satu sahabatnya, Jendra.


Panggilan telepon

Jennnn angkat jennnn, gilaa ini tangan gue gemeter sialll. Haahaloooooo JENDRAAA.

Kenapa Vinnn? Lo di mana?? Ini kita udah di rumah Radiv. Tapi Radivnya gaada. Ibun bilang ternyata lagi pada nyari Tante Joanna sama Ayah dan Om Chandra.”

JENDRAAA JENNN TOLONGIN GUE ANJIR. GUE TAKUTT. ITUUUU ITUUU.

Kenapaaa heh? Lo ngomong yang jelas ya sialannn. Jangan buat gue khawatirrrr.

GUE LAGI BERHENTI DI DEKET MINIMARKET JALAN SUKAJADI, KARENA GUE NGELIAT ADA YAZDAN DI SINIIII.

IYA IYAAA TRUSSS???? LO SAMPERIN???”

Iyaaaa anjirrr Jendra, gue mau samperin diaaa. Baru beberapa langkah gue mau nyamperin diaa, dan beberapa langkah juga dia nyebrang ke jalan. ANAKNYA KETABRAK MOBIL JENDRAA, LO BURU DEH KE SINII. GUE TAKUT, GUE LIAT JELAS GIMANA DIA KETABRAK. INI UDAH DIKERUMUNIN BANYAK ORANG JENNN.

CAVIN LO SERIUS ANJIRRR? JANGAN BERCANDAAA??

DEMI APAPUN GUE GAK BERANI BERCANDAIN BEGINIAN APALAGI NYANGKUT NYAWA ORANG, GILA AJAA.

YAUDAHH GUE SAMA ANAK ANAK OTW. SHARELOCK!!

IYAAAAA. UDAH CEPETAN



wxyzndaa

Kamar kosong

cw // violence

Hampir semalaman penuh, Radeva tidak sadarkan diri. Joanna yang tidak tahu diri itu, mengikat kedua tangan Radeva ke belakang, tidak lupa kedua kakinya juga ia ikat dengan kuat. Joanna di bantu Yazdan, menyandarkan Deva di ujung ruangan kosong di dalam kontrakan yang ia sewa selama beberapa minggu ini.

Ka, maafin gue. Gue bener-bener minta maaf buat semua ini. Gue janji gak bakal nyakitin lo. Dan gue juga berharap, mama gak bakal ngelukain lo,” batin Yazdan bener-bener mereka bersalah.


Matahari menembus jendela kamar kosong tempat Radeva berada. Radeva merasakan cahaya matahari yang mengarah ke wajahnya, hingga ia tersadarkan dan membuka mata secara perlahan.

“Gue di mana? Kenapa gue di sini?” gumam Deva sembari menatap ke arah kakinya yang diikat, dan merasakan bahwa kedua tangannya juga tidak bisa diarahkan ke depan.

“Ahhh TANTE JOANNAAAAAA LEPASIN DEVAAA. TANTE UDAH LANGGAR JANJI TANTE. TANTE KETERLALUAN!!!” teriak Radeva keras dari dalam kamar kosong itu.

Kenapa lo bodoh Dev? Kenapa lo maen percaya aja sama ucapan dia?” batin Deva tampak menyesal.

Joanna yang tengah duduk manis di sofa, langsung beranjak dan menghampiri Radeva. Membuka pintu dengan perlahan, hingga tampak Radeva yang sedang bersandar di ujung ruangan dengan kedua tangan diikat ke belakang, juga kaki yang terus digerakkan mencoba melepaskan ikatan.

“Selamat lagi, anak Mama.” Sapa Joanna dengan senyuman liciknya.

“TANTE GILAA!!! TANTE BENER-BENER KETERLALUAN, TAN!!!” jelas Radeva dengan raut wajah kesalnya.

“Wawww anak Mama berani ya bilang mamanya gila???” ucap Joanna sembari mengusap rambut Deva.

“JANGAN PEGANG PEGANG DEVA. KOTORR!!” ucap Deva menghindarkan kepalanya dari sentuhan Joanna.

Joanna dengan raut wajah yang sudah tampak kesal, mendekatkan wajahnya ke arah Radeva. Berjarak 15 cm, ia menatap tajam Radeva.

“BERANI KAMU SAMA SAYA? BERANIIIII???” sentak Joanna kasar dengan satu tangannya menekan kedua pipi Deva dengan keras.

“TANNN, LEPASSS. SAKITTTT. DEVA BERANI, DAN DEVA GAK TAKUT SAMA TANTE!!”

“BERANI??? BERANI KAMUUU???” tanya Joanna dengan tangannya yang semakin menekan pipi Radeva keras.

“TANTE. BUKAN KAYA GINI CARANYA. DENGAN TANTE NGELAKUIN HAL HAL BURUK KE DEVA, KE KELUARGA DEVA, GAK BAKAL BUAT PAPA KEMBALI LAGI SAMA TANTE. TANTE HARUSNYA SADAR DIRI, PAPA GAK PILIH TANTE ARTINYA TANTE BUKAN ORANG YANG PANTAS BUAT PAPA! KALO TANTE KAYA GINI, TANTE TERLALU MAKSA. TANTE GAK TAU DIRI, TAN!!” jelas Deva dengan polosnya.

“DIEM KAMU!!” sentak singkat Joanna kesal, beranjak dari hadapan Deva. Baru satu langkah ia membalikkan badan, kaki Radeva yang terikat ikut menendang keras betis bawah Joanna, membuatnya tersungkur ke lantai.

“Aww. RADEVAAAA!! KURANG AJARRRR!!!!” ucapnya sembari menoleh ke arah Deva yang tampak senang melihat tragedi di hadapannya.

Joanna berdiri, menghampiri Radeva dengan keadaan lutut yang agak sedikit memar, tanpa ragu melayangkan satu telapak tangannya ke pipi kanan Radeva.

PLAKKK satu tamparan keras mendarat pada pipi manis anak bungsu keluarga Jayachandra.

“Tamparr aja tann, tamparrr. Sepuas tantee aja, tamparrr!!!!” jelas Deva tanpa ragu pada Joanna.

“ANAK GAK TAU DIRI!!”

“TANTE YANG GAK TAU DIRI!!! NGANCURIN KELUARGA ORANGGGG!!! TANTE GAK TAU DIRI!!! PULUHAN TAHUN HIDUP CUMA DIPAKE BUAT BALES DENDAM!!!!” celetuk Deva dengan lantangnya di hadapannya Joanna.

“SIALANNNN!!!” ucapnya, langsung mendorong keras Radeva dengan kedua tangannya, membuat kepala anak laki-laki itu terbentur keras ke arah tembok. Setelah apa yang telah ia lakukan, Joanna langsung berdiri dan pergi keluar dari kamar kosong itu, menutup pintu dengan keras, hingga membuat kaca jendela kamar tersebut bergetar.

“PEREMPUAN ANEHHHHHH!! BERUNTUNG PAPA GAK NGELANJUTIN HUBUNGAN SAMA TANTEEE!!!!!!” teriak Deva dari dalam kamar kosong itu.

“Ahhh ini gimana lepasin sii??? Gila kenceng banget iketannya. Ini pasti si Yazdan juga ikut bantuin nih, karena gak mungkin Tante Joanna ngelakuin ini sendirian. Ahh yaa gue inget, kemarin ada yang bekap gue dari belakang, itu pasti Yazdan,” gumam Radeva sembari terus menggerakkan kedua tangan dan kakinya, berharap salah satu ikatan melonggar.



Joanna keluar dari kamar tempat Radeva berada dengan keadaan yang tampak kacau, Yazdan yang baru keluar dari kamar mandi itu langsung berjalan menghampiri mamanya. “Kenapa Ma?? Rayden udah bangun???”

“Udah.” Jawab Joanna singkat.

“Yaudahh, Yazdan beliin makanan dulu ya buat dia. Kesian dari kemarin sore Rayden belum makan.”

“GAK USAH. KAMU BELI BUAT DIRI KAMU SENDIRI AJA. GAK USAH PEDULIIN DIA.”

“MAA TAPI?”

“SEJAK KAPAN KAMU SEPERHATIAN INI SAMA DEVA???”

“SEJAK YAZDAN SADAR. KALO RAYDEN GAK SEHARUSNYA TERLIBAT DALAM MASALAH MAMA. MAA UDAH CUKUP, BELASAN TAUN MAMA SIKSA RAYDEN, JANGAN LAGI. KESIAN. KALO MAMA MAU BALES DENDAM, BALES KE PAPANYA AJA. JANGAN KE ANAKNYA MAAA.”

“GA, YAZDAN.”

“MAAA, SAMPE SEKARANG YAZDAN MASIH MERASA BERSALAH SAMA APA YANG UDAH YAZDAN LAKUIN. YAZDAN YANG HAMPIR NYELAKAIN RAYDEN, SAMPE DIVA YANG KENA TABRAK YAZDAN. APA SELAMA MAMA NGELAKUIN PERBUATAN JAHAT MAMA, MAMA GAK PERNAH NGERASA BERSALAH MA???”

“CUKUP YAZDAN!! MAMA GAK MAU DENGER OBROLAN KAMU LAGI!! UDAH SANA BELI MAKANANNYA AJA, SEKALIAN JUGA BUAT KAKA ANGKAT KAMU ITU RADEVA!!”



wxyzndaa

Kesian Deva, kesian kaka juga

Semalaman, orang-orang di rumah Chandra benar-benar tidak diberikan ketenangan. Wenda berada di kamar di temani Irana. Chandra dan Sagara pergi ke luar rumah sembari terus menghubungi Joanna. Dan keenam anak laki-laki tetap berada di sofa ruang keluarga, Radiva yang memberi kabar pada Daido, dan anak-anak lain yang terus mencoba menghubungi Yazdan. Sampai terbitnya matahari, belum ada kejelasan mengenai keberadaan Radeva.

Hingga tepat pukul 09.00 Xenanda mengirimkan pesan mengenai keberadaan Radeva pada Wenda. Entah Xenan berbohong atau tidak, Wenda tampak berlari keluar menemui Chandra yang tampak tengah berbincang dengan Sagara.

“Paa, Xenannn paaaaaa,” jelas Wenda menghampiri Chandra.

“Ada apalagi Xenan??? Di situasi kaya gini? Mau bahas Deva lagi??” tanya Chandra kesal.

“Dia kirim sharelock tempat Joanna pa.”

“Maksud kamu???”

“Yaa Xenan ngasih lokasi keberadaan Joanna. Ayo ke sana pa. Aku takut Deva di apa-apain, ayo paa.”

“Yang bener aja kamu? Kamu percaya sama adik kamu itu?”

“Xenan pasti gak bakal bohongin kita kalo masalah Deva. Dia gak mau Deva kenapa-kenapa. Dia sampe cari keberadaan Deva karena dia mau kita selametin Deva. Coba papa pikir.”

“Ada benarnya kamu. Yasudah, kirim lokasinya, biar papa sama Saga ke sana. Kamu tunggu di sini sama Irana. Jangan dulu kasih tau Radiva. Papa mau pastiin dulu.”

“Paa, bunda ikut yaa? Ikut aja yaa?” pinta Wenda dengan nada memohon.

“Wenda. Tunggu di sini ya. Tunggu sama Irana. Mas bakal bawa Deva dengan selamat sama Chandra,” jelas Saga mencoba membujuk Wenda agar tidak ikut.

Radiva yang sudah sejak tadi berada di belakang pintu mendengar pembicaraan mengenai kabar lokasi yang dikatakan Bunda. Langsung menghampiri Chandra, Wenda dan Saga, meminta untuk ikut bergabung untuk pergi ke sana.

“Paa, Radiv denger obrolan papa, bunda sama Om Saga. Radiv mau ikut. RADIV IKUT.” Jelas lantang Radiva di depan kedua orangtuanya.

“Radiva, tapi ini belum pasti nak.”

“Radiva ikut. Ayo berangkat sekarang. Kesian Deva, kesian kaka juga, dia khawatir banget sama Deva,” jelas Diva langsung berlari kembali ke dalam rumah, membawa kunci mobilnya.

“Radiv Radivvv, tapi jangan dulu kasih tau Juna Jendra ya. Nanti aja kalo udah pasti, baru kamu kasih tau,” pinta Saga pada Radiva.

“Iya om, tenang aja,” ucapnya singkat sembari membuka pintu mobilnya.

Pasti karena ucapan Deya tadi malem, Diva jadi gini,” batin Wenda.



wxyzndaa

Radiv lagi?

Tampak banyak orang berkumpul di ruang keluarga rumah Jayachandra. Kelima sahabat kembar terlihat sudah berada di sana. Kedua orang tua Juna Jendra, Sagara dan Irana pun juga berada di sana karena mengkhawatirkan anak dari dua sahabatnya.

“Deva kemana kamu Devvv??? Gak mungkin kann Devvv?????” ucap Diva sembari kedua tangannya yang terus menjambak rambut.

“Div udahh, jangan jambak jambak rambut anjir, hobi pusing juga. Udahhh, Deva pasti balikkk,” jelas Janaka sembari menepuk pundak Radiva.

“Deva, lo di mana? Gue khawatir. Gue tau, lo gak mungkin pergi tanpa izin kaya gini. Pulang Dev.” Ucap Radeya dengan kepala menunduk.

Coba gue bisa liat Dev. Detik ini juga gue keluar. Gue cari lo sampe mana pun. Tapi sekarang gak bisa Dev, gue gak berguna ya jadi kaka lo? Maafin gue Dev,” batin Radeya merasa bersalah.

“Dey, tenang yaa. Deva pasti balik ko. Berfikir positif aja dulu, kalo dia emang lagi kerja kelompok mendadak. Lupa charger ponselnya,” jelas Cavin mencoba menenangkan Radeya.

“Tapi Vinn. Tadi Juna bilang kalo Deva masuk mobil orang, dan motornya ditinggal. Apa itu yang namanya kerja kelompok? Motor sendiri ditinggal gitu aja?” tanya Radeya heran.

Juna yang duduk di sebelah hanya bisa menunduk, merasa bersalah karena terlalu menceritakan detail tentang Radeva pada Deya.


“SIALLLLL!!!!” Celetuk Chandra tiba-tiba.

Irana yang tengah menenangkan Wenda di kursi meja makan langsung terhentak mendengar ucapan Chandra. Termasuk Saga yang berada di samping Chandra, dan ketujuh anak laki-laki di ruang keluarga pun tampak ikut terkejut.

“Kenapaa Chandra????” tanya Saga.

“Gaaa. Gue lemess, Joanna. Joanna Ga....”

“Kenapa Joanna?? Ngobrol pelan pelan Chandra,” pinta Saga pada sahabatnya itu.

Wenda yang mendengar nama Joanna keluar dari mulut suaminya, langsung berjalan menghampiri Chandra. “Paaa, Joanna? Ada apalagi sama Joanna paa?? Paa jangan bilangg????”

“Wenda, dugaan anak-anak tadi bener. Deva sama Joanna. Joanna yang bawa Deva pergi, Wen,” jelas Chandra di hadapan semua orang.

SIALAN! PEREMPUAN GAK TAU DIRI!!” celetuk Radeya dengan polosnya.

“Deyy, tenang.” Ucap Jendra singkat.

“ADEK GUE ANJIR. ADEK GUE DICULIK SAMA PEREMPUAN GAK TAU DIRI ITU. SIAL!! AHHH INI SEMUA GARA GARA MATA GAK BERGUNA INI! COBA GUE BISA LIAT. DETIK INI JUGA GUE CARI RADEVA SAMPE KETEMU! DAN GUE BISA LANGSUNG BALES PERBUATAN PEREMPUAN ITU.”

“Kaaa, udah. Jangan salahin diri lagi kaa. Radiv gak suka dengernya. Cukup kaa. Ini salah Radiv, harusnya Radiv gak biarin Deva sendirian.” Tutur Radiva dengan air mata yang mulai menetes ke arah pipinya.

“Yaa. Emang lo salah juga Radiva! Lo harusnya jagain dia!” Jelas Radeya tampak menyalahkan adiknya.

“Dey, ko nyalahin Diva???” tanya Hilmar kesal.

“Apaaa? Gak terima? Belain aja terus tuh anak. Belain aja terus sampe dia seneng, belain Marrr.”

“Jun, anter gue ke kamar.” Pinta Deya pada Juna di sampingnya.

“Tapi Dey? Deva?”

“Deva apa? Lo mau gue nyari Deva? Gimana? Gue buta? Kalo gue bisa, udah gue cari dari tadi.”

“Iiya dey, ayo ke kamar aja dulu.”

Cavin, Naka dan Hilmar hanya bisa terdiam memperhatikan tingkah laku Radeya yang tampak tidak seperti biasanya, ia kembali meluapkan emosi tidak jelasnya pada Radiva.

“Udah Div, jangan didengerin ya. Kaka lo lagi kebawa emosi aja, dia cuma khawatir sama Deva. Lo tenang aja, kita cari Deva bareng bareng ya. Buktiin sama Deya kalo lo bisa jadi kaka yang baik buat Deva.” Jelas Jendra, sembari mengelus pundak Radiva.

Radiv salah lagi ya ka? Radiv lagi yang salah?” batin Radiva, menghela nafas panjang.

Wenda yang sudah tampak lemas digandeng oleh Irana, hanya bisa diam mematung memperhatikan bagaimana Radeya menyalahkan Radiva. Berbeda dengan Chandra, juga Sagara. Mereka tampak sedang menghubungi orang-orangnya untuk mencari keberadaan Joanna, memberikan ciri-ciri mobil milik Joanna beserta plat nomor yang Chandra ingat.



wxyzndaa

Radeva, dan kecerobohannya

Hampir setengah jam Deva menunggu tepat di depan gedung fakultasnya, tepat pukul 14.30 mobil milik Joanna, mama angkatnya dulu tiba. Suara notif pesan berbunyi dari ponsel Deva. “Tante di bawah, Deva.”

Radeva yang tidak ingin menunggu lebih lama, segera berjalan menghampiri mobil milik Joanna. Joanna membuka jendela mobil, “Masuk, Radeva.” Pintanya singkat.

“Tante, Radeva pegang janji tante.”

“Iya, tante janji.”

Radeva membuka pintu mobil, tanpa pikir panjang ia masuk, dan duduk tepat di samping perempuan yang sudah menghancurkan hidup keluarganya.

Dari kejauhan, tampak seorang mahasiswa laki-laki melihat Radeva memasuki mobil yang sebelumnya belum pernah ia lihat. “Tuh si Radeva sama siapa? Ko yang bawa mobilnya kaya Ibu ibu? Mamanya kali ya? Tapi tadi pagi gue liat dia bawa motor, masa pulang dijemput?” gumamnya kebingungan.

“Udahlah bodo amat. Ngapain gue ngurusin orang pulang dijemput apa kaga.”


Joanna mengemudikan mobilnya tanpa sedikitpun menoleh ke arah Radeva. Begitupun Deva, ia sama sekali tidak menoleh ke arah Joanna. 5 menit berlalu, tanpa sepengetahuan Deva, muncul telapak tangan laki-laki dari arah belakang dengan sapu tangan yang dilipat persegi mengarah ke arah hidung dan mulut Deva. Dan depp sapu tangan yang sudah diberikan obat bius itu mendarat membekap hidung dan mulut Deva.

Deva yang menyadarinya langsung berusaha melepaskan telapak tangan orang yang membekapnya dengan sekuat tenaga. “mmmmmm mmmmm tannnnn tannnnnn.” Deva benar-benar kehilangan tenaganya untuk bersuara, tampaknya obat bius itu sudah terhirup agak lama sejak sapu tangan mendarat pada hidung dan mulutnya. Radeva pingsan, tidak sadarkan diri tepat di tangan Yazdan.

Yazdan, orang yang sejak tadi berada di balik kursi. Sesuai rencana dengan Mamanya, Joanna. Mereka berhasil mendapatkan Radeva kembali.

“Berhasillll. Pintar kamu Yazdan,” ucap Joanna menoleh ke arah Yazdan yang tampak menunduk.

Rayden, maafin gue. Gue terpaksa lakuin ini,” batin Yazdan merasa bersalah.

“Heii, ko diemmm sayang??? Kita berhasil loh, dengan Deva ada di tangan Mama. Mama bisa ancam Keluarga Deva untuk buat kesepakatan,” jelas Joanna percaya diri.

“Maksudnya?” tanya Yazdan heran.

“Mama bakal balikin Deva, asal mereka mau batalin buat bawa mama ke penjara.”

“Maa, tapi gak harus ngelakuin hal kaya gini juga maaa.”

“Yazdannnnn!!! Kamu mau mama masuk penjara?????”

“Eenngg engga ma.”

“Nurut sama mama!!”

“Iiyaa maa.”

Maaf, Den.” Batin Yazdan kembali.



  • wxyzndaa -

Dichat Tante Xenan

Kelima anggota keluarga Jayachandra tampak berkumpul di ruang makan. Radeva tampak selesai sarapan lebih dulu, ia beranjak dari kursi, berjalan dengan membawa piring bekas makannya ke dapur. Deva pun kembali sembari berjalan meneguk jus melon yang ia ambil dari kulkas.

“DEVAAA KALO MINUM ITU DUDUKKK!!” teriak Radiv yang sejak tadi memperhatikan adiknya.

“Hehehe iya iyaaa, ini dudukk nih otw duduk,” ucap Deva dengan sedikit tawanya.

“Devaaa? Itu kamu minum apa sayang?” tanya bunda penasaran.

“Jus Melon bunda, ini ada satu gelas lagi di kulkas.”

Radeya yang mendengar perihal jus melon yang diminum Radeva langsung melirik ke samping kiri tempat di mana Radeva duduk. “Deva? Lo minum Jus punya gue??” tanya Radeya.

“Ehhh ini punya lo kaaa? Maaf kaa gue gak tauuu.”

“Devaaa kamu ngapain ambil minumm punya kakaaa????” tanya Radiva dengan nada kesal.

“Yaaa gue gak tauu Div, gue kira gaada yang punya.”

“Devaaa, sayangg. Lain kali tanya dulu yaa, punya kamu kan tadi jus alpukat udah diminum duluan sebelum makan. Yang melon punya kaka kamu,” tutur bunda lembut.

“Iiiiyaa bunda, maafin Deva.”

“Udah bunda gapapa. Nanti Radey minta tolong Radiv aja buat bikin lagi. Boleh kan Div?” tanya Radeya pada Radiva.

“Iya ka, bolehhh. Nanti Radiv beli lagi melonnya ke supermarket.”

“Udah Dev, gapapa. Lo abisin aja itu.”

“Heem, oke ka. Makasih.”

“Besok besok kalo mau ribut itu ya minimal ributin saham, bukan jus melon,” jelas Papa dengan nada mengejek.

“Paaa, udah deh ahhh,” ucap bunda kesal.

Deva menghabiskan jus melon milik Radeya tanpa sisa. Setelah itu, ia teringat dengan niatnya tadi malam untuk menceritakan tentang Tante Xenan pada Bunda dan Papa.

“Bundaaaa, Papa, semalem Tante Xenan chat Deva,” jelas Radeva tiba-tiba.

Ekspresi bunda, papa, termasuk Radeya tampak langsung berubah setelah mendengar apa yang baru saja dilontarkan Radeva. Hanya Radiva yang tampak biasa saja, dan masih terlihat asik mengoleskan selai cokelat pada roti tawar di tangannya.

“RADEVA, TANTE XENAN? KEMBARAN BUNDA CHAT KAMU?” tanya bunda dengan raut wajah yang tampak kaget

“DEVAA? NGAPAIN TANTE XENAN CHAT KAMU?” tanya papa penasaran.

“Beneran dia chat lo, Dev?” tanya Radeya dengan nada bicara yang datar.

Radiva yang sedang asik mengoleskan selai pun langsung menoleh ke arah depan, memperhatikan setiap raut wajah orang-orang di hadapannya.

Ko mereka malah kaya kaget gitu? Bukan harusnya seneng ya kalo Tante Xenan chat Radeva?” batin Radiv penasaran.

“Iyaaa, bunda, papa, Ka Dey. Tante Xenan cuma nanya nanya kabar Deva. Terus yaudah deh terakhir chat itu Tante Xenan bilang, kalo ada apa apa atau butuh sesuatu katanya suruh kabarin dia,” jelas Radeva pada kedua orangtuanya.

“Ehh iya, bunda pasti seneng ya punya kembaran kaya tante Xenan???” tanya Deva antusias.

“Hemmm iiiiyaa Deva. Bunda seneng.”

Xenan, kamu sampai berani chat Radeva tanpa sepengetahuanku....” batin Wenda kesal.

Jadi ini alesan Wenda kesel semaleman. Xenan, saya harap kamu gak menambah beban pikiran saya,” batin papa, menghela nafas panjang.

Gue harap lo gak terlalu deket sama dia, Deva,” batin Radeya berharap.

Ko jadi pada aneh gini?” batin Deva heran.

“Ini kenapa pada diem?” celetuk Radiva tiba-tiba, tampak bingung dengan orang-orang di hadapannya yang sejak tadi hanya diam dan saling memandang.

“Engga Diva. Bunda cuma kaget aja ko tiba-tiba Xenan chat Radeva,” jelas bunda sedikit gugup.

Radeva yang tampak kebingungan pun akhirnya memilih untuk beranjak dari kursi.

“Yaudah Bunda, Papa. Deva kuliah dulu yaaa. Satu jam lagi ada kelas. Dannn buat melon tadi, nanti gue gojekin aja ya Div. Biar lo ntar tinggal bikin. Assalamualaikum.” pamit Radeva, langsung berjalan ke arah sofa mengambil tas, kunci motor, helm serta jaket miliknya.

“Waalaikumsalam. Hati-hati sayang.”

“Waalaikumsalam. Hati-hati Devaaa di jalannyaaaaaa.”

“Hati-hati anak papa.”


wxyzndaa

Dichat Tante Xenan

Kelima anggota keluarga Jayachandra tampaknya berkumpul di ruang makan. Radeva tampak selesai sarapan lebih dulu, ia beranjak dari kursi, berjalan sembari membawa piring bekas makannya ke dapur. Deva kembali sembari berjalan meneguk jus melon yang ia ambil dari kulkas.

“DEVAAA KALO MINUM ITU DUDUKKK!!” teriak Radiv yang sejak tadi memperhatikan adiknya.

“Hehehe iya iyaaa, ini dudukk nih otw duduk,” ucap Deva dengan sedikit tawanya.

“Devaaa? Itu kamu minum apa sayang?” tanya bunda penasaran.

“Jus Melon bunda, ini ada satu gelas di kulkas. Tapi ko belum dingin ya?”

Radeya yang mendengar perihal jus melon yang diminum Radeva langsung melirik ke samping kiri di mana Radeva duduk. “Deva? Lo minum Jus punya gue??” tanya Radeya.

“Ehhh ini punya lo kaaa? Maaf kaa gue gak tauuu.”

“Devaaa kamu ngapain ambil minumm punya kakaaa????” tanya Radiva heran.

“Yaaa gue gak tauu Div, gue kira gaada yang punya.”

“Devaaa, sayangg. Lain kali tanya dulu yaa, punya kamu kan tadi jus alpukat udah diminum duluan sebelum makan. Yang melon punya kaka kamu,” tutur bunda lembut.

“Iiiiyaa bunda, maafin Deva.”

“Udah bunda gapapa. Nanti Radey minta tolong Radiv aja buat bikin lagi. Boleh kan Div?” tanya Radeya pada adiknya.

“Iya ka, bolehhh. Nanti Radiv beli lagi melonnya ke supermarket.”

“Udah Dev, gapapa. Lo abisin aja itu.”

“Heem, oke ka. Makasih.”

“Besok besok kalo mau ribut itu ya minimal ributin saham, bukan jus melon,” jelas Papa mengejek tiba-tiba.

“Paaa, udah deh ahhh,” jelas bunda kesal.

Deva menghabiskan jus melonnya tanpa sisa. Setelah itu, ia teringat dengan niatnya tadi malam untuk menceritakan tentang Tante Xenan pada Bunda dan Papa.

“Bundaaaa, Papa, semalem Tante Xenan chat Deva,” jelas Radeva tiba-tiba.

Ekspresi bunda, papa dan Radeya tampak langsung berubah setelah mendengar apa yang dilontarkan Radeva barusan. Hanya Radiva yang tampak biasa saja, dan terlihat asik mengoleskan selai cokelat pada roti tawar di tangannya.

“RADEVA, XENAN? KEMBARAN BUNDA CHAT KAMU?” tanya bunda dengan raut wajah yang tampak kaget

“DEVAA? NGAPAIN TANTE XENAN CHAT KAMU?” tanya papa penasaran.

“Beneran dia chat lo, Dev?” tanya Radeya dengan nada bicara yang datar.

Radiva yang sedang asik mengoleskan selai pun langsung menoleh ke arah depan, memperhatikan setiap raut wajah orang-orang di hadapannya.

Ko mereka malah kaya kaget gitu? Bukan harusnya seneng ya kalo Tante Xenan chat Radeva?” batin Radiv penasaran.

“Iyaaa, bunda, papa, Ka Dey. Tante Xenan cuma nanya nanya kabar Deva. Terus yaudah deh terakhir chat itu Tante Xenan bilang, kalo ada apa apa atau butuh sesuatu katanya suruh kabarin dia,” jelas Radeva pada kedua orangtuanya.

“Ehh iya, bunda pasti seneng ya punya kembaran kaya tante Xenan???” tanya Deva antusias.

“Hemmm iiiiyaa Deva. Bunda seneng.”

Xenan, kamu sampai berani chat Radeva tanpa sepengetahuanku....” batin Wenda kesal.

Jadi ini alesan Wenda kesel semaleman. Xenan, saya harap kamu gak menambah beban pikiran saya,” batin papa, menghela nafas panjang.

Gue harap lo gak terlalu deket sama dia, Deva,” batin Radeya berharap.

Ko jadi pada aneh gini?” batin Deva heran.

“Ini kenapa pada diem?” celetuk Radiva tiba-tiba, tampak bingung dengan orang-orang di hadapannya yang sejak tadi hanya diam dan saling memandang.

“Engga ko Diva. Bunda cuma kaget aja ko tiba-tiba Xenan chat Radeva,” jelas bunda sedikit gugup.

Radeva yang tampak kebingungan pun akhirnya memilih untuk beranjak dari kursi.

“Yaudah Bunda, Papa. Deva kuliah dulu yaaa. Satu jam lagi ada kelas. Dannn buat melon tadi, nanti gue gojekin aja ya Div. Biar lo ntar tinggal bikin. Assalamualaikum.” pamit Radeva, langsung berjalan ke arah sofa mengambil tas, helm serta jaket miliknya.

“Waalaikumsalam. Hati-hati sayang.”

“Waalaikumsalam. Hati-hati Devaaa di jalannyaaaaaa.”

“Hati-hati anak papa.”


wxyzndaa

Gak boleh deket sama dia

Deva menghampiri Radeya yang tengah berada di kamar, sembari membawa roti dengan selai cokelat kesukaan kaka kembarnya.

“KAAA, GUE MASUK YA. INI GUE JUGA BAWA ROTIII. LO BELUM MAKAN SIANG KAA!!” teriak Deva dari depan pintu kamar Deya.

“Iyaa, masuk aja.” Jawabnya singkat.

Deva memasuki kamar Radey, duduk di samping kakanya. “Nih ka rotinya, nanti kalo mau minum bilang aja. Gue lupa gak ambil hehe.”

“Iya, makasih Dev.”

“Ohhiya ka. Barusan gue abis bales dm kembarannya bunda,” jelas Deva pada Radeya tiba-tiba.

Radeya yang mendengar hal tersebut langsung menoleh ke arah samping di mana Radeva berada. “KEMBARAN BUNDA? MAKSUD LO TANTE XENANDA DEV????” tanya Radey dengan nada bicara yang tampak penasaran.

“Lahhh ko lo kaya kaget gitu?! Iya Tante Xenan. Ehh tapi ko lo panggil tante ka? Kata Radiv dari kecil kita manggilnya Mami?”

“Ga kaget sih, biasa aja. Iya emang Mami, tapi gue ngomongnya kalo di depan dia aja.”

“Serius ka?” tanya Radeva penasaran.

“Dev, pesen gue cuma satu. Lo jangan terlalu deket sama dia.” Jelas Radeya tanpa alasan.

“Kenapa ka? Kenapa gak boleh deket? Maksudnya gak boleh terlalu deket?”

“Gak kenapa-kenapa. Ya maksud gue kan Tante Xenan baru hari ini bisa komunikasi lagi sama lo. Ya lo jangan terlalu deket, ya pokonya jangan.”

“Ka, ada yang lo sembunyiin dari gue?”

“Gaada. Apa yang mau gue sembunyiin dari kembaran sendiri?”

“Yaa lagian lo buat penasaran sihh kaa.”

Radeya sangat ingin mengalihkan pembicaraannya mengenai Tante Xenan. Ia pura-pura tersedak roti dan menyuruh adiknya untuk mengambilkan minum ke lantai bawah.

“Devv Devvvaaa tolong minummmm. Keselekkk gueee. Cepetannnnnn!!!”

“Hahh? Lo kenapa anjir masa tiba-tiba keselekkkkkk?????” tanya Radeva heran.

“Cepetan anjir Devaaa. Lo telat 1 menit aja, sore ini bisa ada bendera kuning depan rumah kitaaaaa.”

“Anjing kaaaa jangannnn. Yaudahh tunggu bentar, ini gue lariii.”

Radeva keluar dari kamar Radey, berlari menuruni tangga berniat mengambilkan air minum untuk kakanya. Radeya menghela nafas panjang setelah aktingnya berhasil ia lakukan.

Perasaan gue gak enak soal Tante Xenan, Dev....” batin Radeya, menghela nafas.

wxyzndaa