Kamu yang mencoba merenggut kebahagiaan mereka
Rumah sakit Melati Indah, tempat di mana semua orang kembali berkumpul di sana. Cavin, Naka, Hilmar, Juna dan Jendra. Kelima anak tersebut sudah berada di rumah sakit sejak 30 menit yang lalu. Dokter Daido, papa dari Yazdan pun sudah berada di sana setelah mendapat kabar dari Juna. Di susul Wenda, juga Radeya yang tampak digandeng oleh Irana setelah mendapat kabar Radeva Radiva terluka dan akan dibawa ke Rumah sakit yang sama dengan tempat Yazdan ditangani.
“Anak-anakku manaa?? Belum sampe sini???” tanya Wenda panik.
“Ibun, Radeva udah ketemu??” tanya Juna khawatir.
“Udah Juna. Radeva udah ketemu. Ibun ke sini sama Tante Wenda dan Radeya juga karena Radeva, bukan karena mau lihat Yazdan.” Jelas Irana pada anaknya.
“Radeva kenapaaa???” tanya Jendra.
“Ibun gak tau pasti Jen. Yang jelas tadi ayah kamu bilang kalo Deva sama Diva luka.”
“Hahh?? Maksud tante? Tapi mereka gak kenapa kenapa kan tannn????” tanya Naka panik.
“Tante juga gak tau. Tunggu aja, sebentar lagi pasti mereka ke sini.”
Wenda hanya bisa terdiam lemas, menyandarkan badannya di tembok rumah sakit, ditemani Radeya di sisinya. “Bunda tenang ya, semuanya bakal baik-baik aja. Maafin Radey, Radey gak bisa ngelakuin apapun untuk saat ini.”
“Kamu gak perlu minta maaf sayang. Bunda tau, di dalem lubuk hati kamu, kamu pasti khawatir banget sama adik adik kamu. Bunda tau kalo kamu gak bakal tinggal diam kalo soal Radiva, apalagi sekarang ada Radeva. Udah ya sayang.”
Deva dan Diva datang bersamaan, Deva dengan kemeja Radiv yang menutupi leher, ditambah luka gores pada pipi. Dan Diva dengan balutan perban tipis pada telapak tangan kanannya. Diikuti Sagara, dan Joanna, yang di belakangnya ada Chandra dengan raut wajah datar menatap ke arah Joanna yang membelakanginya.
“JUNAA JENDRA TOLONG KALIAN ANTER DEVA SAMA DIVA. CARI SUSTER BUAT NGOBATIN LUKA LUKA MEREKA. CEPETAN!!” pinta Saga pada kedua anak kembarnya.
Wenda panik setelah mendengar suara Saga. “Radeva Radivaaa gapapa sayangggg?????” tanya bunda langsung berdiri tegak, menghampiri kedua anaknya.
“Bunda, Deva gapapa. Maafin Deva ya bunda, bunda pasti panik.”
“Engga sayang engga, gak perlu minta maaf. Ini beneran luka? Ini kenapa leher kamu ditutup gini? Ini juga? Pipi kamu? Radiva tangan kamu kenapa darahnya banyak yatuhann? Jadi bener yang dibilang Mas Saga? Joanna lukain kalian?” tanya Wenda dengan raut wajah yang tampak kesal.
“Wenda, cukup dulu ya. Anak anak biar diobatin dulu, kesian.” Pinta Chandra mencoba menenangkan Wenda.
Radeya tampak tidak ada pergerakan sama sekali, ia memilih diam bersandar di tembok Rumah sakit. Untuk pertama kalinya, kekacauan datang, dan ia benar-benar merasa tidak berguna. “Lo gak berguna banget Dey, sumpah lo idup buat apa sih? Lo nyusahin doang, liat dua adek lo sekarang luka luka. Lo bisa apa Dey? Lo cuma diem dari tadi. Kaka gak berguna loo,” gumam Radeya dengan kepala menunduk, sembari sesekali memukul bagian dari samping kepalanya.
Setelah permintaan Saga pada Juna Jendra, kelima sahabat kembar langsung berlarian menghampiri. “ANJIRR LO BERDUA DI APAIN SAMA DIAA??? tanya Juna sembari matanya mengarah pada Joanna yang tampak tengah berjalan ke arah Daido.
“Gue gapapa ko. Udah ayo anter, perih nih anjirrrr.” Jelas Radeva pada Juna.
“Radiv gapapa semuanya, kegores doang ini,” ungkap Radiva dibarengi senyuman manisnya.
“Kegores apaan ini darahnya sampe nembus perbannnn Radivaaa? Lo maenin piso apa begimana????” tanya Cavin heran.
“Hehehhe nanti aja Radiv ceritanya. Udah ayo anter dulu ini di mana susternya. Tangan Radiv pegel loh.”
Hampir 10 menit Wenda melihat pertikaian Joanna dengan suaminya. Sudah tidak dapat dibendung lagi, amarah Wenda meledak saat itu. Ia yang sedang bersandar di pundak Chandra, langsung berdiri tegak dan berjalan ke arah Joanna. Dengan tatapan tajam juga wajah yang datar. Wenda mendekat dan PLAKKK satu tamparan keras Wenda mendarat pada pipi Joanna, yang sebelumnya sudah ditampar Daido, suaminya. Hanya berselang beberapa detik, Wenda kembali melayangkan telapak tangannya ke pipi kiri Joanna. PLAKKK tamparan kedua mendarat dengan suara dua kali lebih keras dari sebelumnya. Joanna yang menerima dua kali tamparan itu hanya bisa terdiam dengan mata yang berkaca-kaca karena terpikirkan keadaan Yazdan anaknya. Wenda menatap tajam ke arah Joanna.
“PEREMPUAN GAK TAU DIRI!! PEREMPUAN GAK JELAS!! SATU SATUNYA PEREMPUAN BIADAB YANG PERNAH SAYA TEMUI!!! MELAKUKAN SEGALA CARA HANYA DEMI MEMBALASKAN DENDAM MASA LALU YANG SANGAT TIDAK JELAS ITU!! CUKUP SAMPAI DI SINI KAMU MENYAKITI ANAK-ANAK SAYA!! CUKUP SAMPAI DI SINI KAMU MENGGANGGU KEHIDUPAN ANAK-ANAK SAYA!! SAYA TIDAK TAU BALAS DENDAM SEPERTI APA YANG HARUS DAN COCOK SAYA LAKUKAN SAMA KAMU!! TAPI UNTUK APA SAYA BALAS DENDAM? SEMUA ITU HANYA MEMBUANG BUANG WAKTU SAYA! JADI BIARKAN SAJA TUHAN YANG BALAS!! LIHAT SEKARANG ANAK KAMU, KAMU SADAR GA? APA YANG ANAK KAMU ALAMIN ITU JUGA SALAH SATU BALASAN DARI TUHAN ATAS PERBUATAN KAMU PADA ANAK-ANAK SAYA? SAYA HARAP KAMU SADAR, DAN KAMU BISA BERHENTI UNTUK BERURUSAN LAGI DENGAN KELUARGA SAYA! CUKUP KAMU BENCI SAYA DAN CHANDRA! JADI JANGAN PERNAH SENTUH ANAK-ANAK SAYA LAGI!! OH YAA, SATU HAL YANG AMAT SANGAT SAYA HARAPKAN, JOANNA. SEMOGA SECEPATNYA KAMU BISA MENDAPATKAN HUKUMAN YANG SETIMPAL ATAS SEMUA PERBUATAN KAMU.” Jelas Wenda panjang lebar, secara tiba-tiba langsung mendorong Joanna ke belakang sampai perempuan itu tersungkur dan terjatuh dengan kepala membentur tembok dengan cukup keras.
“WENDAAAA!!” teriak Chandra tiba-tiba.
“Udah Chan, biarin. Wenda berhak luapin kekesalannya ke Joanna. Irana kalo jadi Wenda juga gue yakin bakal lakuin hal yang sama,” jelas Saga pada Chandra.
“Iya mas. Betapa terlukanya dia selama ini. Kehidupan anak-anaknya dipermainkan sama seorang wanita dari masa lalu kamu,” sambung Irana lembut.
“Semua ini gara-gara gue ya Ga? Na?” tanya Chandra pada pasangan suami-istri di hadapannya.
“Gatau lah Chan, lo pikir aja sendiri. Gue udah pusing sama lo. Lo keong, gak sanggup gue.” Jelas Sagara mundur, memilih duduk di kursi tunggu rumah sakit.
“Na?”
“Engga mas engga. Mas gak salah, Joanna yang salah, terlalu menyimpan harapan ke orang yang jelas jelas udah gaada rasa sama dia, dan udah gak bisa dimilikin sama dia.”
Daido hanya memperhatikan pertikaian Joanna istrinya, dan Wenda mantan pasiennya dulu. Tak terlihat raut wajah Daido mengasihani Joanna yang baru saja kepalanya membentur tembok. Kesabaran Daido sudah habis, ia sudah tak sanggup lagi dengan tingkah laku Joanna, dan mungkin secepatnya surat perceraian akan segera sampai ke tangan wanita yang sedang terduduk di lantai sembari memegang kepalanya itu. Daido terlihat sangat malu berada di dekat keluarga Radeva, anak angkatnya dulu. Di dalam hatinya, ia sangat ingin bertanya keadaan Radeva yang tadi datang dengan keadaan terluka, namun rasa malu datang menghampiri akibat ulah istrinya pada keluarga Jayachandra.
Setengah jam berlalu, ketujuh anak laki-laki berdatangan dari arah lorong sebelah barat. Radeva dengan perban yang membalut di leher, dan perban kecil yang menutupi pipi kanannya. Juga Radiva, dengan perban baru yang tampak lebih tebal dari sebelumnya, menutupi telapak tangan kanannya.
Radiva dan Deva berjalan menghampiri Radeya yang tampaknya masih saja menunduk sejak tadi. Sejak Deva dan Diva datang, keduanya sudah memiliki feeling bahwa Radeya tidak akan menghampiri mereka berdua karena pasti kembali merasa bersalah.
“Kaka.” Sapa Deva dan Radiv bersamaan.
Radeya terkejut, badannya langsung berdiri tegak dengan pandangan kosong menatap ke arah depan.
“Radiv tau ko kenapa kaka tadi gak nyamperin Radiv sama Deva pas kita dateng.”
“Maafin gue ya ka, gue ceroboh banget kemaren. Maaf udah buat lo khawatir, dan maaf udah buat lo ngerasa gak berguna lagi ka.” jelas Deva dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Radeya yang mendengar ucapan kedua adiknya itu tiba-tiba langsung meneteskan air mata. Ia semakin benar-benar merasa bersalah atas apa yang terjadi pada kedua adiknya. “Div, Deva, maafin gue, maafin gue. Gue gak tau harus ngomong apalagi selain kata maaf sama lo berdua. Gue bener-bener minta maaf sama kalian. Maafin gue Dev, Div. Gue bener-bener gak berguna jadi kaka,” jelas Radey pada kedua kembarannya.
“Kaka gak boleh gitu. Dari dulu Radiv selalu ingetin kaka, biar kaka gak selalu nyalahin diri terus, dan ngaggep diri kaka gak berguna,” tutur Radiva sembari menepuk pundak kakanya.
“Lo salah satu kaka kembar gue ka, gimanapun keadaan lo, lo tetep kaka gue. Lo berguna ka, lo berguna dan lo berharga. Jangan pernah ngerasa gak berguna lagi ya ka. Bertahan sebentar, gue yakin secepatnya lo pasti bakal bisa liat lagi.” Sambung Radeva mencoba menguatkan kakanya.
“Meskipun bisa aja mata gue yang bakal sampe di lo ka.” Batin Radeva tiba-tiba.
Tidak lama setelah itu, ketiganya saling memeluk erat, tangisan tiga kembar itu pecah. Semua orang yang berada di sana tampak terbawa suasana. Termasuk Joanna, dalang yang menyebabkan Radeya menjadi seperti itu.
“Liattt Naaaa, liattt! Apa yang udah kamu lakuin sama mereka liatttt!! Betapa eratnya hubungan persaudaraan mereka! Dan kamu bisa bisanya selalu cari cara buat mereka berpisah!!! Liatt itu!! Sadar Na!! Betapa buruknya tindakan kamu yang mencoba merenggut kebahagiaan mereka setiap saat!! Sadarrr!!!” Jelas Daido, menatap tajam Joanna. Tanpa disadari, Joanna benar-benar meneteskan air matanya.
“Maaf..” ucap Joanna tiba-tiba. Untuk pertama kalinya Joanna melontarkan kata maaf dari mulutnya.
wxyzndaa