ymkissed

316. Like i’m gonna lose you.


Yoongi memasuki ruangan itu, di sambut dengan Jimin yang menatap nya dengan mata berbinar seakan menahan tangis.

“Darling…”

Rengekan manja dari Jimin membuat Yoongi langsung memeluknya, tapi Jimin tidak menolaknya ia membalas pelukan Yoongi.

Pelukan yang ia rindukan selama berhari-hari, melalu hari dingin sendiri dan kesakitan.


Setelah sampai apartement Yoongi, aroma tempat ini yang Jimin rindukan, aroma paling nyaman, aroma rumah baginya.

“Duduk dulu disini ya? saya mengisi air hangat di bathup dulu untuk kamu mandi.” Ucap Yoongi mendudukan Jimin disisi kasurnya kemudian membelai lembut rambutnya.

Jimin hanya mengangguk, membiarkan Yoongi pergi ke kamar mandi.

Yoongi juga menyiapkan dua baju miliknya, ia tahu Jimin selalu lebih menyukai pakaian nya daripada pakaiannya sendiri.

“Let’s go little one, Saya sudah memasukan bathbomb kesukaan kamu di dalam bathup.” Ucap Yoongi kini menggendong Jimin kedalam kamar mandi.

Nyaman, otot-ototnya yang masih terasa sakit sekarang lebih rileks, menyisakan bekas memar yang masih nyata.

“Ayo masuk.” Jimin meminta Yoongi untuk bergabung dengan nya di dalam bathup itu.

Yoongi tersenyum kemudian bergabung bersama.

Ia juga lelah Fisik dan pikiran Yoongi lelah. Mengurus semua masalah sendirian.

Mereka berdua merendam tubuhnya di dalam satu bathup yang sama, menikmati nyaman nya air hangat dan tenang nya aroma bathbomb yang memenuhi kamar mandi.

Yoongi mengangkat tangan Jimin, memeriksa pergelangan tangan nya yang memar.

“It’s hurt..”

“Lebih baik saya yang luka-luka, daripada harus melihat kamu seperti ini.” Yoongi menciumi pergelangan tangan Jimin.

“Gapapa ya? udah kejadian juga. It’s not your fault Yoongi.” Sela Jimin kini ia mengarahkan kedua tangan Yoongi ke kepalanya.

“Tolong keramasin rambut aku, kayaknya masih ada sedikit darah deh disini.”

Jimin menunjuk titik luka dimana ia di pukul sampai pingsan saat itu.

“Darah?” Lagi Yoongi teringat Johny mengatakan bahwa ada darah di sekitar tembok apartement Jimin.

Hatinya sakit, rasa bersalah yang terus mendorong dirinya.

Kekasihnya harus terluka parah kali ini.

Yoongi membilas pelan kepala Jimin, sepelan ia memperlakukan sesuatu yang mudah hancur.

“Gapapa ini udah gak sakit kok, aku gak nyaman aja kaya kotor gitu kepalanya.”

Ucap Jimin kemudian menatap Yoongi yang sedari tadi bahkan tidak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya sedari tadi.

Setelah selesai mandi, Yoongi membawa Jimin ke tempat tidur untuk memakaikan nya baju.

“Saya buka bathrobe nya is ok little one?” Tanya Yoongi hati-hati

Jimin hanya tertawa, bahwa Yoongi bersikap seperti ia saat pertama kali bertemu dengan Jimin. Yoongi yang sangat lembut dan tidak menyebalkan seperti sekarang.

Yoongi memakaikan celana terlebih dahulu, kemudian membuka bathrobe yang Jimin gunakan.

Sungguh terkejut, ada lebam di sekitar tulang rusuk Jimin dan bawah punggung nya.

Yoongi menatap luka-luka itu kemudian menangis. Ia merasa tidak berhasil menjaga Jimin.

Jimin memeluk tubuh Yoongi masih dengan posisi berlutut di depannya.

“It’s ok darling, it’s just a scars nanti juga sembuh.” Jimin berusaha membuat Yoongi lebih tenang walau tangisnya tidak bersuara.

“My bad little one, i’m sorry.” Ia tidak tega melihat tubuh Jimin dengan luka-luka seperti itu.

Jimin tersenyum, membelai wajah Yoongi.

“Bantuin aku pake baju dulu, terus aku mau cerita dan kamu juga belum jelasin tentang dinner itu.” Ucap Jimin


Kini Jimin berada di pelukan Yoongi membuatnya merasa aman.

“Mama.” Yoongi mulai berbicara, Jimin hanya mendengarkannya

“Mama, punya janji dengan tante Jenna saat dia bermain golf untuk mengatur kencan saya dengan Zanna. Dan ya dia memberitahu saya sehari sebelum dinner itu di lakukan. Saya sudah menolak Zanna and she’s agree with that.”

Yoongi menghela nafasnya panjang pelukan pada tubuh Jimin semakit erat

“I’m sorry little one.”

“It’s oke.” Hanya Jawaban itu yang Jimin ucapkan.

“Let’s sleep, and hug me darling.”

“Don’t leave me little one, i’ll hug you like i’m gonna lose you.”

309. Little one, hi


Setelah lift sampai di lantai ruangan Jimin di rawat, Yoongi berlari untuk menghampiri Jimin-nya yang sudah sadar.

Jimin nya yang menghilang selama empat hari, dan di temukan dalam keadaan menyakitkan bagi Yoongi.

Pintu terbuka, mendapati Seokjin yang sedang mengajak Jimin berbicara.

“Yoongi.” Ucap Seokjin senyum dan melirik Jimin

Yoongi mendekat, tubuh Jimin sedikit menegang. Hal terakhir yang ia ingat Yoongi tengah memukuli lelaki yang hampir memperkosa nya itu.

“Little one hei, feel better?” Yoongi menggengam tangan Jimin memberikan ciuman lembut di sekitar pergelangan tangannya yang lebam.

Jimin diam, terus diam dan enggan berbicara dengan Yoongi.

Ingatan dimana Yoongi membohongi nya dan pergi makan malam bersama Zanna.

“Gimana keadaan nya sekarang?” Tanya Yoongi pada Seokjin yang masih berdiri di sebelah ranjang Jimin.

“Tidak apa-apa, Dehidrasi nya sudah mulai membaik dari sebelumnya.” Jawab Seokjin seraya mengelus punggung sang adik.

Ketukan pintu dari suster yang membawakan makan malam untuk Jimin.

Yoongi segera membantu menegakkan ranjang Jimin agar ia bisa duduk, kemudian mengambil mangkuk berisi bubur yang telah di bawakan oleh suster tadi.

Niat Yoongi yang ingin mengurus kekasihnya itu, ia ingin menyuapi Jimin makan malam ini.

Jimin menarik kemeja Seokjin dan kemudian berbisik di telinga nya

“Dokter ganteng, tolong suruh Yoongi keluar kamar ini.” Bisik Jimin suara nya kecil dan sedikit serak

Seokjin hanya mengerutkan dahinya, dan kemudian bertanya kenapa.

Jimin berbisik kembali, Yoongi hanya menatap mereka berdua dengan ekspresi kebingungan.

“Aku gamau ketemu dan ngobrol sama Yoongi dulu.” Seokjin mengangguk paham.

Menghampiri Yoongi, mengajak nya untuk berbica di luar dan di iya-kan.

Kemudian ia kembali sendiri, tanpa Yoongi. Lalu membantu Jimin untuk makan.


Sementara Yoongi di luar ruangan berdiri, mengintip Seokjin dan Jimin di dalam kamar itu.

Jimin bahkan mau berbicara kepada Seokjin, tapi mengabaikan dirinya.

Tapi Yoongi menerimanya, tidak apa-apa ini semua memang salahnya. Lagi pula Seokjin akan merawat Jimin dengan baik.

Jimin hanya butuh waktu

Setelah beberapa jam berlalu, Seokjin menghampiri Yoongi yang kini berada di dalam mobil nya yang terparkir di luar rumah sakit.

“Jimin sedang tidur.” Ucap Seokjin duduk di sebelah kursi pengemudi membiarkan pintunya terbuka.

“He’s scared of me.” Yoongi tertawa menghisap batang nikotin itu dan asap mengepul di dalam mobil

“Dia bahkan tidak mau berbicara dengan saya.”

“Jimin pasti sangat kecewa.”

Yoongi terus berbicara meluapkan perasaan nya, dan Seokjin hanya diam mendengarkan.

“He still needs you Yoongi. Cuma ya memang kejadian yang sudah ia alami kemarin membuatnya ketakutan.” Ucap Seokjin kini ia ikut mengambil satu batang rokok milik adiknya

“Dokter tuh jangan merokok.” Ucap Yoongi sarkas

“Haha memang ada aturannya dokter dilarang merokok.”

Mereka berdua tertawa, berusaha menghibur diri dan melupakan masalah kemarin.

“Temani Jimin sana. Saya ingin pulang dulu dan mengecek keadaan mama di apartement kamu.”

“Mama.” Yoongi tertawa

“Besok minta urus sewa unit dengan Taehyung dan ajak mama tinggal dengan kamu sementara.” Yoongi keluar dari dan menyerahkan kunci mobilnya.


Jimin-nya sedang tertidur pulas.

Perlahan wajahnya terlihat sepwrti biasa dan tidak pucat seperti kemarin, bibir cantiknya berwarna kemerahan lagi.

Terbungkus dengan selimut tebal, Yoongi tertawa gemas melihatnya.

Ia menghampiri Jimin, memberi ciuman lembut di kening kekasihnya. Kemudian duduk di kursi sebelah ranjang itu.

Tak lama tertidur dalam posisi duduk dengan tangan yang saling bertautan.

Loving can hurt, loving can hurt sometimes

304. Your cold hands.


Rupanya Johny sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi, sebelum nya ia telah menghubungi ambulans untuk berjaga-jaga jika ada hal yang tidak di inginkan terjadi.

Seokjin mengambil alih tugas para medis untuk memberikan pertolongan pertama pada Jimin.

Sesampai dirumah sakit, ada beberapa dokter yang merupakan teman Seokjin. Dengan sigap mereka segera menangani Jimin.

Wajah nya pucat, luka di sekitar bibir, tangan dan kaki lebam membiru.

Jimin nya yang cantik kesakitan untuk kedua kalinya.

Tidak sadar ia terus menangis.

Sampai Jimin di pindahkan keruang VIP yang di minta oleh Seokjin, karena akan lebih ketat dalam menjaga privasi untuk Jimin sebagai public figure


Tangan nya dingin, jari-jari kecil nya pucat. Yoongi sesak melihat kekasihnya dalam keadaan seperti ini.

Memang benar waktu tidak akan bisa di ulang kembali, bodoh pikirnya.

“Bagaimana?” Tanya Yoongi kepada Seokjin yang telah kembali berganti baju.

“Seperti yang kamu lihat, luka dalam tapi tidak terlalu parah, kepalaran, dan dehidrasi.” Seokjin berdiri menghampiri tianh infus milik Jimin

“Jimin butuh banyak cairan, tiga hampir empat hari mungkin ia tidak makan apapun sejak itu.”

Yoongi hanya terdiam, menatap lebam biru di tangan Jimin yang sangat mengganggu dimatanya.

Seokjin duduk di sofa kamar pasien itu, yang memang dengan fasilitas memadai seperti kamar exclusive lainnya.

“Dan yang terparah, Jimin mungkin akan mengalami trauma hebat.” Seokjin menghela nafasnya.

Hati Yoongi terasa mencelos, luka verbal bisa sembuh dengan obat tapi luka non verbal itu akan cukup lama bertahan pada diri seseorang.

Denyut nadinya pelan, Jimin bernafas dengan sangat lambat.

Yoongi mengabaikan semua dering ponsel nya dan ponsel Jimin.

Sampai Jonhy mengetuk pelan ruangan itu, berbicara dengan Yoongi bahwa ada satu rumor menerbitkan berita bahwa Jimin sedang berada dirumah sakit.

Oh dia lupa, kekasihnya ini bukan sembarang orang.

Kekasihnya ini bagian dari satu bintang di negara ini.

“Oke Johny thank you, kamu boleh pulang dan istirahat. Biar ini nanti saya yang urus.” Ucap Yoongi

Hari yang panjang, bergelut dengan semua masalah yang datang secara bersamaan.

Tolong. Mereka berdua hanya ingin bahagia seperti dulu.

300. Little one, darling…


Entah Shereen menyuntikkan obat apa kepada Jimin, hingga membuatnya kehilangan kesadaran dalam beberapa detik setelahnya.

Terhitung sudah tiga hari Jimin di sekap oleh Shereen, tanpa makanan dan minuman yang masuk.

Tubuhnya terasa begitu lemah, bibirnya yang mengering, pergelangan tangan dan kaki yang mulai membiru membekas karena ikatan yang terlalu kencang.

Tiga hari ia habiskan dengan menangis tanpa suara, berharap Yoongi datang menolongnya.

Tidak perduli tentang perempuan, kencan, atau bahkan perjodohan yang mungkin sedang di rencanakan oleh Ibu Yoongi sekarang.

Anggap saja Jimin bodoh masih mengharapkan Yoongi untuk datang dan menyelamatkan nya setelah tiga hari terlewatkan.


Jimin terbangun di sebuah ruangan yang terlihat lebih baik dari sebelumnya.

Bersih tanpa debu, ini adalah sebuah kamar dengan cat berwarna putih. Tangannya nya masih terikat tapi tidak dengan kakinya.

Jimin tertawa acuh, sial kenapa hidupnya seperti di drama mafia yang ia tonton beberapa bulan lalu?

Yang diam-diam ia tonton karena Yoongi tidak menyukai drama.

Luka di belakang kepalanya masih berdenyut saat Jimin menggerakan lehernya, begitu pula luka-luka yang Shereen berikan di bagian tubuh lainnya.

Oh mungkin kah Shereen memberinya kesempatan untuk kabur? Jangankan untuk kabur mungkin untuk berdiri saja kedua kakinya tidak akan bisa.

Hujan terdengar samar dari ruangan itu, suara kunci pintu yang terbuka membuat Jimin membelalakan matanya.

Lelaki tampan membawa satu mangkuk bubur, dan satu gelas susu mendekat kepada Jimin.

Tidak, ini bukan dua lelaki yang biasa dengan Shereen memukulinya.

“Jimin, oh my god you look so pretty even with the scars on your face.”

Lelaki itu menempatkan makanan di atas meja kemudian menyentuh lembut luka tamparan yang membekas di pipi kanan Jimin.

Jimin spontan memalingkan wajahnya, rasa sakit di lehernya bahkan menjadi dua kali lipat.

“Jangan sentuh.” Ucap Jimin

“Why? You’re mine, Park Jimin milik saya.” Ucap lelaki itu dengan senyum menjengkelkan di wajahnya.

Jimin ingin sekali meludahi wajah bajingan itu, tapi dia tidak ingin mati sekarang. Tidak sampai Shereen mendapat hukuman lebih dulu.


Yoongi sedang menuju lokasi dana vila itu berada, di tengah antag berantah.

Orang aneh macam apa mendirikan vila mewah di tengah hutan.

Beberapa polisi, Johny bahkan Seokjin yang Yoongi hubungi tadi untuk ikut. Karena ia khawatir akan terjadi sesuatu pada Jimin.

Mereka sampai di tengah hujan, bahkan suara mobil tidak terdengar karena hujan begitu deras.

Menyusun rencana, Yoongi masuk lebih dulu dan diikuti oleh beberapa polisi di belakangnya.

Dan orang bodoh mana lagi malam hari di tengah hutan tidak mengunci pintunya.


Jimin menangis, lelaki kurang ajar itu mencium tepat di bibirnya.

Melawan sekuat tenaga untuk membuatnya menjauh, tapi nihil tenaga Jimin yang sudah tiga hari tidak di beri asupan makanan ia tidak bisa melakukan apa-apa.

Hanya bisa menangis, dan berteriak meminta keparat itu untuk berhenti menyentuhnya.

Tapi sial, lelaki itu malah membuka bajunya dan bertelanjang dada.

Kembali mendekati Jimin untuk menciumnya.

Sebelum ia menciumnya, Jimin terlebih dulu meludahi lelaki itu dan berteriak.

“Bajingan pergi lo brengsek! Yoongi pasti dateng buat penjarain lo.” Ucap Jimin suaranya bergetar ketakutan dan muak.

“Yoongi? siapa yoongi.” Ia tersenyum licik, mendekat dan menarik bahkan merobek kemeja yang melekat pada Jimin.

Jimin terus berteriak memanggil nama Yoongi, kakinya terus berusaha menendang lelaki itu.

Dada Jimin yang terekspos, lelaki itu terus menciumi leher Jimin.

Jimin takut, lebih baik ia mati daripada harus di setubuhi lelaki bajingan ini.

Jimin tidak mau.

“YOOOOONGI FUCK ASSHOLE SAVE YOUR LITTLE ONE, OR I WILL LEAVE YOU! MIN YOONGI BRENGSEK.” Jimin berteriak suaranya hampir habis.

Mendengar suara yang ia kenali Yoongi segera menaiki lantas atas. Dimana hanya ada satu kamar.

Ia menendang pintu itu, di suguhkan dengan keadaan Jimin terikat ketakutan, wajah pucat, ada luka di wajahnya.

Dan yang paling menyebalkan ada lelaki lain yang berusaha memaksa Jimin untuk melayaninya.

Bahkan baju Jimin telah di robek menampilkan dadanya, itu milik Yoongi orang lain tidak boleh menyentuhnya.

Mata Jimin terbelalak, wajah tercengang mendapati Yoongi mendobrak pintu tersebut.

Ia menendang punggung lelaki itu hingga tersungkur ke lantai, di susul dengan Seokjin ia berusaha menghentikan Yoongi yang terus memukuli lelaki itu.

Seokjin berteriak memanggil polisi untuk mengamankan orang ini.

Yoongi yang hampir kehilangan akalnya itu, langsung menghampiri Jimin menutupi tubuhnya dengan jas yang ia pakai.

Melepaskan ikatan di kedua pergelangan tangan Jimin yang membiru.

Hatinya sakit, akibat keputusan bodoh yang ia ambil berakhir menjadikan Jimin dalam keadaan seperti ini.

“Little one hei? saya disini jangan takut, little one your darling is here. Hei liat saya.”

Yoongi menarik Jimin dalam pelukkannya. memberikan rasa paling aman untuk kekasihnya itu.

Jimin menangis dan gumaman kecil yang Yoongi dengar “darling” dan ringisan.

Sebelum Jimin pingsan di pelukannya.

“Little one” “Darling…”

296. Shereen.


Sementara itu, waktu terus berlalu jam terus berjalan. dan Jimin masih terikat di kursi tanpa seorang pun menghampirinya.

Ruangan ini terlihat seperti gudang tua, di penuhi dengan barang lama yang sudah tidak terpakai.

Penuh dengan debu dan bau lembab jamur yang menusuk hidung.

Terdengar derap suara langkah kaki mendekat dan perlahan pintu itu terbuka, entah mungkin ini sekitar jam enam pagi.

Shereen datang dengan satu kotak nasi dan satu botol air mineral mendekat kearah Jimin.

Dengan senyum angkuh terukir di wajahnya.

Sungguh Jimin benci melihat wajah itu, Shereen itu lebih dari kata bajingan.

“It’s been a long time ya Park Jimin” Ucapnya meletakan kotak makanan itu di atas pangkuan Jimin.

Jimin hanya menatapnya dengan tatapan tajam, bahkan jika bisa mungkin wajah Shereen akan luka karena tatapan itu.

“Ayo makan dulu, lo gak boleh mati sekarang kak. Gue belum dapet uang dari lo dan pacar lo itu. Haha”

Shereen tertawa, memutari kursi Jimin kemudian ia membuka lakban yang menutup lekat mulut Jimin.

Setelah lakban itu sepenuhnya terbuka, Jimin yang merasa sangat kesal menggigit sekitar lengan Shereen dengan kuat. Ia yakin itu terluka dan berdarah.

Shereen berteriak dan menangis, dua lelaki mengampirinya melihat yang Jimin lakukan.

Lelaki itu menampar pipi kanan Jimin, kotak nasi itu terjatuh di lantai. Pipinya mati rasa bahkn sekitar bibinya mengeluarkan darah.

Apa salahnya membela diri pikir Jimin

Sungguh ia tidak perduli jika harus mati disini, tapi Shereen harus mendapatkan pelajaran lebih dulu.

“Jalang!” Hina Shereen

“Lo tuh jalang! lo tau karir lo bagus karena sponsor lo om-om kaya raya! Lo cuma ngangkang di depan muka nya dan haha you really sucking his dick for money! Park Jimin jalang.”

Hinaan-hinaan itu seperti tepat menusuk jantung Jimin, kali ini rasanya lebih sakit daripada tamparan tadi.

“Lo bahkan gabisa apa-apa tanpa pacar lo itu, jalang!” Shereen terus berteriak kepada Jimin.

Jimin tidak bisa menahan air matanya. Ia menangis bahkan Yoongi nya tidak pernah menganggap Jimin sebagai seorang rendahan seperti itu.

“Gausah lo makan.” Ucap Shereen kemudian lelaki itu melakban Jimin kembali dan mengencangkan ikatan di kaki dan tangannya.

292. Oh, bad decisions.


“Zanna, sudah selesai makan nya?” Tanya Yoongi lembut.

Perempuan itu menatap Yoongi penuh dengan minat, semacam ketertarikan dalam pertemuan pertama.

“Udah kak.” Jawab nya antusias dengan sentum yang selalu menghiasi wajahnya.

“Saya ada hal penting yang harus di selesaikan, bahkan lebih penting dari dinner yang di rencanakan tanpa persetujuan saya sebelumnya.” Ucap Yoongi

Kini ia mulai tegas, mulai menekankan tujuannya berada disini. Di meja yang sama dengan Zanna.

“Maksud kak yoongi?.” Perempuan itu terheran dengan maksud omongan yang Yoongi ucapkan.

“Maksud saya datang kesini, menunggu kamu telat hampir satu jam. Dan ya itu membuang waktu saya, Zanna.” Yoongi menyilangkan kedua tangan nya tepat di depan dadanya.

“Let’s end this shit. Saya sudah punya pacar dan kemungkinan akan melamarnya dalam waktu dekat. Jadi tidak memungkinkan saya harus berkencan dengan kamu.” Ucap Yoongi tenang.

“Tapi mama kak Yoongi bilang, kalo kakak gapunya pacar jadi mereka bikin kemcan ini buat kita?”

Zanna yang masig mencari cara untuk membuat Yoongi yakin untuk mengencaninya, tapi selalu kalah dengan fakta-fakta yang Yoongi berikan.

“Oh kebetulan mama saya baru bertemu dengan dia, sesudah merencanakan hal ini.” Ucap Yoongi tenang

Setiap ucapan nya yang tenang dan tajam, membuat Zanna merasa kecil. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

“Jadi, saya jelaskan lagi. Saya sudah punya pacar dan dia yang paling saya sayang lebih dari siapapun.”

Zanna masih tetap diam.

“Sudah selesai kan?” Gumam Yoongi kemudian mengambil kunci mobil yang tergeletak diatas meja, dengan makanan yang bahkan belum tersentuh sama sekali.

“Ayo saya antar kamu pulang, setidaknya saya bisa memastikan kamu kembali kerumah dengan selamat.” Yoongi berdiri meninggalkan beberapa lembar uang di dalam bill tagihan.

Diikuti dengan Zanna di belakangnya.


Di mobil hanya keheningan menyelimuti suasana ini.

Ponsel Yoongi terus bergetar, ia yakin bahwa itu Jimin yang mengirimi nya pesan.

Tapi ia harus mengembalikan Zanna dengan selamat, sampai kerumahnya.

Yoongi hanya ingin mencoba menyelamatkan hubungannya, Yoongi hanya berusaha agar Jimin dapat di terima dengan baik. Tapi memang Yoongi salah tidak mau jujur ia selalu menuntut Jimin untuk berterus terang di setiap masalah, Tapi Yoongi lupa bahwa dirinya bersikap egois sekarang.

Bahkan ia tidak akan menyangka, resiko harus kehilangan Jimin karena ia mengambil keputusan untuk berusaha menyembunyikan ini semua.

290. I trust you…


Jimin mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, mengabaikan peraturan lalu lintas di kota ini.

Emosinya mendominasi ia lebih dari apapun, hanya satu yang ia butuhkan saat ini. Alkohol.

Pikiran nya masih terus menyangkal tentang kebenaran bahwa Yoongi membohongi dirinya.

Kenyataan yang ia dapat adalah, meja atas reservasi dengan nama “Min Yoongi” Telah di bersihkan dan hanya ada Jungkook dengan Pacarnya menatap ia iba.

Jimin benci di bohongi, Jimin juga benci di kasihani.


Kini ia berada di sebuah bar cukup mewah di tengah jantung kota seoul.

Memesan beberapa gelas alkohol setidaknya untuk menenangkan nya malam ini.

Sampai ia merasa sedikit mabuk, dan memutuskan untuk pulang. Sebelum orang-orang mengenali dan membuat artikel sampah yang mungkin akan terbit besok pagi.

Jimin bahkan masih berfikir untuk membiarkan Yoongi menjelaskan maksud dari semua ini.

Jimin mungkin akan sakit dan kecewa jika Yoongi benar-benar berkencan dengan gadia itu, tapi apapun itu Jimin akan berusaha dan mengerti jika alasan yang Yoongi berikan masuk akal.

Sebut saja Jimin bodoh. Tapi ia benar-benar tidak ingin kehilangan Yoongi.


Hembusan angin malam dingin menusuk tulang.

Jimin meninggalkan mobil mahal milik Yoongi terparkir tepat di depan bar yang ia singgahi beberapa jam lalu.

Emosinya yang masih mendominasi dirinya, itu adalah salah satu mobil kesayangan milik Yoongi.

Masa bodo, entah mobil itu akan lecet, tersenggol atau bahkan hilang sekalipun.

Ia memutuskan kembali ke apartementnya menggunakan taxi pada jam dua belas malam.

Ponselnya entah ia tinggal di dalam mobil atau di dalam bar.

Jimin hanya tidak ingin di ganggu oleh siapapun malam ini.

Memandangi keluar jendela, tak sadar perlahan air mata turun membasahi pipinya. Ia lebih emosional sekarang, ia ingin menangis di kamarnya.

Jimin ingin pulang.

Sopir taksi yang terbilang sudah berumur itu berbicara.

“Boleh nangis, saya besarin volume musiknya ya nak. Saya akan pura-pura tidak mendengar.” Ia berbalik dan menatap Jimin.

Sial.

Jimin semakin menangis, karena sikap sopir taksi yang mengerti posisinya tanpa harus bertanya.


Pintu lift terbuka Jimin menelusuri koridor apartement sampai ia menghadap pintu unitnya.

Sudah hampir satu bulan apartement ini ia tinggalkan, dan sudah hampir satu bulan juga dia tinggal bersama Yoongi.

Begitu ia berhasil memasukkan passcode pintunya, sungguh Jimin terkejut walau ia dalam pengaruh alkohol tapi ia masih mengenali orang itu.

Empat orang dengan suara tawa yang familiar ia dengar terakhir kali berbisik di telinganya.

Sekarang benar-benar mereka berada di dalam unit apartement milik jimin.

“Sh…h” Ucap Jimin tenggorokan nya terasa tercekat hingga ia sulit untuk berbicara.

“Hai, kak Jimin long time no see.” Perempuan itu melambaikan telapak tangan nya tepat di depan wajah Jimin.

Mimpi?

Pantas saja perasaan nya sangat tidak karuan hari ini.

Dua masalah datang bersamaan, seperti semesta sedang mentertawai nya melawan setiap suatu hal yang memang tidak bisa ia kendalikan.

Perempuan itu menggerakan tangannya, seperti memberi aba-aba kepada seseorang di belakang Jimin.

“Bughh—” Suara pukulan yang sedikit menggema di ruangan itu membuat Jimin tidak sadarkan diri.


Jimin tersadar dengan rasa sakit di sekitar belakang kepalanya, berdenyut matanya perlahan menangkap cahaya redup.

Dengan keadaan kedua tangan terikat di satu kursi, ikatan nya cukup kencang terasa perih.

Dia bahkan mencium sedikit bau darah yang sudah mengering di sekitar lehernya.

“Shereen….” Gumamnya.

279. Your decisions.


Hari-hari yang mereka lewati semakin membaik.

Ibu Yoongi yang mulai pulih dan sudah mulai bisa berjalan dengan normal.

Pagi yoongi yang selalu di mulai dengan berbagai menu baru buatan Jimin, kekasihnya itu sudah mulai pandai memasak.

Sore hari ini hanya bersantai, Yoongi yang tidak pergi ke kantor dan Jimin yang sibuk menulis lirik untuk lagu barunya.

Wanita itu membawa dua gelas jus jeruk yang di penuhi beberapa kotak es batu di di dalamnya.

Jeruk sunkist yang ia beli di supermarket tadi rasanya sangat segar saat di buat jus.

“Ini buat kamu.” Ia mangarahkan satu gelas kepada Yoongi. “Jimin diatas kan.” Tanya wanita itu

“Iya ma.” Jawab Yoongi

“Mama mau anterin jus ini dulu ke Jimin, ada yang mau mama bicarain juga ke kamu Yoongi.”

Ucap nya kemudian meninggalkan Yoongi di sofa

Apa lagi yang akan di bicarakan ibunya, ini bukan tentang hal aneh atau tidak masuk akal lainnya bukan?


Wanita itu duduk tepat di sebelah Yoongi, mengepalkan kedua tangannya gugup.

Yoongi mengambil kedua tangan itu dan di genggamnya kemudian.

“Ada apa ma?” Tanya Yoongi lembut

“Mama punya janji.” Jawabnya gugup

“Janji apa?” Yoongi bingung

Tidak mungkin kan jika ibunya ini berhutang kepada orang lain, karena wajahnya yang terlihat begitu gugup.

Yoongi berusaha setenang mungkin agar Ibunya dapat berbicara.

“Itu yoongi…”

“Tell me.”

“Mama punya janji sama tante jeena, waktu kita main golf bareng buat bikin kencan kamu dan anak gadisnya.” Ucap wanita itu kini tangan nya yang mencengkram jari-jari Yoongi.

Yoongi diam, kepala nya seketika pening. Perasaan tidak enak mengganggu dirinya.

“Tolong…” ia memohon

“Ma….”

“Kamu datang, dinner kemudian bilang sama anak nya tante Jeena kalo kami udah punya pacar.” Bujuknya

“Mama gaenak Yoongi kalo harus batalin ini secara sepihak, tante Jeena terus nagih janji ini.”

Yoongi tidak tega melihat ibunya memohon seperti ini kepadanya, tapi disisi lain ia juga tidak ingin menyakiti Jimin.

“Mama janji akan perlakuin Jimin lebih baik lagi, mama kasih restu untuk kalian berdua. Dan mama bakalan kembali ke vegas. Yoongi mama janji sama kamu.”

Wanita itu kini hampir menangis, ia tahu bahwa ini akan sangat menyakiti perasaan Jimin. Tapi ia jiga tidak mau di sebut sebagai orang yang suka ingkar janji.

“Oke, saya datang hanya untuk menjelaskan keadaan dan menolak dia. Tapi mama benar-benar harus bersikap baik pada Jimin.”

Your bad decisions yoongi it’s your bad decisions

“Mama janji.”

“Oke.”

Wanita itu memeluk Yoongi dengan hangat.

Yoongi yang selalu di beban kan dengan semua masalah orang lain sudah cukup sulit untuk melakukan semua yang ingin ia lakukan.

Karena harus mengutamakan orang lain lebih dulu.

Dia hanya berharap jika Jimin mengetahui ini, ia akan memaklumi keputusan Yoongi.

I’m sorry little one


Jimin tertidur lebih dulu di dalam pelukan nya, kecil harum dan menggemaskan.

“I’m sorry little one.” Bisik Yoongi jari-jarinya mengelus lembut pipi kekasihnya itu.

Mereka berdua terlelap.

Pagi ini Yoongi bangun lebih dulu dan membiarkan Jimin tidur lebih lama.

Ia meninggalkan dua potong roti panggang, satu gelas susu, dan beberapa potong buah di dekat tempat tidur untuk Jimin sebelum ia pergi ke kantor.

257. I mean, Sorry.


Riuh suara tawa dan perlatan dan peralatan dapur yang saling bersahutan pada sore menjelang malam hari itu, di dapur apartement Yoongi.

“Hm wangi nya enak.” Goda Yoongi pada Jimin yang kini sedang mengaduk pasta di atas wajan.

Sudah matang, makan malam hari ini Jimin yang memasak dan Yoongi yang memberinya intruksi.

Yoongi memanggil ibu nya untuk segera keluar dan makan malam bersama.

“Ma… Ayo makan dulu, Jimin sudah selesai memasak.” Ucap Yoongi kemudian memasuki kamar itu.


Jantung Jimin berdetak lebih cepat, ini pertama kalinya mereka kembali makan bersama di atas meja yang sama setelah makan malam di Los Angeles saat itu.

“Tante, segini cukup?” Jimin meletakan chicken steak di atas piring wanita itu.

“Cukup Jimin, terima kasih.” Ucap nya kemudian tersenyum.

Yoongi dengan tatapan bahagia, kemudian menggenggam tangan Jimin yang sedikit gemetar di bawah meja ia menyalurkan kasih sayang nya agar Jimin merasa tenang.

Keduanya bertatapan, melihat wanita itu menikmati makanan nya.

Makan malam kali ini di temani dengan obrolan ringan oleh ketiganya.

Yoongi sedang mencuci piring ia tidak mengizinkan Jimin untuk membersihkan dapur karena sudah memasak malam ini.

Sementara Jimin membantu ibu Yoongi untuk pindah ke sofa dan menonton televisi di ruang tengah.

“Jimin.” Panggil wanita itu pelan.

Entah mengapa jika Ibu Yoongi menyebut namanya Jimin merasa bahwa ia akan di kejutkan dengan hal yang tidak ingin ia dengar.

“Boleh duduk sebentar disini?” Ia menahan lengan Jimin

Jimin menurut dan duduk disebelahnya.

Lagi pula wanita ini tidak akan mengatakan hal yang aneh bukan? Bahkan saat ada Yoongi disini.

“Iya tante? chanel tv nya mau di ganti.” Ucap Jimin

“Maafin tante, maaf tentang hal kemarin.”

Jimin membeku. Mimpi? atau ia sedang berhalusinasi?

“Tante?” Gumamnya.

“Maafin tante.”

Ada penyesalan di wajahnya, ada terdengar rasa bersalah pada nada bicaranya.

Jimin hampir menangis.

“Kamu sakit gara-gara tante ya kemarin? maaf harusnya tante gak bilang kaya gitu ke kamu. Maaf tante—”

Jimin menggenggam lembut tangan wanita itu yang hampir menangis di hadapannya.

Tidak, Ibu Yoongi tidak boleh menangis.

“Tante… gapapa kok gapapa. Tante jangan nangis.”

Jimin memeluk wanita itu, dan kemudian di sambut hangat olehnya.

Yoongi yang sedari tadi memperhatikan mereka beberapa langkah di belakang, ikut terharu.

Hatinya bersorak bahagia, benarkah semua ini? Ibu nya tengah berpelukan dengan Jimin?

It’s the best things ever gumam yoongi.


Kini Jimin tengah menumpu kan wajahnya diatas dada Yoongi.

Ia tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Bukan kah ini akhirnya Ibu Yoongi sudah mulai menyukai nya?

“Are you happy little one?” Ucap Yoongi kini jari-jari nya menyisir lembut rambut Jimin.

“So happy” Jawab Jumin antusias ia bahkan tidak bisa berhenti tersenyum sedari tadi.

Yoongi bangun dan menyandarkan tubuhnya.

“Give me a kisses.” Ucap Yoongi

Jimin hanya terkekeh, bangun kemudian mencium lelaki itu.

Kecupan demi kecupan Jimin berikan, mulai dari dahi, kedua mata, hidung, bibir bahkan dagu Yoongi.

Membuat keduanya tertawa.

Yoongi tidak ingin menyia-nyiakan waktu ia kemudian menarik Jimin dalam pangkuan nya.

Mencium dan melumat bibir kekasihnya yang selalu menjadi salah satu favorit nya.

Jimin menangkup wajah Yoongi, tidak mau kalah dengan kekasihnya tangan Yoongi kini berada di kedua bokong Jimin.

Malam keduanya di tutup dengan ciuman penuh kebahagian dan sedikit kerinduan yang akhirnya tercurahkan setelah beberapa waktu.

255. I love you.


Dalam perjalanan pulang menuju apartementnya, Yoongi berbicara kepada sang Ibu bahwa Jimin memang tinggal bersama mereka untuk sementara.

Wanita itu tidak menolak dan juga tidak terlihat antusias.

“Ya, mama is ok.” Ucap nya

Yoongi tersenyum lega, pasalnya kekhawatiran Jimin setidaknya terjawab.


“Jika butuh apa-apa telfon saya, suara mama tidak akan terdengar dari lantai atas.” Ucap Yoongi setelah membantu sang ibu berbaring di tempat tidur.

Yoongi melihat chiller kecil yang biasa berada di kamarnya, sekarang sudah ada di kamar yang akan ibunya tempati.

Ia memeriksa nya, ada beberapa botol air mineral, buah yang sudah di kupas dan di potong.

Jimin menyiapkan itu semua pikirnya.

Yoongi merasa sangat bersalah karena sudah bersikap kasar kepada Jimin saat mengirim pesan tadi.

Ia segera menuju ke lantai atas dan menghampiri Jimin. Tapi nyatanya kamar itu terkunci, Mungkin Jimin nya sedang tertidur.

Jam sudah menujukan pukul delapan lebih lima belas menit, Yoongi sudah memeberi ibunya makan malam.

Kini saatnya ia membangunkan Jimin dan membawakan bubur yang ia buat sebelumnya.

Kamar itu sudah tidak terkunci lagi, tapi Jimin masih meringkuk di bawah selimut menutupi hampir seluruh tubuhnya.

“Sayang…” Panggil Yoongi pelan

“Makan dulu ayo, terus obatnya di minum lagi ya?” Bujuknya

Masih belum ada jawaban dari Jimin.

Yoongi hanya diam.

Lama kelamaan ia mendengar suara samar isak tangisan yang berasal dari Jimin.

Yoongi masih tetap diam untuk beberapa saat.

Bergabung dengan Jimin di bawah selimut itu, ia kemudian memeluk Jimin yang memunggungi nya.

Membiarkan Jimin menangis dan tidak bertanya apapun padanya.

Pelukan nya tidak di tolak tidak juga di balas oleh Jimin. Yoongi semakin mengeratkan pelukan nya yang melingkar di sekitar perut Jimin.

“Maaf, Your darling is sorry little one.” Bisik Yoongi di telinga Jimin

Sejujurnya Jimin sangat kesal dengan Yoongi, ia sebelum nya tidak pernah bersikap kasar kepada Jimin selama mereka berpacaran.

Tapi ia membiarkan Yoongi terus memeluknya.

“Tidak apa-apa jika tidak ingin makan, kamu boleh langsung tidur malam ini.”

“Maaf ya, seharusnya saya tidak sekasar itu pada kamu.” Yoongi menjeda kalimatnya “Saya hanya, sedikit lelah hari ini. Maaf”

Jimin sangat ingin berbalik dan memeluk tubuh Yoongi, tapi otak nya terus menolak. Bahwa Yoongi pantas mendaptkan sedikit peringatan dari perbuatan nya.

Jimin membiarkan Yoongi, terlelap dengan memeluk dirinya.

Nafasnya yang berhembus di sekitar lehernya, membuat Jimin merasa…

Sial dia merindukan Yoongi.

Kemudian bergumam pelan

“Yoongi, i love you… please don’t leave me.”