ymkissed

Choose one.


Yoongi dan Seokjin tentu saja sudah mengenali semua orang yang bekerja di bar ini, termasuk pemiliknya.

Mereka berteman dekat.

Private room sudah di pesan, beberapa minuman pun sudah di bawakan. Yoongi tiba dua puluh menit lebih awal dari Seokjin.

Ia menggeser tubuhnya mencari posisi lebih nyaman, karena jujur setelah dua tahun akhirnya ia mulai bisa berhenti memikirkan bayang-bayang sang mantan kekasih.

Seokjin adalah orang yang paking tahu bagaimana Yoongi selama dua tahun kebelakang dengan masa terpuruknya.

“Lama” Ucap Yoongi saat Seokjin mendudukan dirinya di kursi berlapiskan kulit itu.

“Macet, pas gue mau balik hotel fully-booked hahaha.” Seokjin tertawa puas

“Tegang banget…. lo kenapa?”

Yoongi hanya membakar ujung rokoknya dan menghembuskan asap itu keluar mengudara.

“Gue di jodohin.” Ucap Yoongi tanpa ekpresi.

Seokjin yang tengah meneguk minumannya tentu saja tersedak mendengar pernyataan itu.

Pernyataan yang begitu tiba-tiba.

“Maksud lo?” Nadanya sedikit meninggi

“Gue di jodohin, beberapa minggu lagi the wedding day haha.” Gumamnya

“Jangan!”

Yoongi meliriknya bingung, tentu saja ia kebingungan mengapa Seokjin melarangnya?

“Kenapa jangan?”

“Jangan, kalo lo belum sepenuhnya move on dari yang dua tahun lalu better let this person go.” Ucap Seokjin.

“Tapi—”

“Gaada tapi-tapi, kasian dia if you still love your fucking ex.”

Tentu saja pernyataan Seokjin itu menohok dirinya.

Tertusuk oleh kenyataan, sementara ia masih bingung tentang bagaimana perasaannya.

“Gue udah move on.” Yoongi meletakan gelasnya diatas meja itu.

Asap rokok yang masih terus terbawa udara diruangan itu cukup memengakan.

“Siapa orangnya? tell me i wanna know.” Seokjin terus menatapnya tajam.

“Ada… tapi gue belum bisa kasih tau lo sekarang.”

“Oke, the personality? at least gue bisa nilai.”

“Baik, mandiri, clingy tapi dia gamau keliatan kalo dia itu manja. Everyones types tapi gue belum bisa jatuh cinta sama dia.” Jelas Yoongi

“I see, ini lo udah tau dia berapa lama?” Tanya Seokjin

“Satu bulan lebih haha, my parents threatened me with jw marriott. it’s so annoying.” Gumam Yoongi

“Your parents chooise must be best, Gi.” Seokjin menepuk punggung lelaki itu.

“Tapi gimana ya, i don’t want to falling in love again soalnya gue takut di tinggalin lagi.” Yoongi menghelakan nafasnya.

“Itu si nasib hahaha.” Ledek Seokjin pada Yoongi

“Engga gi, coba buka hati lo lagi ya? dua tahun udah cukup lo sedih-sedihannya.”

“Should i?” Tanyanya

“Iya, lo juga jangan brengsekin Ellie, she likes you so much Gi.”

“Kita tuh gabisa kontrol perasaan orang lain ke kita, kalo dia suka? ya itu urusan dia. Gue gak perlu tanggung jawab sama perasaan dia.”

“Tapi—” Sela Seokjin

“Iya tau, lo mau bilang gue brengsek kan? tapi gimana kan emang kenyataannya gitu.” Jawabnya.

Mereka berdua pun terdiam, Seokjin yang tidak bisa membantah Yoongi.

Sementara Yoongi yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri, haruskah ia coba dengan Jimin?

Dia hanya takut menyakiti Jimin dan berujung kembali di tinggalkan.

“Choose one, future or past Yoongi. kalo lo pilih masalalu please jangan coba-coba hancurin perasaan orang lain.” Gumam Seokjin

A new place, for us?


“Hm.” Lelaki itu seraya membersihkan tenggorokannya dan membuat Jimin yang berada di dalam mobil menoleh.

“Sorry, lama ga?” Tanya Yoongi kemudian membuka pintu mobilnya

“Enggak kok tenang aja.” Jimin keluar dari kursi penumpang dan pindah menjadi di sebelah Yoongi.

“Ini kita langsung ke apartment aja dan gajadi ke butik?”

“Langsung ke apartment aja, ada berapa apartment yang mau kita liat hari ini?”

“Tiga.”

Yoongi menjawab sambil memarkirkan mobilnya, ternyata ada dua mobil yang terparkir kurang rapi dan sedikit menghalangi mobilnya.

Melihat lelaki itu mengeluarkan mobilnya dengan menggunakan satu tangan menguasai setir itu.

“O-oh okay.” Jawabnya sedikit terbata-bata

Saat itu Yoongi segera menyambungkan teleponnya pada seseorang entah siapa Jimin tidak tahu, tapi terdengar sedikit kesal.

“Pindahin mobil di deket tempat parkir saya. Kalo sampe saya pulang masih kaya gitu jangan marah-marah kalo mobilnya lecet.” Ucapnya


Semua apartment adalah rekomendasi dari orang tua Yoongi yang memang memiliki bisnis properti.

Apartment pertama terletak di tengah pusat kota, dekat dengan hotel milik Yoongi begitu juga dengan butik Jimin.

Tapi ini terlalu mewah dan besar untuk tinggal sendiri, karena Jimin benci tempat besar yang telihat sepi.

Tempat kedua, terlihat tidak begitu besar pula tidak terlalu kecil. Design interior yang modern dengan beberapa penataan ruangan yang membuatnya terlihat rapih. Tetapi minusnya tempat ini terlalu jauh dari butik dan hotel.

Tempat ketiga, design apartment ini begitu minimalis dan mungil.

Jimin jatuh hati dengan tempat ini, dan ia tidak akan merasa kesepian walaupun sendiri.

“Saya mau yang ini Yoongi, boleh?” Tanya Jimin

“Boleh, tapi ini terlalu kecil Jimin? ini kaya ukuran apartment mahasiswa anak pejabat.” Goda Yoongi

Jimin tertawa, teringat bagaimana ia di sewakan sebuah apartment studio di paris karena dia hidup terlalu boros.

“Gapapa, saya pernah tinggal di apartment studio yang lebih kecil dari ini.” Jawabnya

“Engga, i know it’s just formalitas dan pernikahan kita ini cuma buat satu tahun. Tapi kamu harus hidup layak” Gumam lelaki itu dan menutup pintu kembali.

Sedikitnya Jimin tersentuh dengan perlakuan Yoongi.

Dimana jef tidak pernah memikirkan Jimin dan selalu mengutamakan dirinya sendiri.

“Saya anter kamu pulang sekarang ya, nanti sampe rumah istirahat lagi aja.” Ucap Yoongi kemudian berjalan menuju tempat parkir

“Haha saya masih ada beberapa design baju yang belum selesai Chef Min.” Jawab lelaki itu mengikuti Yoongi dari belakang.

Tubuh kecilnya hampir tertutup oleh bahu Yoongi yang terlihat sangat besar itu.

“Kamu udah duduk terus empat jam, hari ini istirahat aja designnya di lanjut besok.”

Don’t give him attention, he’ll falling in love with you Min.”

Hi.


Briefing sore ini baru saja dimulai selama lima belas menit tentu saja baru awal pembahasan tentang beberapa menu yang akan di sajikan.

Ketika ponselnya berdering dan ia mendapat pesan bahwa Jimin sudah tiba di airport, dengan cepat ia menyelesaikan briefing sore ini.

Ia tahu seharusnya ia tidak boleh bersikap kekanakan seperti itu, menuduh tanpa mencari tahu sementara dirinya masih senang bermain-main dengan orang lain.

“Oke, semua menu udah fix ya dan sebagian ada yang udah di prepare kan?” Tanya Yoongi pada Mingyu.

“Udah chef, cake juga sebagian di bake tinggal plating aja besok.” Jawabnya santai

“Jungkook, set up beres?” Yoongi melirik Jungkook yang tengah duduk santai di kursinya

“Hehe, belum.” Jawabnya

“Ya di beresin dong…” Ucap Yoongi kemudian berdiri dan melempar sebuah pulpen pada pada Jungkook.


Sudah dua puluh menit dalam perjalanan lalu lintas kali ini sedikit padat karena bersamaan dengan jam pulang kerja.

Akhirnya tiba lima menit lebih awal dari janjinya, Yoongi segera menelepon Jimin.

Dan tidak lama lelaki bertubuh kecil terlihat di depan lobby dengan koper besar di tangannya.

“Hi.” Sapa Yoongi

“Hallo chef Min.” Jawabnya

Berinisiatif membukakan pintu untuk Jimin.

“Thank you.” Gumamnya

Wajah kecil itu terlihat sedikit sembab dan lelah, tapi Yoongi tidak ingin banyak bertanya apalagi ingin tau tentang masalah orang lain.

Dalam setengah perjalanan tidak ada percakapan sepatah kata pun.

“Hm, mau minum?” Tanya Yoongi guna memulai pembicaraan

“Minum? hm i think i wanna drink wine tonight.” Jawab Jimin dengan mata terpejam.

“Bukan wine, maksud sana mineral water.” Walau fokus menyetir sesekali ia melirik Jimin di kursi sebelahnya.

“Oh.” Jimin menegakan tubuhnya kemudian menengok pada Yoongi

“Ini beer boleh saya minum gak?” Tanpa menunggu jawaban dari Yoongi ia sudah menenggak setengah kaleng beer tersebut.

“Jan—g” Ucap Yoongi kemudian mengehela nafasnya.

“Nanti saya ganti.” Gumamnya kemudian menurunkan sandaran kursi dan mulai tertidur.

Lima kemudian Jimin benar-benar tertidur pulas di mobil.

Langit sudah mulai gelap, jam sudah menunjukan pukul sembilan malam sementara Jimin benar-benar tidak bisa di bangunkan.

Yoongi sudah membunyikan bel rumah keluarga Park, tapi tidak ada yang menjawab.

Setelah kembali ke mobil dan mencari ponselnya, tetapi ponsel Jimin berdering beberapa kali.

Terlihat dari bar notifikasinya, dengan kontak bernama Jiyeon berisikan pesan Jimin untuk pulang ke hotel saja.

“Kak gue nginep dirumah Erica.”

“Mami papi juga kayaknya gaakan pulang.”

“Lo kan gasuka dirumah sendirian, mending balik ke hotel aja atau ikut Yoongi.”

Yoongi hampir tersedak saat membaca pesan terakhir itu.

Tapi tentu saja ia tidak tega membangunkan Jimin, dan dia memutuskan untuk membawa Jimin ke hotelnya.

Setidaknya biarkan ia beristirahat tanpa gangguan kali ini, dan anggap saja ini adalah sebagian dari permintaan maafnya karena telah bersikap menyebalkan.

I should go to home.


Hari ini adalah hari terakhir Jimin di paris, acara selama dua hari tersebut berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya.

Masih sedikit kesal dengan sikap Yoongi yang terlalu menuduhnya

Jimin memutuskan untuk pergi keluar bersama stefan.

Stefan adalah salah satu crew sebuah brand terkenal di dunia, Jimin sudah lima tahun berteman dengan stefan.

Bahkan dia tahu tentang semua cerita kehidupan Jimin di negara ini.

Bagaimana cara si lelaki brengsek yang mencampakan Jimin dan menyebabkan semua uangnya di bawa pergi.

“Hot or cold?” Tanya Stefan saat ia ingin memesan kopi

“Cold, i got headache” Jawab Jimin tanpa melirik lelaki itu dan sibuk memainkan ponselnya.

“Haha okay wait me designer Park.”

Lima belas menit berlalu dan Stefan masih menunggu pesanan kopinya, Jimin yang merasa bosan memilih keluar dari mobil lalu berjalan-jalan di sekitar taman dekat cafe tersebut.

Udara malam ini begitu dingin, Jimin berfikir haruskah ia mengabari Yoongi bahwa akan pulang besok atau tidak sama sekali?

Tapi setidaknya masalah komunikasi diantara keduanya harus segera di perbaiki.


Saat Jimin ingin kembali ke mobil tiba-tiba tubuhnya bertabrakan dengan seorang lelaki.

Lelaki yang sangat ia benci, lelaki yang beberapa bulan lalu pergi meninggalkannya dan membawa lari semua uang miliknya.

Rasa amarah yang sudah memuncak membuat ia melayangkan tangannya dan menampar pipi lelaki tersebut.

Suara tamparan itu menggema di taman kosong.

Jimin yang berniat pergi setelah itu tetapi lengannya kembali di tahan, dan tubuh kecilnya di peluk dengan erat.

“Jimin…”

“Babe, finally i found you…” Lirihnya

Jimin berusaha keras untuk melepaskan diri dari pelukan lelaki itu.

“Ngapain kamu cari aku? pergi sekarang dan jangan ganggu aku lagi.” Jimin terus menarik dirinya agar terlepas dari genggaman mantannya.

“Fuck Jimin i miss you! ayo pulang, ayo ikut aku sekarang.”

Saat dirinya terus di tarik Jimin berusaha melepaskan dirinya dengan cara menendang kaki lelaki itu dengan keras. Tapi nihil tentu saja tenaganya tidak ada apa-apanya.

“You’re still mine, jangan bantah aku.”

“Get out, lepasin aku! i wanna go home asshole.” Bentak Jimin

Melihat Jimin yang sudah berani memberontak, ia hanya tersenyum dan cengkraman tangannya terlepas lalu beralih menangkup kedua pipi merah Jimin.

“Your pretty lips, too much talking and you know i hate it Park Jimin.” Lelaki itu bergumam dan tentu saja langsung mencium bibir Jimin tanpa aba-aba.

Dengan sekuat tenanga Jimin segera mundur dan menendang perut lelaki itu.

“We’re over, stop and i don’t want to meet you again.”

Jimin segera menjauh kala Stefan berteriak memanggil namanya.

“Stefan here!” Teriak Jimin

“Berhenti ganggu aku, kita udah selesai and i’ll married with my boyfriend.” Gumam Jimin

Sementara itu Jef tengah menahan rasa sakit di perutnya karena tendangan Jimin.

Dan Stefan pun menghampiri mereka berdua, saat ketika ia melihat Jef tersungkur dan merasa sama kesalnya seperti Jimin.

Ia segera menarik tubuh Jef dan kemudian memukulnya dengan sangat keras di bagian pipi kiri.

“Stop bothering Designer Park, Jef!” Ucap Stefan dan kemudian menarik Jimin pergi dari tempat itu.

What’s wrong with me.


Yoongi berjalan menuju dapur hotel, entah apa yang membuatnya sekalut itu setelah mihat ponselnya.

Tidak, tidak mungkin ia kesal hanya karena melihat postingan Jimin yang selalu ia intip menggunakan akun privatnya.

Dapur itu berantakan, ceceran minyak sisa memasakan di atas kompor. Air yang terus mengalir terbuang.

Peralatan memasak belum semua di cuci, sementara orang-orang dapur tengah sibuk dengan pekerjaannya.

Ada pesanan ala carte siang itu, dengan segera ia mengambil catatan pesanan yang di berikan oleh waiters restonya.

Ia memasak dengan pikirannya yang entah berkelana dimana.

Memasukan semua bahan-bahan tersebut, api menyala begitu besar membuat wajan menjadi sangat panas.

Ketika percikan air jatuh kedalam wajan, dan api pun mengisi penuh wajan itu.

Dan hidangan tersebut selesai ia buat, Yoongi pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun sementara Mingyu hanya memperhatikan tingkah aneh bos nya jika sedang ada sesuatu yang salah.


Pagi hari menyambutnya dengan sangat cerah, memoles dirinya dengan sedikit sentuhan make up dan pewarna bibir yang mengkilap.

Jimin begitu cantik hari ini, terlihat seperti bunga-bunga mekar di musim semi.

Stefan benar-benar selalu bersama dirinya mulai dari ia tiba di bandara sampai hari ini acara tersebut di selenggarakan.

“Damn, pink hair and glossy lips. Jimin you’re look so pretty.” Ucap Stefan kemudian mengendarakan mobilnya.

“Thanks, and ya i feel so pretty today.” Jawab Jimin dan kemudian mereka berdua tertawa

Tanpa beban, Jimin benar-benar merasa bahwa dirinya hidup kembali dan menikmati semua aktivitasnya seperti biasa.

Tapi sesekali ia terganggu dengan Yoongi yang selalu muncul dalam pikirannya.

Tepat empat hari ia meninggalkan Seoul untuk ke Paris.

Dan Yoongi masih belum mengiriminya pesan, ia benci menunggu dan ia lebih benci dirinya sendiri yang mulai terbiasa dengan kehadiran Yoongi.

Two of us.


Yoongi memarkirkan mobilnya tepat di depan butik Jimin.

Butik itu memang belum di buka karena ada beberapa tempat yang harus di perbaiki.

Beberapa barang dan baju yang masih perlu di tata ulang.

Sebelum ia memanggip Jimin dari ponselnya tetapi lelaki itu tiba-tiba mengetuk kaca mobilnya.

Yoongi dengan cepat menurunkan kacanya, dan ya seperti apa yang ia lihat postingan twitter Jimin

Ia mengenakan sweater hangat berwarna hitam, bibirnya sedikit merona oh tentu saja memang Yoongi tidak pernah mengelak bahwa Jimin terlihat sangat menarik.

“Kita mau dinner dimana?” Tanya Jimin setelah memasang seatbelt pada dirinya.

“Pierre gagnaire a seoul.” Jawab Yoongi kemudian mengemudikan mobilnya.

“Itu dimana?” Tanya Jimin yang masih sibuk dengan ponselnya entah sepertinya ia mencari tempat yang Yoongi sebutkan tadi.


Saat tiba disana dengan meja yang sudah di pesan dengan nama Yoongi, meja yang tepat menghadap dinding kaca restaurant tersebut.

Jimin tidak ingin menebak-nebak apa arti dari semua perubahan sikap manis Yoongi ini.

Dia hanya akan mengikuti alurnya saja, mengikuti apa yang akan lelaki itu lakukan.

Dan tentu saja jika Yoongi brengsek Jimin akan membalasnya, ia tidak akan hanya diam dan meratapi nasibnya.

“How the foods?” Tanya Yoongi saat ia memotong daging steaknya menjadi beberapa bagian.

“It’s good.” Jawab Jimin

“Sama lunch nya juga makasih Yoongi, i’m eating well.” Jimin menatap Yoongi dengan lurus dan duduk tegap.

“Besok saya kirim lagi ya.”

Melihat Jimin malam ini dengan outfit berwarna hitam, dan duduk tepat di depannya seperti dejavu saat ia makan malam bersama Ellie hari itu.

Sampai membuatnya larut dalam pikirannya sendiri.

Setelah beberapa menit diam tanpa percakapan, Yoongi membenarkan posisi tubuhnya dan membersihkan tenggorokannya.

Seteguk wine malam ini tidak akan mencelakainya.

“Jimin, sebelum satu bulan berlalu terus kita baru dua kali pertemuan secara pribadi kaya gini.” Yoongi menjeda kalimatnya

“Iya?” Jimin mengangguk dan kembali menyantap potongan kecil steaknya

“Orang tua saya bilang mau beli apartment atau rumah untuk hadiah pernikahan, tapi kita tetap akan tinggal di tempat yang terpisah.”

“Saya mau beli tempat sendiri, atau saya bisa tambah ruang di butik untuk satu kamar.” Ucap Jimin.

Hidup untuk sendiri itu tidak susah, Jimin masih bisa membiayai hidupnya sendiri walau ia sudah menikah dengan Yoongi nanti.

“Engga, kamu bisa tinggal di apartment itu nanti dan saya akan tinggal di hotel.” Jawab Yoongi

Ia tidak ingin membuat Jimin harus kerepotan, apalagi jika kedua orang tuanya tau jika setelah menikah nanti mereka berdua berencana untuk tinggal terpisah.

“Hm.” Jimin menghela nafasnya

“Kita juga masih punya dua bulan lagi chef Min. So we can talk about this again later.”

“Okay, kalo kamu butuh sesuatu bisa hubungi saya. Juga dua bulan ini we can know each other more .” Ucap Yoongi dan kemudian di angguki Jimin.

Yoongi tidak tau saja bahwa Jimin akan pergi lusa, pergi yang entah akan kembali lagi atau tidak.

What did he do?


Saat Jimin sedang membuat satu cangkir teh untuk dirinya tiba-tiba suara bel berbunyi.

Meletakan tehnya kembali diatas meja dan segera menuruni tangga untuk menghampiri dan melihat siapa yang datang ke tempatnya.

“Halo selamat siang, apa benar ini butik designer Park Jimin?” Ucap dua orang pria dengan sopan.

Jimin reflek mengangguk dengan cepat, tapi siapa orang-orang ini?

Setau dia tidak ada pengiriman barang hari ini.

“Iya saya Park Jimin, kalo boleh tau ada apa?” Tanya Jimin

“Kami datang untuk memperbaiki toilet disini, dan kami juga bawa beberapa contoh design interiornya.”

Karena terlalu lama berdiri di luar Jimin mempersilahkan mereka untuk memasuki butiknya.

“Tapi seinget saya, saya belum panggil jasa untuk memperbaiki toilet disini.” Ucap Jimin

“Oh iya pak Yoongi yang kirim kita kesini, kemarin saya dapat telepon untuk datang dan renovasi tempat ini.”

Jimin terkejut karena Yoongi tidak memberitahunya atau mengabarinya lagi sejak tiga hari lalu sejak mereka terakhir kali bertemu.


Sibuk memilih design apa yang cocok untuk toiletnya dan beberapa ruangan yang perlu di percantik sedikit lagi, Jimin menyerahkan semuanya pada orang-orang itu untuk mengerjakannya.

Apakah ia harus mengucapkan sesuatu pada Yoongi?

Atau apa?

Jujur saja Jimin masih memikirkan sikap Yoongi tiga hari lalu yang berubah menjadi lebih lembut dari sebelumnya.

Seperti lelaki itu mencoba untuk mendekatinya.

Walaupun Jimin menerima perjodohan ini, dia telah berjanji bahwa ia tidak akan pernah jatuh cinta pada Yoongi.

Dan pernikahan ini hanyalah sebuah bisnis.

Those flower.


Lelaki itu datang menjemputnya sesuai dengan permintaan Jimin, bahwa ia tidak ingin di jemput sampai kerumah.

Jiyeon akan meledeknya sudah pasti.

Setiap pakaian yang Yoongi kenakan selalu membuatnya tampak sangat berbeda.

Terlebih lagi pagi tadi ia mengirim foto dirinya hanya menggunakan kaus berwarna hitam dan kacamata tentu saja yang membuatnya terlihat sangat tampan.

Jimin tidak menyangkalnya.

Tapi ternyata pakaiannya sedikit lebih formal saat tiba.

Dan tentu saja di dalam mobil tidak ada percakapan sama sekali, keduanya sama-sama bingung apa yang harus di bicarakan.


Tujuan utama mereka hari ini adalah toko furniture untuk membeli beberapa barang yang akan mengisi butik Jimin nantinya.

Setelah berlama-lama dan berkeliling, kemudian mendapat barang yang mereka cari.

Yoongi mengusulkan untuk makan siang terlebih dahulu, mengisi energi dan begitu pula Jimin yang terlihat mulai kurang bersemangat.

“Hmm!” Suara itu dari mulutnya yang penuh dengan satu potong daging.

“Enak?” Tanya Yoongi yang masih sibuk memperhatikan makanannya.

“Iya, makanan di tempat kaya gini emang rata-rata enak.” Jawab Jimin

Yoongi hanya menganggukinya.

Suapan pertama, dan kunyahannya perlahan dan ya benar ucapan Jimin.

Bahwa makanan di tempat seperti ini tidak selalu buruk.

Sampai akhirnya mereka menghabiskan makan siangnya dan memutuskan untuk menuju butik milik Jimin.


Hal menarik lainnya bahwa Yoongi benar-benar membeli satu bucket bunga untuk Jimin, tanda ucapan selamat pikirnya.

Mereka segera menuju bangunan tersebut, gedung yang memiliki dua lantai tersebut terlihat sangat minimalis.

Kecil, seperti Jimin.

Jimin menuju gedung tersebut lebih dulu, dan Yoongi membawa beberapa barang dengannya. Oh tidak lupa dengan bunga nya juga.

“Selamat siang, Park Jimin?” Sapa seseorang yang merupakan bagian dari real estate bangunan itu.

“Iya, dengan saya sendiri.” Jawab Jimin kemudian meletakkan beberapa barang di pelukannya.

Sementara Jimin sibuk menandatangani dokumennya, Yoongi memilih untuk menuju office Jimin di lantai dua.

Ruangan yang di dominasi cat berwarna putih itu membuat ruangan kecil terlihat lebih besar.

Berinisiatif untuk menata barang bunga yang ia bawa di dalam vas.

Tanpa sadar sudah lima menit Jimin memperhatikannya, melihat Yoongi dengan teliti menata bunga-bunga itu satu persatu.

Dan kemudian tersadar untuk segera berbalik menuruni tangga.

“Wait.” Ucap Yoongi

“Toilet di sebelah harus di renovasi, itu terlalu kecil.”

Memang benar ucapan Yoongi, minus tempat ini adalah memiliki toilet dengab design yang sangat biasa dan kecil.

“Hm iya itu nanti saya cari orang dulu buat renov beberapa spot yang kurang layak.” Ucap Jimin.

“Oke, omong-omong tadi saya beli bunga ya ternyata cocok dengan nuansa putih di tempat ini.” Kata Yoongi kemudian berdiri dan menggulung lengan kemeja berwarna putihnya.

Entah mengapa Jimin merasa jadi lebih gugup sejak pagi tadi saat Yoongi menjemputnya.

Dan ya apalagi saat ia melihat Yoongi menata bunga-bunga cantik di ruangan kerjanya.

“Thank you, those flower look so pretty.”

“Pulangnya saya antar sampe rumah ya.” Ucap Yoongi

“Iya.” Jawab Jimin kemudian pergi begitu saja.

Aneh, sungguh sikap Yoongi hari ini benar-benar aneh.

Jimin tidak bisa berhenti memikirkannya, sudah lama sejak ia bersama lelaki sialan yang meninggalkannya itu.

Sementara di isi kepala orang lain, ia hanya sekedar permainan saja.

Bahan permainan, dan bahan untuk bersenang-senang.

A morning shit


Pagi ini bangun dengan terasa lebih baik, berkat tidur nyenyak dan tenang lalu sebagian beban pekerjaannya sudah terangkat.

Tentu saja menu room service untuknya sudah diantarkan oleh pelayan ke kamarnya.

Memutuskan untuk mengisi penuh bathup dengan air hangat, merilekskan tubuhnya dalam beberapa menit.

Mengenakan pakaiannya, menyelesaikan sarapannya, dan merapihkan semua barang-barangnya kemudian siap untuk kembali kerumah.


“Gila, after breakup makin cakep aja lo.” Ucap Jungkook kemudian memeluk tubuh Jimin.

“Haha iyalah, makin cakep itu harus.” Jawab Jimin

Berbincang beberapa menit untuk melepaskan rindu satu sama lain, Jimin memutuskan untuk pulang dan berpamitan dengan Jungkook.

Sebenarnya kamar ia di pesan untuk dua malam, tapi Jimin sungguh enggan bertemu dengan Yoongi di hotel ini.

“Hati-hati ya, bilang mami nanti gue mau main.” Ucap Jungkook

“Oke haha see you.” Jimin berjalan ke lorong untuk menuju lift.

Hotel ini memiliki lantai yang benar-benar tinggi terutama ia mendapat suite room di lantai dua puluh, yang tentu saja mendekati lantai paling atas hotel ini.

Lift itu terbuka tepat di lantai restoran.

Sial, Min Yoongi.

Orang yang sengaja ia hindari akhirnya ia bertemu lagi di depan lift, kedua netranya bertatapan untuk beberapa detik dan kemudian mengalihkannya.

Tanpa sapaan atau sepatah kata apapun Yoongi segera masuk ke dalam lift tersebut, saat pintu otomatis itu ingin tertutup seorang perempuan yang entah datang darimana tiba-tiba menahan lift tersebut.

“Chef min, wait!” Ucapnya

“Pelan-pelan Ellie, nanti jatuh.” Ucap Yoongi kemudian menekan tombol lift agar pintunya tetap terbuka.

Ellie masuk dan berdiri tepat di samping Yoongi, perempuan itu terlihat begitu menempel.

Sungguh pemandangan macam apa pagi ini melihat dua orang bermesraan di depannya, terlebih lagi itu Yoongi orang yang akan di jodohkan dengannya.

“Morning shit.” Gumamnya di belakang dua orang tersebut dan membuat Ellie menoleh kebelakang dan menatapnya.

Tentu saja Jimin menatapnya kembali dengan tatapan tajam, bukannya ia cemburu tapi setidaknya Yoongi harus bisa tegas untuk tidak bermesraan di depan tamu sebagaimana ia menegur Jimin kemarin karena Taehyung membantunya.

Are you jealous?


Pemotretan hari ini memang di hotel karena bertema di dalam ruangan.

Bukan hanya sebagai designer tapi Jimin juga mahir dalam menjadi styles, memadu padankan setiap warna atau gaya yang ia lihat cocok.

Tidak terasa tiga jam berlalu, pemotretan di tunda untuk makan siang.

“You look so cool V.” Puji Jimin saat ia merapihkan kerah baju Taehyung.

“Haha thank you, ini juga baju buatan lo berdua make me feel so cool.” Jawabnya kemudian tertawa

“Haha bisa aja kamu tuh.” Jimin tersipu

“Kita ke resto dulu aja udah masuk jam makan siang.” Sambung Hoseok.

“Gue ganti baju dulu kak.” Ucap Taehyung

“Gausah, kamu cakep kaya gitu.” Sela nya kemudian menarik Jimin dan Taehyung untuk menuju restoran hotel itu.


Setelah selesai makan Jimin memutuskan untuk pergi ke toilet sekedar mengaplikasikan kembali lipbalmnya.

Saat itu Jimin hanya fokus pada ponselnya karena Jiyeon terus mengiriminya pesan mengenai sekolah modelingnya yang akan segera di mulai.

“Shit!” Umpat Jimin, lagi-lagi ia tersandung oleh sepatunya sendiri tapi kali ini Taehyung yang membantu menahan tubuhnya.

“Makanya kalo jalan tuh matanya liat-liat, jangan main hp terus.” Ucap Taehyung

Saat tubuhnya masih di tahan oleh lengan Taehyung, Seorang lelaki mengenakan pakaian khas koki.

Tatapan tajam itu terasa sangat dingin, Jimin dengan cepat segera membenarkan dirinya dari posisi tersebut.

“Hehe sorry.” Gumam Jimin.

Sementara Yoongi memasuki bilik toilet kemudian menutup pintunya dengan sedikit keras.

Sampai membuat Jimin tersentak.


“Ngapain tadi gue reflek benerin posisi gara-gara Yoongi lewat, emang dia siapa?” Jimin sibuk dengan pikirannya sendiri.

Mulai menata dan mengganti busana Kim Taehyung untuk pemotretan selanjutnya.

Tapi ponselnya terus berdering, Jimin kira itu Jiyeon yang masih terus mengiriminya pesan.

Ternyata itu Yoongi.