yourvousmeJ

Aku berjalan gontai dari kelas menuju Kantin yang begitu ramai dengan manusia, ahh, aku sangat benci berada di tengah keramaian.

Jika saja kalau bukan karna cacing di perut ku yang meronta-ronta kelaparan, aku tidak akan pernah mau ke kantin yang ramai ini.

Kaki ku berpijak tepat di depan pintu kantin, aku mengedarkan pandangan ku mencari dimana Ella berada

“OLIN!”

Aku menoleh ke arah sumber suara yang memanggil nama ku barusan, si bantet itu ternyata berada di meja ujung kantin bersama laki-laki menyebalkan di sekelilingnya.

“eh, Olin.” sapa Opal dan Jeno berbarengan dan aku jawab dengan anggukan.

“katanya mager.”

“Perut gue laper.” ujarku to the point lalu menusuk satu buah baso milik Ella di hadapanku.

“Linn!!”

“Hehe”

“Lo gak mau mesen Lin?” tanya Jeno di hadapanku.

Aku melirik kios tukang bakso yang ramai akan pembeli, sebenarnya aku cukup malas, tapi aku masih sayang dengan cacing-cacing di perutku ini.

“Kalo mau bareng aja, gue pesenin” “Bakso kan?”

Aku menatap manik matanya untuk beberapa saat, gengsi sebenarnya, tapi aku juga sangat amat malas berperang antrian di kios bakso yang ramai itu.

“Boleh deh, nitip ya”

Ia beranjak dari duduk nya, akupun kembali bercengkrama dengan Ella di sebelahku.

“Lo kuat banget tidur dah Lin.” ujar Opal seraya menatapku

“Hmm, gue suka tidur” jawabku singkat dan ia balas dengan anggukan.

Sampai akhirnya kursi di hadapan ku di isi oleh orang yang dari awal aku hindari kehadirannya.

Iya, dia Rangga, datang dan mendaratkan bokong nya dengan senyum yang merekah di wajahnya.

“El, Pal,” “Lin.” sapanya yang aku jawab dengan senyuman tipis.

Bisa aku dengar beberapa jeritan para kaum pemuja Rangga di sekeliling ku, ini yang aku benci berada di sekitar orang famous, oh Tuhann, kenapa mereka berisik sekali sihh?!

“Suruh diem napa degem lu, berisik anjir.” keluh Opal kepada Rangga.

“Ntar juga diem sendiri.”

Tak lama, Jeno datang dengan kedua mangkok berisi bakso di dalam nya, tentu saja itu milikku dan miliknya.

“Thanks, Jen.” ujarku dan ia balas dengan senyuman tipisnya.

“Gue gak di pesenin Jen?” ujar Rangga

Jeno mendelik, “dih, lu siape?!” ujarnya dan langsung di suguhi jitakan pelan oleh Rangga.

Aku sedikit tertawa, entah, lucu saja melihat interaksi mereka dalam jarak yang begitu dekat, ternyata mereka tak seburuk yang aku bayangkan.

Tapi tetap saja aku belum terbiasa.

“jangan banyak-banyak sambel nya, Lin,” “Perut lo nanti perih.” larang Rangga di hadapan ku.

“Sambel kantin tuh gak berasa kalo gak banyak”

“Ya tapi jangan sebanyak itu juga, itu mah lo makan kuah cabe.”

Aku mendelik kearahnya, orang ini bawel banget sihh.

Tapi entah kenapa aku malah menuruti nya dan tak lagi menuang cabe ke dalam mangkok bakso ku, aku ini kenapa?

Aku mulai melahap bakso dengan tenang, namun orang di hadapan ku ini masih saja menatapku sedari tadi, ku mohon hentikan.

“Gak usah diliatin kenapa sih Ga”

“Siapa yang ngeliatin lo?” “Gue ngeliat ke belakang lo”

“siyipi ying ngiliitin li?” cibirku dalam hati

Aku kembali melanjutkan acara makan ku dengan tenang tanpa mempedulikan Rangga.

“Eh, itu Olin bukan sih?” “Eh iya anjir, tumben banget” “Gila, caper aja itu mah sama Rangga” “Lo liat gak sih muka Rangga? Kaya ga nyaman gitu gak sih?!” “Ya lagian siapa sih yang mau se meja sama anak begajulan gitu?”

Aku memberhentikan acara makan ku karna mendengar perkataan orang-orang di sekitarku.

“Berisik lo semua jamet” teriak Opal kepada orang-orang yang membicarakan ku barusan, sedangkan Ella ia mengusap-usap punggung ku pelan.

Saat hendak aku ingin beranjak berdiri, Rangga menarik sebelah lenganku lalu dengan cepat ia memasang earphone miliknya di sebelah telinga ku.

“Ini lagu yang sering lo puter kan?” ujarnya seraya menatapku

“Ga—”

“Dengerin aja,” “Jangan peduliin mereka.”

Senyumnya kembali merekah seraya menatapku, sedangkan aku hanya bisa mengerjapkan mataku, menatap netra miliknya sambil mendengarkan lagu berjudul Mean it di telinga ku.

Ralat Telinga kita berdua.


Keduanya telah sampai tepat di depan rumah yang Olin yakini adalah milik Rangga.

Rumah yang tak terlalu besar, juga tak terlalu kecil, bisa dibilang sederhana.

“Sebentar, gue ke dalem dulu.” ujar Rangga.

“Opal belum dateng juga?” tanya Olin yang membuat langkah Rangga tertahan.

“Belum ada kabar, paling nanti kalo udah deket ngabarin.” jelas Rangga seraya mengecek ponselnya itu.

Olin mengangguk dan kembali memainkan ponselnya, Rangga pun meninggalkan nya sendirian di ruang tamu.

Walaupun hanya ada Olin disini, tetap saja suasana canggung begitu memenuhi ruangan yang ia singgahi oh Tuhann, aku benci atmosfir ini

Olin mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan, manik matanya menangkap beberapa bingkai foto di sebelahnya.

“Ini rangga pas kecil?” dirinya bergumam dengan sedikit terkekeh.

Olin masih setia melihat foto yang berada di sebelahnya, foto masa kecil yang ia yakini itu adalah Rangga.

Tubuh mungil, kepala yang kecil, rambut sebahu, serta gigi kelinci milik Rangga terpampang jelas disana.

Sampai akhirnya ia sedikit terkejut karna ada sebuah tangan memeluk kakinya

Perlahan Olin melirik ke arah bawah, mencari tahu siapa pelaku yang memeluk kakinya secara tiba-tiba.

“Kaka!”

“Eh?”

Anak kecil? Anak kecil dari mana ini?! Apakah hujan anak kecil?!

Bodoh, mana ada.

Segera Olin menggendong gadis kecil yang ia perkirakan berumur 3 atau 4 tahun itu di atas pangkuan Olin.

Kedua tangannya ia layangkan ke udara, berusaha menangkup Olin di hadapannya.

“Kaakaa~”

Olin sedikit tersenyum menahan gemas, “kamu namanya siapa??”

“Gee... Gea..” ujarnya seraya mengerjapkan kedua bola matanya “Kaka siapa?” tanya nya sedikit kesusahan, mungkin ia baru belajar berbicara.

“Aku? Aku Olin.”

“Linlin?” seru Gea dengan wajah polos

Olin tertawa gemas, Linlin? Nama yang lucu, pikirnya.

“Iyaa, aku Linlin.”

“Linlin!” pekik Gea kegirangan.

Olin tak kuat menahan gemas dan mencubit pelan pipi gembil nya itu, astagaa, anak siapa sih ini??

Olin sibuk bergurau dengan Gea di sofa, tanpa ia sadari bahwa Rangga sudah kembali dari kamarnya sedari tadi.

Namun Rangga tak langsung menghampiri perempuan itu, ia memilih bersandar pada tembok dan memperhatikan interaksi Olin dengan adiknya.

“Kamu anak nya siapa?” tanya Olin seraya membelai halus rambut Gea di hadapannya

“Anak papah mamah” jawab Gea enteng

“Ya.. iya sih...”

Rangga terkekeh melihatnya, pertanyaan bodoh macam apa itu?

Di sisi lain, Rangga juga menyadari perubahan sikap Olin yang menjadi lebih hangat dari biasanya, apakah karna ia berinteraksi dengan anak kecil?

Masa gue kudu jadi bocil dulu biar dia kaga jutek terus batin Rangga

Perlahan Rangga menunjukkan dirinya, melangkah mendekat ke arah Olin dan Gea.

“Ya anak mamah papah lah, masa anak lo?”

Olin sedikit terkejut dengan kehadiran Rangga di sebelahnya, namun ia memilih kembali bermain dengan Gea, tak peduli dengan kehadiran Rangga.

“Gege gamau main sama abang?”

Gea melirik sebentar ke arah Rangga kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Olin.

“Gak mau, mau sama kaka Linlin.” tolaknya.

Rangga terbelalak mendengar jawaban adiknya barusan, ini pertama kalinya Gea menolak dirinya dan memilih orang lain.

Dan juga, hal langka bagi Rangga melihat Gea akrab dengan orang lain selain keluarganya, padahal ini pertemuan pertama mereka, tapi kenapa?

“Hahaha, kasian kagak dianggep.” ledek Olin dan mendapatkan tatapan sinis dari Rangga.

Ponsel Rangga berdering nyaring di sakunya dan menampilkan nama “Opal” di layar ponselnya

“Halo, kenapa pal?”

Olin sibuk bermain dengan Gea, namun ia masih bisa mendengar obrolan Rangga di sebelahnya.

“Lo gabisa?”

Mendengar ucapan Rangga barusan, Olin menoleh kepadanya dengan alis yang menyatu.

“Kenapa?”

”....”

“Kenapa gak ngabarin sih Pall??”

”.....”

“Hm, oke.” akhir dari Rangga dan mematikan ponselnya.

“Kenapa?” tanya Olin.

Rangga menghela nafasnya pelan dan melihat perempuan di sebelahnya itu “Opal gak bisa kesini, ada acara mendadak katanya.”

Olin berdecak pelan, berarti sama aja ini gue berdua doang sama ni orang... batin nya

“Yaudah, langsung aja nanti keburu sore”

Saat hendak berdiri, Gea menarik Olin untuk duduk kembali, menahannya untuk tak pergi kemana pun

Melihat itu, baik Rangga maupun Olin melihat Gea dengan tatapan bertanya-tanya, kenapa anak ini?

“Ka Linlin jangan kemana-mana...” lirih Gea.

Olin menampilkan senyum tipisnya lalu menyetarakan tubuhnya dengan Gea.

“Aku mau belajar dulu sebentar, ya?”

Bukannya mengiyakan, Gea malah semakin merengek bahkan cairan bening sudah memenuhi pelupuk matanya.

“Gimana nih Ga?”

Rangga berpikir sejenak, kalau Gea sudah merajuk kaya gini pasti sangat amat susah membujuknya.

“Yaudah, biar gue yang kerjain.”

“Lo sendiri dong?”

Rangga mengangguk, “Gea kalo udah ngerengek gini bakal lama, dari pada makin kejer lo temenin aja.”

Olin beralih melihat Gea di dalam gendongannya, mau tak mau bukan?

Untung saja tugas kelompok kali ini hanya membuat mind map dan tentunya Rangga masih bisa menanganinya sendiri.

“Cupp cupp, udah jangan nangiss, aku kan disini gak kemana-mana.” ujar Olin seraya membelai lembut pucuk kepala Gea di rengkuhan nya.

Olin pun sama heran nya dengan Rangga, tidak biasanya anak kecil mendekati dirinya lebih dulu, bahkan biasanya, anak kecil begitu takut dengan Olin.

Tapi Gea, dia berbeda.

“Eh? Tidur?”

“Tidur ya?” tanya Rangga

Olin mengangguk mengiyakan.

“Pindahin aja di sebelah lo, Lin. Gea berat, nanti lo pegel”

Olin memindahkan kepala Gea untuk bertumpu pada pahanya, mengusap wajahnya pelan dan memperhatikan setiap inci wajah dari gadis mungil yang tertidur itu.

“Cantik”

Satu kata yang keluar dari mulut Olin tanpa disengaja.

Rangga menarik sudut bibirnya mendengar penuturan Olin barusan.

“Lo suka anak kecil ya Lin?”

Olin mengangguk antusias “suka” “Suka banget” “Ini pertama kalinya anak kecil gak nangis pas ngeliat gue” tukas Olin.

Mendengar itu, Rangga menghentikan aktivitas menulisnya dan menoleh ke arah Olin di hadapannya

“Gue gak tau kenapa setiap anak kecil yang ketemu sama gue selalu nangis.” “Padahal gak gue apa-apain.” “Mungkin karna gue beda kali ya?”

“Beda?”

Olin mengangguk singkat, “iya, beda.”

“Yah... Pokoknya pas gue udah gede nanti dan punya anak, gue mau ngasih anak gue kasih sayang yang sesungguhnya.” “Biar anak gue gak beda dari yang lain.” jelas Olin yang masih setia memandang Gea dibawahnya

Tentu saja Rangga tidak bodoh, ia tahu ke arah mana pembicaraan ini

“Ya kalo lo mau jadi ibu yang baik, jadi anak yang bener dulu” “Jangan telattt mulu telat” gurau Rangga mencairkan suasana

Olin memicingkan matanya sinis kepada Rangga, dasar perusak suasana.

Sebenarnya, Rangga sedikit penasaran dengan Olin setelah perempuan itu menjelaskan panjang lebar perihal anak kecil padanya, tapi ia memilih untuk diam, menurutnya itu hal sensitif yang mungkin tak perlu ia tahu.

“Nih, udah.” “Gue sisain buat lo, nanti kerjain aja dirumah.”

“Kenapa gak disini aja?” tanya Olin.

“Liat jam berapa sekarang, udah jam 5.” “Nanti lo dicariin, udah mau ujan juga.” jelas Rangga.

“Opal ngapain?”

“Dia nanti yang gantiin duit bahan-bahan”

Olin mengangguk dan memasukan beberapa perlengkapan nya kedalam tas dengan hati-hati, takut Gea terusik dan bangun nantinya.

Rangga yang melihat Olin sedikit kesusahan pun berinisiatif mengambil Gea dari pangkuan Olin.

Namun sialnya, tepat saat Olin ingin beranjak berdiri bersamaan dengan Rangga yang muncul di hadapannya

Pandangan keduanya bertemu dengan jarak yang benar-benar tipis.

HEH?!

Olin memalingkan wajahnya yang tersipu malu, begitupun dengan Rangga.

“G-gue tadi mau ngambil Gea” “Gak tau kalo lo mau berdiri” “Maaf”

Olin hanya membalas dengan dehaman dan mengangguk, jujur saja, jantungnya kembali berdegup tak karuan sama seperti hari itu, bahkan lebih parah.

“Inhale, exhalee”

Olin menarik dan menghembuskan nafasnya secara perlahan lalu kembali bersikap seperti biasa, iya, ia tidak boleh kelihatan aneh dari biasanya.

“Nanti titip salam buat Gea ya, Ga.”

“Iya.” “Btw, Lin.”

Olin berhenti melangkah dan menatap Rangga di belakangnya

“Ini”

Rangga mengeluarkan satu kertas polariod milik Olin dari sakunya

Olin membelalakan matanya kaget dan langsung mengambil kertas polaroid miliknya di tangan Rangga

“Kok bisa ada di lo?!” tanya Olin tak santai

“Yee, jangan ngomel dulu” “Pas gue lagi periksa tas lo, fotonya jatoh, yaudah gue amanin” jelas Rangga

Olin menghembuskan nafasnya lega, setidaknya ia mendapatkan kembali foto miliknya setelah lama hilang dari beberapa hari yang lalu.

“Jadi impas kan?”

Olin menyatukan kedua alisnya, “impas apa?”

“Lo nyimpen foto gue” “Gue juga nyimpen foto lo” ujar Rangga seraya menunjukkan barisan gigi nya itu dan mendapatkan tatapan tak suka dari Olin

Lebih tepat nya sih tatapan malu.

“Kan itu bukan gue, Ella yang masukin!” protes Olin tak terima

“Tapi sama aja kan?”

“Beda.”

“Sama.”

Olin memutar bola matanya malas, “Terserah lah Ga, terserah.”

Olin tak mempedulikan Rangga yang terkekeh karna menggodanya barusan, “dasar cowo sinting

“Helm lo gak gitu makenya”

“Gapapa, emang udah biasa gini”

Rangga menghentikan pergerakan tangan Olin dan mengubah posisi kepala perempuan itu untuk menghadapnya.

“Siall mau apa lagi sihh?!”

Rangga melayangkan tangan nya ke udara dan meraih kunci helm milik Olin di hadapannya

cklek

“Di kunci Lin, percuma lo pake tapi gak di kunci tuh buat apa?”

Olin mengerjapkan kedua bola matanya kaget, sialan, lagi-lagi Rangga membuat dirinya tak karuan, gila.

LO SINTING RANGGA, LO SINTING”

Dengan terburu-buru, Olin menyalakan motornya dan melaju kencang tanpa sepatah kata meninggalkan Rangga yang memanggil namanya di belakang sana

Iya, ia tidak mau Rangga melihat wajahnya yang bersemu untuk kedua kalinya, waktu itu saja sudah cukup memalukan baginya, toh berlama-lama disana yang ada dia bisa beneran gila!


Aku membenamkan wajahku ke atas meja, berusaha menyembunyikan segala rasa malu ku disana.

Sedari tadi, aku tak berhenti merutuki Ella di sebelahku, pantas saja semalam orang ini begitu terlihat mencurigakan, Oh tuhan aku benci ini semua.

“Olinn, huhuu, olinn.”

Ella pun tak berhenti memanggil dan memohon kepadaku sedari tadi, masa bodoh, aku sudah kelewat kesal dengan nya.

“Olinn ayo ke kantinn,” “Gue jajanin dehh,” rayunya

Aku tak merespon nya dan pura-pura tak mendengar apa yang ia katakan barusan

“Olinn” “OLIN ADA PA FERY”

“MANA?!”

“Hehe, boong”

Aku meliriknya yang cengengesan lalu mendengus kesal, jika saja orang ini bukan teman baikku, sepertinya aku sudah menghabisinya.

“Olinnn, udah dong marahnyaa.” rengeknya seraya mengayunkan sebelah tangan ku

“Diem ah El, gue ngantuk” ujarku malas

Aku beralih membuka layar ponsel ku dan ternyata masih di dalam keadaan roomchat ku dengan Rangga, cepat-cepat aku memencet tombol home untuk keluar dari aplikasi itu, pesan darinya masih menghantui ku sampai sekarang, semuanya begitu menyiksa!

Tak lama, aku bisa mendengar teriakan beberapa perempuan di luar kelasku, oh tidak, aku tau siapa itu.

“MAMPUS”

Rangga menginjakkan kakinya tepat diambang pintu kelas Dan ya, tatapan ku dan dia tak sengaja bertemu, dengan cepat aku memutuskan pandangan ku lebih dulu.

Fakkk fak fak

Ia berjalan dan mendaratkan bokongnya di kursi yang tak jauh dari keberadaanku, anehnya ia terlihat, biasa saja?

Aku sempat melirik dirinya sebentar, ia masih bisa bercanda gurau dengan teman nya, bahkan saat pandangan kita berdua tak sengaja bertemu, ia menampakkan senyum bodoh nya itu padaku

Bulu kudukku berdiri merinding, Tuhann, aku ingin cepat-cepat pulang!

Bel tanda selesainya istirahat pertama berbunyi, membuat seluruh siswa diluar sana berhamburan masuk ke kelas nya masing-masing, termasuk perempuan pemuja Rangga dan kawan-kawan tentunya

“Siang semuanya”

Astagaa, baru aja bel berbunyi, guru mata pelajaran Ipa sudah memasuki kelas ku, ia rajin sekali?!

“Langsung aja kita mulai ya, coba di buka bukunya halaman 155” intruksi dari bu Yasmine

Aku membuka buku paket ku dan mengecek halaman 155 yang ternyata menunjukan beberapa tugas disana, aku benci beberapa nomor yang di isi soal ini

“Lin, ini tugas kelompok” celetuk Ella di sebelahku

Sial, aku benci tugas berinteraksi dengan banyak manusia.

“Rangga, tolong kesini nak”

Yang dipanggil berdiri dan menghampiri bu Yasmine disana

“Tolong sebarin ini ke temen-temen kamu” pinta bu Yasmine seraya menyodorkan beberapa potongan kertas kepada Rangga

Dengan cepat Rangga membagikan potongan kertas itu ke setiap meja, sampai akhirnya ia berada di meja ku

“Lin” panggilnya

“Taro aja” ujarku enggan menatap wajahnya

Bisa aku dengar kekehan kecil keluar dari mulutnya, memang nya ada yang lucu?!

“Silahkan tulis nama masing-masing di kertas nya, nanti dikumpulkan ke ibu”

Lagi-lagi pembagian kelompok dengan cara di undi, bu Yasminee, apakah kau tak mempunyai cara lain?

Satu persatu anak kelas ku mulai mengumpulkan kertas itu, begitupun dengan aku

Nama-nama dari kertas itu mulai disebutkan bahkan sudah ada beberapa kelompok yang ditulis bu Yasmine di papan tulis

Sampai akhirnya tersisa dua kelompok, tersisa namaku, Ella, Juna, Naufal, Rena dan Rangga

“Ella, Arjuna dan”

“plis gue plis plis plis”

Aku berdoa dalam hati, Tuhan, ku mohon, kali ini saja!

“Rena” “Sisanya Naufal, Rangga sama Orline di kelompok terakhir”

Seakan tersambar petir, aku diam tak bergeming, aku yakin semua ini hanyalah mimpi buruk dan aku lupa cara untuk bangun, siapapun tolong sadarkan aku

“Lin...”

“El”

“Ya?”

“Gue buat dosa apa ya dimasa lalu?”

“Gue gak tau Lin” “Tapi mau di masa lalu mau di masa sekarang lo tetep orang banyak dosa sih”

Aku melirik nya sinis lalu kembali menatap papan tulis dengan tatapan miris, nama itu... Mengapa nama ku harus ada diantara Rangga dan Naufal sihhh!!

Perlahan aku menggerakkan kepalaku melihat Rangga, tepat saat aku menoleh padanya, ia melambaikan tangan nya kepadaku, tak lupa dengan senyum bodohnya itu.

Siapapun, tolong bebaskan aku dari situasi yang menjadi situasu ini


1048 words, hope y'all like it! <333

“IH IYA?!” heboh Ella

Aku mengangguk seraya memakan kripik Lays kesukaan ku.

Ya, aku menceritakan apa yang menyebabkan aku kesal seperti ini pada Ella, tentu saja karna Rangga.

“Itu dia tiba-tiba banget Lin?”

“Ya iya, makanya gue kesel banget.” kesal ku.

Ella meneguk sekaleng kopi di tangan nya lalu berkata “ya gue kalo jadi lo juga bakal kesel sih, ditambah lagi ga enak badan juga, bawaan nya pasti emosi.”

“Ya kan!”

“Lo sih pake acara sakit”

“Ya masa sakit nyalahin gue?” ujarku padanya.

Aku kembali mengunyah Lays dengan kesal, wajah Rangga yang menyebalkan masih terbayang dengan jelas di kepalaku

“Tapi, Linz,” kalimat Ella tertahan

Aku menoleh ke arahnya seraya meneguk sekaleng kopi di tangan ku

“Rangga tuh, suka ya sama lo?”

UHUK

“EHHH”

Aku tersedak setelah mendengar perkataan Ella barusan, apa-apaan itu?!

“Minum-minum!” ujar Ella panik seraya memberikan segelas air putih padaku

Aku meneguk rakus air putih yang Ella berikan lalu bernafas lega dan menatap orang ini sengit.

“Lo kalo malem ngaco ya El.”

“ya bener??” “Cowo gak bakal memberlakukan cewe sebegitu lembutnya kecuali dia punya perasaan khusus Lin”

“Ya tapi kan emang dasarnya dia begitu ke semua orang.” ujarku.

Ia memutar bola matanya malas “Lo pernah gak liat dia rela beliin obat demi cewe lain?” tanya Ella yang aku jawab dengan gelengan kepala

“Enggak kan?” “Itu tuh cuman ke lo Lin” “Bisa aja dia demen sama lo” akhir darinya

“Tapi dia suka banget jailin gue El, mana ada love language kaya gitu, aneh”

Ella tertawa begitu kencang di sebelahku, aku menatap nya heran, memang nya ada yang lucu?!

Ya aku benar kan? Logis saja, mana mungkin orang lain memikat hati orang yang ia sukai dengan cara menjahili, yang ada orang itu ilfeel duluan!

“Duhh, Linnn Lin” “Dia nge jahilin lo itu biar dapet perhatian dari lo tau!”

Aku mengerutkan kedua alisku, pernyataan bodoh macam apa itu

“Lin, gak selamanya orang nunjukin ke kita kalo dia demen sama kita secara terang-terangan” “Siapa tau love language nya Rangga emang gitu” jelas Ella “Makanya, kerjaan jangan ngedumelin hidup terus” sambung nya

“Ahhh, gak tau lah Ell”

Aku kembali memakan keripik Lays di tangan ku seraya memikirkan perkataan Ella barusan

Mana mungkin? Rangga itu memang baik ke semua orang, gak ke aku saja, dan juga, aku tak ingin di sukai oleh orang most wanted di sekolah ku, belum lagi ber-urusan dengan fans-fans nya

Hidup ku sudah cukup pahit, aku tak ingin menambahnya lagi

“Tapi lo deg-deg an gak Lin pas si Rangga begitu?”

Aku terkesiap mendengar pertanyaan Ella barusan, seketika kejadian tadi sore terlintas di kepalaku

Ah... Degupan sialan ini kembali datang kepadaku

“Ihhh merah pipinyaa” ledeknya seraya menekan-nekan pipiku yang berisi

Aku tidak bohong, degupan ini kembali datang, sialann, jantung ini kenapa sih?! Masa efek obatnya kembali bekerja?

“Biasa aja.” bohong ku

“Iyadehh yang biasa aja tapi pipinya merahh” ledeknya yang aku suguhi sedikit gelitikan di pinggang nya

“HAHAHA IYA AMPUNNN LINN”

Ruangan kamarku di isi oleh canda tawa aku dan Ella, yaaa setidaknya ruangan ini tidak terlalu sunyi jadinya

“By the way, El”

“Apa??”

“Cara biar gue gak di cegat Rangga gimana ya El?” “Asli, gue udah nyoba berkali-kali pake cara yang beda, tapi kena mulu?!”

“Ya susah sih Lin, apalagi dia tipe osis rajin, lo dateng pagi aja ntu orang udah mangkal di depan gerbang”

“Terus senyum nya gini nih kalo sama guru” ujarku lalu menirukan senyum Rangga yang aku lihat setiap harinya ketika ia berpapasan dengan guru

Ella yang melihat ku pun tertawa dengan lantang nya

“Lama-lama gue julukin dia maskot sekolah aja deh” ujarku pada akhirnya

Ella terkekeh pelan “sekalian aja jadi maskot dufan” ujarnya asal

Aku tertawa dan kembali mengunyah keripik di tangan ku, seraya memikirkan cara menghindari cegatan orang itu, iya, siapa lagi kalau bukan Rangga

“Lin, gue punya ide”

“Tumben”

Plak

Ia memukul paha ku keras

“Gue seriuss!”

“Ya gausah mukull”

Aku mengelus-elus pelan paha ku yang sedikit memerah

“Gimana kalo lo taro foto Rangga di tas lo” “Lo bawa-bawa gitu Lin”

“LO YANG BENER AJA!”

Aku benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Ella, gila ya, melihat Rangga yang setiap hari berpapasan saja aku malas setengah mati, apalagi menyimpan foto nya?!

“Ihhh beneran Linnn! Semacam jimat gitu lohh!” “Gue bawa fotonya, sengaja sih, buat lo!” “Siapa tau nanti kaya jimat, jadi dia ga berani nyegat lo”

“Lo belajar ilmu hitam dari mana, ha?” “Gaada-gada, ketemu dia aja gue males, apalagi nyimpen fotonya” ujarku

“Ih lo mahh!” rengek nya

Masa bodoh, jika pilihan ku tidak, ya tetap tidak, aku tak mau, sangat-amat tidak mau.

Ponsel Ella berdering secara tiba-tiba di sebelahnya, menandakan adanya telfon masuk dan terpampang jelas nama “mamah” di layar ponsel ya itu

“Duhh, nyuruh pulang nih kayanya”

Aku terkekeh pelan “Angkat dulu” ujarku

Ia mengangkat telfon dari mamah nya itu, sedikit berbincang dan benar saja, ia memang sudah disuruh pulang oleh mamanya

Aku menatap Ella dengan tatapan sendu, ingin rasanya aku bertanya padanya

“Rasanya di khawatirkan orang rumah itu seperti apa sih?”

Walaupun kelihatan nya menjengkelkan, tetapi aku ingin sekali merasakan nya, walaupun itu hanya sekali dalam seumur hidupku.

“Iya-iyaa, Ella pesen go-jek dulu” “Yaaa, dahh”

Ella mematikan ponselnya lalu menatapku

“Napa? Pulang?”

“Hehee... Iyaa” “Pesenin go-jek dongg Linn”

Aku memberikan ponselku padanya

“Pesen aja, gue mau ke kamar mandi dulu” ujarku lalu meninggalkan Ella

5 menit berlalu, aku kembali dari Kamar Mandi menuju Ella yang sudah bersiap-siap dengan tas nya, duhh orang ini ribet sekali

“Udah ada?”

“Udah di depann”

Aku menghantarkan Ella sampai ke depan pintu gerbang rumah ku

“Besok jangan kesiangan! Gue males liat muka lo ketekuk terus tiap pagi” ujarnya

Aku mengangguk pelan mengiyakan

“Iyee sana, tiati” ujarku

Ia memakai helm hijau itu di kepalanya dan menoleh ke arah ku

“Linn”

“Apa?” tanyaku

“Gapapa, hehe” ujarnya dengan cengiran khas di wajahnya itu

Teman ku satu ini memang rada-rada.

Mau aku tinggalkan, tapi nanti aku no life beneran.

“Gajelas lo.”

“Hehe, okee, see u besokk.”

Ia melambaikan tangan nya ke arahku, begitupun dengan aku

Sampai akhirnya ia tak terlihat baru lah aku kembali masuk kedalam rumah

Aku kembali ke kamarku dan langsung merebahkan badan di kasur berukuran king size ini

Lalu menatap langit-langit kamarku yang bernuansa biru menenangkan

“Rangga” “Lo nyebelin” “Stop geledah tas gue, plis”

Aku berbicara sendiri layaknya orang stress

Tidak layaknya lagi sih, aku memang sudah stress

“AHHH GATAU LAH”


Aku mengetuk-ngetuk kan kaki ku ke dasar tanah guna menghilangkan rasa bosan karna menunggu Rangga yang juga tak kunjung datang, kemana orang ini?!

Sudah tahu aku sangat-amat benci perihal menunggu, rasanya aku ingin cepat-cepat pulang lalu tidur mengistirahatkan kondisi kesehatan ku yang tidak terlalu baik ini.

Aku yakin ini adalah flu dan pusing ini akibat aku yang nekat menerobos hujan kemarin, Tuhann, ini sangat menyiksa!

“Ck, mana sih?” ujarku kesal seraya mengedarkan pandangan ke sekitarku.

“OLIN!”

Aku menoleh ke arah seseorang yang memanggil namaku yang ternyata tak lain dan tak bukan adalah Rangga, akhirnya orang ini datang juga

Ia berlari kecil ke arahku dengan senyum aneh nya itu

Aku menatapnya jengah “Lelet banget, ngapain dulu sih lo?”

“Yaa sabar, nungguin Juna buat jaga ruang Osis dulu.”

“Emang nya ada apaan si di ruang Osis? Penting banget?”

“Ya ada lah Lin, ga sembarang orang boleh masuk sana”

“Kok gue boleh?” tanyaku

“Lo kan bermasalah terus” jawabnya lalu terkekeh pelan.

Sial, itu menyebalkan tapi memang benar.

Segera aku teringat dengan awal tujuan ku mengajak nya bertemu, perlahan aku merogoh saku di baju dan mengeluarkan beberapa lembar uang sepuluh ribuan

“Nih, makasih”

Ia menatapku dengan kedua manik matanya itu

“Padahal gak usah di ganti juga gakpapa Lin.”

“Gak mau.”

Aku memang tak mau, nantinya aku malah merasa berhutang budi pada orang ini, lebih baik aku mencegahnya dari awal.

“Lo udah baikan?” tanya nya

Aku tak menjawab dan memilih untuk meninggalkan dirinya

Namun tiba-tiba langkah ku tertahan karna tangan Rangga menarik pergelangan tangan ku secara tiba-tiba

Secara tak langsung aku tertarik dan membalikan badan kembali menghadap Rangga

Ia menatapku lalu menempelkan punggung tangan nya tepat di dahi ku

“Ini gara-gara lo nerobos ujan kemaren ya?” “Lo masih anget, diminum gak sih obatnya?” “Atau lo simpen doang? Gak lo minum ya?” tanya nya bertubi-tubi

Aku menerjapkan kedua bola mata ku, terkejut dengan perlakuan Rangga yang terbilang sangat tiba-tiba

Apalagi kontak fisik ini, aku tak berbohong, jantung ku berdetak lebih cepat dari biasanya saat ini

Ditambah jarak aku dan Rangga yang amat begitu dekat, bahkan hangat nafasnya begitu terasa di permukaan wajahku

Tak

Aku menepis tangan nya kasar dan menatap nya kesal

“Gausah pegang-pegang bisa gak sih? Gak sopan tau ga” kesal ku

Bisa aku lihat wajahnya terkejut dengan sikap ku yang tiba-tiba marah padanya, bahkan ia sampai menunjukan raut wajah tak mengertinya itu

Kalau saja tak lagi di depan umum, sudah aku jenggut rambut nya itu!

“Oke-oke, maaf,” “Tapi gue kan nanya, lo kenapa masih anget.”

“Ya gatau! Obatnya kan gak langsung ngefek kali”

“Ya santai aja Linn” ujarnya lembut tak lupa dengan senyum nya itu

Lagi-lagi aku tak sanggup melihat dirinya, sial, apa yang terjadi dengan diriku hari ini?!

Aku menatap nya sekilas lalu membuang wajah ku kelain arah, melanjutkan langkah ku dan meninggalkan Rangga yang meneriaki namaku berkali-kali, aku tak peduli, aku harus segera pergi dari sini

“Ini efek obat, gue yakin efek obat”

Iya, aku yakin, degupan tak beraturan ini hanya efek obat yang aku konsumsi beberapa menit yang lalu, bukan karna hal yang lain, aku yakin itu.


Dengan baju yang sudah basah kuyup terguyur hujan, aku menapak kan kaki ku tepat di depan rumah megah ini yang tak lain adalah rumah ku sendiri.

Aku memencet bel berkali-kali, berharap ada bi Surti yang membukakan pagar tinggi ini untuk ku.

“Ya Allah nonnn Sea, kok ujan ujanan!!”

Ya, orang rumah memanggil ku dengan nama Sea, nama tengah ku.

“Hehe, iya bi, keujanan tadi di jalan.”

“Aduhh, kenapa gak neduh dulu, cepet masuk!” ujarnya lalu merangkul tubuh ku yang menggigil menuju ke dalam rumah.

“Bunda belum pulang juga bi?”

“Iya non, katanya mah masih dinas.”

Aku menunduk dengan handuk di pundak ku.

Bunda ku lagi-lagi tak pulang dari kerjanya, entah sudah seberapa banyak aku memintanya untuk pulang, namun sepertinya ia mengabaikan nya, akupun tau tahu alasan nya.

Ini lah aku, sosok perempuan sok kuat di hadapan teman-teman ku, dan menjadi sosok yang rapuh ketika sudah memasuki rumah megah ini.

Rumah megah belum tentu berisi kehangatan di dalam nya, begitupun dengan aku disini.

Biar aku jelaskan sedikit kisah ku kepada kalian.

Aku adalah anak tunggal di keluarga lama ku, dulu. Sampai akhir nya Bunda dan Ayah ku berpisah karna suatu alasan yang katanya mereka tak lagi bisa untuk bersama, lalu, mengapa tidak dari awal saja? Mereka begitu lucu.

Iya, aku adalah anak broken home, dan ikut bersama bunda untuk bertahan hidup.

Tidak broken home juga sih, aku tak mau di sebut seperti itu.

Setahun kemudian, Bunda memutuskan untuk menikah lagi dengan duda anak satu.

“Udah pulang?”

Dan dia, kakak tiri ku.

Aku mengangguk pelan sebagai jawaban

“Ngapain basah-basahan?”

“Hujan kak.”

“Gak bisa neduh?”

Aku menunduk tak kuasa menatap sorot mata tajam nya.

“Ck, kalo lo sakit nanti yang susah gue.” ujarnya lalu melangkah pergi menuju kamar miliknya.

Dia kakak tiri ku, Arkatama namanya, anak tunggal dari ayah tiri ku yang menjadikan aku anak kedua dikeluarga ini.

Dirinya tak jahat seperti di film-film kok, hanya saja sifat cuek dan dingin nya terhadapku sejak pertama kali kita menjadi adik kakak yang sedikit membuat diriku tak nyaman.

Mungkin dirinya belum bisa menerima atau terbiasa dengan keluarga baru, jadi aku memaklumi nya.

Walau kadang, kata-kata kasar darinya begitu menusuk di dalam lubuk hati ku.

“Non sea, air hangat nya udah siap.”

Aku menoleh dan mengangguk.

“Makasih ya, bii.” ujarku lembut.

Yaaa... Walaupun hidupku tak sebegitu indah layaknya cerita di dalam dongeng

Tapi tetap saja semesta mengharuskan ku untuk tetap bertahan bukan?


Tak seperti hari biasanya, aku berlarian dari gerbang menuju pintu utama sekolah ku dengan terburu-buru.

Demi tuhan, aku benci sekali hari Senin, hari dimana aku harus mempersiapkan diri lebih awal dari biasanya, bagaimana aku bisa?! Aku ini kan orang yang sangat amat pemalas tahu!

Oh ya, sedikit perkenalan dari ku, nama ku Orline Sea Agsania, ribet ya? Iya, maka dari itu panggil saja aku Olin.

Hal yang aku sukai tak banyak, namun banyak hal yang aku tak sukai.

Hari senin, belajar dan orang ini salah satunya.

Rangga Abimanyu.

Laki-laki dengan paras yang lumayan tampan, bulu mata lentik dan kulit tan itu menjadi pujaan hati banyak orang di sekolahku, tapi bagiku ia tak lebih dari seorang anak osis yang menyebalkan.

Ya, dia adalah anak kelas ku yang sekaligus osis angkatan akhir di masa jabatan nya, aku heran, padahal aku dan dia sama-sama sudah menginjak kelas dua belas yang dimana kami akan dihadapkan dengan berbagai macam ujian, aku juga sebenarnya malas sih, tapi orang ini? Amat sangat kelewat rajin!

“Mau kemana?”

Aku menoleh kearahnya “gak liat gue mau kemana?” ujarku ketus.

Jelas-jelas aku ini kesekolah ingin belajar, gak juga sih, pencitraan aja, aku ke sekolah hanya ingin mencicipi makanan kantin.

“Lo itu telat lo tau kan?”

“Ya tau, emang nya kenapa?”

“Lo kalo telat lo disini, tunggu sampe upacara selesai”

Aku menoleh ke arah sekitar

“Berdua doang?”

“Iya, Olinn” jawabnya

Cih, malas sekali aku harus menunggu disini, apalagi dengan orang ini.

“Gak, mending gue ke kantin” ujarku lalu melangkahkan kaki.

“Di kantin ada pak Fery”

Spontan aku melirik kearah nya sinis, ck, orang ini serba tahu kelemahan ku!

Tapi ya.. tak apa sih, dari pada aku bertemu pak Fery, yang ada aku bakal jadi pepes beneran nantinya.

Aku membuka ponselku dan menscroll halaman twitter milik ku yang berisi lagu-lagu yang sempat aku cover kala itu.

“Itu lo?”

Aku mendongak dan langsung menutup layar ponsel ku.

Orang ini dengan lancangnya mengintip layar ponsel ku barusan, tak sopan!

“Bukan urusan lo” ujarku ketus

Bisa aku lihat ia menghela nafas nya lalu sedikit berjongkok tepat di hadapan ku dengan buku catatan osis ditangan nya.

“Nama?”

“Gue rasa lo udah tau nama gue”

Ia terkekeh pelan “Oke, kenapa telat?” tanya nya seraya menatapku dengan tatapan mengintimidasi

Kalian pikir aku takut? Tidak, tidak sama sekali

Tatapan ini selalu aku dapat darinya, dan juga, dia ini hanya ekting untuk menakut-nakuti ku.

Jadi ya, aku sudah terbiasa.

“Kesiangan.”

“Emang nya gak pasang alarm?”

“Gak.”

“Gak ada yang bangunin?”

“Gak.”

“Mamah lo?”

“Bunda sibuk.”

“Ayah lo?”

Aku berdecak dan menatapnya tak suka.

“Gue bilang kesiangan ya kesiangan, perlu lo sampe nanya keluarga gue?”

Ia menatapku dengan tatapan kagetnya, namun sedetik kemudian, ia berdiri dan pergi dari hadapan ku.

Aku membuang nafas ku kasar, jujur saja, aku paling tidak suka ada seseorang yang membahas tentang keluarga ku, maupun itu hal kecil, aku tak mau.

“Mau kemana?”

“Ya masuk, udah bubar” ujarku

“Siniin tas lo”

Aku mengerutkan alisku, ck, padahal aku sudah menunggu disini, sekarang masih juga di tagih tas? Mengapa ia tak mengecek dari awal?

Aku memberi kasar tas ku padanya.

“Santai aja kali, Lin.”

Masa bodoh, aku sudah terlalu malas, aku juga tak tertarik untuk bersikap santai padanya.

Segera aku melangkahkan kaki ku menjauhi dirinya, melewati koridor sekolah dengan banyak pasang mata yang menatapku heran.

Aku tak peduli, aku selalu mendapatkan perlakuan seperti ini, ini sudah menjadi hal biasa bagiku.

Asal mereka tak mengusik ku, bagiku itu tidak apa.

“OLINNNNNN!!”

Dan ini dia, salah satu teman yang aku miliki di sekolah ini, Ella namanya.

“ADUH ADUH, JANGAN NYUBITIN GUE DONGG ELL.”

“Lagian eloo ih! Kebiasaan banget sihh!” ujar Ella yang merengut kesal di hadapan ku.

“Lo kaya gatau gue aja.”

“Ya iya sih, tapi apa lo gak cape di cegat Rangga terus?”

“Biasa aja, gue kan gak olahraga.”

“Auah” ujarnya malas “Tas lo?”

“Hmm, di tahan anak itu.”

Ia menggelengkan kepalanya “duhh, bisa-bisanya lo santai begini lin, gue jadi lo udah ketar-ketir.”

Aku tertawa, Ella memang jauh berbeda sekali dengan diriku, anak ini memang seperti pelajar pada biasanya.

“Eh, Olin, Ella” sapa Naufal yang kerap di kenal sebagai Opal, teman sekelasku juga, dan ya, dia salah satu teman dekat Rangga.

“Hai Opall!”

“Aduh, di hai in cewe cantik euy”

Dasar genit.

Aku segera menarik Ella menjauh dari Jeno dan Naufal menuju kantin, aku tak mau berlama-lama berada di dekat mereka.

“LIN KAN KITA MAU MULAI PELAJARAN??”

“Risol dulu bentar, hehehe.”

Tak sedikit pasang mata menatapku dan Ella yang bergurau di sepanjang koridor sekolah, aku tak peduli, selagi aku tak mengusik mereka, itu tak apa bukan?


Ziva berjalan kesana kembari sambil membawa kotak p-3K di tangan nya

“Tolong taro situ aja ya ziv” suruh Adena selaku panitia event dan ketua PMR

Ziva menaruh kotak p3K yang ia bawa disana, lalu meregangkan pinggang nya yang amat terasa nyeri

“Udah?”

“Hmmm, udah nih kayanya”

“Gue balik ke kelas ya?”

“Eh sebentar” Adena mengeluarkan salah satu kunci di saku nya “nanti tolong masukin sisa nya ya ziv, gue mau rapat dulu sama osis, si abi udah nelfonin mulu nih”

Ziva menghela nafasnya dalam, sebenarnya ia amat sangat malas, tapi kalau bukan dia, siapa lagi?

“Hmm oke” “Yaudah, gue balik ya”

Adena mengangguk “iyaa, thanks a lot ya zivv, gatau lagi gue kalo gak ada lo”

“Hahaha, lebay lo” “Pamit ya, duluan” pamit Ziva seraya melambaikan tangan nya ke udara

Ia melirik sekilas jam tangan di lengan kirinya, sudah pukul 16.00 rupanya

“Cepet banget dah”

Jika kalian bertanya “raka sama ziva udah baikan?”

Jawaban nya, belum.

Keduanya masih saja perang dingin sedari pagi, entah itu Raka maupun Ziva

Ziva sampai di ambang pintu kelas, pemandangan yang ia lihat pertama adalah Raka yang sedang mengikat tali sepatu di tempatnya

“Sumpah, kebiasaan deh pada ninggalin”

Hening

Ziva meraih tas ransel di bangkunya, ujung matanya menangkap Raka yang juga mengambil ransel, namun ada yang aneh di mata Ziva

“Rapih amat pake baju or” batin nya

Tak mau memikir panjang, ia segera pergi keluar kelas menuju uks, membersihkan apa yang adena bilang barusan

“Eh, ziva?”

“Eh?”

“Gue adim, yang waktu itu ngechat lo” jelas orang yang ada di hadapan ziva saat ini

“Ooh, iya kak”

“Hehe, thanks ya, berkat lo tim gue jadi ga kosong lagi”

“Hah???”

“Udah dulu ya ziv, mau mulai, bye” ujar Adim dan berlari melewati Ziva

“Gara-gara gue?” “Raka aja bilang nya ogah” “Ah gak tau lah”

. . .

Cklek

Waktu menunjukan pukul 17.30, langit yang tadinya membiru kini kian terganti oleh senja berwarna jingga yang terukir di langit sana

Zive memasukan kunci UKS ke dalam saku lalu melangkahkan kaki nya menuju gerbang utama

Namun langkah nya terhenti, melihat Raka menyenderkan badan nya ke tembok

“Ngapain?”

Raka tersadar dan menegapkan tubuhnya

“Ni orang abis nguli ya?”

“Lo abis ngapain?”

“Pake” “Pulang bareng”

Ziva cukup terkejut dengan pernyataan Raka barusan, tapi dirinya memilih untuk mengalah, toh ia sudah tak memiliki tenaga untuk menolak, tenaga nya sudah cukup terkuras hari ini

. . .

“Kok kesini dulu?”

“Mampir dulu sebentar”

Raka membawa Ziva ke salah satu MCD yang berada tak jauh dari rumah Ziva

“Duduk, tunggu disini”

Ziva mendaratkan bokong nya di atas bangku yang tersedia, menunggu Raka yang tak tahu memesan apa di dalam sana

Tak

“Mcflurry?”

“Heem” “Sebagai tanda maaf gue”

Raut wajah Raka amat sangat lesu disana, entah karna kelelahan atau memang pasrah dengan keadaan

Gak tega juga, Ziva membatin

“Di sogok mcflurry 10 ribu mulu gue”

“Ya terus maunya apa? Abuba?”

“Iya”

“Ayo”

“BECANDAA HEH”

Ziva tertawa renyah, astaga, orang di depan nya ini benar-benar tidak bisa di ajak bercanda

“Iya gue maafin” “Toh bukan masalah besar juga”

Iya, gak besar bagi lo — Raka

“Thanks”

“Heem” “Btw, lo abis ngapain?”

Raka menoleh dan menyunggingkan senyumnya “latihan futsal”

UHUK

“HAH?!” “TERNYATA BENERAN?!”

“Jangan teriak, banyak orang”

Ziva menutup mulutnya rapat-rapat, dia tidak salah dengar bukan??

“Katanya gak mau”

“Gatau, gue dapet hidayah kali”

“Pfft” “Hadehhh hadeh”

Hening, tak ada yang membuka pembicaraan, hanya suara hiruk piruk ramai nya MCD malam ini

“Semangat ya”

“Eh?”

“Gue tau lo tuh bisa” “Tapi selama ini lo nutupin, ya kan?”

“Hmm”

“Tunjukin, buktiin lo tuh bisa, buktiin ke orang-orang kalo lo juga punya kelebihan, bukan sekedar anak begajulan yang suka mabal ke rooftop buat nyebat”

“Gue yakin kebantai udah musuh ma” “Apalagi trisakti, yeuhh, menang tampang doang” ujar Ziva lalu terkekeh

Raka tersenyum simpul mendengar nya, iya, ia memang harus menunjukan siapa dirinya yang selama ini ia tutupi esok hari, alasan nya apa? Tentu saja karna Ziva yang meminta.

“Iya, cil”

“Besok mau dibawain apa? Mie? Nasi goreng? Nasi kuning? Apa soto?”

“Gak perlu” “Cukup bawa diri lo, duduk manis di tribun paling depan” “Itu udah cukup buat gue”

Kringg kringg

Bunyi bel yang menandakan istirahat pertama itu terdengar di setiap penjuru kelas

“Tugas yang tadi kita lanjut abis istirahat ya” ujar bu lilis di depan sana

“Siap buu” ujar seluruh siswa di kelas 11 ips 3, yang tak lain adalah kelas Kanaya, Anin dan Lula

Setelah mendapatkan jawaban dari muridnya, bu Lilis pun pamit dan meninggalkan kelas

“Rieut anying” ujar kanaya seraya memijat pelipis nya

“Gila anjirr, gue orang batak disuruh bikin puisi sunda, edan” misuh lula

“Makanya, jangan tinggal disini” ujar Kanaya

“Anjg”

Anin yang melihat nya pun hanya terkekeh dengan kedua tingkah teman nya itu

“Ayo kantin” ajak anin kepada dua teman nya itu

“AYOOO”

.

“Dan, kantin?” Tanya lucas kepada wildan di depan nya

Wildan yang ditanya pun terdiam, tidak berniat menjawab pertanyaan lucas barusan

“Kalo ke kantin, nanti ketemu kanaya” “Tapi gue laper” “Tapi gak mau ketemu bocah ingusan itu” “Tapi laper”

“Lama anjing, kantin kagak?!” Ujar lucas tidak sabar

“Iya anjir, sabar napa”

“Lo lama” ujar lucas lalu beranjak dari kursinya

“Bodolah, dari pada gue laper”

.

Kantin

“BU JEEE, RISOLL AYA?” Tanya kanaya sambil berteriak

“Ada nengg”

“5 rebu bu jee”

“Ya, lo tuh gak lagi di hutan, biasa aja napa anjir” ujar lula di sebelah kanaya

“Ngatur?”

“Bajingan”

Selesai membayar, kanaya berbalik arah menuju meja yang sudah di siapkan oleh anin

Namun langkahnya terhenti ketika melihat orang yang terlihat sangat amat familiar di matanya

Kanaya menyipitkan matanya guna memperjelas penglihatan nya

“AYANG WILDAN?!” Ujarnya heboh

“ANJING “GUE DULUAN CAS” ujar wildan langsung berbalik arah kembali ke kelasnya

“LAH?? KAN BELOM JAJAN?” Tanya lucas

“NITIP” ujar wildan dan langsung berlari kecil ke arah kelasnya

“WILDAN ANJINGG”

“Berisik woi!” Tegur anin dari mejanya yang jauh dari tempat lucas berada

“Ehehe... Maap nin” ujar lucas sambil menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal

“Lul, aya mana?” Tanya anin

“Ada di belakang, ya- LAH?!”

“GUE DULUAN” ujar kanaya sambil berlari meninggalkan teman-teman nya

.

“Hah... Hah..”

Nafas kanaya tersengal-sengal akibat berlarian mengejar wildan namun tidak kunjung ia temui

“Ngilang nya cepet banget anjrit kaya copet”

“Dikelas nya apa ya?”

Kanaya pun beranjak pergi dari sana

“Untung gak ketauan”

Wildan keluar dari balik pintu toilet tempat ia bersembunyi tadi

Padahal, jaraknya dengan kanaya barusan benar-benar dekat

Entah wildan yang memang pandai bersembunyi, atau kanaya yang tidak peka

“Tuhan, gak mau ketemu bocil itu”


©yourvousmeJ

TING NONG TING NONG TOK TOK TOK TOK!

Bunyi bel dan gedoran pintu rumah milik naren yang begitu brutal

Naren yang sedang bersantai diatas sofa pun merubah posisi nya menjadi tegap

Mamah naren yang sedang menonton tv pun ikut mengubah posisi nya

“Siapa mah?”

“Ih, mana mamah tau, na”

Naren terdiam

“Mah, jam berapa?” Tanya naren

“12”

“Mamah mesen gofood?”

“Ih, enggak atuh, ngapain juga, kan mamah masak” ujar mamah naren

Naren terdiam sejenak untuk berfikir

Dirinya mengerutkan kedua alisnya, siapa yang bertamu malam-malam begini? Tidak mungkin kerabatnya

Tidak mungkin juga mas-mas gofood, karna seperti apa yang mamah nya bilang tadi, mereka sudah cukup memiliki makanan yang tersedia dirumah

TOK TOK TOK TOK TING NONG TING NONG

“NAREN! MAMAH!!”

“Reina?”

“Si eneng?”

Naren meraba tongkat miliknya yang berada di sisis sofa, mamah naren yang melihatnya pun ikut membantu naren untuk mendapatkan tongkatnya

Naren beranjak dari sofanya dan beranjak menuju pintu, dengan di tuntun bantuan mamahnya tentunya

Cklek, cklek

“Rei-”

Grep

Reina langsung memeluk naren yang ada di depan nya

Dirinya terlihat sangat kacau, sangat amat kacau

Bahkan mamah naren yang melihat nya pun sampai menutup mulut nya dengan kedua tangan nya terkejut

Baju yang lusuh, rambut nya tidak beraturan, dan jangan lupakan air mata yang membekas yang ada di pipinya

“Naren, hiks” panggil reina di sela isakan nya

Naren bingung sekaligus kaget, reina, manangis?

“Hei, kenapa, rei?” Tanya naren seraya meraba pundak milik reina yang ada di depan nya

“Naren, hiks” “Maaf..”

“Kenapa, rei?”

“Naren”

“Iya?”

“Aku”

“Iya, reina kenapa?”

“Aku”

“Iya, sayang, kamu kenapa?” Tanya naren yang semakin penasaran dengan kata-kata reina

“Aku di jodohin, naren”


©yourvousmeJ