“Mohon kerjasama ya, Pak Satrya.”
Satrya mengangguk dan menjabat tangan kliennya. “Baik, Bu. Semoga semua persidangan nantinya dilancarkan.”
Setelah itu klien Satrya pamit pergi bersama anaknya. Sang anak sempat tersenyum padanya sebelum pergi dengan ibunya.
Kali ini, Satrya menangani kasus perceraian. Klien kasus ini sebetulnya adalah milik anak dari si Ibu tersebut. Salah seorang kolega si Ibu merekomedasikan Satrya sebagai lawyer untuk perceraian anaknya. Setelah membuat janji, akhirnya mereka bertemu.
Melody, anak dari Ibu tersebut, ingin mengugat cerai suaminya. Melody bersama ibunya bertemu dengan Satrya untuk membahas hal tersebut karena masih awam dan tidak mengerti bagaimana prosedur persidangan.
Setelah Satrya setuju untuk membantu Melody, Satrya sudah menjadwalkan pertemuan selanjutnya untuk memberikan berkas-berkas untuk pengajuan gugatan cerai.
Satrya sendiri sangat menyayangkan Melody harus bercerai dengan suaminya. Menurutnya, Melody seperti capable dalam mengurus rumah tangga. Dan Melody juga terbilang masih muda untuk sebuah perceraian. Mungkin ada yang Satrya belum tau kenapa Melody memilih meninggalkan suaminya.
Pertemuan selanjutnya, Melody datang sendiri tanpa ibunya. Dia melenggang masuk cafe, mendekati meja Satrya. Satrya sedikit terpukau dengan Melody hari ini karena A-line floral dress yang dilapisi oleh jaket jeans oversized yang dipadukan dengan sepatu kets putih yang ia kenakan membuatnya terlihat lebih fresh dan cantik dari sebelumnya.
“Pak Satrya, maaf saya telat. Tadi kejebak macet.” Sapa Melody membuat lamunan Satrya buyar.
“Gapapa, Bu Melody. Saya baru aja sampe. Silahkan duduk, Bu.”
Melody duduk di hadapan Satrya. Setelah memesan, Melody memberikan sebuah map pada Satrya.
“Ini berkas yang dibutuhkan, Pak.”
Satrya menerimanya dan mengeceknya. Setelah memeriksanya, Satrya memberikan semua map pada Melody. “Ini surat gugatan cerainya, Bu. Bisa di cek dulu sebelum saya serahkan ke pengadilan.”
Melody segera membaca surat gugatan tersebut. “Ini udah bener, Pak. Berkas-berkas yang dibutuhin juga udah sesuai, Pak?”
“Sudah, Bu.” Melody mengembalikan surat gugatan pada Satrya. “Kalo begitu, besok ini saya langsung serahkan ke pengadilan.”
“Kira-kira berapa lama, Pak, prosesnya?”
“Kurang lebih 3–4 bulan, Bu. Terakhir saya mengurus perceraian itu makan waktu 3 bulan.”
“Semoga aja lebih cepat ya, Pak. Saya mau cepet selesai ngelanjutin sekolah saya.”
“Kalo boleh tau, Bu Melody ini baru lulus S1 kah?”
Melody tergelak. “Saya udah 26, Pak Satrya.”
Satrya kaget. “Serius, Bu? Saya kira Ibu masih early 20s.”
“Saya seumuran sama Bapak. Kalo gak salah Bapak kelahiran tahun xx juga, kan?”
Satrya mengangguk. “Ibu keliatan awet muda ya. Saya pikir Ibu cerai karena nikah muda selain, maaf, perselingkuhan suami Ibu.”
“Saya udah menikah 5 tahun, Pak. Kita menikah pas sama-sama baru lulus kuliah.”
“Selama nikah belum ada anak ya, Bu?”
Melody tersenyum. “Iya, Pak. Panggil Melody aja gapapa, Pak. Biar lebih nyaman.”
“Kalo gitu Ibu — Melody maksudnya, bisa panggil saya Satrya aja.”
Mereka berdua akhirnya jadi cerita banyak hal. Melody ternyata lulusan dari almamater yang sama dengan Satrya. Bedanya, Melody lulusan Hubungan Internasional sedangkan Satrya lulusan Hukum. Melody lulus setahun lebih dulu dari Satrya karena pas SMP sempat akselarasi. Melody saat ini bekerja di Kementerian Luar Negeri. Setelah ngobrol selama 2 jam lamanya, Melody pamit pergi duluan karena adiknya sudah menjemput. Satrya sendiri juga ikut pergi gak lama Melody pergi.
Setelah pertemuan kedua itu, Melody sama Satrya malah jadi dekat. Intensitas chatting jadi sering dan mulai sering keluar bareng setelah hampir 2 minggu rajin chattingan. Satrya juga tau kalo Melody sudah pisah rumah dengan suaminya sejak awal tahun ini.
Satrya menjemput Melody di apartemennya. Sore ini, mereka berdua mau pergi ke Jakarta Aquarium. Awalnya gak ada kepikiran mau kesana. Tapi Satrya ngide untuk bawa Melody kesana karena teringat sama percakapannya dengan Melody suatu hari.
“Aku tuh suka ikan. Pas kuliah, sering pergi ke Seaworld sendirian apalagi kalo abis ujian.”
“Yaudah kapan-kapan ke Seaworld atau Jakarta Aquarium gimana?”
“Boleh…”
Dan akhirnya rencana itu terealisasikan hari ini. Lagi-lagi, Satrya terpesona dengan Melody hari ini. Dengan tshirt putih yang dipadukan dengan blazer abu-abu dan ankle jeans membuat Melody kelihatan casual dan sangat cocok dengannya.
“Hai! Maaf ya lama turunnya. Tadi adik saya mampir terus minta dimasakkin dulu sebelum pergi.”
“Baru nyampe kok. Berangkat sekarang gapapa? Takut macet kalo kesorean.”
Mobil Satrya pun berjalan menuju tujuan mereka. Sepanjang perjalanan, mereka habiskan dengan ngobrol. Menceritakan kegiatan-kegiatan yang mereka lalui seminggu terakhir.
Sampai di tujuan, Satrya langsung mengarahkan Melody ke Jakarta Aquarium. Melody masih belum tau kalo tujuan hari ini itu Jakarta Aquarium. Dia mengiyakan ajakan Satrya tanpa bertanya mau pergi kemana. Pas sampe di Jakarta Aquarium, Melody speechless.
“No way… jangan bilang kamu inget sama yang waktu itu saya ceritain?”
Satrya tersenyum. “Kan saya pernah janji mau ngajakin kesini. Ayo masuk.”
Melody melangkahkan kakinya dengan riang. Satrya menikmati kegiatannya hari ini sebagaimana Melody menikmatinya. Dia gak berhenti tersenyum saat melihat Melody yang excited melihat ikan-ikan yang ada dari satu aquarium ke aquarium lainnya. Hatinya menghangat saat melihat senyum yang terukir di wajah Melody. Ia ingin melihat senyum itu. Satrya ingin Melody terus tersenyum seperti itu.
Melihat Melody yang sudah kelelahan, Satrya mengajaknya udah pergi. Melody awalnya enggan untuk pergi tapi Satrya berhasil membujuk Melody. Dan mereka pun berakhir di salah satu restoran yang ada di mall ini.
“Saya pernah hampir menikah. Tapi batal karena mantan tunangan saya selingkuh dan hamil.” Cerita Satrya. Kali ini mereka membahas love life mereka. “Saya gak pernah berani untuk nyentuh dia lebih dari kissing, gak taunya dia malah cari pelampiasan di luar dan sampai hamil begitu. Emang gak jodoh kayaknya.”
“I’m sorry to heard that.” Melody mengusap tangan Satrya. “Kamu hebat karena gak pernah nyentuh dia, Satrya. Kamu bisa dapat yang lebih baik dari dia. She just doesn’t deserve you.”
Satrya tersenyum. “I know. Kalo kamu ketemu sama suami kamu dimana?”
“Dia kakak kelas saya pas SMA. Kita ketemu lagi pas saya magang. Satu kantor. Terus deket 4 bulan abis itu menikah. Selama menikah pernah keguguran 2 kali.” Cerita Melody.
“Kalian nikah sama-sama cinta?”
Melody menggeleng. “Dia bilang ke saya kalo nikah gak perlu cinta yang penting punya temen untuk menghabiskan di masa tua. Tapi gak ada yang nyangka kalo dia bisa selingkuh.”
Satrya menatap Melody yang tersenyum pahit dengan matanya yang sedikit berkaca-kaca sesaat menyelesaikan ceritanya. Dari sana Satrya bisa tau kalau Melody mencintai suaminya terlepas apa yang sudah dilakukan suaminya. Tapi ia gak bisa berbuat apa-apa karena kita semua tau, gak ada yang bisa mengatur perasaan.
Mereka memutuskan untuk pulang setelah makan. Satrya menurunkan Melody di lobi. “Makasih banyak buat hari ini, Satrya.”
“Sama-sama Melody. Sampai ketemu lagi lusa.”
Melody tersenyum dan masuk ke apartemennya setelah Satrya menjalankan mobilnya.
Yang dimaksud Satrya akan bertemu lagi dengan Melody karena hari itu adalah persidangan perceraian pertama Melody. Satrya tentu saja menemani Melody sebagai kuasa hukumnya.
Satrya akhirnya bertemu dengan suami Melody. William Djanuarta, suami Melody juga datang dengan kuasa hukumnya yang Satrya kenal karena mereka berdua kakak tingkat Satrya saat kuliah.
Orangtua William sempat menyapa Melody. Satrya bisa melihat kalo Melody ini nampaknya disukai mertuanya terutama ibu mertuanya yang sepertinya tidak rela melepaskan Melody dan meminta secara tidak langsung pada Melody untuk tetap bersama anaknya. Tapi Melody teguh dengan pendiriannya kalo perceraian adalah solusi untuk pernikahannya.
Sidang pertama berjalan dengan lancar dan bisa lanjut ke prosesi selanjutnya yaitu mediasi.
Begitu persidangan selesai, kedua orangtua William menghampiri kedua orangtua Melody bersama William dan kuasa hukumnya. Kedua orangtua William bercakap-cakap — memberikan permintaan maaf dan juga salam perpisahan dengan orangtua Melody karena mau gimanapun pernikahan William dan Melody sempat menyatukan kedua keluarga itu.
Saat kedua orangtua mereka sibuk berbicara, William menyempatkan dirinya untuk mengajak Melody berbicara. Satrya hanya bisa melihat dua sosok itu melangkah keluar ruang sidang. Entah kenapa saat melihat Melody pergi bersama William seperti ada sesuatu yang mencokol dalam hatinya.
___
Selama proses mediasi, Satrya lebih banyak berhubungan dengan William dan kuasa hukumnya karena Melody tiba-tiba enggan untuk bertemu dengan William.
Entah apa yang William dan Melody bicarakan tempo hari tetapi setelah percakapannya dengan William setelah sidang pertama, Melody seolah-olah menjauhkan dirinya dari orang-orang termasuk Satrya.
Satrya tentu saja penasaran dengan percakapan mereka tersebut karena Melody juga merenggangkan jarak padanya. Chatnya hanya dibalas alakadarnya. Semuanya seperti menghilang dalam sekejap.
Sampai suatu hari atau lebih tepatnya seminggu sebelum sidang mediasi berakhir, Melody menelepon Satrya.
“Satrya, kamu bisa temanin saya?”
“Bisa. Kamu ada dimana sekarang, Melody?”
“Saya di kantor. Sebentar lagi keluar. Kalo gak keberatan, kamu bisa jemput saya?”
“Boleh. Kebetulan saya lagi di deket daerah kantor kamu. 10 menit lagi saya jemput.”
“Oke. Makasih banyak, Satrya.”
Lalu disanalah mereka berdua berakhir. Di salah satu rooftop gedung mall yang ada di Jakarta Selatan. Memandangi gemerlap lampu-lampu gedung perkantoran.
Melody dan Satrya kini duduk diatas kap mobil Satrya sembari meminum kopi yang mereka beli sebelum naik ke rooftop.
“Life is weird and unpredictable, isn’t it?”
“Huh?”
“Iya hidup kadang seaneh itu dan gak terduga kan. Contohnya kayak pertemuan kamu sama saya. Kalo saya gak bercerai, mungkin kita gak pernah kenal ya.”
Satrya menatap Melody yang tatapannya lurus ke depan tetapi pikirannya mengawang jauh entah kemana. Dirinya penasaran sama apa yang sedang Melody pikirkan. Di kepalanya sudah banyak pertanyaan tentang Melody tapi dia enggan menanyakannya karena semua pertanyaannya itu bukan haknya.
Tiba-tiba Melody seolah menjawab pertanyaan yang dipertanyakan Satrya. “Saya ketemu William lagi 3 hari yang lalu. Lebih tepatnya kita janjian buat ketemu pas ngobrol selesai sidang waktu itu. Dan satu hal yang saya baru tau. Orang yang selama ini saya kira selingkuhannya itu ternyata dokternya.”
“Maksudnya gimana?”
“Selama ini William mengidap sirosis hati dan saya gak tau sama sekali, Satrya.” Jawab Melody dengan suara bergetar. “Semuanya tau kecuali saya dan semuanya karena William yang nyuruh untuk gak kasih tau ke saya. Dia bilang saya udah cukup stres karena kehilangan bayi saya dan dia gak mau menambahkan beban saya. Dia bahkan menerima perceraian ini. Katanya ini yang terbaik buat saya.”
“Saya jahat ya? Harusnya saya menemani dia disaat-saat seperti ini tapi saya malah menceraikan dia.” Sambung Melody yang kini sudah menangis.
Satrya melingkarkan tangannya ke pundak Melody. Menarik Melody ke dalam pelukannya. Setelah tangisan Melody mereda, Satrya melepaskan pelukannya.
“Saya mencintai William, Satrya. Saya mau membatalkan gugatan saya. Tolong sampaikan pemintaan saya ini saat sidang mediasi nanti.”
Mendengar permintaan Melody, badan Satrya menegang. Hatinya berkata untuk menolak permintaan Melody tapi akalnya berkata lain.
Setelah melihat Melody pergi dengan William waktu itu, Satrya menyadari dirinya jatuh hati dengan Melody. Waktu yang dirinya habiskan dengan Melody belakangan ini rupanya membuatnya menjatuhkan hatinya pada perempuan di sampingnya itu.
Tak ada yang bisa Satrya lakukan selain menganggukkan kepalanya, menerima permintaan Melody.
Tapi Satrya ingin menyampaikan perasaannya walaupun dirinya tau Melody gak akan membalasnya, setidaknya dirinya sudah menyampaikan perasaannya. “Sebelumnya saya mau bilang sesuatu sama kamu. Saya sayang sama kamu, Melody.”
Melody kaget. Sebelum Melody membuka suaranya, Satrya lebih dulu menyambung perkataannya. “Tapi saya gak berharap kamu membalas perasaannya saya. Saya cuma mau ngasih tau kamu kalo saya sayang sama kamu karena saya tau kalo kamu gak mungkin membalas perasaan saya.”
“Satrya maaf…”
“Gapapa, Melody. Ini risiko saya. Risiko mencintai seseorang.”
Melody menatap Satrya. “Satrya, kamu orang baik. Saya percaya kamu bisa dapat perempuan yang baik buat kamu.”
“Satrya, terimakasih banyak untuk bantuannya selama ini.” Ujar Melody seusai sidang terakhir perceraiannya.
Pengadilan sudah memutuskan bahwa Melody dan William tidak jadi bercerai. Satrya menyampaikan permintaan Melody untuk membatalkan tuntutannya di sidang sebelumnya dan membuat pengadilan memutuskan hal tersebut.
“Bulan depan saya sama William bakalan ke Korea buat pengobatan dan sekaligus operasi transplantasi William disana.”
“Syukurlah kalo begitu. Semoga William bisa segera sembuh.”
“Makasih doanya. Sekali lagi makasih banyak buat waktu dan bantuan kamu, Satrya.”
Setelahnya Melody pergi dengan William dan Satrya hanya bisa menatap keduanya yang berjalan menjauh. Dalam hatinya, Satrya berdoa agar Melody selalu bahagia walau hati kecilnya berharap dirinya dan Melody dipertemukan di waktu yang tepat sehingga dirinya dan Melody bisa bersama.