cosmicmount

Aku membangunkan laki-laki yang tertidur dengan nyaman diatas kasurku itu.

“San... bangun.” Ujarku sembari mengguncangkan badannya. “Udah jam setengah 6. Katanya mau lari pagi.”

Bukannya bangun, San meregangkan badannya dan mengganti posisi membelakangiku. Aku menghela nafas dan menarik bawahan mukenaku supaya bisa naik ke atas kasur dengan mudah.

Aku memencet hidung San selama beberapa detik sampai San membuka matanya dan menyingkirkan tanganku. “Aku bisa mati kalo kamu bangunin kayak gitu!”

“Makanya langsung bangun!” Aku memukul pelan perut San. “Sana cuci muka sikat gigi. Nanti kamu kesiangan ke gereja nya kalo nanti-nanti bangunnya.”

San berdecak lalu bangun dan menuju kamar mandi. Aku pun melepas mukena dan merapikannya. San keluar dari kamar mandi gak lama aku meletakkan mukena dan sajadahku ke tempatnya.

“Kamu gak mau ikut?” Tanya San.

Aku menggeleng. “Aku mau nyuci. Aku males masak, nanti beliin sarapan ya.”

“Nanti telpon aja mau makan apa.”

San mengecup pelipisku sebelum pergi. Aku langsung mengerjakan apa yang ingin aku kerjakan begitu San pergi. Semalam San menginap di apartemenku sepulangnya dari kantor kliennya. Peak season seperti ini, San pasti akan ada lembur yang menyita weekendnya. Karena itulah, dia datang ke apartemenku yang kebetulan dekat dari kantor kliennya sekalian pacaran.

Bertahun-tahun kita pacaran, gak sekali dua kali harus kayak gini. Aku dan San sama-sama sibuk dengan pekerjaan kita dan mencuri waktu untuk bisa berduaan seperti ini menjadi hal biasa. Mengingat cukup lamanya kami berpacaran, aku maupun San sama sekali gak keberatan untuk seperti. Asal ada waktu untuk ketemu.

Dan karena lamanya hubunganku dengan San, banyak teman-teman kita yang gak menyangka kalo kita bisa jalan selama ini. Karena perbedaan kita yang membuat mereka meragukan kalo aku dan San bisa sampai sejauh ini.

Pertanyaan yang paling aku sering dengar begitu memutuskan untuk berpacaran dengan San adalah ”kalian kan udah tau endingnya kayak gimana, kenapa masih dijalanin?

Aku sama San cuma bisa tersenyum. Kita juga tau akan hal itu tapi kita memilih buat tetep menjalani hubungan ini. San selalu bilang, “Gapapa mereka mau bilang kayak gini. Aku sayang kamu apapun resikonya.”

Lamunanku buyar saat mendengar San yang udah balik dan memanggil namaku. Aku keluar dari kamar mandi dan menghampiri San di ruang makan.

“Aku jadinya beliin kamu lontong sayur yang depan Alfamart situ. Abisnya tadi aku chat gak kamu bales.”

“Hapeku di kamar. Aku dari tadi nyuci.”

Aku menyiapkan sarapan yang San beli sedangkan San sendiri menghilang masuk kamarku. Sepertinya dia mandi. Aku kembali mencuci sembari menunggu San selesai mandi agar bisa sarapan bersamanya.

“Sayang?” Panggil San 15 menit kemudian.

“Sebentar. Aku masukkin baju ke pengering dulu.”

Setelah beres menyalakan pengering di mesin cuciku, aku kembali ke ruang makan. San udah siap sarapan dan kami segera menghabiskan makan yang San bawa. Setelah makan, kami mengobrol banyak hal seperti biasa.

“Minggu depan jadi ikut ke arisan keluargaku?” Tanyaku.

“Jadi dong. Minggu depan aku udah lowong.”

Aku tiba-tiba teringat sesuatu. “Kamu gak ngikut juga gapapa kok.”

San sepertinya tau apa yang aku pikirkan. “Kamu gak usah khawatir soal itu. Aku bisa ngelewatinnya kayak arisan-arisan sebelumanya.”

San mengulaskan senyum, mencoba menenangkanku. “Kita bisa lalui ini.”

Aku membalas senyumannya. Kata-kata San selalu berhasil meyakiniku.


“Om San!!!”

San tersenyum lebar menyambut anak laki-laki yang memanggilnya tadi. Darell langsung melompat ke pelukan San. Keponakanku yang satu ini akrab banget sama San. Tiap San ikut ke acara keluargaku, Darell pasti mencari-cari San.

“Waduh Darell makin berat aja nih. Pasti makannya rajin.” Ujar San saat menggendong Darell.

“Darell sekarang suka makan, Om. Kata Om kan Darell harus makan yang banyak biar cepet gede dan jadi model.”

San dengan seksama mendengarkan Darell yang berceloteh panjang lebar. Aku dan Kak Sakura—Maminya Darell tersenyum melihat interaksi mereka.

“San tuh kalo sama Darell klop banget kayak bapak sama anak. Papinya aja kalah saing sama San tuh.”

Aku tertawa. “Padahal jarang ketemu tapi bisa senempel itu.”

“Nah iya heran deh. San tuh ada apanya ya? Nanti kalo kalian punya anak pasti kamu bakalan kalah saing sama San.”

Aku mengulum senyumku saat Kak Sakura menyinggung soal itu dan mencoba mengalihkan pembicaran karena aku gak mau membahasnya.

Sebelum bergabung ke halaman belakang, tadi Mama sempat mengajakku untuk berbicara soal hubunganku dengan San karena Kak Jiwon yang akan menikah tahun ini. Diantara keluarga besar ini, tinggal aku dan Kak Jiwon yang belum menikah. Hal itu membuat Mama membicarakan hal ini.

“Tahun ini Adek udah mau 27 lho. Adek kapan mau nyusul Jiwon? Mama takut gak bisa nemenin Adek menikah.”

“Mama kok ngomongnya gitu sih? Mama masih sehat gini jangan ngomong kayak gitu dong.”

“Umur gak ada yang tau, Adek.”

“Iya, Adek tau, Ma. Tapi Adek gak bisa menikah dalam waktu dekat-dekat ini.”

“Adek, cepat atau lambat kamu sama San harus ada yang mengalah. Mama yakin kamu sama San tau kemana ini akan berakhir. Mama harap sih bukan Adek yang mengalah buat mengakhiri ini.”

“Mama…”

“Mama tau San bisa jadi kepala keluarga yang baik. Tapi Mama gak mau Adek milih dia daripada Tuhan kamu sendiri. Mama cuma gak mau Adek kayak Papa dulu. Didepak dari keluarganya karena ikut Mama. Mama cuma gak mau kamu dan San ngerasain apa yang Mam dan Papa rasain.”

Aku diam dan gak membalas perkataan Mama. Mama gak menolak atau melarang hubunganku dengan San tapi mendengar apa yang dikatakan sama Mama, aku jadi tau apa yang Mama rasakan.

“Coba Adek omongin sama San baiknya kalian gimana. Kalo emang gak bisa di lanjut, Adek mau buat kenalan sama anaknya temen Mama?”

Saat aku mau menjawab pertanyaan Mama, aku melihat San yang diam berdiri di dekat tangga. Aku tau San sepertinya mendengar semua percakapanku dengan Mama.

“Gak tau, Ma. Aku pikirin lagi nanti.”

Aku pun mendekati San tapi San malah berjalan lebih dulu dan Darell memanggilnya. Abis itu sepanjang acara, San bersama Darell. Walaupun ia duduk disebelahku tapi ia menyibukkan diri dengan bermain dengan Darell. Aku tau kalo dia mencoba menghindariku dengan Darell sebagai tamengnya.

Setelah acara selesai, aku dan San pamit pulang. Mama sempat membicarakan hal yang sama sebelum aku pulang.

“Pikirin yang Mama tanyain tadi, Dek. Gak harus langsung di jawab tapi kalo bisa secepatnya.”

Aku hanya mengangguk sebagai balasannya dan segera masuk ke dalam mobil San.

San diam selama perjalanan menuju apartemenku. Dia juga fokus sama jalanan di depannya dan gak mau repot-repot menoleh ke arahku. Aku tau kalo di kepalanya banyak yang dia pikirkan. Sampe di parkiran, San gak langsung membuka pintu mobilnya.

“Aku udah punya keputusan.” Ujar San. “Aku bakalan ikut kamu.”

Mataku melebar. Aku langsung paham apa yang San maksud. Aku jelas akan menolak hal itu.

“Gak. Aku gak ngizinin kamu buat ikut aku.”

“Terus mau gimana lagi? Aku denger dengan jelas kalo Mama kamu gak mau kamu ikut aku.”

“Pasti ada jalan lain.”

“Jalan lain apa? Kita udah di jalan buntu. Kita gak bisa kemana-mana selain putar balik dan milih siapa yang mengalah. Aku udah putusin buat aku yang ngalah untuk ikut kamu.”

“San, kamu gak boleh ninggalin Tuhan kamu cuma buat aku.”

“Aku sayang kamu lebih dari apapun.”

Aku meraih tangannya. “Kamu gak boleh mencintai aku lebih dari kamu mencintai Tuhan kamu. Aku juga gak mau ngambil kamu dari keluarga kamu, San.”

San menatapku. Matanya memerah. Dari matanya aku bisa melihat kalo San putus asa. Kita berdua sama-sama tau kalo ini akan terjadi cepat atau lambat. Tapi sayangnya, aku sama San gak mempersiapkan diri akan hal ini karena baik aku dan San sibuk menjalanin dan menikmati hubungan ini.

“San, aku rasa ini udah saatnya…”

Please, don’t…” San meraih tanganku. “Ak-aku bisa ikut kamu, Sayang. Aku mau ikut kamu.”

“Aku yang gak bisa ngambil kamu dari Tuhan dan keluarga kamu.”

“Aku sayang kamu… bener-bener sayang kamu.”

Aku memajukan diriku untuk memeluk San. “Aku juga sayang kamu, San. Karena itu udah saatnya kita udahan sebelum terlambat.”

San membalas dekapanku dengan erat. Aku merasakan tubuhnya yang bergetar dan pundakku yang perlahan basah. San menangis. Aku pun ikut menangis. Ini keputusan berat buatku dan San.

San melepaskan pelukannya. Tangannya menangkup wajahku dan mengusap lembut jejak airmata di pipiku. “Maaf kalo selama ini aku belum jadi yang terbaik buat kamu.”

You’re the greatest thing that i’ve ever had, San. Aku gak pernah menyesal kamu ada di bagian cerita hidupku.” Aku mendekatkan wajahku dan mengecup bibir San. “Kamu harus bahagia ya biarpun gak sama aku. Aku yakin kamu bisa. Aku pamit ya. Makasih untuk semuanya.”

Aku segera keluar dari mobil San dan menuju apartemenku. Aku menatap San yang berdiri di samping mobilnya dan tersenyum padanya sebelum pintu lift tertutup. Akhirnya relay panjang ini selesai juga. Gak ada yang memenangkan relay ini baik aku maupun San. Tapi ini memang akhir yang terbaik untuk kita.

Audri masih ingat jelas gimana awal dia ketemu sama Yunho dan Mingi. Klasik sih, Audri satu kelompok ospek sama Yunho dan Mingi lalu dia sering diledekin sama Yunho dan Mingi karena Audri yang cuma setinggi 157cm selalu terlihat mungil kalo diantara Yunho dan Mingi. Karena itulah mereka jadi akrab dan memutuskan untuk berteman soalnya mereka bertiga ini satu jurusan yang sama.

Pertemanan mereka berjalan seperti lingkaran pertemanan pada umumnya. Mereka sering keluar bertiga. Mereka juga sering satu kelompok bersama setiap ada tugas kelompok dan lain sebagainya.

Sampai suatu hari, baik Yunho maupun Mingi menyatakan perasaan mereka pada Audri. Hal ini membuat Audri kaget karena dia bingung kenapa bisa dua orang temannya ini bisa menyukainya dan menyatakan perasaan mereka di waktu yang bersamaan.

“Gue suka sama lo, Di.”

“Odi, gue suka sama lo.”

Yunho dan Mingi langsung saling bertatapan setelah mereka mengutarakan perasaan mereka. Audri yang duduk di depan mereka berdua cuma bisa menatap keduanya bergantian dengan wajah kaget dan bingung.

“Lo suka sama Odi juga?” Tanya Yunho yang langsung diangguki sama Mingi.

Yunho memijat dahinya. Dia gak tau kalo Mingi ternyata mempunyai perasaan yang sama untuk Audri.

“Jadi gimana, Di? Lo bakalan pilih siapa diantara gue sama Yunho?”

Audri bungkam. Dia gak bisa memilih antara Yunho dan Mingi karena keduanya adalah temannya.

Di saat Audri memikirkan jawaban. Mingi sibuk menatap Audri, menanti jawaban. Yunho tiba-tiba mencetuskan sebuah ide.

“Gimana kalo kita berdua jadi pacar lo, Di?”

Mingi menatap Yunho bingung. “Tunggu tunggu... maksudnya gimana?

“Ya daripada Audri harus milih diantara kita berdua, kenapa gak sekalian aja dia pacarin kita berdua aja?”

You mean, we do a poly relationship?” Audri akhirnya membuka suaranya.

Yunho mengangguk. “Kinda. Seenggaknya, lo gak perlu milih diantara kita dan gak perlu kehilangan gue atau Mingi juga.”

Poly relationship is sounds good.” Mingi menyetujui ide Yunho. “Betul yang di bilang Yunho, Di. Kenapa juga lo harus milih kalo lo bisa sama gue dan Yunho.”

Akhirnya mereka bertiga pun menyepakati poly relationship ini. Dan Audri pun kini memiliki dua pacar sekaligus.

Wonwoo membantu membawa koper milik Audri sedangkan pemilik koper tersebut, sudah berlari menghampiri kedua pacarnya itu. Wonwoo menyempatkan untuk mengobrol sebentar dengan Yunho dan Mingi sebelum pamit pulang.

“Titip Audri ya.” Ujar Wonwoo pada Yunho dan Mingi. “Don't do any stupid things, kiddo. See you in 2 weeks.

Wonwoo mengusap kepala Audri dan juga sempat menepuk pundak Yunho dan Mingi sebelum pergi.

“Kak Wonwoo ganteng juga.” Celetuk Mingi membuat Audri ketawa. Ini emang pertama kalinya Yunho dan Mingi ketemu sama Wonwoo. Karena sebelumnya, Kak Wonwoo tinggal sendiri di apartemen dan baru 3 bulan yang lalu ikut pindah bersama Mamanya tinggal bersama Bapak Brian dan Audri.

Sedikit cerita, Mama Seulgi itu mama tiri Audri. Dia baru menikah dengan Bapak Brian setahun yang lalu. Baik Mama Seulgi dan Bapak Brian, keduanya sama-sama memiliki anak dari pernikahan sebelumnya. Audri dan Wonwoo.

Karena udah ada panggilan untuk pesawat mereka, mereka segera check in. Setelah kurang lebih 2 jam mengudara, mereka bertiga akhirnya sampai. Mereka langsung meluncur ke villa yang udah di booking sama Yunho dengan jemputan sekaligus mobil rental yang Mingi pesan.

“Jungeun sama San mau nyusul kesini.” Ujar Audri sembari membalas chat-chat di hapenya. “Gapapa, kan?”

“Ya gapapalah. Lagian liburan bertigaan doang gak asik sih.” Sahut Mingi.

“Yeri sama Yeosang juga mau nyusul.” Tambah Audri. “Eh kok bisa sih Yeri sama Yeosang?”

“Gak tau tuh. Ditanyain sama Wooyoung bilangnya karena ganteng.” Ujar Yunho.

Audri ketawa. “Ini jadi siapa aja yang nyusul? Temenku semuanya nyusul. Cukup kan kamarnya?”

“Anak-anak juga ngikut semua. Wooyoung mau nyamper ceweknya juga. Cukup kok.” Jelas Yunho.

Audri mengganguk. Karena asik ngomongin soal adanya penambahan personil di liburan kali ini, mereka gak sadar kalo mereka sudah sampe ke villa tempat penginap.

Selesai menurunkan koper-koper, mereka langsung masuk ke kamar masing-masing dan menghabiskan sisa hari tersebut dengan beristirahat sebelum memulai aktifitas liburan mereka besok.


“Kalo mau marathon drama ngapain jauh-jauh kesini?! Jalan-jalan apa!”

“Keluar jam segini masih panas! Nanti sorean aja sih!”

“Yunho! Mingi! Nih cewek lu kayak kebo jam segini belom mandi!”

“Sancil! Bawa cabut cewek lu, ah! Rese banget pagi-pagi udah ngerusuh.”

“Ini udah jam 10, Audreeee!”

“Tapi masih panas, Jungeuuun!”

Memasuki hari ke-9 liburan, mendengar Jungeun dan Audri bickering satu sama lain tiap pagi udah jadi hal biasa karena mereka berdua sekamar. Pasti salah satu dari pacar mereka bakalan datang buat menghentikan perdebatan mereka dan kali ini San yang datang.

“Yang, mending sini ikut gue nyari makan.” San mendorong Jungeun keluar kamar. “Dan lo Audri, kata gue mending lo mandi sekarang sebelum di bopong ke kamar mandi lagi sama Yunho Mingi.”

Audri gak mengindahkan perkataan San dan melanjutkan acara menontonnya. Selang 5 menit kemudian, Audri terlelap dengan laptopnya yang menyala. Yunho masuk kamar Audri-Jungeun dan mendapati pacarnya ketiduran itu langsung mengambil laptop Audri dan meletakkannya di nakas.

Wake up, Princess.” Yunho mengusap lembut kepala Audri. “Ayo mandi terus cari makan.”

Audri mengeliat sebelum membuka matanya. Melihat Yunho yang ngebangunin, membuat Audri segera bangun dan mengulurkan tangannya. Yunho tersenyum dan segera menarik Audri ke dalam pelukannya. Sudah beberapa hari ini, Audri lagi clingy sama Yunho dan Mingi, makanya dia selalu bermalas-malasan untuk bangun supaya Yunho atau Mingi membangunkannya dan memeluknya.

“Aku mager banget keluar ih... di villa aja boleh gak sih?”

“Kita udah book bed di Finns lho. Kamu beneran gak mau keluar? Sayang banget udah bawa bikini juga.”

“Baiklah. Demi bikinian, aku mau keluar nih.”

Audri turun dari kasurnya dan menuju kamar mandi. Yunho keluar dari kamar Audri setelah menyiapkan baju untuk Audri.


Finns Beach Club selalu ramai apalagi saat weekend gini. Yunho udah buru-buru book bed begitu Audri minta kesana karena tau pasti bakalan serame ini.

Okay, girl, kamu mau apa?” Tanya Mingi.

No drinks before meals, ya.” Sahut Yunho.

Audri langsung bete. Mingi tertawa melihat pacarnya merenggut gitu. “Yaudah cola aja dulu ya. Minumnya nanti abis makan.”

Mingi pun ke bar buat memesan. Audri sibuk memainkan hapenya dengan Yunho merangkulnya. Yang lain belum datang karena mereka semua sempet misah dan baru ngumpul disini. Lagi asik ngescroll Tiktok, Audri di telpon sama Yeri.

“Kenapa, Yer?”

“Anjrit ada-ada aja. Bentar gue tanya Yunho dulu soalnya dia yang beresin bawaan gue.”

“Iya tunggu aja di toilet. Yeosang suruh beli tampon dulu.”

Yunho yang namanya di sebut-sebut langsung menoleh. “Kenapa, Princess?”

“Yeri dapet terus nembus dong ke bikini dia. Kamu bawain bikini lebih gak?

“Aku tadi masukkin 2 sih ke tas.”

“Yaudah aku ke Yeri dulu. Kunci mobil, dong.”

Yunho memberikan kunci mobil dan Audri langsung menuju parkiran. Setelah ngambil bikini buat Yeri, Audri ke toilet. Dia juga sempet ketemu Yeosang yang bawa-bawa plastik Guardian dan memberikan bawaannya ke Audri. Setelah ketemu sama Yeri, Audri memberikan semua yang Yeri butuhkan. Beres dengan urusannya dan Yeri, Audri kembali ke bednya karena dia malas nungguin Yeri.

Keluar dari toilet, ada seseorang gak sengaja menabrak Audri. Karena ditabrak cukup kencang, Audri hampir terjatuh kalo si penabrak ini gak buru-buru menarik Audri.

I'm sorry. Are you okay?

Watch your step—lho Kak Hongjoong?”

Audri kaget karena yang menabrak dirinya itu Hongjoong—mantannya yang hilang tanpa kabar 2 tahun lalu.

Sudah hampir sebulan setelah Bali, Yunho dan Mingi benar-benar gak ada ketemu Audri.

Audri juga galau berat karena Yunho dan Mingi gak ada kabarnya dan gak ngebales chatnya sama sekali. Belum lagi Audri ngeliat chat mereka ke group chat bersama teman-temannya (ini dikasih tau sama Jungeun).

Tiap malam semenjak pulang dari Bali, Audri selalu menangisi Yunho dan Mingi. Dia menyesal kenapa malam itu dia nerima telpon dari Hongjoong yang berakhir membuat Yunho dan Mingi salah paham.

Di minggu ketiga setelah Bali, Audri mencoba menerima keputusan Yunho dan Mingi. Dia menyibukkan dirinya dengan kuliah dan magang. Sesekali masih dapet kabar soal Yunho dan Mingi dari orang sekitarnya dan Audri merasa cukup dengan itu. Setidaknya dia tau kalo Yunho dan Mingi baik-baik aja walaupun itu bikin dia sedikit menderita.

Setelah magang hampir dua minggu lamanya, Audri selalu pulang malam karena dia langsung dapet project dari kantor magangnya dan membuatnya sering menghabiskan weekendnya untuk beristirahat. Lagipula udah gak ada yang mengajaknya keluar setiap weekend, jadinya Audri memilih buat dirumah aja.

Tapi Sabtu ini berbeda. Audri berulangtahun dan malam nanti teman-temannya diundang kerumah untuk merayakan ulangtahunnya bersama keluarganya. Bapak Brian udah menawarkan buat dinner di luar untuk merayakan ulangtahunnya tapi Audri menolak. Terus Mama Seulgi mengusulkan buat ngerayain dirumah dengan Bbq-an.

Jadilah rumah Bapak Brian udah rame sama Jungeun dan Yeri padahal baru jam 10.

Jungeun sama Yeri paling semangat pas Audri ngasih tau mereka. Buktinya sekarang aja mereka berdua udah asik nyiapin bahan-bahan Bbq-an sama Mama Seulgi. Audri tadinya mau bantuin tapi gak dibolehin sama Mama Seulgi karena hari ini adalah harinya.

Karena tadi diusir dan gak boleh ngebantuin, Audri pun melipir ke ruang tengah buat nonton tv. Gak tau berapa lama Audri berada di ruang tengah karena dia ketiduran dan kebangun karena ada tamu.

“Odi, tolong bukain pintu dong. Itu kayaknya San sama Yeosang deh.” Sahut Jungeun dari dapur.

Jungeun sama Yeri emang ngajak pacar-pacarnya tapi mereka datang sendiri dan katanya pacarnya akan menyusul.

Audri langsung bangun dan menuju pintu. Audri langsung melihat ada San, Yeosang, Jiwoo, dan Wooyoung begitu buka pintu. Audri segera bercipika-cipiki dengan Jiwoo saat melihatnya.

“Kok lo kayak gembel sih, Di? Belom mandi dari pagi ya?” Celetuk Wooyoung membuat Jiwoo menyikutnya.

“Udah anjir! Tadi gue ketiduran terus kebangun gara-gara lo pada dateng.” Audri mengeser dirinya guna memberi jalan untuk mereka masuk. “Masuk gih. Jungeun sama Yeri ada di dapur tapi kalo gak mau ke dapur, di ruang tengah aja.”

Mereka langsung melangkahkan kakinya masuk.

“Yunho sama Mingi masih gak ada kabarnya, Di?” Tanya San yang masuk belakangan begitu Audri menutup pintu.

Audri menggeleng. “Terakhir cuma tau dari Kak Wonwoo. Mereka masih nongkrong sama lo, Yeosang, Wooyoung kan?”

“Masih. Semalem baru nongkrong. Tapi mereka juga gak ada nanyain lo. Kayaknya mereka lagi mau deketin adek tingkat gue. Semalem pas nongkrong sempet nanya-nanya gitu.”

Raut wajah Audri langsung berubah. Dia langsung mikirin soal Yunho dan Mingi yang secepat itu udah punya gebetan lagi dalam kurun waktu sebulan sedangkan dia masih galauin mereka.

Audri naik ke kamarnya setelahnya. Meninggalkan San bersama yang lain di ruang tengah. Dia langsung buka sosial medianya yang belakangan ini gak dia buka buat ngestalk Yunho dan Mingi. Dan bener aja, dia mendapati Yunho dan Mingi mentionan dengan cewek yang San maksud tadi.

Audri melempar hapenya ke kasur setelah ngestalk Yunho dan Mingi. Dia masuk ke kamar mandi buat mandi dan juga nangis. Audri berada di kamar mandi hampir satu jam lamanya dan baru keluar saat Wonwoo mengetuk kamarnya.

“Adek, kamu ngapain? Itu dipanggil sama Mama di suruh ke bawah.”

“Iya, Kak, aku tadi mandi. Abis ini ke bawah.”

Habis itu, Audri pun segera berpakaian dan turun ke bawah. Ia menghampiri Mama Seulgi. “Ada apa, Ma?”

“Tadi Mama di telpon sama kurir yang anter kue katanya dia salah rumah. Malah ke kirim ke rumahnya Sunwoo. Kamu ambil ya. Sekalian ajak Sunwoo kesini.”

Audri segera melakukan apa yang disuruh Mama Seulgi. Dan baru aja dia mau keluar, Audri udah ketemu sama Sunwoo yang membawa kue miliknya dan juga dua orang yang dia kenal betul di belakang Sunwoo.

“Kak ini kuenya—Anjir, Kak, lo kenapa nangis?”

Sunwoo yang panik ngeliat Audri tiba-tiba jongkok dan menangis sesegukan. Dua orang tadi membantu Audri untuk bangun. Begitu Audri berdiri, dia langsung mengusap wajahnya.

“Kalian ngapain kesini?” Tanya Audri ke dua orang tadi

“Kan kamu ulangtahun.” Jawab Yunho. “Masa kamu ulangtahun, kita gak dateng?”

“Terus itu kata San, kalian udah punya gebetan baru...”

Mingi nyengir. “Prank doang sih itu. Kamu ulangtahun masa gak dikerjain sih.”

“Terus yang soal Kak Hongjoong juga bercanda doang?” Yunho sama Mingi ketawa lalu mengangguk. Audri melotot kesal. “Kurang ajar! Gue udah galau-galau taunya dikerjain doang! Sana pulang lagi aja!”

Audri menarik Sunwoo untuk masuk dan meninggalkan Yunho dan Mingi yang ketawa ngeliat Audri kesal. Sunwoo yang gak tau apa-apa pun bingung karena Audri membawa dia masuk ke rumahnya tapi sambil marah-marah juga nangis.

Audri dan Mingi beneran berangkat ke Bandung Jumat malam. Sekitar jam 8, Mingi datang menjemput Audri. Untungnya di izinin sama Bapak Brian walaupun beliau bingung kenapa cuma sama Mingi aja. Terus Audri ngejelasin kalo Yunho gak ikut karena ke luar kota bareng Wonwoo.

Setelah berkendara hampir 3 jam, mereka akhirnya sampai Bandung. Mereka langsung check in dan menuju kamar mereka. Dan Mingi sedari berangkat tadi entah kenapa jadi clingy banget sama Audri. Selama perjalanan, ia terus menggenggam tangan Audri dan gak melepaskannya kecuali dia harus menyetir menggunakan kedua tangannya. Habis itu dia kembali menggenggam tangan Audri. Sampai di kamar mereka pun, Mingi langsung menarik Audri untuk cuddle.

“Igi, bebersih dulu ih.”

Let me cuddle you for a while, girl. Aku capek banget.”

“Tadi diajakin gantian gak mau.”

“Yakali aku ngebiarin kamu nyetir melawan mobil-mobil Transfomer itu.” Mingi menarik Audri mendekat. “Lagian aku udah lama gak begini sama kamu. Terakhir kali pas di bali.”

“Salah sendiri ngide ngeprank aku. Sukurin deh gak bisa cuddle.” Ledek Audri.

Audri pun mengubah posisinya membelakangi Mingi tapi Mingi tetep meluk Audri dari belakang. Audri mengambil hapenya dan dia mulai membalas chat-chat yang masuk dan belum dia sempat balas. Saat Audri membalas group chatnya dengan Jungeun dan Yeri, Mingi mengintip dari balik pundak Audri.

“Kamu ngetik begitu kayak ngerti aja.” Ujar Mingi.

“Ya ngertilah.” Balas Audri. “Kamu tuh waktu fwb-an sama Aisha rajin banget dick appointmentnya sampe tugas keteteran mulu.”

“Iyalah orang enak.”

Audri memukul Mingi. “Heh!”

Mingi ketawa. Dia menarik Audri lebih dekat dan menumpukan kepalanya di pundak Audri. “Aku boleh juga gak dick appointment?”

Audri bergidik geli karena Mingi mulai menciumi lehernya dan tangannya yang tadi berada di pinggang kini mengerayangi tubuhnya. “Mandi dulu ih.”

“Gak usahlah. Nanti kan kotor lagi.”

Audri berdecih. “Yaudah bawa kondom gak?”

Mingi melepaskan pelukannya dan bangun. Dia meraih tasnya dan mengeluarkan apa yang Audri tanyakan. Audri langsung melotot. “Emang lu udah niat mau nidurin gue sampe udah ada persiapan!”

Mingi nyengir. Dia kembali ke atas kasur sembari melepas bajunya. Dia memposisikan dirinya diatas Audri. “Mumpung gak sama Yunho. Bolehlah sekalian yekan.”

Tangannya dengan lincah melepaskan satu per satu baju Audri. Lalu Mingi mendekatkan dirinya pada Audri dan berbisik didepan bibir Audri, “Also, i'm way too miss you and your body.” Mingi pun mencium Audri setelahnya.

Mingi gak bercanda yang dia bilang kangen sama Audri karena dia baru ngebiarin Audri tidur jam 3 pagi. Alhasil, mereka berdua bangun kesiangan padahal udah rencana mau ke De Ranch pagi-pagi.

Audri udah marah-marah pas Mingi bangunin dia jam 12 siang.

“Kan aku bilang gak usah lama-lama! Tuh jadi kesiangan kan kita. Tau sendiri kalo weekend Bandung suka macet!”

Mingi cengengesan aja dengerin Audri marah-marah tapi masih bisa sambil beres-beres.

Belum lagi Mingi has left many hickeys di tempat yang terlihat membuat Audri makin kesel karena dia harus menutupi itu sebelum keluar.

“Besok-besok gak mau lagi aku di bikin melek malem-malem lagi. Denger gak, Song Mingi?”

“Iya-iya… Yaudah ayo berangkat keburu makin siang.”

Mingi mencari destinasi lain karena batalnya pergi ke De Ranch. Mingi mengajak Audri buat beli Chocomory. Sengaja Mingi kesana dulu karena biar Audri gak bete soalnya Audri suka banget sama Tiramisusu Chocomory. Dan bener aja, Audri langsung good mood lagi begitu dapet Tiramisusu Chocomory.

Mingi mengarahkan mobilnya ke tujuan selanjutnya. Audri langsung melongo gak percaya saat sampe di tujuan.

“Sumpah kamu masih inget aku mau liat rusa di Ranca Upas?!”

“Kamu ngomongin ini terus pas awal-awal kuliah jadinya aku inget banget. Karena tadi gak jadi ke De Ranch, gantinya kesini.”

Raut wajah Audri langsung berubah kayak emoji 🥺️ pas Mingi bilang gitu. Alasan kenapa Audri sayang Mingi dan Yunho karena keduanya itu selalu inget sama hal-hal kecil tentang dia. Contohnya kayak gini. Waktu itu Audri emang kepengen banget sampai keinginannya ilang sendiri karena gak pernah nemu waktu yang pas buat kesini dan sekarang Mingi mengabulkan keinginan lamanya ini.

Audri langsung memeluk Mingi. Mingi terkesiap tapi untungnya bisa menahan dirinya jadinya dia dan Audri gak terjatuh lalu Mingi terkekeh. Dia tau Audri pasti overwhelmed jadinya dia membalas pelukan Audri.

“Makasih ya, Igi.”

“Iya sama-sama, little girl.”

Melihat Audri yang excited banget pas memberi makan rusa-rusa membuat Mingi merasa keputusannya itu tepat karena dia bisa melihat senyum Audri selebar itu. Walaupun Mingi tau, dia sama Yunho bisa aja berantem karena hal ini tapi Mingi gak ambil pusing. As long as Audri is happy when with him, it matter.

Audri gak tau apa yang terjadi sama Mingi tapi Mingi mendadak gloomy dan cenderung ke emosi. Dia bingung apa yang terjadi semalem karena pagi-pagi banget, Mingi bangunin dia buat siap-siap pulang dan selama perjalanan Mingi diem aja.

Audri juga gak mau banyak tanya soalnya dia ngerasa pusing karena dibangunin secara mendadak gitu. Di jalan pulang, Audri kaget saat mendapat chat dari Yunho yang tau kalo dirinya pergi ke Bandung bersama Mingi tanpa sepengetahuannya.

“Igi… ini Yuyu tau dari mana kita ke Bandung?”

Mingi langsung tegang saat Audri menanyakan hal tersebut. Ia berdeham sebelum menjawab, “Aku semalem yang ngasih tau. Dia ngomong apa lagi?”

“Gak ngomong apa-apa cuma bilang kalo udah sampe minta di kabarin aja.”

“Oh oke…”

Abis itu keadaan di dalam mobil kembali sunyi. Feeling Audri mengatakan ada yang gak beres diantara mereka berdua. Tapi dia gak mau ambil pusing dan memilih buat tidur karena pusing di kepalanya masih tidak bisa ia tahan.

Audri terbangun karena merasakan pipinya di usap. “Sayang, kita udah sampe.”

Audri meregangkan tubuhnya sebentar lalu melepas seatbelt sebelum turun. Begitu turun, Audri melihat mobil Yunho yang terparkir gak jauh dari mobil Mingi. Dan gak lama sosoknya muncul dari teras rumahnya.

Yunho segera memeluk Audri tapi matanya menyiratkan amarah saat Mingi menatap dirinya yang memeluk Audri.

“Kamu masuk gih. Nanti tasnya aku yang bawain.” Suruh Yunho.

Karena lelah, Audri segera masuk. Yunho langsung menghampiri Mingi begitu Audri masuk ke dalam. Ia mengambil tas Audri dari Mingi.

“Abis ini lo gak usah ketemu Audri dulu.”

Mingi mendengus. “Kenapa gue yang gak boleh ketemu Audri? Dia pacar gue dan lo gak berhak ngelarang gue.”

Playing fairlah. Lo ke Bandung sama dia tanpa sepengetahuan gue dan gue juga berhak buat ngelarang lo buat ngabisin waktu sama dia.”

“Omongan gue semalem kurang jelas? Gue minta lo pergi dari hubungan ini.”

“Gue gak akan pergi kemana-mana sampe Audri yang minta gue pergi.”

“Lo mau gue bikin Audri minta lo pergi? Tenang aja, gue bisa.”

Yunho yang dari semalam udah tersulut emosi, akhirnya melayangkan pukulan pada Mingi.

Mingi yang terkesiap dengan serangan dadakan dari Yunho itu tapi dia segera mengendalikan diriny dan membalas pukulan Yunho.

Mereka akhirnya saling adu pukulan satu sama lain sampai membuat tetangga rumah Audri keluar.

Orang pertama yang melihat mereka berkelahi ada Sunwoo. Dia panik ngeliat dua cowok bongsor itu tonjok-tonjokan. Langsung aja dia lari buat misahin. Tapi karena tau kayaknya gak dia gak bisa buat misahin, jadinya dia teriak panggil Wonwoo.

“Kak Wonwoo! Tolongin!”

Karena ada kericuhan di depan rumahnya, Wonwoo sama Audri langsung keluar. Audri terkejut melihat kedua pacarnya berantem. Wonwoo segera berlari mendekati Yunho-Mingi-Sunwoo.

Begitu Yunho dan Mingi berhasil di pisahin, keduanya di tarik menjauh sama Sunwoo dan Wonwoo.

“Kalian ini kenapa bisa berantem?” Tanya Wonwoo.

Gak ada satu pun yang menjawab pertanyaan Wonwoo. Malahan Mingi melontarkan pertanyaan pada Audri yang membuat semuanya tau akar perkelahian mereka dan membuat Audri kaget karena pertanyaan Mingi.

“Audri, kamu pilih aku atau Yunho?”

Berapa tahun Mingi sama Yunho berteman? Yang jelas lebih lama dari pertemanan Wooyoung dan Yeosang dan lebih lama dari mereka kenal Audri. Mereka kenal dan berteman dari SMP.

Mingi selalu mengikuti Yunho. Masuk SMA yang sama sampe kuliah di jurusan yang sama. Tapi dia gak ada maksud buat ikutan punya perasaan sama Audri.

Waktu Yunho ngusul buat Audri pacarin dia dan Mingi, sejujurnya Mingi ragu. Iya, Mingi sempet ragu. Sampe Yunho bilang kalo Audri milih saran Yunho yang dia gak bakalan kehilangan Yunho dan Mingi, Mingi jadi setuju karena Yunho ada benernya. Mingi juga gak bakalan kehilangan Audri dan dia gak bakalan musuhan sama Yunho. Itulah kenapa dia setuju.

Mingi gak mempermasalahkan soal dirinya yang harus membagi Audri sama Yunho. Karena itu Yunho, sahabatnya sejak bertahun-tahun lalu. Tapi sampe malam terakhir di Bandung membuat Mingi mempertanyakan kenapa dirinya berada di hubungan ini.

Malam itu Audri tidur duluan karena kecapekan seharian di luar. Mingi sendiri masih terjaga dengan laptopnya karena ada tugas yang harus ia kerjakan. Karena udah capek dan udah malem, Mingi akhirnya kembali ke kasur. Sebelum dia tidur, dia menyempatkan membuat hapenya yang rame sama Wooyoung dan mobilnya yang mogok.

Mingi merutuki Yeosang yang ngasih tau dirinya lagi di Bandung sama Audri di grup dan membuat Yunho marah. Tapi bertepatan dengan chat Yunho, Mingi mendengar Audri yang sleep talking.

“Yunho...”

Mingi langsung menegang. Audri emang tipe yang suka sleep talking kalo tidur dalam keadaan capek. Tapi Mingi gak pernah expect kalo Audri bakalan nyebut nama Yunho dalam tidur.

“Iya maafin ya...”

“Jangan marah... Yunho...”

“Iya... gak lagi...”

Setelah itu Audri kembali tidur. Setelah itu, Mingi jadi mengkonfrontasi Yunho karena Mingi sebetulnya takut. Takut Audri ninggalin dia dan milih Yunho yang berakhir dia bakalan membenci Yunho dan dirinya yang kalah. Mingi jelas tau kalo Audri lebih sayang ke Yunho daripada dirinya karena dia bisa meliat jelas dari gimana Audri saat bersama Yunho.

Setelah kejadian di depan rumah Audri, Mingi jadi kepikiran kalo dia sebenernya cuma penghalang buat Yunho sama Audri. Makanya tiap Yunho ajakin ketemu buat nyelesain ini, Mingi selalu menghindar karena dia gak siap. Dia bahkan gak menggubris teman-temannya yang mendorongnya untuk ketemu sama Yunho buat nyelesain ini.

Begitu dia dapet chat Yunho yang bilang dia mau ke rumahnya, membuat Mingi menghela nafas. Emang udah saatnya, pikir Mingi. Jadinya Mingi gak kemana-mana dan menunggu Yunho datang. 10 menit kemudian, Yunho datang. Mingi tau Yunho datang karena suara adiknya yang menyapa Yunho.

“Wets big bro... Apakabs neh? Udah lama lu kaga maen kesini.”

“Sibuk gue jadinya gak sempet maen. Abang lo ada?”

“Ada noh di kamar. Masuk aja, Bang.”

Dan gak lama pintu kamar Mingi terbuka. Yunho langsung masuk begitu melihat Mingi duduk di depan komputernya. Dia merebahkan dirinya di atas kasur karena Mingi ngasih kode buat nunggu dia main satu game.

Beres main, Mingi langsung bertanya pada Yunho. “Ngapain kesini?”

“Ngapain dong anjing katanya. Ini kita kenapa?!”

Mingi terkekeh melihat Yunho yang kesel. “Serius gila. Lo ngapain kesini? Bukannya ada kerjaan sama tugas kan lo?

Yunho mendengus. “Mana bisa gue ngerjain semua kalo kepala gue pusing ini masalah gak kelar-kelar.”

“Terus mau gimana emangnya?”

“Lo sayang gak sih sama Audri?”

“Sayanglah. Tapi dia sayang sama lo, Yun.”

“Kita berdua.” Ralat Yunho.

“Iye iye kita berdua. Tapi lebih sayangan sama lo.”

“Gue harus apa, Gi? Gak mau terus-terusan slek sama lo tapi gue juga gak rela lepasin Audri.”

Mingi mengulum senyumnya. Melihat Yunho frustrasi membuat Mingi mengambil keputusan. “Yaudah lo yang sama Audri.”

“Gak ya anjing! Apaan sih?!” Marah Yunho.

Mingi ketawa. “Serius anjir.”

“Gi ah elah.”

“Beneran, Yun. Gapapa gue yang ngalah. Lagian Audri lebih pantes sama lo daripada gue.”

Yunho menatap Mingi. Dia tau sahabatnya ini serius sama omongannya walaupun deep inside, it's hurting him.

“Ah tai lo.” Yunho beranjak dari kasur dan mendekati Mingi. Dia memeluk Mingi. Mingi ketawa karena Yunho tiba-tiba memeluknya tapi sedetik kemudian dia melepaskan pelukan Yunho.

“Udah ah geli bangsat.”

“Anjing!” Umpat Yunho bikin Mingi ketawa ngakak.

“Udah nih sleknya. Anjirlah gue pusing banget gak sama lo. Kalo tiba-tiba harus ke kampus pas ngantor gak ada yang nganterin.”

“Emang anak monyet!”

“Tapi serius, Yun, i'm letting you with Audri tuh bukan tanpa sebab. Dia beneran sayang sama lo. Kalo dia gak sayang sama lo, kenapa juga dia nyebut-nyebut nama lo pas tidur.”

Semuanya berkumpul di rumah Mingi pukul 8 malam. Ini semua ulah Jungeun yang menyuruh mereka berangkat lebih awal mengingat beberapa oknum (sebut saja Wooyoung dan Yeosang dan juga Yeri) itu tukang ngaret jadinya Jungeun udah ngomel-ngomel di group chat buat berangkat lebih cepat.

Yunho sama Audri sendiri baru sampe di rumah Mingi 30 menit kemudian karena emang sebelumnya janjian jam 9. Dan begitu mereka sampe, Wooyoung langsung ngomel-ngomel.

“Anjir ini si Yunho sama Audri boleh ngaret! Kenapa gue doang yang di ubrak-ubrak buat cepet-cepet otw!!!” Misuh Wooyoung.

“Makanya jangan ngaret!” Sahut Jungeun. “Lagian sadar diri lu, mereka kan yang punya mobil masa mereka yang nungguin!”

Wooyoung mendengus. Abis itu mereka pamitan sama orang rumah Mingi dan segera berangkat menuju tujuan.

Jujur mereka berdelapan mirip rombongan lenong karena berisik banget sampe-sampe pengunjung lain kerap melirik ke arah mereka. Tapi mereka gak peduli karena yang mereka pedulikan cuma menghabiskan waktu bersama sebelum akhirnya sibuk dengan kehidupan masing-masing.

Rupanya destinasi mereka gak cuma ke Senayan untuk makan sate taichan. Audri tiba-tiba ngusulin buat ke Kemayoran buat nyari ketan susu. Dan berangkat ke bandara begitu waktu menunjukkan pukul 11.

Keluarga Mingi juga ngabarin kalo mereka udah sampe bandara saat mereka juga sampe di bandara. Mereka berdelapan ketemuan dia gate boarding Mingi. Karena mendekati boarding time, mereka semua pun berpamitan dengan Mingi. Audri jadi orang terakhir berpamitan sama Mingi.

Semuanya tau kalo Mingi dan Audri butuh ngomong berdua makanya yang lain seperti mempersilahkan mereka untuk ngomong berdua. Biarpun mereka udah putus lama tapi ada yang belum terselesaikan diantara mereka.

“Jaga diri baik-baik disana ya, Gi.”

I will.”

“Mau peluk boleh...?”

Mingi tersenyum dan merentangkan tangannya. Audri langsung mendekatkan dirinya dan memeluk Mingi.

“Mingi makasih ya udah jadi bagian hidup aku. Maaf juga kalo aku pernah memperlakukan kamu kurang baik.”

“Gak kok. Kamu selalu jadi hal terbaik yang pernah ada di hidup aku. Aku yang makasih karena kamu mau jadi pacarku.”

Audri melepaskan pelukannya. Ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan memberikan ke Mingi. “Graduation gift. Kita udah janjikan buat ngasih hadiah pas lulus.”

Mingi menerima kado dari Audri. “Makasih banyak ya.”

Gak lama, ada panggilan untuk pesawat Mingi. Mingu hendak bergegas untuk check in tapi tangannya di genggam oleh Audri.

Audri sendiri entah kenapa seperti gak rela buat melepaskan Mingi pergi. Lubuk hatinya berkata kalo dia ingin Mingi berada disekitarnya biarpun dirinya gak bisa bersama Mingi. Mau gimanapun, Audri masih menyayangi Mingi sebesar dirinya menyayangi Yunho. Walaupun dirinya memilih bersama Yunho.

“Di, Mingi nya mau berangkat itu.” Ujar Yunho. Dia mendekati Audri dan mencoba untuk menarik Audri supaya Mingi bisa pergi. “Kamu udah janji buat ngebiarin Mingi berangkat lho. Kalo tau begini mending gak usah ikut nganter.”

Audri bukannya melepaskan genggamannya malah memelas dan hendak menangis. Hal itu membuat Mingi tertawa. “Yaudah sini-sini peluk dulu deh terakhir.”

Mingi menarik Audri ke pelukannya. Sayangnya hal tersebut membuat tangis Audri malah pecah. Jungeun dan Yeri cuma bisa geleng-geleng kepala ngeliat kelakuan temannya itu. Tapi mereka cukup maklum sih karena Audri emang susah melepaskan seseorang kalo dirinya udah terbiasa ada orang tersebut di hidupnya. Apalagi Mingi cukup banyak andil dalam hidup Audri beberapa tahun belakangan ini. Bahkan biarpun mereka sudah putus aja masih suka ketemu karena mereka satu prodi dan juga satu dosen bimbingan.

“Mingi, be happy ya. Maaf ya aku gak sempat ngebahagiain kamu kayak kamu bahagiain aku. Tapi aku selalu berdoa semoga kamu bahagia.” Ujar Audri saat Mingi melepaskan pelukannya.

Hey, it's okay. Kamu masih doain aku supaya bahagia aja udah lebih dari cukup. Kamu juga jangan lupa bahagia ya sama Yunho. Kalo dia nakal-nakal bilang aja ke aku, biar aku curi kamu dari dia.”

Audri ketawa. Panggilan terakhir pesawat Mingi membuat Mingi mau gak mau bersiap-siap untuk check in. “Farewell?”

Farewell.”

Mingi tersenyum. Dia mengusap kepala Audri sebelum melangkahkan kakinya pergi. Langkahnya terasa ringan because he did properly farewell with Audri.

Seperti cerita pada umumnya, cerita Audri-Yunho-Mingi pun sampe chapter terakhir. Mungkin ending Mingi gak bersama Audri tapi setidaknya dia memiliki happy ending versinya. Begitupun Audri dan Yunho, mereka berdua juga memiliki happy ending untuk ending mereka.

Rombongan berangkat pagi-pagi sekali karena mereka udah sepakat buat camping ke Ranca Upas. Niat awalnya cuma mau camping ke Bogor tetapi keponakannya minta ganti destinasi ke Ranca Upas, Om Yeonseok tetap mengiyakan permintaan mereka karena dia sama Tante Hyunbin udah lama gak camping sama keponakannya.

Om Yeonseok dan Tante Hyunbin itu emang rajin ngajakin camping karena mereka belum punya anak dan suka sama anak-anak. Jadilah mereka memperlakukan anak-anak sahabat mereka seperti anak mereka sendiri.

Seperti yang di diskusiin sebelumnya, mereka berangkat dengan 2 mobil. Mobil Yunho dan mobil Om Yeonseok. Karena mobil jeep Yunho cuma bisa buat 5 orang termasuk supir, jadinya mobil ini diisi sama tas-tas mereka.

Untuk pembagian mobilnya, Winter udah pasti sama Yunho. Karena semua cowok-cowok termasuk Om Yeonseok bisa bawa mobil semua, jadilah mereka membagi dua jumlah cowok-cowok.

Sunwoo kebagian di mobil Yunho. Soori udah merutukki dalam hati karena dia udah pasti nemenin Sunwoo. Karena gak mau sengsara sendirian, jadilah Soori menarik Hongjoong buat ikut mobil Yunho dan pisah sama Soyeon.

“Emang gak mau sengsara sendirian ya lo.” Bisik Hongjoong saat mereka mulai jalan.

“Kalo kata Katniss Everdeen nih ya, Bang, if we burn, you burn with us.”

Hongjoong meraup muka Soori. “Ngeles aja lu kerjaannya.”

Soori mendengus kesal tapi langsung adem saat Sunwoo mengusel padanya karena dia masih ngantuk dan juga mengusap kepala Sunwoo. Sepanjang jalan, gak ada percakapan karena semuanya tidur kecuali Hongjoong dan Yunho.

Setelah berkendara hampir 3 jam, mereka akhirnya berhenti di rest area KM 72. Ini disuruh sama Om Yeonseok dan buat gantian nyupir. Dan karena mobil Yunho yang sampe rest area duluan, jadinya Soori di minta sama Tante Hyunbin buat beliin kopi (yang tentu saja udah di transfer sama Tante Hyunbin). Dan grupchat mereka langsung rame sama pesenan mereka.

Total ada 11 pesanan termasuk punya Om Yeonseok dan Tante Hyunbin. Soori tentu saja membutuhkan bantuan dan pas melihat siapa yang membantunya, Soori langsung menekuk wajahnya.

“Kenapa harus lo yang bantuin gue?”

“Karena ini banyak dan lo kecil.”

Alis Soori mengkerut. “Gue? Kecil?! Gue 157 asal lo tau dan gue gak kecil!”

“Ya kalo dibandingin sama gue sih lo tetep kecil.”

Soori mendengus dan melangkahkan kakinya duluan ke Starbucks. Yunho mengulum senyumnya melihat Soori yang berjalan menjauhinya. Dirinya emang udah bertekad buat mendekari Soori sebisa mungkin selama camping ini. Dan ini semua atas saran dari geng cowok grup cousin(s).

Semalam Yunho 'di sidang' sama Seungyoun dan Wonwoo. Lebih tepatnya sih Seungyoun nanya karena dia penasaran kenapa Sunwoo bisa salty ke Yunho selain ke Ryujin. Yunho ceritalah semuanya termasuk dia yang di pukulin Sunwoo di tengah lapangan sekolah. Seungyoun sama Wonwoo cuma geleng-geleng kepala aja sama kelakuan remaja-remaja ini. Dan semalem berakhir dengan saran dari Seungyoun dan Hongjoong serta Sunwoo yang terpaksa memaafkan Yunho karena abang-abangnya (walaupun suka keceplosan buat salty ke Yunho).

Soori sama Yunho duduk di salah satu kursi, menunggui pesanan mereka. Soori asik memakan cookies yang tadi ia beli saat memesan. Yunho menyibukkan diri dengan scrolling Instagram di hapenya. Gak lama, pesanan mereka jadi. Yunho langsung mengambil pesanan mereka dan gak membiarkan Soori membawanya.

“Woy, kenapa jadi lo semua yang bawa?!”

“Biar sekalian. Udah ditungguin kita tuh.”

Soori mendengus saat Yunho berjalan. Dia mau gak mau mengikuti Yunho. Melihat kelakukan Yunho, dia langsung keinget di Twitter kemarin. Dirinya masih ragu apa bener Yunho menyukainya tapi apa yang Yunho lakukan seakan-akan membuktikan tweetnya kemarin.

Mobil Om Yeonseok udah terparkir tepat di sebelah mobil Yunho. Ryujin jadi orang pertama yang menghampiri Yunho dan mengambil minuman miliknya. Sunwoo auto mencibir melihat Ryujin yang berlari dan memanggil nama Soori. Beres membagikan minuman, mereka melanjutkan perjalanan.

Kali ini yang menyetir Hongjoong. Sunwoo yang menemaninya menyetir. Tadinya dia gak mau tapi Hongjoong memintanya menemani dan Soori melototin dia dan akhirnya dia mau.

Soori duduk di tengah, diantara Jeong bersaudara. Dia banyak ngobrol dengan Winter sedangkan Yunho tidur. Lagi asik membahas soal skincare sama Winter, Soori mendadak berhenti berbicara saat pundaknya terasa berat. Soori menoleh dan mendapati kepala Yunho yang jatuh ke atas pundaknya. Dia gak tega ngebangunin Yunho saat melihat raut capek di wajah Yunho. Jadinya dia membenarkan posisi kepala Yunho dan kembali ngobrol sama Winter.


Begitu sampai, mereka semua langsung membangun tenda dengan komando Om Yeonseok. Begitu tenda berdiri, mereka langsung memasukkan semua barang dan tas yang mereka bawa ke tenda masing-masing.

Karena tenda yang dibawa Om Yeonseok mau untu 2-3 orang, jadinya mereka tidur berdua sampai bertiga. Soori tidur bersama Ryujin. Hal ini bikin Sunwoo minta ikut tenda Soori dan tentu saja gak dibolehin sama Ryujin. Setelah debat panjang lebar sama Ryujin, akhirnya Sunwoo bisa ikut tendanya. Jadinya tenda Soori-Ryujin jadi full karena ada Sunwoo.

Om Yeonseok pergi bersama Seungyoun dan Wonwoo untuk membeli kayu bakar dan menyewa hammock (yang ini Ryujin yang minta karena dia ngeliat ada hammock yang bergantungan)

Tante Hyunbin mulai menyiapkan makan siang buat mereka. Soori membantu Tante Hyunbin dengan Soyeon.

Om Yeonseok, Seungyoun dan Wonwoo datang bertepatan makan siang siap. Ryujin langsung meminta Om nya untuk memasang hammock begitu melihat Om Yeonseok. Katanya dia mau makan siang sambil duduk diatas hammock. Om nya gak punya pilihan selain menuruti permintaan Ryujin.

Makan siang berjalan dengan tenang dan di isi dengan beberapa perdebatan Sunwoo dan Ryujin. Sehabis makan siang, Ryujin pergi bersama Seungyoun, Sunwoo, Wonwoo, dan Winter untuk melihat rusa.

Menjelang sore, Hongjoong sama Yunho mulai menata kayu bakar yang dibeli Om Yeonseok tadi. Tante Hyunbin dan Om Yeonseok pergi membeli jagung dan lainnya untuk bakar-bakar nanti malam.

Soori sendiri udah masuk ke dalam tenda, mencari jaket karena udara mulai mendingin. Dia panik saat tidak menemukan jaket lebih yang sengaja dia bawa. Soori mencari jaket lain di tas Sunwoo dan gak menemukan jaketnya. Dia mengambil sweatshirt milik Sunwoo dan mengenakannya. Segera Soori keluar tenda dan mencRi Hongjoong.

“Bang, lo bawa jaket lebih gak? Punya gue gak ke bawa.” Ujar Soori begitu dekat dengan Hongjoong.

“Adanya sweatshirt. Lo kedinginan ya?”

Soori mengangguk. “Ini udah gue double sweatshirt punya Sunwoo. Muat gak ya kalo tambah lagi punya lo?”

“Pake sweatshirt gue dulu baru punya Sunwoo. Ini baru jam 4 nanti malem pasti lebih dingin. Nanti gue tanyain ke Soyeon bawa jaket atau sweatshirt lagi apa gak.”

Hongjoong berdiri menuju tendanya. Yunho yang dari tadi mendengarkan percakapan Soori dan Hongjoong pun mendekati Soori begitu Hongjoong pergi.

“Gue ada jaket lagi. In case kalo Kak Soyeon gak ada.” Ujar Yunho.

Thanks.”

Soori pun meninggalkan Yunho dan duduk diatas hammock. Hongjoong datang kembali dengan sweatshirtnya. Soori pun mengenakannya karena hawa dingin mulai menusuk kulitnya. Dia selalu gak kuat sama hawa dingin tapi gak pernah menolak ajakan Om Yeonseok untuk camping. Jadinya dia punya solusi sendiri. Selalu membawa banyak pakaian hangat untuk dirinya sendiri. Tapi kali ini dia lupa memasukkan jaket yang biasa dia pakai ke dalam tasnya.

Setelah memakai sweatshirt milik Hongjoong, Soori merasa lebih hangat.

Tante Hyunbin dan Om Yeonseok datang bersama rombongan yang liat rusa tadi. Sunwoo yang sadar raut wajah kakaknya lebih pucat, langsung menghampirinya.

“Kak, lo kedinginan ya? Sini pake jaket gue.”

Sunwoo melepas jaketnya dan menarik Soori mendekat supaya dirinya bisa memberikan jaket ke Soori.

“Gue udah gak kedinginan.”

“Tapi pucet gitu.”

“Kakak kedinginan? Ini nyalain aja dulu kayu bakarnya.” Ujar Tante Hyunbin sambil mendekati Soori dan Sunwoo. “Duh sampe pucet begini. Tau gitu gak usah kesini tadi.”

“Eh gapapa, Te. Nanti aku banyakin gerak aja biar gak dingin.”

“Kalo makin dingin ngomong ya. Lo jangan kebiasaan diem aja nanti balik-balik hipotermia kayak waktu itu.” Sahut Seungyoun.

“Kak, aku ada jaket lagi nih buat kamu aja. Aku kuat dingin.” Sahut Ryujin.

Sebelum yang lain ikutan nyautin lagi, Soori buru-buru ngomong, “Guys, i’m fine. Kalo mulai dingin pasti ngomong kok. Tenang aja oke. Te, Om, beneran gapapa. Udah ayo lanjut kita mau ngapain sekarang?”

Mereka langsung kembali melanjutkan aktivitas. Soori banyak bergerak supaya gak makin dingin. Dan hal itu berhasil. Dia baru merasakan hawa dingin lagi pas mereka udah selesai bakar-bakar dan makan malam.

Soori segera mengusel ke Sunwoo karena dia tau adiknya itu juga kedinginan karena jaketnya dipake sama dia. Sunwoo sih senang aja kalo Soori begini karena biasanya dia yang suka ngusel-ngusel ke Soori.

Karena baru jam 8, Seungyoun mengambil gitar dan mulai memainkannya. Winter sama Ryujin dengan senang hati menyumbang suara untuk menyanyi. Mereka nyanyi bareng sampe akhirnya mereka capek.

Jam 10 udah lewat tapi mereka masih belum ngantuk sedangkan Tante Hyunbin dan Om Yeonseok udah masuk tenda mereka karena ngantuk. Sekarang gantian Wonwoo yang ngajakin buat cerita-cerita.

“Kalo aku sih, masih gak lupa tuh sama hari terakhir UKK kemarin. Asli deh cuma Kak Soori doang yang bisa ngerayu Pak Suho dan bikin kita satu ruang bisa ujian tapi sambil sarapan lontong sayur! Terus mana boleh nyontek juga lagi padahal itu mata pelajarannya Pak Suho.” Cerita Winter.

“Oh jadi ini yang bikin dia rame-rame di panggil Tuan Puteri…” Sahut Hongjoong yang akhirnya tau alasan kenapa rame banget pada manggil Soori tuan puteri.

“Betul. Tadinya kita cuma makasih-makasih aja eh Kak Soori yang ngomong ke Kak Wooyoung gini, ”Nah gini kan enak, gue sebagai tuan puteri ada harga dirinya!” terus sama Kak Wooyoung malah disautin dan ngomong ke seruangan buat bilang buka Twitter. Yaudah deh akhirnya title Tuan Puteri jadi punya Kak Soori. Belom lagi kemarin tuh bisa banget nyuruh Abangku cuci piring.”

Yang lain sontak ketawa inget itu karena semuanya pada rame ngevideoin dan masukkin ke Insta Story liat Yunho cuci piring.

“Kan gue bilang. Yang nyuruh Tuan Puteri. Mana berani nolak.” Sahut Yunho.

Sunwoo mau nyaut tapi disamber sama Ryujin duluan. “Awas bentar lagi ada yang salty.”

Sunwoo mendengus kesal dan hal itu membuat yang lain ketawa.

Malam mulai gelap dan mereka satu persatu masuk ke tenda mereka. Soori karena daritadi di sodorin teh anget terus akhirnya kebelet pipis juga setelah minum teh anget segitu banyak. Ryujin dengan senang hari menemani Soori ke toilet.

Kembali dari toilet, Soori sama Ryujin ngeliat Yunho duduk didepan api unggun yang hampir mati.

“Ri…”

Ryujin pamit masuk ke tenda duluan pas Yunho memanggil Soori. Begitu Ryujin masuk, Yunho langsung bangun dan mendekati Soori.

Dia merogoh kantong jaketnya untuk mengeluarkan beanie dan sarung tangan. Yunho langsung memasangkan kedua itu ke Soori. Soori menatap Yunho dengan tanda tanya.

“Biar lo gak kedinginan. Bentar lagi pasti suhunya turun terus. Tadi gue udah nyuruh Sunwoo buat ngedoublein sleeping bag lo.”

Thanks, Yu, udah repot-repot peduli.”

“Yang di Twitter kemarin, gue serius.”

Soori mengerutkan dahinya. “Maksudnya?”

“Gue suka sama lo. Mungkin terdengar aneh buat lo kalo inget gue kemaren jadiin lo taruhan dan sekarang gue malah confess kalo gue suk sama lo. Tapi gue beneran serius.”

Soori jadi bingung. Di satu sisi, dia seneng karena Yunho suka juga sama dia. Di sisi lain, dia kesel juga karena inget soal taruhan kemarin.

“Lo gak harus buru-buru jawab sih. Take your time as much as you need. Gue gak bakalan ganggu tapi boleh gak unblock nomor gue? Gue kangen chatan sama lo.”

Entah kenapa mendengar ucapan Yunho, Soori merasa senang sekaligus kesel.

this is oneshoot-spinoff from this au

Jiwoo tau segala resiko saat dirinya menjadi human diary seorang Jung Wooyoung termasuk resiko dirinya yang jatuh dan patah dalam waktu bersamaan.

“Orang-orang pada ngira lo suka sama gue, jir. Padahal mah apaan. Lo head over heels mampus sama Soori.” Ujar Jiwoo suatu sore yang sedang menyiram taman dan Wooyoung mengunjungi rumahnya.

Fyi, rumah Wooyoung itu di sebrang rumah Jiwoo yang artinya mereka tetanggaan.

“Gapapa baguslah. Biar gak ada yang tau kalo gue suka sama Soori.”

“Tapi, Yo, gue denger rumor kalo Soori tuh suka Yunho anak 10-3.”

“Jeong Yunho maksud lo?”

Jiwoo mengangguk. “Terus gue suka ngeliat dia nyelinap keluar kelas tiap kelas 10-3 lagi olahraga. Fix suka gak sih?”

“Alah paling cuma spekulasi lo doang kali.”

“Yaudah kalo gak percaya mah. Gue udah ngasih tau ya. Lagi gimana sih lu kan temennya dari SMP masa gak tau dah.”

Wooyoung menghela nafas. “Gue deket sama dia cuma sampe kelas 8 soalnya Soori tuh di monopoli sama Mingi sampe waktu itu gue diancem Mingi buat gak boleh deket-deket sama Soori dan yaudah end up gue jadi jauhan sama Soori.”

Jiwoo menatap prihatin Wooyoung. Buat sebagian orang cinta pertama emang gak berjalan dengan mulus. Begitu juga dengan Wooyoung yang cinta pertamanya harus penuh lika-liku perjuangan. Sedangkan Jiwoo, dia harus rela jadi tempat curhatnya Wooyoung supaya tetap dengan Wooyoung yang notabene cinta pertamanya.

Hari ke hari, Jiwoo masih harus mendengarkan curhatan Wooyoung soal Soori. Saat mereka naik ke kelas 11 dan Wooyoung jadi sekelas dengan Soori, cerita soal Soori makin menjadi-jadi. Apalagi Wooyoung yang duduk sebangku sama Soori dan masuk ke circle pertemanan Soori. Wooyoung saat itu overwhelming karena akhirnya bisa deket lagi sama Soori setelah sekian lama dan melupakan kalo Jiwoo juga punya perasaan.

Jiwoo akhirnya sadar. Seberapa keras usahanya untuk bertahan mendengarkan curhatan-curhatan Wooyoung, dirinya tetap gak bisa menggantikan Soori—cinta pertama Wooyoung. Jiwoo pun lelah dan akhirnya menarik diri dari Wooyoung, mencoba menjauhi Wooyoung karena dia sadar kalo dia gak bisa menggantikan posisi Soori di hati Wooyoung. Orang-orang mengira Wooyoung di tolak sama Jiwoo karena Jiwoo tiba-tiba menjauhi Wooyoung padahal Jiwoo yang lelah berjuang untuk cinta pertamanya.

Sampai suatu hari, Wooyoung menghampiri Jiwoo suatu sore. Jiwoo bertanya-tanya kenapa Wooyoung tiba-tiba mampir ke rumahnya lagi setelah sekian lama setelah dirinya menjauhi Wooyoung.

“Gue udah confess sama Soori.” Ujar Wooyoung menjawab semua pertanyaan Jiwoo. “Tapi gue ditolak. Gue lagi-lagi kalah, Chuu.”

Chuu.

Panggilan khusus dari Wooyoung untuk Jiwoo. Panggilan yang membuat selalu melting tiap kali Wooyoung memanggilnya dengan panggilan itu. Tapi kali ini hatinya terasa sakit saat Wooyoung memanggilnya dengan panggilan itu.

“Terus gue harus apa, Yo? Maybe you're not belong to her.”

“Kok lo ngomong gitu sih?”

“Ya terus lo berharap gue ngomong apa pas cowok yang gue suka cerita dia ditolak sama crushnya?”

Wooyoung kaget mendengar perkataan Jiwoo. Jiwoo juga kaget sama apa yang dia omongi tapi dia terlambat buat menarik perkataannya karena Wooyoung akhirnya tau soal perasaannya.

“Lo... suka sama gue? Dari kapan?”

“Emangnya lo peduli apa sama perasaan gue kalo selalu Soori yang jadi topik pembahasan tiap lo ketemu sama gue.”

Jiwoo menghela nafas. Kita memang gak bisa jadi main character di cerita orang lain. Begitu juga dengan Jiwoo yang gak bisa jadi main character di cerita Wooyoung dan Wooyoung juga gak bisa jadi main character di cerita Soori.

“Yo, mulai sekarang kayaknya kita gak bisa temenan lagi. Lo perlu tau kalo dua orang yang berteman dan melibatkan perasaan udah jelas pertemanan itu jadi rusak. Pertemanan kita udah rusak, Yo. Dan gak ada cara memperbaikinya kecuali lo yang mau melihat gue seperti lo ngeliat Soori.”

Jiwoo masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Wooyoung yang terdiam, menelaah perkataan Jiwoo.