Happy birth day.
Chanyeol pernah mendengar dari Ventila bahwa Hanna tidak terlalu suka merayakan ulang tahunnya.
Tapi di sinilah dia sekarang, menempatkan dengan hati-hati cupcake yang telah dia siapkan untuknya di dalam sebuah kotak. Mereka diisi dengan krim kocok dan memiliki stroberi kecil di atasnya.
Ketika mereka selesai melakukan wawancara terkait film novel mereka, Chanyeol telah memperhatikan begitu banyak detail yang tidak penting dari selera Hanna.
Orang-orang pernah bilang bahwa ketika kamu sangat mencintai seseorang, kamu entah bagaimana akhirnya mengetahui begitu banyak hal tentang mereka yang bahkan mereka mungkin tidak menyadarinya, dan kamu mencintai semuanya, tidak peduli betapa konyolnya itu.
Dan karena itu dia tahu Hanna menyukai stroberi, jadi dia menggunakannya sebagai pengganti topping ceri.
Saat dia berkendara untuk pergi ke apartemen Hanna, dia disambut oleh Ventila yang mengatakan bahwa Hanna sekarang mungkin sudah tidur.
Tidak heran karena sekarang sudah tengah malam.
“Tapi lo bisa temuin dia, kasih dia kejutan gue pikir.”
Chanyeol tersenyum getir. “Sekarang gue ngerasa kalo dia nggak bakal bukain pintu buat gue.”
Ventila tertawa keras, mengejek pada mental kerupuk seorang artis papan atas yang biasa mengambil peran pria dingin di layar kaca.
Jadi karena itulah, Ventila menuntun Chanyeol masuk. Membukakan pintu kamar Hanna, lalu mendorong Chanyeol masuk ke dalam sana, dan mengunci pintunya dari luar.
Chanyeol gelagapan. Tapi dia dengan cepat tenang dan jantungnya berdegup, matanya melebar kagum dan kemudian melembut, saat dia melihat kepala Hanna sedikit jatuh, meskipun itu ditopang oleh tangannya yang lain.
Dia menatapnya sejenak—mengukir pemandangan yang terasa terlalu tidak nyata untuk kata-kata di depan matanya di dalam hatinya—dan kemudian diam-diam berjalan ke tempat dia duduk.
Dia meletakkan kantong kertas di atas meja dan kemudian duduk di sebelahnya tanpa membuat suara atau gerakan yang tidak perlu.
Chanyeol menoleh untuk melihat Hanna dari dekat, lalu menyentuh wajahnya dan menggeser kepalanya di bahunya. Dia bahkan melingkarkan lengannya ke Hanna menariknya untuk membuatnya bersandar dengan nyaman padanya.
Hanna bergumam dengan lembut dalam tidurnya, dan mendekat ke Chanyeol tanpa sadar. Menekan wajahnya di dadanya, sehingga Chanyeol tersenyum pada dirinya sendiri, pada kehangatan dan aroma yang familiar.
“Aku tahu kamu udah bangun, sayang, jadi jangan pura-pura tidur. Aku tahu kapan kamu bangun, jadi bangun sekarang. Kalo nggak, aku bakal—”
“Apa? Lo bakal apa!? Pergi ninggalin gue sendirian di cafe? Nggak nelepon gue lagi? Ngejauh dari gue?”
Chanyeol tersenyum penuh penyesalan, memeluknya dan menariknya lebih dekat. “Kenapa kamu marah? Apa kamu beneran ngantuk pengen tidur? Padahal aku datang jauh-jauh buat ngucapin selamat ke kamu di jam dua belas pas?”
Hanna mengalihkan pandangannya, lalu pandangannya jatuh pada jam dinding dan melihat bahwa ini sudah hampir pukul dua pagi.
Matanya lantas melebar karena terkejut dan dia melihat ke arah Chanyeol dan berkata, “Apa? Jadi lo udah—”
Ucapan Hanna terpotong karena Chanyeol tiba-tiba mendekapnya ke dalam pelukan sambil menduselkan dagunya ke atas puncak kepala Hanna.
Dia kemudian berkata dengan nada sedih palsu, “Itu benar. Aku datang ke sini tepat waktu tapi kamu tidur dan nggak bangun nggak peduli seberapa keras aku nyoba bangunin kamu, jadi aku ngebiarin kamu tidur, tapi aku dimarahin.”
Chanyeol melihat kekhawatiran dan penyesalan muncul di wajah Hanna, dan dia merasakan kehangatan menyebar di dalam tubuhnya.
“Apa kamu ngerasa nyesal sekarang gara-gara ketiduran dan marah gara-gara aku bangunin kamu?”
Hanna tidak menjawab, dan membuang muka, membiarkan keheningan menjawabnya. Dia selalu melakukan ini ketika dia tidak ingin menjawab sesuatu, baik karena dia benar atau salah.
Kemudian Chanyeol mendengar dia berkata dengan suara rendah. “Jadi ... sekarang lo kecewa?”
Chanyeol melihat wajahnya yang lebih rendah. “Kecewa? Aku mau jadi orang pertama yang ngedoain kamu, jadi tujuanku masih bisa dicapai. Di menit pertama di tahun kehidupan baru kamu, kamu tidur nyenyak di pelukan aku, itu bahkan lebih baik dari yang udah aku bayangin.”
Hanna menatap kebahagiaan dan kepuasan murni yang berkilauan di manik mata Chanyeol, dan dia merasakan perasaan yang sama bergema di dalam tubuhnya.
Dia melingkarkan tangannya di leher Chanyeol dan berdengung setuju. Chanyeol membalas pelukannya.
“Selamat ulang tahun, Hanna. Aku harap kamu selalu sehat dan semakin baik, dan kamu semakin dicintai sama pacar kamu yang tampan dan bijaksana.”
Hanna tersipu dan berterima kasih padanya dengan suara kecil, yang membuat Chanyeol tertawa keras.
Dia menyenggol pipinya dengan hidungnya dan berkata, ''Hei, aku bawa sesuatu buat kamu. Mau lihat?”
Hanna mengangguk, keterkejutan terlihat jelas di wajahnya. Dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan hadiah secara tiba-tiba.
Chanyeol mengeluarkan sebuah kotak besar dan membukanya dengan ekspresi gugup di wajahnya. Itu membuat Hanna terkekeh tapi dia tetap menjaga wajahnya tetap tenang seperti biasa.
Ketika dia melihat kue mangkuk dan topping stroberi di atasnya, dia menatap mereka seolah dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Chanyeol memberitahunya dengan suara sombong bagaimana dia melalui semua kesulitan membuatnya malam ini dan kemudian membawanya ke sini sehingga dia bisa memakannya segar.
Chanyeol menoleh dan mengambil satu dan berkata, “Ini, cobain. Ini cupcake sifon Hokkaido. Aku nggak yakin sama rasanya karena ini baru pertama kali—yah, coba aja!”
Hanna membuka mulutnya, dan tidak bergerak untuk mengambilnya dari Chanyeol.
Setelah beberapa saat ketika Chanyeol menyadarinya, dia tersipu dan memberikannya kepada Hanna, menyuapinya.
Saat dia memperhatikannya makan dia melihat bahwa manik matanya sedikit bersinar lebih terang di bawah cahaya lampu meja.
Chanyeol bertanya padanya dengan suara gugup. “Gimana? Kamu suka?”
Hanna tersenyum miring lalu mengangguk ala-ala juri di kontes memasak di RCTI. “Lumayan.”
Chanyeol bernafas lega. Dia mengelus-ngelus dadanya seolah-olah tekanan batin yang membebani tubuhnya keluar semuanya.
“Tapi gue lebih suka ini.”
Hanna menyeringai. Telunjuknya menunjuk tepat ke arah wajah Chanyeol yang membuat pria itu tentu saja memerah, tersentak dan jantungnya berdegup kencang.
Sampai kemudian, Chanyeol mendengar tawa kencang datang dari Hanna.
“Oh, udah bisa ngegombal ya sekarang?”
“Lagipula hadiahku bukan itu aja.”
Hanna sedikit melebarkan matanya, tapi kemudian dia tersenyum geli. Menatap Chanyeol dengan tatapan menantang, menyuruhnya untuk mengeluarkan beberapa hadiahnya lagi.
Sekarang, giliran Chanyeol yang menyeringai. Dia mengambil tasnya dan berkata, “Yang pertama nih, yang pertama.”
Dia mengeluarkan karangan bunga dan memberikannya pada Hanna dengan gerakan yang sedikir nyeleneh. Membuat Hanna mengeluarkan seringai geli, sebelum kemudian mengambilnya.
Chanyeol tersenyum lembut pada Hanna yang terlihat menatap bunga di tangannya dengan tatapan tulus dan senang.
“Kamu tahu kenapa aku bisa pilih bunga ini?”
Chanyeol menunjuk ke arah bunga anyelir. “Aku pilih ini karena bunga ini melambangkan cinta dan kasih sayang yang besar, persis kayak aku sama kamu.”
Dia menunjuk ke gerbera dan melanjutkan, “Bunga ini bilang kalo aku jatuh cinta sama kamu, sampai aku benar-benar dibuat tenggelam karena pesona kamu.”
Chanyeol melihat Hanna tersipu dan dia tersenyum pada itu. Dia lalu meneruskan sambil mengalihkan telunjuknya pada petunia. “Bunga ini artinya kehadiran kamu menenangkan aku, dan mawar putih adalah pengakuanku untuk kamu, sebagai awal baru dalam hidup aku. Kamu adalah segalanya, Hanna.”
Hanna menoleh ke arah Chanyeol dan melihatnya menatap dirinya dengan kelembutan yang membuat jantungnya berdebar.
Hanna tidak bisa menahan kebahagiannya. Dia memeluk Chanyeol erat dan bergumam, “Gue nggak ngerti, tapi makasih. Gue suka sama semua ini, makasih banyak.”
Chanyeol tertawa dan balas memeluk Hanna sambil menepuk-nepuk lembut bahunya.
“Tapi semua ini bukan hadiah kamu.”
Chanyeol melepaskan pelukannya dan menatap Hanna dengan tatapan serius. “Hanna, aku sadar kalo kamu adalah orang paling berharga sampai aku nggak bisa ngebayangin gimana hidup aku tanpa kamu di dalamnya, dan aku nggak mau.
“Jadi, aku mau kita berjalan bersama. Aku ingin tua bersamamu, mencintaimu seumur hidupku, dengan semua cinta yang aku miliki dalam diri aku. Semua yang aku miliki, baik dan buruk, semua masa depan aku, semua itu jadi milik kamu.”
“Kamu paham maksud aku?”
Hanna mengedipkan matanya lalu menggeleng sambil tersenyum lebar. Benar-benar tidak mengerti sama sekali.
Chanyeol mendengus, capek banget.
“Menikah denganku!”
Tidak ada suara lagi di ruangan itu, kecuali nafas mereka, detak jam, dan detak jantung mereka yang keras.
Chanyeol menatap mata Hanna, melihat kata-katanya barusan tenggelam dalam pikirannya.
Hanna membuka mulutnya, tetapi tidak ada suara yang keluar. Jadi dia menutupnya lagi, dan bangkit, tapi Chanyeol tak membiarkannya berdiri, malah membuatnya terkurung dalam pelukannya sehingga dia bisa melihat semua emosi di wajahnya.
“Chanyeol ... gue ....” Hanna membuka suara setelah beberapa saat. Dan Chanyeol mendekatkan wajahnya, terlihat antusias menunggunya melanjutkan ucapan.
Tapi itu membuatnya semakin gelisah dan mendorong kepala Chanyeol menjauh. “Ulangin lagi.”
Chanyeol tersenyum sambil mengangkat alisnya. “Aku bilang aku mau nikah sama kamu, kamu nikah sama aku. Chanyeol mau habisin waktu hidup bersama Hanna. Oh, aku juga udah beli ini.”
Dia mengeluarkann kotak kedua yang tidak dilihat Hanna sebelumnya. Menunjukkan padanya, sebuah cincin perak dengan inisial namanya di atasnya.
Hanna menatapnya dengan berkedip berkali-kali, terlihat tidak percaya dan mencoba bangun dari mimpi.
Melihat tidak ada reaksi dari Hanna, Chanyeol berinisiatif untuk menarik tangan Hanna, memasangkan cincin dengan inisial namanya di jari manisnya. Lalu satu lagi cincin dengan inisial nama kekasihnya, dipasangkan di jarinya sendiri.
Chanyeol berlutut, menarik tangan Hanna lalu mencium cincin di jari manisnya. “Kalo kamu berpikir ini terlalu mendadak, itu nggak masalah. Aku sebenarnya udah ngerencanain ini, kita udah kenal lama, tapi aku nggak dapat sesuatu yang cukup dari kamu.
“Maksud aku, semakin hari aku semakin jatuh cinta sama kamu, aku bahkan nggak tahu gimana aku hidup sebelum aku ketemu kamu. Kamu menangkap maksud aku?”
Melihat Hanna tidak menjawab, dan hanya menunduk memerhatikan jarinya yang terdapat cincin yang dia pasangkan di sana, Chanyeol mengangkat satu alisnya. “Apa yang kamu pikirin?”
Barulah Hanna mengangkat kepalanya. Menatap Chanyeol dengan emosi campur aduk di matanya.
“Gue lagi mikir ... apa yang pernah gue lakuin sampe-sampe gue dapet cowok yang terlalu jujur dan terhormat pret kayak lo di kehidupan masa lalu gue?
“Jadi gue berharap lagi gue bisa tahu apa itu, biar gue bisa ngelakuin lagi di kehidupan ini, dan kita bisa bersama di kehidupan berikutnya juga.”
Chanyeol tertawa mendengar jawaban seperti itu, dan berpikir bahwa Hanna pasti sangat terkejut sampai-sampai dia mulai mengatakan hal seperti itu.
Dia tidak menggodanya tetapi memeluknya lebih dekat dan mencium keningnya.
“Itu benar. Luar biasa, kan? Jadi tetaplah di sampingku selama sisa hidup kita, dan lihat betapa bahagianya aku akan membuatmu bahagia.”
Hanna tersenyum, dan bergerak mendekatinya, menyandarkan kepalanya di dadanya, dan akhirnya menutup matanya. Dia berkata dengan mengantuk. ''Besok ... temenin gue pergi.”
“Hm.” Chanyeol menjawab.
“Nginep di sini.”
Chanyeol melihat wajahnya, dan diam-diam berkata “As you wish, princess.” Sembari membelai punggungnya karena kebiasaan. Setidaknya, dia bisa menghela nafas lega karena bahwa Hanna paling tidak menyukai hadiahnya, atau menerima lamarannya.
Chanyeol senang.
Chanyeol menutup pintu kursi pengemudi dan Ventila duduk di belakang. Keduanya melirik Hanna dengan tatapan khawatir di mata mereka.
Chanyeol bertanya padanya apakah dia baik-baik saja dengan suara tipis, dan dia bergumam dengan suara pelan tapi tidak mengatakan apa-apa.
Sebelum mereka mengunjungi batu nisan Ibunya, mereka berhenti di sebuah toko bunga dan Hanna mendapatkan bunga favoritnya—Camelia, aster, dan balsam. Dia mencium mereka dengan kelembutan di matanya.
Hanna begitu fokus memilih bunga sehingga dia tidak memperhatikan Chanyeol tengah memilihkan bunga untuknya sementara itu.
Setelah selesai, Hanna kembali ke mobilnya, dengan Chanyeol yang berjalan di belakangnya. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke pemakaman.
Sampai di tempat tujuan, mereka keluar dari mobil dan berjalan ke kuburan, dengan alasan yang indah dan damai.
Hanna meletakkan bunga di atas batu nisan, dan mengucapkan salam sopan seolah-olah dia benar-benar bertemu Ibunya.
Chanyeol melihat punggungnya dengan tatapan lembut di matanya dan dia melihat Hanna melihat ke arahnya dan memanggilnya ke tempat dia berada.
Chanyeol membungkuk dalam-dalam dan Hanna berkata, “Bu, ini Park Chanyeol, dia teman Hanna, kekasih Hanna, semua yang ada di antaranya. Segala sesuatu yang layak dirayakan dalam hidup Hanna saat ini adalah karena dia.”
Hanna mengulurkan tangan dan memegang tangan Chanyeol, menariknya ke bawah sehingga dia berlutut di sampingnya.
Chanyeol melirik wajah Hanna, dan kemudian bergumam, “Nyonya, Hanna telah tumbuh menjadi wanita yang sangat berani dan cakap. Anda tidak perlu khawatir tentang dia lagi, saya akan dengan senang hati mengambil tanggung jawab itu menggantikan Anda.
“Saya berjanji, akan melakukan yang terbaik untuk membawa kebahagiaan sebanyak yang saya mampu berikan kepada putri Anda. Jadi ... tolong awasi kami berdua dan saya harap Anda menemukan kedamaian di manapun Anda berada.”
Ventila memperhatikan mereka berdua dari belakang, matanya berkilauan di bawah sinar matahari.
Tepat saat Hanna akan menutup pembicaraan mereka, Chanyeol memotongnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. Sebuah kotak kecil di sana.
Chanyeol kemudian berkata sambil tersenyum lebar menatap Hanna.
“Sebelum kita pergi, aku pikir kita harus kasih sesuatu untuk Ibumu. Kamu nggak kasih tahu aku kemarin kalo kamu bakal datang ke sini, jadi aku nggak bisa nyiapin apapun sebelumnya. Tapi karena ini adalah hari ulang tahun putrinya yang berharga, bakal sia-sia kalo beliau nggak bisa ngerasain makanan penutup yang sederhana buatan aku.”
Ventila menatap Chanyeol dengan rasa hormat yang baru ditemukan, menegur dirinya sendiri karena tidak berpikir ke depan meskipun dia tahu Hanna kemungkinan besar akan mengunjungi tempat ini hari ini.
Hanna menatap Chanyeol dengan kasih sayang yang tak terkendali di matanya dan mengangguk.
Chanyeol tersenyum lega, dan dia berjalan ke depan dan membungkuk lagi di depan nisan Ibunya.
“Nyonya, meskipun itu tidak dibuat oleh pembuat kue terkenal, tetapi putrimu yang berharga sangat menyukainya sehingga sudah melewati standar pemeriksaan tertinggi, sehingga Anda dapat beristirahat dengan tenang dan menikmati makanan Anda.”
Hanna tersipu dan menarik pipi Chanyeol dan berkata, “Bukannya itu kue buat gue? Lo buat semuanya khusus buat gue? Kenapa sekarang lo kasih semuanya ke Ibu? Gue belum makan itu semuanya, gue jadi nggak kebagian.”
Ventila tersenyum saat dia melihat ekspresi riang di wajah Hanna, dan mendengar keluhan Chanyeol berikutnya.
“Sayang, jangan berpikiran tertutup! Kalo Ibu kamu suka, bukannya itu bakal bikin kesan yang baik? Bagaimanapun, aku berterima kasih padanya karena sudah membawamu ke dunia ini, jadi ini yang paling bisa ku lakukan!”
Mereka berdua saling menatap, dan kemudian tersipu saat Chanyeol mengucapkan kalimat terakhir.
Rasa malu merembes ke Ventila di belakang mereka, sementara keheningan melanda di sana setelahnya.
Chanyeol berdeham. “Jadi, yah ... umm—aku ....”
Sebuah binaran dalam sesaat nampak di manik mata Chanyeol, dan lalu dia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku di balik jasnya. Sebuah mawar merah, yang dia sodorkan dengan lembut ke depan nisan Ibunya Hanna.
“Nyonya—maksudku, Ibu.” Kedua orang di sana sontak terkejut pada kalimat itu, dan terdiam di saat bersamaan.
“Saya, Park Chanyeol, izin meminta restu dari Anda, untuk menikahi Hanna, putri Anda, membahagiakannya, mencintainya seumur hidup saya, dan hidup bersamanya. Izinkan saya, Ibu, untuk melakukan itu.”
Setelah dia memberi hormat, Chanyeol menunduk dan mengangkat kepala, kembali menatap ke arah Hanna.
Dia tersenyum, dan kembali mengoceh. Mengeluh tentang Hanna yang terlalu banyak bekerja dan makan dengan benar hanya ketika Chanyeol membuatkan makanan untuknya, yang membuat Hanna menghela nafas dan Chanyeol tertawa.
Mereka berjalan kembali ke mobil, dan Ventila sengaja tertinggal di belakang menyuruh mereka untuk pergi duluan.
Saat Hanna hendak membuka pintu di kursi penumpang, dia dikejutkan oleh gerakan sesuatu yang menyelip di telinganya.
Hanna merabanya, dan mengernyit ketika merasakan sebuah kelopak bunga di sana.
“Sebenarnya berapa bunga yang lo ambil di toko bunga?” tanya sarkas Hanna, tapi dia tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya dan tersenyum pada itu.
Chanyeol tertawa, lalu mengusap rambutnya. Memeluk gadisnya dari belakang, sambil menenggelamkan wajahnya di puncak kepala Hanna.
“Nggak apa-apa, kamu jadi tambah cantik,” gumam Chanyeol.
Hanna tersipu. Dia memukul pelan lengan Chanyeol dan tentu saja itu tidak membuat Chanyeol kesakitan, jadi dia tidak melepaskan pelukannya.
“Hadeh, belum nikah udah uwu-uwuan. Dahlah, gue naik taksi aja.”
Suara Ventila mengejutkan mereka dan refleks sesi pelukan mereka berakhir karena berniat menahan Ventila pergi.
Ventila mendengus, luluh pada bujuk rayu seekor Hanna dan dengan sangat terpaksa dia masuk duluan ke mobil.
Sebelum Hanna dapat membuka pintu penumpang, dia kembali tersentak, merasakan sebuah benda kenyal mendarat dengan lembut dan singkat di pipinya.
“Happy birth day, dear. Here present from Park Chanyeol, for you, Park Hanna.“
Setelah mengatakan itu, Chanyeol menjauh. Bergerak mengambil langkah dan masuk ke kursi pengemudi. Meninggalkan Hanna yang mematung di sana sambil memegangi pipinya yang memerah.
“Chanyeol anjing!”