two sides of Jeremy
Ada banyak hal yang menyenangkan di bumi, dari sekedar bersilaturahmi hingga menikmati pedasnya kuah indomie. Namun bagi Syahla saat ini, tak ada yang lebih menyenangkan dari pada kehadiran sosok Jeremy.
Siswa yang namanya banyak tertulis di 'buku hitam' sekolah itu, sama sekali tak pernah membuat Syahla muram. Kebalikannya, Jeremy justru selalu mewarnai hari-hari Syahla belakangan ini.
Sekadar Jeremy yang menyapanya dari pagi ke pagi, menunggunya di atas jok motor walau terkena paparan sinar mentari, dan kiriman camilan siang yang Jeremy titipkan pada KM kelas Syahla setiap hari. Lebih dari cukup untuk membuktikan kesungguhan hati lelakinya, dan ia selalu bersyukur tentang itu.
“Ayah pernah bilang, kalo ada yang nyakitin perasaan aku.. aku harus laporan”
“Alhamdulillah kalo gitu, La. aku gak akan pernah dilaporin”
“emangnya kamu yakin, Jer? kamu yakin gak akan nyakitin aku?”
“loh kamu lupa isi notes di mawar putih yang tempo hari aku simpen di atas meja kelas kamu?”
“LOH ITU DARI KAMUU?!!!!”
“hehehehehe”
“tapi aku gak kaget sih, Jer”
“kok gak kaget?”
“karena aku udah nebak itu dari kamu”
“yahh gak surprise dong”
“gapapa gak surprise juga! Aku tetep salting kok, Jer”
kemudian tangan Syahla ditarik oleh Jeremy agar melingkari pinggangnya, yang duduk di belakangnya tidak protes sama sekali.
Mereka tertawa bersama sepulang sekolah sore itu, bersamaan dengan langit yang mulai menggelap. Namun di atas motor vario hitam itu tetap bersinar. karena helm mereka yang berwarna kuning, seperti bebek kembar.
Usapan tangan Jeremy di pucuk kepala Syahla setiap sore hari di depan lobi apartemen, adalah hal yang paling Syahla sukai sekaligus ia benci.. karena itu tanda bahwa Jeremy akan berlalu pergi, untuk kemudian bertemu lagi di esok hari.
***
“Jer! kamu kalo memang mau pacaran sama Syahla, om gak masalah... asalkan dijaga baik-baik aja”
Yang kemudian hening setelahnya. Jeremy dan Syahril yang menggenggam joystick malam itu fokusnya menjadi buyar, mereka saling menatap dan Syahril tak dapat membendung tawanya.
Sang Ayah kebingungan dan spontan bertanya pada anak bungsunya itu.
“loh kenapa dek? memangnya Ayah salah bicara, ya?”
“bukan gitu, Ayah! tapi ya gatau lah.. tanya aja ke Ala sana!”
“aku sama Jeremy memang udah pacaran, Ayah”
Celetuk Syahla tanpa pikir panjang lalu menyeruput coklat panas di genggamannya.
“lohhhh.... kok ga cerita sih, Kak?” sahut sang Bunda yang sedang memotong buah persik di dapurnya.
“ya gapapa, toh Ayah sama Bunda juga udah tau Jeremy kaya gimana..”
Rasanya bukan main.
Seperti ada ribuan semut yang merayap di dalam tubuh Jeremy. Merinding.
“aduh ini gue harus ngapain sekarang”
“aduh Ala kenapa nyeletuk begitu sih!!”
“DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH TUHAN YANG MAHA ESA”
Jeremy bangkit dari duduknya. Ia berdiri di hadapan Ayah dan Bunda lalu berlutut
“Saya Jeremy Briliandy, di hadapan Om dan Tante, di hadapan Syahril dan Syahla. Saya tidak bisa berjanji untuk tidak menyakiti Syahla, namun saya berjanji... akan menjadi versi terbaik diri saya untuk menjaganya”
hening....
“tapi kalo beliin Syahla lamborghini, saya belum mampu”
Ia menunduk sambil ber-orasi di hadapan satu keluarga itu, yang membuat semuanya tertawa terbahak bukan main.
“udah-udah!! nih semuanya makan dulu buahnya, udah Bunda potongin..”
Jeremy masih di posisinya, tak berkutik. Hingga akhirnya Ayah menghampiri dan merangkulnya.
“panggil Ayah Bunda aja, jangan Om Tante, ya?”
“i.. iya” tubuhnya bergetar dari tumit sampai ubun-ubun.
Malam itu menjadi malam yang melegakan sekaligus menguji adrenalin bagi Jeremy.
***
“Ala, mau nonton film apa?”
“udah ada disini aku malah bingung, Jer”
“yaudah pilih aja ayo, keburu tayang nih”
“kok kamu terus nyuruh aku buat pilih film nya sih, Jer! kan yang mau nonton kita berdua?”
Jeremy terdiam... untuk pertama kalinya Syahla meninggikan suara padanya, di lorong bioskop XXI Braga City Walk malam minggu itu.
Ia meraih tangan Syahla lalu mengusapnya pelan..
“ya udah.. aku minta maaf ya? gimana kalo kita nonton film ini aja?”
Dengan berhati-hati ia menatap Syahla, dan wanitanya luluh juga.
“Jer... aku gak maksud buat bentak kamu.. aku gak sengaja”
“gapapa.. nanti pulangnya beli kiranti dulu, ya?”
“IHHHHH!!!!”
“bercanda atuh sayang...”
Usilnya sambil mencubit kedua pipi Syahla, tanpa menghiraukan orang lain yang berlalu lalang.
“sakit ihhh!!!”
“hahaha, aku pesen dulu tiket ya? kamu duduk aja disini”
“mau ikut pesen juga”
“gak usah, pegel nanti kamunya.. liat antriannya panjang, kamu duduk aja”
Sebelum Syahla membuka suara, Jeremy berlari masuk ke antrian dan menoleh satu menit sekali untuk mengecek pacarnya sambil tersenyum.
Jeremine🧡
gak usah senyum balik, nanti banyak yg naksir
Usaha Jeremy gagal, yang duduk di seberang sana malah semakin menjadi senyumnya.
***
Hari pertama sebagai siswa kelas sebelas, mereka datang ke sekolah dengan hati menggebu-gebu dan semangat baru. Tapi tetap saja ada hal yang terlewatkan.
“teman-teman kalian yang berdiri di depan ini adalah contoh siswa yang tidak peduli pada diri sendiri, yang rasa tanggung jawabnya masih minim sekali! semoga di masa depan kalian bisa jauh lebih baik!”
Ucap pembina upacara pada orasi di hari pertama masuk sekolah.
Syahla menghela napas panjang, karena Jeremy juga ada di depan sana.
Setelah ia tanya apa penyebab Jeremy berdiri disana, lelaki itu hanya menjawab “aku gak bisa kalo biarin Helmi sama Leo berdiri disana tanpa aku” dengan tanpa penyesalan.
“aku bawa topi.. tapi harga diriku gak penting kalo temen-temenku gak ada disampingku, Ala!”
Karena terlalu terbiasa menghadapi Jeremy yang sopan dan lembut, Syahla kadang lupa. Lupa kalau Jeremy tetaplah Jeremy. Yang berjiwa muda, yang menggebu-gebu, yang selalu menempatkan orang lain di atas dirinya, dan yang tak takut akan hukuman.
Helaan napas Syahla yang lain di hari pertama sekolah adalah ketika semua orang di koridor menatapnya dengan menghakimi.
“oh ini pacarnya Jeremy“
“Kok Jeremy mau sama dia”
“kirain Jeremy deketnya sama yang itu”
“anak baik-baik gak sih kayaknya? Jeremy kan bandel.. kok mau”
dan masih banyak lagi.
Ia memilih tak menggubris hal itu, karena sama sekali tidak mempengaruhi hidupnya serta hubungannya dengan Jeremy.
“aku gak peduli sama itu, Jer! kamu yang apa adanya udah lebih dari cukup”
***
Syahla bersama dengan seorang kakak kelasnya mengangkat karung berisikan pupuk, untuk disimpan kembali ke tempatnya.
“habis ini boleh istirahat dulu ya, Syahla”
“oke, kak!”
“gabung pecinta lingkungan mah memang gini ya.. angkat-angkat pupuk, kalau engga ya nyiram di taman. hehehe”
“gapapa kak, aku fine aja kok.. sekalian olah raga”
Mereka berpencar setelah menyimpan buntelan yang berbau tak sedap itu di gudang.
Syahla berjalan kembali ke ruang ekskul melewati auditorium, dan netranya menangkap sang pacar tengah tertawa bersama teman-temannya sambil membuat tandu. Jeremy yang mengenakan kaos hitam, kalung rantai dan topi baseball yang dipakai backwards, sangat mencolok dibandingkan dengan yang lain di lapangan.
Lelaki itu melambai dan melompat-lompat kala melihat Syahla. energi nya tak pernah habis.
Berjalan sambil tersenyum layaknya remaja kasmaran yang terbius atmosfer cinta pertama, bahkan jika tersungkur pun tak akan Syahla rasakan sakit. Tak tahu merek pembius apa yang Jeremy gunakan, sampai-sampai membuatnya sangat bahagia meski hanya di ajak makan batagor sepulang kegiatan ekstrakurikuler.
“Syahla! itu bukannya pacar lo, ya?”
Suara di sudut ruangan ekskul yang jendela nya menghadap ke kedai bakso arip —tempat Jeremy memarkirkan motornya—, membuat Syahla dan semua orang yang ada di ruangan itu melihat eksistensi Jeremy. Lelaki itu menyerahkan helm kuning, yang ia bilang khusus untuk Syahla.. kepada orang lain.
“katanya mau makan batagor bareng, Jer...”
Sebetulnya, hatinya sangat remuk, ia sangat marah, dan cemburu. Terlebih karena orang lain yang memakai helm nya adalah Stela, yang selalu berusaha mengambil Jeremy darinya.
Namun ia tetap berusaha tenang. “iya, itu pacar gue.. lagi ada perlu kayanya”
Dan topik itu diakhiri sampai disana. Mereka kembali melanjutkan kegiatan ekskul yang sebetulnya hampir selesai itu.
***
“maaf aku gak bilang dulu kalo harus pulang duluan..”
“urgent, Ala.. aku gak bisa kalo gak pergi”
“soal Stela.. maaf yaaa.. besok aku beli lagi helm baru”
Namun tak ia jelaskan sama sekali, apa yang terjadi dibalik “urgent” nya itu.
Setelah pertengkaran malam itu, hingga besoknya, hingga lusa nya.. Jeremy tak menghubungi Syahla sama sekali.
“Jeremy gak masuk”
“hari ini juga Jeremy gak masuk sekolah”
Ucap Syahril selama dua hari itu tanpa Syahla tanya.
Apa sangat sulit bagi Jeremy sekadar memberi tahu apa yang terjadi? atau sesimple memberi tahu keberadaan nya sekarang dan apakah ia baik-baik saja?. lelaki itu sukses besar membuatnya cemas.
Skenario buruk tak henti-henti Syahla bayangkan. Ia berimajinasi tentang sang kekasih yang membuat hatinya sakit sekarang, namun tak sampai harus dilaporkan kepada Ayahnya. Ia masih bisa menahan.
“Jer, apa aku ada salah?”
#anti