effemyorlin

kelon

⚠.

pintu dibuka sekenanya. kemudian taruh helm dan sandal di dalam. menoleh ke arah kasur, bisa dilihat levi tengah berbaring dengan satu tangan yang cekal ponselnya.

dirinya mendekat, wajahnya merunduk untuk beri kecupan singkat di ujung hidung. lalu tatap raut datar levi yang masih betah pandangi layar handphone, total abai sama kehadirannya.

tatap wajah yang lebih tua. mata sedikit merah, kantung mata menghitam dengan raut wajah yang kusam sekali. eren meringis melihatnya.

“ho, beneran gak tidur?” lagi-lagi kacang. ponsel direbut paksa yang mana buat levi lirik sinis eren. “tau ngantuk tuh tidur. bukan main hp terus. tuh, liat matamu udah merah.”

“bawel.” ketus levi. pergelangan eren ditarik dan langsung ambruk di kasur.

“bego. kasar banget kamu.” eren beri tatapan sebal. gumaman malas levi berikan sebagai jawaban.

posisi menyamping. levi reflek peluk tubuh si pacar erat dengan satu kaki yang menimpa paha eren. wajahnya ia sembunyikan di ceruk leher eren, dan dengan lancang beri jilatan sensual disana yang mana buat empunya menggeliat geli, lalu digigit kecil sampai ruam ungu tercipta.

satu geplakan di kepala, levi terkekeh kecil sebelum mendusel ke dada eren.

cari hangat.

eren senyum manis sebagai reaksi lihat levi yang manja. jemarinya usap surai levi halus. hujan diluar sana buat eren rapatkan tubuh mereka berdua. setelahny menunduk begitu dengkuran halus terdengar.

levi sudah tidur.

dan eren betulan jadi guling.

rivaere

jendela dibuka. angin pagi langsung terpa wajahnya, dan disana eren dapat lihat pacarnya sedang duduk di batang pohon: mengahadap jendela kamarnya sambil sebat.

“loh kamu naik poh—”

omongannya bahkan berhenti akibat levi yang tiba-tiba menjembel pipinya kuat sekali.

“aduh! sakit ini.” levi acuh. telapaknya menangkup kedua pipi yang lebih muda lalu beri kecupan kupu-kupu disana.

“gemes,”

“iya tau, tapi sakit ini lho.”

levi berhenti. keduanya saling pandang beberapa sekon sebelum levi menggigit ujung hidung eren yang mana buat empunya meringis sakit.

“sakit bego.”

“salahmu kirim foto begitu di chat. tau sendiri aku gak kuat liat orang gembul.”

“mana ada. kamu liat orang lain yang gembul juga biasa aja.”

“ya kamu pengecualian.”

katanya begitu. kembali pencet kedua pipi eren sampai moncong persis bebek. “bawel terus, kaya bebek kamu lama-lama.” levi terkekeh kecil, beralih dorong pundak eren sampai terbaring di kasur dengan posisi dirinya mengukung yang lebih muda.

eren kerjapkan matanya. “ngapain?”

pertanyaanya gak dijawab, justru yang didapat pipinya kembali dicium gemas oleh levi.

levi belum puas ternyata. pipi eren digigit kuat sebagai pelampiasan rasa gemasnya. total abai sama rasa sakit di punggungnya akibat geplakan anarkis dari eren.

;

dan mungkin sudah hampir tiga menit mereka di posisi seperti itu dengan levi yang masih betah ciumi wajah eren.

“udah hoi. wajahku jadi basah kena liurmu, bangsat.”

levi menggeleng. ya sudah eren pasrah. biarkan pacarnya lakukan kegiatannya sampai levi ambruk dan tidur: tenggelamkan wajahnya diceruk leher eren dengan satu pelukan erat dipinggang.

kiss

“beneran mau pulang?” posisi sudah di depan gerbang kediaman yeager. disana levi anggukan kepala santai sebagai respon.

“gak mampir?”

“gak dulu. ngantuk, mau tidur.”

“tidur sini juga bisa 'kan? biasanya juga gitu.” eren tanya. namun diamnya levi justru buat dirinya lumayan sebal. “aku nanya, jaw—”

“kangen bilang dong, cil,” jarinya menoel ujung hidung milik eren. “gak dulu dibilang. bosen liat kamu terus.”

“malesin.”

“ya memang.” sahut levi santai. beralih naik motor dan pasang helm full facenya. kemudian toleh kembali ke arah eren yang kini palingkan wajahnya masam. “jelek, dasar. hadap sini coba.”

“gak mau.”

“yaudah gak dapet kiss.” levi hendikkan bahu cuek. niat hati ingin hidupkan mesin motornya urung begitu ujung bajunya ditahan. “apa?”

kiss

“yah, udah expired. gimana dong?” levi menyahut dengan nada yang dibuat-buat. “jual mahal, sih.”

eren sebal. geplak helm levi lumayan keras, yang sumpah demi tuhan itu sakitnya gak main-main.

“sakit, bangsat.”

“bodo,” ketusnya, lalu tanpa permisi buka kaca helem milik levi dan beri kecupan kecil di hidung pemuda itu.

“apa cium-cium?”

“*kiss balik, dong, om.”

kacang. pertanyaannya gak dijawab. levi tatap eren datar sebelum mendecih sok.

“males. ngapain nyium orang kasar.”

begitu. lalu hidupkan kembali kuda besinya dan lajukan motornya. pergi dari sana dan total abai sama teriakan lantang eren yang mengumpatinya.

“LEVI ANJING!”

“EREN NGOMONGNYA!”

siapa?

“iya, ma. maaf.”

#rivaere

nyatanya eren gak bohong soal chat semalam. hari sabtu mereka habiskan berdua dari pagi sampai sekarang. levi sendiri gak keberatan soal itu dan dengan senang hati terima permintaan eren. walaupun gak menampik kantong dompetnya semakin menipis akibat sang pacar berulang kali pinta jajankan makanan. dan levi dibuat meringis soal itu.

sekarang sudah malam. taman kota dijadikan tujuan untuk kencan mereka. taman lumayan sepi yang mana buat levi hela nafas lega.

“kak,”

“hm?”

“gak apa-apa, manggil doang.“  levi putar mata malas sebagai respon.

levi reflek menoleh begitu ujung hoodie miliknya ditarik. tatap eren yang menyengir: tunjukkan gigi rapihnya. “apa?”

“itu,” levi menoleh ke arah yang eren tunjuk.

gerobak jagung bakar.

total buat levi makin datarkan raut wajahnya karena tau pemuda itu menginginkan apa.

“seriusan, dompetku lama-lama kosong. belum lagi beli bensin buat besok?”

eren menjatuhkan pundaknya mendengar itu. palingkan wajah masamnya ke depan. “yaudah, gak usah.”

::::

posisi sekarang sedang duduk di bangku taman yang menghadap jalanan malam dengan dua jagung bakar sebagai teman.

loh, jadi beli?

iya. levi sebal sekali lihat drama eren yang mendiami dirinya tadi. maka setengah gak ikhlas keluarkan satu lembar uang warna hijau dari dompet.

“jagungnya gak enak,” kata eren. “pasti gara-gara kamu gak ikhlas beliinnya.”

“gak tau diri.” levi lirik sinis eren yang masih menggigit jagung bakar. sinting.

“ini, punyamu dimakan.” eren sodorkan satu tusuk jagung bakar ke arah levi yang justru gelengkan kepalanya.

“buat kamu aja.” mendengarnya, eren sontak menyengir lebar. beri kecupan singkat di pipi yang lebih tua sebelum memakan jagung itu.

“katanya gak enak, tapi habis dua.”

“enak, kok. soalnya, jagungnya buat aku semua.”

setan.

:::::

mungkin sudah satu jam mereka duduk disana pandangi jalanan yang ramai dipadati oleh kendaraan dan lalu lalang orang.

eren menyembunyikan wajahnya di ceruk leher milik levi dengan tangan yang masih bertaut di dalam hoodie milik levi.

” jangan tidur,”

“ngantuk,”

“pulang?”

eren menggeleng. “nanti. masih mau lama-lama sama kamu.”

levi lirik arlojinya. “jam sebelas. pulang.“  levi berdiri yang mana hampir saja membuat kepala eren membentur senderan bangku kalau aja levi gak gerak cepat.

“buruan.”

“diem,” kedua pundak levi ditahan, eren berdiri dan langsung menghambur ke punggung levi dan kalungkan lengannga di leher pemuda itu. “ayo jalan.”

piggyback.

lantas berjalan dengan kedua tangan yang menahan kedua pantat eren biar gak jatuh. total abai sama pasang mata yang menatap ke arah mereka berdua.

“aku nginep aja di kos, ya?”

“gak usah. kudu puter balik, males. kamu nyusahin.”

eren mencebik. “jahat banget, anjing. coba kamu ngomongnya yang cantik.”

“cantik.”

“ya gak gitu, bego.”

lalu keduanya ketawa bodoh.

::::

pagar rumah jadi saksi gimana eren yang peluk levi kencang sekali. “sesak, ren.”

“diem.”

levi pasrah. beralih jemarinya mengelus halus surai eren. “seminggu tok, gak usah man— loh malah nangis.”

pelukannya tambah nengerat. dan eren dapat dengar segimana halus kekehan levi di indera rungunya yang mana sukses bikin eren tambah menangis.

“cengeng,” levi jauhkan wajah eren di ceruk lehernya,, dilihatnya wajah eren yang merah. kecupan di kedua mata, hidung, dan bibir levi berikan.

“gak lama, seriusan.”

“takut kamu nakal.” cicit eren.

levi tersenyum tipis. “gak. janji, deh. kamu boleh bogem kalo aku nakal.”

“bener, ya?”

levi mengangguk. “yaudah, aku pulang.”

dan kecupan lama nan hangat di dahi eren levi berikan sebelum hidupkan kuda besinya dan pergi dari kediaman yeager.

#kospuyuh eps 1.

anak-anak sudah berkumpul di area taman sembari menunggu masakan armin jadi. butuh sekiranya hampir setengah jam untuk hidangan siap santap.

“udah jadi nih. ambil sendiri-sendiri.” teriak armin alihkan atensi mereka. dengar itu, anak-anak reflek lari hampiri meja makan. jean, conny, dan eren total rusuh.

“sakit, kunyuk.” jean meringis begitu di dorong oleh conny sampai jatuh ke lantai.

“lo gak usah ngadi-ngadi, ren. sayur diambil semua. yang lain mau makan kuahnya doang apa gimana?” reiner menggeplak kepala eren. yang digeplak cuma menyengir bodoh seraya kembalikan sayur ke dalam mangkuk besar.

sedangkan yang lain masih santai duduk di taman, menunggu anak yang lebih muda dari mereka selesai.

“ini punya gua, jangan di ambil.” peringkat conny sebelum lari nuju kamar mandi.

seperginya conny, jean dan eren saling tatap memberi sinyal ide laknat mereka kemudian tersenyum miring.

#incident

warning hars word. m/m pair sunaosa.

jam setengah sebelas malam. miya osamu bahkan belum pulang. motor ditendang kesal olehnya akibat ban motor yang mendadak bocor. “bangsat.” apes sekali. dan sialan sekali karena bengkel gak ada yang buka disekitar sana. double apes.

beralih berjongkok dan mainkan ponsel miliknya, mengirim pesan pada grup chat juga kembarannya untuk meminta tolong. namun nihil, gak ada yang bisa bantu.

obsidiannya sapu area sekitar. sepi dan gelap, hanya ada beberapa ruko dan satu indomaret yang masih buka. osamu rasanya mau nangis. wajahnya ia tenggelamkan dalam lipatan tangan, namun notifikasi pesan buat atensinya teralihkan.

Line!

sunarin

kaya anak ilang. depan ruko itu lo, kan? baju merah, motor mio?

“lah anjing?”

pesan gak dibalas, osamu sibuk toleh kesana kemari mencari eksistensi suna. nihil, yang dicari gak ada.

Line!

sunarin

wkwkw, jangan tengok samping. coba lihat depan, gue di indomaret.

reflek menoleh ke arah indomaret yang persis di seberang jalan. dan osamu dapat lihat suna rintarou yang kini sedang di pinggir jalan: tunggu jalan lumayan sepi sebelum setengah lari hampiri dirinya.

ini gak aman.

gak aman buat hati.

⚕⚕⚕

“hoi, ngapain disini? nunggu bencong?” suna terkekeh. dan sumpah demi tuhan itu semakin buat anomali jantungnya makin gak karuan. sialan.

“ya kali. enggak lah.”

“nah terus?” tanya suna. tangan ia senderkan ke spidomotor sambil sedot teh gelas miliknya. “hoi, malah diem.”

“hah? apa?” samu kerjapkan matanya.

“gue nanya, ngapain disini? miya osamu?”

“oh, ban gue bocor.” jawab osamu tanpa menoleh ke arah suna sedikitpun. melihat itu suna terkekeh singkat.

buang botol teh gelasnya yang sudah habis kemudian jemarinya raih dagu osamu pelan supaya hadap ke arahnya. “ngomong tuh hadap orangnya, sam. liatin jalanan gak bakal bisa nyahut.”

percaya, osamu dibuat tahan nafas karena itu. setan.

⚕⚕⚕

“lo gak mau pulang, sam?”

“ya mau pulang gimana. dikata ban gue bocor.”

“nunggu temen gue bentar mau gak?”

samu mengernyit. “ngapain?”

suna matikan ponselnya kemudian dimasukkan ke dalam saku celana. “mau ke sini, ambil motor lo.”

“yang bener aja anjing,” samu pandang suna curiga. “ih anjir, lo diem-diem maling, ya, rin? parah.”

“bukan woi, haha. gila yang bener aja maling se cakep gue.”

“najis. pede gila.”

suna dibuat ketawa mendengarnya. pemandangan itu gak luput dari mata osamu yang tatap pemuda itu penuh puja. ganteng.

eh?

“gak. gak. temen gue ada yang punya bengkel, yaudah minta tolong aja sama dia buat benerin.”

“oh, gitu. sorry” cicit osamu.

no need. santai.”

lalu hening. keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. osamu tatap jalanan untuk alihkan pandangannya biar gak ke arah suna. sedangkan suna sendiri masih betah pandangi osamu dari samping.

“itu bibir kenapa monyong?” tanya suna.

osamu mencebik. “gue marah sama lo.”

“lah?”

osamu lirik suna sinis. “ya ngapain gak dari tadi coba lo chat temen lo itu?”

“biar bisa lama-lama berduaan sama lo.”

kampret. keceplosan.  batin suna.

“apa deh,” osamu jawab lirih sekali. lantas memalingkan muka ke samping guna sembunyikan senyumnya yang mengembang juga pipi yang total memerah.

sinting.

⚕⚕⚕

berakhir dengan osamu yang membonceng suna setelah teman suna sampai di tempat tadi. sempat gak percaya titipkan motor ke orang lain, terlebih orang yang gak dikenal sama sekali. namun dengar jaminan yang dilontarkan oleh suna buat dirinya mantap untuk titipkan motor ke teman pemuda itu.

di jalan keduanya hening, gak ada yang berniat untuk buka obrolan hingga sampai di kediaman miya.

“makasih. sorry ngerepotin,” ucap samu seraya lepas jaket denim milik suna yang dipakainya tadi. lalu arahkan ke pemuda di depannya “nih.”

suna ambil jaket itu lalu dipakai ke badannya. “sans.”

“itu motor gue gimana? aman kan? awas lo bohong.”

“aman, beneran,” suna mengangkat jarinya membentuk piece. “kan gue udah bilang jaminannya tadi. motor lo ilang, temen gue, gue bogem sampe mampus.”

“terus gue ngambilnya kapan?”

“besok juga bisa. gue chat dah kalo udah bener.”

osamu mengangguk paham. “yaudah sana pulang.”

“ngusir nih?”

“iya.”

suna tersenyum, motornya ia hidupkan lalu memasang kembali helmnya. “di hati-hati-in, dong sam.”

“ngapain anjir?”

“belom pernah tau, gue dicuapin hati-hati sama orang cakep kaya lo?” goda suna, kemudian tersenyum lebar begitu lihat telinga osamu memerah. “telinga lo merah tuh.”

“berisik.”

“malu ya, sam?”

samu tatap sebal suna. bibirnya mengerucut, kedua alisnya menukik dengan wajah yang merah padam. dan itu sukses buat suna menahan dirinya untuk gak gigit pemuda di depannya.

“bacot anjing. gue lempar sandal gue ke wajah lo, nih, lama-lama.”

“haha bercanda. yaudah gue pulang, ya? selamat malam......

sayang.” lalu motornya dilaju tepat sebelum osamu lemparkan sandalnya.

“udah sih anjir, jangan senyum-senyum terus.” osamu menepuk bibirnya sendiri. “gila, jantung gue anjirrr. suna monyet.”

dan untuk suna sendiri, mungkin pada detik ini menggoda seorang miya osamu akan masuk ke dalam salah satu daftar hobinya.

please don't take copyright of my writing.

sunarin

/sunarin/

~sunarin~

^sunarin^

'sunarin'

-sunarin-

jam setengah sebelas malam. miya osamu bahkan belum pulang. motor ditendang kesal olehnya akibat ban motor yang mendadak bocor. “bangsat.” apes sekali. dan sialan sekali karena bengkel gak ada yang buka disekitar sana. double apes.

beralih berjongkok dan mainkan ponsel miliknya, mengirim pesan pada grup chat juga kembarannya untuk meminta tolong. namun nihil, gak ada yang bisa bantu.

obsidiannya sapu area sekitar. sepi dan gelap, hanya ada beberapa ruko dan satu indomaret yang masih buka. osamu rasanya mau nangis. wajahnya ia tenggelamkan dalam lipatan tangan, namun notifikasi pesan buat atensinya teralihkan.

Line!

sunarin

*kaya anak ilang. * depan ruko itu lo, kan? baju merah, motor mio?

“lah anjing?”

pesan gak dibalas, osamu sibuk toleh kesana kemari mencari eksistensi suna. nihil, yang dicari gak ada.

Line!

sunarin

wkwkw, jangan tengok samping. coba lihat depan, gue di indomaret.

reflek menoleh ke arah indomaret yang persis di seberang jalan. dan osamu dapat lihat suna rintarou yang kini sedang di pinggir jalan: tunggu jalan lumayan sepi sebelum setengah lari hampiri dirinya.

ini gak aman.

gak aman buat hati.

⚕⚕⚕

“hoi, ngapain disini? nunggu bencong?” suna terkekeh. dan sumpah demi tuhan itu semakin buat anomali jantungnya makin gak karuan. sialan.

“ya kali. enggak lah.”

“nah terus?” tanya suna. tangan ia senderkan ke spidomotor sambil sedot teh gelas miliknya. “hoi, malah diem.”

“hah? apa?” samu kerjapkan matanya.

“gue nanya, ngapain disini? miya osamu?”

“oh, ban gue bocor.” jawab osamu tanpa menoleh ke arah suna sedikitpun. melihat itu suna terkekeh singkat.

buang botol teh gelasnya yang sudah habis kemudian jemarinya raih dagu osamu pelan supaya hadap ke arahnya. “ngomong tuh hadap orangnya, sam. liatin jalanan gak bakal bisa nyahut.”

percaya, osamu dibuat tahan nafas karena itu. setan.

⚕⚕⚕

“lo gak mau pulang, sam?”

“ya mau pulang gimana. dikata ban gue bocor.”

“nunggu temen gue bentar mau gak?”

samu mengernyit. “ngapain?”

suna matikan ponselnya kemudian dimasukkan ke saku celana. “mau ke sini, ambil motor lo.”

“yang bener aja anjing,” samu pandang suna curiga. “ih anjir, lo diem-diem maling, ya, rin? parah.”

“bukan woi, haha. gila yang bener aja maling se cakep gue.”

“najis. pede gila.”

suna dibuat ketawa mendengarnya. pemandangan itu gak luput dari mata osamu yang tatap pemuda itu penuh puja. ganteng.

eh?

“gak. gak. temen gue ada yang punya bengkel, yaudah minta tolong aja sama dia buat benerin.”

“oh, gitu. sorry.” cicit osamu.

no need. santai.”

lalu hening. keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. osamu tatap jalanan untuk alihkan pandangannya biar gak ke arah suna. sedangkan suna sendiri masih betah pandangi osamu dari samping.

“itu bibir kenapa monyong?” tanya suna.

osamu mencebik. “gue marah sama lo.”

“lah?”

osamu lirik suna sinis. “ya ngapain gak dari tadi coba lo chat temen lo itu?”

“biar bisa lama-lama berduaan sama lo.”

kampret. keceplosan.  batin suna.

“apa deh,” osamu jawab lirih sekali. lantas memalingkan muka ke samping guna sembunyikan senyumnya yang mengembang juga pipi yang total memerah.

sinting.

⚕⚕⚕

berakhir dengan osamu yang membonceng suna setelah teman suna sampai di tempat tadi. sempat gak percaya titipkan motor ke orang lain, terlebih orang yang gak dikenal sama sekali. namun dengar jaminan yang dilontarkan oleh suna buat dirinya mantap untuk titipkan motor ke teman pemuda itu.

di jalan keduanya hening, gak ada yang berniat untuk buka obrolan hingga sampai di kediaman miya.

“makasih. sorry ngerepotin,” ucap samu seraya lepas jaket denim milik suna yang dipakainya tadi. lalu arahkan ke pemuda di depannya “nih.”

suna ambil jaket itu lalu dipakai ke badannya. “sans.”

“itu motor gue gimana? aman kan? awas lo bohong.”

“aman, beneran,” suna mengangkat jarinya membentuk piece. “kan gue udah bilang jaminannya tadi. motor lo ilang, temen gue, gue bogem sampe mampus.”

“terus gue ngambilnya kapan?”

“besok juga bisa. gue chat dah kalo udah bener.”

osamu mengangguk paham. “yaudah sana pulang.”

“ngusir nih?”

“iya.”

suna tersenyum, motornya ia hidupkan lalu memasang kembali helmnya. “di hati-hati-in, dong sam.”

“ngapain anjir?”

“belom pernah tau, gue dicuapin hati-hati sama orang cakep kaya lo?” goda suna, kemudian tersenyum lebar begitu lihat telinga osamu memerah. “telinga lo merah tuh.”

“berisik.”

“malu ya, sam?”

samu tatap sebal suna. bibirnya mengerucut, kedua alisnya menukik dengan wajah yang merah padam. dan itu sukses buat suna menahan dirinya untuk gak gigit pemuda di depannya.

“bacot anjing. gue lempar sandal gue ke wajah lo, nih, lama-lama.”

“haha bercanda. yaudah gue pulang, ya? selamat malam......

sayang.” lalu motornya dilaju tepat sebelum osamu lemparkan sandalnya.

“udah sih anjir, jangan senyum-senyum terus.” osamu menepuk bibirnya sendiri. “gila, jantung gue anjirrr. suna monyet.”

dan untuk suna sendiri, mungkin pada detik ini menggoda seorang miya osamu akan masuk ke dalam salah satu daftar hobinya.

!! don't take copyright of my writing. please.

#insident

jam setengah sebelas malam. miya osamu bahkan belum pulang. motor ditendang kesal olehnya akibat ban motor yang mendadak bocor. “bangsat.” apes sekali. dan sialan sekali karena bengkel gak ada yang buka disekitar sana. double apes.

beralih berjongkok dan mainkan ponsel miliknya, mengirim pesan pada grup chat juga kembarannya untuk meminta tolong. namun nihil, gak ada yang bisa bantu.

obsidiannya sapu area sekitar. sepi dan gelap, hanya ada beberapa ruko dan satu indomaret yang masih buka. osamu rasanya mau nangis. wajahnya ia tenggelamkan dalam lipatan tangan, namun notifikasi pesan buat atensinya teralihkan.

Line!

sunarin

kaya anak ilang. depan ruko itu lo, kan? baju merah, motor mio?

“lah anjing?”

pesan gak dibalas, osamu sibuk toleh kesana kemari mencari eksistensi suna. nihil, yang dicari gak ada.

Line!

sunarin

wkwkw, jangan tengok samping. coba lihat depan, gue di indomaret.

reflek menoleh ke arah indomaret yang persis di seberang jalan. dan osamu dapat lihat suna rintarou yang kini sedang di pinggir jalan: tunggu jalan lumayan sepi sebelum setengah lari hampiri dirinya.

ini gak aman.

gak aman buat hati.

⚕⚕⚕

“hoi, ngapain disini? nunggu bencong?” suna terkekeh. dan sumpah demi tuhan itu semakin buat anomali jantungnya makin gak karuan. sialan.

“ya kali. enggak lah.”

“nah terus?” tanya suna. tangan ia senderkan ke spidomotor sambil sedot teh gelas miliknya. “hoi, malah diem.”

“hah? apa?” samu kerjapkan matanya.

“gue nanya, ngapain disini? miya osamu?”

“oh, ban gue bocor.” jawab osamu tanpa menoleh ke arah suna sedikitpun. melihat itu suna terkekeh singkat.

buang botol teh gelasnya yang sudah habis kemudian jemarinya raih dagu osamu pelan supaya hadap ke arahnya. “ngomong tuh hadap orangnya, sam. liatin jalanan gak bakal bisa nyahut.”

percaya, osamu dibuat tahan nafas karena itu. setan.

⚕⚕⚕

“lo gak mau pulang, sam?”

“ya mau pulang gimana. dikata ban gue bocor.”

“nunggu temen gue bentar mau gak?”

samu mengernyit. “ngapain?”

suna matikan ponselnya kemudian dimasukkan ke saku celana. “mau ke sini, ambil motor lo.”

“yang bener aja anjing,” samu pandang suna curiga. “ih anjir, lo diem-diem maling, ya, rin? parah.”

“bukan woi, haha. gila yang bener aja maling se cakep gue.”

“najis. pede gila.”

suna dibuat ketawa mendengarnya. pemandangan itu gak luput dari mata osamu yang tatap pemuda itu penuh puja. ganteng.

eh?

“gak. gak. temen gue ada yang punya bengkel, yaudah minta tolong aja sama dia buat benerin.”

“oh, gitu. sorry.” cicit osamu.

no need. santai.”

lalu hening. keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. osamu tatap jalanan untuk alihkan pandangannya biar gak ke arah suna. sedangkan suna sendiri masih betah pandangi osamu dari samping.

“itu bibir kenapa monyong?” tanya suna.

osamu mencebik, tatap suna sinis. “gue marah sama lo.”

“lah?”

osamu lirik sinis suna. “ya ngapain gak dari tadi coba lo chat temen lo itu?”

“biar bisa lama-lama berduaan sama lo.”

kampret. keceplosan.  batin suna.

“apa deh,” osamu jawab lirih sekali. lantas memalingkan muka ke samping guna sembunyikan senyumnya yang mengembang juga pipi yang total memerah.

⚕⚕⚕

berakhir dengan osamu yang membonceng suna setelah teman suna sampai di tempat tadi. sempat gak percaya titipkan motor ke orang lain, terlebih orang yang gak dikenal sama sekali. namun dengar jaminan yang dilontarkan oleh suna buat dirinya mantap untuk titipkan motor ke teman pemuda itu.

di jalan keduanya hening, gak ada yang berniat untuk buka obrolan hingga sampai di kediaman miya.

“makasih. sorry ngerepotin,” ucap samu seraya lepas jaket denim milik suna yang dipakainya tadi. lalu arahkan ke pemuda di depannya “nih.”

suna ambil jaket itu lalu dipakai ke badannya. “sans.”

“itu motor gue gimana? aman kan? awas lo bohong.”

“aman, beneran,” suna mengangkat jarinya membentuk piece. “kan gue udah bilang jaminannya tadi. motor lo ilang, temen gue, gue bogem sampe mampus.”

“terus gue ngambilnya kapan?”

“besok juga bisa. gue chat dah kalo udah bener.”

osamu mengangguk paham. “yaudah sana pulang.”

“ngusir nih?”

“iya.”

suna tersenyum, motornya ia hidupkan lalu memasang kembali helmnya. “di hati-hati-in, dong sam.”

“ngapain anjir?”

“belom pernah tau, gue dicuapin hati-hati sama orang cakep kaya lo?” goda suna, kemudian tersenyum lebar begitu lihat telinga osamu memerah. “telinga lo merah tuh.”

“berisik.”

“malu ya, sam?”

samu tatap sebal suna. bibirnya mengerucut, kedua alisnya menukik, dengan wajah yang merah padam. dan itu sukses buat suna menahan dirinya untuk gak gigit pemuda di depannya.

“bacot anjing. gue lempar sandal gue ke wajah lo, nih, lama-lama.”

“haha bercanda. yaudah gue pulang, ya? selamat malam......

sayang.” lalu motornya dilaju tepat sebelum osamu lemparkan sandalnya.

“udah sih anjir, jangan senyum-senyum terus.” osamu menepuk bibirnya sendiri. “gila, jantung gue anjirrr. suna monyet.”

dan untuk suna sendiri, mungkin pada detik ini menggoda seorang miya osamu akan masuk ke dalam salah satu daftar hobinya.

!! don't take copyright on my writing. Please.