Bangkok Hospital | 18 Agustus 2018, 00.01 am
Bisakah anda menjadi pemimpin yang baik, ketika harapan semua orang membuat anda harus mengorbankan orang yang paling berharga?
Beep ... Beep ... Beep
Suara ECG yang berbunyi memecahkan keheningan malam.
Membuat pria yang sedari tadi terduduk di samping ranjang, beberapa kali menengok ke arah pria yang tengah tertidur pulas dari masa kritisnya — dimana tubuhnya dibaluti oleh perban meliliti tubuhnya, begitu juga dengan menampakkan wajahnya yang sudah hancur penuh luka.
Pria itu tidak ingin mengingatnya lagi ....
Sebuah ingatan yang terekam jelas — yang membuat Tay tergugu tak sanggup untuk melihat kondisi New menjadi seperti ini karena kebodohan dirinya.
Ia terisak — mengambil tangan milik sahabatnya dan meremasnya pelan, “Wi ... gua mohon, please, buka mata lo sekarang, gua nyesel ... gua mau minta maaf—hiks sama lo, gua siap buat diteriakan lo lagi ... jadi, please ... gua mohon ... buka mata lo lagi ....” harapnya dengan nada putus asa.
.
17 jam yang lalu sebelum kejadian ...
New mengacak pinggangnya — memutar matanya malas, pada Tay yang tengah bersiap untuk turun ke jalan pagi ini. Memimpin mahasiswa lain menyuarakan aspirasi mereka untuk melawan dalam memerangkan hak asasi mereka, juga serta menurunkan otoriter kediktaktoran pihak pemerintah kepada rakyat-rakyatnya. Tay akan melakukan aksi pro-demokrasi terhadap undang-undang pencemaran nama baik paling keras di dunia. Negara itu melarang segala bentuk kritik dalam bentuk apa pun terhadap monarki, termasuk konten yang diposting atau dibagikan di media sosial. Tay ingin memerangi itu bersama rekan-rekan mahasiswanya.
Tay sudah bertekad bulat dan tidak ada yang bisa menghentikannya, meskipun itu New sekalipun — yang diam-diam mencuri mata, khawatir pada kondisi sahabatnya nanti di jalan.
“Apa menurut lo ini sebuah putusan yang benar?” tanyanya pelan, mencoba untuk mengubah pandang pikir sahabatnya.
Tay tersenyum tipis, mengusap helai New sebentar. Kemudian berbalik memasukkan kamera canon kesayangannya — untuk mengabadikan kejadian yang akan berlangsung nanti.
“Gak ada yang bisa halangin gua, Wi. Kalau gua stop disini lantas gimana dengan harapan mereka-mereka yang percaya sama gua?”
New tertawa tak percaya, “Apa peduli setan? Lo bukan presiden. Ngapain lo pusingin mikirin itu? Kuliah lo yang harus lo pikirin bukan urusan tetek bengek kaya gini. Sadar Te, sadarrrrr!!! Hal kaya gini bakal bikin lo dalam keadaan bahaya!!!”
Tay tidak menjawab. Percuma. Mereka berdua memang tidak satu suara sejak kemarin. Mereka terus berdebat tetapi tidak menemukan penyelesaian dalam perdebatan panjang itu. Karenanya, Tay mengambil tas dan memasang maskernya siap meninggalkan sahabat.
Grabb!
“Lo gak bakal berhenti kalau gua larang kan?”
Tay tetap bungkam.
“Gimana ... kalau yang bilang itu ... Gun, apa lo ... bakal kaya gini juga?” New menatap Tay dengan pandangan yang penuh arti. Tangannya sulit untuk ia lepas, takut jika sosok didepannya akan menghilang bila ia melepaskan tangannya.
Tay membalas tatapan New. Kali ini dengan menarik nafas dalam, perlahan mencoba melepaskan genggaman New. Ia kembali mengusak rambut New. Guna menenangkannya.
Tay memeluk New, mengusap punggungnya pelan.
“Meskipun itu Gun, keputusan gua juga gak bakal pernah berubah,” tegas Tay melepaskan pelukannya dan kembali tersenyum melihat raut wajah New begitu jelek — menahan genangan air matanya yang ingin keluar, mengkhawatirkannya.
“Gua bakal jaga diri. Lo gak usah khawatir.”
.
Ucapan itu membuat New tidak bisa menahan Tay lagi. Ia hanya dapat menatap punggung Tay yang perlahan mulai menjauh dan hilang dari pandangannya.
15 jam yang lalu sebelum kejadian ...
“Woi, Nyuwi mana?” tanya Thanat disamping Tay. Dirinya ikut serta mengajukan diri menjadi bagian di barisan paling depan. Ia terlihat begitu bersemangat melihat sekelilingnya, karena begitu banyak mahasiswa yang datang. Membuat jiwa mudanya memberontak ingin keluar. Tidak sabar. Senyumannya melebar.
Tay bersiap-siap — menutup setengah wajahnya menggunakan masker hitam — hanya melihat Thanat sekilas. “Gak gua suruh Nyuwi buat ikut. Takut kalau dia kenapa-napa,” jelasnya singkat yang refleks langsung dianggukan Thanat. Teman mereka yang satu itu memang hanya mempunyai mulut yang tajam, tidak disertai fisik yang kuat.
.
“SIAPA LO NGELARANG-LARANG GUA!!” sebuah teriakan dari belakang — membuat kedua pria itu terkejut. Kaget. Terutama untuk Tay dimana kedua bola matanya membesar. Berbalik tak percaya—melihat sahabatnya yang barusan dibicarakan Thanat, berjalan mendekat ke arah mereka.
Thanat tersenyum sumringah, melihat sahabatnya yang lain — muncul dengan seringai pongah yang sudah menjadi ciri khas-nya. Segera saja Thanat berhambur dan merangkul bahu New senang. “Udah gua duga, lo pasti bakal ikut kita-kita.” Thanat terkekeh yang dibalas wajah dingin milik New yang menatap Tay dengan tatapan datarnya.
“Lo kenapa bisa ada di —”
“Te, ayo siap-siap!! Anak-anak fakultas lain sudah muncul semua!!” sebuah teriakan memotong ucapan Tay yang ingin menginterogasi keberadaan New.
Tay yang tidak bisa berbicara lebih banyak — segera mendekat ke arah New. Berbisik di telinganya dengan cepat agar terdengar oleh pria manis itu, “Inget, lo gak boleh jauh-jauh dari gua dan Thanat. Kalau ada aparat yang datang deketin lo — lo harus lari sekenceng mungkin dan kalau bisa segera masuk ke rumah warga, paham?”peringatannya sedikit marah.
New mendengus dan mengangguk sambil menampikkan kedua tangan Tay dari bahunya. Mengambil masker hitam dan menutup setengah wajahnya.
10 jam yang lalu sebelum kejadian ...
Chaos. Satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan situasi yang terjadi saat ini. Setelah beberapa jam — mereka turun ke jalan dengan sorakan mereka yang membara.
“Saya berdiri di sini bukan sebagai pemimpin kalian. Saya adalah kalian semua. Hanya manusia biasa yang menginginkan keadilan. Hanya manusia biasa yang mencoba untuk menyuarakan pendapat saya—yang satu suara dengan kalian. Ada apa dengan negeri ini? Kenapa mulut kita seakan dibungkam paksa? Kenapa kita selama ini hanya mendiamkan apa yang salah? Kenapa? itu semua karena kita terpaksa dibiasakan untuk menunduk dan mengikuti perintah dari pihak sana. Sudah cukup teman, sudah cukup ... mari kita ubah sejarah dan mulai mencari arti kebenaran yang sesungguhnya!!” teriakan lantang dari Tay yang dibalas dengan sorakan keras dari mahasiswa-mahasiswa berteriak semangat.
9 jam yang lalu sebelum kejadian ...
Semakin parah — ketika aparat kepolisian muncul dan datang menghampiri mereka dengan tembakan gas air mata. Mereka datang bukan untuk membantu, melainkan mencari cara agar bisa menghentikan aksi. Tak jarang, beberapa mahasiswa ditarik kerap dipukuli beramai-ramai oleh mereka — hingga babak belur untuk menakut-nakuti yang lain agar kehilangan semangat juang mereka.
Menyaksikan itu, segera Tay berusaha mengungsikan beberapa mahasiswa-mahasiswa perempuan agar tidak menjadi sasaran penyiksaan yang keji tersebut.
“THANAT!! THANAT!! BAWA YANG PEREMPUAN MENJAUH!! BAWA YANG PEREMPUAN!! histerisnya memberikan komando.
Thanat beserta rekan-rekannya segera mematuhi perintah Tay, tetapi langkahnya seketika terhenti — saat menyadari jika salah satu teman mereka — Namtan, tidak berada dalam jangkauan penglihatannya. Wajahnya memucat.
“TE!!! NAMTAN MANAA???!” Thanat mulai panik — mencoba mencari sahabat cantiknya.
New yang berada di dekat Thanat juga ikut mencari. Ia dan Thanat tidak menemukan jejak Namtan dimanapun.
Tay yang mendengar segera ke tempat yang sedikit tinggi untuk mencari Namtan. Ia melemparkan pandangannya ke semua arah agar dapat menangkap sosok salah satu sahabatnya yang hilang ...
.
Dan ketemu — ia menemukan Namtan tengah terjepit di antara mahasiswa-mahasiswa lain di arah dekat trotoar jalan.
“NAMTAN ADA DI SANA THANAT!! jerit Tay agar bisa didengar oleh Thanat — yang segera melesat menolong Namtan yang hampir ditelan massa.
New mengikutinya dari belakang.
Tay ingin menyusul mereka — jika matanya tidak menangkap sosok mahasiswa lain berlari dari kejaran aparat. Melihat tidak ada yang menolongnya, Tay memutuskan untuk berlari membantu mahasiswa malang itu dulu, meninggalkan ketiga sahabatnya.
Lagipula sudah ada Thanat dan New yang menolong Namtan. Mahasiswa itu lebih membutuhkan bantuan Tay.
8 jam yang lalu sebelum kejadian ...
Namtan terjebak. Dirinya salah melangkah mengikuti gerombolan teman-teman fakultasnya. Seharusnya ia tak menjauh dari Tay dan yang lain. Kini, dirinya terdorong-dorong oleh mahasiswa lain yang berlarian, menghindari tembakan gas air mata.
Psshhh ...
Tembakan ketiga dan kali ini Namtan jelas tidak bisa menghindarinya. Kedua matanya sempat menutup namun tak berhasil menghindar dari tembakan itu. Pelan-pelan, matanya mulai terasa perih dan ia tidak bisa membuka matanya. Semakin pasrah, ketika badannya terseret oleh gerombolan mahasiswa.
“Hiks ... tolonghhh ...,”lirihnya kecil, mencoba menggapai sesuatu dengan lengannya yang terangkat ke atas. Berharap ada seseorang yang menariknya keluar. Ia sangat takut jika dirinya tertangkap oleh oknum-oknum dan akan dipukuli membabi-buta. Ia ingin keluar dari sa—
Grabbb!!
.
“NAMTAN CEPAT GENGGAM TANGAN GUA!! KUAT-KUAT!! JANGAN DILEPAS!!”
Thanat berusaha meraih tangan mungil milik Namtan yang mencoba untuk keluar dari kerumunan itu. Ia tahu itu tangan milik temannya yang kini meringkuk lemah di tanah — beberapa kali terdorong oleh sepak-an orang-orang yang mencoba melarikan diri.
“NAMTAN GENGGAM TANGAN GUA!! KUAT-KUAT!! JANGAN DILEPAS!!” teriaknya — setelah mendapatkan genggaman itu. Ia mencoba menarik Namtan keluar dari sana.
“Thanhh ....”
“GUA UDAH ADA DISINI BARENG NYUWI!! LO JANGAN TAKUT!!”
Namtan mengangguk. Meskipun belum bisa melihat dengan jelas, tetapi mendengar suara sahabatnya masuk ke dalam pendengarannya saja, itu sudah lebih dari cukup. Namtan tidak akan melepaskan genggaman kuat dari Thanat.
“AYO KITA PERGI DARI SINI!! BAHAYAA!!” perintah New — melihat beberapa aparat mulai turun dan mendekat ke arah mereka. Ia berusaha membantu Thanat untuk menarik Namtan tanpa terdorong-dorong dari puluhan mahasiswa yang menabrak mereka.
“NAMTAN AYO BANGUN!!”mendengar itu, Namtan sontak berdiri dan masuk ke dalam rangkulan Thanat.
“AYO CEPAT LA—”
.
Hanya seperkian detik ...
Kejadian terjadi begitu cepat ...
Thanat mencoba menggapai tangan New yang juga mengulurkan tangannya ...
Tetapi tangan lain menghalangi dan menarik New menjauh dari Thanat ...
Gasp!
“NYUWIIIIII!!!” Thanat ingin menyelamatkan sahabatnya—jika sebuah teriakan keras tidak menghentikan langkahnya—
.
“CEPAT LARI BODOH!!! SELAMATKAN NAMTA—UGHHHHHHH!! Larihhh ....”
Dunia terasa amat lambat untuk Thanat saat itu — mendengar teriakan New membuatnya sadar segera membelakangi New membawa Namtan pergi dari sana. Matanya terasa panas dengan air yang telah mengucur deras. Jika saja ... ia sedang tidak membawa Namtan, dengan pasti Thanat akan terjun menyelamatkan New. Ia tidak akan mempedulikan tubuhnya hancur remuk. New ... New ...
“Sialan ... sialan ... kkhhhh—SIALANNNNN!!!”
“Than ... hiks ....”
7 jam yang lalu sebelum kejadian ...
“Makasih Te, kalau gak ada lo tadi gua pasti habis digebuk sama polisi.”
Tay tidak memberikan ekspresi ramah seperti biasanya dan hanya menepuk punggung mahasiswa itu pelan, “Hati-hati, lo gabung sana sama yang lain. Gua mau cari teman gua dulu.”
Mahasiswa itu mengangguk dan pamit mengundurkan diri.
Setelah memastikan mahasiswa itu sudah aman, Tay kembali mengedarkan pandangannya untuk mencari ketiga teman-temannya. Ia berlari kembali ke tempat demo.
“Woi, liat Lee sama Nyuwi gak?” tanya Tay pada mahasiswa yang ia temui.
Mahasiswa itu menggeleng.
Tay mencoba mencari lagi.
“Kin, liat Lee sama Nyuwi gak?” tanyanya pada teman sejurusannya yang berlari mendekat ke arahnya.
Hoshh ... hoshh ... hoshh ...
“Billkin ...?”
“Sebentar gua tarik nafas dulu ... hah ... hah ... lo coba ke arah trotoar deket lampu merah sekarang ... hah ... hah ... Nyuwi ... gua liat Nyuwi di sana — lagi di angkat sama anak-anak teknik.”
Dzinggg ....
Firasat buruk. Tay merasa sekujur tubuhnya mulai terasa dingin, mendengar kabar mengenai sahabatnya. “M—maksud lo apa? Diangkat kenapa?” suaranya terdengar gugup.
“Parah Te, parah ... kami udah coba bantu semaksimal mungkin ... tapi tiga, empat, lima ... ah, sial mereka banyak banget anjing! Orang-orang yang nyerang Nyuwi bersenjata ... kami gak ada yang berani buat deket ....”
Mata Tay berkilat, amarahnya mulai menguasai tapi mencoba ia tahan. “Nyuwi kenapa?” desisnya dingin.
Billkin meneguk ludahnya. Ia tahu. Pria didepannya kini tengah berusaha menahan amarahnya, tetapi berita ini harus ia sampaikan. “Tadi waktu mereka bantuin Namtan, posisi mereka terlalu dekat sama barikade polisi itu ... Thanat berhasil lari bawain Namtan ke tempat kami, tapi Nyuwi ... dia ketangkep Te ... habis badannya ....”
6 jam yang lalu sebelum kejadian ...
Namtan terisak dengan Thanat disebelahnya yang menundukkan kepalanya. Mereka menangisi kondisi sahabatnya yang kini tengah diberikan pertolongan pertama oleh mahasiswa kedokteran yang mereka jumpa di sana. Nama Tay Tawan sangat membantu Namtan dan Thanat untuk membuat mereka segera membantu New setelah habis dihajar. Bahkan, Billkin — menawarkan dirinya sendiri untuk mencari sosok yang paling sibuk di luar sana.
“Than ... ini gara-gara gua—hiks,”isak Namtan bersalah.
Thanat tidak menjawab, ia hanya menatap sosok sahabatnya yang sudah tidak sadarkan diri. Orang-orang yang melihat mereka dari kejauhan menceritakan bagaimana New dipukul oleh tujuh orang dengan tongkat. Dari ujung kepala sampai ujung kaki semuanya tidak diberi ampun. Mereka melihat New meringkuk memohon ampun, namun tidak digubris oleh aparat-aparat itu. Menonton dari jauh saja sudah membuat mereka meringis merasakan kesakitan itu.
Drap ... drap ... drap ...
“Disini Bang Te!!” sebuah seruan membuat Namtan dan Thanat segera menatap ke arah sumber suara. Mereka melihat Tay berlari dengan raut wajah yang amat berantakan akan keringat dan air mata.
Ketiganya saling bertatapan dan mulai berlari mendekat satu sama lain.
Namtan memeluk Tay dengan isakan yang hebat. Thanat tidak berbicara apa-apa—tetapi dapat terlihat dari matanya yang sangat kecewa dengan dirinya sendiri.
“Nyuwi mana?” tanya Tay dengan tegas. Ia belum melihat sosok lemah terbaring tak berdaya di sebuah meja panjang.
Thanat menunjuk dan air mata Tay kembali keluar—melihat sosok sahabat baiknya terlihat sangat mengenaskan, ia memaksakan dirinya untuk berjalan mendekat— “S—Siapa yang membuatnya seperti ini ...”
“Te ....”
Tay mengelus wajah New yang telah bersih dari lumuran darah. Memar-memar yang tercetak jelas membuat Tay mengepalkan tangannya erat hampir memutih.
BUGHHH
Ia memukul pinggiran meja itu sangat keras. Tidak ada yang berani berbicara. Semuanya hening menyaksikan kemarahan yang tidak terlampiaskan itu.
“Mobil ... siapkan mobil ... tolong bantuin gua angkut Nyuwi ke mobil ... kita harus ... harus—hiks ... membawa dia ke rumah sakit ... untuk anak-anak yang terluka juga ... siapa yang bawa mobil koordinir semua tempat dimana—hghhss ... orang-orang membutuhkan bantuan ... demo hari ini cukup sampe disini dulu ... kita harus membawa orang-orang yang terluka ke rumah sakit ... mereka ... mereka ....” Tay kehilangan kata-kata, suaranya sangat tercekat. Air matanya tidak kunjung berhenti membasahi pipinya.
Tapi semuanya tahu ... semuanya tahu, maksud dari perintah Tay. Orang-orang yang terluka, lebih penting dari ego mereka saat ini. Tay tidak ingin mengorbankan teman-temannya lebih banyak lagi.
Dan 5 jam waktu yang tersisa ... dihabiskan oleh Tay, Thanat dan Namtan untuk membawa New ke rumah sakit.
ECG : alat yang dapat merekam aktivitas elektrik di dalam jantung seseorang