scubepid

ignore typo pls.


Sunoo memeluk erat boneka besar panda miliknya, dengan degup jantung yang cepat, ia hanya bisa pasrah kalau kekasihnya tidak memarahinya. Kalaupun Riki memarahinya, mau tidak mau Sunoo harus siap dengan semua itu.

'Takut..'

'Cklekk..'

Seseorang telah membuka pintu kamar, ditutup rapat dan mengunci nya. Sunoo yang mendengar itu semua hanya bisa memejamkan matanya dengan cemas.

“Kak.”

“Lampunya kayak gini aja? Lumayan gelap kalau pakai lampu remang-remang. Apa gamau nyalain lampu asli?” Tanya Riki sembari melepas jaket yang ia kenakan, kini hanya menyisakan pakaian tanpa lengan yang menampakan otot lengannya.

Sunoo tak menjawab, bahkan menatap Riki pun sama sekali. Dirinya tetap diposisinya sedari awal.

“Kak, aku lagi ngomong malah kamu ga jawab bahkan menatap ku sama sekali nggak. Kenapa sih?” Riki mengernyitkan dahinya, sebab selama perjalanan ke rumah Sunoo sudah memikirkan mau melakukan apa dengan kakaknya itu.

“Aku capek seharian kerja tapi pas sampai disini tapi malah perlakuan kamu begini? Minimal natap orang yang sedang bicara dengan mu kak.”

Sunoo sontak membuka matanya, melihat ke arah Riki dengan tatapan ketakutan. “Riki, maaf.. Aku hanya takut kamu marah soal kunci mobil yang hilang, melihat tiga hari yang lalu kamu pusing dan mencari kunci mobil sambil marah-marah jadi aku ga berani jujur.”

“Dan maaf aku baru berani jujur sekarang..” Sunoo menunduk, tak berani menatap Riki.

Riki menghela nafas panjang, tertawa sedikit ternyata kekasihnya itu mengabaikannya karena takut kena marah olehnya. “Kak, gapapa kak. Lupakan soal kunci mobil ya? Aku ga marah kok, lagian udah ada kunci cadangan kok. Tapi janji sama aku jangan ulangi hal yang sama ya?” Riki duduk di samping Sunoo, mengelus lembut surai hitam milik sang empu. Sejujurnya Riki sudah tidak ada tenaga lagi untuk memarahi Sunoo, yang ia butuhkan hanya pelukan manja dan melepas rasa lelah ini dengan afeksi.

“Maafin aku iki..” Sunoo reflek memeluk erat tubuh Riki, tangisannya pecah yang sudah dibendung olehnya.

“Gapapa honey, jangan nangis ya.. Oh ya, ada cerita apa hari ini?” Riki membalas pelukan itu, mengusap tubuh mungil Sunoo dengan lembut.

Sunoo tidak menjawab pertanyaan dari Riki, ia hanya terus-terusan menangis, sebab ia merasa bersalah walau Riki sudah memaafkannya.

“M-maafin aku ya.. Maaf aku selalu ceroboh, ini bukan sekali dua kali.. Maaf kalo aku bikin aku kesel kamu terus, sometimes i dont deserve to be your mine.” Sunoo melepas pelukannya, mengelap air mata yang membasahi kedua pipinya.

“Jangan ngomong begitu kak, kalo kamu ga pantas aku miliki, ngapain hubungan ini terus berlanjut? that wasting time right? Udahlah kak, sekarang saatnya kita berbagi cerita hari ini ada kejadian apa.” Riki tersenyum, menatap Sunoo dengan tatapan gemas karena mata sembab yang menghiasi wajahnya.

“Sebentar, aku mau nyalain lampu dulu!”

#Termaafkan.

ignore typo pls.


Sunoo memeluk erat boneka besar panda miliknya, dengan degup jantung yang cepat, ia hanya bisa pasrah kalau kekasihnya tidak memarahinya. Kalaupun Riki memarahinya, mau tidak mau Sunoo harus siap dengan semua itu.

'Takut..'

'Cklekk..'

Seseorang telah membuka pintu kamar, ditutup rapat dan mengunci nya. Sunoo yang mendengar itu semua hanya bisa memejamkan matanya dengan cemas.

“Kak.”

“Lampunya kayak gini aja? Lumayan gelap kalau pakai lampu remang-remang. Apa gamau nyalain lampu asli?” Tanya Riki sembari melepas jaket yang ia kenakan, kini hanya menyisakan pakaian tanpa lengan yang menampakan otot lengannya.

Sunoo tak menjawab, bahkan menatap Riki pun sama sekali. Dirinya tetap diposisinya sedari awal.

“Kak, aku lagi ngomong malah kamu ga jawab bahkan menatap ku sama sekali nggak. Kenapa sih?” Riki mengernyitkan dahinya, sebab selama perjalanan ke rumah Sunoo sudah memikirkan mau melakukan apa dengan kakaknya itu.

“Aku capek seharian kerja tapi pas sampai disini tapi malah perlakuan kamu begini? Minimal natap orang yang sedang bicara dengan mu kak.”

Sunoo sontak membuka matanya, melihat ke arah Riki dengan tatapan ketakutan. “Riki, maaf.. Aku hanya takut kamu marah soal kunci mobil yang hilang, melihat tiga hari yang lalu kamu pusing dan mencari kunci mobil sambil marah-marah jadi aku ga berani jujur.”

“Dan maaf aku baru berani jujur sekarang..” Sunoo menunduk, tak berani menatap Riki.

Riki menghela nafas panjang, tertawa sedikit ternyata kekasihnya itu mengabaikannya karena takut kena marah olehnya. “Kak, gapapa kak. Lupakan soal kunci mobil ya? Aku ga marah kok, lagian udah ada kunci cadangan kok. Tapi janji sama aku jangan ulangi hal yang sama ya?” Riki duduk di samping Sunoo, mengelus lembut surai hitam milik sang empu. Sejujurnya Riki sudah tidak ada tenaga lagi untuk memarahi Sunoo, yang ia butuhkan hanya pelukan manja dan melepas rasa lelah ini dengan afeksi.

“Maafin aku iki..” Sunoo reflek memeluk erat tubuh Riki, tangisannya pecah yang sudah dibendung olehnya.

“Gapapa honey, jangan nangis ya.. Oh ya, ada cerita apa hari ini?” Riki membalas pelukan itu, mengusap tubuh mungil Sunoo dengan lembut.

Sunoo tidak menjawab pertanyaan dari Riki, ia hanya terus-terusan menangis, sebab ia merasa bersalah walau Riki sudah memaafkannya.

“M-maafin aku ya.. Maaf aku selalu ceroboh, ini bukan sekali dua kali.. Maaf kalo aku bikin aku kesel kamu terus, sometimes i dont deserve to be your mine.” Sunoo melepas pelukannya, mengelap air mata yang membasahi kedua pipinya.

“Jangan ngomong begitu kak, kalo kamu ga pantas aku miliki, ngapain hubungan ini terus berlanjut? that wasting time right? Udahlah kak, sekarang saatnya kita berbagi cerita hari ini ada kejadian apa.” Riki tersenyum, menatap Sunoo dengan tatapan gemas karena mata sembab yang menghiasi wajahnya.

“Sebentar, aku mau nyalain lampu dulu!”

Hidup dipenuhi rasa sayang, yang terbalas.


Sore hari yang begitu tampak murung, akibat dari hujan yang kunjung henti, membuat lelaki jangkung masuk ke dalam rumah sang kekasih dengan keadaan basah kuyup. Hoodie yang ia kenakan, ia lepas sehingga hanya tersisa kaos oblong berwarna hitam.

Ia rela hujan-hujanan demi pergi, menuju rumah sang kekasih. “Kak Rei?” Razkal bergegas mencari sosok yang ia panggil namanya itu. Hatinya sangat bersalah, karena ia telah ingkar janji.

Sayup-sayup terdengar suara tangisan kecil dari dalam kamar, membuat lelaki jangkung itu dengan cepat masuk ke dalam kamar.

“Kak?”

“Kak aku minta maaf karena telah ingkar janji,” Razkal dengan sigap duduk samping badan Kak Rei yang sedang menaruh kepalanya tepat diatas kedua dengkul yang terlipat diatas.

“Kak..” Razkal menggoyangkan tubuh Kak Rei, memasang wajah cemas agar sang lawan menatap wajah miliknya.

“Kak, maaf aku telat..”

“Tadi aku disuruh sama mamah buat jaga rumah, aku gaboleh ke rumah kamu kalau mamah ku belum pulang,” Razkal mencemberutkan bibirnya, ia pasrah ocehan yang dilontarkan olehnya, membuat Kak Rei dengan lemas menatap kekasihnya yang sedang mencemberutkan bibirnya.

Dengan lemas Rei menatap Razkal yang sudah basah kuyup karena hujan. “Iyaa gapapa bekcil, lagian aku ngerti kok. Gausah cemberut gitu ah.” Kak Rei tersenyum tipis, tangan kanannya mulai mengelus surai hitam milik Razkal dengan amat lembut.

“Maaf aku nangis, karena aku kira rencana ini batal begitu aja..” Rei tersenyum miris, entah apa jadinya jika rencana ini beneran batal.

“Kak,” kedua tangan Razkal mulai merengkuh pinggang ramping milik Kak Rei, menatap wajahnya dengan lamat-lamat, seolah memberikan seribu makna.

Dengan manja, Razkal mulai membalas pelukan Kak Rei, menenggelamkan wajahnya pada pundak kiri Kak Rei.

'Kak, sampai kapanpun aku sayang Kak Rei, maafin aku ya sekali lagi.. Jangan nangis, aku ga tega liatnya. Aku kesini rela hujan-hujanan karena aku tau, seorang Rei tuh effortnya ga main-main kalau sudah merencanakan sesuatu, aku harus menghargai itu.'

'Karena itu aku belajar dari seorang Rei bagaimana cara menghargai yang ada di sekitar aku..'

'Aku gamau bikin Kak Rei sedih.. I'm sorry kak.'

Razkal berbisik tepat diindera pendengar Kak Rei, membuat sang empu hanya menahan tawa.

Lucu.

Ya, baginya, Razkal itu sangat lucu. Entahlah, diluar terlihat sangat sangar, tapi jika sudah bersamanya bisa berubah drastis.

“Bekcil, harus aku katakan berapa lagi? Gausah minta maaf-minta maaf terus lah. Terima kasih yah sudah tepati janji, Mending kita tepatin janji buat netflix and chill!” Rei menyeka air mata dengan kasar yang membasahi kedua pipinya.

“Nggak ah, aku maunya cuddle aja sama Kak Rei.” Razkal menggelengkan kepalanya, menyamankan posisinya, kedua tangannya pun tak mau melepas pada kaitan dipinggang milik sang kekasih.

“Haha yaudah iya, malam ini kita cuddle aja ya sama deeptalk gimana? tapi kamu ganti baju dulu! Baju kamu ada tuh yang ketinggalan di rumah ku.” Kak Rei membalas pelukan Razkal dengan tak kalah erat, biarkan suara rintikan hujan diluar sana menjadi alunan yang indah bagi kedua insan yang sedang menaburkan rasa kasih sayang, satu sama lain.

“Iya kak, i'll change my clothes.”

'Kak Rei, aku sayang Kak Rei. Sehat-sehat terus ya, jika suatu hari kita berpisah, aku mau mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya karena telah hadir dalam hidup ku.'

'I really love you, -bekcil.'

cw // sedikit mengandung dirty talk.


'Teng, nong.'

'Cklekk..'

Rendra membuka pintu apartemennya, ia disambut dengan cemberut dan wajah datar dari seorang Aska. Melihat hal itu, Rendra sedikit tergelak karena baginya itu sangat menggemaskan.

“Ayo sini masuk!” Rendra menarik tangan Aska, menuntunnya sampai ke sofa. “Kamu duduk dulu aja, aku mau nyiapin cemilan sekalian tutup pintu yaa.” Rendra tersenyum, meninggalkan Aska sendirian yang sedang tantrum.


“Kamu masih ngambek cil?” Rendra memulai pembicaraan setelah ia menaruh beberapa cemilan dan minuman diatas meja.

“Kok diem aja sih?” Rendra duduk di samping Aska, keempat netra itu saling menatap, tak ada jawaban dari sang lawan. Akal bulus mulai meracuni Rendra, ia tersenyum nakal, perlahan ia pindah posisi diatas pangkuan Aska.

“Kenapa diem ajaa? Kamu marah sama aku ya?” Kedua tangan Rendra memegang gemas pipi milik Aska, “Sini aku cium!”

'Cupp.'

Rendra mengecup pipi Aska, mengalungi kedua tangan di leher milik sang empu. “Mau lagi ga? Tapi ngomong dulu, gaboleh ngangguk atau geleng kepala.”

Tanpa jawaban, Aska mulai memeluk tubuh mungil Rendra dengan erat, wajahnya menyelusup masuk ke jenjang leher milik Rendra. Perlahan Aska bikin pangkuan itu dengan nyaman.

Rendra menghela nafas, “Aku ga kemana-mana cil..” Tangannya mengelus pucuk kepala milik Aska dengan gemas. “Coba badan ku lebih besar dari kamu, aku bakal gendong kamu cil. Kamu lucu banget kalo lagi mode ngambek begini.”

“Kak maaf, aku masih bete tau.. Maaf karena udah cemburu sama akun jual beli musang.. Dia nebak tweet kamu bener kak..” Aska memasang muka melas sembari menatap wajah Rendra.

“Hah? Oh.. Jadi kamu mau bawain aku mintcho?”

Aska mengangguk, “Makanya aku takut kalo kamu beneran cium owner jual beli akun musang..” Aska mulai memasang wajah cemas, kini rasa takut kembali menghantuinya.

Rendra tergelak mendengar pernyataan itu, “Jangan ketawa!” Aska menyanggah, dirinya benar-benar cemburu.

“Yaelah cil, aku itu cuma bercanda.. Gemes banget sih kamu. Kamu kalo mau aku cium bilang aja, nanti aku cium kok.” Rendra memasang muka nakal, dirinya tak percaya kalau ternyata Aska secemburu itu.

“Ntar aja pas aku lagi horny kak.” Tutur Aska tanpa rasa bersalah, Sontak Rendra melotot, “ Heh omongannya!”

“Lagian kamu ga kedinginan apa kak pake celana pendek begini? mana ketat lagi.” Kedua telapak tangan Aska menyentuh paha Rendra yang terekspos.

“Kenapa emangnya? Kan ini rumah ku, oh iya mana eskrim mintcho nya? Katanya mau bawa buat aku?” Rendra mencemberutkan bibirnya, ia kebetulan lagi ingin memakan es krim mintcho.

“Udah ku buang, biar kamu ga cium owner akun jual beli musang.”

cw // btw disini Aska lagi mode softie dan tidak berkata kasar ygy.


Aska berjalan menuju sofa milik Rendra, duduk sembari melepas jaket yang membalut tubuhnya.

'Sreet..'

Terpampang sudah otot yang lumayan besar milik Aska, “Aduh panas banget di luar.” Tutur Aska, dirinya sibuk mengipasi badannya dengan tangannya.

“Jadi mau cerita apa sih?” Tanya Rendra dengan penuh penasaran, soalnya ia baru melihat Aska mode softie, dan manja.

Aska menoleh, menatap sang empu dengan lamat-lamat. “Kak, aku sedih mantan gebetan ku kecelakaan. I really miss her, tapi kenyataannya Tuhan lebih sayang dia..” Aska bercerita, kedua matanya mulai memanas saat mengeluarkan kata perkata barusan.

Rendra menghela nafas panjang, ia tak menyangka ternyata seorang Aska yang selalu gak jelas itu, memiliki hubungan yang indah dengan seorang perempuan.

Rendra menenangkan Aska, mengusap punggung Aska dengan lembut. “Turut berduka ya dek, semua akan pergi pada waktunya.” Tuturnya, ia sangat iba melihat Aska yang mulai menangis.

“Kamu ga sempet jadian ya sama dia? Kenapa?”

Tak menjawab pertanyaan Rendra, Aska langsung memeluk tubuh Rendra dengan begitu erat. Wajahnya mendusel di leher milik Rendra, tetapi sama aja jatuhnya Aska yang memeluk Rendra. Karena bagaimana pun tubuh Aska lebih besar dari Rendra.

“Aku sedih kalau cerita kak.. Berikan aku waktu untuk menjawab pertanyaan ini ya?” Tutur Aska dengan nada setengah bisik-bisik.

Rendra mengerti, ia tidak mau memaksa Aska untuk bercerita lebih dalam, kemudian ia membalas pelukan Aska, mengusap bagian belakang kepala milik Aska.

“Oke, gapapa dek kalo gamau cerita, maaf ya.”

“Gapapa kak, makasih ya kak udah denger cerita ku. I love you kak.”

Rendra mengernyitkan dahinya, apa katanya? I love you? “Kamu tadi ngomong apa?” Rendra melepaskan pelukan itu, ia terkadang merasa kesal jika Aska sudah mulai menggombal.

“I love you kak, ini aku gaboong deh. Kak, terima kasih ya udah mau kenal sama aku..” Aska mencemberutkan bibirnya, ia masih tidak bisa menyatakan perasaan ini secara mendadak.

“Kamu beneran suka sama aku ya dek?”

-tbc.

cw // btw disini Aska lagi mode softie dan tidak berkata kasar ygy

[img]https://r2.easyimg.io/iw8uvbhnf/13bbf5977af1fe0200b606e22150deed.jpg[/img]


Aska berjalan menuju sofa milik Rendra, duduk sembari melepas jaket yang membalut tubuhnya.

'Sreet..'

Terpampang sudah otot yang lumayan besar milik Aska, “Aduh panas banget di luar.” Tutur Aska, dirinya sibuk mengipasi badannya dengan tangannya.

“Jadi mau cerita apa sih?” Tanya Rendra dengan penuh penasaran, soalnya ia baru melihat Aska mode softie, dan manja.

Aska menoleh, menatap sang empu dengan lamat-lamat. “Kak, aku sedih mantan gebetan ku kecelakaan. I really miss her, tapi kenyataannya Tuhan lebih sayang dia..” Aska bercerita, kedua matanya mulai memanas saat mengeluarkan kata perkata barusan.

Rendra menghela nafas panjang, ia tak menyangka ternyata seorang Aska yang selalu gak jelas itu, memiliki hubungan yang indah dengan seorang perempuan.

Rendra menenangkan Aska, mengusap punggung Aska dengan lembut. “Turut berduka ya dek, semua akan pergi pada waktunya.” Tuturnya, ia sangat iba melihat Aska yang mulai menangis.

“Kamu ga sempet jadian ya sama dia? Kenapa?”

Tak menjawab pertanyaan Rendra, Aska langsung memeluk tubuh Rendra dengan begitu erat. Wajahnya mendusel di leher milik Rendra, tetapi sama aja jatuhnya Aska yang memeluk Rendra. Karena bagaimana pun tubuh Aska lebih besar dari Rendra.

“Aku sedih kalau cerita kak.. Berikan aku waktu untuk menjawab pertanyaan ini ya?” Tutur Aska dengan nada setengah bisik-bisik.

Rendra mengerti, ia tidak mau memaksa Aska untuk bercerita lebih dalam, kemudian ia membalas pelukan Aska, mengusap bagian belakang kepala milik Aska.

“Oke, gapapa dek kalo gamau cerita, maaf ya.”

“Gapapa kak, makasih ya kak udah denger cerita ku. I love you kak.”

Rendra mengernyitkan dahinya, apa katanya? I love you? “Kamu tadi ngomong apa?” Rendra melepaskan pelukan itu, ia terkadang merasa kesal jika Aska sudah mulai menggombal.

“I love you kak, ini aku gaboong deh. Kak, terima kasih ya udah mau kenal sama aku..” Aska mencemberutkan bibirnya, ia masih tidak bisa menyatakan perasaan ini secara mendadak.

“Kamu beneran suka sama aku ya dek?”

-tbc.

cw // btw disini Aska lagi mode softie dan tidak berkata kasar ygy

https://easyimg.io/i/iw8uvbhnf/13bbf5977af1fe0200b606e22150deed.jpg


Aska berjalan menuju sofa milik Rendra, duduk sembari melepas jaket yang membalut tubuhnya.

'Sreet..'

Terpampang sudah otot yang lumayan besar milik Aska, “Aduh panas banget di luar.” Tutur Aska, dirinya sibuk mengipasi badannya dengan tangannya.

“Jadi mau cerita apa sih?” Tanya Rendra dengan penuh penasaran, soalnya ia baru melihat Aska mode softie, dan manja.

Aska menoleh, menatap sang empu dengan lamat-lamat. “Kak, aku sedih mantan gebetan ku kecelakaan. I really miss her, tapi kenyataannya Tuhan lebih sayang dia..” Aska bercerita, kedua matanya mulai memanas saat mengeluarkan kata perkata barusan.

Rendra menghela nafas panjang, ia tak menyangka ternyata seorang Aska yang selalu gak jelas itu, memiliki hubungan yang indah dengan seorang perempuan.

Rendra menenangkan Aska, mengusap punggung Aska dengan lembut. “Turut berduka ya dek, semua akan pergi pada waktunya.” Tuturnya, ia sangat iba melihat Aska yang mulai menangis.

“Kamu ga sempet jadian ya sama dia? Kenapa?”

Tak menjawab pertanyaan Rendra, Aska langsung memeluk tubuh Rendra dengan begitu erat. Wajahnya mendusel di leher milik Rendra, tetapi sama aja jatuhnya Aska yang memeluk Rendra. Karena bagaimana pun tubuh Aska lebih besar dari Rendra.

“Aku sedih kalau cerita kak.. Berikan aku waktu untuk menjawab pertanyaan ini ya?” Tutur Aska dengan nada setengah bisik-bisik.

Rendra mengerti, ia tidak mau memaksa Aska untuk bercerita lebih dalam, kemudian ia membalas pelukan Aska, mengusap bagian belakang kepala milik Aska.

“Oke, gapapa dek kalo gamau cerita, maaf ya.”

“Gapapa kak, makasih ya kak udah denger cerita ku. I love you kak.”

Rendra mengernyitkan dahinya, apa katanya? I love you? “Kamu tadi ngomong apa?” Rendra melepaskan pelukan itu, ia terkadang merasa kesal jika Aska sudah mulai menggombal.

“I love you kak, ini aku gaboong deh. Kak, terima kasih ya udah mau kenal sama aku..” Aska mencemberutkan bibirnya, ia masih tidak bisa menyatakan perasaan ini secara mendadak.

“Kamu beneran suka sama aku ya dek?”

-tbc.

'Pada akhirnya, apa yang telah direncanakan sedari awal telah hancur ruai, tidak ada lagi angan-angan menyelesaikan misi tersebut, tetapi disisi lain dirinya memang membutuhkan apa yang telah ia rencanakan sedari awal, walau tidak sejalan apa yang ia harapkan.'

SEMBAB

cw // kinda disgusting i guess

Semua ini karena terlanjur tersulut emosi.


“Daddy, Om Rion kenapa nangis?” Leetha bertanya kala mereka sudah sampai di depan rumah milik Arsen. Leetha menatap kedua pria yang sedang saling bertatap, lalu kembali menanyakan perihal yang sama.

“Dadd, Om Rion kenapa nangis?” Kini Leetha sedikit menarik ujung baju yang dikenakan oleh Arsen. Arsen tersenyum, “Ga kenapa-napa kok sayang, kamu masuk ke rumah duluan ya? Daddy mau bicara dengan Om Rion.”

Karena mengerti, tanpa basa-basi Leetha hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Arsen dan Rion.

“Kamu kenapa nangis?” Arsen mulai membuka topik yang sedari tadi menghantui pikirannya. Seandainya Rion menangis karena Arsen, begitu mudah baginya untuk meminta maaf, dan memberikan apa yang Rion mau sebagai permintaan maaf.

Rion menunduk, “Gapapa Pak, bukan salah bapak juga kok.” Rion menyeka air mata yang mulai terjatuh, dirinya tak kuasa menahan dinding pertahanan agar tidak menangis lagi.

“Gapapa Rion, cerita aja.” Arsen tersenyum, didongaknya dagu Rion agar mereka kembali bertatap menggunakan jari telunjuknya. “Ayo cerita, jadi saya tau apa yang kamu butuhin, Rion. Saya setelah ini meninggalkan kamu dan Leetha, apakah saya rela meninggalkan kamu dalam keadaan menangis? Sedangkan kamu juga harus menjaga Leetha.”

Rion terdiam, sangat bimbang ingin bercerita atau tidak. Lidahnya saja begitu kelu untuk mengeluarkan sepatah kata.

Satu detik, dua detik, tiba-tiba saja tangisan kembali pecah dari Rion. Sontak ia memeluk tubuh Arsen dengan sangat erat.

“Tadi saya ketemu sama si bapak, atasan saya. Dia cerita kenapa setiap ada karyawannya yang izin libur, sebisa mungkin ia balas dengan cepat. Ternyata dibalik itu semua, ada cerita yang sangat amat menyedihkan..” Rion menenggelamkan wajahnya pada bahu Arsen, kedua pipinya memerah panas selepas ia bercerita.

“Jadi kamu nangis gara-gara itu diang, hm?” Arsen mulai membalas pelukan Rion, disusul dengan tawaan kecil. “Terus ending dari cerita atasan kamu gimana?”

“Sedih.. Intinya atasan ku pernah telat pulang, padahal ibunya sudah sekarat. Saat beliau pulang, ibunya udah gak ada. Sedih.. Padahal dia udah berusaha izin sama atasannya, tapi telat diaccept.. Ya begitu deh,” jelas Rion yang diselingi segukan kecil.

“Terus apa yang kamu tangisin?” Arsen kembali bertanya.

“Selama ini atasan ku selalu lambat dalam membalas pesan.. Saya suka kesal jika beliau slowrespon. Tapi ternyata saat saya izin mengambil cuti, beliau fastrespon. Ternyata dibalik itu semua ada cerita yang kelam..” Rion menghela nafas panjang dan tak sengaja ingusnya keluar, dengan sigap ia tak sengaja mengusap hidungnya dengan baju yang dikenakan oleh Arsen, menyebabkan bekas lendir menempel pada baju Arsen.

Menyadari hal itu, Arsen hanya mengusak pucuk kepala Arion dengan gemas. “Kamu kotorin baju aku pakai ingus kamu,” tutur Arsen yang disambung oleh gelak tawa.

Mendengar ucapan Arsen, Rion sontak mendorong tubuh Arsen dengan kencang. “Udahlah Pak, malu saya.” Kedua pipi Rion memanas, memerah seperti merah jambu.

“Gapapa Rion, baju saya banyak kok di lemari.”

'Dasar Rion, gemes banget kalau salting.' -Arsen.

-Redamancy.

#Sembab

cw // kinda disgusting i guess

Semua ini karena terlanjur tersulut emosi.

===

“Daddy, Om Rion kenapa nangis?” Leetha bertanya kala mereka sudah sampai di depan rumah milik Arsen. Leetha menatap kedua pria yang sedang saling bertatap, lalu kembali menanyakan perihal yang sama.

“Dadd, Om Rion kenapa nangis?” Kini Leetha sedikit menarik ujung baju yang dikenakan oleh Arsen. Arsen tersenyum, “Ga kenapa-napa kok sayang, kamu masuk ke rumah duluan ya? Daddy mau bicara dengan Om Rion.”

Karena mengerti, tanpa basa-basi Leetha hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Arsen dan Rion.

“Kamu kenapa nangis?” Arsen mulai membuka topik yang sedari tadi menghantui pikirannya. Seandainya Rion menangis karena Arsen, begitu mudah baginya untuk meminta maaf, dan memberikan apa yang Rion mau sebagai permintaan maaf.

Rion menunduk, “Gapapa Pak, bukan salah bapak juga kok.” Rion menyeka air mata yang mulai terjatuh, dirinya tak kuasa menahan dinding pertahanan agar tidak menangis lagi.

“Gapapa Rion, cerita aja.” Arsen tersenyum, didongaknya dagu Rion agar mereka kembali bertatap menggunakan jari telunjuknya. “Ayo cerita, jadi saya tau apa yang kamu butuhin, Rion. Saya setelah ini meninggalkan kamu dan Leetha, apakah saya rela meninggalkan kamu dalam keadaan menangis? Sedangkan kamu juga harus menjaga Leetha.”

Rion terdiam, sangat bimbang ingin bercerita atau tidak. Lidahnya saja begitu kelu untuk mengeluarkan sepatah kata.

Satu detik, dua detik, tiba-tiba saja tangisan kembali pecah dari Rion. Sontak ia memeluk tubuh Arsen dengan sangat erat.

“Tadi saya ketemu sama si bapak, atasan saya. Dia cerita kenapa setiap ada karyawannya yang izin libur, sebisa mungkin ia balas dengan cepat. Ternyata dibalik itu semua, ada cerita yang sangat amat menyedihkan..” Rion menenggelamkan wajahnya pada bahu Arsen, kedua pipinya memerah panas selepas ia bercerita.

“Jadi kamu nangis gara-gara itu diang, hm?” Arsen mulai membalas pelukan Rion, disusul dengan tawaan kecil. “Terus ending dari cerita atasan kamu gimana?”

“Sedih.. Intinya atasan ku pernah telat pulang, padahal ibunya sudah sekarat. Saat beliau pulang, ibunya udah gak ada. Sedih.. Padahal dia udah berusaha izin sama atasannya, tapi telat diaccept.. Ya begitu deh,” jelas Rion yang diselingi segukan kecil.

“Terus apa yang kamu tangisin?” Arsen kembali bertanya.

“Selama ini atasan ku selalu lambat dalam membalas pesan.. Saya suka kesal jika beliau slowrespon. Tapi ternyata saat saya izin mengambil cuti, beliau fastrespon. Ternyata dibalik itu semua ada cerita yang kelam..” Rion menghela nafas panjang dan tak sengaja ingusnya keluar, dengan sigap ia tak sengaja mengusap hidungnya dengan baju yang dikenakan oleh Arsen, menyebabkan bekas lendir menempel pada baju Arsen.

Menyadari hal itu, Arsen hanya mengusak pucuk kepala Arion dengan gemas. “Kamu kotorin baju aku pakai ingus kamu,” tutur Arsen yang disambung oleh gelak tawa.

Mendengar ucapan Arsen, Rion sontak mendorong tubuh Arsen dengan kencang. “Udahlah Pak, malu saya.” Kedua pipi Rion memanas, memerah seperti merah jambu.

“Gapapa Rion, baju saya banyak kok di lemari.”

'Dasar Rion, gemes banget kalau salting.' -Arsen.

-Redamancy.