Chapter 16: Futsal
Pukul delapan kurang lima belas menit, kedua pasangan ini sudah di jalan menuju lapangan futsal tempat Seungyoun melakukan janji pertandingan dengan teman-teman semasa kuliahnya.
“Ini teman angkatan kamu apa gimana, Sayang?” tanya Seungwoo yang duduk santai di kursi penumpang.
“Teman angkatan, senior juga ada. Dulu aku sempat masuk tim futsal kampus, Mas. Tiba-tiba aja grup yang udah setahun enggak hidup tiba-tiba ramai, soalnya ada senior aku yang baru selesai tugas di Afrika sana katanya kangen buat main futsal.”
“Loh jauhnya, kerja apa?”
“Aku juga kurang paham sih, tapi dia yang sering pergi keluar negeri lama-lama, mengabdi gitu Mas.”
“Oh begitu … main berapa lama?”
“Tiga jam, Mas. Ngomong-ngomong itu kamu bawa tas isinya apa?”
“Kamera, pengen fotoin pacarku main futsal. Jago kamu main bola, Sayang?”
“Jago lah! Dari kecil aku main bola terus, bahkan kaki aku pernah terkilir, tulangnya geser gitu pas SMP semenjak itu Mama marah banget enggak bolehin aku main bola, hobi hilang, eh Papa pergi.” Seungyoun berbicara begitu santai sambil mengedikan pundaknya cuek.
“Enggak boleh gitu, Mama kan khawatir, kamu itu anak satu-satunya, anak kesayangannya, ditambah Papa kamu juga pergi, pasti beliau tambah protect.”
“Iya sih, tapi sekarang aku udah bisa main lagi. Gara-gara SMA aku diam-diam masuk tim futsal, terus ketahuan sama Mama pas liat keranjang baju kotor aku ada jersey bekas aku tanding hahahaha,” Seungyoun tertawa geli mengingat kejadian dulu, “habis itu aku dipukulin Mama, tapi akhirnya malah dikasi makan enak, soalnya aku menang.”
“Ada-ada aja ya kamu, untung menang, coba enggak pasti udah diusir sama Mama kamu tuh,” Seungwoo mengacak rambut Seungyoun.
“Kalau diusir ada rumah Jamie sama Nathan bisa aku singgahi, bahkan Mama Nathan paling senang kalau aku nginep, pernah aku kelepasan nginep sampai dua minggu.”
“Itu kamu khilaf apa keenakan?”
“Both hehehehe.”
Saat sampai di lapangan futsal belum ada siapa-siapa yang datang, padahal sudah memasuki waktu janjian. Seungyoun melihat lapangan futsal masih kosong memilih menunggu di luar lapangan, Seungwoo yang sedari tadi mengikuti kekasihnya, sesekali mengambil foto sekitar lapangan dan tak lupa foto kekasihnya sendiri.
“Kok pada telat semua, biasanya yang paling telat itu aku loh,” ujar Seungyoun.
“Ya bagus berarti sekali-sekali kamu ngerasain nunggu orang terlambat, kayak aku yang kadang nunggu kamu cuma mau pilih pakai converse warna apa aja sampai dua puluh menit,” sahut Seungwoo.
“Tapi aku kan sering on time juga! Baru itu aja kok aku telat, lagian kamu pas itu dadakan katanya masih jauh, masih lewat tol kenapa udah di rumah aja?”
“Jalan nggak macet, berarti kamu yang lama.”
Merasa kesal Seungyoun melempar bola yang ia bawa ke arah Seungwoo, beruntung Seungwoo memiliki reflek yang bagus, bola yang harusnya menghantam badannya memantul mengenai dada Seungwoo.
“Jangan lupa aku juga bisa main bola ya Sayang.”
“Makanya ayo ikut main!” Seungyoun menarik tangan Seungwoo yang berdiri tak jauh dari dirinya.
“Pinggang aku benaran sakit, nih lihat aku kasi koyok loh,” Seungwoo menyingkap bajunya dan menampakan dua koyok menempel di pinggang kanan dan kirinya.
“Kamu kerja fotoin orang bukan angkat batu, Mas! Kenapa sampai koyokan gini sih?”
“Kelamaan jongkok, tadi client aku anak bayi, anak kecil sama cewek tapi foto melantai gitu.”
“Oh siluman ular?”
“Bukan!” Seungwoo mendorong dahi Seungyoun dengan telunjuknya.
“Siapa suruh bilang melantai!”
“Memang di lantai kok!”
Tiba-tiba Seungyoun terperanjat dan reflek memeluk lengan Seungwoo saat merasakan sesuatu berbulu berdiri menyentuh betisnya yang tak tertutup kaos kaki, “apa tuh!?” teriak Seungyoun.
Seungwoo menunduk untuk memeriksa, ternyata hanya seekor kucing liar, “gini doang takut, dih!” Seungwoo terkekeh.
“Aku kaget! Tiba-tiba ada yang pegang betis aku, kirain apaan. Hai teman kecil, sendirian aja nih?” Seungyoun berjongkok dan mengelus kucing yang terlihat jinak tersebut.
Tak ingin melewatkan momen, langsung saja Seungwoo membidik pacarnya yang asik bercengkrama dengan kucing.
“Bagus nggak, Mas?” tanya Seungyoun saat Seungwoo memeriksa hasil fotonya.
“Bagus kok, kalian aku liatin mirip tau.”
“Masa? Berarti aku imut?”
“Lebih imut kucingnya sih.” Seungwoo menyeringai jahil, sengaja membuat Seungyoun kesal.
“Pacaran sana sama kucing!”
“Bukannya udah? Pacarku sekarang kucing, galak banget.”
“Heh!” sergahan Seungyoun membuat kucing di sampingnya terkejut.
“Kasihan tuh kaget dia, kamu sih. Coba suruh dia liat kamera sini, Sayang.”
“Puss miong, coba lihat ke kamera sana. Tuh liat tukang foto itu,” Seungyoun menunjuk kea rah Seungwoo. Sepertinya kucing itu paham, langsung saja mengikuti arah yang ditunjuk oleh Seungyoun.
“Lah nurut dong, benaran induk kucing kamu mah, Sayang.”
“Bisa diem-“
“Seungyoun! Woi makin gede aja badan lu, perasaan gua dulu masih kecil!” tiba-tiba datang laki-laki dengan badan yang kurang lebih seperti Seungyoun.
Kedua pasangan itu langsung menoleh, Seungyoun segera berdiri dan memeluk laki-laki itu, “Bang Doojoon! Apa kabar, Bang? Gimana Afrika, asik nggak?”
“Asik, gua bisa lihat singa dimana-mana dengan santai hahaha. Udah lama nunggu lu?”
“Lumayan, kira-kira udah bisa bikin pameran seni terapan lah.”
“Hahaha ngada-ngada aja lu, eh ini siapa?” laki-laki yang dipanggil Doojoon tadi menunjuk Seungwoo.
“Pacar gua bang, kenalan dulu gih,” Seungyoun menepuk pundak Doojoon.
Seungwoo mengulurkan tangannya terlebih dahulu, “Seungwoo,” ujarnya ramah.
“Doojoon. Kok lu mau sama Seungyoun sih, anaknya berisik banget,” tanya Doojoon penasaran.
“Gapapa udah biasa, kalau enggak berisik malah heran gua hahaha,” kedua pria yang lebih tua dari Seungyoun tersebut tertawa geli satu sama lain.
Merasa terpojokan Seungyoun memukul pundak Doojoon keras, “masih aja lu ye gangguin gua. Mana anak lu, Bang? Harusnya lu bawa!”
“Lu mau gua tidur di ruang tamu sama istri gua apa malam-malam bawa si kecil pergi hah? Anak-anak lain mana coba?”
“Ya mana tau, gua gemes sih liat di instagram istri lu. Nggak tau, kebiasaan banget deh kalau udah gini telat,” omel Seungyoun.
“By the way, kerja apa Woo?” Doojoon menyempatkan diri mengobrol dengan Seungwoo.
“Ya seperti yang lu lihat,” Seungwoo mengangkat kameranya dan Doojoon langsung memahaminya.
“Bang Joon, tuh mereka baru datang.” Seungyoun menunjuk mobil dan motor lain yang berdatangan di tempat parkir.
“Langsung masuk lapangan aja yuk?” ajak Doojoon.
“Yuk, Bang! Mas kamu tunggu aja di kursi itu ya, gapapa kan? Kalau bosen cari aja makan di sekitaran sini.”
“Main aja sana, jangan mikirin Mas ya, have fun!” Seungwoo menepuk kepala Seungyoun beberapa kali, Seungyoun tersenyum manis dan menyusul Doojoon masuk ke lapangan futsal.
Pertandingan futsal pun dimulai, Seungwoo berdiri di luar lapangan futsal dimana terhalang oleh dinding dari jarring-jaring khusus, kamera tak hentinya membidik setiap gerakan Seungyoun, dirinya sudah seperti paparazzi yang menangkap kegiatan selebriti. Sudut bibir Seungwoo naik saat mendengar teriakan Seungyoun yang berhasil memasukan bola ke dalam gawang.
Tak diragukan lagi, Seungyoun memang jago bermain bola. Sedari tadi kekasihnya itu yang paling lincah dan aktif memimpin permainan, suara tawa dan teriakan pun tak henti-hentinya terdengar, jujur Seungwoo bahagia melihat kekasihnya tampak bebas dan bahagia di sana, Seungyoun benar-benar menjadi dirinya sendiri di setiap hal yang ia lakukan tanpa ada keraguan.
Saat tengah asik menikmati pertandingan sang kekasih tiba-tiba ponsel Seungwoo berbunyi tanda panggilan masuk, Seungwoo pun memeriksa siapa yang menelpon, ternyata seseorang yang sangat ia hindari ㅡNaluㅡ, “ngapain sih?” gumam Seungwoo kesal.
Seungwoo memilih mengabaikan panggilan tersebut dan duduk di tepi lapangan futsal, lanjut menikmati pertandingan Seungyoun.
Beberapa menit kemudian panggilan masuk kembali dari orang yang sama, namun Seungwoo tetap teguh pada pendiriannya untuk mengabaikan panggilan tersebut. Wajah Seungwoo tampak merengut dan hal itu tak sengaja dilihat oleh Seungyoun, “kenapa gitu mukanya?” batin Seungyoun.
Ia pun berlari ke tepi lapangan menyusul Seungwoo, Seungyoun menggenggam jaring futsal dan menempelkan badannya pada jaring tersebut, “Mas, kenapa? Lapar ya?” tanya Seungyoun.
“Eh? Kok kamu malah kesini, main sana malah kabur-kaburan.” Seungwoo terlihat bingung.
“Pada break tuh, kasihan udah pada berumur hehehe.”
“Jangan ngejek gitu, entar kamu rasain sendiri pas udah berumur loh!”
“Ya maaf! Kamu kenapa aku liatin ngerengut, lapar ya? Sabar ya sejam lagi selesai kok, habis itu kita makan, ya? Aku juga lapar nih, padahal tadi udah makan.”
“Gimana enggak lapar, kamu aja lari sama mainnya yang paling lincah.”
“Main bola kalau enggak lincah tuh enggak seru tau! Udah ya aku balik main lagi, semangatin aku dong!”
“SEMANGAT SEUNGYOUN!” Teriak Seungwoo memenuhi seluruh lapangan futsal dan menjadi pusat perhatian.
“WOHOOO!!!” Sorak teman-teman Seungyoun sengaja meramaikan, membuat Seungwoo terkekeh geli.
“Heh enggak gitu juga!” wajah Seungyoun sudah memerah hingga ke telinga.
“Loh? Katanya minta semangatin?” Seungwoo menyeringai.
“Ini mah kamu sengaja mau kerjain aku biar aku diejekin sama teman aku!”
“Ya gapapa lah, sesekali jahilin kamu?”
“Sering kali ya! Mohon diperbaiki bahasanya!”
“Main sana hush hush!”
“Kalau aku menang makan burger king ya!”
“Iya bawel!”
“Engga bawel!” Seungyoun kembali ke tengah lapangan dan melanjutkan pertandingannya.
Melihat tingkah lucu Seungyoun selalu berhasil membuat Seungwoo tertawa kecil, ia mengeluarkan ponselnya untuk membunuh rasa bosan, namun hal pertama yang ia lihat adalah pesan masuk dari Naul, mau tak mau Seungwoo membukanya.
Besok ketemu di càfe biasa jam 12 siang, gua mau ngomong sesuatu. Bawa pacar lu juga, jangan ngehindar, ini penting.
Alis Seungwoo naik, ia memiringkan kepalanya dan dahinya langsung mengkerut tanda kebingungan.
“Apanya yang penting? Aneh.” Tak ingin membalas, Seungwoo memilih melihat-lihat sosial media.
Tak terasa satu jam terlewati, Seungwoo begitu menikmati pertandingan kekasihnya.
“Mas aku menang! Burger king ya!” Teriak Seugyoun masih di tengah lapangan sambil mengangkat kedua jempolnya, sambil melompat kecil seperti bocah.
“Pacar siapa sih lucu banget,” gumam Seungwoo sambil tersenyum, ia beranjak dari kursinya mengambil tas milik Seungyoun dan menunggu di pintu masuk lapangan.
“Pulang duluan?” Tanya Seungwoo saat Doojoon pertama keluar.
“Iya nih istri udah nyariin, biasa namanya juga udah jadi bapak haha. Duluan ya Woo!” Doojoon menepuk pundak Seungwoo.
“Iya, hati-hati di jalan!” Ujar Seungwoo dan Doojoon merespon dengan mengangkat jempolnya.
“Mas tolong masukin ke dalam tas.” Tiba-tiba saja Seungyoun sudah datang dan memberikan sepatu futsalnya kepada Seungwoo.
Seungwoo menunduk melihat kaki telanjang Seungyoun, “kenapa sih engga tunggu duduk atau di dalam mobil dulu gantinya? Kakimu nanti kotor!” Seungwoo memasukan sepatu Seungyoun ke dalam tas miliknya dan mengeluarkan slipper hitam kesayangan Seungyoun.
“Bersih kok, mulai deh ngomel-ngomelnya!” Seungyou memakai slipper-nya, tangannya tak dapat diam dan mencubit pinggang Seungwoo.
“Mulai ya cubit-cubit!”
“Aku gemes! Ayo kita makan, aku udah lapar banget!” Seungyoun memeluk lengan Seungwoo, menyeret kekasihnya ke parkiran.
Tak ingin menunggu lama, sebelum Seungyoun mengomel lebih jauh karena lapar Seungwoo langsung saja melaju membawa mobil kekasihnya menuju burger king terdekat.
“Capek?” Seungwoo mengelus kepala Seungyoun, dapat ia rasakan rambut kekasihnya basah oleh keringat.
“Lumayan, habis ini mau langsung tempel koyok juga kayak kamu Mas, belum apa-apa udah pegel aku.”
“Makanya main jangan terlalu semangat, kalau ada apa-apa kasi tau.”
“Hmm hmm...,” Seungyoun memejamkan matanya sepanjang perjalanan.
Nyaris saja lelaki manis, kesayangan Seungwoo ini terlelap jika tidak Seungwoo membangunkannya dan memberitahu jika sudah sampai di tempat tujuan.
“Kamu duduk aja biar aku pesanin, yang biasa kan?” Tanya Seungwoo dan Seungyoun mengangguk.
Keduanya berpisah, Seungwoo mengantri untuk pesan sedangkan Seungyoun mencari tempat duduk. Wajahnya terlihat lelah, dengan mata sayu mengantuk Seungyoun duduk di kursi kosong dekat jendela. Kepalanya ia rebahkan ke atas meja dan lanjut memejamkan matanya lagi.
Melihat kekasihnya yang tertidur di meja Seungwoo hanya dapat menggelengkan kepalanya sambil membawa pesanan mereka, “Seungyoun, Sayang, bangun nih burgernya.”
“Hm?” Seungyoun mendongak, “Mas aku kayaknya nggak bisa angkat tangan aku deh, suapin dong,” Seungyoun menegapkan posisinya.
“Bayi banget, cepet nih dimakan,” Seungwoo membuka bungkusan burger dan mendekatkannya pada mulut Seungyoun.
“Hehehe makasih sayangnya aku!” Seungyoun memakan burger yang disuapkan kekasihnya.
“Enak?” Tanya Seungwoo dan dibalas anggukan.
“Minum dulu, kamu belum ada minum kan,” Seungwoo memberikan air mineral.
“Oh iya tadi kamu foto-foto, hasilnya mana aku mau lihat,” Seungyoun buka suara sambil meminum airnya.
“Kameranya di mobil, buka twitter aja ada aku upload kok. Nih aaa-” Seungwoo kembali menyuapi Seungyoun.
“Oh iya?” Langsung saja Seungyoun mengeluarkan ponselnya dan melihat profil Seungwoo, “ih yang sama miong lucu! Aku mau, nanti minta HD-nya ya, Mas?”
“Iya Sayangku, masih mau disuapin lagi nggak? Aku liat-liat udah bisa angkat tangan buat main handphone tuh?”
“Aduh-aduh capek banget, ahh- kayaknya lemes deh!” Seungyoun berpura-pura drama kesakitan, meletakan ponselnya di atas meja.
“Dasar manja! Tapi nggak mau dibilang bayi, siapa tuh?”
“Cho Seungyoun namanya, pacarnya Han Seungwoo!”
Keduanya tertawa geli, sesekali Seungwoo memakan burger miliknya dan menyuapi Seungyoun lagi. Tangan Seungyoun tiba-tiba terulur membersikan serpihan roti di sudut bibir Seungwoo, dielusnya pipi sang kekasih dengan jempolnya, Seungyoun pun tersenyum dan membuat Seungwoo ikut tersenyum.
“Ada apa, Sayang?” Seungwoo mengecup sekilas telapak tangan Seungyoun.
“Makasih banyak untuk waktunya hari ini, walau bukan jalan-jalan atau hal yang kita rencanain sebelumnya, tapi aku senang bisa habisin waktu sama kamu berdua gini, apalagi aku bisa nunjukin hobi aku, sisi aku yang lain ke kamu.”
“Kalau boleh jujur aku kagum sama cara kamu main bola, aku aja kalah jago. Aku mungkin bakal kalah kalau tanding sama kamu, aku juga senang bisa lihat sisi kamu yang ini, sering-sering ya, aku suka kamu yang apa adanya, Sayang ....”
Tangan keduanya saling mengganggam satu sama lain.
“I love you,” “aku sayang kamu.”
Keduanya mengucapkan kata tersebut bersamaan, “eh?” “Heh?” Baik Seungwoo, maupun Seungyoun langsung terkejut dan tertawa lagi.
“Kita tuh kenapa sih, Mas?” Seungyoun tertawa lepas hingga tersedak salivanya sendiri.
“Nah kan, pelan-pelan Sayang,” Seungwoo mengelus tangan Seungyoun, memberikan si manis minum agar batuknya reda.
“Hehehe habis lucu deh, heran aku bisa barengan gitu.”
“Ya mungkin udah jodoh.”
“Amin ....” Seungyoun tersenyum lebar, membuat jantung Seungwoo berdetak kencang.
Tiba-tiba Seungwoo mengingat pesan masuk dari mantan kekasihnya, “oh iya Youn, besok kamu ada waktu kosong?” Tanya Seungwoo.
“Kosong, ada apa?”
“Aku mau ajakin kamu ketemu sama mantan aku, tadi dia telepon tapi aku abaikan, terus dia chat bilang ngajakin ketemu, bawa kamu juga, ada hal penting yang mau dia omongin.”
“Hm? Tiba-tiba? Dia nggak lagi kambuh kan, Mas? Atau mungkin mau labrak aku?” Seungyoun terlihat skeptis.
Seungwoo terkekeh, “enggak mungkin lah, mana dia berani labrak kamu di depan aku. Lagipula ya Sayang, badan dia bahkan enggak lebih tinggi dari kamu, dia mungkin cuma sebatas leher kamu aja.”
“Loh mana kita tau, Mas! Habis aneh aja tiba-tiba, bahkan suruh ajakin aku loh? Pasti ada maksudnya!”
“Ya kalau dia macam-macam artinya dia berurusan sama aku seumur hidup, enggak akan aku maafin apalagi sampai dia nyentuh kamu seujung kuku.”
“Wow- Mas kamu seram, enggak gitu juga, Mas.”
“Itu ganjaran buat orang yang ganggu atau nyakitin kesayangan aku, jadi kamu tenang aja. Apapun yang dia omongin atau lakukan cukup kamu dengar dan lihat aja, tapi jangan dimasukan ke dalam hati, ya?”
“Aku enggak bakal terpengaruh sama dia, Mas. Aku juga belum pernah ketemu dia secara personal, jadi aku mau lihat gimana sih yang kemarin itu sok-sokan ngelabrak aku, sehebat, sejago apa sih? Kalau Mas bilang dia aja bahkan enggak lebih tinggi dari aku.”
“Kalau kamu ketemu pasti kamu bakal paham dan ngerti, apalagi kalau dengar dan lihat cara dia ngomong. Masih enggak habis pikir, kok bisa-bisanya dia jadi mantan aku.”
“Makanya kalau khilaf bucin tolol jangan kelamaan, coba khilaf itu khilaf cari duit lama-lama terus sampai akhirnya kaya, Mas!” Seungyoun menarik gemas pipi Seungwoo.
Seungwoo menarik tangan Seungyoun dan menggigit kelingking kekasihnya gemas, “ngomongnya tuh ya pintar banget, siapa yang ajarin, hm?” Seungwoo menaikan dagunya.
“Belajar sendiri, aku anak mandiri!”
“Bagus, memang tepat aku pilih kamu jadi calon aku.” Seungwoo melipat keempat jari Seungyoun, hingga tersisa jempolnya saja dan diangkat tinggi-tinggi oleh dirinya.
“Mas aku bukan anak kecil diginiin ih!” Seungyoun memukul lengan Seungwoo kesal, empunya hanya tertawa.
“Jadi, besok siap ketemu Naul?” Tanya Seungwoo.
“Siapa, kenapa enggak? Di mana? Jam berapa?”
“Janjinya sih di càfe langganan aku dulu, jam dua belas siang. Kita datang agak telat aja aku malas ketemu dia cepat-cepat.”
“Enggak boleh gitu! Kalau perlu kita datang lebih awal aja, biar dia ngerasa tersanjung padahal aslinya kita datang awal biar bisa habisin waktu berdua aja,” Seungyoun menaik turunkan alisnya.
“Wah- benar juga, pintar banget sih kamu. Pacar siapa? Sekali lagi aku tanya pacar siapa sih?” Seungwoo menggelitik dagu Seungyoun.
“Hehehehe pacar kamu!” Seungyoun meminum sodanya yang masih tersisa.
Keduanya lanjut mengobrol hal lainnya, menghabiskan waktu berdua yang sangat jarang mereka dapatkan. Bahkan Seungyoun saja sudah melupakan rasa lelah dan kantuknya.