taeyangbii


Menjalani hubungan jarak jauh tentu bukanlah hal yang mudah, hal itu yang dirasakan oleh Hongseok dan Hyunggu. Kedua pasangan ini terpaksa melakukan hubungan jarak jauh, karena Hongseok harus melanjutkan pendidikan Pasca Sarjananya di Negeri Singa.

Sudah hampir dua tahun mereka melewati hubungan jarak jauh. Beruntung di era modern sekarang begitu mudah, apabila ingin bertemu atau melihat wajah seseorang yang dirindukan bisa melalui fitur video call. Walaupun tidak puas hanya melihat secara visual saja, namun hal itu cukup mengobati rasa rindu.

Pukul 11 malam waktu setempat. Hongseok baru saja menyelesaikan tugasnya, ia pun memeriksa ponsel dan melihat begitu banyak pesan dari sang kekasih.

Kak, di mana?

Nugas, ya?

1 Video Call Missed

Oh sibuk hehe

Aku kangen :( kabari kalau udah selesai ya!

Hongseok tersenyum tipis melihat deretan pesan di ponselnya, kekasihnya ini selalu berhasil membuatnya gemas dan rindu setiap saat. Ingin rasanya Hongseok pulang ke Korea dan memeluk erat Hyunggu, dapat ia bayangkan wajah imut Hyunggu saat cemberut jika meminta sesuatu dari dirinya.

Seharusnya Hyunggu bisa saja ikut bersama Hongseok, namun Hongseok menyuruh Hyunggu untuk tetap tinggal dan fokus kepada pekerjaannya sebagai guru TK. Hongseok tak ingin kekasihnya harus melepaskan pekerjaan yang sudah lama ia impikan, hanya demi dirinya sendiri. Toh, menurut Hongseok menjalani pendidikan Pasca Sarjana tidak begitu lama.

“Sudah tidur belum, ya?” Hongseok bergumam kala melihat jam di Korea menunjukan tengah malam. “Coba telepon saja dulu,” untuk menghilangkan rasa penasarannya, Hongseok melakukan panggilan video kepada Hyunggu.

Tak perlu menunggu lama, Hyunggu langsung mengangkat panggilan tersebut, “Kakak!” Sahutan girang dan wajah sumringah Hyunggu di seberang sana menyambut Hongseok. “Baru selesai nugas, ya?” Tanya Hyunggu.

“Iya, kamu kok belum tidur?” Hongseok merebahkan dirinya di kasur, mencari posisi yang nyaman untuk melakukan video call.

Nungguin kakak hehehe. Capek, ya?

“Lumayan, tapi langsung hilang setelah lihat wajah kamu,” Hongseok menyeringai, membuat Hyunggu terbahak.

Mulai deh, ya! Makin hari makin jago aja godainnya, sudah dapat berapa mangsa di sana, hm?

“Enggak ada, Sayang. Mana ada yang berani dekatin aku, kalau aku bilang pacarku di Korea galaknya melebihi singa.”

Eh! Jangan nyebar rumor nggak benar tentang aku dong!” Hyunggu merengut, merasa kesal dengan ucapan kekasihnya.

Tawa Hongseok terdengar di seluruh kamar, melihat kekasihnya tampak senang membuat Hyunggu tersenyum lembut.

“Itu kamu di mana, bukan kamarmu, 'kan?” Hongseok menaikan sebelah alisnya, setelah menyadari tempat kekasihnya berada terlihat asing.

Iya bukan, aku tadi tiba-tiba diculik sama Wooseok buat cari makan. Soalnya Yuto lagi keluar kota.

“Kok nggak izin aku dulu?”

Kan dadakan? Salahin saja Wooseok dia yang culik aku!

“Mana anaknya?” Hongseok tampak jengkel.

Lagi makan di luar, aku bajak kamarnya dulu hehehe!

“Kamu jangan macam-macam enggak ada aku ya, Sayang!”

Enggak kok! Mana berani aku gangguin pacar orang ih! Aku juga sudah punya pacar, tapi pacarku jauh, huh!” Hyunggu cemberut membuat Hongseok terkekeh gemas.

“Ututu sayangnya aku ... sabar ya, sebentar lagi ....”

Iya ... iya .... Tadi makan apa kamu, Kak? Masih program dietnya?” Tanya Hyunggu.

“Hari ini cheating day, aku tadi makan cheese burger sama Shinwon.”

Kamu makan burger terus sama Kak Shinwon, apa enggak bosan? Cheating day makan yang lain gitu?

Shinwon merupakan orang Korea yang Hongseok temui di Singapura. Keduanya menjadi teman dekat karena mengambil jurusan yang sama yaitu bisnis, dan kebetulan tinggal bersebalahan di apartemen yang sekarang sedang ditempati.

“Makan apa lagi? Kalau hunting dessert aku pasti ingat kamu lagi, enggak mau!” Giliran Hongseok cemberut layaknya anak kecil.

Tawa Hyunggu terdengar kembali, “padahal aku di sini makan dessert biasa-biasa saja, tuh? Bahkan aku makan sama mama kamu.

“Wah curang! Anaknya jauh-jauh di sini nahan diri enggak makan yang manis, kalian di sana malah asik makan berduaan!”

Ya salahmu kenapa enggak makan, Kak?

“Aku terlalu sayang sama kamu, apapun yang berhubungan sama kamu, kesukaan kamu, buat aku makin kangen sama kamu. Gimana dong?”

Bahasamu, Kak! Bilang saja kalau kamu memang nggak mau makan manis lagi sekarang, enggak usah bawa-bawa aku sama rasa sayang!” Hyunggu tampak kesal di sebrang sana.

Giliran Hongseok yang terbahak melihat reaksi kekasihnya, “tapi benaran loh, Sayang. Memangnya kamu enggak sayang sama aku?”

Engga tuh!

“YAK!!” Teriak Hongseok kesal.

Hahaha ya iya lah aku enggak sayang, orang akunya sayang sayang banget, cinta banget sama kamu!” Hyunggu mengedipkan sebelah matanya dan mengulum senyum malu.

“Astaga sayang ... siapa yang ngajarin kamu genit begini!? Jangan pernah genit sama siapapun kecuali aku!” Nada bicara Hongseok terdengar begitu posesif.

Sama Wooseok no no?” Hyunggu membulatkan bibir kecilnya.

“No! No!” Hongseok menggelengkan kepalanya.

Tapi kamu jauh buat aku genitin, lebih dekat Wooseok. Gimana dong?

“Aku pulang ke Korea sekarang!”

Posesif sekali!

“Aku akan posesif untuk semua kepunyaan aku ya, Hyunggu!”

Astaga iya iya! Aku cuma bercanda! Lagi pula mana berani aku ganggu punya Yuto!

“Nah itu, kamu masih saja berani. Awas saja kalau aku tahu kamu genitin Wooseok ya.”

Iya enggak, enggak janji maksudnya.

“HYUNGGU!!”

Hahaha kenapa sih kamu makin hari makin lucu, Kak? Aku makin kangen! Andai aku bisa pergi ke sana nyusul kamu,” Hyunggu memajukan bibirnya, tampak sedih karena mengingat fakta mereka harus terpisah jauh.

“Tunggu sebentar lagi, beberapa bulan lagi aku pulang, Sayang ...,” Hongseok mengelus layar ponselnya dengan jempol, seakan mengelus pipi merona alami Hyunggu.

Mata Hyunggu berlinang menatap kekasihnya di layar ponsel, senyum getirnya membuat Hongseok tak tega menatap wajah itu. “Jangan sedih, jangan nangis. Kita kan masih bisa video call,” ujar Hongseok lembut.

Aku nggak nangis!

“Tuh matanya merah, mau nangis, 'kan?” Hongseok menyeringai menggoda yang lebih muda.

Hyunggu merenggut sambil menggelengkan kepalanya, “nggak, nggak! Aku nggak nangis!

“Iya deh iya, aku anggap kamu nggak mau nangis.”

Memang enggak kok!” kesal Hyunggu karena dijahili oleh kekasihnya terus.

Dibalik sifat galak-nya tersebut, Hyunggu begitu cengeng dan manja, hal itu menjadi salah satu kegiatan kesukaan Hongseok yaitu menjahili kekasihnya. Jika tengah bersama, bisa saja Hyunggu sampai menangis dijahili oleh dirinya. Namun, setelah itu Hongseok akan membujuk Hyunggu, menghibur kekasihnya, tak lupa memberikan pelukan sayang.

Obrolan terus berlanjut, hingga tanpa sadar Hongseok menguap. “Sudah ngantuk?” Tanya Hyunggu.

“Memangnya sekarang jam berapa?”

Di sini jam satu kurang lima menit, berarti di sana jam duabelas kurang lima menit. Besok kamu ada rencana, Kak?

“Hanya ke gym, setelah itu di apartemen seharian.”

Jalan-jalan dong! Besok kan weekend!

“Sudah seluruh Singapura aku kelilingi, Sayang.”

Berarti sudah hapal seluruh Singapura? Kapan-kapan kalau aku ke sana, ajak aku jalan-jalan, ya?

“Memangnya kapan kamu mau ke sini? Sudah tiga kali rencana selalu gagal terus.”

Hehehe ya kapan-kapan!

“Keburu aku sudah selesai Pasca Sarjana, Sayang.”

Kapan-kapan itu banyak loh, bisa saja tiba-tiba aku datang ke sana wush!

“Kamu pikir kamu bisa teleportasi, hm? Ada-ada saja kamu, Hyunggu....”

Hehehe ya doain makanya aku bisa nyusul ke sana!”

“Aku selalu berdoa kamu bisa nyusul aku ke sini, Hyunggu. Setiap hari, setiap saat, aku berharap kamu di sini temani aku.”

Aku juga, aku selalu berharap bisa ke sana dengan mudah, tanpa memakan waktu yang lama diperjalanan, Kak.

Keduanya saling bertatapan, tetapi tak lama Hyunggu langsung memutuskan tatapan terlebih dahulu. Ia melihat jam pada ponselnya, kemudian tersenyum tipis sebentar. Hongseok melihat gelagat aneh kekasihnya hanya dapat mengernyit bingung.

Kak, tunggu sebentar ya. Wooseok manggil aku,” belum sempat Hongseok menjawab, sambungan video call terlihat gelap, menandakan Hyunggu menutup layar ponselnya.

“Perasaan tadi nggak ada suara siapa-siapa,” gumam Hongseok.

Dirinya melihat jam menunjukan pukul 12 malam, ada beberapa pesan masuk mengucapkan selamat ulang tahun, saat itu juga Hongseok baru menyadari hari sudah berganti menjadi tanggal kelahirannya, 17 April. Hongseok menatap kosong layar ponselnya yang masih hitam, “pacarku ngapain? Dia lupa apa sengaja mau kasih kejutan?” Tanya Hongseok.

Suara berisik terdengar dari seberang, layar ponsel Hongseok kembali menampilkan wajah Hyunggu. Kali ini kekasih manisnya kembali sambil menggenggam satu buah cupcake dengan lilin kecil menyala di atasnya, “happy birthday my love!” girang Hyunggu di seberang sana.

“Sudah aku duga ada yang aneh, ternyata ini!” Hongseok terkekeh geli sambil menutup wajahnya, menahan tangis haru.

Tawa kecil Hyunggu terdengar, “sudah ketebak duluan, ya? Gagal dong kejutannya!?” Hyunggu memajukan bibirnya, pura-pura sedih.

“Kalau nggak karena kakak chat aku tadi, mungkin aku nggak bakal tahu sudah masuk tanggal ulang tahun aku, Sayang.”

Ah I see ... harusnya tadi aku bilang sama kakak kamu jangan ucapin ulang tahun dulu.”

“Supaya apa begitu?”

Supaya kejutan aku lancar!”

“Hahaha ada-ada saja, lilinnya cair tuh,” Hongseok menunjuk cupcake yang digenggam oleh Hyunggu dengan dagunya.

Makanya ayo cepat tiup lilinnya! Make a wish dulu.”

“Harapan aku masih sama seperti tahun sebelumnya, aku ingin cepat menyelesaikan semua urusan di sini dan langsung pulang supaya bisa peluk kamu.”

Keinginan diterima,” Hyunggu meniup lilinnya dan tersenyum lebar hingga matanya menyipit.

Senyuman itu pun menular ke Hongseok, melihat wajah kekasihnya yang tampak bahagia setiap tahun merayakan ulang tahun melalui video call, membuatnya merasa beruntung memilki Hyunggu di sisinya, selain keluarganya sendiri.

I really wish you were here,” lirih Hongseok.

I'll be there, just wait for it ....

Sambungan terputus secara mendadak, Hongseok melebarkan matanya terkejut panggilan keduanya berhenti di tengah jalan.

“Kenapa mati!? Wifi gangguan lagi atau gimana!?” Panik Hongseok melihat jaringannya yang terlihat normal, “damn it!” umpat Hongseok kesal, sembari melempar ponselnya ke kasur.

Sayup-sayup terdengar suara bel apartemen Hongseok berbunyi, “siapa lagi tengah malam datang ke sini!?” Masih dengan rasa kesal, Hongseok beranjak dari kasurnya untuk melihat siapa yang datang.

Dapat ia lihat Shinwon di intercom dengan cengiran khasnya, laki-laki jangkung itu melambaikan tangannya ke arah intercom.

“Ada apa?” Tanya Hongseok.

Aku mau makan ramen, seperti biasa ...,” jawab Shinwon.

Menghela napas keras-keras, Hongseok mematikan sambungan intercom dan berjalan menuju pintu depan.

“Aku kan sudah kasih passㅡ” Hongseok terdiam melihat seseorang berdiri di depan pintu apartemennya.

“Kamu kasih password apartemen kamu ke Kak Shinwon?” Tanya orang di hadapannya.

Hongseok masih tak menyangka orang di hadapannya adalah orang yang baru saja tadi ia hubungi. Dilihatnya Shinwon berdiri tak jauh dari pintu masuk sambil membawa birthday cake, “happy birthday, Hongseok Hyung!” Ucapnya senang.

“Kak?” Hyunggu mengelus lengan Hongseok.

GRAB

Pelukan begitu erat Hongseok berikan kepada Hyunggu, “you're here,” bisik Hongseok sambil mencium dalam kepala Hyunggu dan menenggelamkan wajahnya di rambut dengan wangi khas vanilla milik kekasihnya.

Sama halnya dengan sang kekasih, Hyunggu juga memeluk Hongseok tak kalah erat. Tanpa sadar air mata mengalir dipipi berisi Hyunggu, sudah lama sekali ia ingin bertemu pujaan hati kesayangannya, namun selalu saja ada yang menghalangi dan akhirnya sekarang keduanya bertemu.

Tak ingin mengganggu suasana, Shinwon perlahan masuk ke apartemen Hongseok untuk meletakan birthday cake yang ia bawa di meja makan, kemudian kembali ke unit apartemennya sendiri. Kedua pasangan itu masih tetap berpelukan di depan pintu. Tak ada obrolan, hanya berpelukan sambil menangis dalam diam menghilangkan rasa rindu.

I really miss you, I didn't expect you will be here, Babe,” bisik Hongseok dan mencium pelipis serta pipi kanan Hyunggu.

Sepasang kekasih itu pun merenggangkan pelukannya, Hyunggu mengelus pipi Hongseok yang sedikit tirus dengan mata yang masih berlinang sehabis menangis, “kamu kurus, harusnya jangan diet, Kak.” Jempol Hyunggu dikecup oleh Hongseok.

Pipi berisi Hyunggu ditangkup dengan lembut, “jauh-jauh kamu ke sini yang kamu omongin hanya diet aku?” Hyunggu terkekeh dan kembali memeluk erat leher Hongseok.

I miss you too! Finally I'm here!” kaki Hyunggu meloncat-loncat kecil, menunjukan rasa bahagianya.

“Ayo masuk dulu.” Baru saja Hyunggu ingin melepaskan pelukan, namun dengan cepat Hongseok mengangkat kedua paha Hyunggu dan mengendong kekasih mungilnya masuk ke dalam apartemen.

Tubuh kekasihnya itu Hongseok rebahkan ke sofa, wajah manis itu Hongseok hujami dengan ciuman yang tak ada habisnya, membuat Hyunggu terkekeh geli merasakan bibir tebal Hongseok menyentuh seluruh permukaan kulitnya.

“Kenapa kamu bisa di sini? Jelaskan ke aku, dari tadi kamu video call ada di mana?” Hongseok menatap Hyunggu intens meminta penjelasan.

“Gimana aku mau jelasin kalau begini posisinya?” Hyunggu memainkan rambut belakang Hongseok, sambil menyeringai.

“Ck! Lihat, siapa yang lebih nakal selama aku tinggalin?” Hongseok menarik Hyunggu agar duduk di atas pahanya. Lengan kekar Hongseok melingkar dipinggang ramping Hyunggu.

“Aku jadi anak baik, ya!” Hyunggu memukul pundak Hongseok.

“Hahaha iya iya yang anak baik. Jadi, ayo jelaskan!”

“Jadi, sebenarnya aku sudah lama kerja sama dengan kak Shinwon. Aku kasih tahu dia kalau aku mau ke sini sehari sebelum ulang tahun kamu, tapi aku minta dia rahasiakan semuanya dari kamu. Aku datang tadi siang dan langsung ke apartemen kak Shinwon, sebenarnya ide ngajakin kamu makan burger itu ide aku dan kak Shinwon nurut aja hehehe. Dia juga yang tolong aku pesanin birthday cake untuk kamu, jadi kak Shinwon sangat banyak menolong agenda ketemunya kita hari ini!”

“Kamu seharian di apartemen Shinwon dan aku nggak tahu!? Kenapa kamu bisa akrab sama Shinwon!?” Nada bicara Hongseok terdengar tak senang.

“Hahaha be calm, Babe! Dari awal kamu kenalin aku ke kak Shinwon aku mulai tukaran kontak dari instagram sama kak Shinwon buat tanya keadaan kamu yang suka tiba-tiba hilang, kamu pikir aku nggak khawatir apa!?” Hyunggu mencubit gemas pipi Hongseok, membuat empunya terkekeh, “terus aku di apartemen kak Shinwon juga nggak ada ngapa-ngapain, kamu saja pulang sama kak Shinwon sudah malam. Pulangnya kak Shinwon juga kerjakan tugas di ruang tengah, aku disuruh kak Shinwon di kamar saja, jaga-jaga kalau tiba-tiba kamu video call katanya. Benar aja, kamu video call, 'kan?”

“Itu juga alasan kenapa kamu tutup layar ponsel, karena kamu takut ketahuan lagi di apartemen Shinwon?”

“Iya! Hehehe. Cupcake itu juga ide kak Shinwon, katanya ucapin saja dulu dari video call seperti biasa, nanti tiba-tiba muncul di depan pintu. Seharusnya aku langsung datang saja ke apartemenmu, tapi kak Shinwon beri saran supaya lebih seru katanya.”

“Wahㅡ aku nggak nyangka Shinwon akan sebanyak ini bantu kamu. Sudah sejak kapan kamu rencanain ini?”

“Dua minggu lalu, aku impulsif lakuin ini semua. Kebetulan kepala sekolah kasih tahu aku, kalau aku belum ada ambil cuti dari tahun lalu, jadi aku ambil kesempatan sekarang hehehe.”

“Kamu ini ya Hyunggu, kapan sih nggak buat aku terkejut dan makin sayang?”

“Kapan-kapan, karena aku suka kejutan dan senang disayang kamu!” Hyunggu memeluk leher Hongseok, keduanya kembali berpelukan erat.

“Besok aku akan ajak kamu jalan keliling Singapura,” ujar Hongseok.

“Jangan lupa kasih hadiah untuk kak Shinwon yang sudah bantu aku, ya?”

“Siap, Sayang!” Hongseok mengecup sekilas bibir Hyunggu.

Sepasang kekasih itu saling bertatapan, keduanya tersenyum kemudian terkekeh, “aku masih nggak nyangka bisa di sini,” ujar Hyunggu.

“Apalagi aku?” Kedua alis Hongseok naik.

Bibir keduanya pun saling berpangutan, sudah lama sekali rasanya menahan ini semua dan kini saatnya mereka menghabiskan waktu berdua.

“Kamu masih lama di sini, 'kan?” Hongseok melepaskan ciumannya sejenak.

“Aku pulang minggu depan, aku mau habiskan waktu lebih lama sama kamu di sini.”

“Berarti masih ada hari esok, malam ini kita istirahat dulu. Kamu pasti lelah, 'kan?” Hongseok mengelus dagu Hyunggu dan empunya mengangguk mengiyakan dirinya lelah.

“Kak ...,” Hyunggu menangkup pipi Hongseok.

“Iya, kenapa?”

Happy birthday and I love you. Thank you for being born and giving me a chance to have you.”

Bibir ranum itu Hongseok kecup lagi, “thank you for always waiting for me and always stay by my side even though we are far apart, also thank you for being my best gift this year. I love you so much, more than myself.

Bibir keduanya kembali bertemu, menyalurkan rasa sayang dan cinta satu sama lain. Tubuh Hyunggu kembali Hongseok gendong, kali ini tubuh kesayangannya itu ia bawa ke dalam kamar.

Perlahan Hongseok merebahkan tubuh Hyunggu di atas kasur dan Hongseok merebahkan dirinya di samping sang kekasih, “Kak aku belum ganti baju tidur,” ujar Hyunggu.

“Iya tahu, barangmu di mana?”

“Masih di apartemen kak Shinwon.”

“Malam ini pakai baju tidur aku saja, kamu pasti kangen pakai baju aku, 'kan?”

“Aku setiap malam pakai baju kamu yang ada di ruma aku, Kak.”

“Oh ... pantas saja baju aku banyak yang hilang,” Hongseok tersenyum jahil.

Pukulan lumayan keras Hyunggu berikan pada dada Hongseok, “mulai deh!” Kesal Hyunggu.

“Hehehe iya maaf ... maaf ...,” Hongseok mengecup dahi Hyuggu.

“Tapi Kak, ada satu yang aku mau.”

“Apa itu?”

“Peluk, aku kangen tidur dipeluk Kakak,” Hyunggu mengerjapkan matanya imut, membuat Hongseok gemas dan memeluk erat Hyunggu.

“Kamu tidur pakai baju ini saja ya, aku sudah malas lepasin pelukannya,” ujar Hongseok.

“Jangan erat-erat Kak aku nggak bisa napas!” Hyung sedikit berontak di dalam pelukan.

“Biarin, aku kangen, aku gemas sudah lama nggak peluk kamu!”

“Aaaaㅡ” Hyunggu merengek manja dan masih memberontak. Namun, Hongseok tak mau melepaskan pelukannya, sengaja ingin membuat kekasihnya kesal.

Belum sampai satu jam pertemuan mereka, suasana apartemen Hongseok sudah ramai oleh suara rengekan Hyunggu. Penantian Hongseok selama ini tidak sia-sia, dirinya merasa beruntung mendapatkan hadiah terbaik di hari ulang tahunnya kali ini.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ

The End


Written by taeyangbii


Siapa yang tak mengenal keluarga kecil ini, bagi beberapa orang terutama kalangan anak muda penikmat youtube, pasti mengetahui pasangan Hongseok dan Hyunggu, serta anak mereka satu-satunya bernama Cherry. Hongseok adalah seorang influencer terkenal yang bekerja sebagai photografer, dan memiliki bisnis di mana-mana. Tak hanya itu, Hongseok juga telah menikah dengan salah satu makeup artis terkenal, yang sudah memiliki jam terbang tinggi hingga ke Hollywood, bernama Hyunggu atau biasa orang-orang mengenalnya dengan nama Kino.

Keduanya telah menjalani hubungan berpacaran selama 4 tahun secara diam-diam, banyak yang tidak mengetahui hubungan mereka saat masih pacaran, kebanyaan orang menganggap keduanya hanya sekedar sahabat atau rekan bisnis. Kedua pasangan ini sangat digandrung-gandrungi banyak orang, banyak yang mengatakan mereka adalah pasangan yang sangat serasi, tak heran jika keduanya berjodoh.

Sebelum menikah keduanya memiliki youtube channel pribadi, di mana jumlah pengikutnya tentu saja sudah sangat banyak. Namun, setelah menikah keduanya memutuskan untuk membuat channel baru khusus untuk kehidupan baru kedua pasangan ini, channel baru itu diberi nama Room 1727, yang berarti ruangan Hongseok dan Hyunggu. Angka 17 dan 27 tersebut, menunjukan tanggal lahir keduanya. Hongseok yang lahir tanggal 17 April dan Hyunggu yang lahir pada 27 Januari.

Kedua pasangan ini tak menyangka dengan adanya channel baru, membuat mereka semakin banyak dikenal oleh masyarakat, ditambah keduanya memutuskan untuk mengadopsi anak perempuan lucu, saat usianya baru menginjak 1 tahun kala itu. Anak yang mereka adopsi bernama Cherry, anak perempuan dengan rambut pendek dan poni tipis berwarna hitam kelam, mata yang bulat berwarna cokelat, kulit putih bagaikan susu dan rona alami di pipi bulatnya, membuat si kecil Cherry kesayangan Hongseok dan Hyunggu ini selalu menjadi pusat perhatian dan kesukaan penggemar keluarga kecil ini.

Seperti hari-hari biasanya, suasana rumah keluarga kecil Hongseok selalu ramai dan penuh tawa yang berasal dari anak semata wayang mereka, Cherry. Hongseok baru saja selesai membantu sang suami mempersipakan set kamera untuk melakukan syuting video baru di ruang khusus makeup milik Hyunggu, disela kesibukan dua orang dewasa itu, Cherry yang sekarang sudah berusia 3 tahun juga turut serta membantu dalam arti mengganggu Daddy kesayangannya.

“Cherry! Lighting-nya jangan kamu bawa kabur!” teriak Hongseok kepada anaknya.

“Mau ini!” ujar Cherry sambil memeluk lampu bulat digenggamannya.

“Iya, nanti Cherry boleh bawa tapi sekarang Daddy mau pakai dulu, ya?” bujuk Hongseok, bahkan dirinya sudah berlutut di depan Cherry.

Melihat dua orang berbeda usia itu mulai berdebat, Hyunggu mau tak mau turun tangan untuk melerai keduanya.

“Cherry sayang, ini Papi pinjam dulu, boleh? Nanti Cherry pakainya sama-sama Papi, tuh di meja sana. Kita sambil main makeup, Cherry mau?” Hyunggu membujuk dengan nada lembutnya, sambil mengelus rambut Cherry.

Mendengar bujukan sang papi, langsung saja Cherry menurut dan memberikan lampu bulat sebagai penerangan itu kepada Hyunggu, “nanti main makeup, ya?”

“Iya sayangnya Papi, nih Papi kasi ke Daddy biar dipasang sama Daddy, ya?” Hyunggu memberikan lighting-nya kepada Hongseok, dan Cherry mengangguk.

Thank you Princess,” Hongseok mengecup pipi Cherry dan segera menyelesaikan pekerjaannya.

“Mainnya kapan Papi?” tanya Cherry.

“Sebentar lagi, kita duduk dulu di kursi ya, sini ikut Papi,” Hyunggu mengandeng tangan Cherry untuk duduk di kursi yang sudah di sediakan.

Mata kecil itu berbinar kala melihat deretan makeup yang begitu banyak, dari berbagai macam jenis dan merk, tangan berisi Cherry sudah jahil menyentuh makeup tersebut. Hyunggu hanya menatap anaknya, tidak ingin melarang karena dirinya tahu jika Cherry dalam usia yang sangat penasaran akan hal-hal baru. Sedari kecil Hyunggu sering membawa Cherry bekerja, anak perempuannya ini begitu senang bertemu orang baru dan pergi ke sana ke mari mengikuti orang tuanya.

Sudah begitu banyak orang-orang terkenal yang Cherry temui, bahkan beberapa idol dari agensi besar pun pernah ia temui, namun karena usianya masih dini Cherry tidak mengerti apa-apa dan hanya mengajak bermain mereka, karena hal itu lah yang membuat Cherry jadi ikut tertarik dengan makeup, tak jarang Cherry suka diam-diam mencuri makeup papinya dan memoles wajah mungil itu dengan berbagai warna.

Apakah Hyunggu marah? Tentu saja tidak. Dirinya dengan bangga memuji Cherry dan mengajarkan si kecil dengan benar, kemudian membereskan dan membersihkan semua yang sudah ia lakukan. Sudah sifat dasarnya Hyunggu sangat menyukai anak kecil, maka hal-hal seperti ini Hyunggu hadapi dengan sabar dan telaten.

“Hari ini Papi mau pergi?” tanya Cherry.

“Enggak Sayang, hari ini Papi di rumah. Kita mau main makeup, ‘kan?”

“Oh iya ya … jadi ini bukan pergi?”

“Bukan ….”

“Video, ya?” Cherry menunjuk kamera di depan keduanya, “lampu?” Cherry juga menunjuk lighting yang tadi ia rebut dengan Daddy-nya.

“Iya video, main makeup sambil video, Cherry mau?” Hyunggu tersenyum lembut sambil memperbaiki penjepit rambut pink yang anaknya kenakan.

“Mau! Mau!” seru Cherry antusias.

Hongseok yang sedari tadi mendengar percakapan dua kesayangannya, disela mempersiapkan kamera hanya dapat tersenyum menahan gemas, “sudah siap semua, Sayang. Langsung sekarang?” tanya Hongseok.

“Oh, sudah? Sekarang aja, keburu nanti mood Cherry berubah,” jawab Hyunggu.

“Cherry sayang, jadi anak manis ya, ini Daddy nyalain kameranya, oke?” Hongseok mengangkat jempolnya pada sang anak dan Cherry mengangguk patuh. “Dalam hitungan satu … dua … action!” kamera pun menyala Hongseok memilih duduk di belakang kamera, sambil memandangi dua kesayangannya.


Melihat lampu kamera menyala, langsung saja Hyunggu tersenyum dan melakukan opening khusus, seperti yang biasanya orang-orang lakukan di video youtube, “Knock knock! Room 1727 with Kino’s makeup!” sapa Hyunggu di depan kamera dengan nada ceria, di sampingnya Cherry hanya menatap lugu sang papi kemudian tersenyum tipis pada kamera.

“Video kali ini aku persembahkan khusus untuk keluarga kecil Room 1727 yang sudah lama dan banyak sekali request ke aku dan suamiku, Hongseok, ‘Kak Kino, bikin makeup challenge bareng Cherry dong!’, ‘Kak Kino ayo makeup challenge sama Cherry’ dan masih banyak lagi dengan isi yang sama. Akhirnya! Video yang kalian tunggu-tunggu pun hadir, yeay! Tepuk tangan dulu semuanya!” Kino dan Hongseok bertepuk tangan, melihat kedua orang tuanya bertepuk tangan membuat Cherry juga turut serta ikut dengan senyuman polosnya.

“Sebelumnya maaf untuk keluarga kecil yang sudah lama sekali menunggu video ini dibuat, karena bukan tanpa alasan juga aku dan suamiku selalu menunda-nunda video ini. Selain karena kesibukan kami, aku dan suamiku juga sudah buat perjanjian, enggak akan masukin Cherry ke dalam konten yang seperti ini, kecuali konten yang biasanya kita kasi seperti jalan-jalan, rutinitas kami di rumah, di luar dan sebagainya. Karena sekarang Cherry sudah besar, sudah mulai paham juga ya, Nak?” Hyunggu mengelus pipi Cherry dengan jempolnya, “jadi aku dan suamiku memutuskan untuk membuat video ini! Cherry coba say hi dulu ke kamera,” Hyunggu menunjuk ke kamera.

Tangan kecil Cherry dengan malu-malu melambai ke kamera, “hello!” ujar Cherry dengan suara khas anak kecilnya.

“Kenalan dulu, namanya siapa?” Hyunggu mengelus kepala Cherry.

“Cherry, Cherry Yang.”

“Anaknya siapa?”

“Daddy Hongseok, Papi Ggu!”

Kedua orang dewasa di sana terkekeh mendengar jawaban anak mereka, “bagi yang belum tahu ya, Cherry sampai sekarang masih belum bisa nyebutin nama asli aku, Hyunggu. Selalu bilangnya Ggu, Ggu gitu. Aku enggak mau dia panggil aku Kino, karena menurutku Cherry harus tahu dan panggil nama asli aku, supaya si kecil ini enggak krisis.”

“Papi, makeup-nya kapan?” tanya Cherry polos.

“Oh iya Sayang, sabar ya anakku, maaf Papi lama ngomongnya, ya?” Hyunggu terkekeh geli, merasa malu ditanyai sang anak. “Karena sudah ditanya ya, jadi kita percepat sesi opening-nya, sambil kita ngobrol-ngobrol. Jadi, hari ini aku dan Cherry bakal ngelakuin challenge, Cherry Picks Out My Makeup, di mana nanti Cherry bakal pilih semua jenis makeup yang ada di atas meja ini, secara random tentunya, suka-suka hati anak manis ini aja ya. Setelah itu aku harus pakai produk yang bakal Cherry pilih. Cherry pilihin makeup buat Papi, bisa?” tanya Hyunggu kepada Cherry.

“Bisa!” jawabnya semangat.

“Pilihnya jangan aneh-aneh ya, Nak?” wajah Hyunggu penuh harap kepada sang anak, namun Cherry hanya mengangguk saja. “Baiklah, untuk mempercepat durasi sekarang kita mulai dengan primer dulu. Cherry coba kamu pilih, mau botol yang mana?” Hyunggu mendekatkan kotak yang berisi berbagai macam bentuk dan ukuran botol.

Si kecil terlihat serius memilah dan memilih primer mana yang akan ia berikan kepada papi Ggu-nya, “hmm …,” Cherry tampak diam menggenggam botol besar berwarna putih.

“Cherry mau ini?” tanya Hyunggu dan Cherry mengangguk, “Oke, mari kita lihat. Ini apa … ya ampun, aku bahkan enggak pernah pakai ini. Seingat aku ini dari dua tahun lalu dan baru aku pakai sekali? I’m not sure about this one tapi sepertinya sudah expired?” Hyunggu menatap suaminya yang sudah menahan tawanya.

“Selanjutnya foundation, Cherry mau yang mana?” Hyunggu melebarkan kedua matanya sembari menahan tawa saat Cherry mengambil salah satu botol dari dalam kotak yang berisi berbagai macam foundation berwarna cokelat hingga cream, menyesuaikan warna tone kulit. Hongseok yang sedari tadi memperhatikan sudah tertawa tanpa suara, “enggak salah aku ini tonenya agak gelap, makanya aku enggak pernah pakai but it’s okay karena kesayanganku yang pilih. Next!”

The next one is concealer, Cherry sayangku, mau yang mana?”

This?” tanya Cherry.

“Sayang, itu glitter bukan concealer,” Hyunggu memberitahu dengan sabar, “sayang bayangin wajahku penuh glitter!” bisik Hyunggu kepada suaminya, Hongseok menggelengkan kepalanya tak sanggup membayangkan wajah suaminya penuh kerlap kerlip makeup, sedangkan Cherry tetap fokus memilih apa yang dirinya inginkan.

“Ini, ya?” akhirnya Cherry memilih barang yang tepat dan Hyunggu menerimanya dengan sabar.

Countouring! Cherry, pick one,” Hyunggu harap-harap cemas saat melihat Cherry memilihnya, dan benar kecemasannya terjawab, “aku sudah berusaha menyembunyikan ini dan lihatlah anakmu Yang Hongseok! Jadi, my baby Cherry memilih countour yang sedikit gelap atau bisa aja bakal gelap banget di wajah aku.”

“Cherry tahu mana yang kamu hindari, Sayang,” ujar Hongseok dengan wajah menyeringai jahilnya.

“Makasih banyak loh ya, Sayang,” Hyunggu memutar bola matanya malas.

Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya memilah dan memilih makeup pun selesai. Hyunggu sudah bersiap-siap untuk melakukan kegiatan makeup-nya namun tiba-tiba permintaan Cherry membuatnya terkejut.

“Papi, Cherry aja yang makeup,” ujar si kecil.

“Hm? Cherry mau makeup-in Papi?”

Anggukan Cherry membuat Hyunggu panik, “no baby, not today, okay? Maybe next time, on our new video, hm?”

Mendengar penolakan papi-nya, saat itu pula Cherry merengut kesal, “Cherry mau makeup Papi!” bocah cilik itu melipat tangannya di depan dada, tanda merajuk.

Bukannya merasa bersalah, baik Hyunggu maupun Hongseok keduanya terkekeh melihat tingkah anak mereka, “iya, nanti ya tapi? Jangan sekarang, Papi dulu yang makeup habis itu baru Cherry. Tunggu Papi selesai dulu, gimana?”

Cherry beranjak dari kursinya dan pergi dari ruang makeup Hyunggu, “Cherry! Sayang! Hei, mau ke mana!?” Hyunggu shock melihat anaknya yang merajuk. “Baiklah keluarga kecil, ada sedikit kendala di mana Princess kita tiba-tiba marah karena dia mau makeup-in aku, tapi aku menolak karena you know,” Hyunggu menaikan alisnya.

“Aku cek dulu ya,” Hongseok pergi untuk memeriksa keberadaan Cherry, meninggalkan Hyunggu yang tetap melanjutkan videonya sendirian.

“Cherry! Baby! Di mana kamu, Sayang?” Hongseok menelusuri ruang tengah hingga ke kamar anaknya sambil membawa kamera kecil lain sebagai cadangan. Ternyata ada Cherry duduk di atas karpet tempatnya biasa bermain sendirian ataupun bersama Hyunggu dan Hongseok, “kenapa, hm? Cherry marah sama Papi?” tanya Hongseok lembut.

“Mau makeup!” jawab Cherry dengan nada kesal.

“Iya nanti makeup tapi tunggu papi selesai dulu ya? Nanti Papi makeup-in Cherry juga, gimana?”

“Tapi Cherry mau makeup papi, Daddy!”

“Daddy tau, tapi tunggu papi selsai ya? Kamu mau tunggu di sini atau ikut Daddy ke ruang papi lagi?”

Mendapat pilihan dari daddy-nya, Cherry terdiam tampak berpikir sejenak, “daddy di sini!”

“Enggak, Daddy mau ke sana, Daddy harus ngerekam papi. Jadi, gimana?”

“Ikut!”

“Ya sudah ayo,” Hongseok mengandeng tangan Cherry dan kembali masuk ke ruangan Hyunggu.

Ternyata pilihan Cherry not really bad lah ya– hei balik lagi Cherry manis Papi! Mau lanjut makeup?” Hyunggu tersenyum kepada anaknya.

Give me my brush!” pinta Cherry kepada Hyunggu.

She want her brush, okay I get it,” Hyunggu mengambil brush dengan warna pelangi seperti unicorn kepada Cherry, “ini sayang, duduk sini samping Papi,” Hyunggu membantu Cherry untuk duduk kembali di samping dirinya. Membiarkan anaknya sibuk dengan dunianya, bermain-main dengan alat makeup milik Hyunggu, “jadi yang tadi aku kasi ke Cherry itu, udah khusus dia claim kalau semua alat makeup aku yang edisi unicorn milik dia. Anaknya sedikit obses sama kuda pelangi, sampai highlighter aku aja dia pilihin yang pelangi,” Hyunggu menunjukan produk berwarna pelangi ke hadapan kamera.

“Papi look at me!” Cherry menarik lengan Hyunggu agar menatap dirinya, wajah Cherry sudah penuh warna merah merah dan mengkilap di berbagai sisi.

“Woah- Cherry pintar, Cherry cantik!” puji Hyunggu pada si kecil.

Namun, bukannya senang, reaksi yang Cherry berikan di luar dugaan Hyunggu. Si kecil merengut kesal dan pergi lagi dari kursinya, membuat Hyunggu terdiam sembari menggenggam brush yang tengah ia kenakan. Baik Hyunggu, maupun Hongseok keduanya saling bertatapan, kemudian tertawa geli.

“Anakmu, Kak!”

“Anakmu juga, Hyunggu ....”

“Jadi, si kecil Cherry lagi cranky. Anaknya memang sedikit mood-moodan, kalau kata suamiku Cherry benar-benar turunan aku, sifatnya nular dari aku hehehe. Itu juga alasan kenapa kita enggak mau sering-sering masukin Cherry ke dalam video kita, karena kita enggak mau maksa dia harus begini, harus begitu, just let her being a kid,” Hyunggu menjelaskan sambil memoles wajahnya dengan blush on berwarna peach.

“Aneh nggak sih makeup-nya?” Tanya Hyunggu kepada Hongseok.

“Enggak, cocok kok warnanya. Cuma sedikit lebih warm dari makeup kamu biasanya,” jawab Hongseok.

“Aman ya?” Hyunggu memastikan kembali.

“Aman, Sayang.”

Alright! Terakhir, kita pakai highlight unicorn kesayangan Cherry kita ini, look at this! Oh my God, I hate that blue color on my face, but I have to put it,” Hyunggu menunjukan produk highlight dengan tujuh warna pastel pelangi ke hadapan kamera.

Fighting baby!” Hongseok memberikan semangat kepada Hyunggu.

Baru saja Hyunggu ingin menggunakan highlight-nya menggunakan brush, tiba-tiba Cherry datang kembali sambil membawa boneka unicorn kecilnya.

“Pi! Mimik!” Pinta Cherry.

“Ohㅡ Cherry haus?”

“Eung!”

Papi muda ini pun terkekeh ke hadapan kamera, “namanya juga punya anak kecil ya, inilah realita keluarga kecil Hongseok. Tunggu sebentar aku buatin Cherry susu dulu, be right back!”


Beberapa menit kemudian Hyunggu sudah kembali, bersama Cherry yang duduk di samping dirinya sambil meminum susu yang tadi ia pinta.

“Enak? Pelan-pelan minumnya,” Hyunggu mengelus kepala Cherry, kemudian melanjutkan makeup-nya.

“Akhirnya aku kembali lagi, tadi sampai di mana kita?” Hyunggu menatap Hongseok, mengerjapkan matanya memberi kode.

Highlighter, Sayang ....”

“Ah! Hehehe maaf ya, maklum ya agak mulai pelupa sakin padatnya kapasitas pikiran. Okay, jadi aku ambil sedikit aja biar enggak terlalu on point, karena ntar ini warna birunya bakal keluar banget,” Hyunggu memoleskan highlighter tersebut pada tulang pipinya, “nah kan! Lihat deh, birunya keluar banget, 'kan?” Hyunggu menunjukan wajah cemberutnya pada Hongseok.

“Tambah dikit warna pink-nya,” saran Hongseok.

“Bentar, jangan sedih semuanya, Kino jangan sedih, kamu bisa mengatasi ini,” Hyunggu bergumam sendiri mengikut saran suaminya, kemudian menambahkan beberapa produk lainnya untuk menutupi warna yang tidak begitu ia inginkan tersebut.

“Nah kan bisa ketutupan, Kino gitu masa enggak bisa,” puji Hongseok sesaat setelah makeup Hyunggu terselamatkan.

“Hehehe ya maaf Pak, panik saya tuh, lain kali ini semua makeup aku sembunyiin aja ya, biar si kecil pintar ini enggak aneh-aneh!” Hyunggu menatap anaknya yang sudah menghabiskan susunya setengah botol.

Mata kecil Cherry mengerjap polos menatap Hyunggu, tangan kecil itu tak dapat diam ingin juga menggapai apa yang Hyunggu pegang, “eum! Hm!” Gumam Cherry.

“Mau apa, Sayang? Ini?” Hyunggu nenunjukan brush yang baru saja ia gunakan, dan Cherry mengangguk. Diberikannya brush tersebut kepada anaknya.

Okay! Finally! The last but not least, kita masuk ke sentuhan terakhir, yaitu lipstick. Cherry pilihin dua jenis, satunya liptint dan lipcream, beruntung banget yang dipilih sama anakku ini warnanya satu tone, yaitu peach sedikit nude.”

Hyunggu serius menatap cermin, bibir tipisnya ia poles dengan liptint dan lipcream yang Cherry pilih, kemudian memperbaiki beberapa makeup yang dirasa kurang rapi.

Sakin asik menatap cermin, Hyunggu tak menyadari jika Cherry sudah selesai meminum susunya dan hendak meletakan botol kosong miliknya ke atas meja. Namun naas, lengan kecil itu menyenggol kotak yang berisi berbagai jenis foundation milik Hyunggu, Hongseok yang baru menyadari itu terkejut dan spontan berteriak.

“SAYANG BARANGMU!” Teriakan Hongseok nyatanya tak dapat menyelamatkan foundation Hyunggu yang sudah jatuh, bersamaan dengan kotak yang menjadi wadah penyimpanannya.

Suara nyaring dari benturan kotak dan lantai porselen serta benda pecah mengejutkan Hyunggu, ditambah teriakan Hongseok, membuatnya terperanjat dan langsung menoleh ke arah Cherry.

“HUWAAAA!!” Cherry menangis kencang membuat suasana menjadi kacau.

“Astaga Nak!” Hyunggu segera menggendong dan memeluk erat Cherry, memeriksa tubuh dan kaki anaknya takut terluka, “engga luka kan, Sayang? Udah-udah gapapa ... Papi di sini ... Cherry kaget ya? Iya? Cup cup cup, Sayang ...,” Hyunggu mengeratkan pelukannya.

Hongseok menyingkirkan kursi dan melihat beberapa pecahan kaca yang menyebar di lantai, “hati-hati Sayang, kamu pakai sendal, kan?” Wajah Hongseok tampak khawatir.

“Pakai kok, itu kotaknya pecah?”

“Sedikit pecah nih, beberapa makeup kamu ada yang pecah. Gapapa?”

“Gapapa, yang penting Cherry nggak luka, makeup bisa dibeli lagi.”

“Tapi Sayang, ada foundation chanel yang baru kamu beli kemarin ...,” Hongseok menunjukan botol kecil yang pecah dan isinya sudah keluar setengah.

“HAH!? Oh my Lord,” Hyunggu menggigit bibir bawahnya.

“Bahkan segel botolnya masih ada,” Hongseok menunjukan botol tersebut ke hadapan kamera.

“Aku enggak masalahin harga, tapi itu baru datang kemarin karena stock di sini habis, jadi aku mesti order dari luar,” Hyunggu menatap kamera sedih, kemudian dialihkan tatapannya kepada sang anak yang masih sesegukan di dalam pelukannya, “ya sudah gapapa, nanti pesan lagi. Gapapa ya Sayang, lain kali hati-hati ya, Papi enggak marah,” Hyunggu mengecup kepala Cherry berkali-kali.

Closing aja ya,” saran Hongseok.

“Baiklah, karena suasana chaos banget di luar dugaan. Jadi, ini adalah hasil akhir makeup aku yang Cherry pilihin. Bagus, kan? Aku Kino, suamiku Hongseok dan si kecil kami Cherry, thank you for watching Room 1727! Jangan lupa like, komen dan sharing, kita mau beresin ini dulu, bye!” Hyunggu dan Hongseok melambaikan tangan ke kamera, masih dengan Cherry di dalam gendongan Hyunggu.


Setelah kamera dimatikan, Hyunggu pun membawa Cherry ke kamarnya, meninggalkan suaminya yang sedang membereskan kekacauan di ruang makeup, dan membaringkan anaknya ke atas kasur. Wajah putih itu tampak memerah karena terlalu banyak menangis, Hyunggu tak tega melihatnya, dielusnya kepala Cherry dengan lembut, dikecupnya pipi gembil buah hati.

Maafin Papi ya, Nak ...,” Hyunggu menggenggam lembut tangan kecil Cherry, sambil menatap wajah teduh malaikat kecilnya yang sedang tertidur itu.

Tak ingin meninggalkan suaminya lebih lama, Hyunggu kembali ke ruang makeup-nya. Dapat ia lihat Hongseok sedang memungut serpihan kaca, sambil memeriksa produk makeup miliknya yang masih terselamatkan. Ia pun berjongkok di samping Hongseok, kemudian tiba-tiba mengecup pipi suaminya membuat Hongseok segera menoleh.

“Kenapa?” Tanya Hongseok.

“Makasih banyak udah sabar dan bantuin aku, makasih juga selalu dukung aku, apapun pilihan aku.”

Badan mungil Hyunggu ditarik ke dalam pelukan Hongseok, dipeluk erat suaminya itu dengan rasa sayang, “selagi pilihanmu baik, kenapa enggak? Sebagai suami aku harus dukung, kan?” Hongseok menangkup pipi Hyunggu, menatap mata indah kekasihnya yang selalu menjadi favoritnya.

“Makasih juga selalu jadi pelindung aku sama Cherry, ya!”

Because I'm your Guardian Angel.

Keduanya terkekeh geli, Hyunggu menatap koleksi foundation-nya kemudian menghela napas berat, “baru sadar setelah diliatin sedih juga ya, hampir semua pecah, bahkan yang limited ini retak,” Hyunggu mengambil botol kecil yang sudah Hongseok amankan.

“Jangan sedih, jangan marah juga sama Cherry ... semuanya sudah terjadi, jadikan pelajaran aja, ya?” Hongseok mengelus kepala Hyunggu.

“Iya, aku juga yang salah enggak letakinnya di tengah jadi kesenggol Cherry.”

“Jangan salahin diri kamu, enggak ada yang salah di sini, oke? Kamu waktu itu bilang mau sortir beberapa barang yang enggak kepakai, 'kan? Mungkin jadinya begini, ambil sisi positifnya aja.”

“Tapi yang masih bisa kepakai gimana?” Mata Hyunggu berlinang menatap Hongseok.

“Ulu ... ulu ... Sayangku jangan nangis, nanti kita beli yang baru, ya? Aku temanin kamu hunting, aku bantuin cari di web manapun, jangan sedih lagi, ya?” Hongseok kembali memeluk erat Hyunggu.

“Huhuhu ... makasih Suamiku, aku enggak tau bakal jadi apa kalau suami aku bukan kamu. Bisa aja sekarang aku marah-marah karena kesal enggak ada yang nenangin.”

“Namanya takdir, semua dipertemukan pasti ada alasannya, Sayang.”

Hyunggu menggenggam pundak Hongseok, ditatapnya sang suami sambil tersenyum, “aku cantik, nggak?” Tanyanya tiba-tiba.

“Cantik, dong!”

With makeup or without makeup?”

Both.”

“Cium aku?”

Bibir tipis Hyunggu dikecup oleh Hongseok, tak hanya sekali, namun berkali-kali sambil mengeluarkan suara. Setelah selesai, Hyunggu tertawa melihat bibir suaminya berwarna peach, “bibirmu merah,” ujar Hyunggu masih terkekeh.

“Wahㅡ lain kali kamu harus beli waterproof dong biar nggak luntur di bibir gini!” Protes Hongseok.

“Aku ada, baru beli minggu lalu. Mau coba?” Hyunggu menaik turunkan alisnya, sengaja menggoda Hongseok.

Sudut bibir Hongseok naik, membentuk sebuah seringai, “habis beresin ini dulu baru kita coba,” Hongseok menyempatkan diri menarik hidung Hyunggu dan lanjut membereskan kekacauan tadi bersama.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ

The End


Written by taeyangbii


Hari semakin sore, matahari sudah bersembunyi di sebelah barat. Kedua pasangan ini baru saja selesai mengantar Fanny ke rumah kakak Seungwoo, saat diantar pulang tadi si kecil Fanny menangis tidak ingin pulang, karena masih betah bermain dengan Seungyoun. Namun, karena perintah sang kakak mengharuskan kedua pasangan itu untuk mengantar Fanny pulang, tega tak tega mereka pun mempulangkan Fanny.

“Itu Fanny beneran gapapa, Mas?” Tanya Seungyoun.

“Gapapa, memang begitu kalau keasikan main. Kenapa, masih kepikiran ya?” Tangan Seungwoo mengelus dagu Seungyoun.

“Masih, aku enggak tega tinggalin dia tadi nangis begitu.”

“Sayang banget kamu ya sama Fanny?”

“Sayang lah! Gemes gitu, lucu, pinter juga, siapa yang nggak sayang?”

“Sayang aku nggak?” Seungwoo mengedipkan matanya.

“Enggak! Ogah sayang kamu!” Seungyoun mencubit gemas pipi kekasihnya.

“Jangan ngomong gitu, aku enggak kabari seharian kamu uring-uringan loh,” Seungwoo menjawil hidung bulat Seungyoun.

“Hehehe canda, Mas!” Kepala Seungyoun, ia sandarkan pada pundak Seungwoo.

Saat di lampu merah diam-diam Seungyoun memperhatikan wajah kekasihnya, tanpa sadar tangannya terulur untuk mengelus dagu Seungwoo.

“Ada apa?” Seungwoo mengecup jempol Seungyoun yang sengaja ia letakan di bawah bibir Seungwoo.

“Mas, aku minta maaf ya.”

“Maaf buat?” Seungwoo menatap kekasihnya yang masih bersandar pada pundaknya.

“Hari ini aku ada bohong sesuatu sama kamu.”

Alis Seungwoo naik, sirat akan kebingungan, “bohong apa?”

“Tunggu sampai apart kamu dulu baru aku lanjutin, bahaya ngomong di jalan begini, ntar kamu enggak fokus.”

Kecupan singkat Seungwoo berikan di dahi Seungyoun, “alright.”

Sepanjang perjalan kedua pasangan ini terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Tangan Seungwoo sedari tadi menggenggam tangan Seungyoun, sedangkan Seungyoun masih setia bersandar di pundak lebar sang kekasih.

Hingga sampai di basement apartemen Seungwoo, keduanya langsung mengubah posisi duduk saling berhadapan.

“Jadi, ada apa?” Tanya Seungwoo lembut.

“Aku ... aku bohong soal kakak tingkat tadi, itu bukan cuma sekedar teman aku, itu ... itu mantan aku,” Seungyoun menunduk dan mengeratkan genggaman tangannya pada Seungwoo.

Genggaman tangan itu Seungwoo lepaskan, seketika Seungyoun panik dan langsung menatap pria dihadapannya, bukannya wajah kesal atau pun kecewa yang Seungyoun lihat, namun senyum tipis Seungwoo menghiasi wajah kekasihnya.

“Hahahaha!” Tak lama Seungwoo tertawa membuat Seungyoun heran.

“Mas?”

“Iya?”

“Kenapa ketawa, ada yang lucu?”

“Memangnya aku harus apa?”

“Mas enggak mau marah sama aku? Kecewa atau apa?”

“Untuk apa, Sayang?”

“Karena aku bohongin kamu ...?”

“Kamu pasti ada alasannya Sayang, kenapa hm?”

“Sebenarnya aku enggak ada niat bohong, tapi aku enggak mau ngerusak suasana kita tadi kalau tiba-tiba ngomongin mantan. Aku salah, ya?”

“Enggak, kamu kan sudah jujur sama aku. Aku enggak kecewa sama kamu, toh kamu ketemu tadi karena enggak sengaja, 'kan?”

“Iya sih ....”

“Ya sudah, aku enggak mempermasalahkan itu. Apalagi dia sudah ada istri dan istrinya juga kamu bilang lagi hamil, artinya semua sudah ada jalannya masing-masing, 'kan?”

“Iya, Mas ....”

“Enggak perlu takut atau merasa enggak nyaman sama aku, kalau kamu ketemu sama mantan, ya? Asal kamu jujur, aku sudah merasa tenang, Sayang ... gemes banget sih pacar aku ini!” Seungwoo mengecup kedua pipi Seungyoun.

“Makasih ya, Mas. Anyway, itu mantan aku yang terakhir, yang aku bilang mau nikah itu.”

“Ah ... ternyata dia, gimana perasaan kamu tadi ketemu dia?”

“Jujur kaget, tapi disatu sisi aku senang, lihat dia sehat, lihat istrinya juga. Di dalam hati aku sadar memang dari awal dia bukan jodohku, semuanya sudah ada jalan sendiri. Kalau dia nikah sama aku, belum tentu dia akan sebahagia itu, bisa aja kita malah enggak cocok dan bikin hubungan enggak sehat. Iya, 'kan?”

“Iya Sayang, semua sudah ada jalannya sendiri. Bisa aja aku jodohmu, bisa aja bukan aku jodohmu, kita semua enggak tau, 'kan? Tinggal gimana cara kita berusaha dan ngejalani hubungan ini. Kalau kamu bisa bahagia lihat dia dengan istrinya sekarang, kamu juga bisa bahagia karena dirimu sendiri dan hubunganmu sendiri. Ada aku yang ga kalah bisa buat kamu bahagia.”

Kekehan Seungyoun terdengar, lelaki yang lebih muda itu memeluk erat Seungwoo, sembari mengusak pipi berisinya pada ceruk leher Seungwoo, “heran deh, kenapa paling pinter bikin hati aku tenang? Padahal aku berani jamin kamu sekarang nahan cringe, 'kan? Iya, 'kan?” Seungyoun menunjuk wajah Seungwoo yang sudah memerah menahan malu.

“Aku enggak?” Seungwoo menahan tawanya.

“Enggak salah lagi, 'kan!?”

“Ohㅡ tepat sekali!”

Keduanya tertawa saling berpelukan, merasa geli namun disatu waktu merasa terhibur.

“Cieee ketemu sama mantan cieee. Habis ketemu sama mantan aku, malah ketemu sama mantan sendiri. Pertanda apa nih?” Seungwoo menaik turunkan alisnya menggoda Seungyoun.

“Apa sih! Enggak ada apa-apa tau!” Seungyoun mencubit pundak Seungwoo.

“Hahaha iya iya ampun! Tapi aku serius soal bahagiain kamu. Kamu tau itu kan, Seungyoun?”

“Iya Mas iya, aku paham, aku tau.”

“Walaupun aku masih banyak kurangnya, hubungan kita juga masih ada celahnya, tapi aku selalu punya versi aku sendiri, buat bangun hubungan ini dan bahagiain kamu.”

Senyum lembut terkembang di bibir Seungyoun, “aku juga punya versi ku sendiri, selalu jadi berusaha untuk memberikan dan menjadi versi terbaik dari sebelumnya, walau masih ada gagalnya.”

“Enggak ada yang mulus dalam berusaha, pasti ada celah dan gagalnya, itu lah kenapa adanya kesempatan untuk belajar dan memperbaikinya sayang. Termasuk dalam hubungan ini,” Seungwoo mengelus pipi Seungyoun.

“Makasih ya, Mas.”

“Aku yang makasih, makasih sudah jujur dan ngomong terbuka gini sama aku, ya?” Seungyoun mengangguk sebagai jawaban.

“Kapan-kapan ajak aku ketemu dong sama mantanmu, aku juga penasaran mau lihat dia secara langsung.”

“Jangan, biarin aja.”

“Loh kenapa? Kamu takut CLBK, ya?” Seungwoo menyeringai menggoda Seungyoun.

“Mas Seungwoo ih!” Enggak gitu!” Seungyoun yang kesal digoda secara terus menerus, akhirnya menangkup kedua pipi Seungwoo dan mengecup berkali-kali bibir tipis itu.

Kecupan itu pun dibalas oleh Seungwoo, baru saja kecupan keduanya semakin intens, Seungwoo menjauhkan wajahnya.

“Kenapa?” Tanya Seungyoun.

“Mau singgah lagi ke apartemen aku, nggak?”

Sudut bibir Seungyoun naik, dengan malu-malu dirinya menggangguk dan melanjutkan kegiatan tertunda di dalam apartemen Seungwoo.


Kedua pasangan dan satu bocah cilik menggemaskan ini akhirnya sampai di càfe tujuan mereka, sepanjang perjalanan Fanny tak henti-hentinya bercerita dan bertanya, tipikal bocah aktif dan pintar ingin tahu segalanya. Biasanya Fanny tidak akan seaktid ini, karena ia tahun Om nya tidak akan meladeni, namun karena ada Seungyoun yang juga aktif dalam percakapan membuat Fanny senang.

“Wah guguk!” Teriak Fanny senang saat ada anjing puddle mendatanginya.

“Berani nggak?” Tanya Seungyoun yang berjalan terlebih dahulu sambil menggenggam tangan Fanny.

“Berani!”

“Fan! Fan! Dia naik ke badanmu, Fan!” Seungwoo berteriak heboh saat anjing puddle tadi berdiri memegang pinggang Fanny.

“Kyaa!!” Fanny langsung memeluk erat paha Seungyoun, “OOM!!” Teriak Fanny meminta pertolongan.

“Katanya tadi berani?” Tanya Seungyoun yang langsung mengalihkan perhatian anjing lucu itu.

“Oom tuh!” Kesal Fanny menatap sinis Seungwoo.

“Loh kok malah Om yang salah? Yuk masuk, banyak yang lain tuh,” Seungwoo jalan mendahului Seungyoun dan Fanny, kemudian Fanny pun berlari menyusul Om nya.

“Oom tunggu!” Fanny segera menggenggam tangan Seungwoo dan mengikut ke mana Om nya membawa dirinya.

Kedua om dan keponakan itu duduk di tengah lantai càfe, yang memang disediakan khusus untuk bermain bersama para anjing peliharaan yang sudah jinak. Seungyoun melihat kekasihnya asik bermain, membuatnya tak dapat menahan senyuman.

“Mas, mau pesan nggak?” Tanya Seungyoun saat duduk di samping Seungwoo.

“Boleh, tapi nanti aja puasin Fanny main dulu,” jawab Seungwoo.

Mereka bertiga pun asik bermain bersama, suara tawa Fanny memenuhi seluruh càfe dan menjadi pusat perhatian pengunjung. Bukannya risih, para pengunjung menjadi gemas melihat tingkah lucu Fanny yang asik bermain, hingga terbaring di lantai càfe.

“Kayaknya ada ice cream deh Mas, mau nggak?” Tawar Seungyoun kepada kekasihnya setelah lelah bermain.

“Kamu dari tadi tuh kepengen banget ya?” Seungwoo mengelus kepala Seungyoun.

“Hehehe cemilannya menggoda sih.”

“Ya udah mau apa?” Baru saja Seungwoo ingin mengeluarkan dompetnya namun di tahan oleh Seungyoun.

“Ga usah, aku aja. Fanny! Mau ice cream?”

Si kecil menghentikan kegiatannya dan berlari kecil menghampiri dua orang dewasa yang sedari tadi mengawasinya bermain.

“Mau! Mau! Fanfan udah capek nih!” Ujar si kecil.

“Yaudah ayo kita beli ice cream! Kamu kopi, Mas?” Seungwoo mengangguk sebagai jawaban, Seungyoun pun menggenggam tangan Fanny, berjalan terlebih dahulu.

“Aku cari tempat duduk ya, Sayang!” Ujar Seungwoo dan Seungyoun mengacungkan jempolnya.


Kedua orang berbeda usia ini pun sedang berdiri di depan kasir, melihat-lihat menu apa yang ingin dipesan.

“Fanny mau ice cream stroberi ya, Kak Uyon!” Pinta Fanny.

“Mau nugget atau kentang nggak, atau makanan lain?”

“Mau itu, mau itu juga!” Fanny menunjuk salah satu gambar cemilan dari sosis besar yang dibalut roti dan diberi taburan gula halus dan saos serta mayones di atasnya.

“Oke! Permisi, ice cream stroberi satu, choco chips satu, iced americano dua, air mineral satu, nugget, kentang goreng masing-masing satu ukuran large sama corn dog dua ukuran large juga.”

“Bayar cash atau card?” Tanya penjaga kasir.

Card ya,” Seungyoun memberikan kartunya.

Sambil menunggu transaksi selesai, Seungyoun mengajak Fanny mengobrol menanyakan perasaan anak kecil itu pada hari ini. Namun, tiba-tiba pundak Seungyoun ditepuk oleh seseorang, “Seungyoun?” Tanya orang tersebut.

Merasa dipanggil Seungyoun langsung menoleh, sontak saja mata Seungyoun melebar kala melihat orang dihadapannya.

“Benar Seungyoun, kan? Hei apa kabar!?” Lagi pundak Seungyoun ditepuk.

“H-hai, Ko Jae! Kabar baik hehehe.”

Orang itu, orang yang selama ini menjadi sumber bahagia sekaligus sakit Seungyoun dimasa lalu, orang yang Seungyoun kira sudah lama pergi, namun akhirnya mereka dipertemukan kembali di sini, diwaktu yang tak terduga. Seungyoun tersenyum tipis, matanya melirik perempuan di samping orang yang menegur Seungyoun, dapat Seungyoun lihat perut dari perempuan itu sedikit membesar, “ah- lagi hamil,” batin Seungyoun.

“Sama siapa ke sini?” Laki-laki itu ㅡJaeㅡ, melihat ke arah Fanny yang sedari tadi menggenggam tangan Seungyoun, “oh- lu udah ...?” Jae menaikan alisnya.

“Eh? E-ngga hehe ini keponakan gua, maksud gua keponakan pacar gua,” jawab Seungyoun cepat.

“Oalah kirain, makanya gua kaget kok udah gede. Oh iya, ini istri gua Youn!” Jae merangkul perempuan yang tampak cantik serta anggun tersebut, “lagi hamil udah delapan bulan,” ujarnya.

“Hoalah ... salam kenal, Kak! Saya Seungyoun, adik tingkat Ko Jae dulu,” Seungyoun dan Jae saling melirik dan tersenyum tipis penuh arti.

“Ah iya, ini ternyata yang namanya Seungyoun. Jae pernah cerita dulu ada adik tingkat akrab banget, sekarang semenjak udah lulus pada mencar,” jawab perempuan itu dan Seungyoun mengangguk sambil tersenyum.

“Iya Kak, kirain Ko Jae pindah jauh, rupanya ketemu lagi di sini hehehe. Maaf ya Ko, pas nikahan lu gua nggak datang, kebetulan lagi keluar kota sama Mama, Jamie ada kasi tau undangan pas itu.”

“Iya gapapa kok gua paham, sekarang lu udah ketemu istri gua kan, kebetulan banget. Gua juga seneng lu sehat-sehat aja,” Jae menepuk dan sedikit meremas pundak Seungyoun, keduanya saling bertatapan dan tersenyum lembut. “Pacar lu mana, Youn?” Tanya Jae tiba-tiba.

“Oh itu di sana yang di pojokan pakai baju abu-abu,” Seungyoun menunjuk ke arah Seungwoo, dari kejauhan kekasih Seungyoun itu tampak keheranan.

“Ah itu ... titip salam aja ya!”

“Oke Ko, gua duluan ya udah selesai pesan nih. Kakak semoga lahirannya lancar ya,” Seungyoun tersenyum ramah pada istri Jae.

“Iya Seungyoun makasih ya, semoga bisa cepat nyusul ya.”

“Iya Youn, udah cocok nih gua liatin,” Jae melirik ke arah Fanny dan keduanya terkekeh.

“Hehehe doain aja ya Ko, gua duluan ya! Permisi ...,” Seungyoun dan Fanny pun pergi meninggalkan dua orang dewasa tersebut.

Huft ... akhirnya selesai juga, untung nggak aneh-aneh,” batin Seungyoun lega.

“Tadi siapa?” Tanya Seungwoo tiba-tiba saat Seungyoun telah duduk di hadapannya.

Sedikit terkejut, Seungyoun berdeham terlebih dahulu karena merasa tenggorokannya kering, “teman, kakak tingkat aku dulu kuliah,” jawab Seungyoun berusaha senormal mungkin.

“Kenapa ga join? Biar rame.”

“Dia bawa istrinya, lagi hamil jadi susah.”

“Oh gitu ....”

Gua jahat ga sih bohong? Tapi masa gua ngaku sekarang? Ntar ngerusak suasana gimana?” Seungyoun melamun, sibuk dengan pikirannya sendiri. Seungwoo yang menyadari hal itu pun menggenggam tangan Seungyoun.

“Kamu kenapa, mikirin apa? Sakit? Capek?” Tanya Seungwoo.

“E-eh? Enggak, aku gapapa kok, Mas. Cuma lapar aja hehehe.”

“Hmmm gitu, liat deh Fan ada yang kelaparan,” Seungwoo mengadu pada keponakannya yang duduk di samping dirinya.

“Fanfan juga lapar! Kita sama hehehe,” kekehan si kecil Fanny membuat Seungyoun ikut tersenyum.

Sambil menunggu, Seungyoun dan Seungwoo mendengarkan dengan seksama cerita keseruan Fanny yang bermain pada hari ini. Saat di tengah cerita, tanpa sadar Seungyoun menghela napas panjang dan hal itu tak luput dari pandangan Seungwoo, namun dirinya memilih diam dan menunggu Seungyoun untuk bercerita kepada dirinya.


“Mas, buruan mana piring kamu udah belum nyusun ayamnya?”

“Bentar! Nah ini hehehe.”

Sudah empatpuluh lima menit berlalu Seungyoun berada di apartemen Seungwoo, tanpa duduk sejenak Seungyoun langsung saja mengeledah isi kulkas Seungwoo yang terlihat penuh baru diisi oleh sang kakak. Melihat ada ayam dan beberapa sayuran serta bumbu kari instan, Seungyoun memilih memasak kari katsu untuk kekasihnya, beruntung Seungwoo pemakan segalanya kecuali alpukat yang sangat ia benci, karena menurut Seungwoo alpukat adalah buah dengan rasa yang aneh, lembek dan tawar.

“Hati-hati, masih panas Mas,” Seungyoun memberikan minum kepada Seungwoo dan duduk di hadapan kekasihnya.

Apartemen Seungwoo sudah seperti apartemen Seungyoun, setiap sudut dan tata letak barang di apartemen ini Seungyoun tahu. Tak heran Seungyoun begitu lihai tanpa perlu bertanya kepada Seungwoo, dirinya sudah beberapa kali ke apartemen Seungwoo, jika keduanya sedang malas berjalan maka mereka menghabiskan waktu di sini.

“Fanny tidur di mana? Aku belum ada ngecek,” tanya Seungyoun.

“Di kamar aku, anaknya nggak tahan kalau nggak pakai AC.”

“Gimana, enak? Tadi aku kasi garamnya dikit takut keasinan, soalnya ayamnya udah aku bumbuin,” Seungyoun menatap Seungwoo harap-harap cemas.

“Enak kok, pas juga karinya. Kamu ada sisain nggak?”

“Ada tuh, ntar aku masukin ke tempat terus bisa di letakin dalam kulkas buat kamu panasin.”

Senyum Seungwoo terlihat, membuat Seungyoun ikut tersenyum walaupun dirinya tak paham apa maksud senyuman itu, “kenapa senyum-senyum?” Tanya Seungyoun sembari terkekeh.

“Gapapa, senang aja rasanya ada yang ngurusin gini. Biasanya sama Mba, tapi Mba kan suka sambil ngomel.”

“Sebenarnya aku tadi mau ngomel lihat cucian piring kotor banyak, tapi ya udah lah ya, ntar aja nyucinya habis kamu makan biar sekalian.”

“Ini kan rumah aku, ya aku dong yang harusnya cuci. Memangnya kamu aku suruh ke sini buat cuci piring?” Alis Seungwoo naik sebelah.

“Aku mau, sekalian loh habis masakin kamu tadi.”

“Enggak, biar aku aja.”

“Ya udah bagus, tangan aku nggak keriput. Tadi gimik doang sih, biar keliatan rajin.”

“Dih!?”

“Hehehehe,” Seungyoun menjulurkan lidahnya sengaja mengejek Seungwoo, “mau cobain dong Mas, suap aku! Aaa~” Seungyoun sedikit memajukan badannya.

“Enggak, ini kan punya aku!” Seungwoo menjauhkan piringnya.

“Dih pelit! Siapa yang masakin hah!?”

“Nggak ikhlas nih masakinnya.”

“Mau cobain ih!” Seungyoun memukul kesal lengan Seungwoo, membuat yang lebih tua tertawa senang, berhasil menggoda yang lebih muda.

“Buka mulutnya aaaa~” namun Seungyoun memilih cemberut, “loh kok diam? Ayo makan, aaa~” Seungwoo kembali mencoba nenyuapi Seungyoun.

Akhirnya Seungyoun menerima suapan Seungewoo, “hmm ... enak juga masakan aku, ya udah kalau nanti aku berhenti kerja bikin lagu, aku bisnis makanan aja! Gimana, Mas?”

“Boleh, kamu bantu Hanse di càfe sana, jadi selain dessert ada makanan berat juga. Win win solution, 'kan? Aku di studio, kamu di càfe. Jadi, nanti aku enggak perlu bolak balik ngantarin, kan tempat kerja kita sama.”

“Pintar banget mikirnya itu loh!” Seungyoun menarik pipi Seungwoo gemas.

Keduanya terdiam sibuk dengan kegiatan masing-masing, hanya ada suara denting sendok dari Seungwoo yang masih memakan kari katsunya dan Seungyoun sibuk memainkan ponselnya, “udah ada rencana mau bawa Fanny jalan belum?” Tanya Seungyoun memecah keheningan.

“Belum, kenapa?”

“Bawa Fanny ke sini aja Mas, dog càfe gitu. Di dalamnya bisa main sama doggy, terus ada outdoor-nya juga. Gimana?” Seungyoun menunjukan càfe yang ia maksud kepada Seungwoo.

“Hmm boleh, tempat baru ya itu?”

“Iya deh kayaknya, ke sini aja ya kita? Weekend ramai nggak ya kira-kira,” Seungyoun masih melihat càfe tersebut dari sosial media yang menampilkan beragam foto.

“Ramai-ramai biasanya lah, kita ajakin aja dulu Fanny main ntar baru duduk di luar kalau ada tempatnya.”

“Hmm boleh deh, jam berapa kita pergi? Sekarang udah jam dua.”

“Paling jam tigaan Fanny udah bangun.”

Akhirnya Seungwoo menyelesaikan makannya, keduanya sama-sama beranjak dari kursi. Seungyoun membantu Seungwoo membereskan meja makan, dan Seungwoo sibuk mencuci bekas piring kotor.

Setelah beberapa menit, keduanya selesai membersihkan dapur dan ruang makan. Mereka pun memilih untuk beristirahat di sofa ruang tengah, dengan Seungyoun berada dalam dekapan Seungwoo dan ditemani oleh acara televisi akhir pekan. Keduanya menikmati waktu berdua dalam diam, fokus menonton acara yang di pilih secara random.

“Tuh Mas dengar, alpukat itu bagus buat kesehatan!” Seungyoun mendongak untuk menatap kekasihnya.

“Kenapa harus alpukat kalau ada buah lain?” Seungwoo memajukan bibir bawahnya mengejek Seungyoun.

“Padahal enak loh, gimana kamu makan sushi kan ada alpukat?”

“Aku kan pesan yang nggak ada alpukat, kamu lupa atau nggak sadar?”

“Hah? Masa?” Seungyoun menaikan alisnya terkejut.

“Makanya kalau makan tuh lihat-lihat sekitar!” Seungwoo menyentil gemas dahi Seungyoun.

“Ish! Sakit tau!”

“Mana yang sakit mana?” Seungwoo mengecup dahi Seungyoun beberapa kali dengan meninggalkan bunyi 'cup'.

“Sini juga sakit deh, Mas,” Seungyoun menunjuk pipi kanannya dan Seungwoo pun mencium pipi tersebut.

“Sini Mas sini!” Seungyoun menunjuk ujung hidungnya.

“Perasaan aku cuma nyentil dahi, kok jadi semuanya yang sakit?”

“Iya, sakitnya nular Mas. Ayo buruan cium!”

Seungwoo menekan pipi Seungyoun dengan satu tangannya hingga bibir kekasihnya maju seperti bebek, dikecupnya bibir ranum itu bertubi-tubi, membuat Seungyoun kegelian dan pasrah diserang oleh Seungwoo. Keduanya terkekeh setelah menyelesaikan kegiatan tadi.

“Kamu pakai parfum baru?” Seungwoo mengendus ceruk leher Seungyoun dan mengecupnya perlahan hingga naik ke rahang.

Merasakan kecupan di tempat yang sedikit sensitif Seungyoun memejamkan matanya, sambil menggigit bibirnya, “hmm baru dibeliin Mama, gimana? Enak?” Tanya Seungyoun berusaha mengontrol suaranya.

“Enak, aku suka. Aromanya lebih manis dari sebelumnya, sering-sering pakai ini kalau sama aku, ya?” Seungwoo mengusak hidungnya di perpotongan leher Seungyoun dan memberikan kecupan terakhir di pundak dan dagu Seungyoun.

Okay captain!” Seungyoun menangkup pipi Seungwoo, kemudian mencium bibir tipis Seungwoo dengan lembut.

Pinggang Seungyoun langsung dipeluk begitu posesif oleh Seungwoo, keduanya asik saling memakan bibir satu sama lain. Bahkan tangan Seungyoun sudak naik memeluk leher Seungwoo dan memainkan rambut kekasihnya itu.

“Perasaan aku kita baru nggak ketemu tuh seminggu, tapi kenapa rasanya sebulan, ya?” Seungwoo bertanya sesaat setelah ciuman terlepas.

“Dua minggu kita nggak ketemu, Mas.”

“Oh iya? Pantesan rasanya kangen banget,” Seungwoo kembali mengecup bibir Seungyoun dan kedua pipi berisi seperti bakpao tersebut, “oh iya aku lupa bilang, ada salam dari Nalu, dia kemarin udah berangkat ke Jerman.”

“Eh? Cepatnya?”

“Kan memang udah ngurusin semuanya, Sayang.”

“Kok dia bilang ke kamu aja? Kok ke aku enggak?”

“Kenapa cemburu?” Seungwoo menaik turunkan alisnya, menggoda Seungyoun.

“Dih ngapain! Katanya temen kok nggak kasih tau aku!?”

“Loh emang dia mau temenan sama kamu?”

“Mas ih!” Seungyoun memukul kesal dada Seungwoo.

“Hahaha sakit Sayang, astaga! Ya dia bilang sampaiin ke kamu dari aku aja katanya.”

“Hati-hati ya Nalu, semoga di Jerman jadi bahagia, jangan lupain mantannya.”

“Heh!” Seungwoo menggelitik perut Seungyoun, membuat kekasihnya menggeliat geli.

“Hahahahaha ampun!” Seungyoun menepuk-nepuk lengan Seungwoo agar dilepaskan dari serangan gelitikan.

Oom? Kak Uyon?

Kegiatan keduanya terhenti saat mendengar suara anak kecil dari arah pintu kamar, sontak Seungwoo dan Seungyoun menoleh, di sana ada Fanny dengan wajah setengah mengantuknya berdiri.

“Fanfan!” Seungyoun melepaskan pelukan Seungwoo dan berlari kecil menghampiri Fanny, “tidurnya nyenyak?” Tanya Seungyoun, sambil berlutut menyamakan tingginya dengan keponakan kekasihnya.

“Eum! Tadi Kak Uyon sama Oom ngapain?”

“Main gelitik-gelitikan, kenapa?”

“Kak Uyon nakal ya?” Fanny menunjuk wajah Seungyoun

Alis Seungyoun naik, “loh, kok ngomong gitu?” Tanyanya heran.

“Kata Oom kalau orang digelitikin itu dia nakal!”

Tawa Seungyoun terdengar di seluruh apartemen, Seungwoo sedari tadi mendengar percakapan keduanya pun terkekeh geli, “Fan, sini yuk!” Seungwoo memanggil keponakannya.

“Yuk ke sana, mau gendong?”

“Mau!!” Fanny langsung memeluk leher Seungyoun dan diam saat digendong Seungyoun menuju sofa.

“Udah gede kok masih minta gendong? Malu lah sama Kak Uyon,” tegur Seungwoo pada Fanny.

“Mau gendong!” Kesal Fanny.

“Shuutㅡ iya iya, udah gendong kan ini? Gapapa kok,” Seungyoun menepuk punggung Fany, dan duduk disamping Seungwoo sambil memangku Fanny. “Fanfan mau jalan ke mana nanti?” Tanya Seungyoun.

“Kemana aja, pokoknya jalan!”

“Mau ke càfe yang ada guguknya nggak? Fanny takut nggak sama guguk?” Seungyoun mengelus kepala Fanny.

“Mau mau! Fanfan suka guguk!”

“Emang iya? Bukannya Fanfan takut?” Ujar Seungwoo menggoda Fanny.

“Enggak takut! Fanfan berani!” Jawab Fanny bersemangat.

“Hati-hati loh di sana ntar ada guguk gede!”

“Biarin wlee!”

“Eh berani ya kayak gitu, siapa yang ajarin? Enggak sopan ya!” Seungwoo menggelitik leher Fanny.

“Hahaha ampun, Oom ampun! Fanfan nggak bakal nakal lagi!” Fanny menggeliat geli di atas pangkuan Seungyoun.

“Minta maaf dulu, lain kali enggak boleh begitu ya, enggak sopan loh. Paham?” Seungwoo menghentikan aksinya dan memberitahu Fanny.

“Iya Oom, Fanfan minta maaf, Fanfan salah, Fanfan enggak bakal gitu lagi!”

“Janji?” Seungwoo menaikan jari kelingkingnya.

“Janji!” Fanny menautkan kelingking kecilnya dengan milik Seungwoo, sedangkan Seungyoun yang sedari tadi memperhatikan hanya dapat tersenyum.

“Kenapa senyum gitu?” Tanya Seungwoo tiba-tiba.

“Gapapa, lucu aja lihat kalian begini.”

“Berasa punya anak beneran, ya? Ntar kalau udah sama aku, kamu bakal lebih sering ngehadapin dia, soalnya Fanny sering di sini.”

“Gapapa, aku suka kok sama Fanny. Fanfan suka nggak sama kak Uyon?” Tanya Seungyoun kepada Fanny.

“Suka!

“Mau nggak Kak Uyon jadi Oom Fanfan?” Tanya Seungwoo.

“Mau! Mau! Emang bisa ya?” Fanny terlihat bingung.

“Bisa, nanti Kak Uyon sama Oom, kayak bunda sama ayah kamu gitu,” jawab Seungwoo.

“Wahㅡ nanti Kak Uyon pakai gaun pengantin cantik, ya!?”

“Engga sayang, masa Kakak pakai gaun?” Seungyoun mengelus pipi Fanny.

“Kakak cantik, kenapa enggak?”

Baik Seungwoo, maupun Seungyoun, keduanya tertawa setelah mendengar ucapan Fanny.

“Bahasamu loh Fan, ajaran siapa sih? Kelamaan di penitipan nih kamu!” Seungwoo menarik gemas hidung Fanny, “mandi yuk, mau jalan kan?” Ajak Seungwoo.

“Mau!” Fanny pun turun dari pangkuan Seungyoun dan berlari menuju kamar mandi.

“Perlu dibantuin nggak, Mas?” Tanya Seungyoun.

“Bantu mandiin aku, ya?” Seungwoo menyeringai dan mendapat tamparan pelan di pipi dari Seungyoun.

“Ngawur! Sana mandiin keponakannya!” Usir Seungyoun sambil mendorong Seungwoo.

Sebelum beranjak, Seungwoo menyempatkan diri mengecup bibir Seungyoun, “tunggu aku ya!”

“Iya iya, sana hush!”


Aroma adonan pancake yang baru saja matang kemudian dibaluri madu, memenuhi seisi dapur dan ruang makan. Tak lupa juga secangkir kopi hangat, menjadi menu sarapan pada pagi hari ini.

Bocah laki-laki bernama Eunsang, langsung tergoda menuju dapur sesaat mencium aroma sedap tersebut. Masih dengan wajah mengantuknya, ia duduk di samping laki-laki bertubuh tegap yang sedang membaca koran.

Good morning, Eunsang!” Sapa laki-laki itu.

Morning, kak Woo,” balas Eunsang dengan suara paraunya.

“Hei! Sudah cuci muka belum kamu, Dek?” Tanya laki-laki lain yang baru saja menghidangkan telur mata sapi dan roti panggang di atas meja, untuk laki-laki yang sedang membaca koran.

“Sudah Kak, hanya mata aku aja yang sudah dibuka,” Eunsang menunjuk matanya kepada laki-laki berwajah manis, yang mirip seperti dirinya.

“Alasan kamu saja, ya! Ayo buka matanya, sarapan, keburu semuanya dingin,” dahi Eunsang dikecup oleh laki-laki berwajah manis yang Eunsang panggil 'Kak'.

Perlahan Eunsang mengerjapkan matanya, membuka lebar matanya untuk menyesuaikan cahaya dan objek yang ditangkap oleh korneanya.

“Seungyoun, adikmu enggak dikasi susu?” Tanya laki-laki di samping Eunsang.

“Oh iya!” Seungyoun bergegas menuangkan susu ke dalam gelas dan memberikan pada Eunsang, “minum susu kamu dulu, terus makan pancake ini. Mau tambahan madu ke dalam susu, hm?” Tangan Seungyoun mengelus pipi Eunsang.

“Aku sendiri aja, Kak,” jawab Eunsang.

Good boy! Seungwoo, kamu juga makan rotinya, nanti keburu dingin!” Mendengar perintah Seungyoun, membuat Seungwoo segera melipat korannya dan memakan sarapannya.

“Gimana tidurnya, Eunsang? Pasti nyenyak karena kecapekan perjalanan jauh kemarin,” Seungwoo membuka percakapan.

Senyum tipis Eunsang terlihat, “nyenyak, Kak. Ternyata perjalanan empat jam pakai kereta api bikin capek juga ya,” jawab Eunsang.

“Kan dari awal sudah Kakak tawarin biar dijemput! Lebih hemat satu jam, loh?” Sahut Seungyoun yang tengah sibuk mengupas buah apel.

“Enggak ah! Enak pakai kereta sendiri, aku bisa lihat pemandangan,” Eunsang memberikan pembelaan.

Melihat dua saudara ini berdebat membuat Seungwoo terkekeh. Adik dari suami Seungwoo ini, memilih untuk berlibur di kota dan menginap di rumah mereka. Usianya baru saja menginjak tujuhbelas tahun, usia di mana rasa penasaran masih tinggi.

“Sudah, mau mobil, mau kereta, semuanya sama saja, 'kan?” Seungwoo menengahi. “Hari ini Eunsang mau ke mana?” Tanya Seungwoo kepada adik iparnya.

“Eunsang mau ke museum, boleh?”

“Tentu saja, boleh! Tapi tunggu setelah Kak Seungwoo ke kantor sebentar nanti, ya?” Eunsang mengangguk mengerti, rambut hitam kelam nan halus miliknya diacak oleh Seungwoo gemas.

“Sambil tunggu Kak Seungwoo, kamu temanin Kakak belanja ke supermarket ya, Eunsang?” Seungyoun tiba-tiba duduk di samping adiknya sambil memakan buah apel yang tadi ia kupas.

“Seungyoun ... kamu cuma makan buah lagi? Diet lagi?” Tanya Seungwoo dengan wajah datarnya.

“Aku enggak? Masih pagi, perutku sakit makan yang berat, Seungwoo!”

“Itu karena kebiasaan kamu enggak sarapan yang berat lagi Seungyoun! Nanti siang kamu harus makan, Eunsang kamu bantu marahin Kakakmu ini supaya makan, paham?” Seungwoo menunjuk wajah Seungyoun sambil menatap Eunsang.

“Eunsang kamu berani marahin Kakak?” Seungyoun ikut menatap Eunsang.

Seketika nyali Eunsang ciut ditatap pasangan suami suami di hadapannya ini, “b-bisa nggak kita sarapan dengan normal?” Tanya Eunsang.

Dua orang dewasa itu pun langsung menyadari tingkah konyol mereka dan kembali sarapan.

“Kamu ke kantor ada keperluan apa, Woo?” Tanya Seungyoun.

“Cek barang datang, sama laporan, sudah. Paling lama satu jam, kenapa?”

“Enggak, aku kira bakal lebih lama.”

Melihat percakapan keduanya Eunsang tampak kebingungan, kenapa kakak dan kakak iparnya terlihat biasa saja, bahkan terkesan kaku. Tidak seperti pasangan pengantin baru lainnya, yang tampak mesra, atau bahkan memiliki nama panggilan khusus satu sama lain. Pernikahan kakaknya baru saja menginjak usia enam bulan, dan Eunsang rasa hal itu masih sangat baru.

PERMISI PAKET!” Teriakan tukang pengantar paket menyadarkan Eunsang dari pikirannya sendiri.

“Kamu pesan apa, Woo?” Tanya Seungyoun.

“Enggak ada, mungkin paket dari ayah?” Seungwoo merasa tak yakin.

“Biar aku aja,” Seungyoun beranjak dari kursinya menuju pintu depan.

Kegiatan sarapan kembali berlanjut, Eunsang masih dengan rasa penasarannya pun memberanikan diri untuk bertanya.

“Hmm ... Kak Woo?”

“Iya, ada apa Eunsang?”

“Maaf kalau aku lancang, tapi ... Kak Woo sama Kak Youn enggak ada nama panggilan khusus atau sayang gitu, ya?”

Mendengar pertanyaan adik iparnya membuat Seungwoo tertawa geli, “kami berdua enggak ada nama panggilan begitu, Eunsang. Biasa saja, memangnya harus ada, ya?”

“Enggak juga sih,” Eunsang menggelengkan kepalanya dan menghabiskan pancake miliknya. Dirinya masih merasa tak yakin, entah kenapa seperti ada sesuatu yang disembunyikan pasangan ini.

“Seungwoo ada paket kiriman madu lagi dari ayah!” Seungyoun kembali ke ruang makan sambil membawa sekotak madu yang sudah dikemas ke dalam botol.

“Oh syukurlah, nanti aku telepon ayah. Berapa botol?” Tanya Seungwoo.

“Lima! Dua botol boleh kamu bawa pulang nih, Eunsang,” Seungyoun mengeluarkan seluruh isi di dalam kotak.

Seketika terbesit sesuatu di dalam otak Eunsang, “Kak Woo, bahasa inggris madu apa, ya? Eunsang lupa,” tanya Eunsang tiba-tiba.

Honey,” jawab Seungwoo dan didengar oleh Seungyoun.

Yes, Dear! Kenapa?” Sahut Seungyoun secara tiba-tiba.

Rencana Eunsang berhasil, bocah itu menggigit bibirnya menahan tawa saat Seungyoun menyahut perkataan Seungwoo. Dugaan Eunsang benar, tentu saja pengantin baru ada nama panggilan sayang, apalagi setahu Eunsang kakaknya dan Seungwoo ini sangat mencintai satu sama lain, tidak mungkin tidak ada nama panggilan. Seketika suasana hati Eunsang bahagia, rasanya lega, keganjalan yang ia pikirkan pun terjawab.

“Seungwoo, kenapa?” Tanya Seungyoun lagi.

Merasa dirinya dijebak oleh Eunsang, Seungwoo melebarkan matanya pada sang adik ipar, namun bukannya takut Eunsang malah terkekeh.

“Eh! Kalian kenapa? Eunsang kenapa kamu ketawa, kak Woo ada ngomong apa? Ngomongin aku, ya?” Seungyoun penasaran menghampiri dua kesayangannya.

“Enggak, Kak. Tadi kak Seungwoo ada ngomong sesuatu lucu,” jawab Eunsang.

“Apa itu? Seungwoo, apa? Aku penasaran!” Seungyoun mengguncang pundak Seungwoo.

“H-hah? Enggak, enggak boleh tau, rahasia. Awas ya kamu, Eunsang!” Seungwoo menarik gemas pipi Eunsang dan dirinya terkekeh geli, rencananya menyembunyikan nama panggilan itu langsung terbongkar begitu saja.

“Wah curang! Aku baru ambil paket tapi sudah ada yang main rahasia-rahasia!” Seungyoun menatap kedua orang di depannya tak percaya.

“Sarapan aku sudah habis, aku ke kantor dulu!” Seungwoo beranjak dari duduknya, mengecup kepala Seungyoun dan mengacak rambut Eunsang, “jangan lupa mandi Eunsang! Nanti kita jalan-jalan, tunggu ya!”

“Hati-hati kak Woo!” Eunsang melambaikan tangannya.

Goodbye kiss aku mana?” Tanya Seungyoun.

Seungwoo berhenti, ia berbalik badan dan memberikan ciuman jauh untuk suaminya, “see you, Honey!” Seungwoo mengedipkan matanya, sudut bibir Seungwoo naik memberikan seringai jahil kepada Eunsang.

Akhirnya sosok Seungwoo tak lagi terlihat, Seungyoun masih penasaran ada apa dengan suami dan adiknya tadi.

“Jujur sama Kakak, kalian tadi kenapa?” Tanyanya.

“Hehehe itu Kak, aku tanya sama kak Woo, kalian memangnya enggak ada nama panggilan sayang. Kata kak Woo enggak ada, terus aku iseng deh tanya bahasa inggris madu apa, kan honey ya? Bisa juga jadi nama panggilan, eh rencana aku berhasil!”

Alis Seungyoun naik sebelah, “jadi tadi Seungwoo bukan manggil aku? Itu jebakan kamu? Hahaha astaga!” Tawa Seungyoun pecah.

“Ya habisnya aku ngelihat kalian janggal banget panggil nama, aku jadi penasaran, ternyata memang sengaja ditahan apa gimana?”

“Aku juga awalnya bingung tiba-tiba tadi dipanggil nama pas kamu datang. Sebelumnya kakak dipanggil honey, kakak sempat mikir apa kakak ada bikin salah? Terus kakak baru sadar, dari ekspresi Seungwoo dia malu, dia jaga sikap di depan kamu.”

“Eh, kenapa? Aku ganggu, ya?”

“Enggak, kamu enggak ganggu. Seungwoo itu pemalu, dia enggak mau nunjukin secara gamblang, jadinya gitu. Hehehe lucu ya?”

“Aneh!” Wajah Seungyoun merengut mendengar jawaban Eunsang, “tapi lucu kok! Hehehe,” keduanya langsung tersenyum bersama-sama.

“Sudah sana mandi, kita siap-siap belanja!”

“Tapi Kak, kenapa honey?”

“Karena ayah Seungwoo ternak lebah dan penghasil madu. Seungwoo pernah bilang, senyuman Kakak itu semanis madu dari peternakan ayahnya.”

“Heh? Kak Seungwoo ngomong begitu? Wahㅡ aku baru tahu kak Seungwoo sedikit ...,”

Cringe? I know hehe. Tapi itu yang buat kakak sayang sama dia dan percaya jadiin dia suami. Dibalik sifat pemalunya, ada Seungwoo yang lucu dan tak terduga, ada Seungwoo yang sayang dan siap jagain dan jadi suami yang baik buat kakak. Seungwoo itu, unik.”

Dapat Eunsang lihat wajah kakaknya terlihat tenang dan bahagia membicarakan sosok suaminya, tangan Eunsang terulur mengelus pipi sang kakak, “kakak pasti sayang sekali dengan suami kakak, Eunsang senang lihatnya. Aku harap Eunsang enggak ngerepotin atau ganggu ya nginap di sini?”

“Enggak! Malah Seungwoo yang paling semangat kamu mau ke sini, dia yang siapin kamar kamu, bahkan dia sudah atur jadwal buat enggak diganggu dulu selama kamu di sini. Seungwoo juga sayang sama kamu, selayaknya kakak yang sayang kamu, walaupun kesannya kaku, dan pendiam, Seungwoo itu hanya pemalu. Kakak yakin kalian pasti cocok dan bisa habisin waktu yang seru sama-sama.”

Sudut bibir Eunsang naik, hingga mata anak laki-laki itu pun ikut tersenyum, “makasih banyak ya buat kak Seungwoo!”

“Kita keluarga, Dek. Enggak perlu bilang makasih, sudah sewajarnya saling sayang, 'kan?” Eunsang mengangguk sebagai jawaban. “Sekarang cepat mandi, Kakak mau beresin meja makan dulu,” pipi Eunsang dielus oleh sang kakak.

Sebelum beranjak Eunsang memeluk Seungyoun, “aku sayang Kakak!” Pelukannya semakin ia eratkan, “ini pelukan buat kak Seungwoo yang juga sayang sama aku,” Eunsang melepaskan pelukannya.

Mata Seungyoun tampak berkaca-kaca, ia kembali menarik Eunsang ke dalam pelukannya, “kakak dan kak Seungwoo juga sayang sama kamu, sayang sekali sama kamu.”

Keduanya saling berpelukan, berbagi rasa sayang satu sama lain.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ

The End


Written by taeyangbii


Pukul 23:00 . . . .

Seungwoo baru saja menginjakan kakinya di rumah, setelah lembur yang banyak menyita waktu serta menghabiskan tenaganya. Ingin rasanya Seungwoo segera mandi kemudian beristirahat, mengingat besok adalah akhir pekan, srhingga dirinya dapat bangun siang dan bersantai di rumah.

Namun suara dari perut Seungwoo membuatnya urung untuk segera mandi, kaki panjang Seungwoo langsung melangkah ke dapur, masih dengan baju kerjanya Seungwoo mengelilingi dapur sambil membuka lemari penyimpanan, untuk melihat apakah ada persediaan makanan yang tersisa, karena seingat Seungwoo dirinya baru saja membeli mie instan tiga hari lalu.

“Mana sih?” Gerutu Seungwoo, kala tak menemukan makanan yang ia inginkan, “apa udah dihabisin Seungyoun, ya? Tapi enggak mungkin lah,” Seungwoo mengusak rambutnya kesal.

Tak ingin menyerah Seungwoo mencari lagi makanan di dalam lemari pending, beruntung dirinya menemukan dumpling yang dibawakan oleh ibunya kemarin. Diambilnya dumpling tersebut dan dipanaskan dalam microwaves, sambil menunggu Seungwoo berniat merebus air untuk membuat teh madu, tetapi ia urungkan niatnya saat melihat botol kecil dengan bentuk yang unik dan terisi cairan berwarna kuning pekat mendekati cokelat, tergeletak di dekat rak menyimpan teh.

Dahi Seungwoo mengernyit melihat botol tersebut, “apa nih? Kok parfum nyasar ke sini?” Diambilnya botol tersebut dan diciumnya cairan yang ada di dalam botol untuk memastikan isinya. Saat Seungwoo membuka botol tersebut, seketika bau alkohol menyeruak keluar membuat wajah Seungwoo merengut, “pasti punya Seungyoun,” geramnya sambil menggenggam botol kecil tersebut.

Langsung saja Seungwoo berjalan cepat menuju kamarnya, dengan perasaan yang campur aduk antara kesal serta lelah, Seungwoo berusaha untuk menahan itu semua dan menunggu penjelasan kekasihnya. Bukan tanpa alasan Seungwoo kesal, kekasih dari Han Seungwoo ini pernah berjanji jika ia tak akan minum-minum lagi atau akan minum bila bersama Seungwoo. Seungyoun sangat menyukai menimuman berakohol, bahkan dirinya nyaris saja kehilangan nyawanya karena terlalu banyak minum dan hingga tak sadarkan diri. Bukan berarti Seungyoun sering mabuk-mabukan sembarangan, Seungwoo hanya takut jika terjadi hal buruk kepada kekasihnya saat tidak ada dirinya.

Saat masuk ke kamar, Seungyoun tampak terperanjat mendengar suara pintu dibuka secara tiba-tiba. Kekasihnya ternyata tengah asih bermain ponsel di atas kasur, “FUCK! Astaga Woo! Kalau pulang bilang-bilang dong! Buka pintunya jangan mendadak gitu!” Omel Seungyoun kepada Seungwoo.

Tak peduli dengan omelan kekasihnya Seungwoo segera mendekati Seungyoun dan memunjukan botol ditangannya, “ini apa?” Tanya Seungwoo dengan nada dingin.

Mata Seungyoun melebar, “oh shit!” Bisiknya tanpa sadar.

Alis Seungwoo naik sebelah saat melihat reaksi Seungyoun, “jelasin ke aku ini apa?”

“Kamu dapat di mana?” Tanya Seungyoun.

“Dapur, dekat rak teh.”

“I-itu parfum!”

“Kalau parfum kenapa nyasar jauh sampai ke dapur, kamu mau masakan bau parfum?”

“T-tapi beneran kok!”

“Parfum apa whiskey?”

“Parfum!”

“Coba minum,” Seungwoo menyodorkan botol tersebut tepat di hadapan wajah Seungyoun.

“Kenapa aku minum parfum!?”

“Kalau ini beneran parfum kamu ga akan telan, minum.”

“Jangan gila!”

“Minum!”

Merasa ditantang Seungyoun merebut botol tersebut dan menegak isi botol hingga habis, “kan benar parfum!” Ujar Seungyoun dengan nada tinggi.

“Kamu mabuk, keluar. Tidur di kamar sebelah, aku enggak mau tidur sama orang mabuk dan ingkar janji,” Seungwoo menarik tangan Seungyoun agar beranjak dari tempat tidur.

“Aku enggak mabuk! Siapa bilang mabuk hah!? Aku cuma minum parfum!” Sergah Seungyoun dan menepis tangan Seungwoo.

“Kalau kamu minum parfum yang ada kamu keracunan! Kamu itu mabuk!”

“Aku enggak!”

“Keluar nggak!?”

“Enggak! Aku nggak mabuk!”

“Ya sudah, kalau gitu aku aja yang keluar,” Seungwoo menepis tangan Seungyoun, dirinya pun keluar kamar dengan membanting pintu.

Rasa lapar dan lelah Seungwoo langsung hilang begitu saja dan digantikan oleh perasaan kesal, kepalanya terasa pening dan ingin segera tidur. Dirinya masuk ke kamar sebelah yang memang sengaja di kosongan untuk tamu, baru saja pintu ingin ditutup Seungyoun keluar kamar mengejar dirinya.

HAN SEUNGWOO!!!” Teriak Seungyoun dengan wajah memerah efek alkohol.

Tak ingin berdebat lebih lama dan berakhir keduanya bertengkar Seungwoo langsung menutup dan mengunci pintu.

Han Seungwoo!!! Buka pintunya!!!” Seungyoun menggedor-gedor pintu kamar, “BUKA PINTUNYA SEUNGWOO BIAR AKU JELASIN!”

“Mending kamu tidur! Aku capek Seungyoun dan kamu malah nambah rasa capek aku!”

Tapi aku mau jelasin!”

“TIDUR SEUNGYOUN!'

ENGGAK!!!”

“TERSERAH!” Teriakan final Seungwoo membuat Seungyoun menangis di depan pintu.

Laki-laki manis namun bertatto itu meringkuk di depan pintu sambil menangis sesegukan, “Seungwoo buka! Hiks a-aku minta maaf, aku bisa jelasin hiks! SEUNGWOO!” Seungyoun memukul kesal pintu kamar di hadapannya.

Mendengar tangisan dan teriakan pilu Seungyoun membuat Seungwoo tak tega, namun janji tetap janji dan apabila kau mengingkari maka harus ada konsikuen yang kau bayar. Memilih untuk mandi dan membiarkan kekasihnya menangis di depan, Seungwoo ingin menenangkan hati serta pikirannya terlebih dahulu.

Beberapa menit kemudian, dirasa sudah tenang Seungwoo pun akhirnya membuka pintu kamar. Dirinya terkejut melihat Seungyoun terlelap di atas lantai, tepat di depan pintu, badan tinggi dan gempal kekasihnya meringkuk di lantai seperti kucing kedinginan.

“Seungyoun bangun,” Seungwoo menepuk pipi Seungyoun.

Tak ada rekasi dari kekasihnya, “Seungyoun bangun!” Teriak Seungwoo tepat di telinga Seungyoun.

“Eung?” Akhirnya Seungyoun sadar, “SEUNGWOO!” Teriak Seungyoun dan langsung memeluk leher Seungwoo erat.

“Akh- Y-youn, Seungyoun aku enggak bisa napas!” Seungwoo menepuk-nepuk punggung Seungyoun.

“Biarin! Mau gini! Nanti kamu tinggalin aku lagi!”

“Iya iya tapi rengganggin dulu, astaga Sayang!”

“Hehehe maaf,” Seungyoun merenggangkan pelukannya dan menatap Seungwoo dengan mata sayunya, “masih marah?” Tanyanya.

“Masih.”

“Maafin aku, itu tadi dikasi sama Tante baru pulang dari Eropa. Aku cobain dikit, rupanya enak terus aku tinggalin gitu aja lupa masukin ke dalam lemari. Niat aku mau minum tunggu kamu pulang, malah ketahuan sama kamu.”

“Nyobainnya setengah botol ya?”

“Hehehe habisnya enak.”

“Kenapa bilang parfum?”

“Botolnya mirip parfum.”

“Kenapa nggak jujur aja?”

“Takut kamu marah, nih buktinya kamu biarin aku nangis sampai ketiduran di lantai.”

“Siapa suruh nakal? Siapa suruh ingkar janji? Kenapa nggak tunggu aku pulang dulu, walau cuma sekedar nyicip harusnya kamu tetap tunggu aku pulang.”

“Tapi aku kan dikit minumnya!”

“Salah nggak? Ingkar janji nggak?”

“Iya iya ...,” Seungyoun menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Seungwoo, “maafin aku, maaf ya Seungwoo, maaf banget ... aku tau kamu capek, sama aku juga capek, udah nggak bisa tahan, jadinya aku minum. At least, aku minum di rumah dan bisa nahan diri, maaf ya? Hm?” Seungyoun mengusak wajahnya di leher sang kekasih.

Mau tak mau Seungwoo mengalah, dirinya menghela napas keras-keras dan mengelus kepala Seungyoun, “lain kali ngomong yang jujur, mungkin aku bakal lebih kalem. Aku juga minta maaf udah buat kamu nangis, sebenarnya aku enggak tega, tapi kamu juga harus diberi peringatan.”

“Iya aku paham, memang salah aku.”

“Maaf ya aku lagi capek, ngomongnya tadi kasar, aku nyakiti hati kamu ya?” Seungwoo menarik Seungyoun agar menatap dirinya, ditangkup pipi sang kekasih yang masih memerah.

“Sedikit, tapi gapapa kok, aku maklumin. Tapi lain kali jangan gitu ya?”

“Kamunya juga jangan nakal lagi.”

Seungyoun mengangguk dan kembali memeluk erat Seungwoo, kali ini pelukannya dibalas oleh Seungwoo. Keduanya saling berpelukan erat di lantai, berbagi rasa hangat dan bersalah satu sama lain.

“Kamu nggak jadi tidur di kamar tamu, 'kan?” Seungyoun memajukan bibirnya saat pelukan keduanya dilepas.

“Enggak, aku mau peluk kamu semalaman. Aku capek habis lembur, besok mau bangun siang, habisin waktu sama kamu,” Seungwoo mengecup sekilas bibir Seungyoun.

“Hehehehe besok kita stay di rumah aja?”

“Iya, kita healing di rumah aja.”

“Ayey captain!” Seungyoun balas mengecup bibir Seungwoo.

“Kamu masuk ke kamar duluan gih, aku tadi panasin dumpling, sayang kalau enggak dimakan.”

“Aku temanin makannya, aku juga lapar nih, yuk!” Seungyoun pun berdiri dan menarik tangan Seungwoo agar ikut berdiri.

Keduanya jalan bersamaan, dengan Seungwoo yang merangkul Seungyoun menuju dapur, “ngomong-ngomong sayang, mie yang aku beli waktu itu ada di mana ya?” Tanya Seungwoo.

“Lah kan habis kamu makan kemarin itu dua bungku, lupa? Tengah malam, kamu bangunin aku suruh masak.”

“Ahㅡ iya ya, lupa hehehe. Aku tadi nyaris mau nuduh kamu habisin mie aku.”

“JAHAT BANGET!” Seungyoun mencubit pinggang Seungwoo kesal.

“AMPUN! AKHㅡ SAKIT!”

“RASAIN!”

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ

The End


Written by taeyangbii


Menjadi pengantin baru tentu saja merupakan hal yang menyenangkan, begitu juga yang dirasakan Seungwoo dan Seungyoun, keduanya baru saja menikah dua bulan dan sudah tinggal di rumah sendiri, yang sengaja Seungwoo beli jauh sebelum keduanya merencanakan untuk menikah.

Kedua pasangan suami ini telah menjalani hubungan selama delapan tahun, bisa dibilang keduanya benar-benar memulai dari nol dan berjuang bersama, hingga sampai dititik membangun rumah tangga bersama. Selama delapan tahun tentu saja banyak hal yang mereka lewati, tak sekali dua kali keduanya nyaris saja mengakhiri hubungan, namun seperti yang orang-orang sering katakan “namanya juga jodoh,” Seungwoo dan Seungyoun pun akhirnya menikah.

Ada satu hal yang tak pernah berubah dari Seungyoun, suami kesayangannya ini masih saja tidak bisa memasak. Makanan yang bisa dibuatnya hanyalah mie instan sedu, sehingga yang mendapat jatah memasak adalah Seungwoo, bahkan Seungwoo tak membolehkan Seungyoun untuk menyentuh alat dapur tanpa dirinya. Dulu sebelum mereka menikah, Seungyoun nyaris dua kali membakar kontrakan Seungwoo. Pertama, karena Seungyoun lupa sedang memasak air dan yang kedua, Seungyoun tidak mengerti bagaimana memanggang roti dengan alat pemanggang, sehingga meninggalkan rasa trauma bagi Seungwoo.


Minggu pagi, sudah menjadi jadwal akhir pekan untuk Seungwoo jogging mengelilingi komplek. Dilihatnya Seungyoun masih terlelap dan tak terusik sedikit pun dengan suara berisik dari Seungwoo, yang bersiap untuk jogging. Semalam suaminya lembur hingga dini hari, pekerjaan sebagai komposer membuatnya harus mengejar deadline musik dari beberapa agensi.

Aku pergi dulu ya, Sayang,” bisik Seungwoo pada telinga Seungyoun dan tak lupa mendaratkan kecupan di pelipis dan pipi berisi suamimya.

Sudah tiga kali Seungwoo mengitari komplek, suasana komplek pagi ini agak sepi dikarenakan cuaca yang mendung, biasanya akan ramai warga komplek berolahraga atau sekedar membawa anak-anak mereka jalan. Merasa sudah cukup Seungwoo memutuskan untuk pulang, saat sudah di dekat rumah, Seungwoo merasakan rintik hujan membasahi lengannya, “loh hujan?” Ujarnya sambil menatap ke arah langit.

Tak ingin kehujanan di tengah jalan, Seungwoo segera berlari cepat memasuki perkarangan rumahnya dan masuk ke dalam rumah di mana semua gorden sudah dibuka, menandakan jika suaminya telah bangun. Dilihatnya jam dinding, ternyata sudah jam delapan, “pantesan udah bangun,” gumam Seungwoo.

Kaki panjang itu melangkah menuju dapur hendak mengambil minum karena merasa haus, namun sebelum sampai di dapur indera penciuman Seungwoo merasakan aroma hangus, saat itu pula dahi Seungwoo mengernyit, “bau hangus apa nih?” Tanya Seungwoo kepada dirinya sendiri.

Sesampainya di dapur, dapat Seungwoo lihat laki-laki yang tingginya tak jauh berbeda dari dirinya tengah sibuk bolak balik dan terlihat panik.

“Sayang, ngapain?” Tanya Seungwoo.

Badan Seungyoun terperanjat mendengar suara Seungwoo, dirinya balik badan dan seakan menutupi sesuatu di balik punggungnya, “e-eh kok udah pulang? Hehehe ...,” wajah Seungyoun tampak pucat dengan peluh membasahi dahinya.

“Bau hangus apa ini?” Seungwoo menatap curiga, ia pun melangkah mendekat.

“Hangus? Eng-engga ada, kayaknya yang kamu cium itu ... itu ... rasa cinta aku ke kamu deh! Membara dia hehehe.”

Mendengar jawaban aneh suaminya, Seungwoo menarik badan Seungyoun supaya menjauh dari tempatnya berdiri. Saat itu juga mata Seungwoo melebar, kala melihat alat pemanggang roti sudah tertutupi warna putih dari sodium bicarbonate, “kamu mau coba bakar rumah kita?” Tanya Seungwoo pelan, matanya tak sengaja melihat alat pemadam kebakaran di balik badan Seungyoun, “ck! Sayang ...,” decak Seungwoo sambil menatap datar si manis.

Mata Seungyoun berkaca-kaca, sedari tadi dirinya menahan tangis, “a-aku engga!” Jawabnya dengan nada tinggi dan suara gemetar karena sadar dirinya membuat kesalahan.

“Aku kan udah bilang jangan pegang alat dapur kalau aku enggak di rumah, bisa baca nggak?” Seungwoo menunjuk papan yang sengaja di letakan sebelah alat pemanggang dengan tulisan, 'Jangan menyentuh alat dapur tanpa Seungwoo'.

“Aku udah lihat tutorial di youtube! Aku bisa kok! Cuma tadi kelamaan setting-nya aja, jadi kebakar!”

“Kalau ada apa-apa sama kamu gimana, Sayang!?”

“Aku bisa ngatasinya kok! Nih buktinya aku matiin, 'kan!?” Seungyoun menunjukan alat pemadam kebakaran yang sedari tadi ia sembunyikan.

“Tapi kamu hampir celaka!?”

“Kenapa sih!? Emangnya aku enggak boleh ya buat usaha masak sendiri!? Aku juga mau bikinin suami aku sarapan, aku mau jadi berguna bisa masak! Aku tuh mau kamu juga makan masakan aku! Bukan aku terus yang rasain masakan aku! Aku hanya mau bikin roti bakar doang, bukan mau bunuh diri! Huwaaa!!” Runtuh sudah pertahanan Seungyoun, suami dari Seungwoo ini menangis berjongkok di lantai sambil memeluk alat pemadam kebakaran.

Melihatnya membuat hati Seungwoo pilu, ia pun menjadi tak tega sudah membentak suaminya, padahal niat Seungyoun baik ingin membuatkan dirinya sarapan, tetapi karena rasa khawatir Seungwoo yang berlebihan menimbulkan salah paham bagi Seungyoun.

Baby, please don't cry ... I'm so sorry honey,” Seungwoo mengambil alat pemadam kebakaran itu, kemudian meletakannya di samping tubuhnya. Langsung saja setelah itu, badan Seungyoun ia tarik ke dalam pelukan erat, “maaf ya, aku nggak maksud bentak kamu, aku khawatir sama kamu, Sayang ....”

“T-tapi hiks enggak gitu caranya! A-aku tuh hiks udah berusaha loh hiks lawan rasa takut aku buat hiks masak, a-aku liatin youtube lama-lama, tapi diginiin! Sakit!” Seungyoun memeluk erat leher Seungwoo.

“Iya maaf, maaf banget, aku salah udah bentak kamu. Tapi aku enggak maksud buat larang kamu, seenggaknya kamu masak harus ada aku, biar bisa aku liatin, jagain, kasi tau. Coba kalau misalnya kamu enggak bisa matiin apinya, terus kebakaran, kamu celaka, memangnya kamu mau? Aku enggak mikirin rumah atau alatnya, aku mikirin kamu sayang,” Seungwoo mengelus kepala serta punggung Seungyoun agar sedikit tenang.

“Hmm hiks m-maaf, maaf juga karena aku bandel. Ha-harusnya hiks aku turutin papan peringatan kamu, maafin aku ya Suamiku hiks ...,” Seungyoun mengeratkan pelukannya.

“Iya udah, aku maafin. Sekarang berhenti nangis dan tatap aku,” Seungwoo menangkup pipi Seungyoun, mengusap air mata yang membasahi pipi dengan kedua jempolnya.

“Hm?” Mata berbinar itu menatap Seungwoo sayu, dan juga hidung yang memerah.

“Aku tau sebegitu pengennya kamu buat bisa masak, aku tau kamu sering nonton cara masak bahkan kamu cari resep makanan kesukaan aku, aku tau itu semua. Aku enggak pernah maksa kamu dan aku selalu tunggu kamu sampai kamu siap. Tapi ingat satu hal, saat kamu nanti mulai belajar, selalu dalam pengawasan aku. Aku enggak mau ada kebakaran untuk kesekian kalinya, paham?”

Seungyoun mengangguk sebagai jawaban, “walaupun masakan aku nanti enggak enak?”

“Namanya belajar mana ada yang langsung berhasil.”

Sudut bibir Seungyoun naik, kecupan singkat ia berikan untuk suami tampannya, “thank you.”

For what?”

For everything.”

Keduanya tersenyum, Seungwoo langsung menarik Seungyoun ke dalam ciuman lembut. Kedua bibir itu saling berpangutan, melumat satu sama lain, seakan sedang bertukar rasa sayang satu sama lain.

Ciuman diakhiri oleh Seungyoun terlebih dahulu, “kamu mau lihat roti aku tadi nggak, sebenarnya udah jadi loh tapi pas aku angkat alat pemanggangnya kebakar.”

“Mana?” Tanya Seungwoo sambil tersenyum.

Tangan Seungwoo ditarik agar berdiri, dan dibawa mendekat ke meja makan, “ini! Hehehehe, not bad lah ya?”

Senyum Seungwoo seketika memudar, wajahnya menjadi datar melihat dua potong roti di atas piring yang sudah berubah menjadi warna hitam.

“Kamu bakar roti apa bikin papan peringatan baru?”

“Ish! Namanya juga usaha, besok-besok aku bikin yang bener!”

“Ya beli dulu alat pemanggang baru, rusak tuh.”

“Ntar aku beli!”

Seungwoo melihat sekeliling dapur dan menghela napas berat, “jadi kita mau sarapan apa? Dapur juga berantakan nih, gak akan bisa masak, aku lagi malas beres-beres,” Seungwoo menatap suaminya.

Burger King aja, yuk? Kita udah lama loh enggak junk food!” Seungyoun menaik turunkan alisnya.

“Hmm okay, aku siap-siap dulu kalau begitu. Kamu belum mandi, 'kan? Mending kita mandi bareng,” tiba-tiba Seungwoo menarik Seungyoun dan mengendong layaknya karung beras menuju kamar mandi.

SAYANG TURUNIN AKU!”

Engga hahahaha.”

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ

The End


Written by taeyangbii


Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya Seungwoo dan Seungyoun benar-benar datang ke càfe lebih cepat tigapuluh menit dari waktu janjian. Keduanya tengah asik mengobrol sambil menikmati kopi dingin di siang hari.

For your information Sayang, kursi kita duduk sekarang ini kebetulan kursi yang aku sama Naul dulu sering dudukin,” Seungwoo tiba-tiba berbicara.

Kedua alis Seungyoun naik, “wah- apa maksud nih? Kamu sengaja ya biar nostalgia sama mantan?” Mata kecil itu memicing kepada sang kekasih.

Sadar jika ucapannya menimbulkan kesalah pahaman Seungwoo buru-buru menggelengkan kepalanya panik, “nggak sayang, nggak gitu!” Seungwoo tampak gelagapan dan menggenggam tangan Seungyoun.

“Hahaha kamu kenapa langsung panik, Mas?” Seungyoun terkekeh dan menepuk pipi Seungwoo.

“Aku takut kamu salah paham, Sayang. Maksud aku kasi tau cuma buat info aja, lucu aja kebetulan kita dapat kursi tuh di sini dari sekian banyak kursi.”

“Ya wajar kok tempat duduknya jadi tempat duduk langganan kamu, enak gini pas di tengah tapi dekat dinding, bisa lihat view seluruh càfe juga,” Seungyoun memandangi càfe yang cukup ramai, kebanyakan anak muda sedang istirahat makan siang.

“Kamu nggak mikir apa-apa, 'kan?” Seungwoo memastikan.

“Mikir apa? Enggak lah! Makanan sama minuman di sini enak, kenapa nggak pernah ngajakin aku?”

“Naul masih sering ke sini, malas aku ketemunya.”

“Oh pantesan ...,” Seungyoun mengangguk mengerti dan meminum iced latte miliknya.

Seungwoo melihat Seungyoun asik bermain dengan ponselnya, sambil tangan kekasihnya asik mencubit-cubit kulit tangannya, “ada apa sama tangan aku?” Tanya Seungwoo.

“Hm? Enggak, suka aja mainnya hehehe.”

“Kamu gugup?”

“Buat apa gugup?”

“Ya mana tau ketemu musuh-mu.”

“Musuh aku apa kamu, Mas? Dih!” Seungyoun mencubit pinggang Seungwoo kesal.

“Akh! Sakit, Sayang!”

“Cemen deh gitu aja kesakitan huuu!” Seungyoun mengejek Seungwoo membuat yang lebih tua gemas dan menangkup pipi berisi kekasihnya.

“Nakal banget? Pacar siapa sih nakal?” Pipi Seungyoun ditarik hingga memerah.

Empunya hanya dapat pasrah sambil menepuk keras tangan Seungwoo, karena pipinya menjadi korban kekerasan.

“Ekhem!”

Kedatangan seseorang membuat sepasang kekasih itu menghentikan kegiatan mereka, wajah Seungwoo seketika datar. Sedangkan Seungyoun mengernyit melihat laki-laki mungil yang tingginya bahkan tak lebih dari dagu Seungyoun. Ia datang dengan balutan kaos putih dipadukan cardigan berwarna cream dan celana selutut warna khaki, tampak santai dan tidak berbahaya.

“Udah lama ya? Udah pesan?” Tanyanya.

“Ya menurut lu?” Seungwoo menjawab seadanya.

Lelaki itu pun tersenyum tipis dan jika Seungyoun tak salah lihat dirinya dilirik sinis oleh laki-laki itu, membuat Seungyoun semakin mengernyit bingung.

“Apa kabar?” Tanyanya.

“Jangan basa basi, ada apa?” Seungwoo tampak tidak ingin ada percakapan lebih lama kepada Naul.

“Santai dulu kenapa sih? Gua tau lu muak dan benci lihat gua, tapi apa susahnya sisihkan waktu dulu? Gua bahkan belum kenalan sama cowok yang ada di samping lu. Siapa namanya?” Naul mengulurkan tangannya tepat di hadapan Seungyoun, “kita belum kenalan secara resmi,” lanjutnya dengan nada yang terdengar meremehkan.

“Seungyoun,” Seungyoun menjawab singkat dan menjabat tangan Naul seadanya.

“Gua Naul, lu pasti udah tau gua, 'kan? Iya gua mantan Seungwoo, mantan yang menghabiskan sebagian hidupnya hanya untuk dia,” Naul mendengus geli menatap Seungwoo yang hanya diam tak memperdulikan Naul.

“Tapi akhirnya lu tinggalin dia? Makasih banget ya udah lepasin Seungwoo, gua jadi bisa dapat orang yang baik dan deserve to be loved by someone who better than you, and it's me! If you still don't get what I'm talking about here,” Seungyoun tersenyum manis hingga pipinya naik.

Mendengar ucapan kekasihnya, Seungwoo tersenyum puas. Tangan keduanya saling bertautan erat di bawah meja. Sedangkan Naul sudah menahan emosi, dirinya menggigit pipi dalamnya untuk mengontrol emosi.

“Jangan sombong dulu, Seungyoun. Gimana pun dia bekas gua.”

“Ya, terus? Pacar lu oh- tunangan lu yang sekarang juga nikmati bekas Seungwoo kok, impas, 'kan? Jangan pura-pura naif, kita udah dewasa, pasti tau apa yang udah dilakukan dan dilewati, bawa-bawa bekas it's such childish, bro.”

“Lu-” tangan Naul sudah terangkat, namun Seungyoun tak bergeming di tempat duduknya, sudut bibir Seungyoun naik menyeringai puas karena melihat Naul emosi.

“Jangan pernah lu sentuh pacar gua!” Seungwoo sedikit meninggikan nada suaranya, “kalau lu ngajakin kita ketemu cuma untuk cari ribut dan menyombongkan diri dengan kekonyolan lu mending gua pergi.”

“Gua mau dia enggak ada di depan muka gua.”

“Tapi gua mau dia ada di samping gua.”

“Gua benci-”

“Iya gua pergi, puas-puasin dah lu ngomong sama pacar gua,” Seungyoun berdiri dari kursinya.

“Sayang ...,” Seungwoo menarik Seungyoun agar tetap di tempatnya.

It's okay, mungkin dia memang mau ngomong serius sama kamu, toh aku juga enggak begitu khawatir sama dia,” Seungyoun meliril Naul cuek.

Sedangkan yang dibicarakan dari tadi sudah meremas tangannya di atas meja menahan emosi, namun wajahnya masih saja terlihat angkuh.

“Aku duduk di deket barista aja ya, bye!” Seungyoun mengelus pipi Seungwoo sekilas dan pergi meninggalkan kekasihnya bersama mantannya.

Tak ada yang memulai percakapan, Seungwoo sibuk memainkan garpu di atas piring bekas pancake milik Seungyoun. Sedangkan Naul meminum smoothie-nya perlahan.

“Kalau enggak-”

He's so nice,” potong Naul saat Seungwoo ingin buka suara.

“Hm?” Alis Seungwoo naik.

“Kamu kelihatan lebih bahagia dan sehat. Kamu balik lagi jadi diri kamu yang dulu masih sekolah, balik jadi Seungwoo yang baik dan ramah. Aku bisa lihat itu semua dari cara kamu perlakukan Seungyoun.”

Percakapan mulai serius, Seungwoo menegapkan tubuhnya agar dapat menatap Naul.

“Maksudnya?”

“Sebenarnya aku udah perhatiin kalian dari luar, mungkin sekitar duapuluh menitan? Jujur aja aku iri sekaligus senang.”

“Kenapa?”

“Aku senang akhirnya kamu bisa dapatin yang lebih baik dari aku, aku sadar itu. Aku sadar aku hanya bawa dampak buruk buat kamu, terlalu lama hubungan kita dulu hanya berisi keburukan, sedangkan manis dan baiknya sirna gitu aja. Seungyoun baik, dia pintar, dia tangguh dan kuat, aku bisa lihat semua bagaimana dia begitu sayang sama kamu, dari cara dia jawab omongan aku. Aku tau dia sebegitu sayangnya sama kamu dan mau lindungi kamu bagaimana pun caranya. You all deserved each other.”

“Dan alasan kamu iri?”

“Aku ga akan bisa begitu lagi untuk saat ini, enggak tau di masa depan. Apa aku bisa dapat pasangan yang lebih baik, setelah apa yang sudah aku perbuat?” Mata Naul tampak nanar menahan tangis menatap Seungwoo.

“Gimana?”

Karma is real, bahkan aku dapatin yang lebih parah. Tunangan, maksud aku mantan aku, dia kabur dengan perempuan lain. Selama ini dia hanya pura-pura sama aku, harta aku, tabungan aku sudah habis untuk dia ambil dan dikasi ke selingkuhannya, bahkan enggak sekali, dua kali, mereka having sex di apartemen aku, ada saat di mana mereka ketahuan tepat di depan mata aku. Ini karma aku Seungwoo, aku tau dan aku enggak bisa marah atau pun menghindar.”

“Jadi, tiba-tiba kamu datang dan ganggu hubungan aku karena rasa iri kamu? Naul, sumpah kamu enggak ada berubahnya, bagaimana bisa kamu mengharapkan hal baik datang ke kamu tapi kamunya saja masih tidak berubah?” Seungwoo menggelengkan kepalanya tak percaya.

“Aku tahu! Aku tahu aku salah! Tapi aku sudah frustasi, semua hal yang aku punya hilang Seungwoo, aku enggak tau lagi harus bagaimana! Aku malu sama orang tuaku, aku bahkan sudah nggak bisa dianggap anak lagi sama Ayah karena kejadian ini! Aku hancur Seungwoo, aku hancurin hidupku sendiri dan keluarga aku!” Tangisan Naul pecah, sesuatu yang sedari ia tahan pun keluar, Naul yang tampak angkuh tadi terlihat lemah.

Seungwoo melihat mantannya menangis pun tak tega, ia hanya dapat menatap Naul diam. Sedangkan dari jauh Seungyoun tampak bingung dan penasaran mengapa Naul tiba-tiba menangis.

“Woo ... aku minta maaf, aku minta maaf untuk semua keburukan yang pernah aku lakukan ke kamu, semuanya, Woo! Aku enggak tahu lagi harus bilang apa selain maaf, semua yang sudah terjadi, semuanya pula sudah terbalaskan dan aku terkena karmanya, aku minta maaf Woo, tolong maafin aku, jujur aku enggak sanggup harus begini.”

Tangan Seungwoo terulur untuk menggenggam tangan Naul, “Na ... Na udah tenang, semuanya jadi ngeliatin,” ujar Seungwoo lembut. Naul pun menghentikan tangisannya, mata sembab itu menatap Seungwoo yang tersenyim tipis, “jujur aku memang benci sama kamu, bahkan sampai sekarang aku masih engga bisa terima kamu jahatin pacar aku, kamu tahu bagaimana aku jika sudah menyangkut orang yang aku sayang, 'kan?” Naul mengangguk.

“Tapi untuk kejadian yang dulu, kejadian yang kamu nyakiti aku, aku sudah maafkan itu. Aku sudah damai dengan hal itu, makanya aku bisa dapatin Seungyoun, dia adalah hadiah untuk aku karena aku sudah damai dengan keadaan aku yang dulu, dia yang buat aku balik seperti dulu masih sekolah, seperti Seungwoo yang dulu, itu semua berkat Seungyoun.

“Semesta itu adil Na, walau bukan aku yang balas tapi akhirnya kamu merasakan sakit yang lebih dari aku, 'kan? Aku harap ini bisa jadi pelajaran untuk kamu supaya jadi lebih baik, agar kamu dapat hadiah yang lebih baik juga,” Seungwoo mengeratkan genggamannya kemudian melepaskan genggaman itu perlahan.

Naul mulai tenang dan mengusap air matanya, “kamu benar, semesta itu adil, semesta itu tahu mana yang berhak dapatin bahagia dan mana yang berhak dapatin rasa sakit dari apa yang sudah kita perbuat. Aku salah pernah ada niat untuk merusak hubungan kalian, tapi aku salut Seungyoun sekuat itu dan aku akui kalau aku kalah dari dia.

“Seungyoun benar-benar yang terbaik dan aku enggak bisa seperti dia. Semua yang terjadi di diri aku buat aku semakin sadar, dunia jahat sama aku karena aku sudah banyak menyakiti orang-orang, mungkin ini baru sebagian, nggak tahu nanti akan datang hal yang lebih parah.”

“Tapi aku yakin kamu bisa hadapinya, Na. Aku tahu kamu juga kuat dan pintar, kamu bisa mengatasi semuanya. Tapi satu yang aku mohon dari kamu, mulai buang sikap keras dan angkuhmu itu, buang semua sifat burukmu, kalau kamu masih tetap bertahan dengan sifat itu jangan harap bakal ada hal baik yang datang ke kamu.”

I tried my best, Woo. Mungkin setelah ini aku akan hidup lebih baik dengan suasana baru dan semoga aku bisa jadi pribadi yang baru.”

“Hm?”

“Aku mau pindah, aku dapat tawaran kerja di Jerman. Aku rasa sudah saatnya aku harus melampaui batas yang aku miliki dan ini saatnya. Makanya aku mau ketemu sama kamu, selain untuk minta maaf, aku mau lihat kamu untuk terakhir kali sebelum aku pergi dan benar-benar menutup akses aku dengan kalian semua, aku mau coba jadi orang baru dan tentunya jadi pribadi baru.”

Mendengar rencana Naul tanpa sadar Seungwoo tersenyum lebar. Ada perasaan lega di dalam hatinya saat tahu Naul akan pergi dan berniat untuk berubah, bukan berarti Seungwoo senang karena pengganggunya menghilang, hanya saja rasanya berbeda saat mendengarkan orang yang dulunya pernah ada di kehidupanmu, kemudian tahu jika ia akan menjadi pribadi baru yang mungkin saja akan lebih sukses, hal itu membuatmu bangga dan senang.

“Naul yang aku tau selalu pegang omongannya dan aku berharap semua sesuai dengan rencana kamu. Aku juga minta maaf sudah benci sama kamu dan untuk semua hal yang pernah aku lakukan mungkin pernah buat kamu sakit.”

No, don't you. Aku di sini yang benar-benar dan harus minta maaf, aku tulus minta maaf untuk meninggalkan kesan baik sebelum pergi. Maaf awalnya datang dengan suasana yang sedikit kacau, aku nggak bermaksud begitu.”

I know. Jadi, mau minta maaf sama Seungyoun secara langsung?”

Naul tersenyum dan ia pun berbalik, “Seungyoun!” Panggilnya sambil melambaikan tangan kepada Seungyoun yang tengah asik mengobrol dengan barista.

Pemilik nama pun menoleh, ia menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung, “gua?” Tanyanya.

Kedua orang yang duduk berhadapan itu mengangguk, Seungyoun pun menghampiri keduanya. Saat sudah sampai di tempat semula, tiba-tiba Naul berdiri dan memeluk erat Seungyoun, sontak saja Seungyoun terkejut.

“K-kenapa? Bukannya lu benci sama gua? Kenapa meluk? Lu mau marah atau bunuh gua, ya?” Seungyoun kebingungan.

“Hahaha enggak lah! Maaf ya tadi aku sombong dan angkuh sama kamu, maaf kesannya aku jadi buruk, aku enggak bermaksud begitu kok. Aku mau lihat aja seberapa pantasnya pacar Seungwoo sekarang dan ya kamu hebat, Youn. Maaf aku pernah kasar dan macam-macam sama kamu, mungkin aku nyakiti perasaan kamu, maafin aku ya? Mungkin agak aneh karena aku tiba-tiba begini, tapi aku tulus minta maaf sama kamu.”

Seungyoun tersenyum dan menepuk pundak Naul, “gapapa, Kak Naul. Sejahat-jahatnya kamu pun aku yakin kamu baik, enggak mungkin Mas Seungwoo pilih pasangan sembarangan, 'kan? Namanya manusia selalu ada buat kesalahan, dan semoga dengan Kakak minta maaf begini, Kakak juga sadar kalau semua hal yang dilakukan ada tanggung jawabnya.”

“Woo, pacar kamu dewasa banget!” Naul melebarkan matanya kagum.

“Iya lah pacar siapa dulu?” Seungwoo menaik turunkan alisnya bangga.

Anyway Kak, mau sampai kapan peluk aku? Nggak malu dilihatin?” Seungyoun tampak canggung karena sedari tadi lengan Naul masih memeluk pinggangnya.

“Oh! Hehehe sorry, tapi kamu udah maafin aku?”

“Kak, semua yang Kakak lakuin ke aku engga pernah aku masukin ke hati. Aku tau pasti ada sebab kenapa Kakak begini, tapi aku senang Kakak mau akui kesalahan Kakak dan minta maaf. Aku juga minta maaf kalau perkataan aku ada menyinggung Kakak.”

“Kenapa kalian baik banget, sih? I'm not deserve you all,” Naul kembali menangis membuat Seungwoo dan Seungyoun gelagapan.

“Kak Naul ternyata cengeng!?” Tanya Seungyoun.

“Aslinya dia rapuh banget,” jawab Seungwoo sambil membantu Seungyoun menenangkan Naul di dalam pelukan kekasihnya.

Zaa.♡