Natal tahun ini terasa berbeda dan lebih spesial dari tahun sebelumnya, biasanya Hongseok merayakan natal bersama keluarga besar dan suaminya -Hyunggu-, namun kali ini ada anggota baru yang hadir di tengah keluarga kecil mereka.
Eden namanya, bayi laki-laki yang baru memasuki usia 18 bulan ini bagaikan anugerah yang hadir di keluarga mereka. Si kecil Eden sedari merangkak sudah Hongseok dan Hyunggu adopsi, bayi kecil malang ini di temukan oleh pengasuh yayasan milik ibu Hongseok di tepi jalan dalam sebuah kotak saat kulit si bayi bahkan masih berwarna merah. Di duga Eden dibuang oleh orang tua aslinya, sehingga Hongseok dan Hyunggu yang sudah lama menikah dan menginginkan momongan pun langsung segera menyanggupi untuk merawat Eden.
Baik Hongseok maupun Hyunggu keduanya belum pernah merawat bayi sama sekali, namun karena kecintaan Hyunggu terhadap anak kecil membuat naluri Ayahnya keluar secara alami, begitu juga dengan Hongseok yang selalu mendukung dan membantu Hyunggu merawat Eden. Keluarga besar pun turut ikut serta merawat Eden, sehingga tak heran 1 tahun terakhir ini Eden menjadi idola di keluarga besar Hongseok dan Hyunggu.
Perayaan Natal akan berlangsung dalam 4 hari lagi, rencananya Hongseok dan Hyunggu ingin membeli perlengkapan untuk menghias pohon natal, tak lupa beberapa bahan makanan dan tentu saja susu si kecil untuk persediaan akhir bulan, sebelum toko tutup saat hari Natal nanti.
Pukul 6.45 Hyunggu sudah mendengar suara rengekan dari sang buah hati, dirinya pun bangun dan memeriksa kasur khusus bayi yang sengaja di letakan dalam kamar dirinya dan Hongseok.
“Jagoan Pipi sudah bangun, hm?” Hyunggu tersenyum lembut sembari mengelus pipi si kecil.
“Num! Mik!” Tangan kecil Eden terulur berusaha ingin menggapai Papinya.
“Mau mimik? Mik susu?”
“Mik! Ndong!”
Mengerti maksud sang anak, Hyunggu pun mengendong Eden dan mendekap si kecil didadanya, merasa hangat bayi dengan kulit putih dan mata bulat bagaikan boneka itu mengusak wajahnya pada dada Hyunggu.
“Sama Didi dulu, ya? Pipi mau buatin susu buat Eden. Eden bangunin Didi biar ada temannya, ayo!” Hyunggu berjalan ke arah kasur di mana ada Hongseok yang masih tidur dengan lelap, dengan sengaja Hyunggu membaringkan Eden di samping Hongseok agar anaknya mengganggu tidur Ayah muda itu.
Tangan mungil Eden menepuk-nepuk pipi Hongseok, “Di! Didi! Ngun!” Ucapnya dengan celoteh khas anak bayi, Hyunggu terkekeh geli melihat Hongseok yang tidurnya mulai terusik. Dirinya pun memilih untuk membuat susu, membiarkan anaknya bersikeras membangunkan Hongseok, “Didi! Pi, Di ngun?” Tanya Eden kepada Hyunggu.
“Iya bangun, Didi bangun Didi...,” ucap Hyunggu lembut.
“Didi!” Eden mencubit dagu Hongseok, akhirnya yang dibangunkan pun membuka matanya. Hal pertama yang Hongseok lihat adalah mata bulat berbinar dari Eden yang menyambutnya, “Didi!” Ucap si bayi riang.
Hongseok tersenyum geli, dielusnya kepala Eden dan dikecupnya dahi sang anak, “siapa ini yang bangunin Didi, hm? Eden, ya?” Hongseok mengelus pipi berisi Eden.
“Mik!” Ucap Eden.
“Mimik? Minta sama Pipi, Pipi mimik Eden mana, ya?”
“Disini sayang...,” Hyunggu datang sambil membawa sebotol susu yang siap Eden minum, diberikannya kepada Eden dan langsung diminum dengan lahap oleh si kecil.
Kedua orang tua itu pun menatap dengan lembut anak mereka, “nyenyak tidurnya? Masih sakit nggak tengkuknya?” Hyunggu mengelus kepala Hongseok.
“Hmm, udah be better dari semalam sih.”
Pekerjaan Hongseok sebagai seorang desain grafis membuatnya harus menatap laptop dalam waktu yang lama, tak heran jika Hongseok selalu mengeluh tengkuk hingga punggungnya sakit karena terlalu banyak duduk.
“Nanti habis mandi kasi salep lagi biar cepat sembuh.”
“Iya sayang, cium dulu dong!” Hongseok menarik tangan Hyunggu agar semakin mendekat.
Hyunggu pun menunduk, namun dirinya sengaja menggoda Hongseok dengan mengecup kepala Eden terlebih dahulu, membuat dahi Hyunggu menempel pada bibir Hongseok, “udah 'kan ciumnya?” Tanya Hyunggu jahil.
“Curang dih! Bukan gitu, benar-benar dong ciumnya, Sayang...,” Hongseok mulai merengek manja.
Merasa gemas Hyunggu mencubit pipi Hongseok, ia menunduk lagi untuk mengecup bibir Hongseok, “good morning, honey.”
“Good morning, baby. Pagi ini jadi belanjanya?”
“Jadi, makanya ini aku mau siap-siapin dulu barang Eden, sama air untuk dia mandi. Tolong liatin Eden dulu ya, Sayang.”
“Iya ..., sudah sana siapin dulu.”
Suami manis Hongseok itu pun berjalan ke arah kamar mandi yang terletak di dalam kamar, dirinya menyiapkan air hangat dan beberapa mainan serta perlengkapan mandi untuk Eden. Sedangkan Hongseok yang masih setia dengan posisi tidurnya, memeluk Eden dari samping dan menatap sang anak yang baru saja menghabiskan susu paginya.
“Wah- habis, Eden pintar. Anak siapa, hm?” Hongseok mengambil botol kosong dan meletakan di atas nakas.
“Didi!” Jawah Eden riang.
“Sayang, tolong bukain baju Eden! Airnya sudah siap nih!” Teriakan Hyunggu dari dalam kamar mandi membuat Hongseok langsung duduk di atas kasur dan mengendong Eden untuk duduk di atas pangkuannya.
“Buka baju dulu, kita mandi nanti mau brum. Eden mau brum, nggak?”
“Brum! Brum!”
“Iya nanti brum, kita jalan-jalan, beli susu Eden, ya?” Hongseok mengecup pipi Eden saat dirinya sudah berhasil membuka baju sang anak.
“Ndi! Didi ndi!”
“Ayo mandi, sama Pipi ya...,” Hongseok mengangkat badan Eden agar berdiri, membuka celana serta popok yang sudah penuh, “ayo susul Pipi,” Hongseok mengendong Eden menuju kamar mandi.
“Mandi ya sayang, nih ada bebek sama ikannya sudah nunggu!”
Hongseok menurunkan Eden dan langsung dipeluk oleh Hyunggu, dikecupnya gemas pipi Eden, “hmm bau acem! Edennya Pipi acem!”
“Ndi! Pipi ndi!”
“Hahaha iya iya, mandi, ayo masuk ke dalam baknya,” Hyunggu mengendong Eden untuk membantu si kecil masuk ke dalam bak mandi khusus bayi dengan ukuran besar.
“Mau aku bantu siapin baju Eden, nggak?” Tanya Hongseok.
“Boleh, terserah kamu aja mau baju yang mana buat dia jalan asal jangan bahan panas ya.”
Hongseok mengangguk mengerti, ia membuka lemari khusus pakaian Eden dan melihat-lihat baju yang ingin ia pakaikan kepada sang anak, “agak mendung ya, jadi pakai warna biru aja deh,” Hongseok mengeluarkan setelan baju kaos serta celana berwarna biru dengan gambar Captain America, tak lupa sepatu dengan warna yang senada dan topi berwarna merah.
Setelah itu Hongseok mengambil baju kotor Eden, memasukannya ke dalam keranjang kotor dan membuang popok anaknya. Dirinya juga membereskan kasur agar Hyunggu tidak begitu banyak bekerja, terkadang Hongseok merasa tak tega membiarkan suaminya melakukan semua pekerjaannya sendiri, pekerjannya sebagai pelatih tari di salah satu agensi membuatnya harus mengatur jadwal dengan baik.
“Sayang, mau sekalian aku buatin sarapan nggak?” Tanya Hongseok dari depan pintu kamar mandi dimana dapat ia lihat Eden masih asik bermain dengan bebek dan ikan karetnya.
“Boleh kalau enggak repotin kamu, roti isi aja, bahan-bahannya masih ada di dalam kulkas.”
“Oke! Eden, udahan mainnya nanti masuk angin kamu, Nak.”
“Tan! Itan! Didi!”
“Iya ikan, bebeknya mana?” Tanya Hongseok, si kecil Eden mengangkat bebek karetnya, “pintarnya anak Didi, udahan mandinya yuk!”
“Dah, Pi!” Eden menuruti perkataan Hongseok dan meminta Hyunggu untuk menyudahi acara mandinya.
“Aku ke dapur dulu, Sayang.” Hongseok pergi untuk membuat sarapan.
“Iya...,” jawab Hyunggu yang sedang sibuk mengendong Eden dengan balutan handuk, dibawanya sang anak ke dalam kamar dan langsung dibaringkan ke atas kasur dimana sudah ada baju, popok serta perlengkapan bayi lainnya, “hari ini jadi Captain America lagi ya kamu nak, Didi kamu nih selalu aja kasi baju Avenger ke kamu,” Hyunggu mengelap badan Eden dan menggosokan minyak telon ke perut anaknya, kemudian memakaikan popok.
“Pi baba!”
“Hm, baba? Nanti babanya pakai baju dulu.”
“Baba!”
“Iya baba, pakai baju dulu baru baba, ya?” Hyunggu mendudukan Eden memakaikan anaknya baju dan celana.
“Pi, Di na?”
“Didi di dapur sayang, kenapa cari Didi mau brum ya?”
“Brum! Didi brum!”
“Iya nanti kita brum, jalan sama Didi ya, Sayang?” Terakhir Hyunggu memberikan minyak rambut kepada rambut tebal Eden, memakaikan kaos kaki dan sepatu, “sudah siap! Gantengnya anak Pipi, yuk samperin Didi?”
“Didi!” Eden menggenggam tangan Hyunggu dan meloncat dari kasur Papinya, kaki mungil itu berlari keluar kamar menuju dapur dimana Hongseok baru selesai membuat kopi.
“Sayang Eden ke dapur!” Hyunggu memberitahu sambil melihat Eden dari depan pintu kamar.
Buru-buru Hongseok meletakan teko berisi kopi panas ke atas meja makan dan menangkap anaknya yang sudah wangi khas bayi dan siap untuk pergi, “hei jagoan! Mau mam roti, nggak?” Hongseok memberikan potongan kecil roti bakar kepada Eden.
Tangan kecil itu mengambil potongan roti bakar dari Daddynya, “mam!” Ujarnya sambil meloncat kecil dan memasukan roti itu ke dalam mulutnya.
“Enak?”
“Nyak!”
“Mau lagi?”
“Gi!” Eden mengulurkan tangannya meminta roti lagi.
Hongseok pun mengendong Eden dan mendudukkannya pada kursi khusus bayi, diberikannya sepiring roti bakar yang telay diolesi selai cokelat, “pelan-pelan makannya,” dikalungkan celemek bergambar buah peach pada Eden agar baju sang anak tidak kotor.
“Sayang, kamu mau mandi dulu, kah?” Tanya Hongseok dari dapur, samar terdengar suara Hyunggu mengatakan 'iya'.
Sambil menunggu suaminya mandi, Hongseok duduk di samping Eden, menikmati roti bakar buatannya yang diisi telur orak-arik dan salad dari beberapa sayuran.
“Di aaa!” Eden menyuapkan sepotong roti pada Hongseok.
“Aaaum! Enak, Eden suka?” Tanya Hongseok setelah memakan sesuap roti dari anaknya.
“Ka!”
“Habisin ya, Sayang,” Hongseok bantu memotong roti bakar milik Eden menjadi potongan kecil.
Beberapa menit kemudian Hyunggu sudah siap dengan sweater berwarna putih dan bannie head dengan warna senada, sambil membawa tas perlengkapan Eden, “Eden makan apa tuh?” Tanya Hyunggu saat duduk di sisi lain anaknya.
“Ti! Ti Didi!”
“Roti buatan Didi? Enak nggak?”
“Nak!”
Hyunggu mengecup berkali-kali pipi Eden yang sedikit berlepotan selai cokelat, “mandi gih sana, kamu sudah selesai sarapan?” Tanya Hyunggu pada suaminya.
“Sudah nih, aku nungguin kamu aja buat jagain dia, aku mandi dulu ya,” Hongseok beranjak dari duduknya, ia pun menyempatkan diri untuk mengecup kepala Hyunggu sebelum pergi ke kamar.
Akhirnya semua pun sudah siap, Hyunggu yang baru selesai sarapan menurunkan Eden agar bebas berlari untuk menghampiri Hongseok yang sedang membereskan tas serta gendongan untuk Eden, namun Eden malah memilih mengikuti Hyunggu layaknya ekor, dan memeluk kaki Hyunggu yang sedang mencuci piring.
“Sana sama Didi, Pipi lagi nyuci sayang....”
“Ndong Pipi! Pii!!”
“Iya iya sabar, Pipi cuci piring dulu, ya?”
“Ndong!! Pipi!!”
“Huhuhu Sayang bantu aku gendong Eden!” Hyunggu memelas ke arah suaminya yang sudah tersenyum geli melihat tingkah Eden.
“Ed! Ayo brum sama Didi!”
Mendengar kata brum Eden menoleh ke belakang, ia pun bergegas berlari ke arah Hongseok dengan suara sepatu yang memenuhi seisi rumah.
“Brum! Didi brum!” Eden meloncat kecil kode minta di gendong, Hongseok langsung mengendong Eden dengan satu tangannya dan tangan lainnya membawa barang Eden.
“Sayang aku langsung ke mobil, barang Eden sudah aku bawa. Jangan lupa barang-barang kamu, oh iya sekalian ponsel aku di kamar tadi lupa bawa hehehe.”
Hyunggu hanya dapat menggelengkan kepalanya sehabis mencuci piring, “dia yang ingatin, dia aja lupa bawa barangnya,” Hyunggu pun masuk ke dalam kamar, mengambil ponsel Hongseok, dan beberapa barangnya ia masukan ke dalam sling bag berwarna cokelat dengan gantungan bunga daisy miliknya.
Setelah memastikan semua rumah aman dan terkunci, Hyunggu masuk ke dalam mobil dimana Eden sudah duduk dengan manis di kursi belakang dengan bantuan kursi bayinya, “sayangnya Pipi mau brum, ya?” Tanyanya lembut.
“Bruum!!” Teriak Eden mengangkat tangannya.
“Sudah semua, Sayang?” Tanya Hongseok sembari membantu memasangkan sabuk pengaman Hyunggu.
“Sudah, eh kamu kok tumben pakai sweater hitam ini?”
“Gapapa, biar couple sama kamu hehehe.”
Pipi Hyunggu tersipu dan memukul pelan lengan Hongseok, “bisa-bisanya ngomong gitu padahal anak udah segede itu!”
“Loh gapapa, dong? Emangnya anak menjadi pembatas untuk kita bisa begini, enggak 'kan? Kamu aja tampilannya masih keliatan kayak anak muda, coba kalau kamu bilang masih mahasiswa semester akhir pasti orang percaya.”
“Ya iya sih, enggak salah juga. Ayo cepet pergi kasian Eden nungguin!”
Mobil pun berjalan meninggalkan perkarangan rumah dan langsung menuju pusat perbelanjaan dengan kecepatan sedang, sepanjang perjalanan suasana jalan lumayan sepi, cuaca pun sedikit mendung, namun hal itu tak membuat antusias keluarga kecil Hong surut, mereka bahkan bernyanyi lagu anak-anak dan lagu natal sepanjang perjalanan.
Sama halnya seperti di jalan, sesampainya di pusat perbelanjaan pun terlihat agak sepi tidak seramai minggu lalu yang penuh manusia membeli persiapan natal.
“Sepi nak, bebas kamu lari aja disini asal jangan hilang,” ujar Hongseok sesaat mengendong Eden keluar dari mobil.
Hyunggu yang mendengar perkataan suaminya ingin sekali rasanya mencubit ayah muda itu, “ngomongnya itu loh bisa nggak sih mikir?” Tanya Hyunggu kepada suaminya.
“Kenapa lagi, benar loh aku ngomong?”
“Iya iya benar, Eden mau gendong apa jalan?” Tanya Hyunggu kepada Eden.
“Lan! Da tuh da!” Eden menunjuk kepada maskot rusa di pintu masuk pusat perbelanjaan, nyaris saja Eden berlari, namun Hyunggu sudah lebih cekatan menangkap tangan si kecil.
“Itu rusa sayang, rusa!”
“Sa! Pi nak Pi!” Eden menarik tangan Hyunggu untuk menghampiri maskot yang menyapa orang datang.
“Sayang tolong tas Eden,” Hyunggu memberikan tas perlengkapan Eden kepada Hongseok dan berjalan cepat mengikuti anaknya berlari menghampiri maskot rusa itu.
Eden kecil meloncat-loncat girang sambil bertepuk tangan saat maskot itu melambaikan tangan padanya, “Pi sa! Aaaa!” Teriak kencang si kecil menarik perhatian orang-orang yang lewat, hal itu sontak membuat Hyunggu terkejut dan tertawa geli.
Hongseok yang melihat hal itu dari jauh ikut tertawa, dirinya berlari menyusul suami dan anaknya agar tidak ketinggalan sesuatu, “senang ya, dadah dulu sama rusanya,” Hongseok melambaikan tangannya.
“Dadah! Dah!” Eden melambaikan tangannya.
“Foto mau foto?” Tanya Hyunggu dan Eden melepaskan tangannya untuk berjalan mendekat pada maskot rusa itu.
Melihat anaknya sudah di dalam pelukan maskot rusa yang berjongkok menyamakan tingginya dengan sang anak, Hyunggu buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk mengambil foto Eden.
“Eden! Sayang lihat kesini sayang!” Hongseok menepuk tangannya agar menarik perhatian Eden.
Saat Eden menatap kamera, Hyunggu langsung cepat mengambil banyak foto, beberapa foto candid pun tak ketinggalan.
“Sudah, yuk masuk, mau pisang nggak?” Tanya Hyunggu.
“Sang? Mam sang!” Eden berlari menghampiri Hyunggu.
“Dadah sama rusanya dulu?” Ujar Hongseok.
“Dadah! Dah!” Eden melambaikan lagi tangan kecilnya dan berlari masuk ke dalam pusat perbelanjaan terlebih dahulu karena Hyunggu lengah.
“Astaga nak! Tunggu Pipi!” Hyunggu berlari mengejar Eden dan menangkap tangan anaknya agar dalam genggaman.
“Pi sana! Pi!” Ujar Eden polos seakan tidak ada yang terjadi.
“Iya sayang, sabar tunggu Didi dulu tuh kamu sama Didi, ya?”
Hongseok langsung datang dan mengendong Eden, “jangan lari-lari nak, kamu hilang yang marah malah Eyang kamu!” Jari panjang Hongseok sengaja menggelitik perut Eden, membuat bayi gemas itu tertawa. “Kita mau ke arah mana dulu?” Tanya Hongseok kepada Hyunggu yang baru mengambil troli belanja.
“Ke sayuran aja dulu, Eden mau masuk sini?” Hyunggu membuka tempat khusus meletakan anak di dalam troli.
“Memangnya sudah bisa?” Tanya Hongseok ragu, namun Hyunggu langsung mematahkan rasa ragu Hongseok saat melihat sang anak duduk dengan nyaman di tempat itu.
“Pintar-pintar sama Didi ya, Sayang...,” Hyunggu mengecup kepala Eden dan berjalan duluan, disusul oleh Hongseok yang mendorong troli sambil sesekali bermain dengan Eden.
“Di tu pa?” Tanya Eden melihat Hyunggu sibuk memilih berbagai macam sayur.
“Brokoli!”
“Oli?”
“Bro- koli!”
“Oyi!”
Hyunggu terkekeh mendengar interaksi ayah dan anak yang sibuk belajar kata-kata baru, “ini apa sayang?” Tanya Hyunggu saat memegang pisang.
“Isang!” Jawab Eden sedikit berteriak.
“Pintarnya!” Hyunggu mengecup pipi Eden.
Perjalanan keluarga Hong berberlanja masih berlanjut, kali ini mereka menuju tempat perlengkapan natal. Hongseok melihat-lihat pohon natal yang cocok untuk di rumah, “pohonnya yang kecil aja ya, Yang?” Tanya Hongseok saat melihat pohon natal terletak di atas salah satu rak.
“Iya, yang bisa diletakin di atas meja aja, kalau yang besar nih ntar si kecil malah ngerecoki.”
Hongseok pun mengambil pohon yang ia lihat dan dimasukan ke dalam troli, Eden terlihat penasaran dengan pohon berwarna hijau itu, “tu pa?” Tanyanya pada Hongseok.
“Pohon natal!”
“Pon tal?”
“Iya, pohon natal sayang.”
“Sayang lihat deh, lucu 'kan kalau Eden pakai? Nak coba pakai,” Hyunggu memakaikan jubah kecil berwarna merah dengan tanduk rusa berwarna hijau kepada Eden. Si kecil terlihat bingung namun tetap diam saat jubah itu terlihat pas di kepalanya, “nah 'kan lucu! Ambil ya buat Eden?” Hyunggu meminta izin pada suaminya.
“Iya ambil aja.”
Selain pohon natal, tentu saja Hyunggu dan Hongseok mengambil hal lain untuk menghiasi pohon natalnya, Hongseok mengernyit saat Hyunggu mengambil sebungkus jepitan kayu, “untuk apa?” Tanyanya.
“Buat gantung foto-foto kita, aku kepikiran nanti di rumah kita foto pakai polaroid sama cetak foto Eden yang tadi pakai instax, gimana?”
“Sekalian aja kita gambar terus potong bentuk-bentuk lucu,” saran Hongseok dan Hyunggu mengangguk, ia pun mengambil kertas origami lumayan tebal. “Sudah semua?” Tanya Hongseok.
“Sudah! Eden, mau mimik nggak?” Tanya Hyunggu saat melihat Eden mengecap-ngecap bibirnya.
“Mau! Mik!” Mendengar jawaban si kecil Hyunggu pun memberikan botol susunya kepada Eden.
Mereka pun menuju ke kasir untuk membayar semua barang, saat di kasir Eden mendapatkan hadiah balon dari tempat mereka belanja, spesial untuk hari natal. Eden langsung memberikan botol susunya yang masih tersisa setengah kepada Hyunggu dan mengambil balon dari penjaga kasir.
“Selamat Natal!” Ujar penjaga kasir.
“Pi lon! Didi lon!” Eden memberitahu kedua Ayahnya dengan senang.
“Iya balon, ada rusanya, ya?” Hyunggu mengelus kepala Eden dan si kecil mengangguk.
Hongseok berjalan duluan untuk memasukan barang ke dalam mobil, sedangkan Hyunggu sudah meletakan Eden diposisi semula. Setelah di rasa semua sudah selesai mereka kembali ke rumah untuk mulai menghias pohon natal.
🎄
Sesampainya di rumah, si kecil Eden ternyata tertidur pulas sepanjang perjalanan dengan tangannya yang masih setia menggenggam botol susu.
“Lucunya, kadang kamu pernah kepikiran nggak sih kita udah sebesar ini ngerawat dia?” Hyunggu menatap Eden, kemudian beralih menatap suaminya.
“Rasanya baru kemarin dia ngerangkak, nangis nggak mau sama aku tau-tau sudah sebesar ini aja, jujur nggak nyangka sih.”
“Semoga besarnya jadi anak baik, anak pintar ya.”
“Pasti dong, orang tuanya aja baik dan pintar masa anaknya enggak?”
“Yeu mulai deh!” Hyunggu mencubit lengan Hongseok dan turun dari mobil menuju ke pintu belakang untuk mengendong Eden yang tidak terusik sedikit pun tidurnya.
Hyunggu meletakan Eden di kasur kecil yang memang terletak di ruang tengah, dilepaskannya topi dan sepatu Eden, kemudian membiarkan si kecil tidur dengan pulas di sana.
“Sayang, tolong kantong belanjaannya dong!” Hongseok tampak kesusahan masuk dengan membawa pohon natal dan belanjaan.
Hyunggu berlari kecil menyusul suaminya, mengambil kantong belanjaannya dan membawa semua barang itu ke dapur. “Pohonnya letakin meja aja, pelan-pelan nanti Eden bangun,” ujar Hyunggu setelah selesai meletakan barang di dapur. Hongseok meletakan pohon natal dan beberapa hiasan yang mereka beli.
“Jadi, kita mulai darimana?” Tanya Hongseok.
“Langsung nih, enggak ganti baju dulu?” Tanya Hyunggu.
“Engga lah! Langsung aja, 'kan tadi katanya mau foto biar sekalian aja kita couplean gini, ya 'kan?”
“Dih dasar, narsis banget sih!?”
“Suami siapa?” Hongseok menaik turunkan alisnya usil.
Hyunggu mendengus geli, ia masuk ke kamar terlebih dahulu untuk mengambil kamera polaroid miliknya hadiah dari Hongseok saat masih pacaran dan instax milik Hongseok.
“Masih ada nggak sih kertasnya?” Tanya Hyunggu mengangkat instax di tangan kanannya.
“Masih, baru aja aku isi kemarin. Emang ada firasat aja buat isi, kepakai juga 'kan?”
Hyunggu mengangguk dan duduk di samping Hongseok yang mengeluarkan berbagai macam hiasan, mulai dari buah cemara dan lampu.
“Kamu enggak ada ambil bola saljunya?” Tanya Hongseok.
“Enggak, aku mikirnya pakai lampu aja nanti baru hias banyakin foto, kenapa jelek ya?”
“Enggak, aku cuma nanya takutnya kamu lupa ambil.”
“Oh enggak kok, eh gunting mana? Belum aku ambil, ya?”
“Belum sayang, kamu bahkan dari tadi masih sibuk cetak foto. Udah di cetak foto Eden nya?”
“Belum hehehe. Tolong pilihin, aku ambil gunting sama spidol dulu.”
Hongseok menggelengkan kepalanya, ia pun membantu Hyunggu memilih foto sang buah hati dan mencetak 3 foto yang menurutnya lucu.
“Lama banget ambil guntingnya,” gumam Hongseok saat Hyunggu sedari tadi belum kembali.
“Gunting yang biasa aku pakai mana sih, Yang?” Tanya Hyunggu saat kembali.
“Di laci lah Sayangku, dimana lagi?”
“Enggak ada, aku malah ketemu gunting besar ini,” Hyunggu menunjukan gunting di tangannya.
“Yasudah pakai itu aja, kenapa memangnya?”
“Aneh pakai yang gede, foto Eden sudah?”
“Sudah, buruan sini keburu Eden bangun nanti kita susah hias pohonnya.”
Buru-buru Hyunggu duduk di samping suaminya dan mulai mengambil beberapa kertas untuk di potong berbagai macam bentuk.
“Yang, wajah bebek yang biasa kamu bikin tuh gimana, sih?” Hyunggu mencolek Hongseok yang sibuk memasang lampu pada pohon natal mereka.
“Ya gitu, ada google coba liat.”
“Buatin~!” Rengek Hyunggu sambil menarik lengan sweater Hongseok.
Sang suami pun mengalah dan mulai menggambar dan memotong kertas bentuk karakter bebek favoritnya, Hyunggu tampak antusias melihat karya suaminya dan terkekeh geli, “mirip kamu banget ini mah,” ujar Hyunggu.
“Ya udah, sekalian aku juga bikin wajah kamu sini, coba liat aku,” Hongseok menarik dagu Hyunggu agar menatap dirinya.
“Jangan aneh-aneh!”
“Enggak, percaya sama aku,” diperhatikan wajah manis suaminya dan Hongseok langsung menggambar di atas kertas kemudian menggunting kertas itu, “nah liat mirip, 'kan?”
“Dagu aku engga sepanjang ini, Sayang!”
“Shuut- kamu mau bangunin Eden?”
“Ih! Tapi enggak gini, buat lagi dong!?” Hyunggu cemberut kepada Hongseok.
“Iya, iya, bawel banget kenapa sih?” Hongseok menarik gemas pipi Hyunggu, mau tak mau Hongseok membuat ulang wajah Hyunggu dengan versi yang lebih rapi. “Sudah?” Tanyanya dan Hyunggu mengangguk semangat.
“Nah ini baru benar! Sini aku mau bikin snow ball dulu,” Hyunggu mengambil gunting dari tangan Hongseok, dan mulai membuat manusia salju dengan ukuran lumayan besar.
Saat tengah asik memotong kertas, Hongseok memperhatikan suaminya dalam diam, tanpa sadar dirinya tersenyum dan mengelus kepala Hyunggu, “I love you,” gumamnya dan membuat Hyunggu menoleh.
“Tiba-tiba?”
“Pengen aja.”
Hongseok mengambil polaroidnya dan mengambil foto sang suami yang melanjutkan pekerjaannya, “sayang liat kamera dulu,” Hyunggu menoleh dan menujukan 2 jarinya di depan kemara.
Hasil foto Hyunggu langsung keluar, sengaja Hongseok deretkan dengan hasil foto Eden yang tadi ia cetak.
“Perlu bikin bintang, nggak?” Tanya Hyunggu.
“Perlu lah sayang, pohon natal tanpa bintang tu bagaikan aku tanpa kamu, paham?”
Merasa malu Hyunggu menyikut perut sang suami dengan wajah merona, Hongseok tertawa kecil dan merangkul Hyunggu. Dipeluknya leher suami mungilnya dari belakang dan tangan satunya lagi mengarahkan kamera ke hadapan mereka berdua, Hyunggu tersenyum manis saat Hongseok mengecup pelipisnya dan mengambil foto mereka.
“Kamu sadar nggak sih keliatan makin kecil pakai sweater ini?” Tanya Hongseok.
“Sadar, memang sengaja aku pakai biar keliatan mungil!”
“Dih dasar,” Hongseok menjawil hidung lancip Hyunggu.
Setelah di rasa segala hiasan sudah siap, Hyunggu dan Hongseok mulai menggantung beberapa foto dan potongan kertas di pohon natal dengan jepitan yang tadi Hyunggu ambil.
“Foto kamu mana, Yang?” Hyunggu menyadari foto suaminya tak ada, ia langsung mengambil kamera dan memotret suaminya dengan pose candid.
“Bagus nggak?” Tanya Hongseok.
“Bagus, coba liat kamera sini,” Hyunggu menarik pundak Hongseok agar menoleh padanya. “Ini lebih cakep!” Ujar Hyunggu dan memberikan hasil foto kepada Hongseok untuk di gantung.
“Pi~ num!” Suara rengekan bayi mengalihkan perhatian Hyunggu dan Hongseok.
“Si ganteng sudah bangun, sebentar ya Pipi buatin susunya dulu,” Hyunggu beranjak menuju ke dapur untuk membuat susu.
Sembari menunggu, Eden terlihat penasaran pada pohon natal yang ada di atas meja tak jauh dari kasur miliknya, “Di tu pa?” Tanya Eden kepada Hongseok yang masih merapikan beberapa hiasan.
“Pohon natal sayang, sini lihat ada foto Eden nih!”
Eden bangun dari tidurnya, masih dengan badan terhuyung-huyung ia menghampiri Hongseok, perhatian si kecil teralihkan saat melihat gunting berwarna hitam di atas meja, baru saja Eden ingin mengambil gunting tersebut tangan Hongseok lebih cepat untuk mengamankan benda tajam berbahaya itu, “nggak boleh, bukan mainan. Sini duduk pangku Didi, lihat pohon natal,” Hongseok menarik pelan Eden agar duduk di pangkuannya.
“Din!” Eden teriak saat melihat fotonya tergantung di pohon natal.
“Iya, itu Eden. Tadi sama rusa, 'kan? Baik nggak rusanya?”
“Aik!” Jawabnya sambil menepuk perutnya.
“Sayang, nih susunya minum dulu,” Hyunggu memberikan botol susu kepada Hongseok dan langsung di berikan kepada Eden.
Merasa haus setelah tidur selama hampir 2 jam membuat susu yang diminum oleh Eden pun habis dalam waktu sekejap, “dah!” Ujarnya sambil memberikan botol kosong kepada Hyunggu yang baru saja selesai membereskan sampah-sampah kertas di atas meja.
“Kok cepat habis, nak? Bocor apa gimana?” Hyunggu tercengang menggambil botol susu anaknya.
“Botolnya kecil ya wajar cepat habis, Yang,” ujar Hongseok.
“To! Pipi to!” Eden menunjuk foto Hyunggu dan Hongseok.
“Eden mau foto juga? Iya?”
“Um! To Pi, Didi!”
Hongseok tak bisa menahan gemasnya, ia mengusak hidungnya pada kepala Eden yang menguar aroma wangi khas bayi, “tuh liat Pipi, foto dulu!” Hongseok menunjuk ke arah kamera.
Eden memgikuti arah yang Hongseok tunjukan, dimana Hyunggu sudah mengangkat kamera, “senyum sayang, 1 ... 2 ... 3!” Keluarga kecil itu menunggu hasil foto, dan merasa puas saat melihat si kecil tersenyum lebar di dalam foto, begitu juga dengan kedua orang tuanya.
“Aaa! Lucunya!” Hyunggu menyempatkan diri menarik gemas pipi Eden, “Pipi gantung dekat bintang ya, sayang,” Hyunggu mengambil jepitan dan menggantung foto keluarga kecilnya di dekat puncak pohon.
“Balon tadi mana ya, Yang?” Tanya Hongseok tiba-tiba.
“Hah? Oh- kayaknya masih di dalam mobil deh, mau aku ambilin?” Tawar Hyunggu.
“Enggak usah, biar aku aja. Nih kamu pangku Eden dulu,” Hongseok menyerahkan si kecil kepada suaminya dan beranjak untuk mengambil balon di dalam mobil.
“Kita foto lagi, jepitannya masih banyak nih,” Hyunggu menyempatkan diri mengambil beberapa foto bersama sang anak, hingga Hongseok kembali lagi.
“Lihat balon siapa nih?” Hongseok mengangkat balon milik Eden.
Langsung saja Eden berlari menghampiri Hongseok untuk meminta balonnya, “Pi lon!” Teriaknya ceria.
“Jubah tadi mana?” Hongseok mengecek kantong di dekat Hyunggu.
“Nih, sudah aku keluarin,” Hyunggu memberikan jubah Eden kepada Hongseok.
“Nak pakai ini terus foto,” Hongseok memakaikan jubah itu kepada anaknya, Eden tampak senang dan tertawa saat jubah itu menutupi wajahnya. “Sayang cepat foto!” Perintah Hongseok kepada Hyunggu.
Hyunggu mengambil foto menggunakan ponselnya agar dapat mengambil banyak foto dalam satu kali tekan, “sudah?” Tanya Hongseok dan Hyunggu mengangguk.
“Aaaa!” Eden langsung berlari mengelilingi ruang tengah sambil membawa balonnya, baik Hyunggu maupun Hongseok hanya tersenyum melihat anak mereka.
“Dapat berapa foto?” Tanya Hongseok kembali duduk di sebelah Hyunggu.
“Sekitar 8 foto, mungkin sekitar setengah yang bagus.”
“Gapapa cetak aja semuanya, pohon natal kita penuhin sama foto-foto si kecil.”
Hyunggu mengangguk dan menuruti perkataan Hongseok, sambil menunggu foto di proses Hyunggu menyandarkan kepalanya pada pundak Hongseok, paham jika suaminya ingin bermanja Hongseok memeluk pinggang Hyunggu agar semakin mendekat padanya.
“Capek?” Tanya Hongseok mengelus kepala Hyunggu.
“Lumayan, beruntung hari ini Eden enggak rewel jadi enggak begitu capek,” Hyunggu ikut memeluk pinggang Hongseok, menatap suaminya dan tersenyum.
“Kenapa senyum, ada yang lucu?” Hongseok bertanya dan mengecup ujung hidung Hyunggu.
“Emang enggak boleh senyum?”
“Boleh, boleh banget. Aku suka, senyum kamu manis, vitamin aku malah.”
“Dih mulai deh!”
Keduanya terkekeh dan melihat Eden yang duduk diam memainkan balonnya bersamaan dengan mobil mainannya.
“Natal tahun ini enggak perlu kasi hadiah, ya?” Ujar Hongseok.
“Kenapa, gitu?” Hyunggu menatap Hongseok heran.
“Karena aku sudah ada hadiah terbaiknya, pohon spesial ini, Eden dan kamu,” Hongseok menarik dagu Hyunggu, mencium lembut bibir kesayangannya.
Hyunggu tersenyum dalam ciumannya, ia pun membalas ciuman sang suami tak kalah lembut, bahkan sedikit melumat bibir tebal itu untuk menunjukan rasa sayangnya pada Hongseok.
“Thank you for today, Hong. You are also my best christmas gift.”
“We are lucky to have Eden, he is the best gift that comes to us.“
“You're right, but I love you Hong....“
“I love you more than anything, Hyunggu. Even my life.“
“How about Eden?”
“You and Eden are most important things of my life, you know it, right?” Hongseok mencolek hidung Hyunggu.
Keduanya kembali berciuman lagi hingga Eden masuk ke antara keduanya membuat Hongseok dan Hyunggu melepaskan pangutan mereka, “yum! Din yum!” Eden menunjuk pipinya ingin dicium juga. Kedua orang tua muda ini tertawa geli dan serentak mencium pipi Eden.
“I love you,” gumam Hongseok.
“I know, me too honey,” Hyunggu tersenyum lembut.
ㅤ
ㅤ
ㅤ
ㅤ
ㅤ
ㅤㅤ
ㅤ
ㅤ
ㅤ
ㅤ
The End
Written by taeyangbii