Cookies
Sudah lebih dari lima kali Ibu Hongseok mendengar hela napas berat dari sang anak, hal itu pun membuat wanita itu berdecak sebal karena sangat mengganggu kegiatannya membaca novel.
“Kamu itu ada masalah hidup apa!?” Tanya sang Ibu dengan nada kesal sembari membanting novel ke sofa.
Hongseok terkejut saat merasakan tepukan keras dari sang Ibu yang mendarat di punggungnya, badan kekar Hongseok sedikit terdesak ke depan karena dirinya sedari tadi tidak fokus.
“A-apa?” Hongseok balik bertanya kepada sang Ibu yang duduk di sofa, sementara dirinya duduk sambil bersandar pada badan sofa di samping kaki Ibunya.
“Kamu hela napas mulu, kenapa? Kenapa lihatin keponakan kamu makan cookies sampai segitunya, hah?”
“Mau makan cookies juga,” jawab Hongseok lemah.
“Ya, makan!”
“Kan belum cheating day, Ma. Gimana dong?”
Giliran sang Ibu yang menghela napas berat, anak bungsunya ini mau bagaimanapun selalu berhasil membuat dirinya kesal, “makan 2 potong cookies enggak akan bikin kamu naik jadi 5 kilogram, Hongseok!” Rasanya Ibu Hongseok ingin menarik rambut sang anak supaya sadar dan tidak terlalu obses dengan program dietnya.
“Tapi kalau makan setoples gitu, gimana?”
“Siapa yang suruh kamu makan sebegitu banyak, siapa!? Lagi pula itu punya keponakan kamu pun, bisa-bisanya kamu iri!”
Sang keponakan yang sedari tadi ditatap dan dibicarakan oleh Hongseok mengerjap polos, anak perempuan berusia 5 tahun itu terlihat bingung saat sang Paman menatap dirinya dengan tatapan sendu. Si kecil yang duduk dihadapan Hongseok dan terpisah oleh meja itu pun sedikit mendekat, “Paman, mau?” Tawarnya kepada Hongseok.
“Enggak, kamu aja yang makan.”
“Enak, lho!” Sang keponakan masih gigih menawarkan Hongseok.
Hongseok melirik Ibunya yang masih terlihat jengkel, “tuh ditawarin, makan!” Sinis sang Ibu. Mau tak mau Hongseok pun mengambil biskuit dari keponakannya, “dimakan bukan dipandangin!” Lagi Ibu Hongseok membuka suara, hal itu sontak membuat Hongseok memakan biskuit yang bertabur cokelat dan kacang kenari itu dalam satu gigitan penuh.
“Enak, 'kan?” Tanya sang keponakan antusias.
Ingin rasanya Hongseok menangis saja, cita rasa manis yang pas dari cokelat dan renyah dari adonan biskuit bercampur kacang kenari, seakan pecah dan menari-nari memenuhi lidah Hongseok, bahkan Hongseok sampai memejamkan matanya saking merasa biskuit yang dimakannya begitu nikmat.
“Paman? Paman Hongseok!?” Hentakan meja dari tangan keponakannya membuat Hongseok tersadar, ia menaikan alisnya seakan bertanya 'ada apa?', “enak, nggak?” Tanya keponakan Hongseok.
“Enak! Cookiesnya beli di mana, nih?”
“Buatan Mommy! Paman mau lagi?” Disodorkannya toples berukuran sedang yang masih berisi banyak biskuit ukuran kecil.
Tanpa rasa malu Hongseok mengambil lagi biskuit tersebut dan memakannya dengan lahap, sang Ibu yang sedari tadi memperhatikan anak dan cucunya hanya dapat berdengus geli, “siapa tadi yang katanya enggak mau makan cookies karena belum cheating day,” gumam sang Ibu membuat Hongseok meringis dalam kunyahannya.
Baik Hongseok maupun keponakannya, keduanya sibuk memakan biskuit di dalam toples hingga tersisa 3 buah lagi, tak lama datang kakak ipar Hongseok, istri dari kakak laki-lakinya sambil membawa toples dengan ukuran yang sama.
“Daisy, Mommy bilang apa soal cookiesnya, jangan makan semuanya dulu, 'kan? Kenapa sudah sisa 3 buah?” Tanya wanita yang lebih muda berada di sana.
“Tadi Daisy bagi-bagi sama paman Hongseok, Mom! Paman Hongseok kepengen cookies,” jawab jujur anak perempuan itu.
Kakak ipar Hongseok menggelengkan kepalanya, “kenapa kamu makan punya Daisy? Nih, Kakak ada buatin khusus kamu yang rendah kalori! Kamu 'kan lagi diet,” kakak ipar Hongseok memberikan toples yang ia pegang kepada Hongseok.
“Kok Kakak tau?” Tanya Hongseok heran, dan yang ditanyai hanya kode menunjuk Ibu mertuanya dengan ujung bibirnya. Hongseok balik badan dan langsung memeluk Ibunya, “aaa- Ibu sayang Hongseok, 'kan? Ibu peduli sama aku, 'kan? Makanya kasi tau kakak ipar supaya buatin cookies khusus aku, iya, 'kan?”
“Udah, diam. Puas dapat cookiesnya? Jangan lupa kasi Hyunggu!”
Ah- benar, Hyunggu. Hongseok nyaris melupakan kekasih kecilnya yang sudah ia pacari selama 5 tahun terakhir ini, mereka memulai perjalanan kisah cinta ini saat awal Hyunggu masuk ke perguruan tinggi di mana kala itu Hongseok adalah senior Hyunggu. Tapi sekarang keduanya telah lulus dan memiliki pekerjaan masing-masing, Hongseok yang bekerja di salah satu Bank, sedangkan Hyunggu membuka bisnis pakaian khusus di kalangan anak muda seusianya.
Keduanya sudah tinggal bersama selama 2 tahun, ide ini berawal dari Hongseok yang selalu mendengar keluhan Hyunggu terhadap teman-teman satu kostannya yang selalu berisik dan tidak sesuai dengan dirinya, sudah lama Hyunggu menahan itu semua membuat Hongseok sebagai sang kekasih tak tega, sehingga keduanya pun berinisiatif membeli apartemen bersama.
Hari libur biasanya Hongseok dan Hyunggu pulang ke rumah orang tua Hongseok, akan tetapi pada hari ini Hyunggu tidak ikut karena ada acara reuni dengan angkatan SMAnya, sehingga hanya Hongseok yang ke rumah orang tuanya.
“Punya Hyunggu yang ada cokelatnya sama kayak punya Daisy, punya kamu yang enggak ada cokelat ya, Hong,” sang kakak ipar memberitahu.
“Kenapa enggak di pisahin aja, kak?”
“Ribet, toplesnya cuma ada satu aja!”
“Iya, iya, makasih banyak!”
Sore harinya Hongseok sudah kembali ke apartemennya, begitu juga Hyunggu yang baru saja menelpon Hongseok untuk memberitahu jika dirinya sudah di perjalanan pulang.
Sedari tadi Hongseok masih setia memeluk toples berisikan biskuit, di dalam pikirannya Hongseok sudah membayangkan biskuit yang akan ia makan menggunakan yogurt atau susu low fat andalannya. Tanpa sadar Hongseok tersenyum senang membayangkan hal itu, “mandi dulu kali ya baru mulai makan,” Hongseok meletakan toplesnya di meja ruang tengah dan pergi ke kamar mandi.
Saat Hongseok mandi, tak lama Hyunggu sampai juga di apartemen, “kakak sayang! Hyunggu pulang!” Teriaknya dari depan pintu, namun tidak ada jawaban, “oh, mungkin lagi mandi,” gumamnya dan berlari kecil menuju ruang tengah untuk merebahkan diri di sofa.
Tak sengaja mata Hyunggu melihat toples biskuit milik Hongseok tadi, seketika wajah Hyunggu langsung sumringah. Di urungkannya niat dia untuk merebahkan badan di sofa, Hyunggu memilih mengambil toples itu dan di bukanya untuk memakan biskuit yang menggoda seleranya.
“Pasti buatan kakak, nih!” Ujarnya semangat. Di ambilnya biskuit tanpa cokelat yang seharusnya untuk Hongseok, seketika mata Hyunggu melebar, terkejut saat merasakan biskuit yang tidak begitu manis, hanya mengandalkan manis dari kismis, “kok enak, sih!?” Hyunggu buru-buru menghabiskan biskuit yang sebelumnya ia makan dan mengambil lagi biskuit yang baru.
Tanpa sadar Hyunggu sudah memakan banyak biskuit khusus untuk Hongseok, hingga hanya tersisa 3 buah saja. Sedangkan biskuit cokelat khusus dirinya masih banyak, karena ia baru memakan 2 buah. Hongseok yang sudah terlihat segar sehabis mandi mengernyit saat melihat gerak-gerik kekasih kecilnya menutup toples dan meletakan kembali di atas meja.
“Kamu kapan sam- WHAT!?” Teriakan Hongseok mengejutkan Hyunggu dan membuat dirinya terperanjat. “Kamu habisin semua cookiesnya!?” Tanya Hongseok kepada Hyunggu, sedangkan yang ditanya hanya dapat mengangguk.
“Itu punya aku! Kenapa kamu makan punya aku, Hyunggu!? Punya kamu yang cokelat!”
“Hah? Gimana?”
“Kakak buatin untuk aku yang tanpa cokelat, itu khusus untuk aku yang diet! Kenapa kamu makan!? Itu punya aku!” Nada bicara Hongseok terdengar emosi, hal itu membuat Hyunggu sedikit tersinggung.
“Kenapa sih ngomongnya gitu!? Itu ada aku sisain tiga, kamu kan bisa makan punya aku!”
“Tapi punya kamu manis, bayangin berapa kalori yang bakal aku makan!”
“Jangan berlebihan! Cuma cookies doang, kak!”
“Tapi aku udah senang kakak buatin khusus aku! Kenapa kamu makan tanpa tanya aku dulu!”
“Biasanya 'kan punya kakak, punya aku juga! Kenapa kali ini di beda-bedain begini!?”
“Kali ini beda! Aku udah bayangin bakal makan cookies itu enak-enak, taunya cuma sisa tiga!”
“Ya sudah, tinggal beli aja yang sama apa susahnya sih!?”
“Jelas beda, lah! Itu 'kan buatan sendiri!”
Hyunggu menghentakan kakinya ke lantai dan berdecak sebal, “terserah kamu! Terserah dengan segala obses diet kamu! Padahal makan yang satunya juga gapapa, orang dia sama enggak manisnya kok, belum apa-apa sudah marahin aku!” Hyunggu pun beranjak dair ruang keluarga, dirinya sengaja menyenggol keras pundak Hongseok dan masuk ke dalam kamar dengan membanting keras pintu itu.
“Jangan rusakin pintu lagi, Hyunggu!”
“Suka-suka aku!” Teriak Hyunggu dari dalam kamar.
Laki-laki yang tertua hanya dapat menghela napas kasar, ditatapnya toples yang sudah menyurut isinya, “yah ..., mau gimana lagi?” Pasrahnya.
Hingga malam datang keduanya tidak ada berbicara satu sama lain, masih tetap menahan ego masing-masing hanya karena perkara biskuit saja keduanya bisa perang dingin seperti ini.
Hyunggu sibuk menyiapkan makan malam, sedangkan Hongseok menatap bosan televisi di hadapannya, tidak ada acara yang menarik. Biasanya jam segini ia akan memeluk Hyunggu, bercanda bersama, bercerita hal-hal menarik yang terjadi. Namun, karena sepotong biskuit hal itu tidak akan terjadi malam ini, Hongseok kembali merasa kesal mengingat biskuit yang habis di makan oleh Hyunggu.
Beberapa menit kemudian Hongseok melihat kekasihnya berlalu begitu saja tanpa ada niat menoleh sedikit pun pada Hongseok, yang termuda masuk ke dalam kamar meninggalkan Hongseok sendirian di ruang tengah.
Tenggorokan Hongseok terasa kering, sehingga ia dengan malas berjalan ke arah dapur untuk mengambil air, saat di dapur matanya tak sengaja melihat semangkuk sup makaroni yang masih mengeluarkan asap terhidang di atas meja makan. Hongseok melihat mangkuk lain milik Hyunggu yang berwarna ungu dan ternyata sudah berada di rak cuci piring tanda Hyunggu sudah makan duluan, Hongseok menghela napas pasrah, “apa aku keterlaluan ya tadi sore?” Gumam Hongseok dan ia pun memilih makan sup di atas meja.
Pukul 11 malam, Hongseok mulai merasa kantuk, dirinya terlalu asik menonton film dari salah satu serial Marvel membuatnya lupa jika besok hari Senin dimana dirinya kembali bekerja. Hongseok pun mematikan televisi dan lampu, kemudian masuk ke dalam kamar, agak terkejut melihat kamar yang sudah gelap, penerangan remang-remang hanya dari lampu tidur kecil. Dapat Hongseok lihat punggung kecil Hyunggu yang terlihat tenang dalam tidurnya, merasa sedikit janggal karena biasa Hyunggu akan memeluknya setiap tidur, namun malam ini tidur Hongseok akan terasa sedikit 'sepi'.
Perlahan Hongseok naik ke atas kasur, takut membangunkan kesayangannya, di intipnya Hyunggu yang tidur menghadap dinding, “good night” bisiknya pelan dan mengambil posisi tidur menghadap punggung Hyunggu.
Keesokan paginya tidur Hongseok terusik saat mendengar suara berisik dari luar kamar, sedikit mengerang dan membuka mata dengan terpaksa untuk melihat waktu, Hongseok merengut saat melihat jam baru menunjukan pukul 6 sedangkan dirinya masih ada waktu 2 jam lagi sebelum masuk kerja.
“Ribut apa sih?” Gumamnya penasaran, baru saja Hongseok ingin memanggil Hyunggu, ia baru sadar jika disampingnya kosong, “hah- kemana?” Hongseok langsung terduduk di atas kasurnya.
Hongseok menampar pelan pipinya agar segera sadar, ia usak kasar rambutnya karena kesal tidurnya terganggu dan Hyunggu tidak ada di sampingnya. Mau tak mau Hongseok keluar kamar untuk melihat sumber keributan yang berasal dari arah dapur, “Hyunggu?” Panggilnya tak yakin saat melihat sosok yang tak asing sibuk di dapur.
Beberapa mangkuk kotot, tepung, timbangan dan kismis? Hongseok mengernyit, “sayang, ngapain?” Tanya Hongseok penasaran.
Sosok yang dipanggil pun balik badan, sedikit terperanjat melihat Hongseok telah bangun, “kok sudah bangun?” Tanyanya balik.
“Aku dengar suara berisik, kamu ngapain?”
“Oh- maaf ya, berisik banget? Kamu tidur lagi aja, masih keawalan buat siap-siap.”
“Kamu bikin apa?” Hongseok tidak menyerah, ia masih tetap bertanya apa yang di lakukan oleh sang kekasih, di hampirinya Hyunggu lebih dekat, dan Hongseok melihat adonan yang sudah dibentuk bulat, siap di pangang dalam oven, “Hyunggu...,” Hongseok menatap kekasihnya yang hanya diam membiarkan Hongseok memeriksanya.
Keduanya saling bertatapan, tak ada satu pun yang ingin membuka suara, “Hyunggu, kamu-”
“Maaf ..., aku minta maaf kejadian kemarin, aku sadar aku kekanakan, aku egois, seharusnya aku enggak main asal makan. Jadi, kemarin aku telepon kakak, aku ceritain dan jelasin ke kakak, aku minta resep dari kakak buat bikin baru khusus kamu. Aku enggak tau rasanya bakal enak, at least aku udah coba-” Hyunggu menghentikan penjelasannya saat Hongseok menariknya ke dalam pelukan yang begitu erat, dapat Hyunggu rasakan ciuman dalam Hongseok berikan di kepalanya.
“Kamu bangun dari jam berapa?” Tanya Hongseok.
“Baru dari jam 5.30 kok, udah siang-”
“Hyunggu! Jangan bilang kamu pergi belanja sendirian ke toko 24 jam di tepi jalan sana?” Hongseok menggenggam pundak Hyunggu, menatap tajam kekasihnya. Bukannya merasa takut, Hyunggu mengangguk polos, membuat Hongseok menghela napas kasar, “kalau kamu kenapa-kenapa gimana!? Jangan nekat!”
“Iya, iya, maaf ..., aku merasa bersalah, jadi maksud aku mau bikin buat kamu, supaya bisa kamu makan pas sarapan.”
Ditangkupnya pipi Hyunggu, diusapnya kedua pipi berisi yang sedikit merona karena dingin itu dengan jempolnya, “harusnya aku yang minta maaf, bukan kamu. Harusnya aku yang sadar disini aku terlalu kekanakan, enggak seharusnya aku bentak dan marahin kamu hanya karena ini.”
“Kita sama-sama salah, impas 'kan?” Hyunggu tersenyum manis, tangannya memeluk pinggang kekasihnya.
Hongseok mengecup ujung hidung Hyunggu, kemudian turun mengecup bibir favoritnya bertubi-tubi hingga mengeluarkan bunyi.
“Pelan-pelan!” Hyunggu menepuk pinggang Hongseok, empunya hanya terkekeh geli.
“Masukin oven sana cookiesnya, aku mau coba buatan kamu,” Hongseok mengelus leher kekasihnya lembut.
“Mau sekalian aku buatin kopi untuk sarapan?”
“Boleh.”
Giliran Hyunggu yang mengecup bibir kekasihnya, dipeluknya Hongseok erat seakan tak bertemu selama setahun, “aku semalam kedinginan enggak dipeluk kamu,” rengek Hyunggu.
“Aku peluk kamu kok, kamu aja yang enggak sadar.”
“Kapan? Enggak ada, ih!”
“Ada, kamu aja tidurnya nyenyak, ngorok lagi!”
“Ih, mana ada!” Hyunggu mendorong dada Hongseok kesal, “sana mandi! Bau! Udah jam 7 tuh, nanti telat lagi.” Ditepuknya gemas pantat Hongseok dan melanjutkan kegiatannya membuat cookies.
Setelah beberapa menit berlalu, saat Hongseok kembali lagi ke dapur suasana dapur sudah lebih rapi, aroma kopi menyeruak memenuhi dapur, dapat Hongseok lihat beberapa biskuit sudah di hidangkan pada piring kecil dengan di dampingi secangkir kopi.
“Eh tumben cepat siap-siapnya? Gantengnya pacar aku!” Hyunggu terlihat senang melihat Hongseok dengan kemeja biru lautnya dan celana denim yang bewarna hampir senada, “ayo duduk cobain cookies aku!” Hyunggu menarik Hongseok agar duduk di kursinya, sedangkan tangan lainnya memegang segelas susu.
“Coba susunya di letakin dulu, tuh susunya netes kemana-mana!”
“Ih ngomel mulu! Kenapa sih!?”
Hongseok menggelengkan kepalanya pasrah, ia menyeruput kopinya terlebih dahulu, kemudian mengambil biskuit yang di buat oleh Hyunggu, “enak nggak, nih?” Tanya Hongseok memastikan, Hyunggu yang baru saja duduk di depan Hongseok pun merengut.
“Cobain dulu! Kalau nggak enak yaudah buang!”
“Astaga, cuma nanya, lho?”
“Makanya makan!”
Tidak mau berdebat lebih panjang, Hongseok memutuskan untuk memakan biskuitnya. Hyunggu menatap kekasihnya penasaran dan penuh harap, “gimana?” Tanya Hyunggu.
“Coba kamu dekatan sama aku sini, maju lagi coba,” Hongseok menarik tangan Hyunggu agar mendekat. Sedangkan Hyunggu menurut saja seperti anak kucing, tatapannya seakan bertanya 'kenapa?'. Tiba-tiba Hongseok mengecup bibir Hyunggu, “gimana kalau kamu tambah bisnis bikin cemilan begini?”
“Hah? Gimana-gimana?” Hyunggu mengerjapkan matanya bingung.
“Aku suka, enak, enak sekali, bahkan rasanya lebih enak dari punya kakak. Kamu yakin ini resep yang sama? Kenapa bisa lebih enak dari buatan kakak?”
Hyunggu tersipu, ia memukul manja pundak kekasihnya, “jangan gitu! Kamu bohong 'kan biar aku senang?”
“Serius! Ini benaran enak lho sayang!”
“Seratus dari seratus!?”
“Dua ratus!”
“Aaa~! Kakak jangan bohong! Aku tadi pas cobain enak sih, tapi enggak seberlebihan kamu, lho!”
“Pokoknya ini bakal jadi cemilan favorit aku, jangan bilang kakak ya kalau punya kamu lebih enak,” Hongseok mencolek hidung Hyunggu dan kembali mengecup bibir manis itu.
Merasa gemas Hyunggu menangkup pipi Hongseok, ditekannya pipi itu hingga bibir yang tertua maju seperti bebek, “terima kasih sayang, terima kasih sudah suka, habisin ya cookiesnya, ini bonus dari aku!” Hyunggu mencium bibir Hongseok, sedikit digigitnya bibir tebal itu karena merasa gemas. Hongseok yang mendapat bonus dari Hyunggu tersenyum miring disela ciumannya, dipeluknya pinggang ramping Hyunggu, ditariknya agar semakin menempel pada dirinya.
“Sudah bonusnya?” Hongseok yang pertama melepaskan ciuman keduanya.
“Memang mau apa lagi?”
“Ya cuma nanya, 30 menit lagi aku masuk kerja ini. Gimana dong kamu masih peluk leher aku?”
“Kamu juga kenapa masih peluk pinggang aku?”
Keduanya tertawa geli, Hyunggu pun merapikan kerah kemeja dan rambut Hongseok, “semangat kerjanya ya, Sayang. Kamu mau bawa cookiesnya ke kantor?”
“Engga, simpan di rumah, aku enggak rela bagi-bagi cookies terenak buatan pacar aku di makan orang kantor.”
“Mulai deh, mulai! Suka banget berlebihan gini!”
“Hehehe, ya sudah aku pergi kerja dulu ya sayang,” Hongseok menghabiskan kopi dan biskuitnya, kemudian berdiri dari posisinya.
“Hati-hati di jalan ya, semangat kerjanya!” Hyunggu mengecup pipi Hongseok.
Pelukan terakhir Hongseok berikan kepada Hyunggu, tak lupa kecupan di dahi dan elusan di kepala juga Hongseok berikan kepada kekasihnya.
“I love you, Hyunggu.”
“Love you more, Hong.”
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ
The End
written by taeyangbii