tobiorae

SakuAtsu

#SakuAtsu

Lembayung senja elok menggengam pantulan jingga di air danau yang tidak beriak. Suasana disekitar sunyi, sebab malam mulai menjelang. Suara-suara sumbang dari manusia yang melakukan kegiatan santai di taman terdengar sendu, sesuai suasana hatinya yang sedang layu.

Burung-burung bersuara riang kembali ke sangkar mereka masing-masing. Riuh angin disekitar menyentuh kulitnya yang seakan-akan rapuh. Tidak banyak yang bisa benar-benar memahaminya disana. Itulah yang membuatnya memilih menghabiskan hari terakhir dari janjinya, untuk tidak menangis karena cinta yang sudah berpaling pergi.

Osamu menghela napas kasar ketika akhirnya mengizinkannya pergi ke taman kota sendirian. Tempat yang selalu menjadi kesukaannya bersinggah kala hati resah. Wajahnya lurus tenang menghadap matahari yang hendak tenggelam jauh. Hingga semakin waktu berlalu, senja akhirnya hanya bisa meninggalkan bekas-bekasnya sebelum benar-benar ditelan malam.

Dia hanya membawa ponsel dan kartu bus ditangannya. Tidak ada uang sama sekali, dan entah bagaimana dia merasa lapar sekarang. Semenjak berita perselingkuhan kekasihnya, dia hanya makan beberapa suap sebelum akhirnya akan memuntahkan sedikit makanan itu. Kepalanya sakit, tubuhnya menjadi lemah, dan dirinya sudah hampir tidak kuat menahan diri untuk makan apapun sekarang.

Ketenangannya terusik karena terlalu lapar. Dia menoleh kesana kemari mencari stand makanan yang siapa tahu ada disekitarnya. Dia akan makan dulu, soal membayar dia akan menghubungi Osamu. Rumah mereka tidak jauh dari sini. Jika penjual itu keberatan karena tidak ada uanh dimuka, maka dia akan memberikan ponselnya sebagai jaminan.

Tapi dari seluas itu taman kota, dia tidak bisa menemukan stand makanan apapun disekitarnya. Menghela napas kesal, dia begitu malas untuk pergi mencari dengan kakinya. Alhasil dia akhirnya berpikir untuk menghubungi kembarannya, guna membawakannya makanan enak untuk dia makan.

Ketika hendak membuka ponselnya, sebuah suara yang tidak familiar terdengar dari belakangnya.

“Apa yang kamu lakukan sendirian disini?”

Atsumu menoleh, matanya terbelalak ketika melihat siapa gerangan orang yang berbicara dengannya itu. Pria tinggi dengan aroma feromon yang samar, kulitnya putih pucat, penampilannya sangat menarik dengan balutan setelan hitam sesuai dengan auranya yang memukau dan jantan.

Atsumu terperangah untuk sesaat, sebelum akhirnya menyadarkan dirinya sendiri. Dia merasa panas di wajahnya, namun bukan karena tangisannya beberapa hari terakhir. Melainkan karena dia telah berbuat tidak baik pada Sakusa Kiyoomi di obrolan mereka beberapa hari yang lalu, sampai-sampai pria itu tidak lagi menghubunginya.

Mereka tidak bertengkar, tapi Atsumu merasa telah mempermalukan Sakusa Kiyoomi karena dengan lantang menolaknya untuk seseorang yang telah berselingkuh di belakangnya. Betapa malunya dia kalau Sakusa Kiyoomi tahu hal itu.

“Kak Sakusa..”

“Kenapa kamu disini sendirian?” Suaranya santai. “Gak ditemenin pacarmu itu?”

Pria itu menekan kata 'pacar' dengan penekanan yang begitu menyesakkan di dadanya. Atsumu menunduk, tidak berani untuk berbohong atau setidaknya menyangkal pria itu.

“Apa dia sudah membongkar hubungannya? Kupikir kekasihnya itu sering mengunggah foto bersama laki-laki itu akhir-akhir ini.”

Kalimat Sakusa yang terdengar bernada acuh membuat matanya membola lebar. Tidak menyangka Sakusa Kiyoomi akan mengatakan hal itu. Sejauh mana pria itu tahu? dan sekeras apa tawanya akan berlangsung untuk menertawakannya yang menyedihkan.

“Apa kamu tidak ingin bertanya dari mana saya tahu?” Sakusa berbicara lagi, sembari dengan santai duduk di sampingnya.

Atsumu memperhatikan gerak-gerik pria itu dengan mata yang sudah hampir meloloskan air matanya. Dia kemudian bertanya pelan, “Kenapa??”

Sakusa Kiyoomi bersandar menyamankan diri di situasi yang sangat tidak menyenangkan ini. Pria itu bersikap santai, seolah-olah mereka sudah lama saling mengenal dekat. Hanya Atsumu yang terus tanpa sadar menunduk menahan diri dari dominasi kuat seorang Sakusa Kiyoomi.

Begitu menakjubkan!

Tubuhnya merespon takut, meskipun feromon Sakusa Kiyoomi tercium tidak sekuat di hari pertama mereka bertemu. Pria itu nampak seperti seseorang yang memang hanya ingin bersantai, di dekat Atsumu yang sedang galau karena putus cinta.

“Mereka sudah memutuskan pertunangan sejak setahun yang lalu.” Pria itu memulai penjelasannya. “Itu berarti sudah setahun berlalu sejak kamu diselingkuhi.”

“Ba-bagaimana anda bisa tahu?”

Sakusa Kiyoomi menoleh ke arahnya dengan tatapam tajam, membuat Atsumu tersentak sedikit karena rasa takut datang menabrak selurub tubuhnya. Dari ujung kakinya, dia bisa merasakan ngilu yang teramat sakit hanya karena Sakusa Kiyoomi melayangkan tatapan tajam ke arahnya. Padahal Atsumu tidak mengatakan sesuatu yang bisa mengundang amarah, tapi pria ini malah melototinya hingga dirinya merasa takut.

“Panggil aku kakak.” Katanya dingin.

Atsumu terdiam, matanya berkedip berkali-kali sampai akhirnya bisa memahami situasi. Dia tadi menggunakan kata 'anda' bukan 'kakak' seperti yang sebelumnya dia lakukan. Atsumu merasa lega di dalam hati, karena ternyata mata tajam Sakusa Kiyoomi tidak ditunjukkan sebagai ajakan berkelahi.

“Maaf kak..”

Sakusa Kiyoomi menghela napas, kemudia dia melanjutkan bicaranya. “Haru Hiyashi awalnya berniat mengincarku, tetapi ibuku tidak suka padanya.”

“Kenapa?”

“Karena dia bukan yang ibuku mau.” Sakusa Kiyoomi menaikkan bahunya acuh. “Ibuku tidak begitu menyukai keluarganya, apalagi nyonya Hiyashi. Begitu-begitu ibuku juga ingin yang terbaik untukku.”

“Ah begitu..” suaranya sedikit lemah. “Jadi itu kenapa dia beralih ke kak Meian?”

“Kamu manggil Meian Shugo dengan sebutan kakak?” Sakusa Kiyoomi berbicara seolah dia tidak terima.

“Eh? Ada yang salah kah?”

Sakusa Kiyoomi memutar bolanya malas. Atsumu merasa alpha satu ini agak aneh. Dia sering terlihat marah, namun tidak marah. Atsumu tidak bisa mengerti pria ini sama sekali. Lagi pula apa salahnya memanggil mantan kekasihnya itu dengan sebutan 'kakak juga? Toh memang Meian Shugo lebih tua darinya.

“Jangan panggil dia kakak lagi, gak cocok.”

“Jadi?”

“Panggil aja anjing atau apapun itu.” Jawabnya santai.

Atsumu meringis di dalam hati. Bagaimana bisa Sakusa Kiyoomi memiliki jawaban yang sama seperti jawaban Osamu waktu itu. Kembarannya itu juga marah dan tidak sudi jika mendengar dirinya memanggil Meian Shugo dengan sebutan kakak, yang jelas lebih terasa lembut.

“Gak boleh gitu..”

“Kenapa gak boleh?”

“Ya gak boleh aja,” Atsumu menghela napas panjang. “Kejahatan gak boleh dibalas kejahatan juga. Lebih baik menjauj aja dari biang masalah.”

“Jadi kamu sudah memutuskan untuk move on?”

Atsumu tertawa dengan pertanyaan itu. “Ya habis mau ngapain lagi? Kan memang harus segera move on. Lagian memang udah gak bisa dilanjutin lagi. Aku cuma merasa harus minta maaf, entah gimana aku mikirin ini dari kemarin.”

“Kenapa harus minta maaf?” Sakusa Kiyoomi bertanya dengan nada bingung.

“Aku merasa bersalah karena kak Meian-”

“Panggil anjing.”

Atsumu tertawa karena Sakusa Kiyoomi dengan kesal menyela pembicaraannya hanya karena dirinya lagi-lagi masih menyebutkan nama mantan kekasihnya dengan nada sedikit sayu.

“Meian aja gimana?”

“Ya itu lebih baik.” Acuhnya membalas.

“Aku merasa bersalah sama dia karena.. dia bilang dia selingkuh karena aku gak pernah bisa kasih apa yang dia mau.” Suaranya mulai bergetar.

“Apa itu?”

“Setiap kali dia rut, aku gak pernah disentuh. Dia bilang dia gak mau nyentuh aku karena mau lindungin aku, dan aku gak pantes untuk dirusak sebelum sah.” Satu air mata lolos. “Aku udah coba ngomong kalo itu hal yang wajar, tapi dia selalu nolak. Sampai beberapa bulan yang lalu, kami ke dokter bareng dan dokter jelasin kalau Meian mengalami syok feromon karena aku dominan. Tubuhnya jadi jauh lebih lemah, sampai-sampai dia akhirnya makin marah sama aku karena aku gegabah coba tenangin dia yang lagi rut sama feromonku.”

Penjelasannya terlalu panjang. Atsumu menoleh ke arah Sakusa Kiyoomi yang ternyata terus memperhatikannya. Dia tidak menyangka kalau pria itu akan mendengarkan ocehannya. Rasanya begitu menyenangkan, kala ada setidaknya seseorang yang mau mendengar ceritanya. Dia tidak bisa bercerita detail ini pada Osamu, karena kembarannya itu pasti akan lebih marah. Atsumu agak takut kalau Osamu akan nekat membakar kantor Meian seperti yang dia katakan sebelumnya.

Tetapi nampaknya Sakusa Kiyoomi sedikit berbeda responnya. Pria itu mendengarkan ceritanya dengan suara sunyi di sekitar taman. Malam semakin membentang gelap. Tiada lagi dari sisa senja yang tersisa. Lampu-lampu taman dinyalakan mengusir gulita. Suasana di taman ini begitu menenangkan, tak heran banyak yang membuang kelelahan mereka di taman kota ini.

“Terus kenapa kamu harus meminta maaf?” Tanyanya lagi.

“Hah?”

“Bukan salahmu kalo kamu sudah mencoba sebisamu untuk membuat alphamu merasa nyaman. Dia gak seharusnya menyalahkan keadaannya dengan menumbalkan kamu sebagai pelindung tamengnya.”

“Tapi aku udah gegabah..”

Terdengar Sakusa Kiyoomi menghela napas panjang sekali. Pria itu kemudian bergerak untuk berlutut di depannya. Atsumu kaget, namun dia tidam berniat sama sekali untuk menghindar dari pria itu.

Wajah mereka saling menatap, dimana obsidian tanpa gemerlap cahaya itu dengan tajam melihat jauh ke dalam batu amber di matanya. Mereka saling melihat lekat ke dalam diri masing-masing. Tanpa ada mulut yang bersuara, hembusan napas lembut terarah panas menimbulkan sensasi geli menyenangkan.

“Gak ada yang salah dari apa yang kamu lakukan. Dia yang tidak bisa menerima dirinya, gak berhak menyalahkan sesuatu yang orang lain coba berikan untuk menutupi kekurangannya.” Suaranya membuai, hingga Atsumu semakin terlena dan membiarkan pria itu menggenggam kedua tangannya. “Setidaknya kamu sudah mencoba sebisamu untuknya. Gak perlu merasa bersalah untuk orang yang bahkan gak bisa menghargai kebaikanmu.”

“Tapi-”

Sakusa Kiyoomi dengan cepat menutup mulutnya. Pria itu dengan lembut mengelus rambutnya dengan satu tangannya yang lain setelah akhirnya Atsumu diam dan menangis keras. Air mata tak terbendung sakit terasa begitu pilu. Di malam yang dingin, angin semilir lembut tak jua menyembuhkan sakit hati. Seseorang dengan kudanya datang, menghangatkan luka perih dari irisan menyakiti relung hati.

Dia mengingat kebahagiaan yang pernah terjadi di antara dirinya dan Meian sejauh hubungan mereka berlangsung. Pengkhianatan yang Meian lakukan tak lain dan tidak bukan juga merupakan kesalahan yang dia lakukan. Orang lain tidak mempermasalahkan itu, tapi ketidaksempurnaannya dalam berpikir justru menjadi penyebab utama Meian berpaling darinya. Setidaknya itu adalah rasa bersalah yang akan terus membekas menjadi luka di hati terdalamnya.

Sakusa Kiyoomi dengan tenang menenangkannya yang menangis keras. Pria itu berkata dengan lembut, “Menangislah hari ini. Ini adalah hari terakhir kamu boleh menangisi hubungan yang sudah usai ini. Jangan biarkan rasa bersalah menghantui pikiranmu, karena bagaimanapun hidup akan terus berjalan sebagaimana mestinya.”

Atsumu dengan sadar kemudian dibawa kedalam pelukan pria itu. Hangatnya pelukan di malam temaran lampu taman terasa menyenangkan. Sakusa Kiyoomi pun sengaja mengeluarkan feromonnya yang lembut dan membuai. Aroma jantan yang biasanya terasa mencengkam entah bagaimana tercium lembut, sampai perlahan-lahan Atsumu menjadi lebih tenang.

Berlalu waktu berlalu, rasa lapar yang tadi menghantuinya pun akhirnya hilang ditelan perih. Atsumu memeluk Sakusa Kiyoomi dengan erat. Pria itu pun tanpa lelah menjadi tempat bersandar untuknya. Napas mereka mulai saling teratur, namun Atsumu bisa mendengar degub jantung Sakusa Kiyoomi yang terdengar seperti genderang perang.

Apa yang Sakusa Kiyoomi rasakan saat ini? Kenapa jantungnya berdetak kencang sekali.

Atsumu bertanya-tanya dalam hatinya, yang pada akhirnya hanya menjadi pertanyaan tanpa tempat berlabuh atau siapapun bisa menjawab. Dia malu dan sejujurnya tidak mau untuk beranjak dari pelukan Sakusa Kiyoomi. Dia bahagia, dan merasa aman berada di pelukan pria ini. Sedikit demi sedikit rasa sakitnya hilang, tergantikan dengan perasaan malu hingga wajahnya memerah.

Merasa dia akhirnya bisa lebih tenang, Sakusa Kiyoomi berkata, “Apa kamu sudah makan malam?”

Perutnya berbunyi ketika mendengar pertanyaan itu. Atsumu tidak bisa mengontrol perutnya yang kelaparan untu protes meminta makan, jadi suara kelaparan itu keluar begitu saja tanpa aba-aba. Wajahnya semakin memerah panas. Rasanya Atsumu ingin menghilang dari muka bumi di saat itu juga.

Apalagi saat Sakusa Kiyoomi dengan nada nakal tertawa, seperti dengan sengaja mengejeknya hingga rasa malu itu semakin meningkat membuat kepalanya mendidih. Atsumu dengan segala malunya, bergerak menjauh sebisa mungkin dari Sakusa Kiyoomi yang masih tanpa henti tertawa.

“Lepas!”

“Kamu belum makan berapa hari, hm?”

“Berisik!”

Sakusa Kiyoomi kembali menangkan kedua tangannya. Pria itu dengan santai menahannya yang mencoba lari. Lalu setelah Atsumu sedikit tenang, dia kemudian bergerak untuk membuka jas hitam mahalnya. Pria itu lalu menyampirkan jas itu ke tubuhnya. Aroma jantang yang lembut dan membuai langsung merasuki Atsumu hingga tubuhnya menjadi jauh lebih rileks.

Sakusa Kiyoomi kemudian dengan santai menggendong tubuhnya tanpa aba-aba, membuat Atsumu sedikit menjerit karena kaget. Suaranya yang cempreng dan aneh berhasil membuat Sakusa Kiyoomi semakin menertawakannya. Atsumu merasa kesal, dia memukul bahu pria itu hingga pria itu mengaduh kesakitan.

“Turun!” Teriaknya. “Aku bisa jalan sendiri!”

“Emang orang yang sudah gak makan berhari-hari masih bisa jalan?” Godanya semakin membuat Atsumu menggembungkan pipinya kesal.

“Berisik omi!”

“omi?”

Atsumu tanpa sadar malah memberikan nama panggilan aneh untuk seorang pria yang baru-baru ini dia kenal, dan pria yang baru saja menghiburnya dari kegalauan. Panggilan aneh, yang pasti membuat Sakusa Kiyoomi tidak nyaman.

“Ma-maaf..”

“Kenapa minta maaf?”

“Ka-karena panggil kakak...” dia berdehem sebentar. “Ah itu- omi..”

Sakusa mengerutkan keningnya, lalu tertawa pelan. Atsumu merasa wajah Sakusa Kiyoomi yang sedang tersenyum benar-benar memiliki kelembutan lain, yang membuat siapapun orang yang melihat kagum. Segaris senyuman tipisnya begitu memukau, sampai-sampai Atsumu tidak mampu mengalihkan pandangan ke arah lain.

“Aku suka.”

“Eh?”

“Panggil aku gitu terus seterusnya.” Katanya seraya tersenyum.

“Ta-tapi itu aneh. “

“Kalo kamu yang manggil aku begitu gak aneh. Malah aku senang..” katanya bernada malu-malu.

Atsumu tersenyum, lengannya semakin erat memeluk leher alpha yang aromannya sangat enak itu. Dia membuka suara sangat pelan, yang bahkan angin sendiri tidak bisa menangkap jelas apa yang dia katakan.

“Terimakasih, omi..”


Malam itu Sakusa Kiyoomi membawanya makan ke salah satu restoran bintang lima di kota. Atsumu awalnya ingin menolak, namun keinginan Sakusa Kiyoomi yang ingin makan malam disana tidak bisa Atsumu tolak. Pada akhirnya mereka berdua makan disana dengan khidmat.

Sakusa Kiyoomi adalah orang yang aneh, tapi dia sangat baik. Personal branding yang dia lakukan setiap hari sebagai seorang Sakusa, ternyata sangat berbanding terbalik dengan apa yang Atsumu lihat malam itu. Sakusa Kiyoomi masih bisa bersikap santai, meskipun agak canggung.

Malam itu Atsumu diantarkan sampai kerumah dengan selamat, tanpa Atsumu berhasil menelan alkohol sama sekali. Bangun-bangun dia sudah lebih segar, karena tertidur sambil memeluk jas wangi Sakusa Kiyoomi.

#SAKUATSU by, tobiorae


tags: blowjob, 18+, handjob, anal fingering, kiss, mxm/bxb/bl.

[MINOR GO AWAY!]


▪︎¤▪︎

Ini ide paling gila yang akan ia lakukan seumur hidupnya. Mengikuti saran dari teman nya juga berarti dia memang dirinya terlalu bodoh untuk mendekati si cantik mahasiswa astronomi itu.

Sudah hampir dua tahun sejak pertama kali ia melihat si cantik. Saat itu padat manusia memenuhi sisi sisi jalan universitas. Deru kebisingan membuat kepala pening, percepat langkah berharap segera sampai di perpustakaan yang diharapnya masih sepi.

Jalanan padat dan ramai, banyak mahasiswa senior yang juga berdatangan mencari mangsa baru untuk masuk di klub mereka. Beberapa tertarik, beberapa tidak ingin peduli dengan kehidupan klub di masa kuliah.

Dengan jaket hitam nya, ia berjalan mulai agak santai karena di lorong arah perpustakaan sedikit senyap. Menghela nafas, ponselnya tiba tiba berbunyi. Ia mengambil ponselnya, melihat nama yang menelepon kemudian dengan malas mengangkatnya.

Fokusnya jatuh pada layar handphone, hingga tanpa sadar punggung seseorang menabrak bahu nya sedikit. Ia menoleh hendak melihat siapa orang yang sudah menabraknya.

Mata mereka bertemu. Musim semi berlalu dengan alunan gemericik daun mulai tumbuh beriringan dengan angin matahari yang mulai bersiul tanda musim panas akan segera tiba.

Secerah matahari, raut wajah bingung juga takut takut itu terlihat sangat imut, dengan pipi memerah bak sakura di musim semi. Rambutnya sedikit bergerak sebab angin menambah kesan indah di mata nya saat ini.

“ maaf kak! saya gak sengaja! maaf kak.. maaf! ” ujarnya kemudian sembari membungkuk beberapa kali.

Kalau diingat ingat ia sudah jatuh hati pada pria beraroma kayu hangat di musim gugur dengan sedikit wangi sabun strawberry yang manis dan lembut menyeruak enak pada indra penciumannya.

“ Ah.. ya gak masalah, tolong hati hati. ” timpalnya saat itu.

Ingatan itu tak terlupakan, sebab sejak saat itu matanya akan selalu mencari dimana keberadaan si cantik. Meliriknya hanya dari jauh, serta mencintainya dalam diam.

Hari ini mungkin ada perubahan, setidaknya itu yang ia pikirkan sejak kemarin ia mengetahui sesuatu yang juga membuatnya kaget dan terasa lucu.

Jika itu Miya Atsumu, bahkan tanpa diminta pun ia akan berikan semuanya. Selama ini ia hanya berfantasi ria, memikirkan Atsumu di tengah masturbasinya namun kali ini mungkin saja bisa jadi hari dimana segala khayalan itu menjadi nyata.

tok..tok..tok..!

Sebuah ketukan pintu menyadarkannya, ia menoleh ke arah pintu uang gagangnya sudah turun tanda seseorang diluar sudah membukanya. Atsumu Miya berdiri dengan gugup disana. Wajah imut dan manisnya menyembul masih ditutupi pintu sedikit.

“ permisi kak— “

' ah.. suaranya begitu lembut. '

“ Masuk Miya Atsumu. ” ucapnya mencoba tenang.

Si cantik masuk agak ragu ragu dengan kepala menunduk. Berjalan mendekati dirinya yang masih duduk di sofa. Ini adalah ide Iwaizumi untuk menempatkan ia dan Atsumu di ruang pengurus organisasi universitas.

Alasan yang disarankan Iwaizumi berhubungan dengan jurusan fotografi yang ia ambil sebagai bahan sibuk baru di tengah jurusan bisnis yang menurutnya masih agak santai.

“ Ini kue yang saya jual, tapi saya cuma buat yang coklat kookies karena gak sempat buat. Kakak bilang nya mepet jadi saya gak sempat buat tadi pagi buat yang lain. ” jelasnya pelan sembari menyodorkan kotak berisi kookies yang ia minta tadi malam.

“ Gak apa apa, cuma buat foto katalog aja jadi gak masalah. Maaf udah ngerepotin dan buat kamu jadi buru buru. ” ia berkata sembari menahan gemas atas Atsumu yang melihatnya dengan mata sedih namun begitu imut di matanya.

“ Gak repot kok! ” ujarnya agak teriak.

Menyadari suaranya yang tinggi, si cantik tersenyum malu malu sembari alihkan pandangan ke arah lain. Ia tak tahan lagi, tangan kanan nya terangkat mengusak usak rambut pirang Atsumu. Pria di depan nya ini sungguh—

Sungguh membuatnya ingin memakan pria ini sekarang juga.

“ Mau lihat hasil foto nya? nanti kakak kirimin kalo ada yang bagus menurutmu. Lumayan buat di pasang di postingan instagram mu. ” tawar nya lembut.

Si cantik tersenyum senang. Seolah olah sedang berada di tengah terpaan matahari nan hangat, wajahnya berseri semangat merah muda menghiasi telinga serta pipi gembilnya.

“ Ok! “


Sesi foto berakhir menyenangkan baginya, sebab sesekali Sakusa akan mengajaknya mengobrol tentang beberapa hal dan ini membuatnya senang tiada tara. Bahkan lebih senang, daripada tadi malam saat Sakusa tiba tiba mengiriminya pesan melalui instagram.

Ia bersusah payah ingin memberikan produk jualan terbaiknya, namun bahan bahan dirumahnya habis dan pagi pagi belum ada toko yang buka. Ia merasa marah pada dirinya sendiri karena tidak memikirkan stok bahan yang ia punya.

Sakusa tak terlihat seperti yang ia pandang dan kagumi dari jauh. Pria ini lebih dari sekedar tampan, bahkan menurutnya kata kata takkan pernah mampu mendeskripsikan seorang Sakusa Kiyoomi.

“ Ini bagus.. ” ujarnya saat melihat hasil foto yang Sakusa tengah tunjukan.

“ Yang ini juga bagus.. “

“ Semuanya bagus! ” ia terlalu bersemangat.

Sakusa tertawa pelan, semakin mendekatkan kepala mereka hingga rambut mereka bersentuhan. Ia agak kaget dengan jarak ini, namun berusaha menahan diri agar tak memeluk pria ini sekarang juga.

“ Kamu suka yang mana? ” tanya nya pelan tepat di telinga Atsumu. Dengan begitu nafasnya yang berat berhembus ringan membuat ia merinding.

' Suka lo! Gue suka nya sama lo! Bisa gak sih jangan buat jantung gue berasa lomba lari?!! '

Ia berkata dalam hati, merasa bahwa semuanya yang terjadi hari ini berada di luar kendali hatinya yang selalu berbunga bunga setiap kali melihat Sakusa.

Ia menoleh kesamping— mata mereka bertemu. Jelaga kelam itu seolah mencoba masuk ke dalam alam bawah sadarnya. Ia ingin sekali mencium pria ini saat ini, namun tak mampu.

Di tengah pikirannya, tiba tiba tangan Sakusa meraih pinggangnya untuk semakin dekat. “ Uh... k—kak Sakus... “

Terlambat..

Bibir keduanya sudah lebih dulu bertemu membuat kata katanya terhenti lembut. Berderu nafas terdengar indah, serta degub jantung nan berpacu menghantarkan sengatan ekstrim yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

” nnghh.. mmhhh “

Suara decakan lidah beradu, saling mengulum bibir satu sama lain. Ia tau tak seharusnya mereka melakukan ini, tapi sungguh ia begitu mendambakan ini juga di saat yang bersamaan. Tangan Sakusa meraba pinggangnya, mengelusnya dari atas ke bawah membawanya pada posisi hampir kehilangan akal sehat.

Hingga Sakusa akhirnya memeluknya, membawanya dalam pelukan hangat serta ciuman ganas yang akhirnya meruntuhlan segala harga diri yang telah dibangunnya tuk berperan di depan banyak orang termasuk Sakusa.

Tangannya ikut melingkar di leher Sakusa. Mereka saling mendekap, saling menyentuh titik sensitif satu sama lain. Panas.. sungguh ia tak berpikir ini akan senikmat dan semenyenangkan ini.

” mmmhhh... “

Suara decapan terakhir akhirnya menjadi tanda berakhirnya ciuman mereka. Ia memandang Sakusa dengan mata merah serta wajah merah merona. Sedangkan pria itu terus menatapnya dengan intens seolah semuanya belum berakhir.

“ Kak... “

Lagi lagi ia belum selesai mengatakan apa apa, bibirnya kembali di cium oleh Sakusa. Namun kali ini hanya ciuman singkat, yang semakin membuatnya gelisah.

Bagian bawahnya sudah merespon atas gerak kaki Sakusa di bawah. Pria itu tersenyum merasa seperti sedang memenangkan sesuatu.

“ Ah! Kak... “

“ Atsumu.. “

“ Ya? “

“ Mau ini? “


Sungguh tam terduga, semua omong kosong nya tadi malam menjadi kenyataan. Ia ingin menampar wajahnya, namun urung sebab Sakusa Kiyoomi berada tepat di depanya.

Kejantanan yang selama ini ia idam idamkan dalam khayalannya, terlihat begitu besar dan kuat. Fantasinya tentang Sakusa tak meleset jauh, bahkan melebihi ekspetasinya.

Ia duduk di sofa, sementara Sakusa berdiri di depannya dengan kenjatanan tegak yang membuatnya terus menelan ludahnya sendiri. Tangannya dengan lembut mengelus naik turun kejantanan yang semakin terasa menakutkan untuknya.

Ia harus memasukkan benda ini ke dalam mulutnya. Sakusa terlihat tenang, namun matanya sangat tajam seolah olah kesal karena Atsumu masih belum mau memulai.

Lidahnya terjulur, menjilati dari bagian skrotum kemudian beralih pada penis panjang yang sudah tegak itu. Ia mendengar lenguhan pelan dari Sakusa, dan itu berhasil membuatnya menjadi semangat.

Perlahan tapi pasti, ia memasukkan penis itu kedalam mulutnya. Kehangatan mulutnya membuat Sakusa kembali melenguh kenikmatan. Apa yang ia pelajari dari hanya membaca komik dewasa begitu bermanfaat. Mungkin ia harus berterimakasih pada penulisnya sekarang.

Ia bergitu berhati-hati dengan giginya. Jemarinya dengan perlahan menjelajahi skrotum Sakusa, mencoba memberikan kenikmatan lain selain dari kuluman penis nya.

Namun sepertinya Sakusa masih merasa belum puas. Dengan sekali hentakan, pria itu menjambak rambutnya menarik kepalanya kebelakang sedikit kemudian dengan paksa memasukkan penisnya semakin dalam.

Itu sangat panjang, jadi bahkan setengahnya saja mampu mengacaukan kerongkongan Atsumu. Air matanya menetes, ia ingin batuk namun tertahan oleh penis yang terus keluar masuk di mulutnya.

” Ah... “

Lenguhan itu terdengar seksi, sementara ia terus mencoba mendesah dengan mulut yang penuh. Yang terdengar hanya racauan tertahan. Sakusa tersenyum senang dengan semua ini. Mengadahkan kepalanya, pria itu kembali melenguh kenikmatan atas perlakuan Atsumu terhadap penisnya.

” Enak sayang? “

Ia tak bisa menjawab dengan suara, sebagai gantinya ia mendongak mempertemukan mata mereka. Ia memperlihatkan ekspresi menikmati seolah itu makanan terlezat di dunia.

” mmhh.. nnhhh hmpp hnghh “

'ah sial... ini enak sekali' pikirnya dalam hati.

Ia merasa milik Sakusa semakin membengkak. Air matanya menetes terus menerus, hingga akhirnya Sakusa berhasil dapatkan klimaks nya dengan cum lumayan banyak di mulut Atsumu.

Ia terbatuk batuk setelah menelan habis cairan cum Sakusa. Ada yang merembes sedikit bercampur dengan saliva yang akhirnya mengotori dagunya. Sakusa tersenyum, berjongkok mensejajarkan posisi merela kemudian menjilati dagu Atsumu yang kotor.

” mmhh.. kak— ah! Kak sakusa hnghh... “

“ Atsumu.. “

Ia memandang Sakusa tanpa menjawab.

“ Maaf baru berani deketin kamu, terus malah pake cara ini. ” ujarnya pelan.

Atsumu mengerutkan keningnya bingung, namun ia mulai mengerti ketika Sakusa dengan lembut mencium keningnya.

“ Dari mana?— “

“ Semalam gak sengaja baca chat kanu di grub sama pacarnya. Haha.. mau nyepongin kakak hm? “

Mendengar itu si cantik langsung malu hingga menutupi seluruh wajahnya dengan tangan. Sakuss tertawa pelan, menyingkirkan tangan itu dari wajah Atsumu, kemudian mencium keningnya lebih lama.

“ I like you Atsumu.. want to try doing it? I mean— “

“ Yes.. lets do Mr. Sakusa. “

Sakusa tertawa lembut mendengar jawabannya.

“ Love... ” senyumnya manis terpancar.

“ Yes love.. ” mereka tertawa bersama.

Writer note: Maaf cringe parah

#SAKUATSU SLIGHT #FUTAATSU by, tobiorae


Suara terkekang dalam diri mencoba untuk tidak bicara. Takut menimbulkan kericuhan meski hanya dengan suara helaan nafas. Duduk dengan tenang, menunggu selesainya operasi, kedua pria yang terlihat mirip itu menunduk menatap lantai yang sepertinya sangat menarik untuk di perhatikan.

Berselang beberapa waktu kemudian, suara pintu ruang operasi dibuka. Seorang yang menggunakan baju lengkap operasi, dan seorang wanita cantik di belakangnya melangkah ke arah dua orang yang akhirnya berhenti menatap lekat pada lantai dan mulai menunjukan ekspresi rumit.

“ Operasinya lancar, tak ada masalah sama sekali. Pasien akan di pindahkan ke ruang rawat inap segera. ” dokter itu bicara dengan lembut memberitahu dua orang itu agar mulai mengendurkan pundaknya.

Keduanya mengangguk, kemudian mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Dokter itu hanya tersenyum tipis, kemudian berbalik ke arah lain. Meninggalkan mereka berdua yang saat ini sudah tidak tegang lagi.

Ibunya dipindahkan ke ruang rawat inap tidak lama kemudian. Ayahnya pergi mengikuti guna melihat ibunya yang sudah selesai melewati maut. Sementara ia pergi ke mencari suster yang tadi, hendak bertanya; siapa kiranya dermawan baik yang akhirnya muncul dan memberikan ginjal itu pada ibunya.

Sudah lumayan lama ibunya mengidap ginjal kronis. Setiap dua minggu sekali harus pergi ke rumah sakit dan itu membuatnya sedih setiap saat. Ibunya darah yang agak langka sehingga sulit untuk menerima ginjal dari orang lain. Namun beberapa hari yang lalu, dokter menghubungi mereka dan berkata kalau ada seseorang yang siap dan mampu untuk mendonorkan ginjal nya.

“ Suster! ” suaranya bergema sedikit di lorong.

Wanita cantik itu menoleh dan tersenyum, menunggu pria yang sedang berlari kecil itu menghampiri nya lebih dekat. “ Ada apa tuan muda? ” tanya nya pelan.

“ Aku ingin melihat pendonor nya. ” ia berkata dengan tergesa-gesa.

Suster itu menggeleng pelan; “ maaf tuan muda, tapi pendonor ingin identitas nya di sembunyikan dan kami harus menurutinya. Kalau tidak saya akan melanggar sumpah saya sendiri. Maafkan saya tuan muda. “

Sakusa tertegun, kemudian dengan lesu menghela nafas agak jengkel. Ia hanya ingin berterimakasih mengapa begitu di sulitkan?

“ Aku ingin berterimakasih padanya, dia sudah baik terhadap ibuku. Bagaimana mungkin aku tidak berterimakasih secara langsung dan baik baik. ” Ia mencoba lagi.

Suster itu menghela nafas, menggeleng sekali lagi ia mencoba untuk mempertahankan pekerjaan nya saat ini.
“ Maafkan aku tuan muda, tapi aku benar bener tidak bisa. “

Sakusa tak lagi kuasa meminta informasi. Dengan kosong ia berbalik ke ruangan ibunya. Namun di tengah jalan, ia melihat seseorang yang ia kenal, masih menggunakan seragam sekolah menenteng sesuatu di tangannya.

Ia tak peduli padanya, namun entah kenapa kakinya berjalan seperti ia tak lagi bisa kontrol sama sekali. Mengikuti kemana pria bermarga Futakuchi itu pergi. Seperti penguntit, ia mengikuti seraya bersembunyi agak tidak ketahuan.

Hingga mereka sampai di sebuah ruangan yang letak nya agak ke belakang. Tiba tiba terlintas pertanyaan acuh di kepalanya, 'siapa yang dirawat disini?'

Futakuchi masuk, tak lama keluar seorang wanita dan pria separuh baya yang masih kenali dengan jelas. Orang tua Miya Atsumu dan Miya Osamu. Lalu Futakuchi kembali keluar dari sana, terdengar agak samar mereka berbicara.

“ Jaga Atsumu dulu ya nak, kami mau ngurus surat surat sama perlengkapan nya dulu. ” ucap ibu Miya.

Futakuchi mengangguk, “ mau diantar sampai depan? ” nadanya santai.

“ Gak usah, kamu jaga Atsumu saja disini. Tolong ya. ” kali ini Ayahnya.

Futakuchi lagi lagi mengangguk, kemudian membungkuk berterimakasih dan mengucapkan sampai jumpa. Kemudian pria dan wanita setengah baya itu pergi dari sana, dan Futakuchi masuk ke dalam. Perasaan nya tiba tiba merasa tidak menyenangkan, seolah-olah akan ada sesuatu yang menghantam nya segera.

Ia berjalan mendekati ruangan yang dimasuki Futakuchi. Di ruangan itu terdengar seseorang berbicara, Atsumu! suara menyebalkan itu tentu saja ia ingat. Suara yang selalu membuat telinganya sakit hingga ia akan merasakan sebal sampai ingin mati. Pria bodoh yang dengan tidak tau malu mencintai nya, pria yang selalu menganggu hidupnya yang tenang, dan pria yang sudah membunuh kekasih hati yang sudah ia dambakan sejak kecil.. Miya Osamu.

Ia takkan pernah melupakan saat saat dimana ia melihat pria yang ia cintai mati di depan matanya karena ingin menyelamatkan Atsumu yang saat itu mencoba meraih seekor kucing yang berada di tengah jalan. Tubuh Osamu terlempar sekitar 4 meter jauhnya, darah merembes membasahi trotoar, hingga tak ada lagi harapan untuk hidup.

Ia tak paham kenapa Osamu di ambil secepat itu, ia merasa marah kepada Atsumu hingga akhirnya mengecap pria bodoh yang kekurangannya menutupi seluruh bagian tubuhnya itu sebagai pembunuh.

“ Ada yang sakit? ” suara Futakuchi terdengar dari dalam.

“ Enggak ada, ibunya omi udah sadar? “

Pertanyaan itu membuat matanya membola lebar, 'bagaimana Atsumu bisa tau tentang operasi ibunya?'

“ Gak tau, aku belum liat. ” jawab Futakuchi suaranya terdengar agak malas.

“ Semoga beliau baik baik aja. ” ujar nya lagi

“ um. ” timpalnya santai.

“ Kata dokter tadi, aku gak boleh terlalu kelelahan. Ginjal ku tinggal satu dan penyakit ini juga belum sembuh. “

Batu pertama jatuh

“ Aku bakal jagain kamu. ” suara lembut Futakuchi terdengar

Atsumu terkekeh lembut, “ iya kamu kan superhero ku hehe. “

'atsumu? futakuchi? mereka—..'

'bukan kah Atsumu menyukai nya?' entah kenapa itu terasa agak sesak.

“ Kamu harus fokus sama pengobatan kamu, aku nyusul segera setelah lulus. Osamu bakal tenang sekarang karena kamu udah mau fokus, gak lagi mikirin sakusa. “

Itu membuatnya hampir tenggelam.

Osamu? kenapa dia tenang? maksudnya? tiba tiba sebuah pemikiran masa lalu muncul di benak nya yang kusut.

Mereka bertemu di awal musim semi. Di rumah sakit yang sama dengan rumah sakit yang saat ini ia pihak tanah nya. Ia dulu sering menemani ibunya ke rumah sakit untuk berobat, dulu ibunya tak separah ini jadi hanya check up sekitar 3 bulan sekali.

Ia bertemu seorang anak yang wajahnya pucat dan tubuhnya kurus. Anak itu selalu memegang kincir angin di tangannya namun ia tak berlari untuk memutarnya dan bermain main dengan benda itu. Dia hanya duduk sembari angin berhembus menggerakkan rambut hitam nya.

Itu awal dari semuanya, saat itu ia hanya datang dan duduk disampingnya. Ia menanyakan nama anak itu, dan diantara ingatan itu ia mengingat namanya 'miya' dia tak pernah memberitahu nama belakangnya hanya nama keluarganya.

'Miya yang ia kenal saat itu adalah anak yang pendiam dan tenang. Matanya selalu menunjukan sorot kesedihan, melihat anak anak lain disana yang bisa bermain dengan kincir angin mereka.

Hingga suatu hari, 'Miya berkata kalau dia sedang ulang tahun saat itu. Ia bingung ingin memberi hadiah apa, lalu sebuah ide bagus terlintas di kepalanya. Ia berjongkok di depan 'Miya, kemudian meminta adik kecil itu untuk digendong olehnya. Awalnya 'Miya menolak dengan halus sambil tertawa geli, namun akhirnya ia berhasil membujuk dan 'Miya pun naik di punggungnya.

Ia menyeimbangkan langkahnya, berlari perlahan lalu meminta 'Miya untuk menaikkan kincirnya sehingga akhirnya kincir itu berputar membuat 'Miya kegirangan.

Itu hanya segelintir ingatan, hingga saat ia SMA mereka kembali bertemu. Saat itu 'Miya berkata akan pindah, dan sekarang mereka akhirnya bisa bertemu kembali. Namun yang membuatnya bingung adalah, 'Miya ada dua.

Yang satu berambut pirang, yang satunya lagi berambut abu abu. Wajah mereka sangat mirip, namun yang membuatnya yakin bahwa 'Miya adalah Osamu adalah sifat mereka yang sangat mirip.

Atsumu terlalu ceria dan berisik, sementara Osamu sangat tenang dan tidak banyak bicara. Hingga ia akhirnya berpikir kalau, 'Miya yang selama ini ia tunggu adalah Miya Osamu.

Ia tak pernah mengetahui apa penyakit Miya Osamu sejak kecil. Namun kalau dipikir pikir lagi, dulu 'Miya nya sangat kurus dan pucat, sedangkan Osamu tidak terlibat seperti orang sakit... Atsumu— dialah yang terlihat seperti orang sakit. Tubuhnya kurus, bibirnya pucat, kulitnya yang putih terlihat agak biru sedikit.

Mengingat itu ia tiba tiba merasa semakin tidak beres akan semuanya. Meninggalkan ruangan itu, ia berlari ke arah resepsionis.

“ Boleh aku tau entang pasien bernama Miya Atsumu? dia sakit apa dan sudah berapa lama ia di rumah sakit ini? ” ia bertanya dengan tersengal-sengal.

Resepsionis itu tak membuka komputer nya sama sekali, kemudian berbicara. “ Atsumu-kun sudah lama disini, dia dari kecil berobat disini. Hanya waktu itu dia pindah ke Hyogo karena ayahnya dipindah tugaskan ke sana. Namun setahun yang lalu Atsumu-kun kembali dan berobat disini lagi. Tapi katanya dia akan pergi lagi ke Jerman untuk berobat disana, mengikuti saran dokter. “

“ Tunggu! bukan Osamu yang sakit? ” suaranya agak tinggi.

“ Osamu-kun? Dia tidak pernah sakit parah. Osamu-kun sejak masih kecil sudah tinggal bersama neneknya di Kyoto, lalu ketika keluarga Miya Pindah ke Hyogo ia pun akhirnya ikut bersama mereka. Osamu-kun selalu menjaga kakaknya dengan baik. Dia sangat protektif masalah perlindungan atsumu-kun yang sensitif. Kemanapun Atsumu-kun pergi, maka disana akan kau jumpai Osamu-kun juga. Namun sayang, Osamu-kun pergi lebih dulu. Saat ini atsumu-kun sedang berjuang lebih keras untuk melawan penyakitnya agar Osamu-kun bisa tenang di alam baka. “

Tak lagi bisa ia dengar apapun melalui telinganya. Kepalanya sakit, ia ingin muntah disana.

'selama ini ia salah paham...'

Seseorang yang ia cari selama ini ternyata ia sudah salah mengenalinya. Ia mencintai seseorang yang bahkan tak pernah berhubungan dengannya, dan malah membenci seseorang yang bahkan sudah berjanji padanya sejak kecil. Itu kenapa Atsumu bertanya tentang ia yang mengingat pria itu.

Tak peduli apapun lagi, ia berlari kembali keruangan dimana Atsumu berada. Jantungnya berdegup begitu kencang, ia tak peduli bahkan ketika tubuhnya bertabrakan dengan orang lain kemudian ia akan menerima kata kata umpatan dari mereka.

Ketika sampai ia tak lagi peduli dengan tata krama, ia masuk ke dalam ruangan itu dan apa yang dilihatnya kemudian benar benar membuat dadanya sesak dan ia marah.

Futakuchi duduk di samping kasur Atsumu, tangan kanan nya melingkari perut rata Atsumu dengan mesra, sementara tangan kirinya menopang wajahnya yang sendu memperhatikan Atsumu bercerita. Sementara Atsumu, terlentang seraya bercerita senang kepada Futakuchi. Dadanya sakit, ia merasa Futakuchi tidak seharusnya ada disana.

Mereka berdua menoleh begitu melihat pintu dibuka, kemudian keduanya sama sama terkejut. Namun Futakuchi langsung memasang ekspresi tidak suka namun tetap tenang, sementara Atsumu terlihat agak takut.

“ Kau salah kamar tuan muda Sakusa. ini bukan kamar mu, ini kamar kekasihku. Apa yang kau lakukan disini? ” suaranya terdengar seperti memprovokasi. Ini adalah khas dari Futakuchi, pria ini memang dike Al dengan mulut ceplas-ceplos ya.

“ Kau keluar, aku ingin bicara dengan nya. ” suaranya dingin penuh dengan intimidasi.

Suara tawa lembut namun ketara mengejek terdengar menyebalkan di telinga sakusa. Futakuchi kemudian menatap Atsumu yang juga menatapnya takut takut.

“ Bicaralah. ” Futakuchi menenangkan Atsumu sebentar kemudian berjalan keluar dan menutup pintu.

Hening, tak ada yang bicara. Sakusa menatap Atsumu yang terlihat pucat, ia sudah tau sekarang siapa yang mendonorkan ginjal untuk ibunya. Atsumu tak menoleh ke arah Sakusa, hanya diam kemudian mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Sakusa merasa nyeri, ia tak pernah mendapatkan tatapan se acuh itu dari Atsumu. Yang selama ini ia lihat adalah pandangan rindu dan memuja, seolah olah ketika Atsumu melihatnya pria itu akan hidup lebih lama.

“ Kenapa? ” suaranya akhirnya keluar meskipun entah apa maksudnya.

“ Kenapa kamu gak bicara dari awal... Miya— Miya Atsumu. “

Atsumu tiba tiba tertawa, “ dilihat dari mana aku tak pernah mencoba memberitahu mu apapun? ” suaranya dingin.

“ Selama ini kamu pikir aku ngapain aja? cuma nempel dan ganggu kamu? ” ia bersuara lagi.

“ Aku— “

“ Gak perlu minta maaf, semuanya udah berlalu. Kita gak lagi kita yang dulu. Janji yang kita buat dulu udah selesai, sekarang udah gak ada lagi. Aku udah buat janji baru, sama Futakuchi yang gak pernah ninggalin aku sama sekali, yang gak pernah membuatku merasa buruk, gak pernah mencoreng jelek nama ku. Dia selalu ada disamping ku, gak pernah pergi dan selalu diam diam menunggu ku di dalam dirinya. Lupakan, semuanya lupakan. Gak ada yang perlu diingat dari kita berdua. “

“ Kasih aku kesempatan kedua, aku janji— “

“ gak ada kesempatan kedua Sakusa. Kita bener bener selesai. Aku udah mutusin untuk mulai mencintai Futakuchi, tolong pergi dan jangan ganggu kami. Aku hanya ingin bersama orang yang juga mencintaiku, bukan hanya aku yang satu satunya mencintai dia. Pergilah Sakusa, kau bebas dari janji kita sekarang. “

Sakusa tidak tau, ternyata kesalahpahaman itu bisa mengakibatkan terjadinya sesuatu yang membuatnya kehilangan seseorang yang cintai.

#SAKUATSU by, tobiorae

cw//tw// ; Peter pan sindrom (?), Psycho, mental, blood, nsfw 20+, sex, bxb/mxm, anal sex, kiss, death.


PART 2

Langit semerah darah, melantun kicauan burung burung terbang di langit hendak berpulang tuk sambut malam. Angin membelai lembut, membawa semilir membuat kantuk. Matahari hendak terbenam, begitu nyaman sore ini tanpa suara menyebalkan yang berarti.

Tumpang tindih pikiran pikiran merajalela, sebuah suara akhirnya meletuskan lamunan nya. Kekosongan itu berubah menjadi riak riak rasa takut. Tangan nya di genggam tangan lain yang lebih besar darinya.

Menoleh, ia melihat seorang pria dewasa dengan wajah pucat dan mata sekelam lautan dalam. Teduh, ia terlihat lembut. Pria yang dulu ia pikir menggemaskan di pertemuan pertama mereka, sekarang telah semakin tumbuh menjadi seorang pembunuh tanpa rasa tega.

Pria yang sekarang menyandang status sebagai 'suami nya' ini terlihat semakin tampan dan berwibawa. Orang orang hanya mengenalinya sebagai pebisnis muda yang sukses dengan banyak gelar di belakang namanya, tanpa mereka ketahui kalau tangannya sudah berlumuran darah.

Setiap hari dikelilingi kekayaan dan kemewahan yang luar biasa. Hidupnya jungkir balik dari yang miskin pangkat dua, ke istri pebisnis kaya berturun-turunan.

Itu hanya pemikiran kecil yang sering dipikirkan orang lain tentangnya. Tanpa mereka tahu, bahwa si miskin itu sebenarnya sudah dibunuh secara langsung oleh Sakusa Kiyoomi. Menyisakan seorang lelaki bodoh bernama Sakusa Atsumu untuk berdiri mengandeng tangannya.

“ Kok aku gak denger suara mobil kamu? maaf aku gak nyambut kamu pulang, badan ku masih agak sakit karena semalam. ” ujarnya sembari menyelinap masuk kedalam pelukan suaminya.

Sakusa terkekeh pelan, menangkap istri cantiknya lalu memeluknya sangat erat seolah-olah takut istrinya akan lari entah kemana. Dagu nya bertempat di rambut pirang sang istri, mencari kenyamanan untuk hidupnya sendiri.

“ Aku dianter Motoya pakai mobilnya, tadi ada masalah sama mobil ku jadi terpaksa harus bareng Motoya. ” Dia menjelaskan dengan lembut.

“ Apa itu? apakah pesaing bisnis mu masih terus mencoba membunuh mu? ” Atsumu mencoba mencari topik.

Semenjak menjadi istri Sakusa Kiyoomi, hidup nya berubah drastis bahkan sudah sampai di titik dimana dia sendiri tak lagi bisa mengenali. Demi orang orang yang disayanginya, ia harus memakai topeng paling tebal miliknya untuk menipu Sakusa Kiyoomi.

Bukan berarti ancamannya pada Sakusa Kiyoomi saat itu hanya ancaman biasa. Nyatanya semenjak beberapa tahun terakhir ia terus membangun sebuah rencana untuk benar benar mati di hadapan Sakusa Kiyoomi.

Tapi sepertinya dewa lebih suka menyiksanya sambil terus merasakan perasaan bersalah. Ada cinta yang tumbuh tanpa ia bisa duga dalam kebenciannya. Setiap hari bersama pria ini membuatnya berfikir bahwa ia memiliki seseorang untuk hidup bersamanya sampai mati.

Ia bukan istri yang buruk. Sejak sekolah menengah ia jago memasak, kadang kadang juga membuat kue. bersih bersih juga dia rajin, meskipun Sakusa selalu melarangnya bersih bersih karena tak ingin dirinya kelelahan.

Perkara tubuhnya yang lemah dan semakin lemah membuat Sakusa bahkan lebih waspada padanya. Meskipun jelas bagi semua mata, bahwa mereka takkan pernah mendapatkan keturunan, Sakusa tak mau begitu peduli. Beberapa waktu lalu ia sempat meminta suaminya untuk mengadopsi seorang anak dari panti asuhan untuk mereka besarkan bersama, namun Sakusa menolak dengan lembut. Pada akhirnya ia hanya bisa merajuk, dan itu berhasil membuat Sakusa mau berpikir lagi nanti.

“ Apakah suami ku lapar setelah bekerja seharian di kantornya? ” Ia bertanya dengan nada sedikit mengejek.

Sakusa mencium nya tanpa menjawab, tubuhnya digendong kemudian dibawa masuk diletakkan di kasur. Tubuh besar suaminya menindih tubuh kurusnya, ia tau apa yang akan terjadi setelahnya. Menolak juga tidak akan mampu, tak mau munafik ia lebih memilih sama sama menikmatinya.

Suaminya sangat baik dalam berhubungan seksual, entah itu dari jari jarinya, mulutnya, lidahnya, kejantanan nya, apapun darinya selalu terkesan baik. Tak jarang ia mendapatkan informasi, baik perempuan atau laki laki mengincar untuk tidur bersama suaminya setidaknya sekali, namun keinginan itu hanya sampai di pikiran mereka sebelum ia meminta orang oranya yang Sakusa pilih untuk menjaganya menembak kepala mereka semua.

Tangan nya juga sudah berlumuran darah. Sudah tidak punya wajah lagi untuk bertemu dengan kedua orang tuanya, juga kembarannya yang saat ini sudah lebih baik dari penyakitnya. Tubuh yang dulu selalu berbaring, atau kadang kadang duduk itu akhirnya bisa berjalan lagi meski masih pelan pelan. Kehidupan keluarganya yang sudah, berubah menjadi kehidupan yang layak.

Tak pernah lagi ia lihat wajah mereka. Terakhir itu saat pernikahan resmi nya dengan Sakusa Kiyoomi, itu pun dia sampai menangis bersujud sujud di depan suaminya untuk kedua orangtuanya dan kembarannya datang untuk menjadi saksi.

Sakusa melarangnya untuk bertemu siapapun, bahkan keluarganya. Ia hanya bisa berdiam diri di sangkar besar tuan Sakusa ini. Ia hanya bisa mendengar suara orang tua nya dari telepon, itu pun harus dalam pengawasan suaminya.

“ Ah! Pelanhh “

Puting nya digigit, ia mengejang tanpa sadar menaikan dadanya lebih tinggi seolah-olah memberi isyarat pada suaminya untuk lebih ganas lagi. Lidahnya yang kasar menjilat dengan hebat, bahkan hanya dengan stimulasi seperti ini dia sudah mengeluarkan cairan cairan agak bening sedikit sedikit dari kejantanan nya.

“ Mau dari belakang atau depan? ” suaminya bertanya suaranya berat dan seksi membuat Atsumu semakin tegang.

Ia mengalunkan lengannya di leher suaminya, menunjukan wajah menggoda pada suaminya kemudian dengan tiba tiba memutar posisi mereka hingga di ada di atas suaminya tersayang.

Senyum tipis terbentuk di wajahnya, matanya yang sayu menatap suaminya penis nafsu membuat pria itu terkekeh gemas. “ Hari ini aku di atas ya? Kamu diem aja aku mau buat kamu seneng hari ini. ” suaranya lembut. Perlahan ia menunduk menciumi telinga suaminya yang sensitif.

Bersama pria ini sekian lama, membuatnya hapal dengan titik titik sensitif yang membuat suaminya semakin tegang dan bernafsu. Meskipun hanya beberapa titik, itu berhasil membuatnya menguasai suaminya secara penuh.

Membuka baju tidur tangan sejak tadi ia pakai, memperlihatkan keseluruhan dari kulit putih mulus dan cerah terawat. Masih ada sisa sisa bercak merah dari hasil gigitan suaminya di seks mereka sebelumnya.

Dia mata Sakusa istrinya tak pernah sekalipun jelek apalagi tidak menggoda. Nyatanya, mendengar istrinya bicara saja sudah cukup untuk membangunkan adik kecilnya.

Kecil?!

Tangannya bertumpu pada perut berotot suaminya yang indah memanjakan mata.

Suaminya terlentang nyaman di kasur, membiarkan istri cantiknya beraksi untuk nya malam ini. Menggesekkan pantat nya yang sintal, Atsumu mulai merengek manja dan menggoda.

Persiapan yang cukup mungkin, setelah beberapa saat. Nyatanya selama ini meskipun persiapan nya matang, Atsumu selalu menangis ketika anal nya ditembus pedang tebal pembunuh suaminya.

Ujung yang seperti payung itu di arahkan ke lubangnya sendiri, perlahan lahan turun hendak menelan habis kejantanan suaminya yang sudah tegak. Itu sakit sekali.. tapi ada rasa kesenangan sendiri saat kejantanan panjang, tebal dan berurat itu menembus anal sempitnya.

Kepalanya mendongak, ringisan kesakitan terus keluar. Melihat istri cantiknya kesakitan, Sakusa senang dan merasa terharu. Jarang bagi Atsumu mau mengambil inisiatif sendiri, selama ini yang dipikirkannya hanya membuat istrinya bahagia tanpa kekurangan apapun. Bukan ia bodoh tak tau bahwa istrinya membencinya sampai ke sumsum tulangnya, dan hanya bersandiwara manis di depan nya.

Sakusa tau isi pikiran Atsumu ketika dia sedang diam duduk di balkon kamarnya. Ia tahu kalau, Atsumu sedang memikirkan rencana untuk membunuhnya. Ia tak masalah sama sekali karena untuknya, mati di tangan Atsumu adalah sebuah kehormatan. Ia bahkan sudah bersiap untuk semuanya. Kemana akan ia arahkan uang uangnya, bisnisnya semuanya— ia bahkan sudah mempersiapkan nya sejak lama.

Wajah Atsumu memerah, nafasnya tersengal-sengal, ia akhirnya berhasil menelan utuh pedang pembunuh suaminya. Matanya semakin sayu, ia sudah hampir tak bisa menahan bobot tubuhnya sendiri dan hampir jatuh. Melihat ini Sakusa langsung terkekeh, ia bergerak duduk kemudian membalikkan posisi. Istrinya kembali merengek, ia hanya bisa terkekeh dan mulai mengatur posisi yang pas.

“ Sayang.. Atsumu sayang ku.. “

Bisikan lembut seperti biasa, ia sungguh sungguh mencintai pria ini. Kalau dia mati, entah apa jadinya ia setelah itu.

“ Aku mencintaimu.. “

Gerakan nya sengit, desahan nikmat dan merdu itu tak henti henti terdengar. Membuat dua penjaga kamar memerah, dan tegang.

“ Aa—ah! ah! omihh “

Kuku nya menancap hingga berbekas di punggung Sakusa. Gerakannya semakin cepat di setiap detiknya, matanya semakin kabur karena air mata yang menumpuk hendak mengalir.

Erangan suaminya terdengar seksi, lidahnya menjulur menjilati setiap inci wajahnya. Tangannya memainkan tonjolan merah merona di dadanya. rasanya terlalu hebat, sampai ia sudah benar benar kehilangan akal. Seks dengan orang ini mengancam hidupnya sampai akhir.

Ia sudah keluar beberapa kali, namun Sakusa sekalipun belum. Gerakannya intens, matanya bersemangat menatap sang istri yang semakin memerah kelihatan kelelahan, nafasnya menjadi semakin tidak teratur.

“ Sial! “

Gerakannya agak kacau, Sakusa membalik tubuhnya, sikunya ditopang di tempat tidur yang sprei nya sudah kemana mana. Punggungnya terangkat tinggi, memperlihatkan pantat sintal indah di depan mata.

Tangannya terangkat memukul kuat di area atas pantatnya, memberikan hiasan merah dan hadiah erangan indah dari si rubah cantik. Kejantanannya masuk lagi. Tulang belikat Atsumu terangkat lebih tinggi, kepalanya tenggelam di atau bantal.

“ Pelan.. omi.. euh.. pelan.. “

Sakusa tak mendengarkan, gerakannya selalu cepat dan tepat mengenai daging lunak dalam Atsumu. Itu terlalu nikmat, Sakusa selalu tau membuatnya merasa seperti di surga. Membiarkan suaminya, mereka berakhir lebih dari 7 kali semalam.

Pagi pagi ia bangun, namun kondisi dunia sudah terang benderang. Suaminya sudah menghilang, tak ada di tempat tidur. Yang tersisa hanya bau amis dari sperma yang berceceran kemana mana, dan amis darah.

Ia bangkit perlahan, mulai memeriksa dimana ia berdarah meskipun sebenarnya sudah tau jelas dimana ia masih memeriksa. Membuka pahanya ia arahkan jarinya ke dalam lubang yang masih ada sisa sisa sperma kering. Meringis perih, ia bisa rasakan robekan anal nya semakin besar walaupun masih terasa sangat ketat.

Perih, ia bahkan tak mampu untuk berjalan ke kamar mandi untuk bersihkan diri.

Tak lama pintu kamarnya terbuka, suaminya masuk membawa nampan yang tercium wangi sup ayam dan nasi. Ia menoleh, suaminya terlihat berjalan sambil tersenyum ke arahnya.

“ Mau mandi dulu atau makan? ” tanyanya seraya mengelus lembut surai emas nya.

“ Mandi, aku lengket banget. ” jawabnya pelan.

Suaminya tersenyum manis, dengan lembut Sakusa bawa tubuh lemah istrinya ke kamar mandi dan mulai membersihkan sampai benar benar bersih dan harum.

Setelah mandi, mereka makan bersama di balkon sementara masuk beberapa pekerja kebersihan untuk mengambil sprei kotor mereka dikamar. Atsumu bisa lihat kalau mereka merona malu malu.

Ia tersenyum pahit, berpikir apa yang dipikirkan orang orang ini tentang nya setiap hari. Budak seks tuan kaya? atau orang miskin tak tau diri yang hanya bisa menggaet paksa orang orang kaya? atau mungkin— ah apalah itu ia tak mau lagi peduli. Percuma, ia bahkan tak bisa rasakan malu lagi.

Hari ini hari minggu, Sakusa tak pernah pergi ke kantor setiap hari minggu. Dia hanya akan ada dirumah dan menemani istri kesayangannya, menghabiskan waktu berdua. Kadang kadang mereka akan jalan jalan, kalau Atsumu meminta. Namun hari ini, melihat kondisi istrinya yang begitu lemah, ia memilih untuk berdiam dirumah dan istirahat.

Setelah makan mereka pergi ke taman belakang. Taman ini adalah ide Atsumu saat awal awal mereka memilih rumah setelah menikah. Ada bunga bunga indah yang tertanam dari hasil tangan Atsumu sendiri.

Ada sebuah pondok untuk bersantai sembari menikmati angin. Ini musim panas, suhu nya tak terkendali namun masih bisa di mengerti karena ada angin yang menerpa.

Mulutnya sedari tadi tak henti mengunyah keripik kentang yang diberikan suaminya beberapa saat lalu. Ia hanya diam, sedangkan suaminya bermain golf bersama Iwaizumi Hajime yang baru datang beberapa waktu lalu untuk membahas bisnis penting.

Kekasihnya oikawa ada disini, namun mereka memang tak memiliki hubungan yang begitu dekat sejak lama jadi hanya saling diam, akan berbicara kalau ada yang benar benar penting.

“ Ibu teman mu mati, apa kau sudah mendengarnya? ” pria cantik di sampingnya tiba tiba berbicara.

“ Ya, beberapa waktu yang lalu beritanya sampai. ” jawabnya santai.

“ Kau tidak datang? ” tanya nya

“ Memang nya aku bisa? untuk keluar dari kamar saja aku sulit. ” suaranya acuh.

Ini membuat Oikawa kaget. Meskipun ia dan Atsumu tak pernah saling begitu dekat, ia tau kalau pria manis ini sebenarnya gak sedingin ini. Semenjak berhubungan dengan sakusa kiyoomi, si rubah manis yang sedikit lesu namun ceria ini berubah tiga ratus enam puluh derajat bedanya. Ia mungkin bisa pahami, bukan bodoh ia tak tau tentang Sakusa Kiyoomi yang mengerikan. Bahkan Iwaizumi mengajaknya kesini karena ada penjualan bisnis ilegal yang mereka sepakati.

Oikawa akhirnya mendengus sebal, “ dia mencintaimu sampai mati, kenapa kau tak minta padanya, mungkin saja dia mau memberikan izin. “

“ Apa dicintai seseorang rasanya sesakit ini? “

Suaranya pelan, oikawa tak bodoh hingga tak bisa menangkap makna nya. Jelas orang baik di sampingnya ini sedang menahan sakit, bahkan mati pun terasa akan jauh lebih baik dan ia tak tau bagaimana caranya menghadapi semuanya.

“ Orang tua mu? ” Ia bertanya lagi.

“ Gak begitu update, hanya menerima kabar kabar kecil. Setidaknya mereka masih baik baik saja saat ini. “

“ Kau mau membunuhnya? ” ..

Atsumu terkekeh, “ entah lah, aku tak tega membunuh suamiku tersayang. “

“ Lalu? “

Atsumu mengendik kan bahunya, ekspresinya samar; “ mungkin aku yang harusnya mati. “

Oikawa tak terkejut dengan pernyataannya, “ apa kau berpikir kalau kau mati semuanya akan selesai? selama ini keluarga mu di topang lurus oleh si pembunuh ini, teman teman mu juga meskipun Futakuchi harus mendapatkan peringatan 1 tapi setidaknya sudah lebih baik sekarang. Aku juga sama dengan mu, aku harus melindungi keluarga ku dari Iwaizumi Hajime yang bebal ini. “

“ Lalu apa rencana mu? “

“ Tidak ada, aku hanya akan mengikuti arus. Sakit atau tidak aku memilih bertahan sampai mati. Adik ku masih harus bersekolah, dan keluarga ku yang miskin tidak akan sanggup membawanya hingga ke jenjang tertinggi. Sebagai anak pertama, yang bisa kulakukan hanya menjilat orang kaya agar mau menafkahi keluarga ku. ” Suaranya santai, namun penuh akan makna penderitaan yang sama dengan nya.

“ Apa dia memperlakukan mu dengan baik? ” Atsumu gantian bertanya lagi.

“ Ya tentu saja.. masih tak masalah bagi manusia tak berguna seperti ku berkorban, setidaknya dengan ini aku akan sedikit berguna meski tak banyak. “

Atsumu tercengang selama beberapa detik, kemudian tertawa ringan. “ Kau benar, setidaknya ada guna nya. Tapi ku rasa aku harus benar benar minta maaf. “

•••

05 Oktober.. musim gugur tergelap sepanjang hidupnya...

Miya Atsumu atau Sakusa Atsumu, diberitakan mati karena gangguan Sleep Apnea yang bahkan tak disadari suaminya sama sekali.

Merundung pilu, segala kesedihan bercampur kian sendu. Tak ada air mata yang menetes, tak ada penyesalan yang terselubung, tak ada apapun untuk dibicarakan.

Meninggalkam mesin pembunuh sialan ini sendirian, tanpa memiliki siapapun di sisi nya. Pada akhirnya semuanya gelap, tak ada cahaya. Ia pergi menuju neraka terdalam, dan akan butuh waktu setidaknya 1000 tahun sebelum ia akan di cuci ulang untuk di reinkarnasi.

#SAKUATSU by, tobiorae

cw//tw// ; Peter pan sindrom (?), Psycho, mental, blood, nsfw 20+, sex, bxb/mxm, anal sex, kiss, death.


PART 1

Langit berdebu dan muram, cahaya hangat yang biasanya menyapa tak kunjung tiba hari ini. Berjalan pasti meski sedikit gontai, pergi menuntut sesuatu yang orang sebut sebagai kewajiban. Tangannya melambai ringan kala temukan kucing kucing jalanan yang mungkin juga baru bangun dari malam nya. Aroma manis dari roti dan kue, melengkapi pagi hari ini dengan rasa lapar seperti biasanya.

Setiap langkah bergema suara dentang sepatu. Ibukota ramai, bau bercampur membuat mual. Tak cerah hari ini, banyak manusia yang sudah bersiap dengan payung nya guna menyambut hujan yang mungkin akan segera tiba.

Mengalun lembut lagu 'the truth untold dari bts' di telinganya yang disumbat dengan earphone. Hiruk pikuk dunia terlalu berisik untuknya yang butuh ketenangan untuk menenangkan pikiran dan hatinya.

Langkah demi langkah terjalin seolah semua waktu disedot habis begitu saja tanpa aba aba. Ia sudah sampai di sekolah bergaya mewah dan klasik yang terletak di pusat kota. Terlihat beberapa murid yang berjalan masuk ke dalam neraka dunia itu, ada yang kusut wajahnya, ada yang gembira, ada yang serius, dan yang lain ia tak mampu membaca semuanya.

“ Atsumu! ” ia tengah melepaskan earphone nya di depan gerbang, dan seseorang memanggilnya dengan suara sekeras petir.

“ Pagi— ” sapa nya kemudian.

“ Pagi. ” balasnya singkat kemudian berlalu dari sana.

“ Jutek amat lo, kayak haru kalo lagi menstruasi! ” ヽ⁠(⁠`⁠Д⁠´⁠)⁠ノ Futakuchi berseru sebal.

“ Emang Haru kalo pms begini? ” mereka mulai mengobrol ringan namun tetap dengan suara bisik bisik.

“ Iya! jutek banget! sebel liatnya, kalo dia lagi di periode nya nih ya, gak ada yang mau cari gara gara sama dia. ” Futakuchi menjelaskan dengan gestur menggosip.

Ia mengangguk pelan; “ eh.. Gin mana? ” Atsumu bertanya kemudian.

“ Lagi jagain ibu nya di rumah sakit.. ibunya drop lagi bahkan ayah nya sampai datang. ” jelas Futakuchi nadanya sedih.

“ Kok lo gak kasih tau?! ” Atsumu kaget hampir berteriak.

“ Ya lo sibuk mulu anjir dari kemarin! lo coba liat deh tuh gue nge chat lo tapi lo gak respon respon! kerja mulu lo lupa sama temen! ” Futakuchi pun meledak marah namun suaranya masih agak tenang.

“ Ya maaf, anak yang gue jaga gak mau gue liat liat hp. Sorry ya— hari ini gue gak kerja, tadi malem bos gue ngabarin katanya gue gak masuk dulu sampe seminggu kedepan. Nanti Ita jenguk bareng bareng ok? jangan marah ya ya ya! ” suaranya lembut ia sangat merasa bersalah.

“ Iya. emang kenapa kok lo gak kerja? ” tanya nya.

“ Gak tau. kan udah gue bilang, anak yang gue jaga memang agak lain. ” Atsumu menjawab santai.

Futakuchi hanya mengangguk, mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke kelas masing masing. Sayang Atsumu tak satu kelas dengan Futakuchi dan Ginjima, teman teman yang ia punya disini. Mereka anak anak baik, namun harus mendapatkan cobaan berat dari Tuhan.

Futakuchi lahir di keluarga rusak. Ayahnya berselingkuh lalu akhirnya orang tuanya bercerai, dan ia ikut bersama ibunya. Mereka hidup sederhana, sama sepertinya Futakuchi juga bisa bersekolah di sekolah ini karena beasiswa. Ada banyak piala olimpiade fisika di sekolah yang mana itu adalah hasil jiri payah nya. Dia berencana sekolah di Jerman setelah lulus dari SMA. Sudah banyak penanggung beasiswa yang meliriknya dari saat ia SMP, ia bisa yakini masa depan orang ini akan cerah di kemudian hari.

Ginjima sendiri ayahnya seorang teknisi sukses di kota kelahirannya. Ayahnya bekerja di sana, sementara dia menemani ibunya di ibukota untuk berobat dan sekolah. Ginjima juga seorang anak yang berprestasi, dia berhasil gabung bersama club' volly sekolah yang membanggakan.

Ia sendiri berhasil beberapa kali membawa pulang piala olimpiade biologi dan geografi untuk sekolah. Saat ujian masuk ke sekolah, ia berhasil dapatkan nilai tertinggi dari seluruh angkatan. Itu membanggakan, ia menangis keras sambil memeluk ibu dan ayahnya saat itu.

Mereka mengobrol santai, sampai ke lantai dua mereka harus berpisah. Meskipun memiliki prestasi di bidang ilmu pengetahuan alam, ia masuk ke kelas ilmu pengetahuan sosial karena kuliah nanti ia berencana mengambil ujian ilmu sosial dan politik.

Kelasnya agak tenang, karena memang yang ada di dalamnya khusus manusia manusia berotak tak banyak bicara. Ia duduk di bangku kedua sebelah kanan, meletakkan tas nya di loker belakang kemudian ambil beberapa buku yang akan digunakan di pelajaran pertama.

“ Tumben ngerjain pr disekolah. ” Atsumu berkata santai guna basa basi pada teman sekelasnya yang duduk dibelakang nya.

“ Iya nih, semalem liat konser nya kak eita sampe malem banget jadi gak sempet ngerjain pr. ” dia menjawab sambil tertawa pelan.

Ia memutar bola matanya malas mendengar jawab shirabu. Teman nya ini jatuh cinta setengah mati pada senior nya yang tampan dan bersuara apik. setiap hari bercerita tentang betapa cinta nya dia dengan orang itu, tapi percuma yang disuka juga tidak peduli dia hidup atau tidak. Tak lagi mau bertanya, ia mengeluarkan buku novel yang akhir akhir ini ia baca.

Waktu berjalan detik demi detik berlalu, tak terasa bel tanda masuk pelajaran berbunyi. Segera ia singkirkan novel nya dan mengganti nya dengan buku buku pelajaran. Hari ini dimulai dengan astronomi, ia membuka buku pada halaman terakhir mereka pelajari.

Tak lama seorang guru laki-laki tinggi menggunakan kemeja hijau dan celana bahan hitam, tak lupa dengan kacamata kotak kesayangannya masuk. Semua murid agak bingung pasalnya ini bukan pelajaran sastra. Wali kelasnya, pak Takeda adalah guru sastra, kelasnya ada nanti di jam terakhir tapi dia masuk di jam awal. Biasanya kalau seperti ini, ia hanya akan memperingatkan tentang uang sekolah atau uang ujian. Jantungnya langsung berdebar, ia belum punya uang untuk bayar uang ujian nya. Ia bahkan belum mendapatkan gaji, bagaimana bisa membayar.

“ Anak anak, hari ini kalian kedatangan murid baru di kelas ini. Silahkan kamu masuk. ” Pak Takeda berbicara dengan lembut, mengundang seseorang masuk dengan tangan nya.

Komori Motoya tiba tiba masuk tanpa permisi, wajahnya kelihatan suram dan tak bersahabat. Seluruh kelas semakin mengeryit kan alis mereka bingung. Tidak ada yang bersuara beberapa saat, sampai seorang pria tinggi menggunakan masker masuk ke dalam kelas.

Dia tinggi, kulitnya putih pucat, rambutnya ikal dan tebal, kelihatan ada dua titik tahi lalat yang berbaris di dahinya. Matanya tajam namun agak sayu. Ia tersentak, jantungnya berdebar. Tentu saja ia tak bodoh hingga tidak bisa mengenali pria itu.

“ Omi... ” Ia berbisik pelan.

Pria itu membuka maskernya dengan santai, kemudian berbicara; “ Nama saya Sakusa Kiyoomi, terimakasih. “

Suaranya lebih berat dari biasanya! Terdengar— lebih seksi...

Begitu ia membuka masker dan bicara, semua murid murid perempuan terpana akan dirinya yang begitu mempesona. Membuat beberapa laki laki langsung mendengus iri terhadapnya. Ia masih terdiam menatap Sakusa Kiyoomi dengan seksama. Mau dilihat dari sudut manapun ya dia memang Sakusa Kiyoomi, namun seperti dalam seseorang yang berbeda. Aura nya terlalu tajam, matanya juga menunjukan kebijaksanaan dan ketegasan atas perintah mutlak.

Mata mereka bertemu, Sakusa Kiyoomi menatapnya namun ekspresi dingin nya langsung berubah hangat. Matanya sendu, menatap dirinya lembut kemudian berikan senyuman tipis yang manis. Ia malu malu menunduk, melepaskan pandangannya dengan cepat.

“ Hei hei sudah jangan berisik! silahkan Sakusa kamu boleh duduk di belakang Komori. ” ujar Takeda sensei menengahi keributan.

“ Boleh saya memilih bangku saya sendiri? ” Sakusa tiba tiba berbicara. Nadanya terdengar seperti paksaan mutlak.

Takeda sensei kelihatan canggung, “ Kamu mau duduk dimana? ” Ia bertanya kemudian.

“ Disitu. ” Sakusa menunjuk arah Shirabu, yang duduk di belakang Atsumu.

“ Baiklah baiklah! Shirabu, kamu pindah ke belakang Komori ya! ” Suara Takeda sensei terdengar bergetar. Ia memberi gestur pada Shirabu untuk segera pindah dari duduknya disana.

Shirabu yang masih bingung hendak menolak, tapi suara Komori menginstruksi nya dengan pelan. “ Mending lo pindah dari pada berurusan sama dia. ” suaranya tenang namun ada ancaman pasti di dalam nya.

Shirabu akhirnya mengalah dengan enggan. Membawa buku bukunya pindah ke belakang Komori. Lalu sakusa datang ke arahnya dan duduk dengan santai di belakangnya.

“ Baiklah, kalian tenang di sini. Hari ini guru astronomi kalian, pak Han tidak datang karena sakit, pak Han menitipkan pesan kepada bapak untuk kalian buka buku halaman 103 kemudian kerjakan 50 soal pilihan ganda dan 10 soal essai yang ada disana lalu kumpulkan di meja nya, besok akan di periksa. Yang mengumpulkan Atsumu. “

Seluruh kelas tidak ada yang protes. Semuanya langsung membuka buku begitu Takeda sensei pergi dari sana. Ia juga tak menyia-nyiakan waktu, akan lebih baik kalau ia cepat selesai agar bisa melanjutkan novelnya.

Saat hendak mengerjakan tugasnya, seseorang datang ke meja nya. Ia menoleh, melihat Sakusa datang ke meja nya dengan sebuah buku. Tatapannya malas, namun senyumnya dengan tipis namun indah tersemat di wajahnya yang tampan.

“ Belum pernah belajar disini, ajarin ya. ” ucapnya lembut.

Seluruh atensi kelas tertuju pada mereka. Wajahnya memerah malu saat ini. Ia mengangguk, mulai membuka buku dan mendekatkan kursinya ke arah Sakusa.

“ Sensei nyuruh kita buat ngerjain soal, bukan nonton in orang. ” Komori berujar dingin, membuat seluruh kelas akhirnya mengalihkan tatapan mereka dari nya dan sakusa. Meskipun sesekali masih ada yang melirik lirik sedikit.

“ Aku kangen kamu. ” Sakusa berujar tiba tiba. Suaranya tepat di telinga Atsumu, membuat pria rubah itu memerah bahkan sedikit tegang karena suara Sakusa yang berat dan seksi.

“ Kita gak ketemu cuma satu hari. ” Ia menimpali dengan santai meskipun sebenarnya jantungnya sudah berdentum dentum.

Sakusa terkekeh, “ pisah dari kamu sehari itu berarti seribu tahun. Makanya aku kangen setengah mati. “

Atsumu akhirnya menoleh, ia tak sadar selama ini Sakusa sedekat ini dengannya. Wajah mereka berhadapan, Sakusa tersenyum lembut sementara ia menghindari tatapan satu sama lain dengan malu malu.

“ Ngobrol nya nanti aja, sekarang kerjain soal dulu. ” Atsumu berkata guna menarik perhatian Sakusa.

Ia mulai membaca soal yang ada, sesekali akan membolak-balik halaman catatannya sendiri untuk menemukan jawaban yang ia kurang pahami. Pria di sampingnya terlihat sangat tidak peduli dengan soal soal yang ada. Matanya dengan fokus tertuju padanya, tak lupa senyum tipis yang indah terpatri di wajah tampannya.

Atsumu menjadi tidak fokus dengan tugasnya. Menoleh ke Sakusa karena sudah sebal, yang ia lihat malah tatapan lucu dan senyuman manis disana. Atsumu kan lemah! jangan tampilkan ekspresi manis seperti itu dong!

“ Jawabannya Pluto. ” pria itu bersuara lembut.

Atsumu tak tu harus berkata apa, ia sudah tau jawaban dari soal yang baru saja ia bacakan. Yang ia tau sejak tadi Sakusa memandangnya, namun tidak mengira pria itu mengikutinya juga!

“ Soal ini hanya sepuluh persen dari soal yang pernah ku jawab. Aku bisa kasih tau semuanya kalau kamu mau.” Sambungnya.

“ Gak perlu, aku bisa sendiri. ” ucapnya sembari mengalihkan matanya dari Sakusa yang masih terlihat sangat santai.

“ Dimana omi? ” Atsumu tiba tiba bertanya di tengah senyap nya mereka.

“ Disini. ” jawab pria itu singkat.

“ you not him... “

Sakusa terkekeh, tanpa aba aba pria itu mencium bibirnya cepat. Ia berbalik menatap Sakusa horor, matanya membulat kaget, pipinya semakin merah.

“ Omi nya kakak tsumu disini. “

•••

Sorak – sorai ramai di kantin membuat kepala agak pusing dan mual. Tapi tak ada tempat lain yang menyajikan makanan lebih baik di kantin sekolah. Harum makanan membuat perut yang keroncongan semakin berteriak meminta makanan.

“ Kita beli roti aja abis itu ke belakang, rame banget disini pengap. ” Futakuchi member arahan padanya

Ia akhirnya bisa lolos dari Sakusa. Pria itu ditarik Komori untuk ikut bersama teman temannya yang lain, sementara ia pergi kabur menuju kelas futakuchi hingga sekarang mereka berakhir di kantin.

Entah kenapa aura Sakusa membuatnya takut setengah mati. Pria itu berani melakukan kontak fisik lebih dari biasanya. Tubuhnya ingin menolak tapi tak mampu, seperti ada paku di tubuhnya yang membuat seluruh titik akupuntur nya mati.

“ Oi! ” Futakuchi mencoba menginstruksi dirinya dengan berteriak di telinganya.

Ia terkejut, akhirnya kembali ke dunia nyata. Mata nya menatap Futakuchi sebal; “ terserah lo, ayo buruan! “

“ Lo kenapa sih? ada setan' yang ngejar ngejar lo? Dari tadi buru buru mulu. ” Futakuchi akhirnya bertanya.

“ Iya di kejar setan gue, buru! ” Atsumu makin sebal.

“ Iye iye sabar, ni masih ngantri gak liat lo? “

Belum sempat ia mau menimpali Futakuchi, kantin tiba tiba menjadi riuh akan suara gadis gadis. Semua mata menoleh pada beberapa murid laki laki yang baru saja masuk ke kantin. Merek adalah idola di sekolah, orang tua mereka adalah mahkluk makhluk kaya raya yang namanya bertengger di 100 orang terkaya di negeri ini. Sangat berbanding terbalik dengan nya.

Banyak gadis gadis yang rela menunjukan selangkangannya dengan murah hati pada mereka. Tak segan ada beberapa gadis seperti Haru Hiyashi yang menggunakan nama orang tuanya yang tinggi untuk dekati para pangeran pangeran ini. Mereka terlalu wah, bahkan Futakuchi yang acuh tak acuh saja sering kagum terhadap mereka.

Mereka duduk di meja yang memang khusus disiapkan untuk mereka. Biasanya mereka hanya sembilan orang namun hari ini, mereka menambah satu orang! yaitu Sakusa Kiyoomi. Pria tampan itu mengikuti jalan mereka di belakang. Wajahnya yang tampak malas dan acuh namun tampan paripurna, menjadi alasan kenapa gadis gadis yang berteriak semakin girang dan kesenangan.

Matanya terkejut, ia dengan segera berlindung di belakang tubuh Futakuchi yang agak lebih tinggi darinya. Ia ingin kabur, memanfaatkan keramaian kantin, ia mencoba berjalan jongkok dan akan berlari setelah keluar dari kantin. Namun tentu saja takkan semulus itu, Futakuchi menatapnya heran kemudian bertanya dengan polos; “ Lo kenapa sih? sakit lo? “

“ Bacot diem! ayo lari dari sini! ” Ia berbicara agak berbisik.

Suaranya di telan oleh keramaian kantin, Futakuchi menatapnya bingung seraya mengatakan 'hah' membuat ia semakin sebal pada si bodoh ini.

Tiba tiba suasana kantin yang ribut menjadi senyap, jantungnya berdetak semakin kencang. Futakuchi menoleh kaget saat bahu nya di sentuh lalu agak diremas pelan oleh seseorang dari belakang.

“ Kamu ngapain disana? udah larinya, hm? ” suaranya lebih dingin dari biasanya!

Atsumu semakin takut, ia meringkuk ketakutan tangannya agak bergetar.

“ T—tuan muda, maaf— anda meremas bahu ku. ” Futakuchi bersuara.

Sakusa menoleh padanya, tatapan matanya tajam seolah-olah Sakusa akan membunuhnya dengan cara yang sangat kejam. Futakuchi bergidik ngeri, ia menunduk meminta maaf pada tuan muda ini.

Perlahan Sakusa mendekat, nafas pria itu hangat di telinganya semakin membuatnya merinding. Tulang tulangnya begitu lemas, ia ketakutan dengan aura pria di sampingnya ini.

“ Dengarkan, ini peringatan pertama untuk mu. jangan terlalu dekat dengan nya atau ku pastikan kepala mu menggelinding di tanah, lalu tubuh bawah mu akan ku berikan pada anjing anjing lapar di jalanan sana. Bersikap baik, atau ini akan jadi sebuah kenyataan bukan ancaman biasa. “

Ia menjauh dari Futakuchi, berjalan kemudian berjongkok di depan Atsumu yang masih diam ketakutan. Senyum nya manis, menatap Atsumu dengan lembut ia sentuh jemari Atsumu kemudian menggenggamnya dengan sayang.

“ Ayo ” suaranya penuh penekanan namun terdengar begitu lembut.

Atsumu tak mampu menolak, ia biarkan pria ini membawanya dari sana. Mereka duduk di tempat pangeran pangeran itu biasa duduk. Sakusa menarik satu kursi lagi, memintanya duduk disana dengan tenang sementara pria itu mengambil beberapa roti kemudian diarahkan padanya untuk ia makan.

“ Aku— aku gak lapar... ” suaranya pelan, bahkan Sakusa harus benar benar sangat dekat untuk mendengarkannya.

“ Aku juga gak lapar sebenarnya, kalau gitu kita jalan jalan aja oke? aku kan baru disini, kamu ajak aku keliling keliling. ” Sakusa membuang roti yang sudah dibuka, memberikan uang di mangkuk yang sudah tersedia kemudian membawa Atsumu dari sana.

Atsumu ingin menolak namun ia kembali tak kuasa tuk lakukan. Ia menatap Futakuchi yang masih ketakutan disana, kemudian menatap Motoya yang pasang wajah sedih dan merasa bersalah.

Apa ini? kenapa begini? Apa ia secara tidak sengaja mengikat tali yang seharusnya ia tak ikat?

•••

Seminggu berselang, semenjak hari dimana rasa takut itu mulai muncul. Kini setiap harinya Atsumu semakin diliputi kabut mengerikan yang membuatnya sulit melihat mana arah yang benar. Futakuchi dan Ginjima menjauhinya tanpa mengatakan apapun. Meski begitu ia mengerti, ia juga takut membawa mereka pada urusan yang harus ia selesaikan sendiri.

Sakusa semakin hari semakin menjadi-jadi. Pria itu selalu membawanya kemanapun pria itu melangkah. Kontak fisik yang dilakukannya juga semakin sering, tak jarang Sakusa akan menyentuh titik sensitif nya kemudian mulai mengajaknya untuk berciuman panas sampai tubuhnya akan terbakar hangus oleh sensasi seksual yang memabukkan namun juga menakutkan.

“ Ah— “

Entah bagaimana bisa mereka berakhir begini. Ia sudah berantakan di bawah Sakusa yang menindihnya di tempat tidurnya.

Seperti akhir akhir ini biasanya, Sakusa mengantarnya pulang ke rusun yang ia sewa tuk tinggali selama di ibukota. Tangannya di ikat erat oleh tangan Sakusa yang jelas lebih besar dan panjang darinya. Ciuman pria itu baik, ia sudah akan kehilangan akal kalau saja ia tak berusaha sangat keras untuk tetap menjaga kewarasannya.

Suara terengah-engah datang dari mulut mereka yang asik saling mengulum satu sama lain. Lidah dengan lidah beradu, menciptakan decapan indah penuh nafsu yang membumbung. Kemaluan mereka bergesekan, tinggal satu persen lagi sebelum akhirnya Atsumu mencapai batas kewarasan nya.

Kepalanya buntu, ia akhirnya kehilangan pikiran nya. Pandangannya buram, telinganya berdengung. Sakusa dengan perlahan mulai membuka celana sekolahnya. Ia mendesah pelan, kepalanya menengadah hanya bisa lihat langit langit kamarnya.

Jemari Sakusa dengan lembut mulai mengeluarkan kejantanan nya yang sudah tegang dan minta di beri kasih sayang. “ ahn—nn ” bergumam lembut, suaranya terdengar seperti kucing di telinga Sakusa.

Pria itu semakin keras, dengan sigap mengeluarkan kejantanan nya juga kemudian mendekatkan nya kemudian mengelus bersamaan dengan kejantanan Atsumu. Terlihat ada perbedaan ukuran yang signifikan. Atsumu menoleh ke bawah, wajahnya memerah malu begitu melihat milik Sakusa menjadi semakin merah seperti ia akan terbakar.

Itu besar, bahkan kalau harus menghiburnya dengan tangan, Atsumu yakin harus gunakan kedua tangannya. Gerakan tangan sakusa semakin cepat, Atsumu mendongak kenikmatan seraya mendesah tertahan. Tubuhnya menggelinjang kurang nyaman dengan perlakuan Sakusa. Namun tak dipungkiri ini nikmat, sampai ia akan kembali kehilangan akal sehatnya.

Kedua kejantanan itu bergesekan satu sama lain, Sakusa begitu lihai memainkan keduanya. Membuat dirinya merasa nikmat terus menerus. “ Omih— nnhh keluar.. keluar udah ah! udah..hh “

Sakusa meraup ciuman dalam dan panas darinya. Kejantanan nya semakin membesar, ia tak tahan akhirnya mengeluarkan seluruh cairannya di tangan Sakusa. Ia mengejang kenikmatan, matanya kembali kabur basah akan air mata.

Sakusa masih mengejar klimaks nya, Atsumu lagi lagi di sentak kocokan tangan Sakusa yang semakin memanas. Pria itu menggeram berat tepat di telinga Atsumu. Lidahnya yang lihai menjilati telinganya, membuat Atsumu semakin naik dan naik setiap detiknya.

Sakusa bermain dengan sangat baik, pria itu bergerak semakin cepat membuat kepalanya berkabut. Semakin cepat dan semakin cepat, akhirnya setelah beberapa menit Sakusa berhasil mendapatkan klimaksnya, diiringi Atsumu yang juga keluar lagi untuk yang kedua kalinya.

Tangan Sakusa kotor dengan cairan ejakulasi mereka. Tanpa mengatakan apa apa, pria itu mengangkat tangannya kemudian mulai menjilati tangannya sendiri. Atsumu merinding dibuatnya, nafasnya tersengal-sengal, ia kembali menangis setelah akhirnya sadar dengan apa yang baru mereka lakukan.

Sakusa menurunkan tubuhnya, menciumi wajah Atsumu, menjilat air matanya. “ Sayangku.. ” suaranya lembut, sangat lembut..

Tangannya bergerak perlahan, menyusuri paha Atsumu membuat pria cantik di bawahnya bergetar. Jari jari itu mendekat dengan godaan ke bagian bawah. Di ketuk nya pelan, seolah olah meminta izin untuk masuk. Atsumu hendak menolak, namun sebelum dia menggeleng terdengar suara ketukan pintu.

Matanya membulat kaget, ia ketakutan, sementara pria di atasnya mendecak kesal. Tubuh Atsumu di tahan di tempat tidur, Sakusa tak membiarkan Atsumu bicara. “ Diam... biarkan dia. ” suaranya tiba tiba begitu dingin.

“ Atsumu.. lo dirumah? ini ibu lo nge chat gue bilang untuk lo angkat telpon nya. ” itu suara Futakuchi!

Atsumu semakin takut. Jantungnya berdegup kencang, matanya melotot penuh permusuhan terhadap Sakusa yang sedang menjilati lehernya seperti anak anjing. Mulutnya dibekap, ia tak mampu bersuara. Ia ingin berteriak meminta tolong, tapi ia tak bisa. Kembali menangis, ia mencoba menarik perhatian Sakusa untuk membiarkannya menjawab Futakuchi sebentar.

Wajah Sakusa jadi tidak enak dipandang, namun dia tetap menyetujui pada akhirnya. Ia menarik tangannya yang membekap mulut Atsumu, membiarkan si cantik nya berbicara pada bajingan diluar.

“ Iya, gue— uh.. gue ketiduran gak kedengaran tadi suara hp gue. ” akhirnya Atsumu berbicara.

“ Tuan muda lo disini? ” Futakuchi bertanya.

Atsumu menoleh pada Sakusa yang saat ini sedang menatap ke arah pintu dengan tajam. Ia tak tau kenapa, tapi itu terlihat seperti tatapan membunuh. Apa yang sedang dipikirkan orang ini? kenapa wajahnya seperti itu?. Mau tak mau Atsumu memikirkan sesuatu yang mengerikan.

“ O—omi udah pulang.. ” jawabnya pelan.

“ Lo gak apa apa kan? “

Bisakah pria ini berhenti bertanya? aku takut dengan pikiran ku sendiri kau bodoh!

“ Hahaha gak apa apa kok, gue mau lanjut nelpon ibu.. ” ucapnya kemudian mencoba untuk mengakhiri.

“ Oke.. maaf tsumu. ” suaranya pelan namun Atsumu bisa mendengar dengan jelas suaranya.

Kemudian terdengar langkah kaki yang perlahan menjauh dari depan rusun nya. Ia kembali menoleh pada Sakusa yang masih setia pandangi pintu. Dengan inisiatif yang entah timbul darimana, Atsumu menyentuh wajah Sakusa yang kusut kepadanya. Mata mereka bertemu, jelaga kelam itu semakin gelap dan menakutkan.

Setelah beberapa saat, Sakusa menghela nafas. Menjauhkan tubuhnya dari atsumu, dan turun dari kasur. Membenahi baju sekolahnya, pria itu kemudian menyambar kunci mobilnya yang ada di meja belajar Atsumu kemudian pergi dari sana tanpa sepatah katapun.

Sakusa menutup pintu dengan agak keras, sehingga suaranya membuat Atsumu terkejut. Ia menahan nafas, tak tau apa yang sebenarnya sedang terjadi disini. Buru buru ia pakai celananya, membenarkan baju nya dan berlari mengejar Sakusa keluar.

Tapi ia gagal... Mobil Sakusa sudah melaju jauh dari rusun bobrok tempat nya tinggal. Ia berjongkok sembari melihat mobil Sakusa yang kian menjauh dari sana. Menghela nafas, ia tak ingin berlama lama disana. Bergegas jalan ke kamarnya, dan masuk kesana. Mencari ponselnya, namun ia tak kunjung temukan di manapun. Kepalanya pusing, ia pun berakhir menangis lagi hari itu.

Suaranya sumbang, ia terbangun lagi setelah lelah menangis dan tidur. Cahaya siang telah hilang, diganti gelap nya malam yang mencengkam. Tubuhnya lemah, ia berjalan untuk menghidupkan lampu ruangannya. Duduk lesu di pinggiran kasur, ia masih bisa mencium bau amis dari hasil ia dan Sakusa tadi siang.

Menghela nafas lelah, ia berjalan hendak mandi namun gerakannya di instruksi oleh ketika pintu. Ia berharap itu Futakuchi, namun ketika membuka pintu yang ia lihat adalah Sakusa Kiyoomi.

Pria itu berdiri di depan pintu rusun nya, matanya tajam, wajahnya yang tampan agak pucat sedikit, tak ada senyum menyala seperti yang biasa pria itu lakukan. Jantung Atsumu kembali berdetak kencang, ia bisa merasakan sesuatu yang tidak baik akan terjadi padanya segera.

“ Omi... “

“ Ikut aku, ada sesuatu yang mau perlihatkan padamu. ” ucap pria itu datar.

“ Aku belum mandi, mau masuk dulu? ” ia masih mencoba untuk tenang.

“ Gak perlu, cuma sebentar nanti ada baju di rumah. ” timpalnya seraya berjalan dari sana.

Atsumu mengalah, mengambil kunci rusun nya ia berjalan mengejar Sakusa setelahnya.

Mereka pergi ke sebuah rumah yang terletak dekat rumah besar Sakusa. Ada rumah dua tingkat yang juga mewah disana. Sakusa membukakan pintu nya, menggenggam tangannya mereka kemudian masuk kedalam. Perasaan mengganggu ini terus menghantui pikirannya sejak tadi. Resah, gelisah, ia merasa takut akan apa yang ia lihat.

Dia dibawa Sakusa menuju sebuah pintu, namun sebelum masuk pria itu berkata seraya mengeluarkan sesuatu dari kantongnya; “ Tutup mata dulu, ini kejutan yang bagus untuk mu. ” ucapnya.

Senyum Sakusa terkesan sangat jahat, reflek ia menjauh namun Sakusa langsung menahan tubuhnya ke dalam pelukan pria itu. Aroma musk dan kayu manis menyapa indra penciumannya, sangat menenangkan namun juga mengerikan.

Ia tuntun Sakusa menuruni tangga, ia tak bisa melihat jadi hanya tetap bisa berfikir pada ajakan Sakusa yang membawanya perlahan lahan. Bau menyengat tiba tiba tercium tidak menyenangkan di hidung nya.

Ia berhenti mengikuti langkah Sakusa, tangannya gemetar takut kala menyadari bahwa ini bau amis dan busuk dari darah!

Ia ingin kabur, mencoba meraih penutup matanya namun tangan besar Sakusa menghalanginya. Pria itu kemudian menggendongnya. Ia meronta-ronta minta dilepaskan, namun sakusa hanya diam dan terus berjalan mengabaikan permintaan sedih Atsumu.

Tak lama terdengar suara nafas yang tersengal-sengal, dengan bau darah yang semakin menyengat. Semakin dalam mereka masuk, semakin ia bisa bisa sadari suara nafas siapa yang tersengal-sengal itu.

Futakuchi!

“ Udah pemanasan? ” Suara Sakusa terdengar dingin berbicara pada orang disana.

“ Dia agak ngeyel, tapi oke juga. ” sebuah suara yang akrab terdengar di telinga Atsumu.

Komori Motoya— bagaimana bisa...

“ Dia terlalu bodoh. “

Suara itu! suara itu Suna Rintarou!

“ Mau diapakan? ” kali ini suara Iwaizumi Hajime!

Tunggu?! bagaimana bisa mereka ada disini?

Tubuhnya di turunkan dan di dudukkan di sebuah kursi oleh sakusa. Perlahan penutup matanya dibuka. Awalnya pandangan nya masih agak buram, ini karena memang kondisi matanya tidak terlalu bagus lagi. Sedikit penyesuaian, ia akhirnya bisa melihat Futakuchi duduk tepat di depannya dengan pakaian yang sudah tertanggal kan seluruhnya. Wajahnya hancur seperti habis dipukuli dengan besi, darah mengucur dari setiap baret lukanya. Nafas pria itu tersengal-sengal, matanya sayu sudah akan pingsan segera.

Ia menatap Sakusa yang juga tengah menatapnya sambil tersenyum tipis.

“ Lihat apa yang sudah kamu dan teman mu lakukan, dia tak mengikuti ucapan ku bahkan sedikit melawan, dan kamu mengacuhkan ku karena dia datang. ” ujarnya santai.

Ia ketakutan, tak tau harus mengatakan apa. Ia menoleh ke Futakuchi yang mungkin sudah mulai kehilangan kesadarannya. Air matanya mengalir, ia terisak sedih dan takut. Tak pernah membayangkan hal seperti ini datang dalam hidupnya yang sudah kacau sejak kecil.

Sakusa memeluknya dari belakang, tangannya dengan lembut menghapus air matanya yang kian mengalir. “ ssstt... jangan nangis um. “

“ Ambil gergaji, potong kakinya. ” ucapnya kemudian.

Atsumu semakin kalut akan rasa takut. Ia buru buru bergerak mencoba meminta dengan bersujud di depan Sakusa. Pria itu terlihat santai, wajahnya datar namun senyumannya masih dengan cantik terpatri di sana.

“ Jangan kumohon jangan.. lepas— lepasin futa tolong.. aku aja! jangan dia aku aja.. omi tolong.. lepasin futa... ” suaranya sengau terdengar begitu sedih dan menyakitkan.

“ Jangan futa.... dia masih harus jagain ibunya.. kasian ibunya.. jangan Futa tolong mi.. aku yang salah, aku yang harusnya di hukum.. jangan dia.. “

“ Dia harus jagain ibunya, terus kamu gimana? kalau kamu yang gantiin dia nanti siapa yang harus ngurusin orang tua gak berguna mu dan kembaran mu yang sakit sakitan itu? kamu terlalu mikirin orang lain sampai gak mau mikirin diri kamu sendiri! ” ujarnya serius.

“ Aku— “

Sekali lagi ia melirik Futakuchi yang sudah pingsan di tempatnya. Kenangan bersama teman temannya terlintas dengan indah di kepala nya, membuat ia merasakan kehangatan secara menyeluruh di dalam hatinya.

Ia tersenyum, “ aku udah lama pengen mati. “

Kata kata ini mengejutkan Sakusa, membuat pria itu marah. Meraih leher Atsumu, Sakusa dengan kejam mencekiknya sampai Atsumu sulit bernafas.

“ Kamu bilang apa? Mau mati?! Hahahaha jangan harap Miya Atsumu! Gak akan kubiarin! kamu mati kalau aku juga mati! Kita bareng bareng pergi ke neraka! selama aku hidup, gak akan kubiarin kamu pergi dari ku! Kamu punya ku Atsumu.. “

“ Kiyoomi! ” suara Komori menginstruksi.

Sakusa menatap sepupunya itu dengan kejam, namun langsung melepaskan cekikan nya pada Atsumu. Begitu di lepas, Atsumu langsung terjatuh di lantai, wajahnya pucat nafasnya memburu, melihatnya membuat Sakusa ketakutan dan merasa bersalah.

Dengan lembut Sakusa bawa tubuh si cantik Atsumu ke dalam pelukannya. Memeluknya lembut namun erat, ia terus mengucapkan kata maaf di telinga Atsumu.

“ omi... ” suaranya lemah setelah sekian lama akhirnya bisa membuka suaranya.

“ satu penawaran terakhir. ” Sakusa tak membiarkannya berkata lebih jauh.

“ Jauhi semuanya, ikut dengan ku dan hanya bersama ku. Akan ku lepaskan bajingan satu ini, bahkan akan ku singkirkan kehidupan buruk nya. Aku takkan meminta mu untuk menjauhi orang tua mu juga, tapi— kamu hanya boleh memikirkan ku setiap saat. Kehidupan buruk keluarga mu akan ku penuhi dengan kemewahan, adik mu yang cacat itu akan kubawa untuk berobat. Syarat nya hanya satu, kamu milikku Atsumu. “

“ Kalau kamu menolak— “

Kalau ia menolak apa? apa yang akan terjadi memangnya selain hal buruk. Atsumu merasa kosong, kepalanya berdengung tanpa sadar ia tertawa pelan.

“ Oke, aku milik mu... tapi kamu harus jaga janji mu. Jauhi orang tua ku, jauhi semua orang yang berharga dalam hidupku. jangan sentuh mereka sedikitpun.. kalau aku mengetahui tentang kejahatan mu pada mereka, aku tidak segan untuk mati di depan mu. “

••••

#SAKUATSU by, tobiorae

cw//tw// ; Peter pan sindrom (?), Psycho, mental, blood, nsfw 20+, sex, bxb/mxm, anal sex, kiss, death.


Langit berdebu dan muram, cahaya hangat yang biasanya menyapa tak kunjung tiba hari ini. Berjalan pasti meski sedikit gontai, pergi menuntut sesuatu yang orang sebut sebagai kewajiban. Tangannya melambai ringan kala temukan kucing kucing jalanan yang mungkin juga baru bangun dari malam nya. Aroma manis dari roti dan kue, melengkapi pagi hari ini dengan rasa lapar seperti biasanya.

Setiap langkah bergema suara dentang sepatu. Ibukota ramai, bau bercampur membuat mual. Tak cerah hari ini, banyak manusia yang sudah bersiap dengan payung nya guna menyambut hujan yang mungkin akan segera tiba.

Mengalun lembut lagu 'the truth untold dari bts' di telinganya yang disumbat dengan earphone. Hiruk pikuk dunia terlalu berisik untuknya yang butuh ketenangan untuk menenangkan pikiran dan hatinya.

Langkah demi langkah terjalin seolah semua waktu disedot habis begitu saja tanpa aba aba. Ia sudah sampai di sekolah bergaya mewah dan klasik yang terletak di pusat kota. Terlihat beberapa murid yang berjalan masuk ke dalam neraka dunia itu, ada yang kusut wajahnya, ada yang gembira, ada yang serius, dan yang lain ia tak mampu membaca semuanya.

“ Atsumu! ” ia tengah melepaskan earphone nya di depan gerbang, dan seseorang memanggilnya dengan suara sekeras petir.

“ Pagi— ” sapa nya kemudian.

“ Pagi. ” balasnya singkat kemudian berlalu dari sana.

“ Jutek amat lo, kayak haru kalo lagi menstruasi! ” ヽ⁠(⁠`⁠Д⁠´⁠)⁠ノ Futakuchi berseru sebal.

“ Emang Haru kalo pms begini? ” mereka mulai mengobrol ringan namun tetap dengan suara bisik bisik.

“ Iya! jutek banget! sebel liatnya, kalo dia lagi di periode nya nih ya, gak ada yang mau cari gara gara sama dia. ” Futakuchi menjelaskan dengan gestur menggosip.

Ia mengangguk pelan; “ eh.. Gin mana? ” Atsumu bertanya kemudian.

“ Lagi jagain ibu nya di rumah sakit.. ibunya drop lagi bahkan ayah nya sampai datang. ” jelas Futakuchi nadanya sedih.

“ Kok lo gak kasih tau?! ” Atsumu kaget hampir berteriak.

“ Ya lo sibuk mulu anjir dari kemarin! lo coba liat deh tuh gue nge chat lo tapi lo gak respon respon! kerja mulu lo lupa sama temen! ” Futakuchi pun meledak marah namun suaranya masih agak tenang.

“ Ya maaf, anak yang gue jaga gak mau gue liat liat hp. Sorry ya— hari ini gue gak kerja, tadi malem bos gue ngabarin katanya gue gak masuk dulu sampe seminggu kedepan. Nanti Ita jenguk bareng bareng ok? jangan marah ya ya ya! ” suaranya lembut ia sangat merasa bersalah.

“ Iya. emang kenapa kok lo gak kerja? ” tanya nya.

“ Gak tau. kan udah gue bilang, anak yang gue jaga memang agak lain. ” Atsumu menjawab santai.

Futakuchi hanya mengangguk, mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke kelas masing masing. Sayang Atsumu tak satu kelas dengan Futakuchi dan Ginjima, teman teman yang ia punya disini. Mereka anak anak baik, namun harus mendapatkan cobaan berat dari Tuhan.

Futakuchi lahir di keluarga rusak. Ayahnya berselingkuh lalu akhirnya orang tuanya bercerai, dan ia ikut bersama ibunya. Mereka hidup sederhana, sama sepertinya Futakuchi juga bisa bersekolah di sekolah ini karena beasiswa. Ada banyak piala olimpiade fisika di sekolah yang mana itu adalah hasil jiri payah nya. Dia berencana sekolah di Jerman setelah lulus dari SMA. Sudah banyak penanggung beasiswa yang meliriknya dari saat ia SMP, ia bisa yakini masa depan orang ini akan cerah di kemudian hari.

Ginjima sendiri ayahnya seorang teknisi sukses di kota kelahirannya. Ayahnya bekerja di sana, sementara dia menemani ibunya di ibukota untuk berobat dan sekolah. Ginjima juga seorang anak yang berprestasi, dia berhasil gabung bersama club' volly sekolah yang membanggakan.

Ia sendiri berhasil beberapa kali membawa pulang piala olimpiade biologi dan geografi untuk sekolah. Saat ujian masuk ke sekolah, ia berhasil dapatkan nilai tertinggi dari seluruh angkatan. Itu membanggakan, ia menangis keras sambil memeluk ibu dan ayahnya saat itu.

Mereka mengobrol santai, sampai ke lantai dua mereka harus berpisah. Meskipun memiliki prestasi di bidang ilmu pengetahuan alam, ia masuk ke kelas ilmu pengetahuan sosial karena kuliah nanti ia berencana mengambil ujian ilmu sosial dan politik.

Kelasnya agak tenang, karena memang yang ada di dalamnya khusus manusia manusia berotak tak banyak bicara. Ia duduk di bangku kedua sebelah kanan, meletakkan tas nya di loker belakang kemudian ambil beberapa buku yang akan digunakan di pelajaran pertama.

“ Tumben ngerjain pr disekolah. ” Atsumu berkata santai guna basa basi pada teman sekelasnya yang duduk dibelakang nya.

“ Iya nih, semalem liat konser nya kak eita sampe malem banget jadi gak sempet ngerjain pr. ” dia menjawab sambil tertawa pelan.

Ia memutar bola matanya malas mendengar jawab shirabu. Teman nya ini jatuh cinta setengah mati pada senior nya yang tampan dan bersuara apik. setiap hari bercerita tentang betapa cinta nya dia dengan orang itu, tapi percuma yang disuka juga tidak peduli dia hidup atau tidak. Tak lagi mau bertanya, ia mengeluarkan buku novel yang akhir akhir ini ia baca.

Waktu berjalan detik demi detik berlalu, tak terasa bel tanda masuk pelajaran berbunyi. Segera ia singkirkan novel nya dan mengganti nya dengan buku buku pelajaran. Hari ini dimulai dengan astronomi, ia membuka buku pada halaman terakhir mereka pelajari.

Tak lama seorang guru laki-laki tinggi menggunakan kemeja hijau dan celana bahan hitam, tak lupa dengan kacamata kotak kesayangannya masuk. Semua murid agak bingung pasalnya ini bukan pelajaran sastra. Wali kelasnya, pak Takeda adalah guru sastra, kelasnya ada nanti di jam terakhir tapi dia masuk di jam awal. Biasanya kalau seperti ini, ia hanya akan memperingatkan tentang uang sekolah atau uang ujian. Jantungnya langsung berdebar, ia belum punya uang untuk bayar uang ujian nya. Ia bahkan belum mendapatkan gaji, bagaimana bisa membayar.

“ Anak anak, hari ini kalian kedatangan murid baru di kelas ini. Silahkan kamu masuk. ” Pak Takeda berbicara dengan lembut, mengundang seseorang masuk dengan tangan nya.

Komori Motoya tiba tiba masuk tanpa permisi, wajahnya kelihatan suram dan tak bersahabat. Seluruh kelas semakin mengeryit kan alis mereka bingung. Tidak ada yang bersuara beberapa saat, sampai seorang pria tinggi menggunakan masker masuk ke dalam kelas.

Dia tinggi, kulitnya putih pucat, rambutnya ikal dan tebal, kelihatan ada dua titik tahi lalat yang berbaris di dahinya. Matanya tajam namun agak sayu. Ia tersentak, jantungnya berdebar. Tentu saja ia tak bodoh hingga tidak bisa mengenali pria itu.

“ Omi... ” Ia berbisik pelan.

Pria itu membuka maskernya dengan santai, kemudian berbicara; “ Nama saya Sakusa Kiyoomi, terimakasih. “

Suaranya lebih berat dari biasanya! Terdengar— lebih seksi...

Begitu ia membuka masker dan bicara, semua murid murid perempuan terpana akan dirinya yang begitu mempesona. Membuat beberapa laki laki langsung mendengus iri terhadapnya. Ia masih terdiam menatap Sakusa Kiyoomi dengan seksama. Mau dilihat dari sudut manapun ya dia memang Sakusa Kiyoomi, namun seperti dalam seseorang yang berbeda. Aura nya terlalu tajam, matanya juga menunjukan kebijaksanaan dan ketegasan atas perintah mutlak.

Mata mereka bertemu, Sakusa Kiyoomi menatapnya namun ekspresi dingin nya langsung berubah hangat. Matanya sendu, menatap dirinya lembut kemudian berikan senyuman tipis yang manis. Ia malu malu menunduk, melepaskan pandangannya dengan cepat.

“ Hei hei sudah jangan berisik! silahkan Sakusa kamu boleh duduk di belakang Komori. ” ujar Takeda sensei menengahi keributan.

“ Boleh saya memilih bangku saya sendiri? ” Sakusa tiba tiba berbicara. Nadanya terdengar seperti paksaan mutlak.

Takeda sensei kelihatan canggung, “ Kamu mau duduk dimana? ” Ia bertanya kemudian.

“ Disitu. ” Sakusa menunjuk arah Shirabu, yang duduk di belakang Atsumu.

“ Baiklah baiklah! Shirabu, kamu pindah ke belakang Komori ya! ” Suara Takeda sensei terdengar bergetar. Ia memberi gestur pada Shirabu untuk segera pindah dari duduknya disana.

Shirabu yang masih bingung hendak menolak, tapi suara Komori menginstruksi nya dengan pelan. “ Mending lo pindah dari pada berurusan sama dia. ” suaranya tenang namun ada ancaman pasti di dalam nya.

Shirabu akhirnya mengalah dengan enggan. Membawa buku bukunya pindah ke belakang Komori. Lalu sakusa datang ke arahnya dan duduk dengan santai di belakangnya.

“ Baiklah, kalian tenang di sini. Hari ini guru astronomi kalian, pak Han tidak datang karena sakit, pak Han menitipkan pesan kepada bapak untuk kalian buka buku halaman 103 kemudian kerjakan 50 soal pilihan ganda dan 10 soal essai yang ada disana lalu kumpulkan di meja nya, besok akan di periksa. Yang mengumpulkan Atsumu. “

Seluruh kelas tidak ada yang protes. Semuanya langsung membuka buku begitu Takeda sensei pergi dari sana. Ia juga tak menyia-nyiakan waktu, akan lebih baik kalau ia cepat selesai agar bisa melanjutkan novelnya.

Saat hendak mengerjakan tugasnya, seseorang datang ke meja nya. Ia menoleh, melihat Sakusa datang ke meja nya dengan sebuah buku. Tatapannya malas, namun senyumnya dengan tipis namun indah tersemat di wajahnya yang tampan.

“ Belum pernah belajar disini, ajarin ya. ” ucapnya lembut.

Seluruh atensi kelas tertuju pada mereka. Wajahnya memerah malu saat ini. Ia mengangguk, mulai membuka buku dan mendekatkan kursinya ke arah Sakusa.

“ Sensei nyuruh kita buat ngerjain soal, bukan nonton in orang. ” Komori berujar dingin, membuat seluruh kelas akhirnya mengalihkan tatapan mereka dari nya dan sakusa. Meskipun sesekali masih ada yang melirik lirik sedikit.

“ Aku kangen kamu. ” Sakusa berujar tiba tiba. Suaranya tepat di telinga Atsumu, membuat pria rubah itu memerah bahkan sedikit tegang karena suara Sakusa yang berat dan seksi.

“ Kita gak ketemu cuma satu hari. ” Ia menimpali dengan santai meskipun sebenarnya jantungnya sudah berdentum dentum.

Sakusa terkekeh, “ pisah dari kamu sehari itu berarti seribu tahun. Makanya aku kangen setengah mati. “

Atsumu akhirnya menoleh, ia tak sadar selama ini Sakusa sedekat ini dengannya. Wajah mereka berhadapan, Sakusa tersenyum lembut sementara ia menghindari tatapan satu sama lain dengan malu malu.

“ Ngobrol nya nanti aja, sekarang kerjain soal dulu. ” Atsumu berkata guna menarik perhatian Sakusa.

Ia mulai membaca soal yang ada, sesekali akan membolak-balik halaman catatannya sendiri untuk menemukan jawaban yang ia kurang pahami. Pria di sampingnya terlihat sangat tidak peduli dengan soal soal yang ada. Matanya dengan fokus tertuju padanya, tak lupa senyum tipis yang indah terpatri di wajah tampannya.

Atsumu menjadi tidak fokus dengan tugasnya. Menoleh ke Sakusa karena sudah sebal, yang ia lihat malah tatapan lucu dan senyuman manis disana. Atsumu kan lemah! jangan tampilkan ekspresi manis seperti itu dong!

“ Jawabannya Pluto. ” pria itu bersuara lembut.

Atsumu tak tu harus berkata apa, ia sudah tau jawaban dari soal yang baru saja ia bacakan. Yang ia tau sejak tadi Sakusa memandangnya, namun tidak mengira pria itu mengikutinya juga!

“ Soal ini hanya sepuluh persen dari soal yang pernah ku jawab. Aku bisa kasih tau semuanya kalau kamu mau.” Sambungnya.

“ Gak perlu, aku bisa sendiri. ” ucapnya sembari mengalihkan matanya dari Sakusa yang masih terlihat sangat santai.

“ Dimana omi? ” Atsumu tiba tiba bertanya di tengah senyap nya mereka.

“ Disini. ” jawab pria itu singkat.

“ you not him... “

Sakusa terkekeh, tanpa aba aba pria itu mencium bibirnya cepat. Ia berbalik menatap Sakusa horor, matanya membulat kaget, pipinya semakin merah.

“ Omi nya kakak tsumu disini. “

•••

Sorak – sorai ramai di kantin membuat kepala agak pusing dan mual. Tapi tak ada tempat lain yang menyajikan makanan lebih baik di kantin sekolah. Harum makanan membuat perut yang keroncongan semakin berteriak meminta makanan.

“ Kita beli roti aja abis itu ke belakang, rame banget disini pengap. ” Futakuchi member arahan padanya

Ia akhirnya bisa lolos dari Sakusa. Pria itu ditarik Komori untuk ikut bersama teman temannya yang lain, sementara ia pergi kabur menuju kelas futakuchi hingga sekarang mereka berakhir di kantin.

Entah kenapa aura Sakusa membuatnya takut setengah mati. Pria itu berani melakukan kontak fisik lebih dari biasanya. Tubuhnya ingin menolak tapi tak mampu, seperti ada paku di tubuhnya yang membuat seluruh titik akupuntur nya mati.

“ Oi! ” Futakuchi mencoba menginstruksi dirinya dengan berteriak di telinganya.

Ia terkejut, akhirnya kembali ke dunia nyata. Mata nya menatap Futakuchi sebal; “ terserah lo, ayo buruan! “

“ Lo kenapa sih? ada setan' yang ngejar ngejar lo? Dari tadi buru buru mulu. ” Futakuchi akhirnya bertanya.

“ Iya di kejar setan gue, buru! ” Atsumu makin sebal.

“ Iye iye sabar, ni masih ngantri gak liat lo? “

Belum sempat ia mau menimpali Futakuchi, kantin tiba tiba menjadi riuh akan suara gadis gadis. Semua mata menoleh pada beberapa murid laki laki yang baru saja masuk ke kantin. Merek adalah idola di sekolah, orang tua mereka adalah mahkluk makhluk kaya raya yang namanya bertengger di 100 orang terkaya di negeri ini. Sangat berbanding terbalik dengan nya.

Banyak gadis gadis yang rela menunjukan selangkangannya dengan murah hati pada mereka. Tak segan ada beberapa gadis seperti Haru Hiyashi yang menggunakan nama orang tuanya yang tinggi untuk dekati para pangeran pangeran ini. Mereka terlalu wah, bahkan Futakuchi yang acuh tak acuh saja sering kagum terhadap mereka.

Mereka duduk di meja yang memang khusus disiapkan untuk mereka. Biasanya mereka hanya sembilan orang namun hari ini, mereka menambah satu orang! yaitu Sakusa Kiyoomi. Pria tampan itu mengikuti jalan mereka di belakang. Wajahnya yang tampak malas dan acuh namun tampan paripurna, menjadi alasan kenapa gadis gadis yang berteriak semakin girang dan kesenangan.

Matanya terkejut, ia dengan segera berlindung di belakang tubuh Futakuchi yang agak lebih tinggi darinya. Ia ingin kabur, memanfaatkan keramaian kantin, ia mencoba berjalan jongkok dan akan berlari setelah keluar dari kantin. Namun tentu saja takkan semulus itu, Futakuchi menatapnya heran kemudian bertanya dengan polos; “ Lo kenapa sih? sakit lo? “

“ Bacot diem! ayo lari dari sini! ” Ia berbicara agak berbisik.

Suaranya di telan oleh keramaian kantin, Futakuchi menatapnya bingung seraya mengatakan 'hah' membuat ia semakin sebal pada si bodoh ini.

Tiba tiba suasana kantin yang ribut menjadi senyap, jantungnya berdetak semakin kencang. Futakuchi menoleh kaget saat bahu nya di sentuh lalu agak diremas pelan oleh seseorang dari belakang.

“ Kamu ngapain disana? udah larinya, hm? ” suaranya lebih dingin dari biasanya!

Atsumu semakin takut, ia meringkuk ketakutan tangannya agak bergetar.

“ T—tuan muda, maaf— anda meremas bahu ku. ” Futakuchi bersuara.

Sakusa menoleh padanya, tatapan matanya tajam seolah-olah Sakusa akan membunuhnya dengan cara yang sangat kejam. Futakuchi bergidik ngeri, ia menunduk meminta maaf pada tuan muda ini.

Perlahan Sakusa mendekat, nafas pria itu hangat di telinganya semakin membuatnya merinding. Tulang tulangnya begitu lemas, ia ketakutan dengan aura pria di sampingnya ini.

“ Dengarkan, ini peringatan pertama untuk mu. jangan terlalu dekat dengan nya atau ku pastikan kepala mu menggelinding di tanah, lalu tubuh bawah mu akan ku berikan pada anjing anjing lapar di jalanan sana. Bersikap baik, atau ini akan jadi sebuah kenyataan bukan ancaman biasa. “

Ia menjauh dari Futakuchi, berjalan kemudian berjongkok di depan Atsumu yang masih diam ketakutan. Senyum nya manis, menatap Atsumu dengan lembut ia sentuh jemari Atsumu kemudian menggenggamnya dengan sayang.

“ Ayo ” suaranya penuh penekanan namun terdengar begitu lembut.

Atsumu tak mampu menolak, ia biarkan pria ini membawanya dari sana. Mereka duduk di tempat pangeran pangeran itu biasa duduk. Sakusa menarik satu kursi lagi, memintanya duduk disana dengan tenang sementara pria itu mengambil beberapa roti kemudian diarahkan padanya untuk ia makan.

“ Aku— aku gak lapar... ” suaranya pelan, bahkan Sakusa harus benar benar sangat dekat untuk mendengarkannya.

“ Aku juga gak lapar sebenarnya, kalau gitu kita jalan jalan aja oke? aku kan baru disini, kamu ajak aku keliling keliling. ” Sakusa membuang roti yang sudah dibuka, memberikan uang di mangkuk yang sudah tersedia kemudian membawa Atsumu dari sana.

Atsumu ingin menolak namun ia kembali tak kuasa tuk lakukan. Ia menatap Futakuchi yang masih ketakutan disana, kemudian menatap Motoya yang pasang wajah sedih dan merasa bersalah.

Apa ini? kenapa begini? Apa ia secara tidak sengaja mengikat tali yang seharusnya ia tak ikat?

•••

Seminggu berselang, semenjak hari dimana rasa takut itu mulai muncul. Kini setiap harinya Atsumu semakin diliputi kabut mengerikan yang membuatnya sulit melihat mana arah yang benar. Futakuchi dan Ginjima menjauhinya tanpa mengatakan apapun. Meski begitu ia mengerti, ia juga takut membawa mereka pada urusan yang harus ia selesaikan sendiri.

Sakusa semakin hari semakin menjadi-jadi. Pria itu selalu membawanya kemanapun pria itu melangkah. Kontak fisik yang dilakukannya juga semakin sering, tak jarang Sakusa akan menyentuh titik sensitif nya kemudian mulai mengajaknya untuk berciuman panas sampai tubuhnya akan terbakar hangus oleh sensasi seksual yang memabukkan namun juga menakutkan.

“ Ah— “

Entah bagaimana bisa mereka berakhir begini. Ia sudah berantakan di bawah Sakusa yang menindihnya di tempat tidurnya.

Seperti akhir akhir ini biasanya, Sakusa mengantarnya pulang ke rusun yang ia sewa tuk tinggali selama di ibukota. Tangannya di ikat erat oleh tangan Sakusa yang jelas lebih besar dan panjang darinya. Ciuman pria itu baik, ia sudah akan kehilangan akal kalau saja ia tak berusaha sangat keras untuk tetap menjaga kewarasannya.

Suara terengah-engah datang dari mulut mereka yang asik saling mengulum satu sama lain. Lidah dengan lidah beradu, menciptakan decapan indah penuh nafsu yang membumbung. Kemaluan mereka bergesekan, tinggal satu persen lagi sebelum akhirnya Atsumu mencapai batas kewarasan nya.

Kepalanya buntu, ia akhirnya kehilangan pikiran nya. Pandangannya buram, telinganya berdengung. Sakusa dengan perlahan mulai membuka celana sekolahnya. Ia mendesah pelan, kepalanya menengadah hanya bisa lihat langit langit kamarnya.

Jemari Sakusa dengan lembut mulai mengeluarkan kejantanan nya yang sudah tegang dan minta di beri kasih sayang. “ ahn—nn ” bergumam lembut, suaranya terdengar seperti kucing di telinga Sakusa.

Pria itu semakin keras, dengan sigap mengeluarkan kejantanan nya juga kemudian mendekatkan nya kemudian mengelus bersamaan dengan kejantanan Atsumu. Terlihat ada perbedaan ukuran yang signifikan. Atsumu menoleh ke bawah, wajahnya memerah malu begitu melihat milik Sakusa menjadi semakin merah seperti ia akan terbakar.

Itu besar, bahkan kalau harus menghiburnya dengan tangan, Atsumu yakin harus gunakan kedua tangannya. Gerakan tangan sakusa semakin cepat, Atsumu mendongak kenikmatan seraya mendesah tertahan. Tubuhnya menggelinjang kurang nyaman dengan perlakuan Sakusa. Namun tak dipungkiri ini nikmat, sampai ia akan kembali kehilangan akal sehatnya.

Kedua kejantanan itu bergesekan satu sama lain, Sakusa begitu lihai memainkan keduanya. Membuat dirinya merasa nikmat terus menerus. “ Omih— nnhh keluar.. keluar udah ah! udah..hh “

Sakusa meraup ciuman dalam dan panas darinya. Kejantanan nya semakin membesar, ia tak tahan akhirnya mengeluarkan seluruh cairannya di tangan Sakusa. Ia mengejang kenikmatan, matanya kembali kabur basah akan air mata.

Sakusa masih mengejar klimaks nya, Atsumu lagi lagi di sentak kocokan tangan Sakusa yang semakin memanas. Pria itu menggeram berat tepat di telinga Atsumu. Lidahnya yang lihai menjilati telinganya, membuat Atsumu semakin naik dan naik setiap detiknya.

Sakusa bermain dengan sangat baik, pria itu bergerak semakin cepat membuat kepalanya berkabut. Semakin cepat dan semakin cepat, akhirnya setelah beberapa menit Sakusa berhasil mendapatkan klimaksnya, diiringi Atsumu yang juga keluar lagi untuk yang kedua kalinya.

Tangan Sakusa kotor dengan cairan ejakulasi mereka. Tanpa mengatakan apa apa, pria itu mengangkat tangannya kemudian mulai menjilati tangannya sendiri. Atsumu merinding dibuatnya, nafasnya tersengal-sengal, ia kembali menangis setelah akhirnya sadar dengan apa yang baru mereka lakukan.

Sakusa menurunkan tubuhnya, menciumi wajah Atsumu, menjilat air matanya. “ Sayangku.. ” suaranya lembut, sangat lembut..

Tangannya bergerak perlahan, menyusuri paha Atsumu membuat pria cantik di bawahnya bergetar. Jari jari itu mendekat dengan godaan ke bagian bawah. Di ketuk nya pelan, seolah olah meminta izin untuk masuk. Atsumu hendak menolak, namun sebelum dia menggeleng terdengar suara ketukan pintu.

Matanya membulat kaget, ia ketakutan, sementara pria di atasnya mendecak kesal. Tubuh Atsumu di tahan di tempat tidur, Sakusa tak membiarkan Atsumu bicara. “ Diam... biarkan dia. ” suaranya tiba tiba begitu dingin.

“ Atsumu.. lo dirumah? ini ibu lo nge chat gue bilang untuk lo angkat telpon nya. ” itu suara Futakuchi!

Atsumu semakin takut. Jantungnya berdegup kencang, matanya melotot penuh permusuhan terhadap Sakusa yang sedang menjilati lehernya seperti anak anjing. Mulutnya dibekap, ia tak mampu bersuara. Ia ingin berteriak meminta tolong, tapi ia tak bisa. Kembali menangis, ia mencoba menarik perhatian Sakusa untuk membiarkannya menjawab Futakuchi sebentar.

Wajah Sakusa jadi tidak enak dipandang, namun dia tetap menyetujui pada akhirnya. Ia menarik tangannya yang membekap mulut Atsumu, membiarkan si cantik nya berbicara pada bajingan diluar.

“ Iya, gue— uh.. gue ketiduran gak kedengaran tadi suara hp gue. ” akhirnya Atsumu berbicara.

“ Tuan muda lo disini? ” Futakuchi bertanya.

Atsumu menoleh pada Sakusa yang saat ini sedang menatap ke arah pintu dengan tajam. Ia tak tau kenapa, tapi itu terlihat seperti tatapan membunuh. Apa yang sedang dipikirkan orang ini? kenapa wajahnya seperti itu?. Mau tak mau Atsumu memikirkan sesuatu yang mengerikan.

“ O—omi udah pulang.. ” jawabnya pelan.

“ Lo gak apa apa kan? “

Bisakah pria ini berhenti bertanya? aku takut dengan pikiran ku sendiri kau bodoh!

“ Hahaha gak apa apa kok, gue mau lanjut nelpon ibu.. ” ucapnya kemudian mencoba untuk mengakhiri.

“ Oke.. maaf tsumu. ” suaranya pelan namun Atsumu bisa mendengar dengan jelas suaranya.

Kemudian terdengar langkah kaki yang perlahan menjauh dari depan rusun nya. Ia kembali menoleh pada Sakusa yang masih setia pandangi pintu. Dengan inisiatif yang entah timbul darimana, Atsumu menyentuh wajah Sakusa yang kusut kepadanya. Mata mereka bertemu, jelaga kelam itu semakin gelap dan menakutkan.

Setelah beberapa saat, Sakusa menghela nafas. Menjauhkan tubuhnya dari atsumu, dan turun dari kasur. Membenahi baju sekolahnya, pria itu kemudian menyambar kunci mobilnya yang ada di meja belajar Atsumu kemudian pergi dari sana tanpa sepatah katapun.

Sakusa menutup pintu dengan agak keras, sehingga suaranya membuat Atsumu terkejut. Ia menahan nafas, tak tau apa yang sebenarnya sedang terjadi disini. Buru buru ia pakai celananya, membenarkan baju nya dan berlari mengejar Sakusa keluar.

Tapi ia gagal... Mobil Sakusa sudah melaju jauh dari rusun bobrok tempat nya tinggal. Ia berjongkok sembari melihat mobil Sakusa yang kian menjauh dari sana. Menghela nafas, ia tak ingin berlama lama disana. Bergegas jalan ke kamarnya, dan masuk kesana. Mencari ponselnya, namun ia tak kunjung temukan di manapun. Kepalanya pusing, ia pun berakhir menangis lagi hari itu.

Suaranya sumbang, ia terbangun lagi setelah lelah menangis dan tidur. Cahaya siang telah hilang, diganti gelap nya malam yang mencengkam. Tubuhnya lemah, ia berjalan untuk menghidupkan lampu ruangannya. Duduk lesu di pinggiran kasur, ia masih bisa mencium bau amis dari hasil ia dan Sakusa tadi siang.

Menghela nafas lelah, ia berjalan hendak mandi namun gerakannya di instruksi oleh ketika pintu. Ia berharap itu Futakuchi, namun ketika membuka pintu yang ia lihat adalah Sakusa Kiyoomi.

Pria itu berdiri di depan pintu rusun nya, matanya tajam, wajahnya yang tampan agak pucat sedikit, tak ada senyum menyala seperti yang biasa pria itu lakukan. Jantung Atsumu kembali berdetak kencang, ia bisa merasakan sesuatu yang tidak baik akan terjadi padanya segera.

“ Omi... “

“ Ikut aku, ada sesuatu yang mau perlihatkan padamu. ” ucap pria itu datar.

“ Aku belum mandi, mau masuk dulu? ” ia masih mencoba untuk tenang.

“ Gak perlu, cuma sebentar nanti ada baju di rumah. ” timpalnya seraya berjalan dari sana.

Atsumu mengalah, mengambil kunci rusun nya ia berjalan mengejar Sakusa setelahnya.

Mereka pergi ke sebuah rumah yang terletak dekat rumah besar Sakusa. Ada rumah dua tingkat yang juga mewah disana. Sakusa membukakan pintu nya, menggenggam tangannya mereka kemudian masuk kedalam. Perasaan mengganggu ini terus menghantui pikirannya sejak tadi. Resah, gelisah, ia merasa takut akan apa yang ia lihat.

Dia dibawa Sakusa menuju sebuah pintu, namun sebelum masuk pria itu berkata seraya mengeluarkan sesuatu dari kantongnya; “ Tutup mata dulu, ini kejutan yang bagus untuk mu. ” ucapnya.

Senyum Sakusa terkesan sangat jahat, reflek ia menjauh namun Sakusa langsung menahan tubuhnya ke dalam pelukan pria itu. Aroma musk dan kayu manis menyapa indra penciumannya, sangat menenangkan namun juga mengerikan.

Ia tuntun Sakusa menuruni tangga, ia tak bisa melihat jadi hanya tetap bisa berfikir pada ajakan Sakusa yang membawanya perlahan lahan. Bau menyengat tiba tiba tercium tidak menyenangkan di hidung nya.

Ia berhenti mengikuti langkah Sakusa, tangannya gemetar takut kala menyadari bahwa ini bau amis dan busuk dari darah!

Ia ingin kabur, mencoba meraih penutup matanya namun tangan besar Sakusa menghalanginya. Pria itu kemudian menggendongnya. Ia meronta-ronta minta dilepaskan, namun sakusa hanya diam dan terus berjalan mengabaikan permintaan sedih Atsumu.

Tak lama terdengar suara nafas yang tersengal-sengal, dengan bau darah yang semakin menyengat. Semakin dalam mereka masuk, semakin ia bisa bisa sadari suara nafas siapa yang tersengal-sengal itu.

Futakuchi!

“ Udah pemanasan? ” Suara Sakusa terdengar dingin berbicara pada orang disana.

“ Dia agak ngeyel, tapi oke juga. ” sebuah suara yang akrab terdengar di telinga Atsumu.

Komori Motoya— bagaimana bisa...

“ Dia terlalu bodoh. “

Suara itu! suara itu Suna Rintarou!

“ Mau diapakan? ” kali ini suara Iwaizumi Hajime!

Tunggu?! bagaimana bisa mereka ada disini?

Tubuhnya di turunkan dan di dudukkan di sebuah kursi oleh sakusa. Perlahan penutup matanya dibuka. Awalnya pandangan nya masih agak buram, ini karena memang kondisi matanya tidak terlalu bagus lagi. Sedikit penyesuaian, ia akhirnya bisa melihat Futakuchi duduk tepat di depannya dengan pakaian yang sudah tertanggal kan seluruhnya. Wajahnya hancur seperti habis dipukuli dengan besi, darah mengucur dari setiap baret lukanya. Nafas pria itu tersengal-sengal, matanya sayu sudah akan pingsan segera.

Ia menatap Sakusa yang juga tengah menatapnya sambil tersenyum tipis.

“ Lihat apa yang sudah kamu dan teman mu lakukan, dia tak mengikuti ucapan ku bahkan sedikit melawan, dan kamu mengacuhkan ku karena dia datang. ” ujarnya santai.

Ia ketakutan, tak tau harus mengatakan apa. Ia menoleh ke Futakuchi yang mungkin sudah mulai kehilangan kesadarannya. Air matanya mengalir, ia terisak sedih dan takut. Tak pernah membayangkan hal seperti ini datang dalam hidupnya yang sudah kacau sejak kecil.

Sakusa memeluknya dari belakang, tangannya dengan lembut menghapus air matanya yang kian mengalir. “ ssstt... jangan nangis um. “

“ Ambil gergaji, potong kakinya. ” ucapnya kemudian.

Atsumu semakin kalut akan rasa takut. Ia buru buru bergerak mencoba meminta dengan bersujud di depan Sakusa. Pria itu terlihat santai, wajahnya datar namun senyumannya masih dengan cantik terpatri di sana.

“ Jangan kumohon jangan.. lepas— lepasin futa tolong.. aku aja! jangan dia aku aja.. omi tolong.. lepasin futa... ” suaranya sengau terdengar begitu sedih dan menyakitkan.

“ Jangan futa.... dia masih harus jagain ibunya.. kasian ibunya.. jangan Futa tolong mi.. aku yang salah, aku yang harusnya di hukum.. jangan dia.. “

“ Dia harus jagain ibunya, terus kamu gimana? kalau kamu yang gantiin dia nanti siapa yang harus ngurusin orang tua gak berguna mu dan kembaran mu yang sakit sakitan itu? kamu terlalu mikirin orang lain sampai gak mau mikirin diri kamu sendiri! ” ujarnya serius.

“ Aku— “

Sekali lagi ia melirik Futakuchi yang sudah pingsan di tempatnya. Kenangan bersama teman temannya terlintas dengan indah di kepala nya, membuat ia merasakan kehangatan secara menyeluruh di dalam hatinya.

Ia tersenyum, “ aku udah lama pengen mati. “

Kata kata ini mengejutkan Sakusa, membuat pria itu marah. Meraih leher Atsumu, Sakusa dengan kejam mencekiknya sampai Atsumu sulit bernafas.

“ Kamu bilang apa? Mau mati?! Hahahaha jangan harap Miya Atsumu! Gak akan kubiarin! kamu mati kalau aku juga mati! Kita bareng bareng pergi ke neraka! selama aku hidup, gak akan kubiarin kamu pergi dari ku! Kamu punya ku Atsumu.. “

“ Kiyoomi! ” suara Komori menginstruksi.

Sakusa menatap sepupunya itu dengan kejam, namun langsung melepaskan cekikan nya pada Atsumu. Begitu di lepas, Atsumu langsung terjatuh di lantai, wajahnya pucat nafasnya memburu, melihatnya membuat Sakusa ketakutan dan merasa bersalah.

Dengan lembut Sakusa bawa tubuh si cantik Atsumu ke dalam pelukannya. Memeluknya lembut namun erat, ia terus mengucapkan kata maaf di telinga Atsumu.

“ omi... ” suaranya lemah setelah sekian lama akhirnya bisa membuka suaranya.

“ satu penawaran terakhir. ” Sakusa tak membiarkannya berkata lebih jauh.

“ Jauhi semuanya, ikut dengan ku dan hanya bersama ku. Akan ku lepaskan bajingan satu ini, bahkan akan ku singkirkan kehidupan buruk nya. Aku takkan meminta mu untuk menjauhi orang tua mu juga, tapi— kamu hanya boleh memikirkan ku setiap saat. Kehidupan buruk keluarga mu akan ku penuhi dengan kemewahan, adik mu yang cacat itu akan kubawa untuk berobat. Syarat nya hanya satu, kamu milikku Atsumu. “

“ Kalau kamu menolak— “

Kalau ia menolak apa? apa yang akan terjadi memangnya selain hal buruk. Atsumu merasa kosong, kepalanya berdengung tanpa sadar ia tertawa pelan.

“ Oke, aku milik mu... tapi kamu harus jaga janji mu. Jauhi orang tua ku, jauhi semua orang yang berharga dalam hidupku. jangan sentuh mereka sedikitpun.. kalau aku mengetahui tentang kejahatan mu pada mereka, aku tidak segan untuk mati di depan mu. “

••••

#SAKUATSU by, tobiorae

cw//tw// ; Peter pan sindrom (?), Psycho, mental, blood, nsfw 20+, sex, bxb/mxm, anal sex, kiss, death.


Langit berdebu dan muram, cahaya hangat yang biasanya menyapa tak kunjung tiba hari ini. Berjalan pasti meski sedikit gontai, pergi menuntut sesuatu yang orang sebut sebagai kewajiban. Tangannya melambai ringan kala temukan kucing kucing jalanan yang mungkin juga baru bangun dari malam nya. Aroma manis dari roti dan kue, melengkapi pagi hari ini dengan rasa lapar seperti biasanya.

Setiap langkah bergema suara dentang sepatu. Ibukota ramai, bau bercampur membuat mual. Tak cerah hari ini, banyak manusia yang sudah bersiap dengan payung nya guna menyambut hujan yang mungkin akan segera tiba.

Mengalun lembut lagu 'the truth untold dari bts' di telinganya yang disumbat dengan earphone. Hiruk pikuk dunia terlalu berisik untuknya yang butuh ketenangan untuk menenangkan pikiran dan hatinya.

Langkah demi langkah terjalin seolah semua waktu disedot habis begitu saja tanpa aba aba. Ia sudah sampai di sekolah bergaya mewah dan klasik yang terletak di pusat kota. Terlihat beberapa murid yang berjalan masuk ke dalam neraka dunia itu, ada yang kusut wajahnya, ada yang gembira, ada yang serius, dan yang lain ia tak mampu membaca semuanya.

“ Atsumu! ” ia tengah melepaskan earphone nya di depan gerbang, dan seseorang memanggilnya dengan suara sekeras petir.

“ Pagi— ” sapa nya kemudian.

“ Pagi. ” balasnya singkat kemudian berlalu dari sana.

“ Jutek amat lo, kayak haru kalo lagi menstruasi! ” ヽ⁠(⁠`⁠Д⁠´⁠)⁠ノ Futakuchi berseru sebal.

“ Emang Haru kalo pms begini? ” mereka mulai mengobrol ringan namun tetap dengan suara bisik bisik.

“ Iya! jutek banget! sebel liatnya, kalo dia lagi di periode nya nih ya, gak ada yang mau cari gara gara sama dia. ” Futakuchi menjelaskan dengan gestur menggosip.

Ia mengangguk pelan; “ eh.. Gin mana? ” Atsumu bertanya kemudian.

“ Lagi jagain ibu nya di rumah sakit.. ibunya drop lagi bahkan ayah nya sampai datang. ” jelas Futakuchi nadanya sedih.

“ Kok lo gak kasih tau?! ” Atsumu kaget hampir berteriak.

“ Ya lo sibuk mulu anjir dari kemarin! lo coba liat deh tuh gue nge chat lo tapi lo gak respon respon! kerja mulu lo lupa sama temen! ” Futakuchi pun meledak marah namun suaranya masih agak tenang.

“ Ya maaf, anak yang gue jaga gak mau gue liat liat hp. Sorry ya— hari ini gue gak kerja, tadi malem bos gue ngabarin katanya gue gak masuk dulu sampe seminggu kedepan. Nanti Ita jenguk bareng bareng ok? jangan marah ya ya ya! ” suaranya lembut ia sangat merasa bersalah.

“ Iya. emang kenapa kok lo gak kerja? ” tanya nya.

“ Gak tau. kan udah gue bilang, anak yang gue jaga memang agak lain. ” Atsumu menjawab santai.

Futakuchi hanya mengangguk, mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke kelas masing masing. Sayang Atsumu tak satu kelas dengan Futakuchi dan Ginjima, teman teman yang ia punya disini. Mereka anak anak baik, namun harus mendapatkan cobaan berat dari Tuhan.

Futakuchi lahir di keluarga rusak. Ayahnya berselingkuh lalu akhirnya orang tuanya bercerai, dan ia ikut bersama ibunya. Mereka hidup sederhana, sama sepertinya Futakuchi juga bisa bersekolah di sekolah ini karena beasiswa. Ada banyak piala olimpiade fisika di sekolah yang mana itu adalah hasil jiri payah nya. Dia berencana sekolah di Jerman setelah lulus dari SMA. Sudah banyak penanggung beasiswa yang meliriknya dari saat ia SMP, ia bisa yakini masa depan orang ini akan cerah di kemudian hari.

Ginjima sendiri ayahnya seorang teknisi sukses di kota kelahirannya. Ayahnya bekerja di sana, sementara dia menemani ibunya di ibukota untuk berobat dan sekolah. Ginjima juga seorang anak yang berprestasi, dia berhasil gabung bersama club' volly sekolah yang membanggakan.

Ia sendiri berhasil beberapa kali membawa pulang piala olimpiade biologi dan geografi untuk sekolah. Saat ujian masuk ke sekolah, ia berhasil dapatkan nilai tertinggi dari seluruh angkatan. Itu membanggakan, ia menangis keras sambil memeluk ibu dan ayahnya saat itu.

Mereka mengobrol santai, sampai ke lantai dua mereka harus berpisah. Meskipun memiliki prestasi di bidang ilmu pengetahuan alam, ia masuk ke kelas ilmu pengetahuan sosial karena kuliah nanti ia berencana mengambil ujian ilmu sosial dan politik.

Kelasnya agak tenang, karena memang yang ada di dalamnya khusus manusia manusia berotak tak banyak bicara. Ia duduk di bangku kedua sebelah kanan, meletakkan tas nya di loker belakang kemudian ambil beberapa buku yang akan digunakan di pelajaran pertama.

“ Tumben ngerjain pr disekolah. ” Atsumu berkata santai guna basa basi pada teman sekelasnya yang duduk dibelakang nya.

“ Iya nih, semalem liat konser nya kak eita sampe malem banget jadi gak sempet ngerjain pr. ” dia menjawab sambil tertawa pelan.

Ia memutar bola matanya malas mendengar jawab shirabu. Teman nya ini jatuh cinta setengah mati pada senior nya yang tampan dan bersuara apik. setiap hari bercerita tentang betapa cinta nya dia dengan orang itu, tapi percuma yang disuka juga tidak peduli dia hidup atau tidak. Tak lagi mau bertanya, ia mengeluarkan buku novel yang akhir akhir ini ia baca.

Waktu berjalan detik demi detik berlalu, tak terasa bel tanda masuk pelajaran berbunyi. Segera ia singkirkan novel nya dan mengganti nya dengan buku buku pelajaran. Hari ini dimulai dengan astronomi, ia membuka buku pada halaman terakhir mereka pelajari.

Tak lama seorang guru laki-laki tinggi menggunakan kemeja hijau dan celana bahan hitam, tak lupa dengan kacamata kotak kesayangannya masuk. Semua murid agak bingung pasalnya ini bukan pelajaran sastra. Wali kelasnya, pak Takeda adalah guru sastra, kelasnya ada nanti di jam terakhir tapi dia masuk di jam awal. Biasanya kalau seperti ini, ia hanya akan memperingatkan tentang uang sekolah atau uang ujian. Jantungnya langsung berdebar, ia belum punya uang untuk bayar uang ujian nya. Ia bahkan belum mendapatkan gaji, bagaimana bisa membayar.

“ Anak anak, hari ini kalian kedatangan murid baru di kelas ini. Silahkan kamu masuk. ” Pak Takeda berbicara dengan lembut, mengundang seseorang masuk dengan tangan nya.

Komori Motoya tiba tiba masuk tanpa permisi, wajahnya kelihatan suram dan tak bersahabat. Seluruh kelas semakin mengeryit kan alis mereka bingung. Tidak ada yang bersuara beberapa saat, sampai seorang pria tinggi menggunakan masker masuk ke dalam kelas.

Dia tinggi, kulitnya putih pucat, rambutnya ikal dan tebal, kelihatan ada dua titik tahi lalat yang berbaris di dahinya. Matanya tajam namun agak sayu. Ia tersentak, jantungnya berdebar. Tentu saja ia tak bodoh hingga tidak bisa mengenali pria itu.

“ Omi... ” Ia berbisik pelan.

Pria itu membuka maskernya dengan santai, kemudian berbicara; “ Nama saya Sakusa Kiyoomi, terimakasih. “

Suaranya lebih berat dari biasanya! Terdengar— lebih seksi...

Begitu ia membuka masker dan bicara, semua murid murid perempuan terpana akan dirinya yang begitu mempesona. Membuat beberapa laki laki langsung mendengus iri terhadapnya. Ia masih terdiam menatap Sakusa Kiyoomi dengan seksama. Mau dilihat dari sudut manapun ya dia memang Sakusa Kiyoomi, namun seperti dalam seseorang yang berbeda. Aura nya terlalu tajam, matanya juga menunjukan kebijaksanaan dan ketegasan atas perintah mutlak.

Mata mereka bertemu, Sakusa Kiyoomi menatapnya namun ekspresi dingin nya langsung berubah hangat. Matanya sendu, menatap dirinya lembut kemudian berikan senyuman tipis yang manis. Ia malu malu menunduk, melepaskan pandangannya dengan cepat.

“ Hei hei sudah jangan berisik! silahkan Sakusa kamu boleh duduk di belakang Komori. ” ujar Takeda sensei menengahi keributan.

“ Boleh saya memilih bangku saya sendiri? ” Sakusa tiba tiba berbicara. Nadanya terdengar seperti paksaan mutlak.

Takeda sensei kelihatan canggung, “ Kamu mau duduk dimana? ” Ia bertanya kemudian.

“ Disitu. ” Sakusa menunjuk arah Shirabu, yang duduk di belakang Atsumu.

“ Baiklah baiklah! Shirabu, kamu pindah ke belakang Komori ya! ” Suara Takeda sensei terdengar bergetar. Ia memberi gestur pada Shirabu untuk segera pindah dari duduknya disana.

Shirabu yang masih bingung hendak menolak, tapi suara Komori menginstruksi nya dengan pelan. “ Mending lo pindah dari pada berurusan sama dia. ” suaranya tenang namun ada ancaman pasti di dalam nya.

Shirabu akhirnya mengalah dengan enggan. Membawa buku bukunya pindah ke belakang Komori. Lalu sakusa datang ke arahnya dan duduk dengan santai di belakangnya.

“ Baiklah, kalian tenang di sini. Hari ini guru astronomi kalian, pak Han tidak datang karena sakit, pak Han menitipkan pesan kepada bapak untuk kalian buka buku halaman 103 kemudian kerjakan 50 soal pilihan ganda dan 10 soal essai yang ada disana lalu kumpulkan di meja nya, besok akan di periksa. Yang mengumpulkan Atsumu. “

Seluruh kelas tidak ada yang protes. Semuanya langsung membuka buku begitu Takeda sensei pergi dari sana. Ia juga tak menyia-nyiakan waktu, akan lebih baik kalau ia cepat selesai agar bisa melanjutkan novelnya.

Saat hendak mengerjakan tugasnya, seseorang datang ke meja nya. Ia menoleh, melihat Sakusa datang ke meja nya dengan sebuah buku. Tatapannya malas, namun senyumnya dengan tipis namun indah tersemat di wajahnya yang tampan.

“ Belum pernah belajar disini, ajarin ya. ” ucapnya lembut.

Seluruh atensi kelas tertuju pada mereka. Wajahnya memerah malu saat ini. Ia mengangguk, mulai membuka buku dan mendekatkan kursinya ke arah Sakusa.

“ Sensei nyuruh kita buat ngerjain soal, bukan nonton in orang. ” Komori berujar dingin, membuat seluruh kelas akhirnya mengalihkan tatapan mereka dari nya dan sakusa. Meskipun sesekali masih ada yang melirik lirik sedikit.

“ Aku kangen kamu. ” Sakusa berujar tiba tiba. Suaranya tepat di telinga Atsumu, membuat pria rubah itu memerah bahkan sedikit tegang karena suara Sakusa yang berat dan seksi.

“ Kita gak ketemu cuma satu hari. ” Ia menimpali dengan santai meskipun sebenarnya jantungnya sudah berdentum dentum.

Sakusa terkekeh, “ pisah dari kamu sehari itu berarti seribu tahun. Makanya aku kangen setengah mati. “

Atsumu akhirnya menoleh, ia tak sadar selama ini Sakusa sedekat ini dengannya. Wajah mereka berhadapan, Sakusa tersenyum lembut sementara ia menghindari tatapan satu sama lain dengan malu malu.

“ Ngobrol nya nanti aja, sekarang kerjain soal dulu. ” Atsumu berkata guna menarik perhatian Sakusa.

Ia mulai membaca soal yang ada, sesekali akan membolak-balik halaman catatannya sendiri untuk menemukan jawaban yang ia kurang pahami. Pria di sampingnya terlihat sangat tidak peduli dengan soal soal yang ada. Matanya dengan fokus tertuju padanya, tak lupa senyum tipis yang indah terpatri di wajah tampannya.

Atsumu menjadi tidak fokus dengan tugasnya. Menoleh ke Sakusa karena sudah sebal, yang ia lihat malah tatapan lucu dan senyuman manis disana. Atsumu kan lemah! jangan tampilkan ekspresi manis seperti itu dong!

“ Jawabannya Pluto. ” pria itu bersuara lembut.

Atsumu tak tu harus berkata apa, ia sudah tau jawaban dari soal yang baru saja ia bacakan. Yang ia tau sejak tadi Sakusa memandangnya, namun tidak mengira pria itu mengikutinya juga!

“ Soal ini hanya sepuluh persen dari soal yang pernah ku jawab. Aku bisa kasih tau semuanya kalau kamu mau.” Sambungnya.

“ Gak perlu, aku bisa sendiri. ” ucapnya sembari mengalihkan matanya dari Sakusa yang masih terlihat sangat santai.

“ Dimana omi? ” Atsumu tiba tiba bertanya di tengah senyap nya mereka.

“ Disini. ” jawab pria itu singkat.

“ you not him... “

Sakusa terkekeh, tanpa aba aba pria itu mencium bibirnya cepat. Ia berbalik menatap Sakusa horor, matanya membulat kaget, pipinya semakin merah.

“ Omi nya kakak tsumu disini. “

•••

Sorak – sorai ramai di kantin membuat kepala agak pusing dan mual. Tapi tak ada tempat lain yang menyajikan makanan lebih baik di kantin sekolah. Harum makanan membuat perut yang keroncongan semakin berteriak meminta makanan.

“ Kita beli roti aja abis itu ke belakang, rame banget disini pengap. ” Futakuchi member arahan padanya

Ia akhirnya bisa lolos dari Sakusa. Pria itu ditarik Komori untuk ikut bersama teman temannya yang lain, sementara ia pergi kabur menuju kelas futakuchi hingga sekarang mereka berakhir di kantin.

Entah kenapa aura Sakusa membuatnya takut setengah mati. Pria itu berani melakukan kontak fisik lebih dari biasanya. Tubuhnya ingin menolak tapi tak mampu, seperti ada paku di tubuhnya yang membuat seluruh titik akupuntur nya mati.

“ Oi! ” Futakuchi mencoba menginstruksi dirinya dengan berteriak di telinganya.

Ia terkejut, akhirnya kembali ke dunia nyata. Mata nya menatap Futakuchi sebal; “ terserah lo, ayo buruan! “

“ Lo kenapa sih? ada setan' yang ngejar ngejar lo? Dari tadi buru buru mulu. ” Futakuchi akhirnya bertanya.

“ Iya di kejar setan gue, buru! ” Atsumu makin sebal.

“ Iye iye sabar, ni masih ngantri gak liat lo? “

Belum sempat ia mau menimpali Futakuchi, kantin tiba tiba menjadi riuh akan suara gadis gadis. Semua mata menoleh pada beberapa murid laki laki yang baru saja masuk ke kantin. Merek adalah idola di sekolah, orang tua mereka adalah mahkluk makhluk kaya raya yang namanya bertengger di 100 orang terkaya di negeri ini. Sangat berbanding terbalik dengan nya.

Banyak gadis gadis yang rela menunjukan selangkangannya dengan murah hati pada mereka. Tak segan ada beberapa gadis seperti Haru Hiyashi yang menggunakan nama orang tuanya yang tinggi untuk dekati para pangeran pangeran ini. Mereka terlalu wah, bahkan Futakuchi yang acuh tak acuh saja sering kagum terhadap mereka.

Mereka duduk di meja yang memang khusus disiapkan untuk mereka. Biasanya mereka hanya sembilan orang namun hari ini, mereka menambah satu orang! yaitu Sakusa Kiyoomi. Pria tampan itu mengikuti jalan mereka di belakang. Wajahnya yang tampak malas dan acuh namun tampan paripurna, menjadi alasan kenapa gadis gadis yang berteriak semakin girang dan kesenangan.

Matanya terkejut, ia dengan segera berlindung di belakang tubuh Futakuchi yang agak lebih tinggi darinya. Ia ingin kabur, memanfaatkan keramaian kantin, ia mencoba berjalan jongkok dan akan berlari setelah keluar dari kantin. Namun tentu saja takkan semulus itu, Futakuchi menatapnya heran kemudian bertanya dengan polos; “ Lo kenapa sih? sakit lo? “

“ Bacot diem! ayo lari dari sini! ” Ia berbicara agak berbisik.

Suaranya di telan oleh keramaian kantin, Futakuchi menatapnya bingung seraya mengatakan 'hah' membuat ia semakin sebal pada si bodoh ini.

Tiba tiba suasana kantin yang ribut menjadi senyap, jantungnya berdetak semakin kencang. Futakuchi menoleh kaget saat bahu nya di sentuh lalu agak diremas pelan oleh seseorang dari belakang.

“ Kamu ngapain disana? udah larinya, hm? ” suaranya lebih dingin dari biasanya!

Atsumu semakin takut, ia meringkuk ketakutan tangannya agak bergetar.

“ T—tuan muda, maaf— anda meremas bahu ku. ” Futakuchi bersuara.

Sakusa menoleh padanya, tatapan matanya tajam seolah-olah Sakusa akan membunuhnya dengan cara yang sangat kejam. Futakuchi bergidik ngeri, ia menunduk meminta maaf pada tuan muda ini.

Perlahan Sakusa mendekat, nafas pria itu hangat di telinganya semakin membuatnya merinding. Tulang tulangnya begitu lemas, ia ketakutan dengan aura pria di sampingnya ini.

“ Dengarkan, ini peringatan pertama untuk mu. jangan terlalu dekat dengan nya atau ku pastikan kepala mu menggelinding di tanah, lalu tubuh bawah mu akan ku berikan pada anjing anjing lapar di jalanan sana. Bersikap baik, atau ini akan jadi sebuah kenyataan bukan ancaman biasa. “

Ia menjauh dari Futakuchi, berjalan kemudian berjongkok di depan Atsumu yang masih diam ketakutan. Senyum nya manis, menatap Atsumu dengan lembut ia sentuh jemari Atsumu kemudian menggenggamnya dengan sayang.

“ Ayo ” suaranya penuh penekanan namun terdengar begitu lembut.

Atsumu tak mampu menolak, ia biarkan pria ini membawanya dari sana. Mereka duduk di tempat pangeran pangeran itu biasa duduk. Sakusa menarik satu kursi lagi, memintanya duduk disana dengan tenang sementara pria itu mengambil beberapa roti kemudian diarahkan padanya untuk ia makan.

“ Aku— aku gak lapar... ” suaranya pelan, bahkan Sakusa harus benar benar sangat dekat untuk mendengarkannya.

“ Aku juga gak lapar sebenarnya, kalau gitu kita jalan jalan aja oke? aku kan baru disini, kamu ajak aku keliling keliling. ” Sakusa membuang roti yang sudah dibuka, memberikan uang di mangkuk yang sudah tersedia kemudian membawa Atsumu dari sana.

Atsumu ingin menolak namun ia kembali tak kuasa tuk lakukan. Ia menatap Futakuchi yang masih ketakutan disana, kemudian menatap Motoya yang pasang wajah sedih dan merasa bersalah.

Apa ini? kenapa begini? Apa ia secara tidak sengaja mengikat tali yang seharusnya ia tak ikat?

•••

Seminggu berselang, semenjak hari dimana rasa takut itu mulai muncul. Kini setiap harinya Atsumu semakin diliputi kabut mengerikan yang membuatnya sulit melihat mana arah yang benar. Futakuchi dan Ginjima menjauhinya tanpa mengatakan apapun. Meski begitu ia mengerti, ia juga takut membawa mereka pada urusan yang harus ia selesaikan sendiri.

Sakusa semakin hari semakin menjadi-jadi. Pria itu selalu membawanya kemanapun pria itu melangkah. Kontak fisik yang dilakukannya juga semakin sering, tak jarang Sakusa akan menyentuh titik sensitif nya kemudian mulai mengajaknya untuk berciuman panas sampai tubuhnya akan terbakar hangus oleh sensasi seksual yang memabukkan namun juga menakutkan.

“ Ah— “

Entah bagaimana bisa mereka berakhir begini. Ia sudah berantakan di bawah Sakusa yang menindihnya di tempat tidurnya.

Seperti akhir akhir ini biasanya, Sakusa mengantarnya pulang ke rusun yang ia sewa tuk tinggali selama di ibukota. Tangannya di ikat erat oleh tangan Sakusa yang jelas lebih besar dan panjang darinya. Ciuman pria itu baik, ia sudah akan kehilangan akal kalau saja ia tak berusaha sangat keras untuk tetap menjaga kewarasannya.

Suara terengah-engah datang dari mulut mereka yang asik saling mengulum satu sama lain. Lidah dengan lidah beradu, menciptakan decapan indah penuh nafsu yang membumbung. Kemaluan mereka bergesekan, tinggal satu persen lagi sebelum akhirnya Atsumu mencapai batas kewarasan nya.

Kepalanya buntu, ia akhirnya kehilangan pikiran nya. Pandangannya buram, telinganya berdengung. Sakusa dengan perlahan mulai membuka celana sekolahnya. Ia mendesah pelan, kepalanya menengadah hanya bisa lihat langit langit kamarnya.

Jemari Sakusa dengan lembut mulai mengeluarkan kejantanan nya yang sudah tegang dan minta di beri kasih sayang. “ ahn—nn ” bergumam lembut, suaranya terdengar seperti kucing di telinga Sakusa.

Pria itu semakin keras, dengan sigap mengeluarkan kejantanan nya juga kemudian mendekatkan nya kemudian mengelus bersamaan dengan kejantanan Atsumu. Terlihat ada perbedaan ukuran yang signifikan. Atsumu menoleh ke bawah, wajahnya memerah malu begitu melihat milik Sakusa menjadi semakin merah seperti ia akan terbakar.

Itu besar, bahkan kalau harus menghiburnya dengan tangan, Atsumu yakin harus gunakan kedua tangannya. Gerakan tangan sakusa semakin cepat, Atsumu mendongak kenikmatan seraya mendesah tertahan. Tubuhnya menggelinjang kurang nyaman dengan perlakuan Sakusa. Namun tak dipungkiri ini nikmat, sampai ia akan kembali kehilangan akal sehatnya.

Kedua kejantanan itu bergesekan satu sama lain, Sakusa begitu lihai memainkan keduanya. Membuat dirinya merasa nikmat terus menerus. “ Omih— nnhh keluar.. keluar udah ah! udah..hh “

Sakusa meraup ciuman dalam dan panas darinya. Kejantanan nya semakin membesar, ia tak tahan akhirnya mengeluarkan seluruh cairannya di tangan Sakusa. Ia mengejang kenikmatan, matanya kembali kabur basah akan air mata.

Sakusa masih mengejar klimaks nya, Atsumu lagi lagi di sentak kocokan tangan Sakusa yang semakin memanas. Pria itu menggeram berat tepat di telinga Atsumu. Lidahnya yang lihai menjilati telinganya, membuat Atsumu semakin naik dan naik setiap detiknya.

Sakusa bermain dengan sangat baik, pria itu bergerak semakin cepat membuat kepalanya berkabut. Semakin cepat dan semakin cepat, akhirnya setelah beberapa menit Sakusa berhasil mendapatkan klimaksnya, diiringi Atsumu yang juga keluar lagi untuk yang kedua kalinya.

Tangan Sakusa kotor dengan cairan ejakulasi mereka. Tanpa mengatakan apa apa, pria itu mengangkat tangannya kemudian mulai menjilati tangannya sendiri. Atsumu merinding dibuatnya, nafasnya tersengal-sengal, ia kembali menangis setelah akhirnya sadar dengan apa yang baru mereka lakukan.

Sakusa menurunkan tubuhnya, menciumi wajah Atsumu, menjilat air matanya. “ Sayangku.. ” suaranya lembut, sangat lembut..

Tangannya bergerak perlahan, menyusuri paha Atsumu membuat pria cantik di bawahnya bergetar. Jari jari itu mendekat dengan godaan ke bagian bawah. Di ketuk nya pelan, seolah olah meminta izin untuk masuk. Atsumu hendak menolak, namun sebelum dia menggeleng terdengar suara ketukan pintu.

Matanya membulat kaget, ia ketakutan, sementara pria di atasnya mendecak kesal. Tubuh Atsumu di tahan di tempat tidur, Sakusa tak membiarkan Atsumu bicara. “ Diam... biarkan dia. ” suaranya tiba tiba begitu dingin.

“ Atsumu.. lo dirumah? ini ibu lo nge chat gue bilang untuk lo angkat telpon nya. ” itu suara Futakuchi!

Atsumu semakin takut. Jantungnya berdegup kencang, matanya melotot penuh permusuhan terhadap Sakusa yang sedang menjilati lehernya seperti anak anjing. Mulutnya dibekap, ia tak mampu bersuara. Ia ingin berteriak meminta tolong, tapi ia tak bisa. Kembali menangis, ia mencoba menarik perhatian Sakusa untuk membiarkannya menjawab Futakuchi sebentar.

Wajah Sakusa jadi tidak enak dipandang, namun dia tetap menyetujui pada akhirnya. Ia menarik tangannya yang membekap mulut Atsumu, membiarkan si cantik nya berbicara pada bajingan diluar.

“ Iya, gue— uh.. gue ketiduran gak kedengaran tadi suara hp gue. ” akhirnya Atsumu berbicara.

“ Tuan muda lo disini? ” Futakuchi bertanya.

Atsumu menoleh pada Sakusa yang saat ini sedang menatap ke arah pintu dengan tajam. Ia tak tau kenapa, tapi itu terlihat seperti tatapan membunuh. Apa yang sedang dipikirkan orang ini? kenapa wajahnya seperti itu?. Mau tak mau Atsumu memikirkan sesuatu yang mengerikan.

“ O—omi udah pulang.. ” jawabnya pelan.

“ Lo gak apa apa kan? “

Bisakah pria ini berhenti bertanya? aku takut dengan pikiran ku sendiri kau bodoh!

“ Hahaha gak apa apa kok, gue mau lanjut nelpon ibu.. ” ucapnya kemudian mencoba untuk mengakhiri.

“ Oke.. maaf tsumu. ” suaranya pelan namun Atsumu bisa mendengar dengan jelas suaranya.

Kemudian terdengar langkah kaki yang perlahan menjauh dari depan rusun nya. Ia kembali menoleh pada Sakusa yang masih setia pandangi pintu. Dengan inisiatif yang entah timbul darimana, Atsumu menyentuh wajah Sakusa yang kusut kepadanya. Mata mereka bertemu, jelaga kelam itu semakin gelap dan menakutkan.

Setelah beberapa saat, Sakusa menghela nafas. Menjauhkan tubuhnya dari atsumu, dan turun dari kasur. Membenahi baju sekolahnya, pria itu kemudian menyambar kunci mobilnya yang ada di meja belajar Atsumu kemudian pergi dari sana tanpa sepatah katapun.

Sakusa menutup pintu dengan agak keras, sehingga suaranya membuat Atsumu terkejut. Ia menahan nafas, tak tau apa yang sebenarnya sedang terjadi disini. Buru buru ia pakai celananya, membenarkan baju nya dan berlari mengejar Sakusa keluar.

Tapi ia gagal... Mobil Sakusa sudah melaju jauh dari rusun bobrok tempat nya tinggal. Ia berjongkok sembari melihat mobil Sakusa yang kian menjauh dari sana. Menghela nafas, ia tak ingin berlama lama disana. Bergegas jalan ke kamarnya, dan masuk kesana. Mencari ponselnya, namun ia tak kunjung temukan di manapun. Kepalanya pusing, ia pun berakhir menangis lagi hari itu.

Suaranya sumbang, ia terbangun lagi setelah lelah menangis dan tidur. Cahaya siang telah hilang, diganti gelap nya malam yang mencengkam. Tubuhnya lemah, ia berjalan untuk menghidupkan lampu ruangannya. Duduk lesu di pinggiran kasur, ia masih bisa mencium bau amis dari hasil ia dan Sakusa tadi siang.

Menghela nafas lelah, ia berjalan hendak mandi namun gerakannya di instruksi oleh ketika pintu. Ia berharap itu Futakuchi, namun ketika membuka pintu yang ia lihat adalah Sakusa Kiyoomi.

Pria itu berdiri di depan pintu rusun nya, matanya tajam, wajahnya yang tampan agak pucat sedikit, tak ada senyum menyala seperti yang biasa pria itu lakukan. Jantung Atsumu kembali berdetak kencang, ia bisa merasakan sesuatu yang tidak baik akan terjadi padanya segera.

“ Omi... “

“ Ikut aku, ada sesuatu yang mau perlihatkan padamu. ” ucap pria itu datar.

“ Aku belum mandi, mau masuk dulu? ” ia masih mencoba untuk tenang.

“ Gak perlu, cuma sebentar nanti ada baju di rumah. ” timpalnya seraya berjalan dari sana.

Atsumu mengalah, mengambil kunci rusun nya ia berjalan mengejar Sakusa setelahnya.

Mereka pergi ke sebuah rumah yang terletak dekat rumah besar Sakusa. Ada rumah dua tingkat yang juga mewah disana. Sakusa membukakan pintu nya, menggenggam tangannya mereka kemudian masuk kedalam. Perasaan mengganggu ini terus menghantui pikirannya sejak tadi. Resah, gelisah, ia merasa takut akan apa yang ia lihat.

Dia dibawa Sakusa menuju sebuah pintu, namun sebelum masuk pria itu berkata seraya mengeluarkan sesuatu dari kantongnya; “ Tutup mata dulu, ini kejutan yang bagus untuk mu. ” ucapnya.

Senyum Sakusa terkesan sangat jahat, reflek ia menjauh namun Sakusa langsung menahan tubuhnya ke dalam pelukan pria itu. Aroma musk dan kayu manis menyapa indra penciumannya, sangat menenangkan namun juga mengerikan.

Ia tuntun Sakusa menuruni tangga, ia tak bisa melihat jadi hanya tetap bisa berfikir pada ajakan Sakusa yang membawanya perlahan lahan. Bau menyengat tiba tiba tercium tidak menyenangkan di hidung nya.

Ia berhenti mengikuti langkah Sakusa, tangannya gemetar takut kala menyadari bahwa ini bau amis dan busuk dari darah!

Ia ingin kabur, mencoba meraih penutup matanya namun tangan besar Sakusa menghalanginya. Pria itu kemudian menggendongnya. Ia meronta-ronta minta dilepaskan, namun sakusa hanya diam dan terus berjalan mengabaikan permintaan sedih Atsumu.

Tak lama terdengar suara nafas yang tersengal-sengal, dengan bau darah yang semakin menyengat. Semakin dalam mereka masuk, semakin ia bisa bisa sadari suara nafas siapa yang tersengal-sengal itu.

Futakuchi!

“ Udah pemanasan? ” Suara Sakusa terdengar dingin berbicara pada orang disana.

“ Dia agak ngeyel, tapi oke juga. ” sebuah suara yang akrab terdengar di telinga Atsumu.

Komori Motoya— bagaimana bisa...

“ Dia terlalu bodoh. “

Suara itu! suara itu Suna Rintarou!

“ Mau diapakan? ” kali ini suara Iwaizumi Hajime!

Tunggu?! bagaimana bisa mereka ada disini?

Tubuhnya di turunkan dan di dudukkan di sebuah kursi oleh sakusa. Perlahan penutup matanya dibuka. Awalnya pandangan nya masih agak buram, ini karena memang kondisi matanya tidak terlalu bagus lagi. Sedikit penyesuaian, ia akhirnya bisa melihat Futakuchi duduk tepat di depannya dengan pakaian yang sudah tertanggal kan seluruhnya. Wajahnya hancur seperti habis dipukuli dengan besi, darah mengucur dari setiap baret lukanya. Nafas pria itu tersengal-sengal, matanya sayu sudah akan pingsan segera.

Ia menatap Sakusa yang juga tengah menatapnya sambil tersenyum tipis.

“ Lihat apa yang sudah kamu dan teman mu lakukan, dia tak mengikuti ucapan ku bahkan sedikit melawan, dan kamu mengacuhkan ku karena dia datang. ” ujarnya santai.

Ia ketakutan, tak tau harus mengatakan apa. Ia menoleh ke Futakuchi yang mungkin sudah mulai kehilangan kesadarannya. Air matanya mengalir, ia terisak sedih dan takut. Tak pernah membayangkan hal seperti ini datang dalam hidupnya yang sudah kacau sejak kecil.

Sakusa memeluknya dari belakang, tangannya dengan lembut menghapus air matanya yang kian mengalir. “ ssstt... jangan nangis um. “

“ Ambil gergaji, potong kakinya. ” ucapnya kemudian.

Atsumu semakin kalut akan rasa takut. Ia buru buru bergerak mencoba meminta dengan bersujud di depan Sakusa. Pria itu terlihat santai, wajahnya datar namun senyumannya masih dengan cantik terpatri di sana.

“ Jangan kumohon jangan.. lepas— lepasin futa tolong.. aku aja! jangan dia aku aja.. omi tolong.. lepasin futa... ” suaranya sengau terdengar begitu sedih dan menyakitkan.

“ Jangan futa.... dia masih harus jagain ibunya.. kasian ibunya.. jangan Futa tolong mi.. aku yang salah, aku yang harusnya di hukum.. jangan dia.. “

“ Dia harus jagain ibunya, terus kamu gimana? kalau kamu yang gantiin dia nanti siapa yang harus ngurusin orang tua gak berguna mu dan kembaran mu yang sakit sakitan itu? kamu terlalu mikirin orang lain sampai gak mau mikirin diri kamu sendiri! ” ujarnya serius.

“ Aku— “

Sekali lagi ia melirik Futakuchi yang sudah pingsan di tempatnya. Kenangan bersama teman temannya terlintas dengan indah di kepala nya, membuat ia merasakan kehangatan secara menyeluruh di dalam hatinya.

Ia tersenyum, “ aku udah lama pengen mati. “

Kata kata ini mengejutkan Sakusa, membuat pria itu marah. Meraih leher Atsumu, Sakusa dengan kejam mencekiknya sampai Atsumu sulit bernafas.

“ Kamu bilang apa? Mau mati?! Hahahaha jangan harap Miya Atsumu! Gak akan kubiarin! kamu mati kalau aku juga mati! Kita bareng bareng pergi ke neraka! selama aku hidup, gak akan kubiarin kamu pergi dari ku! Kamu punya ku Atsumu.. “

“ Kiyoomi! ” suara Komori menginstruksi.

Sakusa menatap sepupunya itu dengan kejam, namun langsung melepaskan cekikan nya pada Atsumu. Begitu di lepas, Atsumu langsung terjatuh di lantai, wajahnya pucat nafasnya memburu, melihatnya membuat Sakusa ketakutan dan merasa bersalah.

Dengan lembut Sakusa bawa tubuh si cantik Atsumu ke dalam pelukannya. Memeluknya lembut namun erat, ia terus mengucapkan kata maaf di telinga Atsumu.

“ omi... ” suaranya lemah setelah sekian lama akhirnya bisa membuka suaranya.

“ satu penawaran terakhir. ” Sakusa tak membiarkannya berkata lebih jauh.

“ Jauhi semuanya, ikut dengan ku dan hanya bersama ku. Akan ku lepaskan bajingan satu ini, bahkan akan ku singkirkan kehidupan buruk nya. Aku takkan meminta mu untuk menjauhi orang tua mu juga, tapi— kamu hanya boleh memikirkan ku setiap saat. Kehidupan buruk keluarga mu akan ku penuhi dengan kemewahan, adik mu yang cacat itu akan kubawa untuk berobat. Syarat nya hanya satu, kamu milikku Atsumu. “

“ Kalau kamu menolak— “

Kalau ia menolak apa? apa yang akan terjadi memangnya selain hal buruk. Atsumu merasa kosong, kepalanya berdengung tanpa sadar ia tertawa pelan.

“ Oke, aku milik mu... tapi kamu harus jaga janji mu. Jauhi orang tua ku, jauhi semua orang yang berharga dalam hidupku. jangan sentuh mereka sedikitpun.. kalau aku mengetahui tentang kejahatan mu pada mereka, aku tidak segan untuk mati di depan mu. “

••••