HELLO, AGAIN
vers. #UMETSUBA ft [SAKURA]
warning; angst
Sakura tidak tau seberapa lama dirinya mencari keberadaan seseorang yang pernah di bencinya tersebut, yang pasti sudah sangat lama sekali. Terakhir dia bertemu dengan sosok itu adalah saat umurnya sekitar lima belas tahun.
Ketika di hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas tahun, ayahnya memberikan sebuah hadiah dan juga berupa amanat. Yaitu, untuk menemukan dan menyampaikan sebuah permintaan maaf kepada sosok itu.
Dan itu artinya hampir sembilan tahun lamanya.
Langkahnya terhenti, mendadak kakinya menjadi kaku. Kosakata yang dihapalnya saat pagi dan malam rutin setiap hari menguap begitu saja.
Hanya berjarak sekitar lima meter saja darinya, namun entah mengapa seakan terasa ribuan kilometer.
Pengecut.
Disaat dirinya tinggal sejengkal lagi untuk bertemu dengan seseorang yang selama ini di carinya tersebut. Sakura malah membalikkan badannya, mengurungkan niatnya untuk sekedar menyapa say hello saja.
“Bego, bego, bego... Lo tinggal nyamperin terus minta maaf doang, Sakura...” rutuknya sambil mengacak rambutnya frustrasi.
Ternyata apa yang orang-orang katakan ada benarnya, teori dengan praktek hasilnya akan jauh berbeda, begitu pun saat berlatih dengan perihalnya bertanding, dimana berada langsung di lapangan akan terasa mendebarkan menjadi berkali-kali lipat.
Andai saja, dia mempunyai mesin waktu.
“Ayah mau kamu baca surat ini.”
Tidak. Dirinya tidak boleh mengulur dan mengabaikan kesempatan yang mungkin saja datangnya hanya sekali itu.
Jadi, sembari mengatur napasnya, dia merapalkan kalimat positif.
Sakura kembali membalikkan langkahnya.
Perlahan tapi pasti...
Satu langkah...
Dua langkah...
Tiga langkah...
Dengan begitu langkahnya pun semakin mendekat ke arah sosok itu, dan tanpa sadar dia mengepalkan tangannya yang berkeringat dingin.
Padahal, kalau diingat kembali. Dulu, dirinya sangat berani saat membentak seseorang tersebut, tidak ada rasa takut barang sedikit. Malahan, emosinya memakan semua akal sehatnya.
“Kak Tsubaki...” panggilnya nyaris berbisik, tentu saja suaranya tidak kedengaran dengan si pemilik nama.
“Hei, kak...” Sakura memberanikan diri untuk menepuk bahu sempit sosok yang sudah berada di depannya.
Saat menoleh, sosok itu terlihat bingung.
“Ya?”
Sakura menyingkirkan tangannya dari bahu Tsubaki, kemudian tersenyum kikuk.
Bagaimana untuk memulainya?
Dia sudah jelas kelimpungan dengan segala pertanyaan yang ada di pikirannya sendiri tersebut.
Masalahnya, dirinya datang dengan banyak kenangan yang begitu menyakitkan.
Sakura hanya takut, kalau sosok itu yang semestinya sudah melupakan bahkan hidup lebih bahagia kembali tergores luka masa lalu.
.
.
.
\
Di ulang tahunnya yang ke tiga belas, Sakura berharap ibunya akan kembali sehat dan bisa menemaninya untuk merayakan hari lahirnya di tahun berikutnya.
Namun, semakin hari keadaan ibunya memburuk. Dan itu membuatnya takut sekaligus pasrah akan nasib ibunya yang harapannya kian menipis.
Tepat menjelang usianya menginjak empat belas tahun, dia dikejutkan dengan sosok lelaki yang lebih tua darinya.
Sakura mengira bahwa ayahnya membawa sosok kakak untuk menemani dirinya yang kesepian pasca meninggalnya sang ibu. Maklum, dirinya merupakan anak tunggal dan sangat susah bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Senyumnya lenyap, ketika sang ayah malah memberitahukan bahwa sosok lelaki yang lebih tua sekitar belasan tahun tersebut yang akan menjadi pengganti sosok ibu untuk dirinya.
Lelucon macam apa ini?
Lelaki, jarak umur yang sangat jauh, dan juga asing.
Bagaimana bisa seorang Sakura yang sewaktu itu masih merasakan kesedihan menjadi seorang anak piatu dihadiahi dengan kenyataan yang di luar nalar akal sehatnya.
“Aku kira ayah gak akan melupakan ibu,” dengan sedikit berteriak, Sakura yang masih berusia empat belas tahun marah kepada sosok sang ayah.
Tidak memperdulikan eksistensi seseorang yang sedang duduk di ujung sofa sana.
Biar saja sosok itu tahu, kalau dia menolak kehadiran dirinya dirumah ini.
“Sakura...”
“Belum satu tahun, yah...” Sakura masih menahan air matanya, enggan dia keluarkan.
Sang ayah menghela napasnya kasar, seakan bingung bagaimana untuk menjelaskan kondisi yang harus diterima sang anak.
“Orang yang seharusnya jadi kakak aku,” kalimat yang dikeluarkan Sakura menggantung, seakan malas untuk sekedar melanjutkan kata-katanya...
“Dia lelaki, yah. Aku gak ngerti kenapa bisa?”
Pertanyaan itu entah buat ayahnya atau dirinya sendiri.
Namun, kenyataannya Sakura memang tidak mengerti apa maksud dari sang ayah yang membawa seorang laki-laki, dan dikenalkan sebagai sosok pengganti ibunya.
Kepalanya berdenyut nyeri. Matanya terasa panas. Dan kakinya mulai tidak kuat menopang beban berat badannya.
“Sakura... Ada banyak hal yang belum bisa ayah jelaskan sekarang.” sang ayah berkata sambil menoleh kearah sosok yang sedari diam di tempat duduknya.
“Aku gak mau tau. Yang aku mau ayah usir cowok murahan itu, dan jangan pernah memaksa aku untuk menerimanya.”
“SAKURA!”
Sang ayah berteriak sembari mencengkrang kedua bahu milik anaknya. Berusaha mencoba untuk menahan segala bentuk emosinya yang nyaris keluar, karena dia sudah berjanji kepada seseorang itu, dirinya tidak akan sampai kelepasan yang dapat menimbulkan kekerasan.
“Ayah pilih aku atau pelacur itu?”
Mengajukan pilihan yang sulit tidak akan mendapatkan sebuah jawaban yang tepat. Seperti memakan buah simalakama. Posisinya tidak menguntungkan sama sekali.
.
.
.
Sakura, nama yang diberikan oleh Tsubaki ketika sosok bayi itu lahir kedunia. Alasannya sangat sederhana, karena sosok lelaki itu sangat menyukai bunga sakura.
Saat itu kebahagian seorang Tsubaki yang mulanya semu terlihat lebih nampak, jadi wajar kalau senyum manisnya selalu terpatri di wajahnya tersebut.
Dia memejamkan kedua matanya, saat ini hujan turun deras. Memorinya kembali ke beberapa tahun silam.
Dimana kesepakatannya sudah sangat jelas, ketika sang wanita itu melahirkan anaknya. Maka selanjutnya dia dan juga Umemiya —sosok calon suaminya itu yang akan mengurus bayinya.
Namun, manusia adalah tetap manusia. Yang tidak bisa di pegang janjinya begitu saja.
Ibarat kata, dikasih hati mintanya jantung. Alias tidak tau diri.
Ketika dia sudah berbaik hati memberikan kesempatan sedikit waktu untuk bersama dengan Sakura, kenyataannya wanita itu mengambil semua miliknya.
Iya, Tsubaki sudah menganggap Sakura itu miliknya. Meskipun tidak terlahir dari rahimnya sendiri.
Empat bulan kemudian, sang wanita pun nekat mengaku kepada kedua orang tua Umemiya bahwa dia ingin dinikahkan segera karena sudah melahirkan anak yang merupakan hasil hubungannya dengan sang anak.
Kepalang takut mencemari nama baik keluarga, akhirnya sang ibu memaksa Umemiya untuk bertanggung jawab.
Sampai berumur lima tahun, setelahnya Tsubaki tidak diberikan waktu lagi untuk menemui Sakura. Sedangkan pertemuannya dengan Ume masih dilakukannya secara sembunyi-sembunyi.
Niatnya, Tsubaki ingin melepaskan Umemiya selamanya. Dia sudah lelah, waktu yang di korbankannya seakan sia-sia.
Tepat Sakura berusia sepuluh tahun, kesehatan wanita itu menurun drastis yang mengharuskan dirinya bolak balik masuk rumah sakit. Dan hasil dari pemeriksaan, wanita itu ternyata terkena kanker.
Hukuman seorang pelacur yang berusaha merebut milik orang lain yang sudah berbaik hati kepadanya, bukan?
Iya, dulu wanita itu hanya seorang pelacur di klub malam kelas bawah. Saat hubungan Ume dan Tsubaki di ambang kehancuran, mereka menemukan jalan keluar yang terbilang ekstrim.
Meskipun hasilnya memang di luar ekspetasi mereka, namun sesuai dengan ketakutan yang ada di bayangan oleh seorang Tsubaki.
Bahwa pelacur tetaplah pelacur. Apa yang sudah di sepakati bahkan bisa dikhianati begitu saja.
Setiap hari, Tsubaki selalu memberikan perhatiannya ke Sakura. Tapi sayang, dia terlalu pengecut. Jadi, melakukannya hanya berani dari jarak jauh.
Dan itu tidak akan membuat seorang anak yang baru berusia belasan tahun mengerti dan peka terhadap sekitar.
.
.
.
Dear Sakura.
Kamu tau namamu itu memiliki arti bunga sakura yang indah? Sesederhana itu, tapi apa kamu tau siapa yang memberikannya kepadamu?
Bukan ibumu. Dia hanyalah seorang wanita yang mengambil kesempatan.
Dan ayah hanya menghargai ibumu karena telah melahirkanmu, sehingga tidak ada rasa kasih sayang atau pun cinta.
Bagi ayah, seluruh cinta ayah hanya milik Tsubaki.
Dia bukan pelacur.
Dia cinta pertama ayah yang sebenarnya akan menemani hidup ayah dan kamu selamanya.
Tapi semuanya berubah.
Mungkin terdengar jahat, ayah hanya ingin kamu tau kenyataannya. Karena selama ini Tsubaki yang selalu menahan dan mencoba untuk melarang ayah memberitahukan semuanya ke kamu.
Karena Tsubaki sayang kamu. Dia tidak mau, yang selama ini sudah di anggap anak kandungnya sedih mengetahui fakta yang sebenarnya.
Tapi ayah berharap bisa pergi dengan tenang setelah kamu tau kebenaran ini semua.
Kenapa ayah tidak memberikan cinta ayah kepada ibumu, kenapa ayah begitu sayang kamu, kenapa ayah membawa Tsubaki kerumah sebelum setahun ibumu meninggal.
Seharusnya ayah membawa dia dari dulu. Seharusnya posisi ibumu diisi sama dia.
Kamu mengerti seberapa besar ayah mencintainya, bukan?
Begitu pun dia yang sangat mencintai kamu.
Untuk terakhir kalinya, bisakah kamu membawa Tsubaki kembali ke posisinya yang seharusnya dia tempati?
Sampaikan maaf ayah.
With love,
Umemiya Hajime.
.
.
.
Tangis Sakura pecah, yang membuat sosok disampingnya kebingungan.
“Aku sayang papa...” sambil terisak, dia mengatakan hal yang mengejutkan itu.
Dengan segera memeluk Tsubaki yang masih berdiam diri, “pulang yuk, pa.” ajaknya masih memeluk erat, sementara yang dipeluk masih belum juga memberikan respon.
Dia tidak tau harus melakukan apa, sudah terlalu lama dan sudah hampir sebagian dirinya berusaha melupakan angan-angannya tersebut.
“Ma-maaf...” akhirnya seorang yang sangat keras kepala itu mengeluarkan permintaan maafnya.
Tsubaki hanya menganggukkan kepalanya, kemudian membalas pelukan dari sosok yang lebih muda sembari memberikan usapan lembut menenangkan di punggungnya.
Heheheee...
240705🌻.
Sekian.
Note. narasi ini merupakan hasil remake, tapi yang cocok dengan judul ini umetsuba ft sakura angst era 😔👌.